polimerisasi

12
1 Perbandingan antara Polimerisasi Adisi dan Polimerisasi Kondensasi Kenaikan massa molekul polimer dalam polimerisasi adisi berlangsung lebih cepat dibandingkan polimerisasi kondensasi. Hal ini dapat dijelaskan dengan illustrasi pada gambar II.2. Pada polimerisasi adisi (gambar), monomer (M) diaktivasi oleh inisiator (I). Monomer yang telah teraktivasi ini kemudian dengan cepat akan mengaktivasi monomer lain dan membentuk rantai, demikian seterusnya. Setelah 75% dari monomer awal bereaksi, derajad polimerisasi rata-rata dari polimer yang terbentuk adalah 12. M M M M M M M M M M M M M M M M I + M M M M M M M M M M M M M M M M I IM 12 + 4M (a) x = 75% n = 12 M M M M M M M M M M M M M M M (b) MM M M 2 M 2 M M M M M 2 M M 2 M M M 3 M 2 M M M 3 M 4 M 4 M 3 M M 8 M 13 M 3 n = 2 n = 3 x = 50% x = 75% M n = 5 x = 93,75% n = 8 (rata-rata) x = 100% Sumber: http://openlearn.open.ac.uk/mod/oucontent/view.php?id=397829&section=4.2 Gambar II.2. Pada polimerisasi kondensasi (gambar), semua monomer dapat bereaksi satu sama lain karena masing-masing monomer memiliki gugus fungsi. Dengan demikian, kenaikan massa molekul dalam polimerisasi kondensasi berlangsung lebih lambat. Setelah 75% dari monomer bereaksi, derajad polimerisasi rata-ratanya adalah 3. Harga ini adalah empat kali lebih kecil dibandingkan dengan harga derajad polimerisasi rata-rata yang diperoleh dari polimerisasi adisi. Berdasarkan isi reaktor saat terjadinya polimerisasi, polimerisasi dapat diklasifikasi menjadi 4 (empat) tipe, yaitu: 1. Polimerisasi Curah (bulk polymerization): -Proses sederhana, untuk kapasitas kecil. -Hasil kental cencerung padat, sehingga perpindahan panas buruk. Polimerisasi curah dapat dilakukan pada fase cair ataupun uap. Monomer (dan inisiator) dicampur dalam sebuah reaktor yang dipanaskan atau didinginkan (sesuai kebutuhan). Dalam beberapa kasus, polimer yang dihasilkan dapat larut dalam monomer sehingga viskositas larutan meningkat drastis. Dalam kasus-kasus lain, polimer tidak larut dalam monomer, sehingga terjadi presipitasi polimer.

Upload: hudhori-sukma

Post on 26-Dec-2015

99 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

polimerisasi

TRANSCRIPT

Page 1: Polimerisasi

1

Perbandingan antara Polimerisasi Adisi dan Polimerisasi Kondensasi Kenaikan massa molekul polimer dalam polimerisasi adisi berlangsung lebih cepat dibandingkan

polimerisasi kondensasi. Hal ini dapat dijelaskan dengan illustrasi pada gambar II.2. Pada polimerisasi

adisi (gambar), monomer (M) diaktivasi oleh inisiator (I). Monomer yang telah teraktivasi ini kemudian

dengan cepat akan mengaktivasi monomer lain dan membentuk rantai, demikian seterusnya. Setelah 75%

dari monomer awal bereaksi, derajad polimerisasi rata-rata dari polimer yang terbentuk adalah 12.

M M M M

M M M M

M M M M

M M M M

I +

M M M M

M M M M

M M M M

M M M M

I IM12 + 4M

(a)

x = 75%n = 12

M M M M

M M M

M M M M

M M M M

(b) M M M

M2

M2

M M

M M

M2 M M2

M M

M3 M2

M M

M3 M4

M4 M3

M

M8

M13 M3

n = 2 n = 3x = 50% x = 75%

M

n = 5x = 93,75%

n = 8 (rata-rata)x = 100%

Sumber: http://openlearn.open.ac.uk/mod/oucontent/view.php?id=397829&section=4.2

Gambar II.2.

Pada polimerisasi kondensasi (gambar), semua monomer dapat bereaksi satu sama lain karena

masing-masing monomer memiliki gugus fungsi. Dengan demikian, kenaikan massa molekul dalam

polimerisasi kondensasi berlangsung lebih lambat. Setelah 75% dari monomer bereaksi, derajad

polimerisasi rata-ratanya adalah 3. Harga ini adalah empat kali lebih kecil dibandingkan dengan harga

derajad polimerisasi rata-rata yang diperoleh dari polimerisasi adisi.

Berdasarkan isi reaktor saat terjadinya polimerisasi, polimerisasi dapat diklasifikasi menjadi 4 (empat)

tipe, yaitu:

1. Polimerisasi Curah (bulk polymerization):

-Proses sederhana, untuk kapasitas kecil.

-Hasil kental cencerung padat, sehingga perpindahan panas buruk.

Polimerisasi curah dapat dilakukan pada fase cair ataupun uap. Monomer (dan inisiator) dicampur

dalam sebuah reaktor yang dipanaskan atau didinginkan (sesuai kebutuhan). Dalam beberapa kasus,

polimer yang dihasilkan dapat larut dalam monomer sehingga viskositas larutan meningkat drastis.

Dalam kasus-kasus lain, polimer tidak larut dalam monomer, sehingga terjadi presipitasi polimer.

Page 2: Polimerisasi

2

2. Polimerisasi Larutan (solution polymerization):

-Larutan tidak kental, perpindahan panas baik.

-Perlu pemisahan antara polimer dengan pelarut.

-Massa molekul polimer yang dihasilkan cenderung rendah karena adanya efek pelarut.

Metode ini sering dilakukan jika panas reaksi eksotermis terlalu besar. Monomer dan inisiator dilarutkan

dalam pelarut yang tidak reaktif. Hal ini memperlambat reaksi, dan menyerap panas reaksi. Panas

reaksi dapat dikontrol dengan me-refluks pelarut. Konsentrasi polimer harus rendah untuk menghindari

viskositas yang terlalu tinggi. Polimer yang dihasilkan dengan metode ini mempunyai berat molekul

rendah atau medium.

3. Polimerisasi Suspensi (suspension polymerization):

-Menggunakan air dan agen suspensi.

-Suhu selama reaksi dapat dikontrol dengan baik.

-Polimer yang dihasilkan berbentuk butiran dengan diameter 0,1 – 1 mm.

Dalam proses ini, monomer disuspensikan di dalam suatu pelarut dengan pengadukan. Polimer yang

dihasilkan dapat berupa polimer yang tidak larut dalam pelarut dalam reaktor. Penstabil seperti serbuk

lempung sedimen, tanah liat, bentonite, ditambahkan untuk menstabilkan polimer (supaya tidak

berinteraksi satu sama lain). Dalam polimerisasi suspensi, viskositas dari media reaksi meningkat relatif

lambat, sehingga polimer dengan massa molekul yang besar dapat dihasilkan dengan metode ini.

4. Polimerisasi Emulsi (emultion polymerization):

-Mengunakan air dan surfaktan.

-Suhu selama reaksi dapat dikontrol dengan baik.

-Hasil reaksi berupa emulsi dengan ukuran butir sekitar 1 µm.

Hampir sama dengan suspension polymerization, tetapi di sini monomer di bagi-bagi ke dalam droplet

yang membentuk agregat yang disebut misil. Monomer terletak pada interior misil, dan inisiator ada

dalam air. Sabun atau emulsifier yang lain digunakan sebagai penstabil emulsi. Initiator berdifusi ke

dalam misil, dan memulai reaksi polimerisasi. Jenis polimerisasi ini berlangsung cepat, dan polimer

yang dihasilkan mempunyai berat molekul yang besar.

Page 3: Polimerisasi

3

Page 4: Polimerisasi

4

BAB III. KRISTALINITAS III.1. Pengertian

Kristalinitas dari suatu polimer adalah derajad keteraturan susunan rantai-rantai polimer, yang

sangat mempengaruhi sifat-sifat dari bahan polimer tersebut. Semakin tinggi kristalinitas suatu bahan,

semakin besar densitas dan kekuatannya, dan sebaliknya.

Dalam dunia polimer, dikenal istilah kristalin, dan amorfus. Bahan polimer yang kristalin memiliki

rantai-rantai yang tersusun teratur, berdekatan satu sama lain, dan memiliki derajad kebebasan yang

rendah. Sebaliknya, polimer yang amorfus memiliki rantai-rantai yang tidak tersusun secara teratur, dan

memiliki derajad kebebasan yang tinggi. Konfigurasi kristalin dan amorfus dapat diilustrasikan seperti

gambar berikut:

Kristalinitas bahan polimer dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Keteraturan struktur molekul polimer.

2. Derajad polimerisasi.

3. Gaya-gaya intermolekuler.

4. Gugus samping dari rantai polimer.

5. Kondisi proses.

1. Keteraturan struktur molekul polimer

Secara umum, polimer yang linear akan lebih mudah membentuk bahan yang kristalin

dibandingkan dengan polimer yang bercabang. Hal ini disebabkan karena polimer yang linear akan lebih

mudah berdekatan satu sama lainnya dalam suatu posisi yang teratur. Densitas dari bahan polimer yang

linear juga lebih tinggi dibandingkan dengan densitas dari bahan polimer yang bercabang, karena untuk

massa polimer yang relatif sama, polimer bercabang membutuhkan ruang yang lebih besar.

Keteraturan struktur polimer juga dipengaruhi oleh isomerismenya. Isomerisme merupakan

fenomena di mana senyawa hidrokarbon dengan komposisi kimia yang sama memiliki konfigurasi atom

yang berbeda-beda. Contoh molekul sederhana: Butana dan Isobutana memiliki komposisi kimia yang

sama, yaitu C4H10, namun posisi atom-atomnya berbeda.

Page 5: Polimerisasi

5

(a) Butana (b) Isobutana

C CH

HCH

HC HH

HHH

H

C C

C

HCH

HH

HH

H

H HH

Dalam dunia polimer, dikenal isomerisme posisi, isomerisme stereo, dan isomerisme geometri.

Isomerisme Posisi

Dalam polimerisasi adisi, dimungkinkan terjadinya reaksi antara molekul-molekul monomer dari sisi yang

yang berbeda. Sebagai contoh, molekul monomer vinil klorida memiliki 2 (dua) sisi yang berbeda, yaitu sisi

kepala (head) dan sisi ekor (tail) seperti diilustrasikan pada gambar berikut:

H2C CHCl

head tail

Saat terjadi propagasi (pertumbuhan rantai polimer), secara hukum termodinamika hampir selalu terjadi

reaksi head to tail. Namun demikian, ada kemungkinan terjadi reaksi head to head and tail to tail. Reaksi

tail to tail akan menghasilkan ikatan yang lemah, yang tidak stabil terhadap suhu tinggi.

Polimer yang memiliki susunan head to tail dan tail to tail dapat diilustrasikan sebagai berikut:

Isomerisme Stereo

Atom-atom berikatan satu sama lain dengan urutan yang sama, namun dalam pengaturan ruang yang

berbeda.

a) Isotaktik: Letak gugus R teratur pada satu sisi rantai polimer.

**

R H H H H H HR R R R R

b) Sindiotaktik: Letak gugus R berselang-seling pada dua sisi rantai polimer.

Page 6: Polimerisasi

6

**

R H R H R H RH R H R H

c) Ataktik: Letak gugus R tidak beraturan pada sisi-sisi rantai polimer.

**

R H H R H R RR H R H H

Isomerisme Geometri Ketika dua buah atom C berikatan dengan ikatan ganda dalam suatu rantai, atom H atau gugus R yang

terikat pada kedua atom tersebut dapat ada pada sisi yang sama (cis-), atau sisi yang berseberangan

(trans-).

a) Cis-isoprena: Kritalinitas rendah, suhu leleh rendah, elastomer yang baik.

Contoh karet alam yang memiliki konfigurasi seperti ini adalah Hevea rubber (98% cis-).

*C C

H2C CH2C C

H2C CH2C C

H2C CH2C C

H2C CH2*

H3C H3C H3C H3CH H H H

b) Trans-isoprena: Kristalinitas lebih tinggi, suhu leleh lebih tinggi, kurang elastis dibandingkan cis-

isoprena. Contoh karet alam yang memiliki konfigurasi seperti ini adalah Gutta percha.

*C

CCH2

H2C

CC

CH2

H2C

CC

CH2

H2C

CC

CH2

*CH3 CH3 CH3 CH3

H H H H 2. Derajad polimerisasi

Derajad polimerisasi menentukan panjang atau pendeknya rantai-rantai polimer dalam suatu

bahan. Derajad polimerisasi yang tinggi menghasilkan polimer dengan jumlah ulangan monomer yang

Page 7: Polimerisasi

7

tinggi dan rantai polimer yang panjang. Sebaliknya, derajad polimerisasi yang rendah menghasilkan

polimer dengan jumlah ulangan monomer yang rendah dan rantai polimer yang pendek.

Secara umum, rantai-rantai polimer yang pendek akan membentuk bahan dengan kristalinitas

yang tinggi, sedangkan rantai-rantai polimer yang panjang akan membentuk bahan dengan kristalinitas

yang lebih rendah. Hal ini disebabkan karena rantai-rantai yang panjang akan berbelitan satu dengan

lainnya, sehingga sulit membentuk suatu keteraturan. Jika dianalogikan dengan benang, benang-benang

yang panjang akan lebih mudah membentuk “benang kusut” yang tidak teratur.

Sebagai catatan, bahan dengan kristalinitas yang tinggi biasanya diklasifikasikan sebagai bahan

dengan kekuatan yang besar. Namun dalam hal ini, polimer dangan massa molekul yang rendah biasanya

akan menghasilkan bahan yang rapuh meskipun kristalinitasnya tinggi. Hal ini disebabkan karena polimer

dengan massa molekul rendah memiliki rantai-rantai yang pendek, sehingga mudah untuk terlepas satu

dengan lainnya.

3. Gaya-gaya intermolekuler Adanya gugus-gugus yang polar dan dapat membentuk ikatan hidrogen pada rantai polimer akan

menyebabkan rantai-rantai polimer berdekatan satu dengan lainnya dalam suatu keteraturan, yang berarti

kristalinitas bahan yang tinggi. Sebagai contoh, bahan Kevlar (aramid) dari keluarga poliamida. Atom H

pada gugus –NH bermuatan sedikit positif, sedangkan atom O pada gugus –C=O bermuatan sedikit

negative. Hal ini menyebabkan adanya gaya tarik-menarik dalam suatu ikatan hidrogen, yang

menyebabkan rantai-rantai polimer tersusun teratur dan berdekatan satu dengan lainnya. Selain itu, gugus-

gugus benzen membentuk tumpukan yang teratur, sehingga mempertinggi kristalinitas dari bahan tersebut.

Contoh lainnya adalah poli(etilen tereftalat) (PET) dari keluarga poliester, yang terdiri atas gugus-

gugus ester yang polar. Atom O pada gugus –C=O dan atom H pada gugus –CH akan saling tarik-menarik

dalam suatu ikatan antar dipole. Ikatan antar dipole tidak sekuat ikatan hidrogen, sehingga PET bersifat

lebih fleksibel, dan memiliki kekuatan yang lebih rendah dibandingkan Kevlar.

Contoh yang lain lagi adalah polietilen (PE). Gugus –CH2– tidak memiliki dipole yang tetap,

sehingga gaya tarik-menarik antara rantai-rantai PE muncul dari gaya-gaya van der Waals yang lemah.

Rantai-rantai PE dapat dibayangkan sebagai molekul-molekul yang dikelilingi awan elektron yang

bermuatan negatif. Ketika 2 (dua) rantai saling mendekat, awan-awan elektron pada masing-masing rantai

akan tolak-menolak. Hal ini akan mengurangi densitas elektron pada salah satu rantai, sehingga

menciptakan keadaan yang sedikit positif. Muatan yang sedikit positif ini cukup untuk menarik rantai

polimer lainnya. Ikatan van der Waals ini relatif lebih lemah dibandingkan dengan ikatan hidrogen dan

Page 8: Polimerisasi

8

ikatan antar dipole, sehingga PE mempunyai suhu lebur yang lebih rendah dibandingkan Kevlar dan PET.

http://en.wikipedia.org/wiki/Polymer

4. Gugus samping dari rantai polimer

Polimer dengan gugus samping yang kecil akan membentuk bahan yang lebih kristalin dibandingkan

dengan polimer dengan gugus samping yang besar dan bulky.

Contoh: Poli(metil metakrilat) (PMMA) membentuk bahan yang amorfus, sedangkan poli(vinil alkohol)

(PVA) membentuk bahan yang kristalin.

CH2C

OOCH3

CH3

n

OH

HC

H2C

n

5. Kondisi proses Proses pendinginan Lelehan polimer yang didinginkan terlalu cepat cenderung menjadi bahan polimer yang amorfus, karena

rantai-rantai polimer yang secara alami tersusun secara acak (tidak teratur), tidak mempunyai kesempatan

untuk berorientasi secara teratur satu dengan lainnya.

Proses penarikan (gaya mekanik) Orientasi rantai-rantai polimer yang tidak teratur dan berjauhan satu sama lain dapat dibuat teratur dengan

cara memberikan gaya mekanik, misalnya gaya tarik. Serat nilon yang tidak diberi gaya tarik akan bersifat

rapuh (amorfus), sedangkan serat nilon yang ditarik akan memiliki kekuatan yang lebih tinggi (kristalin).

III.2. Suhu transisi gelas dan suhu lebur Suhu tansisi gelas

Suhu transisi gelas (Tg) dimiliki oleh bahan polimer yang amorfus. Suhu transisi gelas merupakan

suhu saat bahan polimer berubah dari sifat fisisnya yang glassy (seperti kaca) menjadi rubbery (seperti

karet). Bahan polimer bersifat keras dan mudah pecah seperti kaca pada suhu di bawah suhu tertentu. Jika

dipanaskan, polimer berubah menjadi lunak, liat dan fleksibel pada suhu di atas suhu tersebut. Suhu saat

Page 9: Polimerisasi

9

terjadinya perubahan itu disebut dengan suhu transisi gelas (Tg). Sebagai contoh kasus, suatu container

dari bahan plastik (polimer) yang diletakkan di dalam freezer akan sangat mudah pecah karena berada

jauh di bawah Tg-nya, sehingga bersifat keras dan mudah pecah seperti gelas. Contoh lainnya adalah karet

gelang yang diletakkan di dalam freezer akan sangat mudah putus.

Beberapa contoh bahan polimer yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari pada suhu di bawah

Tg-nya adalah polistirena dan poli(metil metakrilat), yaitu pada keadaan seperti gelas. Tg dari bahan-bahan

polimer tersebut sekitar 100ºC, yaitu lebih tinggi daripada suhu ruang. Contoh bahan polimer dalam

kehidupan sehari-hari pada suhu di atas Tg-nya adalah karet (elastomer) seperti poli(isoprena) dan

poli(isobutilena), yaitu pada keadaan rubbery. Contoh harga Tg untuk beberapa jenis bahan polimer tertera

dalam tabel di bawah ini.

No. Nama polimer Tg, ºC 1 Low density polyethylene (LDPE) -125 2 Polipropilena ataktik -20 3 Polipropilena isotaktik 100 4 Poli(vinil asetat) 28 5 Poli(etilen tereftalat) 69 6 Poli(vinil alkohol) 85 7 Poli(vinil klorida) 81 8 Polistirena 100 9 Poli(metil metakrilat) ataktik 105

Suhu lebur Suhu lebur atau suhu melting (Tm) dimiliki oleh bahan polimer yang kristalin. Peleburan adalah

suatu keadaan di mana rantai-rantai polimer yang tersusun kristalin (berdekatan dan beraturan satu sama

lain) “keluar” dari struktur kristalin tersebut dan berubah menjadi tidak beraturan dalam fase cair. Hal ini

dikarenakan molekul-molekul polimer akan bergerak dengan cepat jika diberi energi berupa panas.

Polimer kristalin tetap memiliki area yang amorfus (semikristalin). Hal ini menyebabkan suatu

bahan polimer dapat memiliki Tg maupun Tm. Sebagai contoh, polikarbonat bis-fenol A memiliki Tm sebesar

225-250ºC dan Tg sebesar 145ºC (Brydson).

Page 10: Polimerisasi

10

BAB IV. BERAT MOLEKUL

Dalam bahasan Polimer dikenal istilah monodisperse dan polydisperse. Istilah tersebut terkait

dengan berat molekul dari bahan polimer. Monodisperse mempunyai arti bahwa seluruh molekul polimer

dalam suatu sampel memiliki panjang rantai dan berat molekul yang sama. Hal ini dapat ditemui pada

beberapa jenis polimer alami. Dalam polimer sintetik, molekul polimer memiliki panjang rantai (berat

molekul) yang berbeda-beda. Keadaan ini disebut dengan polydisperse. Sebagai contoh, polimer PE terdiri

atas molekul-molekul polimer rantai karbon -(-CH2-)n- yang panjang, namun dengan harga n yang berbeda-

beda. Oleh sebab itu, berat molekul polimer biasanya diberikan sebagai rata-rata.

Dua macam berat molekul polimer yang umum digunakan adalah Mn (berat molekul rata-rata yang dihitung

dari distribusi fraksi mol molekul dengan ukuran berbeda-beda) dan Mw (berat molekul rata-rata yang

dihitung dari distribusi fraksi berat molekul dengan ukuran berbeda-beda). Karena molekul yang besar

mempunyai berat yang lebih besar dibandingkan molekul yang kecil, harga Mw selalu lebih besar dari

harga Mn. Rasio antara Mw dan Mn dikenal sebagai polydispersity index (PDI) dari polimer yang

bersangkutan. Polimer yang dibuat dengan polimerisasi adisi radikal bebas dan polimerisasi kondensasi

cenderung memiliki harga PDI yang besar.

Perhitungan Mn, Mw, dan PDI adalah sebagai berikut:

Mn = xi !Mi" dengan xi adalah fraksi mol.

Mw = wi !Mi" , dengan wi =xi !Mi

Mn adalah fraksi berat.

Sehingga:

Mw =xi !Mi" !Mi

xi !Mi"

Mw =xi ! (Mi" )2

xi !Mi"

PDI = MwMn

Contoh soal: 1) Dalam 14 mol sampel polimer, terdapat 9 mol polimer dengan berat molekul 30000 g/mol dan 5 mol

polimer dengan berat molekul 50000 g/mol. Hitunglah PDI dari polimer tersebut.

Penyelesaian:

Mn = xi !Mi"

Mn = 9mol14mol

!30000gmol +5mol14mol

!50000gmol = 37000gmol

Mw =xi ! (Mi" )2

xi !Mi"

Mw =

9mol14mol

! (30000)2(gmol)2 +

5mol14mol

! (50000)2(gmol)2

9mol14mol

!30000gmol +5mol14mol

!50000gmol

= 40000gmol

Page 11: Polimerisasi

11

PDI = MwMn

PDI = 4000037000

=1,08

2) Dalam 14 gram sampel polimer, terdapat 9 gram polimer dengan berat molekul 30000 g/mol dan 5 gram

polimer dengan berat molekul 50000 g/mol. Hitunglah PDI dari polimer tersebut.

Mw = wi !Mi"

Mw = 9gram14gram

!30000gmol +5gram14gram

!50000gmol = 37000gmol

Mn = 9g+ 5g9g

30000gmol+

5g50000gmol

= 35000gmol

PDI = 3700035000

=1,06

3) Dalam suatu sampel polimer, terdapat 1000 molekul dengan berat molekul 10000 g/mol, 2000 molekul

dengan berat molekul 12000 g/mol, 3000 molekul dengan berat molekul 14000 g/mol, 2500 molekul

dengan berat molekul 16000 g/mol, dan 1000 molekul dengan berat molekul 18000 g/mol. Hitunglah Mn,

MW, dan PDI dari sample tersebut.

i = 1 à n1 =1000molekul

A molekulmol

, dengan A = bilangan Avogadro (6 x 1023)

i = 2 à n2 =2000molekul

A molekulmol

, i = 3 à n3 =3000molekul

A molekulmol

,

i = 4 à n4 =2500molekul

A molekulmol

, i = 5 à n5 =1000molekul

A molekulmol

ntotal =1000A

mol + 2000A

mol + 3000A

mol + 2500A

mol +1000A

mol

ntotal =9500A

mol

x1 =1000A

9500A

à x1 !M1 =19,5

!10000gmol =1052,63gmol

à x1 !M12 =

19,5

!100002 gmol( )2

=1,05!107 gmol( )2

x2 =2000A

9500A

à x2 !M2 =29,5

!12000gmol = 2526,32gmol

à x2 !M22 =

29,5

!120002 gmol( )2

= 3,03!107 gmol( )2

Page 12: Polimerisasi

12

x3 =3000A

9500A

à x3 !M3 =39,5

!14000gmol = 4421,05gmol

à x3 !M32 =

39,5

!140002 gmol( )2

= 6,19!107 gmol( )2

x4 =2500A

9500A

à x4 !M4 =2,59, 5

!16000gmol = 4210,53gmol

à x4 !M42 =2,59, 5

!160002 gmol( )2

= 6, 74!107 gmol( )2

x5 =1000A

9500A

à x5 !M5 =19,5

!18000gmol =1894, 74gmol

à x5 !M52 =

19,5

!180002 gmol( )2

= 3, 41!107 gmol( )2

Mn = xi !Mi"

Mn = 1052,63+ 2526,32+ 4421,05+ 4210,53+1894, 74, 00( )gmol =14105,27gmol

xi !Mi2" = 1,05+3,03+ 6,19+ 6, 74+3, 41( )!107 gmol( )

2

= 2,04!108 gmol( )2

Mw =xi ! (Mi" )2

Mn=2,04!108 gmol( )

2

14105,27gmol=14477,61gmol

PDI = MwMn

=14477,61gmol14105,27gmol

=1,03