pterigium

35
Presentasi Kasus ILMU KESEHATAN MATA Oleh: Anindhito Kurnia P G99122014 Dhiandra Dwi H G99122034 Elanda Rahmat A G99122038 Fitri Prawitasari G99122047 Junita Ayu G99122063 1

Upload: fika-khulma-sofia

Post on 26-Nov-2015

601 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pterigium

TRANSCRIPT

Presentasi Kasus

ILMU KESEHATAN MATA

Oleh:Anindhito Kurnia P G99122014Dhiandra Dwi H G99122034Elanda Rahmat AG99122038Fitri PrawitasariG99122047Junita AyuG99122063

Pembimbing :, dr., Sp.M

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN MATAFAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR. MOEWARDISURAKARTA2013STATUS PENDERITA

I. IDENTITASNama : Tn SUmur: 47 TahunJenis Kelamin: Laki-lakiSuku: JawaKewarganegaraan: IndonesiaAgama: IslamPekerjaan : PetaniAlamat: Gombelan Rt 13, TegalrejoTgl pemeriksaan : 3 Agustus 2013No. CM : 01209794

II. ANAMNESISA. Keluhan utama: pandangan mata kaburB. Riwayat Penyakit Sekarang: Pasien datang dengan keluhan pandangan kabur pada mata kanan dan kiri. Pasien mengakui pandangan matanya kabur semenjak 15 tahun yang lalu karena terdapat benda asing yang mengenai matanya saat mengendarai sepeda. Pasien pernah memeriksakan kejadian tersebut ke dokter, namun tidak mengikuti saran dokter untuk operasi dan hanya melakukan rawat jalan dengan mengunakan obat tetes mata. Pasien juga sering merasakan rasa peri di mata namun membaik setelah diberikan obat tetes mataC. Riwayat Penyakit Dahulu1. Riwayat hipertensi: disangkal2. Riwayat kencing manis: disangkal3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal4. Riwayat trauma mata: disangkal5. Riwayat kacamata: disangkalD. Riwayat Penyakit Keluarga1. Riwayat hipertensi: disangkal2. Riwayat kencing manis: disangkal3. Riwayat sakit serupa: disangkalD. Kesimpulan AnamnesisODOS

Proses-Peradangan, infeksi

Lokalisasi-Konjungtiva

Sebab-

Perjalanan-Akut

Komplikasi-

III. PEMERIKSAAN FISIKA. Kesan umum1. Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukupB. Pemeriksaan subyektif ODOS

A. Visus Sentralis

1. Visus sentralis jauh6/206/15

a. pinholeTidak dilakukanTidak dilakukan

b. koreksiTidak dilakukanTidak dilakukan

2. Visus sentralis dekatTidak dilakukanTidak dilakukan

B. Visus Perifer

1. Konfrontasi tes Tidak dilakukanTidak dilakukan

2. Proyeksi sinarTidak dilakukanBaik

3. Persepsi warnaTidak dilakukanBaik

C. Pemeriksaan Obyektif1. Sekitar mataODOS

a. tanda radangTidak adaTidak ada

b. lukaTidak adaTidak ada

c. parutTidak adaTidak ada

d. kelainan warnaTidak adaTidak ada

e. kelainan bentukTidak adaTidak ada

2. Supercilia

a. warnaHitamHitam

b. tumbuhnyaNormalNormal

c. kulitSawo matangSawo matang

d. gerakanDalam batas normalDalam batas normal

3. Pasangan bola mata dalam orbita

a. heteroforiaTidak adaTidak ada

b. strabismusTidak adaTidak ada

c. pseudostrabismusTidak adaTidak ada

d. exophtalmusTidak adaTidak ada

e. enophtalmusTidak adaTidak ada

4. Ukuran bola mata

a. mikroftalmusTidak adaTidak ada

b. makroftalmusTidak adaTidak ada

c. ptisis bulbiTidak adaTidak ada

d. atrofi bulbiTidak adaTidak ada

5. Gerakan bola mata

a. temporalTidak terhambatTidak terhambat

b. temporal superiorTidak terhambatTidak terhambat

c. temporal inferiorTidak terhambatTidak terhambat

d. nasalTidak terhambatTidak terhambat

e. nasal superiorTidak terhambatTidak terhambat

f. nasal inferiorTidak terhambatTidak terhambat

6. Kelopak mata

a. pasangannya

1.) edema Tidak adaTidak ada

2.) hiperemi Tidak adaTidak ada

3.) blefaroptosisTidak adaTidak ada

4.) blefarospasmeTidak adaTidak ada

b. gerakannya

1.) membuka Tidak tertinggalTidak tertinggal

2.) menutupTidak tertinggalTidak tertinggal

c. rima

1.) lebar 10 mm10 mm

2.) ankiloblefaronTidak adaTidak ada

3.) blefarofimosis Tidak adaTidak ada

d. kulit

1.) tanda radangTidak adaTidak ada

2.) warnaSawo matangSawo matang

3.) epiblepharon Tidak adaTidak ada

4.) blepharochalasisTidak ada Tidak ada

e. tepi kelopak mata

1.) enteropion Tidak adaTidak ada

2.) ekteropionTidak adaTidak ada

3.) kolobomaTidak adaTidak ada

4.) bulu mataDalam batas normalDalam batas normal

7. sekitar glandula lakrimalis

a. tanda radangTidak adaTidak ada

b. benjolanTidak adaTidak ada

c. tulang margo tarsalis Tidak ada kelainanTidak ada kelainan

8. Sekitar saccus lakrimalis

a. tanda radangTidak adaTidak ada

b. benjolanTidak adaTidak ada

9. Tekanan intraocular

a. palpasiKesan normalKesan normal

b. tonometri schiotzTidak dilakukanTidak dilakukan

10. Konjungtiva

a. konjungtiva palpebra superior

1.) edemaTidak adaTidak ada

2.) hiperemi Tidak adaTidak ada

3.) sekretTidak adaTidak ada

4.) sikatrikTidak adaTidak ada

b. konjungtiva palpebra inferior

1.) edemaTidak adaTidak ada

2.) hiperemi Tidak adaTidak ada

3.) sekretTidak adaTidak ada

4.) sikatrikTidak adaTidak ada

c. konjungtiva fornix

1.) edemaTidak adaTidak ada

2.) hiperemi Tidak adaTidak ada

3.) sekretTidak adaTidak ada

4.) benjolan Tidak adaTidak ada

d. konjungtiva bulbi

1.) edemaTidak adaTidak ada

2.) hiperemisAdaTidak ada

3.) sekretTidak adaTidak ada

4.) injeksi konjungtivaAdaTidak ada

5.) injeksi siliarTidak adaTidak ada

e. caruncula dan plika semilunaris

1.) edemaTidak adaTidak ada

2.) hiperemisTidak adaTidak ada

3.) sikatrikTidak adaTidak ada

11. Sclera

a. warnaPutihPutih

b. tanda radangTidak adaTidak ada

c. penonjolanTidak adaTidak ada

12. Kornea

a. ukuran12 mm12 mm

b. limbusJernihJernih

c. permukaan Keruh sebagianRata, mengkilap

d. sensibilitasTidak dilakukanTidak dilakukan

e. keratoskop ( placido )Tidak dilakukan Tidak dilakukan

f. fluorecsin tesTidak dilakukanTidak dilakukan

g. arcus senilisTidak adaTidak ada

13. Kamera okuli anterior

a. kejernihanJernihJernih

b. kedalamanDalamDalam

14. Iris

a. warnaCokelatCokelat

b. bentukTampak lempenganTampak lempengan

c. sinekia anteriorTidak tampakTidak tampak

d. sinekia posteriorTidak tampakTidak tampak

15. Pupil

a. ukuran 3 mm3 mm

b. bentukBulat Bulat

c. letakSentralSentral

d. reaksi cahaya langsungPositif Positif

e. tepi pupilTidak ada kelainanTidak ada kelainan

16. Lensa

a. ada/tidakAdaAda

b. kejernihanJernihJernih

c. letak SentralSentral

e. shadow testTidak dilakukanTidak dilakukan

17. Corpus vitreum

a. Kejernihanb. Reflek fundusTidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukanTidak dilakukan

IV. KESIMPULAN PEMERIKSAANODOS

A. Visus sentralis jauh6/206/15

B. Visus perifer

Konfrontasi tesTidak dilakukanTidak dilakukan

Proyeksi sinarBaikBaik

Persepsi warnaBaikBaik

C. Sekitar mataDalam batas normalDalam batas normal

D. SuperciliumDalam batas normalDalam batas normal

E. Pasangan bola mata dalam orbitaDalam batas normalDalam batas normal

F. Ukuran bola mataDalam batas normalDalam batas normal

G. Gerakan bola mataDalam batas normalDalam batas normal

H. Kelopak mataDalam batas normal Dalam batas normal

I. Sekitar saccus lakrimalisDalam batas normalDalam batas normal

J. Sekitar glandula lakrimalisDalam batas normalDalam batas normal

K. Tekanan intarokularDalam batas normalDalam batas normal

L. Konjungtiva palpebraDalam batas normalDalam batas normal

M. Konjungtiva bulbiinjeksi konjungtiva(+)Dalam batas normal

N. Konjungtiva fornixDalam batas normalDalam batas normal

O. SkleraDalam batas normalDalam batas normal

P. KorneaDalam batas normalDalam batas normal

Q. Camera okuli anteriorKesan normalKesan normal

R. IrisBulat, warna coklatBulat, warna coklat

S. PupilDiameter 3 mm, bulat, sentralDiameter 3 mm, bulat, sentral

T. LensaKesan normalKesan normal

U. Corpus vitreumTidak dilakukanTidak dilakukan

V. DIAGNOSIS BANDINGOD PinguekulaOD PseudopterigiumVI. TERAPIGenoint E.D 4 dd gtt 1Na diclofenac tab No. X 2 dd 1

VII. PLANNINGEksisi apabila menggangu pergerakan bola mata, mengganggu visus, ketidaknyamanan yang menetap, progresif, dan ukuran 3 4 mm.

VIII. PROGNOSIS ODOS

1. Ad vitamDubia et bonamDubia et bonam

2. Ad fungsionamDubia et bonamDubia et bonam

3. Ad sanamDubia et bonamDubia et bonam

4. Ad kosmetikumDubia et bonamDubia et bonam

TINJAUAN PUSTAKAPTERYGIUM

A. LATAR BELAKANGPterygium adalah suatu jaringan yang berbentuk segitiga atau sayap pada permukaan basement membrane sebagai akibat dari pertumbuhan epitel limbus yang masuk ke kornea secara sentripetal (Saerang, 2013). Etiologi pterygium bersifat multifaktorial seperti paparan sinar matahari, debu, udara kering.Faktor risiko untuk terjadinya pterygium adalah komponen genetik, mekanisme anti apoptotic, sitokin, growth factor, factor angiogenik, ekstraseluler matrix remodelling, mekanisme imunologik, dan infeksi virus semua terlibat sebagai pathogenesis. Studi epidemiologik menunjukkan paparan kronis sinar matahari, kemungkinan besar Ultraviolet B (UVB) iradiasi, sebagai faktor penting pada pertumbuhan pterygium (Saerang, 2011). Di daerah tropis seperti Indonesia, dengan paparan sinar matahari tinggi, risiko timbulnya pterigium 44 lebih tinggi dibandingkan daerah non-tropis, dengan prevalensi untuk orang dewasa > 40 tahun adalah 16,8%; laki-laki 16,1% dan perempuan 17,6%. Hasil survei morbiditas oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 19931996, angka kejadian pterigium sebesar 13,9% dan menempati urutan kedua penyakit mata. (Chyntia, 2010).

B. ANATOMISecara anatomis konjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva palpebralis melapisi permukaan posterior kelopak mata dan melekat erat ke tarsus. Di tepi superior dan inferior tarsus, konjungtiva melipat ke posterior (pada forniks superior dan inferior) dan membungkus jaringan episklera menjadi konjungtiva bulbaris. Konjungtiva bulbaris melekat longgar ke septum orbital di forniks dan melipat berkali-kali. Adanya lipatan-lipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan konjungtiva sekretorik (Vaughan, 2010).Konjungtiva adalah selaput lendir atau disebut lapisan mukosa. Konjungtiva melapisi permukaan sebelah dalam kelopak mulai tepi kelopak (margo palpebralis), melekat pada sisi dalam tarsus, menuju ke pangkal kelopak menjadi konjuntiva forniks yang melekat pada jaringan longgar dan melipat balik melapisi bola mata hingga tepi kornea. Konjungtiva dibagi menjadi 3 bagian : 1) Konjungtiva palpebra, 2) Konjungtiva forniks, dan 3) Konjungtiva bulbi (Al Ghozie, 2002).

Gambar 1. Anatomi konjungtivaSecara histologis, lapisan sel konjungtiva terdiri atas dua hingga lima lapisan sel epitel silindris bertingkat, superfisial dan basal (Junqueira, 2007). Sel-sel epitel superfisial mengandung sel-sel goblet bulat atau oval yang mensekresi mukus yang diperlukan untuk dispersi air mata. Sel-sel epitel basal berwarna lebih pekat dibandingkan sel-sel superfisial dan dapat mengandung pigmen (Vaughan, 2010). Stroma konjungtiva dibagi menjadi satu lapisan adenoid (superfisialis) dan satu lapisan fibrosa (profundus). Lapisan adenoid mengandung jaringan limfoid dan tidak berkembang sampai setelah bayi berumur 2 atau 3 bulan. Lapisan fibrosa tersusun dari jaringan penyambung yang melekat pada lempeng tarsus dan tersusun longgar pada mata (Vaughan, 2010).

Gambar 2. Histologi Konjungtiva

Konjungtiva dibasahi oleh air mata yang saluran sekresinya bermuara di forniks atas. Air mata mengalir dipermukaan belakang kelopak mata dan tertahan pada bangunan lekukan di belakang kelopak mata tertahan di belakang tepi kelopak. Air mata yang mengalir ke bawah menuju forniks dan mengalir ke tepi nasal menuju punctum lakrimalis (Al Ghozie, 2002).Kedudukan konjungtiva mempunyai resiko mudah terkena mikroorganisme atau benda lain. Air mata akan melarutkan materi infektius atau mendorong debu keluar. Alat pertahanan ini menyebabkan peradangan menjadi self-limited disease. Selain air mata, alat pertahanan berupa elemen limfoid, mekanisme eksfoliasi epitel dan gerakan memompa kantong air mata. Hal ini dapat dilihat pada kehidupan mikroorganisme patogen untuk saluran genitourinaria yang dapat tumbuh di daerah hidung tetapi tidak berkembang di daerah mata (Al Ghozie, 2002).Arteri-arteri konjungtiva berasal dari arteria siliaris anterior dan arteria palpebralis. Kedua arteri ini beranastomosis dengan bebas dan bersama dengan banyak vena konjungtiva membentuk jaringan vaskular konjungtiva yang sangat banyak (Vaughan, 2010). Konjungtiva juga menerima persarafan dari percabangan pertama nervus V dengan serabut nyeri yang relatif sedikit (Tortora, 2009).

C. DEFINISIPterygium berasal dari bahasa Yunani yaitu Pteron yang artinya sayap (wing). Pterygium didefinisikan sebagai pertumbuhan jaringan fibrovaskuler pada subkonjungtiva dan tumbuh menginfiltrasi permukaan kornea, umumnya bilateral di sisi nasal, biasanya berbentuk segitiga dengan kepala/apex menghadap ke sentral kornea dan basis menghadap lipatan semilunar pada cantus (Ardalan, 2010; Vaughan, 2010)Pterygium adalah kelainan pada konjungtiva bulbi, pertumbuhan fibrovaskular konjungtiva yang bersifat degeneratif dan invasif. Pertumbuhan ini biasanya terdapat pada celah kelopak bagian nasal ataupun temporal konjungtiva yang meluas ke daerah kornea. Pterygium berbentuk segitiga dengan puncak di bagian sentral atau di daerah kornea. Pterygium mudah meradang dan bila terjadi iritasi, maka bagian pterygium akan berwarna merah. Pterygium sering mengenai kedua mata (Ilyas, 2009; Pope, 2009).Pterygium adalah suatu timbunan atau benjolan pada selaput lendir atau konjungtiva yang bentuknya seperti segitiga dengan puncak berada di arah kornea. Timbunan atau benjolan ini membuat penderitanya agak kurang nyaman karena biasanya akan berkembang dan semakin membesar dan mengarah ke daerah kornea, sehingga bisa menjadi menutup kornea dari arah nasal dan sampai ke pupil, jika sampai menutup pupil maka penglihatan akan terganggu. Suatu pterygium merupakan massa occular eksternal superficial yang mengalami elevasi yang sering kali terbentuk diatas konjungtiva perilimbal dan akan meluas ke permukaan kornea. Pterygium ini bisa sangat bervariasi, mulai dari yang kecil, jejas atrofik yang tidak begitu jelas sampai yang besar sekali, dan juga jejas fibrofaskular yang tumbuhnya sangat cepat yang bisa merusakkan topografi kornea dan dalam kasus yang sudah lanjut, jejas ini kadangkala bisa menutupi pusat optik dari kornea (Ilyas, 2009).Kondisi pterygium akan terlihat dengan pembesaran bagian putih mata, menjadi merah dan meradang. Dalam beberapa kasus, pertumbuhan bisa mengganggu proses cairan mata atau yang disebut dry eye syndrome. Sekalipun jarang terjadi, namun pada kondisi lanjut atau apabila kelainan ini didiamkan lama akan menyebabkan hilangnya penglihatan (Ilyas, 2009).

D. ETIOLOGIHingga saat ini etiologi pterygium masih belum diketahui secara pasti. Beberapa faktor resiko pterygium antara lain adalah paparan ultraviolet, mikro trauma kronis pada mata, infeksi mikroba atau virus. Selain itu beberapa kondisi kekurangan fungsi lakrimal film baik secara kuantitas maupun kualitas, konjungtivitis kronis dan defisiensi vitamin A juga berpotensi menimbulkan pterygium. Selain itu ada juga yang mengatakan bahwa etiologi pterygium merupakan suatu fenomena iritatif akibat pengeringan dan lingkungan dengan banyak angin karena sering terdapat pada orang yang sebagian besar hidupnya berada di lingkungan yang berangin, penuh sinar matahari, berdebu dan berpasir. Beberapa kasus dilaporkan sekelompok anggota keluarga dengan pterygium dan berdasarkan penelitian menunjukkan riwayat keluarga dengan pterygium, kemungkinan diturunkan autosom dominan (Caldwell, 2011; Laszuarni, 2009).Terdapat banyak perdebatan mengenai etiologi atau penyebab pterygium. Disebutkan bahwa radiasi sinar Ultra violet B sebagai salah satu penyebabnya. Sinar UV-B merupakan sinar yang dapat menyebabkan mutasi pada gen suppressor tumor p53 pada sel-sel benih embrional di basal limbus kornea. Tanpa adanya apoptosis (program kematian sel), perubahan pertumbuhan faktor Beta akan menjadi berlebihan dan menyebabkan pengaturan berlebihan pula pada sistem kolagenase, migrasi seluler dan angiogenesis. Perubahan patologis tersebut termasuk juga degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovesikular, seringkali disertai dengan inflamasi. Lapisan epitel dapat saja normal, menebal atau menipis dan biasanya menunjukkan dysplasia (Anonimus, 2009).Terdapat teori bahwa mikrotrauma oleh pasir, debu, angin, inflamasi, bahan iritan lainnya atau kekeringan juga berfungsi sebagai faktor resiko pterygium. Orang yang banyak menghabiskan waktunya dengan melakukan aktivitas di luar ruangan lebih sering mengalami pterygium dan pinguekula dibandingkan dengan orang yang melakukan aktivitas di dalam ruangan. Kelompok masyarakat yang sering terkena pterygium adalah petani, nelayan atau olahragawan (golf) dan tukang kebun. Kebanyakan timbulnya pterygium memang multifaktorial dan termasuk kemungkinan adanya keturunan (faktor herediter) (Anonimus, 2009).Pterygium banyak terdapat di nasal daripada temporal. Penyebab dominannya pterygium terdapat di bagian nasal juga belum jelas diketahui namun kemungkinan disebabkan meningkatnya kerusakan akibat sinar ultra violet di area tersebut. Sebuah penelitian menyebutkan bahwa kornea sendiri dapat bekerja seperti lensa menyamping (side-on) yang dapat memfokuskan sinar ultra violet ke area nasal tersebut (Anonimus, 2009).Teori lainnya menyebutkan bahwa pterygium memiliki bentuk yang menyerupai tumor. Karakteristik ini disebabkan karena adanya kekambuhan setelah dilakukannya reseksi dan jenis terapi yang diikuti selanjutnya (radiasi, antimetabolit). Gen p53 yang merupakan penanda neoplasia dan apoptosis ditemukan pada pterygium. Peningkatan ini merupakan kelainan pertumbuhan yang mengacu pada proliferasi sel yang tidak terkontrol daripada kelainan degenerative (Skuta, 2008).1. Paparan sinar matahari (UV)Paparan sinar matahari merupakan faktor yang penting dalam perkembangan terjadinya pterygium. Hal ini menjelaskan mengapa insidennya sangat tinggi pada populasi yang berada pada daerah dekat equator dan pada orang orang yang menghabiskan banyak waktu di lapangan.2.Iritasi kronik dari lingkungan (udara, angin, debu)Faktor lainnya yang berperan dalam terbentuknya pterygium adalah alergen, bahan kimia berbahaya, dan bahan iritan (angin, debu, polutan). UV-B merupakan mutagenik untuk p53 tumor supressor gen pada stem sel limbal. Tanpa apoptosis, transforming growth factor-beta over produksi dan memicu terjadinya peningkatan kolagenasi, migrasi seluler, dan angiogenesis. Selanjutnya perubahan patologis yang terjadi adalah degenerasi elastoid kolagen dan timbulnya jaringan fibrovaskuler subepitelial. Kornea menunjukkan destruksi membran Bowman akibat pertumbuhan jaringan fibrovaskuler.

Faktor risiko yang mempengaruhi antara lain :1. UsiaPrevalensi pterygium meningkat dengan pertambahan usia banyak ditemui pada usia dewasa tetapi dapat juga ditemui pada usia anak-anak. Tan berpendapat pterygium terbanyak pada usia dekade dua dan tiga.2. PekerjaanPertumbuhan pterygium berhubungan dengan paparan yang sering dengan sinar UV.3. Tempat tinggalGambaran yang paling mencolok dari pterygium adalah distribusi geografisnya. Distribusi ini meliputi seluruh dunia tapi banyak survei yang dilakukan setengah abad terakhir menunjukkan bahwa negara di khatulistiwa memiliki angka kejadian pterygium yang lebih tinggi. Survei lain juga menyatakan orang yang menghabiskan 5 tahun pertama kehidupannya pada garis lintang kurang dari 300 memiliki risiko penderita pterygium 36 kali lebih besar dibandingkan daerah yang lebih selatan.4. Jenis kelaminTidak terdapat perbedaan risiko antara laki-laki dan perempuan.5. HerediterPterygium diperengaruhi faktor herediter yang diturunkan secara autosomal dominan.6. InfeksiHuman Papiloma Virus (HPV) dinyatakan sebagai faktor penyebab pterygium.7. Faktor risiko lainnyaKelembaban yang rendah dan mikrotrauma karena partikel-partikel tertentu seperti asap rokok , pasir merupakan salah satu faktor risiko terjadinya pterygium (Skuta, 2008).E. EPIDEMIOLOGIPterygium tersebar di seluruh dunia, tetapi lebih banyak di daerah iklim panas dan kering. Prevalensi juga tinggi di daerah berdebu dan kering. Faktor yang sering mempengaruhi adalah daerah dekat dengan ekuator yaitu daerah