lapkes farfis fix,l
DESCRIPTION
farfisTRANSCRIPT
PERCOBAAN I
KELARUTAN INTRINSIK OBAT DAN
KONSTANTA DIELEKTRIK PELARUT CAMPUR
A. TUJUAN
1. Mengetahui dan mempraktikkan metode penentuan kelarutan intrinsik obat
2. Mengetahui dan memahami cara menghitung nilai konstanta dielektrik dari
suatu pelarut campur
B. DASAR TEORI
1. Kelarutan intrinsik obat
Kelarutan diartikan sebagai konsentrasi bahan terlarut dalam suatu larutan
jenuh pada suatu suhu tertentu. Larutan sebagai campuran homogen bahan yang
berlainan. Untuk dibedakan antara larutan dari gas, cairan dan bahan padat dalam
cairan. Disamping itu terdapat larutan dalam keadaan padat (misalnya gelas,
pembentukan kristal campuran). Kelarutan didefinisikan dalam besaran kuantitatif
sebagai konsentrasi zat terlarut dalam larutan jenuh pada temperatur tertentu, dan
secara kualitatif didefinisikan sebagai interaksi spontan dari dua atau lebih zat
untuk membentuk dispersi molekuler homogen. Larutan dinyatakan dalam mili
liter pelarut yang dapat melarutkan satu gram zat. Misalnya 1 gram asam salisilat
akan larut dalam 500 ml air. Kelarutan dapat pula dinyatakan dalam satuan
molalitas, molaritas dan persen (Tim asisten, 2008).
Dalam istilah farmasi, larutan didefinisikan sebagai sediaan cair yang
mengandung satu atau lebih zat kimia yang dapat larut, biasanya dilarutkan dalam
air, yang karena bahan-bahannya, cara peracikan atau penggunaanya, tidak
dimasukkan kedalam golongan produk lainnya. Pelepasan zat dari bentuk
sediaannya sangat dipengaruhi oleh sifat-sifat kimia dan fisika zat tersebut serta
formulasinya. Pada prinsipnya obat baru dapat diabsorbsi setelah zat aktifnya
terlarut dalam cairan usus, sehingga salah satu usaha untuk mempertinggi efek
farmakologi dari sediaan adalah dengan menaikkan kelarutan zat aktifnya.
Kelarutan suatu bahan dalam suatu pelarut tertentu menunjukkan konsentrasi
maksimum larutan yang dapat dibuat dari bahan dan pelarut tersebut. Bila suatu
pelarut pada suhu tertentu melarutkan semua zat terlarut sampai batas daya
melarutkannya, larutan ini disebut larutan jenuh(Voight,1994).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kelarutan suatu zat adalah:
1. pH
2. Temperatur
3. Jenis pelarut
4. Bentuk dan ukuran partikel
5. Konstanta dielektrik pelarut
6. Adanya zat-zat lain, misalnya surfaktan pembentuk kompleks ion sejenis dan
lain-lain.
Kelarutan obat sebagian besar disebabkan oleh polaritas pelarut yaitu oleh
momen dipolnya. Pelarut polar melarutkan zat terlarut ionic dan zat polar lainnya.
Sesuai dengan itu, air bercampur dengan alkohol dalam segala perbandingan
dengan melarutkan gula dan senyawa polihidroksi lain (Voight,1994).
Waktu kelarutan obat dalam tubuh sangat erat hubungannya dengan
efektivitas obat dalam menghilangkan rasa sakit yang diderita. Waktu kelarutan
obat pada uji disolusi dianggap sebagai waktu kelarutan obat di dalam tubuh.
Semakin cepat larut suatu obat, maka semakin efektif obat tersebut
bekerja(Henny, 2008)
Banyak bahan obat yang mempunyai kelarutan dalam air yang rendah atau
dinyatakan praktis tidak larut, umumnya mudah larut dalam cairan organik.
Senyawa-senyawa yang tidak larut seringkali menunjukkan absorbsi yang tidak
sempurna atau tidak menentu. Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk
meningkatkan kelarutan suatu bahan obat, antara lain: pembentukan kompleks,
penambahan kosolven, penambahan surfaktan, manipulasi keadaan padat, dan
pembentukan prodrug. Propilenglikol atau propana-1,2-diol adalah salah satu jenis
pelarut atau kosolven yang dapat digunakan untuk meningkatkan kelarutan suatu
obat dalam formulasi sediaan cair, semi padat dan sediaan transdermal. Dengan
penambahan kosolven dapat meningkatkan permeabilitas suatu obat untuk
melewati membran (Linda, 2009).
Proses absorbsi merupakan dasar yang penting dalam menentukan aktivitas
farmakologis obat. Kegagalan atau kehilangan obat selama proses absorbsi akan
mempengaruhi efek obat atau menyebabkan kegagalan pengobatan. Kelarutan
obat dalam lemak merupakan salah satu sifat fisik yang memengaruhi absorpsi
obat ke membran biologis. Makin besar kelarutannya dalam lemak, maka makin
tinggi pula derajat absorbsi obat ke membran biologis (Siswandono, 1995).
2. Konstanta dielektrik
Suatu zat dapat larut ke dalam dua macam pelarut yang keduanya tidak
saling bercampur. Jika kelebihan cairan atau zat padat ditambahkan ke dalam
campuran dari dua cairan tidak bercampur, zat itu akan mendistribusi diri diantara
dua fase sehingga masing-masing menjadi jenuh. Jika zat itu ditambahkan
kedalam pelarut tidak tercampur dalam jumlah yang tidak cukup untuk
menjenuhkan larutan, maka zat tersebut akan tetap terdistribusikan diantara kedua
lapisan dengan konsentrasi tertentu. Pelarut secara umum dibedakan atas dua
pelarut, yaitu pelarut air dan bukan air. Salah satu ciri penting dari pelarut tetapan
dielektriknya (E), yaitu gaya yang bekerja antara dua muatan itu dalam ruang
hampa dengan gaya yang bekerja pada muatan itu dalam dua pelarut. Tetapan ini
menunjukkan sampai sejauh mana tingkat kemampuan melarutkan pelarut
tersebut. Misalnya air dengan tetapan dielektriknya yang tinggi (E = 78,5) pada
suhu 25oC, merupakan pelarut yang baik untuk zat-zat yang bersifat polar, tetapi
juga merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat-zat non polar. Sebaliknya,
pelarut yang mempunyai tetapan dielektrik yang rendah merupakan pelarut yang
baik untuk zat non polar dan merupakan pelarut yang kurang baik untuk zat
berpolar (Martin, 1993).
3. Asam salisilat
Asam salisilat merupakan salah satu bahan kimia yang cukup penting dalam
kehidupan sehari-hari serta mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi karena
dapat digunakan sebagai bahan intermediet dari pembuatan bahan baku untuk
keperluan farmasi. Perkembangan konsumsi asam salisilat di Indonesia cenderung
meningkat dari tahun-ketahun. Hal ini didukung dengan adanya industri-industri
yang menggunakan asam salisilat sebagai bahan buku utama, seperti halnya
industri pembuatan aspirin, metil salisilat, salisilamide dan industri yang
berhubungan dengan pencelupan, pembuatan karet dan resin kimia (Rieko, 2007).
Asam salisilat meningkatkan penetrasinya ke dalam kulit. Tidak dapat
dikombinasi dengan mengoksida karena akan terbentuk garam seng salisilat yang
tidak aktif. Asam benzoat ini dan ester hidroksinya 0,1% berkhasiat fungistasis
dan bakteriostatis lemah. Biasanya zat ini digunakan bersamaan dengan asam
salisila (Kirana, 2007)
Asam salisilat mempunyai dua radikal fungsi dalam struktur kimianya, yaitu
radikal hidroksi feanolik dan radikal karboksil yang langsung terkait pada inti
benzena. Esterifikasi radikal hidroksi fenoliknya dengan fenol diperoleh ester
fenil salisilat yang dikenal dengan nama salol, sedangkan esterifikasi radikalnya
dengan asetilakloridadidapatkan ester asetilsalisilat yang dikenal dengan aspirin
salol dan banyak digunakan dalam bidang kedokteran karena mempunyai sifat
analgetik dan antipiretik (Damin, 2006).
Asam salisilat merupakan senyawa yang berkhasiat sebagai fungisidal dan
bakteriostatis lemah. Asam salisilat bekerja keratolitis sehingga digunakan dalam
sediaan obat luar terhadap infeksi jamur yang ringan. Asam salisilat sukar larut
dalam air (Astuti, 2007).
Struktur Molekul Asam Salisilat
(Ditjen POM, 1979 )
4. Uraian Bahan
a. Air suling
Nama resmi : Aqua destillata
Nama lain : Air suling
Pemerian : Cairan jernih, tidak berwarna, tidak berbau, tidak
mempunyai rasa.
Khasiat : Pelarut
b. Etanol
Nama resmi : Aethanolum
Nama lain : Etanol, alkohol
Pemerian : Cairan tak berwarna, jernih, mudah menguap
Kelarutan : Sangat mudah larut dalam air, kloroform dan dalam
eter.
c. Gliserol
Nama resmi : Glycerolum
Nama lain : Gliserin
Pemerian : Cairan seperti sirop, jernih, tidak berwarna, tidak
berbau
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air dan dengan etanol,
Khasiat : zat uji
d. Propilenglikol
Nama resmi : Propylenglycolum
Nama lain : Propilenglicol
Pemerian : Cairan kental, jernih, tidak berwarna, tidak berbau.
Kelarutan : Dapat bercampur dengan air, etanol dan dengan
kloroform
Khasiat : Zat uji
(Ditjen POM, 1979)
C. Alat dan Bahan
1. Alat
a. Buret
b. Corong kaca
c. Erlenmeyer
d. Filter
e. Gelas kimia 50 mL
f. Pipet tetes
g. Pipet ukur 10 mL
h. Propipet
i. Rak tabung
j. Sendok tanduk
k. Statif dan klem
l. Tabung reaksi
m. Timbangan analitik
n. Vortex
2. Bahan
a. Aluminium foil
b. Aquades
c. Asam salisilat
d. Etanol 70%
e. Indikator fenolftalein
f. Kertas saring
g. Kertas timbang
h. NaOH 0,1 N
D. Prosedur Kerja
1. Dimasukkan aquades ke dalam tabung reaksi 1-4 masing-masing 5 mL
2. Ditambahkan etanol kedalam tabung reaksi 1-4 dengan keterangan sebagai
berikut:
a. Dimasukkan tabung 1 dengan 0 mL etanol
b. Dimasukkan tabung 2 dengan 2 mL etanol
c. Dimasukkan tabung 3 dengan 3 mL etanol
d. Dimasukkan tabung 4 dengan 5 mL etanol
3. Ditambahkan propilenglikol ke dalam tabung reaksi 1-4 dengan keterangan
sebagai berikut :
a. Dimasukkan tabung 1 dengan 5 mL etanol
b. Dimasukkan tabung 2 dengan 3 mL etanol
c. Dimasukkan tabung 3 dengan 2 mL etanol
d. Dimasukkan tabung 4 dengan 0 mL etanol
4. Ditambahkan asam salisilat 1 gram pada tabung 1-4
5. Divortex selama 30 menit, lalu disaring
6. Ditambahkan indikator fenolftalein masing-masing 3 tetes pada tabung 1-4
7. Dititrasi dengan NaOH O,1 N
8. Ditentukan kadar asam salisilat
9. Dihitung nilai konstanta dielektrik dari campuran pelarut
(air+etanol+propilenglikol) pada tabung 1-4
10. Ditambahkan indikator fenolftalein masing-masing 3 tetes pada tabung 1-4
11.Dititrasi dengan NaOH O,1 N
12.Ditentukan kadar asam salisilat
13.Dihitung nilai konstanta dielektrik dari campuran pelarut
(air+etanol+propilenglikol) pada tabung 1-4
E. Hasil Pengamatan
1. Tabel Pengamatan
Tabung Volume (mL) Asam
Salisilat (g)
NaOH 0,1
M (mL)Aquades Etanol P.glikol
1 5 0 5 1 17,2
2 5 2 3 1 20,8
3 5 3 2 1 24,3
4 5 5 0 1 50
2. Perhitungan
a. Penentuan Kelarutan Intrinsik Asam Salisilat dalam Pelarut Campur
Molaritas NaOH
Dik : NaOH = 0,1 N
= 0,1 M
MNaOH =
0,1 =
= 4 gram
b. Kadar Asam Salisilat
1) Tabung 1
Mol NaOH = Mol As.salisilat
M1v1 =
0,1 x 17,2 =
gram = 0,237569 gram
%Kadar As. Salisilat
2,3756 %
2) Tabung 2
Mol NaOH = Mol As.salisilat
M1v1 =
0,1 x 20,8 =
gram = 0,28728 gram
%Kadar As. Salisilat
= 2,8728 %
3) Tabung 3
Mol NaOH = Mol As.salisilat
M1v1 =
0,1 x 24,3 =
gram = 0,33563 gram
%Kadar As. Salisilat
= 3,3563 %
4) Tabung 4
Mol NaOH = Mol As.salisilat
M1v1 =
0,1 x 50 =
gram = 0,69069 gram
%Kadar As. Salisilat
= 6,906 %
c. Perhitungan konstanta dielektrik
1) Tabung 1
Konstanta dielektrik air dalam pelarut campur 1
a) Air
5mL dalam 10 mL
%v/v air = x 100%
= 5%
air = 78,5
KD air dalam pelarut campur 1
= x %v/v air
= 78,5 x 50%
= 39,25
Konstanta dielektrik etanol dalam pelarut campur 1
b) Etanol
0 mL dalam 10mL
%v/v etanol = x 100%
= 0%
etanol = 25,7
KD etanol dalam pelarut campur 1
= ε x %v/v etanol
= 25,7 x 0%
= 0
Konstanta dielektrik propilen glikol dalam pelarut campur 1
c) Propilen glikol
5mL dalam 10mL
%v/v pg = x 100%
= 50%
propilen glikol = 33,0
KD propilen glikol dalam pelarut campur 1
= x %v/v pg
= 33,0 x 50%
= 16,5
Konstanta Dielektrik Pelarut Campur 1
= 39,25 + 16,5
= 55,75
2) Tabung 2
Konstanta dielektrik air dalam pelarut campur 2
a) Air
5mL dalam 10 mL
%v/v air = x 100%
= 50%
ε air = 78,5
KD air dalam pelarut campur 2
= ε x %v/v air
= 78,5 x 50%
= 39,25
Konstanta dielektrik etanol dalam pelarut campur 2
b) Etanol
2 mL dalam 10mL
%v/v etanol = x 100%
= 20%
etanol = 25,7
KD etanol dalam pelarut campur 2
= ε x %v/v etanol
= 25,7 x 20%
= 5,14
Konstanta dielektrik propilen glikol dalam pelarut campur 2
c) Propilen glikol
3mL dalam 10mL
%v/v pg = x 100%
= 30%
ε propilen glikol = 33,0
KD propilen glikol dalam pelarut campur 2
= ε x %v/v pg
= 33,0 x 30%
= 9,9
Konstanta Dielektrik Pelarut Campur 2
= 39,25 + 5,14 + 9,9
= 54,29
3) Tabung 3
Konstanta dielektrik air dalam pelarut campur 3
a) Air
5mL dalam 10 mL
%v/v air = x 100%
= 50%
ε air = 78,5
KD air dalam pelarut campur 3
= ε x %v/v air
= 78,5 x 50%
= 39,25
Konstanta dielektrik etanol dalam pelarut campur 3
b) Etanol
3mL dalam 10mL
%v/v etanol = x 100%
= 30%
etanol = 25,7
KD etanol dalam pelarut campur 3
= ε x %v/v etanol
= 25,7 x 30%
= 7,71
Konstanta dielektrik propilen glikol dalam pelarut campur 3
c) Propilen glikol
2mL dalam 10mL
%v/v pg = x 100%
= 20%
ε propilen glikol = 33,0
KD propilen glikol dalam pelarut campur 3
= ε x %v/v pg
= 33,0 x 20%
= 6,6
Konstanta Dielektrik Pelarut Campur 3
= 39,25 + 7,71 + 6,6
= 53,56
4) Tabung 4
Konstanta dielektrik air dalam pelarut campur 4
a) Air
5mL dalam 10 mL
%v/v air = x 100%
= 50%
ε air = 78,5
KD air dalam pelarut campur 4
= ε x %v/v air
= 78,5 x 50%
= 39,25
Konstanta dielektrik etanol dalam pelarut campur 4
b) Etanol
5 mL dalam 10mL
%v/v etanol = x 100%
= 50%
etanol = 25,7
KD etanol dalam pelarut campur 4
= ε x %v/v etanol
= 25,7 x 50%
= 12,85
Konstanta dielektrik propilen glikol dalam pelarut campur 4
c) Propilen glikol
0mL dalam 10mL
%v/v pg = x 100%
= 0%
ε propilen glikol = 33,0
KD propilen glikol dalam pelarut campur 4
= ε x %v/v pg
= 33,0 x 0%
= 0
Konstanta Pelarut Campur 4
= 39,25 + 12,85
= 52,1
3. Tabel Hasil Perhitungan Konstanta Dielektrik
Tabung
ke- air
Etanol
propilen
glikol
pelarut campur (ε
air + ε Etanol + ε
propilen glikol)
Kelarutan Asam
Salisilat
1 39,25 0 16,5 55,75 2,3756%
2 39,25 5,14 9,9 54,29 2,8728%
3 39,25 7,71 6,6 53,56 3,3563%
4 39,25 12,85 0 52,1 6,906%
3. Grafik Hasil Pengamatan
Keterangan :
KD : Konstanta Dielektrik
Tabung I : Aquades : Etanol : Propilenglikol
Tabung 2 : Aquades : Etanol : Propilenglikol
Tabung 3 : Aquades : Etanol : Propilenglikol
Tabung 4 : Aquades : Etanol : Propilenglikol
F. Pembahasan
Percobaan ini mengenai kelarutan intrinsik obat dan konstanta dielektrik
pelarut campur yang bertujuan untuk mengetahui dan mempraktekkan metode
penentuan kelarutan intrinsik obat serta mengetahui dan memahami cara
menghitung nilai konstanta dielektrik dari suatu pelarut campur.
Kelarutan adalah kadar solut dalam sejumlah solven pada suhu tertentu yang
menunjukan bahwa interaksi spontan satu atau lebih solut atau solven telah terjadi
dan membentuk dispersi molekuler yang homogen. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kelarutan antara lain pH, temperatur, jenis pelarut, bentuk dan
ukuran partikel, konstanta dielektrik dan adanya zat-zat lain. Salah satu sifat fisika
yang mempengaruhi kelarutan adalah konstanta dielektrik pelarut. Konstanta
dielektrik adalah suatu besaran tanpa dimensi yang merupakan rasio antara
kapasitas elektrik medium (Cx) terhadap vakum (Cv).
Konstanta dielektrik berhubungan dengan kepolaran suatu zat. Zat yang
memiliki konstanta dielektrik dengan nilai tinggi merupakan zat yang bersifat
polar. Sebaliknya zat yang konstanta dielektriknya rendah merupakan senyawa
non polar. Kelarutan paling baik jika konstanta dielektrik pelarut sama dengan
konstanta dielektrik zat terlarut.
Percobaan ini digunakan beberapa larutan sebagai sampel diantaranya,
aquades, etanol, propylenglycol, natrium hidroksida (NaOH) dan indikator
fenolptalein. Pada suatu campuran pelarut, tetapan dielektrik campuran
merupakan hasil penjumlahan tetapan dielektrik masing-masing bahan pelarut
sesudah dikalikan dengan % volume setiap komponen pelarut. Sehingga, dari
komposisi pelarut yang digunakan dalam pelarut campur, konstanta dielektrik dari
pelarut campur dapat ditentukan. Seringkali zat terlarut lebih larut dalam
campuran pelarut dari pada dalam satu pelarut saja. Gejala ini dikenal dengan
melarut bersama (cosolvency). Metode yang digunakan adalah metode titrasi asam
basa, yaitu suatu metode yang digunakan untuk menentukan konsentrasi suatu
larutan yang belum diketahui konsentrasinya dengan menggunakan larutan
standar yang telah diketahui konsentrasinya, oleh karena itu pada percobaan
digunakan larutan NaOH yang telah diketahui konsentrasinya yaitu 0,1 N.
Mekanisme reaksi titrasi yaitu titran yang ditambahkan tetes demi tetes ke titrat
tepat habis bereaksi yang biasanya ditandai dengan berubahnya warna indikator
menjadi ungu lembayung, keadaan ini disebut sebagai titik ekuivalen yaitu titik
dimana saat mol titran dan mol titrat telah seimbang karena telah habis bereaksi
ketika hal ini terjadi titrasi akan dihentikan dengan cara melihat perubahan warna
indikator yang akan menunjukan perubahan warna ketika titik ini telah dicapai
titik ini disebut titik akhir titrasi.
Kelarutan intrinsik pada senyawa obat asam salisilat menggunakan bahan
pelarut berupa aquades, propilenglikol dan etanol. Dalam percobaan ini digunakan
empat tabung untuk menganalisis kelarutan intrinsik asam salisilat. Pada
keempat tabung tersebut dimasukkan campuran pelarut aquades, propilenglikol
dan etanol dengan volume yang berbeda-beda tiap tabungnya. Untuk tabung
pertama tanpa etanol dan tabung keempat tanpa propilenglikol. Perbedaan
pemberian volume ini bertujuan untuk melihat pengaruh kepolaran terhadap asam
salisilat. Dimana penambahan propilenglikol membuat larutan semakin nonpolar,
sedangkan etanol merupakan senyawa yang bersifat polar, sehingga penambahan
etanol menambah kepolaran larutan. Selanjutnya asam salisilat dan ketiga bahan
pelarut dihomogenkan selama 30 menit dengan divortex. Tujuannya untuk
meningkatkan kelarutan zat. Kelarutan asam salisilat yaitu larut dalam air dan
dalam etanol (95%) P. Setelah proses pengocokkan selesai larutan disaring
menggunakan kertas saring untuk memisahkan antara filtrat dan residu dari
larutan tersebut, filtrat diambil untuk dititrasi sedangkan residu dari larutan tidak
digunakan. Sebelum dititrasi filtrat ditambahkan indikator fenolftalein untuk
mengetahui titik akhir titrasi yang ditandai dengan terjadinya perubahan warna
menjadi ungu lembayung, perubahan warna ini dapat terjadi karena indikator ini
merupakan suatu asam yang sangat lemah dalam keadaan tidak terionisasi namun
dalam keadaan basa fenolptalein akan terionisasi lebih banyak dan akan
memberikan warna yang lebih terang sehingga mudah diamati, indicator ini dapat
memberikan warna pada keadaan basa karena berada pada trayek pH berkisar
antara 8,3-10. Volume NaOH yang digunakan pada keempat tabung adalah 17,2
ml, 20,8 ml, 24,3 ml, dan 50 ml.
Berdasarkan konsentrasi asam salisilat yang diperoleh, dapat ditentukan
hubungan antara konsentrasi asam salisilat dengan konstanta dielektrik dari
pelarut campur. Hubungan antara konsentrasi asam salisilat dengan konstanta
dielektrik dari pelarut campur dilihat pada grafik. Dari grafik di atas terlihat
bahwa semakin rendah konstanta dielektrik pelarut campur yang digunakan,
semakin besar konsentrasi asam salisilat yang dapat larut di dalamnya. Konstanta
dielektrik etanol memiliki nilai yang rendah sehingga semakin besar jumlah etanol
dalam pelarut campur, semakin rendah konstanta dielektrik dari pelarut campuran.
Oleh sebab itu, semakin rendah konstanta dielektrik dari pelarut campur, semakin
besar kelarutan asam salisilat yaitu tabung pertama dengan kadar asam salisilat
2,3% KD nya 55,75 , tabung kedua 2,8% dengan KD 54,29, tabung ketiga 3,3%
dengan KD 53,56, tabung keempat 6,9% dengan KD paling kecil dari semua KD
pelarut campur larutan yaitu 52,1. Selain KD pelarut campur yang mempengaruhi
kadar asam salisilat, tingginya volume titran (NaOH) juga mempengaruhi
besarnya konsentrasi atau kadar zat terlarut (asam salisilat) tersebut yaitu
penggunaan paling banyak pada tabung empat dengan 50 mL NaOH kadarnya
6,9%. Jadi dapat diketahui bahwa dengan sifat asam salisilat yang memiliki sifat
non polar dapat atau mudah larut pada pelarut campur dengan KD rendah, karena
semakin rendah KD pelarut campur maka semakin non polar suatu larutan begitu
juga sebaliknya semakin tinggi maka semakin polar pelarut tersebut.
Berbagai sifat dari larutan yang telah diuraikan di atas, seperti kepolaran,
konstanta dielektrik merupakan beberapa pendukung sistem kelarutan obat. Dalam
bidang farmasi kelarutan intrinsik obat memiliki peran yang sangat penting,
karena menentukan banyaknya obat yang terabsorpsi dalam cairan tubuh, selain
itu dapat mengetahui dan dapat membantu dalam memilih pelarut yang paling
baik untuk obat, mengatasi kesulitan tertentu yang timbul ketika pembuatan
larutan farmasetis dan dapat bertindak sebagai standar atau uji kelarutan. Salah
satu contoh yaitu pada percobaan yang telah dilakukan dapat ditentukan pelarut
mana yang paling baik untuk melarutkan senyawa asam salisilat yang merupakan
salah satu zat aktif pada sediaan farmasi.
G. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa:
1. Semakin rendah nilai konstanta dielektrik pelarut campur maka semakin non
polar suatu larutan sehingga kadar asam salisilat yang terlarut dalam suatu
larutan akan semakin besar.
2. Semakin tinggi nilai konstanta dielektrik pelarut campur maka semakin
polar suatu larutan sehingga kadar asam salisilat yang terlarut dalam suatu
larutan semakin kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Ika Yuni, dkk. 2007. Pengaruh Konsentrasi Adeps Lanae dalam Dasar Salep Cold Cream Terhadap Pelepasan Asam Salisilat. Journal Pharmacy. Vol. 05 (1)
Henny, Rachdiaty, Ricson P. Hutagaol, Erna Rosdiana. 2008. Penentuan Waktu Kelarutan Parasetamol pada Uji Disolusi. Jurnal Nusa Kimia Volume 8 (1): 1-6
Ditjen POM. l979. Farmakope Indonesia Edisi III. Depkes RI. Jakarta
Martin, A., et.all., 1993. Farmasi Fisika Edisi III Bagian II. Penerbit UI Jakarta.
R. Voight., 1994. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi Edisi Kelima. Penerbit Gadjah Mada University Press. Yogyakarta
Rahardja, Kirana, Tan Hoan Tjay.2007. Obat-obat Penting. PT Elex Media Komputindo. Jakarta
Siswandono, Bambang Soekardjo.1995. Kimia Medisinal. Airlangga University Press. Surabaya
Sumardjo, Damin. 2006. Pengantar Kimia: Buku Panduan Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program Sastra 1 Fakultas Bioeksakta. Jakarta
Tim asisten. 2008. Penuntun Praktikum Farmasi Fisika. Jurusan farmasi Universitas Hasanuddin. Makassar
Widyaningsih, Linda. 2009. Pengaruh Penambahan Kosolven Propilenglikol terhadap Kelarutan Asam Mefenamat. Fakultas Farmasi Universitas Muhammadiyah. Surakarta.