ppk

15
LAPORAN PENUGASAN PPK BLOK 1.4 CARDIOVASCULAR & RESPIRATORY NAMA: ULINNUHA KHIRZA KAFALAH NIM : 14711011 TUTOR : dr. Agus Taufiqurrahman, M.Kes, Sp.S PUSKESMAS : GODEAN II KELOMPOK TUTORIAL : 4 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA Jalan Kaliurang, Km. 14,5 Sleman Yogyakarta +62 274 898444

Upload: ulnnkhrz

Post on 25-Sep-2015

16 views

Category:

Documents


7 download

DESCRIPTION

kjhkj

TRANSCRIPT

LAPORAN PENUGASAN PPK BLOK 1.4 CARDIOVASCULAR & RESPIRATORY

NAMA: ULINNUHA KHIRZA KAFALAHNIM : 14711011TUTOR : dr. Agus Taufiqurrahman, M.Kes, Sp.SPUSKESMAS : GODEAN IIKELOMPOK TUTORIAL : 4

FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS ISLAM INDONESIAJalan Kaliurang, Km. 14,5 Sleman Yogyakarta +62 274 898444April2015

KATA PENGANTARAssalamualaykum wr. wb.Segala puji syukur Penulis panjatkan ke hadirat Allah swt. yang telah melimpahkan taufik dan hidayahnya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tulisan berbasis laporan dengan judul LAPORAN PENUGASAN PPK BLOK 1.4 CARDIOVASCULAR & RESPIRATORY ini dengan baik. Pada kesempatan ini, Penulis tidak lupa mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah membantu penyususnan laporan ini terutama yang terhormat:1. dr. Ranita Parjaman selaku ketua tim blok cardiovascular & respiratory 1.42. dr. Agus Taufiqurrahman, M.Kes, Sp.S, selaku tutor di kelompok tutorial 4.3. Kedua orang tua dan seluruh keluarga tercinta yang telah memberikan bantuan baik doa maupun material.4. Kepada teman-teman kelompok tutorial 4 dan keluarga besar Fakultas Kedokteran Universitas Islam Indonesia angkatan 2014 yang telah berjuang bersama-sama menyusun laporan ini hingga akhirnya dapat terselesaikan.Semoga Allah swt. senantiasa memberikan berkat dan karunia-Nya kepada semua pihak yang telah memberikan bimbingan dan bantuannya yang tidak ternilai.Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat diharapkan demi kesempurnaan penulisan di kemudian hari.Akhirnya, Penulis berharap semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi diri Penulis sendiri, pembaca sekalian dan masyarakat luas terutama dalam hal menambah wawasan.Wassalamualaykum wr. wb.

Yogyakarta, 24 April 2015

Penulis

DAFTAR ISIHALAMAN JUDUL 1KATA PENGANTAR 2DAFTAR ISI 3LAPORAN OBSERVASI DAN PEMBAHASAN 4A. IDENTITAS PASIEN DAN NOMOR RM 5B. HASIL OBSERVASI PEMERIKSAAN FISIK 5C. ANALISIS PROFESIONALISME 6D. HASIL OBSERVASI KOMUNIKASI8E. ANALISIS KOMUNIKASI9PENUTUP 10A. KESIMPULAN 10B. SARAN 10DAFTAR PUSTAKA 11

LAPORAN OBSERVASI DAN PEMBAHASANA. Identitas Pasien dan Nomor RMMenurut Guwandi (2007), dikarenakan Rekam Medis termasuk hal yang privasi maka seorang dokter haruslah dapat diberi kepercayaan oleh pasien untuk menjaga informasi-informasi yang diungkapkan oleh pasien. Sehingga pada laporan ini saya akan menyamarkan nama dan tidak mencantumkan informasi yang sifatnya pribadi.1) Nama: Mas SFJenis Kelamin : Laki-lakiUmur : 15 tahun 2) Nama: Mrs. PJenis Kelamin : PerempuanUmur : 40 tahunB. Hasil Observasi Pemeriksaan FisikPemeriksaan Vital SignSeorang pasien berjenis kelamin laki-laki berinisial SF berumur 15 tahun datang ke puskesmas Godean II ingin kontrol dan diperiksa oleh dokter dengan keluhan demam dan tidak enak badan. Sebelumnya Mas SF ini pernah dilakukan pemeriksaan sekitar 3 bulan yang lalu tetapi penyakitnya kambuh lagi karena obat yang diberikan habis. Hasil pemeriksaan vital sign menggunakan tensimeter adalah 120/80 mmHg.Pemeriksaan vital sign dilakukan oleh seorang perawat sedangkan anamnesis dan diagnosis dilakukan oleh dr. Diana. Prosedur yang dilakukan oleh perawat dalam pemeriksaan vital sign kurang benar karena saat melakukan pengukuran tensi sebelumnya tidak dilakukan pemeriksaan palpatoir untuk mencari tekanan sistol terlebih dahulu. Kemudian dalam penggunan earpieces stetoskop terbalik. Lalu saat melakukan pengukuran suhu tidak menempatkan ujung termometer di apex fossa axial dan tidak mengkibaskan termometer menjadi 35 C terlebih dahulu.Selain itu, pada pemeriksaan vital sign penempatan pasien terhadap pemeriksa sudah benar yaitu dikanan pemeriksa dan seditikit menekuk siku tetapi tidak dilakukan pemeriksaan frekuensi denyut nadi menggunakan dua jari dan frekuensi napas per menit. Kemudiaan saat menggunakan tensimeter, pemeriksa menurunkan tekanan hingga 2-3 mmHg. Pada saat sebelum dan setelah pemeriksaan tidak melakukan cuci tangan WHO menggunakan alkohol atau sabun. Lalu dokter tidak mengucapkan bismillah sebelum pemeriksaan dan hamdallah sesudah pemeriksaan. Pemeriksaan Fisik ThoraxSeorang pasien berjenis kelamin perempuan berumur 40 tahun berinisial Mrs. P datang ke puskesmas Godean II dengan keluhan nyeri di bagian ulu hati dan mata berwarna kuning. Pasien mengaku bahwa air kencingnya berwarna kekuning-kuningan seperti air teh dan bibirnya tampak pucat. Pemeriksaan fisik thorax sepenuhnya dilakukan oleh dokter. Prosedur yang dilakukan dokter cukup baik hanya saja ada beberapa hal yang kurang diperhatikan. Pertama, dokter tidak mempersilakan pasien untuk menanggalkan bajunya beserta aksesoris pasien agar tidak mengganggu pemeriksaan dan kenyamanan pasien. Setelah itu dokter melakukan inspeksi tetapi dibagian anterior saja dan tidak melakukan inspeksi ictus cordis.Setelah dilakukan inspeksi bagian anterior, dokter menyuruh pasien untuk berbaring. Dokter melakukan palpasi orientasi secara runtut dengan 6 area kanan-kiri tetapi tidak melakukan palpasi perbadingan gerakan napas. Kemudian, dokter melakukan taktil fremitus pada bagian anterior dengan menyuruh pasien berbicarawolu-wolu. Dalam pemeriksaan berikutnya dokter melakukan perkusi pada bagian abdomen dikarenakan pasien mengeluh pada bagian sekitar ulu hati maka dokter tidak melakukan perkusi pada dada. Setelah perkusi, dokter melakukan auskultasi pada dinding dada tetapi hanya 4 area auskultasi saja yaitu bagian aorta, pulmo, apex dan septal dan didapat suara paru vasikuler. Sebelum dan setelah pemeriksaan dokter melakukan cuci tangan menggunakan sabun tetapi tidak sesuai dengan prosedur WHO.C. Analisis ProfesionalismePemeriksaan Vital SignPada pemeriksaan vital sign, seharusnya pemeriksa harus sesuai prosedur dalam melakukan tindakan. Menurut Bickley dan Szilagyi (2007), pemeriksaan vital sign seharusnya dilengkapi dalam prosedurnya seperti pada penggunaan thermometer dikibaskan terlebih dahulu sampai pada suhu 35 C. Lalu pemeriksa tidak menempatkan thermometer pada apex fossa axilaris mengeringkan ketiak pasien karena pasien dalam kondisi demam bisa jadi kalau ketiak tidak kering dapat membuat pengukuran suhu berbeda. Saat menggunakan ternsimeter, pemeriksa tidak melakukan pulsasi arteri brachialis dan memompa dengan cepat sampai 30 mmHg diatas hilangnya pulsasi sehingga tidak didapatkan hasil tekanan sistol palpatoir. Pada saat menggunakan stetoskop earpieces terlapisi oleh jilbab dan penggunaanya pun terbalik yang menyebabkan hasil vital sign tidak akurat. Pemeriksa juga tidak mencari denyut nadi selama 1 menit dengan menggunakan 2 jari dan frekuensi napas selama 1 menit.Pemeriksaan Fisik ThoraxPada pemeriksaan fisik thorax mempersilakan pasien untuk duduk dan berdiri di kanan pasies sehingga pasien merasa nyaman. Namun terdapat prosedur-prosedur yang kurang seperti halnya pemeriksa tidak menyuruh pasien agar menanggalkan pakaian dan aksesorisnya. Hali ini bertujuan agar saat inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi bisa dilakukan secara maksimal (Rohmah, 2001). Kemudian pemeriksa tidak melakukan pemeriksaan thorax posterior dikarenakan waktu dan jumlah pasien yang sangat banyak serta tidak ada hubungannya antara penyakit yang di derita pasien dengan pemeriksaan thorax posterior. Pada pemeriksaan thorax anterior, pasien disuruh berbaring lalu membuka sebagian bajunya. Tidak dilakukan ictus cordis tetapi langsung menggunakan palpasi orientasi, palpasi orientasi, dan taktil fremitus dengan teknik yang benar yaitu dengan cara mempalpasi di 3 lokasi thorax anterior.

Gambar 1. Lokasi Pemeriksaan Thorax AnteriorKemudian pemeriksa melakukan perkusi tetapi pada region abdomen karena keluhan pada bagian sekitar ulu hati. Dalam pemeriksaan ini banyak prosedur yang dilewatkan seperti perkusi orientasi thoracalis, perkusi mencari batas jantung dan hati, dan perkusi batas jantung (apex,trikuspidalis,septal,ect.). Lalu untuk auskultasi bagian anterior hanya di periksa pada bagian katup apex, katup aorta, katup pulmonal,dan katup trikuspidalis. Hal ini kurang sesuai karena lokasi auskulatasi jantung menutut Bickley dan Szilagyi (2007), ada 6 yaitu apex, trikuspidalis, septal, pulmonal, arteri karotis kanan dan kiri.D. Hasil Observasi KomunikasiPemeriksaan Vital SignPada pemeriksaan yang dilakukan, pemeriksa sudah baik dalam berkomunikasi dengan pasien. Tetapi pada saat pasien datang, pemeriksa tidak memberikan ucapan salam kemudian pemeriksa agak sedikit berteriak ketika menjelaskan terhadap pasien. Pemeriksa juga mendengarkan keluhan pasien tetapi tidak melakukan kontak mata dengan pasien. Kemudian setelah dilakukan pemeriksaan, dokter tidak melakukan interpretasi. Pemeriksaan Fisik ThoraxPada pemeriksaan fisik thorax, pemeriksa memperhatikan dan mendengarkan keluhan pasien dengan baik artinya dokter tersebut menerapkan konsep active listening. Kemudian pemeriksa melakukan kontak mata artinya dokter melakukan komunikasi non-verbal. Lalu komunikasi verbalnya jelas, menggunakan bahasa yang dimengerti oleh pasien yaitu menggunakan bahasa jawa. Secara empati, dokter tersebut memberi senyuman saat pasien dalam keadaan murung.E. Analisis KomunikasiPemeriksaan Vital SignPada pemeriksaan kali ini, pasien tidak mendapat senyum, sapa, salam dari dokter. Padahal menurut Rohmah (2001), aspek komunikasi verbal maupun non-verbal seperti senyum, sapa, salam dapat dilakukan dengan cepat, sederhana, murah, efektif, sehingga akan diperoleh informasi yang akurat. Kemudian sebelum dilakukan pemeriksaan, dokter tidak melakukan informed consent. Informed consent adalah hak pasien dalam mengambil persetujuan yang diberikan oleh dokter dalam melakukan tindakan terhadap dirinya (Samil, 1994). Pemeriksa bisa mudah terpidana hukum apabila tidak dilakukan informed consent karena pemeriksa tidak memiliki bukti persetujuan. Pemeriksa juga melakukan active listening, artinya pemeriksa mendengar keluhan yang disampaikan pasien tetapi tidak melakukan kontak mata sehingga seolah-olah dokter hanya member simpati saja tidak memberi empati. Kemudian pemeriksa dapat menggali informasi menggunakan pertanyaan yang bersifat terbuka dan tertutup seperti menanyakan anak-anak dari si pasien.Pemeriksaan Fisik ThoraxDari pengamatan yang telah didapatkan bahwa pemeriksa bagus dalam membina sambung rasa dengan pasien. Menurut Buku Panduan Medik FKUII (2014), sambung rasa merupakan tahap komunikasi yang harus tercipta terlebih dahulu supaya hal-hal yang dapat menghambat dapat dihindari. Kemudian pemeriksa juga melakukan active listening dimana menurut Basuki, Herqutanto, Claramita & Alamsyah (2014), bahwa active listening dapat membina hubungan yang baik atau sambung rasa dengan lawan bicara supaya pemeriksa dapat memahami serangkaian pertanyaan dengan baik. Kemudian komunikasi verbal, pemeriksa menggunakan bahasa jawa yang mudah di mengerti pasien. Bahasa yang digunakan beserta tutur katanya sopan. Lalu jika di tinjau dari segi komunikasi non-verbal dan empati bahwa dokternya menggunakan kontak mata, lalu dilihat dari sikap tubuhnya tegak artinya pemeriksa memperhatikan dengan baik. Lalu menjaga suasana agar tetap baik dengan cara menepuk-nepuk pundak pasien agar pasien mendapat empati dari pemeriksa.

PENUTUPA. KesimpulanSetelah didapatkan hasil observasi dan analisis maka dapat disimpulkan bahwa di puskesmas Godean II tenaga medis yang memeriksa pasien kurang memperhatikan prosedur pemeriksaan yang benar dan banyak terdapat langkah-langkah pemeriksaan yang tidak dilakukan seperti pada pemeriksaan vital sign tidak dilakukan frekuensi napas dan denyut nadi. Namun, hal ini memiliki tujuan yang lain yaitu dikarenakan di puskesmas Godean II memiliki rata-rata 100 pasien per hari maka pemeriksaan harus dilakukan dengan cepat agar tidak terlalu memakan banyak waktu. B. SaranSetelah menyelesaikan laporan ini penulis menyarankan bahwa kita harus meningkatkan tingkatan mutu dan kualitas tenaga medis Indonesia agar masyarkat Indonesia dapat terlayani dengan baik. Karena seperti yang kita ketahui pada kesimpulan diatas bahwa mutu dan kualitas tenaga medis Indonesia kurang memenuhi standar pemeriksaan. Lalu Pemeriksaan harus sesuai prosedur agar didapat hasil dan informasi yang maksimal walaupun memakan banyak waktu tetapi nyawa pasien adalah prioritas.

DAFTAR PUSTAKABasuki, E., Herqutanto, Claramita, M., Alamsyah, A. (2014) Core Skills of Effective Communication dalam Training For Trainer (Tot) Dokter Layanan Primer Indonesia. Semarang, November.Bickley, L.S, dan Szilagyi, P.G. (2007) Bates Guide to Physical Examination and History taking, 9th ed, Lippincott William and Wilkins, Philadelphia.Guwandi, J. (2007) Medical Error dan Hukum Medis. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.Guwandi, J. (2010) Hukum Medik (Medical Law). Balai Penerbit FKUI, Jakarta.Rohmah, W. (2001) Skills Lab Semester I. Medika offset FK UGM, Yogyakarta.Samil, R.S. (1994) Etika Kedokteran Indonesia (Kumpulan Naskah). Gaya Baru, Jakarta.Tim Blok Sistem Saraf & Muskuloskeletal 1.2 (2014) Panduan Ketrampilan Medik Blok Sistem Saraf & Muskuloskeletal 1.2. Penerbit FKUII, Yogyakarta.