power point jalan raya i

40
KLASIFIKASI JALAN

Upload: yudi-pranoto

Post on 22-Dec-2015

135 views

Category:

Documents


37 download

DESCRIPTION

yudi

TRANSCRIPT

KLASIFIKASI JALAN

PENDAHULUAN

Dalam Rangka Mengantisipasi Perubahan Kebutuhan Akan Transportasi Barang, Penumpang Dan Jasa Sebagai Akibat Keberhasilan Pembangunan Yang Dilaksanakan Selama Ini Diperlukan Suatu Penyesuaian, Sehingga Prasrana Jalan Yang Ada Dapat Memenuhi Tuntutan Tersebut. Penataan Sistem Jaringan Jalan Seiring dengan keluarnya Undang-Undang No 38 Tahun 2004 Tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No 34 Tahun 2006, maka otomatis kegiatan penyelenggaraan jalan yang meliputi pengaturan, pembinaan, pembangunan dan pengawasan jalan haruslah disesuaikan dengan aturan yang baru.

Untuk mempermudah penyelenggaraan jalan di Kalimantan Timur, maka perlu dibuat break down dan kajian Sistem Jaringan Jalan yang ada secara menyeluruh dan komprehensif. Salah satu kajian yang penting adalah membuat inventarisasi maupun Up-dating fungsi/peranan jalan sesuai UU 38 tahun 2004 baik pada system jaringan jalan primer dan system jaringan jalan sekunder yang terjalin dalam hubungan hirarki, dengan mengacu pada rencana tata ruang wilayah dan dengan memperhatikan keterhubungan antar kawasan baik perkotaan maupun pedesaan. Dengan adanya dokumen jalan pada system jaringan jalan yang tertata diharapkan dapat menunjang pemrograman pelaksanaan pembangunan yang lebih terukur dan terarah.

URGENSI PENETAPAN FUNGSI JALAN BAGI DAERAH

“KETETAPAN MENGENAI FUNGSI JALAN MERUPAKAN SYARAT UNTUK MENETAPKAN

STATUS JALAN, DAN

TANPA ADANYA KEJELASAN MENGENAI STATUS JALAN MAKA PELAKSANAAN

KEWENANGAN PENYELENGGARAAN JALAN (TURBINBANGWAS) TIDAK DAPAT DILAKUKAN

SEBAGAIMANA MESTINYA”.

PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN

JALAN- UU No. 38, Th. 2004, Tentang Jalan Pengganti UU-13/1980- PP No. 34, Th. 2006, Tentang Jalan Pengganti PP-26/1985- PP No. 15, Th. 2005, Tentang Jalan Tol Pengganti PP-8/1990

TATA RUANG- UU No. 26, Th. 2007, Tentang Penataan Ruang Pengganti UU-24/1992- PP No. 26, Th 2008, Tentang Penataan Ruag Pengganti PP-471/1997

TRANSPORTASI- UU No. 14, Th 1992, Tentang LLAJ- PP No. 43, Th. 1993, Tentang LLAJ- Sistem Transportasi Nasional (SISTRANAS)

PERMASALAHAN DALAM KLASIFIKASI FUNGSI JALAN DAERAH

1. Up-Dating Fungsi dan Status Jalan Sesuai UU 38/2004, umumnya belum dilakukan daerah.- Pemerintah Propinsi belum menetapkan fungsi jalan di wilayahnya setelah ditetapkan UU No. 38/2004, sehingga- Umumnya Pemerintah Propinsi dan Kabupaten/Kota belum Meng-Update status jalan yang menjadi kewenangan nya

2. Pemekaran Wilayah berdampak Kepada Klasifikasi Fungsi Jalan- RTRW di beberapa daerah pemekaran belum ditetapkan, sehingga menyulitkan dalam proses penetapan fungsi jalan- RTRW di beberapa wilayah belum secara baik memetakan pusat kegiatan/kawasan, sehingga menyulitkan dalam menetapkan fungsi jalan

3. Konsekuensi Klasifikasi fungsi jalan belum sepenuhnya di pahami daerah- Status Jalan merupakan konsekuensi logis dari ditetapkannya fungsi suatu jalan. Hal ini berdampak pada kewenangan penyelenggaraan jalan termasuk dalam penyediaan biaya untuk pembangunan dan pemeliharaan.- Penetapan status suatu ruas jalan yang tidak dilandaskan kepada penelaahan fungsi ruas jalan secara mendalam sering mengakibatkan terjadinya perebutan atau pelimpahan kewenangan

4. Penyelenggaraan Jalan Sesuai Klasifikasi Fungsi Belum Optimal- Pembangunan ruas jalan yang kurang memperhatikan fungsi jalan, sering mengakibatkan in – efisiensi dalam investasi (OVER DESIGN)- Pemanfaatan ruang jalan yang tidak pada tempatnya menyebabkan terganggunya fungsi jalan, sehingga efisiensi kinerja jaringan jalan menjadi kurang optimal.

PRINSIP UTAMA KLASIFIKASI FUNGSI JALAN

1. Jaringan jalan memiliki 2 peran utama yaitu :a. Memberikan aksibilitas bagi wilayah dapat dijangkau dan dapat dikembangkan

kegiatan sosial dan ekonomib. Menyediakan mobilitas bagi kelancaran lalulintas kendaraan, orang dan barang

2. Klasifikasi fungsi jalan secara umum terdiri dari :a. Jalan Arteri : yaitu jalan yang diutamakan untuk melaksanakan peran mobilitas

yang umumnya membutuhkan kapasitas dan kecepatan tinggi (jalan yang didesain dengan kinerja/performance jalan tinggi )

b. Jalan Kolektor : yang difungsikan sebagai kolektor/distributor , dimana fungsi eksesbilitas dan molitas diperankan secara merata

c. Jalan Lokal : yaitu jalan yang diutamakan untuk melaksanakan peran eksisbilitas bagi wilayah ( kuncinya adalah pemerataan jangkauan kesemua daerah )

ILUSTRASI PRINSIP UTAMA KLASIFIKASI FUNGSI JALAN

PERAN MOBILITAS

PERAN AKSESBILITAS

JAL

AN

AR

TE

RI

JAL

AN

KO

LE

KT

OR

JAL

AN

LO

KA

L

LALU LINTAS UTAMA

TRANSISI

DISTRIBUSI

KOLEKSI

AKSES

SISTEM KLASIFIKASI JALAN DI INDONESIAJalan Umum dikelompokkan menurut :a. SISTIM JARINGAN JALAN yang terdiri atas :

1. Sistim jaringan jalan primer2. Sistim jaringan jalan sekunder ( kawasan Perkotaan )

b. FUNGSI JALAN yang dikelompokkan menjadi :1. Jalan arteri2. Jalan kolektor3. Jalan Lokal4. Jalan Lingkungan

c. STATUS JALAN yang dikelompokkan menjadi :1. Jalan Nasional2. Jalan Provinsi3. Jalan Kabupaten4. Jalan Kota5. Jalan Desa

d. KELAS JALAN yang dikelompokkan menjadi :1. Jalan Bebas hambatan2. Jalan raya3. Jalan sedang4. Jalan kecil

Sumber : pasal 6 s/d 10 UU 38 th 2004 tentang jalan

DEFINISI KLASIFIKASI JALAN UMUM (1)

NO PEMBAGIAN KLASIFIKASI DEFINISI

1 Menurut sistim

Sistim jaringan jalan primer

Sistim jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk pengembangan semua wilayah di tingkat nasional, dengan menghubungkan semua simpul jasa distribusi yang berwujud pusat kegiatan

Sistim jaringan jalan sekunder

Sistim jaringan jalan dengan peranan pelayanan distribusi barang dan jasa untuk masyarakat dalam kawasan perkotaan

2 Menurut Fungsi

Jalan Arteri Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan utama dengan ciri perjalanan jarak jauh, kecepatan rata rata tinggi, dan jumlah jalan masuk dibatasi secara berdayaguna

Jalan Kolektor Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan pengumpul atau pembagi denagn ciri perjalanan jarak sedang, kecepatan rata rata sedang, dan jumlah jalan masuk dibatasi

Jalan Lokal Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan setempat dengan ciri perjalanan jarak dekat, kecepatan rata rata rendah, dan jumlah jalan masuk tidak dibatasi

Jalan Lingkungan

Jalan umum yang berfungsi melayani angkutan lingkungan dengan ciri perjalanan jarak dekat, dan kecepatan rata rata rendah

Sumber : pasal 7 dan psl 8 UU No. 38 Th 2004 tentang Jalan

DEFINISI KLASIFIKASI JALAN UMUM (2)

NO PEMBAGIAN KLASIFIKASI DEFINISI

3 Menurut status

Jalan Nasional

Jalan arteri dan jalan kolektor dalam sitim jaringan jalan primer yang menghubungkan antar Ibukota Provinsi, dan jalan strategis Nasional, serta jalan Tol

Jalan Provinsi

Jalan kolektor dalam sitim jaringan jalan primer yang menghubungkanm ibukota Provinsi dengan ibukota Kabupaten/Kota, atau antar ibukota Kabupaten/Kota, dan jalan strategis Provinsi

Jalan Kabupaten

Jalan lokal dalam sistim jaringan jalan primer yang tidak termasuk jalan nasional maupun jalan provinsi, yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota kecamatan, antar ibukota kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat kegiatan lokal, antar pusat kegiatan lokal, serta jalan umum dalam sistim jaringan jalan sekunder dalam wilayah kabupaten, dan strategis kabupaten

Jalan Kota Jalan umum dalam sistim jaringan jalan sekunder yang menghubungkan antar pusat pelayanan dalam kota, menghubungkan pusat pelayanan dengan persil, menghubungkan antar persil, serta menghubungkan antar pusat permukiman yang berada dalam kota.

Jalan Desa Jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman didalam desa, serta jalan lingkungan

4. Menurut kelas

•Jalan bebas hambatan

•Jalan raya•Jalan sedang

•Jalan Kecil

-Pengaturan mengenai kelas jalan mengikuti peraturan LLAJ- Spesifikasi penyediaan prasarana jalan meliputi :• Pengendalian Jalan Masuk• Persimpangan sebidang• Jumlah dan Lebar Lajur• Ketersediaan Median•Pagar

Sumber : pasal 9 dan psl 10 UU No. 38 Th 2004 tentang Jalan, serta pasal 25 s/d pasal 32 PP No. 34 Th 2006 tentang jalan

Kelas jalan berdasarkan spesifikasi penyediaan prasrana jalan

KELAS JALAN(PP JALAN 34/2006, PASAL 31)

Diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang lalu lintas & angkutan Jalan

Departemen Perhubungan :

Fungsi jalan

MST & Dimensi Kendaraan

Klas I, II, IIIA, IIIB, IIIC

Kelas jalan berdasarkan penggunaan jalan dan kelancaran lalu lintas dan

angkutan jalan

Dikelompokkan atas jalan bebas hambatan, jalan raya, jalan sedang dan

jalan kecil

Departemen Pekerjaan Umum : - Jalan Bebas Hambatan : Freeway- Jalan Raya : Highway- Jalan Sedang : Road- Jalan kecil : Street

. KLASIFIKASI JALAN MENURUT STATUS (WEWENANG PENGATURANNYA)

Klasifikasi jalan menurut status (wewenang pengaturannya), sebagaimana diatur dalam Undang-Undang No. 38 tahun 2004 tentang Jalan dan Peraturan Pemerintah No. 34 tahun 2006 tentang Jalan yang membagi ruas jalan menurut status (wewenang. pengaturannya), yaitu:

A. Jalan Nasional yang pengaturannya berada pada Pemerintah Pusat adalah:a.jalan arteri primer,b.jalan kolektor primer yang menghubungkan antar ibukota provinsi,c.jalan tol, dand.jalan strategis nasional.B. Jalan Provinsi, yaitu ruas jalan yang menurut tingkat kepentingannya, pengaturannya - diserahkan kepada Pemerintah Provinsi, adalah:

a.jalan kolektor primer yang menghubungkan ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten atau kotab.jalan kolektor primer yarig menghubungkan antar ibukota kabupaten atau kotac.jalan strategis provinsi, dand.jalan di Daerah Khusus lbukota Jakarta, kecuali jalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 (PP. No. 34 tahun 2006 tentang Jalan)

C. Jalan Kabupaten, yaitu ruas jalan yang menurut kepentingannya, pengaturannya diserahkan kepada Pemerintah Kabupaten, adalah:a. jalan kolektor primer yang tidak termasuk jalan nasional sebagaimana dalam

Pasal 26 huruf b dan jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27,b. jalan lokal primer yang menghubungkan ibukota kabupaten dengan ibukota

kecamatan, ibukota kabupaten dengan pusat desa, antar ibukota kecamatan, ibukota kecamatan dengan desa, dan antar desa,

c. jalan sekunder yang tidak termasuk jalan provinsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 huruf d dan jalan sekunder dalam kota, dan

d. jalan strategis kabupaten (PP. No 34 tahun 2006 tentang Jalan)D. Termasuk kelompok jalan perkotaan adalah jalan umum pada jaringan jalan

sekunder didalam kotaE. Termasuk kelompok jalan desa adalah jalan lingkungan primer dan, jalan lokal

primer dan jalan lokal primer yang tidak termasuk jalan kabupaten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 huruf b di dalam kawasan perdesaan, dan merupakan jalan umum yang menghubungkan kawasan dan/atau antar permukiman- di dalam desa.F. Termasuk jalan khusus adalah jalan yang dibangun oleh instansi, badan

usaha, perseorangan, atau kelompok masyarakat untuk kepentingan sendiri. (UU No. 38 pasal 1 ayat 6)

PERSYARATAN TEKNIS(PP JALAN 34/2006)

FUNGSI JALAN

KECEPATAN RENCANA (MINIMUM)

LEBAR BADAN JALAN

(MINIMUM)

ARTERI 60 km/jam 11 m

KOLEKTOR 40 km/jam 9 m

LOKAL 20 km/jam 7.5 m

LINGKUNGAN 15 km/jam 6.5 m

FUNGSI JALAN

KECEPATAN RENCANA (MINIMUM)

LEBAR BADAN JALAN

(MINIMUM)

ARTERI 30 km/jam 11 m

KOLEKTOR 20 km/jam 9 m

LOKAL 10 km/jam 7.5 m

LINGKUNGAN 10 km/jam 6.5 m

Sistem Jaringan Jalan primer

(Pasal 13 - 16)Sistem Jaringan Jalan sekunder

(Pasal 17 - 20)

RUANG MILIK JALAN(PP JALAN 34/2006, PASAL 40)

Ruang milik jalan terdiri dari ruang manfaat jalan dan sejalur tanah tertentu di luar ruang manfaat jalan.

Ruang milik jalan paling sedikit memiliki lebar sebagai berikut :

1. Jalan Bebas Hambatan : 30 mJalan raya : 25 mJalan sedang : 15 mJalan Kecil : 11 m

SPESIFIKASI(PP JALAN 34/2006, PASAL 32)

Spesifikasi penyediaan prasrana jalan meliputi pengendalian jalan masuk, persimpangan sebidang, jumlah dan lebar jalur, etersediaan median, serta pagar

JALAN

BEBAS HAMBATAN

- Pengendalian jalan masuk secara penuh

- tidak ada persimpangan sebidang - Dilengkapi pagar ruang milik jalan- Dilengkapi dengan median

paling Sedikit :-2 lajur setiap arah- lebar lajur 3,5 m

JALAN RAYA - Untuk lalu lintas secara menerus dengan pengendalian jalan masuk secara terbatas

- Dilengkapi dengan median

paling Sedikit :-2 lajur setiap arah- lebar lajur 3,5 m

JALAN SEDANG - Untuk lalu lintas jarak sedang dengan pengendalian jalan masuk tidak dibatasi

paling Sedikit :-2 lajur untuk 2 arah- lebar jalur 7 m

JALAN KECIL - melayani lalu lintas setempatpaling Sedikit :-2 lajur untuk 2 arah- lebar jalur 5,5 m

Ruang pengawasan jalan merupakan ruang tertentu di luar milik jalan yang penggunaannya ada di bawah pengawasan penyelenggara jalanRuang pengawasan jalan diperuntukkan bagi pandangan bebas pengemudi dan pengamanan konstruksi jalan serta pengamanan fungsi jalanRuang pengawasan jalan meruypakan ruang sepanjang jalan di luar ruang milik jalan yang di batasi oleh lebar dan tinggi tertentuDalam hal ruang milik jalan tidak cukup luas, lebar ruang pengawasan jalan di tentukan dari tepi badan jalan paling sedikit dengan ukuran sebagai berikut :

1.Jalan arteri primer : 15 m2.Jalan kolektor primner : 10 m3.Jalan lokal primer : 7 m4.Jalan Lingkungan primer : 5 m5.Jalan arteri sekunder : 15 m6.Jalan kolektor sekunder : 5 m7.Jalan lokal sekunder : 3 m8.Jalan lingkungan sekunder : 2 m]9.Jembatan 100 meter kearah hilir dan hulu

RUANG PENGAWASAN JALAN(PP JALAN 34/2006, PASAL 44)

RTRWN/P/K/K

SISTRANAS(SISTEM TRANSPORTASI NASIONAL)

TRANSPORTASI LAUT TRANSPORTASI DARAT TRANSPORTASI UDARA

MODA KERETA API MODA JALAN RAYA MODA FERI/SUNGAI

JARINGAN JALAN

PROSES PENETAPAN JARINGAN JALAN

PROSES PENETAPAN JARINGAN JALAN

TINGKATAN KEWENANGAN LINGKUP KEWENANGAN

PEMERINTAH PUSAT

PEMERINTAH KAB/KOTA

PEMERINTAH PROPINSI

Penyelenggaraan jalan secara umum

Penyelenggaraan jalan nasional

Pegaturan (TUR)Pembinaan (BIN)Pembangunan (Bang)Pengawasan (WAS)

Penetapan fungsi jalan arteri dan kolektor primer yang menghubugkan Ibukota Propinsi ( KepMen PU)

Keputusan Status Jalan Nasional (KepMen PU)

FUNGSI DAN STATUS JALAN

Penyelenggaraan jalan Propinsi

Pegaturan (TUR)Pembinaan (BIN)Pembangunan (Bang)Pengawasan (WAS)

Penetapan fungsi jalan sekunder dan jalan primer selain yang menghubungkan Ibukota Propinsi ( kep. gubernur)

Penetapan Status Jalan Propinsi (Kep. Gubernur)

Penyelenggaraan jalan Kab/Kota

Pegaturan (TUR)Pembinaan (BIN)Pembangunan (Bang)Pengawasan (WAS)

Penetapan Status Jalan Kab/Kota (Kep. Bupati/Walikota)

Sumber : pasal 61 dan psl 62 PP No. 34 Th 2006 tentang jalan

DIAGRAM FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN( UU.38/2004 + PP.15/2005 + PP. 34/2006 )

SISTEM JARINGAN

JALAN

KLASIFIKASI MENURUT FUNGSI

KLASIFIKASI MENURUT STATUS

SISTEM PRIMER

JALAN ARTERIDITETAPKAN DENGAN SK MENTERI PU

JALAN NASIONAL

(TERMASUK JALAN TOL

DITETAPKAN DENGAN SK MENTERI PU

JALAN KOLEKTOR

K1

K2K3

DITETAPKANJALAN

PROVINSI

DITETAPKAN DENGAN SK GUBERNUR

K4

DENGAN SKJALAN

KABUPATEN DAN JALAN

DESA

DITETAPKAN DENGAN SK

BUPATI

JALAN LOKALJALAN LINGKUNGAN

SISTEM SEKUNDER

ARTERI

GUBERNURKOLEKTOR

JALAN

KOTA

DITETAPKAN DENGAN SK WALIKOTA

LOKAL

LINGKUNGAN

Catatan : Jalan tol merupakan jalan alternative dari jalan umum yang ada, dan ruas jalan umum tersebut sekurang- kurangnya mempunyai arteri atau kolektor.

K1 = menghubungkan antar ibukota provinsiK2 = ibukota provinsi dengan ibukota kabupaten / kotaK3 = menghubungkan antar ibukota kabupaten / kotaK4 = ibukota kabupaten / kota dengan kecamatan

PERTIMBANGAN DALAM PENETAPAN FUNGSI DAN STATUS JALAN

FUNGSI JALAN

SISTEM JARINGAN

JALAN PRIMER

SISTEM JARINGAN

JALAN SEKUNDER

ARTERI PRIMER (AP)KOLEKTOR PRIMER (KP)

LOKAL PRIMER (LP)LINGKUNGAN PRIMER

ARTERI SEKUNDER (AS)KOLEKTOR SEKUNDER (KS)

LOKAL SEKUNDER (LS)LINGKUNGAN SEKUNDER

INPUT ;•RTRWN, RTRWP, RTRW KAB/KOTA,RPJM

•UU DAN PP TENTANG LLAJ•TATRANAS, TATRAWIL, TATRALOK

•HASIL STUDI JARINGAN

FUNGSI JALAN DIGUNAKAN UNTUK :•PENETAPAN STATUS JALAN•PENETAPAN KELAS JALAN

STATUS JALAN

JALAN NASIONAL(TERMASUK JALAN TOL)

JALAN PROPINSIJALAN KABUPATEN DAN JALAN

DESAJALAN KOTA

INPUT ;KETETAPAN FUNGSI JALAN

KETETAPAN JALA STRATEGIS(NASIONAL, PROPINSI, KABUPATEN)

STATUS JALAN DIGUNAKAN UNTUK :PEMBAGIAN KEWENANGAN PENYELENGGARAAN JALAN (TURBINBANGWAS) ANTARA

PEMERINTAH PUSAT, PROPINSI, DAN KAB/KOTA

HIRARKI FUNGSI JALAN PADASISTEM JARINGAN JALAN SEKUNDER

HUBUNGAN ANTARA PUSAT KAWASAN DIPERKOTAAN DENGAN FUNGSI JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN SEKUNDER

Kawasan

Primer Sekunder Sekunder Sekunder

PerumahanI II III

( F1 ) ( F21 ) ( F22 ) ( F23 )

Primer (F1) - Arteri - - -

Sekunder I (F21) Arteri Arteri Arteri - Lokal

Sekunder II (F22) - Arteri Kolektor Kolektor Lokal

Sekunder III (F23)

- - Kolektor Lokal Lokal

Perumahan - Lokal Lokal Lokal Lingkungan

PKN PKN

PKL

PKW PKW

PKL

PK LING

PK LING

PERSIL PERSIL

AP

LING.P

LP LP

LP

KP

AP AP

KP KP

LING.P LING.P

LP

LING.P

LING.P

LP LP LP

KP

DIAGRAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER( UU NO. 38 TH. 2004 & PP NO. 34 TH. 2006 )

KeteranganI. PUSAT KEGIATAN NASIONAL ( PKN )II. PUSAT KEGIATAN WILAYAH ( PKW )III. PUSAT KEGIATAN LOKAL ( PKL )IV. PUSAT KEGIATAN LINGKUNGAN ( PK Ling )V. PERSILAP : ARTERI PRIMERKP : KOLEKTOR PRIMERLP : LOKAL PRIMERLING. P : LINGKUNGAN PRIMER

HUBUNGAN ANTARA HIRARKI KOTA DENGAN FUNGSI JALAN DALAM SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER

PERKOTAAN PKN PKW PKL PKLing Persil

PKN Arteri Arteri Kolektor Lokal Lingkungan

PKW Arteri Kolektor Kolektor Lokal Lingkungan

PKL Kolektor Kolektor Lokal Lokal Lingkungan

PKLing Lokal Lokal Lokal Lokal Lingkungan

Persil Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan Lingkungan

METODE PENETATAPAN KALSIFIKASI FUNGSI JALAN PRIMER (1)

1. LANGKAH 1. Identifikasi simpul

a. Identifiksi simpul berupa pusat pusat kegiatan yang harus dihubungkan oleh jaringan jalan yang telah ditetapkan dalam RTRW. Sehingga dapat dibuat peta lokasi PKN, PKW, PKL dan PK Lingkungan.

b. Buat Diagram hirarki hubungan antar pusat kegiatan yang diidentifikasi dari butir ( a )

c. Buat matrik hirarki fungsi jalan berdasarkan diagram hirarki pusat kegiatan yang disusun pada butir ( b ).

2. LANGKAH 2 : Inventarisasi Data LingkunganInventarisasi semua ruas jalan primer yng ada di wilayah tersebut, dan periksa kesesuaiannya dengan persyaratan teknis jalan primer yang disampaikan pada pasal 13 s/d pasal 16 PP No. 34 Tahun 2006 tentang jalan, terutama data data mengenai :

a. Lebar dan kapasitas ruas jalan

b. Volume lalu lintas dan V/C Ruas jalan

c. Pengaturan akses dan persimpangan sebidang ( juka ada )

METODE PENETATAPAN KALSIFIKASI FUNGSI JALAN PRIMER (2)

METODE PENETATAPAN KALSIFIKASI FUNGSI JALAN PRIMER(3)

3. LANGKAH 3. Penetapan Fungsi Jalan Hubungan simpul simpul pusat kegiatan yang diidentifikasikan pada langkah ( 1 )

dengan memperhatikan beberapa hal berikut :

a. Tetapkan dahulu fungsi ruas jalan arteri primer, kemudian baru diusulkan dengan penetapan fungsi jalan kolektor primer, jalan lukal primer, dan seterusnya sampai dengan jalan lingkungan primer.

b. Dalam Penetapan jalan arteri primer, maka hubungkan terlebih dahulu antara PKN, baru kemudian disusul dengan menghubungkan antara PKN dengan PKW ( jika sudah ada ketetapan Menteri mengenai fungsi jalan arteri maka daftar ruas jalan yang telah ditetapkan di-plot terlebih dahulu )

c. Dalam penetapan jalan kolektor primer, maka hubungkan terlebih dahulu antara PKW, disusul dengan menghubungkan antara PKN dengan PKL, dan terakhir menghubungkan antara PKW dan PKL.

d. Dalam menetapkan jalan lokal primer, maka hubungkan terlebih dahulu antara PLK, disusul dengan menghubungkan antara PKN dengan PKLingkungan, dan menghubungkan anta PKW dengan PKLingkungan.

METODE PENETATAPAN KALSIFIKASI FUNGSI JALAN PRIMER(4)

4. LANGKAH 4. Evaluasi Fungsi Jalan Evaluasi apakah ruas jalan yang ditetapkan fungsinya pada langkah 3 diatas tersebut

memenuhi persyaratan teknis suatu fungsi jalan primer yang telah diidentifikasi pada langkah 2 sebelumnya:

a. Jika tidak memenuhi syarat, maka cari alternatif ruas jalan yang memiliki fungsi hubungan yang sama namun yang mampu memenuhi persyaratan teknis jalan primer ( sesuai hsil identifikasi pada langkah 2)

b. Jika Ya lanjutkan pada langkah 5

METODE PENETATAPAN KALSIFIKASI FUNGSI JALAN PRIMER (5)

5. LANGKAH 5 : Penyiapan ketetapan fungsi jalan.

Jika langkah (1) s/d (4) telah selesai dilakukan maka :

a. Susun database ruas jalan primer tersebut sesuai dengan kondisifikasinya serta fungsi jalannya masing masing, yang akan dijadikan sebagai lampiran keputusan Gubernur.

b. Lakukan koordinasi dengan INSTANSI TERKAIT untuk mendapatkan masukan dalam rangka finalisasi ketetapan mengenai fungsi jalan.

METODA PENETAPAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN SEKUNDER (1)

CATATAN :Penetapan klasifikasi fungsi jalan sekunder, dilakukan setelah klasifikasi jalan primer

selesai ditetapkan.1. Langkah 1 : Identifikasi Simpula. Identifikasi simpul berupa kawasan yang harus dihubungkan oleh jaringan jalan yang

telah ditetapkan dalam RTRW. Sehingga dapat dibuat peta lokasi dari : Kawasan primer, Kawasan Skunder I, Kawasan Sekunder II, Kawasan Seunder III, Perumahan serta Pesil.

b. Buat diagaram hirarki hubungan antar kawasan yang diidentifikasi dari butir (a)c. Buat matrik hirarki fungsi jalan berdasarkandiagram hirarki kawasan yang disusun pada

butir (b)2. Langkah 2 : Inventarisasi Kondisi JalanInventarisasi semua ruas jalan sekunder yang ada diwilayah tersebut, dan periksa

kesesuaiannya dengan persyaratan teknis jalan sekunder yang disampaikan pada pasal 17 s/d padal 20 PP No. 34 tahun 2006 tentang jalan terutama data data mengenai :

a. Lebar dan kapasitas ruas jalanb. Volume lalu lintas dan V/C ruas jalanc. Persimpanga sebidang ( jika ada )

METODA PENETAPAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN SEKUNDER (2)

3. Langkah 3 : Penetapan Fungsi JalanHubungkan simpul simpul pusat kegiatan yang diidentifikasi pada langkah (1) dengan memperhatikan beberapa hal berikut :

a. Plot-kan terlebih dahulu ruras ruas jalan primer yang melintasi kawasan perkotaanb. Tetapkan dahulu fungsi ruas jalan arteri sekunder, kemudian baru disusul dengan

penetapan fungsi jalan sekunder, jalan lokal sekunder, dan seterusnya sampai dengan jalan lingkungan sekunder.

c. Dalam penetapan jalan arteri sekunder, maka hubungkan terlebih dahulu antara kawasan Primer dengan Kawasan sekunder I, baru kemudian disusul dengan menghubungkan antar Kawasan Sekunder Idengan Kawasan Sekunder II.

d. Dalam menetapkan jalan Kolektor Sekunder, maka hubungkanterlebih dahulu anta Kawasan Sekunder II dengan Kawasan Sekunder III.

e. Dalam menetapkan jalan lokal Sekunder, maka hubungkan terlebih dahulu antar Kawasan Sekunder III, disusul dengan menghubungkan antar Kawasan Sekunder I dengan Perumahan, antar Kawasan Sekunder II dengan Perumahan, dan antar Kawasan Sekunder III dengan Perumahan.

METODA PENETAPAN KLASIFIKASI FUNGSI JALAN SEKUNDER (3)

4. Langkah 4 : Evaluasi Fungsi JalanEvaluasi apakah ruas jalan yang ditetapkan fungsinya pada langkah (3) diatas tersebut memenuhi persyaratan teknis suatu fungsi jalan sekunder yang telah diidentifikasi pada langkah (2) sebelumnya

a. Jika tidak memenuhi syarat, maka cari alternatif ruas jalan yang memiliki fungsi hubungan yang sama namun yang mampu memenuhi persyaratan teknis jalan sekunder (sesuai hasil inventarisasi pada langkah 2)

b. Jika ya, lanjutkan kelangkah (5).

5. Langkah 5 : PENYIAPAN KETETAPAN FUNGSI JALANJika Langkah (1) s/d Langkah (4) telh sesuai dilakukan maka :

a. Susun database ruas jalan sekunder tersebut sesuai dengan kodifikasinya serta fungsi jalannya masing masing, yang akan dijadikan sebagai lampiran Keputusan Gubernur.

b. Lakukan koordinasi dengan instansi terkait untuk mendapatkan masukan dalam rangka finalisasi ketetapan mengenai fungsi jalan

c. Konsep usulan ruas jalan menurut fungsi (peranannya) sebagai jalan kolektor 2, kolektor 3, kolektor 4, lokal, lingkungan, (dalam, sistem primer) dan jaringan jalan dalam sistem sekunder ditetapkan oleh gubernur, atas usulan bupati/walikota yang bersangkutan, dengan memperhatikan keputusan Menteri.

KOTA SEDANG

Jalan Kolektor Primer

BANDARAUDARA

KAWASANINDUSTRI

KAWASANPERDAGANGAN

REGIONAL

PELABUHANDAN

PERGUDANGAN

Sistem Primer

Jalan Arteri Sekunder

Jalan Kolektor SekunderJalan Lokal Sekunder

Kawasan Primer

Kawasan Sekunder

PerumahanBatas Kota

KAWASANPERDAGANGAN

REGIONAL

PELABUHANDAN

PERGUDANGANBANDARAUDARA

KOTA METROPOLITAN

KOTA KECIL

KOTA BESAR

SKETSA PENGATURAN SISTEM JARINGAN JALAN PRIMER (SESUAI UU 38/2004 DAN PP 34/2006

SKETSA KLASIFIKASI FUNGSI PADA SISTIM JARINGAN JALAN SEKUNDER (SESUAI UU 38/2004 DAN PP 34/2006)

Kawasan PrimerKawasan SekunderPerumahan

Batas Kota

Sistim PrimerJalan arteri sekunder

Jalan kolektor sekunderJalan lokal sekunder

ALIH FUNGSI DAN STATUS JARINGAN JALAN

• Fungsi/peranan

• Jalan Arteri• Jalan Kolektor• Jalan Lokal• Jalan Lingkungan

Status : Wewenang Penyelenggaraan

• Jalan Nasional• Jalan Propinsi• Jalan Kabupaten & Desa• Jalan Kota

• Jalan Arteri Primer merupakan jalan utama antar kota

• Jalan dengan fungsi arteri primer harus menerus meskipun melintasi kota

• Alih fungsi jaringan jalan membawa konsekuensi alih status yang berarti alih wewnang penyelenggaraannya

• Perlu komitmen antar instansi terkait dalam hal wewenang penyelenggaraannya yang akan dilepas atau yang kan menjadi tanggung jawabnya

( Jangan sampai jaringan jalan tersebut tidak ada yang menangani, sehingga perlu segera ditindaklanjuti dengan berita acara serah terima aset)

PENUTUP• Pemerintah Provinsi sesuai dengan kewenangannya sebaiknya segera

melaksanakan kajian untuk menetapkan fungsi jalan primer dan jalan sekunder diwilayah provinsi Kalimantan Timur, sebagai dasar bagi Pemerintah Kabupaten/Kota untuk menetapkan status jalan masing masing wilayah kabupaten/kota

• Penetapan fungsi jalan ini sangat erat kaitannya dengan rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW), sehingga RTRW di Daerah (khususnya daerah pemekaran) perlu segera disusun/direvisi sesuai dengan peraturan dan perkembangan terbaru

• Ketetapan mengenai fungsi jalan sangat berpengaruh terhadap status jalan, hal ini berdampak kepada kewenangan jalan, termasuk dalam penyediaan anggaran untuk pemeliharaan

• Selain permasalahan penetapan fungsi, perlu juga diperhatikan kegiatan untuk menjaga gar fungsi jalan yang sudah ditetapkan memenuhi persyaratan teknisnya, khususnya terkait dengan permasalahan :

1. Jalan Arteri/Kolektor Primer yang masuk kekawasan Perkotaan2. Penataan akses dan persimpangan pada jalan arteri3. Tertib pemanfaatan ruang milik jalan