proposal skripsi profil tingkat berpikir geometri …
TRANSCRIPT
PROPOSAL SKRIPSI
PROFIL TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI
MENURUT TEORI VAN HIELE DITINJAU DARI
GAYA KOGNITIF VERBALIZER
DAN VISUALIZER
Disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh
gelar Sarjana dalam bidang Pendidikan Matematika
Oleh:
Nama Mahasiswa : Amalina Nur Azizah
NIM : 1684202103
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TANGERANG
2020
ii
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI
Nama Mahasiswa : Amalina Nur Azizah
Nomor Pokok Mahasiswa : 1684202103
Program Studi : Pendidikan Matematika
Judul Proposal Skripsi : Profil Tingkat Berpikir Geometri Menurut Teori
Van Hiele Ditinjau Dari Gaya Kognitif Verbalizer
Dan Visualizer
Telah disetujui oleh Tim Pembimbing Skripsi untuk mengikuti Sidang Proposal
Skripsi.
Tangerang, April 2020
Tim Pembimbing: Tanda Tangan:
Pembimbing I,
Dr. Warsito, M.Si ...........................................
NBM. 114 6132
Pembimbing II,
Retno Andriyani, M.Pd ............................................
NBM. 126 3878
Ketua Program Studi
Pendidikan Matematika
Dr. Hairul Saleh, M.Si
NBM. 113 9236
iii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PROPOSAL SKRIPSI ................................. ii
DAFTAR ISI .......................................................................................... iii
DAFTAR TABEL ................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR ............................................................................... v
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................... vi
BAB I ...................................................................................................... 7
PENDAHULUAN ................................................................................... 7
A. Latar Belakang ............................................................................ 7
B. Fokus Penelitian ........................................................................ 12
C. Rumusan Masalah ..................................................................... 13
D. Tujuan Penelitian ...................................................................... 13
E. Manfaat Penelitian .................................................................... 13
BAB II ................................................................................................... 15
Landasan Teori ...................................................................................... 15
A. Landasan Teori Berpikir Geometri ......................................... 15
B. Landasan Teori Van Hiele dan Gaya Kognitif ........................ 17
C. Penelitian Relevan ................................................................. 36
BAB III .................................................................................................. 39
METODE PENELITIAN ....................................................................... 39
Daftar Pustaka ........................................................................................ 58
LAMPIRAN .......................................................................................... 62
iv
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian .................................................................... 43
Tabel 3.2 Indikator Tes Tingkat Berpikir Geometri ................................ 47
Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Tingkat Berpikir Geometri ................................. 48
Tabel 3. 4 Skala Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer ...................... 51
Tabel 3.5 Rubik Penskoran Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele ... 53
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Jawaban Pada Soal Nomor 1 ................................................. 9
Gambar 1. 2 Jawaban Pada Soal Nomor 2 ................................................ 9
Gambar 2.1 Tingkat Berpikir Geometri Menurut Teori Van Hiele...........20
vi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Teks Asli Angket Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer . 62
Lampiran 2 Terjemahan Teks Asli Verbalizer dan Visualizer ................. 63
Lampiran 3 Angket Gaya Kognitf Verbalizer dan Visualizer .................. 64
Lampiran 4 Kisi-Kisi Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele ............ 66
Lampiran 5 Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele ........................... 68
Lampiran 6 Pedoman Penskoran Tes Tingkat Berpikir Geometri Van
Hiele ...................................................................................................... 73
7
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Matematika merupakan salah satu ilmu pengetahuan yang penting
untuk dipelajari, sebagaimana tertuang adalam Undang-Undang Nomor 20
Tahun 2003 BAB X Pasal 37 ayat 1 tentang Sistem Pendidikan Nasional,
Kurikulum Pendidikan Dasar dan Menengah wajib memuat pelajaran
matematika. Melalui matematika peserta didik dapat berpikir logis dan
sistematis. Permendiknas Nomor 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi,
menyatakan bahwa mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua
peserta didik mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik dengan
kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta
kemampuan bekerjasama.
Selama proses pembelajaran matematika, peserta didik tentunya
memerlukan kegiatan berpikir agar dapat memperoleh perkembangan ide atau
pengetahuan baru. Begitu pula dalam mempelajari geometri, peserta didik
memerlukan kegiatan berpikir guna memahami konsep – konsep geometri.
Tidak semua peserta didik memiliki cara yang sama dalam berpikir mengenai
konsep – konsep geometri, sebab kemampuan serta tingkat pemahaman
peserta didik dalam memahami konsep geometri juga berbeda. Teori belajar
Van Hiele merupakan sebuah teori yang menjelaskan mengenai tingkat
berpikir geometri peserta didik. Teori ini menggambarkan bagaimana peserta
didik berpikir, bukan seberapa banyak pengetahuan geometri yang dimiliki.
8
Walle (2008) menyebutkan jika teori Van Hiele membagi tingkat
berpikir geometri peserta didik menjadi 5, yaitu : Tingkat 0 (Visualisasi),
Tingkat 1 (Analisis), Tingkat 2 (Deduksi informal), Tingkat 3 (Deduksi),
Tingkat 4 (Rigor).
Geometri merupakan salah satu materi yang penting dipelajari peserta
didik. Walle mengungkapkan pentingnya mempelajari geometri, sebab
geometri sangat berhubungan erat dengan kehidupan sehari-hari, geometri
dapat mengembangkan keterampilan pemecahan masalah, serta geometri
memainkan peran penting dalam mempelajari cabang matematika lainnya
(Suwito, 2018, hal. 64). National Council of Teachers Mathematics (NCTM)
juga menyebutkan jika pada pembelajaran geometri peserta didik mampu
memvisualisasikan, menggambar serta membandingkan bangun-bangun
geometri dalam berbagai posisi sehingga mampu memahaminya (Suwito,
2018). Selain itu geometri juga menjadi salah satu domain pada konten
Programme for International Student Assessment (PISA), yaitu space and
shape. Namun pada kenyataannya banyak peserta didik yang merasa
kesulitan dalam materi geometri.
Berdasarkan hasil PISA 2018 kemampuan matematika Indonesia
berada pada peringkat 73 dari 79 negara dengan skor rata-rata 379. Hasil
tersebut mengalami penurunan dari PISA 2015 dengan skor rata – rata 386.
Menurut Fista (2018) konten space and shape merupakan salah satu konten
PISA yang dinilai sebagai salah satu konten sulit untuk diselesaikan oleh
peserta didik. Penelitian yang dilakukan oleh Nursyam (2012, hal. 45)
9
mengenai kemampuan pemahaman geometri peserta didik SMP menunjukkan
bahwa dari 97 peserta didik, 48 peserta didik atau 49,48% memperoleh
kualifikasi gagal, 42 peserta didik atau 43,29% yang memperoleh kualifikasi
kurang, dan 7 peserta didik atau 7,44% yang memperoleh kualifikasi cukup.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan penulis pada saat Magang 3 di
SMPN 17 Tangerang menunjukkan bahwa hanya 7 peserta didik dari 38
peserta didik yang mampu mencapai tingkat deduksi informal. Sedangkan 15
peserta didik berada pada tingkat analisis dan 16 lainnya berada pada tingkat
visualisasi.
Gambar 1.1 Jawaban Pada Soal Nomor 1
Gambar 1. 2 Jawaban Pada Soal Nomor 2
10
Berdasarkan jawaban diatas, menunjukkan bahwa peserta didik belum
memahami dengan betul kelompok-kelompok bangun segiempat dan segitiga,
Peserta didik menjawab bangun nomor 6 sebagai bangun segiempat dan
nomor 2 sebagai bangun segitiga. Selain itu beberapa peserta didik memberi
alasan bahwa sebuah bangun termasuk segiempat dikarenakan berbentuk
kotak. Hal ini menunjukkan pemahan peserta didik mengenai bentuk
segiempat dan segitiga hanya terbatas secara visual. Peserta didik juga belum
mampu menyebutkan sifat-sifat bangun segiempat secara benar. Oleh karena
itu, dapat disimpulkan jika peguasaan peserta didik dalam memahami konsep
geometri, khususnya segiempat dan segitiga masih rendah.
Rendahnya penguasaan peserta didik dalam memahami konsep
geometri dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Menurut
Rohimah (2016) dan Huzaifah (2011) salah satu faktor internal yang
mempengaruhi keberhasilan belajar geometri adalah perkembangan
intelektual. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi keberhasilan
belajar geometri, meliputi metode pengajaran, serta sarana dan prasarana
pembelajaran. Selain itu materi segiempat dan segitiga merupakan salah satu
materi geometri yang penting untuk dipahami oleh peserta didik. Sebab
bangun segiempat dan segitiga merupakan dasar untuk mempelajari bangun
lainnya seperti bangun ruang. Oleh karena itu agar siswa tidak kesulitan
memahami bangun-bangun lainnya, penting bagi peserta didik memahami
konsep bangun segiempat dan segitiga.
11
Peserta didik tentunya memiliki karakteristik atau sebuah cara yang
berbeda-beda untuk memahami dan mengolah sebuah pengetahuan. Peserta
didik cenderung akan memilih cara yang paling disukai dalam memahami dan
mengolah sebuah pengetahuan. Menurut Messick cara yang konsisten
dilakukan oleh seorang peserta didik dalam menangkap, mengatur dan
memproses informasi dikenal sebagai gaya kognitif (Eko, 2018, hal. 6).
Perbedaan gaya kognitif setiap peserta didik tentunya akan menghasilkan
pemahaman konsep yang berbeda – beda, sehingga hasil belajar peserta
didikpun berbeda-beda. Artinya, gaya kognitif berpengaruh pada hasil
berlajar peserta didik.
Selain disebabkan karena gaya kognitif, perbedaan hasil belajar
peserta didik khususnya geometri juga disebabkan oleh tingkat perkembangan
berpikir geometri, yaitu tahapan peserta didik dalam memahami konsep-
konsep geometri. Menurut Nurhidayah (2017) berpikir geometri adalah
kemampuan peserta didik dalam megamati objek membangun definisi
berdasarakan sifat bangun, mengenali hubungan satu objek dengan objek
lainnya serta menerapkannya dalam pemecahan masalah geometri. Perdikaris
(2011) menyatakan jika gaya kognitif merupakan variabel kuat yang
mempengaruhi pemikiran, pembelajaran, dan pengembangan akademik
peserta didik, oleh karena itu gaya kognitif memiliki peranan yang besar
dengan tingkat perkembangan berpikir geometri. Sejalan dengan hal tersebut
Hidayat, Zubaidah, dan Mirza (2015) menyatakan bahwa gaya kognitif dan
tingkat berpikir geometri berpengaruh pada hasil belajar peserta didik.
12
Salah satu apek yang mendasari perbedaan cara mengolah sebuah
pengetahuan adalah aspek perseptual dan intelektual, dimana setiap individu
memiliki ciri khas tersendiri. Perseptual merupakan kemampuan individu
untuk mengolah informasi melalui alat indera. Menurut McEwan dan
Reynolds ada dua gaya kognitif berdasarkan kebiasaan seseorang
menggunakan alat indera, yaitu verbalizer dan visualizer (Winarso & Dewi,
2017, hal. 177-133). Peseta didik dengan gaya verbalizer mudah Menerima
dan memproses pengetahuan secara verbal atau linguistik. Sedangkan, peserta
didik dengan gaya visualizer mudah menerima dan memproses pengetahuan
secara visual, dengan melihat grafik, tabel dan lainnya.
Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan peneliti dan
permasalahan yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa tingkat berpikir
geometri peserta didik masih rendah. Oleh karena itu peneliti bermaksud
untuk melakukan penelitian dengan judul “Profil Tingkat Berpikir
Geometri Menurut Teori Van Hiele Ditinjau dari Gaya Kognitif
Verbalizer dan Visualizer”
B. Fokus Penelitian
Berdasarkan latar belakang agar penelititian ini terarah dan tidak
terlalu luas ruang lingkupnya, maka peneliti memfokuskan masalah pada
deskripsi tingkat berpikir geometri peserta didik menurut teori Van Hiele
pada materi segitiga dan segiempat berdasarkan pada gaya kognitif verbalizer
dan visualizer.
13
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang dan fokus penelitian di atas, maka
rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : Bagaimana tingkat berpikir
geometri peserta didik menurut teori Van Hiele pada materi segitiga dan
segiempat berdasarkan gaya kognitif visualizer dan verbalizer ?
D. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui gaya kognitif
visualizer dan verbalizer peserta didik.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mendeskripsikan tingkat
berpikir geometri peserta didik menurut teori Van Hiele pada materi
segitiga dan segiempat berdasarkan gaya kognitif visualizer dan verbalizer.
E. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini, yaitu :
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan menambah wawasan mengenai ilmu pendidikan,
khusunya dalam pembelajaran geometri.
2. Manfaat Praktis
a) Bagi guru, penelitian ini memberi informasi sejauh mana tingkat
berpikir geometri peserta didik, serta gaya kognitif verbalizer dan
visualizer yang dimiliki setiap peserta didik. Sehingga diharapkan
14
dapat menjadi referensi guru dalam merancang pembelajaran
matematika, khususnya pada materi geometri.
b) Bagi peserta didik, penelitian ini dapat memberi informasi sejauh
mana tingkat kemampuan berpikir geometri yang dimilikinya
sehingga mendorong peserta didik lebih meningkatkan kemampuan
berpikir geometri. Serta memberikan infromasi kepada peserta didik
jenis gaya kognitif yang dimiliki.
c) Bagi peneliti, penelitian ini dapat memberikan pengalaman dan
informasi tentang kemampuan geometri berdasarkan gaya kogntif
visulizer dan verbalizer, serta bekal bagi peneliti sebagai calon guru.
15
BAB II
Landasan Teori
A. Landasan Teori Berpikir Geometri
1. Definisi Bepikir Geometri
Berpikir berasal dari kata pikir, menurut Kamus Besar Bahasa
Indonesia (KBBI) berpikir adalah segala sesuatu yang menggunakan akal
budi untuk mempertimbangkan dan memutuskan sesuatu. Dewey dan
Wertheimer memandang berpikir sebagai sebuah proses (Slameto, 2018,
hal. 144). Sejalan dengan hal tersebut berpikir geometri adalah
kemampuan peserta didik untuk melakukan proses transformasi informasi
geometri dalam memori, untuk membentuk konsep, pemecahan masalah,
bernalar, membuat kesimpulan dan menghubungkan ide-ide geometri
(Setiana, 2017).
Assessment Resource Banks menjelaskan bahawa berpikir geometri
berkaitan dengan bagaimana pemahaman peserta didik menggunakan sifat-
sifat dari bidang-bidang geometri dan hubungan-hubungan spasial
(Nurhidayah, Perkembangan Kemampuan Berpikir Geometri Peserta
Didik Berdasarkan Teori Van Hiele Pada Materi Segiempat Melalui Model
Pembelajaran Discovery Learning, 2017). Hal ini berarti jika geometri
berhubungan dengan kecerdasan spasial peserta didik, yaitu kepekaan
merasakan dan membayangkan dunia gambar dan ruang secara akurat.
Sebab materi geometri meliputi bangun datar maupun ruang. Sedangkan
Van De Walle menjelaskan bahwa berpikir geometri adalah penalaran
16
tentang bentuk dan hubungan antar bentuk geometri (Suwito, 2018).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disumpulkan
jika berpikir geometri adalah sebuah proses transformasi informasi
mengenai sifat-sifat garis, sudut, bidang, ruang, dan hubungan antar
bentuk geometri yang dimiliki peserta didik untuk menghasilkan
representasi mental baru.
2. Kriteria Berpikir Geometri
Adapun kriteria berpikir secara geometri menurut Suwito (2018),
yaitu sebagi berikutt :
a. Peserta didik dapat menyeleksi bangun geometri
b. Dalam mengkarakterisasi bangun geometri peserta didik berpatokan
pada bentuk dasar
c. Peserta didik menggunakan sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh bangun
– bangun yang diseleksi
d. Peserta didik menunjukkan bentuk geometri dalam objek-objek fisik
e. Peserta didik membandingkan bangun geometri berdasarkan sifat-
sifatnya
f. Peserta didik mendeskripsikan bangun geometri dengan menyebut
sifat-sifatnya
g. Peserta didik dapat membuat definisi bangun geometri secara lengkap
h. Peserta didik mampu menyatakan bentuk- bentuk definisi yang
ekuivalen
i. Peserta didik dapat memvisualisasikan bangun geometri secara verbal
17
j. Peserta didik dapat mensketsa bangun geometri menurut deskripsi
verbalnya
k. Peserta didik mampu mengkonstruksi gambar berdasarkan sifat-sifat
yang diberikan
l. Peserta didik mampu mengenal perbedaan dan persamaan bangun
geometri
Duval juga menyatakan jika proses berpikir geometri melibatkan
tiga aktivitas (Fajriah, 2015), yaitu:
a. Proses visualisasi, yaitu proses representasi yang berupa visual dari
pernyataan geometri.
b. Proses kontruksi, yaitu penggunaan alat suatu kegiatan untuk
mengkontruksi suatu onfigurasi sesuai dengan alat yang digunakan
misalnya penggaris, jangka, atau busur derajat.
c. Proses penalaran, yaitu sebuah proses yang diperlukan untuk sebuah
bukti dan penjelasan.
Ketiga aktivitas tersebut dapat dilakukan secara terpisah. Misalnya
visual tidak selalu tergantung pada konstruksi, dan pada proses konstruksi
sebenarnya hanya tergantung pada koneksi antara sifat matematika yang
relevan dan kendala alat yang digunakan.
B. Landasan Teori Van Hiele dan Gaya Kognitif
1. Landasan Teori Van Hiele
a) Teori Van Hiele
18
Teori Van Hiele merupakan teori yang dikembangkan oleh
sepasang suami istri sekaligus peneliti dan guru di Belanda, yaitu Dina
van Hiele-Geldof dan Pierre Marrie van Hiele. Teori ini berasal dari
tesis mereka di Universitas Utrecht pada tahun 1957. Penelitian
berdasarkan Teori Van Hiele dilakukan di Uni Soviet pada 1960-an
dan hasilnya digunakan untuk merancang sebuah kurikulum yang juga
mendapatkan hasil bagus.
Teori Van Hiele merupakan salah satu teori dalam aliran
kognitif yang menjelaskan tentang tahap-tahap perkembangan mental
anak dalam pembelajaran geometri. Terdapat 5 tahapan berpikir
geometri Van Hiele, yaitu (Amir & Risnawati, 2015, hal. 94-96) :
1) Tingkat 0 (Visualisasi)
Peserta didik pada tingkat awal, mengenal dan memberi nama
bentuk – bentuk geometri berdasarkan karakteristik tampilan nyata
bentuk tersebut, seperti balok, kubus, bola, persegi, dan lain
sebagainya. Sebagai contoh, disajikan sebuah gambar persegi dan
persegi panjang, peserta didik akan memberikan alasan atau sifat
kotak pada bangun tesebut. Hasil pemikiran pada tingkat 0 adalah
peserta didik dapat mengelompokkan bentuk-bentuk bangun yang
terlihat mirip.
2) Tingkat 1 (Analisis)
Peserta didik pada tingkat analisis sudah dapat memahami
sifat-sifat bangun geometri. Peserta didik sudah mampu berpikir
19
bagaimana sebuah persegi dapat terbentuk, yaitu memiliki empat
sisi yang sama panjang, empat titik sudut, dan sebagainya. Pada
tingkat ini peserta didik juga sudah memahami jika kumpulan
bangun geometri dikelompokkan berdasarkan sifatnya.
3) Tingkat 2 (Deduksi Informal)
Pada tahap ini peserta didik memahami hubungan antara
bangun geometri yang memiliki keterkaitan. Peserta didik dapat
mengklasifikasikan bangun – bangun geometri secara hierarki,
misalnya jika sebuah bangun berbentuk persegi maka sudah pasti
sudutnya siku-siku, pesergi merupakan persegi panjang,
jajargenjang adalah trapesium, belah ketupat adalah layang –
layang, dan kubus adalah balok. Akan tetapi pada tahap ini peserta
didik belum memahami secara rinci deduksi logis, misalnya alasan
mengapa dua diagonal persegi panjang itu sama. Mungkin peserta
didik dapat menjelaskan alasan hal tersebut tetapi tidak secara rinci.
4) Tingkat 3 (Deduksi)
Peserta didik pada tahap deduksi sudah mampu bekerja
dengan pernyataan-pernyataan abstrak tentang sifat geometri dan
membuat kesimpulan lebih berdasarkan logika. Bukan hanya
menegnal sifat-sifat bentuk saja, tetapi peserta didik mampu
meneliti hubungan antara sifat-sifat bangun. Misalnya, peserta
didik dapat membuktikan secara deduktif bahwa garis diagonal dari
sebuah persegi panjang saling berpotongan.
20
5) Tingkat 4 (Ketepatan atau Rigor)
Rigor merupakan tahapan atau tingkat teringgi pada teori Van
Hiele. Peserta didik sudah memahami betapa pentingnya ketepatan
sebuah teorema, postulat dan dalil dalam penggunaanya.
Pembelajaran geometri pada tingkat ini sangat abstrak dan tidak
harus melibatkan model konkrit atau gambar. Oleh karena itu
jarang sekali peserta didik yang dapat mencapai tahap ini sekalipun
mereka adalah peserta didik SMA.
Gambar 2.1 Tingkat Berpikir Geometri Menurut Teori Van Hiele
Menurut Walle (2008) terdapat empat karakteristik tingkat-
tingkat Van Hiele yang membutuhkan perhatian khusus, yaitu :
1) Tingkatan-tingkatan tersebut bertahap. Peserta didik untuk
mencapai tahap tertinggi harus melalui tahap-tahap sebelumnya.
2) Tingkatan-tingkatan tersebut tidaklah bergantung pada usia
seperti tahap perkembangan Piaget. Peserta didik sekolah
21
menegah yang seharusnya berada pada tahap 3, yaitu deduksi
dapat berada pada tingkat 0.
3) Pengalaman geometri merupakan faktor terbesar dalam
mempengaruhi perkembangan tingkat-tingkatan tersebut.
Kegiatan yang memberikan kesempatan peserta didik menelusuri,
berdiskusi, dan berinteraksi, dengan materi pada tingkat
selanjutnya memberikan kesempatan peserta didik dalam
mengembangan tingkat pemikiran.
4) Ketika instruksi atau bahasa yang digunakan terletak pada
tingkatan yang lebih tinggi daripada yang peserta didik miliki
maka akan ada komunikasi yang kurang.
b) Indikator Tingkat Bepikir Geometri Van Hiele
Setiap peserta didik berpikir tentang ide-ide geometri dengan
cara yang berbeda-beda. Namun setiap peserta didik dapat
mengembangkan kemampuan berpikir geometri yang dimiliki. Pada
setiap tingkatan berpikir geometri Van Hiele peserta didik memiliki
karakteristik tersendiri, sesuai dengan pemikirannya mengenai ide-ide
geometri. Menurut Crowley (1987) karakteristik peserta didik dalam
setiap tingkatan berpikir geometri, yaitu :
1) Level 0 (Visualisasi)
Peserta didik menyadari ruang hanya sebagai sesuatu yang
ada di sekitar mereka. Objek geometri hanya dikenali dari
penampilan fisiknya saja, bukan dari bagian atau sifatnya.
22
Seseorang yang mencapai level ini dapat mempelajari kosakata
geometris, dapat mengidentifikasi bentuk yang ditentukan, dan
memberikan nama, dapat mereproduksinya.
2) Level 1 (Analisis)
Analisis konsep geometris dimulai, peserta didik mulai
membedakan karakteristik objek. Misalnya peserta didik dapat
membuat generalisasi untuk kelompok jajaran genjang. Namun,
hubungan antar bangun belum dapat dijelaskan oleh peserta didik
pada level ini, hubungan timbal balik antar objek masih belum
terlihat, dan definisi belum dipahami.
3) Level 2 (Deduksi Informal)
Peserta didik dapat membangun hubungan sifat baik di
dalam bangun (dalam segi empat, sisi yang berlawanan sejajar
membutuhkan sudut yang berlawanan sama) di antara bangun
(persegi adalah persegi panjang karena memiliki semua sifat
persegi panjang). Dengan demikian mereka dapat menyimpulkan
sifat-sifat bangun dan mengenali kelas-kelas bangun. Bukti
formal dapat diikuti, tetapi peserta didik tidak melihat bagaimana
urutan logis dapat diubah atau melihat bagaimana membangun
bukti mulai dari sesuatu yang tidak dikenal.
4) Level 3 (Deduksi)
Peserta didik pada level ini dapat membuat, bukan hanya
menghafal, bukti, kemungkinan mengembangkan bukti dalam
23
lebih dari satu cara terlihat,interaksi kondisi yang diperlukan dan
cukup dipahami; perbedaan antara pernyataan dan kebalikannya
dapat dibuat.
5) Level 4 (Rigor)
Pada tahap ini pelajar dapat bekerja dalam berbagai sistem
aksiomatik, yaitu geometri non-euclidean dapat dipelajari, dan
sistem yang berbeda dapat dibandingkan. Geometri terlihat secara
abstrak.
Adapun karakteristik peserta didik dalam setiap tingkatan
berpikir geometri menurut J. K. Alex & K. J. Mammen (2012), yaitu :
1) Level 0 (Visualisasi)
Peserta didik pada tingkat ini mengenali bentuk geometris
dengan penampilannya saja. Peserta didik dapat mengidentifikasi,
memberi nama, dan membandingkan bentuk-bentuk geometris
seperti segitiga, bujur sangkar, dan persegi panjang dalam
bentuknya yang terlihat
2) Level 1 (Analisis)
Peserta didik dapat mengenali dan memberi nama sifat-
sifat bangun geometris, tetapi mereka belum memahami
perbedaan antara sifat-sifat ini dan antara bangun yang berbeda
3) Level 2 (Deduksi Informal)
Peserta didik tidak lagi menganggap bangun – bangun
sebagai terdiri dari kumpulan sifat-sifat yang terpisah dan tidak
24
terkait. Sebaliknya, mereka sekarang mengakui bahwa satu
bagian dari suatu bentuk berasal dari yang lain. Mereka juga
memahami hubungan antara bangun – bangun yang berbeda
4) Level 3 (Deduksi)
Peserta didik pada tingkat ini membuktikan teorema
secara deduktif dan memahami struktur sistem geometris. Mereka
memahami kondisi yang diperlukan dan dapat mengembangkan
bukti daripada mengandalkan hafalan. Mereka dapat membangun
definisi bangun mereka sendiri.
5) Level 4 (Rigor)
Peserta didik pada tingkat ini dapat membangun teorema
dalam sistem postulat yang berbeda dan dapat membandingkan
dan menganalisis sistem deduktif
Sedangkan karakteristik peserta didik dalam setiap tingkatan
berpikir geometri menurut. Burger dan Shaughnessy (1986) , yaitu :
1) Level 0 (Visualisasi)
Pemahaman peserta didik tentang konsep-konsep dasar
geometris, seperti bentuk-bentuk sederhana, terutama dengan
pertimbangan visual dari konsep secara keseluruhan tanpa
memperhatikan sifat-sifat komponennya.
2) Level 1 (Analisis)
Pada level ini peserta didik memahami konsep-konsep
geometris melalui analisis informal dari bagian – bagian bangun.
25
Sudah dapat menentukan sifat – sifat yang diperlukan dari
konsep.
3) Level 2 (Deduksi Informal)
Peserta didik secara logis dapat mengurutkan konsep dari
suatu bangun-bangun, membentuk definisi abstrak, dan dapat
membedakan antara kebutuhan dan kecukupan seperangkat
bagian dalam menentukan konsep.
4) Level 3 (Deduksi)
Peserta didik beralasan secara formal dalam konteks
sistem matematika, lengkap dengan istilah yang tidak ditentukan,
aksioma, sistem logis yang mendasari, definisi, dan teorema
5) Level 4 (Rigor)
Peserta didik dapat membandingkan sistem bedasarkan
aksioma yang berbeda dan dapat mempelajari berbagai geometri
dengan tidak adanya model nyata.
Berdasarkan ketiga karakteristik Crowley (1987), J. K. Alex &
K. J. Mammen (2012), dan Burger dan Shaughnessy (1986), maka
indikator tingkat berpikir geometri Van Hiele yang peneliti gunakan,
yaitu :
1) Level 0 (Visualisasi)
Pada tingkat ini peserta didik dapat memberikan nama,
megindentifikasi, membandingkan dan membuat bentuk –bentuk
26
geometri sederhana melalui penampilan fisik tanpa memahami
sifat dan konsep bentuk.
2) Level 1 (Analisis)
Pada tingkat ini peserta didik dapat menentukan sifat –
sifat dari bangun geometri, namun belum dapat memahami
hubungan antara bangun geometri.
3) Level 2 (Deduksi Informal)
Pada tingkat ini peserta didik dapat membangun
hubungan sifat antar bangun geometri, mengenali kelas-kelas
bangun, dan dapat mengetahui definisi abstrak.
4) Level 3 (Deduksi)
Pada tingkat ini peserta didik dapat membuat bukti dan
mengembangkannya lebih dari satu cara. Peserta didik juga dpaat
mengaitkan istilah yang tidak ditentukan, aksioma, sistem logis
yang mendasari, definisi, dan teorema.
5) Level 4 (Rigor)
Pada tingkat ini peserta didik dapat membandingkan
sistem dari aksioma yang berbeda, seperti geometri non-
euclidean, dan dapat mempelajari berbagai geometri dengan tidak
adanya model nyata.
c) Hubungan Berpikir Geometri dengan Teori Van Hiele
Berpikir geometri adalah sebuah proses transformasi informasi
mengenai sifat-sifat garis, sudut, bidang, ruang, dan hubungan antar
27
bentuk geometri yang dimiliki peserta didik untuk menghasilkan
representasi mental baru. Proses ini dilakukan untuk membentuk
sebuah pemahaman konsep, serta menggunakannya untuk
memecahkan suatu permasalahan. Desmita (2014) menyatakan jika
sejumalah ahli psikologi juga menggunakan istilah pikiran untuk
menunjuk pengertian yang sama dengan kognitif, yaitu mencakup
berbagai aktivitas mental seperti penalaran, pemecahan masalah, serta
pembentukkan konsep. Sejalan dengan hal tersebut juga Solso
mengungkapkan jika ada 3 ide dasar mengenai berpikir, yaitu 1)
berpikir adalah kognitif, 2) berpikir adalah proses yang melibatkan
beberapa manipulasi pengetahuan dalam sistem kognitif, 3) berpikir
bersifat langsung dan menghasilkan perilaku yang memecahkan
masalah (Mariam, 2015). Oleh karena itu dapat dinyatakan jika
berpikir merupakan sebuah proses kognitif, sebab melalui berpikir
seseorang juga bernalar, serta memecahkan masalah. Kognitif sendiri
merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan aktivitas mental
yang berhubungan dengan persepsi, pikiran, ingatan dan pengolahan
informasi yang memungkinkan seseorang memperoleh pengetahuan,
dan memecahkan masalah (Desmita, 2014, hal. 97).
Jean Piaget merupakan seseorang psikologi yang berjasa
mengemukakan perkembangan kognitif peserta didik. Jean Piaget
menyatakan jika anak mengorganisasikan apa yang mereka pelajari
dari pengalamannya (Desmita, 2014, hal. 98). Sejalan dengan
28
karakteristik teori Van Hiele, jika pengalaman peserta didik
merupakan sebuah faktor yang paling besar dalam pembelajaran
geometri. Pada tingkatan berpikir Van Hiele seorang peserta didik
akan membangun sebuah kesatuan dari fakta atau informasi yang
terpisah. Seperti halnya seorang peserta didik yang mengamati jika
persegi, persegi panjang, serta jajar genjang memiliki empat sisi dan
sudut sama besar. Hal ini menunjukkan bahwa peserta didik mulai
membangun pemahaman mengenai sifat-sifat bangun segiempat. Pada
hakikatnya, peserta didik dalam membangun pengetahuan tersebut
memerlukan proses berpikir, perlu adanya penalaran, serta
penggabungan informasi-informasi yang telah didapat sebelumnya.
Tahapan berpikir geometri pada teori Van Hiele juga sudah
memuat kriteria berpikir geometri. Berdasarkan kriteria berpikir
geometri menurut Suwito, yaitu peserta didik dapat menunjukkan
bentuk geometri dalam objek-objek fisik, dapat memvisualisasikan
bangun geometri secara verbal serta dapat mensketsa bangun geometri
menurut deskripsi verbalnya termasuk kedalam tingkat visualisasi
pada tahapan berpikir geometri Van Hiele. Peserta didik mampu
mengkonstruksi gambar berdasarkan sifat-sifat yang diberikan,
membandingkan bangun geometri berdasarkan sifat-sifatnya,
mendeskripsikan bangun geometri dengan menyebut sifat-sifatnya,
peserta didik dapat membuat definisi bangun geometri secara lengkap,
serta menggunakan sifat-sifat yang tidak dimiliki oleh bangun –
29
bangun yang diseleksi termasuk ke dalam tingkat analisis. Sedangkan
kriteria berpikir geometri, yaitu peserta didik dapat menyeleksi
bangun geometri, mampu menyatakan bentuk- bentuk definisi yang
ekuivalen, serta mampu mengenal perbedaan dan persamaan bangun
geometri termasuk ke dalam tingkat deduksi informal.
2. Landasan Teori Gaya Kognitif
a) Definisi Gaya Kognitif
Gaya koginitif menurut Desmita (2014) adalah karakteristik
individu dalam pengggunaan fungsi kognitif yang bersifat terus
menerus dan berlangsung lama. Fungsi kognitif dalam hal ini berupa
berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat keputusan,
mengorganisasi dan memproses informasi. Adapun menurut Slameto
(2018) gaya kognitif merupakan perbedaan antar individu yang
menetap dalam cara menyusun dan mengolah informasi serta
pengalaman-pengalaman. Sedangkan Ausburn menyatakan jika gaya
kognitif mengacu pada proses kognitif seseorang yang berhubungan
dengan pemahaman, pengetahuan, persepsi, pikiran, imajinasi dan
pemecahan masalah (Uno, 2010, hal. 186).
Berdasarkan beberapa pengertian di atas mengenai gaya
kognitif, maka dapat disimpulkan jika gaya kognitif adalah perbedaan
seseorang dalam berpikir, mengingat, memecahkan masalah, membuat
keputusan, mengorganisasi dan memproses informasi yang bersifat
terus menerus. Perbedaan, dalam hal ini bukanlah menunjuukan
30
tingkat inteligensi atau kemampuan peserta didik. Sebab peserta didik
yang memiliki gaya kognitif sama belum tentu memiliki tingkat
kemampuan yang sama pula.
b) Jenis-Jenis Gaya Kognitif
Adapun jenis-jenis gaya kognitif, yaitu sebagai berikut :
1. Field Independence (FI) Dan Field Dependence (FD)
Uno (2010) menyatakan bahwa gaya kognitif field
independence (FI) dan field dependence (FD) adalah gaya kognitif
yang menggambarkan cara seseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungannya. Uno juga menjelaskan bahwa individu dengan gaya
kognitif field dependence (FD) cenderung akan menerima suatu
pola sebagai suatu keseluruhan, orang dengan gaya ini akan
mengalami kesulitan memfokuskan pada satu aspek dalam satu
situasi, sedangkan individu dengan gaya kognitif field
independence (FI) lebih menerima bagian terpisah dari pola
menyeluruh dan mampu menganalisa pola ke dalam komponenya.
Desmita (2014) juga menyebutkan jika peserta didik
dengan gaya kognitif field dependence (FD) kesulitan dalam
memproses, namun mudah mempersepsi apabila informasi
dimanipulasi sesuai dengan konteksnya, sehingga dapat
memisahkan stimuli dalam konteksnya tepai persepsinya lemah
ketika terjadi perubahan konteks. Sedangkan peserta didik dengan
field independence (FI) cenderung menggunakan faktor-faktor
31
internal sebagai arahan dalam memproses informasi dan dalam
mengerjakan tugas secara tidak berurut.
Sehingga dapat disimpulkan jika peserta didik dengan gaya
kognitif field dependence (FD) cenderung memproses infromasi
secara menyeluruh, serta memiliki kesulitan memfokuskan dan
memproses satu aspek atau informasi dalam satu situasi.
Sedangkan peserta didik dengan field independence (FI) cenderung
memproses informasi secara terpisah, sehingga memungkinkan
mengerjakan tugas secara tidak berurut dan peserta didik lebih
menerima bagian terpisah dari pola menyeluruh dan mampu
menganalisa pola ke dalam komponenya.
2. Gaya Kognitif Impulsif dan Reflektif
Gaya kognitif impulsif dan reflektif merupakan gaya
kognitif yang menunjukkan kecepatan berpikir. Desmita (2014)
menyatakan bahwa peserta didik dengan gaya kognitif impulsif
akan cenderung cepat, namun melakukan sedikit kesalahan dalam
proses tersebut. Sedangkan peserta didik dengan gaya kognitif
reflektif akan cenderung menggunakan waktu lebih banyak untuk
merespon dan merenungkan akurasi jawaban, tetapi cenderung
memberikan jawaban yang benar. Nasution mengungkapkan jika
akan peserta didik dengan gaya impulsif akan mengambil
keputusan dengan cepat tanpa memikirkan secara mendalam,
sedangkan perserta didik gaya reflektif akan mempertimbangkan
32
segala alternatif sebelum mengambil keputusan dalam situasi yang
tidak mempunyai penyelesaian mudah (Nasriadi, 2019). Sejalan
dengan Desmita dan Nasution, Arifin menjelasan jika peserta didik
dengan gaya reflektif lebih lambat dalam memberi reaksi terhadap
stimulus yang diberikan, sedangkan perserta didik dengan gaya
impulsif cenderung lebih cepat dalam memeberi reaksi (Nasriadi,
2019).
Dapat disimpulkan jika peserta didik dengan gaya kognitif
impulsif cenderung cepat memberi reaksi terhadap stimulus yang
diberikan namun tanpa memikirkan secara mendalam sehingga
melakukan sedikit kesalahan. Sedangkan peserta didik dengan gaya
kognitif reflektif cenderung lebih lambat dalam memberi reaksi
terhadap stimulus yang diberikan namun mempertimbangkan
segala alternatif sebelum mengambil keputusan.
3. Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer
McEwan & Reynolds menyatakan bahwa gaya kognitif
yang berkaitan dengan kebiasaan seseorang menggunakan alat
indranya dibagi menjadi dua kelompok, yaitu visualizer dan
verbalizer (M. Syahid, 2019, hal. 52). Menurut Sari dan Budiarto
(2016) peserta didik dengan gaya kognitif visualizer cenderung
lebih mudah untuk menerima, memproses, menyimpan, dan
menggunakan informasi dalam bentuk gambar maupun grafik.
Sedangkan seseorang dengan gaya kognitif verbalizer cenderung
33
lebih mudah untuk menerima, memproses, menyimpan, dan
menggunakan informasi dalam bentuk teks atau tulisan.
c) Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer
Gaya kognitif verbalizer dan visualizer, pertama kali
dikembangkan oleh Paivio. Menurut Paivo “Informasi yang masuk
diproses dan direpresentasikan secara mental dalam dua cara: secara
verbal dan visual” (Kameliani, 2019). Menurut Uno (2010) gaya
kognitif yang berkaitan dengan kebiasan dan kesukaan seseorang
dalam menggunakan alat inderanya, khususnya pada kemampuan
melihat gerakan secara visual dan pemahaman auditori atau verbal
termasuk ke dalam dimensi gaya kognitif perceptual modality
preference.
Peserta didik dengan gaya kognitif verbalizer cenderung lebih
mudah mengolah, dan menyimpan informasi berupa teks atau tulisan,
sedangkan peserta didik dengan gaya kognitif visualizer akan
cenderung mengolah, dan menyimpan informasi berupa gambar,
seperti grafik, tabel dan lain sebagainya. Sebagaimana yang dijelaskan
oleh Mandelson bahwa individu yang memiliki gaya kognitif
visualizer cenderung lebih banyak dalam gambar, lebih lancar dengan
ilustrasi dan terjemahan, serta memahami dan menyukai permainan
yang lebih visual, seperti teka-teki, sedangkan individu yang memiliki
gaya kognitif verbalizer lebih cenderung mengatakan dan akan lebih
34
memilih untuk berkomunikasi kepada seseorang dengan menunjukkan
bagaimana mereka melakukannya (Fatri, Maison, & Syaiful, 2019).
Sejalan dengan Mandelson, Mayer dan Massa juga
menyatakan peserta didik dengan gaya kognitif visualizer -verbalizer,
sebagian akan cenderung lebih baik mengolah informasi dalam bentuk
kata-kata sedangkan dan sebagian lainnya akan cenderung lebih baik
dalam bentuk visual (M. Syahid, 2019). Perbedaan ini disebabkan oleh
kecenderungan peserta didik dalam menggunakan alat indera. Peserta
didik yang terbiasa memperoleh informasi dengan melihat maka akan
memiliki kecenderungan memperoleh dan mengolah informasi secara
visual. Sebaliknya peserta didik yang terbiasa memperoleh informasi
dengan mendengar akan memiliki kecenderungan memperoleh dan
mengolah informasi secara verbal.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan jika gaya kognitif verbalizer merupakan cara konsisten
peserta didik mengolah, dan menyimpan informasi berupa gambar,
seperti grafik, tabel dan lainnya. sedangkan gaya kognitif visualizer
merupakan cara konsisten peserta didik mengolah dan menyimpan
informasi berupa kata-kata atau tulisan.
Skemp menyatakan “Jika simbol visual adalah gambar yang
menyerupai bentuk asli atau nyata, sedangkan simbol verbal adalah
kata yang digunakan untuk menyatakan objeknya” (Ilma, 2017, hal.
9). Berikut sifat-sifat simbol visual dan simbol verbal :
35
1) Sifat simbol visual, yaitu :
a) Bersifat abstrak, misalnya bentuk dan kedudukan.
b) Lebih sulit untuk dikomunikasikan
c) Lebih mewakili hasil pemikiran yang lebih individual
d) Simultan atau bersamaan
e) Bersifat intuitif
2) Sifat simbol verbal, yaitu :
a) Bersifat abstrak yang bebas dari susunan ruang seperti
misalnya bilangan
b) Lebih mudah dikomunikasikan
c) Lebih mewakili hasil kesepakatan dari pemikiran bersama
d) Sekuensial atau berurutan
e) Bersifat logika
Klasifikasi gaya kognitif verbalizer dan visualizer peserta
didik dapat diidentifikasi melalui Visualizer and Verbalizer
Questionnare (VVQ), yaitu angket yang berisi 20 butir pertanyaan
mengenai gaya kognitif verbalizer dan visualizer. VVQ juga
diadapatasi dalam penelitian Mandelson dengan judul “from whom
cognitive style and attention on processing of new photos”.
Richardson menyebutkan bahwa banyak penelitian yang
menggolongkan gaya kognitif verbalizer dan visualizer menggunakan
VVQ (Firdaus, 2017). Adapun, Mendelson menjelaskan karakteristik
gaya kognitif verbalizer dan visualizer, yaitu sebagai berikut :
36
Tabel 2. Karakteristik gaya kognitif verbalizer dan visualizer
Gaya
Kognitif
Karakteristik
Verbalizer Lebih mengingat lebih banyak tentang berita.
Kurang mengingat tentang cerita ketika disertai
gambar.
Visualizer Lebih akurat mengingat informasi yang terkandung
dalam gambar berwarna
Lebih mudah mengingat gambar yang ada pada
berita atau bacaan.
C. Penelitian Relevan
Pada penelitian ini, peneliti mengacu pada penelitian dengan judul
“Analisis Tingkat Berpikir Geometri Peserta Didik Dalam Menyelesaikan
Soal Bangun Ruang Sisi Datar Berdasarkan Teori Van Hiele Pada Peserta
Didik Kelas VIII SMP Negeri 2 Baki” yang dilakukan oleh Anwar Ansori
(2017). Tujuan penelitian didasari untuk mendeskripsikan tingkat berpikir
geometri peserta didik dalam menyelesaikan soal bangun ruang sisi kelas VII
SMP berdasarkan teori Van Hiele. Jenis penelitian merupakan penelitian
kualitatif dengan subjek peserta didik kelas VII SMP. Hasil penelitian,
menunjukkan bahwa peserta didik dengan kemampuan berpikir tinggi mampu
menguasai indikator pada tingkat visualisasi, analisis dan deduksi informal.
Peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir sedang belum mampu
mencapai level deduksi informal, sedangkan peserta didik yang memiliki
kemampuan berpikir rendah hanya mampu menguasai indikator-indikator dari
level visualisasi.
Penelitian relevan yang lain dengan judul “Identifikasi tingkat
berpikir geometri peserta didik menurut teori Van Hiele ditinjau dari
perbedaan gender pada materi pokok segiempat (studi kasus kelas VII SMPN
37
2 gedangan)” oleh Siti Korotul Alifah (2012). Penelitian menggunakan
penelitian kulitatif dengan menggunakan instrumen tes dan wawancara yang
beracuan pada indikator berpikir Van Hiele. Sehingga data yang diperoleh
dapat menentukan kecenderungan tingkat berpikir geometri peserta didik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan kemampuan
tingkat berpikir geometri peserta didik perempuan dan laki – laki, keduanya
sama – sama berada pada tingkatan 1.
Persamaan dua penelitian di atas adalah menggunakan tingkat berpikir
geometri menurut teori Van Hiele. Adapun perbedaan beberapa penelitian di
atas dengan penelitian yang akan dilakukan oleh penulis terletak pada
peninjauan tingkat berpikir geometri Van Hiele, yaitu penulis menggunakan
gaya kognitif verbalizer dan visualizer. Sedangkan penelitian di atas
menggunakan perbedaan gender.
Penelitian yang dilakukan oleh Widodo Winarso dan Widya
Yulistiana Dewi (2017) degan judul “Berpikir Kritis Siswa Ditinjau Dari
Gaya Kognitif Visualizer Dan Verbalizer Dalam Menyelesaikan Masalah
Geometri” merupakan sebuah penelitian kuantitatif yang bertujuan untuk
mengetahui bagaimana keterampilan berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya
kognitif visualizer dan verbalizer dalam menyelesaikan masalah geometri.
Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Daru’l Hikam Kota
Cirebon dengan sampel sebanyak 45 siswa, yaitu 24 siswa visualizer dan 21
siswa verbalizer. Hasil penelitian menunjukkan bahwa siswa visualizer
memperoleh nilai rata-rata sebesar 50,15 sedangkan siswa verbalizer
38
memperoleh nilai rata-rata 40,05. Apabila dilihat dari rata-rata persentase
hasil tiap aspek berpikir kritis, siswa visualizer dapat dikategorikan cukup
baik, sedangkan siswa verbalizer dapat dikategorikan kurang. Hal ini
menunjukan bahwa terdapat perbedaan berpikir kritis antara siswa dengan
gaya kognitif visualizer dan siswa dengan gaya kognitif verbalizer dalam
menyelesaikan masalah geometri. Persamaan penelitian yang dilakukan
dengan Widodo dan penulis tertelak pada penggunaan gaya kognitif
verbalizer dan visualizer, namun penulis menggunakan tahap berpikir
geometri Van Hiele pada penelitian ini.
39
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Pendekatan dan Jenis Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, menurut Sugiyono
(2011) penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandasakan pada
filsafat filsafat postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek
yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan
data dilakukan secara triangulasi (gabungan), analisis data bersifat
induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna
dari pada generalisasi. Pendekatan kualitatif digunakan agar dapat
mengungkapkan lebih dalam bagaimana tingkat berpikir geometri menurut
teori van Hiele peserta didik berdasarkan pengelompokkan gaya kognitif
verbalizer dan visualizer. Menurut Manab tujuan dari penelitian kualitatif
adalah untuk memperoleh pemahaman mendalam mengenai perilaku, proses
interaksi, makna suatu tindakan, nilai pengalaman individu, yang semuanya
berlangsung secara alami (Pertiwi, 2017).
Adapun jenis penelitian yang digunakan adalah deskriptif kualitatif.
Penelitan deskriptif kualitatif menurut Kountour adalah jenis penelitian yang
memberi gambaran atau rincian mengenai sebuah keadaan secara jelas tanpa
adanya perlakuan terhadap objek yang diteliti (Pertiwi, 2017). Penelitian
deskriptif kualitatif dimaksudkan untuk mengeksplorasi dan mengklasifikasi
suatu kenyataan sosial dengan cara mendeskripsikan sejumlah variabel yang
berkenaan dengan masalah yang diteliti. Pemilihan jenis penelitian deskriptif
40
kualitatif dikarenakan peneliti ingin mendeskripsikan atau menggambarkan
bagaimana tingkat berpikir geometeri peserta didik menurut teori Van Hiele
pada materi segitiga dan segiempat ditinjau dari gaya kognitif visualizer dan
verbalizer. Langkah-langkah yang dilakukan pada penelitian ini, meliputi
tahap perancanaan, tahap pelaksanaan dan tahap analisis data.
1. Tahap Perancanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap perencanaan, yaitu :
a. Peneliti menyiapkan instrumen berupa angket gaya kognitif
visualizer dan verbalizer.
b. Peneliti menyiapkan instrumen tes untuk mengukur tingat berpikir
geometri peserta didik.
c. Membuat pedoman wawancara
d. Melakukan uji validitas dan uji reliabilitas pada instrumen tes
1) Uji Validitas
Validitas perlu digunakan pada penelitian untuk
mengetahui instrumen atau soal yang dibuat dapat digunakan
atau tidak. Menurut Arikunto dalam (Kusniati, 2011)
menyatakan jika instrumen atau soal dikatakan valid jika
mampu mengukur apa yang hendak diukur. Validasi
menggunakan rumus korelasi produk momen dengan angka
kasar (korelasi produk momen Pearson), yaitu (Lestari, 2015,
hal. 193) :
𝑟𝑥𝑦 =𝑁 ∑ 𝑋𝑌 − (∑ 𝑋 ∑ 𝑌)
√{𝑁 ∑ 𝑋2 − (∑ 𝑋)2(𝑁 ∑ 𝑌2 − (∑ 𝑌)2)}
41
Keterangan :
𝑟𝑥𝑦 = Koefisien korelasi produk momen
𝑁 = Banyaknya peserta
𝑋 = Skor butir soal
𝑌 = Skor total
Kemudian hasil perhitungan nilai 𝑟 ditransformasikan ke
dalam nilai 𝑡, yaitu 𝑡0 =𝑟 √𝑛−2
√1−𝑟2. Selanjutnya nilai 𝑡0
dibandingkan dengan nilai 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 . Pada taraf signifikan 𝛼 =
0.05, jika 𝑡0 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka soal dikatakan valid.
2) Uji Reliabilitas
Suatu hasil pengukuran dapat dipercaya apabila dalam
beberapa kali pengukuran terhadap subjek yang sama diperoleh
hasil yang relatif sama. Reliabilitas merupakan kekonsistenan
instrumen bila diberikan pada subjek yang sama atau relatif
sama atau tidak berbeda secara signifikan (Lestari &
Yudhanegara, 2015). Untuk memeperoleh reliabilitas tes uraian
digunakan rumus sebagai berikut (Lestari, 2015, hal. 206) :
𝑟11 = [𝑛
𝑛 − 1] . [1 −
∑ 𝑠𝑖2
𝑠𝑡2
]
dimana 𝑠𝑖2 =
∑ 𝑋𝑖2−
(∑ 𝑋𝑖)2
𝑁
𝑁 dan 𝑠𝑡
2 =∑ 𝑋𝑡
2−(∑ 𝑋𝑡)2
𝑁
𝑁
Keterangan :
𝑟11 = Koefisien reliabilitas instrumen
42
𝑛 = Jumlah semua item
∑ 𝑠𝑖2= Jumlah varian skor tiap item
𝑠𝑡2 = Varian skor total
𝑁 =Banyaknya peserta didik yang mengikuti tes
𝑋𝑖 = Skor tiap item
𝑋𝑡= Skor total
2. Tahap Pelaksanaan
Kegiatan yang dilakukan pada tahap pelaksanaan, yaitu :
a. Peneliti memberikan angket gaya kognitif verbalizer dan visualizer
pada subjek
b. Mengelompokkan subjek berdasarkan hasil angket gaya kognitif
verbalizer dan visualizer pada subjek
c. Peneliti memberikan tes mengenai tingkat berpikir geometri Van
Hiele.
d. Memilih 6 subjek penelitian berdasarkan gaya kognitif verbalizer
dan visualizer.
e. Melakukan wawancara pada subjek terpilih untuk mendapatkan
informasi yang dibutuhkan berdasarkan indikator tingkat berpikir
geometri Van Hiele.
3. Tahap Analisis Data
Kegiatan yang dilakukan pada tahap analisis data, yaitu :
a. Membuat tabel hasil tes gaya kognitif verbalizer dan visualizer
43
b. Menganalisis data berdasarkan indikator tingkat berpikir geometri
Van Hiele
c. Menyajikan data yang sudah di analisis
d. Menarik kesimpulan dan verifikasi data.
B. Waktu dan Tempat Penelitian
1. Waktu Penelitian
Waktu penelitian dimulai dari bulan Mei 2019, untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Tabel 3.1
Tabel 3.1 Jadwal Penelitian
No Kegiatan Waktu Keterangan
1 Pengajuan judul Mei 2019 Sudah
dilaksanakan
2 Bimbingan proposal skripsi Januari – April
2020
3 Seminar proposal skripsi April 2020 atau
Mei 2020
4 Bimbingan dan revisi hasil
seminar Mei 2020
5 Pembuatan instrumen
penelitian April 2020
Sedang
dilaksanakan
(validasi dan
reliabilitas belum
dilakukan)
6 Pengumpulan data Juni 2020
7 Pengolahan dan analisis
data
Juli - September
2020
8 Sidang Skripsi Oktober 2020
2. Tempat Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan di SMPN 17 Tangerang yang
beralamat pada Jl. Kisamaun RT 003/RW007, Babakan, Kec. Tangerang,
44
Kota Tangerang. Pada penelitian ini peneliti mengambil subjek kelas VII,
dengan materi segitiga dan segiempat yang berada pada semester genap.
C. Sumber dan Jenis Data Penelitian
Sumber data pada penelitian kualitatif ada dua, yaitu sumber primer
dan sumber sekunder. Menurut Sugiyono (2011, hal. 225) sumber data primer
adalah sumber daya yang langsung memberikan data pada peneliti, sedangkan
sumber data sekunder adalah sumber data yang tidak langsung memberikan
data pada peneliti, misalnya melalui orang lain atau dokumen.Sumber data
yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang
diperoleh langsung dari lapangan atau tempat penelitian.
Data primer pada penelitian ini merupakan data tertulis dari hasil tes
tingkat berpikir geometri peserta didik menurut Van Hiele dan hasil angket
untuk menentukan tipe gaya kognitif visualizer dan verbalizer peserta didik,
serta hasil wawancara peneliti dengan subjek penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan untuk memperoleh data penelitian, yaitu :
1) Tes
Tes menurut Arikunto adalah suatu alat yang digunakan untuk
mengetahui sesuatu dengan cara dan aturan yang sudah ditetukan (Pertiwi,
2017). Sedangkan Hamdayama (2016) menjelaskan bahwa tes merupakan
suatu pertanyaan yang direncanakan untuk memperoleh informasi
mengenai atribut pendidikan atau psikologis yang setiap butir
pertanyaannya mempunyai jawaban atau ketentuan yang dianggap benar.
45
Pada penelitian ini tes digunakan untuk mengetahui tingkat berpikir
geometri peserta didik menurut teori Van Hiele, dalam hal ini soal yang
digunakan berbentuk uraian pada materi pokok segitiga dan segiempat.
2) Angket
Angket menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah daftar
pertanyaan tertulis mengenai masalah tertentu dengan ruang untuk
jawaban bagi setiap pertanyaan. Menurut Ruseffendi (2010) angket adalah
sekumpulan pertanyaan atau pernyataan yang harus dilengkapi oleh
responden melalui jawaban yang sudah disediakan atau melengkapi
kalimat. Jadi angket merupakan suatu pertanyaan tertulis mengenai suatu
masalah yang harus dijawab atau dikerjakan oleh subjek penelitian. Dalam
hal ini angket diberikan pada subjek penelitian untuk mengetahui gaya
kognitif visualizer dan verbalizer yang dimiliki peserta didik.
3) Wawancara
Menurut Moleong (2017, hal. 186) wawancara adalah percakapan
yang dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara seabagai pihak yang
mengajukan pertanyaan dan terwawancara sebagai pihak yang
memberikan jawaban. dengan maksud tertentu, Susan Staindback
mengungkapkan dengan adanya wawancara maka peneliti dapat
mengetahui secara mendalam tentang subjek penelitian dalam
menginterpretasikan situasi (Sugiyono, 2011).
Wawancara dilakukan untuk menguatkan hasil tes tingkat berpikir
geometri peserta didik menurut Van Hiele. Kesalahan – kesalahan pada
46
pengerjaan soal tes dan alasan kesalahan tersebut, serta bagaimana peserta
didik mengerjakan soal akan diperkuat melalui pertanyaan dari peneliti,
E. Instrumen Penelitian
Pada penelitian kualitatif instrumen utama adalah peneliti itu sendiri.
Moleong (2017) menjelaskan bahwa peneliti merupakan perencana,
pelaksana pengumpulan data, analis, penafsir data, dan pelapor hasil
penelitian. Menurut Nasution peneliti sebagai instrumen penelitian serasi
untuk penelitian serupa karena memiliki ciri-ciri, sebagai berikut (Sugiyono,
2011, hal. 224) :
1) Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segala stimulus dari
lingkungan yang harus diperkirakannya bermakna atau tidak bagi
penelitian.
2) Penelitian sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semua aspek
keadaan dan dapat mengumpulkan aneka ragam data sekaligus.
3) Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumen berupa
test atau angket yang dapat menangkap keselurahan situasi kecuali
manusia
4) Suatu situasi yang meibatkan interaksi manuasia, tidak dapat difahami
dengan pengetahuan semata, untuk memahaminya perlu sering merasakan,
dan menyelaminya berdasarkan pengetahuan kita.
5) Peneliti sebagai instrumen pdapat segera menganalisis data yang
diperoleh. Ia dapat menafsirkannya, melahirkan hipotesis dengan segera
47
untuk menentukkan arah pengamatan, mengetes hipotesisi yang tibul
seketika.
6) Hanya manusia sebagai instrumen dapat mengambil kesimpulkan
berdasarkan data yang dikumpulkan.
7) Peneitian dengan menggunakan tes atau angket yang bersifat kuantitaif
yang diutamakan adalah respon yang dapat dikuantifikasi agar dapat
diolah secara statistika, sedangkan yang menyimpang tidak dihiraukan.
Adanya manusia sebagai instrumen maka respon yang aneh dan
menyimpang dapat diberi perhatian.
Selain peneliti terdapat beberapa instrumen lain yaitu instrumen tes
tingkat berpikir geometri menurut teori Van Hiele, instrumen angket gaya
kognitif visualizer dan verbalizer dan instrumen wawancara.
1) Instrumen Tes Tingkat Berpikir Geometris Menurut Teori Van Hiele
Tes tingkat berpikir geometris menurut teori van hiele digunakan
untuk mengukur tingkat berpikir geometri peserta didik, dimana ada 5
tingkat berpikir geometri menurut Van Hiele yaitu 0) visualisasi, 1)
analisis, 2) deduksi informal, 3) deduksi, 4) rigor atau ketepatan. Adapun
indikator serta kisi-kisi tes tingkat berpikir geometri sebagai berikut :
Tabel 3.2 Indikator Tes Tingkat Berpikir Geometri
No Tingkat kemampuan
berpikir geometris
Indikator
1 Tingkat 0 (Visualisasi)
Pada tingkat ini peserta didik dapat
memberikan nama, megindentifikasi,
membandingkan dan membuat bentuk –
bentuk geometri sederhana melalui
penampilan fisik tanpa memahami sifat dan
48
konsep bentuk.
2 Tingkat 1 (Analisis) Pada tingkat ini peserta didik dapat
menentukan sifat – sifat dari bangun
geometri, namun belum dapat memahami
hubungan antara bangun geometri.
3 Tingkat 2 (Deduksi
Informal)
Pada tingkat ini peserta didik dapat
membangun hubungan sifat antar bangun
geometri, mengenali kelas-kelas bangun,
dan dapat mengetahui definisi abstrak.
4 Tingkat 3(Deduksi) Pada tingkat ini peserta didik dapat
membuat bukti dan mengembangkannya
lebih dari satu cara. Peserta didik juga
dpaat mengaitkan istilah yang tidak
ditentukan, aksioma, sistem logis yang
mendasari, definisi, dan teorema.
5 Tingkat 4(Rigor) Pada tingkat ini peserta didik dapat
membandingkan sistem dari aksioma yang
berbeda, seperti geometri non-euclidean,
dan dapat mempelajari berbagai geometri
dengan tidak adanya model nyata.
Tabel 3.3 Kisi-kisi Tes Tingkat Berpikir Geometri
No Tingkat
kemampuan
berpikir
geometris
Kisi-kisi Nomor
Soal
1 Tingkat 0
(Visualisasi)
Disajikan beberapa bangun datar, peserta
didik dapat menentukkan bangun datar
yang termasuk ke dalam segitiga dan
segiempat
1
Disajikan beberapa bangun segitiga dan
segiempat, peserta didik dapat
menentukan nama bangun tersebut.
2
2 Tingkat 1
(Analisis)
Disajikan sebuah peryataan mengenai
sifat-sifat bangun segiempat. Peserta
didik dapat menentukan sifat bangun
3
49
belah ketupat.
Disajikan 3 bangun segiempat, perserta
didik dapat mendefinisikan serta
menentukan kesamaan sifat ketiga
bangun tersebut.
4
3 Tingkat 2
(Deduksi
Informal)
Berdasarkan sifat-sifat bangun trapesium
dan jajargenjang, peserta didik dapat
menjelaskan alasan jajargenjang
termasuk trapesium.
5
Disajikan sebuah bangun gabungan,
peserta didik dapat menentukan luas
bangun tersebut
6
4 Tingkat 3
(Deduksi)
Diberikan sebuah pernyataan mengenai
diagonal persegi, peserta didik dapat
menentukan dan menjelaskan pernyataan
mana yang benar.
7
Diberikan 3 buah pernyataan mengenai
sebuah bangun, peserta didik dapat
mengaitkan ketiga pernyataan tersebut.
8
5 Tingkat 4
(Rigor)
Diberikan sebuah pernyataan mengenai
besar sudut segitiga, peserta didik dapat
menentukan pernyataan tersebut benar
atau tidak.
9
Diketahui 2 buku mendefinisikan bangun
persegi panjang dengan cara yang
berbeda. Perserta didik dapat
memberikan alasan mengapa kedua buk
tersebut memiliki definisi yang berbeda.
10
Soal tes kemampuan berpikir geometri tidak dapat langsung
digunakan begitu saja, perlu adanya validitas dan reliabilitas untuk
mengetahui dapat digunakan atau tidak soal tersebut dan bagaimana
kriterianya.
50
2) Instrumen Wawancara
Instrumen wawancara dilakukan untuk memperkuat hasil pada tes
soal tingkat berpikir geometri peserta didik. Aspek yang diukur dalam
wawancara, yaitu :
a) Kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi bangun segitiga dan
segiempat berdasarkan gambaran secara nyata.
b) Kemampuan peserta didik mendeskripsikan secara verbal tentang
bangun segitiga atau segiempat berdasarkan sifatnya.
c) Peserta didik dapat menjelaskan proses pembuktian keterkaitan dua
buah bangun.
d) Peserta didik dapat menjelaskan proses perhitungan luas bangun.
e) Peserta didik dapat menjelaskan definisi dari sebuah bangun segitiga
atau segiempat.
3) Instumen Angket Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer
Pada penelitian ini angket gaya kogntif verbalizer dan visualinzer
yang akan digunakan, yaitu pengembang Visualizer and Verbalizer
Questionnare (VVQ) oleh Mandelson. VVQ berisi 20 butir pernyataan
mengenai gaya kogntif verbalizer dan visualizer, dengan 10 pernyataan
mengenai verbal dan 10 pernyataan mengenai visual. Masing-masing
pernyataan berisi 5 pernyataan bersifat favorabel dan 5 peryataan bersifat
unfavorabel.
Pada penelitian ini skala yang akan digunakan adalah skala Likert,
sebab skor yang digunakan lebih mudah menafsirkan individu. Skala
model Likert ini memiliki 5 pilihan pada setiap pertanyaan, yaitu sangat
51
setuju, setuju, tidak memutuskan, tidak setuju, dan sangat tidak setuju.
Kelima pilihan ini diberikan skor 5, 4, 3, 2, 1 jika pertanyaan bersifat
positif (favorabel), sedangkan untuk pertanyaan yang bersifat negatif
(unfavorabel) diberi skor 1, 2, 3, 4, 5 (Lestari & Yudhanegara, 2015).
Tabel 3. 4 Skala Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer
No Gaya
kognitif Indikator
Item
Favorabel Unfavorabel
1 Verbalizer
Peserta didik lebih mudah
memproses informasi secara
verbal atau linguistik
1,2,3,5,6, 4,7,8,9,10
2 Visualizer
Peserta didik lebih mudah
memproses informasi secara
visual, berupa gambar,
diagram, grafik, dll.
11,15,17,
18,20
12,13,14,16,
19
Jumlah 10 10
Total 20
F. Analisa Data
Miles dan Huberts mengemukkan bahwa aktivitas dalam analisis data
kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung terus menerus hingga
datanya jenuh (Sugiyono, 2011). Adapaun analisis data kulitatif meliputi
langkah – langkah sebagai berikut :
1) Reduksi data
52
Sugiyono menjelaskan bahwa mereduksi data berarti merangkum,
memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari
tema dan polanya. Data yang diperoleh dari lapangan atau tempat
penelitian kemudian diproses dengan menyeleksi, memfokuskan,
menyederahanakan, mengabstrasikan, dan mentransformasikannya.
Tahapan reduksi data pada penelitian ini adalah:
a) Mengoreksi hasil pekerjaan peserta didik pada angket gaya kognitif
verbalizer dan visualizer yang kemudian dikelompokkan ke dalam
tipe-tipe gaya kognitif verbalizer atau visualizer untuk menentukan
peserta didik yang akan dijadikan subjek penelitian.
b) Mengkoreksi hasil pekerjaan peserta didik pada tes tingkat berpikir
geometri menurut teori Van Hiele yang kemudian dikelompokkan ke
dalam tingkatan berpikir geometri menurut teori Van Hiele. Sesuai
kriteria tingkat berpikir geometri Van Hiele, bahwa tingkatan geometri
Van Hiele bertahap maka :
1. Peserta didik dikatakan mencapai tingkat 0, jika mampu menjawab
benar soal tingkat 0.
2. Peserta didik dikatakan mencapai tingkat 1, jika menjawab benar
soal tingkat 0.
3. Peserta didik dikatakan mencapai tingkat 2, jika menjawab benar
soal tingkat 0 dan 1.
4. Peserta didik dikatakan mencapai tingkat 3, jika menjawab benar
soal tingkat 0, 1, dan 2 .
53
5. Peserta didik dikatakan mencapai tingkat 4, jika menjawab benar
soal tingkat 0, 1, 2 dan 3 .
Adapaun rubik penskoran tes tingkat berpikir geometri, yaitu sebagai
berikut :
berikut :
Tabel 3.5 Rubik Penskoran Tes Tingkat Berpikir Geometri Van
Hiele
No. Soal
Tingkat
Berpikir
Geometri Indikator Soal Jawaban Skor
1
Visualisasi
Menyebutkan
bangun yang
termasuk ke
dalam segiempat
dan segitiga
Tidak menjawab 0
Peserta didik mampu
menyebutkan bangun
segiempat dan segitiga
namun belum secara
lengkap
3
Peserta didik mampu
menyebutkan bangun
segiempat dan segitiga
secara lengkap
5
2.
Menyebutkan
nama bangun
segiempat dan
segitiga
Tidak menjawab 0
Peserta didik mampu
menyebutkan nama
bangun segiempat dan
segitiga namun belum
secara lengkap
3
Peserta didik mampu
menyebutkan nama
bangun segiempat dan
segitiga secara
lengkap.
5
3 Analisis
Menyebutkan
sifat – sifat
bangun segiempat
Tidak menjawab 0
Peserta didik dapat
menyebutkan sifat –
sifat bangun belah
ketupat
3
Peserta didik dapat
menyebutkan sifat –
sifat bangun belah
ketupat secara lengkap
5
54
4
Menyebutkan
persamaan sifat-
sifat 3 bangun
segiempat
Tidak menjawab 0
Peserta didik dapat
menjelaskan
persamaan sifat-sifat
bangun namun belum
secara lengkap
3
Peserta didik dapat
menjelaskan
persamaan sifat-sifat
bangun dengan benar
dan lengkap
5
5
Deduksi
Informal
Menjelaskan
alasan
jajargenjang
termasuk
trapesium
berdasarkan sifat-
sifat bangun
trapesium dan
jajargenjang.
Tidak menjawab 0
Peserta didik tidak
dapat memberikan
alasan mengapa
jajargenjang termasuk
trapesium
2
Peserta didik dapat
memberikan alasan
mengapa jajargenjang
termasuk trapesium
5
6.
Menentukan luas
bangun gabungan
Tidak menjawab 0
Peserta didik dapat
menetukkan panjang
sisi lainnya
3
Peserta didik dapat
menghitung luas
bangun dengan benar
5
7
Deduksi
Menentukkan
pernyatan
mengenai bagun
segiempat
Tidak menjawab 0
Peserta didik tidak
dapat menentukkan
pernyataan mana yang
benar
3
Peserta didik tidak
dapat menentukkan
pernyataan mana yang
benar beserta
alasannya
5
8
Mengaitkan 3
buah pernyataan
mengenai bangun
segiempat
Tidak menjawab 0
Peserta didik dapat
mengaitkan
pernyataan bangun
segiempat dengan
benar
5
9 Rigor Menentukkan Tidak menjawab 0
55
pernyataan
mengenai sudut
segitiga benar
atau salah
Peserta didik tidak
dapat menentukkan
alasan yang benar 5
10
Menjelaskan
alasan mengapa
definisi sebuah
bangun dapat
berbeda
Tidak menjawab 0
Peserta didik dapat
memberikan alasan
sebuah definisi
bangun dapat berbeda
dengan benar
5
c) Hasil pekerjaan peserta didik pada tes tingkat berpikir geometri
menurut teori Van Hiele akan dijadikan sebagai bahan mentah yang
kemudian diproses sebagai bahan wawancara.
d) Hasil wawancara disederhanakan menjadi susunan dan bahasa yang
rapi kemudian diolah agar menjadi data yang siap dipakai.
2) Display data
Display data atau penyajian data dilakukan agar data terorganisir,
tersusun dalam pola hubungan, sehingga akan semakin dipahami.
Penyajian data dapat berupa tabel, grafik atau kalimat sistematis. Dalam
penelitian ini data-data yang dikumpulkan berupa tes berpikir geometri
peserta didik menurut teori Van Hiele, angket gaya kognitif verbalizer dan
visualizer serta hasil wawancara.
3) Penarikan Kesimpulan atau Verification
Data-data yang sudah dikumpulkan dan sudah disajikan ke dalam
bentuk yang lebih terorganisir kemudian disimpulkan. Pada penelitian ini
peneliti akan melakukan penarikan kesimpulan dengan melihat hasil tes
56
tingkat berpikir geometri Van Hiele pada subjek yang sudah dilompokkan
gaya kognitif verbalizer dan visualizer.
G. Keabsahan Data
Setelah data dianalisis perlu adanya keabsahan data, yaitu untuk
memperoleh keakuratan serta pertanggung jawaban secara ilmiah. Menurut
Moleong ada empat kriteria yang digunakan dalam pemeriksaan, yaitu :
1. Derajat kepercayaan atau kredibilitas, berfungsi untuk melaksanakan
inkuiri sedemikian rupa sehingga tingkat kepercayaannya dapat dicapai.
2. Keteralihan, yaitu menyatakan bahwa generalisasi penemuan dapat berlaku
pada semua konteks dalam populasi yang sama atas dasar penemuan yang
diperoleh.
3. Kebergantungan, yaitu subtitusi istilah realibilitas dalam penelitian yang
nonkualitatif. Jika dilakukan pengulangan studi pada kondisi yang sama
dan menunjukkan hasil yang sama maka dikatakan reliabilitasnya tercapai.
4. Kepastian, merupakan sebuah konsep objektivitas. Sebuah pengalam
diakatan subjektif jika disepakati oleh beberapa atau banyak orang.
Salah satu teknik keabsahan data pada penelitian kualitatif adalah
triangulasi. Menurut Moleong (2017, hal. 330) triangulasi adalah teknik
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain.
Sedangkan menurut Sugiyono (2011) terdapat tiga triangulasi, yaitu
triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triagulasi waktu.
1) Triangulasi sumber, yaitu pengecekan kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data yang telah diperoleh dari beberapa sumber.
57
Misalnya, untuk menguji kredibilitas data tentang gaya kepemimpinan
seseorang, maka pengumpulan dan pengujian data yang telah diperoleh
2) Triangulasi teknik, yaitu pengujian data keredibilitas dengan pengecekan
data kepada sumber yang sama namun teknik yang berbeda. Misalnya,
data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi,
dokumentasi atau kuesioner.
3) Triangulasi waktu, yaitu pengujian data keredibilitas dengan cara
wawncara, observasi diwaktu atau situasi yang berbeda. Misalnya, data
wawancara yang diambil pada pagi hari saat narasumber masih segar akan
menghasilkan data yang lebih valid dan kredibel.
Pada penelitian ini, keabsahan data akan dilakukan dengan
menggunakan triangulasi teknik. Triangulasi teknik digunakan untuk
mengecek atau melihat keakuratan hasil tes tingkat berpikir geometri Van
Hiele melalui wawancara dengan subjek. Pengecekan ini dilakukan untuk
melihat apakah hasil wawancara akan memberikan hasil yang sama dengan
tes tingkat berpikir geometri Van Hiele atau tidak.
58
H. Daftar Pustaka
Alifah, S. K. (2012). Identifikasi tingkat berpikir geometri peserta didik
menurut teori Van Hiele ditinjau dari perbedaan gender pada materi
pokok segiempat (studi kasus kelas VII SMPN 2 gedangan) . Skrpsi
UIN Sunan Ampel Surabaya .
Amir, Z., & Risnawati. (2015). Psikologi Pembelajaran Matematika.
Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Ansori, A. (2017). Analisis Tingkat Berpikir Geometri Siswa Dalam
Menyelesaikan Soal Bangun Ruang Sisi Datar Berdasarkan Teori
Van Hiele Pada Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2 Baki. Skripsi
Universitas Muhammadiyah Surakarta .
Crowley, M. L. (1987). The van Hiele Model of the Development of
Geometric Thought. National Counal of Teachers of Mathematics .
Desmita. (2014). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya.
Eko, Y. S. (2018). Justifikasi Siswa dalam Menyelesaikan Masalah
Geometri Ditinjau dari Gaya Kognitif. Thesis Universitas
Pendidikan Indonesia , 6.
Fajriah, N. (2015). Kriteria Berpikir Geometris Siswa SMP Dalam
Menyelesaikan Masalah Geometri. Math Didactic: Jurnal
Pendidikan Matematika , 103.
Fatri, F. F., Maison, & Syaiful. (2019). Kemampuan representasi
matematis siswa kelas VIII SMP Ditinjau dari gaya kognitif
visualizer dan verbalizer. Jurnal Dikdaktik Matematika , 101.
Firdaus, F. (2017). Epistemic Cognition Peserta Didik Dalam
Memecahkan Masalah Matematika Ditinjau Dari Gaya Kognitif
Visualizer dan Verbalizer. Skripsi UIN Sunan Ampel Surabaya .
Hamdayama, J. (2016). Metodologi Pengajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hidayat, A. F., R, Z., & Mirza, A. (2015). Analisis Tahap Berpikir
Geometri Siswa Berdasarkan Teori Van Hiele Ditinjau Dari Gaya
59
Kognitif Di Smp. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran Khatulistiwa
, 3.
Huzaifah, E. (2011). Upaya Meningkatkan Pemahaman Konspe Geometri
Siswa Dengan Menggunakan Teori Van Hiele. Skripsi UIN Syarif
Hidayahtullah Jakarta , 3.
Ilma, R. (2017). Profil Berpikir Analitis Siswa Dlam Menyelesaikan
Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif Visualizer Dan
Verbalizer Di SMPN 25 Surabaya. Skripsi UIN Sunan Ampel
Surabaya , 9.
Istiqomah, F. (2018). Kemampuan Berpikir Siswa Dalam Memecahkan
Soal-Soal Pisa Konten Space and Shape. 2.
Kameliani, N. A. (2019). Eksploration Of Metacognitive Skills In Solving
Combinatorics Problems In Terms Of Cognitive Style . Mathematics
Education Postgraduate Program Universitas Negeri Makassar,
Indonesia .
Kusniati. (2011). Analisis Kesalahan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal
Materi Pokok Segiempat Menurut Tingkat Berpikir Geometri Van
Hiele .
Lestari, E. K., & Yudhanegara, M. R. (2015). Penelitian Pendidikan
Matematika. Bandung: Refika Aditama.
M. Syahid, K. N. (2019). Representasi Matematis Siswa Bergaya Kognitif
Visualizer-Verbalizer dalam Menyelesaikan Soal Matematika
TIMSS. Jurnal Gantang , 52.
Mammen, J. K. (2012). A Survey of South African Grade 10 Learners’
Geometric Thinking Levels in Terms of the Van Hiele Theory . The
Anthropologist , 124.
Mariam, H. (2015, Juni 17). Dipetik Maret 3, 2020, dari Kompasiana:
https://www.kompasiana.com/honey95t/54f93a0ca3331100448b4e4
4/berpikir-itu-penting
Moleong. (2017). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
60
Nasriadi, A. (2019). Profiil Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP
Ditinjau Dari Gaya Kognitif Reflektif dan Impulsif. MAJU:Jurnal
Iilmiah Pendidikan Matematika .
Nurhidayah, V. L. (2017). Perkembangan Kemampuan Berpikir Geometri
Peserta Didik Berdasarkan Teori Van Hiele Pada Materi Segiempat
Melalui Model Pembelajaran Discovery Learning . Skripsi UNNES ,
4.
Nursyam, S. Z. (2012). Analisis Kemampuan Pemahaman Geometri Siswa
Smp Kota Ternate Berdasarkan Tahapan Van Hiele. Delta-Pi: Jurnal
Matematika dan Pendidikan Matematika , 45.
Pertiwi, E. V. (2017). Profil Kemampuan Berpikir Geometri Siswa Kelas
VIII SMP Pangudi Luhur Moyudan Dalam Menyelesaikan Soal -
soal Materi Garis - Garis Pada Segitiga Menurut Teroi Van Hiele .
Rohimah, I., & Nursuprianah, I. (2016). Pengaruh Pemahaman Konsep
Geometri Terhadap Kemampuan Siswa Dalam Menyelesaikan Soal-
Soal Bidang Datar (Studi Kasus Kelas VII di SMP Negeri Cidahu
Kabupaten Kuningan). Eduma , 21.
Ruseffendi. (2010). Dasar- Dasar Penelitian Pendidikan Dan Bidan Non-
Eksakta Lainnya. Bandung: Tarsito.
Sari, M. J., & Budiarto, T. M. (2016). Profil Berpikir Kritis Siswa SMP
Dalam Menyelesaikan Masalah Geometri Ditinjau Dari Gaya
Kognitif Visualizer Dan Verbalizer. MathEdunesa , 40.
Setiana, T. D. (2017). Analisis Kemampuan Berpikir Geometri Van Hiele
Siswa SMA Negeri Wangon Ditinjau Dari Adversity Quotient (AQ).
Skripsi Universitas Muhammadiyah Purwokerto .
Slameto. (2018). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi. Jakarta:
PT. Rineka Cipta.
Steve C. Perdikaris, P. (2011). Using the Cognitive Styles to Explain an
Anomaly in the Hierarchy of the van Hiele Levels. Journal of
Mathematical Sciences & Mathematics Education, Vol. 6 No. 2 , 38.
61
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D .
Bandung: Alfabeta.
Suwito, A. (2018). Analisis Berpikir Secara Geometri Dalam
Menyelesaikan Masalah Aljabar Pada Kelas VIII. Prosiding Seminar
Nasional Etnomatnesia, (hal. 64).
Uno, H. B. (2010). Orientasi Baru Dalam Psikologi Pembelajaran.
Jakarta: PT Bumi Aksara.
Walle, V. D. (2008). Matematika Sekolah Dasar dan Menengah Jilid 2
Edisi Keenam. Jakarta: Erlangga.
William F. Burger, J. M. (1986). Characterizing The Van Hiele Levels Of
Development In Geometry. Journal For Research In Mathematics
Education , 31.
Winarso, W., & Dewi, W. Y. (2017). Berpikir Kritis Siswa Ditinjau Dari
Gaya Kognitif Visualizer Dan Verbalizer Dalam Menyelesaikan
Masalah Geometri. Beta .
62
LAMPIRAN
Lampiran 1 Teks Asli Angket Gaya Kognitif Verbalizer dan Visualizer
TEKS ASLI ANGKET GAYA KOGNITIF VERBALIZER DAN
VISUALIZER
63
Lampiran 2 Terjemahan Teks Asli Verbalizer dan Visualizer
Angket Gaya Kognitif Verbalizer Dan Visualizer
1. Verbal :
1. Saya menikmati melakukan pekerjaan yang membutuhkan
penggunaan kata-kata.
2. Saya menikmati belajar kata-kata baru.
3. Saya dapat dengan mudah memikirkan sinonim kata-kata
4. Saya membaca agak lambat.
5. Saya lebih suka membaca instruksi tentang bagaimana melakukan
sesuatu daripada seseorang memberitahu kepada saya.
6. Saya memiliki kelancaran yang lebih daripada rata-rata dalam
menggunakan kata-kata.
7. Saya menghabiskan sedikit waktu mencoba meningkatkan
kosakata saya.
8. Saya tidak menyukai permainan kata-kata, seperti teka-teki silang.
9. Saya tidak suka melihat kata-kata dalam kamus.
10. Saya kesulitan mengingat kata-kata dalam lagu.
2. Visual :
1. Saya menggunakan ilustrasi atau diagram untuk membantu saya
ketika membaca.
2. Saya tidak percaya ada yang dapat berpikir dalam hal mengingat
sebuah gambar.
3. Saya kesulitan membuat gambaran dari tempat yang pernah
dikunjugi hanya beberapa kali.
4. Saya jarang menggunakan diagram untuk menjelaskan sesuatu.
5. Saya suka artikel, surat kabar yang memiliki foto.
6. Saya tidak suka peta atau diagram dalam buku.
7. Ketika saya membaca buku dengan peta, maka saya sering merujuk
ke peta.
8. Pepatah lama “Sebuah foto bernilai seribu kata” tentu saja benar
bagi saya.
9. Saya selalu tidak menyukai teka-teki jigsaw.
10. Saya menemukan peta sangat membantu dalam menemukan jalan
di sekitar kota baru.
64
Lampiran 3 Angket Gaya Kognitf Verbalizer dan Visualizer
ANGKET GAYA KOGNITIF VERBALIZER DAN VISUALIZER
Nama :
Kelas :
Hari/Tanggal :
Sekolah :
Petunjuk Pengisian
Berilah tanda ceklis (√ ) pada jawaban yang paling sesuai. Bila Anda ingin
mengganti jawaban yang telah diberikan sebelumnya, coret tanda ceklis (√ )
sebelumnya dengan dua garis (=)
Contoh :
No Pernyataan SS S R TS STS
1 Saya membantu Ibu mencuci pakaian setiap hari √ √
Keterangan :
SS : Sangat Setuju
S : Setuju
R : Ragu-Ragu
TS : Tidak Setuju
STS : Sangat Tidak Setuju
Bacalah dengan seksama dari setiap pertanyaan dan pilihan jawaban yang
paling sesuai :
No Pernyataan SS S R TS STS
1
Saya menikmati mengerjakan tugas yang
berhubungan dengan penggunaan kata-
kata
2 Saya menikmati belajar kata-kata baru
3 Saya dapat dengan mudah memikirkan
sinonim atau persamaan sebuah kata.
4 Saya membaca agak lambat.
5
Saya lebih suka membaca sebuah instruksi
penggunaan sebuah alat daripada
seseorang memberitahu kepada saya
65
6 Saya memiliki kelancaran diatas rata-rata
dalam menggunakan kata-kata
7 Saya hanya meluangkan sedikit waktu
untuk mempelajari kosata kata baru.
8 Saya menyukai permainan kata-kata,
seperti teka-teki silang
9 Saya tidak suka melihat kata-kata dalam
kamus
10 Saya kesulitan mengingat kata-kata dalam
lagu
11 Saya menggunakan ilustrasi atau diagram
untuk membantu saya ketika membaca
12 Saya tidak yakin ada yang mampuberpikir
atau belajar hanya melalui sebuah gambar
13
Saya kesulitan untuk menggambarkan
tempat yang telah dikunjungi, hanya
beberapa kali
14 Saya jarang menggunakan diagram atau
gambar untuk menjelaskan sesuatu
15 Saya menyukai buku, artikel atau surat
kabar yang memiliki gambar di dalamnya
16 Saya tidak menyukai peta atau diagram
dalam buku
17
Ketika saya membaca sebuah penjelasan
sebuah tempat, maka saya lebih suka
melihat pada peta
18 Bagi saya, sebuah gambar memiliki nilai
atau makna seribu kata.
19 Saya selalu tidak menyukai teka-teki
jigsaw atau puzzel
20
Peta sangat membantu dalam menemukan
jalan di sekitar kota yang baru saya
datangi.
66
Lampiran 4 Kisi-Kisi Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele
Kisi-Kisi Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele
Tingkat
kemampuan
berpikir
geometris
Indikator Tingkat Berpikir Geometri
Van Hiele Indikator Soal
No
Soal
Tingkat 0
(Visualisasi)
Pada tingkat ini peserta didik dapat
memberikan nama,
megindentifikasi, membandingkan
dan membuat bentuk –bentuk
geometri sederhana melalui
penampilan fisik tanpa memahami
sifat dan konsep bentuk.
Disajikan beberapa bangun
datar, peserta didik dapat
menentukkan bangun datar yang
termasuk ke dalam segitiga dan
segiempat
1
Disajikan beberapa bangun
segitiga dan segiempat, peserta
didik dapat menentukan nama
bangun tersebut.
2
Tingkat 1
(Analisis)
Pada tingkat ini peserta didik dapat
menentukan sifat – sifat dari bangun
geometri, namun belum dapat
memahami hubungan antara bangun
geometri.
Disajikan sebuah peryataan
mengenai sifat-sifat bangun
segiempat. Peserta didik dapat
menentukan sifat bangun belah
ketupat.
3
Disajikan 3 bangun segiempat,
perserta didik dapat
mendefinisikan serta
menentukan kesamaan sifat
ketiga bangun tersebut.
4
Tingkat 2
(Deduksi
Informal)
Pada tingkat ini peserta didik dapat
membangun hubungan sifat antar
bangun geometri, mengenali kelas-
kelas bangun, dan dapat mengetahui
definisi abstrak.
Berdasarkan sifat-sifat bangun
trapesium dan jajargenjang,
peserta didik dapat menjelaskan
alasan jajargenjang termasuk
trapesium.
5
Disajikan sebuah bangun
gabungan, peserta didik dapat
menentukan luas bangun
tersebut
6
67
Tingkat
3(Deduksi)
Pada tingkat ini peserta didik dapat
membuat bukti dan
mengembangkannya lebih dari satu
cara. Peserta didik juga dpaat
mengaitkan istilah yang tidak
ditentukan, aksioma, sistem logis
yang mendasari, definisi, dan
teorema.
Diberikan sebuah pernyataan
mengenai diagonal persegi,
peserta didik dapat menentukan
dan menjelaskan pernyataan
mana yang benar.
7
Diberikan 3 buah pernyataan
mengenai sebuah bangun,
peserta didik dapat mengaitkan
ketiga pernyataan tersebut 8
Tingkat
4(Rigor)
Pada tingkat ini peserta didik dapat
membandingkan sistem dari
aksioma yang berbeda, seperti
geometri non-euclidean, dan dapat
mempelajari berbagai geometri
dengan tidak adanya model nyata.
Diberikan sebuah pernyataan
mengenai besar sudut segitiga,
peserta didik dapat menentukan
pernyataan tersebut benar atau
tidak.
9
Diketahui 2 buku
mendefinisikan bangun persegi
panjang dengan cara yang
berbeda. Perserta didik dapat
memberikan alasan mengapa
kedua buk tersebut memiliki
definisi yang berbeda.
10
68
Lampiran 5 Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele
TES TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI VAN HIELE
Mata pelajaran : Matematika Kelas : VII/2
Materi :Segitiga dan Segiempat Waktu :
Petunjuk penyelesaian :
1. Berdoalah terlebih dahulu sebelum mengerjakan soal.
2. Periksa dan bacalah soal dengan teliti!
3. Soal terdiri dari 15 butir pilihan ganda dan 5 butir uraian.
4. Tulislah jawaban pada lembar jawaban yang sudah disediakan.
5. Periksa kembali lembar jawaban Anda sebeleum diserahkan kepada
pengawas.
Jawablah soal dibawah ini dengan sistematis dan jelas pada lembar jawaban!
Perhatikan gambar di bawah ini untuk menjawab soal nomor 1-2!
1. Sebutkan gambar mana yang termasuk kedalam bangun segiempat dan
segitiga!
69
Jawab:
2. Tentukan nama bangun pada gambar a, c, i, j, dan n.
Jawab :
3. Perhatikan pernyataan di bawah ini :
a) Memiliki empat sisi yang sama panjang
b) Memiliki 2 sisi sejajar yang tidak sama panjang
c) Mempunyai 2 sumbu simetri
d) Sudut-sudut yang berhadapan sama besar
Berdasarkan pernyataan tersebut, manakah yang termasuk sifat-sifat belah
ketupat ?
Jawab :
70
4.
Apakah ketiga bangun di atas memiliki kesamaan sifat ? Jika ada,
sebutkan.
Jawab :
5. Berdasarkan sifat-sifat bangun trapesium dan jajargenjang, apakah bangun
jajargenjang termasuk ke dalam bangun trapesium ? Jelaskan.
Jawab :
71
6. Hitunglah luas bangun di samping!
Jawab :
7. A : Jika persegi, maka diagonalnya membagi dua sama panjang.
B : Jika diagonal membagi dua sama panjang, maka bangun tersebut
adalah persegi
Pernyataan manakah yang benar ? Jelaskan.
Jawab:
8. Berikut adalah sifat dari sebuah bangun :
O : Mempunyai diagonal yang sama panjang
P : Sebuah persegi
Q : Sebuah persegi panjang.
Dari tiga sifat tersebut, buatlah sebuah pernyataan yang benar!
72
Jawab :
9. Seorang matematikawan menyatakan bahwa “Jika dua sisi dari suatu
segitiga adalah kongruen, maka sudut-sudut yang berlawanan dengan sisi-
sisi tersebut adalah kongruen”. Menurut Anda, pernyataan
matematikawan tersebut benar atau salah ? Berikan alasannya.
Jawab :
10. Diketahui dua buku mendefinisikan persegi panjang dengan cara yang
berbeda. Menurut pendapatmu, mengapa kedua buku tersebut memiliki
definisi persegi panjang yang berbeda ?
Jawab :
73
Lampiran 6 Pedoman Penskoran Tes Tingkat Berpikir Geometri Van Hiele
PEDOMAN PENSKORAN TES TINGKAT BERPIKIR GEOMETRI VAN HIELE
Nomor
Soal Tahap Penyelesaian
Skor
Jawaban
Lengkap
Skor
Jawaban
Tidak
Lengkap
Skor
Tidak
Menjawab
1 Bangun yang termasuk kedalam bangun segiempat dan segitiga yaitu : a, b, c, f, i, j,
k, n, dan o. 5 3 0
2 Gambar a adalah bangun segitiga, gambar c adalah bangun pesergi panjang, gambar
i adalah bangun belah ketupat, gambar j adalah bangun trapesium, gambar n adalah
bangun layang-layang
5 3 0
3. Sifat-sifat bangun belah ketupat yaitu :
a) Memiiki empat sisi yang sama panjang
c) Mempunyai 2 sumbu simetri
Sudut – sudut yang berhadapan sama besar
5 3 0
4. Ya, ketiga bangun tersebut memiliki kesamaan sifat, yaitu :
a. Memiliki empat sisi dan titik sudut
b. Memiliki 2 sumbu simetri
Sisi-sisi yang berhadapan sejajar
5 3 0
5. Trapesium adalah bangun datar empat sisi yang memiliki satu pasang sisi sejajar.
Jajargenjang adalah bangun datar empat sisi yang memiliki dua pasang sisi sejajar.
Jika dilihat dari banyak pasang sisi seajajar maka jajargenjang adalah trapesium.
Jajargenjang adalah trapesium yang memiliki dua pasang sisi sejajar.
5 3 0
74
6.
Luas bangun I
AB = 6𝑚 + 2𝑚 = 8𝑚 sehingga tinggi segitiga
𝑡 = 11𝑚 − 8𝑚 = 3𝑚
𝐿 △ = 1
2 𝑎𝑡 =
1
2 .8𝑚. 3𝑚 = 12 𝑚2
Luas bangun II
𝐿𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑔𝑖 = 𝑠2 = 82𝑚 = 64 𝑚2
Luas bangun III
𝐸𝐷 = 𝐴𝐶 − 𝐵𝐹 = 12𝑚 − 8𝑚 = 4𝑚
𝐿𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑔𝑖𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = 𝑝. 𝑙 = 4.2 = 8𝑚2
Maka luas bangun tersebut adalah
𝐿 △ + 𝐿𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑔𝑖 + 𝐿𝑝𝑒𝑟𝑠𝑒𝑔𝑖𝑝𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 = 12 𝑚2 + 64 𝑚2 + 8 𝑚2 = 84 𝑚2
5 3 0
7. Pernyataan A : Jika persegi, maka diagonalnya membagi dua sama panjang adalah
benar. Sedangkan pernyataan B : Jika diagonal membagi dua sama panjang, maka
bangun tersebut adalah persegi adalah salah, sebab terdapat bangun lain yang
diagonalnya membagi dua sama panjang, yaitu persegi panjang, jajar genjang,
5 3 0
8. P dan Q maka O. 5 3 0
75
Sebuah persegi dan persegi panjang maka mempunyai diagonal yang sama panjang
9. Pernyataan “Jika dua sisi dari suatu segitiga adalah kongruen, maka sudut-sudut
yang berlawanan dengan sisi-sisi tersebut adalah kongruen” adalah benar.
Setiap sudut memiliki garis bagi atau bisektor, maka AD merupakan garis
bagi ∠𝐴𝐶𝐷
Garis bagi sudut membagi sudut menjadi dua bagian sama besar, maka
∠𝐴𝐷𝐶 ≅ ∠𝐵𝐷𝐶 Jika setiap sisi segitiga sama dan sebangun dengan sisi setiap segitiga yang
lain, maka segitiga itu adalah kongruen.
5 3 0
10. Kedua buku tersebut mendefinisikan persegi panjang secara berbeda, sebab
karakteristik yang digunakan oleh kedua buku tersebut berbeda. 5 3 0
Skor Jawaban Benar Semua 50 × 2 = 100