proposal

30
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Lata r Bel akan g Bali merupakan sebuah pulau di sebelah timur pulau Jawa yang terkenal sebagai daerah wisata dan memiliki adat budaya yang kental serta nuansa yang religi kuat sehingga sangat menarik untuk dikunjungi. Di Bali banyak terdapat  pantai diantaranya Pantai Kuta, Sanur, Serangan, Loina, dan lain!lainnya. Salah satu pantai yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan man"anegara adalah Panta i Sanur #$nonim, %&1% '. Bany akny a akti itas yang dilakuk an oleh industri  pariwisata termasuk hotel, olahraga air, dan transportasi, mengakibatkan keber adaan Pantai Sanu r ini beserta aktiitas yan g dilakukan nya meng hasilka n limbah yang se"ara langsung dapat masuk ke perairan di sekitar Pantai Sanur. Selain akt ii tas dari industri par iwisata, limbah domesti k dan per tanian jug a masuk ke perairan pantai. Polutan yang men"emari perairan dapat dihasilkan dari akt ii tas man usi a mau pun aktii tas tra nsport asi ya ng ada di pan tai tersebu t #Bahtiar, %&&('. Salah satu polutan yang men"emari perairan di sekitar pantai adalah logam  berat salah satunya )imbal #Pb'. Logam Pb dihasilkan dari limbah industri maupun transportasi. *al ini terbukti dari hasil penelitian #Susilawan, %&&+' yang dilakukan di pantai Sanur, kandungan total logam berat Pb dalam sedimen, air, dan terumb u ka ran g ber ari asi ter gant ung lokasi  sampling . Pad a pen elit ian tersebut dilaporkan bahwa sedimen di Pantai Sanur mengandung Pb 1,(--& 11&,&%& mg/kg, tetapi hasil ini belum menjelaskan mengenai bagaimana spesiasi 1

Upload: ecka-memet

Post on 15-Oct-2015

14 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

up

TRANSCRIPT

28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangBali merupakan sebuah pulau di sebelah timur pulau Jawa yang terkenal sebagai daerah wisata dan memiliki adat budaya yang kental serta nuansa yang religi kuat sehingga sangat menarik untuk dikunjungi. Di Bali banyak terdapat pantai diantaranya Pantai Kuta, Sanur, Serangan, Lovina, dan lain-lainnya. Salah satu pantai yang banyak dikunjungi oleh para wisatawan mancanegara adalah Pantai Sanur (Anonim, 2012). Banyaknya aktivitas yang dilakukan oleh industri pariwisata termasuk hotel, olahraga air, dan transportasi, mengakibatkan keberadaan Pantai Sanur ini beserta aktivitas yang dilakukannya menghasilkan limbah yang secara langsung dapat masuk ke perairan di sekitar Pantai Sanur. Selain aktivitas dari industri pariwisata, limbah domestik dan pertanian juga masuk ke perairan pantai. Polutan yang mencemari perairan dapat dihasilkan dari aktivitas manusia maupun aktivitas transportasi yang ada di pantai tersebut (Bahtiar, 2007).Salah satu polutan yang mencemari perairan di sekitar pantai adalah logam berat salah satunya Timbal (Pb). Logam Pb dihasilkan dari limbah industri maupun transportasi. Hal ini terbukti dari hasil penelitian (Susilawan, 2003) yang dilakukan di pantai Sanur, kandungan total logam berat Pb dalam sedimen, air, dan terumbu karang bervariasi tergantung lokasi sampling. Pada penelitian tersebut dilaporkan bahwa sedimen di Pantai Sanur mengandung Pb 15,7660 110,0250 mg/kg, tetapi hasil ini belum menjelaskan mengenai bagaimana spesiasi dan bioavailabilitas pada berbagai ukuran partikel sedimen. Plumbum atau timbal adalah suatu unsur kimia dalam tabel periodik unsur dengan lambang Pb dan

atom" nomor atom 82. Timbal (Pb) adalah logam berat yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi. Keberadaan timbal bisa juga berasal dari hasil aktivitas manusia, yang jumlahnya 300 kali lebih banyak dibandingkan Pb alami yang terdapat pada kerak bumi, dan terkonsentrasi dalam deposit bijih logam. Logam Pb dapat dihasilkan dari bahan bakar kendaraan bermotor seperti yang digunakan pada alat transportasi laut serta akibat dari pembakaran minyak dan gas bumi turut menyumbangkan pembuangan Pb ke atmosfir, yang selanjutnya logam Pb masuk ke laut mengikuti air hujan (Anonim, 2007).Diketahui logam Pb mempunyai dampak yang berbahaya. Pb dapat terakumulasi di lingkungan, tidak dapat terurai secara biologis dan toksisitasnya berubah sepanjang waktu. Pb bersifat toksik jika terhirup atau tertelan oleh manusia dan di dalam tubuh akan beredar mengikuti aliran darah, diserap kembali di dalam ginjal dan otak, dan disimpan di dalam tulang dan gigi (Cahyadi, 2004). Toksisitas timbal dapat menyebabkan hipertensi dan dapat merusak perkembangan otak pada anakanak, dapat memperbesar resiko keguguran, kematian bayi dalam kandungan, kelahiran prematur, menurunkan kerja sistem saraf pusat (Anonim, 2007) dan menghambat aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb), menurunkan jumlah sel darah merah, serta meningkatkan kandungan logam Fe dalam plasma darah (Widowati, 2008).Logam berat masuk ke perairan dapat terakumulasi pada air dan sedimen di perairan tersebut. Kadar logam berat dalam air selalu berubah-ubah tergantung pada saat pembuangan limbah, tingkat kesempurnaan pengololaan limbah dan musim (Purnomo dan Muchyiddin, 2007). Dalam badan perairan, logam Pb umumnya berada dalam bentuk ion, baik sebagai pasangan ion ataupun dalam bentuk ion tunggal. Senyawa Pb yang terlarut dalam air laut, diadsorpsi oleh partikulat dan masuk ke dalam sedimen yang terdiri dari partikel-partikel yang berasal dari penghancuran batuan dan rangka organisme laut. Beberapa penelitian telah mempelajari hubungan antara ukuran partikel sedimen dengan konsentrasi logam berat dan sebagian besar ditemukan bahwa konsentrasi logam berat bertambah dengan semakin kecilnya ukuran partikel (Siaka, 2000). Ukuran partikel memiliki peranan yang penting dalam spesiasi (penentuan konsentrasi berbagai bentuk fisiko-kimia logam yang bersama-sama membentuk konsentrasi total) dan biovailabilitas (ketersedian logam untuk hayati) logam dalam sedimen. Logam berat dalam air mudah terserap dan tertimbun dalam fitoplankton yang merupakan titik awal dari rantai makanan, selanjutnya rantai makanan sampai ke organisme lainnya (Fardiaz, 1992). Peningkatan kadar logam berat dalam air laut akan diikuti oleh peningkatan logam berat dalam tubuh ikan dan biota lainnya, sehingga pencemaran air laut oleh logam berat akan mengakibatkan ikan yang hidup di dalamnya tercemar. Pemanfaatan ikan-ikan sebagai bahan makanan akan membahayakan kesehatan manusia (Hutagalung, 1991).

Dengan memperhatikan bahaya yang ditimbulkan oleh pencemaran logam berat Pb pada perairan dan dari hasil laporan penelitian Susilawan (2003) mengenai kandungan logam berat total Pb pada Pantai Sanur, maka kemungkinan terjadi pencemaran logam Pb di Pantai Sanur. Hasil dari penelitian yang sudah ada tidak dapat dijadikan indikator tercemarnya logam Pb di Pantai Sanur, karena tidak memberikan informasi mengenai spesiasi dan bioavailabilitas logam Pb pada berbagai ukuran partikel sedimen. Maka perlu dilakukan penelitian tersebut untuk mengetahui kondisi perairan serta dapat menentukan langkah langkah dalam pemulihannya.1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas maka dalam penelitian ini akan disampaikan permasalahan sebagai berikut :

1. Berapakah bioavailabilitas logam Pb pada berbagai ukuran partikel sedimen?

2. Berapakah konsentrasi berbagai fraksi logam Pb pada berbagai ukuran partikel sedimen?1.3 Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah :

1. Menentukan bioavailabilitas logam Pb pada berbagai ukuran partikel sedimen.

2. Menentukan konsentrasi berbagai fraksi logam Pb pada berbagai ukuran partikel sedimen.1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah :

Memberikan informasi mengenai konsentrasi dari berbagai fraksi logam Pb yang terdapat pada berbagai ukuran partikel sedimen serta dapat memberikan informasi mengenai ketersediaan hayati logam tersebut terhadap biota di perairan Pantai Sanur. Dengan demikian dapat diketahui berbagai fraksi logam Pb yang terlibat dalam proses bioakumulasi.BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pencemaran Perairan

Definisi dari pencemaran perairan adalah hadirnya satu atau beberapa zat pencemar seperti bahan organik, garamgaram anorganik, logam-logam berat, minyak, ataupun lumpur di lingkungan perairan dalam jumlah, dan sifat yang dapat merusak kehidupan yang ada di air, serta berpengaruh terhadap kesehatan manusia. Pencemaran yang terjadi di perairan akan mempengaruhi kualitas air tersebut baik secara fisik maupun secara kimia (Palar, 1994).

Saat ini pembangunan berkembang sangat pesat, hal ini terjadi akibat adanya kemajuan di beberapa bidang seperti industri, transportasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi. Namun, akibat pesatnya pembangunan tidak bisa dihindari adanya hasil samping yaitu pencemaran. Pencemaran ini dapat terjadi disemua lingkungan salah satunya perairan. Kita ketahui bahwa air merupakan kebutuhan penting untuk kehidupan makhluk hidup, oleh karena itu pencemaran perairan sangat membahyakan kondisi lingkungan sekitar (Achmad, 2004).

Pencemaran di perairan dapat terjadi karena adanya bahan-bahan dalam bentuk sisa-sisa buangan seperti sampah dan sisa-sisa pengerukan, fosfat, nitrat, logam-logam berat seperti Hg, Pb, Cd, Ag, dan Cu, minyak bumi dan produknya, organo klorin seperti pestisida dan DDT, dan bahan-bahan lain yang dapat mempengaruhi siklus biologi di perairan (Ikawati, dkk, 2001).

2.1.1 Pencemaran logam berat di perairan laut

Pencemaran logam berat di perairan laut dapat terjadi melalui tiga cara, yaitu: pembuangan sisa industri yang tidak terkontrol, lumpur minyak yang mengandung logam berat dengan konsentrasi tinggi yang terbuang ke laut, dan pembakaran minyak di daratan yang menghasilkan logam berat yang masuk ke atmosfir kemudian bercampur dengan air hujan dan jatuh ke perairan (Hutabarat dan Evans, 1985).

Logam berat dapat berada dalam bentuk senyawa organik maupun senyawa anorganik yang larut ataupun tidak larut. Kelarutan senyawa logam berat tersebut dipengaruhi oleh nilai pH dimana kenaikan pH memperkecil kelarutan senyawa logam berat tersebut. Senyawa yang larut dapat diserap dengan mudah oleh biota perairan, sehingga pada konsentrasi tertentu dapat menjadi sumber racun bagi kehidupan perairan (Palar, 1994)

2.1.2 Pencemaran logam berat pada sedimen perairan

Logam berat dapat terakumulasi di dalam sedimen. Konsentrasi logam berat pada sedimen di perairan sangat bervariasi tergantung pada keadaaan geografis dan keadaan sedimen apakah terdapat di pesisir pantai ataukah di lautan dalam (Fergusson, 1990). Kandungan logam berat yang tinggi biasanya terdapat pada partikel sedimen yang halus. Umumnya logam berat ditemukan pada partikel yang berukuran lebih kecil dari 63 m. Hal ini disebabkan karena partikel yang halus mempunyai luas permukaan yang lebih besar dan kerapatan ion partikel yang lebih stabil untuk mengikat partikel logam berat (Fauzan, 1995).2.2 Logam Berat

Menurut Palar (1994) logam berat masih termasuk golongan logam dengan kriteria yang hampir sama dengan logam lain. Perbedaan terletak dari pengaruh yang dihasilkan bila logam berat ini berikatan dan masuk ke dalam tubuh organisme hidup. Adapun karakteristik dari kelompok logam berat adalah sebagai berikut :

1. Memiliki spesifikasi gravitasi sangat besar (lebih dari 4).

Mempunyai nomor atom 22-34 dan 40-50, serta unsur lantanida dan aktinida.

2. Mempunyai respon biokimia khas pada organisme hidup.Berbeda dengan logam biasa, logam berat merupakan senyawa logam yang sangat berbahaya jika berada di lingkungan dalam jumlah yang melampaui batas. Hal ini disebabkan karena logam berat memiliki sifat sulit terdegradasi dan mudah terakumulasi dalam lingkungan perairan. Logam berat dapat terakumulasi dalam organisme termasuk kelompok kerang dan ikan yang tentunya sangat membahayakan manusia untuk mengkonsumsi organisme yang sudah tercemar logam berat tersebut. Menurut Kementrian Lingkungan Negara Kependudukan dan Lingkungan Hidup (1990) logam berat dapat dibedakan menjadi tiga kelompok yaitu, logam berat yang bersifat toksik tinggi seperti Hg, Cd, Pb, As, Cu, dan Zn. Logam berat dengan sifat toksik menengah adalah Cr, Ni, dan Co. Logam berat dengan sifat toksik yang rendah adalah Mn dan Fe (Marganof, 2003).2.2.1 Timbal (Pb)Timbal dikenal sebagai logam Pb dalam susunan unsur merupakan logam yang terdapat secara alami di dalam kerak bumi dan tersebar ke alam dalam jumlah kecil melalui proses alami termasuk letusan gunung berapi dan proses geokimia. Timbal yang juga dikenal dengan timah hitam ini merupakan kelompok logam-logam golongan IV A pada Tabel Periodik unsur kimia. Timbal mempunyai nomor atom terbesar dari semua unsur yang stabil, yaitu 82. Timbal terdiri dari beberapa isotop: 204Pb (1,4%), 206Pb (24,1%), 207Pb (22,1%), 208Pb (52,8%), dimana 206Pb , 207Pb, dan 208Pb kesemuanya adalah radiogenik dan merupakan produk akhir dari pemutusan rantai kompleks. Pb merupakan logam yang berwarna kebiru-biruan atau abu-abu keperakan dengan titik didih 1.740 C pada tekanan atmosfer. Namun logam ini sangat beracun, seperti halnya merkuri yang juga merupakan logam berat. Timbal adalah logam yang dapat merusak system saraf jika terakumulasi dalam jaringan halus dan tulang untuk waktu yang lama (Anonim, 2009).

Sifat sifat khusus yang dimiliki Pb antara lain :

1. Memiliki titik cair rendah yaitu 327,5C.

2. Merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah dalam berbagai bentuk.

3. Memiliki sifat kimia yang menyebabkan logam Pb dapat berfungsi sebagai lapisan pelindung jika kontak dengan udara lembab.

4. Densitas Pb lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas (Au), dan merkuri (Hg).

5. Merupakan penghantar listrik yang baik. (Fardiaz, 1992)

Timbal (Pb) banyak digunakan dalam kehidupan manusia, pemanfaatanya yang terpenting adalah untuk baterai yang digunakan pada kendaraan bermotor dan alat komunikasi maupun elektronik, sebagai bahan bakar kendaraan bermotor yaitu TEL (tetra etil lead), sebagai pigmen warna cat yaitu PbCrO4 yang memberikan warna kuning, jingga merah, dan hijau, digunakan sebagai insektisida dan herbisida seperti Pb arsenat, juga digunakan untuk pipa, kabel serta solder. Meskipun telah diketahui bahwa Pb adalah logam beracun, tetapi logam ini masih dimanfaatkan secara luas. Keracunan Pb merupakan salah satu masalah lingkungan yang perlu mendapatkan perhatian serius. Pencemaran lingkungan oleh logam timbal kebanyakan berasal dari aktivitas manusia yang mengekstraksi dan mengeksploitasi logam tersebut. Sumber potensial timbal dapat bervariasi di berbagai lokasi (Anonim, 2009).

Logam timbal dapat diakumulasi manusia melalui udara, debu, air dan makanan. Salah satu penyebab kehadiran timbal adalah pencemaran udara, yaitu akibat kegiatan transportasi darat yang menghasilkan bahan pencemar seperti gas CO2, NOX, hidrokarbon, SO2, dan tetraetil Pb, yang merupakan bahan logam timah hitam (timbal) yang ditambahkan ke dalam bahan bakar berkualitas rendah untuk menaikan nilai oktan (Anonim, 2009).

Dampak dari timbal sendiri sangat berbahaya bagi manusia, yaitu dapat mengganggu perkembangan otak, meningkatkan tekanan darah, dan merusak fungsi organ tubuh seperti ginjal, sistem saraf, dan sistem reproduksi. Pada jaringan atau organ tubuh logam Pb akan terakumulasi di tulang, hal ini dikarenakan logam Pb dalam bentuk ion Pb2+ mampu menggantikan keberadaaan ion Ca2+ (kalsium) yang terdapat pada jaringan tulang. Disamping itu pada wanita hamil, logam Pb dapat melewati plasenta dan kemudian akan ikut masuk dalam sistem peredaran darah janin sehingga dapat menyebabkan kelahiran prematur dan kematian pada bayi (Anonim, 2009).2.3 Sedimen

Batuan sedimen adalah batuan yang terjadi karena pengendapan materi hasil erosi. Jadi, asalnya dari batuan yang telah ada, baik itu dalam kaitannya dengan sedimen. Beberapa ahli mendefinisikan sedimen dalam beberapa pengertian sebagai berikut :Pipkin (1977) menyatakan bahwa sedimen adalah pecahan, mineral, atau material organik yang ditransforkan dari berbagai sumber dan diendapkan oleh media udara, angin, es, atau oleh air dan juga termasuk di dalam material yang diendapkan dari material yang melayang dalam air atau dalam bentuk larutan kimia. Gross (1990) mendefinisikan sedimen laut sebagai akumulasi dari mineral-mineral dan pecahan-pecahan batuan yang bercampur dengan hancuran cangkang dan tulang dari organisme laut serta beberapa partikel lain yang terbentuk lewat proses kimia yang terjadi di laut. Pettijohn (1975) mendefinisikan sedimentasi sebagai proses pembentukan sedimen atau batuan sedimen yang diakibatkan oleh pengendapan dari material pembentuk atau asalnya pada suatu tempat yang disebut dengan lingkungan pengendapan berupa sungai, muara, danau, delta, estuaria, laut dangkal sampai laut dalam.Sedimen yang di jumpai di dasar lautan dapat berasal dari beberapa sumber yang menurut Reinick (Dalam Kennet, 1992) dibedakan menjadi empat yaitu :1. Lithougenus sedimen yaitu sedimen yang berasal dari erosi pantai dan material hasil erosi daerah up land. Material ini dapat sampai ke dasar laut melalui proses mekanik, yaitu tertransport oleh arus sungai dan atau arus laut dan akan terendapkan jika energi tertransforkan telah melemah.2. Biogeneuos sedimen yaitu sedimen yang bersumber dari sisa-sisa organisme yang hidup seperti cangkang dan rangka biota laut serta bahan-bahan organik yang mengalami dekomposisi.3. Hidreogenous sedimen yaitu sedimen yang terbentuk karena adanya reaksi kimia di dalam air laut dan membentuk partikel yang tidak larut dalam air laut sehingga akan tenggelam ke dasar laut, sebagai contoh dan sedimen jenis ini adalah magnetit, phosphorit dan glaukonit.4. Cosmogerous sedimen yaitu sedimen yang bersal dari berbagai sumber dan masuk ke laut melalui jalur media udara/angin. Sedimen jenis ini dapat bersumber dari luar angkasa, aktifitas gunung api atau berbagai partikel darat yang terbawa angin (Widada, 2002).Dalam suatu proses sedimentasi, zat-zat yang masuk ke laut berakhir menjadi sedimen. Hal ini zat yang ada terlibat proses biologi dan kimia yang terjadi sepanjang kedalaman laut. Sebelum mencapai dasar laut, sedimen tidak diam tetapi sedimen akan terganggu ketika hewan laut dalam mencari makan. Sebagian sedimen mengalami erosi dan tersuspensi kembali oleh arus bawah sebelum jatuh kembali dan tertimbun (Supangat dan Muawanah, 1998)Berdasarkan tenaga yang menggangkut hasil pelapukan dan erosi batuan sedimen dapat digolongkan atas tiga bagian utama, yaitu :

a) Sedimen aquatis, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga air.b) Sedimen Aeolis/aeris, yaitu sedimen yang diendapkan oleh tenaga angin.c) Sedimen glasial, yaitu sedimen yang diendapkan oleh glister.Material hasil erosi itu terdiri dari berbagai jenis partikel, ada yang kasar, halus, berat dan ada yang ringan. Oleh karena itu pengendapannya juga bersifat selektif. Dengan demikian akan dijumpai bahwa endapan materi yang halus letaknya jauh dari sumbernya (Sadiq, 1992)

Kandungan bahan organik, berhubungan dengan ukuran partikel sedimen. Pada sedimen yang halus, persentase bahan organik lebih tinggi daripada yang kasar, hal ini berhubungan dengan kondisi lingkungan sehingga memungkinkan pengendapan sedimen halus berupa lumpur yang diikuti dengan akumulasi bahan organik yang lebih tinggi karena partikel yang lebih halus tidak mengendap (Munir, 1994).

2.3.1 Pengelompokan Ukuran Sedimen

Berdasarkan ukuran butiran partikel (mm) sedimen dapat dikelompokkan menjadi beberapa jenis yang ditampilkan dalam Tabel 2.1 (Munir, 1994).Tabel 2.1 Pengelompokan Ukuran Sedimen

Ukuran butiran partikel (mm)Lepas-lepasTelah mengerasVulkalis

Lebih dari 64/>64Batu-batu kasarKonglomeratBom

2 - < 64KerikilBreksiLapili

0,05 - < 2Pasir / SandBatu pasirPasir

0,02 - < 0,05Debu / SilitBatu debuDebu / Tuff

< 0,02Lempung / ClayBatu lint

Sumber : Munir, 1994Keterangan :

Konglomerat adalah batu-batu ataupun kerikil yang telah mengalami sedimentasi menjadi padat, dimana butir-butir kerikil tersebut bentuknya bulat-bulat atau halus.

Breksi merupakan batuan yang sama dengan konglomerat tetapi butir-butirnya tidak beraturan. Karena itu dapat ditafsirkan bahwa batuan konglomerat adalah batuan yang telah terbawa jauh dari sumbernya sedangkan breksi adalah batuan yang terbawa tidak jauh dari sumbernya (Sadiq, 1992).2.3.2 Logam Berat pada Sedimen

Secara alamiah berbagai unsur logam terdapat dalam air laut. Unsur logam ini berasal dari sedimen yang terbawa oleh air sungai, erosi, dan jatuhan debu dari atmosfer. Peningkatan kadar unsur logam berat dapat pula terjadi karena adanya peningkatan aktivitas manusia di daratan melalui kegiatan dalam bidang industri, pertanian, pertambangan, dan transportasi yang menggunakan berbagai jenis kendaraan (Sadiq, 1992).

Kandungan bahan pencemar yang tinggi biasanya terdapat pada partikel sedimen yang halus. Umumnya logam berat Pb lebih besar terakumulasi dalam sedimen dibandingkan dalam perairan dan ukuran partikel yang ditemukan berukuran lebih kecil dari 63 m. Hal ini disebabkan karena partikel yang halus mempunyai luas permukaan yang lebih besar dengan kerapatan ion partikel yang stabil untuk mengikat partikel bahan pencemar logam berat (Fauzan, 1995).2.4 Bioavailabilitas dan SpesiasiSifat logam di lingkungan dan interaksinya dengan organisme secara langsung berhubungan dengan sifat fisiko-kimia dari bentuk terikatnya. Bila suatu logam masuk ke perairan, maka logam itu dapat mengalami beberapa kemungkinan yaitu, logam langsung available dan diakumulasi (bioavailable) oleh organisme, logam langsung available tetapi bioavailabilitasnya menurun dengan waktu, logam yang tidak available lalu menjadi available, serta kemungkinan logam tidak pernah available. Bioavailabilitas adalah proporsi atau suatu fraksi dari logam total yang available untuk dikonsumsi oleh biota (bioakumulasi) (Adekola, 2010).Analisis spesiasi logam dalam suatu sampel didefinisikan sebagai penentuan konsentrasi berbagai bentuk fisiko-kimia logam yang bersama-sama membentuk konsentrasi totalnya dalam sampel. Bentuk fisiko-kimia logam tunggal diantaranya partikulat dan bentuk terlarut seperti spesies organik, kompleks organik, dan elemen yang teradsorpsi pada berbagai partikel koloid. Sebagian besar logam di air laut maupun air sungai bentuk fisiko-kimianya yang predominan tidak diketahui (Florence, et, al., 1992). Teknik spesiasi sangat berguna dalam memahami partisi logam, distribusi, akumulasi, dan mobilitasnya baik di air maupun di sedimen. Konsentrasi logam total dalam sedimen maupun dalam air tidak memberikan informasi mengenai toksisitasnya dan tidak bisa dijadikan indikator yang baik untuk menunjukkan bioavailabilitasnya terhadap organisme. Analisis spesiasi logam terhadap ekosistem perairan merupakan suatu landasan yang sangat berguna dalam menduga bioavailabilitas dan strategi penanganan resiko (van Leeuwen et al., 2005). Berbagai bentuk kimia logam yang membentuk kandungan totalnya dalam suatu fase padat adalah kation terlarut, logam berikatan sebagai karbonat, berikatan dengan Fe-Mn oksida dan hidroksida, logam berikatan dengan materi organik, serta logam berikatan dengan padatan sedimen (residu) melalui adsorpsi yang spesifik yang dapat ekstrak melalui proses digesti. Analisis spesiasi dapat dilakukan dengan serangkaian ekstraksi secara bertahap dengan beberapa sistem pelarut diantaranya H2O/MgCl2, NH4CH3COO dalam HCl 25% pH 4, NH2OH.HCl dalam HCl 25% pH 2, H2O2 dalam HNO3 0,02 M dan HNO3 8 M.2.5 Penentuan Logam Berat dengan AAS

Kandungan senyawa logam dalam suatu sampel yang telah dibuat dalam bentuk larutan dapat ditentukan dengan menggunakan alat AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer) (Abdi, 2010). Kadar zat-zat terlarut dalam air, misalnya senyawa logam mempunyai batas tertentu untuk amannya biota laut. Suatu cara yang praktis dan cepat untuk memonitoring kandungan logam dalam perairan ialah dengan alat AAS. Alat AAS ini memiliki beberapa keunggulan cepat dan praktis, karena batas deteksinya rendah dan tidak membutuhkan penyiapan sampel yang rumit. AAS telah dipakai secara luas untuk menentukan kadar logam, baik dalam air buangan, sedimen, batu-batuan maupun biota-biota air (Anwar, 2002).

Prinsip kerja AAS adalah mengukur serapan yang dilakukan oleh atom-atom logam hasil dari pengubahan larutan sampel menjadi fase uap. Beberapa atom mengalami oksidasi termal dan sebagian besar tetap tinggal dalam keadaan dasar (ground state) dapat menyerap radiasi yang dihasilkan oleh suatu sumber khusus yang dibuat dari unsur tersebut (lampu katoda). Panjang gelombang yang dikeluarkan dari sumber radiasi sama dengan yang diserap oleh atom-atom. Proses atomisasi yang terjadi dalam AAS adalah sebagai berikut : Larutan sampel disemprotkan dalam bentuk aerosol ke dalam nyala api. Mula-mula terjadi penguapan pelarut sehingga terjadi partikel-partikel padat. Selanjutnya partikel padat berubah menjadi gas, kemudian mengalami disosiasi menjadi atom netral. Di dalam nyala, atom-atom netral menyerap radiasi energi cahaya yang dikenakan dengan panjang gelombang yang sesuai.

Atom-atom logam menyerap sinar pada panjang gelombang tertentu, penyerapan sinar ini sebanding dengan konsentrasi atom-atom dalam nyala. Hubungan antara penyerapan cahaya dengan konsentrasi dinyatakan oleh hukum Lambert Beer, dimana absorbans berbanding langsung dengan panjang nyala (burner) dan konsentrasi larutan, yaitu:

A= a. b. c

Dimana, A = absorbans (absorbansi)

a = absorptivitas

b = panjang burner

c = konsentrasi larutan

Jika konsentrasi dinyatakan dalam mol/L (Molar) dan panjang burner dinyatakan dengan centimeter (cm) maka absorptivitas molar dengan simbol (koefisien ekstingsi molar L mol-1 cm-1), jadi A = . b , c. Hukum Lambert Beer ini merupakan dasar analisis kuantitatif secara spektroskopi pada umunya (Zainuddin, 1986).

Penetapan kandungan logam dalam sampel menggunakan AAS dapat mengalami gangguan (interferensi). Interferensi dapat disebabkan oleh sistem sel pengkabutan atom, sumber radiasi eksternal, matriks sampel, dan lainnya. Secara umum interferensi pada AAS digolongkan menjadi tiga yaitu interferensi spektrum, kimia dan interferensi fisik. Interferensi spektrum terjadi bila spektrum absorbans bahan pengganggu bertumpang tindih atau terletak dekat sekali dengan spektrum absorpsi analit yang tidak mungkin dipisahkan oleh monokrom, sehingga menyebabkan kesalahan dalam pengukuran absorbans. Interferensi kimia disebabkan terjadinya pembentukan senyawa kimia yang mengandung analit yang memiliki volume rendah saat proses atomisasi. Interferensi fisik yaitu viskositas dan tegangan permukaan dari sampel yang berbeda dengan larutan standar (Saliq, 1992).

Ringkasan proses atomisasi yang terjadi dalam AAS dapat dilihat pada gambar berikut (Siaka, 1998) :

Gambar 2.1 Rangkaian proses atomisasi pada AAS2.5.1 Metode Kurva Kalibrasi

Analisis kuantitatif dengan mengguanakan kurva kalibrasi ini diperoleh dengan mengalurkan konsentrasi zat standar dengan absorbans. Kurva kalibrasi atau disebut juga dengan kurva standar diperoleh dengan mengukur absorbans dari sederatan konsentrasi larutan standar. Jika suatu sistem mengikuti hukum Lambert Beer, grafik antara absorbans terhadap konsentrasi (Gambar 2.2) akan menghasilkan garis lurus melalui (0,0) (Khopkar,1990).

Gambar 2.2 Kurva kalibrasi

Dengan kurva kalibrasi atau kurva standar, konsentrasi larutan sampel dapat dengan mudah diketahui dengan pembacaan absorbans sampel seperti pada Gambar 2.2. Jika jumlah sampelnya banyak, perhitungan konsentrasi dapat dilakukan dengan menggunakan persamaan regresi linier Y = ax dimana Y adalah absorbans dan x adalah konsentrasi larutan, a = slope/kemiringan (Zainuddin,1987).

2.5.2 Metode Penambahan Standar

Metode penambahan standar diterapkan untuk analisis kuantitatif suatu unsur dalam jumlah kecil tanpa terlebih dahulu dilakukan pemisahan. Metode ini dapat mengatasi gangguan-gangguan tetap, matriks larutan yang bersifat fisika atau kimia. Pada metode penambahan standar, larutan sampel dengan volume yang sama dimasukkan ke dalam beberapa labu ukur. Kemudian ditambahkan larutan standar dengan konsentrasi yang berbeda-beda. Serapan dari masing-masing larutan diukur setelah diencerkan sampai volume tertentu. Jika terdapat korelasi linier antara serapan dengan konsentrasi maka :

Ax = k. Cx

At = k. ( Cx = Cs )

Dimana : At = serapan larutan sampel yang mengandung standar

Ax = serapan larutan sampel

Cx = konsentrasi logam dalam larutan sampel

Cs = konsentrasi logam dalam larutan standar

Gambar 2.3 Kurva Adisi Standar

2.6 Metode DestruksiMetode destruksi digunakan untuk mengeluarkan logam-logam dari sampel biologi dan lingkungan, dengan cara menambahkan asam mineral kuat pekat bercampur atau tidak. Untuk mempercepat proses destruksi maka campuran tersebut dipanaskan dengan temperatur tertentu (bergantung pada jenis logam yang dianalisis). Hasil destruksi kemudian disaring sehingga diperoleh larutan yang mengandung logam yang dianalisis. Larutan yang diperoleh selanjutnya diukur dengan AAS. Ada 2 cara destruksi yang sering diterapkan pada sampel-sampel biologi dan lingkungan, yaitu:

1. Destruksi basah (Wet digestion method), umumnya digunakan asam pekat tunggal atau campuran untuk menghilangkan senyawa organik dari sampel untuk melepas unsur yang akan diteliti dari ikatan senyawa biologi atau ikatan kimia anorganik. Asam kuat yang sering digunakan adalah asam nitrat dan asam klorida. Cara ini banyak dipakai karena terfraksinya logam-logam yang dianalisis relatif sedikit.2. Destruksi kering (Dry ashing method), dilakukan dengan pemanasan tinggi menjadi abu kemudian sampel dilarutkan dalam asam encer. Cara ini agak jarang dilakukan karena cara ini mungkin dapat menyebabkan hilangnya logam yang akan dianalisis terutama logam-logam yang mudah menguap (Zainudin, 1986).BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Bahan dan Peralatan Penelitian

3.1.1 Bahan Penelitian

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : sampel sedimen, sampel air laut, air suling, EDTA, HCl, CH3COONa, HNO3, NH2OH.HCl, NaOH, CH3COONH4, Pb(NO3)2, CuSO4 anhidrat, H2O2, Akuademineralisata.3.1.2 Alat Penelitian

Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain : labu ukur, pipet volum, gelas ukur, gelas beaker, gelas piala, botol semprot, kantong plastik, kotak es, shaker, sentrifuge, mortar, kertas saring, neraca analitik, pemanas listrik, desikator, oven, ayakan 63 m dan 100 m, sendok polietilen, botol polietilen, dan Atomic Absorption Spektrofotometer (AAS).

3.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik, Laboratorium Penelitian Kimia Universitas Udayana, dan UPT. Laboratorium Analitik Universitas Udayana.

3.3 Pengambilan Sampel3.3.1 Lokasi Pengambilan Sampel

Pengambilan sampel diambil dari 3 lokasi secara acak di sekitar Pantai Sanur yaitu pada daerah dekat hilir sungai, di tempat wisata air dan transportasi air.3.3.2 Pengambilan Sampel SedimenSendok dan botol polietilen direndam dalam asam nitrat (HNO3) 10% tidak kurang dari 24 jam kemudian dibilas beberapa kali dengan air suling. Sampel sedimen yang diambil adalah sedimen permukaan dengan kedalaman 0 10 cm. Pada masing-masing titik lokasi sampling sedimen permukaan yang diambil sekitar 0,5 kg dengan menggunakan sendok polietilen setelah itu sampel sedimen dimasukkan kedalam botol polietilen. Sebanyak 5 liter air laut dari masing-masing titik lokasi sampling juga diambil untuk digunakan dalam proses pengayakan sedimen. Selanjutnya sampel yang terkumpul disimpan dalam kotak yang diisi es dan segera dibawa ke Laboratorium.

3.4 Perlakuan SampelSampel sedimen basah diayak dengan dua ayakan yaitu ayakan 63 m dan 100 m dengan bantuan air yang diambil dari tempat pengambilan sampel. Ayakan dilakukan terhadap sedimen basah dengan tujuan agar semua butiran sedimen yang lolos dari ayakan mencerminkan ukuran partikel yang sebenarnya di alam. Sampel hasil dari pengayakan terbagi menjadi tiga bagian, yaitu sampel dengan ukuran 63 m, 63 - 100 m, dan ukuran 100 m. Butiran sedimen yang bercampur dengan air diendapkan selama paling sedikit satu hari. Selanjutnya cairan yang jernih di dekantasi dan endapannya dipanaskan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 60C hingga kering dengan berat konstan. Sedimen kering yang diperoleh digerus kemudian disimpan dalam botol kering sebelum analisis lebih lanjut.3.5 Pembuatan Larutan Standar PbLarutan induk Pb 100 ppm dibuat dengan cara menimbang secara teliti Pb(NO3)2 0,1598 gram, kemudian dilarutkan dengan HNO3 0,01 M sehingga volumenya 1 liter.3.6 Pembuatan Kurva Kalibrasi

Larutan Pb standar dengan konsentrasi 1, 3, 5, dan 15 ppm dapat dibuat dari larutan induk Pb100 ppm dengan cara larutan induk Pb 100 ppm dipipet sebanyak 1, 3, 5, dan 15 mL. Kemudian masing-masing dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL dan diencerkan dengan menggunakan HNO3 0,01 M sampai tanda batas. Serangkaian larutan standar Pb dengan konsentrasi 1, 3, 5, dan 15 ppm ini diukur absorbansnya dengan menggunakan AAS pada panjang gelombang 217,0 nm. Sehingga dapat dibuat kurva kalibrasi yang merupakan plot antara absorbans dengan konsentrasi.3.7 Penentuan Kadar Pb Total dalam sampel sedimen

Sampel serbuk sedimen ditimbang teliti 1 gram dan dimasukkan ke dalam gelas beker. Kemudian ditambah 10 mL campuran HNO3 dan H2O2 (1:1). Campuran sampel kemudian didestruksi selama 3 jam pada suhu 120C. Larutan hasil destruksi disaring dan filtratnya ditampung dalam labu ukur 25 mL dan diencerkan dengan akuademineralisata sampai tanda batas. Larutan ini kemudian diukur dengan Atomic Absorption Spektrofotometer (AAS) pada panjang gelombang 217,0 nm.3.8 Ekstraksi Pb di sedimen dengan EDTA dan HCl

Sampel serbuk sedimen pada masing masing lokasi ditimbang secara teliti 0,4 g. Kemudian ditambahkan 40 mL EDTA 0,05 M pada pH 6 dan digojog selama 8 jam. Campuran sampel kemudian disentrifugasi untuk memisahkan fraksi padat dan cair. Frasi cair yang diperoleh selanjutnya dipindahkan ke dalam labu ukur 25 mL dan diencerkan dengan akuademineralisata hingga tanda batas. Kemudian diukur dengan AAS untuk menentukan besarnya kadar Pb.

Sebanyak 1 g sampel yang sudah kering ditambahkan 20 mL HCl 0,5 M digojog selama 8 jam. Campuran kemudian disentrifugasi dan cairan yang terpisah dipindahkan ke dalam labu ukur 25 mL dan diencerkan dengan akuademineralisata hingga tanda batas. Larutan tersebut di ukur dengan AAS untuk menghitung besarnya kadar Pb pada fraksi bioavailable.3.9 Rangkaian Tahap Ekstraksi untuk Spesiasi

Pada tahap ekstraksi spesiasi dilakukan pengulangan untuk masing-masing ukuran partikel sedimen yang sudah diayak. Untuk mengetahui besarnya kadar logam pada masing-masing fase dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut :

3.9.1. Ekstraksi Tahap 1

Sebanyak 5 g sampel kering yang sudah homogen atau ditumbuk halus ditambahkan 25 mL NH4CH3COO 1M dan dilakukan pengaturan pH dengan menambahkan larutan NaOH hingga mencapai pH 7. Kemudian dikocok selama 3 jam dengan menggunakan shaker kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm. Semua bagian yang jernih dimasukkan ke dalam labu 25 mL dan diencerkan dengan akuademineralisata sampai tanda batas. Pb yang terkandung dalam filtrat kemudian diukur dengan alat AAS (Atomic Absorption Spektrofotometer) pada panjang gelombang 217,0 nm. Pada tahap ini akan dihasilkan fraksi EFLE (easily, freely, leachable dan exchangeable) artinya fraksi ini Non-Resistant. Residu yang dihasilkan digunakan kembali untuk ekstraksi tahap selanjutnya.3.9.2. Ekstraksi Tahap 2Residu dari hasil ekstraksi tahap I dibilas dengan 10 mL aquades kemudian ditambahkan 25 mL NH4OH.HCl 0,25M dan dilakukan pengaturan pH dengan menambahkan larutan HCl hingga mencapai pH 2. Selanjutnya dikocok selama 3 jam dengan shaker kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm. Semua bagian yang jernih dimasukkan ke dalam labu 25 mL dan diencerkan dengan akuademineralisata sampai tanda batas. Pb yang terkandung dalam filtrat kemudian diukur dengan alat AAS (Atomic Absorption Spektrofotometer) pada panjang gelombang 217,0 nm. Pada tahap ini akan dihasilkan fraksi acid redusible ini menandakan fraksi bersifat Non-Resistant. Residu yang dihasilkan digunakan kembali untuk tahap ekstraksi selanjutnya. 3.9.3. Ekstraksi Tahap 3Residu dari hasil ekstraksi tahap II dibilas dengan 10 mL aquades kemudian ditambahkan dengan 7,5 mL H2O2 30% dan dipanaskan dalam waterbath pada suhu 90-95C. Selanjutnya sampel ditambahkan 25 mL NH4CH3COO 1M dan dilakukan pengaturan pH dengan menambahkan HCl mencapai pH 2. Kemudian dikocok selam 3 jam dengan menggunakan shaker kemudian disentrifugasi dengan kecepatan 3500 rpm. Semua bagian yang jernih dimasukkan ke dalam labu 25 mL dan diencerkan dengan akuademineralisata sampai tanda batas. Pb yang terkandung dalam filtrat kemudian diukur dengan menggunakan alat AAS pada panjang gelombang 217,0 nm. Pada tahap ini akan dihasilkan fraksi Oxsidisable Organic ini menandakan fraksi ini bersifat Non-Resistant. Residu yang dihasilkan digunakan kembali untuk ekstraksi tahap selanjutnya.3.9.4. Ekstraksi Tahap 4

Residu yang dihasilkan dari ekstraksi tahap III terlebih dahulu dicuci dengan 10 mL aquades. Ditambahkan sebanyak 20 mL reverse aquaregia yang terdiri dari dari campuran 5 mL HCl pekat dan 15 mL HNO3 (1:3). Campuran dipanaskan pada hotplate selama 45 menit pada suhu 140C. Fase cair yang terbentuk didekantasi dan dimasukan dalam labu ukur 25 mL dan diencerkan dengan akuademineralisata sampai tanda batas. Kemudian dianalisis dengan AAS pada panjang gelombang 217,0 nm sedangkan residu yang diperoleh dibuang. Pada tahap ini akan dihasilkan fraksi yang Resistant.DAFTAR PUSTAKA

Adekola, F. A., N. Abdus-Salam, R. B. Bale, and I. O. Oladeji, 2010, Chemical Speciation and Bioavailability, 22(1), pp. 43-49

Achmad, R., 2004, Kimia Lingkungan, Penerbit ANDI, YogyakartaAnonim, 2007, Dampak Pencemaran Panttai dan Laut Terhadap Kesehatan Manusia, http://www.fajar.co,id/news.php? newsid=47749, 28 Desember 2011

Anonim, 2009, Pencemaran Pb, http://www.bplh jabar.go.id/index.php/bidang-pengendalian/subid-pemantauan-pencemaran/168-pencemaran-pb-timbal? Showall=1, 28 Desember 2011Anonim, 2012, Pantai Sanur, http://bali.panduanwisata.com/pantai-bali/mengagumi-keindahan-pantai-sanur/, 21 Februari 2012

Anwar, M.K., 2002, Distribusi Logam Pb dan Cu pada Berbagai Ketebalan Sedimen di Pelabuhan Benoa, Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA UNUD, DenpasarArifin, Z. dan Fadhlina, D., 2003, Geokimia Logam Berat Pb, Cd, dan Zn Dalam Sedimen di Perairan Teluk Jakarta, IPB, BogorBahtiar, A. 2007. Polusi air tanah akibat limbah industri dan rumah tangga serta pemecahannya. Makalah Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUniversitas Padjajaran. Bandung. http://www.pdfcari.com/Oleh:-Dr.-Ayi-Bahtiar.html#, 20 Februari 2012Cahyadi, A.G., 2000, Bioavailability dan Spesiasi Logam Pb dan Cu pada Sedimen di Pelabuhan Benoa, Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA UNUD, Denpasar

Fardiaz, S., 1992, Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanilus, Yogyakarta

Fauzan, A., 1995, Studi Kontaminasi Sn dan Cu pada Gastropoda dan Sedimen di sekitar Pelabuhan Ratu, Jawa Barat dan Pantai Padang Sumatra Barat, Skripsi, Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan, Fakultas Perikanan, Institut Pertanian BogorFergusson, J.E., 1990, The Heavy Element, Chemistry, Environmetal Impact dan Healty Effects, First Edition, Chemistry Departement Universityof Canterbury, New Zeland

Hutabarat, S. dan S.M.Evans, 1985, Pengantar Oseanografi, UI-Press, Jakarta

Hutagalung, H.P., 1991, Pencemaran Laut oleh Logam Berat dan Petunjuk Praktek Logam Berat, Makalah di sampaikan pada Kursus Pemantauan Pencemaran Laut IV. LIPI UNESCO-UNDP Jakarta 15 Februari 21 Maret 1991Ikawati, Y., Puji S., Hanggarwati, Hening P., Hendrawati H., dan Budiman S., 2001, Terumbu Karang di Indonesia, Edisi Pertama, Penerbit Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAP INTEK), Jakarta

Khopkar, S.M., 1990, Konsep Dasar Analitik, UI-Press, Jakarta

Marganof, 2003, Potensi Limbah Udang sebagai Penyerapan Logam Berat (Timbal, Kadmium, dan Tembaga) di Perairan, Makalah Pribadi

Munir, H.M., 1994, Geologi dan Mineralogi Tanah, Pustaka Jaya

Palar, H., 1994, Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Penerbit Rineka Cipta, JakartaPurnomo, T., dan Muchyadin, 2007, Analisis Kandungan Timbal (Pb) pada Ikan Bandeng (Chanos chanos Forks) di Tambak Kecamatan Gresik, Neptunus, Vol. 14, No.1, Juli 2007 : 68-7

Sadiq, Muh., 1992, Toxic Metal Chemistry in Marine Enviroments, Marcel Dekker Inc., New YorkSiaka I.M., Birch G.F and Owens, C.M, 2000, Distribution Of Heavy Metals Between Grain Size, Review Kimia, Vol.3 (2)

Supangat, A., dan Muawanah, U., 1998, Pengantar Kimia dan Sedimen Dasar Laut, Badan Riset Kelautan dan Perikanan, JakartaSusilawan, P.N.A., 2003, Distribusi Timbal (Pb) dan Tembaga (Cu) dalam Air Laut, Sedimen dan Terumbu Karang di Pantai Sanur, Skripsi, Jurusan Kimia FMIPA UNUD, DenpasarWidada, S., 2002, Modul Mata Kuliah, Universitas Diponogoro : Semarang

Widowati, W., Sastiono, A. dan Jusuf. R., 2008, Efek Toksik Logam Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran, Penerbit ANDI, YogayakartaZainuddin, M., Aminudin, P., dan Soegianto, 1986, Atomic Absorption Spectrophotometer, Paket A-AAS, Analisa Kimia Instrumen, Fak. Farmasi, Univ. Airlangga, Surabaya

LAMPIRAN

Lampiran 1 Pembuatan Larutan Standar Pb 100 ppm

Pelarut yang digunakan adalah HNO3 1%

HNO3 yang tersedia adalah HNO3 70%. Sedangkan pelarut yang digunakan adalah HNO3 1% sebanyak 1000 mL.M1= 70%, M2= 1%, V2= 1000 mL

V1= (M2xV2)/ M1 = ( 1% x 1000 mL) 70% = 14,29 mLDengan demikian maka diambil 15 mL HNO3 70% kemudian diencerkan dengan aquades pada labu ukur 1000 mL sampai tanda batas.

Larutan standar Pb 100 ppm yang dibuat menggunakan labu ukur 1000 mL sehingga berat Pb(NO3)2 yang harus di timbang adalah sebanyak :

BA Pb x X = 100 g/mL BM Pb(NO3)2 1000 mL

X = 100 g/mL x 1000 mL

0,6256

= 159800 g

= 0,1598 gramJadi untuk membuat larutan standar Pb 100 ppm, ditimbang 0,1598 gram Pb(NO3)2 kemudian dilarutkan dengan HNO3 1% dalam labu ukur 1000 mL sampai tanda batas.

C

C3

Cx

C2

C1

A1

A2

Ax

A3

5

1

21

27

29

_1396313719.unknown

_1396313732.unknown