proposal sirkumsisi (leonardo j. sipahelut)

51
TINGGI RENDAHNYA PENGETAHUAN MAHASISWA PRIA MENGENAI PENTINGNYA SIRKUMSISI PADA ORGAN GENITALIA DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON TAHUN 2014 PROPOSAL PENELITIAN Untuk Pembuatan Tugas Sebagai Syarat Penilaian Dalam Blok Metodologi Penelitian OLEH : LEONARDO JEVERSON SIPAHELUT NIM. 2013-83-017 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON 2014

Upload: leonardo-jeverson-sipahelut

Post on 27-Jul-2015

435 views

Category:

Health & Medicine


10 download

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

TINGGI RENDAHNYA PENGETAHUAN MAHASISWA PRIA

MENGENAI PENTINGNYA SIRKUMSISI PADA ORGAN GENITALIA

DI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON

TAHUN 2014

PROPOSAL PENELITIAN

Untuk Pembuatan Tugas Sebagai Syarat

Penilaian Dalam Blok Metodologi Penelitian

OLEH :

LEONARDO JEVERSON SIPAHELUT

NIM. 2013-83-017

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA

AMBON

2014

Page 2: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

ii

HALAMAN PENGESAHAN

PROPOSAL : TINGGI RENDAHNYA PENGETAHUAN MAHASISWA

PRIA MENGENAI PENTINGNYA SIRKUMSISI PADA

ORGAN GENITALIA DI FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS PATTIMURA AMBON TAHUN 2014

NAMA : LEONARDO JEVERSON SIPAHELUT

NIM : 2013-83-017

PROPOSAL INI TELAH DIPERIKSA PERBAIKANNYA PADA TANGGAL

16 DESEMBER 2014

Ambon, 27 Desember 2014

Pembimbing I Pembimbing II

(dr. Farah Ch. Noya, MHPEd) (dr. Vebiyanti, M.Sc)

NIP. 198210142008122003 NIP. 198107082008122001

Page 3: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

iii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa karena atas

berkat dan cinta kasih-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian untuk

pembuatan tugas sebagai salah satu syarat penilaian dalam blok metodologi

penelitian dengan judul “Tinggi Rendahnya Pengetahuan Mahasiswa Pria

Mengenai Pentingnya Sirkumsisi Pada Organ Genitalia Di Fakultas Kedokteran

Universitas Pattimura Ambon Tahun 2014”.

Penelitian yang diajukan dalam proposal ini dipilih mengingat sirkumsisi

merupakan suatu hal penting yang harus dilakukan seorang pria, maka peneliti

ingin meneliti apakah dengan rendahnya pengetahuan pria mengenai sirkumsisi

pada organ genitalia membuat mereka tidak melakukan sirkumsisi khususnya

pada mahasiswa pria di Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon.

Penulis menyadari sungguh bahwa proposal penelitian ini masih jauh dari

kesempurnaan, karena itu kritik dan saran yang membangun sangat penulis

harapkan untuk perkembangan penulisan diwaktu yang akan datang.

Akhir kata penulis ucapkan terimakasih dan semoga proposal ini dapat

diterima dan bermanfaat bagi semua pihak.

Ambon, Desember 2014

Penulis

Page 4: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

HALAMAN JUDUL …………………………………………… i

LEMBARAN PENGESAHAN …………………………………………… ii

KATA PENGANTAR …………………………………………... iii

DAFTAR ISI ………………………………………...… iv

DAFTAR TABEL …………………………………………… vi

DAFTAR GAMBAR …………………………………………... vii

BAB I PENDAHULUAN …………………………………………… 1

1.1. Latar Belakang …………………………………………… 1

1.2. Rumusan Masalah …………………………………………… 5

1.3. Tujuan Penelitian …………………………………………… 5

1.4. Manfaat Penelitian …………………………………………… 5

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………………….... 8

2.1. Sirkumsisi …………………………………………… 8

2.1.1. Defenisi …………………………………………… 8

2.1.2. Sejarah …………………………………………… 8

2.1.3. Metode …………………………………………... 10

2.1.4. Komplikasi …………………………………………... 20

2.2. Organ Genitalia Pria …………………………………………... 24

2.2.1. Anantomi …………………………………………... 24

2.2.1.1. Penis ………………………………………….. 24

2.2.1.2. Skrotum ………………………………………….. 29

2.3. Pengetahuan (Knowladge) ………………………………………….. 29

2.4. Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon

Mengenai Pentingnya Sirkumsisi Pada Organ Genitalia…………………. 31

2.5. Kerangka Teori ………………………………………….. 33

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ………………………………….. 34

Page 5: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

v

3.1. Desain Penelitian ………………………………………….. 34

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian …………………………………………... 34

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian …………………………………………… 34

3.3.1. Populasi Penelitian …………………………………………... 34

3.3.1. Sampel Penelitian …………………………………………... 34

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian ………………………….. 34

3.4. Kriteria Restriksi …………………………………………... 35

3.4.1. Kriteria Inklusi …………………………………………... 35

3.4.2. Kriteria Ekslusi …………………………………………... 35

3.5. Variabel Penelitian …………………………………………... 35

3.5.1. Variabel Terikat …………………………………………... 35

3.5.2. Variabel Bebas …………………………………………... 36

3.6. Kerangka Konsep …………………………………………... 36

3.7. Defenisi Operasional …………………………………………... 36

3.8. Instrumen Penelitian …………………………………………... 37

3.9. Pengumpulan Data …………………………………………... 37

3.10. Pengolahan dan Analisis Data …………………………………………... 38

3.11. Alur Penelitian …………………………………………... 38

3.12. Etika Penelitian …………………………………………... 39

3.13. Jadwal Pelaksanaan Penelitian …………………………………………... 39

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………… ix

Page 6: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1.1. Matrix Elaborasi ………………………………… 7

Tabel 3.1. Defenisi Operasional ………………………………… 36

Tabel 3.2. Jadwal Pelaksanaan Penelitian ………………………………… 39

Page 7: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1.1. Peta global jumlah keseluruhan sirkumsisi pria tingkat Negara pada

tahun 2006 …………………………………………………. 1

Gambar 1.2. Perkiraan jumlah pria di atas 15 tahun yang melakukan sirkumsisi

berdasarkan negara …………………………………………. 3

Gambar 2.1. Cotta tera yang ditemukan pada tahun 1969 ……………………. 9

Gambar 2.2. Penjepit gomco …………………………………………………. 15

Gambar 2.3. Proses penarikkan kulit dengan platform pada saat melakukan

Sirkumsisi …………………………………………………. 15

Gambar 2.4. Proses pengencangan kulup dengan sekrup pada saat melakukan

Sirkumsisi …………………………………………………. 16

Gambar 2.5. Penjepit mogen …………………………………………………. 17

Gambar 2.6. Alat yang digunakan dalam metode elektrokauteri……………… 18

Gambar 2.7. Penjepit plastibel ………………………………………………… 19

Gambar 2.8. Sirkumsisi dengan metode dorsal silt-ventral dengan memberi celah

antara kulup (preputium) dengan glands penis…………………… 20

Gambar 2.9. Proses menjahit setelah sirkumsisi dilakukan……………………. 20

Gambar 2.10. Meatitis pada anak usia 3 tahun…………………………………. 23

Gambar 2.11. Potongan sagital organ reproduksi pria serta struktur-struktur

Disekitarnya ………………………………………………….. 24

Gambar 2.12. Sistem reproduksi pria tampak anterior…………………………. 25

Gambar 2.13. Pandangan anterior dan lateral penis, menampilkan jaringan

erektil ………………………………………………….. 26

Gambar 2.14. Penis. A dan B. Tiga korpus jaringan erektil, dua corpora cavernosa

dan satu corpus spongiosum dengan glands penis. C. Uretra pars

spongiosum yang terbuka untuk memperlihatkan lipatan membran

mukosa dan muara kelenjar di bagian atas uretra………………… 27

Gambar 2.15. Skrotum …………………………………………………... 29

Page 8: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

viii

Gambar 2.16. Kerangka teori penelitian …………………………………... 33

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian ………………………………….. 36

Gambar 3.2. Kerangka alur penelitian …………………………….….… 36

Page 9: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Sirkumsisi merupakan salah satu hal yang penting yang dilakukan seorang

pria guna menjaga kebersihan dan kesehatan organ genitalianya. Beberapa waktu

belakangan ini, sirkumsisi hanya dipandang sebagai suatu kewajiban yang

dilakukan oleh sekelompok orang demi menjalankan ritual keagamaannya.

Pada tahun 2006 kurang lebih 30% dari perwakilan 665 juta pria di dunia

telah melakukan sirkumsisi.1,2

Rata-rata yang telah melakukan sirkumsisi adalah

usia 15 tahun ke atas.2 Sirkumsisi dilakukan dengan alasan menambah

keuntungan seksual, alasan kebudayaan, alasan kebersihan organ genitalia, dan

demi alasan keagamaan.1,2,3

Gambar 1.1. Peta global jumlah keseluruhan sirkumsisi pria tingkat negara pada tahun 2006

sumber : World Health Organization. The Global of Prevalence Male Circumcision. 2009.1

Page 10: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

2

Pria di beberapa negara beranggapan bahwa sirkumsisi hanya sebuah

tradisi keagamaan bagi pemeluk agama Islam.1,4

Hal ini berarti, pria non-Muslim

atau yang tidak memeluk agama Islam tidak akan melakukan sirkumsisi dengan

alasan tidak diharuskan dalam ajaran agama mereka. Selain itu, penyakit infeksi

kulit dan kelamin (STIs) seperti herpes, chlamydia, dan syphilis, gonorrhea dan

penyakit menular seksual seperti HIV-AIDS, serta infeksi saluran kemih

merupakan dampak yang ditimbulkan apabila tidak di lakukan sirkumsisi pada

organ genitalia.1,3,4

Berdasarkan data yang diterbitkan oleh WHO

3 tahun 2006 diperkirakan

jumlah keseluruhan pria non-Muslim dan non-Yahudi yang telah melakukan

sirkumsisi pada negara Angola sekitar 90%, Australia 59%, Kanada 30%,

Republik Demokratik Kongo 90%, Ethiopia 92%, Ghana 85%, Indonesia 25%,

Kenya 83%, Madagaskar 98%, Nigeria 90%, Filipina 90%, Republik Korea 60%,

Afrika Selatan 35%, Uganda 14%, Inggris Raya 6%, Republik Tanzania 58%, dan

Amerika Serikat 75%.3

Dari total keseluruhan pria yang telah melakukan

sirkumsisi, di temukan 69% adalah Muslim yang mayoritas berdomisili pada Asia

Timur, Asia Tengah, dan Afrika Utara. 0,8% adalah Yahudi, dan 13% pria non-

Muslim dan non-Yahudi yang berdomisili

di Amerika Serikat.1,3

Terjadi

peningkatan jumlah keseluruhan pria non-Yahudi dan non-Muslim yang

berdomisili pada negara Brazil, Cina, India, dan Jepang yang meningkat sekitar

15% yang telah melakukan sirkumsisi dengan alasan melaksanakan kewajiban

yang berlaku dalam budaya setempat, serta alasan medis.2,3

Pada Republik Tanzania jumlah keseluruhan pria yang melakukan sirkumsisi

meningkat setelah organ genitalianya diperiksa dari pada yang belum melakukan

pemeriksaan pada organ genitalianya yaitu sekitar 34% berbanding 28%.3,4

Sedangkan dalam studi terhadap remaja di Texas Amerika Serikat, dilaporkan

jumlah keseluruhan pria yang melakukan sirkumsisi lebih rendah setelah

dilakukan pemeriksaan klinis yaitu 36%.3

Studi lanjutan di Texas, ditemukan

bahwa 27% pria tidak melakukan sirkumsisi pada organ genitalianya dengan

alasan mereka tidak memiliki pemahaman dan pengetahuan khusus mengenai

sirkumsisi itu sendiri.3

Page 11: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

3

Gambar 1.2. Perkiraan jumlah pria di atas 15 tahun yang melakukan sirkumsisi beradasarkan

negara.

sumber : World Health Organization. Male Circumcision: Global Trends and Determinats of

Prevalence, Safety and Acceptability. 2007.3

Pada tahun 2009, jumlah keseluruhan pria yang melakukan sirkumsisi

meningkat menjadi 76%-92% di Indonesia, Pakistan, Bangladesh, dan Timur

Tengah. Akan tetapi, hal ini sangat bertolak belakang dengan jumlah keseluruhan

pria yang melakukan sirkumsisi di Australia, Kanada, dan Inggris Raya yang

hanya sekitar 20% dari total keseluruhan pria yang berdomisili di Negara

tersebut.1,5,6

Pada penelitian sebelumnya oleh Naidoo,et al7 tahun 2011 menyebutkan

bahwa rata-rata tingkat pengetahuan mahasiswa mengenai sirkumsisi telah

dikategorikan cukup baik dengan presentase 66,43% dengan sikap yang relatif

positif. Dari keseluruhan sampel yang diteliti sekitar 85,4% responden merasa

Page 12: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

4

bahwa sirkumsisi pada pria merupakan suatu hal yang tepat untuk dipromosikan.

Sementara itu, dari keseluruhan mahasiswa pria menjadi sampel penelitian, hanya

3 orang bersedia untuk melakukan sirkumsisi pada organ genitalia mereka, dengan

alasan sirkumsisi lebih menjamin kesehatan organ genitalia mereka. Selain itu,

sakit dan nyeri pada organ genitalia merupakan alasan yang paling banyak dipilih

sebagai alasan tidak ingin melakukan sirkumsisi.7

Hal sama ditemukan pada penelitian oleh Phiri,et al8 tahun 2011 bahwa

rata-rata pengetahuan pria mengenai sirkumsisi pada organ genitalia dikategorikan

baik dengan presentase 71,7 %. Selain itu, dalam penelitian ini dijelaskan bahwa

tingkat pendidikan seseorang sangat menentukan pengetahuan seseorang

mengenai sirkumsisi. Hal ini dibuktikan dengan, dari keseluruhan sampel yang

diteliti di dapatkan 85,9% dan 71,7% berpengetahuan sangat baik dan baik

mengenai sirkumsisi berasal dari kalangan orang berpendidikan tinggi, dan hanya

25% yang memiliki pengetahuan buruk mengenai sirkumsisi berasal dari kalangan

orang dengan tingkat pendidikan rendah.8

Hal yang sedikit berbeda ditemukan pada penelitian yang dilakukan oleh

Nasution,et al9 mengenai gambaran pengetahuan orang tua terhadap sirkumsisi

pada anak laki-laki tahun 2010. Pada hasil penelitian didapatkan, selain faktor

pendidikan yang tinggi, faktor lain yang menentukan tingkat pengetahuan

seseorang mengenai sirkumsisi adalah agama, usia, jenis kelamin, serta jenis

kegiatan yang biasa dilakukan pada lingkungan tempat tinggal orang tersebut.

Dapat dibuktikan bahwa mayoritas orang tua yang beragama Islam memiliki

tingkat pengetahuan yang lebih baik dari orang tua yang beragama lainnya, yaitu

sekitar 91,7%. Usia juga sangat berpengaruh sebab didapati rentang usia 25-30

tahun berpengetahuan sangat baik. Selain itu, didapati juga bahwa pria memiliki

pengetahuan yang lebih baik mengenai sirkumsisi dibandingkan dengan wanita.9

Namun, terdapat beberapa kesenjangan yang peneliti temukan dari

penelitian-penelitian sebelumnya. Misalnya, salah satu faktor yang yang

mempengaruhi tingkat pengetahuan seseorang mengenai sirkumsisi adalah faktor

pendidikan orang tersebut. Akan tetapi, pada penelitian lain ditemukan selain

faktor pendidikan, faktor agama, usia, jenis kelamin, serta sumber informasi yang

Page 13: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

5

diperoleh juga merupakan faktor yang menentukan tinggi rendahnya pengetahuan

seseorang mengenai sirkumsisi.

Berdasarkan uraian diatas, maka dianggap perlu dilakukan suatu penelitian

terhadap tinggi rendahnya pengetahuan mahasiswa fakultas kedokteran universitas

pattimura mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia.

1.2. Rumusan Masalah

Survei tentang tinggi rendahnya pengetahuan mengenai pentingnya

sirkumsisi pada organ genitalia merupakan suatu hal yang sangat penting

dilakukan. Hal ini disebabkan masih rendahnya pengetahuan tentang sirkumsisi,

karena beberapa dekade terakhir pria di beberapa negara maju hanya melakukan

sirkumsisi guna melaksanakan ritual keagamaan dan hanya demi mematuhi norma

sosial budaya yang berlaku didaerah itu. Maka dari itu, perlu dilakukan penelitian

mengenai tinggi rendahnya pengetahuan tentang pentingnya sirkumsisi pada

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon, yang nantinya

akan menjadi pelayan kesehatan dilingkungan masyarakat.

1.3. Tujuan Penelitian

1.3.1. Mengetahui tinggi rendahnya pengetahuan mahasiswa pria mengenai

pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia di Fakultas Kedokteran

Universitas Pattimura Ambon.

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1 Penelitian ini diharapkan nantinya akan memberikan pengetahuan baru

kepada fakultas kedokteran mengenai pentingnya sirkumsisi bagi organ

genitalia pria.

1.4.2 Penelitian ini juga diharapkan akan memberi pengetahuan tambahan

kepada mahasiswa fakultas kedokteran mengenai pentingnya sirkumsisi

pada organ genitalianya.

Page 14: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

6

1.4.3 Penelitian ini juga hendaknya memberikan pengetahuan tambahan kepada

masyarakat mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia terhadap

kebersihan dan kesehatan organ genitaliannya.

1.4.4 Sebagai sumber penelitian selanjutnya yang diharapkan akan diterbitkan

dalam jurnal daerah, nasional, maupun internasional.

Page 15: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

7

Tabel 1.1. Matrix Elaborasi

Peneliti Judul Penelitian Tempat Kelebihan/Kekurangan Desain

Penelitian

Populasi

Penelitian Hasil

Naidoo,et al

(2011)

Knowledge,

attitudes and

perceptions of

pharmacy and

nursing students

towards male

circumcision

and HIV in a

KwaZulu-Natal

University,

South Africa

Sekolah

farmasi dan

farmakolog

i,

Universitas

KwaZulu-

Natal,

Afrika

Selatan

Kekurangannya adalah

kendala waktu dan

kenyamanan. Hal ini

disebabkan karena

sulit menyikronkan

waktu yang tepat

kepada mahasiswa

yang sedang kuliah

yang berpartisipasi

sebagai responden.

Serta sampel yang

digunakan terlalu

kecil.

Deskriptif-

Cross

sectional

Seluruh

mahasiswa

Sekolah

farmasi dan

farmakologi,

Universitas

KwaZulu-

Natal, Afrika

Selatan

Positif.

Tingkat

pengetahuan

mahasiswa

pria maupun

wanita telah

baik mengenai

sirkumsisi.

(p<0,03)

Phiri,et al

(2011)

Awareness,

Knowledge,

Attitudes And

Up-Take Of

Male

Circumcision

As An Hiv

Prevention

Strategy Among

Youth In

Zambia: A Case

Study Of

Lusaka District

Universitas

Zambia

Kekurangannya, hanya

memilih tempat

penelitian berdasarkan

keterjangkauan.

Sampel unit

perwakilannya hanya

pria yang berusia 15-

24 tahun tanpa

randomisasi.

Test non-

eksperimental

design study

Semua pria

pada 3 kota

terpilih, yaitu :

satu kepadatan

tinggi

(Chawama),

satu kepadatan

menengah

(Libala) dan

satu densitas

rendah

(Kalundu).

Positif.

Tingkat

pengetahuan

pria akan

sirkumsisi

sangat

bergantung

pada derajat

pendidikannya.

Nasution,et al

(2010)

Gambaran

Pengetahuan

Orang Tua

Tentang

Sirkumsisi Pada

Anak Laki-Laki

Di Kelurahan

Perintis

Kecamatan

Medan Timur

Tahun 2010

Penelitian

dilakukan

di

Kelurahan

Perintis

Kecamatan

Medan

Timur

Kekurangannya adalah

lokasi penelitian yang

dipilih. Dimana hanya

memilih 1 kecamatan

pada Propinsi Medan

Timur. Sehingga hasil

yang diperoleh hanya

mewakili kecamatan

tersebut tanpa

mewakili keseluruhan

kecamatan yang

berada di Medan

Timur.

Deskriptif -

Cross

Sectional

1. Populasi

Target : orang

tua

2. Populasi

Terjangkau :

pengetahuan

orang tua

tentang

sirkumsisi pada

anak laki-laki

di Kelurahan

Perintis

Kecamtan

Medan Timur

tahun 2010.

Positif, tingkat

pengetahuan

orang tua rata-

rata baik.

Dengan, faktor

yang

berpengaruh

bukan hanya

pendidikan

tetapi usia,

jenis kelamin,

agama, serta

kegiatan yang

sering

dilakukan juga

berpengaruh

terhadap

pegetahuan

orang tua akan

sirkumsisi.

Page 16: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sirkumsisi

2.1.1. Defenisi

Sirkumsisi merupakan prosedur bedah tertua yang telah dilakukan selama

berabad-abad dan telah di dokumentasikan.10,11

Sirkumsisi dilakukan dengan

beberapa alasan seperti, untuk kepentingan medis, ritual keagamaan, norma sosial

budaya yang mengikat, serta beberapa alasan lainnya.3,5,10,11,12

Pada umumnya,

sirkumsisi dilakukan pada pria dan masyarakat Islam di seluruh dunia.11

Sirkumsisi pada pria merupakan salah satu prosedur bedah yang paling sering

dilakukan di seluruh dunia.3,13,14

Sirkumsisi pada pria sering disebut juga sebagai

suatu prosedur bedah elektif, yang berarti bahwa hal ini dilakukan hanya untuk

alasan kecantikan.12

Pada proses bedah ini, bagian yang diangkat adalah

preputium (kulup yang membungkus glands penis).2,6,15

Kulup yang membungkus

glands penis ini sangat berkontribusi dalam memberikan sensasi seksual ketika

sedang melakukan hubungan seks.12,14

2.1.2. Sejarah

Dalam catatan sejarah dan temuan arkeologi, sirkumsisi pertama kali

dilakukan pada zaman perdaban mesir kuno.16

Masyarakat mesir telah melakukan

sirkumsisi pada awal abad 23 sebelum masehi.16,17

Hal ini dibuktikan dengan

ditemukannya sebuah gambaran pada relief dinding makam mentri Firaun Teti

yang memerintah pada tahun 2345-2393 sebelum masehi, ditemukannya sebuah

stela dari Naga Ed Dar yang menunjukan proses sirkumsisi terhadap 120 orang

sedang dilakukan, serta The Ebers Papyrus yang ditulis sekitar tahun 1550

sebelum masehi yang memberi penangkal untuk perdarahan yang terjdi setelah

melakukan sirkumsisi.16,17

Pada tahun 1969, ditemukan sebuah cotta terra yang bentuknya seperti

penis yang telah dilakukan sirkumsisi dari lingga yang bertuliskan tanggal akhir

abad ke 12 di Stratum XI di Tel Gezer di Israel.16

Penemuan ini menunjukan

Page 17: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

9

bahwa sejak zaman dulu penduduk Filistin dan Kanaan telah melakukan

sirkumsisi.16,17

Ada kemungkinan bahwa penduduk pesisir lainnya telah

melakukan sirkumsisi, sebab sirkumsisi merupakan prosedur bedah tertua yang di

lakukan oleh manusia.16

Gambar 2.1. Cotta Tera yang ditemukan pada tahun 1969

sumber : Biblical Archeology Review.2006.16

Data ini menunjukan bahwa praktik sirkumsisi telah menyebar dari Mesir

dan secara cepat menyebar sampai ke daerah Semit Barat lainnya.18

Tidak ada

bukti khusus yang menunjukan bahwa orang-orang Semit Timur Mesopotamia

seperti, Akkadians, Asiria, dan Babilonia telah melakukan sirkumsisi.18

Dalam perkembangan selanjutnya, dikatakan bahwa agama sangat

memberi kontribusi yang besar terhadap proses sirkumsisi.17,18

Bukti pertama

yang menghubungkan sirkumsisi ditemukan dalam Alkitab pada kitab Perjanjian

Lama, Kejadian pasal 17 ayat 10-11, yang menggambarkan hubungan Allah

dengan Abraham. Berdasarkan perjanjian tersebut Abraham serta anaknya Ismail

melakukan sirkumsisi. Bukan hanya Abraham dan Ismail tapi, seluruh hamba-

hambanya, yang berjumlah hampir 400 orang laki-laki melakukan sirkumsisi.18,19

Sejak saat itu, banyak pendapat yang mengatakan bahwa ritual sirkumsisi

sebenarnya dibawa oleh Abraham ketika Ia tinggal di Mesir.19

Sirkumsisi yang dilakukan oleh penduduk Israel berbeda dari yang

dilakukan oleh penduduk Mesir.18

Di Israel sirkumsisi dilakukan pada hari

Page 18: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

10

kedelapan setelah kelahiran, sedangkan di Mesir sirkumsisi dilakukan setelah

seorang pria memasuki masa pubertas. Penduduk Israel melakukan prosedur

sirkumsisi dengan posisi bayi terlentang, sementara penduduk Mesir melakukan

sirkumsisi dengan posisi berdiri dan duduk. Selain itu, metode sirkumsisi yang di

lakukan di Israel adalah dengan menghilangkan seluruh bagian kulup yang

membungkus atau yang menutupi glands penis secara keseluruhan, sedangkan

sirkumsisi yang di lakukan di Mesir hanya dengan memotong kulup yang

membungkus area V pada korona glandis dan memungkinkan sisa kulup

tergantung secara bebas.18,19

Sirkumsisi juga dijelaskan dalam Alkitab Kitab Yosua. Ketika orang Israel

meninggalkan Mesir dan akan memasuki Kanaan, Tuhan memerintahkan Yosua

untuk menyunat (melakukan sirkumsisi) pada semua orang.18,19

Meskipun

hubungan antara Yahudi dan sirkumsisi dijelaskan di dalam Alkitab, sirkumsisi

ternyata tidak dijelaskan dalam Kitab Al-Qur’an. Akan tetapi, sirkumsisi tetap

menjadi suatu ritual wajib yang harus dilakukan terhadap pria Muslim.19

Ada

kemungkinan besar umat Islam mewarisi kebiasaan dari ritual bangsa Arab yang

diyakini merupakan keturunan Ismail yang di sirkumsisi oleh Abraham ketika

berusia 13 tahun.18,19

Dan sampai saat ini, rata-rata umat Muslim di dunia

melakukan sirkumsisi pada anak laki-laki mereka delapan hari setelah kelahiran

atau setelah anak mereka memasuki masa pubertas.19

Kekristenan tidak mewajibkan pria melakukan sirkumsisi. Hal ini

disebabkan karena umat Kristen menerima Perjanjian Lama.19

Namun, banyak

pria Kristen yang melakukan sirkumsisi dengan alasan kebersihan organ

genitalianya.17,19

Dalam perkembangan selanjutnya, dijelaskan bahwa sirkumsisi telah

menjadi suatu kebiasaan rutin, yang di lakukan lebih dari 60% pria di dunia

dengan alasan medis, maupun melaksanakan kewajiban agama mereka.19

2.1.3. Metode

Metode yang digunakan dalam prosedur sirkumsisi sangat bervariasi. Hal

ini bergantung pada tingkat kemampuan dokter dan pelayan kesehatan yang

Page 19: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

11

melakukan prosedur bedah tersebut, serta peralatan yang digunakan dalam

sirkumsisi.14,20,21

Biasanya tingkat kemampuan ini didapatkan melalui sebuah

proses pelatihan khusus.14

Selain itu, banyak sekali cara menghilangkan rasa sakit

saat sirkumsisi dilakukan, salah satu caranya dengan memberikan obat-obatan anti

nyeri.20

Metode sirkumsisi juga terus berkembang setiap tahunnya, sehingga

pelaksanaannya lebih cepat dan lebih efisien hingga saat ini.14,20

Beberapa metode sirkumsisi yang sering dilakukan antara lain :

1. Metode Klasik

Metode klasik merupakan salah satu metode sirkumsisi yang saat ini sudah

jarang dilakukan atau sudah ditinggalkan.20

Metode klasik banyak

ditemukan pada daerah pedalaman yang sudah jarang di jangkau.14,20

Dalam metode ini alat yang digunakan adalah sebilah bambu tajam, pisau,

atau silet. Metode ini dilakukan tanpa pembiusan sebelumnya dan relatif

lebih cepat karena setelah dilakukan sirkumsisi bekas luka langsung dijahit

dan dibungkus dengan kain kasa. Sehingga metode sirkumsisi ini

memungkinkan terjadinya perdarahan hebat serta infeksi yang parah

apabila tidak dilakukan secara benar dan steril.14,20

2. Metode Dorsumsisi

Dorsumsisi merupakan merupakan perbaikan dari metode klasik. Metode

ini telah menggunakan peralatan medis standard dan masih dipakai hingga

saat ini.14,20

Di Sunda metode ini dikenal dengan nama sopak londong.20

Pada metode ini, umumnya bekas luka tidak dijahit, walaupun dalam

pelaksanaannya ada beberapa dokter yang telah memodifikasi dengan

melakukan pembiusan serta jahitan pada bekas luka untuk mengurangi

risiko perdarahan.14,20

Kelebihan dorsumsisi adalah peralatan yang

digunakan lebih murah dan sederhana, prosesnya singkat, relatif murah,

sudah banyak dikenal masyarakat umum, serta bisa dilakukan pada bayi

atau anak berusia di bawah 3 tahun yang pembuluh darahnya masih

kecil.20

Kekurangan metode ini adalah risiko terpotongnya glands penis

lebih besar serta dapat menimbulkan nekrosis jaringan dan perdarahan

apabila tidak dilakukan penjahitan setelah selesai dilakukan sirkumsisi.14,20

Page 20: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

12

3. Metode Standar Sirkumsisi Konvensional

Metode ini merupakan penyempurnaan dari metode dorsumsisi dan paling

sering digunakan oleh dokter maupun pelayan medis lainnya.20

Peralatan

yang digunakan dalam metode ini telah sesuai dengan standar medis serta

membutuhkan keahlian khusus untuk melakukan metode ini.14,20

Benang

yang digunakan untuk penjahitan luka merupakan benang yang terbuat

dari daging sehingga kemungkinan terjadi infeksi sangat rendah dan risiko

perdarahan tidak ada. Metode ini sangat baik dilakukan pada semua

kelompok usia, biaya yang yang di keluarkan sangat terjangkau, serta

banyak menjadi pilihan bagi pasien dengan kelainan fimosis.

Kekurangannya adalah dokter serta pelayan kesehatan yang ingin

mengguakan metode ini dalam praktik sirkumsisi harus memiliki keahlian

yang khusus serta terlatih.20

4. Metode Lonceng

Metode ini berbeda dengan metode-metode lainnya, karena pada metode

ini tidak dilakukan pemotongan kulup. Ujung penis diikat menggunakan

sebuah alat khusus sehingga bentuknya menyerupai lonceng, akibatnya

sistem sirkulasi atau peredaran darah akan tersumbat yang mengakibatkan

kurangnya suplai darah pada ujung penis. Apabila terjadi terus menerus

maka jaringan pada kulup yang membungkus penis akan mengalami

nekrosis dan akan terlepas dengan sendirinya. Alat untuk melakukan

sirkumsisi dengan metode ini telah diproduksi di beberapa Negara Eropa,

Amerika Serikat, dan Asia dengan nama circumcision cord device.14

5. Metode Klamp

Metode ini memiliki banyak variasi alat serta nama. Prinsip kerjanya

sama, yaitu kulup dijepit dengan menggunakan suatu alat yang umumnya

sekali pakai penggunaan, kemudian dipotong dengan menggunakan pisau

bedah tanpa dilakukan penjahitan.14

Metode Klamp yang sering digunakan dalam praktik sirkumsisi, antara

lain:

Page 21: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

13

a. Metode Cincin ( Tara Klamp)

Penemu metode ini adalah Dr. T. Gurcharan Singh pada tahun 1990.

Alat yang digunakan dalam metode ini terbuat dari plastik untuk sekali

pakai. dr. Sofin adalah dokter yang mencetuskan metode cincin ini di

Indonesia, setelah lulus dari Fakultas kedokteran Universitas Gajah

Mada Yogyakarta pada tahun 2001.14,20

Pada metode ini, ujung kulup

dilebarkan, lalu ditahan agar tetap merenggang. Dengan cara

memasang cincin karet. Kulup yag direnggangkan tadi akan

menghitam dan terlepas dengan sendirinya. Prosesnya hanya

berlangsung sekitar 3-5 menit. Kelebihan dari metode cincin adalah

mudah dan aman dalam penggunaan, tidak memerlukan penjahitan

sehingga tidak mengganggu aktifitas sehari-hari. Hampir tidak terjadi

perdarahan sama sekali dan setelah sirkumsisi dilakukan pun tidak ada

rasa nyeri maupun sakit.14,20

b. Metode Smart Klamp

Metode ini merupakan metode dan teknik sirkumsisi yang telah

diperkenalkan sejak tahun 2001 di Jerman.20

Penemu metode ini

adalah dr. Harrie Van Baars. Alat yang digunakan dalam metode

sirkumsisi ini terdiri atas beberapa ukuran yang berbeda tergantung

dari fungsi alat tersebut digunakan. Ukurannya mulai dari nomor 10,

13, 16, dan 21. Untuk melakukan sirkumsisi pada bayi maka

digunakan alat bernomor 10, sedangkan untuk orang dewasa

digunakan alat bernomor 21. Akan tetapi tidak selalu menggunakan

patokan ini, sebab ukuran diameter glands penis seseorang sangat

berbeda dan harus disesuaikan dengan ukuran glands penis pria yang

melakukan sirkumsisi.14,20

Alat yang digunakan terbuat dari dua jenis

bahan kunci klamp, yakni nilon dan polikarbonat yang dikemas secara

steril dan sekali pakai.20

Metode ini memberikan perlindungan luka

dengan sistem tertutup. Luka sayatan terkunci secara rapat sehingga

tidak memungkinkan masuknya kuman atau mikroorganisme

pengganggu yang dapat mengakibatkan penularan infeksi penyakit.14,20

Page 22: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

14

Pada metode ini glands penis pria yang akan di sirkumsisi diukur

diameternya. Selanjutnya diberi anastesi lokal secara hati-hati. Kulup

(preputium) dibersihkan dan ditarik sehingga tidak terjadi perlekatan

dengan glands penis. Batas kulup yang akan dibuang ditandai dengan

spidol. Setelah itu, tabung klamp dimasukkan ke dalam kulup hingga

mencapai batas korona glandis. Lalu klamp pengunci dimasukkan

sesuai arah tabung dan diputar 90 derajat sampai posisi klamp siap

dikunci. Setelah posisi kulup yang akan dibuang sudah terpasang

dengan baik, harus diperhatikan juga bahwa saluran kencing tidak

terhalangi oleh tabung. Selanjutnya adalah mengunci klamp sehingga

terdengar bunyi klik. Sisi paling luar kulup dibuang menggunakan

pisau bisturi. Kemudian luka dibersihkan dengan obat antiinfeksi dan

dibungkus dengan kasa steril.14,20,21

c. Metode Gomco Klamp

Metode ini pertama kali digunakan pada tahun 1934.20

Pembuat alat

atau kalmp adalah Hirram S, Yellen MD, dan Aaron Goldstein. Alat

ini terdiri dari bel logam dan plat datar dengan lubang didalamnya.

Terdpat pula sebuah sekrup yang berfungsi untuk memberi

tekanan.14,20

Metode ini menggunakan 4 buah perangkat yaitu bel,

platform, pengait lengan, dan sekrup yang berfungsi melindungi

kelenjar, menyediakan hemostasis dan platform untuk reseksi pada

kulup. Sirkumsisi diawali dengan menarik kulup untuk membebaskan

perlengketan dan memungkinkan paparan dan pemeriksaan kelenjar

untuk melihat terjadi kelainan atau tidak.20,21

Page 23: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

15

Gambar 2.2. Penjepit gomco yang teriri atas bel, platform, pengait lengan, dan sekrup

sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21

Gambar 2.3. Proses penarikkan kulit dengan platform pada saat melakukan sirkumsisi

sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21

Page 24: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

16

Gambar 2.4. Proses pengencangan kulup dengan sekrup pada saat melakukan sirkumsisi

sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21

d. Metode Ismail Klamp

Metode ini ditemukan oleh dr. Ismail MD. Saleh. Secara teknis alat

yang digunakan hampir sama dengan metode lainnya hanya saja

mekanisme pengunciannya dengan menggunakan sistem sekrup yang

diperkirakan lebih baik dari metode gomco klamp.14,20

e. Metode Q-Tan Klamp

Metode ini menggunakan sekrup sebagai mekanisme pengunciannya,

akan tetapi sekrupnya terkunci mati (irreversible locking system)

sehingga alat ini tidak mungkin di daur ulang karena pembukaan alat

ini harus dengan dipotong. Alat yang digunakan dalam metode ini juga

belum diproduksi secara luas, sebab masih dilakukan penelitian sampai

sekarang mengenai layak atau tidaknya alat ini untuk digunakan.14,20

f. Metode Ali’s Klamp

Metode ini menggunakan alat yang sama dengan metode smart klamp,

hanya saja klemnya di rancang miring dengan pertimbangan mengikuti

bentuk dan ukuran dari glands penis.14,20

g. Metode Sunathrone Klamp

Metode ini ditemukan oleh dr. Moehammad Tasron Surat seorang

dokter asal Malaysia. Kelebihan metode adalah lebih paktis dan proses

penyembuhannya lebih cepat serta tidak memerlukan perawatan yang

khusus setelah sirkumsisi selesai dilakukan.14,20

Page 25: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

17

h. Metode Mogen Klamp

Metode ini awalnya dilakukan untuk ritul sirkumsisi di Yahudi. Alat

yang digunakan adalah penjepit mogen, yang biasanya digunakan oleh

dokter ahli kandungan, serta berfungsi untuk memberikan

hemostasis.21

Gambar 2.5. Penjepit mogen.

sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21

6. Metode Elektrokauteri

Metode ini lebih dikenal dengan nama sirkumsisi yang menggunakan

laser. Secara teknis, penamaannya kurang tepat karena alat yang

digunakan bukanlah laser. Akan tetapi menggunakan elemen yang

dipanaskan. Alatnya seperti pistol dengan dua buah lempeng kawat yang

saling berhubungan pada bagian ujungnya. Apabila diberikan arus listrik,

ujung logam akan menjadi panas dan memerah. Elemen yang memerah

tersebut yang akan digunakan untuk memotong kulup (preputium).14,20

Page 26: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

18

Gambar 2.6. Alat yang digunakan dalam metode elektrokauteri

sumber : http://www.salimah.or.id/mengenal-7-metode-sunatkhitan-sirkumsisi/.20

Keunggulan metode ini adalah lebih cepat dalam pengerjaannya, tidak ada

risiko perdarahan yang berlebih sehingga sangat baik penggunaanya pada

anak dibawah usia 3 tahun. Kekurangan metode ini adalah menimbulkan

bau yang menyengat dalam pengerjaannya, dapat menyebabkan luka

bakar, serta sangat bergantung pada energi listrik sebagai sumber daya

utama sehingga jika terjadi kerusakan alat, maka akan terjadi sengatan

listrik yang beresiko bagi pasien maupun operator.14,20

7. Metode Flashcutter

Metode ini merupkan pengembangan dari metode elektrokauteri.

Perbedaanya terletak pada pisau yang terbuat dari logam yang lurus dan

tajam. Flashcutter dapat langsung digunakan walaupun tanpa adanya arus

listrik yang diberikan, sebab didalamnya telah terdapat energi dari baterai

isi ulang buatan Jepang. Di Indonesia, metode ini pertama kali digunakan

pada tahun 2006.14,20,21

8. Metode Laser Karbondiogsida (CO2)

Metode ini dilakukan dengan menggunakan laser CO2. Prinsip kerjanya

secara umum hampir sama dengan metode lainnya yaitu, setelah diberikan

anastesi lokal, bagian kulup ditarik dan dijepit dengan klem. Selanjutnya,

pemotongan kulup menggunakan laser CO2. Tidak terjadi perdarahan

apapun setelah proses sirkumsisi selesai dilakukan. Walaupun demikian,

kulit harus tetap dijahit supaya proses penyembuhannya berjalan dengan

Page 27: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

19

baik. Tidak membutuhkan waktu yang lama dalam prosesnya, hanya

sekitar 10-15 menit saja proses sirkumsisi telah selesai dilakukan dengan

metode ini. Cara sirkumsisi seperti ini sangat cocok untuk anak-anak usia

pra pubertas. Kelebihannya operasi cepat, tidak terdapat perdarahan,

penyembuhan cepat, hasil sirkumsisinya baik, serta tidak terasa sakit atau

nyeri selama proses sirkumsisi berlangsung. Kelemahannya adalah harga

yang mahal dan hanya bisa dilakukan di Rumah Sakit yang besar dan telah

terakreditasi.14,20

9. Metode Plastibel

Metode ini telah dikembangkan pada tahun 1950 dan merupakan salah

satu variasi dari penjepit gomco.21

Gambar 2.7. Penjepit plastibel

sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21

10. Metode Dorsal Slit-Ventral

Dalam metode ini, dokter atau pelayan kesehatan yang bertugas akan

membuat sayatan agar dapat menentukan jarak antara batas kulup dengan

glands penis. Prinsip kerjanya sama yaitu, sebelum kulup dipotong,

terlebih dahulu diberikan celah antara glands penis dengan kulup, supaya

tidak terjadi cedera pada saat proses ini berlangsung.21

Metode ini

memungkinkan terjadi perdarahan yang berlebihan, serta apabila bekas

jahitannya tidak dirawat dengan baik maka akan menyebabkan infeksi.20,21

Page 28: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

20

Gambar 2.8. Sirkumsisi dengan metode dorsal silt-ventral dengan memberi celah antara kulup

(preputium) dengan glands penis

sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21

Gambar 2.9. Proses menjahit setelah sirkumsisi dilakukan

sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21

2.1.4. Komplikasi

Tingkat efek samping setelah melakukan sirkumsisi sangat bervariasi di

seluruh dunia.5 Beberapa laporan menyebutkan frekuensi efek samping setelah

melakukan sirkumsisi merupakan hal yang sangat serius, hal ini disebabkan

selama periode 5 tahun terakhir lebih dari 74% dari semua kunjungan ahli urologi

pediatrik adalah untuk masalah komplikasi setelah sirkumsisi.5,21

Efek samping

(komplikasi) setelah melakukan sirkumsisi dikategorikan sebagai komplikasi awal

dan komplikasi akhir.21

Komplikasi awal misalnya, perdarahan, nyeri,

penghapusan kulit yang tidak memadai, serta infeksi situs bedah yang cenderung

kecil untuk diobati. Perdarahan pada pasien setelah melakukan sirkumsisi dengan

Page 29: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

21

gangguan koagulasi dapat berakibat fatal. Komplikasi awal lainnya misalnya,

hispospadia, nekrosis kelenjar, dan amputasi kelenjar.5,21

Sementara itu,

komplikasi akhir meliputi inklusi kista epidermal, penghilangan kulup yang

berlebihan, fimosis, penis terkubur, penyempitan uretra, fistula uretrokutaneus,

meatitis, serta stenosis meatus.21,22

Semua komplikasi ini dapat terjadi akibat kurangnya kemampuan dokter

atau pelayan kesehatan mengenai teknik atau metode melakukan sirkumsisi

dengan benar. Ditambah lagi dengan peralatan yang tidak steril saat melakukan

sirkumsisi.5,21

Menganalisis teknik serta metode yang digunakan dalam sirkumsisi,

kebanyakan dokter serta pelayan medis menggunakan teknik lengan konvensial.

Sementara orang awam yang melakukan sirkumsisi sendiri lebih memilih

menggunakan metode elektrokauteri.22,23

Selain itu, dari beberapa laporan

menyebutkan bahwa sirkumsisi dengan metode lengan konvensional memiliki

resiko komplikasi lebih rendah dibandingkan dengan metode elektrokauteri.22

Beberapa komplikasi sering terjadi setelah dilakukan sirkumsisi antara

lain:

1. Kematian

Kematian merupakan salah satu kasus yang jarang ditemukan pada kasus

komplikasi setelah sirkumsisi.5,21

Laporan yang diterbitkan pleh Ontario

Pediatric Comite of Death2

pada tahun 2007 di New York disebutkan

bahwa dari 500 pria yang melakukan sirkumsisi hanya sekitar 0,5% pria

yang mengalami kematian setelah sirkumsisi.12,23

Hal ini diakibatkan

karena alat yang digunakan dalam sirkumsisi tidak steril, sehingga terjadi

infeksi dan mengakibatkan tetanus.12,21

2. Perdarahan

Perdarahan merupakan komplikasi yang paling umum terjadi setelah

sirkumsisi.21

Perdarahan dapat terjadi pada sepanjang kulit tepi antar

jahitan atau dari pembuluh darah dan yang paling sering terjadi pada

daerah frenulum.21,22

Biasanya pria yang mengalami perdarahan setelah

sirkumsisi adalah pria dengan penyakit hemofilia dan pria dengan kelainan

koagulasi.21

Page 30: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

22

3. Infeksi

Infeksi dapat terjadi akibat prosedur bedah yang salah pada saat

melakukan sirkumsisi atau disebabkan penggunaan alat yang tidak steril

pada saat proses pembedahan.21

Dari beberapa kasus infeksi ditemukan

bahwa sirkumsisi dengan menggunakan penjepit plastibel dan gomco

memiliki resiko infeksi lebih rendah dibandingkan dengan menggunakan

alat penjepit lainnya.22,23

Infeksi dapat dicegah dengan persiapan yang

tepat dari pasien, misalnya dengan menggunakan sarung tangan saat

membersihkan penis, menerapkan prosedur perawatan luka yang tepat

saat merawat luka bekas jahitan pada penis, serta mengkonsumsi

antibiotik untuk mencegah infeksi yang mungkin disebabkan karena

bakteri gram.21

4. Kehilangan Kulit (Wound Dehiscence)

Kehilangan kulit biasanya terjadi pada saat sirkumsisi neonatus.

Penyebabnya adalah kelebihan kulup (preputium) yang ditarik kedalam

penjepit dan dipotong saat melakukan sirkumsisi. Biasanya dapat sembuh

dengan cepat tanpa perawatan khusus.21

5. Meatus Stenosis (meatitis)

Dengan tidak adanya kulup. Eritema atau kemerahan biasanya terjadi

setelah melakukan sirkumsisi. Meatitis umumnya dapat dicegah dengan

memastikan bahwa penis tetap dalam keadaan kering setelah dilakukan

sirkumsisi. Dari beberapa kasus komplikasi di dunia, dilaporkan bahwa

pria yang mengalami meatiis setelah sirkumsisi adalah 26% dari total

keseluruhannya. Meatitis dapat diobati dengan cara meatotomi atau

meatoplasti.21,22,23

Page 31: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

23

Gambar 2.10. Meatitis pada anak usia 3 tahun

sumber : The Scientific World Journal. Complication of circumcision. 2011.21

6. Fistula Uretrokutaneus

Fistula uretrokutaneus merupakan komplikasi yang jarang ditemukan,

akan tetapi kasusnya meningkat setelah dilakukan sirkumsisi

menggunakan penjepit plastibel dan gomco. Biasnya ditemukan pada anak

yang melakukan sirkumsisi. Cedera uretra ini dapat ditangani ketika penis

telah berkembang dengan baik.21,23

7. Nekrosis Kelenjar

Nekrosis jarigan dapat terjadi sebagai akibat dari cedera selama sirkumsisi

berlangsung. Selain itu neksrosis jaringan juga dapat terjadi akibat

melakukan oberasi pergantian kelamin. Pengobatannya dengan diberikan

obat antibotik gosok pada kulit sehingga membuat jaringan yang

mengalami nekrosis mengelupas. Penggunaan elektrokauteri merupakan

kontraindikasi pada penjepit yang digunakan dalam sirkumsisi.21,22,23

8. Hispospadia

Hispospadia merupakan kelainan pada anak laki-laki, yang dicirikan

dengan posisi lubang kencing (ostium uretra externum) yang abnormal

yang tidak terletak pada ujung glands penis tetapi berada lebih di bawah

dan lebih pendek.5,22

Sebagian besar anak dengan kelainan hipospadia

memiliki bentuk penis yang melengkung.21

Hipospadia dapat disebabkan

karena kelainan genetik, maupun kesalahan prosedur dalam melakukan

sirkumsisi.21,23

Page 32: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

24

2.2. Organ Genitalia Pria

2.2.1. Anatomi

Gambar 2.11. Potongan sagital organ reproduksi pria serta struktur-struktur di sekitarnya.

sumber : Tortora. Principles anatomi & physiology. Ed 13.24

Organ genitalia pria terdiri atas organ genitalia eksterna dan organ

genitalia interna.25,25,26

Organ genitalia eksterna terdiri atas skrotum dan

penis.24,25,26

Organ genitalia interna terdiri atas testis, saluran-saluran genitaia

yang terdiri atas, ductuli efferentes, ductus epididymis, ductus deferents, serta

ductus ejaculatorius, dan kelenjar-kelenjar genitalia yang terdiri atas, glandula

prostat, glandula bulbourethalis, serta vesicula seminalis.24,26,27

Secara umum,

organ genitalia interna terletak dalam cavum pelvica, hanya saja pada pria

sebagian besar terletak di luar cavum pelvica, yaitu terletak pada daerah perineum

dan inguinal.24,28

Sedangkan organ genitalia eksterna terletak di luar cavum

pelvica pada perineum (secara ginekologis).28,29

Berikut adalah pembahasan

mengenai organ genitalia eksterna (karena berkaitan dengan sirkumsisi).

Page 33: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

25

Gambar 2.12. Sistem reproduksi pria tampak dari anterior

sumber : Martini, Nath. Fundamentals of anatomy and physiology. Ed 9.29

2.2.1.1. Penis

Penis merupakan organ reproduksi tubuler yang berfungsi untuk

mengeluarkan urin dan memindahkan sperma ke vagina selama berhubungan

seksual.28

Penis terbagi atas 3 bagian utama yaitu, glands penis, corpus penis, dan

radix penis.25,26,28

Terdapat pula bagian-bagian lain pada penis yaitu, orificium

urethtrae externum, urethtrae pars cavernosum, collumna glandis, corona glandis,

preputium, serta frenulum preputii.28

Bagian preputium atau kulup pembungkus

penis ini merupakan suatu kelenjar minyak yang akan menghasilkan cairan lilin

yang disebut dengan smegma.27

Akan tetapi smegma dapat menjadi sumber nutrisi

yang baik bagi bakteri, sehingga dapat terjadi peradangan ringan bahkan sampai

infeksi parah apabila tidak pernah dibersihkan secara baik.28,29

Kulup pembungkus

penis ini yang akan di potong pada saat melakukan sirkumsisi.29

Page 34: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

26

Gambar 2.13. Pandangan anterior dan leteral penis, menampilkan jaringan erektil.

sumber : Martini, Nath. Fundamentals of anatomy and physiology. Ed 9.29

Penis memiliki radix yang terfiksasi serta corpus yang tergantung dengan

bebas. Radix penis dibentuk oleh bulbus penis, crus penis dextrum, dan crus

penis sinistrum yang disebut tiga massa jaringan erektil penis. Bulbus penis

terletak pada garis tengah serta melekat pada permukaan bawah diafragma

urogenital Bulbus dilalui oleh urethtra dan permukaan luarnya dibungkus oleh

musculus bulbospongiosus. Masing-masing crus penis, baik sinistra maupun

dextra melekat pada tepi arcus pubis dan permukaan luarnya diliputi oleh

musculus ischiocavernosus. Bulbus melanjutkan diri ke anterior sebagai corpus

penis dan membentuk corpus spongiosum penis. Di bagian anterior, crus sinistra

dan crus dextra penis akan saling mendekati dan pada bagian dorsal corpus

terletak saling berdampingan dan membentuk corpus cavernosum penis.25,26,27

Page 35: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

27

Gambar 2.14. Penis. A dan B. Tiga korpus jaringan erektil, dua corpora cavernosa dan satu

corpus spongiosum dengan glands penis. C. Uretra pars spongiosum yang terbuka untuk

memperlihatkan lipatan membran mukosa dan muara kelenjar di bagian atas uretra

sumber : Snell R. Anatomi klinis berdasarkan sistem.25

Page 36: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

28

Corpus penis atau batang penis terdiri atas tiga jaringan erektil yang

diliputi pembungkus (fascia) yang berbentuk tubular yang disebut fascia buck.

Ketiga jaringan erektil ini terbentuk dari dua corpora cavernosa yang terletak pada

daerah dorsal (saling berkaitan satu sama lainnya) dan corpus spongiosum yang

terletak pada bagian vetralnya. Pada bagian distal corpus spongiosum akan

melebar dan membentuk glands penis, yang meliputi ujung distal corpora

cavernosa. Pada ujung glands penis terdapat muara dari urethrae yang disebut

meatus urethrae externus.25,26,29

Pada penis juga terdapat otot-otot yang disebut musculi penis yang terdiri

atas, musculus bulbospongiosum dan musculus ischiocavernosus (seperti yang

telah dijelaskan sebelumnya). Musculus bulbospongiosus terletak di sisi kanan

dan kiri garis tengah, meliputi bulbus penis dan pada bagian posterior corpus

spongiosum penis. Musculus bulbospongiosum ini berfungsi menekan urethtrae

pars spongiosa serta mengosongkan urin atau sisa cairan semen. Musculus

bulbospongiosum juga berperan dalam proses ereksi penis, serta menghambat

aliran vena dari jaringan erektil, akibat penekanan dari serabut-serabut anterior

terhadap vena dorsalis penis. Musculus ischiocavernosus yang meliputi crus penis

pada masing-masing sisi. Fungsinya menekan crus penis dan membantu dalam

proses ereksi sama halnya musculus bulbospongiosum.27,29

Penis di vaskularisasi oleh arteri dan vena. Corpora cavernosa penis di

vaskularisasi oleh arteria profunda penis. Corpus spongiosum di vaskularisasi oleh

arteria bulbi penis. Serta terdapat pula arteria dorsalis penis. Semua arteri ini

merupakan cabang dari arteria pudenda internum. Vena-vena yang memberi

vaskularisasi pada penis bermuara pada venae pudendae internae.26,28,29

Penis di inervasi oleh nervus pudendus dan plexus pelvicus. Pada penis

juga terdapat aliran limfe. Cairan limfe pada kulit penis akan dialirkan ke

kelompok medial nodus inguinalis superficialis. Struktur-struktur profunda penis

akan mengalirkan cairan limfenya ke nodi iliaci interni.25,29

Page 37: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

29

2.2.1.2. Skrotum

Gambar 2.15. Skrotum sebagai struktur pendukung dari testis.

sumber : Tortora. Principles anatomi & physiology. Ed 13.24

Skrotum merupakan kantung kulit elastis dan fascia atau pembungkus

yang berisi testis dan epididymis.25,26,28

Kulit skrotum sangat beralur erta di

tumbuhi rambut-rambut halus yang jarang.27

Pada skrotum juga terdapat raphe

scrotalis yang merupakan asal bilateral skrotum.25

Skrotum berfungsi untuk

melindungi testis serta sebagai pengatur suhu agar kualitas sperma tetap

terjaga.28,29

Skrotum dapat mengkerut apabila berada pada suhu yang dingin, dan

dapat menggantung saat berada pada suhu yang panas atau temperatur tinggi.28

2.3. Pengetahuan (Knowledge)

Pengetahuan adalah seperangkat pemahaman, pengertian dan ilmu sebagai

tingkat kemampuan dan tingkat pengetahuan seseorang untuk membayangkan dan

mempersepsikan suatu topik. Tingkat pengetahuan merupakan domain yang

penting dalam pembentukan sikap maupun tindakan seseorang.30

Meskipun

demikian, tingkat pengetahuan tidak selalu tercermin dalam sikap dan tindakan

seseorang.31

Page 38: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

30

Pengetahuan merupakan hasil yang terjadi setelah seseorang mengetahui

dan melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan

terjadi melalui pancaindra manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran,

penciuman, rasa dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui

mata dan telinga.32

Untuk mengukur tingkat pengetahuan seseorang terdiri dari 6

tingkatan. Tingkatan pengetahuan tersebut mencakup kompetensi ketrampilan

intelektual yang dimulai dari hal sederhana sampai domain yang paling kompleks.

Adapun tingkatan pengetahuan tersebut adalah:

1. Tahu (Know), artinya mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk mengingat kembali terhadap suatu yang spesifik

dari seluruh bahan yang telah dipelajari atau rangsangan yang diterima.

Oleh sebab itu, tahu ini merupakan tingkat pengetahuan yang paling

rendah. 32,33

2. Memahami (Comprehention), diartikan sebagai kemampuan untuk

menjelaskan secara benar tentang suatu objek yang diketahui dan

kemampuan untuk menginterpretasikan materi tersebut dengan benar dan

tepat. 32,33

3. Aplikasi (Aplication), adalah kemampuan untuk menggunakan materi

yang telah dipelajari pada situasi tahu kondisi yang tepat. 32,33

4. Analisis (Analysis), yaitu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suat

u objek kedalam berbagai komponen, yang masih didalam struktur organis

asi tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lain. 32,33

5. Sintesis (Synthesis), merupakan kemampuan untuk menghubungkan

beberapa bagian menjadi suatu keseluruhan yang baru, dengan kata lain

sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun suatu formulasi yang

baru dari formulasi telah ada.32,33

6. Evaluasi (Evaluation), adalah kemampuan untuk melakukan penilaian dari

suatu materi atau objek. Penilaian tersebut harus berdasarkan suatu

kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.

32,33

Page 39: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

31

Menurut Notoatmodjo (2007), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan

adalah:30

1. Sosial Ekonomi

Faktor lingkungan sosial dan ekonomi merupakan faktor yang

mempengaruhi pengetahuan karena kedua faktor ini mendukung tingginya

pengetahuan dan yang berkaitan dengan ekonomi juga pendidikan seseorang.

Faktor ekonomi mempunyai hubungan sebab akibat dengan tingkat

pendidikan seseorang, contohnya jika seseorang yang memiliki tingkat

ekonomi yang rendah maka akan berpengaruh terhadap tingkat

pengetahuannya,dan begitu juga sebaliknya.30

2. Kultur (Budaya dan Agama)

Faktor budaya sangat berpengaruh terhadap tingkat pengetahuan

seseorang, karena informasi baru yang diterima seseorang akan disaring,

sehingga harus sesuai dengan budaya yang ada dan agama yang dianut.30

3. Pendidikan

Makin tinggi pendidikan yang dimiliki seseorang maka ia akan mudah

menerima hal-hal baru dan mudah juga menyesuaikan dirinya dengan hal baru

tersebut.30

4. Pengalaman

Faktor pengalaman berkaitan dengan umur dan pendidikan individu,

contoh yang berkaitan dengan pendidikan yaitu seseorang yang berpendidikan

tinggi pasti akan mempunyai pengalaman yang luas, sedangkan yang

berhubungan dengan umur yaitu jika semakin tua umur seseorang maka

pengalaman yang dimiliki akan makin banyak.30

2.4. Pengetahuan Mahasiswa Pria mengenai Pentingnya Sirkumsisi Pada

Organ Genitalia

Hingga saat ini, tingkat pengetahuan akan sirkumsisi masih sangat rendah

di Indonesia. Sosialisasi untuk menambah wawasan serta pemahaman akan

sirkumsisi pada organ genitalia pun sampai saat ini belum optimal dilakukan.

Dalam studi lanjutan di Texas, ditemukan bahwa 27% pria tidak melakukan

Page 40: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

32

sirkumsisi pada organ genitalia mereka, disebabkan karena mereka tidak memiliki

pengetahuan apapun mengenai sirkumsisi.3

Perhatian pada tingkat pendidikan

kedokteran sudah semakin jelas. Pendidikan tingkat tinggi dipandang sebagai cara

bijaksana untuk menginterinvensi profesi kedokteran sehingga kelak ketika

mahasiswa lulus dapat berkarya sesuai dengan keilmuan dan harapan masyarakat.

Oleh karenanya, survei mengenai tinggi rendahnya pengetahuan mahasiswa pria

mengenai pentingnya sirkumsisi pada organ genitalia amat berguna bagi

mahasiswa bidang kedokteran serta bagi institusi. Hasil survei ini akan

menunjukan tingkatan mahasiswa dan intervensi lanjut yang barangkali

diperlukan institusi pendidikan kedokteran.

Survei yang dilakukan di Universitas KwaZulu-Natal Afrika Selatan,

menunjukan bahwa tingkat pengetahuanmahasiswa akan sirkumsisi sudah

dikategorikan cukup baik dengan presentase 66,43%. Bahkan ada beberapa

mahasiswa pria yang bersedia untuk melakukan sirkumsisi pada organ genitalia

mereka setelah memperoleh informasi mengenai sirkumsisi, dengan alasan untuk

kesehatan dan kebersihan organ genitalianya.7

Oleh karena itu intervensi untuk

membentuk sikap melalui pengetahuan sedapat mungkin disampaikan dengan

menarik. Dunia pendidikan formal, saat mahasiswa kedokteran dan profesi

kesehatan menuntut ilmu tentu sebaiknya memanfaatkan dirinya agar dapat

memberikan intervensi yang bermakna.

Page 41: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

33

2.5. Kerangka Teori

Gambar 2.16. Kerangka Teori

Sirkumsisi

Sejarah

Metode

Komplikasi

Organ Genitalia

Anatomi

Page 42: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

34

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kategorik dengan survei

yang menggunakan desain penelitian cross sectional (studi potong lintang).

3.2. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampus Fakultas Kedokteran Universitas

Pattimura Ambon. Waktu penelitian dimulai pada bulan November 2014 dan

berakhir pada bulan Januari 2015, atau selama proses pembelajaran dalam blok

metodologi penelitan berlangsung.

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi penelitian adalah seluruh mahasiswa pria Fakultas Kedokteran

Universitas Pattimura Ambon. Penentuan Populasi ini dengan alasan

keterjangkauan.

3.3.2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel dilakukan pada mahasiswa pria Fakultas kedokteran

Universitas Pattimura Ambon. Pengambilan sampel dilakukan dengan cara acak

sederhana (simple random sampling).

3.3.3. Teknik Pengambilan Sampel Penelitian

Data diambil dari mahasiswa tingkat pertama, ketiga, kelima, dan tingkat

akhir pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon.

Peneliti akan menggunakan tabel random dengan menghubungkan nomor yang

keluar dari tabel acak dengan nomor absensi mahasiswa pada setiap angkatan.

Page 43: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

35

Rumus perhitungan jumlah sampel mengikuti rumusan deskriptif

kategorik:

n = besar sampel; Zα = derivate baku alpha,yang ditetapkan oleh peneliti. Dalam

kasus ini peneliti menetapkan α = 5% sehingga ditemukan Zα = 1,96

P = proporsi kategori yang akan diteliti. Dalam hal ini belum ada kepustakaan

khusus di Indonesia, oleh karenanya untuk menjamin besar minimal sampel

maksimal, maka P ditentukan sebesar 0,5. Q = [1-P] = 0,5. d = presisi penelitian

yang ditentukan oleh peneliti sebesar 0,1.

Berdasarkan rumus besar sampel di atas, maka akan ditemukan n = 96

responden. Untuk memperluas perolehan data, jumlah tersebut ditambah 10%

untuk populasinya sehingga menjadi 106 responden.

3.4. Kriteria Restriksi

3.4.1. Kriteria Inklusi

Terdaftar resmi sebagai mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas

Pattimura Ambon tahun ajaran 2014/2015 (daftar registrasi) semester satu, tiga,

lima, dan tujuh.

3.4.2. Kriteria Ekslusi

Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Patimura Ambon yang tidak

kooperatif dalam penelitian.

3.5. Variabel Penelitian

3.5.1. Variabel Terikat

Adapun variabel terikat dalam penelitian ini, yaitu pentingnya sirkumsisi

pada organ genitalia pria.

Page 44: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

36

3.5.2. Variabel Bebas

Adapun variabel bebas dalam penelitian ini, yaitu pengetahuan mahasiswa

pria Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon.

3.6. Kerangka Konsep

Keterangan :

= Variabel Bebas

= Variabel Terikat

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian

3.7. Defenisi Operasional

Variabel Defenisi Operasional Cara

Pengukuran

Skala

Pengukuran Hasil Ukur

Pengetahuan

Pengetahuan

merupakan

seperangkat

pemahaman,

pengertian, serta ilmu

sebagai tolak ukur

seseorang dalam

membayangkan atau

mempersepsi sebuah

objek.1 Pengetahuan

dalam hal ini berkaitan

dengan sirkumsisi pada

organ genitalia.

Kuesioner Ordinal

1.Baik jika

jumlah skor

responden 8 -

10

2.Cukup jika

jumlah skor

responden 6 - 7

3.Kurang jika

skor responden

>6

Tabel 3.1. Defenisi Operasional

Mahasiswa Fakultas

Kedokteran

Universitas Pattimura

Ambon

Pentingnya Sirkumsisi

Pada Organ Genitalia Pengetahuan

Page 45: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

37

3.8. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian ini, instrumen penelitian yang digunakan adalah

kuesioner yang berisi sejumlah pertanyaan. Dan nantinya responden akan

diwawancarai oleh pewawancara (peneliti), guna memperoleh segala inormasi

yang berkaitan dengan pengetahuan mereka mengenai pentingnya sirkumsisi pda

organ genitalia.

3.9. Pengumpulan Data

Persetujuan setelah penjelasan (Informed consent) akan diminta sebelum

memulai pengisisan kuesioner. Data akan dikumpulkan menggunakan kuesioner

dan akan divalidasi pada 20 orang mahasiswa FK Unpatti. Untuk memastikan

keterisian kuesioner, peneliti akan melakukan wawancara. Follow-up akan

dilakukan bilamana kuesioner belum terisi sepenuhnya. Data demografik

dikumpulkan setelah pemberian informed consent. Setiap hari peneliti akan

berusaha untuk mewawancarai 10 responden. Sehingga pengumpulan data

diharapkan selesai dalam waktu 2-3 minggu dengan memperhitungkan penundaan

dan pencarian ulang terhadap responden yang sulit ditemui. Pengambilan

responden ditentukan dengan acak sederhana dengan cara mengaitkan tabel acak

terhadap daftar hadir tiap angkatan. Kemudian, tim peneliti akan menghubungi

responden yang ditentukan dan membuat perjanjian untuk bertemu dengan

responden guna wawancara terstruktur untuk pengisian kuesioner mengenai

pengetahuan akan sirkumsisi pada organ genitalia. Semua pewawancara akan

mengikuti pelatihan tiga hari sebelum mengadakan pengisian kuesioner agar

terdapat persamaan persepsi dalam pengisian kuesioner. Pelatihan juga bertujuan

agar pengumpul data fasih mengenali isi kuesioner. Dua minggu setelah pelatihan,

para pengumpul data berkumpul dan mengevaluasi hasil pengumpulan data. Bila

terdapat kesulitan pencarian data maka tim peneliti akan menyelesaikan kesulitan

itu. Keputusan akan diambil bila diperlukan tambahan alokasi waktu untuk

melakukan wawancara untuk mencapai target minimal sesuai perhitungan sampel

di atas.

Page 46: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

38

3.10. Pengolahan dan Analisis Data

Pengolahan data dibantu dengan piranti lunak SPSS. Data akan

dimasukkan segera setelah wawancara. Data antar pengumpul data dipertukarkan

dan dilakukan re-entry dengan file yang berbeda. Kedua data kemudian diperiksa

kembali, koreksi dilakukan bilamana data tidak saling sesuai. Data cleaning akan

dilakukan sebelum analisis oleh peneliti. Kedua file (pertama dan kedua) akan

dibandingkan. Jika ada perbedaan diantara keduanya, kuesioner asli akan

dijadikan dasar dalam melakukan koreksi. Pemeriksaan logis data deskripsi akan

dilakukan sebagai fungsi monitoring dan dilakukan koreksi bilamana perlu

terutama pada data-data yang seharusnya tidak terjawab. Analisis deskriptif akan

dilakukan pada seluruh data. Konfiden interval (α=0.05) akan digunakan.

3.11. Alur penelitian

Gambar 3.2. Kerangka alur penelitian

Mahasiswa pria FK Unpatti

Analisis data dan

penyusunan laporan

penelitian

Subjek Penelitan

Pengisisan kuesioner dan

wawancara

Kuesioner

Kriteria inklusi

Uji validitas kepada

15 orang mahasiswa

Melatih wawancara

Page 47: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

39

3.12. Etika Penelitian

Tinjauan etik akan dilakukan oleh Komite Etik Penelitian, Fakultas

Kedokteran Universitas Pattimura Ambon. Formulir tinjauan etik yang tersedia di

Fakultas Kedokteran Universitas Pattimura Ambon akan digunakan sebagai

registrasi penelitian ini kepada Komite Etik Fakultas Kedokteran Universitas

Pattimura Ambon disertai dengan proposal yang telah disetujui.

3.13. Jadwal Pelaksanaan penelitian

Kegiatan Bulan Ke-

5 6 7 8 9 10 11 12

Penyusunan proposal

Seminar proposal

Perbaikan proposal

Pengumpulan data

Pengolahan dan analisis data

Ujian skripsi

Tabel 3.2. Jadwal pelaksanaan penelitian

Page 48: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

ix

DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization. The global prevalence of male circumcision:

information package on male circumcision and HIV prevention insert 2.

[Internet]. 2007 [cited 2014 Nov 22]. Available from:

http://www.who.int/hiv/pub/malecircumcision/infopack_en_2.pdf

2. World Health Organization. Traditional male circumcision among young

people: a public health perspective in the context of HIV. [Internet]. 2009

Nov [cited 2014 Dec 26]. Available from:

http://whqlibdoc.who.int/publications/2009/9789241598910_eng.pdf

3. World Health Organization. Male circumcision: global trends and

determinats of prevalence, safety, and acceptability. [Internet]. 2007 [cited

2014 Nov 22]. Available from:

http://whqlibdoc.who.int/publications/2007/9789241596169_eng.pdf

4. World Health Organization. Male circumcision and HIV prevention: in

eastern and southern Africa. [Internet]. 2007 [cited 2014 Nov 22].

Available from:

http://www.who.int/hiv/pub/malecircumcision/cntry_experiences_se_afric

a_06.09.09.pdf

5. The Royal Australian College of Physicians. Circumcision of infant males:

pediatrics & child health division. [Internet]. 2010 Sep [cited 2014 Nov

22]. Available from:

www.racp.edu.au

6. World Health Organization. Neonatal and child male circumcision: a

global reviews. [Internet]. 2010 April [cited 2014 Dec 26]. Available from:

http://www.who.int/hiv/pub/malecircumcision/neonatal_child_MC_UNAI

DS.pdf

7. Naidoo PV, Dawood F, Driver C, Narainsamy M, Ndlovu S, Ndlovu V.

Knowlwedge, attitudes and perception of pharmacy and nursing students

towards male circumcision and HIV in a KwaZulu-Natal University, South

Africa. Publish on 2012 Jul 11 [cited on 2014 Dec 26]. Available from:

Page 49: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

x

http://www.phcfm.org/index.php/phcfm/article/viewFile/327/413

8. Phiri M. Awarness, knowledge, attitudes and up-take of male circumcision

as an HIV prevention strategy among youth in Zambia: a case study of

Lusaka district. Publish on 2011 [cited on 2014 Dec 26]. Available from:

http://dspace.unza.zm:8080/xmlui/bitstream/handle/123456789/1059/Cove

r%20and%20preliminary%20pages.pdf?sequence=2

9. Nasution Syaifuddin. Gambaran pengetahuan orang tua tentang sirkumsisi

pada anak laki-laki di kelurahan perintis kecamatan medan timur tahun

2010. [Skripsi]. Fakultas kedokteran. Universits Sumatra Utara. 2010

10. Massry SG. History of circumcision: a religious obligation or a medical

necessity. Origns of nephrology. 2011:100-2

11. Mohammad A, Ghazo Al, Banihani KE. Circumcision revision in male

children. Pediatric urology. International braz Jpurnal urology. 2006 July-

August,32(4):454-58

12. Urological Society of Australia and New Zealand. Circumcision – surgical

procedures. Publish on 2013 [cited on 2014 Dec 26]. Available from :

http://www.betterhealth.vic.gov.au/bhcv2/bhcpdf.nsf/ByPDF/Circumcisio

n_surgical_procedures/$File/Circumcision_surgical_procedures.pdf

13. Department of Health and Human Services-USA (CDC). Male

circumcision. Publish on 2013 [cited on 2014 Dec 26]. Available from:

http://www.cdc.gov/hiv/resources/factsheets/PDF/circumcision.pdf

14. Hirji H, Charlton R, Sarmah S. Male circumcision: a review of the

evidence. Journal of Men’s Health and Gender. 2005 March,2(1):21-30

15. Draper R, Knott L, Willacy H. Circumcision. Publish on 2013 May 04

[cited on 2014 Dec 26]. Available from:

http://www.patient.co.uk/pdf/1250.pdf#

16. King PJ. Who did it, who didn’t and why. Biblical archaeology review.

2006;36:49-55.

17. Richards D. Male circumcision: medical or ritual? J Law Med. 1996;3:1-

13

Page 50: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

xi

18. Remondino PC. History of circumcision from the earlier time to the

present. Publish on 1891. BiblioBazaar; 2008

19. Brigman, W.E. Circumcision as a child abuse: the legal and constitutional

issues. J Family Law. 1985;23:337-339

20. Salimah. Mengenal 7 metode sunat/khitan. Publish on 2014 Februry 24

[cited on 2014 Dec 26]. Available from:

http://www.salimah.or.id/mengenal-7-metode-sunatkhitan-sirkumsisi/

21. Aaron J, Krill, Lane S, Pallmer, Jeffrey S, Palmer. Complications of

circumcision. The Scientific World Journal.2011,(11): 2458-68

22. Bailey RC, Plummer FA, Moses S. Male circumcision and HIV

prevention: current knowlwdge and future research directions. Lancet

Infectious Dieases. 2001,1: 223-31

23. Thorup J, Thorup SC, Ifaoui IBR. Complication rate after ircumcision in

pediatric surgical setting should not be neglected. Danish Medical Journal.

2013 August,60(8): 4681-83

24. Tortora GJ, Derrickson B. Principles of anatomy and physiology. Ed.13.

Hoboken: John Wiley & Sons, 2012

25. Snell RS. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Sugiharto L, penerjemah;

Hartanto H, et al, editor. Jakarta: EGC, 2011

26. Snell RS. Anatomi klinik untuk mahasiswa kedokteran. Ed.6. Sugiharto L,

penerjemah; Hartanto H, et al, editor. Jakarta: EGC, 2006

27. Ellis H. Clinical anatomy a revision and applied anatomy for clinical

student. Ed 11. British: Blackwell publish, 2006

28. Marieb EN, Hoehn K. Human anatomy & physiology. Ed 9. United states

of America: Pearson, 2011

29. Martini FH, Nath JL, Bartholomew. Fundamentals of anatomy &

physiology. Ed 9. United States of America: Pearson, 2010

30. World Health Organization. Advocacy, communication and

socialmmobilization for TB control: a guide to developing knowledge,

attitude and practice surveys [Internet]. 2008 [cited 2014 Jan 8]. Available

from:

Page 51: Proposal Sirkumsisi (Leonardo J. Sipahelut)

x

http://www.who.int/tb/people_and_communities/advocacy_communicatio

n/en

31. Data Collection the KAP Survey Model. Knowledge, attitudes, and

practice survey model [Internet]. 2011 [cited 2014 Jan 27]. Available

from:

http://issuu.com/doctorsoftheworld/docs/mdm_guide_kap_survey_2011

32. Atmawati C. Hubungan tingkat pengetahuan ibu tentang asi dengan

perilaku perawatan payudara postpartum di rumah bersalin An Nissa

Surakarta [Skripsi]. Universitas Sebelas Maret. 2010

33. Rinendy D. Hubungan antara pengetahuan dan sikap mahasiswa profesi

dengan tindakan pencegahan penyakit menular di RS Gigi dan Mulut

Universitas Jember [Skripsi]. 2012