pola dan proses komunikasi dalam keluarga

26
1. POLA DAN PROSES KOMUNIKASI DALAM KELUARGA 1.1 Definisi komunikasi

Upload: pipidh-cupidd

Post on 10-Nov-2015

44 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

kesehatan

TRANSCRIPT

1. POLA DAN PROSES KOMUNIKASI DALAM KELUARGA1.1 Definisi komunikasiKomunikasi keluarga adalah suatu simbiosis, proses transaksional menciptakan dan membagi arti dalam keluarga. Seperti halnya setiap orang mempunyai gaya komunikasi yang berbeda, begitu pula setiap keluarga mempunyai gaya dan pola komunikasi yang unik dan berbeda (Galvin dan Brommel, 1986). Komunikasi keluarga adalah suatu kegiatan yang pasti terjadi dalam kehidupan keluarga. Tanpa komunikasi, sepilah kehidupan keluarga dari kegiatan berbicara, berdialog, bertukar pikiran akan hilang. Akibatnya kerawanan hubungan antara anggota keluarga sukar dihindari, oleh karena itu komunikasi antara suami dan istri, komunikasi antara orang tua dengan anak perlu dibangun secara harmonis dalam rangaka membangun hubungan yang baik dalam keluarga (Djamarah, 2004). Komunikasi keluarga adalah pembentukan pola kehidupan keluarga dimana didalamnya terdapat unsur pendidikan, pembentukan sikap dan perilaku anak yang berpengaruh terhadap perkembangan anak (Hurlock,1997)Sehingga dapat disimpulkan bahwa komunikasi tidak berarti hanya menyampaikan sesuatu kapada orang lain, akan tetapi bagaimana caranya penyampaian itu agar penerima mudah mengerti dan memahami dengan perasaan ikhlas. Keberhasilan suatu komunikasi sangat dibutuhkan oleh faktor manusianya. Karena manusia memiliki akal dan pikiran serta perasaan untuk dapat menentukan sikap, dan manusia merupakan sarana utama terjadinya suatu komunikasi.1.2 Elemen komunikasi keluargaKomponen komunikasi adalah hal-hal yang harus ada agar komunikasi bisa berlangsung dengan baik. Menurut Laswell komponen-komponen komunikasi adalah;1) Pengirim atau komunikator (sender) adalah pihak yang mengirimkan pesan kepada pihak lain.2) Pesan (message) adalah isi atau maksud yang akan disampaikan oleh satu pihak kepada pihak lain.3) Saluran (channel) adalah media dimana pesan disampaikan kepada komunikan. dalam komunikasi antar-pribadi (tatap muka) saluran dapat berupa udara yang mengalirkan getaran nada/suara.4) Penerima atau komunikate (receiver) adalah pihak yang menerima pesan dari pihak lain5) Umpan balik (feedback) adalah tanggapan dari penerimaan pesan atas isi pesan yang disampaikannya.6) Aturan yang disepakati para pelaku komunikasi tentang bagaimana komunikasi itu akan dijalankan ("Protokol")1.3 Prinsip-prinsip komunikasi keluargaWatzlawick dan rekan (1967), dalam tulisan seminar mereka tentang komunikasi keluarga, Pragmatis of Human Communication, menetapkan enam prinsip komunikasi yang menjadi dasar untuk memehami proses komunikasi. Prinsip-prinsip komunikasi tersebut adalah:1. Prinsip pertama dan yang paling terpenting yaitu suatu pernyataan bahwa tidak mungkin untuk tidak berkomunikasi, karena semua prilaku adalah komunikasi. Pada setiap situasi ketika terdapat dua orang atau lebih, individu mungkin atau tidak mungkin berkomunikasi secara verbal. Dalam konteks ini, komunikasi nonverbal merupakan ekspresi tanpa bahasa seperti membalikkan badan atau mengerutkan kening, tapi bukan merupakan bahasa isyarat.2. Prinsip kedua dari komunikasi adalah bahwa komunikasi mempunyai dua tingkat yaitu informasi (isi) dan perintah (instruksi). Isi yaitu apa yang sebenarnya sedang dikatakan (bahasa verbal) sedangkan instruksi adalah menyampaikan maksud dari pesan (Goldenberg,2000). Isi suatu pesan dapat saja berupa pernyataan sederhana, tetapi mempunyai meta-pesan atau instruksi bergantung pada variabel seperti emosi, dan alur bicara, gerakan dan posisi tubuh serta nada suara.3. Prinsip ketiga (Watzlawick et al.,1967) berhubungan dengan pemberian tanda baca (pungtuasi) (Bateson, 1979) atau rangkaian komunikasi. Komunikasi melibatkan transaksi, dan dalam pertukaran tiap respon berisi komunikasi berikutnya, selain riwayat hubunbgan sebelumnya (Hartman & Laird, 1983). Komunikasi melayani sebagai suatu organisasi yang mempunyai tujuan dan proses penataan diri dlam keluarga.4. Prinsip komunikasi yang keempat diuraikan oleh Watzlick dan rekannya (1979) yaitu terdapat dua tipe komunikasi yaitu digital dan analogik. Komunikasi digital adal;ah komunikasi verbal ( bahasa isyarat) yang pada dasrnya menggunakan kata dengan pemahaman arti yang sama. Jenis komunikasi yang kedua, analogik yaitu ide atau suatu hal yang dikomunikasikan, dikirim secara nonverbal dan sikap yang representative (Hrtman & Laird, 1983). Komunikasi analogik dikenal sebagai bahasa tubuh, ekspresi tubuh, ekspresi wajah, irama dan nada kata yang diucapkan (isyarat) berbagai manifestasi nonverbal lainnya (non-bahasa)byang dapat dilakukan oleh seseorang( watzlick et al, hal 62).5. Prinsip komunikasi kelima diuraikan oleh kelompok yang sama dari beberapa ahli teori komunikasi keluarga (Watzlick, Beavin, & Jackson, 1967) yang disebut prinsip redundasi (kemubaziran). Prinsip ini merupakan dasr pengembangan penelitian keluarga yang menggunakan keterbatasan pengamatan interaksi keluarga sehingga dapat memberikan penghayatan yang valid kedalam pola umum komunikasi.6. Prinsip komunikasi yang keenam diuraikan oleh Batson dan rekan (1963) adalah semua interaksi komunikasi yang simetris atau komplementer. Polka komunikasi simetris, prilaku pelaku bercermin pada prilaku pelaku interaksi yang lainnya. Dalam komunikasi komplementer, prilaku seorang pelaku interksi melengkapi prilaku pelaku interaksi lainnya. Jika satu dari dua tipe komunikasi tersebut digunakan secara konsisten dalam hubungan keluarga, tipe komunikasi ini mencerminkan nilai dan peran serta pengaturan kekuasaan keluarga.1.4 Saluran komunikasi keluarga1. Konsonan : adalah komunikasi dimana perasaan dan perilaku dinyatakan seiring dan searti dengan pesan yang diberikan . Orang yang menggunakan saluran ini adalah orang yang merasa aman untuk mengatakan apa saja yang ada dalam benaknya. 2. Celaan : reaksi yang biasa dilakukan oleh orang yang merasa dirinya selalu terancam, dalam bentuk menggerutu, kritik yang berlebihan atau bersikap kasar. Orang pencela ini biasanya menderita harga diri rendah, dan berusaha meningkatkannya dengan mencela atau mencemoohkan orang lain. 3. Kepatuhan : Orang yang patuh biasanya cenderung untuk menyalahkan dirinya sendiri apabila terjadi sesuatu yang menimpa diriya atau keluarganya .Biasanya anggota keluarga lain mempergunakan saluran komunikasi celaan terhadap anggota keluarga yang seperti ini. 4. Intelektualisasi : Saluran ini memusatkan memusatkan interaksi pada kemampuan rasional, kemampuan mental dan kemampuan intelektual.Dalam perilakunya orang semacam ini menampilkan diri sebagai orang tanpa perasaan. Orang semacam ini melakukan tindakan tidak sesuai dengan perasaannya, atau ia dalam konflik antara pikiran dan perasaannya.Penggunaan saluran ini dalam komunikasi antar keluarga, terdapat jarak emosional yang menghambat hubungan mereka di antara anggota tersebut. 5. Acuh tak acuh : Saluran ini merupakan saluran tidak sehat, yang bersumber pada ketakutan, kemarahandan keinginan untuk memanipulasi orang lain.Komunikasi ini sering muncul dalam bentuk bungkam, sikap tidak peduli ,tanpa memperhatikan yang diajak berbicara

1.5 Proses komunikasi keluarga yang baikMenurut sebagian besar terpi keluarga, komunikasi fungsional dipandang sebagia landasan keberhasilan, keluarga yang sehat (Watzlick & Goldberg, 2000) dan komunikasi fungsional didefinisikan sebagai pengiriman dan penerima pesan baik isi maupun tingkat instruksi pesan yang lansung dan jelas (Sells,1973), serta sebagi sasaran antara isi dan tingkat instruksi. Dengan kata lain komunikasi fungsional dan sehat dalam suatu keluarga memerlukan pengirim untuk mengirimkan maksud pesan melalui saluran yang reltif jelas dan penerima pesan mempunyai pemahaman arti yang sama dengfan apa yang dimaksud oleh pengirim (Sells). Proses komunikasi fungsional terdiri dari beberapa unsur, antara lain :1.5.1 Pengiriman FungsionalSatir (1967) menjelaskan bahwa pengiriman yang berkomunikasi secara fungsional dapat menyatakan maksudnya dengan tegas dan jelas, mengklarifikasi dan mengualifikasi apa yang ia katakan, meminta umpan balik dan terbuka terhadap umpan balik.a) Menyatakan kasus dengan tegas dan jelasSalah satu landasan untuk secara tegas menyatakan maksud seseorang adalah penggunaan komunikasi yang selaras pada tingkat isi dan instruksi (satir,1975).b) Intensitas dan keterbukaan.Intensitas berkenaan dengan kemampuan pengirim dalam mengkomunikasikan persepsi internal dari perasaan, keinginan,dan kebutuhan secara efektif dengan intensitas yang sama dengan persepsi internal yang dialaminya. Agar terbuka, pengirim fungsional menginformasikan kepada penerima tentang keseriusan pesan dengan mengatakan bagaimana penerima seharusnya merespon pesan tersebut.c) Mengklarifikasi dan mengualifikasi pesanKarakteristik penting kedua dari komunikasi yang fungsional menurut Satir adalah pernyataan klarifikaasi daan kualifikaasi. Pernyataan tersebut memungkinkan pengirim untuk lebih spesifik dan memastikan persepsinya terhadap kenyataan dengan persepsi orang lain.d) Meminta umpan balikUnsur ketiga dari pengirim fungsional adalah meminta umpan balik, yang memungkinkan ia untuk memverifikasi apakah pesan diterima secara akurat, dan memungkinkan pengirim untuk mendapatkan informasi yang diperlukan untuk mengklarifikasi maksud.e) Terbuka terhadap umpan balikPengirim yang terbuka terhadap umpan balik akan menunjukkan kesediaan untuk mendengarkan, bereaksi tanpa defensive, dan mencoba untuk memahami. Agar mengerti pengirim harus mengetahui validitas pandangan penerima. Jadi dengan meminta kritik yang lebih spesifik atau pernyataan memastikan, pengirim menunjukkan penerimaannya dan minatnya terhadap umpan balik.1.5.2 Penerima FungsionalPenerima fungsional mencoba untuk membuat pengkajian maksud suatu pesa secara akurat. Dengan melakukan ini, mereka akan lebih baik mempertimbangkan arti pesan dengan benar dan dapat lebih tepat mengkaji sikap dan maksud pengirim, serta perasaan yang diekspresikan dalam metakomunikasi. Menurut Anderson (1972), penerima fungsional mencoba untuk memahami pesan secara penuh sebelum mengevaluasi.ini berarti bahwa terdapat analisis motivasi dan metakomunikasi, serta isi. Informasi baru, diperiksa dengan informasi yang sudah ada, dan keputusan untuk bertindak secara seksama dioertimbangkan. Mendengar secara efektif, member umpan balik, dan memvalidasi tiga tekhnik komunikasi yang memungkinkan penerima untuk memahami dan merespons pesan pengirim sepenuhnya.a) MendengarkanKemampuan untuk mendengar secara efektif merupakan kualitas terpenting yang dimiliki oleh penerima fungsional. Mendengarkan secara efektif berarti memfokuskan perhstisn penuh pada seseorang terhadap apa yang sedang dikomunikasikannya dan menutup semua hal yang aakan merusak pesan. Penerima secara penuh memperhatikan pesan lengkap dari pengirim bukan menyalahartikan arti dari suatu pesan. Pendengar pasif merespons dengan ekspresi datar dan tampak tidak peduli sedangkan pendengar aktif dengan sikap mengomunikasikan secara aktif bahwa ia mendengarkan. Mengajukan pertanyaan merupakan bagian penting dari mendengarkan aktif (Gottman, Notarius, Gonso dan Markman, 1977). Mendengarkan secara aktif berarti menjadi empati, berpikir tentang kebutuhan, dan keinginan orang lain, serta menghindarkan terjadinya gangguan alur komunikasi pengirim.b) Memberikan umpan balikKarakteristik utama kedua dari penerima funbgsional adalah memberikan umpan balik kepada pengirim yang memberitahu pengirim bagaimana penerima menafsirkan pesan. Pernyataan ini mendorong pengirim untuk menggali lebih lengkap. Umpan balik juga dapat melalui suatu proses keterkaitan, yaitu penerima membuat suatu hubungan antara pengalaman pribadi terdahulu (Gottman et.al, 1877) atau kejadian terkait dengan komunikasi pengirim.c) Memberi validasi Dalam menggunakan validasi penerima menyampaikan pemahamannya terhadap pemikiran dan perasaan pengirim. Validasi tidak berarti penerima setuju dengan pesan yang dikomunikasikan pengirim, tetapi menunjukan penerimaan atas pesan tersebut berharga.

1.6 Proses komunikasi keluarga yang tidak baik1.6.1 Pengirim DisfungsionalKomunikasi pengirim disfungsional sering tidak efektif pada satu atau lebih karakteristik dasar dari pengirim fungsional. Dalam menyatakan kasus, mengklarifikasi dan mengkulifikasi, dalam menguraikan dan keterbukaan terhadap umpan balik. Penerima sering kali ditinggalkan dalam kebingungan dan harus menebak apa yang menjadi pemikiran atau perasaan pengirim pesan. Komunikasi pengirim disfungsional dapat bersifat aktif atau defensif secara pasif serta sering menuntut untuk mendapatkan umpan balik yang jelas dari penerima. Komunikasi yang tidak sehat terdiri dari :a) Membuat asumsi yang salahKetika asumsi dibuat, pengim mengandalkan apa yang penerima rasakan atau pikiran tentang suatu peristiwa atau seseorang tanpa memvalidasi persepsinya. Pengirim disfungsional biasanya tidak menyadari asumsi yang mereka buat, ia jarang mengklarifikasi isi atau maksud pesaan sehingga dapat terjadi distorsi pesan. Apabila hal ini terjadi, dapat menimbulkan kemarahan pada penerima yang diberi pesan, yang pendapat serta perasaan yant tidak dianggap.b) Mengekpresikan perasaan yang tidak jelasTipe lain dari komunikasi disfungsional oleh pengirim adalah pengungkapan perasaan tidak jelas, karena takut ditolak, ekspresi perasaan pengirim dilakukan dengan sikap terselubung dan sama sekali tertutup. Komunikasi tidak jelas adalah sangat beralasan (Satir, 1991) apabila kata-kata pengirim tidak ada hubunganya dengan apa yang dirasakan. Pesan dinyatakan dengan cara yang tidak emosional. Berdiam diri merupakan kasus lain tentang pengungkapan perasaan tidak jelas. Pengirim merasa mudah tersinggung terhadap penerima yang tetap tidak mengungkapkan kemarahannya secara terbuka atau mengalihkan perasaannya ke orang atau benda lain.c) Membuat respon yang menghakimiRespon yang menhakimi adalah komunikasi disfungsional yang ditandai dengan kecenderungan untuk konstan untuk menbgevaluasi pesan yang menggunakan system nilai pengirim. Pernyataan yang menghakimi selalu mengandung moral tambahan. Pesan pernyataan tersebut jelas bagi penerima bahwa pengirim pesan mengevaluasi nilai dari pesan orang lain sebagai benar, atau salah, baik atau buruk, normal atau tidak normal. d) Ketidakmampuan untuk mengidentifikasikan keinginan sendiriPengirim disfungsional tidak hanya tidak mampu untuk menekspresikan kebutuhangnya. Namun juga karena takut ditolak menjadi tidak mampu mendefenisikan prilaku yang ia harapkan dari penerima untuk memenuhi kebutahan mereka.sering kali pengirim disfungsiopnal tidak sadar merasa tidak berharga, tidak berhak untuk mengungkapkan kebutuhan atau berharap kebutuhan pribadinya akan dipenuhi. e) Komunikasi yang tidak sesuaiPenampilan komunikasi yang tidak sesuai merupakan jenis komunikasi yang disfungsional dan terjadi apabila dua pesan yang bertentangan atau lebih secara serentak dikiri (Goldenberg, 2000). Penerima ditinggalkan dengan teka-teki tentang bagaimana harus merespon. Dalam kasus ketidaksesuaian pesan verbal dan nonverbal, dua atau lebih pesan literal dikirim secara secara serentak bertentangan satu sama lain. Pada ketidaksesuaian verbal nonverbal pengirim mengkomunikasikan suatu pesan secara verbal, namun melakukan metakomunikasi nonverbalyang bertentangan dengan pesan verbal. Ini biasanya diketahuinsebagai pesan campuran, misalnya saya tidak marah pada anda diucapakan dengan keras, nada suara tinggi dengan tangan menggempal1.6.2 Penerima Disfungsionala) Gagal untuk mendengarkanDalam kasus gagal untuk mendengarkan, suatu pesan dikirim, namun penerima tidak memperhatikan atau mendengarkan pesan tersebut. Terdapat beberapa alasan terjadinya kegagalan untuk mendengarkan, berkisar dari tidak ingin memerhatikan hingga tidak memiliki kemampuan untuk mendengarkan. Hal ini biasanya terjadi karena distraksi, seperti bising, waktu yang tidak tepat, kecemasan tinggi, atau hanya karena gangguan pendengaran.b) Menggunakan diskuallifikasiPenerima disfungsional dapat menerapkan pengelakkan untuk mendiskualifikasi suatu pesan dengan menghindari isu penting. Diskualifikasi adalah respon tidak langsung yang memungkinkan penerima untuk tidak menyetujui pesan tanpa memungkinkan penerima untuk tidak menyetujui pesan tanpa benar-benar tidak menyetujuinya.

c) Membuat respon yang menghakimid) MenghinaSikap ofensif komunikasi menunjukkan bahwa penerima pesan bereaksi secara negatif, seperti sedang terancam. Penerima tampak bereaksi secara defensif terhadap pesan yang mengasumsikan sikap oposisi dan mengambil posisi menyerang. Pernyataan dan permintaan dibuat dengan konsisten dengan sikap negatif atau dengan harapan yang negatif.e) Gagal menggali pesan pengirimUntuk mengklarifikasi maksud atau arti dari suatu pesan, penerima fungsional mencari penjelasan lebih lanjut. Sebaliknya, penerima disfungsional menggunkan respon tanpa menggali,f) Gagal memvalidasi pesanValidasi berkenaan dengan penyampaian penerimaan penerima. Oleh karena itu, kurangnya validasi menyiratkan bahwa penerima dapat merespon secara netral atau mendistorsi dan menyalahtafsirkan pesan. Mengasumsikan bukan mengklarifikasi pemikiran pengirim adalah suatu contoh kurangnya validasi. seperti membuata asumsi , memberikan saran yang prematur, atau memutuskan komunikasi.1.6.3 Pengirim dan Penerima DisfungsionalDua jenis urutan intearksi komunikasi yang tidak sehat, melibatkan baik pengirim maupun penerima, juga secara luas didiskusikan dalam literatur komunikasi. Komunikasi yang tidak sehat merupakan kominikasi yang mencerminkan pembicaraan parallel yang menunjukan ketidakmampuan untuk memfokuskan pada suatu isu. Dalam pembicaraan parallel, setiap individu dalam interaksi secara konstan menyatakan kembali isunya tanpa betul-beetul mendengarkan pandangan orang lain atau mengenali kebutuhan orang lain. Orang yang berinteraksi disfungsional, mungkin tidak mampu untuk memfokuskan pada satu isu. Tiap individu melantur dari satu isu ke isu lain bukannya menyelesaikan satu masalah atau meminta suatu pengungkapan.

1.7 Pola komunikasi dalam keluarga yang baikKomunikasi yang baik didalam keluarga bersifat dialog dan bukan monolog. Komunikasi yang monolog tidak menimbulkan tantangan dalam diri anak untuk mengembangkan pikiran, kemampuan bertanggung jawab dan anak tidak dimintai pendapat atas usul bila ada masalah dalam keluarga. Jika komunikasi bersifat dialog, orang tua mendapat kesempatan mengenal anaknya atau dapat berkomunikasi secara langsung sehingga dapat memberikan pengaruh langsung kepada anak. Orang tua dapat belajar dari anaknya waktu mendegarkan dan berkomunikasi dengan anak anak (Kartono, 1994 : 153).1) Pola komunikasi terbukaBentuk komunikasi ini memberikan lebih banyak kesempatan untuk menjelaskan permasalahan yang muncul dan ada banyak kemungkinan bagi anak untuk mengekspresikan eksistensinya sebagai bagian dari komunikasi yang berlangsung. Apalagi jika diperkuat dengan pernyataan- pernyataan yang membesarkan hati. Bentuk komunikasi ini memiliki persamaan dengan gaya orangtua yang berwibawa dalam mengasuh anak, yaitu orangtua yang bersikap tegas, rasional, menghormati kepentingan anak, dan anak dituntut untuk bertindak menerima norma-norma secara umum (McDavid dan Garwood dalam Zulaikah 2007). Bentuk komunikasi terbuka lebih memungkinkan bagi anak untuk dapat melihat masalah, memecahkan atau mengatasinya, karena ada interaksi dalam komunikasi, tentunya dengan tetap memperhatikan norma-norma dan tanpa menghilangkan eksistensi sebagai orangtua maupun anak.

2) Pola Komunikasi FungsionalKomunikasi fungsional dipandang sebagai kunci bagi sebuah keluarga yang berhasil dan sehat dan didefinisikan sedemikian terang, transmisi langsung, dan penyambutan terhadap pesan, baik tingkat instruksi maupun isi (Sell, 1973), dan juga kesesuaian antara tingkat perintah/ instruksi dan isi (sattir, 1983). Dengan kata lain komunikasi fungsional dalam lingkungan keluarga menuntut bahwa maksud dan arti dari pengirim yang dikirim lewat saluran-saluran yang relative jelas dan bahwa penerima pesan mempunyai suatu pemahaman terhadap arti dari pesan yang mirip dengan pengirim (Sells, 1973). Karakteristik Interaksional Dari Keluarga FungsionalSebuah keluarga fungsional menggunakan komunikasi untuk menciptakan suatu hubungan timbal balik yang bermanfaat. Interaksinya menyatakan adanya suatu toleransi dan memahami ketidaksempurnaan dan individualitas anggota. Komunikasi dalam keluarga yang sehat bersifat dinamis. Pesan tidak semata-mata hanya dikirim dan diterima oleh seorang penerima dan pengirim. Pengirim Fungsional1. Secara tegas menyatakan masalaha. Tingkat kongruenb. Intensitas dan keekplisitan2. Menjelaskan dan mengubah pernyataana. Pernyataan saya inginb. Pernyataan saya rasac. Pernyataan saya bermaksudd. Pernyataan saya suka dan saya tidak sukae. Pernyataan membuka dirif. pertanyaan langsungg. pertanyaan terbuka3. mendapatkan umpan balik4. daya penerima pengirim terhadap umpan balik Penerima Fungsional1. Mendengar2. Umpan balika. Meminta pengirim menjelaskan dan mengubahb. Mengasosiasic. Menyatakan kembali dan memeriksa persepsi3. Validasi Pola-Pola Fungsional Dari KomunikasiPola-pola komunikasi keluarga adalah karakteristik pola-pola interaksi sirkuler dari keluarga, yang disamping mempengaruhi dan mengorganisir anggota keluarga, pola ini juga menghasilkan arti dan transaksi diantara para anggota keluargaKarakteristik pola komunikasi fungsional antara lain :a. Komunikasi Jelas dan KongruenAdanya konsistensi antara isi dan level instruksi dari sebuah komunikasi. Selain itu Satir dalam Friedman ( 2003 ) menyatakan bahwa maksud dari komunikasi yang kongruen adalah ketika pengirim pesan, penerima pesan dan konteks pesan berada dalam keadaan yang harmonis/seimbang.b. Komunikasi EmosionalKomunikasi emosional berkaitan dengan ekspresi berbagai emosi atau perasaan, mulai ungkapan kemarahan, sakit hati, sedih, cemburu, hingga bahagia, kasih sayang dan kelembutan hati ( Wright dan Leahey, 1984 dalam Friedman, 1998 ). Keluarga yang sehat menampakkan spektrum perasaan secara penuh, sedangkan keluarga yang disfungsional menampakkan pola komunikasi yang sempit dan kaku.c. Area-area Komunikasi Terbuka dan Keterbukaan DiriKeluarga fungsional adalah keluarga yang memiliki keterbukaan nilai, saling menghormati, spontanitas dan membuka diri. Dalam hal ini keluarga yang berbicara secara terbuka satu sama lain adalah orang yang cukup percaya diri untuk mempertaruhkan interaksi yang penuh arti.1.8 Pola Komunikasi Keluarga yang Tidak BaikKarakteristik pola komunikasi disfungsional antara lain :a. Fokus pada Diri Sendiri (Self Centeredness)Individu berfokus pada kebutuhan, perasaan serta pandangannya sendiri. Oleh karena itu, proses negosiasi sulit dilakukan karena individu semacam ini beranggapan ketika mereka memberi, mereka akan kehilangan sesuatu.b. Membutuhkan Persetujuan Penuh ( Needs for Total Agreement )c. Kurang Empati ( Lack of Empathy )Anggota keluarga yang berfokus pada dirinya sendiri tidak memperdulikan pengaruh asumsi-asumsi, perasaan maupun tingkah laku mereka terhadap anggota keluarga yang lain ( kurang empati )

d. Komunikasi Tertutup ( Closed Area of Communication )Pola komunikasi tertutup membatasi ruang untuk memperbincangkan atau untuk mendiskusikan sesuatu. Misalnya keharusan melakukan apa yang dikatakan ibu, tidak boleh berdebat dengan ayah, atau harus melakukan apa yang telah ditentukan. Ada persamaan komunikasi tertutup dengan komunikasi orangtua yang otoriter yaitu berbicara sedikit dengan anak, tindakan keras, otoritas kewenangan orangtua begitu dominan. McDavid dan Garwood dalam Zulaikah (2007) menyebutkan bahwa sering pula komunikasi seperti ini disebut dengan komunikasi satu arah. Keadaan tidak memungkinkan anak dapat menyampaikan opini dikarenakan aturan yang kaku, dapat menyebabkan anak hanya mengetahui tentang hal yang tidak boleh, dan belum tentu mampu untuk mengemukakan hal yang sebenarnya atau hal yang harus dilakukan. Komunikasi tertutup dalam keluarga sepertinya hanya ada satu cara untuk memecahkan permasalahan. Jelas, dalam komunikasi tertutup ini ada keterbatasan untuk mengekspresikan emosi. Atau sebaliknya, antara pesan verbal dan pesan nonverbal ada kesenjangan, yang kadang-kadang menyebabkan anak menjadi bingung, sering disebut dengan double bind. Hal seperti ini dapat menyebabkan anak tidak memberi respons pada kedua pesan dengan waktu yang bersamaan.

Karakteristik Dan Nilai-nilai komunikasi DisfungsionalSalah satu factor utama yang melahirkan pola-pola komunikasi yang tidak berfungsi (disfungsional)adanya harga diri yang rendah dari kelurag maupun anggota. Tiga nilai terkait yang terus menerus menghidupkan harga diri rendah adalah pemusatan pada diri sendiri, perlunya persetujuan total, dan kurangnya empati. Pengirim Disfungsional1. Asumsi-asumsi2. Ekspresi perasaan tak jelas3. Komunikasi yang tidak kongruen Penerima Disfungsional1. Gagal mendengar2. Diskualifikasi3. Kurang eksplorasi4. Kurang validasi Pola-Pola Komunikasi Disfungsional1. Sindrom mengabadikan diri2. Area komunikasi tertutup3. Ketidakmampuan berfokus pada satu isuTerdapat tiga pola komunikasi didalam hubungan orang tua dengan anak, yaitu : (Yusuf, 2007)

a. Authotarian (Cenderung bersikap bermusuhan)Dalam pola hubungan ini sikap acceptance orang tua rendah, namun kontrolnya tinggi, suka menghukum secara fisik, bersikap mengkomando (mengharuskan / memeritah anak untuk melakukan sesuatu tnpa kompromi), bersikap kaku (keras), cenderung emosional dan bersikap menolak. Sedangkan di pihak anak, anak mudah tersinggung, penakut, pemurung dan merasa tidak bahagia, mudah terpengaruh, stres, tidak mempunyai arah masa depan yang jelas tidak bersahabat.b. Permissive (Cenderung berprilaku bebas)Dalam hal ini sikap acceptance orang tua tinggi, namun kontrolnya rendah, memberi kebebasan kepada anak untuk menyatakan dorongan atau keinginannya. Sedang anak bersikap impulsif serta agresif, kurang memiliki rasa percaya diri, suka mendominasi, tidakjelas arah hidupnya dan prestasinya rendah.c. Authoritative (Cenderung terhindar dari kegelisahan dan kekacauan)Dalam hal ini acceptance orang tua dan kontrolnya tingg, bersikap responsif terhadap kebutuhan anak, mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, memberi penjelasan tentang dampak perbuatan yang baik dan buruk. Sedangkan anak bersikap bersahabat, memiliki rasa percaya diri, mampu mengendalikan diri (self control) bersikap sopan, mau bekerja sama, memiliki rasa ingin tahuya tinggi, mempunyai tujuan / arah hidup yang jelas dan berorientasi pada prestasi.

1.9 Faktor yang mempengaruhi pola komunkasi dalam keluargaa. Faktor PendukungAgar komunikasi yang kita lakukan mencapai maksud dan tujuannya maka pada saat proses komunikasi itu berlangsung diperlukan beberapa faktor pendukungnya, yaitu: Sikap saling percaya. Apabila tidak ada unsur saling mempercayai, komunikasi tidak akan berhasil. Sebab kedua belah pihak dikuasai oleh perasaan curiga. Pertalian. Keberhasilan komunikasi berhubungan erat dengan situasi atau kondisi lingkungan pada waktu komunikasi berlangsung. Misalnya situasi atau keadaan yang sedang kacau, maka komunikasi akan terhambat sehingga komunikasi tidak berhasil. Kepuasan. Komunikasi harus dapat menimbulkan rasa kepuasan antara kedua belah pihak. Kepuasan ini tercapai apabila isi berita dapat dimengerti oleh pihak penerima berita dan sebaliknya penerima berita mau memberikan respon positif kepada pemberi berita. Kejelasan. Dalam berkomunikasi dibutuhkan kejelasan isi berita, tujuan yang hendak dicapai dan kejelasan makna istilah yang dipergunakan Keterbukaan. Bersikap terbuka berarti rela mengungkapkan semua informasi yang relevan dan dibutuhkan untuk menjalin hubungan kerja sama yang harmonis dengan sesama Dukungan. Situasi keterbukaan belum cukup apabila komunikasi kita berada dalam tekanan dan ketakutan. Apabila kita tahu akan dikritik dan dicaci maka kita akan segan untuk berbicara. Oleh sebab itu, situasi yang mendukung akan mendukung keberhasilan komunikasi kita.b. Faktor PenghambatAda beberapa sikap dalam berkomunikasi yang harus kita hindari dan waspadai dalam sebuah pernikahan, yaitu: Kritik (criticism). Apabila salah satu pasangan atau keduanya saling mengkritik dan menjatuhkan. Ia hanya berpikir negatif tentang pasangannya. Memandang rendah pasangan hidupnya (Contempt). Apabila salah satu atau keduanya memandang rendah dan tidak menghormati dan membangun rasa percaya diri pasangannya. Saling mempertahankan diri (Defensiveness). Apabila salah satu atau keduanya menolak untuk mendengarkan kebenaran yang diungkapkan pasangan hidupnya. Diam membatu (Stonewalling). Apabila salah satu atau keduanya bungkam, tidak mau bicara apa-apa dan mulai menarik diri serta menjauhkan diri dari pasangannya. Mendominasi percakapan. Seseorang dapat merintangi proses komunikasi dengan memaksakan pendapatnya sendiri. Ada dua jenis orang yang tidak banyak bicara, yaitu mereka yang diam, dan mereka yang berbicara terlalu banyak.

1.10 Proses keperawatan (pengkajianintervensi)a) Area PengkajianPernyataan berikut ini harus dipertimbangkan ketika menganalisis pola komunikasi keluarga : Dalam mengobservasi keluarga secara utuh atau serangkaian hubungan keluarga, sejauh mana pola komunikasi fungsional dan disfungsional yang digunakan?. Diagram pola komunikasi sirkular yang terjadi berulang. Selain membuat diagram pola komunikasi sirkular, prilaku spesifik berikut ini harus dikaji:1) Seberapa tegas dan jelas anggota menyatakan kebutuhan dan perasaan interaksi?2) Sejauh mana anggota menggunakan klerifikasi dan kualifikasi dalam interaksi?3) Apakah anggoata keluarga mendapatkan dan merespon umpan balik secara baik, atau mereka secara umumtidak mendorong adanya umpan balik dan penggalian tentang suatu isu?4) Seberapa baik anggota keluarga mendengarkan dan memperhatikan ketika berkomunikasi?5) Apakah anggota mencari validasi satu sama lain?6) Sejauh mana anggota menggunakan asumsi dan pernyataan yang bersifat menghakimi dalam interksi7) Apakah anggota berinterksi dengan sikap menhina terhadap pesan?8) Seberapa sering diskualifikasi digunakan?b) Bagimana pesan emosional disampaikan dalam keluarga dan subsistem keluarga?1) Seberapa sering pesan emosional disampaikan?2) Jenis emosi apa yang dikirimkan ke subsistem keluarga? Apakah emosi negatif, positif, atau kedua emosi yang dikirimkan?c) Bagaimana frekuensi dan kualitas komunikasi didalam jaringan komunikasi dan rangkaian hubungan kekeluargaan?1) Bagaimana cara/sikap anggota kelurga (suami-istri, ayah-anak,anak-anak) saling berkomunikasi?2) Bagaimana pola pesan penting yang biasanya? Apakah terdapat perantar?d) Apakah pesan sesuai dengan perkembangan usia anggota?Apakah pesan penting keluarga sesuai dengan isi instruksi ? apabila tidak, siapa yang menunjukkan ketidaksesuaian tersebut?e) Jenis proses disfungsional apa yang terdapat dalam pola komunikasi keluarga?f) Apa isu penting dari personal/keluarga yang terbuka dan tertutup untuk dibahas?g) Bagaimana faktor-faktor berikut mempengaruhi komunikasi keluarga?1) Konteks/situasi2) Tahap siklus kehidupan kelurga3) Latar belakakang etnik kelurga4) Bagaimana gender dalam keluarga5) Bentuk keluarga6) Status sosioekonomi keluarga7) Minibudaya unik keluargaII. Diagnosa Keperawatan Keluarga Masalah komunikasi keluarga merupakan diagnosis keperawatn keluarga yang sangat bermakna, Nort American Diagnosis Assosiation (NANDA) belum mengidentifikasi diagnosis komunikasi yang berorientasi keluarga. NANDA menggunakan perilaku komunikasi sebagai bagian dari pendefisian karakteristik pada beberapa diagnosis mereka;seperti proses berduka disfungsional salah satu diagnosis keperawatn yang terdapat dalam daftar NANDA adalah hanbatan komunikasi verbal, yang berfokus pada klien individu yang tidak mampu untuk berkomunikasi secara verbal. Giger & Davidhizar (1995) menegaskan bahwa hambatan komunikasi verbal tidak mempertimbangkan kjebudayaan klien sehingga secara kebuyaan tidak relevan dengan diagnosis keperawatan.III. Intervensi Keperawatan KeperawatanIntervensi keperawatn keluarga dalam keluarga dalam area komunikasi terutama melibatkan pendidikan kesehatan dan konseling, serta kolaborasi sekunder, membuat kontrak, dan merujuk ke kelompok swa-bantu, organisasi komunitas, dan klinik atau kantor terapi keluarga. Model peran juga berperan tipe pemberian pendidikan kesehatan yang penting. Model peran melalui observasi anggota keluarga mengenai tenaga kesehatan keluarga dan bagaimana mereka berkomunikasi selam situasi interaksi yang berbeda bahwa mereka belajar meniru perilaku komunikasi yang sehat. Konseling dibidang komunikasi keluarga melibatkan dorongan dan dukungan keluarga dalam upaya mereka untuk meningkatkan komunikasi diantara mereka sendiri. Perawat keluarga adalah sebagai fasilitator proses kelompok dan sebagi narasumber. Wright dan Leahey (2000) menklasifikan tentang tiga intervensi keluarga secara lansung (berfokus pada tingkat kognitif, afektif, dan perilaku dari fungsi) membantu dalam pengorganisasian srategi komunikasispesifik yang dapat diterapkan, strategi intervensi dalam masing-masing ketiga domain meliputi pendidikan kesehatan dan konseling.a. Intervensi keperawatan keluarga dengan focus kognitif memberikan atau ide baru tentang komunikasi. Informasi adalah opendidikan yang dirancang untuk mendorong penyelesaian masalah keluarga. Apakah anggota mengubah perilaku komunikasi mereka pertama sangat bergantung pada bagiamana mereka mempersepsikan masalah. Wright & Laehey (2000) menegaskan peran penting dari persepsi dan keyakinan. b. Intervensi dalam area afektif diarahkan pada perubahan ekspresi emosi anggota keluarga baik dengan meningkatkan maupun menurunkan tingkat komunikasi emosional dan modifikasi mutu komunikasi emosional. Tujuan keperawatan spesifik didalam konteks kebudayaan keluarga, membantu anggota keluarga mengekspresikan dan membagi perasaan mereka satu sama lain sehingga:1) Kebutuhan emosi mereka dapat disampaikan dan ditanggapi dengan lebih baik.2) Terjadi komunikasi yang lebih selaras dan jelas3) Upaya penyelesaian masalah keluarga difasilitasi.c. Intervensi keperawatan keluarga berfokus pada perilaku, perubahan perilaku menstimulasi perubahan dalam persepsi realitas anggota keluarga dan persepsi menstimulasi perubahan perilaku (proses sirkular, rekursif). Oleh karena itu, ketika perawat keluarga menolong anggota keluarga belajar cara komunikasi yang lebih sehat. Ia juga akan membantu anggota keluarga untuk mengubah persepsi mereka atau membangun realitas tentang suatu situasi.Intervensi pendidikan kesehatan dan konsling dirancang untuk mengubah komunikasi keluarga meliputi: Mengidentifikasi keinginan perubahan perilaku spesifik anggota keluarga dan menyusun rencana kolaboratif untuk suatu perubahan Mengakui, mendukung, dan membimbing anggota keluarga ketika mereka mulai mencoba untuk berkomunikasi secar jelas dan selaras. Memantau perubhan perilaku yang telah menjadi sasran sejak pertemuan terdahulu. Tanyakan bagimana perilaku komunikassi yang baru, apakah ada masalah yang terjadi, serta jika mereka mempunyai pertanyaan atau hal penting tentang perubahan tersebut.