potensi lonjakan kemiskinan indonesia akibat pandemi covid-19

16
Vol. V, Edisi 09, Juni 2020 Menakar Potensi Risiko Pembiayaan Utang Pasca UU No. 2/2020 p. 7 ISO 9001:2015 Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685 Ancaman Kerawanan Pangan Di Tengah Pandemi Covid-19 p. 11 Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19 p. 3

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

Vol. V, Edisi 09, Juni 2020

Menakar Potensi Risiko Pembiayaan Utang Pasca UU

No. 2/2020p. 7

ISO 9001:2015Certificate No. IR/QMS/00138 ISSN 2502-8685

Ancaman Kerawanan Pangan Di Tengah Pandemi Covid-19

p. 11

Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi

Covid-19p. 3

Page 2: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

2 Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

Terbitan ini dapat diunduh di halaman website www.puskajianggaran.dpr.go.id

PEMBIAYAAN utang Indonesia meningkat signifikan untuk membiayai kebutuhan defisit anggaran yang membengkak hingga mencapai Rp1.439,8 triliun. Besarnya pembiayaan tersebut beresiko terhadap keamanan rasio utang terhadap PDB yang diproyeksikan senesar 32-36 persen. Selain itu, risiko beban pembayaran bunga utang menjadi sangat tinggi. Rasio beban bunga utang terhadap belanja dan pendapatan negara diproyeksikan meningkat masing-masing sebesar 13-20 persen. Rata-rata pertumbuhan SBN valas per tahun menambah risiko pembiayaan utang berupa risiko depresiasi nilai tukar rupiah pada tahun-tahun mendatang. Pemerintah diharapkan dapat mengelola utang dengan menjaga agar risiko tetap terkendali dan mendorong dominasi valas dapat berkurang secara bertahap.

UPAYA penanggulangan penyebaran Covid-19 melalui kebijakan pembatasan mobilitas hingga lockdown di beberapa negara telah menghambat rantai pasok berbagai komoditas, termasuk pangan. Kondisi ini cukup berisiko pada Indonesia yang ketergantungan akan impor bahan pangannya cukup tinggi. Selain itu, lonjakan harga pangan dan turunnya nilai tukar petani (NTP) di masa pandemi akan mengancam terjadinya kerawanan pangan di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengupayakan peningkatan produksi pangan dalam negeri, menjaga rantai pasok pangan tetap berjalan, menjaga stabilitas harga, dan memberikan stimulus ke petani dalam mengurangi ancaman kerawanan pangan.

Kritik/Saran

http://puskajianggaran.dpr.go.id/kontak

Dewan RedaksiRedaktur

Dwi Resti PratiwiRatna Christianingrum

Martha CarolinaAdhi Prasetio SW.

EditorAde Nurul Aida

Marihot Nasution

PADA tahun 2019 Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan pada posisi single digit, namun penyebaran virus Covid-19 telah menurunkan berbagai kegiatan ekonomi. Hal tersebut berpotensi memutarbalikkan tren penurunan tingkat kemiskinan. Perlu upaya strategis dari pemerintah agar lonjakan kemiskinan akibat pandemi covid-19 tidak jatuh terlalu dalam hingga wabah mereda dan pada tahap pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

Penanggung JawabDr. Asep Ahmad Saefuloh, S.E.,

M.Si.Pemimpin Redaksi

Slamet Widodo

Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19 p.3

Menakar Potensi Risiko Pembiayaan Utang Pasca UU No. 2/2020p.7

Ancaman Kerawanan Pangan Di Tengah Pandemi Covid-19 p.11

Page 3: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

3Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

oleh Dwi Resti Pratiwi)

Hikmatul Fitri**)

Mewabahnya virus corona (Covid-19) ke berbagai negara telah berkembang dari

permasalahan kesehatan menjadi permasalahan ekonomi global. World Economic Outlook (WOE) yang dikeluarkan IMF April 2020 memperkirakan pertumbuhan ekonomi global akan terkontraksi sebesar 3 persen akibat pandemi ini. Hal tersebut disebabkan oleh menurunnya aktivitas ekonomi karena pemberlakuan pembatasan sosial dan karantina wilayah di sejumlah negara. Tidak terelakkan pula penyebaran Covid-19 di Indonesia secara masif telah memukul kinerja perekonomian domestik. Beberapa lembaga ekonomi global memproyeksikan ekonomi Indonesia melambat dibandingkan tahun 2019. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat kuartal I-2020 Indonesia berhasil tumbuh hanya sebesar 2,97 persen, melambat dibanding capaian kuartal I-2019 yang sebesar 5,07 persen dan terkontraksi sebesar 2,41 persen terhadap kuartal sebelumnya. Mayoritas sektor ekonomi domestik tumbuh melambat secara tahunan. Industri pengolahan, perdagangan, konstruksi, dan sektor pertambangan masing-masing tumbuh tidak lebih dari 6 persen. Bahkan subsektor transportasi seperti angkutan rel dan udara turun signifikan hingga -6,96 dan -13,31 persen. Ekspor dan impor juga terkontraksi masing-masing -1,58 persen dan -2,19 persen. Sementara itu, sisi pengeluaran yang

mengalami perlambatan signifikan terjadi pada konsumsi rumah tangga yang hanya tumbuh 2,84 persen dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar 5,02 persen. Namun sektor pertanian masih mengalami pertumbuhan tertinggi secara kuartalan mencapai 9,46 persen.Efek pelemahan kinerja perekonomian domestik tersebut meluas pada kehidupan pencaharian masyarakat yang meningkatkan potensi kehilangan lapangan pekerjaan. Berdasarkan data Sistem Informasi Tenaga Kerja dan BPJS Ketenagakerjaan, awal Mei 2020 Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mencatat terdapat 1,7 juta pekerja terkena dampak langsung pandemi yang disebabkan terhentinya operasional perusahaan tempat mereka berkerja. Terdapat 1,03 juta pekerja dirumahkan, 375,2 ribu pekerja sektor formal terkena Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), serta 314,8 ribu pekerja informal yang usahanya terganggu. Angka ini diperkirakan akan meningkat karena Kemnaker masih memvalidasi data 1,2 juta orang. Menurunnya pertumbuhan ekonomi serta penerapan retriksi sosial dan mobilitas di berbagai wilayah tidak hanya mengakibatkan hilangnya lapangan pekerjaan dalam jumlah besar, namun diikuti meningkatnya angka kemiskinan secara masif sebagai akibat menurunnya pendapatan masyarakat dan pelemahan daya

AbstrakPada tahun 2019 Indonesia telah berhasil menurunkan tingkat kemiskinan

pada posisi single digit, namun penyebaran virus Covid-19 telah menurunkan berbagai kegiatan ekonomi. Hal tersebut berpotensi memutarbalikkan tren penurunan tingkat kemiskinan. Perlu upaya strategis dari pemerintah agar lonjakan kemiskinan akibat pandemi covid-19 tidak jatuh terlalu dalam hingga wabah mereda dan pada tahap pemulihan ekonomi pasca pandemi Covid-19.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

makroekonomi

Page 4: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

4 Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

beli. Menteri Keuangan juga menyebutkan bahwa lonjakan angka kemiskinan dapat berbalik arah ke tahun 2011 dalam beberapa bulan saja. Masyarakat yang baru berhasil keluar dari garis kemiskinan sangat besar potensinya untuk terjatuh lagi disebabkan pendapatan yang belum aman. Mereka umumnya bekerja pada sektor informal dan sangat bergantung pada kebijakan pemerintah. Tulisan ini akan memaparkan potensi lonjakan kemiskinan akibat pandemi dari beberapa lembaga riset dan langkah strategis yang dapat ditempuh pemerintah untuk mengurangi lonjakan tersebut.Indonesia Pertamakalinya Mencapai Tingkat Kemiskinan Satu DigitTahun 2019 menjadi salah satu momen terbaik bagi Indonesia, pasalnya pada tahun tersebut pemerintah untuk pertama kali berhasil membawa tingkat kemiskinan Indonesia ke posisi single digit. Berdasarkan data BPS September 2019, jumlah penduduk miskin Indonesia berhasil turun menjadi 24,79 juta jiwa atau sebesar 9,22 persen dari total populasi. Sejumlah kalangan baik dari ekonom maupun praktisi memberi apresiasi bagi kinerja pemerintah yang mampu menurunkan tingkat kemiskinan dalam empat tahun terakhir periode pembangunan RPJMN 2014-2019 (Gambar 1).Meskipun begitu, tugas pemerintah belum sepenuhnya selesai. Isu pengentasan kemiskinan di Indonesia menghadapi permasalahan lain yang lebih kompleks. Data BPS menunjukkan Indonesia masih memiliki kelompok rentan miskin sebanyak 53,3 juta jiwa atau 20,19 persen dari total penduduk. Kelompok ini merupakan kategori penduduk yang telah berhasil keluar dari batas garis kemiskinan namun belum sepenuhnya aman. Sementara riset yang dirilis Bank Dunia 2019 menyebutkan Indonesia memiliki 115 juta penduduk yang dinilai rentan miskin atau sekitar 45 persen total penduduk. Hal tersebut menjadi tantangan baru agar capaian tersebut tetap terjaga dan dapat berkelanjutan. Oleh sebab itu, pemerintah berkomitmen untuk mengurangi jumlah penduduk miskin

dengan menempatkan program pengentasan kemiskinan sebagai program prioritas dan tercermin dalam RPJMN 2020-2024. Program pengurangan jumlah penduduk miskin menjadi salah satu agenda pembangunan yang selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) atau Sustainable Development Goal’s (SDG’s). Pemerintah menargetkan angka kemiskinan dapat turun menjadi 6-7 persen di tahun 2024. Komitmen pemerintah dalam penghapusan kemiskinan di Indonesia juga dipertajam dalam Rencana Kerja Pemerintah (RKP) tahun 2020, dengan menjadikan program pengentasan kemiskinan menjadi Prioritas Nasional (PN) 1 dan menargetkan tingkat kemiskinan turun pada kisaran 8,5 hingga 9,0 persen.Pandemi Covid-19 Berpotensi Memutarbalikkan Tren Penurunan Kemiskinan IndonesiaPenyebaran virus corona ke Indonesia sejak awal Maret telah mengubah hampir seluruh sektor ekonomi domestik. Hal tersebut diikuti oleh meningkatnya angka pengangguran yang juga berdampak pada lonjakan angka kemiskinan. Menteri Keuangan menyebutkan terdapat tambahan sekitar 1,1 juta penduduk miskin pada kuartal II 2020 pada skenario berat dan tambahan 3,78 juta penduduk miskin pada skenario yang lebih berat. Namun sejumlah lembaga memberikan

Gambar 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Indonesia Periode

2013-2019

Sumber: BPS

Page 5: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

5Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

ekonomi hanya tumbuh 1 persen pada 2020 maka tingkat kemiskinan mencapai 12,4 persen. Terdapat penambahan penduduk miskin yang diperkirakan akan mencapai 33,2 juta orang (Gambar 2). Hasil riset menjelaskan bahwa Indonesia perlu menerapkan program perlindungan sosial untuk membantu masyarakat miskin baru dan untuk memastikan efektivitasnya, Indonesia perlu belajar dari program serupa selama krisis masa lalu maupun dari negara lain.Guna mengurangi lonjakan jumlah penduduk miskin akibat pandemi, saat ini pemerintah tetap menyalurkan bantuan sosial (bansos) dan bahkan beberapa jenis program tersebut ditingkatkan baik besarannya maupun indeksnya. Dengan jumlah anggaran sebesar Rp110 triliun setidaknya terdapat 7 jenis bansos untuk program perlindungan sosial baik program lama yang menyesuaikan situasi pandemi serta beberapa program baru. Program tersebut adalah Bantuan Sosial Tunai (BST), Program Keluarga Harapan (PKH), Kartu Prakerja, Kartu Sembako, Program Indonesia Pintar/Kartu Indonesia Pintar, Subsidi Listrik, Padat Karya Tunai Desa, dan BLT Dana Desa.

laporan yang bervariasi terhadap meningkatnya penduduk miskin sebagai akibat pelemahan kinerja perekonomian di masa pandemi. Center of Indonesian Policy Studies (CIPS) memperkirakan jumlah penduduk miskin di Indonesia 8,5 juta jiwa tahun ini akibat pandemi. Peneliti CIPS, Felippa Amanta, menjelaskan bahwa ekonomi Indonesia berpotensi hanya tumbuh 2,1 persen atau bahkan 0 persen yang mengakibatkan tingkat kemiskinan meningkat 9,7–12,4 persen atau 1,3–8,5 juta jiwa. Laporan Center of Reform Economics (CORE) menjelaskan akibat pandemi berpotensi menambah 5,1 juta hingga 12,3 juta jiwa penduduk miskin pada kuartal II 2020. CORE memperkirakan pada skenario lebih berat, penduduk miskin berpotensi bertambah 8,25 juta orang, dengan asumsi bahwa penyebaran virus meluas dan kebijakan restriksi wilayah diberlakukan lebih luas di banyak wilayah di Pulau Jawa dan beberapa kota di luar Pulau Jawa. Sementara skenario sangat berat, potensi pertambahan penduduk miskin mencapai 12,2 juta jiwa. Proyeksi ini menggunakan asumsi bahwa penyebaran Covid-19 tidak terbendung lagi dan kebijakan pembatasan wilayah dilakukan secara luas dengan standar yang sangat ketat. Total jumlah penduduk di bawah garis kemiskinan berdasarkan skenario ini menjadi 37,9 juta jiwa atau 14,35 persen dari total populasi. Prediksi tiga skenario ini dibangun atas asumsi bahwa puncak pandemi terjadi pada kuartal II 2020 dan setelahnya berangsur mereda.Working Paper The SMERU Research Institute yang berjudul “The Impact of Covid-19 Outbreak on Poverty: An Estimation for Indonesia” membuat lima proyeksi peningkatan jumlah penduduk miskin sebagai akibat pandemi dan pelemahan kinerja ekonomi yang signifikan. Guncangan dalam periode 2005-2006 menjadi tolok ukur bagi riset tersebut karena merupakan peristiwa terakhir yang menyebabkan penurunan ekonomi Indonesia. Riset tersebut juga menggunakan distribusi pengeluaran rumah tangga pada tahun 2020 untuk mengestimasi tingkat kemiskinan. Pada skenario terburuk, bila pertumbuhan

Gambar 2. Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi dan Tingkat Kemiskinan Tahun 2020

Sumber: SMERU Research Institute, 2020

RekomendasiCovid-19 yang mewabah di Indonesia telah memukul perekonomian Indonesia. Perlambatan pertumbuhan

Page 6: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

6 Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

ekonomi tidak dapat dihindari akibat menurunnya berbagai macam kegiatan ekonomi yang berimbas pada penurunan pendapatan masyarakat dan lonjakan kemiskinan. Guna menekan lonjakan jumlah penduduk miskin pemerintah perlu memerhatikan beberapa hal berikut: pertama, untuk menjaga daya beli masyarakat dan melindungi pekerja sektor informal yang rentan miskin, pemerintah harus memastikan efektivitas serta mengevaluasi penyaluran jenis bansos agar tepat sasaran, memiliki tata kelola yang baik, mekanisme penyaluran yang sederhana, serta melakukan pemutakhiran data penerima bantuan.Kedua, selain mengeluarkan kebijakan insentif bagi perusahaan, hendaknya pemerintah mendorong adanya program-program pemberdayaan ekonomi kepada masyarakat pekerja sektor informal yang dapat membantu mereka ketika perekonomian mulai bergerak. Memberikan perhatian khusus bagi sektor ekonomi yang masih tumbuh baik di masa pandemi, seperti sektor pertanian, peternakan, dan perikanan yang dapat dilakukan dengan pemberian insentif bagi petani, peternak, dan nelayan. Mengingat sektor pertanian saat ini masih menjadi penyerap tenaga kerja terbanyak hingga 27,3 persen tenaga kerja nasional. Mendorong sektor industri pertanian tumbuh lebih baik akan memberi dampak positif bagi pangan nasional. Selain itu, berdasarkan data BPS, UMKM juga memiliki kontribusi terhadap PDB mencapai 61,41 persen serta mampu menyerap tenaga kerja mencapai 75,33 persen.Ketiga, pada tahap pemulihan ekonomi akibat pandemi, pemerintah hendaknya mengambil kebijakan yang berdampak pada efek multiplier yang lebih luas, mendorong kegiatan ekonomi dari sisi produksi dan mengintensifkan kinerja perdagangan internasional. Sejarah mencatat negara yang memperkuat perdagangan internasional memiliki produktivitas dan ketahanan ekonomi yang lebih baik.

Daftar PustakaAgustiyani. 2020. Sebanyak 12 Juta Orang Indonesia Berpotensi Jatuh Miskin akibat Corona”. Diakses dari https://katadata.co.id/berita/2020/05/05/sebanyak-12-juta-orang-indonesia-berpotensi-jatuh-miskin-akibat-corona tanggal 6 mei 2020Bappenas. 2019. RPJMN 2020-2024BPS. 2019. Berita Resmi Statistik: Profil Kemiskinan di Indonesia Maret 2019. BPS: Jakarta___. 2019.Publikasi BPS: Penghitungan dan Analisis Makro Kemiskinan di Indonesia. BPS: Jakarta___. 2020. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan I-2020

Kompas. 2020. Lima Langkah untuk Kurangi Lonjakan Angka Kemiskinan Akibat Pandemi Covid-19”.Diakses dari https://money.kompas.com/read/ tanggal 6 Mei 2020Suryahadi, Asep, dkk, 2020. The Impact of Covid-19 Outbreak on Poverty: An Estimation for Indonesia. Working Paper The SMERU Research Institute: JakartaVictoria, Agatha. 2020. Sri Mulyani: Covid-19 Ciptakan Lonjakan Kemiskinan Hanya dalam 2 Bulan”. Diakses dari https://katadata.co.id/berita/2020/05/06/sri-mulyani-covid-19-ciptakan-lonjakan-kemiskinan-hanya-dalam-2-bulan tanggal 6 mei 2020

Page 7: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

7Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

Undang-Undang (UU) No. 2/2020 tentang Penetapan Perppu No. 1/2020 tentang Kebijakan

Keuangan Negara dan Stabilitas Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid-19 dilatarbelakangi oleh dinamika perekonomian nasional yang diprediksi akan mengalami resesi sebagai dampak dari pandemi. Oleh karena itu, pemerintah dipaksa untuk melakukan perubahan yang cukup signifikan pada postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Pendapatan negara diprediksi akan mengalami kontraksi sebesar Rp472 triliun atau turun dari Rp2.233 triliun menjadi Rp1.761 triliun. Sedangkan belanja negara tetap didorong meningkat sebesar Rp74 triliun atau naik dari Rp2.540 triliun menjadi Rp2.614 triliun. Konsekuensi dari turunnya pendapatan negara dan naiknya belanja negara adalah defisit anggaran yang semakin melebar. Hal tersebut menyebabkan pembiayaan utang neto untuk menutup defisit mencapai Rp1.006,4 triliun. Dari jumlah pembiayaan utang tersebut, pembiayaan defisit anggaran naik menjadi Rp852,9 triliun (5,07 persen PDB) dari sebelumnya Rp307,2 triliun (1,76 persen PDB) atau meningkat sebesar Rp545,7 triliun. Pembiayaan

investasi dan lain-lain sebesar Rp153,5 triliun. Namun, dalam keterangan terakhir pemerintah melalui Kementerian Keuangan menyatakan bahwa defisit anggaran direvisi mencapai Rp1.439,8 triliun. Penambahan jumlah proyeksi pemerintah tersebut karena penambahan proyeksi utang jatuh tempo sebesar Rp433,4 triliun (Kompas, 2020). Sehingga jumlah pembiayaan utang tersebut naik 309 persen dari Rp351,8 triliun (UU APBN 2020). Pembiayaan utang melalui SBN kemudian meningkat sebesar 231 persen atau naik dari Rp389,3 triliun menjadi Rp1.289,3 triliun. Pembiayaan melalui penarikan pinjaman luar negeri juga naik signifikan sebesar 211 persen atau meningkat dari Rp48,4 triliun menjadi Rp150,5 triliun. Sementara itu, tidak ada perubahan pada pembiayaan melalui pinjaman dalam negeri atau tetap sebesar Rp2,9 triliun. Sedangkan rencana untuk mengeluarkan pandemic bond yang nilainya mencapai Rp499 triliun akhirnya dibatalkan oleh pemerintah karena Bank Indonesia sudah dinyatakan siap masuk ke pasar perdana menjadi the last resort pemerintah untuk menyerap sisa SBN baik SUN maupun SBSN yang tidak terserap pasar (Detik.com, 2020).

Menakar Potensi Risiko Pembiayaan Utang Pasca UU No. 2/2020

oleh Rastri Paramita*)Mujiburrahman**)

AbstrakPembiayaan utang Indonesia meningkat signifikan untuk membiayai kebutuhan

defisit anggaran yang membengkak hingga mencapai Rp1.439,8 triliun. Besarnya pembiayaan tersebut mengandung risiko tingkat keamanan utang dengan naiknya rasio utang terhadap PDB yang diproyeksikan sebesar 32-36 persen. Selain itu, risiko beban pembayaran bunga utang menjadi sangat tinggi. Rasio beban bunga utang terhadap belanja dan pendapatan negara diproyeksikan meningkat masing-masing sebesar 13-20 persen. Rata-rata pertumbuhan SBN valas per tahun menambah risiko pembiayaan utang berupa risiko depresiasi nilai tukar rupiah pada tahun-tahun mendatang. Pemerintah diharapkan dapat mengelola utang dengan menjaga agar risiko tetap terkendali dan mendorong dominasi valas dapat berkurang secara bertahap.

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]

pendapatan & pembiayaan

Page 8: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

8 Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

Pembiayaan utang tersebut pada satu sisi dapat menutup defisit anggaran dan berpotensi memulihkan perekonomian dari resesi yang lebih parah setelah terdampak Covid-19. Namun pada sisi yang lain, jumlah pinjaman yang menembus angka seribu triliun rupiah hanya dalam satu tahun anggaran tentu sangat mengkhawatirkan dan akan menekan keberlangsungan fiskal pada tahun-tahun mendatang. Karena bagaimanapun juga, pembiayaan utang menyisakan beban berupa pembayaran pokok dan bunga utang. Pertanyaan kemudian adalah: 1) apa saja potensi risiko dari pembiayaan utang pasca UU No. 2/2020?; 2)bagaimana pengaruh risiko pembiayaan utang tersebut terhadap indikator ekonomi makro dalam jangka pendek ataupun jangka panjang termasuk di dalamnya kesinambungan fiskal?. Tulisan ini mencoba untuk menjawab dua pertanyaan penting di atas. Risiko Tingkat Keamanan Utang Meningkat Salah satu poin strategi pengelolaan utang yang menjadi tupoksi Direktorat Jenderal Pembiayaan dan Pengelolaan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan adalah mengendalikan rasio utang terhadap PDB pada level yang aman dengan mempertimbangkan kemampuan membayar kembali. Kebijakan tersebut ditetapkan dalam Keputusan Menteri Keuangan No. 884/KMK.08/2017 tentang Strategi Pengelolaan Utang Negara Tahun 2019-2021. Namun, dalam lima tahun terakhir rasio utang menunjukkan gejala tidak aman karena nilainya yang terus meningkat dari tahun ke tahun sejak 2015. Padahal pemerintah pernah berhasil menurunkan rasio utang terhadap PDB sejak tahun 2000 hingga tahun 2014 dari 88,7 persen menjadi 24,7 persen (Kemenkeu, 2019). Kenaikan rasio utang terhadap PDB tersebut diklaim pemerintah karena kebijakan fiskal yang ekspansif untuk anggaran yang produktif. Klaim pemerintah tersebut terbantahkan dengan capaian pertumbuhan ekonomi Indonesia yang stagnan di lima persen selama setengah dekade terakhir.

Secara teoritis, utang berfungsi untuk mendorong pertumbuhan ekonomi. Kajian yang dilakukan oleh Islam dkk (2015), menunjukkan bahwa utang berpengaruh positif terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Jika utang naik sebesar 1 persen maka pertumbuhan ekonomi akan meningkat sebesar 0,582 persen. Utang Indonesia rata-rata tumbuh 11 persen per tahun sejak 2014. Seharusnya pertumbuhan utang tersebut mampu meningkatkan pertumbuhan PDB sebesar 5,5-6,4 persen per tahun. Peningkatan utang yang nilainya naik hampir lima kali lipat tersebut secara langsung sudah memberi sinyal bahwa rasio utang Indonesia pada 2020 akan meningkat secara signifikan. DJPPR menyatakan bahwa rasio utang Indonesia akan mencapai 36 persen pada tahun 2020 (Bisnis Indonesia, 2020). Proyeksi rasio utang terhadap PDB juga dilakukan oleh beberapa instansi lain seperti Trading Economics yang memprediksi rasio utang terhadap PDB naik hingga 32,2 persen. Meningkatnya rasio utang terhadap PDB maka akan menambah risiko tingkat keamanan utang yang dibatasi UU No. 17/2003 tentang Keuangan Negara sebesar 60 persen dari total PDB. Jalan keluar agar rasio utang tidak terus meningkat adalah pemerintah harus mampu meningkatkan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen per tahun. Namun, dalam situasi pandemi ini pemerintah hanya berani mematok pertumbuhan ekonomi dengan skenario paling berat tidak lebih dari 3 persen di tahun 2020. Hal tersebut dapat dipastikan akan berpengaruh pada beban pemerintah yang meningkat akibat pembayaran cicilan pokok dan bunga utang menjadi meningkat.Beban Pembayaran Bunga Utang Terus MeningkatKonsekuensi kebijakan utang adalah beban pembayaran bunga dan pokok cicilan yang dianggarkan dalam APBN setiap tahunnya. Sejak tahun 2014, beban pembayaran bunga utang semakin meningkat dan tidak menunjukkan penurunan. Rata-rata anggaran untuk pembayaran bunga

Page 9: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

9Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

Tabel 1. Rasio Bunga Utang Terhadap Pendapatan dan Belanja Negara 2014-2019

utang tumbuh sebesar 23 persen per tahun sejak 2014. Rata-rata pertumbuhan anggaran pembayaran bunga utang tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan baik pendapatan maupun belanja negara. Rata-rata pendapatan dan belanja negara hanya mampu tumbuh sebesar 4 persen per tahun sejak 2014. Beban pembayaran bunga utang pada tahun 2020 diproyeksikan akan naik mencapai Rp338,8 triliun. Dengan proyeksi pendapatan negara terkontraksi hingga ke level Rp1.691,6 triliun (Bisnis Indonesia, 2020), maka dapat dipastikan rasio pembayaran bunga utang terhadap pendapatan negara naik mencapai 20 persen. Sedangkan untuk rasio pembayaran bunga utang terhadap belanja negara diperkirakan naik hingga mencapai 13 persen. Dengan meningkatnya rasio beban bunga utang terhadap pendapatan, maka dapat dipastikan bahwa kemampuan pendapatan negara untuk membayar beban bunga utang semakin berkurang. Demikian juga halnya dengan belanja negara, alokasi belanja untuk pembayaran bunga utang diproyeksikan akan terus meningkat hingga tahun-tahun mendatang dan melampaui anggaran mandatory spending untuk sektor pendidikan dan kesehatan yang mencapai 25 persen dari total APBN. Hal ini tentu akan mengurangi efektivitas belanja negara di masa depan. Pertumbuhan SBN Valas Masih Tinggi Dibanding SBN RupiahSalah satu prinsip kebijakan pembiayaan utang pada tahun 2020 adalah

seimbang. Prinsip tersebut menekankan pada terwujudnya keseimbangan makro ekonomi dan fiskal dengan menjaga komposisi utang domestik dan valas pada batas terkendali dan sekaligus mendorong pendalaman pasar keuangan domestik (NK & APBN 2020). Meskipun masih terkendali dengan rasio utang terhadap PDB masih di bawah 60 persen, pembiayaan utang menunjukkan peningkatan dari tahun ke tahun. Pembiayaan utang SBN dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan (Gambar 1). Hingga Desember 2019, pembiayaan melalui SBN mencapai Rp4.014,8 triliun atau rata-rata tumbuh 13 persen per tahun selama 2014-2019. Komposisi pembiayaan SBN masih didominasi oleh SBN dengan denominasi Rupiah. Hingga Desember 2019, SBN dengan denominasi Rupiah mencapai 74 persen. Sedangkan pembiayaan SBN valas hanya sebesar 26 persen. Namun, secara total persentase utang dengan denominasi valas mencapai 38 persen dan denominasi Rupiah 62 persen. Bila dilihat dari rata-rata pertumbuhan selama 2014-2019, pembiayaan SBN berdenominasi valas mampu tumbuh tinggi dibandingkan dengan SBN berdenominasi Rupiah. SBN berdenominasi valas rata-rata tumbuh 15 persen per tahun. Sedangkan SBN dengan denominasi Rupiah hanya mampu tumbuh rata-rata 12 persen per tahun.Pertumbuhan utang valas bukan tanpa risiko. Di tengah situasi ekonomi global yang penuh dengan ketidakpastian karena pandemi, utang valas akan menyebabkan potensi terdepresiasinya nilai tukar rupiah. Dalam laporan kinerja DJPPR Risiko (2019) menyebutkan bahwa salah satu indikator risiko utang adalah exchange rate risk (risiko nilai tukar). Jika rupiah mengalami depresiasi, maka dampak yang akan muncul adalah pembayaran bunga utang jatuh tempo akan membengkak. Tidak hanya itu, dampak pelemahan Rupiah hingga triwulan pertama 2020 menyebabkan rating utang jangka pendek Indonesia turun. Lembaga pemeringkat internasional Standard and Poor’s Global menurunkan prospek

Sumber: LKPP, diolah

Tahun Belanja Negara

Pendapatan Negara

Pembayaran Bunga Utang

Rasio Bunga Utang/Belanja Negara (persen)

Rasio Bunga Utang/

Pendapatan Negara (persen)

2014 1.777,2 1.537,2 133,4 7,5 8,7

2015 1.806,5 1.491,5 156 8,6 10,5

2016 1.864,3 1.551,8 182,8 9,8 11,8

2017 2.001,6 1655,8 216,6 10,8 13,1

2018 2.202,2 1.942,3 258,1 11,7 13,3

2019 2.310,2 1.957,2 275,89 11,9 14,1

Page 10: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

10 Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

Gambar 1. Komposisi Surat Berharga Negara 2014-2019 (triliun Rupiah)

utang Indonesia dari stabil menjadi negatif (Katadata, 2020). Adapun yang menjadi pertimbangan mereka adalah jumlah utang Indonesia yang meningkat pada satu sisi, namun pada sisi yang lain kurs Rupiah yang diproyeksikan akan melemah di tengah pandemi. Prospek negatif tersebut mencerminkan risiko utang valas Indonesia akan mengalami tekanan eksternal dalam satu dua tahun ke depan.Daftar PustakaBisnis Indonesia. 2020. Waspada Beban Bunga Utang 2023. Diakses dari https://ekonomi.bisnis.com/read/20200528/10/1245709/waspada-beban-bunga-utang-2023- pada 25 Mei 2020.Detik.com. 2020. Risiko Tekornya Anggaran Negara Karena Corona. Diakses dari https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4971219/4-risiko-tekornya-anggaran-negara-karena-corona pada 10 Mei 2020.Islam, dkk. 2014. Pengaruh Utang Pemerintah Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Indonesia. Thesis. IPB. Bogor. Katadata.co.id. 2020. Menakar Bahaya Utang Indonesia. Diakses dari https://katadata.co.id/telaah/2019/02/01/menakar-bahaya-utang-indonesia pada 30 Mei 2020.Katadata.co.id. 2020. Rupiah Anjlok S&P Turunkan Prospek Utang Indonesia Jadi Negatif. Diakses dari https://katadata.co.id/berita/2020/04/18/rupiah-anjlok-sp-turunkan-prospek-utang-indonesia-jadi-

Sumber: DJPPR, Kemenkeu, 2019

RekomendasiBerdasarkan paparan analisis di atas, maka penulis merekomendasikan: 1) pemerintah harus dapat mengontrol rasio utang terhadap PDB agar lebih terkendali dan tidak menunjukkan peningkatan setiap tahun. Risiko yang muncul dengan naiknya rasio tersebut adalah beban pembayaran bunga utang terus meningkat baik terhadap belanja maupun pendapatan negara. Hal tersebut akan mendistorsi alokasi anggaran belanja negara untuk sektor prioritas terutama sektor pendidikan dan kesehatan yang merupakan mandatory spending dalam APBN; 2) pemerintah perlu merumuskan kembali postur anggaran yang berbasis utang dan non utang untuk melihat sejauh mana efektivitas program-program utang setiap tahunnya; 3) pemerintah harus segera mengurangi pembiayaan utang dalam SBN berdenominasi valas yang terus tumbuh lebih tinggi dibandingkan SBN berdenominasi Rupiah selama tahun 2014-2019 untuk menjaga agar risiko nilai tukar tidak menjadi beban APBN dan perekonomian nasional; 4) Bank Indonesia dengan berkoordinasi bersama pemerintah harus menjaga kestabilan kurs Rupiah agar tidak terdepresiasi terlalu tajam karena akan berdampak signifikan terhadap pembayaran utang valas.

negatif pada 31 Mei 2020. Kompas.id. 2020. Pembiayaan Utang Tahun Ini Rp1.439,8 Triliun. Diakses dari https://kompas.id/baca/ekonomi/2020/05/02/pembiayaan-utang-tahun-ini-rp-1-4398-triliun/ pada 31 Mei 2020. Laporan Kinerja Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pembiayaan Risiko. 2019. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Jakarta. Nota Keuangan dan UU APBN 2020.

Page 11: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

11Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

Pandemi Covid-19 telah menghambat rantai distribusi berbagai komoditas, tak terkecuali

komoditas pangan. Hal ini ditenggarai kebijakan lockdown yang berlaku di sejumlah negara sehingga membuat distribusi pangan internasional terganggu. Atas kondisi tersebut, Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) memperingatkan bahwa pendemi ini akan berpotensi pada kelangkaan dan darurat pangan dunia. Sejumlah negara yang memiliki ketergantungan tinggi terhadap impor pangan akan terancam dari potensi krisis pangan. Hal ini perlu disikapi serius oleh pemerintah, mengingat defisit bahan pangan kerap dialami akibat ketergantungan tinggi pada impor komoditas pangan dan kurang meratanya distribusi. Meskipun menurut Kementerian Pertanian (2020) secara nasional ketersediaan pangan nasional diprediksi akan surplus hingga Juni 2020, namun defisit yang terjadi di beberapa provinsi perlu diwaspadai bila pandemi Covid-19 terus berkepanjangan. Ketidakmerataan distribusi pangan di sejumlah daerah juga dikarenakan karakteristik Indonesia yang merupakan negara kepulauan dengan sumber daya alam berbeda, sehingga terdapat

daerah yang surplus terhadap komoditas tertentu dan daerah lainnya mengalami defisit. Oleh karena itu, penataan alur distribusi menjadi penting dalam mengatasi masalah defisit pangan di sejumlah daerah. Permasalahan distribusi pangan ini turut berimbas pada peningkatan harga komoditas secara umum. Meroketnya harga kebutuhan pokok membuat kelompok miskin dan rentan miskin semakin tidak berdaya untuk memenuhi ketersediaan bahan pokok. Hal ini memaksa pemerintah berupaya menjaga stabilitas harga bahan pangan pokok dengan memastikan persediaan bahan pokok mencukupi. Bila permasalahan ini tidak diatasi, maka terjadinya pendemi dapat meningkatkan potensi terjadinya kerawanan pangan di berbagai daerah1. Sementara itu, di tengah ancaman kerawanan pangan ini, anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) justru mengalami pemangkasan sebesar Rp3.600 miliar dari Rp21.055 miliar menjadi Rp17.442 miliar (Perpres 54/2020). Selanjutnya, sesuai Instruksi Presiden (Inpres) No.4/2020 Tentang Refocusing Kegiatan, Realokasi Anggaran Dan Pengadaan Barang Dan Jasa Dalam Percepatan Penanganan Covid-19, Kementan mengusulkan refocusing

AbstrakUpaya penanggulangan penyebaran Covid-19 melalui kebijakan pembatasan

mobilitas hingga lockdown di beberapa negara telah menghambat rantai pasok berbagai komoditas, termasuk pangan. Kondisi ini akan berisiko pada Indonesia yang ketergantungan akan impor bahan pangannya cukup tinggi. Selain itu, lonjakan harga pangan dan turunnya Nilai Tukar Ppetani (NTP) di masa pandemi akan mengancam terjadinya kerawanan pangan di Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah perlu mengupayakan peningkatan produksi pangan dalam negeri, menjaga rantai pasok pangan tetap berjalan, menjaga stabilitas harga, dan memberikan stimulus ke petani dalam mengurangi ancaman kerawanan pangan.

Ancaman Kerawanan Pangan Di Tengah Pandemi Covid-19

oleh Marihot Nasution*)

Khairina**)

*) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]**) Analis APBN, Pusat Kajian Anggaran, Badan Keahlian Dewan DPR RI. e-mail: [email protected]) Kerawanan pangan dapat diartikan juga sebagai kondisi suatu daerah, masyarakat atau rumah tangga yang tingkat ketersediaan dan keamanan pangannya tidak cukup untuk memenuhi standar kebutuhan fisiologis bagi pertumbuhan dan kesehatan sebagian masyarakat (Peraturan Menteri Pertanian No 43/2010).

belanja pemerintah pusat

Page 12: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

12 Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

kegiatan sebesar Rp1.800 miliar pada penanganan Covid-19. Namun, dari Rp1.800 milar hanya Rp198,95 miliar diperuntukan program pengamanan ketersediaan pangan, selebihnya didominasi untuk jaring pengaman sosial. Dengan berbagai kondisi di atas, tulisan ini akan memaparkan lebih detail sejumlah permasalahan pangan yang dapat mengancam terjadinya kerawanan pangan di tengah kondisi pandemi.Permasalahan Pangan Saat Ini-Ketergantungan Impor Indonesia Pada Sejumlah Bahan Pangan Adanya pandemi ini membuat hampir seluruh negara berusaha untuk memenuhi kebutuhan pangan domestiknya sendiri karena jalur perdagangan internasional terganggu. Oleh karenanya, isu ketahanan pangan menjadi perhatian banyak negara, terutama negara-negara berkembang dengan laju penduduk yang tinggi, seperti Indonesia. Indonesia sebagai negara yang masih bergantung pada sejumlah bahan pangan impor akan berisiko mengalami kerawanan pangan, akibat pembatasan jalur perdagangan tersebut. Hal serupa juga disampaikan oleh Center for Indonesia Policy Studies/CIPS (2020) yang menyatakan bahwa Indonesia masih bergantung pada impor pangan. Hal ini ditandai dengan beberapa kebutuhan pangan yang masih didominasi impor. Pada tahun 2018, sekitar 95 persen pasokan bawang putih Indonesia dan 55 persen pasokan gula

bersumber dari impor (Asogiyan, 2018 dalam CIPS 2020). Tabel 1 menunjukkan bahwa komoditas pangan dipenuhi dari impor. Hal ini sangat berisiko bagi pemenuhan pangan Indonesia apabila terjadi goncangan terhadap negara pemasok tersebut. Bisa dilihat pada kondisi seperti ini ketika hampir semua negara memberlakukan lockdown, maka akan memengaruhi pasokan kebutuhan pangan di tanah air. Impor beras terbesar Indonesia berasal dari Vietnam dan Thailand dengan masing-masing memasok 36 persen dan 32 persen dari total impor beras selama periode 2015-2019. Kemudian untuk impor gula pasir didominasi oleh Thailand (64 persen) dan diikuti oleh Australia (18,5 persen). Sementara itu, 99 persen bawang putih di Indonesia diimpor dari Tiongkok. Hal tersebut mengakibatkan pasokan bawang putih sangat terganggu di masa pandemi. Kondisi ini akan berisiko terganggunya pasokan pangan apabila terjadi gejolak global seperti saat ini.Permasalahan Pangan Saat Ini-Lonjakan Harga pada Beberapa Komoditas PanganDi tengah penyebaran virus Covid-19, rantai pasokan mengalami gangguan yang sangat signifikan karena adanya pengurangan kapasitas untuk memproses, penutupan jalan dan pelabuhan, dan pembatasan transportasi, yang memperlambat produksi pertanian

Tabel 1. Perkembangan Kuantitas Impor Komoditas Pangan Indonesia Berdasarkan Negara Asal, Tahun 2015-2019

Sumber: BPS (diolah)

2015 2016 2017 2018 2019 Persentase Total Impor

Beras (ton) 861.601,0 1.283.178,5 305.274,6 2.253.824,5 444.508.8 100%

Vietnam 509.374,2 535.577,0 16.599,9 767.180,9 33.133,1 36%

Thailand 126.745,7 557.890,0 108.944,8 795.600,1 53.278,0 32%

Pakistan 180.099,5 134.832,5 87.500,0 310.990,1 182.564,9 17,40%

Gula Pasir (kg) 3.375.010,4 4.761.885,4 4.484.099,4 5.028.853,9 4.090.053,2 100%

Thailand 1.794.338,0 2.267.029,0 7.440.873.5 4.037.528,5 3.539.251.3 64,70%

Australia 1.020.214,0 896.430,5 646.850,0 922.897,0 542.205,0 18,50%

Brazil 458.167,7 1.311.232,5 1.079.177,1 60.000,0 0,0 13%

Bawang Putih (ton) * 482.665 448.881 559.728 583.994 299.619 100%

Tiongkok 482.125 445.515 550.906 580.846 299.276 99.3%

India 377 3116 8169 - 19 0,7%

*) Data 2019 terhitung bulan Januari-Oktober

Page 13: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

13Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

dan distribusi pangan dari produsen ke konsumen. Ditambah, dengan tingginya impor pangan Indonesia, maka kebijakan lockdown yang diterapkan di beberapa mitra dagang Indonesia akan sangat mengganggu pasokan kebutuhan pangan dalam negeri. Data menunjukkan bahwa beberapa provinsi di Indonesia telah mengalami defisit komoditas pangan. Misalnya pada bawang putih mengalami defisit di 31 provinsi, gula pasir di 30 provinsi, telur ayam di 22 provinsi, jagung di 11 provinsi, beras di 7 provinsi, dan cabai besar defisit di 23 provinsi (Sekretariat Kabinet RI, 2020). Gangguan ini telah menyebabkan kenaikan harga pangan di Indonesia. Gambar 1 menunjukkan harga rata-rata beras di wilayah Indonesia bulan Maret – Mei 2020 mengalami kenaikan sebesar 1,28 persen yaitu dari Rp11.750/kilogram pada bulan Desember 2019 menjadi rata-rata sebesar Rp11.900/ kilogram pada periode Maret-Mei 2020. Kenaikan harga untuk komoditas pangan yang bergantung pada impor bahkan mengalami lonjakan yang lebih signifikan. Seperti pada bawang putih yang sangat bergantung pada impor dari Tiongkok mengalami lonjakan kenaikan harga dari Rp32.000/kg pada bulan Desember 2020 menjadi Rp47.000/kg pada periode Februari-Maret ketika Tiongkok sedang melakukan kebijakan lockdown yang ketat. Gula pasir yang juga sangat bergantung pada impor

mengalami kenaikan harga sebesar 27 persen dari Rp13.800/kg pada periode Desember 2020 menjadi Rp17.480 pada periode Maret-Mei 2020 ketika Thailand memberlakukan lockdown.Permasalahan Pangan Saat Ini-Penurunan Nilai Tukar Petani (NTP)Adanya pandemi menyebabkan hasil panen tidak terserap secara maksimal di pasaran. Tidak terserap beberapa komoditas hasil panen pertanian ini disebabkan karena berkurangnya pendapatan masyarakat atau pun karena adanya pembatasan sosial berskala besar (PSBB) yang ditetapkan oleh pemerintah. Sebagai akibat hal tersebut, permintaan akan produk pertanian menjadi menurun di tengah melimpahnya penawaran. Penurunan permintaan tersebut mengakibatkan harga produk pertanian menjadi turun dan tentunya berimplikasi pada penurunan nilai tukar petani (NTP). Berdasarkan data BPS, NTP nasional untuk bulan Mei tahun 2020 sebesar 99,47 atau mengalami penurunan sebesar 0,85 persen dibanding bulan sebelumnya. NTP yang mengalami penurunan cukup signifikan berada pada subsektor tanaman pangan (0,54 persen), subsektor hortikultura (0,58 persen), dan subsektor tanaman perkebunan rakyat (2,3 persen). Dengan NTP yang rendah dikhawatirkan akan mengancam kelangsungan produksi serta penyediaan pangan bagi masyarakat. Upaya Pemerintah Atasi Rawan PanganDalam menanggulangi berbagai permasalahan di atas, terdapat beberapa upaya yang telah dilaksanakan pemerintah. Upaya tersebut diantaranya: Kementan telah mengembangkan strategi sistem logistik nasional dalam menyederhanakan rantai pasok dan intervensi distribusi. Komoditas-komoditas yang surplus dialihkan ke daerah yang terkena defisit, dan secara umum terdapat 28 provinsi yang sudah terkendali. Provinsi yang masih membutuhkan intervensi yang lebih kuat saat ini yaitu Riau, Kepulauan Riau, Bangka Belitung dan Maluku Utara. Dalam upaya menjaga stabilitas harga pangan, pemerintah telah membuka

Gambar 1. Perkembangan Harga Pangan Sembako Des 2019-Juni 2020 (Rupiah/Kg)

Sumber: hargapangan.id (diolah)

Page 14: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

14 Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

RekomendasiBerakhirnya pandemi ini belum dapat dipastikan. Oleh karena itu, mengantisipasi terjadinya pandemi yang berkepanjangan, perlu ada upaya lebih dari pemerintah agar terhindar dari ancaman kerawanan pangan. Berikut beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan, antara lain: pertama, dalam upaya mengurangi ketergantungan impor, produksi dalam negeri harus menjadi tumpuan utama bagi Indonesia. Fasilitas produksi, seperti mesin dan peralatan pertanian, subsidi pupuk dan benih, serta fasilitas pendukung produksi lainnya, perlu menjadi prioritas bagi peningkatan produksi dalam negeri. Kedua, pemerintah perlu memberikan dukungan ekstra untuk menjaga rantai pasokan pertanian tetap berjalan dengan menyediakan upaya proteksi kesehatan di pelabuhan, kantor bea dan cukai, karantina, fasilitas pemrosesan, dan fasilitas penyimpanan dengan pendingin. Pemerintah perlu mendorong dan memfasilitasi sektor logistik ini agar berjalan optimal, terutama dalam hal penyediaan infrastruktur dan fasilitas khusus lainnya. Selain itu, insentif untuk sektor logistik dalam rantai pasok pangan perlu menjadi prioritas agar distribusi pangan terjamin serta ketersediaan dan stabilitas harga pangan tetap terjaga. Ketiga, pemerintah harus mengembangkan database pangan yang valid untuk melihat kebutuhan impor pangan yang sesuai dengan kebutuhan riil konsumsi domestik dan mempertimbangkan masa panen pangan di Indonesia untuk menjaga tingkat harga di level petani. Keempat, selain insentif yang telah diberikan, pemerintah juga perlu memberikan jaminan serapan hasil panen para petani, serta memastikan perbaikan harga di tingkat petani.

insentif berupa paket stimulus modal kerja dan subsidi bunga kredit dengan anggaran sebesar Rp34 triliun kepada 2,76 juta petani miskin. Bantuan yang diberikan berupa dana tunai sebesar Rp300.000 per orang selama 3 bulan untuk pembelian sarana produksi pertanian/saprotan. Petani miskin juga akan mendapatkan biaya operasional sebesar Rp300.000. Saat ini, Kementan telah melakukan refocusing anggaran untuk penguatan produksi pertanian, baik untuk penyiapan benih/bibit hingga alat mesin pertanian.

keran impor untuk beberapa jenis komoditas pangan untuk memenuhi konsumsi domestik. Di samping itu, pemerintah juga melakukan operasi pasar untuk komoditas tertentu. Untuk memantau perkembangan harga pangan, pemerintah juga telah membentuk tim pengendali inflasi di tingkat pusat yang rutin berkoordinasi dengan daerah untuk memastikan harga-harga pangan terkendali selama masa pandemi. Untuk memberikan perlindungan sosial kepada petani, pemerintah memberikan

com/news/20200330165721-4-148527/waspada-fao-ingatkan-potensi-krisis-pangan-gegara-covid-19Center for Indonesia Policy Studies (CPIS).2020. “Kebijakan Perdagangan Pangan Indonesia saat Covid-19” Diakses dari https://www.cips-indonesia.org/post/ringkasan-kebijakan-kebijakan-perdagangan-pangan-indonesia-saat-covid-19 tanggal 4 Juni 2020Harga Pangan. 2020. Tabel Harga Berdasarkan Komoditas. Diakses dari https://hargapangan.id/tabel-harga/pasar-tradisional/komoditas

Daftar PustakaAntaranews. 2020. NTP Masih Turun Serikat Petani Minta Pemerintah Intervensi Kebijakan. Diakses dari https://www.antaranews.com/berita/1532372/ntp-masih-turun-serikat-petani-minta-pemerintah-intervensi-kebijakan tanggal 8 Juni 2020Bulog. 2020. Ketahanan Pangan. Diakses dari http://www.bulog.co.id/ketahananpangan.phpCNBC. 2020. Wasapada FAO Ingatkan Potensi Krisis Pangan karena Covid-19. Diakses dari https://www.cnbcindonesia.

Page 15: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

15Buletin APBN Vol. V. Ed. 09, Juni 2020

Okezone. 2020. Mendag Ungkap 2 Penyebab Harga Gula Bisa Rp20.000/Kg. Diakses dari https://economy.okezone.com/read/2020/05/24/320/2218899/mendag-ungkap-2-penyebab-harga-gula-bisa-rp20-000-kg tanggal 4 Juni 2020Sekretariat Kabinet. 2020. Rapat Terbatas melalui Video Conference mengenai Lanjutan Pembahasan Antisipasi Kebutuhan Bahan Pokok, 28 April 2020. Diakses dari https://setkab.go.id/rapat-terbatas-melalui-video-conference-mengenai-lanjutan-pembahasan-antisipasi-kebutuhan-bahan-pokok-28-april-2020-di-istana-kepresidenan-bogor-provinsi-jawa-barat CIPS tanggal 4 Juni 2020

Kementerian Pertanian. 2020. Perkiraan Produksi dan Kebutuhan Pangan Periode Maret-Mei dan Juni-Agustus. Diakses dari http://perencanaan.setjen.pertanian.go.id/public/upload/file/20200415123744BULETIN-EDISI-KHUSUS.pdfKompas. 2020. Produk Pangan Dalam Pusaran. Diakses dari https://bebas.kompas.id/baca/riset/2020/05/06/produk-pangan-dalam-pusaran-pandemi-covid-19/ tanggal 4 Juni 2020Media Indonesia, 2020. “IPB: Tak Masalah Surplus Defisit Pangan, Asal Distribusi Lancar”. Diakses dari https://mediaindonesia.com/read/detail/309336-ipb-tak-masalah-surplus-defisit-panganasal-distribusi-lancar tanggal 4 Juni 2020

Page 16: Potensi Lonjakan Kemiskinan Indonesia Akibat Pandemi Covid-19

“Siap Memberikan Dukungan Fungsi Anggaran Secara Profesional”

Buletin APBNPusat Kajian AnggaranBadan Keahlian DPR RI

www.puskajianggaran.dpr.go.idTelp. 021-5715635, Fax. 021-5715635