prototipe sistem pemadam kebakaran berbasis plc dengan menggunakan sensor asap dan sensor suhu
DESCRIPTION
BAB 1TRANSCRIPT
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kemajuan ilmu teknologi dan pengetahuan telah mendorong
manusia untuk mengatasi berbagai macam masalah seperti dalam
permasalahan kebakaran. Kebakaran merupakan suatu kejadian yang
merugikan semua makhluk hidup hususnya pada manusia dan bisa terjadi
merenggut korban jiwa.Banyaknya terjadi kebakaran bisa terjadi
kebocoran gas, konsleting listrik ataupun kelalaian manusia itu sendiri.
Banyaknya kerugian dan menimbulkan korban jiwa karena
kebakaran di sebabkan terlambatnya kedatangan unit pemadam kebakaran
ketempat lokasi yang jarak antara tempat dinas unit pemadam kebakaran
dengan lokasi kebakaran menempuh jarak yang jauh, dan menunggu
berjam jam untuk bisa sampai ketempat lokasi kebakaran.Dalam hal ini
pemerintah masih kesulitan dalam mencegah maupun menangani
kebakaran.
Solusi untuk mengatasi permasalahan tersebut di butuhkan suatu
system yang dapat memberikan peringatan dini kepada yang bersangkutan
ketika terjadi kebakaran sehingga kerugian yang ditimbulkan bisa
diminimalisir dan bisa ditambahkan sebuah alat penanganan kebakaran
berupa penyemprot air untuk memperlambat api membesar. Sistem yang
dimaksud diatas adalah sistem pemadam kebakaran dianataranya
menggunakan sensor suhu dan sensor asap yang akan dikontrol otomatis
oleh PLC secara jarak jauh, secara umum system ini digunakan dunia
industry dan rumah rumah ataupun gedung gedung bertingkat.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan dasar pemikiran diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimana cara menanggulangi terjadinya kebakaran atau memperlambat
api semakin membesar
2. Bagaiamana cara menciptakan suatu system yang dapat mengetahui
peringatan bahaya kebakaran melalui sensor asap dan sensor suhu yang
dikontrol oleh PLC
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan dasar pemikiran diatas, maka dapat
dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Memperlambat api semakin besar
2. Mengurangi angka kerugian sumber daya manusia
3. Mengetahui peringatan jika terjadinya kebakaran
1.4 Batasan Masalah
Dalam Tugas Akhir ini diberikan batasan–batasan masalah, sebagai berikut:
1. Menggunakan dua sensor, yaitu sensor asap dan sensor suhu.
2. Sensor asap yang digunakan adalah FG200B.
3. Sensor suhu yang digunakan adalah LM35DZ.
4. Menggunakan PLC merk LG MASTER-K120S sebagai pengendali dari
operasi sistem.
5. Buzzer sebagai tanda peringatan akan terjadinya Kebakaran.
6. Menggunakan pompa wiper untuk mengalirkan air sebagai awal
antisipasi kebakaran.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1 Programmable Logic Controller (PLC)
Programmable Logic Control (singkatnya PLC) merupakan suatu bentuk
khusus pengontrol berbasis mikroprosesor yang memanfaatkan memori yang
dapat diprogram untuk menyimpan instruksi-instruksi dan untuk
maengimplementasikan fungsi-fungsi semisal logika, sequencing, pemwaktuan
(timing), pencacah (counting) dan aritmatika guna mengontrol mesin-mesin dan
proses-proses (Gambar 1.1)dan dirancang untuk dioprasikan oleh para insinyur
yang hanya memiliki sedikit pengetahuan mengenai komputer dan pemograman.
Piranti ini dirancang sedemikian rupa agar tidak hanya programer komputer saja
yang dapat membuat atau mengubah program-programnya. Oleh karena itu, para
perancang PLC telah menempatkan sebuah program awal didalam piranti ini (pre-
program) yang memungkinkan program-program kontrol dimasukkan dengan
menggunakan suatu bentuk bahasa pemograman yang sederhana dan intuitif.
Istlah logika (logic) dipergunakan karena pemograman yang harus dilakukan
sebagian besar berkaitan dengan pengimplementasikan operasi-operasi logika dan
penyambungan (switching), misalnya jika A atau B terjadi maka sambungkan
(atau hidupkan) C, jika A dan B terjadi maka sambungkan D. Perangkat-perangkat
masukan, yaitu , sensor-sensor semisal saklar, dan perangkat-perangkat keluaran
didalam sistenm yang dikontrol, misalnya, motor, katub, dsb., disambungkan ke
PLC. Sang operator kemudian memasukkan serangkai instruksi, yaitu, sebuah
program, kedalam memori PLC.Perangkat pengontrol tersebut kemudian
memantau masukan-masukan dan keluaran-keluaran sesuai dengan instruksi-
instruksi didalam program dan melaksanakan aturan-aturan kontrol yang telah
diprogram.
Gambar 1.1. Sebuah Programmable Logic Control
PLC memiliki keunggulan yang signifikan, karena sebuah perangkat
pengontrol yang sama dapat digunakan didalam beraneka ragam sistem kontrol.
Untuk memodifikasi sebuah sistem kontrol dan aturan-aturan pengontrolan yang
dijalankan, yang harus dilakukan oleh sorang operator hanyalah memasukkan
seperangkat instruksi yang berbeda dari yang digunakan sebelumnya.Penggantian
rangkaian kontrol tidak perlu dilakukan. Hasilnya adalah sebuah perangkat yang
fleksibel dan hemat-biaya yang dapat dipergunakan didalam sistem-sistem kontrol
yang sifat dan kompleksitasnya sangat beragam.
PLC serupa dengan komputer, bedanya : komputer dioptimalkan untuk
tugas-tugas perhitungan dan penyajian data, sedangkan PLC dioptimalkan untuk
tugas-tugas pengontrolan dan pengoprasian didalam lingkungan industri. Dengan
demikian PLC memiliki karakteristik:
1. Kokoh dan dirancang untuk tahan terhadap getaran, suhu, kelembaban dan
kebisingan.
2. Antarmuka untuk masukan dan keluaran telah tersedia secara built-in
didalamnya.
3. Mudah diprogram dan menggunakan sebuah bahasa pemograman yang
mudah dipaham, yang sebagian besar berkaitan dengan operasi-operasi
logika dan penyambungan.
Gambar 1.2 Sistem PLC
Perangkat PLC pertama dikembangkan pada tahun 1969. Dewasa ini PLC
secara luas digunakan dan telah dikembangkan dari unit-unti kecil yang berdiri
sendiri (self-contained) yang hanya mampu menangani sekitar 20
masukan/keluaran menjadi sistem-sistem modular yang dapat menangani
masukan/keluaran dalam jumlah besar, menangani masukan/keluaran analog
maupun digital, dan melaksanakan mode-mode kontrol proposional-integral-
derivatif.
Umumnya, sebuah sistem PLC memiliki lima komponen dasar.
Komponen-komponen ini adalah unit prosesor, memori, unit catu daya, bagian
antarmuka masukan/keluaran, dan perangkat pemograman.Gambar II.2
menampilkan konfigurasi dasarnya.
1. Unit prosesor atau central processing unit (unit pengolahan pusat)(CPU)
adalah unit yang berisi mikroprosesor yang menginterpretasikan sinyal-
sinyal masukan dan melaksanakan tindakan-tindakan pengontrolan, sesuai
dengan program yang tersimpan dalam memori, lalu mengkomunikasikan
keputusan-keputusan yang diambilnya sebagai sinyal-sinyal kontrol ke
antarmuka keluaran.
2. Unit catu daya diperlukan untuk mengkonversikan tegangan AC sumber
menjadi tegangan rendah DC (5 Volt) yang dibutuhkan oleh prosesor dan
rangkaian-rangkaian didalam modul-modul antarmuka masukan dan
keluaran.
3. Peangkat pemograman dipergunakan untuk memasukkan program yang
dibutuhkan didalam memori. Program tersebut dibuat dengan
menggunakan perangkat ini dan kemudian dipindahkan kedalam unit
memori PLC.
4. Unit memori adalah tempat dimana program yang digunakan untuk
melaksanakan tindakan-tindakan pengontrolan oleh mikroprosesor
disimpan.
5. Bagian masukan dan keluaran adalah antarmuka dimana prosesor
menerima informasi dari dan mengkomunikasikan informasi kontrol ke
perangkat-perangkat eksternal. Sinyal-sinyal masukan, oleh karenanya,
dapat berasal dari saklar-saklar pada kasus mesin bor otomatis, atau
sensor-sensor lain, seperti misalnya sel-sel fotoelektris pada mekanisme
perhitungan, sensor suhu atau sensor aliran cairan, dsb. Sinyal-sinyal
keluaran mungkin diberikan pada kumparan-kumparan starter motor,
katup-katup selenoida, dll. Perangkat-perangkat masukan dan keluaran
dapat digolongkan menjadi perangkat-perangkat yang menghasilkan sinyal
diskrit atau digital, dan yang menghasilkan sinyal-sinyal analog (Gambar
II.3). Perangkat-perangkat yang menghasilkan sinyal-sinyal digital adalah
perangkat-perangkat yang hanya mengindikasikan kondisi „mati‟ (off) atau
„hidup‟(on). Sehingga, saklar adalah sebuah perangkat yang menghasilkan
sebuah sinyal diskrit, yaitu, ada tegangan atau tidak ada tegangan.
Perangkat-perangkat digital pada dasarnya dapat dipandang sebagai
perangkat-perangkat diskrit yang menghasilkan serangkai sinyal „mati;-
„hidup‟. Perangkat-perangkat analog menghasilkan sinyal-sinyal yang
amplitudonya sebanding dengan nilai variable yang dipantau. Sebagai
contoh, sensor suhu akan menghasilkan tegangan yang nilainya sebanding
dengan suhu.
Gambar 1.3. Sinyal: (a) diskrit, (b) digital, (c) analog
PLC yang digunakan dalam tugas akhir ini adalah PLC-5 Allen Bradley
yang penjelasannya dapat di bagi menjadi dua bagian yaitu perangkat keras
(hardware) dan perangkat lunak (software).
2.2 Sensor
Sensor merupakan bagian dari transducer yang berfungsi untuk melakukan
sensing atau “merasakan dan menangkap” adanya perubahan energi eksternal
yang akan masuk ke bagian input dari transducer, sehingga perubahan kapasitas
energi yang ditangkap segera dikirim kepada bagian konvertor dari transducer
untuk dirubah menjadi energi listrik. Berikut adalah macam - macam sensor :
1. Sensor cahaya adalah alat yang digunakan untuk merubah besaran cahaya
menjadi besaran listrik. Prinsip kerja dari alat ini adalah mengubah energi
foton menjadi elektron. Salah satu penggunaannya yang paling populer
adalah kamera digital.
2. Sensor suhu adalah alat yang digunakan untuk merubah besaran panas
menjadi besaran listrik. Ada beberapa metode yang digunakan untuk
membuat sensor ini, salah satunya dengan cara menggunakan material
yang berubah hambatannya terhadap arus listrik sesuai dengan suhunya.
2.2.1 Sensor Suhu
Sensor suhu adalah alat yang digunakan untuk
mengubah besaran panas menjadi besaran listrik yang dapat dengan mudah
dianalisis besarnya. Ada beberapa metode yang digunakan untuk
membuat sensor ini, salah satunya dengan cara menggunakan material yang
berubah hambatannya terhadap arus listrik sesuai dengan suhunya.
Untuk mendeteksi suhu digunakan sebuah sensor suhu LM 35 yang dapat
dikalibrasikan langsung dalam , LM 35 ini difungsikan sebagai basic temperature
sensor.
Gambar 1.4 LM 35 basic temperature sensor
IC LM 35 sebagai sensor suhu yang teliti dan terkemas dalam bentuk
Integrated Circuit (IC), dimana output tegangan keluaran sangat linear berpadanan
dengan perubahan suhu. Sensor ini berfungsi sebagai pengubah dari besaran fisis
suhu ke besaran tegangan yang memiliki koefisien sebesar 10 mV /°C yang berarti
bahwa kenaikan suhu 1° C maka akan terjadi kenaikan tegangan sebesar 10 mV.
IC LM 35 ini tidak memerlukan pengkalibrasian atau penyetelan dari luar
karena ketelitiannya sampai lebih kurang seperempat derajat celcius pada
temperature ruang.Jangka sensor mulai dari – 55°C sampai dengan 150°C, IC
LM35 penggunaannya sangat mudah, difungsikan sebagai kontrol dari indicator
tampilan catu daya terbelah. IC LM 35 dapat dialiri arus 60 m A dari supplay
sehingga panas yang ditimbulkan sendiri sangat rendah kurang dari 0 ° C di dalam
suhu ruangan.
Gambar 1.5 Rangkaian pengukur suhu
LM 35 ialah sensor temperatur paling banyak digunakan untuk praktek,
karena selain harganya cukup murah, linearitasnya juga lumayan bagus. LM35
tidak membutuhkan kalibrasi eksternal yang menyediakan akurasi ± ¼ °C pada
temperatur ruangan dan ± ¾ °C pada kisaran -55 °C to +150 °C. LM35
dimaksudkan untuk beroperasi pada -55 °C hingga +150 °C, sedangkan LM35C
pada -40 °C hingga +110 °C, dan LM35D pada kisran 0-100°C. LM35D juga
tersedia pada paket 8 kaki dan paket TO-220. Sensor LM35 umunya akan naik
sebesar 10mV setiap kenaikan 1°C (300mV pada 30 °C).
Gambar 1.6 Bentuk Fisik LM 35
Sensor suhu LM35 berfungsi untuk mengubahbesaran fisis yang berupa
suhu menjadi besaran elektri tegangan. Sensor ini memiliki parameter bahwa
setiap kenaikan 1°C tegangan keluarannya naik sebesar 10mV dengan batas
maksimal keluaran sensor adalah 1,5V pada suhu 150°C. Pada perancangan kita
tentukan keluaran ADC mencapai full scale pada saat suhu 100°C, sehingga
tegangan keluaran tranduser (10mV/°C x 100°C) = 1V. Pengukuran secara
langsung saat suhu ruang, keluaran LM35 adalah 0,3V (300mV).Tengan ini
diolah dengan mengunakan rangkaian pengkondisi sinyal agar sesuai dangan
tahapan masukan ADC. LM35 memiliki kelibihan – kelebihan sebagaiberikut:
1. Di kalibrasi langsung dalam celsius
2. Memiliki faktor skala linear + 10.0 mV/°C
3. Memiliki ketetapan 0,5°C pada suhu 25°C
4. Jangkauan maksimal suhu antara -55°C sampai 150°C
5. Cocok untuk applikasi jarak jauh
6. Harganya cukup murah
7. Bekerja pada tegangan catu daya 4 sampai 30Volt
8. Memiliki arus drain kurang dari 60 uAmp
9. Pemanasan sendiri yang lambat ( low self-heating)
10. 0,08˚C diudara diam
11. Ketidak linearanya hanya sekitar ±¼°C
12. Memiliki Impedansi keluaran yang kecil yaitu 0,1 watt untuk beban 1
mAmp.
Sensor suhu tipe LM35 merupakan IC sensor temperatur yang akurat yang
tegangan keluarannya linear dalam satuan celcius.Jadi LM35 memilik kelebihan
dibandingkan sensor temperatur linear dalam satuan kelvin, karena tidak
memerlukan pembagian dengan konstanta tegangan yang besar dan keluarannya
untuk mendapatkan nilai dalam satuan celcius yang tepat. LM35 memiliki
impedansi
Keluaran yang rendah, keluaran yang linear, dan sifat ketepatan dalam
pengujian membuat proses interface untuk membaca atau mengotrol sirkuit lebih
mudah. Pin V+ dari LM35 dihubungkan kecatu daya, pin GND dihubungkan ke
Ground dan pin\ Vout- yang menghasilkan tegangan analog hasil pengindera
suhu dihubungkan ke vin (+) dan ADC 0840.
LM35DZ adalah komponen sensor suhu berukuran kecil seperti transistor
(TO-92). Komponen yang sangat mudah digunakan ini mampu mengukur suhu
hingga 100 derajad Celcius. Dengan tegangan keluaran yang terskala lineardengan
suhu terukur, yakni 10 milivolt per 1 derajad Celcius, maka komponen ini sangat
cocok untuk digunakan sebagai teman eksperimen kita, atau bahkan untuk
aplikasi-aplikasi seperti termometer ruang digital, mesin pasteurisasi, atau
termometer badan digital.LM35 dapat disuplai dengan tegangan mulai 4V-30V
DC dengan arus pengurasan 60 mikroampere, memiliki tingkat efek self-heating
yang rendah (0,08 derajad Celcius).
Self-heating adalah efek pemanasan oleh komponen itu sendiri akibat
adanya arus yang bekerja melewatinya.Untuk komponen sensor suhu, parameter
ini harus dipertimbangkan dan diupakara atau di-handle dengan baik karena hal
ini dapat menyebabkan kesalahan pengukuran. Seperti sensor suhu jenis RTD
PT100 atau PT1000 misalnya, komponen ini tidak boleh dieksitasi oleh arus
melebihi 1 miliampere, jika melebihi, maka sensor akan mengalami self-heating
yang menyebabkan hasil pengukuran senantiasa lebih tinggi dibandingkan suhu
yang sebenarnya.
Gambar 1.6 Skematik Rangkaian Dasar Sensor Suhu LM35-DZ
Gambar diatas adalah gambar skematik rangkaian dasar sensor suhu
LM35-DZ. Rangkaian ini sangat sederhana dan praktis.Vout adalah tegangan
keluaran sensor yang terskala linear terhadap suhu terukur, yakni 10 milivolt per
1 derajad celcius. Jadi jika Vout = 530mV, maka suhu terukur adalah 53 derajad
Celcius.Dan jika Vout = 320mV, maka suhu terukur adalah 32 derajad Celcius.
Tegangan keluaran ini bisa langsung diumpankan sebagai masukan ke rangkaian
pengkondisi sinyal seperti rangkaian penguat operasional dan rangkaian filter,
atau rangkaian lain seperti rangkaian pembanding tegangan dan rangkaian
Analog-to-Digital Converter.
Rangkaian dasar tersebut cukup untuk sekedar bereksperimen atau untuk
aplikasi yang tidak memerlukan akurasi pengukuran yang sempurna. Akan tetapi
tidak untuk aplikasi yang sesungguhnya. Terbukti dari eksperimen yang telah saya
lakukan, tegangan keluaran sensor belumlah stabil. Pada kondisi suhu yang relatif
sama, jika tegangan suplai saya ubah-ubah (saya naikkan atau turunkan), maka
Vout juga ikut berubah. Memang secara logika hal ini sepertinya benar, tapi untuk
instrumentasi hal ini tidaklah diperkenankan. Dibandingkan dengan tingkat
kepresisian, maka tingkat akurasi alat ukur lebih utama karena alat ukur
seyogyanya dapat dijadikan patokan bagi penggunanya. Jika nilainya berubah-
ubah untuk kondisi yang relatif tidak ada perubahan, maka alat ukur yang
demikian ini tidak dapat digunakan.
Meskipun tegangan sensor ini dapat mencapai 30 volt akan tetapi yang
diberikan kesensor adalah sebesar 5 volt, sehingga dapat digunakan dengan catu
daya tunggal dengan ketentuan bahwa LM35 hanya membutuhkan arus sebesar 60
µA hal ini berarti LM35 mempunyai kemampuan menghasilkan panas (self-
heating) dari sensor yang dapat menyebabkan kesalahan pembacaan yang rendah
yaitu kurang dari 0,5 ºC pada suhu 25 ºC. 3 pin LM35 menunjukan fungsi
masing-masing pin diantaranya, pin 1 berfungsi sebagai sumber tegangan kerja
dari LM35, pin 2 atau tengah digunakan sebagai tegangan keluaran atau Vout
dengan jangkauan kerja dari 0 Volt sampai dengan 1,5 Volt dengan tegangan
operasi sensor LM35 yang dapat digunakan antar 4 Volt sampai 30 Volt. Keluaran
sensor ini akan naik sebesar 10 mV setiap derajad celcius sehingga diperoleh
persamaan sebagai berikut
VLM35 = Suhu* 10 mV
Secara prinsip sensor akan melakukan penginderaan pada saat perubahan
suhu setiap suhu 1 ºC akan menunjukan tegangan sebesar 10 mV. Pada
penempatannya LM35 dapat ditempelkan dengan perekat atau dapat pula disemen
pada permukaan akan tetapi suhunya akan sedikit berkurang sekitar 0,01 ºC
karena terserap pada suhu permukaan tersebut. Dengan cara seperti ini diharapkan
selisih antara suhu udara dan suhu permukaan dapat dideteksi oleh sensor LM35
sama dengan suhu disekitarnya, jika suhu udara disekitarnya jauh lebih tinggi atau
jauh lebih rendah dari suhu permukaan, maka LM35 berada pada suhu permukaan
dan suhu udara disekitarnya .
Jarak yang jauh diperlukan penghubung yang tidak terpengaruh oleh
interferensi dari luar, dengan demikian digunakan kabel selubung yang ditanahkan
sehingga dapat bertindak sebagai suatu antenna penerima dan simpangan
didalamnya, juga dapat bertindak sebagai perata arus yang mengkoreksi pada
kasus yang sedemikian, dengan mengunakan metode bypass kapasitor dari Vin
untuk ditanahkan.
Karakteristik dari Sensor LM35.
1. Memiliki sensitivitas suhu, dengan faktor skala linier antara tegangan dan
suhu10 mVolt/ºC, sehingga dapat dikalibrasi langsung dalam celcius.
2. Memiliki ketepatan atau akurasi kalibrasi yaitu 0,5ºC pada suhu 25 ºC
3. Memiliki jangkauan maksimal operasi suhu antara -55 ºC sampai +150 ºC.
4. Bekerja pada tegangan 4 sampai 30 volt.
5. Memiliki arus rendah yaitu kurang dari 60 µA.
6. Memiliki pemanasan sendiri yang rendah (low-heating) yaitu kurang dari
0,1 ºCpada udara diam.
7. Memiliki impedansi keluaran yang rendah yaitu 0,1 W untuk beban 1 mA.
8. Memiliki ketidak linieran hanya sekitar ± ¼ ºC.
2.2.2 Sensor Asap
Smoke Detector adalah sensor yang digunakan untuk
mendeteksi adanya gumpalan asap
Pada dasarnya prinsip kerja dari sensor asap adalah mendeteksi
keberadaan asap hasil pembakaran seperti asap CO2 dan lain
sebagainya. Jika sensor tersebut mendeteksi keberadaan asaphasil
pembakaran tersebut di udara dengan tingkat konsentrasi tertentu,
maka sensor akan mendeteksi bahwa terdapat asap diudara. Ketika
sensor mendeteksi keberadaan asap tersebut maka resistansi elektrik
sensor akan turun sehingga dapat diketahui kebaradaanasap di udara.
Asap adalah keseluruhan partikel yang melayang-layang baik
kelihatan maupun tidak kelihatan hasil dari suatu pembakaran.
Dikarenakan asap bersifat naik ke atas, umumnya pendeteksi asap
(Gambar 1.7) dipasang di langit-langit, atau di dinding dekat langit-
langit. Untuk mempertinggi tingkat kemungkinan membangunkan
penghuni yang sedang tidur, biasanya pendeteksi asap dipasang di
dekat kamar tidur. Idealnya di ruang terbuka, atau paling baik di dalam
kamar tidur itu sendiri.
Gambar 1.7. Alat Pendeteksi Asap
Pendeteksi asap secara umum jauh lebih cepat mendeteksi
kebakaran dari pada pendeteksi panas. Umumnya pendeteksi asap
bekerja menggunakan prinsip Optical Detection atau Ionization. Tetapi
dapat juga digunakan secara bersamaan untuk mempertinggi
sensitifitasnya sebagai pendeteksi asap. Pendeteksi ini dapat beroperasi
sendiri, dihubungkan satu sama lainnya untuk membuat pendeteksi-
pendeteksi di satu area menyalakan alarm jika salah satu pendeteksi
terpicu, atau diintegrasikan ke Sistem Alarm Kebakaran atau sistem
pengamanan.
Secara umum jenis detector ini dibagi menjadi 3 macam
yaitu ionization smoke detector, photoelectric smoke detector, dan air
sampling smoke detector. Perbedaan dari ketiga jenis smoke
detector tersebut hanya pada metode deteksinya.
Smoke Detector adalah detektor yang berkerjanya berdasarkan
batas konsistensi asap tertentu, detektor asap dapat berupa :
- Detektor Asap optik (Photo Electric Smoke Detector) adalah alat
yang mendeteksi adanya asap yang berkerja dengan prinsip
berkurangnya cahaya oleh asap oleh kosentrasi tertentu.
Pendeteksi jenis ini bekerja berdasarkan prinsip pembuyaran dan
pemantulan cahaya. Pendeteksi jenis ini sensitif terhadap asap
dengan partikel besar dan tidak sensitif terhadap asap dengan
partikel kecil.
Gambar 1.8. Prinsip Pembuyaran Cahaya
- Detektor Asap Ionisasi (Ionization Smoke Detector) adalah alat
yang berkerja dengan prinsip berkurangnya arus ionisasi oleh asap
pada kosentrasi tertentu.
Pendeteksi jenis ini lebih murah dibandingkan dengan pendeteksi
jenis optik, tetapi terkadang pendeteksi ini ditolak karena alasan
lingkungan. Pendeteksi ini menggunakan ruang ionisasi dan
sumber radiasi ionisasi untuk mendeteksi asap. Di dalam
pendeteksi ionisasi ini terdapat sejumlah kecil (sekitar 1/5000
gram) zat radioaktif americium-241. Unsur dari radioaktif ini
merupakan sumber partikel alpha yang baik. Ruang ionisasi terdiri
dari dua lempengan logam yang terpisah sekitar satu sentimeter.
Sumber tegangan arus searah diberikan ke lempengan yang
membuat lempengan bermuatan.
2.3 Alarm
Alarm secara umum dapat didefinisikan sebagai bunyi peringatan
atau pemberitahuan. Dalam istilah jaringan, alarm dapat juga didefinisikan
sebagai pesan berisi pemberitahuan ketika terjadi penurunan atau
kegagalan dalam penyampaian sinyal komunikasi data ataupun ada
peralatan yang mengalami kerusakan (penurunan kinerja). Pesan ini
digunakan untuk memperingatkan operator mengenai adanya masalah
(bahaya) pada jaringan. Alarm memberikan tanda bahaya berupa sinyal,
bunyi, ataupun sinar
Sistem pengindera api (fire alarm system) merupakan sebuah sistem
terintegrasi yang didesain untuk mendeteksi adanya gejala kebakaran.
Alarm tersebut memberikan peringatan dalam sistem evakuasi dan
dilanjutkan dengan sistem instalasi pemadam kebakaran secara otomatis
maupun manual (fire fighting system). Peralatan utama dalam pengendali
sistem ini adalah Main Control Fire Alarm (MCFA) atau Fire Alarm
Control Panel (FACP) yang menerima sinyal masuk (input) dari semua
detektor serta komponen pendeteksi dan kemudian memberikan sinyal
keluar (output) melalui komponen keluaran yang sudah ditetapkan
Gambar 1.9. Fire Alarm
Bagian-bagian yang terdapat pada alarm kebakaran, antara lain :
1) Pendeteksi (detector)
2) Bel dan suara/sirine
3) Lampu tanda (healthy indicator and fire indicator)
4) Sinyal pengendali (remote signalling)
5) Tombol reset
6) Name plate berisi spesifikasi dari alarm kebakaran tersebut
2.4 Pompa
Pompa adalah alat untuk menggerakan cairan atau adonan. Pompa
menggerakan cairan dari tempat bertekanan rendah ke tempat dengan
tekanan yang lebih tinggi, untuk mengatasi perbedaan tekanan ini maka
diperlukan tenaga (energi). Pompa untuk udara biasa disebut Kompresor,
kecuali untuk beberapa aplikasi bertekanan rendah, seperti di Ventilasi,
Pemanas, dan Pendingin ruangan maka sebutanya
menjadi fan atau Penghembus (Blower) .
Pompa beroperasi dengan prinsip membuat perbedaan tekanan
antara bagian masuk (suction) dengan bagian keluar (discharge). Dengan
kata lain, pompa berfungsi mengubah tenaga mekanis dari suatu sumber
tenaga (penggerak) menjadi tenaga kinetis (kecepatan), dimana tenaga ini
berguna untuk mengalirkan cairan dan mengatasi hambatan yang ada
sepanjang pengaliran.
Gambar 2.0 Pompa Wiper
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah metode
Pemrograman PLC yang digunakan berupa program KGL_WE versi 3.6 dan
diagram leader.
3.2 Instrumen Penelitian
3.2.1 Perancangan Perangkat Keras (Hardware)
Blok perancangan perangkat keras system pemadaman kebakaran pada
Tugas Akhir ini meliputi unit masukan, PLC sebagai pengendali, dan unit
keluaran. Koneksi antara peralatan masukan dan keluaran dengan terminal-
terminal PLC dapat dilihat pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1 Koneksi antara peralatan masukan dan keluaran dengan
terminal-terminal PLC
3.2.2 Unit Masukan (Input)
Unit masukan merupakan antarmuka yang menghubungkan peralatan masukan
luar dengan terminalnmasukan PLC. Unit masukan ini terdiri dari sensor asap dan
sensor suhu.
A. Sensor Asap
Perancangan perangkat keras unit masukan sensor asap meliputi sensor asap
sebagai pendeteksi asap, IC CA3140E sebagai pembanding, transistor BD139
sebagai penguat arus dan relai sebagai saklar. Blok perancangan perangkat keras
unit masukan sensor asap dapat dilihat pada Gambar 3.2.
Gambar 3.2 Blok perancangan perangkat keras unit masukan sensor asap
Gambar 3.2 memperlihatkan blok rancangan perangkat keras unit masukan sensor
asap. Kaki 7 terhubung resistor 8,2MΩ, kaki 9 terhubung tegangan berharga
negatif terhadap tanah (ground), kaki 5 terhubung resistor 390 Ω seri dengan
katoda LED dan anoda LED terhubung resistor 1 MΩ seri dengan tegangan
berharga positif 9 Volt. Sensor asap terhubung IC RE46C120 kaki 14, 15 dan 16.
Kaki 14 terhubung netral, kaki 15 terhubung tegangan berharga positif 9 Volt,
kaki 16 terhubung dengan rangkaian pembanding sebagai tegangan keluaran
sensor. Rangkaian pembanding ini berfungsi sebagai pembanding tegangan
masukan (Vin) dengan tegangan referensi (Vref). Berikut hubungan antara Vin
dan Vref dengan relai.
Vin >VRef => Relai hubung buka
V in < VRef => Relai hubung tutup
Ditetapkan nilai tegangan referensi sebesar 4,2V. Tegangan masukan lebih besar
4,2V mengakibatkan relai hubung buka dan tidak ada arus DC 12V mengalir
menuju terminal masukan PLC. Tegangan masukan lebih kecil atau sama dengan
4,2V mengakibatkan relai hubung tutup dan membolehkan arus DC 12V mengalir
menuju terminal masukan PLC.
B. Sensor Suhu
Perancangan perangkat keras unit masukan sensor suhu meliputi sensor
suhu sebagai pendeteksi suhu, IC CA3140E sebagai penguat tegangan dan
pembanding, transistor BD139 sebagai penguat arus dan relai sebagain saklar.
Blok perancangan perangkat keras unit masukan sensor dapat dilihat pada Gambar
3.3.
Gambar 3.3 Blok perancangan perangkat keras unit masukan sensor suhu
Gambar 3.3 memperlihatkan blok rancangan perangkat keras unit masukan sensor
suhu. Sensor suhu LM35DZ terdiri dari 3 kaki. kaki 1 terhubung tegangan
berharga positif 12V, kaki 3 terhubung tegangan berharga negatif terhadap tanah
(ground), kaki 2 terhubung rangkaian penguat tegangan sebagai tegangan keluaran
sensor. Sensor suhu mendeteksi suhu diatas 400C mengakibatkan tegangan
keluaran sensor menjadi 0,4V. Rangkaian penguat tegangan berfungsi
menggandakan tegangan keluaran sensor sebesar 11 kali. Berikut rumus penguat
tegangan untuk rangkaian penguat tegangan sensor suhu.
Tegangan keluaran rangkaian penguat tegangan didapat 4,4V dari penggandaan
tegangan keluaran sensor 0,4V. Tegangan keluaran rangkaian penguat tegangan
terhubung dengan rangkaian pembanding. Rangkaian pembanding berfungsi
sebagai pembanding tegangan masukan (Vin) dengan tegangan referensi (Vref).
Berikut adalah hubungan antara Vin dan Vref dengan relai.
Vin >VRef => Relai hubung buka
V in < VRef => Relai hubung tutup
Ditetapkan nilai tegangan referensi sebesar 4,4V. Tegangan masukan lebih kecil
4,4V mengakibatkan relai hubung buka dan membolehkan arus DC 12V mengalir
menuju terminal masukan PLC. Tegangan masukan lebih besar atau sama dengan
4,4V mengakibatkan relai hubung tutup dan tidak ada arus DC 12V mengalir
menuju terminal masukan PLC.
3.1.3 Unit Keluaran (Output)
Buzzer dan pompa wiper sebagai unit keluaran perancangan sistem pemadam
kebakaran. Unit keluaran terdiri dari relai sebagai saklar, buzzer dan pompa wiper
sebagai beban peralatan keluaran.
A. Buzzer
Perancangan perangkat keras unit keluaran dengan menggunakan buzzer meliputi
relai sebagai saklar dan buzzer sebagai tanda peringatan. Blok perancangan
perangkat keras unit keluaran dengan menggunakan buzzer dapat dilihat pada
Gambar 3.4
Gambar 3.4 Perancangan perangkat keras unit keluaran dengan
menggunakan buzzer.
Gambar 3.4 memperlihatkan instruksi dari PLC bernilai 1 mengakibatkan relai
hubung tutup dan membolehkan arus DC 12V mengalir menuju peralatan luar
berupa buzzer. Instruksi dari PLC bernilai 0 mengakibatkan relai hubung buka
dan tidak ada arus yang mengalir menuju peralatan luar berupa buzzer.
B. Pompa
Perancangan perangkat keras unit keluaran denganmmenggunakan pompa wiper
meliputi relai sebagai saklar dan pompa wiper sebagai alat pemadam api. Blok
perancangan perangkat keras unit keluaran dengan menggunakan pompa wiper
dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5 Perancangan perangkat keras unit keluaran dengan
menggunakan pompa wiper
Gambar 3.5 memperlihatkan instruksi dari PLC bernilai 1 mengakibatkan relai
hubung tutup dan membolehkan arus DC 12V mengalir menuju peralatan luar
berupa pompa wiper. Instruksi dari PLC bernilai 0 mengakibatkan relai hubung
buka dan tidak ada arus yang mengalir menuju peralatan luar berupa pompa
wiper.
3.3 Perancangan Penelitian
3.3.1 Diagram Alir (flowchart)
A. Diagram Alir Sistem Sensor
Diagram alir sistem sensor adalah bentuk diagram alir hubungan sensor asap dan
sensor suhu terhadap peralatan keluaran. Diagram alir sistem sensor dapat dilihat
pada Gambar 3.6
Gambar 3.6 Diagram alir sistem sensor
Diagram alir sistem sensor pada Gambar 3.6 memperlihatkan program diawali
dengan inisialisasi I/O dan pembacaan sensor suhu. Sensor suhu mendeteksi suhu
lebih besar atau sama dengan 40oC mengakibatkan pompa dan alarm aktif. Sensor
asap mendeteksi kadar asap yang berlebih mengakibatkan alarm aktif.
B. Diagram Alir Sistem Manual
Diagram alir sistem manual adalah bentuk diagram alir hubungan tombol manual
(Push Button Switch) terhadap peralatan keluaran. Diagram alir sistem manual
dapat dilihat pada Gambar 3.7
Gambar 3.7 Diagram alir proses manual
Diagram alir sistem manual pada Gambar 13 memperlihatkan program diawali
dengan penekanan tombol manual (Push Button Switch) mengakibatkan memori
dalam PLC M0 bernilai 1. M0 bernilai 1 mengakibatkan pompa dan alarm aktif.
Tombol manual ditekan sekali lagi mengakibatkan memori dalam PLC M1
bernilai 0. M1 bernilai 0 mengakibatkan pompa dan alarm mati.
Tombol manual ditekan selama kurang dari dua detik mengakibatkan penundaan
waktu hidup area memori T192 yang bernilai 00200. Menunda waktu hidup sama
dengan nilai timer T192 00200 mengakibatkan pompa dan alarm mati. Menunda
waktu hidup kurang dari nilai timer T192 00200 mengakibatkan pompa dan alarm
aktif. Posisi pompa dan alarm aktif, tombol manual ditekan sekali lagi
mengakibatkan M1 bernilai 0. M1 bernilai 0 mengakibatkan pompa dan alarm
mati. Tombol manual tidak ditekan mengakibatkan nilai memori dalam PLC M0
bernilai 0. Memori M0 bernilai 0 mengakibatkan pompa dan alarm mati.
3.3.2 Diagram Tangga (Ladder Diagram)
Menggunakan beberapa instruksi tangga untuk perancangan perangkat lunak
diagram tangga system pemadam kebakaran Diagram tangga PLC sistem
pemadamnkebakaran dapat dilihat pada Gambar 3.8.
Gambar 3.8 Diagram tangga PLC sistem pemadam kebakaran