psikoneuroimunologi

19
Ilmu Penyakit “PSIKONEUROIMUNOLOGI” KELOMPOK 10 Widya Gian Argintha 25010112140134 Mustafiroh Kasanah 25010112130135 Rozzaq Alhanif Islamudin 25010112140136 Vivin Fitria Anggraeni 25010112140137 Rizka Amalia 25010112130138 Sri Nuraini 25010112140139 Nadya Eka Febriana 25010112140140 FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT UNIVERSITAS DIPONEGORO SEMARANG 2013

Upload: rizkychh

Post on 26-Dec-2015

92 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

ilmu tentang hubungan neuro dengan psiko

TRANSCRIPT

Page 1: psikoneuroimunologi

Ilmu Penyakit

“PSIKONEUROIMUNOLOGI”

KELOMPOK 10

Widya Gian Argintha 25010112140134

Mustafiroh Kasanah 25010112130135

Rozzaq Alhanif Islamudin 25010112140136

Vivin Fitria Anggraeni 25010112140137

Rizka Amalia 25010112130138

Sri Nuraini 25010112140139

Nadya Eka Febriana 25010112140140

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS DIPONEGORO

SEMARANG 2013

Page 2: psikoneuroimunologi

PSIKONEUROIMUNOLOGI

A. Pengertian Psikoneuroimunologi

Psikoneuroimunologi adalah suatu bidang penelitian baru yang

menghubungkan proses-proses psikologi, neural, dan imunologis. Banyak dokter telah

memperhatikan hubungan antara kehilangan yang penting, seperti kematian orang

yang dicintai dan penyakit yang menyusul. Hubungan itu sering terasa sangat hebat

bila orang yang mengalami kehilangan itu tidak dapat mengungkapkan emosi-emosi

yang kuat, misalnya kesedihan yang biasanya terjadi karena orang sendiri mengalami

tragedi itu. Hipotesis bahwa stres yang ditimbulkan kehilangan atau pemisah yang

hebat mengganggu sistem kekebalan tubuh dan dengan demikian ikut menyebabkan

sejumlah penyakit fisik.

Sistem kekebalan memiliki dua tugas pokok, yakni mengetahui adanya benda-

benda asing (yang disebut antigen) dan menonaktifkan atau menghilangkan benda-

benda itu. Sistem kekebalan itu terdiri dari beberapa kelompok sel berbeda yang

dinamakan limfosit-limfosit. Penelitian belakangan telah memberikan suatu

pemahaman awal mengenai bagaimana stres dan faktor-faktor emosional

menyebabkan perubahan-perubahan hormon yang kadang-kadang dapat mengurangi

efisiensi dari sistem kekebalan dan dengan demikian meningkatkan kerentanan

terhadap penyakit.

Para ahli psikoneuroimunologi meneliti sekaligus tiga sistem tubuh, sistem

saraf, sistem endokrin, dan sistem kekebalan yang berkomunikasi antara yang satu

dengan yang lainnya melalui sinyal-sinyal kimia yang kompleks. Ada kemungkinan

hal ini sedang diteliti terutama pada orang-orang yang menderita salah satu dari dua

kondisi psikologis yang berat, yakni skizofrenia dan depresi.

B. Sejarah Psikoneuroimunologi

Stres merupakan sebuah terminologi yang sangat populer dalam percakapan

sehari-hari. Stres adalah salah satu dampak perubahan sosial dan akibat dari suatu

proses modernisasi yang biasanya diikuti oleh poliferasi teknologi, perubahan tatanan

hidup serta kompetisi antar individu yang makin berat.

Pada awal tahun 1950-an para ahli perilaku mempelajari hubungan perilaku

dengan sistem kekebalan tubuh yang sangat kompleks dan salah satu isu menarik

adalah hubungan antara stres dengan sistem kekebalan tubuh.

Page 3: psikoneuroimunologi

Akhir-akhir ini berkembang penelitian tentang hubungan antar perilaku, kerja

saraf, fungsi endokrin dan imunitas. Penelitian-penelitian tersebut telah mendorong

munculnya konsep baru yaitu psikoneuroimunologi. Martin (1938) mengemukakan

ide dasar konsep psikoneuroimunologi yaitu : a. Status emosi menentukan fungsi

sistem kekebalan, b. Stres dapat meningkatkan kerentanan tubuh terhadap infeksi dan

karsinoma. Dikatakan lebih lanjut bahwa karakter, perilaku, pola coping dan status

emosi berperan pada modulasi sistem imun. Holden (1980) dan Ader (1981)

mengenalkan istilah psikoneuroimunologi : yaitu kajian yang melibatkan berbagai

segi keilmuan, neurologi, psikiatri, patobiologi dan imunologi. Selanjutnya konsep ini

banyak digunakan pada penelitian dan banyak temuan memperkuat keterkaitan stres

terhadap berbagai patogenesis penyakit termasuk infeksi dan neoplasma.

C. Stress dan Stressor

a) Stress

Beberapa ahli memberikan arti stress sebagai respon fisiologik

(badani), psikologik, dan perilaku seorang individu dalam menghadapi

penyesuaian diri terhadap tekanan yang bersifat internal (dari dalam tubuh)

ataupun eksternal (dari lingkungan). Sementara Hans Selye mengartikan

bahwa stress adalah tanggapan tubuh yang bersifat non-spesifik terhadap

setiap tuntutan terhadapnya. Stress juga diartikan sebagai keadaan di dalam

hidup seseorang yang menyebabkan ketegangan atau dysforia (kesedihan).

Hampir semua orang pernah mengalami stress. Stress merupakan hal

yang wajar. Di suatu sisi, stress dapat mengganggu keseimbangan hidup

seseorang, tetapi di sisi lain stress merupakan salah satu energi yang dapat

membantu seseorang untuk mencapai cita-citanya. Bila seseorang dapat

mengelola stress dengan baik, stress justru meningkatkan vitalitas, optimisme,

pandangan hidup yang positif, ketahanan mental dan fisik, produktivitas dan

kreativitas meningkat. Sebaliknya, stress bisa terjadi bila seseorang tidak dapat

merespon stress itu sendiri secara positif. Stress dapat menimbulkan gangguan

fisik dan kejiwaan, misalnya kelelahan, mudah marah, konsentrasi menurun,

depresi, pesismisme, disfungsi ereksi, kecelakaan, produktivitas dan

kreativitas menurun.

Dalam kehidupan kita, stress tidak dapat dihindari. Namun, bagi kita

yang penting adalah bagaimana hidup dengan stress tanpa harus menderita

Page 4: psikoneuroimunologi

distress, dan stress itu sendiri menjadi energi dalam meningkatkan kualitas

hidup.

b) Stressor

Kondisi yang cenderung menyebabkan stress disebut stressor. Stressor

adalah suatu peristiwa, situasi individu, atau objek yang dapat menimbulkan

stress dan reaksi terhadap stress. Ada beberapa bentuk stressor, antara lain :

1. Stressor Psikologis

Misalnya, krisis, frustasi, konflik, tekanan

2. Stressor Bio-ekologis

Misalnya, suara/ bising yang mengganggu, polusi udara, suhu terlalu

panas/ dingin, ketidakcukupan gizi

Stressor yang berkepanjangan akan mengganggu individu, misalnya

menimbulkan rasa tidak sejahtera atau mengganggu keseimbangan hidup

seseorang, sehingga menimbulkan dampak yang merugikan. Seseorang

mengalami distress kemudian menjadi sakit.

Stressor dapat dibagi ke dalam tiga kategori besar, yakni stressor yang

berasal dari faktor lingkungan (environmental factors), faktor organisasi

(organizational factors), dan faktor individu (personal factors).

1. Faktor lingkungan

Selain memengaruhi desain struktur sebuah organisasi,

ketidakpastian lingkungan juga memengaruhi tingkat stres

para karyawan dan organisasi. Perubahan dalam siklus bisnis

menciptakan ketidakpastian ekonomi, misalnya, ketika kelangsungan

pekerjaan terancam maka seseorang mulai khawatir ekonomi akan

memburuk.

2. Faktor organisasi

Banyak faktor di dalam organisasi yang dapat menyebabkan

stres. Tekanan untuk menghindari kesalahaan atau menyelesaikan

tugas dalam waktu yang mepet, beban kerja yang berlebihan, atasan

yang selalu menuntut dan tidak peka, dan rekan kerja yang tidak

menyenangkan adalah beberapa di antaranya. Hal ini dapat

mengelompokkan faktor-faktor ini menjadi tuntutan tugas, peran, dan

antar pribadi.

Page 5: psikoneuroimunologi

3. Faktor pribadi

Faktor-faktor pribadi terdiri dari masalah keluarga, masalah

ekonomi pribadi, serta kepribadian dan karakter yang melekat dalam

diri seseorang.

Survei nasional secara konsisten menunjukkan bahwa orang

sangat mementingkan hubungan keluarga dan pribadi. berbagai

kesulitan dalam hidup perkawinan, retaknya hubungan, dan kesulitan

masalah disiplin dengan anak-anak adalah beberapa contoh masalah

hubungan yang menciptakan stres.

Masalah ekonomi karena pola hidup yang lebih besar pasak

daripada tiang adalah kendala pribadi lain yang menciptakan stres bagi

karyawan dan mengganggu konsentrasi kerja karyawan. Studi terhadap

tiga organisasi yang berbeda menunjukkan bahwa gejala-gejala stres

yang dilaporkan sebelum memulai pekerjaan sebagian besar

merupakan varians dari berbagai gejala stres yang dilaporkan sembilan

bulan kemudian. Hal ini membawa para peneliti pada kesimpulan

bahwa sebagian orang memiliki kecenderungan kecenderungan inheren

untuk mengaksentuasi aspek-aspek negatif dunia secara umum. Jika

kesimpulan ini benar, faktor individual yang secara signifikan

memengaruhi stres adalah sifat dasar seseorang. Artinya, gejala stres

yang diekspresikan pada pekerjaan bisa jadi sebenarnya berasal

dari kepribadian orang itu.

c) Pengendalian Stress

Stress merupakan suatu kondisi ketegangan yang mempengaruhi

emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang. Gejala stress dapat dilihat dari

tiga sisi, yaitu :

1. Gejala Fisik

o Nafas memburu

o Mulut dan kerongkongan kering

o Tangan lembab

o Merasa panas

o Otot-otot tegang

o Pencernaan terganggu

Page 6: psikoneuroimunologi

o Mencret-mencret

o Sembelit

o Letih yang tak beralasan

o Sakit kepala

o Salah urat

o Gelisah

2. Tingkah Laku ( secara umum ) Perasaan :

o Bingung, cemas, dan sedih

o Jengkel

o Salah paham

o Tak berdaya

o Tak mampu berbuat apa-apa

o Gelisah

o Kehilangan semangat

Kesulitan dalam :

o Berkonsentrasi

o Berpikir jenih

o Membuat keputusan

Hilangnya :

o Kreativitas

o Gairah dalam penampilan

o Minat terhadap orang lain

3. Gejala-gejala di Tempat Kerja :

o Kepuasan kerja rendah

o Kinerja yang menurun

o Semangat dan energi menurun

o Komunikasi tak lancar

o Pengambilan keputusan yang jelek

o Kreativitas dan inovasi berkurang

o Bergulat pada tugas-tugas yang tidak produktif

Page 7: psikoneuroimunologi

Ada korelasi langsung antara stress dengan prestasi kerja. Menurut

Higgins, bila karyawan tidak memiliki stress maka tantangan-tantangan kerja

tidak ada dan akibatnya prestasi kerja juga rendah. Makin tinggi stress karena

tantangan kerja yang juga bertambah maka akan mengaibatkan prestasi kerja

juga bertambah, tetapi jika stress sudah maksimal, tantangan kerja jangan

ditambah karena tidak lagi akan dapat meningkatkan prestasi kerja, tetapi

malah akan menurunkan prestasi kerjanya.

D. Sistem Kekebalan Tubuh

Tubuh kita memiliki sistem imun. Sistem imun tersusun dari sel-sel dan

jaringan yang membentuk imunitas, yaitu kekebalan tubuh terhadap infeksi atau

penyakit. Organisme penyebab penyakit (patogen) dapat masuk ke dalam tubuh dan

memasuki jaringan atau sel-sel dalam tubuh. Patogen juga dapat menghancurkan

sistem imun dalam tubuh kita dan menggandakan diri di dalam tubuh. Patogen juga

dapat menghancurkan jaringan-jaringan dalam tubuh kita dengan melepaskan racun.

Jika kekebalan tubuh kita dapat dikalahkan oleh patogen, berarti tubuh kita

mengalami suatu penyakit. Respon imun tubuh alamiah terhadap serangan patogen

baru akan muncul dalam waktu 24 jam (Diah Aryulina, 2004).

Sistem imun mencakup sumsum tulang, timus, limpa, dan limfonodus;

kelompok limfosit ditemukan dalam paru dan mukosa saluran cerna; linfosit dalam

darah dan limfe; dan limfosit dan sel plasma yang tersebar luas dalam jaringan ikat di

seluruh tubuh. Fungsi bersama kelompok heterogen sel-sel dan organ ini adalah untuk

melindungi organisme terhadap efek invasi yang berpotensi merusak dari

makromolekul eksogen, apakah mereka memasuki tubuh dalam bentuk itu atau

sebagai unsur dari virus, bakteri, atau protozoa. Hal ini tercapai melalui mekanisme

pertahanan seluler dan humoral yang bersama-sama merupakan respon imun (Jan

Tambayong, 1994).

Tujuan utama sistem imun adalah untuk mempertahankan tubuh dari serangan

mikroorganisme. Melalui saluran limfatiknya, sistem imun juga melakukan fungsi

transportasi seperti darah. Sistem imun terdiri dari jutaan sel yang bersirkulasi dan

struktur khusus, seperti nodus limfe yang berlokasi di seluruh tubuh (Patricia Gonce

Morton, 1997).

Sistem imun memiliki beberapa fungsi tubuh, yaitu:

a) Penangkal benda asing yang masuk ke dalam tubuh.

Page 8: psikoneuroimunologi

b) Untuk keseimbangan fungsi tubuh terutama menjaga keseimbangan komponen

tubuh yang telah tua.

c) Sebagai pendeteksi adanya sel-sel abnormal, termutasi, atau ganas, serta

menghancurkannya (Diah Aryulina, 2004).

Defisiensi sistem imun adalah kondisi respons imun defektif, yang

mengakibatkan peningkatan kerentanan terhadap infeksi. Gangguan defisiensi sistem

imun dapat disebabkan oleh obat (seperti kemoterapi sitotoksik), radiasi, dan

mikroorganisme, termasuk Human Immunodeficiency Virus (HIV) yang berkaitan

dengan mekanisme pertahanan tubuh (Chris Brooker, 2005).

E. Efek Stress terhadap Kekebalan Tubuh

Telah terbukti bahwa stress dapat mengganggu kondisi tubuh, bisa membuat

kesehatan terganggu. Stress memang tidak langsung membuat kondisi tubuh berubah

akan tetapi adanya variabel biologis dan psikologis membuat kondisi tubuh berubah

dan akhirnya kesehatan terganggu. Pada tingkat lanjut membuat penyakit berkembang

dalam tubuh.

Secara sederhana stress dapat mengganggu kondisi tubuh karena stress

mempunyai efek domino dalam sistem hormone yang ada dalam tubuh. Dalam

hormone ada sistem endokrin yang terdiri dari kelenjar-kelenjar endokrin

menampilkan respon tubuh terhadap stress. Hormon-hormon stress ini diproduksi oleh

kelenjar adrenal membantu tubuh menyiapkan diri mengatasi stressor atau ancaman.

Apabila stressor melewati batas bisa mengganggu kondisi tubuh dan

menyebabkan stress. Selama stress tubuh secara terus-menerus memompa hormon-

hormon yang dapat menekan kemampuan sistem kekebalan tubuh yang fungsinya

melindungi tubuh manusia dari berbagai infeksi dan penyakit.

Bila kekebalan tubuh (imun) menurun, berbagai penyakit dan infeksi akan

mudah masuk ke dalam tubuh manusia. Sistem kekebalan (immune system)

merupakan pertahanan tubuh melawan penyakit. Berjuta sel darah putih yang disebut

leukosit adalah pasukan sistem kekebalan tubuh dalam peperangan mikroskopis.

Menurut Kiecolt-Glaser, 1992; Maier, Watkins, dan Fleshner, 1994 sumber-

sumber psikologi dari stress menurunkan kemampuan tubuh manusia untuk

menyesuaikan diri dan secara cepat juga mempengaruhi kesehatan. Stress

meningkatkan resiko terkena berbagai jenis penyakit fisik, mulai dari gangguan

pencernaan sampai penyakit jantung.

Page 9: psikoneuroimunologi

F. Implementasi Psikoneuroimunologi pada Penyakit

Faktor psikososial pada gagal jantung

a) Depresi

Dalam penelitian tentang depresi dan miokard infark, ditemukan

bahwa prevalensi depresi pada pasien miokard infark lebih tinggi daripada

populasi sehat. Namun beberapa peneliti menyatakan bahwa depresi itu sendiri

merupakan faktor resiko mortalitas akibat serangan jantung. Selain itu, depresi

mungkin berkontribusi dalam tingkat readmisi pasien CHF. Depresi major

berkaitan dengan noncompliance terapi pada pasien penyakit jantung yang

muda, sakit kronis, cacat, dan usia lanjut. Noncompliance pada regimen terapi

merupakan faktor presipitasi readmisi pada CHF. Namun demikian, hal yang

jarang diperhatikan adalah gejala somatik depresi yaitu kelelahan dan

insomnia, yang juga merupakan gejala CHF (MacMahon and Lip, 2002).

Gejala depresi seperti kelelahan dan iritabilitas adalah prekursor utama

dari CAD rekuren. Selain itu, penyelidikan detail sudah menunjukkan bahwa

gejala biologi dari depresi seperti kelelahan dihubungkan dengan penurunan

fraksi ejeksi ventrikel kiri dan peningkatan penyakit pembuluh darah (Ho, et

al., 2010).

Hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa Chlamydia

pneumonia memainkan peran dalam atherosklerosis dan dihubungkan dengan

tingginya resiko CAD. Pada sebuah studi, gejala depresi dikaitkan dengan

reaktivasi virus laten dan inflamasi pembuluh darah koroner. Perbedaan level

serum IgG Anti Chlamydia pneumonia antara kelompok yang mengalami

depresi dan kelompok kontrol hampir signifikan. Hal ini memerlukan studi

lebih jauh mengenai pengaruh stress lama dalam aktivasi Chlamydia

pneumonia, yang mungkin memperkuat resiko CAD (Ho,et al., 2010).

Terdapat bukti yang nyata bahwa depresi dan kecemasan

meningkatkan produksi sitokin proinflamasi termasuk IL-6. Di samping itu,

gejala depresi dapat menyebabkan disregulasi imunitas dan menimbulkan

konsekuensi kesehatan. Misalnya, gejala depresi berkaitan dengan rendahnya

Page 10: psikoneuroimunologi

jumlah limfosit T CD8 dan tingginya rekurensi HSV-2 genital dalam 6 bulan.

Gejala depresi pada pasien HIV positif berhubungan dengan rendahnya CD4,

tingginya jumlah sel B dan meningkatnya marker aktivasi imun (HLA-DR)

bahkan bila perilaku kesehatan dan stadium penyakit terkontrol. Pasien

gangguan kecemasan juga berhubungan dengan perubahan imun. Sebagai

contoh, pada pasien dengan gangguan kecemasan menyeluruh, penurunan

ekspresi receptor IL-2 oleh limfosit berhubungan dengan pikiran intrusif yang

lebih berat dan lamanya sakit karena infeksi saluran napas atas (Kiecolt-

Glaser, et al., 2002).

b) Kecemasan

Kecemasan memberikan prognosis buruk pada gagal jantung karena

menimbulkan kesulitan pada pasien dan yang merawatnya. Kecemasan dapat

berpengaruh negative terhadap curah jantung pasien CHF. Stres dapat

meningkatkan denyut jantung, yang memberikan efek negatif pada perfusi

arteri koroner karena fase diastole yang lebih singkat. Takikardi mengurangi

supply oksigen miokard, namun meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.

Hal ini dapat menimbulkan lingkaran setan, di mana pasien menjadi lebih

memikirkan kondisinya sehingga makin meningkatkan kecemasan dan

menurunkan curah jantung. Hubungan kemampuan fisik dan kecemasan perlu

diperhatikan dalam proses rehabilitasi (MacMahon and Lip, 2002).

c) Peranan Dukungan Sosial

Pengaruh depresi dan kecemasan pada pasien CHF dapat dikendalikan

oleh dukungan sosial pada pasien. Banyak bukti yang menunjukkan efek

protektif dukungan sosial pada pasien CHF (MacMahon and Lip, 2002).

Perilaku kesehatan juga merupakan kofaktor hubungan antara

psikopatologi dan fungsi imun, misalnya merokok memiliki efek sinergis

dengan depresi dalam menurunkan lisis sel NK dan penurunan aktivitas fisik

memediasi hubungan antara depresi dan proliferasi limfosit. Pada pasien

depresi, indikator gangguan tidur yang merupakan karakteristik depresi

memiliki berbagai konsekuensi imunologis (Kiecolt-Glaser, et al., 2002).

d) Mekanisme Pembelahan Ego

Beberapa bukti menunjukkan bahwa cara seseorang mengatasi situasi

hidup negative atau penuh tekanan mempengaruhi kesehatan fisik dan

psikologinya. Peneliti menyatakan bahwa mekanisme pembelaan ego

Page 11: psikoneuroimunologi

memediasi kondisi stres dengan konsekuensinya seperti depresi dan

kecemasan.

Penyakit kronis yang menimbulkan kecacatan seperti CHF dapat

menimbulkan stress dan pasien dapat melakukan mekanisme pembelaan ego

untuk mengatasi stress ini (MacMahon and Lip, 2002).

Mekanisme pembelaan ego yang berhubungan dengan gangguan imun

meliputi represi, penyangkalan, escape-avoidance, dan concealment.

Mekanisme pembelaan ego represi yang hebat berhubungan dengan rendahnya

jumlah monosit, tingginya jumlah eosinofil, tingginya glukosa serum,

banyaknya reaksi terhadap obat, tingginya titer antibody EBV, penurunan

respon sel T memori terhadap virus laten (Kiecolt-Glaser, et al., 2002).

Pada anggota keluarga pasien transplantasi sumsum tulang, kecemasan

dengan mekanisme pembelaan ego escape-avoidance berkaitan dengan jumlah

total sel T dan CD4 yang lebih sedikit serta jumlah sel B yang lebih banyak.

Mekanisme pembelaan ego penyangkalan memiliki efek protektif berkaitan

dengan serostatus HIV pada pasien HIV seronegatif. Mekanisme pembelaan

ego penyangkalan berhubungan dengan berkurangnya pikiran intrusif,

rendahnya kortisol dan tingginya proliferasi limfosit (Kiecolt-Glaser, et al.,

2002).

Page 12: psikoneuroimunologi

Daftar Pustaka

Aryulina, Diah, dkk.. 2004. Biologi 2. Jakarta : Esis.

Brooker, Chris. 2005. Ensiklopedia Keperawatan. Jakarta : EGC.

Cahyono, J.B. Suharjo B. 2008. Gaya Hidup dan Penyakit Modern. Yogyakarta : Kanisius

Morton, Patricia Gonce. 1997. Panduan Pemeriksaan Kesehatan dengan Dokumentasi

Soapie. Jakarta : EGC.

Semiun, Yustinus. 2006. Kesehatan Mental 1. Yogyakarta : Kanisius.

Soeharto, Iman. 2004. Penyakit Jantung Koroner dan Serangan Jantung. Jakarta : Gramedia.

Tambayong, Jan. 1994. Buku Ajar Histologi Edisi Kedua. Jakarta: EGC.

Umar, Husein. 1998. Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Jakarta : Gramedia

Pustaka Utama

http://lontar.ui.ac.id, diakses pada tanggal 1 Desember 2013 pukul 19.20

http://id.wikipedia.org/wiki/Stres#Sumber-sumber_potensi_stres, diakses pada tanggal 1

Desember 2013 pukul 19.30

http://dewisriwulandaricases.wordpress.com/2011/06/14/psikoneuroimunologi/, diakses pada

tanggal 1 Desember 2013 pukul 20.03

http://www.analisadaily.com/news/15939/hubungan-stres-dengan-kesehatan-tubuh/, diakses

pada tanggal 1 Desember 2013 pukul 20.15

Page 13: psikoneuroimunologi