politik identitas

4
Politik Identitas ini terkait dengan upaya-upaya mulai sekedar penyaluran aspirasi untuk mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai-nilai yang dipandang berharga hingga tuntutan yang paling fundamental, iaitu penentuan nasib sendiri atas asas keprimordialan. Dalam format keetnisan, politik identitas tercermin mula pada upaya memasukan nilai- nilai kedalam peraturan daerah, memisahkan wilayah pentadbiran, keinginan menerapkan otonomi khusus sampai dengan munculnya gerakan separatis. Sementara dalam konteks keagamaan politik identitas terefleksikan dari beragam upaya untuk memasukan nilai-nilai keagamaan dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk menggejalanya peraturan daerah tentang syariah, mahupun upaya menjadikan sebuah kota identik dengan agama tertentu. C.2. Politisasi identitas Etnik Dalam konteks keterwakilan politik belum meluas dan menginstitusinya partisipasi dan keterwakilan politik masyarakat secara komprehensif telah memicu munculnya kebijakan yang diskriminatif dan eksklusif yang pada akhirnya memperkuat alasan kebangkitan politik identitas etnik . Politik Identitas diasaskan pada esensialisme strategis, dimana kita bertindak seolah-olah identitas merupakan entitas

Upload: umi-nadhofa

Post on 06-Nov-2015

9 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

pendidikan kewarganegaraan

TRANSCRIPT

Politik Identitas ini terkait dengan upaya-upaya mulai sekedar penyaluran aspirasi untuk mempengaruhi kebijakan, penguasaan atas distribusi nilai-nilai yang dipandang berharga hingga tuntutan yang paling fundamental, iaitu penentuan nasib sendiri atas asas keprimordialan. Dalam format keetnisan, politik identitas tercermin mula pada upaya memasukan nilai-nilai kedalam peraturan daerah, memisahkan wilayah pentadbiran, keinginan menerapkan otonomi khusus sampai dengan munculnya gerakan separatis. Sementara dalam konteks keagamaan politik identitas terefleksikan dari beragam upaya untuk memasukan nilai-nilai keagamaan dalam proses pembuatan kebijakan, termasuk menggejalanya peraturan daerah tentang syariah, mahupun upaya menjadikan sebuah kota identik dengan agama tertentu.C.2. Politisasi identitas EtnikDalam konteks keterwakilan politik belum meluas dan menginstitusinya partisipasi dan keterwakilan politik masyarakat secara komprehensif telah memicu munculnya kebijakan yang diskriminatif dan eksklusif yang pada akhirnya memperkuat alasan kebangkitan politik identitas etnik .Politik Identitas diasaskan pada esensialisme strategis, dimana kita bertindak seolah-olah identitas merupakan entitas yang stabil demi tujuan politis dan praktikal tertentu. Hall (1993:136) mengatakan bahwa setiap gagasan mengenai diri, identitas, komuniti identifikasi (bangsa,etnisiti, seksualitas, kelas, dan lain-lain), dan politik yang mengalir darinya hanyalah fiksi yang menandai pembakuan makna secara temporer, parsial, dan arbitrer. Politik tanpa penyisipan kuasa secara arbitrer kedalam bahasa, pemotongan ideologi, pemosisian, persilangan arah, retidakan adalah mustahil.Tindakan dan kelompok etnik merespons kemajuan dan modernisasi sebagai suatu perubahan yang selalu harus dan akan terjadi. Suka atau tidak, kini sedang terjadi transformasi identitas etnik. Konsep kemajuan dan modernisasi telah meningkatkan pandangan tentang kebebasan, termasuk kebebasan ekspresi etnik-etnik.Modernisasi dalam bidang pemerintahan yang demogratis turut membentuk otonomi individual, termasuk otonomi etnik terhadap perubahan struktur dalam masyarakat kita. Kemajuan yang bersifat fundamental tersebut melahirkan masyarakat sipil (civil society), yang kini mulai menuntut kembali hak-haknya yang hilang dalam sejarah peradapan etnik-etnik tersebut. Dengan demikian, dalam batas-batas dan konteks tertentu, kita masih membutuhkan pemaknaan etnik secara kontekstual, terutama dalam suasana masyarakat yang multietnik dan multikultur.C.3. Politisasi Identitas budaya Fundamentalisme adalah salah satu dari berbagai pilihan untuk dapat mengerti dan mempraktekan tradisi budaya. Sebagai bentuk ekstrem dari politisasi perbedaan budaya, fundamentalisme tidak terbatas pada budaya barat (yang menciptakan terminologi tersebut), atau pada peradaban tertentu seperti Islam, walaupun banyak sekali pandangan yang menentangnya. Fundamentalisme juga bukan merupakan sebuah instrumen analisa barat, seperti contoh dapat ditemukan dalam budaya lainnya, tetapi mungkin cara penerapannya di budaya lain melalui perspektif barat. Dalam budaya tersebut, dengan ukuran berbeda-beda, fundamentalisme muncul; dan dalam semua budaya itu pula, fundamentalisme merupakan ekspresi yang mendapat tentangan dalam keseluruhan identitas budaya. Walaupun terdapat perbedaan yang luas dalam lingkungan-lingkungan budaya, aliran fundamentalisme dalam struktur dan fungsinya menunjukan karakteristik yang sama dimanapun dan memberi bahan untuk kebutuhan politis dan psikologis dalam semua budaya, yaitu kebutuhan akan kepastian, identitas dan pengakuan bagi mereka yang terisolasi atau terancam oleh kekuatan yang lebih tinggi atau oleh perkembangan pembangunan. C.4. Politisasi identitas AgamaSebagai bagian dari fenomen global, di Indonesia, politik identitas berdasarkan agama terasa semakin terang benderang terutama sejak kejatuhan rejim Soeharto pada bulan Mei 1998. Setidaknya, bangkitnya kembali politics of identity ini terlihat dari munculnya dua gejala politik utama, pertama, terjadinya kerusuhan antar etnis di beberapa daerah seperti Kalimantan Barat, Maluku, Papua dan Kupang. Kedua, terjadinya tindak kekerasan dengan menggunakan sentimen-sentimen agama, seperti yang terjadi pada peristiwa Mataram, Kupang, serta Maluku. Ada beberapa bentuk kekerasan politik agama yang terjadi di Indonesia. Pertama, kekerasan fisik seperti pengruskan, penutupan tempat ibadah, seperti gereja dan Mesjid maupun tindakan kekerasan fisik lainnya yang menyebabkan obyek kekerasan tersebut menjadi terluka, trauma maupun terbunuh.Di Indonesia politik identitas lebih terkait dengan masalah etnisi -tas, agama, ideologi, dan kepentingan-kepentingan lokal yang diwakilipada umumnya oleh para elit dengan artikulasinya masing-masing.Gerakan pemekaran daerah dapat dipandang sebagai salah satu wujuddari politik identitas itu. Isu-isu tentang keadilan dan pembangunandaerah menjadi sangat sentral dalam wacana politik mereka, tetapiapakah semuanya sejati atau lebih banyak dipengaruhi oleh ambisipara elit lokal untuk tampil sebagai pemimpin, meru pakan masalahyang tidak selalu mudah dijelaskan.