powerpoint presentation filekementerian kehutanan lebih memprioritaskan pencegahan deforestasi (40,1...
TRANSCRIPT
12/17/2013
1
Konferensi Nasional Tata Kelola Hutan dan Lahan
Tema: Memperkuat Gerakan Sosial dalam Akselerasi Peningkatan Tata Kelola Hutan dan Lahan Pemerintah pusat dan pemerintah daerah tidak serius dalam memperbaiki tata kelola
hutan dan lahan
Masyarakat Sipil harus diperkuat untuk terlibat dalam upaya perbaikan tata kelola hutandan lahan
Peserta: pemerintah kabupaten, pemerintah provinsi, LSM Daerah, KementerianLembaga, LSM Nasional, Lembaga Donor
Waktu: 17 – 20 Desember 2013 17 Des 2013; Welcome Dinner
Tempat: Hotel Aryaduta – Tugu Tani - Jakarta Pusat
Pelaksana: FITRA, ICW, ICEL
12/17/2013
2
Pemerintah berkomitmen menurunkan emisi sebesar 26 persen secaraindependen; harus tercapai pada 2020
Tata kelola hutan dan lahan masih bermasalah. Tata kelola yang buruk menjadi‘driving force’ deforestasi dan degradasi hutan dan lahan
80 persen emisi bersumber dari hutan, lahan dan gambut
Pemerintah kabupaten bertanggungjawab terhadap kerusakan lingkungan di wilayah Areal Penggunaan Lain (arti: diluar kawasan hutan)
Deforestasi di APL adalah yang tertinggi sebesar 7,31 juta hektar atau 57,6 persenselama tahun 2000 – 2009. (sumber: FWI, 2010)
Sehingga perlu adanya intervensi untuk perbaikan Tata Kelola, perbaikan ArahKebijakan Anggaran dan Pencegahan Korupsi dalam Penerbitan Izin berbasislahan oleh Daerah
SEKNAS FITRA
12/17/2013
3
1. Kebijakan Anggaran Pemerintah tidak Mendukung Tercapainya KomitmenPenurunan Emisi 26 persen
2. Kebijakan Tidak Progressive; Butuh Waktu 1,6 Abad untuk Merehabilitasi LahanKritis
3. Politik Kebijakan Anggaran yang Eksploitatif dan Mengabaikan Resiko
• Pemerintah Pusat dan Daerah
membutuhkan Rp412 triliun
sampai tahun 2020
• Setiap tahun harus tersedia
dan terealisasi secara efektif
anggaran sebesar Rp40
triliun
• Realisasi (2011-2012) jumlah
alokasi hanya Rp20 triliun
per-tahun atau hanya 50
persen dari target
• Komitmen penurunan emisi
terancam tidak tercapai
12/17/2013
4
TIDAK
• Luas lahan kritis di
Indonesia 81,6 juta hektar
• Target rehabilitasi dalam
RPJMN 500ribu hektar
per/tahun atau 2,5 juta
hektar dalam satu periode
pemerintahan
• Realisasi pemerintah masih
dibawah rencana; rata-rata
320 ribu hektar
Lama Waktu Rehabilitasi dibandingkan Luas Lahan Kritis
Tax ratio Indonesia sangat rendah, sehingga tidak mampu mencukupi belanjanegara
27 persen Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) diandalkan untuk MenopangBelanja Negara
Belanja fungsi Lingkungan Hidup hanya mendapatkan alokasi rerata (2009 – 2012) sebesar 1 persen
Mitigasi resiko akibat produksi hutan, eksploitasi tambang dan industry perkebunan tidak tercermin dalam kebijakan belanja Negara
Kementerian Kehutanan lebih memprioritaskan Pencegahan Deforestasi (40,1 persen), padahal masalah utama adalah lahan kritis
Tidak ada belanja optimalisasi produksi kebun; Utk mencegah pembukaan lahanbaru
12/17/2013
5
Musi Banyuasin (1249,5M)
Musi Rawas (346M)
Sintang (13,5M)
Kubu Raya(3,5 M)
Berau (657,2M) Bulungan (599,2M)
0
200
400
600
800
1,000
1,200
1,400
0 5 10 15 20 25
Pe
nd
ap
ata
n D
BH
SD
A (
mil
lia
r R
p)
Tingkat Kemiskinan (%)
• Produksi
Batubara sebesar
332 juta ton
• 80 persen untuk
kepentingan
ekspor
• Hanya 20 persen
untuk pemenuhan
konsumsi dalam
negeri
• Daerah lokasi
eksploitasi SDA;
lebih miskin
diatas rerata
nasional