proposal seminar

Upload: anon549941481

Post on 12-Oct-2015

60 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

proposal

TRANSCRIPT

PENGEMBANGAN MODUL MOBILE LEARNING UNTUK SISWA SMKN 2 BATU

PROPOSAL TESIS

OLEH:AGUS SETIONIM. 120311521780

UNIVERSITAS NEGERI MALANGPASCASARJANAPROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA1

7

MEI 2014

PENGEMBANGAN MODUL MOBILE LEARNING UNTUK SISWA SMKN 2 BATU

PROPOSAL TESISDiajukan kepada Universitas Negeri Malanguntuk mengikuti Seminar Usulan Tesis

Dosen Pembimbing:Prof. Drs. Purwanto, Ph.DDr. I. Nengah Parta, M.Si

OlehAgus SetioNIM 120311521780

UNIVERSITAS NEGERI MALANGPASCASARJANAPROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKAMEI 2014DAFTAR ISIHalamanHalaman Judul .iDaftar Isi iiBAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang.1B. Tujuan Pengembangan5C. Spesifikasi Produk yang Diharapkan ..5D. Pentingnya Pengembangan.5E. Batasan Pengembangan6F. Definisi Operasional6BAB II KAJIAN PUSTAKAA. Modul..8B. Model Pengembangan.11C. Mobile Learning..17D. Prakerin...20BAB III METODE PENGEMBANGANA. Model Pengembangan.24B. Prosedur Pengembangan.24C. Uji Coba Produk .35DAFTAR RUJUKAN.40

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar BelakangSalah satu tujuan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) menurut Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 adalah membekali peserta didik dengan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta kecakapan kejuruan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Implementasinya adalah pelaksanaan Praktek Kerja Industri (Prakerin) yang harus dilaksanakan oleh siswa SMK dalam kurun waktu tertentu di dunia usaha/ dunia industri. Selama melaksanakan Prakerin, siswa berkesempatan menerapkan dan mengembangkan teori dan praktik kejuruan (mata pelajaran produktif) yang mereka dapatkan di sekolah. Selain itu, siswa juga dituntut tetap belajar secara mandiri materi mata pelajaran adaptif (Matematika, Bahasa Inggris, dll) dan mata pelajaran normatif (Pendidikan Agama, PKn, dll), yang masih terdapat alokasi waktunya saat pelaksanaan Prakerin. SMK Negeri 2 Batu memprogramkan Prakerin selama 4 bulan (Maret Juni) pada kelas XI semester genap. Pelaksanaan Prakerin itu tidak hanya dilaksanakan di wilayah kota Batu, tetapi juga di luar kota Batu tergantung mitra kerjanya. Selama melaksanakan Prakerin, siswa tidak dapat ke sekolah untuk menerima materi pelajaran adaptif dan normatif, karena jarak yang jauh dari sekolah dan harus bekerja selama 8 jam perhari dari hari Senin Sabtu. Hal tersebut merupakan masalah bagi siswa, karena setelah pelaksanaan Prakerin dan kembali ke sekolah, mereka langsung menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS).Salah satu solusi untuk mengatasi permasalahan siswa tersebut menurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (DPSMK) (2008:1-2) adalah siswa belajar dengan modul, yang merupakan konsekuensi diterapkannya pendekatan pendidikan dan pelatihan berbasis kompetensi (competency based education and training) di SMK. Lebih lanjut disebutkan, bahwa modul dapat membantu sekolah dalam mewujudkan pembelajaran yang berkualitas. dan dapat mengkondisikan kegiatan pembelajaran lebih terencana dengan baik, mandiri, tuntas, dan dengan hasil (output) yang jelas. Modul juga memiliki karakteristik self instruction, yang memungkinkan siswa belajar secara mandiri dan tidak tergantung dengan pihak lain.Aquino, dkk (2011) mengatakan, belajar dengan modul merupakan model pembelajaran mandiri yang efektif dan efisien ketika guru tidak dapat bertatap muka secara langsung dengan siswa. Belajar dengan modul juga dapat meningkatkan ketekunan dan kepercayaan diri dalam belajar matematika (Acelajado, 2005). Menurut Yunus (2004), pembelajaran dengan sistem modul memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara mandiri sesuai dengan gaya belajar masing-masing. Modul juga sangat fleksibel untuk digunakan pada sistem pendidikan jarak jauh (Sejpal, 2013). Modul yang diberikan kepada siswa selama ini mayoritas masih berbentuk hardcopy (cetak). Ditinjau dari segi content (isi) dan distribution (pendistribusian), modul berbentuk cetak masih memiliki kekurangan. Menurut Locsin (2014), dari segi content, print media (media cetak) tidak dapat memuat audio, video, dan content bergerak; sedangkan dari segi distribution media cetak membutuhkan banyak waktu dan biaya. Lai (2014) juga mengatakan, media cetak kurang adaptif terhadap perubahan, jika terdapat kesalahan atau kekurangan pada tulisannya. Fernchild (2014) juga mengatakan bahwa media cetak juga memerlukan tempat dan agak berat untuk dipindah-pindah. Berdasarkan beberapa pendapat tersebut, maka modul berbentuk cetak kurang praktis bagi siswa yang sedang melaksanakan prakerin, karena siswa prakerin juga dituntut bekerja layaknya pegawai di tempat prakerin mereka.Untuk mengatasi kekurangan modul berbentuk cetak tersebut, seiring perkembangan teknologi digital, modul dapat dikemas dalam bentuk elektronik (electronic module/ e-module). Dibandingkan dengan modul berbentuk cetak, e-module memiliki beberapa kelebihan antara lain: isi yang dapat disampaikan lebih bervariasi, pendistribusiannya lebih mudah dilakukan, dan bentuk serta ukurannya tidak memberatkan siswa. Beberapa perangkat elektronik yang bisa digunakan untuk menjalankan e-module antara lain: komputer, laptop, perangkat teknologi bergerak (perangkat mobile) seperti Handphone/ HP, Smartphone, Tablet, Phablet, dan lain-lain. Dari beberapa perangkat elektronik tersebut, perangkat mobile merupakan perangkat elektronik yang paling banyak dimiliki dan digunakan oleh siswa, sehingga e-module yang dapat dijalankan pada perangkat mobile akan lebih mudah diterapkan kepada siswa. Pembelajaran yang memanfaatkan perangkat mobile disebut juga dengan Mobile Learning (OMalley dkk, 2003). Hussein dan Cronje (2010) mendefinisikan Mobile Learning sebagai pembelajaran yang menggunakan mobility of technology, mobility of learners and mobility of learning. Mobility of technology berarti menggunakan perangkat yang mobile, mobility of learners berarti pembelajar (siswa) tidak diam di satu tempat, dan mobility of learning berarti siswa bebas belajar kapan saja sesuai dengan kemampuan mereka.Mobile Learning dalam pembelajaran Matematika cukup prospektif dan viable untuk diimplementasikan, mengingat teknologi telekomunikasi yang semakin canggih serta harga perangkat mobile yang semakin murah (Tamimuddin, 2008). Mobile Learning adalah pembelajaran yang sesuai dengan gaya hidup (life style) siswa saat ini, yang cenderung mobile dan memiliki perbedaan minat dan cara belajar matematika (Matasic dkk, 2010). Kallo dan Mohan (2012) juga mengatakan, Mobile Learning dapat meningkatkan motivasi dan kemampuan siswa, lebih lanjut Lisa dkk (2012) mengatakan motivasi siswa relatif konsisten selama penggunaan perangkat mobile dalam pembelajaran matematika. Mobile Learning juga dapat membantu siswa memperoleh dan mengembangkan pemahaman dan penalaran matematika dimanapun mereka belajar (Gupta, 2012), serta dapat mendorong dan memperkaya siswa dalam membangun pengetahuannya (Daher, 2010). Berdasarkan uraian tentang keunggulan modul dan Mobile Learning di atas, maka modul matematika yang dapat digunakan untuk Mobile Learning akan memberikan kesempatan belajar yang lebih flexible dan mandiri kepada siswa. Siswa juga dapat belajar matematika sesuai dengan gaya belajar mereka, walaupun mereka sedang melaksanakan Prakerin. Modul Mobile Learning juga sesuai dengan semangat Kurikulum 2013 yang mengamanatkan pembelajaran ber-TIK (menggunakan Teknologi Informasi dan Komunikasi).B. Tujuan PengembanganTujuan dari pengembangan ini adalah untuk menghasilkan Modul Mobile Learning yang valid, praktis, dan efektif untuk siswa kelas XI SMKN 2 Batu.

C. Spesifikasi Produk yang DiharapkanProduk yang dihasilkan dalam pengembangan ini adalah modul matematika berbentuk elektronik (e-module) yang dapat dipasang/ diinstall pada perangkat teknologi bergerak (mobile) bersistem operasi Android 2.2 ke atas. Modul ini dapat digunakan tanpa harus terkoneksi dengan internet (bersifat offline). Isi modul berupa teks, animasi, video dan suara. Modul ini juga memiliki fasilitas username dan password, serta dapat merekam (tracking) aktifitas yang dilakukan pengguna. Desain dan navigasi modul juga bersifat mudah digunakan (user friendly), dan tidak membutuhkan sumber daya (resource) perangkat mobile yang tinggi.

D. Pentingnya Pengembangan1. Bagi Siswaa. Sebagai bahan belajar matematika selama Prakerin yang dapat dipelajari dimanapun dan kapanpun.b. Sebagai salah satu sumber belajar matematika yang menarik.2. Bagi Guru Matematikaa. Sebagai bahan atau media pembelajaran matematika yang dapat diberikan kepada siswa selama pelaksanaan Prakerin.b. Sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan media pembelajaran Mobile Learning.3. Bagi Pengembanga. Memperkuat teori dalam pembelajaran matematika SMK, khususnya pengembangan Mobile Learning.b. Sebagai bahan rujukan untuk mengembangkan Mobile Learning dengan pendekatan dan materi yang lainnya.

E. Batasan PengembanganPengembangan Modul Mobile Learning ini memiliki keterbatasan sebagai berikut.1. Modul yang dikembangkan terbatas pada materi Barisan dan Deret Geometri untuk siswa SMK Kelas XI.2. Modul yang dikembangkan terbatas untuk perangkat mobile yang bersistem operasi Android 2.2 ke atas.3. Modul yang dikembangkan bersifat jadi (serial) dan tidak tersedia fasilitas update.

F. Definisi OperasionalBeberapa definisi operasional yang digunakan dalam pengembangan ini adalah:1. Modul adalah bahan belajar yang dikemas secara sistematis dan didesain untuk membantu siswa belajar secara mandiri atau dengan bantuan terbatas dari guru atau orang lain.2. Mobile Learning (belajar mobile) adalah pembelajaran dimana pebelajar tidak diam di satu tempat dan dapat berpindah-pindah. 3. Modul Mobile Learning adalah modul yang dapat digunakan untuk belajar secara mobile.4. Pengembangan Modul Mobile Learning adalah proses yang dilakukan untuk menghasilkan Modul Mobile Learning yang memenuhi kriteria valid, praktis, dan efektif.5. Modul Mobile Learning dikatakan valid apabila modul ini memiliki validitas isi dan validitas konstruk. Validitas isi yaitu modul dilandasi oleh rasional teoritik yang kuat, sedangkan validitas konstruk yaitu semua komponennya disusun secara konsisten.6. Modul Mobile Learning dikatakan praktis apabila aktivitas siswa dalam menggunakan modul memenuhi kategori minimal tinggi. Aktivitas siswa dianalisa dari jejak penggunaan modul yang tersimpan otomatis ketika siswa login (masuk) dan logout (keluar) dari modul.7. Modul Mobile Learning dikatakan efektif apabila memenuhi indikator-indikator: (1) hasil tes penguasaan materi secara klasikal setelah penggunaan modul ini menunjukkan, minimal 80% subjek coba memenuhi kategori tuntas, dan (2) respon siswa positif.8. Praktik Kerja Industri (Prakerin) yang dimaksud dalam penelitian ini adalah sistem pendidikan dimana siswa magang di dunia usaha/ dunia industri dalam kurun waktu tertentu.

BAB IIKAJIAN PUSTAKA

A. Modul1. Pengertian ModulMenurut Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (DPSMK) (2008:4), modul merupakan salah satu bentuk bahan ajar yang dikemas secara utuh dan sistematis, memuat seperangkat pengalaman belajar yang terencana dan didesain untuk membantu peserta didik menguasai tujuan belajar yang spesifik. Purwanto, dkk (2007:9) mendefinisikan modul sebagai bahan belajar yang dirancang secara sistematis berdasarkan kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu. Menurut Supriyatno (2006:1), modul dapat diartikan sebagai materi pelajaran yang disusun sedemikian rupa sehingga pembacanya dapat menyerap sendiri materi tersebut. Dengan kata lain sebuah modul adalah sebagai bahan belajar dimana pembacanya dapat belajar mandiri. Goldsmich (1972:5) mengatakan modul adalah serangkaian bahan belajar mandiri yang dirancang untuk membantu siswa memahami materi tertentu. Sedangkan Sejpal (2013) mendefinisikan modul sebagai bahan belajar yang bersifat self-contained yang terbagi kedalam unit-unit kecil. DPSMK (2008b:4) juga menyebutkan, modul berfungsi sebagai sarana belajar yang bersifat mandiri, sehingga peserta didik dapat belajar sesuai dengan kecepatan masing-masing. Modul juga befungsi sebagai bahan belajar yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran peserta didik. Dengan modul peserta didik dapat belajar lebih terarah dan sistematis (Purwanto, dkk, 2007:10).Berdasarkan definisi yang telah disebutkan, maka dapat disimpulkan bahwa modul adalah bahan belajar yang dikemas secara sistematis dan didesain untuk membantu siswa belajar secara mandiri atau dengan bantuan terbatas dari guru atau orang lain. Modul yang dikembangkan bertujuan untuk memfasilitasi siswa dalam belajar secara mandiri selama pelaksanaan Prakerin.2. Karakteristik ModulMenurut DPSMK (2008b:4-7) dan Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Dirjen PMPTK) (2008:3-5), modul dapat dikatakan baik apabila memiliki karakteristik sebagai berikut.a. Self Instruction: yaitu melalui modul tersebut siswa mampu membelajarkan diri sendiri, tidak tergantung pada pihak lain. Untuk memenuhi karakter self instructional, maka dalam modul harus: (1) memuat tujuan yang dirumuskan dengan jelas, (2) memuat materi pembelajaran yangdikemas kedalam unit-unit kecil sehingga memudahkan belajar secara tuntas. Modul juga harus memuat (3) contoh dan ilustrasi yang mendukung kejelasan pemaparan meteri pembelajaran, (4) memuat latihan soal dan tugas yang memungkinkan siswa memberikan respon dan dapat mengukur tingkat penguasaannya, (5) memuat permasalahan kontekstual, (6) menggunakan bahasa yang sederhana dan komunikatif, (7) memuat rangkuman materi pembelajaran, (8) memuat instrumen penilaian yang memungkinkan penggunaan melakukanself assessment, (9) memuat umpan balik atas penilaian, sehingga penggunaannya mengetahui tingkat penguasaan materi, (10) menyediakan informasi tentang rujukan atau referensi yang mendukung materi pembelajaran dan modul.b. Self Contained: yaitu seluruh materi pembelajaran dari satu unit kompetensi atau sub kompetensi yang dipelajari terdapat di dalam suatu modul secara utuh. Tujuan dari konsep ini adalah memberi kesempatan siswa untuk belajar secara tuntas sesuai rangkaian kegiatan belajar yang direncanakan.c. Stand Alone: yaitu modul yang dikembangkan tidak tergantung pada media lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan media pembelajaran yang lain. Dengan menggunakan modul, siswa tidak perlu bahan ajar lain untuk mempelajari atau mengejakan tugas pada modul tersebut.d. Adaftive: yaitu modul dapat mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta fleksibel digunakan.Selain itu modul yang adaptive adalah jika isi materi pembelajaran dapat digunakan sampai dengan kurun waktu tertentu.e. User Friendly: yaitu modul harus memiliki sifat bersahabat dengan pemiliknya. Dengan kata lain modul harus mudah digunakan dan dipahami sehingga memudahkan siswa untuk memahami isi modul yang sudah disediakan.3. Pembelajaran dengan ModulPembelajaran dengan modul adalah pendekatan pembelajaran mandiri yang berfokuskan pada penguasaan kompetensi dari materi yang dipelajari siswa dengan waktu tertentu sesuai dengan potensi dan kondisinya (Dirjen PMPTK, 2008:6). Pembelajaran dengan modul dapat dilakukan dengan menggunakan sebagian atau sepenuhnya dengan modul (Goldsmich, 1972:5). Lebih lanjut Dirjen PMPTK (2008:6-7) menerangkan bahwa tujuan pembelajaran menggunakan modul adalah untuk mengurangi keragaman kecepatan belajar siswa melalui kegiatan belajar mandiri. Pelaksanaan pembelajaran dengan modul lebih banyak melibatkan peran siswa secara individ. Guru berfungsi sebagai fasilitator kegiatan belajar, membantu siswa memahami tujuan pembelajaran, pengorganisasian materi pelajaran, melakukan evaluasi, serta menyiapkan dokumen.Penggunaan modul didasarkan pada fakta bahwa jika siswa diberikan waktu dan kondisi belajar yang memadai, maka siswa akan menguasai suatu kompetensi secara tuntas. Kesuksesan belajar menggunakan modul tergantung pada kriteria siswa yang meliputi ketekunan, waktu untuk belajar, kadar pembelajaran, mutu kegiatan pembelajaran, dan kemampuan memahami petunjuk dalam modul (Dirjen PMPTK, 2008:8). Pembelajaran dengan modul bertujuan untuk memfasilitasi siswa belajar sesuai dengan gaya belajar mereka, siswa bebas memilih topik yang akan dipelajari terlebih dahulu, dan memberi kesempatan siswa untuk mengetahu kelebihan dan kelemahan meraka secara langsung (Goldsmich, 1972:6).

B. Model PengembanganModel Pengembangan merupakan dasar untuk mengembangkan produk yang akan dihasilkan. Model pengembangan dapat berupa model prosedural, model konseptual, dan model teoritik (Nursyahidah, 2012). Lebih lanjut dijelaskan, model prosedural adalah model yang bersifat deskriptif, menunjukkan langkah-langkah yang harus diikuti untuk menghasilkan produk. Model prosedural biasanya berupa langkah-langkah, yang diikuti secara bertahap dari langkah awal hingga langkah akhir (Muliana, 2012). Model procedural juga sangat sesuai dalam pengembangan bahan ajar, karena dalam pengembangan bahan ajar juga perlu dilakukan secara sistematik berdasarkan langkah-langkah yang saling terkait agar bahan ajar yang dihasilkan bermanfaat (Wuryanto, 2010).Salah satu teori penelitian pengembangan (Development Research) yang bersifat prosedural adalah model Thiagarajan (Muliana, 2012). Model Thiagarajan (Thiagarajan dkk, 1974:5) juga dikenal dengan Four - D Model atau model 4-D. Model 4D terdiri dari 4 tahap pengembangan yaituDefine (pendefinisian), Design (perancangan), Develop (pengembangan), danDisseminate(penyebaran).1) Tahap Define(Pendefinisian)Tahappendefinisianadalah tahap untuk menetapkan dan mendefinisikan syarat-syarat pembelajaran. Tahappendefinisianini mencakup lima langkah pokok, yaitu analisis awal-akhir (front-end analysis), analisis siswa(learner analysis), analisis tugas(task analysis), analisis konsep(concept analysis),dan perumusan tujuan pembelajaran(specifying instructional objectives). Tahap pendefinisian menurut Thiagarajan, dkk (1974:6) dijelaskan sebagai berikut.a) Analisis awal-akhir(front-end analysis): bertujuan untuk memunculkan dan menetapkan masalah dasar yang dihadapi dalam pembelajaran. Dengan analisis ini akan didapatkan kemungkinan-kemungkinan penyelesaian permasalahan yang dihadapi. Jika tidak tersedia alternatif penyelesaian masalah, maka pengembangan penyelesaian masalah diperlukan. Analisis ini dilakukan terhadap permasalahan terkini yang terjadi di sekolah yang berkenaan dengan proses pembelajaran, misalnya kurangnya partisipasi siswa, kurangnya pemahaman siswa, dan lain-lain.b) Analisis siswa(learner analysis): merupakan telaah tentang karakteristik siswa yang menjadi target/ yang dihadapi oleh guru. Analisis siswa dilakukan untuk mendukung analisa awal-akhir. Analisis ini untuk mengetahui karakteristik siswa yang meliputi: kemampuan/ kompetensi siswa, latar belakang kemampuan akademik (pengetahuan), kebiasaan terhadap topik tertentu, serta media, dan bahasa yang digunakan. c) Analisis tugas(task analysis): bertujuan untuk mengidentifikasi kompetensi/ kemampuan yang harus dimiliki oleh siswa melalui pembelajaran dengan bahan ajar yang dikembangkan. Kompetensi tersebut kemudian dianalisis menjadi beberapa sub indikator yang diperlukan. Seluruh indikator harus tercakup/ oleh materi yang terdapat dalam bahan ajar.d) Analisis konsep(concept analysis): betujuan untuk mengidentifikasi konsep pokok yang akan diajarkan, merinci dan menyusun secara sistematis konsep-konsep yang relevan berdasarkan analisis awal-akhir. Analisis yang dilakukan meliputi: (1) analisis standar kompetensi dan kompetensi dasar yang bertujuan untuk menentukan jumlah dan jenis modul, (2) analisis sumber belajar, yakni mengumpulkan dan mengidentifikasi sumber-sumber mana yang mendukung penyusunan modul.e) Perumusan tujuan pembelajaran(specifying instructional objectives): bertujuan untuk merangkum hasil dari analisis konsep dan analisis tugas untuk menentukan perilaku objek penelitian/ tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran tersebut menjadi dasar untuk menyusun tes dan merancang pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini diintegrasikan ke dalam perangkat pembelajaran yang akan digunakan oleh peneliti.2) Tahap Design(Perancangan)Tahap perancangan bertujuan untuk merancang prototype (model awal) modul. Tahap ini dapat dilakukan setelah tujuan pembelajaran ditentukan. Kegiatan utama yang dilakukan pada tahap ini adalah pemilihan media, model, dan pembuatan produk awal. Secara terperinci langkah-langkah pada tahap Design menurut Thiagarajan, dkk (1974:7) adalah sebagai berikut.a) Pengkonstruksian Tes Berbasis-Kriteria (constructing criterion-referenced test): adalah tahap yang menjembatani/ menghubungkan antara tahap Define dengan tahap Design. Tahap ini mengkonversikan tujuan yang ingin dicapai dalam pengembangan serta tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa, ke dalam modul. Wujud dari tes ini adalah instrumen penilaian yang berisi aspek yang dinilai dari produk pengembangan.b) Pemilihan media(media selection): dilakukan untuk mengidentifikasi media pembelajaran yang relevan dengan materi. Media yang dipilih harus sesuai dengan analisis konsep dan analisis tugas, karakteristik target pengguna, serta rencana penyebaran. Hal ini berguna untuk membantu siswa dalam pencapaian kompetensi dasar. Artinya, pemilihan media dilakukan untuk mengoptimalkan penggunaan modul.c) Pemilihan format(format selection): dimaksudkan untuk mendesain atau merancang isi pembelajaran, pemilihan strategi, pendekatan, metode pembelajaran, dan sumber belajar. Format modul dapat mengacu pada pedoman penyusunan modul yang sudah ada. Format yang dipilih juga disesuaikan dengan media yang digunakan.d) Rancangan awal(initial design): merupakan bagian utama dalam kegiatan Design yang merepresentasikan urutan kegiatan pembelajaran melalui media dan format yang dipilih. Rancangan awal yang dimaksud adalah rancangan modul dan perangkat pembelajaran yang harus dikerjakan sebelum ujicoba dilaksanakan. Rancangan awal harus meliputi berbagai aktivitas pembelajaran yang terstruktur sesuai dengan hasil tahap pendefinisian.3) Tahap Develop(Pengembangan)Tahap pengembangan ini bertujuan untuk memodifikasi prototipe produk yang dikembangkan dengan melakukan evaluasi dan revisi sebelum menjadi produk yang efektif dan dapat diterapkan dalam proses pembelajaran. Revisi berdasarkan masukan para pakar ahli/ praktisi dan data hasil ujicoba. Langkah-langkah pada tahap ini menurut Thiagarajan, dkk (1974:8) adalah:a) Validasi ahli/ praktisi (expert appraisal): adalah teknik untuk memperoleh saran demi perbaikan produk pengembangan. Dalam kegiatan ini dilakukan evaluasi oleh ahli dalam bidangnya. Beberapa ahli diminta untuk mengevaluasi produk pengembangan dari sudut pandang pembelajaran dan teknis. Berdasarkan masukan dari para ahli, modul direvisi untuk membuatnya lebih tepat, efektif, mudah digunakan, dan memiliki kualitas yang lebih baik.b) Uji coba pengembangan (developmental testing): merupakan kegiatan uji coba produk modul pada sasaran subjek yang sesungguhnya. Uji coba dilakukan untuk memperoleh masukan langsung berupa respon, reaksi, komentar siswa, dan para pengamat terhadap modul yang telah disusun. Hasil uji coba digunakan memperbaiki, merevisi dan menyempurnakan modul. Setelah modul diperbaiki kemudian diujicobakan kembali sampai memperoleh hasil yang efektif. Siklus testing revising retesting diulangi hingga produk pengembangan bekerja secara konsisten dan efektif.4) Tahap Disseminate(Penyebaran)Proses penyebaran merupakan tahap akhir pengembangan. Tahap ini bisa dilakukan jika ujicoba produk mendapatkan hasil yang konsisten serta mendapatkan respon positif dari para ahli dan praktisi. Terdapat tiga langkah pada tahapan ini (Thiagarajan dkk, 1974:9) yaitu:a) Uji validasi (validation testing): pada tahap ini, modul yang sudah direvisi pada tahap pengembangan kemudian diimplementasikan pada sasaran yang sesungguhnya. Pada saat implementasi dilakukan pengukuran ketercapaian tujuan. Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui efektivitas produk yang dikembangkan. Setelah produk diimplementasikan, pengembang perlu melihat hasil pencapaian tujuan. Tujuan yang belum dapat tercapai perlu dijelaskan solusinya sehingga tidak terulang kesalahan yang sama setelah produk disebarluaskan.b) Pengemasan (packaging): setelah melalui berbagai macam uji dan dinyatakan siap pakai, maka produk pengembangan dikemas sedemikian rupa sehingga siap untuk digunakan. Dalam langkah ini juga dilakukan usaha untuk memperoleh pengakuan hak cipta dan standar kelayakan produk.c) Penyebaran dan adopsi (diffusion and adoption): produk pengembangan yang telah dikemas kemudian disebarkan ke sekolah untuk diadopsi menjadi bahan belajar yang digunakan di sana. Dalam tahap ini juga dilakukan demonstrasi penggunaan modul. Banyak ahli mengatakan demonstrasi ini sebagai bagian yang sangat penting dari proses penyebaran, dan merupakan cara paling efektif untuk meyakinkan pendidik atau pengajar tentang nilai dari produk yang baru (Thiagarajan dkk, 1974:174).

C. Mobile Learning1. Pengertian Mobile LearningMobile Learning didefinisikan oleh OMalley, dkk (2003) jenis pembelajaran dimana pembelajar tidak tergantung lokasi dan waktu, atau pembelajaran yang memanfaatkan teknologi mobile. Menurut Traxler (2007) Mobile Learning adalah e-Learning yang dijalankan pada perangkat mobile. El-Hussein dan Cronje (2010) juga mendefinisikan Mobile Learning sebagai pembelajaran yang menggunakan mobility of technology, mobility of learners and mobility of learning. Quinn (2011:2) mendefinisikan Mobile Learning sebagai both augmenting formal learning, and moving to performance support, informal, and social learning as well. Menurut Stevens dan Kitchenham (2011:3) Mobile Learning adalah penggunaan perangkat wireless untuk menciptakan pembelajaran yang bermakna. Berdasarkan beberapa definisi Mobile Learning tersebut, dalam penelitian ini definisi Mobile Learning yang digunakan adalah definisi OMalley, dkk (2003), yaitu pembelajaran dimana pembelajar tidak diam di satu tempat, yang memanfaatkan perangkat teknologi bergerak (perangkat mobile). 2. Manfaat Mobile LearningMobile Learning dalam kegiatan pembelajaran dapat bermanfaat sebagai: suplemen/ tambahan yang sifatnya pilihan/ opsional, pelengkap/ komplemen, atau pengganti/ substitusi (Majid, 2012).a. Suplemen: Mobile Learning berfungsi sebagai suplemen berarti peserta didik mempunyai kebebasan memilih untuk memanfaatkan materi Mobile Learning atau tidak. Walaupun sifatnya opsional, peserta didik yang memanfaatkannya tentu akan memiliki tambahan pengetahuan atau wawasan. b. Komplemen: Mobile Learning berfungsi sebagai komplemen berarti materi dalam Mobile Learning diprogramkan untuk melengkapi materi pembelajaran yang diterima siswa di dalam kelas, dan menjadi materi pengayaan atau remedial bagi siswa di dalam mengikuti kegiatan pembelajaran.c. Substitusi: Mobile Learning berfungsi sebagai substitusi berarti Mobile Learning sebagai pengganti tatap muka di kelas. Tujuannya agar siswa dapat secara fleksibel mengelola kegiatan belajarnya sesuai dengan waktu dan aktifitas sehari-hari siswa. Sesuai dengan kebutuhan, pendidik dapat pula memberikan kesempatan pada siswa untuk mengakses bahan belajar tertentu, maupun soal ujian yang hanya dapat diakses oleh siswa sekali saja dan dalam rentangan waktu tertentu pula.3. Kelebihan dan Kekurangan Mobile LearningBeberapa kelebihan Mobile Learning menurut Mehdipuor dan Zerehkafi (2013) antara lain: kebanyakan perangkat teknologi bergerak (mobile) memiliki harga yang relatif lebih murah dibanding harga PC desktop, dapat memuat multimedia, dan diperkirakan dapat mengikutsertakan lebih banyak pembelajar karena Mobile Learning memanfaatkan teknologi yang biasa digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan keterbatasan Mobile Learning terutama dari sisi perangkat/ media belajarnya antara lain dari segi: kemampuan prosesor, kapasitas memori, ukuran layar, catu daya, dan lain-lain. Kekurangan Mobile Learning sendiri sebenarnya lambat laun akan dapat teratasi khususnya dengan perkembangan teknologi yang semakin maju. Kecepatan prosesor pada perangkat mobile semakin lama semakin baik, sedangkan kapasitas memori, terutama memori eksternal, saat ini semakin besar dan murah. Layar tampilan yang relatif kecil akan dapat teratasi dengan adanya kemampuan perangkat mobile untuk menampilkan tampilan ke televisi maupun ke proyektor. Masalah media input/ output yang terbatas (hanya terdiri beberapa tombol) akan teratasi dengan adanya teknologi layar sentuh (touchscreen) maupun virtual keyboard. Keterbatasan dalam ketersediaan catu daya akan dapat teratasi dengan pemanfaatan sumber daya alternatif yang praktis, mudah didapat dan mudah dibawa, seperti powerbank dan lain-lain.4. Implementasi Mobile learning di IndonesiaLembaga-lembaga di Indonesia yang mulai mengembangkan produk pembelajaran Mobile Learning antara lain: Kementrian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia (Kemendikbud) yang beralamatkan di http://m-edukasi.kemdikbud.go.id. Berikutnya adalah Pusat Pengembangan dan Pemberdayaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan Matematika (PPPPTK Matematika) yang beralamatkan di m.p4tkmatematika.org. Beberapa peneliti Indonesia yang mengembangkan Mobile Learning diantaranya: Tamimuddin (2008) yang mengembangkan Mathematics Mobile Learning menggunakan handphone berbasis JAVA. Palupi dan Patahuddin (2010) juga mengembangkan Mathematics Mobile Learning Application (MMLA) pada HP berbasis JAVA pada materi Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) Untuk Siswa SMP Kelas 8. Nikensasi dkk, (2012) juga mengembangkan permainan edukasi matematika dengan memanfaatkan Accelerometer dan Physics Engine Box2d pada Android. Beberapa pengembangan Mobile Learning di atas, menunjukkan bahwa Mobile Learning merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang sesuai dengan perkembangan teknologi dewasa ini, dimana perangkat mobile di Indonesia mengalami kemajuan yang sangat pesat. International Data Corporation (IDC) (2012) menyebutkan, pertumbuhan pasar HP di Indonesia mulai dari yang berbasis Java, Symbian, Blackberry, Windowsphone, Iphone dan Android tumbuh 10% setiap kuartal, dan 25% pertahunnya.

D. Prakerin1. Pengertian PrakerinPraktik Kerja Industri (Prakerin) adalah ciri khas Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) sebagai implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010. Prakerin didefinisikan sebagai bagian dari program pembelajaran yang harus ditempuh oleh setiap siswa SMK di dunia kerja, sebagai wujud nyata dari pelaksanaan Pendidikan Sistim Ganda di SMK (DPSMK, 2008a:1). Lebih lanjut disebutkan, dengan Prakerin peserta didik dapat menguasai dan mengenal lebih dini dunia kerja yang menjadi dunianya kelak setelah lulus dari pendidikannya. Prakerin berarti juga suatu strategi dimana setiap siswa mengalami proses belajar melalui bekerja langsung (learning by doing) pada pekerjaan sesungguhnya (Suartika, dkk, 2013). Menurut Syahrul (2010) Prakerin merupakan perpaduan penyiapan siswa yang dilakukan di sekolah (berbasis sekolah) dan penyiapan melalui pengalaman kerja di dunia nyata, didesain agar siswa memperoleh pengetahuan, keterampilan dan sikap dalam seting kerja yang nyata.Dari beberapa pernyataan tersebut, maka dalam penelitian ini Prakerin didefinisikan sebagai program pembelajaran yang harus ditempuh oleh siswa SMK di dunia kerja/ dunia industri selama kurun waktu tertentu. Dengan kata lain Prakerin adalah suatu strategi dimana setiap siswa belajar melalui bekerja langsung pada pekerjaan yang sesungguhnya, walaupun dalam penerapannya masih banyak siswa yang melakukan pekerjaan tidak sesuai dengan jurusannya.2. Tujuan PrakerinTujuan Prakerin menurut DPSMK (2008a:2) adalah sebagai berikut:a. Pemenuhan kompetensi sesuai tuntutan kurikulum: suatu usaha untuk memperoleh penguasaan kompetensi yang tidak diperoleh di sekolah. Keterlaksanaan pembelajaran kompetensi tersebut bukan diserahkan sepenuhnya ke dunia kerja, tetapi sekolah perlu memberi arahan tentang apa yang seharusnya dibelajarkan kepada siswa.b. Implementasi kompetensi ke dalam dunia kerja: penerapan secara nyata kemampuan yang sudah dimiliki siswa melalui latihan dan praktik di sekolah. Dengan begitu siswa akan lebih percaya diri karena orang lain dapat memahami apa yang dipahaminya dan pengetahuannya diterima oleh masyarakat.c. Penumbuhan etos kerja: pengalaman berinteraksi dengan lingkungan dunia kerja dan terlibat langsung di dalamnya, diharapkan dapat membangun sikap kerja dan kepribadian yang utuh sebagai pekerja. Hal ini dikarenakan siswa lulusan SMK dipersiapkan ke dunia kerja, sehingga perlu memperkenalkan lebih dini lingkungan sosial yang berlaku di dunia kerja.3. Pelaksanaan PrakerinBerdasarkan kurikulum SMK edisi tahun 1999 (dalam SMK Nuha, 2011), ketentuan pelaksanaan Prakerin sebagai berikut:a. Waktu pelaksanaan: pelaksanaan prakerin idealnya yaitu 6 bulan. Apabila terdapat keterbatasan sekolah dengan mitra kerja, maka prakerin dapat dilaksanakan 1 sampai dengan 3 bulan saja.b. Peserta Prakerin: kegiatan prakerin dapat diberikan bagi siswa mulai kelas X sampai kelas XII. Untuk kelas XII dilaksanakan dengan model Block Release, karena telah dianggap cukup maksimal menguasai pengetahuan dan ketrampilan baik baik secara teori maupun praktik selama di sekolah. Kelas X juga dapat dikirim ke dunia usaha/ dunia industri (DU/DI) jika yang bersangkutan memiliki fasilitas praktik dasar. Sedangkan untuk kelas XI dengan model Block Release, Weak Release atau Day Release yang dianggap cukup telah menguasai komponen dasar sesuai dengan program keahliannya.c. Penempatan Prakerin: dapat dilaksanakan sesuai dengan kesepakatan bersama antara pihak sekolah sebagai pihak pemohon dan pihak DU/DI sebagai pihak penerima, yang memiliki fasilitas praktik. Apabila waktu yang tersedia di DU/DI belum mencapai target program sekolah, maka dapat dilakukan perpanjangan waktu prakerin, atau mengusulkan di perusahaan lain.

23

BAB IIIMETODE PENGEMBANGAN

A. Model PengembanganModel pengembangan yang digunakan dalam penelitian ini mengacu pada model Four-D yang dikemukakan oleh Thiagarajan, dkk (1974). Model ini terdiri dari empat tahap, yaitu: Define (Pendefinisian), Design (Perancangan), Develop (Pengembangan), dan Disseminate (Penyebaran). Tahap Disseminate dalam penelitian ini tidak dilakukan, karena tujuan penelitian ini adalah menghasilkan modul yang disesuaikan dengan karakteristik siswa yang menjadi subjek coba.

B. Prosedur PengembanganBerdasarkan model pengembangan yang digunakan, maka prosedur pengembangan yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pendefinisian, perancangan, dan pengembangan sebagaimana gambar 3.1. Berikut adalah penjabaran masing-masing tahap yang akan dilaksanakan.1. Tahap PendefinisianLangkah-langkah yang dilakukan pada tahapan ini adalah menetapkan dan mendefinisikan bahan-bahan dan syarat-syarat yang dibutuhkan dalam pengembangan modul. Tujuannya agar modul yang dihasilkan sesuai dengan kebutuhan. Tahap pendefinisian ini terdiri dari langkah-langkah berikut.a. Analisis awal-akhir: pada tahap ini dilakukan analisis terhadap Kurikulum dan kegiatan Prakerin di SMKN 2 Batu. Kurikulum yang digunakan di sekolah ini masih Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP), karena belum termasuk dalam sekolah sasaran Kurikulum 2013. Dalam kurikulum sekolah disebutkan, Matematika merupakan mata pelajaran adaptif yang sangat penting bagi siswa, dan masih terdapat alokasi waktunya selama kegiatan Prakerin. Hal inilah yang menjadi masalah dasar, pada saat siswa melaksanakan Prakerin, siswa juga dituntut belajar matematika secara mandiri. Salah satu alternatif pemecahannya adalah siswa belajar dengan modul, sehingga perlu dikembangkan modul yang sesuai dengan karakteristik siswa yang sedang melaksanakan Prakerin. b. Analisis siswa: pada tahap ini dilakukan analisis terhadap siswa kelas XI SMKN 2 Batu yang sedang melaksanakan Prakerin. Tujuan analisis ini agar produk modul yang dihasilkan dapat digunakan oleh siswa secara maksimal. Analisis siswa dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi tentang kegiatan siswa dalam Prakerin dan cara belajar siswa selama Prakerin. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kepala jurusan, selama Prakerin siswa bekerja layaknya pegawai di dunia industri. Beberapa siswa juga harus melaksanakan Prakerin di luar kota Batu, sehingga diperlukan suatu modul yang sesuai dengan mobilitas siswa. Hasil analisis ini digunakan sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan modul yang sesuai dengan kebutuhan siswa.c. Analisis tugas: analisis ini dilakukan untuk menyusun kompetensi/ ketrampilan yang harus dimiliki siswa dalam belajar barisan dan deret geometri. Pada kegiatan belajar 1, siswa diberi tugas untuk menemukan pola barisan dan deret geometri. Pada kegiatan belajar 2, siswa diberi tugas untuk menentukan nilai suku ke-n dan jumlah n suku suatu barisan dan deret geometri. Pada kegiatan belajar 3, siswa diberi tugas untuk menerapkan konsep barisan dan deret geometri dalam pemecahan masalah.

Gambar 3.1. Prosedur penelitianCukupTidakYaYaTidakCukupDevelopValidasi AhliRevisiRevisiRevisiHasil Pengembangan ModulPraktis?Efektif?Uji CobaRevisi

Valid?Perumusan Tujuan PembelajaranTAnalisis TugasAnalisis KonsepPemilihan MediaPemilihan FormatDesain ModulAnalisis SiswaAnalisis Awal-AkhirDesignDefine

d. Analisis konsep: Analisis yang dilakukan meliputi: analisis kompetensi dasar, yang bertujuan untuk menentukan jumlah kegiatan belajar, dan analisis sumber belajar, yakni mengumpulkan dan mengidentifikasi sumber-sumber yang mendukung materi barisan dan deret geometri untuk SMK. Kompetensi dasar yang harus dimiliki siswa pada materi tersebut adalah (1) mengidentifikasi pola barisan dan deret geometri, (2) mengidentifikasi konsep barisan dan deret geometri, dan (3) menerapkan konsep barisan dan deret geometri. Selanjutnya kompetensi dasar tersebut dijabarkan dalam beberapa indikator dan terbagi kedalam beberapa kegiatan belajar. Untuk mendukung pengembangan materi juga dilakukan pengkajian dari berbagai sumber yang relevan.e. Perincian tujuan pembelajaran: untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran yang sesuai analisa tugas dan analisa konsep, maka perincian tujuan pembelajaran menggunakan modul ini: tujuan kegiatan belajar 1 adalah siswa dapat menemukan pola barisan dan deret geometri. Tujuan kegiatan belajar 2 adalah siswa dapat menentukan nilai suku ke-n dan jumlah n suku suatu barisan dan deret geometri. Tujuan kegiatan belajar 3 adalah siswa dapat menerapkan konsep barisan dan deret geometri dalam pemecahan masalah. Agar semua tujuan pembelajaran dapat tercapai oleh siswa, maka pada setiap akhir kegiatan belajar terdapat tes formatif yang menentukan siswa dapat mempelajari kegiatan belajar selanjutnya atau tidak. 2. Tahap PerancanganTahap ini bertujuan untuk menyiapkan perangkat pengembangan modul. Perangkat yang disiapkan meliputi prototype Modul Mobile Learning dan instrumen penelitian. Aktivitas-aktivitas yang dilakukan pada tahapan ini terdiri dari:a. Menyusun tes berdasarkan kriteria: tes yang dimaksud adalah alat uji/ instrumen penelitian yang dapat mengukur kriteria modul (valid, praktis, dan efektif). Instrumen yang dibuat meliputi: (1) lembar validasi modul, (2) perekam jejak penggunaan modul (tracker), (3) lembar tes penguasaan materi, (4) angket respon siswa, (5) catatan lapangan, dan (6) rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP).1) Lembar validasi modul: terdiri dari dua komponen utama yaitu: isi dan konstruk. Lembar validasi isi memuat pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan kebenaran pengorganisasian modul, dan kesesuaian materi dengan SK-KD yang tercantum pada silabus matematika SMK. Lembar validasi konstruk memuat pertanyaan-pertanyaan yang berkaitan dengan penggunaan bahasa, penulisan, ilustrasi/ animasi, dan urutan kerja. Lembar validasi modul terdiri atas identitas, petunjuk pengisian, keterangan skala penilaian, tabel penilaian dan bagian komentar atau saran. Cara memberikan penilaian yaitu dengan memberikan check mark (tanda centang) pada skala penilaian dengan ketentuan seperti pada tabel 3.1 berikut.Tabel 3.1. Skor dan arti skor lembar validasi modulSkorArti Skor

1Jika tidak sesuai dengan pernyataan pada lembar validasi

2Jika kurang sesuai dengan pernyataan pada lembar validasi

3Jika sesuai dengan pernyataan pada lembar validasi

4Jika sangat sesuai dengan pernyataan pada lembar validasi

Lembar validasi modul juga dilengkapi dengan lembar validasi yang berfungsi untuk menilai isi (kesesuaian peryataan dengan tujuan lembar validasi modul), dan konstruk (lembar validasi yang disusun mudah dipahami dan memiliki format penulisan yang baik). Cara penilaian lembar validasi modul mengadaptasi cara yang digunakan untuk menilai kevalidan modul.2) Perekam jejak penggunaan modul: bertujuan untuk merekam secara otomatis penggunaan modul ketika siswa login (masuk) dan logout (keluar) dari modul. Alat ini menjadi satu dengan modul, artinya alat ini akan aktif ketika siswa login dan akan mati ketika siswa logout dari modul. Alat ini berupa software yang diinstall pada perangkat mobile subjek coba oleh peneliti. Hal ini bertujuan agar keakuratan perekaman jejak penggunaan modul dapat terjaga.3) Lembar tes penguasaan materi: bertujuan untuk mengetahui tingkat penguasaan/ pemahaman siswa terhadap materi Barisan dan Deret Geometri. Penyusunan tes ini berdasarkan tujuan pembelajaran, dan bentuk tes adalah soal uraian yang terdiri dari 5 soal. Penyusunan tes dilakukan dengan membuat kisi-kisi soal dan pedoman penskoran. Lembar tes penguasaan materi juga dilengkapi dengan lembar validasi untuk menilai isi (kebenaran soal tes, kesesuaian dengan kisi-kisi, dan kesesuaian dengan tujuan pembelajaran), dan konstruk (tes yang disusun mudah dipahami dan memiliki format penulisan yang baik). Cara penilaian lembar tes penguasaan materi mengadaptasi lembar validasi yang digunakan untuk menilai lembar validasi modul.4) Angket respon siswa: dibuat untuk mengetahui respon siswa terhadap pembelajaran menggunakan modul yang dikembangkan. Angket ini terdiri dari tiga aspek yaitu kejelasan modul, kemudahan dalam penggunaan, dan kemudahan dalam mempelajari. Siswa memberikan tanggapan terhadap angket respon siswa dengan memberikan penilaian sesuai dengan tabel 3.2 berikut.Tabel 3.2. Skor dan arti skor dalam angket respon siswaSkorArti Skor

1Jika pernyataan tidak sesuai dengan situasi yang dialami siswa

2Jika pernyataan sesuai dengan situasi yang dialami siswa

3Jika pernyataan sangat sesuai dengan situasi yang dialami siswa

Angket respon siswa juga dilengkapi dengan lembar validasi untuk menilai isi (kesesuaian peryataan dengan tujuan angket), dan konstruk (apakah angket yang disusun mudah dipahami dan memiliki format penulisan yang baik). Cara penilaian angket respon siswa mengadaptasi lembar validasi yang digunakan untuk menilai lembar validasi modul.5) Catatan lapangan: digunakan untuk mencatat informasi yang belum terekam pada lembar validasi, perekam jejak (tracker), dan angket respon siswa.Instrumen penelitian yang digunakan dijelaskan pada tabel 3.3 berikut.Tabel 3.3. Instrumen pengumpulan dataAspek yang diukurInstrumenData yang direkamResponden

Kevalidan modul Lembar validasiKevalidan modul oleh validatorAhli rancangan pembelajaran, ahli materi, dan praktisi

Kepraktisan modul Tracker, angket respon siswa dan catatan lapanganKeterlaksanaan pembelajaran dengan modulSubjek penelitian

Kefektifan modul Soal tesPenguasaan materi oleh siswaSubjek penelitian

6) Penyusunan RPP: Rencana Pelaksanaan Pembelajaran berisikan komponen-komponen: identitas, standar kompetensi, indikator, tujuan pembelajaran, kegiatan pembelajaran, alat dan sumber belajar, dan penilaian. Pada kegiatan awal pembelajaran berisi informasi penggunaan modul dan penginstallannya. Pada kegiatan inti berisi kegiatan mempelajari modul secara mandiri yang disertai target waktu. Pada kegiatan inti juga ditentukan waktu dan tempat pelaksanaan tes penguasaan materi secara klasikal. Kegiatan selanjutnya adalah kegiatan pengisian angket respon siswa sekaligus penutup kegiatan pembelajaran. RPP juga dilengkapi dengan lembar validasi RPP untuk menilai aspek isi dan konstruk RPP. Aspek isi menilai apakah RPP yang disusun memenuhi kebutuhan siswa dan sesuai dengan penggunaan modul. Aspek konstruk menilai apakah RPP sudah menggunakan bahasa yang baik dan benar. Cara penilaian RPP mengadaptasi lembar validasi yang digunakan untuk menilai lembar validasi modul.b. Memilih media: pada penelitian ini media yang digunakan untuk penyampaian materi adalah perangkat mobile (HP, Smartphone, Tablet, Phablet,) yang bersistem operasi Android 2.2 keatas. Media ini dipilih karena sesuai dengan karakteristik modul yang dikembangkan yaitu Modul Mobile Learning, dan merupakan media yang paling banyak dimiliki siswa saat ini.c. Memilih format: aktivitas ini meliputi pemilihan format untuk mendesain modul. Format yang dipilih adalah e-module (electronic module) yang dapat dijalankan pada media yang dipilih. Hasilnya adalah sebuah aplikasi berjenis .apk (aplikasi Android) yang bisa diinstal dan dijalankan pada perangkat mobile yang digunakan.d. Desain awal: aktivitas ini merupakan perancangan draf Modul Mobile Learning yang terdiri dari perancangan flowchart dan storyboard, kemudian dilanjutkan pembuatan programnya (coding). Modul dimulai dengan tayangan pembuka, halaman otentifikasi, halaman pendahuluan, halaman kegiatan belajar, dan halaman evaluasi. Tayangan pembuka berisi animasi/ video tentang penerapan barisan dan deret geometri dalam kehidupan sehari-hari. Halaman otentifikasi berisi form username dan password, jika username dan password benar maka akan menuju halaman berikutnya. Jika username dan password salah maka akan keluar aplikasi. Halaman otentifikasi ini juga akan mengaktifkan secara otomatis alat perekam jejak (tracker). Halaman pendahuluan berisi deskripsi modul, materi prasyarat, petunjuk penggunaan modul, dan tujuan pembelajaran. Bagian selanjutnya adalah halaman kegiatan belajar yang terdiri dari kegiatan belajar 1, kegiatan belajar 2, dan kegiatan belajar 3. Halaman evaluasi berisi soal-soal yang dilengkapi kunci jawaban dan petunjuk ketuntasan belajar. Draf Modul Mobile Learning digambarkan dengan flowchart seperti pada gambar 3.2.

OPENING

Username & Password

KeluarTidak

Betul?

Tracking

Ya

Menu Utama

EvaluasiKegiatan Belajar Deskripsi modul Materi prasyarat Petunjuk penggunaan Tujuan pembelajaranPendahuluan

Kegiatan Belajar 3Kegiatan Belajar 2Kegiatan Belajar 1

Tujuan Pembelajaran 3 Uraian Materi 3 Rangkuman 3 Tes Formatif 3 Tujuan Pembelajaran 2 Uraian Materi 2 Rangkuman 2 Tes Formatif 2 Tujuan Pembelajaran 1 Uraian Materi 1 Rangkuman 1 Tes Formatif 1

ENDYLogout?

Tidak

Gambar 3.2. Flowchart modul

3. Tahap PengembanganPada tahap pengembangan ini, berisi dua kegiatan yaitu: penilaian para ahli dan uji coba.a. Penilaian para ahli: penilaian ini bertujuan untuk menilai validitas modul dan instrumen pendukung yang telah dirancang. Hasil validasi ini digunakan sebagai dasar dalam melakukan revisi dan penyempurnaan modul. Ahli atau validator terdiri dari tiga orang yang terdiri dari: dua orang dosen Pascasarjana Pendidikan Matematika Universitas Negeri Malang, dan seorang guru matematika yang telah berpengalaman mengajar di SMK.b. Uji coba: setelah draf modul dinyatakan valid oleh validator, maka akan dilakukan uji coba. Uji coba dilakukan untuk menilai kepraktisan dan keefektifan modul. Hasil uji coba digunakan sebagai dasar revisi dan penyempurnaan hasil akhir pengembangan. Penjelasan tentang uji coba produk akan dijelaskan pada bab selanjutnya.

C. Uji Coba Produk1. Desain Uji CobaUji coba dilakukan terhadap beberapa siswa kelas XI SMKN 2 Batu yang sedang melaksanakan Prakerin. Langkah awal yang dilakukan adalah pemasangan/ penginstallan modul pada perangkat mobile yang dimiliki subjek coba, serta pemberian petunjuk tentang penggunaan modul. Subjek coba diberi kesempatan belajar mandiri sesuai dengan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) yang telah disusun. Selama proses belajar mandiri, jejak penggunaan modul oleh siswa terekam secara otomatis. Siswa juga diberi kesempatan untuk berkonsultasi melalui media online jika terdapat kesulitan/ masalah yang berkaitan dengan teknis penggunaan modul. Setelah alokasi waktu yang ditentukan terpenuhi, subjek coba diberi tes penguasaan materi secara klasikal di sekolah. Pelaksanaan tes ini dilakukan pada waktu yang telah disepakati dan tidak mengganggu kegiatan Prakerin subjek coba. Setelah itu, subjek coba juga diminta mengisi angket respon siswa. Data yang diperoleh kemudian dianalisa untuk menentukan kepraktisan dan kefektifan modul, jika belum tercapai kriteria yang diinginkan maka direncanakan desain uji coba selanjutnya.2. Subjek CobaSubjek coba dalam penelitian ini yaitu satu kelas XI SMKN 2 Batu atau minimal 30 siswa yang sedang melaksanakan prakerin. Banyaknya subjek coba berdasarkan pertimbangan tempat Prakerin yang tersebar di kota Batu dan di luar kota Batu, sehingga menyulitkan peneliti untuk mendistribusikan modul secara bersamaan. Hal ini dikarenakan peneliti perlu menginstall sendiri alat perekam jejak (tracker) pada masing-masing perangkat mobile subjek coba, dengan tujuan untuk menjamin kerahasiaan dan keakuratan perekaman jejak. Penentuan banyaknya subjek coba ini juga dengan pertimbangan, jika sewaktu-waktu terjadi kendala teknis dan mengharuskan peneliti bertemu langsung dengan siswa. Subjek coba juga dipilih dari siswa yang berkemampuan rendah, sedang dan tinggi, berdasarkan masukan guru matematika.3. Jenis DataData dalam penelitian ini meliputi; (1) data hasil validasi yang berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif berupa informasi yang diperoleh dari lembar validasi yang telah diisi oleh validator yang diubah dalam bentuk prosentase, kemudian dijelaskan secara kualitatif. Data kualitatif berupa masukan, tanggapan, dan saran perbaikan berdasarkan hasil penilaian ahli. Data ke (2) adalah data hasil uji coba produk, yang juga berupa data kuantitatif dan data kualitatif. Data kuantitatif diperoleh dari angket, tracking (perekaman jejak),dan tes yang diubah dalam bentuk prosentase, kemudian dijelaskan secara kualitatif. Data kualitatif diperoleh dari hasil catatan lapangan.4. Teknik Analisis DataTeknik analisis data yang digunakan adalah teknik deskriptif kuantitatif dan deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kuantitatif digunakan untuk mengolah data dari lembar validasi, tracking, tes penguasaan materi, dan angket respon siswa. Sedangkan analisis deskriptif kualitatif digunakan unutk menganalisis saran/ masukan dari lembar validasi dan angket respon siswa, serta catatan lapangan.a. Analisis Data Kevalidan ModulData yang dianalisis adalah data yang diperoleh dari validasi ahli yaitu data kuantitatif yang dianalisis dengan menggunakan analisis deskriptif dengan prosedur yang diadaptasi dari Parta (2009) sebagai berikut.1) Merekap skor setiap peryataan dari validator.2) Menghitung rata-rata nilai hasil validasi dari validator pada tiap indikator, .3) Menghitung rata-rata nilai hasil pada tiap aspek, .4) Menghitung rata-rata keseluruhan dari hasil , .5) Menyimpulkan tentang kevalidan modul dengan kriteria pada tabel 3.4.Tabel 3.4. Kriteria kevalidan modulIntervalKevalidan ModulKesimpulan

Tidak validRevisi besar, kemudian dilakukan validasi kembali

Cukup validRevisi kecil, namun modul bisa digunakan untuk uji coba

ValidTidak perlu revisi, digunakan untuk uji coba

(diadaptasi dari Parta, 2009)b. Analisis Data Kepraktisan ModulData kepraktisan modul dianalisa dari data tracking penggunaan modul. Data hasil tracking berupa data kuantitatif yang kemudian dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.a) Merekap frekuensi dan waktu penggunaan modul oleh subjek coba.b) Menghitung jumlah waktu penggunaan modul oleh setiap subjek coba dengan rumus:

Keterangan:= waktu keseluruhan = waktu ke ic) Menghitung prosentase pemakaian modul oleh setiap subjek coba dengan rumus:

Keterangan:: Prosentase waktu: total waktu penggunaan modul oleh subjek coba: waktu ideal penggunaan modul (berdasarkan alokasi waktu materi dalam program tahunan/ program semester)d) Menghitung rata-rata penggunaan modul oleh seluruh subjek coba, e) Membuat kesimpulan tentang kepraktisan modul dengan kriteria berikut:Tabel 3.5. Kriteria kepraktisan modulIntervalKeterlaksanaanHasil Analisis DataKesimpulan

RendahTidak praktisPerlu direvisi besar

CukupKurang praktisPerlu revisi kecil

TinggiPraktisTidak perlu revisi

Sangat tinggiPraktisTidak perlu revisi

c. Analisis Data Keefektifan ModulUntuk mengetahui keefektifan modul ditentukan oleh hasil tes penguasaan materi, dan data respon siswa. Data hasil tes penguasaan materi akan dianalisis dengan langkah-langkah sebagai berikut.a) Merekap skor hasil tes penguasaan materi masing-masing subjek coba.b) Menghitung skor total dari masing-masing subjek coba.c) Menghitung jumlah siswa yang masuk kategori tuntas (), (ST).d) Membuat kesimpulan tentang ketuntasan klasikal dengan kriteria sebagaimana tabel 3.6.

Tabel 3.6. Kriteria keefektifan modulIntervalTingkat Ketuntasan KlasikalKeefektifanKesimpulan

Sangat RendahTidak efektifPerlu direvisi besar

RendahTidak efektifPerlu revisi kecil

SedangCukup efektifPerlu revisi kecil

TinggiEfektifTidak perlu revisi

Sangat tinggiEfektifTidak perlu revisi

(dimodifikasi dari Hobri, 2010)Sedangkan data hasil angket respon siswa yang juga berupa data kuantitatif dianalisis dengan langkah-langkah yang diadaptasi dari Parta (2009) sebagai berikut..1) Merekap skor setiap peryataan dari subjek coba.2) Menghitung rata-rata nilai pernyataan dari subjek coba pada tiap indikator, .3) Menghitung rata-rata nilai hasil pada tiap aspek, .4) Menghitung rata-rata keseluruhan dari hasil , .5) Menyimpulkan tentang respon siswa dengan kriteria pada tabel berikut.Tabel 3.7. Kriteria respon siswaIntervalRespon SiswaKesimpulan

NegatifRevisi, kemudian dilakukan uji coba kembali

PositifTidak perlu revisi

(diadaptasi dari Parta, 2009)

39

DAFTAR RUJUKAN

Acelajado, Maxima J. 2005. The Modular Teaching Approach in College Algebra: An Alternative to Improving the Learners Achievement, Persistence, and Confidence in Mathematics. Proceedings of EARCOME 3, TSG 6. Shanghai 5-12 Agustus 2005.

Aquino, Rolando J, dkk. 2011. Effectiveness of The Modular Instructional Material in The Basic Integration Formulas in Integral Calculus. Proceedings of the 3rd International Conference of Teaching and Learning (ICTL 2011). INTI International University, Malaysia.

Daher, Wajeeh. 2010. Building Mathematical Knowledge in Anauthentic Mobile Phone Environment. Australasian Journal of Educational Technology hal 85-104.

Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan (Dirjen PMPTK). 2008. Penulisan Modul. Depdiknas. Jakarta

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (DPSMK). 2008a. Pelaksanaan Prakerin. Depdiknas. Jakarta

Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (DPSMK). 2008b. Teknik Penyusunan Modul. Depdiknas. Jakarta

El-Hussein, M. O. M., & Cronje, J. C. (2010). Defining Mobile Learning in the Higher Education Landscape. Educational Technology & Society, 13 (3), 1221.

Fernchild, Daisy Peasblossom. 2014. What Is the Advantage & Disadvantage of Print & Electronic Media?. Online. url: http://www.ehow.com/info_8681731_advantage-disadvantage-print-electronic-media.html. Diakses tanggal 18 Maret 2014.

Goldsmich, Barbara dan Goldsmich, Marcel L. 1972. Modular Instruction in Higher Education: A Review. McGill University. Montreal

Gupta, Anupama. 2012. M-learning In Mathematics Education. Bulletin of Society for mathematical services & standards (B SO MA S S). Vol. I No. 2 (2012), hal. 179-186. ISSN: 2277- 8020.

Hobri. 2010. Metodologi Penelitian Pengembangan (Aplikasi pada Penelitian Pendidikan Matematika). Jember. Pena Salsabila

International Data Corporation (IDC). 2013. Android Overtakes Blackberry as The Top Smartphone Operating System in Indonesia. Online. url: http://www.idc.com/getdoc.jsp?containerId=prID23688812. Diakses tanggal 18 Juli 2013.

Kalloo, Vani dan Mohan, Permanand. 2012. MobileMath: An Innovative Solution to The Problem of Poor Mathematics Performance in The Caribbean. Caribbean Teaching Scholar. Vol. 2, No. 1, April 2012, 5-18.Lai, Julia. 2014. Disadvantages of an Education With Print Media. Online. url: http://www.ehow.com/list_7211281_disadvantages-education-print-media.html. Diakses tanggal 18 Maret 2014.

Lisa, dkk. 2012. The Motivational Effects of Using Mobile Devices in Mathematics Classrooms by Students with Exceptionalities. url: https://ir.library.dc-uoit.ca/bitstream/10155/238/1/Wray_Lisa.pdf. Diunduh tanggal 14 Maret 2014.

Locsin, Aurelio. 2014. Disadvantages of Print Media. Online. url: http://www.ehow.com/facts_5246266_disadvantages-print-media.html. Diakses tanggal 18 Maret 2014.

Majid, Abdul. 2012. Mobile Learning. Artikel. url: http://jurnal.upi.edu/file/Mobile_Learning_ok.pdf. Diunduh tanggal 18 Maret 2014

Matasic, Iva dkk. 2014. Example of Personalized M-Learning Mathematic Class ("Mobile Learning"). url: http://bib.irb.hr/datoteka/526624.mlearning.pdf. Diunduh tanggal 13 Maret 2014.

Mehdipour, Yousef dan Zerehkafi, Hamideh. 2013. Mobile Learning for Education: Benefits and Challenges. International Journal of Computational Engineering Research. Vol, 03 Issue, 6, hal. 93-101

Muliana. 2012. Metode Penelitian Pengembangan. Online. url: http:// http://naturelovers-biomuli.blogspot.com/2012/04/metode-penelitian-pengembangan.html. Diakses tanggal 26 April 2014.

Nikensasi, Putri dkk. 2012. Rancang Bangun Permainan Edukasi Matematika dan Fisika dengan Memanfaatkan Accelerometer dan Physics Engine Box2d pada Android. Jurnal Teknik ITS Vol. 1, (Sept, 2012) ISSN: 2301-9271.

Nursyahidah, Faridah. 2012. Penelitian Pengembangan. url: http://faridanursyahidah.files.wordpress.com/2012/06/research-and-development-vs-development-research.pdf. Diunduh tanggal 10 April 2014.

OMalley, C. dkk. 2003. Guidelines for Learning/ Teaching/ Tutoring in a Mobile Environment. MOBIlearn/UoN, UoB, OU/D4.1/1.0.

Palupi, Evangelista L. W. dan Patahuddin, Sitti M. 2010. Pengembangan Mathematics Mobile Learning Application (MMLA) Sistem Persamaan Linear Dua Variabel (SPLDV) Untuk Siswa Smp Kelas 8. The 2nd South East Asian Conference on Mathematics and ITS Aplications (SEACMA-2). Institut Teknologi Sepuluh November, Indonesia, 6 November 2010.

Parta, I Nengah. 2009. Pengembangan Model Pembelajaran Inquiri untuk Penghalusan Pengetahuan Matematika Mahasiswa Calon Guru Melalui Pengajuan Pertanyaan. Disertasi tidak diterbitkan. Surabaya:PPS-Unesa

Pemerintah Republik Indonesia. 2010. Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan (Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010). Jakarta.

Purwanto, dkk. 2007. Pengembangan Modul. Depdiknas. Jakarta

Quin, Clark N. 2011. Mobile Learning: Landscape and Trend. Santa Rosa

Sejpal, Kandarp. 2013. Modular Method of Teaching. International Journal for Research in Education. Vol. 2, Issue:2, February 2013. hal. 169-171. ISSN:2320-091X

Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Batu. 2013. Jurnal Prakerin. Batu.

Sekolah Menengah Kejuruan Negeri (SMKN) 2 Batu. 2013. Kurikulum Satuan Tingkat Pendidikan. Batu.

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Nurul Huda. 2011. Pedoman Pelaksanaan Prakerin. url: http://smknuha.files.wordpress.com/2011/08/buku-pedoman.docx. Diunduh tanggal 18 Maret 2014.

Stevens, Dawn dan Kitchenham, Andrew. 2011. An Analysis of Mobile Learning in Education, Business, and Medicine. Models for Interdisciplinary Mobile Learning: Delivering Information to Students. Canada.

Suartika, I Nengah dkk. 2013. Studi Evaluasi Pelaksanaan Program Praktek Kerja Industri (Prakerin) dalam Kaitannya Dengan Pendidikan Sistem Ganda di SMK Negeri 1 Susut. e-Journal Program Pascasarjana Universitas Pendidikan Ganesha Program Studi Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Volum 3 Tahun 2013.

Supriyatno, Nono. 2006. Pengembangan Modul. Dirjen PMPTK. Jakarta

Syahrul. 2010. Pengembangan Model Asesmen Kompetensi Siswa SMK dalam Konteks Pembelajaran Berbasis Kerja di Industri. Jurnal Penelitian dan Evaluasi Pendidikan. Hal. 246-268

Tamimuddin, M. 2008. Pemanfaatan Mathematics Mobile Learning dalam Pembelajaran Matematika. PPPPTK Matematika Yogyakarta.

Thiagarajan, dkk. 1974. Instructional Development for Training Teachers of Exeptional Children. A Sourcebook. Indiana University. Bloomington.

Traxler, John. 2007. Defining, Discussing, and Evaluating Mobile Learning: The moving finger writes and having write. International Review of Research in Open and Distance Learning. Volume 2 Number 8 Juni 2007.

Wuryanto, Agus. 2010. Pengembangan Bahan Ajar. Online. url: http://aguswuryanto.wordpress.com/2010/09/02/pengembangan-bahan-ajar.html. Diakses tanggal 26 April 2014.

Yunus, Falah. 2004. Belajar Tuntas di SMK dengan Modul. LPMP Kalimantan Timur. Samarinda.