protokol kyoto

11
PROTOKOL KYOTO Perubahan Iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh manusia dalam penggunaan bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan sumber utama Gas Rumah Kaca terutaman karbondioksida "O#! yang kontribusi terbesar berasal dari negara industri. Gas ini memiliki kemampuan menyerap panas yang berasal dari radi matahari yang dipancarkan kembali oleh bumi. Penyerapan ini telah menyebab pemanasan atmosfer atau kenaikan suhu dan perubahan iklim. $egara industri telah lama menghasilkan emisi GRK dan mengatasi damp perubahan iklim. %ementara itu& negaraberkembangyang tidak berke'a(iban menurunkan emisi GRK berhak mendapat bantuan dari negara industri dalam ra partisipasi secara sukarela untuk menurunkan emisi GRK dan mengat perubahan iklim. Protokol Kyoto atas Kon)ensi Kerangka Ker(a Perserikatan *angsa *ang tentang Perubahan Iklim mengatur penurunan emisi GRK akibat kegiatan manus sehingga dapat menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer dan tidak membahay sistem iklimbumi. Protokol Kyoto menetapkan tata cara& target& mekanisme penurunan emisi& kelembagaan& serta proses penaatan dan penyelesai Gagasan dan program untuk menurunkan emisi GRK secara Internasiona dilakukan se(ak tahun +,-,. Program ini memunculkan sebuah gagasan dalam b pe(an(ian internasional& yaitu Kon)ensi Perubahan Iklim yang diadopsi pad + /ei +,,# dan berlaku se(ak tanggal #+ /aret +,, . 0gar Kon)ensi tersebu dilaksanakan oleh Para Pihak& dipandang penting adanya komitmen lan(utkan& khususnya untuk negara pada 0nne1 I negara industri atau negara penghasi untuk menurunkan GRK sebagai unsure utama penyebab perubahan iklim. $amun& mengingat lemahnyakomitmen Para Pihak dalam Kon)ensiPerubahan Iklim& "onference of the Parties "OP! III yang diselenggarakan di Kyoto pada bul 2esember tahun +,,- menghasilkan kesepakatan Protokol Kyoto yang mengatur 1

Upload: annisa-zaririma

Post on 05-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

protokol kyoto

TRANSCRIPT

PROTOKOL KYOTOPerubahan Iklim adalah fenomena global yang disebabkan oleh kegiatan manusia dalam penggunaan bahan bakar fosil serta kegiatan alih guna lahan dan kehutanan. Kegiatan tersebut merupakan sumber utama Gas Rumah Kaca (GRK) terutaman karbondioksida ( CO2) yang kontribusi terbesar berasal dari negara industri. Gas ini memiliki kemampuan menyerap panas yang berasal dari radiasi matahari yang dipancarkan kembali oleh bumi. Penyerapan ini telah menyebabkan pemanasan atmosfer atau kenaikan suhu dan perubahan iklim.Negara industri telah lama menghasilkan emisi GRK dan mengatasi dampak perubahan iklim. Sementara itu, negara berkembang yang tidak berkewajiban menurunkan emisi GRK berhak mendapat bantuan dari negara industri dalam rangka partisipasi secara sukarela untuk menurunkan emisi GRK dan mengatasi dampak perubahan iklim.Protokol Kyoto atas Konvensi Kerangka Kerja Perserikatan Bangsa Bangsa tentang Perubahan Iklim mengatur penurunan emisi GRK akibat kegiatan manusia sehingga dapat menstabilkan konsentrasi GRK di atmosfer dan tidak membahayakan sistem iklim bumi. Protokol Kyoto menetapkan tata cara, target, mekanisme penurunan emisi, kelembagaan, serta proses penaatan dan penyelesaian sengketa. Gagasan dan program untuk menurunkan emisi GRK secara Internasional telah dilakukan sejak tahun 1979. Program ini memunculkan sebuah gagasan dalam bentuk pejanjian internasional, yaitu Konvensi Perubahan Iklim yang diadopsi pada tanggal 14 Mei 1992 dan berlaku sejak tanggal 21 Maret 1994. Agar Konvensi tersebut dapat dilaksanakan oleh Para Pihak, dipandang penting adanya komitmen lanjutkan, khususnya untuk negara pada Annex I (negara industri atau negara penghasil GRK) untuk menurunkan GRK sebagai unsure utama penyebab perubahan iklim. Namun, mengingat lemahnya komitmen Para Pihak dalam Konvensi Perubahan Iklim, Conference of the Parties (COP) III yang diselenggarakan di Kyoto pada bulan Desember tahun 1997 menghasilkan kesepakatan Protokol Kyoto yang mengatur dan mengikat Para Pihak negara industri secara hukum untuk melaksanakan upaya penurunan emisi GRK yang dapat dilakukan secara individu atau bersama-sama.Protokol Kyoto adalah sebuah amandemen terhadap Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC), sebuah persetujuan internasional mengenai pemanasan global. Negara-negara yang meratifikasi protokol ini berkomitmen untuk mengurangi emisi/pengeluaran karbon dioksida dan lima gas rumah kaca lainnya, atau bekerja sama dalam perdagangan emisi jika mereka menjaga jumlah atau menambah emisi gas-gas tersebut, yang telah dikaitkan dengan pemanasan global.Jika sukses diberlakukan, Protokol Kyoto diprediksi akan mengurangi rata-rata cuaca global antara 0,02C dan 0,28C pada tahun 2050. (sumber: Nature, Oktober 2003)Nama resmi persetujuan ini adalah Kyoto Protocol to the United Nations Framework Convention on Climate Change (Protokol Kyoto mengenai Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim). Ia dinegosiasikan di Kyoto pada Desember 1997, dibuka untuk penanda tanganan pada 16 Maret 1998 dan ditutup pada 15 Maret 1999.Protokol Kyoto akhirnya resmi berkekuatan hukum secara internasional tepat pada 16 Februari 2005, setelah melewati berbagai negosiasi yang alot dan cukup panjang sejak tahun 1997. Keberhasilan dunia membuat Protokol Kyoto berkekuatan hukum tanpa Amerika Serikat sebagai kontributor emisi terbesar dunia menunjukkan bahwa komunitas internasional mengakui perubahan iklim merupakan masalah global yang harus ditangani bersama. Protokol ini resmi berkekuatan hukum tepat 90 hari setelah kedua persyaratannya terpenuhi. Tepatnya setelah Rusia resmi meratifikasi Protokol Kyoto pada 18 November 2004.

Adapun persyaratan yang dimaksud yaitu:a. Protokol Kyoto telah diratifikasi olehminimal 55 negarab. Total emisi Negara maju yang meratifikasi minimal mewakili 55% total emisi Negara-negara tersebut pada tahun1990.Ketentuan utama Protokol Kyoto yaitu mewajibkan negara-negara maju untuk mengurangi total emisi rata-rata mereka sebesar 5,2% di bawah tingkat emisi mereka pada tahun 1990 dalam periode tahun 2008 2012.Menurut rilis pers dari Program Lingkungan PBB: Protokol Kyoto adalah sebuah persetujuan sah di mana negara-negara perindustrian akan mengurangi emisi gas rumah kaca mereka secara kolektif sebesar 5,2% dibandingkan dengan tahun 1990 (namun yang perlu diperhatikan adalah, jika dibandingkan dengan perkiraan jumlah emisi pada tahun 2010 tanpa Protokol, target ini berarti pengurangan sebesar 29%). Tujuannya adalah untuk mengurangi rata-rata emisi dari enam gas rumah: kaca karbondioksida(CO2), nitroksida (N2O), methana (CH4), sulfurheksafluorida (SF6),perflurokarbon (PFC) dan hidrofluorokarbon (HFC) yang dihitung sebagai rata-rata selama masa lima tahun antara 2008-2012. Target nasional berkisar dari pengurangan 8% untuk Uni Eropa, 7% untuk AS, 6% untuk Jepang, 0% untuk Rusia, dan penambahan yang diizinkan sebesar 8% untuk Australia dan 10% untuk Islandia.Protokol Kyoto adalah protokol kepada Konvensi Rangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (UNFCCC, yang diadopsi pada Pertemuan Bumi di Rio de Janeiro pada 1992. Semua pihak dalam UNFCCC dapat menanda tangani atau meratifikasi Protokol Kyoto, sementara pihak luar tidak diperbolehkan. Protokol Kyoto diadopsi pada sesi ketiga Konferensi Pihak Konvensi UNFCCC pada 1997 di Kyoto, Jepang. Sebagian besar ketetapan Protokol Kyoto berlaku terhadap negara-negara maju yang disenaraikan dalam Annex I dalam UNFCCC.Pada saat pemberlakuan persetujuan pada Februari 2005, ia telah diratifikasi oleh 141 negara, yang mewakili 61% dari seluruh emisi. Negara-negara tidak perlu menanda tangani persetujuan tersebut agar dapat meratifikasinya: penanda tanganan hanyalah aksi simbolis saja. Menurut syarat-syarat persetujuan protokol, ia mulai berlaku "pada hari ke-90 setelah tanggal saat di mana tidak kurang dari 55 Pihak Konvensi, termasuk Pihak-pihak dalam Annex I yang bertanggung jawab kepada setidaknya 55 persen dari seluruh emisi karbon dioksida pada 1990 dari Pihak-pihak dalam Annex I, telah memberikan alat ratifikasi mereka, penerimaan, persetujuan atau pemasukan." Dari kedua syarat tersebut, bagian "55 pihak" dicapai pada 23 Mei 2002 ketika Islandia meratifikasi. Ratifikasi oleh Rusia pada 18 November 2004 memenuhi syarat "55 persen" dan menyebabkan pesetujuan itu mulai berlaku pada 16 Februari 2005. Hingga Februari 2005, 141 negara telah meratifikasi protokol tersebut, termasuk Kanada, RRT Tiongkok, India, Jepang, Selandia Baru, Rusia dan 25 negara anggota Uni Eropa, serta Rumania dan Bulgaria. Ada enam negara yang telah menanda tangani namun belum meratifikasi protokol itu. Tiga di antaranya adalah negara-negara Annex I :1. Australia (tidak berminat untuk meratifikasi)2. Monako3. Amerika Serikat -- AS, pengeluar terbesar gas rumah kaca, tidak berminat untuk meratifikasi.4. Kazakhstan,5. Kroasia6. ZambiaAS, Australia, Italia, Tiongkok, India dan negara-negara berkembang telah bersatu untuk melawan strategi terhadap adanya kemungkinan Protokol Kyoto II atau persetujuan lainnya yang bersifat mengekang.Clean Development Mechanism (CDM) Protokol Kyoto memungkinkan diterapkannya tiga mekanisme fleksibilitas (flexibility mechanisms) agar negara Annex I dapat tetap memenuhi komitmennya dengan biaya yang tidak terlalu tinggi.Ketiga mekanisme tersebut adalah:1. Joint Implementation (JI), kerjasama antara sesama negara Annex I (negara maju) dalam upaya menurunkan emisi gas rumah kaca; biasanya ini dilakukan dengan investasi asing antar negara Annex I yang diimbali dengan unit penurunan emisi (Emission Reduction Unit ERU);2. International Emission Trading (IET), perdagangan ERU antara Negara Annex I;3. Clean Development Mechanism (CDM), pada dasarnya adalah gabungan dari JI dan IET yang berlangsung antara negara Annex I dengannegara non-Annex I dengan persyaratan mendukung pembangunan berkelanjutan di negara non-Annex I. Komoditas yang digunakan bukanlah ERU melainkan CER (Certified Emission Reduction) yaitu jumlah penurunan emisi yang telah disertifikasi.Clean Development Mechanism merupakan salah satu upaya negara-negara di dunia yang merasa khawatir bahwa dunia tidak akan dapat mendukung kehidupan manusia dengan stabil akibat adanya perubahan iklim yang ekstrim yang dipengaruhi oleh adanya efek Gas Rumah Kaca. Gas Rumah Kaca akan menyebabkan temperatur bumi meningkat dan berpengaruh besar terhadap perubahan iklim. Di beberapa tempat, khususnya di negara-negara kepulauan, kehidupan manusia yang ada di sepanjang pantai akan terancam akibat naiknya permukaan laut.Untuk menghindari adanya perubahan iklim yang ekstrim, pada tahun 1992, negara-negara di dunia menyepakati suatu konvensi yang disebut Konvensi Perubahan Iklim. Konvensi tersebut memiliki tujuan untuk menstabilkan konsentrasi Gas Rumah Kaca di atmosfir pada tingkat tertentu yang diperkirakan tidak akan membahayakan kehidupan manusia.Dalam melaksanakan kesepakatan yang tertuang dalam konvensi perubahan iklim tersebut, pada tahun 1997 disepakati adanya Protokol Kyoto. Protokol Kyoto memperbolehkan negara-negara maju untuk mencapai target pengurangan emisinya melalui tiga jenis mekanisme yaitu Emissions Trading (perdagangan emisi di antara negara maju); Joint Implementation (transfer emisi di antara negara maju melalui proyek khusus pengurangan emisi); dan CDM.CDM merupakan mekanisme pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca di negara maju dengan melibatkan negara berkembang. Mekanisme ini memungkinkan negara maju untuk mencapai sebagian keharusan pengurangan emisi melalui proyek di negara berkembang yang dapat mengurangi emisi atau sequester CO2 dari atmosfir. Saat ini negara-negara berkembang tidak memiliki kewajiban untuk mengurangi emisi gas rumah kaca yang mereka hasilkan. Akan tetapi mereka dapat berpartisipasi secara sukarela dalam pengurangan emisi global dengan menjadi tuan rumah bagi proyek pelaksanaan CDM. Clean Development Mechanism, atau lebih dikenal dengan CDM, adalah salah satu mekanisme pada Kyoto Protokol yang mengatur negara maju (Annex I) dalam upayanya menurunkan emisi gas rumah kaca. Mekanisme CDM ini merupakan satu-satunya mekanisme yang terdapat pada Protokol Kyoto yang mengikutsertakan negara berkembang. Melalui mekanisme CDM ini, diharapkan akan memungkinkan adanya transfer teknologi dari negara maju ke negara berkembang. Seperti yang tertera pada Protokol Kyoto artikel 12, tujuan mekanisme CDM adalah:1. Membantu negara yang tidak termasuk sebagai negara Annex I, yaitu negara berkembang, dalam mencapai pembangunan yang berkelanjutan dan untuk berkontribusi pada tujuan utama Konvensi Perubahan Iklim, yaitu untuk menstabilkan konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer.2. Membantu negara-negara Annex I atau negara maju agar dapat memenuhi target penurunan emisi negaranya.3. Mekanisme CDM memberikan kesempatan bagi negara maju (Annex I) dalam memenuhi target penurunan emisi secara fleksibel dan dengan biaya yang tidak terlalu mahal. CDM memungkinkan pemerintah dan pihak swasta di negara Annex I untuk mengembangkan proyek yang dapat menurunkan emisi gas rumah kaca di negara berkembang.4. Setelah proyek ini terbukti dapat menurunkan emisi gas rumah kaca, maka negara Annex I tersebut akan mendapatkan sebuah kredit yang dinamakan CER atau "certified emissions reduction". Kredit yang dihasilkan dari CER ini kemudian akan dihitung sebagai emisi yang berhasil diturunkan oleh negara Annex I melalui CDM, yang dapat digunakan untuk memenuhi target mereka di dalam Protokol Kyoto.5. Melalui proyek CDM, negara Annex I mendapat keuntungan yaitu dapat melakukan penurunan emisi dengan harga yang relatif lebih murah jika mereka harus mengembangkan proyek tersebut di negara mereka sendiri. Selain itu negara berkembang sebagai tuan rumah proyek CDM mendapatkan keuntungan berupa bantuan keuangan, transfer teknologi dan pembangunan yang berkelanjutan.Mekanisme CDM memungkinkan Negara Annex I untuk menurunkan emisi GRK secara lebih murah dibandingkan dengan mitigasi di dalam negerinya sendiri (domestic action). Oleh karenanya, CDM beserta dengan dua mekanisme lainnya dikenal sebagai mekanisme flexisbiliti (flexibility mechanisms). Dalam melaksanakan CDM, komoditi yang diperjualbelikan adalah reduksi emisi GRK tersertifikasi yang biasa dikenal sebagai CER (Certified Emission Reduction). CER ini diperhitungkan sebagai upaya Annex I dalam memitigasi emisi GRK dan nilai CER ini serta dengan nilai penurunan emisi yang dikenal secara domistik dank arena dapat diperhitungkan dalam pemenuhan target penurunan emisi GRK Negara Annex I seperti yang disepakati dalam Annex B protocol Kyoto. Meskipun belum diputuskan, pada dasarnya CDM dapat dilakukan dengan tiga cara (dikenal sebagai CDM architecture), yaitu: 1. Bilateral CDM pelaksanaan CDM antara satu Negara Annex I dan satu Negara berkembang. Pada umumnya CDM ini dilakukan dalam bentuk investasi asing yang besarnya serta dengan potensi reduksi emisi GRK yang dapat dihailkan olleh kegiatan tersebut. Investasi asing yang dihitung sebagai CDM hanya berdasarkan CER yang dapat dihasilkan. 2. Multilateral CDM dengan mekanisme yang serupa dengan bilateral CDM tetapi berlangsung tidak antara satu Negara Annex I dan satu Negara berkembang, melainkan antara beberapa Negara Annex I dengan beberapa Negara berkembang melalui sebuah lembaga Clearinghause.3. Unilateral CDM pelaksanaan kegiatan yang memiliki potensi reduksi emisi GRK dibiayai dengan investasi domestic. Pada gilirannya, investor dalam negeri ini akan mendapatkan CER yang nantinya dapat dijual kepada Negara Annex I. Indonesia sebagai negara berkembang tidak dikenakan kewajiban untuk menurunkan emisinya. Namun, sebagai negara kepulauan dengan kegiatan ekonomi yang sebagian besar berbasis pada sumber daya alam, seperti pertanian, perikanan dan kehutanan, Indonesia sangat rentan terhadap dampak perubahan iklim. Diperkirakan, sebesar 10 persen dari pendapatan nasional Indonesia akan hilang akibat dampak perubahan iklim ini pada pertengahan abad 21 ini. Oleh karena itu, upaya adaptasi terhadap perubahan iklim sangatlah penting untuk dilakukan dalam menyelamatkan kehidupan masyarakat di Indonesia. Indonesia yang telah meratifikasi Protokol Kyoto pada 3 Desember 2004, melalui UU no. 17/ 2004, sesungguhnya akan menerima banyak manfaat dari Protokol Kyoto. Melalui dana untuk adaptasi yang disediakan melalui protokol ini, Indonesia bisa meningkatkan kemampuannya dalam beradaptasi dengan dampak-dampak perubahan iklim, seperti kenaikan permukaan laut, pergeseran garis pantai, musim kemarau yang semakin panjang, serta musim hujan yang semakin pendek periodenya, namun semakin tinggi intensitasnya.Selain itu Indonesia juga bisa segera mengambil manfaat dari pengembangan proyek CDM (Clean Development Mechanism Mekanisme Pembangunan Bersih). Berdasarkan perhitungan, Indonesia memiliki potensi pengurangan emisi sebesar 125 300 juta ton, yang diperkirakan akan memberikan manfaat sebesar $81,5 juta - $1,26 milyar.Sampai saat ini sudah ada beberapa kegiatan CDM yang sedang dipersiapkan di Indonesia, misalnya :1. Proyek mengganti rencana pembangunan pembangkit listrik batubara dengan geothermal yang dilakukan Unocal Indonesia dan Amoseas Indonesia, atau efisiensi energi untuk produksi di pabrik seperti yang dilakukan Indocement Indonesia. 2. Nota Kesepahaman Kerjasama Mekanisme Pembangunan Bersih antara Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Denmark, telah ditandatangani pada tanggal 27 Juli 2005, sebagai dukungan resmi terhadap peluncuran proyek Danish CDM Project Development Facility di Indonesia. Inisiatif tersebut mengacu kepada dua tujuan, yang pertama adalah untuk meningkatkan kesadaran dan pengetahuan tentang CDM bagi kalangan luas, yang dapat memperoleh keuntungan dari CDM dan untuk meningkatkan kapasitas bagi para pihak yang terkait dengan CDM di Indonesia. Tujuan selanjutnya adalah untuk mengembangkan proyek CDM serta menyalurkan Certified Emission Reductions (CERs) yang dihasilkan kepada pemerintah Denmark, sehingga dapat membantu negara tersebut dalam memenuhi target penurunan emisinya, yang pada akhirnya memberikan keuntungan bagi kedua negara. Untuk memperlancar proses tersebut, Sekretariat untuk Danish CDM Project Development Facility telah dibentuk di Kedutaan Denmark Jakarta. Sekretariat ini akan mengkoordinir proses penyeleksian ide-ide proyek sekaligus mendukung seluruh proses pengembangan proyek CDM. Hal ini mencakup dukungan dana bagi biaya transaksi untuk proyek, termasuk memberikan bantuan teknis dalam pengembangan baseline dan rencana pengawasan, pengembangan Project Design Document (PDD) serta validasi proyek, bekerjasama dengan institusi swasta dan publik di Indonesia dan Denmark. 3. Untuk bantuan teknis, Kedutaan Denmark telah menugaskan dua institusi dalam pelaksanaannya, yaitu Econ Analysis di Denmark dan Pelangi di Indonesia. Selanjutnya, Danish CDM Project Development Facility akan menyediakan bantuan teknis tersebut untuk mengembangkan ide-ide proyek yang terbaik, sehingga pada akhirnya dapat mencapai tahap transaksi dengan pemerintah Denmark. Dana sebesar 5 juta DKK atau sekitar 600 ribu USD telah dialokasikan untuk membantu para pengembang proyek dalam mengembangkan proyeknya dan pemerintah Denmark memberikan jaminan kepastian untuk membeli sebanyak mungkin CERs yang berasal dari fasilitas ini.Clean Development Mechanism (Mekanisme Pembangunan Bersih): salah satu mekanisme dalam Protokol Kyoto yang memungkinkan egara maju untuk melakukan penurunan emisi di luar negaranya, melalui usaha penurunan emisi di negara berkembang. Nantinya, kredit penurunan emisi yang dihasilkan akan dimiliki oleh egara maju tersebut. Selain membantu negara maju dalam memenuhi target penurunan emisi, CDM juga bertujuan membantu negara berkembang dalam mendukung pembangunan berkelanjutan di negara tuan rumah. CDM merupakan satu-satunya mekanisme yang melibatkan Negara berkembang. Berikut dampak-dampak dari pemanasan global :1. Pemanasan global dan perubahan iklim adalah sebuah fenomena meningkatnya konsentrasi Gas Rumah Kaca (GRK) di atmosfer akibat berbagai aktivitas manusia, seperti penggunaan bahan bakar (minyak, gas dan batubara), perubahan tata guna lahan dan kehutanan, pertanian dan peternakan. 2. Pemanasan global dan perubahan iklim menyebabkan terjadinya kenaikan suhu, mencairnya es di kutub, meningkatnya permukaan laut, bergesernya garis pantai, musim kemarau yang berkepanjangan, periode musim hujan yang semakin singkat, namun semakin tinggi intensitasnya, dll. Hal-hal ini kemudian akan menyebabkan tenggelamnya beberapa pulau dan berkurangnya luas daratan, pengungsian besar-besaran, gagal panen, krisis pangan, banjir, wabah penyakit, dll, 3. Sejak tahun 1995, dunia internasional melakukan pertemuan rutin setiap tahun, Conference of the Parties, untuk membahas berbagai hal yang berkaitan dengan perubahan iklim, termasuk solusi yang harus dilakukan. 4. Indonesia yang telah meratifikasi Protokol Kyoto pada 3 Desember 2004, melalui UU no. 17/ 2004.

Kelemahan protocol KyotoProtokol Kyoto pun baru dapat dipraktekkan di tahun-tahun mendatang sedangkan the damage had been done dan telah dilakukan dalam kurun waktu yang cukup lama. Tidak ada yang bisa kita lakukan untuk mewujudkan suhu bumi seperti sedia kala. Meskipun begitu Protokol Kyoto telah menjadi semacam pengingat bagi seluruh umat manusia untuk tidak bertindak sebodoh sebelumnya untuk makin merusakkan bumi. Protokol Kyoto secara umum tidak membuat perubahan apapun terkait peningkatan emisi global. Pada tahun 1990 emisi meningkat sekitar dua ppm, kini emisi naik pada tingkat sekitar tiga ppm.Protokol Kyoto adalah karena hanya mencakup sebagian kecil dari total emisi dunia karena sebagian besar negara-negara Barat tidak lagi mengalami industrialisasi.

Kelebihan protocol Kyoto

11