presus epistaksis
TRANSCRIPT
-
8/2/2019 presus epistaksis
1/17
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
.
Definisi
Epistaksis atau perdarahan dari hidung adalah keluhan umum yang dijumpai
sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala
atau manifestasi penyakit lain. Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri
tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis berat walaupun jarang, merupakan
masalah kedaruratan yang berakibat fatal bila tidak segera ditangani. Epistaksis dapat
dibagi menjadi 2 kategori, perdarah anterior dan perdarahan posterior, berdasarkan
letak di mana perdarahan berasal
Anatomi
Hidung memiliki pasokan vaskuler yang kaya, dengan kontribusi besar dari
arteri karotis interna dan arteri karotid eksternal . Sistem arteri karotid eksternal
memasokan darah ke hidung melalui wajah dan arteri maksilaris internal. Arteri labialis
superior adalah salah satu cabang terminal dari arteri facialis. Arteri ini selanjutnya
memberikan kontribusi untuk pasokan darah di dasar hidung anterior dan septum
anterior melalui cabang septum. Arteri maksilaris internal yang memasuk fossa
pterygomaxillary dan terbagi menjadi 6 cabang, yaitu alveolar superior posterior,
palatina decsenden, infraorbital, sphenopalatina, Kanalis pterygoideus, dan faring.
Arteri palatine descenden turun melalui kanalis palatina yang lebih besar dan
mensulpai dinding hidung lateral. Kemudian kembali ke hidung melalui cabang di
foramen incisivus untuk menyediakan darah ke septum anterior. Arteri sphenopalatina
1
-
8/2/2019 presus epistaksis
2/17
masuk hidung dekat posterior turbinate untuk memasok dinding hidung lateral. Hal ini
juga memberikan percabangan untuk menyediakan pasokan darah ke septum.
Arteri karotis interna memberikan kontribusi untuk vaskularisasi hidung
melalui arteri Oftalmica. Arteri ini memasuki tulang orbita melalui fisura orbital
superior dan terbagi menjadi beberapa cabang. Arteri ethmoid posterior keluar dari area
orbita melalui foramen ethmoid posterior, terletak 2-9 mm anterior ke saluran optik.
Arteri ethmoid anterior yang lebih besar meninggalkan orbita melalui foramen ethmoid
anterior.
Arteri ethmoidalis anterior dan posterior menyilangi langit-langit etmoid untuk
memasuki fossa cranial anterior dan turun hingga cavitas nasal melalui palatum
cribriformis. Di sini, mereka membagi menjadi cabang-cabang lateral dan septal untuk
memasok dinding lateral hidung dan septum.
Pleksus kiesselbach, adalah sebuah jaringan anastomosis pembuluh terletak di
septum anterior tulang rawan. Pleksus menerima pasokan darah dari arteri karotis
interna dan arteri karotid eksternal. Banyak dari arteri memasok septum memiliki
koneksi anastomosis di area ini.
Gambar 1: Anatomi Hidung
2
-
8/2/2019 presus epistaksis
3/17
Patofisiologi
Perdarahan biasanya terjadi ketika mukosa terkikis dan pembuluh darah terkena
dan kemudian berhenti. Lebih dari 90% dari pendarahan terjadi anterior dan timbul dari
daerah Little, dimana pleksus kiesselbach bentuk pada septum. Pleksus kiesselbach
adalah di mana kapal dari kedua ICA (arteri ethmoid anterior dan posterior) dan ECA
(sphenopalatina dan cabang-cabang dari arteri maksilaris internal) konvergen. Ini
kapiler atau vena berdarah memberikan cairan konstan, bukan sedalam memompa
darah diamati dari asal arteri.
Perdarahan anterior juga dapat berasal anterior turbinate inferior.
Berdarah posterior muncul jauh ke belakang rongga hidung, biasanya lebih banyak, dan
sering asal arteri (misalnya, dari cabang-cabang dari arteri sphenopalatina di rongga
hidung posterior atau nasofaring). Sebuah sumber posterior menyajikan risiko lebih
besar kompromi saluran napas, aspirasi darah, dan kesulitan yang lebih besar
mengendalikan perdarahan.
Lebih dari 90% dari pendarahan terjadi anterior dan timbul dari Little
area(plexus kiesselbach), dimana pleksus kiesselbach terletak pada septum. Pleksus
kiesselbach adalah dimana pembuluh darah dari kedua ICA (arteri ethmoid anterior dan
posterior) dan ECA (sphenopalatina dan cabang-cabang dari arteri maksilaris internal)
konvergen. Kapiler ini atau vena berdarah memberikan cairan konstan, bukan sedalam
memompa darah diamati dari asal arteri. Perdarahan anterior juga dapat berasal anterior
turbinate inferior.
Perdarah posterior muncul jauh ke belakang rongga hidung, biasanya lebih
banyak, dan sering berasal dari arteri (misalnya, dari cabang-cabang dari arteri
sphenopalatina di rongga hidung posterior atau nasofaring). Sebuah sumber perdarahan
posterior memberikan risiko lebih besar pada gangguan saluran napas, aspirasi darah,
dan kesulitan yang lebih besar dalam mengendalikan perdarahan.
3
-
8/2/2019 presus epistaksis
4/17
Etiologi
Penyebab epistaksis dapat dibagi menjadi penyebab lokal (misalnya, trauma,
iritasi mukosa, abnormalitas septum, penyakit inflamasi, tumor), dan penyebab sistemik
(misalnya, darah diskrasia, arteriosklerosis, herediter telangiectasia hemoragik), dan
penyebab idiopatik. Trauma lokal adalah penyebab paling umum, diikuti oleh trauma
wajah, benda asing, infeksi hidung atau sinus, dan menghirup udara kering
berkepanjangan. Anak-anak biasanya hadir dengan epistaksis karena iritasi lokal atau
infeksi saluran pernapasan atas.
1. penyebab local :
- Idopatik: (85% kasus) biasanya merupakan epistaksis ringan dan berulang pada anak
dan remaja.
- Trauma : epistaksis dapat terjadi setelah trauma ringan misalnya mengorek hidung,
bersin, mengeluarkan ingus dengan kuat, atau sebagai akibat trauma yang hebat
seperti terpukul, jatuh, kecelakaan lalu lintas.
- Iritasi : epistaksis juga timbul akibat iritasi gas yang merangsang, zat kimia, udara
panas pada mukosa hidung.
- Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara
rendah atau lingkungan udaranya sangat kering.
- Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan unilateral disertai ingus
yang berbau busuk.
- Infeksi, misalnya pada rhinitis, sinusitis akut maupun kronis serta vestibulitis.
- Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal maupun
nasofaring.
- Iatrogenic, akibat pembedahan atau pemakaian semprot hidung steroid jangka lama.
4
-
8/2/2019 presus epistaksis
5/17
2. penyebab sistemik :
- Penyakit kardiovaskular, misalnya hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti
yang dijumpai pada arteriosclerosis, nefritis kronis, sirosis hepatic, sifilis dan diabetes
mellitus. Epistaksis juga dapat terjadi akibat peninggian tekanan vena seperti pada
emfisema, bronchitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan penyakit jantung.
Epistaksis juga dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat anti koagulan (aspirin,
walfarin, dll).
- Infeksi, biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.
- Kelainan endokrin misalnya pada kehamilan, menarche, menopause.
- Kelainan congenital, biasanya yang sering menimbulkan epistaksis adalah hereditary
haemorrhagic teleangiectasis atau penyakit Osler-Weber-Rendu.
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum penderita,
sehingga pengobatan dapat cepat dan untuk mencari etiologi. Pemeriksaan
laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostatis,
uji faal hati dan faal ginjal. Jika diperlukan pemeriksaan radiologik hidung, sinus
paranasal dan nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut dapat diatasi.
Penatalaksanaan
Pertama-tama keadaan umum dan tanda vital harus diperiksa. Anamnesis
singkat sambil mempersiapkan alat, kemudian yang lengkap setelah perdarahan
berhenti untuk membantu menentukan sebab perdarahan.
5
-
8/2/2019 presus epistaksis
6/17
Penanganan epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu anamnesis yang cermat.
Hal-hal penting adalah sebagai berikut :
1. riwayat perdarahan sebelumnya
2. lokasi perdarahan
3. apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah
keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak
4. lama perdarahan dan frekuensinya
5. kecenderungan perdarahan
6. riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
7. hipertensi
8. diabetes mellitus
9. penyakit hati
10. gangguan anti koagulan
11. trauma hidung yang belum lama
12. obat-obatan misalnya aspirin, fenilbutazon (butazolidin).
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan
perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada
syok, perbaiki dulu keadaan umum pasien.
Dampak hilangnya darah harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan
usaha mencari sumber perdarahan dan menghentikannya. Walaupun sudah dihentikan,
kemungkinan fatal untuk beberapa jam kemudian untuk seorang pasien tua yang
mengalami perdarahan banyak akibat efek kehilangan darahnya adalah lebih besar jika
dibanding dengan akibat perdarahan (yang terus berlangsung) itu sendiri. Penilaian
klinis termasuk pengukuran nadi dan tekanan darah akan menunjukkan apakah pasien
berada dalam keadaan syok. Bila ada tanda-tanda syok segera infuse plasma expander.
Menghentikan Perdarahan
6
-
8/2/2019 presus epistaksis
7/17
Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon,
lebih baik daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti
dengan sendirinya.
Posisi penderita sangat penting, sering terjadi pasien dengan perdarahan hidung
harus dirawat dengan posisi tegak agar tekanan vena turun. Sedangkan kalau sudah
terlalu lemah, dibaringkan dengan meletakkan bantal di belakang punggungnya, kecuali
sudah dalam keadaan syok.
Gambar 2. Posisi Pasien dengan epistaksis
Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan
hidung dari bekuan darah. Kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan
adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau pantocain 2 % dimasukkan ke dalam rongga
hidung, untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada waktu
tindakan-tindakan selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini
dapatlah ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian anterior atau
posterior.
Perdarahan anterior seringkali berasal dari septum bagian depan. Bila
sumbernya terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20-
7
-
8/2/2019 presus epistaksis
8/17
30%, atau dengan larutan Asam Trikloroasetat 10%, atau dapat juga dengan
elektrokauter.
Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan
pemasangan tampon anterior, dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau
salep antibiotik. Pemakaian vaselin atau salep pada tampon berguna agar tampon tidak
melekat, untuk menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut. Tampon
dimasukkan melalui nares anterior dan harus dapat menekan tempat asal perdarahan.
Tampon ini dapat dipertahankan selama 1-2 hari.
Bila hanya memerlukan tampon hidung anterior dan tanpa adanya gangguan
medis primer, pasien dapat diperlakukan sebagai pasien rawat jalan dan diberitahu
untuk duduk tegak dengan tenang sepanjang hari, serta kepala sedikit ditinggikan pada
malam hari. Pasien tua dengan kemunduran fisik harus dirawat di rumah sakit.
Perdarahan posterior lebih sulit diatasi sebab biasanya perdarahan hebat dan
sulit dicari sumber perdarahan dengan rinoskopi anterior. Untuk menanggulangi
perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon
Bellocq. Tampon ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus berdiameter
kira-kira 3 cm. Pada tampon ini terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah pada satu sisi dan
sebuah pada sisi lainnya. Tampon harus dapat menutupi koana (nares posterior).
Untuk memasang tampon posterior ini kateter karet dimasukkan melalui kedua
nares anterior sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar melalui mulut. Kedua
ujung kateter kemudian dikaitkan masing-masing pada 2 buah benang pada tampon
Bellocq, kemudian kateter itu ditarik kembali melalui hidung. Kedua ujung benang
yang sudah keluar melalui nares anterior kemudian ditarik dan dengan bantuan jaritelunjuk, tampon ini didorong ke nasofaring. Jika dianggap perlu, jika masih tampak
perdarahan keluar dari rongga hidung, maka dapat pula dimasukkan tampon anterior ke
dalam cavum nasi. Kedua benang yang keluar dari anres anterior itu kemudian diikat
pada sebuah gulungan kain kasa di depan lubang hidung, supaya tampon yang terletak
di nasofaring tidak bergerak. Benang yang terdapat di rongga mulut terikat pada sisi
8
-
8/2/2019 presus epistaksis
9/17
lain dari tampon Bellocq, dilakatkan pada pipi pasien. Gunanya adalah untuk menarik
tampon ke luar melalui mulut setelah 2-3 hari. Obat hemostatik diberikan juga di
samping tindakan penghentian perdarahan itu.
Gambar 3. Tampon dengan Kateter.
Pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan
tampon anterior maupun posterior, dilakukan ligasi arteri. Arteri tersebut antara lain
arteri karotis interna, arteri maksilaris interna, arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis
posterior dan anterior.
Mencegah Komplikasi
Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis sendiri atau
sebagai akibat usaha penanggulangan epistaksis. Sebagai akibat perdarahan yang hebat
dapat terjadi syok dan anemia. Turunnya tekanan darah mendadak dapat menimbulkan
iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat menyebabkan
kematian. Dalam hal ini pemberian infusi atau transfusi darah harus dilakukan
secepatnya.
Pemasangan tampon dapat menyebabkan sinusitis, otitis media dan bahkan
septikemia. Oleh karena itu antibiotik haruslah selalu diberikan pada setiap
9
-
8/2/2019 presus epistaksis
10/17
pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut, meskipun akan
dipasang tampon baru, bila masih ada perdarahan. Selain itu dapat juga terjadi
hemotimpanum, sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba Eustachius, dan air
mata yang berdarah (bloody tears), sebagai akbat mengalirnya darah secara retrograde
melalui duktus nasolakrimalis.
Laserasi palatum mole dan sudut bibir terjadi pada pemasangan tampon posterior,
disebabkan oleh benang yang keluar melalui mulut terlalu ketat dilakatkan di pipi.
Mencegah epistaksis minor berulang
Saat pertama kali datang, pasien mungkin tidak dalam keadaan perdarahan
aktif, namun mempunyai riwayat epistaksis berulang dalam beberapa minggu terakhir.
Biasanya berupa serangan epistaksis ringan yang berulang beberapa kali.
Pemeriksaan hidung dalam keadaan ini dapat mengungkap adanya pembuluh-
pembuluh yang menonjol melewati septum anterior, dengan sedikit bekuan darah.
Pembuluh tersebut dapat dikauterisasi secara kimia atau listrik. Penggunaan anestetik
topical dan agen vasokonstriktor, misalnya larutan kokain 4% atau Xilokain dengan
epinefrin, selanjutkan lakukan kauterisasi, misalnya dengan larutan asam trikloroasetat
50% pada pembuluh tersebut.
Perdarahan berulang dari suatu pembuluh darah septum dapat diatasi dengan
meninggikan mukosa setempat dan kemudian membiarkan jaringan menata dirinya
sendiri, atau dengan merekonstruksi deformitas septum dasar, untuk menghilangkan
daerah-daerah atrofi setempat dan lokasi tegangan mukosa.
Pada perdarahan hidung ringan yang berulang dengan asal yang tidak diketahui,
dokter harus menyingkirkan tumor nasofaring atau sinus paranasalis yang mengikis
pembuluh darah. Sinusitis kronik merupakan penyebab lain yang mungkin. Akhirnya
pemeriksa harus mencari gangguan patologik yang terletak jauh seperti penyakit ginjal
dan uremia, atau penyakit sistemik seperti gangguan koagulasi. Agar epistaksis tidak
berulang, haruslah dicari dan diatasi etiologi dari epistaksis.
10
-
8/2/2019 presus epistaksis
11/17
BAB.III
KESIMPULAN
1. Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari dan bukan
merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan.
11
-
8/2/2019 presus epistaksis
12/17
2. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. Sebab local antara
lain : idiopati, trauma, infeksi hidung dan sinus paranasal, tumor, pengaruh
lingkungan, benda asing dan rinolit. Sebab sistemik yaitu penyakit
kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, gangguan endokrin, kelainan
congenital.
3. Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang
paling sering terjadi dan biasanya pada anak-anak). Pada epistaksis posterior,
perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior,
sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis,
atau penyakit kardiovaskuler dan perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti
spontan.
4. Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan
perdarahan secara aktif seperti dengan cara kaustik dan pemasangan tampon,
mencegah komplikasi baik sebagai akibat langsung epistaksis atau akibat usaha
penanggulangan epistaksis dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada
syok, perbaiki dulu keadaan umum pasien.
DAFTAR PUSTAKA
Adams, G. L., 1997, Boeis: Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta.
Kepala & Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Telinga Hidung
Tenggorok Leher. Edisi keenam. Jakarta: 2007, FKUI.
12
-
8/2/2019 presus epistaksis
13/17
Ola Bamimore, MD. Management of Acute Epistaxis. Resident Physician, Department
of Emergency Medicine, State University of New York Downstate Medical Center,
Kings County Hospital Center
Quoc A Nguyen, MD. Epistaxis. Associate Clinical Professor, Director, Sinus and
Allergy Center, Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, University
of California, Irvine, Medical Center
PRESENTASI KASUS
EPISTAKSISDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian
Kepaniteraan Klinik
Ilmu THT di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
13
-
8/2/2019 presus epistaksis
14/17
Disusun Oleh :
Wenita Permanasari
20070310053
Dokter Pembimbing
Dr.Asti Widuri Sp.THT-KL,M.Kes
BAB I
KASUS
A.Identitas Pasien
Nama : Nn.P
14
-
8/2/2019 presus epistaksis
15/17
Umur : 18 Tahun
Berat Badan : 50kg
Bangsal : Marwah Kelas III
Masuk Tanggal : 19 November 2011
B.Anamnesis
1. Anamnesis
- Keluhan utama : epistaksis ketika bangun tidur
- Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari
hidung dan mulut secara tiba-tiba ketika bangun tidur pagi hari,keluhan ini
dirasakan untuk yang pertama kali. Pasien menyangkal adanya benda asing,
riwayat trauma ringan (local) dan trauma berat sebelumnya,
Riwayat Penyakit Dahulu :
Riwayat trauma local / trauma wajah : -
Riwayat Infeksi pada hidung : -
Riwayat penggunaan obat Aspirin/anti koagulan lainnya : -
Riwayat Penyakit kardiovaskular: misalnya hipertensi dan kelainan pembuluh
darah, seperti yang dijumpai pada arteriosclerosis, nefritis kronis, sirosis
hepatic, sifilis dan diabetes mellitus. -
Riwayat Penyakit : emfisema, bronchitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan
penyakit jantung.
Riwayat Kelainan Pembuluh dara :-
- Riwayat Penyakit Keluarga : Dari Riwayat di atas disangkal atau ( - )
2. Pemeriksaan fisik
- Keadaan umum : sedang
- Kesadaran : compos mentis
- Vital signs:
15
-
8/2/2019 presus epistaksis
16/17
TD : 98 / 70 mmHg
Suhu : 38,5 C
Nadi : 95x/m
Respirasi : 18x/m
- Status lokal telinga, hidung, tenggorok :
1. Telinga :
- Inspeksi :
o Aurikula :
o AD : Hyperemis (-), edema (-), discharge (-), laserasi (-)
o AS : Hyperemis (-), edema (-), discharge (-), laserasi (-)
o Kanal auditori eksterna :
o AD : serumen (-), edema (-), pruritic (-), lumen sempit (-), sekresi
purulen (-)
o AS : serumen (-), edema (-), pruritic (-), lumen sempit (-), sekresi
purulen (-)
- Palpasi :
o Nyeri tragus : AD (-), AS (-)
o Nyeri auricula : AD (-), AS (-)
- Otoskopi :
o AD : membrana timpani intak, cone of light pada jam 5 (-),
hyperemis (-), Efusi (-), Bulging (-), retraksi (-)
o AS : membrana timpani intak, cone of light pada jam 7 (-),
hyperemis (-), Efusi (-), Bulging (-), retraksi (-)
2. Hidung dan sinus paranasal- Inspeksi : Septum deviasi (-), edema conchae (-), post nasal drip (-), Rhinore (+)
- Palpasi : Nyeri saat palpasi (-), krepitasi (-)
- Rhinoskopi anterior : Hyperemis mucosa (-/-), discharge/ darah (+), concha
hypertrophi (-/-), septum deviasi (-/-)
16
-
8/2/2019 presus epistaksis
17/17
3. Oral cavity and oropharynx
- Inspeksi :
o BIbir : labioschisis (-), inflamasi (-), masa (-)
o Lidah : inflamasi (-)
o Palatum mole : edema (-), hyperemis (-)
o Tonsil dextra : edema (-) , kripta melebar, detritus (-)
o Tonsil sinistra : edema (-) , kripta melebar, detritus (-)
o Faring : hyperemia (-), granula (-)
DIAGNOSIS : Epistaksis Posterior
PLAN : Tampon Kateter,Evaluasi Perdarahan
17