proses penyelesaian perkara desersi secara in …eprints.ums.ac.id/71869/9/naspub.pdfmemasuki dinas...
TRANSCRIPT
1
Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Menyelesaikan Program Studi Strata I
Pada Jurusan Ilmu Hukum Fakultas Hukum
Oleh:
KRISNA SIDIQ HARU SUPRAPTO
C100130195
PROGRAM STUDI ILMU HUKUM
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2019
PROSES PENYELESAIAN PERKARA DESERSI SECARA IN
ABSENTIA DI PENGADILAN MILITER
(Studi Kasus di Pengadilan Militer III-13 Madiun)
PROSES PENYELESAIAN PERKARA DESERSI SECARA IN ABSENTIA DI PENGADILAN MILITER
(Studi Kasus di Pengadilan Militer III-13 Madiun)
1
PROSES PENYELESAIAN PERKARA DESERSI SECARA IN
ABSENTIA DI PENGADILAN MILITER
Abstrak
Tindak pidana desersi memiliki ciri utama yaitu ketidakhadiran tanpa izin
yang dilakukan oleh seorang militer pada suatu tempat yang ditentukan
baginya, dimana militer tersebut seharusnya berada pada kesatuan untuk
melaksanakan kewajiban dinas. Ketidakhadiran tersebut dapat berupa
berpergian pada suatu tempat, menyembunyikan diri, menyebrang kemusuh,
memasuki dinas militer negara lain, atau membuat dirinya tetinggal dengan
sengaja.proses penyelesaian perkara tindak pidana desersi seringkali
ditemukan beberapa kendala, yaitu salah satunya yang melakukan tindak
pidana desersi tidak dapat ditemukan yang menyebabkan proses
pemeriksaan dilakukan tanpa hadirnya (in absentia).in absentiayaitu
pemeriksaan yang dilakukan dilakukan supaya perkara tersebut segera
diselesaikan dengan cepat demi tegaknya disiplin prajurit dalam rangka
menjaga keutuhan pasukan. Termasuk dalam hal pelimpahan perkara yang
nya tidak diperiksa karena sejak awal melarikan diri dan tidak diketemukan
lagi dalam waktu 6 (enam) bulan berturut-turut terhitung sejak tanggal
pelimpahan berkas perkara ke pengadilan.
Kata kunci: desersi, in absentia, peradilanmiliter
Abstract The crime of desertion has the main characteristic of being absent without
permission from a military officer at a place determined for him, where the
military should be in a unit to carry out official duties. This absence can take
the form of traveling somewhere, hiding yourself, crossing an enemy,
entering another country's military service, or leaving him intentionally. the
process of settling desertion cases is often found to be several obstacles,
namely one of them who commits a crime of desertion cannot be found
which causes the inspection process to be carried out without being present
(in absentia). in absentia, namely the examination carried out so that the
case is immediately resolved quickly for the sake of the discipline of
soldiers in order to maintain the integrity of the troops. Including in the case
of delegation of cases which were not examined because they had fled from
the start and were not found again in 6 (six) consecutive months from the
date of delegation of case files to the court.
Keywords : desertation, in absentia, military justice
1. PENDAHULUAN
Istilah militer berasal dari kata “miles” yang dalam bahasa Yunani berarti
seseorang yang dipersenjatai dan disiapkan untuk melakukan pertempuran-
2
pertempuran atau peperangan terutama dalam rangka pertahanan dan
keamanan negara.1 Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah ujung tombak
pertahanan negara Indonesia, yang bertugas untuk menghalau ancaman dari
luar maupun dalam negeri. Tentara Nasional Indonesia (TNI) adalah warga
negara yang dipersiapkan dan dipersenjatai untuk tugas-tugas pertahanan
negara guna menghadapi ancaman militer maupun bersenjata.2
Dalam Pasal 7 ayat (1) UU No. 34 Tahun 2004 tentang Tentara
Nasional Indonesia yang menyebutkan bahwa tugas pokok prajurit TNI
adalah menegakkan kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berdasarkan Pancasila dan UUD Tahun 1945, serta melindungi segenap
bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia dari ancaman dan gangguan
terhadap keutuhan bangsa dan negara Indonesia.3
Berdasarkan keterangan diatas sudah jelas bahwa kedudukan TNI
sangatlah diandalkan oleh masyarakat Indonesia di bidang pertahanan dan
keamanan. Namun pada kenyataannya banyak sekali prajurit TNI, baik dari
Angkatan Darat (AD), Angkatan Laut (AL), dan Angkatan Udara (AU)
yang melakukan tindak pidana yang merugikan bagi dirinya sendiri, orang
lain, dan tentu saja Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tindakan yang
dilakukan tidak mencerminkan kedisiplinan dari seorang prajurit TNI dalam
menjalankan tugas yang tentunya berdampak pada kepercayaan masyarakat
terhadap prajurit TNI itu sendiri.
Setiap anggota TNI harus tunduk dan taat terhadap ketentuan-
ketentuan hukum yang berlaku bagi Militer yaitu Kitab Undang-undang
Hukum Pidana Militer yang selanjutnya disebut KUHPM, Kitab Undang-
Undang Hukum Disiplin Militer yang selanjutnya disebut KUHDM, dan
Peraturan Disiplin Militer yang selanjutnya disebut PDM dan peraturan
peraturan lainnya. Peraturan hukum militer inilah yang diterapkan kepada
1S.R. Sianturi,. 2010, Hukum Pidana Militer Di Indonesia, Jakarta: Badan Pembinaan Hukum
Tentara Nasional Indonesia, Hal.28. 2Lihat pasal 1 ayat ( 21) Ketentuan Umum UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia. 3Lihat pasal 7 ayat ( 1) UU Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional Indonesia.
3
semua prajurit TNI, baik Tamtama, Bintara, maupun Perwira yang
melakukan tindakan yang merugikan kesatuan masyarakat umum, dan
negara yang tidak terlepas dari peraturan lainnya yang berlaku juga bagi
masyarakat umum.
Apabila ada prajurit yang tidak memenuhi peraturan-peraturan yang
ada maka prajurit tersebut disebut melakukan tindak pidana. Salah satu tidak
pidana yang dikategorikan tindak pidana murni adalah tindakan desersi.
Macam-macam tindak pidana murni prajurit dalam Pasal 87 KUHPM yaitu
(1) meninggalkan dinas dalam waktu 30 (tiga puluh) hari, (2) meninggalkan
tugas-tugas yang diperintahkan, (3) melarikan diri dari kesatuan tugasnya
selama pertempuran baik yang dilakukan secara sengaja maupun tidak
sengaja tanpa seizin komandannya. Mengenai proses pemidanaannya
berdasarkan Pasal 85 KUHPM, seorang prajuritdapat dijatuhi hukuman
kedisiplinan, kurungan hingga pemecatan dari dinas militer.4
Untuk melaksanakan proses hukuman bagi anggota TNI yang telah
melakukan desersi diperlukan sebuah lembaga hukum militer yang khusus
menangani anggota TNI yang terlibat hukum yaitu melalui hukum militer.
Hukum militer yang dimaksudtersebut diatas yaitu Peradilan Militer yang
meliputi Pengadilan Militer, Pengadilan Militer Tinggi, Pengadilan Militer
Utama, dan Pengadilan Militer Pertempuran.5
Saat ini tindak pidana desersi merupakan salah satu tindak pidana
yang seringkali dilakukan dalam kesatuan militer, dimana seorang prajurit
seringkali meninggalkan kesatuan tanpa alasan yang sah dan tanpa izin dari
atasan.
2. METODE
Menurut Tyrus Hillway, penelitian adalah suatu metode ilmiah yang
dilakukan melalui penyelidikan yang seksama dan lengkap, terhadap semua
bukti-bukti yang dapat diperoleh mengenai suatu permasalahan tertentu,
4Anisa Nurchassana Utomo, Idha Sri Suryani, dkk, 2016, “Jurnal Hukum Verstex dengan judul
Pembuktian Dakwaan oditur Militer Dalam Pemeriksaan Secara In Absensia Pada persidangan
Perkara Desersi Di Masa Damai (PUTUSAN P.M II-09 Bandung Nomor : 105-K/PM.II-
09/AU/VI/2014)” 5Moch. Faisal Salam, 2002, Hukum Acara Pidana Militer di Indonesia, Bandung, Mandar Maju,
Hal.223.
4
sehingga dapat diperoleh suatu pemecahan bagi permasalahan itu.6 Adapun
mengenai metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini
menggunakan pendekatan yang bersifat normatif empiris, karena penelitian
ini mengkaji aturan-aturan penegakan hukum terhadap tindak pidana desersi
dengan melakukan inventarisasi dan sinkronisasi baik vertikal maupun
horizontal. Namun demikian untuk mendapatkan hasil yang lebih valid dan
dapat dipertanggungjawabkan secara empiris, dilakukan dengan mengkaji
pandangan masyarakat dalam memberikan opini atau pendapat mengenai
tindak pidana desersi.Jenis penelitian ini adalah deskriptif-analitis7 yakni
dalam penelitian ini penulis bermaksud mendeskripsikan dan menganalisis
regulasi tentang Proses Penyelesaian Perkara Desersi secara In absentia di
Pengadilan Militer, sehingga dapat memberikan gambaran yang jelas
mengenai permasalahan tersebut.
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Pengaturan Hukum Tehadap Proses Penyelesaian Tindak
PidanaDesersi Secara In Absentia
Tindak pidana desersi merupakan tindakan yang dilakukan oleh prajurit TNI
dimana meninggalkan kesatuan tanpa izin yang sah dari atasan yang
berwenang. Tindak pidana desersi juga merupakan tindak pidana murni,
dimana tindak pidana militer murni adalah tindak pidana yang hanya
dilakukan seorang militer, karena sifatnya secara khusus militer.8Hukum
pidana militer disebut khusus dengan pengertian untuk membedakan
denganhukum acara pidana pidana umum yang berlaku bagi setiap orang.
Hukum pidana militer juga memuat peraturan-peraturan yang
menyimpang dari ketentuan-ketentuan yang telah diatur di dalam hukum
acara pidana umum dan hanya berlaku bagi golongan khusus (militer) atau
orang-orang karena peraturan perundang-undangan ditujukan padanya.9
6Khuzaifah Dimyati & Kelik Wardiyono, 2008, Metode Penelitian Hukum, Surakarta : Fakultas
Hukum universitas Muhammadiyah Surakarta, Hal. 1. 7Husaini Usman dan Purnomo Setiadyakbar, 2008, Metodologi Penelitian Sosial, Jakarta: PT.
Bumi Aksara, Hal. 130. 8Amirodin sjarif, Op Cit, Hal. 3 9Moch Faisal Salam (II), Op Cit, Hal. 27
5
Lebih lanjut tindak pidana desersi sendiri diatur dalam Kitap
Undang-undang Hukum Pidana Militer yang terdapat pada Pasal 87 dan
Pasal 89 KUHPM, berikut kutipan dari pasal tersebut :
Pasal 87
(1) Diancam Karena desersi, militer :
Ke-1 yang pergi dengan maksud menarik diri untuk selamanya dari
kewajiban-kewajiban dinasnya, menghindari bahaya perang,
menyebrang ke musuh, atau memasuki dinas militer pada
suatu negara atau kekuasaan lain tanpa dibenarkan untuk
itu;
Ke-2 Yang karena salahnya atau dengan sengaja melakukan
ketidakhadiran tanpa izin dalam waktu damai lebih dari tiga
puluh hari, dalam waktu perang lebih lama empat hari;
Ke-3 Yang dengan sengaja melakukan ketidakhadiran tanpa izin
dan karena tidak ikut melaksanakan sebagian atau
seluruhnya dari suatu perjalanan yang diperintahkan, seperti
yang diuraikan pada Pasal 85 ke-2.
(2) Desersi yang dilakukan dalam waktu damai, diancam dengan
pidana penjara maksimum dua tahun delapan bulan.
(3) Desersi yang dilakukan dalam waktu perang, diancam dengan
pidana penjara maksimum delapan tahun enam bulan.
Pasal 89
Diancam pidana mati, penjara seumur hidup atau sementara
maksimum dua puluh tahun;
Ke-1 Desersi ke musuh;
Ke-2 (diubah dengan undang No. 39 Tahun 1947) desersi dalam waktu
perang, dari satuan pasukan, perahu laut atau pesawat
terbangyang ditugaskan untuk dianas pengamanan, ataupun dari
suatu tempat atau pos yang diserang atau terancam serangan
oleh musuh.
6
Tindak pidana desersi memiliki ciri utama yaitu ketidakhadiran
tanpa izin yang dilakukan oleh seorang militer pada suatu tempat yang
ditentukan baginya, dimana militer tersebut seharusnya berada pada
kesatuan untuk melaksanakan kewajiban dinas.
3.2 Proses Penyelesaian Perkara Desersi secara In Absentia di
Pengadilan Militer
Berdasarkan hasil wawancara penulis yang dengan Letnan Kolonel Chk
Moch. Suyanto, S.H,.M.H selaku Kepala Pengadilan Militer III-13
Madiun, bahwa yang menjadi alasan dilanjutkannya suatu pemeriksaan
perkara in absentia adalah untuk memberikan putusan yang
berkekuatan hukum tetap terhadap perkara tersebut yang nantinya
memiliki kepastian hukum bagi. Berikutproses penyelesian tindak
pidana desersi secara in absentia di Pengadilan Militer sebagai berikut:
3.2.1 Tahap penyidikan
a) Adanya suatu penyelidikan dan penyidikan dapat diproses jika
adanya pengaduan dari atasan atau laporan dari ankum. Dari
adanya laporan itu dapat diajukan langsung kepada Polisi
Militer.
b) Hasil penyidikan kemudian dituangkan ke dalam berita acara
pemeriksaan
c) Berita acara pemeriksaan tersebut kemudian dilimpahkan
kepada Oditur Militer untuk diperiksa apakah hasil penyidikan
sudah lengkap atau belum. Apabila berkas sudah lengkap,
penyidik wajib segera menyerahkan kepada Perwira Penyerah
Perkara (Papera).
3.2.2 Tahap penyerahan perkara
a) Tahap penyerahan perkara diserahkan kepada papera, setah itu
papera akan menentukan apakah perkara tersebut diajukan ke
Pengadilan Militer atau cukup dengan sidang disiplin militer
saja.
7
b) Papera yang sudah menentukan untuk diajukan di pengadilan
militer kemudian membuat surat keputusan penyerahan
perkara yang dikirimkan ke Oditur Militer, tetapi apabila
papera tidak setuju untuk diajukan ke Pengadilan Militer maka
Oditur Militer dapat membuat surat keberatan yang ditujukan
kepada Pengadilan Militer Utama, setelah itu Pengadilan
Militer Utama menentukan berkas tersebut dilimpahkan atau
tidak ke Pengadilan Militer.
c) Perkara yang sudah memenuhi persyaratan dapat diajukan ke
Pengadilan Militer beserta BAP dan surat keputusan
penyerahan perkara dari papera.
3.2.3 Tahap Pemeriksaan sidang di Pengadilan Militer III-13 Madiun.
Proses pemeriksaan perkara desersi pada umumnya sama
dengan proses pemeriksaan perkara pidana lainnya. Pada sidang
pertama, dibuka oleh hakim ketua diikuti dengan ketukan palu 3
(tiga) kali. Prosses pemeriksaan perkara desersi secara in absentia
dalam persidangan, Oditur Militer harus terlebih dahulu melakukan
pemanggilan terhadap terdakwa 3 (tiga) kali berturut-turut secra
sah untuk hadir di dalam persidangan.
Persidangan pertama dan kedua masih belum dapat
dinyatakan sebagai persidangan perkara desersi secara in absentia.
Persidangan perkara desersi dapat dinyatakan in absentia, apabila
pada saat pemanggilan ketiga, terdakwa tatap tidak hadir dalam
persidanngan. Maka dari itu hakim ketua menyatakan persidangan
dilakukan secara in absentia diikuti dengan ketukan palu 1 (satu)
kali. Selanjutnya pemeriksaan terhadap saksi harus dihadiri dan
didengarkan oleh terdakwa, karena terdakwa mempunyai hak untuk
menyangkal terhadap keterangan saksi tersebut.
Menurut Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 tentang
Peradilan Militer Pasal 182 ayat (5) maka sesudah pemeriksaan
dinyatakan ditutup, hakim mengadakan musyawarah secara
tertutup dan rahasia. Pelaksanaan musyawarah didasarkan pada
8
surat dakwaan dan segala sesuatu yang terbukti dalam pemeriksaan
persidangan.
3.3 Kendala yang Dihadapi Pengadilan Militer III-13 Madiun
dalam Menyelasaikan Perkara Tindak Pidana Desersi
Secara In Absentia
Berdasarkan diatas, peradilan in absentiayang dalam proses
persidangan tidak dapat dihadirkan dalam persidangan, maka dari
ketidakhadiran proses pemeriksaan dapat berjalan dengan lebih
baik atau sebaliknya proses pemeriksaan atau proses persidangan
akan menemui beberapa kendala. Berdasarkan hasil penelitian
penulis yang dilakukan di Pengadilan Militer III-13 Madiun
diperoleh kendala-kendala dalam penyelesaian perkara desersi
secara in absentiayaitu sebagai berikut:10
(1) Proses persidangan yang dilaksanakan tanpa dihadiri terdakwa
menjadikan dalam memutus perkara tersebut hanya berdasarkan
keyakinan dan didukung dengan beberapa alat bukti yang sah
tanpa dapat mendengarkan keterangan yang langsung dari si
pelaku/terpidana sehingga putusan yang dijatuhkan oleh
Pengadilan Militer tentu saja kurang sempurna atau dapat
dikatakan tidak adil bagi terpidana yang akan menyulitkan dalam
pelaksanaan hukuman.
(2) Pelaksanaan putusan dalam perkara desersi secara in absentia
sulit untuk segera dilaksanakan, dimana terpidana yang dalam
status desersi melalui pihak Polisi Militer melaksanakan
pencarian guna kemudian ditangkap dan ditahan untuk kemudian
melaksanakan hukumannya sesuai dengan putusan , akan tetapi
karena terpidana belum dapat ditangkap maka pelaksanaan
hukumannyapun akan terbengkalai.
(3) Keterlambatan surat jawaban pemanggilan dari kesatuan oleh
pengadilan.
10Mayor Sus Wing EkoJoedhaHarijanto, S.H, MiliterPengadilanMiliter III-13 Madiun,
WawancaraPribadi, Madiun 23 Oktober 2018 Pukul 10.30 WIB
9
(4) yang disidik secara in absentia hadir dalam persidangan dengan
alasan surat pemanggilan sidang tidak sampai atau salah alamat
karena yang bersangkutan sudah pindah kesatuan dengan
demikian proses pemeriksaan harus ditunda dan berkas perkara
hasil penyidikan yang dilakukan secara in absentia tersebut
dikembalikan kepada Penyidik untuk diperiksa ulang secara
biasa.
3.4 Tindak Pidana Dersesi Menurut Perpekstif Syariah
Pada dasarnya hukum islam tidak begitu mengatur tindak pidana
desersi, namun hukum islam mengatur kaum muslimin yang
meninggalkan atau lari dari peperangan. Perbuatan tersebut
berkaitan dengan Pasal 87 Kitap Undang-undang Hukum Pidana
Militer. Jika kaum muslimin ditakdirkan bertemumusuh, makaia
wajib bersabar dan tidak boleh lari dari medan perang. Rasûlullâh
Shallallahu ‘alaihiwasallam bersabda:
Wahai manusia, janganlah kamu mengharapkan
bertemumusuh, tetapi mohonlah keselamatan kepada Allâh. Jika
kamu bertemumusuh, maka bersabarlah dan ketahuilah bahwa
surge itu di bawah naungan pedang. (HR. Bukhari, No. 3024;
Muslim, No. 1742)
Dan lari dari medan perang termasuk tujuh dosa yang
membinasakan. Sebagaimana disebutkan di dalam hadits :
Dari Abu Hurairah, dari Nabi Shallallahu‘alaihiwasallam
,Beliau bersabda: “Jauhilah tujuh (dosa) yang membinasakan!”
Mereka (parasahabat) bertanya: “Wahai Rasûlullâh, apakah itu?”
Beliau Shallallahu‘alaihiwasallam menjawab, “Syirik kepada
Allâh; sihir; membunuh jiwa yang Allâh haramkan kecuali dengan
haq; memakan riba; memakan harta anak yatim; berpaling dari
perang yang berkecamuk; menuduh zina terhadap wanita-wanita
merdeka yang menjaga kehormatan, yang beriman, dan yang
10
bersih dar izina”. [Hadits Shahih Riwayat Al-Bukhâri, No: 3456;
Muslim, No: 2669]
Karena begitu besar akibat yang akan ditimbulkan oleh
sikap lari dari medan perang, maka Allâh Azza wa Jalla
memberikan ancaman berat terhadap pelakunya. Allâh Azza wa
Jalla berfirman Ancaman tersebut adalah mendapatkan murka
Allâh Azza wa Jalla dan tempatnya adalah neraka.
4. PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pertama, tindak pidana desersi termuat dalam Pasal 87 dan 89 Kitap
Undang-undang Hukum Pidana Militer, sedangkan mengenai tindak
pidana desersi yang dalam proses pemeriksaannya secara in absentia
diatur dalam Pasal 141 ayat (10) dan Pasal 143 Undang-undang Nomor
31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer.
Kedua, proses pemeriksaan perkara desersi pada umumnya sama
dengan proses pemeriksaan perkara pidana lainnya. Pada sidang pertama,
dibuka oleh hakim ketua diikuti dengan ketukan palu 3 (tiga) kali..
Persidangan pertama dan kedua masih belum dapat dinyatakan sebagai
persidangan perkara desersi secara in absentia. Persidangan perkara
desersi dapat dinyatakan in absentia, apabila pada saat pemanggilan
ketiga, terdakwa tatap tidak hadir dalam persidanngan. Maka dari itu
hakim ketua menyatakan persidangan dilakukan secara in absentia
diikuti dengan ketukan palu 1 (satu) kali.
Ketiga, proses persidangan yang dilaksanakan tanpa dihadiri
terdakwa menjadikan hakim dalam memutus perkara tersebut hanya
berdasarkan keyakinan dan didukung dengan beberapa alat bukti yang
sah tanpa dapat mendengarkan keterangan yang langsung dari si
pelaku/terpidana sehingga putusan yang dijatuhkan oleh Pengadilan
Militer tentu saja kurang sempurna atau dapat dikatakan tidak adil bagi
terpidana yang akan menyulitkan dalam pelaksanaan hukuman.
11
4.2 Saran
Pertama, Kepala Pengadilan Militer III-13 Madiun dan jajarannya dalam
hal pembuktian di persidangan, akan lebih baik apabila para saksi tetap
dihadirkan di dalam persidangan. Dengan mendengarkan keterangan para
saksi, majelis hakim akan lebih optimal dalam mempertimbangkan
hukuman apa yang paling tepat untuk terdakwa.
Kedua, Seluruh anggota TNI dalam hal ini masih banyaknya
tindak pidana desersi di kalangan TNI, membuktikan bahwa bukan hanya
pelatihan akademik, fisik, dan kedisiplinan semata yang penting untuk
menunjang kemampuan TNI, akan tetapi sebaiknya pelatihan mental dan
agama juga harus ditingkatkan. Dengan peningkatan pelatihan mental
dan agama diharapkan anggota TNI selalu siap siaga baik lahir maupun
batin dalam menghadapi situasi apapun.
DAFTAR PUSTAKA
Sianturi, S.R, 2010, Hukum Pidana Militer Di Indonesia, Jakarta: Badan
Pembinaan Hukum Tentara Nasional Indonesia.
Salam, Moch Faisal, 2002, Hukum Acara Pidana Militer di indonesia,
Bandung: Mandar Maju.
Dimyati, Khuzaifah & Kelik Wardiyono. 2008, Metode Penelitian
Hukum, Surakarta : Fakultas Hukum universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Usman, Husnaini dan Purnomo Setiadyakbar, 2008, Metodologi
Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Sjarip, Amiroeddin, 1996, Hukum Disiplin Militer Indonesia, Jakarta:
Rineka Cipta
Prinst, Darwan, 2003, Peradilan Militer, Bandung: Citra aditya Bakti
Utomo, Anisa Nurchassana, Idha Sri Suryani, dkk, 2016, “Jurnal Hukum
Verstex dengan judul Pembuktian Dakwaan oditur Militer Dalam
Pemeriksaan Secara In Absensia Pada persidangan Perkara
12
Desersi Di Masa Damai (PUTUSAN P.M II-09 Bandung Nomor :
105-K/PM.II-09/AU/VI/2014)”
Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Hasil
Amandemen
Undang-undang Nomor 39 Tahun 1947 Kitap Undang-undang Hukum
Pidana Militer
Undang-undang Nomor 31 Tahun 1997 Tentang Peradilan Militer
Undang-undangNomor 34 Tahun 2004 Tentang Tentara Nasional
Indonesia