ppk disertasi morotai u wisata

221
i PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL UNTUK PEMANFAATAN EKOWISATA BERKELANJUTAN DI KECAMATAN MOROTAI SELATAN DAN MOROTAI SELATAN BARAT KABUPATEN PULAU MOROTAI PROVINSI MALUKU UTARA Oleh: ABDURRACHMAN BAKSIR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

Upload: iwan-kurniawan

Post on 02-Jan-2016

231 views

Category:

Documents


7 download

TRANSCRIPT

Page 1: PPK Disertasi Morotai u Wisata

i

PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL UNTUK PEMANFAATAN EKOWISATA BERKELANJUTAN

DI KECAMATAN MOROTAI SELATAN DAN MOROTAI SELATAN BARAT KABUPATEN PULAU MOROTAI

PROVINSI MALUKU UTARA

Oleh:

ABDURRACHMAN BAKSIR

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 2: PPK Disertasi Morotai u Wisata

ii

PERNYATAAN MENGENAI DISERTASI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi Pengelolaan pulau-pulau kecil untuk

pemanfaatan ekowisata berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan

Barat, dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun

kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dalam

karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir disertasi ini

Bogor, Januari 2010

Penulis

Page 3: PPK Disertasi Morotai u Wisata

iii

ABSTRAK

ABDURRACHMAN BAKSIR. Pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai Provinsi Maluku Utara. Dibimbing oleh FREDINAN YULIANDA sebagai ketua komisi pembimbing, DJAMAR T.F. LUMBANBATU dan M.F. RAHARDJO sebagai anggota komisi pembimbing.

Penelitian ini berlokasi di kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat bertujuan mengkaji daya dukung dan menyusun model konsep pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata agar dapat dilakukan secara berkelanjutan. Data dan informasi disusun secara partisipatif dengan menggunakan kuesioner dan survei lapangan. Metode analisis data terdiri dari analisis spasial dengan metode sistem informasi geografis dan analisis kesesuaian lahan, pendekatan pemodelan menggunakan software Stella 9.0.2.

Zonasi kawasan pulau-pulau kecil dengan kriteria ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan, dapat dibagi atas tiga zona pengelolaan, yaitu zona inti dengan luas wilayah 1.618 ha, zona pemanfaatan dengan luas wilayah 12.412 ha, dan zona penyangga dengan luas wilayah 32.381 ha. Kesesuaian lahan untuk pemanfaatan ekowisata terdiri dari ekowisata pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata snorkling, wisata selam, dan wisata lamun. Wisata rekreasi panjang pantai 58.809 m dengan daya dukungnya 2.353 orang/hari, wisata snorkling luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 226 ha dengan rata-rata persentase penutupan komunitas karang 42 % maka daya dukungnya 7.624 orang/hari, wisata selam luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 1.248 ha dengan rata-rata persentase komunitas karang 40 % maka daya dukungnya 39.942 orang/hari, wisata lamun luas kawasannya 102 ha dengan rata-rata persentase tutupan lamun 58 % maka daya dukungnya 4.733 orang/hari. Penekanan model pengelolaan KP2K MS2B untuk ekowisata berkelanjutan pada pelestarian lingkungan ekologi kawasan pulau-pulau kecil dengan sasaran utamanya adalah gugus pulau-pulau kecil, terintegrasi dalam pola persentase laju pemanfaatan keanekaragaman hayati dan kealamian pulau yang diterapkan, jika lingkungan ekologi mengalami gangguan maka akan mempengaruhi keberlanjutan daya dukung dan dampaknya pada pendapatan wisata.

Kata Kunci : Pengelolaan pulau-pulau kecil, Ekowisata berkelanjutan

Page 4: PPK Disertasi Morotai u Wisata

iv

ABSTRACT

ABDURRACHMAN BAKSIR. The Management of Small Island for Ecotourism Sustainable Used of South Morotai and South-West Morotai District, North Maluku Province. Under the supervision of FREDINAN YULIANDA, DJAMAR T.F. LUMBANBATU and M.F. RAHARDJO

This research was located in South Morotai and South-West Morotai District.The

objectives of this researchis to study carrying capacity and to establish model concept management small islands for ecotourisms sustainable used. Data and information were collected in participative term by used a questioner and field survey. Analysis methods consist of spatial analysis used geographycal information system and suitable area analysis, for modelling used software Stella 9,02.

The small island areas zonation using ecology, economic, social and institution criterias could be divided into 3 management zones such as the center zone with of 1618 ha, used zone with widely of 12.412 ha, and buffer zone with widely of 32.381 ha. Whereas suitable area for ecotourism zone consist of coastal ecotourism for recreation tourism categories, marine ecotourism categories for snorcling tourism, marine ecotourism categories for diving tourism, marine ecotourism category for seagrass. Shore longs of recreation tourism 59.809 m with of carrying capacity is 2.353 person/day, snorcling tourism with widely area used 226 ha with percentage rate of coral cover community 42 % with of carrying capacity 7.624 person/day, diving tourism with widely area 1.248 ha with percentage rate of coral cover community 40% with of carrying capacity 39.942 person/day, seagrass tourism with widely area used 102 ha with percentage rate of seagrass cover 58 % with of carrying capacity 4.733 person/day. Management model KP2K MS2B for ecotourism sustainability base on environmental conservation of ecologycal small island with the primary point were archipelago small island, integration in percentage pattern of the diversity used rate and the naturalism of island, if the invironmental ecological was disturbed, it will influence the sustainability of carrying capacity and the ecotourisms demand will affected too.

Key Words : Small islands Management, Sustainable Ecotourism

Page 5: PPK Disertasi Morotai u Wisata

v

RINGKASAN

Kawasan pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat (KP2K MS2B) terdiri atas 23 pulau-pulau kecil yang tersebar dalam wilayah seluas 13.264 ha yang dikelilingi oleh laut dalam. Pulau-pulau kecil Morotai memiliki kekayaan, keanekaragaman sumberdaya alam berupa panorama pantai pasir putih, keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias), padang lamun, dan salah satu pulau kecil Zumzum pernah dijadikan sebagai markas pusat komando pasukan Amerika yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur melawan Jepang dalam perang dunia II, yang menyimpan peralatan perang, antara lain: pistol, rangka pesawat, dan mobil perang.

Kekayaan, keanekaragaman sumberdaya alam dan nilai historis dari KP2K MS2B yang unik tersebut dapat menimbulkan daya tarik untuk pariwisata. Salah satu konsep alternatif pengembangan wisata bahari saat ini adalah ekowisata (wisata alam) yang mengandalkan keaslian alam yang dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologis dan sosial-budaya.

Potensi sumberdaya KP2K MS2B masih belum dimanfaatkan secara optimal bagi wisata bahari. Oleh karena itu hendaknya mempertimbangkan kesesuaian sumberdaya, penataan sistem zonasi, daya dukung dan pola pemanfaatan sumberdaya yang tepat, agar konsep pengelolaan tersebut dapat dikembangkan dalam suatu model pengelolaan pulau-pulau kecil yang sesuai dengan dinamika sumberdaya dan kebutuhan masyarakat.

Penelitian ini bertujuan mengkaji daya dukung kawasan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan dan menyusun model konsep pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat untuk pemanfaatan ekowisata agar dapat dilakukan secara berkelanjutan. Dalam pelaksanaan penelitian, ruang lingkup penelitian adalah mendapat data dan informasi mengenai profil sumberdaya pulau-pulau kecil, keadaan perairan dan sosial ekonomi budaya yang dijadikan masukan data untuk membuat pemodelan pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil untuk pengembangan ekowisata berkelanjutan.

Metode yang digunakan dalam pengumpulan data profil sumberdaya pulau-pulau kecil, sosial ekonomi dan budaya melibatkan partisipasi masyarakat dilakukan dengan metode PRA (Participatory Rural Appraisal). Pendekatan partisipatif ini dilakukan dengan mengajak sebagian masyarakat/ stakeholder berbincang dalam diskusi kelompok terarah (focus group discussion). Analisis kesesuaian ekowisata menggunakan matriks kesesuaian sampai dengan pemetaan kelas lahan dilakukan dengan program pemetaan spasial dengan menggunakan ArcView 3.2, sedangkan model KP2K MS2B dianalisis dengan pendekatan pemodelan menggunakan software Stella 9.0.2 dibuat model dan mensimulasi faktor-faktor serta menduga kemungkinan di masa depan meliputi model lingkungan ekologi kawasan ekowisata dan model pendapatan kawasan ekowisata.

Hasil penelitian menunjukkan KP2K MS2B dibagi dalam tiga zona yaitu zona inti , zona pemanfaatan terbatas dan zona penyangga, pulau yang memiliki nilai tertinggi akan memiliki tingkat pengelolaan yang tinggi pula (beragam). Pulau Rao Utara dan Pulau Mitita masuk dalam zona inti karena memiliki nilai >70 %, Pulau Dodola, Rao Selatan, Galogalo dan Ngelengele masuk dalam zona pemanfaatan terbatas memiliki nilai 60 % - ≤ 70%, dan pulau Zumzum dan sekitarnya dan Pulau Ruberube sekitarnya masuk dalam zona penyangga nilainya 58,62 %. Kesesuaian lahan ekowisata terdiri dari

Page 6: PPK Disertasi Morotai u Wisata

vi

ekowisata pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata snorkling, selam dan lamun.

Daya dukung KP2K MS2B untuk ekowisata sangat ditentukan oleh luas area yang dapat dimanfaatkan dan persentase penutupan komunitas karang, untuk wisata rekreasi panjang pantai 59.809 m dengan daya dukungnya 2.353 orang/hari, wisata snorkling luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 226 Ha dengan rata-rata persentase penutupan komunitas karang 42 % maka daya dukungnya 7.624 orang/hari, wisata selam luas kawasan yang dapat dimanfaatkan 1.248 ha dengan rata-rata persentase komunitas karang selam 40 % maka daya dukungnya 39.942 orang/hari, wisata lamun luas kawasannya 102 ha dengan rata-rata persentase tutupan lamun 58 % maka daya dukungnya 4.733 orang/hari.

Hasil simulasi skenario yang dikembangkan menghasilkan nilai prediksi ke depan untuk pengelolaan ekowisata berkelanjutan penekanannya pada pelestarian lingkungan ekologi kawasan pulau-pulau kecil dengan sasaran utamanya adalah gugus pulau-pulau kecil, terintegrasi dalam pola persentase laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau dan kealamian pulau yang diterapkan. Apabila lingkungan ekologi mengalami gangguan maka akan mempengaruhi keberlanjutan daya dukung dan dampaknya pada pendapatan wisata.

Page 7: PPK Disertasi Morotai u Wisata

vii

@ Hak Cipta Milik IPB Tahun 2010

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan

atau menyebut sumber

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya

ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

Page 8: PPK Disertasi Morotai u Wisata

viii

PENGELOLAAN PULAU-PULAU KECIL UNTUK PEMANFAATAN EKOWISATA BERKELANJUTAN

DI KECAMATAN MOROTAI SELATAN DAN MOROTAI SELATAN BARAT, KABUPATEN PULAU MOROTAI

PROVINSI MALUKU UTARA

Oleh:

ABDURRACHMAN BAKSIR

Disertasi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor

Pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2010

Page 9: PPK Disertasi Morotai u Wisata

ix

HALAMAN PENGESAHAN Judul Disertasi : Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan Di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara Nama : ABDURRACHMAN BAKSIR NRP : C261040071 Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Program : Doktor (S3)

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Fredinan Yulianda. M.Sc

Ketua

Prof.Dr. Ir. Djamar. T.F. Lumbanbatu. M.Agr Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA Anggota Anggota

Diketahui Ketua Program Studi Pengelolaan Dekan Sekolah Pascasarjana Sumberdaya Pesisir dan Lautan Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Prof. Dr.Ir. Khairil Anwar Notodiputro, MS

Tanggal Ujian : 17 Desember 2009 Tanggal Lulus :

Page 10: PPK Disertasi Morotai u Wisata

x

PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan Rahmat dan

KaruniaNya sehingga karya ilmiah ini dapat kami selesaikan. Disertasi ini berjudul

“Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan di

Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat, Kabupaten Pulau Morotai,

Provinsi Maluku Utara”, sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan Sekolah Pascasarjana Institut

Pertanian Bogor.

Dalam disertasi ini dikaji potensi ekowisata sumberdaya pulau-pulau kecil yang

merupakan aset daerah yang harus dilindungi, untuk keberlanjutan ekowisata pulau-

pulau kecil dibuat pemodelan untuk menduga hal-hal yang terjadi pada masa yang akan

datang, aplikasinya lebih ditekankan pada daya dukung kawasan dalam upaya menjaga

kelestarian sumberdaya pulau-pulau kecil yang dampaknya secara tidak langsung pada

pendapatan kawasan wisata, ini semua sebagai acuan bagi siapa saja yang terlibat dalam

proses pengeloloan pulau-pulau kecil.

Kami menyadari bahwa dalam disertasi ini masih banyak kekurangan, diharapkan

baik kepada diri sendiri maupun pembaca disertasi ini dengan kelemahan tersebut dapat

menjadi inspirasi dan motivasi untuk terus berkarya dan mengembangkan ilmu

pengetahuan dikemudian hari. Semoga disertasi ini dapat bermanfaat bagi kita semua

Bogor, Januari 2010

Penulis

Page 11: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xi

UCAPAN TERIMA KASIH Puji Syukur kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang karena

kemurahanNya semata maka penulisan disertasi dapat diselesaikan. Merupakan suatu

kebahagian dan kebanggaan bagi penulis, karena dalam penulisan disertasi ini banyak

mendapat dukungan dan kerjasama yang baik dari berbagai pihak, oleh karena itu dengan

segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1 Komisi pembimbing yang diketuai oleh Bapak Dr. Ir. Fredinan Yulianda M.Sc dan

Prof. Dr. Ir. Djamar. T.F. Lumbanbatu. M.Agr, dan Dr. Ir. M.F. Rahardjo, DEA

sebagai anggota komisi pembimbing, atas segala bimbingan, arahan dan dukungan

sehingga disertasi ini dapat diselesaikan.

2. Rektor Universitas Khairun, yang telah memberikan rekomendasi untuk melanjutkan

studi Doktor pada pogram studi pengelolaan sumberdaya pesisir dan lautan IPB

3 Pimpinan dan staf pengajar program studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB yang

telah memberikan bekal ilmu dan pemahaman berkaitan dengan sumberdaya pesisir

dan lautan.

4 Pusat Kajian dan Sumberdaya Pesisir dan Lautan IPB yang telah membantu dalam

melakukan penelitian di kawasan pulau-pulau kecil Morotai .

5 Mitra Bahari - COREMAP II Ditjen Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil Departemen

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia, BPPS Dikti RI, Yayasan Maluku,

Yayasan Damandiri, Pemerintah Daerah Provinsi Maluku Utara dan Walikota Kota

Ternate atas santunan dana dalam membantu penulis ke arah penyelesaian studi.

6 Penghargaan juga disampaikan kepada kedua orang tua dan mertua: Ayahanda A.W

Baksir, Ibunda Aminah Alammarie (Alm) dan Kuraisin Kuilien, yang telah

membesarkan dan mendidik serta selalu berdoa memberikan dorongan semangat, Istri

(Irla Ammarie) dan anak-anak tercinta (Alifah (Alm) dan Ghifar), kakakku (Muh

Irvan, Achmad Zuchry dan Nailah), seluruh keluarga besar Baksir- Ammarie serta

teman-teman seangkatan 9 pada program studi SPL IPB dan teman-teman yang lain

atas dukungan doa, kasih sayang, perhatian, dan dedikasinya selama studi.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

Page 12: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Ternate sebagai anak bungsu dari pasangan A.W Baksir dan

(Alm) Aminah Ammarie. Pendidikan sarjana ditempuh di Program Studi Ilmu Kelautan,

Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan UNSRAT Manado, lulus pada tahun 1994. Pada

tahun 1997, penulis diterima pada Program Studi Ilmu Perairan pada Program

Pascasarjana IPB dan menamatkannya pada tahun 1999. kesempatan untuk melanjutkan

ke program Doktor pada program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan di

Sekolah Pascasarjana IPB diperoleh pada tahun 2004. Beasiswa Pendidikan Pascasarjana

(BPPS) diperoleh dari Departemen Pendidikan Nasional RI.

Penulis bekerja sebagai tenaga pengajar pada Fakultas Perikanan dan Ilmu

Kelautan UNKHAIR Ternate. Dua buah artikel telah diterbitkan dengan judul Analisis

kesesuaian lahan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata bahari di Kecamatan

Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat , Kabupaten Morotai Provinsi Maluku Utara

pada Jurnal Ichtyos Volume 8 No 1 akhir Januari 2009 dan Model pengelolaan ekowisata

pulau-pulau kecil berkelanjutan di Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat

Kabupaten Morotai Provinsi Maluku Utara pada Jurnal Torani edisi Maret 2009. Karya-

karya ilmiah tersebut merupakan bagian dari program S3 penulis.

Page 13: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xiii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL.................................................................................................... xvi

DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xviii

DAFTAR LAMPIRAN............................................................................................ xxiii

1 PENDAHULUAN...........................................................................................

1.1 Latar Belakang........................................................................................

1.2 Perumusan Masalah.................................................................................

1.3 Tujuan Penelitian.....................................................................................

1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................

1.5 Kerangka Pemikiran................................................................................

1.6 Kebaruan.................................................................................................

2 TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................

2.1 Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil...............................................................

2.2 Pengertian dan Pengembangan Ekowisata Bahari................................

2.3 Daya Dukung Ekowisata.........................................................................

2.4 Konsep Ekowisata Berkelanjutan............................................................

2.5 Pemodelan...............................................................................................

2.6 Penelitian Pemodelan Pulau Kecil.........................................................

3 METODE PENELITIAN.............................................................................

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian...................................................................

3.2 Metode Pengumpulan Data Penelitian....................................................

3.3 Responden dan Focus Group Discussion (FGD)...................................

3.4 Analisis Data...........................................................................................

3.4.1 Analisis Zonasi ...........................................................................

3.4.2 Analisis Kesesuaian Lahan Ekowisata KP2K MS2B.................

3.4.3 Analisis Daya Dukung Ekowisata Pulau-Pulau Kecil.................

1

1

3

4

4

5

8

9

9

12

16

17

20

22

25

25

26

30

34

35

39

41

Page 14: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xiv

3.4.4 Analisis Biaya Perjalanan………………………………………

3.4.5 Analisis Keberlanjutan Ekowisata ....................………….......

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN........................................…..

4.1 Letak Geografis dan Batas Kawasan……………..................................

4.2 Lingkungan Biofisik Kimia Perairan.....................................................

4.2.1 Batimetri Pulau-Pulau Kecil.......................................................

4.2.2 Arus.............................................................................................

4.2.3 Pasang Surut................................................................................

4.2.4 Suhu dan Salinitas Perairan Laut...............................................

4.2.5 Kualitas Air Laut......................................................................

4.2.6 Kualitas Air Sumur......................................................................

4.2.7 Kualitas Air Sungai.....................................................................

4.2.8 Potensi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil......................................

4.3 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya.............................................

4.3.1 Kependudukan............................................................................

4.3.2 Sarana Sosial...............................................................................

4.3.3 Perekonomian Rakyat.................................................................

4.3.4 Sosial Budaya..............................................................................

5 HASIL DAN PEMBAHASAN......................................................................

5.1 Zonasi Kawasan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat............................... ...........................................

5.2 Kesesuaian Lahan Ekowisata Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat........................................................

5.2.1 Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi....................................................................................... 5.2.2. Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun.... ........................ 5.3 Daya Dukung KP2K MS2B Ekowisata Pantai Kategori Wisata

Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Selam dan Lamun....................................................................................................

5.4 Biaya Perjalanan Wisata........................................................................

42

44

51

51

52

52

52

53

54

54

55

55

56

61

61

64

65

66

70

70

75

77

77

83

86

Page 15: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xv

5.5 Keberlanjutan KP2K MS2B................................................................... 5.5.1 Penyusunan Skenario.................................................................. 5.5.2 Pembangunan Model................................................................... 5.5.3 Simulasi Skenario Dasar Pengambilan Kebijakan...................... 5.6 Arahan Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan................................................ 6 KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 6.1 Kesimpulan............................................................................................. 6.2. Saran....................................................................................................... DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

LAMPIRAN..........................................................................................................

86 87 88 91

154

158 158 158

161

168

Page 16: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18

Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan Ekologi Pada Pulau-Pulau Pasifik............................................................................................................ Penelitian Pemodelan Pulau Kecil............................................................... Jenis, Tehnik dan Sumber Pengambilan Data Penelitian.............................. Stasiun Penyelaman....................................................................................... Stasiun Pengambilan Contoh Air Laut.......................................................... Parameter dan Metode Kualitas Air Laut Untuk Wisata Bahari................. Parameter, Metode Kualitas Air Sumur........................................................ Parameter, Metode Kualitas Air Sungai....................................................... Komponen Perwakilan Masyarakat Tiap Kecamatan................................. Penilaian Kriteria Kawasan Lindung KP2K MS2B................................... Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi......................................................................................................... Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling....................................................................................................... Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam........ Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun....... Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Areal Kegiatan (Lt)............. Kebutuhan Pelaku yang Terlibat Dalam Pengelolaan KP2K MS2B Untuk Ekowisata Berkelanjutan............................................................................... Nama dan Luas Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.................................................................................... Persentase Tutupan Karang ..........................................................................

14

23

26

28

28

29

30

31

32

37

40

40

41

41

42

45

51

57

Page 17: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xvii

19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Persentase Tutupan Karang dan Komunitas Karang.................................... Kelompok Spesies, Jumlah Spesies, Jumlah Individu dan Populasi Dominan Ikan Karang Yang Ditemukan Di Terumbu Karang Kecamatan Morotai Dan Morotai Selatan Barat............................................................. Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Morotai Selatan .......................................................................................................... Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin Di Kecamatan Morotai Selatan Barat................................................................................................. Jumlah KK Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Morotai Selatan........................................................................................................... Jumlah KK Menurut Mata Pencaharian Di Kecamatan Morotai Selatan Barat.............................................................................................................. Nilai Persentase Kriteria Pengelolaan KP2K MS2B..................................... Zona Inti, Zona Pemanfaatan Terbatas dan Zona Penyangga Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat................................................................................................. Kesesuaian Lahan Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam, Dan Wisata Lamun KP2K MS2B................................................................................................. Daya Dukung Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam, Dan Wisata Lamun ...... Simulasi Skenario Kawasan Lindung Pulau Kecil........................................

57

59

61

62

63

63

70

76

82

85

92

Page 18: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xviii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan.......................................................... Kerangka Berkelanjutan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Pulau-Pulau Kecil………………………………………………………………….. Interaksi Yang Tidak Terpisahkan Antara Pulau-Pulau Kecil…………….. Model Minimal Konsep Wisata Berkelanjutan…………………………….. Tahapan Analisis Sistem................................................................................ . Peta Lokasi Penelitian..................................................................................... Peta Stasiun Pengamatan, Pengambilan Contoh Air Laut dan Ekonomi Budaya............................................................................................................ Proses Analisis Data....................................................................................... Proses Penyusunan Zonasi di Kawasan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.................................................... Diagram Sebab Akibat (Causal Loop) Pengelolaan KP2K MS2B untuk ekowisata Berkelanjutan................................................................................. Grafik Pasang Surut Hasil Pengukuran Selama 24 jam (25-26 Juni) di Perairan Morotai............................................................................................. Peta Kawasan Lindung KP2K MS2B………………………………………. Peta Kesesuaian Ekowisata di Posiposi Rao, Saminyamao dan Pantai Wayabula……………………................………………………………….. Peta Kesesuaian Lahan Ekowisata Ekowisata Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba……….……………………………………………..…….... Peta Kesesuaian Ekowisata Gugus Dodola dan Zumzum………………..… Model Global Keterkaitan Antar Sub Model..................................................

7

10

11

18

21

25

27 34

36 47

53

71 78

79 80

87

Page 19: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xix

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29

Submodel Lingkungan Ekologi Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil………………………………………..……………………………….. Submodel Daya Dukung Ekowisata Pulau-Pulau Kecil…...……………...... Submodel Pendapatan Wisata ..............………………………..…………… Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1%, KAP 1%, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1% dan Laju Degradasi 1%............................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Pulau Dodola Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................ Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %..........................................................

89

90

91

95 96

98

99

100

102

103

104

106

107

Page 20: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xx

30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40

Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................ Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Rao Selatan Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1%, KAP 1%, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1% dan Laju Degradasi 4%............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %.............................................................

110

111

112

114

116

117

119

120

121

123

124

Page 21: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xxi

41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51

Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Ngelengele Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Galogalo Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %......................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekreasi Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %......................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................ Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %.............................................................

125

126

128

130

131

132

134

136

137

138

140

Page 22: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xxii

52 53 54 55 56 57 58 59 60 61

Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Lamun Zumzum Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %........................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekrasi Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Rekrasi Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %.......................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................. Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Snorkling Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %.......................................................... Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 1 %............................................................ Perilaku Skenario Model Saat Ini Wisata Selam Ruberube Dengan Laju % Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %..........................................................

141

142

144

145

147

148

149

151

152

153

Page 23: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xxiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16

Analisis Biaya Perjalanan Wisata........................................................................ Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Laut Untuk Wisata Bahari.................... Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Sumur………………...………………. Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Sungai................................................... Sebaran Seagrass Di Perairan Selatan Pulau Morotai, Halmahera 2005............. Penilaian Kriteria Pengelolaan Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil Morotai.. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi di Posiposi Rao, Saminyamao dan Pantai Wayabula………………………..……. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba…………………………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Gugus Dodola dan Gugus Zumzum…………………………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling di Posiposi Rao, Saminyamao dan Wayabula.……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba…………....……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling di Gugus Dodola dan Gugus Zumzum…….……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam di Posiposi Rao, Saminyamao dan Wayabula.……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba………….……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Gugus Dodola dan Gugus Zumzum.……………………………………. Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun di Pantai Wayabula.……………………………………………………………………….

169 172 173 174 175 176 178 179 180 181 182

183

184

185

186 187

Page 24: PPK Disertasi Morotai u Wisata

xxiv

17 18 19 20 21

Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun di Ngelengele Besar, Loleba Besar dan Pesisir Pantai Wabula dan Daruba……… Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun di Dodola Besar, Dodola Kecil, Zumzum dan Pesisir Pantai Daruba.……………………. Contoh Formulasi Simulasi Skenario KP2K MS2B………………………. Foto-Foto Ikan Karang yang Ditemukan di Perairan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.......................................................................................... Panorama Pulau Kecil KP2K MS2B..................................................................

188

189 190 195 196

Page 25: PPK Disertasi Morotai u Wisata

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Sebagai suatu negara kepulauan terbesar didunia, Indonesia memiliki jumlah

pulau-pulau kecil lebih dari 17.000 buah pulau, keberadaan pulau-pulau kecil tersebut

sangat penting dalam pembangunan berkelanjutan, bukan saja karena jumlahnya yang

banyak melainkan juga karena memiliki kawasan pesisir dan laut yang mengandung

sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang sangat kaya (Clark 1996; Dahuri 2003;

Bengen dan Retraubun 2006). Kekayaan dan keanekaragaman sumberdaya alam serta

jasa-jasa lingkungan tersebut merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru yang dapat

menunjang pembangunan ekonomi dan sosial secara berkelanjutan di pulau-pulau kecil

apabila pengelolaannya dilakukan secara bijaksana dengan memperhatikan kapasitas

daya dukung lingkungan.

Salah satu kawasan pulau-pulau kecil di Indonesia adalah kawasan pulau-pulau

kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat (KP2K MS2B) yang

merupakan salah satu kawasan pulau-pulau kecil yang baru dimekarkan dari Kabupaten

Halmahera Utara berdasarkan Undang Undang RI No 53 Tahun 2008 tentang

pembentukan Kabupaten Pulau Morotai, maka secara administratif berubah nama

menjadi Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Kawasan pulau-pulau kecil

ini terdiri dari 23 pulau kecil, diantaranya ada sembilan pulau dihuni secara permanen

oleh penduduk, sedangkan yang lainnya tidak berpenduduk.

Kawasan pulau-pulau kecil ini memiliki kekayaan dan keanekaragaman

sumberdaya alam berupa panorama pantai pasir putih, keindahan bawah laut (terumbu

karang dan ikan hias), padang lamun, dan perikanan. Salah satunya adalah panorama

pantai pasir putih sepanjang 6 km yang menghubungkan Pulau Dodola Kecil dan Pulau

Dodola Besar, sedangkan penelitian dari P2O-LIPI (2006) di perairan Morotai

memperlihatkan bahwa jenis lamun (7 jenis), ikan karang (69 jenis) makro algae (40

spesies), fauna ekhinodermata (22 jenis). Krustasea (kepiting 8 jenis), (udang karang 2

jenis), juga terdapat beberapa jenis hewan yang merupakan spesies dilindungi seperti

kima raksasa (Tridacna), Lola (Trochus) dan ketam kenari (Birgus latro).

Page 26: PPK Disertasi Morotai u Wisata

2

Secara umum kawasan pulau-pulau kecil ini dikelilingi ekosistem terumbu

karang pantai (fringing reef) dan terumbu karang penghalang (barrief reef) yang cukup

luas. Selain itu juga, memiliki tipologi terumbu karang curam yang sangat cocok untuk

wisata pantai (penyelaman dan dive-spot).

Kawasan pulau-pulau kecil ini juga menyimpan nilai historis, seperti pulau kecil

Zumzum yang memiliki pantai pasir putih pernah dijadikan sebagai markas pusat

komando pasukan Amerika yang dipimpin oleh Jenderal Mac Arthur melawan Jepang

dalam perang dunia II, pulau ini menyimpan peralatan perang antara lain: Pistol, rangka

pesawat, mobil perang. Dibagian Selatan dari ibukota Kecamatan Morotai Selatan

terdapat peningggalan bekas perang dunia II Bandara Pitu di Daruba yang dibangun

sebagai pangkalan militer Amerika pada saat itu, hingga saat ini sebagian masih dijadikan

sebagai pangkalan TNI Angkatan Udara dengan tujuh landasan pacu masing-masing

panjangnya 3 km, selain itu masih banyak pulau-pulau kecil lainnya yang memiliki obyek

historis.

Kekayaan, keanekaragaman sumberdaya alam dan nilai historis dari KP2K

MS2B yang unik tersebut dapat menimbulkan daya tarik untuk pariwisata. Peruntukan

kegiatan pariwisata secara riil di lapangan merupakan kegiatan yang menjadi prioritas

pengembangan kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil di Kecamatan Morotai Selatan dan

Morotai Selatan Barat, dengan berpedoman pada sumberdaya berupa keindahan alam,

pasir putih, panorama dasar laut yang indah, serta sosial budaya masyarakat dapat

dijadikan sebagai obyek yang menarik untuk dikelola.

Salah satu tipologi kegiatan pariwisata yang menjadi alternatif kegiatan wisata

saat ini adalah kegiatan ekowisata (wisata alam) yang mengandalkan keaslian alam yang

dapat memberikan manfaat ekonomi, ekologis dan sosial-budaya (Bookbinder et al.

2000; Bjork 2000). Secara ekonomis, kawasan yang digunakan untuk ekowisata dan

manajemen pengelolaan kawasan ekowisata dapat menerima langsung penghasilan dan

pendapatan, serta mampu menghasilkan produk barang dan jasa secara

berkesinambungan dan menguntungkan. Secara ekologis, sumberdaya alamnya dapat

dipelihara dan tidak dieksploitasi berlebihan sehingga tidak mengalami degradasi. Secara

sosial-budaya meningkatkan kesejahteraan, keuntungan secara nyata terhadap ekonomi

masyarakat sehingga menghasilkan kesetaraan dan keadilan yang dapat mengurangi

Page 27: PPK Disertasi Morotai u Wisata

3

konflik serta mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Fandeli

2000).

Oleh karena itu dalam penyusunan arahan pengembangan KP2K MS2B perlu

dikembangkan suatu rencana pengelolaan dengan pendekatan ekowisata yang bisa

mengakomodasi kepentingan berbagai pihak, yang bermuara pada kesejahteraan rakyat,

keberlanjutan sumberdaya serta ekosistem pulau-pulau kecil. Harapan ini akan lebih

realistis dan dapat dipertanggung jawabkan jika arahan pengembangan dan pengelolaan

kawasan untuk ekowisata tersebut dikaji secara ilmiah, dengan tetap mempertimbangkan

kebutuhan dan realitas dinamika masyarakat.

1.2 Perumusan Masalah

Sebagai kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil yang memiliki keindahan,

keragaman sumberdaya hayati, nilai budaya dan sejarah maka KP2K MS2B ini

berpotensi dijadikan sebagai suatu kawasan pariwisata alami, karena menyediakan

sumberdaya alam yang produktif seperti terumbu karang karang, padang lamun, hutan

mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Kawasan pulau-pulau kecil ini akan

memberikan jasa lingkungan yang besar yang dapat menggerakkan industri pariwisata.

Keberadaan pulau-pulau kecil tersebut sebagai kawasan wisata alam tentunya

sangat rentan terhadap segala bentuk kegiatan pemanfaatan sumberdaya seperti

penggunaan bom dan sianida untuk penangkapan ikan, sehingga di beberapa kawasan

pulau-pulau kecil terjadi kerusakan terumbu karang yang merupakan aset wisata alam.

Benda-benda peninggalan sejarah perang dunia II seperti kapal ponton, bunker

kesemuanya tinggal rangkanya, hal ini akan membawa perubahan pada ekosistemnya.

Perubahan-perubahan tersebut akan berpengaruh pada kualitas lingkungan, apabila suatu

bentuk pengelolaan yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah keberlanjutan sumberdaya

alam, maka akan terjadi perubahan-perubahan kualitas lingkungan di kawasan pulau-

pulau kecil untuk ekowisata.

Adanya perubahan kualitas lingkungan suatu kawasan ekowisata akan

memberikan dampak pada keberadaan jumlah wisatawan yang berkunjung sehingga

mempengaruhi pendapatan wisata. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi pengelolaan

kawasan pulau-pulau kecil yang mencakup semua komponen kegiatan terkait satu sama

Page 28: PPK Disertasi Morotai u Wisata

4

lain, dengan memperhatikan jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat

ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan

gangguan pada alam dan manusia.

Untuk menggambarkan komponen-komponen yang terkait dalam pengelolaan

pulau-pulau kecil untuk ekowisata, diperlukan suatu model pengelolaan pulau-pulau kecil

untuk pemanfaatan ekowisata yang merupakan cerminan dari keadaan sebenarnya di

alam, memberikan penjelasan terhadap komponen-komponen yang saling berinterkasi,

sehingga membentuk suatu konsep model yang akan digunakan.sesuai dengan dinamika

sumberdaya dan kebutuhan masyarakat

Berdasarkan uraian di atas maka permasalahan yang ada dapat dirumuskan

sebagai berikut:

1) Diperlukan kajian daya dukung pulau-pulau kecil untuk pengembangan

ekowisata berkelanjutan

2) Konsep model pengelolaan pulau-pulau kecil diperlukan sebagai dasar

pertimbangan untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan :

1) Mengkaji daya dukung kawasan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan

ekowisata berkelanjutan

2) Menyusun model konsep pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil

kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat untuk pemanfaatan

ekowisata agar dapat dilakukan secara berkelanjutan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan informasi daya dukung dan konsep pengelolaan KP2K

MS2B bagi para pihak-pihak berkepentingan, terutama pemerintah Kabupaten Morotai

dalam melakukan kegiatan pemanfaatan dan pengelolaan KP2K MS2B untuk ekowisata

berkelanjutan.

Page 29: PPK Disertasi Morotai u Wisata

5

1.5 Kerangka Pemikiran

Kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan

Barat berpotensi untuk dikembangkan sebagai kawasan wisata. Secara geostrategis

kawasan pulau kecil ini terletak dari arah selatan pintu masuk ke pasifik dan dapat

dijangkau dari berbagai belahan dunia seperti Asia, Eropa, Amerika dan Australia,

dengan akses yang dimiliki berupa peninggalan bandara pesawat terbang pada zaman

perang dunia II.

Kawasan pulau-pulau kecil ini memiliki kekayaan dan keanekaragaman

sumberdaya alam dan nilai historis. Panorama pantai pasir putih hampir terdapat di

seluruh di pulau-pulau kecil ini, sedangkan karakteristik budaya masyarakatnya

merupakan perpaduan budaya adat Tobelo–Galela, yang sampai saat ini masih

berkembang di masyarakat pulau Morotai adalah gotong royong. Jenis tarian seperti tide-

tide, cakalele, denge-denge, bobaso, salumbe, tokuwela, yangere dan togal, adapun jenis

musik tradisional meliputi musik bambu tiup, gala, bambu hitadi, jangere, upacara adat

hibua lamo, adat perkawinan dan sejarah tona malangi.

Potensi yang dimiliki pulau-pulau kecil seperti letaknya yang sangat strategis,

keindahan bawah laut (terumbu karang dan ikan hias), keanekaragaman hayati terumbu

karang, ikan karang, panorama pulau, pasir putih, nilai historis, dan keanekaragaman

suku dan budaya merupakan aset untuk pengembangan ekowisata. Namun setelah

dicermati untuk dapat melestarikan potensi yang dimiliki pulau-pulau kecil dilakukan

dengan penetapan zonasi kawasan konservasi KP2K MS2B, zonasi ditetapkan dengan

maksud untuk mempermudah pengendalian, pemanfaatan dan pemeliharaan

keberlanjutan sumberdaya pulau-pulau kecil.

Zonasi kawasan konservasi sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia

No 27 tahun 2007 tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil terdiri dari

zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona lain, yang secara obyektif menggunakan

penerapan kriteria. Kriteria yang digunakan dikelompokkan atas kelompok kriteria

ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan (Salm et al. 2000).

Zona inti sesuai dengan peruntukannya untuk perlindungan habitat dan populasi

sumberdaya pulau-pulau kecil serta pemanfaatannya terbatas untuk penelitian, zona

pemanfaatan terbatas bentuk pemanfaatannya hanya boleh dilakukan untuk budidaya

Page 30: PPK Disertasi Morotai u Wisata

6

pesisir, ekowisata dan perikanan tradisional, sedangkan zona lainnya merupakan zona

diluar zona inti dan zona pemanfaatan terbatas karena fungsi dan kondisinya ditetapkan

sebagai zona tertentu antara lain: zona rehabilitasi dan sebagainya (Peraturan Menteri

Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia nomor 17 tahun 2008 tentang kawasan

konservasi di wilayah pulau-pulau kecil).

Berdasarkan hal tersebut disesuaikan dengan implementasi pengelolaaan KP2K

MS2B maka zonasi kawasan pulau-pulau kecil dibagi atas tiga zona yaitu: zona inti, zona

pemanfaatan terbatas dan zona penyangga (perpaduan dari zona pemanfaatan terbatas dan

zona lainnya). Khusus untuk zona penyangga sifatnya lebih terbuka tetapi tetap dikontrol

dan beberapa pemanfaatan masih diijinkan, zona ini ditujukan untuk menjaga kawasan

konservasi dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu , dan melindungi

kawasan konservasi dari pengaruh eksternal (Bengen dan Retraubun 2006).

Zona yang telah ditetapkan disesuaikan dengan peruntukannya, sehingga zona

pemanfaatan terbatas dan zona penyangga dijadikan sebagai penilaian kesesuaian lahan

ekowisata dalam menentukan kawasan wisata rekreasi, snorkling, selam dan lamun.

Dalam menunjang keberlanjutan kawasan wisata tersebut harus diketahui daya dukung

kawasan ekowisata, karena mengarah pada pertimbangan bahwa betapapun besarnya

daya tarik wisata suatu lokasi, secara ekologis tetap akan memiliki keterbatasan daya

dukung, sehingga jumlah para wisatawan yang datang dalam suatu ruang dan waktu patut

diperhitungkan.

Diharapkan studi ini menghasilkan daya dukung kawasan ekowisata, serta suatu

konsep yang diwujudkan dalam suatu pemodelan pengelolaan pulau-pulau kecil untuk

pemanfaatan ekowisata berkelanjutan yang dapat melestarikan sumberdaya alam kawasan

pulau-pulau kecil dapat terjaga dengan baik, secara sosial dapat melestarikan budaya

setempat, dan secara ekonomis menjadi sumber pendapatan daerah dan kesejahteraan

masyarakat. Secara sistematik, kerangka pemikiran penilitian disajikan pada Gambar 1.

Page 31: PPK Disertasi Morotai u Wisata

7

Gambar 1 Kerangka Pemikiran Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan Ekowisata Berkelanjutan

Page 32: PPK Disertasi Morotai u Wisata

8

1.6 Kebaruan

Berdasarkan hasil penelitian pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan

ekowisata KP2K MS2B dan penelesuran literatur tentang model pengelolaan pulau-

pulau kecil, maka didapatkan dua hal yang baru dalam penelitian ini yaitu: Pertama,

model dinamik pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfatan ekowisata berkelanjutan,

penekanan pada simulasi skenario dinamik kriteria ekologi berhubungan dengan daya

dukung dan pendapatan wisata. Kedua aplikasi ekowisata merupakan satu pendekatan

baru dalam pengelolaan KP2K MS2B khususnya di Kabupaten Pulau Morotai, sehingga

dengan menggunakan ekowisata sebagai bagian dari bentuk pengelolaan pulau-pulau

kecil, akan menciptakan produk wisata yang unggul.

Page 33: PPK Disertasi Morotai u Wisata

9

2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil

Secara umum pengelolaan diartikan sebagai suatu kegiatan yang mencakup

perencanaan dan pengawasan, pengorganisasian, pelaksanaan dan evaluasi. Secara

spesifik sebagai suatu kegiatan yang dilakukan untuk menentukan pelaksanaan suatu

kegiatan berdasarkan tujuannya.

Banyak ahli berbeda pendapat tentang definisi pulau kecil. Ada yang menyatakan

pulau kecil adalah pulau dengan ukuran <10.000 km2 (Diaz Arenas dan Febrillet Huertas

1986; Beller et al.1990), dipertegas dalam keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan

nomor 41 tahun 2000 tantang pedoman umum pengelolaan pulau-pulau kecil yang

berkelanjutan dan berbasis masyarakat menyebutkan bahwa pulau kecil adalah pulau

yang ukuran luasnya <10.000 km2 dengan jumlah penduduk <200.000 jiwa, sedangkan

menurut perundangan terbaru pulau kecil adalah pulau yang luas areanya ≤2.000 km2

(Peraturan Presiden No. 78 tahun 2005 tentang pengelolaan pulau terluar ; UU RI No. 27

tahun 2007).

Pengertian pengelolaan pulau-pulau kecil adalah suatu proses perencanaan,

pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian sumberdaya pulau-pulau kecil yang luas

areanya ≤ 2.000 km2, secara fungsional saling berinteraksi dari sisi ekologis, ekonomi,

sosial budaya, baik secara individual maupun secara sinergis dapat meningkatkan

kesejahteraan masyarakat.

Dalam kaitannya dengan pengelolaan banyak faktor yang harus diperhatikan

seperti: Pulau kecil secara fisik memiliki sumberdaya daratan (terestrial) yang sangat

terbatas, habitatnya seringkali terisolasi dari habitat lain, area tangkapan air terbatas dan

mempunyai lingkungan yang khusus dengan proporsi spesies endemik yang tinggi bila

dibandingkan dengan pulau kontinen, secara ekologi memiliki kondisi yang sangat

rentan, sehingga interaksi antara lahan dan perairan laut melalui proses hidrologis dan

arus laut sebagaimana pergerakan biotanya, mempunyai karakteristik yang spesifik (Salm

et al. 2000).

Menurut Adrianto (2004), dalam perspektif ekosistem wilayah pesisir, wilayah

pulau-pulau kecil dapat dibagi menjadi beberapa sub-wilayah yaitu : (1) wilayah perairan

Page 34: PPK Disertasi Morotai u Wisata

10

lepas pantai (coastal offshore zone); wilayah pantai (beach zone); (3) wilayah dataran

rendah pesisir (coastal lowland zone); (4) wilayah pesisir pedalaman (inland zone).

Selanjutnya dalam hubungannya dengan keterpaduan, pendekatan berbasis keberlanjutan

sistem wilayah pesisir di pulau-pulau kecil menjadi syarat mutlak pengelolaan

lingkungan wilayah pesisir di pulau-pulau kecil harus mempertimbangkan faktor

keterpaduan antar komponen yang secara riel tidak dapat dipisahkan satu sama lain, yang

akan menjadi tercapainya keberlanjutan pembangunan, pengelolaan wilayah pesisir dan

pulau-pulau kecil. Ilustrasi pengelolaan wilayah pesisir interkorelasi antar sub-wilayah

dalam wilayah pesisir dan laut pulau-pulau kecil disajikan pada Gambar 2

Social Welfare The Offshore Zone The Beach Zone

IMPLEMENTATION MONITORING

Environmental MANAGEMENT Economic Integrity Efficiency The Island Zone The Low-Land Zone

Gambar 2 Kerangka Berkelanjutan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Laut di Pulau-

Pulau Kecil (Debance 1999 dalam Adrianto 2004)

Kaitan dengan pengelolaan pulau-pulau kecil di Indonesia, menurut peraturan

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 20 tahun 2008 tantang pemanfaatan pulau-pulau

kecil dan perairan di sekitarnya menyebutkan bahwa pulau dengan luas areanya ≤ 2.000

km2 kegiatan yang sesuai mencakup konservasi sumberdaya alam, budidaya laut,

pariwisata bahari, usaha penangkapan ikan berkelanjutan, pendidikan dan penelitian, dan

sebagainya. Dari penjelasan di atas, Cambers (1992) dalam Adrianto (2004) menyatakan

bahwa strategi pengelolaan pulau-pulau kecil harus dapat mengkaitkan seluruh kegiatan

dan pemangku kepentingan yang ada di pulau-pulau kecil, dengan menggunakan sistem

yang terkoorganisasi. Selanjutnya dijelaskan sistem terkoordinasi yang dapat

• Process • Interaction • Activies •

Page 35: PPK Disertasi Morotai u Wisata

11

diidentifikasi dalam pulau-pulau kecil, paling tidak terdapat lima proses yaitu proses

alam, proses sosial, proses ekonomi, perubahan iklim dan proses pertemuan antara

daratan dan laut yang masing-masing merupakan komponen dalam sistem pulau-pulau

kecil yang tidak bisa dipisahkan satu sama antara lain sistem lingkungan daratan, sistem

lingkungan laut dan sistem aktivitas manusia (Gambar 3)

Terkait satu sama lain

Gambar 3 Interaksi Yang Tidak Terpisahkan Antar Komponen Pulau-Pulau Kecil (Debance 1999 dalam Adrianto 2004)

Dalam mengelola kawasan pulau-pulau kecil ketiga sistem ini saling terkait, tetapi

yang paling utama memahami fungsi masing-masing sistem ini, sebagai contoh kawasan

pulau-pulau kecil luas lingkungan lautnya lebih luas dari lingkungan daratannya untuk itu

diperlukan suatu pemahaman peran lingkungan laut, aspek-aspek apa saja yang ada di

dalamnya. Aspek-aspek yang dimaksud seperti terumbu karang, padang lamun dan

mangrove, ketiga ekosistem ini memberikan sumbangan yang besar bagi kegunaan

wilayah di pesisir dan pulau-pulau kecil

Moberg dan Folke (1999) menyatakan peran terumbu karang, khususnya terumbu

karang tepi dan penghalang, berperan penting sebagai pelindung pantai dari hempasan

ombak dari laut, lain itu mempunyai utama sebagai habitat (tempat tinggal), tempat

mencari makan, tempat asuhan dan pembesaran, tempat pemijahan bagi flora dan biota

yang hidup bagi di terumbu karang dan sekitarnya. Selanjutnya dijelaskan bahwa biota-

biota ini ada yang beruaya ke ekosistem yang lain seperti lamun dan mangrove, lamun

merupakan produsen detritus dan zat hara, sebagai tempat berlindung, mencari makan,

Lingkungan daratan

Lingkungan laut

Aktivitas manusia

Page 36: PPK Disertasi Morotai u Wisata

12

tumbuh besar bagi biota yang lain, sedangkan mangrove peredam gelombang, pelindung

pantai, dan penghasil sejumlah besar detritus terutama berasal dari daun dahan pohon

mangrove yang rontok, juga sebagai daerah asuhan, mencari makan, baik yang hidup di

pantai maupun di lepas pantai.

Keadaan ini menunjukkan bahwa pengelolaan pembangunan pada kawasan

tersebut apabila tidak terencana dengan baik dapat mengakibatkan dampak eksternal

yang cukup nyata. Dengan demikian setiap konservasi atau eksploitasi yang dilakukan

akan berdampak terhadap fungsi ekosistem lingkungan pulau-pulau kecil, dengan

perkataan lain sesungguhnya pembangunan selalu membawa resiko lingkungan maupun

sosial bagi pulau-pulau kecil. Oleh karena itu kajian mendasar yang intensif menduduki

posisi penting dalam pengelolaan dan pengembangan sumberdaya pulau-pulau kecil

(Kusumastanto 2000).

2.2 Pengertian dan Pengembangan Ekowisata Bahari

Istilah ecotourism diterjemahkan menjadi ekowisata, yaitu jenis pariwisata yang

berwawasan lingkungan. Maksudnya melalui aktivitas yang berkaitan dengan alam dan

lingkungan sehingga membuat orang tergugah untuk mencintai alam (Ziffer 1989;

Young 1992; Valentine 1993; Scace 1993). Semua ini sering disebut dengan istilah

“kembali ke alam”.

Pengertian ekowisata dari waktu ke waktu mengalami perkembangan. Namun

pada hakekatnya pengertian ekowisata adalah suatu bentuk wisata yang

bertanggungjawab terhadap kelestarian area yang masih alami, memberi manfaat secara

ekonomi dan mempertahankan keutuhan budaya bagi masyarakat setempat (Ceballos-

Lascurain 1991; Carter dan Lowman 1994; Honey 1999; Bjork 2000; Wunder 2000)

Ekowisata merupakan suatu model pengembangan wisata yang menghargai

kaidah-kaidah alam dengan melaksanakan program pembangunan dan pelestarian secara

terpadu antara upaya konservasi sumberdaya alam dengan pengembangan ekonomi

masyarakat secara berkelanjutan (Choy 1997; Fandeli 2000; Buchsbaum 2004).

Dukungan konservasi sumberdaya alam dilakukan dengan melaksanakan program

pembangunan yang memperhatikan kualitas daya dukung kawasan dan bersifat ramah

Page 37: PPK Disertasi Morotai u Wisata

13

lingkungan. Ekowisata juga meminimalkan dampak negatif terhadap mutu dan kualitas

keanekaragaman hayati yang disebabkan kegiatan wisata yang bersifat massal.

Ekowisata sesungguhnya adalah suatu perpaduan dari berbagai minat yang

tumbuh berdasarkan keprihatinan lingkungan, ekonomi dan sosial. Akar dari ekowisata

terletak pada pariwisata alam dan ruang terbuka. Jadi dengan kata lain ekowisata

menggabungkan suatu komitmen yang kuat terhadap alam dan suatu rasa tanggung jawab

sosial.

Dalam hubungannya dengan ekowisata di pulau-pulau kecil, seperti telah

dijelaskan di atas wilayah pulau-pulau kecil dikelilingi oleh wilayah laut yang lebih luas

dari daratannya, pengembangan ekowisata lebih mengarah kepada wisata bahari. Dengan

demikian wisata bahari merupakan wisata yang lebih banyak dikembangkan di wilayah

pulau-pulau kecil.

Konsep dan definisi tentang wisata bahari dikemukan para ahli seperti Hall (2001)

membagi wisata atas dua bagian yaitu : wisata pesisir dan wisata bahari, wisata pesisir

berhubungan dengan kegiatan leisure dan aktivitas rekreasi yang dilakukan di wilayah

pesisir dan perairan lepas pantai, meliputi rekreasi menonton ikan paus dari pinggiran

pantai, berperahu, memancing, snorkling dan menyelam, sedangkan wisata bahari

berhubungan dengan wisata pantai tetapi lebih mengarah pada perairan laut dalam

seperti: memancing di laut dalam dan berlayar dengan kapal pesiar.

Orams (1999) menyatakan bahwa wisata bahari merupakan suatu kegiatan

rekreasi, dari satu tempat ke tempat lain dimana laut sebagai media tempat mereka,

sedangkan Hidayat (2000) menyatakan bahwa wisata bahari merupakan kegiatan wisata

yang menyangkut dengan laut seperti santai di pantai menikmati alam sekitar, berenang,

berperahu, berselancar, ski air, menyelam dan berwisata ke alam laut (menikmati

terumbu karang dan biota laut), obyek purbakala, kapal karam dan pesawat tenggelam,

serta berburu ikan-ikan.

Secara umum perkembangan pariwisata dari tahun ke tahun makin menjanjikan,

badan dunia turis (WTO) memperkirakan selama tahun 1996 ada 592 juta wisatawan

internasional yang berkunjung dengan pendapatan sekitar $US 423 milyar, ke depan

sampai pada tahun 2020 diperkirakan pertumbuhan wisatawan meningkat rata-rata 4,3%

per tahun dengan pendapatan $US 5juta per hari (Orams 1999). Di Indonesia selama dua

Page 38: PPK Disertasi Morotai u Wisata

14

dekade pertengahan dekade 1980-an sampai tahun 1990-an, jumlah wisatawan

mancanegara yang mengunjungi obyek wisata bahari pada akhir pelita VII diperkirakan

sebesar 1,64 juta jiwa dengan pendapatan devisa sebesar $US 2,16 milyar.

Keadaan tersebut akan memberikan pendapatan devisa bagi negara yang cukup

besar terutama kontribusinya pada perkembangan wisata bahari di tanah air. Dalam

kasus-kasus tertentu dengan semakin meningkatnya pendapatan, karena meningkatnya

jumlah wisatawan, tidak lagi memperhatikan aspek lingkungan ekologi maka akan

merusak sumberdaya hayati. Beberapa kasus yang dilaporkan beberapa peneliti

berhubungan dengan dampak dari wisatawan yang berkunjung ke suatu tempat wisata

seperti: Hall (2001) melaporkan sejumlah dampak wisata terhadap lingkungan dan

ekologi yang terjadi di pulau-pulau Pasifik (Tabel 1)

Tabel 1 Dampak Pariwisata Terhadap Lingkungan dan Ekologi Pada Pulau-Pulau Pasifik • Kerusakan habitat dan kerusakan ekosistem akibat :

- pembangunan lapangan golf - pengelolaan kawasan wisata yang buruk sehingga flora dan fauna hilang - peledakan bom (merusakan sumberdaya pesisir laut) - pembangunan jalan, runway, pelabuhan, areal parkir dan - penggunaan kapur di hotel-hotel

• Terganggunya air tanah - pemakaian air tanah yang berlebihan oleh resort wisata - runoff akibat pengerukan pasir di daerah pesisir

• Diperkenalkannya spesies eksotik untuk wisata sehingga meningkatkan perburuan flora dan fauna pada suatu ekosistem sehingga dapat merusak:

- ekosistem mangrove - ekosistem terumbu karang dan - ekosistem pasir

Sumber : Hall (2001)

Kasus yang lain dilaporkan oleh Orams (1999) seperti di Teluk Hanauma Hawai,

taman lautnya dipromosikan sebagai daerah tujuan wisata, sehingga berbagai aktivitas di

arahkan ke teluk mulai dari bis-bis wisatawan, kegiatan snorkling sampai ikan-ikan di

teluk ini menjadi makanan populer, tuntutan perbaikan fasilitas untuk melayani

wisatawan seperti jalan diperbaiki, parkiran diperbesar , fasilitas wc dan piknik ditambah.

Dari hasil studi ditetapkan 1.000 pengunjung/hari tapi karena popularitas Hanauma terus

meningkat pengunjung melebihi 10.000 setiap harinya pada tahun 1981 dan diperkirakan

lebih dari 2 juta wisatawan mengunjungi teluk ini setiap tahun sehingga mengakibatkan

biomas organisme karang, sponge dan fauna laut menurun.

Page 39: PPK Disertasi Morotai u Wisata

15

Zakai et al. (2001) menggambarkan dampak dari pariwisata selam di terumbu

karang Eilat bagian Utara Laut Merah dengan frekuensi menyelam lebih besar dari

250.000 per tahun dengan panjang garis pantai hanya12 Km, menyebabkan terumbu

karang banyak yang rusak. Hal yang sama terjadi di taman laut Gilitungan Philipina,

rekreasi menyelam dengan frekuensi menyelam sebanyak 25.925 pada tahun 2003

memberikan kekhawatiran akan rusaknya terumbu karang (Frederick et al. 2005)

Studi kasus yang lain di pulau-pulau Karibia, pariwisata bahari mempengaruhi

sosial budaya masyarakat seperti pemindahan penduduk lokal dari tempat tinggal mereka

di pinggiran pantai, sebelum pengembangan pariwisata di St Thomas, lebih dari 50 pantai

merupakan tempat mereka, namun pada tahun 1970 hanya tinggal dua untuk mereka

selebihnya untuk wisatawan (Orams 1999).

Kasus-kasus tersebut di atas merupakan dampak negatif yang ditimbulkan oleh

suatu kegiatan wisata, tetapi ada juga dampak positif yang dapat dirasakan masyarakat,

seperti keadaan ini telah dilakukan di pulau Nusa Lembongan yang merupakan pulau

kecil di sebelah selatan pulau Bali. Kegiatan ekowisata yang dilakukan ternyata

menambah pendapatan masyarakat dan masyarakat dilibatkan dalam kegiatan tersebut

menjaga keletarian sumberdaya hayati (Yuanike 2003). Pengembangan pariwisata

bahari di Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Pulau Seribu Utara memberikan kontribusi

pendapatan keluarga yang ikut serta dalam kegiatan pariwisata bahari rata-rata sebesar

99,56% (Rp 902.000.-) per bulan dari total pendapatan Rp 906.000.- (Aziz 2003).

Fenomena tersebut di atas memberikan gambaran dampak pariwisata bahari bisa

positif dan negatif tergantung pada penggunaan sumberdaya alam (Orams 1999). Oleh

karena itu di dalam ekowisata dilakukan dengan kesederhanaan, memelihara keaslian

alam dan lingkungan, memelihara keaslian seni dan budaya, adat istiadat, kebiasaan

hidup, menciptakan ketenangan, kesunyian memelihara flora dan fauna, serta

terpeliharanya lingkungan hidup sehingga tercipta keseimbangan antara kehidupan

manusia dengan alam sekitarnya, wisatawan yang datang tidak semata-mata untuk

menikmati alam sekitar tetapi juga mempelajarinya sebagai peningkatan pengetahuan

atau pengalaman, dengan demikian maka selaraslah arti ekowisata sebagai wisata yang

bertanggung jawab.

Page 40: PPK Disertasi Morotai u Wisata

16

2.3 Daya Dukung Ekowisata

Daya dukung ekowisata tergolong spesifik dan lebih berhubungan dengan daya

dukung lingkungan (biofisik dan sosial) terhadap kegiatan pariwisata dan

pengembangannya (McNeely 1994). Daya dukung ekowisata juga diartikan sebagai

tingkat atau jumlah maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh sarana prasarana

(infrastruktur) obyek wisata alam. Jika daya tampung sarana dan prasarana tersebut

dilampaui, maka akan terjadi kemerosotan sumberdaya, kepuasaan pengunjung tidak

terpenuhi, dan akan memberikan dampak merugikan terhadap masyarakat, ekonomi dan

budaya (Ceballos-Lascurain 1991; Simon et al. 2004). Selanjutnya ditambahkan bahwa

kapasitas sosial dan psikologi dari lingkungan ekowisata dapat mendukung aktivitas dan

pengembangan ekowisata.

Beberapa komponen dasar yang mempengaruhi daya dukung ekowisata antara

lain :

• Komponen Biofisik

Komponen biofisik yang mempengaruhi daya dukung terutama berkaitan erat

dengan sumberdaya alam.

• Komponen Sosial Budaya

Perubahan sosial budaya pada masyarakat dapat sebagai dampak kegiatan

ekowisata pada suatu tingkat tertentu. .

• Komponen Psikologi

Komponen psikologi dari daya dukung ekowisata lebih ditekankan pada jumlah

maksimum pengunjung yang dapat ditampung oleh suatu area pada suatu waktu

(Ceballos-Lascurain 1991)

• Komponen Manajerial

Daya dukung obyek wisata alam ditinjau dari komponen manajerial merupakan

jumlah pengunjung maksimum yang masih dapat dikelola pada suatu area

ekowisata (obyek wisata alam).

Belum ada sebuah rumus baku yang disepakati untuk mengetahui sampai sejauh

mana daya dukung tersebut tidak terlampaui, berapa jumlah wisatawan yang diizinkan,

dan seberapa lama wisatawan diizinkan memasuki dan menggunakan daerah tujuan

wisata (Simon et al. 2004 ; Wearing dan Neil 1999). Hal itu karena perilaku pengunjung

Page 41: PPK Disertasi Morotai u Wisata

17

saat mengunjungi daerah tujuan wisata, musim dan regulasi yang ditetapkan berbeda-

beda akan mempengaruhi analisis yang dilakukan.

Wearing dan Neil (1999) menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan kegiatan

wisata, diskusi tentang daya dukung lingkungan mempunyai tiga elemen yang harus

diperhatikan, yakni sebagai berikut:

• Elemen ekologis, hal yang terkait dengan lingkungan alamiah destinasi wisata

• Sosiokultural, hal ini pada intinya terkait dengan dampak wisata terhadap

populasi masyarakat setempat dan budayanya.

• Fasilitas yang berkaitan dengan kebutuhan wisatawan

Daya dukung bersifat tidak tetap atau dinamis, yaitu dapat berkurang oleh

perilaku manusia maupun kerusakan alam serta juga dapat ditingkatkan melalui suatu

perlakuan pengelolaan lingkungan secara benar dan terencana (Clark 1996). Daya

dukung memberikan suatu pedoman bagi penyelenggaraan kegiatan pariwisata yang

khususnya berkenaan dengan pentingnya pemeliharaan kualitas pembangunan yang

berwawasan lingkungan.

Dengan demikian merencanakan kawasan wisata dengan mengindahkan daya

dukung menjadi faktor yang penting untuk diperhatikan. Wearing dan Neil (1999)

menyatakan bahwa dalam kaitannya dengan pembangunan sektor wisata, isu daya

dukung lingkungan harus dimasukkan dalam isu-isu tataguna lahan. Salah satunya

dengan penerapan sistem zonasi yang merupakan strategi yang dapat diterapkan untuk

memenuhi daya dukung.

2.4 Konsep Ekowisata Berkelanjutan

Ekowisata berkelanjutan banyak diilhami oleh konsep pembangunan

berkelanjutan. Sebagaimana pembangunan berkelanjutan, definisi wisata berkelanjutan

juga sangat sulit pada tahap operasional. Namun, serangkaian parameter sering

digunakan untuk merujuk kepada wisata berkelanjutan, antara lain wisata yang

mempunyai dampak minimal terhadap lingkungan memberikan dampak yang

menguntungkan bagi komunitas atau masyarakat lokal, serta memberikan pendidikan

konservasi bagi pengunjung (McMinn 1997).

Page 42: PPK Disertasi Morotai u Wisata

18

Yudaswara (2004) menganalisa kebijakan pengembangan wisata bahari dalam

pengelolaan pulau-pulau kecil secara berkelanjutan (studi kasus Pulau Menjangan

Kabupaten Buleleng- Bali), ternyata kawasan pariwisata berkelanjutan terpilih menjadi

skenario yang optimal bagi pengelolaan kawasan Pulau Menjangan. Di gugus pulau

Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Kepulauan Pulau Seribu masyarakat memiliki

kegiatan ekonomi yang sangat terkait dengan sumberdaya alam yakni perikanan dan

pariwisata, masyarakat yang terlibat kegiatan pariwisata memiliki pendapatan yang lebih

baik (Ruyani 2003).

Tosun (2001) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan merupakan suatu

konsep untuk menjembatani pembangunan kawasan tanpa harus mengorbankan

keanekaragaman hayati. Konsep pembangunan berkelanjutan banyak didasari oleh

adanya fakta bahwa penggunaan keanekaragaman hayati pada faktanya cenderung

mengarah kepada perilaku eksploitasi (Dymond 1997). Konsep ini menyarankan adanya

penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan antar generasi.

Secara teoritis konsep wisata berkelanjutan dinyatakan oleh Casagrandi dan

Rinaldi (2002) bahwa keberlanjutan wisata pulau-pulau kecil mengikuti ”model

minimalis” tergantung dari tiga aspek tiga komponen utama yaitu : kondisi lingkungan

(E= Environmental ); Investasi (C=Capital); dan Wisata (T= Tourism). Ketiga

komponen ini saling terkait (Gambar 4). Selanjutnya dijelaskan, wisatawan akan

berkunjung apabila lingkungannya baik, tetapi dengan bertambahnya wisatawan melebih

daya dukung akan memperburuk lingkungan, dan akan berakibat pada kapital, sebaliknya

wisatawan yang banyak akan menambah kapital, dan kapital ini bisa dikembalikan untuk

perbaikan lingkungan

Gambar 4 Model Minimal Konsep Wisata Berkelanjutan (Casagrandi dan Rinaldi 2002)

Turism Sub Sistem T = Tourist Vector C = Capital Vector E = Environment Vector

Abstract Model of Tourism

Minimal Model Tourism

Page 43: PPK Disertasi Morotai u Wisata

19

Ada hal menarik berhubungan dengan wisata berkelanjutan yaitu destinasi

berkelanjutan. Sampai saat ini, tidak ada sebuah definisi yang baku tentang apa yang

disebut sebagai destinasi wisata berkelanjutan, karena destinasi wisata bersifat unik (Lee

2001; Ryhannen 2001). Demikian juga kriteria untuk merujuk kepada destinasi

berkelanjutan sangat beragam, tergantung kepada skema-skema atau cara yang dipakai

untuk mendefinisikan destinasi berkelanjutan. Namun, Mc Minn (1997) mengusulkan

bahwa daya dukung lingkungan merupakan salah satu alat yang dapat dipakai untuk

mengukur, sejauh mana sebuah destinasi bisa berkelanjutan.

Fennel dan Eagles (1990) menyarankan adanya enam prinsip penting yang harus

dipenuhi oleh pengunjung dalam penyelenggaraan ekowisata berkaitan dengan

keberlangsungan destinasi, yakni sebagai berikut : 1) Semaksimal mungkin berusaha

meniadakan dampak negatif dari kehadiran mereka terhadap lingkungan destinasi wisata

dan penduduk lokal. 2) Melakukan perjalanan wisata ini dengan tujuan untuk

meningkatkan kesadaran dan pemahaman terhadap alam dan keunikan lokal. 3) Ikut

membantu memaksimal partisipasi awal dan jangka panjang dari masyarakat lokal,

dalam proses pembuatan keputusan yang menyangkut penyelenggaraan ekowisata.

4) Selayaknya, pengunjung memberikan kontribusi terhadap usaha-usaha konservasi

daerah yang dilindungi. 5) Memberikan keuntungan ekonomi dibandingkan sekadar

mengalihkan masyarakat setempat dari pekerjaan tradisional mereka. 6) Membuka

peluang bagi mahasiswa masyarakat lokal dan pekerja wisata, untuk memanfaatkan

keindahan sumberdaya alam.

Konsep-konsep di atas, sangat jelas tergambarkan bahwa untuk mencapai

destinasi wisata yang berkelanjutan, dibutuhkan integritas ekologis sebagai usaha

mencapai visi pembangunan berkelanjutan. Model di atas membutuhkan komitmen dari

banyak pihak dalam mewujudkan destinasi yang berkelanjutan dalam upaya

meningkatkan dan mempertahankan sektor wisata, sebagai bagian dari strategi

penerimaan devisa. Yang perlu diperhatikan adalah sebagai sebuah proses, hal tersebut

membutuhkan waktu yang relatif panjang. Ekosistem yang mengalami kerusakan

membutuhkan waktu untuk memperbaiki dirinya, termasuk kemampuan-kemampuan

faktor biotik penyusunnya, yakni tumbuhan dan hewan.

Page 44: PPK Disertasi Morotai u Wisata

20

2.5 Pemodelan

Banyak ahli mendefenisikan model: Jorgensen (1988); Hall and Day (1997);

(Suryani 2006); (Hartrisari 2007) menyatakan bahwa model merupakan gambaran

(abstraksi) penyederhanaan dari suatu sistem ataupun keadaan yang sebenarnya. Sistem

adalah sekelompok komponen yang beroperasi secara bersama-sama untuk mencapai

tujuan tertentu dan terorganisasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau gugus tertentu

(Forrester 1968; Jeffer 1978; Grant et al. 1997; Aminullah dan Muhammadi 2001;

Eriyatno 2003; Hartrisari 2007).

Karena sistem sangat kompleks, tidak mungkin membuat model yang dapat

menggambarkan seluruh proses yang terjadi dalam sistem, untuk itu model disusun dan

digunakan untuk memudahkan dalam pengkajian sistem karena sulit dan hampir tidak

mungkin untuk bekerja pada keadaan yang sebenarnya. Oleh sebab itu, model hanya

memperhitungkan beberapa faktor dalam sistem dalam rangka mencapai tujuan yang

telah ditetapkan sebelumnya.

Pembuat model ingin tahu lebih banyak mengenai struktur dan perilaku alam,

baik pada saat ini maupun di masa datang dengan pemodelan. Hannon dan Ruth (1994);

Suryani (2006); Hartrisari (2007) menyatakan bahwa pemodelan adalah berfikir dengan

mengikuti sekuen logis, secara berstruktur, proses yang kreatif, tidak linier,

menampilkan kembali, pembentukan model dari sistem tersebut dengan menggunakan

bahasa formal tertentu, dan hasil proses tersebut adalah model. Pemodelan yang efektif

merupakan keterkaitan antara dunia nyata sehingga tujuan model sebagai

penyederhanaan sistem akan tercapai. Model disusun untuk menyelesaikan persoalan

yang dihadapi sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.

Eriyatno (2003) dan Hartrisari (2007) menyatakan tahapan-tahapan dalam

pembuatan model yaitu: Analisis kebutuhan, formulasi masalah, dan identifikasi sistem

seperti pada Gambar 5.

Page 45: PPK Disertasi Morotai u Wisata

21

Gambar 5. Tahapan Analisis Sistem (Eriyatno 2003)

Selanjutnya dijelaskan tahapan-tahapan dalam pendekatan sistem sebagai berikut

• Analisis kebutuhan

Analisis kebutuhan merupakan tahap awal dari pengkajian suatu sistem. Pada

tahap ini diidentifikasi kebutuhan-kebutuhan dari masing-masing pelaku sistem,

setiap pelaku sistem memiliki kebutuhan yang berbeda-beda yang dapat

mempengaruhi kerja sistem,

• Formulasi kebutuhan merupakan hal yang penting harus dikenali apakah

kontradiktif atau sejalan, kebtuhan yang sinergis bagi semua pelaku sistem tidak

akan menimbulkan permasalahan untuk pencapaian tujuan sistem karena semua

pelaku menginginkan kebutuhan tersebut.

• Identifikasi sistem

Pada tahap ini harus dikenali hubungan antara pernyataan hubungan dengan

pernyataan masalah, salah satunya diagram lingkar sebab akibat (causal loop

diagram) atau diagram input-output (black box diagram)

Sedangkan Grant et al., (1997) menyatakan bahwa ada empat tahap dalam sistem

analisis yaitu:

• Perumusan Model Konseptual

Tujuan dari fase pertama ini adalah untuk menentukan konsep dan tujuan model

sistem yang dianalisis. Dalam tahap ini diputuskan komponen mana yang

berkaitan dengan pencapaian tujuan model tersebut. komponen-komponen

Page 46: PPK Disertasi Morotai u Wisata

22

tersebut digambarkan dengan menggunakan simbol-simbol yang diindikasikan

menyerupai keadaan sebenarnya di lapangan

• Spesifikasi Model Kuantitatif

Tujuan tahap ini adalah untuk mengembangkan model kuantitatif dan sistem

yang diinginkan. Pembentukan model kuantitatif ini dilakukan dengan

memberikan nilai kuantitatif terhadap masing-masing nilai variabel dan

menterjemahkan setiap hubungan antar variabel dan komponen penyusun model

sistem tersebut ke dalam persamaan matematik sehingga dapat diopreasikan

melalui program simulasi

• Evaluasi Model

Tujuan tahap ini, mengevaluasi model dilakukan untuk mengetahui manfaat

model terhadap tujuan pemodelan yang diharapkan, dalam beberapa hal, tahap

ini disebut juga sebagai validasi model dimana seringkali dilakukan dengan

membandingkan prediksi model dengan kondisi nyata, pada tahap ini juga lebih

ditekankan pada analisis terhadap perilaku komponen dan hasilnya terhadap

tujuan pemodelan

• Penggunaan Model

Tahap ini merupakan akhir tahapan analisis sistem dimana kita menjawab

pertanyaan yang diidentifikasi pada saat mendisain analisis sistem. Hal ini

mencakup analisis, interpretasi, dan prosedur komunikasi hasil simulasi.

Sesudah membuat model, maka langkah selanjutnya untuk menentukan

keputusan yang diambil berhubungan dengan model yang dibuat adalah dengan

simulasi. Eriyatno (2003) dan Suryani (2006): menyatakan bahwa simulasi adalah

suatu aktitivitas dimana pengkaji dapat menarik kesimpulan-kesimpulan tentang perilaku

dari suatu sistem, melalui penelaahan perilaku model yang selaras, dimana hubungan

sebab akibatnya sama dengan atau seperti yang ada pada sistem yang sebenarnya.

2.6 Penelitian Pemodelan Pulau Kecil

Secara umum penelitian-penelitian tentang pemodelan pulau kecil

menggambarkan suatu keadaan yang terjadi pada pulau tersebut. Keadaan yang terjadi

tentunya berhubugan dengan kasus atau merupakan gambaran sebagian dari kenyataan

Page 47: PPK Disertasi Morotai u Wisata

23

yang ada, sebagai contoh: Brander and Taylor (1998) mengadakan penelitian di Pulau

Easter dengan menggambarkan keadaan sumberdaya terbarukan dan dinamika

sumberdaya manusia, dilanjutkan oleh Matsumoto (2001) dengan melihat populasi

penduduk dan degradasi sumberdaya yang cepat.

Di Indonesia penelitian yang berhubungan dengan pemodelan pulau kecil sudah

mulai dilakukan, seperti : Maanema (2003) membangun model pariwisata dan model

budidaya laut untuk pemanfaatan pulau-pulau kecil studi kasus Gugus Pulau Pari

Kepulauan Seribu, Susilo (2003) membangun model ekonomi-ekologis studi kasus

kelurahan Pulau Panggang dan Pari Kepulauan Seribu, Ola (2004) membangun model

ekologi, budaya dan ekonomi di Kepulauan Wakatobi dan Parwinia (2007) pemodelan

ko eksestensi pariwisata dan perikanan di Selat Lembe Sulawesi Utara.

Berikut ini adalah gambaran umum penelitian pulau kecil yang berhubungan

dengan pemodelan (Tabel 2)

Tabel 2 Penelitian Pemodelan Pulau Kecil Peneliti Judul penelitian Gambaran umum penelitian • Brander JA

and Taylor MS. 1998. Journal The American Economic Review

• Matsumoto A. 2001. Journal, Discrete Dynamic in Nature and Society

• Maanema M.

2003. Disertasi IPB Bogor

The Simple Economc of Easter Island: A Ricardo Malthus Model of Renewable Resource Use Economi Dynamic Model for Small Island Model Pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil (Studi Kasus di Gugus Pulau Pari Kepulauan Seribu)

Suatu model ekuilibrium umum sumber daya terbarukan dan dinamika populasi manusia. Mengatasi masalah tersebut dengan membangun model formal yang menghubungkan dinamika populasi dan dinamika sumber daya terbarukan. Secara teoritis kebanyakan pulau-pulau di Pasifik mengikuti pola evolusi yang sama seperti dinamika pertumbuhan populasi penduduk yang cepat dan degradasi sumberdaya. Kasus Pulau Easter sekitar abad ke-4 dan pertengahan abad ke-18 yang mengindikasikan bahwa model ekonomi menghubungkan dinamika sumberdaya dan dinamika populasi penduduk sehingga dapat dikatakan evolusi sejarah masa lalu di pulau-pulau kecil merupakan pertumbuhan keberlanjutan ekonomi dunia. Membangun model pemanfaatan pulau-pulau kecil, yang terdiri dari model untuk pariwisata dan model untuk budidaya laut yang didasarkan pada kesesuaian kondisi perairan, serta model penangkapan ikan yang didasarkan pada kajian stok ikan, selanjutnya menciptakan model integrasi pemanfaatan gugus Pulau Pari yang sesuai dengan daya dukung lingkungannya.

Page 48: PPK Disertasi Morotai u Wisata

24

• Susilo SB.

2003. Disetasi IPB Bogor

• Ola OL. 2004.

Disertasi IPB Bogor

• Parwinia.

2007. Disertasi IPB Bogor

Keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil studi kasus kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta Model pengelolaan pulau-pulau kecil dalam rangka pengembangan wilayah kepulauan wakatobi Pemodelan Ko-eksistensi pariwisata dan perikanan: Analisis konvergensi-divergensi (KODI) di selat Lembeh Sulawesi Utara

Menilai keberlanjutan pulau-pulau kecil di Kelurahan Pulau Panggang dan di Kelurahan Pulau Pari, melalui penyusunan indeks dan status keberlanjutan pembangunan pulau-pulau kecil dan analisis keseimbangan ekonomi ekologis serta mendeterminasi tingkat kemajuan maupun ketertintinggalan atribut-atribut aspek pembangunan di daerah studi serta membuat evaluasi dinamika variabel ekonomi dan ekologi untuk memudahkan perencanaan pembangunan selanjutnya agar sesuai dengan kriteria pembangunan yang berkelanjutan, pada tahapan pembuatan model ekonomi-ekologis dilihat hubungan antara atribut ekonomi (tenaga kerja) dan atribut ekologis (biomas, x) Menjabarkan model pengelolaan pulau-pulau kecil dalam rangka pengembangan wilayah dengan melihat sumberdaya alam lautan dan daratan pulau-pulau kecil di kepulauan Waktobi dikaji dalam 3 aspek yaitu aspek ekologi, budaya dan ekonomi. Aspek ekologi ; pemanfaatan ekosistem mangrove untuk pemukiman penduduk oleh masyarakat dampaknya terhadap penurunan biomassa kepiting pada lingkungan mangrove, penurunan ikan Belanak pada lingkungan lamun, dan ikan Kerapu pada lingkungan terumbu karang. Aspek Budaya ; pemanfaatan ekosistem terumbu karang untuk fondasi rumah dampaknya terhadap degradasi terumbu karang dan penurunan biomassa ikan Kerapu. Aspek ekonomi; kontribusi sektor-sektor dalam pengelolaan wilayah kepulauan Wakatobi. Melakukan analisis komparatif nilai ekonomi antara wisata, konservasi dan kegiatan perikanan, menganalisis skenario perubahan nilai ekonomi pada suatu kawasan konservasi jika harus ko-eksis dengan kegiatan perikanan, juga menganalisis pola konvergensi/ divergensi antara wisata dan perikanan di daerah konservasi.

Dari gambaran substansi kajian yang telah diteliti sebelumnya, semuanya belum

menunjukkan adanya kajian tentang aspek ekologi yang mengarah pada

keanekaragaman hayati pulau, kealamian pulau, keunikan pulau dan kerentaan pulau dan

skenario dinamik. Oleh karena itu dalam penelitian ini akan dikembangkan suatu model

skenario dinamik yang didasarkan pada daya dukung kawasan dalam upaya pengelolaan

pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan di Kecamatan Morotai

Selatan dan Morotai Selatan Barat.

Page 49: PPK Disertasi Morotai u Wisata

25

3 METODE PENELITIAN

3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai

Selatan dan Morotai Selatan Barat (KP2K MS2B) Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi

Maluku Utara yang terdiri dari 23 pulau. Penelitian berlangsung pada bulan Mei 2006

sampai Mei 2007. KP2K MS2B terletak antara 1056’LU - 2025’LU dan 128010’ BT -

128025’ (Gambar 6).

Gambar 6 Peta Lokasi Penelitian

Page 50: PPK Disertasi Morotai u Wisata

26

3.2 Metode Pengumpulan Data Penelitian

Pengumpulan data untuk KP2K MS2B dilakukan melalui pengumpulan data

primer dan data sekunder. Data primer (biofisik dan sosial ekonomi budaya) diperoleh

secara langsung di lapangan dengan menerapkan metode transek, pencatatan langsung,

dan wawancara melalui kuesioner kepada responden, untuk profil sumberdaya pulau-

pulau kecil, sosial ekonomi dan budaya melibatkan partisipasi masyarakat dilakukan

dengan metode PRA (Participatory Rural Appraisal) yaitu pendekatan partisipatif

dilakukan dengan mengajak sebagian masyarakat/stakeholder berbincang dalam diskusi

kelompok terarah (focus group discussion).

Data sekunder diperoleh melalui menerapkan metode penelurusan informasi yang

terdokumentasi di berbagai lembaga, pemerintah dan masyarakat. Jenis data metode

pengumpulan dan sumber pengambilan data baik data primer dan sekunder disajikan

pada Tabel 3.

Tabel 3 Jenis, Tehnik, dan Sumber Pengambilan Data Penelitian Jenis Data Tehnik Pengambilan Data Sumber Data Data Primer • Profil sumberdaya pulau-pulau kecil:

- Terumbu karang • Profil pantai dan perairan • Keadaan Perairan - Air laut (Parameter fisika, kimia dan logam berat) - Air Sumur Sungai (Parameter Fisika dan kimia) - Kecepatan arus, kecerahan,

pH, suhu, salinitas)

• Ekonomi budaya - Ekonomi

(mata pencaharian, tingkat pendapatan dan pengeluaran, sarana dan prasarana.

- Budaya (asal mula penduduk sistem mata pencaharian, sistem nilai-nilai yang berkembang di masyarakat, agama, kerajinan tradisional, dan kesenian

Data Sekunder (Kependudukan, batas wilayah, monografi desa, data yang terkait hasil-hasil penelitian wilayah tersebut, padang lamun, ikan karang, terumbu karang)

Pengamatan/pengukuran langsung Line intercept transeck Analisa citra + Sistem informasi geografis (SIG) Botol sampel Botol sampel Tali pelampung, sechi disc, pH meter, termometer, hand refraktometer Kuesioner Wawancara - Individu - Kelompok

Penelusuran dokumen laporan penelitian, hasil kajian

Lapangan Lapangan Laboratorium SIG Laboratorium Lapangan Lapangan Kantor Camat , BPS HALUT PSL UNKHAIR, P2O-LIPI, BPS MALUT,

Page 51: PPK Disertasi Morotai u Wisata

27

Pengambilan data terumbu karang dan pengambilan contoh kualitas air laut

dilakukan pada stasiun yang ditetapkan (Gambar 7). Penentuan stasiun penelitian

dilakukan secara purposive sampling mewakili seluruh lokasi penelitian.

Gambar 7 Peta Stasiun Penyelaman, Pengambilan Contoh Air Laut dan Ekonomi Budaya

Page 52: PPK Disertasi Morotai u Wisata

28

Stasiun penyelaman seperti pada Gambar 7 terdiri dari 15 stasiun pengamatan, 7

stasiun merupakan stasiun penyelaman secara langsung (data primer) dan tidak langsung

8 stasiun (data sekunder) (Tabel 4).

Tabel 4 Stasiun Penyelaman Stasiun Penyelaman Posisi Geografis Keterangan • Secara langsung (Primer)

Saminyamao 2017'24" LU dan 1220 9'36" BT No 3 Wayabula 2016'48" LU dan 1280 13'12" BT No 4 Burung 2013'12" LU dan 1280 12'36" BT No 5 Loleba Kecil 2018'36" LU dan 1280 13'12" BT No 10 Dodola Besar 2004'48" LU dan 1280 11'24" BT No 12 Mitita 1058'12" LU dan 1280 13'48" BT No 16

• Tidak langsung (Sekunder) Selat Rao 2017'54" LU dan 1280 11'11" BT No 2 Tanjung Tiley 2013'12" LU dan 1280 14'24" BT No 7 Ngelengele Besar 2012'32" LU dan 1280 11'10" BT No 6 Ngelengele Kecil 2010'48" LU dan 128012'36" BT No 8 Loleba Besar 208'36" LU dan 1280 13'28" BT No 9 Galogalo Besar 207'48" LU dan 1280 11'60" BT No 11 Dodola Kecil 2016'48" LU dan 1280 13'12" BT No 13 Kolorai 203'35" LU dan 128012'45" BT No 14

Stasiun pengambilan contoh kualitas air laut terdiri dari 5 stasiun seperti pada

Tabel 5

Tabel 5 Stasiun Pengambilan Contoh Air Laut Stasiun Pengambilan Contoh Air Laut Posisi Geografis Keterangan Posiposi Rao 2018'36" LU dan 1280 10'48" BT No 1 Burung 2013'12" LU dan 1280 12'36" BT) No 5 Loleba Kecil 2018'36" LU dan 1280 13'12" BT No 10 Dodola Besar 2004'48" LU dan 1280 11'24" BT No 12 Pelabuhan 2002'60" LU dan 1280 17'24" BT No 15

Stasiun pengambilan contoh air sumur, air sungai, dan data sosial, ekonomi

budaya, terletak di daerah sekitar Daruba (ibukota kecamatan Morotai Selatan) dan

Wayabula (ibukota kecamatan Morotai Selatan Barat)

Data persentase penutupan terumbu karang (life form) diperoleh berdasarkan

metode line intercept transeck dengan menghitung persentase penutupan suatu jenis

karang hidup pada suatu area tertentu dihitung dengan menggunakan rumus (English et al.

1994) sebagai berikut:

Page 53: PPK Disertasi Morotai u Wisata

29

%1001 xN

LiL

n

i∑

== ........................................................................(3.1)

Keterangan :

L = persentase penutupan karang (%)

Li = panjang lifeform (intercept colony) jenis ke-i

N = panjang transek (50m)

n = banyaknya lifeform jenis ke-i

Untuk mengetahui kualitas air laut, pengukuran dilakukan secara langsung dan

tidak langsung di lapangan. Contoh air laut diambil menggunakan wadah botol plastik

dan botol gelas pada stasiun yang telah ditentukan kemudian sampel air laut diawetkan

dengan cara dimasukkan kedalam kotak pendingin untuk selanjutnya dianalisis di

laboratorium, begitu pula dengan kualitas air sumur, dan air sungai. Parameter kualitas

air laut, air sumur dan air sungai tertera pada Tabel 6, Tabel 7, dan Tabel 8.

Tabel 6 Parameter dan Metode Kualitas Air Laut Untuk Wisata Bahari Parameter Metode/Alat Fisika: Warna Kolorimetrik Bau -- Kecerahan *) Secchi disc Padatan Tersuspensi Gravimetrik Suhu *) Termometer Kimia: pH *) pH meter Salinitas *) Refraktometer Oksigen Terlarut *) DO meter BOD5 Winkler Ammonia (NH3-N) Phenate Nitrat (NO3-N) Brusin Sulfat Fosfat Acorbic acid Sianida (CN) Spektrofotometer Sulfida (H2S) spektofotometer Minyak dan Lemak Gravimetrik Fenol Amino Antiferin Surfaktan (MBAS) Metelin Blue Logam Berat: Raksa (Hg) Spektrofotometer Khrom Hexavalen (Cr6+) AAS Arsen (As) AAS Kadmium (Cd) AAS Tembaga (Cu) AAS Timah Hitam (Pb) AAS Seng (Zn) AAS Nikel (Ni) AAS

*) = Pengukuran in situ

Page 54: PPK Disertasi Morotai u Wisata

30

Tabel 7 Parameter, Metode Kualitas Air Sumur Parameter Metode/Alat Fisika Suhu *) Termometer Warna Kolorometrik Kekeruhan Turbiditimeter Padatan terlarut (TDS) Gravimetrik Bau -- Rasa -- Kimia pH *) pH meter Kesadahan Total Titrimetrik-EDTA Sulfida (H2S) Iodometri Chlorida (Cl) Titrimetrik-Perak Nitrat Nilai Permanganat (TOM) Titrimetrik- KMNO4 Nitrat (NO3-N) Brusin Sulfat-Spektrofotometer Nitrit (NO2-N) Colorimetric-Spektrofotometer Sulfat (SO4) Spektrofotometer Besi (Fe) Spektorofotometer Barium (Ba) AAS Natrium (Na) AAS Mangan (Mn) AAS Fluorida (F) SPADNS Seng (Zn) AAS Timbal (Pb) AAS Cadmium (Cd) AAS Argentum (Ag) AAS Mercury (Hg) AAS Arsen (As) Spektrofotometer Cyanida (CN) Spektrofotometer Chrom hexavalen (Cr6+) AAS Tembaga (Cu) AAS Selenium (Se) AAS Detergen Metelin Blue Alumunium (Al) BAAS

*) = Pengukuran in situ

3.3 Responden dan Focus Group Discussion (FGD)

Responden yang dipilih dalam penelitian ini adalah komponen masyarakat dari

berbagai pihak dan latar belakang dalam kegiatan pengelolaan ekowisata kawasan pulau-

pulau kecil Morotai, yang terdiri atas masyarakat yang berada di Kecamatan Morotai

Selatan dan Morotai Selatan Barat (Tabel 9). Secara umum masyarakat yang diundang

diharapkan mewakili seluruh komponen masyarakat di dua Kecamatan dengan jumlah

masing-masing 45 orang, namun masyarakat yang hadir pada dua kecamatan ini berbeda-

beda, di Daruba (ibukota kecamatan Morotai Selatan) 38 orang dan di Wayabula

(ibukota kecamatan Morotai Selatan Barat) mencapai 60 orang.

Page 55: PPK Disertasi Morotai u Wisata

31

Tabel 8 Parameter, Metode Kualitas Air Sungai Parameter Metode Fisika Temperatur *) Termometer Residu Terlarut ( TDS ) Gravimetrik Residu Tersuspensi ( TSS ) Gravimetrik Kimia pH *) pH meter BOD5 Winkler COD Closed Reflux-Spektrofotometer Oksigen Terlarut ( DO ) *) DO meter Total Fosfat Spektrofotometer Nitrat ( NO3-N ) Brusin Sulfat- Spektrofotometer Amonia ( NH3-N ) Phenate- Spektrofotometer Nitrit ( NO2-N ) Colorimetric- Spektrofotometer Arsen ( As ) Spektrofotometer Kobalt ( Co ) AAS Barium ( Ba ) AAS Boron ( B ) AAS Selenium ( Se ) AAS Kadmium ( Cd ) AAS Khrom Heksavalen ( Cr6+ ) AAS Tembaga ( Cu ) AAS Besi ( Fe ) AAS Timbal ( Pb ) AAS Mangan ( Mn ) AAS Air Raksa ( Hg ) AAS Seng ( Zn ) AAS Khlorida ( Cl ) Titrimetrik-Perak Nitrat Sianida ( CN ) Spektrofotometer Fluorida ( F ) SPADNS Sulfat ( SO4 ) Spektrofotometer Khlorin bebas ( Cl2 ) Spektrofotometer Sulfida Iodometri Kimia Organik Minyak dan Lemak Gravimetrik Detergen sebagai MBAS Metilin Blue Senyawa Fenol Amino Antifirin

*) = Pengukuran in situ

Pembagian peserta dalam kelompok dilakukan berdasarkan kehadiran dan

ketersediaan fasilitator. Waktu diadakan diskusi kelompok terarah (FGD) di Daruba dan

Wayabula peserta dibagi dalam 2 kelompok, pada setiap kelompok selanjutnya dipilih

ketua dan sekretaris kelompok. Ketua kelompok memimpin peserta diskusi untuk

mengidentifikasi masalah, potensi dan harapan, kemudian menjadi wakil peserta sebagai

presenter hasil diskusi. Pada saat ini fasilitator hanya bertugas sebagai pendamping dan

pengarah. Jadi apa yang dihasilkan masyarakat betul-betul mencerminkan aspirasi

masyarakat.

Page 56: PPK Disertasi Morotai u Wisata

32

Tabel 9 Komponen Perwakilan Masyarakat Tiap Kecamatan

Komponen Morotai Selatan (orang)

Morotai Selatan Barat (orang)

Tokoh Masyarakat 2 2 Tokoh Pemuda 2 2 Ormas/LSM 2 2 Kepala Desa 5 5 Kepala Dusun 5 5 Tokoh Agama 3 3 Nelayan 10 10 Petani 10 10 Pedagang/Ketua Kelompok 2 2 Pihak Industri 2 2 Bank dan Perkreditan 2 2 Jasa Wisata 2 2 Tokoh Wanita/PKK 3 3 Jumlah 45 45

Pendekatan partisipatif ini dilakukan dengan mengajak sebagian

masyarakat/pemangku kepentingan berbincang dalam diskusi kelompok terarah.

Selengkapnya metode FGD yang dimodifikasi dari IIRR (1998); Brown et al. (2001)

prosesnya sebagai berikut:

1. Penjaringan Masalah

Dalam proses ini bertujuan untuk mengetahui, menggali, dan mengumpulkan

informasi tentang persoalan-persoalan yang berkembang di masyarakat, mengajak

masyarakat untuk mengenali secara seksama masalah-masalah yang mereka hadapi.

2. Identifikasi dan Klarifikasi

Proses ini merupakan lanjutan dari tahap penjaringan, setelah masyarakat menulis

permasalahan pada potongan kertas dikumpulkan oleh fasilitator. Permasalahan yang

telah dituliskan masyarakat pada potongan kertas tersebut kemudian diidentifikasi

secara umum dan ditempelkan pada papan tulis sesuai dengan klasifikasi masalah.

Klasifikasi dilakukan sesuai dengan jenis dan kategori permasalahan yang

diungkapkan masyarakat. Kemudian dari kategori/klasifikasi masalah diurutkan atau

dikelompokkan terhadap masalah yang sejenis. Ini dimaksudkan untuk

mempermudah fasilitator dan masyarakat dalam menganalisis masalah dan mencari

solusi penyelesaian masalah

3. Analisis Masalah

Analisis masalah dilakukan secara terbuka, dimana keaktifan masyarakat dalam

menganalisis masalah tersebut lebih diutamakan. Analisis masalah diarahkan agar

Page 57: PPK Disertasi Morotai u Wisata

33

masyarakat memahami masalah-masalah yang mereka hadapi. Pada tahapan ini,

dilakukan pemisahan atas masalah-masalah mana yang dapat dan menjadi

kewenangan masyarakat untuk diselesaikan dan masalah-masalah mana yang

menjadi kewenangan institusi desa/kelurahan atau pemerintah daerah. Masalah yang

dapat diselesaikan oleh masyarakat sendiri, didiskusikan pada saat itu juga oleh

masyarakat.

4. Rumusan Masalah

Perumusan masalah adalah tahap lanjut dari hasil penjaringan, klasifikasi, analisis,

dan rumusan. Proses analisis sendiri bermakna sebagai tindakan untuk menemukan

kaitan antara satu fakta dengan fakta yang lain. Apa yang dirumuskan haruslah

sederhana, jelas, dan konkriet. Agar rumusan masalah tersebut mencerminkan

kebutuhan dari masyarakat, maka harus melibatkan masyarakat dalam proses

tersebut.

5. Pemetaan Proses

Pemetaan proses adalah suatu metode untuk menyandingkan dan menempatkan

informasi tentang keberadaan, distribusi, akses dan penggunaan sumberdaya dalam

kerangka ekonomi dan budaya dari suatu kelompok masyarakat. Pemetaan

sumberdaya ini dapat dilakukan untuk memetakan: Sumberdaya dan ekosistem yang

menjadi basis ekonomi, isu dan permasalahan di wilayah perencanaan, sumberdaya

masyarakat dan kelembagaan yang berkembang, hak-hak dan pengelolaan

masyarakat, infrastruktur dan prasarana wilayah, area konflik (bila terjadi)

6. Pemetaan (Plot Spasial)

Metode untuk penyampaian kepentingan–kepentingan yang beragam (dan

berbenturan) diantara pemakai/pengguna sumber alam melalui batas atau zonasi

wilayah dengan memakai pemetaan partisipatif.

Sedangkan khusus untuk mengetahui berapa besar biaya yang dikeluarkan

seseorang yang pernah melakukan perjalanan wisata ke kawasan pulau Morotai, maka

jumlah responden yang diambil sebanyak 48 orang (Lampiran 1). Pengambilan sampel

dilakukan dengan cara “ purposive sampling” yaitu teknik penentuan sampel dengan

pertimbangan tertentu, memilih para responden yang telah melakukan perjalanan wisata

ke kawasan pulau Morotai (Sugiyono 2005).

Page 58: PPK Disertasi Morotai u Wisata

34

3.4 Analisis Data

Data yang terkumpul selanjutnya ditabulasi dan dikelompokkan berdasarkan

lokasi dan kepentingan analisis untuk menjawab permasalahan dan tujuan penelitian.

Kerangka analisis data pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai

Selatan dan Morotai Selatan Barat disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Proses Analisis Data

Page 59: PPK Disertasi Morotai u Wisata

35

3.4.1 Analisis Zonasi

Analisis zonasi bertujuan untuk melakukan konservasi sumberdaya pesisir dan

laut dalam mendukung kegiatan ekowisata, sebagai perwujudan UU No 27 tahun 2007

maka KP2K MS2B diwujudkan dalam bentuk zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan

zona penyangga. Penetapan zonasi KP2K MS2B dilakukan dengan penerapan kriteria

(Tabel 10) yang terdiri terdiri atas kelompok kriteria ekologi, ekonomi, sosial dan

kelembagaan (Salm et al. 2000; Soselisa 2006). Kelompok kriteria ekologi yaitu

keanekaragaman hayati, kealamian, keunikan, kerentanan dan keterkaitan pulau.

Kelompok kriteria ekonomi yaitu spesies penting, kepentingan perikanan, bentuk

ancaman dan pariwisata. Kelompok kriteria sosial yaitu tingkat dukungan masyarakat

sekitar, rekreasi, budaya, estetika, konflik kepentingan, keamanan, aksessibilitas,

kepedulian dan kepentingan penelitian dan pendidikan. Kelompok kriteria kelembagaan

yaitu keberadaan lembaga sosial, dukungan infrastuktur sosial dan dukungan pemerintah.

Penentuan zonasi peruntukan KP2K MS2B menggunakan persentase total nilai

dari masing-masing pulau yang diperoleh dengan membandingkan penjumlahan nilai

kriteria pada masing-masing pulau dengan total nilai keseluruhan kriteria dikalikan 100%

(Salm dan Usher 1984 dalam Soselisa 2006). Kemudian dengan menggunakan teknik

interval kelas, zonasi peruntukan pulau dibagi atas tiga zona. Pertama zona inti (nilai

perhitungan >70%), kedua zona pemanfaatan terbatas (nilai perhitungan 60% - ≤70%),

dan ketiga zona penyangga (nilai perhitungan 50% - <60%).

Analisis keruangan dalam penelitian ini menggunakan perangkat lunak Sistem

Informasi Geografis (SIG) Arc View, yaitu sistem informasi spasial menggunakan

komputer, manampilkan basis data yang mempunyai fungsi pokok menyimpan,

memperbaharui, menganalisis dan menyajikan kembali semua bentuk informasi spasial.

Proses penyusunan zonasi gugusan pulau-pulau kecil dengan menggunakan SIG disajikan

pada Gambar 9

Page 60: PPK Disertasi Morotai u Wisata

36

Gambar 9 Proses Penyusunan Zonasi di Kawasan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Kecamatan Morotai Selatan Barat

KP2K MS2B

DATA PRIMER DATA SEKUNDER

PETA DASAR

KRITERIA • EKOLOGI • SOSIAL • EKONOMI • KELEMBAGAAN

BASIS DATA

SURVEI LAPANGAN

PLOTTING ZONASI

• KESESUAIAN LAHAN • KONDISI/PEMANFAATAN

SAAT INI

ANALISIS PENENTUAN ZONASI

PETA ZONASI KP2K MS2B

Page 61: PPK Disertasi Morotai u Wisata

37

Tabel 10 Penilaian Kriteria Kawasan Lindung KP2K MS2B KRITERIA NILAI KRITERIA Tinggi = 3 Sedang = 2 Rendah = 1 I. EKOLOGI 1.1 Keanekaragaman hayati pulau I.1.1. Ekosistem Bila ada 4 ekosistem Bila ada 2-3 ekosistem Bila ada 1 ekosistem I.1.2. Life Form Karang Bila ada > 10 life form Bila ada 6-9 life form Bila ada < 5 life form I.1.3. Spesies Ikan Karang Bila ada > 120 jenis Bila ada 61-120 jenis Bila ada <61 jenis I.1.4. Spesies Rumput Laut Bila ada > 19 jenis Bila ada 10-19 jenis Bila ada <10 jenis I.1.5. Spesies Lamun Bila ada > 5 jenis Bila ada 4-5 jenis Bila ada 1-3 jenis I.1.6. Spesies Mangrove Bila ada > 5 jenis Bila ada 4-5 jenis Bila ada 1-3 jenis I.1.7. Taxa Bentos Bila ada > 7 taxa Bila ada 5-7 taxa Bila ada <5 taxa

1.2 Kealamian pulau I.2.1. % Penutupan Komunitas Karang Tutupan karang >75% Tutupan karang 51-75% Tutupan karang <51% I.2.2. Abrasi pantai Tidak terdapat abrasi pantai Abrasi pantai 25-50% Abrasi pantai >50%

1.3 Keunikan pulau - Sebagai habitat satwa (Burung atau Penyu) - Memiliki bentuk tubir terumbu karang 900 - Ada goa-goa, alur-alur dan lain-lain - Spesis langkah yang dilindungi

Ada semua komponen keunikan Ada 2-3 komponen Ada 1 komponen

1.4 Kerentanan pulau I.4.1. Status (berpenduduk atau tidak) Tidak berpenduduk Berpenduduk sementara Berpenduduk I.4.2. Tingkat keterbukaan terhadap laut

>50% sisi pulau berhadapan 25-50% sisi pulau berhadapan <25% sisi pulau berhadapan dengan laut terbuka dengan laut terbuka dengan laut terbuka

1.5 Keterkaitan Pulau >3 pulau dalam gugusan 2-3 pulau dalam gugusan pulau sendiri

Total Nilai I

II. EKONOMI

2.1 Spesies Penting - Terdapat ikan pelagis ekonomis penting - Terdapat ikan karang (kelompok target dan Hias), - terdapat echinodermata (teripang) - Terdapat krustasea ekonomis penting (Lobster dan Kepiting), - Terdapat rumput laut ekonomis penting

Memenuhi semua komponen 3-4 komponen 1-2 komponen

2.2 Kepentingan Perikanan

- Sebagai daerah penangkapan ikan pelagis, - Daerah penangkapan ikan karang, - Daerah penangkapan siput dan gurita, - Daerah penangkapan lobster. – Daerah penangkapan teripang, - Daerah perikanan budidaya. memenuhi semua kriteria 4-5 kriteria 1-3 kriteria

2.3 Bentuk Ancaman

- Penggunaan bom, sianida, - Jangkar perahu, - Tongkat pendorong perahu, - Tuba Memenuhi semua kriteria memenuhi 2-3 kriteria hanya 1 kriteria

2.4 Pariwisata

- Terdapat wisata bahari, - Terdapat wisata pantai, - Terdapat wisata sejarah Terdapat semua komponen 2 komponen terdapat satu komponen

Total Nilai II

Page 62: PPK Disertasi Morotai u Wisata

38

Sambungan Tabel 10 Penilaian Kriteria Kawasan Lindung KP2K MS2B KRITERIA NILAI KRITERIA Tinggi = 3 Sedang = 2 Rendah = 1 III SOSIAL 3.1 Tingkat Dukungan Masyarakat

- Pemerintah desa,- Tokoh adat, - Tokoh agama, - Masyarakat. Terdapat dukungan semua komponen 2-3 komponen 1 komponen

3.2 Tempat Rekreasi

- Terdapat daratan pantai luas, - Perairan pantai tenang, - Perairan lautan yang tenang. Terdapat 3 komponen Terdapat 2 komponen Terdapat 1 komponen

3.3 Budaya

- Memiliki sejarah, - Memiliki nilai budaya dan seni, - Memiliki agama. Terdapat semua komponen Terdapat 2 komponen 1 Komponen

3.4 Estetika

- Bentuk pulau,- Keanekaragaman ekosistem tinggi, - Keanekaragaman habitat tinggi, - Keanekaragaman habitat tinggi, - Keanekaragaman jenis biota. Bila terdapat semua komponen Terdapat 2-3 komponen 1 komponen

3.5 Konflik Kepentingan

- Perorangan, - Warga masyarakat, - Masyarakat. Tidak terdapat semua komponen Ada 1 komponen Ada 2-3 komponen

3.6 Keamanan

- Aman sepanjang musim, - Aman pada musim barat dan timur Sepanjang musim Salah satu musim Tidak aman sepanjang musim

3.7 Aksessibilitas

- Berkaitan dengan ketersedian alat transpor laut. Tersedia alat transpor umum Alat transpor masyarakat Alat transpor sewa

3.8 Kepedulian

- Kegiatan pengawasan (monitoring), - Kegiatan pendidikan dan pelatihan. Peduli Acuh tak acuh Tidak peduli

3.9 Penelitian dan pendidikan

- Penelitian dan pendidikan oleh pemerintah, - Penelitian dan pendidikan oleh perguruan tinggi, - Penelitian dan pendidikan oleh LSM. Memenuhi semua kriteria Memenuhi 2 kriteria Memenuhi 1 kriteria

Total Nilai III IV Kelembagaan 4.1 Keberadaan lembaga sosial Ada >1 lembaga sosial Ada 1 lembaga sosial Tidak ada lembaga sosial 4.2 Dukungan infrastruktur sosial Ada >1 infrastuktur sosial Ada 1 infrastuktur sosial Tidak ada infrastuktur 4.3 Dukungan pemerintah Dukungan pemerintah pusat dan daerah Pusat atau daerah Tidak dukungan

Total Nilai IV Sumber : Modifikasi Salm et al., (2000); Soselisa (2006)

Page 63: PPK Disertasi Morotai u Wisata

39

3.4.2 Analisis Kesesuaian Lahan Ekowisata KP2K MS2B

Peruntukan kesesuaian lahan ekowisata KP2K MS2K dilakukan di zona

perikanan berkelanjutan (pemanfaatan lansung) dan zona penyangga (pemanfaatan tidak

langsung), tehnik yang digunakan oleh Hardjowigeno dan Widiatmaka (2001) sebagai

berikut:

Pertama, membuat matriks kesesuaian lahan ekowisata meliputi peruntukan

ekowisata pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata selam, wisata

rekreasi dan wisata lamun. Matriks ini sangat penting, mengingat dari matriks tersebut

dapat diketahui parameter yang menjadi indikator kesesuaian melalui pembobotan dan

nilai pada setiap parameter yang menentukkan bobot terbesar, sedangkan kriteria (batas-

batas) yang sesuai diberikan skor tertinggi.

Kedua, penghitungan nilai kesesuaian lahan ekowisata pulau-pulau kecil

ditentukan berdasarkan total hasil perkalian bobot dan nilai.

Ketiga, pembagian kelas lahan dan nilainya. Dalam penelitian ini kelas lahan

dibagi dalam tiga kelas yang didefinisikan sebagai berikut :

Kelas S1 : Sangat Sesuai

Pada kelas ini lahan tidak mempunyai pembatas yang besar untuk pengelolaan

yang diberikan, atau hanya mempunyai pembatas yang tidak secara nyata

berpengaruh terhadap kegiatan atau hasil produksi.

Kelas S2 : Sesuai

Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak besar untuk

mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas akan

mengurangi aktivitas atau produksi dan keuntungan dan meningkatkan

masukan yang diperlukan.

Kelas N : Tidak Sesuai

Pada kelas ini lahan mempunyai pembatas permanen yang mencegah segala

kemungkinan penggunaan lahan yang lestari dalam jangka panjang.

Keempat, penghitungan nilai interval kelas dari masing-masing nilai kesesuaian

lahan ekowisata. Dengan cara ini, kelas kesesuaian lahan ekowisata untuk kategori

tertentu diperoleh. Kelima, pemetaan kelas kesesuaian lahan. Pemetaan kelas lahan

dilakukan dengan program pemetaan spasial ArcView 3.2.

Page 64: PPK Disertasi Morotai u Wisata

40

Kesesuaian lahan ekowisata pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari

kategori wisata snorkling, wisata selam dan wisata lamun dianalisis dengan

menggunakan parameter dan kriteria dari BAKOSURTANAL (1996), Soselisa (2006),

dan Yulianda (2007). Parameter, pembobotan dan kriteria dari masing-masing kelas

kesesuaian lahan ekowisata disajikan pada Tabel 11, Tabel 12, Tabel 13 dan Tabel 14.

Tabel 11 Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Kategori dan Nilai Parameter Bobot

Sangat Sesuai

Nilai Sesuai Nilai Tidak Sesuai Nilai

Kedalaman Perairan (m) Tipe pantai Substrat dasar perairan Kecepatan arus (m/det) Kemiringan Pantai (o) Kecerahan perairan (%) Biota berbahaya

5 5 5 4 4 3 3

0-3 Pasir putih. Pasir 0-0,2 <10 >80 Tidak ada

3 3 3 3 3 3 3

>3-8 Pasir putih, sedikit karang Karang berpasir >0,2 – 0,4 10-25 >35-80 Bulu babi

2 2 2 2 2 2 2

>8 Lumpur, berbatu, terjal Pasir berlumpur >0,4 >25 <35 Bulu babi, ikan Pari, Lepu, Hiu

1 1 1 1 1 1 1

Sumber : Modifikasi BAKOSURTANAL (1996); Yulianda (2007) Tabel 12 Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling

Kategori dan Skor Parameter Bobot Sangat Sesuai

Nilai Sesuai Nilai Tidak Sesuai Nilai

Kecerahan Perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis life form Jenis ikan karang Kecepatan arus (m/det Kedalaman terumbu karang (m)

5 5 4 4 3 3

100 >75 >12 >50 0-0,15 1-5

3 3 3 3 3 3

>40-99 30-75 6-12 20-50 0,15-0,40 >5-10

2 2 2 2 2 2

<40 <30 <6 <20 >0,40 >10 ; <1

1 1 1 1 1 1

Sumber : Modifikasi BAKOSURTANAL (1996); Yulianda (2007)

Page 65: PPK Disertasi Morotai u Wisata

41

Tabel 13 Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam

Kategori dan Skor Parameter Bobot Sangat Sesuai

Nilai Sesuai Nilai Tidak Sesuai

Nilai

Kecerahan Perairan (%) Tutupan komunitas karang (%) Jenis life form Jenis ikan karang Kecepatan arus (m/det) Kedalaman terumbu karang (m)

5 5 4 4 3 3

>80 >75 >12 >50 0-0,15 6-15

3 3 3 3 3 3

>35-80 30-75 6-12 20-50 0,15-0,40 >15-25 ; 3-<6

2 2 2 2 2 2

<35 <30 <6 <20 >0,40 >25 ; <3

1 1 1 1 1 1

Sumber : Modifikasi BAKOSURTANAL (1996); Yulianda (2007)

Tabel 14 Matriks Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun Kategori dan Skor Parameter Bobot

Sangat Sesuai

Nilai Sesuai Nilai Tidak Sesuai

Nilai

Tutupan Lamun (%) Kecerahan perairan (%) Jenis ikan Jenis lamun Jenis substrat Kecepatan arus (cm/det) Kedalaman lamun

5 4 4 4 3 3 3

>75 >75 >7 Cymodecea, Halodule, Halophila Pasir berkarang 0-15 1-3

3 3 3 3 3 3 3

>40– 75 37-75 3-7 Syringodium, Thalassoden- dron Pasir >15-50 >3-10

2 2 2 2 2 2 2

<40 <37 <3 Enhalus Pasir berlumpur >50 >10<1

1 1 1 1 1 1 1

Sumber : Modifikasi BAKOSURTANAL (1996); Yulianda (2007)

3.4.3 Analisis Daya Dukung Ekowisata Pulau-Pulau Kecil

Daya dukung didalam pariwisata didefinisikan sebagai maksimum jumlah turis

yang dapat ditoleransi tanpa menimbulkan dampak tidak dapat pulih dari ekosistem atau

lingkungan dan pada saat yang sama tidak mengurangi kepuasan kunjungan (Davis and

Tisdel 1995). Analisis daya dukung ekowisata ditujukan dengan memanfaatkan potensi

sumberdaya pulau-pulau kecil secara lestari. Penilaian daya dukung ekowisata mengacu

pada metode yang diperkenalkan oleh Yulianda (2007). Daya dukung kawasan (DDK)

Page 66: PPK Disertasi Morotai u Wisata

42

adalah jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan

yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan

manusia. Perhitungan DDK dalam bentuk rumus :

DDK = K Wp

Wtx

Lt

Lp..............................................................................(3.2)

Keterangan :

DDK = Daya dukung kawasan K = Potensi ekologis pengunjung per satuan unit area Lp = Luas area atau panjang area yang dapat dimanfaatkan Lt = Unit area untuk kategori tertentu Wt = Waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata dalam satu hari Wp = Waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk setiap kegiatan tertentu.

Potensi ekologis pengunjung ditentukan oleh kondisi sumberdaya dan jenis

kegiatan yang dikembangkan (Tabel 15).

Tabel 15 Potensi Ekologis Pengunjung (K) dan Luas Areal Kegiatan (Lt) No Jenis Kegiatan Jumlah

Pengunjung (orang)

Unit Area (Lt)

Keterangan

1 2 3 4

Rekreasi pantai Selam Snorkling Wisata Lamun

1 2 1 1

50 m

2000 m2

500 m2

500 m2

1 orang setiap 50m panjang pantai Setiap 2 orang dalam 200 m x 10 m Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m Setiap 1 orang dalam 100 m x 5 m

Sumber: Yulianda 2007 3.4.4 Analisis Biaya Perjalanan

Analisis biaya perjalanan dihitung dengan pendekatan ”Metode Biaya Perjalanan”

(Travel cost method/ TCM) merupakan metode yang biasa digunakan untuk

memperkirakan nilai ekonomi suatu kawasan wisata. Pendekatan TCM didasarkan pada

dua asumsi penting yaitu (Gringalunas and Congar 1995 dalam Adrianto 2006):

Asumsi 1 : Pengunjung menempuh perjalanan dengan satu tujuan yaitu mengunjungi

sebuah tempat, dalam konteks model ini kawasan pulau-pulau kecil.

Asumsi 2 : Pengunjung tidak mendapat manfaat tertentu selama perjalanan (misalnya

manfaat berupa kepuasaan menikmati pemandangan selama perjalanan), kecuali manfaat

ketika sampai di lokasi yang dituju (Kepuasaan terhadap panorama pasir putih, laut yang

bersih dan lain-lain. Apabila selama perjalanan pengunjung juga mendapatkan manfaat

Page 67: PPK Disertasi Morotai u Wisata

43

selain yang dari lokasi, maka manfaat perjalanan dan lokasi dianggap manfaat bersama

TCM diperoleh melalui penjumlahan dari total biaya perjalanan dari rumah ke tempat

wisata.

Dengan menggunakan TCM, dapat diperkirakan fungsi umum sebuah perjalanan

wisata sebagai berikut : V = f (TC, S)..........................................................................(3.3)

Keterangan :

V = jumlah kunjungan

TC = biaya perjalanan pada suatu lokasi waktu

S = vektor biaya perjalanan pada lokasi wisata alternatif.

Dalam penelitian ini persamaan biaya perjalanan dari lokasi asal ke lokasi tujuan

sebagai berikut :

V = f (TC,D,I , A).......................................................................................(3.4)

Keterangan :

V = jumlah kunjungan

TC = biaya perjalanan

D = jarak dari rumah ke lokasi

I = pendapatan pertahun.

A = umur.

Penentuan turunan permintaan kunjungan wisata diperoleh dengan melakukan

regresi persamaannya sebagai berikut :

Ln Vi = β0 + β1 ln TCi + β2 ln Di + ln β3 ln Ii + β4 ln Ai....................................(3.5)

Keterangan :

Vi = tingkat kunjungan

TCi = biaya perjalanan

Di = jarak dari rumah ke lokasi

Ii = pendapatan pertahun

Ai = umur.

Selanjutnya penghitungan surplus konsumen rata-rata individu dapat diperkirakan

dengan menggunakan persamaan, sebagai berikut :

CSi = -Vi / β1.................................................................................................(3.6)

Page 68: PPK Disertasi Morotai u Wisata

44

Keterangan :

CSi = konsumen surplus individu

Vi = tingkat kunjungan individu

β1 = nilai regresi dari biaya perjalanan (TC)

Total manfaat nilai wisata dari suatu kawasan wisata diperoleh dari hasil

perkalian konsumen surplus rata-rata individu dengan jumlah pengunjung riil pada tahun

tertentu, persamaannya sebagai berikut :

TB = CSi x TV ...................................................................................................(3.7)

Keterangan :

TB = total manfaat lokasi wisata

CSi = konsumen surplus individu

TV = total kunjungan pertahun (diambil data sekunder).

3.4.5 Analisis Keberlanjutan Ekowisata

Keberlanjutan ekowisata KP2K MS2B dianalisis dengan pendekatan pemodelan

sistem. Pemodelan merupakan suatu gugus aktivitas pembuatan model. Secara umum

pemodelan didefinisikan sebagai suatu abstraksi dari sebuah obyek atau situasi aktual,

sedangkan sistem merupakan salah satu cara penyelesaian persoalan yang dimulai dengan

dilakukannya identifikasi terhadap adanya sejumlah kebutuhan-kebutuhan, sehingga

dapat menghasilkan suatu operasi dari sistem yang dianggap efektif (Eriyatno 2003).

Eriyatno (2003); Hartrisari (2007) menyatakan bahwa sebelum membangun suatu

model diperlukan tahapan-tahapan sistem yaitu: Analisis kebutuhan, formulasi masalah,

dan identifikasi sistem.

• Analisis Kebutuhan

Pengelolaan KP2K MS2B untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan, dapat

melibatkan sejumlah pemangku kepentingan yang memiliki kebutuhan dan pandangan

berbeda terhadap pengelolaan KP2K MS2B. Jumlah pemangku kepentingan seperti pada

waktu diadakan FGD, sedangkan dari perguruan tinggi (3 responden). Pemangku

kepentingan yang terlibat terdiri dari :

• Pemerintah, yaitu lembaga lokal yang memegang kebijakan pembangunan pariwisata

• Masyarakat, yaitu masyarakat yang tinggal dan atau bekerja di wilayah KP2K MS2B

Page 69: PPK Disertasi Morotai u Wisata

45

• Perguruan Tinggi, yaitu lembaga yang bertanggung jawab dalam penelitian dan

pelestarian lingkungan.

• Swasta, yaitu kelompok yang menanamkan modal/berinvestasi dalam pembangunan

pariwisata

• Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM), yaitu kelompok-kelompok masyarakat yang

memiliki kepedulian terhadap pembangunan pariwisata.

Pendapat para pelaku tersebut didapatkan melalui bantuan wawancara waktu

diadakan FGD sedangkan kebutuhan pelaku yang terlibat dalam pengelolaan KP2K

MS2B untuk ekowisata berkelanjutan seperti pada (Tabel 16).

Tabel 16 Kebutuhan Pelaku yang Terlibat Dalam Pengelolaan KP2K MS2B untuk

Ekowisata Berkelanjutan Pemangku kepentingan) Kebutuhan Pemerintah Masyarakat Perguruan tinggi Swasta LSM

• Sumberdaya pulau-pulau kecil yang lestari • Menciptakan lapangan kerja baru • Terwujudnya kawasan pulau-pulau kecil yang integratif. • Tersedianya lapangan kerja • Pendapatan yang layak • Lingkungan yang lestari • Kawasan konservasi/lindung • Tersedianya lokasi/tempat penelitian dan pendidikan • Kualitas lingkungan terjaga • Tersedia lahan untuk berinvestasi • Keamanan terjamin • Perbaikan kualitas lingkungan • Terciptanya kerjasama antar LSM dalam mendorong

pengembangan masyarakat

• Formulasi Masalah

Formulasi permasalahan merupakan aktivitas merumuskan pemasalahan sistem

yang dikaji. Pada umumnya pengusahaan sumberdaya pesisir berhubungan dengan

beragam variasi dari aktivitas pembangunan, dampak lingkungan serta problematika

pengelolaan pesisir (Wong 1988). Secara umum akan sangat mempengaruhi keberadaan

sumberdaya masa kini dan masa akan datang. Atas dasar itulah disusun suatu pendekatan

Page 70: PPK Disertasi Morotai u Wisata

46

desain sistem yang mendorong disusunnya penelitian ini dengan suatu perumusan

masalah seperti potensi sumberdaya pulau-pulau kecil yang belum optimal dan degradasi

sumberdaya. Beberapa faktor penyebab antara lain belum terinventarisir sumberdaya dan

belum adanya konsep pengelolaan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata.

• Identifikasi Sistem

Setelah dilakukan identifikasi terhadap variabel-variabel yang terlibat, kemudian

ditentukan hubungan yang logis antar variabel tersebut, dari hubungan itu dapat

ditentukan apakah hubungannya bersifat positif atau negatif. Dengan demikian dapat

dibentuk diagram lingkar sebab-akibat (causal loop) pengelolaan KP2K MS2B untuk

pemanfaatan ekowisata berkelanjutan masing-masing pulau. Contoh diagram lingkar

sebab-akibat Pulau Dodola untuk wisata rekreasi disajikan pada (Gambar 10).

Diagram sebab akibat pada Gambar 10 di bawah ini menunjukkan bahwa upaya

perbaikan lingkungan ekologi Pulau Dodola saat ini dipengaruhi oleh total persentase

kriteria nilai ekologi dan persentase perbaikan lingkungan. Total persentase kriteria nilai

ekologi dipengaruhi oleh laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP), laju

pelestarian kealamian pulau (KAP), keunikan pulau (KUP), kerentanan pulau (KRP), dan

keterkaitan pulau (KTP).

Kelima parameter di atas yang paling berpengaruh adalah laju pelestarian KHP

dan laju pelestarian KAP sedangkan KUP, KRP dan KTP adalah tetap. Peningkatan laju

pelestarian KHP dan KAP akan meningkatkan total persentase kriteria nilai ekologi yang

akan meningkatkan upaya perbaikan lingkungan ekologi Dodola, sehingga akan

meningkatkan kualitas lingkungan ekologi Dodola saat ini, sebaliknya laju degradasi

lingkungan ekologi akan mempengaruhi degradasi lingkungan ekologi. Peningkataan laju

degradasi lingkungan ekologi akan menurunkan degradasi lingkungan ekologi,

sedangkan penurunan degradasi lingkungan ekologi akan meningkatkan kualitas

lingkungan ekologi Dodola saat ini, sebaliknya peningkatan degradasi lingkungan

ekologi akan menurunkan kualitas lingkungan ekologi Dodola saat ini.

Kualitas lingkungan ekologi Dodola saat ini secara tidak langsung akan

menambah jumlah wisatawan. Penambahan jumlah wisatawan ini akan mempengaruhi

jumlah wisatawan rekreasi, sebaliknya pengurangan jumlah wisatawan akan

Page 71: PPK Disertasi Morotai u Wisata

47

mempengaruhi jumlah wisatawan rekreasi yang akan mempengaruhi pula pendapatan

wisata rekreasi Dodola.

Gambar 10 Diagram Lingkar Sebab Akibat (Causal Loop) Pengelolaan KP2K MS2B Untuk Ekowisata Berkelanjutan

Selanjutnya pendapatan wisata rekreasi Dodola dipengaruhi oleh total manfaat

kawasan wisata pertahun, total manfaat kawasan pertahun dipengaruhi oleh jumlah

kunjungan wisata per tahun dan konsumen surplus, sedangkan konsumen surplus

dipengaruhi oleh tingkat kunjungan wisata per tahun dan koefisien biaya perjalanan.

Peningkatan pendapatan wisata rekreasi akan meningkatkan pula total manfaat bersih

Page 72: PPK Disertasi Morotai u Wisata

48

kawasan wisata per tahun, sedangkan pendapatan wisata rekreasi ini akan dipakai

beberapa persennya sebagai biaya untuk perbaikan lingkungan ekologi, sehingga akan

mempengaruhi upaya perbaikan lingkungan Dodola. Keadaan tersebut di atas berlaku

yang sama pada tiap-tiap pulau dengan jenis wisata yang berbeda seperti Rao selatan,

Ngelengele, Galogalo, Zumzum dan Galogalo.

• Pemodelan Sistem

Membangun model dilakukan menggunakan software Stella 9.0.2 dibuat model

dan mensimulasi faktor-faktor serta menduga kemungkinan di masa depan (Muhammadi

et al. 2001). Dalam pemodelan sistem yang dilakukan disini meliputi sub-sub model

sebagai berikut: a) Submodel lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil b)

Submodel daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil c) pendapatan ekowisata

pulau-pulau kecil.

- Submodel lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil

Submodel lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil dibangun

dengan pendekatan kriteria ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil (Salm et al. 2000;

Soselisa 2006). Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil menjelaskan

keberadaan parameter kriteria ekologi kawasan lindung seperti keragaman hayati pulau,

kealamian pulau, keunikan pulau, kerentanan pulau dan keterkaitan pulau, kemudian

untuk menilai kualitas lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil dalam

kategori baik, sedang dan buruk dihitung dengan model matematis secara umum

menggunakan persamaan sebagai berikut:

=

==n

i

n

i

WixN

WixNiKNKEKLP

1

1

max)(

)(2 …………………………………………..(3.8)

Keterangan: NKEKLP2K = Nilai Kriteria Ekologi Kawasan Lindung Pulau_Pulau Kecil n = Banyaknya sub parameter ekologi Wi = Bobot sub parameter ekologi pulau i Ni = Nilai sub paramater pulau i Nmax = Nilai maksimum sub parameter ekologi

Page 73: PPK Disertasi Morotai u Wisata

49

Dengan ketentuan :

0,7 < NKEKLP2K ≤ 1,0 kondisi baik

0,4 < NKEKLP2K ≤ 0,7 kondisi sedang

0,0 ≤ NKEKLP2K ≤ 0.4 kondisi buruk

Persamaan (3,8) merupakan penentuan kualitas lingkungan ekologi, selanjutnya

menjadi acuan untuk upaya perbaikan lingkungan ekologi dan degradasi lingkungan

ekologi yang secara matematis sebagai berikut:

TPNKE = LPKHP+LPKAP+KUP+KRP+KTP.................................................(3.9)

Keterangan: TPNKE = Total persentase nilai kriteria ekologi LPKHP = Laju persentase keanekaragaman hayati pulau LPKAP = Laju persentase kealamian pulau KUP = Keunikan pulau KRP = Kerentanan pulau KTP = Keterkaitan pulau

Dengan demikian maka:

UPL = (PPL + TPNKE) x ( KLEP2K).........................................................(3.10) Keterangan: UPL = Upaya perbaikan lingkungan PPL = Persentase perbaikan lingkungan KLP2k = Kualitas lingkungan ekologi pulau-pulau kecil DLE = KLEP2K x LDLE x FJW..................................................................(3.11) Keterangan DLE = Degradasi lingkungan ekologi LDLE = Laju degradasi lingkungan ekologi FJW = Fraksi jumlah wisatawan

Empat persamaan di atas menjadi dasar sub model lingkungan ekologi kawasan

lindung pulau-pulau kecil yang dapat dianalisis dan disimulasikan menggunakan software

Stella 9.0.2.

- Submodel daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil

Daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil menjelaskan jumlah

maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di kawasan pulau-pulau kecil

yang disediakan pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan

manusia (Yulianda 2007). Sub model ini dibangun berdasarkan persamaan (3.2) yang

merupakan gambaran dari jumlah wisatawan kawasan ekowiata pantai kategori wisata

Page 74: PPK Disertasi Morotai u Wisata

50

rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata snorkling, wisata selam dan wisata lamun,

selanjutnya jumlah wisatawan saat ini akan mempengaruhi pengurangan wisatawan.

Adapun formulasi matematisnya sebagai berikut:

PtW = JWW i x FPKL..................................................................................(3.12)

Keterangan: PtW = Penambahan wisatawan JWW i = Jumlah wisatawan wisata i FPKL = fraksi penambahan kualitas lingkungan PkW = JW Wi...............................................................................................(3.13) Keterangan:

PkW = Pengurangan wisatawan

Persamaan (3.2), (3,12) dan (3,13) menjadi dasar pembangunan model daya

dukung kaawasan ekowisata pulau-pulau kecil untuk selanjutnya dianalis dan

disimulasikan.

- Submodel pendapatan kawasan ekowisata pulau-pulau kecil

Model pendapatan wisata yang dibangun melalui pendekatan ”Metode Biaya

Perjalanan” (Travel cost method/ TCM) merupakan metode yang biasa digunakan untuk

memperkirakan nilai rekreasi dari suatu kawasan wisata. Metode ini merupakan metode

pengukuran secara tidak langsung terhadap barang atau jasa yang tidak memiliki nilai

pasar (Adrianto 2006).

Submodel ini dibangun berdasarkan persamaan (3.4), (3.5), (3.6) dan (3.7) yaitu

tingkat kunjungan wisatawan dan koefisien biaya perjalanan akan mempengaruhi

konsumen surplus, sedangkan konsumen surplus dan jumlah kunjungan wisatawan

pertahun akan mempengaruhi total manfaat kawasan wisata, sehingga model

matematisnya sebagai berikut

PdW i = TMKWT x PkW...............................................................................(3.13) Keterangan PdW i = Pendapatan wisatawan i TMKWT = Total manfaat kawasan wisata per tahun

Persamaan-persamaan tersebut di atas menjadi acuan dalam membangun model

pendapatan kawasan ekowisata pulau-pulau kecil untuk selanjutnya dianalsis dan

disimulasikan. Kemudian dari ke tiga submodel ini digabung menjadi suatu model

pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan.

Page 75: PPK Disertasi Morotai u Wisata

51

4 KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN 4.1 Letak Geografis dan Batas Kawasan

Kawasan pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan

Barat merupakan kumpulan pulau-pulau kecil yang teletak di bagian Selatan dan Selatan

Barat pulau Morotai, Kabupaten Pulau Morotai, Provinsi Maluku Utara. Kawasan ini

terdiri dari 23 pulau-pulau kecil, 9 pulau dihuni dan, 14 pulau tidak dihuni oleh

masyarakat (Tabel 17 ).

Tabel 17 Nama dan Luas Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat Nama Pulau Luas (m2) Keterangan Rao Saminyamao Burung Kacuwawa Ngelengele Besar Ngelengele Kecil Loleba Besar Loleba Kecil Galogalo Besar Galogalo Kecil Pelo Dodola Besar Dodola Kecil Kolorai Kokoya Mitita Zumzum Jojoromu Kapakapa Lungulungu Ruberube Rukeruke Bobongone

61.287.196 522.291 48.972 88.059

1.516.703 152.006

1.237.070 421.241 362.300 218.309 49.128

948.283 121.653 188.705 106.947

380.297 674.228

5.858 9.987

540.803 441.495 258.930 72.860

Ada penduduk Ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Ada penduduk Ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Ada penduduk Ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Ada penduduk Ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk Tidak ada penduduk

Sumber: Data Primer (2006).

Secara administratif pemerintahan, pulau-pulau kecil ini masuk dalam dua

wilayah kecamatan yaitu Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat. Kedua

kecamatan ini, pusat pemerintahan kecamatannya terletak di Pulau Morotai. Pusat

pemerintahan Kecamatan Morotai Selatan di Daruba, sedangkan Morotai Selatan Barat di

Wayabula. KP2K MS2B berbatasan dengan Samudera Pasifik di sebelah Utara, Selat

Morotai di sebelah Selatan dan Laut Sulawesi di sebelah Barat.

Page 76: PPK Disertasi Morotai u Wisata

52

4.2 Lingkungan BioFisik-Kimia Perairan

4.2.1 Batimetri Pulau-Pulau Kecil

Secara umum kondisi batimetri pulau-pulau kecil dikelilingi terumbu karang pada

sisi barat bagian selatan dari Pulau Morotai. Perairan ini terletak antara Tanjung

Wayabula di Selat Rao yang terjal (kedalaman 200 m berada pada jarak 990 m dari

pantai) ke selatan sampai tanjung Dehigila di ujung barat pulau Morotai yang sangat

terjal (kedalaman 200 m berada hanya 200 m dari garis pantai). Di sekitar perairan antara

gugusan pulau-pulau kecil dan terumbu karang ini dengan pulau Morotai, dasar perairan

relatif dangkal dengan kedalaman berkisar antara 3-50 m. Batimetri antara gugusan

karang terluar ke laut lepas memperlihatkan garis kedalaman 200 m berada pada jarak

100 – 7.500 m.

Kondisi batimetri selat Rao pada bagian yang tersempit tergolong landai pada

bagian yang terdangkal, kedalaman bervariasi antara 5 – 42 m. Pada bagian ini terdapat

perairan yang dangkal yang menjorok dari pulau Rao tegak lurus ke tengah selat sejauh

1.500 m dengan kedalaman 8 – 9 m. Lebar selat Rao tersempit adalah sekitar 2.150 m,

sedangkan panjang selat Rao dengan kedalaman kurang dari 200 m hanya 4.000 m.

Sedangkan garis pantai di sebelah barat terutama yang terletak pada selat Rao dan

beberapa lokasi ke arah selatan yang mempunyai alur bebas ke laut tetapi terlindung dari

hantaman gelombang dari laut bebas mempunyai potensi untuk dikembangkan.

4.2.2 Arus

Secara umum kecepatan arus bervariasi antara 1,02 m/det – 1,28 m/det. Menurut

P20-LIPI (2006) bahwa perairan bagian barat pulau Morotai, pada lapisan termoklin di

bawahnya (50 – 200 m), arus bergerak ke arah utara – timur laut dan ke arah utara – barat

daya. Sedangkan pada lapisan homogen, arus lebih lemah dengan arah dominan ke utara-

timur laut. Dengan demikian, pada bagian barat perairan Pulau Morotai, pergerakan arus

umumnya ke utara – timur laut atau utara – barat pada lapisan permukaan hingga

kedalaman 600 m, dengan kecepatan yang lebih tinggi di lapisan atas (0,04 – 0,8 m/det)

dan lebih rendah di lapisan dalam (0,05 – 0,4 m/det). Kecepatan arus ini tergolong kuat

karena terletak pada selat sehingga cenderung menyebabkan aliran kuat.

Page 77: PPK Disertasi Morotai u Wisata

53

Pada bagian selatan perairan pulau Morotai, arus dominan bergerak ke barat daya

dan ke barat daya – selatan – tenggara dengan kecepatan bervariasi antara 0,05 – 0,8

m/det pada lapisan permukaan. Pada lapisan termoklin dibawahnya, arah arus masih

sama yakni dominan ke barat daya dengan kecepatan yang cenderung sama dengan arus

dipermukaan dan arah barat daya – selatan – tenggara. Pada lapisan dalam (> 300 m),

arah arus masih cenderung ke barat daya dan di lapisan 800 – 100 m, arah arus tidak

teratur.

4.2.3 Pasang Surut

Hasil pengukuran pasang surut yang dicatat secara manual setiap jam dengan

menggunakan tiang pasut berskala yang ditempeli dengan selang plastik transparan dari

pukul 8.00 WIT (25 Juni 2006) sampai 8.00 WIT (26 Juni 2006) di Desa Daruba,

Kecamatan Morotai Selatan (2o2,9’ LU, 128o16,8’ BT) ditunjukkan pada Gambar 11.

Dari grafik pasang surut tersebut secara visual bahwa tipe pasang surut adalah pasang

campuran dominasi semi harian. Kisaran pasang surut dari 24 jam pengukuran tersebut

bervariasi antara 1,07 m – 1,36 m.

0

50

100

150

200

250

300

0 5 10 15 20 25 30 35

Waktu (jam)

Ele

vasi

(cm

)

Gambar 11 Grafik Pasang Surut Hasil Pengukuran selama 24 Jam (25-26 Juni 2006) di Perairan Morotai.

Page 78: PPK Disertasi Morotai u Wisata

54

4.2.4 Suhu dan Salinitas Perairan Laut

Hasil pengukuran lapang suhu perairan laut di lima lokasi pengamatan, diperoleh

kisaran antara 29,1 – 30,4 0C. Suhu perairan ini menggambarkan kondisi alamiah karena

perairan tersebut berada di daerah tropis. Perbedaan suhu di atas dikarenakan perbedaan

pada saat waktu pengukuran, bila tidak ada arus atau arus sangat lemah, suhu air laut di

pagi hari cenderung sedikit lebih rendah dibandingkan dengan suhu air laut pada siang

hari. Hal ini karena pada siang hari, permukaan air laut akan mengalami sedikit

pemanasan oleh cahaya matahari.

Salinitas air laut di semua lokasi sama yaitu 35 %0. Nilai ini menggambarkan

nilai salinitas di perairan laut terbuka, karena jauh dari daratan, di titik-titik pengamatan

tidak ada pengaruh air tawar, dan perairan laut Pulau Morotai berada di bagian selatan

Samudera Pasifik dan pengambilan contoh air dilakukan pada musim kemarau (bulan Juli

2006). Pada musim hujan, perairan laut khususnya yang berdekatan dengan muara-

muara sungai, nilai salinitasnya sedikit menurun. Hal ini disebabkan masuknya air tawar

yang masuk dari sungai tersebut.

4.2.5 Kualitas Air Laut

Hasil pengukuran beberapa parameter kualitas air laut untuk wisata bahari

(Lampiran 2), sebagian besar parameter memenuhi kriteria sesuai dengan keputusan

Menteri Negara Lingkugan Hidup nomor 51 tahun 2004 tentang baku mutu air laut.

Hanya sebagian kecil saja enam parameter yang tidak memenuhi kriteria tersebut yaitu:

oksigen, sulfida, fenol, arsen, kadmium dan tembaga.

Pada stasiun 5 perairan Daruba (Pelabuhan), mengandung oksigen lebih kecil

daripada 5 mg/l (baku mutu air laut untuk wisata bahari adalah lebih besar daripada 5

mg/l). Hal ini karena di perairan tersebut merupakan tempat berlabuhnya berbagai jenis

kapal (kapal feri, speed, dan kapal nelayan), banyak sampah organik yang dibuang ke laut

oleh penduduk, dan perairannya dangkal sehingga terjadi proses dekomposisi secara

aerobik sampah organik tersebut. Oleh karena itu kandungan oksigen di perairan Daruba

sedikit lebih kecil dibandingkan dengan perairan perairan lainnya. Kandungan sulfida di

stasiun 1, stasiun 4, masing-masing sebesar 0,180 mg/l dan 0,370 mg/l lebih besar

daripada nilai baku mutunya yaitu 0,01 mg/l. Keadaan ini tidak terlalu dikhawatirkan

Page 79: PPK Disertasi Morotai u Wisata

55

karena di perairan tersebut kandungan oksigennya besar yaitu lebih besar daripada 5

mg/l, sehingga diharapkan sulfida yang ada akan berubah bentuk menjadi sulfat yang

tidak berbahaya.

Kandungan fenol di stasiun 1 (0,009 mg/l) dan stasiun 5 (0,008 mg/l) lebih besar

dari nilai baku mutunya yaitu 0,002 mg/l. Fenol di perairan dapat berasal dari pelapukan

bahan-bahan organik yang telah berlangsung cukup lama, dan dapat berasal dari ceceran

Bahan Bakar Minyak (BBM).

Beberapa logam di beberapa stasiun yang nilainya telah melebihi nilai baku mutu

untuk biota laut adalah arsen, kadmium, dan tembaga. Logam-logam ini diperkirakan

kondisi geologis daerah setempat, karena ditemukan kandungan logam tembaga di sungai

yang juga melebihi baku mutu (Lihat Lampiran 3. Kualitas Air Sungai). Hal ini karena di

sekitar lokasi perairan Morotai tidak terdapat kegiatan yang berpotensi dapat

meningkatkan kandungan logam berat tersebut. Di perairan sekitar Pulau Morotai tidak

terlihat adanya kotoran dalam bentuk benda-benda terapung buangan kegiatan penduduk,

dan juga tidak terlihat adanya lapisan minyak. Secara umum, kualitas air laut di sekitar

Pulau Morotai memenuhi syarat untuk wisata bahari.

4.2.6 Kualitas Air Sumur

Secara umum, kualitas air sumur yang diamati semuanya memenuhi syarat

sebagai air baku air minum (Lampiran 3). Di Sumur 1, kandungan padatan terlarut

(TDS), sulfida, dan khlorida, masing-masing adalah 1.540 mg/l, 0,25 mg/l, dan 999 mg/l.

Nilai-nilai tersebut lebih besar daripada nilai baku mutu masing-masing menurut

Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia nomor 416 tahun1990 tentang syarat-

syarat dan pengawasan kualitas air, sumur tersebut sedikit terpengaruh oleh air payau,

keadaan ini diperkuat oleh nilai kesadahan (218 mg CaCO3/l), dan sulfat (121 mg/l).

4.2.7 Kualitas Air Sungai

Dari empat sungai yang diambil contoh airnya, kandungan residu terlarut, BOD,

dan COD telah ada yang melebihi nilai baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah RI

No. 82 Tahun 2001 Kelas I dan Kelas II (Lampiran 4). Nilai residu terlarut di Stasiun 2

dan Stasiun 3 cukup tinggi. Hal ini karena titik pengambilan contoh berada dekat muara

Page 80: PPK Disertasi Morotai u Wisata

56

sehingga terkena pengaruh air laut. Kandungan tembaga di semua sungai mempunyai

nilai (berkisar dari 0,11 – 0,17 mg/l) yang lebih besar daripada nilai baku mutunya yaitu

0,02 mg/l. Hal ini diduga karena kondisi geologis dari batuan yang ada.

Secara umum ke empat sungai yang diamati memenuhi syarat sebagai air baku air

minum dan untuk keperluan perikanan. Untuk waktu ke depan, air sungai tersebut dan

sungai sungai lainnya berpotensi untuk digunakan sebagai bahan baku air minum. Di

Pulau Morotai, banyak sungai kecil yang berair pada saat musim hujan saja, sedangkan

pada musim kemarau sungai tersebut kering.

4.2.8 Potensi Sumberdaya Pulau-Pulau Kecil

Terumbu Karang

Hamparan terumbu karang di pulau Morotai terpusat pada pulau-pulau kecil di

sebelah barat pulau Morotai dan terumbu juga terdapat di pulau Morotai seperti

Wayabula, dan Mitita. Hampir semua pulau-pulau kecil terdapat terumbu karang. Kondisi

terumbu karang di perairan Pulau Morotai relatif baik. Tutupan karang keras berkisar

1,60 – 57,32 % dengan kategori rusak hingga baik (Tabel 18). Karang keras terdiri dari

karang keras Acropora dan Non-Acropora. Karang Non Acropora lebih dominan

ditemukan hampir di seluruh perairan pulau Morotai. Kondisi karang keras di Pulau

Burung paling buruk dengan persentasi tutupan 1,60 % karang keras non Acropora,

sedangkan karang keras yang paling baik ditemukan di Wayabula dengan tutupan 53,20

% karang keras non Acropora.

Tutupan komunitas karang di perairan Pulau Morotai berkisar 17,70 – 84,70 %

dengan kategori rusak hingga sangat baik (Tabel 19). Komunitas karang terburuk terdapat

di Pulau Burung, dan terbagus di Wayabula dan Mitita. Umumnya kerusakan karang

disebabkan kerusakan fisik (bekas pengeboman) dan diantaranya di beberapa tempat di

musim-musim tertentu seperti di Pulau Dodola dan Pulau Saminyamau mempunyai

partikel terlarut (terutama bahan organik) yang relatif tinggi yang dapat menghambat

penetrasi cahaya matahari. Hal ini juga ditandai dengan spesies indikator karang lunak

yang dapat lebih menyesuaikan dengan partikel terlarut. Wayabula dan Mitita yang

memiliki komunitas karang terbaik juga memiliki karang lunak yang relatif dominan di

Page 81: PPK Disertasi Morotai u Wisata

57

perairan tersebut. Hal ini juga disebabkan kecepatan arus yang relatif lebih kuat

dibandingkan di daerah pulau-pulau kecil sehingga karang lunak dapat hidup lebih baik.

Tabel 18 Persentase Tutupan Karang (%) Tutupan

Lokasi HCA HCNA DC ALG Others Abiotik

Wayabula* 0,00 53,20 1,00 2,40 31,50 11,90 Dodola Besar* 2,80 7,40 12,60 5,20 13,00 59,00 Pulau Burung* 0,00 1,60 7,40 10,20 16,10 64,70 Posi-Posi Rao* 31,70 24,00 2,70 13,90 1,00 26,70 Saminyamao* 12,60 10,00 7,40 0,00 9,80 60,20 Mitita* 7,00 28,93 5,87 7,28 43,59 7,34 Loleba Kecil* 31,70 24,00 2,70 13,90 1,00 26,70 Loleba Besar** 4,00 53,32 6,00 14,64 7,94 14,10 Tanjung Tiley** 0,40 13,66 7,60 19,30 33,54 25,50 Ngelengele Besar** 9,98 20,48 6,9 18,2 11,08 34,36 Ngelengele Kecil** 10,56 17,82 5,5 7,5 38,16 20,46 Kolorai** 32,96 3,6 5,4 7,94 3,76 46,34 Galogalo** 4,22 28,14 9,9 36,58 15,86 5,30 Selat Rao** 18,26 9,36 5,9 18,38 30,5 17,6 Dodola Kecil** 1,40 28,72 10,02 36,96 18,60 4,30

Keterangan * = Data Primer terolah

** = Data Sekunder (Sumber PSL UNKHAIR 2005) HCA = Hard Coral Acropora HCNA = Hard Coral Non-Acropora DC = Dead Coral ALG = Algae

Tabel 19 Persentase Tutupan Karang dan Komunitas Karang

Lokasi % Tututupan Karang

Keterangan % Komunitas Karang

Keterangan

Wayabula 53,20* Baik 84,70* Sangat baik Dodola Besar 10,20* Rusak 23,20* Rusak Pulau Burung 1,60* Rusak 17,70* Rusak Posiposi Rao 55,70* Baik 56,70* Baik Saminyamau 22,60* Rusak 32,40* Sedang Mitita 35,93* Sedang 79,52* Sangat baik Loleba Kecil 55,70* Baik 56,70* Baik Loleba Besar 57,32** Baik 65,26** Baik Tj tiley 14,06** Rusak 47,60** Sedang Ngelengele Besar 30,46** Sedang 41,54** Sedang Ngelengele Kecil 28,38** Sedang 66,54** Baik Kolorai 36,56** Sedang 40,32** Sedang Galogalo 36,36** Sedang 43,20** Sedang Selat Rao 27,62** Sedang 58,12** Baik Dodola Kecil 30,12** Sedang 48,72** Sedang

Keterangan: * = Data primer terolah ** = Data sekunder (Sumber : PSL UNKHAIR 2005)

Page 82: PPK Disertasi Morotai u Wisata

58

- 75 % - 100 % = sangat baik - 25% - 49,9% = sedang - 50 % - 74,9% = baik - 0,5% - 24,9% = rusak

Sumber : KEPMEN LH No 4 (2001) tentang Persentase Tutupan Karang

Ikan Karang

Ikan karang di ekosistem terumbu karang sekitar pulau-pulau kecil Kecamatan

Morotai Selatan, dan Morotai Barat dikelompokkan dalam tiga kategori : 1) spesies

indikator 2) spesies target, dan 3) spesies mayor. Secara umum kondisi ikan karang pada

masing-masing lokasi bervariasi, baik jumlah spesies, jumlah individu, dan populasi

dominan (Tabel 20).

Spesies Indikator

Spesies indikator merupakan jenis-jenis ikan karang yang berasosiasi sangat erat

dengan terumbu karang. Keberadaan jenis-jenis ikan ini digunakan sebagai indikator

untuk mengetahui kondisi terumbu karang. Kelompok spesies indikator (Famili

Chaetodontidae) (Lampiran 20), merupakan contoh yang baik penghuni terumbu karang

primer yang tipikal, karena hidupnya selalu berasosiasi dengan terumbu karang, baik

sebagai habitat maupun sebagai tempat mencari makanan dan mungkin sebagian besar

sejarah hidupnya berlangsung disini (Reese 1989). Ketertarikan Chaetodontidae terha-

dap terumbu karang kuat sekali. Chaetodontidae pada umumnya bersifat omnivora.

Makanan kegemarannya adalah polip-polip karang.

Pada beberapa lokasi, seperti pulau Dodola Besar kondisi terumbu karangnya

sudah dalam kategori buruk/rusak (10,20 %), tetapi peluang bertumbuhnya ikan karang

khususnya spesies indikator masih dimungkinkan (Tabel 20). Salah satu faktor yang

mendukung adalah wilayah terumbu karang yang terhampar luas dan menyambung dari

pulau satu ke pulau lain, sehingga walaupun sifat dasar ikan-ikan ini ”territorial” tetapi

tempat perpidahannya masih lebar.

Spesies Target

Populasi ikan karang yang termasuk dalam kelompok spesies target (Lampiran

20), umumnya bernilai ekonomis penting untuk konsumsi/pangan, misalnya ikan kerapu,

beronang, kakap, biji nangka, dan lain-lain. Jenis-jenis ikan karang khususnya spesies

target yang dominan di perairan terumbu karang kepulauan Morotai yaitu, Caesio spp

Page 83: PPK Disertasi Morotai u Wisata

59

dan Pterocaesio spp (Tabel 20) walaupun ada juga lokasi yang didominasi oleh ikan

karang genus Siganus spp, dan Acanthurus spp.

Hasil temuan ini memperlihatkan bahwa ikan-ikan karang ekonomis yang

umumnya ditemukan adalah kelompok pelagis karang, dimana sifat ikan-ikan ini tidak

menghabiskan seluruh waktunya di daerah terumbu karang. Selain itu, dibandingkan

dengan ikan karang jenis lainnya seperti Epinephelus spp, Plectorhinchus spp, Lutjanus

spp, Cephalopolis spp. Jenis Caesio spp maupun Pterocaesio spp, memiliki nilai

ekonomis yang lebih rendah. Artinya, potensi perikanan terumbu karang di kepulauan

Morotai semakin terancam.

Tabel 20 Kelompok Spesies, Jumlah Spesies, Jumlah Individu dan Populasi Dominan Ikan Karang yang Ditemukan Di Terumbu Karang Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat

Lokasi Kelompok Spesies

Jumlah Spesies

Jumlah Individu

Populasi Dominan

P. Rao Spesies Indikator 13 47 Chaetodon kleinii Spesies Target 60 727 Caesio teres Spesies Mayor 61 1482 Chromis analis P.Ngelengele Besar Spesies Indikator 9 36 Chaetodon Ideinii Spesies Target 47 371 Acanthurus tompsoni Spesies Mayor 46 604 Dascyllus auranus P.Ngelengele Kecil Spesies Indikator 11 59 Chaetodon kleinii Spesies Target 60 551 Acanthurus lineatus Spesies Mayor 48 986 Chromis analis P. Galogalo Besar Spesies Indikator 18 66 Chaetodon kleinii Spesies Target 73 1582 Pterocaesio tile Spesies Mayor 61 1419 Chromis analis P. Loleba Besar Spesies Indikator 11 41 Chaetodon kleinii Spesies Target 52 1100 Caesion cuning Spesies Mayor 52 1982 Chromis atripes P. Dodola Besar Spesies Indikator 7 32 Chaetodon kleinii Spesies Target 45 1024 Caesio teres Spesies Mayor 37 1682 Abudefduf vaigiiensis P. Kolorai Spesies Indikator 11 53 Chaetodon kleinii Spesies Target 41 806 Caesio teres Spesies Mayor 43 1470 Chromis atripes Tanjung Tiley Spesies Indikator 7 23 Chaetodon kleinii Spesies Target 34 407 Siganus vulpinus Spesies Mayor 34 675 Choromis analis

Sumber : PSL UNKHAIR 2005

Spesies Mayor

Kelompok spesies mayor (Lampiran 20) sering dijumpai melimpah di terumbu

karang, terutama populasi dari famili Pomacentridae, Labridae dan Serranidae untuk sub

famili Anthiinae. Selain memiliki nilai ekologis, kelompok ikan ini mempunyai nilai

Page 84: PPK Disertasi Morotai u Wisata

60

ekonomis penting sebagai ikan hias dan sampai saat ini masih kurang diminati untuk

dikonsumsi karena mungkin dianggap masih berukuran kecil.

Dua genus yang paling banyak jumlah individunya yaitu Chromis sp, dan

Dascyllus sp. Kedua genus ini biasanya ditemukan dalam jumlah yang banyak dan

mengelompok untuk setiap genus.

Lamun

Sebaran lamun cukup luas hampir sama dengan sebaran terumbu karang,

meskipun tidak seluas hamparan karang. Jenis lamun yang ditemukan di perairan

Morotai antara lain: Cymodocea serrulata, Cymodocea rotundata, Halodule sp,

Syringodium isoetifolium, Enhalus acoroides dan Halophila sp. Persentase tutupan,

subsrat dan sebaran padang lamun di pesisir selatan Pulau Morotai dapat di lihat pada

(Lampiran 5).

Tutupan padang lamun di perairan selatan pulau Morotai berkisar antara 5-95%.

Bervariasinya pertumbuhan dan kelebatan padang lamun erat kaitannya dengan habitat

dimana lamun itu tumbuh. Wilayah perairan bagian selatan pulau Morotai yang

mempunyai ciri-ciri profil pantai yang curam, perairan berombak, tipe subsrat bervariasi

seperti pecahan karang, gravel dan pasir kasar, habitat semacam ini di perairan selatan

Pulau Morotai didominasi jenis Thalassia hemprichii, sedangkan jenis lainnya yang

tersebar secara sporadis seperti Halodule uninervis, Halodule pinifolia dan Halophila

ovalis. Jenis lamun seperti Enhalus acoroides, Syringodium isoetifoilium, Cymnodecea

rotundata mulai banyak ditemukan pada habitat yang sedikit ada lumpur, pasir halus

sampai kasar dan sedikit kerikir yang ditemukan di wilayah perairan Barat Pulau

Morotai.

Habitat ini dicirikan dengan pesisir pantai banyak dijumpai ekosistem mangrove,

sehingga jenis Enhalus acoroides mulai banyak ditemukan. Pesisir barat pulau Morotai

jenis-jenis seperti Halophila ovalis, Halodule uninervis, Halodule pinifolia dan Thalassia

hemprichii juga tersebar secara sporadis. Persentase tutupan relatif tinggi dapat

ditemukan di tanjung pulau Morotai sisi selatan dan barat. Pesisir barat pulau Morotai

yang dicirikan dengan profil pantai relatif landai. Banyak pulau-pulau kecil sangat

berfungsi sebagai penahan gelombang dan substrat pada umumnya berupa Lumpur, pasir

Page 85: PPK Disertasi Morotai u Wisata

61

halus sampai pasir kasar dan kerikil sehingga frekuensi jenis Enhalus acoroides lebih

banyak ditemukan di pesisir pantai sisi barat pulau Morotai.

4.3 Lingkungan Sosial, Ekonomi dan Budaya 4.3.1 Kependudukan

Jumlah penduduk kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat secara

keseluruhan pada tahun 2005 adalah 30.163 jiwa yang tersebar di 17 desa Kecamatan

Morotai Selatan (Tabel 21), 13 desa pesisir dan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai

Selatan Barat. Kecamatan Morotai Selatan memiliki jumlah penduduk sebanyak 19.930

jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki 10.126 jiwa lebih banyak daripada perempuan

9.804 jiwa.

Tabel 21 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Morotai Selatan Jenis Kelamin

Nama Desa Laki-laki Perempuan Jumlah Jumlah

Keluarga Juanga 242 236 478 82 Pandanga 332 376 708 149 Kolorai 198 196 394 65 Daruba 2.078 1.980 4.058 451 Gotalamo 896 1.002 1.898 283 Darame 300 282 582 110 Wamama 371 363 734 205 Totodoku 740 734 1.474 227 Momojiu 131 120 251 47 Sabatai Baru 250 240 490 89 Sabatai Lama 458 275 733 171 Daeo 894 886 1.780 253 Sambiki 795 711 1.506 311 Sangowo 1.014 1.021 2.035 433 Dehegila 745 715 1.460 316 Pilowo 429 428 857 104 Galogalo 253 239 492 88 Jumlah 10.126 9.804 19.930 3.384

Sumber : Kantor Camat Morotai Selatan 2005

Dibandingkan dengan jumlah penduduk kecamatan Morotai Selatan, kecamatan

Morotai Selatan Barat lebih sedikit penduduknya sebanyak 10.336 jiwa dengan jumlah

penduduk laki-laki 5.393 jiwa dan penduduk perempuan 10.336 jiwa (Tabel 22), hal ini

disebabkan jumlah desanya lebih sedikit dan tersebar di beberapa pulau-pulau kecil.

Page 86: PPK Disertasi Morotai u Wisata

62

Tabel 22 Komposisi Penduduk Menurut Jenis Kelamin di Kecamatan Morotai Selatan Barat

Jenis Kelamin Nama Desa Laki-laki Perempuan Jumlah

Jumlah Keluarga

Wayabula 498 445 943 201 Ngelengele Kecil 282 240 522 102 Waringin 237 212 449 112 Aru Irian 107 101 208 50 Cocomare 165 164 329 82 Tilei 879 824 1703 393 Tutuhu 384 338 722 155 Ciogerong 580 564 1144 255 Aru Burung 289 264 553 121 Laomadoro 435 402 837 195 Leoleo 795 718 1513 368 Posiposi 498 449 947 262 Saminyamo 244 222 466 103 Jumlah 5.393 4.943 10.336 2.399

Sumber: Kecamatan Morotai Selatan Barat dalam Angka Tahun 2005

Mata pencaharian penduduk kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan

Barat sebagian besar sebagai petani (lebih dari 70 %), sedangkan mata pencaharian

lainnya adalah pedagang, Pegawai Negeri Sipil dan TNI/Polri.

Di Kecamatan Morotai Selatan, sebagian besar penduduknya memiliki mata

pencaharian dari sektor pertanian yaitu sebanyak 2.479 KK atau 73,26 %. Sementara

kepala kelaurga yang memiliki mata pencaharian dari sektor jasa berjumlah 501 KK atau

14,80% (Tabel 22). Sama halnya dengan Kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan

Morotai Selatan Barat juga penduduknya sebagian besar mata pencahariannya yang

paling dominan adalah dari sektor pertanian yaitu sebanyak 2162 KK atau 89,09 %.

Sektor lainnya hanya sebanyak 165 KK (6,8%) yang memiliki mata pencaharian dari

sektor jasa dan 100 KK (4,21%) dari sektor perdagangan. Sementara untuk sektor

pertambangan/penggalian, dan lainnya, tidak satu KK pun yang menjadikannya sebagai

sumber mata pencaharian.

Sama halnya dengan kecamatan Morotai Selatan, Kecamatan Morotai Selatan

Barat juga penduduknya sebagian besar mata pencahariannya yang paling dominan

adalah dari sektor pertanian yaitu sebanyak 2162 KK atau 89,09 %. Sementara sektor

lainnya hanya sebanyak 165 KK (6,8 %) yang memiliki mata pencaharian dari sektor jasa

dan 100 KK (4,21 %) dari sektor perdagangan (Tabel 23).

Page 87: PPK Disertasi Morotai u Wisata

63

Sementara untuk sektor pertambangan/penggalian, dan lainnya, tidak satu KK pun

yang menjadikannya sebagai sumber mata pencaharian (Tabel 24)

Tabel 23 Jumlah KK Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Morotai Selatan Mata Pencaharian Desa

Pertanian Pertambangan/ Penggalian

Industri Pengolahan

Perdagangan Jasa

Juanga 19 - 15 6 22 Pandanga 119 - 8 7 15 Kolorai 40 - 7 1 17 Daruba 137 - 5 190 119 Gotalamo 206 - 1 17 59 Darame 68 - - 2 40 Wamama 143 - 2 21 39 Totodoku 193 - 5 8 21 Momojiu 33 - - 2 12 Sabatai Baru 75 - - 3 11 Sabatai Lama 152 - 2 5 12 Daeo 233 - 2 5 13 Sambiki 278 - 6 12 15 Sangowo 348 - 7 24 54 Dehegila 278 - 16 1 21 Pilowo 84 - 7 1 12 Galogalo 53 - 15 1 19 Jumlah 2479 - 98 306 501

Sumber : Kantor Camat Morotai Selatan 2005

Tabel 24 Jumlah KK Menurut Mata Pencaharian di Kecamatan Morotai Selatan Barat Mata Pencaharian

Desa Pertanian Pertambangan/ Penggalian

Industri Pengolahan

Perdagangan Jasa

Wayabula 157 - - 10 20 Ngelengele Kecil 90 - - 4 12 Waringin 117 - - 3 8 Aru Irian 38 - - - 6 Cocomare 72 - - 1 6 Tilei 349 - - 10 15 Tutuhu 128 - - 8 7 Ciogerong 229 - - 5 8 Aru Burung 105 - - 4 2 Laomadoro 161 - - 7 7 Leoleo 338 - - 8 7 Posiposi 279 - - 25 54 Saminyamo 99 - - 1 5 Jumlah 2162 - - 100 165

Sumber: Kecamatan Morotai Selatan Barat dalam Angka Tahun 2005

Page 88: PPK Disertasi Morotai u Wisata

64

Di samping kelompok-kelompok etnik setempat, kelompok-kelompok etnik lain

yang berasal dari luar Maluku Utara seperti Sulawesi (Selatan, Tenggara, Tengah,

Utara) Jawa, Sumatera, Cina Ambon dan lain-lain datang dan menetap. Diantara

mereka ada yang kawin dengan penduduk asli setempat dan ada yang tinggal

sementara waktu karena mencari nafkah. Demikian pula dengan penganut agama lain

yang disamping Islam dan Kristen, seperti Konghucu, Hindu dan Budha meskipun dalam

jumlah yang kecil. Mereka ini hidup berdampingan dan kadangkala ada pula yang

membaur dengan suku maupun penganut agama lainnya.

Diakui bahwa dengan potensi hasil rempah-rempah di daerah ini, maka bahasa

memegang peran penting dalam perdagangan pada abad-abad lampau, namun bersamaan

dengan itu pula terjadi infiltrasi kebudayaan dari luar yang kuat terutama pengaruh

bahasa Melayu sehingga secara keseluruhan masyarakat yang ada di Maluku Utara

umumnya menggunakan bahasa Melayu sebagai bahasa utama sementara bahasa daerah

digunakan manakala lawan bicara memiliki suku yang sama atau paling tidak memahami

bahasa daerah digunakan pada lingkungan suku bangsa yang sama atau pada mereka

yang mengetahui bahasa tersebut.

4.3.2 Sarana Sosial

Pada umumnya sarana publik dan pendukung kehidupan serta perekonomian

warga yang ditemukan di pulau-pulau terpencil masih tergolong minim. Di Kecamatan

Morotai Selatan jalan penghubung antar desa berupa jalan beraspal dan di Kecamatan

Morotai Selatan Barat, jalan penghubung antar desa berupa jalan desa yang tidak

beraspal.

Demikian pula dengan kondisi aliran listrik (PLN) masih bersifat temporer yang

menyala sekitar 12.00 jam per hari, yaitu mulai 18.00 – 06.00WIT. untuk kecamatan

Morotai Selatan Barat , pemanfaatan listrik (PLN) sebanyak 172 kepala keluarga dan non

PLN sebanyak 360 kepala keluarga. Sedangkan di Kecamatan Morotai Selatan pengguna

PLN sebanyak 1.833 kepala keluarga dan yang non PLN sebanyak 39 kepala keluarga.

Pelanggan telepon kabel tidak ditemukan di Kecamatan Morotai Selatan sedangkan di

Kecamatan Morotai Selatan Barat 250 kepala keluarga. Untuk air minum dan air mandi

seluruh desa mengunakan air tanah (sumur).

Page 89: PPK Disertasi Morotai u Wisata

65

Sarana pendidikan sudah tergolong cukup baik, ketersedian lembaga pendidikan

dasar hingga menengah, SD hingga SMU. Jumlah sekolah negeri yang terdapat dalam

kecamatan Morotai Selatan Barat SD berjumlah 13, SLTP sebanyak 1, SMU sebanyak 1.

Jumlah sekolah swasta yang ada di Kecamatan Morotai Selatan Barat SD sebanyak 5 dan

SLTP sebanyak 1. Sarana pendidikan sudah tergolong cukup baik, ketersedian lembaga

pendidikan dasar hingga menengah, SD hingga SMU. Jumlah sekolah negeri yang

terdapat dalam Kecamatan Moroai Selatan SD berjumlah 17, SLTP sebanyak 3, SMU

sebanyak1. Jumlah sekolah swasta yang ada di Kecamatan Morotai Selatan SD sebanyak

3, SLTP sebanyak 2, dan SMU sebanyak 3.

Sarana pendukung publik lainnya mulai dari puskesmas dan tenaga medisnya,

transportasi laut dan darat, pos dan telekomunikasi, dan sanitasi lingkungan masing-

masing hanya terdapat di ibukota kecamatan dan kondisinya yang kurang dirawat.

4.3.3 Perekonomian Rakyat

Selain sektor perikanan dan kelautan, kehutanan dan pariwisata, terdapat juga

potensi besi putih yang merupakan industri kerajinan tangan masyarakat setempat.

Sektor informal ini berkembang cukup pesat di masyarakat, dan umumnya sebagai salah

satu cinderamata khas Morotai. Daerah pemasaran hasil kerajinan besi putih selain

dipasarkan di Kota Ternate, juga telah meluas sampai ke Menado (Sulawesi Utara).

Salah satu produksi perikanan yang cukup prospektif serta memiliki keunggulan

kualitasnya adalah ikan asin (ikan garam) yang dihasilkan masyarakat Morotai sebagai

tambahan mata pencaharian penduduk yang umumnya berdomisili di daerah-daerah

pesisir pantai dan pulau-pulau kecil.

Potensi perairan Morotai yang lain adalah jenis terumbu karang, ikan hias dan

konsumsi yang beragam jenisnya serta rumput laut maupun keindahan taman lautnya.

Hal tersebut turut memberikan peluang usaha dalam pengembangan budidaya laut seperti

rumput laut maupun peningkatan pendapatan dan sektor pariwisata.

Sektor pariwisata yang ada di Pulau Morotai beragam dan variatif seperti wisata

peninggalan sejarah, wisata pantai maupun keindahan taman bawah laut yang sangat

menawan. Potensi pariwisata Morotai yang belum dikembangkan sebagai obyek wisata

yang menarik dan mendatangkan devisa antara lain : Telaga Kaca, Pulau Zumzum (bekas

Page 90: PPK Disertasi Morotai u Wisata

66

kediaman Jenderal Mc Arthur), pulau Galogalo, Panser serta Bunker bekas peninggalan

PD II, Taman laut Dodola, Ngelengele dan lain-lain.

4.3.4 Sosial Budaya

Mayoritas mata pencaharian penduduk pulau Morotai adalah petani dan nelayan

(sebagian besar permukim di pesisir dan pulau-pulau kecil). Tidak mempunyai penduduk

asli, pendatang dari pulau Halmahera sebagian besar suku Tobelo dan Galela.

Karakteristik budaya masyarakat adalah perpaduan budaya Halmahera secara umum dan

lebih khusus budaya dan adat Tobelo – Galela. Budaya yang sampai saat ini masih

berkembang di masyarakat Pulau Morotai adalah gotong royong.

Jenis tarian yaitu: Tide-Tide, Cakalele, Denge-denge, Bobaso, Salumbe,

Tokuwela, Yangere, Tari Kabata Talaga Lina, Togal. Sedangkan jenis musik tradisional

meliputi Musik Bambu Tiup, Gala, Musik Bambu Hitadi, Musik Jangere, Upacara Adat

Hibua Lamo, Adat Perkawinan, Sejarah Tona Malangi (tersebar di tiga Kecamatan di

Pulau Morotai).

Tarian Tide-tide

Tarian Tide-tide adalah merupakan salah satu tarian khas pulau Morotai,

Halmahera Utara. Tarian ini dapat dilakukan pada saat-saat tertentu, misalnya pada saat

malam syukuran anak atau pada pesta perkawinan secara adat dan juga pada saat acara

pesta rakyat serta dipertunjukan untuk menyambut tamu. Selain itu tarian ini dapat

disuguhkan pada saat ke tide-tide dapat disebut dengan tarian pergaulan karena pada

gerakan-gerakan tertentu memberikan makna yang sangat berarti. Untuk itu para penari

sangat berhati-hati dalam gerakannya. Salah satu contoh para penari laki yang

berhadapan dengan seorang gadis maka pada gerakan tangan yang diangkat keduanya

dapat memberikan makna sangat berarti, disini bisa terjadi ikatan antara seorang pria dan

seorang wanita sampai pada tingkat perkawinan atau keduanya memahami isyarat pada

gerakan-gerakannya itu. Tarian ini ditarikan oleh sekelompok orang baik laki-laki

maupun perempuan yang diikuti oleh tiga kelompok tingkatan usia yaitu –Tingkat anak-

anak, remaja dan dewasa sementara alat yang digunakan pada acara tersebut adalah tifa –

gong dan biola para pemusik berjumlah 6 orang baik laki-laki maupun perempuan

Page 91: PPK Disertasi Morotai u Wisata

67

sedangkan para penari minimal berjumlah 12 orang masing-masing 6 laki-laki dan 6

perempuan.

Tarian Cakalele

Tarian cakalele adalah salah satu tarian ciri khas pulau Morotai Halmahera Utara.

Tarian ini disebut sebagai tarian perang dan juga sebagai tarian adat. Tarian cakalele

juga dapat dilakukan pada acara-acara tertentu. Misalnya acara penjemputan tamu secara

adat, acara perkawinan secara adat atau pada acara pentas budaya. Tarian cakalele dapat

dilakukan sekelompok orang atau dua orang laki-laki dan perempuan. Para penari laki-

laki biasanya menggunakan alat tari yang disebut parang dan salawaku, sedangkan

perempuan menggunakan lenso tangan (saputangan) atau tangan kosong. Tarian ini

biasanya seorang perempuan menari sambil berputar mengelilingi laki-laki yang disebut

Basisi. Sementara para pemusik yang mengiringi cakalele berjumlah 4 oang dengan alat

yang digunakan adalah gong dan tifa dilengkapi dengan alat pemukul yang dibuat dari

kayu.

Tarian Denge-denge

Denge-denge adalah salah satu tarian pergaulan khas Pulau Morotai Halmahera

Utara yang biasanya dilakukan oleh sekelompok baik orang laki-laki maupun perempuan

ini diiringi dengan nyanyian-nyanyian yang sangat unik karena lantaran lagu memiliki

makna yang sangat filosofis, dengan berbalas pantun baik laki maupun perempuan.

Tarian ini memiliki gerakan yang sangat halus para penari sangat hati-hati dengan

memaknai pukulan musik yang dimainkan oleh pemusik. Tarian ini tidak dapat

dielaborasikan dengan tarian lain karena bila terjadi elaborasi tarian maka akan terjadi

perubahan makna. Lagu denge denge yang berbalas pantun dapat menyuarakan syair

bahasa cinta dan bahasa dan masa depan sehingga ada makna tertentu pada saat beralas

pantun diakhiri dengan sebuah kesepakatan bila para pelantun itu seorang pemuda dan

seorang gadis maka diakhiri dengan sebuah perkawinan. Denge denge ini hanya terdapat

pada suku Galela, Tobelo dan Loloda (hampir punah).

Page 92: PPK Disertasi Morotai u Wisata

68

Tarian Bobaso

Bobaso adalah salah satu tarian pergaulan yang merupakan sebuah perpaduan

tarian antara tide-tide dan denge-denge sehingga menghasilkan bobaso dengan memiliki

keunikan-keunikan dalam tarian ini. Tarian ini sangat lamban dan halus. Bobaso juga

melantunkan syair-syair yang memberikan isyarat-isyarat dalam bahasa cinta dan masa

depan dari suara dan makna kalimat menimbulkan sebuah kesepakatan dan juga terjadi

penolakan bila tidak memenuhi persyaratan yang dilantunkan oleh seorang perempuan.

Tarian ini hanya terdapat pada suku Tobelo, Galela dan Loloda.

Tarian Salumbe

Tarian salumbe adalah salah satu tarian pergaulan yang hampir punah merupakan

tarian tradisional dengan cara berbalas sair dari daerah Galela, Tobelo dan Loloda yang

sampai saat ini masih tetap dilestarikan oleh masyarakat Halmahera Utara khususnya

masyarakat Morotai Utara. Tarian ini terdiri atas delapan orang laki dan perempuan

diiringi dengan alat tifa, gong dan biola.

Tokuwela

Tokuwela adalah salah satu pertunjukan tadisional berbalas pantun yang

membutuhkan personil lebih dari 20 orang yang diiringi dengan lagu Tokuwela laki-laki

dan perempuan. Tokuwela mempunyai dua pengertian yaitu : Toku memberikan

pengertian berjalan disebuah ketinggian yang memiliki jarak contoh seorang anak kecil

yang berjalan diatas tangan yang saling berpegangan antara laki dan perempuan. Wela

adalah para pemain tali dengan menyanyikan lagu-lagu tokowela. Karena seorang anak

kecil akan berjalan diatas tangan. Acara ini dapat dilakuan oleh suku Galela, Tobelo, dan

Loloda pada acara- acara tertentu (hampir punah).

Yangere

Yangere adalah salah satu musik tradisional pulau Morotai Halmahera Utara.

Musik ini dimainkan oleh sekelompok orang baik laki-laki maupun perempuan dengan

menggunakan gitar tradisional dari kayu dan berbentuk empat persegi. Musik ini sangat

Page 93: PPK Disertasi Morotai u Wisata

69

unik bila dibandingkan dengan alat yang digunakan para pemusik tradisional lainnya

(Disbudpar Halut 2006).

Kerajinan

Kerajinan merupakan suatu hasil karya secara tradisional masyarakat Morotai.

Kerajinan masyarakat Morotai yang sangat terkenal adalah besi putih (hanya ada di

Daruba Kecamatan Morotai Selatan), kerajinan ini sudah di pasarkan baik secara lokal

maupun di luar pulau Morotai. Selain itu juga terdapat alat-alat perlengkapan dapur dan

berkebun seperti parang, tikar saloi susiru, susaji dan lain-lain yang hampir terdapat di

seluruh Kecamatan Morotai.

Page 94: PPK Disertasi Morotai u Wisata

70

5 HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Zonasi Kawasan Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat

Wilayah kawasan pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai

Selatan Barat memiliki potensi sumberdaya. Berdasarkan hasil penghitungan persentase

nilai total untuk menentukan zonasi kawasan pulau-pulau kecil melalui penerapan kriteria

ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan (Lampiran 6), sistem zonasi KP2K MS2B,

mengelompok pulau-pulau berdasarkan karakteristik sumberdaya dan sistem ekologi

sesuai sistem gugusan pulau. Pulau yang memiliki nilai tertinggi akan memiliki tingkat

pengelolaan yang tinggi pula (beragam). Pulau Rao Utara dan Pulau Mitita masuk dalam

zona inti karena memiliki nilai >70%, Pulau Dodola, Rao Selatan, Galogalo dan

Ngelengele masuk dalam zona pemanfaatan terbatas memiliki nilai 60%- ≤70%, dan

Pulau Zumzum dan sekitarnya dan Pulau Ruberube sekitarnya masuk dalam zona

penyangga nilainya 50% - < 60% (Tabel 25).

Tabel 25 Nilai Persentase Kriteria Pengelolaan KP2K MS2B Lokasi Pulau Nilai Total (%) Tipe Zona Rao Utara Rao Selatan Ngelengele Galogalo Dodola Zumzum dan sekitarnya Ruberube dan sekitarnya Mitita

72,41 64,37 68,97 62,07 68,97 58,62 58,62 72,41

Inti Pemanfaatan terbatas Pemanfaatan terbatas Pemanfaatan terbatas Pemanfaatan terbatas Penyangga Penyangga Inti

Sumber Hasil Analisis

Selanjutnya dengan menggunakan sistem informasi geografis (GIS) sistem zonasi

yang terbentuk sesuai dengan pengembangan ekowisata dalam kawasan konservasi

pulau-pulau kecil terdiri dari tiga zona yaitu zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan

zona penyangga (Gambar 12).

Page 95: PPK Disertasi Morotai u Wisata

71

Gambar 12 Peta Kawasan Lindung KP2K MS2B

Page 96: PPK Disertasi Morotai u Wisata

72

Pulau Rao Utara dan Pulau Mitita masuk dalam zona inti karena memiliki nilai

72,41%, Zona ini mempunyai luas 1.660 ha yang terdiri dari Pulau Rao bagian utara

dengan luas perairan 1.430 ha, pulau Mitita mempunyai luas 230 ha dengan luas perairan

192 ha, luas daratannya 38 ha (Tabel 26).

Pulau Rao bagian utara yang mempunyai topografi berbukit memiliki pantai

berpasir, mangrove, dan pantai berbatu dan terdapat sarang burung Walet (Lampiran 21).

Daerah ini mempunyai terumbu karang yang relatif masih bagus, pantai yang relatif

alami, pemandangan yang indah, mempunyai habitat alami bagi biota laut. Namun

demikian arus dan gelombang cukup kuat di daerah ini karena pulau Rao terletak terbuka

menghadap laut lepas.

Pulau Mitita yang terletak di selatan Pulau Morotai mempunyai kondisi

lingkungan laut yang hampir sama dengan Pulau Rao bagian utara. Pulau Mitita

mempunyai potensi terumbu karang yang baik (Lampiran 21), pemandangan yang indah,

pantai pasir putih, dan habitat penyu. Pantainya agak landai dan mempunyai flat

hamparan karang yang cukup lebar. Hal yang sama dilakukan di gugusan Pulau-Pulau

Kecil Padaido, Kabupaten Biak Papua, Gugusan Pulau Padaido Bawah. Pulau-pulau

kecil ini memiliki hutan dan semak yang masih asli, dan merupakan habitat dari berbagai

jenis burung dan kelelawar, pantai pulang berkarang batu dan pada bagian yang

terlindung berpantai pasir, kawasan ini masuk dalam zona inti (Soselisa 2006).

Zona inti kawasan lindung pulau-pulau kecil Morotai mempunyai fungsi lindung

dan diperuntukan bagi perlindungan mutlak habitat dan populasi sumberdaya pesisir dan

pulau-pulau kecil, penelitian dan pendidikan (UU RI No 27 2007). Beberapa ketentuan

yang harus diterapkan pada zona inti agar fungsinya dapat dipertahankan adalah

ketentuan yang diperbolehkan dan tidak diperbolehkan. Hal-hal yang diperbolehkan

dilakukan dalam zona inti adalah pengamatan biota laut tanpa menyentuh atau

mengambilnya yang dapat mengganggu kehidupan biota, dan kegiatan-kegiatan untuk

kepentingan penelitian dan pendidikan, terutama penelitian yang memberikan kontribusi

terhadap kelestarian sumberdaya alam.

Hal-hal yang tidak diperbolehkan antara lain: Mengambil biota baik yang hidup

maupun mati, melakukan perusakan pada ekosistem terumbu karang seperti dengan

mematahkan, mengebom, meracun, dan mencemari karang, melakukan perusakan pada

Page 97: PPK Disertasi Morotai u Wisata

73

ekosistem lamun seperti dengan mencabut, memotong, dan mencemari lamun, melakukan

perusakan pada ekosistem mangrove seperti menebang pohon, mematahkan ranting,

mencabut anakan mangrove, mencemari lingkungan mangrove, membuang sampah,

limbah cair/padat atau benda apapun di dalam zona inti, dan melakukan pembangunan

fisik kecuali pos jaga atau pengawas dan menara.

Rao Selatan, gugus Ngelengele dan gugus Galogalo dan gugus Dodola masuk

dalam zona pemanfaatan terbatas (Gambar 12) karena memiliki nilai masing-masing

64,37%, 68,97%, 62,07 dan 68,97% dengan luas total 12.412 ha (Tabel 26). Zona

pemanfaatan terbatas merupakan kawasan pulau dan pesisir perairan yang karena kondisi

ekologi, ekonomi dan sosial difungsikan sebagai kawasan pemanfaatan terbatas. Bentuk

pemanfaatan hendaknya mempertimbangkan keseimbangan alam, tidak melebihi daya

dukung kawasan, sehingga kegiatan-kegiatan yang akan dikembangkan dalam kawasan

ini akan dibatasi.

Kawasan ini daratan pantainya berpasir putih yang ditumbuhi vegetasi pantai dan

beberapa pohon kelapa serta dihuni oleh penduduk, dengan hamparan rataan terumbu

berpasir yang luas dan ditumbuhi sekelompok kecil padang lamun, serta lebih terbuka

untuk pemanfaatan tetapi tetap dikontrol. Pemanfaatan sumberdaya perikanan secara

tradisional dan beberapa bentuk pemanfaatan wisata masih dapat diizinkan. Dalam

pengembangannya, aspek ekologi, ekonomi dan sosial pulau mendapat perhatian yang

berimbang, sesuai daya dukung lingkungan.

Zona pemanfaatan terbatas dikelola untuk memanfaatkan sumber daya pulau-

pulau kecil dan lingkungannya melalui kegiatan perikanan budidaya, ekowisata dan

perikanan tradisional (UU RI No 27 2007). Pola pemanfaatan di zona ini adalah

pemanfaatan lestari yang mengutamakan pemanfaatan terbatas diperuntukan bagi

perlindungan habitat dan populasi sumber daya ikan, penangkapan ikan dengan alat dan

cara yang ramah lingkungan, budi daya ramah lingkungan, pariwisata dan rekreasi,

penelitian dan pengembangan, dan pendidikan (PERMEN KP No 17 2008). Dengan

demikian kegiatan pemanfaatan harus memperhatikan batas daya dukung kawasan

sehingga pertumbuhan populasi dan keseimbangan alam dapat dipertahankan.

Hal-hal yang diperbolehkan dilakukan dalam zona pemanfaatan terbatas antara

lain: Penangkapan ikan dengan alat tangkap yang ramah lingkungan, tangkapan yang

Page 98: PPK Disertasi Morotai u Wisata

74

lestari, budidaya rumput laut, keramba jaring apung, mutiara, dan budidaya lainnya

dengan teknologi yang ramah lingkungan, serta memperhatikan daya dukung lingkungan,

kegiatan wisata dan rekreasi yang ramah lingkungan dengan konsep pemanfaatan

ekowisata, kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penelitian dan pendidikan, terutama

penelitian yang memberikan kontribusi terhadap pemanfaatan lestari.

Hal-hal yang tidak diperbolehkan dilakukan dalam zona pemanfaatan terbatas

antara lain: Melakukan tangkap lebih, dan penangkapan ikan-ikan berukuran belum

dewasa, mengambil biota laut yang dilindungi, melakukan perusakan pada ekosistem

terumbu karang seperti dengan mematahkan, mengebom, meracun, dan mencemari

karang, melakukan perusakan pada ekosistem lamun seperti dengan mencabut,

memotong, dan mencemari lamun, melakukan perusakan pada ekosistem mangrove

seperti menebang pohon, mematahkan ranting, mencabut anakan mangrove, mencemari

lingkungan mangrove, membuang sampah, limbah cair/padat atau benda apapun di dalam

kawasan yang menyebabkan penurunan daya dukung kawasan, dan melakukan

pembangunan fisik yang merubah bentangan alam yang dapat menurunkan daya dukung

kawasan.

Pulau Zumzum dan sekitarnya dan pulau Ruberube sekitarnya masuk dalam zona

penyangga nilainya 58,62%. Zona penyangga terdiri seluruh daerah di luar zona inti dan

zona pemanfaatan yang sudah di plotting termasuk di dalamnya gugus Zumzum dan

Ruberube, ekositem mangrove, sempadan pantai dan sempadan sungai dari tanjung

wayabula sampai tanjung Gila (Gambar 12) dengan luas total zona penyangga 32.381 ha

(Tabel 26). Daerah ini mempunyai fungsi ekologis, serta potensi sumberdaya wisata dan

konservasi mangrove yang dapat dikembangkan.

Zona penyangga mempunyai fungsi sebagai penyangga habitat dan ekosistem

penting (zona inti dan zona pemanfaatan terbatas) agar keseimbangan alam tetap terjaga.

Zona ini lebih terbuka tapi tetap dikontrol, dan beberapa bentuk pemanfaatan masih dapat

diijinkan dan penyangga disekeliling zona perlindungan ditujukan untuk menjaga

kawasan konservasi dari berbagai aktivitas pemanfaatan yang dapat mengganggu, dan

melindungi kawasan konservasi dari pengaruh eksternal (Bengen dan Retraubun 2006).

Hal-hal yang diperbolehkan dilakukan di dalam zona penyangga adalah

pemanfaatan tidak langsung yang tidak mengambil sumberdaya hayati laut, melakukan

Page 99: PPK Disertasi Morotai u Wisata

75

wisata dan transportasi, dan kegiatan-kegiatan untuk kepentingan penelitian dan

pendidikan yang mendukung lingkungan zona inti dan zona pemanfaatan terbatas.

Hal-hal yang tidak diperbolehkan di dalam zona penyangga adalah:

memanfaatkan atau mengambil biota langsung di dalam kawasan yang dapat

menimbulkan pengaruh ekologis terhadap zona inti dan zona pemanfaatan terbatas,

membuang sampah, limbah cair/padat atau benda apapun di dalam kawasan yang

menyebabkan penurunan daya dukung kawasan, dan melakukan pembangunan fisik

yang merubah bentangan alam yang dapat menurunkan daya dukung kawasan.

5.2 Kesesuaian Lahan Ekowisata Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat

Kesesuaian lahan ekowisata pulau-pulau kecil Kecamatan Morotai Selatan dan

Morotai Selatan Barat ditujukan untuk menetapkan kegiatan ekowisata yang dapat

dikembangkan di zona pemanfaatan terbatas dan zona pennyangga. Berdasarkan hasil

analisis kesesuaian lahan pulau-pulau kecil terdiri atas lahan yang sangat sesuai, sesuai

dan tidak sesuai, untuk menentukan lahan pulau-pulau kecil yang ditetapkan sebagai

kegiatan ekowisata, maka lahan pulau-pulau kecil yang sangat sesuai dan sesuai digabung

untuk kemudian dipergunakan sebagai kawasan ekowisata. Kegiatan ekowisata yang

dihasilkan adalah ekowisata pantai dan ekowisata bahari. Ekowisata pantai yang

dimaksud adalah wisata rekreasi, sedangkan ekowisata bahari terdiri dari wisata

snorkling, wisata selam dan wisata lamun.

Analisis menggunakan pendekatan metode tumpang susun (overlay) dari Sistem

Informasi Geografis (SIG) untuk menampilkan kesesuaian lahan ekowisata dalam bentuk

peta kesesuaian lahan dan besaran luasannya. Kesesuaian lahan diberikan warna yang

berbeda untuk menunjukan kekontrasannya sehingga mudah dibedakan (Gambar 13, 14,

15). Berikut adalah hasil analisis kesesuaian lahan ekowisata untuk kegiatan wisata

yang direncanakan.

Page 100: PPK Disertasi Morotai u Wisata

76

Tabel 26 Zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona penyangga kawasan lindung pulau-pulau kecil kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.

Zona Lokasi Karakteristik Ekologi Posisi Geografis Luas (ha) Inti Perikanan pemanfaatan terbatas Penyangga (pemanfaatan tidak langsung)

Rao bagian Utara Pulau Mitita Rao bagian Selatan Gugus Ngelengele Gugus Galogalo – Loleba Gugus Dodola Seluruh daerah di- luar Zona Inti dan Zona pemanfaatan terbatas yang sudah diplotting termasuk di dalamnya Gugus Zumzum& Ruberube, Ekosistem mangrove, Sempadan pantai & Sempadan Sungai dari tj Wayabula – tj Gila (Gambar 6)

Mangrove, terumbu karang, sebagian pantai berbatu terjal, sarang walet, migrasi ikan tuna, pemandangan yang unik Terumbu karang bagus, pasir putih, habitat penyu Pantai pasir putih, mangrove, terumbu karang, arus agak kuat Mangrove, Terumbu karang, lamun, pasir putih, perairan tenang Mangrove, Terumbu karang, lamun, pasir putih, perairan tenang Terumbu karang, lamun, mangrove, pasir putih, perairan tenang Pantai pasir putih, mangrove, kondisi terumbu karang rusak, perairan tenang, mangrove, muara sungai, perairan pantai, vegetasi pantai, Vegetasi pinggir sungai

2023'24" – 20 25'48" LU dan 12808'2" – 1280 10'48" BT 1057'36" – 10 58'12" LU dan 128013'12" – 1280 13'48" BT 1057'36" – 10 58'12" LU dan 128013'12" – 1280 13'48" BT 209'00" – 20 13'12" LU dan 128010'12" & 128011'24" - 1280 12'36" & 128013'48" BT 206'00" – 20 9'00" LU dan 128010'48" – 1280 13'48" BT 200'36" – 20 6'00" LU dan 12809'36" & 128012'36" - 1280 11'24" & 128015'00" BT 1) 2025'48"–2025'48" LU & 12807'12"- 1280 11'60" BT, 2) 2014'60"–2014'60"LU &12807'12"- 1280 9'60" BT 3) 207'48"–207'48" LU & 12808'60"- 1280 9'36" BT, 4) 201'48"–2014'48" LU & 12808'60"- 1280 11'24" BT 5) 1057'36"–1057'36" LU & 128011'24"- 1280 15'36" BT Tj. Wayabula 2016'48"LU &128011'60" Tj. Gila 1058'48"LU &128015'36"

1.430 (perairannya saja) 188 1.743 3.308 2.990 4.371 32.381

Page 101: PPK Disertasi Morotai u Wisata

77

5.2.1 Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi

Hampir seluruh pantai dan tepian laut pulau-pulau kecil dimanfaatkan sebagai

objek dan daya tarik wisata dan rekreasi. Menikmati keindahan alam pantai, berolahraga

pantai, berjemur di pinggiran pantai, menikmati burung-burung (birds watching),

berekreasi/piknik, berkemah, berenang, snorkling, memancing dan berlayar merupakan

kegiatan-kegiatan wisata pesisir yang berlangsung di daerah pantai, lahan pasang-surut,

terumbu karang, gosong karang dan perairan laut.

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan KP2K MS2B untuk ekowisata pantai

kategori wisata rekreasi, seluruh pulau-pulau kecil sesuai untuk wisata rekreasi (Tabel

27), mulai dari Posiposi Rao (pulau Rao) sampai Pulau Bobongone (Lampiran 7, 8, 9)

dengan jumlah panjang pantainya 58.509 m. Panjang pantai untuk masing-masing pulau

tidak sama walaupun ada pulau yang ukurannya besar tapi memiliki garis pantai yang

pendek, contoh Pulau Dodola Besar merupakan pulau dengan panjang pantai paling

terpanjang yaitu 4.499 m sedangkan panjang pantai terpendek yaitu Pulau Pelo 437 m.

Kesesuaian lahan tersebut didasarkan pada keberadaan panorama alam pantai

pasir putih dan perairan yang jernih hampir terdapat di seluruh pulau-pulau kecil. Objek

dan daya tarik lahan ekowisata tersebut memungkinkan rekreasi pesisir yang dapat

dinikmati adalah menikmati keindahan alam pantai, keindahan bawah laut dengan

perahu kaca, olah raga pantai, berjemur, rekreasi atau piknik pantai, berkemah, dan

menikmati burung-burung, berenang, memancing dan berperahu. Namun demikian,

pulau-pulau ini memiliki faktor pembatas seperti kurangnya sarana transportasi dan tidak

adanya sarana akomodasi, kelistrikan dan telekomunikasi.

5.2.2 Kesesuaian Lahan Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun

Hasil analisis kesesuaian lahan ekowisata bahari kategori wisata snorkling, wisata

selam dan wisata lamun (Tabel 26) menunjukan tiap-tiap pulau kecil tidak sama. Wisata

snorkling yang mengandalkan keindahan dasar perairan terutama komunitas karang,

terdapat di seluruh pulau-pulau kecil mulai dari Posiposi Rao (pulau Rao) sampai pulau

Bobongone (Lampiran 10, 11, 12).

Page 102: PPK Disertasi Morotai u Wisata

78

Gambar 13 Peta Kesesuaian Ekowisata di Posiposi Rao, Saminyamao dan Pantai Wayabula

Page 103: PPK Disertasi Morotai u Wisata

79

Gambar 14 Peta Kesesuaian Ekowisata Gugus Ngelengele dan Gugus Loleba

Page 104: PPK Disertasi Morotai u Wisata

80

Gambar 15 Peta Kesesuaian Ekowisata Gugus Dodola dan Gugus Zumzum

Page 105: PPK Disertasi Morotai u Wisata

81

Kesesuaian wisata snorkling terdapat di seluruh pulau-pulau kecil, dengan luas

lahan secara keseluruhan 226,9 ha. Luas lahan ini karena ditunjang dengan keberadaan

perairan yang jernih, hampir terdapat di seluruh pulau-pulau kecil, merupakan parameter

utama untuk menentukan suatu kawasan dijadikan sebagai kawasan wisata snorkling.

Selain itu lahan ini memiliki persentase penutupan komunitas karang yang baik, namun

faktor-faktor yang kurang mendukung adalah ketersedian sarana transportasi, keamanan,

pondok wisata dan kelistrikan.

Seperti wisata snorkling, kesesuaian lahan untuk ekowisata bahari kategori wisata

selam merupakan jenis wisata yang mengandalkan keindahan dasar perairan terutama

komunitas karang yaitu komunitas penyusun ekosistem terumbu karang selain karang

keras adalah karang lunak, spong, zoanthid, anemon laut, dan alga kapur (English. et al,

1994). Selain itu juga faktor-faktor yang lain seperti kecerahan perairan, tutupan

komunitas karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu karang

merupakan faktor yang menentukan kesesuaian lahan wisata selam.

Kawasan pulau-pulau kecil seluruhnya sesuai untuk kegiatan wisata selam

(Lampiran 13, 14, 15), dengan luas lahan 1.224 ha (Tabel 27). Kesesuaian lahan ini

karena dicirikan dengan adanya faktor-faktor pembatas seperti kecerahan perairan,

tutupan komunitas karang, jenis ikan karang, kecepatan arus, dan kedalaman terumbu

karang. Kecerahan perairan lebih besar daripada 80 % hampir terdapat di seluruh pulau-

pulau kecil, sedangkan pulau Saminyamao dan pantai Wayabula kecerahannya 100 %,

tutupan komunitas karangnya rata-rata 40 % (kategori sedang) masih dalam kategori

sesuai untuk kawasan selam (Yulianda 2007).

Kesesuaian lahan untuk wisata lamun mengandalkan keindahan padang lamun di

dasar perairan yang disajikan pada (Tabel 27) hanya terdapat di tujuh tempat yaitu pantai

Wayabula, Pulau Ngelengele Besar, Pulau Loleba Besar, Pulau Dodola Besar, Pulau

Dodola Kecil, Pulau Zumzum, dan pantai Wayabula + Daruba (Lampiran 16, 17, 18)

dengan luas lahan wisata lamun 102 ha. Faktor-faktor yang menentukan kesesuaian

wisata lamun seperti faktor tutupan lamunnya rata-rata 58,46 % dan jenis lamun seperti

Cymodecea, Halodule, Halophila. Syringodium dan Thalassodendron. Faktor-faktor

yang kurang mendukung adalah jenis substrat berpasir pada saat musim pancaroba airnya

keruh, sehingga mengganggu penglihatan.

Page 106: PPK Disertasi Morotai u Wisata

82

Tabel 27 Kesesuaian Lahan Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun KP2K MS2B

Kesesuaian Lahan Ekowisata Pantai dan Ekowisata Bahari Wisata Rekreasi Wisata Snorkling Wisata Selam Wisata Lamun

Nama Pulau/Lokasi

Panjang garis pantai (m) Luas (ha) Luas (ha) Luas (ha) Posiposi Rao 8.644 20 31 Saminyamao 2.755 3 7 Pantai Wayabula 8.882 84 370 16 Burung 824 2 12 Ngelengele Besar 3.647 9 56 4 Ngelengele Kecil 1.489 6 70 Kacuwawa 1.196 2 17 Loleba Besar 3.669 15 241 3 Loleba Kecil 2.546 10 165 Galogalo Besar 1.563 11 39 Galogalo Kecil 2.289 8 39 Pelo 437 0,7 2 Dodola Besar 4.499 13 66 4 Dodola Kecil 1.291 3 21 2 Kolorai 1.783 5 10 Kokoya 1.015 2 13 Zumzum 4.078 10 27 4 Jojoromo 306 0,1 0,7 Kapakapa 354 0,1 1,5 Lungulungu 2.917 3 11 Ruberube 2.556 4 12 Rukeruke 1.484 3 10 Bobongone 585 13 3 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 1 3 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 2 8 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 3 14 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 4 17 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 5 11 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 6 10 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 7 6 Jumlah 58.809 226,9 1.224 102

Sumber : Hasil analisis SIG

Page 107: PPK Disertasi Morotai u Wisata

83

5.3 Daya Dukung KP2K MS2B Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Selam, dan Lamun

Daya dukung ekowisata KP2K MS2B adalah jumlah maksimum pengunjung yang

secara fisik dapat ditampung di kawasan yang disediakan pada waktu tertentu tanpa

menimbulkan gangguan pada alam dan manusia. Berdasarkan hasil analisis daya dukung

ekowisata pantai kategori wisata rekreasi KP2K MS2B (Tabel 28), setiap pulau

mempunyai daya dukung berbeda-beda tergantung pada panjang pantai. Makin panjang

pantai, maka jumlah pengunjung yang dapat ditampung di kawasan wisata rekreasi

makin banyak, begitu pula sebaliknya makin pendek panjang garis pantai jumlah

pengunjung yang ditampung di kawasan wisata rekreasi makin sedikit.

Contoh pantai Wayabula memiliki panjang garis pantai 8.644 m, dengan panjang

garis pantai 50 m diperuntukkan untuk 1 orang, waktu yang disediakan kawasan untuk

kegiatan wisata rekreasi adalah 6 jam/hari dan waktu yang dihabiskan oleh setiap

pengunjung 3 jam/hari (Yulianda 2007) maka daya dukung kawasannya adalah sebanyak

346 orang/hari. Pulau Jojoromu memiliki panjang garis pantai terpendek 306 m, maka

daya dukung kawasannya 12 orang/hari.

Daya dukung wisata snorking merupakan daya tampung kawasan snorkling untuk

menampung pengunjung yang ingin melakukan kegiatan snorkling menikmati keindahan

komunitas karang tanpa menimbulkan kerusakan pada alam dan manusia. Daya dukung

wisata snorkling mempertimbangkan kondisi persentase tutupan komunitas karang,

sehingga kawasan yang dimanfaatkan mengikuti persentase tutupan komunitas karang

dari luas kesesuaian wisata snorkling.

Berdasarkan hasil analisis daya dukung untuk kategori wisata snorkling yang

disajikan pada (Tabel 28). Contoh pantai Wayabula memiliki luas kawasan wisata

snorkling yang sangat luas 84 ha, dengan area untuk 1 orang 500 m2, waktu yang

disediakan kawasan untuk kegiatan snorkling 6 jam/hari dan waktu yang dihabiskan oleh

setiap pengunjung 3 jam (Yulianda 2007) dengan persentase tutupan komunitas karang

84,70 %, maka pengunjung yang bisa ditampung sebanyak 2.849 orang/hari. Pulau

Jojoromo dan Kapakapa memiliki luasan kawasan wisata snorkling yang paling kecil

masing-masing 0,1 ha dengan persentase tutupan komunitas karang 31,92 % dan 32,54 %

maka pengunjung yang bisa ditampung masing-masing sebanyak 1 dan 2 orang/hari.

Page 108: PPK Disertasi Morotai u Wisata

84

Sama seperti daya dukung wisata snorkling, daya dukung wisata selam juga

merupakan daya tampung suatu kawasan selam menampung pengunjung yang ingin

melakukan kegiatan selam menikmati keindahan komunitas karang tanpa menimbulkan

kerusakan pada komunitas karang dan manusia. Daya dukung wisata selam juga

mempertimbangkan kondisi persentase tutupan komunitas karang, sehingga kawasan

yang dimanfaatkan mengikuti persentase tutupan komunitas karang dari luas kesesuaian

wisata selam.

Berdasarkan hasil analisis daya dukung ekowisata bahari kategori wisata selam

yang disajikan pada (Tabel 28), daya dukung wisata selam sangat tergantung pada

persentase tutupan karang. Makin besar persentase tutupan komunitas karang maka

semakin besar pula daya dukung suatu kawasan, contoh pantai Wayabula luas kawasan

selam 370 ha dengan luas 2000 m2 untuk 2 orang, waktu yang disediakan kawasan untuk

kegiatan selam 8 jam/hari dan waktu yang dihabiskan pengunjung untuk kegiatan selama

2 jam (Yulianda 2007), maka daya tampung kawasan adalah 12.563 orang/hari. Berbeda

dengan pulau Jojoromo luasan wisata selamnya 0,7 ha dengan persentase tututupan

komunitas karang 31,92 % maka daya dukungnya adalah 9 orang/hari.

Daya dukung wisata lamun merupakan daya tampung suatu kawasan menampung

pengunjung yang ingin menikmati keindahan jenis-jenis lamun terutama dari jenis

Cymodecea, Halodule, Halophila, Syringodium dan Thalassodendron. Penghitungan

daya dukung wisata lamun sangat dipengaruhi oleh luas lahan kesesuaian wisata lamun

dan persentase tutupan lamun.

Berdasarkan hasil analisis daya dukung ekowisata bahari kategori wisata lamun

yang disajikan pada Tabel 28, contoh pantai Wayabula luas lahan wisata lamun sebesar

16 ha dengan luas 500 m2 untuk 1 orang, waktu yang disediakan oleh kawasan 4 jam/hari

dan waktu yang dihabiskan pengunjung untuk kegiatan wisata lamun 2 jam (Yulianda

2007), sedangkan persentase penutupan lamun sebesar 63 %, maka daya dukung

kawasan lamun adalah 419 orang/hari. Pulau Dodola Kecil luasan wisata lamun 2 ha

dengan persentase tutupan lamun 65 % maka daya tampung pengunjung 53 orang/hari.

Page 109: PPK Disertasi Morotai u Wisata

85

Tabel 28 Daya Dukung Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun

Daya Dukung Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi, Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling, Wisata Selam dan Wisata Lamun Wisata Rekreasi Wisata Snorkling Wisata Selam Wisata Lamun

Nama Pulau/Lokasi

Panjang garis pantai (m)

Daya dukung (Ha)

Luas (ha) Daya dukung (orang)

Luas (ha) Daya Dukung (orang)

Luas (ha) Daya Dukung (orang)

Posiposi Rao 8.644 346 20 460 31 716 Saminyamao 2.755 110 3 45 7 96 Pantai Wayabula 8.882 355 84 2.849 370 12.563 16 419 Burung 824 33 2 19 12 150 Ngelengele Besar 3.647 146 9 161 56 944 4 124 Ngelengele Kecil 1.489 60 6 162 70 1.864 Kacuwawa 1.196 48 2 32 17 238 Loleba Besar 3.669 147 15 384 241 6.393 3 74 Loleba Kecil 2.546 102 10 240 165 3.748 Galogalo Besar 1.563 63 11 201 39 675 Galogalo Kecil 2.289 92 8 133 39 675 Pelo 437 17 0.7 15 2 44 Dodola Besar 4499 180 13 123 66 615 4 95 Dodola Kecil 1291 52 3 66 21 416 2 53 Kolorai 1.783 71 5 87 10 158 Kokoya 1.015 41 2 36 13 230 Zumzum 4.078 163 10 171 27 450 4 105 Jojoromo 306 12 0,1 1 0,7 9 Kapakapa 354 14 0,1 2 1,5 20 Lungulungu 2.917 117 3 77 11 131 Ruberube 2.556 102 4 45 12 140 Rukeruke 1.484 59 3 34 10 240 Bobongone 585 23 13 14 3 33 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 1 3 85 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 2 8 193 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 3 14 348 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 4 17 371 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 5 11 177 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 6 10 200 Pantai Wayabula + Pantai Daruba 7 6 86 Jumlah 58.809 2.353 226,9 5.357 1.224,2 30.548 102 2.330

Page 110: PPK Disertasi Morotai u Wisata

86

5.4 Biaya Perjalanan Wisata

Biaya perjalanan KP2K MS2B untuk wisata diketahui melalui besarnya

pengeluaran wisatawan yang datang ke kawasan ekowisata. Adapun biaya yang

dikeluarkan wisatawan yang berkunjung ke kawasan ekowisata antara lain biaya

transportasi, biaya konsumsi, biaya akomodasi, belanja souvenir, dan biaya lainnya.

Semua biaya ini dihitung dari sejak wisatawan berangkat dari daerah asal hingga di

kawasan pulau-pulau kecil Morotai. Kegiatan-kegiatan ini menimbulkan biaya-biaya

yang dikeluarkan oleh wisatawan yang menjadi manfaat dari kawasan wisata Morotai.

Metode yang digunakan untuk menduga nilai sebuah komoditas yang tidak

memiliki nilai pasar (non-market goods) adalah dengan menggunakan biaya-biaya

perjalanan/TCM. Metode ini memiliki asumsi dasar bahwa setiap individu baik aktual

maupun potensial, bersedia mengunjungi sebuah daerah untuk mendapatkan manfaat

tertentu tanpa harus membayar nilai masuk (no entry fee). Manfaat langsung yang

bersifat tidak ekstraktif dari wisata rekreasi, wisata snorkling, wisata selam, dan wisata

lamun, diperoleh melalui besaran pengeluaran para wisatawan yang mendatangi kawasan

wisata tersebut.

Dalam fungsi permintaan yang digunakan dalam penelitian ini, frekuensi

kunjungan (V) dipengaruhi oleh biaya pengeluaran wisata (TC), jarak (Di), pendapatan

(Ii), dan umur (Ai). Dengan menggunakan regresi linier berganda diperoleh koefisien

biaya perjalanan -0,0241 sehingga untuk mendapatkan total manfaat nilai wisata KP2K

MS2B, dilakukan perhitungan konsumen surplus yang diperoleh dengan membagi total

jumlah tingkat kunjungan wisata dan nilai regresi biaya perjalanan yaitu (63/0,0241) =

2.614, kemudian nilai konsumen surplus dikalikan dengan jumlah pengunjung pada tahun

2006 yaitu (2.614 x 26.455 orang/tahun) = 69.153.370, sehingga total manfaat lokasi

wisata Rp 69 juta/tahun.

5.5 Keberlanjutan KP2K MS2B

Keberlanjutan KP2K MS2B untuk ekowisata dianalisis dengan pendekatan

pemodelan sistem. Pemodelan sistem merupakan abstraksi dari sebuah obyek atau situasi

aktual (Suryani 2006). Dalam hal ini yang akan dimodelkan adalah model global

keterkaitan antara submodel lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil,

Page 111: PPK Disertasi Morotai u Wisata

87

submodel daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil dan sub model pendapatan

kawasan ekowisata pulau-pulau kecil (Gambar 16)

Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau pulau kecil

Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau pulau kecil

Day a dukung kawasan wisata

Daya dukung kawasan wisata

Pendapatan wisata

Pendapatan wisata

Gambar 16. Model Global Keterkaitan Antar Sub Model

Dalam membangun model keberlanjutan KP2K MS2B dilakukan dengan

menggunakan software Stella versi 9.0.2, dengan demikian pemodelan dilakukan dengan

tahapan-tahapan : (1) penyusunan skenario (2) pembangunan model dan (3) simulasi

skenario.

5.5.1 Penyusunan Skenario

Skenario merupakan rancangan kebijakan yang memungkinkan dapat dilakukan

dalam kondisi nyata yang didasarkan pada perkiraan faktor-faktor di masa mendatang.

Perkiraan mengenai kondisi faktor-faktor dimasa mendatang, dapat disusun skenario

yang mungkin terjadi di KP2K MS2B.

Skenario utama yang dimodelkan, yaitu skenario model kondisi saat ini KP2K

MS2B. Skenario model kondisi saat ini akan melihat sejauhmana kecenderungan

kondisi kualitas lingkungan ekologi tiap-tiap pulau akan mempengaruhi daya dukung

kawasan ekowisata yang secara langsung mempengaruhi pendapatan wisata.

Kecenderungan sebuah sistem dasar dapat memberikan suatu pemahaman dan

gambaran bagaimana suatu sumberdaya alam harus dikelola secara benar agar tercapai

kesimbangan ekosistem di masa depan. Oleh karena itu dalam penelitian ini dilakukan

simulasi dinamis dalam rentan waktu 30 tahun. Simulasi dilakukan berdasarkan asumsi

bahwa kecenderungan sistem saat ini akan terus berlanjut di masa akan datang.

Page 112: PPK Disertasi Morotai u Wisata

88

Beberapa asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1) panjang garis pantai wisata rekreasi adalah 50 m untuk 1 orang

2) luas terumbu karang wisata snorkling adalah 500 m2 untuk 1 orang

3) luas terumbu karang wisata selam adalah 2.000 m2 untuk 2 orang

4) luas padang lamun wisata lamun 500 m2 untuk 1 orang

5) waktu yang disediakan oleh kawasan untuk kegiatan wisata rekreasi 6 jam/hari,

wisata snorkling 6 jam/hari, wisata selam 8 jam/hari dan wisata lamun 4 jam/hari,

sedangkan waktu yang dihabiskan oleh pengunjung untuk wisata rekreasi adalah 3

jam/hari, wisata snorkling 3 jam/hari, wisata selam 2 jam/hari, dan wisata lamun 2

jam/hari, masing-masing jenis wisata waktunya tetap sepanjang tahun.

6) Keunikan pulau, kerentanan pulau dan keterkaitan pulau tidak mengalami perubahan

sepanjang tahun.

5.5.2 Pembangunan Model

Seperti telah dijelaskan di atas model yang dibangun terdiri dari tiga sub model

yaitu; sub model lingkungan ekologi pulau-pulau kecil, sub model daya dukung kawasan

ekowisata pulau-pulau kecil, dan sub model pendapatan kawasan ekowisata pulau-pulau

kecil. Masing-masing sub model disesuaikan dengan peruntukannya dalam mendukung

model yang dibangun, berikut adalah gambaran model:

Deskripsi Model

• Submodel lingkungan ekologi pulau-pulau kecil menggambarkan kualitas lingkungan

ekologi kawasan lindung dari masing-masing pulau saat ini. Adapun untuk

menggambarkan kualitas lingkungan ekologi kawasan lindung tersebut, diperlukan

faktor-faktor ekologi kawasan lindung yang berperan atau faktor-faktor yang

mempengaruhinya seperti keanekaragaman hayati pulau (KHP), kealamian pulau

(KAP), keunikan pulau (KUP), kerentanan pulau (KRP), keterkaitan pulau (KTP).

Diantara kelima faktor di atas, dua faktor yang paling berpengaruh menentukan

kualitas lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil yaitu KHP dan KAP

sedangkan faktor yang lain turut berpengaruh namun merupakan faktor tetap yaitu

keunikan pulau, kerentanan pulau dan keterkaitan pulau. Sebagai contoh laju

pelestarian KHP dan laju pelestarian KAP akan meningkatkan total persentase nilai

Page 113: PPK Disertasi Morotai u Wisata

89

kriteria ekologi yang akan meningkatkan upaya perbaikan lingkungan ekologi Pulau

Dodola. Peningkatan upaya perbaikan lingkungan ekologi Dodola akan

meningkatkan kualitas lingkungan ekologi Dodola saat ini, apakah pada keadaan

baik, sedang dan buruk, sebaliknya peningkatan laju degradasi lingkungan ekologi

akan meningkatkan degradasi lingkungan ekologi yang akan menurunkan kualitas

lingkungan ekologi Dodola saat ini. Keadaan yang sama juga berlaku untuk pulau-

pulau kecil yang lain seperti Rao Selatan, Ngelengele, Galogalo, Zumzum dan

Ruberube (Gambar 17)

kualitas l ingkungan ekologiDodola saat ini

Upaya perbaikanLingkungan

ekologi Dodola

degradasi l ingkunganekologi

Total persentase nilaikri teria ekologi

fraksi jumlahwisatawan

fraksi penambahan kualitas lingkungan

laju degradasilaju pelestarian KHPLaju pelestarian KAP

KUP

persentaseperbaikan lingkungan

KRP

KTP

Satuan kualitas lingkungan

Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau pulau kecil

Gambar 17 Submodel Lingkungan Ekologi Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil

• Submodel daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil menggambarkan

jumlah maksimum pengunjung yang secara fisik dapat ditampung di suatu kawasan

wisata pada waktu tertentu tanpa menimbulkan gangguan pada alam dan manusia.

Sub model ini masih berhubungan dengan sub model lingkungan ekologi pulau-pulau

kecil, karena daya dukung kawasan ekowisata tiap-tiap pulau selain dipengaruhi oleh

faktor-faktor yang mempengaruhinya juga dipengaruhi oleh kualitas lingkungan

ekologi, sebagai contoh:

Submodel daya dukung kawasan rekreasi Dodola saat ini menggambarkan jumlah

wisatawan rekreasi Dodola saat ini yang dipengaruhi oleh penambahan wisatawan

yang secara tidak langsung dipengaruhi oleh kualitas lingkungan ekologi Dodola saat

ini. Jumlah wisatawan rekreasi Dodola saat ini sebenarnya merupakan formulasi dari

daya dukung kawasan wisata yang diperoleh dari potensi ekologis pengunjung per

Page 114: PPK Disertasi Morotai u Wisata

90

satuan unit area (K rekreasi Dodola) biasanya 1 orang, panjang garis pantai (Lp

rekreasi Dodola), Unit area untuk rekreasi (Lt rekreasi Dodola) adalah 50 m panjang

garis pantai untuk 1 orang, waktu yang disediakan untuk kawasan rekreasi Dodola

dalam satu hari adalah 6 jam/hari (Wt rekreasi Dodola), waktu yang dihabiskan

pengunjung untuk setiap kegiatan rekreasi adalah 3 jam/hari (Wp rekreasi Dodola)

dan kualitas lingkungan ekologi Pulau Dodola saat ini.

Hal yang sama juga untuk daya dukung kawasan snorkling Dodola namun

perbedaanya pada nilai dari (K snorkling Dodola) adalah 2 orang, luas area kawasan

snorkling Dodola (Lp Dodola) diperoleh dari rata-rata penutupan komunitas karang

snorkling Dodola dikalikan dengan Lp Dodola, unit area untuk snorking (Lt snorkling

Dodola) adalah 500 m2, waktu yang disediakan kawasan snorkling Dodola dalam

satu hari (Wt snorkling Dodola) adalah 6 jam/hari, waktu yang dihabiskan oleh

pengunjung untuk kegiatan snorkling (Wp snorkling Dodola) adalah 3 jam/hari.

Untuk daya dukung kawasan selam Dodola dan daya dukung kawasan lamun Dodola

faktor-faktor yang mempengaruhinya hampir sama dengan daya dukung kawasan

snorkling Dodola. Perbedaannya hanya pada nilai-nilai setiap faktor yang

mempengaruhinya seperti: daya dukung kawasan selam Dodola (K selam Dodola)

adalah 2 orang, (Lt selam Dodola) adalah 2.000 m2, (Lp selam Dodola) dikalikan

dengan rata-rata penutupan komunitas karang selam Dodola, (Wt selam Dodola)

adalah 8 jam/hari dan (Wp selam Dodola) adalah 2 jam/hari. Untuk Daya dukung

kawasan lamun Dodola juga sama disesuaikan dengan nilai yang ada. Keadaan ini

berlaku pula untuk daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil yang lain

seperti: Rao Selatan, Ngelengele, Galogalo, Zumzum dan Ruberube (Gambar 18)

Jumlah wisatawanrekreasi Dodola saat ini

Penambahan wisatawan

fraksi jumlahwisatawan

satuan jumlahwisatawan

penguranganwisatawan

fraksi penambahan kualitas l ingkungan

Daya dukung kawasan wisata

Gambar 18 Submodel Daya Dukung Ekowisata Kawasan Pulau-PulauKecil

Page 115: PPK Disertasi Morotai u Wisata

91

• Submodel pendapatan ekowisata pulau kecil menggambarkan jumlah biaya yang

dikeluarkan pengunjung sampai ke tempat wisata. Adapun submodel ini

berhubungan dengan sub model daya dukung kawasan ekowisata pulau-pulau kecil

dan submodel pendapatan ekowisata pulau kecil. Contoh pendapatan wisata rekreasi

Pulau Dodola. Pendapatan wisata rekreasi Pulau Dodola dipengaruhi oleh total

manfaatan kawasan pertahun, total manfaat kawasan pertahun dipengaruhi oleh

konsumen surplus dan jumlah kunjungan wisatawan pertahun, sedangkan konsumen

surplus dipengaruhi oleh tingkat kunjungan wisatawan dan koefisien biaya

perjalanan. Pendapatan wisata rekreasi juga dipengaruhi oleh jumlah wisatawan

rekreasi Dodola saat ini, dengan demikian peningkatan jumlah wisatawan Dodola saat

ini akan meningkatkan pendapatan wisata rekreasi, dan peningkatan pendapatan

wisata rekreasi akan meningkatkan total manfaat bersih wisata Dodola per tahun,

pendapatan wisata rekreasi ini juga dipakai untuk membiayai perbaikan lingkungan,

sehingga akan mempengaruhi kualitas lingkungan ekologi Dodola (Gambar 19).

penguranganwisatawan

biaya perbaikanlingkungan

Total manfaat bersih kawasan wisata rekreasi Dodola per tahun

pendapatan wisata rekreasi Dodola

Total manfaat kawasanwisata per tahun

Konsumen surplus

Tingkat kunjunganwisatawan Koefisien biaya

perjalanan

Jumlah kunjungan wisata per tahun

persentase perbaikan lingkungan

Pendapatan wisata rekreasi

Gambar 19 Submodel Pendapatan Wisata

5.5.3 Simulasi Skenario Dasar Pengambilan Kebijakan

Simulasi skenario dilakukan sebagai suatu rancangan kebijakan yang

memungkinkan dilakukan dalam keadaan nyata didasarkan pada model yang dibuat.

Sebagai suatu strategi pengelolaan keberlanjutan KP2K MS2B, kebijakan dilakukan

Page 116: PPK Disertasi Morotai u Wisata

92

melalui penyusunan skenario yang telah dibuat. Skenario yang disimulasikan adalah

skenario saat ini tiap-tiap pulau kecil yaitu laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau

(KHP), laju pelestarian kealamian pulau (KAP), laju degradasi lingkungan ekologi

kawasan lindung pulau-pulau kecil dan persentase perbaikan lingkungan ekologi.

Simulasi skenario yang dibuat seperti pada Tabel 29.

Tabel 29 Simulasi Skenario Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil Simulasi Skenario Hasil Kualitas Lingkungan dan

NKEKLP2K - Pulau Dodola Wisata Rekreasi, Snorkling, Selam dan Lamun • Laju pelestarian KHP 1%,KAP 1 %, persentase

perbaikan lingkungan ekologi 1% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan

lingkungan ekologi 1% dan laju degradasi 4%

• Sedang ke baik (0,70 ke 0,84) • Sedang ke Sedang (0,70 ke 0,66)

- Rao Selatan Wisata Rekreasi, Snorkling dan Selam • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan

lingkungan ekologi 1% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP2%,KAP 2%, persentase perbaikan

lingkungan ekologi 2% dan laju degradasi 17%

• Sedang ke baik (0,61 ke 0,73)

• Sedang ke Buruk (0,61 ke 0,40)

- Ngelengele Wisata Rekreasi, Snorkling, Selam dan Lamun • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan

lingkunganekologi 1% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan

lingkungan ekologi 1% dan laju degradasi 4%

• Baik ke baik (0,73 ke 0,87)

• Baik ke sedang (0,73 ke 0,69)

Galogalo Wisata Rekreasi, Snorkling dan Selam • Laju pelestaarian KHP1%,KAP 1%, persentase

perbaikan lingk ekologi 1% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP2%,KAP 2%, persentase perbaikan

lingkungan ekologi 2% dan laju degradasi 17%

• Sedang ke baik (0,60 ke 0,72)

• Sedang ke buruk (0,60 ke 0,40)

Zumzum Wisata Rekreasi, Snorkling, Selam dan Lamun • Laju pelestarian KHP2%,KAP 2%, persentase perbaikan

lingkungan ekologi 3% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan

lingkungan ekologi 1% dan laju degradasi 7%

• Sedang ke baik (0,48 ke 0,74)

• Sedang ke buruk (0,48 ke 0,39)

- Ruberube Wisata Rekreasi, Snorkling dan Selam • Laju pelestarian KHP1%,KAP 1%, persentase perbaikan

lingkungan ekologi 2% dan laju degradasi 1% • Laju pelestarian KHP2%,KAP 2%, persentase perbaikan

lingkungan ekologi 2% dan laju degradasi 15%

• Sedang ke baik (0,56 ke 0,72)

• Sedang ke buruk (0,56 ke 0,39)

Simulasi skenario yang dibuat untuk tiap-tiap pulau tidak sama, karena perbedaan

kondisi ekologinya, sehingga simulasi skenario yang dibuat pada prinsipnya mencari

Page 117: PPK Disertasi Morotai u Wisata

93

keadaan kualitas lingkungan ekologi saat ini yang langsung dalam keadaan baik atau

buruk sehingga yang lainnya tidak dipakai.

Keadaan tersebut akan menentukan pencapaian waktu, kualitas lingkungan

ekologi kawasan pulau-pulau kecil yang akan mempengaruhi keberlanjutan daya dukung

masing-masing wisata dan pendapatan dari masing-masing jenis wisata. Adapun formula

skenario dapat dilihat pada Lampiran 19. Berikut adalah hasil model simulasi skenario

yang mewakili KP2K MS2B.

• Simulasi Skenario Pulau Dodola

Wisata rekreasi Pulau Dododa

- Simulasi skenario wisata rekreasi laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario dengan laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP)

Dodola, kealamian pulau (KAP) Dodola 1 % dan persentase perbaikan lingkungan

ekologi 1 % dengan laju degradasi lingkungan ekologi 1 % menggambarkan upaya yang

dilakukan dalam melestarikan sumberdaya pulau Dodola, dengan upaya perbaikan

lingkungan ekologi Dodola sebesar 3 % dengan laju degradasi lingkungan ekologi yang

terjadi sebesar 1% pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu selama 30 tahun.

Hasil simulasi skenario (Gambar 20) menunjukkan kondisi kualitas lingkungan

ekologi pulau Dodola dari tahun ke tahun semakin membaik, tahun 2006 sampai tahun

2009 kualitas lingkungan ekologi Pulau Dodola adalah 0,70 (kategori sedang), pada

tahun-tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya pulau Dodola karena pada

tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan

suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan

kegiatan wisata yang ada. Kualitas lingkungan ekologi Pulau Dodola 0,70 memberikan

pengertian bahwa kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung

Pulau Dodola berada dalam keadaan sedang mengarah ke baik seperti mangrove, padang

lamun dan pantai pasir putih, dengan keadaan pulau saat ini belum terjadi abrasi pantai

dan belum berpenduduk, namun ada beberapa parameter yang memprihatinkan seperti

persentase penutupan komunitas karang <51 % yaitu 23,20 %.

Page 118: PPK Disertasi Morotai u Wisata

94

Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun

2010 sampai tahun 2021 (NKEKLP2K adalah 0,71 - 0,84) menyebabkan jumlah

wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung kawasan rekreasi Pulau

Dodola. Hal ini terjadi pada tahun 2016 jumlah wisatawan rekreasi Dodola mencapai

190 orang/hari, padahal daya dukung kawasan rekreasi Dodola dengan panjang garis

pantainya saat ini 4.499 m adalah 180 orang/hari.

Apabila keadaan tersebut berlanjut terus, maka tahun 2022 sampai tahun 2036

terjadi kecenderungan kualitas lingkungan semakin menurun (NKEKLP2K adalah 0,83 –

0,54). Seperti dinyatakan (Davis dan Tisdel 1995) bahwa daya dukung terlampaui maka

akan berpengaruh pula pada degradasi sumberdaya terutama pada ekosistem terumbu

karang .

Diupayakan untuk mencapai keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi

dan jumlah wisatawan rekreasi Dodola belum melampaui daya dukung kawasan rekreasi

Dodola, maka kualitas lingkungan ekologi Dodola dipertahankan sampai pada tahun

2021 dengan kualitas lingkungan ekologi 0.84 dan jumlah wisatawan 169 orang/hari pada

tahun 2015, artinya untuk mencapai keadaan ini harus ada upaya melestarikan

sumberdaya pulau Dodola terutama ekosistem terumbu karang sebelas tahun ke depan

(dari tahun 2010- 2021) dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas

karangnya 60% (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase

penutupan komunitas karang harus bertambah 3,34 % dari persentase penutupan

komunitas karang saat ini 23.20 %.

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi, semakin

bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan wisata

rekreasi, sehingga pada tahun 2015 pendapatan wisata rekreasi Dodola mencapai Rp.11,7

milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan sebesar Rp.117 juta

(1 % dari pendapatan wisata rekreasi Dodola).

Page 119: PPK Disertasi Morotai u Wisata

95

6:21 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

100

600

1100

0

400000000

800000000

1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisata…i Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 20 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Pulau Dodola dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 1 %

- Simulasi skenario wisata rekreasi Dodola laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

Seperti dengan simulasi skenario di atas, simulasi skenario wisata rekreasi Pulau

Dodola dengan laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan

ekologi 1 % dengan laju degradasi lingkungan ekologi 4 % menunjukkan upaya

perbaikan lingkungan ekologi lebih kecil daripada laju degradasi. Upaya perbaikan

lingkungan hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar 4 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 21) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan dari tahun ke tahun, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan

(NKEKLP2K 0,70 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010

(NKEKLP2K 0.69) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,66 kategori sedang).

Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan terutama ekosistem

mangrove dan telah terjadi abrasi pantai 25-50 %.

Page 120: PPK Disertasi Morotai u Wisata

96

6:28 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

60

95

130

0

45000000

90000000

1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisata…i Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1 1

1

2

2

2

2

3

3

3 3

Gambar 21 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Dodola dengan Laju Pelestarian KHP 1%, KAP 1%, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1% dan laju Degradasi 4%

Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

wisatawan dari tahun-tahun semakin berkurang sampai pada tahun 2021 berjumlah 77

orang/hari dan penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan

wisata rekreasi Dodola pada tahun 2021 sebesar Rp. 5,3 milyar dengan biaya perbaikan

lingkungan Rp 53 juta. Pada tahun-tahun berikutnya ada upaya ke arah perbaikan

lingkungan sehingga jumlah wisatawan juga meningkat pada tahun 2036 berjumlah 84

orang/hari.

Wisata Snorkling Pulau Dodola

- Simulasi skenario wisata snorkling Pulau Dodola laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

Hasil simulasi skenario wisata snorkling Pulau Dodola dengan laju pelestarian

KHP 1 %, laju pelestarian KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 %

dengan laju degradasi 1% menggambarkan upaya yang dilakukan dalam memperbaiki

lingkungan ekologi ke arah yang lebih baik sebesar 3 % dibandingkan dengan laju

degradasi sebesar 1 %. Hasil simulasi skenario wisata snorkling Pulau Dodola seperti

pada (Gambar 22) menunjukkan ada upaya perbaikan lingkungan ekologi Pulau Dodola

Page 121: PPK Disertasi Morotai u Wisata

97

sebesar 3 % dengan laju degradasi 1 % mengakibatkan kualitas lingkungan ekologi Pulau

Dodola saat ini makin membaik, pada tahun 2006-2009 (NKEKLP2K 0,70 kategori

sedang) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,84 kategori baik).

Membaiknya kualitas lingkungan ekologi ini diikuti pula dengan semakin

bertambahnya jumlah wisatawan snorkling Dodola sampai melampaui daya dukung

kawasan wisata snorkling. Pada tahun 2016 jumlah wisatawan untuk wisata snorkling

sudah mencapai 129 orang/hari dari daya dukung kawasan wisata snorkling 123

orang/hari dengan luasan kawasan wisata snorkling Pulau Dodola yang dapat

dimanfaatkan sebesar 13 ha dengan persentase tutupan komunitas karang sebesar 23,20

%, bertambahnya jumlah wisatawan menyebabkan pada tahun 2022 kualitas lingkungan

ekologi mulai menurun sampai pada tahun 2036 (NKEKLP2K 0,54).

Upaya pencapaian pada tahun 2015 (lima tahun ke depan dari tahun 2010).

Wisata snorkling dengan kualitas lingkungan ekologi 0,79 dengan jumlah wisatawan

tidak melebihi daya dukung kawasan wisata snorkling Pulau Dodola, seperti dengan

wisata rekreasi. Untuk mencapai keadaan ini harus ada upaya melestarikan sumberdaya

pulau Dodola terutama ekosistem terumbu karang sebelas tahun ke depan (dari tahun

2010- 2021) dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60 %

(kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan

komunitas karang harus bertambah 3,34 % dari persentase penutupan komunitas karang

saat ini 23.20 %.

Adanya upaya pelestarian sumberdaya ke arah yang baik mengakibatkan

peningkatan kualitas lingkungan ekologi, dan akan berdampak pada peningkatan jumlah

wisatawan yang secara tidak langsung akan menambah pendapatan wisata pada tahun

2015 sebesar Rp 7,9 milyar dengan biaya untuk perbaikan lingkungan sebesar Rp 79

juta.

Page 122: PPK Disertasi Morotai u Wisata

98

6:31 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

50

400

750

0

250000000

500000000

1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…g Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 22 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Dodola dengan Laju

Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 1 %

- Simulasi skenario wisata snorkling laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

Simulasi skenario dengan laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase

perbaikan lingkungan ekologi 1% dengan laju degradasi 4 % menggambarkan laju

degradasi sumberdaya sebesar 4 % lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan

ekologi Dodola sebesar 3 %. Hasil simulasi skenario seperti pada (Gambar 23)

menunjukkan kualitas lingkungan dari tahun ke tahun mengarah pada penurunan

sumberdaya sampai pada tahun 2021 kualitas lingkungannya (NKEKLP2K 0,66 kategori

sedang).

Kualitas lingkungan ekologi semakin menurun berdampak pada jumlah

wsiatawan, secara tidak langsung mempengaruhi pendapatan wisata snorkling Pulau

Dodola sampai pada tahun 2021 sebesar Rp 3,6 milyar dengan biaya perbaikan

lingkungan Rp 36 juta. Adanya upaya ke arah perbaikan lingkungan sesudah tahun 2021,

menyebabkan jumlah wisatawan terus meningkat sampai pada tahun 2036 berjumlah 57

orang/hari

Page 123: PPK Disertasi Morotai u Wisata

99

6:32 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

40

65

90

0

30000000

60000000

1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…g Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1 1

1

2

2

2

2

3

3

3 3

Gambar 23 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Pulau Dodola dengan Laju Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 4 %

Wisata Selam Pulau Dodola

- Simulasi skenario wisata selam laju pelestarian KHP 1%, KAP 1% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1% dengan laju degradasi 1%

Simulasi skenario dengan laju pelestarian KHP 1 %, laju pelestarian KAP 1 %

dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya pulau Dodola

sebesar 3 % lebih besar dari laju degradasi sebesar 1 %. Berdasarkan hasil simulasi

skenario pada (Gambar 24) menunjukkan adanya peningkatan upaya pelestarian

sumberdaya pulau Dodola sehingga menyebabkan kualitas lingkungan ekologi Dodola

makin meningkat sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,84 kategori baik), peningkatan

kualitas lingkungan tersebut diikuti pula dengan makin bertambahnya jumlah wisatawan

sampai melampaui daya dukung kawasan wisata selam Dodola, yaitu pada tahun 2016

sudah mencapai 647 orang/hari, padahal daya dukung kawasan Dodola adalah 615

orang/hari dengan luas kawasan selam Dodola yang dapat dimanfaatkan sebesar 66 ha

dengan persentase penutupan komunitas karang sebesar 23,20%.

Page 124: PPK Disertasi Morotai u Wisata

100

6:34 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

0

2000

4000

0

1.5e+009

3e+009.

1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…m Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 24 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Dodola dengan Laju Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 1 %

Peningkatan jumlah wisatawan yang melebihi daya dukung kawasan wisata selam

Dodola menyebabkan kualitas lingkungan ekologi Dodola makin menurun, hal ini terlihat

pada tahun 2022-2026 (NKEKLP2K 0,83 – 0,77 kategori sedang). Sebagai ilustrasi

terhadap ekosistem terumbu karang dapat terjadi dengan cepat, laju kerusakan terumbu

karang bisa terjadi dalam satu hari karena tekanan wisatawan di zona terumbu karang,

sebaliknya, pemulihan ekosistem terumbu karang menuju kondisi semula, memerlukan

waktu lama. Laju pertumbuhan spesies karang yang masih diperkirakan tumbuh antara

lain adalah 7,5 – 8,0 mm/tahun pada jenis Astreophora myriophthalmia; 6,7 – 8,0

mm/tahun untuk Favia speciosa, dan 7,8 mm/tahun untuk Goniastrea retiformis

(Supriharyono 2000).

Upaya pencapaian pada tahun 2015 (lima tahun ke depan dari tahun 2010) untuk

wisata selam dengan tidak melebihi daya dukung kawasan wisata selam Pulau Dodola.

Untuk mencapai keadaan ini harus sama seperti simulasi skenario wisata snorkling Pulau

Dodola dengan mengupayakan melestarikan sumberdaya pulau Dodola terutama

ekosistem terumbu karang sebelas tahun ke depan (dari tahun 2010- 2021) dengan target

pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60% (kategori baik KEPMEN

Page 125: PPK Disertasi Morotai u Wisata

101

LH No 4 2001). Keadaan ini berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang

harus bertambah 3,34 % dari persentase penutupan komunitas karang saat ini 23.20 %.

Upaya pelestarian sumberdaya Pulau Dodola mengakibatkan peningkatan kualitas

lingkungan ekologi, dan akan berdampak pada peningkatan jumlah wisatawan yang

secara tidak langsung akan menambah pendapatan wisata selam Pulua Dodola pada tahun

2015 sebesar Rp 39,9 milyar dengan biaya untuk perbaikan lingkungan sebesar Rp 399

juta.

- Simulasi skenario wisata selam laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan

persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

Simulasi skenario wisata selam dengan laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan

persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 % menunjukkan

upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih kecil daripada laju degradasi. Upaya

perbaikan lingkungan hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar 4 %,

hal ini berarti telah terjadi penurunan keanekaragaman hayati terutama mangrove, begitu

pula dengan abrasi pantai dapat mencapai 25-50 % yang sebelumnya tidak terjadi abrasi.

Hasil simulasi skenario (Gambar 25) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,70

kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0.69)

sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,66 kategori sedang). Hal ini juga akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan dari tahun ke tahun semakin berkurang pada tahun

2021 berjumlah 262 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula

pada pendapatan wisata rekreasi Dodola pada tahun sebesar Rp. 18,1 milyar dengan biaya

perbaikan lingkungan Rp 181 juta.

Page 126: PPK Disertasi Morotai u Wisata

102

6:35 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

200

350

500

0

150000000

300000000

1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…m Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1 1

1

2

2

22

3

3

3 3

Gambar 25 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Dodola dengan Laju Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 4 %

Wisata Lamun Pulau Dodola

- Simulasi skenario wisata Lamun laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata lamun dengan laju pelestarian KHP 1 %, laju pelestarian

KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

menggambarkan upaya perbaikan ekologi Dodola sebesar 4 % lebih besar daripada laju

degradasi sebesar 1 %. Hasil simulasi skenario seperti pada (Gambar 26) menunjukkan

kualitas lingkungan ekologi dari tahun-tahun mengarah pada perbaikan sumberdaya

sampai pada tahun 2021 kualitas lingkungannya (NKEKLP2K 0,84 kategori baik).

Kualitas lingkungan ekologi yang semakin baik, akan meningkatkan kualitas

ekosistem yang lain seperti terumbu karang, mangrove dan lamun. Upaya yang

dilakukan ini akan berdampak pada ekosistem lamun karena ekosistem padang lamun

bukan merupakan suatu ekosistem yang terisolasi tetapi, berinteraksi dengan ekosistem

lain di sekitarnya seperti ekosistem mangrove dan terumbu karang (Retraubun dan

Bengen 2006).

Page 127: PPK Disertasi Morotai u Wisata

103

6:37 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

50

300

550

0

200000000

400000000

1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…n Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 26 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Lamun Dodola dengan Laju Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 1 %

Keadaan tersebut di atas tetap dijaga, maka pada tahun-tahun berikutnya tidak

akan terjadi abrasi pantai. Kondisi ekologis wisata yang semakin baik akan menjaga

abrasi dan erosi tanah pesisir. Sebagai contoh kerusakan hutan pantai secara luas dan

drastis terjadi di kawasan Nusa Tenggara akibat pembangunan pariwisata yang tidak

memperhatikan aspek-aspek lingkungan. Di Gili Anyer, Gili Meno, dan Gili Trawangan,

formasi pes-caprae (sejenis tumbuhan kangkung pantai berbunga terompet ungu Ipomoea

pes-caprea) ini pernah menutupi sebagian besar pantai ketiga pulau kecil tersebut, karena

dipandang mengotori destinasi wisata tumbuhan ini ditebang dan dibersihkan untuk

ditanami kelapa dan pohon-pohon asem serta pembangunan destinasi dan akomodasi

pariwisata (Monk et al. 2000)

Keadaan ini pula menyebabkan jumlah wisatawan semakin meningkat sampai

melampaui daya dukung kawasan wisata lamun Dodola pada tahun 2016 berjumlah 99

orang/hari, saat ini adalah 95 orang/hari dengan luas kawasan wisata lamun Dodola yang

dapat dimanfaatkan sebesar 4 ha dengan persentase tutupan lamun sebesar 64 %.

Peningkatan jumlah wisatawan wisata lamun yang melebihi daya dukung kawasan wisata

lamun akan menyebabkan penurunan kualitas lingkungan ekologi yang secara tidak

Page 128: PPK Disertasi Morotai u Wisata

104

langsung akan berdampak pada pendapatan wisata lamun pada tahun 2015 adalah Rp. 6,1

milyar dengan biaya perbaikan lingkungan wisata lamun adalah Rp. 61 juta.

- Simulasi skenario wisata lamun laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

Simulasi skenario wisata lamun dengan laju KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase

perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 % menggambarkan laju

degradasi lebih besar dari upaya perbaikan lingkungan ekologi. Hasil simulasi skenario

seperti pada (Gambar 27) menunjukkan kualitas lingkungan ekologi Dodola mengalami

penurunan sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,66 kategori sedang).

9:51 AM Thu, Jan 14, 2010Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

30

50

70

0

25000000

50000000

1: kualitas lingk…gi Dodola saat ini 2: Jumlah wisat…n Dodola saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1 1

1

2

2

22

3

3

3 3

Gambar 27 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Lamun Dodola dengan Laju Pelestarian KHP1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan laju Degradasi 4 %

Penurunan kualitas lingkungan ekologi, akibat dari laju degradasi lebih besar dari

upaya perbaikan lingkungan ekologi sehingga menyebabkan jumlah wisatawan Dodola

berkurang sampai 40 orang/hari pada tahun 2021 dengan pendapatan wisata lamun

Dodola Rp 2,7 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan 27 juta.

Page 129: PPK Disertasi Morotai u Wisata

105

• Simulasi Skenario Rao Selatan

Wisata rekreasi Rao Selatan

- Simulasi skenario wisata rekreasi laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario dengan laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP)

Rao Selatan 1 %, kealamian pulau (KAP) Rao Selatan 1 % dan persentase perbaikan

lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 % menggambarkan upaya yang

dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Rao Selatan, dengan upaya perbaikan

lingkungan ekologi Rao Selatan sebesar 3 % dengan laju degradasi yang terjadi sebesar 1

% pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu selama 30 tahun.

Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 28) menunjukkan kondisi kualitas

lingkungan ekologi Rao Selatan dari tahun-ketahun semakin membaik. Kondisi saat ini

kualitas lingkungan ekologi dari tahun 2006-2009 adalah 0,61 (kategori sedang ), pada

tahun-tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Rao Selatan karena pada

tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan

suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan

kegiatan wisata yang ada.

Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun

2010 sampai tahun 2022 (NKEKLP2K adalah 0,62 - 0,73 kategori sedang ke baik)

menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung

kawasan rekreasi Rao Selatan, keadaan ini terjadi pada tahun 2017 jumlah wisatawan

rekreasi Rao Selatan mencapai 362 orang/hari. Seharusnya daya dukung kawasan

rekreasi Rao Selatan saat ini adalah 346 orang/hari dengan panjang garis pantai rekreasi

Rao Selatan yang dapat dimanfaatkan 8.644 m.

Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka pada tahun 2023 terjadi kecenderungan

kualitas lingkungan semakin menurun sampai pada tahun 2036 (NKEKLP2K adalah

0,47). Untuk mencapai keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan jumlah

wisatawan wisata rekreasi Rao Selatan, diupayakan kualitas lingkungan ekologi Rao

Selatan dipertahankan sampai pada tahun 2022 dengan kualitas lingkungan ekologi 0,73

dengan jumlah wisatawan pada tahun 2016 berjumlah 318 orang/hari (belum melampaui

Page 130: PPK Disertasi Morotai u Wisata

106

daya dukung wisata rekreasi Rao Selatan), artinya untuk mencapai keadaan ini harus ada

upaya melestarikan sumberdaya Rao Selatan terutama ekosistem mangrove dan

ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas

karangnya 60 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti 12 tahun ke depan

sejak tahun 2010 - tahun 2022 tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus

bertambah 0,27 % dari persentase komunitas karang saat ini 56,70 %

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi Rao Selatan,

semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan

wisata rekreasi, sehingga pada tahun 2016 pendapatan wisata rekreasi Rao Selatan

mencapai Rp.21,9 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan

sebesar Rp.219 juta (1 % dari pendapatan wisata rekreasi Rao Selatan)

6:39 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

1000

2000

0

1e+009.

2e+009.

1: kualitas lingk…o Selatan saat ini 2: Jumlah wisata… Selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

33

33

Gambar 28 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Rao Selatan dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %

Page 131: PPK Disertasi Morotai u Wisata

107

- Simulasi skenario wisata rekreasi Rao Selatan laju pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

Simulasi skenario wisata rekreasi Rao Selatan dengan laju pelestarian KHP 2 %,

KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.

Upaya perbaikan lingkungan hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar

17 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 29) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,61

kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0.54)

sampai pada tahun 2015 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk). Hal ini berarti telah terjadi

degradasi sumberdaya lingkungan ekologi Rao Selatan seperti mangrove, persentase

penutupan komunitas karang saat ini 56,70 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001)

menurun sampai pada kondisi buruk lebih kecil dari 25 %, begitu pula dengan ekosistem

yang lain seperti ikan karang, rumput laut dan bentos menurun pada kondisi buruk,

peningkatan abrasi juga terjadi saat ini 25-50 % meningkat sampai mencapai lebih besar

dari 50 %.

7:15 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

150

300

0

150000000

300000000

1: kualitas lingk…o Selatan saat ini 2: Jumlah wisata… Selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

2

2

2 2

3

3

3

3

Gambar 29 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Rao Selatan dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %

Page 132: PPK Disertasi Morotai u Wisata

108

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan dari tahun ke tahun semakin berkurang, pada tahun

2017 berjumlah 21 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada

pendapatan wisata rekreasi Rao Selatan sebesar Rp. 1,4 milyar dengan biaya perbaikan

lingkungan Rp 29 juta. Penurunan jumlah wisatawan ini terus terjadi sampai pada tahun

2027 jumlah wisatawan berjumlah 5 orang/hari, pada tahun-tahun berikutnya ada upaya

meningkatkan kembali kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan sehingga pada tahun

2036 jumlah wisatawan miningkat 131 orang/hari.

Wisata Snorkling Rao Selatan

- Simulasi skenario wisata snorkling laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan

persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata snorkling Rao Selatan dengan laju pelestarian

keanekaragaman hayati pulau (KHP) Rao Selatan 1 %, kealamian pulau (KAP) Rao

Selatan 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Rao Selatan,

dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Rao Selatan sebesar 3 % dengan laju

degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu

selama 30 tahun.

Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 30) menunjukkan kondisi kualitas

lingkungan ekologi Rao Selatan dari tahun-ketahun semakin membaik. Pada tahun 2006

sampai tahun 2009 kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan adalah 0,61 (kategori

sedang), pada tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Rao Selatan karena

pada tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat

dijadikan suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk

memperkenalkan kegiatan wisata yang ada.

Kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan 0,61 memberikan pengertian bahwa

kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung Rao Selatan

berada dalam keadaan sedang, seperti mangrove terdiri dari 4-5 jenis, persentase

Page 133: PPK Disertasi Morotai u Wisata

109

penutupan komunitas karang 56,70 %, dan keadaan pulau ini sudah terjadi abrasi pantai

25-50 %.

Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun

2010 sampai tahun 2022 (NKEKLP2K adalah 0,62 - 0,73 kategori sedang ke baik)

menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung

kawasan wisata snorkling Rao Selatan. Keadaan ini terjadi pada tahun 2017 jumlah

wisatawan snorkling Rao Selatan mencapai 480 orang/hari, padahal daya dukung

kawasan snorking Rao Selatan saat ini 460 orang/hari dengan persentase penutupan

komunitas karang 56,70 % dengan kawasan wisata snorkling yang dapat dimanfaatkan

sebesar 20 ha.

Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka pada tahun 2023 terjadi kecenderungan

kualitas lingkungan semakin menurun walaupun sampai pada tahun 2026 (NKEKLP2K

adalah 0,67). Diupayakan keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan

jumlah wisatawan snorkling Rao Selatan belum melampaui daya dukung kawasan

snorkling Rao Selatan, maka kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan dapat

dipertahankan sampai pada tahun 2022 dengan kualitas lingkungan ekologi 0,73 dan

jumlah wisatawan belum melampaui daya dukung kawasan wisata snorkling Rao Selatan

pada tahun 2016 adalah 421 orang/hari.

Hal tersebut memberikan gambaran upaya pelestarian sumberdaya pulau Rao

Selatan seperti ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang

dengan target pencapaian dua belas tahun ke depan (dari tahun 2010-2022) persentase

penutupan komunitas karangnya 60% (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti

tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus bertambah 0,27% dari

persentase komunitas karang saat ini 56,70%.

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata snorkling Rao Selatan,

semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan

wisata snorkling Rao Selatan, sehingga pada tahun 2016 pendapatan wisata snorkling

Rao Selatan mencapai Rp.29,1 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan

lingkungan sebesar Rp.291 juta (1% dari pendapatan wisata snorkling Rao Selatan)

Page 134: PPK Disertasi Morotai u Wisata

110

10:57 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

1500

3000

0

1e+009.

2e+009.

1: kualitas lingk…o selatan saat ini 2: Jumlah wisata… selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 30 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Rao Selatan dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %

- Simulasi skenario wisata snorkling Rao Selatan laju pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

Simulasi skenario wisata snorkling Rao Selatan dengan laju pelestarian KHP 2 %,

KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

menunjukkan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih kecil daripada laju degradasi.

Upaya perbaikan lingkungan hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar

17 %,

Hasil simulasi skenario (Gambar 31) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,61

kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0,54)

sampai pada tahun 2015 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk). Penurunan kualitas

lingkungan akan menyebabkan ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang,

rumput laut mengalami penurunan.

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada jumlah wisatawan dari tahun-tahun

semakin berkurang pada tahun 2017 berjumlah 28 orang/hari, penurunan jumlah

wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata snorkling Rao Selatan dengan

Page 135: PPK Disertasi Morotai u Wisata

111

pendapatan wisata snorkling sebesar Rp. 1,9 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan

Rp 39 juta.

10:58 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

150

300

0

200000000

400000000

1: kualitas lingk…o selatan saat ini 2: Jumlah wisata… selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

2

2

22

3

3

3

3

Gambar 31 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Rao Selatan dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %

Wisata Selam Rao Selatan

- Simulasi skenario wisata selam Rao Selatan laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata selam Rao Selatan dengan laju pelestarian

keanekaragaman hayati pulau (KHP) Rao Selatan 1 %, kealamian pulau (KAP) Rao

Selatan 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Rao Selatan,

dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Rao Selatan sebesar 3 % dengan laju

degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu

selama 30 tahun.

Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 32) menunjukkan kondisi kualitas

lingkungan ekologi Rao Selatan dari tahun ke tahun semakin membaik. Pada tahun 2006

sampai tahun 2009 kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan adalah 0,61 (kategori

sedang), pada tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Rao Selatan karena

pada tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat

Page 136: PPK Disertasi Morotai u Wisata

112

dijadikan suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk

memperkenalkan kegiatan wisata yang ada.

11:01 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

2000

4000

0

1.5e+009

3e+009.

1: kualitas lingk…o selatan saat ini 2: Jumlah wisata… Selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 32 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Rao Selatan dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %

Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun

2010 sampai tahun 2022 (NKEKLP2K adalah 0,62 - 0,73 kategori sedang ke baik)

menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung

kawasan wisata selam Rao Selatan. Keadaan ini terjadi pada tahun 2017 jumlah

wisatawan wisata selam Rao Selatan mencapai 748 orang/hari, padahal daya dukung

kawasan wisata selam Rao Selatan 716 orang/hari dengan persentase penutupan

komunitas karang 56,70 % dan kawasan wisata selam yang dapat dimanfaatkan sebesar

31 ha.

Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka pada tahun 2023 terjadi kecenderungan

kualitas lingkungan semakin menurun sampai pada tahun 2036 (NKEKLP2K adalah

0,67). Untuk mencapai keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan jumlah

wisatawan wisata selam Rao Selatan, belum melampaui daya dukung kawasan wisata

selam Rao Selatan, maka diupayakan kualitas lingkungan ekologi Rao Selatan dapat

dipertahankan sampai pada tahun 2022 dengan kualitas lingkungan ekologi 0,72 dan pada

tahun 2016 jumlah wisatawan 656 orang/hari.

Page 137: PPK Disertasi Morotai u Wisata

113

Keadaan tersebut di atas memberikan pengertian bahwa harus ada upaya

melestarikan sumberdaya pulau Rao Selatan dua belas tahun ke depan (dari tahun 2010-

2022) terutama seperti ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu

karang dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60%

(kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan

komunitas karang harus bertambah 0,27 % dari persentase komunitas karang saat ini

56,70 %

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata selam Rao Selatan,

semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan

wisata selam Rao selatan, sehingga pada tahun 2016 pendapatan wisata selam Rao

Selatan mencapai Rp.45,4 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan

lingkungan sebesar Rp.454 juta (1% dari pendapatan wisata selam Rao Selatan)

- Simulasi skenario wisata selam Rao Selatan laju pelestarian KHP 2 %, KAP

2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

Simulasi skenario wisata selam Rao Selatan dengan laju pelestarian KHP 2 %,

KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan. Upaya

perbaikan lingkungan hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar 17 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 33) sama seperti simulasi skenario wisata

snorkling Rao Selatan menunjukan telah terjadi penurunan kualitas lingkungan dari

sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,61 kategori

sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0,54) sampai pada

tahun 2015 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk). Penurunan kualitas lingkungan akan

menyebabkan ekosistem mangrove, padang lamun, terumbu karang, rumput laut

mengalami penurunan.

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada jumlah wisatawan dari tahun-tahun

semakin berkurang pada tahun 2015 berjumlah 99 orang/hari, penurunan jumlah

wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata selam Rao Selatan dengan

Page 138: PPK Disertasi Morotai u Wisata

114

pendapatan wisata selam sebesar Rp. 6,8 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp

136 juta.

11:03 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

250

500

0

350000000

700000000

1: kualitas lingk…o selatan saat ini 2: Jumlah wisata… Selatan saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

2

2

2 2

3

33

3

Gambar 33 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Rao Selatan dengan Laju

Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %

• Simulasi Skenario Ngelengele

Wisata rekreasi Ngelengele

- Simulasi skenario wisata rekreasi Ngelengele laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1% dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata rekreasi Ngelengele dengan laju pelestarian

keanekaragaman hayati pulau (KHP) Ngelengele 1 %, kealamian pulau (KAP)

Ngelengele 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi

1 % menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Ngelengele,

dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Ngelengele sebesar 3 % dengan laju

degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu

selama 30 tahun.

Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 34) menunjukkan kondisi kualitas

lingkungan ekologi Ngelngele dari tahun-ketahun semakin membaik, tahun 2006 sampai

tahun 2009 kualitas lingkungan ekologi Ngelengele adalah 0,73 (kategori baik), pada

Page 139: PPK Disertasi Morotai u Wisata

115

tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Rao Selatan karena pada tahun-tahun

ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan suatu

kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan

kegiatan wisata yang ada.

Kualitas lingkungan ekologi Ngelengele 0,73 memberikan pengertian bahwa

kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung Ngelengele

berada dalam keadaan baik, seperti beberapa parameter ekologi, mangrove, padang

lamun dan persentase penutupan komunitas karang 41,54% dengan life form karang lebih

besar dari 10, dan keadaan pulau ini sudah terjadi abrasi pantai 25-50%.

Semakin membaik kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya sampai tahun

2022 (NKEKLP2K adalah 0,87 kategori baik) menyebabkan jumlah wisatawan semakin

banyak sehingga melampaui daya dukung kawasan wisata rekreasi Ngelengele, keadaan

ini terjadi pada tahun 2016 jumlah wisatawan rekreasi Ngelengele mencapai 160

orang/hari, padahal daya dukung kawasan rekreasi Ngelengele 146 orang/hari dengan

panjang garis pantai 3.647 m.

Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka pada tahun 2023 terjadi kecenderungan

kualitas lingkungan semakin menurun walaupun sampai pada tahun 2026 (NKEKLP2K

adalah 0,80). Untuk mencapai keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan

jumlah wisatawan rekreasi Ngelengele belum melampaui daya dukung kawasan rekreasi

Ngelengele, maka diupayakan kualitas lingkungan ekologi Ngelengele dapat

dipertahankan sampai pada tahun 2022 dengan kualitas lingkungan ekologi 0.87 dan

jumlah wisatawan pada tahun 2015 adalah 142 orang/hari.

Keadaan tersebut di atas memberikan pengertian bahwa dua belas tahun ke depan

(dari 2010-2022) harus ada upaya melestarikan sumberdaya Ngelengele terutama seperti

ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang dengan target

pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60% (kategori baik KEPMEN

LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus

bertambah 1,54% dari persentase komunitas karang saat ini 41,54%, keadaan ini dapat

dipertahankan maka tidak akan terjadi abrasi pantai.

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi Ngelengele,

semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan

Page 140: PPK Disertasi Morotai u Wisata

116

wisata rekreasi Ngelengele, sehingga pada tahun 2015 pendapatan wisata rekreasi

mencapai Rp.9,8 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan

sebesar Rp.98 juta (1 % dari pendapatan wisata rekreasi Ngelengele)

12:48 PM Thu, Jan 14, 2010Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

100

500

900

0

350000000

700000000

1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 34 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %

- Simulasi skenario wisata rekreasi Ngelengele laju pelestarian KHP 1 %, KAP

1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

Simulasi skenario wisata rekreasi Ngelengele dengan laju pelestarian KHP 1 %,

KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

menunjukkan laju degradasi lebih besar dari upaya perbaikan lingkungan ekologi. Upaya

perbaikan lingkungan ekologi hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 4 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 35) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan dari keadaan baik ke sedang, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,73 kategori baik) mulai mengalami penurunan pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0.72) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,69 kategori sedang).

Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan terutama ekosistem

mangrove.

Page 141: PPK Disertasi Morotai u Wisata

117

Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

wisatawan semakin berkurang pada tahun 2021 berjumlah 65 orang/hari, penurunan

jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata rekreasi Ngelengele

pada tahun 2021 sebesar Rp. 4,4 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 44 juta.

Selanjutnya upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, sehingga

jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat 71 orang/hari.

11:05 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

50

80

110

0

40000000

80000000

1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1 1

1

2

2

2

2

3

3

3 3

Gambar 35 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %

Wisata Snorkling Ngelengele

- Simulasi skenario wisata snorkling Ngelengele laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1% dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata snorkling Ngelengele dengan laju pelestarian

keanekaragaman hayati pulau (KHP) Ngelengele 1 %, kealamian pulau (KAP)

Ngelengele 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi

1 % menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Ngelengele,

dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Ngelengele sebesar 3 % dengan laju

Page 142: PPK Disertasi Morotai u Wisata

118

degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu

selama 30 tahun.

Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 36) menunjukan kondisi kualitas

lingkungan ekologi Ngelengele dari tahun-ketahun semakin membaik, tahun 2006 sampai

tahun 2009 kualitas lingkungan ekologi Ngelengele adalah 0,73 (kategori baik), pada

tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Ngelengele karena pada tahun-tahun

ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan suatu

kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan

kegiatan wisata yang ada.

Kualitas lingkungan ekologi Ngelengele 0,73 memberikan pengertian bahwa

kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung Ngelengele

berada dalam keadaan baik, seperti beberapa parameter ekologi, mangrove, padang

lamun, persentase penutupan komunitas karang 41,54 %, dan keadaan pulau ini sudah

terjadi abrasi pantai 25-50%.

Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun

2010 sampai tahun 2022 (NKEKLP2K adalah 0,74 - 0,87 kategori sedang ke baik)

menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung

kawasan wisata snorkling Ngelengele, keadaan ini terjadi pada tahun 2016 jumlah

wisatawan wisata snorkling Ngelengele mencapai 176 orang/hari, padahal daya dukung

kawasan wisata snorkling Ngelengele 161 orang/hari dengan persentase penutupan

komunitas karang 41,54 % dan kawasan wisata snorkling yang dapat dimanfaatkan

sebesar 9 ha.

Apabila keadaan ini terus berlanjut, pada tahun 2023 terjadi kecenderungan

kualitas lingkungan semakin menurun walaupun sampai pada tahun 2036 (NKEKLP2K

adalah 0,56). Pencapaian keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan

jumlah wisatawan wisata snorkling Ngelengele, belum melampaui daya dukung kawasan

wisata snorkling Ngelengele, maka diupayakan kualitas lingkungan ekologi Ngelengele

dapat dipertahankan sampai pada tahun 2022 dengan kualitas lingkungan ekologi 0.87

dan jumlah wisatawan tahun 2015 adalah 157 orang/hari.

Keadaan tersebut di atas memberikan pengertian bahwa dua belas tahun ke depan

(dari tahun 2010-2022) harus ada upaya melestarikan sumberdaya Ngelengele terutama

Page 143: PPK Disertasi Morotai u Wisata

119

ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang dengan target

pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60 % (kategori baik KEPMEN

LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus

bertambah 1,54 % dari persentase komunitas karang saat ini 41,54 %.

11:06 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

100

550

1000

0

350000000

700000000

1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 36 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata snorkling Ngelengele,

semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan

wisata snorkling Ngelengele, sehingga pada tahun 2015 pendapatan wisata snorkling

Ngelengele mencapai Rp.10,8 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan

lingkungan sebesar Rp.108 juta (1 % dari pendapatan wisata snorkling Ngelengele)

- Simulasi skenario wisata snorkling Ngelengele laju pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

Simulasi skenario wisata snorkling Ngelengele dengan laju pelestarian KHP 1 %,

KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.

Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 4 %.

Page 144: PPK Disertasi Morotai u Wisata

120

Hasil simulasi skenario (Gambar 37) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan dari keadaan baik ke sedang, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,73 kategori baik) mulai mengalami penurunan pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0.72) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,69 kategori sedang).

Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan terutama ekosistem

mangrove.

11:07 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

55

90

125

0

45000000

90000000

1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1 1

1

2

2

22

3

3

3 3

Gambar 37 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %

Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

wisatawan yang semakin berkurang sampai pada tahun 2021 berjumlah 71 orang/hari,

penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata snorkling

Ngelengele pada tahun 2021 sebesar Rp. 4,9 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan

Rp 49 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya,

menyebabkan jumlah wisatawan wisata snorkling Ngelengele pada tahun 2036

meningkat 78 oranghari.

Page 145: PPK Disertasi Morotai u Wisata

121

Wisata Selam Ngelengele

- Simulasi skenario wisata selam Ngelengele pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata selam Ngelengele dengan laju pelestarian

keanekaragaman hayati pulau (KHP) Ngelengele 1 %, kealamian pulau (KAP)

Ngelengele 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi

1 % menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Ngelengele,

dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Ngelengele sebesar 3 % dengan laju

degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu

selama 30 tahun.

Berdasarkan hasil simulasi skenario (Gambar 38), seperti hasil simulasi snorkling

Ngelengele menunjukkan kondisi kualitas lingkungan ekologi Ngelengele dari tahun-

ketahun semakin membaik. Kualitas lingkungan ekologi Ngelengele 0,73 memberikan

pengertian bahwa kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung

Ngelengele berada dalam keadaan baik, seperti beberapa parameter ekologi, mangrove,

padang, persentase penutupan komunitas karang 41,54 %, dan keadaan pulau ini sudah

terjadi abrasi pantai 25-50 %.

11:08 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

500

3500

6500

0

2e+009.

4e+009.

1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 38 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %

Page 146: PPK Disertasi Morotai u Wisata

122

Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun

2010 sampai tahun 2022 (NKEKLP2K adalah 0,74 - 0,87 kategori sedang ke baik)

menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung

kawasan wisata selam Ngelengele. Keadaan ini terjadi pada tahun 2016 jumlah

wisatawan wisata selam Ngelengele 1.037 orang/hari, padahal daya dukung kawasan

wisata selam Ngelengele 944 orang/hari dengan persentase penutupan komunitas karang

41,54 % dan kawasan wisata selam Ngelengele yang dapat dimanfaatkan sebesar 9 ha.

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi, semakin

bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan wisata

rekreasi, sehingga pada tahun 2015 pendapatan wisata rekreasi mencapai Rp.64 milyar

dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan sebesar Rp.640 juta (1 %

dari pendapatan wisata selam Ngelengele)

- Simulasi skenario wisata selam Ngelengele pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan

persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

Simulasi skenario wisata selam Ngelengele dengan laju pelestarian KHP 1 %,

KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.

Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 4 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 39) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan dari keadaan baik ke sedang, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,73 kategori baik) mulai mengalami penurunan pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0.72) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,69 kategori sedang).

Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan terutama ekosistem

mangrove.

Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

wisatawan semakin berkurang pada tahun 2021 berjumlah 421 orang/hari, penurunan

jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata selam Ngelengele pada

tahun 2021 sebesar Rp. 29,1 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 291 juta.

Page 147: PPK Disertasi Morotai u Wisata

123

Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, sehingga jumlah

wisatawan pada tahun 2036 meningkat 461 orang/hari.

11:08 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

300

500

700

0

250000000

500000000

1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1 1

1

2

2

2

2

3

3

3 3

Gambar 39 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %

Wisata Lamun Ngelengele

- Simulasi skenario wisata lamun Ngelengele pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata lamun dengan laju pelestarian KHP 1 %, laju pelestarian

KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

menggambarkan upaya perbaikan ekologi Ngelengele sebesar 4 % lebih besar daripada

laju degradasi sebesar 1%. Hasil simulasi skenario seperti pada (Gambar 40)

menunjukkan kualitas lingkungan ekologi dari tahun-tahun mengarah pada perbaikan

sumberdaya sampai pada tahun 2022 kualitas lingkungannya (NKEKLP2K 0,87 kategori

baik).

Kualitas lingkungan ekologi yang semakin baik, maka akan berdampak pada

ekosistem lamun yang merupakan obyek yang menjadi wisata lamun Ngelengele.

Keadaan ini di tetap dijaga, maka pada tahun-tahun berikutnya tidak akan terjadi abrasi

pantai, dan berdampak pada jumlah wisatawan semakin meningkat sampai melampaui

Page 148: PPK Disertasi Morotai u Wisata

124

daya dukung kawasan wisata lamun Ngelengele pada tahun 2016 berjumlah 135

orang/hari, saat ini daya dukung kawasan wisata lamun adalah 121 orang/hari dengan

luas kawasan wisata lamun Ngelengele yang dapat dimanfaatkan sebesar 4 ha dengan

persentase tutupan lamun sebesar 64 %. Peningkatan jumlah wisatawan wisata lamun

yang melebihi daya dukung kawasan wisata lamun akan menyebabkan penurunan

kualitas lingkungan ekologi yang secara tidak langsung akan berdampak pada pendapatan

wisata lamun.

11:10 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

50

400

750

0

300000000

600000000

1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 40 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata lamun Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %

- Simulasi skenario wisata lamun Ngelengele pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan

persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 %

Simulasi skenario wisata lamun Ngelengele dengan laju KHP 1 %, KAP 1 % dan

persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 4 % menggambarkan

laju degradasi lebih besar dari upaya perbaikan lingkungan ekologi. Hasil simulasi

skenario seperti pada (Gambar 41) menunjukkan kualitas lingkungan ekologi Ngelengele

mengalami penurunan sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,69 kategori sedang).

Penurunan kualitas lingkungan ekologi, akibat dari laju degradasi lebih besar dari

upaya perbaikan lingkungan ekologi sehingga menyebabkan jumlah wisatawan lamun

Page 149: PPK Disertasi Morotai u Wisata

125

Ngelengele berkurang sampai 55 orang/hari pada tahun 2021 dengan pendapatan wisata

lamun Ngelengele Rp 3,8 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan 38 juta.

11:10 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

1

1

1

40

65

90

0

35000000

70000000

1: kualitas lingk…gelengele saat ini 2: Jumlah wisata…elengele saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1 1

1

2

2

2

2

3

3

3 3

Gambar 41 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata lamun Ngelengele dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 4 %

• Simulasi Skenario Galogalo

Wisata Rekreasi Galogalo

- Simulasi skenario wisata rekreasi Galogalo pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario dengan laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP)

Galogalo 1 %, kealamian pulau (KAP) Galogalo 1 % dan persentase perbaikan

lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 % menggambarkan upaya yang

dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Galogalo, dengan upaya perbaikan lingkungan

ekologi Galogalo sebesar 3 % dengan laju degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada

tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu selama 30 tahun.

Hasil simulasi skenario (Gambar 42) menunjukan kondisi kualitas lingkungan

ekologi Galogalo dari tahun-ketahun semakin membaik. Tahun 2006 sampai tahun 2009

kualitas lingkungan ekologi Gologalo adalah 0,60 (kategori sedang ), pada tahun-tahun

ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Galogalo karena pada tahun-tahun ini baru

Page 150: PPK Disertasi Morotai u Wisata

126

mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan suatu kawasan

ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan kegiatan

wisata yang ada.

Kualitas lingkungan ekologi Galogalo 0,60 memberikan pengertian bahwa

kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi kawasan lindung Galogalo berada

dalam keadaan sedang seperti, lamun terdiri 1 – 3 spesies, persentase penutupan

komunitas karang 43,20%, belum terjadi abrasi pantai dan belum berpenduduk, namun

ada beberapa parameter yang memprihatinkan seperti mangrove sangat sedikit dan

banyak yang rusak.

11:11 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

200

400

0

150000000

300000000

1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

33

33

Gambar 42 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata rekreasi Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %

Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun

2010 sampai tahun 2021 (NKEKLP2K adalah 0,61 - 0,72) menyebabkan jumlah

wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung kawasan rekreasi

Galogalo, ini terjadi pada tahun 2018 jumlah wisatawan rekreasi Galogalo mencapai 73

orang/hari, padahal daya dukung kawasan rekreasi Galogalo dengan panjang garis

pantainya saat ini 1.563 m adalah 63 orang/hari.

Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka tahun 2022 terjadi kecenderungan

kualitas lingkungan semakin menurun walaupun sampai pada tahun 2026 kualitas

lingkungan dalam kategori baik (NKEKLP2K adalah 0,66). Pancapaian keadaan yang

Page 151: PPK Disertasi Morotai u Wisata

127

baik antara kualitas lingkungan ekologi dan jumlah wisatawan rekreasi Galogalo, belum

melampaui daya dukung kawasan rekreasi Galogalo, maka diupayakan kualitas

lingkungan ekologi Galogalo dapat dipertahankan sampai pada tahun 2021 dengan

kualitas lingkungan ekologi 0.72 dan jumlah wisatawan rekreasi Galogalo pada tahun

2017 adalah 63 orang/hari.

Keadaan tersebut di atas memberikan pengertian bahwa harus ada upaya

melestarikan sumberdaya Galogalo terutama ekosistem terumbu karang dengan target

pencapaian sebelas tahun ke depan (dari tahun 2010-2021) dengan persentase penutupan

komunitas karangnya 60 % (kategori sedang KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun

persentase penutupan komunitas karang harus bertambah 1,43 % dari persentase

penutupan komunitas karang saat ini 43,20 %.

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi, semakin

bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan wisata

rekreasi, sehingga pada tahun 2017 pendapatan wisata rekreasi mencapai Rp.4,3 milyar

dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan sebesar Rp.43 juta (1 % dari

pendapatan wisata rekreasi Galogalo)

- Simulasi skenario wisata rekreasi Galogalo pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan

persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

Simulasi skenario wisata rekreasi Galogalo dengan laju pelestarian KHP 2 %,

KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.

Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 17 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 43) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,60 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0,53) sampai pada tahun 2016 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk).

Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem

Page 152: PPK Disertasi Morotai u Wisata

128

lamun, terumbu karang lebih kecil 20% dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah

terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50%.

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2016 berjumlah

6 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan

wisata rekreasi Galogalo sebesar Rp. 382 juta dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 7,6

juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, menyebabkan

jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat 23 orang/hari.

11:14 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

20

40

0

30000000

60000000

1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

2

2

22

3

33

3

Gambar 43 Perilaku skenario model saat ini wisata rekreasi Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %

Wisata Snorkling Galogalo

- Simulasi skenario wisata snorkling Galogalo pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata snorkling Galogalo dengan laju pelestarian

keanekaragaman hayati pulau (KHP) Galogalo 1 %, kealamian pulau (KAP) Galogalo

1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

menggambarkan upaya yang dilakukan dalam melestarikan sumberdaya Galogalo,

dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Galogalo sebesar 3 % dengan laju degradasi

Page 153: PPK Disertasi Morotai u Wisata

129

yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu selama 30

tahun.

Hasil simulasi skenario (Gambar 44) menunjukkan kondisi kualitas lingkungan

ekologi Galogalo dari tahun-ke tahun semakin membaik, tahun 2006 sampai tahun 2009

kualitas lingkungan ekologi Galogalo adalah 0,60 (kategori sedang), pada tahun ini

belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Galogalo karena pada tahun-tahun ini baru

mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan suatu kawasan

ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan kegiatan

wisata yang ada.

Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun

2010 sampai tahun 2021 (NKEKLP2K adalah 0,61 - 0,72 kategori sedang ke baik)

menyebabkan jumlah wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung

kawasan wisata snorkling Galogalo, keadaan ini terjadi pada tahun 2017 jumlah

wisatawan wisata snorkling Galogalo mencapai 206 orang/hari, padahal daya dukung

kawasan wisata snorkling Galogalo 201 orang/hari dengan persentase penutupan

komunitas karang 43,20 % dan kawasan wisata snorkling yang dapat dimanfaatkan

sebesar 11 ha.

Apabila keadaan ini terus berlanjut, maka pada tahun 2022 terjadi kecenderungan

kualitas lingkungan semakin menurun walaupun sampai pada tahun 2026 (NKEKLP2K

adalah 0,66). Pencapaian keadaan yang baik antara kualitas lingkungan ekologi dan

jumlah wisatawan wisata snorkling Galogalo, belum melampaui daya dukung kawasan

wisata snorkling Galogalo, maka diupayakan kualitas lingkungan ekologi Galogalo dapat

dipertahankan sampai pada tahun 2021 dengan kualitas lingkungan ekologi 0.72 dan

jumlah wisatawan 181 orang/hari.

Keadaan tersebut di atas dapat dicapai dengan upaya melestarikan sumberdaya

Galogalo sebelas tahun ke depan terutama seperti ekosistem mangrove, padang lamun

dan ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas

karangnya 60 % (kategori sedang KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase

penutupan komunitas karang harus bertambah 1,53 % dari persentase penutupan

komunitas karang saat ini 43,20 %.

Page 154: PPK Disertasi Morotai u Wisata

130

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata snorkling Galogalo,

semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan

wisata snorkling Galogalo, sehingga pada tahun 2016 pendapatan wisata snorkling

Galogalo mencapai Rp.12,5 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan

lingkungan sebesar Rp.125 juta (1 % dari pendapatan wisata snorkling Galogalo)

11:18 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

100

550

1000

0

350000000

700000000

1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

3

3

33

Gambar 44 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %

- Simulasi skenario wisata snorkling Galogalo pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

Simulasi skenario wisata snorkling Galogalo dengan laju pelestarian KHP 2 %,

KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

menunjukan laju degradasi lebih besar dari upaya perbaikan lingkungan ekologi. Upaya

perbaikan lingkungan ekologi hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 17 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 45) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,60 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0,53) sampai pada tahun 2016 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk).

Page 155: PPK Disertasi Morotai u Wisata

131

Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem

lamun, terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah

terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50 %.

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2016 berjumlah 18

orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata

snorkling Galogalo sebesar Rp. 1,8 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 37

juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, menyebabkan

jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat 75 orang/hari.

11:21 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

100

200

0

100000000

200000000

1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

12

2

2 2

3

33

3

Gambar 45 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %

Wisata Selam Galogalo

- Simulasi skenario wisata selam Galogalo pelestarian KHP 1%, KAP 1% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1% dengan laju degradasi 1%

Simulasi skenario wisata selam Galogalo dengan laju pelestarian KHP 1%, KAP 1

% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 1 %

menunjukkan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar daripada laju degradasi

Page 156: PPK Disertasi Morotai u Wisata

132

1 %. Upaya perbaikan lingkungan ekologi 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 1 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 46) menunjukkan telah terjadi peningkatan

kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,60 kategori sedang) mulai mengalami penaikan pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0.61) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,72 kategori baik).

Kondisi ini mengartikan ada upaya melestarikan sumberdaya Galogalo sama seperti

skenario wisata snorkling Galogalo terutama seperti ekosistem mangrove, padang lamun

dan ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas

karangnya 60 % (kategori sedang KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase

penutupan komunitas karang harus bertambah 2,8 % dari persentase penutupan

komunitas karang saat ini 43,20 %.

11:22 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

2000

4000

0

1.5e+009

3e+009.

1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

2

33

33

Gambar 46 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 1 %

Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2016 berjumlah 609 orang/hari,

jumlah wisatawan ini belum melampaui daya dukung wisata selam Galogalo yaitu 675

orang/hari dengan luas kawasan wisata selam yang dapat dimanfaatkan 39 ha dengan

persentase penutupan komunitas karang 43,20 %. Bertambahnya jumlah wisatawan ini

akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata selam Galogalo, sehingga pada tahun

Page 157: PPK Disertasi Morotai u Wisata

133

2015 jumlah wisatawan wisata selam Galogalo sebesar Rp. 37,6 milyar dengan biaya

perbaikan lingkungan Rp 376 juta.

- Simulasi skenario wisata selam Galogalo pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

Simulasi skenario wisata selam Galogalo dengan laju pelestarian KHP 2 %, KAP

2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 17 %

menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.

Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 17 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 47) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,60 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0,53) sampai pada tahun 2016 (NKEKLP2K 0,40 kategori buruk).

Kondisi ini sama seperti simulasi skenario pada wisata snorkling Galogalo mengartikan

bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem lamun, terumbu karang

lebih kecil 20% dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah terjadi abrasi pantai sampai

lebih besar 50%.

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan selam Galogalo semakin berkurang pada tahun 2016

berjumlah 60 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada

pendapatan wisata selam Galogalo sebesar Rp. 4,1 milyar dengan biaya perbaikan

lingkungan Rp 83 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun

selanjutnya, menyebabkan jumlah wisatawan selam Galogalo pada tahun 2036

meningkat sampai mencapai 252 orang/hari.

Page 158: PPK Disertasi Morotai u Wisata

134

11:24 AM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

250

500

0

300000000

600000000

1: kualitas lingk…i Galogalo saat ini 2: Jumlah wisata…Galogalo saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

2

2

2 2

3

3

3

3

Gambar 47 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Galogalo dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 17 %

• Simulasi Skenario Zumzum

Wisata Rekreasi Zumzum

- Simulasi skenario wisata rekreasi Zumzum pelestarian KHP 2%, KAP 2% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3% dengan laju degradasi 1%

Simulasi skenario dengan laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP)

Zumzum 2 %, kealamian pulau (KAP) Zumzum 2 % dan persentase perbaikan

lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 % menggambarkan upaya yang

dilakukan dalam melestarikan sumberdaya pulau Zumzum lebih besar daripada laju

degradasi, dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Zumzum sebesar 7 % dengan laju

degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu

selama 30 tahun.

Hasil simulasi skenario (Gambar 48) menunjukan kondisi kualitas lingkungan

ekologi pulau Zumzum dari tahun-ke tahun semakin membaik. Tahun 2006 sampai tahun

2009 kualitas lingkungan ekologi Pulau Zumzum adalah 0,48 (kategori sedang ), pada

tahun-tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya pulau Zumzum karena pada

tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan

Page 159: PPK Disertasi Morotai u Wisata

135

suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan

kegiatan wisata yang ada.

Kualitas lingkungan ekologi Pulau Zumzum (NKEKLP2K Zumzum 0.48)

memberikan pengertian bahwa kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi

kawasan lindung Pulau Zumzum berada dalam keadaan sedang artinya berdasarkan

kriteria ekologi kawasan lindung pulau Zumzum sumberdaya hayati terutama terumbu

karang, persentase komunitas karangnya 41.06 % (kategori sedang KEPMEN LH No 4

2001), mangrove sangat memprihatinkan jumlahnya hanya sedikit, lamunnya masih ada

4-5 jenis, sudah terjadi abrasi pantai masuk dalam kategori sedang 25-50% dan pulau ini

belum berpenduduk.

Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun

2010 sampai tahun 2019 (NKEKLP2K adalah 0,51 - 0,74) menyebabkan jumlah

wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung kawasan rekreasi Pulau

Zumzum, hal ini terjadi pada tahun 2015 jumlah wisatawan rekreasi Pulau Zumzum

mencapai 185 orang/hari, padahal daya dukung kawasan rekreasi Pulau Zumzum dengan

panjang garis pantainya saat ini 4.078 m adalah 162 orang/hari.

Apabila keadaan ini berlanjut terus, maka tahun 2020 terjadi kecenderungan

kualitas lingkungan semakin menurun sampai pada tahun 2036 kualitas lingkungan dalam

kategori buruk (NKEKLP2K adalah 0,33). Pencapaian keadaan yang baik antara kualitas

lingkungan ekologi dan jumlah wisatawan rekreasi Pulau Zumzum, belum melampaui

daya dukung kawasan rekreasi Pulau Zumzum, maka diupayakan kualitas lingkungan

ekologi Pulau Zumzum dapat dipertahankan sampai pada tahun 2019 dengan kualitas

lingkungan ekologi 0.74 dan jumlah wisatawan pada tahun 2014 adalah 139 orang/hari.

Keadaaan tersebut di atas dapat dicapai dengan upaya melestarikan sumberdaya

Pulau Zumzum terutama ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase

penutupan komunitas karangnya sembilan tahun ke depan (2019) adalah 60 % (kategori

baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas

karang harus bertambah 2,10 % dari persentase penutupan komunitas karang saat ini

41,06 %.

Page 160: PPK Disertasi Morotai u Wisata

136

4:26 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

0

1

0

1500

3000

0

1e+011.

2e+011.

1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat…i Zumzum saat ini 3: pendapatan wisata rekreasi

1

1

1

1

22

2

23

3

3

3

Gambar 48 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %

Keadaan tersebut di atas tetap dipertahankan akan berpengaruh pada pendapatan

wisata rekreasi, semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat

pula pendapatan wisata rekreasi Pulau Zumzum, sehingga pada tahun 2015 pendapatan

wisata rekreasi mencapai Rp.11 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan

lingkungan sebesar Rp.224 juta (2 % dari pendapatan wisata rekreasi Zumzum)

- Simulasi skenario wisata rekreasi Zumzum pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7%

Simulasi skenario wisata rekrasi Zumzum dengan laju pelestarian KHP 1 %,

KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %

menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.

Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 7 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 49) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,48 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0,46) sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk).

Page 161: PPK Disertasi Morotai u Wisata

137

Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem

lamun, terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah

terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50 %.

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2019 berjumlah 20

orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata

rekreasi Zumzum sebesar Rp. 1,4 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 14 juta.

Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, sehingga jumlah

wisatawan pada tahun 2036 tetap meningkat sampai mencapai 11 orang/hari.

4:28 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

5

45

85

0

3e+009.

6e+009.

1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat…i Zumzum saat ini 3: pendapatan wisata rekreasi

1

11

1

2

2

22

3

3

3 3

Gambar 49 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %

Wisata Snorkling Zumzum

- Simulasi skenario wisata snorkling Zumzum pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata snorkling Zumzum dengan laju pelestarian KHP 2 %,

KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %

menunjukan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 6 % daripada laju degradasi

1 %.

Page 162: PPK Disertasi Morotai u Wisata

138

Hasil simulasi skenario (Gambar 50) menunjukan telah terjadi peningkatan

kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,48 kategori sedang) mulai mengalami penaikan sama seperti

simulasi skenario wisata rekreasi Zumzum pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0,51) sampai

pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,74 kategori baik). Kondisi ini mengartikan ada upaya

melestarikan sumberdaya pulau Zumzum sembilan tahun ke depan terutama ekosistem

mangrove, padang lamun dan terutama ekosistem terumbu karang dengan target

pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60 % (kategori baik KEPMEN

LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus

bertambah 2,10 % dari persentase penutupan komunitas karang saat ini 41,06 %.

4:31 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

0

1

0

2000

4000

0

1.5e+011

3e+011.

1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: pendapatan wisata snorkling

1

1

1

1

22

2

23

3

3

3

Gambar 50 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %

Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2014 berjumlah 146 orang/hari,

jumlah wisatawan ini belum melampaui daya dukung wisata snorkling Zumzum yaitu

171 orang/hari dengan luas kawasan wisata selam yang dapat dimanfaatkan 10 ha dengan

persentase penutupan komunitas karang 41,06 %. Bertambahnya jumlah wisatawan ini

akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata snorkling Zumzum, sehingga pada tahun

2014 pendapatan wisata snorkling Zumzum sebesar Rp. 10,1 milyar dengan biaya

Page 163: PPK Disertasi Morotai u Wisata

139

perbaikan lingkungan Rp 304 juta. (2 % dari biaya pendapatan wisata snorkling

Zumzum)

- Simulasi skenario wisata snorkling Zumzum pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %

Simulasi skenario wisata snorkling Zumzum dengan laju pelestarian KHP 1 %,

KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %

menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.

Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 3 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 7 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 51) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan sama seperti pada simulasi skenario wisata snorkling Zumzum dari

keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,48

kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0,46)

sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk). Kondisi ini mengartikan

bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem lamun, terumbu karang

lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah terjadi abrasi pantai sampai

lebih besar 50 %.

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2019 berjumlah

21 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan

wisata snorkling Zumzum sebesar Rp. 1,4 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan

Rp 14 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya,

menyebabkan jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat sampai mencapai 11

orang/hari.

Page 164: PPK Disertasi Morotai u Wisata

140

4:32 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

5

45

85

0

3e+009.

6e+009.

1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: pendapatan wisata snorkling

1

11

1

2

2

22

3

3

3 3

Gambar 51 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %

Wisata Selam Zumzum

- Simulasi skenario wisata selam Zumzum pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata selam Zumzum dengan laju pelestarian KHP 2 %, KAP

2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 %

menunjukan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 7 % daripada laju degradasi

1 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 52) sama seperti hasil simulasi skenario wisata

rekreasi, snorkling Zumzum menunjukkan telah terjadi peningkatan kualitas lingkungan

dari keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K

0,48 kategori sedang), namun mulai mengalami penaikan pada tahun 2010 (NKEKLP2K

0.51) sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,74 kategori baik). Kondisi ini

mengartikan ada upaya melestarikan sumberdaya pulau Zumzum sembilan tahun ke

depan terutama ekosistem mangrove, padang lamun dapat mencapai 4-5 jenis dan

terutama ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase penutupan

komunitas karangnya 60 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun

Page 165: PPK Disertasi Morotai u Wisata

141

persentase penutupan komunitas karang harus bertambah 2,10 % dari persentase

penutupan komunitas karang saat ini 41,06 %.

4:34 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

0

1

0

4000

8000

0

1e+010.

2e+010.

1: kualitas ling…i Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

23

3

3

3

Gambar 52 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %

Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2015 sudah melampaui jumlah

wisatawan wisata selam pulau Zumzum berjumlah 513 orang/hari, padahal daya dukung

jumlah wisatawan wisata selam pulau Zumzum adalah 450 orang/hari dengan luas

kawasan wisata selam pulau Zumzum yang dapat dimanfaatkan 27 ha dengan persentase

penutupan komunitas karang 41,06 %. Bertambahnya jumlah wisatawan ini akan

berpengaruh pula pada pendapatan wisata selam pulau Zumzum, sehingga pada tahun

2014 pendapatan wisata selam pulau Zumzum sebesar Rp. 26 milyar dengan biaya

perbaikan lingkungan Rp 801 juta. (3 % dari biaya pendapatan wisata selam Pulau

Zumzum).

Page 166: PPK Disertasi Morotai u Wisata

142

- Simulasi skenario wisata selam Zumzum pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %

Simulasi skenario wisata selam Zumzum dengan laju pelestarian KHP 1 %, KAP

1% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %

menunjukan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 3% daripada laju degradasi

7%.

Hasil simulasi skenario (Gambar 53) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan sama seperti pada simulasi skenario wisata rekreasi, snorkling Pulau

Zumzum dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan

(NKEKLP2K 0,48 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010

(NKEKLP2K 0,46) sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk). Kondisi

ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem lamun

1-3 jenis, terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah

terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50 %.

4:36 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

150

300

0

100000000

200000000

1: kualitas ling…i Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

11

1

2

2

22

3

3

3 3

Gambar 53 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2019 berjumlah

54 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan

Page 167: PPK Disertasi Morotai u Wisata

143

wisata selam Zumzum sebesar Rp. 3,7 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan

Rp 37 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya,

menyebabkan jumlah wisatawan pada tahun 2036 tetap meningkat sampai mencapai 30

orang/hari.

Wisata Lamun Zumzum

- Simulasi skenario wisata lamun Zumzum pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata lamun Zumzum dengan laju pelestarian KHP 2 %, KAP

2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 3 % dengan laju degradasi 1 %

menunjukkan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 7 % daripada laju

degradasi 1%.

Hasil simulasi skenario (Gambar 54) menunjukkan telah terjadi peningkatan

kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,48 kategori sedang), pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0.51)

sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,74 kategori baik). Kondisi ini mengartikan ada

upaya melestarikan sumberdaya pulau Zumzum sembilan tahun ke depan terutama

ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang dengan target

pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60 % (kategori baik KEPMEN

LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus

bertambah 2,10% dari persentase penutupan komunitas karang saat ini 41,06 %.

Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2014 berjumlah 89 orang/hari,

jumlah wisatawan ini belum melampaui daya dukung wisata selam Zumzum yaitu 105

orang/hari dengan luas kawasan wisata lamun yang dapat dimanfaatkan 4 ha dengan

persentase tutupan lamun 61%. Bertambahnya jumlah wisatawan ini akan berpengaruh

pula pada pendapatan wisata lamun Pulau Zumzum, sehingga pada tahun 2014

pendapatan wisata lamun Pulau Zumzum sebesar Rp. 6,1 milyar dengan biaya perbaikan

lingkungan Rp 185 juta. (3 % dari biaya pendapatan wisata Pulau Zumzum)

Page 168: PPK Disertasi Morotai u Wisata

144

4:37 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

0

1

0

1000

2000

0

2e+009.

4e+009.

1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

1

1

1

22

2

23

3

3

3

Gambar 54 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Lamun Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 3 % dan Laju Degradasi 1 %

- Simulasi skenario wisata lamun Zumzum pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan

persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi 7 %

Simulasi skenario wisata lamun Pulau Zumzum dengan laju pelestarian KHP

1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju degradasi

7 % menunjukkan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih kecil 3 % daripada laju

degradasi 7 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 55) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan sama seperti pada simulasi skenario wisata rekreasi, snorkling, dan

selam pulau Zumzum dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,48 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0,46 kategori sedang) sampai pada tahun 2019 (NKEKLP2K 0,39

kategori buruk), kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan

seperti ekosistem lamun, terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak

ada, dan sudah terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50 %.

Page 169: PPK Disertasi Morotai u Wisata

145

4:38 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

25

50

0

20000000

40000000

1: kualitas ling…gi Zumzum saat ini 2: Jumlah wisat… Zumzum saat ini 3: biay a perbaikan lingkungan

1

11

1

2

2

22

3

3

3 3

Gambar 55 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Lamun Zumzum dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 1 % dan Laju Degradasi 7 %

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan lamun semakin berkurang pada tahun 2019

berjumlah 13 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada

pendapatan wisata lamun Pulau Zumzum sebesar Rp. 871 juta dengan biaya perbaikan

lingkungan Rp 8,7 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun

selanjutnya, menyebabkan jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat sampai

mencapai 7 orang/hari.

• Simulasi Skenario Ruberube

Wisata Rekreasi Ruberube

- Simulasi skenario wisata rekreasi Ruberube pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario dengan laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP)

Ruberube 1 %, kealamian pulau (KAP) Ruberube 1 % dan persentase perbaikan

lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 % menggambarkan upaya yang

dilakukan dalam melestarikan sumberdaya pulau Ruberube lebih besar daripada laju

Page 170: PPK Disertasi Morotai u Wisata

146

degradasi, dengan upaya perbaikan lingkungan ekologi Ruberube sebesar 4 % dengan

laju degradasi yang terjadi sebesar 1 % pada tahun-tahun ke depan dalam rentan waktu

selama 30 tahun.

Hasil simulasi skenario (Gambar 56) menunjukan kondisi kualitas lingkungan

ekologi pulau Ruberube dari tahun-ketahun semakin membaik, tahun 2006 sampai tahun

2009 kualitas lingkungan ekologi Pulau Ruberube adalah 0,56 (kategori sedang ), pada

tahun-tahun ini belum ada upaya pengelolaan sumberdaya Pulau Ruberube karena pada

tahun-tahun ini baru mulai dianalisa sumberdaya pulau-pulau kecil yang dapat dijadikan

suatu kawasan ekowisata, juga diadakan promosi-promosi wisata untuk memperkenalkan

kegiatan wisata yang ada.

Kualitas lingkungan ekologi Pulau Ruberube (NKEKLP2K Ruberube 0.56)

memberikan pengertian bahwa kondisi saat ini berdasarkan penilaian kriteria ekologi

kawasan lindung Pulau Ruberube berada dalam keadaan sedang artinya berdasarkan

kriteria ekologi kawasan lindung pulau Ruberube sumberdaya hayati terutama terumbu

karang, persentase komunitas karangnya 29,30 % (kategori sedang KEPMEN LH No 4

2001), mangrove sangat memprihatinkan jumlahnya hanya sedikit, lamunnya masih ada

4-5 jenis, sudah terjadi abrasi pantai masuk dalam kategori sedang 25-50 %.

Semakin membaiknya kualitas lingkungan pada tahun-tahun berikutnya dari tahun

2010 sampai tahun 2021 (NKEKLP2K adalah 0,58 - 0,72) menyebabkan jumlah

wisatawan semakin banyak sehingga melampaui daya dukung kawasan rekreasi Pulau

Ruberube, hal ini terjadi pada tahun 2016 jumlah wisatawan rekreasi pulau Ruberube

mencapai 105 orang/hari, padahal daya dukung kawasan rekreasi pulau Ruberube dengan

panjang garis pantainya saat ini 2.556 m adalah102 orang/hari.

Apabila keadaan ini berlanjut terus, maka tahun 2022 terjadi kecenderungan

kualitas lingkungan semakin menurun sampai pada tahun 2026 kualitas lingkungan

dalam kategori buruk (NKEKLP2K adalah 0,54). Pencapaian keadaan yang baik antara

kualitas lingkungan ekologi dan jumlah wisatawan rekreasi Pulau Ruberube, belum

melampaui daya dukung kawasan rekreasi Pulau Ruberube, maka diupayakan kualitas

lingkungan ekologi Pulau Ruberube dapat dipertahankan sampai pada tahun 2021 dengan

kualitas lingkungan ekologi 0.72 dan jumlah wisatawan tidak melebihi daya dukung

kawasan wisata rekreasi Pulau Ruberube.

Page 171: PPK Disertasi Morotai u Wisata

147

Keadaan tersebut di atas dapat dicapai dengan upaya melestarikan sumberdaya

Pulau Ruberube terutama ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian persentase

penutupan komunitas karangnya 11 tahun ke depan (2021) adalah 60 % (kategori baik

KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang

harus bertambah 2,79 % dari persentase penutupan komunitas karang saat ini 29,30 %.

4:40 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

400

800

0

3e+010.

6e+010.

1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata rekreasi

1

1

1

1

22

2

2

3

3

3

3

Gambar 56 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Ruberube dengan Laju

Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 1 %

Keadaan ini juga akan berpengaruh pada pendapatan wisata rekreasi Ruberube,

semakin bertambahnya jumlah wisatawan berarti semakin meningkat pula pendapatan

wisata rekreasi Ruberube, sehingga pada tahun 2015 pendapatan wisata rekreasi

mencapai Rp. 6,1 milyar dengan biaya yang dikeluarkan untuk perbaikan lingkungan

sebesar Rp.122 juta (2 % dari pendapatan wisata rekreasi Ruberube)

- Simulasi skenario wisata rekreasi Ruberube pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %

dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15 %

Simulasi skenario wisata rekreasi Ruberube dengan laju pelestarian KHP 2 %,

KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15 %

menunjukan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.

Page 172: PPK Disertasi Morotai u Wisata

148

Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 15 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 57) menunjukan telah terjadi penurunan kualitas

lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan

(NKEKLP2K 0,56 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010

(NKEKLP2K 0,51) sampai pada tahun 2015 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk). Kondisi

ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem lamun,

terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah terjadi abrasi

pantai sampai lebih besar 50 %.

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2015 berjumlah 17

orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata

rekreasi Ruberube sebesar Rp. 1,1 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan Rp 23 juta.

Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, menyebabkan jumlah

wisatawan pada tahun 2036 meningkat sampai mencapai 67 orang/hari

4:55 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

35

70

0

2.5e+009

5e+009.

1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata rekreasi

1

1

1

1

2

2

2

2

3

3

3

3

Gambar 57 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Rekreasi Ruberube dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %

Page 173: PPK Disertasi Morotai u Wisata

149

Wisata Snorkling Ruberube

- Simulasi skenario wisata snorkling Ruberube pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata snorkling Ruberube dengan laju pelestarian KHP 1 %,

KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %

menunjukan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 4 % dari laju degradasi 1 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 58) menunjukkan telah terjadi peningkatan

kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,56 kategori sedang) mulai mengalami penaikan, pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0.58) sampai pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,72 kategori baik).

Kondisi ini mengartikan ada upaya melestarikan sumberdaya Pulau Ruberube sebelas

tahun ke depan terutama ekosistem mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu

karang dengan target pencapaian persentase penutupan komunitas karangnya 60 %

(kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan

komunitas karang harus bertambah 2,79 % dari persentase penutupan komunitas karang

saat ini 29,30 %.

5:01 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

200

400

0

1.5e+010

3e+010.

1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata snorkling

1

1

1

1

22

2

2

3

3

3

3

Gambar 58 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Ruberube dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 1 %

Page 174: PPK Disertasi Morotai u Wisata

150

Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2015 berjumlah 39 orang/hari,

jumlah wisatawan ini belum melampaui daya dukung wisata snorkling Ruberube yaitu

45 orang/hari dengan luas kawasan wisata selam yang dapat dimanfaatkan 4 ha dengan

persentase penutupan komunitas karang 29,30 %. Bertambahnya jumlah wisatawan ini

akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata snorkling Ruberube, sehingga pada tahun

2015 pendapatan wisata snorkling Ruberube sebesar Rp. 2,7 milyar dengan biaya

perbaikan lingkungan Rp 54 juta. (2 % dari biaya pendapatan wisata snorkling Ruberube)

- Simulasi skenario wisata snorkling Ruberube pelestarian KHP 2%, KAP 2 %

dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15 %

Simulasi skenario wisata snorkling Ruberube dengan laju pelestarian KHP 2 %,

KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15 %

menunjukkan laju degradasi lebih besar daripada upaya perbaikan lingkungan ekologi.

Upaya perbaikan lingkungan ekologi hanya 6 % bila dibandingkan dengan laju degradasi

sebesar 15 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 59) menunjukkan telah terjadi penurunan

kualitas lingkungan dari keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas

lingkungan (NKEKLP2K 0,56 kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun

2010 (NKEKLP2K 0,51) sampai pada tahun 2015 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk).

Kondisi ini mengartikan bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem

lamun, terumbu karang lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah

terjadi abrasi pantai sampai lebih besar 50 %.

Page 175: PPK Disertasi Morotai u Wisata

151

5:03 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

15

30

0

1.5e+009

3e+009.

1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata snorkling

1

1

1

1

2

2

2

2

3

33

3

Gambar 59 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Snorkling Ruberube dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2015 berjumlah

7 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan

wisata snorkling Ruberube sebesar Rp. 509 juta dengan biaya perbaikan lingkungan Rp

10 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya, menyebabkan

jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat 29 orang/hari.

Wisata Selam Ruberube

- Simulasi skenario wisata selam Ruberube pelestarian KHP 1 %, KAP 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %

Simulasi skenario wisata selam Ruberube dengan laju pelestarian KHP 1 %, KAP

1% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %

menunjukan upaya perbaikan lingkungan ekologi lebih besar 4 % daripada laju degradasi

1 %.

Hasil simulasi skenario (Gambar 60) sama seperti simulasi skenario wisata

snorkling Ruberube menunjukkan telah terjadi peningkatan kualitas lingkungan dari

Page 176: PPK Disertasi Morotai u Wisata

152

keadaan sedang ke baik, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,56

kategori sedang) mulai mengalami penaikan, pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0.58) sampai

pada tahun 2021 (NKEKLP2K 0,72 kategori baik). Kondisi ini mengartikan ada upaya

melestarikan sumberdaya Pulau Ruberube sebelas tahun ke depan terutama ekosistem

mangrove, padang lamun dan ekosistem terumbu karang dengan target pencapaian

persentase penutupan komunitas karangnya 60% (kategori baik KEPMEN LH No 4

2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus bertambah 2,79 %

dari persentase penutupan komunitas karang saat ini 29,30 %.

5:06 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

1000

2000

0

4e+010.

8e+010.

1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata selam

1

1

1

1

2 2

2

2

3

3

3

3

Gambar 60 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Ruberube dengan Laju Pelestarian KHP 1 %, KAP 1 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2% dan Laju Degradasi 1 %

Keadaan tersebut di atas secara tidak langsung akan berpengaruh pada jumlah

wisatawan yang semakin bertambah sampai pada tahun 2015 berjumlah 121 orang/hari,

jumlah wisatawan ini belum melampaui daya dukung wisata snorkling Ruberube yaitu

140 orang/hari dengan luas kawasan wisata selam yang dapat dimanfaatkan 12 ha dengan

persentase penutupan komunitas karang 29,30%. Bertambahnya jumlah wisatawan ini

akan berpengaruh pula pada pendapatan wisata selam Ruberube, sehingga pada tahun

2015 pendapatan wisata selam Ruberube sebesar Rp. 8,4 milyar dengan biaya perbaikan

lingkungan Rp 167 juta. (2 % dari biaya pendapatan wisata selam Ruberube)

Page 177: PPK Disertasi Morotai u Wisata

153

- Simulasi skenario wisata selam Ruberube pelestarian KHP 2 %, KAP 2 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15 %

Simulasi skenario wisata selam Ruberube dengan laju pelestarian KHP 2%, KAP

2% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 15%

menunjukan laju degradasi lebih besar dari upaya perbaikan lingkungan ekologi. Upaya

perbaikan lingkungan ekologi hanya 6% bila dibandingkan dengan laju degradasi sebesar

15%.

Hasil simulasi skenario (Gambar 61) sama seperti simulasi skenario wisata

snorkling Ruberube menunjukkan telah terjadi penurunan kualitas lingkungan dari

keadaan sedang ke buruk, pada tahun 2006-2009 kualitas lingkungan (NKEKLP2K 0,56

kategori sedang) mulai mengalami penurunan pada tahun 2010 (NKEKLP2K 0,51)

sampai pada tahun 2015 (NKEKLP2K 0,39 kategori buruk). Kondisi ini mengartikan

bahwa terjadi penurunan kualitas lingkungan seperti ekosistem lamun, terumbu karang

lebih kecil 20 % dan mangrove hampir tidak ada, dan sudah terjadi abrasi pantai sampai

lebih besar 50 %.

5:15 PM Fri, Dec 25, 2009Page 12006.00 2013.50 2021.00 2028.50 2036.00

Years

1:

1:

1:

2:

2:

2:

3:

3:

3:

0

1

1

0

50

100

0

3.5e+009

7e+009.

1: kualitas ling… Ruberube saat ini 2: Jumlah wisat…Ruberube saat ini 3: pendapatan wisata selam

1

1

1

1

2

2

2

2

3

3

3

3

Gambar 61 Perilaku Skenario Model Saat ini Wisata Selam Ruberube dengan Laju Pelestarian KHP 2 %, KAP 2 %, Persentase Perbaikan Lingkungan Ekologi 2 % dan Laju Degradasi 15 %

Page 178: PPK Disertasi Morotai u Wisata

154

Keadaan tersebut berlangsung terus-menerus maka secara tidak langsung akan

berpengaruh pada jumlah wisatawan semakin berkurang pada tahun 2015 berjumlah

23 orang/hari, penurunan jumlah wisatawan akan berpengaruh pula pada pendapatan

wisata selam Ruberube sebesar Rp. 1,5 milyar dengan biaya perbaikan lingkungan

Rp 31 juta. Upaya ke arah perbaikan lingkungan pada tahun-tahun selanjutnya,

menyebabkan jumlah wisatawan pada tahun 2036 meningkat 91 orang/hari.

5.6 Arahan Pengelolaan Kawasan Pulau-Pulau Kecil Untuk Pemanfaatan

Ekowisata Berkelanjutan

• Pengelolaan KP2K MS2B untuk pemanfaatan ekowisita berkelanjutan dalam bentuk

zona inti, zona pemanfaatan terbatas dan zona penyangga, harus di wujudkan oleh

semua pihak dalam rangka melindungi habitat-habitat yang kritis, mempertahankan

keanekaragaman hayati, melindungi lokasi-lokasi yang bernilai sejarah dan budaya,

menyediakan lokasi rekreasi dan pariwisata, serta mempromosikan pembangunan

kelautan berkelanjutan. Tindakan yang direkomendasikan sebagai berikut :

- Peningkatan kesadaran masyarakat dalam melestarikan KP2K MS2B melalui

penyuluhan peningkatan kualitas SDM baik formal maupun tidak formal.

- Pelibatan masyarakat dalam proses perencanaan seperti : penetapan tata ruang

termasuk zonasi, pengembangan usaha-usaha ekonomi masyarakat dan

pengembangan wisata di KP2K MS2B yang diagendakan oleh pemerintah

setempat. Proses partisipasi masyarakat yang dinilai efektif adalah dengan

pertemuan melalui metode FGD (focus group discussion) melibatkan unsur

masyarakat, instansi pemerintah terkait, dan pengguna atau stakehorders dalam

setiap rencana pengelolaan KP2K MS2B untuk pemanfaatan ekowisata

berkelanjutan.

• Sesuai dengan analisis kesesuaian lahan untuk ekowisata, yang meliputi ekowisata

pantai kategori wisata rekreasi, ekowisata bahari kategori wisata snorkling, selam dan

lamun, memperhatikan daya dukung kawasan ekowisata atau jumlah maksimum

individu/wisatawan yang dapat ditampung oleh kawasan tersebut tanpa

mengakibatkan kerusakan sumberdaya. Daya dukung pengunjung ditujukan pada

pengembangan ekowisata dengan memanfaatkan potensi pulau-pulau kecil, pantai

Page 179: PPK Disertasi Morotai u Wisata

155

dan perairan, dengan pengembangan wisata alam tidak bersifat turis massal, mudah

rusak dan ruang untuk pengunjung sangat terbatas. Untuk kegiatan ekowisata pantai

diasumsikan setiap orang membutuhkan 50 m panjang pantai, karena pengunjung

akan melakukan berbagai aktivitas yang memerlukan ruang yang luas, seperti

berjemur, berjalan-jalan, menikmati panorama alam, memancing, berenang sekitar

pulau dan lain-lain, sedangkan ekowisata bahari seperti penyelaman setiap 2 orang

membutuhkan 2000 m2 atau 200 m x 10 m , untuk snorkling dan lamun setiap orang

membutuhkan 500 m2 atau 100 m x 5 m. Adapun tindakan yang direkomendasikan :

- Melakukan evaluasi/ atau pemantauan terhadap sumberdaya alam, secara berkala

setahun dua kali, dalam upaya mengetahui daya dukung kawasan untuk

keberlangusungan ekowisata.

- Sosialisaikan program yang berhubungan dengan pelestarian sumberdaya kepada

para pengunjung, hal ini dilakukan dalam rangka menjaga daya dukung kawasan

ekowisata.

• Pengelolaan KP2K MS2B untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan yang

terintegrasi adalah sebuah model pembangunan pariwisata yang terencana dan

didesain untuk menghindari konsekuensi-konsekuensi yang tidak diinginkan. Oleh

karena itu arahan model pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil untuk ekowisata

berkelanjutan yang diusulkan penekanannya adalah pada pelestarian lingkungan

ekologi kawasan pulau-pulau kecil dengan sasaran utamanya adalah gugus pulau-

pulau kecil. Adapun upaya-upaya yang dilakukan adalah:

- Gugus Rao Selatan, terdiri dari Posiposi Rao, Pulau Saminyamao dan Pantai

Wayabula dengan kondisi saat sekarang memiliki mangrove 4-5 jenis dan

persentase penutupan komunitas karangnya 56,70%. Apabila laju pelestarian

keanekaragaman hayati pulau (KHP) Rao Selatan 1%, kealamian pulau (KAP)

Rao Selatan 1% dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan laju

degradasi 1 %, maka target pencapaian 12 tahun ke depan dari tahun 2010 – tahun

2022 dengan ekosistem mangrove dapat tumbuh melebihi dari kondisi saat ini,

ekosistem terumbu karang persentase penutupan komunitas karangnya mencapai

60 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti ke depan sejak tahun 2010

Page 180: PPK Disertasi Morotai u Wisata

156

- tahun 2022 tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus bertambah

0,27 %.

- Gugus Ngelengele, terdiri dari pulau Burung, pulau Ngelengele Besar, pulau

Ngelengele Kecil dan Pulau Kacuwawa dengan kondisi saat ini seperti mangrove,

padang lamun teridiri dari 4-5 jenis dengan persentase penutupan komunitas

karangnya 41,54 % dan sudah terjadi abrasi pantai 25-50 %. Apabila laju

pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP) Ngelengele 1%, kealamian pulau

(KAP) Ngelengele 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan

laju degradasi 1 %, maka target pencapaian selama 12 tahun ke depan dari tahun

2010 - tahun 2022, dengan upaya melestarikan sumberdaya hayati seperti

ekosistem mangrove, padang lamun melebihi dari kondisi saat ini, dan persentase

penutupan komunitas karangnya mencapai 60 % (kategori baik KEPMEN LH No

4 2001), berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus

bertambah 1,54 %, keadaan ini dapat dipertahankan maka tidak akan terjadi abrasi

pantai.

- Gugus Galogalo yang terdiri dari pulau Lolobe Besar, pulau Loleba Kecil, pulau

Galogalo Besar, Pulau Galogalo Kecil dan Pulau Pelo dengan kondisi saat ini

seperti lamun terdiri dari 1-3 jenis, dengan persentase penutupan komunitas

karangnya 43,20 %, mangrove sangat sedikit banyak yang rusak. Apabila laju

pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP) Galogalo 1 %, kealamian pulau

(KAP) Galogalo 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 % dengan

laju degradasi 1 %, maka target pencapaian 11 tahun ke depan (dari tahun 2010-

2021) sumberdaya mengalami peningkatan ke kategori baik dengan cara

mereboisasi mangrove, dan persentase penutupan komunitas karangnya 60 %

(kategori sedang KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap tahun persentase

penutupan komunitas karang harus bertambah 1,43 %.

- Gugus Dodola terdiri dari Pulau Dodola Besar, Pulau Dodola Kecil, Pulau

Kolorai dan Pulau Kokoya dengan kondisi saat ini seperti spesies magrove 4-5

jenis dengan persentase penutupan komunitas karang memprihatinkan 23,20 % .

Apabila laju pelestarian keanekaragaman hayati pulau (KHP) Dodola, kealamian

pulau (KAP) Dodola 1 % dan persentase perbaikan lingkungan ekologi 1 %

Page 181: PPK Disertasi Morotai u Wisata

157

dengan laju degradasi 1 %, maka upaya yang dilakukan lebih meningkatkan

sumberdaya pulau-pulau kecil ke depan, dengan target pencapaian sebelas tahun

ke depan (dari tahun 2010 - 2021), pelestarian sumberdaya terutama mangrove

dan lamun ditingkatkan dari kondisi saat ini dan persentase penutupan komunitas

karangnya mencapai 60 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001), berarti tiap

tahun persentase penutupan komunitas karang harus bertambah 3,34 %.

- Gugus Zumzum terdiri dari Pulau Zumzum, Pulau Jojoromu, Pulau Kapakapa,

Pulau Lungulungu, Pulau Ruberube, Pulau Rukeruke dan Pulau Bobongone

dengan kondisi saat ini seperti mangrovenya sangat memprihatinkan jumlahnya

sangat sedikit, persentase penutupan komunitas karangnya 41,06 % dan sudah

terjadi abrasi pantai 25-50 %. Apabila laju pelestarian keanekaragaman hayati

pulau (KHP) Zumzum 2 %, kealamian pulau (KAP) Zumzum 2 % dan persentase

perbaikan lingkungan ekologi 2 % dengan laju degradasi 1 %, maka target

pencapaian 9 tahun ke depan terutama sumberdaya yang kritis seperti ekosistem

mangrove dapat tumbuh melebihi kondisi saat ini, persentase penutupan

komunitas karangnya mencapai 60 % (kategori baik KEPMEN LH No 4 2001),

berarti tiap tahun persentase penutupan komunitas karang harus bertambah

2,10 %.

• Pengelolaan KP2K MS2B untuk pemanfaatan ekowisata berkelanjutan dapat

terlaksana dengan baik apabila semua pemangku kepentingan mempunyai komitmen

untuk melestarikan sumberdaya pulau-pulau kecil. Implementasinya dapat berupa

dukungan legal melalui keputusan formal dalam bentuk peraturan pemerintah daerah

(PERDA).

• Dewasa ini satu hal yang harus dihadapi dalam pengelolaan pulau-pulau kecil adalah

perubahan iklim yang menyebabkan menaiknya permukaan air laut diakibatkan oleh

terjadinya pemanasan global. Kenaikan ini akan mempengaruhi keberadaan pulau-

pulau kecil bahkan hilang dan tenggelam. Peneliti dari Commonwealth Scientific

and Industry Research Organization (CSIRO) Australia telah membuat

perbandingan model pengukuran dari kenaikan permukaan air laut regional terhadap

hasil observasi dari catatan pengukuran pasang surut dan pengukuran altimeter dari

satelit. Mereka menyimpulkan bahwa perkiraan terbaik tentang rata-rata kenaikan

Page 182: PPK Disertasi Morotai u Wisata

158

permukaan air laut secara global untuk periode tahun 1950 sampai dengan tahun

2000 berkisar antara 1,8 sampai 1,9 mm pertahun (berada di bawah 10 cm). Hal ini

dibuktikan oleh kenaikan air laut tertinggi (sekitar 3 mm pertahun atau 30 cm per

abad) terjadi di daerah Pasifik Barat dekat khatulistiwa dan samudera Hindia pada

daerah Ekuator Barat. Pittock (2005) memperkirakan adanya kenaikan suhu udara

(rata-rata) selama 3 tahun berturut-turut pada akhir abad 20, diperkirakan suhu

atmosfer bumi akan meningkat antara 1,40C sampai dengan 5,80C selama periode

tahun 1990 sampai dengan tahun 2100, sedangkan Intergovernmental Panel on

Climate Change (IPCC) menyimpulkan suhu permukaan global akan meningkat

1.10C sampai dengan 6.4 °C (2.0 hingga 11.5 °F) pada tahun yang sama.

Mencermati hal tersebut, KP2K MS2B memiliki elevasi yang rendah, kaya akan

keanekaragaman hayati, namun belum memiliki suatu kajian yang

mempertimbangkan fenomena pemanasan global berakibat pada menaiknya

permukaan air laut, sebagai suatu cara mengantisipasi ke depan hilangnya pulau-

pulau kecil. Untuk itu diperlukan suatu kajian sebagai berikut:

- Perlu kajian mengenai menaiknya permukaan air laut pulau-pulau kecil

Kecamatan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.

- Perlu mengantisipasi dengan melakukan pengelolaan kawasan pulau-pulau kecil

secara terpadu dan berkesinambungan.

Page 183: PPK Disertasi Morotai u Wisata

159

6 KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 KESIMPULAN

• Daya dukung KP2K MS2B untuk ekowisata sangat ditentukan oleh luas area yang

dapat dimanfaatkan dengan kondisi kualitas lingkungan saat ini dalam keadaan

sedang-baik, untuk wisata rekreasi panjang pantai 58.809 m daya dukungnya 2.353

orang/hari, wisata snorkling kawasan yang dapat dimanfaatkan 226,9 ha daya

dukungnya 7.624 orang/hari, wisata selam 1.248 ha daya dukungnya 39.942

orang/hari dan wisata lamun luas kawasannya 102 ha daya dukungnya 4.733

orang/hari.

• Model pengelolaan KP2K MS2B untuk ekowisata berkelanjutan penekanannya pada

pelestarian lingkungan ekologi kawasan pulau-pulau kecil dengan sasaran utamanya

adalah gugus pulau-pulau kecil, terintegrasi dalam pola persentase laju pelestarian

keanekaragaman hayati pulau (KHP), laju pelestarian kealamian pulau (KAP),

persentase perbaikan pulau dan laju degradasi yang diterapkan. Untuk pelestarian

lingkungan ekologi gugus Rao Selatan dan Ngelengele target pencapaian 12 tahun

ke depan (tahun 2010 – 2022), gugus Galogalo dan Dodola target pencapaian 11

tahun ke depan (tahun 2010 – 2021), gugus Dodola 11 tahun ke depan (tahun 2010 –

2011) dan gugus Zumzum 9 tahun ke depan (tahun 2010 – 2019)

6.2 Saran

• Diperlukan penelitian lanjutan tentang model keberlanjutan pulau-pulau kecil yang

didasari atas perilaku sistem yang ada seperti aspek sosial budaya, ekonomi dan

kelembagaan dan lebih terfokus pada salah satu pulau kecil

• Diperlukan upaya rehabilitasi dan konservasi terhadap ekosistem yang ada di pulau-

pulau kecil, khususnya sumberdaya alam seperti ekosistem terumbu karang dan

pantai pasir putih tempat bertelurnya penyu. Rehabilitasi bertujuan memperbaiki

kondisi ekosistem yang ada agar dapat pulih dan menambah daya saing terhadap

objek yang akan dijadikan daya tarik ekowisata, sedangkan konservasi menjaga

keberadaan ekosistem yang telah direhabilitasi agar tetap terjaga dengan baik.

Page 184: PPK Disertasi Morotai u Wisata

160

• Diperlukan kerjasama semua komponen yang terlibat dalam pengelolaan kawasan

pulau-pulau kecil untuk pengembangan ekowisata seperti pemerintah, swasta,

masyarakat, dan pihak keamanan dalam mengantisipasi penangkapan ikan masih

mempergunakan bom dan sianida yang dapat merusak terumbu karang merupakan

aset untuk wisata, pengambilan benda-benda sejarah oleh pihak-pihak yang tidak

bertanggung jawab.

• Diperlukan upaya mengantisipasi pemanasan global menyebabkan perubahan iklim

yang bisa berpengaruh pada menaiknya permukaan air laut yang dapat berpengaruh

pada hilangnya keberadaan dari pulau-pulau kecil ini.

Page 185: PPK Disertasi Morotai u Wisata

161

DAFTAR PUSTAKA

Adrianto L. 2004. Pembangunan dan Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil yang Berkelanjutan. PKSPL IPB.

_________. 2006. Pengenalan Konsep dan Metodologi Valuasi Ekonomi Sumberdaya

Pesisir dan Laut. PKSPL IPB. Aminullah E dan Muhammadi. 2001. Konsep Dasar Sistem Dinamis dalam Analisis

Sistem Dinamis, Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen. UMJ Press. Jakarta.

Aziz A. 2003. Kajian Pengembangan Pariwisata Bahari di Kelurahan Pulau Kelapa

Kecamatan Kepulauan Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu, Daerah Khusus Ibukota Jakarta. (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Badan Pusat Statistik (BPS) Morotai Selatan. 2003. Kecamatan Morotai Selatan dalam

Angka. BPS MORSEL. Badan Pusat Statistik (BPS) Morotai Selatan Barat. 2005. Kecamatan Morotai Selatan

Barat dalam Angka. BPS MORSELBAR. Badan Koordinasi Survey dan Pemetaan Nasional (BAKOSURTANAL). 1996.

Pengembangan Protipe Wilayah Pesisir dan Marin Kupang Nusa Tenggara Timur. Pusat Bina Aplikasi Inderaja dan SIG. Cibinong.

Brander JA dan Taylor MS. 1998. The Simple Economic of Easter Island: A Ricardo-

Malthus Model of Renewable Resource Use. The American Economic Review 88(1) : 119-138

Bengen DG dan Retraubun ASW. 2006. Menguak Realitas Eko-Sosio Sistem Pulau-

Pulau Kecil. Pusat Pembelajaran dan Pengembangan Pesisir dan Laut (P42L). Bogor.

Beller W,d’ Ayala and Hein P, 1990. Sustainable Development and Environmental

Management of Small Islands. UNESCO, Paris Bjork P. 2000. Ecotourism From a Conceptual Perspective, an Extended Definition of

Unique Tourism Form. International Journal of Tourism Research. 2: 189-202. Bookbinder MP, Dinerstein E, Rijal A, Cauley H and Rajouria A. 2000. Ecotourism’s

Support of Biodiversity Conservation. Conservation Biology 12(6) : 1399-1404.

Page 186: PPK Disertasi Morotai u Wisata

162

Brown K, Tompkins E and Adger W.E. 2001. Trade off Analysis for Participatory Coastal Zone Decision Making. Overseas of East Anglia. Norwich.

Buchsbaum BD. 2004. Ecotourism and Sustainable Development in Costa Rica.

Virginia Polytechnic and State University. USA. Carter E and Lowman G. 1994. Ecotourism ; A Sustainable Option. John Willey &

Sons. New York Casagrandi R and Rinaldi S. 2002. A Theoritical Approach to Tourism Sustanaibility.

Conservation Ecology. 6(1) : 13. Ceballos-Lascurain H. 1991. Tourism, Ecotourism and Protected Areas. Parks. Journal

of Sustainable Tourism. 2: 31-35 Choy DL. 1997. Perencanaan Ekowisata, Belajar dari Pengalaman di South East

Queensland. Procedings on the Training and Workshop of Planning Sustainable Tourism. Penerbit ITB. Bandung.

Clark JR. 1996. Coastal Zone Management Handbook. Lewis Publisher, Boca Raton.

Florida. Dahuri R, Ginting SP, Rais J dan Sitepu MJ. 1996. Pengelolaan Sumberdaya Wilayah

Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. P.T. Pradnya Paramita. Jakarta. Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut Aset Pembangunan Berkelanjutan

Indonesia. Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama. Davis D and Tisdell C. 1995. Recreational Scuba-Diving and Carrying Capacity in

Marine Protected Areas. Ocean & Coastal Management. 26(1): 19-40. Diaz Arenas A and Febrillet Huertas J. 1986. Hydrology and Water Balance of Small

Islands: A Review of Existing Knowledge. Technical Documents in Hydrology. UNESCO, Paris.

Dinas Budaya dan Pariwisata Halmahera Utara (DISBUDPAR HALUT). 2006. Jenis-

Jenis Tarian dan Kerajinan Halmahera Utara. DISBUDPAR HALUT. Dymond SJ. 1997. Indicators of Sustainable Tourism in New Zealand : A Local

Government Perspective. Journal of Sustainable Tourism 5(4): 279-293. English S, Wilkinson S and Baker V. 1994. Survey Manual for Tropical Marine

Resources. Australian Institut of Marine Science. Townsville.

Page 187: PPK Disertasi Morotai u Wisata

163

Eriyatno. 2003. Ilmu Sistem Meningkatkan Mutu dan Efektifitas Manajemen. IPB Press. Bogor

Fandeli C. 2000. Perencanaan Kepariwisataan Alam. Dalam Fandeli, C dan Mukhlisin

(Editor). Pengusahaan Ekowisata. Fakultas Kehutanan Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta. 157-167 Hal.

Fennel D and Eagles PFJ. 1990. Ecotourism in Costa Rica: A Conceptual Framework.

Journal of Park and recreacion administration 8 (1):3-34. Forrester JW. 1968. Principles of System. Wright-Allen. Press, Inc. Massachusetts Frederick A, Victoria ECC, Jeddah LDP and Danilo TD. 2005. Impacts of Recrational

Scuba Diving on A Marine Protected Area in Central Philippines: A Case of Gilutongan Marine Sanctuari. Philip. Scient 42: 144-158.

Grant WE, Pederson EK, and Marin SL. 1997. Ecology and Natural Resource

Management ; System Analysis and Simulation. John Wiley & Sons. New York.

Hall C.M. 2001. Trends in Ocean and Coastal Tourism: The End of the Last Frontier.

Ocean & Coastal Management 44: 601-608. Hannon B and Ruth M. 1994. Dynamic Modeling. Springer-Verlag. New York. Hardjowigeno S. dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan

Tataguna Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Hartrisari. 2007. Sistem Dinamik. Konsep Sistem dan Pemodelan untuk Industri dan

Lingkungan. SEAMEO BIOTROP. Bogor Hidayat A. 2000. Konsep dan Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari. Seawatch

Indonesia. BPPT Jakarta. Honey M. 1999. Ecotourism and Sustainable Development : How Owns Paradise.

Washington DC: Island Press. International Institute of Rural Reconstruction (IIRR). 1998. Participatory Methods in

Community Based Coastal Resource Management 3 Vols. Silang. Cavite Philippiness.

Jeffer JNR. 1978. An Introduction to System Analysis : With Ecological application.

Edward Arnold. London.

Page 188: PPK Disertasi Morotai u Wisata

164

Jorgensen SE. 1988. Fundamentalis of Ecological Modeling. Elsevier Science Publishers. Amsterdam.

Kay R and Alder J. 1999. Coastal Planning And Management. Routledge. New York. Kusumastanto T. 2000. Perencanaan dan Pengembangan Pulau-Pulau Kecil.

Makalah pada Lokakarya Pendekatan Penataan Ruang dalam Menunjang Pengembangan Wilayah Pulau-Pulau Kecil. Kerjasama Direktorat Tata Ruang Pesisir, Pantai dan Pulau-Pulau Kecil, DITJEN P3K Departemen Perikanan dan Kelautan tanggal 10 Oktober 2000 di Jakarta.

Lee KF. 2001. Sustainable Tourism Destination: The Importance of Cleaner

Production. Journal of Cleaner Production, 9: 313-323. Maanema M. 2003. Model pemanfaatan Pulau-Pulau Kecil (Studi Kasus di Gugus

Pulau Pari Kepulauan Seribu). (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Matsumoto A. 2001. Economic Dynamic Model for Small Island. Discrete Dynamics in

Nature and Society 7: 121-132. McNeely JA. 1994. An Introduction to Protected Area Economics and Policy (In:

Protected area Economics And Policy, Munasinghe, M and J. McNeelye eds. 1-11) The Worl Bank, Washington DC.

McMinn S. 1997. The Challenge of Sustainable Tourism. The Environmentalis, 17:

135 – 141. Muhammmadi, Aminullah E dan Soesilo B. 2001. Analisis Sistem Dinamis

(Lingkungan Hidup, Sosial, Ekonomi, Manajemen). UMJ Press. Jakarta. Moberg F and Folke C. 1999. Ecological Good and Services of Coral Reef Ecosystem.

Ecological economic 29: 215-233. Monk AK, de Fretes Y and Lilley GY. 2000. The Ecology of Nusa Tenggara and

Maluku. Dalhousie University – CIDA. Ola OL. 2006. Model Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil, Dalam Rangka Pengembangan

Wilayah Kepulauan Wakatobi. (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Orams M. 1999. Marine Tourism. Development, Impact and Management.

Routledge. London and New York.

Page 189: PPK Disertasi Morotai u Wisata

165

Parwinia. 2007. Pemodelan Ko-Eksistensi Pariwisata dan Perikanan: Analisis Konvergensi-Divergensi (KODI) di Selat Lembeh Sulawesi Utara. (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pusat Studi Lingkungan (PSL UNKHAIR), 2005. Rencana Tata Ruang Laut Pesisir dan

Pulau-Pulau Kecil Kecamatan Morotai Selatan Dan Morotai Selatan Barat Kabupaten Halmahera Utara Provinasi Maluku Utara. PSL UNKHAIR Ternate.

Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. 2006. Ekspedisi Halmahera. Jakarta. Retraubun ASW. 2006. Pengelolaan Pulau-Pulau Kecil. Seminar Sehari Musyawarah

Kerja Nasional Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Kelautan Indonesia-(HIMiTEKINDO) IPB. 16 Januari 2006.

Reese ES. 1989. Orientation Behavior of Butterflyfishes (Family Chaetodontidae) on

Coral Reef Spatial Learning of Route Specific Landmarks and cognitive maps. Enviromental Biology of Fishes 25:79-86.

Ruyani I. 2003. Kajian Pemanfaatan dan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Gugus

Pulau di Kelurahan Pulau Kelapa Kecamatan Kepulauan Pulau Seribu Utara, Kabupaten Administrasi Kepulauan Seribu. (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Ryhanen H. 2001. Local Involvement in Ecotourism: How to Get Local People and

Villages Interested in Nature Tourism? Paper Presented in International Seminar on Ecotourism in Petrozavodsk.

Salm RV, Clark JR and Siirila E. 2000. Marine and Coastal Protected Areas: A Guide

for Planners and Managers. Third Edition. Internasional Union For Conservation of Nature and Natural Resources, Bland, Switzerland.

Salm R.V and Usher G.F. 1984. Zoining Plan for Bunaken Islands Marine Park.

Prepared for Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam. IUCN/WWF Conservation for Development Programme.

Scace, 1993. An Ecotourism Perspective in Nelson J., Butler, R. and Wall, G. (Editors).

Tourism and Sustainable Development : Monitoring, Planning, Managing. Waterlooo: Heritage Reseource Centre. University of Waterloo. p59-82.

Simon FJG, Narangajavana Y and Marques DP. 2004. Carrying Capacity in the

Tourism Industry : A Case Study of Hengisbury Head, Tourism Management, 25: 275-283.

Page 190: PPK Disertasi Morotai u Wisata

166

Soselisa A. 2006. Kajian Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Laut Gugusan Pulau-Pulau Padaido, Distrik Padaido, Kabupaten Biak Numfor, Papua. (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Sugiyono. 2005. Metode Penelitian Administrasi. Alfabeta Bandung.

Supriharyono. 2000. Pengelolaan Ekosistem Terumbu Karang. Jakarta. Penerbit Djambatan.

Suryani E. 2006. Pemodelan Simulasi. Graha Ilmu. Yogyakarta. Susilo SB. 2003. Kerberlanjutan Pembangunan Pulau-Pulau Kecil Studi Kasus

Kelurahan Pulau Panggang dan Pulau Pari, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta. (Disertasi). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Tosun C. 2001. Challenges of Sustainable Tourism Development in Developing World:

the Case of Turkey. Tourism Management. 25: 289-303. Valentine P. 1993. Ecotourism and Nature Conservation. A Definition With Some

Recent Development in Micronesia. Tourism Management. 142: 107-115. Wearing S and Neil S. 1999. Ecotourism: Impact, Potentials and Possibilities.

Oxford: Butterworth-Heinemann. Wunder S. 2000. Ecotourism and Economic An Empirical Approuch. Ecological

Economics. 29:465-479. Yuanike. 2003. Kajian Pengembangan Ekowisata Mangrove dan Patisipasi Masyarakat

Di Kawasan Nusa Lembongan, Bali. (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Yudaswara. 2004. Kebijakan Pengembangan Wisata Bahari Dalam Pengelolaan Pulau-

Pulau Kecil Secara Berkelanjutan (Studi Kasus Pulau Menjangan Kabupaten Buleleng Bali). (Tesis). Bogor: Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Young M. (1992). Ecotourism-Profitable Conservation? In Hay, J.E (Editor),

Ecotourism Business in The Pacific: Promoting a Sustainable Experience. Conference Proceedings. Environmental Science, University of Auckland: Auckland. 55-60.

Yulianda F. 2007. Ekowisata Bahari Sebagai Alternatif Pemanfaatan Sumberdaya

Pesisir Berbasis Konservasi. Seminar Sains Departemen MSP, 21 Februari. Bogor

Page 191: PPK Disertasi Morotai u Wisata

167

Zakai D, Nanette E and Furman C. 2001. Impact of Intensive Recreational Diving on Reef Coral at Eilat, Northen Red Sea. Biological Conservation. 105:179–187

Ziffer K. 1989. Ecotourism : The Uneasy Alliance. Washington DC. Coservation

International, Ernst and Young.

Page 192: PPK Disertasi Morotai u Wisata

168

LAMPIRAN

Page 193: PPK Disertasi Morotai u Wisata

169

Lampiran 1 Analisa Biaya Perjalanan Wisata

No. Kunjungan

(V)

Total Pengeluaran (TC)

(Rp)

Jarak dari rumah (D)

(km)

Pendapatan per tahun (I)

(Rp)

Umur(A) (tahun)

Ln V

Ln TC Ln D Ln I Ln A

1 2 2.050.000 385 9.000.000 22

0.69 14.53 5.95 16.01 3.09

2 1 235.000 1 2.100.000 20

0.00 12.37 0.00 14.56 3.00

3 1 920.000 185 2.700.000 24

0.00 13.73 5.22 14.81 3.18

4 1 228.000 1 900.000 25

0.00 12.34 0.00 13.71 3.22

5 1 1.055.000 200 3.300.000 23

0.00 13.87 5.30 15.01 3.14

6 2 1.220.000 150 9.000.000 27

0.69 14.01 5.01 16.01 3.30

7 1 2.240.000 200 5.700.000 29

0.00 14.62 5.30 15.56 3.37

8 3 700.000 200 9.000.000 30

1.10 13.46 5.30 16.01 3.40

9 3 300.000 1 1.500.000 21

1.10 12.61 0.00 14.22 3.04

10 1 2.375.000 375 9.000.000 20

0.00 14.68 5.93 16.01 3.00

11 1 820.000 100 3.300.000 19

0.00 13.62 4.61 15.01 2.94

12 1 1.450.000 314 9.000.000 25

0.00 14.19 5.75 16.01 3.22

13 2 700.000 200 9.000.000 23

0.69 13.46 5.30 16.01 3.14

14 1 240.000 1 2.700.000 18

0.00 12.39 0.00 14.81 2.89

15 1 1.000.000 1 3.900.000 25

0.00 13.82 0.00 15.18 3.22

16 1 1.675.000 50 1.500.000 20

0.00 14.33 3.91 14.22 3.00

17 1 2.145.000 400 5.700.000 20

0.00 14.58 5.99 15.56 3.00

18 1

1.680.000

1

1.500.000

31

0.00

14.33

0.00

14.22

3.43

19 2 1.030.000 175 2.100.000 17

0.69 13.85 5.16 14.56 2.83

20 1 330.000 1 900.000 20 0.00 12.71 0.00 13.71 3.00

Page 194: PPK Disertasi Morotai u Wisata

170

21 1 435.000 1 900.000 20

0.00 12.98 0.00 13.71 3.00

22 1 250.000 1 5.100.000 25

0.00 12.43 0.00 15.44 3.22

23 4 620.000 376 900.000 30

1.39 13.34 5.93 13.71 3.40

24 1 460.000 360 900.000 32

0.00 13.04 5.89 13.71 3.47

25 1 307.000 410 900.000 29

0.00 12.63 6.02 13.71 3.37

26 2 525.000 367 900.000 30

0.69 13.17 5.91 13.71 3.40

27 1 240.000 1 3,900.000 34

0.00 12.39 0.00 15.18 3.53

28 1 1.275.000 367 9.000.000 26

0.00 14.06 5.91 16.01 3.26

29 1 645.000 1 6.600.000 38

0.00 13.38 0.00 15.70 3.64

30 1 292.000 1 9.000.000 23

0.00 12.58 0.00 16.01 3.14

31 1 850.000 368 5.100.000 40

0.00 13.65 5.91 15.44 3.69

32 1 1.050.000 200 9.000.000 24

0.00 13.86 5.30 16.01 3.18

33 1 700.000 190 5.700.000 30

0.00 13.46 5.25 15.56 3.40

34 1 400.000 1 9.000.000 25

0.00 12.90 0.00 16.01 3.22

35 1 1.200.000 500 2.100.000 22

0.00 14.00 6.21 14.56 3.09

36 2 5.990.000 250 9.000.000 21

0.69 15.61 5.52 16.01 3.04

37 1 4.192.000 340 9.000.000 23

0.00 15.25 5.83 16.01 3.14

38 1

1.452.000

1

5.700.000

25

0.00

14.19

6.91

15.56

3.22

39 1 536.000 100 1.500.000 20

0.00 13.19 4.61 14.22 3.00

40 2 1.500.000 378 2.100.000 34

0.69 14.22 5.93 14.56 3.53

41 1 910.000 410 1.500.000 20

0.00 13.72 6.02 14.22 3.00

42 1 200.000 1 900.000 17

0.00 12.21 0.00 13.71 2.83

43 1 275.000 1 2.700.000 23 0.00 12.52 0.00 14.81 3.14

Page 195: PPK Disertasi Morotai u Wisata

171

44 1 250.000 1 900.000 18

0.00 12.43 0.00 13.71 2.89

45 1 950.000 75 3.900.000 24

0.00 13.76 4.32 15.18 3.18

46 1 1.841.000 200 9.000.000 24

0.00 14.43 5.30 16.01 3.18

47 2 1.500.000 275 9.000.000 22

0.69 14.22 5.62 16.01 3.09

48 1 1.731.000 455 9.000.000 21

0.00 14.36 6.12 16.01 3.04

jumlah 63 52.969.000 9.571 225,000,000.00 1,179

9.13 651.48 177.21 721.71 152.64

Page 196: PPK Disertasi Morotai u Wisata

172

Lampiran 2 Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Laut Untuk Wisata Bahari STASIUN PENGAMATAN

No. Parameter Satuan BAKU MUTU

**) ST.1 ST.2 ST.3 ST.4 ST.5

Fisika: 1 Warna Pt Co 30

2 Bau - Tidak bau Tdk bau Tdk bau Tdk bau Tdk bau Tdk bau

3 Kecerahan *) m Coral : >5 100 100 100 100 -

4 Padatan Tersuspensi mg/l Coral : 20 48 47 47 46 51

5 Suhu *) oC Alami 29,8 29,1 29,4 30,4 29,4

Kimia :

1 pH *) - 7 - 8,5 8,15 8,00 8,05 8,00 7,95

2 Salinitas *) O/oo Coral:34-35%0 35 35 35 35 35

3 Oksigen Terlarut *) mg/l >5 7,44 6,96 6,73 7,75 3,98

4 BOD5 mg/l 20 5,16 5,12 5,20 4,13 3,65

5 Ammonia (NH3-N) mg/l 0,3 0,045 0,048 0,089 0,034 0,069

6 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,008 0,044 0,049 0,058 0,053 0,042

7 Phosphat mg/l 0,015 <0,001 <0,001 0,002 <0,001 <0,001

8 Sianida (CN) mg/l 0,5 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001

9 Sulfida (H2S) mg/l 0,01 0,180 <0,03 <0,03 0.,370 <0,03

10 Minyak dan Lemak mg/l 1 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01

11 Phenol mg/l 0,002 0.009 <0,001 <0,001 <0,001 0.008 19 Sutrfaktan (MBAS) mg/l 1 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001

Logam Berat

11 Raksa (Hg) mg/l 0,002 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 <0,001

12 Khrom Hexavalen (Cr6+) mg/l 0,002 0,01 0,01 0,01 0,01 <0,01

13 Arsen (As) mg/l 0,025 0,016 0,045 0,009 0,016 0,014

14 Kadmium (Cd) mg/l 0,002 0,002 <0,001 <0,001 0,002 0,002

15 Tembaga (Cu) mg/l 0,050 0,048 0,510 0,550 0,440 0,470

16 Timah Hitam (Pb) mg/l 0,005 0,003 0,003 0,002 0,002 0,002

17 Seng (Zn) mg/l 0,095 0,012 0,019 0,019 0,015 0,014

18 Nikel (Ni) mg/l 0,075 0,003 0,002 0,001 0,002 0,002

Keterangan Stasiun : St 1 = Perairan Dodola St 2 = Perairan Ngelengele Besar St 3 = Perairan Selat Rao St 4 = Perairan Loleba St 5 = Perairan Daruba (Pelabuhan) *) = Pengukuran in situ **) = Kep. Men LH No 51 Tahun 2004, untuk wisata bahari.

Page 197: PPK Disertasi Morotai u Wisata

173

Lampiran 3 Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Sumur

NO. PARAMETER SATUAN STASIUN PENGAMATAN BM

ST. 1 ST. 2 ST. 3 ST. 4 **)

I. Fisika

1 Suhu *) oC 27,3 27,9 29,2 27,4 dev. 3oC

2 Warna Pt.Co 3 2 1 1 15

3 Kekeruhan NTU 0,4 0,5 0,3 0,5 5

4 Padatan terlarut (TDS) mg/l 1540 730 650 440 1000

5 Bau - alami alami alami alami alami

6 Rasa - Tb tb tb tb tb

II. Kimia

1 pH *) - 6,91 7,29 7,07 6,84 6,5 - 8,5

2 Kesadahan Total mgCaCO3/l 218,78 205,79 54,15 99,64 500

3 Sulfida (H2S) mg/l 0,5 <0,03 0,19 0,27 0,05

4 Chlorida (Cl) mg/l 999,69 97,49 6,03 18,43 250

5 Nilai Permanganat (TOM) mg/l 9,16 7,9 5,37 8,53 10

6 Nitrat (NO3-N) mg/l 0,051 0,064 0,272 0,339 10

7 Nitrit (NO2-N) mg/l <0,002 <0,002 0,002 <0,002 1,0

8 Sulfat (SO4) mg/l 121,32 7,99 5,23 27,07 400

9 Besi (Fe) mg/l 12,128 0,333 0,227 0,44 0,3

10 Barium (Ba) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1,0

11 Natrium (Na) mg/l 34,6 32,8 36,4 36,1 200

12 Mangan (Mn) mg/l 0,046 0,042 0,038 0,035 0,1

13 Fluorida (F) mg/l 0,057 0,054 0,037 0,035 1,5

14 Seng (Zn) mg/l 0,058 0,056 0,086 0,082 5,0

15 Timbal (Pb) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05

16 Cadmium (Cd) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,005

17 Argentum (Ag) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05

18 Mercury (Hg) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,001

19 Arsen (As) mg/l 0,013 0,041 0,018 0,023 0,05

20 Cyanida (CN) mg/l <0,001 0.003 0.003 0.003 0,1

21 Chrom hexavalen (Cr6+) mg/l <0,001 <0,001 0.01 <0,001 0,05

22 Tembaga (Cu) mg/l 0,15 0,05 0,05 0,12 1,0

23 Selenium (Se) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,01

24 Detergen mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05

25 Alumunium (Al) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,2

**) Baku Mutu Air Minum menurut Menteri Kesehatan RI NO.416/MENKES/PER/IX/1990

Keterangan Stasiun : ST. 1 = Stasiun 1 (Sumur)

ST. 2 = Stasiun 3 (Sumur)

ST. 3 = Stasiun 4 (Sumur)

ST. 4 = Bere-bere (Sumur beratap)

Page 198: PPK Disertasi Morotai u Wisata

174

Lampiran 4 Nilai Beberapa Parameter Kualitas Air Sungai

STASIUN PENGAMATAN Baku Mutu **) No. Parameter Satuan

ST. 1 ST. 2 ST. 3 ST. 4 Gol. I Gol. II I Fisika 1 Temperatur *) ºC 29,9 28,7 26,8 30,1 deviasi3 deviasi 3 2 Residu Terlarut ( TDS ) mg/l 260 4520 4640 370 1000 1000 3 Residu Tersuspensi mg/l 6 17 22 16.00 50 50

II Kimia

1 pH *) - 7,85 7,91 7,71 6,84 6 - 9 6 - 9 2 BOD5 *) mg/l 4,57 4,8 4,43 0,7 2 3 3 COD mg/l 12,05 78,27 72,25 45,16 10 25 4 Oksigen Terlarut ( DO ) *) mg/l 3,54 9,01 4,67 3,51 6 4 5 Total Fosfat mg/l 0,045 0,114 0,059 0,045 0,2 0,2 6 Nitrat ( NO3-N ) mg/l 0,072 0,062 0,088 1,652 10 10 7 Amonia ( NH3-N ) mg/l 0,025 0,104 0,067 0,02 0,5 (-) 8 Nitrit ( NO2-N ) mg/l <0,002 <0,002 <0,002 0.152 0,06 0.06 9 Arsen ( As ) mg/l 0,026 0,02 0,02 0,02 0,05 1

10 Kobalt ( Co ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,2 0,2 11 Barium ( Ba ) mg/l 0,008 0,008 <0,001 <0,001 1 (-) 12 Boron ( B ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 1 13 Selenium ( Se ) mg/l 0,016 0,018 <0,001 <0,001 0,01 0,05 14 Kadmium ( Cd ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,01 0,01 15 Khrom Heksavalen ( Cr6+ ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,05 0,05 16 Tembaga ( Cu ) mg/l 0,110 0,130 0,170 0,140 0,02 0,02 17 Besi ( Fe ) mg/l 0,188 0,248 0,265 0,248 0,3 (-) 18 Timbal ( Pb ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,03 0,03 19 Mangan ( Mn ) mg/l 0,036 0,032 0,028 0,026 0,1 (-) 20 Air Raksa ( Hg ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,001 0,002 21 Seng ( Zn ) mg/l 0.054 0.052 0.045 0.043 0,05 0,05 22 Khlorida ( Cl ) mg/l 7.09 2730 6930 886.00 600 (-) 23 Sianida ( CN ) mg/l 0.003 0.004 0.002 0.004 0.02 0.02 24 Fluorida ( F ) mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0,5 1.5 25 Sulfat ( SO4 ) mg/l 5,34 138,67 190,29 27,27 400 (-) 26 Khlorin bebas ( Cl2 ) mg/l 0,02 0,03 0,02 0,02 0,03 0,03 27 Sulfida mg/L 0.025 <0,03 <0,03 0,9 0,002 0,002

III Kimia Organik 1 Minyak dan Lemak mg/l <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 1000 1000

2 Detergen sebagai MBAS mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 200 200

3 Senyawa Fenol mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 1 1 **) Baku Mutu berdasarkan peraturan pemerintah nomor 82 tahun 2001 tentang pengelolaan kualitas air

dan pengendalian pencemaran *) Data lapang Keterangan Stasiun: ST.1 = Stasiun 2 sungai ST.2 = Sopi (dekat ke Muara) ST.3 = Takawele (dekat ke Muara) ST.4 = Sungai Wayabula

Page 199: PPK Disertasi Morotai u Wisata

175

Lampiran 5 Sebaran Seagrass Di Perairan Selatan Pulau Morotai, Halmahera 2005

Posisi Waktu Tutupan Seagrass Transek Lon lat jam Menit (%)

x substrat Jenis

1 128,3247 2,0339 10 45 5 5 5 5 kerikir Th 2 128,3125 2,0237 11 05 5 25 25 18,3 kerikir Th,Hu,En,Ho 3 128,2930 2,0082 14 45 95 80 95 90 kirikir Th,Cr,Hu,Hp 4 128,2716 2,0005 15 05 95 95 80 90 Pasir kasar Th,Si,Hu,Hp 5 128,2603 1,9781 15 50 5 65 40 36,7 Fine sand Hp,Th 6 128,2660 1,9834 16 08 5 65 80 50 Pasir kasar Ea,Th,Si,Hp 7 128,2765 1,9921 16 30 30 65 95 63,3 Pasir kasar Ea,Th,Si 8 128,2859 2,0026 16 50 95 80 95 90 Pasir kasar, kerikir Th,Ea,Si,Ho 9 128,2847 2,0208 17 11 80 95 95 90 Lumpur Th,Ea,Si,Hp 10 128,2898 2,0357 Ea,Hp 11 128,2847 2,0208 17 11 80 95 95 90 Lumpur Th,Ea,Si,Hp

Posisi Waktu Tutupan Seagrass Transek Lon lat jam Menit (%)

x substrat jenis

1 128,2851 2,0691 10 12 5 5 5 5 lumpur Ea 2 128,2686 2,0777 11 45 30 5 5 Karang, kerikil Ho,Ea,Si 3 128,2446 2,1009 11 15 5 5 5 5 Pasir halus. Ea 4 128,2454 2,1237 11 40 95 95 - 95 lumpur Ea,Si.Th,Hp,Ho 5 128,2449 2,1436 12 05 5 5 5 5 lumpur Ea,Ho,Th 6 128,2431 2,1639 12 25 5 5 5 5 Kerikir Ho,Ea,Si 7 128,2398 2,2065 12 50 30 30 30 30 Pasir halus Ho,Ea,Th 9 128,2446 2,2433 - - 30 65 95 50 pasir Ea,Th, Ho,Hu,Si

Sumber : (P2O-LIPI 2006)

Keterangan:

Th = Thalassia hemprichii Ea = Enhalus acoroides

Hu = Halodule uninervis Ho = Halophila ovalis

Page 200: PPK Disertasi Morotai u Wisata

176

Lampiran 6 Penilaian Kriteria Pengelolaan Kawasan Lindung Pulau-Pulau Kecil Morotai

Lokasi / Nilai K R I T E R I A

DD RU RS GL NG ZM RB MT

I. EKOLOGI

I.1. Keragaman hayati pulau

I.1.1. Ekosistem 3 3 3 3 3 2 3 2

I.1.2. Life Form Karang 2 3 2 2 3 2 2 3

I.1.3. Spesies Ikan Karang 2 3 2 2 2 1 2 3

I.1.4. Spesies Rumput Laut 2 2 2 2 2 1 2 3

I.1.5. Spesies Lamun 1 1 1 1 2 2 2 2

I.1.6. Spesies Mangrove 2 2 2 0 2 0 0 1

I.1.7. Taxa Bentos 2 2 1 1 1 1 1 2

I.2. Kealamian pulau

I.2.1. % Penutupan Karang 1 2 2 1 2 1 1 3

I.2.2. Abrasi pantai 3 2 2 3 3 2 2 3

I.3. Keunikan pulau 2 3 2 2 2 1 1 3

I.4. Kerentanan pulau

I.4.1. Status (berpenduduk atau tidak) 3 3 1 3 3 3 2 3

I.4.2. Tingkat keterbukaan terhadap laut 2 3 2 2 2 1 1 3

I.5. Keterkaitan Pulau 3 2 2 3 3 2 3 1

Total Nilai I 28282828 31313131 24242424 25252525 29292929 11119999 22222222 32323232

II. EKONOMI

2.1. Spesies Penting 2 3 2 2 2 1 1 3

2.2. Kepentingan Perikanan 1 2 2 1 2 1 2 2

2.3. Bentuk Ancaman 3 3 3 3 3 3 3 2

2.4. Pariwisata 2 2 2 2 2 3 2 2

Total Nilai II 8888 10101010 9999 8888 9999 8888 8888 9999

III. SOSIAL

3.1. Tingkat Dukungan Masyarakat 3 3 3 3 3 3 3 3

3.2. Rekreasi 3 2 2 2 3 2 2 3

3.3. Budaya 1 1 1 1 1 2 1 1

3.4. Estetika 3 3 2 3 3 2 2 3

3.5. Konflik Kepentingan 1 1 1 1 1 2 2 1

3.6. Keamanan 3 2 2 3 3 2 3 2

3.7. Aksessibilitas 1 1 3 1 1 1 1 1

3.8. Kepedulian 2 1 1 1 1 1 1 2

3.9. Penelitian dan pendidikan 2 2 1 1 1 2 1 1

Total Nilai III 19191919 16161616 16161616 16161616 17171717 17171717 16161616 17171717

Page 201: PPK Disertasi Morotai u Wisata

177

Tabel Lanjutan

Lokasi K R I T E R I A

DD RU RS GL NG ZM RB MT

IV. Kelembagaan

4.1. Keberadaan lembaga sosial 1 1 2 1 1 1 1 1

4.2. Dukungan infrastruktur sosial 1 2 2 1 1 2 1 1

4.3. Dukungan pemerintah 3 3 3 3 3 3 3 3

Total Nilai IV 5555 6666 7777 5555 5555 7777 5555 5555

Total Nilai I + II + III + IV 60606060 63636363 56565656 54545454 60606060 55551111 51515151 63636363

Persentase dari nilai total (87) 68,9768,9768,9768,97 72,4172,4172,4172,41 64,3764,3764,3764,37 62,0762,0762,0762,07 68,9768,9768,9768,97 55558888,,,,62626262 58,6258,6258,6258,62 72,4172,4172,4172,41

Sumber : Hasil Analisis. Keterangan : DD = Dodola, RU = Rao Utara,RS = Rao Selatan GL = Galogalo, NG = Ngelengele, ZM= Zumzum dan sekitarnya RB = Ruberube dan sekitarnya, MT = P. Mitita

Page 202: PPK Disertasi Morotai u Wisata

178

Lampiran 7 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Di Posiposi Rao, Saminyamo, Dan Pantai Wayabula

Page 203: PPK Disertasi Morotai u Wisata

179

Lampiran 8 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Gugus Ngelengele Dan Gugus Loleba

Page 204: PPK Disertasi Morotai u Wisata

180

Lampiran 9 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Pantai Kategori Wisata Rekreasi Gugus Dodola Dan Gugus Zumzum

Page 205: PPK Disertasi Morotai u Wisata

181

Lampiran 10 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling Di Posiposi Rao, Saminyamao Dan Pantai Wayabula

Page 206: PPK Disertasi Morotai u Wisata

182

Lampiran 11 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling Gugus Ngelengele Dan Gugus Loleba

Page 207: PPK Disertasi Morotai u Wisata

183

Lampiran 12 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Snorkling Gugus Dodola dan Gugus Zumzum

Page 208: PPK Disertasi Morotai u Wisata

184

Lampiran 13 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Di Posiposi Rao, Saminyamao Dan Pantai Wayabula

Page 209: PPK Disertasi Morotai u Wisata

185

Lampiran 14 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Gugus Ngelengele Dan Gugus Loleba

Page 210: PPK Disertasi Morotai u Wisata

186

Lampiran 15 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Selam Gugus Dodola Dan Gugus Zumzum

Page 211: PPK Disertasi Morotai u Wisata

187

Lampiran 16 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun Di Pantai Wayabula

Page 212: PPK Disertasi Morotai u Wisata

188

Lampiran 17 Peta Kesesuaian Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun Di Ngelengele Besar, Loleba Besar Dan Pesisir Pantai Wayabula Dan Daruba

Page 213: PPK Disertasi Morotai u Wisata

189

Lampiran 18 Peta Kesesuaian Untuk Ekowisata Bahari Kategori Wisata Lamun Dodola Besar, Dodola Kecil, Zumzum dan Pesisir Pantai Daruba

Page 214: PPK Disertasi Morotai u Wisata

190

Lampiran 19 Contoh Formulasi Simulasi Skenario KP2K MS2B - Pulau Dodola Daya dukung kawasan wisata rekreasi Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini(t) = Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Penambahan__wisatawan - pengurangan_wisatawan) * dtINIT Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini = 126 INFLOWS: Penambahan__wisatawan = Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini*fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan OUTFLOWS: pengurangan_wisatawan = Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini fraksi_jumlah_wisatawan = Jumlah_wisatawan_rekreasi_Dodola_saat_ini/satuan_jumlah_wisatawan satuan_jumlah_wisatawan = 126 Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t) = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola - degradasi_lingkungan_ekologi) * dtINIT kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini = 0.7 INFLOWS: Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola = if time >=2009 Then (persentase__perbaikan_lingkungan+Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi)* kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini else 0 OUTFLOWS: degradasi_lingkungan_ekologi = if time >=2009 Then kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini*laju_degradasi*fraksi_jumlah_wisatawan else 0 fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini/Satuan__kualitas_lingkungan KRP = 0 KTP = 0 KUP = 0 laju_degradasi = 0.01 Laju_pelestarian_KAP = 0.01 laju_pelestarian_KHP = 0.01 Satuan__kualitas_lingkungan = 0.7 Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi = laju_pelestarian_KHP+Laju_pelestarian_KAP+KUP+KRP+KTP Pendapatan wisata rekreasi Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_rekreasi_Dodola_per_tahun(t) = Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_rekreasi_Dodola_per_tahun(t - dt) + (pendapatan_wisata__rekreasi) *dtINIT Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_rekreasi_Dodola_per_tahun = 0 INFLOWS: pendapatan_wisata__rekreasi = if time >=2009 Then (Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun*pengurangan_wisatawan) else 0 biaya_perbaikan_lingkungan = pendapatan_wisata__rekreasi*persentase__perbaikan_lingkungan Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun = 26455 Koefisien_biaya__perjalanan = 0.02406

Page 215: PPK Disertasi Morotai u Wisata

191

Konsumen_surplus = Tingkat_kunjungan_wisatawan/Koefisien_biaya__perjalanan persentase__perbaikan_lingkungan = 0.01 Tingkat_kunjungan_wisatawan = 63 Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun = Konsumen_surplus*Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun Daya dukung kawasan wisata snorkling Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini(t) = Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Penambahan__wisatawan - pengurangan_wisatawan) * dtINIT Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini = 86 INFLOWS: Penambahan__wisatawan = Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini*fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan OUTFLOWS: pengurangan_wisatawan = Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini fraksi_jumlah_wisatawan = Jumlah_wisatawan_snorkling_Dodola_saat_ini/satuan_jumlah_wisatawan satuan_jumlah_wisatawan = 86 Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t) = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola - degradasi_lingkungan_ekologi) * dtINIT kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini = 0.7 INFLOWS: Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola = if time >=2009 Then (persentase__perbaikan_lingkungan+Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi) *kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini else 0 OUTFLOWS: degradasi_lingkungan_ekologi = if time >=2009 Then kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini*laju_degradasi*fraksi_jumlah_wisatawan else 0 fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini/Satuan__kualitas_lingkungan KRP = 0 KTP = 0 KUP = 0 laju_degradasi = 0.01 Laju_pelestarian_KAP = 0.01 laju_pelestarian_KHP = 0.01 Satuan__kualitas_lingkungan = 0.7 Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi = laju_pelestarian_KHP+Laju_pelestarian_KAP+KUP+KRP+KTP Pendapatan wisata snorkling Total_manfaat_bersih_kawasan__Snorkling_Dodola__per_tahun(t) = Total_manfaat_bersih_kawasan__Snorkling_Dodola__per_tahun(t - dt) + (pendapatan_wisata__snorkling) * dtINIT Total_manfaat_bersih_kawasan__Snorkling_Dodola__per_tahun = 0 INFLOWS: pendapatan_wisata__snorkling = if time >=2009 Then (Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun*pengurangan_wisatawan) else 0 biaya_perbaikan_lingkungan = pendapatan_wisata__snorkling*persentase__perbaikan_lingkungan Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun = 26455

Page 216: PPK Disertasi Morotai u Wisata

192

Koefisien_biaya__perjalanan = 0.02406 Konsumen_surplus = Tingkat_kunjungan_wisatawan/Koefisien_biaya__perjalanan persentase__perbaikan_lingkungan = 0.01 Tingkat_kunjungan_wisatawan = 63 Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun = Konsumen_surplus*Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun Daya dukung kawasan wisata selam Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini(t) = Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Penambahan__wisatawan - pengurangan_wisatawan) * dtINIT Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini = 430 INFLOWS: Penambahan__wisatawan = Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini*fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan OUTFLOWS: pengurangan_wisatawan = Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini fraksi_jumlah_wisatawan = Jumlah_wisatawan_selam_Dodola_saat_ini/satuan_jumlah_wisatawan satuan_jumlah_wisatawan = 430 Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t) = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola - degradasi_lingkungan_ekologi) * dtINIT kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini = 0.7 INFLOWS: Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola = if time >=2009 Then (persentase__perbaikan_lingkungan+ Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi)*kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini else 0 OUTFLOWS: degradasi_lingkungan_ekologi = if time >=2009 Then kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini*laju_degradasi*fraksi_jumlah_wisatawan else 0 fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini/Satuan__kualitas_lingkungan KRP = 0 KTP = 0 KUP = 0 laju_degradasi = 0.01 Laju_pelestarian_KAP = 0.01 laju_pelestarian_KHP = 0.01 Satuan__kualitas_lingkungan = 0.7 Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi = laju_pelestarian_KHP+Laju_pelestarian_KAP+KUP+KRP+KTP Pendapatan wisata selam Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_selam_Dodola_per_tahun(t) = Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_selam_Dodola_per_tahun(t - dt) + (pendapatan_wisata__selam) * dtINIT Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_selam_Dodola_per_tahun = 0 INFLOWS: pendapatan_wisata__selam = if time >=2009 Then (Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun*pengurangan_wisatawan) else 0 biaya_perbaikan_lingkungan = pendapatan_wisata__selam*persentase__perbaikan_lingkungan

Page 217: PPK Disertasi Morotai u Wisata

193

Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun = 26455 Koefisien_biaya__perjalanan = 0.02406 Konsumen_surplus = Tingkat_kunjungan_wisatawan/Koefisien_biaya__perjalanan persentase__perbaikan_lingkungan = 0.01 Tingkat_kunjungan_wisatawan = 63 Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun = Konsumen_surplus*Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun

Daya dukung kawasan wisata lamun Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini(t) = Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Penambahan__wisatawan - pengurangan_wisatawan) * dtINIT Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini = 66 INFLOWS: Penambahan__wisatawan = Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini*fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan OUTFLOWS: pengurangan_wisatawan = Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini fraksi_jumlah_wisatawan = Jumlah_wisatawan_lamun_Dodola_saat_ini/satuan_jumlah_wisatawan satuan_jumlah_wisatawan = 66 Lingkungan ekologi kawasan lindung pulau-pulau kecil kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t) = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini(t - dt) + (Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola - degradasi_lingkungan_ekologi) * dtINIT kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini = 0.7 INFLOWS: Upaya_perbaikan_Lingkungan_ekologi__Dodola = if time >=2009 Then (persentase__perbaikan_lingkungan+ Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi)*kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini else 0 OUTFLOWS: degradasi_lingkungan_ekologi = if time >=2009 Then kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini*laju_degradasi*fraksi_jumlah_wisatawan else 0 fraksi_penambahan__kualitas_lingkungan = kualitas_lingkungan_ekologi_Dodola_saat_ini/Satuan__kualitas_lingkungan KRP = 0 KTP = 0 KUP = 0 laju_degradasi = 0.01 Laju_pelestarian_KAP = 0.01 laju_pelestarian_KHP = 0.01 Satuan__kualitas_lingkungan = 0.7 Total_persentase_nilai_kriteria_ekologi = laju_pelestarian_KHP+Laju_pelestarian_KAP+KUP+KRP+KTP Pendapatan wisata lamun Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_lamun_Dodola_per_tahun(t) = Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_lamun_Dodola_per_tahun(t - dt) + (pendapatan_wisata__lamun) * dtINIT Total_manfaat_bersih_kawasan__wisata_lamun_Dodola_per_tahun = 0 INFLOWS: pendapatan_wisata__lamun = if time >=2009 Then (Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun*pengurangan_wisatawan) else 0

Page 218: PPK Disertasi Morotai u Wisata

194

biaya_perbaikan_lingkungan = pendapatan_wisata__lamun*persentase__perbaikan_lingkungan Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun = 26455 Koefisien_biaya__perjalanan = 0.02406 Konsumen_surplus = Tingkat_kunjungan_wisatawan/Koefisien_biaya__perjalanan persentase__perbaikan_lingkungan = 0.01 Tingkat_kunjungan_wisatawan = 63 Total_manfaat_kawasan_wisata_per_tahun = Konsumen_surplus*Jumlah_kunjungan__wisata_per_tahun

Page 219: PPK Disertasi Morotai u Wisata

195

Lampiran 20 Foto-Foto Ikan Karang yang di Temukan di Perairan Morotai Selatan dan Morotai Selatan Barat.

Spesies Ikan Indikator Dominan (Chaetodon kleinii)

Spesies Ikan Target Dominan (Caesio sp)

Abudefduf spp., Chromis spp. Dascyllus spp.

Apogonidae Amphiprion spp

Beberapa Spesies Ikan Mayor

Page 220: PPK Disertasi Morotai u Wisata

196

Lampiran 21 Panorama Pulau Kecil KP2K MS2B

Kondisi Pantai dan bawah air Pulau Mitita

Pantai Utara Rao yang terjal dan sarang burung walet

Page 221: PPK Disertasi Morotai u Wisata

197

Pantai Pulau Dodola dan terumbu karang yang indah