preskes-konjungtivitis
DESCRIPTION
konjungtivaTRANSCRIPT
Tutorial Klinik
KONJUNGTIVITIS BAKTERI
Oleh:
Rukmana Wijayanto G99141042
Erma Malindha G99141043
Annisa Wardhani G99141044
Agil Wahyu Wicaksono G99141045
Elga Putri Indanarta G99141046
Pembimbing :
Kurnia Rosyida, dr, Sp.M
KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT MATA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/ RSUD DR. MOEWARDI
SURAKARTA
2015
0
STATUS PENDERITA
I. IDENTITAS
Nama : Ny. S
Umur : 62 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku : Jawa
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Kebakkramat Karanganyar
Tgl pemeriksaan : 21 Januari 2015
No. CM : 00871203
II. ANAMNESIS
A. Keluhan utama : Mata kanan blobok
B. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poli mata RSUD Moewardi dengan keluhan mata
kanan blobok sejak kurang lebih lima hari yang lalu. Pasien menceritakan
kronologi kejadian, sekitar 10 hari yang lalu saat pasien sedang mengasuh
cucunya, pasien memangku cucunya sambil menimang-nimang cucunya,
kemudian tanpa sengaja jari tangan cucunya mencolok mata kanan pasien.
Pasien merasakan sangat pedih, silau, dan mata kanannya nrocos. Kemudian
pasien memeriksakan diri ke Poli mata RSDM dan diberikan pengobatan.
Akan tetapi saat ini pasien kembali datang untuk memeriksakan mata
kanannya karena pasien merasa belum sembuh. Sekarang justru muncul
blobok sejak lima hari yang lalu. Blobok berwarna putih, lengket. Pasien
mengaku terasa sulit membuka kelopak mata kanannya ketika bangun tidur
karena terasa lengket. Untuk membantu membuka kelopak matanya pasien
biasanya membasuhnya dengan air. Pasien mengakui bahwa sejak mata
1
kanannya kecolok itu pasien tidak pernah mencuci tangan sebelum dan
sesudah menyentuh daerah mata maupun saat akan mengoleskan obat pada
matanya. Pasien juga tidak menggunakan kaca mata saat beraktivitas ke luar
rumah.
Selain blobok pasien mengeluh mata kanannya masih terasa pedih (+),
mata kanan merah (+), pandangan kabur (+), mata kanan silau (+), mata kanan
nrocos (+), ganjel (+), gatal (+). Pandangan mata kabur dirasakan oleh pasien
sejak 1 tahun yang lalu, namun pasien tidak memeriksakan diri karena
dianggap wajar karena usia pasien yang sudah mulai tua.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
1. Riwayat hipertensi : diakui sejak 10 tahun lalu, rutin
kontrol
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat alergi obat dan makanan : disangkal
4. Riwayat trauma mata : disangkal
5. Riwayat kacamata : disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
1. Riwayat hipertensi : disangkal
2. Riwayat kencing manis : disangkal
3. Riwayat sakit serupa : disangkal
D. Kesimpulan Anamnesis
OD OS
Proses Trauma, peradangan, infeksi
-
Lokalisasi Konjungtiva bulbi, konjungtiva palpebral
superior et inferior
-
Sebab Infeksi bakteri -Perjalanan Akut -Komplikasi - -
2
III. PEMERIKSAAN FISIK
A. Kesan umum
Keadaan umum baik, compos mentis, gizi kesan cukup
B. Pemeriksaan subyektif
OD OSA. Visus Sentralis1. Visus sentralis jauh 6/15 6/20 a. pinhole Tidak maju Tidak maju b. koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan c. refraksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan2. Visus sentralis dekat Tidak dilakukan Tidak dilakukanB. Visus Perifer1. Konfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan2. Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukan3. Persepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukan
C. Pemeriksaan Obyektif
1. Sekitar mata OD OS a. tanda radang Ada Tidak ada b. luka Tidak ada Tidak ada c. parut Tidak ada Tidak ada d. kelainan warna Ada Tidak ada e. kelainan bentuk Ada Tidak ada2. Supercilia a. warna Hitam Hitam b. tumbuhnya Normal Normal c. kulit Sawo matang Sawo matang d. gerakan Dalam batas normal Dalam batas normal3. Pasangan bola mata dalam orbita
a. heteroforia Tidak ada Tidak ada b. strabismus Tidak ada Tidak ada c. pseudostrabismus Tidak ada Tidak ada d. exophtalmus Tidak ada Tidak ada e. enophtalmus Tidak ada Tidak ada4. Ukuran bola mata a. mikroftalmus Tidak ada Tidak ada b. makroftalmus Tidak ada Tidak ada c. ptisis bulbi Tidak ada Tidak ada d. atrofi bulbi Tidak ada Tidak ada
3
5. Gerakan bola mata a. temporal Tidak terhambat Tidak terhambat b. temporal superior Tidak terhambat Tidak terhambat c. temporal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat d. nasal Tidak terhambat Tidak terhambat e. nasal superior Tidak terhambat Tidak terhambat f. nasal inferior Tidak terhambat Tidak terhambat6. Kelopak mata a. pasangannya 1.) edema Ada Tidak ada 2.) hiperemi Tidak ada Tidak ada 3.) blefaroptosis Tidak ada Tidak ada 4.) blefarospasme Tidak ada Tidak ada b. gerakannya 1.) membuka Tidak tertinggal Tidak tertinggal 2.) menutup Tidak tertinggal Tidak tertinggal c. rima 1.) lebar 10 mm 10 mm 2.) ankiloblefaron Tidak ada Tidak ada 3.) blefarofimosis Tidak ada Tidak ada d. kulit 1.) tanda radang Ada Tidak ada 2.) warna Sawo matang Sawo matang 3.) epiblepharon Tidak ada Tidak ada 4.) blepharochalasis Tidak ada Tidak ada e. tepi kelopak mata 1.) enteropion Tidak ada Tidak ada 2.) ekteropion Tidak ada Tidak ada 3.) koloboma Tidak ada Tidak ada 4.) bulu mata Dalam batas normal Dalam batas normal7. sekitar glandula lakrimalis a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. benjolan Tidak ada Tidak ada c. tulang margo tarsalis Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan8. Sekitar saccus lakrimalis a. tanda radang Tidak ada Tidak ada b. benjolan Tidak ada Tidak ada9. Tekanan intraocular a. palpasi Kesan normal Kesan normal b. tonometri schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan10. Konjungtiva a. konjungtiva palpebra superior 1.) edema Ada Tidak ada 2.) hiperemi Ada Tidak ada
4
3.) sekret Ada Tidak ada 4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada b. konjungtiva palpebra inferior 1.) edema Ada Tidak ada 2.) hiperemi Ada Tidak ada 3.) sekret Ada Tidak ada 4.) sikatrik Tidak ada Tidak ada c. konjungtiva fornix 1.) edema Ada Tidak ada 2.) hiperemi Ada Tidak ada 3.) sekret Tidak ada Tidak ada 4.) benjolan Tidak ada Tidak ada d. konjungtiva bulbi 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemis Ada Tidak ada 3.) sekret Ada Tidak ada 4.) injeksi konjungtiva Ada Tidak ada 5.) injeksi siliar Tidak ada Tidak ada e. caruncula dan plika semilunaris 1.) edema Tidak ada Tidak ada 2.) hiperemis Tidak ada Tidak ada 3.) sikatrik Tidak ada Tidak ada11. Sclera a. warna Putih Putih b. tanda radang Tidak ada Tidak ada c. penonjolan Tidak ada Tidak ada12. Kornea a. ukuran 12 mm 12 mm b. limbus Jernih jernih c. permukaan Rata, mengkilap Rata, mengkilap d. sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan e. keratoskop (placido) Tidak dilakukan Tidak dilakukan f. fluorecsin tes Tidak dilakukan Belum dilakukan g. arcus senilis Tidak ada Tidak ada13. Kamera okuli anterior a. kejernihan Jernih Jernih b. kedalaman Dalam Dalam14. Iris a. warna Cokelat Cokelat b. bentuk Tampak lempengan Tampak lempengan c. sinekia anterior Tidak tampak Tidak ada d. sinekia posterior Tidak tampak Tidak ada15. Pupil
5
a. ukuran 3 mm 3 mm b. bentuk Bulat Bulat c. letak Sentral Sentral d. reaksi cahaya langsung Positif Positif e. tepi pupil Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan16. Lensa a. ada/tidak Ada Ada b. kejernihan Agak keruh Agak Keruh c. letak Sentral Sentral e. shadow test Negatif Negatif17. Corpus vitreum
a. Kejernihanb. Reflek fundus
Tidak dilakukanTidak dilakukan
Tidak dilakukanTidak dilakukan
IV. KESIMPULAN PEMERIKSAAN
OD OSA. Visus sentralis jauh 6/15 6/20
B. Visus periferKonfrontasi tes Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Proyeksi sinar Tidak dilakukan Tidak dilakukanPersepsi warna Tidak dilakukan Tidak dilakukanC. Sekitar mata Tampak inflamasi Dalam batas normalD. Supercilium Dalam batas normal Dalam batas normalE. Pasangan bola mata
dalam orbitaDalam batas normal Dalam batas normal
F. Ukuran bola mata Dalam batas normal Dalam batas normalG. Gerakan bola mata Dalam batas normal Dalam batas normalH. Kelopak mata Tampak secret putih di
tepi-tepi kelopak mataDalam batas normal
I. Sekitar saccus lakrimalis
Dalam batas normal Dalam batas normal
J. Sekitar glandula lakrimalis
Dalam batas normal Dalam batas normal
K. Tekanan intarokular Kesan normal dengan palpasi Kesan normal dengan palpasiL. Konjungtiva palpebra Konjungtiva hiperemi,
edema, terdapat sekretDalam batas normal
M. Konjungtiva bulbi Konjungtiva hiperemi, terdapat secret, injeksi
konjungtiva
Dalam batas normal
N. Konjungtiva fornix Konjungtiva hiperemi, edema
Dalam batas normal
O. Sklera Dalam batas normal Dalam batas normalP. Kornea Dalam batas normal Dalam batas normal
6
Q. Camera okuli anterior Kesan normal Kesan normalR. Iris Bulat, warna coklat Bulat, warna coklatS. Pupil Diameter 3 mm, bulat,
sentralDiameter 3 mm, bulat,
sentralT. Lensa Agak keruh, shadow test (-) Agak keruh, shadow test (-)
U. Corpus vitreum Tidak dilakukan Tidak dilakukan
V. DIAGNOSIS
OD konjungtivitis bakteri
VI. DIAGNOSIS BANDING
Konjungtivitis viral
Konjungtivits vernal
7
episkleritis
skleritis
VII. TERAPI
Non medikamentosa
Edukasi untuk pasien memakai kaca mata saat berpergian.
Hindari mengucek mata
Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan area disekitar mata
Medikamentosa
Cendo Xytrol ED S 6 gtt 1 OD
Ciprofloxacin 500 mg S 2 dd tab 1
Na diclovenak 50 mg S 2 dd tab 1
VIII. PLAN
Pemeriksaan biakan kuman dan uji sensitifitas
IX. PROGNOSIS
OD OS1. Ad vitam Bonam -2. Ad fungsionam Bonam -3. Ad sanam Bonam -4. Ad kosmetikum Bonam -
8
TINJAUAN PUSTAKA
Mata merupakan jendela dunia. Sebagai salah satu organ panca indera,
mata adalah organ penglihatan tentunya memiliki peranan penting. Salah satu
yang dapat menyerang indra penglihatan yaitu konjungtivitis. Konjungtivitis
adalah peradangan konjungtiva atau radang selaput lendir yang menutupi
belakang kelopak dan bola mata. Konjungtivitis memberikan keluhan yang khas
yaitu gatal, pedih, seperti ada pasir yang mengganjal, dan sekret. Jika meluas ke
kornea timbul silau dan ada air mata nrocos (epifora). Gejala objektif paling
ringan adalah hiperemi dan berair sampai berat dengan pembengkakan bahkan
nekrosis. Bangunan yang sering tampak khas lainnnya adalah folikel, flikten dan
sebagainya1,2.
1. Definisi
Konjungtivitis lebih dikenal sebagai pink eye, yaitu adanya inflamasi
pada konjungtiva atau peradangan pada konjungtiva, selaput bening yang
menutupi bagian berwarna putih pada mata dan permukaan bagian dalam
kelopak mata. Konjungtivitis terkadang dapat ditandai dengan mata berwarna
sangat merah dan menyebar begitu cepat dan biasanya menyebabkan mata
rusak. Beberapa jenis konjungtivitis dapat hilang dengan sendiri, tapi ada juga
yang memerlukan pengobatan3,4.
Insidensi konjungtivitis di Indonesia berkisar antara 2-75%. Data
perkiraan jumlah penderita penyakit mata di Indonesia 10% dari seluruh
golongan umur penduduk per tahun dan pernah menderita konjungtivitis. Data
lain menunjukkan bahwa dari 10 penyakit mata utama, konjungtivitis
menduduki tempat kedua (9,7%) setelah kelainan refraksi (25,35%)3.
Konjungtivitis dibedakan bentuk akut dan kronis. Konjungtivits akut
biasanya dimulai pada satu mata yang menyebar ke mata sebelahnya, terjadi
kurang dari 4 minggu. Konjungtivitis kronik terjadi lebih dari 4 minggu.
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh bakteri, virus, klamidia, alergi atau
imunologik, jamur, parasit, kimia atau iritatif, etiologi yang tidak diketahui,
bersama penyakit sistemik1,3.
9
2. Anatomi Konjungtiva11,12
Konjungtiva merupakan membran mukosa tipis yang membatasi
permukaan dalam dari kelopak mata dan melipat ke belakang membungkus
permukaan depan dari bola mata, kecuali bagian jernih di tengah-tengah mata
(kornea). Membran ini berisi banyak pembuluh darah dan berubah merah saat
terjadi inflamasi. Konjungtiva terdiri dari tiga bagian:
1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).
2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior bola mata).
3. Forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian
posterior palpebra dan bola mata).
Meskipun konjungtiva agak tebal, konjungtiva bulbar sangat tipis.
Konjungtiva bulbar juga bersifat dapat digerakkan, mudah melipat ke belakang
dan ke depan. Pembuluh darah dengan mudah dapat dilihat di bawahnya. Di
dalam konjungtiva bulbar terdapat sel goblet yang mensekresi musin, suatu
komponen penting lapisan air mata pre-kornea yang memproteksi dan memberi
nutrisi bagi kornea.
10
3. Tanda Konjungtivitis3,4
Gejala penting konjungtivitis adalah sensasi benda asing, yaitu tergores
atau panas, sensasi penuh di sekitar mata, gatal dan fotofobia. Tanda penting
konjungtivitis adalah hiperemia, epifora, eksudasi, pseudoptosis, hipertrofi
papiler, kemosis (oedem stroma konjungtiva), folikel (hipertrofi lapis limfoid
stroma), pseudomembranosa dan membran, granuloma, dan adenopati
preaurikuler.
4. Klasifikasi konjungtivitis
A. Konjungtivitis bakteri
Konjungtivitis bakteri akut disebabkan oleh streptococcus,
Corynebacterium diphtherica, pseudomonas, neisseria dan haemophilus.
Gambaran klinis berupa konjungtivitis mukopurulen dan purulen.
Pada kasus akut dapat juga menjadi kronis. Konjungtivitis bakteri
ditandai hiperemi konjungtiva, edema kelopak, papil dan kornea yang
jernih.
Pada konjungtivitis yang disebabkan gonorrea, infeksi yang terjadi
lebih berat, radang konjungtiva lebih berat dan disertai sekret purulen.
Pada neonatus infeksi terjadi saat berada pada jalan lahir, ditularkan oleh
ibu yang menderita penyakit GO. Pada orang dewasa penularan melalui
hubungan seksual.
Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri tergantung dari
temuan agen mikrobiologisnya. Sambil menunggu hasil laboratorium,
dapat diberikan antibiotik topikal. Setelah hasil laboratorium diperoleh,
dapat diberikan terapi sistemik3.
B. Konjungtivitis virus
1. Demam faringokonjungtival
Demam faringokonjungtival ditandai oleh demam 38,3-400C,
sakit tenggorokan dan konjungtivitis folikuler pada satu atau dua mata.
Folikuler sering pada kedua konjungtiva dan mukosa faring. Mata
merah dan berair sering terjadi. Limfadenopati preaurikuler yang tidak
nyeri tekan khas ditemukan pada demam faringokonjungtival4.
11
Penyakit ini berjalan akut dengan gejala hiperemi konjungtiva,
folikel konjungtiva, sekret serous, fotofobia, kelopak bengkak dengan
pseudomembran5,6.
Pengobatan spesifik tidak diperlukan karena dapat sembuh
sendiri. Biasanya hanya diberi antibiotik dan terapi simtomatik3.
2. Keratokonjungtivitis epidemi
Penyakit ini disebabkan oleh adenovirus 8 dan 19. Menyerang
pada kedua mata. Tahap awal infeksi pasien merasa nyeri sedang dan
mengeluarkan air mata diikuti 5-14 hari kemudian merasa fotofobia,
keratitis epitel dan kekeruhan sub epitel. Pada penyakit ini khas
ditemukan nodus preaurikuler yang nyeri tekan. Fase akut ditandai
edema palpebra, kemosis dan hiperemi konjungtiva. Dapat juga
terbentuk pseudomembran dan diikuti simblefaron2,3.
Konjungtivitis epidemi berlangsung paling lama 3-4 minggu.
Kekeruhan kornea ditemukan ditengah kornea dan menetap berbulan-
bulan namun dapat sembuh sempurna. Pada orang dewasa terbatas di
luar mata. Namun pada anak-anak dapat ditemukan gejala infeksi
seperti demam, diare, otitis media7.
Terapi spesifik belum ada, namun dapat dikompres untuk
mengurangi gejala. Kortikosteroid sebaiknya dihindari. Antibiotik
diberikan hanya bila terjadi infeksi sekunder8,9.
3. Konjungtivitis virus herpes simpleks
Biasanya dijumpai pada anak-anak. Ditandai hiperemi, iritasi,
sekret mukoid, nyeri dan fotofobia ringan. Pada kornea tampak lesi
epitelial yang membentuk ulkus yang bercabang banyak (dendritik).
Vesikel herpes muncul pada palpebra dan disertai oedema yang berat.
Nodus preaurikuler nyeri bila ditekan. Diagnosis pasti dengan
ditemukannya sel raksasa pada pengecatan Giemsa, kultur virus dan
sel inklusi intranuklear10.
12
Pengobatan yang sesuai dengan kompres dingin. Pengobatan saat
ini yang biasa diberikan adalah asiklovir 400 mg/hari selama 5 hari.
Steroid sebaiknya dihindari karena memperburuk infeksi herpes1,2.
C. Konjungtivitis Chlamydia3
Konjungtivitis chlamydia juga disebut trakoma, disebabkan oleh
Chlamydia trakomatis. Dapat menyerang segala umur tapi biasanya pada
anak muda dan anak-anak. Cara penularan melalui kontak langsung
dengan penderita. Inkubasinya berkisar selama 5-14 hari.
Pada pewarnaan giemsa terlihat sel polimorfonukleat, tetapi juga
dapat ditemukan sel plasma, sel leber dan sel folikel (limfoblas). Sel leber
dapat menyokong diagnosa trakoma, tetapi sel limfoblas adalah tanda
diagnosa yang penting bagi trakoma.
Pasien biasanya mengeluhkan fotofobia, mata gatal dan berair.
Penyakit ini mempunyai 4 stadium4,5:
1. Stadium insipien
Terdapat hipertrofi dengan folikel kecil-kecil pada konjungtiva
palpebra superior, yang memperlihatkan penebalan dan kongesti
pembuluh darah konjungtiva. Sekret jernih dan sedikit bila tidak ada
infeksi sekunder. Kelainan kornea jarang didapatkan.
2. Stadium established
Terdapat hipertrofi papiler dan folikel yang matang dan besar pada
konjungtiva palpebra superior. Dapat ditemukan pannus konjungtiva
(pembuluh darah yang terletak di daerah limbus atas dengan infiltrat)
yang jelas. Terdapat hipertrofi papil yang berat seolah-olah
mengalahkan gambaran folikel pada konjungtiva superior.
3. Stadium parut
Terdapat parut pada konjungtiva palpebra superior yang terlihat
sebagai garis putih halus sejajar margo palpebra. Parut pada limbus
kornea disebut lengkungan herbert. Gambaran papil mulai berkurang.
4. Stadium sembuh
13
Pembentukan parut sempurna pada konjungtiva palpebra superior
sehingga menyebabkan perubahan bentuk tarsus yang dapat
mengakibatkan enteropion dan trikiasis.
Pengobatan trakoma adalah dengan tetrasiklin salep mata, 2-4 kali
sehari selama 3-4 minggu. Pencegahan dilakukan dengan vaksinasi
dan menjaga higienie3.
D. Konjungtivitis Alergi
1. Konjungtivitis vernalis
Disebabkan oleh reaksi hipersensitivitas tipe I yang mengenai
kedua mata dan bersifat rekuren. Pada kedua mata ditemukan papil
besar dengan permukaan rata pada konjungtiva palpebra, rasa gatal
yang berat, sekret gelatin berisi eosinofil, pada kornea terdapat
keratitis, neovaskularisasi dan tukak indolen. Pada tipe limbal terdapat
benjolan pada daerah limbus dan bercak Horner Trantas berwarna
keputihan yang terdapat di dalam benjolan6.
Penyakit ini ditemukan terbanyak pada usia 5-25 tahun, insidensi
pada laki-laki sama dengan perempuan. Dua bentuk utama berupa:
Bentuk Palpebra
Terutama mengenai konjungtiva palpebra superior. Terdapat
pertumbuhan papil yang besar (Cobble stone) yang diliputi sekret
mukoid. Konjungtiva palpebra inferior edema dan hiperemi, kelainan
kornea lebih berat dari bentuk limbal. Papil tampak sebagai tonjolan
bersegi banyak dengan permukaan yang rata dengan kapiler
ditengahnya7,8.
Bentuk Limbal
Hipertrofi papil pada limbus superior dapat membentuk jaringan
hiperplastik gelatin, dengan Trantas dot yang merupakan degenerasi
epitel kornea atau oesinofil pada bagian epitel limbus kornea,
terbentuk pannus dengan sedikit eosinofil9.
Penyakit ini biasanya sembuh sendiri tanpa diobati. Dapat diberi
kompres dingin, natrium bikarbonat dan vasokonstriktor. Pengobatan
14
dengan kortikosteroid tetes atau salep mata dianjurkan. Bila terdapat
tukak kornea dapat diberi antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder
namun menjadi kontraindikasi pemberian kortikosteroid3,10.
2. Konjungtivitis flikten1
Merupakan konjungtivitis nodular yang disebabkan reaksi alergi
tipe IV terhadap tuberkuloprotein, stafilokokus, limfogranuloma
venerea, leismaniasis, infeksi parasit. Terdapat kumpulan sel leukosit
netrofil dikelilingi sel limfosit, makrofag, dan kadang sel datia berinti
banyak. Flikten merupakan infiltrasi seluler subepitel yang terutama
terdiri atas sel limfosit.
Biasanya terlihat unilateral dan kadang mengenai kedua mata. Di
konjungtiva terlihat sebagai bintik putih dikelilingi daerah hiperemi.
Gejalanya adalah mata berair, iritasi dengan rasa sakit, fotofobia ringan
hingga berat. Bila kornea ikut terkena akan terjadi silau dan
blefarospasme.
Penyakit ini dapat sembuh dalam 2 minggu dan dapat kambuh, dan
bila terkena kornea keadaan akan lebih berat. Pengobatannya adalah
steroid topikal dan midriatik bila ada penyulit.
E. Konjungtivitis kimia atau iritan
Asap, asam, alkali, angin dan hampir semua substansi iritan yang
masuk ke saccus konjungtiva dapat menimbulkan konjungtivitis. Beberapa
iritan umum adalah pupuk, sabun, deodoran, spray rambut, berbagai asam
dan alkali. Di daerah tertentu, asap dan kabut dapat menyebabkan
konjungtivitis ringan2,3.
Pada luka karena asam, asam mengubah sifat protein jaringan dan
berefek langsung. Alkali tidak mengubah sifat protein dan cenderung cepat
menyusup dan menetap dalam jaringan konjungtiva, merusak selama
berjam-jam atau berhari-hari. Perlekatan konjungtiva bulbi dan palpebra
dan leukoma kornea lebih besar terjadi bila penyebabnya alkali. Gejala
utamanya adalah rasa sakit, pelebaran pembuluh darah, fotofobia dan
blefarospasme4.
15
Pembilasan segera dan menyeluruh pada saccus konjungtiva
dengan air atau larutan fisiologis. Dapat juga diberi kompres dingin selama
20 menit setiap jam, atropin 2 kali sehari,bila perlu beri analgetik sistemik.
Parut kornea mungkin memerlukan transpalantasi kornea, simblefaron
memerlukan bedah plastik. Luka bakar berat pada konjungtiva dan kornea
prognosis buruk meskipun di bedah. Namun bila ditangani segera
prognosisnya lebih baik5-7.
16
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan oftalmologi, pasien didiagnosa
dengan konjungtivitis bakteri. Terapi spesifik terhadap konjungtivitis bakteri
tergantung dari temuan agen mikrobiologisnya. Sambil menunggu hasil
laboratorium, dapat diberikan antibiotik topikal. Setelah hasil laboratorium
diperoleh, dapat diberikan terapi sistemik.
B. Saran
Hendaknya pasien menghapus secret (blobok) mata dengan bahan yang
bersih dari kontaminasi.
Menghindari memegang mata yang sakit dengan tangan atau bahan yang
tidak bersih.
Hendaknya pasien menggunakan kacamata untuk meminimalkan debu dan
kotoran yang masuk ke mata.
Pasien diminta membatasi mobilitas/bepergian jauh sampai dengan mata
kembali normal.
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Ventocilla M. 2012. Allergic conjunctivitis.
http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview
2. Vaughan D, Asbury T, Riordan P. 2007. Ocular and orbital trauma. Dalam:
General Ophthalmology, Chapter 19. 17th ed. McGraw Hill Company: USA
3. Ilyas S, Sukardi I, Harmani B, Sudiro SH, Gondowiardjo TD. 2000. Prosedur
Diagnostik dan Penatalaksanaan Pengobatan di Sub Bagian Kornea, Lensa,
dan Bedah Refraktif. Jakarta: Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI. p23-31
4. Ilyas, S, Mailangkay HHB, Taim H, Saman R, Simarwata M., Widodo PS
(eds). 2010. Ilmu penyakit mata untuk dokter umum dan mahasiswa
kedokteran. Jakarta: Sagung Seto
5. Kanski JJ. Clinical Ophtalmology. 4th ed. Oxford: Butterworth-Heinemann;
1999. Halaman 657-9
6. Subconjungtiva Bleeding. Diunduh dari www.emedicine.com. Diakses Maret
2014
7. Al-Ghozi M. 2002. Konjungtivitis, dalam Buku ajar oftalmologi. Yogyakarta:
FKUMY; pp: 54-9
8. Mc Kinley Health Center. 2006. Conjunctivitis.
http://www.mckinley.vive.edu
9. Hall A, Shilio B. 2005. Vernal keratoconjunctivitis. Community Eye Health;
pp: 18(53): 76-78
10. Scott IU. 2013. Viral conjunctivitis.
http://emedicine.medscape.com/article/1191370-overview
11. Moore KL, Dalley AF, Agur AMR. 2010. Clinically Oriented Anatomy.
Philaddelphia: Lippincott William and Wilkins 6 ed p 889-909
12. 2008. Chapter 39. Orbit and Visual Apparatus, In: Standring S (ed). Gray’s
Anatomy Amsterdan: Elsevier 40 ed
18