praktikum imkg bahan tanam tuang gypsum bonded (2).pdf

Upload: jerry-saifudin

Post on 04-Mar-2016

335 views

Category:

Documents


20 download

DESCRIPTION

PRAKTIKUM IMKG BAHAN TANAM TUANG GYPSUM BONDED (2).pdf

TRANSCRIPT

  • 1

    1. TUJUAN

    1.1. Dapat melakukan manipulasi bahan tanam tuang dengan cara yang tepat.

    1.2. Dapat melakukan penanaman model malam menggunakan bahan tanam tuang

    jenis gipsum.

    2. CARA KERJA

    2.1. Bahan

    a. Bahan tanam gypsum bonded

    b. Malam inlay

    c. Sabun

    d. Paraffin

    2.2. Alat

    a. Alat cetak model malam bentuk mahkota

    b. Pisau model

    c. Brander spiritus

    d. Spatula

    e. Glass ukur

    f. Timbangan

    g. Bowl

    h. Crucible former

    i. Bumbung tuang

    j. Vibrator

    k. Kuas

    2.3. Langkah kerja

    2.3.1 Pembuatan Model Malam

    a. Alat yang digunakan untuk membuat model malam mahkota diperiksa dan

    dipastikan bersih (tidak ada sisa malam yang tertinggal).

    b. Ujung alat cetak dilapisi dengan paraffin secukupnya.

    c. Malam inlay dipotong secukupnya kemudian dilelehkan dan tidak boleh

    sampai mendidih.

  • 2

    d. Malam inlay yang sudah cair dituangkan ke dalam cetakan.

    e. Cetakan diisi penuh dengan malam cair, kemudian segera ditutup dengan

    cetakan model malam.

    f. Cetakan dibiarkan sebentar, setelah itu cetakan dibuka tutupnya , model

    malam diletakkan dalam wadah.

    2.3.2 Penanaman Model Malam

    a. Malam sprue dipotong secukupnya, kemudian sprue diletakkan pada model

    malam dengan cara mencairkan ujung malam sprue dan diletakkan dengan

    model malam dalam posisi tegak, malam sprue dihaluskan.

    b. Ujung lain malam sprue diletakkan pada crucible former dengan posisi

    tegak.

    c. Ketinggian model malam, jarak antara tepi bumbung tuang dengan tepi atas

    model malam diukur, jarak tida boleh kurang dari 7mm, lalu dihaluskan

    kembali.

    d. Seluruh permukaan model malam dan sprue diulasi dengan air sabun

    memakai kuas.

    e. Bubuk bahan tanam ditimbang seberat 58gr dan air diukur sebanyak 20

    ml(normal), bubuk sebanyak 58gr dan air sebanyak 25ml (encer),bubuk

    sebanyak 63 gr dan air sebanyak 20ml (kental).

    f. Air dituangkan terlebih dahulu dalam bowl, lalu dimasukkan bubuk bahan

    tanam dalam bowl yang telah berisis air.

    g. Adonan diaduk sebanyak 45 putaran selama 30 detik diatas vibrator, adonan

    dituangkan ke dalam bumbung tuang yang telah lengkap dengan crucible

    former dan malam model terpasang di atas vibrator.

    h. Setelah bumbung tuang penuh, bumbung tuang dipindahkan dari vibrator

    dan diber tanda (I,II,III)

    3. PEMBAHASAN

    Pada pembuatan model malam, master die pertama-tama diolesi dengan

    paraffin. Pengolesan paraffin ini adalah sebagai pelumas. Pelumas yang digunakan

    sebaiknya megandung bahan pembasah. Penggunaan bahan pelumas tidak boleh terlalu

  • 3

    banyak karena akan dapat mengurangi keakuratan perlekatan model malam dengan

    master die. (Anusavice 2013, P. 198) Malam yang digunakan untuk membuat model

    malam tidak boleh dipanaskan sampai mendidih.

    Penggunaan sprue bertujuan untuk membuat jalan agar logam cair dapat masuk

    ke dalam mould yang ada di dalam bumbung tuang setelah malam dihilangkan.

    Diameter dan panjang sprue tergantung dari tipe dan ukuran dari model malam yang

    dibuat, tipe casting machine yang digunakan, dan dimensi dari bumbung tuang yang

    digunakan. Diameter sprue yang digunakan harus paling tidak hampir sama dengan

    ketebalan dari model malam yang dibuat atau sama dengan bagian model malam yang

    paling tebal. Bagian ini biasanya berada pada bagian cusp. Jika model malam kecil,

    sprue juga harus kecil, karena jika sprue yang besar digunakan untuk model malam

    yang tipis dapat menyebabkan model malam mengalami distorsi. Sedangkan jika

    diameter sprue terlalu kecil menyebabkan logam cair mengeras sebelum mencapai

    mould dan terjadi porositas karena terjadi tekanan balik. (Anusavice 2013, P. 213)

    Posisi sprue sering tergantung pada intuisi berdasarkan bentuk dan wujud dari

    model malam. Beberapa menganjurkan untuk meletakkan perlekatan sprue pada

    permukaan oklusal dan ada pula yang memilih meletakkannya pada area proksimal

    untuk meminimalisasi grinding pada bagian oklusal. Sprue harus dijauhkan dari bagian

    model malam yang tipis karena logam cair dapat menhancurkan bentuk cetakan pada

    area ini. Sprue harus diletakkan pada permukaan malam yang paling tebal sehingga

    logam cair dapat mengalir dengan lebih mudah ke seluruh rongga mould. Sprue tidak

    boleh diletakkan pada permukaan datar yang luas karena dapat menyebabkan turbulensi

    dalam rongga mould dan porositas yang parah. Untuk menghindari hal tersebut, sprue

    diposisikan pada sudut 45o terhadap area proksimal. (Anusavice 2013, P. 213-4)

    Panjang dari sprue tergantung dari panjang bumbung tuang. Jika sprue terlalu

    pendek, jarak model malam dengan ujung bumbung tuang menjadi sangat jauh,

    sehingga gas menjadi sulit untuk terventilasi keluar dan logam cair menjadi kesulitan

    untuk masuk dan memnuhi mould dengan sempurna. Saat gas tidak dapat dikeluarkan

    dengan sempurna, maka akan terbentuk porositas. Panjang sprue yang harus disesuaikan

    hingga ujung model malam dengan ujung bumbung tuang berjarak sekitar 6 mm.

    (Anusavice 2013, P. 214-5) Berdasarkan ADA jarak antara ujung model malam dengan

    bumbung tuang adalah 7 mm. Jarak yang terlalu pendek menyebabkan moul yang pecah

  • 4

    karena tidak cukup kuat untuk menahan tekanan logam cair yang masuk ke dalam

    mould. Sedangkan jika jarak terlalu panjang menyebabkan udara yang berada di dalam

    mould susah untuk dikeluarkan dari dalam mould melalui pori-pori bahan tanam tuang

    sehingga saat dilakukan penuangan logam masih ada udara yang terjebak di dalam

    mould dan menyebabkan terjadinya tekanan balik yang berakibat mould tidak dapat

    terisi penuh oleh logam cair.

    Kriteria untuk pemasangan sprue adalah sebagai berikut: (Sharmila 2004, p 290)

    a. Sprue harus melekat pada bagian tertebal dari model malam.

    b. Sebuah reservoir ditambahkan pada sprue dengan tujuan untuk mempertahankan

    logam dalam keadaan cair untuk memastikan cetakan model malam dapat terisi

    dengan lengkap. (Annusavice 2013, p 199)

    c. Panjang sprue sekitar 6 sampai 8 mm dari permukaan bumbung tuang.

    Beberapa faktor seperti panjang dan diameter sprue, serta jarak antara cetakan

    model malam dengan permukaan atas bumbung tuang memiliki efek pada kualitas hasil

    casting. (Mc Cabe 2008, p 80)

    Komponen dari bumbung tuang casting dengan model malam yang dikelilingi

    oleh penanaman casting ditunjukkan pada gambar 1. Posisi sprue tampak berada

    ditengah-tengah bumbung tuang casting. (Annusavice 2013, p 199)

    Gambar 1. Representasi hasil casting: A. Crucible form, B. Sprue, C. Rongga yang terbentuk oleh

    cetakan model malam setelah proses buang malam, D. Bahan tanam, E. Liner, F. Bumbung

    tuang casting, G. Ketebalan bahan tanam yang direkomendasikan yaitu maksimum sekitar 6

    mm antara ujung rongga cetakan dengan permukaan atas bumbung tuang untuk

    memberikan jalan agar udara dapat keluar selama proses casting. (Annusavice 2013, p 199)

  • 5

    Contoh model malam dengan sprue yang benar untuk mahkota dan jembatan tiga unit

    ditunjukkan pada gambar 2.

    Gambar 2. Sprue primer berorientasi langsung ke arah model malam (kiri). Reservoir berbentuk

    bola terletak pada sprue vertikal. Sedangkan untuk jembatan tiga unit menggunakan

    desain reservoir horisontal yang diposisikan dekat dengan pusat panas bumbung tuang

    (kanan).

    Pada praktikum ini, penanaman menggunakan gypsum bonded dilakukan dengan

    tiga perlakuan, yaitu pada bumbung pertama menggunakan W/P ratio 20 ml air dan

    bubuk 58 gr atau konsistensi normal, pada bumbung kedua dengan W/P ratio 58 gr

    bubuk dan 25 ml air atau konsistensi encer sedangkan pada bumbung ketiga dengan

    konsistensi kental yaitu W/P ratio 60 gr bubuk dan 20 ml air.

    Jika W/P ratio dari bahan tanam tuang lebih tinggi dari konsistensi normal

    dapat menyebabkan setting time bahan tanam tuang menjadi lebih lama, menurunkan

    kekuatan hasil gipsum, dan menurunkan setting ekspansi serta menghasilkan cetakan

    logam yang lebih besar daripada yang diharapkan. Namun, apabila W/P ratio bahan

    tanam tuang lebih rendah dari konsistensi normal akan menghasilkan cetakan logam

    yang lebih kecil daripada yang diharapkan dan meningkatkan setting ekspansi.

    Peningkatan setting ekspansi berkaitan dengan meningkatnya kepadatan inti. Pada W/P

    ratio yang lebih tinggi, inti kristalisasi per satuan volume lebih sedikit dibandingkan

    dengan campuran yang tebal karena dapat diasumsikan bahwa ruang antara inti lebih

    besar. Hal ini berarti ada kurangnya pertumbuhan interaksi kristal dihidrat. Pada proses

    casting, maka setting ekspansi dari bahan tanam gipsum bonded akan sangat

    berpengaruh yaitu sebagai kompensator penyusutan logam saat pendinginan. Sehingga

    saat hasil casting dipasang pada die akan fit (Anusavice, 2003).

  • 6

    Setelah sprue terpasang, model malam dapat langsung ditanam dengan bahan

    tanam, namun sebelum ditanam permukaan model malam, dan sprue harus diulas

    dengan air sabun hal ini bertujuan untuk menurunkan tegangan permukaan. Air sabun

    sangat efektif dalam menurunkan tegangan permukaan dan meningkatkan pembasahan.

    Jika pembasahan tidak memadai akan menyebabkan hasil cetakan kurang detail (Craig,

    2002).

    4. SIMPULAN

    W/P ratio yang tinggi menyebabkan setting time lebih lama, kekuatan gipsum

    menurun, dan menurunkan setting ekspansi sehingga menghasilkan cetakan

    logam yang lebih besar,Begitu pula sebaliknya. Ekspansi dari gipsum bonded

    sangat berpengaruh sebagai kompensator penyusutan logam saat pendinginan.

    Sehingga saat hasil casting dipasang pada die akan fit.

  • 7

    5. DAFTAR PUSTAKA

    Anusavice, K. 2003. Dental Materials.11th

    Ed. Philadelphia. Saunders Elsevier.

    pp. 199 - 322.

    Annusavice K. J. 2013. Philips Science of Dental Materials. 12th ed. St Louis :

    Elsevier Saunders. pp: 198, 213-5

    Craig, R & Powers. 2002. Restorative Dental Materials.11th

    Ed. St. Louis.

    Mosby. p. 26.

    Hussain, Sharmila. 2004. Textbook of Dental Materials. New Delhi: Jaypee

    Brothers. p 290.

    McCabe, JF and Walls, Angus W.G. 2008. Applied Dental Materials. 9th

    ed.

    Victoria: Blackwell, Inc. p 80.

  • 8