praktikum 4-farfis -___-
TRANSCRIPT
PRAKTIKUM 4
PENGARUH PERUBAHAN TEMPERATUR TERHADAP STABILITS
BAHAN OBAT
A. TUJUAN
Tujuan dari percobaan ini adalah
1. Memahami pengaruh perubahan temperatur terhadap stabilitas bahan obat
2. Memahami cara menentukan tetapan laju peruraian bahan obat pada
temperatur tertentu
3. Memahami dan menghitung pengaruh energi aktivasi dalam peruraian
suatu bahan obat karena pengaruh perubahan temperature.
B. DASAR TEORI
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk
bertahan dalam batas yang telah ditetapkan dan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan , sifat dan karakteristiknya sama dengan yang
dimilikinya pada saat produk tersebut dibuat (Depkes RI, 1995).
Tiap bahan di dalam suatu sediaaan baik yang berkhasiat terapi aktif
atau inaktif dapat mempengaruhi stabilitas. Faktor lingkungan seperti suhu,
radiasi, cahaya, udara (terutama O2, CO2 dan uap air) dan kelembapan juga
dapat mempengaruhi stabilitas. Demikian juga dengan faktor seperti ukuran
partikel, pH, sifat air dan pelarut lain yang digunakan, sifat wadah dan adanya
bahan kimia lain yang berasal dari kontaminasi atau dari penampungan
produk berbeda yang disengaja dapat mempengaruhi stabilitas (Depkes RI,
1995).
Peningkatan temperatur biasanya menambah laju rekasi sehingga
peruraian suatu bahan obat biasanya meningkat dengan kenaikan temperatur.
Hubungan antara laju reaksi dengan peruraian (k) terhadap temperatur
dinyatakan dalam persamaan Arrhenius
K = A. e-Ea /RT
Atau
log K = log A – Ea/ 2,303 R. T
dengan ketentuan:
k = tetapan laju reaksi, diperoleh berdasarkan persamaan orde reaksi
A = faktor frekuensi
Ea = energi aktivitas
R = tetapan gas (1,978 kal/mol.der)
T = temperatur absolut
Berdasarkan persamaan tersebut dapat dibuat kurva antara 1/T log k
sehingga diperoleh persamaan gars lurus dan harga k pada temperatur kamar
dapat dihitung untuk memprediksikan batas kadarluasa suatu bahan obat
(Ansel, 1989).
Proses laju merupakan hal dasar yang perlu diperhatikan bagi orang
yang berikatan dengan bidang kefarmasian. Beberapa prinsip dan proses laju
berkaitan dengan peristiwa berikut:
1. Kestabilan dan tak tercampurkan
Proses laju umumnya adalah sesuatu yang menyebabkan
ketidakaktifan obat melalui penguraian obat atau melalui hilangnya
khasiat obat karena perubahan fisik dan kimia yang kurang diinginkan
dari obat tersebut.
2. Disolusi
Yang diperhatikan terutama kecepatan berubahnya obat dalam
bentuk sediaan padat menjadi bentuk larutan molekuler.
3. Proses absorpsi distribusi dan eliminasi
Beberapa proses ini berkaitan dengan laju absorpsi obat ke dalam
tubuh, laju distribusi obat dalam tubuh dan laju pengeluaran obat setelah
distribusi dengan berbagai factor, seperti metabolism, penyimpanan dalam
organ tubuh lemak dan melalui jalur-jalur pelepasan.
4. Kerja obat pada tingkat molekuler
Obat dapat dibuat dalam bentuk yang tepat dengan menganggap
timbulnya respon dari obat merupakan proses laju
(Martin, 2009).
Pengkajian stabilitas pra formulasi biasanya merupakan penilaian
kuantitatif stabilitas kimia suatu obat. Pengkajian ini meliputi percobaan
keadaan larutan dan keadaan padatan dalam kondisi topikal untuk
penanganan, formulasi, penyimpanan dan pemberian suatu obat. Bagian ini
terfokus pada evaluasi stabilitas kimia selama penelitian pra formulasi
(Lachman, 1989).
Penyebab ketidakstabilan bahan obat ada 2 macam. Pertama adalah
slabilitas dari bahan obat dan bahan pembantu sendiri, yang terakhir
dihasilkan dari bangun kimia dan kimia fisika, untuk lainnya adalah faktor
luar seperti suhu, kelembaban udara dan cahaya menginduksi atau
mempercepat reaksi yang berkurang lainnya (Voight, 1994).
C. ALAT DAN BAHAN
1. AlatAlat-alat yang digunakan dalam percobaan meliputi :
1. Batang pengaduk
2. Gelas beker 250 ml
3. Gelas ukur 5 ml
4. Kaca arloji
5. Labu ukur 500 ml
6. Nerca analitik
7. Penangas air
8. Pipet tetes
9. Pro pipet
10. Rak tabung reaksi
11. Spektrofotometer
12. Tabung reaksi
13. Termometer
2. Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam percobaan ini meliputi :
1. As. Sitrat
2. Aquadest
3. NaOH
4. Vitamin C
D. PROSEDUR KERJA
1. Pembuatan dapar sitrat pH 5,6 dengan kapasitas dapar 0,01
sebanyak 250 ml
a. Menimbang asam sitrat 0,65 g, melarutkan ke dalam aquadest
secukupnya
b. Menimbang NaOH 0,06 g, melarutkan ke dalam aquadest secukupnya
c. Mencampur kedua larutan dan tambahkan aquadest hingga volume
250 mL, aduk ad homogen
2. Pembuatan larutan Vit. C
a. Menimbang Vit. C sebesar 51,8 mg
b. Menambahkan larutan dapar sitrat secukupnya hingga larut di dalam
labu ukur 100 mL
c. Menambahkan sisa larutan sitrat secukupnya hingga 100 mL lalu
mengocoknya hingga homogen.
d. Memipet larutan vit. C 2 mL dengan pipet volume kemudian
menambahkan larutan dapar sitran lalu memasukkan ke dalam labu
ukur 100 mL sampai diperoleh larutan dengan konsentrasi 10,38 bpj
dalam 8 buah tabung reaksi.
3. Pengamatan hasil percobaan
a. Mengamati absorbansi larutan vit. C dengan konsentrasi 10,36 bpj
pada panjang gelombang maksimumnya menggunakan
spektrofotometer UV.
b. Menyiapkan 8 buah tabung reaksi kemudian mengisi masing-masing
tabung dengan larutan Vit. C sebanyak 10 mL lalu panaskan setiap
dua tabung pada temperatur 40˚, 45 B , 50˚ dan 55˚C selama 8 menit
dan 15 menit.
c. Mengamati absorbansi masing-masing tabung pada panjang
gelombang maksimum Vit. C
d. Menghitung kadarnya dengan metode perbandingan serapan
E. DATA DAN HASIL PENGAMATAN
Pembuatan kurva baku
Pembuatan larutan baku induk
a. 10 mg vit C dalam 100 mL
ppm = 10 mg x 10
100 mL x 10
ppm = 100 mg
1000 mL
ppm = 100 ppm
b. Pembuatan larutan baku kerja
M1 = 100 ppm
V2 = 10 mL
M2 = 6 ; 7 ; 8 ; 9 ; 10 ppm
Untuk M2 = 6 ppm
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 100 ppm = 10 mL . 6
60 = V1
100 mL
0,6 mL = V1
Untuk M2 = 7 ppm
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 100 ppm = 10 mL . 7
7 0 = V1
100 mL
0,7 mL = V1
Untuk M2 = 8 ppm
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 100 ppm = 10 mL . 8
8 0 = V1
100 mL
0,8 mL = V1
Untuk M2 = 9 ppm
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 100 ppm = 10 mL . 9
9 0 = V1
100 mL
0,9 mL = V1
Untuk M2 = 10 ppm
V1 . M1 = V2 . M2
V1 . 100 ppm = 10 mL . 10
100 = V1
100 mL
1 mL = V1
1. Perhitungan Pembuatan Dapar
a. Dapar Sitrat pH 5,6 kapasitas dapar 0,01 V= 250 mL
β = 2,303C × Ka [H3O )+](Ka + [H 3O])2
0,01 = 2,303C ×
4,98 .10 -7 (2,5×10 -6 ¿ ¿4, 98 .10 -7 + (2,5 ×10-6 ¿
-2 ¿
8,988 x 10-14 = 2,8672 x 10-12 C
C = 8,9880 x 10 -14
2,8672 x 10-12
C = [A] + [G]
0,0365 = [A] + [0,599]
[A] = 0,031
pH = pKa + log [G][A]
5,6 = 6,369 + log [G][A]
[G] = 0,1599 A
[G] = 0,1599 (0,031)
= 4,929×10-6 mol/ml
Massa asam sitrat = [A] × BM × V
= 3,1 × 10-5 × 210,14 × 250
= 1,628 gr
Tabel 1. Absorbansi Kurva Baku
Konsentrasi Absorbansi
6 ppm 0,322 Å
7 ppm 0,378 Å
8 ppm 0,435 Å
9 ppm 0,492 Å
10 ppm 0,549 Å
Pembuatan larutan asam askorbat
X ppm = 51,8 mg
100 mL
X ppm = 51,8 / 0,1
100/100
V1 . M1 = V2 . M2
2 mL . 518 ppm = 100 mL . M2
10,36 ppm = M2
Setelah pengenceran 2 mL menjadsi 100 mL
Kadar menjadi 10,36 ppm
3. Hasil pengamatan absorbansi
λ max
Absorbansi
T kamar T 40˚C T 45˚C T 50˚C T 55˚C
Kadar t0 0,987 0,987 0,987 0,987 0,987
Kadar t8 0,987 1,021 1,007 0,991 0,965
Kadar t15 0,987 1,030 0,975 0,965 0,950
4. Penentuan orde reaksi dengan metode penentuan harga k
K40 K45 K50 K55
Nol k = Co−Ct
dt
-0,0231 -0,0136 -0,00275 0,0149
-0,0156 -0,0043 -0,00793 0,0134
Satu k = 2,303
t log
CoC
-4,0018 x 10-3 -2,3821 x 10-3 -4,8445 x 10-4 -2,6535 x 10-3
2,6862 x 10-3 7,6904 x 10-4 1,4148 x 10-3 -2,4068 x 10-3
Dua k =
(Co−Co)/Co .Ct
-6,9731 x 10-4 -4,1625 x 10-3 -8,5299 x 10-5 4,7313 x 10-4
-4,6649 x 10-4 1,3644 x 10-4 2,5233 x 10-4 4,3259 x 10-4
5. Pembuatan kurva 1/T VS log k
T 1/T k Log K
313 3,1949 x 10-3 -5,819 x 10-4 0
318 3,1447 x 10-5 -1,3988 x 10-4 0
323 3,0959 x 10-3 0,8352 x 10-4 -4,0782
329 3,0488 x 10-3 4,5286 x 10-4 -3,3440
3,195 x 10-3 3,145 x 10-3 3,096 x 10-3 3,048 x 10-3
-4,000-3,500-3,000-2,500-2,000-1,500-1,000
-5000
Kurva 1/T VS log k
1/T
log
k
Dari Kurva 1/T VS log k di dapat persamaan :
y = bx + a
y = -8878,84 x + 25,107 R2 =0,994
= -8878,84 (1/5) + 25,107
k = 2,052 x 10-5
b = -Ea
2,303 R
-8878,84 = Ea
2,303 x 1,987
Ea = 40.630,11 joule
Harga Ea dan batas kadaluarsa pada temperatur kamar untuk kadar
minimum 90 %
T ½ = 1
Co. k=
110,356 x 2,052 x 10 -5
= 4703, 9 menit = 78,91 jam
T90 = 1
9 Co k = 1
9.10,356 .2,052 .10 -5 = 522,67 menit = 8,711 jam
Ea →log k = log A-Ea
2,303 RT
Log 2,052. 10-2 =log A -40.630,11
2,303 x 1,987 x298
3,12x10-3 = log A-29,79
Log A =29,78 → A = 6,12 x 1029
F. PEMBAHASAN
Pada praktikum kali ini tentang pengaruh perubahan temperatur
terhadap stabilitas bahan obat yang bertujuan untuk menentukan tetapan laju
peruraian suatu bahan obat pada temperatur tertentu serta menghitung energi
aktivitasnya.
Pada praktikum ini digunakan beberapa alat dan bahan yang masing-
masing memiliki fungsi tersendiri. Gelas beker digunakan sebagai tepat
melarutkan bahan dan mengukur volume larutan yang tidak memerlukan
tingkat ketelitian yang tinggi. Selanjutnya kaca arloji berfungsi sebagai
tempat penimbangan bahan kimia berupa padatan atau pasta. Batang
pengaduk digunakan untuk mengaduk cairan didalam gelas kimia. Corong
gelas berfungsi untuk membantu memindahkan larutan dari wadah yang satu
ke wadah yang lain terutama yang bermulut kecil, selain itu corong gelas
biasanya juga digunakan untuk membantu penyaringan, khususnya untuk
menaruh kertas saring. Labu ukur digunakan untuk mengukur volume larutan.
Penangas air digunakan untuk pemanasan pada suhu rendah 30°C sampai
100°C. Termometer digunakan untuk mengukur suhu. Pipet volume berfungsi
untuk memindahkan larutan dan hanya memiliki satu ukuran volume. Tabung
reaksi digunakan sebagai wadah untuk mereaksikan larutan. Sedangkan
bahan-bahan yang digunakan adalah vitamin C yang digunakan sebagai bahan
obat yang akan ditentukan absorbansinya dan dihitung waktu paruhnya.
Bahan lain seperti asam sitrat dan NaOH digunakan untuk pembuatan larutan
dapar, serta aquadest digunakan sebagai pelarut.
Stabilitas didefinisikan sebagai kemampuan suatu produk untuk
bertahan dalam batas yang telah ditetapkan dan sepanjang periode
penyimpanan dan penggunaan, sifat dan karakteristiknya sama dengan yang
dimilikinya pada saat produk tersebut dibuat (Depkes RI, 1995).
Pada praktikum ini, temperatur merupakan faktor yang dapat
mempengaruhi kecepatan reaksi. Kecepatan berbagai reaksi bertambah kira-
kira dua atau tiga kalinya tiap kenaikan 10°C. Pengaruh temperatur terhadap
laju ini diberikan dengan persamaan yang pertama kali dikemukakan oleh
Arrhenius, yaitu : log K = log A – Ea/ (2,303 R. T) (Martin, 2009). Sehingga,
perlakuan peningkatan suhu dari 40°C sampai 55°C dilakukan dengan tujuan
untuk membedakan atau mengetahui pada suhu berapa obat dapat stabil
dengan baik dan pada suhu berapa obat akan teruarai dengan cepat. Jika
menggunakan suhu tinggi, kita dapat mengetahui penguraian obat dengan
cepat, sedangkan dalam suhu kamar butuh waktu lama untuk terurai.
Pada pembuatan larutan vitamin C, ditambahkan larutan dapar.
Larutan dapar ini digunakan untuk mempertahankan nilai pH tertentu agar
tidak banyak berubah selama reaksi kimia berlangsung. Larutan dapar atau
disebut juga larutan penyangga tersusun dari asam lemah dengan basa
konjugatnya dan sebaliknya. Pada percobaan ini asam sitrat merupaka asam
lemah dan NaOH sebagai basa kuat, dimana asam sitrat dicampurkan dalam
jumlah berlebih sehingga campurannya menghasilkan garam yang
mengandung basa konjugasi dari asam lemah yang bersangkutan. Dalam hal
ini larutan dapar bersifat asam, yakni mempertahankan pH dari vitamin C
yaitu 5,6.
Kadarluarsa adalah batas atau jangka waktu atau jangka obat yang
masih memenuhi standar untuk obat dimana apabila lewat dari ketentuannya,
maka komposisi yang harusnya 100% akan berkurang 10% menjadi 90%,
sehingga obat tidak layak lagi untuk dikonsumsi lagi. Selanjutnya waktu
paruh adalah waktu yang dibutuhkan oleh suatu obat untuk terurai
setengahnya dari konsentrasi mula-mula. Sedangkan energi aktivasi adalah
kemampuan sediaan untuk dapat mengalami penguraian zar. Energi aktivitasi
dapat juga diartikan sebagai energi minimum yang dibutuhkan agar reaksi
kimia tertentu dapat terjadi.
Perhitungan terhadap t1/2 dan t90. t1/2 untuk menentukan waktu yang
diperlukan oleh suatu bahan obat agar terdekomposisi sehingga kadar tersisa
setengah dari konsentrasi awal. Berdasarkan hasil yang diperoleh t1/2 vitamin
C adalah 1,9631x10-6 menit sedangkan t90 adalah 2,1812x10-7 menit, dan
perhitungan Ea (energi aktifitas) yang dimana Ea berpengaruh dalam reaksi
penguraian, yang dimana Ea dan laju reaksi berbanding lurus , yang dimana
semakin besar nilai Ea maka semakin cepat juga laju penguraiannya dari
suatu bahan obat tersebut. Dan dari hasil yang didapat nilai Ea sebesar -
132802,2552 kal.
Pada praktikum kali ini menggunakan orde dua, karena laju
penguraiannya dipengaruhi oleh faktor temperatur. Faktor temperatur ini yang
menyebabkan percepatan laju reaksi dan penguraian sehingga laju reaksi atau
pengaruhnya lebih cepat dibandingkan orde nol dan orde satu. Orde reaksi
adalah jumlah molekul atau atom yang terlibat dalam reaksi yang
konsentrasinya menentukan laju reaksi. Orde nol adalah reaksi dimana
konsentrasi tidak mempengaruhi laju reaksi. Orde satu adalah reaksi dimana
konsentrasi sebanding dengan laju reaksi. Orde dua adalah dimana laju reaksi
= 2xn konsentrasi reaktan.
Adanya beberapa kesalahan saat praktikum, termasuk saat
pengamatan adsorbansi pada spektrofotometer UV VIS mungkin disebakan
oleh beberapa hal seperti bahan yang mencair sehingga dapat mengurangi
daparnya, akibatnya dapar yang diinginkan tidak sesuai. Serta, ketidaktelitian
praktikan dalam hal pengerjaan prosedur kerja praktikum.
G. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan dari praktikum ini adalah :
1. Temperatur merupakan faktor yang mempengaruhi laju reaksi.
2. Semakin tinggi temperatur, semakin cepat obat teruari.
3. Dari hasil absorbansi yang didapat menunjukkan semakin bertambahnya
suhu dan lamanya waktu pemanasan maka jumlah zat yang terurai
semakin besar.
4. Laju peruraian reaksi mempengaruhi energi aktivitasi
5. Orde yang digunakan yaitu orde dua.
6. Nilai Energi aktivasi yang didapat adalah -132802,2552 ; nilai t1/2 =
1,9631 x 10-6 dan nilai t90 = 2, 1812 x 10-7 .
7. Laju reaksi suatu zat dipengaruhi oleh beberapa faktor dalam percobaan
ini yaitu suhu dan waktu yang ditempuh dalam pemanasan.
Saran untuk praktikum selanjutnya diharapkan asisten lebih membimbing
praktikan dalam menentukan komposisi bahan-bahan yang diperlukan dalam
percobaan agar tingkat kesalahan pada saat percobaan relatif kecil. Serta,
diharapkan praktikan dapat lebih teliti lagi dalam perhitungan dan pengerjaan
prosedur kerja praktikum.
H. DAFTAR PUSTAKA
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Penerbit Universitas Indonesia Press. Jakarta
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi V. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.
Lachman, leon, 1989. Teori dan Praktik Farmasi Industri.UI Press. Jakarta.
Martin, Alfred. 2009. Farmasi Fisik Edisi III. UI Press. Jakarta.
Voight, R. 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. UGM Press. Yogyakarta.
I. DISKUSI
1. Apa syarat uji stabilitas dipercepat?
- Kehilangan 5% potensi dari kadar awal pada suatu batch
- Bila hasill urai lebih dari nilai batas spesifikasi
- Produk melewati batas pH.
- Disolusi melebihi batas spesifikasi untuk 12 tablet/kapsul
- Perubahan fisik dari sediaan.
2. Batasan yang harus dipenuhi pada uji stabilitas dipercepat?
- Obat disimpan pada kondisi ekstrim di suatu lemari uji yang disebut
climatic chamber, obat dalam kemasan aslinya dipaparkan pada suhu 40
±oC dan kelembanban 75 ± 5%.
3. Mengapa pada uji stabilitas dipercepat tidak diperbolehkan menggunakan
pengamatan pada temperature tinggi?
- Karena jika suhu yang digunakan terlalu tinggi, maka obat akan
terdekomposisi melebihi batas dan terurai menjadi senyawa lain. Jadi
untuk menghindari hal tersebut suhu yang digunakan tidak boleh terlalu
tinggi.
4. Cara apa saja yang dapat digunakan untuk menentukan kadaluarsa suatu
sediaan farmasi?
- adanya perubahan warna atau ada noda/bintik,
- adanya perubahan fisika yang meliputi perubahan bentuk (obat
pecah/retak, tumbuh kristal atau lembab/basah dan terlihat lunak), bila
berupa sirup/suspensi bila obat dikocok tidak tercampur (memadat),
menjadi keruh, terbentuk endapan atau munculnya gas, terjadi
pemecahan emulsi ataupun caking suspensi.
Dengan menghitung stabilitas bahan obat tersebut, jika kadar bahan
aktifnya sudah kurang dari 90% maka dapat dikatakan sudah kadaluarsa.
Metode yang digunakan adalah analisis stabilitas yang dipercepat.