proyeksi inflasi 2005 sinergi antara pendekatan new keynesian dan moneteris

18
1 LUKMAN HAKIM, SE, MSi SITI AISYAH TR, SE, MSi HERI SULISTIO JNS, SE Mendapatkan Peringkat IV Dalam Lomba Analisis dan Proyeksi Inflasi 2005 Tim Outlook Jangka Pendek dan Disseminasi Kebijakan Biro Moneter Bank Indonesia FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS) SURAKARTA MEI 2005 PROYEKSI INFLASI 2005: SINERGI ANTARA PENDEKATAN NEW-KEYNESIAN DAN MONETARIS PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Upload: lukman-hakim-hassan

Post on 12-Jun-2015

617 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

1

LUKMAN HAKIM, SE, MSi SITI AISYAH TR, SE, MSi HERI SULISTIO JNS, SE

Mendapatkan Peringkat IV

Dalam Lomba Analisis dan Proyeksi Inflasi 2005 Tim Outlook Jangka Pendek dan Disseminasi Kebijakan

Biro Moneter Bank Indonesia

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS) SURAKARTA

MEI 2005

PROYEKSI INFLASI 2005: SINERGI ANTARA PENDEKATAN NEW-KEYNESIAN

DAN MONETARIS

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 2: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

2

LATAR BELAKANG Pentargetan inflasi (inflation targeting) merupakan paradigma baru mekanisme

transmisi kebijakan moneter yang mendapatkan perhatian serius dewasa ini.

Negara yang pertama kali menerapkan IT adalah New Zealand (1990),

kemudian diikuti oleh beberapa negara maju yang lain antara lain Canada

(1991), Israel (1991), Inggris (1992), Australia (1993), Finlandia (1993),

Swedia (1993), dan, Spanyol (1995). Beberapa ahli mendukung konsep ini,

karena dibandingkan pentargetan GDP, pentargeran inflasi jauh lebih mudah

diterapkan oleh otorias moneter dan gampang dipahami oleh publik. Namun

dari sudut efektifitas, peranan pentargetan inflasi dalam mendorong

perkembangan perekonomian masih dipersoalkan (Bernanke dan Miskhin,

1997: 113). Bahkan menurut studi mutakhir dari Ball dan Niamh (2003),

pengaruh IT terhadap pertumbuhan ekonomi bagi negara yang menerapkannya

nyaris tidak ada. Studi itu lebih jauh menyimpulkan bahwa penerapan IT di

berbagai negara lebih bermuatan politis dari pada ekonomis. Kendati pun

demikian, hal itu tidak mengurangi daya tarik bank sentral di negara-negara

lain untuk mencoba menerapkan IT, termasuk Bank Indonesia.

IT merupakan mekanisme transmisi kebijakan moneter (MTM) yang

mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pengumuman target inflasi jangka

menengah kepada publik; (2) ada lembaga yang komit menjaga stabiltias harga;

(3) penerapan strategi iklusif dengan mengurangi peranan sasaran antara seperti

pertumbuhan uang; (4) meningkatkan transparansi kebijakan moneter melalui

komunikasi kepada publik dan masyarakat tentang rencana dan tujuan

kebijakan moneter; (5) meningkatkan akuntabilitas bank sentral dalam

menetapkan inflasi; (6) berkurangnya dominasi kebijakan fiskal (Debelle,

1997; Masson, et al, 1998; Mishkin, 1999; Carare, et al, 2002).

Berdasarkan karakteristik itu, dapat dinyatakan bahwa IT merupakan

sebuah alternatif baru dari mekanisme transmisi kebijakan moneter yang

menggabungkan masalah moneter, informasi dan kelambagaan. Namun secara

teknikal, IT dapat digolongkan dalam kelompok pendekatan harga (price

setting), karena menggunakan suku bunga jangka pendek sebagai sasaran

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 3: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

3

operasionalnya. Di sinilah perbedaannya dengan pendekatan kuantitas (quantity

setting), di mana menggunakan jumlah uang beredar sebagai sasaran

operasionalnya. Atau dengan kata lain, IT merupakan rival dari pendekatan

kuantitas dalam MTM yang sebelum dekade 1990-an mendominasi

pengelolaan sektor moneter di seluruh dunia. Pendekatan kuantitas

diasosiasikan merupakan representasi dari paham moneteris, sementara

pendekatan harga merupakan turunan dari paham New-Keynesian. Berarti

pilihan terhadap penerapan IT merupakan pergerseran paradigma (shift of

paradigm) dari moneterisme ke New-Keynesian (Junggun, 1999).

Tiap-tiap negara yang menerapkan IT mempunyai argumentasi sendiri-

sendiri. Demikian halnya alasan BI menerapkan IT, setidaknya ada dua

argumen. Pertama, memang diperlukan paradigma baru mekanisme transmisi

kebijakan moneter (MTM), menyusul kesulitan Bank Indonesia mengendalikan

besaran moneter pada dekade 1990-an. Berkaitan dengan argumen itu,

Boediono (1998) menjelaskan bahwa dengan MTM lama itu tidak sesuai

dengan kenyataan. Karena sekitar 70% dari M0 adalah uang kartal yang sangat

diperlukan oleh masyarakat, sementara 30% sisanya tidak mudah dipengaruhi

oleh BI. Maka tidak jarang jika target pertumbuhan jumlah uang beredar sering

tidak tercapai. Ini mendorong agar ditemukan cara lain dalam mengendalikan

besaran ekonomi, salah satu alternatifnya adalah menggunakan IT. Kedua,

karena telah terpunuhinya prasyarat untuk menerapkan IT yaitu adanya

independensi bank sentral yang tercantum dalam Undang-undang No 23/1999.

Dalam undang-undang itu juga ditegaskan bahwa tugas utama BI adalah

mengendalikan nilai tukar rupiah, tujuan ini kemungkinan akan mudah dicapai

jika BI menerapkan IT (Alamsyah,et.al, 2000:223).

Persoalannya adalah apakah BI akan menerapkan IT secara ketat, dengan

mengabaikan sama sekali peranan jumlah uang beredar? Beberapa studi inflasi

mutakhir telah banyak manjawab persoalan ini salah satunya adalah

Ramakrishnan dan Vamvakidis (2002). Studi itu menunjukkan bahwa nilai

tukar, inflasi luar negeri, dan pertumbuhan uang beredar berpengaruh terhadap

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 4: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

4

inflasi dibandingkan dengan output gap dan suku bunga PUAB. Di sini justru

terlihat bahwa variabel-variabel IT yang bersifat Keynesian tidak berpengaruh

terhadap inflasi, sementara variabel-variabel non IT yang moneteris justru

berpengaruh lebih kuat.

Berdasarkan hal itu dalam melakukan peramalan inflasi diperlukan model

yang merupakan sinergi terhadap pandangan monetaris dan New-Keynesian.

Sikap ini diambil karena bagi negara sedang berkembang di mana masih

terjadinya ketidaksempurnaan pasar, memaksa bersifat ekletik atau mengambil

hal-hal yang baik dan cocok dari sebuah paradigma. Berkaitan dengan itu,

dalam studi peramalan ini akan memadukan pendekatan moneteris dan New

Keynesian seperti pernah dilakukan oleh Odusola dan Akinlo (2001); dan

Steven Morling (2002) dengan menggunakan metode Struktural Vector

Autoregressions (SVAR).

TUJUAN

Tujuan dari studi ini adalah melakukan proyeksi inflasi 2005 dengan

menggunakan pendekatan sinergis antara paham monetarisme dan Keynesian.

TINJAUAN TEORITIS

Berdasakan tujuan di atas, studi ini akan memadukan pendekatan New-

Keynesian dan Moneterisme. Pada dasarnya IT berkembang pada tradisi New-

Keynesian. Permodelan IT setidaknya harus mengandung dua komponen.

Pertama, ekspektasi pengembangan kurva Phillips (augmented Phillips Curve).

Ini merupakan standar model makroekonomi yang mengasumsikan ketegaran

harga (sticky price). Kedua, model permintaan agregat yang menunjukkan

pengaruh kebijakan moneter terhadap makro. ekonomi (Walsh, 2002:334).

Sementara itu, pandangan moneteris seperti diwakili oleh Model St. Louis

menganggap bahwa penawaran uang berpengaruh terhadap pengeluaran

masyarakat (total spending). Perubahan pengeluaran masuarakat itu akan

berpengaruh terhadap output, inflasi dan penganggungan (Andersen dan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 5: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

5

Carlson, 1970; King dan Wolman, 1996; Bank of Korea, 1998). Berdasarkan

hal itu, kami mengajukan model yang mensinergikan paham New-Keynsian

dan monetaris yang sesuai dengan struktur sistem finansial negara sedang

berkembang seperti Indonesia, diformulasikan sebagai berikut:

mt=β1εms (1)

yt= α1m + α2yt-1 (2)

it=γ1m1+ γ2y1 + γ3i1 (3)

et=δ1m + δ1y+ δ1i (4)

pt=ν1m+ ν1y+ ν1i+ ν1e (5)

Di mana mt adalah log dari penawaran uang (monetary base); yt adalah log dari

output gap; it adalah suku bunga pasar uang antar bank (PUAB); et adalah log

dari nilai tukar nominal; dan p adalah inflasi. Persamaan ke-1 menunjukkan

bahwa varibel panawaran uang (M0) adalah sesuatu yang otonomus. Artinya

keberadaan variabel ini tidak dipengaruhi oleh varibel lain, melainkan oleh

kebijakan bank sentral (Morling, 2002:50). Sementara itu, untuk persamaan ke-

2, outputgap dipengaruhi oleh penawaran uang. Untuk persamaan ke-3, suku

bunga dipengaruhi oleh penawaran uang dan output gap. Persamaan ke-4, nilai

tukar dipengaruhi oleh penawaran uang, output gap dan suku bunga. Sementara

itu, persamaan ke-5, merupakan inti dari studi ini, inflasi dipengaruhi oleh

penawaran uang, output gap, suku bunga, dan nilai tukar.

METODE PENELITIAN

Structural Vector Autoregression (SVAR) merupakan penyempurnaan dari

metode Vector Autoregressions (VAR). VAR pertama kali diperkenalkan oleh

Christopher Sims pada tahun 1980. VAR merupakan metode yang

dimaksudkan sebagai kritik atas model makroekonomi yang mapan pada waktu

itu misalnya model FRB-MIT terdiri atas 200 lebih persamaan struktural dan

90 variebel eksogen. Menurut Sim (1980a, 1980b) sesungguhnya untuk

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 6: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

6

memahami perekonomian cukup diperlukan beberapa variabel utama saja, yang

semuanya merupakan variabel endogen, maka di dalam VAR jumlah variabel

yang dipergunakan sangatlah minimal yakni tidak lebih dari 6 variabel.

Selain itu, salah satu kritik yang radikal adalah menekankan bahwa VAR

merupakan “pendekatan tanpa teori” (atheoritical approach). VAR dapat saja

dipakai oleh sebuah estimasi yang belum atau bahkan tidak ada teorinya.

Sepertinya dalam melihat hubungan antara turis dan teroris di Italia yang

dilakukan oleh Enders (1995). Persoalannya adalah kekuatan ilmu ekonomi

terhadap hasil estimasi ekonometri terletak pada sejauhmana hasil itu

membuktikan kebenaran teori, maka menjadi aneh kalau sebuah metode

ekonometri justru meninggalkan teori ekonomi atau bersifat ateoritik. Kritik ini

mendorong Sims (1986) untuk melengkapi analisis VAR-nya dengan

menggunakan persaamaan struktural, yang kemudian dikenal sebagai Structural

VAR (SVAR).

Pada mulanya VAR dan SVAR hanyalah dianggap sebagai alat untuk

meramal (forcasting). Namun dalam perkembangannya VAR dan SVAR

menjadi alat yang paling banyak dipakai untuk menganalisi pengaruh kebijakan

moneter diantaranya adalah Bernanke dan Blinder (1992); Gordon dan Leeper

(1994; 1233-1245); Leeper (1997); Cushman dan Zha (1997); Ramaswamy dan

Slok (1998: 379); Widyasanti (2004). Bukan hanya itu sebagian besar, analisis

moneter di berbagai negara dewasa ini menggunakan metode VAR seperti

dalam Kemin (1998), Mahadewa dan Sterne (2000) maupun dalam Warjiyo

dan Agung (2002). Begitu luasnya penerapan metode VAR sebagai alat

estimasi dan peramalan ekonomi, Epstein (1987) menengarai bahwa VAR

merupakan generasi terakhir dari permodelan ekonometri time series.

Sementara itu, McCallum (2005) menganggap bahwa VAR dan SVAR

merupakan temuan penting dekade 1980-an dalam bidang ekonometri dan

khususnya studi ekonomi moneter sejajar dengan tema-tema besar ekonomi

antara seperti indepensi bank sentral, pentargetan inflasi, dan New-Keynesian

model.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 7: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

7

Model

Model SVAR yang dipergunakan dalam studi ini adalah sebagi berikut:

t

n

0itit BXAX µ+= ∑

=

(6)

Di mana X merupakan (n x 1) vektor observasi pada waktu t dari variable-

variabel ekonomi yang diestimasi yakni m=penawaran uang, gap=output gap,

i=suku bunga PUAB, e=nilai tukar, dan p= inflasi. Sementara itu, A adalah

koefisien matrik dari variable yang diestimasi secara berurutan, sementara ut

adalah vector penganggu dan B adalah koefisien matriks (n x n) yang

berhubungan pengganggu terhadap vector X.

Bentuk ringkas (reduce form) dari sistem di atas dapat ditulis menjadi :

µε

∑ ε=

+==

tt

n

1tt1tit

G

XCX

(7)

Di mana C=(1-A0)-1Ai dan G=(1-A0)-1B. Formula ini merupakan bentuk

estimasi dari VAR. Dari sini dapat diturunkan impulse respons, variance

decomposition dan structural VAR. Tetapi untuk keperluan analisis kebijakan,

restriksi di matrik A dan B harus dilakukan. Agar dapat mentranformasi faktor

gangguan persamaan struktural (µ) menjadi faktor gangguan di persamaan

ringkas (ε ), maka diasumsikan bahwa B adalah matriks diagonal dari matrik A

yang berbentuk triangular.

Hubungan antara ganggungan persamaan struktural dan persamaan ringkas

dapat ditulis sebagai berikut:

( )εµ −= −

t01

t AB 1 (8)

Jika B adalah matriks identitas, maka untuk menghitung gangguan persamaan

struktural harus memiliki cukup informasi elemen A yang bukan nol dan

pengetahuan n varian dari vector µ. Informasi akan diperoleh jika terdiri atas

n(n+1)/2 jarak antara kovarian sample dari kovarian matriks persamaan

ringkas. Karena matriks A adalah triangular dan B adalah matriks identitas

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 8: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

8

maka dapat diinterpretasikan bahwa jumlah elemen bukan nol tidak boleh

melebihi dari n(n-1)/2 dari degree of freedom sebagai syarat perhitungan.

Konklusi dari masalah di atas dapat dikemukan dalam formula :

!tt )A1(M)A1(Z

∧∧∧

−−= (9)

Di mana Z^= µµ’ dan M= (Σεε’)/Τ yang merupakan estimasi dan residual dari

matriks kovarian sebagai akibat adanya shock pada tahap pertama. Sementara

A adalah matrik kovarian dan Z adalah diagonalnya.

Sebelum mengestimasi persamaan (8) di atas, terlebih dahulu kita harus

memasukkan persamaan struktural yang dimaksud dalam studi ini, baik ada

atau tidak restriksi. Dalam studi ini tidak ada restriksi seperti terlihat dalam

matriks (10) di bawah ini:

+

=

εεεεε

µµµµµ

0

e

i

gap

m

54535251

434241

3231

21

0

0

0

0

0

p

e

i

gap

m

101001000100001

aaaaaaa

aaa

pei

gapm

(10)

Uji standar yang disyaratkan sebelum estimasi VAR dilakukan adalah

penetapan tingkat kelambanan yang optimal. Beberapa penelitian mutakhir

tentang VAR untuk menetapkan tingkat kelambanan yang optimal

menggunakan Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC)

Untuk menetapkan tingkat kelambanan yang paling optimal, model VAR harus

diestimasi dengan berbeda-beda tingkat kelambanannya, kemudian

dibandingkan nilai AIC dan SC-nya, nilai yang paling rendah yang dipakai

sebagai patokan pada tingkat kelambanan paling optimal (Greene, 2000; 717).

Penelitian ini nantinya akan menguji tingkat kelambanan yang paling optimal

dari tingkat kelambanan 2, 3, dan 4.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 9: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

9

Untuk kepentingan simulasi tidak dapat disajikan dalam bentuk skenario.

Karena di dalam metode VAR tidak terdapat variabel eksogen, melainkan

semua variabel endogen. Maka perbandingan hasil peramalan hanya

membandingkan hasil pendekatan deterministik dan stochastik. Pendekatan

deterministik adalah semua persamaan dalam model semua variabel adalah

hasil (point estimates) yang tetap dan semua variabel eksogen dianggap

konstan selama periode penelitian. Sementara itu, pendekatan stochastik adalah

memperhitungkan masalah residual dan variabel eksogen secara acak dianggap

berubah (Eviews, 2000).

Sudah menjadi kesepakaan, karena data makro ekonomi yang digunakan

dalam analisis time series biasanya tidak stasioner, maka perlu dilakukan uji

akar-akar unit. Namun menurut Sims (1980a) dalam mengoperasikan metode

VAR tidak dianjurkan menggunakan bentuk turunan pertama. Karena tujuan

dari analisis VAR adalah untuk melihat hubungan antar variabel dan bukan

mencari parameter estimasti. Alasannya adalah jika data turunan pertama

digunakan dapat menghilangkan informasi penting tentang hubungan variabel-

variabel dalam sebuah sistem. Oleh karena itu, dalam studi ini tidak akan

digunakan turunan pertama dalam mengoperasikan metode VAR. Selain itu,

bentuk yang data yang dianjurkan adalah dalam bentuk persentase, maka

beberapa variabel seperti output gap, nilai tukar, jumlah uang beredar diubah

dalam bentuk logaritma.

Periode penelitian diambil pada masa krisis yakni 1998-2004.

Argumentasinya adalah karena periode itu merupakan efektif dari pelaksanaan

sistem nilai tukar mengambang (flexible exchange rate) yang di mulai pada

Agustus 1997. Sementara itu, data yang dipergunakan merupakan terbitan BPS

dan BI dengan diskripsi variabel sebagai berikut:

Tabel 1.

Diskripsi Variabel

Variabel Diskripsi p Inflasi akumulatif tiga bulan

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 10: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

10

m Base money (M0) i Suku bunga pasar uang antar bank over night (PUAB) e Nilai tukar rupiah terhadap dollar nominal y Output gap diturunkan dari GDP tahun dasar 2002 dengan

metode Hodrick-Prescott filter.

HASIL DAN ANALISIS

Uji Prasyarat

Seperti telah disinggung di muka, untuk menetapkan tingkat kelambanan yang

optimal dilakukan uji Akaike Criteria dan Schwarz Criteria dengan

memasukkan lag 2, 3 dan 4. Dari ketiga lag itu ternyata yang paling rendah

adalah lag 4, maka dalam analisis SVAR ini menggunakan lag 4. Ini dapat

diartikan sebuah kebijakan (shock) akan berdampak kepada masyarakat luas

setelah 4 kuartal atau satu tahun. Berdasarkan hasil analisis dengan lag-4 itu,

berikut ini berturut-turut akan dibahas impulse respons dan hasil estimasi

SVAR.

Tabel 2 Penetapan Lag Optimal

Lag Akaike

Information Criteria

Schwarz Criteria

Log Likelihood (d.f. adjusted)

2 -3.524556 -0.907726 104.3438 3 -8.974185 -5.167886 205.6386 4 -10.42344 -5.427670 250.9281

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 11: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

11

Impulse Response

Grafik 1 Impulse Response

Impulse response diartikan sebagai respons dari sebuah variabel jika

mendapatkan shock dari variabel-variabel lain. Poros horisontal menunjukkan

waktu dan poros vertikal merupakan tingkat respons dalam persen. Karena

menggunakan tingkat kelambanan 4, berarti respons terjadi setelah 4 kuartal.

Tujuan dari studi ini adalah melihat respons inflasi terhadap shock variabel-

variabel lain, maka grafik yang ditampilkan hanyalah untuk kepentingan itu.

Dari grafik 1 di atas terlihat bahwa respons inflasi dari yang paling kuat sampai

yang paling rendah secara berturut-turut ditunjukkan oleh nilai tukar (log e);

penawaran uang (log m); suku bunga (R), inflasi (p) dan output gap (log gap).

Bahkan di sini respons inflasi terhadap output gap di bawah base-line atau

justru negatif. Maka ini membenarkan studi Ramakrishnan dan Vamvakidis

(2002) yang menyimpulkan bahwa nilai tukar dan penawaran uang mempunyai

pengaruh positif terhadap inflasi, sedangkan output gap memiliki dampak

negatif terhadap inflasi.

-2

-1

0

1

2

3

4

5 10 15 20 25

L O G ML O G G A PL O G E

RP

A cc u m ula ted R es p ons e of P to C holes k yO n e S .D . Inn ovation s

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 12: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

12

Structural VAR

Tabel 3 Hasil Estimasi SVAR

εm = 0.309670 m (1)

(7.483315)

εgap = -5.50E-06 m + 8.54E-06gap (2)

(-1.055835) (7.483315)

εi = -0.032532 m -2890.534 gap +0.054390 i (3)

(-0.961140) (-2.400694) (7.483315)

εe = 0.639804 m -73793.07gap +19.57901 i +1.054273 e (4)

(0.959501) (-2.879370) (5.344863)* 7.483315

εp = 4.687591 m +54043.95 gap +4.912779 i -0.541934 e +0.701659 p (5)

(10.39321)* (2.783149) (1.417735) (-4.308755)* (7.483315)

Catatan: Variabel m, gap dan e dalam bentuk logaritma, angka dalam kurung adalah hasil uji-Z, *lolos α =5%.

Hasil estimasi SVAR menunjukkan sesuatu yang penting sesuai dengan tujuan

studi ini. Kendatipun dari sudut statistik tidak terlalu menggembirakan, seperti

ditunjukkan hanya sedikit hubungan antar variabel yang signifikan. Hubungan

variabel yang mewakili model monetaris St.Louis seperti terlihat pada

persamaan (2) hubungan variabelnya tidak sesuai teori dan tidak signifikan.

Secara teoris semestinya hubungan antara penawaran uang (logm) dengan

output gap (loggap) adalah positif, namun dari hasil estimasi negatif.

Pada persamaan (3), secara statistik hubungan antar varibel tidak ada yang

signifikan. Secara teoritis hubungan antara penawaran uang (logm) terhadap

suku bunga sesuai dengan teori yaitu negatif atau jika jumlah uang beredar

meningkat maka suku bunga akan menurun atau logm ↑ → R↓. Sementara itu,

pada persamaan (4) yang menarik adalah hubungan antara suku bunga (R)

terhadap nilai tukar yang siginifan dan sesuai dengan teori. Yakni jika suku

bunga naik, maka nilai tukar akan mengalami apresiasi R ↑ → E↑ (Mishkin,

1995:5).

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 13: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

13

Persamaan (5) yang merupakan inti dari pembahasan studi ini menunjukkan

kesesuaian dengan tujuan dari studi ini. Pengaruh penawaran uang dan nilai

tukar terhadap inflasi signifikan dan sesuai dengan teori, semengara pengaruh

output gap (loggap) dan suku bunga (R) terhadap inflasi tidak signifikan.

Temuan ini sama dengan temuan Ramakrishnan dan Vamvakidis (2002) yakni

pengaruh penawaran uang dan nilai tukar terhadap inflasi sangatlah kuat.

Sementara justru variabel New-Keynesian yakni output gap dan suku bunga

tidak mempunyai kuat pengaruhnya terhadap inflasi.

SIMULASI PROYEKSI INFLASI

Seperti telah disebutkan di muka, Metode VAR mengasumsikan seluruh

variabelnya endogen, sehingga tidak ada eksogenitas di dalamnya yang dapat

dianggap sebagai variabel kebijakan. Maka, dengan metode ini tidak ada

skenario kenaikan variabel eksogen, sebaliknya yang ada adalah proyeksi biasa

dengan asumsi semua variabel tetap. Ada dua pendekatan proyeksi inflasi yakni

determinstik dan stochastik seperti telah diuraikan di muka. Pendekatan

deterministik dapat dianggap sebagai pendekatan pesimis, sedangkan stochastik

merupakan optimis.

Tabel 4

Simulasi Proyeksi Inflasi 2005

Kuartal Simulasi Pesimis Simulasi Optimis 2005:1 6.551073 6.231073 2005:2 2.676809 5.131608 2005:3 -0.633184 -8.685654 2005:4 -0.298725 1.159842 Total 8.295973 3.836869

Hasil simulasi pesimis adalah tahun 2005, tingkat inflasi pada kuartal pertama

mencapai 6,55%. Pada kuartal ke-2 diperkirakan mencapai 2,67%, sementara

diperkirakan pada kuartal ke-3 dan 4 justru mengalami deflasi masing-masing

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 14: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

14

sebesar -0,6 dan -0,29. Berdasarkan perkiraan inflasi kuartalan itu dapat

diproyeksikan inflasi pada tahun 2005 menurut simulasi pesimis adalah sebesar

8,29%.

Sementara itu, simulasi optimis tingkat inflasi pada tahun 2005 lebih

rendah dari pada simulasi pesimis. Tingkat inflasi pada kuartal pertama

mencapai 6,23%, kemudian pada kuartal ke-2 diperkirakan 5.13%. Pada

kuartal ke-3 diperkirakan akan terjadi deflasi sebesar –8,68%, dan pada kuartal

ke-4 kembali inflasi mencapai 1,15%. Maka jika inflasi kuartalan itu dijumlah,

inflasi total pada tahun 2005 diperkirakan hanya mencapai 3,83%.

SIMPULAN

Dari hasil studi ini “Proyeksi Inflasi 2005: Sinergi antara Pendekatan New-

Keynesian dan Monetaris” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan hasil impulse response dan SVAR di atas dapat dinyatakan

bahwa variabel-variabel moneteris relatif lebih kuat mempengaruhi inflasi

dari pada variabel New-Keynesian. Ini berarti dalam menerapkan IT, tetap

harus diperhatikan variabel-variabel kuantitatif seperti jumlah uang beredar.

2. Hasil simulasi proyeksi inflasi terdapat dua angka perhitungan yakni

perhitungan pesimis dan optimis. Menurut pendekatan pesimis inflasi pada

tahun 2005 diperkirakan sebesar 8,29% dan perhitungan optimis mencapai

3,83%.

DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, Halim, Charles Joseph, Juda Agung dan Doddy Zulverdy. 2000.

“Fremework for Implementing Inflation Targeting in Indonesia”. Dalam Charles Joseph dan Anton H. Gunawan. Monetary Policy and Inflation Targeting in Emerging Economies. Jakarta: BI-IMF.

Andersen, Leonall C dan Keith M. Carlson. 1970. “A Moneterist Model for

Economic Stabilization”. Review, Federal Reserve Bank of St. Louis, April. Ball, Laurence dan Niamh Sheridan. 2003. “Does Inflation Targeting Matter?”.

IMF Working Paper, No. WP/03/129.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 15: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

15

Bank of Korea 1998, “Korea’s Experience of the monetary transmission mechanism”, dalam Stephen Kemin (ed). Transmission Mechanism of Monetary Policy. BIS Policy Paper No.3. Basle; BIS: hlm. 140-154.

Bernanke, Ben S dan Alan S. Blinder, 1992, “ The Federal Fund Rate and the

Channels of Monetary Transmission, “ American Economic Review, Vol 82 (September), hal 901-21

Bernanke, Ben S dan Frederic S Miskhin, 1997, “Inflation Targeting : A New

Framework for Monetary Policy ? ” Journal of Economic Perspectives, Vol 11 No 2, Spring, Hal 97-48.

Boediono, 1998, “Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di

Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Vol 1 No. Juli. Hal 1-4.

Carare, Alina, Andrea Schaechter, Mark Stone and Mark Zelmer. 2002.

“Establishing Initial Conditions in Support of Inflation Targeting”. IMF Working Paper. No WP/02/102.

Cushman, David O. dan Tao Zha. 1997. “Identifying Monetary Policy in a

Small Open Economy under Flexible Exchage Rates”. Journal of Monetary Economics, No. 39, p.433-448.

Debelle, Guy. 1997. “Inflation Targeting in Practice”. IMF Working Paper. No.

WP/97/35. Enders, Walter. 1995. Applied Econometric Time Series. New York: John

Wiley. Epstein, Roy. J. 1987. A History of Econometrics. New York: Elsevier Science

Publishers BV. Eviews. 2000. Eviews 4: User’s Guide. Irvine: Quantitative Micro Software. Gordon, David B dan Eric M. Leeper, 1994, “The Dynamic Impacts of

Monetary Policy: An Exercises in Tentative Identification”, Journal of Political Economy Vol. 102 No 6, Hal. 1228-1247.

Greene, William H, 2000, Econometric Analysis, New Jersey : Prentice Hall. Junggun Oh. 1999, “Inflation Targeting, Monetary Transmission Mechanism

and Policy Rules in Korea”, Economic Papers The Bank of Korea Vol 2 No 1 March, Hal 102-148.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 16: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

16

Kemin, Stephen (ed). 1998. Transmission Mechanism of Monetary Policy. BIS Policy Paper No.3. Basle: BIS.

King, Robert G dan Alexander L. Wolman. 1996. “Inflation Targeting in a St.

Louis Model for the 21st Century”. Review, Federal Reserve Bank of St. Louis, May/June.

Leeper, Eric. M. 1997. ”Narrative and VAR Approaches to Monetary Policy:

Common Indentification Problems”. Journal of Monetary Economics, No. 40, p.641-657.

Mahadewa, Lavan dan Gabriel Sterne (ed). 2000. Monetary Policy Framework

in a Global Context. London: Rautledge. Masson, Paul, Miguel A. Savastano, and Sunil Sharma. 1998. “Can Inflation

Targeting Be A Framework for Monetary Policy in Developing Countries”, Finance and Development, March.

McCallum, Bennet T. 2005. “What Have We Learned Since October 1979”.

Review, Federal Reserve Bank of St. Louis, March/April. Mishkin, Frederic S. 1999. “International Experiences with Different Monetary

Policy Regimes”. NBER Working Paper Series No.7044. March. Mishkin, Frederic.S, 1995, “Symposium on the Monetary Transmission

Mechanism,”Journal of Economic Perspectives, Vol 9 No 4,Fall, Hal 3-10 Morling, Steven. 2002. “Output Adjustment in Developing Countries: A

Struktural VAR Approach”. The Developing Economies, XL-1, March. Odusola, A.F. dan A.E.Akinlo. 2001.”Output, Inflation, and Exchange Rate in

Developing Countries: An Application To Nigeria”. The Developing Economies, XXXIX-2, June.

Pindyck, RS dan Daniel L. Rubinfeld. 1998. Econometric Model & Economic

Forecast. NewYork: Mc Graw-Hill. Ramakrishnan, Uma dan Athanasios Vamvakidis. 2002.”Forcasting Inflation in

Indonesia”. IMF Working Paper, No. WP/02/111, June. Ramaswamy, Ramana dan Torsten Slok,1998, “The Real Effect of Monetary

Policy in the European Union: What Are The Differences ?” IMF Staff Papers, Vol 45 No 2, June, Hal 374-396

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 17: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

17

Sims, Christopher A. 1980a. “Macroeconomic and Realty”. Econometrica, January, Vol 48, No 1, Hal. 1- 48.

Sims, Christopher A. 1980b. “Comparison of Interwar and Postwar Business

Cycles: Monetarism Reconsidered”. American Economic Review, Vol 70 (May), hal 250-257.

Sims, Christopher A. 1986.”Are Forcesting Models Usable for Policy

Analysis”. Quartely Review, Federal Reserve Bank of Minneapolis, Vol.10, No.1, Winter.

Walsh, Carl E. 2002. “Teaching Inflation Targeting: An Analysis for

Intermediate Macro”. Journal of Economic Education, Fall. Warjiyo, Perry dan Juda Agung (ed). 2002. Transmission Mechanisms of

Monetary Policy in Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Widyasanti, Amalia Adininggar. 2004. “A Calibrated Model of Inflation

Targeting for an Emerging Economy: The Case of Indonesia”. Paper in Department of Economics, University of Melbourne, Australia.

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com

Page 18: Proyeksi Inflasi 2005 Sinergi Antara Pendekatan New Keynesian Dan Moneteris

18

Lampiran Hasil SVAR Struktural VAR Estimates Date: 05/25/05 Time: 15:22 Sample(adjusted): 1998:1 2004:4 Included observations: 28 after adjusting endpoints Estimation method: method of scoring (analytic derivatives) Convergence achieved after 22 iterations Struktural VAR is just-identified Model: Ae = Bu where E[uu']=I Restriction Type: short-run text form @e1 = C(1)*@u1 @e2 = C(2)*@e1 + C(3)*@u2 @e3 = C(4)*@e1 + C(5)*@e2 + C(6)*@u3 @e4 = C(7)*@e1 + C(8)*@e2 + C(9)*@e3 + C(10)*@u4 @e5 = C(11)*@e1 + C(12)*@e2 + C(13)*@e3 + C(14)*@e4 + C(15)*@u5 where @e1 represents LOGM residuals @e2 represents LOGGAP residuals @e3 represents LOGE residuals @e4 represents R residuals @e5 represents P residuals

Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C(2) -5.50E-06 5.21E-06 -1.055835 0.2910 C(4) -0.032532 0.033847 -0.961140 0.3365 C(5) -2890.534 1204.041 -2.400694 0.0164 C(7) 0.639804 0.666809 0.959501 0.3373 C(8) -73793.07 25628.20 -2.879370 0.0040 C(9) 19.57901 3.663145 5.344863 0.0000

C(11) 4.687591 0.451024 10.39321 0.0000 C(12) 54043.95 19418.27 2.783149 0.0054 C(13) 4.912779 3.465231 1.417735 0.1563 C(14) -0.541934 0.125775 -4.308755 0.0000 C(1) 0.309670 0.041381 7.483315 0.0000 C(3) 8.54E-06 1.14E-06 7.483315 0.0000 C(6) 0.054390 0.007268 7.483315 0.0000

C(10) 1.054273 0.140883 7.483315 0.0000 C(15) 0.701659 0.093763 7.483315 0.0000

Log likelihood 250.9281 Estimated A matrix:

1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 5.50E-06 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.032532 2890.534 1.000000 0.000000 0.000000 -0.639804 73793.07 -19.57901 1.000000 0.000000 -4.687591 -54043.95 -4.912779 0.541934 1.000000

Estimated B matrix: 0.309670 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 8.54E-06 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.054390 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.054273 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.701659

PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com