prototipe penghitung jumlah kendaraan pada sistem lampu

31
Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu Lalu Lintas Cerdas TUGAS AKHIR Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan Untuk menyelesaikan program Strata-1 Program Studi Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin Makassar Disusun Oleh : MOHAMMAD MUCHLIS PRAWIRA D421 13 008 DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR 2017

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu Lalu Lintas Cerdas

TUGAS AKHIR

Disusun dalam rangka memenuhi salah satu persyaratan

Untuk menyelesaikan program Strata-1 Program Studi Teknik Informatika

Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Makassar

Disusun Oleh : MOHAMMAD

MUCHLIS PRAWIRA D421 13 008

DEPARTEMEN TEKNIK INFORMATIKA

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR

2017

Page 2: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

oleh:

· Informat

LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI

"Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu Latu Lintas

Cerdas"

Oleh:

MOHAMMAD MUCHLIS PRA WIRA D42113 008

Skripsi ini telah dipertahankan pada Ujian Akhir Sarjana tanggal 9 Agustus 2017

Diterima dan disahkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Teknik

(S.T) pada Program Studi SI Teknik Informatika Departemen Teknik lnformatika

Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin

Disetujui Oleh :

Makassar, 9 Agustus 2017

Pembimbing I, Pembimbing II,

Dr. Indrabayu, S.T., M. ., M.Bus.Sys

Nip. 19750716 200212 1 004

Dr. Ir. Ingrid Nurtanio, M.T

Nip. 19610813 198811 2 001

ika

Page 3: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

333

ABSTRAK

Dinas Perhubungan Kota Makassar menyatakan bahwa pada tahun 2015

peningkatan jumlah kendaraan di Makassar mencapai 18% sedangkan

pertumbuhan jalan hanya 0.001% setiap tahunnya. Seiring dengan peningkatan

jumlah kendaraan dan pertumbuhan jalan yang tidak selaras menyebabkan APILL

(Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas) yang memiliki waktu tetap, tidak dapat merespon

situasi lalu lintas yang berubah secara dinamis dan tidak dapat diprediksi.

Dalam penelitian ini, dikembangkan sistem yang dapat mendeteksi dan

menghitung kendaraan jenis mobil dan motor secara real-time melalui IP kamera

menggunakan metode Background Subtraction dan Analisis Blob serta penambahan

algoritma Convex Hull untuk perbaikan luasan blob. Hasil deteksi kendaraan

dikategorikan menggunakan aturan Confusion Matrix dan didapatkan total hasil TP,

TN, FP, dan FN masing-masing untuk mobil sebesar 49, 108, 0, dan 9 sedangkan

untuk motor sebesar 104, 46, 3, dan 3.

Hasil penelitian pendeteksian dan penghitungan mobil dan motor dengan

metode Background Subtraction menunjukkan tingkat akurasi untuk mendeteksi

mobil yaitu rata-rata sebesar 94.64% dan untuk mendeteksi motor sebesar

96.11%. Sedangkan, pengukuran rata-rata sensitifitas untuk mobil adalah sebesar

84.35% sedangkan sensitifitas untuk motor diperoleh hasil 96.69%. Sementara

itu, pada pengukuran kesalahan pendeteksian untuk mobil sebesar 0%, dan

pengukuran kesalahan pendeteksian untuk motor sebesar 3.22%.

Kata kunci : Background Subtraction, Analisis Blob, Convex Hull, Confusion

Matrix.

Page 4: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

44

KATA PENGANTAR

Assalamu Alaikum Wr. Wb.

Segala puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan

Rahmat dan Karunia-Nya sehingga Tugas Akhir dengan judul “Prototipe

Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu Lalu Lintas Cerdas” ini

dapat diselesaikan sebagai salah satu syarat dalam menyelesaikan jenjang Strata-1

pada Departemen Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin.

Pada penyusunan kali ini disajikan hasil penelitian menyangkut judul yang

telah diangkat dan telah melalui proses pencarian dari berbagai sumber baik jurnal

penelitian, prosiding pada seminar-seminar nasional/internasional, buku maupun

dari situs-situs di internet, selain dari hasil-hasil penelitian sebelumnya.

Penulis menyadari bahwa tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai

pihak, dari masa perkuliahan sampai dengan masa penyusunan Tugas Akhir,

sangatlah sulit untuk menyelesaikan Tugas Akhir ini. Oleh karena itu, penulis

berterima kasih kepada:

1) Kedua Orang tua penulis, Bapak AKBP Muliadi S.H dan Ibu Dra. Hj.

Isnawati Sallatu. M.Si. serta saudara-saudara penulis, yang selalu

memberikan dukungan, doa, dan semangat;

2) Bapak Dr. Indrabayu ST., MT., M.Bus.Sys., selaku pembimbing I dan Ibu

Dr. Ir. Ingrid Nurtanio, M.T., selaku pembimbing II yang selalu

menyediakan waktu, tenaga, pikiran dan perhatian yang luar biasa untuk

mengarahkan penulis dalam penyusunan Tugas Akhir;

Page 5: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

5

3) Bapak Amil Ahmad Ilham, ST., M.IT., Ph.D selaku Ketua Departemen

Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas Hasanuddin atas

bimbingannya selama masa perkuliahan penulis;

4) Para Sahabat, teman-teman tim ITS, teman-teman dan kakak-kakak AIMP

Research Group Unhas yang telah memberikan begitu banyak bantuan

selama penelitian, pengambilan data dan diskusi progress penyusunan Tugas

Akhir;

5) Segenap Staf Departemen Teknik Informatika Fakultas Teknik Universitas

Hasanuddin yang telah membantu penulis;

6) Seluruh teman-teman angkatan 2013 Departemen Informatika FT UH atas

semua bantuan dan semangat yang diberikan selama ini;

7) Orang-orang berpengaruh lainnya yang tanpa sadar telah menjadi inspirasi

penulis.

Akhir kata, penulis berharap semoga Allah SWT. berkenan membalas segala

kebaikan dari semua pihak yang telah banyak membantu. Semoga Tugas Akhir ini

dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu. Aamiin.

Wassalam

Makassar, Juli 2017

Penulis

Page 6: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

6

DAFTAR ISI

halaman

HALAMAN JUDUL .................................................................................. i

LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................... ii

ABSTRAK ................................................................................................... iii

KATA PENGANTAR ................................................................................ iv

DAFTAR ISI ............................................................................................... vi

DAFTAR GAMBAR .................................................................................. viii

DAFTAR TABEL ....................................................................................... x

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................ 1

1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ...................................................................... 3

1.3 Tujuan Penelitian ...................................................................... 4

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................... 4

1.5 Batasan Masalah Penelitian ...................................................... 4

1.6 Sistematika Penulisan ............................................................... 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ................................................................ 7

2.1 Sistem Trasnportasi Cerdas ....................................................... 7

2.2 Computer Vision ........................................................................ 10

2.3 Pre processing ........................................................................... 12

2.4 Morfologi Citra .......................................................................... 13

2.5 Deteksi Objek ............................................................................ 16

Page 7: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

vii

2.6 Convex Hull .............................................................................. 17

2.7 Analisis Blob .............................................................................

17

2.8 Tracking ....................................................................................

20

2.8 Confusion Matrix ......................................................................

20

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................

20

3.1 Tahapan Penelitian .....................................................................

23

3.2 Waktu dan Lokasi Penelitian ....................................................

24

3.3 Instrumen Penelitian ..................................................................

26

3.4 Teknik Pengambilan Data ..........................................................

27

3.5 Perancangan Implementasi Sistem ............................................

29

3.6 Analisis Kinerja Sistem..............................................................

37

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN .....................................................

40

4.1 Hasil Penelitian ..........................................................................

40

4.2 Pembahasan ...............................................................................

45

BAB V PENUTUP .....................................................................................

47

A. Kesimpulan ................................................................................

47

B. Saran ...........................................................................................

48

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................

49

Page 8: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

888

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

Gambar 2.1 Contoh Penerapan ITS ............................................................ 8

Gambar 2.2 Proses dilasi dengan SE berukuran 3x3 .................................. 15

Gambar 2.3 Proses erosi dengan SE berukuran 3x3................................... 16

Gambar 2.4 Ilustrasi Convex Hull ................................................................. 18

Gambar 2.5 Proses perubahan citra kendaraan menjadi blob ........................... 19

Gambar 3.1 Diagram tahapan penelitian .................................................... 23

Gambar 3.2 Lokasi pemantauan dan pengambilan data ............................. 26

Gambar 3.3 Posisi Tiang Besi .................................................................... 27

Gambar 3.4 Posisi kamera saat pengambilan data video............................ 28

Gambar 3.5 Blok diagram implementasi sistem ......................................... 29

Gambar 3.6 Input video lalu lintas.............................................................. 30

Gambar 3.7 Frame Grayscale..................................................................... 31

Gambar 3.8 Background Substraction........................................................ 32

Gambar 3.9 Proses dilation dan erosion ...................................................... 33

Gambar 3.10 Proses Convex Hull untuk memperbaiki kualitas blob .......... 34

Gambar 3.11 Proses deteksi blob mobil ...................................................... 35

Gambar 3.12 Output Penghitung Kendaraan ............................................... 36

Gambar 4.1 Blob mobil yang terpisah ........................................................ 45

Gambar 4.2 Blob mobil yang tidak terjangkau kamera .............................. 46

Page 9: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

99

DAFTAR TABEL

Nomor halaman

Tabel 2.1 Tabel Confusion Matrix ......................................................................... 20

Tabel 3.1 Kategori pendeteksian sistem sesuai dengan Confusion Matrix ............ 38

Tabel 4.1 Hasil Sistem Dikategorikan Sesuai Variabel Confusion Matrix ............ 41

Tabel 4.2 Hasil Pengukuran Akurasi sesuai dengan Confusion Matrix ................ 42

Tabel 4.3 Hasil Pengukuran Sesitifitas Sistem dan Kesalahan Deteksi ................ 43

Tabel 4.4 Perbandingan Hasil Penelitian Terkait dan Penelitian Saat Ini ............. 43

Page 10: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Faktor utama terjadi kemacetan adalah karena tidak seimbangnya antara

pertumbuhan jalan dengan pertumbuhan kendaraan bermotor. Berdasarkan data dari

Direktorat Lalu Lintas Polda Sulawesi Selatan, tercatat sampai dengan Tahun

2015, jumlah kendaraan bermotor di Kota Makassar sebanyak 1,337,738 unit atau

42,25% dari populasi kendaraan yang ada di Provinsi Sulawesi Selatan. Selain itu,

data Dinas Perhubungan Kota Makassar Tahun 2015 menyatakan bahwa

peningkatan jumlah kendaraan di Makassar mencapai 18% sedangkan

pertumbuhan jalan hanya 0.001% setiap tahunnya (BPS Sulawesi Selatan, 2016).

Peningkatan jumlah kendaraan yang pesat di jalan raya memerlukan

konsep manajemen lalu lintas yang cukup handal untuk menghindari dan

mengatasi kemacetan di ruas jalan tertentu. Alat Pemberi Isyarat Lalu Lintas

(APILL) memiliki peran yang sangat penting dalam membantu proses manajemen

lalu lintas. Seiring dengan peningkatan jumlah kendaraan dan pertumbuhan jalan

yang tidak selaras menyebabkan APILL yang memiliki waktu tetap, tidak dapat

merespon situasi lalu lintas yang berubah secara dinamis dan tidak dapat

diprediksi. Kondisi tersebut menyebabkan tingkat waktu tunda (delay) kendaraan

cenderung meningkat sehingga menyebabkan waktu tempuh (time travel) kendaraan

melambat. Salah satu pengembangan Intelligent Transport System (ITS) yaitu

bagaimana sistem kendali pada APILL dapat dilakukan secara dinamis

Page 11: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

2

disesuaikan dengan kepadatan lalu lintas pada masing-masing ruas persimpangan

jalan (Lesmana, 2015).

Satu hal yang penting dalam mewujudkan konsep APILL yang dinamis

adalah perlunya data kepadatan lalu lintas di tiap ruas jalan. Namun, untuk

memperoleh data jumlah kendaraan yang lewat di jalan raya, masih dilakukan

dengan cara manual yaitu dengan menugaskan beberapa orang untuk berada di

lapangan (tempat survei) dan menghitung setiap kendaraan yang lewat, kemudian

dibagi dengan rentang waktu tertentu. Dalam penghitungan secara manual ini masih

terdapat banyak kelemahan, diantaranya yaitu tingkat keakuratan data yang masih

kurang, data masih harus diolah terlebih dahulu dan untuk mengumpulkannya masih

diperlukan waktu yang relatif lama (Lesmana, 2015).

Untuk mengatasi hal tersebut, dibutuhkan sistem yang dapat menghitung

jumlah kendaraan secara otomatis. Gaussian Mixture Model (GMM) merupakan

salah satu algoritma Background Subtraction yang dapat diimplementasikan untuk

berbagai tujuan dalam aplikasi pelacakan gerak. Metode ini biasanya diterapkan

untuk pelacakan dan menghitung kendaraan pada Sistem Transportasi Cerdas. Tidak

seperti banyak metode motion tracking-based, GMM memiliki performa yang

memuaskan dalam kemampuannya untuk menangani background substractions

(Basri, 2015). Pada penelitian yang dilakukan Basri dkk, menggunakan Gaussian

Mixture Model dengan menambahkan Region of Interest (ROI) menunjukkan

peningkatan dalam tracking dan counting. Sebelum penambahan ROI, didapatkan

rata-rata akurasi untuk motor sebesar 69.21% dan rata-rata akurasi untuk mobil

sebesar 62.18%. Setelah penambahan ROI

Page 12: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

3

didapatkan peningkatan akurasi dimana peningkatan rata-rata akurasi motor

sebesar 6.97% dan mobil sebesar 39.04% (Basri, 2015). Pada penelitian yang

dilakukan oleh Indrabayu dkk, menggunakan teknik blob analisis untuk optimasi

performa dari metode Gaussian Mixture Model dalam mendeteksi dan

menghitung kendaraan pada keadaan lalu lintas yang padat. Hasil yang diperoleh

yakni peningkatan akurasi penghitung kendaraan dengan akurasi rata-rata 94,77%

untuk motor dan 92,30% untuk mobil (Indrabayu, dkk. 2016).

Pada penelitian ini akan menggunakan algoritma Background Subtraction

yang telah dikembangkan pada penelitian sebelumnya. Algoritma tersebut akan

diproses secara Real-time menggunakan IP Kamera. Sehingga muncul judul

“Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu Lalu Lintas

Cerdas”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang, maka rumusan masalah pada tugas akhir ini

adalah:

1. Bagaimana cara membuat sistem penghitung jumlah kendaraan dengan

menggunakan metode Background Subtraction?

2. Bagaimana mengkategorikan hasil deteksi kendaraan kedalam Confusion

Matrix ?

3. Bagaimana menghitung akurasi, sensitifitas, dan kesalahan pendeteksian

pada sistem penghitung kendaraan ?

Page 13: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

4

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan akhir dari penelitian ini adalah:

1. Untuk membuat sistem penghitung kendaraan dengan menggunakan

Background Subtraction.

2. Untuk mengkategorikan hasil deteksi kendaraan kedalam Confusion Matrix.

3. Untuk menghitung tingkat akurasi, sensitifitas, dan kesalahan pendeteksian

pada sistem penghitung jumlah kendaraan yang menggunakan metode

Background Subtraction.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari tugas akhir ini adalah :

1. Untuk mempermudah instansi pemerintah dalam monitoring aktifitas yang

terjadi di lalu lintas berdasarkan informasi jumlah kendaraan.

2. Penelitian ini dapat menjadi kontribusi yang baik dalam meningkatkan informasi

kepada peneliti selanjutnya.

3. Hasil penelitian dapat digunakan sebagai dasar untuk pengembangan sistem

lampu lalu lintas dari yang sifatnya konvensional menjadi lampu lalu lintas

yang bersifat adaptif sehingga dapat mengurangi terjadinya kemacetan di

persimpangan jalan.

1.5 Batasan Masalah Penelitian

Yang menjadi batasan masalah dalam tugas akhir ini adalah :

1. Alogritma penghitung kendaraan menggunakan Background Subtraction.

Page 14: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

5

2. Pengambilan data pada jalur lalu lintas dilakukan pada waktu siang hari.

3. Data yang diambil berupa rekaman video kondisi lalu lintas menggunakan

kamera dengan standar minimal 30 Frame per second (fps).

4. Kendaraan yang dideteksi adalah mobil dan motor karena merupakan

kendaraan yang dominan di jalan raya.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk memberikan gambaran singkat mengenai isi tulisan secara

keseluruhan, maka akan diuraikan beberapa tahapan dari penulisan secara

sistematis, yaitu :

2

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini menguraikan secara umum mengenai hal yang menyangkut latar

belakang, perumusan masalah dan batasan masalah, tujuan, manfaat, dan

sistematika penulisan.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

Bab ini berisi teori-teori tentang hal-hal yang berhubungan dengan

Computer Vision, Pemrosesan Citra dan Metode Background Subtraction.

BAB III METODOLOGI PENELITIAN

Bab ini berisi tentang perencanaan dan penerapan algoritma serta teknik

pengolahan data.

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang hasil pengolahan data serta pembahasan yang

disertai tabel hasil penelitian.

Page 15: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

6

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi tentang kesimpulan yang didapatkan berdasarkan hasil

penelitian yang telah dilakukan serta saran-saran untuk pengembangan

lebih lanjut.

Page 16: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

7

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sistem Transportasi Cerdas

Intelligent Transportation Systems (ITS) adalah sistem yang menerapkan

teknologi informasi dan komunikasi secara elektronika melalui software dan

hardware komputer dalam bidang transportasi jalan yang mengintegrasikan

unsur-unsur lalu lintas seperti jalan, kendaraan, dan orang/pengemudi

(Kusnandar, 2011). Wakil Menteri Perhubungan Bambang Susantono yang

didaulat sebagai presiden sistem transportasi cerdas Indonesia menyatakan ITS

merupakan penerapan teknologi maju di bidang elektronika, informatika, dan

telekomunikasi untuk membuat prasarana dan sarana transportasi lebih

informatif, lancar, aman dan nyaman, sekaligus ramah lingkungan (Suara Merdeka,

26 Juli 2011). Tujuan sistem ITS adalah untuk mengurangi kepadatan lalu lintas,

mengurangi waktu perjalanan (travel time), meningkakan keselamatan,

meningkatkan kualitas lingkungan, dan pada akhirnya berdampak pada

peningkatan produktivitas ekonomi (Kusnandar, 2011).

Dalam penerapannya, sistem-sistem dalam ITS memerlukan fungsi-fungsi

pendukung, fungsi pendukung tersebut meliputi; pengawasan (surveillance),

komunikasi (communications), pemrosesan data (data processing), strategi

kontrol (control strategies), navigasi panduan (navigation and guidance), dan

informasi kepada pengguna jalan (traveler interface). Untuk melaksanakan

Page 17: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

8

fungsi-fungsi ini, maka diperlukan alat-alat pendeteksi (detection devices) yang

berfungsi sebagai pengumpul data dalam jumlah yang besar. Data ini dapat

berupa data lalu lintas seperti speed, volume, density, travel time, beban sumbu

kendaraan, queue length, data cuaca, masalah kondisi dan geometri jalan

(Panjaitan, 2017).

Gambar 2.1. Contoh Penerapan ITS (Lesmana, 2015)

Penerapan ITS pada lingkup sistem trasnportasi kendaraan dibagi menjadi

beberapa kategori yaitu (Mandaku, 2010) :

1. Advanced Traveller Information System (ATIS). ATIS merupakan sistem

informasi yang menjadi panduan kendaraan untuk mendapatkan rute jalan yang

optimal.

2. Advanced Traffic Managent System (ATMS). ATMS merupakan sistem yang

digunakan oleh pengelola jalan untuk memantau lalu lintas dan memberikan

informasi real time kepada pengguna jalan.

Page 18: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

9

3. ITS-Enabled Transportation Pricing System. ITS-Enabled Transportation

Pricing System merupakan sistem yang memudahkan pengguna jalan dalam

proses pembayaran.

4. Advance Public Trasnportation Systems (APTS). APTS merupakan sistem

ITS yang didukung oleh sistem canggih dengan tujuan meningkatkan

keselamatan, efisiensi dan efektifitas sarana dan prasarana jalan yang ada.

5. Vehicle-to-Infrastructure Integration (VII) dan Vehicle-to-Vehicle Integration

(VVI). Sistem ini memungkinkan terselenggaranya komunikasi langsung antara

kendaraan yang melaju di jalan dengan infratruktur IT jalan.

6. Assistance for Safe Driving adalah bentuk dari ITS yang sangat maju.

Kendaraan dilengkapi dengan sejumlah sensor yang dapat mengarahkan

pengemudi untuk berkendara dengan aman.

Dalam perkembangannya, menghadapi kemajuan teknologi dalam

transportasi ini pilihannya adalah memperbaiki teknologi yang ada sekarang

ataukah membangun teknologi baru. Lampu lalu lintas saat ini dituntut untuk

dapat menyelesaikan permasalahan perguliran waktu yang sesuai pada kebutuhan

persimpangan jalan serta hal terkait selayaknya kemampuan nalar manusia maka

solusi paling tepat yang ditawarkan yaitu penerapan kecerdasan buatan pada

lampu lalu lintas tersebut. Kecerdasan buatan memungkinkan komputer untuk

berpikir atau menalar dan menirukan proses belajar manusia sehingga informasi

baru dapat diserap sebagai pengetahuan, pengalaman, dan proses pembelajaran

(Sutojo dkk., 2011). Teknologi ITS adalah salah satu cabang kecerdasan buatan di

bidang transportasi yang baru berkembang beberapa tahun terakhir untuk

Page 19: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

10

mengatasi kemacetan lalu lintas di beberapa negara maju (Suyuti, 2012). Hal ini

menjadikan penelitian bidang ini khususnya untuk managemen lalu lintas terus

dikembangkan dan untuk mengimplementasikannya diperlukan teknik image

processing terlebih dahulu dalam melakukan pendeteksian objek kendaraan.

2.2 Computer Vision

Citra adalah gambar pada bidang dua dimensi. Jika ditinjau dari sisi

matematis, citra dapat diartikan sebagai fungsi penerus (continue) dari intensitas

cahaya pada bidang dua dimensi. Proses perekaman citra dapat terjadi disebabkan

oleh adanya sumber cahaya yang menerangi suatu objek kemudian objek tersebut

memantulkan kembali sebagian dari berkas cahaya. Pantulan cahaya berupa

bayangan objek ditangkap oleh alat-alat optik, misalnya mata manusia, kamera,

pemindai (scanner), dan sebagainya (Munir, 2004).

Citra diam (gambar) adalah citra tunggal yang tidak bergerak. Citra bergerak

(video) adalah rangkaian gambar yang ditampilkan secara beruntun (sekuensial)

sehingga terlihat oleh mata sebagai gambar yang bergerak. Setiap citra di dalam

video disebut frame. Gambar-gambar yang tampak pada film layar lebar atau

televisi pada hakikatnya terdiri atas ratusan hingga ribuan frame.

Di dalam bidang komputer terdapat tiga sub bidang studi yang berkaitan

dengan data citra tetapi memiliki tujuan yang berbeda, yaitu:

1. Grafika komputer (computer graphics).

2. Pengolahan citra (image processing).

3. Pengenalan pola (pattern recognition/image interpretation).

Page 20: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

11

Computer vision merupakan proses otomatis yang mengintegrasikan sejumlah

besar proses untuk persepsi visual, seperti akuisisi citra, pengolahan citra,

klasifikasi, pengenalan (recognition), dan membuat keputusan. Computer vision

terdiri dari teknik-teknik untuk mengestimasi ciri-ciri objek di dalam citra,

pengukuran ciri yang berkaitan dengan geometri objek, dan menginterpretasi

informasi geometri tersebut. Berbagai macam aplikasi dunia nyata menggunakan

Computer Vision yang meliputi:

Optical Character Recognition (OCR): sering digunakan untuk

mengidentifikasi citra huruf untuk kemudian diubah ke dalam bentuk

file tulisan, seperti membaca kode pos tulisan tangan pada surat, dan

pengenalan otomatis nomor plat atau Automatic Number Plate

Recognition (ANPR);

Medical Imaging (Pencitraan Medis): mencatat atau merekam citra pre-

operative dan intra-operative untuk tujuan klinis atau melakukan studi

jangka panjang dari morfologi citra bagian tubuh manusia.

3D model building: konstruksi otomatis model 3D dari foto udara yang

digunakan dalam sistem seperti Bing Maps;

Automotive safety: mendeteksi rintangan yang tak terduga seperti

pejalan kaki di jalan raya.

Surveillance: pemantauan untuk penyusup dan menganalisis lalu lintas

jalan raya

Tugas-tugas seperti pengidentifikasian tanda tangan, pengidentifikasian

tumor pada suatu citra regsonansi magnetik, pengenalan objek pada citra satelit,

Page 21: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

12

pengidenifikasian wajah, penempatan sumber daya mineral dari suatu citra,

penghasilan gambaran tiga-dimensi dari potongan citra dua dimensi, dan pengenalan

suatu kode ZIP, dianggap berada dalam ruang lingkup visi komputer. Manusia

memiliki kemampuan untuk menguraikan tulisan tangan yang ceroboh, mengenal

dan mengklasifikasikan citra, mengidentifikasikan citra yang terhalang sebagian

pada lingkungan yang noise, mengidentifikasikan objek dengan orientasi dan skala

yang berbeda, serta kedalaman persepsi.

Pengembangan sistem Computer Vision untuk melaksanakan tugas-tugas

seperti ini membutuhkan proses yang kompleks. Biasanya, untuk setiap aplikasi

yang diberikan, keseluruhan tugas tidak dapat dilaksanakan pada sebuah tahapan

tunggal. Oleh karena itu, sistem visi computer seringkali dibagi ke dalam

beberapa tahapan, dan setiap tahapan melaksanakan satu fungsi atau lebih. Sistem

visi komputer tertentu terdiri dari tahapan-tahapan seperti perolehan citra,

preprocessing, pengekstraksian fitur, penyimpanan objek secara asosiatif,

pengaksesan suatu basis pengetahuan, dan pengenalan.

2.3 Pre processing

Pre processing merupakan tahapan awal yang dilakukan dalam

pengolahan citra gambar. Proses ini bertujuan untuk memperbaiki kualitas sebab

gambar yang akan diolah umumnya mengalami penurunan mutu (degradasi)

(Indrabulan, 2017). Contoh degradasi pada gambar yaitu cacat atau derau (noise),

warna terlalu kontras, kurang tajam, kabur (blurring), dan sebagainya. Hal ini

menyebabkan gambar menjadi lebih sulit diinterpretasi karena informasi yang

Page 22: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

13

disampaikan oleh citra tersebut menjadi berkurang. Agar citra yang mengalami

degradasi menjadi mudah diinterpretasi (baik oleh manusia maupun mesin), maka

gambar perlu dimanipulasi menjadi gambar lain yang kualitasnya lebih baik.

Selain perbaikan kualitas, pre processing juga digunakan untuk mengubah tipe

data dan ukuran data gambar. Hal ini disesuaikan dengan kebutuhan jenis data

yang akan diproses pada tahap selanjutnya.

2.4 Morfologi Citra

Morfologi di dunia digital dapat diartikan sebuah cara untuk

mendeskripsikan ataupun menganalisa bentuk dari objek digital. Morfologi dalam

citra digital adalah suatu tool untuk ekstraksi komponen image yang berguna

dalam representasi dan deskripsi dari bentuk daerah (region shape) dengan

structuring element (SE) untuk menentukan properties of interest dari image.

Pada Morfologi, suatu citra dinyatakan dengan himpunan koordinat diskrit

(kontinu). Dalam hal ini, himpunan tersebut berhubungan dengan point atau piksel

objek pada citra. Karena objek dianggap sebagai suatu himpunan maka operasi-

operasi himpunan seperti gabungan (union), irisan (intersection), dan komplemen

(complement) dapat dilakukan.

Operasi morfologi menggunakan dua input himpunan yaitu suatu citra

(pada umumnya citra biner) dan suatu kernel. Khusus dalam morfologi, istilah

kernel biasa disebut structuring elements (elemen pembentuk struktur). SE

merupakan suatu matrik yang pada umumnya berukuran kecil. Elemen dari SE dapat

bernilai 1, 0, dan don’t care. Nilai don’t care biasanya ditandai dengan nilai

Page 23: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

14

ilasi

(

A

da

)

B da

pat d

=

nyakat

a

n s

eb

elemen dikosongkan atau diberi tanda silang. Terdapat dua operasi dasar

morfologi yaitu dilasi (dilation) dan erosi (erosion). Operasi-operasi ini menjadi

dasar untuk membuat berbagai operasi morfologi yang sangat berguna untuk

pengolahan citra digital, seperti opening, closing, hit and miss transform,

thinning, dan thickening.

Jika suatu objek (citra input) dinyatakan dengan A dan SE dinyatakan

dengan B serta Bx menyatakan translasi B sedemikian sehingga pusat B terletak

pada x. Operasi d n i agai berikut.

, = { : ∅} (1)

Dengan ∅ menyatakan himpunan kosong.

Dilasi (dilation) berguna untuk memperluas atau menebalkan objek pada

image biner. Proses dilasi dilakukan dengan membandingkan setiap piksel citra

input dengan nilai pusat SE dengan cara melapiskan (superimpose) SE dengan

citra sehingga pusat SE tepat dengan posisi piksel citra yang diproses. Jika paling

sedikit ada 1 piksel pada SE sama dengan nilai piksel objek (foreground) citra maka

piksel input diset nilainya dengan nilai piksel foreground dan bila semua piksel yang

berhubungan adalah background maka input piksel diberi nilai piksel background.

Page 24: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

15

matis,

(

op

er

)

si ero

si da

=

at din

y ata

ka

Gambar 2.2. Proses dilasi dengan SE berukuran 3 x 3 dengan semua elemen SE

bernilai 1 (Putra, 2010)

Semakin besar ukuran SE maka semakin besar perubahan yang terjadi. SE

berukuran kecil juga dapat memberikan hasil yang sama dengan SE berukuran besar

dengan cara melakukan dilasi berulang kali. Efek dilasi terhadap citra biner adalah

memperbesar batas dari objek yang ada sehingga objek terlihat semakin besar dan

lubang-lubang yang terdapat di tengan objek akan tampak mengecil.

Secara mate a p n sebagai berikut.

, = { : } (2)

Sama seperti dilasi, proses erosi dilakukan dengan membandingkan setiap piksel

citra input dengan nilai pusat SE dengan cara melapiskan SE dengan citra

sehingga pusat SE tepat dengan posisi piksel citra yang diproses. Jika semua

piksel pada SE tepat sama dengan semua nilai piksel objek (foreground) citra

maka piksel input diset nilainya dengan nilai piksel foreground, jika tidak maka

input piksel diberi nilai piksel background. Proses serupa dilanjutkan dengan

menggerakkan SE piksel demi piksel pada citra input.

Proses erosi merupakan kebalikan dari proses dilasi. Jika dalam proses dilasi

menghasilkan objek yang lebih luas maka dalam proses erosi akan menghasilkan

objek yang menyempit (mengecil). Lubang pada objek juga akan membesar seiring

menyempitnya objek tersebut.

Page 25: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

16

Gambar 2.3. Proses erosi dengan SE berukuran 3 x 3 dengan semua elemen SE

bernilai 1. (Putra, 2010)

Dari gambar di atas terlihat hasil proses erosi menyebabkan objek

mengecil. Semakin besar kernel yang digunakan maka hasil yang akan

didapatakan akan semakin kecil. Begitu pula juga apabila proses erosi dilakukan

berulang-ulang akan terus mengecilkan objek walaupun hanya menggunakan SE

berukuran kecil.

2.5 Deteksi Objek

Deteksi objek adalah sebuah proses untuk mendeteksi objek tertentu yang

ada di dalam suatu citra dengan memanfaatkan ciri khusus dari objek yang ingin

dideteksi. Dalam penelitian ini, objek yang akan dideteksi adalah objek berupa

kendaraan. Ada beberapa metode yang bisa digunakan untuk deteksi yakni Viola

Jones, Histogram of Oriented Gradient (HOG) dan Gaussian Mixture Model

(GMM) (Indrabayu dkk., 2016).

Deteksi mobil menggunakan metode Viola Jones dan Histogram of Oriented

Gradient (HOG) membutuhkan database dengan jumlah besar untuk meningkatkan

akurasi sistem. Selain itu metode ini baik diterapkan untuk deteksi objek dalam satu

citra. Sedangkan GMM baik digunakan dalam mendeteksi objek

Page 26: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

17

bergerak dalam video. Metode ini cukup handal dalam melakukan ekstraksi

background dan foreground (Indrabayu dkk., 2016).

Proses deteksi kendaraan dimulai dengan tahapan preprocessing video,

yaitu dengan cara mengubah video menjadi kumpulan frame atau citra digital.

Kemudian frame-frame tersebut akan masuk ke proses segmentasi yang kemudian

akan menghasilkan output berupa blob image. Setiap blob yang terdeteksi

nantinya akan difilter agar dapat mendeteksi objek yang diinginkan.

2.6 Convex Hull

Convex Hull merupakan persoalan klasik dalam geometri komputasional.

Defenisi dari Convex Hull adalah poligon yang disusun dari subset titik

sedemikian sehingga tidak ada titik dari himpunan awal yang berada diluar

poligon tersebut (semua titik berada di batas luar atau di dalam area yang dilingkupi

oleh poligon tersebut). Suatu poligon dikatakan konveks jika digambarkan garis

yang menghubungkan antar titik maka tidak ada garis yang memotong garis yang

menjadi batasan luar poligon.

Convex Hull didefinisikan sebagai set cembung terkecil dari S. Jika S terdiri

atas satu set titik-titik dalam sebuah bidang, bayangkan di sekeliling set tersebut

dibentangkan karet gelang, kemudian ketika karet gelang tersebut dilepaskan,

maka set terluar yang dikelilingi karet gelang tersebut itulah yang disebut Convex

Hull (Ihya, 2014).

Page 27: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

18

.

Gambar 2.4. Ilustrasi Convex Hull (Ihya, 2014)

Convex Hull dapat dinyatakan dengan adanya sejumlah titik, di mana titik-titik

tersebut akan dibungkus dengan sebuah objek yang convex dan memiliki

luas/volume sekecil mungkin. Hasil akhir yang diperoleh adalah titik-titik mana saja

yang menjadi boundary/titik terluar dan luas/volume dari Convex Hull tersebut

jika diperlukan. Convex Hull tidak hanya sebatas 2-dimensi saja, terdapat pula

Convex Hull 3-dimensi yang dikenal sebagai Convex Polyhedron.

Beberapa algoritma yang dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah ini

adalah algoritma Brute-Force, Gift-Wrapping, Graham’s Scan, Incremental dan

Divide-and-Conquer. Tiap algoritma memiliki kompleksitas yang berbeda-beda, hal

ini tentu saja bergantung pada metode atau pendekatan apa yang digunakan pada

algoritma tersebut.

2.7 Analisis Blob

Analisis blob merupakan teknik yang digunakan untuk menyatakan luas area

piksel dari suatu image yang menjadi fokus deteksi. Untuk menentukan nilai Blob,

ada beberapa hal yang harus diketahui untuk menghasilkan sebuah blob yang

optimal (Basri, 2015). Area foreground dan background dapat diketahui dengan

Page 28: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

19

menganalisis posisi objek pada masing-masing frame video dalam rentang sampling

frame tertentu. Apabila terjadi perubahan posisi objek dalam suatu area maka area

tersebut dikategorikan sebagai foreground. Sedangkan apabila tidak terjadi

perubahan posisi objek maka area ini dikategorikan sebagai background. Oleh

karena itu dapat ditarik kesimpulan bahwa jika objek yang diinginkan melakukan

pergerakan dalam video maka objek tersebut akan dapat dikenali.

Proses pemisahan dilakukan dengan memperbaharui nilai parameter

background. Tahapan awal yaitu mengubah frame RGB menjadi biner. Area

objek yang terdeteksi sebagai background akan ditandai oleh nilai piksel 0 (warna

hitam), sedangkan area objek yang terdeteksi sebagai foreground akan diberi

ditandai oleh nilai piksel 1 (warna putih). Selanjutnya digunakan fungsi untuk

mengenali area piksel yang saling berdekatan/ bertetangga, sehingga kumpulan

piksel yang termasuk foreground akan membentuk satu kesatuan blob dari objek

yang akan di deteksi (Indrabulan, 2017). Hal yang perlu diperhatikan pada proses

ini yaitu tidak semua blob yang terbentuk adalah objek yang diinginkan oleh

karena itu dibutuhkan filter untuk meminimalisir atau bahkan menghilangkan blob

ini.

Gambar 2.5. Proses perubahan citra kendaraan menjadi blob

Page 29: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

20

Deteksi

Aktual

Objek Bukan Objek

Terdeteksi TP FP

Tidak terdeteksi FN TN

2.8 Tracking

Proses mencari objek bergerak dalam urutan frame yang dikenal sebagai

pelacakan (tracking). Pelacakan ini dapat dilakukan dengan menggunakan

ekstraksi ciri benda dan mendeteksi objek/benda bergerak di urutan frame. Di dalam

computer vision, object tracking adalah sebuah proses yang bertujuan untuk

mengikuti pergerakan suatu objek (Indrabulan, 2017). Tracking objek banyak

dibutuhkan oleh berbagai macam aplikasi vision based seperti human computer

interface, kompresi/komunikasi video dan sistem keamanan. Tracking objek harus

mampu mendeteksi objek yang bergerak, memfilter noise, dan gerakan-gerakan lain

yang tidak diperlukan.

2.9 Confusion Matrix

Confusion Matrix berisi informasi tentang klasifikasi aktual dan prediksi yang

dilakukan oleh sistem klasifikasi. Analisis keakuratan dan peningkatan sensitifitas

sistemnya menggunakan analisis Confusion Matrix. Penggunaan Confusion

Matrix untuk menentukan parameter model yang dinginkan sesuai dengan

karakteristik dari model classifier yang diinginkan baik untuk melihat nilai

sensitifitas (recall), kesalahan pendeteksian, maupun akurasi sistem saat mendeteksi

objek (Basri, 2015).

Tabel 2.1 Tabel Confusion Matrix

Page 30: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

21

sebagai berikut.

=

∗ 100

Dari tabel tersebut terdapat beberapa angka yang dapat dianalisa. Tabel

terdiri dari dua buah data yaitu data kelas yang dihasilkan dari classifier (Deteksi)

dan data kelas asli yang telah diketahui (Aktual). Ada empat kemungkinan hasil dari

classifier. Jika sistem akurat mendeteksi jumlah objek kendaraan sesuai dengan

keadaan aktual maka disebut True Positive (TP), namun jika sistem salah

mendeteksi objek kendaraan maka dinyatakan False Positive (FP). False Negative

(FN) adalah situasi sistem tidak mendeteksi kendaraan atau objek yang diinginkan

sedangkan True Negative (TN) merupakan nilai ketika sistem tidak mendeteksi

objek yang tidak diinginkan, namun pada penelitian ini nilai TN tidak digunakan

karena nilai TN juga berarti potensi objek yang terdekteksi namun tidak

terdeteksi, dalam sistem pendeteksian yang dirancang nilai tersebut tidak digunakan.

Pada analisis hasil penghitungan kendaraan hanya digunakan persamaan untuk

mengukur sensitifitas sistem, kesalahan pendeteksian serta akurasi sistem

pendeteksian. Adapun rumus yang digunakan untuk perhitungan

akurasi system adalah

% (3)

Sensitifitas sistem (recall) merupakan pengukuran kemampuan sistem

untuk mengetahui keberadaan objek berdasarkan parameter yang bersesuian dengan

ciri yang ada dalam suatu area observasi sedangkan tingkat kesalahan pendeteksian

menunjukkan banyaknya ciri yang terdeteksi sama namun bukan objek yang

diinginkan. Dalam memvisualisasikan sensitifitas sistem sebuah pengolahan data

Sensitifity (SE) atau dalam hal ini persentase sensitifitas sistem

Page 31: Prototipe Penghitung Jumlah Kendaraan pada Sistem Lampu

22

= ∗ 100%

=

∗ 1

pendeteksian kendaraan oleh sistem terhadap kondisi real, dirumuskan sebagai

berikut.

(4)

Dimana TP (True Positif) adalah hasil pendeteksian yang berhasil mendeteksi objek

kendaraan yang menjadi sasaran pendeteksian, dan FN (False Negatif) merupakan

sejumlah kendaraan yang menjadi sasaran, namun tidak berhasil di deteksi oleh

sistem. Diketahui bahwa TP+FN sama dengan jumlah Real kendaraan.

Sementara untuk mengukur persentase kesalahan sistem dalam melakukan

pendeteksian objek kendaraan/ Eror Detection (ED) dapat dihitung dengan

persamaan berikut.

00% (5)

Dimana FP (False Positif) merupakan hasil pendeteksian yang mendeteksi objek

kendaraan yang bukan merupakan sasaran pendeteksian.