presentasi kasus an

22

Click here to load reader

Upload: deee333

Post on 09-Aug-2015

22 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

jhfuy

TRANSCRIPT

Page 1: Presentasi Kasus An

PRESENTASI KASUS ANESTESI

Anastesi General Pada ORIF Antebrachium

Disusun Untuk Memenuhi Sebagai Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik Ilmu

Anestesi di RS PKU

Disusun Oleh:

Argo Pambudi

20070310146

Dokter Pembimbing:

Dr. H. Fauzi AR. Sp. An

Page 2: Presentasi Kasus An

BAB I

DATA PASIEN

A. Identitas Pasien:

Nama : Nn. L

Usia : 18 tahun

Jenis Kelamin : Perempuan

Alamat : Wirobrajan

No.RM :

B. Anamnesis:

Keluhan Utama : Pasien datang ke IGD, post jatuh dari sepeda motor, pingsan(-),

mual(-), muntah (-)

Riwayat Penyakit Sekarang : Fraktur tertutup pada Antebrachium Sinistra 1/3

Proximal.

Riwayat Penyakit Dahulu :

Asma : -

Hipertensi : -

Jantung : -

Riwayat Penyakit dalam Keluarga:

Riwayat Hipertensi dalam keluarga : ( - )

Riwayat Penyakit lain dalam keluarga : ( - )

Riwayat Alergi :

Obat-obatan : ( - )

Makanan : ( - )

Anamnesa Sistem

Page 3: Presentasi Kasus An

1.Sistem Serebrospinal : ( - )

2.Sistem Cardiovaskular : (-)

3.Sistem Respirasi : (-)

4.Sistem gastrointestinal : (-)

6.Sistem Integumentum : (-)

C. Pemeriksaan Fisik

a. KU : Baik. Compos mentis

b. TD : 110/70

c. HR : 104

d. RR : 18

e. T : -

f. Thorax

o Inspeksi : DBN

o Palpasi : DBN

o Perkusi : DBN

o Auskultasi

Cor : DBN

Pulmo: DBN

g. Abdomen

1.Inspeksi :DBN

2.Auskultasi : DBN

3.Perkusi : DBN

4.Palpasi : DBN

B. Pemeriksaan Penunjang

AL ; 12

Page 4: Presentasi Kasus An

Hb :12,1

Golongan Darah : O

PPT : 14,6

APTT :29,7

HBS Ag : -

Gula Darah Sewaktu : 85

Foto Thorax : DBN

Foto Extremitas Regio Anterbrachii: Close fracture antebrachium Sinistra 1/3

proximal

E. Diagnosis Kerja

- Close fracture antebrachium Sinistra 1/3 proximal

- Status ASA I dengan general anestesi

F. Penatalaksanaan:

IGD:

Infus RL 20 tetes per menit

Inj. Ketorolac 1 ampul

Pasang spalk pada regio antebrachii Sinistra

Operatif:

1. Preoperatif

Pasien menjalani program puasa selama kurang lebih 6 jam sebelum operasi dimulai.

Keadaan pasien tenang, kooperatif, nadi 88 x/menit, RR 18 x/menit, suhu afebris.

2. Premedikasi

Morfin 10 mg

Sedacum 8 mg

Recofol 160 mg

Tramal 100 mg

Intrix 2 gr

Ketorolac

3. Induksi

Page 5: Presentasi Kasus An

4. Intraoperatif (durasi operasi 60 menit)

Selama operasi berlangsung pasien diobservasi tekanan darah, nadi da

pernapasannya. Pasien diberi anestesi inhalasi berupa halotane 0,5 %, N2O dan O2

Nadi rata-rata 96 x/menit, operasi berlangsung selama 90 menit.

Pukul 11.00 : injeksi tramadol 100 mg

Pukul 11.30 : operasi selesai

5. Recovery

Setelah operasi selesai pasien dipindahkan ke recovery room dan diobservasi

berdasarkan Aldrete Score.

Score > 9, maka pasien dapat dipindahkan ke bangsal.

11.45 WIB : Monitor tekanan darah: 114/68 mmHg, nadi 83 kali/menit, saturasi

oksigen 99%, observasi dengan Aldrete Score: 9

Kesadaran : sadar, orientasi baik (2)

Pernapasan : napas dalam, teratur (2)

Sirkulasi : baik (2)

Warna : merah muda, SaO2 > 92% (2)

Aktivitas : 4 ekstremitas dapat digerakkan (1)

Program post operasi :

- Awasi vital sign dan kesadaran

- Posisi tidur terlentang tanpa bantal sampai sadar

- Sadar penuh boleh minum secara bertahap

- Lain-lain sesuai dokter bedah

- Emergensi lapor dokter anestesi.

Page 6: Presentasi Kasus An

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Fraktur Antebrachii

Fraktur antebrachii adalah terputusnya kontinuitas tulang radius ulna, pada anak

biasanya tampak angulasi anterior dan kedua ujung tulang yang patah masih berhubungan

satu sama lain. Gambaran klinis fraktur antebrachii pada orang dewasa biasanya tampak

jelas karena fraktur radius ulna sering berupa fraktur yang disertai dislokasi fragmen

tulang.

Ada empat jenis fraktur antebrachii yang khas beserta penyebabnya yaitu :

1.Fraktur Colles

Deformitas pada fraktur ini berbentuk seperti sendok makan (dinner fork deformity).

Pasien terjatuh dalam keadaan tangan terbuka dan pronasi, tubuh beserta lengan berputar

ke ke dalam (endorotasi). Tangan terbuka yang terfiksasi di tanah berputar keluar

(eksorotasi/supinasi).

2.Fraktur Smith

Page 7: Presentasi Kasus An

Fraktur Smith merupakan fraktur dislokasi ke arah anterior (volar), karena itu sering

disebut reverse Colles fracture. Fraktur ini biasa terjadi pada orang muda. Pasien jatuh

dengan tangan menahan badan sedang posisi tangan dalam keadaan volar fleksi pada

pergelangan tangan dan pronasi. Garis patahan biasanya transversal, kadang-kadang

intraartikular.

3.Fraktur Galeazzi

Fraktur Galeazzi merupakan fraktur radius distal disertai dislokasi sendi radius ulna

distal. Saat pasien jatuh dengan tangan terbuka yang menahan badan, terjadi pula rotasi

lengan bawah dalam posisi pronasi waktu menahan berat badan yang memberi gaya

supinasi.

4.Fraktur Montegia

Fraktur Montegia merupakan fraktur sepertiga proksimal ulna disertai dislokasi sendi

radius ulna proksimal. Terjadi karena trauma langsung.

Klasifikasi ASA

Klasifikasi status fisik yang lazim digunakan untuk menilai kebugaran fisik

seseorang ialah yang berasal dari The American Society of Anesthesiologist (ASA).

Klasifikasi ASA antara lain :

ASA I : pasien dalam kondisi sehat

ASA II: pasien dengan kelainan sistemik ringan – sedang yang tidak berhubungan

dengan pembedahan, dan pasien masih dapat melakukan aktivitas sehari-hari.

ASA III : pasien dengan gangguan sistemik berat sehingga aktivitas rutin

terbatas

ASA IV : pasien dengan kelainan sistemik berat tidak dapat melakukan

aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya setiap saat

(mengancam jiwa dengan atau tanpa pembedahan).

ASA V: pasien tidak diharapkan hidup setelah 24 jam walaupun dioperasi atau

tidak.

ASA VI :brain-dead

Jika akan dilakukan operasi darurat dapat mencantumkan tanda darurat E.

Page 8: Presentasi Kasus An

Macam Anestesi:

Pemilihan jenis anestesi memperhatikan beberapa faktor, antara lain : umur,

jenis kelamin, status fisik, jenis operasi, ketrampilan operator dan peralatan yang

dipakai, ketrampilan/kemampuan pelaksana anestesi dan sarananya, status rumah sakit,

dan permintaan pasien.

Saat ini sekitar 70-75 % operasi pada rumah sakit, dilakukan di bawah anestesi

umum (general anesthesia). Operasi sekitar kepala, leher, dada, dan abdomen sangat baik

dilakukan dengan anestesi umum inhalasi dengan pemasangan pipaendotrakheal, sejak

diketahui bahwa dengan metode ini jalan nafas dapat dikontrol dengan baik sepanjang

waktu.

Stadium Anesthesi

Guedel (1920) membagi anestesi umum dengan eter dalam 4 stadium (stadium III dibagi

menjadi 4 plana), yaitu:

Stadium I

Stadium I (analgesi) dimulai dari saat pemberian zat anestetik sampai hilangnya

kesadaran. Pada stadium ini pasien masih dapat mengikuti perintah dan terdapat analgesi

(hilangnya rasa sakit). Tindakan pembedahan ringan, seperti pencabutan gigi dan biopsi

kelenjar, dapat dilakukan pada staium ini.

Stadium II

Stadium II (delirium/eksitasi, hiperrefleksi) dimulai dari hilangnya kesadaran dan refleks

bulu mata sampai pernapasan kembali teratur. Pada stadium ini terlihat adanya eksitasi

dan gerakan yang tidak menurut kehendak, pasien tertawa, berteriak, menangis,

menyanyi, pernapasan tidak teratur, kadang-kadang apnu dan hiperpnu, tonus otot rangka

meningkat, inkontinensia urin dan alvi, muntah, midriasis, hipertensi serta takikardia.

Stadium ini harus cepat dilewati karena dapat menyebabkan kematian.

Stadium III

Page 9: Presentasi Kasus An

Stadium III (pembedahan) dimulai dengan teraturnya pernapasan sampai pernapasan

spontan hilang. Stadium III dibagi menjadi 4 plana yaitu:

Plana 1: Pernapasan teratur, spontan, dada dan perut seimbang, terjadi gerakan bola mata

yang tidak menurut kehendak, pupil miosis, refleks cahaya ada, lakrimasi meningkat,

refleks faring dan muntah tidak ada, dan belum tercapai relaksasi otot lurik yang

sempurna (tonus otot mulai menurun).

Plana2: Pernapasan teratur, spontan, perut-dada, volume tidak menurun, frekuensi

meningkat, bola mata tidak bergerak, terfiksasi di tengah, pupil midriasis, refleks cahaya

mulai menurun, relaksasi otot sedang, dan refleks laring hilang sehingga dapat dikerjakan

intubasi.

Plana 3: Pernapasan teratur oleh perut karena otot interkostal mulai paralisis, lakrimasi

tidak ada, pupil midriasis dan sentral, refleks laring dan peritoneum tidak ada, relaksasi

otot lurik hampir sempurna (tonus otot semakin menurun).

Plana 4: Pernapasan tidak teratur oleh perut karena otot interkostal paralisis total, pupil

sangat midriasis, refleks cahaya hilang, refleks sfingter ani dan kelenjar air mata tidak

ada, relaksasi otot lurik sempurna (tonus otot sangat menurun).

Stadium IV

Stadium IV (paralisis medula oblongata) dimulai dengan melemahnya pernapasan perut

dibanding stadium III plana 4. Pada stadium ini tekanan darah tak dapat diukur, denyut

jantung berhenti, dan akhirnya terjadi kematian. Kelumpuhan pernapasan pada stadium

ini tidak dapat diatasi dengan pemapasan buatan.

Page 10: Presentasi Kasus An

Tahapan Anestesi

Persiapan Praanestesi

Keadaan fisis pasien telah dinilai sebelumnya pada kunjungan praanestesi meliputi anam-

nesis, pemeriksaan fisis, laboratorium, dll. Saat masuk ruang operasi pasien dalam

keadaan puasa. Identitas pasien harus telah ditandatangani sesuai dengan rencana operasi

dan informed consent.  

Dilakukan penilaian praoperasi. Keadaan hidrasi pasien dinilai, apakah terdapat

hipovolemia, perdarahan, diare, muntah, atau demam. Akses intravena dipasang untuk

pemberian cairan infus, transfusi, dan obat-obatan. Dilakukan pemantauan

elektrogradiografi (EKG), tekanan darah (tensimeter), saturasi O2 (pulse oxymeter), kadar

CO2 dalam darah (kapnograf), dan tekanan vena sentral (CVP). Premedikasi dapat

diberikan diberikan oral, rektal, intramuskular, atau intravena. 

Kelengkapan dan fungsi mesin anestesi serta peralatan intubasi diperiksa. Pipa

endotrakeal dipilih sesuai dengan pasien, baik ukuran maupun jenis laringoskopnya.

Lampu diperiksa fungsinya, pipa endotrakeal diberi pelicin analgetik, dan balon pipa

endotrakeal (cuff) diperiksa.

 Induksi Anestesi

Pasien diusahakan tenang dan diberikan O2 melalui sungkup muka. Obat-obat induksi

diberikan secara intravena seperti tiopental, ketamin, diazepam, midazolam, dan

propofol. Jalan napas dikontrol dengan sungkup muka atau pipa napas

orofaring/nasofaring. Setelah itu dilakukan intubasi trakea. Setelah kedalaman anestesi

tercapai, posisi pasien disesuaikan dengan posisi operasi yang akan dilakukan, misalnya

terlentang, telungkup, litotomi, miring, duduk, dll.

 Rumatan Anestesi

Selama operasi berlangsung dilakukan pemantauan anestesi. Hal-hal yang dipantau

adalah fungsi vital (pernapasan, tekanan darah, nadi), dan kedalaman anestesi, misalnya

Page 11: Presentasi Kasus An

adanya gerakan, batuk, mengedan, perubahan pola napas, takikardia, hipertensi, keringat,

air mata, midriasis. 

Ventilasi pada anestesi umum dapat secara spontan, bantu, atau kendali tergantung jenis,

lama, dan posisi operasi. Cairan infus diberikan dengan memperhitungkan kebutuhan

puasa, rumatan, perdarahan, evaporasi, dll. Jenis cairan yang diberikan dapat berupa

kristaloid (ringer laktat, NaCl, dekstrosa 5%), koloid (plasma expander, albumin 5%),

atau tranfusi darah bila perdarahan terjadi lebih dari 20% volume darah.

 Selama pasien dalam anestesi dilakukan pemantauan frekuensi nadi dan tekanan darah.

Peningkatan tekanan darah dan frekuensi nadi terjadi bila anestesi kurang dalam. Hal ini

disebabkan karena terjadi sekresi adrenalin. Diatasi dengan membuat anestesi lebih

dalam, yaitu melalui meningkatan konsentrasi halotan atau suntikan barbiturat.

Penurunan tekanan darah dan nadi halus sebagai tanda syok dapat disebabkan karena

kehilangan banyak darah. Hal ini diatasi dengan pemberian cairan pengganti plasma atau

darah. Penurunan tekanan darah dan frekuensi nadi dapat disebabkan karena anestesi

terlalu dalam atau terlalu ringan serta kehilangan banyak darah atau cairan. Peningkatan

tekanan darah dan tekanan nadi serta penurunan frekuensi nadi disebabkan transfusi yang

berlebihan. Diatasi dengan penghentian transfusi.

 Pemulihan Pasca-Anestesi

Setelah operasi selesai pasien dibawa ke ruang pemulihan (recovery room) atau ke ruang

perawatan intensif (bila ada indikasi). Secara umum, ekstubasi terbaik dilakukan pada

saat pasien dalam anestesi ringan atau sadar. Di ruang pemulihan dilakukan pemantauan

keadaan umum, kesadaran, tekanan darah, nadi, pernapasan, suhu, sensibilitas nyeri,

perdarahan dari drain, dll. 

Pemeriksaan tekanan darah, frekuensi nadi, dan frekuensi pernapasan dilakukan paling

tidak setiap 5 menit dalam 15 menit pertama atau hingga stabil, setelah itu dilakukan

setiap 15 menit. Pulse oximetry dimonitor hingga pasien sadar kembali. Pemeriksaan

suhu juga dilakukan.

Page 12: Presentasi Kasus An

Seluruh pasien yang sedang dalam pemulihan dari anestesi umum harus mendapat

oksigen 30-40% selama pemulihan karena dapat terjadi hipoksemia sementara. Pasien

yang memiliki risiko tinggi hipoksia adalah pasien yang mempunyai kelainan paru

sebelumnya atau yang dilakukan tindakan operasi di daerah abdomen atas atau daerah

dada. Pemeriksaan analisis gas darah dapat dilakukan untuk mengkonfirmasi penilaian

oksimetri yang abnormal. Terapi oksigen benar-benar diperhatikan pada pasien dengan

riwayat penyakit pan obstruksi kronis atau dengan riwayat retensi CO2 sebelumnya.

Bila keadaan umum dan tanda vital pasien normal dan stabil, maka pasien dapat

dipindahkan ke ruangan dengan pemberian intruksi pascaoperasi. 

Kriteria yang digunakan dan umumnya yang dinilai adalah warna kulit, kesadaran,

sirkulasi, pernapasan, dan aktivitas motorik, seperti Skor Aldrete (lihat di bawah).

Idealnya pasien baru boleh dikeluarkan bila jumlah skor total adalah 10. Namun bila skor

total telah di atas 8 pasien boleh keluar dari ruang pemulihan.

Seluruh tindakan anestesi dicatat dalam lembaran khusus berisi tindakan yang dilakukan,

obat yang diberikan, status fisis pasien sebelum, selama, dan setelah anestesi dilakukan

sesuai urutan waktu.

Obat-obatan pada pasien :

1. Morfin (inj. 10mg)

Indikasi:

Dosis:

2. Sedacum ( inj. 8 mg)

Indikasi: Pemakaian anestesi pada premedikasi, induksi dan pemeliharaan pada anestesi

umum, sedasi basal pada prosedur diagnostik & anestesi lokal.

Dosis: Premedikasi sebelum operasi Dewasa 0.07-0.1 mg/kg berat badan secara IM.

3. Recofol (inj160 mg)

Indikasi: Menginduksi dan mempertahankan anestesi umum. Sedasi selama perawatan

intensif.

Dosis: 4-12 mg/kg berat badan/jam secara infus yang terus-menerus (drip infusion).

Page 13: Presentasi Kasus An

4. Tramal (inj. 100mg)

Indikasi: Nyeri akut & kronis berat & diagnosis atau tindakan terapeutik yang

menyebabkan rasa sakit. Nyeri setelah operasi & nyeri melahirkan.

Dosis: 1 ampul secara intravena (IV), intramuskular (IM), atau subkutan (SC).

5. Intrix ( Inj. 2 gr)

Indikasi: pencegahan infeksi pada pembedahan yang diberikan sebelum operasi.

Dosis: 1-2 gram sehari disuntikkan intravena sebagai dosis tunggal atau dalam 2 dosis

terbagi.

6. Ketorolac

Indikasi: Penatalaksanaan jangka pendek, nyeri akut sedang - berat setelah operasi

prosedur bedah.

Dosis: Awal 10 mg Intra Muskular atau bolus Intra Vena, kemudian 10 - 30 mg tiap 4 - 6

jam. Maksimal : 90 mg/hari selama 2 hari.

Page 14: Presentasi Kasus An

BAB III

PEMBAHASAN

Pada operasi pasien ini, teknik anestesi yang digunakan adalah anestesi

umum intravena. Sebagai premedikasi dipakai Mofrin 10 mg. Dosis premedikasi dewasa

5-10 mg (0,1-0,2 mg/kgBB) intramuskular diberikan untuk mengurangi kecemasan dan

ketegangan pasien menjelang operasi, menghindari takipnu pada pemberian

trikloroetilen, dan agar anestesi berjalan dengan tenang dan dalam. Kerugiannya adalah

terjadi perpanjangan waktu pemulihan, timbul spasme serta kolik biliaris dan ureter.

Kadang-kadang terjadi konstipasi, retensi urin, hipotensi, dan depresi napas.

Selama tindakan anestesi berlangsung, tekanan darah dan denyut nadi selalu

dimonitor. Infus RL diberikan pada penderita sebagai cairan rumatan. Beberapa saat

sebelum operasi selesai diberikan Ketorolac tromethamin (Remopain 1 %) 10 mg IV

sebagai analgesik setelah operasi.

Page 15: Presentasi Kasus An

BAB IV

KESIMPULAN

1. Anestesi umum adalah tindakan menghilangkan rasa nyeri/sakit secara sentral disertai

hilangnya kesadaran dan dapat pulih kembali (reversibel). Komponen trias anestesi ideal

terdiri dari hipnotik, analgesi, dan relaksasi otot.

2. Modalitas penggunaan analgesik harus menghilangkan nyeri yang bisa terjadi karena

insisi, visceral, atau akibat gas residu dan pneumoperitoneum. Manajemen nyeri diawali

sebelum atau selama prosedure pembedahan. Pemberian opioid intravena (fentanyl,

morfine) dalam kombinasi dengan NSAID intravena membantu agar pasien nyaman

pada akhir pembdahan.

Page 16: Presentasi Kasus An

DAFTAR PUSTAKA

Yao, F.S.F, Artusio, Anesthesiology, Problem Oriented Patient Management. Lippincott Williams and Wilkins, USA. 2001

Cole, D.J., Schlunt, M., Adult Perioperative Anesthesia: The Requisites in Anesthesiology. Mosby. 2004 th

Morgan GE, Mikhail MS, J.Murray M., Clinical Anesthesiology 4 edition. McGraw Hill. New York. 2006.