pusat penerangan hukum kejaksaan agung republik indonesia · desember 1967 pembentukan tim...

37
PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA www.kejaksaan.go.id

Upload: trinhanh

Post on 06-May-2019

240 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

Page 1: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA

www.kejaksaan.go.id

Page 2: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

PENCEGAHAN TINDAK PIDANA KORUPSI DALAM PENGADAAN BARANG DAN JASA

OLEH :

DR. MUSLIKHUDDIN, SH. MH.

2

Page 3: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

3

SISTEMATIKA

I. Selayang Pandang

II. Tahap Pengadaan Barang / Jasa

III. Prinsip Dasar Pengadaan Barang / Jasa

IV. Etika Pengadaan Barang / Jasa

V. Pola Penyimpangan Pengadaan Barang / Jasa

VI. Bentuk Korupsi Dalam Proses Pengadaan Barang / Jasa

VII. Keuangan Negara

VIII. Strategi Pemberantasan Korupsi Pengadaan Barang / Jasa

Page 4: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

4

Page 5: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

5

SEJARAH PERUNDANG-UNDANGAN

TINDAK PIDANA KORUPSI

1. KUHP khususnya BAB XXVIII tentang DelikJabatan

2. Peraturan Penguasan Perang Pusat Nomor : Prt/Peperpu/013/1958

tentang Pengusutan, Penuntutan dan Pemeriksaan Perbuatan Korupsi

Pidana dan Penilikan Harta Benda.

3. UU No. 24 Prp Tahun 1960 tentang Pengusutan, Penuntutan dan

Pemeriksaan Tindak Pidana Korupsi.

4. KeputusanPresiden Republik Indonesia No. 228 Tahun 1967 tanggal 2

Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi.

5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

Pemberantasan TPK.

6. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK.

7. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas

Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan TPK.

8. Inpres No 5 Tahun 2004 tentang Percepatan Pemberantasan TPK.

Page 6: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

6

PENGERTIAN KORUPSI

Dalam Black’s Law Disctionary (Henry Campbell Black; 1979 : 311.) “… an act done with an intent to give some advantage inconsistent with official duty and the rights of other. The act an official or fiduciary person who unlawfully and wrongfully uses his station or character to procure some benefit for himself or for another person, contrary to duty and the rights of others”.

Dapat diartikan : "... Tindakan yang dilakukan dengan maksud untuk memberikan beberapa keuntungan konsisten dengan tugas resmi dan hak-hak lainnya. Tindakan orang resmi atau fidusia yang melawan hukum dan keliru menggunakan stasiun nya atau karakter untuk mendapatkan beberapa manfaat bagi dirinya sendiri atau untuk orang lain, bertentangan dengan tugas dan hak orang lain “

KORUPSI

BAHASA LATIN CORRUPTION / CORRUPTUS

BAHASA INGGRIS CORRUPTION / CORRUPT

BAHASA BELANDA CORUPTIE

Secara harfiah istilah tersebut diartikan sebagai keburukan, kebusukan, atau ketidak-jujuran

Page 7: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

RUMUS KORUPSI

C = M + D – A

C : corruption

M : monopoly power

D : discretion by officials

A : accountability

(peluang korupsi muncul karena adanya monopoli

kekuasaan, didukung oleh adanya kewenangan untuk

mengambil keputusan, namun tidak ada

pertanggungjawaban)

7

Page 8: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

1. Merugikan keuangan negara dengan melawan hukum atau

penyalahgunaan wewenang (Pasal 2, Pasal 3)

2. Suap (Pasal 5, 6, 11, 12 a,b,c,d., Pasal 13)

3. Penggelapan dalam jabatan (Pasal 8, 10)

4. Pemerasan (Pasal 12 e,f,g)

5. Perbuatan curang (Pasal 7, 12 h)

6. Konflik kepentingan dalam pengadaaan (Pasal 12 i)

7. Gratifikasi (Pasal 12B, 12C)

8

RUANG LINGKUP TINDAK PIDANA KORUPSI

( UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah

dengan UU No. 20 Tahun 2001 )

Page 9: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

9

Page 10: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

10

BARANG/JASA

SUMBER DAYA

PENGGUNA PENYEDIA

Page 11: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

PRINSIP DASAR PENGADAAN B/J

PRINSIP

DASAR

5 3

6

1

2

EFEKTIF

EFISIEN

TERBUKA/ BERSAING

ADIL/TIDAK DISKRIMINATIF

AKUNTABEL

TRANSPARAN

2E2T2A

4

Page 12: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

12

Page 13: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

13

Tahap Pengadaan Barang dan Jasa Berdasarkan pengelompokan kegiatannya

1. Tahap Persiapan Pengadaan, meliputi :

2. Tahap Proses Pengadaan, meliputi :

3. Tahap Pelaksanaan Kontrak

4. Tahap Evaluasi dan Pengawasan

a. Perencanaan pengadaan barang dan jasa

b. Pembentukan Panitia pengadaan barang dan jasa

c. Penetapan Sistem pengadaan barang dan jasa

d. Penyusunan Jadwal pengadaan barang dan jasa

e. Penyusunan Harga Perkiraan Sendiri (HPS)

f. Penyusunan Dokumen Pengadaan Barang dan Jasa

a. Pemilihan Penyedia Barang dan Jasa

b. Penetapan Penyedia Barang dan Jasa

Page 14: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

14

Page 15: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

a. MELAKSANAKAN TUGAS SECARA TERTIB, DISERTAI RASA

TANGGUNG JAWAB UNTUK MENCAPAI SASARAN KELANCARAN

DAN KETEPATAN TERCAPAINYA TUJUAN PENGADAAN BARANG /

JASA ;

b. BEKERJA SECARA PROFESIONAL DAN MANDIRI ATAS DASAR

KEJUJURAN, SERTA MENJAGA KERAHASIAAN DOKUMEN

PENGADAAN BARANG DAN JASA YANG SEHARUSNYA

DIRAHASIAKAN UNTUK MENCEGAH TERJADINYA

PENYIMPANGAN DALAM PENGADAAN BARANG / JASA;

c. TIDAK SALING MEMPENGARUHI BAIK LANGSUNG MAUPUN

TIDAK LANGSUNG UNTUK MENCEGAH DAN MENGHINDARI

TERJADINYA PERSAINGAN TIDAK SEHAT;

d. MENERIMA DAN BERTANGGUNG JAWAB ATAS SEGALA

KEPUTUSAN YANG DITETAPKAN SESUAI DENGAN KESEPAKATAN

PARA PIHAK;

e. MENGHINDARI DAN MENCEGAH TERJADINYA PERTENTANGAN

KEPENTINGAN (CONFLIC OF INTEREST) PARA PIHAK YANG

TERKAIT, LANGSUNG MAUPUN TIDAK LANGSUNG DALAM

PROSES PENGADAAN BARANG/JASA; 15

Page 16: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

f. MENGHINDARI DAN MENCEGAH TERJADINYA PEMBOROSAN DAN

KEBOCORAN KEUANGAN NEGARA DALAM PENGADAAN BARANG

/ JASA;

g. MENGHINDARI DAN MENCEGAH PENYALAHGUNAAN WEWENANG

DAN / ATAU KOLUSI DENGAN TUJUAN UNTUK KEUNTUNGAN

PRIBADI, GOLONGAN ATAU PIHAK LAIN YANG SECARA

LANGSUNG ATAU TIDAK LANGSUNG MERUGIKAN NEGARA;

h. TIDAK MENERIMA, TIDAK MENAWARKAN ATAU TIDAK

MENJANJIKAN UNTUK MEMBERI ATAU MENERIMA HADIAH.

IMBALAN BERUPA APA SAJA KEPADA SIAPAPUN YANG DIKETAHUI

ATAU PATUT DAPAT DIDUGA BERKAITAN DENGAN PENGADAAN

BARANG/JASA.

16

Page 17: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

17

Page 18: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

18

1. TAHAP PERSIAPAN.

POLA PENYIMPANGAN

penggelembungan (mark up) biaya pada rencana

pengadaan

pengadaan diarahkan untuk kepentingan produk

atau penyedia barang dan jasa tertentu

Perencanaan yang tidak realistis, terutama dari

sudut waktu pelaksanaan

Panitia bekerja secara tertutup, tidak jujur, dan

nampak dikendalikan oleh pihak tertentu

Harga Perkiraan Sendiri (HPS) ditutup-tutupi

Harga dasar tidak standar

Spesifikasi teknis mengarah pada produk tertentu

Dokumen lelang tidak standar

Dokumen lelang yang tidak lengkap

Page 19: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

19

2. TAHAP PROSES PENGADAAN.

P

O

L

A

P

E

N

Y

I

M

P

A

N

G

A

N

(a) jangka waktu pengumuman singkat

(b) pengumuman tidak lengkap dan membingungkan (ambigious)

(c) penyebaran dokumen tender yang cacat

(d) pembatasan informasi oleh panitia agar hanya kelompok tertentu saja

yang memperoleh informasi lengkap

(e) aanwijzing dirubah menjadi tanya jawab

(f) upaya menghalangi pemasukan dokumen penawaran oleh oknum

tertentu agar peserta tertentu terlambat menyampaikan dokumen

penawarannya

(g) penggantian dokumen dilakukan dengan cara menyisipkan revisi

dokumen di dalam dokumen awal

(h) Panitia bekerja secara tertutup

(i) pengumuman pemenang tender hanya kepada kelompok tertentu

(j) tidak seluruh sanggahan ditanggapi

(k) surat penetapan sengaja ditunda pengeluarannya

Page 20: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

20

3. TAHAP PENYUSUNAN KONTRAK & PENANDATANGANAN

KONTRAK.

4. TAHAP PELAKSANAAN KONTRAK & PENYERAHAN

BARANG DAN JASA.

Penandatanganan kontrak yang tidak dilengkapi dengan dokumen

pendukung atau dokumen fiktif dan

Penandatangan kontrak yang ditunda-tunda

Pekerjaan / Barang tidak sesuai dengan spesifikasi

Pekerjaan belum selesai, sudah dilakukan serah terima

P

O

L

A

P

O

L

A

Page 21: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

21

5. TAHAP PENGAWASAN

6. PELAPORAN KEUANGAN DAN AUDIT

POLA PENYIMPANGAN

Kolusi antara Pelaksana Proyek dengan

Pengawas Proyek

Suap kepada Pengawas Proyek

Hasil Laporan Pengawas Proyek tidak sesuai

dengan hasil pekerjaan

POLA PENYIMPANGAN

Tidak Jujur

Dibeli

Meluluskan bukti-bukti akuntansi yang tidak

benar

Page 22: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

22

Page 23: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

23

a. PENYUAPAN VS UANG PELICIN.

a. Dalam jumlah besar

b. Diberikan kepada pejabat senior / pembuat keputusan

a. Jumlah kecil

b. Diberikan kepada pelaksana

Page 24: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

24

b. Kartel atau Kolusi.

Kartel terbentuk oleh para peserta tender, tujuan untuk memanipulasi

pemenang tender, yang menguntungkan salah satu anggota kartel

tersebut.

Kolusi merupakan bentuk kesepakatan dari peserta tender. tujuan

menetapkan giliran pemenang tender atau kesepakatan pembayaran

kompensasi kepada pihak yang kalah dalam tender karena

memasukan penawaran yang lebih tinggi.

c. Struktur vs Situasional.

Struktur a. Terencana

b. Dipersiapkan dengan matang

c. Sistematik.

Situasional a. Tanpa rencana

b. Tidak dipersiapkan

c. Tidak Sistematik

Page 25: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

KEUANGAN NEGARA

25

PENGERTIAN

1. PENJELASAN UMUM UU No. 31 Tahun 1999 sebagaimana

telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 Tentang PTPK.

Seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang dipisahkan

atau yang tidak dipisahkan, termasuk didalamnya segala bagian

kekayaan negara dan segala hak dan kewajiban yang timbul

karena:

(a) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan

pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat

pusat maupun di daerah;

(b) berada dalam penguasaan, pengurusan, dan

pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha

Milik Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang

menyertakan modal negara, atau perusahaan yang

menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian

dengan Negara.

Page 26: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

26

2. Pasal 1 angka 1 UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan

Negara.

Semua hak dan kewajiban negara yang

dapat dinilai dengan uang, serta segala

sesuatu baik berupa uang maupun berupa

barang yang dapat dijadikan milik negara

berhubung dengan pelaksanaan hak dan

kewajiban tersebut.

Page 27: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

27

Pasal 2 huruf G UU No. 17 Tahun 2003 Tentang Keuangan Negara.

“kekayaan negara/kekayaan daerah yang dikelola

sendiri atau oleh pihak lain berupa uang, surat

berharga, piutang, barang, serta hak-hak lain yang

dapat dinilai dengan uang, termasuk kekayaan yang

dipisahkan pada perusahaan negara/ perusahaan

daerah”

RUANG LINGKUP

Page 28: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

28

Page 29: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

29

Page 30: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

30

Page 31: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

31

1). Pengawasan Intern dan Ekstern

Pengawasan intern adalah pengawasan yang dilakukan oleh

orang atau badan yang ada di dalam lingkungan unit organisasi

yang bersangkutan.

Pengawasan ekstern adalah pengawasan yang dilakukan oleh

unit pengawasan yang berada di luar unit organisasi yang

diawasi.

2). Pengawasan Preventif dan Represif

Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan

terhadap suatu kegiatan sebelum kegiatan itu dilaksanakan.

Pengawasan represif adalah pengawasan yang dilakukan

terhadap suatu kegiatan setelah kegiatan itu dilakukan.

Page 32: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

32

3). Pengawasan Aktif dan Pasif

Pengawasan aktif dilakukan sebagai bentuk pengawasan yang

dilaksanakan di tempat kegiatan yang bersangkutan.

Pengawasan pasif merupakan pengawasan yang dilakukan

melalui penelitian dan pengujian terhadap surat-surat

pertanggung jawaban yang disertai dengan bukti-bukti

penerimaan dan pengeluaran.

4). Pengawasan berdasarkan kebenaran formil (rechtimatigheid) dan

pengawasan berdasarkan kebenaran materiil (doelmatigheid).

Pengawasan kebenaran formil (rechmatigheid) merupakan

pengawasan yang dilakukan terhadap setiappengeluaran apakah

telah sesuai dengan peraturan yang berlaku dan kebenarannya

didukung dengan bukti yang ada.

Pengawasan kebenaran materil (doelmatigheid) merupakan

pengawasan terhadap setiap pengeluaran apakah telah sesuai

dengan tujuan dikeluarkan anggaran dan telah memenuhi prinsip

ekonomi, yaitu pengeluaran tersebut diperlukan dan beban biaya

yang serendah mungkin.

Page 33: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

33

(a) Teori absolut (teori pembalasan)

Menurut teori absolut/teori pembalasan, bahwa syarat dan

pembenaran hukuman tercakup di dalam kejahatan itusendiri,

terlepas dari kegunaan praktikal yang diharapkan darinya. Dalam

konteks teori ini sanksi merupakan res absoluta ab effectu futuro

(keniscayaan yang terlepas dari dampaknyadi masa depan). Karena

orang telah melakukan korupsi, maka ia harus dihukum, quia

peccatum (karena telah melakukan dosa).

(b) Teori relatif (teori prevensi)

Teori relatif/prevensi memandang sanksi/hukuman adalah sebagai

sarana untuk mencegah kejahatan

(c) Teori gabungan.

Didasarkan atas tujuan pembalasan dan mempertahankan ketertiban

masyarakat, yang diterapkan secara kombinasi dengan

menitikberatkan pada salah satu unsurnya tanpa menghilangkan

unsur yang lain maupun pada semua unsur yang ada.

Page 34: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

34

Page 35: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

35

FAKTOR PEMBEDA PERBUATAN PIDANA

ACTUS REUS MENS REA

Perbuatan melawan hukum /

melanggar hukum

Sikap batin jahat

Evil Mind / Wricked Mind

Aturan Pengadaan DOLUS

Willens

(Dikehendaki)

Wetens

(Diketahui)

/ CULPA

UU TPK / TPPU

Perpres No. 54

Tahun 2010

sebagaimana telah

diubah dan

ditambah dengan

Perpres No. 72

Tahun 2012

(sumber dana

APBN / APBD)

1.Permen BUMN

No. 5 Tahun

2008

2.Keputusan

Direksi (Sumber

dana BUMN /

BUMD / diluar

APBN / APBD)

Page 36: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

36

Page 37: PUSAT PENERANGAN HUKUM KEJAKSAAN AGUNG REPUBLIK INDONESIA · Desember 1967 Pembentukan Tim Pemberantasan Korupsi. 5. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1971 tentang

37