presentasi keberagaman visual seniman filipina · pertanyaan-pertanyaan inilah yang juga ingin ......

2
34 SEPTEMBER 2016 35 SEPTEMBER 2016 PAMERAN KOLEKTIF HAMADA MAHASWARA B arangkali, banyak di antara kita yang sering bertanya apa itu seni? Atau apakah ini seni? Pertanyaan- pertanyaan inilah yang juga ingin dijawab Geraldine Javier melalui partisipasi pengunjung dengan menulis apa arti seni bagi mereka di selembar patch, kemudian menempelkannya ke tembok. Proses ini merupakan bagian dari karya bertajuk What is Art For You yang dipresentasikan dalam pameran Pelampung di Bawah Kursi Anda oleh kelompok seniman asal Filipina bertempat di Langgeng Art Foundation, Yogyakarta pada 13 Agustus hingga 23 September 2016. Digagas dan dikelola Equator Art Project, pameran ini menampilkan karya dari 15 seniman, yakni Jonathan Ching, Mariano Ching, Louie Cordero, Christina Dy, Geraldine Javier, Keiye Miranda, Lena Cobangbang, Michael J. Unoz, Yasmin Sison, Wire Tuazon, Kitty Kaburo, Paulo Icasas, Paul Mondok, Ling Quisumbing dan Mac Valdezco. Mereka adalah para ‘alumni’ Surrounded by Water (SBW), ruang seni di Manila yang aktif pada akhir dekade 90-an. Menurut kurator pameran Agung Hujatnikajennong dan Tony Godfrey, Surrounded by Water penting untuk disuguhkan pada publik Yogyakarta dan Indonesia. Walau secara geografis berdekatan dan memiliki karakteristik yang mirip, masyarakat Indonesia tak banyak tahu dunia seni rupa Filipina. “Kami ingin punya shared discourse yang mungkin bisa dibangun di antara dua negara tentang apa itu artist run space di wilayah non- Barat, khususnya Asia Tenggara. Apa yang terjadi di masing-masing negara memiliki keunikan tersendiri dan membuat ruang itu berbeda satu sama lain,” ujar Agung. SBW pada awalnya didirikan oleh Wire Tuazon pada tahun 1998 dan kemudian dikelola bersama oleh rekan-rekan seniman sebayanya yang mengecap pendidikan di University of Philippine (UP) Dilliman, Manila. SBW menggalang reputasinya sebagai ruang pamer alternatif yang memamerkan karya-karya eksperimental. Saat itu sulit bagi seniman muda memamerkan karyanya di galeri komersial atau ruang-ruang yang lebih mapan. Lukisan bercorak figuratif atau pemandangan cenderung mendominasi. Sebagaimana terjadi di negara-negara lain di Asia Tenggara, kemunculan ruang independen/swakelola yang digagas dan dijalankan oleh seniman muda adalah fenomena yang sering dijumpai pada dekade 90-an. Belakangan jumlah ruang yang bertahan dapat dihitung dengan jari. Mengambil konteks lokal, Indonesia secara organik memiliki beberapa kantung seni yang masih aktif. Ruangrupa misalnya telah berdiri sejak tahun 2000, atau MES 56 yang mengkhususkan diri pada seni fotografi. Ada pula Kelompok Seni Rupa Jendela yang menorehkan nama Handiwirman Saputra, Jumaldi Alfi, atau Yunizar dalam pasar seni rupa. Keberadaan SBW kala itu menjadi angin segar bagi seniman muda yang ingin megeksplorasi medium kekaryaan sekaligus mengkritisi wacana dominan. Sebagai artist run space, SBW bergerak secara swadaya, berkat dukungan komunitas seniman di Manila yang sering menggalang dana melalui beragam kegiatan. Surrounded by Water pertama kali berlokasi di daerah Angono, sekitar 50 kilometer jaraknya dari Manila. “Anda bisa bayangkan bagaimana antusiasnya kami ketika banyak teman yang hadir saat kami berpameran,” kata Wire. Perjalanan SBW berakhir di ujung 2006. Meskipun demikian mereka kerap tampil dalam satu panggung, hingga publik menganggap mereka sebagai kolektif. Sepuluh tahun berselang, kiprah mereka dalam dunia seni rupa kontemporer Filipina kian diperhitungkan. Tony menandai perjalanan ATAS Suasana pameran “Pelampung di Bawah Kursi Anda” di lantai 2, Langgeng Art Foundation. KIRI Ora, Plata, Mat Instalasi susunan batu-bata merah karya LING QUISUMBING. FOTO: DOK. BUDI N.D. DHARMAWAN Keberadaan ruang kolektif Surrounded by Water ibarat angin segar bagi seniman muda Manila pada akhir 1990-an. Satu dekade berselang, mereka dipertemukan kembali di Yogyakarta. PRESENTASI KEBERAGAMAN VISUAL SENIMAN FILIPINA

Upload: others

Post on 11-Nov-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PRESENTASI KEBERAGAMAN VISUAL SENIMAN FILIPINA · Pertanyaan-pertanyaan inilah yang juga ingin ... Project, pameran ini menampilkan karya dari 15 seniman, yakni Jonathan Ching, Mariano

34 SEPTEMBER 2016 35SEPTEMBER 2016

PAMERAN KOLEKTIF

HAMADA MAHASWARA

Barangkali, banyak di antara kita yang sering bertanya apa itu seni? Atau apakah ini seni? Pertanyaan-pertanyaan inilah yang juga ingin

dijawab Geraldine Javier melalui partisipasi pengunjung dengan menulis apa arti seni bagi mereka di selembar patch, kemudian menempelkannya ke tembok.

Proses ini merupakan bagian dari karya bertajuk What is Art For You yang dipresentasikan dalam pameran Pelampung di Bawah Kursi Anda oleh kelompok seniman asal Filipina bertempat di Langgeng Art Foundation, Yogyakarta pada 13 Agustus hingga 23 September 2016.

Digagas dan dikelola Equator Art Project, pameran ini menampilkan karya dari 15 seniman, yakni Jonathan Ching, Mariano Ching, Louie Cordero, Christina Dy, Geraldine Javier, Keiye Miranda, Lena Cobangbang, Michael J. Unoz, Yasmin Sison, Wire Tuazon, Kitty Kaburo, Paulo Icasas, Paul Mondok, Ling Quisumbing dan Mac Valdezco.

Mereka adalah para ‘alumni’ Surrounded by Water (SBW), ruang seni di Manila yang aktif pada akhir dekade 90-an. Menurut kurator pameran Agung Hujatnikajennong dan Tony Godfrey, Surrounded by Water penting untuk disuguhkan pada publik Yogyakarta dan Indonesia. Walau secara geografis berdekatan dan memiliki karakteristik yang mirip, masyarakat Indonesia tak banyak tahu dunia seni rupa Filipina.

“Kami ingin punya shared discourse yang mungkin bisa dibangun di antara dua negara tentang apa itu artist run space di wilayah non-Barat, khususnya Asia Tenggara. Apa yang terjadi di masing-masing negara memiliki keunikan tersendiri dan membuat ruang itu berbeda satu sama lain,” ujar Agung.

SBW pada awalnya didirikan oleh Wire

Tuazon pada tahun 1998 dan kemudian dikelola bersama oleh rekan-rekan seniman sebayanya yang mengecap pendidikan di University of Philippine (UP) Dilliman, Manila. SBW menggalang reputasinya sebagai ruang pamer alternatif yang memamerkan karya-karya eksperimental. Saat itu sulit bagi seniman muda memamerkan karyanya di galeri komersial atau ruang-ruang yang lebih mapan. Lukisan bercorak figuratif atau pemandangan cenderung mendominasi.

Sebagaimana terjadi di negara-negara lain di Asia Tenggara, kemunculan ruang independen/swakelola yang digagas dan dijalankan oleh seniman muda adalah fenomena yang sering dijumpai pada dekade 90-an. Belakangan jumlah ruang yang bertahan dapat dihitung dengan jari.

Mengambil konteks lokal, Indonesia secara organik memiliki beberapa kantung seni yang masih aktif. Ruangrupa misalnya telah berdiri sejak tahun 2000, atau MES 56 yang mengkhususkan diri pada seni fotografi. Ada pula Kelompok Seni Rupa Jendela yang

menorehkan nama Handiwirman Saputra, Jumaldi Alfi, atau Yunizar dalam pasar seni rupa.

Keberadaan SBW kala itu menjadi angin segar bagi seniman muda yang ingin megeksplorasi medium kekaryaan sekaligus mengkritisi wacana dominan. Sebagai artist run space, SBW bergerak secara swadaya, berkat dukungan komunitas seniman di Manila yang sering menggalang dana melalui beragam kegiatan.

Surrounded by Water pertama kali berlokasi di daerah Angono, sekitar 50 kilometer jaraknya dari Manila. “Anda bisa bayangkan bagaimana antusiasnya kami ketika banyak teman yang hadir saat kami berpameran,” kata Wire.

Perjalanan SBW berakhir di ujung 2006. Meskipun demikian mereka kerap tampil dalam satu panggung, hingga publik menganggap mereka sebagai kolektif. Sepuluh tahun berselang, kiprah mereka dalam dunia seni rupa kontemporer Filipina kian diperhitungkan. Tony menandai perjalanan

ATASSuasana pameran “Pelampung di Bawah Kursi Anda” di lantai 2, Langgeng Art Foundation.

KIRIOra, Plata, MatInstalasi susunan batu-bata merah karya LING QUISUMBING.

FOTO: DOK. BUDI N.D. DHARMAWAN

Keberadaan ruang kolektif Surrounded by Water ibarat angin segar bagi seniman muda Manila pada akhir 1990-an. Satu dekade berselang, mereka dipertemukan kembali di Yogyakarta.

PRESENTASI KEBERAGAMANVISUAL SENIMAN FILIPINA

Page 2: PRESENTASI KEBERAGAMAN VISUAL SENIMAN FILIPINA · Pertanyaan-pertanyaan inilah yang juga ingin ... Project, pameran ini menampilkan karya dari 15 seniman, yakni Jonathan Ching, Mariano

36 SEPTEMBER 2016 37SEPTEMBER 2016

PAMERAN KOLEKTIF

Geraldine Javier, pasangan Yasmin Sison & Mariano Ching, serta Ling Quisumbing sebagai figur terkemuka dalam seni rupa kontemporer Filipina.

Pelampung di Bawah Kursi Anda membawa mereka berkumpul kembali, sekaligus menjadi pameran seniman Filipina terbesar di Indonesia selama ini. Judul pameran sendiri muncul dari pengalaman saat para seniman menaiki pesawat menuju Yogyakarta. “Begitu jelas dalam ingatan kami saat pramugari menunjukkan posisi jaket keselamatan. Dipikir-pikir lifejacket sebetulnya cocok juga dengan semangat bertahan hidup kami saat tergabung dalam SBW,” ujar Yasmin.

Pameran ini ditujukan sebagai jalan masuk untuk membicarakan sejauh mana persoalan-persoalan “klasik” seperti daya tahan, keberlangsungan, dan kebersamaan atau kolektivitas masih relevan hingga kini. Dengan demikian, sebuah kelompok seniman atau ruang seni independen dapat bertahan diterpa perkembangan zaman.

Untuk pameran di Indonesia kali ini, tim kurator meminta sepuluh anggota inti SBW mengundang lima orang seniman lain turut serta. Ide ini sejalan dengan metode kerja yang mereka tempuh ketika mengelola ruang secara swadaya. Seniman-seniman yang berpameran rata-rata dipilih berdasarkan preferensi yang longgar namun tetap menunjukkan semangat dan visi artistik yang dikembangkan secara kolektif, terutama kecenderungan konseptualisme yang kuat pada generasi seniman ini dan komitmen pada seni lukis. Mereka juga tinggal selama dua hingga tiga pekan di Yogyakarta untuk berproses dengan ruang, material, ide, atau persoalan yang mereka temukan selama berinteraksi langsung dengan lingkungan lokal.

Bentuk interaksi ini terlihat dari karya Ling Quisumbing ORA, PLATA, MATA, berupa struktur bangunan yang menyerupai punden berundak candi dengan material batu bata merah. Karya ini ia hadirkan melintang, mengambil perhatian pengunjung seketika begitu memasuki ruang pamer. Inspirasi didapatnya saat berkunjung ke Kompleks Raja Mataram di Imogiri.

Berbeda dengan Ling, Christina Dy—

generasi terakhir pegiat SBW dan performance artist—menampilkan dirinya mengenakan gaun merah marun, berputar dan mengulur benang pada bajunya selama lebih dari empat jam. Ditampilkan dalam empat channel TV yang diputar acak, karya The Red Dress mampu membius penonton untuk tidak beranjak.

Memperhatikan pameran ini, pengunjung akan dimanjakan dengan presentasi visual nan beragam. “Sangat kentara bedanya, antara satu dengan yang lain tetapi kita bisa melihat

pengaruh Chabettian di sini,” ungkap Agung. Chabettian merujuk pada aliran atau

gaya yang dipopulerkan Roberto Chabett, penggagas seni konseptual Filipina sekaligus dosen mereka semasa kuliah. Pengaruh konseptualisme Chabbet sangat kuat dalam karya Wire. Terlihat pada lukisan The Theory of Relativity bernuansa sephia yang ia buat sebagai plesetan potret Marchel Duchamp tengah bermain catur dengan model telanjang Eve Babitz, dan mengganti sosok lelaki itu dengan figur Chabett. Di tengahnya tertulis Resemblance and Similitude.

Ada perasaan sesak sekaligus puas saat keluar dari ruang pamer. Rasanya ingin menceritakan kembali pada publik tentang kekayaan pengalaman visual yang dialami. “Pelampung di Bawah Kursi Anda” akan diselenggarakan juga di Selasar Sunaryo Art Space, Bandung pada Oktober 2016.

Pameran ini ditujukan sebagai jalan masuk untuk membicarakan persoalan-persoalan klasik dalam sebuah kelompok seniman.

HAMADA MAHASWARA – Redaktur Pelaksana The Equator Newsletter Biennale Jogja XIV.

KANANThe Theory of Relativity karya WIRE TUAZON.

BAWAHGERALDINE JAVIERWhat is Art For You, multimedia and variable dimension 2016

FOTO: DOK. BUDI N.D. DHARMAWAN