proyeksi inflasi 2005 sinergi antara pendekatan new keynesian dan moneteris
TRANSCRIPT
1
LUKMAN HAKIM, SE, MSi SITI AISYAH TR, SE, MSi HERI SULISTIO JNS, SE
Mendapatkan Peringkat IV
Dalam Lomba Analisis dan Proyeksi Inflasi 2005 Tim Outlook Jangka Pendek dan Disseminasi Kebijakan
Biro Moneter Bank Indonesia
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS SEBELAS MARET (UNS) SURAKARTA
MEI 2005
PROYEKSI INFLASI 2005: SINERGI ANTARA PENDEKATAN NEW-KEYNESIAN
DAN MONETARIS
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
2
LATAR BELAKANG Pentargetan inflasi (inflation targeting) merupakan paradigma baru mekanisme
transmisi kebijakan moneter yang mendapatkan perhatian serius dewasa ini.
Negara yang pertama kali menerapkan IT adalah New Zealand (1990),
kemudian diikuti oleh beberapa negara maju yang lain antara lain Canada
(1991), Israel (1991), Inggris (1992), Australia (1993), Finlandia (1993),
Swedia (1993), dan, Spanyol (1995). Beberapa ahli mendukung konsep ini,
karena dibandingkan pentargetan GDP, pentargeran inflasi jauh lebih mudah
diterapkan oleh otorias moneter dan gampang dipahami oleh publik. Namun
dari sudut efektifitas, peranan pentargetan inflasi dalam mendorong
perkembangan perekonomian masih dipersoalkan (Bernanke dan Miskhin,
1997: 113). Bahkan menurut studi mutakhir dari Ball dan Niamh (2003),
pengaruh IT terhadap pertumbuhan ekonomi bagi negara yang menerapkannya
nyaris tidak ada. Studi itu lebih jauh menyimpulkan bahwa penerapan IT di
berbagai negara lebih bermuatan politis dari pada ekonomis. Kendati pun
demikian, hal itu tidak mengurangi daya tarik bank sentral di negara-negara
lain untuk mencoba menerapkan IT, termasuk Bank Indonesia.
IT merupakan mekanisme transmisi kebijakan moneter (MTM) yang
mempunyai karakteristik sebagai berikut: (1) pengumuman target inflasi jangka
menengah kepada publik; (2) ada lembaga yang komit menjaga stabiltias harga;
(3) penerapan strategi iklusif dengan mengurangi peranan sasaran antara seperti
pertumbuhan uang; (4) meningkatkan transparansi kebijakan moneter melalui
komunikasi kepada publik dan masyarakat tentang rencana dan tujuan
kebijakan moneter; (5) meningkatkan akuntabilitas bank sentral dalam
menetapkan inflasi; (6) berkurangnya dominasi kebijakan fiskal (Debelle,
1997; Masson, et al, 1998; Mishkin, 1999; Carare, et al, 2002).
Berdasarkan karakteristik itu, dapat dinyatakan bahwa IT merupakan
sebuah alternatif baru dari mekanisme transmisi kebijakan moneter yang
menggabungkan masalah moneter, informasi dan kelambagaan. Namun secara
teknikal, IT dapat digolongkan dalam kelompok pendekatan harga (price
setting), karena menggunakan suku bunga jangka pendek sebagai sasaran
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
3
operasionalnya. Di sinilah perbedaannya dengan pendekatan kuantitas (quantity
setting), di mana menggunakan jumlah uang beredar sebagai sasaran
operasionalnya. Atau dengan kata lain, IT merupakan rival dari pendekatan
kuantitas dalam MTM yang sebelum dekade 1990-an mendominasi
pengelolaan sektor moneter di seluruh dunia. Pendekatan kuantitas
diasosiasikan merupakan representasi dari paham moneteris, sementara
pendekatan harga merupakan turunan dari paham New-Keynesian. Berarti
pilihan terhadap penerapan IT merupakan pergerseran paradigma (shift of
paradigm) dari moneterisme ke New-Keynesian (Junggun, 1999).
Tiap-tiap negara yang menerapkan IT mempunyai argumentasi sendiri-
sendiri. Demikian halnya alasan BI menerapkan IT, setidaknya ada dua
argumen. Pertama, memang diperlukan paradigma baru mekanisme transmisi
kebijakan moneter (MTM), menyusul kesulitan Bank Indonesia mengendalikan
besaran moneter pada dekade 1990-an. Berkaitan dengan argumen itu,
Boediono (1998) menjelaskan bahwa dengan MTM lama itu tidak sesuai
dengan kenyataan. Karena sekitar 70% dari M0 adalah uang kartal yang sangat
diperlukan oleh masyarakat, sementara 30% sisanya tidak mudah dipengaruhi
oleh BI. Maka tidak jarang jika target pertumbuhan jumlah uang beredar sering
tidak tercapai. Ini mendorong agar ditemukan cara lain dalam mengendalikan
besaran ekonomi, salah satu alternatifnya adalah menggunakan IT. Kedua,
karena telah terpunuhinya prasyarat untuk menerapkan IT yaitu adanya
independensi bank sentral yang tercantum dalam Undang-undang No 23/1999.
Dalam undang-undang itu juga ditegaskan bahwa tugas utama BI adalah
mengendalikan nilai tukar rupiah, tujuan ini kemungkinan akan mudah dicapai
jika BI menerapkan IT (Alamsyah,et.al, 2000:223).
Persoalannya adalah apakah BI akan menerapkan IT secara ketat, dengan
mengabaikan sama sekali peranan jumlah uang beredar? Beberapa studi inflasi
mutakhir telah banyak manjawab persoalan ini salah satunya adalah
Ramakrishnan dan Vamvakidis (2002). Studi itu menunjukkan bahwa nilai
tukar, inflasi luar negeri, dan pertumbuhan uang beredar berpengaruh terhadap
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
4
inflasi dibandingkan dengan output gap dan suku bunga PUAB. Di sini justru
terlihat bahwa variabel-variabel IT yang bersifat Keynesian tidak berpengaruh
terhadap inflasi, sementara variabel-variabel non IT yang moneteris justru
berpengaruh lebih kuat.
Berdasarkan hal itu dalam melakukan peramalan inflasi diperlukan model
yang merupakan sinergi terhadap pandangan monetaris dan New-Keynesian.
Sikap ini diambil karena bagi negara sedang berkembang di mana masih
terjadinya ketidaksempurnaan pasar, memaksa bersifat ekletik atau mengambil
hal-hal yang baik dan cocok dari sebuah paradigma. Berkaitan dengan itu,
dalam studi peramalan ini akan memadukan pendekatan moneteris dan New
Keynesian seperti pernah dilakukan oleh Odusola dan Akinlo (2001); dan
Steven Morling (2002) dengan menggunakan metode Struktural Vector
Autoregressions (SVAR).
TUJUAN
Tujuan dari studi ini adalah melakukan proyeksi inflasi 2005 dengan
menggunakan pendekatan sinergis antara paham monetarisme dan Keynesian.
TINJAUAN TEORITIS
Berdasakan tujuan di atas, studi ini akan memadukan pendekatan New-
Keynesian dan Moneterisme. Pada dasarnya IT berkembang pada tradisi New-
Keynesian. Permodelan IT setidaknya harus mengandung dua komponen.
Pertama, ekspektasi pengembangan kurva Phillips (augmented Phillips Curve).
Ini merupakan standar model makroekonomi yang mengasumsikan ketegaran
harga (sticky price). Kedua, model permintaan agregat yang menunjukkan
pengaruh kebijakan moneter terhadap makro. ekonomi (Walsh, 2002:334).
Sementara itu, pandangan moneteris seperti diwakili oleh Model St. Louis
menganggap bahwa penawaran uang berpengaruh terhadap pengeluaran
masyarakat (total spending). Perubahan pengeluaran masuarakat itu akan
berpengaruh terhadap output, inflasi dan penganggungan (Andersen dan
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
5
Carlson, 1970; King dan Wolman, 1996; Bank of Korea, 1998). Berdasarkan
hal itu, kami mengajukan model yang mensinergikan paham New-Keynsian
dan monetaris yang sesuai dengan struktur sistem finansial negara sedang
berkembang seperti Indonesia, diformulasikan sebagai berikut:
mt=β1εms (1)
yt= α1m + α2yt-1 (2)
it=γ1m1+ γ2y1 + γ3i1 (3)
et=δ1m + δ1y+ δ1i (4)
pt=ν1m+ ν1y+ ν1i+ ν1e (5)
Di mana mt adalah log dari penawaran uang (monetary base); yt adalah log dari
output gap; it adalah suku bunga pasar uang antar bank (PUAB); et adalah log
dari nilai tukar nominal; dan p adalah inflasi. Persamaan ke-1 menunjukkan
bahwa varibel panawaran uang (M0) adalah sesuatu yang otonomus. Artinya
keberadaan variabel ini tidak dipengaruhi oleh varibel lain, melainkan oleh
kebijakan bank sentral (Morling, 2002:50). Sementara itu, untuk persamaan ke-
2, outputgap dipengaruhi oleh penawaran uang. Untuk persamaan ke-3, suku
bunga dipengaruhi oleh penawaran uang dan output gap. Persamaan ke-4, nilai
tukar dipengaruhi oleh penawaran uang, output gap dan suku bunga. Sementara
itu, persamaan ke-5, merupakan inti dari studi ini, inflasi dipengaruhi oleh
penawaran uang, output gap, suku bunga, dan nilai tukar.
METODE PENELITIAN
Structural Vector Autoregression (SVAR) merupakan penyempurnaan dari
metode Vector Autoregressions (VAR). VAR pertama kali diperkenalkan oleh
Christopher Sims pada tahun 1980. VAR merupakan metode yang
dimaksudkan sebagai kritik atas model makroekonomi yang mapan pada waktu
itu misalnya model FRB-MIT terdiri atas 200 lebih persamaan struktural dan
90 variebel eksogen. Menurut Sim (1980a, 1980b) sesungguhnya untuk
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
6
memahami perekonomian cukup diperlukan beberapa variabel utama saja, yang
semuanya merupakan variabel endogen, maka di dalam VAR jumlah variabel
yang dipergunakan sangatlah minimal yakni tidak lebih dari 6 variabel.
Selain itu, salah satu kritik yang radikal adalah menekankan bahwa VAR
merupakan “pendekatan tanpa teori” (atheoritical approach). VAR dapat saja
dipakai oleh sebuah estimasi yang belum atau bahkan tidak ada teorinya.
Sepertinya dalam melihat hubungan antara turis dan teroris di Italia yang
dilakukan oleh Enders (1995). Persoalannya adalah kekuatan ilmu ekonomi
terhadap hasil estimasi ekonometri terletak pada sejauhmana hasil itu
membuktikan kebenaran teori, maka menjadi aneh kalau sebuah metode
ekonometri justru meninggalkan teori ekonomi atau bersifat ateoritik. Kritik ini
mendorong Sims (1986) untuk melengkapi analisis VAR-nya dengan
menggunakan persaamaan struktural, yang kemudian dikenal sebagai Structural
VAR (SVAR).
Pada mulanya VAR dan SVAR hanyalah dianggap sebagai alat untuk
meramal (forcasting). Namun dalam perkembangannya VAR dan SVAR
menjadi alat yang paling banyak dipakai untuk menganalisi pengaruh kebijakan
moneter diantaranya adalah Bernanke dan Blinder (1992); Gordon dan Leeper
(1994; 1233-1245); Leeper (1997); Cushman dan Zha (1997); Ramaswamy dan
Slok (1998: 379); Widyasanti (2004). Bukan hanya itu sebagian besar, analisis
moneter di berbagai negara dewasa ini menggunakan metode VAR seperti
dalam Kemin (1998), Mahadewa dan Sterne (2000) maupun dalam Warjiyo
dan Agung (2002). Begitu luasnya penerapan metode VAR sebagai alat
estimasi dan peramalan ekonomi, Epstein (1987) menengarai bahwa VAR
merupakan generasi terakhir dari permodelan ekonometri time series.
Sementara itu, McCallum (2005) menganggap bahwa VAR dan SVAR
merupakan temuan penting dekade 1980-an dalam bidang ekonometri dan
khususnya studi ekonomi moneter sejajar dengan tema-tema besar ekonomi
antara seperti indepensi bank sentral, pentargetan inflasi, dan New-Keynesian
model.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
7
Model
Model SVAR yang dipergunakan dalam studi ini adalah sebagi berikut:
t
n
0itit BXAX µ+= ∑
=
(6)
Di mana X merupakan (n x 1) vektor observasi pada waktu t dari variable-
variabel ekonomi yang diestimasi yakni m=penawaran uang, gap=output gap,
i=suku bunga PUAB, e=nilai tukar, dan p= inflasi. Sementara itu, A adalah
koefisien matrik dari variable yang diestimasi secara berurutan, sementara ut
adalah vector penganggu dan B adalah koefisien matriks (n x n) yang
berhubungan pengganggu terhadap vector X.
Bentuk ringkas (reduce form) dari sistem di atas dapat ditulis menjadi :
µε
∑ ε=
+==
−
tt
n
1tt1tit
G
XCX
(7)
Di mana C=(1-A0)-1Ai dan G=(1-A0)-1B. Formula ini merupakan bentuk
estimasi dari VAR. Dari sini dapat diturunkan impulse respons, variance
decomposition dan structural VAR. Tetapi untuk keperluan analisis kebijakan,
restriksi di matrik A dan B harus dilakukan. Agar dapat mentranformasi faktor
gangguan persamaan struktural (µ) menjadi faktor gangguan di persamaan
ringkas (ε ), maka diasumsikan bahwa B adalah matriks diagonal dari matrik A
yang berbentuk triangular.
Hubungan antara ganggungan persamaan struktural dan persamaan ringkas
dapat ditulis sebagai berikut:
( )εµ −= −
t01
t AB 1 (8)
Jika B adalah matriks identitas, maka untuk menghitung gangguan persamaan
struktural harus memiliki cukup informasi elemen A yang bukan nol dan
pengetahuan n varian dari vector µ. Informasi akan diperoleh jika terdiri atas
n(n+1)/2 jarak antara kovarian sample dari kovarian matriks persamaan
ringkas. Karena matriks A adalah triangular dan B adalah matriks identitas
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
8
maka dapat diinterpretasikan bahwa jumlah elemen bukan nol tidak boleh
melebihi dari n(n-1)/2 dari degree of freedom sebagai syarat perhitungan.
Konklusi dari masalah di atas dapat dikemukan dalam formula :
!tt )A1(M)A1(Z
∧∧∧
−−= (9)
Di mana Z^= µµ’ dan M= (Σεε’)/Τ yang merupakan estimasi dan residual dari
matriks kovarian sebagai akibat adanya shock pada tahap pertama. Sementara
A adalah matrik kovarian dan Z adalah diagonalnya.
Sebelum mengestimasi persamaan (8) di atas, terlebih dahulu kita harus
memasukkan persamaan struktural yang dimaksud dalam studi ini, baik ada
atau tidak restriksi. Dalam studi ini tidak ada restriksi seperti terlihat dalam
matriks (10) di bawah ini:
+
=
εεεεε
µµµµµ
0
e
i
gap
m
54535251
434241
3231
21
0
0
0
0
0
p
e
i
gap
m
101001000100001
aaaaaaa
aaa
pei
gapm
(10)
Uji standar yang disyaratkan sebelum estimasi VAR dilakukan adalah
penetapan tingkat kelambanan yang optimal. Beberapa penelitian mutakhir
tentang VAR untuk menetapkan tingkat kelambanan yang optimal
menggunakan Akaike Information Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC)
Untuk menetapkan tingkat kelambanan yang paling optimal, model VAR harus
diestimasi dengan berbeda-beda tingkat kelambanannya, kemudian
dibandingkan nilai AIC dan SC-nya, nilai yang paling rendah yang dipakai
sebagai patokan pada tingkat kelambanan paling optimal (Greene, 2000; 717).
Penelitian ini nantinya akan menguji tingkat kelambanan yang paling optimal
dari tingkat kelambanan 2, 3, dan 4.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
9
Untuk kepentingan simulasi tidak dapat disajikan dalam bentuk skenario.
Karena di dalam metode VAR tidak terdapat variabel eksogen, melainkan
semua variabel endogen. Maka perbandingan hasil peramalan hanya
membandingkan hasil pendekatan deterministik dan stochastik. Pendekatan
deterministik adalah semua persamaan dalam model semua variabel adalah
hasil (point estimates) yang tetap dan semua variabel eksogen dianggap
konstan selama periode penelitian. Sementara itu, pendekatan stochastik adalah
memperhitungkan masalah residual dan variabel eksogen secara acak dianggap
berubah (Eviews, 2000).
Sudah menjadi kesepakaan, karena data makro ekonomi yang digunakan
dalam analisis time series biasanya tidak stasioner, maka perlu dilakukan uji
akar-akar unit. Namun menurut Sims (1980a) dalam mengoperasikan metode
VAR tidak dianjurkan menggunakan bentuk turunan pertama. Karena tujuan
dari analisis VAR adalah untuk melihat hubungan antar variabel dan bukan
mencari parameter estimasti. Alasannya adalah jika data turunan pertama
digunakan dapat menghilangkan informasi penting tentang hubungan variabel-
variabel dalam sebuah sistem. Oleh karena itu, dalam studi ini tidak akan
digunakan turunan pertama dalam mengoperasikan metode VAR. Selain itu,
bentuk yang data yang dianjurkan adalah dalam bentuk persentase, maka
beberapa variabel seperti output gap, nilai tukar, jumlah uang beredar diubah
dalam bentuk logaritma.
Periode penelitian diambil pada masa krisis yakni 1998-2004.
Argumentasinya adalah karena periode itu merupakan efektif dari pelaksanaan
sistem nilai tukar mengambang (flexible exchange rate) yang di mulai pada
Agustus 1997. Sementara itu, data yang dipergunakan merupakan terbitan BPS
dan BI dengan diskripsi variabel sebagai berikut:
Tabel 1.
Diskripsi Variabel
Variabel Diskripsi p Inflasi akumulatif tiga bulan
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
10
m Base money (M0) i Suku bunga pasar uang antar bank over night (PUAB) e Nilai tukar rupiah terhadap dollar nominal y Output gap diturunkan dari GDP tahun dasar 2002 dengan
metode Hodrick-Prescott filter.
HASIL DAN ANALISIS
Uji Prasyarat
Seperti telah disinggung di muka, untuk menetapkan tingkat kelambanan yang
optimal dilakukan uji Akaike Criteria dan Schwarz Criteria dengan
memasukkan lag 2, 3 dan 4. Dari ketiga lag itu ternyata yang paling rendah
adalah lag 4, maka dalam analisis SVAR ini menggunakan lag 4. Ini dapat
diartikan sebuah kebijakan (shock) akan berdampak kepada masyarakat luas
setelah 4 kuartal atau satu tahun. Berdasarkan hasil analisis dengan lag-4 itu,
berikut ini berturut-turut akan dibahas impulse respons dan hasil estimasi
SVAR.
Tabel 2 Penetapan Lag Optimal
Lag Akaike
Information Criteria
Schwarz Criteria
Log Likelihood (d.f. adjusted)
2 -3.524556 -0.907726 104.3438 3 -8.974185 -5.167886 205.6386 4 -10.42344 -5.427670 250.9281
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
11
Impulse Response
Grafik 1 Impulse Response
Impulse response diartikan sebagai respons dari sebuah variabel jika
mendapatkan shock dari variabel-variabel lain. Poros horisontal menunjukkan
waktu dan poros vertikal merupakan tingkat respons dalam persen. Karena
menggunakan tingkat kelambanan 4, berarti respons terjadi setelah 4 kuartal.
Tujuan dari studi ini adalah melihat respons inflasi terhadap shock variabel-
variabel lain, maka grafik yang ditampilkan hanyalah untuk kepentingan itu.
Dari grafik 1 di atas terlihat bahwa respons inflasi dari yang paling kuat sampai
yang paling rendah secara berturut-turut ditunjukkan oleh nilai tukar (log e);
penawaran uang (log m); suku bunga (R), inflasi (p) dan output gap (log gap).
Bahkan di sini respons inflasi terhadap output gap di bawah base-line atau
justru negatif. Maka ini membenarkan studi Ramakrishnan dan Vamvakidis
(2002) yang menyimpulkan bahwa nilai tukar dan penawaran uang mempunyai
pengaruh positif terhadap inflasi, sedangkan output gap memiliki dampak
negatif terhadap inflasi.
-2
-1
0
1
2
3
4
5 10 15 20 25
L O G ML O G G A PL O G E
RP
A cc u m ula ted R es p ons e of P to C holes k yO n e S .D . Inn ovation s
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
12
Structural VAR
Tabel 3 Hasil Estimasi SVAR
εm = 0.309670 m (1)
(7.483315)
εgap = -5.50E-06 m + 8.54E-06gap (2)
(-1.055835) (7.483315)
εi = -0.032532 m -2890.534 gap +0.054390 i (3)
(-0.961140) (-2.400694) (7.483315)
εe = 0.639804 m -73793.07gap +19.57901 i +1.054273 e (4)
(0.959501) (-2.879370) (5.344863)* 7.483315
εp = 4.687591 m +54043.95 gap +4.912779 i -0.541934 e +0.701659 p (5)
(10.39321)* (2.783149) (1.417735) (-4.308755)* (7.483315)
Catatan: Variabel m, gap dan e dalam bentuk logaritma, angka dalam kurung adalah hasil uji-Z, *lolos α =5%.
Hasil estimasi SVAR menunjukkan sesuatu yang penting sesuai dengan tujuan
studi ini. Kendatipun dari sudut statistik tidak terlalu menggembirakan, seperti
ditunjukkan hanya sedikit hubungan antar variabel yang signifikan. Hubungan
variabel yang mewakili model monetaris St.Louis seperti terlihat pada
persamaan (2) hubungan variabelnya tidak sesuai teori dan tidak signifikan.
Secara teoris semestinya hubungan antara penawaran uang (logm) dengan
output gap (loggap) adalah positif, namun dari hasil estimasi negatif.
Pada persamaan (3), secara statistik hubungan antar varibel tidak ada yang
signifikan. Secara teoritis hubungan antara penawaran uang (logm) terhadap
suku bunga sesuai dengan teori yaitu negatif atau jika jumlah uang beredar
meningkat maka suku bunga akan menurun atau logm ↑ → R↓. Sementara itu,
pada persamaan (4) yang menarik adalah hubungan antara suku bunga (R)
terhadap nilai tukar yang siginifan dan sesuai dengan teori. Yakni jika suku
bunga naik, maka nilai tukar akan mengalami apresiasi R ↑ → E↑ (Mishkin,
1995:5).
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
13
Persamaan (5) yang merupakan inti dari pembahasan studi ini menunjukkan
kesesuaian dengan tujuan dari studi ini. Pengaruh penawaran uang dan nilai
tukar terhadap inflasi signifikan dan sesuai dengan teori, semengara pengaruh
output gap (loggap) dan suku bunga (R) terhadap inflasi tidak signifikan.
Temuan ini sama dengan temuan Ramakrishnan dan Vamvakidis (2002) yakni
pengaruh penawaran uang dan nilai tukar terhadap inflasi sangatlah kuat.
Sementara justru variabel New-Keynesian yakni output gap dan suku bunga
tidak mempunyai kuat pengaruhnya terhadap inflasi.
SIMULASI PROYEKSI INFLASI
Seperti telah disebutkan di muka, Metode VAR mengasumsikan seluruh
variabelnya endogen, sehingga tidak ada eksogenitas di dalamnya yang dapat
dianggap sebagai variabel kebijakan. Maka, dengan metode ini tidak ada
skenario kenaikan variabel eksogen, sebaliknya yang ada adalah proyeksi biasa
dengan asumsi semua variabel tetap. Ada dua pendekatan proyeksi inflasi yakni
determinstik dan stochastik seperti telah diuraikan di muka. Pendekatan
deterministik dapat dianggap sebagai pendekatan pesimis, sedangkan stochastik
merupakan optimis.
Tabel 4
Simulasi Proyeksi Inflasi 2005
Kuartal Simulasi Pesimis Simulasi Optimis 2005:1 6.551073 6.231073 2005:2 2.676809 5.131608 2005:3 -0.633184 -8.685654 2005:4 -0.298725 1.159842 Total 8.295973 3.836869
Hasil simulasi pesimis adalah tahun 2005, tingkat inflasi pada kuartal pertama
mencapai 6,55%. Pada kuartal ke-2 diperkirakan mencapai 2,67%, sementara
diperkirakan pada kuartal ke-3 dan 4 justru mengalami deflasi masing-masing
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
14
sebesar -0,6 dan -0,29. Berdasarkan perkiraan inflasi kuartalan itu dapat
diproyeksikan inflasi pada tahun 2005 menurut simulasi pesimis adalah sebesar
8,29%.
Sementara itu, simulasi optimis tingkat inflasi pada tahun 2005 lebih
rendah dari pada simulasi pesimis. Tingkat inflasi pada kuartal pertama
mencapai 6,23%, kemudian pada kuartal ke-2 diperkirakan 5.13%. Pada
kuartal ke-3 diperkirakan akan terjadi deflasi sebesar –8,68%, dan pada kuartal
ke-4 kembali inflasi mencapai 1,15%. Maka jika inflasi kuartalan itu dijumlah,
inflasi total pada tahun 2005 diperkirakan hanya mencapai 3,83%.
SIMPULAN
Dari hasil studi ini “Proyeksi Inflasi 2005: Sinergi antara Pendekatan New-
Keynesian dan Monetaris” menghasilkan kesimpulan sebagai berikut:
1. Berdasarkan hasil impulse response dan SVAR di atas dapat dinyatakan
bahwa variabel-variabel moneteris relatif lebih kuat mempengaruhi inflasi
dari pada variabel New-Keynesian. Ini berarti dalam menerapkan IT, tetap
harus diperhatikan variabel-variabel kuantitatif seperti jumlah uang beredar.
2. Hasil simulasi proyeksi inflasi terdapat dua angka perhitungan yakni
perhitungan pesimis dan optimis. Menurut pendekatan pesimis inflasi pada
tahun 2005 diperkirakan sebesar 8,29% dan perhitungan optimis mencapai
3,83%.
DAFTAR PUSTAKA Alamsyah, Halim, Charles Joseph, Juda Agung dan Doddy Zulverdy. 2000.
“Fremework for Implementing Inflation Targeting in Indonesia”. Dalam Charles Joseph dan Anton H. Gunawan. Monetary Policy and Inflation Targeting in Emerging Economies. Jakarta: BI-IMF.
Andersen, Leonall C dan Keith M. Carlson. 1970. “A Moneterist Model for
Economic Stabilization”. Review, Federal Reserve Bank of St. Louis, April. Ball, Laurence dan Niamh Sheridan. 2003. “Does Inflation Targeting Matter?”.
IMF Working Paper, No. WP/03/129.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
15
Bank of Korea 1998, “Korea’s Experience of the monetary transmission mechanism”, dalam Stephen Kemin (ed). Transmission Mechanism of Monetary Policy. BIS Policy Paper No.3. Basle; BIS: hlm. 140-154.
Bernanke, Ben S dan Alan S. Blinder, 1992, “ The Federal Fund Rate and the
Channels of Monetary Transmission, “ American Economic Review, Vol 82 (September), hal 901-21
Bernanke, Ben S dan Frederic S Miskhin, 1997, “Inflation Targeting : A New
Framework for Monetary Policy ? ” Journal of Economic Perspectives, Vol 11 No 2, Spring, Hal 97-48.
Boediono, 1998, “Merenungkan Kembali Mekanisme Transmisi Moneter di
Indonesia”, Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan, Bank Indonesia, Vol 1 No. Juli. Hal 1-4.
Carare, Alina, Andrea Schaechter, Mark Stone and Mark Zelmer. 2002.
“Establishing Initial Conditions in Support of Inflation Targeting”. IMF Working Paper. No WP/02/102.
Cushman, David O. dan Tao Zha. 1997. “Identifying Monetary Policy in a
Small Open Economy under Flexible Exchage Rates”. Journal of Monetary Economics, No. 39, p.433-448.
Debelle, Guy. 1997. “Inflation Targeting in Practice”. IMF Working Paper. No.
WP/97/35. Enders, Walter. 1995. Applied Econometric Time Series. New York: John
Wiley. Epstein, Roy. J. 1987. A History of Econometrics. New York: Elsevier Science
Publishers BV. Eviews. 2000. Eviews 4: User’s Guide. Irvine: Quantitative Micro Software. Gordon, David B dan Eric M. Leeper, 1994, “The Dynamic Impacts of
Monetary Policy: An Exercises in Tentative Identification”, Journal of Political Economy Vol. 102 No 6, Hal. 1228-1247.
Greene, William H, 2000, Econometric Analysis, New Jersey : Prentice Hall. Junggun Oh. 1999, “Inflation Targeting, Monetary Transmission Mechanism
and Policy Rules in Korea”, Economic Papers The Bank of Korea Vol 2 No 1 March, Hal 102-148.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
16
Kemin, Stephen (ed). 1998. Transmission Mechanism of Monetary Policy. BIS Policy Paper No.3. Basle: BIS.
King, Robert G dan Alexander L. Wolman. 1996. “Inflation Targeting in a St.
Louis Model for the 21st Century”. Review, Federal Reserve Bank of St. Louis, May/June.
Leeper, Eric. M. 1997. ”Narrative and VAR Approaches to Monetary Policy:
Common Indentification Problems”. Journal of Monetary Economics, No. 40, p.641-657.
Mahadewa, Lavan dan Gabriel Sterne (ed). 2000. Monetary Policy Framework
in a Global Context. London: Rautledge. Masson, Paul, Miguel A. Savastano, and Sunil Sharma. 1998. “Can Inflation
Targeting Be A Framework for Monetary Policy in Developing Countries”, Finance and Development, March.
McCallum, Bennet T. 2005. “What Have We Learned Since October 1979”.
Review, Federal Reserve Bank of St. Louis, March/April. Mishkin, Frederic S. 1999. “International Experiences with Different Monetary
Policy Regimes”. NBER Working Paper Series No.7044. March. Mishkin, Frederic.S, 1995, “Symposium on the Monetary Transmission
Mechanism,”Journal of Economic Perspectives, Vol 9 No 4,Fall, Hal 3-10 Morling, Steven. 2002. “Output Adjustment in Developing Countries: A
Struktural VAR Approach”. The Developing Economies, XL-1, March. Odusola, A.F. dan A.E.Akinlo. 2001.”Output, Inflation, and Exchange Rate in
Developing Countries: An Application To Nigeria”. The Developing Economies, XXXIX-2, June.
Pindyck, RS dan Daniel L. Rubinfeld. 1998. Econometric Model & Economic
Forecast. NewYork: Mc Graw-Hill. Ramakrishnan, Uma dan Athanasios Vamvakidis. 2002.”Forcasting Inflation in
Indonesia”. IMF Working Paper, No. WP/02/111, June. Ramaswamy, Ramana dan Torsten Slok,1998, “The Real Effect of Monetary
Policy in the European Union: What Are The Differences ?” IMF Staff Papers, Vol 45 No 2, June, Hal 374-396
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
17
Sims, Christopher A. 1980a. “Macroeconomic and Realty”. Econometrica, January, Vol 48, No 1, Hal. 1- 48.
Sims, Christopher A. 1980b. “Comparison of Interwar and Postwar Business
Cycles: Monetarism Reconsidered”. American Economic Review, Vol 70 (May), hal 250-257.
Sims, Christopher A. 1986.”Are Forcesting Models Usable for Policy
Analysis”. Quartely Review, Federal Reserve Bank of Minneapolis, Vol.10, No.1, Winter.
Walsh, Carl E. 2002. “Teaching Inflation Targeting: An Analysis for
Intermediate Macro”. Journal of Economic Education, Fall. Warjiyo, Perry dan Juda Agung (ed). 2002. Transmission Mechanisms of
Monetary Policy in Indonesia. Jakarta: Bank Indonesia. Widyasanti, Amalia Adininggar. 2004. “A Calibrated Model of Inflation
Targeting for an Emerging Economy: The Case of Indonesia”. Paper in Department of Economics, University of Melbourne, Australia.
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com
18
Lampiran Hasil SVAR Struktural VAR Estimates Date: 05/25/05 Time: 15:22 Sample(adjusted): 1998:1 2004:4 Included observations: 28 after adjusting endpoints Estimation method: method of scoring (analytic derivatives) Convergence achieved after 22 iterations Struktural VAR is just-identified Model: Ae = Bu where E[uu']=I Restriction Type: short-run text form @e1 = C(1)*@u1 @e2 = C(2)*@e1 + C(3)*@u2 @e3 = C(4)*@e1 + C(5)*@e2 + C(6)*@u3 @e4 = C(7)*@e1 + C(8)*@e2 + C(9)*@e3 + C(10)*@u4 @e5 = C(11)*@e1 + C(12)*@e2 + C(13)*@e3 + C(14)*@e4 + C(15)*@u5 where @e1 represents LOGM residuals @e2 represents LOGGAP residuals @e3 represents LOGE residuals @e4 represents R residuals @e5 represents P residuals
Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. C(2) -5.50E-06 5.21E-06 -1.055835 0.2910 C(4) -0.032532 0.033847 -0.961140 0.3365 C(5) -2890.534 1204.041 -2.400694 0.0164 C(7) 0.639804 0.666809 0.959501 0.3373 C(8) -73793.07 25628.20 -2.879370 0.0040 C(9) 19.57901 3.663145 5.344863 0.0000
C(11) 4.687591 0.451024 10.39321 0.0000 C(12) 54043.95 19418.27 2.783149 0.0054 C(13) 4.912779 3.465231 1.417735 0.1563 C(14) -0.541934 0.125775 -4.308755 0.0000 C(1) 0.309670 0.041381 7.483315 0.0000 C(3) 8.54E-06 1.14E-06 7.483315 0.0000 C(6) 0.054390 0.007268 7.483315 0.0000
C(10) 1.054273 0.140883 7.483315 0.0000 C(15) 0.701659 0.093763 7.483315 0.0000
Log likelihood 250.9281 Estimated A matrix:
1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 5.50E-06 1.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.032532 2890.534 1.000000 0.000000 0.000000 -0.639804 73793.07 -19.57901 1.000000 0.000000 -4.687591 -54043.95 -4.912779 0.541934 1.000000
Estimated B matrix: 0.309670 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 8.54E-06 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.054390 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1.054273 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.701659
PDF created with pdfFactory Pro trial version www.pdffactory.com