proposal 22

108
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan yang bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa Indonesia baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah. (Depkes RI.2007). Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas Sumber Daya Manusia (SDM). Peran gizi dalam pembangunan kualitas SDM telah dibuktikan dari berbagai penelitian. Gizi kurang pada balita tidak hanya menimbulkan gangguan pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas di masa dewasa. (Supariasa, 2001). Masalah gizi adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh tidak terpenuhinya kebutuhan akan gizi yang diperoleh dari makanan. Balita merupakan salah satu kelompok rentan kurang gizi karena berada dalam proses tumbuh kembang yang cepat sehingga kebutuhan zat-zat gizinya relatif lebih tinggi dari kelompok lain, selain itu mereka rawan terpapar berbagai infeksi. Gizi kurang pada balita akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual, serta dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian balita. (Faradewi, 2011). UNICEF (1998) mengemukakan bahwa faktor -faktor yang mempengaruhi gizi kurang dibagi menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Dimana penyebab langsung yaitu makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi. Sedangkan untuk penyebab tidak langsung yaitu tidak cukupnya persedian pangan, pola 1

Upload: resy-sry-adma

Post on 22-Dec-2015

229 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

hgfhf

TRANSCRIPT

Page 1: Proposal 22

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan kesehatan merupakan bagian dari pembangunan yang

bertujuan meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi

setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.

Pembangunan kesehatan tersebut merupakan upaya seluruh potensi bangsa

Indonesia baik masyarakat, swasta, maupun pemerintah. (Depkes RI.2007).

Gizi merupakan salah satu faktor penentu utama kualitas Sumber Daya

Manusia (SDM). Peran gizi dalam pembangunan kualitas SDM telah dibuktikan dari

berbagai penelitian. Gizi kurang pada balita tidak hanya menimbulkan gangguan

pertumbuhan fisik, tetapi juga mempengaruhi kecerdasan dan produktivitas di masa

dewasa. (Supariasa, 2001).

Masalah gizi adalah gangguan kesehatan yang disebabkan oleh tidak

terpenuhinya kebutuhan akan gizi yang diperoleh dari makanan. Balita merupakan

salah satu kelompok rentan kurang gizi karena berada dalam proses tumbuh

kembang yang cepat sehingga kebutuhan zat-zat gizinya relatif lebih tinggi dari

kelompok lain, selain itu mereka rawan terpapar berbagai infeksi. Gizi kurang pada

balita akan berdampak negatif terhadap pertumbuhan, perkembangan intelektual,

serta dapat meningkatkan angka kesakitan dan kematian balita. (Faradewi, 2011).

UNICEF (1998) mengemukakan bahwa faktor -faktor yang mempengaruhi

gizi kurang dibagi menjadi penyebab langsung dan tidak langsung. Dimana

penyebab langsung yaitu makanan yang tidak seimbang dan penyakit infeksi.

Sedangkan untuk penyebab tidak langsung yaitu tidak cukupnya persedian pangan,

pola asuh anak yang tidak memadai, pelayanan kesehatan dan gizi, dan kurangnya

pendidikan, pengetahuan dan keterampilan.

Secara nasional, prevalensi berat-kurang (BB/U) pada tahun 2013

adalah 19,6 persen, terdiri dari 5,7 persen gizi buruk dan 13,9 persen gizi

kurang. Jika dibandingkan dengan angka prevalensi nasional tahun 2007 (18,4

%) dan tahun 2010 (17,9 %) terlihat meningkat. Perubahan terutama pada

prevalensi gizi buruk yaitu dari 5,4 persen tahun 2007, 4,9 persen pada tahun 2010,

dan 5,7 persen tahun 2013. Sedangkan prevalensi gizi kurang naik sebesar 0,9

persen dari 2007 dan 2013. Untuk mencapai sasaran MDG tahun 2015 yaitu

15,5 persen maka prevalensi gizi buruk-kurang secara nasional harus diturunkan

sebesar 4.1 persen dalam periode 2013 sampai 2015. (Riskesdas 2013).

Diantara 33 provinsi di Indonesia, Sumatera Barat berada pada urutan ke-18

prevalensi gizi buruk-kurang menurut BB/U. Namun prevalensi gizi-buruk-kurang

1

Page 2: Proposal 22

menurut TB/U Sumatera Barat berada pada urutan ke-17 di Indonesia. (Riskesdas

2013).

Berdasarkan data dinas kesehatan Sumatra Barat tahun 2012, daerah yang

paling bermasalah dengan gizi yaitu Solok Selatan, Mentawai, dan Pesisir Selatan.

Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Pesisir Selatan april tahun 2012 anak gizi

kurang mencapai 17 % dari 44.538 orang balita.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2013,

status gizi balita di Provinsi Sumatera Barat berdasarkan indeks BB/U yaitu, gizi

sangat kurang 1,6%, gizi kurang 7,6%, gizi normal 89,5%, dan gizi lebih 1,1%.

Berdasarkan indeks TB/U yaitu, sangat pendek 5,3%, pendek 12,3%, dan normal

82,4%. Berdasarkan indeks BB/TB yaitu, sangat kurus 0,9%, kurus 4,3%, normal

91,3%, dan gemuk 3,5%.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Provinsi Sumatera Barat tahun 2013,

status gizi balita di Kabupaten Pesisir Selatan berdasarkan indeks BB/U yaitu, gizi

sangat kurang 1,2%, gizi kurang 7,1%, gizi normal 90,6%, dan gizi lebih 1,1%.

Berdasarkan indeks TB/U yaitu, sangat pendek 2,9%, pendek 11,8%, dan normal

85,3%. Berdasarkan indeks BB/TB yaitu, sangat kurus 0,3%, kurus 2,9%, normal

94,4%, dan gemuk 2,4%.

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Pesisir Selatan tahun 2012 balita

dengan status gizi sangat kurang terjadi kenaikan sebesar 2,46%, gizi kurang terjadi

penurunan sebesar 2,57%. Angka gizi kurang di Pesisir Selatan yaitu 17% belum

mencapai target MDGs yaitu 15% (UNICEF, 1998).

Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Pesisir Selatan tahun 2012, status

gizi balita di Kecamatan Bayang berdasarkan indeks BB/U yaitu status gizi, gizi

sangat kurang 1,7 %, gizi kurang 8,6%, gizi baik 88,6%, gizi lebih 1,0%.

Berdasarkan uraian diatas peneliti tertarik untuk melakukan penelitian

tentang “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita Usia 6-59

Bulan di Wilayah Kerja Puskemas Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2014”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka perumusan masalah dalam penelitian

ini adalah Faktor-Faktor Apa Sajakah yang Berhubungan dengan Status Gizi Balita

Usia 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak Kecamatan Bayang,

Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.

2

Page 3: Proposal 22

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan konsumsi

makanan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan

dengan status gizi balita usia 6-59 bulan di Wilayah Kerja puskesmas Koto Berapak,

Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dari penelitian ini adalah

a. Diketahuinya distribusi status gizi balita usia 6-59 bulan berdasarkan BB/U,

BB/TB, TB/U di Wilayah Kerja puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang,

Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.

b. Diketahuinya distribusi konsumsi makanan balita di Wilayah Kerja puskesmas

Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.

c. Diketahuinya distribusi penyakit infeksi di Wilayah Kerja puskesmas Koto

Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014

d. Diketahuinya distribusi tingkat ketersediaan pangan di Wilayah Kerja

puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2014.

e. Diketahuinya distribusi pola asuh di Wilayah Kerja puskesmas Koto Berapak,

Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014

f. Diketahuinya distribusi sistim, jenis, dan fasilitas pelayanan kesehatan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten

Pesisir Selatan tahun 2014.

g. Diketahuinya distribusi kadarzi di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak,

Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.

h. Diketahuinya hubungan antara konsumsi makanan, penyakit infeksi,

ketersediaan pangan, pola asuh, pelayanan kesehatan dan kadarzi dengan

status gizi balita usia 6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak,

Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Peneliti

Dapat memperluas wawasan dan ilmu peneliti serta sebagai sarana

dalam penerapan ilmu yang diperoleh selama proses pembelajaran

sehingga peneliti mampu mengembangkan potensi diri dalam penelitian

selanjutnya dan bekal untuk menempuh dunia kerja yang luas.

3

Page 4: Proposal 22

2. Bagi Masyarakat

Dapat memberikan informasi status gizi dan faktor-faktor yang menjadi

penyebab masalah gizi pada balita dan cara pencegahannya.

3. Bagi Dinas Kesehatan

Dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan bahan perencanaan

program gizi terkait faktor-faktor yang berhubungan dengan status gizi balita

di wilayah kerja.

E. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk melihat faktor-faktor yang berhubungan

dengan status gizi balita usia 6-59 bulan di Kecamatan Bayang Kabupaten Pesisir

Selatan tahun 2014. Populasi penelitian ini adalah balita usia 6-59 bulan.

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan

Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014. Data dianalisis secara univariat

dan bivariat.

4

Page 5: Proposal 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan pustaka

I. Status Gizi

a. Balita

Pada usia balita, anak mengalami pertumbuhan dan perkembangan,

untuk pertumbuhan dan perkembangan anak yang optimum, diperlukan

berbagai faktor misalnya makanan harus disesuaikan dengan keperluan anak

yang sedang tumbuh. Penyakit infeksi akut maupun kronis menghambat

pertumbuhan dan perkembangan anak, sehingga pencegahan penyakit

menular merupakan hal yang penting, disamping diperlukan bimbingan,

pembinaan dan perasaan aman dan kasih sayang dari ayah dan ibu yang hidup

rukun, bahagia dan sejahtera dalam lingkungan yang sehat.

Bawah lima tahun atau sering disingkat sebagai balita merupakan salah

satu periode usia manusia setelah bayi sebelum anak awal. Rentang usia balita

dimulai dari dua sampai lima tahun, atau biasa digunakan perhitungan bulan

yaitu 6-59 bulan. Periode usia ini disebut juga sebagai usia prasekolah,

pertambahan berat badan menurun terutama diawal balita. Hal ini terjadi

karena balita menggunakan banyak energi untuk bergerak. (staf pengajar ilmu

kesehatan anak fakultas kedokteran UI, 2002 : 155)

b. Pengertian Status Gizi

Status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk

variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk untuk variabel

tertentu. Dibedakan menjadi malnutrition dan kurang energi protein.

Status gizi adalah keadaan tubuh akibat konsumsi makanan dan

penggunaan zat – zat gizi. Dibedakan antara status gizi buruk, gizi kurang, dan

gizi lebih.

Gizi adalah suatu proses organisme menggunakan makanan yang

dikonsumsi secara normal melalui proses digesti, absorpsi, transportasi,

penyimpanan, metabolisme dan pengeluaran zat – zat yang tidak digunakan

untuk mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ

– organ serta menghasilkan energi.

Kata gizi mempunyai pengertian lebih luas disamping untuk kesehatan,

gizi dikaitkan dengan status gizi, konsumsi makanan, penyakit infeksi,

ketersediaan pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan dan gizi.

5

Page 6: Proposal 22

Konsumsi gizi makanan pada seseorang dapat menentukan tingkat

kesehatan yang biasanya sering disebut status gizi. Jika tubuh seseorang

berada dalam kondisi status kesehatan gizi yang optimum yang mana jaringan

jenuh dengan semua zat gizi maka disebut dengan status gizi yang optimum.

Dan terbebas dari penyakit dan mempunyai daya tahan tubuh yang optimum.

Jika konsumsi makanan yang mempunyai nilai gizi tidak seimbang dengan

kebutuhan tubuh, maka akan terjadi kesalahan yang berakibat dengan status

gizi seseorang seperti malnutrition yang mencakup kelebihan nutrisi/gizi lebih

(overnutrition) dan kekurangan gizi atau gizi kurang (undernutrition). Penyakit-

penyakit akibat kelebihan atau kekurangan zat gizi dan yang telah menjadi

kesehatan masyarakat.

Gangguan gizi disebabkan oleh faktor primer atau sekunder. Faktor

primer adalah bila susunan makanan seseorang salah dalam kuantitas ataupun

kualitas yang disebabkan, kebiasaan makan yang salah, penyakit infeksi,

ketersediaan pangan yang tidak mencukupi, pola asuh yang tidak baik, dan

pelayanan kesehatan dan gizi yang kurang memadai. Faktor sekunder meliputi

semua faktor yang menyebabkan zat – zat gizi tidak sampai di sel – sel tubuh.

c. Penilaian Status Gizi

Penilaian status gizi dapat dibagi menjadi 2 yaitu pengukuran secara

langsung dan tidak langsung, secara langsung yaitu pengukuran antropometri,

pengukuran secara biokimia, pengukuran klinis dan pengukuran biofisik.

Sedangkan secara tidak langsung yaitu survei konsumsi yaitu statistik vital dan

faktor ekologi.

Pertumbuhan berkaitan dengan perubahan dalam bsar, jumlah, ukuran,

dan fungsi tingkat sel yang dikur dalam ukuran berat. Sedangkan

perkembangan berkaitan dengan bertambahnya kemampuan yang diakibatkan

kematangan sistem saraf pusat khususnya diotak. Perkembangan tidak dapat

diukur secara antropometri tetapi karena pertumbuhan dan perkembangan

mencakup dua peristiwa saling berkaitan dan sulit dipisahkan sehingga

perkembangan searah dengan pertumbuhannya.

Unicef dan Jonsson membuat model interaksi tumbuh kembang anak

dengan melihat penyebab dasar, sebab tidak langsung dan sebab langsung.

Sebab langsung adalah kecukupan dan keadaan kesehatan. Penyebab tidak

langsung adalah ketahanan makanan keluarga, asuhan bagi ibu dan anak,

pemanfaatan pelayanan kesehatan dan sanitasi lingkungan dan penyebab yang

paling mendasar dari tumbuh kembang anak masalah struktur politik dan

ideologi serta struktur ekonomi yang dilandasi potensi sumber daya.

6

Page 7: Proposal 22

d. Ukuran Antropometri Gizi

a. Linear

Ukuran yang berhubungan dengan panjang. Contoh ukuran linear

adalah panjang badan, lingkar dada, dan lingkar kepala. Ukuran linear yang

rendah biasanya menunjukkan keadaan gizi yang kurang akibat kekurangan

energi dan protein yang diderita waktu lampau. Ukuran linear yang paling

sering digunakan adalah tinggi badan dan panjang badan.

b. Pertumbuhan masa jaringan

Bentuk dan ukuran dan massa jaringan adalah massa tubuh. Contoh

ukuran masaa jaringan adalah berat badan, lingkar lengan atas ( LILA ) dan

tebal lemak bawah kulit. apabila ukuran ini rendah atau kecil, menunjukkan

keadaan gizi kurang akibat kekurangan energi dan protein yang diderita

pada waktu pengukuran dilakukan. Ukuran massa jaringan adalah berat

badan.

Cara pengukuran status gizi pada balita yang paling sering digunakan

adalah antropometri gizi. WHO 20005 mengklasifikasikan status gizi

menggunakan Z-score yaitu suatu angka BB, PB, atau TB terhadap standar

deviasinya menurut usia dan jenis kelaminnya.

Umur memegang peranan penting dalam penentuan status guizi.

Penentuan umur yang salah tentunya akan menyebabkan kesalahan dalam

menginterpretasikan status gizi. Penimbangan berat badan yang akurat tidak

memiliki arti apabila tidak diserta dengan penentuan umur yang tepat.

berdasarkan karakteristik tersebut, maka indeks berat badan menurut umur

digunakan sebagai salah satu cara pengukuran status gizi karena lebih

menggambarkan status gizi seseorang.

e. Klasifikasi Status Gizi

Menurut WHO Antro 2005 kategori dan ambang batas status gizi anak

berdasarkan indeks :

IndeksKategori status

giziAmbang batas (z-Score)

Berat badan menurut umur

(BB/U)

anak umur 0-60 bulan

Gizi buruk <-3 SD

Gizi kurang 3 SD sampai dengan -2SD

Gizi baik -2 SD sampai dengan 2 SD

Gizi lebih >2SD

Panjang badan menurut Sangat Pendek -3SD

7

Page 8: Proposal 22

umur

(PB/U) atau Tinggi menurut

umur (TB/U)

Anak umur 0-60 bulan

Pendek -3SD sampai dengan <2SD

Normal -2SD sampai dengan 2SD

Tinggi >2SD

Berat badan menurut panjang

badan (BB/PB) atau berat

badan menurut tinggi badan

(BB/TB) Anak umur 0-60 bln

Sangat kurus <-3SD

Kurus -3SD sampai dengan <-2SD

Normal -2SD sampai dengan 2SD

Gemuk >2SD

Indeks massa tubuh menurut

umur (IMT/U)

Anak umur 0-60 bulan

Sangat kurus <-3SD

Kurus -3SD sampai dengan <-2SD

Normal -2SD sampai dengan 2SD

Gemuk >2SD

Indeks massa tubuh menurut

umur (IMT/U)

Anak umur 5-18 th

Sangat kurus <-3SD

Kurus -3SD sampai dengan <-2SD

Normal -2SD sampai dengan 1SD

Gemuk >1SD sampai dengan 2SD

Obesitas >2SD

Sumber : ( Keputusan Menkes RI No. 1995/MENKES/SK/XII/2010, WHO Antro 2005 ).

f. Pola Konsumsi Makanan

Keadaan kesehatan gizi tergantung dari tingkat konsumsi.Ditentukan

oleh kualitas serta kuantitas hidangan yang mempunyai semua zat gizi yang

dibutuhkan oleh tubuh. Jika susunan hidangan memenuhi kebutuhan tubuh

yang berdasarkan dari kualitas dan kuantitasnya maka akan menghasilkan

kesehatan yang baik untuk tubuh. Tingkat kesehatan dilihat dari gizi yang

sesuai.Tingkat kesehatan gizi merupakan defiesiensi dari hasil kosumsi juga

terjadi pada orang sehat.Gejala-gejalanya bisa berupa berat badan yang

kurang dari ideal, dan penyediaan zat gizi tidak mencukupi.

Penyakit-penyakit yang berhubungan dengan gizi dapat dibagi dalam

beberapa golongan:

a. Penyakti gizi lebih (obesitas)

Penyakit gizi lebih berhubungan dengan kelebihan energi yang

dikonsumsi sehari-hari.Ada tiga zat gizi sebagai penghasil energi utama

adalah karbohidrat, lemak dan protein. Yang mana jika kelebihan zat ini

akan dirubah menjadi lemak dan disimpan dalam tubuh dibawah kulit. Jika

8

Page 9: Proposal 22

dibiarkan menumpuk lemak bisa berakibat dengan sistem kerja jantung,

akibat flag-flag lemak yang menempel pada dinding jantung.

b. Penyakit gizi kurang (malnutrition dan undernutrition)

Penyakit gizi kurang mencakup semua konsumsi makanan yang tidak

seimbang dan tidak mencukupi asupan kebutuhan tubuh .Gejala subyektif

yang terutama diderita adalah perasaan lapar atau yang juga bisa disebut

gizi lapar (undernutrition).

Penyakit malnutrition yang sering terjadi biasanya seperti KEP

(kekurangan energi protein) yang biasanya terjadi pada anak berusia balita.

c. Penyakit metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism)

Merupakan penyakit yang diturunkan dari orang tua kepada anak

secara genetik, bermanifestasi sebagai kelainan dalam proses metabolisme

zat gizi tertentu.

d. Penyakit keracunan makanan

Keracunan makanan biasanya terlihat gejala-gejala yang terjadi pada

saluran pencernaan seperti mulas, rasa sakit diperut, mual dan muntah,

serta diare. Sering juga terjadi gejala-gejala yang berhubungan dengan

syaraf, karena banyaknya racun makanan.

e. Penyimpangan positif

Positif deviance dipakai untuk menhjelaskan suatu keadaan

penyimpangan positif yang berhubungan dengan kesehatan,pertumbuhan

dan perkembangan anak-anak tertentu dengan anak-anak lain didalam

lingkungan masyarakat atau keluarga yang sama.Secara khusus,pengertian

positive deviance dapat dipakai untuk menjelaskan factor-faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan serta status gizi yang baik dari anak-anak

yang hidup di lingkungan (kumuh),di mana sebagian besar anak lainnya

menderita gangguan pertumbuhan dan perkembangan dengan kondisi

mengalami gizi kurang.

1) Asupan Zat Gizi

Menurut Andersen (1973) status gizi dipengaruhi oleh dua hal

utama,yakni makanan yang dikonsumsi dan derajat

kesehatan.Konsumsi makanan dipengaruhi pola konsumsi keluarga

dan pola distribusi makanan antar anggota keluarga.Asupan gizi

berpengaruh terhadap status gizi seseorang.Asupan zat gizi yang

kurang dari makanan yang dikonsumsi seseorang merupakan salah

satu penyebab langsung timbul masalah gizi.

2) Asupan Energi

9

Page 10: Proposal 22

Kecukupan energi adalah sejumlah energi dari makanan untuk

mengimbangi energi dari makanan untuk mengimbangi energy yang

digunakan bagi perorangan dengan ukuran komposisi tubuh serta

kegiatan jasmani yang dapat menjamin kesehatan dalam jangka

panjang,serta tetap terpeliharanya segala kegiatan yang

dilakukan.Bahan utama penghasil zat gizi adalah makanan pokok

seperti serealia.

Energi dibutuhkan individu untuk memenuhi kebutuhan energy

basal,menunjang proses pertumbuhan dan untuk aktivitas sehari-

hari.Energi dapat diperoleh dari karbohidrat,lemak,dan protein yang

ada didalam bahan makanan.Balita yang kekurangan atau kehilangan

protein dalam jangka lama akan menyebabkan status gizi yang

menurun dan berlanjut menjadi gizi buruk.

3) Asupan Protein

Fungsi protein bagi tubuh adalah untuk pertumbuhan dan

pemeliharaan jaringan tubuh.Protein sebagai zat pembangun yaitu

merupakan bahan jaringan baru.Bahan makanan hewani merupakan

sumber protein yang baik,dalam jumlah maupun mutu,tetapi hanya

merupakan 18,4 % konsumsi protein rata-rata penduduk

Indonesia.Sedangkan bahan makanan nabati yang kaya dalam protein

adalah kacang-kacangan,dengan kontribusinya rata-rata terhadap

konsumsi protein hanya 9,9 %.Kekurangan protein banyak terdapat

pada masyarakat social ekonomi rendah.Kekurangan protein murni

pada stdium berat menyebabkan kwashiorkor pada anak-anak

dibawah lima tahun

Tabel 2.1

Angka Kecukupan Gizi 2012

Kecukupan Energi Dan Protein Yang Dianjurkan Untuk

Balita Indonesia,2012

Kelompok

Umur

TB

(cm)

BB

(kg)

Energi

(kkal)

Protein

(g)

Bayi/Anak

0 - < 6 bl 61 6 550 12

6 - <12 bl 71 9 700 16

1-3 th 91 13 1050 20

4-6 th 112 19 1550 28

10

Page 11: Proposal 22

Sumber Widya Karya Pangan dan Gizi.Jakarta

Cara mengukur pola konsumsi makanan berdasarkan jenis data yang diperoleh dapat

dilakukan dengan cara yaitu sebagai berikut :

1. Metode kualitatif

a. Metode frekuensi makanan ( food frequensi )

b. Metode dietary history

c. Metode telepon

d. Metode pendaftaran makanan

2. Metode kuantitatif

a. Metode recall 24 jam

b. Perkiraan makanan ( estimated food records )

c. Penimbangan makanan ( food weighing )

d. Metode food account

e. Metode inventaris ( inventary method )

f. Pencacatan ( household food record )

3. Metode kualitatif dan kuantitatif

a. Metode recall 24 jam

b. Metode riwayat makanan ( dietary history )

c. SQ – FFQ

Berdasarkan sasaran pengamatan atau pengguna yaitu :

1. Tingkat nasional yaitu FBS

2. Tingkat rumah tangga

a. pencatatan ( food accound )

b. Metode pendaftaran ( food list )

c. Metode inventaris ( inventory method )

d. Pencacatan makanan rumah tangga ( household food record )

3. Tingkat individu atau perorangan

a. Metode recall 24 jam

b. Metode estimated food records

c. Metode penimbangan makanan

d. Metode dietary history

e. Metode frequensi makanan ( food frequency )

g. Penyakit Infeksi

Proses terjadinya penyakit infeksi disebabkan adanya interaksi antara

agent ( faktor penyebab ), manusia ( pejamu/host ), dan faktor lingkungan.

11

Page 12: Proposal 22

Proses interaksi ini disebabakan agent atau penyebab penyakit kontak dengan

manusia sebagai pejamu yang rentan dan didukung oleh keadaan lingkungan.

a. Faktor Agent

“Agent” sebagai faktor penyebab penyakit dapat berupa unsur hidup

atau mati yang terdapat dalam jumlah yang berlebih atau kekurangan.

Agent berupa unsur hidup yang terdiri dari :

1) Virus

2) Bakteri

3) Jamur

4) Parasit

5) Protozoa

6) Metazoa

Agent berupa unsur mati berupa :

1) Fisika : sinar radioaktif

2) Kimia : karbon monoksida, obat – obatan, pestisida. Hg, Cadmiun,

Arsen

3) Fisik : benturan atau tekanan

Unsur pokok kehidupan :

1) Air

2) Udara

b. Faktor Pejamu

“Pejamu” adalah keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga

menjadi faktor resiko untuk terjadinya penyakit. Faktor ini disebut faktor

intrinsik. Faktor pejamu dan agent dapat diumpakan sebagai tanah dan

benih. Tumbuhnya benih tergantung keadaan tanah yang dianalogikan

dengan timbulnya penyakit yang tergantung keadaan pejamu.

Faktor pejamu yang merupakan faktor resiko timbulnya penyakit

adalah sebagai berikut:

1) Genetik. Misalnya penyakitnya herediter seperti hemophilia, sickle cell

anemia dan gangguan glukosa 6 fosfotase.

2) Umur. Misalnya usia lanjut untuk terkena karsinoma, penyalit jantung,

dll.

3) Jenis kelamin. Misalnya penyakit kelenjer gondok, kolosistitis, reumatoid

artritis, diabetes melitus, penyakit jantung dan hipertensi.

12

Page 13: Proposal 22

4) Keadaan fisiologis. Kehamilan dan persalinan memudahkan terjadinya

berbagai penyakit seperti keracunana kehamilan, anemia, dan psikosis

pasca partum.

5) Kekebalan. Orang – orang yang tidak mempunyai kekebalan terhadapa

suatu penyakit akan terkena suatu penyakit.

c. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor ketiga sebagai penunjang terjadinya

penyakit. faktor ini disebut faktor ekstrinsik. Faktor lingkungan berupa

lingkungan fisik, biologis, sosial ekonomi.

Penyebab gizi kurang tidak hanya disebabkan oleh makanan.

Makanan yang kurang tetapi juga karena penyakit. Anak yang mendapatkan

makanan yang baik tetapi karena sakit siare atau demam dapat menderita

kurang gizi. Demikian pada naka yang makannya tidak cukup baik maka

daya tahan tubuh akan melenmah dan mudah terserang penyakit.

Kenyataannya baik makanan maupun penyakit secara bersama – sama

merupakan penyebab kurang gizi.

h. Pola Asuh

Pola pengasuhan anak adalah aktivitas yang berhubungan pemenuhan

pangan, pemeliharaan fisik dan perhatian terhadap anak, pengasuhan anak

meliputi aktivitas perawatan terkait gizi atau persiapan makanan dan menyusui,

pencegahan dan pengobatab penyakit dan memandikan anak, membersihkan

rumah.

Pola asuh makan sebagai praktek-praktek pengasuhan yang diterapkan

oleh ibu kepada anak dengan cara dan situasi makan selain pola asuh makan,

pola asuh kesehatan yang dimiliki ibu juga turut mempengaruhi status

kesehatan anak balita, pada akhirnya akan mempengaruhi status anak balita

secara langsung.

Analisis pola asuh yang dpaat dikaji adalah pemebrian ASI pada anak

balita. Berdasarkan Susenas 1995 dan 2003 secara nasional pemebrian Asi

terutama pada bayidibawah satu tahun menurun dari 46,5 % tahun 1995

menjadi 31,1 % pada tahun 2003.

Pola pengasuhan anak yang kurang memadai, sehingga setiap keluarga

dan masyarakat diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian dukungan

terhadap anak agar dapat bertumbuh dan berkembang dengan normal fisik,

mental dan sosial.

13

Page 14: Proposal 22

i. Pelayanan Kesehatan dan Hygien Sanitasi Lingkungan

Adalah tersedianya sarana pelayanan kesehatan dan air bersih yang

terjangkau oleh seluruh keluarga. Faktor tersebut sangat terkait dengan tingkat

pendidikan, pengetahuan, dan keterampilan keluarga. Makin tinggi pendidikan,

pengetahuan dan keterampilan keluarga kemungkinan keluarga akan makin

banyak memanfaatkan pelayanan yang ada.

j. Kadarzi (Keluarga Sadar Gizi)

Keluarga sadar gizi adalah keluarga yang berperilaku gizi seimbang,

yang mengerti dan memahami pentingnya fungsi serta manfaat gizi (Depkes,

2004. hlm. 6).

Keluarga sadar gizi (kadarzi) adalah suatu keluarga yang mampu

mengenal, mencegah dan mengatasi masalah gizi setiap anggota keluarganya

(Suparmanto,2006: 4).

Keluarga Sadar Gizi (KADARZI) diharapkan mampu mengatasi masalah

gizi diatas. Keluarga dikatakan sadar gizi apabila sudah mempraktikkan

perilaku gizi yang baik. Perilaku gizi tersebut antara lain :

a. Menimbang berat badan secara teratur. Perilaku ini berhubungan dengan

penimbangan berat badan balita setiap bulan, dicatat dalam kartu KMS

(Kartu Menuju Sehat) atau buku KIA.

b. Memberikan air susu ibu (ASI) eksklusif kepada bayi sejak lahir sampai umur

6 bulan. Perilaku ini berhubungan dengan pemberian ASI saja kepada bayi

yang berumur 0-6 bulan, tidak diberi makanan dan minuman lainnya.

c. Makan beraneka ragam. Perilaku ini berhubungan dengan pemberian balita

konsumsi makanan pokok, lauk pauk, sayur dan buah setiap hari.

d. Menggunakan garam beryodium. Perilaku ini berhubungan dengan

penggunakan garam beryodium oleh keluarga untuk memasak setiap

harinya.

e. Minum suplemen gizi sesuai anjuran. Perilaku ini berhubungan dengan

beberapa hal, yaitu : a. Bayi usia 6-11 bulan mendapat kapsul vitamin A biru

pada bulan Februari atau Agustus, b. Anak balita usia 12-15 bulan mendapat

kapsul vitamin A merah setiap bulan Feburari dan Agustus, c. Ibu hamil

mendapat TTD minimal 90 tablet selama masa kehamilan, dan d. Ibu nifas

mendapat dua kapsul A merah : satu kapsul diminum setelah melahirkan

dan satu kapsul lagi diminum pada hari berikutnya paling lambat pada hari

ke-28.

14

Page 15: Proposal 22

B. Kerangka Teori

Dampak

Penyebab langsung

Penyebab tidak lansung

Kurang pendidikan, pengetahuan dan keterlampilan

pok Pokok masalah di masyarakat

Pengangguran, inflasi, kurang pangan dan kemiskinan

Akar masalah

Penyebab gizi kurang ( disesuikan dari bagan UNICEF (1998) the state of the

world’s children 1998. Oxford Univ. Press)

C. Kerangka Konsep

15

Gizi Kurang

Makanan tidak penyakit Seimbang infeksi

Sanitasi dan air bersih/pelayanan kesehatan dasar tidak memadai

Pola asuh anak tidak memadai

Tidak cukup ketersediaan pangan

Keluarga pemberdayaan wanita dan keluarga, kurang pemanfaatan SDM

Krisis ekonomi, politik dan sosial

Konsumsi makanan

Pelayanan kesehatan dan gizi

Status Gizi Balita

Penyakit infeksi

Ketersediaan pangan

Pola asuh

KADARZI

Page 16: Proposal 22

D. Matrik Definisi Operational

VARIABEL DEFINISI CARA UKUR ALAT UKUR HASIL UKUR

SKALA

UKUR

Status Gizi suatu ukuran

mengenai

kondisi tubuh

seseorang

yang

dapat dilihat

dari makanan

yang

dikonsumsi

dan

penggunaan

zat-zat gizi di

dalam

tubuhdengan

3 indikator

BB/U, TB/U,

BB/TB

Antropometri

-BB/U

-TB/U

-BB/TB

Dacin alat

untuk

mengukur tinggi

badan

Form umur

Indeks BB/U

· Gizi Buruk

: < -3 SD*

· Gizi

Kurang : > -3 Sd

s/d < -2 SD

· Gizi Baik :

> -2 SD s/d < +2

SD

· Gizi

Lebih : > +2 SD

TB/U

< -3 SD Sangat

Pendek

- 3 s/d <-2 SD

Pendek

- 2 s/d +2 SD

Normal

> +2 SD Tinggi

BB/TB

< -3 SD Sangat

Kurus

- 3 s/d <-2 SD

Kurus

- 2 s/d +2 SD

Normal

> +2 SD Gemuk

Rujukan : SK

Menkes no tahun

2010

Ordinal

Konsumsi Informasi Wawancara Food recall 2 x Tingkat konsumsi Ordinal16

Page 17: Proposal 22

Makanan tentang jenis

dan jumlah

makanan

yang

dikonsumsi

oleh

responden

24 jam

Formulir FFQ

makanan

dikategorikan

menjadi :

- Zat gizi makro

1. Cukup 80%

AKG

2. Kurang < 80%

AKG

- Zat gizi mikro

1.Cukup 100%

AKG

2.Kurang < 100%

AKG

Rujukan : PGRS

2013

Penyakit

infeksi

Pernah atau

tidaknya

balita

mengalami

gejala

penyakit

infeksi (diare,

pertusis,

difteri, ISPA,

disentri,

DBD,

cacingan,TB

C, polio,

Hepatitis B,

campak, dll)

dalam 6 bln

terakhir

Wawancara Kuesioner Ya : pernah

menderita penyakit

infeksi (6 bulan

terakhir).

Tidak : tidak

pernah menderita

penyakit infeksi (6

bulan terakhir).

Ordinal

Ketersediaa

n Pangan

Kemampuan

keluarga

Wawancara Kuesioner

FFQ

Ketersediaan

pangan

Ordinal

17

Page 18: Proposal 22

menyediakan

makanan

untuk

mencukupi

kebutuhan

pangan

sehari-hari

dikategorikan

menjadi :

1. Rendah

< median

2. Tinggi median

Pola asuh

ibu

Perilaku

dalam

melakukan

tindakan yg

berkaitan

dengan

masalah gizi

dan

perawatan

kesehatan

Wawancara kuesioner Pola asuh ibu

terhadap anak

Kategori :

1. Baik :

≥ Nilai Tengah

2. Tidak baik :

< Nilai tengah

Ordinal

Pelayanan

Kesehatan.

Pemanfaatan

dan jenis

pelayanan

kesehatan

Wawancara Kuesioner Baik :

≥Nilai Tengah

Kurang :

<Nilai Tengah

Ordinal

KADARZI suatu

gerakan yang

terkait

dengan

program

kesehatan

keluarga dan

gizi (KKG),

yang

merupakan

bagian dari

usaha

perbaikan

Gizi Keluarga

Wawancara Kuesioner Baik : ≥Nilai

Tengah

Kurang : <Nilai

Tengah

Ordinal

18

Page 19: Proposal 22

(UPGK)

E. Hipotesa

1. Ada hubungan konsumsi makanan dengan status gizi balita.

2. Ada hubungan penyakit infeksi dengan status gizi balita.

3. Ada hubungan ketersediaan pangan dengan status gizi balita.

4. Ada hubungan pola asuh dengan status gizi balita.

5. Ada hubungan pelayanan kesehatan dan gizi dengan status gizi balita.

6. Ada hubungan KADARZI dengan status

BAB III

19

Page 20: Proposal 22

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini termasuk penelitian survei dengan pendekatan cross sectional .

Dimana variable independennya adalah konsumsi makan, penyakit infeksi,

ketersediaan pangan, pelayanan kesehatan, pola asuh dan variable dependennya

adalah status gizi di ukur dalam waktu yang bersamaan.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada balita yang berumur 6-59 bulan di

Wilayah Kerja PUSKESMAS Koto Berapak, Kecamatan Bhayang Kabupaten

Pesisir Selatan yang di lakukan pada tanggal 29 Oktober tahun 2014.

C. Populasi dan Sampel

a. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang mempunyai anak

balita usia 6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan

Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan. Dan responden adalah ibu dari balita usia

6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang,

Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.

b. Sampel

Pengambilan sampel dihitung dengan menggunakan rumus finit.

n =

Keterangan :

n = Besar Sampel

Z = 1,96 pada derajat kepercayaan 95%

P = Proporsi (50%)

d = Presisi (7%)

N = Populasi

Dari perhitungan di dapat jumlah sampel yaitu 69 orang . Pengambilan sampel

penelitian secara simple random sampling, dimana sampel dipilih berdasarkan kriteria

yang telah ditetapkan peneliti yaitu:

1. Bersedia menjadi responden

2. Keluarga yang memiliki balita

20

Page 21: Proposal 22

3. Bisa berkomunikasi dengan baik

D. Jenis dan Cara pengumpulan Data

1. Data Primer

Yang termasuk kedalam data primer status gizi, konsumsi makanan,

penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh, dan pelayanan kesehatan.

Data primer didapat dengan wawancara langsung dengan responden dan

menggunakan kuesioner untuk mengetahui konsumsi makanan, penyakit

infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh,dan pelayanan kesehatan di

Kabupaten Pesisir Selatan. Untuk mengetahui konsumsi makanan

masyarakat di Kabupaten Pesisir Selatan dilakukan dengan menggunakan

format food recall, sedangkan untuk mengetahui status gizi diketahui dengan

pengukuran antropometri BB/U, TB/U, dan BB/TB.

2. Data Sekunder

Yang termasuk ke dalam data sekunder dalam penelitian ini adalah

data-data yang dikumpulkan dari Dinas Kesehatan Provinsi, Dinas Kesehatan

Kota/Kabupaten, dan Riskesdas Sumbar 2010. Selain itu juga dari Dinas

Kesehatan setempat, Posyandu dan Puskesmas, yang mencakup profil

daerah, sarana dan prasarana dan program gizi yang ada di daerah tersebut.

E. Teknik Pengolahan Data

Data yang dikumpul dicek kembali apakah ada kesalahan. Kemudian data

di analisis sesuai dengan tujuan penelitian. Sebelum melakukan analisis data

terlebih dahulu diolah dengan tujuan mengubah data menjadi informasi. Langkah-

langkah pengolahan data tersebut adalah seabagai berikut :

1. Pemeriksaan data ( Editing )

Data yang telah didapat dari setiap lembaran kuisioner tentang status gizi,

konsumsi makanan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh dan

pelayan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan

Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014. Dilakukan pengecekan

kembali terhadap isi kuisioner untuk memastikan data yang diperoleh adalah

data yang benar terisi secara lengkap, relevan dan dapat dibaca dengan baik.

2. Mengkode Data (coding)

Setelah data diperiksa kelengkapannya, dan kuisioner telah lengkap, lalu

dilakukan pemberian nomor atau kode pada setiap jawaban untuk

memudahkan pengolahan data. Kode yang diberikan sesuai dengan kriteria

teori dari setiap aspek yang mengacu kepada:

21

Page 22: Proposal 22

a) Variabel status gizi dikategorikan

Kurang : -3 SD < -2 SD

Baik : - 2 SD sd 2 SD

b) Variabel konsumsi makanan diberi nilai 1 bila anak mengkonsumsi makanan

dan diberi nilai 0 bila anak tidak mengkonsumsi makanan yang diberikan dan

dikategorikan sebagai berikut :

Ya : Apabila anak mengkonsumsi makanan yang diberikan.

Tidak : Apabila anak tidak mengkonsumsi makanan yang diberikan.

c) Variabel penyakit infeksi diberi nilai 1 bila anak menderita penyakit infeksi

dan diberi nilai 0 bial tidak sakit dan dikategorikan sebagai berikut :

Pernah : Apabila anak menderita salah satu penyakit infeksi

Tidak pernah : Tidak ada menderita penyakit

d) Variabel ketersediaan pangan diberi nilai 1 bila ibu mempunyai ketersedian

bahan pangan dan diberi nilai 0 bila ibu tidak memiliki ketersediaan pangan

dan dikategorikan sebagai berikut :

Ya : Apabila ibu memiliki ketersediaan pangan

Tidak : Apabila ibu tidak memiliki persediaan pangan

e) Variabel pola asuh diberi nilai 1 bila ibu memberikan pola asuh terhadap

balita nya dan diberi nilai 0 bila ibu tidak memberikan pola asuh terhadap

balita nya dan dikategorikan sebagai berikut :

Ya : Memberikan pola asuh terhadap balita nya

Tidak : Tidak memberikan pola asuh terhadap balita nya

f) Variabel pelayanan kesehatan diberi nilai 1 bila anak mendapatkan

pelayanan kesehatan dan diberi nilai 0 bila anak tidak mendapatkan

pelayanan kesehatan dan dikategorikan sebagai berikut :

Ya : Mendapatkan pelayanan kesehatan

Tidak : Tidak mendapatkan pelayanan kesehatan

3. Memasukan Data (Entry data)

Memproses data agar dapat dianalisa, memproses data telah dilakukan

dengan cara mengentri data dari format pengumpulan data dari format

pengumpulan data ke master tabel. Data dengan status gizi, konsumsi

makanan, penyakit infeksi, ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayan

kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang,

Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014, yang telah diberi kode dimasukkan ke

dalam master tabel. Semua data telah di entrikan.

4. Membersihkan data (cleaning)

22

Page 23: Proposal 22

Data dari status gizi, konsumsi makanan, penyakit infeksi, ketersediaan

pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto

Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014, yang

telah dimasukkan kedalam master tabel di cek kembali. Hasilnya tidak

ditemukan kesalahan dalam entri data.

5. Mentabulasikan Data (Tabulating)

Setelah semua data status gizi, konsumsi makanan, penyakit infeksi,

ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Berapak Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2014, terkumpul kemudian dilakukan pentabulasian dengan membuat

master tabel distribusi frekuensi antar masing-masing variabel.

6. Memproses data (Processing)

Setelah data status gizi, konsumsi makanan, penyakit infeksi,

ketersediaan pangan, pola asuh dan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Berapak, Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan

tahun 2014, telah dipastikan bersih dari kesalahan, lalu data diolah dan

dilanjutkan dengan analisis univariat dan bivariat.

F. Analisis data

Proses analisis data dapat di lakukan dengan dua tahap yaitu: analisis data

univariat dan analisis data bivariat.

1. Analisis Univariat

Analisis Univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan

karakteristik setiap variable penelitian. Bentuk analisis univariat tergantung dari

jenis data nya. Analisis univariat digunakan untuk mengetahui distribusi

frekuensi variable yang diteliti yaitu faktor-faktor yang mempengaruhi status gizi

anak balita umur 6-59 bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Berapak,

Kecamatan Bayang, Kabupaten Pesisir Selatan tahun 2014.

2. Analisis Bivariat

Untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan independen

data yang disajikan dalam bentuk tabel silang. Pengolahan dilakukan secara

komputerisasi dengan uji chi squere, korelasi, uji statistik lainnya yang

memenuhi syarat dengan kemaknaan yang digunakan α = 0.05 dan derajat

kepercayaan 95%.

Jika p value ≤ 0.05 berati Ho di tolak dan Ha diterima ini berarti ada

hubungan yang bermakna antara variabel dependen dengan variabel

23

Page 24: Proposal 22

independen, tapi jika p value > 0.05 berarti tidak ada hubungan yang bermakna

antara variabel dependen dan variabel independen.

24

Page 25: Proposal 22

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi (Geografis, Demografis, Sarana Prasarana

kesehatan, Program Kesehatan, dll)

1. Letak Geografis Nagari

Nagari Talaok merupakan salah satu nagari yang teletak di Kecamatan

Bayang Kabupaten Pesisir Selatan. Luas Nagari Talaok ± 1200 Ha dengan

ketinggian dipermukaan laut ± 10 M. Nagari Talaok berbatasan dengan :

Sebelah Barat : Nagari Aur Begalung

Sebelah Timur : Nagari Gurun Panjang

Sebelah Selatan : Nagari Kapeh Panji

Sebelah Utara : Nagari Koto Berapak

Nagari Talaok terdiri dari 2 kampung yaitu :

a. Kampung Talaok

b. Kampung Lubuk Pasing

2. Gambaran Demografis Daerah

Jumlah penduduk Nagari Talaok secara keseluruhan ± 2.810 jiwa dengan

jumlah penduduk laki-laki ± 1.388 jiwa dan jumlah penduduk perempuan ± 1.422

jiwa yang terdiri dari 753 kepala keluarga dengan rincihan sebagai berikut :

Tabel 4.1

Jumlah penduduk Nagari Talaok

No Kategori Jumlah

1 Jumlah total penduduk 2.810 orang

2 Jumlah penduduk laki-laki 1.388 orang

3 Jumlah penduduk perempuan 1.422 orang

Jumlah KK 753 KK

Pekerjaan penduduk talaok pada umumnya petani, namun ada juga yang

berprofesi lain yaitu sebagai berikut :

Tabel 4.2

Pekerjaan Penduduk Talaok

No Jenis Pekerjaan Jumlah jiwa

1 Petani 2.819 orang

2 Buruh tani 382 orang

3 Buruh/swasta/karyawan 80 orang

4 PNS/TNI/POLRI 164 orang

25

Page 26: Proposal 22

5 Pengrajin 11 orang

6 Pedagang 161 orang

7 Peternak 100 orang

8 Nelayan 190 orang

9 Montir 9 orang

10 Dokter 1 orang

3. Sarana dan Prasaranan

Tabel 4.2

Sarana dan Prasarana Pemerintahan

No Uraian Jumlah

1 Kantor Wali Nagari 1

2 Kantor BMN 1

3 Computer 1

4 Laptop 2

5 Mesin TIK 1

Tabel 4.3

Sarana Pendidikan

No Uraian Julmlah

1 SD/MI 3

2 TK 2

3 MAK 1

4 TPA 3

5 PAUD 1

6 Jumlah

Perpustakaan

6

7 MTSN 1

8 STAI MA 1

9 SMK 1

26

Page 27: Proposal 22

Tabel 4.4

Sarana Peribadatan

Tabel 4.5

Sarana Olahraga

No Uraian Jumlah

1 Lapangan Bulu

Tangkis

1

2 Lapangan Bola

Volly

1

3 Lapangan

Takraw

1

Tabel 4.6

Sarana dan Prasarana Kesehatan

No Uraian Jumlah

1 Poskesri 1

2 Posyandu 1

3 Bidan 1

B. Karakteristik RT dan Sampel (Jumlah ART, Pendidikan ortu, pekerjaan ortu,

umur sampel, jenis kelamin, BBL)

1. Jumlah Anggota Keluarga

Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata setiap kepala keluarga

memiliki lima anggota keluarga. Dengan anggota keluarga minimal sebanyak tiga

orang anggota keluarga. Dan maksimal anggota keluarga sebanyak 8 orang

anggota keluarga

2. Umur Orang Tua

Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata umur ayah adalah 36

tahun. Dengan umur minimal ayah yaitu 22 tahun. Dan umur maksimal ayah

yaitu 53 tahun. Sedangkan untuk umur ibu rata-rata umurnya adalah 32 tahun.

Dengan umur minimal 17 tahun, dan umur maksimal 46 tahun.

27

No Uraian Jumlah

1 Masjid 3

2 Mushalla/Surau 2

Page 28: Proposal 22

3. Pendidikan Orang Tua

Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata pendidikan terakhir ayah

adalah SLTP (Sekolah Menengah Pertama). Dengan pendidikan minimum yaitu

SD (Sekolah Dasar) dan pendidikan maksimum ayah yaitu PK (Perguruan

Tinggi). Sedangkan untuk rata-rata pendidikan terakhir ibu adalah SLTA

(Sekolah Menengah Atas). Dengan pendidikan minimum yaitu SD (Sekolah

Dasar) dan pendidikan maksimum ayah yaitu PK (Perguruan Tinggi).

4. Pekerjaan Orang Tua

Dari semua sampel yang telah terpilih hampir setengah dari sampel

yang kepala keluarganya bekerja sebagai petani/nelayan. Selain itu banyak juga

kepala keluarganya yang bekerja sebagai pedagang/wiraswasta. Sedangkan

untuk ibu hampir semua ibu tidak bekerja atau sebagai ibu rumah tangga.

5. Umur Sampel

Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata balita yang terpilih

sebagai sampel berumur 32 bulan. Dengan umur minimal sampel yaitu 6 bulan

dan umur maksimal sampel 59 bulan.

6. Jenis Kelamin Sampel

Dari semua sampel yang telah terpilih 33 sampel berjenis kelamin laki-

laki, dan 36 sampel berjenis kelamin perempuan.

7. Berat Badan Lahir

Dari semua sampel yang telah terpilih rata-rata berat badab lahir balita

yaitu 3.2 kg. Dengan berat badan lahir minimum 1.7 kg dan berat badan lahir

maksimum 4.2 kg.

C. Hasil analisis univariat

Dari penelitian yang telah dilakukan di wilayah puskesmas koto barapak

kecamatan baying kabupaten pesisir selatan, didapatkan hasil sebagai berikut :

1. Distribusi status gizi balita berdasarkan BB/U, TB/U, BB/PB

a. Berat badan menurut umur

Tabel 4.1

Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan Berat

Badan Menurut Umur Pada Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kanagarian

Talaok Kecamatan Bayang Tahun 2014

Status gizi BB/U n %

Gizi buruk 6 8.7

Gizi kurang 10 14.5

28

Page 29: Proposal 22

Gizi normal 51 73.9

Gizi lebih 2 2.9

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.1 di atas dapat diketahui bahwa balita dengan status gizi

normal paling banyak dengan persentase 73,9 %. Balita dengan status gizi

kurang lebih banyak dibandingkan status gizi buruk dengan rata-rata status gizi

berat badan menurut umur 2,71.

b. Tinggi badan menurut umur

Tabel 4.2

Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan Tinggi

Badan Menurut Umur Pada Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kanagarian

Talaok Kecamatan Bayang Tahun 2014

Status gizi TB/U n %

Sangat pendek 10 14.5

Pendek 18 26.1

Normal 40 58.0

Tinggi 1 1.4

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.2 di atas dapat diketahui bahwa balita dengan status

gizi berdasarkan tinggi badan menurut umur paling banyak pada keadaan

normal dengan persentase 58 %. Balita pendek lebih banyak dibandingkan

balita sangat pendek dan terdapat satu orang balita dengan status gizi tinggi

dengan rata-rata status gizi tinggi badan menurut umur 2,46.

c. Tinggi badan menurut berat badan

Tabel 4.3

Distribusi Frekuensi Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan Tinggi

Badan Menurut Berat Badan Pada Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak

Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Status gizi TB/PB n %

Sangat kurus 4 5.8

Kurus 3 4.3

Normal 61 88.4

Gemuk 1 1.4

Total 69 100.0

29

Page 30: Proposal 22

Berdasarkan tabel 4.3 di atas dapat diketahui bahwa balita dengan status

gizi berdasarkan tinggi badan menurut berat badan paling banyak pada

keadaan normal dengan persentase 88,4 %. Balita sangat kurus lebih banyak

dibandingkan balita kurus dan terdapat satu orang balita dengan status gizi

gemuk dengan rata-rata status gizi tinggi badan menurut berat badan 2,86.

2. Distribusi konsumsi makanan balita

a. Konsumsi energi

Tabel 4.4

Distribusi Frekuensi Konsumsi Energi Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi Energi n %

Kurang 17 60.9

Cukup 52 39.1

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.4 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi energi balita

yang kurang lebih banyak daripada konsumsi energi cukup dengan persentase

konsumsi energi kurang 60,9 % dan konsumsi energi cukup 27 %. Rata-rata yang

didapatkan 0,39.

b. Konsumsi protein

Tabel 4.5

Distribusi Frekuensi Konsumsi Protein Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi Protein n %

Kurang 17 24.6

Cukup 52 75.4

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.5 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi protein balita

yang cukup lebih banyak daripada konsumsi energi kurang dengan persentase

konsumsi protein cukup 75,4 % dan konsumsi protein kurang 17 %. Rata-rata yang

didapatkan 0,75.

30

Page 31: Proposal 22

c. Konsumsi lemak

Tabel 4.6

Distribusi Frekuensi Konsumsi Lemak Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi Lemak n %

Kurang 44 63.8

Cukup 25 36.2

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.6 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi lemak balita

yang kurang lebih banyak daripada konsumsi lemak cukup dengan persentase

konsumsi lemak kurang 63,8 % dan konsumsi lemak cukup 36,2 %. Rata-rata yang

didapatkan 0,36.

d. Konsumsi kabohidrat

Tabel 4.7

Distribusi Frekuensi Konsumsi Karbohidrat Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah

Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan bayang Kanagarian Talaok Tahun

2014

Konsumsi

Karbohidratn %

Kurang 41 59.4

Cukup 28 40.6

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.7 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi karbohidrat balita

yang kurang lebih banyak daripada konsumsi karbohidrat cukup dengan

persentase konsumsi karbohidrat kurang 59,4 % dan konsumsi karbohidrat cukup

40,6 %. Rata-rata yang didapatkan 0,41.

e. Konsumsi Vitamin A

Tabel 4.8

Distribusi Frekuensi Konsumsi Vitamin A Balita Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah

Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi Vitamin

An %

Kurang 6 8.7

Cukup 63 91.3

31

Page 32: Proposal 22

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.8 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Vitamin A balita

yang cukup lebih banyak daripada konsumsi Vitamin A kurang dengan persentase

konsumsi Vitamin A cukup 91,3 % dan konsumsi Vitamin A kurang 8,7 %. Rata-

rata yang didapatkan 0,91.

f. Konsumsi Fe

Tabel 4.9

Distribusi Frekuensi Konsumsi Fe Balita Pada Umur 6-59 Bulan Pada Wilayah

Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi Fe n %

Kurang 58 84.1

Cukup 11 15.9

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.9 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Fe balita yang

kurang lebih banyak daripada konsumsi Fe cukup dengan persentase konsumsi Fe

kurang 84,1 % dan konsumsi Fe cukup 15,9 %. Rata-rata yang didapatkan 0,16.

g. Konsumsi Zink

Tabel 4.10

Distribusi Frekuensi Konsumsi Zink Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi Fe n %

Kurang 53 76.8

Cukup 16 23.2

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.10 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Zink balita yang

kurang lebih banyak daripada konsumsi Zink cukup dengan persentase konsumsi

Zink kurang 76,8 % dan konsumsi Zink cukup 23,2 %. Rata-rata yang didapatkan

0,23.

32

Page 33: Proposal 22

h. Konsumsi Kalsium

Tabel 4.11

Distribusi Frekuensi Konsumsi Kalsium Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Kalsiumn %

Kurang 54 78.3

Cukup 15 21.7

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.11 di atas dapat diketahui bahwa konsumsi Kalsium balita

yang kurang lebih banyak daripada konsumsi Kalsium cukup dengan persentase

konsumsi Kalsium kurang 78,3 % dan konsumsi Kalsium cukup 21,7 %. Rata-rata

yang didapatkan 0,22.

3. Pola Makan Balita

a. Pola Makanan Pokok

Tabel 4.12

Distribusi Frekuensi Pola Makanan Pokok Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah

Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Protein

Hewanin %

Tidak baik 22 31.9

Baik 47 68.1

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.12 di atas dapat diketahui bahwa pola makanan pokok balita

yang baik lebih banyak daripada pola makanan pokok tidak baik dengan

persentase pola makanan pokok baik 68,1 % dan pola makanan pokok tidak baik

31,9 %. Rata-rata yang didapatkan 0,68.

b. Pola Protein Hewani

Tabel 4.13

33

Page 34: Proposal 22

Distribusi Frekuensi Pola Protein Hewani Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah

Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Protein

Hewanin %

Tidak baik 16 23.2

Baik 52 76.8

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.13 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi protein

hewani balita yang baik lebih banyak daripada pola konsumsi protein hewani tidak

baik dengan persentase pola konsumsi protein hewani baik 76,8 % dan pola

konsumsi protein hewani tidak baik 23,2 %. Rata-rata yang didapatkan 0,77.

c. Pola Protein Nabati

Tabel 4.14

Distribusi Frekuensi Pola Protein Nabati Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Protein

Nabatin %

Tidak baik 42 60.9

Baik 27 39.1

total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.14 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi protein

nabati balita yang tidak baik lebih banyak daripada pola konsumsi protein nabati

baik dengan persentase pola konsumsi protein nabati tidak baik 60,9 % dan pola

konsumsi protein nabati baik 39,1 %. Rata-rata yang didapatkan 0,39.

d. Pola Sayur

Tabel 4.15

34

Page 35: Proposal 22

Distribusi Frekuensi Pola Sayur Balita Pada Umur 6-59 Bulan Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Sayur n %

Tidak baik 37 53.6

Baik 32 46.4

total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.15 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi sayur balita

yang tidak baik lebih banyak daripada pola konsumsi sayur baik dengan persentase

pola konsumsi sayur tidak baik 53,6 % dan pola konsumsi sayur baik 46,4 %. Rata-

rata yang didapatkan 0,46.

d. Pola Buah

Tabel 4.16

Distribusi Frekuensi Pola Buah Balita Pada Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Buah n %

Tidak baik 35 50.7

Baik 34 49.3

total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.16 di atas dapat diketahui bahwa pola konsumsi buah balita

yang tidak baik lebih banyak daripada pola konsumsi buah baik dengan persentase

pola konsumsi buah tidak baik 50,7 % dan pola konsumsi buah baik 49,3 %. Rata-

rata yang didapatkan 0,49

4. Distribusi penyakit infeksi

Tabel 4.17

Distribusi Frekuensi Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Infeksi n %

Ya

terinfeksi

8 11.6

Tidak

terinfeksi

61 88.4

Total 69 100.0

35

Page 36: Proposal 22

Berdasarkan tabel 4.17 di atas dapat diketahui bahwa balita yang tidak terinfeksi

penyakit lebih banyak daripada balita yang terinfeksi penyakit dengan persentase

balita yang tidak terinfeksi 88,4% dan balita terinfeksi 11,6%.Rata-rata yang

didapatkan 0,88

5. Distribusi tingkat ketersediaan pangan

Tabel 4.18

Distribusi Frekuensi Ketersediaan Pangan Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun

2014

Ketersediaan

Pangann %

Rendah 27 39.1

Tinggi 42 60.9

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.18 Diketahui distribusi frekuensi tingkat ketersediaan pangan

yang dikategorikan tinggi lebih banyak daripada ketersediaan pangan rendah dengan

persentase rendah 39,1% dan tinggi 60,9%.Rata-rata yang didapatkan 0,61.

6. Distribusi pola asuh

Tabel 4.19

Distribusi Frekuensi Pola Asuh Pada Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Pola asuh n %

Tidak baik 30 43.5

Baik 39 56.5

total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.19 Diketahui distribusi frekuensi pola asuh baik lebih banyak

daripada pola asuh tidak baik dengan persentase baik 56,5% dan tidak baik 43,5%.

Rata-rata yang didapatkan 0,57.

7. Distribusi system,jenis dan fasilitas pelayanan kesehatan

36

Page 37: Proposal 22

a. Rumah Sakit

Tabel 4.20

Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Pelayanan Rumah Sakit Pada Balita Umur

6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang

Kanagarian Talaok Tahun 2014

Rumah sakit N %

Ya 12 17.4

Tidak 57 82.6

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.20 Diketahui distribusi frekuensi pelayanan kesehatan

rumah sakit lebih banyak tidak dimanfaatkan dengan persentase 82,6%.

b. Puskesmas

Tabel 4.21

Distribusi frekuensi Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Pada Balita Umur 6-59

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Puskesmas n %

Ya 17 24.6

Tidak 52 75.4

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.21 Diketahui distribusi frekuensi pelayanan kesehatan

puskesmas lebih banyak tidak manfaatkan dengan persentase 75,4 %.

c. Posyandu

Tabel 4.22

Distribusi frekuensi pemanfaatan posyandu Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun

2014

Posyandu n %

Ya 65 94.2

Tidak 3 4.3

total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.22 Diketahui distribusi frekuensi pemanfaatan

posyandu lebih banyak dimanfaatkan dengan persentase 94,2%.

37

Page 38: Proposal 22

d. Pelayanan Bidan

Tabel 4.23

Distribusi Frekuensi Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Bidan Pada

Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan

Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Bidan N %

Ya 48 69.6

Tidak 20 29.0

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.23 Diketahui distribusi frekuensi pelayanan kesehatan bidan

banyak dimanfaatkan dengan persentase 69,6%.

e. Pelayanan Kesehatan lainnya

Tabel 4.24

Distribusi frekuensi pemanfaatan pelayanan kesehatan lainnya pada wilayah kerja

puskesmas koto barapak kecamatan bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Pelayanan

Kesehatan lainnyan %

Tidak 54 78.3

Ada, dukun 15 21.7

Total 69 100.0

Berdasarkan tabel 4.24 Diketahui distribusi frekuensi pelayanan lainnya yang

dikategorikan lebih banyak tidak dimanfaatkan seperti dukun, dengan persentase

78,3%.

8. Distribusi Kadarzi

Tabel 4.25

Distribusi Frekuensi KADARZI Pada Balita Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

KADARZI n %

Tidak

baik

26 37.7

Baik 43 62.3

Total 69 100.0

38

Page 39: Proposal 22

Berdasarkan tabel 4.25 Diketahui distribusi Kadarzi yang baik lebih banyak

dibandingkan kadarzi tidak baik dengan persentase kadarzi baik 62,3% dan kadarzi

tidak baik 37,7%. Rata-rata yang didapatkan 0,62.

D. Hasil Analisis Bivariat

Melihat hubungan variable independen dengan dependen maka digunakan

analisa bivariat sebagai berikut :

1. Hubungan ketersediaan pangan dengan konsumsi makanan Balita Umur 6-59 Bulan

di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

a. Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Makanan Pada Balita

Umur 6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan

Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Tabel 4.26

Hubungan Ketersediaan Pangan dengan Konsumsi Energi Pada Balita Umur 6-59

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Ketersediaan pangan

Konsumsi energi Total

P valueKurang CukupN %

n % n %

Tidak baik 15 55,6 12 44,4 27 100

0,637Baik 27 64,3 15 35,7 42 100

Total 42 60,9 27 39,1 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi energi kurang,

lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (64,3%) dibandingkan

dengan yang tidak baik (55,6%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,637

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan

dengan konsumsi energi balita.

Tabel 4.27

39

Page 40: Proposal 22

Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Protein Pada Balita Umur 6-59

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Ketersediaan pangan

Konsumsi protein Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 5 18,5 22 81,5 27 100

0,510Baik 12 28,6 30 71,4 42 100

Total 17 24,6 52 75,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi protein kurang,

lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (28,6%) dibandingkan

dengan yang tidak baik (18,5%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,510

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan

dengan konsumsi protein balita.

Tabel 4.28

Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Karbohidrat Pada Balita Umur

6-59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang

Kanagarian Talaok Tahun 2014

Ketersediaan pangan

Konsumsi Karbohidrat Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 12 44,4 15 55,6 27 100

0,075Baik 29 69,0 13 31,0 42 100

Total 41 59,4 28 40,6 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi karbohidrat

kurang, lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (69,0%)

dibandingkan dengan yang tidak baik (44,4%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui

p value 0,075 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara

ketersediaan pangan dengan konsumsi karbohidrat balita.

Tabel 4.29

40

Page 41: Proposal 22

Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Lemak Pada Balita Umur 6-59

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Ketersediaan pangan

Konsumsi lemak Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 16 59,3 11 40,7 27 100

0,713Baik 28 66,7 14 33,3 42 100

Total 44 63,8 25 36,2 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi lemak kurang,

lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (66,7%) dibandingkan

dengan yang tidak baik (59,3%). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,713

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan

dengan konsumsi lemak balita.

Tabel 4.30

Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Fe Pada Balita Umur 6-59

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Ketersediaan pangan

Konsumsi Fe Total

P valueKurang CukupN %

n % n %

Tidak baik 22 81,5 5 18,5 27 100

0,895Baik 36 85,7 6 14,3 42 100

Total 58 84,1 11 15,9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Fe kurang, lebih

banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (85,7%) dibandingkan dengan

yang tidak baik (81,5%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,895

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan

dengan konsumsi Fe balita.

Tabel.31

41

Page 42: Proposal 22

Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Vitamin A Pada Balita Umur 6-

59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang

Kanagarian Talaok Tahun 2014

Ketersediaan pangan

Konsumsi Vitamin A Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 3 11,1 24 88,9 27 1000,672

Baik 3 7,1 39 92.9 42 100

Total 6 8,7 63 91,3 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi vitamin A kurang,

lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang tidak baik (11,1%) dibandingkan

dengan yang baik (7,1%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,672

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan

dengan konsumsi vitamin A balita.

Tabel 4.32

Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Zink Pada Balita Umur 6-59

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Ketersediaan pangan

Konsumsi Zink Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 19 70,4 8 29,6 27 1000,469

Baik 34 81,0 8 19,0 42 100

Total 53 76,8 16 23,2 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Zink kurang,

lebih banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (81,0%) dibandingkan

dengan yang tidak baik (70,4%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,469

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan

dengan konsumsi Zink balita.

Tabel 4.33

42

Page 43: Proposal 22

Hubungan Ketersediaan Pangan Dengan Konsumsi Ca Pada Balita Umur 6-59

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Ketersediaan pangan

Konsumsi Ca Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 18 66,7 9 33,3 27 100

0,116Baik 36 85,7 6 14,3 42 100

Total 54 78,3 15 21,7 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Ca kurang, lebih

banyak terdapat pada ketersediaan pangan yang baik (85,7%) dibandingkan dengan

yang tidak baik (66,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,116

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara ketersediaan pangan

dengan konsumsi Zink balita.

2. Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Makanan Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Tabel 4.34

Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Energi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Pola Asuh

Konsumsi Energi Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 16 53,3 14 46,7 30 100

0,381Baik 26 66,7 13 33,3 39 100

Total 42 60,9 27 39,1 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi energi kurang,

lebih banyak terdapat pada pola asuh yang baik (66,7%) dibandingkan dengan yang

tidak baik (53,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,381 (p>0,05),

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi energi

balita.

43

Page 44: Proposal 22

Tabel 4.35

Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Protein Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Pola Asuh

Konsumsi Protein Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 12 40,0 18 60,0 30 100

0,021Baik 5 12,8 34 87,2 39 100

Total 17 24,6 52 75,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi protein kurang,

lebih banyak terdapat pada pola asuh yang tidak baik (40,0%) dibandingkan dengan

yang yang baik (12,8%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,021

(p<0,05), artinya ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi

protein balita.

Tabel 4.36

Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Karbohidrat Pada Balita Umur 6-59 Bulan

di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Pola Asuh

Konsumsi Karbohidrat Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 16 53,3 14 46,7 30 100

0,512Baik 25 64,1 14 35,9 39 100

Total 41 69,4 28 40,6 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi karbohidrat

kurang, lebih banyak terdapat pada pola asuh yang baik (64,1%) dibandingkan dengan

yang tidak baik (53,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,512

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan

konsumsi karbohidrat balita.

44

Page 45: Proposal 22

Tabel 4.37

Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Lemak Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Pola Asuh

Konsumsi Lemak Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 22 73,3 8 26,7 30 100

0,231Baik 22 56,4 17 43,6 39 100

Total 44 63,8 25 36,2 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi lemak kurang,

lebih banyak terdapat pada pola asuh tidak baik (73,3%) dibandingkan dengan yang

tidak baik (56,4%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,231 (p>0,05),

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi lemak

balita.

Tabel 4.38

Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Fe Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Pola Asuh

Konsumsi Fe Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 25 83,3 5 16,7 30 100

1,000Baik 33 84,6 6 15,4 39 100

Total 58 84,1 11 15,9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Fe kurang, lebih

banyak terdapat pada pola asuh baik (84,6%) dibandingkan dengan yang tidak baik

(83,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 1,000 (p>0,05), artinya tidak

ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi Fe balita.

Tabel 4.39

45

Page 46: Proposal 22

Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Vitamin A Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Pola Asuh

Konsumsi Vitamin A Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 3 10,0 27 90,0 30 1001,000

Baik 3 7,7 36 92,3 39 100

Total 6 8,7 63 91,3 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi vitamin A kurang,

lebih banyak terdapat pada pola asuh tidak baik (10,0%) dibandingkan dengan yang

baik (7,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 1,000 (p>0,05), artinya

tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi vitamin A

balita.

Tabel 4.40

Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Zink Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Pola Asuh

Konsumsi Zink Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 23 76,7 7 23,3 30 100

1,000Baik 30 76,9 9 23,1 39 100

Total 53 76,8 16 23,2 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Zink kurang,

lebih banyak terdapat pada pola asuh baik (76,9%) dibandingkan dengan yang tidak

baik (76,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 1,000 (p>0,05), artinya

tidak ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi Zink balita.

Tabel 4.41

46

Page 47: Proposal 22

Hubungan Pola Asuh dengan Konsumsi Ca Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Pola Asuh

Konsumsi Ca Total

P valueKurang Cukupn %

n % n %

Tidak baik 20 66.7 10 33,3 30 1000,080

Baik 34 87,2 5 12,8 39 100

Total 54 78,3 15 21,7 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan konsumsi Ca kurang, lebih

banyak terdapat pada pola asuh baik (87,2%) dibandingkan dengan yang tidak baik

(66,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,080 (p>0,05), artinya tidak

ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan konsumsi Ca balita.

3. Hubungan Pola Asuh dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Tabel 4.42

Hubungan Pola Asuh dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Pola Asuh

Penyakit Infeksi Total

P valueTerinfeksi Tidak

Terinfeksi n %

n % n %

Tidak baik 4 13,3 26 86,7 30 100

0,720Baik 4 10,3 35 89,7 39 100

Total 8 11,6 61 88,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang terinfeksi, lebih banyak

terdapat pada pola asuh yang tidak baik (13,3%) dibandingkan dengan yang baik

(10,3%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,720 (p>0,05), artinya tidak

ada hubungan yang bermakna antara pola asuh dengan penyakit infeksi pada balita.

47

Page 48: Proposal 22

4. Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-59

Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Tabel 4.43

Hubungan Keluarga Sadar Gizi dengan Penyakit Infeksi Pada Balita Umur 6-

59 Bulan di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang

Kanagarian Talaok Tahun 2014

Kadarzi

Penyakit Infeksi Total

P valueTerinfeksi Tidak

Terinfeksi n %

n % n %

Tidak baik 2 7,7 24 92,3 26 100

0,701Baik 6 14,0 37 86,0 43 100

Total 8 11,6 61 88,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang terinfeksi, lebih banyak

terdapat keluarga sadar gizi yang baik (14,0%) dibandingkan dengan yang tidak baik

(7,7%). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,701 (p>0,05), artinya tidak

ada hubungan yang bermakna antara kadarzi dengan penyakit infeksi pada balita.

5. Hubungan Konsumsi Makanan dengan Status Gizi Pada Balita Umur 6-59 Bulan di

Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Tabel 4.44

48

Page 49: Proposal 22

Hubungan Konsumsi Energi Dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Energi

Kategori BB/UTotal

P valueBuruk Kurang Normal Lebih

n % n % n % n % n %

0,047Kurang 4 9,5 10 23,8 27 64,3 1 2,4 42 100

Cukup 2 7,4 0 0 25 88,9 1 3,7 27 100

Total 6 8,7 10 14,5 51 73,9 2 2,9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi energy yang kurang (9,5%) dibandingkan

dengan yang cukup (7,4%). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat

pada jumlah konsumsi energi yang kurang (23,8%) dibandingkan dengan yang cukup

(0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,047 (p<0,05), artinya ada

hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi energi dengan status gizi balita.

Tabel 4.45Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Protein

Kategori BB/UTotal

P valueBuruk Kurang Normal Lebih

n % n % n % n % n %

0,168Kurang 1 5,9 5 29,4 10 58,8 1 5,9 17 100

Cukup 5 9,6 5 9,6 41 78,8 1 1,9 52 100

Total 6 8,7 10 14,5 51 73,9 2 2,9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang cukup (9,6%) dibandingkan

dengan yang kurang (5,4%). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak

terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (29,4%) dibandingkan dengan

yang cukup (9,6 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,168 (p>0,05),

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi protein dengan

status gizi balita.

49

Page 50: Proposal 22

Tabel 4.46Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan

Berdasarkan BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang

Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Karbohidrat

Kategori BB/UTotal

P valueBuruk Kurang Normal Lebih

n % n % n % n % n %

0,036

Kurang 4 9,8 10 24,4 26 63,4 1 2,4 41 100

Cukup 2 7,1 0 0 25 89,3 1 3,6 28 100

Total 6 8,7 10 14,5 51 73,9 2 2,9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (9,8%) dibandingkan

dengan yang cukup (7,1%). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat

pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (24,4%) dibandingkan dengan yang

cukup (0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,036 (p<0,05), artinya

ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi karbohidrat dengan status gizi

balita.

Tabel 4.47Hubungan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Lemak

Kategori BB/UTotal

P valueBuruk Kurang Normal Lebih

n % n % n % n % n %

0,076Kurang 3 6,8 10 22,7 30 68,2 1 2,3 44 100

Cukup 3 12,0 0 0 21 84,0 1 4,0 25 100

Total 6 8,7 10 14,5 51 73,9 2 2,9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang cukup (12,0%) dibandingkan

dengan yang kurang (6,8 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak

terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (22,7 %) dibandingkan dengan

50

Page 51: Proposal 22

yang cukup (0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,076 (p>0,05),

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi karbohidrat

dengan status gizi balita.

Tabel 4.48Hubungan Konsumsi Fe dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan BB/U

di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Konsumsi

Fe

Kategori BB/UTotal

P valueBuruk Kurang Normal Lebih

n % N % n % n % n %

0,202Kurang 6 10,3 10 17,2 40 6,9 2 3,4 58 100

Cukup 0 0 0 0 11 100 0 0 11 100

Total 6 8,7 10 14,5 51 73,9 2 2,9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (10,3%) dibandingkan dengan

yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat pada

jumlah konsumsi Fe yang kurang (17,2 %) dibandingkan dengan yang cukup (0

%).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,202 (p>0,05), artinya tidak ada

hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Fe dengan status gizi balita.

Tabel 4.49Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan

Berdasarkan BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang

Kanagarian Talaok Tahun 2014

51

Page 52: Proposal 22

Konsumsi

Vitamin A

Kategori BB/UTotal

P valueBuruk Kurang Normal Lebih

n % n % n % n % n %

0,123Kurang 1 16,7 0 0 4 66,7 1 16,7 6 100

Cukup 5 7,9 10 15,9 47 74,6 1 1,8 63 100

Total 6 8,7 10 14,5 51 73,9 2 2,9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi Vitamin A yang kurang (16,7 %) dibandingkan

dengan yang cukup (7,9 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak

terdapat pada jumlah konsumsi Vitamin A yang cukup (15,9 %) dibandingkan dengan

yang kurang (0 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketahui p value 0,123 (p>0,05),

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Vitamin A dengan

status gizi balita

Tabel 4.50Hubungan Konsumsi Zink dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Zink

Kategori BB/UTotal

P valueBuruk Kurang Normal Lebih

N % n % n % n % n %

0,280Kurang 5 9,4 10 18,9 36 67,9 2 3.8 53 100

Cukup 1 6,3 0 0 15 93,8 0 0 16 100

Total 6 8,7 10 14,5 51 73,9 2 2,9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi Zink yang kurang (9,4 %) dibandingkan

dengan yang cukup (6,3 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak

terdapat pada jumlah konsumsi Zink yang kurang (18,9 %) dibandingkan dengan yang

cukup (0 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,280 (p>0,05), artinya

tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Zink dengan status gizi

balita.

Tabel 4.51

52

Page 53: Proposal 22

Hubungan Konsumsi Ca dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Ca

Kategori BB/UTotal

P valueBuruk Kurang Normal Lebih

N % n % n % n % n %

0,280Kurang 6 11,1 9 16,7 38 70,4 1 1,6 54 100

Cukup 0 0 1 6,7 13 86,7 1 6,7 15 100

Total 6 8,7 10 14,5 51 73,9 2 2,9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang kurang (11,1 %) dibandingkan dengan

yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat pada

jumlah konsumsi Ca yang kurang (16,7 %) dibandingkan dengan yang cukup (6,7 %).

Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,280 (p>0,05), artinya tidak ada

hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Ca dengan status gizi balita.

Tabel 4.51Hubungan Konsumsi energi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Energi

Kategori TB/U

Total P

valueSangat pendek

Pendek Normal Tinggi

N % n % n % n % n %

0,609Kurang 7 16,7 12 28,6 22 52,4 1 2,4 42 100

Cukup 3 11,1 6 22,2 18 66,7 0 0 27 100

Total 10 14,5 18 26,1 50 58,0 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sanat

pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi energi yang kurang (16,7%)

dibandingkan dengan yang cukup (11,1%). Dan balita dengan status gizi pendek lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi energi yang kurang (28,6 %) dibandingkan

dengan yang cukup (22,2 %).Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,609

53

Page 54: Proposal 22

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi energi

dengan status gizi balita.

Tabel 4.52Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Protein

Kategori TB/U

Total P

valueSangat pendek

Pendek Normal Tinggi

N % n % n % n % n %

0,529Kurang 4 23,5 3 17,6 10 58,8 0 0 17 100

Cukup 6 11,5 15 28,8 30 57,7 1 1,9 52 100

Total 10 14,5 18 26,1 40 58,0 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat

pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (23,5 %)

dibandingkan dengan yang cukup (11,5%). Dan balita dengan status gizi pendek lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang cukup (28,8%) dibandingkan

dengan yang kurang (17,6 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,529

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi protein

dengan status gizi balita.

Tabel 4.53

54

Page 55: Proposal 22

Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan

Berdasarkan TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang

Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Karbohidrat

Kategori TB/U

Total P

valueSangat pendek

Pendek Normal Tinggi

N % n % n % n % n %

0,450Kurang 7 17.1 12 23,8 22 53,7 0 0 41 100

Cukup 3 10,7 6 64,3 18 64,3 1 3,6 28 100

Total 10 14,5 18 26,1 40 5,8 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat

pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (17,1 %)

dibandingkan dengan yang cukup (10,7 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang cukup (64,3 %) dibandingkan

dengan yang kurang (23,8 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,450

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi

karbohidrat dengan status gizi balita.

Tabel 4.54Hubungan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Lemak

Kategori TB/U

Total P

valueSangat pendek

Pendek Normal Tinggi

n % n % n % n % n %

0,409Kurang 5 11,4 12 27,3 27 25,2 0 0 44 100

Cukup 5 20,0 6 24,0 13 52,0 1 4 25 100

Total 10 14,5 18 26,1 40 58,0 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat

pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang cukup (20 %)

dibandingkan dengan yang kurang (11,4 %). Dan balita dengan status gizi pendek

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (27,3 %)

55

Page 56: Proposal 22

dibandingkan dengan yang cukup (24 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p

value 0,409 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah

konsumsi lemak dengan status gizi balita.

Tabel 4.55Hubungan Konsumsi Fe dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan TB/U

di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok

Tahun 2014

Konsumsi

Fe

Kategori TB/U

Total P

valueSangat pendek

Pendek Normal Tinggi

N % n % n % n % n %

0,052Kurang 10 17,2 14 24,1 34 58,6 0 0 58 100

Cukup 0 0 4 36,4 6 54,5 1 9,1 11 100

Total 10 14,5 18 26,1 40 58,0 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat

pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (17,2 %)

dibandingkan dengan yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang cukup (36,4 %) dibandingkan

dengan yang kurang (24,1%). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,052

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Fe

dengan status gizi balita.

56

Page 57: Proposal 22

Tabel 4.56Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan

Berdasarkan TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang

Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Vitamin A

Kategori TB/U

Total P

valueSangat pendek

Pendek Normal Tinggi

N % n % n % n % n %

0,523Kurang 1 16,3 3 50,0 2 33,3 0 0 6 100

Cukup 9 14,7 15 23,8 38 60,3 1 1,6 63 100

Total 10 14,5 18 26,1 40 58,0 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat

pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A yang kurang (16,3 %)

dibandingkan dengan yang cukup (14,7 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A yang kurang (50%) dibandingkan

dengan yang cukup (23,8 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,523

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi vitamin

A dengan status gizi balita.

Tabel 4.57Hubungan Konsumsi Zink dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Zink

Kategori TB/U

Total P

valueSangat pendek

Pendek Normal Tinggi

n % n % n % n % n %

0,667Kurang 9 7,7 13 24,5 30 56,6 1 1,9 53 100

Cukup 1 2,3 5 31,3 10 62,5 0 0 16 100

Total 10 14,5 18 26,1 40 58,0 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat

pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi zink yang kurang (7,7 %)

dibandingkan dengan yang cukup (2,3 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi zink yang cukup (31,3 %) dibandingkan

57

Page 58: Proposal 22

dengan yang kurang (24,5 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,667

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi zink

dengan status gizi balita.

Tabel 4.59Hubungan Konsumsi Ca dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Ca

Kategori TB/U

Total P

valueSangat pendek

Pendek Normal Tinggi

N % n % n % n % n %

0,085Kurang 10 18,5 14 25,9 30 55,6 0 0 54 100

Cukup 0 0 4 26,7 10 66,7 1 6,7 15 100

Total 10 14,5 18 26,1 40 58,0 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat

pendek lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang kurang (18,5 %)

dibandingkan dengan yang cukup (0 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih

banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang cukup (26,7 %) dibandingkan dengan

yang kurang (25,9 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,085 (p>0,05),

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Ca dengan status

gizi balita.

Tabel 4.60Hubungan Konsumsi energi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Energi

Kategori BB/TB

Total P

valueSangat Kurus

Kurus Normal Gemuk

N % n % n % n % N %

0,775Kurang 3 7,1 2 4,8 36 85,7 1 2,4 42 100

Cukup 1 3,7 1 3,7 25 92,6 0 0 27 100

Total 4 5,8 3 4,3 61 88,4 1 1,4 69 100

58

Page 59: Proposal 22

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi energi yang kurang (7,1%) dibandingkan

dengan yang cukup (3,7%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak terdapat

pada jumlah konsumsi energi yang kurang (4,8 %) dibandingkan dengan yang cukup

(3,7 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,775 (p>0,05), artinya tidak

ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi energi dengan status gizi

balita.

Tabel 4.61Hubungan Konsumsi Protein dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Protein

Kategori BB/TB

Total P

valueSangat Kurus

Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n % n %

0,177Kurang 2 11,8 1 5,9 13 76,5 1 5,9 17 100

Cukup 2 3,8 2 3,8 48 92,3 0 0 52 100

Total 4 5,8 3 4,3 61 88,4 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (11,8%)

dibandingkan dengan protein yang cukup (3,8%). Dan balita dengan status gizi kurus

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi protein yang kurang (5,9 %) dibandingkan

dengan protein yang cukup (3,8 %).Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value

0,177 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi

protein dengan status gizi balita.

59

Page 60: Proposal 22

Tabel 4.62Hubungan Konsumsi Karbohidrat dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan

Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Karbohidrat

Kategori BB/TB

Total P

valueSangat Kurus

Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n % n %

0,739Kurang 3 7,3 2 4,9 35 85,4 1 2,4 41 100

Cukup 1 3,6 1 3,6 26 92,9 0 0 28 100

Total 4 5.8 3 4,3 61 88,4 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (7,3%)

dibandingkan dengan karbohidrat yang cukup (3,6%). Dan balita dengan status gizi

kurus lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi karbohidrat yang kurang (4,9 %)

dibandingkan dengan karbohidrat yang cukup (3,6 %). Berdasarkan uji statistik dapat

diketaui p value 0,739 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara

jumlah konsumsi karbohidrat dengan status gizi balita.

Tabel 4.63Hubungan Konsumsi Lemak dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Lemak

Kategori BB/TB

Total P

valueSangat Kurus

Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n % n %

0,836Kurang 3 6,8 2 4,5 38 86,4 1 2,3 44 100

Cukup 1 4,0 1 4,0 23 92,0 0 0 25 100

Total 4 5,8 3 4,3 61 88,4 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (6,8%) dibandingkan

dengan lemak yang cukup (4,0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak

terdapat pada jumlah konsumsi lemak yang kurang (4,5 %) dibandingkan dengan

karbohidrat yang cukup (4,0 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,739

60

Page 61: Proposal 22

(p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi lemak

dengan status gizi balita.

Tabel 4.64Hubungan Konsumsi Fe dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Fe

Kategori BB/TB

Total P

valueSangat Kurus

Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n % n %

0,633Kurang 4 6,9 3 2,5 50 86,2 1 1,7 58 100

Cukup 0 0 0 0 11 100 0 0 11 100

Total 4 5,8 3 4,3 61 88,4 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (6,9%) dibandingkan

dengan Fe yang cukup (0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak terdapat

pada jumlah konsumsi Fe yang kurang (2,5 %) dibandingkan dengan Fe yang cukup (0

%). Berdasarkan uji statistik dapat diketahui p value 0,633 (p>0,05), artinya tidak ada

hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Fe dengan status gizi balita.

Tabel 4.65Hubungan Konsumsi Vitamin A dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan

Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Vitamin A

Kategori BB/TB

Total P

valueSangat Kurus

Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n % n %

0,835Kurang 0 0 0 0 6 100 0 0 6 100

Cukup 4 6,3 3 4,8 55 87,3 1 1,6 63 100

Total 4 5,8 3 4,3 61 88,4 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A yang cukup (6,3%)

dibandingkan dengan vitamin A yang kurang (0%). Dan balita dengan status gizi kurus

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi vitamin A yang cukup (4,8 %)

61

Page 62: Proposal 22

dibandingkan dengan vitamin A yang kurang (0 %). Berdasarkan uji statistik dapat

diketaui p value 0,835 (p>0,05), artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara

jumlah konsumsi vitamin A dengan status gizi balita.

Tabel 4.66Hubungan Konsumsi Zink dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Zink

Kategori BB/TB

Total P

valueSangat Kurus

Kurus Normal Gemuk

n % n % n % n % n %

0,626Kurang 4 7,5 2 3,8 46 86,8 1 1,9 53 100

Cukup 0 0 1 6,3 15 93,8 0 0 16 100

Total 4 5,8 3 4,3 61 88.4 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi zink yang kurang (7,5%) dibandingkan

dengan zink yang cukup (0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak

terdapat pada jumlah konsumsi zink yang cukup (6,3 %) dibandingkan dengan zink

yang kurang (3,8 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,626 (p>0,05),

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi zink dengan

status gizi balita.

Tabel 4.67Hubungan Konsumsi Ca dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian

Talaok Tahun 2014

Konsumsi

Ca

Kategori BB/TB

Total P

valueSangat Kurus

Kurus Normal Gemuk

n % n % N % n % n %

0,133Kurang 4 7,4 3 5,6 47 87,0 0 0 54 100

Cukup 0 0 0 0 14 93,3 1 6,7 15 100

Total 4 5,8 3 4,3 61 88,4 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus

lebih banyak terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang kurang (7,4%) dibandingkan

62

Page 63: Proposal 22

dengan zink yang cukup (0%). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak

terdapat pada jumlah konsumsi Ca yang kurang (5,6 %) dibandingkan dengan Ca

yang cukup (0 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,133 (p>0,05),

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara jumlah konsumsi Ca dengan status

gizi balita.

6. Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Balita Umur 6-59 Bulan

Berdasarkan BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan

Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Tabel 4.68Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

BB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Penyakit

Infeksi

Kategori BB/UTotal

P valueBuruk Kurang Normal Lebih

n % n % n % n % n %

0,360

Terinfeksi 2 25,0 1 12.5 5 62.5 0 0 8 100

Tidak terinfeksi

4 6,6 9 14.8 46 75.4 2 3.3 61 100

Total 6 8,7 10 14.5 51 73,9 2 2.9 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi buruk lebih

banyak terdapat pada balita yang terinfeksi (25,0 %) dibandingkan dengan balita yang

tidak terinfeksi (6,6 %). Dan balita dengan status gizi kurang lebih banyak terdapat

pada balita yang tidak terinfeksi (14,8 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi

(12,5 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,360 (p>0,05), artinya tidak

ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan status gizi balita.

63

Page 64: Proposal 22

Tabel 4.69 Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan

TB/U di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Penyakit

Infeksi

Kategori TB/U

Total P

valueSangat pendek

Pendek Normal Tinggi

n % N % N % n % n %

0,521

Terinfeksi 3 37,5 2 25 3 37,5 0 0 8 100

Tidak terinfeksi

7 11,5 16 26,2 37 60,7 1 1,6 61 100

Total 10 14.5 18 26.1 40 58,0 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat pendek lebih

banyak terdapat pada balita yang terinfeksi (37,5 %) dibandingkan dengan balita yang

tidak terinfeksi (11,5 %). Dan balita dengan status gizi pendek lebih banyak terdapat

pada balita yang tidak terinfeksi (26,2 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi

(25 %). Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,521 (p>0,05), artinya tidak

ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan status gizi balita.

Tabel 4.70Hubungan Penyakit Infeksi dengan Status Gizi Balita Balita Umur 6-59 Bulan

Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Penyakit

Infeksi

Kategori BB/TB

Total P

valueSangat kurus

Kurus Normal Gemuk

n % n % N % n % n %

0,747

Terinfeksi 1 12,5 0 0 7 87,5 0 0 8 100

Tidak terinfeksi

3 4,9 3 4,9 54 88,5 1 1,6 61 100

Total 4 5,8 3 4,3 61 88,4 1 1,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita dengan status gizi sangat kurus lebih

banyak terdapat pada balita yang terinfeksi (12,5 %) dibandingkan dengan balita yang

tidak terinfeksi (4,9 %). Dan balita dengan status gizi kurus lebih banyak terdapat pada

balita yang tidak terinfeksi (4,9 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi (0 %).

Berdasarkan uji statistik dapat diketaui p value 0,747 (p>0,05),

64

Page 65: Proposal 22

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara penyakit infeksi dengan status gizi

balita.

7. Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan dengan Penyakit Infeksi

pada Balita Balita Umur 6-59 Bulan Berdasarkan BB/TB di Wilayah Kerja

Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang Kanagarian Talaok Tahun

2014

Tabel 4.71

Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Rumah Sakit Dengan Penyakit Infeksi Pada

Balita Balita Umur 6-59 di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan

Bayang Kanagarian Talaok Tahun 2014

Pemanfaatan Rumah Sakit

Penyakit infeksi Total

P valueTerinfeksi Tidak

terinfeksi n %

N % n %

Ya 2 16,7 10 83,3 12 100

0,621Tidak 6 10,5 51 89,5 57 100

Total 8 11,6 61 88,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang tidak terinfeksi, lebih banyak

memanfaatkan pelayanan rumah sakit (83,3 %) dibandingkan dengan balita yang

terinfeksi (16,7 %). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,621 (p>0,05),

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan pelayanan rumah

sakit dengan penyakit infeksi.

Tabel 4.72

Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Puskesmas Dengan Penyakit Infeksi Pada

Balita Umur 6-59 di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang

Kanagarian Talaok Tahun 2014

Pemanfaatan Puskesmas

Penyakit infeksi Total

P valueTerinfeksi Tidak

terinfeksi n %

N % n %

Ya 3 17,6 14 82,4 17 100 0,397

Tidak 5 9,6 47 90,4 52 100

65

Page 66: Proposal 22

Total 8 11,6 61 88,4 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang tidak terinfeksi, lebih banyak

memanfaatkan pelayanan puskesmas (82,4 %) dibandingkan dengan balita yang

terinfeksi (17,6 %). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,621 (p>0,05),

artinya tidak ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan pelayanan

puskesmas dengan penyakit infeksi.

Tabel 4.73

Hubungan Pemanfaatan Pelayanan Bidan dengan Penyakit Infeksi Pada Balita

Umur 6-59 di Wilayah Kerja Puskesmas Koto Barapak Kecamatan Bayang

Kanagarian Talaok Tahun 2014

Pemanfaatan Bidan

Penyakit infeksi Total

P valueTerinfeksi Tidak

terinfeksi n %

n % N %

Ya 6 12,5 42 87,5 48 100

1,000Tidak 2 10,0 18 90,0 20 100

Total 8 11,8 60 88,2 69 100

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui balita yang tidak terinfeksi, lebih banyak

memanfaatkan pelayanan bidan (87,5 %) dibandingkan dengan balita yang terinfeksi

(12,5 %). Berdasarkan uji statistic dapat diketaui p value 0,621 (p>0,05), artinya tidak

ada hubungan yang bermakna antara pemanfaatan pelayanan rumah sakit dengan

penyakit infeksi.

66

Page 67: Proposal 22

BAB V

RENCANA INTERVENSI

A. Identifikasi Masalah

Masalah yang didapati dilapangan yaitu tingginya masalah pada :

1. Status gizi

a. Status gizi BB/U

b. Status gizi TB/U

c. Status gizi BB/TB

2. Konsumsi

a.Konsumsi Karbohidrat

b Konsumsi Lemak

c. Konsumsi Fe

d. Konsumsi Zink

e. Konsumsi Ca

f. Konsumsi Vitamin A

3. Pola makan

a. Pola Makan nabati

b. Pola makan sayur

c. Pola makan buah

4. Penyakit infeksi

5. Ketersediaan Pangan

6. Pola Asuh

Tabel 5.1

Indentifikasi masalah univariat

No Urutan masalah Frekuensi Persen (%)

1 Konsumsi fe kurang 58 84,1

2 Konsumsi kalsium kurang 54 78,3

3 Konsumsi zink kurang 53 76,8

4 Konsumsi lemak kurang 44 63,8

5 Konsumsi energi kurang 42 60,9

6 Pola konsumsi protein nabati tidak

baik

42 60,9

7 Konsumsi karbohidrat kurang 41 59,4

67

Page 68: Proposal 22

8 Pola konsumsi sayur 37 53,6

9 Pola konsumsi buah 35 50,7

10 Pola asuh tidak baik 30 43,5

11 Ketersediaan pangan tidak baik 27 39,1

12 Kadarzi tidak baik 26 37,7

13 Pola makanan pokok tidak baik 22 31,9

14 Status gizi pendek (TB/U) 18 2

15 Konsumsi protein hewani kurang 17 24,6

16 Pola konsumsi protein hewani tidak

baik

16 23,2

17 Status gizi sangat pendek (TB/U) 10 14,5

18 Status gizi kurang (BB/U) 10 14,5

19 Terinfeksi 8 11,6

20 Status gizi buruk (BB/U) 6 8,7

21 Konsumsi vitamin a kurang 6 8,7

Masalah pada bivariat

1. Adanya hubungan pola asuh dengan konsumsi protein

2. Adanya hubungan konsumsi energi dengan status gizi BB/U

3. Adanya hubungan konsumsi karbohidrat dengan status gizi BB/U

B. Prioritas Masalah

Prioritas masalah di wilayah puskesmas koto barapak kecamtan bayang

kanagarian talaok menggunakan metode pembobotan dengan kriteria :

1. Beratnya masalah

2. Kemudahan dalam penanggulangannya

3. Tersedianya sumber daya (dana, tenaga, alat)

4. Tingkat resiko penularan penyakit dalam lokasi maupun secara global yang

menjadi prioritas dalam pencegahannya.

Dengan pembobotan yang dipakai 1-5. Satu adalah masalah kurang serius

hingga pembobotan lima masalah paling serius.

Kemudahan : satu adalah paling sulit, lima adalah paling mudah

Tersedianya sumber daya : satu adalah sulit tersedia, lima adalah mudah

tersedia

Risiko : 1 adalah risiko paling kecil, lima adalah risiko paling besar

68

Page 69: Proposal 22

Tabel 5.2

Pembobotan pemilihan prioritas masalah

No Masalah Beratnya

masalah

Kemudahan

penanggulanga

n

Tersedianya

sumber

daya

Tingkata

risiko

Total %

1 Konsumsi fe

kurang

4 3 4 4 15 4,9

2 Konsumsi kalsium

kurang

5 4 4 4 17 5,6

3 Konsumsi zink

kurang

4 3 4 4 15 4,9

4 Konsumsi lemak

kurang

3 4 4 4 15 4,9

5 Konsumsi energi

kurang

5 4 4 4 17 5,6

6 Pola konsumsi

protein nabati

tidak baik

4 3 4 4 15 4,9

7 Konsumsi

karbohidrat

kurang

5 4 4 4 17 5,6

8 Pola konsumsi

sayur

5 4 4 4 17 5,6

9 Pola konsumsi

buah

5 4 4 4 17 5,6

10 Pola asuh tidak

baik

3 2 4 3 12 3,9

11 Ketersediaan

pangan tidak baik

3 2 2 3 10 3,3

12 Kadarzi tidak baik 2 2 3 3 10 3,3

13 Pola makanan

pokok tidak baik

4 4 4 4 16 5,3

14 Status gizi 5 1 1 5 12 3,9

69

Page 70: Proposal 22

pendek (TB/U)

15 Konsumsi protein

hewani kurang

2 4 4 4 14 4,6

16 Pola konsumsi

protein hewani

tidak baik

4 4 4 4 16 5,3

17 Status gizi sangat

pendek (TB/U)

5 1 1 5 12 3,9

18 Status gizi kurang

(BB/U)

5 3 4 5 17 5,6

19 Terinfeksi 3 2 1 4 10 3,3

20 Status gizi buruk

(BB/U)

5 2 1 5 13 4,3

21 Konsumsi vitamin

a kurang

4 2 4 4 14 4,6

Total 301 100

Berdasarkan pembobotan diketahui bahwa persentase variabel yang paling

dominan bermasalah adalah :

1. Status Gizi Kurang

2. Konsumsi kalsium

3. Konsumsi energi

4. Konsumsi karbohidrat

5. Pola konsumsi sayur

6. Pola konsumsi buah

C. Penyebab Masalah

Penyebab masalah dari masalah yang ada seperti Status Gizi Kurang adalah

konsumsi energi dan konsumsi karbohidrat yang kurang.

D. Alternatif dan Prioritas Intervensi

1. Alternatif

a. Melakukan penyuluhan kepada orangtua khususnya ibu balita mengenai materi

tentang makanan yang dapat menambah status gizi anak.

b. Melakukan penyuluhan kepada ibu hamil dan ibu menyusi mengenai ASI

Eksklusif dan manfaat ASI bagi anak.

70

Page 71: Proposal 22

c. Melakukan demo masak disela-sela penyuluhan untuk menambah

keterarampilan ibu dalam menyiapkan makanan yang dapat membuat anak

tertarik untuk makan.

2. Prioritas Intervensi

E. Plan of Action

KEGIATAN

TUJUAN

SASARAN

WAKTU

TEMPAT

BIAYA

P.JAWAB

Penyuluhan dengan materi pentingnya zat gizi mikro dan makro dalam pertumbuhan balita.

Peningkatan perilaku makan makanan sumber zat gizi mikro dan makro

Ibu-ibu balita

Hari ke-… PKL tgl … Februari 2015

Mesjid

Rp 200.000

Fitri

Penyuluhan tentang ASI ekslu

Untuk meningkatkan pengetahu

Ibu-ibu balit

Hari ke-… P

Mesjid

Rp 200.00

Meta

71

Page 72: Proposal 22

sif. an akan pentingnya ASI ekslusif bagi balita.

a KL tgl … Februari 2015

0

Penyuluhan tentang pentingnya fariasi makanan (sayur dan buah) diselingi dengan demo masak.

Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan ibu untuk menyaajikan makanan yang berfariasi untu balita.

Ibu-ibu balita

Hari ke-… PKL tgl … Februari 2015

Mesjid

Rp 400.000

Lestari dan Iga

F. HIPOPOC TABEL

72

Page 73: Proposal 22

TABEL HIPOPOC

PENYULUHAN ZAT GIZI MAKRO DAN MIKRO DAN PENGARUHNYA KEPADA PERTUMBUHAN BALITA

No

Kegiatan Input ProsesOutp

utOutcome

1

Perispan meliputi mempersiapkan sasaran, tempat, penyulu

h, sarana

dan prasarana, materi

Ibu yang mempuny

ai balita

, Penyuluh, medi

a seper

ti leafle

t, brosu

r, poste

r, lemb

ar balik dan

flipchart ,

tempat,

materi

Mahasiswa

mempersiapkan

tempat,waktu

dan media yang akan

digunakan.

Mengundang atau

mengajak sasaran agar siap datang

ke penyuluh

an.

Sasaran

siap menerim

a mate

ri dan mengiku

ti kegiatan

Status gizi dan konsumsi balit

a meningka

t menjadi

baik

2 Pelaksanaan

meliputi penyulu

han dilakuka

n dengan metode ceramah

dan diskusi yang akan

Mahasiswa

memulai kegiatan penyuluh

an, mencairk

an suasana

agar kegiatan penyuluhan dapat berjalan

Sasaran

mengerti tentang

materi

yang diberikan dan

adanya

73

Page 74: Proposal 22

dibantu dengan media seperti leaflet, brosur, poster, lembar

balik dan

flipchart.

lancar.Menjelas

kan materi,

mengajak

berdiskusi santai

dan mengada

kan beberapa

kuis.

perubaha

n perilaku

sebesar

50%

3

Evaluasi meliputi evaluasi proses dengan menany

akan kembali pemaha

man audiens selama

kegiatan,

mengevaluasi output

dan outcome

yang diharapk

an

Mahasiswa

memberikan

pertanyaan

tentang pemahaman dari sasaran. Membandingkan perubahan yang terjadi.

Hasil evaluasi 100%

baik

TABEL HIPOPOC74

Page 75: Proposal 22

PENYULUHAN ASI EKSLUSIF

No

Kegiatan

Input ProsesOutput

Outcome

1

Perispan

meliputi mempersiapkan sasaran, tempat, penyulu

h, sarana

dan prasara

na, materi

Ibu yang mempuny

ai balit

a, Penyuluh, medi

a seper

ti leafle

t, brosur,

poster,

lem\bar

balik dan

flipchart ,

tempat,

materi

Mahasiswa

mempersiapkan tempat,waktu

dan media yang akan

digunakan.

Mengundang atau

mengajak

sasaran agar siap datang

ke penyulu

han.

Sasaran siap menerim

a materi

dan mengiku

ti kegiatan

Meningkatny

a kejadian ibu-

ibu yang

memberikan

ASI ekslusi

f

2 Pelaksanaan

meliputi penyulu

han dilakuka

n dengan metode ceramah dan

diskusi yang akan

dibantu dengan

Mahasiswa

memulai kegiatan penyulu

han, mencair

kan suasana

agar kegiatan penyulu

han dapat

berjalan

Sasaran

mengerti tentang materi

yang diberika

n dan adanya peru

75

Page 76: Proposal 22

media seperti leaflet, brosur, poster, lembar

balik dan

flipchart.

lancar.Menjela

skan materi,

mengajak

berdiskusi santai

dan mengad

akan beberapa kuis.

bahan

perilaku

3

Evaluasi meliputi evaluasi proses dengan menany

akan kembali pemaha

man sasaran selama kegiata

n, mengev

aluasi output

dan outcome yang

diharapkan

Mahasiswa

memberikan

pertanyaan

tentang pemahaman dari sasaran. Membandingka

n perubahan yang terjadi.

Hasil evaluasi baik

76

Page 77: Proposal 22

G. TABEL HIPOPOC

H. MAKANAN BERVARIASI

No

Kegiatan

Input ProsesOutput

Outcome

1

Perispan

meliputi mempersiapkan sasaran, tempat, penyulu

h, sarana

dan prasara

na, materi

Ibu yang mempuny

ai balita

, Penyuluh, medi

a seper

ti leafle

t, brosur,

poster,

lembar

balik dan

flipchart ,

tempat,

materi,

kompor, peralatan masa

k

Mahasiswa

mempersiapkan tempat,waktu

dan media yang akan

digunakan.

Mengundang atau

mengajak

sasaran agar siap datang

ke penyulu

han.

Sasaran siap menerim

a materi

dan mengiku

ti kegiatan

Balita mendapatkan makan

an yang

bervariasi

2 Pelaksanaan

meliputi penyulu

han dilakuka

n dengan metode ceramah dan

diskusi

Mahasiswa

memulai kegiatan penyulu

han, mencair

kan suasana

agar kegiatan penyulu

Sasaran

mengerti tentang materi

yang diberika

n

77

Page 78: Proposal 22

yang akan

dibantu dengan media seperti leaflet, brosur, poster, lembar

balik dan

flipchart.

Diselingi dengan demo

memasak untuk makana

n bervaria

si

han dapat

berjalan lancar.

Menjelaskan

materi, mengaja

k berdiskusi santai

dan mengad

akan beberapa kuis. Demo

memasak

bagaimana

memvariasikan

makanan untuk

anak balita

dan adan

ya perubaha

n perilaku

sebesar

50%. Sasaran ma

mpu me

mbuat

makanan bervarias

i untu

k anaknya

3 Evaluasi meliputi evaluasi proses dengan menany

akan kembali pemaha

man audiens selama

kegiatan,

mengevaluasi

Mahasiswa

memberikan

pertanyaan

tentang pemahaman dari sasaran. Membandingkan perubahan yang terjadi.

Hasil evaluasi 100%

baik

78

Page 79: Proposal 22

output dan

outcome yang

diharapkan

I. Indikator Evaluasi

79

Page 80: Proposal 22

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

6.2 Saran

80