proposal tak bandungrejo hias bolpoin

Upload: shofikhaqulilmy

Post on 28-Mar-2016

16 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

Proposal Tak Bandungrejo Hias Bolpoin

TRANSCRIPT

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK (TAK)

MENGHIAS BOLPOIN DENGAN KAIN FLANELPADA KLIEN DENGAN HALUSINASIDI DESA BANDUNGREJO KECAMATAN BANTUR, MALANG

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Departemen Jiwa

Oleh:SHOFI KHAQUL ILMY105070200131010

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANFAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS BRAWIJAYAMALANG2015

HALAMAN PENGESAHAN

MENGHIAS BOLPOIN DENGAN KAIN FLANELPADA KLIEN DENGAN HALUSINASIDI DESA BANDUNGREJO KECAMATAN BANTUR

Diajukan untuk Memenuhi kompetensi Praktek Profesi Departemen Jiwa

Oleh:SHOFI KHAQUL ILMY105070200131010

Telah diperiksa kelengkapannya pada:Hari : SeninTanggal : 15 Juni 2015Dan dinyatakan memenuhi kompetensi

Perseptor Klinik

Ns. Soebagijono, S.Kep, M.Kes.NIP. 19681009 1999003 1003Perseptor Akademik

Ns. Retno Lestari S.Kep, MNNIP. 198009142005022001

BAB IPENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangDari studi pendahuluan dan pengkajian yang telah kelompok lakukan, didapatkan data bahwa masalah terbanyak yang terdapat di Desa Bandungrejo Kecamatan Bantur adalah Gangguan Mental Non Organik atau Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) dengan jumlah 42 orang. Hal ini mendorong kelompok untuk melakukan terapi aktivitas kelompok (TAK) yang merupakan salah satu terapi modalitas keperawatan untuk mendukung dan mengoptimalkan intervensi yang telah dilakukan oleh perawat.Terapi aktivitas kelompok merupakan salah satu bentuk kegiatan terapi psikologik yang dilakukan dalam sebuah aktivitas dan diselenggarakan secara kolektif dalam rangka pencapaian penyesuaian psikologis, perilaku dan pencapaian adaptasi optimal pasien. Dalam kegiatan aktivitas kelompok. Tujuan ditetapkan berdasarkan kebutuhan dan masalah yang dihadapi oleh sebagian besar klien dan sedikit banyak dapat diatasi dengan pendekatan terapi aktivitas kolektif. Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Sensori merupakan terapi modalitas yang dapat digunakan sebagai upaya untuk menstimulasi semua panca indra (sensori) agar memberi respon yang adekuat. TAK Stimulasi Sensori yang akan dilakukan ditujukan pada kelompok klien dengan masalah yang sama, yang dalam hal ini adalah gangguan presepsi-sensori, yaitu halusinasi. Terapi modalitas ini merupakan terapi yang dikembangkan pada kelompok klien untuk meningkatkan kemampuan klien sehingga diharapkan dengan TAK asuhan keperawatan jiwa ini adalah asuhan keperawatan spesialistik namun tetap holistik. Sehingga pada proposal ini kelompok berkeinginan mengajukan TAK Stimulasi Sensori untuk ODGJ sebagai terapi modalitas untuk meningkatkan kemampuan presepsi-sensori penderita gangguan jiwa khususnya halusinasi di Desa Bandungrejo Kecamatan Bantur.

1.2 TujuanTujuan umum TAK Stimulasi Sensori yaitu peserta dapat meningkatkan kemampuan presepsi-sensori dalam kelompok secara bertahap. Sementara, tujuan khususnya adalah:1. Peserta mampu menyensorikan stimulus yang dipaparkan dengan tepat 2. Peserta mampu menyelesaikan masalah dari stimulus yang dialami

1.3 Manfaat1. Manfaat Bagi Klien Sebagai cara untuk meningkatkan kemampuan klien dengan gangguan jiwa untuk meningkatkan kemampuan diri klien dan dapat menunjang keterampilan pribadi klien2. Manfaat Bagi Terapis Sebagai upaya untuk memberikan asuhan keperawatan jiwa secara holistik Sebagai terapi modalitas yang dapat dipilih untuk mengoptimalkan Strategi Pelaksanaan dalam implementasi rencana tindakan keperawatan klien, yaitu SP 3 pada klien dengan halusinasi.3. Manfaat Bagi Institusi Pendidikan Sebagai informasi untuk pihak akademisi, pengelola dan sebagai bahan kepustakaan, khususnya bagi mahasiswa PSIK sebagai aplikasi dari pelayanan Mental Health Nurse yang optimal pada klien dengan Retardasi Mental.4. Manfaat Bagi Puskesmas Bantur Sebagai masukkan dalam implementasi asuhan keperawatan yang holistik pada pasien dengan Retardasi Mental pada khususnya, sehingga diharapkan keberhasilan terapi lebih optimal.

BAB IITINJAUAN TEORI

2.1 Halusinasi2.1.1 PengertianHalusinasi pendengaran adalah mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari suara sederhana sampai suara berbicara mengenai pasien sehingga pasien berespon terhadap suara atau bunyi tersebut (Keliat, 2005). Halusinasi ialah pencerapan tanpa adanya rangsang apapun pada panca indera seorang pasien, yang terjadi dalam kehidupan sadar atau bangun, dasarnya mungkin organik, fungsional, psikopatik ataupun histerik (Maramis, 2005). Kemudian Sunaryo (2004) menjelaskan bahwa halusinasi merupakan bentuk kesalahan pengamatan tanpa pengamatan objektivitas penginderaan dan tidak disertai stimulus fisik yang adekuat.

2.1.2 EtiologiMenurut Stuart dan Sundeen ( 2007) faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:a. Faktor predisposisi1. BiologisAbnormalitas perkambangan syaraf berhubungan dengan respon neorologis yang maladaftif baru mulai dipahami, ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian sebagai berikut: penelitian pencitraan otak sudah menunjukan keterlibatan otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofren beberapa zat kimia diotak seperti dopamin neorotransmiter yang berlebihan pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal menunjukan terjadinya atropi yang signifikan pada otak manusia2. PsikologisKeluarga, pengasuh dan lingkungan pasien sangat mempengaruhi respon dan kondisi psikologis pasien. Salah satu sikap atau keaadan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang hidup pasien.

3. Sosial budayaKondisi ini mempengaruhi gangguan orientasi realita seperti : kemiskinan, perang, kerusuhan, bencana alam dan kehidupan yang terisolasi.

b. Faktor presipitasiSecara fisik pasien dengan gangguan halusinasi timbul gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan, isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian induvidu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasi kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2005).Faktor presipitasi terjadinya gangguan halusinasi adalah:1. BiologisGangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang mengatur proses informasi serta abnomalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak akibat ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak untuk diinterpretasikan.2. Stress lingkunganAmbang toleransi terhadap sress yang berinteraksi terhadap stresor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan perilaku.3. Sumber kopingSumber koping mempengaruhi respon individu dalam menanggapi stressor.

2.1.3 Jenis HalusinasiBerikut akan dijelaskan mengenai ciri-ciri yang objektif dan subjektif pada klien dengan halusinasi.Jenis halusinasiData objektifData subjektif

Halusinasi Dengar(klien mendengar suara/ bunyi yang tidak ada hubungannya dengan stimulus yang nyata)Mendengar suara atau kebisingan, paling sring suara kata yang jelas, berbicara dengan klien bahkan sampai percakapan lengkap antara kedua penderita halusinasi. Pikiran yang terdengar jelas dimana klien mendengar perkataan bahwa pasien disuruh untuk melakukan sesuatu kadang kadang dapatmembahayakan. Bicara/tertawa sendiri Marah-marah tanpa sebab Mendekatkaan telinga kearah tertentu. Menutup telinga Mendengar suara atau kegaduhan Mendengar suara atau mengajak bercakap-cakap Mendengar suara yang mengajak melakukan yang berbahaya.

Halusinasi Pengelihatan(klien melihat gambaran yang jelas/samar terhadap adanya stimulus yang nyata daari lingkungan dan orang lain tidak melihatnya)Stimulus penglihatan dalam kilatan cahaya, gambar geometris, gambar karton atau panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan dapat berupa sesuatu yang menyenangkan / sesuatu yang menakutkan seperti monster. Menunjuk-nunjuk kearah tertentu Ketakutan pada sesuatau yang tidak jelas Melihat bayangan, sinar, bentuk geometris, kartun, melihat hantu atau monster

Halusinasi Penciuman(klien mencium suatu bau yang muncul dari sumber tertentu tanpastimulus yang nyata)Membau bau-bau seperti darah, urine, feses umumnya bau- bau yang tidak menyenangkan. Halusinasi penciuman biasanya akibat stroke, tumor, kejang dandemensia. Mengendus-endus seperti membaui bau-bauan tertentu Menutup hidung

Membaui bau-bauan seperti darah, urine, feses, dan kadang-kadang bau-bauan tersebut menyenangkan bagi klien

Halusinasi Pengecapan(klien merasakan sesuatu yang tidak nyata, biasanya merasakan rasa makanan yang tidak enak) Sering meludah Muntah Merasakan rasa seperti darah, urine atau feses

Halusinasi Kinestetik(klien merasakan badanya bergerak disuatu ruangan atau anggota badanya bergerak) Memegang kakinya atau anggoata badan yang lain yang dianggapnya bergerak sendiri Mengatakan badaantya bergerk diudara

Halusinasi Perabaan(klien merasakan sesuatu pada kulitnya tanpa ada stimulus yang nyata) Menggaruk-garuk permukaan kulit Mengatakan ada serangga dipermukaan kulitnya. Mengatakan seperti tersengan listrik

Halusinasi Visceral(perasaan tertentu yang timbul dalam tubuhnya) Memegang badannya yang dianggapnya berubah bentuk dan tidak normal seperti biasanya Mengatakan perutnya mengecil setelah minum softdrink

Sumber : Stuart dan Sundeen (1998)

2.1.4 Tanda dan GejalaMenurut Jallo (2008), tanda dan gejala perilaku pasien yang terkait dengan halusinasi adalah sebagai berikut:1. Bicara sendiri, senyum sendiri, dan tertawa sendiri;2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, dan respon verbal yang lambat;3. Menarik diri dari orang lain, berusaha untuk menghindari orang lain;4. Tidak dapat membedakan yang nyata dan tidak nyata;5. Terjadi peningkatan denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah;6. Perhatian dengan lingkungan yang kurang atau hanya beberapa detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya;7. Sulit berhubungan dengan orang lain;8. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung, jengkel dan marah;9. Tidak mampu mengikuti perintah dari perawat;10. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan kataton;11. Curiga dan bermusuhan, bertindak merusak diri, orang lain dan lingkungan;12. Ketakutan dan tidak dapat mengurus diri;13. Biasa terdapat disorientasi waktu, tempat dan orang.

2.1.5 Fase-fase HalusinasiHalusinasi yang dialami klien bila berada intensitasnya dan keparahan (Stuart & Laraia,2001) membagi halusinasi klien mengendalikan dirinya semakin berat halusinasinya. Klien semakin berat mengalami ansietas dan makin dikendalikan oleh halusinasinya.Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase menurut Stuart dan Laraia (2001) dan setiap fase memiliki karakteristik yang berbeda, yaitu:a. Fase I ( Comforting / ansietas sebagai halusinasi menyenangkan )Karakteristik :Pada fase ini klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas.Perilaku klien :Di sini dapat dilihat perilaku klien tersenyum, tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.b. Fase II ( Condemning / ansietas berat halusinasi memberatkan )Karakteristik :Pengalaman sensori menjijikkan dan menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan.Perilaku klien :Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.c. Fase IIIKarakteristik :Klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut.Perilaku klien :Di sini klien sukar berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang lain.d. Fase IV ( Conquering / Panik umumnya menjadi lezat dalam halusinasinya )Karakteristik :Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien mengikuti perintah halusinasi.Perilaku klien :Di sini terjadi perilaku kekerasan, agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien sangat membahayakan.

2.1.6 Rentang Respon

Respon adaptifRespon maladaptif

Pikiran logis

Persepsi akurat Emosi konsisten dengan pengalaman Perilaku sesuai Distorsi pikiran (pikiran kotor) Ilusi Reaksi emosi berlebihan atau kurang Perilaku aneh dan tidak biasa Gangguan piker/delusi

Halusinasi Perilaku disorganisasi

Isolasi sosial

2.1.7 Asuhan Keperawatan1. PengkajianData yang dikumpulkan meliputi data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual. Data pengkajian kesehatan jiwa dapat dikelompokkan menjadi faktor predisposisi, faktor presipitasi, penilaian terhadap stressor, sumber koping, dan kemampuan koping yang dimiliki pasien (Keliat, 2005). Untuk dapat menjaring data yang diperlukan umunya, dikembangkan formulir pengkajian dan petunjuk teknis pengkajian agar memudahkan dalam pengkajian. Isi pengkajian meliputi:a. Identitas pasienb. Keluhan utama atau alasan masukc. Faktor predisposisid. Aspek fisik atau biologise. Aspek psikososialf. Status mentalg. Kebutuhan persiapan pulangh. Mekanisme kopingi. Masalah psikososial dan lingkunganj. Pengetahuank. Aspek medic

Respon perilaku pasien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan, rasa tidak aman, gelisah, bingung, prilaku merusak diri, kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan, bicara inkoheren, bicara sendiri, tidak dapat membedakan yang nyata dengan yang tidak nyata. Perilaku pasien yang mengalami halusinasi sangat tergantung pada jenis halusinasinya, meliputi:a. Isi halusinasiIni dapat ditanyakan suara apa yang didengar, apa saja yang dikatakan suara itu, jjika halusinasi auditorik. Apa bentuk bayangan yang dilihat oleh pasien, jika halusinasi visual, bau apa yang tercium, jika halusinasi penghidu, rasa apa yang dikecap jika halusinasi pengecap, dan apa yang dirasakan dipermukaan tubuh jika halusinasi perabaan.b. Waktu dan frekuensiIni dapat ditanyakan kepada pasien kapan pengalaman halusinasi muncul, berapa kali sehari, seminggu, sebulan pengalaman halusinasi itu muncul.c. Pencetus halusinasiPerawat perlu mengidentifikasi situasi yang dialami sebelum halusinasi muncul. Selain itu perawat perlu juga bisa mengobservasi apa yang dialami pasien menjelang munculnya halusinasi untuk memvalidasikan pernyataan pasien.d. Respon pasienUntuk menentukan sejauh mana halusinasi telah mempengaruhi pasien, bisa dikaji dengan apa yang dilakukan pasien saat mengalami halusinasi.

Kemudian data yang diperoleh dapat dikelompokkan menjadi dua macam sebagai berikut:a. Data objektif ialah data yang ditemukan secara nyata. Data ini didapatkan melalui observasi atau pemeriksaan langsung oleh perawat.b. Data subjektif ialah data yang disampaikan secara lisan oleh pasien dan keluarga. Data ini diperoleh melalui wawancara perawat kepada pasien dan keluarga. Data yang langsung didapat oleh perawat disebut sebagai data primer, dan data yang diambil dari hasil catatan tim kesehatan lain sebagai data sekunder.

Perawat dapat menyimpulkan kebutuhan atau masalah pasien dari kelompok data yang dikumpulkan. Kemungkinan kesimpulan adalah sebagai berikut:a. Tidak ada masalah tetapi ada kebutuhan Pasien tidak memerlukan peningkatan kesehatan, tetapi hanya memerlukan pemeliharaan kesehatan dan memerlukan tindak lanjut secara periodik karena tidak ada masalah serta pasien telah mempunyai pengetahuan untuk antisipasi masalah. Pasien memerlukan peningkatan kesehatan berupa upaya prevensi dan promosi, sebagai program antisipasi terhadap masalah.b. Ada masalah dengan kemungkinan Resiko terjadi masalah karena sudah ada faktor yang dapat menimbulkan masalah. Aktual terjadinya masalah disertai data pendukung.Data yang diperoleh kemudian dikelompokkan dan perawat langsung merumuskan masalah keperawatan dan masalah kolaboartif. Menurut FASID pada tahun 1983 dan INJF di tahun 1996, umumnya sejumlah masalah pasien saling berhubungan serta dapat digambarkan sebagai pohon masalah (Keliat, 2005).

2. Pohon masalahPohon masalah terdiri dari masalah utama, penyebab, dan akibat. Masalah utama adalah prioritas masalah pasien dari beberapa masalah yang dimiliki oleh pasien. Umumnya, masalah utama berkaitan erat dengan alasan masuk atau keluhan utama. Penyebab adalah salah satu dari beberapa masalah pasien yang merupakan penyebab masalah utama. Masalah ini dapat pula disebabkan oleh salah satu masalah yang lain, demikian seterusnya. Akibat adalah adalah salah satu dari beberapa masalah pasien yang merupakan efek atau akibat dari masalah utama. Berikut adalah pohon masalah dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi menurut Keliat (2005):Resiko menciderai diri sendiri, orang lain, dan lingkungan

Perubahan persepsi sensori: Halusinasi

Isolasi sosial: Menarik diri

Gangguan konsep diri: Harga diri rendah

3. Diagnosa keperawatanAdapun diagnosa keperawatan yang muncul pasien dengan masalah utama perubahan persepsi sensori: halusinasi menurut Yosep (2009) adalah:a. Resiko tinggi perilaku kekerasan.b. Perubahan persepsi sensori halusinasi.c. Isolasi sosial.d. Harga diri rendah kronis.

2.2 Terapi Aktivitas Kelompok2.2.1Definisi kelompokKelompok adalah kumpulan individu yang memiliki hubungan 1 dengan yang lain, saling bergantung dan mempunyai norma yang sama (Stuart dan Laraia, 2001). Anggota kelompok mungkin datang dari berbagai latar belakang yang harus ditangani sesuai dengan keadaannya, seperti agresif, takut, kebencian, kompetitif, kesamaan, ketidaksamaan, kesukaan, dan menarik (Yolam, 1995 dalam Stuart dan Laraia, 2001). Semua kondisi ini akan mempengaruhi dinamika kelompok, ketika anggota kelompok memberi dan menerima umpan balik yang berarti dalam berbagai interaksi yang terjadi dalam kelompok.

2.2.1 Tujuan dan Fungsi KelompokTujuan kelompok adalah membantu anggotanya berhubungan dengan orang lain serta mengubah perilaku yang destruktif dan maladaptif. Kekuatan kelompok ada pada konstribusi dari setiap anggota dan pimpinan dalam mencapai tujuannya.Kelompok berfungsi sebagai tempat berbagi pengalaman dan saling membantu satu sama lain, untuk menemukan cara menyelesaikan masalah. Kelompok merupakan laboraturium tempat untuk mencoba dan menemukan hubungan interpersonal yang baik, serta mengembangkan perilaku yang adaptif. Anggota kelompok merasa dimiliki, diakui, dan dihargai eksistensi nya oleh anggota kelompok yang lain.

2.2.2 Jenis Terapi Kelompok1. Terapi kelompokTerapi kelompok adalah metode pengobatan ketika klien ditemui dalam rancangan waktu tertentu dengan tenaga yang memenuhi persyaratan tertentu. Fokus terapi kelompok adalah membuat sadar diri (self-awareness), peningkatan hubungan interpersonal, membuat perubahan, atau ketiganya.2. Kelompok terapeutikKelompok terapeutik membantu mengatasi stress emosi, penyakit fisik krisis, tumbuh kembang, atau penyesuaian sosial, misalnya, kelompok wanita hamil yang akan menjadi ibu, individu yang kehilangan, dan penyakit terminal. Banyak kelompok terapeutik yang dikembangkan menjadi self-help-group. Tujuan dari kelompok ini adalah sebagai berikut:a. mencegah masalah kesehatanb. mendidik dan mengembangkan potensi anggota kelompokc. mengingatkan kualitas kelompok. Antara anggota kelompok saling membantu dalam menyelesaikan masalah.3. Terapi Aktivitas KelompokWilson dan Kneisl (1992), menyatakan bahwa TAK adalah manual, rekreasi, dan teknik kreatif untik menfasilitasi pengalaman seseorang serta meningkatkan respon sosial dan harga diri. Aktivitas yang digunakan sebagai erapi didalam kelompok yaitu membaca puisi, seni, musik, menari, dan literatur.Terapi aktivitas kelompok dibagi menjadi empat, yaitu terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi, terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori, terapi aktivitas kelompok stimulasi realita, dan terpi aktivitas kelompok Stimulasi Sensori.Terapi aktivitas kelompok stimulasi kognitif/persepsi melatih mempersepsikan stimulus yang disediakan atau stimulud yang pernah dialami, diharapkan respon klien terhadap berbagai stimulus dalam kehidupan menjadi adaptif. Terapi aktivitas kelompok stimulasi sensori digunakan sebagai stimulus pada sensori klien. Terapi aktivitas kelompok orientasi realita melatih klien mengorientasikan pada kenyataan yang ada disekitar klien. Terapi aktivitas kelompok Stimulasi Sensori untuk membantu klien melakukan Stimulasi Sensori dengan individu yang ada disekitar klien.

2.2.4ManfaatTerapi aktivitas kelompok mempunyai manfaat :1. Umuma. Meningkatkan kemampuan menguji kenyataan (reality testing) melaluikomunikasi dan umpan balik dengan atau dari orang lain.b. Membentuk sosialisasic. Meningkatkan fungsi psikologis, yaitu meningkatkan kesadaran tentang hubungan antara reaksi emosional diri sendiri dengan perilaku defensive (bertahan terhadap stress) dan adaptasi.d. Membangkitkan motivasi bagi kemajuan fungsi-fungsi psikologis seperti kognitif dan afektif.2. Khusus a. Meningkatkan identitasi dirib. Menyalurkan emosi secara konstruktifc. Meningkatkan keterampilan hubungan social untuk diterapkan sehari-harid. Bersifat rehabilitative: meningkatkan kemampuan ekspresi diri, keterampilan social, kepercayaan diri, kemampuan empati, dan meningkatkan kemampuan tentang masalah-masalah kehidupan dan pemecahannya.

2.2.4Tahapan Dalam Terapi Aktivitas Kelompok (TAK)Kelompok sama dengan individu, mempunyai kapasitas untuk tumbuh dan berkembang. Kelompok akan berkembang melalui empat fase, yaitu: Fase prakelompok; fase awal kelompok; fase kerja kelompok; fase terminasi kelompok (Stuart & Laraia, 2001 dalam Cyber Nurse, 2009).1. Fase PrakelompokDimulai dengan membuat tujuan, menentukan leader, jumlah anggota, kriteria anggota, tempat dan waktu kegiatan, media yang digunakan.Menurut Dr. Wartono (1976) dalam Yosep (2007), jumlah anggota kelompok yang ideal dengan cara verbalisasi biasanya 7-8 orang. Sedangkan jumlah minimum 4 dan maksimum 10. Kriteria anggota yang memenuhi syarat untuk mengikuti TAK adalah : sudah punya diagnosa yang jelas, tidak terlalu gelisah, tidak agresif, waham tidak terlalu berat (Yosep, 2007).2. Fase Awal KelompokFase ini ditandai dengan ansietas karena masuknya kelompok baru, dan peran baru. Yalom (1995) dalam Stuart dan Laraia (2001) membagi fase ini menjadi tiga fase, yaitu orientasi, konflik, dan kohesif. Sementara Tukman (1965) dalam Stuart dan Laraia (2001) juga membaginya dalam tiga fase, yaitu forming, storming, dan norming.a. Tahap orientasiAnggota mulai mencoba mengembangkan sistem sosial masing-masing, leader menunjukkan rencana terapi dan menyepakati kontrak dengan anggota.b. Tahap konflikMerupakan masa sulit dalam proses kelompok. Pemimpin perlu memfasilitasi ungkapan perasaan, baik positif maupun negatif dan membantu kelompok mengenali penyebab konflik.Serta mencegah perilaku perilaku yang tidak produktif (Purwaningsih & Karlina, 2009).c. Tahap kohesifAnggota kelompok merasa bebas membuka diri tentang informasi dan lebih intim satu sama lain (Keliat, 2004).3. Fase Kerja KelompokPada fase ini, kelompok sudah menjadi tim. Kelompok menjadi stabil dan realistis (Keliat, 2004).Pada akhir fase ini, anggota kelompok menyadari produktivitas dan kemampuan yang bertambah disertai percaya diri dan kemandirian (Yosep, 2007).4. Fase TerminasiTerminasi yang sukses ditandai oleh perasaan puas dan pengalaman kelompok akan digunakan secara individual pada kehidupan sehari-hari. Terminasi dapat bersifat sementara (temporal) atau akhir (Keliat, 2004).

BAB IIIPELAKSANAAN

3.1 Aktivitas dan IndikasiKlien yang mempunyai indikasi mengikuti TAK adalah klien dengan gangguan sebagai berikut berikut:1. Klien yang tidak mengalami gangguan fisik2. Klien yang mudah mendengarkan dan mempraktekkannya3. Klien dengan gangguan jiwa4. Klien yang mudah diajak berinteraksiProses seleksi dengan mengobservasi klien dengan gangguan jiwa

3.2 Tugasdan Wewenang1. Tugas Leader dan Co-Leader Memimpin acara; menjelaskan tujuan dan hasil yang diharapkan. Menjelaskan peraturan dan membuat kontrak dengan klien Memberikan motivasi kepada klien Mengarahkan acara dalam pencapaian tujuan Memberikan reinforcement positif terhadap klien2. Tugas Fasilitator Ikut serta dalam kegiatan kelompok Memastikan lingkungan dan situasi aman dan kondusif bagi klien Menghindarkan klien dari distraksi selama kegiatan berlangsung Memberikan stimulus/motivasi pada klien lain untuk berpartisipasi aktif Memberikan reinforcemen terhadap keberhasilan klien lainnya Membantu melakukan evaluasi hasil3. Tugas Observer Mengamati dan mencatat respon klien Mencatat jalannya aktivitas terapi Melakukan evaluasi hasil Melakukan evaluasi pada organisasi yang telah dibentuk (leader, co leader, dan fasilitator)4. Tugas Klien Mengikuti seluruh kegiatan Berperan aktif dalam kegiatan Mengikuti proses evaluasi

3.3 Peraturan Kegiatan1. Klien diharapkan mengikuti seluruh acara dari awal hinggga akhir2. Klien tidak boleh berbicara bila belum diberi kesempatan; perserta tidak boleh memotong pembicaraan orang lain3. Klien dilarang meninggalkan ruangan bila acara belum selesai dilaksanakan4. Klien yang tidak mematuhi peraturan akan diberi sanksi : Peringatan lisan Dihukum : Menyanyi, Menari, atau Menggambar Diharapkan berdiri dibelakang pemimpin selama lima menit Dikeluarkan dari ruangan/kelompok

3.4 Teknik PelaksanaanTema: Terapi Aktivitas Kelompok Menghias Bolpoin dengan Kain Flanel pada Klien dengan HalusinasiSasaran: Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ)Hari/ tanggal: Selasa, 16 Juni 2015Waktu: 45 menitTempat: Terapis: 1. Leader: Shofi Khaqul Ilmy2. Fasilitator 1: Tiara Gita Putri3. Fasilitator 2: Dannial Bagus S.

Tahapan Sesi:Sesi 1 : Memperkenalkan diriSesi 2 : Menghias bolpoin dengan kain flanelA. Tujuan Sesi 1 : Klien mampu memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama lengkap, nama panggilan, alamat rumah dan hobi Sesi 2 : Klien mampu menghias bolpoin dengan kain flanelB. Sasaran1. Kooperatif 2. Tidak terpasang restrain

C. Nama Klien1. Ny. Sarni2. Tn. Jatmiko3. Ny. Istiqomah

D. Setting Terapis dan klien duduk bersama dalam satu lingkaran Ruangan nyaman dan tenang

E. MAPL

KK

FFK

Keterangan :L : LeaderF : FasilitatorK : Klien

F. Alat dan bahan Bolpoin Kain flanel Lem Gunting Manik-manik

G. Metode Dinamika kelompok Diskusi dan tanya jawab

H. Langkah-Langkah Kegiatan1. Persiapana. Memilih klien sesuai dengan indikasib. Membuat kontrak dengan klien tentang TAKc. Mempersiapkan alat dan tempat pertemuan2. Orientasia. Salam terapeutikSalam dari terapis kepada klien.b. Evaluasi/validasiMenanyakan perasaan klien saat ini.c. Kontrak1) Menjelaskan tujuan kegiatan, yaitu menempel kain pita dan manik-manik pada kerangka lampion yang sudah disiapkan2) Menjelaskan aturan main berikut: Jika ada klien yang ingin meninggalkan kelompok, harus meminta izin kepada terapis. Lama kegiatan 45 menit. Setiap klien mengikuti kegiatan dari awal sampai selesai.3. Tahap Kerjaa. Membagikan semua alat dan bahanb. Menginstruksikan peserta untuk menghias pola lampion yang sudah tersedia dengan menggunakan kain pita dan manik-manikc. Memberi pujian untuk setiap kelompok dengan memberi tepuk tangan4. Tahap terminasia. Evaluasi1. Terapis menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK.2. Terapis memberikan pujian atas keberhasilan kelompok.b. Tindak lanjut1. Menganjurkan tiap anggota kelompok melakukan kegiatan tersebut secara berkalac. Kontrak yang akan datang1. Menyepakati kegiatan TAK yang akan datang.2. Menyepakati waktu dan tempat

I. Evaluasia. Kemampuan verbalNo.Aspek yang DinilaiNama Klien

1.Menyebutkan nama lengkap

2.Menyebutkan nama panggilan

3.Menyebutkan alamat

4.Menyebutkan hobi

Jumlah

b. Kemampuan nonvervalNo.Aspek yang DinilaiNama Klien

1.Kontak mata

2.Duduk tegak

3.Menggunakan bahasa tubuh yang sesuai

4.Mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

Jumlah

c. Kemampuan membuat kalung dari manik-manikNo.Aspek yang DinilaiNama Klien

1.Membuat hiasan

2.Menempel hiasan sesuai kreatifitas

Jumlah

Petunjuk:1. Di bawah judul nama klien, tulis nama panggilan klien yang ikut TAK.2. Untuk tiap klien, semua aspek dinilai dengan memberi tanda (+) jika ditemukan pada klien atau (-) jika tidak ditemukan.

Contoh Bolpoin Hias

DAFTAR RUJUKAN

Hamid, A.Y.S. 1999. Buku Ajar Asuhan Keperawatan Kesehatan Jiwa Pada Anak dan Remaja, Widya Medika, Jakarta.Hendriani, Wiwin, Hadariyati, Ratih dan Sakti, Tirta Malia. Penerimaan Keluarga terhadap Individu yang Mengalami Keterbelakangan Mental. Insan Vol.8 No.2, 2006.Hurlock, E. 1998.Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan SEpanjang Rentang Kehidupan, Edisi 5, Erlangga, Jakarta.Hyun Sung Lim and Jae Won Lee. Parenting Stress and Depression among Mothers of Children with Mental Retardation in South Korea: An Examination of Moderating and Mediating Effects of Social Support. Pacific Science Review, 2007; 9 (2): 150-159.Mulya , Lara Asih. 2011. Tunagrahita/Retardasi Mental: Peran Terapi Permainan Untuk Anak Tunagrahita, (Online), (http://tunagrahita.com/2011/04/terapi-permainan-untuk-tunagrahita/, diakses 10 Agustus 2011).Mulya, Lara Asih. 2011. Tunagrahita/Retardasi Mental: Klasifikasi Anak Tunagrahita, (Online), s(http://tunagrahita.com/2011/04/klasifikasi-anak-tunagrahita/, diakses 10 Agustus 2011).Peshawaria et al. 2009.Asia Pasific Disability Rehabilitation Journal, 2009: A Study of Facilitators and Inhibitors That Affect Coping in Parents of Children With Mental Retardation in India, (Online), (http://www.dinf.ne.jp/doc/english/asia/resource/apdrj/z13jo0100/z13jo0108.html, diakses pada 20 Agustus 2011).Rasmun. 2004. Stress, Koping, dan Adaptasi Teori dan Pohon Masalah Keperawatan, Sagung Seto, Jakarta.Stuart & Sundeen. 1995. Principles an Practice of Psychiatric Nursing, fifth edition, Mosby, St.Louis.Stuart, Gail and Laraia, M. 2005. Principles and Practice of Psychiatric Nursing, 8th edition, Mosby, St. Louis.