presus epistaksis

Upload: budi-nugraha

Post on 05-Apr-2018

220 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    1/17

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    .

    Definisi

    Epistaksis atau perdarahan dari hidung adalah keluhan umum yang dijumpai

    sehari-hari baik pada anak maupun usia lanjut. Epistaksis seringkali merupakan gejala

    atau manifestasi penyakit lain. Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri

    tanpa memerlukan bantuan medis, tetapi epistaksis berat walaupun jarang, merupakan

    masalah kedaruratan yang berakibat fatal bila tidak segera ditangani. Epistaksis dapat

    dibagi menjadi 2 kategori, perdarah anterior dan perdarahan posterior, berdasarkan

    letak di mana perdarahan berasal

    Anatomi

    Hidung memiliki pasokan vaskuler yang kaya, dengan kontribusi besar dari

    arteri karotis interna dan arteri karotid eksternal . Sistem arteri karotid eksternal

    memasokan darah ke hidung melalui wajah dan arteri maksilaris internal. Arteri labialis

    superior adalah salah satu cabang terminal dari arteri facialis. Arteri ini selanjutnya

    memberikan kontribusi untuk pasokan darah di dasar hidung anterior dan septum

    anterior melalui cabang septum. Arteri maksilaris internal yang memasuk fossa

    pterygomaxillary dan terbagi menjadi 6 cabang, yaitu alveolar superior posterior,

    palatina decsenden, infraorbital, sphenopalatina, Kanalis pterygoideus, dan faring.

    Arteri palatine descenden turun melalui kanalis palatina yang lebih besar dan

    mensulpai dinding hidung lateral. Kemudian kembali ke hidung melalui cabang di

    foramen incisivus untuk menyediakan darah ke septum anterior. Arteri sphenopalatina

    1

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    2/17

    masuk hidung dekat posterior turbinate untuk memasok dinding hidung lateral. Hal ini

    juga memberikan percabangan untuk menyediakan pasokan darah ke septum.

    Arteri karotis interna memberikan kontribusi untuk vaskularisasi hidung

    melalui arteri Oftalmica. Arteri ini memasuki tulang orbita melalui fisura orbital

    superior dan terbagi menjadi beberapa cabang. Arteri ethmoid posterior keluar dari area

    orbita melalui foramen ethmoid posterior, terletak 2-9 mm anterior ke saluran optik.

    Arteri ethmoid anterior yang lebih besar meninggalkan orbita melalui foramen ethmoid

    anterior.

    Arteri ethmoidalis anterior dan posterior menyilangi langit-langit etmoid untuk

    memasuki fossa cranial anterior dan turun hingga cavitas nasal melalui palatum

    cribriformis. Di sini, mereka membagi menjadi cabang-cabang lateral dan septal untuk

    memasok dinding lateral hidung dan septum.

    Pleksus kiesselbach, adalah sebuah jaringan anastomosis pembuluh terletak di

    septum anterior tulang rawan. Pleksus menerima pasokan darah dari arteri karotis

    interna dan arteri karotid eksternal. Banyak dari arteri memasok septum memiliki

    koneksi anastomosis di area ini.

    Gambar 1: Anatomi Hidung

    2

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    3/17

    Patofisiologi

    Perdarahan biasanya terjadi ketika mukosa terkikis dan pembuluh darah terkena

    dan kemudian berhenti. Lebih dari 90% dari pendarahan terjadi anterior dan timbul dari

    daerah Little, dimana pleksus kiesselbach bentuk pada septum. Pleksus kiesselbach

    adalah di mana kapal dari kedua ICA (arteri ethmoid anterior dan posterior) dan ECA

    (sphenopalatina dan cabang-cabang dari arteri maksilaris internal) konvergen. Ini

    kapiler atau vena berdarah memberikan cairan konstan, bukan sedalam memompa

    darah diamati dari asal arteri.

    Perdarahan anterior juga dapat berasal anterior turbinate inferior.

    Berdarah posterior muncul jauh ke belakang rongga hidung, biasanya lebih banyak, dan

    sering asal arteri (misalnya, dari cabang-cabang dari arteri sphenopalatina di rongga

    hidung posterior atau nasofaring). Sebuah sumber posterior menyajikan risiko lebih

    besar kompromi saluran napas, aspirasi darah, dan kesulitan yang lebih besar

    mengendalikan perdarahan.

    Lebih dari 90% dari pendarahan terjadi anterior dan timbul dari Little

    area(plexus kiesselbach), dimana pleksus kiesselbach terletak pada septum. Pleksus

    kiesselbach adalah dimana pembuluh darah dari kedua ICA (arteri ethmoid anterior dan

    posterior) dan ECA (sphenopalatina dan cabang-cabang dari arteri maksilaris internal)

    konvergen. Kapiler ini atau vena berdarah memberikan cairan konstan, bukan sedalam

    memompa darah diamati dari asal arteri. Perdarahan anterior juga dapat berasal anterior

    turbinate inferior.

    Perdarah posterior muncul jauh ke belakang rongga hidung, biasanya lebih

    banyak, dan sering berasal dari arteri (misalnya, dari cabang-cabang dari arteri

    sphenopalatina di rongga hidung posterior atau nasofaring). Sebuah sumber perdarahan

    posterior memberikan risiko lebih besar pada gangguan saluran napas, aspirasi darah,

    dan kesulitan yang lebih besar dalam mengendalikan perdarahan.

    3

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    4/17

    Etiologi

    Penyebab epistaksis dapat dibagi menjadi penyebab lokal (misalnya, trauma,

    iritasi mukosa, abnormalitas septum, penyakit inflamasi, tumor), dan penyebab sistemik

    (misalnya, darah diskrasia, arteriosklerosis, herediter telangiectasia hemoragik), dan

    penyebab idiopatik. Trauma lokal adalah penyebab paling umum, diikuti oleh trauma

    wajah, benda asing, infeksi hidung atau sinus, dan menghirup udara kering

    berkepanjangan. Anak-anak biasanya hadir dengan epistaksis karena iritasi lokal atau

    infeksi saluran pernapasan atas.

    1. penyebab local :

    - Idopatik: (85% kasus) biasanya merupakan epistaksis ringan dan berulang pada anak

    dan remaja.

    - Trauma : epistaksis dapat terjadi setelah trauma ringan misalnya mengorek hidung,

    bersin, mengeluarkan ingus dengan kuat, atau sebagai akibat trauma yang hebat

    seperti terpukul, jatuh, kecelakaan lalu lintas.

    - Iritasi : epistaksis juga timbul akibat iritasi gas yang merangsang, zat kimia, udara

    panas pada mukosa hidung.

    - Pengaruh lingkungan, misalnya tinggal di daerah yang sangat tinggi, tekanan udara

    rendah atau lingkungan udaranya sangat kering.

    - Benda asing dan rinolit, dapat menyebabkan epistaksis ringan unilateral disertai ingus

    yang berbau busuk.

    - Infeksi, misalnya pada rhinitis, sinusitis akut maupun kronis serta vestibulitis.

    - Tumor, baik jinak maupun ganas yang terjadi di hidung, sinus paranasal maupun

    nasofaring.

    - Iatrogenic, akibat pembedahan atau pemakaian semprot hidung steroid jangka lama.

    4

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    5/17

    2. penyebab sistemik :

    - Penyakit kardiovaskular, misalnya hipertensi dan kelainan pembuluh darah, seperti

    yang dijumpai pada arteriosclerosis, nefritis kronis, sirosis hepatic, sifilis dan diabetes

    mellitus. Epistaksis juga dapat terjadi akibat peninggian tekanan vena seperti pada

    emfisema, bronchitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan penyakit jantung.

    Epistaksis juga dapat terjadi pada pasien yang mendapat obat anti koagulan (aspirin,

    walfarin, dll).

    - Infeksi, biasanya infeksi akut pada demam berdarah, influenza, morbili, demam tifoid.

    - Kelainan endokrin misalnya pada kehamilan, menarche, menopause.

    - Kelainan congenital, biasanya yang sering menimbulkan epistaksis adalah hereditary

    haemorrhagic teleangiectasis atau penyakit Osler-Weber-Rendu.

    Pemeriksaan Penunjang

    Pemeriksaan penunjang bertujuan untuk menilai keadaan umum penderita,

    sehingga pengobatan dapat cepat dan untuk mencari etiologi. Pemeriksaan

    laboratorium yang dilakukan adalah pemeriksaan darah tepi lengkap, fungsi hemostatis,

    uji faal hati dan faal ginjal. Jika diperlukan pemeriksaan radiologik hidung, sinus

    paranasal dan nasofaring dapat dilakukan setelah keadaan akut dapat diatasi.

    Penatalaksanaan

    Pertama-tama keadaan umum dan tanda vital harus diperiksa. Anamnesis

    singkat sambil mempersiapkan alat, kemudian yang lengkap setelah perdarahan

    berhenti untuk membantu menentukan sebab perdarahan.

    5

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    6/17

    Penanganan epistaksis yang tepat akan bergantung pada suatu anamnesis yang cermat.

    Hal-hal penting adalah sebagai berikut :

    1. riwayat perdarahan sebelumnya

    2. lokasi perdarahan

    3. apakah darah terutama mengalir ke dalam tenggorokan (ke posterior) ataukah

    keluar dari hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak

    4. lama perdarahan dan frekuensinya

    5. kecenderungan perdarahan

    6. riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga

    7. hipertensi

    8. diabetes mellitus

    9. penyakit hati

    10. gangguan anti koagulan

    11. trauma hidung yang belum lama

    12. obat-obatan misalnya aspirin, fenilbutazon (butazolidin).

    Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan

    perdarahan, mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada

    syok, perbaiki dulu keadaan umum pasien.

    Dampak hilangnya darah harus ditentukan terlebih dahulu sebelum melakukan

    usaha mencari sumber perdarahan dan menghentikannya. Walaupun sudah dihentikan,

    kemungkinan fatal untuk beberapa jam kemudian untuk seorang pasien tua yang

    mengalami perdarahan banyak akibat efek kehilangan darahnya adalah lebih besar jika

    dibanding dengan akibat perdarahan (yang terus berlangsung) itu sendiri. Penilaian

    klinis termasuk pengukuran nadi dan tekanan darah akan menunjukkan apakah pasien

    berada dalam keadaan syok. Bila ada tanda-tanda syok segera infuse plasma expander.

    Menghentikan Perdarahan

    6

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    7/17

    Menghentikan perdarahan secara aktif, seperti kaustik dan pemasangan tampon,

    lebih baik daripada pemberian obat hemostatik sambil menunggu epistaksis berhenti

    dengan sendirinya.

    Posisi penderita sangat penting, sering terjadi pasien dengan perdarahan hidung

    harus dirawat dengan posisi tegak agar tekanan vena turun. Sedangkan kalau sudah

    terlalu lemah, dibaringkan dengan meletakkan bantal di belakang punggungnya, kecuali

    sudah dalam keadaan syok.

    Gambar 2. Posisi Pasien dengan epistaksis

    Sumber perdarahan dicari dengan bantuan alat penghisap untuk membersihkan

    hidung dari bekuan darah. Kemudian tampon kapas yang telah dibasahi dengan

    adrenalin 1/10.000 dan lidocain atau pantocain 2 % dimasukkan ke dalam rongga

    hidung, untuk menghentikan perdarahan dan mengurangi rasa nyeri pada waktu

    tindakan-tindakan selanjutnya. Tampon ini dibiarkan selama 3-5 menit. Dengan cara ini

    dapatlah ditentukan apakah sumber perdarahan letaknya di bagian anterior atau

    posterior.

    Perdarahan anterior seringkali berasal dari septum bagian depan. Bila

    sumbernya terlihat, tempat asal perdarahan dikaustik dengan larutan Nitras Argenti 20-

    7

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    8/17

    30%, atau dengan larutan Asam Trikloroasetat 10%, atau dapat juga dengan

    elektrokauter.

    Bila dengan cara ini perdarahan masih terus berlangsung, maka diperlukan

    pemasangan tampon anterior, dengan kapas atau kain kasa yang diberi vaselin atau

    salep antibiotik. Pemakaian vaselin atau salep pada tampon berguna agar tampon tidak

    melekat, untuk menghindari berulangnya perdarahan ketika tampon dicabut. Tampon

    dimasukkan melalui nares anterior dan harus dapat menekan tempat asal perdarahan.

    Tampon ini dapat dipertahankan selama 1-2 hari.

    Bila hanya memerlukan tampon hidung anterior dan tanpa adanya gangguan

    medis primer, pasien dapat diperlakukan sebagai pasien rawat jalan dan diberitahu

    untuk duduk tegak dengan tenang sepanjang hari, serta kepala sedikit ditinggikan pada

    malam hari. Pasien tua dengan kemunduran fisik harus dirawat di rumah sakit.

    Perdarahan posterior lebih sulit diatasi sebab biasanya perdarahan hebat dan

    sulit dicari sumber perdarahan dengan rinoskopi anterior. Untuk menanggulangi

    perdarahan posterior dilakukan pemasangan tampon posterior, yang disebut tampon

    Bellocq. Tampon ini terbuat dari kasa padat berbentuk bulat atau kubus berdiameter

    kira-kira 3 cm. Pada tampon ini terdapat 3 buah benang, yaitu 2 buah pada satu sisi dan

    sebuah pada sisi lainnya. Tampon harus dapat menutupi koana (nares posterior).

    Untuk memasang tampon posterior ini kateter karet dimasukkan melalui kedua

    nares anterior sampai tampak di orofaring, lalu ditarik keluar melalui mulut. Kedua

    ujung kateter kemudian dikaitkan masing-masing pada 2 buah benang pada tampon

    Bellocq, kemudian kateter itu ditarik kembali melalui hidung. Kedua ujung benang

    yang sudah keluar melalui nares anterior kemudian ditarik dan dengan bantuan jaritelunjuk, tampon ini didorong ke nasofaring. Jika dianggap perlu, jika masih tampak

    perdarahan keluar dari rongga hidung, maka dapat pula dimasukkan tampon anterior ke

    dalam cavum nasi. Kedua benang yang keluar dari anres anterior itu kemudian diikat

    pada sebuah gulungan kain kasa di depan lubang hidung, supaya tampon yang terletak

    di nasofaring tidak bergerak. Benang yang terdapat di rongga mulut terikat pada sisi

    8

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    9/17

    lain dari tampon Bellocq, dilakatkan pada pipi pasien. Gunanya adalah untuk menarik

    tampon ke luar melalui mulut setelah 2-3 hari. Obat hemostatik diberikan juga di

    samping tindakan penghentian perdarahan itu.

    Gambar 3. Tampon dengan Kateter.

    Pada epistaksis berat dan berulang yang tidak dapat diatasi dengan pemasangan

    tampon anterior maupun posterior, dilakukan ligasi arteri. Arteri tersebut antara lain

    arteri karotis interna, arteri maksilaris interna, arteri sfenopalatina dan arteri etmoidalis

    posterior dan anterior.

    Mencegah Komplikasi

    Komplikasi dapat terjadi sebagai akibat langsung dari epistaksis sendiri atau

    sebagai akibat usaha penanggulangan epistaksis. Sebagai akibat perdarahan yang hebat

    dapat terjadi syok dan anemia. Turunnya tekanan darah mendadak dapat menimbulkan

    iskemia serebri, insufisiensi koroner dan infark miokard, sehingga dapat menyebabkan

    kematian. Dalam hal ini pemberian infusi atau transfusi darah harus dilakukan

    secepatnya.

    Pemasangan tampon dapat menyebabkan sinusitis, otitis media dan bahkan

    septikemia. Oleh karena itu antibiotik haruslah selalu diberikan pada setiap

    9

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    10/17

    pemasangan tampon hidung, dan setelah 2-3 hari tampon harus dicabut, meskipun akan

    dipasang tampon baru, bila masih ada perdarahan. Selain itu dapat juga terjadi

    hemotimpanum, sebagai akibat mengalirnya darah melalui tuba Eustachius, dan air

    mata yang berdarah (bloody tears), sebagai akbat mengalirnya darah secara retrograde

    melalui duktus nasolakrimalis.

    Laserasi palatum mole dan sudut bibir terjadi pada pemasangan tampon posterior,

    disebabkan oleh benang yang keluar melalui mulut terlalu ketat dilakatkan di pipi.

    Mencegah epistaksis minor berulang

    Saat pertama kali datang, pasien mungkin tidak dalam keadaan perdarahan

    aktif, namun mempunyai riwayat epistaksis berulang dalam beberapa minggu terakhir.

    Biasanya berupa serangan epistaksis ringan yang berulang beberapa kali.

    Pemeriksaan hidung dalam keadaan ini dapat mengungkap adanya pembuluh-

    pembuluh yang menonjol melewati septum anterior, dengan sedikit bekuan darah.

    Pembuluh tersebut dapat dikauterisasi secara kimia atau listrik. Penggunaan anestetik

    topical dan agen vasokonstriktor, misalnya larutan kokain 4% atau Xilokain dengan

    epinefrin, selanjutkan lakukan kauterisasi, misalnya dengan larutan asam trikloroasetat

    50% pada pembuluh tersebut.

    Perdarahan berulang dari suatu pembuluh darah septum dapat diatasi dengan

    meninggikan mukosa setempat dan kemudian membiarkan jaringan menata dirinya

    sendiri, atau dengan merekonstruksi deformitas septum dasar, untuk menghilangkan

    daerah-daerah atrofi setempat dan lokasi tegangan mukosa.

    Pada perdarahan hidung ringan yang berulang dengan asal yang tidak diketahui,

    dokter harus menyingkirkan tumor nasofaring atau sinus paranasalis yang mengikis

    pembuluh darah. Sinusitis kronik merupakan penyebab lain yang mungkin. Akhirnya

    pemeriksa harus mencari gangguan patologik yang terletak jauh seperti penyakit ginjal

    dan uremia, atau penyakit sistemik seperti gangguan koagulasi. Agar epistaksis tidak

    berulang, haruslah dicari dan diatasi etiologi dari epistaksis.

    10

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    11/17

    BAB.III

    KESIMPULAN

    1. Epistaksis atau perdarahan hidung sering ditemukan sehari-hari dan bukan

    merupakan suatu penyakit, melainkan sebagai gejala dari suatu kelainan.

    11

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    12/17

    2. Epistaksis dapat ditimbulkan oleh sebab lokal dan sistemik. Sebab local antara

    lain : idiopati, trauma, infeksi hidung dan sinus paranasal, tumor, pengaruh

    lingkungan, benda asing dan rinolit. Sebab sistemik yaitu penyakit

    kardiovaskular, kelainan darah, infeksi sistemik, gangguan endokrin, kelainan

    congenital.

    3. Pada epistaksis anterior, perdarahan berasal dari pleksus kiesselbach (yang

    paling sering terjadi dan biasanya pada anak-anak). Pada epistaksis posterior,

    perdarahan berasal dari arteri sfenopalatina dan arteri ethmoidalis posterior,

    sering terjadi pada pasien usia lanjut yang menderita hipertensi, arteriosclerosis,

    atau penyakit kardiovaskuler dan perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti

    spontan.

    4. Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis, yaitu menghentikan

    perdarahan secara aktif seperti dengan cara kaustik dan pemasangan tampon,

    mencegah komplikasi baik sebagai akibat langsung epistaksis atau akibat usaha

    penanggulangan epistaksis dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada

    syok, perbaiki dulu keadaan umum pasien.

    DAFTAR PUSTAKA

    Adams, G. L., 1997, Boeis: Buku Ajar Penyakit THT, EGC, Jakarta.

    Kepala & Soepardi, Efiaty Arsyad dkk. Buku Ajar Ilmu Kedokteran Telinga Hidung

    Tenggorok Leher. Edisi keenam. Jakarta: 2007, FKUI.

    12

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    13/17

    Ola Bamimore, MD. Management of Acute Epistaxis. Resident Physician, Department

    of Emergency Medicine, State University of New York Downstate Medical Center,

    Kings County Hospital Center

    Quoc A Nguyen, MD. Epistaxis. Associate Clinical Professor, Director, Sinus and

    Allergy Center, Department of Otolaryngology-Head and Neck Surgery, University

    of California, Irvine, Medical Center

    PRESENTASI KASUS

    EPISTAKSISDisusun Untuk Memenuhi Sebagian Syarat Mengikuti Ujian

    Kepaniteraan Klinik

    Ilmu THT di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta

    13

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    14/17

    Disusun Oleh :

    Wenita Permanasari

    20070310053

    Dokter Pembimbing

    Dr.Asti Widuri Sp.THT-KL,M.Kes

    BAB I

    KASUS

    A.Identitas Pasien

    Nama : Nn.P

    14

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    15/17

    Umur : 18 Tahun

    Berat Badan : 50kg

    Bangsal : Marwah Kelas III

    Masuk Tanggal : 19 November 2011

    B.Anamnesis

    1. Anamnesis

    - Keluhan utama : epistaksis ketika bangun tidur

    - Riwayat Penyakit Sekarang : Pasien datang dengan keluhan keluar darah dari

    hidung dan mulut secara tiba-tiba ketika bangun tidur pagi hari,keluhan ini

    dirasakan untuk yang pertama kali. Pasien menyangkal adanya benda asing,

    riwayat trauma ringan (local) dan trauma berat sebelumnya,

    Riwayat Penyakit Dahulu :

    Riwayat trauma local / trauma wajah : -

    Riwayat Infeksi pada hidung : -

    Riwayat penggunaan obat Aspirin/anti koagulan lainnya : -

    Riwayat Penyakit kardiovaskular: misalnya hipertensi dan kelainan pembuluh

    darah, seperti yang dijumpai pada arteriosclerosis, nefritis kronis, sirosis

    hepatic, sifilis dan diabetes mellitus. -

    Riwayat Penyakit : emfisema, bronchitis, pertusis, pneumonia, tumor leher dan

    penyakit jantung.

    Riwayat Kelainan Pembuluh dara :-

    - Riwayat Penyakit Keluarga : Dari Riwayat di atas disangkal atau ( - )

    2. Pemeriksaan fisik

    - Keadaan umum : sedang

    - Kesadaran : compos mentis

    - Vital signs:

    15

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    16/17

    TD : 98 / 70 mmHg

    Suhu : 38,5 C

    Nadi : 95x/m

    Respirasi : 18x/m

    - Status lokal telinga, hidung, tenggorok :

    1. Telinga :

    - Inspeksi :

    o Aurikula :

    o AD : Hyperemis (-), edema (-), discharge (-), laserasi (-)

    o AS : Hyperemis (-), edema (-), discharge (-), laserasi (-)

    o Kanal auditori eksterna :

    o AD : serumen (-), edema (-), pruritic (-), lumen sempit (-), sekresi

    purulen (-)

    o AS : serumen (-), edema (-), pruritic (-), lumen sempit (-), sekresi

    purulen (-)

    - Palpasi :

    o Nyeri tragus : AD (-), AS (-)

    o Nyeri auricula : AD (-), AS (-)

    - Otoskopi :

    o AD : membrana timpani intak, cone of light pada jam 5 (-),

    hyperemis (-), Efusi (-), Bulging (-), retraksi (-)

    o AS : membrana timpani intak, cone of light pada jam 7 (-),

    hyperemis (-), Efusi (-), Bulging (-), retraksi (-)

    2. Hidung dan sinus paranasal- Inspeksi : Septum deviasi (-), edema conchae (-), post nasal drip (-), Rhinore (+)

    - Palpasi : Nyeri saat palpasi (-), krepitasi (-)

    - Rhinoskopi anterior : Hyperemis mucosa (-/-), discharge/ darah (+), concha

    hypertrophi (-/-), septum deviasi (-/-)

    16

  • 8/2/2019 presus epistaksis

    17/17

    3. Oral cavity and oropharynx

    - Inspeksi :

    o BIbir : labioschisis (-), inflamasi (-), masa (-)

    o Lidah : inflamasi (-)

    o Palatum mole : edema (-), hyperemis (-)

    o Tonsil dextra : edema (-) , kripta melebar, detritus (-)

    o Tonsil sinistra : edema (-) , kripta melebar, detritus (-)

    o Faring : hyperemia (-), granula (-)

    DIAGNOSIS : Epistaksis Posterior

    PLAN : Tampon Kateter,Evaluasi Perdarahan

    17