pola komunikasi divisi tiang salatiga penelitian...
TRANSCRIPT
berinteraksi dengan manusia yang lain dan selanjutnya interaksi ini berbentuk kelompok.
Kemampuan dan kebiasaan berkelompok ini juga disebut dengan zoon politicon.
Istilah manusia sebagi zoon politicon pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles yang
artinya manusia sebagai binatang politik. Manusia sebagai insan politik atau dalam istilah yang
lebih populer manusia sebagi zoon politicon,mengandung makna bahwa manusia memiliki
kemampuan untuk hidup berkelompok dengan manusia yang lain dalam suatu organisasi yang
teratur, sistematis dan memiliki tujuan yang jelas seperti negara. Sebagai insan politik, manusia
memiliki nilai-nilai yang bisa dikembangkan untuk mempertahankan komunitasnya. Argumen
yang mendasari pernyataan ini adalah bahwa manusia sebagaimana binatang, hidupnya suka
mengelompok. Hanya sifat mengelompok antara manusia dan binatang berbeda, hewan
mengandalkan naluri sedangkan manusia berkelompok dilakukan melalui proses belajar dengan
menggunakan akal pikirannya. Sifat berkelompok pada manusia didasari pada kepemilikan
kemampuan untuk berkomunikasi, mengungkapkan rasa dan kemampuan untuk saling
bekerjasama. Selain itu juga adanya kepemilikan nilai pada manusia untuk hidup bersama dalam
kelompok, antara lain: nilai kesatuan, nilai solidaritas, nilai kebersamaan dan nilai berorganisasi
(Priyanto dkk, 2008).
Perilaku berkelompok (perilaku kolektif) pada manusia karena terjadi melalui proses
belajar menyebabkan munculnya beragam jenis, diantaranya: perilaku kerumunan (crowd),
perilaku massa, gerakan sosial, perilaku dalam bencana, gerombolon, kericuhan (panics),
desasdesus, keranjingan, gaya (fad), model (fashions), propaganda, pendapat umum, dan revolusi
(Waluyo, 2007).
Komunitas merupakan hasil dari sebuah perilaku berkelompok, seperti yang
dikemukakan, arti komunitas adalah sekelompok orang yang saling peduli satu sama lain lebih
dari yang seharusnya, dimana dalam sebuah komunitas terjadi relasi pribadi yang erat antar para
anggota komunitas tersebut karena adanya kesamaan interest atau values. Komunitas berasal dari
bahasa Latin communitas yang berarti "kesamaan", kemudian dapat diturunkan dari communis
yang berarti "sama, publik, dibagi oleh semua atau banyak". Jadi dalam suatu komunitas pasti
terdapat minat yang sama. Misalnya dalam sebuah komunitas yang diteliti oleh peneliti yaitu
komunitas skateboard, di situ para individu mempunyai minat yang sama, yaitu minat terhadap
skateboard..
LATAR BELAKANG
Manusia selain sebagai makhluk individu, disebut juga sebagai makhluk sosial. Artinya
manusia memiliki kebutuhan dan kemampuan serta kebiasaan untuk berkomunikasi dan
Dalam penelitian ini, peneliti akan meneliti suatu komunitas skateboarding terbesar
sekaligus tertua di Salatiga, yaitu komunitas Divisi Tiang Salatiga (DTS). Komunitas ini berdiri
pada tahun 2004 dan diketuai oleh Bagus Jatmiko. Jika ditelusuri, kegiatan skateboarding ini
telah menjadi salah satu budaya pop yang muncul di kota Salatiga. Storey (2009) mendefinisikan
budaya pop sebagai budaya yang berasal dari rakyat, sebagaimana halnya budaya daerah yang
merupakan budaya dari rakyat untuk rakyat. William dalam (Barker, 2004) juga menambahkan
bahwa budaya pop cenderung muncul dan menjadi tren di kalangan masyarakat tertentu sehingga
budaya ini disukai dan diminati banyak orang.
Mengacu pada salah satu karakteristik budaya pop yang sangat dinamis, budaya bermain
skateboard yang menjadi kegiatan rutin dari DTS dapat terkikis oleh munculnya budaya-budaya
pop yang baru. Namun demikian, di tengah munculnya budaya-budaya pop yang baru di
kalangan masyarakat, DTS tetap dapat mempertahankan eksistensinya. Hal tersebut dapat dilihat
dari usia DTS yang sudah mencapai 8 tahun, beberapa acara yang dilaksanakan seperti acara
“Skate Day” yang merupakan acara kompetisi kecil skateboard dan berhasil secara rutin
diselenggarakan sekali setiap tahun, acara “Skatelatiga” yang merupakan kompetisi
skateboarding pertama dan terbesar di Salatiga yang melibatkan skater dari luar kota, serta acara
bakti sosial di panti asuhan setempat. Serangkaian kegiatan yang diselenggarakan oleh
komunitas DTS secara rutin tersebut merupakan bukti bahwa skateboarding Salatiga yang
dinaungi oleh komunitas DTS ini tetap dapat mempertahankan eksistensinya di kalangan
masyarakat Salatiga meskipun banyak budaya pop lainnya juga bermunculan. Seperti komunitas
sepeda BMX, Fix Gear, Mountain Bike, Inlander, komunitas Salatiga Indie Music, Salatiga Hip-
hop Movement dan sebagainya.
Seperti halnya adalah komunitas Inlander, yakni komunitas para pencinta sepeda tua (pit
kebo). Komunitas tersebut dulu eksis berkumpul seminggu sekali dan bahkan hampir rutin tiap
hari. Hal tersebut dikemukakan oleh Puthut Setyoko yang merupakan salah satu ketua komunitas
Inlander. Dari hasil wawancara yang dilakukan pada tanggal 3 Januari 2014 tersebut, beliau
mengatakan bahwa komunitas tersebut sekarang bisa dikatakan sudah mati atau tidak eksis lagi
karena sudah tidak pernah melakukan kegiatan-kegiatan yang diagendakan seperti pada awal
terbentuknya kominitas Inlander tersebut.
Berdasarkan fenomena tersebut, dimana DTS merupakan salah satu komunitas indie
pertama di salatiga yang masih aktif dan berkarya sehingga menarik minat peneliti untuk
mengamati dan meneliti pola komunikasi internal dan eksternal yang terjalin dalam komunitas
skater DTS serta melihat kaitannya dengan eksistensi komunitas tersebut dengan masyarakat
sekitar. Peneliti tertarik untuk meneliti pola komunikasi pada komunitas DTS karena komunitas
tersebut dapat tetap eksis dikalangan komunitas indie lainnya dan masyarakat Salatiga. Dimana
komunitas indie yang lain sudah mulai non aktif dan ditinggalkan para anggotanya.
Kata eksistensi dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (Alwi, 2005:288) diartikan sebagai
hal berada; keberadaan. Dalam penelitian ini kata eksistensi merujuk pada keberadaan DTS.
Eksistensi disini juga berkaitan dengan strategi dan cara untuk bertahan dalam menghadapi arus
budaya pop yang dinamis. Oleh karena itu eksistensi merupakan hal yang penting dalam sebuah
komunitas, dimana pola komunikasi akan mempengaruhi sebuah komunitas agar komunitas
tersebut terus aktif dan eksis.
RUMUSAN MASALAH
Dari gambaran latar belakang permasalahan di atas,peneliti merumuskan permasalahan
penelitian sebagai berikut yaitu, Bagaimana pola komunikasi internal dan eksternal Divisi Tiang
Salatiga serta bagaimana kaitan pola komunikasi Divisi Tiang Salatiga dengan eksistensi
komunitas tersebut dalam masyarakat?
TUJUAN PENELITIAN
Berdasarkan rumusan masalah di atas, tujuan penelitian ini adalah memberikan gambaran
tentang pola komunikasi internal dan eksternal yang terjadi dalam Divisi Tiang Salatiga n dan
juga mengetahui kaitan antara pola komunikasi dalam Divisi Tiang Salatiga dengan eksistensi
komunitas tersebut dalam masyarakat.
KAJIAN TEORI
Bagian kedua dari laporan hasil penelitian ini merupakan pembahasan mengenai kajian teori-
teori yang akan digunakan dalam menganalisis data hasil penelitian yang berjudul ”Pola
Komunikasi Divisi Tiang Salatiga Penelitian Deskriptif Tentang Pola Komunikasi Internal dan
Eksternal Komunitas Skateboard di Salatiga, Jawa Tengah dalam Mempertahankan
Eksistensinya”. Teori-teori tersebut adalah sebagai berikut.
POLA KOMUNIKASI
Pola komunikasi merupakan model dari proses komunikasi, sehingga dengan adanya
berbagai macam model komunikasi dan bagian dari proses komunikasi akan dapat ditemukan
pola yang cocok dan mudah digunakan dalam berkomunikasi. Pola komunikasi identik dengan
proses komunikasi, karena pola komunikasi merupakan bagian dari proses komunikasi. Proses
komunikasi merupakan rangkaian dari aktivitas menyampaikan pesan sehingga diperoleh
feedback dari penerima pesan. Dari proses komunikasi, akan timbul pola,model, bentuk dan juga
bagianbagian kecil yang berkaitan erat dengan proses komunikasi.
Di sini akan diuraikan proses komunikasi yang sudah masuk dalam kategori pola
komunikasi yaitu; pola komunikasi komunikasi primer, pola komunikasi sekunder, pola
komunikasi linear, dan pola komunikasi sirkular. Pola komunikasi primer merupakan suatu
proses penyampaian pikiran oleh komunikator kepada komunikan dengan menggunakan suatu
simbol sebagai media atau saluran. Dalam pola ini terbagi menjadi dua lambang yaitu lambang
verbal dan lambang non verbal. Lambang verbal yaitu bahasa sebagai lambang verbal yaitu
paling banyak dan paling sering digunakan, karena bahasa mampu mengungkapkan pikiran
komunikator. Lambang non verbal yaitu lambang yang digunakan dalam berkomunikasi yang
bukan bahasa, merupakan isyarat dengan anggota tubuh antara lain mata, kepala, bibir, tangan.
Selain itu gambar juga sebagai lambang komunikasi non verbal, sehingga dengan memadukan
keduanya maka proses komunikasi dengan pola ini akan lebih efektif.
Pola komunikasi secara sekunder adalah proses penyampaian pesan oleh komunikator
kepada komunikan dengan menggunakan alat atau sarana sebagai media kedua setelah memakai
lambang pada media pertama. Komunikator menggunakan media kedua ini karena yang menjadi
sasaran komunikasi yang jauh tempatnya, atau banyak jumlahnya. Dalam proses komunikasi
secara sekunder ini semakin lama akan semakin efektif dan efisien, karena didukung oleh
teknologi komunikasi yang semakin canggih. Pola komunikasi ini didasari atas model sederhana
yang dibuat Aristoteles, sehingga mempengaruhi Harold D. Lasswell, seorang sarjana politik
Amerika yang kemudian membuat model komunikasi yang dikenal dengan formula Lasswell
pada tahun 1984 (Wiryanto, 2005:17)
Pola Komunikasi Linear. Linear di sini mengandung makna lurus yang berarti perjalanan
dari satu titik ke titik lain secara lurus, yang berarti penyampaian pesan oleh komunikator kepada
komunikan sebagai titik terminal. Jadi dalam proses komunikasi ini biasanya terjadi dalam
komunikasi tatap muka, tetapi juga adakalanya komunikasi bermedia. Dalam proses komunikasi
ini pesan yang disampaikan akan efektif apabila ada perencanaan sebelum melaksanakan
komunikasi
Pola Komunikasi Sirkular. Sirkular secara harfiah berarti bulat, bundar atau keliling.
Dalam proses sirkular itu terjadinya feedback atau umpan balik, yaitu terjadinya arus dari
komunikan ke komunikator, sebagai penentu utama keberhasilan komunikasi. Dalam pola
komunikasi yang seperti ini proses komunikasi berjalan terus yaitu adanya umpan balik antara
komunikator dan komunikan.
Komunikasi internal organisasi adalah proses penyampaian pesan antara anggota-anggota
organisasi yang terjadi untuk kepentingan organisasi, seperti komunikasi antara pimpinan dengan
bawahan, antara sesama bawahan, dsb. Proses komunikasi internal ini bisa berwujud komunikasi
antarpribadi ataupun komunikasi kelompok. Juga komunikasi bisa merupakan proses komunikasi
primer maupun sekunder (menggunakan media massa). Komunikasi internal ini lazim dibedakan
menjadi dua, yaitu:
Komunikasi vertikal, yaitu komunikasi dari atas ke bawah dan dari bawah ke atas.
Komunikasi dari pimpinan kepada bawahan dan dari bawahan kepada pimpinan. Dalam
komunikasi vertikal, pimpinan memberikan instruksi-instruksi, petunjuk-petunjuk, informasi-
informasi, dll kepada bawahannya. Sedangkan bawahan memberikan laporan-laporan, saran-
saran, pengaduan-pengaduan, dsb. kepada atasan.
Komunikasi horizontal atau lateral, yaitu komunikasi antara sesama seperti dari kepada
karyawan, manajer kepada manajer. Pesan dalam komunikasi ini bisa mengalir di bagian yang
sama di dalam organisasi atau mengalir antarbagian. Komunikasi lateral ini memperlancar
pertukaran pengetahuan, pengalaman, metode, dan masalah. Hal ini membantu organisasi untuk
menghindari beberapa masalah dan memecahkan yang lainnya, serta membangun semangat kerja
dan kepuasan kerja.
Komunikasi eksternal organisasi adalah komunikasi antara pimpinan organisasi dengan
khalayak di luar organisasi. Komunikasi eksternal terdiri dari jalur secara timbal balik:
a. Komunikasi dari organisasi kepada khalayak. Komunikasi ini dilaksanakan umumnya bersifat
informatif, yang dilakukan sedemikian rupa sehingga khalayak merasa memiliki keterlibatan,
setidaknya ada hubungan batin. Komunikasi ini dapat melalui berbagai bentuk, seperti: majalah
organisasi; press release; artikel surat kabar atau majalah; pidato radio; film dokumenter; brosur;
leaflet; poster; konferensi pers.
b. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi. Komunikasi dari khalayak kepada organisasi
merupakan umpan balik sebagai efek dari kegiatan dan komunikasi yang dilakukan oleh
organisasi (Efendy, 2008:30)
FUNGSIONALISME STRUKTURAL
Teori fungsional tentang perubahan ini dicetuskan oleh (Parsons, 1975:64). Dalam
teorinya Parsons menganalogikan perubahan sosial dalam masyarakat seperti halnya
pertumbuhan pada makhluk hidup. Fungsionalisme struktural adalah sebuah sudut pandang luas
dalam sosiologi dan antropologi yang berupaya menafsirkan masyarakat sebagai sebuah struktur
dengan bagian-bagian yang saling berhubungan. Fungsionalisme menafsirkan masyarakat secara
keseluruhan dalam hal fungsi dari elemen-elemen konstituennya; terutama norma, adat, tradisi
dan institusi.
Fungsi dikaitkan sebagai segala kegiatan yang diarahkan kepada memenuhi kebutuhan
atau kebutuhan-kebutuhan dari sebuah sistem. Ada empat persyaratan mutlak yang harus ada
supaya masyarakat bisa berfungsi. Keempat persyaratan itu disebutnya AGIL. AGIL adalah
singkatan dari Adaption, Goal attainment, Integration, dan Latency. Demi keberlangsungan
hidupnya, maka masyarakat harus menjalankan fungsi-fungsi tersebut, yakni;
1.Adaptasi (adaptation): supaya masyarakat bisa bertahan dia harus mampu menyesuaikan
dirinya dengan lingkungan dan menyesuaikan lingkungan dengan dirinya.
2.Pencapain tujuan (goal attainment): sebuah sistem harus mampu menentukan dan berusaha
mencapai tujuan-tujuan yang telah dirumuskan itu.
3.Integrasi (integration): masyarakat harus mengatur hubungan di antara komponen-
komponennya supaya dia bisa berfungsi secara maksimal.
4. Latency atau pemeliharaan pola-pola yang sudah ada: setiap masyarakat harus
mempertahankan, memperbaiki, dan membaharui baik motivasi individu-individu maupun pola-
pola budaya yang menciptakan dan mepertahankan motivasi-motivasi itu.
KERANGKA PIKIR
METODOLOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode kualitatif. Metode
kualitatif didefinisikan sebagai pendalaman sikap, perilaku dan pengalaman melalui beberapa
metode seperti wawancara atau pertemuan kelompok tertentu (focus group). Penelitian kualitatif
merupakan penelitian yang datanya dikumpulkan dalam bentuk kata-kata atau gambar, dan tidak
menekankan pada angka statistika, sebagaimana yang diungkapkan oleh Muhadjir (2000) bahwa
metodologi kualitatif didasarkan pada upaya memberi penekanan pada segi memahami
(verstehen) bukan mengukur. Metode ini digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam
dan menekankan kedalaman informasi
UNIT AMATAN DAN UNIT ANALISA
Dalam penelitian ini peneliti menetapkan Komunitas Divisi Tiang Salatiga dan masyarakat
sekitarnya sebagai unit amatan yang peneliti amati. Sedangkan unit analisa dari penelitian ini
adalah pola komunikasi internal dan eksternal komunitas Divisi Tiang Salatiga dalam rangka
mempertahankan eksistensinya.
Divisi Tiang Salatiga Teori
Pola Komunikasi
Eksistensi
Pola Komunikasi
Komunitas
Teori
Struktural Fungsional
Tindakan
Eksternal Internal
JENIS DAN SUMBER DATA
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan data primer. Data primer adalah data yang secara
langsung diambil dari objek / obyek penelitian oleh peneliti perorangan maupun organisasi.
Sementara data sekunder diambil dari dokumen atau rekaman peristiwa dari acara serta kegiatan
yang berkaitan dengan Divisi tiang Salatiga.
TEKNIK PENGUMPULAN DATA
Teknik pengumpulan data kualitatif bersifat luwes dan luas serta dapat disesuaikan dengan
masalah yang ada di lapangan dan tujuan penelitian serta objek yang akan diteliti. Pada
penelitian kualitatif, instrumen yang digunakan akan berbeda dengan instrument yang digunakan
pada penelitian kuantitatif. Menurut Lofland & Lofland (dalam Moleong, 2007), sumber data
yang diperoleh dalam penelitian kualitatif adalah kata-kata dan tindakan serta tambahan seperti
dokumen dan lainnya. Dengan demikian, pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah wawancara dan observasi.
1. Pengamatan (Observasi)
Dengan pengamatan, diharapkan peneliti dapat memperoleh data-data mengenai hal yang
berhubungan dengan pola komunikasi internal dan eksternal yang terjadi dalam Divisi Tiang
Salatiga dan bagaimana kaitannya pola komunikasi tersebut dengan eksistensi komunitas Divisi
Tiang Salatiga. Observasi dilakukan setiap sore hari saat para anggota melakukan latihan, selain
itu juga pada acara-acara yang diselenggarakan oleh DTS.
2. Wawancara
Wawancara dapat digunakan untuk mengumpulkan informasi yang tidak dapat diperoleh melalui
observasi. Melalui wawancara, peneliti dapat mendapatkan informasi yang mendalam (in-depth
information) karena beberapa hal, antara lain:
a. Peneliti dapat menjelaskan atau memparafrasekan pertanyaan-pertanyaan yang tidak
dimengerti oleh responden.
b. Peneliti dapat mengajukan pertanyaan susulan (follow-up question).
c. Responden cenderung menjawab apabila diberikan pertanyaan.
d. Responden dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa lampau.
3. Dokumen
Peneliti mengambil data sekunder untuk melengkapi data primer yang ada, yaitu dengan
menggunakan dokumen yang dalam penelitian ini merupakan rekaman peristiwa dari acara serta
kegiatan yang berkaitan dengan Divisi tiang Salatiga. Seperti halnya dengan video kompetisi,
video demo skateboard serta video latihan sehari-hari
TEKNIK ANALISA DATA
Data yang didapat peneliti dengan cara observasi, wawancara dan lewat dokumen dari
DTS. Obeservasi dilakukan sore hari pukul 16.30 – 17.30 di Selasar Kartini tempat para anggota
DTS berlatih skateboard. Pada tehnik pertama ini peneliti ikut membaur melihat bagaimana pola
komunikasi dan kegiatan sehari-hari dari DTS, dengan begitu akan lebih memudahkan peneliti
untuk mendapatkan data. Sementara itu tehnik wawancara dilakukan untuk meneliti lebih dalam
tentang suatu hal, sebagai contoh peneliti melakukan wawancara kepada ketua DTS untuk
mengetahui visi dan misi komunitas tersebut. Tehnik yang ketiga adalah dengan membaca
dokumen dari DTS untuk mendapatkan informasi lebih banyak. Peneliti mendapatkan dokumen
tersebut baik dalam bentuk tulisan maupun gambar. Contohnya dokumen membantu peneliti
mendapatkan informasi mengenai prestasi yang sudah diraih oleh DTS, para pengurus DTS
sudah menyiapkan data prestasi yang tersimpan dalam bentuk file PDF. Dari data tersebut
membuktikan bahwa DTS merupakan komunitas yang bisa menghasilkan banyak prestasi.
Wawancara dilakukan kepada pengurus, anggota, masyarakat sekitar selasar Kartini.
Wawancara dilakukan pada sore dan malam hari. Data yang diperoleh dari wawancara antara
lain seperti bagaimana cara mereka berkomunikasi dalam serta antar kelompok, kondisi sewaktu
rapat acara, event yang dilaksanakan, kegiatan luar kota, adaptasi serta tuuan dari DTS itu
sendiri.
Setelah data-data hasil wawancara dikumpulkan, kemudian peneliti mengklasifikasikan ke dalam
3 tahap, yaitu:
1.Komunikasi Internal
2.Komunikasi Eksternal
3.Eksistensi/Kebertahanan
Hasil data di lapangan akan dianalisis menggunakan teori pola komunikasi (primer, sekunder,
linier dan sirkuler) dan teori strukrual fungsional. Sedangkan untuk observasi peneliti
menggunakan hal yang berkaitan dengan penelitian antara lain yaitu arah pembicaraan, gaya
bicara, sikap tubuh, posisi duduk serta mengamati bagaimana cara mereka berkomunikasi
GAMBARAN OBYEK PENELITIAN
Divisi Tiang Salatiga adalah komunitas pemain skateboard di kota Salatiga. Komunitas
ini berawal dari sekelompok anak-anak muda yang bermain skateboard di sore hari. Semula
dipelopori oleh Alpha, Prima, Ook dan Jatmiko (yang kini berstatus sebagai ketua DTS) sejak
tahun 1998. Namun karena bertambahnya jumlah skater di kota Salatiga dan agar berstruktur,
maka didirikanlah DTS. DTS sendiri resmi berdiri pada tahun 2004. Jumlah anggota DTS
awalnya sekitar 30 orang, jumlah itu tidak pasti karena ada beberapa orang yang cuma ikut
gabung dan bermain skate namun beberapa waktu kemudian tidak muncul lagi. Anggota DTS
berasal dari berbagai kalangan, mulai dari mahasiswa sampai siswa SMA dan SMP, bahkan
menariknya ada beberapa warga asing (Amerika dan Australia) yang masih berumur 9 tahun.
Salah satu dari mereka yang bernama Kurt pernah menjadi juara saat berpartisipasi turnamen di
Pekalongan. Tempat latihan para skater DTS yaitu di jalan masuk SMPN 1 Salatiga. Mereka
biasa bermain pada sore hari sekitar pukul 16.00-18.00. Namun seiring berjalannya waktu
mereka mulai berpindah ke Selasar Kartini. DTS juga mempunyai program-program umtuk
memajukan skateboarding di Salatiga, seperti event Go Skate Day yang selain merupakan acara
Skate juga mencakup acara bakti sosial di panti asuhan setempat. Lalu Skatelatiga yang
merupakan kompetisi skateboarding pertama dan terbesar di Salatiga, banyak skater-skater dari
luar kota ikut dalam kompetisi tersebut. Ada juga arisan antar anggota DTS yang bertujuan agar
memudahkan para anggota untuk dapat membeli peralatan skateboard yang notabene harganya
tidak murah. Kendala utama dalam bermain skateboard di kota Salatiga adalah tidak adanya
tempat untuk bermain (skate park).
Visi dan Misi Divisi Tiang Salatiga
Visi dari DTS adalah Memajukan perkembangan skateboarding di Salatiga dan
mensosialisasikan skateboard kepada masyarakat Salatiga.
Misi DTS adalah sebagai berikut :
- Membuat event yang berhubungan seputar skateboarding.
- Mensosialisasikan skateboarding kepada masyarakat awam, maupun pemerintah melalui media
online nutsmagz.blogspot.com.
- Melatih bakat anak-anak muda Salatiga khusunya dalam skateboarding untuk melahirkan
talenta muda yang berbakat dan berprestasi.
Struktur Organisasi Divisi Tiang Salatiga
Struktur Organisasi dalam DTS dapat dikatakan tidak terlalu formal, namun yang pasti
dalam struktur tersebut terdiri dari penanggung jawab, ketua, wakil ketua, bendahara, sekretaris
dan anggota. Berikut adalah struktur organisasi dari DTS :
Penanggung Jawab : Kurnia Bagus Jatmiko
Ketua : Dimas Asmoro Adi
Wakil ketua : Daniel Widhita
Sekretaris : Anangga Rizka
Bendahara : Oscar Stephano A.D.C
Anggota : Sulistiyono, Agung K, Hooki Rio Maycenas, Dimas D, Nanda Mahendra, Endrik
Bayu, Aldez, Andaru Dwika, Tete, Yunan W, Fergie Ferdiawan, Dian Ardiany, Christian Lilik
Dwi, Saktiawan, Dany, Handy Atma, Adnan Humam,Widhiyanto, Bayu Aji, Ilham, Richard
Nugroho, Amat WST, Bramantya P, Wido M, Fauzan Adi, Raditya Ichwan, Jay, Kukuh S,
Gadhing S, Bima, Theo Yoga, Seto, Evan Haby, Gilang, Awan Giri, Muhammad Aliet
Kegiatan Divisi Tiang Salatiga
Pada hari – hari biasa khususnya pada sore hari, para anggota DTS sering bermain skate
di sekitar Selasar Kartini. Kegiatan tersebut baru dilakukan kurang lebih setahun, sebelumnya
mereka rutin bermain di depan SMPN 1 Salatiga. Para anggota DTS lebih memilih untuk pindah
ke Selasar Kartini karena tempat tersebut dinilai lebih nyaman dan strategis dalam bermain,
selain floor lebih halus dan tidak berlubang, di sana juga lebih mudah dalam menyimpan alat-alat
obstacle. DTS juga pernah mengadakan arisan papan skateboard serta mendirikan skateshop
bernama Kraztie yang bertujuan untuk mendukung kemajuan skateboard di kota Salatiga. Selain
bermain skate para anggota DTS juga mengadakan kegiatan seperti kompetisi Skatelatiga #1 dan
Skatelatiga #2 serta ajang Go Skate Day yang dilakukan rutin tiap tahun pada tanggal 21 juni.
PEMBAHASAN
POLA KOMUNIKASI DIVISI TIANG SALATIGA
Dibawah ini akan dibahas tentang pola komunikasi Divisi Tiang Salatiga yang berkaitan
antara teori dan data di lapangan untuk mempermudah analisis masalah.
Secara struktur komunitas DTS merupakan organisasi informal dan fleksibel, hal itu membuat
DTS mengaplikasi semua pola komunikasi yang ada, seperti pola komunikasi primer, pola
komunikasi sekunder serta pola komunikasi sirkular.
Seperti yang diungkapkan Oscar sebagai bendahara DTS, “Karena organisasi kami ini menganut
asas independent atau kemandirian, para anggota pasti saling membantu dan akrab satu sama
lainnya“, (wawancara pada Kamis, 3 Juli 2014).
Pola Komunikasi Primer Divisi Tiang Salatiga
Para anggota komunitas ini saling berkomunikasi dengan komunikasi primer. Hal itu
ditunjukan lewat cara berkomunikasi verbal dan non verbal baik di tempat latihan maupun di luar
tempat tersebut.
“Kami selalu mengobrol sewaktu latihan, karena dengan begitu akan menimbulkan kedekatan
antara satu sama lain”, ujar Anangga Rizka selaku sekretaris DTS. (wawancara pada Rabu, 2 Juli
2014).
Observasi membuktikan, pada saat para anggota berlatih sering melakukan obrolan
maupun ejekan yang bersifat membangun sehabis melakukan trik.
Divisi Tiang Salatiga merupakan komunitas yang tidak formal, jadi obrolan simpel atau
“guyonan” sering terjadi dalam interaksi mereka. Hasil observasi menunjukan bahwa para
anggota DTS sering berkomunikasi secara langsung pada saat latihan, baik itu pada saat latihan
maupun sesudah latihan. Semakin seringnya berkomunikasi secara langsung akan semakin
mengakrabkan para anggota serta mempersempit jarak antara satu sama lain, mengingat jumlah
anggota DTS yang cukup banyak.
Pola Komunikasi Sekunder Divisi Tiang Salatiga
Komunitas DTS menggunakan media seperti handphone dan laptop untuk saling
berkomunikasi guna melakukan latihan atau rapat mengingat beberapa anggota juga ada yang
berdomisili di luar kota.
“Kalau ada agenda pasti saya selalu diberitahu via sms atau bbm”, kata Hooki Rio selaku
anggota DTS yang berdomisili di Semarang (wawancara pada Selasa, 1 Juli 2014).
Mengingat beberapa anggota DTS ada yang melanjutkan kuliah atau kerja di luar kota,
media seperti handphone menjadi peran penting sebagai alat untuk menjalin komunikasi.
Meskipun komunikasi tidak dilakukan tiap hari, namun pemberitahuan saat akan mengadakan
rapat atau kegiatan pasti dilakukan lewat media handphone maupun laptop.
Hasil observasi menunjukan bahwa beberapa hari sebelum melakukan pengambilan
gambar untuk foto dan video skateboard, anggota yang berasal dari luar kota diberitahu via bbm.
Dengan begitu anggota bisa datang dan ikut serta dalam acara yang diagendakan tersebut.Pola
komunikasi sekunder di sini yang menjadi komunikator adalah pengurus DTS telah
menggunakan alat atau sarana dalam kasus ini adalah handphone untuk melakukan komunikasi
dengan komunikan yang jauh tempatnya (anggota yang berada di luar kota). Dengan bantuan
media tersebut pesan yang disampaikan komunikator terhadap komunikan bisa tersampaikan.
Selain media handphone, DTS juga menggunakan media surat. Saat mereka diundang untuk
tampil di Festival Mata Air (FMA), dari pihak pengundang memberikan surat kepada DTS agar
ikut berpartisipasi dalam acara FMA.
Pola Komunikasi Linier Divisi Tiang Salatiga
Seperti pada komunitas DTS akan melaksanakan acara rutin tahunan Go Skateboarding
Day, ketua akan memberikan mandat kepada masing-masing anggota untuk menjadi panitia
dalam acara tersebut. titik terminal dalam proses komunikasi dan para anggota menjadi
komunikan dalam proses komunikasi tersebut.
“Acara Go Skateboarding Day kemarin saya diberi mandat sebagai ketua acara dan sebagai
anggota saya menerima hal tersebut karena itu adalah keputusan ketua”, ujar Amat sebagai
anggota DTS yang menjadi ketua acara Go Skateboarding Day 21 Juli lalu (wawancara pada
Kamis, 3 Juli 2014).
Dalam acara rutin Go Skateboarding Day pemilihan ketua acara memang dilakukan
secara bergilir supaya setiap anggota bisa berlatih untuk tanggung jawab dalam melaksanakan
sebuah acara. Hal tersebut memang sudah dilakukan turun-temurun sejak tahun 2009 silam.
Pola Komunikasi Sirkular Divisi Tiang Salatiga
Pada saat rapat pertemuan untuk membahas acara biasanya baik ketua maupun anggota
DTS saling memberikan masukan dan saran untuk konsep acara yang akan dilaksanakan, jadi
terjadi arus pesan serta umpan balik dari ketua maupun anggota DTS.
“Pada saat rapat akan buat acara, kami selalu terbuka bagi para anggota yang akan memberikan
saran jadi tidak hanya dari ketua atau wakil ketua saja yang berperan”, komentar dari Dimas
Asmoro sebagai ketua DTS (wawancara pada Selasa, 1 Juli 2014).
Dalam komunitas DTS keputusan ketua bukanlah keputusan mutlak yang tidak dapat
diganggu gugat. Seluruh anggota bisa menyampaikan idenya ataupan memberikan kritik dan
saran bagi pendapat yang ada. Jadi hasil rapat adalah hasil pemikiran bersama bukan berdasarkan
pada keputusan perorangan.
Hasil observasi menunjukan bahwa ketua memberikan agenda acara yang akan
dilaksanakan. Selanjutnya ketua menjabarkan konsep acara sebelumnya dan menjelaskan
bagaimana konsep acara yang akan dilakukan, lalu ide tersebut dilemparkan kepada seluruh
anggota untuk disempurnakan atau disanggah. Sehingga para anggota juga bisa ikut
mencurahkan idenya untuk membuat konsep acara yang akan dilakukan.
Komunikasi Internal Divisi Tiang Salatiga
Hasil obsevasi yang menunjukan pola komunikasi internal adalah sewaktu rapat yang
diikuti oleh seluruh anggota beserta ketua dan pengurus. Dari data tersebut menunjukan bahwa
DTS menerapkan pola komunikasi internal karena kegiatan tersebut merupakan rapat internal
yang hanya diikuti oleh anggota beserta ketua dan pengurus DTS saja. Hasil observasi lainnya
yakni sewaktu anggota DTS akan mengikuti kompetisi skateboard di luar kota hampir seluruh
anggota yang bisa ikut meluangkan waktu untuk mendukung para anggota yang ikut dalam
kompetisi tersebut. Dengan begitu akan lebih memunculkan semangat para anggota dalam
berprestasi di kompetisi tersebut
“Kalo mau berangkat kompetisi luar kota, kita semua pasti support dengan cara ikut nganter dan
menemani ke sana”, hal tersebut diungkapkan oleh Asmoro Dhimas sebagai ketua DTS
(wawancara pada Selasa, 1 Juli 2014).
Aksi saling dukung para anggota yang ikut berlomba dalam kompetisi skateboard
merupakan contoh komunikasi internal yang dilakukan oleh DTS. Dimana penyampaian pesan
antara anggota yang terjadi untuk kepentingan DTS itu sendiri dan supaya bisa memenangkan
kompetisi skateboard yang diikuti. Komunikasi tersebut juga bisa dilakukan oleh siapa saja baik
itu dari ketua ke anggota maupun sebaliknya, tergantung dari siapa yang akan turun dalam
kompetisi. Komunikasi juga tidak hanya terjadi secara langsung, akan tetapi para anggota yang
berada di luar kota juga ikut memberikan dukungan lewat media handphone (sms dan bbm). Jadi
dengan begitu hubungan teori komunikasi internal dengan hasil penelitian menghasilkan sintesis.
Komunikasi Eksternal Divisi Tiang Salatiga
Hasil Observasi menunjukan bahwa DTS ikut menjalin hubungan dengan para skater dari
kota Semarang. Ketua dan pengurus juga ikut membantu dalam pengambilan foto dan video di
sana. Begitu juga para skater dari luar kota juga datang ke Salatiga dan ikut membantu proses
filming dan pengambilan foto. Dengan menjalin relasi komunitas skateboard antar kota akan
semakin menambah teman seklaigus pengalaman bagi para anggota DTS.
“Setiap tahun saat acara Go Skateboarding Day kami agendakan untuk mengunjungi beberapa
panti asuhan terdekat untuk memberikan sumbangan berupa makanan dan pakaian” seperti yang
diungkapkan oleh Anangga Riska sebagai sekretaris, (wawancara pada Rabu, 2 Juli 2014).
Hasil observasi lainnya menunjukan bahwa DTS juga menjalin komunikasi dengan
masyarakat sekitar Selasar Kartini, contohnya saat meminta ijin listrik dan menyelenggarakan
acara dengan SDN 05 Salatiga, memberikan santunan kepada tukang parkir setempat serta
bersikap ramah kepada masyarakat yang ikut menonton para anggota berlatih.
Dengan begitu antara teori pola komunikasi primer dengan hasil penelitian menghasilkan sintesis
karena menurut hasil penelitian DTS menggunakan dengan efektif dan menerapkan pola
komunikasi primer dalam setiap kegiatan yang dilakukan.
Eksistensi Divisi Tiang Salatiga
Hasil observasi menunjukan DTS selalu melaksanakan kegiatan rutin tahunan bernama
Go Skateboarding Day yang dilaksanakan pada setiap tanggal 21 Juni. Acara tersebut mulai
diselenggarakan dari tahun 2008, dan sudah dilaksanakan sebanyak 7 kali. Pada acara tersebut
juga mengundang komunitas lain untuk ikut berpartisipasi dalam acara tersebut. Komunitas DTS
juga melakukan regenerasi ketua acara Go Skateboarding Day untuk lebih melatih setiap anggota
baru untuk semakin berpengalaman dalam berorganisasi. Selain itu mereka juga berpikiran
bahwa regenerasi dalam organisasi itu penting dalam eksistensi sebuah organisasi
“Eksistensi dari DTS kami tunjukan dengan melaksanakan acara Go Skateboarding Day tiap
tahun dengan konsep yang berbeda-beda”, hal itu disebutkan oleh Dhimas Asmoro sebagai ketua
DTS, (wawancara pada Selasa, 1 Juli 2014).
“Acara Go Skateboarding Day sudah berjalan selama 7 tahun sejak 2008 dan pada setiap
tahunnya anak-anak DTS selalu bergantian menjadi pengurus walaupun masih dibantu para
tetua”, seperti yang dikatakan Oscar Stephano sebagai bendahara DTS (wawancara pada Selasa,
1 Juli 2014).
Hasil observasi lainnya yakni DTS turut tampil dalam acara yang diselenggarakan di
Salatiga, seperti Festival Mata Air, Happy Melodic serta Pesta Budaya. Dari kegiatan tersebut
dapat dilihat bahwa DTS eksis di berbagai acara yang diselenggarakan oleh komunitas ataupun
instansi di luar DTS itu sendiri.
Pola Komunikasi yang Berkaitan dengan Eksistensi Divisi Tiang Salatiga
Pola komunikasi yang berkaitan dengan eksistensi adalah segala pola komunikasi
khususnya internal dan eksternal yang terjadi dalam komunitas DTS yang berhubungan dengan
eksistensi DTS itu sendiri.
Hasil Observasi menunjukan bahwa DTS ikut berpartisipasi dalam acara komunitas lain.
Seperti contohnya ikut andil dalam Festival Mata Air (FMA) yang diprakarsai oleh komunitas
Tanam Untuk Kehidupan (TUK). Selain ikut tampil, sebagian anggota DTS juga menjabat
sebagai panitia sejak acara FMA II pada tahun 2008 hingga FMA VI tahun 2014 belum lama ini.
“Sejak FMA II anak-anak DTS selalu melibatkan diri, baik sebagai penampil juga sebagai
panitia”, seperti yang diungkapkan oleh Anangga Riska sebagai sekretaris (wawancara pada
Rabu, 2 Juli 2014).
Pada acara FMA ketua dan pengurus DTS ikut berpartisipasi menjadi panitia
penyelenggara bersama TUK dan beberapa komunitas lain. Selain itu, ketua dan pengurus DTS
juga mengajak para anggota untuk ikut tampil dalam acara tersebut. Jadi selain ikut berpartisipasi
dalam menyelenggarakan FMA yang merupakan acara komunitas lain, DTS juga menggunakan
ajang tersebut untuk menunjukan eksistensinya baik di kalangan komunitas lain maupun
masyarakat Salatiga. Jadi pola komunikasi internal yang diterapkan DTS yaitu mengajak segenap
anggota untuk tampil dalam acara FMA, sementara yang menjadi contoh pola komunikasi
eksternal adalah dengan ikut serta membantu menyelenggarakan acara FMA bersama komunitas
lain seperti TUK dan eksistensi itu dibuktikan dari ikut tampilnya DTS sejak acara FMA II,
dengan begitu masyarakat akan lebih mengenal apa itu DTS..
DTS DALAM PERSPEKTIF STRUKTURAL FUNGSIONALISME
Dalam kasus ini DTS merupakan sebuah sistem dari beberapa bagian yang saling
berhubungan dengan lainnya, baik itu dengan masyarakat sekitar maupun komunitas lainnya.
Untuk tetap bertahan DTS mempunyai kebutuhan fungsional yang harus dipenuhi agar bisa tetap
menjaga eksistensinya dalam sebuah sistem khususnya di lingkungan masyarakat sekitar dan
komunitas lainnya.
Adaptation
Pada tahun 2012 DTS mulai berlatih di Selasar Kartini, pada tahun-tahun sebelumnya
mereka menggunakan area yg bertempat di depan SMPN1, jadi komunikasi dengan pihak
SMPN1 juga lebih memiliki porsi lebih banyak. Begitu juga di tempat baru ini yang notabene
lebih dekat dengan SDN 05 Salatiga, DTS menjadi lebih sering melakukan interaksi kepada
sekolah tersebut, mulai dari ijin minta listrik sampai ijin saat menyelenggarakan acara di Selasar
Kartini. Selain itu juga dengan memberikan santunan kepada tukang parkir setempat dan juga
berhubungan baik dengan pedagang kaki lima sekitar.
“Adaptasi sangat penting agar kita bisa diterima dan terus berkembang di lingkungan, hal
tersebut bisa mulai dari hal-hal kecil seperti bersikap ramah orang-orang setempat yang datang
menonton, ungkap Awan Giri sebagai anggota (wawancara pada Senin, 1 September 2014).
Goal attainment
Visi dari DTS yaitu memajukan perkembangan skateboarding di Salatiga dan
mensosialisasikan skateboard kepada masyarakat Salatiga. Visi tersebut merupakan patokan
dalam segala kegiatan yang akan dilakukan oleh DTS. Contohnya adalah acara GoSkateboarding
Day yang diadakan setiap tahun.
“GoSkateboarding Day merupakan acara tahunan yang pasti diadakan, karena kegiatan tersebut
memang sesuai dengan tujuan atau visi dari DTS”, Bagus Jatmiko selaku pengurus DTS
(wawancara pada Senin, 1 September 2014).
Integration
Untuk menjaga komponen dalam suatu komunitas tetap bekerja dengan baik, harus
dilakukan komunikasi yang baik antar komponen. Jadi semua komponen tersebut dapat berfungsi
secara maksimal. Contohnya sewaktu DTS akan membuat pamflet acara Skatelatiga II, konsep
acara haruslah padu dengan pamflet yang akan disebarkan. Disitu para panitia acara memberikan
masukan kepada bagian publikasi untuk membuat desain yang sesuai dengan tema acara. Dengan
begitu kinerja dari masing-masing komponen khususnya dari panitia acara Skatelatiga II dan
bagian publikasi menjadi maksimal.
“Tiap divisi atau bagian harus saling berkomunikasi supaya terjalin kinerja yang maksimal dalam
melakukan tugasnya”, ujar Dhimas Asmoro sebagai ketua DTS, (wawancara pada Selasa, 2
September 2014).
Latency
Regenerasi telah dilakukan DTS, hal tersebut dibuktikan dari banyaknya anggota baru
yang ikut serta berlatih bersama. Meskipun beberapa anggota DTS yang sudah bekerja dan
berada diluar kota sudah jarang ikut berkumpul ataupun bermain skate namun seiring dengan
datangnya para anggota baru membawa semangat baru bagi para anggota yang masih aktif.
“Anggota baru biasanya diajak tukar pikiran dan ngobrol biasa, jadi sedikit banyak mereka akan
tahu tujuan dari DTS”, kata Daniel Widhita selaku wakil ketua DTS (wawancara pada Selasa, 2
September 2014).
DTS merupakan komunitas nonformal, jadi tidak perlu formulir pendaftaran untuk masuk
sebagai anggota, mereka tinggal ikut bermain dan hadir di setiap rapat maupun acara saja sudah
cukup disebut sebagai anggota karena lama-kelamaan akan timbul rasa memiliki dengan
sendirinya. Untuk tetap memberikan nilai-nilai awal dari tujuan DTS, para anggota lama
melakukan komunikasi dan bertukar pikiran, selebihnya mereka memberikan informasi tentang
kegiatan apa yang biasa dilakukan oleh para anggota DTS lainnya. Dengan begitu para anggota
baru akan mengerti tujuan awal dan kegiatan apa yang harus diadakan berkaitan dari tujuan awal
DTS tersebut
KESIMPULAN
Komunitas DTS dari segi komunikasi baik itu internal dan eksternal sudah
menjalankannya dengan baik. Hal tersebut terbukti dari hasil penelitian yang sudah dijabarkan di
atas, baik itu komunikasi terhadap sesama anggota maupun dengan komunitas lain serta
masyarakat sekitar. Berkaitan dengan teori fungsional struktural dimana DTS menganut keempat
persyaratan mutlak yang harus ada supaya masyarakat atau khususnya komunitas bisa berfungsi.
Keempat persyaratan itu disebutnya AGIL (Adaption, Goal attainment, Integration, dan
Latency). Faktor-faktor yang telah disebutkan diatas merupakan alasan mengapa DTS tetap
dapat mempertahankan eksistensinya selama 10 tahun.
SARAN
Sejauh ini regenenerasi yang dilakukan oleh DTS sudah cukup baik, namun akan lebih baik lagi
dengan semakin menambah anggota baru demi mendukung DTS itu sendiri. Dengan banyaknya
anggota baru khususnya yang berusia muda akan menambah semangat baru yang otomatis akan
membuat olahraga “skateboarding” kembali menjadi olahraga yang “digandrungi” seperti
beberapa tahun yang lalu. Selain itu dengan menambah beberapa anggota baru akan
memperbanyak ide-ide segar dalam kelompok serta menambah poin positif bagi pertumbuhan
komunikasi DTS dan juga semakin banyak anggota akan semakin memperkuat eksistensi DTS.
Salah satu faktor penunjang sebuah komunitas adalah fasilitas. DTS memang sudah mempunyai
fasilitas atau alat pendukung seperti box, rail, down rail, stairs, banks, quarter pipe. Namun akan
lebih baik lagi jika ada sebuah ‘Skatepark’ yakni tempat bermain di mana tak hanya
“skateboard”, namun juga sepeda BMX serta sepatu roda (inline skate). Tempat tersebut berisi
fasilitas-fasilitas DTS seperti yang disebutkan di atas, akan tetapi “Skatepark” lebih komplit dan
sudah terpasang secara paten dan terstruktur. Dengan adanya “Skatepark” akan lebih
mengakomodasi para anggota DTS untuk berlatih dan juga membuat komunitas lain seperti
sepeda BMX dan “fix gear” dan sepatu roda (inline skate) bisa berlatih bersama. Dibangunnya
“Skatepark” juga akan menarik kalangan masyarakat baik pelajar maupun mahasiswa untuk
bermain “skateboard”, dengan begitu akan menjaring anggota-anggota baru yang akan semakin
memperkuat eksistensi DTS.
DAFTAR PUSTAKA
Abhiyoga, Girindra P. 2011. Pola Komunikasi Pendidikan Alternatif Berbasis Komunitas Pada
Kelompok Belajar Alternatif Qaryah Thayyibah di Salatiga. Salatiga: Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana.
Alwi, H. 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia (3 ed.). Jakarta: Balai Pustaka.
Effendy, Onong Uchjana. 2008. Dinamika Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Hidayat, Syarifudin. 2011. Metodologi Penelitian. Bandung : Mandar Maju.
Kertajaya, Hermawan. (2008). Arti Komunitas. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama
Muhadjir, H Noeng.2000. Metodologi Penelitian Kualitatif Edisi IV. Yogyakarta : Rake Sarasin.
Mulyana, Deddy. 2002. Buku Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.
Moleong, J Lexy. 2007. Buku Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Rosda.
Nugroho, Erwin Kristanto Tri 2013. Pola Komunikasi Dan Peran Pangsara (Paguyuban
Pendengar Radio Salatiga dan Sekitarnya) terhadap Radio Komunitas Di Kota Salatiga. Salatiga:
Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Komunikasi Universitas Kristen Satya Wacana.
Parsons, Talcott. 1975. The Present Status of "Structural-Functional" Theory in Sociology." In
Talcott Parsons, Social Systems and The Evolution of Action Theory New York: The Free Press.
Storey, John. 2009. Cultural Theory and Populer: Culture An Introduction Fifth Edition. New
York: Routledge.
Ritzer, George 2004. Teori Sosiologi. Yogyakarta : Kreasi Wacana.
Waluya, Bagja. 2007. Sosiologi: Menyelami Fenomena Soisal Di Masyarakat Untuk Kelas XI
Sekolah Menengah Atas/ Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Sosial. Bandung: PT.
Setia Purna Inves
Wiryanto. 2005. Pengantar Ilmu Komunikasi. Jakarta: Grasindo.
http://eprints.undip.ac.id/19649/1/TEORI_KOMUNIKASI_&_STUDI_KOMUNIKASI_DI_IN
DONESIA.pdf
http://jurnal-kommas.com/docs/JURNAL%20Octa.pdf
http://galangalfarisi22.blogspot.com/2013/11/manusia-sebagai-makhluk-sosial.html