program studi ilmu administrasi publik fakultas ilmu
TRANSCRIPT
ANALISIS KLASIFIKASI PEMBENTUKAN RSUD PROVINSI BANTEN
SEBAGAI RUMAH SAKIT TIPE B
SKRIPSI
Diajukan sebagai Salah Satu Syarat untuk MemperolehGelar Sarjana Ilmu Administrasi Publik Pada Konsentrasi Kebijakan Publik
Program Studi Ilmu Administrasi Publik
Oleh :
RR. DEVANITA INDRIA RAHARJA
NIM. 6661111579
PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
SERANG, 2018
ABSTRAK
Rr. Devanita Indria Raharja. 6661111579. 2017. Skripsi. Analisis KlasifikasiPembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B. ProgramIlmu Administrasi Negara. Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik. UniversitasSultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I: Anis Fuad, M.Si dan Pembimbing II:Kandung Sapto Nugroho, S.Sos, M.Si.,
Permasalahan penelitian ini adalah belum optimalnya standar klasifikasiRSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit tipe B yang meliputi : sarana prasarana,manajemen/administrasi, pelayanan, sumber daya manusia dan peralatan.Pembangunan gedung rumah sakit yang sempat diberhentikan pembangunannya olehKementerian Kesehatan, pegawai honore rmencapai tujuh ratus (700) orang, peralatanrumah sakit yang belum memadai. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui mengenaiklasifikasi pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit tipe B. dalampenelitian ini menggunakan teori Analisis William Dunn (2003) yang meliputi lima(5) tahapan yaitu: pencarian masalah, peramalan masa depan, rekomendasi kebijakan,pemantauan hasil kebijakan dan evaluasi kebijakan. Penelitian ini menggunakanMetode Deskriptif Kualitatif. Teknik pengumpulan data yaitu wawancara, observasidan studi dokumentasi. Teknik analisis data menggunakan teknik analisis interaktifdari Miles dan Huberman. Hasil dari penelitian ini dapat pengetahuan yang berkaitandengan standar klasifikasi di RSUD Provinsi Banten karena RSUD Provinsi Bantenmenjadi Rumah Sakit rujukan dari Rumah Sakit Kabupaten maupun Kota di ProvinsiBanten yang membutuhkan standar klasifikasi Rumah Sakit yang mendukung. Sarandari peneliti adalah perlua danya penanganan yang serius dari pemerintah dan seluruhjajaran RSUD Banten dalam menangani berbagai masalah yang saat ini terjadi agarstandar klasifikasi Rumah Sakit Tipe B dapat tercapai.
Kata Kunci : Klasifikasi Pembentukan Rumah Sakit Tipe B
ABSTRACT
Rr. Devanita Indria Raharja. 6661111579. 2017. Thesis. Classification AnalysisEstablishment RSUD Banten Province as Type B Hospital. Program StateAdministration. Faculty of Social Science and Political Science. Universitas SultanAgeng Tirtayasa. Counselor I: Anis Fuad., M.Si and Supervisor II: Kandung SaptoNugroho., S.Sos., M.Si.,
The problem of this research is not yet optimal classification standard ofRSUD of Banten Province as type B hospital covering : infrastructure, management/administration, service, human resources and equipment. The construction of ahospital building that had been dismissed by the Ministry of Health, honoraryemployees reached seven hundred (700) people, inadequate hospital equipment. Thepurpose of this research is to know about the classification of RSUD formation ofBanten Province as Type B. in this research using William Dunn (2003) analysistheory which includes five (5) phases : problem finding, future forecasting, policyrecommendation, monitoring of policy result and policy evaluation. This study useddescriptive qualitative method. Data collection techniques are interview, observationand documentation study. Data analysis techniques using interactive analysistechniques from Miles and Huberman. The result of this research can be knowledgerelated to the classification standard in RSUD Banten Province because RSUD ofBanten Province become referral hospital from Regency Hospital or Town in BantenProvince which need hospital classification standard that support. Suggestions fromthe researchers are the need for serious handling from the government and the wholerange of Banten hospitals in dealing with various problems that currently occur sothat the classification of Type B Hospital can be achieved.
Keywords: Classification of Type B Hospital Formation
i
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti
panjatkan kehadirat ALLAH SWT, serta shalawat serta salam selalu tercurahkan
untuk Nabi Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya, karena dengan ridho,
rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti
dapat menyelesaikan Skripsi yang berjudul “Analisis Klasifikasi Pembentukan
RSUD Provinsi Banten Sebagai Rumah Sakit Tipe B”. Dengan selesainya Skripsi
ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai
pihak yang senantiasa selalu mendukung peneliti dalam upaya menyelesaikan
penelitian ini. Maka peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. H. Sholeh Hidayat, M.Pd selaku Rektor Universitas Sultan Ageng
Tirtayasa
2. Dr. Agus Sjafari, S.Sos. M.Si., selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
3. Rahmawati, M.Si, selaku Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
4. Iman Mukroman, M.Si, selaku Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
5. Kandung Sapto Nugroho, M.Si, selaku Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa sekaligus Dosen
Pembimbing II yang membimbing dan membantu peneliti dalam penyusunan
skripsi, terima kasih atas arahan dan pembelajarannya.
ii
6. Listyaningsih, M.Si, selaku Ketua Prodi Ilmu Administrasi Publik Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
7. Dr. Arenawati, M.Si selaku Sekretaris Prodi Ilmu Administrasi Publik
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa .
8. Anis Fuad, M.Si selaku Dosen Pembimbing I skripsi yang membimbing dan
membantu peneliti dalam penyusunan skripsi, terima kasih atas arahan dan
pembelajarannya.
9. Ibu Ima Maisaroh, M.Si., selaku Dosen Pembimbing Akademik Program
Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
10. Semua Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Publik Fakultas Ilmu
Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah
membekali ilmu dan pengetahuan selama perkuliahan.
11. Kedua orangtua tercinta H.R Antony Subekti dan Hj.Omoh Puspita Dewi,
kedua orangtuaku dari suamiku H.Tohri dan Hj.Ucu, dan kakak tersayang
Rr.Nawanda FPBR yang telah memberikan dorongan semangat dan
nasehatnya, kedua adikku R.Dandi Rizki Wibowo Raharja dan R.Rendi Satrio
Wibowo Raharja, keluarga peneliti tercinta terima kasih atas segenap
perhatian dan motivasinya, canda tawa serta dukungannya untuk peneliti.
12. Suamiku Suhanda.,SE dan Anakku Vannesa Ruby Arini yang selalu jadi obor
penyemangatku.
13. Kepada rekan-rekan RSUD Provinsi Banten yang telah memberikan izin
kepada peneliti untuk melakukan penelitian. Terima kasih atas bantuannya,
iii
motivasinya dan pengalaman yang luar biasa sehingga peneliti dapat
menyelesaikan penelitian ini.
14. Sahabat-sahabatku dan teman-teman seperjuanganku di Prodi Ilmu
Administrasi Publik FISIP Untirta 2011 yang tak bisa kusebutkan satu persatu.
15. Terima kasih kepada para Hayatis Family (Yenita Nurmalasari, Rizqi
Nurjanah, Erin Nurfajriah, Nurlita Amaniyah, Nur Laila Sari, Mayola Shifani,
Ririn Amelia dan Wa Ode Nusa Intan Karimah). Terima kasih yang sangat
dalam untuk kalian semua untuk pertemanan kita yang banyak diisi oleh suka
duka yang tetap indah bila bersama. Sukses terus untuk kita semua.
Akhir kata peneliti berharap dan berdoa kepada pihak-pihak yang telah
banyak membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini mendapat imbalan dari
Allah SWT serta peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan
dalam Skripsi ini sehingga peneliti dengan rendah hati menerima masukan dari
semua pihak agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi dan peneliti
berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kepada
pembaca umumnya.
Serang, Juli 2018
Peneliti
iv
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
LEMBAR PERSETUJUAN
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
ABSTRAK
ABSTRACT
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... iv
DAFTAR TABEL..........................................................................................vii
DAFTAR GAMBAR.....................................................................................viii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................ix
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1
1.2. Identifikasi Masalah...................................................................... 9
1.3. Batasan Masalah ........................................................................... 10
1.4. Perumusan Masalah ...................................................................... 10
1.5. Tujuan Penelitian .......................................................................... 10
1.6. Manfaat Penelitian ........................................................................ 10
1.7. Sistematika Penulisan ................................................................... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN ASUMSI
DASAR PENELITIAN
v
2.1. Tinjauan Pustaka ........................................................................... 17
2.1.1. Definisi Kebijakan Publik………………………………17
2.1.2. Tahap-tahap Kebijakan Publik…………………………22
2.1.3. Pengertian Analisis……………………………………..24
2.1.4. Analisis Versi Dunn……………………………………28
2.1.5. Analisisi Versi SWOT………………………………….35
2.1.6 Analisis Versi Patton dan Savicky………………………37
2.1.7 Pengertian Rumah Sakit………………………………...43
2.1.8 Klasifikasi Rumah Sakit………………………………...44
2.1.9 Alasan dibentuknya Kebijakan Perda No.1 Tahun 2013
tentang proses pembentukan susunan organisasi dan tata kerja
RSUD Banten…………………………………………..54
2.2. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 67
2.3. Kerangka Berfikir ......................................................................... 69
2.4. Asumsi Dasar Penelitian ............................................................... 71
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian ......................................................................... 72
3.2. Fokus Penelitian............................................................................ 73
3.3. Lokasi Penelitian........................................................................... 73
3.4. Variabel Penelitian........................................................................ 74
3.4.1 Definisi Konsep…………………………………………74
3.4.2 Definisi Operasional…………………………………….74
3.5. Instrumen Penelitian ..................................................................... 76
vi
3.6. Informan Penelitian....................................................................... 77
3.7. Teknik Pengolahan dan Analisis Data .......................................... 79
3.8.Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................ 91
BAB IV PEMBAHASAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian ........................................................... 93
4.1.1 Sejarah RSUD Banten…………..………………………93
4.1.2 Gambaran Umum RSUD Banten……………………….94
4.1.3 Tugas dan Fungsi RSUD Banten dan jajarannya……….97
4.1.4 Visi dan Misi RSUD Banten…………………………...105
4.2. Deskripsi Data............................................................................... 106
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian……………………………….106
4.2.2 Deskripsi Informan Penelitian…………………………..108
4.3. Analisis Data ................................................................................. 109
4.4. Deskripsi Hasil Penelitian............................................................. 110
4.5. Pembahasan................................................................................... 124
BAB V KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan ................................................................................... 132
5.2. Saran ............................................................................................. 133
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
1.1 Permenkes No.340 Tahun 2010 tentang RS Tipe B………………..4
2.1 Pendekatan Analisis Kebijakan…………………………………….27
2.2 Permenkes No.340 tahun 2010 tentang Klasifikasi RS……………46
2.3 Derajat Kesehatan RSUd Kab/Kota Prov.Banten…………………60
2.4 Penelitian Terdahulu……………………………………………….68
3.1 Kategori Informan Penelitian………………………………………78
3.2 Pedoman Wawancara………………………………………………82
3.3 Teknik Penelitian…………………………………………………...91
4.1 Daftar Informan……………………………………………………109
viii
DAFTAR GAMBAR
2.1 Proses Analisis Kebijakan menurut Dunn…………………………26
2.2 Proses Dasar Analisis Kebijakan menurut Patton dan Savicky…...38
2.3 Bagan Kerangka Berfikir………………………………………….70
3.1 Analisis Data Miles dan Huberman……………………………….87
4.1 Alur Analisis Kebijakan Publik menurut Dunn…………………..129
ix
DAFTAR LAMPIRAN
1. Catatan Bimbingan Skripsi
2. Lembar Seminar Proposal
3. Matriks Wawancara
4. Surat Ijin Mencari Data
5. Draf Kajian Akademik Penyusunan Raperda Tentang Retribusi Pelayanan
Kesehatan RSUD Banten
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kesehatan adalah modal penting terhadap kelangsungan hidup
masyarakat.Yaitu dengan mengadakan dan membentuk pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit, puskesmas dan bentuk instansi pelayanan kesehatan
lainnya.Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.Rumah sakit
umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua
bidang dan jenis penyakit.Klasifikasi rumah sakit adalah pengelompokan kelas
rumah sakit berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan.
Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, rumah sakit
diklasifikasikan menurut Peraturan Kementerian Kesehatan No. 340 Tahun
2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, yaitu Rumah Sakit Umum kelas A, B, C
dan D. Klasifikasi rumah sakit umum ditetapkan berdasarkan; pelayanan,
sumber daya manusia, peralatan, sarana dan prasarana serta
administrasi/manajemen. Pada rumah sakit umum kelas A harus memiliki
kriteria, fasilitas dan kemampuan rumah sakit umum kelas A meliputi paling
sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis dasar, lima (5) pelayanan spesialis
penunjang medik. Dua belas (12) pelayanan medik spesialis lain dan tiga belas
(13) pelayanan medik sub spesialis. Jumlah tempat tidur minimal empat ratus
1
2
(400) buah.Rumah sakit umum kelas B harus mempunyai fasilitas dan
kemampuan pelayanan medik spesialis empat (4) pelayanan medik spesialis
dasar, empat (4) pelayanan spesialis penunjang medik, delapan (8) pelayanan
medik spesialis lainnya dan dua (2) pelayanan medik subspesialis dasar.Jumlah
tempat tidur minimal dua ratus (200) buah.Rumah sakit umum kelas C harus
mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik paling sedikit empat (4)
pelayanan medik spesialis dasar dan empat (4) pelayanan spesialis penunjang
medik.Jumlah tempat tidur minimal seratus (100) buah.Rumah sakit umum
kelas D harus mempunyai fasilitas dan kemampuan pelayanan medik sedikit (2)
pelayanan medik spesialis dasar. Jumlah tempat tidur minimal lima puluh (50)
buah. Rumah sakit umum kelas A dan kelas B tenaga pegawainya 1:1 dengan
tempat tidur pasien sedangkan untuk rumah sakit umum kelas C dan kelas D
tenaga pegawainya 2:3 dengan tempat tidur pasien. Dari klasifikasi rumah sakit
A, B, C dan D yang membedakannya adalah pelayanan medik, jumlah tenaga
pegawai dan sumber daya manusia, serta sarana dan prasarana.
Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi Banten merupakan
instansi atau Satuan Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) baru yang ada di
lingkungan pemerintahan Provinsi Banten, yang didirikan oleh Gubernur Banten
pada bulan Oktober Tahun 2013 berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun
2013 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Banten. Sebagai Satuan Kinerja Perangkat Daerah baru
Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Banten dipimpin oleh Direktur yang
mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan
3
asas otonomi daerah dan tugas pembangunan pada era desentralisasi,
pembangunan yang telah berkembang di lingkungan pemerintah daerah,
khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Banten semakin besar pula tantangan
dan hambatan yang ada sepanjang masa suatu pemerintahan. Pembangunan
yang terus dilaksanakan pemerintah tidak lain ditujukan kepada peningkatan
kesejahteraan warga masyarakat, oleh karenanya pembangunan yang
dilaksanakan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta dapat dinikmati
oleh seluruh warga masyarakat.
Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Banten No.1 Tahun 2013
tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum
Daerah Banten dikarenakan di Provinsi Banten sendiri belum ada rumah sakit
pemerintah Provinsi dan Rumah Sakit Umum Daerah Banten dijadikan sebagai
rumah sakit rujukan dari Kota/Kabupaten. Rumah Sakit Umum Daerah Banten
adalah rumah sakit tipe B yang berarti rumah sakit yang mampu memberikan
pelayanan kedokteran spesialis dan subspesialis.Rumah sakit ini didirikan di
setiap ibukota Provinsi yang menampung pelayanan rujukan dari rumah sakit
Kabupaten. Namun ternyata pada temuan lapangan, Kementerian Kesehatan
Republik Indonesia belum memberikan surat keputusan (SK) tentang legalnya
Rumah Sakit Umum Daerah Banten sebagai rumah sakit bertipe B karena belum
memenuhi syarat indikator rumah sakit tipe B yang meliputi pelayanan medik,
sumber daya manusia, peralatan penunjang, sarana dan prasarana serta
administrasi/manajemen.
4
Berdasarkan Peraturan Kementerian Kesehatan No.340 Tahun 2010,
Rumah Sakit Umum Kelas B harus mempunyai fasilitas dan kemampuan
sebagai berikut :
Tabel 1.1 Permenkes No.340 Tahun 2010 tentang RS tipe B
Pelayanan :
a. Empat (4) pelayanan medik spesialis dasar,
b. Empat (4) pelayanan spesialis penunjang medik,
c. Delapan (8) pelayanan medik spesialis lainnya,
d. Dua (2) pelayanan sub spesialis dasar.
Sumber Daya Manusia :
a. Medik dasar minimal dua belas (12) orang dokter umum dab 3 orang
dokter gigi,
b. Medik spesialis dasar minimal tiga (3) orang dokter,
c. Spesialis penunjang medik minimal dua (2) orang dokter,
d. Medik spesialis lain satu (1) orang dokter spesialis dengan masing-
masing empat (4) orang dokter spesialis yang berbeda,
e. Spesialis gigi dan mulut masing-masing satu (1) orang dokter.
f. Medik sub spesialis masing-masing satu (1) orang dokter,
g. Tenaga keperawatan dan tempat tidur 1:1.
Peralatan :
a. Peralatan harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri,
b. Peralatan radiologi dan kedokteran nuklir harus berdasarkan perundang-
undangan.
5
c. Jumlah tempat tidur minimal 200 buah.
Sarana dan prasarana :
Sarana dan prasarana harus memenuhi standar yang ditetapkan oleh Menteri.
Administrasi dan Manajemen :
a. Kepala direktur Rumah Sakit, unsur pelayanan medis, unsure
keperawatan, unsure penunjang medis, komite medis, satuan
pemeriksaan internal serta administrasi umum dan keuangan,
b. Tata laksana organisasi standar pelayanan standar operasional prosedur
(SOP), sistem informasi manajemen Rumah Sakit, Hospital and Medical
Staff by laws.
Namun dari beberapa pelayanan yang diberikan RSUD Banten ternyata
masih ada beberapa pelayanan yang belum bisa dilakukan sesuai standar
pelayanan Rumah Sakit tipe B dan sebagai Rumah Sakit Rujukan, diantaranya:
Pelayanan Penunjang Medik yaitu Patologi Anatomi dan Rehabilitasi Klinik,
Pelayanan Medik spesialis lain yaitu Bedah plastik dan kedokteran forensik,
Pelayanan Medik spesialis Gigi dan Mulut (Bedah mulut, konservasi/endodonsi
dan orthodenti), Pelayanan Medik Sub spesialis penyakit dalam, anak dan
obgyn, Pelayanan Kefarmasian yaitu Farmasi Klinik, dan Pelayanan
Penunjang Klinik yaitu belum tersedianya pelayanan Bank Darah. Jumlah
tempat tidur yang tersedia 112 buah sedangkan minimal 200 buah. Fasilitas
pelayanan medik yang belum tersedia karena bangunan gedung RSUD Banten
yang belum rampung dan anggaran dana yang belum tersedia dari pemerintah.
6
Merujuk pada sumber daya manusia dan administrasi/manajemen yang
ada di lingkungan RSUD Banten berjumlah 781 orang dan terdapat dua jenis
jabatan, yaitu jabatan struktural dan jabatan fungsional. Jabatan struktural terdiri
dari jabatan struktural Eselon II b, Eselon III b, Eselon IV a, serta jabatan
fungsional umum (staf/pelaksana). Sedangkan jabatan fungsional antara lain
dokter, perawat, bidan, apoteker dan lain-lain. Namun jabatan fungsional
tertentu belum terakomodir baik status kepegawaian maupun administrasi
kepegawaiannya. Fitron Nur Ikhsan selaku anggota komisi V DPRD Provinsi
Banten mendesak Plt.Gubernur Banten Rano Karno untuk merombak jajaran
manajemen di RSUD Banten, menurutnya setelah diamati tidak ada satu
alasanpun yang dapat dijadikan dasar mengapa bisa dipertahankan, sejak
berdirinya RSUD Banten tak ada hentinya memproduk masalah padahal RSUD
ini dibutuhkan. Permasalahan RSUD bila terus dibiarkan, tidak bisa
dibayangkan apa jadinya bila semakin hari daftar masalah yang tak juga terurai
dan selesai. Di RSUD Banten membutuhkan leadership agar dapat
memperbaikinya terutama dalam persoalan tipe rumah sakit. Selain itu
persoalan Sumber Daya Manusia (SDM) dimana harus memiliki kapasitas
dimana proses rekrutmennya tidak terkesan main-main atau asal karena Sumber
Daya Manusia (SDM) sebagai pelaksana teknis ketika masyarakat
membutuhkan. Sumber Daya Manusia haruslah berkompetensi sesuai dengan
latar belakang pendidikan atau keahlian. Karena ini berhubungan langsung
dengan tindakan medis atau non medis kepada masyarakat sebagai pasien
(http//: manajemenrumahsakit.netdiakses pada 13/01/2015). Kemudian menurut
7
Bapak Oman Abdurohman, SKM, SE, selaku MARS Subbagian Diklat dan PEP
di RSUD Banten mengungkapkan kepada peneliti pada November 2015,
beberapa indikator untuk memenuhi standar rumah sakit bertipe B sudah
sebagian tercapai namun banyak juga belum tercapai terutama tenaga pegawai
dikarenakan di beberapa sub bagian tenaga pegawainya sudah terpenuhi tapi
sebagian sub lainnya ada yang tidak terpenuhi. Karena pekerjaannya masih tidak
memenuhi batasan waktu sedangkan dibutuhkan untuk selalu terpenuhi.
Berdasarkan hasil temuan di lapangan, fasilitas sarana peralatan
penunjang di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Banten belum tersedia.
Fasilitas yang belum tersedia yaitu ruang triase, ruang resusitasi, ruang tindakan,
ruang isolasi, klinik rawat jalan, kamar tindakan, rawat inap, klinik rawat jalan,
kamar tindakan, ruang persiapan, kamar bedah, recovery room, rawat bedah
umum, rawat bedah umum, klinik rawat jalan, perawatan anak, perinatologi,
ruang bayi, kamar tindakana persalinan (VK), kamar operasi kebidanan, ICU
kebidanan, IGD kebidanan, circuit system mesin anestesi, perlengkapan life
support resusitasi dan emergency, alat pelayanan terapi intensif, pelayanan
mikrobiologi, pelayanan patologi anatomi, pelayanan patologi klinik, pelayanan
radiologi, pelayanan rehabilitasi medik, pemulasaran jenazah, dan instalasi gizi.
Hal ini disebabkan karena bangunan gedung yang belum rampung dan anggaran
dana yang belum tersedia untuk memenuhi fasilitas tersebut.
Sarana dan prasarana merupakan salah satu sumber daya upaya
pelaksanaan kinerja, adapun sarana dan prasarana RSUD Banten yaitu bangunan
gedung terletak di pusat ibukota Provinsi Banten dekat dengan pusat
8
pemerintahan dan fasilitas gedung pemerintah yang lainnya. Memiliki luas
tanah ± 50.000 M² dengan luas bangunan (Perkantoran dan Pelayanan)
Bangunan RSUD Gedung A lantai 1 seluas 1.740 m², Bangunan teras seluas 345
m², Gedung A lantai 2 seluas 1.897 m², Gedung A lantai 3 seluas 1.492 m²,
Bangunan RSUD Gedung B lantai 1 seluas 1,414 m², Bangunan Teras seluas 27
m², Gedung B lantai 2 seluas 1.414 m², Gedung B lantai 3 seluas 1.414 m²,
Gedung B lantai 4 seluas 1.414 m². Sisa tanah yang belum dikembangkan sesuai
dengan Master Plan yang dimiliki, beberapa gedung memerlukan perbaikan dan
peningkatan untuk menunjang pelayanan.
Berdasarkan observasi awal, temuan lapangan di dalam gedung RSUD
terdapat banyak ruangan yang tidak terpakai sesuai fungsinya dikarenakan
kondisi atap yang bobrok dan gelap dapat mengakibatkan bahaya karena atap
yang bobrok dapat jatuh menimpa orang-orang yang melintas ruangan
tersebut.Selain itu, lift untuk umum kondisinya mati sehingga banyak keluarga
pasien bila naik ke lantai atas harus melewati tangga. Menurut Yulia salah satu
orangtua pasien yang dirawat di RSUD Banten menuturkan kepada peneliti
bahwa fasilitas ruang rawat inap kelas III di RSUD Banten jauh dari
kenyamanan karena kondisi ACnya yang mati, sehingga dengan terpaksa ia
memindahkan anaknya ke ruang VIP. Lalu belum tersedianya kantin di RSUD
Banten karena keluarga pasien yang kesulitan untuk mencari kebutuhan untuk
membeli makanan dan minuman serta lainnya. Berdasarkan fakta temuan
lapangan di atas dapat diartikan bahwa masih kurang layak pelayanan yang
diterima oleh pasien dari rumah sakit bertipe B. Seharusnya pihak RSUD
9
Banten dapat lebih memberikan pelayanan yang terbaik sesuai dengan
Permenkes No. 340 tahun 2010.
Berdasarkan penjelasan pemikiran di atas, peneliti tertarik untuk
mengetahui dan melakukan penelitian mengenai Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, yang pada
penelitian ini dilakukan di Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Banten. Untuk
mengetahui terkait teori dan metode dalam penelitian Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B ini akan
dibahas pada bab selanjutnya.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan apa yang telah dipaparkan di atas, menandakan banyak
permasalahan yang terjadi di RSUD Provinsi Banten. Dari berbagai pelik
permasalahan yang terdapat dalam latar belakang masalah, peneliti dapat
mengidentifikasi permasalahan sebagai berikut;
1. Upaya untuk memenuhi dasar penentu RSUD Banten sebagai rumah
sakit tipe B
2. Upaya bagaimana pemenuhan standar-standar klasifikasi B.
3. Dokumen-dokumen pendirian RSUD Banten belum mendukung.
1.3 Pembatasan Masalah
Berdasarkan uraian-uraian yang ada dalam latar belakang dan
identifikasi masalah, membuat peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah
10
Sakit Tipe B. Akan tetapi, mengingat keterbatasan waktu, dana, dan tenaga
maka tidak mungkin mengkaji semua permasalahan yang ada. Oleh karena itu
peneliti membatasi pengkajian ini pada satu masalah, yakni;
Mengidentifikasi dan mengkaji secara lebih mendalam mengenai indikator-
indikator rumah sakit bertipe B di RSUD Provinsi Banten.
1.4 Rumusan Masalah
Berdasarkan identifikasi masalah dan latar belakang masalah di atas,
maka rumusan masalah dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut: Bagaimana
proses pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B?
1.5 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui lebih dalam mengenai
Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
Selain itu penelitian ini diajukan sebagai salah satu tugas akhir dan syarat untuk
memperoleh gelar sarjana ilmu sosial pada konsentrasi kebijakan publik,
program studi ilmu administrasi negara.
1.6 Manfaat Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian di atas setidaknya ada dua manfaat yaitu
manfaat teoritis dan manfaat praktis diantaranya:
1. Secara teoritik hasil penelitian ini akan diperoleh pemahaman
baru yang terkait dengan Analisis Klasifikasi RSUD Provinsi
11
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B khususnya teori-teori
analisis, manajemen strategi. Sehingga ada keterbukaan
informasi publik, khususnya mahasiswa Ilmu Administrasi
Negara mengenai RSUD Provinsi Banten.
2. Secara praktisi diharapkan memberikan sumbangan pemikiran
terhadap para penyelenggara pemerintahan daerah, khususnya
dalam rangka pengklasifikasian pembentukan RSUD Provinsi
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
1.7 Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Latar belakang masalah menjelaskan mengapa peneliti
mengambil judul penelitian tersebut, juga menggambarkan ruang
lingkup dan kedudukan masalah yang akan diteliti yang tentunya
relevan dengan judul yang diambil. Materi dari uraian ini, dapat
bersumber dari hasil penelitian yang sudah ada sebelumnya, hasil
seminar ilmiah, hasil pengamatan, pengalaman pribadi, dan
intuisi logik.Latar belakang timbulnya masalah perlu diuraikan
secara jelas, faktual dan logik.
1.2. Identifikasi Masalah
Mendeteksi aspek permasalahan yang muncul dan berkaitan dari
judul penelitian atau dengan masalah atau variable yang akan
12
diteliti. Identifikasi masalah biasanya dilakukan pada studi
pendahuluan pada objek yang diteliti, observasi dan wawancara
ke berbagai sumber sehingga semua permasalahan dapat
diidentifikasi.
1.3. Batasan Masalah
Menetapkan masalah yang paling penting dan berkaitan dengan
judul penelitian.Kalimat yang biasa dipakai dalam pembatasan
masalah ini adalah kalimat pernyataan.
1.4. Perumusan Masalah
Perumusan masalah adalah mendefinisikan permasalahan yang
telah ditetapkan dalam bentuk definisi konsep dan definisi
operasional.
1.5. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengungkapkan tentang sasaran yang ingin
dicapai dengan dilaksanakannya penelitian, terhadap masalah
yang telah dirumuskan.Isi dan rumusan tujuan penelitian sejalan
dengan isi dan rumusan masalah.
1.6. Manfaat Penelitian
Menggambarkan tentang manfaat penelitian baik secara praktis
maupun teoritis.
1.7. Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan menjelaskan tentang isi bab perbab.
13
BAB II DESKRIPSI TEORI DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1. Deskripsi Teori
Mengkaji berbagai teori yang relevan dengan permasalahan
variabel penelitian, kemudian menyusunnya secara teratur dan
rapi yang digunakan untuk merumuskan masalah.
2.2. Kerangka Berpikir
Kerangka berpikir menggambarkan alur pikiran penelitian
sebagai kelanjutan dari kajian teori untuk memberikan penjelasan
kepada pembaca.
2.3. Asumsi Dasar Penelitian
Menyajikan jawaban sementara terhadap rumusan masalah
penelitian, di mana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan
dalam bentuk pertanyaan.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Metode Penelitian
Sub bab ini menjelaskan metode yang digunakan dalam
penelitian
3.2. Instrumen Penelitian
Sub bab ini menjelaskan tentang proses penyusunan dan jenis
alat pengumpul data yang digunakan. Dalam penelitian kuantatif
instrumennya adalah keusioner, angket dan lain sebagainya.
14
3.3. Penentuan Informan
Sub bab ini menjelaskan tentang orang yang dijadikan sumber
untuk mendapatkan data dan sumber yang diperlukan dalam
penelitian. Dapat diperoleh dari kunjungan lapangan yang
dilakukan di lokasi penelitian, dipilih secara purposive dan
bersifat snowball sampling.
3.4. Teknik Pengumpulan Data
Menguraikan teknik pengumpulan data hasil penelitian dan cara
menganalisis yang telah diolah dengan menggunakan teknik
pengolahan data sesuai dengan sifat data yang diperoleh, melalui
pengamatan, data pada kuesioner, angket, wawancara,
dokumentasi dan bahan-bahan visual.
3.5. Teknik Analisis Data
Sub bab ini menggambarkan tentang proses penyederhanaan data
ke dalam formula yang sederhana dna mudah dibaca serta mudah
diinterpretasi, maksudnya analisis data di sini tidak saja
memberikan kemudahan interpretasi, tetapi mampu memberikan
kejelasan makna dari setiap fenomena yang diamati, sehingga
implikasi yang lebih luas dari hasil penelitian dapat dijadikan
sebagai bahan simpulan akhir penelitian. Analisis data dapat
dilakukan melalui pengkodean dan berdasarkan kategorisasi data.
15
3.6. Keabsahan Data
Sub bab ini menggambarkan sifat keabsahan data dilihat dari
objektifitas dalam subjektivitas. Untuk dapat mendapat data yang
objektif berasal dari unsur subjektivitas objek penelitian, yaitu
bagaimana menginterpretasikan realitas sosial terhadap
fenomena-fenomena yang ada.
3.7. Lokasi Penelitian
Tempat yang dijadikan penelitian, dalam hal ini adalah
Sekretariat DPRD Provinsi Banten, khususnya Pegawai di
Sekretarian DPRD Provinsi Banten.
3.8. Jadwal Penelitian
Menjelaskan tentang tahapan waktu penelitian.
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1. Deskripsi Objek Penelitian
Menjelaskan tentang objek penelitian yang meliputi lokasi
penelitian secara jelas, struktur organisasi dari populasi atau
sampel yang telah ditentukan serta hal lain yang berhubungan
dengan objek penelitian.
4.2. Hasil Penelitian
Menjelaskan hasil penelitian yang telah diolah dari data mentah
dengan menggunakan teknik analisis data kualitatif.
4.3. Pembahasan
Merupakan pembahasan lebih lanjut terhadap hasil analisis data.
16
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Menyimpulkan hasil penelitian yang diungkapkan secara singkat,
jelas, sejalan dan sesuai dengan permasalahan serta hipotesis
penelitian.
5.2. Saran
Berisi rekomendasi dari peneliti terhadap tindak lanjut dari
sumbangan penelitian terhadap bidang yang diteliti baik secara
teoritis maupun praktis.
DAFTAR PUSTAKA
Memuat daftar referensi (literatur lainnya) yang digunakan dalam
penyusunan skripsi, daftar pustaka hendaknya menggunakan literatur
yang mutakhir.
LAMPIRAN-LAMPIRAN
Memuat tentang hal-hal yang perlu dilampirkan untuk menunjang
penyusunan skripsi, seperti Lampiran table-tabel, Lampiran grafik,
Instrumen penelitian, Riwayat hidup peneliti, dll.
17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA BERFIKIR,
DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1 Tinjauan Pustaka
2.1.1 Definisi Kebijakan Publik
Pada penelitian ini mengenai analisis Klasifikasi Pembentukan
RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B yang didirikan
menurut Peraturan Daerah No.1 Tahun 2013 tentang Pembentukan
Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah
Sakit Umum tipe B. Karena Rumah Sakit Umum tipe B bagian dari sebuah
kebijakan yang diatur oleh pemerintah Provinsi Banten, maka sebelum
menganalisis lebih jauh mengenal bagaimana konsep kebijakan publik,
kita perlu mengkaji terlebih dahulu mengenai definisi dari kebijakan
publik itu sendiri. Dalam penelitian Analisis Klasifikasi Pembentukan
RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B tentu tidak terlepas
dari bagian dalam proses perumusan kebijakan publik, untuk itu sebaiknya
lebih dulu memahami definisi kebijakan dan konsep kebijakan publik.
Sumber-sumber yang berasal dari para ahli yang memberikan beberapa
pengertian dari definisi kebijakan, yaitu ;
18
Kebijakan (policy) mengandung arti yang bermacam-macam.
Menurut kamus Bahasa Indonesia kebijakan merupakan sebagai rangkaian
konsep pokok dan asas yang menjadi garis besar dalam pelaksanaan suatu
pekerjaan atau suatu konsep dasar yang jadi pedoman dalam
melaksanakan suatu kepemimpinan dan cara bertindak.
Selain itu, definisi kebijakan lainnya diungkapkan oleh Suharto
(2008:3) dalam bukunya “kebijakan sosial sebagai kebijakan publik”,
yang menjelaskan bahwa:
“Kebijakan (policy) adalah sebuah instrument pemerintahan, bukan sajadalam arti government yang hanya menyangkut aparatur negara,melainkan pada governance yang menyentuh pengelolaan sumber dayapublik.Kebijakan pada intinya merupakan keputusan-keputusan ataupilihan-pilihan tindakan yang secara langsung mengatur pengelolaan danpendistribusian sumber daya alam, finansial dan manusia demikepentingan publik yakni rakyat banyak, penduduk, masyarakat atauwarga negara.Kebijakan merupakan hasil dari adanya sinergi, kompromiatau bahkan kompetisi antara berbagai gagasan, teori, ideology, dankepentingan-kepentingan yang mewakili sistem politik suatu negara.
Pengertian di atas memberikan gambaran pada kita bahwa
kebijakan merupakan alat yang digunakan pemerintah yang juga
memperhatikan sumber daya yang dimiliki untuk kepentingan publik.
Definisi kebijakan lainnya dikemukakan oleh Lasswelldan Parsons
(2005:17) yaitu:
“Kata kebijakan (policy) umumnya dipakai untuk menunjukkanpilihan terpenting yang diambil baik dalam kehidupan organisasi atauprivat.Kebijakan bebas dari konotasi yang dicakap dalam kata politis(political) yang sering kali diyakini mengandung makna keberpihakan dankorupsi.
Definisi kebijakan menurut Lasswell memberikan pengertian
bahwa kebijakan diyakini bebas dari unsur politis yang kerap dimaknai
17
19
sebagai sebuah konsolidasi.Kebijakan merupakan pilhan penting dalam
organisasi.
Berbeda dengan pandangan Dunn (2003:51) dalam bukunya
“Pengantar Analisis Kebijakan Publik”, beliau mendefinisikan kata
kebijakan dari asal katanya. Secara etimologis, istilah policy atau
kebijakan berasal dari bahasa Yunani, Sanksekerta dan Latin, akar kata
dalam bahasa Yunani dan Sanksekerta yaitu polis (Negara-Kota) dan pur
(Kota).
Pengertian kebijakan berikutnya dikemukakan oleh Anderson
(dalam Islamy 1991:17), yaitu:
“A purposive course of action followed by an actor or set of actorsin dealing with a problem or matter of cancern.”
Sedangkan menurut Jones (dalam Winarno 2002:14), istilah
kebijakan digunakan dalam praktek-praktek sehari-hari.Namun, digunakan
untuk menggantikan kegiatan atau keputusan yang berbeda.Istilah ini
sering dipertukarkan dengan tujuan, program, keputusan, standar, proposal
dan grand design.Secara umum, istilah kebijakan dipergunakan untuk
menunjuk perilaku seorang aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
Menurut Dunn (dalam Wicaksono 2006:64) menjelaskan bahwa
kebijakan publik ialah pola ketergantungan yang kompleks dari pilihan-
pilihan kolektif yang saling tergantung, termasuk keputusan-keputusan
untuk tidak bertindak, yang dibuat oleh badan atau kantor pemerintah.
20
Pengertian kebijakan publik menurut Dye (dalam Agustino
2007:166) “bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh
pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan”. Melalui definisi ini kita
mendapat pemahaman bahwa terdapat perbedaan antara apa yang akan
dikerjakan pemerintah dan apa saja sesungguhnya harus dikerjakan oleh
pemerintah.
Kemudian menurut Rose (dalam Agustino 2007:166) berupaya
mendefinisikan kebijakan publik sebagai “sebuah rangkaian panjang dari
banyak atau sedikit kegiatan yang saling berhubungan dan memiliki
konsekuensi bagi yang berkepentingan sebagai keputusan yang berlainan.
Definisi lain mengenai kebijakan publik pun ditawarkan oleh
Friedrich (dalam Agustino 2006:41) menyatakan bahwa:
“Serangkaian kegiatan atau tindakan atau kegiatan yang diusulkanoleh seseorang kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentudimana terdapat hambatan dan kemungkinan dimana kebijakan tersebutdiusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yangdimaksud.”
Maksud dari kebijakan sebagai bagian dari kegiatan, Fridrich
menambahkan ketentuan bahwa kebijakan tersebut berhubungan dengan
penyelesaian beberapa maksud atau tujuan. Meskipun maksud dan tujuan
dari kegiatan pemerintah tidak selalu mudah untuk dilihat, tetapi ide
bahwa kebijakan melibatkan perilaku yang mempunyai maksud,
merupakan bagian penting dari definisi kebijakan bagaimanapun juga
kebijakan harus menunjukkan apa yang sesungguhnya dikerjakan dari
pada apa yang diusulkan dalam beberapa kegiatan pada suatu masalah.
21
Kebijakan publik adalah keputusan politik yang dikembangkan
oleh badan dan pejabat pemerintah.Karakteristik ini dijelaskan oleh Easton
(dalam Islamy 1991:19) yang menegaskan bahwa hanya pemerintah yang
secara sah dapat berbuat sesuatu pada masyarakat dan pilihan pemerintah
untuk melakukan sesuatu tersebut dirupakan dalam bentuk pengalokasian
nilai-nilai pada masyarakat.Hal ini disebabkan karena pemerintah
termasuk ke dalam para penguasa suatu sistem politik yang terlibat dalam
masalah sehari-hari yang telah menjadi tanggungjawab atau peranannya.
Definisi lain dari kebijaksanaan Negara (Isalamy 1991:20) adalah
serangkaian tindakan yang ditetapkan dan dilaksanakan oleh pemerintah
byang mempunyai tujuan atau berorientasi pada tujuan tertentu demi
kepentingan masyarakat. Sebagai keputusan yang mengikat publik, maka
kebijakan publik harusnya dibuat oleh otoritas politik, yakni mereka yang
menerima mandat dari publik atau orang banyak, umumnya melalui suatu
proses pemilihan untuk bertindak atas nama rakyat banyak. Selanjutnya
kebijakan publik akan dilaksanakan oleh administrasi negara yang
dijalankan oleh administrasi pemerintah.
Menurut Brigman dan Davis (dalam Suharto 2008:3) kebijakan
publik pada umumnya mengandung pengertian mengenai “Whatever
government choose to do or not to do” (kebijakan publik adalah apa saja
yang dipilih pemerintah untuk dilakukan atau tidak dilakukan).
Berdasarkan beberapa definisi kebijakan publik diatas dapat
peneliti disimpulkan kebijakan publik adalah serangkaian kegiatan dengan
22
pola ketergantungan yang kompleks yang mempunyai maksud atau tujuan
tertentu dengan berbagai pilihan untuk dilakukan atau tidak dilakukan
melaluti tiga kegiatan pokok yaitu formulasi, implementasi dan evaluasi
kebijakan dalam rangka menciptakan kesejahteraan bagi masyarakat.
Kebijakan publik juga ditunjukkan pada tindakan yang mempunyai
maksud dan tujuan tertentu dari pada perilaku yang berubah acak,
kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan
yang dilakukan oleh pejabat pemerintah dari pada keputusan yang
terpisah-pisah, kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya
dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur masyarakat untuk
kesejahteraan masyarakat luas, bukan apa maksud yang dikerjakan atau
yang akan dikerjakan. Dengan demikian, dari beberapa definisi kebijakan
diatas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah rangkaian konsep
pokok yang menjadi garis besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang
mengandung program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek
yang terarah bercirikan konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari
mereka yang memenuhi keputusan tersebut.
2.1.2 Tahap-tahap Kebijakan Publik
Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang
kompleks karena melibatkan banyak proses maupun vartikel yang harus
dikaji. Oleh karena itu beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk
mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan
publik ke dalam beberapa tahap-tahap.Tujuan pembagian seperti ini adalah
23
untuk memudahkan kita dalam mengkaji kebijakan publik.Namun demikia
beberapa ahli mungkin membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang
berbeda. Tahap-tahap kebijakan publik menurut Dunn (dalam Winarno,
2007:32-34) adalah sebagai berikut :
a. Tahap penyusunan agendaPara pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalahpada agenda publik.Sebelumnya masalah ini berkompetisiterlebih dahulu untuk masuk ke dalam agenda kebijakan.Padaakhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan padaperumus kebijakan. Pada tahap ini mungkin suatu masalahtidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lainditetapkan menjadi focus pembahasan, atau adapula masalahkarena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.
b. Tahap formulasi kebijakanMasalah yang tidak masuk ke dalam agenda kebijakan kemudiaditulis oleh para pembuat kebijakan.Masalah-masalah tadididefinisikan untuk kemudia diberi pemecahan masalahterbaik.Pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagaialternative atau pilihan kebijakan (policy alternative/ policyoptions) yang ada.Dalam perumusan kebijakan masing-masingalternative bersaing untuk dapat dipilih sebagai kebijakan yangdiambil untuk memecahkan masalah.Dalam tahap ini masing-masing actor dapat bersaing untuk mengusulkan pemecahanmasalah terbaik.
c. Tahap Adopsi KebijakanDari sekian banyak alternatif kebijakan yang ditawarkan paraperumus kebijakan.Pada tahap ini aka nada beberapa analisisdan peramalan untuk mendapatkan alternatif kebijakan.Padaakhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsidengan dukungan dari mayoritas legislative, consensus antaradirektur lembaga atau putusan peradilan.
d. Tahap Implementasi KebijakanSuatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatanelit jika program tersebut tidak diimplementasikan. Kebijakanyang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasiyang memobilisasikan sumber daya finansial dan manusia.
24
Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akanbersaing.
e. Tahap Evalusasi KebijakanDalam tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilaiatau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yangdibuat untuk meraih dampak yang diinginkan.
2.1.3 Pengertian Analisis
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Kontemporer karangan
Salim dan Sali (dalam Ningsih 2014:23) menjabarkan pengertian analisis
sebagai berikut :
a. Analisis adalah penyelidikan terhadap suatu peristiwa(perbuatan, karangan dan sebagainya) untuk mendapatkan faktayang tepat (asal usul sebab, penyebab sebenarnya, sebagainya)
b. Analisis adalah penguraian pokok persoalan atas bagian-bagian, penelaahan bagian-bagian tersebut dan hubungan antarbagian untuk mendapatkan pengertian yang tepat denganpemahaman secara keseluruhan.
c. Analisis adalah penjabaran (pembentangan) suatu hal, dansebagainya setelah ditelaah secara seksama.
d. Analisis adalah proses pemecahan masalah yang dimulaidengan hipotesis (dugaan, dan sebagainya) sampai terbuktikebenarannya melalui beberapa kepastian (pengamatan,percobaan dan sebagainya)
e. Analisis adalah proses pemecahan masalah (melalui akal) kedalam bagian-bagiannya berdasarkan metode yang konsistenuntuk mencapai pengertian tentang prinsip-prinsip dasarnya.
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia karangan Subarso dan
Retnoningsih (dalam Ningsih 2014:24), analisis adalah penyelidikan
terhadap suatu peristiwa (karangan, perbuatan dan sebagainya) untuk
25
mengetahui keadaan yang sebenarnya (sebab musabab, duduk perkara dan
sebagainya).
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Departemen Pendidikan
Nasional (dalam Ningsih 2014:24) menjelaskan bahwa analisis adalah
penyelidikan terhadap suatu peristiwa.
Dari pengertian diatas, peneliti dapat menyimpulkan bahwa
analisis adalah serangkaian aktivitas intelektual yang bertujuan untuk
penyelidikan suatu keadaan, mengkaji dan memberikan alternatif pada
suatu peristiwa atau keadaan yang akan atau telah terjadi untuk
memecahkan masalah.
Kemudian pengertian analisis kebijakan dari para ahli yaitu;
menurut Bauer (dalam Dunn 2003:1) analisis kebijakan adalah aktivitas
menciptakan pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan.
Menurut William (dalam Nugroho, 2012:328) analisis kebijakan
adalah sebuah cara penyintesian informasi, termasuk hasil-hasil penelitian,
untuk menghasilkan format keputusan kebijakan dan menentukan
informasi yang relevan dengan kebijakan.
Menurut Dunn (dalam Nugroho, 2012:299) analisis kebijakan
publik adalah aktivitas adalah intelektual dan praktis yang ditujukan untuk
menciptakan, secara kritis menilai, mengkomunikasikan pengetahuan
tentang dan dalam proses kebijakan. Analisis kebijakan adalah disiplin
ilmu sosial terapan yang menggunakan berbagai metode pengkajian
multiple dalam konteks argumentasi dan debat politik untuk menciptakan,
26
secara kritis menilai, dan mengomunikasikan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan. Mengikuti Dunn, metode analisis kebijakan
menggabungkan lima prosedur umum yang lazim dipakai dalam
pemecahan masalah, yaitu :
1. Definisi, menghasilkan informasi mengenai kondisi-kondisiyang menimbulkan masalah kebijakan.
2. Prediksi, menyediakan informasi mengenai konsekuensi dimasaa mendatang dari penerapan alternatif kebijakan, termasukjika tidak melakukan sesuatu.
3. Preskripsi, menyediakan informasi mengenai nilai konsekuensialternatif kebijakan di masa mendatang.
4. Deskripsi, menghasilkan informasi tentang konsekuensisekarang dan masa lalu dari diterapkannya alternatif kebijakan.
5. Evaluasi, kegunaan alternatif kebijakan dalam memecahkanmasalah.
Secara visual dapat digambarkan sebagai berikut :
Gambar 2.1 Proses Analisis Kebijakan menurut Dunn
Analisis kebijakan diambil dari berbagai macam disiplin ilmu
dengan tujuan memberikan informasi yang bersifat deskriptif, evaluatif,
dan atau preskriptif (Nugroho 2012:306). Analisis kebijakan menjawab
tiga macam pertanyaan, yaitu:
1. Nilai yang pencapaiannya merupakan tolak ukur utama untukmenilai apakah suatu masalah sudah teratasi?
2. Fakta yang keberadaannya dapat membatasi atau meningkatkanpencapaian nilai-nilai.
Definisi Prediksi Preskirpsi Deskripsi Evaluasi
27
3. Tindakan yang penerapannya dapat menghasilkan pencapaiannilai-nilai.
Untuk menjawabnya, (Nugroho 2012:307) analisis kebijakan dapat
menggunakan salah satu atau kombinasi dari ketiga pendekatan analisis
ini, yakni empiris, valuatif, dan atau normative.
Ketiga pendekatan tersebut dipaparkan dalam table sebagai
berikut:
Tabel 2.1 Pendekatan Analisis Kebijakan
Pendekatan Pertanyaan Utama Tipe Informasi
Empiris Adakah dan akankah (fakta)? Deskriptif & Preskriptif
Valuatif Apa manfaatnya (nilai)? Evaluatif
Normatif Apakah yang harus diperbuat (aksi)? Preskriptif
Analisis kebijakan juga dapat dibedakan menjadi prospektif atau
expost yang berupa produksi dan transformasi informasi sebelum aksi
kebijakan dimulai dan diimplementasikan; dan analisis retrospektif atau
exante adalah produksi dan transformasi informasi sesudah aksi
kebijakan.Diantara keduanya, Dunn menyebut analisis terintegrasi, yaitu
produksi dan transformasi informasi baik sebelum maupun sesudah aksi
kebijakan (Nugroho 2012:307).
28
2.1.4. Analisis Kebijakan Versi Dunn
Dalam proses analisis kebijakan menurut Dunn (2003:25) ada
beberapa tahapan, yaitu:
1. Merumuskan Masalah
Masalah kebijakan adalah nilai, kebutuhan, atau kesempatan
yang belum terpenuhi, yang dapat diidentifikasi, untuk
kemudian diperbaiki atau dicapai melalui tindakan publik.
Masalah kebijakan mempunyai ciri-ciri :
a. Terdapat saling ketergantungan antar masalah kebijakan,b. Mempunyai subjektivitas,c. Buatan manusia karena merupakan produk penilaian
subjektif dari manusia, dand. Bersifat dinamis.Fase-fase perumusan masalah kebijakan (Dunn 2003:226)
disusun sebagai berikut :
1. Pencarian masalah (problem search)2. Pendefinisian masalah (problem definition)3. Spesifikasi masalah (problem specification)4. Pengenalan masalah (problem sensing)
Untuk menuju analisis kebijakan, sejak perumusan masalah sudah
harus dikenali model-model kebijakan (Dunn 2003:234-241) yaitu :
1. Model deskriptif, yang bertujuan menjelaskan dan ataumemprediksi sebab-sebab dan konsekuensi-konsekuensi pilihankebijakan.
2. Model normatif, yang selain bertujuan sama dengan modeldeskriptif, juga memberikan rekomendasi untuk meningkatkanpencapaian nilai atau kemanfaatan.
3. Model verbal, yakni bersandar pada penilaian nalar untukmembuat prediksi dan menawarkan rekomendasi.
29
4. Model simbolis, yaitu analisis menggunakan simbol-simbolmatematis untuk menerangkan hubungan diantara variabel-variabel kunci yang dipercaya mencari suatu masalah.
5. Model procedural, yaitu menampilkan hubungan yang dinamisdiantara variabel-variabel yang diyakini menjadi cirri suatumasalah kebijakan.
6. Model sebagai pengganti dan perspektif, yaitu dimensi terakhiryang penting dari model-model kebijakan berhubungan denganasumsi mereka. Model pengganti (surrogate model)diasumsikan sebagai pengganti dari masalah-masalahsubstantif.
2. Peramalan masa depan Kebijakan
Mengutip Dunn (2003:291) peramalan atau forecasting adalah
suatu prosedur untuk membuat informasi factual tentang situasi sosial di
masa depan atas dasar informasi yang telah ada tentang masalah
kebijakan. Peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan
dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang
sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan
sesuatu (Dunn 2003:26). Ramalan memiliki tiga (3) bentuk utama, yakni
proyeksi, prediksi, dan perkiraan (Dunn 2003:291-292), yaitu :
1. Peramalan ekstrapolasi, yaitu ramalan yang didasarkan atasekstrapolasi hari ini ke masa depan, dan produknya disebutproyeksi. Teknik yang dapat dipergunakan antara lain analisisantarwaktu, estimasi tren linear, pembobotan eksponansial,transformasi data, katastrofi metodologi. Proyeksi membuatpernyataan yang tegas berdasarkan argument yang diperolehdari metode tertentu dengan kasus yang paralel. Peramalan inimenggunakan tiga asumsi dasar, yaitu : persistensi (pola yangdiamati di masa lampau akan tetap ditemui di masa depan),keteraturan (visi di masa lalu sebagaimana ditunjukan olehkecenderungannya akan terulang secara ajek di masa depan),dan reabilitas validitas data.
30
2. Peramalan teoritis, yaitu ramalan yang didasarkan pada suatuasumsi teoritik yang tegas, dan produknya disebut prediksi.Teknik yang dapat digunakan antara lain pemetaan teori, modelkausal, analisis regresi, estimasi titik dan interval, analiskorelasi. Apabila pada peramalan ekstrapolatif menggunakanlogika induktif, pada peramalan teoritis menggunakan logikadeduktif.
3. Peramalan penilaian pendapat, yaitu ramalan yang didasarkanpada penilaian informative para ahli atau pakar tentang situasimasyarakat masa depan, dan produknya disebut perkiraan(conjecture). Teknik peramalan penilaian pendapat(judgemental forecasting) berusaha memperoleh danmenyintesiskan pendapat-pendapat para ahli. Logika yangdigunakan bersifat retroduktif karena analisis dimulai dengandugaan tentang sesuatu keadaan, dan kemudian berbalik kedata atau asumsi yang dipergunakan untuk mendukung dugaantersebut. Meskipun pada praktiknya ketika logika tersebutinduktif, deduktif, dan retroduktif, tidak dipisahkan satu samalain.
Peramalan mempunyai sejumlah tantangan (Dunn 2003:294-295),yaitu :
(i) akurasi ramalan, yaitu ketepatan dari ramalan yang relatifsederhana yang didasarkan pada ektrapolasi ataskecenderungan sebuah variabel maupun ramalan yangkompleks berdasar model-model yang memasukan ratusanvariabel masih terbatas.
(ii) kondisi komparatif masa depan, ketepatan prediksi yangdidasarkan pada model teoritik yang kompleks atas ekonomidan sistem sumber daya energi tidak lebih tinggi disbandingketepatan proyeksi dan konjektur yang dibuat atas dasar modelekstrapolasi sederhana dan penilaian informatif (oleh pakar).
(iii) konteks, yaitu konteks institusional, temporal danhistorical. Masa depan pun terdiri tiga jenis, yaitu masa depanyang potensial atau sering disebut masa depan alternatif, masukakal (plausible), dan normatif, yang merupakan gabunganantara potensial, dan plausible.
31
3. Rekomendasi Kebijakan
Mengutip dari Dunn (2003:405) prosedur dari analisis kebijakan
dari rekomendasi memungkinkan informasi tentang kemungkinan
serangkaian aksi di masa mendatang untuk menghasilkan konsukuensi
yang berharga bagi individu, kelompok, atau masyarakat
seluruhnya.Untuk membuat rekomendasi kebijakan juga mengharuskan
kita menentukan alternatif mana yang paling baik.Rekomendasi membantu
mengestimasi tingkat resiko dan ketidakpastian, mengenali eksternalitas
dan akibat ganda, menentukan kriteria dalam pembuatan pilihan, dan
menentukan pertanggungjawaban administratif bagi implementasi
kebijakan (Dunn, 2003:27).
Membuat rekomendasi kebijakan menentukan alternatif yang
terbaik dan alasannya karena prosedur analisis kebijakan berkaitan dengan
masalah etika dan moral. Rekomendasi pada dasarnya adalah pernyataan
eksternal, dan advokasi mempunyai empat pertanyaan yang harus dijawab
(Dunn, 2003:406), yaitu :
1. Dapat ditindaklanjuti (actionable), yaitu pernyataan advokatifmemusatkan pada tindakan yang dapat menyelesaikan masalahkebijakan.
2. Bersifat prospektif, karena pernyataan tersebut dibuat sebelumdilakukan tindakan.
3. Bermuatan nilai, bahwa alternatif bergantung pada “fakta” danjuga pada nilai.
4. Etik secara kompleks, yaitu nilai-nilai yang mendasaripernyataan advokatif secara etika kompleks.
Dalam menentukan alternatif kebijakan (Dunn, 2003:416-417),
salah satu pendekatan yang paling banyak dipergunakan adalah
32
pendekatan rasionalitas. Namun, rasionalitas juga berarti multirasionalitas,
yang berarti terdapat dasar-dasar rasional ganda yang mendasari sebagian
besar pilihan-pilihan kebijakan, yaitu :
a. Rasionalitas teknis, berkenaan dengan pilihan efektif.b. Rasionalitas ekonomis, berkenaan dengan efisiensi.c. Rasionalitas legal, berkenaan dengan legalitas.d. Rasionalitas sosial, berkenaan dengan akseptabilitas.e. Rasionalitas substantive, yang merupakan kombinasi keempat
rasionalitas di atas.Karakteristik utama dari berbagai bentuk rasionalitas tersebut
adalah bahwa semuanya melakukan pemilihan secara bernalar tentang
perlunya mengambil arah tindakan tertentu untuk memecahkan masalah
kebijakan.Di luar model rasionalitas di atas (Dunn, 2003:417)
menyarankan rasionalitas komprehensif, yang merupakan upaya
penyingkronisasi seluruh model rasionalitas di atas.Rasionalitas bertemu
dengan realitas bahwa alternatif pada akhirnya terbatas karena adanya
nilai-nilai individual yang lebih banyak mempengaruhi dan batas-batas
pengetahuan. Menurut Simon (dalam Nugroho, 2012:317)
memperkenalkan konsep yang lebih “moderat”, yaitu satisfactory dan
sufficiency. Di sini pengambilan alternatif tidak dipaksakan pada alternatif
terbaik maksimal, namun alternatif yang terbukti akan menghasilkan suatu
kenaikan manfaat yang paling memuaskan. Rekomendasi mempunyai
enam (6) kriteria utama, beberapa tipe pilihan rasional dapat diletakkan
sebagai kriteria keputusan yang digunakan untuk menyarankan pemecahan
masalah kebijakan (Dunn 2003:429), yaitu :
33
1. Efektivitas, berkenaan dengan apakah suatu alternatif mencapaihasil yang diharapkan atau mencapai tujuan dari diadakantindakan.
2. Efisiensi, berkenaan dengan jumlah usaha yang diperlukanuntuk menghasilkan tingkat efektivitas yang dikehendaki.
3. Kecukupan, berkenaan dengan seberapa jauh suatu tingkatefektivitas memuaskan kebutuhan, nilai atau kesempatan yangmenumbuhkan adanya masalah.
4. Perataan (equity), berkenaan dengan pemerataan distribusimanfaat kebijakan.
5. Responsivitas, berkenaan dengan seberapa jauh suatu kebijakandapat memuaskan kebutuhan, preferensi atau nilai kelompok-kelompok masyarakat yang menjadi target kebijakan.
6. Kelayakan (appropriateness), berkenaan dengan pertanyaanapakah kebijakan tersebut tepat untuk suatu masyarakat.
4.Pemantauan Hasil Kebijakan
Pemantauan hasil kebijakan atau biasa disebut monitoring
merupakan prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan
informasi tentang sebab akibat kebijakan publik (Dunn, 2003:509).
Pemantauan setidaknya memainkan empat (4) fungsi dalam analisis
kebijakan yaitu : kepatuhan (compliance), akuntansi, pemeriksaan, dan
eksplanasi (Dunn, 2003:510).
Hasil kebijakan dibedakan antara keluaran (outputs), yaitu produk
layanan yang diterima kelompok sasaran kebijakan, impak (impact), yaitu
perubahan perilaku yang nyata pada kelompok sasaran kebijakan (Dunn,
2003:513).
Dunn (2003:514) membedakan jenis tindakan kebijakan menjadi
dua (2), yakni kebijakan regulatif, yaitu tindakan kebijakan yang
dirancang untuk menjamin kepatuhan terhadap standar atau prosedur
34
tertentu, dan kebijakan alokatif yaitu tindakan mengalokasikan sumber
daya tertentu pada sasaran kebijakan.Baik kebijakan regulative maupun
alokatif dapat memberikan akibat yang bersifat distributif ataupun
redistributif.
Pemantauan sangat penting dalam analisis kebijakan.Untuk itu ada
beberapa pendekatan dalam pemantauan yang dapat dipilah menjadi
beberapa pendekatan yaitu; akuntansi sistem sosial, eksperimental sosial,
auditing sosial, dan sistesis riset praktek, pendekatan tersebut dapat
menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif (Dunn, 2003:519).
5. Evaluasi Kinerja Kebijakan
Evaluasi kebijakan publik merupakan bagian dari proses analisis
kebijakan. Menurut Dunn (2003:632) fungsi evaluasi dalam analisis
kebijakan adalah menyediakan informasi yang valid dan dapat dipercaya
mengenai kinerja kebijakan, kemudian memberikan kejelasan dan kritik
nilai-nilai yang mendasari pilihan tujuan, sasaran, dan penyediaan
informasi bagi perumusan masalah dan inferensi praktis.
Dunn (2003:612) mengembangkan tiga (3) pendekatan dalan
evaluasi kebijakan, yakni evaluasi semu, evaluasi formal dan evaluasi
teoritis. Evaluasi semu adalah pendekatan yang menggunakan metode-
metode deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat
dipercaya mengenai hasil kebijakan tanpa berusaha menanyakan tentang
manfaat atau nilai dari hasil-hasil pada target kebijakan. Evaluasi semu
berasumsi bahwa ukutan tentang manfaat atau nilai merupakan sesuatu
35
yang terbukti sendiri atau self evident atau tidak kontroversial.Evaluasi
formal merupakan pendekatan yang menggunakan metode-metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan cepat dipercaya
mengenai hasil kebijakan, namun mengevaluasi hal tersebut atas tujuan
program kebijakan yang telah diumumkan secara formal oleh pembuat
kebijakan.Evaluasi keputusan teoritis (Decission Theoritic
Evaluation)adalah pendekatan yang menggunakan metode-metode
deskriptif untuk menghasilkan informasi yang valid dan dapat
dipertanggungjawabkan mengenai hasil kebijakan yang secara eksplisit
dinilai oleh berbagai macam. Model evaluasi menurut Dunn (2003:610)
sebagai berikut:
(i) Efektivitas(ii) Efisiensi(iii)Kecukupan(iv)Perataan (equity)(v) Responsivitas(vi)KetepatanEvaluasi memiliki fungsi penting dalam kebijakan, pertama,
evaluasi memberik informasi yang valid dan dapat dipercaya mengenai
kinerja kebijakan.Kedua, evaluasi member sumbangan pada klarifikasi dan
kritik tehadap nilai-nilai yang mendasari target dan tujuan (Dunn,
2003:609-610).
2.1.5. Analisis Kebijakan Versi SWOT
Selain dengan menggunakan pendekatan teori analisis kebijakan
menurut Dunn di atas, analisis kebijakan publik dapat dilakukan dengan
36
menggunakan metode analisis SWOT. Analisis SWOT adalah instrumen
yang digunakan untuk melakukan analisis strategis dari sebuah kebijaka
yang telah dibuat untuk diterapkan. Menurut Simbolon (1999), analisis
merupakan suatu alat yang membantu menstrukturkan masalah, dengan
melakukan analisis atas strategis, yang lazim disebut sebagai lingkungan
eksternal. Lingkungan internal dan eksternal pada dasarnya terdapat empat
unsure yang dihadapi dan memiliki sejumlah kekuatan-kekuatan
(Strengths) dan kelemahan-kelemahan (Weakness), dan secara eksternal
akan berhadapan dengan berbagai peluang-peluang (Opportunities) dan
ancaman-ancaman (Threats).
Kegiatan yang paling penting dalam memahami analisis SWOT
adalah memahami seluruh informasi dalam suatu kasus, menganalisis
situasi untuk mengetahui isu apa yang sedang terjadi dan memutuskan
tindakan apa yang harus segera dilakukan untuk memecahkan masalah
(Rangkuti, 2001:14). SWOT merupakan singkatan dari strengths
(kekuatan-kekuatan), weakness (kelemahan-kelemahan), opportunities
(peluang-peluang), dan threat (ancaman-ancaman). Pengertian kekuatan,
kelemahan, peluang dan ancaman dalam analisis SWOT (Amin, 1994:75)
adalah sebagai berikut :
1. Kekuatan (strengths). Kekuatan sumber daya, keterampilankeunggulan lain relatif terhadap pesaing dan kebutuhan daripasar atau suatu perusahaan.
2. Kelemahan (weakness) adalah keterbatasan/kekurangan dalamsumber daya alam, keterampilan dan kemampuan.
3. Peluang (opportunities). Peluang adalah situasi ataukecenderungan yang dapat member keuntungan.
37
4. Ancaman (threats) adalah situasi atau kecenderungan yangtidak dapat memberikan keuntungan.
Analisis ini didasarkan pada logika yang dapat memaksimalkan
kekuatan dan peluang, namun secara bersamaan dapat meminimalkan
kelemahan dan ancaman. Proses pengambilan keputusan harus
menganalisis faktor strategis pada kondisi saat ini.
2.1.6.Analisis Kebijakan Versi Patton dan Savicky
Model teori analisis kebijakan selanjutnya yaitu analisis kebijakan
menurut Patton dan Savicky (dalam Nugroho 2012:359) bahwa analisis
kebijakan publik dapat dilakukan sebelum dan sesudah kebijakan itu
dibuat.Bentuk analisis dibagi menjadi dua (2) yaitu prediktif dan
preskriptif.Analisis prediktif merujuk pada proyeksi kondisi masa
mendatang sebagai hasil dari adopsi kebijakan.Sedangkan analisis
preskriptif merujuk pada rekomendasi kebijakan. Rekomendasi kebijakan
yang bersifat umum dan tidak memberikan focus tertentu disebut advis,
sementara rekomendasi yang menekan pembuat kebijakan agar memilih
suatu kebijakan disebut advis persuasif. Dengan mempergunakan konsep
dari pendahulunya seperti Quade, Dunn dan Weimer & Vining, Patton dan
Savicky (dalam Nugroho 2012:360) mempromosikan enam (6) langkah
analisis kebijakan yang disebut A Basic Policy Analysis Process, yang
digambarkan sebagai berikut :
38
Gambar 2.2 Proses Dasar Analisis Kebijakan menurut Patton dan Savicky
1. Mendefinisikan, Verifikasi, dan Mendetail Permasalahan
Kebijakan
Proses pokok dalam langkah mendefinisikan, verifikasi, dan
mendetail permasalahan kebijakan adalah mengembangkan “pernyataan
masalah” (developing problem statement) yang secara rinci terdapat
langkah-langkah berikut (Nugroho, 2012:361) :
a. Think about the problemb. Delineate the boundaries of the problemc. Develop a fact based. List goals and objectiviese. Identify the policy anvelope
(1) Verify, Define, andDetail the Problem
(6) Monitor theImplemented Policy
(2) Establish EvaluationCriteria
(5) Display and Distinguishamong Alternative Policies
(3) Identify AlternativePolicies
(4) Evaluate Alternative Policies
39
f. Display potential cost and benefitsg. Review the problem statement
Metode dasar yang dapat digunakan dalam mendefinisikan
permasalahan antara lain back of the envelope calculations untuk
memperkirakan atribut-atribut atau karakter-karakter pokok permasalahan,
creation of valid operational definition untuk memastikan bahwa kita
menilai masalah yang hendak dinilai, political analysis untuk membuat
kita tidak mengabaikan faktor-faktor yang tidak dapat dikuantifikasi, dan
issue paper atau first-cut analysis yang mengidentifikasi masalah yang
diperlukan.
Dalam metode quick decisision analysis menurut Patton dan
Savicky (dalam Nugroho, 2012:362-363) akan tampak bahwa pengambil
keputusan metode analisis politik mengingatkan analis kebijakan untuk
melihat isu-isu politik sebagai bagian dari integral dari proses kebijakan,
mempelajari istilah-istilah yang lazim digunakan untuk
mengkomunikasikan faktor-faktor politik tersebut dan menggunakan
metode yang konsisten dalam pelaporan, penyajian dan analisis isu politik.
Agenda pokok adalah memastikan bahwa permasalahan dapat direduksi
hingga ukuran yang dapat dikelola (a man ageable size).
1. Establishing evaluation criteria
Langkah kedua dalam analisis kebijakan publik menurut Patton
dan Savicky (dalam Nugroho, 2012:364-366), yaitu kriteria evaluasi.
Patton dan Savicky memperkenalkan evaluasi dengan model yang bersifat
ekonomis, yaitu :
40
a. free market model
b. kriteria biaya-biaya (costs)
c. kriteria manfaat-manfaat (benefits)
d. kriteria posisi (standing)
e. kriteria eksternalitas
f. kriteria elastisitas
g. kriteria analisis marginal
h. kriteria keadilan
Pada akhirnya, kriteria evaluasi dapat dikembangkan sesuai dengan
permasalahan yang hendak dicapai, dan alternatif yang tersedia.
2. Mengidentifikasi Alternatif
Menurut Patton dan Savicky (dalam Nugroho, 2012:368) metode
untuk mengidentifikasi alternatif dikelompokkan menjadi lima (5), yaitu :
a. Reaserched analysis and experimentation yang menggunakanteknik passive collection and classification.
b. No-action analysis yang menggunakan teknik pengembangantipologi-tipologi (development of typologies).
c. Quick surveys yang menggunakan teknik analagi, metafora dansinektik-sebuah teknik yang melihat masalah lama dengan carapendekatan yang baru.
d. Literature review yang menggunakan teknik galang-gagas(brain-storming).
e. Comparison of real world experience yang menggunakanteknik perbandingan dengan suatu ideal.
41
3. Evaluasi Alternatif Kebijakan.
Langkah ini khusus diambil untuk kebijakan yang akan diambil.
Patton dan Savicky (dalam Nugroho, 2012:368) memperkenalkan dua (2)
metode untuk menentukan alternatif kebijakan peramalan dan evaluasi.
Untuk analisis peramalan terdiri dari : ektrapolasi, yaitu membuat proyeksi
masa depan dengan menggunakan data masa kini; modeling teoritis, yaitu
peramalan yang mempergunakan pendekatan teori; peramalan intuitif,
yaitu melakukan interview kepada para ahli atau pakar (Nugroho,
2012:368).
Teknik evaluasi yang dapat digunakan adalah (i) teknik
discounting yang menghitung future value impak dari suatu kebijakan (ii)
teknik three measures of effieciency, yaitu teknik efisiensi yang
mengkombinasikan tiga ukuran efisiensi, (iii) teknik analisis sensitivitas,
yaitu proses yang digunakan dapat menemukan asumsi-asumsi yang
bersifat kritikal atau sensitif terhadap analisis (Nugroho, 2012:369).
4. Menyajikan Alternatif Kebijakan
Patton dan Savicky menegaskan bahwa proses analisis kebijakan
merupakan evaluasi alternatif kebijakan dan sisi teknis, ekonomis, dan
politik, dikaitkan dengan implementasinya. Dalam penyajikan alternatif
kebijakan menurut Patton dan Savicky (dalam Nugroho, 2012:374) ada
beberapa pendekatan yang digunakan, yaitu pendekatan perbandingan
sederhana, pendekatan matrix scorecard.Patton dan Savicky tidak
memberikan rekomendasi, selain mengatakan bahwa bahaya terbesar
42
dalam analisis kebijakan seringkali bukan pada rekomendasinya, namun
pada pembobotan alternatif yang tidak akurat (Nugroho, 2012:275).
5. Pemantauan dan Evaluasi Kebijakan yang diimplementasikan
Patton dan Savicky mengemukakan bahwa implementasi sama
penting dengan kebijakan itu sendiri sehingga kegagalan implementasi
dianggap sama dengan kegagalan kebijakan itu sendiri. Kemudian pada
evaluasi kebijakan dilaksanakan dalam pola kontinuum, dan evaluasi
dalam pola continuum dikelompokkan menjadi empat kegiatan yang
berurutan, yaitu ex ante, maintenance, monitoring, dan ex post (Nugoroho,
2012:376).
Pada penelitian ini, peneliti akan menggunakan metode analisis
kebijakan menurut Dunn. Dalam tahap-tahap selanjutnya dari proses
kebijakan, para pembuat kebijakan mungkin berusaha menggunakan
informasi baru untuk mengubah proses kebijakan semula. Desain analisis
ini memberikan keuntungan untuk analisis komparasi pembentukan
kebijakan. Untuk tujuan tersebut, orang biasa saja menyelidiki bagaimana
fungsi-fungsi yang berbeda dilaksanakan, pengaruh apa dan oleh siapa
dalam sistem politik atau unit-unit pemerintah yang berbeda dilakukan.
Dalam bahasa yang lebih ringkas, kita dapat mengatakan bahwa
pembentukan kebijakan lebih dari sekedar aktivitas proses intelektual.
Selain itu, dari latar belakang masalah yang telah peneliti uraikan, teori
analisis Dunn yang paling cocok untuk digunakan dalam analisis
43
Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit
Tipe B.
2.1.7. Pengertian Rumah Sakit
Berdasarkan Peraturan Kementerian Kesehatan No.340 Tahun
2010, Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah
Sakit Umum adalah rumah sakit yang memberikan pelayanan kesehatan
pada semua bidang dan jenis penyakit.Rumah Sakit Khusus adalah rumah
sakit yang memberikan pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis
penyakit tertentu, berdasarkan disiplin ilmu, golongan umur, organ atau
jenis penyakit. Rumah Sakit harus mempunyai kemampuan pelayanan
sekurang-kurangnya pelayanan medik umum, gawat darurat, pelayanan
keperawatan, rawat jalan, rawat inap, operasi/bedah, pelayanan medik
spesialis dasar, penunjang medik, farmasi, gizi, sterilisasi, rekam medik,
pelayanan administrasi dan manajemen, penyuluhan kesehatan
masyarakat, pemulasaran jenazah, laundry dan ambulanc, pemeliharaan
sarana rumah sakit, serta pengolahan limbah. Setiap rumah sakit wajib
mendapatkan penetapan kelas dari Menteri. Rumah Sakit dapat
ditingkatkan kelasnya setelah lulus tahapan pelayanan akreditasi kelas
dibawahnya.
44
2.1.8. Klasifikasi Rumah Sakit
Klasifikasi Rumah Sakit adalah pengelompokan kelas rumah sakit
berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan. Berdasarkan fasilitas dan
kemampuan pelayanan, rumah sakit umum diklasifikasikan menjadi :
a. Rumah Sakit Umum Kelas A
b. Rumah Sakit Umum Kelas B
c. Rumah Sakit Umum Kelas C
d. Rumah Sakit Umum Kelas D
Klasifikasi rumah sakit umum ditetapkan berdasarkan :
a. Pelayanan;
Pelayanan kesehatan menurut (Depkes RI, 2009) adalah setiap
upaya yang diselenggarakan sendiri atau secara bersama-sama
dalam suatu organisasi untuk memelihara dan meningkatkan
kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit serta
memulihkan kesehatan perorangan, keluarga, kelompok dan
ataupun masyarakat.
b. Sumber Daya Manusia;
Sumber daya manusia adalah tatanan yang menghimpun
berbagai berbagai upaya perencanaan, pendidikan dan
pelatihan serta pendayagunaan tenaga kerja kesehatan secara
terpadu dan saling mendukung guna mencapai derajat
kesehatan masyarakat setinggi-tingginya.
45
c. Peralatan;
Peralatan kesehatan yang biasa disebut Alkes adalah
instrument, apparatus, mesin dan/atau implant yang tidak
mengandung obat yang digunakan untuk mencegah,
mendiagnosis, menyembuhkan dan meringankan penyakit,
merawat orang sakit, memulihkan kesehatan pada manusia,
dan/atau membentuk struktur dan memperbaiki fungsi tubuh.
d. Sarana dan Prasarana;
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sarana adalah segala
sesuatu yang dapat dipakai sebagai alat dalam mencapai
maksud atau tujuan. Sedangkan prasarana adalah segala sesuatu
yang merupakan penunjang utama terselanggaranya suatu
proses (usaha, pembangunan, proyek).
e. Administrasi dan Manajemen.
Administrasi adalah ilmu atau seni untuk mempelajari
kerjasama kelompok orang dalam suatu organisasi dan untuk
mencapai tujuan bersama.Manajemen adalah ilmu atau seni
tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien,
efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang
telah ditetapkan sebelumnya.Jadi, administrasi/manajemen
kesehatan adalah suatu kegiatan untuk mengatur para petugas
kesehatan petugas non-kesehatan guna meningkatkan
kesehatan masyarakat melalui program kesehatan.
46
Berdasarkan Peraturan Kementerian Kesehatan No.340 Tahun
2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit yaitu :
Tipe
Rumah
Sakit
Pelayanan
Medik
Sumber Daya
Manusia
Peralatan
Penunjang
Sarana Pra
Sarana
Administrasi/
Manajemen
A Pelayanan Medik
Umum, ,
Pelayanan Gawat
Darurat,
Pelayanan Medik
Spesialis Dasar,
Pelayanan Medik
Spesialis Dasar,
Pelayanan Medik
Spesialis Lain,
Pelayanan Medik
Spesialis Gigi
dan Mulut,
Pelayanan Medik
Subspesialis,
Pelayanan
Keperawatan dan
Perbandingan
tenaga
keperawatan dan
tempat tidur
adalah 1:1
dengan
kualifikasi
tenaga
keperawatan
sesuai dengan
pelayanan di
rumah sakit.
Tenaga
penunjang
berdasarkan
kebutuhan rumah
Peralatan yang
dimiliki rumah
sakit harus
memenuhi
standar yang
ditetapkan oleh
Menteri.
Peralatan
radiologi dan
kedokteran
nuklir harus
memenuhi
standar sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
Sarana prasarana
rumah sakit
harus memenuhi
standar yang
ditetapkan oleh
Menteri.
Administrasi
dan
manajemen
terdiri dari
struktur
organisasi dan
tata laksana.
Struktur
organisasi
terdiri dari atas
Kepala Rumah
Sakit atau
Direktur
Rumah Sakit,
unsur
pelayanan
medis, unsur
47
Kebidanan,
Pelayanan
Penunjang
Klinik, dan
Pelayanan
Penunjang Non
Klinik
sakit. undangan.
Jumlah tempat
tidur minimal
empat ratus
(400) buah.
keperawatan,
unsur
penunjang
medik, komite
medis, satuan
pemeriksa
internal, serta
administrasi
umum dan
keuangan. Tata
laksana
meliputi
tatalaksana
organisasi,
standar
pelayana,
standar
operasional
prosedur
(SOP), sistem
informasi
manajemen
rumah sakit
48
(SIMRS),
hospital by
laws dan
medical staff
by laws.
B Pelayanan medik
umum,
pelayanan gawat
darurat,
pelayanan medik
spesialis dasar,
pelayanan
spesialis
penunjang
medik,
pelayanan medik
spesialis lain,
pelayanan medik
spesialis gigi
mulut, pelayanan
medik
subspesialis,
Perbandingan
tenaga
keperawatan dan
tempat tidur
adalah 1:1
dengan
kualifikasi
tenaga
keperawatan
sesuai dengan
pelayanan di
rumah sakit.
Tenaga
penunjang
berdasarkan
kebutuhan rumah
sakit.
Peralatan yang
dimiliki rumah
sakit harus
memenuhi
standar yang
ditetapkan oleh
Menteri.
Peralatan
radiologi dan
kedokteran
nuklir harus
memenuhi
standar sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
Sarana prasarana
rumah sakit
harus memenuhi
standar yang
ditetapkan oleh
Menteri.
Administrasi
dan
manajemen
terdiri dari
struktur
organisasi dan
tata laksana.
Struktur
organisasi
terdiri atas
Kepala Rumah
Sakit atau
Direktur
Rumah Sakit,
unsur
pelayanan
medis, unsur
49
pelayanan
keperawatan dan
kebidanan,
pelayanan
penunjang klinik
dan pelayanan
penunjang non
klinik
undangan.
Jumlah tempat
tidur minimal
dua ratus (200)
buah.
keperawatan,
unsur
penunjang
medis, komite
medis, satuan
pemeriksaan
internal, serta
administrasi
umum dan
keuangan. Tata
laksana
meliputi tata
laksana
organisasi,
standar
pelayanan,
standar
operasional
prosedur
(SOP), sistem
informasi
manajemen
rumah sakit
50
(SIMRS),
hospital by
laws dan
medical staff
by laws.
C pelayanan medik
umum,
pelayanan gawat
darurat,
pelayanan medik
spesialis dasar,
pelayanan
spesialis
penunjang
medik,
pelayanan medik
spesialis gigi
mulut, pelayanan
keperawatan dan
kebidanan,
pelayanan
Perbandingan
tenaga
keperawatan dan
tempat tidur 2:3
dengan
kualifikasi
tenaga
keperawatan
sesuai dengan
pelayanan di
rumah sakit.
Tenaga
penunjang
berdasarkan
kebutuhan rumah
sakit.
Peralatan yang
dimiliki rumah
sakit harus
memenuhi
standar yang
ditetapkan oleh
Menteri.
Peralatan
radiologi harus
memenuhi
standar sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundang-
undangan.
Sarana dan
prasarana rumah
sakit harus
memenuhi
standar yang
ditetapkan oleh
Menteri.
Administrasi
dan
manajemen
terdiri dari
struktur
organisasi dan
tata laksana.
Struktur
organisasi
terdiri atas
Kepala Rumah
Sakit atau
Direktur
Rumah Sakit,
unsur
pelayanan
51
penunjang klinik
dan pelayanan
penunjann non
klinik
Jumlah tempat
tidur minimal
seratus (100)
buah.
medis, unsur
keperawatan,
unsur
penunjang
medis, komite
medis, satuan
pemeriksaan
internal, serta
administrasi
umum dan
keuangan. Tata
laksana
meliputi
tatalaksana
organisasi,
standar
pelayanan,
standar
operasional
prosedur
(SOP), sistem
informasi
manajemen
52
rumah sakit
(SIMRS),
hospital by
laws dan
medical staff
by laws.
D Pelayanan
medik umum,
pelayanan gawat
darurat,
pelayanan medik
spesialis dasar,
pelayanan
keperawatan dan
kebidanan,
pelayanan
penunjang klinik
dan pelayanan
penunjang non
klinik. Pelayanan
Perbandingan
tenaga
keperawatan dan
tempat tidur
adalah 2:3
dengan
kualifikasi
tenaga
keperawatan
sesuai dengan
pelayanan di
rumah sakit.
Tenaga
penunjang
Peralatan yang
dimiliki rumah
sakit harus
memenuhi
standar yang
ditetapkan oleh
Menteri.
Peralatan
radiologi harus
memenuhi
standar sesuai
dengan
peraturan
perundang-
Sarana dan
prasarana rumah
sakit harus
memenuhi
standar yang
ditetapkan oleh
Menteri.
Administrasi
dan
manajemen
terdiri dari
struktur
organisasi dan
tata laksana.
Struktur
organisasi
terdiri atas
Kepala Rumah
Sakit atau
Direktur
Rumah Sakit,
53
medik umum
terdiri dari
pelayanan medik
dasar, pelayanan
medik gigi mulut
dan pelayanan
kesehatan ibu
anak/keluarga
berencana
berdasarakan
kebutuhan rumah
sakit.
undangan.
Jumlah tempat
tidur minimal
lima puluh (50)
buah.
unsur
pelayanan
medis, unsur
keperawatan,
unsur
penunjang
medis, komite
medis, satuan
pemeriksaan
internal, serta
administrasi
umum dan
keuangan. Tata
kelola meliputi
tata laksana
organisasi,
standar
pelayanan,
standar
operasional
prosedur
(SOP), sistem
informasi
54
manajemen
rumah sakit
(SIMRS),
hospital by
laws dan
medical staff
by laws.
Tabel 2.2 Klasifikasi Rumah Sakit menurut Permenkes No.340 Tahun 2010
2.1.9. Alasan Dibentuknya Kebijakan Peraturan Daerah No.1 Tahun
2013 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja
RSUD Banten.
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 tercantum jelas cita-cita
bangsa Indonesia yang sekaligus merupakan tujuan nasional bangsa
Indonesia.Tujuan nasional tersebut adalah melindungi segenap bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa dan ikut
melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan
perdamaian abadi serta keadilan sosial.
55
Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diselenggarakanlah upaya
pembangunan yang berkesinambungan yang merupakan suatu rangkaian
pembangunan yang menyeluruh terarah dan terpadu, termasuk di
antaranya pembangunan kesehatan.
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan salah satu unsur
kesejahteraan umum harus diwujudkan melalui berbagai upaya kesehatan
dalam rangkaian pembangunan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
yang didukung oleh suatu sistem kesehatan nasional.Kesehatan menjadi
suatu hal yang penting untuk diperhatikan, karena merupakan modal dasar
bagi suatu bangsa untuk maju dan berkembang.
Sejalan dengan amanat Pasal 28 H ayat (1) Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 telah ditegaskan bahwa setiap
orang berhak memperoleh pelayanan kesehatan, kemudian dalam Pasal 34
ayat (3) dinyatakan negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas
pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umum yang layak.
Pada sisi lain, perkembangan ketatanegaraan bergeser dari
sentralisasi menuju desentralisasi yang ditandai dengan diberlakukannya
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12
Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2008 tentang Pemerintahan Daerah. Undang-Undang tersebut
memuat ketentuan yang menyatakan bahwa bidang kesehatan sepenuhnya
diserahkan kepada daerah masing-masing yang setiap daerah diberi
56
kewenangan untuk mengelola dan menyelenggarakan seluruh aspek
kesehatan. Sebagai tindak lanjut dari pelaksanaan Undang-Undang Nomor
32 Tahun 2004, Pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 38 Tahun 2007 yang mengatur tentang pembagian urusan antara
pemerintah, pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota.
Sebagai daerah otonom, Provinsi Banten yang dibentuk
berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2000 tentang Pembentukan
Provinsi Banten wajib menyelenggarakan urusan pemerintahan bidang
kesehatan sebagaimana halnya urusan pemerintahan yang bersifat wajib
lainnya.
Dengan luas wilayah 8.651,20 Km2 km2 Provinsi Banten
mempunyai posisi strategis pada lintas perdagangan internasional dan
nasional. Secara geografis, Provinsi Banten memiliki letak yang strategis
sebagai daerah penyangga ibukota Negara dan sebagai daerah transit atau
lalu lintas antara pulau Jawa dan pulau Sumatera. Di sebelah utara,
Provinsi Banten berbatasan dengan dengan laut jawa, sebelah timur
berbatasan dengan DKI Jakarta dan Provinsi Jawa Barat, sebelah selatan
berbatasan dengan Samudra Hindia dan sebelah barat berbatasan dengan
Selat Sunda.
Penyelenggaraan pelayanan kesehatan sangat terkait dan
dipengaruhi oleh berbagai aspek baik demografi, situasi kesehatan
masyarakat, serta perkembangan lingkungan fisik dan biologi khususnya
epidemiologi penyakit.
57
Dari sisi demografi, pertumbuhan penduduk Provinsi Banten
semakin meningkat dari waktu ke waktu baik karena angka kelahiran yang
tinggi maupun perpindahan penduduk dari luar provinsi yang masuk dan
berdomosili sebagai penduduk.Jumlah penduduk pada awal berdirinya
Provinsi Banten tahun 2000 yaitu 8.096.809 jiwa (Data BPS, 2011). Pada
tahun 2009 menjadi, 9,782.779 jiwa (Banten dalam Angka, 2009) atau
tumbuh rata rata sebesar 2,12 persen per tahun. Pada tahun 2010, hasil
sensus penduduk menunjukan terjadinya peningkatan jumlah penduduk di
Provinsi Banten sebesar 10.644.030 jiwa sebanyak 861.251 jiwa (8.8%)
dibandingkan dengan jumlah penduduk Banten pada tahun 2009
sedangkan pada tahun 2011 jumlah penduduk menjadi Provinsi Banten
meningkat menjadi 11,005,518 jiwa.
Dari tahun 2000 sampai dengan 2010, laju pertumbuhan penduduk
tertinggi berada di Kota Tangerang Selatan dengan jumlah LPP sebesar
4,63% diikuti dengan Kabupaten Tangerang 3,80%, dan Kota Tangerang
sebesar 3,12%. Sedangkan kabupaten dengan jumlah laju pertumbuhan
penduduk paling sedikit berada di Kabupaten Pandeglang dengan jumlah
LPP 0,76%. Laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat akan
menimbulkan permasalahan baru terutama permasalahan-permasalahan
sosial termasuk di dalamnya permasalahan kesehatan. Salah satu tolok
ukur yang digunakan untuk mengetahui aspek kesehatan adalah Indeks
Pembangunan Masyarakat (IPM). Tahun 2011 IPM Provinsi Banten
mengalami kenaikan dari target 71,06 – 72,34 sebagaimana termuat dalam
58
Rencana Pembangaunan Jangka Menengah Daerah Tahun 2007-2011
menjadi 72,47 pada tahun 2011. Akan tetapi kenaikan tersebut kurang
equivalen dengan segala potensi sumber daya yang dimiliki.
Pertambahan penduduk di Provinsi Banten terjadi karena selain
adanya laju pertumbuhan penduduk Banten sebesar 2.12% juga disumbang
oleh banyaknya pendatang dari provinsi lain ke Provinsi Banten sebagai
pencari kerja. Penyebaran penduduk di Provinsi Banten masih tidak
merata dan masih terkosentrasi di Kabupaten Tangerang, Kota Tangerang,
serta Kota Tangerang Selatan dimana daerah-daerah tersebut yang
memiliki banyak potensi seperti industri dan jasa.Kenderungan
pertambahan penduduk ini tentunya bukan hanya disebabkan pertambahan
penduduk secara alamiah tetapi disebabkan oleh adanya migran baru yang
masuk disebabkan karena adanya daya tarik Banten sebagai provinsi baru.
Penduduk merupakan salah satu faktor yang harus diperhatikan dalam
proses pembangunan dewasa ini, dimana jumlah penduduk yang besar
dengan komposisi dan distribusi yang lebih merata dapat menjadi potensi
tetapi dapat pula menjadi beban apabila jumlah penduduk berkualitas
rendah.
Ditinjau dari aspek derajat kesehatan, derajat kesehatan masyarakat
dalam bidang kesehatan tercermin melalui mortalitas (angka kematian),
angka morbiditas (angka kesakitan), umur harapan hidup, dan lain
sebagainya. Angka kematian bayi di Provinsi Banten pada tahun 2010
adalah 27,5/1000 kelahiran hidup. Angka ini menurun dari tahun 2009
59
yang mencapai 32/1000 kelahiran hidup. Jumlah kematian ibu pada tahun
2010 adalah 187,2/100.000 kelahiran hidup. Angka ini menurun jika
dibandingkan dengan angka kematian ibu di tahun 2009 yang mencapai
252/100.000 kelahiran hidup.Selain angka kematian, Umur Harapan Hidup
(UHH) juga digunakan sebagai salah satu indikator derajat kesehatan
masyarakat karena semakin tinggi umur harapan hidup berarti semakin
tinggi pula tingkat kesehatan manusianya. Umur harapan hidup di provinsi
Banten pada tahun 2010 adalah 64,90 tahun, meningkat sebesar 0,15 tahun
dibandingkan dengan umur harapan hidup tahun 2009 yang mencapai
64,75 tahun (Sumber BPS Provinsi Banten 2011).
Berdasarkan profil kesehatan dinas kesehatan kabupaten/kota di
Provinsi Banten tahun 2010, terdata bahwa penyakit yang paling banyak
terjadi pada masyarakat Banten adalah penyakit menular seperti ISPA
(infeksi saluran pernapasan akut), batuk, dermatitis, influenza dan diare
serta mulai banyak ditemukan penyakit tidak (PTM) menular seperti
penyakit hipertensi primer. Selain itu, provinsi Banten tergolong daerah
yang rawan terhadap penyebaran penyakit sehingga sering ditetapkan
sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB) baik penyakit endemis (penyakit
rakyat) seperti demam berdarah, muntaber, busung lapar (kekurangan gizi)
dan lain sebagainya maupun penyakit tertentu seperti flu burung,
HIV/AIDS, kaki gajah, lumpuh layu, dan lain sebagainya.
Dilihat dari keberadaan RSUD di wilayah Ibu Kota Provinsi seperti
RSUD Serang, Ajidarmo Lebak, Berkah Pandeglang , Kota Cilegon dan
60
Kabupaten Tangerang kurun waktu tahun 2011 dan 2012 kapasitas
pelayanan yang diberikan oleh setiap masing-masing rumah sakit untuk
kelas III dan pasien yang dirujuk ke Rumah Sakit lainnya sebagaimana
tabel berikut ini:
NO NAMA RUMAH SAKITBOR KELAS III
JUMLAHPASIEN YANG
DI RUJUK
2011 2012 2011 2012
1 RSUD Serang 100,19 % 100% 632
2 RSUD Ajidarmo Lebak 85,39 % 93% 1261 1190
3RSUD BerkahPandeglang 69,55 % 151
4 RSUD Kota Cilegon 89,69 % 88,62 % 279
5RSU KabupatenTangerang 84,93 % 85,07 % 4570 3619
Sumber: Dinas Kesehatan Tahun 2012
Tabel 2.3 Derajat Kesehatan di RSUD Kabupaten/Kota
Berdasarkan Tabel I diatas, dapat digambarkan bahwa kebutuhan
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan, dari kapasitas BOR
(bed occupancy ratio) terlihat sangat tinggi hingga mencapai 100%, hal ini
telah melampoi parameter yang berasal dari departemen kesehatan, yaitu
untuk BOR (bed occupancy ratio) idealnya adalah antara 60-85%.
Selanjutnya dalam Tabel I di atas, juga tergambar signifikannya
jumlah pasien yang dirujuk dari RSUD di wilayah Provinsi Banten ke
Rumah Sakit diluar Provinsi Banten, hal ini mencerminkan bahwasanya
keberadaan RSUD yang ada belum seluruhnya dapat memenuhi tuntutan
61
masyarakat akan pelayanan kesehatan, oleh karena itu, maka tanggung
jawab memenuhi kesehatan tersebut, antara Pemerintah dan Pemerintah
Daerah Provinsi/Kab/Kota sudah harus diprioritaskan oleh Pemerintah
Daerah.
Pemerintah Provinsi Banten dalam Perda Nomor 4 tahun 2012
tentang RPJMD Provinsi Banten Tahun 2012-2017 memiliki arah
kebijakan dengan misi ke-3nya yaitu: “peningkatan kualitas sumberdaya
manusia yang religius, cerdas dan berdaya saing dalam kerangka
penguatan NKRI, memiliki sasaran “meningkatnya akses dan mutu
pelayanan serta upaya kesehatan masyarakat terutama masyarakat miskin”,
dengan strategi diantaranya meningkatkan kualifikasi rumah sakit provinsi
menjadi Excellent/rujujukan spesifik berbasis masalah kesehatan banten.
Dengan berbagai perubahan kondisi demografis, pola penyakit dan
perkembangan teknologi, salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang
sangat diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan
adalah rumah sakit.Saat ini fasilitas sarana kesehatan berupa rumah sakit,
klinik, pusat kesehatan masyarakat masyarakat, balai pengobatan baik
milik pemerintah maupun swasta banyak tersebar di wilayah provinsi
Banten.
Pada kasus-kasus dimana sarana medis maupun tenaga medis
dengan kompetensi atau spesialisasi tertentu tidak tersedia, penanganan
penyakit yang tidak bisa ditangani oleh rumah sakit setempat tersebut
dirujuk ke rumah sakit di Tangerang atau Jakarta.Hal ini dimungkinkan
62
karena di wilayah Tangerang telah banyak berdiri rumah sakit yang
berskala nasional maupun internasional. Pilihan untuk menggunakan
rumah sakit yang sesuai dengan kebutuhan penyakit yang diderita tentunya
tidak akan menjadi persoalan bagi pasien mampu yang tergolong
menengah ke atas. Sebaliknya akan menjadi persoalan bagi pasien dengan
keterbatasan ekonomi atau yang tergolong tidak mampu.
Di luar wilayah Tangerang, penanganan pasien dengan penyakit
tertentu yang membutuhkan sarana dan tenaga medis lebih lengkap yang
berasal dari Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Adjidarmo Kabupaten
Lebah, RSUD Berkah Kabupaten Pandeglang, RSUD Malingping, dan
RSUD Panggung Rawi Kota Cilegon akan dirujuk ke RSUD Kabupaten
Serang. Kondisi ini mengakibatkan RSUD Kabupaten Serang mengalami
over kapasitas karena selain menerima rujukan pasien dari empat RSUD
sebagaimana disebutkan di atas juga menampung pasien dari Kabupaten
Serang dan juga Kota Serang mengingat saat ini Kota Serang belum
memiliki RSUD sendiri. Disamping menerima rujukan dari RSUD
lainnya, untuk penyakit-penyakit tertentu yang membutuhkan penanganan
yang lebih intensif, ada kalanya RSUD Serang masih harus merujuk
pasiennya ke rumah sakit yang ada di Tangerang dan Jakarta baik rumah
sakit pemerintah maupun swasta. Rujukan tersebut dilakukan dengan
mempertimbangkan ketersediaan sarana prasarana kesehatan, tenaga
medis maupun non medis serta daya dukung obat yang lebih lengkap.
63
Bertitik tolak pada permasalahan-permasalahan yang telah
diuraikan di atas serta memperhatikan berbagai perubahan kondisi
demografis, situasi kesehatan masyarakat, serta perkembangan lingkungan
fisik dan biologi khususnya epidemiologi penyakit, Pemerintah Provinsi
Banten perlu membentuk Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Provinsi
Banten sebagai rumah sakit rujukan dari kabupaten/kota yang ada di
wilayah sebelum sebelum dirujuk ke Jakarta.
Penyelenggaran pelayanan kesehatan di Rumah Sakit mempunyai
klasifikasi tertentu sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-
undangan. Berdasarkan fasilitas dan kemampuan pelayanan, Rumah Sakit
Umum diklasifikasikan menjadi(Pasal 4, Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor:340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit.):
a) Rumah Sakit Umum Kelas A; b) Rumah Sakit Umum Kelas B; c)
Rumah Sakit Umum Kelas C; dan d) Rumah Sakit Umum Kelas D. Oleh
karena Rumah Sakit Umum Daerah Provins Banten nantinya diharapkan
sebagai rumah sakit rujukan dari RSUD-RSUD yang ada wilayah Banten,
maka klasifikasi dan tipologinya minimal Klasifikasi B. Hal ini mengingat
RSUD Adjidarmo Kabupaten Lebak, RSUD Berkah Kabupaten
Pandeglang, RSUD Malingping, RSUD Panggung Rawi Kota Cilegon,
dan RSUD Kabupaten Serang sudah Klasifikasi B. Rumah Sakit Umum
dengan Klasifikasi B diharuskan memiliki fasilitas dan kemampuan
pelayananmedik paling sedikit 4 (empat) pelayanan medik spesialis
dasar,4 (empat) pelayananspesialis penunjang medik, 8 (delapan)
64
pelayanan medik spesialis lainnya dan 2 (dua) pelayanan medik
subspesialis dasar.(Pasal 10 ayat (1) Peraturan Menteri Kesehatan Nomor:
340/MENKES/PER/III/2010 Tentang Klasifikasi Rumah Sakit)
Saat ini pembangunan gedung RSUD Provinsi Banten telah selesai
dibangun. Untuk bagian-bagian pendukung tertentu akan dibangun secara
bertahap sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan anggaran. Kondisi
sumber daya manusia aparatur baik tenaga medis, tenaga non medis,
tenaga administrasi, dan tenaga kerja pendukung lainnya belum terpenuhi.
Kriteria lain yang harus dipenuhi terkait dengan penetapan klasifikasi
sebuah rumah sakit seperti pelayanan, peralatan kesehatan, serta sarana
dan prasarana sedang dalam proses pengadaan pada tahun 2012.
Secara yuridis, pembentukan RSUD diatur dalam berbagai
peraturan perundang-undangan antara lain Undang-Undang No. 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit, Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007
tentang Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Menteri Kesehatan No.
147/Menkes/PER/I/2010 tentang Perizinan Rumah Sakit, Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor:340/MENKES/PER/III/2010 Tentang
Klasifikasi Rumah Sakit dan berbagai peraturan lainnya.
Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit
memberikan definisi rumah sakit sebagai institusi pelayanan kesehatan
yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna
yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.
65
Rumah Sakit mempunyai tugas untuk memberikan pelayanan kesehatan
perorangan secara paripurna serta mempunyai fungsi:
a. penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan
sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit;
b. pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui
pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga
sesuai kebutuhan medis;
c. penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia
dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian
pelayanan kesehatan; dan
d. penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan
teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan
kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang
kesehatan;
Terkait dengan penyelenggaraan rumah sakit, baik pemerintah
maupun pemerintah daerah memiliki tanggung jawab sesuai dengan
kewenangan yang dimilikinya untuk:
a. menyediakan rumah sakit berdasarkan kebutuhan masyarakat;
b. menjamin pembiayaan pelayanan kesehatan di rumah sakit bagi
fakir miskin, atau orang tidak mampu sesuai ketentuan peraturan
perundangundangan;
c. membina dan mengawasi penyelenggaraan rumah sakit;
66
d. memberikan perlindungan kepada rumah sakit agar dapat
memberikan pelayanan kesehatan secara profesional dan
bertanggung jawab;
e. memberikan perlindungan kepada masyarakat pengguna jasa
pelayanan rumah sakit sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan;
f. menggerakkan peran serta masyarakat dalam pendirian rumah sakit
sesuai dengan jenis pelayanan yang dibutuhkan masyarakat;
g. menyediakan informasi kesehatan yang dibutuhkan oleh
masyarakat;
h. menjamin pembiayaan pelayanan kegawatdaruratan di rumah sakit
akibat;
i. bencana dan kejadian luar biasa;
j. menyediakan sumber daya manusia yang dibutuhkan; dan
k. mengatur pendistribusian dan penyebaran alat kesehatan
berteknologi tinggi dan bernilai tinggi.
Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang
Rumah Sakit menjelaskan bahwa rumah sakit yang didirikan oleh
pemerintah dan pemerintah daerah harus berbentuk Unit Pelaksana Teknis
dari Instansi yang bertugas di bidang kesehatan, Instansi tertentu, atau
Lembaga Teknis Daerah dengan pengelolaan Badan Layanan Umum atau
Badan Layanan Umum Daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
67
Sejalan dengan ketentuan tersebut, Pasal 8 ayat (4) Peraturan
Pemerintah No. 41 Tahun 2007 tentang Organisasi Perangkat Daerah
mengatur bahwa lembaga teknis daerah dapat berbentuk badan, kantor,
dan rumah sakit. Oleh karena Rumah Sakit Daerah merupakan bagian dari
organisasi perangkat daerah dalam kelompok lembaga teknis daerah, maka
berdasarkan Pasal 2 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 2007
pembentukannya ditetapkan dengan Peraturan Daerah. Mengingat
pentingnya pendirian Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Banten yang
pembentukannya harus ditetapkan dengan peraturan daerah, maka perlu
dibentuk Rancangan Peraturan Daerah tentang Pembentukan Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Banten.
2.2. Penelitian Terdahulu
Penelitian terdahulu adalah kajian penelitian yang pernah
dilakukan oleh peneliti sebelumnya yang dapat diambil berbagai sumber
ilmiah seperti skripsi, tesis, jurnal ataupun desertasi.Adapun dalam
penelitian kali ini, peneliti memasukan dua penelitian terdahulu yang
dalam fokus penelitian membahas mengenai klasifikasi pembentukan
rumah sakit.Dasar atau acuan yang berupa teori atau temuan-temuan
melalui hasil berbagai penelitian sebelumnya merupakan hal sangat perlu
dan dapat disajikan sebagai data pendukung.Penelitian terdahulu ini
bermanfaat dalam mengelola dan memecahkan masalah yang timbul
dalam pembentukan klasifikasi rumah sakit.Dalam penelitian mengenai
68
analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah
Sakit Tipe B, berikut hasil penelitian terdahulu yang peneliti baca.
Tabel 2.4 Penelitian Terdahulu
No Judul Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian
1 Peningkatan pelayanankesehatan untukmewujudkan zeroaccident melalui komitekeselamatan pasien diRSUD Dr. SoetomoSurabaya
Deskriptif kualitatif Kegiatan untukmewujudkan zeroaccident di RSUD Dr.Soetomo Surabayaberjalan baik, haltersebut dapat dilihatdari pelaksanaanpelayanan yang meliputiketepatan identifikasipasien, peningkatankomunikasi efektif,tempat lokasi, prosedurdan tempat tidur pasien.
2 Analisis kelengkapanfasilitas UGD rumahsakit umum pusatDokter KariadiSemarang terhadapstandar operasionalpelaksanaan UGD
Observasi denganmetode checklist surveylans
Fasilitas pelayanankesehatan didapatkanhasil 92,5 % fasilitaspelayanan sudah tersediadi UGD rsu Dr. Kariadi,dengan tersedianya 82%peralatan yangmemenuhi syaratkelengkapan dan layak,serta penelitian terhadapobat terdapat 44 sampelobat yang telahmemenuhi syaratlengkap dan layak.
69
2.3. Kerangka Berfikir
Menurut Muhamad (2009:75) kerangka berfikir adalah gambaran
mengenai hubungan antar variabel dalam suatu penelitian, yang diuraikan
menurut jalan pikiran kerangka logis. Kerangka berfikir memuat teori,
dalil atau konsep-konsep yang akan dijadikan dasar dalam penelitian.
Menurut Sugiyono (2007:60) kerangka berfikir adalah sintesa hubungan
antar variable yang disusun dari berbagai teori yang telah dideskripsikan.
Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai
Rumah Sakit Tipe B. Peraturan Daerah ini dikeluarkan pada bulan
Oktober 2013 untuk membentuk Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi
Banten sebagai rumah sakit rujukan dari kota/kabupaten. Rumah Sakit
Umum Daerah Provinsi Banten adalah rumah sakit kelas B. Untuk itu
peneliti tertarik untuk menganalisis Analisis Klasifikasi Pembentukan
RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B yang bertujuan untuk
mengetahui pelaksanaan dari kebijakan peraturan daerah No. 1 Tahun
2013 tentang Pembentukan Struktur Organisasi dan Tata Kerja RSUD
Provinsi Banten. Berikut bagan kerangka berfikir Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
70
Gambar2.3 Bagan Kerangka Berfikir
(Sumber : Peneliti, 2016)
Masalah di RSUD Provinsi Banten1.Kurangnya sarana prasarana dan peralatan kesehatan di RSUD Banten.2.Kurangnya fasilitas penunjang kesehatan di RSUD Banten.3.Jumlah tempat tidur yang belum memenuhi standar klasifikasi tipe B.4.Fasilitas pelayanan medik yang belum memadai.5.Sumber daya manusia belum memadai.
Proses Analisis Kebijakan Dunn :1. Merumuskan Masalah2. Peramalan Masa Depan
Kebijakan3. Rekomendasi Kebijakan4. Pemantauan Hasil
Kebijakan5. Evaluasi Kinerja Kebijakan
(Sumber: Pengantar AnalisisKebijakan Publik, WilliamN.Dunn, 2003)
“Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten SebagaiRumah Sakit Tipe B”
OUTPUT :Klasifikasi pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai rumah sakit tipe B dalamhal pelayanan medik, peralatan, sarana dan prasarana, Sumber Daya Manusia sertamanajemen administrasinya harus sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan(PERMENKES) No.340 Tahun 2010 dimana hal itu dapat dilakukan dengan adanyaperbaikan agar sesuai dengan peraturan menteri kesehatan dan perundang-undanganserta peraturan daerah No.1 tahun 2013 tentang pembentukan susunan organisasi dantata kerja RSUD Provinsi Banten.
71
2.4. Asumsi Dasar Penelitian
Berdasarkan bagan kerangka berpikir di atas kita dapat melihat
bahwa dalam penelitian ini, peneliti ingin mengetahui dan menganalisis
Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit
Tipe B. Berdasarkan input masalah yang ada, peneliti menilai
pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai rumah sakit tipe B ini masih
banyak permasalahan. Hal ini dapat terlihat pada masalah-masalah yang
timbul dalam latar belakang masalah. Saat ini RSUD Provinsi Banten
sebagai rumah sakit rujukan dari rumah sakit kabupaten/kota yang ada di
Provinsi Banten dengan klasifikasi tipe B. Namun, pada kenyataannya
pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai rumah sakit tipe B masih
belum memenuhi indikator-indikator klasifikasi rumah sakit tipe B.
Program kebijakan pemerintah Provinsi Banten ini belum dapat
dilaksanakan dengan secara optimal dikarenakan pada kenyataannya
masih banyak fasilitas-fasilitas, sumber daya manusia, pelayanan
penunjang medik, sarana dan prasarna, serta fasilitas penunjang medik
yang belum memadai untuk memenuhi syarat RSUD Provinsi Banten
sebagai rumah sakit tipe B.Dalam penelitian ini peneliti menggunakan
teori analisis kebijakan William N.Dunn sebagai acuan untuk menganalisis
Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit
Tipe B.
72
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Metode Penelitian
Metode penelitian ilmiah adalah suatu cara yang logis, sistematis, objektif,
untuk menemukan kebenaran secara keilmuan. Beragam cara berpikir yang
digunakan dalam penelitian ilmiah, seperti cara berpikir deduktif, induktif hingga
cara berpikir reflektif (reflective thinking), sebagai sintesis dari berpikir deduktif
dan induktif. Ketiga cara berpikir ini adalah sebagai usaha manusia dalam
menemukan kebenaran ilmu atau ilmiah. Beragam cara berpikir ini lahir dari
ketidakpuasan manusia dalam mencari jawab tentang kebenaran melalui cara-cara
yang tidak ilmiah sebelumnya, sebagai mana kata Bungin (2004), yakni seperti
cara kebetulan, pengalaman atau kebiasaan, trial and error atau melalui otoritas
seseorang (Mukhtar, 2013: 9).
Metode penelitian kualitatif adalah cara melakukan penelitian, dan iniditentukan oleh paradigma penelitian yang dipilih (Hidayat, 2000). Metodepenelitian untuk menjadi sebuah ilmu harus mampu menjawab tigadimensi yaitu dimensi ontologism, epistimologis dan aksiologis (Yuyun,2000). Aspek ontologism menjawab apa yang dijelaskan, aspekepistimologis menjawab metode untuk menjelaskan dan aspek aksiologismenjawab manfaat apa dari yang dijelaskan (Fuad dan Sapto Nugroho,2014: 53).
Metode penelitian kualitatif adalah penelitian yang bermaksud untuk
memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan dan lain-lain. Secara holistik dan dengan
cara deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus
72
73
yang alamiah dan dengan memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong,
2006:6).
Dalam penelitian mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD
Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B peneliti menggunakan metode studi
kasus dengan pendekatan kualitatif. Walaupun demikian, dalam penelitian ini
tidak dapat dipungkiri data-data statistik juga akan didapatkan pada penelitian ini,
sehingga akan dihasilkan pembahasan yang lebih komprehensif.
Penelitian (research) ialah suatu kegiatan mengkaji (study) secara teliti
dan teratur dalam suatu bidang ilmu menurut kaidah tertentu.Kaidah yang dianut
ialah metode.Mengkaji ialah suatu usaha memperoleh atau menambah
pengetahuan.Jadi, meneliti dilakukan untuk memperkaya dan meningkatkan
kefahaman tentang sesuatu.
3.2 Ruang Lingkup/ Fokus Penelitian
Dengan memperhatikan identifikasi masalah yang sudah dikemukakan
sebelumnya, maka fokus penelitian ini adalah terhadap Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
3.3 Lokasi Penelitian
Dengan melihat tema/ judul penelitian ini mengenai Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, maka peneliti
menunjuk tempat penelitian atau yang akan menjadi lokus penelitian ini adalah
berlokasi di RSUD Provinsi Banten.
74
3.4 Variabel Penelitian
3.4.1 Definisi Konsep
Fenomena yang diamati dalam penelitian ini adalah mengenai
Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah
Sakit Tipe B. Konsep analisis kebijakan adalah aktivitas menciptakan
pengetahuan tentang dan dalam proses pembuatan kebijakan. Analisis
kebijakan dapat dilakukan pada saat kebijakan belum dibuat atau sudah
dibuat.Dalam pembentukan kebijakan RSUD Provinsi Banten sebagai
rumah sakit tipe B diperlukan banyak kajian dan analisis guna
mendapatkan rekomendasi yang terbaik yang dapat digunakan sebagai
alternatif kebijakan untuk menjawab permasalahan di RSUD Provinsi
Banten.
Ada pun definisi mengenai analisis adalah penguraian pokok
persoalan atas bagian-bagian, penelaahan bagian-bagian tersebut dan
hubungan antar bagian untuk mendapatkan pengertian yang tepat dengan
pemahaman secara keseluruhan
3.4.2 Definisi Operasional
Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa fenomena yang akan
diamati dalam penelitian ini adalah mengenai Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
Beberapa hal penting mengenai fenomena yang akan diamati tersebut akan
peneliti nilai dengan teori Analisis Dunn.
75
Menurut Dunn (2003:25) ada lima (5) tahapan yang dilakukan
dalam proses analisis kebijakan yaitu :
1. Merumuskan Masalah
Merumuskan masalah adalah menilai, mencari kebutuhan atau
kessempatan apa yang belum dapat dipenuhi yang kemudia dapat
diperbaiki dan dicapai melalui tindakan publik.
2. Peramalan masa depan (forecasting)
Peramalan masa depan (forecasting) adalah suatu prosedur
membuat informasi faktual tentang situasi sosial di masa depan
atas dasar informasi yang telah ada di masa sekarang.
3. Rekomendasi kebijakan
Rekomendasi kebijakan adalah prosedur analisis kebijakan yang
menghasilkan informasi tentang kemungkinan serangkaian aksi di
masa yang akan dating. Dapat dikatakan dalam langkah
rekomenasi kebijakan dapat menghasilkan alternatif kebijakan
yang dapat menjawab permasalahan yang ada.
4. Pemantauan Kebijakan
Pemantauan kebijakan atau biasa disebut monitoring merupakan
prosedur analisis kebijakan yang digunakan untuk memberikan
informasi tentang sebab akibat kebijakan publik
5. Evaluasi kebijakan
Evaluasi kebijakan adalah proses analisis kebijakan yang
menyediakan informasi yang valid mengenai kinejra kebijakan,
76
kemudian memberikan kritik, nilai-nilai yang mendasari tujuan,
sasaran dalam kebijakan publik.
3.5 Instrumen Penelitian
Dalam penelitian Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD
Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, yang menjadi instrumen
utama penelitian adalah peneliti sendiri.Menurut Irawan, dalam sebuah
penelitian kualitatif yang menjadi instrumen terpenting adalah peneliti
sendiri (Irawan, 2006: 17).
Menurut Moleong (Moleong, 2011:19) pencari tahu alamiah
(peneliti) dalam pengumpulan data lebih banyak bergantung pada dirinya
sebagai alat pengumpul data, sedangkan menurut Irawan (Irawan, 2006:
17) dalam sebuah penelitian kualitatif yang menjadi instrument terpenting
adalah peneliti sendiri. Oleh karena itu, peneliti sebagai instrument juga
harus “divalidasi” seberapa jauh peneliti kualitatif siap melakukan
penelitian yang selanjutnya terjun ke lapangan. Menurut Nasution (dalam
Sugiyono, 2012: 224) peneliti sebagai instrumen penelitian serupa karena
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Peneliti sebagai alat peka dan dapat bereaksi terhadap segalastimulan dari lingkungan yang harus diperkirakannya bermaknaatau tidak bagi peneliti.
2. Peneliti sebagai alat dapat menyesuaikan diri terhadap semuaaspek keadaan dan dapat menyesuaikan diri terhadap semuaaspek keadaan dan dapat menyesuaikan diri terhadap semuaaspek keadaan dan dapat mengumpulkan aneka data sekaligus.
3. Tiap situasi merupakan keseluruhan. Tidak ada suatu instrumenberupa tes atau angket yang dapat mengangkat keseluruhansituasi, kecuali manusia.
77
4. Suatu situasi yang melibatkan interaksi manusia, tidak dapatdipahami dengan pengetahuan semata. Untuk memahaminyakita perlu sering merasakannya, menyelaminya berdasarkanpengetahuan kita.
5. Peneliti sebagai instrumen dapat segera menganalisis data yangdiperoleh dan dapat menafsirkan.
6. Hanya manusia sebagai instrument dapat mengambilkesimpulan berdasarkan data yang dikumpulkan pada suatusaat dan akan menggunakan segera sebagai balikan untukmemperoleh penegasan, perubahan atau perbaikan.
7. Dengan manusia sebagai instrumen, respon yang aneh, yangmenyimpang justru diberikan perhatian. Respon yang lain daripada yang lain, bahkan yang bertentangan dipakai untukmempertinggi tingkat kepercayaan dan tingkat pemahamanmengenai aspek yang diteliti.
Berdasarkan pernyataan tersebut dapat dipahami bahwa, dalam
penelitian kualitatif pada awalnya di mana permasalahan belum jelas dan
pasti, maka yang menjadi instrumen adalah peneliti itu sendiri. Tetapi,
setelah masalah yang akan dipelajari itu jelas, maka dapat dikembangkan
satu instrumen.
3.6 Informan Penelitian
Dalam penelitiam mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan
RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, penentuan
informannya menurut Moleong (2006 : 132) dalam buku Metode Peneltian
Kualitatif, informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan
informasi tentang situasi dan kondisi latar belakang penelitian.
Selain itu, menurut Andi (2010 : 147) menjelaskan bahwa
informan adalah orang yang diperkirakan menguasai dan memahami data,
informasi ataupun fakta dari suatu objek penelitian.
78
Dari penjelasan tersebut penulis memahami bahwan informan
adalah atasan dan bawahan. Dimana terjadi komunikasi yang berlangsung
terus mnerus, karena informan adalah orang yang terlibat langsung dalam
kegiatan yang diteliti.
Ada pun yang menjadi informan dalam penelitian ini diantaranya
adalah:
Tabel 3.1
Kategori Informan Penelitian
Kode Kategori Informan Penelitian KeteranganN1 Drg. Rima Astuti.,MARS (Kepala Seksi
Operasional RSUD Banten)Key Informan
N2 Ade Ferdiyansyah.,SE (Staf Ahli DPRDProvinsi Banten)
Secondary Informan
N3 Anggota Komisi V DPRD Provinsi BantenN3-1 Issak Sidik.,SEN3-2 Fitron Nur Ikhsan
Key Infoman
(Sumber: Peneliti, 2016)
3.7 Teknik Pengolahan dan Analisis Data
3.7.1 Teknik Pengolahan Data
Teknik pengumpulan data adalah suatu cara yang digunakan oleh
peneliti untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dalam
penelitiannya. Dalam penelitian kualitatif data dikumpulkan dalam
berbagai teknik pengumpulan data yaitu, wawancara, observasi,
dokumentasi, studi kepustakaan.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
beberapa teknik seperti wawancara, observasi, dokumentasi dan studi
79
kepustakaan, yang mana teknik-teknik tersebut diharapkan dapat
memperoleh data dan informasi yang dibutuhkan oleh peneliti dalam
penelitiannya.
3.7.2 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan berbagai setting,
berbagai sumber dan berbagai cara (Sugiyono, 2012: 224). Teknik
pengumpulan data kali ini yang digunakan adalah wawancara tidak
terstruktur, di mana wawancara bebas.Di mana peneliti tidak
menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis
dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Observasi yaitu pengumpulan
data dengan cara melakukan pengamatan terhadap kegiatan yang
dilakukan sumber penelitian di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti
melakukan observasi non partisipasi artinya hanya sebagai pengamat saja.
Teknik pengumpulan data yang digunakan merupakan kombinasi
dari beberapa teknik yaitu:
1. Wawancara
Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan yang
mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan
informal.Wawancara penelitian lebih dari sekedar percakapan dan
berkisar dari informal ke formal.Walaupun semua percakapan
mempunyai aturan peralihan tertentu atau kendali oleh satu atau
partisipan lainnya, aturan pada wawancara penelitian lebih ketat.Tidak
seperti pada percakapan biasa, wawancara penelitian ditujukan untuk
80
mendapatkan informasi dari satu sisi saja, oleh karena itu, hubungan
asimetris harus tampak.Peneliti cenderung mengarahkan wawancara
pada penemuan perasaan, persepsi dan pemikiran pertisipan. Uraian
berikut ini akan menggambarkan jenis wawancara, jenis pertanyaan,
lama waktu wawancara dan prosedur melakukan wawancara pada
penelitian kualitatif.
Esterberg (2002) (dalam Sugiyono, 2010: 73) mengemukakan
beberapa macam wawancara, yaitu
a. Wawancara terstrukturWawancara terstruktur digunakan sebagai teknik pengumpulandata, bila peneliti atau pengumpul data telah mengetahuidengan pasti tentang informasi apa yang akan diperoleh. Olehkarena itu, dalam melakukan wawancara, pengumpul data telahmenyiapkan instrumen penelitian berupa pertanyaan-pertanyaan tertulis yang alternative jawabannya pun telahdisiapkan. Dengan wawancara terstruktur ini setiap respondendiberi pertanyaan yang sama, dan pengumpul datamencatatnya.
b. Wawancara Semiterstruktur
Jenis wawancara ini sudah termasuk dalam kategori in-depthinterview, di mana dalam pelaksanaannya lebih bebas biladibandingkan dengan wawancara terstruktur.Tujuan dariwawancara jenis ini adalah untuk menemukan permasalahansecara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancaradiminta pendapat, dan ide-idenya. Dalam melakukanwawancara, peneliti perlu mendengarkan secara teliti danmencatat apa yang dikemukakan oleh informan.
c. Wawancara tak berstruktur
Wawancara jenis ini adalah wawancara yang bebas di manapeneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telahtersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan
81
datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupagaris-garis besar permasalahan yang akan ditanyakan.
Wawancara pada penelitian kualitatif merupakan pembicaraan
yang mempunyai tujuan dan didahului beberapa pertanyaan
informasi.Aturan pada wawancara penelitian lebih ketat.Pedoman
wawancara dibuat oleh peneliti berdasarkan tugas pokok dan fungsi setiap
informan dalam penelitian.Oleh karena itu, dalam pedoman wawancara
mengajukan pertanyaan perlu dilandasi oleh dimensi teori.
Dalam penelitian kualitatif, wawancara dilakukan secara
mendalam. Untuk itu, dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data secara terstruktur, akan tetapi tidak menutup
kemungkinan juga untuk menggunakan wawancara tidak terstruktur guna
memperkaya data yang digunakan peneliti.
Tabel 3.2
Pedoman Wawancara
Indikator Informan Subdimensi
1. Pencarian Masalah1. Kepala Seksi
Operasional RSUDProvinsi Banten
2. Staf Ahli DPRDProvinsi Banten
a. Masalah yang terjadidalam prosespembentukan RSUDProvinsi Banten sebagairumah sakit tipe B.
2.Peramalan 1. Kepala BidangOperasional RSUDBanten
2. Anggota Komisi VDPRD Provinsi Banten
a. Model RSUD ProvinsiBanten sebagai rumahsakit tipe B di masa yangakan datang.
b. Pola hidup masyarakat
82
setelah didirikannyaRSUD Provinsi Bantensebagai Rumah SakitTipe B.
c. Dampak di masa depanapabila segala masalahproses pembentukanRSUD Banten sebagaiRumah Sakit Tipe Bbelum dapat diselesaikan.
3.RekomendasiKebijakan
1. Anggota Komisi VDPRD Provinsi Banten
a. Alternatif kebijakanuntuk pencapaian prosespembentukan RSUDBanten sebagai RumahSakit tipe B.
b. Pola atau model yangakan digunakan sebagaialternatif kebijakan dalamproses pembentukanRSUD Provinsi Bantensebagai rumah sakit tipeB
c. Rekomendasi yangditawarkan diharapkanmampu menjawabpermasalahan yang ada.
4.PemantauanKebijakan
1. Kepala SeksiOperasional RSUDBanten
2. Anggota Komisi VDPRD Provinsi Banten
a. Pemantauan kebijakanyang dilakukan olehpemerintah daerah/DPRDProvinsi Banten.
b. Keikutsertaan Komisi VDPRD Provinsi Bantendalam pemantauan prosespembentukan RSUDProvinsi Banten sebagairumah sakit tipe B.
c. Proses pemantauan secarateknis yang dilakukan.
d. Keikutsertaan masyarakat
83
Provinsi Banten dalampemantauan prosespembentukan RSUDBanten sebagai RumahSakit Tipe B.
5.Evaluasikebijakan
1. Anggota Komisi VDPRD ProvinsiBanten
a. Dampak yangditimbulkan dari prosespembentukan RSUDBanten.
b. Penilaian kesesuaiantarget/sasaran dalamproses pembentukanRSUD Banten.
c. Evaluasi kebijakandilakukan olehpemerintahdaerah/DPRD.
3. Observasi
Observasi atau yang lebih umum dikenal dengan pengamatan
menurut Moleong adalah kegiatan untuk mengoptimalkan kemampuan
peneliti dari segi motif, kepercayaan, perhatian, perilaku tidak sadar,
kebiasaan dan sebagainya. Observasi memungkinkan pengamat untuk
melihat dunia sebagaimana yang dilihat oleh subjek penelitian dan peneliti
juga akan mampu merasakan apa yang dirasakan oleh subjek sehingga
memungkinkan peneliti menjadi sumber data (Moleong, 2011: 175).
Dalam penelitian ini, teknik observasi/ pengamatan yang
digunakan adalah observasi berperanserta (observastion participant).
84
Ada beberapa alasan mengapa dalam penelitian ini memanfaatkan
teknik observasi/ pengamatan, seperti yang dikemukakan oleh Guba &
Lincoln (dalam Moleong, 2011: 175) diantaranya:
a. Teknik ini didasarkan pada pengalaman secara langsung.b. Memungkinkan melihat dan mengamati sendiri, kemudian
mencatat perilaku dan kejadian sebagaimana yang terjadi padakeadaan sebenarnya.
c. Memungkinkan peneliti mencatat peristiwa dalam situasi yangberkaitan dengan pengetahuan proporsional maupun pengetahuanyang langsung diperoleh dari data.
d. Sering terjadi ada keraguan pada peneliti, jangan-jangan pada datayang didapatnya ada yang bias.
e. Memungkinkan peneliti mampu memmahami situasi-situasi yangrumit, karena harus memperhatikan beberapa tingkah laku yangkompleks sekaligus.
f. Dalam kasus-kasus tertentu di mana teknik komunikasi lainnyatidak dimungkinkan, pengamatan dapat menjadi alat yang sangatbermanfaat.Observasi dalam penelitian ini dilakukan di RSUD Provinsi Banten
sebagai pelaksana dari program legislasi daerah.
4. Studi Dokumentasi
Dokumen merupakan salah satu sumber data sekunder yang
diperlukan dalam sebuah penelitian.Menurut Guba & Lincoln dokumen
adalah setiap bahan tertulis atau pun film, gambar dan foto-foto yang
dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. (dalam
Moleong, 2011: 175). Selanjutnya studi dokumentasi dapat diartikan
sebagai teknik pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang
diterbitkan oleh lembaga-lembaga yang menjadi obyek penelitian, baik
berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan
serta berupa foto atau pun dokumen elektronik (rekaman).
85
Namun, persoalan tidak akan terpecahkan hanya dengan
mengumpulkan data perlu memperhatikan hal-hal berikut ini:
a. Semua data harus dapat di dudukkan selaku pengungkap watak,
sifat dan/atau perangai obyek peneliti.
b. Semua data harus dapat didudukkan secara korelatif satu dengan
yang lainnya.
c. Semua data harus didudukkan secara korelatif dengan satu atau
lebih unsur lingkungan yang patut diduga berpengaruh atas obyek
penelitian.
Jadi, alas data digunakan mengatur data untuk menyajikan obyek
penelitian sebagai suatu sistem, untuk mengemukakan mekanisme dakhil
yang memelihara eksistensi obyek sebagai sistem dan untuk
mengemukakan iteraksi obyek dengan lingkungannya sebagai selanjutnya
dapat memberikan kejelasan tentang peran lingkungan dalam perilaku
obyek menghadapi pengaruh lingkungan.
5. Studi kepustakaan
Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan
memperoleh atau mengumpulkan data dari berbagai referensi yang relevan
dengan penelitian yang dilakukan.
86
3.7.3 Teknik Analisis Data
Menurut Bogdan & Biklen (dalam Moleong, 2011: 248) analisis
data kualitatif adalah:
“Upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yangdapat dikelola, mensistensikannya, mencari dan menemukan pola,menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari danmemutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain”.
Dalam penelitian kualitatif, kegiatan analisis data dimulai sejak
peneliti melakukan kegiatan pra-lapangan sampai dengan selesainya
penelitian.Analisis data dilakukan secara terus-menerus tanpa henti sampai
data tersebut bersifat jenuh. Dalam prosesnya, analisis data dalam
penelitian ini menggunakan model interaktif yang telah dikembangkan
oleh Miles &Huberman, yaitu selama proses pengumpulan data dilakukan
tiga kegiatan penting, diantaranya; reduksi data (data reduction),
penyajian data (data display) dan verifikasi (verification). Apabila
digambarkan proses tersebut akan nampak seperti berikut ini:
Gambar 3.1 Analisis Data menurut Miles & Huberman
DataCollecting
DataDisplay
DataReduction Verification/con
culiion
87
Dari gambar 3.1 dapat dilihat bahwa pada prosesnya peneliti akan
melakukan kegiatan berulang-ulang secara terus-menerus. Ketiga hal
utama itu tersebut merupakan sesuatu yang jalin-menjalin pada saar
sebelum, selama dan sesudah pengumpulan data. Ketiga di atas dapat
diuraikan sebagai berikut:
1. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan diperoleh dengan menggunakan teknik
wawancara, observasi, dan dokumentasi.Selanjutnya, data-data yang
berupa data variabel dari hasil wawancara diubah menjadi bentuk tulisan.
2. Reduksi Data (Data Reduction)
Selama proses pengumpulan data dari berbagai sumber, tentunya akan
sangat banyak data yang didapatkan oleh peneliti. Semakin lama peneliti
berada di lapangan, maka data yang didapatkan akan semakin kompleks
dan rumit, sehingga apabila tidak segera diolah akan dapat menyulitkan
peneliti. Oleh karena itu, proses analisis data pada tahap ini juga harus
dilakukan.Untuk memperjelas data yang didapatkan dan mempermudah
peneliti dalam pengumpulan data selanjutnya, maka dilakukan reduksi
data.
Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dengan
demikian, data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang
lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan
data selanjutnya, dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data dapat
88
dibantu dengan peralatan elektronik seperti komputer mini, dengan
memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. (Sugiyono, 2012: 247).
1. Penyajian Data (Data Display)
Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah
mendisplaykan data.Kalau dalam sebuah penelitian kualitatif, penyajian
data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar
kategori, flowchart dan sejenisnya. Dalam hal ini Miles and Huberman
(1984) menyatakan “the most frequent from of display data for qualitative
research data in the past has been narrative text”. Yang paling sering
digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah
dengan teks yang bersifat narasi. (Sugiyono, 2012: 249).
2. Verifikasi/ Penarikan Kesimpulan (Verification)
Langkah ketiga dalam tahapan analisis interaktif menurut Miles &
Huberman adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi/. Dari permulaan
pengumpulan data, peneliti mulai mencari arti dari hubungan-hubungan,
mencatat keteraturan, pola-pola dan menarik kesimpulan. Asumsi dasar
dan kesimpulan awal yang dikemukakan dimuka masih bersifat sementara,
dan akan terus berubah seelama proses penumpulan data masih terus
berlangsung. Akan tetapi, apabila kesimpulan tersebut didukung oleh
bukti-bukti (data) yang valid dan konsisten yang peneliti temukan di
lapangan, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan
yang kredibel. (Sugiyono, 2012: 252).
3.7.3 Sumber Data
89
Data adalah bahan keterangan tentang semua objek penelitian yang
diperoleh di lokasi penelitian (Bungin, 2005: 19).
Jenis-jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan oleh
peneliti secara langsung dari sumber datanya.Data primer disebut juga
sebagai data asli atau data baru yang memiliki sifat up to date.Untuk
mendapatkan data primer, penelitian harus mengumpulkannya secara
langsung dari sumbernya dan maish bersifat mentah. Teknik yang dapat
digunakan peneliti untuk mengumpulkan data primer antara lain observasi,
wawancara, diskusi terfokus (focus grup discussion-FGD) dan penyebaran
kuesioner.
2. Data Sekunder
Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan
peneliti ddari berbagai sumber yang telah ada (peneliti sebagai tangan
kedua).Data sekunder dapat diperoleh dari berbagai sumber seperti Biro
Pusat Statistik (BPS), buku, laporan, jurnal dan lain-lain.Data sekunder
terbagi dua, yaitu studi dokumentasi dan studi kepustakaan.
3.7.5Uji Keabsahan Data
Menurut Sugiyono (dalam Sugiyono, 2012: 267), keabsahan data
atau validitas adalah derajat ketepatan antara data yang terjadi pada obyek
penelitian dengan data yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Data dalam
penelitian kualitatif, dapat dinyatakan valid apabila tidak ada perbedaan
90
antara yang dilaporkan peneliti dengan apa yang sesungguhnya terjadi
pada obyek yang diteliti.
Adapun dalam menguji validitas data, peneliti menggunakan dua
cara yakni:
1. Triangulasi
Teknik triangulasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat
menggabungkan dari berbagai teknik pengumpulan data dan sumber data
yang telah ada (Sugiyono, 2012: 241). Terdapat beberapa macam
triangulasi diantaranya:
a. Triangulasi Sumber yaitu mengecek data yang diperoleh darisumber yang berbeda dengan teknik yang berbeda.
b. Triangulasi Teknik yaitu mengecek data yang diperoleh kepadasumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
c. Triangulasi Waktu yaitu mengecek data yang diperoleh di waktuyang berbeda.
Dalam penelitian ini, proses check dan recheck data yang
dilakukan oleh peneliti menggunakan teknik triangulasi sumber dan
teknik.
2. Member Check
Menurut Sugiyono (Sugiyono, 2012: 276) Member Check adalah
proses pengecekan data yang diperoleh peneliti kepada pemberi data.
Tujuannya adalah untuk mengetahui seberapa jauh data yang diperoleh
sesuai dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Bila data yang
ditemukan valid, maka semakin dipercaya.
91
3.8 Tempat dan Waktu Penelitian
PenelitianAnalisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B. Ada pun waktu pelaksanaan
penelitian ditunjukkan pada tabel 3.3.
Tabel 3.3Jadwal Penelitian
NamaKegiatan
Waktu Penelitian
Okt Nov Des Jan Feb Ma Apr Mei Jun Jul Des Jan Jul Jul2015 2015 2015 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2016 2017 2017 2018 2018
PengajuanJudulAcc JudulPenelitianObservasiAwalPenyusunan ProposalBimbingandanPerbaikanProposalPenyerahanProposalSeminarProposalRevisiProposal
Wawancara
Penyusunan HasilPenelitianSidangSkripsiRevisiSkripsi
(Sumber: Data diolah Peneliti, 2016)
92
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian
4.1.1 Sejarah RSUD Provinsi Banten
Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah Banten yang dimulai pada
tahun 2007 yang diresmikan oleh Gubernur Provinsi Banten Ratu Atut Chosiyah
pada bulan Oktober Tahun 2013 berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun
2013 tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum
Daerah Banten, merupakan salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah Provinsi
Banten dalam memberikan pelayanan kesehatan yang optimal terutama pelayanan
kesehatan pada masyarakat Banten. Dengan semakin berkembangnya Banten
sebagai Provinsi, semakin kompleks juga masalah kesehatan yang dihadapi.
Masyarakat Banten kini terdiri dari berbagai macam kultur dan budaya karena
Banten telah menjadi tempat investasi menjanjikan karena sebagai daerah yang
93
dekat dengan ibukota Negara. Rumah Sakit Rujukan Provinsi Banten disiapkan
untuk menjadi Rumah Sakit Umum Tipe B dengan menyelenggarakan pelayanan
kesehatan meliputi :
a. Pelayanan Medik Umum;
b. Pelayanan Gawat Darurat;
c. Pelayanan Medik Spesialis Dasar;
d. Pelayanan Spesialis Penunjang Medik;
e. Pelayanan Medik Spesialis Lain;
f. Pelayanan Medik Spesialis Gigi Mulut
g. Pelayanan Medik Subspesialis;
h. Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan;
i. Pelayanan Penunjang Klinik dan Pelayanan Penunjang Non Klinik.
4.1.2 Gambaran Umum RSUD Banten
Rumah Sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan
kesehatan.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menggariskan bahwa
rumah sakit umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara
berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan
dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.
Rumah Sakit Umum Daerah Banten berlokasi di Jl. Syekh Nawawi Al-
Bantani Cipocok Jaya Serang Banten merupakan salah satu fasilitas pelayanan
kesehatan memiliki peran yang sangat strategis dalam upaya mempercepat
94
94
peningkatana derajat kesehatan masyarakat.Peran strategis ini terkait karena
rumah sakit adalah fasilitas kesehatan yang padat teknologi dan padat pakar.
Peran tersebut dewasa ini makin menonjol mengingat timbulnya perubahan-
perubahan epidemiologi penyakit, perubahan struktur demografis, perkembangan
IPTEK, perubahan struktur sosio-ekonomi masyarakat dan pelayanan yang lebih
bermutu, ramah dan sanggup memenuhi kebutuhan mereka yang menuntut
perubahan pola pelayanan kesehatan.
Lahan yang diperuntukkan untuk pendirian Rumah Sakit Umum Daerah Banten
seluas ± 50.000 M² dengan luas konstruksi bangunan gedung A lantai 1 (satu)
seluas 1.740 m², lantai 2 (dua) seluas 1.897 m² dan lantai 3 (tiga) seluas1.492 m².
Gedung A ini terdiri dari ruangan manajemen dan ruang perawatan.Gedung B
lantai 1 (satu) seluas 1.414 m², lantai 2 (dua) seluas 1.414 m² dan lantai 3 (tiga)
seluas 1.414 m².Gedung B ini sedang dalam tahap pembangunan dan rencananya
gedung ini diperuntukkan untuk ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Banten.
Rumah Sakit Umum Daerah Banten merupakan instansi atau Satuan
Kinerja Perangkat Daerah (SKPD) baru yang ada di lingkungan pemerintahan
Provinsi Banten yang diresmikan oleh Gubernur Provinsi Banten pada bulan
Oktober Tahun 2013 berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 1 Tahun 2013
tentang pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum
Daerah Banten. Sebagai SKPD baru RSUD Banten dipimpin oleh Direktur yang
mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintah daerah berdasarkan
asas otonomi daerah dan tugas pembantuan di bidang kesehatan terutama di
95
lingkungan rumah sakit. Seiring dengan proses pembangunan pada era
desentralisasi, pembangunan yang telah berkembang di lingkungan pemerintah
daerah, khususnya Pemerintah Daerah Provinsi Banten semakin besar pula
tantangan dan hambatan yang ada di sepanjang masa suatu pemerintahan.
Pembangunan yang terus dilaksanakan pemerintah tidak lain ditujukan kepada
peningkatan kesejahteraan warga masyarakat, oleh karenanya pembangunan yang
dilaksanakan harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta dapat dinikmati
oleh seluruh warga masyarakat.
Rumah Sakit Umum Daerah Banten (RSUD Banten) sebagai unit
pelayanan publik Pemerintah Daerah semakin dituntut untuk meningkatkan
kualitas kinerja pelayanannya.Hal ini seiring dengan program percepatan
pembangunan yang dicanangkan oleh Pemerintah Provinsi Banten. Tuntutan
masyarakat akan kualitas kinerja pelayanan dari waktu ke waktu semakin
meningkat terutama setelah memasuki era reformasi. Hal ini merupakan tantangan
yang serius terhadap keberadaan RSUD Banten di masa mendatang. Apakah
masih tetap menjadi tumpuan masyarakat sebagai pusat pelayanan kesehatan
rujukan atau tumpuan masyarakat beralih ke tempat lain dalam memenuhi
kebutuhan pelayanan kesehatan. Untuk itu perbaikan kualitas pelayanan kesehatan
rujukan harus mendapat prioritas dari pemerintah daerah dalam hal pelayanan
terhadap pelanggan atau konsumen kesehatan.
Dengan demikian, nampak bahwa rumah sakit mengemban tugas yang
sangat berat.Di satu sisi dituntut memberi pelayanan yang bermutu yang dapat
memuaskan konsumennya.Rumah Sakit sebagai institusi yang berperan penting
96
dalam pelayanan kesehatan masyarakat merupakan salah satu misi yang harus
dijalankan. Di sisi lain perubahan kecenderungan dari institusi yang sepenuhnya
sosial menjadi sosio-ekonomis juga sudah merupakan kenyataan. Sementara itu,
perubahan baik di tingkat lokal maupun global terus saja terjadi yang memaksa
rumah sakit secara terus menerus perlu menyesuaikan dirinya.
Rumah Sakit Umum Daerah Banten (RSUD Banten) sebagai lembaga
teknis di bidang pelayanan kesehatan dan satu-satunya Rumah Sakit Umum milik
Pemerintah Provinsi Banten memiliki peran strategis dalam meningkatkan derajat
kesehatan melalui upaya pelayanan kesehatan yang diberikan kepada masyarakt
khususnya di wilayah Banten sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya. Sebagai
institusi pemberi pelayanan kesehatan dalam melaksanakan tugas pokok dan
fungsinya perlu menetapkan rencana strategis yang akan digunakan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan program dan kegiatan selama periode tertentu
dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau timbul
sehingga dapat secara realistis mengantisipasi perkembangan masa depan.
4.1.3 Tugas dan Fungsi RSUD Banten dan jajarannya
Rumah Sakit Umum Daerah Banten yang selanjutnya disingkat dengan
RSUD Banten adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
kegiatan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna dengan mengutamakan
pengobatan dan pemulihan tanpa mengabaikan peningkatan kesehatan dan
pencegahan penyakit yang dilaksanakan melalui penyediaan pelayanan rawat
inap, rawat jalan, gawat darurat, tindakan medik dan penunjang medik serta
kerjasama seluruh jajaran dan unit kerja di lingkungan RSUD Banten.
97
Rumah Sakit Umum Daerah Banten merupakan lembaga teknis daerah
Banten yang memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat, mempunyai
tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna. Untuk
melaksanakan tugas pokok sebagaimana dimaksud, RSUD Banten mempunyai
fungsi sebagaimana berikut :
a. Penyelenggaraan pelayanan medis dan nonmedis;
b. Penyelenggaraan pelayanan penunjang medis dan nonmedis;
c. Penyelenggaraan pelayanan dan asuhan keperawatan;
d. Penyelenggaraan pelayanan rujukan;
e. Penyelenggaraan pendidikan dan penelitian;
f. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan; dan
g. Penyelenggaraan administrasi umum dan keuangan.
Dalam peraturan Gubernur Banten Nomor 20 Tahun 2013 tentang rincian tugas,
fungsi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Daerah Banten berikut rincian tugas dan
fungsinya :
1. Direktur mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan
daerah berdasarkan otonomi daerah dan tugas pembantuan di bidang
pelayanan ksehatan rumah sakit. Untuk melaksanakan tugas pokok,
Direktur mempunyai fungsi dan tugas sebagai berikut:
a. Pengkoordinasian penyusunan rencana strategis rumah sakit
berdasarkan rencana pembangunan jangka menengah pemerintah
daerah;
98
b. Perumusan kebijakan di bidang pelayanan kesehatan di rumah sakit;
c. Perumusan kebijakan pendidikan, pelatihan;
d. Perumusan kebijakan penelitian dan pengembangan serta pengabdian
masyarakat;
e. Perumusan kebijakan anggaran, akuntansi, perbendaharaan dan
verifikasi;
f. Perumusan kebijakan pengelolaan urusan kepegawaian, hukum,
hubungan masyarakat, organisasi dan tata laksana, serta rumah tangga,
perlengkapan dan umum;
g. Perumusan rencana dan program, monitoring, evaluasi dan pelaporan
di bidang pelayanan kesehatan;
h. Pertanggungjawaban tugas rumah sakit secara administrative dan
operasional kepada Gubernur Banten;
i. Pengarahan pelaksanaan dan pemanfaatan sumberdaya rumah sakit;
j. Pengawasan operasional rumah sakit;
k. Pembinaan jabatan fungsional;
l. Menetapkan rencana strategis rumah sakit;
m. Menetapkan rencana kerja rumah sakit;
n. Memimpin, merencanakan, mengorganisasikan, mengendalikan dan
mengevaluasi penyusunan program dan kegiatan rumah sakit;
o. Menetapkan standar dan pedoman semua kegiatan administrasi umum,
keuangan serta pelayanan medis dan non medis;
99
p. Merumuskan dan menetapkan kebijakan operasional dan teknis
pelayanan kesehatan rumah sakit;
q. Melakukan koordinasi dan kerjasama antar instansi untuk kelancaran
pelaksanaan tugas;
r. Menganalisa, member petunjuk, arahan dan pembinaan serta
mengevaluasi pelaksana tugas bawahan;
s. Menyusun laporan sesuai tugas dan fungsinya.
2. Wakil Direktur Pelayanan, mempunyai tugas pokok membantu Direktur
dalam melaksanakan perumusan dan pengkoordinasian program dan
kegiatan bidang pelayanan medis dan bidang keperawatan. Untuk
melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai berikut.
a. Pengkoordinasian penyusunan rencana strategi bidang pelayanan
medis dan keperawatan;
b. Perumusan kebijakan pelayanan medis dan keperawatan;
c. Perencanaan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pelayanan medis
dan keperawatan;
d. Pengkoordinasian penyusunan standar pelayanan medis dan
keperawatan;
e. Pengkoordinasian penyusunan pedoman petunjuk teknis dan
pembinaan teknis operasional pelayanan medis dan keperawatan;
f. Pengawasan, pengendalian dan pembinaan pemnafaatan fasilitas,
sarana dan prasarana pelayanan medis dan keperawatan pada seluruh
unit pelayanan yang dibawahinya;
100
g. Penyusunan telaahan staf di bagian pelayanan medis dan keperawatan;
h. Pengkoordinasian, fasilitasi dan sinkronisasi pelayanan medis dan
keperawatan dengan wakil direktur yang lain serta instalasi, komite
dan staf fungsional d lingkungan rumah sakit maupuan instansi terkait
lainnya;
i. Pengkoordinasian penyusunan standar pelayanan medis pada unit
pelayanan fungsional;
j. Mengkoordinasikan penyusunan rencana strategis bidang pelayanan
medis dan keperawatan;
k. Mengkoordinasikan penyusunan rencana kerja pelayanan medis dan
keperawatan;
l. Mengkoordinasikan penyusunan bahan rencana kebijakan program dan
kegiatan pelayanan medis dan keperawatan;
m. Mengkoordinasikan dan mengendalikan tugas-tugas internal dilingkup
pelayanan medis dan keperawatan;
n. Mengelola dan mengkoordinasikan penyusunan rencana anggaran dan
pelaksanaan tugas di bidang pelayanan medis dan keperawatan;
o. Melaksanakan inetgrasi, sinkronisasi dan simflikasi dalam pelaksanaan
tugas di bidang pelayanan medis dan keperawatan;
p. Menyampaikan laporan akuntabilitas kinerja pelayanan medis dan
keperawatan kepada direktur;
q. Membina dan memotivasi bawahan dalam rangka pelaksanaan tugas,
peningkatan produktivita dan pengembangan karier bawahan;
101
r. Menganalisa, menilai, member petunjuk dan arahan serta
mengevaluasi pelaksanaan tugas bawahan;
s. Menyusun laporan sesuai tugas dan fungsinya.
t. Wakil Direktur Pelayanan, membawahkan Kepala Bidang Pelayanan
Medis dan Kepala Bidang Keperawatan.
3. Wakil Direktur Penunjang, mempunyai tugas pokok membantu Direktur
dalam melaksanakan perumusan dan pengkoordinasian bidang logistik dan
bidang rekam medis dan sistem informasi manajemen rumah sakit. Untuk
melaksanakan tugas dan fungsi pokok sebagai berikut.
a. Pengkoordinasian penyusunan rencana aksi strategis bidang logistik
dan bidang rekam medis dan sistem informasi manajemen rumah sakit;
b. Perumusan kebijakan terkait pengelolaan barang medis dan non medis
serta rekam medis dan sistem informasi manajemen rumah sakit;
c. Perencanaan, pengaturan, pemantauan dan evaluasi logistik dan
pelaksanaan rekam medis serta sistem informasi manajemen rumah
sakit.Pengembangan perbekalan dan pengelolaan barang medis dan
non medis serta pelaksanaan rekam medis dan sistem informasi
manajemen rumah sakit;
d. Pengkoordinasian penyusunan standar penunjang medis;
e. Pengkoordinasian penyusunan pedoman petunjuk tekni penunjang
medis;
102
f. Pengawasan, pengendalian dan pembinaan pemanfaatan fasilitas,
sarana dan prasarana penunjang medis pada seluruh unit pelayanan
yang dibawahinya;
g. Penyusunan telaahan staf di bidang rekam medis dan sistem informasi
manajemen rumah sakit;
h. Pengkoordinasian, fasilitasi dan sinkronisasi pengelolaan barang medis
dan non medis, rekam medis dan sistem informasi manajemen rumah
sakit dengan wakil direktur yang lain serta instalasi, komite dan staf
fungsional di lingkungan rumah sakit maupun instansi terkait lainnya;
i. Pengkoordinasian penyusunan standar pelayanan medis dan non medis
pada unit penunjang fungsional;
j. Wakil Direktur Penunjang, membawahkan Kepala Bidang Logistik
dan Kepala Bidang Rekam Medis dan Sistem Informasi Manajemen
Rumah Sakit.
4. Wakil Direktur Umum dan Keuangan, mempunyai tugas pokok membantu
Direktur dalam melaksanakan perumusan dan pengkoordinasian rencana
program dan kegiatan bagian umum dan bagian keuangan. Untuk
melaksanakan tugas dan fungsi pokok sebagai berikut.
a. Pengkoordinasian penyusunan rencana strategis bagian umum dan
bagian keuangan;
b. Perumusan kebijakan administrasi umum, kepegawaian, pendidikan,
pelatihan, perencanaan, evaluasi, pelaporan, keuangan dan aset;
103
c. Perencanaan, pengaturan, pemantauan dan evaluasi pelaksanaan
administrasi umum, kepegawaian, pendidikan, pelatihan, perencanaan,
evaluasi, pelaporan, keuangan dan aset;
d. Pengembangan kualitas pelaksanaan administrasi umum, kepegawaian,
pendidikan, pelatihan, perencanaan, evaluasi, pelaporan, keuangan dan
aset;
e. Pengkoordinasian penyusunan standar pelaksanaan administrasi
umum, kepegawaian, pendidikan, pelatihan, perencanaan, evaluasi,
pelaporan, keuangan dan aset;
f. Pengkoordinasian penyusunan pedoman petunjuk teknis dan
pembinaan teknis pelaksanaan administrasi umum, kepegawaian,
pendidikan, pelatihan, perencanaan, evaluasi, pelaporan, keuangan dan
aset;
g. Pengawasan, pengendalian dan pembinaan pemanfaatan fasilitas,
sarana dan prasarana administrasi umum, kepegawaian,pendidikan,
pelatihan, perencanaan, evaluasi, pelaporan, keuangan dan aset serta
seluruh unit yang dibawahinya;
h. Penyusunan telaahan staf pada bagian umum dan bagian keuangan;
i. Pengkoordinasian, fasilitasi dan sinkronisasi administrasi umum,
kepegawaian, pendidikan, pelatihan, perencanaan, evaluasi, pelaporan,
keuangan dan aset dengan wakil direktur yang lain serta instalasi,
komite dan staf fungsional di lingkungan rumah sakit maupun instansi
terkait lainnya;
104
j. Wakil Direktur Umum dan Keuangan, membawahkan Kepala Bidang
Umum dan Kepala Bagian Keuangan.
4.1.4 Visi dan Misi RSUD Banten
Provinsi Banten menyadari bahwa keberadaan organisasi ini sesuai dengan
kedudukan, tugas dan fungsi diharapkan dapat memberikan peran yang nyata bagi
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di Provinsi Banten khususnya,
maupun pemerintah dan masyarakat Banten pada umumnya, terutama dalam jasa
pelayanan kesehatan di Provinsi Banten.
Untuk itu, seluruh jajaran dan unit kerja di lingkungan RSUD Banten perlu
memiliki pandangan dan komitmen agar RSUD Banten senantiasa dapat eksis,
antisipatif, proaktif dan inovatif di masa depan dalam menjalankan tugas pokok
dan fungsi serta menghadapi perubahan lingkungan internal maupun eksternal
organisasi maupun perkembangan permasalahan kesehatan secara lokal, regional
maupun global. Sejalan dengan pandangan dan harapan dimaksud maka Visi
RSUD Banten dinyatakan dalam rumusan, yaitu : “Rumah Sakit Yang Andal dan
Terpercaya”. Visi tersebut diatas untuk mendukung terwujudnya Provinsi Banten
menjadi daerah kondusif untuk berinvestasi yang berorientasi pada pembangunan.
Pernyataan misi mengandung secara eksplisit apa yang harus dicapai oleh
dan kegiatan spesifik apa yang harus dilaksanakan dalam upaya mencapai visi.
Pernyataan misi RSUD Banten yang dirumuskan juga sekaligus mencerminkan
pandangan organisasi tentang kemampuan dirinya dan hal yang sangat penting
untuk mengarahkan organisasi agar eksis dan dapat mengikuti perkembangan
105
lingkungan eksternal, global dan jiwa otonomi daerah serta harus senantiasa
berusaha mewujudkan keselerasan hubungan antara pemerintah, dunia usaha dan
masyarakat luas serta umumnya melalui kaidah-kaidah utama yaitu : partisipasi,
transparansi, dan akuntabilitas.
Sejalan dengan pemikiran tersebut maka RSUD Banten memiliki misi :
1. Mewujudkan kompetensi sumber daya manusia Rumah Sakit secara
berkesinambungan dalam hal skill, knowledge dan attitude.
2. Mengembangkan bangunan yang atraktif dan peralatan medis yang
canggih dan mampu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi kedokteran.
3. Memberikan pelayanan yang berstandar nasional dan menyenangkan
pelanggan.
4. Berperan aktif dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Banten
melalui pelayanan kesehatan perorangan dalam mendukung RPJMD
(Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah) Provinsi Banten.
4.2. Deskripsi Data
4.2.1 Deskripsi Data Penelitian
Deskripsi data analisis merupakan penjelasan mengenai data yang telah
didapatkan dari hasil observasi yang telah dilakukan oleh peneliti selama proses
penelitian berlangsung. Dalam penelitian mengenai Analisis Klasifikasi
106
Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B menggunakan
teori analisis kebijakan publik menurut Dunn, yang meliputi :
1. Pencarian masalah2. Peramalan masa depan (forecasting)3. Rekomendasi kebijakan4. Pemantauan hasil kebijakan5. Evaluasi kebijakan
Adapun data yang peneliti dapatkan lebih banyak berupa kata-kata,
kalimat dan rencana-rencana pembangunan kualitas Rumah Sakit Umum Daerah
Banten, baik dari hasil wawancara informan penelitian, hasil observasi di
lapangan, catatan lapangan penelitian, atau hasil dokumentasi lainnya, yang
relevan dengan fokus penelitian ini. Proses pencarian dan pengumpulan data yang
dilakukan peneliti secara investigasi dimana peneliti melakukan wawancara
dengan sejumlah informan yang berkaitan dengan masalah dalam penelitian ini,
sehingga peneliti mendapatkan informasi yang sesuai dengan yang diharapkan.
Informan dalam penelitian ini, peneliti telah menentukan informan dari awal
dengan menggunakan teknik purposive sampling.
Data-data yang peneliti dapatkan adalah data yang berkaitan dengan
pembentukan susunan organisasi dan tata kerja Rumah Sakit Umum Daerah
Banten khususnya terhadap pembentukan klasifikasi tipe B di Rumah Sakit
Umum Daerah Banten. Hasil yang diperoleh dari wawancara, observasi lapangan,
dan kajian pustaka kemudian dibentuk secara tertulis dengan dibentuk pola serta
dibuat kode-kode pada aspek tertentu berdasarkan jawaban-jawaban yang sama
dan berkaitan dengan pembahasan permasalahan penelitian serta dilakukan
107
kategorisasi. Dalam menyusun jawaban hasil wawancara, peneliti memberikan
kode-kode sebagai berikut :
1. Kode Q untuk menunjukan item pertanyaan2. Kode A untuk menunjukan item jawaban3. Kode N.1 untuk menunjukan Kepala Seksi Operasional Pelayanan
RSUD Banten.4. Kode N.2 untuk menunjukan Staf Tenaga Ahli DPRD Provinsi Banten.5. Kode N.3 untuk menunjukan Anggota Komisi V DPRD Provinsi
Banten.
4.2.2 Deskripsi Informan Penelitian
Pada penelitan mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten
sebagai Rumah Sakit Tipe B, dalam menentukn informan, peneliti menggunakan
teknik purposive merupakan teknik penentuan informan dengan berdasarkan pada
kriteria-kriteria tertentu yang disesuaikan dengan informasi yang dibutuhkan .
adapun informan-informan yang peneliti tentukan, merupakan orang-orang yang
menurut peneliti ahli atau mengetahui banyak mengenai klasifikasi pembentukan
RSUD Banten sebagai rumah sakit tipe B. Dalam penelitian mereka (informan)
adalah orang-orang yang berurusan dengan permasalah yang sedang peneliti teliti.
Informan dalam penelitian ini adalah orang-orang yang terikat dalam
RSUD Banten dan Sekretariat DPRD Provinsi Banten khususnya Komisi V, serta
pihak-pihak lain yang terlibat. Berikut informan yang telah bersedia di
wawancarai adala
h :
108
Tabel 4.1
Daftar Informan
NO. Kode
Informan
Nama Informan Keterangan
1. N.1 Drg. Rima Astuti, MARS Kepala Seksi
Operasional Pelayanan
RSUD Banten
2. N.2 Ade Ferdiansyah, SE Staf Tenaga Ahli DPRD
Banten
3. N.3-1 Issak Sidik, SE Anggota Komisi V
DPRD Banten
4. N.3-2 Fitron Nur Ikhsan Anggota Komisi V
DPRD Banten
4.3 Analisis Data
Analisis data yang digunakan dalam penelitian Analisis Klasifikasi
Pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B ini menggunakan model
analisis data menurut Miles dan Huberman, yang mana prosesnya mencakup
beberapa langkah, yaitu yang pertama data collection (pengumpulan data). Pada
penelitian mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai
Rumah Sakit Tipe B, dalam tahap pengumpulan data dilakukan dengan review
dokumentasi Naskah Akademik dan Risalah Rapat Paripurna mengenai
pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit Umum Daerah
Banten, wawancara, observasi, pengumpulan data melalui kajian pustaka dan
dokumentasi. Hal ini dilakukan agar data yang didapatkan dalam penelitian ini
valid dan dapat dipertanggungjawabkan.
109
Langkah selanjutnya yaitu data reduction (reduksi data).Reduksi data
artinya merangkum atau memilih hal-hal yang pokok dan menfokuskan hal yang
penting. Dalam penelitian mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, pada tahap reduksi data dilakukan dengan
cara membaca ulang data-data yang didapatkan saat pengumpulan data, dan
memilih data-data yang sesuai dengan fokus penelitian untuk kemudian disajikan.
Kemudian langkah selanjutnya adalah data display (penyajian data).
Penelitian mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai
Rumah Sakit Tipe B. dalam tahap penyajian data dalam penelitian kualitatif
dilakukan secara sistematis dan dalam bentuk uraian singkat, bagan, kategori, dan
disajikan berupa teks naratif. Dengan mendisplay data dapat mudah memahami
masalah apa yang telah terjadi.
Langkah keempat yakni melakukan penarikan kesimpulan dan
verifikasi.Dalam penarikan kesimpulan didukung dengan bukti-bukti yang kuat
berupa data yang valid dan temuan di lapangan.Dengan menghubungkan hasil
observasi, wawancara, studi dokumentasi, dan data-data yang ada kemudian dapat
ditarik sebuah kesimpulan yang dapat dipertanggungjawabkan.
4.4 Deskripsi Hasil Penelitian
Pembahasan dan analisis dalam penelitian merupakan data dan fakta yang
peneliti dapatkan langsung dari lapangan dan disesuaikan dengan teori yang
peneliti gunakan.Dalam pemaparan hasil penelitian, peneliti menuliskannya dalam
bentuk deskriptif berupa uraian dan kutipan langsung dari narasumber. Untuk
110
mengetahui bagaimana mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, dengan menggunakan teori analisis
kebijakan menurut Dunn (2003) dalam analisis kebijakan meliputi lima (5)
tahapan, yaitu ;
1. Pencarian Masalah
2. Peramalan Masa Depan
3. Rekomendasi Kebijakan
4. Pemantauan Hasil Kebijakan
5. Evaluasi Kebijakan
4.4.1 Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah SakitTipe B
Analisis data dan temuan di lapangan yang peneliti lakukan dengan model
analisis kebijakan public menurut Dunn (2003) dimana untuk menganalisis
kebijakan meliputi lima (5) tahapan, yaitu pencarian masalah, peramalan masa
depan, rekomendasi kebijakan, pemantauan hasil kebijakan, dan evaluasi
kebijakan. Berikut penjabarannya ;
1. Pencarian Masalah
Pembentukan sebuah Rumah Sakit Provinsi di Provinsi Banten ini
bertujuan untuk memperkuat posisi sebagai Rumah Sakit Rujukan dari kabupaten
atau kota yang ada di Provinsi Banten. Untuk itu, Rumah Sakit Umum Daerah
Banten diklasifikasikan sebagai Rumah Sakit Tipe B yang pada dasarnya
memenuhi lima (5) kriteria menurut Peraturan Menteri Kesehatan No.340 Tahun
111
2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit, yaitu Pelayanan, Sumber Daya Manusia,
Peralatan, Sarana dan Prasarana, serta Administrasi/Manajemen. Namun pada
kenyataannya Rumah Sakit Umum Daerah Banten berdiri dari bulan Oktober
2013 hingga sekarang banyak menghadapi berbagai permasalahan untuk
menyempurnakan berdirinya sebagai Rumah Sakit Tipe B yang dinaungi oleh
Pemerintah Provinsi Banten. Untuk mengetahui permasalahan yang terjadi, maka
Komisi V DPRD Provinsi Banten melakukan banyak kajian mengenai
permasalahan di Rumah Sakit Umum Daerah Banten agar memperoleh informasi
yang valid. Hal tersebut diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti di Gedung
Sekretariat DPRD Provinsi Banten pada 29 November 2016 mengungkapkan
bahwa:
“Mekanisme pengumpulan masalah yang ada di Rumah Sakit UmumDaerah Banten itu ada beberapa kegiatan, yang pertama itu pada saatkunjungan kerja (kunker), yang kedua dengan mengadakan RapatKoordinasi dengan Mitra Kerja komisi V DPRD Banten, ya salah satunyaRSUD Banten, dan selain itu dengan mengundang pemerintah untuk ikutmembahas permasalahan yang akan kita bahas. Terkadang ada audiencylangsung ke Komisi V dari pihak RSUD Bantennya sendiri bila adapermasalahan-permasalahan yang ingin dibantu diselesaikan dan segeradicari solusinya.Waktu itu, dokter-dokter yang praktek di RSUD Bantenmeminta audiency ke kami (Komisi V) ingin dibantu dalam kejelasannyasebagai dokter tetap di RSUD Banten”.
Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa upaya yang
dilakukan tersebut bertujuan untuk mengetahui masalah apa yang terjadi di
Rumah Sakit Umum Daerah Banten. Dari hasil observasi di lapangan bahwa
permasalahan yang terjadi di Rumah Sakit Umum Daerah Banten yaitu
dikarenakan Rumah Sakit Umum Daerah Banten diupayakan sebagai rumah sakit
112
rujukan kabupaten/kota yang ada di Provinsi Banten, namum pada kenyataannya
dalam berdirinya Rumah Sakit Umum Daerah Banten terburu-buru dalam segi
pembuatan regulasinya serta implementasinya yang banyak menuai masalah yaitu
sempat terhentinya pembangunan gedung rumah sakit, sumber daya manusianya
mencapai 700 orang didominasi oleh pegawai honorer, fasilitas sarana dan
prasarana yang belum memenuhi kriteria Peraturan Menteri sehingga
mengakibatkan Rumah Sakit Umum Daerah Banten mengalami ketimpangan
dalam pembangunan. Hal serupa diungkapkan oleh N.1 di Gedung RSUD Banten,
pada tanggal 01 Desember 2016 yang mengatakan bahwa:
“Dalam menanggapi berbagai masalah dari gedung, sumber dayamanusianya, serta kriteria tipe B lainnya. Selama ini pihak RSUD Bantenjuga udah bersusah payah dan berupaya menuju ke tipe B. Engga mudahuntuk ketika Provinsi Banten ingin mempunyai rumah sakit sendiri dengannaungan rumah sakit provinsi untuk mencover segala rumah sakit yangada di kabupaten maupun kota di Provinsi Banten. Dan Alhamdulillah, itudapat teratasi secara bertahap”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa dalam
kurun waktu beberapa tahun ini banyak perkembangan di Rumah Sakit Umum
Daerah Banten yaitu pembangunan gedung yang mulai dilakukan pembangunan
kembali, pelayanan rumah sakit yang lebih optimal untuk masyarakat walaupun
perkembangannya bertahap untuk mencapai kriteria rumah sakit rujukan tipe B.
Selain itu, Pemerintah Provinsi Banten juga berharap Rumah Sakit Umum Daerah
Banten menjadi rumah sakit rujukan kabupaten maupun kota. Hal ini diungkapkan
oleh N.3 kepada peneliti di Gedung Sekretariat DPRD Provinsi Banten bahwa :
“Begini sebetulnya, kondisi sekarang Provinsi Banten sudah mempunyaiRumah Sakit Rujukan yaitu RSUD Banten yang berkeinginan mencover
113
masyarakat dari kabupaten maupun kota yang ada di Provinsi Banten.Pemerintah Provinsi Banten menginginkan masyarakat kalau sakit janganpergi ke Jakarta melainkan datang ke RSUD Banten, sebab Jakarta sendiripun sudah mencover masyarakatnya sendiri”.
Berdasarkan wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa Pemerintah
Provinsi Banten menyediakan Rumah Sakit Umum Daerah Banten untuk
mempermudah masyarakat mendapat rujukan dari rumah sakit kabupaten atau
kota dengan jarak yang lebih dekat dan lebih cepat ditangani oleh pihak rumah
sakit.Dengan berbagai perubahan kondisi demografis, pola penyakit dan
perkembangan teknologi, salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang sangat
diperlukan dalam mendukung penyelenggaraan upaya kesehatan adalah rumah
sakit. Saat ini fasilitas sarana kesehatan berupa rumah sakit, klinik, pusat
kesehatan masyarakat masyarakat, balai pengobatan baik milik pemerintah
maupun swasta banyak tersebar di wilayah Provinsi Banten.
Tujuan dan prioritas utama untuk melayani masyarakat Provinsi Banten
dari dikeluarkannya Peraturan Daerah No.1 Tahun 2013 sebagai payung hukum
berdirinya sebuah Rumah Sakit Umum Daerah Provinsi Banten. Hal ini
diungkapkan oleh N.2 kepada peneliti di Gedung Sekretariat DPRD Provinsi
Banten pada tanggal 13 Januari 2017 bahwa:
“Coba lihat Naskah Akademiknya, disitu sudah jelas bahwa perlumembentuk Rumah Sakit Umum Daerah Banten sebagai rumah sakitrujukan dari kabupaten atau kota yang ada di wilayah Banten sebelumdirujuk ke Jakarta karenanya RSUD Banten haruslah tipe B karena rumahsakit di kota dan kabupaten Serang dan Tangerang sudah tipe B semua.Soal permasalahan yang ada di RSUD Banten khususnya kriteriapengklasifikasiannya itu hanya soal waktu aja untuk memperbaiki danmemenuhi yang kurangnya”.
114
Berdasarkan wawancara di atas, peneliti ketahui bahwa Rumah Sakit
Umum Daerah Banten merupakan bagian dari perangkat daerah dalam bentuk
lembaga teknis daerah yang pembentukannya ditetapkan melalui peraturan
daerah.Yang pembentukannya dilakukan pengkajian dan penyelarasan dengan
dasar kewenangan pemerintah Provinsi Banten serta landasan filosofis, sosiologis
dan yuridis.
2. Peramalan Masa Depan
Langkah selanjutnya dalam analisis kebijakan setelah pencarian masalah
menurut Dunn (2003:291) adalah peramalah (forecasting). Dalam penelitian
mengenai Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah Sakit
Tipe B, ada beberapa peramalan yang dilakukan guna melihat sejauh mana dan
seperti apa perkembangan pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Banten bila
dibentuk sebagai Rumah Sakit Umum tipe B dan bagaimana keadaan di masa
depan apabila masalah yang terjadi pada masa sekarang belum dapat ditangani.
Peramalan bertujuan untuk melihat masa yang akan datang dihubungkan dengan
masalah pada saat ini. Selain itu dalam pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah
Banten sebagai Rumah Sakit Umum tipe B diperkirakan di masa depan dapat
mempermudah masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan secara
paripurna. Hal tersebut diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti, beliau
mengungkapkan bahwa :
“Ya jadi memang Rumah Sakit Umum Daerah Banten ini sengaja dibuatuntuk rumah sakit sebagai rujukan masa depan. Memang sekarang inibelum terlaksana secara sempurna tapi sudah baik dibandingkan denganyang dulu. Dari beberapa kali ganti direktur, tapi dari sekitar satu tahun inidari pengawasan kami sebagai komisi Vagak jauh lebih baik ya pelayanan
115
dan kualitasnya Rumah Sakit Umum Daerah Banten karena rumah sakitini sebagai harapan masyarakat Banten untuk rujukan-rujukan rumah sakitumum yang ada di daerah”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
perkiraan mengenai Rumah Sakit Umum Daerah Banten akan memberikan
pelayanan yang optimal walaupun masih banyak kendala-kendala yang harus
dibenahi secara bertahap. Salah satu masalah yang sudah dibenahi adalah
kepemimpinan direktur di Rumah Sakit Umum Daerah Banten yang sekarang
dipimpin oleh Drg. Dwi Hesti Hendarti, sebelumnya kondisi di Rumah Sakit
Umum Daerah Banten beberapa kali mengalami pergantian direktur dalam jangka
waktu yang relatif pendek sehingga berpengaruh terhadap kinerja dan pelayanan
di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.
Selain membenahi masalah pergantian direktur, selanjutnya mengenai
pelayanan secara paripurna pun masih menjadi permasalahan yang cukup
signifikan dikarenakan masih banyak masyarakat Provinsi Banten terhambat jarak
dan waktu menuju Rumah Sakit Umum Daerah Banten. Hal tersebut diungkapkan
oleh N.3 bahwa :
“Saya pengennya ke depan rumah sakit bukan jadi tanggung jawabkabupaten/kota. Semua rumah sakit yang ada termasuk Rumah SakitUmum Daerah Banten sudah punya provinsi.Semua rumah sakit itumenjadi tanggung jawab provinsi, sehingga ada masalahnya orangBojonegara sakit tapi Bojonegara itu kabupaten Serang tapi rumah sakityang terdekat adalah rumah sakit Cilegon.Orang Bojonegara berobat keCilegon dalam kondisi bed-nya terbatas tidak diterima di Cilegon karenamengutamakan masyarakat Cilegon. Akhirnya dibawa ke RSUD Bantenkarena kejauhan kalau sakitnya parah, kan mati dijalan. Banyak kasusterjadi seperti itu, maka semua kalau bisa rumah sakit menjadi milikprovinsi.Tapi Rumah Sakit Umum Daerah Banten kita harapkan lebih luaslagi menambah kamar dan menambah fasilitas.Secara keseluruhan
116
indikator-indikator tipe b di Rumah Sakit Umum Banten sudah baik tapibelum maksimal hanya sekitar 40 %.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
masyarakat Provinsi Banten berada di wilayah kabupaten atau kota yang jaraknya
berbeda-beda untuk menuju Ibukota Provinsi. Salah satunya kasus yang
diungkapkan oleh narasumber kepada peneliti dimana masyarakat Bojonegara
yang terkendala jarak dan waktu untuk menuju ke Rumah Sakit Umum Daerah
Banten. Komisi V DPRD Provinsi Banten mengharapkan seluruh rumah sakit
umum yang berada di kabupaten atau kota menjadi tanggung jawab pemerintah
Provinsi Banten sehingga masyarakat lebih mudah untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan.
Rumah Sakit Umum Daerah Banten juga diharapkan meningkatkan
pelayanan, fasilitas sarana dan prasarana terutama menambah tempat tidur (bed)
di ruangan rawat inap karena ruang rawat inap di Rumah Sakit Umum Daerah
Banten berjumlah 114 tempat tidur (bed) sedangkan menurut ruang rawat inap
standar indikator tipe B harus minimal berjumlah 200 tampat tidur (bed).Hal
tersebut juga diungkapkan oleh N.1 kepada peneliti bahwa :
“RSUD Banten baru kemarin di awal Desember diakreditasi, maka dari itusekarang RSUD Banten sedang mengejar segala kekurangan dalam segifasilitasnya, sarana dan prasarananya, ya itu tadi permasalahan tempattidur untuk ruang rawat inap.Karena kita di RSUD Banten dalam setahunini sudah menjalankan program berobat gratis untuk masyarakat miskin diBanten. Dan itu udah pasti RSUD Banten di masa yang akan datangmenjadi andalan masyarakat Banten untuk mengobati orang sakit yang adadi Banten”.
117
Berdasarkan wawancara di atas dapat peneliti ketahui bahwa dengan
adanya program berobat gratis bagi masyarakat tidak mampu, Rumah Sakit
Umum Daerah Banten harus menambah ruang rawat inap dikarenakan sejauh ini
langkah-langkah dari program berobat gratis dapat membantu masyarakat di
Banten khususnya masyarakat yang tidak mampu.
3. Rekomendasi Kebijakan
Rekomendasi kebijakan adalah langkah ketiga dalam model analisis
kebijakan menurut Dunn (2003:405).Setelah kita mengetahui bagaimana masalah
yang terjadi, kemudian selanjutnya yaitu memberikan rekomendasi kebijakan
yang sesuai dengan masalah yang ada.Sehingga rekomendasi kebijakan yang
sesuai diharapkan mampu menjawab dan menyelesaikan permasalahan. Dalam
penelitian Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah Sakit
Tipe B, peneliti mendapatkan rekomendasi kebijakan dari komisi V DPRD
Provinsi Banten, Rumah Sakit Umum Daerah Banten melalui rapat koordinasi.
Ada beberapa rekomendasi kebijakan yang ditawarkan salah satunya yang
diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti bahwa :
“Yang pertama, sumber daya manusianya jadi para dokter sudahmemenuhi daripada kebutuhan yang ada di rsud dan juga dari segikeahliannya juga harus betul-betul dimiliki.Daya dukung alat-alatnya, alat-alatnya juga harus mengikuti perkembangan teknologi karena dalamrangka menunjang kesehatan masyarakat.Yang ketiganya adalah saranadan prasarana menjadi penting ketika sarana dan prasarananya itu cukupbisamemadai artinya dari segi kontruksinya, dari segi kebersihannya dansebagainya itu harus semua mendukung untuk melayani masyarakat”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
rekomendasi kebijakan untuk Rumah Sakit Umum Daerah Banten untuk
118
memenuhi segala aspek sumber daya manusianya yang berkompeten dan sesuai
dengan keahlian spesialis dan non spesialis dimana bila sumber daya manusia
yang dibutuhkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Banten dapat melayani dengan
prima kepada masyarakat Banten.
Seperti diketahui sarana dan prasarana untuk rumah sakit umum tipe B
harus memenuhi kriteria standar Kementerian Kesehatan, dari mulai lahan yang
diperuntukkan untuk rumah sakit, konstruksi pembangunan gedung rumah sakit
yang mengedepankan kenyamanan untuk masyarakat bila mengunjungi Rumah
Sakit Umum Daerah Banten. Lahan yang diperuntukkan untuk pendirian Rumah
Sakit Umum Daerah Banten seluas ± 50.000 M² dengan luas konstruksi bangunan
gedung A lantai 1 (satu)seluas 1.740 m², lantai 2 (dua) seluas 1.897 m² dan lantai
3 (tiga) seluas1.492 m². Gedung A ini terdiri dari ruangan manajemen dan ruang
perawatan.Gedung B lantai 1 (satu) seluas 1.414 m², lantai 2 (dua) seluas 1.414
m² dan lantai 3 (tiga) seluas 1.414 m².Gedung B ini sedang dalam tahap
pembangunan dan rencananya gedung ini diperuntukkan untuk ruang rawat inap
di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.
Daya dukung alat-alat penunjang yang dituntut mengikuti perkembangan
teknologi sangatlah penting untuk meningkatkan pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit Umum Daerah Banten. Selain untuk meningkatkan pelayanan kesehatan,
daya dukung alat-alat penunjang di Rumah Sakit Umum Daerah Banten menjadi
nilai positif bila rumah sakit rujukan dari kabupaten atau kota sudah memenuhi
berbagai peralatan medis dan non medisnya. Namun pada kenyataannya,
pemenuhan daya dukung alat-alat di Rumah Sakit Umum Daerah Banten belum
119
memadai dikarenakan Rumah Sakit Umum Banten masih mendapatkan sumber
Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD) Provinsi Banten. Hal ini
diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti bahwa :
“Membeli daya dukung alat-alat untuk RSUD Banten dari APBD dan sayatidak tahu persis jumlahnya cuman kita ingin mendorong pelayanan publikitu menjadi Badan Layanan Umum Daerah (BLUD) dan sekarang udahjadi BLUD, bukan cuma rumah sakit tipe B aja. Sehingga kemudianrumah sakit ini tidak selalu mendapat subsidi dari pemerintah. Kan jasapelayanan mereka dan biaya operasional mereka itu kan harus dibiayaidari jasa pelayanan mereka baik dari dokternya. Tapi mungkin nanti kedepan Provinsi Banten punya tugas mensubsidi mereka bukandioperasional tetapi peningkatan kualitas, pembelian alat kesehatan yanglebih berkualitas, bangunan gedung yang representative itu jugapemerintah. Tapi RSUD Banten sudah BLUD diharapkan mereka sudahbisa membiayai dirinya sendiri”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa Rumah
Sakit Umum Daerah Banten sudah resmi menjadi Badan Layanan Umum Daerah
disingkat BLUD adalah Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) atau unit kerja
pada Satuan Kerja Perangkat Daerahdi lingkungan pemerintah daerah yang
dibentuk untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan
barang/jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari keuntungan dan dalam
melakukan kegiatannya didasarkan pada prinsip efisiensi dan produktivitas.
Badan Layanan Umum Daerah merupakan bagian dari perangkat pemerintah
daerah dengan status hukum tidak terpisah dari pemerintah daerah.Berbeda
dengan Satuan Kerja Perangkat Daerah pada umumnya pola pengelolaan
keuangan Badan Layanan Umum Daerah memberikan fleksibilitas berupa
keleluasaan untuk menerapkan praktik-praktik bisnis yang sehat untuk
meningkatkan pelayanan kepada masyarakat, seperti pengecualian dari ketentuan
120
pengelolaan keuangan daerah pada umumnya.Sebuah Satuan Kerja atau unit kerja
dapat ditingkatkan statusnya sebagai Badan Layanan Umum Daerah, salah satu
contohnya yaitu Rumah Sakit Umum Daerah Banten. Hal ini juga diungkapkan
oleh N.1 kepada peneliti bahwa :
“Untuk rekomendasi kebijakan yang sekarang diharapkan Alhamdulillah.RSUD Banten sudah BLUD jadi insyaAllah karena RSUD Banten harusmengejar rumah sakit yang ada di kabupaten maupun kota istilahnya harusmenjadi kakak dari rumah sakit yang sudah berdiri puluhan tahun. RSUDBanten diupayakan untuk menjadi rumah sakit rujukan dari kabupaten ataukota yang ada di Provinsi Banten. Karena sudah BLUD juga kita di RSUDBanten lebih leluasa untuk mengadakan pendidikan dan pelatihan untuksumber daya manusia yang sudah Pegawai Negeri Sipil (PNS)”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat peneliti ketahui bahwa RSUD
Banten harus berjuang mengejar standarisasinya harus melebihi kapasitas di
rumah sakit yang ada di kabupaten maupun kota yang sudah berdiri selama
puluhan tahun. Rumah Sakit Umum Daerah Banten yang sudah berdiri menjadi
Badan Layanan Usaha Daerah juga dapat meningkatkan kualitas dan kwantitas
sumber daya manusianya agar lebih baik untuk peningkatan mutu pelayanan di
rumah sakit.
4. Pemantauan Hasil Kebijakan
Pemantauan kebijakan langkah keempat dalam analisis kebijakan menurut
Dunn.Dalam pemantauan kebijakan sering disebut sebagai monitoring, yaitu
penilaian dan pengawasan saat kebijakan ini sedang dilaksanakan.Monitoring atau
pemantauan pelaksanaan kebijakan Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B dapat dilakukan oleh berbagai macam pihak.
Hal tersebut diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti bahwa :
121
“Pada saat kebijakan ini berjalan kita terus melakukan pemantauan agarhasilnya lebih optimal, dan sesuai dengan rencana yang telah dibuat.Pemantauan dapat dilakukan melalui pelaksanaan yang telahdiimplementasikan oleh pihak RSUD Banten sendiri dan selanjutnyapengawasan dilakukan oleh DPRD Banten serta peran besar pemerintahProvinsi Banten untuk ikut memantau, karena RSUD Banten kan sudahbagian dari Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
monitoring atau pemantauan kebijakan dilakukan dengan kesesuaian rencana dan
pelaksanaan program yang sedang dijalankan. Dalam pemantauan kebijakan,
Pemerintah Provinsi Banten dan DPRD Provinsi Banten khususnya komisi V
sebagai mitra kerja Rumah Sakit Umum Daerah Banten menjalankan fungsi
pengawasan atas program yang dijalankan di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.
Hal ini perlu adanya koordinasi yang kuat antara Pemerintah Provinsi Banten,
komisi V DPRD Provinsi Banten dan pihak Rumah Sakit Umum Daerah Banten
untuk mengatur jalannya pengklasifikasian Rumah Sakit Umum Daerah Banten
sebagai rumah sakit tipe B. Hal ini diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti bahwa :
“Pemerintah Provinsi Banten berkomitmen menjadikan RSUD Bantensebagai layanan kesehatan yang prima, terjangkau dan berkualitas. Untukmeraih hal tersebut, RSUD Banten akan memberikan pelayanan kesehatankepada semua lapisan masyarakat tanpa memandang status sosial maupunekonomi, selain itu, keberadaan RSUD Banten juga dapat berfungsi untukmensukseskan jaminan kesehatan sosial”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
bagaimana Pemerintah Provinsi Banten mengupayakan berdirinya RSUD Banten
dapat mencover bentuk pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat di Provinsi
Banten dengan biaya yang minimal tapi pelayanannya maksimal. Selain itu RSUD
Banten yang berdiri sebagai rumah sakit rujukan dari kabupaten maupun kota
122
ingin memberikan kemudahan menggunakan jaminan kesehatan sosial terhadap
akses pelayanan kesehatan karena Pemerintah Provinsi Banten menjamin dan
bertanggung jawab untuk masyarakatnya terutama mendapatkan pelayanan
kesehatan yang mutu di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.
5. Evaluasi Kebijakan
Evaluasi kebijakan merupakan langkah terakhir dalam pola analisis
kebijakan menurut Dunn.Tujuan evaluasi kebijakan dalam analisis kebijakan
adalah untuk mengetahui menilai yang mendasari tujuan, sasaran dan kinerja
dalam kebijakan tersebut.Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Banten sebagai
Rumah Sakit Tipe B peneliti menemukan informasi mengenai soal evaluasi
kebijakan ini yang dilaksanakan. Evaluasi ini sebenarnya harus dilakukan dalam
kurun waktu lima (5) tahun sekali, karena Rumah Sakit Umum Daerah Banten
menginjak ke empat (4) tahun jadi evaluasi ini dilakukan secara persatu semester,
hal ini diungkapkan oleh N.3 kepada peneliti bahwa:
“Sebenarnya untuk evaluasi, harus dilakukan setelah perda itu berjalanlima (5) tahun sekali.Untuk sekarang hanya menuntun perkembangan-perkembangan yang ada di RSUD Banten jadi belum bisa dikatakanevaluasi”.
Berdasarkan hasil wawancara di atas, dapat peneliti ketahui bahwa
evaluasi kebijakan dalam analisis kebijakan publik bertujuan melihat sejauh mana
kebijakan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan nilai, tujuan dan target dalam
kebijakan tersebut. Dalam hal kebijakan tentang pembentukan Rumah Sakit
Umum Daerah Banten belum dilaksanakan evaluasi karena peraturan daerah yang
diimplementasikan baru berjalan empat (4) tahun.Tetapi mengenai
123
perkembangan-perkembangan yang ada di Rumah Sakit Umum Daerah Banten
untuk mencapai klasifikasi standar tipe B.
4.5 Pembahasan
Rumah Sakit adalah bagian integral dari keseluruhan sistem pelayanan
kesehatan.Kementerian Kesehatan Republik Indonesia telah menggariskan bahwa
rumah sakit umum mempunyai tugas melaksanakan upaya kesehatan secara
berdayaguna dan berhasil guna dengan mengutamakan upaya penyembuhan dan
pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan upaya peningkatan
dan pencegahan serta melaksanakan upaya rujukan.Pembentukan susunan
organisasi dan tata kerja RSUD Provinsi Banten, merupakan salah satu upaya
yang dilakukan Pemerintah Provinsi Banten dalam memberikan pelayanan
kesehatan yang optimal terutama pelayanan kesehatan pada masyarakat Banten.
Untuk itu, seluruh jajaran dan unit kerja di lingkungan RSUD Provinsi Banten
perlu memiliki pandangan dan komitmen agar RSUD Provinsi Banten senantiasa
dapat eksis, antisipatif, proaktif dan inovatif di masa depan dalam menjalankan
tugas pokok dan fungsi serta menghadapi perubahan lingkungan internal maupun
eksternal organisasi maupun perkembangan permasalahan kesehatan secara lokal,
regional maupun global.
Berdasarkan pemaparan di atas mengenai Kebijakan pembentukan
klasifikasi Rumah Sakit Umum Daerah Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B
bahwa perkembangan rumah sakit tersebut ditujukan sebagai rumah sakit rujukan
dari kabupaten/kota.Maka dari itu, rumah sakit umum daerah Banten dipersiapkan
sebagai rumah sakit yang mencover seluruh rumah sakit dari kabupaten/kota.
124
Sebagai institusi pemberi pelayanan kesehatan dalam melaksanakan tugas pokok
dan fungsinya perlu menetapkan rencana strategis yang akan digunakan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan program dan kegiatan selama periode tertentu
dengan memperhitungkan potensi, peluang dan kendala yang ada atau timbul.
Namun pada kenyataannya, berdirinya rumah sakit umum daerah Banten
banyak mengalami masalah-masalah di dalamnya. Masalah masalah tersebut
antaralain :
1. Sarana prasarana
Mengenai sarana dan prasarana, pembangunan RSUD
Provinsi Banten sempat mengalami mangkrak dalam pembangunan
dalam beberapa periode kepemimpinan direkturnya, dikarenakan
pembangunan tersebut diberhentikan oleh Kementerian Kesehatan
setelah adanya kasus korupsi di Banten, efeknya pembangunan
tersebut dihentikan.Fasilitas sarana dan prasarana yang belum
memenuhi kriteria Peraturan Menteri sehingga mengakibatkan
RSUD Provinsi Banten mengalami ketimpangan dalam
pembangunan.
2. Manajemen/administrasi
Hal lain yang menjadi akar dalam permasalahannya adalah
manajemen dan administrasi yang mengalami banyak
permasalahan karena sumber daya manusianya yang mencapai 700
orang, yang sebagian besar pegawai honorer.
3. Sumber daya manusia dan Pelayanan
125
Kondisi di Rumah Sakit Umum Daerah Banten beberapa
kali mengalami pergantian direktur dalam jangka waktu yang
relatif pendek sehingga berpengaruh terhadap kinerja dan
pelayanan di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.Selain
membenahi masalah pergantian direktur, selanjutnya mengenai
pelayanan secara paripurna pun masih menjadi permasalahan yang
cukup signifikan dikarenakan masih banyak masyarakat Provinsi
Banten terhambat jarak dan waktu menuju Rumah Sakit Umum
Daerah Banten
4. Peralatan
Pemenuhan daya dukung alat-alat di Rumah Sakit Umum
Daerah Banten belum memadai dikarenakan Rumah Sakit Umum
Banten masih mendapatkan sumber Anggaran Pendapatan Belanja
Daerah (APBD) Provinsi Banten.
Dalam penelitian Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, peneliti mendapatkan peramalan masa depan
(forecasting) yang dilakukan untuk melihat sejauh mana dan seperti apa
perkembangan pembentukan RSUD Provinsi Banten yang pengawasannya
dilakukan oleh Komisi V DPRD Provinsi Banten dimana pelayanan RSUD
Provinsi Banten mulai bertahap lebih baik karena rumah sakit ini harapan
masyarakat Banten sebagai rumah sakit umum rujukan dari daerah
kabupaten/kota. RSUD Provinsi Banten dapat mencover seluruh elemen
masyarakat dengan mengadakan program berobat gratis bagi masyarakat tidak
126
mampu. Maka dari itu, RSUD Provinsi Banten bekerjasama dengan Pemerintah
Provinsi Banten melakukan banyak pembenahan dan meningkatkan segala
komponen yang ada didalamnya meliputi pelayanan, sarana dan prasarana,
peralatan, sumber daya manusia serta administrasi/manajemen rumah sakitnya.
Dalam penelitian Analisis Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi
Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B, peneliti mendapatkan rekomendasi
kebijakan dari komisi V DPRD Provinsi Banten, Rumah Sakit Umum Daerah
Banten melalui rapat koordinasi. Ada beberapa rekomendasi kebijakan yang
ditawarkan, yaitu :
1. Sarana dan prasarana
Sarana dan prasarana untuk rumah sakit umum tipe B harus
memenuhi kriteria standar Kementerian Kesehatan, dari mulai lahan
yang diperuntukkan untuk rumah sakit, konstruksi pembangunan
gedung rumah sakit yang mengedepankan kenyamanan untuk
masyarakat bila mengunjungi Rumah Sakit Umum Daerah Banten
2. Manajemen/ administrasi
Standarisasinya harus melebihi kapasitas di rumah sakit yang ada
di kabupaten maupun kota yang sudah berdiri selama puluhan tahun.
3. Sumber daya manusia dan Pelayanan
Sumber daya manusianya yang berkompeten dan sesuai dengan
keahlian spesialis dan non spesialis dimana bila sumber daya manusia
yang dibutuhkan oleh Rumah Sakit Umum Daerah Banten dapat
melayani dengan prima kepada masyarakat Banten.
127
4. Peralatan
Daya dukung alat-alat penunjang yang dituntut mengikuti
perkembangan teknologi sangatlah penting untuk meningkatkan
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Daerah Banten. Selain
untuk meningkatkan pelayanan kesehatan, daya dukung alat-alat
penunjang di Rumah Sakit Umum Daerah Banten menjadi nilai positif
bila rumah sakit rujukan dari kabupaten atau kota sudah memenuhi
berbagai peralatan medis dan non medisnya.
Dalam penelitian ini, peneliti mendapatkan pemantauan hasil kebijakan
(monitoring), penilaian dan pemantauan pelaksanaan kebijakan Analisis
Klasifikasi Pembentukan RSUD Provinsi Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
Pemerintah Provinsi Banten mengupayakan berdirinya RSUD Banten dapat
mencover bentuk pelayanan kesehatan untuk seluruh masyarakat di Provinsi
Banten dengan biaya yang minimal tapi pelayanannya maksimal. Selain itu RSUD
Banten yang berdiri sebagai rumah sakit rujukan dari kabupaten maupun kota
ingin memberikan kemudahan menggunakan jaminan kesehatan sosial terhadap
akses pelayanan kesehatan karena Pemerintah Provinsi Banten menjamin dan
bertanggung jawab untuk masyarakatnya terutama mendapatkan pelayanan
kesehatan yang mutu di Rumah Sakit Umum Daerah Banten.Dilakukannya
evaluasi kebijakan dalam analisis kebijakan publik bertujuan melihat sejauh mana
kebijakan tersebut dapat dilaksanakan sesuai dengan nilai, tujuan dan target dalam
kebijakan tersebut.Dalam hal kebijakan tentang pembentukan Rumah Sakit
Umum Daerah Banten belum dilaksanakan evaluasi karena peraturan daerah yang
128
diimplementasikan baru berjalan empat (4) tahun.Provinsi Banten hanya
melakukan rapat koordinasi dengan DPRD Provinsi Banten dan mengundang
pemerintah untuk mengkoreksi dan membahas bila ada permasalahan-
permasalahan yang ingin dibantu dan segera dicari solusinya.Berikut alur analisis
kebijakan publik menurut William Dunn.
Gambar 4.1 Alur Analisis Kebijakan Publik menurut William Dunn
Evaluasi Perumusan masalah Peramalan
Perumusan masalah Perumusan masalah
Pemantauan Perumusan masalah
Rekomendasi
KinerjaKebijakan
Masa DepanKebijakan
Hasil-hasilkebijakan
MasalahKebijakan
Aksi Kebijakan
129
Bila diaplikasikan terhadapn penelitian yang diteliti menjadi seperti
berikut ini.
evaluasi peramalan
perumusan masalah
p perumusan masalah
p perumusan masalah
rekomendasi
perumusan masalah
pemantauan
Kinerja Kebijakan:
RSUD Banten sebagai mitrakerja komisi V DPRD Bantenserta pemerintah ProvinsiBanten melakukan rapatkoordinasi dan melakukanpembahasan persoalan-persoalan yang ada di RSUDBanten untuk segeradiselesaikan.
Hasil kebijakan:
RSUD Bantendapat mencoverbentuk pelayanankesehatan secaraprima danparipurna kepadamasyarakat sertasaranaprasaran,manajemenadministrasi,pelayanan,peralatandan sumber dayamanusia yangmemenuhistandarkementeriankesehatan.
Masalah kebijakan:
- Saranaprasarana
- SDM- Manajeme
n/administrasi
- Pelayanan- Peralatan
Masa DepanKebijakan:
RSUD Bantensebagai rumah sakitrujukan dari rumahsakitkabupaten/kota diProvinsi Banten
Aksi Kebijakan:
RSUD Banten melakukan implementasi Perda No.1 Tahun2013 tentang pembentukan RSUD Banten, dimana saranaprasarana, SDM, Manajemen/administrasi, pelayanan danperalatan memenuhi kriteria tipe B dan standarKementerian Kesehatan.
130
Berdasarkan alur analisis kebijakan publik menurut William Dunn, adanya
temuan masalah kebijakan di analisis klasifikasi pembentukan RSUD Provinsi
Banten sebagai rumah sakit tipe B yaitu sarana prasarana, sumber daya manusia,
manajemen/administrasi, pelayanan dan peralatan. Melalui kinerja kebijakan
RSUD Banten sebagai mitra kerja komisi V DPRD Banten serta pemerintah
Provinsi Banten melakukan rapat koordinasi dan melakukan pembahasan
persoalan-persoalan yang ada di RSUD Banten untuk segera diselesaikan. Setelah
dilakukan kinerja kebijakan, masa depan kebijakan RSUD Banten sebagai rumah
sakit rujukan dari rumah sakit kabupaten maupun kota di Provinsi Banten. Untuk
mencapai masa depan kebijakan, maka adanya aksi kebijakan dimana RSUD
Banten melakukan implementasi Perda No.1 Tahun 2013 tentang pembentukan
RSUD Banten, mencakup sarana prasarana, sumber daya manusia,
manajemen/adminitrasi, pelayanan dan peralatan memenuhi kriteria tipe B dan
standar Kementerian Kesehatan. Dari aksi kebijakan yang diimplementasikan
maka menghasilkan hasil kebijakan RSUD Banten dapat mencover bentuk
pelayanan kesehatan secara prima dan paripurna kepada masyarakat serta saran
prasarana, manajemen/administrasi, pelayanan, peralatan dan sumber daya
manusia yang memenuhi standar Kementerian Kesehatan.
131
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis dan temuan lapangan yang telah peneliti
paparkan, peneliti menyimpulkan bahwa dalam klasifikasi pembentukan
RSUD Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B belum dapat dilaksanakan
secara optimal, dikarenakan belum diturunkannya dokumen-dokumen
perijinan yaitu SK dari Kementerian Kesehatan. Permasalahan ketersedian
dan Pemenuhan daya dukung alat-alat di Rumah Sakit Umum Daerah
Banten belum memadai dikarenakan Rumah Sakit Umum Banten masih
mendapatkan sumber Anggaran Pendapatan Belanja Daerah (APBD)
Provinsi Banten.
Selanjutnya pada peramalan masa depan banyak hal yang perlu
diperhatikan untuk segera diselesaikan. Akan tetapi, hingga saat ini masih
kurang penanganan yang serius dari pemerntah provinsi Banten seperti
permasalahan akses menuju lokasi, sarana dan prasarana, standar kualitas
pelayana manajemen, sumber daya manusia, dan pemenuhan peralatan.
Kemudian pada tahap rekomendasi kebijakan, dari beberapa
alternative kebijakanyag disarankan sebagai rekomendasi kebijakan yang
telah disepakati dan diharapkan mampu menjadi solusi untuk menangani
masalah di RSUD Banten.Akan tetapi, rekomendasi kebijakan tersebit
134
132
masih belum dapat dijalankan secara optimal dikarenakan masih
berbenturan dengan anggaran dan kurangnya koordinasi.
Pada pemantauan kebijakan, monitoring tidak hanya menjadi
tanggungjawab Kementrian atau Badan Koordinasi terkait melainkan
kerjasama dengan masyarakat yang diikutsertakan untuk menilai dan
meminitoring selama pembentukan RSUD Banten menjadi Rumah Sakit
Tipe B.
Pada tahapan akhir dalam analisis kebijakan yaitu, Evaluasi
kebijakan.Dalam tahapan evaluasi harus dilaksanakan sesuai dengan
orogram yang ada pada rencana induk. Evaluasi akan dilaksanakan setiap
lima (5) tahun sekali sesuai dengan tahun anggaran. Namun dalam hal
kebijakan tentang pembentukan Rumah Sakit Umum Daerah Banten
belum dilaksanakan evaluasi karena peraturan daerah yang
diimplementasikan baru berjalan empat (4) tahun.
5.2 Saran
Berdasarkan kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian di
atas, maka peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan
masukan dalam Klasifikasi pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah
Sakit Tipe B, adapun saran-saran tersebut sebagai berikut :
1. Menyelesaikan perijinan dari Kementerian Kesehatan agar RSUD Banten
legal operasionalnya.
133
2. Komite V DPRD Provinsi Banten perlu meningkatkan koordinasi dengan
seluruh jajaran di RSUD Banten, dan meningkatkan pengawasan dalam
pelaksanaan pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B,
agar dapat berjalan dengan optimal.
3. Perlu adanya kerjasama dan penanganan yang serius dari pemerintah dan
seluruh jajaran RSUD Banten dalam menangani berbagai masalah yang
saat ini terjadi, agar standar kualitas Rumah Sakit Tipe B dapat tercapai.
4. Untuk mengatasi Permasalahan ketersedian dan Pemenuhan daya dukung
alat-alat di Rumah Sakit Umum Daerah Banten yang belum memadai,
Rumah Sakit Umum Banten harus mendapatkan sumber Anggaran
Pendapatan mandiri.
5. Perlu adanya pen ingkatan pengawasan dan lebih optimal untuk
mengkoordinasi seluruh pihak yang terkait dalam pembangunan dan
penyelesaian masalah, serta memberikan ruang kepada masyarakat untuk
ikut serta berpartisipasi melakukan monitoring agar pelaksanaanya lebih
efektif dan efisien.
6. Untuk pelakasaan evaluasi yang belum dilaksanakn dikarenakan peraturan
daerah yang diimplementasikan baru berjalan empat (4) tahun, tidak
menjadi alasan agar evaluasi yang nanti dilaksanakan berjalan transparan
agar masyarakat dapat mengetahi hasil penilaiannya, khususnya dalam
evaluasi pembentukan RSUD Banten sebagai Rumah Sakit Tipe B.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino,Leo.2006. Dasar-dasar Kebijakan Publik, Jakarta : Rineka Cipta.
Dunn N William,2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik.Yogyakarta : Gajah MadaUniversity Press.
Irawan,Prasetya.2006. Metodologi Penelitian Administrasi. Jakarta :
Universitas Terbuka.
Moleong,Lexy J.1989. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.
Nugroho,Riant.2002. Kebijakan Publik Untuk Negara Berkembang. Jakarta : PT.ElexMedia Komputindo.
Sugiyono.2012. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alfhabeta.
Sugiyono.2012. Metode Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif R&D. Bandung: Alfhabeta
Soehartono, Irawan.2004. Kebijakan Publik (Teori,Proses dan Studi Kasus). Jakarta :CAPS.
Wibawa, Samodra.2011. Politik Perumusan Kebijakan Publik. Yogyakarta : Graha Ilmu
Peraturan Kementerian Kesehatan No.340 Tahun 2010 tentang Klasifikasi Rumah Sakit.
Kajian Akademik Penyusunan Raperda tentang Retribusi Pelayanan RSUD ProvinsiBanten.
Peraturan Daerah No.1 Tahun 2013 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan TataKerja RSUD Provinsi Banten.