pola a suh orang tua dalam fenomen a pernikahan usia ...eprints.uny.ac.id/30626/2/1. skripsi...
TRANSCRIPT
POLA AREMAJA
ASUH ORAA DI DESA
JU
UN
ANG TUA A PLANJAN
G
Diajukan KUniversita
MemenGun
S
M
URUSAN P
FAKU
NIVERSITA
DALAM FN KECAMGUNUNGK
SKRIP
Kepada Fakas Negeri Y
nuhi Sebagiana MemperoSarjana Pen
Oleh
Monica Far11413241
PENDIDIK
ULTAS ILM
AS NEGER
2016
FENOMENMATAN SAKIDUL
PSI
kultas Ilmu SYogyakarta uan Persyaratoleh Gelardidikan
h
ra Diba 1040
KAN SOSIO
MU SOSIA
RI YOGYA
6
NA PERNIKAPTOSARI
Sosial untuk tan
OLOGI
AL
AKARTA
KAHAN UI KABUPA
SIA ATEN
POLA AREMAJA
ASUH ORAA DI DESA
JU
UN
ANG TUA A PLANJAN
G
Diajukan KUniversita
MemenGun
S
M
URUSAN P
FAKU
NIVERSITA
DALAM FN KECAMGUNUNGK
SKRIP
Kepada Fakas Negeri Y
nuhi Sebagiana MemperoSarjana Pen
Oleh
Monica Far11413241
PENDIDIK
ULTAS ILM
AS NEGER
2016
FENOMENMATAN SAKIDUL
PSI
kultas Ilmu SYogyakarta uan Persyaratoleh Gelardidikan
h
ra Diba 1040
KAN SOSIO
MU SOSIA
RI YOGYA
6
NA PERNIKAPTOSARI
Sosial untuk tan
OLOGI
AL
AKARTA
KAHAN UI KABUPA
SIA ATEN
ii
iii
iv
v
MOTTO
Do the best and pray, God will take care of the rest.
(Anonim)
Keberhasilan adalah kemapuan untuk melewati dan mengatasi dari suatu
kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat.
(Winston Chuchil)
Always be yourself, no matter what they say and never be anyone else even if
they look better than you.
(Anonim)
vi
PERSEMBAHAN
Yang paling utama, puji syukur kehadirat Allah SWT. yang telah
memberikan kesabaran, kemampuan, kesehatan dan kekuatan dalam
menyelesaikan skripsi ini sehingga saya mampu mempersembahkan skripsi
ini kepada:
Bapak dan Mamah, yang selalu mendoakan, menyemangati,
memotivasi dan menasihati sehingga skripsi ini mampu
terselesaikan.
Ku bingkiskan skripsi ini untuk adik saya tercinta, yang menjadi
pendorong saya dalam menyelesaikan skripsi ini.
Supadi’s Family dan Suma’s Family, yang telah banyak memberi
dukungan dan doa.
vii
POLA ASUH ORANG TUA DALAM FENOMENA PERNIKAHAN USIA REMAJA DI DESA PLANJAN KECAMATAN SAPTOSARI KABUPATEN
GUNUNGKIDUL
Oleh: Monica Farra Diba NIM. 11413241040
ABSTRAK
Desa Planjan merupakan desa dengan tingkat pernikahan usia remaja yang
cukup tinggi di Daerah Istimewa Yogyakarta. Kenakalan remaja dan putus sekolah membuat banyak remaja di desa Planjan menikah diusia remaja. kontrol sosial yang lemah serta sosialisasi yang tidak sempurna dari orang tua menyebabkan terjadinya pernikahan usia remaja. Oleh karena itu, pola asuh orang tua dapat menjadi penyebab fenomena pernikahan usia remaja di Desa Planjan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang menyebabkan munculnya fenomena pernikahan usia remaja di desa Planjan, serta untuk mengetahui pola asuh orang tua di Desa Planjan yang menyebabkan anak menikah diusia remaja.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif deskriptif. Peneliti menjelaskan secara deskriptif tentang hasil penelitian yang dilakukan. Subjek penelitian ditentukan dengan teknik purposive sampling, yaitu anak yang menikah diusia remaja, orang tua dengan anak yang menikah diusia remaja serta pihak terkait lainnya. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Teknik validitas data dalam penelitian ini menggunakan teknik triangulasi sumber. Teknik analisis data menggunakan analisis data kualitatif dengan model interaktif Miles dan Huberman, yaitu pengumpulan data, reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukan bahwa pernikahan usia remaja yang terjadi di desa Planjan disebabkan karena beberapa faktor, yaitu keinginan sendiri, adat istiadat, faktor pendidikan, faktor ekonomi dan faktor orang tua. Pola asuh yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pola asuh demokratis dan permisif. Pola asuh yang paling dominan diterapkan orang tua di Desa Planjan adalah pola asuh permisif. Pola asuh permisif mendorong terjadinya pernikahan usia remaja karena lemahnya kontrol sosial orang tua dan sosialisasi yang tidak sempurna dalam keluarga.
Kata kunci: Pola Asuh, Pernikahan Usia Remaja, Fenomena Pernikahan Usia Remaja.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala berkat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan
skripsi dengan judul “Pola Asuh Orang Tua dalam Fenomena Pernikahan
Usia Remaja di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten
Gunungkidul”. Penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini merupakan persyaratan yang
harus dipenuhi untuk mendapatkan gelar sarjana strata-1 pada program studi
Pendidikan Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri Yogyakarta.
Selama penyusunan Tugas Akhir Skripsi ini, penulis telah dibantu oleh berbagai
pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Prof. Dr. Rochmat Wahab, M.Pd., MA. Rektor Universitas Negeri
Yogyakarta.
2. Prof. Dr. Ajat Sudrajat, M.Ag, Dekan Fakultas Ilmu Sosial.
3. Bapak Grendi Hendrastomo, MA., MM. Ketua Jurusan Sosiologi Fakultas
Ilmu Sosial.
4. Ibu Puji Lestari, M.Hum., selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan
sabar membimbing, memberi arahan serta memberi masukan-masukan
kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini.
5. Ibu Poerwanti Hadi Pratiwi, M.Si., selaku penguji utama serta
pembimbing akademik yang telah memberikan masukan serta arahan
dalam penyusunan skripsi serta bimbingannya selama proses perkuliahan.
ix
6. Ibu Nur Hidayah, M.Si., selaku ketua penguji, terimakasih atas
bimbingannya selama proses perkuliahan berlangsung.
7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial, Universitas Negeri
Yogyakarta, yang telah membagi ilmu, pengalaman serta wawasan selama
penulis mengikuti kegiatan perkuliahan pada setiap mata kuliah program
studi Pendidikan Sosiologi.
8. Seluruh staf dan karyawan Universitas Negeri Yogyakarta yang baik
secara langsung maupun tidak langsung telah membantu kelancaran
penulisan skripsi ini.
9. Jajaran pemerintahan Desa Planjan yang telah memberikan izin penelitian
dan membantu memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti.
10. Seluruh informan dan masyarakat Desa Planjan yang telah berkenan
membantu peneliti dalam pengumpulan data dan informasi.
11. Bapak dan mamah (Bapak Muhammad Nurdin dan Ibu Sukarti) serta
adikku Muhammad Fahad Al-Fazali yang selalu memberikan dukungan,
doa, pengorbanan dan kasih sayang.
12. Suma´s and Supadi´s Family, atas dukungan dan bantuannya selama
penyusunan skripsi.
13. Sahabat Rumah Kita (Vinny, Icha, Anty, Okty, Bara, Yogo, Arip dan
Aidin) yang selalu memberikan dorongan dan motivasi selama
penyusunan skripsi ini.
14. Arililia Susanti, yang selalu memberikan dorongan, dukungan, motivasi
serta bantuan dalam proses penyusunan skripsi ini.
x
15. Rekan-rekan Pendidikan Sosiologi 2011 Universitas Negeri Yogyakarta.
Terimakasih untuk segalanya, segala kasih, pengalaman, pembelajaran,
kekeluargaan, dan kebersamaan.
16. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu yang telah
membantu dalam penyelesaian skripsi ini.
Penulis menyampaikan banyak terima kasih dan penghargaan yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu sehingga proses pembuatan
Tugas Akhir Skripsi berjalan dengan lancar. Kritik dan saran yang membangun
sangat penulis harapkan. Harapan penulis, skripsi ini dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya bagi pembaca dan semua pihak yang membutuhkan.
Yogyakarta, 7 Januari 2016
Penulis,
Monica Farra Diba
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ......................................................................................... i
PERSETUJUAN ................................................................................................ ii
PERNYATAAN ................................................................................................. iii
PENGESAHAN ................................................................................................. iv
MOTTO ............................................................................................................. v
PERSEMBAHAN .............................................................................................. vi
ABSTRAK ......................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... viii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... xi
DAFTAR BAGAN ............................................................................................. xiv
DAFTAR TABEL ............................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .......................................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ................................................................................ 6
C. Batasan Masalah ..................................................................................... 6
D. Rumusan Masalah ................................................................................... 7
E. Tujuan Penelitian .................................................................................... 7
F. Manfaat Penelitian .................................................................................. 7
xii
BAB II KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
A. Kajian Pustaka ......................................................................................... 10
1. Keluarga ............................................................................................ 10
2. Pola Asuh .......................................................................................... 16
3. Remaja .............................................................................................. 25
4. Pernikahan Usia Remaja ................................................................... 28
5. Fenomena Pernikahan Usia Remaja.................................................. 34
B. Kerangka Teori........................................................................................ 37
C. Penelitian Relevan ................................................................................... 39
D. Kerangka Pikir ........................................................................................ 40
BAB III METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian ..................................................................................... 42
B. Waktu Penelitian ..................................................................................... 42
C. Subyek Penelitian .................................................................................... 42
D. Bentuk Penelitian .................................................................................... 42
E. Sumber Data ............................................................................................ 43
F. Teknik Pengumpulan Data ...................................................................... 44
G. Teknik Sampling ..................................................................................... 46
H. Validitas Data .......................................................................................... 47
I. Instrumen Penelitian ............................................................................... 47
J. Teknik Analisis Data ............................................................................... 49
xiii
BAB IV ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian .................................................................. 52
1. Letak dan Luas Wilayah.................................................................... 52
2. Keadaan Penduduk ............................................................................ 54
B. Deskripsi Informan ................................................................................. 58
C. Pembahasan dan Analisis ........................................................................ 63
1. Fenomena Pernikahan Usia Remaja di Desa Planjan Kecamatan
Saptosari Kabupaten Gunungkidul ................................................... 63
2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pernikahan Usia
Remaja .............................................................................................. 71
3. Pola Asuh Orang Tua pada Fenomena Pernikahan Usia Remaja ..... 79
D. Pokok Temuan ........................................................................................ 99
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ............................................................................................. 100
B. Saran ........................................................................................................ 102
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 103
xiv
DAFTAR BAGAN
Bagan 1. Kerangka pikir ..................................................................................... 41
Bagan 2. Model Analisis Data Interaktif Miles dan Huberman .......................... 51
xv
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ..................................... 54
Tabel 2. Jumlah Penduduk Berdasarkan Usia ..................................................... 55
Tabel 3. Tingkat Pendidikan Masyarakat Desa Planjan...................................... 56
Tabel 4. Mata Pencaharian Masyarakat Desa Planjan ........................................ 57
Tabel 5. Profil Informan Penelitian ..................................................................... 62
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pedoman Observasi
Lampiran 2. Pedoman Wawancara
Lampiran 3. Hasil Observasi
Lampiran 4. Kode Hasil Wawancara
Lampiran 5. Transkrip Hasil Wawancara
Lampiran 6. Peta Wilayah
Lampiran 7. Dokumentsi Penelitian
Lampiran 8. Surat Izin Penelitian
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja adalah periode perkembangan individu mengalami perubahan
dari anak-anak menuju masa dewasa, biasanya antara usia 13-20 tahun
(Hurlock, 2011). Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran.
Bukan saja kesukaran bagi individu, tetapi juga bagi orang tuanya, bahkan
pada masyarakat dan juga pada aparat keamanan. Masa transisi ini seringkali
menyebabkan remaja berada pada situasi yang membingungkan, disatu pihak
ia masih kanak-kanak dan dilain pihak ia dituntut untuk bertingkah laku
seperti orang dewasa (Purwanto, 2006).
Masa remaja tidak bisa dilepaskan dari beragam permasalah sosial
didalamnya. Salah satu masalah yang sedang marak terjadi dikalangan remaja
adalah pernikahan usia remaja. Pernikahan usia remaja merupakan
permasalahan yang sulit untuk diatasi di Indonesia. Indonesia sebagai negara
berkembang, memiliki beragam permasalahan mulai dari permasalahan
ekonomi, kesehatan, politik, kependudukan hingga masalah bidang
pendidikan. Masalah pada generasi muda di negara ini juga sudah sangat
mengkhawatirkan, salah satunya adalah masalah pernikahan usia remaja.
Pernikahan usia remaja merupakan pernikahan yang dilakukan pada
rentang usia 13 hingga 21 tahun. Ketika menginjak usia tersebut persiapan
fisik, persiapan mental dan persiapan finansial mereka belum maksimal dan
cenderung dipaksakan. Menurut Undang-undang Perkawinan Nomer 1 Tahun
2
1974 usia minimal menikah bagi perempuan adalah 16 tahun sedangkan usia
minimal menikah untuk laki-laki adalah 19 tahun.
Pernikahan usia remaja bukan hanya terjadi di daerah-daerah yang
tradisional atau masih memegang adat istiadatnya, namun saat ini juga banyak
terjadi didaerah perkotaan. Pernikahan usia remaja ini mengalami peningkatan
yang signifikan disejumlah daerah selama beberapa tahun terakhir. Salah
satunya di daerah Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Berdasarkan data hasil Susenas Tahun 2009 dan 2010 dari Badan Pusat
Statistik Provinsi DIY, Kabupaten Gunungkidul tercatat sebagai daerah di
Yogyakarta dengan jumlah kasus pernikahan dini terbanyak dan terus
mengalami peningkatan. Pada tahun 2009 perempuan yang menikah usia
dibawah 16 tahun di Daerah Istimewa Yogyakarta sekitar 8,74% dengan
prosentase terbesar di Kabupaten Gunungkidul (15,40%) diikuti oleh
Kabupaten Sleman (7,49%). Prosentase tersebut meningkat pada tahun 2010
menjadi 10,81% dengan prosentase terbesar di Kabupaten Gunungkidul
(16,24%), diikuti oleh Kabupaten Kulonprogo (10,81%) dan Kabupaten
Sleman (9,12%).
Terdapat banyak faktor yang melatarbelakangi terjadinya fenomena
pernikahan diusia remaja misalnya faktor rendahnya perekonomian di suatu
daerah, rendahnya tingkat pendidikan, kenakalan remaja, adat istiadat dan
sebagainya. Endah Kusumawati (2009) dalam skripsinya yang berjudul
“Faktor dan Dampak Perkawinan Usia Remaja di Desa Nogotirto Kecamatan
Gamping Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta”
3
menjelaskan terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya
pernikahan usia remaja, antara lain: terjadinya kehamilan sebelum menikah
dan untuk menghindari fitnah atau gunjingan masyarakat terkait hubungan
pacaran yang dilakukan.
Faktor “pacaran” yang menjurus pada “pergaulan bebas” dikalangan
remaja marak terjadi di wilayah Kabupaten Gunungkidul. Faktor tersebut
membuat banyak remaja di Gunungkidul menikah pada usia muda. Dari data
pemerintah Kabupaten Gunungkidul tercatat pada tahun 2010 terdapat 113
pemohon dispensasi nikah, tahun 2011 meningkat menjadi 145 pemohon,
tahun 2012 meningkat juga menjadi 172 pemohon, sedangkan pada tahun
2013 terdapat 161 pemohon dispensasi nikah (Awalani, 2015). Tahun 2014
terdapat 146 pemohon dispensasi nikah dan hingga Februari 2015 telah
terdapat 15 pemohon (Gun, 2015). Pernikahan usia remaja yang terjadi di
Gunungkidul memang tidak dapat dilepaskan dari perilaku kenakalan remaja
yang terjadi di wilayah tersebut. Pernikahan usia remaja ini terjadi karena
remaja sangat rentan terhadap perilaku seksual.
Pernikahan remaja yang terjadi di Gunungkidul juga disebabkan
karena banyaknya anak-anak yang putus sekolah. Hingga tahun 2015, angka
putus sekolah di Gunungkidul masih cukup tinggi. Untuk wilayah Kecamatan
Saptosari, masih banyak anak yang tidak melaksanakan wajib belajar 12
tahun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistika (BPS) kabupaten Gunungkidul
tahun 2014, kurang dari 50% lulusan SMP (Sekolah Menengah Pertama) di
Saptosari yang melanjutkan studi ke SMA (Sekolah Menengah Atas).
4
Kenakalan remaja seperti perilaku seks diluar pernikahan yang
menyebabkan kehamilan pranikah dan fenomena putus sekolah yang terjadi di
Kabupaten Gunungkidul banyak disebabkan oleh faktor keluarga. Sosialisasi
yang tidak sempurna serta kontrol sosial orang tua yang lemah menyebabkan
anak melakukan beragam kenakalan remaja. Keluarga merupakan kelompok
sosial pertama dalam kehidupan manusia, dimana individu pertama kali
belajar mengenal dan berinteraksi dengan kelompoknya, maka orang tua
sangat besar pengaruhnya terhadap perkembangan seorang anak. Di dalam
keluarga anak untuk pertama kalinya mulai mengenal aturan-aturan, norma,
nilai yang mengatur hubungan atau interaksi antar anggota keluarga yang satu
dengan yang lainnya, terutama hubungan orang tua dan anak. Bentuk pola
asuh yang diterapkan orang tua terhadap anaknya memegang peranan utama,
sehingga dapat membentuk kepribadian anak yang baik dan patuh.
Pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan pada
anak bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku ini dirasakan
oleh anak, dari segi negatif maupun positif. Pola asuh yang ditanamkan tiap
keluarga berbeda, hal ini tergantung pandangan dari tiap orang tua (Petranto,
2006). Menurut Hurlock terdapat 3 macam pola asuh yang diterapkan oleh
orang tua, yaitu: pola asuh otoriter, pola asuh demokratis dan pola asuh
permisif.
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang cenderung menetapkan
standar yang mutlak harus dituruti, biasanya disertai dengan ancaman-
ancaman. Pola asuh ini menekan pada pengawasan orang tua atau kontrol
5
yang ditunjukkan pada anak untuk mendapatkan kepatuhan dan ketaatan.
Dengan demikian, orang tua yang otoriter sangat berkuasa terhadap anak,
memegang kekuasaan tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintah-
perintahnya. Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang memperioritaskan
kepentingan anak akan tetapi tidak ragu-ragu mengendalikan mereka. Orang
tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu mendasari tindakannya pada
rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua yang demokratis memandang sama
kewajiban hak orang tua dan anak, bersikap rasional dan selalu mendasari
tindakannya pada rasio pemikiran. Pola asuh keluarga permisif (permissive)
tidak memberikan struktur dan batasan-batasan yang tepat bagi anak-anak
mereka. Pola asuh permissive merupakan bentuk pengasuhan dimana orang
tua memberikan kebebasan sebanyak mungkin pada anak untuk mengatur
dirinya. Anak tidak dituntut untuk bertanggung jawab dan tidak banyak
dikontrol oleh orang tua.
Penelitian ini dilakukan untuk menggali lebih jauh terkait faktor-faktor
penyebab terjadinya pernikahan usia remaja di Desa Planjan Kecamatan
Saptosari Kabupaten Gunungkidul, serta menelusuri lebih dalam bagaimana
penerapan pola asuh orang tua di wilayah tersebut, sehingga dapat
meyebabkan anak-anak mereka menikah diusia remaja. Adapun judul
penelitian ini adalah “Pola Asuh Orang Tua Dalam Fenomena Pernikahan
Usia Remaja di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul”.
6
B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan paparan latar belakang masalah, maka diperoleh beberapa
permasalahan yang dapat diidentifikasi, antara lain:
1. Tingginya angka pernikahan usia remaja di Desa Planjan Kecamatan
Saptosari Kabupaten Gunungkidul.
2. Pernikahan usia remaja di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten
Gunungkidul terjadi karena faktor kenakalan remaja dan putus sekolah.
3. Kenakalan remaja dan kehamilan pranikah dipengaruhi oleh kontrol sosial
serta pola asuh orang tua.
4. Pola asuh orang tua mempengaruhi anak untuk melakukan pernikahan usia
remaja.
5. Terdapat remaja yang menikah karena terdorong oleh lingkungan keluarga
yang banyak menikah diusia remaja.
C. Batasan Masalah
Berdasarkan pada identifikasi masalah diatas, maka peneliti perlu
membatasi masalah yang dikaji, pembatasan ini dilakukan agar penelitian
yang dilakukan dapat memiliki fokus yang jelas dan terarah. Penelitian ini
lebih memfokuskan pada “Pola Asuh Orang Tua dalam Fenomena Pernikahan
Usia Remaja Di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul”.
7
D. Rumusan Masalah
1. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia
remaja di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul?
2. Bagaimana pola asuh orang tua di Desa Planjan Kecamatan Saptosari
Kabupaten Gunungkidul yang menyebabkan anak melakukan pernikahan
diusia remaja?
E. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui faktor-faktor apa saja yang menyebabkan terjadinya
pernikahan usia remaja di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten
Gunungkidul.
2. Mengetahui pola asuh orang tua di Desa Planjan Kecamatan Saptosari
Kabupaten Gunungkidul yang menyebabkan anak melakukan pernikahan
diusia remaja.
F. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teroritis
a. Untuk menambah referensi dalam penerapan konsep sosiologi
keluarga, khususnya mengenai pola asuh orang tua.
b. Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai pola asuh keluarga dalam fenomena pernikahan usia remaja
di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul.
8
c. Sebagai bahan acuan atau referensi bagi penelitan sejenis yang
dilakukan pada waktu yang akan datang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Penelitian ini dilaksanakan untuk menyelesaikan studi dan
mendapatkan gelar sarjana (S1) pada program studi Pendidikan
Sosiologi FIS UNY.
2) Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti mengaplikasikan
ilmu pengetahuan yang didapat selama perkuliahan ke dalam karya
nyata.
3) Penelitian ini dapat dijadikan tolak ukur peneliti dalam
menganalisis pola asuh orang tua dalam fenomena pernikahan usia
remaja di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten
Gunungkidul.
b. Bagi Universitas Negeri Yogyakarta
Hasil penelitian ini dihaharapkan dapat menambah koleksi
bacaan dan menjadi acuan dalam meningkatkan wawasan serta dapat
digunakan sebagai referensi untuk penelitian sejenis.
c. Bagi Masyarakat
1) Bagi orang tua
Sebagai informasi dalam membimbing dan mengarahkan
anak-anaknya untuk tumbuh dan berkembang dengan baik.
9
2) Bagi remaja
Dapat memberi masukan agar dapat mengembangkan sikap
sosial positif dengan meningkatkan komunikasi dalam keluarga.
10
BAB II
KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA TEORI
A. Kajian Pustaka
1. Keluarga
Keluarga merupakan kelompok primer terpenting dalam
masyarakat. Secara historis keluarga terbentuk paling tidak dari satuan
yang merupakan organisasi terbatas, dan mempunyai ukuran yang
minimum, terutama pihak-pihak yang pada awalnya mengadakan suatu
ikatan (Khairuddin, 2008: 4). Keluarga didefinisikan sebagai sekumpulan
orang yang tinggal dalam satu rumah yang masih mempunyai hubungan
kekerabatan/hubungan darah karena perkawinan, kelahiran, adopsi dan
lain sebagainya. Keluarga yang terdiri dari ayah, ibu dan anak-anak yang
belum menikah disebut keluarga batih/keluarga inti (Soekanto, 2004: 23)
Keluarga pada dasarnya merupakan suatu kelompok yang
terbentuk dari suatu hubungan seks yang tetap, untuk menyelenggarakan
hal-hal yang berkenaan dengan keorangtuaan dan pemeliharaan anak.
Mac Iver dan Page (dalam Khairuddin, 2008: 6) menggolongkan ciri-ciri
keluarga, sebagai berikut:
a. Ciri-ciri Umum
Ciri-ciri umum keluarga antara lain seperti yang dikemukakan
oleh Mac Iver and Page, yaitu :
1) Keluarga merupakan hubungan perkawinan.
11
2) Berbentuk perkawinan atau susunan kelembagaan yang berkenaan
dengan hubungan perkawinan yang sengaja dibentuk dan
dipelihara.
3) Suatu sistem tata nama, termasuk bentuk perhitungan garis
keturunan.
4) Ketentuan-ketentuan ekonomi yang dibentuk oleh anggota-
anggota kelompok yang mempunyai ketentuan khusus terhadap
kebutuhan-kebutuhan ekonomi yang berkaitan dengan
kemampuan untuk mempunyai keturunan dan membesarkan anak.
5) Merupakan tempat tinggal bersama, rumah atau rumah tangga
yang walau bagaimanapun, tidak mungkin menjadi terpisah
terhadap kelompok keluarga.
b. Ciri-ciri Khusus
Organisasi keluarga ini dalam beberapa hal tidaklah sama
dengan asosiasi lainnya, di samping memiliki ciri-ciri umum sebagai
suatu organisasi lazimnya, keluarga juga memiliki ciri-ciri khusus
sebagai berikut:
1) Kebersamaan
Keluarga merupakan bentuk yang hampir paling universal
di antara bentuk-bentuk organisasi sosial lainnya.
2) Dasar-dasar emosional
Hal ini didasarkan pada suatu kompleks dorongan-
dorongan yang sangat mendalam dari sifat organis kita, seperti
12
perkawinan, menjadi ayah, kesetiaan akan material, dan perhatian
orang tua.
3) Pengaruh perkembangan
Hal ini merupakan lingkungan kemasyarakatan yang paling
awal dari semua bentuk kehidupan yang lebih tinggi, termasuk
manusia, dan pengaruh perkembangan yang paling besar dalam
kesadaran hidup yang mana merupakan sumbernya.
4) Ukuran yang terbatas
Keluarga merupakan kelompok yang terbatas ukurannya,
yang dibatasi oleh kondisi-kondisi biologis yang tidak dapat lebih
tanpa kehilangan identitasnya.
5) Posisi inti dalam struktur sosial
Keluarga merupakan inti dari organisasi sosial lainnya.
Kerap di dalam masyarakat yang masih sederhana, maupun dalam
masyarakat yang lebih maju, yang mempunyai tipe masyarakat
patriarkal, struktur sosial secara keseluruhan dibentuk dari satuan-
satuan keluarga.
6) Tanggung jawab anggota
Keluarga memiliki tuntutan-tuntutan yang lebih besar dan
kontinyu daripada yang biasa dilakukan oleh asosiasi lainnya.
Pada masa krisis manusia mungkin bekerja, berperang dan mati
13
demi negara mereka. Tetapi mereka harus membanting tulang
sepanjang hidupnya demi keluarga mereka.
7) Aturan kemasyarakatan
Hal ini khususnya terjaga dengan adanya hal-hal yang tabu
di dalam masyarakat dan aturan-aturan sah yang dengan kaku
menentukan kondisi-kondisinya.
8) Sifat kekekalan dan kesementaraannya
Sebagai institusi, keluarga merupakan sesuatu yang
demikian permanen dan universal, dan sebagai asosiasi merupakan
organisasi yang paling bersifat sementara dan yang paling mudah
berubah dari seluruh organisasi-organisasi penting lainnya dalam
masyarakat (dikutip dari Khairuddin, 2008: 7-10)
Keluarga merupakan lembaga yang khas sehingga
menjadikan fungsi keluarga tidak dapat digantikan oleh lembaga
sosial lainnya. Secara sosiologis, keluarga mempunyai fungsi
sebagai berikut :
1) Fungsi Biologis
Bagi pasangan suami istri, fungsi ini untuk memenuhi
kebutuhan seksual dan mendapatkan keturunan. Fungsi ini
memberi kesempatan hidup bagi setiap anggotanya. Keluarga
disini menjadi tempat untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti
pangan, sandang, dan papan dengan syarat-syarat tertentu.
14
2) Fungsi Pendidikan
Fungsi pendidikan mengharuskan setiap orang tua untuk
mengkondisikan kehidupan keluarga menjadi situasi
pendidikan, sehingga terdapat proses saling belajar di antara
anggota keluarga. Dalam situasi ini orang tua menjadi
pemegang peran utama dalam proses pembelajaran anak-
anaknya, terutama di kala mereka belum dewasa. Kegiatannya
antara lain melalui asuhan, bimbingan, dan teladan.
3) Fungsi Beragama
Fungsi beragama berkaitan dengan kewajiban orang tua
untuk mengenalkan, membimbing, memberi teladan dan
melibatkan anak serta anggota keluarga lainnya mengenai
kaidah-kaidah agama dan perilaku keagamaan. Fungsi ini
mengharuskan orang tua, sebagai seorang tokoh inti dan panutan
dalam keluarga, untuk menciptakan iklim keagamaan dalam
kehidupan keluarganya.
4) Fungsi Perlindungan
Fungsi perlindungan dalam keluarga ialah untuk
menjaga dan memelihara anak dan anggota keluarga lainnya
dari tindakan negatif yang mungkin timbul. Baik dari dalam
maupun dari luar kehidupan keluarga.
15
5) Fungsi Sosialisasi Anak
Fungsi sosialisasi berkaitan dengan mempersiapkan anak
untuk menjadi anggota masyarakat yang baik. Dalam
melaksanakan fungsi ini, keluarga berperan sebagai penghubung
antara kehidupan anak dengan kehidupan sosial dan norma-
norma sosial, sehingga kehidupan di sekitarnya dapat
dimengerti oleh anak, sehingga pada gilirannya anak berpikir
dan berbuat positif di dalam dan terhadap lingkungannya.
6) Fungsi Kasih Sayang
Keluarga harus dapat menjalankan tugasnya menjadi
lembaga interaksi dalam ikatan batin yang kuat antara
anggotanya, sesuai dengan status dan peranan sosial masing-
masing dalam kehidupan keluarga itu. Ikatan batin yang dalam
dan kuat ini, harus dapat dirasakan oleh setiap anggota keluarga
sebagai bentuk kasih sayang. Dalam suasana yang penuh
kerukunan, keakraban, kerjasama dalam menghadapi berbagai
masalah dan persoalan hidup.
7) Fungsi Ekonomis
Fungsi ini menunjukkan bahwa keluarga merupakan
kesatuan ekonomis. Aktivitas dalam fungsi ekonomis berkaitan
dengan pencarian nafkah, pembinaan usaha, dan perencanaan
16
anggaran biaya, baik penerimaan maupun pengeluaran biaya
keluarga.
8) Fungsi Rekreatif
Suasana Rekreatif akan dialami oleh anak dan anggota
keluarga lainnya apabila dalam kehidupan keluarga itu terdapat
perasaan damai, jauh dari ketegangan batin, dan pada saat-saat
tertentu merasakan kehidupan bebas dari kesibukan sehari-hari.
9) Fungsi Status Keluarga
Fungsi ini dapat dicapai apabila keluarga telah
menjalankan fungsinya yang lain. Fungsi keluarga ini menunjuk
pada kadar kedudukan keluarga dibandingkan dengan keluarga
lainnya (Yusuf, 2007: 39-41).
2. Pola Asuh
a. Pengertian Pola Asuh
Pola asuh orang tua merupakan pola perilaku yang diterapkan
pada anak bersifat relatif konsisten dari waktu ke waktu. Pola perilaku
ini dirasakan oleh anak, dari segi negatif maupun positif. Pola asuh
yang ditanamkan tiap keluarga berbeda, hal ini tergantung pandangan
dari tiap orang tua (Petranto, 2006). Pola asuh merupakan sikap orang
tua dalam berinteraksi dengan anak-anaknya. Sikap tersebut meliputi
cara orangtua memberikan aturan-aturan, memberikan perhatian. Pola
17
asuh sebagai suatu perlakuan orang tua dalam rangka memenuhi
kebutuhan, memberi perlindungan dan mendidik anak dalam
kesehariannya. Sedangkan Pengertian pola asuh orangtua terhadap
anak merupakan bentuk interaksi antara anak dan orangtua selama
mengadakan pengasuhan yang berarti orang tua mendidik,
membimbing dan melindungi anak (Gunarsa, 2002). Menurut Edwards
(2006), pola asuh merupakan interaksi orang tua dan anak dalam
mendidik, mendisiplinkan serta melindungi anak untuk mencapai
kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ada dalam masyarakat.
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pola Asuh Orang Tua
Orang tua menerapkan pola pengasuhan yang berbeda-beda
terhadap anak-anaknya. Hurlock (2011: 95) mengemukakan bahwa
pola asuh yang diterapkan orang tua terhadap anaknya berbeda-beda
karena pola asuh tercipta dan dipengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu:
1) Kesamaan dengan pola asuh yang diterapkan orang tua
Orang tua akan menerapkan pola asuh dalam keluarga
sesuai dengan pola asuh yang diterimanya sewaktu kanak-kanak,
apabila orang tua merasa cara yang digunakan berhasil maka
mereka akan menggunakan cara yang sama.
2) Penyesuaian dengan cara yang disetujui kelompok
Orang tua yang usianya lebih muda dan tidak
berpengalaman akan lebih dipengaruhi oleh anggota kelompok
yang dianggap baik.
18
3) Usia orang tua
Orang tua muda cenderung lebih demokratis dan permisif
dibanding yang berusia lebih tua. Mereka cenderung lebih
mengurangi kendala ketika anak menjelang remaja.
4) Pendidikan untuk menjadi orang tua
Orang tua yang telah banyak mendapatkan pelajaran
mengenai mengasuh anak dan tahu akan kebutuhannya, lebih
menerapkan pola asuh demokratis dibandingkan orang tua yang
tidak banyak belajar.
5) Jenis kelamin
Wanita pada umumnya lebih mengerti anak dan
kebutuhannya dibandingkan dengan pria dan mereka cenderung
kurang otoriter.
6) Status sosial ekonomi
Orang tua dengan status ekonomi menengah dan rendah
cenderung lebih keras, memaksa dan kurang toleran dibandingkan
dengan orang tua dari kelas sosial atas, tetapi mereka lebih
konsisten. Semakin berpendidikan semakin mereka menyukai
disiplin demokratis yang telah menganut konsep yang lebih
modern.
19
7) Konsep mengenai orang dewasa
Orang tua yang mempertahankan konsep tradisional
mengenai peran orang tua, cenderung lebih otoriter dibandingkan
dengan orang tua yang telah menganut konsep yang lebih modern.
8) Jenis kelamin anak
Orang tua pada umumnya lebih keras bersikap terhadap
anak wanita daripada anak pria.
9) Usia anak
Disiplin otoriter jauh lebih umum digunakan pada anak
kecil daripada mereka yang jauh lebih besar.
10) Situasi
Ketakutan dan kecemasan biasanya tidak diganjar
hukuman, sedangkan sikap menentang, negativisme, dan agresif
kemungkinan mendorong pengendalian otoriter.
Menurut Edwards (2006), faktor-faktor yang mempengaruhi
pola asuh orang tua adalah:
1) Pendidikan orang tua
Pendidikan dan pengalaman orang tua dalam perawatan
anak mempengaruhi persiapan mereka menjalankan pengasuhan.
2) Lingkungan
Lingkungan banyak mempengaruhi perkembangan anak,
maka tidak mustahil jika lingkungan juga ikut serta mewarnai pola-
pola pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anaknya.
20
3) Budaya
Seringkali orang mengikuti cara-cara yang dilakukan oleh
masyarakat dalam mengasuh anak. Kebiasaan-kebiasaan
masyarakat disekitarnya dalam mengasuh anak ditiru orang tua
karena pola-pola tersebut dianggap berhasil dalam mendidik anak
kearah kematangan.
c. Jenis Pola Asuh Orang Tua
Menurut Hurlock (2011: 95) ada beberapa jenis pola asuh,
sebagai berikut:
1) Pola Asuh Demokratis
Pola asuh demokratis adalah pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak akan tetapi tidak ragu-ragu
mengendalikan mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap
rasional, selalu mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-
pemikiran. Orang tua yang demokratis memandang sama
kewajiban hak orang tua dan anak, bersikap rasional dan selalu
mendasari tindakannya pada rasio pemikiran. Ciri-ciri orang tua
demokratis adalah sebagai berikut, yaitu:
a) Ada bimbingan dan kontrol dari orang tua;
b) Anak diberi kepercayaan dan tanggung jawab;
c) Orang tua bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak
berharap yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak;
21
d) Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk memilih
dan melakukan suatu tindakan;
e) Bersikap responsif terhadap kemampuan anak dan menghargai
setiap keberhasilan yang diperoleh anak;
f) Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan;
g) Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan baik dan
buruk.
2) Pola asuh otoriter
Pola asuh otoriter adalah pola asuh yang merupakan
kebalikan dari pola asuh demokratis yaitu cenderung menetapkan
standar yang mutlak harus dituruti, biasanya disertai dengan
ancaman-ancaman. Bentuk pola asuh ini menekan pada
pengawasan orang tua atau kontrol yang ditunjukkan pada anak
untuk mendapatkan kepatuhan dan ketaatan. Jadi orang tua yang
otoriter sangat berkuasa terhadap anak, memegang kekuasaan
tertinggi serta mengharuskan anak patuh pada perintah-
perintahnya. Secara umum pola asuh otoriter mempunyai ciri-ciri
sebagai berikut:
a) Adanya kontrol yang ketat dan kaku dari orang tua;
b) Aturan dan batasan dari orang tua harus ditaati oleh anak;
c) Anak harus bertingkah laku sesuai aturan yang diterapkan
orang tua;
22
d) Orang tua tidak mepertimbangkan pandangan dan pendapat
anak;
e) Orang tua suka menghukum secara fisik;
f) Orang tua cenderung bersikap mengomando (mengharuskan
atau memerintah anak untuk melakukan sesuatu tanpa
kompromi);
g) Orang tua cenderung emosional dan bersikap menolak.
3) Pola Asuh Permisif
Pola asuh ini memberikan pengawasan yang sangat
longgar. Memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan
sesuatu tanpa pengawasan yang cukup darinya. Orang tua
cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak
sedang dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang
diberikan oleh mereka. Namun orang tua tipe ini bisanya bersifat
hangat, sehingga seringkali disukai anak-anak. Pola asuh permisif
memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
a) Tidak ada bimbingan maupun aturan yang ketat;
b) Tidak ada pengendaian atau pengontrolan serta tuntutan
kepada anak;
c) Anak diberi kebebasan dan diizinkan membuat keputusan
untuk dirinya sendiri;
d) Tidak ada kontrol dari orang tua;
23
e) Anak harus belajar sendiri untuk berperilaku dalam lingkungan
sosial;
f) Anak tidak akan dihukum meskipun melanggar aturan; serta
g) Tidak diberi hadiah jika berprestasi atau berperilaku sosial
yang baik.
Menurut Baumrind, pola asuh orang tua terbagi dalam 4
macam, yaitu:
a. Pola Asuh Otoriter
Dalam pola asuh ini, semua tingkah laku, pengambilan
keputusan, dan cara berpikir anak diatur oleh orang tua. Orang tua
memiliki kendali penuh terhadap segala aspek kehidupan anaknya.
Dalam menyampaikan keinginannya, orang tua cederung
memaksa, memerintah, memberi ancaman dan menghukum. Dalam
pola asuh ini sedikit sekali komunikasi secara verbal, biasanya
komunikasi yang terjadi hanya bersifat satu arah. Orang tua tidak
lagi memberi pertimbangan terhadap pendapat anaknya.
b. Pola Asuh Otoritatif
Dalam pola asuh ini orang tua mendorong anak untuk
bersikap mandiri, tetapi orang tua masih memberikan kontrol
terhadap perilaku anak. Anak diperbolehkan untuk mengemukakan
pendapatnya. Orang tua menanamkan nilai-nilai yang berlaku
dengan cara yang lebih hangat. Dalam menanamkan nilai, orang
tua akan menjelaskan dampak-dampak secara rasional dari suatu
24
perbuatan yang dilakukan oleh anak. Komunikasi antara orang tua
dan anak bersifat dua arah. Kepentingan anak menjadi prioritas
utama orang tua, tetapi masih dikontrol dalam pemberian
kebebasan anaknya.
c. Pola Asuh Permisif
Orang tua memberikan kebebasan yang besar kepada
anaknya (anak bebas melakukan apa yang diinginkannya).
Kebebasan diberikan dengan batasan-batasan yang sangat sedikit.
Dengan kata lain, kontrol orang tua terhadap perilaku anak sangat
sedikit. Akan tetapi, orang tua masih terlibat dalam aspek-aspek
kehidupan ankaknya. Orang tua cenderung tidak menegur anaknya
jika melakukan perbuatan yang salah.
d. Pola Asuh Penelantar
Orang tua yang mengasuh anaknya dengan tipe ini akan
cenderung tidak terlibat dalam kehidupan anaknya. Orang tua tidak
peduli dengan apa yang dilakukan oleh anaknya. Dalam
membesarkan anaknya, orang tua tidak memberikan kasih sayang
dan pemenuhan kebutuhan fisik yang cukup (dikutip dari King,
2014: 172).
Dalam penelitian ini, pola asuh yang menjadi bahan penelitian
adalah pola asuh yang dikemukakan oleh Elizabeth B. Hurlock yaitu, pola
asuh demokratis, pola asuh otoriter dan pola asuh permisif.
25
3. Remaja
Istiah adolescence atau remaja berasal dari kata Latin adoscere
(kata bendanya adolescentia yang berarti remaja) yang berarti tumbuh
menjadi dewasa atau dalam perkembangan menuju dewasa (Hurlock,
1999). Masa Remaja adalah masa peralihan dari masa anak-anak ke masa
dewasa yang mengalami perkembangan semua aspek/fungsi untuk
memasuki masa dewasa. Masa remaja berlangsung antara usia 12 sampai
dengan 21 tahun bagi wanita dan usia 13 sampai dengan 22 tahun bagi pria
(Rumini, 2004: 53). Masa remaja dikenal sebagai masa yang penuh
kesukaran. Bukan saja kesukaran bagi individu, tetapi juga bagi orang
tuanya, bahkan pada masyarakat dan juga pada aparat keamanan. Masa
transisi ini seringkali menyebabkan remaja berada pada situasi yang
membingungkan, disatu pihak ia masih kanak-kanak dan dilain pihak ia
dituntut untuk bertingkah laku seperti orang dewasa (Purwanto, 2006).
Menurut Hurlock (dalam Rumini, 2004) membagikan fase remaja
dalam tiga fase, yaitu:
a. Fase Praremaja
Fase Praremaja yaitu wanita usia 11-13 tahun dan pria usia 14-
15 tahun, tahap praremaja disebut juga tahap prapuber atau periode
tumpang tindih. Dikatakan tumpang tindih karena dua tahun terakhir
masa anak-anak dan dua tahun masa remaja awal.
26
b. Fase Remaja Awal
Fase remaja awal yaitu wanita usia 13-17 tahun dan pria usia
14-17,5 tahun masa remaja awal sering disebut masa puber atau
pubertas yang artinya menjadi dewasa. Remaja awal dalam keadaan
kurang stabil ada kemungkinan cenderung untuk melakukan
penyesuaian yang salah kecuali remaja yang benar-benar mempunyai
potensi kepribadian yang kuat dan memperoleh bimbingan dan
pelatihan cenderung kearah positif. Pada umumnya masa remaja awal
sifat berfikirnya belum mencapai kematangan.
c. Fase Remaja Akhir
Fase remaja akhir yaitu wanita usia 17-21 tahun dan pria usia
17,5-21 tahun. Remaja akhir mengalami penyempurnaan kematangan
secara fisik memang sudah mencapai perkembangan yang penuh,
namun perkembangan psikis dan sosial terus-menerus terjadi hingga
dewasa awal.
Menurut Genison (dalam Rumini, 2004) menyebutkan bahwa pada
fase remaja akhir pria dan wanita berangan-angan untuk menemukan
pasangan hidup yang ideal. Namun faktor yang meyebabkan individu jatuh
cinta sangat bervariasi. Di antaranya karena faktor kepribadian, faktor
budaya, latar belakang keluarga, faktor kemampuan dan sebagainya.
Dari sudut batas usia saja sudah tampak bahwa golongan remaja
sebenarnya tergolong kalangan yang transisional. Artinya, keremajaan
merupakan gejala sosial yang bersifat sementara, oleh karena berada
27
antara usia kanak-kanak dengan usia dewasa. Sifat sementara dari
kedudukannya menyebabkan remaja masih mencari identitasnya, karena
oleh anak-anak mereka sudah dianggap dewasa, sedangkan orang dewasa
menganggap mereka masih dianggap kecil (Soekanto, 2004: 51)
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dari sudut
kepribadiannya, maka para remaja mempunyai berbagai ciri tertentu, baik
yang bersifat spiritual maupun badaniah. Contoh ciri-ciri itu adalah,
sebagai berikut:
a. Perkembangan fisik yang pesat pada remaja menjadikan ciri-ciri fisik
sebagai laki-laki dan perempuan tampak semakin tegas. Apabila ciri
fisik tersebut secara efektif ditonjolkan oleh para remaja, maka
perhatian terhadap jenis kelamin lain semakin meningkat. Oleh remaja
perkembangan fisik yang baik dianggap sebagai salah satu
kebanggaan.
b. Keinginan yang kuat untuk mengadakan interaksi sosial dengan
kalangan yang lebih dewasa atau yang dianggap lebih matang
pribadinya. Kadang-kadang diharapkan bahwa interaksi sosial itu
mengakibatkan masyarakat menganggap remaja sudah dewasa.
c. Keinginan yang kuat untuk mendapatkan kepercayaan dari kalangan
dewasa, walaupun mengenai masalah tanggung jawab secara relatif
belum matang.
28
d. Mulai memikirkan kehidupan secara mandiri, baik secara sosial,
ekonomis maupun politis, dengan mengutamakan kebebasan dari
pengawasan yang terlalu ketat oleh orang tua atau sekolah.
e. Adanya perkembangan taraf intelektualitas (dalam arti netral) untuk
mendapatkan identitas diri.
f. Menginginkan sistem kaidah dan nilai yang serasi dengan kebutuhan
atau keinginannya, yang tidak selalu sama dengan sistem kaidah dan
nilai yang dianut oleh orang dewasa (Soekanto, 2004: 52).
4. Pernikahan Usia Remaja
Perkawinan menurut Undang-undang No.1 tahun 1974 pasal 1,
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Pernikahan usia remaja merupakan pernikahan yang dilakukan
pada rentang usia 13 hingga 21 tahun. Ketika menginjak usia tersebut
persiapan fisik, persiapan mental dan persiapan finansial mereka belum
maksimal dan cenderung dipaksakan. Pernikahan usia remaja merupakan
pernikahan yang dilakukan oleh pasangan-pasangan muda yang termasuk
didalamnya adalah anak yang menikah dini. Menurut Asmawi (2004: 87)
pernikahan dini atau biasa disebut pernikahan dibawah umur adalah
pernikahan yang dilakukan antara pria dan wanita yang masih belum
mencukupi umur yang telah ditetapkan oleh Undang-undang.
29
Faktor-faktor yang mempengaruhi pernikahan di bawah umur
adalah sebagai berikut:
a. Menurut RT. Akhmad Jayadiningrat, sebab-sebab utama dari
pernikahan usia muda adalah:
1) Keinginan untuk segera mendapatkan tambahan anggota keluarga.
2) Tidak adanya pengertian mengenai akibat buruk pernikahan terlalu
muda, baik bagi mempelai itu sendiri maupun keturunannya.
3) Sifat kolot orang Jawa yang tidak mau menyimpang dari ketentuan
adat. Kebanyakan orang desa mengatakan bahwa mereka itu
menikahkan anaknya begitu muda hanya karena mengikuti adat
kebiasaan saja.
b. Pernikahan usia muda menurut Hollean dalam Suryono disebabkan
oleh:
1) Masalah ekonomi keluarga.
2) Orang tua gadis meminta masyarakat kepada keluarga laki-laki
apabila mau menikahi anak gadisnya.
3) Dengan adanya pernikahan anak-anak tersebut, maka dalam
keluarga gadis akan berkurang satu anggota keluarganya yang
menjadi tanggung jawab (makanan, pakaian, pendidikan, dan
sebagainya) (Soekanto, 1992: 65).
Selain menurut para ahli di atas, menurut (Noorkasiani, 2009)
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda di
Indonesia adalah:
30
a. Faktor Individu
1) Perkembangan fisik, mental, dan sosial yang dialami seseorang.
Makin cepat perkembangan tersebut dialami, makin cepat pula
berlangsungnya perkawinan sehingga mendorong terjadinya
perkawinan pada usia muda.
2) Tingkat pendidikan yang dimiliki oleh remaja. Makin rendah
tingkat pendidikan, makin mendorong berlangsungnya perkawinan
usia muda.
3) Sikap dan hubungan dengan orang tua. Perkawinan usia muda
dapat berlangsung karena adanya sikap patuh dan atau menentang
yang dilakukan remaja terhadap perintah orang tua. Hubungan
dengan orang tua menentukan terjadinya perkawinan usia muda.
Dalam kehidupan sehari-hari sering ditemukan perkawinan remaja
karena ingin melepaskan diri dari pengaruh lingkungan orang tua.
4) Sebagai jalan keluar untuk lari dari berbagai kesulitan yang
dihadapi, termasuk kesulitan ekonomi. Tidak jarang ditemukan
perkawinan yang berlangsung dalam usia sangat muda, diantaranya
disebabkan karena remaja menginginkan status ekonomi yang
lebih tinggi.
b. Faktor keluarga
Peran orang tua dalam menentukan perkawinan anak-anak
mereka dipengaruhi oleh faktor-faktor berikut :
31
1) Sosial ekonomi keluarga
Akibat beban ekonomi yang dialami, orang tua mempunyai
keinginan untuk mengawinkan anak gadisnya. Perkawinan tersebut
akan memperoleh dua keuntungan, yaitu tanggung jawab terhadap
anak gadisnya menjadi tanggung jawab suami atau keluarga suami
dan adanya tambahan tenaga kerja di keluarga, yaitu menantu yang
dengan sukarela membantu keluarga istrinya.
2) Tingkat pendidikan keluarga
Makin rendah tingkat pendidikan keluarga, makin sering
ditemukan perkawinan diusia muda. Peran tingkat pendidikan
berhubungan erat dengan pemahaman keluarga tentang kehidupan
berkeluarga.
3) Kepercayaan dan atau adat istiadat yang berlaku dalam keluarga
Kepercayaan dan adat istiadat yang berlaku dalam keluarga
juga menentukan terjadinya perkawinan diusia muda. Sering
ditemukan orang tua mengawinkan anak mereka dalam usia yang
sangat muda karena keinginan untuk meningkatkan status sosial
keluarga, mempererat hubungan antar keluarga, dan atau untuk
menjaga garis keturunan keluarga.
4) Kemampuan yang dimiliki keluarga dalam menghadapi masalah
remaja
Jika keluarga kurang memiliki pilihan dalam menghadapi
atau mengatasi masalah remaja, (misal : anak gadisnya melakukan
32
perbuatan zina), anak gadis tersebut dinikahkan sebagai jalan
keluarnya. Tindakan ini dilakukan untuk menghadapi rasa malu
atau rasa bersalah.
c. Faktor Lingkungan Masyarakat
1) Adat istiadat
Terdapat anggapan di berbagai daerah di Indonesia bahwa
anak gadis yang telah dewasa, tetapi belum berkeluarga, akan
dipandang “aib” bagi keluarganya. Upaya orang tua untuk
mengatasi hal tersebut ialah menikahkan anak gadis yang
dimilikinya secepat mungkin sehingga mendorong terjadinya
perkawinan usia muda.
2) Pandangan dan kepercayaan
Pandangan dan kepercayaan yang salah pada masyarakat
dapat pula mendorong terjadinya perkawinan di usia muda. Contoh
pandangan yang salah dan dipercayai oleh masyarakat, yaitu
anggapan bahwa kedewasaan seseorang dinilai dari status
perkawinan, status janda lebih baik daripada perawan tua dan
kejantanan seseorang dinilai dari seringnya melakukan
perkawinan. Interpretasi yang salah terhadap ajaran agama juga
dapat menyebabkan terjadinya perkawinan usia muda, misalnya
sebagian besar masyarakat juga pemuka agama menganggap
bahwa akil baliq ialah ketika seorang anak mendapatkan haid
pertama, berarti anak wanita tersebut dapat dinikahkan, padahal
33
akil baliq sesungguhnya terjadi setelah seorang anak wanita
melampaui masa remaja.
3) Penyalahgunaan wewenang atau kekuasaan
Sering ditemukan perkawinan usia muda karena beberapa
pemuka masyarakat tertentu menyalahgunakan wewenang atau
kekuasaan yang dimilikinya, yaitu dengan mempergunakan
kedudukannya untuk kawin lagi dan lebih memilih menikahi
wanita yang masih muda, bukan dengan wanita yang telah berusia
lanjut.
4) Tingkat pendidikan masyarakat
Perkawinan usia muda dipengaruhi pula oleh tingkat
pendidikan masyarakat secara keseluruhan. Masyarakat yang
tingkat pendidikannya amat rendah cenderung mengawinkan
anaknya dalam usia yang masih muda.
5) Tingkat ekonomi masyarakat
Masyarakat yang tingkat ekonominya kurang memuaskan,
sering memilih perkawinan sebagai jalan keluar dalam mengatasi
kesulitan ekonomi.
6) Tingkat kesehatan penduduk
Jika suatu daerah memiliki tingkat kesehatan yang belum
memuaskan dengan masih tingginya angka kematian, sering pula
ditemukan perkawinan usia muda di daerah tersebut.
34
7) Perubahan nilai
Akibat pengaruh modernisasi, terjadi perubahan nilai, yaitu
semakin bebasnya hubungan antara pria dan wanita.
8) Peraturan perundang-undangan
Peran peraturan perundang-undangan dalam perkawinan
usia muda cukup besar. Jika peraturan perundang-undangan masih
membenarkan perkawinan usia muda, akan terus ditemukan
perkawinan usia muda.
5. Fenomena Pernikahan Usia Remaja
Fenomena berasal dari bahasa Yunani phainomenon yaitu apa yang
terlihat. Dalam bahasa Indonesia fenomena diartikan sebagai: 1) hal-hal
yang dapat disaksikan dengan pancaindra dan dapat diterangkan serta
dinilai secara ilmiah (seperti fenomena alam); gejala: gerhana adalah
salah satu -- ilmu pengetahuan; 2) sesuatu yg luar biasa; keajaiban:
sementara masyarakat tidak percaya akan adanya pemimpin yg
berwibawa, tokoh itu merupakan -- tersendiri; 3) fakta; kenyataan:
peristiwa itu merupakan -- sejarah yg tidak dapat diabaikan
(http://kbbi.web.id/fenomena).
Fenomena sosial dapat diartikan sebagai gejala-gejala atau
peristiwa-peristiwa yang terjadi dan dapat diamati dalam kehidupan sosial.
Istilah fenomena sosial digunakan untuk menunjukkan suatu gejala tidak
biasa yang tengah terjadi di masyarakat. Fenomena sosial lahir dari
35
perilaku manusia dalam kehidupan sosialnya yang membentuk suatu
gejala sosial yang akhirnya menjadi sebuah fakta atau kondisi tertentu.
Pembentukan fenomena ini sendiri membutuhkan waktu dan gejala
berulang-ulang yang diikuti oleh banyak orang yang menjadi perhatian
masyarakat luas.
Pernikahan usia remaja menjadi suatu gejala yang tidak biasa
dalam masyarakat dan menjadi suatu fenomena sosial. Fenomena
pernikahan usia remaja ini dapat dilihat dari banyaknya anak-anak yang
menikah diusia remaja. Seiring dengan kemajuan Ilmu Pengetahuan dan
Teknologi (IPTEK), masyarakat sudah mengalami perubahan dalam
menentukan usia ideal untuk menikah. Orang tua melakukan banyak
pertimbangan dalam beragam aspek ketika anaknya memutuskan hendak
menikah. Pertimbangan tersebut mulai dari pertimbangan kesiapan anak
secara fisik, kematangan emosional anak hingga kemampuan finansial
anak. Akan tetapi, maraknya kasus kenakalan remaja saat ini membuat
banyak remaja harus meninggalkan bangku sekolah dan harus menikah
diusia yang masih muda. Kehamilan diluar perkawinan menjadi salah satu
masalah yang saat ini marak sekali terjadi. Ketika seorang remaja putri
hamil diluar pernikahan, orang tua seringkali sesegera mungkin
menikahkan anak mereka dengan tujuan menutupi aib. Kehamilan diluar
pernikahan dianggap sebagai aib karena melanggar norma-norma dan
nilai-nilai sosial yang ada.
36
Di Indonesia, pernikahan usia remaja masih marak terjadi bahkan
masih ada daerah-daerah dengan mayoritas masyarakatnya menikah diusia
remaja. Adat istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat membuat
pernikahan usia remaja berlangsung secara terus menerus pada generasi-
generasi selanjutnya. Keinginan orang tua untuk mendapatkan menantu
yang kelas sosialnya lebih tinggi dan dirasa dapat membantu
perekonomian keluarga menjadi faktor pendorong lain munculnya
pernikahan remaja. Hal tersebut terjadi karena, pernikahan usia remaja
banyak terjadi pada masyarakat menengah bawah, dimana mereka
memiliki keterbatasan kemampuan ekonomi. Oleh karena itu, terdapat
banyak remaja yang memutuskan menikah diusia remaja agar dapat
mengurangi beban perekonomian keluarga. Meskipun begitu, ada juga
anak yang memutuskan menikah karena merasa dirinya telah mampu
membina rumah tangga meski diusia remaja. Tingkat pendidikan orang tua
yang rendah serta kurangnya pengetahuan orang tua akan dampak-dampak
buruk pernikahan usia remaja juga menjadi faktor pernikahan remaja.
Dampak negatif pernikahan usia remaja sendiri telah banyak
diketahui masyarakat. Dampak negatif tersebut yaitu: kematian ibu dan
bayi karena belum siapnya organ reproduksi ibu, perceraian, serta tindak
Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT). Tapi, masih banyak anak yang
menikah diusia remaja.
37
B. Kajian Teori
1. Teori Fungsionalisme Struktural
Fungsionalisme struktural adalah salah satu paham atau perspektif
di dalam sosiologi yang memandang masyarakat sebagai satu sistem yang
terdiri dari bagian-bagian yang saling berhubungan satu sama lain dan
bagian yang satu tak dapat berfungsi tanpa ada hubungan dengan bagian
yang lain. Kemudian, perubahan yang terjadi pada salah satu bagian akan
menyebabkan ketidakseimbangan dan pada gilirannya akan menciptakan
perubahan pada bagian lain. Perkembangan fungsionalisme didasarkan atas
model perkembangan sistem organisme yang didapat dalam biologi
(Theodorson dalam Bernard Raho, 2007: 48).
Masyarakat terdiri dari berbagai elemen atau insitusi, elemen-
elemen ini antara lain adalah ekonomi, politik, hukum, agama, pendidikan,
keluarga, kebudayaan, adat-istiadat, dan lain-lain. Masyarakat luas akan
berjalan normal kalau masing-masing elemen atau institusi menjalankan
fungsinya dengan baik. Kemacetan pada salah satu institusi akan
menyebabkan kemacetan pada institusi-institusi lain dan pada gilirannya
akan menciptakan kemacetan pada masyarakat secara keseluruhan. Karena
segala sesuatau di dalam masyarakat pada fungsinya, termasuk hal-hal
seperti kemiskinan, peperangan, atau kematian. Kemiskinan, misalnya,
pasti berfungsi untuk orang kaya, tetapi tentu tidak berfungsi untuk orang
yang miskin. Di uraikan oleh Herbert Gans (dalam Bernard Raho, 2007:
48-49).
38
Teori Fungsinalisme Struktural Robert K. Merton, mengartikan
fungsi sebagai akibat atau konsekuensi logis, obyektif (nyata, lepas dari
maksud atau motivasi seseorang) terbuka untuk setiap pengamatan empiris
dan dari suatu sosio-budaya bagi kesatuan sosial yang lebih besar. Dalam
hal fungsi, Merton membagi fungsi menjadi dua bagian yaitu “fungsi
nyata” (manifest function) dan “fungsi sembunyi” (laten fungcion).
a. Fungsi Nyata (Manifest Function)
Pengembangan dalam memahami fungsi manifest dalam
sosiologi banyak dipengaruhi oleh ilmu biologi, dimana setiap fungsi
dalam tubuh manusia memiliki fungsi biologis. Jadi jika mengacu
kepada fungsi ini dapat dikatakan bahwa keluarga memiliki fungsi
reproduksi dan sosialisasi sehingga negara bertanggung jawab dalam
fungsinya sebagai pemelihara tatanan dan lain-lain.
b. Fungsi Tersembunyi (Laten Function)
Robert K Merton menggarisbawahi pendapat bahwa sebuah
institusi sosial memiliki fungsi-fungsi yang bersifat laten
(tersembunyi) dan berbeda dengan motif-motif eksplisitnya. Misalnya,
upacara minta hujan yang dilakukan orang-orang Indian Hopi
mempunyai motif agar hujan segera turun, namun beberapa ilmuan
yakin bahwa ada fungsi lain dari upacara ritual yang dilakukan yakni,
mempertahankan kohesi kelompok (Nazsir 2008: 11)
39
C. Penelitian Relevan
1. Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Kartika Ekawati
Penelitian yang dilakukan oleh Wahyu Kartika Ekawati (2010),
mahasiswi jurusan Politik dan Kewarganegaraan Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Semarang yang berjudul “Kenakalan Remaja di Tinjau
dari Pola Asuh Orang Tua di Desa Kecitran Kecamatan Purwareja
Klampok Kabupaten Banjarnegara”. Penelitian ini menjelaskan faktor-
faktor penyebab kenakalan remaja, pola asuh orang tua dan kendala yang
dihadapi orang tua pada fenomena kenakalan remaja tersebut. Faktor
kenakalan remaja berasal dari faktor internal: diri remaja sendiri dan
faktor eksternal: pengaruh lingkungan sosial. Pola asuh yang banyak
diterapkan orang tua pada penelitian ini adalah pola asuh demokratis dan
permisif. Kendala yang dihadapi orang tua pada kenakalan remaja adalah
kesibukan orang tua, kurangnya pengawasan, anak sulit diatur, pengaruh
teman sebaya dan lingkungan serta perkembangan teknologi yang sangat
pesat.
Persamaan penelitian Wahyu Kartika Ekawati dengan penelitian
yang dilakukan peneliti adalah sama-sama mengkaji perilaku/tindakan
remaja yang ditinjau dari pola asuh yang diterapkan orang tua.
Perbedaannya, penelitian Wahyu Kartika Ekawati mengkaji kenakalan
remaja dari pola asuh orang tua beserta kendalanya. Sedangkan penelitian
ini menekankan pada pola asuh orang tua sebagai faktor penyebab
terjadinya pernikahan usia remaja.
40
2. Penelitian yang dilakukan oleh Endah Kusumawati
Penelitian yang dilakukan oleh Endah Kusumawati (2009),
mahasiswi Program Studi Pendidikan Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial
Universitas Negeri Yogyakarta yang berjudul “Faktor dan Dampak
Perkawinan Usia Remaja di Desa Nogotirto Kecamatan Gamping
Kabupaten Sleman Provonsi Daerah Istimewa Yogyakarta”. Penelitian ini
mengemukakan faktor-faktor yang melatarbelakangi terjadinya pernikahan
dini di Kecamatan gamping. Faktor-faktor yang ditemukan antara lain
karena kehamilan diluar pernikahan, adanya keinginan untuk melepaskan
beban orang tua dengan menikah, putus sekolah, dan adanya rujukan dari
masyarakat dan teman sebaya yang menikah diusia remaja.
Persamaan penelitian Endah Kusumawati dengan penelitian ini
adalah sama-sama mengkaji fenomena pernikahan usia remaja. Sedangkan
perbedaannya adalah penelitian Endah Kusumawati mengungkapkan
temuan faktor dan dampak dari pernikahan usia remaja saja. Sedangkan
dalam penelitian ini, peneliti mengemukakan faktor-faktor yang
mempengaruhi pernikahan usia remaja serta menjelaskan bagaimana pola
asuh orang tua dapat mempengaruhi remaja untuk melakukan pernikahan
diusia muda.
D. Kerangka Pikir
Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul
merupakan salah satu desa di Yogyakarta dengan tingkat pernikahan usia
41
remaja yang cukup tinggi. Beragam faktor melatarbelakangi terjadinya
pernikahan usia remaja di Desa Planjan. Secara umum faktor internal
terjadinya pernikahan usia remaja adalah keinginan dari diri individu sendiri.
Sedangkan faktor eksternal munculnya pernikahan usia remaja cukup
beragam, antara lain: faktor Keadaan Ekonomi, Pendidikan Orang Tua, Adat/
Kepercayaan, Pola Asuh Orang Tua, Lingkungan Masyarakat serta Media
Massa. Dalam penelitian ini peneliti terfokus pada faktor Pola Asuh Orang
Tua dan bagaimana bentuk pola asuh orang tua menyebabkan anak menikah
diusia remaja.
Adapun kerangka pikir yang terbentuk adalah sebagai berikut:
Bagan 1.Kerangka Pikir
Pernikahan Usia Remaja
Permisif Otoriter
Pola Asuh Orang Tua
Keinginan dari Diri Sendiri
Faktor Eksternal Faktor Internal
Masyarakat di Kecamatan Saptosari Kabupaten
Gunung Kidul
Demokratis
42
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi Penelitian
Penelitian tentang bentuk pola asuh pada fenomena pernikahan remaja
ini dilaksanakan di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten
Gunungkidul. Peneliti memilih lokasi penelitian di Kecamatan Saptosari
Kabupaten Gunungkidul karena tingginya angka pernikahan usia remaja di
lokasi tersebut.
B. Waktu Penelitian
Penelitian dan pengambilan data dilaksanakan selama kurang lebih 3
bulan yaitu mulai bulan April-Juni 2015 setelah selesainya seminar proposal
skripsi.
C. Subyek Penelitian
Subyek penelitian dalam penelitian tentang bentuk pola asuh pada
fenomena pernikahan usia remaja ini adalah anak-anak yang masih berusia
remaja dan telah menikah, orang tua yang memiliki anak remaja yang telah
menikah, dan pihak terkait lainnya di Desa Planjan Kecamatan Saptosari
Kabupaten Gunungkidul.
D. Bentuk Penelitian
Pendekatan atau bentuk penelitian ini menggunakan pendekatan
kualitatif. Menurut Bogdan dan Taylor (dalam Moleong, 2006:4) penelitian
kuantitatif adalah sebuah prosedur penelitian yang menghasilkan data
43
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku
yang diamati Menurut Moleong, pendekatan kualitatif yaitu pendekatan
penelitian dengan data-data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan
bukan angka. Data tersebut dapat diperoleh dari hasil wawancara, catatan
lapangan, dan hasil observasi. Penelitian kualitatif diartikan juga sebagai
kegiatan mengamati orang dalam lingkungannya, berinteraksi dengan mereka,
berusaha memahami bahasa, dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya.
Peneliti memilih metode kulitatif dengan analisi deskriptif. Penelitian
ini mendeskripsikan mengenai bentuk pola asuh orang tua pada fenomena
pernikahan usia remaja di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten
Gunungkidul. Pendekatan ini bertujuan untuk mengeksplorasi suatu fakta
sosial, mengungkapkan bahwa metode deskriptif sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diteliti dengan gambaran subyek dan obyek penelitian sesuai
kenyataan, mengembangkan, menghubungkan antar variabel yang ada dan
memberikan penafsiran dari fakta tersebut.
E. Sumber Data
Sumber data adalah apa dan siapa saja yang akan menjadi sumber data.
sumber data pada penelitian ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data yang diperoleh melalui
teknik wawancara dan observasi yang dilakukan langsung oleh peneliti
atau sumber data yang berasal dari narasumber langsung. Sumber data
primer dalam penelitian ini adalah hasil wawancara anak yang berusia
44
remaja dan telah menikah, orang tua yang memiliki anak remaja yang
telah menikah serta pihak yang berkaitan dengan fenomena pernikahan
usia remaja di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten
Gunungkidul.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder yaitu sumber data yang berasal dari buku-
buku, majalah, koran, jurnal penelitian, dan lain sebagainya. Dalam
penelitian ini peneliti memperoleh data dari buku-buku, koran, jurnal
penelitian, dokumentasi pribadi, dan sebagainya.
F. Teknik Pengumpulan Data
Dalam suatu penelitian selalu ada proses pengumpulan data. Data
adalah hasil pencatatan penelitian, baik berupa fakta atau berupa angka
(Arikunto, 2002: 96). Yang dimaksud sumber data dalam penelitian ini adalah
subjek dari mana data diperoleh. Apabila penelitian menggunakan
kuesioner/wawancara dalam pengumpulan datanya, maka sumber data disebut
subjek, yaitu orang yang merespon atau menjawab pertanyaan penelitian, baik
pertanyaan tertulis atau lisan (Arikunto, 2002: 102). Proses pengumpulan data
tersebut membutuhkan satu atau beberapa teknik. Jenis teknik yang dipilih dan
digunakan dalam pengumpulan data tentunya harus sesuai dengan sifat dan
karakteristik penelitian yang dilakukan. Berikut ini adalah teknik
pengumpulan data yang dilakukan, yaitu:
45
1. Observasi
Observasi merupakan suatu aktivitas penelitian dalam rangka
pengumpulan data sesuai dengan masalah penelitian, melalui proses
pengamatan di lapangan. Secara umum observasi berarti melihat dan
mengamati sendiri semua kegiatan yang berlangsung sesuai keadaan
sebenarnya dan memungkinkan memahami situasi yang rumit (Moleong,
2006: 126).
Observasi diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara
sistimatik terhadap unsur-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau
gejala-gejala dalam objek penelitian. Observasi dilakukan untuk
memperoleh informasi tentang perilaku manusia seperti terjadi dalam
kenyataan. Tujuan dari observasi adalah mendeskripsikan setting yang
dipelajari, aktivitas-aktivitas yang berlangsung, orang-orang yang terlibat
dalam aktivitas, dan makna kejadian di lihat dari perpektif mereka yang
terlihat dalam kejadian yang diamati tersebut. Dilakukannya observasi
dapat diperoleh gambaran yang lebih jelas tentang kehidupan sosial yang
sulit diperoleh dengan metode lain. Dalam observasi diusahakan
mengamati keadaan yang wajar dan yang sebenarnya tanpa usaha yang
disengaja untuk mempengaruhi, mengatur atau memanipulasikannya.
2. Wawancara
Wawancara adalah percakapan dengan maksud tertentu.
Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer)
yang mengajukan pertanyaan dan terwawancara (interview) yang
46
memberikan jawaban atas pertanyaan itu (Moleong, 2006: 186). Dalam
penelitian ini peneliti menggunakan teknik wawancara semi terstruktur.
Teknik wawancara ini dilakukan agar peneliti dapat memperoleh informasi
sesuai dengan yang diharapkan. Wawancara dengan teknik ini
memerlukan adanya pedoman wawancara yang membuat pertanyaan yang
terkait dengan penelitian, namun nantinya pertanyaan tersebut juga dapat
dikembangkan penelitian ketika berada dilapangan sehingga akan
diperoleh data yang lengkap untuk menganalisis permasalahan yang
diteliti.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang diperoleh melalui
dokumen-dokumen. Data yang dikumpulkan dengan dokumentasi
cenderung merupakan data sekunder. Teknik pengumpulan data dengan
dokumentasi ini berfungsi sebagai alat pembuktian. Cara pengumpulan
data dengan dokumentasi dapat berupa arsip-arsip, foto dan buku yang
berhubungan dengan penelitian ini.
G. Teknik Sampling
Penelitian kuantitatif tidak menuntut sampel dalam jumlah banyak,
akan tetapi yang diperlukan adalah sampel yang mampu memberikan
informasi yang dibutuhkan. Dimana informasi itu berhubungan dengan tujuan
untuk mencari kekhususan yang ada keramuan yang unik serta untuk menggali
informasi yang akan menjadi dasar rancangan dan teori yang muncul
(Moleong, 2006: 224). Sedangkan cara pemilihan sampel yang digunakan
47
adalah Purposive sampling yakni tergantung fokus pada suatu saat, dalam
penelitian ini adalah hal, peristiwa, situasi yang diobservasi. Sampel dalam
penelitian ini adalah orang tua dan anak yang menikah diusia remaja.
H. Validitas Data
Validitas data dilakukan agar data yang diperoleh dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam teknik pemeriksaan keabsahan
data ini, peneliti menggunakan cara trianggulasi yaitu teknik pemeriksaan
keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain diluar data itu untuk
keperluan pengecekan atau sebagai pembanding data itu (Moleong, 2006:
330). Penelitian ini menggunakan trianggulasi sumber dimana pengecekan
dilakukan dengan cara membandingkan data dari wawancara, observasi dan
dokumentasi. Pembandingan data ini akan dilakukan dengan cara
membandingkan pendapat keluarga yang dimintai data.
I. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian adalah pedoman tertulis tentang pengamatan atau
daftar pertanyaan yang dipersiapkan untuk mendapatkan informasi dari
responden, yaitu alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam
mengumpulkan data agar pekerjaannya lebih mudah dan hasilnya lebih baik
dalam arti cermat, lengkap dan sistematis sehingga mudah diolah.
Adapun instrumen penelitian yang digunakan dalam penelitian ini,
yaitu dengan menggunakan lembar pedoman observasi dan wawancara serta
alat perekam untuk memudahkan peneliti dalam melakukan penelitian.
48
1. Pedoman Observasi
Pedoman observasi digunakan agar peneliti dapat melakukan
pengamatan sesuai dengan tujuan penelitian. Pedoman observasi disusun
berdasarkan hasil observasi terhadap perilaku subjek selama wawancara
dan observasi terhadap lingkungan atau setting wawancara, serta
pengaruhnya terhadap perilaku subjek dan informasi yang muncul pada
saat berlangsungnya wawancara.
2. Pedoman Wawancara
Pedoman wawancara digunakan agar wawancara yang dilakukan
tidak menyimpang dari tujuan penelitian. Pedoman ini disusun tidak hanya
berdasarkan tujuan penelitian, tetapi juga berdasarkan teori yang berkaitan
dengan masalah yang diteliti. Pedoman wawancara digunakan untuk
mengingatkan peneliti mengenai aspek-aspek apa yang harus dibahas, juga
menjadi daftar pengecek (check list) apakah aspek-aspek relevan tersebut
telah dibahas atau ditanyakan. Dengan pedoman demikian peneliti harus
memikirkan bagaimana pertanyaan tersebut akan dijabarkan secara
kongkrit dalam kalimat tanya, sekaligus menyesuaikan pertanyaan dengan
konteks aktual saat wawancara berlangsung.
3. Alat Perekam
Alat perekam berguna sebagai alat bantu pada saat wawancara,
agar peneliti dapat berkonsentrasi pada proses pengambilan data tanpa
harus berhenti untuk mencatat jawaban-jawaban dari subjek. Dalam
pengumpulan data, alat perekam baru dapat dipergunakan setelah
49
mendapat ijin dari subjek untuk mempergunakan alat tersebut pada saat
wawancara berlangsung.
J. Teknik analisis data
Analisis data merupakan hal yang penting dalam penelitian, karena
sangat berpengaruh terhadap kualitas hasil penelitian. Penelitian ini
menggunakan model analisis data interaktif (interactive model of analysis)
menurut Miles dan Huberman. Model ini terdiri dari tiga komponen analisis,
yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan, dengan proses
pengumpulan data (data collecting) sebagai suatu siklus. Pengumpulan data
merupakan hasil dari observasi, wawancara dan dokumentasi yang dicatat
dalam catatan lapangan (Miles dan Huberman, 1994: 16). Berikut adalah
proses analisis data interaktif menurut Miles dan Huberman:
1. Reduksi Data
Miles dan Huberman menyatakan bahwa proses reduksi
merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian pada penyederhanaan,
pengabstrakan dan transformasi data kasar yang muncul dari hasil
pengisian angket. Proses reduksi data ini dimaksudkan untuk lebih
mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, membuang bagian data
yang tidak diperlukan serta mengorganisasikan data sehingga mudah untuk
dilakukan penarikan kesimpulan yang kemudian dilanjutkan dengan
proses verifikasi. Dalam observasi ini, reduksi data dilakukan dengan cara
pemilihan dan pengelompokkan daftar pertanyaan yang sama, kemudian di
50
rekapitulasi agar nantinya dapat memudahkan pengolahan ke dalam
analisis deskriptif.
2. Penyajian Data
Penyajian data adalah sejumlah informasi yang tersusun dan
memberikan kemungkinan-kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan lebih lanjut. Dengan melihat penyajian data,
kita akan dapat memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus
dilakukan selanjutnya. Agar sajian data berupa naratif sebagai wadah
panduan informasi tentang apa yang terjadi, maka data disajikan sesuai
dengan apa yang diteliti. Penyajian data dalam penelitian ini menggunakan
analisis secara naratif dan deskriptif, sehingga pembaca mampu
memahami isi dan hasil dari penelitian yang dilakukan.
3. Penarikan Kesimpulan
Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan suatu
laporan. Penarikan kesimpulan adalah usaha untuk mencari atau
memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat atau
proposisi. Kesimpulan yang ditarik segera diverifikasi dengan cara melihat
dan mempertanyakan kembali sambil melihat catatan lapangan agar
memperoleh pemahaman yang lebih tepat. Selain itu juga dapat dilakukan
dengan mendiskusikannya. Hal tersebut dilakukan agar data yang
diperoleh dan penafsiran terhadap data tersebut memiliki validitas
sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kokoh.
51
Model analisis data interaktif Miles dan Huberman tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
Bagan 2. Model analisis data interaktif Miles dan Huberman.
Reduksi Data Penarikan
Kesimpulan
Penyajian Data Pengumpulan Data
52
BAB IV
ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Wilayah Penelitian
1. Letak dan Luas Wilayah
Desa Planjan merupakan salah satu desa yang berada di Daerah
Istimewa Yogyakarta (DIY). Tepatnya di Kecamatan Saptosari,
Kabupaten Gunungkidul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY).
Secara geografis batas-batas wilayah Desa Planjan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan : Desa Monggol
b. Sebelah Selatan berbatasan dengan : Desa Kanigoro
c. Sebelah Barat berbatasan dengan : Desa Kepek dan Kanigoro
d. Sebelah Timur berbatasan dengan : Desa Kemadang
Desa Planjan dibentuk pada tahun 1922 dengan luas wilayah
1.315,8405 ha. Desa Planjan terdiri dari 14 Dusun, yaitu: Pucung, Wuluh,
Blimbing, Legundi, Pakel, Ngepoh, Jambu, Klepu, Tritis, Sumber,
Planjan, Ngalang-ngalangsari, Karang dan Sengerang. Desa Planjan terdiri
dari 14 RW (Rukun Warga) dan 64 RT (Rukun Tetangga). Jarak Desa
Planjan dari pusat pemerintahan:
a. Jarak dari Pusat Pemerintahan Kecamatan : 7 Km
b. Jarak dari Ibu Kota Kabupaten : 25 Km
c. Jarak dari Ibu Kota Provinsi : 65 Km
d. Jarak dari Pusat Pemerintahan : 750 Km
(sumber: Profil Desa Planjan tahun 2014).
53
Untuk ukuran sebuah desa di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY),
desa Planjan bisa dikatakan desa yang cukup luas cakupan wilayahnya.
Berdasarkan penggunaan lahan, Desa Planjan terbagi atas tanah kering
(dryland) seluas 874 ha, bangunan (building) seluas 288 ha, hutan rakyat
(public forest) seluas 24 ha dan lainya seluas 64 ha. Desa Planjan terbagi
kedalam beberapa sektor yaitu sektor permukiman/tempat hunian,
perkebunan, pertanian, peternakan, jalan umum serta fasilitas umum
(sekolah, tempat ibadah, puskesmas, kantor desa, balai warga dan
lapangan olahraga). Namun secara keseluruhan Desa Planjan banyak
digunakan untuk tempat bercocok tanam dan permukiman penduduk.
Kondisi wilayah Desa Planjan yang terdiri dari lereng dan perbukitan karst
membuat banyak lahan perbukitan yang ditanami pohon jati yang memang
sesuai dengan kondisi geografis wilayah desa tersebut.
Desa Planjan merupakan desa yang jauh dari keramaian kota, akses
transportasi untuk menuju desa tersebut dapat dilalui melalui jalur darat.
Akan tetapi, alat transportasi umum yang menuju desa tersebut masih
minim jumlahnya dan hanya ada dipinggir desa yang berbatasan langsung
dengan kecamatan Paliyan. Akses jalan yang berada ditengah desa juga
belum beraspal, karena jalannya masih berupa cor-coran yang hanya 2
lajur dan sudah banyak yang rusak. Untuk mengakses kedalam desa hanya
bisa menggunakan kendaraan pribadi (motor/mobil pribadi) ataupun hanya
dengan berjalan kaki.
54
2. Keadaan Demografi
a. Penduduk
Keadaan penduduk Desa Planjan tidak mengalami banyak
perubahan jumlah dan komposisi penduduk dari tahun ke tahun. Pada
tahun 2014 Desa Planjan memiliki 1719 Kepala Keluarga (KK)
dengan total jumlah penduduk 6117 jiwa. Komposisi jumlah penduduk
laki-laki berjumlah 3037 jiwa dan perempuan berjumlah 3080 jiwa.
Berdasarkan data yang diperoleh, penduduk berjenis kelamin
perempuan lebih banyak melakukan pernikahan pada usia remaja.
Tabel 1. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin
No. Jenis Kelamin Jumlah
1 Laki-laki 3037 Jiwa
2 Perempuan 3080 Jiwa
Total 6117 Jiwa
Sumber: Profil Desa Planjan tahun 2014
Berdasarkan rentang usia, jumlah penduduk Desa Planjan yang
berusia 0-15 tahun berjumlah 1868 jiwa, usia 15-65 tahun berjumlah
3596 jiwa dan usia 65 tahun keatas berjumlah 6117 jiwa. Rata-rata
masyarakat desa Planjan menikah untuk pertama kalinya pada rentang
usia 15-20 tahun. Pada usia tersebut seseorang termasuk dalam fase
remaja, sehingga pernikahan yang dilakukan pada rentang usia itu
disebut sebagai pernikahan usia remaja.
55
Tabel 2. Jumlah penduduk berdasarkan usia
No. Usia Jumlah
1 0-15 tahun 1868 jiwa
2 15-65 tahun 3596 jiwa
3 65 tahun ke-atas 653 jiwa
Total 6117 jiwa
Sumber: Profil Desa Planjan tahun 2014
b. Pendidikan
Pendidikan merupakan kebutuhan yang penting bagi manusia.
Akan tetapi, kesadaran masyarakat desa Planjan terhadap pentingnya
pendidikan masih sangat kurang. Keadaan perekonomian masyarakat
yang berada pada level menengah kebawah menyebabkan banyak
orang tua yang tidak mampu membiayai pendidikan anak-anak mereka
hingga jenjang pendidikan tinggi. Oleh karena itu, banyak sekali anak-
anak di Desa Planjan yang putus sekolah. Keadaan ini membuat anak-
anak di Desa Planjan memilih untuk menikah diusia yang masih sangat
muda. Keterbatasan biaya dan lokasi sekolah yang cukup jauh
membuat banyak anak terpaksa hanya menjadi seorang lulusan
Sekolah Dasar saja. Sarana dan Prasarana pendidikan di Desa Planjan
yakni terdapat 2 buah PAUD, 5 buah Taman Kanak-kanak (TK), dan 7
buah Sekolah Dasar (SD). Desa Planjan memiliki sebuah perpustakaan
desa yang berada tepat di depan kantor kelurahan Planjan.
56
Tabel 3. Tingkat pendidikan masyarakat Desa Planjan
No. Tingkat Pendidikan Jumlah
1 Lulusan Pendidikan Umum
1. TK
2. SD
3. SMP
4. SMA
5. Akademi/D1-D3
6. Sarjana
7. Pasca Sarjana
417 orang
1947 orang
1045 orang
213 orang
11 orang
28 orang
-
2 Lulusan Pendidikan Khusus -
3 Tidak Lulus dan Tidak Sekolah
1. Tidak Lulus
2. Tidak Bersekolah
704 orang
1752 orang
Total 6117 orang
Sumber: Profil Desa Planjan tahun 2014
c. Mata Pencaharian
Mayoritas mata pencaharian masyarakat desa Planjan adalah
petani. Lahan perkebunan yang cukup luas membuat masyarakat
banyak menggantungkan pendapatan dari berkebun dan bertani.
Banyak juga masyarakat yang bekerja sebagai buruh tani karena
mereka tidak memiliki lahan perkebunan sendiri. Namun, saat ini
sudah mulai berkembang industri kecil di Planjan yaitu banyak
57
masyarakat yang bekerja sebagai pengrajin tembaga. Berdasarkan data
penelitian, industri kerajinan tembaga banyak digeluti oleh keluarga
muda yang sebagian adalah pasangan yang menikah diusia remaja.
Tabel 4. Mata pencaharian masyarakat Desa Planjan
No. Mata Pencaharian Jumlah
1 Karyawan
d. PNS
e. TNI/Polri
f. Swasta
84 orang
13 orang
107 orang
2 Wiraswasta/pedagang 102 orang
3 Petani 3019 orang
4 Tukang 126 orang
5 Buruh Tani 605 orang
7 Pensiunan 7 orang
8 Nelayan 13 orang
9 Peternak 9 orang
10 Jasa 17 orang
11 Pengrajin 59 orang
12 Pekerja seni 28 orang
13 Lainnya 1034 orang
14 Tidak bekerja/Pengangguran 894 orang
Total 6117 orang
Sumber: Profil Desa Planjan tahun 2014
58
B. Deskripsi Informan
1. Informan FJ
Informan FJ merupakan seorang laki-laki berusia 21. FJ telah
menikah pada tahun 2013 ketika usianya masih 19 tahun. FJ seorang
lulusan SMK yang saat ini bekerja sebagai buruh harian lepas di tempat
kerajinan tembaga dan silver. Istri FJ juga menikah diusia remaja yakni
menikah diusia 17 tahun. FJ saat ini telah memiliki seorang anak laki-laki
berusia 9 bulan. FJ menikah diusia remaja karena alasan sudah suka sama
suka dengan pasangan dan menghindari perbuatan zina yang dilarang
agama. Orang tua FJ bekerja sebagai petani dan memiliki pendidikan
terakhir SD.
2. Informan RA
Informan RA merupakan seorang laki-laki berusia 19 tahun dan
baru saja melangsungkan pernikahan pada tanggal 14 April 2015.
Pendidikan terakhir RA adalah SMP. RA bekerja sebagai buruh harian
lepas di tempat kerajinan dan juga bekerja sebagai buruh tani. RA
menikah diusia remaja karena alasan sudah saling suka, saling mengenal
dan sudah merasa cocok dengan pasangannya.Pendidikan terakhir orang
tua RA adalah SD dan bekerja sebagai petani.
3. Informan SP
Informan SP merupakan seorang perempuan berusia sekitar ±50
tahun. Ibu SP seorang lulusan SD dan bekerja sebagai seorang petani. Ibu
59
SP memiliki 2 orang anak dimana anak terakhir ibu SP menikah diusia 17
tahun. Ibu SP menikahkan putrinya karena alasan anaknya sudah suka
sama lain dengan pasangan. Pola asuh yang diterapkan oleh ibu SP ini
cenderung membebaskan putrinya.
4. Informan EC
Informan EC merupakan seorang laki-laki berusia 23 tahun. EC
menikah pada usia 19 tahun yakni pada tanggal 28 Juni 2010. Istri EC juga
menikah diusia remaja yakni usia 16 tahun. EC juga telah memiliki
seorang anak berusia 3,5 tahun. Pendidikan terakhir EC adalah SD. EC
telah mulai bekerja sejak lulus SD. EC saat ini bekerja sebagai pengrajin
tembaga dan silver. Alasan EC menikah diusia remaja adalah karena sudah
tidak ingin berlama-lama pacaran dan sudah merasa cocok satu sama lain
dengan pasangan.
5. Informan AR
Informan AR merupakan seorang perempuan berusia 39 tahun. Ibu
AR merupakan ibu dari informan EC. Ibu AR bekerja sebagai seorang
buruh tani. Pendidikan terakhir ibu AR adalah SD. Menurut Ibu AR, EC
menikah diusia remaja karena EC sudah merasa cocok satu sama lain
dengan pasangan dan untuk menghindari gunjingan dari tetangga. Alasan
ibu AR menyetujui pernikahan usia remaja yang dilakukan EC adalah
karena mengikuti keinginan anak yang ingin segera menikah. Pola asuh
yang diterapkan ibu AR pada EC adalah pola asuh yang cenderung
membebaskan anak.
60
6. Informan SL
Informan SL merupakan seorang laki-laki berusia 23 tahun. SL
menikah ketika menginjak usia 19 tahun. Pendidikan terakhir SL adalah
SD. SL bekerja sebagai pengrajin tembaga dan silver. Istri SL juga
menikah diusia remaja yakni pada usia 15 tahun. SL telah memiliki
seorang anak laki-laki berusia 2,5 tahun. Alasan SL menikah diusia remaja
karena memang di Desa Planjan kebanyakan menikah diusai muda,
menurut SL sudah sewajarnya laki-laki di desa Planjan menikah diusia 19
atau 20 tahun.
7. Informan NV
Informan NV adalah seorang perempuan berusia 18 tahun. NV
menikah pada usia 15 tahun. Pendidikan terakhir NV adalah SMP. NV
berasal dari keluarga brokenhome dan juga memiliki ibu yang menikah
diusia remaja. NV bekerja sebagai ibu rumah tangga. NV mengaku
menikah diusia remaja karena alasan tidak enak menolak lamaran dan ia
mengaku bahwa saat itu ia hanya berpikiran bahwa menikah itu enak.
8. Informan NA
Informan NA merupakan seorang perempuan berusia 19 tahun dan
telah menikah diusia 16 tahun. NA bekerja membantu suaminya dalam
pembuatan kerajinan tembaga dan silver yang dilakukan di rumah.
Pendidikan terakhir NA adalah SMP. NA telah memiliki seorang anak
berusia 1,5 tahun. Alasan NA menikah diusai remaja karena sudah merasa
cocok satu sama lain dengan pasangan dan juga menghindari gunjingan.
61
9. Informan ST
Informan ST merupakan perempuan berusia 37 tahun. ST
merupakan ibu dari seorang anak yang menikah diusia remaja. Ibu ST
bekerja sebagai buruh tani. Pendidikan terakhir ibu ST adalah SD. Alasan
anak ibu ST menikah diusai remaja karena mengikuti kebiasaan
masyarakat desa Planjan yang banyak menikah diusia remaja. Pola asuh
yang diterapkan ibu ST adalah pola asuh yang membiarkan dan
membebaskan.
10. Informan LS
Informan LS merupakan perempuan berusia 17 tahun. LS menikah
diusia 16 tahun. LS bekerja sebagai seorang buruh. Suami LS juga
menikah diusia remaja yakni diusia 18 tahun. pendidikan terakhir LS
adalah SMP. LS menikah diusia remaja karena alasan mengindari fitnah
dan gunjingan dari tetangga, LS juga mengaku ia menikah agar ia lebih
bebas pergi malam hari dengan pasangannya.
11. Informan SS
Informan SS merupakan seorang laki-laki berusia 19 tahun. SS
menikah diusia 18 tahun. SS merupakan suami dari informan LS. SS
bekerja sebagai seorang penjahit. Pendidikan terakhir SS adalah SMP.
Alasan SS menikah diusia remaja karena telah cukup lama mengenal
pasangan dan juga sudah cukup lama memiliki niat untuk menikahi
pasangannya. Selain itu SS juga sudah merasa menemukan jodoh yang
tepat untuk dijadikan sebagai istri.
62
12. Informan Bapak Subariman
Bapak Subariman merupakan salah satu pegawai pemerintahan
Desa Planjan. Bapak Subariman memiliki jabatan sebagai sekertaris Desa
Planjan.
Tabel 5. Profil informan penelitian
Sumber: Data Pribadi (hasil wawancara)
No Nama Usia Pekerjaan Pendidikan
terakhir
1 FJ 21 tahun Buruh harian lepas SMK
2 AR 19 tahun Buruh haria lepas SMP
3 SP ±50 tahun Petani SD
4 EC 23 tahun Pengrajin tembaga SD
5 AR 39 tahun Buruh tani SD
6 SL 23 tahun Pengrajin tembaga SD
7 NV 18 tahun Ibu rumah tangga SMP
8 NA 19 tahun Pengrajin tembaga SMP
9 ST 37 tahun Buruh tani SD
10 LS 17 tahun Buruh SMP
11 SS 19 tahun Penjahit SMP
12 Bapak
Subariman -
Sekertaris Desa
Planjan STM
63
C. Pembahasan dan Analisis
1. Fenomena pernikahan usia remaja di Desa Planjan Kecamatan
Saptosari Kabupaten Gunungkidul
Perkawinan menurut Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 Pasal 1,
perkawinan adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang
wanita sebagai seorang suami istri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang
Maha Esa. Berdasarkan Undang-undang Nomor 1 tahun 1974 pasal 7 (1),
perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19
(sembilan belas) tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 (enam
belas) tahun. Namun, bila belum mencapai umur 21 tahun calon pengantin
laki-laki maupun perempuan diharuskan memperoleh izin dari orang tua
atau wali yang diwujudkan dalam bentuk surat izin sebagai salah satu
syarat untuk melangsungkan suatu perkawinan. Bahkan bagi calon yang
usianya masih dibawah atau kurang dari 16 tahun harus memperoleh
dispensasi dari Pengadilan Agama setempat.
Menurut Elizabet B. Hurlock (1999: 264), seseorang mengalami
fase dewasa awal (dewasa muda) ketika menginjak usia 18 tahun sampai
kira-kira usia 40 tahun. Pada fase tersebut seseorang akan berusaha
mencari pasangan hidup yang selanjutnya akan diteruskan pada proses
pembentukan dan pembinaan keluarga. Namun, secara hukum Indonesia
seseorang dikatakan dewasa bila telah menginjak usia 21 tahun (meski
belum menikah) atau sudah menikah (meskipun belum berusia 21 tahun).
64
Pada usia tersebut seseorang telah melewati fase remaja akhir dan
dikatakan telah mampu berpikir secara rasional dan dianggap telah mampu
bertanggung jawab atas perbuatan-perbuatan yang dilakukannya. Bagi
masyarakat umum, perempuan dikatakan dewasa bila telah berusia 21
tahun dan laki-laki dewasa adalah laki-laki yang telah berusia 25 tahun.
Pada usia tersebut seseorang dianggap telah mampu membangun rumah
tangga dengan pasangan, karena pada usia tersebut kesiapan secara fisik,
mental dan finansial telah dapat terpenuhi dengan baik. Pada usia 21-25
tahun manusia telah matang secara jiwa dan raga sehingga dapat
melangsungkan perkawinan dan mewujudkan tujuan perkawinan yang
sesuai dengan harapan dan kesepakatan masing-masing pasangan. Tujuan
perkawinan yang tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 tahun 1974
adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri
perlu saling membantu dan saling melengkapi, agar masing-masing dapat
mengembangkan kepribadiannya untuk membantu dan mencapai
kesejahteraan spiritual dan material.
Berdasarkan perkembangan yang dialami oleh manusia, pada fase
dewasa awal seseorang sedang berusaha menyelesaikan pendidikan tinggi
(universitas), sedang meniti karir menuju puncak, mencari pasangan yang
sesuai, menikah dan membangun rumah tangga baru, serta berpartisipasi
menjadi warga negara yang aktif dan produktif. Pada fase tersebut
seseorang sedang menentukan kriteria-kriteria pasangan yang akan diajak
membangun rumah tangga serta sedang berusaha meyempurnakan karir
65
dan kemampuannya. Ketika menginjak fase tersebut seringkali orang tua
juga turut menentukan kriteria-kriteria atau standar yang harus dimiliki
oleh calon pendamping putra putrinya. Biasanya secara umum kriteria-
kriteria yang ditentukan adalah usia yang telah matang, karir yang bagus,
berasal dari keluarga yang baik, berpendidikan dan lain sebagainya.
Kondisi masyarakat yang berbeda turut membedakan standar dan kriteria-
kriteria calon pendamping hidup. Ada masyarakat yang sangat ketat dalam
menyeleksi calon pasangan untuk putra putrinya dan ada juga masyarakat
yang tidak menerapkan kriteria khusus untuk calon pendamping putra
putrinya.
Meskipun banyak masyarakat yang menikah sesuai dengan kriteria
yang telah mereka tentukan serta sesuai dengan ketentuan negara, akan
tetapi masih banyak daerah-daerah di Indonesia yang memiliki masalah
sosial berupa pernikahan usia muda. Begitu juga yang terjadi di desa
Planjan kecamatan Saptosari kabupaten Gunungkidul, pernikahan usia
remaja telah menjadi fenomena dan masalah sosial yang sulit untuk
dihentikan. Kehidupan sosial budaya masyarakat yang secara turun
temurun melakukan pernikahan usia remaja membuat tingginya angka
pernikahan usia remaja di Desa Planjan. Pernikahan usia remaja yang terus
terjadi dan dilakukan oleh hampir sebagian masyarakat, membuat
pernikahan usia remaja menjadi hal yang biasa. Sejak dahulu orang tua di
Desa Planjan sudah terbiasa menjodohkan anaknya dengan orang yang
berasal dari kelas sosial yang sama. Anak laki-laki yang berasal dari
66
keluarga kaya akan dijodohkan dengan anak perempuan yang berasal dari
keluarga dengan kekayaan yang hampir sejajar. Hal ini dilakukan dengan
tujuan agar kekayaan kedua keluarga tidak berkurang dan agar tidak ada
kesenjangan sosial didalamnya. Oleh karena itu, pernikahan akan sesegera
mungkin dilaksanakan agar tujuan antar orang tua segera terlaksana
meskipun anak masih berusia muda. Sedangkan pada masyarakat kelas
bawah (petani) perjodohan dan pernikahan usia remaja dilakukan dengan
tujuan agar anak laki-laki yang bekerja di ladang atau hutan ada yang
membantu dan menemani. Dahulu, orang tua masih beranggapan bahwa
pendidikan tidaklah penting, sehingga seorang anak lebih dituntut untuk
bekerja keras dengan cara bertani dan pergi ke hutan. Letak ladang dan
hutan yang cukup jauh dari permukiman penduduk membuat orang tua
banyak yang menjodohkan dan menikahkan anaknya agar ada yang
membantu dan menemani di ladang.
Masyarakat Desa Planjan yang masih tradisional dan berpikir
sederhana menyebabkan banyak anak yang harus menikah muda. Bahkan
banyak anak-anak yang harus putus sekolah karena alasan menikah.
Masih adanya anggapan bahwa perempuan yang usianya 20 tahun keatas
belum menikah dikatakan sebagai “perawan tua”. Hal tersebut membuat
banyak orang tua mendorong anaknya untuk menikah diusia remaja.
Kedewasaan, perkembangan fisik dan mental, serta kemampuan finansial
anak tidak menjadi patokan yang mutlak untuk terjadinya pernikahan.
Ketika sepasang remaja telah merasa cocok satu sama lain, maka orang tua
67
akan segera menikahkan mereka meskipun usia mereka masih sangat
muda. Remaja yang telah dianggap mampu berumah tangga didorong
orang tua untuk menikah. Orang tua di desa Planjan beranggapan lebih
baik menikahkan dini putra-putrinya dari pada terjadi hal-hal yang tidak
diinginkan terjadi pada putra-putri mereka. Hal tersebut diungkapkan oleh
salah satu orang tua yang putranya menikah diusia remaja.
”Nggak mbak, kalau sudah saling cocok ya sudah. Sudah sering bawa perempuan jadi ya sudah suruh nikah aja, dari pada nanti terjadi yang nggak baik. Di KUA juga sudah boleh. Ngga usah sidang umur”. (Hasil wawancara dengan Ibu AR pada 23 April 2015 pukul 10.45 WIB).
Kebudayaan dan tradisi yang masih dipegang erat oleh masyarakat
Desa Planjan menyebabkan pernikahan usia remaja terus terjadi. Tradisi
yang masih dipegang erat masyarakat Desa Planjan yang berkaitan dengan
pernikahan usia remaja yaitu, mereka masih meyakini bahwa tidak boleh
menolak lamaran atau pinangan pertama. Ketika seorang anak gadis untuk
pertama kalinya menerima lamaran/pinangan dari seorang lelaki, maka
lamaran/pinangan tersebut harus diterima oleh sang gadis dan
keluarganya. Apabila lamaran tersebut ditolak, maka akan berdampak
tidak baik bagi sang gadis dan keluarganya. Masyarakat di Desa Planjan
selama ini masih mempercayai dan memegang tradisi tersebut, sehingga
banyak anak perempuan yang telah dilamar akan dengan segera menerima
lamaran tersebut meskipun secara usia masih terbilang sangat muda.
Anak-anak perempuan Desa Planjan seringkali menerima lamaran karena
terpaksa ataupun atas dorongan orang tua bukan atas dasar saling suka satu
68
sama lain. Mereka menyadari bahwa ketika mereka menolak lamaran laki-
laki yang telah meminangnya maka akan ada konsekuensi yang akan
didapat oleh mereka dan keluarganya. Konsekuensi tersebut berupa
gunjingan dari masyarakat sekitar dan akan menjadi aib keluarga. Orang
tua akan membiarkan anaknya menikah diusia muda untuk menghindari
bala/sial jika menolak pinangan pertama untuk putrinya. Dalam tradisi
masyarakat setempat pinangan pertama yang diterima seorang gadis harus
diterima dengan tujuan “ngguang sebel” (buang sial), dan ketika lamaran
tersebut ditolak maka dalam istilah jawa “ora ilok” atau tidak baik untuk
dilakukan. Masih eratnya tradisi dan kebudayaan masyarakat untuk
melakukan pernikahan usia remaja hingga saat ini, membuat tingginya
angka pernikahan usia remaja di desa Planjan. Tingginya angka
pernikahan usia remaja di desa Planjan juga disebabkan karena lingkungan
masyarakat yang sebagian besar melakukan pernikahan dibawah usia 20
tahun.
Hingga saat ini masih banyak masyarakat Desa Planjan yang
percaya pada tradisi setempat, meskipun saat ini sebagian anak-anak yang
menikah diusia remaja telah mengenal pasangannya sebelum mereka
menikah. Pemikiran masyarakat yang masih tradisional dan sederhana
membuat masyarakat masih tetap menikahkan putra-putri mereka diusia
remaja. Ketika putra-putri mereka memulai tahap perkenalan dengan
lawan jenis (berpacaran), orang tua seringkali membiarkan meskipun
mereka masih berusia muda atau masih duduk di bangku sekolah. Ketika
69
anak mulai berani berpergian dengan lawan jenis (pacarnya) seringkali
orang tua tidak mengetahui karena kesibukannya di ladang. Masyarakat
desa Planjan yang mayoritas bekerja sebagai petani membuat waktu
mereka lebih banyak dihabiskan di kebun atau ladang. Mereka harus pergi
bekerja pada pagi hari karena sebagian besar lahan mereka berada cukup
jauh dari rumah. Mereka baru kembali pada sore hari karena selain bertani
mereka juga harus mencari pakan untuk ternak mereka. Kesibukan seperti
itulah yang menyebabkan anak kurang mendapat perhatian dan kontrol
dari orang tua. Banyak anak perempuan yang masih duduk di Sekolah
Menengah Pertama (SMP) sudah terbiasa diantar jemput sekolah dan
bepergian dengan pacarnya. Bahkan pacarnya sering berkunjung kerumah
anak perempuan tersebut tanpa sepengetahuan orang tuanya. Hal tersebut
sering menimbulkan gunjingan dari tetangga, dan untuk menghindari
gunjingan tersebut orang tua biasanya sesegera mungkin menikahkan
putrinya. Norma sosial yang masih dipegang kuat masyarakat Planjan
menyebabkan mereka dengan mudah menikahkan menikahkan putra
putrinya. Usia anak tidak menjadi halangan untuk menikah. Meskipun
secara hukum belum cukup umur tapi orang tua memilih dengan cara
sidang atau memohon dispensasi menikah ke pengadilan agama. Dan
ketika permohonan dispensasi menikah tersebut tidak dikabulkan maka
orang tua akan menikahkan secara adat terlebih dahulu dengan bantuan
para tokoh atau sesepuh desa setempat. Setelah usia anak telah mencapai
batas yang telah ditentukan dalam undang-undang, maka akan segera
70
dilaksanakan pernikahan secara resmi yang terdaftar di Kantor Urusan
Agama (KUA) setempat.
Menurut data Kantor Urusan Agama (KUA) Saptosari, terdapat
banyak pasangan dibawah umur yang mendaftarkan pernikahan mereka.
Akan tetapi, untuk periode tahun 2015 telah mengalami penurunan angka
yang cukup drastis. Hal ini terkait dengan adanya Deklarasi Pencegahan
Pernikahan Usia Dini, Perceraian dan Penurunan Angka Kematian Ibu dan
Bayi di wilayah Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul. Deklarasi
ini dilakukan karena wilayah kecamatan Saptosari memiliki angka
pernikahan usia dini, perceraian dan kematian ibu dan bayi yang cukup
tinggi. Deklarasi ini dilakukan pada tanggal 4 Februari 2015 di kantor
Kecamatan Saptosari dan dihadiri oleh Bupati Gunungkidul, sekertariat
LSM Rifka Annisa, Camat Saptosari, kepala KUA Saptosari, kepala
Puskesmas Saptosari, serta kepala desa yang ada di Kecamatan Saptosari.
Deklarasi ini ditandai dengan penandatanganan MoU oleh pihak-pihak
terkait.
Deklarasi ini juga dilaksanakan pada setiap desa termasuk desa
Planjan. Deklarasi di desa Planjan dilaksanakan pada tanggal 19 Mei 2015
bertempat di Aula Desa Planjan. Deklarasi ini juga ditandai dengan
penandatanganan MoU oleh Kepala Desa Planjan beserta 14 dukuh di
wilayah Desa Planjan, dan sebagai saksi yang ikut menandatangani adalah
kepala UPT Puskesmas Saptosari, Camat Saptosari, kepala KUA Saptosari
71
dan perwakilan LSM Rifka Annisa. Penandatanganan ini dilakukan setelah
pembacaan deklarasi yang berisi:
Kami segenap Dukuh dan RT se-Desa Planjan Kecamatan Saptosari dengan sesungguhnya bertekad untuk:
1) Berusaha mencegah pernikahan pada usia dini 2) Berusaha mencegah perceraian 3) Berusaha menurunkan angka kematian ibu dan bayi
Demi meningkatnya derajat kesehatan serta kesejahteraan masyarakat Desa Planjan.
2. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan Usia Remaja di Desa Planjan
Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul
a. Keinginan Sendiri
Berdasarkan penelitian, sebagian besar narasumber mengatakan
bahwa keinginan menikah diusia remaja berasal dari keinginan diri
sendiri. Faktor saling mencintai dan saling merasa cocok satu sama
lain menjadi dasar mereka memutuskan menikah diusia remaja.
Remaja-remaja di Desa Planjan sudah terbiasa berpacaran pada usia
yang masih muda. Tahapan pacaran yang mereka lakukan seringkali
berlangsung bertahun-tahun membuat mereka merasa saling cocok
satu sama lain. Pada tahap pacaran, remaja sudah terbiasa berpergian
berdua bersama pasangannya. Mereka juga sering mengunjungi rumah
pasangan masing-masing. Hal-hal tersebut sering menjadi
pergunjingan para tetangga, sehingga mereka memutuskan menikah
72
diusia remaja untuk menghindari fitnah. Hal tersebut diungkapkan oleh
salah satu narasumber:
“Ya biasa sih gak ada yang aneh bahkan kebanyakan tuh orang tua dan tetangga yang suka ngomongin. Jadikan misalnya masnya ini kan maen terus di rumah mbaknya ya gak malem ga siang pokoknya rutin ya nanti pasti tetangga bilang itu gimana itu gimana itu gimana itu nikahin aja. Ya pokoknya nanti langsung kalo masnya juga udah denger omongan tetangga terus langsung bilang orang tuanya yaudah nikah. Jadi gak perlu waktu lama” (hasil wawancara dengan NV pada 14 Mei 2015 pukul 14.38 WIB).
Masyarakat Desa Planjan yang mayoritas bekerja sebagai
petani seringkali harus meninggalkan anak-anak mereka di rumah
dalam waktu yang cukup lama. Keadaan tersebut membuat anak-anak
di Desa Planjan terbiasa hidup mandiri. Mereka terbiasa untuk
memasak, mencuci pakaian, dan melakukan pekerjaan rumah lainnya
secara mandiri. Kebiasaan ini juga yang mendorong anak memiliki
rasa percaya diri bahwa ia mampu membangun rumah tangga karena
telah memiliki kemampuan mengurus dan melakukan pekerjaan rumah
tangga. Rasa percaya diri atas kemampuan tersebut yang membuat
remaja terdorong untuk menikah diusia remaja.
Masa remaja merupakan masa dimana seseorang masih mudah
terpengaruh dan belum memiliki pendirian (labil). Masa remaja
membuat seorang anak menjadikan remaja lain sebagai referensi dalam
beragam hal termasuk menikah diusia remaja. Maraknya remaja
menikah diusia muda menyebabkan remaja lain mengikuti menikah
73
diusia muda. Mereka terpengaruh menikah diusia remaja karena
minder melihat temannya yang sudah berumah tangga.
b. Adat Istiadat
Adat istiadat merupakan tata kelakuan yang kekal dan turun
temurun dari generasi ke generasi lain sebagai warisan sehingga kuat
integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat (KBBI, 2008: 5).
Kepercayaan dan adat istiadat disuatu daerah sangat mempengaruhi
kehidupan masyarakatnya. Begitu pula yang terjadi pada masyarakat
Desa Planjan yang masih memegang adat istiadat setempat. Adat
istiadat yang melarang seorang gadis dan keluarganya menolak
lamaran pertama membuat banyak anak gadis yang harus menikah
diusia remaja. Faktor adat istiadat ini menjadi penyebab terjadinya
pernikahan usia remaja di Desa Planjan hingga saat ini. Masyarakat
setempat masih percaya bahwa akan mengalami hal buruk ketika
menolak lamaran pertama kalinya. Hal buruk tersebut dapat berupa
musibah atau kesialan yang akan terjadi pada gadis yang dilamar dan
keluarga yang menolak lamaran. Hal ini sesuai dengan yang diutarakan
oleh bapak Sekretaris Desa Planjan:
“Itu memang dari dulunya dari orang tua, orang tua sendiri itu seperti yang diutarakan pak Camat tadi, dadi nek wong tuwo anak’e ki wis ditakoke mbuh dadi mbuh ora nek ditakoke sepisan kudu ditompo, nek wong tuwo nek ngarani ngguang sebel. Mbuh kepiye carane urung tekan umure rapopo nek masalah umur dikatrol. Sebab yang namanya orang tua ya seperti itu tadi nek wong wedok takoke wong lanang niku nek ditolak ilo-ilo jadi mau gak mau pokoknya mau jadi apapun tidak tapi yang tanya pertama kali tetap harus diterima meskipun belakangan akan harmonis atau tidak itu tidak mau
74
tau yang penting yang tanya pertama kali harus diterima soale nggo ngguang sebel” (hasil wawancara dengan Bapak Subariman pada 19 Mei 2015 pukul 13.14 WIB).
Kebiasaan lain masyarakat desa Planjan yang menimbulkan
pernikahan usia remaja adalah adanya pernikahan secara adat, yakni
pernikahan yang dilakukan oleh sesepuh dan tokoh masyarakat
setempat. Banyak remaja yang menikah pada usia dibawah ketentuan
undang-undang sehingga mereka memutuskan menikah secara adat
terlebih dahulu. Setelah usia mereka mencukupi ketentuan maka
mereka mengajukan pernikahan ke KUA. Hal tersebut diungkapkan
oleh salah satu narasumber:
“Biasanya orang tua, yo nek wong tuo nek anake wis kecelakaan tengik seperti yang tadi saya katakan itu langsung dinikahkan. Tapi karena batasan usia yang jelas dan pak Camat sudah mewanti-wanti tidak boleh maka ya tidak bisa. Wong tuone wis panik terus mbuh kepiye carane aneke kudu nikah akhirnya dinikahkan secara adat nek istilahe nikah bawah tangan. Secara agama memang sudah sah tapi secara catatan administratif menurut UU belum. Ketika anaknya wis cukup umure nah baru dinikahkan lagi di KUA, dilegalkan” (hasil wawancara dengan Bapak Subariman pada 19 Mei 2015 pukul 13.14 WIB).
c. Faktor Pendidikan
Berdasarkan data, masyarakat desa Planjan didominasi oleh
lulusan Sekolah Dasar. Jumlah yang besar juga terlihat pada
masyarakat yang tidak bersekolah. Oleh karena itu, desa Planjan dapat
dikategorikan sebagai salah satu desa dengan masyarakat
berpendidikan rendah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Prosentase
masyarakat Desa Planjan yang lulus Sekolah Dasar hanya sekitar 50%
yang melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama (SMP). Kemudian
75
dari jumlah masyarakat yang lulus SMP hanya sekitar 20% yang
melanjutkan pendidikan ke jenjang Sekolah Menengah Atas. Bahkan
hanya sekitar 10% lulusan Sekolah Menengah Atas yang melanjutkan
ke Perguruan Tinggi. Semakin tinggi jenjang pendidikan semakin
sedikit prosentase masyarakat yang mengenyam jenjang tersebut.
Masyarakat Desa Planjan dahulu kesulitan untuk mengenyam
pendidikan karena minimnya jumlah sekolah dan letaknya yang cukup
jauh untuk di jangkau. Seiring perkembangan jaman, jumlah sekolah di
Desa Planjan sudah cukup banyak namun minat masyarakat pada
pendidikan masih sangat kurang. Pendidikan dianggap “mahal” bagi
masyarakat yang mayoritas bermata pencaharian sebagai petani.
Sebagian masyarakat beralasan pendapatan mereka hanya cukup untuk
memenuhi kebutuhan pokok saja dan tidak cukup untuk membiayai
pendidikan anak-anak mereka. Hal tersebut diungkapkan oleh salah
satu narasumber yang bekerja sebagai buruh tani: “Sulit mbak. Saya
cuma buruh tani gak ada uangnya buat biaya sekolah anak” (hasil
wawancara dengan ibu AR pada 23 April 2015 pukul 10.45 WIB).
Kesadaraan pentingnya pendidikan sebenarnya sudah disadari
oleh orang tua di Desa Planjan. Sosialisasi tentang pentingnya
pendidikan juga sering dilakukan oleh berapa lembaga pemerintahan
dan LSM. Akan tetapi muncul fenomena baru dikalangan remaja Desa
Planjan, yakni disaat orang tua sudah sadar akan pentingnya
pendidikan justru anak menolak bersekolah. Banyak remaja yang
76
enggan melanjutkan sekolah dengan alasan “males mikir”. Hal ini
diungkapkan oleh salah satu narasumber: “Nggak, itu udah keinginan
saya. Cuma saya aja yang gak pengen sekolah lagi. Udah males mikir
ehh mbak” (hasil wawancara dengan LS pada 15 Mei 2015 pukul
15.31 WIB).
Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Sekretaris
Desa Planjan:
“Tapi sekarang buminya semakin sempit kesadaran orang tua bahwa pendidikan adalah satu-satunya jalan untuk memutus rantai kemiskinan itu sudah sadar, tapi eloknya untungnya sekarang itu kalo dulu itu kalo anak pinter itu pinter tenan tapi tetep nggak boleh sekolah sekarang itu kebalikannya mbak orang tua sudah sadar tapi anak gak mau belajar. Cukup sekolah kalo waktunya sekolah ya sekolah tapi kalo disuruh belajar nggak mau. Putus SD atau SMP sudah, alasannya gak mau mikir dan itu yang paling riskan sekarang itu” (hasil wawancara dengan Bapak Subariman pada 19 Mei 2015 pukul 13.14 WIB).
d. Faktor Ekonomi
Pernikahan usia remaja disebabkan pula oleh keadaan ekonomi
suatu masyarakat. Masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah
cenderung menikahkan anaknya pada usia remaja. Hal tersebut
dilakukan sebagai jalan keluar untuk mengatasi kesulitan ekonomi.
Masyarakat Desa Planjan yang sebagian besar bermata pencaharian
sebagai petani, seringkali menikahkan anaknya diusia muda untuk
mengurangi beban perekonomian keluarga. Keluarga yang memiliki
lebih dari dua anak, sering tidak dapat memenuhi kebutuhan seluruh
anggota keluarga. Untuk mengatasi masalah ekonomi tersebut orang
77
tua menikahkan anak diusia muda agar beban ekonomi berpindah pada
menantunya. Dengan begitu, beban ekonomi keluarga menjadi
berkurang.
Selain untuk mengurangi beban ekonomi keluarga, menikahkan
anak diusia remaja juga diharapkan dapat membantu meningkatkan
perekonomian keluarga. Seorang anak perempuan dinikahkan dengan
seorang laki-laki yang berasal dari keluarga yang mampu. Biasanya
laki-laki yang dipilih memiliki kemampuan ekonomi yang mapan dan
memiliki pekerjaan yang cukup prestisius. Dengan demikian,
diharapkan anak perempuan tersebut dapat hidup layak dan dapat
membantu memenuhi kebutuhan orang tua dan saudara-saudaranya.
Hal ini diungkapkan oleh salah satu informan:
”Dari orang tua laki-laki dari orang tua perempuan terus anak’e do dijodoke. Itu motif-motif seperti itu terus dan pertimbangane oohh kae ki bebojoan karo kae cocok, kae ki materine rodok nduwe kae yo rodo nduwe dadi sesok anakku ora kurang opo-opo, itu dulu” (hasil wawancara dengan Bapak Subariman pada 19 Mei 2015 pukul 13.14 WIB).
Hal ini juga sesuai dengan wilayah Gunungkidul yang sebagian
besar menganut sistem matrilokal, yaitu pola menetap setelah menikah
dimana suami dan istri tinggal di sekitar kediaman istri. Sehingga,
secara otomatis suami juga harus membantu perekonomian keluarga
sang istri.
e. Orang tua
Kebiasaan orang tua di Desa Planjan menjodohkan anaknya
diusia yang masih muda mendorong munculnya pernikahan usia
78
remaja. Beberapa daerah di Indonesia masih menerapkan praktik
pernikahan muda, karena adanya anggapan bahwa wanita yang
terlambat menikah dianggap aib bagi keluarga. Di Desa Planjan wanita
yang usianya diatas 20 tahun belum menikah sudah dapat dikatakan
terlambat menikah. Oleh karena itu, sebagian besar orang tua
mendorong anak perempuannya menikah pada usia belasan tahun agar
tidak dicap sebagai “perawan tua”. Selain predikat “perawan tua”
orang tua juga mengalami rasa takut ketika anaknya menjadi bahan
pergujingan tetangga. Kebiasaan pacaran dan saling mengunjungi satu
sama lain sering menimbulkan fitnah, sehingga untuk menghindarinya
orang tua mendorong anaknya menikah sesegera mungkin.
Kekhawatiran orang tua pada pergaulan bebas juga membuat
banyak orang tua yang menikahkan anaknya diusia muda. Orang tua
merasa takut anaknya menjadi korban pergaulan bebas yang
menyebabkan kehamilan pranikah. Hal ini diungkapkan oleh salah satu
informan:
Nggak mbak, kalau sudah saling cocok ya sudah. Sudah sering bawa perempuan jadi ya sudah suruh nikah aja, dari pada nanti terjadi yang nggak baik. Di KUA juga udah boleh. Ga usah sidang umur (hasil wawancara dengan AR pada 23 April 2015 pukul 10.45 WIB).
Pernyataan diatas juga dibenarkan oleh sekertaris Desa Planjan
yang menyatakan sering adanya pergaulan bebas dikalangan remaja:
Dan sekarang ini eranya anak-anak remaja itu kebanyakan perginya ke Pantai. Ke Pantai itu sekitar jam 5 sore dan yang bekerja di Ladang disekitar sana sudah pada pulang nah anak-anak malah pergi ke pantai. Nah disitulah kebanyakan terjadi,
79
karena disinikan berdekatan dengan Pantai Baron. Disebelah barat Pantai Baron itu dibuka tempat baru namanya Karang Kacuk, itu dibuka baru itu kebanyakan terjadi disitu dan pulangnya malam. Dan kalo sudah pulang malam yang namanya remaja ya seperti itu lah tau-tau sudah kecelakaan (hasil wawancara dengan Bapak Subariman pada 19 Mei 2015 pukul 13.14 WIB).
Perilaku orang tua yang sengaja “menuakan” usia anak juga
menjadi faktor yang sering ditemui di Desa Planjan. Orang tua
“mengkatrol” usia anaknya agar cukup melewati batas usia minimum
yang ditentukan Undang-undang. Dengan begitu, remaja yang hendak
menikah tidak perlu memohon dispensasi nikah dan tidak perlu
melakukan sidang. Hal ini diungkapkan pula oleh Bapak Subariman:
Sejak jaman simbah dulu sebelum saya itukan masalah identitas belum sangat penting umur 12 digawe 16 umur 11 digawe 17 dulukan identitasnya buku belum seperti sekarang belum pake photocopy KTP, KK belum, akte kelahiran belum yang penting cuma pengakuan laporan pak dukuh, itu sudah terjadi sejak simbah-simbah dulu (hasil wawancara dengan Bapak Subariman pada 19 Mei 2015 pukul 13.14 WIB).
3. Pola Asuh Orang Tua Dalam Fenomena Pernikahan Usia Remaja
Pernikahan usia remaja yang terjadi di Desa Planjan memiliki
banyak faktor pendorong yaitu, faktor keinginan sendiri, faktor adat
istiadat, faktor pendidikan, faktor ekonomi serta faktor orang tua. Dalam
penelitian ini, peneliti menitikberatkan pada faktor orang tua sebagai
faktor pendorong terjadinya pernikahan usia remaja. Orang tua memiliki
peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak. Kepribadian
seorang anak juga sangat ditentukan oleh orang tua dan lingkungan
keluarganya. Seorang anak yang memiliki perilaku yang buruk bisa dilihat
80
dari pola asuh yang diterapkan oleh orang tuanya. Oleh karena itu, pola
asuh memiliki kaitan yang besar dengan tindakan dan perilaku anak
termasuk tindakan menikah diusia remaja.
Keluarga adalah lembaga pertama dan utama dalam melaksanakan
proses sosialisasi dan sivilisasi pribadi anak. Keluarga memberikan
pengaruh pada pembentukan watak kepribadian anak, dan menjadi unit
sosialisasi terkecil yang memberikan fondasi primer bagi perkembangan
anak. Baik buruknya struktur keluarga memberikan dampak baik dan
buruknya perkembangan jiwa dan jasmani anak (Kartono Kartini, 2006).
Pola asuh merupakan pola interaksi antara orang tua dan anak,
yaitu bagaimana cara dan sikap perilaku orang tua saat berinteraksi dengan
anak, termasuk cara penerapan aturan, mengajarkan nilai/norma,
memberikan perhatian dan kasih sayang serta menunjukan sikap dan
perilaku baik sehingga dijadikan panutan bagi anak (Theresia, 2009).
Bentuk-bentuk pola asuh orang tua sangat erat hubungannya dengan
kepribadian anak setelah menjadi dewasa. Hal ini dikarenakan ciri-ciri dan
unsur-unsur watak seorang individu dewasa sebenarnya sudah diletakkan
benih-benihnya ke dalam jiwa seorang individu sejak awal, yaitu pada
masa ia masih kanak-kanak. Watak juga ditentukan oleh cara-cara ia
waktu kecil belajar makan, belajar kebersihan, disiplin, belajar bermain
dan bergaul dengan anak lain dan sebagainya (Koentjaraningrat, 1997).
Berdasarkan hasil penelitian, di dapat 12 informan yang terdiri dari
delapan remaja yang menikah pada usia remaja, tiga orang tua yang
81
memiliki anak yang menikah diusia remaja serta satu orang pejabat di
Kelurahan Planjan. Informan dipilih sesuai dengan kriteria subyek
penelitian yang telah ditentukan, yaitu anak yang menikah diusia remaja,
orang tua yang memiliki anak menikah diusia remaja serta pihak lain yang
terkait pernikahan usia remaja di Desa Planjan. Pemilihan ini berdasarkan
pengamatan peneliti dimana informan yang dipilih adalah informan yang
dapat memberikan informasi yang dibutuhkan peneliti dan dapat
menjelaskan fenomena tersebut secara kompeten. Peneliti juga tidak
membatasi jumlah informan. Peneliti mendapatkan 12 informan karena
data yang didapat telah dirasa cukup untuk menganalisis permasalahan
dalam penelitian ini.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, pola asuh yang
diterapkan orang tua yang mendorong anak melakukan pernikahan usia
remaja adalah pola asuh permisif dan demokratis. Pola asuh permisif
biasanya memberikan pengawasan yang sangat longgar. Orang tua
memberikan kesempatan pada anaknya untuk melakukan sesuatu tanpa
pengawasan yang cukup darinya. Ciri-ciri pola asuh permisif antara lain:
cenderung tidak menegur atau memperingatkan anak apabila anak sedang
dalam bahaya, dan sangat sedikit bimbingan yang diberikan orang tua,
tidak ada bimbingan maupun aturan yang ketat, tidak ada pengendaian
atau pengontrolan serta tuntutan kepada anak, anak diberi kebebasan dan
diizinkan membuat keputusan untuk dirinya sendiri, tidak ada kontrol dari
orang tua, anak harus belajar sendiri untuk berperilaku dalam lingkungan
82
sosial, anak tidak akan dihukum meskipun melanggar aturan serta tidak
diberi hadiah jika berprestasi atau berperilaku sosial yang baik.
berdasarkan ciri-ciri tersebut, peneliti melihat kesesuaian dengan data hasil
wawancara dengan informan. Berikut adalah beberapa kutipan wawancara
dengan informan yang menujukan pola asuh permisif dalam fenomena
pernikahan usia remaja:
“Nggeh sampun remen gek kajenge ngaten. Sudah suka ya mau gimana lagi. Anak maunya nikah muda ya sudah saya biarkan. Ngga saya larang, ya dibiarkan saja.” (hasil wawancara dengan SP pada 22 April 2015 pukul 15.52 WIB). “Nggak, soalnya ibu juga kan dulu nikah muda umur 14 juga udah
nikah. Dan ketika ditanya udah siap apa belum terus saya jawab
udah, ya udah boleh aja” (hasil wawancara dengan LS pada 14
Mei 2015 pukul 14.38 WIB).
Kutipan diatas merupakan jawaban dari pertanyaan “apakah orang
tua sempat melarang menikah diusia remaja?”, dan kedua jawaban tersebut
menunjukan adanya kebebasan dari orang tua. Berikut ini juga beberapa
kutipan wawancara yang menunjukan penerapan pola asuh permisif yang
berkenaan dengan kebebasan bergaul dan kontrol orang tua yang lemah:
”Nggak pernah ngontrol, saya sendiri yang ngontrol. Kalo pergaulan kan cuma kumpul-kumpul di rumah, kerja juga dirumah terus, tiap hari di rumah tapi kadang turun baru gak dirumah. Jam malam nggak ada, bebas. Nggak pernah pulang kadang, malah kalau main suka tidur di rumah sodara apa temen dulu tuh” (hasil wawancara dengan EC pada 23 April 2015 pukul 10.36 WIB).
“Ohh nggak. Namanya orang tua nggak membatasi pergaulan antara anak dengan teman-teman. Berteman itu sama siapa aja boleh” (hasil wawancara dengan AR pada 23 April 2015 pukul 10.45 WIB).
83
“Ya gimana ya mbak, sukanya saya di rumah temen terus jarang di rumah. Malah kalo di rumah itu gak betah. Jarang pamitan, ya kalo ga pamit ya biasa aja mbak” (hasil wawancara dengan SS pada 15 Mei 2015 pukul 13.57 WIB). Sedangkan pola asuh demokratis yaitu pola asuh yang
memprioritaskan kepentingan anak, dan tidak ragu-ragu mengendalikan
mereka. Orang tua dengan pola asuh ini bersikap rasional, selalu
mendasari tindakannya pada rasio atau pemikiran-pemikiran. Orang tua
tipe ini juga bersikap realistis terhadap kemampuan anak, tidak berharap
yang berlebihan yang melampaui kemampuan anak. Ciri-ciri pola asuh
demokratis: Ada bimbingan dan kontrol dari orang tua, Anak diberi
kepercayaan dan tanggung jawab, Orang tua bersikap realistis terhadap
kemampuan anak, tidak berharap yang berlebihan yang melampaui
kemampuan anak, Orang tua memberikan kebebasan kepada anak untuk
memilih dan melakukan suatu tindakan, Bersikap responsif terhadap
kemampuan anak dan menghargai setiap keberhasilan yang diperoleh
anak, Mendorong anak untuk menyatakan pendapat atau pertanyaan, serta
Memberikan penjelasan tentang dampak perbuatan baik dan buruk.
Ciri-ciri tersebut tercermin dalam salah satu pernyataan informan
tentang bimbingan dan kontrol orang tuanya:
“Ada aturan-aturan seperti waktu sekolah itu setiap malam tidak ada jam keluar. Jadi pergaulan itu dibatasi sampai jam 7 malam” (hasil wawancara dengan FJ pada 22 April 2015 pukul 15.08 WIB). Berikut kutipan wawancara informan saat ditanya tentang
komunikasi dengan orang tua dan kebebasan dari orang tua:
84
“Baik, karena tiap hari selalu ketemu di rumah terus kalo ada apa aja bilang, selalu terbuka. Kalo mengekang enggak tapi ya sering dikasih pengertian aja ini yang boleh itu yang gak boleh, ya itu aja ga ngekang banget” (hasil wawancara dengan NV pada 14 Mei 2015 pukul 14.38 WIB).
Kedua pola asuh ini menyebabkan terbentuknya persepsi dan
tindakan remaja tentang pernikahan usia remaja.
Masa remaja merupakan masa yang rentan terhadap masalah yang
dihadapi, padahal disisi lain remaja merupakan generasi penerus bangsa,
calon pemegang estafet kepemimpinan bangsa di masa yang akan datang.
Pola asuh orangtua turut membentuk dasar kepribadian seseorang, apakah
akan menjadi seorang yang yang memiliki kepribadian yang kokoh atau
rapuh sehingga mempengaruhi kerentanan seseorang terhadap stres
(Suwanto, 2009). Dalam permasalahan pernikahan usia remaja di Desa
Planjan, pola asuh orang tua membuat pengaruh pada keputusan seorang
remaja untuk menikah. Hubungan anak dengan orang tua merupakan
hubungan pertama yang ditemui anak. Hubungan anak dengan orang tua
dan anggota keluarga lainnya dapat dianggap sebagai suatu sistem yang
saling berinteraksi. Sistem-sistem tersebut berpengaruh kepada anak baik
secara langsung maupun tidak, melalui sikap dan pengasuhan anak oleh
orang tua.
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan orang tua
menerapkan pola asuh yang berbeda-beda pada anak. Faktor-faktor
tersebut juga yang menyebabkan terjadinya pernikahan usia remaja di
85
Desa Planjan. Berikut adalah faktor-faktor yang menyebabkan orang tua di
Desa Planjan menerapkan pola asuh yang berbeda-beda kepada anak:
a. Status Ekonomi
Tingkat ekonomi dan pekerjaan orang tua yang berbeda-beda
membuat pola asuh yang diterapkan juga berbeda. Mayoritas
masyarakat Desa Planjan yang bekerja sebagai petani dan buruh tani
menyebabkan waktu bekerja mereka menjadi cukup lama. Letak
tempat kerja yang cukup jauh serta pekerjaan yang membutuhkan
waktu yang lama, membuat orang tua jarang berjumpa dengan anak
mereka. Oleh karena itu, waktu mereka untuk bertemu dan
berkomunikasi dengan anak tidak terlalu banyak. Hal ini menyebabkan
orang tua menerapkan pola asuh permisif. Waktu bertemu yang jarang
berakibat pada kurangnya perhatian orang tua serta komunikasi yang
kurang lancar. Dengan begitu, remaja seolah diberi kebebasan untuk
menentukan tindakan dan keputusannya sendiri tanpa pertimbangan
orang tua. Mereka juga berperilaku menurut apa yang mereka inginkan
tanpa adanya kontrol dari orang tua. Mereka berusaha berusaha belajar
sendiri bagaimana cara berperilaku dalam lingkungan sosial. Oleh
karena itu, dengan mudahnya mereka mengadaptasi perilaku menikah
diusia remaja.
Jenis pekerjaan dan pendapatan orang tua juga mempengaruhi
penerapan pola asuh orang tua. Selain petani, di Desa Planjan juga
terdapat mata pencaharaian lain yang cukup beragam. Orang tua
86
dengan pekerjaan yang cukup prestisius cenderung menerapkan pola
asuh demokratis. Orang tua akan mengijinkan anaknya menikah diusia
remaja dengan beberapa ketentuan misalnya harus sudah bekerja.
Kemampuan seorang anak memenuhi kebutuhan atau menafkahi
keluarga dianggap cukup untuk bekal menikah. Hal ini sesuai dengan
hasil wawancara dengan salah satu informan: “Nggak, nggak ada
larangan. Dulukan sempat bekerja ke kota jogja niku kerja serabutan
teng jogja niku” (hasil wawancara dengan RA pada 22 April 2015
pukul 15.39 WIB). Hasil wawancara tersebut memperlihatkan bahwa
ketika anak sudah mampu bekerja dan memiliki penghasilan, orang tua
tidak melarang anaknya untuk menikah meskipun diusia remaja.
b. Pendidikan Orang Tua
Masyarakat Desa Planjan memiliki pendidikan yang cukup
rendah dibandingkan dengan daerah lain di Yogyakarta. Tingkat
pendidikan yang rendah menyebabkan kecenderungan orang tua di
Desa Planjan untuk menerapkan pola asuh permisif. Pengetahuan
orang tua yang kurang tentang pola pengasuhan anak menyebabkan
anak terabaikan dan kurang diperhatikan. Sejatinya, seorang remaja
sangat membutuhkan bimbingan dan arahan dari orang tua tentang
bagaimana cara berperilaku dan bertindak dengan baik. Dalam hal ini,
pengetahuan anak tentang pernikahan usia remaja sangat ditentukan
pula oleh pengetahuan orang tuanya. Orang tua dengan pendidikan
yang minim cenderung tidak memiliki wawasan yang luas tentang
87
dampak pernikahan usia remaja. Pernikahan usia remaja yang marak
terjadi di Desa Planjan menuntun banyak remaja lain untuk melakukan
hal yang sama. Orang tua dengan pendidikan rendah memiliki
kecenderungan membiarkan dan membebaskan anaknya untuk
menikah diusia remaja. Mereka tidak memberi arahan dan bimbingan
karena minimnya pengetahuan mereka tentang dampak pernikahan
usia remaja. Berbeda dengan orang tua yang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi, mereka cenderung melarang anaknya menikah
diusia remaja. Pengetahuan mereka tentang dampak buruk pernikahan
usia remaja, membuat mereka mendorong anaknya untuk melanjutkan
pendidikan kejenjang yang lebih tinggi dibandingkan menikah muda.
c. Latar Belakang Pola Pengasuhan Orang Tua
Orang tua biasanya meniru pola asuh yang dialaminya dulu
untuk diterapkan kembali pada anak-anaknya. Pola asuh yang
membebaskan dan memperbolehkan menikah diusia remaja, diikuti
oleh orang tua saat ini. Pengalaman orang tua di Desa Planjan yang
menikah diusia remaja, mendorong anak untuk mengikuti jejak orang
tuanya. Orang tua memberikan gambaran tentang pernikahan usia
remaja kepada anaknya. Sehingga anak merepresentasikan gambaran
tersebut, kemudian meniru untuk menikah diusia remaja. Hal ini sesuai
dengan data hasil wawancara narasumber mengenai tanggapan orang
tua tentang pernikahan usia remaja yang mereka jalani:
“Nggak, soalnya ibu juga kan dulu nikah muda umur 14 juga udah nikah. Dan ketika ditanya udah siap apa belum terus saya
88
jawab udah, ya udah boleh aja” (hasil wawancara dengan NV pada 14 Mei 2015 pukul 14.38 WIB).
Dari hasil wawancara tersebut terlihat bahwa, orang tua
narasumber yang dahulu menikah diusia remaja memperbolehkan
anaknya untuk menikah diusia yang sama ketika orang tua narasumber
menikah yaitu usia 14 tahun.
d. Jenis Kelamin Anak
Jenis kelamin anak membuat orang tua menerapkan pola asuh
yang berbeda pada setiap anak. Orang tua yang memiliki anak
perempuan cenderung menerapkan pola asuh demokratis. Dengan pola
asuh ini, orang tua dapat memberikan kebebasan kepada anak tetapi
tetap ada aturan jelas yang mengikat. Remaja perempuan yang belum
menikah biasanya memiliki aturan yang lebih kompleks dibanding
remaja laki-laki. Dalam hal pernikahan, orang tua tetap membebaskan
anaknya untuk menikah diusia remaja akan tetapi lebih diberikan
pemahaman yang rasional. Berbeda dengan orang tua yang memiliki
anak laki-laki cenderung menerapkan pola asuh permisif. Akan tetapi,
di Desa Planjan lebih banyak remaja perempuan yang melakukan
pernikahan usia remaja. Sedangkan remaja laki-laki lebih diberi
tanggung jawab untuk bekerja dahulu sebelum menikah. Hal ini
diungkapkan oleh seorang narasumber:
“Ya nggak juga, teman saya yang seusia saya yang belum menikah juga ada. Ya kalo laki-laki disini kalo udah 19 atau 20 tahun ya kebanyakan udah nikah. Nikah muda disini ya biasa, wajar aja, perempuan malah kalo lulus sekolah langsung nikah
89
kebanyakan. Kalo laki-laki cari kerja dulu biasanya” (hasil wawancara dengan SL pada 14 Mei 2015 pukul 13.42 WIB).
Seacara garis besar, peneliti menemukan 2 pola asuh yang
meyebabkan terjadinya fenomena pernikahan usia remaja di Desa Planjan
yaitu, pola asuh demokratis dan permisif. Kedua pola asuh tersebut
memiliki perbedaan didalamnya, akan tetapi keduanya mendorong adanya
pernikahan usia remaja. Pola asuh demokratis mempunyai ciri bersifat
terbuka antara orang tua dengan remaja. Mereka membuat aturan yang
disetujui bersama. Remaja diberikan kebebasan untuk mengemukakan
pendapat dan menanggapi orang lain. Orang tua hanya berbersikap sebagai
pemberi pendapat dan pertimbangan terhadap aktivitas remaja. Sedangkan
pola asuh permisif dapat ditandai dengan orang tua yang memberikan
kebebasan tanpa batas pada remaja untuk bertingkah laku sesuai dengan
kehendaknya sendiri. Orang tua tidak pernah memberikan aturan dan
mengarahkan remaja (Yatim, 1986: 31-34).
Pada pola asuh demokratis, orang tua memberikan aturan-aturan
yang jelas dikeluarga. Orang tua memberikan izin menikah kepada anak
atas kesanggupan anak. Misalnya ketika anak sudah mampu menafkahi
keluarga maka orang tua akan memberikan izin anaknya untuk menikah.
Sedangkan pada pola asuh permisif, orang tua membebaskan anak untuk
menikah pada usia yang diinginkan. Tidak ada aturan baku yang
ditentukan pada remaja sehingga anak menentukan sendiri jalan hidupnya
seperti menikah diusia remaja. Kontrol sosial yang lemah pada pola asuh
permisif, membuat banyak remaja yang terjebak dalam pergaulan bebas.
90
Hasil dari pergaulan bebas salah satunya adalah kehamilan pranikah.
Ketika hal itu muncul maka orang tua akan dengan segera menikahkan
anaknya untuk menutupi aib keluarga. Usia anak yang masih muda tidak
lagi dihiraukan ketika terjadi hal yang demikian.
Perbedaan paling besar antara pola asuh demokratis dan permisif
adalah pada penerapan aturan pada remaja. Aturan yang diberlakukan bisa
dilihat dari bagaimana orang tua mengontrol pergaulan remaja. Hal
tersebut tercermin dari penuturan informan tentang kontrol orang tua
dalam pergaulan mereka, seperti berikut:
“Sering sih nasehatin, nasihatin tuh yang utama. Terus kalo mengontrol pergaulan ya biasanya kalo temen-temen main kerumah ya ibu suka ikut nimbrung” (hasil wawancara dengan NV pada 14 Mei 2015 pukul 14.38 WIB). “Ngontrolnya ya liat jadwal aja, orang tua juga udah tau kegiatannya di Sekolah” (hasil wawancara dengan FJ pada 22 April 2015 pukul 15.08 WIB).
Berdasarkan wawancara yang telah dilakukan, informan NV dan
FJ menjelaskan bahwa kontrol orang tua yang dilakukan adalah dengan
ikut obrolan dengan teman. Sedangkan orang tua informan FJ mengontrol
melalui jadwal kegiatan sekolah. Tidak semua remaja dikontrol orang
tuanya, berikut adalah penuturan yang berbeda didapatkan dari informan
LS dan EC:
“Ya pokoknya gimana ya, soalnya orang tuanya tuh jarang di Rumah. Ya lebih banyak gak dikontrol” (hasil wawancara dengan LS pada 15 Mei 2015 pukul 15.31 WIB). “Ngga pernah ngontrol, saya sendiri yang ngontrol. Kalo pergaulan kan cuma kumpul-kumpul di Rumah, kerja juga di rumah terus,
91
tiap hari di rumah tapi kadang turun baru gak dirumah” (hasil wawancara dengan EC pada 23 April 2015 pukul 10.36 WIB).
Informan LS dan EC mengatakan bahwa orang tua mereka tidak
pernah mengontrol pergaulan mereka. Informan LS mengatakan bahwa
orang tuanya sibuk bekerja dan tidak pernah mengontrol pergaulan
anaknya. Masing-masing pola asuh memiliki perbedaan dalam mengontrol
anak. Pada pola asuh demokratis anak memiliki jam malam yang ketat,
mereka tidak diperkenankan keluar lebih dari waktu yang telah ditentukan.
Beberapa informan juga mengatakan ada ketentuan dari orang tua untuk
memilih teman bergaul. Bahkan orang tua juga mengenal teman-teman
sepergaulan anaknya. Pada pola asuh permisif, anak tidak diberikan
ketentuan jam malam. Meskipun ada jam malam seringkali anak
melanggar dan orang tua tidak memberi sanksi. Dalam memilih teman,
orang tua membebaskan sepenuhnya kepada anak.
Beragam pola asuh diterapkan orang tua dengan tujuan
memberikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Pola asuh ini tercermin dari
perilaku dan sikap orang tua dalam mengasuh anak-anak mereka. Dari
hasil analisis diketahui bahwa ada 4 informan menggunakan pola asuh
demokratis. Pada pola asuh ini orang tua lebih banyak memberikan aturan
pada anak. Mereka lebih ketat dalam mengatur pergaulan baik dengan
teman sebaya dan lawan jenis. Antara anak dan orang tua lebih terbuka
sehingga mereka bisa mengambil keputusan bersama-sama. Dalam
kaitannya dengan pernikahan usia remaja, orang tua membebaskan
anaknya memilih calon pasangan yang sesuai. Akan tetapi hasil dari
92
wawancara yang dilakukan, hampir semua orang tua mengizinkan anaknya
menikah diusia remaja. Hanya orang tua dari informan FJ yang sempat
melarang anaknya menikah diusia remaja. Dari fakta tersebut, dapat
dibuktikan bahwa kedua pola asuh tersebut sama-sama mendorong
terjadinya pernikahan usia remaja.
Berdasarkan hasil penelitian ditemukan bahwa pola asuh
permisiflah yang paling dominan diterapkan. Dari 11 informan yang
terkait langsung dengan pernikahan usia remaja, 7 diantaranya
menerapkan pola asuh permisif. Sedangkan 4 informan lain menunjukan
pola asuh demokratis. Tidak ditemukan pola asuh otoriter dalam penelitian
ini. Orang tua sebenarnya memberikan aturan juga pada anak, tetapi
mereka lebih cenderung membebaskan perilaku anak. Kesibukan orang tua
dan rasa tidak ingin terbebani oleh anak membuat banyak orang tua yang
menerapkan pola asuh permisif. Orang tua membebaskan anaknya untuk
menentukan hidupnya sendiri tanpa arahan yang ketat pada usia remaja.
Keputusan anak seperti putus sekolah menjadi salah satunya. Orang tua
tidak berusaha menjelaskan pentingnya pendidikan untuk masa depan akan
tetapi justru membiarkan anak menikah diusia remaja.
Pola asuh memiliki peranan penting terhadap fungsi lembaga
keluarga. Menurut teori struktural fungsional Robert K. Merton,
masyarakat merupakan suatu sistem yang didalamnya terdapat elemen atau
institusi yang saling berkaitan satu sama lain. Institusi/lembaga tersebut
memiliki peranan dan fungsi yang berbeda-beda. Masyarakat akan berjalan
93
secara normal ketika fungsi-fungsi tersebut berjalan dengan baik. Ketika
terjadi kemacetan pada suatu fungsi lembaga akan menyebabkan
kemacetan pada fungsi lembaga yang lain. Dalam masalah ini, kemacetan
pada fungsi lembaga keluarga menyebabkan kemacetan pada lembaga lain.
Salah satu fungsi lembaga keluarga adalah mengontrol atau mengawasi
tingkah laku yang biasa dilakukan orang tua terhadap anak. Hubungan
orang tua dengan anak, cara orang tua membimbing anak dan mengontrol
anak adalah cerminan dari pola asuh yang diterapkan orang tua dalam
keluarga. Ketika dalam penelitian ini pola asuh permisif yang banyak
diterapkan orang tua, maka fungsi pengawasan orang tua menjadi lemah.
Kelemahan inilah yang akhirnya mempengaruhi fungsi lembaga sosial
lain, yaitu fungsi lembaga pendidikan dan ekonomi. Fungsi dan tujuan
lemabaga pendidikan tidak tercapai dengan baik karena banyak remaja
yang memutuskan untuk berhenti sekolah dan banyak yang memutuskan
untuk menikah. Fungsi lembaga pendidikan salah satunya adalah
mempersiapkan anak untuk mencari nafkah dan memperpanjang masa
remaja. Akan tetapi, penerapan pola asuh permisif yang berujung pada
pernikahan usia remaja yang terjadi di Planjan, membuat anak putus
sekolah dan menyebabkan anak kesulitan untuk mencari pekerjaan karena
pendidikan yang rendah. Hal ini juga berdampak pada fungsi lembaga
ekonomi, dimana pendidikan yang rendah membuat remaja yang menikah
diusia remaja kesulitan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
94
Orang tua dan keluarga memiliki fungsi sebagai media sosialisasi
dan alat kontrol bagi seorang anak. Kontrol sosial adalah cara yang
dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan masyarakat agar
berperilaku dan bersikap sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku.
Sedangkan, sosialisasi adalah proses penanaman dan transfer nilai dan
norma dari satu generasi ke generasi selanjutnya dalam sebuah kelompok
atau masyarakat. Kontrol sosial dan proses sosialisasi pada suatu
masyarakat berbeda-beda sesuai dengan nilai, norma dan kebudayaan yang
berlaku ditempat tersebut. Hal ini lah yang membuat masyarakat di Desa
Planjan terus melakukan pernikahan usia remaja yang berjalan secara
turun temurun karena proses sosialisasi dan kontrol sosial dari orang tua.
Nilai dan norma yang terus disosialisasikan dan melalui kontrol sosial
secara berulang, membuat persepsi remaja tentang pernikahan sama
dengan persepsi orang tua dan masyarakat setempat.
Persepsi adalah proses untuk mengingat atau mengidentifikasikan
sesuatu. Persepsi merupakan reaksi seseorang terhadap stimulus yang
bersifat khas. Persepsi disebabkan oleh kesatuan dari faktor internal seperti
suasana hati (jiwa) dan motivasi serta faktor eksternal seperti cara
pembelajaran pada individu yang kemudian akan mengatur kecenderungan
sikap dan perilaku individu terhadap suatu objek (Atkinson, 1987).
Menyadari dengan apa yang ada di sekitarnya, maka individu tersebut
akan melakukan penggabungan kesadaran stimulus yang diterimanya,
sehingga apa yang ada dalam diri individu (pengalaman dan harapan-
95
harapannya) akan turut aktif dalam persepsi individu. Pengalaman,
pengharapan dan penilaian itu akan mempengaruhi individu dalam
memberikan arti dan bentuk atas apa yang dilihatnya.
Menurut Walgito (2003) faktor-faktor yang menyebabkan persepsi
pernikahan adalah baik itu dari faktor biologik/fisiologis, psikologis, sosial
maupun dari faktor agama. Dari faktor biologik/fisiologis adalah untuk
melakukan hubungan seksual dengan lawan jenis harus memiliki ikatan
yang sah yaitu melalui ikatan perkawinan, selain itu pada usia 18-24 tahun
alat-alat reproduksinya sudah masak dan dapat membuahkan keturunan.
Pada masa remaja dorongan seksual meningkat atau dorongan biologis
semakin matang. Dari faktor psikologis, pada usia tersebut memiliki
kebutuhan untuk rasa aman, kasih sayang, dan adanya rasa kesepian atas
kesendirian. Hal ini dikarenakan pada masa remaja yang sangat menyolok
adalah masing-masing individu mulai tertarik kepada jenis seks yang lain
dan mulai mengadakan interaksi yang lebih intensif dengan jenis seks
yang lain. Untuk itu antara masing-masing individu membutuhkan teman
hidup yang akan dapat saling mengisi akan kebutuhan-kebutuhan
psikologisnya. Melalui perkawinan individu akan merasa tenang, dapat
melindungi dan dilindungi, dapat mencurahkan segala isi hatinya kepada
pasangannya.
Faktor sosial adanya tuntutan lingkungan untuk melaksanakan
pernikahan dan untuk menjaga norma-norma yang berlaku dalam
masyarakat tentang hubungan antara laki-laki dan wanita. Faktor agama
96
maksudnya adalah karena individu tersebut melaksanakan tuntunan Allah,
tuntunan sunah rasul, melaksanakan ajaran agama Islam yang
menganjurkan untuk sesegera mungkin menikah agar terhindar dari
perbuatan dosa/zina dan untuk menyempurnakan sebagian agama dari
mereka. Selain faktor-faktor yang telah diuraikan di atas, faktor lain yang
mempengaruhi pernikahan di usia muda adalah norma keagamaan, adat,
kebiasaan, nilai dan peraturan yang berlaku di dalam masyarakat (Hanum,
1997).
Berdasarkan penelitian, persepsi narasumber tentang objek
pernikahan usia remaja cukup bervariatif. Hasil yang didapat menunjukan
remaja desa Planjan telah memiliki persepsi positif tentang pernikahan
usia remaja. Namun, tingkat pendidikan remaja sangat mempengaruhi
wawasan dan pemikiran mereka. Remaja yang memiliki pendidikan
rendah cenderung belum memahami arti dan makna dari pernikahan yang
mereka jalani. Berikut adalah persepsi narasumber tentang pernikahan usia
remaja:
“Menikah muda menurut saya kalau itu untuk agama itu bagus. Soalnya kalau seseorang mengenal seseorang lain kalau dia tidak didasari agama dan dia sudah ingin menikah maka dia otomatis akan melanggar aturan agama, jadi kalau menikah muda untuk agama bagus tetapi kalau untuk itu kesehatan ibu dan anak itu kurang bagus menurut saya. Karena melahirkan diusia muda itu terlalu beresiko” (hasil wawancara dengan FJ pada 22 April 2015 pukul 15.08 WIB). ”Ya kan kalo menurut agama kan lebih baik nikah dari pada pacaran. Tapikan mungkin emang sekolah dulu penting, biar dapet kerja yang baik” (hasil wawancara dengan NA pada 15 Mei 2015 pukul 12.54 WIB).
97
Kedua pendapat diatas, menunjukan persepsi narasumber tentang
pernikahan usia remaja dilihat dari faktor/aspek agama. Pernikahan
menurut narasumber lebih baik dilakukan dengan segera agar tidak
muncul perbuatan yang menyalahi aturan agama. Dalam hal ini
narasumber tidak ingin berpacaran terlalu lama agar terhindar dari
perbuatan dosa/zina. Masyarakat merujuk pada sebuah hadis ”Apabila
seseorang memiliki anak gadis yang sudah baligh, maka segerakanlah
untuk dinikahkan”. Pernyataan inilah yang dipercayai dan diterjemahkan
secara tekstual oleh masyarakat tanpa mempertimbangan hal lain termasuk
usia anak yang masih muda. Hadis inilah yang seolah menjadi tameng
untuk membenarkan pernikahan usia remaja. Padahal kesiapan dan
kematangan fisik serta mental anak sangat berpengaruh pada kehidupan
rumah tangganya kelak. Persepsi lain mengenai pernikahan usia remaja:
“Ya baik. Kalau udah bisa daftar di KUA ya boleh nikah” (hasil wawancara dengan RA pada 22 April 2015 pukul 15.39 WIB). “Ya gimana ya mbak, disini emang kalau menikah emang menikah muda, hampir se-Gunungkidul itu nikah muda semua. Ya kalau gak baik buat ibu dan anak emang iya, tapi kan kalau di KUA udah boleh ya dibolehkan” (hasil wawancara dengan EC pada 23 April 2015 pukul 10.36 WIB). “Ya gimana ya mbak, disini udah biasa eh. Kalau bisa ya jangan dulu. Kalau buat ibu dan bayi itu gak baik” (hasil wawancara dengan SL pada 14 Mei 2015 pukul 13.42 WIB). Ya menurut aku ya itu boleh aja, capek juga ya dengerin tetangga kan kalo udah sering dianter pulang cowok itu kan ya gimana ya jadi lebih baik cepet nikah aja. Kalo nikah muda yang penting kita bisa tanggung jawab. Ya mungkin kalo kaya mbaknya yang penting kuliah dulu, pendidikan terus dapet kerja bagus, tapi kalo di desa kaya gini tuh susah mbak apalagi udah dilamar cowok. Kan
98
kalo kata orang dulu kalo perempuan dilamar pertama itu nggak boleh ditolak, pokonya harus diterima buat buang sial. Ya mau gimana lagi udah dilamar ya gak mungkin nolak, kan takut ya gak enak juga” (hasil wawancara dengan NV pada 14 Mei 2015 pukul 14.38 WIB). “Kalau menurut pemerintah kan emang gak boleh nikah muda, ya kalau didesa kaya sini ya masih banyak. Kemarin juga sidang dulu soalnya akta kelahirannya salah, harusnya udah 16 tahun tapi disitu masih 14 tahun. Di Planjan kan emang banyak yang nikah muda, dibawah saya juga ada yang udah nikah” (hasil wawancara dengan LS pada 15 Mei 2015 pukul 15.31 WIB). “Ya gimana ya mbak kalau udah niat ya nikah aja. Udah biasa mbak disini nikah muda. Lulus SMP ya nikah, ada juga yang gak lulus, belum lulus udah nikah” (hasil wawancara dengan SS pada 15 Mei 2015 pukul 15.57 WIB).
Sebagian besar narasumber menginterpretasikan pernikahan usia
remaja sebagai sesuatu yang wajar dan biasa terjadi di lingkungannya.
Faktor sosial budaya menjadi faktor dominan dalam hubungannya dengan
pernikahan usia remaja. Masyarakat masih mempercayai ketika lamaran
pertama yang ditujukan untuk anak perempuannya ditolak, maka akan
mendatangkan “kesialan” dan menyebabkan anak “susah jodoh”. Kondisi
lingkungan yang didominasi oleh pernikahan usia remaja, membuat
remaja mempersepsikan bahwa pernikahan remaja bukanlah suatu masalah
yang wajib dikhawatirkan. Mereka justru akan merasa tertekan dan
tersingkir ketika mereka menikah pada usia diatas 20 tahun.
Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor sosial budaya
(terbelakangan kultur, rendahnya pendidikan, kondisi ketidak mampuan
ekonomi), faktor agama ( yang ditafsirkan secara tekstual ) serta faktor
psikologis yang hanya bersandar pada perasaan cinta, dan aspek relasi
99
sosial yang terbatas, keseluruhannya mempengaruhi interpretasi remaja
sebagai memori permanen atau representasi mental pada proses
berpersepsi.
D. Pokok Temuan
Berdasarkan penelitian dilapangan didapatkan beberapa pokok temuan
yang berkaitan dengan Pola asuh Orang Tua pada Fenomena Pernikahan Usia
Remaja di Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul:
1. Kepercayan dan adat istiadat yang berkaitan dengan penolakan lamaran
masih dipegang kuat masyarakat desa Planjan.
2. Ada fenomena “males mikir” yang membuat banyak anak di Desa Planjan
putus sekolah.
3. Kesulitan ekonomi serta pekerjaan yang menyita banyak waktu membuat
banyak orang tua kurang mengontrol pergaulan anak.
4. Pola asuh permisif dan demokratis menjadi pola asuh yang paling banyak
diterapkan orang tua pada fenomena pernikahan usia remaja.
5. Kontrol sosial dan sosialisasi dari keluarga dan masyarakat menyebabkan
munculnya persepsi anak tentang pernikahan diusia remaja.
100
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Faktor-faktor Penyebab Pernikahan Usia Remaja di Desa Planjan
Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul:
a. Keinginan sendiri: Remaja sudah sudah saling cinta dan merasa
cocok satu sama lain. Mereka ingin menghindari fitnah dan telah
merasa dapat hidup mandiri.
b. Adat Istiadat: Kepercayaan yang melarang seorang gadis menolak
lamaran pertama. Adanya kebiasaan saling menjodohkan anak.
c. Faktor Pendidikan: Pendidikan yang rendah dan minimnya
pengetahuan tentang dampak pernikahan usia remaja.
d. Faktor Ekonomi: Keinginan mengurangi beban ekonomi keluarga.
Serta keinginan mengubah kondisi perekonomian dengan menikahi
pasangan yang mapan.
e. Orang tua: Ada kekhawatiran orang tua jika anaknya dikatakan
“perawan tua”. Orang tua juga takut anaknya menjadi korban
pergaulan bebas.
2. Pola asuh yang ditemukan dalam penelitian ini adalah pola asuh
demokratis dan permisif. Pola asuh demokratis dan permisif sama-
sama mendorong terjadinya fenomena pernikahan usia remaja di Desa
Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul. Penerapan
101
kedua pola asuh tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: faktor
ekonomi, pendidikan orang tua, latar belakang pola pengasuhan orang
tua dan jenis kelamin anak. Pola asuh yang paling dominan adalah pola
asuh permisif.
3. Kontrol sosial dan sosialisasi dari keluarga dan masyarakat setempat,
menyebabkan munculnya persepsi anak tentang perikahan usia remaja.
Remaja di Desa Planjan menafsirkan pernikahan yang mereka jalani
dari beberapa faktor, yaitu:
a. Faktor sosial budaya, keterbelakangan kultur, rendahnya
pendidikan serta kondisi ketidakmampuan secara ekonomi.
b. faktor agama, remaja hanya memaknai pernikahan dari sudut
pandang agama yang ditafsirkan tekstual.
c. faktor psikologis yang hanya bersandar pada perasaan cinta, dan
aspek relasi sosial yang terbatas.
102
B. Saran
1. Bagi Pemerintah
Pemerintah diharapkan mengkaji ulang mengenai Undang-undang
Nomor 1 Tahun 1974, mengenai batas usia minimal menikah. Usia
menikah 16 tahun bagi perempuan dan 19 tahun bagi laki-laki masih
dianggap terlalu dini. Dari sisi psikologis, pada usia tersebut mental
anak belum siap. Sedangkan dari sisi biologis, kesiapan alat reproduksi
belum sempurna dan masih rentan.
2. Bagi Orang Tua
Orang tua diharapkan memiliki hubungan dan komunikasi yang baik
dengan remaja. Orang tua juga harus memberikan pemahaman serta
arahan mengenai pernikahan dan dampak pernikahan usia remaja.
selain itu, orang tua juga harus mampu mengontrol pergaulan remaja
agar tidak terjerumus pada pergaulan bebas.
3. Bagi Remaja
Remaja diharapkan mampu melaksanakan pendidikan setinggi-
tingginya sebagai bekal masa depan. Remaja juga diharapkan
menghindari pergaulan bebas.
103
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2015. Fenomena. Tersedia di: http://kbbi.web.id/fenomena. Diakses pada 22 Februari 2015.
Arikunto, S. 2002. Metodologi penelitian. Jakarta: PT. Rineka Cipta. Asmawi, Mohammad. 2004. Nikah dalam Perbincangan dan Perbedaan.
Yogyakarta: Das As-Salam Atkinson, Rita L., dkk. 1987. Pengantar Psikologi Jilid I Edisi Kedelapan.
Jakarta: Erlangga. Awalani, Aji. 2014. Remaja Picu Dispensasi Nikah Tinggi. Sorot Gunungkidul.
19 November. http://www.sorotgunungkidul.com/. Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta. 2011. Hasil
Susenas tahun 2009 dan 2010. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Provinsi DIY.
Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Gunungkidul. 2014. Gunungkidul Dalam Angka 2014. Yogyakarta: Badan Pusat Statistik Kabupaten Gunungkidul.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indoesia Pusat
Bahasa. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama. Dlori, Muhamad. 2005. Jeratan Nikah Dini, Wabah Pergaulan. Yogyakarta:
Media Abadi. Edward, Drew. 2006. Ketika Anak Sulit di Atur. Bandung: PT. Mizan Pustaka. Endah kusumawati. 2009. Faktor dan Dampak Perkawinan Usia Remaja di Desa
Nogotirto Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman Provonsi Daerah Istimewa Yogyakarta. Skripsi S1. Universitas Negeri Yogyakarta.
Gun. 2015. Pernikahan Usia Dini Memprihatinkan. Radar Jogja. 2 Maret. http://www.radarjogja.co.id/
Gunarsa, Singgih. 2002. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Jakarta:
Gunung Mulia. Hanum, S.H. 1997. Pernikahan Usia Belia. Yogyakarta: Universitas Gadjah
Mada. Hibberman dan Miles. 1992. Analisis Data Kualitatif. Jakarta: Universitas
Indonesia Press.
104
Hurlock, Elizabeth B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga.
____________________. 2011. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan
Sepanjang Rentang kehidupan Edisi Kelima. Jakarta: Erlangga. Kantor Desa Planjan. 2015. Profil Desa Planjan 2014. Yogyakarta: Kantor Desa
Planjan Kartono, Kartini. 2006. Peran Keluarga Memandu Anak. Jakarta: CV. Rajawali. Khairuddin. 2008. Sosiologi Keluarga. Yogyakarta: Liberty. King, Laura A. 2014. Psikologi Umum: Sebuah Pandangan Apresiatif. Jakarta:
Salemba Humanika. Koentjaraningrat.1997. Metode-metode Penelitian Masyarakat. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama. Moleong, Lexy J. 2006. Metode Penelitian Kualitatif: Revisi. Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya. Nazsir, Nasrullah. 2008. Teori-teori Sosiologi. Bandung: Widya Padjajaran. Noorkasiani, Heryati dan Rita Ismail. 2009. Sosiologi Keperawatan. Jakarta: EGC Petranto, Ira. 2006. Pola Asuh Anak. Tersedia di: http://www.polaasuhanak.com/.
Diakses pada 2 Januari 2015. Purwanto, Ngalim. 2006. Psikologi Pendidikan. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Raho, Bernard. 2007. Teori Sosiologi Modern. Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher. Theresia, Indira Shanti.2009. Pola Asuh Efektif: Pola Asuh Penuh Cinta. Tersedia
di: http://www.tabloid-nakita.com/. Diakses pada 25 Agustus 2015. Sri Rumini dan Siti Sundari. 2004. Perkembangan Anak & Remaja. Jakarta :
Rineka Cipta.
Soerjono, Soekanto. 1992. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
________________.2004. Sosiologi Keluarga Tentang Ikhwal Keluarga, Remaja dan Anak. Jakarta: Rineka Cipta.
105
Wahyu Kartika Ekawati. 2010. Kenakalan Remaja di Tinjau dari Pola Asuh Orang Tua di Desa Kecitran Kecamatan Purwareja Klampok Kabupaten Banjarnegara. Skripsi S1. Universitas Negeri Semarang.
Walgito, Bimo. 2003. Psikologi Sosial. Yogyakarta: Andi Yogyakarta.
Yatim, Danny. 1986. Kepribadian Keluarga dan Narkotika. Jakarta: UI Press.
Yusuf, Syamsu. 2007. Psikologi Perkembangan Anak dan Remaja. Bandung: Remaja Rosdakarya.
LAMPIRAN
Lampiran 1
PEDOMAN OBSERVASI
Bentuk Pola Asuh Orang Tua pada Fenomena Pernikahan Usia Remaja di Desa
Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul
Hari/ tanggal :
Waktu :
Lokasi : Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul
Hal-hal yang akan diobservasi adalah sebagai berikut:
No. Aspek yang diamati Keterangan
1 Lokasi Observasi
2 Profil keluarga dengan anak yang menikah di
usia remaja
3 Faktor-faktor anak melakukan pernikahan usia
remaja
4 Pola asuh yang diterapkan orang tua pada
keluarga dengan anak yang menikah di usia
remaja
5 Kehidupan sosial ekonomi anak yang menikah
di usia remaja
6 Dampak pernikahan usia remaja
Lampiran 2
PEDOMAN WAWANCARA Orang Tua
Identitas Informan Nama : Usia : Jenis Kelamin : Pekerjaan : Waktu dan tempat pengumpulan data Hari/Tanggal : Waktu : Tempat :
Daftar pertanyaan:
1. Apa pendidikan terakhir anda?
2. Apa pendidikan terakhir anak anda?
3. Mengapa anak anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih
tinggi?
4. Apakah sebelumnya anda mendorong anak anda untuk melanjutkan
sekolah?
5. Apakah teman-teman anak anda juga banyak yang putus sekolah?
6. Ketika disekolah anak anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan
rangking dikelas bagaimana tanggapan anda?
7. Anda memiliki berapa anak?
8. Apakah anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anak anda yang satu
dan yang lainya?
9. Bagaimana pergaulan anak anda dengan teman-teman?
10. Apakah anda membebaskan anak anda bergaul dengan siapapun?
11. Adakah batasan yang anda berikan kepada anak anda dalam memilih teman
dan bergaul?
12. Apakah anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anak anda?
13. Bagaimana cara anda mengontrol pergaulan anak anda?
14. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anak anda selalu
berpamitan pada anda? Lalu bagaimana tanggapan anda ketika anak anda
tidak berpamitan?
15. Adakah batas jam keluar malam yang anda terapkan pada anak anda?
16. Sebelum menikah apakah anak anda melalui tahap pacaran?
17. Apakah anda mengetahui dan mengenal pacar anak anda saat itu? Dan
apakah anda merestui?
18. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan anak anda?
19. Apakah anak anda sering curhat kepada anda?
20. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anak anda selalu
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
21. Apakah anda mengetahui semua kegiatan anak anda didalam dan diluar
rumah?
22. Apakah anda sering bertanya mengenai kegiatan anak anda sehari-hari?
23. Ketika anak anda sakit, apa yang anda dilakuakan?
24. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan anak anda?
25. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda?
26. Apakah anda sering bertengkar dengan pasangan?
27. Apakah anda selalu membebaskan anak anda untuk melakukan apapun?
28. Apakah anda sering mengekang anak anda?
29. Ketika anak anda melakukan suatu kesalahan, apa yang anda lakukan?
30. Bagaimana anda menuntut tanggung jawab pada anak anda?
31. Apakah anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan kepada anak
anda?
32. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anak anda sering
dilibatkan?
33. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
34. Apa alasan anak anda menikah diusia remaja?
35. Apa faktor yang melatarbelakangi anak anda menikah diusia remaja?
36. Apakah keputusan menikah berasal dari keinginan anak sendiri apa
dorongan dari orang tua?
37. Apa alasan anda menyetujui anak anda menikah diusia remaja?
38. Apakah anda sempat melarang anda untuk menikah diusia remaja?
39. Sebelum anak anda menikah, apakah anda memiliki kriteria khusus untuk
pasangan anak anda?
40. Apakah anda dulu juga menikah diusia remaja?
41. Apakah teman-teman anak anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
42. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anak
anda lakukan?
PEDOMAN WAWANCARA
Anak yang Menikah diusia Remaja
Identitas Informan
Nama :
Usia :
Jenis Kelamin :
Pekerjaan :
Waktu dan tempat pengumpulan data
Hari/Tanggal :
Waktu :
Tempat :
Daftar pertanyaan:
1. Pada usia berapa anda menikah?
2. Apa pendidikan terakhir anda?
3. Mengapa anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
4. Apakah orang tua atau keluarga mempengaruhi anda untuk putus sekolah?
5. Apakah sebelumnya orang tua anda mendorong anda untuk melanjutkan
sekolah?
6. Apakah teman-teman anda juga banyak yang putus sekolah?
7. Ketika disekolah anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan rangking
dikelas bagaimana tanggapan orang tua anda?
8. Anda berapa bersaudara?
9. Apakah orang tua anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anda dan
saudara anda?
10. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman?
11. Apakah orang tua membebaskan anda bergaul dengan siapapun?
12. Adakah batasan yang diberikan orang tua dalam memilih teman dan
bergaul?
13. Apakah orang tua anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anda?
14. Bagaimana cara orang tua mengontrol pergaulan anda?
15. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anda selalu berpamitan
pada orang tua? Lalu bagaimana tanggapan orang tua anda?
16. Adakah batas jam keluar malam yang ditetapkan orang tua?
17. Sebelum menikah apakah anda melalui tahap pacaran?
18. Apakah orang tua anda mengetahui dan mengenal pacar anda saat itu? Dan
apakah direstui?
19. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan orang tua?
20. Apakah anda sering curhat kepada orang tua anda?
21. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anda
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
22. Apakah orang tua anda mengetahui semua kegiatan anda didalam dan
diluar rumah?
23. Apakah orang tua sering bertanya mengenai kegiatan anda sehari-hari?
24. Ketika anda sakit, apa yang dilakuakan orang tua anda?
25. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan orang tua atau
keluarga?
26. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda sebelum anda menikah?
27. Apakah orang tua anda sering bertengkar?
28. Apakah orang tua selalu membebaskan anda untuk melakukan apapun?
29. Apakah orang tua anda sering mengekang anda?
30. Ketika anda melakukan suatu kesalahan, apa yang orang tua anda lakukan?
31. Bagaimana orang tua anda menuntut tanggung jawab anda?
32. Apakah orang tua anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan
kepada anda?
33. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anda sering
dilibatkan?
34. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
35. Apa alasan anda menikah diusia remaja?
36. Apa faktor yang melatarbelakangi anda menikah diusia remaja?
37. Apakah keputusan menikah berasal dari diri sendiri apa dorongan dari
orang tua anda?
38. Bagaimana tanggapan orang tua ketika anda memutuskan untuk menikah
diusia remaja?
39. Apakah orang tua sempat melarang ketika hendak menikah?
40. Apakah pasangan anda juga menikah diusia remaja?
41. Apakah anda sudah memiliki anak?
42. Apakah kelak anda membiarkan anak anda menikah diusia remaja juga?
43. Sebelum anda menikah, apakah orang tua anda memiliki kriteria-kriteria
khusus untuk pasangan anda?
44. Apakah keputusan anda menikah diusia remaja sudah anda pikirkan
matang-matang?
45. Apakah teman-teman anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
46. Bagaimana persepsi anda mengenai pernikahan usia remaja?
47. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anda
lakukan?
48. Ketika hendak menikah apakah anda sudah merecanakan masa depan anda
dan keluarga anda secara baik-baik?
49. Apa dampak yang anda rasakan setelah menikah?
Lampiran 3
HASIL OBSERVASI
Bentuk Pola Asuh Orang Tua pada Fenomena Pernikahan Usia Remaja di Desa
Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul
Hari/ tanggal : 20 Januari 2015
Waktu : 12.00-16.00 WIB
Lokasi : Desa Planjan Kecamatan Saptosari Kabupaten Gunungkidul
Hal-hal yang akan diobservasi adalah sebagai berikut:
No. Aspek yang diamati Keterangan
1 Lokasi penelitian Desa Planjan merupakan desa
dengan kontur wilayah berbukit
yang cukup terjal. Desa ini
memiliki akses jalan yang cukup
sulit karena sarana jalan yang
masih minim. Desa Planjan terdiri
atas permukiman penduduk dan
sebagian besar wilayahnya adalah
perkebunan jati.
2 Profil keluarga dengan anak yang
menikah di usia remaja
Keluarga yang memiliki anak yang
menikah diusia remaja mayoritas
adalah keluarga menengah
kebawah. Tingkat pendidikan orang
tua juga rendah.
3 Faktor-faktor anak melakukan
pernikahan usia remaja
Faktor kenakalan remaja, putus
sekolah, kehamilan pranikah dan
adanya keinginan dari diri sendiri
menjadi penyebab anak-anak desa
Planjan melakukan pernikahan
diusia remaja
4 Pola asuh yang diterapkan orang
tua pada keluarga dengan anak
yang menikah di usia remaja
Pola asuh orang tua yang banyak
diterapkan adalah bentuk pola
permisif dan demokratis. Bentuk
pola asuh permisif terlihat dari
bagaimana orang tua menerapkan
aturan yang kurang tegas kepada
anak dan cenderung membebaskan.
5 Kehidupan sosial ekonomi Kehidupan sosial masyarakat desa
Planjan masih tradisional dan masih
banyak memegang adat istiadat.
Kehidupan ekonomi masyarakat
masih kurang, karena mayoritas
hanya bekerja sebagai petani.
6 Dampak pernikahan usia remaja Dampak dari pernikahan usia
remaja yang dirasakan masyarakat
desa Planjan adalah terbebas dari
pergunjingan dan perbuatan zina.
Untuk pelaku pernikahan usia
remaja sendiri seringkali merasa
terkekang karena kebebasannya
sudah berubah menjadi
tanggungjawab mengurus rumah
tangga.
Lampiran 4
KODE HASIL WAWANCARA
No Kode keterangan Penjelasan
1 PAS Pola asuh orang tua Bentuk pola asuh yang
diterapkan orang tua dalam
keluarga dengan anak menikah
diusia remaja.
2 CMP Cara mengontrol
pergaulan
Cara orang tua dalam
mengontrol pergaulan sebelum
anak menikah diusia remaja.
3 ATP Alasan tidak melanjutkan
pendidikan
Alasan-alasan anak yang
menikah diusia remaja tidak
melanjutkan pendidikan
kejenjang yang lebih tinggi.
4 TPC Tahap pacaran Tahapan pacaran yang
dilakukan remaja sebelum
menikah dan tanggapan orang
tua tentang pacaran yang
dilakukan anaknya.
5 KOM Komunikasi anak dengan
orang tua dan keluarga
Bagaimana komunikasi yang
terjadi diantara orang
tua/keluarga dengan anak
sebelum menikah.
6 MSL Masalah keluarga Masalah-masalah yang terjadi
dikeluarga sebelum seorang
remaja memutuskan untuk
menikah.
7 PAG Pendidikan agama Bagaimana pendidikan agama
yang terjadi dikeluarga dengan
anak yang melakukan
pernikahan usia remaja.
8 ASM Alasan menikah Alasan-alasan anak melakukan
pernikahan diusia remaja.
9 FAK Faktor-faktor menikah
diusia remaja
Faktor-faktor yang
mempengaruhi ataupun
mendorong anak untuk
menikah diusia remaja.
10 PSP Persepsi remaja Persepsi atau pandangan
remaja tentang pernikahan usia
remaja yang mereka lakukan.
11 KPS Kriteria pasangan Kriteria pasangan yang
diterapkan orang tua sebelum
anak menikah diusia remaja.
12 DMP Dampak Dampak dari pernikahan usia
remaja yang dilakukan anak
dalam kehidupan sehari-hari.
13 TOT Tanggapan orang tua Bagaimana tanggapan orang
tua mengenai keinginan anak
mereka menikah diusia remaja.
14 UPS Usia pasangan Usia pasangan saat anak
menikah diusia remaja.
15 TMS Tanggapan masyarakat Tanggapan masyarakat sekitar
terhadap pernikahan usia
remaja yang mereka lakukan.
LAMPIRAN 5
TRANSKRIP WAWANCARA 1
Identitas informan
Nama : FJ
Usia : 21 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh harian lepas
Waktu dan tempat pengambilan data
Hari/Tanggal : Rabu, 22 April 2015
Waktu : 15.08 WIB
Tempat : Rumah FJ
1. Ketika usia berapa anda menikah?
19 tahun.
2. Apa pendidikan terakhir anda?
Pendidikan terakhir SMK.
3. Mengapa anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
Keinginan melanjutkan kuliah ada, sampe sekarangpun keinginan kuliah
ada tapi terbentur dana meskipun udah nikah kalau bisa dan kalau ada
dana pinginnya kuliah meskipun kuliah terbuka kaya gitu.
4. Apakah orang tua atau keluarga mempengaruhi anda untuk berhenti
melanjutkan studi?
Memepengaruhi sih ngga, tapi emang harus paham dananya gak ada.
5. Apakah sebelumnya orang tua anda mendorong anda untuk melanjutkan
sekolah?
Ya gak ada dana itu yang jelas, cuma bekerja sebentar terus memutuskan
untuk menikah.
Comment [u1]: ATP
6. Ketika misalnya anda disekolah tidak naik kelas atau tidak mendapatkan
rangking dikelas bagaimana tanggapan orang tua anda?
Ya kecewa itu pasti, ya paling dinasehatin biar tambah giat belajarnya gitu
aja.
7. Anda berapa bersaudara?
2 bersaudara. Saya anak pertama punya adik kelas 2 SMK.
8. Apakah orang tua anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anda dan
saudara anda?
Nggak ada, ya gak ada tapi kalo kebutuhan sekolah jaman sekarang sama
jaman dulu kan lain mungkin agak ada keistimewaan ke adek, itu mungkin
kebutuhan sekolah lebih diperhatikan karena kakaknya kan sudah
memiliki keluarga sendiri.
9. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman?
Yaa cukup baik, gak ada saling menutupi antara teman, temannya juga
banyak.
10. Bagaimana lingkungan pergaulan disini?
Ya kalau yang sepantaran saya ya baik-baik aja, tapi kalau yang dibawah
saya ngga tau soalnya ga ikut memantau. kalau sepantaran saya sama atas
saya itu baik-baik saja.
11. Apakah orang tua membebaskan anda bergaul dengan siapapun?
Yaa nggak terlalu membebaskan. Kalau didaerah sini kan bukan hanya
orang tua tapi kan ada aturan remaja, jadi kalau cowok bergaul sama yang
cewek itu hanya batas sampai jam 4 atau jam 5 sore. Tapi kalo sama-sama
cowok ya bebas.
12. Adakah batasan yang diberikan orang tua dalam memilih teman dan
bergaul?
Batasan milih temen atau bergaul ya ngga ada, ya pokoknya harus bisa
jaga diri aja.
13. Apakah orang tua anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anda?
Kenal, pasti kenal soalnya hampir tidak pernah pergi kalo dirumah tuh.
14. Bagaimana cara orang tua mengontrol pergaulan anda?
Comment [u2]: PAS
Comment [u3]: PAS
Comment [u4]: PAS
Comment [u5]: PAS
Sebelum menikah mungkin kan saya lebih banyak dijogja ya, banyak ke
kota atau keluar kota itu setelah sekolah pas sekolah mungkin ya itu kalo
disekolah kan saya ambil pelajaran full jadi saya jam 8 atau jam 9 baru
pulang ada pelajaran tambahan atau ada aktivitas ngadain acara sendiri
pokoknya jangan sampai ada waktu yang terbuang. Ada jam
ekstrakulikuler. Ngontrolnya ya liat jadwal aja, orang tua juga udah tahu
kegiatannya di Sekolah.
15. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anda selalu
berpamitan pada orang tua? Lalu bagaimana tanggapan orang tua ketika
anda tidak berpamitan?
Kalo pergi keluar rumah untuk sekolah atau kerja ya pasti pamitan, kalo
buat main ya relatif jarang main sih.
16. Adakah batas jam keluar malam yang ditetapkan orang tua?
Ada aturan-aturan seperti waktu sekolah itu setiap malam tidak ada jam
keluar. Jadi pergaulan itu dibatasi sampai jam 7 malam.
17. Adakah jam berkumpul keluarga?
Jam-jam dikeluarga itu ya pokoknya sehabis pulang sekolah itu jam-jam
keluarga ya karena jam 4 itu orang tua juga sudah pulang dari tempat
bekerja.
18. Sebelum menikah apakah anda melalui tahap pacaran?
Iya saya pacaran seminggu langsung menikah. Mungkin terlalu cepat
perkenalannya. Cukup singkat. Meskipun sudah kenal sebelumnya tapi
kenal lebih lanjutnya setelah menikah.
19. Apakah orang tua anda mengetahui dan mengenal pacar anda saat itu? Dan
apakah direstui?
Ya kenal, direstui juga.
20. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan orang tua?
Baik. Kalo deket mungkin sama ayah, sama ibu hmmm ya deket tapi gak
sedeket ayah tapi satu keluarga itu biasa kalo ngobrol juga biasa gak ada
masalah.
Comment [u6]: CMP
Comment [u7]: PAS
Comment [u8]: TPC
Comment [u9]: KOM
21. Apakah anda sering cerita mengenai masalah anda/curhat kepada orang
tua anda?
Nggak mesti cerita kalo itu bersifat apa yaaa hmm gak terlalu penting ngga
perlu diceritakan sama orang tua. Yang perlu diceritain sama orang tua
hanya hal-hal yang tertentu aja.
22. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anda
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Kalau kayak sekolah itu yang menentukan saya, terus saya minta
persetujuan orang tua. Soalnyakan seumpama saya ingin mengambil
jurusan audivideo terus orang tua menginginkan teknik informatika nanti
ada perasaan saya itu tidak pas. Terus nanti saya komunikasikan keputusan
saya, nah setelah itu keputusan tergantung pada saya.
23. Apakah orang tua anda mengetahui semua kegiatan anda didalam dan
diluar rumah?
Iya tau semua. Baik kegiatan sekolah maupun setelah sekolah ya tau
semua.
24. Apakah orang tua sering bertanya mengenai kegiatan anda sehari-hari?
Nggak, soalnya ya dulu kegiatannya ya cuma sekolah terus kegiatan
ekskul itu aja.
25. Ketika anda sakit, apa yang dilakuakan orang tua anda?
Ya ditanyain terus dibeliin obat. Habis itu kalo parah ya diperiksain ke
dokter.
26. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan orang tua atau
keluarga?
Ngga, alhamdulillah sampe sekarang baik dan ga ada masalah.
27. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda sebelum anda menikah?
Masalah ga ada ehhh saya rasa.
28. Apakah orang tua anda sering bertengkar?
Nggak.
29. Apakah orang tua selalu membebaskan anda untuk melakukan apapun?
Comment [u10]: PAS
Comment [u11]: PAS
Comment [u12]: PAS
Comment [u13]: PAS
Comment [u14]: PAS
Comment [u15]: MSL
Comment [u16]: MSL
Ya nggak. Kalo emang itu positif ya dibebaskan tapi kalo nggak ya ga
dibebaskan.
30. Apakah orang tua anda sering mengekang anda?
Kalo mengekang saya rasa enggak mengakang. Tapi aturan itu harus
ditaati.
31. Ketika anda melakukan suatu kesalahan, apa yang orang tua anda lakukan?
Ya paling diberi pengarahan aja. Ya dikasih nasihat juga.
32. Bagaimana cara orang tua anda menuntut tanggung jawab anda?
Ya kalo umpamanya melakukan kesalahan ya harus diselesaikan ya harus
tanggung jawab pokoknya.
33. Apakah orang tua anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan
kepada anda?
Ya gak dipukul, paling cuma diberi pengarahan kalo sampe kekerasan
dalam rumah tangga itu belum terjadi. Kalo bisa jangan terjadi.
34. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anda sering
dilibatkan?
Iya kalo keputusan-keputusan seperti apa ya. Peraturan dalam keluarga itu
sering dilibatkan.
35. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Ya didikannya juga cenderung keagamanya.
36. Apa alasan anda menikah diusia remaja?
Ya alasannya mungkin ingin merubah apa yaaa, ingin merubah pola hidup
dari sebelumnya jadi lebih baik.
37. Apa faktor yang melatarbelakangi anda menikah diusia remaja?
Ya itu berpegang sama agama aja, kayaknya itu. Daripada pacaran
mending kan langsung menikah aja daripada berbuat negatif-negatif atau
zina.
38. Apakah keputusan menikah berasal dari diri sendiri apa dorongan dari
orang tua anda?
Dari diri sendiri.
39. Apakah pasangan anda juga menikah diusia remaja?
Comment [u17]: PAS
Comment [u18]: PAS
Comment [u19]: PAS
Comment [u20]: PAS
Comment [u21]: PAS
Comment [u22]: PAS
Comment [u23]: PAG
Comment [u24]: ASM
Comment [u25]: FAK
Iya, usia 17 tahun.
40. Apakah anda sudah memiliki anak?
Iya sudah. Usia 9 bulan.
41. Apakah sebelumnya orang tua anda menerapkan kriteria-kriteria khusus
untuk pasangan anda?
Saya rasa nggak. Yang penting saling suka terus ya dia mau mengikuti
perjanjian. Kalo nikah ke KUA itu kan sama dengan mengikat janji
dengan agaman itu jadi harus menepati itu aja
42. Bagaimana pandangan anda tentang menikah diusia remaja?
Menikah muda kalo menurut saya itu kalo untuk agama itu bagus. Soalnya
kalo seseorang mengenal seseorang lain klo dia tidak didasari agama dan
dia sudah ingin menikah maka dia otomatis akan melanggar aturan agama,
jadi kalo menikah muda untuk agama bagus tetapi kalo untuk itu
kesehatan ibu dan anak itu kurang bagus menurut saya. Karena
melahirkan diusia muda itu terlalu beresiko.
43. Apakah orang tua anda juga dahulu menikah diusia remaja?
Usia Bapak ibu menikah udah ga termasuk muda udah umur seikitar 25-
30an, tapi anaknya aja yang ngeyel.
44. Bagaimana tanggapan orang tua ketika anda memutuskan untuk menikah
diusia remaja?
Tadinya itu ada larangan jangan nikah dulu terus ya diundur-unndur sampe
akhirnya memutuskan untuk menikah.
45. Apakah kelak anda membiarkan anak anda menikah diusia remaja juga?
Ya kalo bisa jangan sama seperti bapake harus mapan dulu kalo bisa
46. Apakah keputusan anda menikah diusia remaja sudah anda pikirkan
matang-matang?
Iya sudah.
47. Apakah teman-teman anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Iya teman-teman saya banyak yang menikah dini.
48. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anda
lakukan?
Comment [u26]: UPS
Comment [u27]: KPS
Comment [u28]: PSP
Comment [u29]: TOT
Kalo daerah sini masih tinggi pernikahan dini itu, jadinya ya biasa aja.
49. Apa dampak yang anda rasakan setelah menikah?
Klo sampai sekarang sih belum ada dampak positif apa negatif yang
terlalu signifikan jadi belum ada dampak-dampak yang dirasakan. Ya
karena setelah menikah juga ga ada aturan yang ketat ya Cuma sama
seperti dulu-dulu itu.
50. Bagaimana rencana masa depan untuk keluarga ini?
Kepengennya punya rumah sendiri terus bisa mandiri kalo sekarangkan
masih ikut sama orang tua itu belum bisa mandiri sepenuhnya ,mungkin
itu. Terus kalo ada lapangan pekerjaan lebih banyak lagi mungkin bisa,
bisa bantu perekonomian masyarakat kecil khususnya
51. Sebelum menikah apakah anda sudah memiliki pekerjaan?
Pekerjaannya ya itu buruh harian lepas itu, pernah sampai jawa timur juga.
Tapi, lamanya dijogja saya bekerjanya sekitar 2 tahun setelah sekolah. Jadi
mungkin sudah bekerja tapi masih buruh lepas, klo ikut PT itu kan kontrak
sistemnya
52. Apakah alasan karena sudah memiliki pekerjaan lalu anda memutuskan
menikah?
Pemikiran saya itu mas daripada anu apa ya? Kalo orang kan pikiranya ada
negatif-negatif, waktu negatif daripada kita berbuat zina lebih baik kita
kan menikah dulu untuk mengantisipasi perkenalannya setelah menikah
pacaranya setelah menikah.
Comment [u30]: TMS
Comment [u31]: DMP
Comment [u32]: ASM
TRANSKRIP WAWANCARA 2
Identitas Informan
Nama : RA
Usia : 19 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Buruh harian lepas
Waktu dan tempat pengambilan data
Hari/tanggal : Rabu, 22 April 2015
Waktu : 15.39 WIB
Tempat : Rumah RA
1. Apa pendidikan terakhir anda?
Pendidikan terakhir SMP mbak.
2. Mengapa anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
Ya cukup berhenti di SMP itu. Nggak ada pilihan lain, langsung kerja aja.
3. Apakah orang tua atau keluarga mempengaruhi anda untuk tidak
melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi?
Nggak.
4. Apakah sebelumnya orang tua anda mendorong anda untuk melanjutkan
sekolah?
Ya nggak, pilihan saya sendiri.
5. Apakah teman-teman anda juga banyak yang putus sekolah?
Iya banyak.
6. Ketika disekolah anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan rangking
dikelas bagaimana tanggapan orang tua anda?
Nggak pernah mbak. Ya orang tua biasa aja.
7. Anda berapa bersaudara?
Saya 2 bersaudara.
Comment [u33]: ATP
Comment [u34]: PAS
Comment [u35]: PAS
8. Apakah orang tua anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anda dan
saudara anda?
Nggak ada, sama aja. Cuma yang satu tuh kecil masih TK.
9. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman?
Ya baik. Pergaulannya ya cuma kumpul-kumpul aja.
10. Apakah orang tua membebaskan anda bergaul dengan siapapun?
Iya bebas aja.
11. Adakah batasan yang diberikan orang tua dalam memilih teman dan
bergaul?
Ya pilih yang baik.
12. Apakah orang tua anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anda?
Ya ada yang kenal, ada yang ngga. Nggak semua.
13. Bagaimana cara orang tua mengontrol pergaulan anda?
Ya nggak boleh pulang malem-malem.
14. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anda selalu
berpamitan pada orang tua? Lalu bagaimana tanggapan orang tua ketika
anda tidak berpamitan?
Iya pamitan. Kalo ga pamit ya ditanyain.
15. Adakah batas jam keluar malam yang ditetapkan orang tua?
Ada batasan jam malam sampe jam 9.
16. Sebelum menikah apakah anda melalui tahap pacaran?
Iya pacaran dulu sekitar setahun lebih.
17. Apakah orang tua anda mengetahui dan mengenal pacar anda saat itu? Dan
apakah direstui?
Iya udah kenal. Iya direstuin.
18. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan orang tua?
Ya lancar.
19. Apakah anda sering curhat kepada orang tua anda?
Ya sering.
20. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anda
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Comment [u36]: PAS
Comment [u37]: PAS
Comment [u38]: PAS
Comment [u39]: PAS
Comment [u40]: CMP
Comment [u41]: PAS
Comment [u42]: TPC
Comment [u43]: KOM
Comment [u44]: PAS
Nggak pernah. Ya dibebasin aja.
21. Apakah orang tua anda mengetahui semua kegiatan anda didalam dan
diluar rumah?
Tahu.
22. Apakah orang tua sering bertanya mengenai kegiatan anda sehari-hari?
Nggak.
23. Ketika anda sakit, apa yang dilakuakan orang tua anda?
Ya diobatin.
24. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan orang tua atau
keluarga?
Nggak ada.
25. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda sebelum anda menikah?
Nggak pernah mbak.
26. Apakah orang tua anda sering bertengkar?
Nggak.
27. Apakah orang tua selalu membebaskan anda untuk melakukan apapun?
Iya bebas.
28. Apakah orang tua anda sering mengekang anda?
Nggak.
29. Apakah orang tua anda sering memberikan perintah dengan paksaan?
Ya diturutin, harus diturutin.
30. Ketika perintah orang tua tidak dituruti bagaimana tindakan orang tua?
Orang tua ngga gimana-gimana. Cuma keinginan saya sendiri, kalo nggak
dituruti kan nanti dosa.
31. Ketika anda melakukan suatu kesalahan, apa yang orang tua anda lakukan?
Orang tua sini atau orang tua saya?
Hmm ya cuma dibilangin aja.
32. Bagaimana orang tua anda menuntut tanggung jawab anda ketika anda
melakukan kesalahan?
Ya dibilangin. Ya diperbaiki.
Comment [u45]: PAS
Comment [u46]: PAS
Comment [u47]: PAS
Comment [u48]: PAS
Comment [u49]: PAS
Comment [u50]: PAS
Comment [u51]: PAS
Comment [u52]: PAS
Comment [u53]: PAS
Comment [u54]: PAS
33. Apakah orang tua anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan
kepada anda?
Ohh nggak. Dari kecil nggak pernah dipukul. Cuma dibilangin aja.
34. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anda sering
dilibatkan?
Nggak.
35. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Ya cukup baik.
36. Apa alasan anda menikah diusia remaja?
Hmm kurang tau niku mbak. Kurang tau itu, baru aja ada sedikit rencana
mau untuk menikah udah usia 19 tahun. Ini baru saja menikah mbak, baru
hari selasa kemarin tanggal 14 itu.
37. Apa faktor yang melatarbelakangi anda menikah diusia remaja?
Udah suka aja mbak, udah saling kenal, saling cocok nggeh terus nikah
niku.
38. Apakah keputusan menikah berasal dari diri sendiri apa dorongan dari
orang tua anda?
Dari saya sendiri.
39. Bagaimana tanggapan orang tua ketika anda memutuskan menikah diusia
remaja? Apakah sempat dilarang?
Nggak, nggak ada larangan. Dulukan sempat bekerja kekota jogja niku
kerja serabutan teng jogja niku.
40. Sebelum anda menikah, apakah orang tua memberikan kriteria khusus
untuk calon pasangan anda?
Nggak mbak. Ya yang baik aja.
41. Apakah pasangan anda juga menikah diusia remaja?
Usia 21 tahun.
42. Apakah anda sudah memiliki anak?
Belum mbak, belum lama nikahnya.
43. Apakah kelak anda membiarkan anak anda menikah diusia remaja juga?
Comment [u55]: PAS
Comment [u56]: PAS
Comment [u57]: PAG
Comment [u58]: ASM
Comment [u59]: FAK
Comment [u60]: TOT
Comment [u61]: KPS
Comment [u62]: UPS
Hmm untuk itu kurang tau, ya nanti tergantung anaknya. Tergatung nanti
yang satunya (pasangannya) siap atau tidak.
44. Apakah keputusan anda menikah diusia remaja sudah anda pikirkan
matang-matang?
Iya sudah.
45. Apakah teman-teman anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Ya kalo disini tuh cuma beberapa orang nggak semuanya nikah umur
segitu.
46. Apakah sebelum menikah anda telah bekerja?
Iya.
47. Bagaimana persepsi anda mengenai pernikahan usia remaja?
Ya baik. Kalo udah bisa daftar di KUA ya boleh nikah.
48. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anda
lakukan?
Biasa aja. Sudah biasa mbak nikah umur segitu
49. Ketika hendak menikah apakah anda sudah merecanakan masa depan anda
dan keluarga anda secara baik-baik?
Belum ada. Tapi ada sedikit rencana untuk kedepannya tuh. Nabung untuk
melahirkan. Baru punya rencana itu.
50. Apa dampak yang anda rasakan setelah menikah?
Nggak ada dampak. Belum mbak baru kemarin nikahnya. Iya udah ga
bebas, iya maklum udah ga kayak anak muda lagi.
Comment [u63]: PSP
Comment [u64]: TMS
Comment [u65]: DMP
TRANKRIP WAWANCARA 3
Identitas Informan
Nama : SP
Usia : ± 50 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Petani
Waktu dan tempat pengambilan data
Hari/tanggal : Rabu, 22 April 2015
Waktu : 15.52 WIB
Tempat : Rumah SP
1. Apa pendidikan terakhir anda?
SD (Sekolah Dasar).
2. Apa pendidikan terakhir anak anda?
SMP
3. Mengapa anak anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
Ya gimana ya mbak gak punya biayanya. Orang tuanya Cuma petani.
4. Apakah sebelumnya anda mendorong anak anda untuk melanjutkan sekolah?
Nggak. Anaknya maunya cuma sampe SMP.
5. Apakah teman-teman anak anda juga banyak yang putus sekolah?
Iya banyak, rata-rata itu.
6. Ketika disekolah anak anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan rangking
dikelas bagaimana tanggapan anda?
Ya dibilangin aja.
7. Anda memiliki berapa anak?
2 anknya, yang pertama sekitar 35 tahun. Iya jaraknya jauh.
8. Apakah anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anak anda yang satu dan
yang lainya?
Ohhh nggak mbak.
9. Bagaimana pergaulan anak anda dengan teman-teman?
Comment [u66]: ATP
Comment [u67]: PAS
Comment [u68]: PAS
Comment [u69]: PAS
Nggeh sae mbak
10. Apakah anda membebaskan anak anda bergaul dengan siapapun?
iya bebas aja
11. Adakah batasan yang anda berikan kepada anak anda dalam memilih teman
dan bergaul?
Iya bebas aja.
12. Apakah anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anak anda?
Iya kenal semua
13. Bagaimana cara anda mengontrol pergaulan anak anda?
Iya baik, ngobrol aja.
14. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anak anda selalu
berpamitan pada anda? Lalu bagaimana tanggapan anda ketika anak anda
tidak berpamitan?
Nggeh pamitan. Mainnya sekitaran sini kan udah punya anak.
15. Adakah batas jam keluar malam yang anda terapkan pada anak anda?
Iya ada, sampe jam 9.
16. Sebelum menikah apakah anak anda melalui tahap pacaran?
Iya saling mengenal gitu aja. Nggak lama langsung nikah.
17. Apakah anda mengetahui dan mengenal pacar anak anda saat itu? Dan apakah
anda merestui?
Ya direstuin aja mbak.
18. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan anak anda?
Ya baik-baik saja.
19. Apakah anak anda sering curhat kepada anda?
Ngga pernah
20. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anak anda selalu
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Ya kalo pilih kerja ya sering tanya-tanya dulu. Kalau jauh ya saya larang.
Kasian. Dulu mau ikut kerja teng Jogja.
21. Apakah anda mengetahui semua kegiatan anak anda didalam dan diluar
rumah?
Comment [u70]: PAS
Comment [u71]: PAS
Comment [u72]: PAS
Comment [u73]: CMP
Comment [u74]: PAS
Comment [u75]: TPC
Comment [u76]: KOM
Comment [u77]: PAS
Comment [u78]: PAS
Nggeh tau.
22. Apakah anda sering bertanya mengenai kegiatan anak anda sehari-hari?
Hari-hari dirumah terus mbak ga kemana-mana.
23. Ketika anak anda sakit, apa yang anda dilakuakan?
Ya dibelikan obat diperiksain ke puskesmas Planjan.
24. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan anak anda?
Nggak.
25. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda?
Nggak.
26. Apakah anda sering bertengkar dengan pasangan?
Nggak pernah, Alhamdulillah.
27. Apakah anda selalu membebaskan anak anda untuk melakukan apapun?
Nggeh dibebaskan aja.
28. Apakah anda sering mengekang anak anda?
Iya kadang, nggak selalu
29. Ketika anak anda melakukan suatu kesalahan, apa yang anda lakukan?
Ya dimarahin. Kalo bohong kan dosa apalagi bohongin orang tua. Ya
dimarahin aja biar ga bohong lagi.
30. Bagaimana anda menuntut tanggung jawab pada anak anda?
Ya suruh minta maaf kalo bohong.
31. Apakah anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan kepada anak
anda?
Ngga pernah, biasa aja.
32. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anak anda sering
dilibatkan?
Nggak.
33. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Ya baik, saya suruh solat.
34. Apa alasan anak anda menikah diusia remaja?
Nggeh sampun remen.
35. Apa faktor yang melatarbelakangi anak anda menikah diusia remaja?
Comment [u79]: PAS
Comment [u80]: PAS
Comment [u81]: PAS
Comment [u82]: PAS
Comment [u83]: PAS
Comment [u84]: PAS
Comment [u85]: PAS
Comment [u86]: PAS
Comment [u87]: PAG
Comment [u88]: ASM
Nggeh sampun remen niku.
36. Apakah keputusan menikah berasal dari keinginan anak sendiri apa dorongan
dari orang tua?
Dari anak sendiri.
37. Apa alasan anda menyetujui anak anda menikah diusia remaja?
Nggeh sampun remen gek kajenge ngaten. Sudah suka ya mau gimana lagi.
Anak maunya nikah muda ya sudah saya biarkan.
38. Apakah anda sempat melarang anak anda menikah diusia remaja?
Ngga, ya terserah aja.
39. Sebelum anak anda menikah, apakah anda memberikan kriteria khusus untuk
calon pasangan anak anda?
Mboten mbak, mung sampun remen niku.
40. Apakah anda dulu juga menikah diusia remaja?
Iya. Tapi lupa eh mbak usia berapa.
41. Apakah teman-teman anak anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Iya banyak.
42. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anak anda
lakukan?
Ya biasa aja. Banyak yang nikah muda itu disini, dari yang tua-tua dulu.
Comment [u89]: FAK
Comment [u90]: TOT
Comment [u91]: TOT
Comment [u92]: KPS
Comment [u93]: TMS
TRANSKRIP WAWANCARA 4
Identitas Informan
Nama : EC
Usia : 23 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Pengrajin Tembaga
Waktu dan tempat pengambilan data
Hari/Tanggal : Rabu, 23 April 2015
Waktu : 10.36 WIB
Tempat : Rumah EC
1. Pada usia berapa anda menikah?
Usia 19 tahun mbak, tanggal 28 Juni 2010.
2. Apa pendidikan terakhir anda?
SD (Sekolah Dasar)
3. Mengapa anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
Waktu itu lulus SD langsung kerja.
4. Apakah orang tua atau keluarga mempengaruhi anda untuk putus sekolah?
Nggak mbak, saya udah pengennya gitu.
5. Apakah sebelumnya orang tua anda mendorong anda untuk melanjutkan
sekolah?
Pernah, tapi saya yang nggak mau.
6. Apakah teman-teman anda juga banyak yang putus sekolah?
Iya banyak
7. Ketika disekolah anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan rangking
dikelas bagaimana tanggapan orang tua anda?
Ya biasa aja, dibiarin aja.
8. Anda berapa bersaudara?
2 bersaudara. Saya punya adik.
Comment [u94]: ATP
Comment [u95]: PAS
Comment [u96]: PAS
9. Apakah orang tua anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anda dan
saudara anda?
Nggak, sama aja.
10. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman?
Ya biasa, sampe sekarang masih berkumpul sama teman-teman.
11. Apakah orang tua membebaskan anda bergaul dengan siapapun?
Iya tapi asal eemm tapi kan tetep ada pilihan yang baik apa yang jelek.
12. Adakah batasan yang diberikan orang tua dalam memilih teman dan
bergaul?
Nggak ada. Ya itu tadi pokoknya bisa pilih yang baik sama yang nggak
baik gitu aja.
13. Apakah orang tua anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anda?
Iya kenal semua, kan kalo ngumpul-ngumpul juga disini. Tiap hari pada
kumpul disini jadi ya udah kenal semua.
14. Bagaimana cara orang tua mengontrol pergaulan anda?
Ngga pernah ngontrol, saya sendiri yang ngontrol. Kalo pergaulan kan
cuma kumpul-kumpul di rumah, kerja juga dirumah terus, tiap hari di
rumah tapi kadang turun baru gak dirumah.
15. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anda selalu
berpamitan pada orang tua? Lalu bagaimana tanggapan orang tua anda?
Nggak. Paling kalo mau pamit itu pas mau kerjaan udah kelar mau dikirim
ke Jogja itu pamit. Klo pergi jauh itu kalo ga pulang gitu pamitan. Tapi
kalo cuma mau main sama teman-teman gak pernah.
16. Adakah batas jam keluar malam yang ditetapkan orang tua?
Nggak ada, bebas. Nggak pernah pulang kadang malah kalau main suka
tidur dirumah sodara apa temen dulu tuh.
17. Sebelum menikah apakah anda melalui tahap pacaran?
Iya, 3 bulan.
18. Apakah orang tua anda mengetahui dan mengenal pacar anda saat itu? Dan
apakah direstui?
Comment [u97]: PAS
Comment [u98]: PAS
Comment [u99]: PAS
Comment [u100]: PAS
Comment [u101]: CMP
Comment [u102]: PAS
Comment [u103]: PAS
Comment [u104]: TPC
Iya kenal, dulu waktu pacaran udah sering main kesini orang tua juga tahu.
Kalo direstuin ya direstuin juga.
19. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan orang tua?
Iya baik-baik aja, nggak ada masalah.
Ya komunikasi masalah saat pacaran yaa kalo saya sudah pemikiran saya
sudah matang kan ya saya baru ngomong sama orang tua kalo saya mau
begini-begini.
20. Apakah anda sering curhat kepada orang tua anda?
Iya kadang sama orang tua tapi kadang lebih sering ke temen-temen yang
seumuran yang sebaya sama saya.
21. Lebih nyaman curhat dengan orang tua apa teman-teman?
Ohh kadang sama temen-temen mbak, tapi teman-teman yang
pemikirannya sepadan dengan saya.
22. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anda
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Iya mbak.
23. Apakah orang tua anda mengetahui semua kegiatan anda didalam dan
diluar rumah?
Tahu kalo itu.
24. Apakah orang tua sering bertanya mengenai kegiatan anda sehari-hari?
Nggak pernah mbak, kan tiap hari kerja di rumah. Kalo pergi juga paling
main volly dilapangan deket masjid itu.
25. Ketika anda sakit, apa yang dilakuakan orang tua anda?
Ya ditanyain saikit apa terus di beliin obat.
26. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan orang tua atau
keluarga?
Nggak ada.
27. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda sebelum anda menikah?
Nggak ada setahu saya.
28. Apakah orang tua anda sering bertengkar?
Nggak.
Comment [u105]: KOM
Comment [u106]: PAS
Comment [u107]: PAS
Comment [u108]: PAS
Comment [u109]: PAS
Comment [u110]: PAS
29. Apakah orang tua selalu membebaskan anda untuk melakukan apapun?
Iya. Yang penting tahu aturan itu aja.
30. Apakah orang tua anda sering mengekang anda?
Nggak, bebas aja.
31. Ketika anda melakukan suatu kesalahan, apa yang orang tua anda lakukan?
Ya cuma nasehatin aja.
32. Bagaimana orang tua anda menuntut tanggung jawab anda?
Ya kadang gitu kalau dinasihatin apa misalnya saya mau apa gitu. Kadang
kalau saya sudah istirahat kerja ya kadang suruh bantuin orang tua tapi ya
gak sepenuhnya suruh bantuin tapi kadang saya ya main-main ke lapangan
volly main volly.
33. Apakah orang tua anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan
kepada anda?
Nggak, nggak pernah.
34. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anda sering
dilibatkan?
Iya sering.
35. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Pendidikan agama di keluarga ya sedikit-sedikit ada
36. Apa alasan anda menikah diusia remaja?
Nggak tau ya, klo kata orang bilang jodohnya sudah dekat ya mungkin itu.
37. Apa faktor yang melatarbelakangi anda menikah diusia remaja?
Kalo faktor yang melatarbelakangi ya mungkin udah gak mau lama-lama
pacaran. Gak enak. Dia udah sering main ga baik kalo lama-lama.
38. Apakah keputusan menikah berasal dari diri sendiri apa dorongan dari
orang tua anda?
Dari saya sendiri.
39. Bagaimana tanggapan orang tua ketika anda memutuskan untuk menikah
diusia remaja? Apakah sempat melarang?
Orang tua ya mendukung aja keputusan anaknya. Nggak dilarang.
Comment [u111]: PAS
Comment [u112]: PAS
Comment [u113]: PAS
Comment [u114]: PAS
Comment [u115]: PAS
Comment [u116]: PAS
Comment [u117]: PAG
Comment [u118]: ASM
Comment [u119]: FAK
Comment [u120]: TOT
40. Apakah pasangan anda juga menikah diusia remaja?
Iya, umur sekitar 16 tahun menikah.
41. Apakah anda sudah memiliki anak?
Sudah. Usia 3,5 tahun
42. Apakah kelak anda membiarkan anak anda menikah diusia remaja juga?
Ya kalo itu sudah anak saya sudah berpacaran sudah sama-sama suka ya
buat apa ya boleh aja.
43. Sebelum anda menikah, apakah orang tua anda memiliki kriteria khusus
untuk calon pasangan anda?
Ya kalo udah suka sama suka ya gimana lagi mbak. Iya jadi gak ada
kriteria khusus.
44. Bagaimana persepsi anda mengenai pernikahan usia remaja?
Ya gimana ya mbak, disini emang udah kalo menikah emang menikah
muda, hampir se-Gunungkidul itu nikah muda semua. Ya kalo gak baik
buat ibu dan anak emang iya, tapi kan kalo di KUA kalo udah boleh ya
dibolehkan.
45. Apakah keputusan anda menikah diusia remaja sudah anda pikirkan
matang-matang?
Iya sudah
46. Apakah teman-teman anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Iya banyak.
47. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anda
lakukan?
Ya dirasa sudah hal yang biasa, masalahnya disini banyak yang menikah
muda tuh. Rata-rata cewek tuh usia dibawah 17 tuh banyak yang nikah.
48. Apakah orang tua anda juga menikah diusia remaja?
Nggak tau itu mbak.
49. Ketika hendak menikah apakah anda sudah merecanakan masa depan anda
dan keluarga anda secara baik-baik?
Iya sudah.
Comment [u121]: UPS
Comment [u122]: KPS
Comment [u123]: PSP
Comment [u124]: TMS
50. Apa dampak yang anda rasakan setelah menikah?
Ya perubahnnya tuh ya sudah gak seperti kemaren-kemaren. Nggak bebas
gitu ajalah, ga bisa sering-sering kumpul-kumpul sama teman-teman.
Comment [u125]: DMP
TRANSKRIP WAWANCARA 5
Identitas Informan
Nama : AR
Usia : 39 tahun
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Buruh tani
Waktu dan tempat pengambilan data
Hari/Tanggal : Rabu, 23 April 2015
Waktu : 10.45 WIB
Tempat : Rumah AR
1. Apa pendidikan terakhir anda?
SD
2. Apa pendidikan terakhir anak anda?
SD
3. Mengapa anak anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih
tinggi?
Sulit mbak. Saya Cuma buruh ga ada uangnya buat biaya sekolah anak.
4. Apakah sebelumnya anda mendorong anak anda untuk melanjutkan
sekolah?
Nggak. Karena biaya yang ga punya. Karena saya ini biayanya nggak ada.
5. Apakah teman-teman anak anda juga banyak yang putus sekolah?
Iya banyak.
6. Ketika disekolah anak anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan
rangking dikelas bagaimana tanggapan anda?
Comment [u126]: ATP
Comment [u127]: PAS
Ya nggak pernah. Ya dibiarin aja.
7. Anda memiliki berapa anak?
2 orang. EC sama adeknya.
8. Apakah anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anak anda yang satu
dan yang lainya?
Ohh ada perbedaannya. Kalo yang kecil itu manja ga mau kerja.
9. Bagaimana pergaulan anak anda dengan teman-teman?
Biasa aja. Iya gak pernah ada masalah.
10. Apakah anda membebaskan anak anda bergaul dengan siapapun?
Iya bebas aja.
11. Adakah batasan yang anda berikan kepada anak anda dalam memilih
teman dan bergaul?
Ohh nggak. Namanya orang tua nggak membatasi pergaulan antara anak
dengan teman-teman. Berteman itu sama siapa aja boleh.
12. Apakah anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anak anda?
Kenal, kalo kumpul-kumpul kan seringnya disini.
13. Bagaimana cara anda mengontrol pergaulan anak anda?
Ya klo temannya kan sering berkumpul disini setiap hari sejak sebelum
menikah. Anak remajakan berkumpulnya disini. Tau kegiatannya.
14. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anak anda selalu
berpamitan pada anda? Lalu bagaimana tanggapan anda ketika anak anda
tidak berpamitan?
Pamit. Kadang pamit kadang nggak.
15. Adakah batas jam keluar malam yang anda terapkan pada anak anda?
Nggak. Malah kadang nginep ditempat teman-temannya itu gak pulang
tempat pakdenya itu yang di RT 1.
16. Sebelum menikah apakah anak anda melalui tahap pacaran?
Iya tahu, sering dibawa kesini pacarnya.
17. Apakah anda mengetahui dan mengenal pacar anak anda saat itu? Dan
apakah anda merestui?
Comment [u128]: PAS
Comment [u129]: PAS
Comment [u130]: PAS
Comment [u131]: PAS
Comment [u132]: PAS
Comment [u133]: CMP
Comment [u134]: PAS
Comment [u135]: PAS
Comment [u136]: TPC
Ya mau gimana kalo anaknya sudah mau menikah ya saya restui. Ya
namanya orang tua.
18. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan anak anda?
Iya baik.
19. Apakah anak anda sering curhat kepada anda?
Nggak pernah.
20. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anak anda selalu
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Ya nggak mesti mbak.
21. Apakah anda mengetahui semua kegiatan anak anda didalam dan diluar
rumah?
Iya tahu. Kalo kerjakan dirumah, itu bikin kerajian itu. Kalo udah selesai
beli bahan ya kalo itu nyetor ehh kirim barang ke Kota Gede.
22. Apakah anda sering bertanya mengenai kegiatan anak anda sehari-hari?
Ya kalo mau pergi saya tanyain.
23. Ketika anak anda sakit, apa yang anda dilakuakan?
Ya diobatin.
24. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan anak anda?
Nggak.
25. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda?
Ya kalo masalah kecil-kecil sering ada.
26. Apakah anda sering bertengkar dengan pasangan?
Sering kalo namanya orang berkelurga ya macem-macem.
27. Apakah anda selalu membebaskan anak anda untuk melakukan apapun?
Iya bebas.
28. Apakah anda sering mengekang anak anda?
Nggak, ya bebas aja.
29. Ketika anak anda melakukan suatu kesalahan, apa yang anda lakukan?
Ya saya marahi, sebelum berlanjut.
30. Bagaimana anda menuntut tanggung jawab pada anak anda?
Ya saya bilangin aja.
Comment [u137]: KOM
Comment [u138]: PAS
Comment [u139]: PAS
Comment [u140]: PAS
Comment [u141]: PAS
Comment [u142]: PAS
Comment [u143]: MSL
Comment [u144]: MSL
Comment [u145]: PAS
Comment [u146]: PAS
Comment [u147]: PAS
31. Apakah anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan kepada
anak anda?
Nggak pernah.
32. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anak anda sering
dilibatkan?
Nggak.
33. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Baik mbak, Insya Allah.
34. Apa alasan anak anda menikah diusia remaja?
Ya udah saling cocok aja.
35. Apa faktor yang melatarbelakangi anak anda menikah diusia remaja?
Nggak tau mbak. Ya pokoknya anaknya minta gek nikah aja. Kalo udah
cocok ya daripada cuman pulang sering bawa pulang perempuan ya lebih
baik nikah aja gak enak sama tetangga.
36. Apakah keputusan menikah berasal dari keinginan anak sendiri apa
dorongan dari orang tua?
EC sendiri.
37. Apa alasan anda menyetujui anak anda menikah diusia remaja?
Ya gimana lagi mbak, anak udah minta nikah. Orang tua ya ikut aja, kalo
itu ya pokoknya harus tanggung jawab.
38. Apakah anda sempat melarang anda untuk menikah diusia remaja?
Nggak mbak, kalo udah saling cocok ya udah. Udah sering bawa
perempuan jadi ya udah suruh nikah aja, dari pada nanti terjadi yang
nggak baik. Di KUA juga udah boleh. Ga usah sidang umur.
39. Sebelum anak anda menikah, apakah anda memiliki kriteria khusus untuk
pasangan anak anda?
Ngga mbak, pacarnya itu ya udah.
40. Apakah anda dulu juga menikah diusia remaja?
Iya mbak, saya nikah umur 14 tahun.
41. Apakah teman-teman anak anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Iya banyak mbak, kebanyakan ya nikah muda dari jaman saya dulu itu.
Comment [u148]: PAS
Comment [u149]: PAS
Comment [u150]: PAG
Comment [u151]: ASM
Comment [u152]: FAK
Comment [u153]: TOT
Comment [u154]: TOT
42. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anak
anda lakukan?
Ya biasa aja, banyak yang nikah muda disini tuh.
Comment [u155]: TMS
TRANKRIP WAWANCARA 6
Identitas Informan
Nama : SL
Usia : 23 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Pengrajin Tembaga
Waktu dan tempat pengumpulan data
Hari/Tanggal : Kamis, 14 Mei 2015
Waktu : 13.42 WIB
Tempat : Kediaman SL
1. Apa pendidikan terakhir anda?
SD
2. Pada usia berapa anda menikah?
19 tahun.
3. Apakah anda pernah melanjutkan pendidikan kejenjang yang lebih tinggi?
Ngga, berhenti di SD.
4. Mengapa anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
Males mikir mbak. Enak kerja aja. Disini ga perlu sekolah tinggi-tinggi
wong cuma ke alas kok. Gak banyak disini tuh yang sekolah kaya
mbaknya gitu.
5. Apakah orang tua atau keluarga mempengaruhi anda untuk putus sekolah?
Nggak, saya yang ingin sendiri. Daripada bayar sekolah susah tapi sayanya
gak niat ya udah ya gak usah lanjut aja.
6. Apakah sebelumnya orang tua anda mendorong anda untuk melanjutkan
sekolah?
Ya disuruh mbak tapi saya yang nggak mau. Udah males mikir. Ya gimana
ya mbak daripada ya itu tadi gak niat ya mending ga usah.
7. Apakah teman-teman anda juga banyak yang putus sekolah?
Comment [u156]: ATP
Comment [u157]: PAS
Comment [u158]: PAS
Iya banyak, temen-temen seangkatan saya yang lanjut ke SMP cuma 3
orang dari 32 anak.
8. Ketika disekolah anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan rangking
dikelas bagaimana tanggapan orang tua anda?
Ya dimarahin jelas.
9. Anda berapa bersaudara?
4 bersaudara
10. Apakah orang tua anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anda dan
saudara anda?
Ohh ngga, sama aja.
11. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman?
Pergaulan sama temen-temen ya biasa-biasa aja. Yang lurus-lurus aja gak
aneh-aneh.
12. Apakah orang tua membebaskan anda bergaul dengan siapapun?
Bebas kalo itu, asal gak yang aneh-aneh.
13. Adakah batasan yang diberikan orang tua dalam memilih teman dan
bergaul?
Ohh ngga, saya yang membatasi sendiri. Itu tergantung saya sendiri, kalo
yang gak baik ya gak saya ikutin.
14. Apakah orang tua anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anda?
Kebanyakan kenal daripada yang nggak.
15. Bagaimana cara orang tua mengontrol pergaulan anda?
Ya dilihat dari kesehariannya. Kalo sayanya menyimpang sedikit ya
diberitahu.
16. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anda selalu
berpamitan pada orang tua? Lalu bagaimana tanggapan orang tua anda
ketika anda tidak berpamitan?
Kebanyakan ngga. Kalo tanggapannya sih kalo bisa ya suruh pamitan tapi
ya kadang lupa.
17. Adakah batas jam keluar malam yang ditetapkan orang tua?
Ohh nggak ada, nggak membatasi kok.
Comment [u159]: PAS
Comment [u160]: PAS
Comment [u161]: PAS
Comment [u162]: PAS
Comment [u163]: PAS
Comment [u164]: PAS
Comment [u165]: PAS
Comment [u166]: PAS
18. Sebelum menikah apakah anda melalui tahap pacaran?
Iya pacaran, sekitar 3 tahunan mbak. Ya lumayan lama.
19. Apakah orang tua anda mengetahui dan mengenal pacar anda saat itu? Dan
apakah direstui?
Iya kenal. Orang tua ya ngerestuin juga.
20. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan orang tua?
Alhamdulillah baik.
21. Apakah anda sering curhat kepada orang tua anda?
Ngga, paling sama temen. Kalo sama orang tua malah jarang. Kalo sama
temen yang sebayaan itu kan lebih nyambung, bisa ngasih solusi.
22. Lebih nyaman curat sama orang tua apa teman?
Ya nyaman sama temen. Kalo orang tua malah suka marah kalo ya
misalnya bilang punya masalah.
23. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anda
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Ya tergantung, misalnya keputusan penting ya bilang, tapi kalo Cuma
masalah kecil ya gak usah.
24. Apakah orang tua anda mengetahui semua kegiatan anda didalam dan
diluar rumah?
Iya mengetahui. Karena dari dulu kerjanya juga di rumah eh.
25. Apakah orang tua sering bertanya mengenai kegiatan anda sehari-hari?
Nggak pernah, karena udah tahu. Kerjanya kan emang di rumah terus dari
dulu.
26. Ketika anda sakit, apa yang dilakuakan orang tua anda?
Ya pasti mengobati, menasehati.
27. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan orang tua atau
keluarga?
Nggak ada.
28. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda sebelum anda menikah?
Nggak ada.
Comment [u167]: TPC
Comment [u168]: KOM
Comment [u169]: PAS
Comment [u170]: PAS
Comment [u171]: PAS
Comment [u172]: PAS
Comment [u173]: PAS
29. Apakah orang tua anda sering bertengkar?
Ya sering tapi nggak tau orang tua bertengkarnya karena apa.
30. Apakah orang tua selalu membebaskan anda untuk melakukan apapun?
Ya nggalah, kalo itu baik ya dibebaskan tapi kalo nggak ya nggak. Tapi
lebih banyak dibebasin.
31. Apakah orang tua anda sering mengekang anda?
Nggak juga.
32. Ketika anda melakukan suatu kesalahan, apa yang orang tua anda lakukan?
Ya mungkin Cuma menasehati ya kalo yang ngga baik ya jangan
dilakukan ya gitu aja.
33. Bagaimana orang tua anda menuntut tanggung jawab anda?
Ya jelas yang terutama ya dimarahin. Kalo misalnya motor gitu kan anak
muda itu suka dicopotin paling tanggung jawabnya ya disuruh benerin ya
gitu aja.
34. Apakah orang tua anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan
kepada anda?
Ohh ngga pernah. Paling nek masih kecil itu ya suka dijewer.
35. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anda sering
dilibatkan?
Iya dilibatkan.
36. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Pendidikan agama dikeluarga ya biasa aja.
37. Apa alasan anda menikah diusia remaja?
Ya kemungkinan karena kebanyakan di desa planjan sini ya menikah
muda semua, yang dibawah saya aja banyak yang nikah muda.
38. Apakah alasan anda menikah diusia remaja karena terpengaruh teman?
Ya nggak juga, teman saya yang seusia saya yang belum menikah juga
ada. Ya kalo laki-laki disini kalo udah 19 atau 20 tahun ya kebanyakan
udah nikah. Nikah muda disini ya biasa, wajar aja, perempuan malah kalo
lulus sekolah langsung nikah kebanyakan. Kalo laki-laki cari kerja dulu
biasanya.
Comment [u174]: PAS
Comment [u175]: PAS
Comment [u176]: PAS
Comment [u177]: PAS
Comment [u178]: PAS
Comment [u179]: PAS
Comment [u180]: PAG
Comment [u181]: ASM
Comment [u182]: ASM
39. Apa faktor yang melatarbelakangi anda menikah diusia remaja?
Ya kalo disini kalo cowok udah bawa cewek kan kalo dikota udah biasa
tapi kalo disini kalo cowok udah bawa cewek ya otomatis udah siap nikah.
Ya mungkin kan kadang kalo cewek kalo sudah lulus sekolah paling kan
lulus SMP terus kerja. Terus paling setelah kerja setahun dua tahun terus
langsung nikah. Itu mungkin karena pergaulan.
40. Apakah keputusan menikah berasal dari diri sendiri apa dorongan dari
orang tua anda?
Kalo saya dari diri sendiri.
41. Apakah pasangan anda juga menikah diusia remaja?
Iya. Usia 15 tahun.
42. Apakah anda sudah memiliki anak?
Ini udah 1. Umurnya 2,5 tahun.
43. Apakah kelak anda membiarkan anak anda menikah diusia remaja juga?
Ya kalo sekarang kan jamannya pendidikan ya pasti yo sekolah dulu lah.
44. Sebelum anda menikah, apakah orang tua anda memiliki kriteria-kriteria
khusus untuk pasangan anda?
Kriteria khusus gak ada sih. Yang penting si anaknya udah saling cocok.
Kalo emang belum bisa ya pokoknya ditunggu sampai siap. Tapi kemarin
pake sidang dulu, umurnya belum boleh untuk nikah.
45. Bagaimana tanggapan orang tua anda ketika anda memutuskan untuk
menikah diusia remaja? Apakah orang tua melarang?
Ya diperbolehkan saja. Sudah kenal lama, sudah sering kesini jadi ya
suruh cepet resmiin aja. Daripada jadi fitnah. Dari pacaran kan udah sering
jemput kalo sekolah.
46. Bagaimana persepsi anda tentang pernikahan usia remaja?
Ya gimana ya mbak, disini udah biasa eh. Kalo bisa ya jangan dulu, kalo
buat ibu dan bayi itu gak baik.
47. Apakah keputusan anda menikah diusia remaja sudah anda pikirkan
matang-matang?
Sudah.
Comment [u183]: FAK
Comment [u184]: UPS
Comment [u185]: KPS
Comment [u186]: TOT
Comment [u187]: PSP
48. Apakah teman-teman anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Banyak, yang dibawah saya juga banyak, perempuan 12 tahun juga ada.
49. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anda
lakukan?
Ya wajar-wajar aja, emang udah biasa.
50. Ketika hendak menikah apakah anda sudah merecanakan masa depan anda
dan keluarga anda secara baik-baik?
Iya sudah.
51. Apa dampak yang anda rasakan setelah menikah?
Ngga ada, nek saya pribadi dampaknya ya nggak ada. Nggak ada
perubahan yang jelas itu lebih tanggung jawab, kalo berkumpul sama
temen-temen ya berkumpul asal gak macem-macem.
Comment [u188]: TMS
Comment [u189]: DMP
TRANSKRIP WAWANCARA 7
Identitas Informan
Nama : NV
Usia : 18 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Waktu dan tempat pengumpulan data
Hari/Tanggal : Kamis, 14 Mei 2015
Waktu : 14.38 WIB
Tempat : Rumah NV
1. Usia berapa anda menikah?
15 tahun. Ehh belum ada malah, mungkin 14,5 tahun.
2. Apa pendidikan terakhir anda?
SMP
3. Mengapa anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
Ya itu mbak kalo disini tuh kaya adat gitu. Hmm kan saya tinggal disini,
suami saya dulu tinggal di RT 5 sana terus kalo dikota kan kalo sekolah
diantar jemput cowok gitu kan biasa tapi kalo disini tuh beda. Nah dia tuh
2 kali kesini ya bisa anter jemput gitu karena pacaran. Pernah juga kan dia
sakit terus saya kerumahnya jenguk terus setelah itu ya udah ya dia
ngelamar kesini. Dan kalo mau ditolak kan ga enak juga.
4. Apakah orang tua atau keluarga mempengaruhi anda untuk putus sekolah?
Dulu keputusan dikembalikan ke saya, soalnya tadinya tuh mau ke SMA
tapi setelah dilamar itu orang tua tanya mau nerusin apa nggak, terus saya
ambil keputusan untuk ga ngelanjutin.
5. Apakah sebelumnya orang tua anda mendorong anda untuk melanjutkan
sekolah?
Iya mendorong, tapi ya itu tadi semua keputusannya saya yang nentuin.
Comment [u190]: ATP
Comment [u191]: ATP
Comment [u192]: PAS
6. Apakah teman-teman anda juga banyak yang putus sekolah?
Heem, dulu disini tuh SMP tuh udah yang paling tinggi, ya karena faktor
biaya juga. Kan disini kebanyakan kerjanya petani.
7. Ketika disekolah anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan rangking
dikelas bagaimana tanggapan orang tua anda?
Alhamdulillah ga pernah soalnya hmm termasuk 3 besar terus daari SD
terus ga pernah putus sekolah, waktu saya sakit cikungunya satu bulan itu
terpaksa gak sekolah dan cuma diem dirumah nggak ikut pelajaran dan
langsung ujian tapi alhamdulillah masuk 2 besar juga.
8. Anda berapa bersaudara?
Saya Cuma sendiri, tapi ibu saya kan menikah lagi jadi ya 2 bersaudara.
9. Apakah orang tua anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anda dan
saudara anda?
Nggak, soalnya juga saya punya adek setelah saya menikah.
10. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman?
Ya bisa aja, karena dulukan masih sekolah kerjaannya juga Cuma dirumah
ya belajar dan hampir ga pernah main sih.
11. Apakah orang tua membebaskan anda bergaul dengan siapapun?
Bebas tapi yang penting bertanggung jawab.
12. Adakah batasan yang diberikan orang tua dalam memilih teman dan
bergaul?
Nggak, bebas yang penting bebasnya kalo temenan sama ini ya harus
tanggung jawab kalo yang temenan sama orang yang negatif ya jangan
ditiru yang negatifnya.
13. Apakah orang tua anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anda?
Iya kenal, tapi ya gak semua.
14. Bagaimana cara orang tua mengontrol pergaulan anda?
Sering sih nasehatin, nasihatin tuh yang utama. Terus kalo mengontrol
pergaulan ya biasanya kalo temen-temen main kerumah ya suka ikut
nimbrung.
Comment [u193]: PAS
Comment [u194]: PAS
Comment [u195]: PAS
Comment [u196]: PAS
Comment [u197]: CMP
15. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anda selalu
berpamitan pada orang tua? Lalu bagaimana tanggapan orang tua ketika
anda tidak berpamitan?
Wahh itu utama, kemanapun harus pamitan. Ya gak pernah pokoknya
selalu pamitan.
16. Adakah batas jam keluar malam yang ditetapkan orang tua?
Iya ada, kalo malam itu ga boleh keluar. Siangpun kalo main dibatasin
sampe jam 4 sore udah harus pulang.
17. Sebelum menikah apakah anda melalui tahap pacaran?
Iya pacaran dulu 3 tahun.
18. Apakah orang tua anda mengetahui dan mengenal pacar anda saat itu? Dan
apakah direstui?
Iya kenal, direstuin juga.
19. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan orang tua?
Baik, karena tiap hari selalu ketemu dirumah terus kalo ada apa aja bilang,
selalu terbuka.
20. Apakah anda sering curhat kepada orang tua anda?
Iya, otomatiskan setelah ayah saya waktu SD pergi entah kemana ya saya
Cuma sama ibu keman-mana sama ibu.
21. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anda
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Tergantung keputusannya itu, kalo keputusan yang sepele ya ga perlu tapi
kalo yang butuh saran orang tua yang didiskusikan.
22. Apakah orang tua anda mengetahui semua kegiatan anda didalam dan
diluar rumah?
Ngga sih, kalo Cuma masalah main ga tau soalnya ibu kan kerja kalo
masalah saya mau pergi kemana yang jauh pasti bilang tapi kalo main
sekitar sini ya nggak bilang.
23. Apakah orang tua sering bertanya mengenai kegiatan anda sehari-hari?
Iya, soalnya dia kan mengontrol soalnya kan jauh. Kalo yang tau kegiatan
saya kan nenek terus tanyanya sama nenek sih.
Comment [u198]: PAS
Comment [u199]: TPC
Comment [u200]: KOM
Comment [u201]: PAS
Comment [u202]: KOM
Comment [u203]: PAS
Comment [u204]: PAS
24. Ketika anda sakit, apa yang dilakuakan orang tua anda?
Otomatis ya mengusahakan untuk berobat ya mencari pengobatan
25. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan orang tua atau
keluarga?
Ngga sih ga pernah
26. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda sebelum anda menikah?
Iya, dulu kan masih SD belum tau apa-apa bahkan sampe dengerin orang
tua bertengkar.
27. Apakah orang tua anda sering bertengkar?
Iya sering banget bahkan hampir tiap hari orang tua bertengkar.
28. Apakah orang tua selalu membebaskan anda untuk melakukan apapun?
Nggak sih, maksudnya ya dibebasin tapi bebas yang bertanggung jawab.
29. Apakah orang tua anda sering mengekang anda?
Kalo mengekang enggak tapi ya sering dikasih pengertian aja ini yang
boleh itu yang gak boleh, ya itu aja ga ngekang banget.
30. Ketika anda melakukan suatu kesalahan, apa yang orang tua anda lakukan?
Ya marah, pasti ngomel terus biasanya sih yang jelas harus tanggung
jawab.
31. Bagaimana orang tua anda menuntut tanggung jawab anda?
Kalo misalkan ngilangin barang atau apa ya harus ganti rugi. Ganti
ruginya juga harus nabung sendiri. Biar belajar katanya.
32. Apakah orang tua anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan
kepada anda?
Ngga berbicara kasar sih paling omelan biasa Cuma nadanya rada tinggi
gitu aja. Kalo kekerasan ga pernah.
33. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anda sering
dilibatkan?
Terkadang, ya karena ada hal yang ga perlu saya tahu juga karena urusan
orang tua saya.
34. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Comment [u205]: PAS
Comment [u206]: MSL
Comment [u207]: PAS
Comment [u208]: PAS
Comment [u209]: PAS
Comment [u210]: PAS
Comment [u211]: PAS
Comment [u212]: PAS
Kalo pendidikan agama cukup ketat ya, ibu nerapin sholat tuh harus terus
harus sopan sama orang tua ya pokoknya harus inget sama Sang Pencipta.
35. Apa alasan anda menikah diusia remaja?
Dulu fikiranya males sekolah, ya itu aja. Karena dulu kan masih remaja
ngertinya nikah itu enak ya pokoknya pikirannya masih kaya gitu.
36. Apa faktor yang melatarbelakangi anda menikah diusia remaja?
Ya kalo faktornya Cuma faktor udah suka sama suka aja.
37. Apakah keputusan menikah berasal dari diri sendiri apa dorongan dari
orang tua anda?
Dari diri sendiri, terus setelah diri sendiri kan orang tua tanya gimana siap
ngga? Tanggung jawab ngga? Ga boleh macem-macem, gitu aja.
38. Bagaimana tanggapan orang tua ketika anda memutuskan untuk menikah
diusia remaja?
Ya itu awalnya ditanya udah siap beneran apa belum. Terus ya dikasih
restu dengan syarat harus tanggung jawab ya pokonya ga boleh main-
main. Inikan nikah untuk sekali seumur hidup.
39. Apakah orang tua sempat melarang ketika hendak menikah?
Nggak, soalnya ibu juga kan dulu nikah muda umur 14 juga udah nikah.
Dan ketika ditanya udah siap apa belum terus saya jawab udah, ya udah
boleh aja.
40. Apakah pasangan anda juga menikah diusia remaja?
Iya, 19 tahun.
41. Apakah anda sudah memiliki anak?
Iya.
42. Apakah kelak anda membiarkan anak anda menikah diusia remaja juga?
Otomatis nggak, cukup orang tuanya aja. Kan sekarang saya mengalami
sendiri, jelas kalo nikah usia muda itu emosi belum dewasa otomatis saling
egois dua-duanya gak ada yang mau ngalah. Ya jadinya takut aja Cuma
berumur pendek pernikahannya.
43. Sebelum anda menikah, apakah orang tua anda memiliki kriteria-kriteria
khusus untuk pasangan anda?
Comment [u213]: PAG
Comment [u214]: ASM
Comment [u215]: FAK
Comment [u216]: TOT
Comment [u217]: TOT
Comment [u218]: UPS
Ya ibu sih bilangnya ya cari cowok itu yang tanggung jawab jangan yang
main-main gitu.
44. Apakah keputusan anda menikah diusia remaja sudah anda pikirkan
matang-matang?
Iya. Kalo matengnya orang dewasa sih mungkin belum Cuma ngertinya
nikah tuh enak gitu aja. Ya terus pokonya nikah gitu aja.
45. Apakah teman-teman anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Banyak, kebanyakan ga sampe lulus sekolah. Mereka pacaran terus kelas 1
kelas 2 terus berenti sekolah. Bahkan ada yang 2 hari lagi mau ujian dia
malah nikah di KUA. Sebenernya di sekolah saya masih diberi kebebasan
asal ga hamil, jadi masih memberi kebebasan untuk sekolah walaupun
udah nikah. Tapi kebanyakan kalo udah nikah ya keluar jadi kan sayang.
46. Bagaimana persepsi anda mengenai pernikahan usia remaja?
Ya menurut aku ya itu boleh aja, capek juga ya dengerin tetangga kan kalo
udah sering dianter pulang cowok itu kan ya gimana ya jadi lebih baik
cepet nikah aja. Kalo nikah muda yang penting kita bisa tanggung jawab.
Ya mungkin kalo kaya mbaknya yang penting kuliah dulu, pendidikan
terus dapet kerja bagus, tapi kalo di desa kaya gini tuh susah mbak apalagi
udah dilamar cowok. Kan kalo kata orang dulu kalo perempuan dilamar
pertama itu nggak boleh ditolak, pokonya harus diterima buat buang sial.
Ya mau gimana lagi udah dilamar ya ga mungkin nolak, kan takut ya gak
enak juga.
47. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anda
lakukan?
Ya biasa sih ga ada yang aneh bahkan kebanyakan tuh orang tua dan
tetangga yang suka ngomongin. Jadikan misalnya masnya ini kan maen
terus dirumah mbaknya ya ga malem ga siang pokonya rutin ya nanti pasti
tetangga bilang itu gimana itu gimana itu gimana itu nikahin aja. Ya
pokonya nanti langsung kalo masnya juga udah denger omongan tetangga
terus langsung bilang orang tuanya yaudah nikah. Jadi ga perlu waktu
lama.
Comment [u219]: KPS
Comment [u220]: PSP
Comment [u221]: TMS
48. Apakah ada yang menikah karena dorongan dari orang tua?
Iya itu sering banget. Katanya kalo orang tua kan takut anaknya hamil lah,
takut jadi omongan orang lah terus disuruh langsung nikah aja ga usah
lama-lama pacaran takut gini gini gini gini gini lah.
49. Ketika hendak menikah apakah anda sudah merecanakan masa depan anda
dan keluarga anda secara baik-baik?
Ga ada planning sih mbak. Ngertinya nikah ya udah gitu aja. Bahkan ga
ada planning buat punya anak dulu tapi Tuhan berkata lain.
50. Apa dampak yang anda rasakan setelah menikah?
Dampak positifnya ya lebih dewasa menyikapi hidup sama masalah. Kalo
dulu kan masih egois pengen menang sendiri gak mau ngalah. Kalo
dampak negatifnya gak ada sih. Kalo masalah kebabasan sih main tetep
bebas tapi tau porsinya, tau batasannya dan ga lupa sama keluarga itu aja
sih.
Comment [u222]: DMP
TRANSKRIP WAWANCARA 8
Identitas Informan
Nama : NA
Usia : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Pengrajin Tembaga
Waktu dan tempat pengumpulan data
Hari/Tanggal : Kamis, 15 Mei 2015
Waktu : 12.54 WIB
Tempat : Kediaman NA
1. Ketika usia berapa anda menikah?
16 tahun.
2. Apa pendidikan terakhir anda?
SMP
3. Mengapa anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
Nggak punya biaya.
4. Apakah orang tua atau keluarga mempengaruhi anda untuk putus sekolah?
Nggak. Ya gimana ya mbak nggak punya biaya itu ya sulit.
5. Apakah sebelumnya orang tua anda mendorong anda untuk melanjutkan
sekolah?
Nggak. Terserah sayanya aja gak dipaksa.
6. Apakah teman-teman anda juga banyak yang putus sekolah?
Iya banyak.
7. Ketika disekolah anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan rangking
dikelas bagaimana tanggapan orang tua anda?
Ya Cuma dinasihatin
8. Anda berapa bersaudara?
2 bersaudara
Comment [u223]: ATP
Comment [u224]: PAS
Comment [u225]: PAS
Comment [u226]: PAS
9. Apakah orang tua anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anda dan
saudara anda?
Nggak, sama aja ga dibedain.
10. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman?
Baik-baik aja.
11. Apakah orang tua membebaskan anda bergaul dengan siapapun?
Tidak. Ya bergaulnya sama yang udah kenal aja.
12. Adakah batasan yang diberikan orang tua dalam memilih teman dan
bergaul?
Iya ada, kan saya anak perempuan jadi kalo main sampe larut malam gak
boleh.
13. Apakah orang tua anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anda?
Nggak. Kalo teman-teman sekolah banyak yang gak kenal.
14. Bagaimana cara orang tua mengontrol pergaulan anda?
Kalo ada orang main kalo batasannya jam 10 belum pulang ya dimarahin.
15. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anda selalu
berpamitan pada orang tua? Lalu bagaimana tanggapan orang tua anda?
Iya suka pamitan. Kalo gak pamitan ya dimarahi.
16. Adakah batas jam keluar malam yang ditetapkan orang tua?
Iya ada, sampe jam 10 malam.
17. Sebelum menikah apakah anda melalui tahap pacaran?
Iya, 7 bulan.
18. Apakah orang tua anda mengetahui dan mengenal pacar anda saat itu? Dan
apakah direstui?
Orang tua saya tahu, direstuin juga. Udah sering main kerumah kok mbak
waktu itu.
19. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan orang tua?
Baik. Alhamdulillah ga ada masalah.
20. Apakah anda sering curhat kepada orang tua anda?
Iya sering.
Comment [u227]: PAS
Comment [u228]: PAS
Comment [u229]: PAS
Comment [u230]: CMP
Comment [u231]: PAS
Comment [u232]: TPC
Comment [u233]: KOM
Comment [u234]: PAS
21. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anda
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Iya, selalu.
22. Apakah orang tua anda mengetahui semua kegiatan anda didalam dan
diluar rumah?
Tidak.
23. Apakah orang tua sering bertanya mengenai kegiatan anda sehari-hari?
Iya sering tanya.
24. Ketika anda sakit, apa yang dilakuakan orang tua anda?
Ya bertanya terus diperiksain ke dokter.
25. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan orang tua atau
keluarga?
Nggak.
26. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda sebelum anda menikah?
Nggak.
27. Apakah orang tua anda sering bertengkar?
Nggak mbak.
28. Apakah orang tua selalu membebaskan anda untuk melakukan apapun?
Nggak.
29. Apakah orang tua anda sering mengekang anda?
Nggak juga.
30. Ketika anda melakukan suatu kesalahan, apa yang orang tua anda lakukan?
Ya dinasihatin aja. Dibilangin biar ga salah lagi.
31. Bagaimana orang tua anda menuntut tanggung jawab anda?
Nggak pernah.
32. Apakah orang tua anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan
kepada anda?
Nggak pernah.
33. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anda sering
dilibatkan?
Nggak.
Comment [u235]: PAS
Comment [u236]: PAS
Comment [u237]: PAS
Comment [u238]: PAS
Comment [u239]: PAS
Comment [u240]: PAS
Comment [u241]: PAS
Comment [u242]: PAS
Comment [u243]: PAS
Comment [u244]: PAS
34. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Biasa aja.
35. Apa alasan anda menikah diusia remaja?
Karena udah merasa cocok aja. Ya mungkin udah takdir dari Allah, ya
jodoh kan ga baik kalo ditolak.
36. Apa faktor yang melatarbelakangi anda menikah diusia remaja?
Ya karena udah saling suka aja. Kan kalo didesa kaya disini kalo misal
bawa perempuan atau main kerumahnya ya kan udah dibicarakan orang.
Iya daripada jadi omongan gak enak ya nikah aja.
37. Apakah keputusan menikah berasal dari diri sendiri apa dorongan dari
orang tua anda?
Saya sendiri.
38. Bagaimana tanggapan orang tua ketika anda memutuskan untuk menikah
diusia remaja? Apakah orang tua sempat melarang?
Ya biasa aja. Udah dirembug dulu kan, keluarga sini juga udah ada
omong-omongan rencana itu. Nggak dilarang, orang tua setuju aja kan
anaknya mau nikah ya dibolehkan aja.
39. Apakah pasangan anda juga menikah diusia remaja?
Iya, 19 tahun
40. Apakah anda sudah memiliki anak?
Iya udah, 1,5 tahun.
41. Apakah kelak anda membiarkan anak anda menikah diusia remaja juga?
Nggak, biar sekolah dulu.
42. Sebelum anda menikah, apakah orang tua anda memiliki kriteria-kriteria
khusus untuk pasangan anda?
Ya yang baik, yang sayang sama keluarga.
43. Apakah keputusan anda menikah diusia remaja sudah anda pikirkan
matang-matang?
Udah.
44. Apakah teman-teman anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Iya banyak.
Comment [u245]: PAG
Comment [u246]: ASM
Comment [u247]: FAK
Comment [u248]: TOT
Comment [u249]: UPS
Comment [u250]: KPS
45. Bagaimana persepsi anda mengenai pernikahan usia remaja?
Ya kan kalo menurut agama kan lebih baik nikah dari pada pacaran. Tapi
kan mungkin emang sekolah dulu penting, biar dapet kerja yang baik.
46. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anda
lakukan?
Biasa aja soalnya banyak eh mbak yang nikah muda disini tuh.
47. Ketika hendak menikah apakah anda sudah merecanakan masa depan anda
dan keluarga anda secara baik-baik?
Iya udah
48. Apa dampak yang anda rasakan setelah menikah?
Dampaknya ya kalo udah nikahkan udah ga ada larangan-larangannya kalo
mau keluar malem kan udah jadi suami. Ga enaknya ya mungkin udah ga
bebas main lagi.
Comment [u251]: PSP
Comment [u252]: TMS
Comment [u253]: DMP
TRANSKRIP WAWANCARA 9
Identitas Informan
Nama : ST
Usia : 37 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Buruh Tani
Waktu dan tempat pengumpulan data
Hari/tanggal : Kamis, 15 Mei 2015
Waktu : 13.07 WIB
Tempat : Rumah ST
1. Apa pendidikan terakhir anda?
SD
2. Apakah anak anda putus sekolah?
Cuma lulus SD
3. Mengapa anak anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
Nggak mau ehh mbak anaknya. Udah males mikir bilangnya.
4. Apakah sebelumnya anda mendorong anak anda untuk melanjutkan sekolah?
Iya saya suruh terus anak ndak mau jadi mau gimana lagi.
5. Apakah teman-teman anak anda juga banyak yang putus sekolah?
Iya banyak mbak.
6. Ketika disekolah anak anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan rangking
dikelas bagaimana tanggapan anda?
Ya dimarahin.
7. Anda memiliki berapa anak?
3 orang.
8. Apakah anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anak anda yang satu dan
yang lainya?
Nggak, sama aja semuanya.
Comment [u254]: ATP
Comment [u255]: PAS
Comment [u256]: PAS
Comment [u257]: PAS
9. Bagaimana pergaulan anak anda dengan teman-teman?
Baik-baik aja
10. Apakah anda membebaskan anak anda bergaul dengan siapapun?
Bebas aja mbak.
11. Adakah batasan yang anda berikan kepada anak anda dalam memilih teman
dan bergaul?
Bebas aja. Tapi kalo yang perempuan ya harus jaga, kan kalo perempuan itu
gak kaya anak laki-laki.
12. Apakah anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anak anda?
Ya kalo didesa sini kenal tapi kalo lainnya sini ga kenal. Temannya banyak
ehh, di Jogja dimana-mana ada temennya.
13. Bagaimana cara anda mengontrol pergaulan anak anda?
Ya kalo dirumah ya nggak pernah aneh-aneh tapi kalau diluar saya gak tau. Ya
sebagai orang tua ya Cuma ngasih saran ga boleh begini ini ga baik, ya gitu
aja mbak.
14. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anak anda selalu
berpamitan pada anda? Lalu bagaimana tanggapan anda ketika anak anda
tidak berpamitan?
Iya, tapi kadang nggak. Ya kalo main gak pamit ya udah bisa.
15. Adakah batas jam keluar malam yang anda terapkan pada anak anda?
Ada, jam 10 udah harus sampe rumah.
16. Sebelum menikah apakah anak anda melalui tahap pacaran?
Iya, berteman doang sebentar.
17. Apakah anda mengetahui dan mengenal pacar anak anda saat itu? Dan apakah
anda merestui?
Iya saya kenal, tapi yang saya kenal ya Cuma istrinya yang sekarang ini kalo
yang dulu-dulu ga pernah dikenalin. Kalo direstui iya.
18. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan anak anda?
Ohh baik.
19. Apakah anak anda sering curhat kepada anda?
Ohh ndak.
Comment [u258]: PAS
Comment [u259]: PAS
Comment [u260]: PAS
Comment [u261]: CMP
Comment [u262]: PAS
Comment [u263]: PAS
Comment [u264]: TPC
Comment [u265]: KOM
Comment [u266]: PAS
20. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anak anda selalu
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Iya, kalo mau nikah itu kan ngomong dulu sama orang tua.
21. Apakah anda mengetahui semua kegiatan anak anda didalam dan diluar
rumah?
Iya tahu, dia Cuma kerja dirumah ehh mbak Cuma ikut bapaknya.
22. Apakah anda sering bertanya mengenai kegiatan anak anda sehari-hari?
Nggak, tiap hari dirumah anaknya.
23. Ketika anak anda sakit, apa yang anda dilakuakan?
Diperiksakan ke dokter
24. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan anak anda?
Nggak.
25. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda?
Nggak, paling ya masalah kecil.
26. Apakah anda sering bertengkar dengan pasangan?
Ya sering kalo bertengkar kecil.
27. Apakah anda selalu membebaskan anak anda untuk melakukan apapun?
Ya kalo itu hal baik ya dibebasin kalo nggak baik ya nggak boleh.
28. Apakah anda sering mengekang anak anda?
Nggak.
29. Ketika anak anda melakukan suatu kesalahan, apa yang anda lakukan?
Ya dikasih tau yang baik-baik, dibilangin aja.
30. Bagaimana anda menuntut tanggung jawab pada anak anda?
Ya kalau salah ya harus tanggung jawab.
31. Apakah anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan kepada anak
anda?
Nggak pernah.
32. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anak anda sering
dilibatkan?
Nggak.
33. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Comment [u267]: KOM
Comment [u268]: PAS
Comment [u269]: PAS
Comment [u270]: PAS
Comment [u271]: MSL
Comment [u272]: MSL
Comment [u273]: PAS
Comment [u274]: PAS
Comment [u275]: PAS
Comment [u276]: PAS
Comment [u277]: PAS
Comment [u278]: PAS
Ya baik. Suka saya suruh solat, tapi ya itu anak kadang ngeyel.
34. Apa alasan anak anda menikah diusia remaja?
Ya gimana ya mbak kalo di desa tuh udah rata-rata begitu ehh, nikah muda
kebanyakan. Dari jaman saya nikah dulu ya udah nikah muda semua.
35. Apakah anda mendorong anak anda untuk menikah muda?
Nggak mbak, anak maunya nikah muda ya kita ya gimana ya, ya setuju aja itu
udah maunya anak.
36. Apa faktor yang melatarbelakangi anak anda menikah diusia remaja?
Ya udah saling suka mbak mau gimana lagi. Kalau dilarang ya takut nanti jadi
mikir anaknya. Kalo saya ya saya serahkan sama anak aja maunya gimana.
37. Apakah keputusan menikah berasal dari keinginan anak sendiri apa dorongan
dari orang tua?
Dari anaknya sendiri, orang tua ya Cuma mendorong. Ya dia bilang mau
menikah ya udah kita minta perempuannya.
38. Bagaimana tanggapan anda ketika anak anda memutuskan untuk menikah
diusia remaja? Apakah anda sempat melarang?
Nggak melarang mbak. Ya daripada kesana-kemari bocengi perempuan, kan
sudah dibilangin juga sama bapaknya. Ya orang tua mau gimana lagi.
39. Apa alasan anda menyetujui anak anda menikah diusia remaja?
Ya sudah jadi keputusan anak ya orang tua mau bagimana lagi, orang tua ikut
aja.
40. Apakah anda dulu juga menikah diusia remaja?
Iya, saya 16 tahun nikah. Rata-rata eh mbak orang desa ya begitu.
41. Apakah teman-teman anak anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Iya banyak.
42. Sebelum anak anda menikah, apakah anda menerapkan kriteria khusus untuk
pasangan anak anda?
Ya kalo namanya anak muda ya cari yang cocok kalo udah cocok ya udah.
Kalo saya ya ikut pilihan anak aja, ya NA ini udah yang terbaik ya orang tua
mendukung saja. Kalo anak-anak sekarang kan gak dijodohin lagi, sudah bisa
cari sendiri mau yang bagaimanapun.
Comment [u279]: PAG
Comment [u280]: ASM
Comment [u281]: ASM
Comment [u282]: FAK
Comment [u283]: TOT
Comment [u284]: TOT
Comment [u285]: KPS
43. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anak anda
lakukan?
Ya biasa aja, udah tradisi orang desa.
Comment [u286]: TMS
TRANSKRIP WAWANCARA 10
Identitas Informan
Nama : LS
Usia : 17 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Buruh
Waktu dan tempat pengumpulan data
Hari/tanggal : Jumat, 15 Mei 2015
Waktu : 15.31 WIB
Tempat : Rumah LS
1. Anda menikah pada usia berapa?
16 tahun.
2. Apa pendidikan terakhir anda?
SMP
3. Mengapa anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
Ya tidak ingin lanjut aja, biaya juga ga ada.
4. Apakah orang tua atau keluarga mempengaruhi anda untuk putus sekolah?
Nggak, itu udah keinginan saya. Cuma saya aja yang ga pengen sekolah
lagi. Udah males mikir ehh mbak.
5. Apakah sebelumnya orang tua anda mendorong anda untuk melanjutkan
sekolah?
Sebenernya iya tapi itu keinginan saya sudah tidak ingin sekolah lagi.
6. Apakah teman-teman anda juga banyak yang putus sekolah?
Iya banyak mbak disini tuh yang putus sekolah. Belum lulus aja udah
banyak yang berhenti.
7. Ketika disekolah anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan rangking
dikelas bagaimana tanggapan orang tua anda?
Alhamdulillah ga pernah sih mbak.
Comment [u287]: ATP
Comment [u288]: ATP
Comment [u289]: PAS
8. Anda berapa bersaudara?
2 bersaudara
9. Apakah orang tua anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anda dan
saudara anda?
Nggak, sama aja.
10. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman?
Pergaulannya ya biasa aja, alhamdulillah nggak pernah ada masalah.
11. Apakah orang tua membebaskan anda bergaul dengan siapapun?
Iya membebaskan, tapi ya harus tetep lihat-lihat dulu kalo pergaulan itu
kalo dilihat-lihat orangnya nggak baik ya ga boleh temenan.
12. Adakah batasan yang diberikan orang tua dalam memilih teman dan
bergaul?
Ya bergaul itu ya biasa aja. Kalo saya kan cewek ya jangan sampe itu
pokoknya bisa jaga diri.
13. Apakah orang tua anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anda?
Nggak semua kenal.
14. Bagaimana cara orang tua mengontrol pergaulan anda?
Ya pokoknya gimana ya, soalnya orang tuanya tuh jarang dirumah. Ya
lebih banyak gak dikontrol.
15. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anda selalu
berpamitan pada orang tua? Lalu bagaimana tanggapan orang tua anda?
Kadang, ya jarang dirumah itu orang tuanya pergi terus.
16. Adakah batas jam keluar malam yang ditetapkan orang tua?
Ada, jam 9-10 kalo ada yang main tapi kalo keluar ga boleh.
17. Sebelum menikah apakah anda melalui tahap pacaran?
Iya, 3 tahun
18. Apakah orang tua anda mengetahui dan mengenal pacar anda saat itu? Dan
apakah direstui?
Kenal dari sebelum pacaran, udah kenal lama sebelum pacaran. Direstuin
juga.
Comment [u290]: PAS
Comment [u291]: PAS
Comment [u292]: PAS
Comment [u293]: PAS
Comment [u294]: CMP
Comment [u295]: PAS
Comment [u296]: PAS
Comment [u297]: TPC
Comment [u298]: TPC
19. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan orang tua?
Baik, deket semua pokoknya.
20. Apakah anda sering curhat kepada orang tua anda?
Ya jarang sih, ya itu tadi orang tuanya jarang dirumah.
21. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anda
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Iya, paling utama. Selalu tanya-tanya dulu.
22. Apakah orang tua anda mengetahui semua kegiatan anda didalam dan
diluar rumah?
Gak semua.
23. Apakah orang tua sering bertanya mengenai kegiatan anda sehari-hari?
Nggak.
24. Ketika anda sakit, apa yang dilakuakan orang tua anda?
Ya paling dibeliin obat, kalo parah ya dibawa berobat ke dokter.
25. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan orang tua atau
keluarga?
Nggak ada.
26. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda sebelum anda menikah?
Nggak juga
27. Apakah orang tua anda sering bertengkar?
nggak
28. Apakah orang tua selalu membebaskan anda untuk melakukan apapun?
Nggak, ada aturan. Misalnya kalo main ya ga boleh lama-lama ga boleh
keluar malem ya pokoknya seperlunya aja kalo keluar.
29. Apakah orang tua anda sering mengekang anda?
Ya kadang.
30. Orang tua sering mengekang dalam hal apa?
Ya gak boleh pergi lama-lama, gak boleh terlalu malam pulangnya. Ya
pokoknya kalo kerjaannya selesai baru boleh main.
31. Ketika anda melakukan suatu kesalahan, apa yang orang tua anda lakukan?
Ya memberi tahu. Iya dinasehati.
Comment [u299]: KOM
Comment [u300]: PAS
Comment [u301]: PAS
Comment [u302]: PAS
Comment [u303]: PAS
Comment [u304]: PAS
Comment [u305]: PAS
Comment [u306]: PAS
Comment [u307]: PAS
Comment [u308]: PAS
32. Bagaimana orang tua anda menuntut tanggung jawab anda?
Ya kalo ngelakuin kesalahan ya janji gak ngulangin.
33. Apakah orang tua anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan
kepada anda?
Ngga pernah.
34. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anda sering
dilibatkan?
Sering.
35. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Kurang baik. Ya kurang baiknya itu kalo gak ada ibu ya gak ada yang
ngontrol sholatnya.
36. Apa alasan anda menikah diusia remaja?
Ya karena kita kan udah lama kenal kalo di desa gini kan kalo kemana-
mana jalan berdua itu kan takutnya timbul fitnah yang keluar. Ya daripada
lama-lama nanti malah jadi yang nggak-nggak ya nikah aja.
37. Apa faktor yang melatarbelakangi anda menikah diusia remaja?
Ya faktornya tuh udah kenal lama, udah ngerasa cocok aja.
38. Apakah keputusan menikah berasal dari diri sendiri apa dorongan dari
orang tua anda?
Ya dari diri saya sendiri.
39. Bagaimana tanggapan orang tua ketika anda memutuskan untuk menikah
diusia remaja? Apakah orang tua sempat melarang?
Ya udah keinginan saya. Nggak dilarang, kan nikah itu ibadah.
40. Apakah pasangan anda juga menikah diusia remaja?
Iya, 18 tahun
41. Apakah anda sudah memiliki anak?
Belum.
42. Apakah kelak anda membiarkan anak anda menikah diusia remaja juga?
Kalo bisa ya nggak.
43. Sebelum anda menikah, apakah orang tua anda memiliki kriteria-kriteria
khusus untuk pasangan anda?
Comment [u309]: PAS
Comment [u310]: PAS
Comment [u311]: PAS
Comment [u312]: PAG
Comment [u313]: ASM
Comment [u314]: FAK
Comment [u315]: TOT
Comment [u316]: UPS
Nggak ada. Udah lama kenal mbak.
44. Apakah keputusan anda menikah diusia remaja sudah anda pikirkan
matang-matang?
Iya udah banget. Soalnya kan kalo nikah itu Cuma sekali seumur hidup
jadi harus dipikirin mateng-mateng.
45. Apakah teman-teman anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Iya banyak.
46. Bagaimana persepsi anda mengenai pernikahan usia remaja?
Kalo menurut pemerintah kan emang gak boleh nikah muda, ya kalo
didesa kaya sini ya masih banyak. Kemarin juga sidang dulu soalnya akta
kelahirannya salah, harusnya udah 16 tahun tapi disitu masih 14 tahun. Di
Planjan kan emang banyak yang nikah muda, dibawah saya juga ada yang
nikah.
47. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anda
lakukan?
Ya mereka cuek-cuek aja. Ya menurut mereka malah lebih bagus nikah
muda daripada keman-mana jalan berdua masih pacaran kan malah
muncul gosip-gosip negatif.
48. Ketika hendak menikah apakah anda sudah merecanakan masa depan anda
dan keluarga anda secara baik-baik?
udah
49. Apa dampak yang anda rasakan setelah menikah?
Jadi lebih bebas aja, ya pokonya lega rasanya tidak ada pikiran takut
diomongin orang. Mau pergi sampe malem juga gak dimarahin lagi.
Comment [u317]: KPS
Comment [u318]: PSP
Comment [u319]: TMS
Comment [u320]: DMP
TRANSKRIP WAWANCARA 11
Identitas Informasi
Nama : SS
Usia : 19 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Pekerjaan : Penjahit
Waktu dan tempat pengumpulan data
Hari/ Tanggal : Jumat, 15 Mei 2015
Waktu : 13.57 WIB
Tempat : Rumah SS
1. Anda menikah pada usia berapa?
18 tahun.
2. Apa pendidikan terakhir anda?
SMP
3. Mengapa anda tidak melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi?
Yo wis males mikir mbak, biayane yo ra mampu, wong tuane mung tani.
4. Apakah orang tua atau keluarga mempengaruhi anda untuk putus sekolah?
Nggak, terserah saya.
5. Apakah sebelumnya orang tua anda mendorong anda untuk melanjutkan
sekolah?
Iya mendorong tapi saya yang gak mau. Males mbak ngakeh-ngakehi
pikiran. Pikiranku wee ra mampu.
6. Apakah teman-teman anda juga banyak yang putus sekolah?
Banyak mbak, yo mergo nikah kuwi mau.
7. Ketika disekolah anda tidak naik kelas atau tidak mendapatkan rangking
dikelas bagaimana tanggapan orang tua anda?
Ya biasa aja, wis maklum nek anake ra tau juara kelas.
8. Anda berapa bersaudara?
Comment [u321]: ATP
Comment [u322]: PAS
Comment [u323]: PAS
Comment [u324]: PAS
4 bersaudara.
9. Apakah orang tua anda membeda-bedakan perlakuan terhadap anda dan
saudara anda?
Alhamdulillah nggak.
10. Bagaimana pergaulan anda dengan teman-teman?
Ya biasa aja, tapi sekarang agak beda mbak maklum udah nikah.
11. Apakah orang tua membebaskan anda bergaul dengan siapapun?
Bebas.
12. Adakah batasan yang diberikan orang tua dalam memilih teman dan
bergaul?
Ya adalah mbak, setiap orang tua pasti punya aturan buat anaknya.
13. Apakah orang tua anda mengenal semua teman-teman sepergaulan anda?
Nggak.
14. Bagaimana cara orang tua mengontrol pergaulan anda?
Ya gimana ya mbak, sukanya saya dirumah temen terus jarang dirumah.
Malah kalo dirumah itu gak betah.
15. Ketika hendak main atau pergi keluar rumah apakah anda selalu
berpamitan pada orang tua? Lalu bagaimana tanggapan orang tua anda?
Jarang. Ya kalo ga pamit ya biasa aja mbak.
16. Adakah batas jam keluar malam yang ditetapkan orang tua?
Ada, jam 11-12 malem. Kalo lewat jam segitu ya orang tua marah.
17. Sebelum menikah apakah anda melalui tahap pacaran?
Iya, 3 tahunan.
18. Apakah orang tua anda mengetahui dan mengenal pacar anda saat itu? Dan
apakah direstui?
Iya kenal lah mbak wong sebelum pacaran aja udah kenal. Iya direstuin,
kalau gak direstuin ya gak bakal sampe nikah.
19. Sebelum menikah bagaimana komunikasi anda dengan orang tua?
Ya baik-baik aja.
20. Apakah anda sering curhat kepada orang tua anda?
Jarang banget mbak.
Comment [u325]: PAS
Comment [u326]: PAS
Comment [u327]: PAS
Comment [u328]: PAS
Comment [u329]: CMP
Comment [u330]: PAS
Comment [u331]: PAS
Comment [u332]: TPC
Comment [u333]: TPC
Comment [u334]: KOM
Comment [u335]: PAS
21. Ketika hendak mengambil suatu keputusan apakah anda
mengkomunikasikan dan melibatkan orang tua?
Selalu eh mbak.
22. Apakah orang tua anda mengetahui semua kegiatan anda didalam dan
diluar rumah?
Banyak yang tau.
23. Apakah orang tua sering bertanya mengenai kegiatan anda sehari-hari?
Nggak.
24. Ketika anda sakit, apa yang dilakuakan orang tua anda?
Iya diobatin
25. Sebelum menikah apakah anda memiliki masalah dengan orang tua atau
keluarga?
nggak
26. Apakah sering ada masalah dikeluarga anda sebelum anda menikah?
nggak
27. Apakah orang tua anda sering bertengkar?
nggak
28. Apakah orang tua selalu membebaskan anda untuk melakukan apapun?
Nggak juga, kalo nikah itu kan emang udah niatan saya dari dulu.
29. Apakah orang tua anda sering mengekang anda?
Nggak.
30. Ketika anda melakukan suatu kesalahan, apa yang orang tua anda lakukan?
Ya biasa marah-marah.
31. Bagaimana orang tua anda menuntut tanggung jawab anda?
Kalo tanggung jawab ya harus.
32. Apakah orang tua anda sering berbicara kasar atau melakukan kekerasan
kepada anda?
Alhamdulillah ga pernah.
33. Dalam pengambilan keputusan dikeluarga anda, apakah anda sering
dilibatkan?
Iya sering, soalnya anak pertama.
Comment [u336]: PAS
Comment [u337]: PAS
Comment [u338]: PAS
Comment [u339]: PAS
Comment [u340]: PAS
Comment [u341]: PAS
Comment [u342]: PAS
Comment [u343]: PAS
Comment [u344]: PAS
34. Bagaimana pendidikan agama di dalam keluarga anda?
Kurang baik mbak.
35. Apa alasan anda menikah diusia remaja?
Ya karena gimana ya mbak emang udah jodoh ya mau gimana lagi. Udah
kenal lama, udah ada niatan baik ya udah nikah.
36. Apa faktor yang melatarbelakangi anda menikah diusia remaja?
Ya udah suka sama suka.
37. Apakah keputusan menikah berasal dari diri sendiri apa dorongan dari
orang tua anda?
Diri sendiri.
38. Bagaimana tanggapan orang tua ketika anda memutuskan untuk menikah
diusia remaja? Apakah orang tua sempat melarang?
Ya udah keinginan saya. Nggak melarang kan emang udah kenal lama
sebelum pacaran juga udah kenal.
39. Apakah pasangan anda juga menikah diusia remaja?
Iya, 16 tahun nikah.
40. Apakah anda sudah memiliki anak?
Belum.
41. Apakah kelak anda membiarkan anak anda menikah diusia remaja juga?
Nggak, ya kasian aja mbak.
42. Sebelum anda menikah, apakah orang tua anda memiliki kriteria-kriteria
khusus untuk pasangan anda?
Nggaklah mbak.
43. Apakah keputusan anda menikah diusia remaja sudah anda pikirkan
matang-matang?
Udah alhamdulillah.
44. Apakah teman-teman anda juga banyak yang menikah diusia remaja?
Banyak, malah udah ada yang punya anak kok.
45. Bagaimana persepsi anda mengenai pernikahan usia remaja?
Ya gimana ya mbak kalo udah niat ya nikah aja.
Comment [u345]: PAG
Comment [u346]: ASM
Comment [u347]: FAK
Comment [u348]: TOT
Comment [u349]: UPS
Comment [u350]: KPS
Comment [u351]: PSP
46. Bagaimana masyarakat memandang pernikahan usia remaja yang anda
lakukan?
Ya biasa aja, udah bisa mbak disini nikah muda. Lulus SMP ya nikah, ada
juga gak lulus, belum lulus udah nikah.
47. Ketika hendak menikah apakah anda sudah merecanakan masa depan anda
dan keluarga anda secara baik-baik?
Udah.
48. Apa dampak yang anda rasakan setelah menikah?
Ya gimana ya tambah puyeng yang pasti, lebih banyak tanggungan. Tapi
ya kalo mau pergi malem-malem ya bebas, gak diomongin tetangga lagi.
Kalo didesa kan biasa mbak kalo laki-laki perempuan gitu ya udah
diomongin. Kalo dikota kan beda, udah biasa pulang malam gak kaya
disini.
Comment [u352]: TMS
Comment [u353]: DMP
TRANSKRIP WAWANCARA 12
Identitas informan
Nama : Subariman
Usia : -
Jenis kelamin : Laki-laki
Pekerjaan : Sekertaris Desa Planjan
Waktu dan tempat pengambilan data
Hari/Tanggal : Selasa, 19 Mei 2015
Waktu : 13.14 WIB
Tempat : Kantor Desa Planjan
1. Sejak kapan terjadinya pernikahan usia remaja di desa Planjan?
Sejak jaman simbah. dulu sebelum saya itu kan masalah identitas belum
sangat penting umur 12 digawe 16 umur 11 digawe 17 dulukan
identitasnya buku belum seperti sekarang belum pake photocopy KTP, KK
belum, akte kelahiran belum yang penting Cuma pengakuan laporan pak
dukuh, itu sudah terjadi sejak simbah-simbah dulu.
2. Jadi tidak ada tahun pasti terjadinya fenomena tersebut?
Wohh sudah sejak tidak tahu. Sebelum saya, saya sudah hampir 30 tahun
menikah kok sudah sejak simbah-simbah dulu sudah seperti itu. Tapi ya
seiring berjalannnya waktu terus ada aturan pernikahan harus dilampiri
identitas yang pasti, kalo belum punya KTP dilampiri ijazah itu baru
berapa tahun aja.
3. Pernikahan usia remaja tersebut kebiasaan atau tradisi?
Ya tradisi. Tradisi sejak dulu. Sesudah ada aturan harus melampirkan
fotocopy kartu keluarga, sama KTP, sama akte itu sudah mendekati
sempurna sudah mendekati betul, sampe sekarang sudah dianggap baik.
baik buku nikah, ijazah, KTP, kartu keluarga itu sudah sinkron. Kalo dulu
tidak antara surat nikah dengan kartu keluarga, KTP. KTP dengan KK saja
masih ada perbedaan apalagi surat nikah itu kan ditambah umur dulu tapi
kalo sekarang patokannya itu kan akte kelahiran.
4. Bagaimana angka pernikahan usia remaja didesa Planjan setiap tahun?
Karena keberhasilan KB itu masalah pernikahan dan kelahiran sudah
berkurang. Sehingga sekarang murid-murid SD dan TK itu sudah menurun
dan masing-masing sekolah itu sudah berkurang jadi kurang dari 100,
dulu itu masing-masing SD bisa 150-160 dan sekarang sudah berkurang.
Yang pertama keberhasilan KB dan kedua sudah ada motivasi dari bentuk
baik kesehatan, dari penyebar agama, dari pemerintahan. Dan sekarang itu
banyak sedikit warga masyarakat itu sudah paham dengan aturan dan
banyak sedikit sudah melaksanakan aturan atau UU yang sudah
dicanangkan dimasing-masing daerah.
5. Menurut bapak faktor apa yang melatarbelakangi terjadinya fenomena
pernikahan usia remaja di Desa Planjan?
Dulu itukan yang namanya pendidikan masyarakat itu masih awam karena
yang namanya miskin itu bukan hanya materi tapi termasuk juga
pendidikan itu faktor. Dulu itu yang penting tidak sekolah nggak apa-apa
yang penting mau kerja keras terus daripada ke ladang Cuma sendiri biar
ada temennya terus dijodohke. Dari orang tua laki-laki dari orang tua
perempuan terus anak’e do dijodoke. Itu motif-motif seperti itu terus dan
pertimbangane oo kae ki bebojoan karo kae cocok, kae ki materine rodok
nduwe kae yo rodo nduwe dadi sesok anakku ora kurang opo-opo, itu
dulu. Terus kaitannya dengan itu seserawungan antara anak laki-laki
dengan anak perempuan tapi dulu itu belum ada kecelakaan tengik itu
malah jarang dulu tapi sekarang karena semakin maju dan alat sudah
canggih itu malah sekarang itu dari mulai SMP itu sudah ada yang itu
dibahas tadi umur 11 tahun sudah mau nikah tapi Pak Camat bersikeras
tidak boleh terus dari KUA tetep nolak tidak mau meski sudah minta
rekomendasi dari PA tapi tetap Pak Camat tidak mau memberi surat
pengantar. Itu memang dari dulunya dari orang tua, orang tua sendiri itu
seperti yang diutarakan pak Camat tadi, dadi nek wong tuwo anak’e ki wis
Comment [u354]: FAK
ditakoke mbuh dadi mbuh ora nek ditakoke sepisan kudu ditompo, nek
wong tuwo nek ngarani ngguang sebel. Mbuh kepiye carane urung tekan
umure rapopo nek masalah umur dikatrol. Dari komunitas juga bisa jadi
begitu dari KUA juga karena acaranya sudah umurnya sudah sekian ya
kalo ditunjukan dengan identitas juga tapi tidak sinkron tapi KUA sendiri
juga sudah mengindahkan. Sebab yang namanya orang tua ya seperti itu
tadi nek wong wedok takoke wong lanang niku nek ditolak ilo-ilo jadi ga
mau jadi pokoknya mau jadi apapun tidak tapi yang tanya pertama kali
tetap harus diterima meskipun belakangan akan harmonis atau tidak itu
tidak mau tau yang penting yang tanya pertama kali harus diterima soale
nggo ngguang sebel. Biasanya orang tua, yo nek wong tuo nek anake wis
kecelakaan tengik seperti yang tadi saya katakan itu langsung dinikahkan.
Tapi karena batasan usia yang jelas dan pak Camat sudah mewanti-wanti
tidak boleh maka ya tidak bisa. Wong tuone wis panik terus mbuh kepiye
carane aneke kudu nikah akhirnya dinikahkan secara adat nek istilahe
nikah bawah tangan. Secara agama memang sudah sah tapi secara catatan
administratif menurut UU belum. Ketika anaknya wis cukup umure nah
baru dinikahkan lagi di KUA, dilegalkan.
6. Jadi, apakah pernikahan usia remaja terjadi karena faktor orang tua?
Yoo dijodoke. Mungkin dari anak sendiri belum punya minat tapi karena
orang tua njodoke do njodoke itu biasanya karena tidak sehati dari anak
laki-laki maupun perempuan biasanya bubar jalan tapi orang tua biasanya
seneng soale sebele wis diguang.
7. Lalu, bagaimana pemikiran orang tua mengenai masa depan anaknya
kelak?
Yang namanya orang tua mikir sedalam itu kan baru-baru saja dulu ga ada.
Pokoke nek ono wong lanang nembung yo pokoke kudu ditompo dadeke
mantu. Lha kalo dulu itu kan jauh dari pendidikan, dulu itu sekolah didesa
ini Cuma satu ya di Pucung sana itu. Nah, karena jauh banyak yang ga
sekolah terus daripada ga sekolah ya sudah dimantu saja. Nah terus itu jadi
turun temurun seperti itu sampai sekarang. Nah sekarangkan masalah
orang tua sudah sadar pendidikan itu adalah satu-satunya untuk memutus
tali rantai kemiskinan dan sekarang anak sudah disekolahkan. Dulu itu kan
masalah kekayaan orang dulu itu luar biasa, tanahnya luas-luas beberapa
puluh hektare tapi anak sekolah itu ga diperbolehkan. Yang penting bisa
kerja diladang pangane okeh nek okeh sesok iso nggo nguripi anak. Tapi
sekarang buminya semakin sempit kesadaran orang tua bahwa pendidikan
adalah satu-satunya jalan untuk memutus rantai kemiskinan itu sudah
sadar, tapi eloknya untungnya sekarang itu kalo dulu itu kalo anak pinter
itu pinter tenan tapi tetep nggak boleh sekolah sekarang itu kebalikannya
mbak orang tua sudah sadar tapi anak gak mau belajar. Cukup sekolah
kalo waktunya sekolah ya sekolah tapi kalo disuruh belajar nggak mau.
Putus SD atau SMP sudah, alasannya ga mau mikir dan itu yang paling
riskan sekarang itu.
8. Apa yang melatarbelakangi remaja memutuskan putus sekolah dan
menikah diusia remaja? apakah ada faktor pergaulan bebas?
Walaupun ngga karena kecelakaan juga banyak yang menikah. Ya yang
kecelakaan banyak tapi ya untuk wilayah Desa Planjan ini selama tahun
2015 yang kecelakaan itu memang belum ada sampe sekarang tapi terakhir
awal bulan kemarin ada anak SMP keluar gara-gara sudah berteman
dengan laki-laki ya seperti yang diutarakan pak Camat tadi, yang laki-laki
umur 19 tahun tapi yang perempuan umur 13 tahun tapi tetep ditolak oleh
pak Camat.
9. Apakah masalah ekonomi juga mempengaruhi munculnya pernikahan usia
remaja?
Iya sangat berpengaruh. Seperti yang diutarakan pak Camat tadi karena
ekonomi terus masalah kemiskinan itu kan yang kami utarakan miskin
bukan miskin materi tapi miskin ilmu pengetahuan juga berpengaruh jadi
tidak mau orang tua itu menyekolahkan anaknya men anakku ki dadi cah
pinter, nah itu juga berpengaruh. Maka ketika ada anak yang ingin
dinikahkan ya sudah dinikahkan. Wis wong tuane kere ekonomi rendah ini
anak akan menikah jadi tambah satu, jadi ini sudah dua keluarga anaknya
Comment [u355]: ATP
menikah jadi tambah satu keluarga dan itu akan berkembang terus saja.
Maka untuk Saptosari warga miskin itu sekitar 60% karena wilayah sini
bagian selatan plosok. Dan sekarang ini eranya anak-anak remaja itu
kebanyakan perginya kepantai. Ke Pantai itu sekitar jam 5 sore dan yang
bekerja diladang disekitar sana sudah pada pulang nah anak-anak malah
pergi ke pantai. Nah disitulah kebanyak terjadi, karena disinikan
berdekatan dengan Pantai Baron. Disebelah barat Pantai Baron itu dibuka
tempat baru namanya Karang Kacuk itu dibuka baru itu kebanyakan
terjadi disitu dan pulangnya malam. Dan kalo sudah pulang malam yang
namanya remaja ya seperti itu lah tau-tau sudah kecelakaan.
10. Apakah orang tua memperbolehkan remaja keluar diwaktu malam? Lalu
apakah tidak ada kontrol dari orang tua?
Yang namanya teguran itu mungkin ada mbak. Teguran sekali, dua kali,
tiga kali tapi karena alasan kesibukan orang tua bekerja anak pamitan
sinau kan sudah percaya. Biasanya pulang sekolah pamitan “pak, buk kulo
ajeng kelompok sinau teng griyone A” dan orang tua menganggap yang
diutarakan anak itu sudah betul sudah jujur. Tapi ya ternyata itu balik arah
dan disituah banyak terjadi kecelakaan-kecelakaan semacam itu.
Pengawasan dari orang tua tetap ada tapi ya itu anaknya itu pandai menipu
orang tua pamite sinau kelompok, nggarap tugas, nggarap PR dan
sebagainya.
11. Menurut bapak bagaimana pola pengasuhan orang tau di Desa ini?
Pola pengasuhannya membebaskan yo ngga, ngga terlalu membebaskan.
Saya itu kalau diforum-forum kecil seperti RT, RW maupun desa-desa itu
juga selalu berpesan supaya anak itu tidak dibebaskan dan jangan mudah
percaya. Saya itu waktu bulan Desember itu kan disini sudah kosong pak
Lurahnya dan saya diminta mewakili untuk bicara di Gereja Sumber, saya
utarakan didepan masyarakat seluas dari Tanjungsari dan Saptosari karena
2 kecamatan itu jadi satu lalu saya utarakan “saya titip anak cucu kita”
jangan percaya apa yang dikatakan anak cucu kita harus diklarifikasi
apabila sudah waktu pilang belum pulang harus ditanya jangan pertanya
Comment [u356]: PAS
jika “aku seko kono” harus ditanya saksinya itu siapa. Tapi tidak lama
saya bicara dihadapan umum masyarakat umat kristiani itu tidak selang
beberapa bulan masalah itu muncul, berarti ora do nggateke. Padahal umat
kristiani di Tanjungsari dan Saptosari itu kan banyak dan yang namanya
Desemberan itu kan umat yang datang sampai ratusan bahkan ribuan tapi
saya mengutarakan itu tetap terjadi seperti itu. Sebenarnya yang namanya
pengawasan itu tetap ada tapi orang tua tetap bisa ditipu karena orang tua
itu bodoh. Itu bisa ditipu misalnya anak “aku nenggone si A” dan sudah
cukup tidak diklarifikasi oleh orang tua. Sebenarnya kalo orang tua jeli itu
bisa ditanya kepada saksi-saksi lain “woo yo bener anakku neng nggone si
A” nah itu orang tua yang reaktif. Memang saya itu anaknya dua laki-laki
semua tapi memang yang perempuan itu kan sudah saya beri bekal untuk
mengklarifikasi mengevaluasi yang namanya anak pulang malam dan
sudah waktunya pulang kok belum pulang itu harus ditanya kemana dan
dengan siapa. Itu harus sebetulnya tapi ya namanya anak sekarang
mainnya hape jadi ya sudah tidak bisa dibendung lagi.
12. Bagaimana pergaulan remaja di Desa Planjan?
Ya pergaulannya sudah ngga sama sini saja sudah terpengaruh dari jauh-
jauh, baik teman sekolah teman main itu bisa dari mana-mana nggak
Cuma lingkungan sini. Dulukan lingkungan pergaulannya Cuma situ-situ
saja sebab anak tidak boleh bekerja dikota bekerjanya Cuma di ladang saja
ya kelompoknya lingkungan itu tapi kan sekarang karena hp sekarang kan
sudah merajalela jadi pergaulannya bukan satu tempat saja.
13. apakah pernikahan warga Desa Planjan dilakukan dengan warga setempat
saja atau dengan warga di luar wilayah juga?
Sudah jauh-jauh sekarang ada yang dengan orang Kalimantan, Sulawesi
ada yang dari Sumatra. Dan yang baru-baru saja itu ada warga masyarakat
Dusun Blimbing dengan anak Kalimantan katanya anak orang kaya terus
waktu pernikahan juga disuruh wayangan nanggap dalang sek apik terus
campursari dan katanya keluarga dan orang tuanya mau kesini. Tapi saat
pernikahan dan wayangan orang tuanya ga ada yang datang terus setelah
beberapa hari anak laki-lakinya kabur. Itu sudah beberapa tempat itu kalo
identitas maupun tempat tinggalnya tidak diketahui secara pasti itu
biasanya banyak permasalahan seperti itu sehingga mungkin kalo belum
punya anak saja masih aman-aman saja tapi beban perempuan ya harus
mencari nafkah sendiri. Tapi kalo yang sudah punya anak sudah ditinggali
anak mau ngurus cerai sendiri laki-lakinya kabur karena dulu waktu yang
nembung itu katanya Cuma orang dekat katanya pamannya katanya
pakdenya tapi ternyata Cuma orang yang dekat lingkungan situ yang dikon
nembungke ngelamar yang ngaku katanya dia pamannya si A. Dan
pengalaman itu sudah banyak terjadi sehingga banyak perempuan yang
bisa ditipu dengan hal-hal yang semacam itu. Itu sudah pengalaman-
pengalaman sejak dahulu untuk kaca pengilo kita-kita.
14. Apakah angka perceraian yang terjadi di Desa Planjan disebabkan karena
pernikahan usia remaja?
Yang namanya perceraian itu kalo pasangan yang baru-baru ya kira-kira
bercerai antara 2-5 tahun nikah itu kebanyakan ya waktu-waktu itu. Kalo
yang tua-tua itu jarang tapi ya itu umur-umur itu setelah nikah 1 tahun 2
tahun 3 tahun 4 tahun 5 tahun cerai. Dan ya itu tadi penyebabnya
pernikahan muda itu tadi.
LAMPIRRAN 6
Sumber: K
Peta Wila
Kecamatan
ayah Kecam
n Saptosari
matan Sapt
i dalam An
tosari
ngka 2014, 2015.
LAMPIR
Sumber: D
Sumber: D
RAN 7
Dokumen Pr
Dokumen Pr
Doku
ribadi, 22 A
ribadi, 22 A
umentasi W
April 2015.
April 2015.
Wawancaraa