potensi pengembangan usaha penangkapan ikan di … · 13 nilai rata-rata lq nilai produksi ikan...
TRANSCRIPT
POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN
DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN
PPP LABUAN
WINY IRHAMNI
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Potensi Pengembangan Usaha
Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan adalah
karya saya sendiri dengan arahan dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya ilmiah yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Oktober 2009
Winy Irhamni
ABSTRAK
WINY IRHAMNI, C44051061. Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan
di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Dibimbing oleh IIN
SOLIHIN DAN RETNO MUNINGGAR.
Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan
Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi
Banten. Dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ini, perlu mengetahui
komoditas unggulan di suatu daerah sehingga dapat memberikan suatu informasi
tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan dan dapat meningkatkan
sektor perekonomian Kabupaten Pandeglang. Selain itu, penyeleksian alat
tangkap diperlukan untuk memberikan gambaran alat tangkap yang ramah
lingkungan. Potensi yang ada di daerah tersebut perlu didukung oleh suatu
infrastruktur yaitu pelabuhan perikanan. Salah satu peranan pelabuhan perikanan
adalah sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi. Sehingga perlu sarana
dan prasarana yang memadai. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai seberapa
besar dukungan pelabuhan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di
PPP Labuan dengan melihat komoditas unggulan yang ada dan alat tangkap di
daerah tersebut. Penelitian ini berlokasi di PPP Labuan Kabupaten Pandeglang.
Penelitian ini menggunakan metode survei. Analisis data yang digunakan adalah
metode location quotient (LQ) untuk menentukan komoditas unggulan, metode
skoring untuk penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan, dan analisis deskriptif
untuk memberikan gambaran sejauh mana dukungan pelabuhan dalam
pengembangan usaha penangkapan ikan. Terdapat 7 jenis komoditas unggulan
yang ada di Kabupaten Pandeglang, 2 dari 7 alat tangkap di PPP Labuan
merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Rata-rata dukungan pelabuhan
dalam penyediaan fasilitas tidak berperan (dilihat dari ketersediaan fasilitas,
pemanfaatan, dan kemudahan dalam pelayanan yang ada di PPP Labuan).
Kata kunci : penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pengembangan.
POTENSI PENGEMBANGAN USAHA PENANGKAPAN IKAN
DI KABUPATEN PANDEGLANG DAN DUKUNGAN
PPP LABUAN
WINY IRHAMNI
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya perikanan
MAYOR TEKNOLOGI DAN MANAJEMEN PERIKANAN TANGKAP
DEPARTEMEN PEMANFAATAN SUMBERDAYA PERIKANAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Skripsi : Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan
di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP
Labuan
Nama : Winy Irhamni
NRP : C44051061
Mayor : Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap
Disetujui:
Pembimbing I, Pembimbing II,
Iin Solihin, S.Pi, M.Si. Retno Muninggar, S.Pi, ME.
NIP : 19701210 199702 1 001 NIP : 19780718 200501 2 002
Diketahui:
Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
Prof. Dr. Ir. Indra Jaya, M.Sc.
NIP : 19610410 198601 1 002
Tanggal lulus : 5 Oktober 2009
KATA PENGANTAR
Skripsi ditujukan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar sarjana pada
Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan Tangkap, Departemen Pemanfataan
Sumberdaya Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor. Penelitian yang dilakukan berjudul “Potensi Pengembangan Usaha
Penangkapan Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Iin Solihin, S.Pi, M.Si dan Retno Muninggar, S.Pi, ME selaku dosen
pembimbing skripsi;
2. Dr. Eko Sri Wiyono S.Pi, M. Si. dan Dr. Ir. Ernani Lubis, DEA selaku dosen
penguji tamu;
3. Dr. Ir. Tri Wiji Nurani, M.Si selaku selaku komisi pendidikan Departemen
PSP;
4. Kepala Bidang Kelautan Departeman Kelautan dan Perikanan Pandeglang
(Bpk. Hasyim) dan Staf (Bu Mae) yang telah membantu penulis selama
pelaksanaan penelitian;
5. Kepala UPT Teluk (Pak Yayat), Manajer TPI (Pak Didin), Kepala Bidang
Kelautan DKP Propinsi Banten (Pak Yudi) yang telah membantu
pengumpulan data;
6. Bapak H. Rasbi Sekeluarga atas bantuannya selama di Labuan
Bogor, Oktober 2009
Winy Irhamni
UCAPAN TERIMA KASIH
Banyak pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan dalam
menyelesaikan skripsi ini, baik bantuan secara moril maupun materil yang sangat
berguna bagi penulis.
Penulis menyampaikan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada pihak-
pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini, antara lain:
1. Orang tua tercinta Bapak dan Mamah : Drs. H. Endang Barnas, MA dan
Hj.Entin Surtini atas segala doa, motivasi, kasih sayang, dan dukungannya;
2. Kakak dan adikku tersayang : Teh Wenti dan A’Ope, A’Wildan, Neng Nur,
de Widi (almh) dan keponakanku Kafi Ahmad Muzakki yang tiada hentinya
berdoa dan memberikan semangat untuk penulis;
3. Reny Yuliastuti atas bantuannya dalam pengambilan data.
4. Sahabat-sahabatku PSP 42 (Dhenis, Hafid, Intan, Ema, Yiyi, Gina, Fati, Ima,
Didin, Bepe, Asep, Pakde, Septa, Meri, Eko, Leo, Bram, Noer, Ojan, Nano,
Yuli, Kim, Rio, Novel, Dika, Vera, Hendri, Ziah, Ummi, Irna, Puput, Dian,
Dilla, Ferty, Mirza, Meida, Arif, Hendro, Anja, Mira, Kily, Adi, Budi, Oce,
Haryo, Zasuli, Feri, Sahat, Hanno, Imam, Nia, dan Fifi) untuk kebersamaan
dan kekompakkan kalian semasa kuliah.
5. Shambala Galz Crew (Ndeph, Shinta, mba Ema, Uci, dan Winda) dan crew
shambala lainnya yang telah memberikan dukungan dan menemani penulis
pada saat suka dan duka.
Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu yang telah membantu
dalam kelancaran penyelesaian skripsi ini.
Bogor, Oktober 2009
Winy Irhamni
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 31 Juli 1987 di Bekasi,
Jawa Barat dari pasangan Drs. H. Endang Barnas, MA dan
Hj. Entin Surtini. Penulis merupakan anak ketiga dari lima
bersaudara.
Pada tahun 1999, penulis menyelesaikan pendidikan
sekolah dasar di SDN Tambun VIII, tahun 2002 penulis
menyelesaikan pendidikan sekolah menengah di MtsN Sukamanah dan lulus dari
MAN Sukamanah pada tahun 2005. Penulis diterima pada program sarjana
Institut Pertanian Bogor pada tahun 2005 melalui jalur Undangan Seleksi Masuk
Institut Pertanian Bogor (USMI) di Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Pada
tahun 2006, penulis diterima di Mayor Teknologi dan Manajemen Perikanan
Tangkap, Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan FPIK IPB dan
mengambil Supporting Course dari beberapa mata kuliah di beberapa fakultas di
IPB Bogor.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam beberapa organisasi
kemahasiswaan seperti Himpunan Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan
(HIMAFARIN) periode 2008/2009 sebagai anggota kesekretariatan dan
Himpunan Mahasiswa Perikanan Tangkap Indonesia (HIMPATINDO) sebagai
staf departemen informasi dan komunikasi (2006-2009). Selain itu, penulis juga
aktif dalam beberapa kepanitian dan pelatihan baik Departemen Pemanfataan
Sumberdaya Perikanan FPIK IPB maupun IPB.
Dalam rangka menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan
menyusun skripsi dengan judul “Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan
Ikan di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan”.
ABSTRAK
WINY IRHAMNI, C44051061. Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan
di Kabupaten Pandeglang dan Dukungan PPP Labuan. Dibimbing oleh IIN
SOLIHIN DAN RETNO MUNINGGAR.
Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan
Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi
Banten. Dalam pengembangan usaha penangkapan ikan ini, perlu mengetahui
komoditas unggulan di suatu daerah sehingga dapat memberikan suatu informasi
tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan dan dapat meningkatkan
sektor perekonomian Kabupaten Pandeglang. Selain itu, penyeleksian alat
tangkap diperlukan untuk memberikan gambaran alat tangkap yang ramah
lingkungan. Potensi yang ada di daerah tersebut perlu didukung oleh suatu
infrastruktur yaitu pelabuhan perikanan. Salah satu peranan pelabuhan perikanan
adalah sebagai pusat pengembangan aktivitas ekonomi. Sehingga perlu sarana
dan prasarana yang memadai. Penelitian ini dimaksudkan untuk menilai seberapa
besar dukungan pelabuhan dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan di
PPP Labuan dengan melihat komoditas unggulan yang ada dan alat tangkap di
daerah tersebut. Penelitian ini berlokasi di PPP Labuan Kabupaten Pandeglang.
Penelitian ini menggunakan metode survei. Analisis data yang digunakan adalah
metode location quotient (LQ) untuk menentukan komoditas unggulan, metode
skoring untuk penyeleksian alat tangkap ramah lingkungan, dan analisis deskriptif
untuk memberikan gambaran sejauh mana dukungan pelabuhan dalam
pengembangan usaha penangkapan ikan. Terdapat 7 jenis komoditas unggulan
yang ada di Kabupaten Pandeglang, 2 dari 7 alat tangkap di PPP Labuan
merupakan alat tangkap yang ramah lingkungan. Rata-rata dukungan pelabuhan
dalam penyediaan fasilitas tidak berperan (dilihat dari ketersediaan fasilitas,
pemanfaatan, dan kemudahan dalam pelayanan yang ada di PPP Labuan).
Kata kunci : penangkapan ikan, pelabuhan perikanan, pengembangan.
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xiii
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ........................................................................... 1
1.2 Tujuan Penelitian........................................................................ 2
1.3 Manfaat Penelitian...................................................................... 3
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan ..................... 4
2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan ..................................... 4
2.3 Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan .................................. 5
2.4 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan .................................. 7
2.5 Fasilitas Pelabuhan Perikanan .................................................... 8
3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat ..................................................................... 10
3.2 Metode Pengumpulan Data ........................................................ 10
3.3 Analisis Data .............................................................................. 11
3.3.1 Pengembangan usaha penangkapan ikan: .................... 11
3.3.1.1 Komoditas ikan unggulan ................................ 11
3.3.1.2 Analisis alat tangkap efektif
yang ramah lingkungan .................................... 12
3.3.2 Peranan pengelola dalam pengembangan
usaha penangkapan ikan ............................................... 17
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang .................................... 19
4.1.1 Keadaan geografis dan topografi ................................. 19
4.1.2 Keadaan iklim .............................................................. 20
4.1.3 Daerah penangkapan ikan dan musim ......................... 20
4.1.4 Unit penangkapan Kabupaten Pandeglang .................. 21
4.1.5 Produksi hasil tangkapan ............................................. 24
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Labuan ............................. 26
4.2.1 Lokasi PPP Labuan ...................................................... 26
4.2.2 Daerah penangkapan ikan dan musim ......................... 26
4.2.3 Unit penangkapan ikan di Labuan ............................... 27
4.2.4 Kelengkapan fasilitas dan kelembagaan ...................... 30
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengembangan usaha penangkapan .............................................. 34
5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan ......................... 34
5.1.1.1 Jenis ikan-ikan pelagis ................................... 34
5.1.1.2 Jenis ikan-ikan demersal ................................ 36
5.1.1.3 Jenis mollusca ................................................ 38
5.1.1.4 Jenis crustacea ............................................... 39
5.1.2 Analisis Alat Tangkap Efektif
Yang Ramah Lingkungan ............................................ 43
5.2 Peranan Pengelola Dalam Pengembangan
Usaha Penangkapan Ikan ........................................................... 46
5.2.1 Pusat aktivitas produksi ............................................... 48
5.2.2 Pusat tempat pengolahan dan pemasaran ..................... 52
5.2.3 Dukungan modal usaha penangkapan .......................... 54
5.3 Bahasan Terangkum ................................................................... 55
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan................................................................................. 60
6.2 Saran ........................................................................................... 60
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 61
LAMPIRAN ................................................................................................. 63
x
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Jumlah produksi di setiap PPI di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 2
2 Data-data dan informasi yang dikumpulkan ........................................ 11
3 Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap ...................... 17
4 Peranan pengelola PPP Labuan dalam mengembangkan
usaha penangkapan ikan ...................................................................... 18
5 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan
di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 21
6 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang
periode 2004- 2008 .............................................................................. 23
7 Jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan volume dan
nilai ekonomis tinggi di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 .............. 24
8 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan
di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 24
9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan
di PPP Labuan periode 2004-2008 ...................................................... 27
10 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan
periode 2004-2008 ............................................................................... 29
11 Jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI tahun 2008 ...... 30
12 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode 2003-2007 .. 34
13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007 ...... 35
14 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode 2003-2007 36
15 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007 ... 37
16 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode 2003-2007 ....... 38
17 Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode 2003-2007 ........... 39
18 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode 2003-2007 ...... 39
19 Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode 2003-2007 .......... 40
20 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ
jumlah dan nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007 ................. 40
21 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ
jumlah dan nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007 .............. 41
22 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ
jumlah dan nilai produksi mollusca periode 2003-2007...................... 41
xi
23 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ
jumlah dan nilai produksi crustacea periode 2003-2007 .................... 42
24 jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan........................ 43
25 Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan
tingkat keramahan lingkungan di PPP Labuan .................................... 43
26 Hasil perhitungan nilai masing-masing kriteria
alat tangkap efektif di PPP Labuan ...................................................... 44
27 Peranan pengelola dalam mengembangkan
usaha penangkapan ikan ...................................................................... 47
28 Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya ............................. 48
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan
di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 22
2 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan
di Kabupaten Pandeglang tahun 2008 ................................................. 22
3 Perkembangan jumlah nelayan lokal dan pendatang
di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 23
4 Perkembangan volume produksi ikan yang didaratkan
di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 25
5 Perkembangan nilai produksi ikan yang didaratkan
di Kabupaten Pandeglang periode 2004-2008 ..................................... 25
6 Jenis dan jumlah alat tangkap di PPP Labuan tahun 2008 .................. 28
7 Peranan pengelola terhadap penyediaan solar ..................................... 48
8 Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih .............................. 48
9 Peranan pengelola terhadap penyediaan es.......................................... 48
10 Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga ............................... 50
11 Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan ................. 50
12 Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran ...................... 50
13 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pendaratan
: tempat perbaikan jaring ..................................................................... 51
14 Peranan pelabuhan terhadap penyediaan tempat pendaratan
: slipways ............................................................................................. 51
15 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pendaratan
: bengkel............................................................................................... 51
16 Peranan pengelola terhadap penyediaan
tempat pelelangan ikan (TPI)............................................................... 51
17 Peranan pengelola terhadap penyediaan
tempat pengolahan ikan ....................................................................... 52
18 Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan............................. 52
19 Peranan pengelola terhadap penyediaan usaha koperasi ..................... 54
20 Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan
di PPP Labuan .................................................................................... 56
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta lokasi penelitian ........................................................................... 64
2 Data jumlah produksi dan nilai produksi tahun 2003-2007 Kabupaten
Pandeglang ........................................................................................... 65
3 Perhitungan LQ .................................................................................... 66
4 Hasil kuesioner penentuan alat tangkap yang efektif
di PPP Labuan ..................................................................................... 67
5 Hasil perhitungan nilai alat tangkap ramah lingkungan ...................... 71
6 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : solar ........................................................... 72
7 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : air bersih .................................................... 73
8 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : es ................................................................ 74
9 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : dermaga ..................................................... 75
10 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : kolam pelabuhan dan alur pelayaran ......... 76
11 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : tempat perbaikan jaring ............................. 77
12 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : slipways ..................................................... 78
13 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : bengkel ...................................................... 79
14 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : TPI ............................................................. 80
15 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : tempat pengolahan ikan ............................. 81
16 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : pasar ikan ................................................... 82
xiv
17 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap
usaha penangkapan ikan : koperasi...................................................... 83
18 Dokumentasi penelitian ....................................................................... 84
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pengelolaan perikanan dilaksanakan dengan tujuan untuk menyediakan
bahan pangan protein hewani, mendorong pertumbuhan industri melalui
penyediaan bahan baku, meningkatkan devisa melalui peningkatan ekspor hasil
perikanan dan menyediakan kesempatan kerja serta meningkatkan pendapatan
nelayan, sehingga sektor perikanan dan kelautan menjadi salah satu sektor
unggulan dalam pembangunan nasional.
Pengembangan usaha penangkapan ikan merupakan suatu proses atau
aktivitas manusia untuk meningkatkan produksi di bidang perikanan tangkap dan
sekaligus meningkatkan pendapatan nelayan sebagai pihak yang secara langsung
berperan dalam perikanan tangkap. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan
taraf hidup nelayan antara lain dengan meningkatkan produksi hasil tangkapan
dengan cara mengusahakan unit penangkapan yang produktif, efisien dan sesuai
dengan kondisi wilayah setempat, serta tidak merusak kelestarian sumber daya
perikanan yang ada. Kegiatan pengembangan perikanan tangkap dapat dilihat
dari pengembangan komoditas unggulan dan pengembangan teknologi
penangkapan ikan yang efektif dan efisien.
Pelabuhan perikanan memiliki peran sebagai pusat pengembangan aktivitas
ekonomi perikanan ditinjau dari aspek produksi, pengolahan, dan pemasaran lokal
maupun internasional. Selain itu, dukungan pelabuhan sangat diperlukan dalam
penyediaan sarana dan prasarana penunjang aktivitas untuk memudahkan
keberlangsungan suatu usaha penangkapan ikan.
Kabupaten Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Selat Sunda dan
Samudera Hindia merupakan salah satu pusat produksi perikanan di Propinsi
Banten. Potensi sumber daya perikanan tangkap laut tersebar di Laut Jawa, Selat
Sunda, dan Samudera Indonesia. Pengembangan perikanan tangkap masih
terkonsentrasi di Laut Jawa dan Selat Sunda. Potensi sumber daya perikanan
tangkap masih besar, tercermin dari produksi tahun 2005 yang hanya 58.753,11
ton, atau 76,98 % dari potensi di wilayah perairan Kabupaten Pandeglang yang
mencapai 92.971 ton (Anonim, 2007). Potensi sumberdaya ikan di perairan
sekitar Kabupaten Pandeglang, terutama di perairan Selat Sunda dan Samudera
2
Hindia, masih dapat dimanfaatkan dan merupakan peluang yang cukup baik
dalam pengembangan usaha perikanan tangkap di daerah ini.
PPP Labuan memiliki prospek cukup baik karena memiliki beberapa
kelebihan antara lain jumlah produksi ikan lebih besar daripada PPI lain di
Kabupaten Pandeglang, hal ini terlihat dapat dilihat pada data produksi ikan tahun
2008, yaitu sebesar 1.285,62 ton. Tahun ketahun jumlah tangkapan ikan yang
didaratkan di PPP Labuan mencapai 774,17 ton/tahun (TPI Labuan I) dan 511,46
ton/tahun (TPI Labuan II) yang berupa ikan pelagis dan demersal (Laporan
Tempat Pelelangan Ikan, 2008).
Tabel 1 Jumlah produksi di setiap PPI di Kabupaten Pandeglang tahun 2008
No Nama PPI Jumlah produksi (ton)
1 PPP Labuan 1.285,62
2 PPI Carita 91,549
3 PPI Panimbang 527,074
4 PPI Sidamukti 639,556
5 PPI Citeureup 79,244
6 PPI Sumur 26,775 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
PPP Labuan terletak pada akses pemasaran hasil tangkapan potensial
menuju kota-kota besar seperti Jakarta, Serang, Cilegon, Tangerang dan
Lampung. Hal ini merupakan salah satu daya tarik bagi para nelayan pendatang
untuk mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan.
Berdasarkan data tersebut PPP Labuan memiliki prospek pengembangan
usaha penangkapan yang cukup besar. Hal ini juga akan berkaitan dengan
peranan pelabuhan dalam menyediakan fasilitas yang menunjang kegiatan usaha
penangkapan. Penelitian ini belum pernah dilakukan, penelitian sebelumnya di
PPP Labuan adalah tentang studi alat tangkap terhadap hasil tangkapan oleh
Suriawan (1982), peningkatan fungsionalisasi PPI Labuan Kabupaten Pandeglang
(2007) oleh Rika Kartika, prospek pendaratan hasil tangkapan di PPI Labuan
Kabupaten Pandeglang-Banten (2008) oleh Fieka Rakhmania.
1.2 Tujuan Penelitian
1) Menentukan potensi pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten
Pandeglang yaitu dengan menentukan komoditas ikan unggulan dan alat
tangkap ramah lingkungan.
3
2) Menentukan tingkat peranan pelabuhan perikanan dalam mengembangkan
usaha penangkapan ikan.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi :
1) Pihak pemerintah Kabupaten Pandeglang untuk mengetahui komoditas ikan
unggulan sehingga berpotensi pengembangannya terhadap usaha perikanan.
2) Pihak Dinas dan Kelautan Kabupaten Pandeglang sebagai bahan
pertimbangan untuk lebih memfokuskan potensi perikanan yang ada PPP
Labuan.
2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Potensi Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan
Pengembangan merupakan suatu istilah yang berarti suatu usaha perubahan
dari suatu yang nilai kurang kepada sesuatu yang nilai baik. Menurut Bahari
(1989) diacu dalam Sultan (2004), pengembangan usaha perikanan merupakan
suatu proses atau kegiatan manusia untuk meningkatkan produksi di bidang
perikanan dan sekaligus untuk meningkatkan pendapatan nelayan melalui
penerapan teknologi yang lebih baik.
Usaha penangkapan terdiri dari unit penangkapan dan unit sumberdaya.
Unit penangkapan adalah kesatuan teknis dalam suatu operasi penangkapan yang
terdiri dari nelayan, perahu/kapal, dan alat penangkapan. Unit sumberdaya terdiri
dari spesies, habitat, dan musim.
2.2 Komoditas Hasil Tangkapan Unggulan
Penentuan komoditas ikan unggulan pada suatu daerah merupakan langkah
awal menuju pembangunan perikanan yang berpijak pada konsep efisiensi untuk
meraih keunggulan komparatif dan kompetitif dalam menghadapi globalisasi
perdagangan yang akan dihadapi oleh rakyat Indonesia. Langkah menuju
efisiensi dapat ditempuh dengan menggunakan komoditas yang mempunyai
keunggulan komparatif baik ditinjau dari sisi penawaran dan permintaan. Dari
sisi penawaran komoditas ikan unggulan dicirikan oleh superioritas dalam
pertumbuhan pada kondisi biofisik, teknologi, dan kondisi sosial ekonomi nelayan
yang dapat dijadikan andalan untuk meningkatkan pendapatan. Dari sisi
permintaan, komoditas unggulan dicirikan oleh kuatnya permintaan pasar
domestik maupun internasional (Hendayana, 2003).
Berbagai pendekatan dan alat analisis telah banyak digunakan untuk
mengidentifikasi komoditas unggulan, menggunakan beberapa kriteria teknis dan
non teknis dalam kerangka memenuhi aspek penawaran dan permintaan
(Hendayana, 2003). Salah satu pendekatan yang dapat digunakan untuk
menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode location quotient (LQ).
Teknik location quotient (LQ) merupakan salah satu pendekatan yang umum
digunakan dalam ekonomi basis sebagai langkah awal untuk memahami sektor
5
kegiatan yang menjadi pemacu pertumbuhan. Location quotient (LQ) mengukur
kosentrasi relatif atau derajat spesialisasi kegiatan ekonomi melalui pendekatan
perbandingan. Inti dari model ekonomi basis menerangkan bahwa arah dan
pertumbuhan suatu wilayah ditentukan oleh ekspor wilayah. Ekspor itu sendiri
tidak terbatas pada bentuk barang-barang dan jasa, akan tetapi dapat juga berupa
pengeluaran orang asing yang berada di wilayah tersebut terhadap barang-barang
tidak bergerak (Budiharsono, 2001). Teknik location quotient (LQ) banyak
digunakan untuk membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi
spesialisasi kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan
ekonomi untuk mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai
leading sector suatu kegiatan ekonomi (industri). Dalam prakteknya penggunaan
pendekatan location quotient (LQ) meluas tidak terbatas pada bahasan ekonomi
saja akan tetapi dimanfaatkan untuk menentukan sebaran komoditas atau
melakukan identifikasi wilayah berdasarkan potensinya. Setiap metode analisis
memiliki kelebihan dan keterbatasan demikian halnya dengan metode LQ.
Kelebihan metode LQ dalam mengidentifikasi komoditas unggulan antara lain
penerapannya sederhana, mudah dan tidak memerlukan program pengolahan data
yang rumit. Keterbatasannya adalah karena sederhananya pendekatan LQ ini,
maka yang dituntut adalah akurasi data. Disamping itu untuk menghindari bias
musiman dan tahunan diperlukan nilai rata-rata dari data series yang cukup
panjang, sebaiknya tidak kurang dari 5 tahun (Hendayana, 2003).
2.3 Alat Penangkap Ikan Ramah Lingkungan
Alat penangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan
ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat
tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria yang
diantaranya mempunyai selektivitas yang tinggi, tidak merusak habitat,
menghasilkan ikan berkualitas tinggi, tidak membahayakan nelayan, produksi
tidak membahayakan konsumen, by-catch rendah, dampak ke biodiversity rendah,
tidak membahayakan ikan-ikan yang dilindungi dan dapat diterima secara sosial.
Sembilan kriteria teknologi penangkapan ikan yang dikatakan ramah
lingkungan (Baskoro, 2006) :
6
1. Memiliki selektivitas alat tangkap tinggi
Dasar yang digunakan untuk menilai keramahan lingkungan suatu teknologi
penangkapan ikan adalah dilihat dari ukuran ikan hasil tangkapan dan lebar
mesh size jaring. Semakin besar ukuran ikan hasil tangkapan dan ukuran
mesh size jaring semakin tinggi nilai keramahan lingkungan alat tangkap
tersebut.
2. Tidak merusak habitat
Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kerusakan pada terumbu
karang, mempunyai keramahan yang tinggi.
3. Tidak membahayakan operator
Alat tangkap yang paling sedikit menimbulkan kecelakaan pada nelayan,
mempunyai keramahan yang tinggi.
4. Ikan tangkapan yang bermutu baik
Mutu ikan hasil tangkapan akan menjadi tolak ukur nilai keramahan
lingkungan suatu teknologi penangkapan. Semakin baik mutu ikan semakin
tinggi nilai keramahannya.
5. Produk tidak membahayakan konsumen
Teknologi penangkapan yang menghasilkan tangkapan yang paling aman
dikonsumsi mendapatkan nilai keramahan yang paling tinggi.
6. Minimum discard dan by-catch
Penilaian keramahan teknologi penangkapan pada materi ini didasarkan pada
ada tidaknya hasil tangkapan yang dibuang. Dalam hal ini hasil tangkapan
utama sebaiknya lebih banyak dibandingkan dengan hasil sampingan lainnya,
maka penilaian keramahan didasarkan pada ada tidaknya ikan hasil
sampingan.
7. Tidak merusak keanekaragaman sumberdaya hayati.
Keramahan suatu teknologi penangkapan didasarkan pada ada tidaknya
kerusakan keragaman sumberdaya hayati akibat aktivitas teknologi
penangkapan tersebut.
7
8. Tidak menangkap protected spesies.
Oleh karena itu fishing ground udang ada di dasar perairan, maka tidak ada
spesies ikan yang dilindungi seperti ikan napoleon dan penyu, maka nilai
keramahan teknologi penangkapan yang ada adalah sama.
9. Diterima secara sosial
Penerimaan masyarakat nelayan di lokasi penelitian terhadap teknologi
penangkapan akan dijadikan dasar penilaian teknologi penangkapan tersebut.
Selain itu juga, Indonesia memiliki potensi sumberdaya perikanan laut yang
cukup besar. Kelompok SDI yang potensinya paling besar adalah ikan pelagis
kecil, yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air dan permukaan serta
secara fisik berukuran kecil. Contohnya ikan kembung, alu-alu, layang, selar,
tetengek, teri, japuh, julung-julung, tembang, lemuru, belanak, tongkol, dan kuwe.
Kedua adalah ikan demersal, yaitu kelompok ikan yang hidup di dasar perairan
dan terdiri dari atas spesies antara lain : sebelah, lidah, nomei, peperek, manyung,
beloso, biji nangka, kurisi, gulamah, bawal, layur, kakap merah, kakap putih, pari
sembilang, bulu ayam, kerong-kerong, dan remang. Ketiga adalah ikan karang,
yakni kelompok ikan yang hidup di sekitar perairan karang, terdiri diri atas
spesies antara lain : peneid, kepiting, rajungan, rebon, dan udang kipas. Keempat
pelagis besar yakni kelompok ikan yang hidup pada kolom air serta secara fisik
berukuran besar, terdiri atas spesies anatara lain : tuna mata besar, madidihang,
albakora, tuna sirip biru, marlin, tenggiri, ikan pedang, cucut, dan lemadang.
Kelima adalah kelompok cumi-cumi dan lobster yang potensinya paling kecil
(Dahuri, 2003).
2.4 Fungsi dan Peranan Pelabuhan Perikanan
Fungsi pelabuhan perikanan berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER./16/MEN/2006 yaitu pelabuhan perikanan mempunyai
fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan dan
pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya mulai dari praproduksi,
produksi, pengolahan, sampai dengan pemasaran.
8
Fungsi pelabuhan perikanan dalam mendukung kegiatan yang berhubungan
dengan pengelolaan dan pemanfaatan sumber daya ikan dan lingkungannya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa:
a) Pelayanan sandar dan labuh kapal perikanan dan kapal pengawas
perikanan,
b) Pelayanan bongkar muat,
c) Pelaksanaan pembinaan mutu dan pengolahan hasil perikanan,
d) Pemasaran dan distribusi ikan,
e) Pengumpulan data tangkapan dan hasil perikanan,
f) Pelaksanaan penyuluhan dan pengembangan masyarakat nelayan,
g) Pelaksanaan kegiatan operasional kapal perikanan,
h) Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian sumber daya ikan,
i) Pelaksanaan kesyahbandaran,
j) Pelaksanaan fungsi karantina ikan,
k) Publikasi hasil riset kelautan dan perikanan,
l) Pemantauan wilayah pesisir dan wisata bahari, dan
m) Pengendalian lingkungan (kebersihan, keamanan, dan ketertiban (K3)
kebakaran, dan pencemaran).
Peranan pelabuhan perikanan di Indonesia menurut Anonim (1981) diacu
dalam Dwiatmoko (1994) adalah :
1) Pusat aktivitas produksi
Pelabuhan perikanan sebagai tempat mendaratkan ikan, persiapan operasi
penangkapan dan tempat berlabuh yang sama.
2) Pusat distribusi dan pengolahan
Pelabuhan perikanan sebagai tempat untuk pengolahan dan
mendistribusikan ikan.
3) Pusat kegiatan masyarakat nelayan
Pelabuhan perikanan sebagai tempat pembangunan ekonomi serta jaringan
informasi antar nelayan dan masyarakat.
2.5 Fasilitas Pelabuhan Perikanan
Menurut Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor
PER./16/MEN/2006 Pasal 22 fasilitas pelabuhan perikanan meliputi fasilitas
9
pokok, fasilitas fungsional, dan fasilitas penunjang. Dari ketiga fasilitas memiliki
fungsi yang lebih spesifik, yaitu :
1. Fasilitas pokok
a) Fasilitas pelindung seperti breakwater, revetment, dan groin,
b) Fasilitas tambat seperti dermaga dan jetty,
c) Fasilitas perairan seperti kolam dan alur pelayaran,
d) Fasilitas penghubung seperti jalan, drainase, gorong-gorong, jembatan,
dan
e) Fasilitas lahan seperti lahan pelabuhan perikanan.
2. Fasilitas fungsional
a) Fasilitas pemasaran hasil perikanan seperti seperti tempat pelelangan ikan
(TPI) dan pasar ikan,
b) Fasilitas navigasi pelayaran dan komunikasi seperti telepon, internet, SSB,
rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas,
c) Fasilitas suplai air bersih, es, listrik, dan bahan bakar,
d) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti
dock/slipway, bengkel, dan tempat perbaikan jaring,
e) Fasilitas penanganan dan pengolahan hasil perikanan seperti transit sheed
dan laboratorium pembinaan mutu,
f) Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan dan kantor
swasta lainnya,
g) Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan es, dan
h) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL.
3. Fasilitas penunjang
a) Pembinaan nelayan seperti balai pertemuan nelayan,
b) Pengelola pelabuhan seperti mess operator, pos jaga, dan pos pelayanan
terpadu,
c) Sosial dan umum seperti tempat peribadatan dan MCK,
d) Kios IPTEK, dan
e) Penyelenggaraan fungsi pemerintahan.
3 METODE PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan adalah metode survei. Menurut Riduwan
(2004) penelitian survei adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar
maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil
dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi,
dan hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis.
Metode ini digunakan untuk menentukan gambaran pengembangan usaha
penangkapan ikan dan dukungan PPP Labuan ditinjau dari komoditas ikan
unggulan dan alat tangkap yang efektif.
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret-April 2009 di PPP Labuan,
Kecamatan Labuan, Kabupaten Pandeglang.
3.2 Metode Pengumpulan Data
Survei dilakukan dengan melihat aspek-aspek yang diteliti meliputi aspek
produksi hasil tangkapan, alat tangkap, dan dukungan pelabuhan perikanan.
Pengumpulan data yang dilakukan pada penelitian ini adalah data primer
dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan/observasi langsung
di lapangan, hasil pengisian kuesioner oleh responden sebagai sampel, dan
wawancara. Dalam pengisian kuesioner, sampel diambil secara purposive
sampling. Metode purposive sampling adalah teknik pengambilan data secara
acak dengan berdasarkan kriteria atau pertimbangan tertentu. Metode ini
diharapkan semua lapisan responden dapat terwakili. Pemilihan responden
dilakukan dengan pertimbangan bahwa responden mampu berkomunikasi dengan
baik dalam pengisian kuesioner. Jumlah responden yang diwawancarai adalah
berjumlah 20 orang yang terdiri dari: Kepala UPT Labuan, Manajer TPI 1, 2, dan
TPI unit, Kepala Bidang Kelautan DKP Pandeglang, dan 15 orang nelayan yang
berada di PPP Labuan.
Sampel yang dipilih disesuaikan dengan kebutuhan dan kondisi di lapangan.
Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi pustaka, data dari Dinas Kelautan
dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan Propinsi Banten, Bappeda Kabupaten
11
Pandeglang, internet, dan sumber-sumber lainnya. Perincian kedua data tersebut
adalah
Tabel 2 Data-data dan informasi yang dikumpulkan
No Tujuan Data yang diambil Sumber data Jenis data
1 Mengetahui potensi
pengembangan usaha
penangkapan ikan
dengan menentukan :
a) Komoditas unggulan
b) Alat tangkap yang
ramah lingkungan
Jenis-jenis hasil tangkapan
selama 5 tahun terakhir
Data total produksi hasil
tangkapan yang didaratkan
selama 5 tahun terakhir
(ton/tahun)
Data alat tangkap yang ramah
lingkungan dengan kriteria-
kriteria yang telah ditentukan
Dinas
Kelautan dan
Perikanan
Pengamatan
dan
wawancara
Data
Sekunder
Data Primer
2 Tingkat peranan
pelabuhan Pelayanan pihak pelabuhan
kepada nelayan
Pengamatan
dan
wawancara
Data Primer
3 Data tambahan a) Kondisi Umum Lokasi
penelitian :
Letak geografis, topografi,
demografi.
Keadaan iklim dan musim
b) Keadaan Umum Perikanan
Tangkap di Pandeglang dan
PPP Labuan :
Jumlah dan perkembangan
unit penangkapan ikan
selam kurun lima tahun
terakhir
Produksi dan nilai produksi
hasil tangkapan yang
didaratkan
Bappeda
Pandeglang
Data
Sekunder
3.3 Analisis Data
3.3.1 Pengembangan usaha penangkapan ikan:
3.3.1.1 Komoditas ikan unggulan
1. Analisis pemusatan
Analisis pemusatan ini dilakukan dengan menggunakan metode Location
quotient (LQ). Perhitungan dilakukan dengan mengelompokkan produksi ikan
berdasarkan jenisnya seperti ikan pelagis, demersal, mollusca, dan crustacea.
Rumus LQ sebagai berikut:
LQ =QtQi
qtqi
/
/
12
Keterangan :
LQ = Location quotient
qi = produksi ikan jenis ke-i di Kabupaten Pandeglang
qt = produksi total perikanan tangkap Kabupaten Pandeglang
Qi = produksi jenis ikan ke-i di Propinsi Banten
Qt = produksi total perikanan tangkap Propinsi Banten
Untuk dapat menginterpretasikan hasil analisis LQ, maka :
(1) Jika nilai LQ > 1, menunjukan terjadinya kosentrasi produksi perikanan di
Kabupaten Pandeglang secara relatif dibandingkan dengan total Propinsi
Banten atau terjadi pemusatan aktivitas di Kabupaten Pandeglang. Atau
terjadi surplus produksi di Kabupaten Pandeglang dan komoditas tersebut
merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang.
(2) Jika nilai LQ = 1, maka pada Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa
aktivitas perikanan tangkap setara dengan pangsa total Propinsi Banten.
(3) Jika nilai LQ < 1, maka Kabupaten Pandeglang mempunyai pangsa relatif
lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di Propinsi
Banten, atau telah terjadi defisit produksi di Kabupaten Pandeglang.
2. Penentuan komoditas unggulan dan prioritas
Tahapan-tahapannya sebagai berikut:
a. Pembobotan nilai LQ jumlah dan nilai produksi
Pembobotan dilihat dari nilai perhitungan LQ itu sendiri, yaitu terpusat (LQ
> 1), mendekati terpusat (LQ = 0,80 sampai 0,99) dan tidak terpusat (LQ < 1).
Masing-masing kelompok secara berurutan diberi bobot dengan nilai LQ > 1 = 2,
LQ 0,80 sampai 0,99 = 1, dan LQ < 1 = 0 (Kohar & Suherman, 2003).
b. Penentuan sektor unggulan
Komoditas unggulan diperoleh dari hasil kedua penjumlahan bobot LQ
yaitu jika bobot LQ jumlah produksi =2 dan bobot LQ nilai produksi = 2.
3.3.1.2 Analisis alat tangkap efektif yang ramah lingkungan
Analisis alat tangkap ramah lingkungan ini dilakukan dengan pengamatan
dan wawancara terhadap alat tangkap yang sesuai dengan standarisasi yang sudah
ada. Penyeleksian alat tangkap yang efektif digunakan metode skoring
13
Mangkusubroto dan Trisnadi (1985) diacu dalam Sultan (2004). Metode ini dapat
digunakan dalam penilaian kriteria yang mempunyai satuan berbeda dengan
memberi nilai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Dalam menilai semua
kriteria digunakan nilai tukar, sehingga semua nilai mempunyai standar yang
sama. Jenis alat tangkap yang mendapatkan nilai skor tertinggi dapat diartikan
lebih baik dari yang lainnya, demikian pula sebaliknya. Standarisasi dengan
fungsi nilai dapat dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
V (X) = 01
0
XX
XX
V A = 𝑉𝑖 𝑋𝑖
𝑛
𝑖=1
i = 1,2,3, ……n
Dimana :
V (X) = Fungsi nilai dari variabel X
X = Nilai variabel X
X1 = Nilai tertinggi pada kriteria X
X0 = Nilai terendah pada kriteria X
V (A) = Fungsi nilai alternatif A
V1 (X1) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i
Penentuan kategori jenis alat tangkap efektif diberikan pada masing-masing
dengan perolehan selang nilai 1 sampai 4. Dalam penelitian ini digunakan empat
subkriteria untuk memudahkan dalam penilaian masing-masing kriteria. Kriteria
utama penilaian terhadap keramahan lingkungan mengacu pada panduan jenis-
jenis penangkapan ikan ramah lingkungan sesuai dengan standar Code of Conduct
for Responsible Fisheries (CCRF) yang dikeluarkan oleh FAO pada tahun 1995,
bahwa alat tangkap ikan dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria
diantaranya adalah
1. Memiliki selektivitas yang tinggi
Artinya, alat tangkap tersebut diupayakan hanya dapat menangkap
ikan/organisme lain yang menjadi sasaran penangkapan saja. Ada dua macam
selektivitas yang menjadi sub-kriteria, yaitu selektivitas ukuran dan selektivitas
jenis. Sub-kriteria ini terdiri dari (yang paling rendah hingga yang paling tinggi):
14
1) Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh.
2) Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda
jauh.
3) Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam.
4) Menangkap ikan satu spesies dengan ukuran yang relatif seragam.
2. Tidak merusak habitat
Ada pembobotan yang digunakan dalam kriteria ini yang ditetapkan
berdasarkan luas dan tingkat kerusakan yang ditimbulkan alat penangkapan.
Pembobotan tersebut adalah sebagai berikut (dari yang rendah hingga yang tinggi)
1) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang luas.
2) Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit.
3) Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit.
4) Aman bagi habitat.
3. Tidak membahayakan nelayan
Keselamatan manusia menjadi syarat penangkapan ikan, karena
bagaimanpun manusia merupakan bagian yang penting bagi keberlangsungan
perikanan yang produktif. Pembobotan resiko diterapkan berdasarkan pada
tingkat bahaya dan dampak yang mungkin dialami oleh nelayan, yaitu (dari
rendah hingga tinggi):
1) Bisa berakibat kematian pada nelayan.
2) Bisa berakibat cacat permanen pada nelayan.
3) Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara.
4) Aman bagi nelayan.
4. Ikan tangkapan bermutu baik
Kualitas ikan hasil tangkapan sangat ditentukan oleh jenis alat tangkap yang
digunakan, metode penangkapan dan penanganannya. Untuk menentukan level
kualitas ikan dengan berbagai jenis alat tangkap didasarkan pada kondisi hasil
tangkapan yang terlihat secara morfologis, yaitu:
1) Ikan mati dan busuk.
2) Ikan mati, segar, dan cacat fisik.
3) Ikan mati dan segar.
4) Ikan hidup.
15
5. Produk tidak membahayakan konsumen
Tingkat bahaya yang diterima oleh konsumen terhadap produksi yang
dimanfaatkan tergantung dari ikan yang diperoleh oleh proses penangkapan.
Apabila dalam proses penangkapan nelayan menggunakan bahan-bahan beracun
atau bahan-bahan lainnya yang berbahaya, maka akan berdampak pada tingkat
keamanan konsumsi pada konsumen. Tingkat bahaya yang mungkin dialami oleh
konsumen, diantaranya adalah:
1) Berpeluang besar menyebabkan kematian pada konsumen.
2) Berpeluang menyebabkan gangguan kesehatan pada konsumen.
3) Berpeluang sangat kecil bagi gangguan kesehatan konsumen.
4) Aman bagi konsumen.
6. Hasil tangkapan yang terbuang minimum
Alat tangkap yang tidak selektif (lihat no.1), dapat menangkap
ikan/organisme yang bukan sasaran penangkapan (non target). Dengan alat yang
tidak selektif, hasil tangkapan yang terbuang akan meningkat, karena banyaknya
jenis non-target yang ikut tertangkap. Hasil tangkapan non-target ada yang bisa
dimanfaatkan dan ada yang tidak. Pembobotan kriteria ini ditetapkan berdasarkan
pada hal berikut (dari rendah hingga tinggi):
1) By-catch terdiri dari beberapa spesies yang tidak laku dijual di pasar.
2) By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar.
3) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dijual di pasar.
4) By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dipasar dengan harga yang
tinggi.
7. Tidak merusak keanekaragaman hayati
Dampak buruk yang diterima oleh habitat akan berpengaruh buruk pula
terhadap biodiversity yang ada di lingkungan tersebut, hal ini tergantung dari
bahan yang digunakan dan metode operasinya. Pengaruh pengoperasian alat
tangkap terhadap biodiversity yang ada adalah (dari rendah hingga tinggi):
1) Menyebabkan kematian semua makhluk hidup dan merusak habitat.
2) Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat.
3) Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat.
4) Aman bagi biodiversity.
16
8. Tidak menangkap protected spesies
Suatu alat tangkap dikatakan berbahaya terhadap spesies yang dilindungi
apabila alat tangkap tersebut mempunyai peluang yang cukup besar untuk
tertangkapnya spesies yang dilindungi. Tingkat bahaya alat tangkap terhadap
spesies yang dilindungi berdasarkan kenyataan di lapangan adalah (dari rendah
hingga tinggi):
1) Ikan yang dilindungi sering tertangkap.
2) Ikan yang dilindungi beberapa kali tertangkap.
3) Ikan yang dilindungi pernah tertangkap.
4) Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap.
9. Diterima secara sosial
Penerimaan masyarakat terhadap suatu alat tangkap yang digunakan. Suatu
alat tangkap dapat diterima secara sosial oleh masyarakat apabila: 1) biaya
investasi murah, 2) menguntungkan secara ekonomi, 3) tidak bertentangan dengan
budaya setempat, 4) tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. Ada beberapa
kemungkinan yang ditemui di lapangan dalam menentukan alat tangkap pada
suatu area penangkapan, yaitu:
1) Alat tangkap memenuhi 1 dari 4 kriteria di atas.
2) Alat tangkap tersebut memenuhi 2 dari 4 kriteria yang ada.
3) Alat tangkap tersebut memenuhi 3 dari 4 kriteria yang ada.
4) Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada.
Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan lingkungan
dapat disimpulkan sebagai berikut:
X < 0,407 : Tidak ramah lingkungan
0,407 ≤ X ≤ 0,593 : Kurang ramah lingkungan
X > 0,593 : Ramah lingkungan
17
Berikut standarisasi alat tangkap efektif:
Tabel 3 Kriteria alat tangkap yang efektif per unit alat tangkap
No Kriteria
Alat tangkap
Payang
Mini
purse
seine
Pancing
rawai
Jaring
arad Gillnet Dogol
Jaring
rampus
1. Memiliki selektivitas
yang tinggi
2. Tidak destruktif
terhadap habitat
3. Tidak membahayakan
operator
4. Ikan tangkapan
bermutu baik
5.
Produk tidak
membahayakan
konsumen
6. Minimum discard dan
by-catch
7. Tidak merusak
keanekaragaman hayati
8. Tidak menangkap
protected spesies
9. Diterima secara sosial
Jumlah
Rata-rata
3.3.2 Peranan pengelola dalam pengembangan usaha penangkapan ikan
Analisis ini dilakukan secara deskriptif dan kuantitatif yang digunakan
untuk mengetahui gambaran yang terjadi sejauh mana dukungan pelabuhan
berperan dalam pengembangan usaha penangkapan ikan. Analisis ini dibatasi
oleh adanya ketersediaan fasilitas pelabuhan, pemanfaatan fasilitas, dan
kemudahan dalam penggunaan fasilitas di pelabuhan.
Pengambilan data melalui wawancara dengan 15 nelayan yang diambil
secara acak. Perhitungan tingkat peranan ini menggunakan persentase jumlah
responden yang akan memilih nilai 1= tidak berperan/2= kurang berperan/3=
berperan dibagi dengan total keseluruhan responden.
V(X) = 100xX
X
n
i
18
Keterangan :
V (X) = presentase nilai (tidak berperan, kurang berperan, dan berperan)
Xi = jumlah responden yang memilih
Xn = total responden
Tabel 4 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan
Peranan Penilaian (%)
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1. Sebagai pusat aktivitas produksi
a. Penyediaan perbekalan melaut
Solar
Air bersih
Es
b. Penyediaan tempat pendaratan
Dermaga
Kolam pelabuhan
Alur pelayaran
c. Penyediaan tempat perbaikan
Tempat perbaikan jaring
Slipways
Bengkel
2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan
Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran
TPI
Tempat pengolahan ikan
Pasar ikan
3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan
Koperasi
Sumber : Anonim (1998) diacu dalam Dwiatmoko (1994) direvisi kembali
Keterangan :
Nilai 1 : Tidak berperan (TB)
Nilai 2 : Kurang berperan (KB)
Nilai 3 : Berperan (B)
Kriteria-kriteria untuk setiap fasilitas yang ada :
Tidak berperan = ada fasilitas tetapi tidak berfungsi dengan baik
Kurang berperan = ada fasilitas tetapi kurang berfungsi dengan baik
Berperan = ada fasilitas tetapi sudah berfungsi dengan baik
4 KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN
4.1 Keadaan Umum Kabupaten Pandeglang
4.1.1 Keadaan geografis dan topografi
Wilayah Kabupaten Pandeglang secara geografis terletak antara 6°21´-7°10´
Lintang Selatan dan 104°48´-106°11´ Bujur Timur dengan luas wilayah 2.747 km²
atau sebesar 29,98 persen dari luas wilayah Propinsi Banten. Kabupaten yang
berada di Ujung Barat dari Propinsi Banten ini mempunyai batas administrasi
sebagai berikut :
Utara : Kabupaten Serang
Selatan : Samudera Indonesia
Barat : Selat Sunda
Timur : Kabupaten Lebak
Perbatasan di atas menunjukan wilayah ini memiliki potensi pengembangan
yang cukup prospektif karena menghadap wilayah perairan yang kaya potensi
sumberdaya ikan, yakni Selat Sunda dan Samudera Indonesia.
Sejak bulan Juli 2007 Kabupaten Pandeglang dibagi menjadi 35 kecamatan
dan 335 desa/kelurahan dengan 2 (dua) tambahan kecamatan, yaitu Kecamatan
Majasari dan Kecamatan Sobang. Kecamatan Cikeusik merupakan kecamatan
terluas di Kabupaten Pandeglang dengan luas 322,76 km² sedangkan Kecamatan
Labuan merupakan kecamatan terkecil dengan luas 15,66 km².
Bentuk topografi wilayah Kabupaten Pandeglang di daerah Tengah dan
Selatan pada umumnya merupakan dataran dengan ketinggian gunung-gunungnya
yang relatif rendah yaitu Gunung Payung (480 m), Gunung Honje (620 m),
Gunung Tilu (562 m), dan Gunung Raksa (320 m). Luas wilayah ini sekitar 85,07
% dari luas Kabupaten. Sedangkan di daerah Utara Kabupaten Pandeglang
memiliki luas sekitar 14,93 % dari luas kabupaten dan merupakan dataran tinggi
karena memiliki gunung-gunung yang tinggi seperti Gunung Karang (1.778 m),
Gunung Pulosari (1.346 m) dan Gunung Aseupan (1.174 m) (Bappeda
Pandeglang, 2007).
Kabupaten Pandeglang memiliki lokasi yang strategis untuk pemasaran
hasil tangkapan karena dikelilingi oleh kota-kota besar. Jarak Kota Pandeglang
sebagai ibukota Kabupaten Pandeglang terletak pada jarak 111 km dari Ibukota
20
Negara yaitu Jakarta, Rangkasbitung (20 km), Tigaraksa (25 km), Tangerang (86
km), Serang (21 km), Cilegon (41 km), Bekasi (140 km), dan Bandung (298 km)
(Bappeda Pandeglang, 2007).
Kabupaten Pandeglang mempunyai panjang pantai kurang lebih 230 km dan
luas daratan kurang lebih 274.689,91 ha termasuk 10 pulau kecil yang tersebar di
perairan Selat Sunda. Perairan Selat Sunda selain memiliki potensi sumberdaya
ikan yang belum tereksploitasi dengan baik juga sebagai jalur pemasaran yang
cukup baik karena berdekatan dengan kota besar seperti Propinsi Lampung.
Sebagai kabupaten yang memiliki daerah pantai yang cukup panjang,
Kabupaten Pandeglang memiliki sembilan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) untuk
pendukung sarana kegiatan perikanan laut, diantaranya yaitu :
1. TPI Carita
2. TPI Labuan
3. TPI Sidamukti
4. TPI Panimbang
5. TPI Citeureup
6. TPI Sumur
7. TPI Taman Jaya
8. TPI Cikeusik
9. TPI Sukanagara
4.1.2 Keadaan iklim
Curah hujan di suatu tempat antara lain dipengaruhi oleh keadaan iklim,
keadaan topografi, dan pertemuan/perputaran arus udara. Oleh karena itu jumlah
curah hujan beragam menurut bulan dan letak pos pengamatan. Rata-rata curah
hujan selama tahun 2007 berkisar antara 133,67 mm (Bojong) sampai 300,92 mm
(Cibaliung). Suhu udara minimum dan maksimum yang terjadi di wilayah
Kabupaten Pandeglang berkisar antara 27,00° C-30,65° C dengan suhu udara rata-
rata 27,88° C (Bappeda, 2007).
4.1.3 Daerah penangkapan ikan dan musim
Daerah penangkapan ikan di Kabupaten Pandeglang berada sekitar perairan
Selat Sunda, Selatan Jawa, hingga ke Samudera Hindia dan Laut Jawa. Musim
21
penangkapan terbagi dalam tiga musim, yaitu musim barat, musim timur, dan
musim peralihan. Musim-musim ini akan berdampak kepada tingkat aktivitas
melaut para nelayan dan jumlah produksi hasil tangkapannya. Musim timur
biasanya terjadi sekitar bulan Mei-Agustus. Musim peralihan terjadi dalam dua
kali dalam setahun, yaitu musim peralihan awal yang terjadi sekitar bulan Maret-
April dan musim peralihan akhir yang terjadi sekitar bulan September-Oktober.
Musim paceklik umumnya terjadi sekitar bulan November-Februari.
4.1.4 Unit penangkapan Kabupaten Pandeglang
Unit penangkapan ikan merupakan satu kesatuan teknis dalam operasi
penangkapan yang meliputi kapal/perahu, alat tangkap dan nelayan.
(1) Kapal
Kapal atau perahu yang ada di daerah Kabupaten Pandeglang digolongkan
ke dalam tiga jenis, yaitu perahu tanpa motor (PTM), perahu motor tempel
(PMT), dan kapal motor (KM).
Tabel 5 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten
Pandeglang periode 2004-2008
Tahun Jumlah armada (unit)
Total Pertumbuhan
(%) PTM PMT KM
2004 156 115 506 777 -
2005 156 115 506 777 0
2006 156 105 482 743 -4,38
2007 156 105 482 743 0
2008 163 119 514 796 7,13
Rata-rata 157,4 111,8 498 773,25 0,69 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
Jumlah armada penangkapan di Kabupaten Pandeglang ini setiap tahunnya
didominasi oleh Kapal Motor (KM) dengan rata-rata 498 unit. Sedangkan perahu
tanpa motor (PTM) dan perahu motor tempel (PMT) masing-masing 157 unit dan
112 unit. Pada periode 2004-2008 perkembangan jumlah armada penangkapan
ikan secara keseluruhan berfluktuasi tetapi pada tahun 2004-2005 dan 2006–2007
cenderung tidak mengalami perkembangan. Penurunan terjadi pada tahun 2005–
2006, jumlah armada penangkapan ikan menurun sebesar -4,38 % dari 777 unit
menjadi 743 unit. Penurunan drastis ini terjadi pada Kapal Motor dari 506
22
menjadi 482. Pada tahun 2008, jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten
Pandeglang mengalami peningkatan sebanyak 796 unit atau mengalami
pertumbuhan sebesar 7,13 % dari tahun sebelumnya. Peningkatan tersebut sejalan
dengan pengembangan skala usaha penangkapan ikan yang dilakukan oleh
pemerintah Kabupaten Pandeglang dengan memperbesar jumlah armada
penangkapan.
Gambar 1 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di Kabupaten
Pandeglang periode 2004-2008.
(2) Alat tangkap
Alat tangkap yang ada di Kabupaten Pandeglang beragam jenisnya seperti
payang, purse seine, jaring rampus, gillnet, pancing, pancing rawai, bagan rakit,
bagan perahu, bagan tancap, arad, dogol, dan gorek. Pada tahun 2008 jenis alat
tangkap yang mendominasi di Kabupaten Pandeglang adalah pancing sebesar 218
unit, bagan rakit 201 unit, bagan tancap 174 unit, arad 133 unit, dan jaring rampus
126 unit.
Gambar 2 Jenis dan jumlah alat tangkap yang dioperasikan di Kabupaten
Pandeglang tahun 2008
0
100
200
300
400
500
600
2004 2005 2006 2007 2008
Ju
mla
h A
rma
da
(Un
it)
Tahun
PTM
PMT
KM
0
50
100
150
200
250
76
28
126 120
218
11
201
18
174133
8442
Ju
mla
h (
un
it)
Alat tangkap
23
(3) Nelayan
Berdasarkan Tabel 6, terlihat jumlah nelayan setiap tahunnya mengalami
fluktuasi. Pada tahun 2004 jumlahnya mencapai 5.527 orang dan menurun drastis
pada tahun 2006 sebesar 5.221 orang. Hal ini dikarenakan oleh menurunnya
jumlah armada penangkapan di Kabupaten Pandeglang pada tahun yang sama.
Jumlah nelayan di Kabupaten Pandeglang didominasi oleh nelayan lokal
walaupun setiap tahunnya mengalami penurunan yang relatif besar terjadi tahun
2005 turun sebesar -3,13 % dari tahun sebelumnya. Pada tahun 2008, meningkat
kembali mencapai jumlah 5.351 orang atau 2,49 % dari tahun sebelumnya.
Peningkatan ini sejalan dengan penambahan jumlah armada penangkapan ikan di
Kabupaten Pandeglang. Tabel 6 menunjukan perkembangan jumlah nelayan di
Kabupaten Pandeglang rata-rata mengalami penurunan sebanyak -0,78 %.
Tabel 6 Perkembangan jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang periode 2004-
2008
Tahun Nelayan (Jiwa) Total
Pertumbuhan
(%) Lokal Pendatang
2004 5.032 495 5.527 - 2005 4.960 394 5.354 -3,13
2006 4.827 394 5.221 -2,48
2007 4.827 394 5.221 0,00
2008 4.810 410 5.351 2,49
Rata-rata 4.891 417,4 5.335 -0,78 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
Gambar 3 Perkembangan jumlah nelayan lokal dan pendatang di Kabupaten
Pandeglang periode 2004-2008.
5.032 4.9604.827 4.827 4.810
495
394
394 394 410
4.400
4.600
4.800
5.000
5.200
5.400
5.600
2004 2005 2006 2007 2008
Nel
ay
an
(ji
wa
)
Tahun
Lokal Pendatang
24
4.1.5 Produksi hasil tangkapan
Jenis hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang sangat beragam mencapai
28 jenis ikan. Pada tahun 2008, 5 jenis hasil tangkapan yang terbanyak menurut
jumlahnya adalah ikan tembang, tongkol, tenggiri, kembung, dan peperek.
Berdasarkan nilai jualnya terdapat 5 jenis ikan dominan yaitu tenggiri
(Scomberomorus commerson), bambangan (Lutjanus rivulatus), tongkol (Auxis
sp), kembung (Rastrelliger kanagurta), dan layur (Trichiurus spp ). Harga nilai
jual ini didekati menggunakan rasio (Rp/kg).
Tabel 7 Jenis hasil tangkapan dominan berdasarkan volume dan nilai ekonomis
tinggi di Kabupaten Pandeglang tahun 2008
No Jenis ikan 2008
Rasio (Rp/kg) Ton Rp. 000
1 Tembang 2.548,6 3.962.030 1.554,59
2 Tongkol 2.141,7 16.645.200 7.771,96
3 Tenggiri 1.917,6 38.391.200 20.020,44
4 Kembung 1.775,9 13.767.900 7.752,63
5 Peperek 1.499,0 2.248.440 1.499,96
6 Biji Nangka 1.486,6 2.829.690 1.903,46
7 Ikan Lainnya 1.179,7 3.597.700 3.049,67
8 Selar 1.177,3 3.199.300 2.717,49
9 Kurisi 1.167,4 3.904.750 3.344,83
10 Layang 995,8 4.471.350 4.490,21
11 Tiga Waja 980,1 2.163.300 2.207,22
12 Layur 971,2 7.018.200 7.226,32
13 Sebelah 875,3 1.688.100 1.928,60
14 Bambangan 799,8 11.997.000 15.000,00
15 Tetengkek 738,7 3.530.100 4.778,80
Jumlah 20.254,70 119.414.260 - Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
Tabel 8 Perkembangan volume dan nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten
Pandeglang periode 2004-2008
Tahun Volume produksi
(ton)
Pertumbuhan
(%)
Nilai Produksi
(Rp)
Pertumbuhan
(%)
2004 25.354,7 - 93.555.275 -
2005 25.659,5 1,20 94.248.000 0,74
2006 23.606,7 -8,00 134.726.870 42,95
2007 23.842,8 1,00 136.074.550 1,00
2008 26.864,2 12,67 178.657.710 31,29
Rata-rata 25.065,6 1,72 127.452.481 19 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
Jumlah produksi hasil tangkapan yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang
selama periode 2004-2008 berfluktuasi. Pada tahun 2006, volume produksi ikan
25
mengalami penurunan sebesar -8 % dari tahun sebelumnya. Tetapi dari segi nilai
produksinya semakin meningkat tajam sebesar 42,95 %. Peningkatan ini
disebabkan oleh harga jual ikan-ikan ekonomis penting yang semakin tinggi
(Lampiran 2). Peningkatan tertinggi terjadi pada tahun 2008, volume produksi
yang didaratkan mencapai 26.864,2 ton dan mengalami pertumbuhan sebesar
12,67 % dibandingkan dengan tahun sebelumnya. Hal ini sejalan dengan semakin
bertambahnya jumlah armada yang tersedia di Kabupaten Pandeglang sehingga
menambah volume produksi yang didaratkan di daerah tersebut.
Jumlah nilai produksi hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang selama
periode 2004-2008 cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya (Gambar
5). Dapat dilihat pada Tabel 8, rata-rata petumbuhannya 19 % dengan kisaran
0,74 % - 42,95 %.
Gambar 4 Perkembangan volume produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten
Pandeglang periode 2004-2008.
Gambar 5 Perkembangan nilai produksi ikan yang didaratkan di Kabupaten
Pandeglang periode 2004-2008.
22
23
24
25
26
27
28
2004 2005 2006 2007 2008
Volu
me p
rod
uk
si
(rib
u t
on
)
Tahun
8090
100110120130140150160170180190
2004 2005 2006 2007 2008
Nil
ai P
rod
uk
si
(Ju
ta R
p)
Tahun
26
4.2 Keadaan Umum Perikanan Tangkap Labuan
4.2.1 Lokasi PPP Labuan
Secara geografis PPP Labuan berada di Desa Teluk Kecamatan Labuan,
Kabupaten Pandeglang-Propinsi Banten. Posisi PPP Labuan berada pada wilayah
perairan Selat Sunda yang merupakan Alur Laut Kepulauan Indonesia 1 (ALKI –
1). Berdasarkan Wilayah Pengelolaan Perikanan (WPP) Indonesia, lokasi PPP
Labuan berada pada wilayah WPP 3.
Lokasi PPP Labuan berada pada titik koordinat 06º 24’ 30” LS dan 105º 49’
15” BT. Jarak lokasi PPP Labuan dengan ibukota propinsi sekitar 64 km,
sedangkan dari ibu kota kabupaten berjarak 42 km dengan kondisi jalan yang
cukup baik.
4.2.2 Daerah penangkapan ikan dan musim
Lokasi penangkapan ikan di PPP Labuan adalah Selat Sunda, Selatan
Jawa/Samudera Hindia dan Laut Jawa. Berdasarkan wawancara dengan nelayan
daerah penangkapan Labuan yaitu disekitar perairan Selat Sunda, Tanjung
Panaitan, dan Kepulauan Seribu.
Berdasarkan hasil wawancara dengan nelayan dan pihak pengelola PPP
Labuan terdapat tiga musim penangkapan yang sama dengan musim penangkapan
di Kabupaten Pandeglang yaitu musim timur, musim peralihan, dan musim barat.
Pada musim timur, aktivitas penangkapan ikan di PPP Labuan sangat tinggi.
Alat tangkap pancing dan gillnet menggunakan perahu motor tempel dan daerah
penangkapan dilakukan sekitar Teluk Labuan dengan jarak tempuh sekitar 1-2
jam perjalanan. Sedangkan penangkapan ikan dengan alat tangkap payang, dogol,
dan jaring arad juga dilakukan secara harian, lokasi penangkapannya di daerah
Teluk dan sekitar perairan Selat Sunda dengan jarak tempuh 2-3 jam perjalanan.
Proses penangkapan ikan tersebut dilakukan dalam satu hari dari mulai jam 05.00
dan tiba di tempat pendaratan sekitar jam 12.00 atau 17.00-18.00. Penangkapan
yang dilakukan dengan kapal motor berukuran 8-10 GT biasanya menggunakan
mini purse seine. Pengoperasiannya dilakukan selama 3-6 hari dari mulai
perjalanan ke fishing ground hingga ke kembali ke pelabuhan. Lokasi
penangkapan ikan di Selat Sunda atau Samudera Hindia.
27
4.2.3 Unit penangkapan ikan di Labuan
(1) Kapal
Jumlah armada penangkapan yang mendaratkan hasil tangkapan di PPP
Labuan mengalami kenaikan dan penurunan setiap tahunnya. Jenis kapal motor
yang dioperasionalkan di PPP Labuan berukuran dari 0-5 GT dan > 5 GT.
Tabel 9 Perkembangan jumlah armada penangkapan ikan di PPP Labuan periode
2004-2008
Tahun Jumlah armada (unit)
Total Pertumbuhan
(%) PTM PMT KM
2004 22 4 248 274
2005 22 5 248 275 0,36
2006 22 5 248 275 0,00
2007 22 5 248 275 0,00
2008 22 5 256 283 2,91
Rata-rata 22 4,8 249,6 276,4 0,82 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
Berdasarkan Tabel 9 dapat dilihat, bahwa pada tahun 2005-2007 jumlah
armada seperti perahu tanpa motor, perahu motor tempel, dan kapal motor tidak
mengalami pertumbuhan. Hal ini disebabkan oleh belum adanya perkembangan
skala usaha yang dilakukan oleh dinas setempat. Selain itu, jumlah perahu tanpa
motor dan perahu motor tempel cenderung lebih kecil dibandingkan dengan kapal
motor. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya pendangkalan di wilayah PPP
Labuan sehingga mengakibatkan kapal-kapal motor sulit untuk keluar masuk
wilayah Labuan. Berbeda pada tahun 2008, jumlah armada penangkapan di PPP
Labuan mengalami pertumbuhan sebesar 2,91 % dibanding tahun sebelumnya.
Hal ini sejalan dengan jumlah kapal motor yang mengalami pertumbuhan dari
248 unit menjadi 256 unit. Hal ini dikarenakan oleh mulai adanya perbesaran
skala usaha dengan meningkatkan ukuran armada penangkapan ikan. Peningkatan
ini secara umum juga terjadi di Kabupaten Pandeglang (Tabel 5).
(2) Alat tangkap
Berdasarkan Gambar 6, terlihat ada tujuh jenis alat tangkap yang beroperasi
di Labuan yaitu payang, purse seine, jaring rampus, gillnet, pancing, jaring arad,
dan dogol. Alat tangkap yang terbanyak yaitu jaring arad, pancing, dan gillnet;
28
masing-masing berjumlah 119 unit, 68 unit, dan 65 unit. Alat tangkap jaring arad
merupakan alat tangkap dominan di PPP Labuan karena harga alat tangkap ini
relatif lebih murah dibandingkan alat tangkap lainnya. Selain itu, komoditas yang
ditangkap bernilai ekonomis penting seperti udang mutiara dan udang jerbung.
Gambar 6 Jenis dan jumlah alat tangkap di PPP Labuan tahun 2008.
Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan yang beroperasi selama
periode 2004-2008 mengalami fluktuasi setiap tahunnya. Jumlah alat tangkap
yang memiliki tingkat operasional tinggi terjadi pada tahun 2005 sebesar 409 unit
sedangkan untuk yang terendahnya pada tahun 2004 sebesar 371 unit (Tabel 10).
Adanya penurunan jumlah alat tangkap dari tahun 2007 ke tahun 2008 diikuti
hilangnya alat tangkap bagan rakit dan bagan tancap di PPP Labuan. Hal ini
disebabkan oleh usaha penangkapan bagan ini dipindahkan ke TPI Panimbang dan
TPI sumur
0
20
40
60
80
100
120
Payang Purse
seine
Jaring
rampus
Gillnet Pancing Jaring
Arad
Dogol
45
18
35
65 68
119
48
Ju
mla
h(u
nit
)
Alat Tangkap
29
Tabel 10 Perkembangan jumlah alat tangkap di PPP Labuan periode 2004-2008
No Alat tangkap Tahun
2004 2005 2006 2007 2008
1 Payang 45 44 43 43 45
2 Dogol 48 49 49 49 48
3 Arad 125 130 121 121 119
4 Purse seine 16 20 20 20 18
5 Gillnet 40 40 65 65 65
6 Jaring rampus 30 32 32 32 35
7 jaring klitik 10 4 0 0 0
8 Bagan tancap 8 8 8 8 0
9 Bagan rakit 17 17 17 17 0
10 Pancing 32 65 68 68 68
Jumlah 371 409 423 423 398 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
(3) Nelayan
Mayoritas nelayan yang menetap di PPP Labuan merupakan penduduk lokal
(asli). Pada tahun 2008, jumlah nelayan terbanyak di PPP Labuan berjumlah
2.284 atau sekitar 42,68 % dari total keseluruhan jumlah nelayan di Kabupaten
Pandeglang. Berdasarkan wawancara dengan para nelayan, di PPP Labuan ini
lebih berkembang daripada di PPI yang lain terutama dari segi jumlah hasil
tangkapan yang didaratkan dan kondisi fasilitas pelabuhan yang ada sehingga
banyak nelayan yang menetap di PPP Labuan (Tabel 1). Selain itu,
kecenderungan nelayan untuk mendaratkan hasil tangkapannya berdasarkan
pertimbangan kedekatan relatif jarak lokasi pelabuhan dengan pemukiman
nelayan. Nelayan pendatang kebanyakan berasal dari Jawa Tengah seperti Tegal.
Nelayan di PPP Labuan terdiri dari nelayan pemilik, tetap, dan sambilan.
30
Tabel 11 Jumlah nelayan Kabupaten Pandeglang di setiap PPI tahun 2008
PPI Nelayan Jumlah
(jiwa) Lokal Pendatang
1. Labuan 1.909 375 2.284
2. Carita 469 - 469
3. Sukanegara 144 - 144
4. Panimbang 649 - 649
5. Citeureup 198 - 198
6. Sidamukti 817 15 832
7. Sumur 526 20 546
8. Tamanjaya 98 - 98
9. Cikeusik 131 - 131
Jumlah 4.941 410 5.351 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang, 2008
4.2.4 Kelengkapan fasilitas dan kelembagaan
Fasilitas pokok yang dimiliki PPP Labuan hingga saat ini dapat diuraikan
menjadi 3 (tiga) kategori sebagai berikut :
A. Fasilitas pokok
1) Fasilitas pelindung : Breakwater/ Turap
Breakwater atau pemecah gelombang adalah suatu bangunan kelautan yang
berfungsi khusus untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai terhadap
pengaruh gelombang laut (Lubis, 2005), sedangkan turap adalah suatu struktur
bangunan yang berfungsi untuk melindungi pantai atau daerah sekitar pantai dari
abrasi. Fasilitas ini juga dilengkapi dengan bollard untuk mengaitkan tali kapal
yang sedang bertambat. Panjang breakwater yang sudah dibangun sampai dengan
tahun 2006 adalah : Breakwater sisi kiri sepanjang 213,5 m dan breakwater sisi
kanan sepanjang 420 m (Dinas Kelautan dan Perikanan, 2008).
2) Fasilitas tambat : dermaga
Dermaga adalah suatu bangunan kelautan yang berfungsi sebagai tempat
labuh dan bertambatnya kapal, bongkar muat hasil tangkapan dan mengisi bahan
perbekalan untuk keperluan penangkapan ikan di laut (Lubis, 2005). Dermaga di
PPP Labuan berbentuk batu bersemen dengan panjang yang dimiliki PPP Labuan
adalah 350 meter.
3) Fasilitas perairan : kolam pelabuhan
Kolam pelabuhan adalah daerah perairan pelabuhan untuk masuknya kapal
yang akan bersandar di dermaga (Lubis, 2005). Pada wilayah kolam pelabuhan
31
ini direncanakan akan dilakukan pengerukan/pendalaman seluas 8,55 hektare
dengan kedalaman yang memungkinkan kapal berukuran sampai dengan 50 GT
dapat masuk ke kolam pelabuhan dengan kedalaman 2-2,5 m (Dinas Kelautan dan
Perikanan, 2008). Daya tampung kolam pelabuhan sekitar 50 unit perahu. Tapi
saat ini rencana tersebut belum direalisasikan. Salah satu fungsi kolam pelabuhan
yakni adanya alur pelayaran yang merupakan pintu masuk kolam pelabuhan
sampai ke dermaga (navigational channels). Alur pelayaran di PPP Labuan
berupa alur sungai dengan panjang kurang lebih 5000 m dari pantai. Lebar sungai
sekitar 5 m dengan kedalaman muara 2 m.
4) Fasilitas penghubung
Fasilitas jalan utama masuk ke pelabuhan sudah tersedia dengan ukuran
panjang ± 800 m dan lebar 3 m, jalan ini langsung menuju ke TPI 2 dan di
sepanjang jalan ini dipenuhi rumah-rumah nelayan. Jalan menuju TPI 1 melewati
pasar tradisional melalui sungai dengan alat transportasi rakit.
5) Fasilitas lahan : Lahan pelabuhan
Lahan yang dimiliki seluas 74.710 meter persegi termasuk penambahan
lahan seluas 3 hektare yang diadakan pada tahun 2006 (Dinas Kelautan dan
Perikanan, 2008).
B. Fasilitas fungsional
1) Fasilitas penanganan hasil tangkapan dan pemasarannya : gedung TPI, pasar
ikan, dan cold storage.
Gedung TPI yang dimiliki PPP Labuan berjumlah 2 (dua) unit masing–
masing : TPI 1 berukuran 25 m x 30 m yang memiliki cabang TPI unit yang
berada dekat dengan pasar ikan dan TPI 2 berukuran 25 m x 30 m. Penyelenggara
TPI adalah Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pandeglang dan sejak akhir
2007 hingga sekarang pengelolaan TPI dikelola oleh swasta yaitu CV. Abdi
Bahari Pratama. Pasar ikan di PPP Labuan berada di dekat TPI unit. Pasar ikan
ini berdekatan dengan pasar tradisional dan memiliki kurang lebih 15 lapak.
Cold Storage di PPP Labuan telah memiliki 1 set cold storage dengan
kapasitas daya tampung ikan sebanyak 10 ton. Tetapi saat ini tidak berjalan
karena alat rusak dan biaya operasional yang tinggi.
32
2) Fasilitas suplai air bersih, es, tangki BBM
Pelayanan kebutuhan air bersih didapatkan dari PDAM (Perusahaan Daerah
Air Minum) setempat dan sumur dekat TPI. Air bersih ini digunakan untuk
membersihkan lantai TPI yang kotor, sedangkan untuk operasi penangkapan ikan
nelayan mendapatkan air bersih dari rumahnya masing-masing.
Depot es merupakan tempat penyimpanan balok-balok es sementara
sebelum disalurkan ke nelayan. Depot es di PPP labuan dikelola secara
perorangan oleh penduduk setempat. Ada sekitar 15 unit depot es yang tersebar di
sepanjang jalan PPP Labuan. Rata-rata ukurannya sekitar 2,5 m x 3,5 m x 2 m.
Biasanya satu depot es menampung 50 balok es/hari tergantung permintaan
nelayan. Harga satu balok es sekitar Rp. 16.000/balok.
Tangki BBM di PPP Labuan berjumlah satu unit. Kapasitas dari tangki
BBM 16.000 liter. Solar dipasok dari pertamina bekerjasama dengan PT. Elnusa
Petrovin. Frekuensi pengiriman 4-5 hari sekali. Pemasokan solar mulai berjalan
dari tahun 2005, tetapi saat ini belum kembali beroperasi karena mengalami
kebangkrutan.
3) Fasilitas pemeliharaan kapal dan alat penangkapan ikan seperti dock/slipway,
bengkel, dan tempat perbaikan jaring,
Sarana perbaikan mesin-mesin kapal nelayan di PPP Labuan berupa
bengkel-bengkel kecil. Ada sekitar 10 unit bengkel kecil di PPP Labuan yang
diusahakan secara perorangan oleh penduduk setempat. Bengkel-bengkel ini
hanya bisa memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil saja, sedangkan untuk
perbaikan mesin kapal tersedia 2 unit bengkel khusus yang diusahakan
perorangan.
4) Fasilitas perkantoran seperti kantor administrasi pelabuhan dan kantor swasta
lainnya,
Kantor syahbandar PPP Labuan terletak kurang lebih 20 m dari gedung TPI
ke arah utara. Ukuran kantor syahbandar 382 m² dan kondisi baik. Kantor
syahbandar ini melayani izin kapal-kapal yang akan melakukan operasi
penangkapan ikan.
33
5) Fasilitas transportasi seperti alat-alat angkut ikan es, dan
Alat angkut yang tersedia PPP Labuan berupa kereta dorong yang berfungsi
untuk mengangkut ikan-ikan yang ada di blong dan jumlahnya yang banyak.
6) Fasilitas pengolahan limbah seperti IPAL.
Saluran limbah air berfungsi sebagai tempat saluran pembuangan limbah
cair terutama limbah dari TPI. Saluran limbah air di PPP berbentuk selokan kecil
yang lebarnya kurang dari 30 cm. Tempat pengolahan limbah tidak berfungsi
dengan baik karena petugas kurang mengetahui fungsi dari fasilitas tersebut.
Saluran ini pun menjadi sering mampet karena banyaknya sampah dan sisa-sisa
pencucian ikan sehingga menimbulkan bau tidak enak.
C. Fasilitas penunjang
a. MCK
Keberadaan MCK sangat dibutuhkan untuk tempat mandi, cuci, dan kakus.
PPP Labuan mempunyai MCK seluas 3 x 4 m², terdapat di luar dan di dalam
gedung TPI. Kondisinya baik dan bisa dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
b. Mesjid
PPP Labuan mempunyai sarana ibadah yang terletak di belakang tangki
BBM. Ukurannya 10 x 10 m². Mesjid ini dikelola oleh pihak DKM setempat dan
dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
c. Puskesmas
Puskesmas berfungsi sebagai pelayanan kesehatan masyarakat. Puskesmas
ini berada di daerah kampung nelayan dekat dengan TPI I.
d. Kedai pesisir
Kedai pesisir merupakan kios bahan-bahan unit penangkapan ikan di PPP
Labuan yang dikelola oleh KUD Mina Sejahtera. Kedai pesisir ini berada dekat
TPI I.
5 HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Pengembangan usaha penangkapan
5.1.1 Penentuan Komoditas Ikan Unggulan
Analisis pemusatan ini dilakukan dengan metode location quotient (LQ).
Dengan analisis ini dapat ditentukan apakah jenis kegiatan perikanan tangkap
terkosentrasi pada suatu wilayah atau tersebar di beberapa wilayah. Hasil
penghitungan setiap nilai LQ dilihat dari jumlah dan nilai produksi ikan. Selain
itu, data produksi perikanan tangkap dibedakan atas kelompok ikan pelagis, ikan
demersal, mollusca, dan crustacea di Kabupaten Pandeglang dari tahun 2003
sampai tahun 2007.
5.1.1.1 Jenis ikan-ikan pelagis
Kelompok jenis ikan-ikan pelagis yang di Kabupaten Pandeglang terdapat
11 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan
LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 12) dan nilai
produksi ikan (Tabel 13).
Tabel 12 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan pelagis periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Layang 0,9106 1,0669 1,0189 1,1428 1,1041 1,0487
2 Selar 1,0444 1,0803 0,8212 0,9420 0,9010 0,9578
3 Tetengek 0,6950 0,7506 1,0939 1,0905 1,1598 0,9579
4 Julung-julung 1,8458 1,8109 1,9863 2,0938 2,2306 1,9935
5 Teri 0,8396 0,5049 0,5040 0,1207 0,1626 0,4263
6 Tembang 0,7561 0,7023 0,7441 0,6136 0,6278 0,6888
7 Lemuru 1,0821 1,3084 1,3116 1,2841 1,2423 1,2457
8 Kembung 0,8966 0,8618 0,8497 0,8837 0,9120 0,8808
9 Kuwe 0,5409 0,6268 0,6368 0,9120 0,8822 0,7198
10 Tongkol 1,3624 1,3574 1,2400 1,2412 1,1775 1,2757
11 Tenggiri 1,3476 1,3396 1,4620 1,5597 1,6124 1,4643
Tabel 12 menunjukan terdapat 5 jenis ikan pelagis yang memiliki nilai rata-
rata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksi yaitu ikan layang (Decapterus russeli)
(LQ = 1,05), julung-julung (Hemirhampus far) (LQ = 1,99), lemuru (Clupea
35
longiceps) (LQ = 1,24), tongkol (Auxis sp) (LQ = 1,27) dan tenggiri
(Scomberomorus commerson) (LQ = 1,46), sehingga ikan-ikan tersebut
mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten
Pandeglang. Hal ini sesuai dengan Laporan Akhir Rencana Pengelolaan
Perikanan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan bahwa jenis ikan-ikan yang
dominan mendaratkan hasil tangkapan di Kabupaten Pandeglang adalah ikan
julung-julung, tongkol, dan tenggiri. Hal ini dikarenakan oleh wilayah Kabupaten
Pandeglang yang berbatasan langsung dengan Samudera Hindia dan Selat Sunda
memiliki potensi ikan pelagis yang cukup besar. Kelompok ikan pelagis yang
memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan yaitu selar (Caranx leptolepis)
(LQ = 0,96), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,95), kembung (Rastrelliger
kanagurta) (LQ = 0,88), teri (Stelophorus indicus) (LQ = 0,43), tembang (Clupea
fimbriata) (LQ = 0,69), dan kuwe (Caranx malabaricus) (LQ = 0,72), sehingga
ikan-ikan tersebut mengalami defisit produksi dan merupakan sektor non basis di
Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikan-ikan ini memiliki pangsa
yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas perikanan tangkap di
Propinsi Banten.
Tabel 13 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan pelagis periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Layang 0,4780 0,5556 0,4007 0,6834 1,1041 0,5459
2 Selar 0,9616 0,9536 0,8369 0,4243 0,4026 0,7158
3 Tetengek 0,3983 0,4213 0,7561 0,5556 0,5967 0,5456
4 Julung-julung 2,1570 2,0175 2,4146 2,0454 2,1951 2,1659
5 Teri 0,7941 0,4691 0,4403 0,1963 0,2462 0,4292
6 Tembang 0,4394 0,3353 0,4260 0,3235 0,3203 0,3689
7 Lemuru 0,8790 1,1146 1,2968 1,2671 1,2848 1,1685
8 Kembung 0,6848 0,6159 0,6122 0,9325 0,9526 0,7596
9 Kuwe 0,2660 1,1719 0,3766 0,9861 0,8928 0,7387
10 Tongkol 1,7357 1,5954 1,6507 1,4502 1,4965 1,5857
11 Tenggiri 1,3246 1,2345 1,4380 1,3652 1,4019 1,3528
Tabel 13 menunjukan bahwa kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai
rata-rata LQ > 1 dilihat dari nilai produksinya ada 4 jenis ikan yaitu julung-julung
(Hemirhampus far) (LQ = 2,16), lemuru (Clupea longiceps) (LQ = 1,17), tongkol
36
(Auxis sp) (LQ = 1,58) dan tenggiri (Scomberomorus commerson) (LQ = 1,35),
sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang.
Berbeda dengan jumlah produksi, dari segi nilai produksi ikan layang memiliki
nilai rata-rata LQ < 1. Hal ini dikarenakan oleh nilai produksi ikan layang yang
didaratkan di Kabupaten Pandeglang sebesar 22-25 % dari keseluruhan nilai
produksi di Propinsi Banten. Kelompok ikan pelagis yang memiliki nilai rata-rata
LQ < 1 ada 7 jenis ikan yaitu ikan layang (Decapterus russeli) (LQ = 0,54), selar
(Caranx leptolepis) (LQ = 0,71), tetengek (Megalaspis cordyla) (LQ = 0,54),
kembung (Rastrelliger kanagurta) (LQ = 0,76), teri (Stelophorus indicus) (LQ =
0,43), tembang (Clupea fimbriata) (LQ = 0,37), dan kuwe (Caranx malabaricus)
(LQ = 0,74), sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor non basis di
Kabupaten Pandeglang.
5.1.1.2 Jenis ikan-ikan demersal
Kelompok jenis ikan-ikan demersal yang di Kabupaten Pandeglang terdapat
13 jenis ikan. Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1 , LQ = 1, dan
LQ < 1. Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 14) dan nilai
produksi ikan (Tabel 15).
Tabel 14 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi ikan demersal periode 2003- 2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Sebelah 1,9671 1,8964 1,9565 2,0965 2,1188 2,0070
2 Manyung 0,8647 0,9027 0,9508 0,7439 0,7588 0,8442
3 Biji nangka 1,5702 1,5430 1,4538 1,5662 1,5753 1,5417
4 Bambangan 0,6851 0,7956 0,8346 1,0856 1,0942 0,8990
5 Kerapu 0,0000 0,0000 0,0000 0,6420 0,7010 0,2686
6 Kakap 0,8713 0,8303 0,9312 1,1760 1,1879 0,9993
7 Kurisi 1,1203 1,0489 1,1605 1,1047 1,0498 1,0968
8 Tigawaja 1,0974 1,2532 1,3250 1,2656 1,2332 1,2349
9 Cucut 0,6812 0,6357 1,0185 1,0490 0,9449 0,8659
10 Pari 0,4504 0,4667 0,5675 0,5516 0,5528 0,5178
11 Layur 0,4874 0,4916 0,4611 0,5197 0,4960 0,4912
12 Peperek 1,0985 1,0239 0,7851 0,6930 0,6911 0,8583
13 Bawal hitam 1,9546 1,7062 1,9549 2,0931 2,1145 1,9647
37
Tabel 14 menunjukan bahwa kelompok ikan demersal yang memiliki nilai
rata-rata LQ > 1 dilihat dari jumlah produksinya ada 5 jenis yaitu ikan sebelah
(Psetodes erumei) (LQ = 2,01), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,54 ),
kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,1), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ
= 1,23), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 1,96), sehingga ikan-ikan tersebut
mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten
Pandeglang. Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 8
jenis ikan yaitu manyung (Arius spp) (LQ = 0,84), bambangan (Letrinus
sanguneus) (LQ = 0,89), kakap (Lates calcalifer) (LQ = 0,99), cucut (Squalus sp)
(LQ = 0,86), peperek (Mene maculata) (LQ = 0,85), kerapu (Epinephelus
bantoides) (LQ = 0,27), pari (Dasyatis) (LQ = 0,52), dan layur (Trichiurus savala)
(LQ = 0,49), sehingga ikan-ikan tersebut mengalami defisit dan merupakan
komoditas non basis di Kabupaten Pandeglang. Hal ini menunjukan bahwa ikan-
ikan ini memiliki pangsa yang relatif lebih kecil dibandingkan dengan aktivitas
perikanan tangkap di Propinsi Banten.
Tabel 15 Nilai rata-rata LQ nilai produksi ikan demersal periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Sebelah 3,4029 3,0852 3,0242 2,5517 2,5685 2,9265
2 Manyung 1,2851 1,3639 1,3347 0,9957 1,0216 1,2002
3 Biji nangka 2,0328 1,9156 1,5728 1,2948 1,2937 1,6219
4 Bambangan 0,8180 0,9181 0,9242 1,3688 1,3477 1,0754
5 Kerapu 0,0000 0,0000 0,0000 0,5888 0,7493 0,2676
6 Kakap 0,9466 0,8321 0,9243 0,8409 0,8123 0,8713
7 Kurisi 1,4041 1,5301 1,5313 0,8895 0,8124 1,2335
8 Tigawaja 0,7747 1,0566 1,1477 0,9949 0,9302 0,9808
9 Cucut 0,5094 0,4396 0,8144 1,1070 0,9578 0,7656
10 Pari 0,6575 0,5925 0,6525 0,8240 0,8056 0,7064
11 Layur 1,1454 1,0788 0,9774 0,5555 0,5434 0,8601
12 Peperek 1,3573 1,3783 0,8566 0,7156 0,7199 1,0055
13 Bawal hitam 3,3602 2,5308 3,0179 2,5363 2,5539 2,7998
Kelompok ikan demersal yang memiliki rata-rata LQ nilai produksi > 1 ada
7 jenis yaitu ikan sebelah (Psetodes erumei) (LQ = 2,93), manyung (Arius spp)
(LQ = 1,2), biji nangka (Upeneus sulphurus) (LQ = 1,62), bambangan (Letrinus
38
sanguneus) (LQ = 1,07), kurisi (Nemipterus nematoporus) (LQ = 1,23), peperek
(Mene maculata) (LQ = 1,01), dan bawal hitam (Formio niger) (LQ= 2,79),
sehingga ikan-ikan tersebut merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang.
Kelompok ikan demersal yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 ada 6 jenis ikan
yaitu kerapu (Epinephelus bantoides) (LQ = 0,27), kakap (Lates calcalifer) (LQ =
0,87), tigawaja (Johnius dussumieri) (LQ = 0,98), cucut (Squalus sp) (LQ =
0,76), pari (Dasyatis) (LQ = 0,71), dan layur (Trichiurus savala) (LQ = 0,86),
sehingga ikan-ikan tersebut merupakan komoditas non basis di Kabupaten
Pandeglang.
Berbeda dengan jumlah produksi untuk ikan manyung, bambangan, dan
peperek memiliki nilai LQ > 1. Hal ini mengindikasikan bahwa ikan-ikan
tersebut memiliki nilai produksi yang lebih besar bila dibandingkan dengan total
nilai produksi di Propinsi Banten. Sedangkan untuk nilai produksi ikan kurisi dan
tigawaja masuk dalam kategori LQ < 1.
5.1.1.3 Jenis mollusca
Kelompok jenis mollusca yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis.
Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1.
Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 16) dan nilai produksi
ikan (Tabel 17).
Tabel 16 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi mollusca periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Kerang darah 1,2923 1,4308 0,7751 0,7976 0,9145 1,0421
2 Cumi-cumi 0,7754 0,7337 0,9555 0,9285 0,8345 0,8455
Tabel 16 menunjukan bahwa kelompok mollusca yang memiliki nilai rata-
rata LQ jumlah produksi > 1 hanya komoditas kerang darah (Anadara granosa)
yaitu sebesar 1,04 sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor
basis di Kabupaten Pandeglang. Jenis cumi-cumi (Loligo sp) memiliki nilai rata-
rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,84 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor
non basis di Kabupaten Pandeglang.
39
Tabel 17 Nilai rata-rata LQ nilai produksi mollusca periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Kerang darah 1,4453 1,3712 0,4746 0,3596 0,4047 0,8111
2 Cumi-cumi 0,9516 0,9550 1,0647 1,0680 1,0577 1,0194
Kelompok mollusca yang memiliki nilai rata-rata LQ nilai produksi > 1
hanya cumi-cumi (Loligo sp) yaitu sebesar 1,01 sehingga mengalami surplus
produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan kerang
darah (Anadara granosa) memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,81
sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.
Berbeda dengan jumlah produksi, nilai produksi untuk kerang darah
memiliki nilai LQ < 1, sedangkan untuk jenis cumi-cumi nilai rata-rata LQ > 1.
Hal ini dikarenakan nilai harga cumi-cumi yang relatif lebih besar bila
dibandingkan dengan kerang darah.
5.1.1.4 Jenis crustacea
Kelompok jenis crustacea yang di Kabupaten Pandeglang terdapat 2 jenis.
Nilai LQ terbagi menjadi tiga kriteria yaitu LQ > 1, LQ = 1, dan LQ < 1.
Perhitungan LQ dilihat dari sisi jumlah produksi (Tabel 18) dan nilai produksi
ikan (Tabel 19).
Tabel 18 Nilai rata-rata LQ jumlah produksi crustacea periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Udang putih 0,9258 1,0336 1,3033 1,3634 1,2207 1,1693
2 Udang lainnya 1,0738 0,9697 0,7553 0,7272 0,8319 0,8716
Tabel 18 menunujukan bahwa kelompok crustacea yang didaratkan di
Kabupaten Pandeglang selama 5 tahun adalah udang putih (Penaeus vannamei)
yang memiliki nilai rata-rata LQ jumlah produksi lebih dari 1 yaitu sebesar 1,17
sehingga mengalami surplus produksi dan merupakan sektor basis di Kabupaten
Pandeglang. Jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki nilai rata-rata LQ < 1
yaitu sebesar 0,87 sehingga mengalami defisit dan merupakan sektor non basis di
Kabupaten Pandeglang.
40
Tabel 19 Nilai rata-rata LQ nilai produksi crustacea periode 2003-2007
No Jenis ikan Tahun Rata-rata
nilai LQ 2003 2004 2005 2006 2007
1 Udang putih 0,8687 0,9200 1,0644 1,0834 1,0365 0,9946
2 Udang lainnya 1,4785 1,2645 0,8260 0,7869 0,9105 1,0533
Kelompok crustacea yang didaratkan di Kabupaten Pandeglang selama 5
tahun adalah jenis udang lainnya (Peneaus sp) memiliki rata-rata LQ nilai
produksi > 1 yaitu sebesar 1,05 sehingga mengalami surplus produksi dan
merupakan sektor basis di Kabupaten Pandeglang, sedangkan jenis udang putih
(Penaeus vannamei) yang memiliki nilai rata-rata LQ < 1 yaitu sebesar 0,99
sehingga merupakan sektor non basis di Kabupaten Pandeglang.
Penentuan sektor unggulan dan prioritas
Dalam menentukan komoditas ikan unggulan di Kabupaten Pandeglang
digunakan dengan teknik pembobotan nilai dengan menjumlahkan bobot LQ
jumlah dan nilai produksi ikan.
Tabel 20 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai
produksi ikan pelagis periode 2003-2007
No Jenis ikan Bobot LQ
jumlah produksi
Bobot LQ
nilai produksi
Total
bobot Keterangan
1 Layang 2 0 2 Bukan unggulan
2 Selar 1 0 1 Bukan unggulan
3 Tetengek 1 0 1 Bukan unggulan
4 Julung-julung 2 2 4 Unggulan
5 Teri 0 0 0 Bukan unggulan
6 Tembang 0 0 0 Bukan unggulan
7 Lemuru 2 1 3 Bukan unggulan
8 Kembung 1 0 1 Bukan unggulan
9 Kuwe 0 0 0 Bukan unggulan
10 Tongkol 2 2 4 Unggulan
11 Tenggiri 2 2 4 Unggulan
Tabel 20 dapat dilihat dari 11 spesies jenis ikan pelagis, ada 3 komoditas
unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu ikan julung-julung, tongkol,
dan tenggiri. Ikan-ikan tersebut memiliki bobot LQ jumlah dan nilai produksi
terbesar dengan total bobot 4. Ketiga ikan unggulan ini merupakan komoditas
prioritas yang baik untuk dikembangkan. Sedangkan yang masuk dalam kategori
41
bukan unggulan ada 8 jenis ikan yaitu layang, selar, tetengek, teri, tembang,
lemuru, kembung, dan kuwe.
Tabel 21 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai
produksi ikan demersal periode 2003-2007
No Jenis ikan Bobot LQ
jumlah produksi
Bobot LQ
nilai produksi
Total
bobot Keterangan
1 Sebelah 2 2 4 Unggulan
2 Manyung 1 2 3 Bukan unggulan
3 Biji nangka 2 2 4 Unggulan
4 Bambangan 1 2 3 Bukan unggulan
5 Kerapu 0 0 0 Bukan unggulan
6 Kakap 1 1 2 Bukan unggulan
7 Kurisi 2 2 4 Unggulan
8 Tigawaja 2 1 3 Bukan unggulan
9 Cucut 1 0 1 Bukan unggulan
10 Pari 0 0 0 Bukan unggulan
11 Layur 0 1 1 Bukan unggulan
12 Peperek 1 2 3 Bukan unggulan
13 Bawal hitam 2 2 4 Unggulan
Tabel 21 menunjukan bahwa dari 13 jenis ikan demersal yang ada di
Kabupaten Pandeglang terdapat 4 komoditas ikan unggulan yaitu ikan sebelah,
biji nangka, kurisi, dan bawal hitam. Kategori bukan unggulan terdapat 5 jenis
ikan yaitu ikan manyung, kerapu, pari, layur, dan peperek. Ikan-ikan tersebut
tidak dapat dikembangkan, karena rendahnya jumlah hasil tangkapan yang
didaratkan di Kabupaten Pandeglang dibandingkan dengan Propinsi Banten.
Tabel 22 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai
produksi mollusca periode 2003-2007
No Jenis ikan Bobot LQ
jumlah produksi
Bobot LQ
nilai produksi
Total
bobot Keterangan
1 Kerang darah 2 1 3 Bukan unggulan
2 Cumi-cumi 1 2 3 Bukan unggulan
Pada Tabel 22 dapat dilihat ada 2 jenis ikan yang masuk dalam jenis
mollusca yaitu kerang darah dan cumi-cumi. Kedua jenis ikan tersebut bukan
termasuk dalam komoditas unggulan karena total bobot LQ = 3, sehingga kerang
darah dan cumi-cumi ini bukan merupakan komoditas yang menjadi prioritas
pengembangan di Kabupaten Pandeglang.
42
Tabel 23 Komoditas ikan unggulan berdasarkan bobot LQ jumlah dan nilai
produksi crustacea periode 2003-2007
No Jenis ikan Bobot LQ
jumlah produksi
Bobot LQ
nilai produksi
Total
bobot Keterangan
1 Udang putih 2 1 3 Bukan unggulan
2 Udang lainnya 1 2 3 Bukan unggulan
Tabel 23 menunjukan bahwa dari 2 jenis crustacea yang ada di Kabupaten
Pandeglang memiliki total bobot LQ = 3. Sama halnya dengan jenis mollusca,
jenis crustacea yang terdiri udang putih dan udang lainnya masuk dalam kategori
bukan unggulan.
Dari 28 jenis ikan yang didaratkan, terdapat 7 komoditas yang dapat
dijadikan sebagai salah satu prioritas pengembangan komoditas unggulan di
Kabupaten Pandeglang. Dengan pengembangan yang diprioritaskan pada
komoditas unggulan tersebut diharapkan dapat meningkatkan jumlah hasil
tangkapan yang didapatkan dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
nelayan dan kontribusi perekonomian Kabupaten Pandeglang.
Jenis hasil tangkapan di PPP Labuan terdapat 12 spesies (Tabel 24). Jika
dibandingkan dengan komoditas unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang
terdapat 3 jenis ikan yang mendaratkan hasil tangkapannya di PPP Labuan yaitu
ikan tenggiri, tongkol, dan kurisi. Sedangkan jenis ikan dominan yang
mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan adalah kembung, tembang, tenggiri,
layur, manyung, dan tongkol.
43
Tabel 24 Jumlah dan jenis ikan yang didaratkan di PPP Labuan
No Jenis ikan Jumlah produksi (ton)
1 Kuwe 24,597
2 Cumi 51,369
3 Tongkol 53,771
4 Tenggiri 113,712
5 Kembung 123,441
6 Layur 70,637
7 Manyung 54,578
8 Kakap 15,119
9 Kerapu 4,383
10 Kurisi 21,176
11 Pari 29,245
12 Tembang 117,443 Sumber : Laporan tempat pelelangan ikan PPP Labuan, 2008
5.1.2 Analisis Alat Tangkap Efektif yang Ramah Lingkungan
Berdasarkan survei yang dilakukan di PPP Labuan melalui wawancara dan
pengamatan langsung dapat teridentifikasi ada tujuh alat tangkap yang beroperasi
dan mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan yaitu payang, mini purse seine,
pancing rawai, jaring arad, gillnet, dogol, dan jaring rampus.
Hasil skoring 2 dari 7 jenis alat tangkap yang dikaji tergolong sebagai alat
tangkap yang ramah lingkungan yaitu pancing rawai dan gillnet, 4 diantaranya
masuk kategori kurang ramah lingkungan yaitu jaring rampus, dogol/gardan,
payang, mini purse seine dan 1 alat tangkap tidak ramah lingkungan yaitu jaring
arad (Tabel 25).
Tabel 25 Penggolongan jenis alat tangkap berdasarkan tingkat keramahan
lingkungan di PPP Labuan
No Kategori Jenis alat tangkap
1 Tidak ramah lingkungan
(X < 0,407) Jaring arad
2 Kurang ramah lingkungan
(0,407 ≤ X ≤ 0,593)
Jaring rampus
Dogol/gardan
Mini purse seine
Payang
3 Ramah lingkungan (X > 0,593) Pancing rawai
Gillnet
Sumber : Data kuesioner yang diolah kembali
44
Tabel 26 Hasil perhitungan skoring pada masing-masing kriteria alat tangkap
efektif di PPP Labuan
No Kriteria
Alat tangkap
Payang
Mini
purse
seine
Pancing
rawai
Jaring
arad Gillnet Dogol
Jaring
rampus
1. Memiliki selektivitas yang tinggi 0 0 1 0 0,5 0 0,5
2. Tidak destruktif terhadap habitat 1 1 1 0 1 0,5 0,5
3. Tidak membahayakan operator 1 1 0 1 1 1 1
4. Ikan tangkapan bermutu baik 1 1 1 1 0 1 0
5. Produk tidak membahayakan
konsumen 0 0 0 0 0 0 0
6. Minimum discard dan by-catch 0,5 0,5 1 0 0,5 0,5 0,5
7. Tidak merusak keanekaragaman
hayati 0,5 0,5 1 0 0,5 0,0 0,5
8. Tidak menangkap protected
spesies 1 1 1 0 1 1 1
9. Diterima secara sosial 0 0 1 0 1 1 1
Jumlah 5 5 7 2 5,5 5 5
Rata-rata 0,556 0,556 0,778 0,222 0,611 0,556 0,556
Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan
Jenis alat tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah :
Jaring arad
Berdasarkan pengelompokkan tersebut, maka jenis alat tangkap yang tidak
ramah lingkungan adalah jaring arad dengan nilai rata-rata 0,222. Hal ini
didasarkan pada penilaian bobot skor yang diberikan dengan mengacu pada
panduan jenis-jenis penangkapan ikan ramah lingkungan. Alat tangkap jaring
arad terutama memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas dan hasil
tangkapan sampingan (by-catch) tinggi, hal ini disebabkan oleh jaring arad
menangkap semua jenis ikan yang ada di areal penangkapan dari berbagai jenis
dan ukuran. Arad adalah sejenis jaring yang digolongkan pukat harimau (trawl)
dalam bentuk kecil. Penggunaannya dilarang berdasarkan Keppres 39 Tahun
1980. Arad memiliki mata jaring kecil, di bawah 1 inchi (Anonim, 2007).
Kriteria tidak ramah lingkungan lainnya pada jaring arad adalah merusak habitat
pada wilayah yang sempit, merusak keanekaragaman hayati karena
pengoperasiannya didasar, pernah menangkap spesies yang dilindungi yaitu penyu
dan alat ini bertentangan dengan budaya setempat sehingga rawan konflik antar
nelayan. Penggunaan jaring arad di PPP Labuan paling banyak digunakan oleh
45
nelayan karena harga satu unit alat tangkap jaring arad relatif terjangkau sekitar
Rp.300.000-Rp.700.000.
Jenis alat tangkap yang kurang ramah lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Jaring rampus
Alat tangkap jaring rampus ini memiliki skor yang rendah pada kriteria
selektivitas. Menurut Ayodhyoa 1981, jenis alat tangkap rampus termasuk yang
tidak selektif dan menangkap semua jenis biota dasar yang hidup di dasar laut.
Selektivitas yang rendah menyebabkan semua populasi ikan dan udang terambil,
serta biota lainnya. Kriteria kurang ramah lingkungan lainnya adalah ikan hasil
tangkapan mati, segar, dan cacat fisik karena cara ikan tertangkap ini umumnya
terjerat atau terpuntal dan bycatch yang tinggi.
2. Dogol
Alat tangkap dogol memiliki nilai yang rendah pada kriteria selektivitas,
destruktif terhadap habitat dan by catch yang tinggi. Alat tangkap dogol yang
beroperasi PPP Labuan dilengkapi dengan gardan yang berfungsi sebagai mesin
outboard engine untuk memudahkan penanganan alat tangkap dan memperingan
kerja nelayan diatas kapal pada saat hauling.
3. Mini purse seine
Alat tangkap mini purse seine memiliki nilai yang rendah terutama dari
aspek selektivitas alat tangkap dan by catch yang tinggi. Menurut muslim
tadjuddah dkk (2008) ada dua kriteria yang kurang memenuhi sebagai persyaratan
purse seine sebagai alat tangkap ramah lingkungan. Kedua kriteria tersebut
adalah : selektifitas dan biaya investasi yang tinggi dalam satu unit penangkapan.
4. Payang
Alat tangkap payang memiliki nilai yang cukup rendah pada kriteria
selektivitas dan by-catch. Menurut muslim tadjuddah dkk (2008) ada terdapat
satu kriteria yang kurang ramah lingkungan memenuhi sebagai persyaratan seine
net dalam hal ini payang yaitu selektifitas. Sama halnya dengan purse seine, seine
net juga diperlukan penelitian lebih lanjut dalam hal selektifitasnya ukuran catch
(panjang total dan lingkar tubuh) pada suatu fishing ground tertentu.
46
Jenis-jenis alat tangkap yang ramah lingkungan adalah sebagai berikut:
1. Pancing rawai
Alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang tinggi pada semua kriteria
yaitu selektivitas tinggi karena jenis dan ukuran ikan yang tertangkap merupakan
target utama tangkapan, tidak destruktif terhadap habitat, ikan tangkapan bermutu
baik, produk tidak membahayakan konsumen, minimum discard dan bycatch,
tidak merusak keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan
diterima secara sosial. Metode pengoperasian dan bahan yang digunakan aman
bagi lingkungan, maka alat tangkap pancing rawai memiliki skor yang paling
tinggi sebagai alat tangkap yang ramah lingkungan. Hal ini sesuai dengan
penelitian Heriawan 2008 yang menyatakan dari analisis selektivitas alat tangkap
yang dilakukan, maka yang memiliki selektivitas yang terbaik adalah pancing
rawai.
2. Gillnet
Kategori yang ramah lingkungan pada alat tangkap gillnet ini adalah tidak
destrukti terhadap habitat, tidak membahayakan nelayan, tidak merusak
keanekaragaman hayati, tidak menangkap protected spesies, dan diterima secara
sosial. Alat tangkap gillnet memiliki skor yang cukup rendah terdapat pada ikan
tangkapan yang dihasilkan mati, segar, dan cacat fisik karena cara
pengoperasiannya yang terjerat dan terpuntal sama seperti pada hasil tangkapan
jaring rampus.
Alat tangkap ramah lingkungan merupakan jenis teknologi penangkapan
ikan yang tidak merusak ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Suatu alat
tangkap dapat dikatakan ramah lingkungan apabila memenuhi 9 kriteria tersebut.
Permasalahan sumberdaya maupun lingkungan yang sedang dihadapi pada saat ini
telah menjadi dasar dan alasan penting bagi pengembangan teknologi
penangkapan ikan dimasa mendatang dengan menitikberatkan pada kepentingan
konservasi sumberdaya (Purbayanto dan Baskoro diacu dalam Sultan 2004).
5.2 Peranan Pengelola Dalam Pengembangan Usaha Penangkapan Ikan
Pelabuhan perikanan merupakan infrastruktur perekonomian yang
mempunyai hubungan terhadap usaha penangkapan ikan. Fasilitas pelabuhan
perikanan dibangun dengan tujuan untuk mempermudah kegiatan penangkapan,
47
pengolahan, pemasaran, dan distribusi ikan hasil tangkapan nelayan. Hal ini
secara tidak langsung dapat mempengaruhi keberlangsungan usaha penangkapan
ikan. Peranan pelabuhan perikanan, yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, pusat
distribusi dan pengolahan. Peranan tersebut dapat dikatakan baik apabila
penyediaan fasilitas, pengelolaan fasilitas serta pemanfaatannya telah optimal.
Dengan adanya peranan pelabuhan yang baik, diharapkan dapat mendukung usaha
penangkapan ikan di PPP Labuan. Peranan pelabuhan ini akan dilihat
parameternya yaitu sebagai pusat aktivitas produksi, meliputi penyediaan
perbekalan melaut, penyediaan tempat pendaratan, dan penyediaan tempat
perbaikan. Pusat distribusi pengolahan antara lain yang berkaitan dengan
penyediaan tempat pengolahan dan distribusi. Selain aktivitas-aktivitas tersebut,
adanya dukungan modal usaha penangkapan ikan juga dapat mempengaruhi
keberlangsungan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan.
Tabel 27 Peranan pengelola dalam mengembangkan usaha penangkapan ikan
Peranan Penilaian (%)
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1. Sebagai pusat aktivitas produksi
a. Penyediaan perbekalan melaut
Solar 60 40 0
Air bersih 0 40 60
Es 53,33 46,67
b. Penyediaan tempat pendaratan
Dermaga 0 60 40
Kolam pelabuhan 0 53,33 46,67
Alur pelayaran 0 53,33 46,67
c. Penyediaan tempat perbaikan
Tempat perbaikan jaring 100 0 0
Slipways 86,67 13,33 0
Bengkel 66,67 33,33 0
2. Sebagai pusat distribusi dan pengolahan
Penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran
TPI 0 13,33 86,67
Tempat pengolahan ikan 66,67 33,33 0
Pasar ikan 0 33,33 66,67
3. Dukungan modal usaha penangkapan ikan
Koperasi 66,67 33,33 0
Sumber : Hasil wawancara dengan nelayan
Keterangan :
TB : Tidak Berperan
KB : Kurang Berperan
B : Berperan
48
Tabel 28 Jenis dan fasilitas di PPP Labuan serta kondisinya
No Fasilitas Ketersediaan
fasilitas
Kondisi fasilitas Pengelola
1 Solar Ada Tidak beroperasi DKP
2 Air bersih Ada Baik PPP
3 Es/Cold storage Ada Tidak beroperasi DKP
4 Dermaga Ada Tahap perbaikan PPP
5 Kolam pelabuhan Ada Pendangkalan Syahbandar
6 Alur pelayaran Ada Pendangkalan Syahbandar
7 Tempat perbaikan jaring Ada Tahap pembangunan Perseorangan
8 Slipways Ada Tahap perbaikan PPP
9 Bengkel Ada Baik Perseorangan
10 TPI Ada Baik CV. Abdi Bahari
11 Tempat pengolahan ikan Ada Tahap pembangunan Perseorangan
12 Pasar ikan Ada Tahap perbaikan DKP
13 Koperasi Ada Baik DKP
5.2.1 Pusat aktivitas produksi
Sarana yang diperlukan sebelum melakukan operasi penangkapan ikan
adalah mempersiapkan perbekalan melaut yang akan dibawa seperti solar, es, dan
air bersih.
Gambar 7 Peranan pengelola terhadap penyediaan solar.
Gambar 8 Peranan pengelola terhadap penyediaan air bersih.
Gambar 9 Peranan pengelola terhadap penyediaan es.
60%40% Tidak berperan
Kurang berperan
40%60%
Kurang berperan
Berperan
53%47% Tidak berperan
Kurang berperan
49
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara terhadap 15 responden
nelayan sebesar 60 % menyatakan pengelola tidak berperan dalam penyediaan
solar. Hal ini disebabkan oleh fasilitas SPDN belum beroperasi kembali karena
mengalami kebangkrutan sehingga belum bisa memenuhi kebutuhan solar dan
pasokannya dipenuhi dari luar PPP Labuan. Sebesar 40 % responden nelayan
menyatakan kurang berperan, walaupun SPDN mengalami kebangkrutan banyak
penduduk setempat yang menjual solar eceran disekitar daerah PPP Labuan tetapi
kebutuhannya masih dirasakan kurang oleh nelayan terutama untuk alat tangkap
seperti mini purse seine yang membutuhkan solar dalam jumlah besar. Kondisi
ini menjadi salah satu penghambat kelancaran dalam operasi penangkapan.
Gambar 8 menunjukan 60 % menyatakan bahwa peranan pengelola terhadap
penyediaan kebutuhan air bersih adalah berperan. Berdasarkan wawancara
dengan nelayan, pemenuhan kebutuhan air bersih terpenuhi untuk kebutuhan
sehari-hari dan kebutuhan melaut, seperti minum, masak, dan mandi. Air bersih
untuk kebutuhan melaut biasanya didapatkan dari rumah masing-masing nelayan.
Air bersih juga dipasok dari PDAM yang dimiliki oleh pelabuhan biasanya
digunakan untuk membersihkan lantai TPI yang kotor. Sebesar 40 % responden
nelayan menyatakan kurang berperan. Bagi sebagian nelayan yang melakukan
operasi penangkapan selama berhari-hari kebutuhan air bersih ini masih kurang
mencukupi karena kebutuhan air bersih harus membeli ke pelabuhan.
Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan bahwa pengelola tidak
berperan terhadap penyediaan kebutuhan es. Hal ini disebabkan oleh pabrik es
yang tidak beroperasi. Pabrik es sempat berjalan selama beberapa bulan, tetapi
karena kualitas es yang dihasilkan rendah pada akhirnya pabrik es ditutup.
Sebesar 46,67 % responden menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap
penyediaan es, walaupun banyak penduduk setempat yang mendirikan depot-
depot es, tetapi masih banyak nelayan yang belum terpenuhi kebutuhannya
khususnya untuk nelayan-nelayan yang mengoperasikan alat tangkap selama
berhari-hari seperti mini purse seine dan pancing rawai.
Fasilitas-fasilitas lain yang diperlukan dalam operasi penangkapan ikan
adalah adanya penyediaan tempat pendaratan seperti dermaga, kolam pelabuhan,
dan alur pelayaran.
50
Gambar 10 Peranan pengelola terhadap penyediaan dermaga.
Gambar 11 Peranan pengelola terhadap penyediaan kolam pelabuhan.
Gambar 12 Peranan pengelola terhadap penyediaan alur pelayaran.
Gambar 10 menunjukan sebesar 60 % menyatakan peranan pengelola
terhadap penyediaan dermaga adalah kurang berperan. Dermaga di PPP Labuan
terletak di depan TPI II terpisah oleh lebar badan jalan kurang 200 m. Jauhnya
jarak dermaga menyulitkan nelayan ketika akan mendaratkan hasil tangkapannya.
Sedangkan sebesar 40 % menyatakan berperan. Dermaga tambat ini sekaligus
berfungsi sebagai dermaga muat. Dermaga ini menampung kapal-kapal yang
berukuran > 5 GT, sedangkan beberapa kapal kecil lainnya mendaratkan hasil
tangkapan di TPI I dan bertambat disisi sungai bagian selatan bangunan ini.
Kawasan perairan di PPP Labuan merupakan kawasan yang terbuka langsung
menghadap ke Samudera Hindia.
Sebesar 53,33 % responden nelayan menyatakan kurang berperan terhadap
penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Kolam pelabuhan di PPP
Labuan mengalami pendangkalan terjadi pada muara Sungai Cipunten Agung dan
area dermaga II yang merupakan batas kolam pelabuhan yang selama ini menjadi
kendala kelancaran keluar masuknya kapal ke sungai atau ke TPI. Menurut hasil
60%40% Kurang berperan
Berperan
53%47%Kurang berperan
Berperan
53%47% Kurang berperan
Berperan
51
pengamatan di lapangan ukuran kedalaman kolam pelabuhan mencapai ± 1 m.
Alur pelayaran di PPP Labuan banyak mengalami kendala seperti mengalami
pendangkalan karena banyaknya sedimen yang terbawa oleh arus dan tidak
adanya rambu-rambu navigasi. Keadaan tersebut seharusnya mendapat perhatian
dari pihak pengelola agar kelancaran kapal-kapal yang akan masuk menjadi
teratur. Sebesar 46,67 % responden nelayan menyatakan berperan terhadap
penyediaan kolam pelabuhan dan alur pelayaran. Berdasarkan hasil wawancara
nelayan, hingga saat ini perbaikan dan penataan kolam pelabuhan dan alur
pelayaran sering dilakukan sehingga kapal-kapal mini purse seine sudah bisa
mendaratkan hasil tangkapannya lebih dekat ke dermaga.
Gambar 13 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat perbaikan jaring.
Gambar 14 Peranan pengelola terhadap penyediaan slipways.
Gambar 15 Peranan pengelola terhadap penyediaan bengkel.
Gambar 13 menunjukan bahwa penyediaan tempat perbaikan seperti tempat
perbaikan jaring 100 % responden menyatakan tidak berperan. Hal ini disebabkan
belum ada lahan khusus yang disediakan oleh pelabuhan untuk fasilitas perbaikan
jaring di PPP Labuan sehingga untuk perbaikan jaring biasanya dikerjakan di
kapal atau rumah masing-masing nelayan.
100%
Tidak berperan
87%
13%Tidak berperan
Kurang berperan
67%
33% Tidak berperan
Kurang berperan
52
Sebesar 86,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan
terhadap penyediaan slipways. Berdasarkan wawancara dengan nelayan fasilitas
slipways yang biasa digunakan untuk memperbaiki atau merawat bagian bawah
kapal, misalnya lunas dan lambung kapal kurang berfungsi dengan baik karena
hingga saat ini masih dalam perbaikan.
Sebesar 66,67 % responden nelayan menyatakan pengelola tidak berperan
terhadap penyediaan fasilitas bengkel. Hal ini dikarenakan oleh kurang
berfungsinya fasilitas bengkel yang ada sehingga jika ada kerusakan mesin,
nelayan biasanya memperbaiki sendiri atau meminta jasa perbaikan mesin. Ada
sekitar 10 unit bengkel kecil di PPP Labuan yang diusahakan secara perorangan
oleh penduduk setempat.
5.2.2 Pusat tempat pengolahan dan pemasaran
Hal-hal yang berhubungan distribusi dan pengolahan antara lain berkaitan
dengan penyediaan tempat pengolahan dan pemasaran. Kegiatan distribusi dan
pengolahan yang lancar akan mendorong usaha penangkapan ikan di PPP Labuan
melalui peningkatan harga jual ikan dan kelancaran akses dalam pemasaran.
Sarana yang digunakan untuk penjualan hasil tangkapan adalah TPI (Tempat
Pelelangan Ikan), tempat pengolahan ikan, dan pasar ikan.
Gambar 16 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pelelangan ikan.
Gambar 17 Peranan pengelola terhadap penyediaan tempat pengolahan ikan.
13%
87%Kurang berperan
Berperan
67%
33%Tidak berperan
Kurang berperan
53
Gambar 18 Peranan pengelola terhadap penyediaan pasar ikan.
Gambar 16 menunjukan sebesar 86,67 % responden menyatakan bahwa
pengelola berperan terhadap penyediaan fasilitas TPI. Hal ini disebabkan oleh
adanya dukungan dari proses lelang yang berjalan secara aktif dan pengelolaanya
yang baik dan sebagian besar nelayan menyatakan merasa diuntungkan dengan
adanya proses lelang. PPP Labuan memiliki dua TPI : TPI I yang memiliki
cabang TPI unit dan TPI II. Gedung TPI I terletak di sisi aliran sungai Cipunten
Agung, untuk cabangnya yaitu TPI unit berada dekat dengan pasar ikan. TPI II
terletak di tepi pantai. Pembagian TPI ini berdasarkan pada ukuran kapal yang
akan masuk untuk mendaratkan hasil tangkapannya ke TPI. TPI I dikhususkan
kapal-kapal kecil ukuran 0-5 GT. Sedangkan TPI II untuk kapal-kapal > 5 GT.
Dari segi sanitasi, lantai TPI ini cukup kotor karena masih terlihat banyak sampah
dan sisa hasil pencucian ikan yang tidak terbuang. Hal ini disebabkan oleh
pembuangan air limbahnya tidak berfungsi dengan baik. Berdasarkan kondisi
tersebut perlu adanya dukungan dari semua pihak untuk menjaga kebersihan dan
sanitasi di gedung TPI. Sedangkan 13,33 % menyatakan kurang berperan. Hal ini
dikarenakan oleh sebagian nelayan jaring arad yang tidak menjual hasil tangkapan
ke TPI melainkan langsung dijual melalui langgan.
Sebesar 66,67 % responden menyatakan pelabuhan tidak berperan terhadap
penyediaan tempat pengolahan ikan. Hal ini disebabkan oleh tidak adanya lahan
khusus untuk usaha pengolahan di PPP Labuan. Sedangkan sebesar 33,33 %
menyatakan pelabuhan kurang berperan terhadap penyediaan tempat pengolahan
ikan. Usaha pengolahan ikan di PPP Labuan masih tergolong tradisional,
sehingga masih dikelola perorangan.
Sebesar 66,67 % responden menyatakan berperan dalam penyediaan pasar
ikan karena lokasi yang bersebelahan dengan TPI unit memudahkan nelayan
untuk langsung menjual hasil tangkapan dan sebesar 33,33 % responden
33%
67%Kurang berperan
Berperan
54
menyatakan kurang berperan. Berdasarkan wawancara dengan nelayan, kondisi
lingkungan pasar yang tidak teratur dan kotor menyebabkan mutu hasil tangkapan
nelayan yang akan dijual cepat menurun.
5.2.3 Dukungan modal usaha penangkapan
Dari semua aktivitas-aktivitas tersebut, dukungan modal usaha penangkapan
ikan sangat dibutuhkan untuk kelangsungan usaha penangkapan ikan.
Gambar 19 Peranan pelabuhan terhadap penyediaan koperasi.
Dukungan mosal usaha penangkapan ikan seperti dengan adanya koperasi
sebesar 66,67 % menyatakan tidak berperan dan 33,33 % kurang berperan
(Gambar 19). PPP Labuan memiliki satu koperasi yaitu koperasi Mina Sejahtera.
Ada tiga program yang dijalankan yaitu:
1. Dana Ekonomi Produktif (DEP) simpan pinjam
2. Kedai pesisir, dan
3. Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN).
Dari semua 3 program tersebut, hanya kedai pesisir yang berjalan aktif di
PPP Labuan. Kendala yang dijalankan program DEP simpan pinjam adalah
nelayan pribumi sulit berkembang seperti perubahan teknologi penangkapan,
pengolahan masih tradisional, faktor modal operasi sangat minim, dan bakul sulit
membayar langsung ikan hasil tangkapan yang telah dilelang. Sedangkan kendala
untuk Solar Paket Dealer Nelayan (SPDN) adalah sistem pengelolaan yang kurang
baik sehingga mengalami kebangkrutan.
67%
33% Tidak berperan
Kurang berperan
55
5.3 Bahasan Terangkum
Penentuan komoditas unggulan memberikan arahan untuk pengembangan
selanjutnya tentang komoditas ikan apa yang akan dikembangkan sehingga dapat
meningkatkan pendapatan nelayan dan mempunyai kontribusi yang besar terhadap
perekonomian Kabupaten Pandeglang. Komoditas unggulan dapat diartikan
dengan komoditas ikan yang memberikan nilai lebih. Salah satu pendekatan yang
dapat digunakan untuk menganalisis komoditas ikan unggulan adalah metode
location quotient (LQ). Teknik location quotient (LQ) banyak digunakan untuk
membahas kondisi perekonomian, mengarah pada identifikasi spesialisasi
kegiatan perekonomian atau mengukur kosentrasi relatif kegiatan ekonomi untuk
mendapatkan gambaran dalam penetapan sektor unggulan sebagai leading sector
suatu kegiatan ekonomi (industri). Teori ekonomi mengklarifikasikan seluruh
kegiatan ekonomi kedalam dua sektor yaitu sektor basis dan non basis. Sektor
basis adalah kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun
jasa ditujukan untuk diekspor ke luar dari lingkungan masyarakat atau yang
berorientasi keluar, regional, nasional, dan internasional. Sektor non basis adalah
kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya baik berupa barang maupun jasa
diperuntukkan bagi masyarakat itu sendiri dalam kawasan kehidupan ekonomi
masyarakat tersebut. Sektor basis mencerminkan nilai LQ > 1 dan non basis
mencerminkan nilai LQ < 1, dari bobot LQ tersebut didapatkan 7 komoditas ikan
unggulan yang ada di Kabupaten Pandeglang yaitu julung-julung, tongkol,
tenggiri, sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal hitam sedangkan ada 12 jenis ikan
yang mendaratkan hasil tangkapannya di daerah PPP Labuan adalah ikan kuwe,
cumi-cumi, tongkol, tenggiri, kembung, layur, manyung, kakap, kerapu, kurisi,
pari, dan tembang. Tiga jenis ikan diantaranya merupakan komoditas yang ada di
Kabupaten Pandeglang yaitu ikan tongkol, tenggiri, dan kurisi. Ikan-ikan inilah
yang akan memberikan kontribusi perekonomian yang lebih jika bisa
dikembangkan.
56
Gambar 20 Diagram alir pemikiran pengembangan usaha penangkapan ikan di
PPP Labuan.
Penyeleksian alat tangkap yang ramah lingkungan dipergunakan untuk
mengelola sumberdaya secara bijaksana dalam pembangunan yang
berkesinambungan untuk meningkatkan mutu hidup tanpa mempengaruhi /
mengganggu kualitas dari lingkungan hidup. Alat tangkap ramah lingkungan
dapat diartikan sebagai jenis teknologi penangkapan ikan yang tidak merusak
ekosistem dan layak untuk dikembangkan. Jenis-jenis komoditas unggulan
ditangkap menggunakan alat tangkap payang (tongkol, tenggiri, julung-julung),
mini purse seine (tongkol, tenggiri, julung-julung), jaring rampus (sebelah,
kurisi), gillnet (tongkol, tenggiri, kurisi), pancing rawai (tenggiri, tongkol), dan
dogol (biji nangka, sebelah, bawal hitam).
Melimpahnya potensi perikanan tangkap di Kabupaten Pandeglang
menjadikan PPP Labuan perlu menyediakan sarana dan prasarana yang
menunjang kegiatan usaha penangkapan. Pembangunan di PPP Labuan perlu
Penyeleksian alat tangkap ramah
lingkungan
Kendala-kendala yang dihadapi
Arah pengembangan
Penentuan komoditas unggulan
Dukungan pelabuhan perikanan dan
permasalahannya
57
ditunjang dengan keberadaan fasilitas pelabuhan yang memadai. Fasilitas-
fasilitas tersebut adalah pertama, penyediaan perbekalan melaut seperti solar, air
bersih, dan es. Fasilitas SPDN mulai diresmikan pada tahun 2005. Penyediaan
solar langsung dipasok dari pertamina bekerjasama dengan PT. Elnusa Petrovin.
Namun karena pengelolaannya yang kurang baik, pada awal tahun 2008 SPDN
ditutup karena mengalami kebangkrutan sehingga untuk kebutuhan solar di PPP
Labuan hingga saat ini masih didatangkan dari luar pelabuhan. Penyediaan air
bersih untuk kebutuhan melaut, sebagian besar dipasok dari PDAM dan rumah
masing-masing nelayan dan kebutuhannya sudah mencukupi. Sama halnya
dengan solar, penyediaan kebutuhan es masih didatangkan dari luar pelabuhan
yaitu daerah sekitar Pandeglang dan Serang. Pabrik es yang dimiliki PPP Labuan
mulai dibuka pada tahun 2005, tetapi karena alat yang kurang baik dan kualitas es
yang dihasilkan masih rendah seperti cepat mencair dan air yang keruh pada
akhirnya pabrik es ini ditutup. Kedua, sarana penyediaan tempat pendaratan
seperti dermaga, kolam pelabuhan, dan alur pelayaran. Sarana tersebut masih
perlu perbaikan dan penataan oleh pihak pelabuhan seperti jauhnya jarak antar
dermaga dengan tempat pendaratan ikan, pengerukan kolam pelabuhan dan alur
pelayaran agar kapal-kapal yang berukuran > 50 GT dapat masuk ke area kolam
pelabuhan. Ketiga, sarana penyediaan tempat perbaikan seperti tempat perbaikan
jaring, slipways, dan bengkel. Fasilitas perbaikan jaring dan bengkel ini belum
disediakan oleh pihak pelabuhan tetapi diusahakan perorangan oleh penduduk
setempat. Sedangkan fasilitas slipways masih dalam tahap perbaikan. Keempat,
sarana pengolahan dan distribusi seperti TPI, tempat pengolahan ikan dan pasar
ikan. Tempat pelelangan ikan di PPP Labuan berjalan aktif dengan proses lelang
yang murni dan menjadi satu-satunya fasilitas yang dikelola dengan baik sehingga
nelayan banyak mendaratkan hasil tangkapan di PPP Labuan. Kelima, sarana
pendukung modal usaha penangkapan salah satunya adalah koperasi.
Keterbatasannya adalah dalam segi peminjaman modal usaha penangkapan ikan.
Biasanya untuk melakukan usaha penangkapan nelayan memiliki modal sendiri
atau meminjam modal usaha ke langgan atau juragan. Langgan adalah pedagang
besar (juragan ikan) yang menampung ikan hasil tangkapan dari nelayan dan
menjualnya/mendistribusikannya ke pasaran. Biasanya hasil tangkapan jaring
58
arad yang masuk ke langgan, sedangkan juragan adalah nelayan pemilik modal
yang membiayai operasi penangkapan ikan dan hasil tangkapannya langsung
masuk ke TPI.
Secara umum kendala-kendala yang dihadapi dalam pengembangan usaha
penangkapan ikan di PPP Labuan disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam
Laporan Tahunan Bidang Kelautan di Kabupaten Pandeglang 2008 menjelaskan
ada beberapa masalah dan kendala yang dihadapi yaitu:
1) Masalah sumberdaya alam diantaranya adalah ketidakseimbangan ekosistem
laut akibat rusaknya ekosistem terumbu kerang, hutan mangrove dan padang
lamun yang fungsinya sebagai habitat dan tempat berkembangbiaknya biota
laut (fishing ground), penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan
berakibat rusaknya dan berkurangnya sumber daya alam yang ada, serta
mengancam biota laut lainnya,
2) Masalah sumberdaya manusia/masyarakat pesisir diantaranya adalah pada
umumnya penangkapan ikan masih didominasi oleh nelayan kecil/tradisional,
permodalan masyarakat sangat lemah, masih tergantung pada juragan/pemilik
kapal motor, umumnya nelayan menggunakan sarana tangkap masih sangat
terbatas yang dibuktikan dengan didominasinya kapal/perahu < 5 GT, alat
tangkap dan alat bantu penangkapan sangat terbatas sehingga untuk
menjangkau daerah fishing ground ikan belum semua nelayan mampu,
sedikitnya BBM dan harga tinggi tidak seimbang dengan hasil yang didapat,
kondisi sosial dan masyarakat yang masih kumuh dan menganut kebiasaan
lama, kegiatan usaha nelayan sulit berkembang dikarenakan pengetahuan,
sikap, dan keterampilan masyarakat yang masih rendah, sering terjadi konflik
sosial sesama nelayan, masih rendahnya penanganan hasil tangkapan ikan baik
oleh nelayan atau para pengolah ikan dan penerapan teknologi pasca panen
masih kurang.
Kaitannya dengan pengembangan usaha penangkapan ikan di Kabupaten
Pandeglang khususnya di PPP Labuan, maka pemanfaatan sumberdaya ikan
diarahkan untuk memanfaatkan komoditas unggulan yang ada baik dari kelompok
ikan pelagis (tongkol, tenggiri), demersal (kurisi). Jenis-jenis ikan inilah yang
akan diutamakan untuk dimanfaatkan. Unit penangkapan ikan yang prospek
59
untuk dikembangkan adalah unit penangkapan ikan yang ramah lingkungan
seperti pancing rawai dan gillnet. Khususnya alat tangkap pancing rawai
memiliki selektivitas yang tinggi. Kategori yang masuk kedalam kurang ramah
lingkungan seperti mini purse seine, payang, jaring rampus, dan dogol perlu
diarahkan bukan untuk meningkatkan efektivitas penangkapan ikan maupun
udang yang selama ini dilaksanakan, tetapi hendaknya lebih diarahkan kepada
perbaikan selektivitas alat yang diikuti pengurangan jumlah tangkapan ikan non
target atau hasil tangkapan sampingan yang kurang dimanfaatkan. Kemudian
perlu adanya penertiban alat tangkap yang tidak ramah lingkungan seperti jaring
arad yang paling dominan di PPP Labuan karena jika terus dibiarkan akan
menimbulkan konflik yang berkepanjangan dan berakibat rusaknya sumber daya
alam yang ada. Dukungan pelabuhan perikanan sangat diharapkan dalam
mengembangkan usaha penangkapan ikan di PPP Labuan. Pelabuhan perikanan
yang memiliki fungsi mendukung kegiatan yang berhubungan dengan pengelolaan
dan pemanfaatan sumber daya ikan sudah seharusnya mendapat perhatian dari
pemerintah terutama pada jenis alat tangkap pancing rawai dan gillnet yang
menangkap ikan unggulan seperti tongkol, tenggiri, dan kurisi. Fasilitas-fasilitas
di PPP Labuan yang harus menunjang dalam kegiatan usaha penangkapan tersebut
adalah solar, es, air bersih karena pengoperasian pancing rawai dan gillnet
dilakukan selama 5-7 hari. Selain itu fasilitas dermaga, alur pelayaran, kolam
pelabuhan, bengkel, TPI, slipways, bengkel, dan pasar ikan sangat dibutuhkan
untuk menunjang kelancaran usaha penangkapan ikan pancing rawai dan gillnet.
Fasilitas-fasilitas ini sangat diperlukan untuk kelancaran usaha penangkapan ikan
sehingga perlu ada upaya perbaikan terhadap fasilitas kolam pelabuhan dan alur
pelayaran, SPDN, pabrik es, slipways, bengkel, tempat perbaikan jaring, dan
tempat pengolahan ikan. Selain itu, perlu dibangun fasilitas komunikasi dan
navigasi seperti rambu-rambu, lampu suar, dan menara pengawas untuk
kelancaran keluar masuknya kapal.
60
6 KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Kesimpulan dari penelitian ini adalah
1) Komoditas ikan unggulan di Kabupaten Pandeglang ada 7 jenis yaitu ikan
julung-julung, tongkol, tenggiri, sebelah, biji nangka, kurisi, dan bawal
hitam. Jenis alat tangkap yang masuk kategori ramah lingkungan adalah
pancing rawai dan gillnet. Kategori yang kurang ramah lingkungan adalah
mini purse seine, payang, dogol, dan jaring rampus. Sedangkan jenis alat
tangkap yang tidak ramah lingkungan adalah jaring arad.
2) Responden menyatakan pelabuhan tidak berperan dalam penyediaan
kebutuhan melaut seperti solar sebesar 60 %, es 53,33 %, tempat perbaikan
jaring 100 %, slipways 86,67 %, bengkel 86,67 %, tempat pengolahan ikan
66,67 % dan koperasi 66,67 %. Responden menyatakan pelabuhan kurang
berperan dalam memberikan pelayanan penyediaan tempat pendaratan
seperti dermaga sebesar 60 %, kolam pelabuhan 53,33 %, dan alur
pelayaran 53,33 % nelayan. Sedangkan untuk penyediaan TPI, air bersih,
dan pasar ikan masing-masing sebesar 86,67 %, 60 %, 66,67 % menyatakan
pengelola berperan terhadap pelayanan penyediaan fasilitas tersebut.
6.2 Saran
Saran yang diberikan dari hasil penelitian ini perlu adanya :
1) Perlu pengembangan perikanan tangkap di wilayah Kabupaten Pandeglang
yang diarahkan untuk memanfaatkan komoditas unggulan dan penertiban
alat tangkap tidak ramah lingkungan.
2) Perhatian dari DKP dan pemerintah setempat untuk memperbaiki fasilitas-
fasilitas yang menunjang usaha penangkapan ikan di PPP Labuan.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim].1981. Fungsi dan Peranan Sarana Pelabuhan Perikanan. Pertemuan
Teknis Kepala Pelabuhan Perikanan. Jakarta.
[Anonim]. 2007. Arad Turunkan Sumberdaya Laut. [terhubung tidak berkala].
www.suaramerdeka.com. [30 Mei 2009].
[Anonim]. 2007. Sumberdaya Alam Propinsi Banten. [terhubung tidak berkala].
www.indonesia.go.id [30 Mei 2009].
[Anonim]. 2008. Laporan Tempat Pelelangan Ikan PPP Labuan. Pandeglang.
[Anonim]. 2006. Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan.
Jakarta: Sinar Grafika.
Ayodhyoa, AU. 1981. Metode Penangkapan Ikan. Bogor: Yayasan Dewi Sri. 197
hal.
[Bappeda] Badan Perencanaan Daerah Kabupaten Pandeglang. 2007. Kabupaten
Pandeglang dalam Angka. Pandeglang: Bappeda Kabupaten
Pandeglang.
Baskoro, M. 2006. Didalam: M. Fedi A dan Iin Solihin, editor. Kumpulan
Pemikiran Tentang Teknologi Perikanan Tangkap yang Bertanggung
jawab: Kenangan Purnabakti Prof Dr. Ir. Daniel R. Monintja. Bogor :
Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan. Hal 7-18.
Budiharsono. 2001. Teknis Analisis Pembangunan Wilayah Pesisir dan Lautan.
Jakarta : PT Pradnya Paramita.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2008. Laporan Statistik Perikanan.
Pandeglang: DKP Kabupaten Pandeglang.
[DKP] Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. Buku Panduan Jenis-jenis
Penangkapan Ikan Ramah Lingkungan. Jakarta : PT. Bina Marina
Nusantara.
Dwiatmoko, HN. 1994. Peranan Pelabuhan Perikanan Nusantara Brondong
Terhadap Aspek Produksi dari Produktivitas Nelayan Brondong,
Kabupaten Lamongan, Jawa Timur. [Skripsi]. Bogor: Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Dahuri R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut: Aset Pembangunan
Bekelanjutan Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Hendayana R. 2003. Aplikasi Metode Location Quetient (LQ) dalam Penentuan
Komoditas Unggulan Nasional. Informatika Pertanian 12 (1): 658-675.
62
Heriawan, Y. 2008. Alokasi Unit Penagkapan Ikan Pelagis Kecil di Perairan
Pandeglang, Banten: Menuju Perikanan Tangkap Yang Terkendali.
[Tesis]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut
Pertanian Bogor.
Kohar dan Suherman. 2003. Analisis Location Quotient (LQ) Dalam Penentuan
Komoditas Unggulan Perikanan Tangkap Kabupaten Cilacap. Di
dalam: M.Fedi A. Sondita, Moch. Prihatna Sobari, Domu simbolon,
Gondo Puspito, dan Anwar Bey Pane, editor. Seminar Nasional
Perikanan Tangkap “Menuju Paradigma Teknologi Perikanan
Tangkap yang Bertanggungjawab Dalam Mendukung Revitalisasi
Perikanan”. Bogor : Departemen Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan.
Hal 372-380.
Lubis, E. 2005. Pengantar Pelabuhan Perikanan.Diktat Kuliah. Bogor : Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium
Pelabuhan Perikanan.
Menteri Kelautan dan Perikanan. 2006. Peraturan Menteri Kelautan dan
Perikanan Nomor PER. 16/MEN/2006 tentang Pelabuhan Perikanan.
Jakarta: Departemen Kelautan dan Perikanan.
Purwandi, S. 1996. Efisiensi Usaha dan Teknis Unit Penangkapan Payang di
Kecamatan Labuan Kabupaten Pandeglang, Jawa Barat. [Skripsi].
Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Pane, A.B. 2007. Bahan Kuliah “Metodologi Penelitian”. Bogor: Institut
Pertanian Bogor, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium
Pelabuhan Perikanan (tidak dipublikasikan). 6 hal.
Riduwan. 2006. Metode dan Teknik Menyusun Tesis. Bandung : Alfabeta.
Sultan, M. 2004. Pengembangan Perikanan Tangkap di Kawasan Taman
Nasional Laut Taka Bonerate. [Disertasi]. Bogor: Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Soegiharto, R. 2008. Peran Wasdal Dalam Pengembangan Cluster Perikanan
Tangkap. www.dkp-banten.go.id. [terhubung tidak berkala]. [21
Februari 2009].
Tadjuddah, M.dkk. 2009. Kajian Keramahan Lingkungan Alat Tangkap Menurut
Klasifikasi Statistik Internasional Standar FAO. www.muslim-
tadjuddah.blogspot.com. [terhubung tidak berkala]. [21 Februari 2009].
65
Lampiran 2 Data jumlah produksi dan nilai produksi tahun 2003-2007 Kabupaten Pandeglang
No Jenis ikan 2003 2004 2005 2006 2007
Ton Rp. 1000 Ton Rp. 1000 Ton Rp. 1000 Ton Rp. 1000 Ton Rp. 1000
1 Sebelah 480,6 480.600 507,5 576.000 735,2 862.050 710,1 710.100 899,4 899.400
2 Peperek 1.862,9 1.862.900 1.896,4 2.124.200 1.643,1 1.790.350 1.380,9 2.071.350 1.364,8 2.047.200
3 Manyung 608,3 4.258.100 767,8 5.686.950 797,7 5.911.650 458,5 5.502.000 508,7 6.104.400
4 Biji nangka 1.661,8 2.492.700 1.871,0 2.806.500 1.274,7 1.912.050 1.311,5 1.836.100 1.332,0 1.864.800
5 Bambangan 328,8 2.959.200 446,1 4.014.900 487,4 4.386.600 735,0 11.760.000 744,0 11.904.000
6 Kerapu - - - - - - 221,4 3.321.000 297,0 4.983.600
7 Kakap putih 306,0 2.754.000 297,2 2.674.800 365,3 3.287.700 537,7 3.763.900 528,9 3.702.300
8 Kurisi 1.126,9 2.253.800 1.150,4 2.300.800 1.542,3 3.084.600 1.066,1 1.599.150 1.076,2 1.614.300
9 Tiga waja 841,8 631.350 992,2 952.275 1.277,8 1.229.950 949,0 1.423.500 930,2 1.395.300
10 Cucut 386,4 966.000 358,3 895.750 635,4 1.588.500 649,1 3.570.050 619,9 3.409.450
11 Pari 322,7 806.750 309,0 772.500 414,9 1.037.250 489,7 2.203.650 470,5 2.117.250
12 Bawal hitam 472,1 2.360.500 454,0 2.270.000 480,5 2.402.500 488,7 1.710.450 572,7 2.004.450
13 Layang 987,4 987.400 994,8 994.800 964,5 964.500 1.006,1 1.509.150 907,1 1.360.650
14 Selar 962,8 2.888.400 1.160,7 3.621.850 1.101,5 3.397.100 1.201,5 1.802.250 1.192,7 1.789.050
15 Kuwe 307,0 1.228.000 321,0 1.534.400 279,8 1.311.500 479,8 6.717.200 443,8 6.080.600
16 Tetengkek 251,7 377.550 299,2 448.800 574,3 861.450 504,3 756.450 532,6 798.900
17 Julung-julung 697,9 2.093.700 1.303,4 3.910.200 1.269,8 3.809.400 569,8 854.700 691,1 1.036.650
18 Teri 1.292,4 3.877.200 740,9 2.222.700 666,8 2.000.400 106,8 1.281.600 144,9 1.797.400
19 Tembang 1.629,0 1.629.000 1.588,7 1.588.700 1.429,8 1.429.800 1.029,8 1.544.700 1.021,8 1.532.700
20 Lemuru 702,6 1.405.200 882,4 1.764.800 1.076,9 2.153.800 976,9 3.419.150 958,7 3.355.450
21 Kembung 2.037,0 6.111.000 2.062,2 6.186.600 2.003,1 6.009.300 1.903,1 14.273.250 1.913,5 14.351.250
22 Tenggiri 1.840,0 18.400.000 1.787,9 17.879.000 1.821,8 18.218.000 2.121,8 27.583.400 1.922,8 26.131.200
23 Layur 333,7 1.835.350 335,0 1.842.500 291,5 1.603.250 301,5 1.055.250 317,7 1.111.950
24 Tongkol 2.205,8 13.234.800 2.383,5 14.301.000 1.925,6 11.553.600 1.825,6 15.517.600 1.787,0 16.456.400
25 Udang putih 41,3 2.065.000 40,3 2.015.000 49,0 2.450.000 38,0 1.710.000 40,8 1.836.000
26 Udang lainnya 48,2 964.000 41,9 838.000 35,2 704.000 27,0 486.000 36,5 657.000
27 Kerang darah 412,5 618.750 411,7 617.550 420,8 631.200 409,6 614.400 415,4 623.100
28 Cumi-cumi 762,0 7.620.000 751,5 7.515.000 840,3 8.403.000 812,9 14.632.200 747,6 13.456.800
Jumlah 22.909,6 87.161.250 24.155 92.355.575 24.405 92.993.500 22.312 133.228.550 22.418 134.421.550
66
Lampiran 3 Perhitungan LQ
LQ =QtQi
qtqi
/
/
LQ = Location quotient
qi = produksi ikan jenis ke-i di Kabupaten Pandeglang
qt = produksi total perikanan tangkap Kabupaten Pandeglang
Qi = produksi jenis ikan ke-i di Propinsi Banten
Qt = produksi total perikanan tangkap Propinsi Banten
1. LQ jumlah produksi (ton)
Contoh perhitungan jenis ikan layang pada tahun 2003 :
LQ =85,835.23/52,001.2
6,913.12/4,987
LQ = 0,9106
Contoh perhitungan jenis ikan layang pada tahun 2004 :
LQ =6,579.24/5,694.1
7,524.13/8,994
LQ = 1,0669
2. LQ nilai produksi (Rp.000)
Contoh perhitungan jenis ikan tongkol pada tahun 2003 :
LQ = 4112.666.67 / 16.447.466
52.232.250 / 13.234.800
LQ = 1,7357
Contoh perhitungan jenis ikan tongkol pada tahun 2004 :
LQ = 3,3109.857.31/ ,718.084.675
54.452.850/ 14.301.000
LQ = 1,5954
67
Lampiran 4 Hasil kuesioner penentuan alat tangkap efektif yang ramah lingkungan di PPP Labuan
No Kriteria Alat tangkap payang Skor
1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu kurisi, tembang, tongkol, dan lemuru. 1
2. Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena dioperasikannya tidak sampai dasar. 4
3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan. 4
4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar. 3
5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4
6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu tembang, pepetek, papasan. 2
7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 3
8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4
9. Diterima secara sosial Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat
dan perauran yang ada. Satu syarat yang tidak terpenuhi adalah biaya investasi yang tinggi. 3
Jumlah 28
No Kriteria Alat tangkap mini purse seine Skor
1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu tongkol, tenggiri, julung-julung, dan
tembang. 1
2. Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena alat tangkap ini dioperasikan dengan cara dilingkarkan dan tidak sampai ke dasar. 4
3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan. 4
4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar. 3
5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4
6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu 2
7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 3
8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4
9. Diterima secara sosial Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu menguntungkan secara ekonomi, tidak bertentangan dengan budaya setempat
dan peraturan yang ada. Satu syarat yang tidak terpenuhi adalah biaya investasi yang tinggi. 3
Jumlah 29
6
68
76
76
76
68
Lampiran 4 lanjutan
No Kriteria Alat tangkap pancing rawai Skor
1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap kurang dari tiga spesies dengan ukuran yang relatif seragam yaitu tenggiri atau kakap. 3
2. Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena pengoperasiannya tidak merusak habitat yang ada disekitarnya. 4
3. Tidak membahayakan nelayan Hanya bersifat gangguan kesehatan yang bersifat sementara seperti tangan yang luka-luka ketika pemasangan mata pancing. 3
4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar. 3
5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4
6. Minimum discard dan by-catch By-catch kurang dari tiga spesies dan laku dijual di pasar seperti gerong. 3
7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Aman bagi biodiversity. Proses pengoperasiannya tidak merusak lingkungan. 4
8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4
9. Diterima secara sosial Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi,
tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4
Jumlah 32
No Kriteria Alat tangkap jaring arad Skor
1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh yaitu kepiting, pari, udang dan cucut. 1
2. Tidak destruktif terhadap habitat Menyebabkan kerusakan habitat pada wilayah yang sempit karena arad ini dioperasikan di dasar perairan sehingga dapat
merusak terumbu karang. 2
3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan. 4
4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar. 3
5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4
6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies yang tidak laku dijual di pasar seperti buntal, ular laut, macam-macam ikan hias. 1
7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat. 2
8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi pernah tertangkap yaitu penyu. 3
9. Diterima secara sosial
Alat tangkap memenuhi 3 dari 4 kriteria yaitu biaya inventasi murah dan menguntungkan secara ekonomi, tidak
bertentangan dengan budaya setempat. Satu persyaratan yang tidak dipenuhi adalah tidak bertentangan dengan peraturan
yang ada. Jaring arad ini sering menimbulkan konflik antar nelayan. 3
Jumlah 23
62
69
Lampiran 4 lanjutan
No Kriteria Alat tangkap gillnet Skor
1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh.seperti bawal, tongkol, dan udang. 2
2. Tidak destruktif terhadap habitat Aman bagi habitat karena pengoperasiannya tidak merusak habitat yang ada disekitarnya. 4
3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan. 4
4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati, segar, dan cacat fisik karena cara tertangkapnya terpuntal. 2
5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4
6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar, yaitu papasan, gulamah. 2
7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 3
8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4
9. Diterima secara sosial Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi,
tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4
Jumlah 29
No Kriteria Alat tangkap dogol Skor
1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap lebih dari tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh seperti jenis udang, sebelah, kurisi, dan biji
nangka. 1
2. Tidak destruktif terhadap habitat Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit 3
3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan 4
4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati dan segar. 3
5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen. 4
6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar seperti pepetek, papasan. 2
7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies dan merusak habitat. 2
8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4
9. Diterima secara sosial Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi,
tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4
Jumlah 27
69
70
70
Lampiran 4 lanjutan
No Kriteria Alat tangkap jaring rampus Skor
1. Memiliki selektivitas yang tinggi Menangkap paling banyak tiga spesies ikan dengan ukuran yang berbeda jauh, yaitu sebelah, kurisi, udang. 2
2. Tidak destruktif terhadap habitat Menyebabkan kerusakan sebagian habitat pada wilayah yang sempit. 3
3. Tidak membahayakan nelayan Aman bagi nelayan 4
4. Ikan tangkapan bermutu baik Ikan mati, segar, cacat fisik karena cara tertangkapnya terpuntal.. 2
5. Produk tidak membahayakan konsumen Aman bagi konsumen, karena proses penangkapan tidak menggunakan bahan-bahan beracun. 4
6. Minimum discard dan by-catch By-catch terdiri dari beberapa spesies dan ada yang laku di pasar seperti pepetek, papasan. 2
7. Tidak merusak keanekaragaman hayati Menyebabkan kematian beberapa spesies tetapi tidak merusak habitat. 3
8. Tidak menangkap protected spesies Ikan yang dilindungi tidak pernah tertangkap. 4
9. Diterima secara sosial Alat tangkap tersebut memenuhi semua kriteria yang ada yaitu biaya inventasi murah, menguntungkan secara ekonomi,
tidak bertentangan dengan budaya setempat, tidak bertentangan dengan peraturan yang ada. 4
Jumlah 28
71
Lampiran 5 Hasil perhitungan nilai alat tangkap ramah lingkungan
V (X) = 01
0
XX
XX
V A = 𝑉𝑖 𝑋𝑖
𝑛
𝑖=1
i = 1,2,3, ……n
Dimana :
V (X) = Fungsi nilai dari variabel X
X = Nilai variabel X
X1 = Nilai tertinggi pada kriteria X
X0 = Nilai terendah pada kriteria X
V (A) = Fungsi nilai alternatif A
V1 (X1) = Fungsi dari alternatif pada kriteria ke-i
Contoh perhitungan alat tangkap pancing rawai:
Memiliki selektivitas tinggi = 3 V (X) = 13
13
= 2
1
= 1
Tidak menangkap protected spesies = 4 V (X) = 34
34
= 2
2
= 1
72
Lampiran 6 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan
: solar
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 9 6
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Tidak berperan (TB) : %10015
9x
= 60%
Kurang berperan (KB) : %10015
6x
= 40 %
73
Lampiran 7 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan
: air bersih
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 6 9
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Kurang berperan (KB) : %10015
6x
= 40 %
Berperan (B) : %10015
9x
= 60%
74
Lampiran 8 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan
: es
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 8 7
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Tidak berperan (TB) : %10015
8x
= 53,33 %
Kurang berperan (KB) : %10015
7x
= 46,67 %
75
Lampiran 9 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan ikan
: dermaga
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 9 6
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Kurang berperan (KB) : %10015
9x
= 60 %
Berperan (B) : %10015
6x
= 40 %
76
Lampiran 10 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan
ikan : kolam pelabuhan dan alur pelayaran
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 8 7
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Kurang berperan (KB) : %10015
8x
= 53,33 %
Berperan (B) : %10015
7x
= 46,67 %
77
Lampiran 11 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan
ikan : tempat perbaikan jaring
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 15
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Tidak berperan (TB) : %10015
15x
= 100 %
78
Lampiran 12 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan
ikan : slipways
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 13 2
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Tidak berperan (TB) : %10015
13x
= 86,67 %
Kurang berperan (KB) : %10015
2x
= 13,33 %
79
Lampiran 13 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan
ikan : bengkel
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 10 5
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Tidak berperan (TB) : %10015
10x
= 66,67 %
Kurang berperan (KB) : %10015
5x
= 33,33 %
80
Lampiran 14 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan
ikan : TPI
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 2 13
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Kurang berperan (KB) : %10015
2x
= 13,33 %
Berperan (B) : %10015
13x
= 86,67 %
81
Lampiran 15 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan
ikan : tempat pengolahan ikan
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 10 5
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Tidak berperan (TB) : %10015
10x
= 66,67 %
Kurang berperan (KB) : %10015
5x
= 33,33 %
82
Lampiran 16 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan
ikan : pasar ikan
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 5 10
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Kurang berperan (KB) : %10015
5x
= 33,33 %
Berperan (B) : %10015
10x
= 66,67 %
83
Lampiran 17 Hasil kuesioner peranan pengelola terhadap usaha penangkapan
ikan : koperasi
No
Nama responden
Nilai
(TB) 1 (KB) 2 (B) 3
1 Tono ( Nelayan purse seine)
2 Saidi (Nelayan payang)
3 Soleh (Nelayan jaring rampus)
4 Akyar (Nelayan gillnet)
5 Kardisan (Nelayan dogol)
6 Roni (Nelayan gillnet)
7 Sarman (Nelayan jaring rampus)
8 Syarif (Nelayan payang)
9 Rasbi (Nelayan purse seine)
10 Sunarto (Nelayan dogol)
11 Sarkian (Nelayan payang)
12 Amal (Nelayan payang)
13 Jamsari (Nelayan pancing rawai)
14 Heri (Nelayan jaring arad)
15 Johara (Nelayan jaring arad)
Jumlah 10 5
Perhitungan dengan menggunakan persentase :
Tidak berperan (TB) : %10015
10x
= 66,67 %
Kurang berperan (KB) : %10015
5x
= 33,33 %
84
Lampiran 18 Dokumentasi penelitian
1. Penyediaan kebutuhan melaut
Depot es SPDN nelayan
2. Penyediaan tempat pendaratan
Kolam pelabuhan Breakwater
3. Penyediaan tempat perbaikan jaring
Aktivitas perbaikan jaring