proposal rev3maret10
TRANSCRIPT
A. LATAR BELAKANG MASALAH
Reformasi sektor publik yang disertai adanya tuntutan demokratisasi
menjadi suatu fenomena global termasuk di Indonesia. Tuntutan demokratisasi ini
menyebabkan aspek transparansi dan akuntabilitas menjadi hal penting dalam
pengelolaan pemerintahan termasuk di bidang pengelolaan keuangan negara.
Penyelenggaraan pemerintahan ditujukan untuk mengkoordinasi
pelaksanaan hak dan kewajiban negara dalam suatu sistem pengelolaan keuangan
negara. Pengelolaan keuangan negara baik keuangan negara maupun keuangan
daerah, sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar 1945 perlu
dilaksanakan secara professional, terbuka dan bertanggungjawab untuk sebesar-
besarnya kemakmuran rakyat (Bastian, 2006)
Dikeluarkannya Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah Daerah dan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah mendorong adanya
desentralisasi penyelenggaraan pemerintah daerah. Desentralisasi ini
menunjukkan adanya pelimpahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah untuk mengatur dirinya sendiri secara otonom, daerah
mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan
masyarakat menurut prakarsa sendiri berdasarkan prinsip-prinsip keterbukaan,
partisipasi masyarakat, dan pertanggungjawaban kepada masyarakat dalam rangka
menciptakan pemerintahan yang baik.
Pertanggungjawaban atau akuntabilitas pegelolaan pemerintah daerah pada
pihak yang berkepentingan dilakukan dengan media laporan keuangan pemerintah
daerah. Salah satu unsur penting yang terdapat dalam Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah adalah kas daerah. Kas daerah yang tersaji dalam neraca
merupakan jumlah kas yang tersedia dan siap untuk dibelanjakan oleh pemerintah
daerah. Dalam suatu pemerintah daerah terdiri beberapa Satuan Kerja Perangkat
Dareah (SKPD), yang dapat berperan sebagai bendahara penerimaan dan
bendahara pengeluaran yang melakukan peengelolaan kas pada masing-masing
SKPD bersangkutan. Oleh karena dalam suatu pemerintah daerah terbagi dalam
berbagai SKPD yang mengelola kas, maka kas daerah merupakan hasil
konsolidasian kas dari jumlah saldo kas dari Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) yang terdapat dalam pemerintah daerah bersangkutan..
Sedangkan dalam penelitian ini akan menguji mengenai cash holdings
daerah (municipal cash holding) dan efisiensi biaya administratif pemerintah
daerah. Cash holdings daerah (municipal cash holdings) merupakan rasio antara
kas dan setara kas dengan pengeluaran bulanan dari pemerintah daerah yang
bersangkutan. Sedangkan efisiensi belanja administratif pemerintah daerah
merupakan rasio antara total belanja administratif dibagi dengan total belanja
operasi (Gore, 2006).
Menurut Gore (2009) Cash holdings pemerintah daerah merupakan rasio
antara antara kas dan setara kas dengan pengeluaran per bulan. Cash holdings
pemerintah daerah ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain coefficient
variation of revenue (CV Revenue), debt per capita, limited revenue, size, growth,
state revenue, quarter, state, year. Hasilnya penelitian ini menunjukkan bahwa
coefficient of variation in revenue, growth dan Limited revenue sources
berpengaruh positif terhadap kas daerah. Sedangkan debt per capita, size
berpengaruh berkebalikan dengan kas daerah. Hasil penelitian ini
mengindikasikan bahwa pemerintah dengan variasi pendapatan yang lebih tinggi,
lebih sedikit sumber pendapatannya dan pertumbuhan yang lebih tinggi
mengakumulasi kas lebih banyak. Pemerintahan yang lebih besar dan penerimaan
dari pendapatan negaranya relatif lebih banyak, maka akan mengakumulasi kas
lebih sedikit. Selanjutnya analisis menerangkan bagaimana tingkatan kas yang
lebih tinggi mengidentifikasikan masalah agensi. Dan menemukan pemerintah
daerah dengan cash holdings daerah yang tinggi menghabiskan lebih banyak
biaya administrasi, gaji manajer kota dan bonus. Penelitian ini tidak berhasil
membuktikan bukti bahwa pemerintah daerah dengan kas yang berlebih (excess
cash) akan mengurangi pajak.
Menurut Hardford et al. (2005) cash holdings perusahaan merupakan rasio
antara kas terhadap penjualan. Kemudian menguji faktor-faktor yang
mempengaruhi cash holdings dengan menggunakan variable-variabel firm size,
leverage, market to book ratio, ratio of firm cash flow to total assets, standard
deviation of cash flow for the past ten years, ratio of the network capital to total
assets, ratio of research and development to sales, ratio of capital expenditures to
assets, ratio of acquisition spending to assets. Hasilnya menunjukkan bahwa
semua variabel tersebut berpengaruh terhadap cash holdings perusahaan dan
mempunyai pengaruh negatif. Selanjutnya penelitian ini menguji hubungan antara
manajemen cash holdings dengan indeks corporate governance. Hasilnya
menunjukkan bahwa perusahaan yang hak-hak pemegang sahamnya lemah akan
lebih banyak utangnya dan lebih sedikit ekuitasnya.
Menurut Core et al. (2006) cash holdings pada perusahaan nirlaba dengan
menggunakan rasio antara jumlah kas, simpanan dan investasi surat-surat
berharga dibagi dengan total biaya. Kemudian menguji faktor-faktor yang
mempengaruhi cash holdings pada perusahaan nirlaba dengan menggunakan
variable-variabel CV Rev (coefficient of variation of total revenue), log revenue,
acces to debt dan labor. Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap cash holdings pada perusahaan nirlaba.
Dengan membandingkan dengan perusahaan yang mengharapkan laba, maka cash
holdings pada perusahaan nirlaba lebih besar jumlahnya. Kemudian menguji
hubungan cash holdings dengan tiga alternatif penjelasan yaitu (1) kesempatan
pertumbuhan (growth opportunities), (2) monitoring, (3) masalah agensi (agency
problems). Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan dengan cash holdings yang
besar menunjukkan pertumbuhan yang tinggi dalam pengeluaran program atau
investasi. Monitoring pengeluaran program yang bagus lebih sedikit untuk
perusahaan yang punya kelebihan cash holdings. Dan cash holdings berhubungan
dengan masalah agensi.
Menurut Opler et al. (1999) cash holdings ditentukan beberapa faktor
antaralain firm size, bond rating dummy, cash flow/assets, market-to-book ratio,
R&D/sales, regulated industry dummy, business segment count, expense of
hedging, (current assets-current liabilities-cash)/assets, corporate
investment/assets, takeover defense dummies, fraction of inside share ownership,
slop of the term structure. Sedangkan cash holdings merupakan rasio antara kas
dan surat berharga (cash and marketable securities) terhadap total assets.
Hasilnya mengindikasikan bahwa semua variabel tersebut berpengaruh terhadap
cash holdings perusahaan. Perusahaan dengan pertumbuhan yang kuat dan
perusahaan dengan aktivitas yang kecil risikonya menahan lebih banyak kas
daripada perusahaan lainnya. Perusahaan yang mempunyai akses ke pasar modal
terbesar lebih sedikit menahan kas. Setelah menentukan cash holdings kemudian
menguji implikasi corporate cash holdings. Hasilnya menunjukkan bahwa
perusahaan yang mempunyai cash holdings dapat digunakan untuk berinvestasi
ketika cash flow relatif rendah dan ketika dana yang dikeluarkan sangat mahal,
untuk mengurangi akuisisi dan pembayaran terhadap pemegang saham. Tidak ada
bukti yang menunjukkan bahwa risiko manajemen dan cash holdings saling
menggantikan.
Motivasi penelitian ini adalah menguji apakah cash holdings daerah
(municipal cash holdings) berpengaruh terhadap efisiensi belanja administratif
pemerintah daerah di Indonesia. Dan tujuan dari penelitian ini adalah untuk
memperoleh bukti empiris bahwa cash holdings daerah (municipal cash holdings)
berpengaruh terhadap efisiensi belanja administratif pemerintah daerah di
Indonesia, dimana pemerintah daerah yang mempunyai lebih banyak cash
holdings daerah dan belanja administratifnya lebih kecil maka menunjukkan
bahwa pemerintah daerah tersebut telah melakukan efisiensi dalam menjalankan
pemerintahannya.
Berkaitan dengan hal tersebut, maka penelitian ini berfokus pada
penentuan cash holdings daerah dan implikasinya terhadap efisiensi belanja
administratif pemerintah daerah. Gore (2006) mengemukakan bahwa excess cash
yang merupakan residual dari penentuan cash holdings berhubungan positif
dengan belanja administratif yang mana hal tersebut menunjukkan bahwa
pemerintah daerah tidak efisien dalam menjalankan pemerintahannya. Sementara
itu, menurut Opler et. al (1999) yang melakukan pengujian mengenai cash
holdings dalam perusahaan mengemukakan bahwa corporate cash holdings
berhubungan positif dengan pengeluaran modal (capital expenditure) yang mana
hal tersebut menunjukkan bahwa perusahaan sudah efisien.
Berbagai hasil penelitian yang diuraikan di atas merupakan penelitian
yang dilakukan di luar negeri. Hasil riviu yang telah dilakukan penulis
menunjukkan bahwa belum ada penelitian yang dilakukan berfokus pada cash
holdings daerah di Indonesia dan implikasinya terhadap efisiensi belanja
administratif pemerintah daerah di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti tertarik
untuk melakukan pengujian empiris tentang faktor-faktor yang mempengaruhi
cash holdings daerah di Indonesia dan implikasinya terhadap efisiensi belanja
administratif pemerintah daerah di Indonesia. Penelitian ini merupakan replikasi
dari penelitian Gore (2009) dengan beberapa perbedaan seperti berikut ini.
1. Periode Penelitian
Gore (2009) menggunakan periode penelitian antara tahun 1997 sampai
dengan tahun 2004, sementara penelitian ini menggunakan periode
penelitian 2005 sampai dengan 2007. Penulis memilih periode penelitian
tersebut karena Laporan Keuangan Pemerintah Daerah di Indonesia baru
mulai dipublikasikan pada tahun 2005.
2. Sampel Penelitian
Gore (2009) menggunakan sampel penelitian pemerintah negara bagian di
Amerika Serikat, sementara penelitian ini menggunakan sampel penelitian
pemerintah daerah daerah di Indonesia yaitu Kota/Kabupaten
se-Jawa/Bali.
Atas dasar uraian di atas, maka penelitian ini dilakukan dengan mengambil
fokus faktor-faktor yang mempengaruhi cash holdings daerah dan implikasinya
terhadap efisiensi belanja administratif pemerintah daerah di Indonesia dengan
judul penelitian “PENGARUH CASH HOLDINGS DAERAH TERHADAP
EFISIENSI BELANJA ADMINISTRATIF PEMERINTAH DAERAH DI
INDONESIA (Studi Empiris Pada Kota/Kabupaten se-Jawa Bali Tahun 2005
s/d 2007)
B. RUMUSAN MASALAH
Penelitian ini menggunakan fokus cash holdings daerah (municipal cash
holdings) dan efisiensi belanja administratif pemerintah daerah di Indonesia.
Berbagai bukti empiris menunjukkan bahwa cash holdings daerah (municipal
cash holdings) berpengaruh terhadap efisiensi belanja administratif pemerintah
daerah, dimana pemerintah daerah yang mempunyai lebih banyak cash holdings
daerah dan belanja administratifnya lebih kecil maka menunjukkan bahwa
pemerintah daerah tersebut telah melakukan efisiensi dalam menjalankan
pemerintahannya.
Atas dasar uraian tersebut diatas, maka permasalahan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan seperti berikut ini :
Apakah terdapat pengaruh antara cash holdings daerah (municipal cash
holdings) terhadap efisiensi belanja administratif pemerintah daerah di
Indonesia?
C. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang dapat dinyatakan seperti
berikut ini.
Untuk memperoleh bukti empiris terkait Pengaruh Cash Holdings daerah
terhadap efisiensi belanja administratif pemerintah daerah di Indonesia.
D. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan dengan harapan dapat memberikan manfaat pada
pihak-pihak berikut ini.
1. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada pemerintah
dalam menentukan cash holdings daerah dan implikasinya pada
pemerintah daerah di Indonesia.
2. Bagi Legislator
Penelitian ini diharapkan dapat memperoleh bukti empiris pengaruh cash
holdings daerah terhadap efisiensi belanja administratif Pemerintah
Daerah di Indonesia, sehingga dapat digunakan sebagai dasar pengambilan
keputusan pengawasan terhadap eksekutif dalam menjalankan
pemerintahan terutama terkait dengan pengelolaan keuangan daerah.
3. Bagi Standart Setter
Penelitian ini diharapkan dapat memberi kontribusi pada standart setter
dalam penyusunan standar akuntansi pemerintah terutama terkait dengan
penentuan kas pemerintah daerah sehingga tujuan penyusunan laporan
keuangan pemerintah dapat mencapai tujuannya yaitu menyediakan
informasi yang relevan bagi para pengguna laporan dalam pengambilan
keputusan ekonomis. .
E. TINJAUAN PUSTAKA DAN REVIEW PENELITIAN TERDAHULU
E.1. Pengertian Cash Holdings Pemerintah Daerah
Cash holdings daerah (municipal cash holdings) merupakan rasio antara
kas dan setara kas dengan pengeluaran bulanan (Gore, 2009). Kas (cash)
merupakan aktiva yang paling likuid, mencakup mata uang, deposito, dana, money
orders, dan cek. Setara kas (cash equivalent) juga tergolong sangat lancar,
investasi jangka pendek yang (1) siap dikonversi menjadi kas dan (2) hampir jatuh
tempo sehingga risiko perubahan harga yang disebabkan pergerakan tingkat
bunga hanya minimal. Investasi ini biasanya jatuh tempo dalam waktu tiga bulan
atau kurang (Subramanyam, 2005). Pengeluaran (expenditure) disini dapat berupa
biaya maupun beban. Beban (expense) merupakan arus kas keluar yang terjadi
atau arus kas keluar yang akan terjadi, atau arus kas keluar masa lampau yang
berasal dari aktivitas usaha perusahaan yang masih berlangsung (subramanyam,
2005). Biaya (expense) adalah pengurangan manfaat ekonomi masa depan selama
periode pelaporan dalam bentuk arus kas keluar atau konsumsi aktiva atau
kewajiban yang mengurangi distribusi ke pemilik. Definisi biaya mencakup
kerugian maupun biaya yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas yang
biasa. Biaya yang timbul dalam pelaksanaan aktivitas entitas yang biasa, meliputi
misalnya jasa publik umum, pertahanan, keteraturan dan keamanan publik. Biaya
tersebut biasanya berbentuk arus kas keluar atau berkurangnya aktiva seperti kas
(dan setara kas), persediaan dan aktiva tetap (Indra Bastian, 2006). Biaya
(expense) menurut Committee on Terminology adalah semua biaya yang telah
dikenakan dan dapat dikurangkan pada penghasilan. Sedangkan APB
mendefinisikan sebagai penurunan gross dalam asset atau kenaikan gross dalam
kewajiban yang diakui dan dinilai menurut prinsip akuntansi yang diterima yang
berasal dari kegiatan mencari laba yang dilakukan perusahaan. FASB
mendefinisikan expense sebagai arus kas keluar aktiva, penggunaan aktiva atau
munculnya kewajiban atau kombinasi keduanya selama suatu periode yang
diesbabkan oleh pengiriman barang, pembuatan barang, pembebanan jasa, atau
pelaksanaan kegiatan lainnya yang merupakan kegiatan utama perusahaan.
Menurut teori matching concept maka biaya harus dibebankan sesuai dengan
pembebanan harus dilakukan secara rasional dan sistematis. Dalam hal biaya yang
dikeluarkan masih memiliki potensi menghasilkan di masa yang akan datang,
maka dapat ditunda pembebanannya, sebaliknya jika tidak ada kemungkinannya
lagi maka langsung dibebankan (Harahap, 1994).
Menurut Hardford et al. (2005) cash holdings perusahaan merupakan rasio
antara kas terhadap penjualan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi cash
holdings perusahaan antaralain adalah firm size, leverage, market to book ratio,
ratio of firm cash flow to total assets, standard deviation of cash flow for the past
ten years, ratio of the network capital to total assets, ratio of research and
development to sales, ratio of capital expenditures to assets, ratio of acquisition
spending to assets.
Menurut Core et al. (2006) cash holdings pada perusahaan nirlaba dengan
menggunakan rasio antara jumlah kas, simpanan dan investasi surat-surat
berharga dibagi dengan total biaya. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
cash holdings pada perusahaan nirlaba adalah CV Rev (coefficient of variation of
total revenue), log revenue, acces to debt dan labor.
Menurut Opler et al. (1999) cash holdings ditentukan beberapa faktor
antaralain firm size, bond rating dummy, cash flow/assets, market-to-book ratio,
R&D/sales, regulated industry dummy, business segment count, expense of
hedging, (current assets-current liabilities-cash)/assets, corporate
investment/assets, takeover defense dummies, fraction of inside share ownership,
slop of the term structure. Sedangkan cash holdings merupakan rasio antara kas
dan surat berharga (cash and marketable securities) terhadap total assets.
E.2. Pengertian Belanja Administratif Pemerintah Daerah
Menurut Peraturan Pemerintah nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
Keuangan Daerah, Belanja Daerah adalah kewajiban pemerintah daerah yang
diakui sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Belanja daerah meliputi semua
pengeluaran dari Kas Umum Daerah yang mengurangi ekuitas dana lancar, yang
merupakan kewajiban daerah dalam satu tahun anggaran yang tidak akan
diperoleh pembayarannya kembali oleh daerah. Menurut Pasal 26 ayat 1 Belanja
Daerah dipergunakan dalam rangka pelaksanaan urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan provinsi atau kabupaten/kota yang terdiri dari urusan wajib
dan urusan pilihan yang ditetapkan dengan ketentuan perundang-undangan.
Menurut Permendagri nomor 13 tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan
Keuangan Daerah, Belanja Daerah kewajiban pemerintah daerah yang diakui
sebagai pengurang nilai kekayaan bersih. Dalam pasal 4 ayat 1 tentang asas umum
pengelolaan keuang daerah, berbunyi keuangan daerah dikelola secara tertib, taat
pada peraturan perundang-undangan, efektif, efisien, ekonomis, transparan, dan
bertanggungjawab dengan memperhatikan azas keadilan, kepatutan, dan manfaat
untuk masyarakat. Efisien sebagaimana dimaksud merupakan pencapaian
keluaran yang maksimumdengan masukan tertentu atau penggunaan masukan
terendah untuk mencapai keluaran tertentu.
Menurut Gore (2009) Belanja Administratif merupakan rasio antara total
belanja administratif dibagi dengan total belanja operasi. Untuk mengetahui
efisiensi belanja administratif pemerintah daerah adalah jika cash holdings daerah
berhubungan positif dengan belanja administratif maka pemerintah daerah
mengalami ketidakefisiensian. Sebaliknya jika cash holdings daerah berhubungan
negative dengan belanja administratif maka pemerintah daerah sudah efisien
dalam mengelola keuangan daerah.
E.3. Review Penelitian Terdahulu dan Pengembangan Hipotesis
Gore (2009) menguji determinan dan implikasi kas daerah (cash holdings)
tingkat tinggi. Cash holdings pemerintah daerah merupakan rasio antara antara
kas dengan pengeluaran per bulan. Cash holdings pemerintah daerah dipengaruhi
oleh beberapa faktor, antara lain coefficient variation of revenue (CV Revenue),
debt per capita, limited revenue, size, growth, state revenue, quarter, state, year.
Hasilnya penelitian ini menunjukkan bahwa coefficient of variation in revenue,
growth dan Limited revenue sources berpengaruh positif terhadap kas daerah.
Sedangkan debt per capita, size berpengaruh berkebalikan dengan kas daerah.
Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa pemerintah dengan variasi
pendapatan yang lebih tinggi, lebih sedikit sumber pendapatannya dan
pertumbuhan yang lebih tinggi mengakumulasi kas lebih banyak. Pemerintahan
yang lebih besar dan penerimaan dari pendapatan negaranya relatif lebih banyak,
maka akan mengakumulasi kas lebih sedikit. Selanjutnya analisis menerangkan
bagaimana tingkatan kas yang lebih tinggi mengidentifikasikan masalah agensi.
Dan menemukan pemerintah daerah dengan kas daerah (cash holdings) yang
tinggi menghabiskan lebih banyak biaya administrasi, gaji manajer kota dan
bonus. Penelitian ini tidak berhasil membuktikan bukti bahwa pemerintah daerah
dengan kas yang berlebih (excess cash) akan mengurangi pajak.
Core et al. (2006) memprediksi cash holdings pada perusahaan nirlaba
dengan menggunakan rasio antara jumlah kas, simpanan dan investasi surat-surat
berharga dibagi dengan total biaya. Kemudian menguji faktor-faktor yang
mempengaruhi cash holdings pada perusahaan nirlaba dengan menggunakan
variable-variabel CV Rev (coefficient of variation of total revenue), log revenue,
acces to debt dan labor. Hasilnya menunjukkan bahwa semua variabel tersebut
berpengaruh secara signifikan terhadap cash holdings pada perusahaan nirlaba.
Dengan membandingkan dengan perusahaan yang mengharapkan laba, maka cash
holdings pada perusahaan nirlaba lebih besar jumlahnya. Kemudian menguji
hubungan cash holdings dengan tiga alternatif penjelasan yaitu (1) kesempatan
pertumbuhan (growth opportunities), (2) monitoring, (3) masalah agensi (agency
problems). Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan dengan cash holdings yang
besar menunjukkan pertumbuhan yang tinggi dalam pengeluaran program atau
investasi. Monitoring pengeluaran program yang bagus lebih sedikit untuk
perusahaan yang punya kelebihan cash holdings. Dan cash holdings berhubungan
dengan masalah agensi.
Baber and Gore (2008) membandingkan karakteristik masalah utang
pemerintah daerah dalam suatu Negara yang menggunakan GAAP pada
pemerintahannya dengan masalah dalam Negara yang tidak menyajikan
pernyataan laporan keuangan tahunan. Perbandingan Cross-section
mengindikasikan bahwa penggunaan utang publik (vs privat) lebih besar, dan
biaya utang pemerintah daerah lebih rendah yaitu berbasis point antara 14 sampai
dengan 25, dalam Negara yang menggunakan GAAP. Hasil penelitian mendukung
pernyataan bahwa pernyataan GAAP mengurangi biaya pinjaman pemerintah
daerah. Hal ini mengindikasikan bahwa peraturan pelaporan keuangan
mengurangi biaya kontrak antara peminjam dan meminjami.
Hardford et al. (2005) memprediksi cash holdings perusahaan dengan
menggunakan rasio antara kas terhadap penjualan. Kemudian menguji faktor-
faktor yang mempengaruhi cash holdings dengan menggunakan variable-variabel
firm size, leverage, market to book ratio, ratio of firm cash flow to total assets,
standard deviation of cash flow for the past ten years, ratio of the network capital
to total assets, ratio of research and development to sales, ratio of capital
expenditures to assets, ratio of acquisition spending to assets. Hasilnya
menunjukkan bahwa semua variabel tersebut berpengaruh terhadap cash holdings
perusahaan dan mempunyai pengaruh negatif. Selanjutnya penelitian ini menguji
hubungan antara manajemen cash holdings dengan indeks corporate governance.
Hasilnya menunjukkan bahwa perusahaan yang hak-hak pemegang sahamnya
lemah akan lebih banyak utangnya dan lebih sedikit ekuitasnya.
Opler et al. (1999) menguji determinan dan implikasi penahanan
(holdings) kas dan surat berharga yang dipublikasikan perusahaan-perusahaan
perdagangan di Amerika Serikat pada tahun 1971-1994. Untuk memprediksi cash
holdings ditentukan beberapa faktor antaralain firm size, bond rating dummy, cash
flow/assets, market-to-book ratio, R&D/sales, regulated industry dummy, business
segment count, expense of hedging, (current assets-current liabilities-cash)/assets,
corporate investment/assets, takeover defense dummies, fraction of inside share
ownership, slop of the term structure. Sedangkan cash holdings merupakan rasio
antara kas dan surat berharga (cash and marketable securities) terhadap total
assets. Hasilnya mengindikasikan bahwa semua variabel tersebut berpengaruh
terhadap cash holdings perusahaan. Perusahaan dengan pertumbuhan yang kuat
dan perusahaan dengan aktivitas yang kecil risikonya menahan lebih banyak kas
daripada perusahaan lainnya. Perusahaan yang mempunyai akses ke pasar modal
terbesar lebih sedikit menahan kas. Setelah menentukan cash holdings kemudian
menguji implikasi corporate cash holdings. Hasilnya menunjukkan bahwa
perusahaan yang mempunyai cash holdings dapat digunakan untuk berinvestasi
ketika cash flow relatif rendah dan ketika dana yang dikeluarkan sangat mahal,
untuk mengurangi akuisisi dan pembayaran terhadap pemegang saham. Tidak ada
bukti yang menunjukkan bahwa risiko manajemen dan cash holdings saling
menggantikan.
Atas dasar paparan tersebut di atas, maka hipotesis dalam penelitian ini
dapat dirumuskan seperti berikut ini.
H1: Cash holdings daerah berpengaruh terhadap Efisiensi belanja
administratif Pemerintah Daerah di Indonesia.
F. KERANGKA PIKIR PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan menguji penentuan dan implikasi cash
holdings daerah di Indonesia. Adapun kerangka pikir dalam penelitian ini
dapat dijelaskan dengan gambar seperti berikut ini :
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian
G. METODOLOGI PENELITIAN
G.1. Desain Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif. Dalam penelitian ini
peneliti menggunakan statistik deskriptif dan regresi linier berganda. Penelitian ini
merupakan penelitian yang menggunakan data sekunder. Penelitian ini merupakan
pengujian hipotesis (hypotyhesis testing) yang menguji hipotesis yang telah
dirumuskan di awal. Menurut dimensi waktunya, penelitian ini merupakan
penelitian poleed yang merupakan gabungan dari times series yaitu penelitian
yang menggunakan dimensi satu waktu dengan menggunakan beberapa objek
penelitian (cross section).
G.2. Populasi, Sampel dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan kelompok individu, kejadian-
kejadian yang menarik perhatian peneliti untuk diteliti atau diselidiki (Sekaran,
2000: 266). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh laporan keuangan daerah
(LKPD) yang disusun oleh pemerintah daerah seluruh Indonesia dan dipublikasi
melalui website www.bpk.go.id .
Sampel merupakan sebagian dari populasi yang karakteristiknya akan diselidiki
dan dianggap dapat mewakili populasi (sekaran, 2000). Teknik pengambilan sampel yang
digunakan pada penelitian ini menggunakan purposive sampling, yaitu pengambilan
Administrative Cash Holdings
sampel dengan menggunakan kriteria-kriteria yang ditentukan berdasarkan kebijakan dari
peneliti. Penelitian ini menggunakan kriteria pengambilan sampel Laporan keuangan
pemerintah daerah se-Jawa/Bali yang diterbitkan pada tahun 2005, 2006 dan 2007 dan
dipublikasikan dalam situs resmi bpk, yaitu www.bpk.go.id
G.3. Data Dan Sumber Data
Strategi pengumpulan data dan sumber data adalah strategi arsip yaitu data
yang dikumpulkan dari catatan atau basis data yang sudah ada. Sumber data dari
strategi ini adalah data sekunder (secondary data) yaitu teknik pengumpulan data
yang dapat digunakan adalah teknik pengumpulan data dari basis data (Hartono,
2004: 81). Data sekunder tersebut terdiri dari data berikut ini.
a. Laporan keuangan pemerintah daerah se-Jawa/Bali tahun 2005, 2006,
2007 yang disusun berdasarkan Pernyataan Standar Akuntansi
Pemerintah (PSAP).
b. Data Populasi Jumlah penduduk dari Biro Pusat Statistik (BPS)
Data yang dibutuhkan dalam penelitian tersebut dikumpulkan dari catatan
atau basis data baik berupa hardcopy maupun softcopy yang diperoleh dari hasil
download pada website resmi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia
yaitu www.bpk.go.id dan media lain yang menyediakan data terkait dan
dibutuhkan dalam penelitian ini.
G.4. Definisi dan Pengukuran Operasional Variabel
Penelitian ini menggunakan variable dependen dan variable independen
yang dapat dijelaskan seperti berikut ini :
i. Variabel Dependen
Variabel dependen adalah variabel yang menjadi perhatian utama
dalam sebuah pengamatan. Variabel dependen yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Belanja Administratif (administrative). Gore (2009)
mendefinisikan belanja administratif (administrative) sebagai rasio dari
total belanja administratif dibagi dengan total belanja operasi.
Administrative = Total administrative expense
Total Operating expense ii. Variabel independen
Variabel independen adalah variabel yang dapat mempengaruhi
perubahan variabel dependen dan mempunyai hubungan positif atau
negatif bagi variabel dependen nantinya. Variabel independen dalam
penelitian ini adalah excess cash yang merupakan residual dari perkiraan
cash holdings sebagaimana digunakan dalam penelitian Gore (2009).
Cash holdings
Selanjutnya dlam penelitian ini menggunakan variabel kontrol debt per
capita dan size, serat menggunakan variabel indikator state dan year.
G.5. Analisis Data
1. Multiple Regressikon Analysis
Model regresi berganda adalah teknik analisis yang menjelaskan hubungan
antara variabel dependen dengan beberapa variasi independen
(Sumodiningrat, 1993). Dalam penelitian ini digunakan model regresi
berganda.
Dimana,
Administrative = Belanja Administratif (administrative expense)
Excess cash = residual cash holdings
Total utang dibagi dengan populasi penduduk
Logaritma Populasi
State = variabel dummy
Year = variabel dummy
2. Pengujian Normalitas Data
Normalitas data merupakan penyebaran nilai data yang merata.
Menurut Ghozali (2007) uji normalitas data dilakukan dengan tujuan
untuk mengetahui apakah sampel yang diambil telah memenuhi kriteria
sebaran atau distribusi normal. Salah satu cara agar data dapat
berdistribusi normal adalah dengan menggunakan lewat pengamatan nilai
residual. pendekatan grafik Normal P-P of regression standardized
residual untuk menguji noarmalitas data. Jika data menyebar disekitar
garis diagonal pada grafik Normal P-P of regression standardized residual
dan mengikuti arah garis diagonal tersebut, maka model regresi memenuhi
asumsi normalitas.
Cara lain dengan melihat distribusi dan variable-variabel yang akan
diteliti. Walaupun normalitas suatu variabel tidak selalu diperlukan dalam
analisis akan tetapi hasil uji satatistik akan lebih baik jika semua variabel
berdistribusi normal. Untuk mendeteksi normalitas data dapat juga
menggunakan Kolmogorov-Smirnov. Dengan uji ini dapat diketahui
apakah distribusi nilai-nilai sampel yang teramati terdistribusi normal.
Kriteria pengujian dengan dua arah (two-tailed test) yaitu dengan
membandingkan probabilitas dengan tarif signifikan 0,05. jika p > 0,05
maka data terdistribusi normal dan sebaliknya jika p < 0,05 maka data
tidak terdistribusi normal
3. Pengujian Asumsi Klasik
a. Uji Multikolinearitas
Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi antara variabel
independen yang satu dengan variabel independen yang lainnya
Ghozali (2001), . Gejala multikolinearitas dapat diuji dengan
meregresikan model analisis dan melakukan uji korelasi antar variabel
independen dengan menggunakan Tolerance Value dan Varian
Inflating Factor (VIF). Tolerance mengukur veriabilitas variabel
independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel
independen lainnya. Apabila nilai tolerance diatas 0.10 dan VIF
dibawah 10, maka menunjukkan tidak terjadi multikolinearitas.
Model regresi yang baik adalah apabila dalam model tersebut
tidak terjadi korelasi antar variabel independennya. Menurut Ghozali
(2001), ada beberapa cara yang dapat dilakukan untuk menghilangkan
gejala multikolinearitas pada model regresi yaitu sebagai berikut ini.
(a) Transformasi variabel, yaitu salah satu cara mengurangi
hubungan linear diantara variabel bebas, dapat dilakukan dalam
bentuk logaritma natural dan bentuk first difference atau delta.
(b) Dengan mengeluarkan satu atau lebih variabel independent yang
mempunyai korelasi yang tinggi dari model regresi dan
identifikasi variabel independen lainnya untuk membantu
prediksi.
(c) Gunakan model dengan variabel bebas yang mempunyai variabel
korelasi tinggi hanya semata-mata untuk memprediksi.
(d) Gunakan korelasi sederhana antar setiap variabel bebas dan
variabel terikatnya untuk memahami hubungan variabel bebas
dan variabel terikat.
b. Uji Heterokedastisitas
Heterokedastisitas menunjukkan bahwa variasi (varians) variabel
tidak sama untuk semua pengamatan. Pada heterokedastisitas,
kesalahan yang terjadi tidak random (acak), tetapi menunjukkan
hubungan yang sistematis sesuai dengan besarnya satu atau lebih
variabel. Gejala heterokedastisitas terjadi pada model yang
menggunakan data sample secara cross section.
Heterokedastisitas dalam penelitian ini diuji dengan
menggunakan uji Scatterplot. Ada atau tidaknya heterokestasitas dapat
dilihat dengan melihat ada atau tidaknya pola tertentu pada grafik
scatterplot antara SRESID dan ZPRED dimana sumbu Y adalah Y
yang diprediksi dan sumbu X adalah residual. Jika ada pola pola
tertentu, seperti titik-titik yang ada membentuk pola tertentu yang
teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit) maka
mengindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Jika tidak ada pola
yang terjadi dan titik menyebar diatas dan dibawah angka nol maka
tidak terjadi heteroskastisitas. Cara lain dalam pengujian
heteroskedastisitas adalah dengan menggunakan Uji Glejser. Apabila
nilai sig > 0,05 maka terjadi homoskedastisitas dan ini yang
seharusnya terjadi, namun jika sebaliknya nilai sig < 0,05 maka
terdapat heteroskedasitas
c. Uji Autokorelasi
Menurut Santoso (2000), autokorelasi merupakan korelasi antara
anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (seperti
dalam data SPSS dalam data time series) atau ruang (seperti data cross
section). Uji autokorelasi dilakukan untuk mengetahui apakah model
mengandung autokorelasi atau tidak, yaitu hubungan yang erat
diantara varibel independen dalam mempengaruhi variabel dependen.
Model regresi yang baik apabila model tersebut tidak terjadi
autokorelasi.
Untuk mengidentifikasi ada tidaknya gejala autokorelasi dalam
model analisis regresi pada penelitian ini, maka digunakan secara
statistik dari Durbin-Watson (DW). Untuk pengujian autokorelasi
maka dilakukan pengujian Durbin-Watson (DW) dengan ketentuan
sebagai berikut ini.
1). Angka D-W di bawah -2 berarti terjadi autokorelasi positif.
2). Angka D-W di antara -2 sampai +2 berarti tidak terjadi
autokorelasi.
3). Angka D-W di atas +2 berarti terjadi autokorelasi.
d) Pengujian Ketepatan Perkiraan (goodness of fit test)
Nilai koefisien determinasi (R2) menunjukkan sumbangan
variabel independen terhadap perubahan yang terjadi pada variabel
dependen. Dalam perhitungan statistik ini, nilai R2 yang digunakan
adalah adjusted R2 karena ini merupakan salah satu indikator untuk
mengetahui pengaruh penambahan suatu variabel independen ke dalam
suatu persamaan regresi. Nilai dari adjusted R2 benar-benar telah bebas
dari pengaruh derajat bebas, yang berarti nilai tersebut benar-benar
menunjukkan pengaruh variabel independen terhadap variabel
dependen. Koefisien determinasi atau kuadrat dari koefisien kolerasi
memiliki nilai antara 0 < R2 < 1, koefisien determinasi sama dengan 1
berarti variabel independen berpengaruh secara sempurna terhadap
variabel dependen dan jika koefisien determinasi = 0 berarti variabel
independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
G.6. Pengujian hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen berupa pendapatan, utang per kapita, ukuran daerah dan pertumbuhan
terhadap kas pemerintah daerah dengan tingkat signifikansi yang masih bisa
ditoleransi ditetapkan 0,05 (α = 5%).
1). Pengujian Koefisien Regresi Parsial (Uji-T)
Merupakan pengujian masing-masing variabel independen yang
dilakukan untuk melihat apakah masing-masing variabel independen
berpengaruh secara signifikan terhadap variabel independen. Uji-T
dalam penelitian ini menggunakan tingkat signifikansi 5%.
Ho diterima Ha ditolak; thitung < ttabel
variabel bebas secara individu tidak berpengaruh terhadap variabel
terikat.
Ho ditolak Ha diterima; thitung > ttabel
variabel bebas secara individu berpengaruh terhadap variabel
terikat.
2). Koefisien Determinasi (R2)
Koefisien determinasi adalah nilai yang menunjukkan seberapa besar
variabel independen dapat menjelaskan variabel dependennya. Nilai
koefisien determinasi (R2) dilihat pada hasil pengujian regresi
berganda untuk variabel independen berupa pendapatan, utang per
kapita, ukuran daerah dan pertumbuhan dengan variabel dependen
berupa kas pemerintah daerah dengan bantuan program SPSS versi
11.00. Karena penelitan ini menggunakan lebih dari satu variabel
independen maka penulis menggunakan Adjusted R Square (Adj R2)
seperti yang dinyatakan oleh Ghozali (2001)
H. SISTEMATIKA PENULISAN
I. Penelitian ini dipaparkan dengan sistematika sebagai berikut ini.
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini menguraikan latar belakang masalah yang dijawab
dalam penelitian, perumusan masalah penelitian, tujuan
penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan hasil
penelitian.
BAB II : LANDASAN TEORI
Bab ini akan memaparkan tinjauan pustaka dan review
penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian terutama
terkait pengaruh cash holdings daerah terhadap efisiensi
belanja administratif pemerintah daerah di Indonesia serta
dilanjutkan dengan kerangka pikir penelitian dan
pengembangan hipotesis penelitian.
BAB III : METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menguraikan ruang lingkup penelitian, populasi dan
sampel serta teknik pengambilan sampel penelitian. variabel
dan pengukuran variabel penelitian, data dan sumber data
serta teknik pengambilan data penelitian dan model
penelitian serta analisis data penelitian data yang digunakan
dalam penelitian.
BAB IV : ANALISIS DATA
Bab ini menguraikan hasil pengumpulan data dan analisis
data penelitian dengan melakukan pengujian hipotesis dan
interpretasi hasil pengujian untuk membuktikan secara
empiris hipotesis yang telah dinyatatakan dalam penelitian.
BAB V : PENUTUP
Bab ini menguraikan kesimpulan yang diambil dari seluruh
pembahasan sebelumnya, keterbatasan, saran dan implikasi
penelitian yang dapat diajukan.
PENGARUH CASH HOLDINGS DAERAH TERHADAP EFISIENSI
BELANJA ADMINISTRATIF PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA
(Studi Empiris Pada Kabupaten/kota se-Jawa Bali Tahun 2005 s/d 2007)
Usulan Penelitian Tesis
Program Studi Magister Akuntansi
Minat Utama :
Akuntansi Sektor Publik
Diajukan Oleh :
Anim Rahmayati
NIM : S4307045
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2010
HALAMAN PENGESAHAN
PENGARUH CASH HOLDINGS DAERAH TERHADAP EFISIENSI
BELANJA ADMINISTRATIF PEMERINTAH DAERAH DI INDONESIA
(Studi Empiris Pada Kabupaten/kota se-Jawa Bali Tahun 2005 s/d 2007)
Disusun oleh :
Anim Rahmayati
NIM : S4307045
Telah disetujui Pembimbing
Pada tanggal :
Pembimbing I Pembimbing II
Prof. Dr. Bambang Sutopo, M.Com., Ak Sri Murni, S.E., M. Si., Ak
NIP. 191206101988031002 NIP. 197103301995122001
Mengetahui :
Ketua Program Studi Magister Akuntansi
Dr. Bandi, M.Si., Ak.
NIP. 196411201991031002