program studi budidaya perairan fakultas pertanian ... · akhir skripsi ini. makassar, januari 2020...

47
PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR DOLOMITE DAN KAPUR TOHOR DALAM MEDIA PEMELIHARAAN TERHADAP MOULTING, PERTUMBUHAN DAN SINTASAN UDANG VANAME (Litopenaeus vannamei) RUSMALI YUNUS 10594092615 PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR 2020

Upload: others

Post on 20-Oct-2020

23 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR DOLOMITE DAN KAPUR

    TOHOR DALAM MEDIA PEMELIHARAAN TERHADAP MOULTING,

    PERTUMBUHAN DAN SINTASAN UDANG VANAME

    (Litopenaeus vannamei)

    RUSMALI YUNUS

    10594092615

    PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2020

  • PENGARUH PENAMBAHAN KAPUR DOLOMITE DAN KAPUR

    TOHOR DALAM MEDIA PEMELIHARAAN TERHADAP MOULTING,

    PERTUMBUHAN DAN SINTASAN UDANG VANAME

    (Litopenaeus vannamei)

    RUSMALI YUNUS

    105940902615

    SKRIPSI

    Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Perikanan

    Pada Jurusan Budidaya Perairan Fakultas Pertanian

    Universitas Muhammmadiyah Makassar

    PROGRAM STUDI BUDIDAYA PERAIRAN

    FAKULTAS PERTANIAN

    UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

    2020

  • PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI

    DAN SUMBER INFORMASI

    Dengan ini saya menyatakan bahwa skirpsi yang berjudul Pengaruh

    Penambahan Kapur Dolomit dan Kapur Tohor dalam Media Pemeliharaan

    Terhadap Moulting, Pertumbuhan, dan Sintasan Udang Vaname

    (Litopenaeus vannamei). di Intalasi Tambak Percobaan ,Balai Riset Perikanan

    Budidaya Air Payau dan Penyuluh Perikanan (BRPBAP3) di Desa Punagga,

    Kecamatan Mangara’bombang Kabupaten, Provinsi Sulawesi Selatan adalah

    karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa

    pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau

    dikutip dari karya yang diterbitkan manapun tidak diterbitkan dari penulis lain

    telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar pustaka di bagian

    akhir skripsi ini.

    Makassar, Januari 2020

    Rusmali Yunus

    NIM 10594092615

  • HALAMAN HAK CIPTA

    @ Hak Cipta milik Unismuh Makassar, tahun 2020

    Hak Cipta dilindungi undang – undang

    1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa

    mencantumkan atau menyebutkan sumber

    a. Pengutipan hanya untuk kepentinagan pendidikan, penelitian,

    penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau

    tinjauan suatu masalah

    b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar Unismuh

    Makassar

    2. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya

    tulis dalam bentuk laporan apapun tanpa izin Unismuh Makassar

  • ABSTRAK

    Rusmali 10594092615. Pengaruh Penambahan Kapur Dolomite dan Kapur

    Tohor dalam Media Pemeliharaan Terhadap Moulting, Pertumbuhan Dan

    Sintasan Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei) Dibimbing oleh Abdul Haris

    Sambu dan Hamsah.

    Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh dan dosis terbaik

    kapur dolomit CaMg(CO3)2) dan kapur tohor (CaO) dalam media budidaya

    terhadap moulting, pertumbuhan dan sintasan udang vanamei (Litopenaus

    vannamei). Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak

    Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Pada masing masing

    perlakuan diberi kapur dolomit dan tohor dengan dosis tiap perlakuan yaitu

    perlakuan A (Kapur dolomit 0gram dan kapur tohor 0gram), perlakuan B (Kapur

    dolomit 0,6gram dan kapur tohor 0gram), perlakuan C (Kapur dolomit 0,4gram

    dan kapur tohor 0,2gram) dan perlakuan D (Kapur dolomit 0,3gram dan kapur

    tohor 0,3gram). Udang uji dipelihara dalam akuarium 50x60x40 cm3 yang berisi

    air laut sebanyak 60 L dengan kepadatan tebar 1 ekor L-1

    . Hewan uji diberi

    perlakuan selama 60 hari. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa perlakuan C

    (Kapur dolomit 0,4gram dan kapur tohor 0,2gram) menghasilkan intensitas

    molting, pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian yang lebih baik

    dibandingkan perlakuan lainnya, sedangkan untuk sintasan perlakuan B (Kapur

    dolomit 0,6gram dan kapur tohor 0gram) lebih baik dibandingkan perlakuan

    lainnya.

    Kata kunci : Kapur Dolomit, Kapur Tohor, Udang vaname

  • KATA PENGANTAR

    Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah Swt karena berkat limpah

    dan rahmat dantaufik serta hidayah-nya yang tiada terkira sehingga penulis dapat

    menyelesaikan tugas proposal yang berjudul “Pengaruh Penambahan Kapur

    Dolomite dan Kapur Tohor dalam Media Pemeliharaan Terhadap Moulting,

    Pertumbuhan dan Sintasan Udang Vaname (Litopenaeus Vannamei)“ ini

    sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program strata satu pada Program

    Studi Budidaya Perairan Fakultas Pertanian, Universitas Muhammadiyah

    Makassar ini dapat terselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.

    Dalam penyusunan proposal ini penulis mengucapkan banyak terima kasih

    khusus yang mendalam kepada Bapak Dr. Abdul Haris Sambu, S.Pi., M.Si selaku

    Pembimbing 1, Bapak Hamsah, S.Pi., M.Pi selaku pembimbing ke 2, Bapak H.

    Burhanuddin, S.Pi., MP selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas

    Muhammadiyah Makassar, dan Ibu Dr.Ir. Hj. Andi Khaeriyah, M.Pd selaku ketua

    Program Studi Budidaya Perairan dan yang telah meluangkan banyak waktunya

    sehingga tugas proposal ini dapat terselesaikan tepat pada waktunya,. Serta

    kepada kedua orang tua yang telah banyak memberikan bantuan baik moral

    maupun materi

    Akhirnya dengan segala kerendahan hati penulis secara tulus dan ikhlas

    menyampaikan terima kasih kepada rekan rekan mahasiswa Program Studi

    Budidaya Perairan Fakultas Peartanian Universitas Muhammadiyah Makassar

    angkatan 2015-2016, atas kerjasama nya, dan jika selama ini penulis pernah

    berbuat kesalahan atau kehilapan kepada rekan-rekan seangkatan baik disengaja

  • maupun tidak disengaja, penulis menyampaikan permohonan maaf lahir dan

    bathin, bukan laut kalau tidak pernah surut, bukan manusia kalau tidak pernah

    salah.

    Makassar, Januari 2020

    Rusmali Yunus

  • DAFTAR ISI

    Halaman

    HALAMAN JUDUL i

    HALAMAN PENGESAHAN ii

    HALAMAN PERNYATAAN iii

    HALAMAN HAK CIPTA iv

    ABSTRAK v

    KATA PENGANTAR vi

    DAFTAR ISI vii

    DAFTAR TABEL viii

    DAFTAR GAMBAR ix

    DAFTAR LAMPIRAN x

    1. PENDAHULUAN 1

    1.1. LatarBelakang 1

    1.2. Tujuan Penelitian 2

    II. TINJAUAN PUSTAKA 3

    2.1. Klasifikasi Udang Vaname 3

    2.2. Morfologi Udang Vaname 3

    2.3. Habitat dan Siklus Hidup 4

    2.4. Pengapuran 5

    2.5. Kualitas Air 7

    2.6. Pertumbuhan 9

    III. METODE PENELITIAN 10

    3.1.Waktu danTempat 10

    3.2.Alat dan Bahan 10

    3.3. Persiapan Wadah Budidaya 11

    3.4. Persiapan Hewan Uji 12

    3.5. Rancangan Percobaan 12

    3.6. Pemeliharaan Hewan Uji 13

  • 3.7. Peubah yang Diamati 14

    3.7.1. Jumlah Molting udang vaname 14

    3.7.2. Pertumbuhan Udang Vaname 14

    3.7.3. Tingkatan Kelangsungan Hidup 15

    3.7.4. Pengukuran Kualitas Air 15

    3.8. Analisis Data 15

    IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 17

    4.1. Intensitas Moulting Udang Vaname 17

    4.2. Pertumbuhan Udang Vaname 19

    4.4. Sintasan Udang Vaname 20

    4.5.Kualitas Air 22

    V. KESIMPULAN DAN SARAN 26

    5.1. Kesimpulan 26

    5.2. Saran 26

    DAFTAR PUSTAKA

    LAMPIRAN

    RIWAYAT HIDUP

  • DAFTAR TABEL

    Nomor Teks Halaman

    1. Perlakuan Kapur pada Penelitian 12

    2. Pertumbuhan Udang Vaname 18

    3. Hasil pengukuran kualitas air selama penelitian 22

  • DAFTAR GAMBAR

    Nomor Teks Halaman

    1. Morfologi Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) 3

    2. Intensitas Moulting Udang Vaname 16

    3. Sintasan Udang Vaname 20

  • DAFTAR LAMPIRAN

    Nomor Teks Halaman

    1. Data SPSS 28

    2. Data Hasil Penelitian 29

    4. Dokumentasi 31

  • I. PENDAHULUAN

    1.1 Latar Belakang

    Udang vaname (Litopenaus vannamei) merupakan salah satu produk

    perikanan penting saat ini. Adapun keunggulan udang vaname yaitu pertumbuhan

    cepat, hidup pada kolom perairan sehingga dapat ditebar dengan kepadatat tinggi

    dan paling digemari di pasar internasional (Velasco et al., 1999). Selain itu udang

    vaname memiliki sifat euryhalin yaitu mampu hidup di lingkungan dengan kisaran

    salinitas 0,5 hingga 40 ppt (Bray et al., 1994). Kemampuan ini memberi peluang

    dalam pengembangan komoditas ini di perairan daratan (inland water). Pada tahap

    postmoulting terjadi proses pengerasan kulit melalui pengendapan kalsium dikulit.

    Interaksi berbagai macam mineral dalam pakan dapat meningkatkan

    pertumbuhan. Selanjutnya pakan dengan rasio Ca/P berbeda menentukan

    kandungan kalsium karapas dan efisiensi pakan udang (Davis et al., 1992). Kapur

    dolomit CaMg(CO3)2 dan kapur tohor (CaO) merupakan bahan baku yang mudah

    diperoleh dan mengandung kalsium dan magnesium yang tinggi sehingga bisa

    dimanfaatkan sebagai salah satu sumber kalsium dan magnesium yang aditif

    untuk pakan udang vaname. Selain itu kapur dolomit dan tohor juga berperan

    dalam mengaktifkan berbagai jenis enzim, membantu kebutuhan kalsium (Ca),

    kabohidrat dan berbagai nutrisi lainnya yang dibutuhkan udang (Ghufran, 2010).

    Berdasarkan hal tersebut penulis tertarik melakukan penelitian tentang

    pengaruh pemberian kapur dolomit CaMg(CO3)2 dan kapur tohor (CaO) dalam

    media budidaya terhadap jumlah moulting, laju pertumbuhan, dan sintasa udang

    vaname (Litopenaus vannamei).

  • 1.2 Tujuan Penelitian

    Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh dan dosis

    terbaik kapur dolomit CaMg(CO3)2 dan kapur tohor (CaO) dalam media budidaya

    terhadap moulting, pertumbuhan dan sintasan udang vaname (Litopenaus

    vannamei).

  • II. TINJAUAN PUSTAKA

    2.1. Klasifikasi Udang Vaname

    Klasifikasi udang putih atau udang vaname menurut (Effendie, 1997) adalah

    sebagai berikut :

    Kingdom : Animalia

    Filum : Arthropoda

    Kelas : Malacostraca

    Subkelas : Eumalacostraca

    Ordo : Decapoda

    Famili : Penaeidae

    Genus : Litopenaeus

    Spesies : Litopenaeus vannamei

    2.2. Morfolgi Udang Vaname

    Morfologi udang vannamei disajikan pada Gambar 1.

    Gambar 1.Udang vaname (Litopenaeus vannamei)

  • Menurut Haliman dan Adijaya (2004) udang putih memiliki tubuh berbuku-

    buku dan aktivitas berganti kulit luar (eksoskeleton) secara periodik (moulting)

    Pada bagian kepala udang putih terdiri dari antena antenula dan 3 pasang

    maxilliped.Kepala udang putih juga dilengkapi dengan 3 pasang maxilliped dan 5

    pasang kaki berjalan (periopoda).Maxilliped sudah mengalami modifikasi dan

    berfungsi sebagai organ untuk makan.Pada ujung peripoda beruas-ruas yang

    berbentuk capit (dactylus) ada pada kaki ke-1, ke-2, dan ke-3.Abdomen terdiri

    dari 6 ruas pada bagian abdomen terdapat 5 pasang (pleopoda) kaki renang dan

    sepasang uropods (ekor) yang membentuk kipas bersama-sama telson. Udang juga

    mengalami moulting pada saat bulan purnama atau bulan mati (moulting secara

    normal) dan moulting pada saat mengalami stres yang diakibatkan oleh

    lingkungan dan penyakit (Suyanto et al., 2003).

    2.3 Siklus Hidup Udang Vaname

    Lingkungan hidup optimal yang menunjang pertumbuhan dan sintasan atau

    kelangsungan hidup yaitu salinitas 0,1-25 ppt (tumbuh dengan baik 10-30 ppt,

    ideal 15-25 ppt) dan suhu 12-31°C baik pada 24-34°C dan ideal pada 28-31°C).

    Di beberapa negara Amerika Selatan, Amerika Tengah, dan Cina, udang vaname

    juga dipelihara di lingkungan tawar dan menunjukkan perbedaan produktivitas

    yang tidak signifikan dengan yang dipelihara dihabitatnya (Kordi,K, 2009).

    Udang vaname juga merupakan organisme laut yang menghabiskan siklus

    hidupnya di muara air payau.

  • 2.4 Pengapuran

    Pengapuran merupakan salah satu upaya untuk mempertahankan kestabilan

    keasaman (pH) tanah dan air, sekaligus memberantas hama penyakit. Jenis kapur

    yang digunakan untuk pengapuran kolam ada beberapa macam diantaranya adalah

    kapur pertanian, yaitu kapur carbonat : CaCO3 atau CaMg(CO3)2 dan

    kapur tohor/kapur aktif (CaO). Kapur pertanian yang biasa digunakan adalah

    kapur karbonat yaitu kapur yang bahannya dari batuan kapur tanpa lewat proses

    pembakaran tapi langsung digiling. Kapur pertanian ada dua yaitu kalsit dan

    Dolomit. Kalsit bahan bakunya lebih banyak mengandung karbonat,

    magnesiumnya sedikit (CaCO3), sedangkan dolomit bahan bakunya banyak

    mengandung kalsium karbonat dan magnesium karbonat [CaMg(CO3)]2. Dolomit

    merupakan kapur karbonat yang dimanfaatkan untuk mengapuri lahan bertanah

    masam. Kapur tohor adalah kapur yang pembuatannya lewat proses pembakaran.

    Kapur ini dikenal dengan nama kapur sirih, bahannya adalah batuan tohor dari

    gunung dan kulit kerang (Bowles, 1991).

    pH merupakan suatu ekpresi dari konsentrasi ion hidrogen (H+) di dalam

    air. Besarannya dinyatakan dalam minus logaritma dari konsentrasi ion H.

    Sebagai contoh, kalau ada pernyataan pH 6, itu artinya konsentrasi H dalam air

    tersebut adalah 0.000001 bagian dari total larutan.Penulisan 0.000001 (bayangkan

    kalau pH 14) terlalu panjang maka orang melogaritmakan angka tersebut sehingga

    menjadi -6. Tanda “-“ (negatif) dibelakang angka tersebut yang dinilai kurang

    praktis, maka mengalikannya lagi dengan tanda - (minus) sehingga diperoleh

    angka positif 6. pH diartikan sebagai "-(minus) logaritma dari konsenstrasi ion H".

  • pH = - log (H+)

    pH sangat penting sebagai parameter kualitas air karena ia mengontrol tipe

    dan laju kecepatan reaksi beberapa bahan di dalam air, selain itu ikan dan mahluk-

    mahluk akuatik lainnya hidup pada selang pH tertentu, sehingga dengan

    diketahuinya nilai pH maka kita akan tahu apakah air tersebut sesuai atau tidak

    untuk menunjang kehidupan mereka.

    Derajat keasaman (pH) air penting untuk mrnentukan nilai guna perairan

    bagi. Disamping itu, pH banyak berkaitan juga kesangupan pelarutan senyawa –

    senyawa tertentu. Tingkat pH kolom air berfluktuasi sesuasi dengan kegiatan

    fotosintetis dan pernafasan yang sedang terjadi, yaitu dari angkah rendah pada

    waktu fajar sampai tinggi pertengahan sore hari (A.Marsambuana pirzan et

    al.,2013)

    Air asam juga dapat terbentuk sebagai hasil pengendapan senyawa-senyawa

    tertentu. Proses pembentukan air sering di ikuti dengan terakumulasinya pyrit

    (FeS2), yaitu senyawa yang dapat menyebabkan keasaman air. Air yang

    mempunyai pH rendah akan menghasilkan pH air yang rendah pula. terjadinya

    efek pencucian yang menyebabkan pH air menjadi asam. Akibat yang timbul bila

    air terlalu asam adalah :

    a. pH air menjadi rendah (berkisar 3-4)

    b. Terjadi efek pencucian besi (Fe) dan Aluminium (Al)

    c. Terjadi pengikatan unsur phospor (P) oleh besi dan aluminium sehingga

    pemupukan dengan phospor tidak akan berpengaruh terhadap peningkatan

    kesuburan air.

  • Fungsi pengapuran tersebut adalah :

    a. Meningkatkan pH air.

    b. Memperbaiki kualitas air.

    c. Kapur yang berlebihan dapat mengikat phospat yang sangat dibutuhkan

    untuk pertumbuhan plankton.

    2.5 Kualitas Air

    Kualitas air merupakan faktor penting dalam pemeliharaan larva. Agar

    udang vaname yang dipelihara dapat hidup dan tumbuh dengan baik, maka selain

    harus tersedia pakan bergizi dalam jumlah yang cukup, kondisi lingkungan harus

    berada pada kisaran yang optimum.

    Parameter-parameter itu merupakan suatu indicator untuk melihat kualitas

    air, seperti oksigen terlarut (DO), pH, suhu, karbondioksida (CO2), ammonia,

    nitrit, dan kecerahan (M.Faiz faudy et al., 2013).

    Suhu normal berada pada kisaran 26-30oC. udang vaname ini masih dalam

    kisaran yang optimal untuk memilihara udang vaname. (Shokite et al.,1991).

    Menyatakan bahwa kisaran suhu optimal untuk memilihara udang vaname adalah

    27-32oC, sedangkan menurut Suryaningrum (2012), kisaran suhu yang layak

    untuk memilihara udang vaname adalah 26-28,5oC

    Salinitas sangat besar pengaruhnya terhadap proses metabolisme dan

    sintasan udang vaname. Menurut Semeru dan Anna (1992) udang vaname

    mempunyai toleransi hidup pada kisaran salinitas 4–40 ppt dan tumbuh dengan

    baik pada kisaran 12-30 ppt. Jika salinitas terlalu rendah dan terlalu tinggi, nafsu

  • makan masih ada tetapi konversi pakan menjadi tinggi karena energi tubuh

    banyak terbuang.

    pH air mempengaruhi tingkat kesuburan perairan karena mempengaruhi

    kehidupan jasad renik perairan asam atau kurang produktif. Malah dapat

    menumbuhkan hewan budidaya. Pada pH rendah (keasaman yang tinggi)

    kandungan oksigen terlarut akan berkurang. Hal yang sebaliknya menjadi pada

    suasana basa . Atas dasar ini maka usaha budidaya di perairan akan berhasil baik

    dalam air dengan pH 6,5 – 9,0 dan kisaran optimal pH 7,8 – 8,7 (Kardi dan Andi,

    2007).

    pH air dapat berpengaruh terhadap meningkat tidaknya daya racun amoniak.

    Untuk pertumbuhan udang memerlukan kisaran pH 7,4–8,5 dan akan mematikan

    bila pH mencapai angka terendah 6 dan angka tertinggi 9. Bila pH air terlalu

    rendah atau sering rendah pada malam hari, maka lapisan kapur pada kulit udang

    akan berkurang karena terserap secara internal. Pada kondisi ini konsumsi oksigen

    meningkat, permeabelitas menurun dan insangnya rusak. pH 6,4 dapat

    menyebabkan laju pertumbuhan udang akan menurun sebesar 60% dan sebaliknya

    pH 9,0-9,5 akan menyebabkan peningkatan kadar amoniak sehingga secara tidak

    langsung membahayakan udang

    Oksigen terlarut dalam suatu perairan mutlak dibutuhkan oleh organisme

    air, namun untuk setiap spesies mempunyai kisaran optimal untuk menunjang

    kehidupan.Oksigen diperlukan untuk membakar zat-zat makanan yang

    dikonsumsi udang dan diserap tubuh atau diuraikan menjadi energi. Kelarutan

    oksigen yang baik bagi pertumbuhan udang adalah antara 85-125% jenuh atau 4-6

  • ppm. Dalam air yang mengandung cukup oksigen aktifitas udang yang terlihat

    adalah beristirahat dan sesekali bergerak mencari pakan. Sebaliknya pada air yang

    kandungan oksigennya rendah, udang akan tampak aktif bergerak dan berenang

    karena stres.

    2.6.Pertumbuhan

    Pertumbuhan udang merupakan lanjutan dari proses muolting. Pada tahap

    postmoulting terjadi pengerasan kulit melalui pengendapan kalsium dikulit.

    Kebutuhan kalsium dapat terpenuhi dari pakan dan dari lingkungan. Namun,

    peran kalsium lingkungan sangat dominan dalam proses pengerasan kulit udang

    dibutuhkan kalsium yang cukup tinggi. Moulting merupakan proses pergantian

    cangkang yang terjadi pada udang. Pada fase tersebut, ukuran daging udang

    bertambah besar sementara cangkang luar tidak bertambah besar, sehingga untuk

    penyesuaian udang akan melepaskan cangkang lama dan membentuk kembali

    cangkang yang baru dengan bantuan kalsium. Kalsium hidrosida

    Ca (OH)2 terdapat hubungan yang positif antara kadar kalsium kulit dan

    kadar kalsium lingkungan sejalan dengan terjadi pertukaran kalsium secara terus

    menerus antara tubuh dan lingkungan (Yulihartini, et al., 2016).

  • III.METODE PENELITIAN

    3.1 Waktu dan Tempat

    Penelitian ini telah selesai dilaksanakan pada tanggal 15 Juli 2019 di

    Instalasi Tambak Percobaan, Balai Riset Perikanan Budidaya Air Payau dan

    Penyuluh Perikanan (BRPBAP3) di Desa Punaga, Kecamatan Mangara’bombang

    Kabupaten Takalar

    3.2. Alat dan Bahan

    3.2.1 Alat

    Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini secara umum dibagi menjadi

    beberapa kelompok, yaitu alat yang digunakan selama penelitian, dan pengukuran

    bobot tubuh udang vaname (sampling) dan alat-alat yang digunakan pada

    pengukuran kualitas air. Alat-alat yang digunakan penelitian antara lain :

    1. Akuarium sebanyak 12buah berukuran 50x60x40 cm3 dengan volume air 60

    liter dengan Tinggi air 30 cm.

    2. Peralatan aerasi untuk memasok oksigen ke dalam setiap akuarium, (blower,

    pipa, selang aerasi, keran aerasi dan batu aerasi).

    3. Selang berdiameter 0,25 inchi untuk penyimponan membersikan media setiap

    hari.

    4. Timbangan dengan ketelitian 0,01 gram untuk menimbang bobot udang

    5. Kamera digital

    6. Tissue dan alat tulis

    7. Peralatan penunjang untuk memindahkan udang, seperti scoopnet, baskom,

    dan saringan.

  • 8. DO meter (YSI professional) digunakan mengukur kualitas air

    3.2.2 Bahan yang digunakan

    Bahan –bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain :

    1. Udang Vaname yang digunakan berumur 20 hari dengan bobot rata-rata

    0,66 g, jumlah yang digunakan sebanyak 720 ekor, setiap akuarium berisi

    60 ekor.

    2. Air yang digunakan berasal dari tandon yang telah diendapkan di bak

    penampungan

    3. Kapur dolomit CaMg (CO3)2

    4. Kapur tohor (CaO)

    5. Pakan Buatan (Beryl)Protein pakan beryl berkisar antara 36-38%.

    3.3. Persiapan Wadah Penelitian

    Wadah yang digunakan dalam penelitian ini adalah akuarium dengan ukuran

    P x L x T = 50 x 60 x 40 cm3. Dimana wadah ini diisi air dengan ketinggian air

    30 cm. Persiapan wadah budidaya meliputi sebagai berikut :

    a. Bersihkan wadah akuarium dengan menggunakan kain atau spons

    kemudian letakkan pada meja kayu sebagai landasan (alas akuarium)

    b. Pasang kerang pipa inlet dan oulet

    c. Pasang pipa selang aerasi dan batu aerasi

    d. Pasang waring hitam pada bagian atas akuarium kemudian dijepit dengan

    penjepit pakaian.

  • 3.4.Penyiapan Hewan Uji

    Hewan uji yang dijadikan bahan penelitian di Instalasi Tambak Percobaan

    Punaga, (BRPBAP3) Maros adalah larva udang vaname (Litopeneaus Vannamei)

    dengan ukuran post larva (PL 32) dengan berat 0,66 gram/ekor dengan kepadatan

    tiap wadah adalah 1 ekor/liter.

    3.5.Rancangan Percobaan

    Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah

    Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan 3 ulangan. Sebagai

    perlakuan adalah pemberian kapur jenis Dolomit CaMg (CO3)2 dan Kapur Tohor

    (CaO) disajikan pada Tabel 1.

    Tabel 1.Perlakuan Kapur pada Penelitian ini.

    Kode Dolomit CaMg (CO3)2 (gram) Tohor (CaO) (gram)

    A 0 0

    B 0,6 0

    C 0,4 0,2

    D 0,3 0,3

    Pemberian kapur ini dilakukan setiap 7 hari sekali,dengan cara kapur

    ditimbang terlebih dahulu lalu diaplikasikan ke wadah budidaya dengan

    mencampurkan dengan air yang ada dalam wadah budidaya.

    3.6. Pemeliharaan Hewan Uji

    a. Penebaran benih yang akan ditebar dengan padat tebar 1 ekor/liter. ke

    dalam akuarium dan masing-masing akuarium diisi dengan 60 liter air

    dengan salinitas 30 ppt, dimana diisi dengan 60 ekor disetiap akuarium.

  • b. Pemberian pakan dilakukan 6 kali sehari, yaitu pada pukul 07:00, 10.00 ,

    13:00, 16:00, 19.00 dan 22.00 Pemberian pakan diberikan 5% dari bobot

    total tubuh.

    c. Pembersihan akuarium (Penyiponan) penyiponan dilakukan setiap hari

    untuk menjaga kebersihan akuarium dari sisa-sisa pakan dan kotoran udang

    yang mengendap didasar akuarium dengan mengunakan selang kecil. Air

    yang terbuang pada saat penyoponan sekitar ¼ liter atau 25% dari volume

    air yang tersedia dalam akuarium. Penyiponan dilakukan sebelum

    pemberian pakan pagi hari dan setelah pemberian pakan sore hari.

    d. Sampling dilakukan setiap 7 hari sekali selama 60 hari dengan total

    sampling 8 kali, pengukuran benih uji 30% dari jumlah total benih pada

    masing-masing akuarium. Benih uji kemudian ditimbang bobot tubuh total

    dan bobot tubuh individu satu per satu.

    e. Sampling digunakan untuk mengetahui dan mengukur pertambahan bobot

    udang.

    3.7.Peubah Yang Diamati

    Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah Jumlah moulting, laju

    pertumbuhan harian, dan sintasan pertumbuhan bobot mutlak. Kualitas air sebagai

    parameter pendukung yang meliputi suhu, salinitas, pH, dan DO. Masing-masing

    peubah yang diamati dalam penelitian ini dapat dihitung dengan rumus sebagai

    berikut:

  • 3.7.1. Jumlah Molting udang vaname

    Pengamatan jumlah udang molting dilakukan setiap hari saat pemberian

    pakan. Jumlah udang molting dihitung dengan cara menghitung jumlah udang

    yang mengalami molting dibagi total udang uji dikali seratus dihitung berdasarkan

    jumlah kejadian molting selama 60 hari perlakuan.

    3.7.2.Pertumbuhan Udang Vaname

    Pertumbuhan udang vaname yang diukur selama penelitian meliputi laju

    pertumbuhan harian dan pertumbuhan bobot mutlak. Laju pertumbuhan harian

    atau laju pertumbuhan spesifik (specific growth rate/SGR) dihitung pada akhir

    perlakuan mengunakan rumus. (Dehaghani et al..2015)

    LPH= √

    x100%

    Keterangan:

    LPH :Laju pertumbuhan harian (% / hari)

    Wo :Bobot rata-rata udang awal (gram)

    Wt :Bobot rata-rata udang akhir (gram)

    t :Lama pemeliharaan (hari)

    Pertumbuhan bobot mutlak dihitung menggunakan rumus dari Hopkins (1992),

    Di mana:

    AGR = pertumbuhan mutlak (gram) dan (cm)

    Wt = biomassa rata-rata udang uji di akhir penelitian (gram)

    W0 = biomassa rata-rata udang uji diawal penelitian (gram)

  • 3.7.3. Tingkatan Kelangsungan Hidup

    Tingkat kelansungan hidup dihitung dengan menggunakan rumus Dihitung

    menggunakan rumus Haliman dan Adiwijaya (2005) yaitu:

    SR= t

    ox 100%

    Keterangan,

    SR : Tingkat kelangsungan hidup

    Nt : Jumlah hewan uji pada akhir pengamatan

    No : Jumlah hewan uji pada awal pengamatan

    3.7.4. Pengukuran Kualitas Air

    Pengukuran kualitas air,dilakukan setiap hari yaitu pada pagi hari dan sore

    hari untuk mengetahi perbedaan perameter pendukung kualitas air yang meliputi

    suhu, salinitas, pH, dan DO dengan menggunakan DO Meter YSI.

    3.8.Analisis Data

    Pertumbuhan mutlak, laju pertumbuhan harian, sintasan di analisis dengan

    menggunakan sidik ragam (ANOVA). Apabila terdapat perbedaan dalam taraf

    kepercayaan 95% maka dilanjutkan dengan uji Duncan untuk mengetahui

    perlakuan terbaik (Steel et al, 1980; Gandono, 1995). Sementara data kualitas air

    dianalisis secara diskriptif.

  • IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    4.1. Intensitas Moulting Udang Vaname

    Hasil pengamatan moulting udang vaname yang diberi kapur dolomit

    CaMg(CO3)2 dan kapur tohor (CaO) selama 60 hari pemeliharan dapat dilihat

    pada Gambar 2.

    Gambar 2. Jumlah moulting udang vaname yang diberi kapur dolomit dan kapur

    tohor. (keterangan : D : Kapur dolomit, T : Kapur Tohor)

    Berdasarkan Gambar 2, terlihat bahwa intensitas moulting udang vaname

    yang diberi kapur dolomit dan tohor (perlakuan B, C, dan D) lebih banyak

    dibandingkan tanpa pemberian kapur (perlakuan A). Jumlah moulting udang

    vaname tertinggi selama 60 hari pemeliharan di peroleh pada perlakuan C (0,4

    gram kapur dolomit dan 0,2 gram kapur tohor) yaitu sebanyak 98% individu.

    Kemudian disusul pada perlakuan D (0,3 gram kapur dolomit dan 0,3 gram kapur

    tohor) yaitu sebanyak 93%, perlakuan B (0,6 gram kapur dolomit dan 0 gram

    kapur tohor) sebanyak 90% dan intesitas moulting terendah diperoleh pada

    perlakuan perlakuan A (tanpa pemberian kapur) jumlah moulting udang vaname

    85 90

    98 93

    0

    20

    40

    60

    80

    100

    A (Kontrol) B ( D 0,6 g) C (D 0,4 g + T 0,2 g) D (D 0,3 g + T 0,3 g)

    Jum

    lah M

    oult

    ing (

    %)

    Perlakuan

  • hanya sebanyak 85%. Tingginya jumlah moulting udang vaname yang diberi

    kapur dolomit dan tohor pada perlakuan C berkaitan dengan terpenuhinya

    kebutuhan mineral seperti kalsium dan magnesium bagi udang vaname untuk

    melakukan moulting dan pengerasan kulit setelah moulting. Arumsari et.al.

    (2019) menyatakan bahwa ketersediaan kapur dolomit dan tohor yang sesuai akan

    membuat proses moulting udang akan berjalan lancar dan cepat. Selanjutnya

    Aisyah et.al. (2007) menyatakan bahwa udang membutukan mineral terutama

    kalsium untuk mempercepat moulting salah satunya yaitu dengan penggunaan

    kapur.

    Jumlah moulting udang vaname yang diberi kapur dolomit dan kapur tohor

    (perlakuan B, C, dan D) pada pemeliharaan ini berkisar 90-98%. Hasil ini lebih

    tinggi bila dibandingkan jumlah moulting udang vaname yang diberi kapur

    Dolomit yang dilaporkan olah Aisyah et al. (2017) yang hanya berkisar 35-50%.

    Perbedaan jumlah moulting tersebut sangat mungkin terjadi akibat perbedaan

    dosis kapur yang digunakan serta lama pemeliharan. Penelitian ini mengunakan

    kapur dolomit CaMg (CO3)2 dan kapur tohor (CaO) dengan jumlah udang vaname

    60 ekor/akuarium serta lama pemeliharaan 60 hari. Sementara pada penelitian

    Aisyah et al. (2017) hanya mengunakan kapur dengan jumlah udang vaname 20

    ekor/akuarium dan lama pemeliharan 28 hari.

  • 4.2. Pertumbuhan Udang Vaname

    Pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian udang vaname

    yang diberi kapur dolomit dan kaput tohor pada media pemeliharaan disajikan

    pada Tabel 2.

    Perlakaun Pertumbuhan Bobot Mutlak

    (gram)

    Laju Pertumbuhan Harian

    (%/hari)

    A 8,34 ± 0,72a 0,137 ± 0,005

    a

    B 8,57 ± 0,28a 0,137 ± 0,011

    a

    C 9,03 ± 0,30a 0,147± 0,005

    a

    D 8,72 ± 0,20a 0,140 ± 0,001

    a

    Keterangan: Angka dengan superskrip yang sama menunjukan tidak berbeda

    nyata (P>0,05).

    Berdasarkan Tabel 2, terlihat bahwa pemberian kapur dolomit dan kapur

    tohor pada setiap perlakuan tidak memberikan pengaruh nyata (P>0,05) terhadap

    pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian udang vaname. Hal ini

    mengindikasikan dosis kapur dolomit dan kapur tohor yang digunakan belum

    optimal sehinga secara signifikan belum mampu meningkatkan pertumbuhan

    bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian udang vaname.

    Pemberian kapur dolomit 0,4 gram dan kapur tohor 0,2 gram (Perlakuan C)

    cenderung memberikan pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian

    yang lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Tabel 2). Hal yang sama juga

    terlihat pada intensitas moulting udang vaname pada perlakuan C yang lebih

    tinggi dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 2).

    Kapur dolomit CaMg (CO3)2 dan kapur tohor (CaO) tidak secara langsung

    berpengaruh pada pertumbuhan udang, namun kapur dolomit dan kapur tohor

    dibutuhkan udang untuk memenuhi kebutuhan kalsium dan mineral saat

  • melakukan moulting dan pengerasan kulit secara moulting. Semakin cepat proses

    pemulihan udang moulting akan meningkatkan pertumbuhan udang sebab setelah

    moulting, nafsu makan udang akan meningkat tinggi guna memuaskan nafsu

    makannya yang menurut pada saat sebelum moulting (Yulihartini et.al. 2016).

    Arumsari et.al. (2019) menyatakan pemberian kapur dolomit dan tohor dengan

    dosis yang sesui yaitu kapur dolomit 0,4 gram dan kapur tohor 0,2 gram akan

    meningkatkan tingkat komsumsi pakan pada udang sehingga memberikan pegaruh

    terhadap pertumbuhan bobot mutlak dan laju pertumbuhan. Selanjutnya Adeghoye

    dalam Erlando (2015) menyatakan kadar kalsium yang rendah akan menyulitkan

    untuk pembentukan cangkang. Kadar kalsium yang tinggi juga akan menyulitkan

    proses homeostatis ion kalsium dalam tubuh udang sehinga energi yang dibutukan

    untuk proses tersebut akan lebih besar akibatnya pengunaan enegi untuk

    pertumbuhan akan terhambat.

    Peran kapur dolomit dalam meningkatkan bobot mutlak udang vaname juga

    dilaporkan oleh Aisyah et.al. (2017) dimana pemberian kapur kapur dolomit 3

    mg/kg pakan mampu meningkatkan bobot mutlak udang vaname 1,15 g lebih

    besar dari kontrol. Yulihartini et.al. (2016) melaporkan pemberian kalsium

    hidrosida (Ca(OH)2) sebanyak 60 mg/L mampu meningkatkan laju pertumbuhan

    harian udang vaname sebesar 0,31% dibandingkan kontrol.

    4.3. Sintasan Udang Vaname

    Pemberian kapur dolomit dan kaput tohor selama penelitian (60 hari)

    memberikan pengaruh nyata (P

  • dengan perlakuan D (68,89%) dan perlakuan A (66,67%). Namun sintasan udang

    vaname pada perlakuan B dan D berbeda nyata (P0.05) dengan

    sintasan perlakuan C.

    Gambar.3. Sintasan udang vaname yang diberi kapur dolomit dan kaput tohor.

    (Keterangan : Angka dengan huruf superskrip yang sama

    menunjukkan tidak berbeda nyata (P>0,05) D : Kapur dolomit, T :

    Kapur Tohor)

    Rendahnya sintasan udang vaname pada perlakuan C ( D 0,4+T 0,2)

    (61,11%) dibandingkan perlakuan lainnya sangat mungkin terjadi akibat

    kanibalisme setelah proses moulting. Intensitas moulting pada perlakuan C lebih

    rendah dibandingkan perlakuan lainnya (Gambar 2) sehingga peluang terjadinya

    kanibalisme pada perlakuan C lebih besar. Proses moulting udang vaname selama

    penelitian tidak bersamaan antara udang yang satu dengan udang lainnya sehinga

    cenderung menyebabkan terjadinya kanibalisme terhadap udang yang sedang

    moulting dan selanjutnya mengakibatkan kematian. Arumsari et.al. (2019)

    menyatakan kelulushidupan udang vaname sangat dipengaruhi oleh moulting

    karena tubuh udang akan sangat lemah setelah moulting. Jika jumlah ketersediaan

    66,67 70

    61,11 68,89

    0

    10

    20

    30

    40

    50

    60

    70

    80

    A (Kontrol) B ( D 0,6 g) C (D 0,4 g + T 0,2 g) D (D 0,3 g + T 0,3 g)

    Sin

    tasa

    n (

    %)

    Perlakuan

    ab b a b

  • kapur yang dibutukan udang kurang maka akan menganggu proses pembentukan

    karapas baru, akibatnya udang tersebut mudah dimangsa oleh udang lainnya

    (Arumsari et.al. 2019 ).

    Sintasan udang vaname yang diberi kapur dolomit dan kapur tohor pada

    penelitan ini (Perlakuan B, C dan D) relatif tidak berbeda dengan sintasan udang

    vaname yang tidak diberi kapur (Perlakuan A). Hal ini menunjukan jumlah

    kematian udang vaname akibat kanibalisme setelah proses moulting pada semua

    perlakuan relatif sama. Jumlah kapur dolomit dan tohor yang diberikan pada

    udang vaname belum optimal sehinga belum mencukupi kebutuhan untuk proses

    pembentukan karapas baru. Hal ini jugs tergambar pada tingkat pertumbuhan

    bobot mutlak dan laju pertumbuhan harian udang yang tidak berbeda nyata

    (P>0,05) antara udang yang diberi kapur dolomit dan tohor dengan udang tanpa

    pemberian kapur (kontrol).

    Peran kapur dolomit terhadap sintasan udang vaname juga di laporkan oleh

    Arumsari et.al. (2019) dimana pemberian kapur dolomit dengan dosis 3 mg/kg

    pakan mampu meningkatkan sintasan udang vaname 27% lebih besar dari kontrol.

    Yulihartini et.al.(2016) melaporkan penambahan kalsium hidrosida (Ca(OH)2)

    sebnyak 60 mg/L mampu meningkatkan kelulushidupan udang vaname sebesar

    9% dibandingkan kontrol.

    4.4. Kualitas Air

    Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air meliputi salinitas, suhu,

    oksigen terlarut (DO) dan pH disajikan pada Tabel 3. Kualitas air selama

    penelitian terutama salinitas, suhu, DO, dan pH secara umum cukup baik dan

  • berada pada kisaran yang mendukung untuk pertumbuhan dan keluludhidupan

    udang vaname.

    Tabel 3. Kisaran parameter kualitas air media pemeliharaan udang vaname

    selama 60 hari pemeliharaan.

    Parameter Perlakuan Standar Baku

    A B C D

    Salinitas (ppt)

    29,29

    32,65

    32,64 30,67 15-30 ppt.

    (Davis et al.2004)

    Suhu (°C)

    25,94

    25,83

    27,29 25,85 28-30 0C.

    (Rusmiyati 2010)

    DO (ppm)

    4,65

    4,81

    4,67 4,67 4-8 mg/L.

    (Wibowo2006)

    pH

    8,28

    8,28

    8,27 8,24 7,5-8,5.

    ( Haliman ddk. 2005)

    Salah satu faktor yang dapat meningkatkan pertumbuhan dan kelulusan

    hidupan udang vaname (Litopenaus vannamei) adalah pengelolaan parameter

    kualitas air. Pengelolaan kualitas air dengan cara memantau parameter kualitas air

    selama proses budidaya dilaksanakan. Adapun parameter kualitas air yang

    dimaksud adalah salinitas, suhu, DO, dan pH. Data hasil pengukuran kualitas air

    tiap perlakuan selama penelitian dapat dilihat pada Tabel 3.

    Kisaran salinitas selama penelitian berkisar antara 29,29-30,67 ppt. Nilai

    salinitas pada media pemeliharaan terlihat bahwa terdapat variasi naik dan

    turunnya salinitas pada setiap akuarium. Kenaikan salinitas ini terjadi karena pada

    saat pengukuran salinitas cuaca panas, suhu udara naik dan terjadi penguapan air

    akuarium sehingga kandungan air garam meningkat yang menyebabkan salinitas

    tinggi tetapi tidak sampai menyebabkan kematian udang. Langkah yang dapat

    dilakukan untuk mengatasi tingginya salinitas air pemeliharaan adalah dengan

    membuang sebagian air didalam akuarium dan menggantinya dengan air tawar

  • sehingga salinitas dapat optimal. Sedangkan menurut Davis et al. (1992), ion

    calsium (Ca), potasium (K), dan magnesium (Mg) merupakan ion yang paling

    penting dalam menopang tingkat kelulushidupan udang. Salinitas suatu perairan

    dapat ditentukan dengan menghitung jumlah kadar klor yang ada dalam suatu

    sampel (klorinitas). Sebagian besar petambak membudidayakan udang dalam air

    payau (15-30).

    Suhu selama penelitian berkisar antara 25,83-25,94oC. Rusmiyati (2010)

    mengatakan bahwa suhu dapat mempengaruhi kondisi udang, terutama

    pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang serta suhu yang optimal untuk

    budidaya udang yaitu 28-300C.

    Oksigen terlarut merupakan salah satu komponen utama bagi metabolisme

    perairan.Kebutuhan terhadap oksigen oleh udang bervariasi, tergantung pada jenis

    stadi dan aktivitasnya. Kandungan oksigen yang rendah dapat menyebabkan nafsu

    makan udang menurun, yang selanjutnya akan berpengaruh terhadap laju

    pertumbuhan udang. Jika dilihat dari kandungan oksigen terlarut pada penelitian

    ini berkisar antara 4,65 - 4,81 mg/l dapat dikatakan cukup baik untuk

    pertumbuhan dan kelangsungan hidup udang vannamei. Menurut Wibowo(2006)

    mengatakan bahwa kisaran kandungan oksigen terlarut optimal untuk udang

    adalah 4-8 mg/L.

    Derajat kesaman (pH) selama penelitian berkisar antara 8,24-8,28. Variasi

    perubahan pH selama pemeliharaan udang vaname dan terlihat bahwa terdapat

    variasi naik dan turunnya pH pada setiap perlakuan.Kenaikan pH ini terjadi

    karena disebabkan oleh limbah dari sisa pakan yang telah mengendap dan

  • mengalami pembusukan yang mengakibatkan pH air media naik. Menurut

    Haliman dan Adijaya (2005) mengatakan bahwa pH air ideal untuk udang vaname

    adalah antara 7,5-8,5. Keberadaan kalsium dengan H+ akibatnya pH akan

    meningkat. Penambahan kapur dapat menyebabkan kenaikan pada pH media

    pemeliharaan karena kapur bersifat menetralkan keasaman sehingga pH air akan

    meningkat setelah pemberian pakan dicampur kapur kedalam air (Boyd, 1982).

  • V. KESIMPULAN DAN SARAN

    5.1. Kesimpulan

    Berdasarkan hasil penelitian dapat di simpulkan bahwa pemberian kapur

    domit dan kapur tohor ke dalam media pemeliharaan mampu meningkatkan

    jumlah moulting udang vaname, namun dosis kapur dolomit dan tohor yang

    digunakan belum optimal sehinga secara signifikan belum mampu meningkatkan

    pertumbuhan dan sintasan udang vaname.

    5.2. Saran

    Perlu penelitian lanjutan dengan mencari dosis kapur dolomit dan tohor

    yang optimal untuk menunjang pertumbuhan dan sintasan udang vaname.

  • DAFTAR PUSTAKA

    Aisyah, Agus M, dan Mardiana T.Y., 2017. Analisis Pemanfaatan Dolomit Pada

    Pakan Terhadap Intensitas Moulting Udang Vaname (Litopenaeus

    vannamei). Skripsi. Universitas Pekalongan.

    Arsono, Y. Arki., Rustadi dan B. Triyatmo. 2010. Pengaruh Konsentrasi kapur

    (CaCO3) Terhadap Pertumbuhan Lobster Air Tawar(Cherax

    Quadricarinatus ). Jurnal Perikanan (J. Fish. Sci.) XII (1): 28-34

    Arumsari Chici. 2019 Pengaruh Penambahan Kapur Dolomit CaMg(CO3)2 Dalam

    Pakan Terhadap Intensitas Moulting, Pertumbuhan dan Kelulushidupan

    Udang Vaname (Litopenaus vannamei).Skripsi. Universitas Riau.

    Anggoro, S 1992 Efek Osmotik Berbagai Tingkat Salinitas Mediya Terhadap

    Daya Tetes Telur dan Vitalitas Larva udang Windu enaeus monodo

    habricius. (Disertai). Program Pascaserjana. Institus Pertanian Bogor,

    Bogor, 127 hlm.

    Bray WA, Lawrance AL, Leung J dan Trujillo R. 1994. The Effect Salinity on

    Grwoth and Survival of Peneaus vannamei with Observation and

    Experimental Acidification of The Lake with Special Reference to The

    Importance of Calcium. In C. R. Goldman (ed). Freshwater Crayfish V. AVI

    Publ Comp, INC, Westport.

    Boyd, C.E. 1982. Water Quality in Warmwater Fish Pond. Forth Printing.

    Alabama, USA : Agricultural Experiment Station, Auburn University.

    Chang CH, Lin HY, Ren Q Lin YS, Shao KT, 2016, DNA barcoda identification

    of fish products in Taiwan: Government-commissioned authentication

    cases. Food Control, 66:38-43.

    Davis, D.A., A.L. Lawrence, and D. Gatlin. 1992. Mineral requirements of

    Penaeusvannamei: a preliminary examination of the dietary essentiality for

    thirteen minerals. J. WorldAquaculture Society, 23:8-14

    Dehaghani PG. Baboli MJ, Moghada, AT, Nejad SZ, Pourfarhadi M. 2015. Effect

    of symbiotic dietary supplementation on survival, growth perfomancc, and

    digestive enzsyme activities of ommon carp (Cyprinus carpio) fingerlings

    ,Czech Journal of AnimalScience 60: 224-232. Doi:10.17221/8172-CJAS.

    Effendie. 1997.Biologi Perikanan. Yayasan Pustaka Nusatama : Yogyakarta. 163p

    Galah, Macrobrachium Rosenbergii (De Man).Jurnal Ilmu-Ilmu Perikanan dan

    Perikanan Indonesia. 2: 117-125

    Ghufran, M. 2010. Pakan Udang: Nutrisi, Formulasi, Pembuatan dan Pemberian.

    Akademia. Jakarta

    Haliman, R. W dan S.D. Adijaya. 2005. Pembudidaya dan Prospek Pasar Udang Putih

    Yang Tahan Penyakit Udang Vannamei. Penebar Swadaya. Jakarta

  • Hopkins, K. D. 1992. Reporting fish growth: a review of the basics. Journal of the

    world aquaculture society, 23: 173-179

    Marsambuana Pirzan A, Utojo. 2013. Pengaru Variabel Kualitas Air Terhadap

    Produktivitas Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) di Kawasan

    Pertambakan Kabupaten Gresik, Jawa Timur

    Saputra. 2014. Pengaruh Penebaran Calsium Hidrosida Ca(OH)2 Terhadap

    Moulting, Pertumbuhan dan kelulushidupan Udang Vannamei (Litopenaeus

    vannamei).

    Steel, R.G. dan J.H. Torric. 1980. Prinsip dan Prosedur Statistika (Suatu

    Pendekatan Biometrik) Alih Bahasa: Bambang Sumantri. Gramedia Pustaka.

    Utama, Jakarta. 748 hal

    Velasco, M. A. I. Lawrence, and F. I. Castille. 1999. Effect of Variation In Daily

    Feeding Frequency And Ration Size On Growth Of Shrimp, Litopenaus

    Vannamei (Boone), In Zero Water Exchange Culture Tanks. Aquaculture,

    179 : 141-148.

    Wibowo, H. 2006. CaraMemilih Benur Vannamei Berkualitas. BBAP Situbondo

    Yulihartini wiwi., Rusliadi, Hamdan Alawi. 2016. Pengaruh Penebaran Calsium

    Hidrosida Ca(OH)2 Terhadap Moulting, Pertumbuhan dan kelulushidupan

    Udang Vannamei (Litopenaeus vannamei).Skripsi. Universitas Riau.

    Zaidy AB,2007. Pendayagunaan Kalsium Media Perairan dalam Proses Ganti

    Kulit dan Konsekuensinya Bagi Pertumbuhan. Tesis. Sekolah Pascar Sarjana.

    Institut Pertanian Bogor.

    Zonnevild, N.E.A. Husisman and J.H. Boon, 1991. Prinsip – prinsip Budidaya

    ikan. Penerbit Pt. Grandmedia Pustaka utama, Jakarta. 336 hal.

  • LAMPIRAN

    Lampiran 1. Analisis Statistik Pertumbuhan bobot mutlak udang vaname yang

    diberi kapur dolomit dan tohor.

    ANOVA

    Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

    Between Groups .741 3 .247 1.293 .342

    Within Groups 1.530 8 .191

    Total 2.271 11

    Duncana

    PERLAKUAN N Subset for alpha =

    0.05

    1

    D 3 8.3400

    B 3 8.5733

    A 3 8.7133

    C 3 9.0267

    Sig. .108

    Lampiran 2. Analisis Statistik Sintasan udang vaname yang diberi kapur dolomit

    dan tohor.

    ANOVA

    Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

    Between Groups 140.793 3 46.931 3.268 .080

    Within Groups 114.885 8 14.361

    Total 255.678 11

    Duncana

    PERLAKUAN N Subset for alpha = 0.05

    1 2

    C 3 61.1100

    A 3 66.6667 66.6667

    D 3 68.8900

    B 3 70.0000

    Sig. .110 .332

  • Lampiran 3. Analisis Statistik Pertumbuhan harian udang vaname yang diberi

    kapur dolomit dan tohor.

    ANOVA

    Sum of Squares Df Mean Square F Sig.

    Between Groups .000 3 .000 1.333 .330

    Within Groups .000 8 .000

    Total .001 11

    Duncana

    PERLAKUAN N Subset for

    alpha = 0.05

    1

    B 3 .1367

    D 3 .1367

    A 3 .1400

    C 3 .1467

    Sig. .142

    2.Lampiran Data penelitian

    1). Pertumbuhan bobot mutlak udang vaname selama penelitian

    Ulangan A B C D

    1 8,40 8,30 8,78 7,77

    2 8,81 8,86 9,36 8,10

    3 8,93

    Rata-rata 8,72

    Sd 0,28

    8,56 8,94 9,15

    8,57 9,03 8,34

    0,72 0,28 0,30

    Tabel 2. Laju pertumbuhan bobot harian udang vaname selama penelitian

    Ulangan A B C D

    1 0,14 0,13 0,14 0,13

    2 0,14 0,14 0,15 0,13

    3 0,14

    Rata-rata 0,140

    Sd 0,000

    0,14 0,14 0,15

    0,137 0,143 0,137

    0,011 0,005 0,005

  • 3). Sintasan udang vaname udang vaname selama penelitian

    Ulangan A B C D

    171,67 71,67 65,00 68,33

    263,33 68,33 55,00 71,67

    365,00

    Rata-rata 66,67

    sd 4,41

    70,00 63,33 66,67

    70,00 61,11 68,89

    2,55 1,67 5,36

    4). Data Moulting udang vaname selama penelitian

    Perlakuan Jumlah

    A 85

    B 90

    C 98

    D 93

    5). Data kualitas Air udang vaname selama penelitian

    Parameter Perlakuan

    A B C D

    Salinitas (ppt) 29,29 32,65 32,64 32,67

    Suhu (°C) 25,94 25,83 27,29 25,85

    DO (ppm) 4,65 4,81 4,67 4,67

    Ph 8,28 8,28 8,27 8,24

  • 3.Lampiran Dokumentasi Penelitian

    1). Penebaran udang vaname 2). Penimbangan kapu

    3). Pemberian kapur

    4). Pemberian kapu

  • 5). Mengukur kualitas Air 6). Pengambilan sampel udang vanname

    7). Sampling

    pertumbuhan

  • RIWAYAT HIDUP PENULIS

    Nama lengkap Rusmali Yunus, Nama panggilan Rusmali,

    yang disapa setiap hari oleh keluarga maupun teman-teman.

    Penulis lahir di Desa Lembata kec. Buyasuri. Provinsi NTT,

    Tempat Tanggal Lahir 05 Agustus 1995, penulis merupakan

    anak ke Pertama dari pasangan Suami Istri yang bernama Yunus Leu dan Masna

    Boli.

    Penulis anak pertama dari dua bersaudara ini mengawali jenjang

    pendidikan sekolah SD Impres Kab. Lembata 6 Tahun sampai selesai pada Tahun

    2008. Setelah tamat penulis melanjutkan pendidikan di sekolah SMPN 2

    Nunbanukan Kab. Lembata 3 Tahun sampai selesai Tahun 2011. Kemudian

    penulis melajutkan studi ke SMKN 1 Nubatukan Kab Lembata sampai selesai

    pada Tahun 2014. Kemudian pada Tahun 2015 penulis melanjutkan pendidikan di

    perguruan tinggi di Universitas Muhammadiyah Makassar (UNISMUH),

    Penulis telah melaksanakan penelitian di BPBAP Takalar Provinsi

    Sulawesi Selatan, pada bulan april dan memiliki Judul “Pengaruh Penambahan

    Kapur Dolomite Dan Kapur Tohor Dalam Media Pemeliharaan Terhadap

    Moulting, Pertumbuhan Dan Sintasan Udang Vaname (Litopenaeus

    vanname).” Dibawa bimbingan Dr. Abdul Haris Sambu, S.Pi., M.Si dan Dr.

    Hamsah, S.Pi., M.Si.

    Penulis Menyelesaikan Studi di Universitas Muhammadiyah Makassar

    Pada tahun 2020.