presentasi ips bab 3

Click here to load reader

Upload: irvan-syah

Post on 02-Aug-2015

101 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

OM SWASTYASTUPRESENTASI IPS

Nama kelompok 3: I Putu Aldha Rasjman Sayoga (01)

Gede Ary Trisna Wahyudi (03) Ignatius Rucat Gega Damaris(11) Made Kevo Audrey Riesmaldy (13) I Gusti Lanang Wahyunanda S. (14) Putu Rima Ayu Padini(23) I Putu Widiana Putra Suyasa (28) Ni Luh Gede Wiwin Pebriani (30)

B.Perjuangan Diplomasi Untuk Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia

1.Latar Belakang Dekret PresidenDari pelaksanaan pemilu 1995,Indonesia berhasil membentuk Konstituante.Pembentukan konstituantemerupakan amanat dari UUDS 1950.Tugasnya adalah menyusun undang-undang sebagai pengganti UUDS 1950. Konstituante mulai bersidang untuk menyusun undang-undang pada 10 November 1956, tetapi sampai awal 1959, konstituante belum mampu menyelesaikan tugasnya.Hal itu disebabkan adanya perbedaan pendapat dalam konstituantemengenai masalah pokok yang tidak terselesaikan , yaitu mengenai dasar negara. Setelah sekian tahun, Konstituante tidak dapat menyelesaikan tugasnya.Hal itu menyebabkan munculnya aksi dan demonstrasi dari berbagai kalangan masyarakat yang menuntut agar UUD 1945 diberlakukan kembali.Menanggapi tanggapan tersebut, Presiden Soekarno kemudian menyampaikan amanat di depan Sidang Konstituante pada 25 April1959, yang intinya memuat anjuran dari presiden dan pemerintah untuk kembali ke UUD 1945. Anjuran dari Presiden Soekarno menjadi perdebatan yang tidak

30 Mei 1959,1 dan 2 Juni 1959.Separuh anggota Konstituante setuju untuk kembali ke UUD 1945, tetapi hal itu tidak berarti pemungutan suara telah ada pemenangnya.Aturannya, pemenang adalah yang mendapat dukungan dua pertiga jumlah suara yang masuk. Setelah pemungutan suara menemui jalan buntu, mulai 3 Juni 1959 Konstituante memutuskan istirahat dari kegiatan sidang (reses).Kegagalan Konstituante dalam menyusun undang-undang dasar dan juga adanya pemberontakan serta gejolak di berbagai daerah menyebabkan Penguasa Perang Pusat mengeluarkan peraturan mengenai larangan bagi kegiatankegiatan politik. Larangan itu mencegah munculnya bahaya yang diakibatkan kegiatan politik Sebagai jalan keluar akibat kegagalan Konstituante dalam menyusun undangundang dasar dan untuk melakukan penataan sistem pemerintahan agar lebih baik, maka presiden, Dewan Nasional, wakil dari partai-partai besar, dan pimpinan TNI bersepakat untuk segera kembali ke UUD 1945. Kemudian pada 5 Juli 1959 Presiden Soekarno mengumumkan Dekret Presiden di Istana Merdeka. Isinya meliputi: a. Pembubaran Konstituante. b. Penetapan berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950. c. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang secepatnya.

2. Dekret Presiden 5 Juli 1959

Berbagai kalangan memberikan dukungan terhadap dikeluarkannya Dekret Presiden. Dukungan yang muncul antara lain dari KSAD yang memberikan Perintah Harian kepada seluruh anggota TNI untuk melaksanakan dan mengamankan Dekret Presiden. Mahkamah Agung juga memberikan pembenaran atas dikeluarkannya Dekret Presiden, sedangkan DPR menyatakan kesanggupannya untuk bekerja sesuai dengan ketentuan

3. Pengaruh Dekret PresidenDekret Presiden dikeluarkan oleh Presiden Soekarno untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa serta untuk menjaga keamanan dan keselamatan bangsa. Pernyataan Dekret Presiden juga mengakhiri berlakunya demokrasi liberal di Indonesia. Setelah dekret, upaya tindak lanjut yang dilakukan pemerintah adalah dengan melakukan penataan bidang politik, sosial, ekonomi, pertahanan, dan keamanan. Tindak lanjutnya antara lain:

a.1.

Pembentukan lembaga-lembaga negaraPembentukan Kabinet Kerja Kabinet Kerja dibentuk oleh presiden dengan perdana menteri Presiden Soekarno sendiri dan Ir. Djuanda diangkat sebagai perdana menteri pertama. Para menteri yang tergabung dalam Kabinet Kerja tidak lagi terikat oleh partainya. Kabinet Kerja dilantik pada 10 Juli 1959. Program kerjanya adalah Triprogram, yaitu: Memenuhi sandang pangan rakyat. Menciptakan keamanan rakyat dan negara. Melanjutkan perjuangan menentang imperialisme untuk merebut Irian

a. b. c.

Perdana Menteri Kabinet Kerja Ir. Djuanda

Pelantikan Kabinet Kerja pada 10 Juli 1959

2. Penetapan DPR Anggota DPR hasil pemilu 1955 menyatakan kesediaannya untuk tetap bekerja, maka pada 22 Juli 1959 dikeluarkan Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1959 tentang penetapan DPR. Sehari kemudian dilakukan pelantikan terhadap anggota DPR hasil pemilu 1955 menjadi DPR yang berdasarkan pada UUD 1945. 3. Pembentukan MPRS Sebelum terbentuknya MPR yang sesuai dengan UUD 1945, maka dibentuk MPRS. MPRS dibentuk berdasarkan Penetapan Presiden No.2 Tahun 1959. Anggota MPRS ditunjuk dan diangkat oleh presiden dengan beberapa syarat, antara lain sepakat kembali ke UUD 1945 dan kepada Manifesto Politik, serta setia pada perjuangan RI.Keanggotaan MPRS terdiri dari 261 anggota DPR, 94 utusan daerah, dan 200 wakil golongan. Ketua MPRS adalah Chaerul Saleh. Pimpinan MPRS diangkat oleh presiden dan menteri-menteri yang memegang departemen. Tugas MPRS menurut penetapan presiden terpadas pada kewenagan menetapkan GBHN. Susunan MPRS diatur dalam Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, sebagai berikut: MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong ditambah dengan utusanutusan dari daerah-daerah dan golongan-golongan.

Anggota tambahan MPRS diangkat oleh Presiden dan mengangkat sumpah menurut agamanya di hadapan Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden. MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh Presiden Pembentukan DPAS DPAS dibentuk berdasarkan Penpres No. 3 Tahun 1959. DPAS dilantik pada 15 Agustus 1959. Anggotanya terdiri dari 45 orang, 12 berasal dari wakil golongan politik, 8 dari utusan daerah, 24 wakil golongan, dan seorang wakil ketua. Ketuanya adalah Presiden Soekarno sedangkan wakilnya adalah Roeslan Abdulgani. Tugas DPAS adalah berkewajiban menjawab pertanyaan dari presiden dan berhak mengajukan usul Susunan pimpinan MPRS kepada pemerintah. Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua Wakil Ketua : Chaerul Saleh : Mr. Ali Sastroamidjojo : K.H. Idham Chalid : D.N. Aidit : Kol. Wilujo Puspojudo

Ketua DPAS Ir. Soekarno

Ketua MPRS Chaerul Saleh

Wakil Ketua DPAS Roeslan Abdulgani

5) Pembentukan DPRGR Pemerintah mengajukan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara untuk tahun 1961nkepada DPR, tetapi DPR menolak untuk mengesahkannya. Akibat penolakan itu, pada 5 Maret 1960 DPR dibubarkan oleh Presiden Soekarno. Pembubarannya didasarkan pada Penetapan Presiden No.3 tahun 1960. Sebagai pengganti DPR yang dibubarkan pleh presiden, pada 5 Maret 1960 dibentuk DPR Gotong Royong (DPRGR). Pembentukkan DPRGR didasarkan pada Penetapan Presiden No.4 Tahun 1960. Keanggotaannya diatur dan diangkat oleh Presiden. Anggota DPRGR terdiri dari 153 orang anggota mewakili partai politik dan 130 mewakili golongan. Anggota DPRGR dilantik pada 25 Juni 1960. Tugasnya adalah melaksanakan Manipol dan Demokrasi Terpimpin serta mawujudkan amanat penderitaan rakyat Menurut Penpres No.32 Tahun 1964 tugas DPRGR adalah membantu presiden sesuai bidangnya masing-masing dan pimpinan DPRGR waktu tertentu wajib memberikan laporan kepada presiden. b. Pembentukan Front Nasional Front Nasional merupakan organisasi masa yang berusaha memperjuangkan cita-cita proklamasi dan bangsa yang terkandung dalam UUD 1945. Ketuanya adalah Presiden Soekarno. Tujuan Front Nasional yaitu menyelesaikan revolusi nasional, melaksanakan pembangunan

Dekret Presiden Menyatakan berlakunya kembali UUD 1945, tetapi pada kenyataannya sistem ketatanegaraan tidak bertumpu pada UUD 1945. Hal itu terbukti dari beberapa peristiwa berikut ini: a. Pembubaran DPR hasil pemilu 1955 oleh Presiden b. Pembentukan MPRS yang anggotanya ditunjuk oleh Presiden c. Presiden mengangkat dirinya menjadi ketua DPAS Pada Peringatan Hari Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1959, Presiden Soekarno menyampaikan pidato yang berjudul Penemuan Kembali Revolusi Kita. Pidato ini dikenal sebagai Manifesto Politik (Manipol) Republik Indonesia. Pada sidang DPAS September 1959 diusulkan agar Manipol dijadikan sebagai GBHN. Manipol kemudian ditetapkan sebagai GBHN melalui Penetapan Presiden No. 1 Tahun 1960 dan dilakukan MPRS dengan Ketetapan MPRS No. I/MPRS/1960. Menurut Presiden Soekarno, inti Manipol adalah Undang Undang Dasar 1945, sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia. Kelima inti dari Manipol tersebut disingkat menjadi USDEK. Untuk mengatasi kesulitan ekonomi dan menciptakan tatanan ekonomi yang bersifat demokratis serta bersih dari sisa-sisa imperialisme dan peondalisme, pemerintah melaksanakan Demokrasi Ekonomi. Kegiatan

Kenyataannya perekonomian hanya menguntungkan pengusaha yang

memiliki lisensi dari pemerintah. Pemerintah melakukan pengumpulan dana revolusi yang ditarik dari pengusaha yang mendapat lisensi. Hal itu menyebabkan pengusaha hanya mengejar keuntungan tanpa memperhatikan kepentingan ekonomi rakyat. Akibatnya rakyat mengalami kesulitan ekonomi. Pada 25 Agustus 1959 pemerintah melakukan pemotongan nilai nominal mata uang sehingga hanya bernilai 10%-nya saja. Pemerintah juga mengeluarkan peraturan tentang ekspor dan impor, tetapi semua itu tidak mampu mengatasi kemerosotan ekonomi. Untuk mengatasi kemerosotan itu, pemerintah membentuk Komando Tertinggi Operasi Ekonomi (KOTOE) pada april 1962. KOTOE tidak berhasil melaksanakan tugasnya karena pengeluaran anggaran negara ternyata lebih besar dari pendapatan negara. Kemudian pada 28 Maret 1963 Presiden Soekarno mengumandangkan Deklarasi Ekonomi (Dekon). Pada pokoknya, Dekon memuat penjelasan bahwa pembangunan ekonomi dibagi dalam jangka pendek(sangan dan pangan) dan jangka panjang(industrialisasi) serta pembangunan tidak boleh menggantungkan diri pada bantuan asing. Pemerintah juga menganut pembangunan yang bersifat mercusuar, yaitu politik yang mengagungkan kemegahan Indonesia kepada dunia

Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia di masa demokrasi terpimping

juga dinilai melenceng dari politik bebas aktif. Hal itu didasarkan pada sikap Indonesia yang menganggap adanya pertentangan 2 politik dunia. Yaitu Old Established Forces (Oldefo) dan New Emergenng Forces (NEFO) serta dibentuknya poros Jakarta-Peking dan poros JakartaPeking-Pyongyang yang dinilai mendekatkan diri bada blok komunis. Pada 1963-1964 Indonesia juga melancarkan konfrontasi dengan Malaysia karena danya rencana pembentukan Federasi Malaysia yang dianggap oleh Indonesia sebagai proyek neo-kolonialisme yang membahayakan revolusi Indonesia. Setelah pendirian Federasi Malaysia diproklamasikan, Indonesia kemudian melancarkan konfrontasi dengan mengumandangan Dwikora, yaitu perhebat ketahanan revolusi Indonesia dan bantu perjuangan rakyat Malaya, Singapura, Sabah, Serawak, dan Brunei untuk menggagalkan negara boneka Malaya. Hal ini juga menyulitkan keuangan negara karena dana terserap untuk kepentingan perang dan PKI semakin beruntung karena Indonesia semakin condong bekerjasama dengan negara negara komunis. Pada 7 Januari 1965 Indonesia menyatakan keluar dari PBB karena Malaysia terpilih sebagai anggota dewan keamanan PBB. Kondisi ini dimanfaatkan PKI untuk mendekaktkan Indonesia dengan RRC sehingga

Evaluasi Bab 2A.

1. 2. 3.

4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.

Pilihan Ganda b. d. d. kabinet Ali Sastroamidjojo, Kolonel Nasution dan PKI a. d. c. d. b. a. a. d. a.

14. 15. 16. 17. 18. 19. 20.

d. b. d. a. c. a. a.

Evaluasi Bab 2B. Isian 1. 20 Desember 1949. 2. Pengurangan jumlah tentara, untuk menghemat keuangan negara. 3. Sukowati (Negara Indonesia Timur), pembentukan negara kesatuan. 4. 21 Maret 1950. 5. Mutual Security Act. 6. Perjuangan mengembalikan Irian Barat ke dalam wilayah RI, melaksanakan politik luar negeri bebas dan aktif, mengusahakan perbaikan nasib buruh dan pegawai, menyehatkan keuangan negara, serta mewujudkan pergantian ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional. 7. Konsepsi Presiden Soekarno, Februari 1957, Presiden Soekarno. 8. Oeang Republik Indonesia (ORI). 9. Plan Kasimo.

Evaluasi Bab 2C.1.

2. 3.

4.

Uraian Uang dipotong menjadi dua. Uang yang berlaku hanya potongan sebelah kiri dan mempunyai nilai separuh dari nilai semula. Uang kertas yang nilainya di bawah lima rupiah tidak dikenakan pemotongan. Dengan cara tersebut, pemerintah mulai dapat mengendalikan keuangan karena pemotongan uang tersebut menyebabkan pemerintah dapat menarik uang yang beredar di masyarakat Ekonomi kolonial adalah ekonomi dimana sumber-sumber ekonomi masih dipegang oleh perusahaan-perusahaan swasta Belanda. Menurut Prof. Dr. Sumitro Djojohadikusumo, pembangunan ekonomi Indonesia adalah mengubah struktur ekonomi kolonial menjadi struktur ekonomi nasional. Karena itu, Sumitro meluncurkan Gerakan Benteng (Benteng Group) pada bulan April 1950. Tujuan gerakan ini adalah untuk melindungi para pengusaha Indonesia dari pengusaha nonpribumi. Mr. Iskaq Tjokrohadisuryo melakukan kebijakan Ali Baba. Maksud dari sistem ini adalah Ali sebagai pengusaha pribumi dan Baba sebagai pengusaha nonpribumi. Jadi, harus ada kerja sama antara pengusaha pribumi dan nonpribumi. Pengusaha nonpribumi diwajibkan memberi latihan dan tanggung jawab agar tenaga pribumi dapat menduduki jabatan staf. Pemerintah juga mengadakan kredit dan lisensi bagi

5.

6. 7.

Ada, karena usaha membangun ekonomi juga merupakan usaha untuk mengubah ekonomi kolonial menjadi ekonomi nasional yang dipertegas setelah dikaitkan dengan perjuangan merebut Irian Barat. Sistem dimana perdana menteri dan anggota kabinetnya bertanggung jawab kepada parlemen (DPR). Karena pemilu tahun 1955 dinilai sebagai pemilihan umum yang bersih karena rakyat bebas memilih tanpa intimidasi.

- Indonesia cenderung condong kepada negara-negara komunis, seperti Uni Soviet dan Cina, - Dibentuk kekuatan dunia baru New Emerging Force (Nefo) - Indonesia melaksanakan politik mercusuar, - Melakukan konfrontasi dengan Malaysia, - Indonesia keluar dari PBB. 10. 1 e 2c 3d 4f 5b 6a8.

TERIMA KASIH ATAS PERHATIANNYA

OM SHANTI, SHANTI, SHANTI, OM