plagiat merupakan tindakan tidak terpuji - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar...

330
KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK DALAM RANAH KELUARGA PETANI DI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA SKRIPSI Diajukan untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Disusun oleh: Clara Dhika Ninda Natalia 091224066 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SANATA DHARMA YOGYAKARTA 2013 PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Upload: lamthuy

Post on 08-Jul-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK

DALAM RANAH KELUARGA PETANI

DI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Clara Dhika Ninda Natalia

091224066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 2: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

i

KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK

DALAM RANAH KELUARGA PETANI

DI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

SKRIPSI

Diajukan untuk Memenuhi Syarat

Memperoleh Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia

Disusun oleh:

Clara Dhika Ninda Natalia

091224066

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA

JURUSAN PENDIDIKAN BAHASA DAN SENI

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

YOGYAKARTA

2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 3: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

ii

SKRIPSI

KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK

DALAM RANAH KELUARGA PETANI

DI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

Disusun oleh:

Clara Dhika Ninda Natalia

091224066

Telah disetujui oleh:

Dosen Pembimbing

Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. Tanggal 3 Desember 2013

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 4: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

iii

SKRIPSI

KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK

DALAM RANAH KELUARGA PETANI

DI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

Dipersiapkan dan disusun oleh:

Clara Dhika Ninda Natalia

091224066

Telah dipertahankan di depan Panitia Penguji

pada tanggal 17 Desember 2013

dan dinyatakan telah memenuhi syarat

Susunan Panitia Penguji

Nama Lengkap Tanda Tangan

Ketua : Dr. Yuliana Setiyaningsih .................................

Sekretaris : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. .................................

Anggota 1 : Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum. .................................

Anggota 2 : Prof. Dr. Pranowo, M.Pd. .................................

Anggota 3 : Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum. .................................

Yogyakarta, 17 Desember 2013

Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma

Dekan,

Rohandi, Ph.D.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 5: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

iv

MOTTO

“Dalam Dia ada hidup dan hidup itu adalah terang manusia. Terang itu bercahaya di dalam

kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.”

(Yohanes 1:4-5)

“Karena masa depan sungguh ada dan harapanmu tidak akan hilang.”

(Amsal 23:18)

“Melangkah di bawah mentari yang sama. Mencari tempat kita di masa depan. Berjanji kita

tak akan putus asa, walaupun semua tak kan mudah.”

(Nidji – Di atas awan)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 6: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

v

Persembahan

Kupersembahkan skripsi ini untuk:

1. Tuhan Yesus Kristus dan Bunda Maria yang selalu menjadi terang dan sumber

ketenangan dalam setiap jengkal dan langkah hidupku.

2. Kedua orang tuaku, Bapak Gregorius Sutamta dan Ibu Caecilia Dwi Ana

Murtiningsih yang penuh cinta dan kasih sayang senantiasa membimbing,

memberikan motivasi, arahan, nasihat, serta doa bagi penulis selama ini.

3. Kekasihku, Yakobus Wijang Wijanarko yang dengan setia dan penuh cinta

menemani juga memberi warna bagi perjalanan hidupku.

4. Teman seperjuanganku, Valentina Tris Marwati, Katarina Yulita Simanulang,

Catarina Erni Riyanti, dan Nuridang Fitra Nagara, terima kasih atas pengalaman

dan kebersamaan kalian, lengkap dengan suka dan duka dalam penyusunan skripsi

ini.

5. Sahabat terbaik, Agnes Surianingtyas, Silvia Erawati, Dominika Restu

Sekaringtyas, Kandi Antika Metasari, Indah Purnamasari, Wiwin Swandari,

Roland Kadhafi, Cornelius Ardiyanto Wibowo, terima kasih atas persahabatan yang

penuh cerita dan cinta selama ini.

6. Teman dan sahabat PBSI, terima kasih telah memberi nuansa yang berbeda dalam

perjalanan yang kutempuh.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 7: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

vi

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA

Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini

tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah disebutkan

dalam kutipan dan daftar pustaka sebagaimana layaknya karya ilmiah.

Yogyakarta, 17 Desember 2013

Penulis

Clara Dhika Ninda Natalia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 8: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

vii

LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN

PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma:

Nama : Clara Dhika Ninda Natalia

Nomor Mahasiswa : 091224066

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan

Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul:

KETIDAKSANTUNAN LINGUISTIK DAN PRAGMATIK

DALAM RANAH KELUARGA PETANI

DI KABUPATEN BANTUL YOGYAKARTA

beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan

kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan,

mengalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan

data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau

media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya

maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya

sebagai penulis.

Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya.

Dibuat di Yogyakarta

Pada tanggal: 17 Desember 2013

Yang menyatakan

(Clara Dhika Ninda Natalia)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 9: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

viii

ABSTRAK

Natalia, Clara Dhika Ninda. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

dalam Ranah Keluarga Petani di Kabupaten Bantul Yogyakarta.

SKRIPSI. Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

Penelitian ini membahas ketidaksantunan linguistik dan pragmatik dalam

ranah keluarga petani di Kabupaten Bantul Yogyakarta. Tujuan penelitian ini

adalah: (1) mendeskripsikan wujud-wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, (2) mendeskripsikan penanda-penanda ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, serta (3) mendeskripsikan maksud yang mendasari orang

menggunakan bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga

petani di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif kualitatif. Data penelitian

ini adalah berbagai macam cuplikan tuturan yang semuanya diambil secara natural

dalam praktik-praktik perbincangan dalam ranah keluarga. Metode pengumpulan

data dalam penelitian ini meliputi, pertama metode simak dengan teknik rekam

dan catat. Kedua, metode cakap dengan menggunakan teknik pancing. Kemudian,

instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah pedoman wawancara

(daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan

bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam menganalisis data, peneliti

menggunakan metode kontekstual, yakni dengan mendeskripsikan dimensi-

dimensi konteks dalam menginterpretasi data yang telah berhasil diinventarisasi,

diidentifikasi, dan diklasifikasi.

Simpulan hasil penelitian ini adalah: (1) wujud ketidaksantunan linguistik

yang ditemukan dalam interaksi antaranggota keluarga petani di Kabupaten

Bantul, Yogyakarta berupa tuturan lisan tidak santun, yakni dalam kategori

melanggar norma (subkategori menentang, menolak, kesal, marah), mengancam

muka sepihak (subkategori menyindir, marah, memerintah, kecewa, menanyakan,

mengancam, dan menegaskan), melecehkan muka (subkategori kesal, mengejek,

menolak, menyindir, marah, menyarankan, dan menanyakan), menghilangkan

muka (subkategori menyindir, mengejek, kesal, dan menegaskan), serta

menimbulkan konflik (subkategori marah, kesal, menyepelekan, menyindir, dan

menolak). Sementara itu, wujud ketidaksantunan pragmatik berkaitan dengan cara

penutur ketika menyampaikan tuturan lisan tidak santun tersebut, (2) penanda

ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan intonasi, tekanan, nada tutur,

pilihan kata (diksi), dan penggunaan kata fatis. Adapun penanda ketidaksantunan

pragmatik dilihat berdasarkan uraian konteks yang melingkupi tuturan, meliputi

penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk

tindakan, dan tuturan sebagai produk tindak verbal, dan (3) maksud

ketidaksantunan yang ditemukan antara lain maksud kesal, bercanda, memberi

informasi, menolak, marah, protes, menyindir, menakut-nakuti, mengusir,

menyimpulkan, menanyakan, memberi saran, merahasiakan, membela diri,

memerintah, menagih, mengejek, dan meminta bantuan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 10: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

ix

ABSTRACT

Natalia, Clara Dhika Ninda. 2013. Impoliteness of Linguistics and Pragmatics in

the domain of Farmer’s Family in Bantul Regency Yogyakarta. Thesis.

Yogyakarta: PBSI, JPBS, FKIP, USD.

This research discussed impoliteness of linguistics and pragmatics in

farmer’s family in Bantul Regency Yogyakarta. This research aimed: (1) to

describe the forms of impoliteness language of linguistics and pragmatics, (2) to

describe the signs of impoliteness language of linguistics and pragmatics, and (3)

to describe the intentions that provided the basis for the use of impoliteness’

forms in farmer’s family in Bantul Regency, Yogyakarta.

Type of this reseach is descriptive qualitative. The data of this research

is the various kinds of speech excerpts of which were taken naturally in

conversation practices in family domain. The method is first, tapping method by

record and note. Second, elicitation method by interview. Instruments that are

used in this research are interview (question list, elicitation, and cases list) and

observation form with impoliteness language theory. To analyze the data, this

research uses contextual method, by describing context’s dimensions in interpret

the data that are succesful being inventoryed, identified, and classified.

The results in this research are: (1) the forms of linguistics’ impoliteness

that are found in the interactions between members of family farmer’s in Bantul

Regency, Yogyakarta are in the form of impolite oral speech, that in this category

are break the norm (subcategory oppose, refuse, annoy, and angry), face-threaten

(subcategory tease, angry, order, disappoint, ask, threaten, and insist), face-

aggravate (subcategory annoy, mock, refuse, tease, angry, suggest, and ask), face-

loss (subcategory tease, mock, annoying, and insist), as well as cause conflict

(subcategory angry, annoy, ignore, tease, and refuse). While, form of pragmatics’

impoliteness related with the way the speakers speech impolite, (2) the signs of

linguistics’ impoliteness can be seen by intonations, stress, tone, diction, and

particles. While, the signs of pragmatics’ impoliteness can be seen by speech

context covers speakers and receivers, context of situation, purpose of speech,

verbal act, and perlocutionary act, as well as (3) impoliteness’ intentions that is

found such as annoying, just kidding, give informations, refuse, angry, protest,

tease, frighten, expel, conclude, ask, give suggestion, keep secret, defend, order,

demand fulfillment, mock, and asking for help.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 11: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

x

Kata Pengantar

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Tuhan Yesus Kristus atas

kasih dan karya-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik dalam Ranah Keluarga Petani di

Kabupaten Bantul Yogyakarta dengan baik. Skripsi ini disusun sebagai salah satu

syarat yang harus dipenuhi untuk menyelesaikan studi sesuai dengan kurikulum

Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Fakultas Keguruan dan

Ilmu Pendidikan, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

Penulis menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan skripsi ini tidak

lepas dari bantuan, bimbingan, dan doa dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Rohandi, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan

Universitas Sanata Dharma.

2. Caecilia Tutyandari, S.Pd., M.Pd., selaku Ketua Jurusan Pendidikan Bahasa

dan Seni, Universitas Sanata Dharma Yogyakarta.

3. Dr. Yuliana Setiyaningsih, selaku Ketua Program Studi Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

4. Rishe Purnama Dewi, S.Pd., M.Hum., selaku Wakil Ketua Program Studi

Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Sanata Dharma.

5. Dr. R. Kunjana Rahardi, M.Hum., selaku dosen pembimbing yang penuh

pengertian dan kesabaran senantiasa memberi bimbingan, nasihat, motivasi,

dan masukan yang sangat membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia yang

selalu mendukung, memberi pengalaman, dan pengarahan yang sangat

berguna bagi perkembangan penulis selama proses perkuliahan.

7. Sdr. Robertus Marsidiq, selaku staf sekretariat Program Studi Pendidikan

Bahasa dan Sastra Indonesia yang selalu memberikan kemudahan bagi

penulis dalam pelayanan administrasi selama penyusunan skripsi.

8. Pemerintah Kabupaten Bantul yang telah memberikan izin penelitian kepada

penulis selama ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 12: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

xi

9. Bapak Gregorius Sutamta dan Ibu Caecilia Dwi Ana Murtiningsih, selaku

orang tua penulis yang penuh kesetiaan, cinta, dan kasih sayangnya tulus

memberikan motivasi, arahan, bimbingan, dan doa bagi penulis selama ini.

10. Yakobus Wijang Wijanarko, yang dengan setia menemani dan memberi

ketenangan hati bagi penulis selama ini.

11. Teman seperjuangan, Valentina Tris Marwati, Katarina Yulita Simanulang,

Catarina Erni Riyanti, dan Nuridang Fitra Nagara terima kasih atas

kebersamaan, pengalaman, dan perjuangan yang penuh suka duka dalam

penyusunan skripsi ini.

12. Agatha Wahyu Wigati, Mikael Jati Kurniawan, Ambrosius Bambang

Sumarwanto, Rosalina Anik Setyorini, Cicilia Verlit Warasinta, Yuli Astuti,

Bernadetha Setya Febriyanti, Risa Ferina Setyorini, Ade Henta Hermawan,

Yudha Hening Pinandhito, Ignatius Satrio Nugroho, dan semua sahabat PBSI

angkatan 2009, terima kasih atas kebersamaan dan pengalaman yang penuh

warna warni dalam berproses di Sanata Dharma.

13. Warga Kabupaten Bantul yang bersedia menjadi sumber data dalam

penelitian ini.

14. Semua pihak yang telah membantu.

Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini masih jauh dari

sempurna. Oleh sebab itu, penulis senantiasa mengharapkan kritik dan saran demi

penyempurnaan di masa yang akan datang. Semoga skripsi ini dapat memberi

manfaat bagi pembaca dan perkembangan ilmu pragmatik.

Yogyakarta, 17 Desember 2013

Penulis

Clara Dhika Ninda Natalia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 13: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

xii

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ........................................................................................................ i

HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................................ ii

HALAMAN PENGESAHAN ......................................................................................... iii

HALAMAN MOTTO ..................................................................................................... iv

HALAMAN PERSEMBAHAN ...................................................................................... v

PERNYATAAN KEASLIAN KARYA .......................................................................... vi

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI .......................................................... vii

ABSTRAK ........................................................................................................................ viii

ABSTRACT ....................................................................................................................... ix

KATA PENGANTAR ..................................................................................................... x

DAFTAR ISI ................................................................................................................... xii

DAFTAR BAGAN .......................................................................................................... xvii

DAFTAR TABEL ............................................................................................................ xviii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................ 1

1.1 Latar Belakang Masalah ....................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................ 5

1.3 Tujuan Penelitian .................................................................................................. 6

1.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................ 7

1.5 Batasan Istilah ..................................................................................................... 7

1.6 Sistematika Penyajian ........................................................................................... 8

BAB II KAJIAN PUSTAKA .......................................................................................... 10

2.1 Penelitian yang Relevan ....................................................................................... 10

2.2 Pragmatik .............................................................................................................. 16

2.3 Fenomena Pragmatik ............................................................................................ 17

2.3.1 Praanggapan ............................................................................................... 18

2.3.2 Tindak Tutur ............................................................................................... 18

2.3.3 Implikatur ................................................................................................... 20

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 14: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

xiii

2.3.4 Deiksis ........................................................................................................ 21

2.3.5 Kesantunan Berbahasa ............................................................................... 22

2.3.6 Ketidaksantunan Berbahasa ....................................................................... 24

2.4 Teori-teori Ketidaksantunan .................................................................................. 25

2.4.1 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher and

Watts .......................................................................................................... 25

2.4.2 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Terkourafi.............. 27

2.4.3 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Locher ................... 28

2.4.4 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Culpeper ................ 30

2.4.5 Teori Ketidaksantunan Berbahasa dalam Pandangan Bousfield ............... 31

2.5 Konteks .................................................................................................................. 33

2.6 Unsur Segmental .................................................................................................... 42

2.6.1 Diksi .......................................................................................................... 43

2.6.2 Gaya Bahasa .............................................................................................. 49

2.6.3 Kata Fatis .................................................................................................. 49

2.7 Unsur Suprasegmental ........................................................................................... 52

2.7.1 Intonasi ...................................................................................................... 52

2.7.2 Tekanan ..................................................................................................... 53

2.7.3 Nada .......................................................................................................... 53

2.8 Teori Maksud ....................................................................................................... 54

2.9 Kerangka Berpikir ................................................................................................. 56

BAB III METODE PENELITIAN ................................................................................. 58

3.1 Jenis Penelitian ...................................................................................................... 58

3.2 Data dan Sumber Data ........................................................................................... 59

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 60

3.4 Instrumen Penelitian .............................................................................................. 61

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data ......................................................................... 62

3.6 Sajian Hasil Analisis Data ..................................................................................... 64

3.7 Trianggulasi Data ................................................................................................. 64

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 15: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

xiv

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............................................... 65

4.1 Deskripsi Data ....................................................................................................... 65

4.1.1 Melanggar Norma ......................................................................................... 67

4.1.2 Mengancam Muka Sepihak .......................................................................... 68

4.1.3 Melecehkan Muka ........................................................................................ 68

4.1.4 Menghilangkan Muka ................................................................................... 70

4.1.5 Menimbulkan Konflik .................................................................................. 71

4.2 Analisis Data ....................................................................................................... 71

4.2.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma ........................................... 73

4.2.1.1 Subkategori Menentang ................................................................. 73

4.2.1.2 Subkategori Menolak ..................................................................... 75

4.2.1.3 Subkategori Kesal ......................................................................... 78

4.2.1.4 Subkategori Marah ....................................................................... 79

4.2.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak ............................ 81

4.2.2.1 Subkategori Menyindir .................................................................. 81

4.2.2.2 Subkategori Marah ........................................................................ 83

4.2.2.3 Subkategori Memerintah .............................................................. 85

4.2.2.4 Subkategori Kecewa ..................................................................... 88

4.2.2.5 Subkategori Menanyakan ............................................................. 89

4.2.2.6 Subkategori Mengancam .............................................................. 90

4.2.2.7 Subkategori Menegaskan .............................................................. 92

4.2.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka .......................................... 93

4.2.3.1 Subkategori Kesal .......................................................................... 93

4.2.3.2 Subkategori Mengejek ................................................................... 96

4.2.3.3 Subkategori Menolak ..................................................................... 98

4.2.3.4 Subkategori Menyindir .................................................................. 101

4.2.3.5 Subkategori Marah ........................................................................ 103

4.2.3.6 Subkategori Menyarankan ............................................................ 106

4.2.3.7 Subkategori Menanyakan ............................................................. 108

4.2.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka ..................................... 110

4.2.4.1 Subkategori Menyindir ................................................................. 110

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 16: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

xv

4.2.4.2 Subkategori Mengejek .................................................................. 112

4.2.4.3 Subkategori Kesal ......................................................................... 115

4.2.4.4 Subkategori Menegaskan .............................................................. 118

4.2.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik .................................... 119

4.2.5.1 Subkategori Marah ........................................................................ 119

4.2.5.2 Subkategori Kesal ......................................................................... 121

4.2.5.3 Subkategori Menyepelekan ........................................................... 124

4.2.5.4 Subkategori Menyindir ................................................................. 126

4.2.5.5 Subkategori Menolak .................................................................... 128

4.3 Pembahasan ........................................................................................................ 129

4.3.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma ........................................... 130

4.3.1.1 Subkategori Menentang ................................................................. 130

4.3.1.2 Subkategori Menolak ..................................................................... 137

4.3.1.3 Subkatgeori Kesal .......................................................................... 142

4.3.1.4 Subkategori Marah ........................................................................ 145

4.3.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak ............................ 148

4.3.2.1 Subkategori Menyindir .................................................................. 148

4.3.2.2 Subkategori Marah ........................................................................ 153

4.3.2.3 Subkategori Memerintah ............................................................... 157

4.3.2.4 Subkategori Kecewa ...................................................................... 160

4.3.2.5 Subkategori Menanyakan .............................................................. 162

4.3.2.6 Subkategori Mengancam ............................................................... 164

4.3.2.7 Subkategori Menegaskan ............................................................... 166

4.3.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka .......................................... 169

4.3.3.1 Subkategori Kesal .......................................................................... 170

4.3.3.2 Subkategori Mengejek ................................................................... 174

4.3.3.3 Subkategori Menolak ..................................................................... 178

4.3.3.4 Subkategori Menyindir .................................................................. 182

4.3.3.5 Subkategori Marah ........................................................................ 185

4.3.3.6 Subkategori Menyarankan ............................................................. 189

4.3.3.7 Subkategori Menanyakan .............................................................. 192

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 17: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

xvi

4.3.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka ..................................... 194

4.3.4.1 Subkategori Menyindir .................................................................. 195

4.3.4.2 Subkategori Mengejek ................................................................... 199

4.3.4.3 Subkategori Kesal .......................................................................... 203

4.3.4.4 Subkategori Menegaskan ............................................................... 206

4.3.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik .................................... 209

4.3.5.1 Subkategori Marah ........................................................................ 209

4.3.5.2 Subkategori Kesal ......................................................................... 213

4.3.5.3 Subkategori Menyepelekan ........................................................... 217

4.3.5.4 Subkategori Menyindir .................................................................. 220

4.3.5.5 Subkategori Menolak ..................................................................... 223

BAB V PENUTUP ........................................................................................................... 227

5.1 Simpulan ............................................................................................................. 227

5.1.1 Wujud Ketidaksantunan ............................................................................ 227

5.1.2 Penanda Ketidaksantunan .......................................................................... 227

5.1.2.1 Melanggar Norma ......................................................................... 228

5.1.2.2 Mengancam Muka Sepihak ........................................................... 228

5.1.2.3 Melecehkan Muka ......................................................................... 229

5.1.2.4 Menghilangkan Muka ................................................................... 229

5.1.2.5 Menimbulkan Konflik ................................................................... 230

5.1.3 Maksud Ketidaksantunan .......................................................................... 231

5.2 Saran ................................................................................................................... 232

5.2.1 Bagi Keluarga ............................................................................................ 232

5.2.2 Bagi Penelitian Lanjutan ........................................................................... 233

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 234

LAMPIRAN ..................................................................................................................... 236

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 18: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

xvii

DAFTAR BAGAN

Bagan Kerangka Berpikir ................................................................................................. 56

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 19: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

xviii

DAFTAR TABEL

Tabel 1 Jumlah Data Tuturan berdasarkan Kategori Ketidaksantunan......................... 65

Tabel 2 Persentase Jumlah Data Tuturan berdasarkan Subkategori Ketidaksantunan.... 66

Tabel 3 Data Tuturan Melanggar Norma....................................................................... 67

Tabel 4 Data Tuturan Mengancam Muka Sepihak......................................................... 68

Tabel 5 Data Tuturan Melecehkan Muka....................................................................... 69

Tabel 6 Data Tuturan Menghilangkan Muka................................................................. 70

Tabel 7 Data Tuturan Menimbulkan Konflik................................................................. 71

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 20: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

Bab ini berisi uraian tentang latar belakang masalah, rumusan masalah,

tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah, dan sistematika penyajian.

1.1 Latar Belakang Masalah

Manusia adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri tanpa

orang lain. Sebagai makhluk sosial, manusia tentu saling berinteraksi satu sama

lain. Manusia dapat berinteraksi dan berkomunikasi dengan menggunakan bahasa.

Secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat untuk menyampaikan

sesuatu yang terlintas dalam hati. Namun, lebih jauh lagi bahasa merupakan alat

untuk berinteraksi atau berkomunikasi, dalam arti alat untuk menyampaikan

gagasan, pikiran, konsep atau perasaan. Chaer (2011:1) mendefinisikan bahasa

sebagai suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu

masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri.

Ilmu yang mengkaji dan menjelaskan tentang bahasa disebut linguistik.

Perkembangan linguistik sangat pesat. Kajian tentang bahasa tidak hanya meliputi

satu aspek saja. Pada dasarnya linguistik mempunyai dua bidang besar yaitu

mikrolinguistik dan makrolinguistik (Nikelas, 1988:14). Mikrolinguistik adalah

bidang yang mengkaji bahasa dari struktur dalam bahasa tersebut, sedangkan

makrolinguistik mempelajari bahasa dalam hubungannya dengan faktor-faktor di

luar bahasa. Ilmu linguistik tersebut menjadi dasar bagi ilmu-ilmu yang lain,

seperti kesusastraan, filologi, pengajaran bahasa, penterjemahan, dan sebagainya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 21: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

2

Linguistik ditinjau dari faktor-faktor di luar bahasa memiliki beberapa

cabang. Salah satunya yaitu ilmu pragmatik. Pragmatik merupakan ilmu yang

mempelajari penggunaan bahasa sesuai konteks situasi tuturan. Rahardi (2003:16)

mengemukakan bahwa ilmu pragmatik sesungguhnya mengkaji maksud penutur

di dalam konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu. Pragmatik

mengkaji satuan lingual tertentu secara eksternal. Makna yang dikaji dalam

pragmatik bersifat terikat konteks dan bertujuan untuk memahami maksud

penutur. Sejalan dengan pengertian tersebut, banyak hal menarik untuk dikaji

lebih mendalam, khususnya berkaitan dengan bidang kajian pragmatik yaitu

kesantunan dan ketidaksantunan berbahasa.

Berbahasa itu sendiri terdiri dari dua bentuk, yaitu bahasa lisan dan

bahasa tulis. Bahasa lisan atau yang sering diucapkan dianggap utama di dalam

bahasa karena lambang yang digunakan berupa bunyi. Fungsi bahasa yang

terutama adalah sebagai alat untuk bekerja sama atau berkomunikasi di dalam

kehidupan bermasyarakat (Chaer, 2011:2). Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa

setiap individu menggunakan bahasa dengan tujuan tertentu. Salah satunya untuk

menyampaikan maksud kepada orang lain.

Masyarakat Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, budaya, adat

istiadat, agama, latar belakang sosial, dan profesi yang beragam, sudah tentu

memiliki kemampuan dan karakteristik yang berbeda pula ketika berkomunikasi.

Ada yang mampu bertutur kata secara halus dengan maksud yang jelas sehingga

membuat orang lain berkenan. Namun, tidak sedikit yang kurang memperhatikan

tuturan ketika berkomunikasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 22: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

3

Menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar saja belum cukup

ketika seseorang berkomunikasi. Masih ada satu kaidah lagi yang perlu

diperhatikan yaitu kesantunan. Struktur bahasa yang santun adalah struktur bahasa

yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak menyinggung perasaan pendengar

atau pembaca (Pranowo, 2009:4). Selain bahasa yang santun, dibutuhkan pula

mimik, gerak-gerik tubuh, sikap atau perilaku untuk mendukung pengungkapan

kepribadian seseorang. Kesantunan berbahasa adalah bidang kajian pragmatik

yang sudah banyak diteliti dan dikaji secara mendalam oleh para peneliti.

Kesantunan berbahasa berkaitan dengan penggunaan bahasa yang baik agar tidak

menyinggung perasaan orang lain. Sementara itu, ketidaksantunan berbahasa

merupakan kajian pragmatik baru yang dipahami sebagai penggunaan bahasa

yang tidak baik dan seringkali menyinggung perasaan orang lain. Fenomena

pragmatik yang tidak dikaji secara mendalam, tentu tidak akan bermanfaat banyak

bagi perkembangan ilmu bahasa, khususnya pragmatik.

Ketidaksantunan berbahasa dapat dikaji dalam berbagai ranah, yaitu

pendidikan, keluarga, dan agama. Ranah keluarga merupakan salah satu bidang

kajian yang menarik untuk diteliti, karena kemampuan berbahasa seseorang tentu

berawal dari kebiasaan berbahasa di dalam keluarganya. Sebagaimana sudah

dipaparkan sebelumnya bahwa setiap individu memiliki kemampuan dan

karakteristik tersendiri ketika berkomunikasi. Oleh karena itu, kebahasaan yang

mereka gunakan tentu akan berbeda.

Strata sosial dalam masyarakat turut mempengaruhi kebahasaan ketika

berkomunikasi. Strata sosial adalah struktur sosial yang berlapis-lapis di dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 23: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

4

masyarakat (Bungin, 2006:49). Secara umum, strata sosial dalam masyarakat

memunculkan kelas-kelas sosial yang terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu atas

(upper class), menengah (middle class), dan bawah (lower class). Kelas atas

mewakili kelompok elite di masyarakat yang jumlahnya sangat terbatas. Kelas

menengah mewakili kelompok profesional, kelompok pekerja, wiraswastawan,

pedagang, dan kelompok fungsional lainnya. Kelas bawah mewakili kelompok

pekerja kasar, buruh harian, buruh lepas, dan semacamnya (Bungin, 2006:49-50).

Keluarga yang memiliki status sosial lebih tinggi cenderung memiliki kemampuan

berkomunikasi yang lebih baik daripada keluarga dengan status sosial rendah.

Selain strata sosial yang ada dalam masyarakat, perkembangan zaman

sudah tentu turut mempengaruhi kebahasaan seseorang ketika berkomunikasi.

Terlebih ketika profesi tertentu mengakibatkan sifat individualis semakin

menjamur di kalangan masyarakat. Harapan untuk dapat berbahasa secara santun

nampaknya akan sulit terwujud jika bertegur sapa saja menjadi aktivitas yang

langka dijumpai dalam masyarakat individualis. Fenomena kebahasaan yang

terjadi dalam setiap keluarga tentu berbeda-beda. Fenomena kebahasaan dalam

keluarga petani yang sebagian besar masih hidup dalam kesederhanaan dan

tinggal di wilayah yang jauh dari keramaian kota tentu berbeda jika dibandingkan

dengan kebahasaan dalam komunikasi keluarga di lingkungan kraton, keluarga

pendidik, keluarga pedagang, dan lainnya.

Petani merupakan salah satu mata pencaharian yang menghabiskan

sebagian besar waktunya untuk bercocok tanam di sawah atau ladang. Ketika

melakukan aktivitas bercocok tanam, sudah tentu terjadi sebuah komunikasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 24: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

5

antara petani yang satu dengan petani yang lain. Mereka akan saling bertegur

sapa, membantu menggarap sawah, melakukan perbincangan, bahkan bergurau.

Kebahasaan dalam komunikasi yang terjadi mungkin ditandai dengan suara yang

keras, penggunaan bahasa daerah yang masih khas, dan percakapan yang akrab

atau terdengar ramah. Oleh karena keakraban yang terjalin setiap kali beraktivitas,

memungkinkan timbulnya bentuk-bentuk ketidaksantunan dalam berbahasa.

Penggunaan bahasa demikian dengan sendirinya akan terbawa dalam komunikasi

di dalam keluarga masing-masing.

Kabupaten Bantul adalah salah satu kabupaten dari lima kabupaten di

Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Kabupaten Bantul merupakan

kawasan yang identik dengan persawahan. Letak geografis yang demikian tentu

menandakan bahwa sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai

petani, baik sebagai pemilik sawah itu sendiri maupun petani sebagai penggarap

sawah milik orang lain. Oleh karena itu, Kabupaten Bantul menjadi daya tarik

tersendiri bagi peneliti untuk mengkaji lebih dalam bagaimana ketidaksantunan

linguistik dan pragmatik dalam ranah keluarga petani. Bertolak dari latar belakang

masalah di atas, peneliti tertarik untuk mengkaji ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik dalam ranah keluarga petani di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, rumusan masalah dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 25: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

6

1) Wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik apa sajakah yang

terdapat dalam ranah keluarga petani di Kabupaten Bantul, Yogyakarta?

2) Penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik apa sajakah yang

digunakan dalam ranah keluarga petani di Kabupaten Bantul,

Yogyakarta?

3) Maksud apa sajakah yang mendasari orang menggunakan bentuk-bentuk

kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga petani di Kabupaten

Bantul, Yogyakarta?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, yang menjadi tujuan penelitian ini

adalah sebagai berikut.

1) Mendeskripsikan wujud-wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik

dalam ranah keluarga petani di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

2) Mendeskripsikan penanda-penanda ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik dalam ranah keluarga petani di Kabupaten Bantul,

Yogyakarta.

3) Mendeskripsikan maksud yang mendasari orang menggunakan bentuk-

bentuk kebahasaan yang tidak santun dalam ranah keluarga petani di

Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 26: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

7

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan hasil dan manfaat bagi berbagai

pihak. Manfaat-manfaat tersebut antara lain sebagai berikut.

1) Manfaat teoretis

a) Penelitian ini dapat memberikan sumbangan bagi perkembangan

ilmu bahasa, khususnya pragmatik di Prodi PBSI.

b) Berbagai kajian teori yang digunakan dalam penelitian ini dapat

memperluas kajian dan memperkaya khasanah teoretis tentang

ketidaksantunan dalam bahasa sebagai fenomena pragmatik baru.

2) Manfaat praktis

a) Penelitian ini dapat digunakan oleh para penutur dalam ranah

keluarga untuk mempertimbangkan bentuk-bentuk ketidaksantunan

berbahasa yang harus dihindari dalam berkomunikasi.

b) Penelitian ini diharapkan dapat memperkuat pendidikan karakter

dalam lingkup keluarga yang merupakan salah satu faktor penting

yang berpengaruh bagi pembentukan karakter bangsa.

1.5 Batasan Istilah

1) Ketidaksantunan berbahasa

Struktur bahasa penutur yang tidak berkenan di hati mitra tutur.

2) Linguistik

Ilmu tentang bahasa; telaah bahasa secara ilmiah (Depdiknas, 2008:832).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 27: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

8

3) Pragmatik

Ilmu pragmatik adalah ilmu yang mengkaji maksud penutur di dalam

konteks situasi dan lingkungan sosial-budaya tertentu (Rahardi, 2003:16).

4) Ketidaksantunan linguistik

Ketidaksantunan berbahasa yang dikaji dari aspek linguistik suatu

tuturan.

5) Ketidaksantunan pragmatik

Ketidaksantunan berbahasa yang dikaji dari konteks situasi yang

menyertai suatu tuturan.

6) Keluarga

Ibu dan bapak beserta anak-anaknya; orang seisi rumah yang menjadi

tanggungan; satuan kekerabatan yang sangat mendasar dalam masyarakat

(Depdiknas, 2008:659).

7) Petani

Orang yang pekerjaannya bercocok tanam (Depdiknas, 2008:1400).

8) Keluarga Petani

Satuan kekerabatan terkecil dalam masyarakat yang pekerjaannya

bercocok tanam.

1.6 Sistematika Penyajian

Penelitian yang mengkaji ketidaksantunan linguistik dan pragmatik ini

terdiri dari lima bab. Bab I merupakan bab pendahuluan yang berisi latar belakang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 28: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

9

masalah, rumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, batasan istilah,

dan sistematika penyajian.

Bab II berisi kajian pustaka yang digunakan untuk menganalisis dan

membahas masalah-masalah yang diteliti, yaitu tentang ketidaksantunan

berbahasa. Teori-teori yang dikemukakan dalam Bab II ini adalah teori tentang (1)

penelitian-penelitian yang relevan, (2) teori pragmatik, (3) fenomena pragmatik,

(4) teori ketidaksantunan, (5) teori mengenai konteks, (6) unsur segmental, (7)

unsur suprasegmental, (8) teori maksud, dan (9) kerangka berpikir.

Bab III adalah metode penelitian yang memuat tentang cara dan prosedur

yang digunakan oleh peneliti untuk memperoleh data. Dalam Bab III diuraikan (1)

jenis penelitian, (2) data dan sumber data, (3) metode dan teknik pengumpulan

data, (4) instrumen penelitian, (5) metode dan teknik analisis data, (6) sajian hasil

analisis data, dan (7) trianggulasi data.

Bab IV berisi uraian tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3)

pembahasan hasil penelitian. Lebih lanjut lagi pada Bab V yang berisi kesimpulan

penelitian dan saran untuk penelitian selanjutnya berkaitan dengan penelitian

ketidaksantunan berbahasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 29: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

10

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Bab ini berisi uraian tentang penelitian yang relevan, landasan teori, dan

kerangka berpikir. Penelitian yang relevan berisi tinjauan terhadap topik-topik

sejenis yang dilakukan oleh peneliti-peneliti lain. Landasan teori berisi teori-teori

yang digunakan sebagai landasan analisis dari penelitian ini yang terdiri atas teori

pragmatik, fenomena pragmatik, teori ketidaksantunan berbahasa, konteks, unsur

segmental, unsur suprasegmental, dan teori maksud. Kerangka berpikir berisi

tentang acuan teori yang digunakan dalam penelitian ini dengan berpijak pada

penelitian terdahulu yang relevan dan digunakan untuk menjawab rumusan

masalah.

2.1 Penelitian yang Relevan

Penelitian mengenai ketidaksantunan berbahasa merupakan kajian

pragmatik baru yang belum banyak diteliti dan dikaji oleh para peneliti bahasa.

Oleh karena itu, penelitian pragmatik yang mengkaji ketidaksantunan berbahasa

masih sangat terbatas. Sebaliknya, untuk penelitian pragmatik yang mengkaji

tentang kesantunan berbahasa sudah banyak ditemukan oleh para peneliti. Pada

penelitian ini, peneliti mencantumkan beberapa penelitian ketidaksantunan

berbahasa sebagai penelitian yang relevan. Penelitian-penelitian tentang

ketidaksantunan berbahasa tersebut antara lain penelitian yang dilakukan oleh

Elizabeth Rita Yuliastuti (2013), Caecilia Petra Gading May Widyawari (2013),

Olivia Melissa Puspitarini (2013), dan Agustina Galuh Eka Noviyanti (2013).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 30: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

11

Penelitian yang dilakukan oleh Elizabeth Rita Yuliastuti (2013) berjudul

Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik Berbahasa antara Guru dan Siswa di

SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 2012/2013. Penelitian ini

merupakan kajian yang membahas wujud ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik berbahasa antara guru dan siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2012/2013. Selain itu, penelitian ini bertujuan untuk

mendeskripsikan wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa,

mendeskripsikan penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa,

dan mendeskripsikan makna ketidaksantunan berbahasa yang digunakan oleh guru

maupun siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. Penelitian ini merupakan jenis

penelitian deskriptif kualitatif. Pengumpulan data diperoleh dengan menggunakan

metode simak dan metode cakap. Data dalam penelitian ini adalah tuturan-tuturan

lisan yang tidak santun antara guru dan siswa. Analisis data dalam penelitian ini

menggunakan metode analisis kontekstual. Adapun hasil dari penelitian ini adalah

pertama, wujud ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan tuturan lisan

yang tidak santun antara guru dan siswa yang berupa tuturan melecehkan muka,

memain-mainkan muka, kesembronoan, mengancam muka, dan menghilangkan

muka, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan

uraian konteks berupa penutur, mitra tutur, tujuan tutur, situasi, suasana, tindak

verbal, dan tindak perlokusi yang menyertai tuturan tersebut. Kedua, penanda

ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan

diksi, serta penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks

yang menyertai tuturan yakni penutur, mitra tutur, situasi, suasana, tujuan tutur,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 31: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

12

tindak verbal, dan tindak perlokusi. Ketiga, makna ketidaksantunan (1)

melecehkan muka yakni hinaan dan ejekan dari penutur kepada mitra tutur hingga

melukai hati mitra tutur, (2) memain-mainkan muka yakni tuturan yang membuat

bingung mitra tutur sehingga mitra tutur menjadi jengkel karena sikap penutur

yang tidak seperti biasanya, (3) kesembronoan yang disengaja yakni penutur

bercanda kepada mitra tutur sehingga mitra tutur terhibur, tetapi candaan tersebut

dapat menimbulkan konflik, (4) mengancam muka yakni penutur memberikan

ancaman kepada mitra tutur sehingga mitra tutur merasa terpojokkan, dan (5)

menghilangkan muka yakni penutur mempermalukan mitra tutur di depan banyak

orang.

Penelitian serupa juga dilakukan oleh Caecilia Petra Gading May

Widyawari (2013) yang berjudul Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID Angkatan 2009—2011

Universitas Sanata Dharma. Penelitian ini membahas ketidaksantunan linguistik

dan pragmatik berbahasa yang dituturkan antarmahasiswa Program Studi PBSID

Angkatan 2009—2011 di Universitas Sanata Dharma. Sumber data penelitian ini

adalah mahasiswa PBSID angkatan 2009—2011 di Universitas Sanata Dharma.

Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif kualitatif. Tujuan penelitian

ini adalah: (1) mendeskripsikan wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik

berbahasa, (2) mendeskripsikan penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik

berbahasa, dan (3) mendeskripsikan makna ketidaksantunan berbahasa yang

digunakan antarmahasiswa PBSID Angkatan 2009—2011 di Universitas Sanata

Dharma. Instrumen penelitian berupa panduan wawancara (daftar pertanyaan),

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 32: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

13

pertanyaan pancingan, dan pernyataan kasus. Metode pengumpulan data yakni,

pertama metode simak dengan teknik dasar berupa teknik sadap dan teknik

lanjutan berupa teknik simak libat cakap dan teknik cakap, kedua metode cakap

dengan teknik dasar berupa teknik pancing dan dua teknik lanjutan berupa teknik

lanjutan cakap semuka dan tansemuka. Beberapa teknik tersebut diwujudkan

dengan cara menginventarisasi, mengidentifikasi, dan mengklasifikasi. Simpulan

hasil penelitian ini tidak jauh berbeda dengan simpulan hasil penelitian Elizabeth

Rita Yuliastuti (2013), yakni (1) wujud ketidaksantunan linguistik dapat dilihat

dari tuturan antarmahasiswa yang terdiri dari melecehkan muka, sembrono,

mengancam muka, dan menghilangkan muka. Lalu wujud ketidaksantunan

pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks (penutur, mitra tutur, situasi, suasana,

tindak verbal, tindak perlokusi dan tujuan tutur), (2) penanda ketidaksantunan

linguistik yang ditemukan berupa nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Penanda

ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks tuturan yang berupa

penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tindak verbal, tindak perlokusi, dan

tujuan tutur, dan (3) makna ketidaksantunan berbahasa yaitu: a) melecehkan

muka, ejekan penutur kepada mitra tutur dan dapat melukai hati, b) memain-

mainkan muka, membingungkan mitra tutur dan itu menjengkelkan, c)

kesembronoan, bercanda yang menyebabkan konflik, d) menghilangkan muka,

mempermalukan mitra tutur di depan banyak orang, dan e) mengancam muka,

menyebabkan ancaman pada mitra tutur.

Peneliti berikutnya yang mengkaji tentang ketidaksantunan berbahasa

adalah Olivia Melissa Puspitarini (2013) dengan judul Ketidaksantunan Linguistik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 33: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

14

dan Pragmatik Berbahasa antara Dosen dan Mahasiswa Program Studi PBSID,

FKIP, USD, Angkatan 2009—2011. Penelitian ini membahas ketidaksantunan

linguistik dan pragmatik antara dosen dan mahasiswa Program Studi PBSID,

USD, angkatan 2009—2011. Jenis penelitian yang dilakukan oleh Olivia Melissa

Puspitarini (2013) ini serupa dengan penelitian sebelumnya, yaitu deskriptif

kualitatif. Metode pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan metode

simak dan metode cakap dengan instrumen berupa panduan wawancara, daftar

pertanyaan pancingan, dan daftar kasus. Analisis data dilakukan dengan analisis

kontekstual. Hasil dari penelitian ini juga serupa dengan penelitian sebelumnya,

yakni pertama, wujud ketidaksantunan linguistik berdasarkan tuturan lisan dan

wujud ketidaksantunan pragmatik berbahasa yaitu uraian konteks tuturan tersebut.

Kedua, penanda ketidaksantunan linguistik yaitu nada, intonasi, tekanan, dan

diksi, serta penanda pragmatik yaitu konteks yang menyertai tuturan yakni

penutur, mitra tutur, situasi, dan suasana. Ketiga, makna ketidaksantunan

linguistik dan pragmatik berbahasa meliputi 1) melecehkan muka yakni penutur

menyindir atau mengejek mitra tutur, 2) memainkan muka yakni penutur

membuat jengkel dan bingung mitra tutur, 3) kesembronoan yang disengaja yakni

penutur bercanda kepada mitra tutur dan mitra tutur terhibur namun candaan

tersebut dapat menimbulkan konflik bila candaan tersebut ditanggapi secara

berlebihan, 4) menghilangkan muka yakni penutur mempermalukan mitra tutur di

depan banyak orang, dan 5) mengancam muka yakni penutur memberikan

ancaman atau tekanan kepada mitra tutur yang menyebabkan mitra tutur terpojok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 34: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

15

Agustina Galuh Eka Noviyanti (2013) juga melakukan penelitian tentang

ketidaksantunan berbahasa dengan judul Ketidaksantunan Linguistik dan

Pragmatik Berbahasa Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun

Ajaran 2012/2013. Jenis penelitian yang dilakukan oleh Agustina Galuh Eka

Noviyanti (2013) ini serupa dengan ketiga penelitian sebelumnya, yaitu penelitian

deskriptif kualitatif. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian

ini adalah metode simak dan metode cakap dengan teknik sadap dan teknik

pancing, dengan instrumen berupa pedoman atau panduan wawancara (daftar

pertanyaan), pancingan, daftar kasus, dan peneliti sendiri. Data dalam penelitian

ini dianalisis dengan menggunakan metode kontekstual. Penelitian ini menjawab

tiga masalah tentang (a) wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik

berbahasa apa saja yang digunakan oleh antarsiswa di SMA Stella Duce 2

Yogyakarta, (b) penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa apa

saja yang digunakan antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta, dan (c) apakah

makna penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa yang

digunakan antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.

Beberapa penelitian di atas merupakan penelitian yang mengkaji tentang

ketidaksantunan berbahasa. Hasil dari penelitian tersebut mendeskripsikan wujud,

penanda, dan makna ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa.

Keempat penelitian di atas dapat dijadikan acuan dan pijakan dalam mengkaji

fenomena pragmatik baru, yaitu ketidaksantunan berbahasa yang memang belum

banyak dikaji oleh para peneliti bahasa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 35: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

16

2.2 Pragmatik

Pragmatik sebagai sebuah ilmu bahasa memiliki peranan yang besar

dalam penggunaan bahasa pada masyarakat. Secara singkat telah dipaparkan pada

bagian awal bahwa pragmatik merupakan ilmu yang mempelajari penggunaan

bahasa sesuai konteks. Selain memahami maksud yang disampaikan oleh orang

lain, seseorang juga harus melibatkan kepekaannya dalam memahami situasi dan

kondisi lawan tutur. Hal tersebut perlu diperhatikan agar tidak terjadi

kesalahpahaman dalam sebuah percakapan.

Yule (1996) dalam bukunya Pragmatics yang diterjemahkan oleh

Wahyuni (2006:3-4) dengan judul Pragmatik memaparkan empat ruang lingkup

pragmatik sebagai berikut. Pertama, pragmatik adalah studi tentang maksud

penutur. Kedua, pragmatik adalah studi tentang makna kontekstual. Ketiga,

pragmatik adalah studi tentang bagaimana agar lebih banyak yang disampaikan

daripada yang dituturkan. Terakhir, pragmatik adalah studi tentang ungkapan dari

jarak hubungan.

Definisi lain dipaparkan oleh Levinson (1983) via Nadar (2009:4)

tentang pragmatik adalah kajian hubungan antara bahasa dan konteks yang

tergramatikalisasi atau terkodifikasi dalam struktur bahasa. Jacob L. Mey (1983)

via Rahardi (2003:15) juga mendefinisikan pragmatik sebagai berikut.

‘Pragmatics is the study of the conditions of human language uses as these are

determined by the context of society’. Sesungguhnya, pragmatik adalah ilmu

bahasa yang mempelajari pemakaian atau penggunaan bahasa yang pada dasarnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 36: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

17

selalu ditentukan oleh konteks situasi tutur di dalam masyarakat dan kebudayaan

yang melatarbelakanginya.

Pemahaman tentang pragmatik lainnya juga dikemukakan oleh Huang

(2007:2) sebagai berikut ‘Pragmatics is the systematic study of meaning by virtue

of, or dependent on, the use of language. The central topics of inquiry of

pragmatics include implicature, presupposition, speech acts, and deixis’. Jadi,

pragmatik adalah studi sistematis makna berdasarkan atau yang tergantung pada

penggunaan bahasa. Topik utama penyelidikan pragmatik meliputi implikatur,

presuposisi, tindak tutur, dan deiksis. Selain itu, dijelaskan pula ‘Pragmatics is the

study of linguistic acts and the contexts in which they are performed’ (Huang,

2007:2) yang dapat dipahami bahwa pragmatik adalah ilmu yang mempelajari

tentang perilaku linguistik dan konteksnya ketika keduanya digunakan.

Berdasarkan beberapa definisi di atas, dapat dipahami bahwa pragmatik

adalah ilmu yang mengkaji pengguaan bahasa sesuai dengan konteks situasi yang

melatarbelakangi bahasa tersebut. Pragmatik adalah studi tentang maksud dan

makna yang disampaikan oleh penutur dengan melihat situasi dan kondisi

terjadinya tuturan. Hal tersebut perlu diperhatikan agar tidak terjadi

kesalahpahaman dalam sebuah komunikasi. Dapat dikatakan pula bahwa

pragmatik bersifat terikat konteks.

2.3 Fenomena Pragmatik

Pragmatik sebagai ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa sesuai

dengan konteks situasi, mengkaji enam fenomena pragmatik, yaitu praanggapan,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 37: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

18

tindak tutur, implikatur, deiksis, kesantunan, dan ketidaksantunan. Fenomena-

fenomena pragmatik tersebut akan dipaparkan sebagai berikut.

2.3.1 Praanggapan

Penyampaian pesan dari seseorang kepada orang yang lain tentu

dilakukan melalui komunikasi. Ketika terjadi sebuah komunikasi, seringkali

seorang penutur menganggap informasi tertentu sudah diketahui oleh mitra

tuturnya. Oleh karena informasi tertentu itu dianggap sudah diketahui, informasi

yang demikian biasanya tidak akan dinyatakan dan akibatnya akan menjadi bagian

dari apa yang disampaikan tetapi tidak dikatakan.

Presupposisi adalah sesuatu yang diasumsikan oleh penutur sebagai

kejadian sebelum menghasilkan suatu tuturan (Yule, 2006:43-52). Yule membagi

presupposisi menjadi 6 jenis yaitu, presupposisi eksistensial, presupposisi faktif,

presupposisi non-faktif, presupposisi leksikal, presupposisi struktural, dan

presupposisi konterfaktual.

2.3.2 Tindak Tutur

Melalui sebuah tuturan, seseorang tidak hanya menghasilkan tuturan

yang mengandung kata-kata saja, tetapi juga dapat memperlihatkan tindakan-

tindakan melalui tuturan tersebut. Tindakan-tindakan yang ditampilkan lewat

tuturan disebut tindak tutur (Yule, 2006:82). Pada suatu saat, tindakan yang

ditampilkan dengan menghasilkan suatu tuturan akan mengandung tiga tindak

yang saling berhubungan. Pertama adalah tindak lokusi yang berupa rentetan atau

deretan bunyi yang membentuk struktur tuturan/kalimat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 38: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

19

Tuturan-tuturan yang kita hasilkan tentu terbentuk untuk mencapai

sebuah tujuan. Seseorang membentuk tuturan dengan beberapa fungsi di dalam

pikiran. Inilah yang dimaksud dengan tindak ilokusi. Tindak ilokusi ditampilkan

melalui penekanan komunikatif suatu tuturan. Tuturan-tuturan tersebut dapat

berupa pernyataan, tawaran, penjelasan atau maksud-maksud komunikatif lainnya.

Seorang penutur tidak secara sederhana menciptakan tuturan yang

memiliki fungsi tanpa memaksudkan tuturan itu memiliki sebuah akibat. Inilah

yang dipahami dengan tindak perlokusi. Dengan bergantung pada keadaan,

penutur akan mengujarkan dengan asumsi bahwa mitra tutur akan memahami

akibat yang penutur timbulkan.

Yule (2006:92-94) mengklasifikasikan lima jenis fungsi umum yang

ditunjukkan oleh tindak tutur dan akan dipaparkan sebagai berikut. Deklarasi

merupakan jenis tindak tutur yang mengubah dunia melalui tuturan. Contoh: Saya

nyatakan terdakwa bersalah. Pada contoh tersebut, penutur harus memiliki peran

institusional khusus, dalam konteks khusus, untuk menampilkan suatu deklarasi

secara tepat. Saat menggunakan deklarasi, penutur mengubah dunia dengan kata-

kata.

Representatif ialah jenis tindak tutur yang menyatakan apa yang diyakini

penutur kasus atau bukan. Contoh: Bumi itu bulat. Representatif memuat

pernyataan suatu fakta, penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. Saat

menggunakan sebuah representatif, penutur mencocokan kata-kata dengan dunia

(kepercayaannya).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 39: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

20

Jenis tindak tutur selanjutnya yaitu ekspresif, berupa pernyataan yang

dirasakan oleh penutur. Tindak tutur itu mencerminkan pernyataan-pernyataan

psikologis dan dapat berupa pernyataan kegembiraan, kesulitan, kesukaan,

kebencian, kesenangan, atau kesengsaraan. Contoh: Sungguh, saya tidak suka dia

datang. Penutur menyesuaikan kata-kata dengan dunia (perasaannya).

Direktif merupakan jenis tindak tutur yang dipakai oleh penutur untuk

menyuruh orang lain melakukan sesuatu. Jenis tindak tutur ini menyatakan apa

yang menjadi keinginan penutur. Tindak tutur ini meliputi; perintah, pemesanan,

permohonan, pemberian saran, dan bentuknya dapat berupa kalimat positif dan

negatif. Contoh: Jangan memegang itu!

Jenis tindak tutur yang terakhir adalah komisif, yang dipahami oleh

penutur untuk mengikatkan dirinya terhadap tindakan-tindakan di masa yang akan

datang. Tindak tutur ini menyatakan apa saja yang dimaksudkan oleh penutur.

Tindak tutur ini dapat berupa; janji, ancaman, penolakan, ikrar, dan dapat

ditampilkan sendiri oleh penutur atau penutur sebagai anggota kelompok. Contoh:

Saya tidak akan melakukan itu.

2.3.3 Implikatur

Yule (2006:61-62) memberikan penjelasan bahwa ketika seseorang

mendengarkan sebuah ujaran, dia harus berasumsi bahwa penutur sedang

melaksanakan kerja sama dan bermaksud menyampaikan informasi. Informasi

tersebut tentunya memiliki makna lebih banyak dari kata-kata yang dituturkan.

Makna ini merupakan makna tambahan yang dikenal dengan istilah implikatur.

Implikatur adalah contoh utama dari banyaknya informasi yang disampaikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 40: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

21

daripada yang dikatakan. Supaya implikatur-implikatur tersebut dapat ditafsirkan,

maka beberapa prinsip kerja sama dasar harus lebih dini diasumsikan dalam

pelaksanaannya.

Konsep tentang adanya sejumlah informasi yang diharapkan terdapat

dalam suatu percakapan hanya merupakan satu aspek gagasan yang lebih umum

bahwa orang-orang yang terlibat dalam suatu percakapan akan bekerja sama satu

sama lain. Asumsi kerja sama dapat dinyatakan sebagai suatu prinsip kerja sama

percakapan dan dapat dirinci ke dalam empat sub-prinsip, yang disebut dengan

maksim. Yule (2006:69-80) membedakan implikatur menjadi lima macam, yaitu

implikatur percakapan, implikatur percakapan umum, implikatur berskala,

implikatur percakapan khusus, dan implikatur konvensional.

2.3.4 Deiksis

Yule (1996) dalam bukunya Pragmatics yang diterjemahkan oleh

Wahyuni (2006:13) dengan judul Pragmatik berusaha memberi gambaran, ketika

seseorang menunjuk objek asing dan bertanya, “Apa itu?”, maka orang tersebut

menggunakan ungkapan deiksis “itu” untuk menunjuk sesuatu dalam suatu

konteks secara tiba-tiba. Deiksis dapat dipahami sebagai istilah teknis untuk salah

satu hal mendasar yang dilakukan dengan tuturan. Deiksis berarti ‘penunjukan’

melalui bahasa. Bentuk linguistik yang dipakai untuk menyelesaikan

‘penunjukan’ disebut ungkapan deiksis.

Deiksis terbagi menjadi tiga jenis, yaitu deiksis persona, yang artinya

ungkapan-ungkapan untuk menunjuk orang. Contoh: saya, kamu, dia. Deiksis

spasial, yang artinya ungkapan-ungkapan untuk menunjuk tempat. Contoh: di sini,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 41: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

22

di sana, di situ. Terakhir adalah deiksis temporal, yang artinya ungkapan-

ungkapan untuk menunjuk waktu. Contoh: sekarang, kemudian, kemarin, besok,

nanti malam. Keberhasilan sebuah interaksi antara penutur dan lawan tutur sedikit

banyak tergantung pada pemahaman deiksis yang digunakan oleh penutur, karena

ketika berkomunikasi seringkali lawan tutur menggunakan kata-kata yang

menunjuk baik pada orang, waktu, maupun tempat.

Berdasarkan paparan di atas, dapat dipahami bahwa penafsiran deiksis

tergantung pada konteks, maksud penutur, dan ungkapan-ungkapan itu

mengungkapkan jarak hubungan. Diberikannya ukuran kecil dan rentangan yang

sangat luas dari kemungkinan pemakainya, ungkapan-ungkapan deiksis selalu

menyampaikan lebih banyak hal daripada yang diucapkan (Yule, 2006:26).

2.3.5 Kesantunan Berbahasa

Bahasa merupakan alat untuk menyampaikan maksud dari seseorang

kepada orang yang lain. Penggunaan bahasa yang santun sudah sepantasnya

diterapkan ketika seseorang melakukan komunikasi. Bahasa juga merupakan

cermin kepribadian seseorang. Melalui bahasa yang diungkapkan, baik verbal

maupun nonverbal akan terlihat bagaimana kepribadian seseorang yang

sesungguhnya.

Pranowo (2009:3) menjelaskan bahasa verbal adalah bahasa yang

diungkapkan dengan kata-kata dalam bentuk ujaran atau tulisan, sedangkan

bahasa nonverbal adalah bahasa yang diungkapkan dalam bentuk mimik, gerak

gerik tubuh, sikap atau perilaku. Selain penggunaan bahasa yang berupa kata-kata

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 42: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

23

atau ujaran, terdapat pula bahasa nonverbal berupa mimik, gerak gerik tubuh,

sikap atau perilaku yang mendukung pengungkapan kepribadian seseorang.

Ketika berkomunikasi, selain menggunakan bahasa yang baik dan benar,

perlu diterapkan juga kesantunan dalam setiap tindak bahasa. Struktur bahasa

yang santun adalah struktur bahasa yang disusun oleh penutur/penulis agar tidak

menyinggung perasaan pendengar atau pembaca (Pranowo, 2009:4).

Pada kenyataannya, penggunaan bahasa santun belum banyak diterapkan

dalam komunikasi sehari-hari. Ada beberapa alasan yang mendasari hal tersebut,

antara lain (a) tidak semua orang memahami kaidah kesantunan, (b) ada yang

memahami kaidah tetapi tidak mahir menggunakan kaidah kesantunan, (c) ada

yang mahir menggunakan kaidah kesantunan dalam berbahasa, tetapi tidak

mengetahui bahwa yang digunakan adalah kaidah kesantunan, dan (d) tidak

memahami kaidah kesantunan dan tidak mahir berbahasa secara santun (Pranowo,

2009:51).

Pranowo (2009:76-79) juga menjelaskan adanya dua aspek penentu

kesantunan, yaitu aspek kebahasaan dan aspek nonkebahasaan. Aspek kebahasaan

meliputi aspek intonasi (keras lembutnya intonasi ketika seseorang berbicara),

aspek nada bicara (berkaitan dengan suasana emosi penutur: nada resmi, nada

bercanda atau bergurau, nada mengejek, nada menyindir), faktor pilihan kata, dan

faktor struktur kalimat, sedangkan aspek nonkebahasaan berupa pranata sosial

budaya masyarakat (misalnya aturan anak kecil yang harus selalu hormat kepada

orang yang lebih tua), pranata adat (seperti jarak bicara antara penutur dengan

mitra tutur).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 43: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

24

2.3.6 Ketidaksantunan Berbahasa

Permasalahan kebahasaan yang terjadi dalam perkembangan kehidupan

sosial masyarakat turut memunculkan fenomena baru dalam ilmu pragmatik.

Fenomena baru tersebut adalah ketidaksantunan berbahasa. Ketidaksantunan

berbahasa muncul melihat realita yang terjadi dalam masyarakat bahwa

penggunaan bahasa santun belum banyak diterapkan dalam komunikasi sehari-

hari. Fenomena ketidaksantunan ini merupakan fenomena baru yang belum

banyak dikaji oleh para peneliti. Kesantunan berbahasa berkaitan dengan

penggunaan bahasa yang baik agar tidak menyinggung perasaan orang lain,

sedangkan ketidaksantunan berbahasa dipahami sebagai penggunaan bahasa yang

tidak baik, melanggar tatakrama, dan seringkali menyinggung perasaan orang lain.

Pranowo (2009:68-73) juga memaparkan fakta pemakaian bahasa yang

tidak santun sebagai berikut. Pertama, penutur menyampaikan kritik secara

langsung (menohok mitra tutur) dengan kata atau frasa kasar. Penggunaan kata

atau frasa yang kasar dinilai tidak santun karena dapat menyinggung perasaan

mitra tutur. Kedua, penutur didorong rasa emosi ketika bertutur. Penutur yang

didorong rasa emosi berlebihan ketika bertutur akan mengakibatkan timbulnya

kesan marah terhadap mitra tutur. Ketiga, penutur protektif terhadap pendapatnya.

Kadang kala seorang penutur protektif terhadap pendapatnya dengan maksud agar

tuturan mitra tutur tidak dipercaya oleh pihak lain. Cara yang demikian

mengakibatkan tuturan menjadi tidak santun. Keempat, penutur sengaja ingin

memojokkan mitra tutur dalam bertutur. Terakhir, penutur menyampaikan

tuduhan atas dasar kecurigaan terhadap mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 44: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

25

2.4 Teori-teori Ketidaksantunan

Dalam buku Impoliteness in Language: Studies on its Interplay with

Power in Teory and Practice yang disusun oleh Bousfield dan Locher (2008)

seperti yang telah dibahasakan oleh Rahardi (2012) dalam presentasinya

“Penelitian Kompetensi: Ketidaksantunan Pragmatik dan Linguistik Berbahasa

dalam Ranah Keluarga (Family Domain)”, nampak bahwa beberapa ahli telah

menelaah fenomena baru ini. Berikut pemaparan beberapa ahli mengenai

ketidaksantunan berbahasa.

2.4.1 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher and Watts

Locher dan Watts berpandangan bahwa perilaku tidak santun adalah

perilaku yang secara normatif dianggap negatif (negative marked behavior),

karena melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. Locher

dan Watts juga menjelaskan bahwa ketidaksantunan merupakan alat untuk

menegosiasikan hubungan antarsesama (a means to negotiate meaning). Lebih

lanjut lagi pandangan Locher dan Watts tentang ketidaksantunan tampak berikut

ini, ‘...impolite behaviour and face-aggravating behaviour more generally is as

much as this negation as polite versions of behavior.’ (cf. Locher and Watts,

2008:5). Pengertian teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher dan

Watts dapat diilustrasikan dengan situasi berikut.

Situasi:

Petang hari di serambi rumah, ayah, ibu, dan kakak sedang menunggu

adik pulang. Tidak lama kemudian, adik memasuki halaman rumah dan langsung

bertemu dengan ayah, ibu, dan kedua kakaknya. Dalam keluarga tersebut sudah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 45: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

26

disepakati bahwa tidak boleh terlambat saat kembali ke rumah. Jikalau terlambat,

harus dengan alasan yang jelas. Kemudian terjadilah percakapan di dalam

keluarga tersebut.

Wujud tuturan:

Adik : “Mas, bapak sama ibu nunggu aku pulang udah dari tadi to?”

Kakak 1 : “Udah hampir satu jam. Coba kamu jelasin sana kenapa bisa pulang

terlambat!”

Adik : “Oooohh..”

Kakak 2 : “Kamu nggak inget kesepakatan awal gimana? Kita harus pulang ke

rumah tepat waktu. Jangan sampe deh bapak sama ibu marah-

marah.”

Adik : “Haduhh, lupa Mas. Emangnya, Mas juga patuh sama peraturan itu?”

Kakak 1 : “Iya dong, itu kan udah jadi kesepakatan bersama.”

Dari percakapan tersebut dapat dilihat bahwa tuturan yang disampaikan

oleh penutur (adik) saat terlambat pulang ke rumah terdengar datar tanpa rasa

bersalah. Tuturan itu mengakibatkan mitra tutur 1 (kakak 1) dan mitra tutur 2

(kakak 2) meresponnya dengan sinis dan kesal. Percakapan di atas menunjukkan

bahwa adik menghiraukan komitmen keluarga yang sudah disepakati bersama

yaitu tidak boleh terlambat pulang ke rumah. Sebaliknya, penutur (adik) tanpa

merasa bersalah menanggapi teguran mitra tutur dengan berkata Haduhh, lupa

mas. Emangnya mas juga patuh sama peraturan itu? Tuturan tersebut merupakan

tuturan yang tidak santun karena telah mengacuhkan dan melanggar kesepakatan

keluarga yang sudah menjadi peraturan dalam keluarga tersebut.

Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dipahami bahwa teori

ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Locher dan Watts (2008)

menitikberatkan bentuk penggunaan ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 46: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

27

secara normatif dianggap menyimpang, karena dianggap melanggar norma-norma

sosial yang berlaku dalam masyarakat (tertentu).

2.4.2 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi

Terkourafi (2008:3-4) memandang ketidaksantunan sebagai,

‘impoliteness occurs when the expression used is not conventionalized relative to

the context of occurrence; it threatens the addressee’s face but no face-

threatening intention is attributed to the speaker by the hearer.’ Jadi, perilaku

berbahasa dalam pandangan Terkourafi akan dikatakan tidak santun bilamana

mitra tutur (addressee) merasakan ancaman terhadap kehilangan muka (face

threaten), dan penutur (speaker) tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu

dari mitra tuturnya. Konsep tentang ketidaksantunan berbahasa ini dapat dipahami

dengan ilustrasi sebagai berikut.

Situasi:

Ibu sedang menyiapkan makan malam di dapur ketika hari mulai petang.

Pada saat yang bersamaan, ayah datang menghampiri ibu dengan tergesa-gesa.

Kemudian terjadi percakapan di antara ayah dan ibu.

Wujud tuturan:

Ayah : “Bu, baju yang kemarin ibu setrika di mana? Bapak mau arisan, sudah

ditunggu itu.” (sambil menyentuh badan ibu yang sedang sibuk

memasak)

Ibu : “Bapak ni apa to nggak usah senggal senggol, kurang kerjaan aja.”

Percakapan tersebut menunjukkan bahwa penutur (ayah) berusaha

meminta respon dari mitra tutur (ibu), akan tetapi penutur meminta respon dengan

cara yang mengakibatkan mitra tutur tidak nyaman dan merasa aktivitasnya

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 47: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

28

terganggu. Penutur sendiri tidak menyadari bahwa tuturannya mengancam mitra

tutur. Akibatnya, mitra tutur (ibu) menjawab dengan nada sinis dan kurang

bersahabat. Dari percakapan di atas dapat diketahui bahwa mitra tutur menanggapi

perkataan penutur dengan rasa kesal. Hal tersebut dapat dilihat dari tuturan mitra

tutur sebagai berikut. Bapak ni apa to nggak usah senggal senggol, kurang

kerjaan aja.

Berdasarkan ilustrasi yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa

teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Terkourafi (2008)

menitikberatkan pada bentuk penggunaan tuturan yang tidak santun oleh penutur

yang memiliki maksud untuk mengancam muka sepihak mitra tuturnya tetapi di

sisi lain penutur tidak menyadari bahwa perkataannya menyinggung mitra tutur.

2.4.3 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Locher

Menurut pandangan Miriam A Locher (2008:3), ketidaksantunan dalam

berbahasa dapat dipahami sebagai berikut ‘impoliteness behaviour that is face-

aggravating in a particular context.’ Pandangan Locher dapat diartikan bahwa

ketidaksantunan berbahasa adalah perilaku yang memperburuk ‘muka’ pada

konteks tertentu. Ketidaksantunan itu menunjuk pada perilaku ‘melecehkan’ muka

(face-aggravate).

Pemahaman lain yang berkaitan dengan definisi Locher terhadap

ketidaksantunan berbahasa ini adalah bahwa tindakan tersebut sesungguhnya

bukanlah sekadar perilaku ‘melecehkan muka’, melainkan perilaku yang ‘memain-

mainkan muka’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 48: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

29

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa

ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Miriam A. Locher adalah sebagai

tindak berbahasa yang melecehkan dan memain-mainkan muka pada konteks

tertentu sebagaimana yang dilambangkan dengan kata ‘aggravate’ itu. Konsep

tentang ketidaksantunan berbahasa tersebut dapat diilustrasikan dengan situasi

seperti berikut.

Situasi:

Pada sore hari di sebuah keluarga terjadi percakapan antara adik dengan

kakak. Adik mengomentari baju kakak sembari berkata demikian:

Wujud tuturan:

Adik : “Mbak, itu baju apa saringan tahu?”

Kakak : “Pancen modele kayak gini.”

Adik : “Model sih boleh ya, tapi nggak setipis saringan tahu juga kalik Mbak”.

Berdasarkan percakapan tersebut dapat dilihat bahwa penutur (adik)

bermaksud mengejek mitra tutur (kakak) dengan berkata bahwa baju yang

dikenakan kakak terlalu tipis seperti saringan tahu. Tuturan adik menandakan

bahwa terdapat tuturan tidak santun yang terjadi dalam komunikasi kebahasaan

tersebut. Meskipun maksud penutur hanya mengajak mitra tutur bergurau,

seharusnya tuturan tersebut tidak diucapkan karena dapat menyinggung perasaan

mitra tutur.

Ilustrasi di atas semakin menjelaskan teori ketidaksantunan berbahasa

dalam pandangan Locher (2008) yang menitikberatkan pada bentuk-bentuk

penggunaan tuturan tidak santun dengan maksud untuk melecehkan muka atau

menghina mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 49: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

30

2.4.4 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Culpeper

Pemahaman Culpeper (2008:3) tentang ketidaksantunan berbahasa

adalah, ‘Impoliteness, as I would define it, involves communicate behavior

intending to cause the “face loss” of a target or perceived by the target to be so.’

Culpeper memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’ atau ‘kehilangan muka’,

jika dalam bahasa Jawa mungkin konsep itu sejalan dengan konsep ‘kelangan rai’

(kehilangan muka). Sebuah tuturan akan dianggap sebagai tuturan yang tidak

santun jika tuturan itu menjadikan muka seseorang hilang. Jadi, ketidaksantunan

(impoliteness) dalam berbahasa merupakan perilaku komunikatif yang

diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan

muka (face loss), atau setidaknya orang tersebut ‘merasa’ kehilangan muka.

Konsep tentang teori ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Culpeper

dapat diilustrasikan dengan situasi berikut.

Situasi:

Siang ini dilaksanakan pembagian rapor di sekolah adik. Usai mengambil

rapor, adik dan ibu kembali ke rumah. Sesampainya di rumah, seluruh anggota

keluarga berkumpul dan berbincang-bincang di serambi depan. Terjadi

percakapan di antara mereka.

Wujud tuturan:

Ayah : “Waahh, kamu hebat dik” (sambil membuka rapor)

Renno : “Kenapa Yah?”

Ayah : “Lihat nih, dari dulu selalu dapat nilai kurang dari 7.”(dengan nada

mengejek)

Renno : “Ahh, ayah tu mujinya kelewatan.” (tersenyum kesal)

Raffa : “Makanya kalo sekolah tu belajar yang bener. Jangan cuma tidur di

kelas doang dibanggain.”

(Semua anggota keluarga tertawa).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 50: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

31

Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat dipahami bahwa Renno merasa

kehilangan muka akibat tuturan yang diucapkan oleh ayah dan kakaknya, yaitu

Raffa. Tuturan yang disampaikan ayah adalah lihat nih, dari dulu selalu dapet

nilai kurang dari 7. Renno merasa semakin kehilangan muka ketika kakaknya,

Raffa menyampaikan tuturan seperti berikut makanya kalo sekolah tu belajar

yang bener. Jangan cuma tidur di kelas doang dibanggain. Ayah dan Raffa

menyampaikan tuturan tersebut dengan maksud mempermalukan Renno di depan

anggota keluarga yang lain. Meskipun disampaikan dengan maksud mengajak

bercanda, akan menjadi sangat fatal ketika tuturan tersebut disampaikan tidak

pada konteks situasi yang tepat.

Dari pengertian dan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori

ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Culpeper ini menekankan bentuk

penggunaan tuturan yang disampaikan oleh penutur dengan maksud untuk

mempermalukan mitra tutur.

2.4.5 Teori ketidaksantunan berbahasa dalam pandangan Bousfield

Bousfield (2008:3) mengemukakan bahwa ketidaksantunan berbahasa

dipahami sebagai, ‘...the issuing of intentionally gratuitous and conflictive face-

threatening acts (FTAs) that are purposefully perfomed.’ Bousfield memberikan

penekanan pada dimensi ‘kesembronoan’ dan konfliktif (conflictive) dalam

praktik berbahasa yang tidak santun. Jadi, apabila perilaku berbahasa seseorang

itu mengancam muka, dan ancaman terhadap muka itu dilakukan secara sembrono

(gratuitous), hingga akhirnya tindakan berkategori sembrono demikian itu

mendatangkan konflik, atau bahkan pertengkaran, dan tindakan tersebut dilakukan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 51: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

32

dengan kesengajaan (purposeful), maka tindakan berbahasa itu merupakan realitas

ketidaksantunan. Pengertian tentang teori ketidaksantunan berbahasa dalam

pandangan Bousfield dapat diilustrasikan dengan situasi berikut.

Situasi:

Ruang tamu adalah bagian dari rumah yang biasanya dipakai sebagai

tempat untuk menerima tamu. Pada suatu hari, ayah dan ibu sedang menerima

tamu dan melakukan percakapan di ruang tamu, sedangkan adik terdengar gaduh

ketika bermain play station di ruang keluarga. Ayah menghampiri adik dan

bermaksud menegurnya.

Wujud tuturan:

Ayah : “Dik, main game-nya nggak usah teriak-teriak kayak gitu,

berisik. Ayah nggak enak, lagi ada tamu.”

Adik : “Ah, biarin aja yah. Aku kan nggak kenal sama mereka. Terserah aku

dong mau berisik apa enggak.”

Percakapan antara ayah dengan adik di atas menandakan adanya bentuk

ketidaksantunan dalam berbahasa. Mitra tutur (ayah) bermaksud memperingatkan

penutur (adik) agar tidak berisik dan tidak gaduh karena mitra tutur sedang

menerima tamu. Akan tetapi, penutur justru menjawab teguran mitra tutur

sekenanya bahkan terkesan sembrono dan tidak serius dalam menanggapi mitra

tutur. Keadaan demikian akan menimbulkan konflik di antara keduanya apabila

mitra tutur menanggapi tuturan penutur dengan serius.

Berdasarkan ilustrasi di atas, dapat disimpulkan bahwa teori

ketidaksantunan berbahasa menurut Bousfield (2008) menekankan bentuk

penggunaan tuturan yang tidak santun dengan maksud selain melecehkan dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 52: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

33

menghina mitra tutur dengan tanggapan sekenanya secara sengaja dapat

menimbulkan konflik di antara penutur dan mitra tutur.

2.5 Konteks

Ilmu pragmatik adalah ilmu yang mempelajari penggunaan bahasa sesuai

konteks situasi tuturan. Rahardi (2003:20) mengatakan bahwa konteks tuturan

dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan (background

knowledge) yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan dipahami bersama oleh

penutur dan mitra tutur, serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa

yang dimaksudkan oleh si penutur itu di dalam keseluruhan proses bertutur.

Kemudian, Levinson (1983:22−23) via Nugroho (2009:119) memaparkan bahwa

untuk mengetahui konteks, seseorang harus membedakan antara situasi aktual

sebuah tuturan dalam semua keserberagaman ciri-ciri tuturan mereka, dan

pemilihan ciri-ciri tuturan tersebut secara budaya dan linguistis yang berhubungan

dengan produksi dan penafsiran tuturan.

Malinowsky juga berbicara tentang konteks, khususnya konteks yang

berdimensi situasi atau ‘context of situation’. Secara khusus Malinowsky

mengatakan, seperti yang dikutip di dalam Vershueren (1998:75), ‘Exactly as in

the reality of spoken or written languages, a word without linguistics context is a

mere figment and stands for nothing by itself, so in the reality of a spoken living

tongue, the utterance has no meaning except in the context of situation.’ bahwa

kehadiran konteks situasi menjadi mutlak untuk menjadikan sebuah tuturan benar-

benar bermakna. (Rahardi, 2012).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 53: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

34

Berbeda dengan Malinowsky yang menyebut ‘context of situation’,

Leech (1983) via Rahardi (2012) memahami konteks dengan istilah ‘speech

situation’. Sehubungan dengan bermacam-macamnya maksud yang mungkin

dikomunikasikan oleh penuturan sebuah tuturan, Leech (1983) dalam Wijana

(1996:10-13) mengemukakan sejumlah aspek yang senantiasa harus

dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Berikut pemaparan aspek-aspek

tersebut.

1) Penutur dan lawan tutur

Konsep penutur dan lawan tutur ini mencakup penulis dan pembaca bila

tuturan bersangkutan dikomunikasikan dengan media tulisan. Aspek-aspek

yang berkaitan dengan penutur dan lawan tutur ini adalah usia, latar belakang

sosial ekonomi, jenis kelamin, tingkat keakraban, dan sebagainya.

2) Konteks tuturan

Konteks tuturan penelitian linguistik adalah konteks dalam semua aspek

fisik atau setting sosial yang relevan dari tuturan bersangkutan. Konteks yang

bersifat fisik lazim disebut koteks (cotext), sedangkan konteks setting sosial

disebut konteks. Di dalam pragmatik, konteks itu pada hakikatnya adalah

semua latar belakang pengetahuan (back ground knowledge) yang dipahami

bersama oleh penutur dan lawan tutur.

3) Tujuan tuturan

Bentuk-bentuk tuturan yang diutarakan oleh penutur dilatarbelakangi

oleh maksud dan tujuan tertentu. Dalam hubungan ini bentuk-bentuk tuturan

yang bermacam-macam dapat digunakan untuk menyatakan maksud yang sama

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 54: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

35

atau sebaliknya, berbagai macam maksud dapat diutarakan dengan tuturan

yang sama. Di dalam pragmatik, berbicara merupakan aktivitas yang

berorientasi pada tujuan (goal oriented activities). Ada perbedaan yang

mendasar antara pandangan pragmatik yang bersifat fungsional dengan

pandangan gramatika yang bersifat formal. Dalam pandangan yang bersifat

formal, setiap bentuk lingual yang berbeda tentu memiliki makna yang

berbeda.

4) Tujuan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas

Gramatika menangani unsur-unsur kebahasaan sebagai entitas yang

abstrak, seperti kalimat dalam studi sintaksis, proposisi dalam studi semantik,

dan sebagainya, sedangkan pragmatik berhubungan dengan tindak verbal

(verbal act) yang terjadi dalam situasi tertentu. Dalam hal ini, pragmatik

menangani bahasa dalam tingkatannya yang lebih konkret dibanding dengan

tata bahasa. Tuturan sebagai entitas yang konkret jelas penutur dan lawan

tuturnya, serta waktu dan tempat pengutaraannya.

5) Tuturan sebagai produk tindak verbal

Tuturan yang digunakan di dalam rangka pragmatik, seperti yang

dikemukakan dalam kriteria keempat merupakan bentuk dari tindak tutur. Oleh

karenanya, tuturan yang dihasilkan merupakan bentuk dari tindak verbal.

Sebagai contoh, kalimat Apakah rambutmu tidak terlalu panjang? dapat

ditafsirkan sebagai pertanyaan atau perintah. Dalam hubungan ini dapat

ditegaskan ada perbedaan mendasar antara kalimat (sentence) dengan tuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 55: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

36

(utturance). Kalimat adalah entitas gramatikal sebagai hasil kebahasaan yang

diidentifikasikan lewat penggunaannya dalam situasi tertentu.

Verschueren (1998:76) via Rahardi (2012), menjelaskan lebih lanjut

berkenaan dengan penutur dan lawan tutur, bahwa selain ditentukan oleh

keberadaan konteks linguistiknya (linguistic context), bagi sebuah pesan

(message), untuk dapat sampai kepada ‘interpreter’ (I) dari seorang ‘utterer’ (U),

juga ditentukan oleh konteks dalam pengertian yang sangat luas, yang mencakup

latar belakang fisik tuturan (physical world of the utterance), latar belakang sosial

dari tuturan (social world of the utterance), dan latar belakang mental penuturnya

(mental world of the utterance). Jadi setidaknya, Verschueren menyebut empat

dimensi konteks yang sangat mendasar dalam memahami makna sebuah tuturan.

1) ‘The Utterer’ dan ‘The Interpteter’

Pembicara dan lawan bicara, penutur dan mitra tutur, atau ‘the utterer’

and ‘the interpreter’ adalah dimensi paling signifikan dalam pragmatik. Dapat

dipahami bahwa ‘pembicara’ atau ‘penutur’ (utterer) itu memiliki banyak suara

(many voices), sedangkan mitra tutur atau interpreter, lazimnya dikatakan

memiliki banyak peran. Dalam praktik bertutur sesungguhnya, maksud tuturan

yang disampaikan ‘utterer’ tidak selalu berdimensi satu, kadang-kadang justru

berdimensi banyak, rumit, dan kompleks. Penutur atau yang lazim disebut ‘the

utterer’, memang memiliki banyak kemungkinan kata. Bahkan ada kalanya

pula, seorang penutur atau ‘utterer’ dapat berperan sebagai ‘interpreter’. Jadi,

dia sebagai penutur, tetapi juga sekaligus dia sebagai pengintepretasi atas apa

yang sedang diucapkannya itu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 56: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

37

Hal lain yang juga mutlak harus diperhatikan dan diperhitungkan dalam

kaitan dengan ‘utterer’ dan ‘interpreter’ atau ‘pembicara’ dan ‘mitra wicara’,

adalah jenis kelamin, adat-kebiasaan, dan semacamnya. Saat penutur berbicara

di depan publik yang jumlahnya tidak sedikit, dipastikan berbeda bentuk

kebahasaannya jika dibandingkan dengan seorang mitra tutur saja. Sebaliknya,

jika ‘interpreter’ hanya berjumlah satu, sedangkan ‘utterer’ jumlahnya jauh

lebih banyak, ‘interpreter’ itu akan cenderung menginterpretasi dengan hasil

yang berbeda daripada jika ‘utterer’ itu hanya satu orang saja jumlahnya.

Berdasarkan pemaparan dimensi konteks yang pertama, ditegaskan

bahwa kehadiran penutur yang banyak, cenderung akan memengaruhi proses

interpretasi makna oleh ‘interpreter’. Demikian pula jika jumlah ‘utterer’ itu

banyak, maka interpretasi kebahasaan yang akan dilakukan ‘interpreter’ pasti

sedikit banyak terpengaruhi.

2) Aspek-aspek Mental ‘Language Users’

Konsep ‘language users’ sesungguhnya dapat menunjuk pada dua pihak,

yakni ‘utterer’ atau ‘penutur’ dan ‘interpreter’ atau ‘mitra tutur’. Namun,

kadangkala kehadiran di luar pihak ke-1 dan ke-2 masih ada kehadiran pihak

lain yang perlu sekali dicermati peran dan pengaruhnya terhadap bentuk

kebahasaan yang muncul. Orang akan dengan mudah membayangkan ‘mitra

tutur’ atau ‘lawan tutur’. Pada kenyataannya interpretasi itu tidak semudah

yang dibayangkan. Sebagai contoh, ‘interpreter’ saja masih dibedakan menjadi

dua yakni ‘participant’ dan ‘non-participant’. Masih dalam kelompok

‘participant’, ternyata dua distingsi masih dapat dilakukan sebagai jabarannya,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 57: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

38

yakni ‘addressee’ dan ‘side participant’ atau yang sering disebut sebagai saksi.

Kehadiran semua itu dalam sebuah pertutursapaan akan berpengaruh besar

pada dimensi ‘mental’ penutur atau ‘the utterer’.

Dimensi-dimensi mental penutur dan mitra tutur ‘utterer’ dan

‘interpreter’ benar-benar sangat penting dalam kerangka perbincangan konteks

pragmatik. Seperti aspek kepribadian penutur dan mitra tutur itu. Seseorang

yang kepribadiannya tidak cukup matang, sehingga cenderung ‘menentang’

dan ‘melawan’ terhadap segala sesuatu yang baru. Demikian pula seseorang

yang sudah matang dan dewasa, akan berbicara sopan dan halus kepada setiap

orang yang ditemuinya.

Aspek lain yang harus diperhatikan dalam kaitan dengan komponen

penutur dan mitra tutur adalah aspek warna emosi (emotions). Seseorang yang

memiliki warna emosi dan temperamen tinggi, cenderung akan berbicara

dengan nada dan nuansa makna yang tinggi pula. Sebaliknya, seseorang yang

warna emosinya tidak terlampau dominan, cenderung lebih sabar ketika

berbicara. Selain dimensi-dimensi yang telah disebutkan di atas, terdapat pula

dimensi ‘desires’ atau ‘wishes’, dimensi ‘motivations’ atau ‘intentions’ serta

dimensi kepercayaan atau ‘beliefs’ yang juga harus diperhatikan dalam

perbincangan konteks pragmatik.

Dimensi-dimensi mental ‘language users’ semuanya berpengaruh

terhadap dimensi kognisi dan emosi penutur dan mitra tutur. Dengan demikian,

dimensi mental penutur dan mitra tutur harus dilibatkan dalam analisis

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 58: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

39

pragmatik karena semuanya berpengaruh terhadap warna dan nuansa interaksi

dalam komunikasi.

3) Aspek-aspek Sosial ‘Language Users’

Penutur dan mitra tutur yang merupakan bagian dari sebuah masyarakat

tentu tidak lepas dari dimensi-dimensi yang berkaitan dengan keberadaannya

sebagai warga masyarakat dan kultur atau budaya tertentu. Kajian pragmatik

tidak dapat memalingkan diri dari fakta-fakta sosio-kultural tersebut, karena

penutur dan mitra tutur juga para pelibat tutur lainnya tidak sedikit jenis dan

jumlahnya, masing-masing memiliki dimensi-dimensi yang berkaitan dengan

‘solidarity and power’ dalam masyarakat dan budaya.

Bentuk kebahasaan yang dimiliki orang-orang yang berada dalam

institusi-institusi berwibawa dan bermartabat tinggi tentu memiliki wujud-

wujud kebahasaan yang berbeda dengan institusi lain. Bukan hanya wadahnya

yang menjadi pembeda, melainkan juga orang-orang yang berada di dalamnya

yang memiliki dimensi ‘authority’ atau ‘power’ yang tinggi akan membedakan

dengan wadah-wadah yang menjadi tempat orang-orang di dalam institusi

tersebut.

Dimensi ‘power’ and ‘solidarity’ juga terlihat dalam keluarga-keluarga

yang masih dalam lingkup Keraton Yogyakarta. Bahasa yang digunakan oleh

keluarga di sana ternyata masih sangat kental memperlihatkan dimensi

‘dependence’ dan ‘authority’ ini. Berbeda lagi dengan para tukang becak yang

cenderung menggunakan bentuk-bentuk kebahasaan berdimensi ‘solidarity’

dan ‘dependence’. Kemudian para petani yang setiap panen menjual padi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 59: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

40

kepada pedagang-pedagang besar padi cenderung menggunakan bahasa yang

sangat bergantung alias ‘dependence’ kepada pedagang padi tersebut.

Harus diperhatikan pula bahwa bukan hanya dimensi-dimensi sosial yang

menjadi pembentuk konteks komunikatif dalam pragmatik, melainkan juga

aspek kultur merupakan satu hal yang sangat penting sebagai penentu makna

dalam pragmatik, khususnya yang berkaitan dengan aspek ‘norms and values

of culture’ dari masyarakat bersangkutan.

4) Aspek-aspek Fisik ‘Language Users’

Dimensi fisik meliputi berbagai fenomena dieksis (deixis phenomenon),

baik yang berciri persona (personal deixis), deiksis perilaku (attitudinal deixis),

deiksis waktu (temporal deixis), dan deiksis tempat (spatial deixis).

Deiksis persona, lazimnya menunjuk pada penggunaan kata ganti orang,

misalnya saja dalam bahasa Indonesia kurang ada kejelasan kapan harus

menggunakan kata ‘kita’ dan ‘kami’. Terdapat pula kejanggalan pemakaian

antara ‘saya’ dan ‘kami’ yang hingga kini masih mengandung kesamaran dan

ketidakjelasan. Adapun ‘attitudinal deixis’ berkaitan erat dengan bagaimana

kita harus memperlakukan panggilan-panggilan persona seperti yang

disampaikan di depan itu dengan tepat sesuai dengan referensi sosial dan

sosietalnya. Deiksis-deiksis dalam jenis yang disampaikan di depan itu

semuanya merupakan aspek fisik ‘language users’, yang secara sederhana

dimaknai sebagai ‘penutur’ dan ‘mitra tutur’, sebagai ‘utterer’ dan

‘interpreter’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 60: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

41

Selanjutnya masih berkaitan dengan persoalan deiksis pula, tetapi yang

sifatnya temporal, harus diperhatikan misalnya saja, kapan harus digunakan

ucapan ‘selamat pagi’ atau ‘pagi’ saja dalam bahasa Indonesia. Perhatian juga

harus diberikan tidak saja pada dimensi waktu atau ‘temporal reference’,

khususnya dalam kaitan dengan deiksis-deiksis waktu, tetapi juga pada dimensi

tempat atau dimensi lokasi, atau yang oleh Verschueren (1998:98) disebut

sebagai ‘spatial reference’. Referensi spasial di dalam linguistik ditunjukkan,

misalnya dengan pemakaian preposisi yang menunjukkan tempat, juga kata

kerja tertentu, kata keterangan, kata ganti, dan juga nama-nama tempat. Pendek

kata, konsep ‘spatial reference’, semuanya menunjuk pada konsepsi gerakan

atau ‘conception of motion’, yakni gerakan dari titik tempat tertentu ke dalam

titik tempat yang lainnya.

Setelah Verschueren memaparkan tentang empat dimensi konteks untuk

memahami sebuah tuturan, lebih lanjut lagi Hymes menggunakan istilah

“komponen tutur” untuk menjelaskan konteks. Seperti yang dikutip oleh

Sumarsono (2008:325−334), Hymes menyebutkan terdapat enam belas komponen

tutur, yaitu (1) bentuk pesan (message form), (2) isi pesan (message content), (3)

latar (setting), (4) suasana (scene), (5) penutur (speaker, sender), (6) pengirim

(addressor), (7) pendengar (hearer, receiver, audience), (8) penerima (addressee),

(9) maksud-hasil (purpose-outcome), (10) maksud-tujuan (purpose-goal), (11)

kunci (key), (12) saluran (channel), (13) bentuk tutur (forms of speech), (14)

norma interaksi (norm of interaction), (15) norma interpretasi (norm of

interpretation), dan (16) kategori wacana (genre). Dari keenam belas komponen

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 61: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

42

tutur tersebut, Hymes (1974) via Nugroho (2009:119) menggunakan istilah

‘SPEAKING’ untuk menghubungkan konteks dengan situasi tutur. Dalam situasi

tutur tersebut, terdapat delapan komponen yang mempengaruhi tuturan seseorang.

Kedelapan komponen tutur tersebut meliputi latar fisik dan latar psikologis

(setting and scene), peserta tutur (participants), tujuan tutur (ends), urutan tindak

(acts), nada tutur (keys), saluran tutur (instruments), norma tutur (norms), dan

jenis tutur (genres).

Yule (1996) via Mitfah (2009:120-121) membahas konteks dalam

kaitannya dengan kemampuan seseorang untuk mengidentifikasi referen-referen

yang bergantung pada satu atau lebih pemahaman orang itu terhadap ekspresi

yang diacu. Yule mendefinisikan konteks sebagai lingkungan fisik di mana

sebuah kata dipergunakan.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat dipahami bahwa konteks

adalah segala hal yang berkaitan dengan situasi dan kondisi peserta tutur dengan

latar belakang pengetahuan yang sama atas apa yang dituturkan dan dimaksudkan

oleh penutur. Hadirnya konteks situasi menjadi mutlak agar sebuah tuturan

semakin bermakna. Untuk memahami makna itu sendiri, dapat digunakan empat

dimensi konteks yang sangat mendasar. Selain itu, konteks juga meliputi

komponen-komponen tuturan yang dapat mempengaruhi tuturan seseorang.

2.6 Unsur Segmental

Bahasa terbentuk dalam kalimat-kalimat. Setiap kalimat yang terujar

sudah tentu memiliki unsur. Salah satunya adalah unsur segmental. Berikut adalah

pemaparan mengenai unsur-unsur segmental.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 62: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

43

2.6.1 Diksi

Gorys Keraf (1987) memaparkan bahwa diksi atau pilihan kata adalah

kemampuan membedakan secara tepat kata-kata yang dipakai untuk

menyampaikan suatu gagasan, bagaimana mengelompokkan kata-kata yang tepat,

dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Keraf (1986) via

Mitfah (2009:128) juga memberikan gambaran tentang kata dan pilihan kata.

Seseorang yang luas kosakatanya akan memiliki kemampuan yang tinggi untuk

memilih setepat-tepatnya kata yang paling harmonis untuk mewakili maksud dan

gagasannya. Sebaliknya, mereka yang miskin kosakatanya akan sulit menemukan

kata-kata yang tepat.

Jelaslah bahwa seorang yang luas kosakatanya akan mengetahui secara

tepat batasan pengertiannya dan mengungkapkan secara tepat pula. Pilihan kata

tidak hanya mempermasalahkan ketepatan pemakaian kata, tetapi juga apakah

kata yang dipilih dapat diterima dan tidak merusak suasana. Masyarakat yang

diikat oleh norma-norma menghendaki pula agar setiap kata yang digunakan

cocok dengan norma masyarakat, harus sesuai dengan situasi yang dihadapi

(Mitfah, 2009:128).

Erat kaitannya dengan diksi adalah makna kata dan macamnya. Kata

sebagai satuan dari perbendaharaan kata sebuah bahasa mengandung dua aspek,

yaitu aspek bentuk dan aspek isi. Bentuk adalah segi yang dapat diserap dengan

panca indera, yaitu dengan mendengar atau melihat. Segi isi atau makna adalah

segi yang menimbulkan reaksi dalam pikiran pendengar karena rangsangan aspek

bentuk (Keraf, 1984:25).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 63: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

44

Pada umumnya makna kata dibedakan atas makna yang bersifat denotatif

dan makna yang bersifat konotatif. Keraf (1984:25-31) menjelaskan denotatif

sebagai kata yang tidak mengandung makna atau perasaan-perasaan tambahan,

sedangkan konotatif merupakan makna kata yang mengandung arti tambahan,

perasaan tertentu atau nilai rasa tertentu di samping makna dasar.

Makna denotatif disebut juga dengan beberapa istilah seperti: makna

denotasional, makna kognitif, makna konseptual, makna ideasional, makna

referensial, atau makna proposisional. Disebut makna denotasional, referensial,

konseptual, atau ideasional karena makna itu menunju (denote) kepada suatu

referen, konsep, atau ide tertentu dari suatu referen. Disebut makna kognitif

karena makna itu bertalian dengan kesadaran atau pengetahuan; stimulus (dari

pihak pembicara) dan respons (dari pihak pendengar) menyangkut hal-hal yang

dapat diserap pancaindria (kesadaran) dan rasio manusia, sedangkan disebut

makna proposisional karena ia bertalian dengan informasi-informasi atau

pernyataan-pernyataan yang bersifat faktual.

Makna konotatif disebut juga makna konotasional, makna emotif, atau

makna evaluatif. Makna konotatif adalah suatu jenis makna di mana stimulus dan

respons mengandung nilai-nilai emosional. Memilih konotasi adalah masalah

yang jauh lebih berat bila dibandingkan dengan memilih denotasi. Oleh karena

itu, pilihan kata atau diksi lebih banyak bertalian dengan pilihan kata yang bersifat

konotatif. Konotasi pada dasarnya timbul karena masalah hubungan sosial atau

hubungan interpersonal, yang mempertalikan kita dengan orang lain. Oleh sebab

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 64: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

45

itu, bahasa manusia tidak hanya menyangkut masalah makna denotatif atau

ideasional dan sebagainya.

Untuk mencapai ketepatan pilihan kata, setiap orang hendaknya

memperhatikan persyaratan berikut (Keraf, 1984:88-89).

1) Membedakan secara cermat denotasi dari konotasi. Seseorang harus dapat

memilih kata dengan cermat sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, yakni

denotatif untuk pengertian dasar yang diinginkan, sedangkan konotatif untuk

menghendaki reaksi emosional tertentu.

2) Membedakan dengan cermat kata-kata yang hampir bersinonim. Kata-kata

bersinonim tidak selalu memiliki distribusi yang saling melengkapi. Oleh

sebab itu, seseorang harus berhati-hati memilih kata dari banyaknya sinonim,

sehingga tidak menimbulkan interpretasi berlainan.

3) Membedakan kata-kata yang mirip dalam ejaannya. Kesalahpahaman akan

mungkin terjadi jika penulis atau pembicara tidak mampu membedakan kata-

kata yang mirip ejaannya. Misalnya interferensiinferensi,

preposisiproposisi.

4) Hindarilah kata-kata ciptaan sendiri. Bahasa selalu berkembang sesuai dengan

perkembangan dalam masyarakat. Namun, bukan berarti setiap individu boleh

menciptakan kata baru seenaknya. Kata baru hendaknya dapat diterima dan

menjadi milik masyarakat.

5) Waspadalah terhadap penggunaan akhiran asing, terutama kata-kata asing

yang mengandung akhiran asing tersebut. Perhatikan penggunaan: idiom

idiomatik, kultur kultural, progres progresif.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 65: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

46

6) Kata kerja yang menggunakan kata depan harus digunakan secara idiomatis:

ingat akan bukan ingat terhadap, mengharapkan bukan mengharap akan, dan

sebagainya.

7) Untuk menjamin ketepatan diksi, penulis atau pembicara harus membedakan

kata umum dan kata khusus. Kata khusus lebih tepat menggambarkan sesutau

daripada kata umum.

8) Mempergunakan kata-kata indria yang menunjukkan persepsi yang khusus.

9) Memperhatikan perubahan makna yang terjadi pada kata-kata yang sudah

dikenal.

10) Memperhatikan kelangsungan pilihan kata

Selain ketepatan diksi, seorang penulis atau pembicara juga harus

menggunakan kata-kata yang sesuai agar tidak menimbulkan ketegangan antara

penulis atau pembicara dengan para pembaca atau para hadirin. Keraf (1984:103-

110) akan memaparkan persyaratan sebagai berikut.

1) Hindarilah sejauh mungkin bahasa atau unsur substandar dalam suatu situasi

yang formal. Pilihan kata seseorang harus sesuai dengan lapisan pemakaian

bahasa. Penggunaan unsur-unsur nonstandar akan mencermikan bahwa latar

sosial-ekonomi si pemakai bahasa masih terbelakang, itulah sebabnya

mengapa pemakaian unsur substandar dalam situasi formal harus dihindari.

2) Gunakanlah kata-kata ilmiah dalam situasi yang khusus saja. Dalam situasi

yang umum hendaknya penulis dan pembicara mempergunakan kata-kata

populer. Kata-kata ilmiah adalah kata-kata yang dipakai dalam pertemuan

resmi atau diskusi dan biasa dipakai oleh kaum-kaum terpelajar, sedangkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 66: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

47

kata populer adalah kata-kata yang dikenal dan diketahui oleh seluruh lapisan

masyarakat. Apabila penulis atau pembicara tidak memperhatikan

penggunaan kata-kata tersebut, maka suasana yang dimasukinya akan

terganggu.

3) Hindarilah jargon dalam tulisan untuk pembaca umum. Jargon diartikan

sebagai kata-kata teknis atau rahasia dalam suatu bidang ilmu, seni,

perdagangan, atau kelompok tertentu. Karena sifatnya yang khusus,

penggunaan jargon untuk pembaca umum tidak akan banyak artinya.

4) Penulis atau pembicara sejauh mungkin menghindari pemakaian kata-kata

slang. Kata-kata slang adalah semacam kata percakapan yang tinggi atau

murni. Pada umumnya kata-kata slang mudah tumbuh secara populer, namun

akan segera hilang dari pemakaian. Selain itu, kata-kata slang selalu

menimbulkan ketidaksesuaian. Oleh sebab itu, pemakaian kata-kata slang

hendaknya dihindari.

5) Dalam penulisan jangan mempergunakan kata percakapan. Kata percakapan

adalah kata-kata yang biasa dipakai dalam percakapan atau pergaulan orang-

orang yang terdidik, termasuk di dalamnya terdapat kata-kata ilmiah. Bahasa

percakapan ini dapat ditulis, bila penulis bermaksud melukiskan bahasa

percakapan itu sendiri, tetapi dalam bahasa umum unsur-unsur percakapan ini

hendaknya dihindari.

6) Hindarilah ungkapan-ungkapan usang (idiom yang mati). Idiom adalah pola-

pola struktural yang menyimpang dari kaidah-kaidah bahasa yang umum.

Kadang kala penggunaan idiom yang mati akan menghambat penyampaian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 67: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

48

maksud seseorang. Oleh sebab itu, idiom-idiom yang sudah mati hendaknya

dihindari.

7) Jauhkan kata-kata atau bahasa yang artifisial. Bahasa artifisial adalah bahasa

yang disusun secara seni. Dalam bahasa umum atau bahasa ilmiah, bahasa

artifisial harus dihindari agar penulis dapat menyampaikan maksudnya

dengan tepat.

Penggunaan bahasa standar dan bahasa nonstandar dalam pemilihan kata

harus diperhatikan sungguh-sungguh oleh penulis maupun pembicara. Keraf

(1984:104-105) menjelaskan bahasa standar adalah semacam dialek kelas dan

dapat dibatasi sebagai tutur dari mereka yang mengenyam kehidupan ekonomis

atau menduduki status sosial yang cukup dalam suatu masyarakat. Kelas-kelas ini

ditempati oleh kaum terpelajar, yang meliputi pejabat-pejabat pemerintah, ahli-

ahli bahasa, ahli-ahli hukum, dokter, pedagang, guru, penulis, penerbit, seniman,

insinyur, serta semua ahli lainnya, bersama keluarganya.

Bahasa nonstandar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh

kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Bahasa ini dipakai untuk pergaulan biasa,

tidak dipakai dalam tulisan-tulisan. Kadang-kadang unsur nonstandar

dipergunakan juga oleh kaum terpelajar dalam bersenda-gurau, berhumor, atau

untuk menyatakan ciri-ciri kedaerahan. Penggunaan unsur-unsur nonstandar akan

mencerminkan bahwa latar sosial-ekonomi si pemakai masih terbelakang atau

masih rendah.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 68: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

49

2.6.2 Gaya Bahasa

Gaya bahasa merupakan salah satu hal yang mempengaruhi santun

tidaknya pemakaian bahasa seseorang. Pranowo (2009:18) menjelaskan bahwa

gaya bahasa bukan sekadar mengefektifkan maksud pemakaian bahasa, melainkan

juga memperlihatkan keindahan tuturan dan kehalusan budi bahasa penutur.

Berikut adalah beberapa gaya bahasa yang digunakan untuk melihat santun

tidaknya pemakaian bahasa dalam bertutur.

Pertama, adalah majas hiperbola. Hiperbola merupakan salah satu jenis

gaya bahasa perbandingan yang membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang

lain secara berlebihan. Kedua, majas perumpamaan yang dipahami sebagai salah

satu jenis gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang

berlainan, tetapi dianggap sama. Ketiga, majas metafora sebagai salah satu jenis

gaya bahasa perbandingan mampu menambah daya bahasa tuturan. Metafora

adalah suatu jenis gaya bahasa yang membuat perbandingan secara langsung

antara dua hal atau benda untuk menciptakan suatu kesan mental yang hidup.

Terakhir, majas eufemisme yang merupakan salah satu jenis gaya bahasa

perbandingan yang membandingkan dua hal dengan menggunakan pembanding

yang lebih halus.

2.6.3 Kata Fatis

Kridalaksana (1986:111) menjelaskan kategori fatis sebagai kategori

yang bertugas melulai, mempertahankan, atau mengkukuhkan pembicaraan antara

pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam

lisan. Ragam lisan pada umumnya merupakan ragam non-standar, maka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 69: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

50

kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat non-standar yang

banyak mengandung unsur-unsur daerah atau dialek regional. Berikut ini adalah

bentuk-bentuk dari kata fatis (Kridalaksana, 1986:113–116).

1) ah menekankan rasa penolakan atau acuh tak acuh.

2) ayo menekankan ajakan.

3) deh menekankan pemksaan dengan membujuk, pemberian persetujuan,

pemberian garansi, sekedar penekanan.

4) dong digunakan untuk menghaluskan perintah, menekankan kesalahan kawan

bicara.

5) ding menekankan pengakuan kesalahan pembicara.

6) halo digunakan untuk memulai dan mengukuhkan pembicaraan di telepon,

serta menyalami kawan bicara yang dianggap akrab.

7) kan apabila terletak pada akhir kalimat atau awal kalimat, maka kan

merupakan kependekan dari kata bukan atau bukanlah, dan tugasnya ialah

menekankan pembuktian. Apabila kan terletak di tengah kalimat maka kan

juga bersifat menekankan pembuktian atau bantahan.

8) kek mempunyai tugas menekankan pemerincian, menekankan perintah, dan

menggantikan kata saja.

9) kok menekankan alasan dan pengingkaran. Kok dapat juga bertugas sebagai

pengganti kata tanya mengapa atau kenapa bila diletakkan di awal kalimat.

10) -lah menekankan kalimat imperatif dan penguat sebutan dalam kalimat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 70: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

51

11) lho bila terletak di awal kalimat bersifat seperti interjeksi yang menyatakan

kekagetan. Bila terletak di tengah atau di akhir kalimat, maka lho bertugas

menekankan kepastian.

12) mari menekankan ajakan.

13) nah selalu terletak pada awal kalimat dan bertugas untuk minta supaya

kawan bicara mengalihkan perhatian ke hal lain.

14) pun selalu terletak pada ujung konstituen pertama kalimat dan bertugas

menonjolkan bagian tersebut.

15) selamat diucapkan kepada kawan bicara yang mendapatkan atau mengalami

sesuatu yang baik.

16) sih memiliki tugas menggantikan tugas –tah dan –kah, sebagai makna

‘memang’ atau ‘sebenarnya’, dan menekankan alasan.

17) toh bertugas menguatkan maksud; adakalanya memiliki arti yang sama

dengan tetapi.

18) ya bertugas mengukuhkan atau membenarkan apa yang ditanyakan kawan

bicara, bila dipakai pada awal ujaran dan meminta persetujuan atau pendapat

kawan bicara bila dipakai pada akhir ujaran.

19) yah digunakan pada awal atau di tengah-tengah ujaran, tetapi tidak pernah

pada akhir ujaran, untuk mengungkapkan keragu-raguan atau ketidakpastian

terhadap apa yang diungkapkan oleh kawan bicara atau yang tersebut dalam

kalimat sebelumnya, bila dipakai pada awal ujaran; atau keragu-raguan atau

ketidakpastian atas isi konstituen ujaran yang mendahuluinya, bila di tengah

ujaran.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 71: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

52

2.7 Unsur Suprasegmental

Bunyi-bunyi bahasa ketika diucapkan ada yang bisa dipisahkan. Namun,

ada pula yang tidak bisa dipisahkan karena kehadiran bunyi ini selalu mengiringi

atau menemani bunyi segmental. Sifat yang demikian inilah yang disebut dengan

bunyi suprasegmental. Unsur-unsur suprasegmental ini dikelompokkan menjadi

beberapa jenis yaitu, intonasi, tekanan, dan nada.

2.7.1 Intonasi

Muslich (2008:115-116) mengemukakan bahwa intonasi dalam bahasa

Indonesia sangat berperan dalam pembedaan maksud kalimat. Bahkan, dengan

dasar kajian pola-pola intonasi ini, kalimat bahasa Indonesia dibedakan menjadi

kalimat berita (deklaratif), kalimat tanya (interogatif), dan kalimat perintah

(imperatif).

Kalimat berita (deklaratif) ditandai dengan pola intonasi datar-turun.

Pola intonasi kalimat berita dilambangkan dilambangkan dengan tanda titik

tunggal (.). Kalimat tanya (interogatif) ditandai dengan pola intonasi datar-naik.

Dalam penulisan, pola intonasi kalimat tanya dilambangkan dengan tanda tanya

(?), sedangkan kalimat perintah (imperatif) ditandai dengan pola intonasi datar-

tinggi, dan dilambangkan dengan tanda seru (!).

Lebih lanjut lagi yaitu kalimat seru. Keraf (1991:208) menambahkan

kalimat seru ke dalam jenis kalimat dalam bahasa Indonesia. Kalimat seru adalah

kalimat yang menyatakan perasaan hati atau kebenaran terhadap suatu hal.

Kalimat seru ditandai dengan intonasi yang lebih tinggi dari kalimat inversi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 72: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

53

2.7.2 Tekanan

Tekanan dalam tuturan bahasa Indonesia berfungsi membedakan maksud

dalam tataran kalimat (sintaksis), tetapi tidak berfungsi membedakan makna

dalam tataran kata (leksis). Dalam tataran kalimat tidak semua kata mendapatkan

tekanan yang sama. Hanya kata-kata yang dipentingkan atau dianggap penting

saja yang mendapatkan tekanan (aksen) (Muslich, 2009:113).

2.7.3 Nada

Nada menyangkut tinggi rendahnya suatu bunyi. Suatu bunyi segmental

yang diucapkan dengan frekuensi getaran yang tinggi, pastilah dibarengi dengan

bunyi suprasegmental dengan ciri prosodi nada tinggi. Demikian pula sebaliknya,

semakin rendah frekuensi getarannya nada yang menyertainya juga semakin

rendah (Marsono, 2008:116). Variasi nada biasanya dibedakan menjadi 4:

1) Nada rendah ditandai dengan angka 1.

2) Nada sedang ditandai dengan angka 2.

3) Nada tinggi ditandai dengan angka 3.

4) Nada sangat tingggi ditandai dengan angka 4.

Dalam penuturan bahasa Indonesia, tinggi rendahnya (nada) suara tidak

fungsional atau tidak membedakan makna. Oleh karena itu, dalam kaitannya

dengan pembedaan makna, nada dalam bahasa Indonesia tidak fonemis.

Walaupun demikian, ketidakfonemisan ini tidak berarti nada tidak ada dalam

bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara,

yang disebabkan oleh kenaikan arus udara dari paru-paru, makin tinggi pula nada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 73: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

54

bunyi tersebut. Begitu juga dengan posisi pita suara yang bergetar lebih cepat

akan menentukan tinggi nada suara ketika berfonasi (Muslich, 2009:112).

2.8 Teori Maksud

Rahardi (2003:16) memaparkan bahwa ilmu bahasa pragmatik

sesungguhnya mengkaji maksud penutur di dalam konteks situasi dan lingkungan

sosial-budaya tertentu. Karena yang dikaji di dalam pragmatik adalah maksud

penutur dalam menyampaikan tuturannya, dapat pula dikatakan bahwa pragmatik

dalam berbagai hal sejajar dengan semantik, yakni cabang ilmu bahasa yang

mengkaji makna bahasa, tetapi makna bahasa itu dikaji secara internal. Jadi,

sesungguhnya perbedaan yang sangat mendasar antarkeduanya adalah bahwa

pragmatik mengkaji makna satuan lingual tertentu secara eksternal, sedangkan

sosok semantik mengkaji makna satuan lingual tersebut secara internal.

Makna yang dikaji dalam pragmatik bersifat terikat konteks (context

dependent), sedangkan makna yang dikaji di dalam semantik berciri bebas

konteks (context independent). Pragmatik mengkaji bahasa untuk memahami

maksud penutur, semantik mempelajarinya untuk memahami makna sebuah

satuan linguan an sich, yang notabene tidak perlu disangkutpautkan dengan

konteks situasi masyarakat dan kebudayaan tertentu yang menjadi wadahya

(Rahardi, 2003:16−17).

Wijana & Muhammad (2008:10–11) juga menjelaskan bahwa makna

berbeda dengan maksud dan informasi karena maksud dan informasi bersifat di

luar bahasa. Maksud ialah elemen luar bahasa yang bersumber dari pembicara,

sedangkan informasi adalah elemen luar bahasa yang bersumber dari isi tuturan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 74: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

55

Maksud bersifat subjektif, sedangkan informasi bersifat objektif. Lebih jelasnya

dapat dilihat pada kalimat (6), (7), (8), dan (9) berikut.

(6) Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya 9.

(7) Anak itu memang pandai. Nilai bahasanya saja 4,5.

(8) Ayah membeli buku.

(9) Buku ini dibeli ayah.

Kata “pandai” dalam kalimat (6) bermakna “pintar” karena secara

internal memang kata “pandai” bermakna demikian. Kata “pandai” dalam kalimat

(7) yang bermakna internal “pintar” dimaksudkan secara subjektif oleh

penuturnya untuk mengungkapkan bahwa dia bodoh. Pengungkapannya yang

bersifat subjektif inilah yang disebut “maksud”. “Pandai” yang menyatakan

“pintar” pada kalimat (6) disebut makna linguistik (linguistic meaning),

sedangkan “pandai” yang menyatakan “bodoh” pada kalimat (7) disebut makna

penutur (speaker meaning). Makna linguistik (makna) menjadi bahan kajian

semantik, sedangkan makna penutur (maksud) menjadi bahan kajian pragmatik.

Kalimat (8) jelas memiliki perbedaan makna (gramatikal) dengan kalimat (9).

Kalimat (8) adalah kalimat aktif, sedangkan kalimat (9) adalah kalimat pasif.

Akan tetapi, berdasarkan isi tuturan secara objektif kedua kalimat di atas

menyatakan informasi yang sama, yakni “ayah yang membeli buku” dan “buku

yang dibeli ayah”.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 75: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

56

2.9 Kerangka Berpikir

Penggunaan bahasa yang santun belum banyak diterapkan oleh

masyarakat pada umumnya. Tidak mengherankan lagi jika masih ditemukan

penggunaan bahasa yang tidak santun, bahkan nilai rasa yang terkandung di

dalamnya seringkali menyakiti orang lain. Berikut ini adalah penjelasan dari

kerangka berpikir pada bagan di atas.

Peneliti mengambil data yang berupa tuturan tidak santun dalam keluarga

petani di Kabupaten Bantul, Yogyakarta. Data-data yang telah diperoleh

FENOMENA KETIDAKSANTUNAN

BERBAHASA DI RANAH KELUARGA

BOUSFIELD

(2008)

CULPEPER

(2008)

TEORI KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA

LOCHER

(2008)

TERKOURAFI

(2008)

LOCHER AND

WATTS (2008)

HASIL PENELITIAN

MAKSUD

KETIDAKSANTUNAN

PENANDA

KETIDAKSANTUNAN

WUJUD LINGUISTIK

DAN PRAGMATIK

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 76: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

57

kemudian diklasifikasikan sesuai dengan teori-teori ketidaksantunan berbahasa.

Seperti yang sudah dipaparkan, terdapat lima teori ketidaksantunan berbahasa

yang digunakan dalam penelitian ini. Pertama, teori ketidaksantunan berbahasa

menurut Locher and Watts, yang lebih menitikberatkan pada bentuk penggunaan

ketidaksantunan tuturan oleh penutur yang secara normatif dianggap negatif,

karena dianggap melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat

(tertentu). Kedua, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Terkourafi (2008),

yakni apabila ketidaksantunan tuturan penutur yang membuat mitra tutur merasa

mendapat ancaman (addressee) terhadap kehilangan muka, tetapi penutur tidak

menyadari bahwa tuturannnya telah memberikan ancaman muka mitra tuturnya.

Ketiga, teori ketidaksantunan menurut Miriam A Locher (2008), yaitu tindak

berbahasa yang melecehkan (face-aggravate) dan memain-mainkan muka.

Keempat, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Culpeper (2008), dipahami

sebagai perilaku komunikasi yang diperantikan secara intensional untuk membuat

orang benar-benar kehilangan muka (face lose) atau setidaknya orang tersebut

merasa kehilangan muka. Terakhir, teori ketidaksantunan berbahasa menurut

Bousfield (2008), yakni apabila perilaku berbahasa seseorang itu mengancam

muka, dan ancaman tersebut dilakukan secara sembrono (gratuitous), hingga

akhirnya tindakan berkategori sembrono demikian mendatangkan konflik

(conflictive) atau bahkan pertengakaran, dan tindakan tersebut dilakukan dengan

kesengajaan (purposeful). Berdasarkan teori tersebut, hasil penelitian yang

didapatkan berupa wujud, penanda, dan maksud ketidaksantunan pragmatik dan

linguistik dalam ranah keluarga petani di Kabupaten Bantul, Yogyakarta.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 77: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

58

BAB III

METODE PENELITIAN

Bab ini berisi uraian tentang jenis penelitian, data dan sumber data,

metode dan teknik pengumpulan data, instrumen penelitian, metode dan teknik

analisis data, sajian hasil analisis data serta trianggulasi data.

3.1 Jenis Penelitian

Penelitian ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga ini

merupakan penelitian deskriptif. Penelitian deskripif adalah penelitian yang

berusaha untuk menuturkan pemecahan masalah yang ada sekarang berdasarkan

data-data, jadi penelitian ini juga menyajikan data, menganalisis, dan

menginterpretasi (Narbuko, 2009:44). Penelitian deskriptif juga diartikan sebagai

penelitian yang mencoba untuk memberikan gambaran secara sistematis tentang

situasi, permasalahan, fenomena, layanan atau program, ataupun menyediakan

informasi tentang, misalnya, kondisi kehidupan suatu masyarakat pada suatu

daerah (Widi, 2010:47). Tujuan utama dari penelitian ketidaksantunan ini adalah

untuk mendeskripsikan secara konkret dan terperinci fenomena kebahasaan yang

berkaitan dengan seluk beluk ketidaksantunan berbahasa dalam ranah keluarga.

Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan

kualitatif. Penelitian dengan pendekatan kualitatif adalah penelitian yang

bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek

penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain sebagainya

(Herdiansyah, 2010:9). Pemahaman tentang kualitatif juga dikemukakan oleh

Bogdan dan Taylor (1975:5) via Moleong (2006:4) sebagai prosedur penelitian

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 78: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

59

yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati.

3.2 Data dan Sumber Data

Data adalah hasil pencatatan peneliti, baik yang berupa fakta ataupun

angka (Arikunto, 2010:161). Pemahaman tentang data juga dikemukakan oleh

Sudaryanto (1993:3) via Mahsun (2007:18) sebagai bahan penelitian, yaitu bahan

jadi (lawan dari bahan mentah) yang ada karena pemilihan aneka macam tuturan

(bahan mentah).

Wujud data dalam penelitian ini berupa tuturan yang diperoleh secara

natural dalam ranah keluarga yang di dalamnya terdapat bentuk-bentuk

kebahasaan yang secara linguistik maupun nonlinguistik mengandung maksud

yang tidak santun.

Bentuk-bentuk kebahasaan yang memiliki makna tidak santun baik

secara linguistik maupun nonlinguistik menjadi objek sasaran dalam penelitian ini

dan sisa bentuk kebahasaan yang ada merupakan konteksnya. Dengan demikian,

bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun bersama entitas kebahasaan yang

mengikuti dan mengawalinya merupakan data yang diperoleh dari penelitian ini.

Arikunto (2010:172) juga menjelaskan bahwa sumber data dalam

penelitian adalah subjek darimana data diperoleh. Sumber data dalam penelitian

ini adalah anggota keluarga petani yang tinggal di wilayah Kabupaten Bantul,

Yogyakarta. Sumber data tersebut berasal dari keluarga yang bermata pencaharian

pokok sebagai petani, baik pemilik sawah itu sendiri maupun petani yang

menggarap sawah milik orang lain, dapat pula berasal dari keluarga yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 79: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

60

menggeluti profesi lain di samping mata pencaharian utamanya yaitu bercocok

tanam.

Sumber data penelitian ketidaksantunan berbahasa ini meliputi berbagai

macam cuplikan tuturan yang diambil secara natural dalam praktik-praktik

perbincangan dan rekaman hasil simakan tuturan para orang tua dan anggota

keluarga yang diperoleh baik secara terbuka maupun tersembunyi, sehingga

diharapkan data penelitian yang diperoleh bersifat natural, andal, dan terpercaya.

3.3 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini menggunakan dua metode, yaitu metode simak dan metode

cakap. Metode simak merupakan metode pengumpulan data yang dilakukan

dengan cara menyimak penggunaan bahasa yang sesungguhnya (Rahardi,

2009:34). Metode ini dapat dilakukan dengan menyimak pertuturan langsung

dalam ranah keluarga petani yang dipresumsikan di dalamnya terdapat bentuk-

bentuk kebahasaan yang mengandung makna ketidaksantunan berbahasa baik

secara linguistik maupun nonlinguistik. Selanjutnya, metode cakap merupakan

metode penyediaan data yang dilakukan dengan cara mengadakan percakapan.

Metode cakap dapat pula disejajarkan dengan metode wawancara (Rahardi,

2009:34). Pengertian tentang wawancara dikemukakan oleh Moleong (2005) via

Herdiansyah (2010:118) sebagai percakapan dengan maksud tertentu. Percakapan

dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan

pertanyaan dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas

pertanyaan tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 80: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

61

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam rangka melaksanakan

metode simak adalah teknik rekam dan teknik catat. Perekaman dapat dilakukan

dengan tape recorder atau alat rekam lainnya. Pelaksanaan perekaman sudah

barang tentu harus dilakukan sedemikian sehingga tidak mengganggu kewajaran

proses kegiatan pertuturan yang sedang terjadi; sehingga dalam praktiknya,

kegiatan merekam itu – atau setidak-tidaknya tujuan merekam itu – cenderung

selalu dilakukan tanpa sepengetahuan penutur sumber data atau pembicara

(Sudaryanto, 1993:135). Selain teknik rekam, dapat pula dilakukan pencatatan

pada kartu data yang segera dilanjutkan dengan klasifikasi. Pencatatan itu dapat

dilakukan langsung ketika teknik rekam sudah dilakukan dan dengan

menggunakan alat tulis tertentu (Sudaryanto, 1993:135). Data dari rekaman

pertuturan atau catatan itulah yang diperoleh sebagai bahan jadi penelitian

ketidaksantunan berbahasa ini.

Teknik pengumpulan data selanjutnya yang digunakan dalam

melaksanakan metode cakap adalah teknik pancing. Untuk mendapatkan data,

peneliti dapat memancing seseorang atau beberapa orang agar berbicara.

Pancingan-pancingan tuturan tersebut memungkinkan hadirnya pertuturan yang

menghasilkan bentuk-bentuk kebahasaan yang tidak santun.

3.4 Instrumen Penelitian

Arikunto (2010:203) memaparkan bahwa instrumen penelitian adalah

alat atau fasilitas yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan data agar

pekerjaannya menjadi lebih mudah dan hasilnya lebih baik, dalam arti lebih

cermat, lengkap, dan sistematis sehingga mudah diolah. Instrumen yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 81: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

62

digunakan dalam penelitian ketidaksantunan ini ialah pedoman wawancara (daftar

pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal

teori ketidaksantunan berbahasa. Teori tersebut digunakan untuk menganalisis

penggunaan bahasa antaranggota keluarga. Data-data yang diperoleh kemudian

dicatat untuk dianalisis lebih lanjut.

3.5 Metode dan Teknik Analisis Data

Analisis data merupakan tahap yang dilakukan untuk mengelompokan,

menyamakan data yang sama dan membedakan data yang memang berbeda, serta

menyisihkan pada kelompok lain data yang serupa, tetapi tidak sama (Mahsun,

2007:253). Analisis data dalam penelitian ketidaksantunan ini dilakukan secara

kontekstual, yakni dengan mendeskripsikan dimensi-dimensi konteks dalam

menginterpretasi data yang telah berhasil diidentifikasi, diklasifikasi, dan

ditipifikasikan.

Metode analisis kontekstual adalah cara analisis yang diterapkan pada

data dengan mendasarkan dan mengaitkan konteks (cf. Rahardi, 2004; Rahardi,

2006 dalam Rahardi, 2009:36). Metode analisis kontekstual ini dapat disejajarkan

dengan metode analisis padan. Metode padan itu dapat dibedakan menjadi dua,

yakni metode padan yang sifatnya intralingual dan metode padan yang sifatnya

ekstralingual.

3.5.1 Metode dan Teknik Analisis Data secara Linguistik

Metode dalam analisis data secara linguistik menggunakan metode

padan intralingual. Mahsun (2007:118) mendefinisikan metode padan

intralingual sebagai metode analisis dengan cara menghubung-bandingkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 82: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

63

unsur-unsur yang bersifat lingual, baik yang terdapat dalam satu bahasa

maupun dalam beberapa bahasa yang berbeda.

3.5.2 Metode dan Teknik Analisis Data secara Pragmatik

Metode dalam analisis data secara pragmatik menggunakan metode

padan ekstralingual. Metode padan ekstralingual digunakan untuk

menganalisis unsur yang bersifat ekstralingual, seperti menghubungkan

masalah bahasa dengan hal yang berada di luar bahasa (Mahsun,

2007:120).

Data yang telah diperoleh dalam penelitian ini kemudian dianalisis dengan

langkah-langkah sebagai berikut.

1) Peneliti mentranskripsi data (tuturan ketidaksantunan) yang sudah diperoleh

melalui hasil rekaman atau pencatatan.

2) Peneliti mengelompokkan tuturan-tuturan berdasarkan teori ketidaksantunan

berbahasa yang sudah menjadi acuan dalam penelitian ini.

3) Peneliti membuat tabulasi kemudian memasukkan tuturan yang telah

dikelompokkan ke dalam tabulasi yang berisi tuturan, penanda ketidaksantunan

(lingual dan nonlingual), dan persepsi ketidaksantunan.

4) Peneliti menganalisis data yang telah dikelompokkan dengan mengacu pada

tabulasi.

5) Peneliti menyimpulkan dan mendeskripsikan data dalam bentuk sajian hasil

analisis.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 83: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

64

3.6 Sajian Hasil Analisis Data

Hasil analisis data yang telah diinterpretasi dalam penelitian

ketidaksantunan ini disajikan secara tidak formal. Dengan kata lain, hasil analisis

data itu dirumuskan dengan kata-kata biasa, bukan dengan simbol-simbol tertentu

karena memang hasil penelitian ini tidak menuntut model sajian demikian itu.

3.7 Trianggulasi Data

Moleong (2006:330) memaparkan bahwa trianggulasi adalah teknik

pemeriksaan keabsahan data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data

untuk keperluan pengecekan atau pembanding terhadap data. Penelitian

ketidaksantunan berbahasa ini menggunakan dua teknik dalam trianggulasi data.

Pertama, teknik trianggulasi teori yang berfungsi untuk membandingkan hasil

temuan dengan teori ketidaksantunan berbahasa dari para ahli bahasa. Kedua,

teknik trianggulasi penyidik, ialah dengan membandingkan hasil analisis data

peneliti dengan hasil analisis peneliti lain dalam satu tim penelitian. Selain itu,

peneliti juga melakukan bimbingan dengan dosen pembimbing yaitu Dr. R.

Kunjana Rahardi, M.Hum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 84: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

65

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Bab ini berisi tentang (1) deskripsi data, (2) analisis data, dan (3)

pembahasan hasil penelitian. Ketiga hal tersebut diuraikan sebagai berikut.

4.1 Deskripsi Data

Data yang dianalisis dalam penelitian ini berupa tuturan yang diperoleh

secara natural dalam ranah keluarga, khususnya keluarga petani di wilayah

Kabupaten Bantul, Yogyakarta pada bulan April sampai dengan Juni 2013. Data

yang telah diperoleh untuk dianalisis sebanyak 70 tuturan dan mengandung

maksud tidak santun. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, oleh karena

itu ketujuh puluh tuturan tidak santun yang diperoleh sudah dapat menunjukkan

fenomena ketidaksantunan yang ada dalam keluarga. Tuturan-tuturan tersebut

terbagi dalam lima kategori ketidaksantunan yaitu, melanggar norma, mengancam

muka sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan

konflik. Data-data tersebut dapat disimak pada halaman lampiran skripsi. Namun,

di bawah ini akan disajikan beberapa tabel data tuturan yang telah diperoleh untuk

dianalisis.

Tabel 1. Jumlah Data Tuturan berdasarkan Kategori Ketidaksantunan

No Jenis/Kategori Ketidaksantunan Jumlah Data

1 Melanggar Norma 6

2 Mengancam Muka Sepihak 11

3 Melecehkan Muka 25

4 Menghilangkan Muka 16

5 Menimbulkan Konflik 12

JUMLAH 70

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 85: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

66

Berdasarkan tabel tersebut, dapat dipahami bahwa jumlah data yang

terkumpul bervariasi untuk setiap kategori ketidaksantunan. Jumlah data

terbanyak dari masing-masing kategori ketidaksantunan adalah 25 tuturan

melecehkan muka, selanjutnya 16 tuturan menghilangkan muka, 12 tuturan

menimbulkan konflik, 11 tuturan mengancam muka sepihak, dan 6 tuturan

melanggar norma. Setiap kategori memiliki makna ketidaksantunan yang berbeda-

beda. Makna tersebut menjadi subkategori dalam setiap kategori ketidaksantunan.

Untuk persentase jumlah data tuturan berdasarkan subkategori ketidaksantunan

tersaji pada tabel berikut.

Tabel 2. Persentase Jumlah Data Tuturan berdasarkan Subkategori

Ketidaksantunan

No

.

Kategori

Ketidasantunan

Subkategori Ketidaksantunan

Ju

mla

h

% T

utu

ran

Men

enta

ng

Men

ola

k

Kes

al

Mar

ah

Men

yin

dir

Mem

erin

tah

Kec

ewa

Men

any

akan

Men

gan

cam

Men

egas

kan

Men

gej

ek

Men

yar

ankan

Men

yep

elek

an

1 Melanggar Norma 2 2 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 8,58

2 Mengancam Muka

Sepihak 0 0 0 2 3 2 1 1 1 1 0 0 0 11 15,71

3 Melecehkan Muka 0 2 8 2 2 0 0 1 0 0 8 2 0 25 35,71

4 Menghilangkan

Muka 0 0 2 0 6 0 0 0 0 1 7 0 0 16 22,86

5 Menimbulkan

Konflik 0 1 3 5 1 0 0 0 0 0 0 0 2 12 17,14

JUMLAH 2 5 14 10 12 2 1 2 1 2 15 2 2 70 -

Presentase Tuturan (%)

2,8

6

7,1

4

20

14,2

9

17,1

4

2,8

6

1,4

3

2,8

6

1,4

3

2,8

6

21,4

3

2,8

6

2,8

6

-

100

Persentase jumlah data terbanyak yang diperoleh dari masing-masing

kategori ketidaksantunan yaitu 35,71% melecehkan muka, 22,86%

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 86: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

67

menghilangkan muka, 17,14 % menimbulkan konflik, 15,71 % mengancam muka

sepihak, dan 8,58 % melanggar norma. Data yang berupa tuturan tersebut

selanjutnya diidentifikasi berdasarkan subkategori ketidaksantunan. Dari beberapa

subkategori ketidaksantunan, yang terbanyak adalah subkategori mengejek

dengan 15 tuturan (21,43%). Selanjutnya, subkategori kesal sebanyak 14 tuturan

(20%), diikuti oleh subkategori menyindir 12 tuturan (17,14%), subkategori

marah 10 tuturan (14,29%), subkategori menolak sebanyak 5 tuturan (7,14%),

subkategori menentang, memerintah, menanyakan, menegaskan, menyarankan,

dan menyepelekan dengan masing-masing 2 tuturan (2,86%), terakhir subkategori

kecewa dan subkategori mengancam yang menduduki persentase terendah, yaitu

1,43 % dengan masing-masing sebanyak 1 tuturan. Berikut disajikan secara rinci

data tuturan dari setiap kategori ketidaksantunan.

4.1.1 Melanggar Norma

Jumlah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan melanggar

norma sebanyak 6 tuturan. Berdasarkan tabel sebelumnya, terdapat 4 subkategori

ketidaksantunan dalam kategori melanggar norma. Berikut tuturan yang termasuk

ke dalam kategori ketidaksantunan melanggar norma.

Tabel 3. Data Tuturan Melanggar Norma

No Subkategori

Ketidak-santunan Tuturan Kode

1. Menentang Opo-opo kok koyo cah cilik to,

mengko lak yo bali dewe!!

(A1)

2. Menolak Emoohh, Pak! (A2)

3. Kesal Mau kan aku wis ngomong, kok

diarani dolan, kan wis ijin!!

(A3)

4. Marah Ahh, mamak ki terlalu! Aku ra meh (A4)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 87: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

68

mulih, meh kost wae!!

5. Menentang Iyo pak, sekalian subuh. (A5)

6. Menolak Ahh..wong neng sekolah wis sinau

kok!

(A6)

4.1.2 Mengancam Muka Sepihak

Jumlah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan

mengancam muka sepihak sebanyak 11 tuturan dengan 7 subkategori

ketidaksantunan di dalamnya. Berikut tuturan yang termasuk ke dalam kategori

ketidaksantunan mengancam muka sepihak.

Tabel 4. Data Tuturan Mengancam Muka Sepihak

No Subkategori

Ketidak-santunan Tuturan Kode

1. Menyindir Sudah hampir setahun, sudah mau

punya anak belum?

(B1)

2. Menyindir Ngopo Pak, panjenengan kok koyo

sakit gigi ngaten?

(B2)

3. Marah Neng ngomah ki ngopo wae?? (B3)

4. Menyindir Wis meh maghrib kok ono tamu!! (B4)

5. Memerintah Kene, aku meh ngomong! (B5)

6. Kecewa Sesok meneh ojo nyayur ngene iki,

Mak!!

(B6)

7. Memerintah Mbak, garapke iki! (B7)

8. Menanyakan Ngopo mbah kok ra maem? (B8)

9. Mengancam Tak jewer koe mengko nek ngeyel!! (B9)

10. Marah Mpun, kulo ajeng jagong! Mang

tunggu sak jam!!

(B10)

11. Menegaskan Bu, sesok bayar uang kuliah. Telate

dua hari lagi.

(B11)

4.1.3 Melecehkan Muka

Berdasarkan tabel sebelumnya, jumlah tuturan yang termasuk dalam

kategori ketidaksantunan melecehkan muka sebanyak 25 tuturan dengan 7

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 88: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

69

subkategori ketidaksantunan. Berikut tuturan yang termasuk ke dalam kategori

ketidaksantunan melecehkan muka.

Tabel 5. Data Tuturan Melecehkan Muka

No Subkategori

Ketidak-santunan Tuturan Kode

1. Kesal Wah ibuk ki ora modern. (C1)

2. Menanyakan Kok nilai kamu tu jelek, ga pernah

belajar ya?

(C2)

3. Kesal Hayoo, punya mulut kok ga bisa

ngomong to?besok lagi bilang!

(C3)

4. Mengejek Wah simbok ki kalah sekolah mbiyen

karo saiki. Mbiyen ki kuno.

(C4)

5. Menyindir Maklum lah wong hukum. (C5)

6. Marah Koe ki anak perawan kok keset!! (C6)

7. Mengejek Sing mesak’ake yo iki mbak, kasian

sekali ini. Wis disambi, ireng, kasian

sekali yo le sayang ya.

(C7)

8. Mengejek Kok nama saya Lembayung, bapak

kasih nama jelek banget!

(C8)

9. Mengejek Dek, kamu ngga bisa sekolah jadi

ABRI seperti saya, soalnya kakimu

tu bentuknya O, kaki kok kaya bola.

(C9)

10. Mengejek Pikirane ki koyo wong tuwek. (C10)

11. Kesal Wah opo, kono koe ki cah cilik! (C11)

12. Kesal Jaket aja sampai 15 lebih. Kayak artis

aja!

(C12)

13. Kesal Huu bodoh, raiso ngitung!! (C13)

14. Mengejek Cucunya kok cilik. (C14)

15. Menyarankan Hei kamu tu dikucir rambutnya,

nanti nek kuliah budeg lho!

(C15)

16. Mengejek Itu adik saya yang kepala desa itu tapi

itu yang paling bodoh itu.

(C16)

17. Mengejek Ini adik keponakan saya, tapi dia

gembrotnya kayak gitu.

(C17)

18. Menyindir Ki lho Mas, ngerti to Undang-

undange?

(C18)

19. Kesal Ibu itu pelit, aku ngga dikasih uang. (C19)

20. Menyarankan Ya ampun kalian itu gadis, dandan

dong!

(C20)

21. Menolak Ngapain dandan? Ih, Ibu juga ga

dandan.

(C21)

22. Kesal Ahh, bapak ki tukang ngapusi! (C22)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 89: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

70

23. Menolak Dadi pegawai negeri bapak ra dadi

opo-opo kok! Aku emoh pegawai

negeri!

(C23)

24. Marah Woo nenek lampir! (C24)

25. Kesal Mbayar larang-larang kon sinau

ngeyel!!

(C25)

4.1.4 Menghilangkan Muka

Data tuturan dengan kategori ketidaksantunan menghilangkan muka yang

telah ditemukan sebanyak 16 tuturan. Keenam belas tuturan tersebut terdiri dari 4

subkategori ketidaksantunan yang berbeda. Tuturan-tuturan tersebut dapat dilihat

pada tabel berikut ini.

Tabel 6. Data Tuturan Menghilangkan Muka

No Subkategori

Ketidak-santunan Tuturan Kode

1. Menyindir Ngelih po doyan? (D1)

2. Menyindir Lehmu kuliah ki arep mbok

rampungke ora? Nek ora po rep ndue

bojo wae?

(D2)

3. Mengejek Ah bapak kae wis tuwo yo roso kok! (D3)

4. Mengejek Mak, satus ki nol’e piro? (D4)

5. Kesal Salah’e raiso moco!! (D5)

6. Menyindir Wong yang masih bujang aja banyak

kok kamu tu milih yang udah beristri

to nduk?

(D6)

7. Mengejek Tapi aku tanya Dik, koe ki seneng

cewek tenan ora?

(D7)

8. Kesal Mbok nek ndue anak ki ora akeh-akeh.

Mosok manak ping 6. Koyo pitik

wae!!

(D8)

9. Mengejek Iya, itu yang masih belum laku mbak,

soalnya pengangguran.

(D9)

10. Menyindir Arep mencari sendiri atau dicarikan? (D10)

11. Mengejek Kalau bapak itu hanya es dua bakso

satu.

(D11)

12. Menegaskan Nek sing niki gembeng. (D12)

13. Menyindir Kok koyo gunung’e , Pak? (D13)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 90: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

71

14. Mengejek Kui kek’ke juragane! (D14)

15. Mengejek Kayak kucing lho itu mbak, malu-

malu.

(D15)

16. Menyindir Loro untu bapakmu. (D16)

4.1.5 Menimbulkan Konflik

Data yang telah dikumpulkan untuk kategori ketidaksantunan

menimbulkan konflik terdiri dari 12 tuturan dengan 5 subkategori

ketidaksantunan. Berikut merupakan tabel tuturan yang menimbulkan konflik.

Tabel 7. Data Tuturan Menimbulkan Konflik

No Subkategori

Ketidak-santunan Tuturan Kode

1. Menyindir Mbok dibanting sisan! Mbok

dibaleni!

(E1)

2. Kesal Ah, ibuk ki mau tau wae. (E2)

3. Kesal Sak karepku to mak, wong sing

nganggo aku kok!!

(E3)

4. Menyepelekan Biasa anak muda. (E4)

5. Menolak Punya kaki sendiri kok!! (E5)

6. Menyepelekan Halah mangke bu, neng sawah terus

koyo dibayar wae.

(E6)

7. Marah Woo monyet!! (E7)

8. Marah Lambemu! (E8)

9. Marah Iso meneng ora? Aku wis dong! (E9)

10. Kesal Woo opo-opo aku. Opo-opo aku!!

(E10)

11. Marah Koe ki isane mung njaluk’i duit wae!! (E11)

12. Marah Koe ki raiso ndidik anak! (E12)

4.2 Analisis Data

Data tuturan dalam penelitian ini diidentifikasi dan diklasifikasi dengan

memperhatikan beberapa aspek, yakni kategori ketidaksantunan tuturan, penanda

ketidaksantunan tuturan, dan konteks tuturan. Data-data tersebut dipaparkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 91: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

72

secara rinci dalam tabulasi. Berdasarkan tabulasi tersebut, data dalam penelitian

ini dianalisis lebih mendalam lagi kemudian disajikan dengan urutan sebagai

berikut: (1) wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, (2) penanda

ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, dan (3) maksud ketidaksantunan

penutur. Wujud ketidaksantunan linguistik berupa tuturan lisan tidak santun yang

telah ditranskrip, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik berkaitan dengan

cara penutur ketika menyampaikan tuturan lisan tidak santun tersebut. Penanda

ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan intonasi, tekanan, nada, diksi,

dan kata fatis, sedangkan penanda ketidaksantunan pragmatiknya dapat dilihat

berdasarkan konteks yang melingkupi setiap tuturan. Konteks tersebut meliputi

penutur dan mitra tutur, situasi dan suasana, tujuan penutur, tindak verbal, dan

tindak perlokusi. Dalam menganalisis maksud ketidaksantunan, dilakukan

konfirmasi kepada penutur. Maksud dan makna tuturan yang menjadi subkategori

sebenarnya dapat sama, tetapi pada kenyataannya ada pula yang berbeda. Hal ini

terjadi karena makna atau subkategori ditemukan oleh peneliti sesuai dengan

persepsi peneliti, sedangkan maksud dapat diketahui dari penutur langsung,

karena maksud adalah milik penutur.

Analisis data didasarkan pada tuturan-tuturan yang termasuk ke dalam

lima kategori ketidaksantunan, yaitu melanggar norma, mengancam muka

sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka, dan menimbulkan konflik.

Berikut ini adalah analisis lebih lanjut mengenai ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik dalam keluarga petani.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 92: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

73

4.2.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

Keenam tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan melanggar

norma dipaparkan berdasarkan subkategori ketidaksantunan sebagai

berikut.

4.2.1.1 Subkategori Menentang

Cuplikan tuturan 1

MT : “Telat pulang tu mbok ngebel rumah, ben wong tuwa ra

bingung!”

P : “Opo-opo kok koyo cah cilik to, mengko lak yo bali dewe!!”

(A1)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika mitra tutur berusaha menegur

penutur yang terlambat pulang. Sudah ada kesepakatan jika terlambat

harus memberi kabar terlebih dahulu melalui telepon. Namun, penutur

justru kesal dan berusaha menentang kesepakatan tersebut dengan

memberikan jawaban sekenanya kepada mitra tutur)

Cuplikan tuturan 5

MT : “Rasah wengi-wengi le bali!”

P : “Iyo Pak, sekalian subuh.” (A5)

(Konteks tuturan: penutur hendak bepergian bersama teman-temannya

pada sore hari, mitra tutur berpesan kepada penutur agar tidak pulang

larut malam, sesuai dengan kesepakatan yang sudah ditetapkan dalam

keluarga. Namun, penutur justru menjawab sekenanya dan terkesan

sembrono, sehingga memunculkan kekesalan mitra tutur)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan A1: “Opo-opo kok koyo cah cilik to, mengko lak yo bali dewe!!”

(Apa-apa kok seperti anak kecil, nanti juga pulang sendiri!!)

Tuturan A5: “Iyo pak, sekalian subuh.”

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan A1: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan ketus,

penutur melanggar aturan yang telah disepakati, penutur tidak mengindahkan

teguran dari mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 93: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

74

Tuturan A5: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan sembrono,

penutur berbicara sembari tersenyum tanpa melihat ke arah mitra tutur, penutur

tidak mengindahkan pesan dari mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan A1: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada frasa bali dewe, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang

terdapat dalam tuturan: kok dan to.

Tuturan A5: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan

lunak pada frasa sekalian subuh, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, karena

terdapat satu kata yang menggunakan bahasa Jawa, yaitu kata iyo.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan A1: Tuturan terjadi ketika mitra tutur berusaha menegur penutur yang

terlambat pulang. Sudah ada kesepakatan jika terlambat harus memberi kabar

melalui telepon. Namun, penutur justru kesal dan berusaha menentang

kesepakatan tersebut dengan memberikan jawaban sekenanya. Penutur laki-laki

berusia 24 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 46 tahun. Penutur adalah

anak dari mitra tutur. Tujuan penutur adalah mengungkapkan kekesalanya

kepada mitra tutur. Tindak verbal yang terjadi adalah komisif. Tuturan tersebut

mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur diam saja dan meninggalkan

penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 94: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

75

Tuturan A5: Penutur hendak bepergian bersama teman-temannya pada sore

hari, mitra tutur berpesan kepada penutur agar tidak pulang larut malam, sesuai

dengan kesepakatan yang sudah ditetapkan dalam keluarga. Namun, penutur

justru menjawab sekenanya dan terkesan sembrono, sehingga memunculkan

kekesalan mitra tutur. Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur berusia 19

tahun, mahasiswa semester 4 dan mitra tutur berusia 47 tahun. Penutur adalah

anak dari mitra tutur. Tujuan penutur adalah berusaha menentang pesan dari

MT. Tindak verbal yang terjadi adalah komisif. Tuturan tersebut

mengakibatkan tindak perlokusi MT kesal terhadap penutur karena merasa

disepelekan.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan A1 dan A5 memiliki maksud yang berbeda. Tuturan A1 disampaikan

penutur dengan maksud kesal, karena mitra tutur menegurnya ketika terlambat

pulang ke rumah. Berbeda dengan tuturan A5, meskipun termasuk dalam

subkategori menentang, pada kenyataannya tuturan itu disampaikan dengan

maksud mengajak bercanda mitra tuturnya.

4.2.1.2 Subkategori Menolak

Cuplikan tuturan 2

MT : “Mbok yo nek mulih sekolah ki opo jam’e, dolan keno, tapi bali

sik, ganti sik, pamitan sik!”

P : “Emoohh, Pak!” (A2)

(Konteks tuturan: penutur pulang dari bermain dan masih menggunakan

seragam sekolah. Mitra tutur menegur penutur agar saat pulang sekolah

terlebih dahulu berganti pakaian kemudian berpamitan sesuai dengan

aturan yang disepakati dalam keluarga. Namun, penutur berusaha

menolak teguran mitra tutur dengan jawaban sekenanya)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 95: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

76

Cuplikan tuturan 6

MT : “Le, mbok belajar! Sudah waktunya belajar ini.”

P : “Ah, wong neng sekolah wis sinau kok!” (A6)

(Konteks tuturan: mitra tutur berusaha memperingatkan penutur untuk

belajar, karena sudah disepakati adanya jam belajar pada keluarga

tersebut. Namun, penutur justru menjawab sekenanya dan terkesan acuh,

bahkan kembali sibuk dengan laptopnya)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan A2: “Emoohh, Pak!” (Tidak mau, Pak).

Tuturan A6: “Ah, wong neng sekolah wis sinau kok!” (Ah, di sekolah sudah

belajar kok!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan A2: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan cara

menyepelekan, penutur melanggar aturan yang telah disepakati, penutur

berbicara dengan datar tanpa rasa bersalah.

Tuturan A6: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan ketus

tanpa melihat ke arah mitra tutur, penutur tidak mengindahkan peringatan dari

mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan A2: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

lunak pada kata emoohh, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

Tuturan A6: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada kata fatis ah, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang

terdapat dalam tuturan: ah, wong, dan kok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 96: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

77

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan A2: Penutur pulang dari bermain dan masih menggunakan seragam

sekolah pada sore hari. Mitra tutur menegur penutur agar saat pulang sekolah

terlebih dahulu berganti pakaian kemudian berpamitan sesuai dengan aturan

yang disepakati dalam keluarga tersebut. Namun, penutur berusaha menolak

teguran mitra tutur dengan jawaban sekenanya. Penutur perempuan kelas VIII

SMP, berusia 16 tahun dan mitra tutur laki-laki berusia 49 tahun. Penutur

adalah anak dari mitra tutur. Tujuan penutur adalah menolak anjuran mitra

tutur. Tindak verbal yang terjadi adalah komisif. Tuturan tersebut

mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur adalah diam saja.

Tuturan A6: Tuturan terjadi di ruang keluarga pada malam hari ketika suasana

santai. Mitra tutur berusaha memperingatkan penutur untuk belajar, karena

sudah disepakati adanya jam belajar pada keluarga tersebut. Namun, penutur

justru menjawab sekenanya dan terkesan acuh, bahkan kembali sibuk dengan

laptopnya. Penutur laki-laki kelas VII SMP, berusia 13 tahun dan mitra tutur

perempuan berusia 50 tahun. Penutur adalah cucu dari mitra tutur. Tujuan

penutur adalah menolak anjuran MT. Tindak verbal yang terjadi adalah

komisif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT adalah kesal

kemudian meninggalkan penutur.

5) Maksud Ketidaksantunan

Pada subkategori menolak terdapat dua tuturan, yaitu tuturan A2 dan A6.

Keduanya mengutarakan maksud yang sama, yaitu maksud menolak. Dalam

hal ini, penutur berusaha menolak aturan yang telah disepakati dalam keluarga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 97: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

78

4.2.1.3 Subkategori Kesal

Cuplikan tuturan 3

MT : “Hayoo, koe mau dolan ora pamit to??”

P : “Mau kan aku wis ngomong, kok diarani dolan, kan wis

ijin!!” (A3)

(Konteks tuturan: penutur pulang dari bepergian pada sore hari, mitra

tutur menghampiri dan bertanya kepada penutur dengan nada sedikit

mencurigai tentang kepergian penutur tanpa seijin mitra tutur. Penutur

kesal karena dicurigai, kemudian menjawab pertanyaan mitra tutur

dengan ketus)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan A3: “Mau kan aku wis ngomong, kok diarani dolan, kan wis ijin!!”

(Tadi aku sudah bilang, kok dikira bermain, kan sudah izin!!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan A3: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan keras,

penutur berbicara sembari menatap mitra tutur dengan tatapan mata terbelalak,

penutur berusaha melanggar aturan yang telah disepakati.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan A3: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada frasa wis ijin, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang

terdapat dalam tuturan: kok dan kan.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan A3: Ketika penutur pulang dari bepergian pada sore hari, mitra tutur

bertanya kepada penutur dengan nada sedikit mencurigai perihal kepergian

penutur tanpa seijin mitra tutur. Penutur kesal karena dicurigai, kemudian

menjawab pertanyaan mitra tutur dengan ketus. Penutur perempuan kelas XII

SMK, berusia 18 tahun dan mitra tutur laki-laki berusia 50 tahun. Penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 98: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

79

adalah anak dari mitra tutur. Tujuan penutur adalah berusaha membela diri dari

tuduhan mitra tutur. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif. Tuturan

tersebut mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur adalah diam dan tidak

mencurigai penutur lagi.

5) Maksud Ketidaksantunan

Maksud penutur menyampaikan tuturannya adalah untuk membela diri dari

tuduhan mitra tuturnya.

4.2.1.4 Subkategori Marah

Cuplikan tuturan 4

MT : (mengingat peraturan yang telah disepakati bahwa tamu harus

pulang sebelum pukul 21.00, maka mitra tutur mematikan lampu ruang

tamu ketika penutur masih menerima tamunya melebihi jam tersebut).

P : “Ahh, mamak ki terlalu! Aku ra meh mulih, meh kost wae!!”

(A4).

(Konteks tuturan: terjadi ketika penutur sedang menerima tamu. Tiba-

tiba mitra tutur mematikan lampu ruang tamu, karena waktu sudah

menunjukkan pukul 21.00 WIB. Penutur kesal dan marah dengan sikap

mitra tutur kemudian melontarkan kata-kata kepada mitra tutur)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan A4: “Ahh, mamak ki terlalu! Aku ra meh mulih, meh kost wae!!”

(Ibu itu keterlaluan, aku tidak akan pulang, ingin kost saja!!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan A4: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan berteriak,

penutur melanggar kesepakatan dalam keluarga, penutur berbicara sembari

menunjuk ke arah mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 99: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

80

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan A4: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada kata terlalu, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa

nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang terdapat

dalam tuturan: ah.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan A4: Tuturan terjadi ketika penutur sedang menerima tamu. Tiba-tiba

mitra tutur mematikan lampu ruang tamu, karena waktu sudah menunjukkan

pukul 21.00 WIB. Mengingat kesepakatan dalam keluarga, bahwa tamu harus

pulang sebelum pukul 21.00 WIB. Penutur kesal dan marah dengan sikap mitra

tutur kemudian melontarkan kata-kata kepada mitra tutur. Tuturan terjadi

dalam suasana serius. Penutur laki-laki berusia 24 tahun dan mitra tutur

perempuan berusia 46 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan

penutur adalah menanggapi sikap MT yang kurang menyenangkan. Tindak

verbal yang terjadi adalah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak

perlokusi MT adalah diam saja.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan A4 disampaikan dengan maksud mengungkapkan kekesalan penutur

terhadap sikap mitra tuturnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 100: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

81

4.2.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak

Berikut ini adalah sepuluh tuturan yang termasuk dalam kategori

ketidaksantunan mengancam muka sepihak dan dipaparkan berdasarkan

subkategori ketidaksantunan.

4.2.2.1 Subkategori Menyindir

Cuplikan tuturan 7

P : “Sudah hampir setahun, sudah mau punya anak belum?” (B1)

MT : “Belum, Pak.”

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur sedang berbincang-bincang di

ruang keluarga pada suasana santai. Penutur merasa bahwa sudah

waktunya bagi mitra tutur untuk memiliki keturunan. Oleh karena itu,

penutur menanyakan hal tersebut kepada mitra tutur tanpa memahami

perasaan MT)

Cuplikan tuturan 10

MT 1 : “Pak, ada yang mencari” (berjalan menghampiri penutur dan

diikuti oleh MT2 yang berjalan pelan di belakang MT1).

P : “Wis meh maghrib kok ono tamu!!” (B4) (Konteks tuturan: penutur sedang berada di teras rumah saat matahari

mulai tenggelam. Tiba-tiba MT 1 datang memberitahu penutur bahwa

MT 2 ingin bertemu dengan penutur. Suasana yang terjadi dalam tuturan

adalah serius. Penutur merasa kesal dengan kedatangan MT 2 yang

dianggap mengganggu aktivitas penutur, karena hari sudah petang.

Penutur melontarkan kata-kata yang menyinggung MT2)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B1: “Sudah hampir setahun, sudah mau punya anak belum?”

Tuturan B4: “Wis meh maghrib kok ono tamu!!” (Sudah maghrib kok

ada tamu!!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B1: penutur berbicara dengan lugas tanpa memahami perasaan mitra

tutur, penutur menatap mitra tutur sinis, penutur sengaja bertanya kepada orang

yang memang belum memiliki keturunan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 101: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

82

Tuturan B4: penutur berbicara dengan ketus tanpa melihat ke arah mitra tutur,

penutur berbicara sembari berjalan meninggalkan mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B1: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan

lunak pada frasa hampir setahun, nada rendah, dan pilihan kata yang

digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku,

yaitu kata mau dan punya.

Tuturan B4: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada frasa meh maghrib, nada sedang, pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis

yang terdapat dalam tuturan: kok.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B1: Penutur dan mitra tutur sedang berbincang-bincang di ruang

keluarga pada suasana santai. Penutur merasa bahwa sudah waktunya bagi

mitra tutur untuk memiliki keturunan. Oleh karena itu, penutur menanyakan hal

tersebut kepada mitra tutur tanpa memahami perasaan MT. Penutur laki-laki

berusia 65 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 33 tahun. Penutur adalah

bapak mertua dari mitra tutur. Tujuan penutur adalah mengungkapkan

keinginannya untuk segera menimang cucu. Tindak verbal yang terjadi

ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah MT tersinggung dan

hanya menjawab pertanyaan penutur dengan singkat.

Tuturan B4: Penutur sedang berada di teras rumah saat matahari mulai

tenggelam. Tiba-tiba MT1 datang memberitahu penutur bahwa MT2 ingin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 102: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

83

bertemu dengan penutur. Suasana yang terjadi dalam tuturan adalah serius.

Penutur merasa kesal dengan kedatangan MT2 yang dianggap mengganggu

aktivitas penutur, karena hari sudah petang. Penutur melontarkan kata-kata

yang menyinggung MT2. Penutur dan MT2 laki-laki, sedangkan MT1

perempuan. Penutur berusia 65 tahun, MT 1 ibu berusia 50 tahun, dan MT 2

berusia 40 tahun. Penutur adalah kerabat dekat MT2. Tujuan penutur yaitu

mengungkapkan ketidaksenangnya terhadap kedatangan MT2. Tindak verbal

yang terjadi ialah ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yakni MT2

sedikit tersinggung namun tetap menunggu penutur.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan B1 disampaikan penutur dengan maksud menyindir mitra tuturnya

yang belum juga memiliki keturunan. Lain halnya dengan maksud mengusir

yang disampaikan secara tidak langsung oleh penutur, seperti pada tuturan B4.

4.2.2.2 Subkategori Marah

Cuplikan tuturan 9

P : “Neng ngomah ki ngopo wae??” (B3)

MT : “Gaweanku ki akeh. Ojo ming nyalahke aku terus!!”

(Konteks tuturan: penutur pulang dari sawah dan menjumpai mitra tutur

di dapur pada sore hari. Saat itu, penutur marah ketika pulang dari

sawah belum ada air panas untuk mandi dan minum. Maka, penutur

melontarkan kata-kata kepada mitra tutur tanpa menyadari tuturannya

telah menyinggung mitra tutur)

Cuplikan tuturan 16

P : “Mpun, kulo ajeng jagong! Mang tunggu sak jam!!” (B10)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi di teras rumah ketika mitra tutur

mengunjungi rumah penutur pada siang hari (Kamis, 13 Juni 2013).

Setiap kali bertamu, mitra tutur selalu mengungkapkan maksud yang

tidak jelas, sehingga mengakibatkan penutur enggan. Penutur

menanggapi kedatangan mitra tutur dengan melontarkan kata-kata ketus

dan bernada tinggi)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 103: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

84

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B3: “Neng ngomah ki ngopo wae??” (Di rumah itu apa saja

yang dikerjakan?)

Tuturan B10: “Mpun, kulo ajeng jagong! Mang tunggu sak jam!!” (Sudah,

saya hendak menghadiri pesta pernikahan! Tunggu saja satu jam!!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B3: penutur berbicara dengan ketus sembari berdiri.

Tuturan B10: penutur berbicara dengan keras dan ketus, penutur berbicara di

hadapan tamu yang datang, penutur berbicara sembari berjalan masuk ke dalam

rumah dan meninggalkan mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B3: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan

keras pada frasa ngopo wae, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

Tuturan B10: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah,

tekanan keras pada frasa sak jam, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B3: Penutur pulang dari sawah dan menjumpai mitra tutur di dapur

pada sore hari. Saat itu penutur marah ketika pulang dari sawah belum ada air

panas untuk mandi dan minum. Penutur melontarkan kata-kata kepada mitra

tutur dengan nada tinggi tanpa menyadari tuturannya telah menyinggung mitra

tutur. Penutur laki-laki berusia 59 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 57

tahun. Penutur merupakan suami dari mitra tutur. Tujuan penutur adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 104: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

85

mengungkapkan amarahnya kepada MT yang dinilai kurang peduli terhadap

keadaan rumah. Tindak verbal yang terjadi ekspresif. Tindak perlokusi dari

tuturan tersebut adalah MT menjawab pertanyaan penutur dengan kesal

kemudian pergi meninggalkan penutur.

Tuturan B10: Tuturan terjadi di teras rumah ketika mitra tutur mengunjungi

rumah penutur pada siang hari (Kamis, 13 Juni 2013). Setiap bertamu, mitra

tutur selalu mengungkapkan maksud yang tidak jelas, sehingga mengakibatkan

penutur enggan menjumpai mitra tutur. Penutur menanggapi kedatangan mitra

tutur dengan melontarkan kata-kata ketus dan bernada tinggi. Penutur dan

mitra tutur laki-laki. Penutur berusia 55 tahun dan mitra tutur berusia 49 tahun.

Penutur adalah kerabat jauh MT. Tujuan dari penutur adalah mengungkapkan

ketidaksenangannya terhadap kedatangan penutur. Tindak verbal yang terjadi

adalah ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yakni MT pergi.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan B3 disampaikan dengan maksud kesal terhadap sikap mitra tuturnya,

sedangkan tuturan B10 disampaikan dengan maksud mengusir mitra tuturnya.

4.2.2.3 Subkategori Memerintah

Cuplikan tuturan 11

P : “Kene, aku meh ngomong!” (B5)

MT : “Yoo, hati-hati. Ngomong yo ngomong tapi kan ngga perlu

mutus-mutus sembarangan ngono kui.”

(Konteks tuturan: mitra tutur sedang menerima telepon dari anggota

keluarga lain yang berada di luar kota. Tiba-tiba penutur mengambil

telepon genggam dari mitra tutur dengan cara yang kurang sopan,

sehingga mengakibatkan mitra tutur kesal dan terganggu)

Cuplikan tuturan 13

P : “Mbak, garapke iki!!” (B7)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 105: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

86

MT : “Koe ngerti ora nek mbak ki repot?”

(Konteks tuturan: mitra tutur sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah.

Penutur datang menghampiri dengan menyodorkan buku kepada mitra

tutur. Penutur meminta bantuan kepada mitra tutur tanpa menyadari

kesibukan yang dialami oleh mitra tutur)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B5: “Kene, aku meh ngomong!” (Sini, aku ingin bicara!)

Tuturan B7: “Mbak, garapke iki!” (Mbak, kerjakan ini!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B5: penutur berbicara dengan ketus, penutur langsung merebut

telepon genggam dari mitra tutur dengan tidak sopan, penutur berbicara dan

melakukan tindakan sembari berdiri, penutur tidak menyadari bahwa

tindakannya mengganggu mitra tutur.

Tuturan B7: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua tanpa sungkan

sedikit pun, penutur kurang peduli dengan aktivitas yang sedang dikerjakan

oleh mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B5: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada kata kene, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

Tuturan B7: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah,

tekanan lunak pada frasa garapke iki, nada sedang, dan pilihan kata yang

digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 106: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

87

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B5: Mitra tutur sedang menerima telepon dari anggota keluarga yang

berada di luar kota. Tiba-tiba penutur mengambil telepon genggam dari mitra

tutur dengan cara yang kurang sopan, sehingga mengakibatkan mitra tutur

kesal dan terganggu. Penutur seorang ibu berusia 52 tahun dan mitra tutur

seorang bapak berusia 52 tahun. Penutur adalah istri dari mitra tutur. Tujuan

dari penutur ingin ikut berbicara dengan kerabat melalui telepon. Tindak verbal

yang terjadi ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah MT kesal

dan menasihati penutur.

Tuturan B7: Mitra tutur sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah di ruang

belajar pada malam hari. Penutur datang menghampiri dengan menyodorkan

buku kepada mitra tutur. Penutur meminta tolong agar mitra tutur mau

membantu mengerjakan PR. Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur

berusia 16 tahun dan mitra tutur mahasiswa semester 8 berusia 22 tahun.

Penutur adalah adik mitra tutur. Tujuan dari penutur adalah menyuruh mitra

tutur mengerjakan PR. Tindak verbal yang terjadi yaitu ekspresif. Tindak

perlokusi dari tuturan tersebut yakni MT merasa terganggu kemudian

menanggapi permintaan penutur dengan singkat.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan B5 memiliki maksud memerintah mitra tuturnya, sedangkan pada

tuturan B7 penutur bermaksud meminta bantuan dalam pengerjaan tugas.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 107: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

88

4.2.2.4 Subkategori Kecewa

Cuplikan tuturan 12

P : “Sesok meneh ojo nyayur ngene iki, Mak!!” (B6)

MT : “Koe ki mbok ngerti simbok ki ijen, maem sak anane wae!”

(Konteks tuturan: penutur hendak mengambil makan sembari mencicipi

masakan mitra tutur di ruang makan. Penutur kurang menyukai masakan

mitra tutur, kemudian mengomentarinya dengan ketus)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B6: “Sesok meneh ojo nyayur ngene iki, Mak!!” (Besok lagi

jangan masak sayur seperti ini, Mak!!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B6: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan ketus,

penutur berbicara sembari berdiri tanpa rasa bersalah, penutur mengurungkan

niatnya untuk mengambil makanan.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B6: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah,

tekanan keras pada frasa ojo nyayur, nada tinggi, dan pilihan kata yang

digunakan adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B6: Penutur hendak mengambil makan sembari mencicipi masakan

mitra tutur di ruang makan. Penutur kurang menyukai masakan mitra tutur,

kemudian mengomentarinya dengan ketus. Penutur tidak menyadari bahwa

kata-katanya telah menyinggung mitra tutur. Penutur laki-laki berusia 21 tahun

dan mitra tutur perempuan berusia 50 tahun. Penutur adalah anak dari mitra

tutur. Tujuan dari penutur mengungkapkan kekecewaannya terhadap masakan

mitra tutur. Tindak verbal yang terjadi ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 108: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

89

tersebut adalah mitra tutur kesal lalu melontarkan kata-kata kepada penutur dan

meninggalkannya.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan B6 disampaikan dengan maksud memberi saran terhadap masakan

mitra tutur, namun pemberian saran itu ternyata mengakibatkan mitra tuturnya

kurang berkenan.

4.2.2.5 Subkategori Menanyakan

Cuplikan tuturan 14

P : “Ngopo mbah kok ra maem??” (B8)

MT : “Lha yo wong seko sawah kesel-kesel kok ra ono wedang panas.”

(Konteks tuturan: mitra tutur kesal ketika pulang dari sawah pada sore

hari belum ada air panas untuk mandi. Kekesalan mitra tutur

diperlihatkan dengan cara berdiam diri. Melihat tingkah laku mitra tutur

yang tidak seperti biasanya, penutur kemudian bertanya kepada mitra

tutur tanpa rasa bersalah sedikit pun)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B8: “Ngopo mbah kok ra maem??” (Kenapa mbah kok tidak

makan?)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B8: penutur bertanya kepada mitra tutur dengan datar tanpa merasa

bersalah, penutur tidak menyadari bahwa pertanyaannya membuat mitra tutur

tidak berkenan, penutur bertanya di waktu yang kurang tepat.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B8: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan

lemah pada frasa ra maem, nada rendah, pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang

ditemukan: kok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 109: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

90

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B8: Mitra tutur kesal ketika pulang dari sawah pada sore hari belum

ada air panas untuk mandi. Kekesalan mitra tutur diperlihatkan dengan cara

berdiam diri. Melihat tingkah laku mitra tutur yang tidak seperti biasanya,

penutur kemudian bertanya kepada mitra tutur tanpa rasa bersalah sedikit pun.

Penutur perempuan berusia 59 tahun dan mitra tutur laki-laki berusia 61 tahun.

Penutur adalah istri dari mitra tutur. Tujuan dari penutur yaitu menanggapi

tingkah laku MT yang berbeda. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif.

Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah mitra tutur menjawab sekenanya

dan pergi meninggalkan penutur.

5) Maksud Ketidaksantunan

Penutur bermaksud menanyakan suatu hal kepada mitra tutur, karena melihat

tingkah laku mitra tutur yang tidak seperti biasanya.

4.2.2.6 Subkategori Mengancam

Cuplikan tuturan 15

P : “Tak jewer koe mengko nek ngeyel!!” (B9)

(Konteks tuturan: Senin, 10 Juni 2013, sekitar pukul 11.30 – 12.30 WIB

di persawahan. Penutur sedang kerepotan mengangkat dedaunan untuk

makanan sapi ke atas motor, sedangkan mitra tutur yang berada di

dekatnya terlihat asik bermain karena mitra tutur merasa bahwa

tugasnya telah usai. Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur

dengan melontarkan kata-kata yang sedikit mengancam)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B9: “Tak jewer koe mengko nek ngeyel!!” (Saya jewer kamu nanti

kalau sulit diatur!!)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 110: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

91

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B9: penutur berbicara dengan ketus dan keras, penutur berbicara

sembari menunjuk ke arah mitra tutur dengan tatapan mata terbelalak, penutur

berbicara dengan melontarkan ancaman di hadapan banyak orang.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B9: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada frasa tak jewer, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B9: Senin, 10 Juni 2013, sekitar pukul 11.30 – 12.30 WIB di

persawahan. Penutur sedang kerepotan mengangkat dedaunan untuk makanan

sapi ke atas motor, sedangkan mitra tutur yang berada di dekatnya terlihat asik

bermain dan merasa bahwa tugasnya telah usai. Penutur berusaha

memperingatkan mitra tutur dengan melontarkan kata-kata ancaman. Penutur

dan mitra tutur laki-laki. Penutur berusia 45 tahun dan mitra tutur berusia 4

tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan dari penutur yaitu

mengungkapkan kekesalannya. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif.

Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yakni MT menghentikan aktivitas

bermainnya dengan mata yang memerah menahan tangis.

5) Maksud Ketidaksantunan

Terdapat satu tuturan dalam subkategori mengancam ini, yaitu tuturan B9.

Meskipun termasuk dalam subkategori mengancam, pada kenyataannya tuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 111: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

92

ini disampaikan dengan maksud menakut-nakuti mitra tuturnya yang dianggap

telah mengganggu aktivitas penutur.

4.2.2.7 Subkategori Menegaskan

Cuplikan tuturan 17

P : “Bu, sesok mbayar uang kuliah. Telate dua hari lagi.” (B11)

MT : “Lha le ngomong kok ra sesok pas hari-H wae. Tuku iki, tuku kui

kok mendadak. Nek mendadak ki duit yo nganggo golek, ora

dadakan koyo ngono!”

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur pulang dari kuliah siang

hari dalam suasana santai. Penutur secara tiba-tiba memberi tahu mitra

tutur bahwa 2 hari lagi batas akhir pembayaran uang kuliah. Penutur

tidak menyadari bahwa perkataannya membuat mitra tutur terkejut dan

kurang berkenan)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B11: “Bu, sesok bayar uang kuliah. Telate dua hari lagi.” (Bu, besok

membayar uang kuliah. Paling lambat dua hari lagi).

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B11: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan santai

tanpa sungkan, penutur berusaha memberi penegasan perihal pembayaran uang

kuliah.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan B11: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan

lunak pada frasa sesok bayar, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu pada

kata sesok dan telate. Selain itu, terdapat penggunaan kata tidak baku, yaitu

bayar.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 112: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

93

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan B11: Tuturan terjadi ketika penutur pulang dari kuliah siang hari

ketika suasana santai. Penutur secara tiba-tiba memberi tahu mitra tutur bahwa

2 hari lagi batas akhir pembayaran uang kuliah. Penutur tidak menyadari

bahwa perkataannya membuat mitra tutur terkejut dan kurang berkenan.

Penutur laki-laki, semester 4 berusia 20 tahun dan mitra perempuan berusia 45

tahun. Penutur adalah anak mitra tutur. Tujuan dari penutur adalah memberi

tahu kepada MT. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif. Tindak perlokusi

dari tuturan tersebut yakni MT terkejut dan menanggapi pernyataan penutur

dengan ketus.

5) Maksud Ketidaksantunan

Pada tuturan B11, penutur bermaksud memberi informasi kepada mitra

tuturnya perihal pembayaran uang kuliah. Namun, pemberian informasi itu

justru mengakibatkan mitra tuturnya kurang berkenan, karena dianggap terlalu

mendadak.

4.2.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka

Tuturan-tuturan di bawah ini adalah tuturan yang termasuk dalam kategori

ketidaksantunan melecehkan muka yang dipaparkan berdasarkan

subkategori ketidaksantunan.

4.2.3.1 Subkategori Kesal

Cuplikan tuturan 20

P : “Hayoo, punya mulut kok ga bisa ngomong to?besok lagi

bilang!” (C3)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur sedang berbincang-

bincang dengan MT 1 di teras rumah penutur, tiba-tiba MT 2 yang juga

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 113: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

94

berada di tempat tersebut buang air kecil di celana (Senin, 8 April 2013

pukul 13.50 WIB). Penutur berusaha menegur MT2)

Cuplikan tuturan 30

MT : “Iki pie to ngitunge?”

P : “Huu bodoh, raiso ngitung!!” (C13)

MT : “Yo ben.”

(Konteks tuturan: tuturan terjadi sepulangnya penutur dan mitra tutur

dari membeli sesuatu di toko, mereka terdengar bercakap-cakap (Kamis,

13 Juni 2013, pukul 13.10 WIB). Mitra tutur terlihat kebingungan

menghitung uang kembalian dari warung, kemudian penutur berusaha

menjelaskan kepada mitra tutur sambil melontarkan kata-kata ejekan)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C3: “Hayoo, punya mulut kok ga bisa ngomong to? Besok lagi

bilang!”

Tuturan C13: “Huu bodoh, raiso ngitung!!” (Bodoh, tidak dapat

menghitung).

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C3: penutur berbicara langsung di hadapan tamu yang sedang

berkunjung, penutur berbicara sembari menunjuk ke arah mitra tutur, penutur

juga berbicara keras dengan tatapan mata terbelalak.

Tuturan C13: penutur berbicara dengan keras sembari memegang kepala

mitra tutur, penutur juga berbicara di hadapan beberapa orang.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C3: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada frasa besok lagi bilang, nada sedang, pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu ga, bisa,

dan ngomong, serta kata fatis yang terdapat dalam tuturan: hayoo, kok, dan to.

Tuturan C13: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada kata bodoh, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 114: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

95

bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu pada frasa

raiso ngitung.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C3: Tuturan terjadi ketika penutur sedang berbincang-bincang

dengan MT1 di teras rumah penutur, tiba-tiba MT2 yang juga berada di tempat

tersebut buang air kecil di celana (Senin, 8 April 2013 pukul 13.50 WIB).

Penutur berusaha menegur MT2. Penutur perempuan, berusia 40 tahun, MT1

adalah seorang tamu, dan MT2 laki-laki berusia 2 tahun. Penutur adalah ibu

dari MT2. Tujuan dari penutur mengungkapkan kekesalannya akibat tindakan

MT. Tindak verbal yang terjadi ialah ekspresif. Tuturan tersebut

mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu diam saja dan terlihat sangat

menyesal.

Tuturan C13: Tuturan terjadi sepulangnya penutur dan mitra tutur dari

warung, keduanya terdengar bercakap-cakap (Kamis, 13 Juni 2013, pukul

13.10 WIB). Mitra tutur terlihat kebingungan menghitung uang kembalian dari

warung, kemudian penutur berusaha menjelaskan kepada mitra tutur sambil

melontarkan kata-kata ejekan. Penutur dan mitra tutur perempuan, duduk di

bangku SD. Penutur berusia 7 tahun dan mitra tutur berusia 5 tahun. Penutur

adalah kakak dari mitra tutur. Tujuan dari penutur ialah mengungkapkan

kekesalannya kepada MT. Tindak verbal yang terjadi yaitu ekspresif. Tuturan

tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT adalah menjawab sekenanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 115: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

96

5) Maksud Ketidaksantunan

Pada tuturan C3, penutur bermaksud menakut-nakuti mitra tuturnya yang pipis

di celana agar tidak mengulangi kesalahan itu lagi. Lebih lanjut lagi maksud

kesal karena ketidakmampuan mitra tuturnya yang terdapat pada tuturan C13.

4.2.3.2 Subkategori Mengejek

Cuplikan tuturan 24

(Ketika penutur dan MT1 berbincang-bincang, datanglah MT2

menghampiri penutur. Kemudian penutur berkata)

P : “Sing mesak’ake yo iki mbak, kasian sekali ini. Wis disambi,

ireng, kasian sekali yo le sayang ya.” (C7)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi saat penutur sedang berbincang-

bincang dengan MT 1 di ruang tamu rumah penutur (Kamis, 25 April

2013, pukul 16.06 WIB). MT 2 datang dari luar rumah menghampiri

penutur. Penutur ingin memperkenalkan MT2 kepada MT1 dengan

melontarkan kata-kata ejekan sambil mencium MT2 penuh rasa sayang)

Cuplikan tuturan 33

(Ketika penutur dan MT sedang berbincang-bincang, tiba-tiba MT2

berjalan melewati keduanya. Penutur kemudian berkata)

P : “Itu adik saya yang kepala desa itu tapi itu yang paling bodoh

itu.” (C16)

(Konteks tuturan: penutur sedang berbincang-bincang dengan MT 1 di

pendhopo rumah dalam suasana santai (Senin, 10 Juni 2013 sekitar

pukul 12.47 – 13.36 WIB). Tiba-tiba MT 2 selaku adik keponakan dari

penutur lewat depan pendhopo dan tersenyum. Penutur secara spontan

menceritakan kelemahan MT2 dengan nada mengejek)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C7: “Sing mesak’ake yo iki mbak, kasian sekali ini. Wis disambi,

ireng, kasian sekali yo le sayang ya.” (..yang kasian ya ini mbak. Sudah

ditinggal-tinggal, hitam, kasian sekali ya nak, sayang ya).

Tuturan C16: “Itu adik saya yang kepala desa itu tapi itu yang paling bodoh

itu.”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 116: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

97

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C7: penutur berbicara langsung di hadapan tamu yang sedang

berkunjung, penutur berbicara sembari tertawa mengejek dan mencium pipi

mitra tutur, penutur menggunakan kata ‘hitam’ untuk menguatkan maksud

ejekannya terhadap mitra tutur.

Tuturan C16: penutur berbicara dengan sinis sembari menunjuk ke arah MT2,

penutur berbicara langsung di hadapan tamu yang berkunjung, penutur juga

dengan sengaja menceritakan kelemahan MT2.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C7: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan

lunak pada frasa wis disambi, ireng, nada rendah, pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu pada

frasa sing mesak’ake yo iki, wis disambi, dan pada kata ireng dan yo, kemudian

kata fatis yang terdapat dalam tuturan: ya dan yo.

Tuturan C16: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan

keras pada frasa paling bodoh, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu tapi.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C7: Tuturan terjadi saat penutur sedang berbincang-bincang santai

dengan MT 1 di ruang tamu rumah penutur (Kamis, 25 April 2013, pukul 16.06

WIB). MT 2 datang menghampiri penutur. Penutur ingin memperkenalkan

MT2 kepada MT1 dengan melontarkan kata-kata ejekan sambil mencium MT2.

Penutur dan MT1 perempuan. Penutur ibu berusia 39 tahun dan MT1 adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 117: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

98

tamu. MT2 laki-laki berusia 5 tahun. Penutur adalah ibu dari MT2. Tujuan dari

penutur ialah mengejek penampilan fisik MT2. Tindak verbal yang terjadi

yakni ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu

diam saja.

Tuturan C16: Penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di pendhopo

rumah dalam suasana santai (Senin, 10 Juni 2013 sekitar pukul 12.47 – 13.36

WIB). Tiba-tiba MT2 selaku adik keponakan dari penutur lewat depan

pendhopo dan tersenyum. Penutur secara spontan menceritakan kelemahan

MT2 dengan nada mengejek. Penutur dan MT1 perempuan. Penutur berusia 63

tahun, MT1 adalah tamu, dan MT2 laki-laki berusia 40 tahun. Penutur adalah

kakak keponakan dari MT2. Tujuan dari tuturan penutur ialah mengejek MT2.

Tindak verbal yang terjadi yakni ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan

tindak perlokusi MT2 yaitu pergi meninggalkan penutur dan MT1.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan C7 terdengar sebagai sebuah ejekan, namun maksud dari tuturan

penutur hanyalah mengajak bercanda mitra tuturnya. Lain halnya dengan

tuturan C16 yang disampaikan dengan maksud memberi sebuah informasi.

Sayangnya, pemberian informasi pada tuturan tersebut berkaitan dengan

kelemahan mitra tuturnya, sehingga dipersepsi sebagai maksud

ketidaksantunan

4.2.3.3 Subkategori Menolak

Cuplikan tuturan 38

MT : “Ya ampun kalian itu gadis, dandan dong!”

P : “Ngapain dandan? Iihh Ibu juga ga dandan.” (C21)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 118: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

99

(Konteks tuturan: penutur berpamitan kepada mitra tutur hendak

bepergian. Melihat penampilan penutur yang polos, mitra tutur meminta

penutur untuk memperhatikan kecantikan, mengingat usianya yang

sudah beranjak dewasa. Namun, penutur menolak permintaan mitra

tutur dengan jawaban sekenanya sebagai upaya membela diri)

Cuplikan tuturan 40

MT : “Koe sesok dadi pegawai negeri wae, Nduk!”

P : “Dadi pegawai negeri bapak ra dadi opo-opo kok! Aku emoh

pegawai negeri!” (C23)

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berbincang-bincang di ruang

keluarga dalam suasana serius. Mitra tutur memberi saran kepada

penutur agar menjadi PNS yang memiliki kejelasan masa depan. Penutur

kurang sependapat dengan mitra tutur, kemudian mengungkapkan

alasannya)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C21: “Ngapain dandan? Ih, Ibu juga ga dandan.”

Tuturan C23: “Dadi pegawai negeri bapak ra dadi opo-opo kok! Aku emoh

pegawai negeri!” (Jadi pegawai negeri bapak tidak jadi apa-apa kok! Saya

tidak ingin jadi pegawai negeri).

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C21: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan sinis,

penutur tidak mengindahkan saran dari mitra tutur, penutur juga berbicara

sembari berlalu meninggalkan mitra tutur.

Tuturan C23: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan sinis,

penutur tidak mengindahkan saran dari mitra tutur, perkataan penutur terdengar

merendahkan profesi mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C21: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan

lunak pada frasa ga dandan, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 119: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

100

bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu ngapain,

dandan, ga, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: ih.

Tuturan C23: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada kata emoh, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa

nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang terdapat

dalam tuturan: kok.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C21: Penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga pada sore hari.

Penutur berpamitan kepada mitra tutur hendak bepergian. Melihat penampilan

penutur yang polos, mitra tutur meminta penutur untuk memperhatikan

kecantikan, mengingat usianya yang sudah beranjak dewasa. Namun, penutur

menolak permintaan mitra tutur dengan jawaban sekenanya sebagai upaya

membela diri. Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur berusia 28 tahun

dan mitra tutur berusia 64 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan

dari tuturan penutur ialah membela diri. Tindak verbal yang terjadi adalah

ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu diam

sembari menggelengkan kepala.

Tuturan C23: Penutur dan mitra tutur berbincang-bincang di ruang keluarga

dalam suasana serius. Mitra tutur memberi saran kepada penutur agar menjadi

PNS yang memiliki kejelasan masa depan. Penutur kurang sependapat dengan

mitra tutur, kemudian mengungkapkan alasannya. Penutur perempuan berusia

28 tahun dan mitra tutur laki-laki berusia 62 tahun. Penutur adalah anak

perempuan dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan penutur ialah menolak saran

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 120: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

101

dari MT. Tindak verbal yang terjadi yaitu komisif. Tuturan tersebut

mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur yaitu diam saja.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan C21 disampaikan dengan maksud protes. Penutur bermaksud

memrotes mitra tuturnya yang tidak pernah memperhatikan penampilan. Lain

halnya dengan tuturan C23 yang disampaikan dengan maksud menolak.

Penutur menolak saran dari mitra tutur, karena menurut penutur menjadi PNS

itu bukan pilihan yang tepat.

4.2.3.4 Subkategori Menyindir

Cuplikan tuturan 22

MT : “Yo raiso, kabeh ki ono Undang-undang’e.”

P : “Maklum lah wong hukum.” (C5)

(Konteks tuturan: ketika membicarakan keadaan masyarakat sering

terjadi pro kontra, terlebih dengan anak pertama yang notabene sudah

terbiasa dengan ilmu hukum. Mitra tutur selalu keras kepala menyatakan

opininya berkaitan tentang hukum. Tiba-tiba penutur melontarkan kata-

kata kepada mitra tutur dengan maksud menyindir)

Cuplikan tuturan 35

P : “Ki lho Mas, ngerti to Undang-undange?” (C18)

MT : “Ngerti, saben dino weruh kok.”

P : “Woo, yowis garapke yo!!”

(Konteks tuturan: penutur meminta bantuan kepada mitra tutur untuk

menyelesaikan PR. Penutur meminta bantuan dengan cara sedikit

menyindir mitra tutur yang notabene mahasiswa fakultas hukum. Mitra

tutur sedikit kesal dengan sikap penutur, sehingga hanya memberikan

jawaban singkat)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C5 : “Maklum lah wong hukum.” (Maklum lah orang hukum)

Tuturan C18: “Ki lho Mas, ngerti to Undang-undange?” (Ini lho Mas, paham

Undang-undangnya kan?)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 121: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

102

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C5: penutur berbicara dengan sinis sembari tersenyum, penutur

sengaja melontarkan kata ‘hukum’ untuk menyindir mitra tutur yang memang

seorang sarjana hukum, sehingga memiliki watak keras.

Tuturan C18: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua sembari

tersenyum menyindir mitra tutur yang notabene mahasiswa fakultas hukum,

tuturan penutur seolah-olah meragukan kemampuan mitra tutur, penutur

meminta bantuan dengan cara tidak sopan yakni melempar buku ke arah mitra

tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C5: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan

lunak pada kata hukum, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang

terdapat dalam tuturan: lah.

Tuturan C18: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan

lunak pada frasa Undang-undange, nada sedang, pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis

yang terdapat dalam tuturan: lho dan to.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C5: Ketika membicarakan keadaan masyarakat sering terjadi pro

kontra, terlebih dengan anak pertama yang notabene sudah terbiasa dengan

ilmu hukum. Mitra tutur selalu keras kepala menyatakan opininya berkaitan

tentang hukum. Tiba-tiba penutur melontarkan kata-kata kepada mitra tutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 122: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

103

dengan maksud menyindir. Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur berusia

65 tahun dan mitra tutur berusia 35 tahun. Penutur adalah bapak dari mitra

tutur. Tujuan dari penutur yakni mengajak seluruh anggota keluarga untuk

memaklumi watak MT yang keras kepala. Tindak verbal yang terjadi ialah

ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu

tersenyum berusaha mencarikan suasana.

Tuturan C18: Penutur meminta bantuan kepada mitra tutur untuk

menyelesaikan PR. Penutur meminta bantuan dengan cara sedikit menyindir

mitra tutur yang notabene mahasiswa fakultas hukum. Mitra tutur kesal

dengan sikap penutur, sehingga hanya memberikan jawaban singkat. Penutur

dan mitra tutur laki-laki. Penutur kelas 2 SMP, berusia 14 tahun dan mitra

tutur mahasiswa semester 4, berusia 19 tahun. Penutur adalah adik dari mitra

tutur. Tujuan dari tuturan penutur ialah menyindir mitra tutur. Tindak verbal

yang terjadi adalah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi

MT yakni kesal dan memberi jawaban singkat.

5) Maksud Ketidaksantunan

Kedua tuturan di atas disampaikan dengan maksud yang sama yaitu menyindir

mitra tuturnya. Sindiran dalam hal ini berupa sindiran terhadap kemampuan

mitra tuturnya.

4.2.3.5 Subkategori Marah

Cuplikan tuturan 23

P : “Koe ki anak perawan kok keset!!” (C6)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi sepulang penutur dari bepergian sore

hari. Penutur terkejut melihat keadaan rumah yang sangat berantakan

paska ditinggal bepergian. Padahal, penutur sudah memberikan tugas

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 123: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

104

kepada mitra tutur untuk menjaga kebersihan rumah. Namun, mitra tutur

tidak mengindahkan perintah penutur, sehingga penutur menegur mitra

tutur dengan ketus)

Cuplikan tuturan 41

MT : “Kalau pulang sekolah itu bantu-bantu orang tua dulu! Jangan

lupa Shalat! Ngga langsung main sampai kayak gitu. Sing ngerti

kahanan!”

P : “Wooo nenek lampir!!” (C24)

(Konteks tuturan: mitra tutur berusaha menasihati penutur yang sering

membangkang terhadap mitra tutur. Mendengar nasihat tersebut,

penutur melontarkan kata-kata yang tidak santun, sehingga mitra tutur

tersinggung)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C6: “Koe ki anak perawan kok keset!!” (Kamu itu anak gadis kok

pemalas)

Tuturan C24: “Woo nenek lampir!!”

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C6: penutur berbicara dengan ketus sembari menatap mitra tutur

sinis, penutur melontarkan kata-kata dengan tujuan menyadarkan mitra tutur

agar selayaknya ‘gadis’ yang rajin mengurus rumah.

Tuturan C24: penutur berbicara dengan keras dan ketus, penutur tidak

mengindahkan nasihat mitra tutur, penutur berbicara kepada orang yang lebih

tua dengan kata-kata umpatan, penutur juga berusaha menyamakan mitra tutur

dengan sosok ‘nenek lampir’ yang dianggap galak.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C6: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada kata keset, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa

nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang terdapat

dalam tuturan: kok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 124: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

105

Tuturan C24: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada frasa nenek lampir, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa populer, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: woo.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C6: Tuturan terjadi sepulang penutur dari bepergian sore hari.

Penutur terkejut melihat keadaan rumah yang berantakan paska ditinggal

bepergian, padahal penutur sudah memberikan tugas kepada mitra tutur untuk

menjaga kebersihan rumah. Namun, mitra tutur tidak mengindahkan perintah

penutur. Akibatnya, penutur menegur mitra tutur dengan ketus. Penutur laki-

laki berusia 47 tahun dan mitra tutur perempuan kelas XII SMK, berusia 19

tahun. Penutur adalah bapak dari mitra tutur. Tujuan dari penutur ialah

menanggapi tingkah laku MT. Tindak verbal yang terjadi yaitu ekspresif.

Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT ialah diam saja dan

masuk kamar.

Tuturan C24: Mitra tutur berusaha menasihati penutur yang sering

membangkang terhadap mitra tutur. Mendengar nasihat tersebut, penutur

melontarkan kata-kata yang tidak santun, sehingga mitra tutur tersinggung.

Penutur laki-laki kelas VII SMP, berusia 13 tahun dan mitra tutur perempuan

berusia 40 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan

penutur ialah mengungkapkan amarahnya. Tindak verbal yang terjadi ialah

ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu pergi

meninggalkan penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 125: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

106

5) Maksud Ketidaksantunan

Penutur pada tuturan C6 bermaksud mengungkapkan amarahnya terhadap

mitra tutur yang sulit diatur, sedangkan penutur pada tuturan C24

menyampaikan tuturannya dengan maksud mengungkapkan kekesalannya

terhadap mitra tutur yang dianggap terlalu mengaturnya.

4.2.3.6 Subkategori Menyarankan

Cuplikan tuturan 32

P : “Hei kamu tu dikucir rambutnya, nanti nek kuliah budeg lho!”

(C15)

MT: (diam saja)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi siang hari dalam suasana santai ketika

mitra tutur sedang bermain di teras rumah bersama teman-temannya.

Penutur sedikit terganggu ketika melihat mitra tutur selalu mengurai

rambut dan terkesan kurang rapi. Penutur berusaha memberikan saran

kepada mitra tutur)

Cuplikan tuturan 37

P : “Ya ampun kalian itu gadis, dandan dong!” (C20)

MT : “Ngapain dandan? Iihh Ibu juga ga dandan.”

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga

pada sore hari dalam keadaan santai. Mitra tutur terlihat sedang

bersiap-siap hendak pergi. Penutur berusaha memperingatkan mitra

tutur dengan sindiran agar mitra tutur mau memperhatikan penampilan,

mengingat usianya yang sudah beranjak dewasa)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C15: “Hei kamu tu dikucir rambutnya, nanti nek kuliah budeg lho!”

Tuturan C20: “Ya ampun kalian itu gadis, dandan dong!”

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C15: penutur berbicara dengan keras di hadapan teman-teman mitra

tutur, penutur menggunakan kata ‘budeg’ untuk meyakinkan mitra tutur agar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 126: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

107

mau mengikat rambutnya, selain itu penutur juga berbicara sembari memegang

kepala mitra tutur.

Tuturan C20: penutur berbicara sembari tertawa mengejek dan menatap mitra

tutur sinis, penutur juga menggunakan kata ‘gadis’ untuk menyadarkan mitra

tutur agar mau berdandan.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C15: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah,

tekanan keras pada frasa budeg lho, nada sedang, pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu nek,

dan menggunakan kata tidak baku, yaitu tu, budeg, kemudian kata fatis yang

terdapat dalam tuturan: heii dan lho.

Tuturan C20: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah,

tekanan sedang pada frasa gadis, nada sedang, pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu dandan,

dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: dong.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C15: Tuturan terjadi siang hari dalam suasana santai ketika mitra

tutur sedang bermain di teras rumah bersama teman-temannya. Penutur sedikit

terganggu ketika melihat mitra tutur selalu mengurai rambut dan terkesan

kurang rapi. Penutur berusaha memberikan saran kepada mitra tutur. Penutur

dan mitra tutur perempuan. Penutur berusia 57 tahun dan mitra tutur kelas 3

SD. Penutur adalah nenek dari mitra tutur. Tujuan dari penutur adalah

menanggapi sekaligus memberikan saran atas penampilan MT. Tindak verbal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 127: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

108

yang terjadi ialah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi

MT yakni tidak mengindahkan saran dari penutur.

Tuturan C20: Penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga pada sore hari

dalam keadaan santai. Mitra tutur terlihat sedang bersiap-siap hendak pergi.

Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur dengan sindiran agar mitra tutur

mau memperhatikan penampilan, mengingat usianya yang sudah beranjak

dewasa. Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur berusia 64 tahun dan

mitra tutur berusia 28 tahun. Penutur adalah ibu dari mitra tutur. Tujuan dari

tuturan penutur ialah memberi saran kepada MT. Tindak verbal yang terjadi

adalah direktif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu

memberikan jawaban sekenanya.

5) Maksud Ketidaksantunan

Dalam subkategori menyarankan, terdapat dua maksud ketidaksantunan.

Maksud yang pertama adalah maksud menakut-nakuti yang terdapat pada

tuturan C15. Penutur menakut-nakuti mitra tutur agar mau mengikat

rambutnya. Lain halnya dengan tuturan C20 yang disampaikan dengan maksud

memberikan saran kepada mitra tuturnya agar berkenan memperhatikan

penampilan.

4.2.3.7 Subkategori Menanyakan

Cuplikan tuturan 19

P : “Kok nilai kamu tu jelek, ga pernah belajar ya?” (C2)

MT : “Ah, nggak ngerti aku, Buk.”

(Konteks tuturan: percakapan antara penutur dan mitra tutur bersama

teman-temannya di rumah saat jam pulang sekolah. Penutur berusaha

mencari tahu alasan perihal nilai jelek yang diperoleh di sekolah dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 128: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

109

bertanya kepada mitra tutur. Namun, mitra tutur merasa enggan

menjawab pertanyaan penutur)

1) Wujud Ketidaksantunan linguistik

Tuturan C2: “Kok nilai kamu tu jelek, ga pernah belajar ya?”

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C2: penutur bertanya kepada mitra tutur dengan sinis, penutur

bertanya langsung di hadapan teman-teman mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan C2: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan

lunak pada kata jelek, nada sedang, pilihan kata yang digunakan adalah bahasa

nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu ga, dan kata fatis yang

terdapat dalam tuturan: kok.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan C2: Percakapan antara penutur dan mitra tutur bersama teman-

temannya di rumah saat jam pulang sekolah pada suasana santai. Penutur

berusaha mencari tahu alasan perihal nilai jelek yang diperoleh di sekolah

dengan bertanya kepada mitra tutur. Namun, mitra tutur merasa enggan

menjawab pertanyaan penutur. Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur

ibu berusia 36 tahun dan mitra tutur masih duduk di bangku Sekolah Dasar.

Penutur adalah ibu dari mitra tutur. Tujuan dari penutur ingin mencari tahu

alasan MT yang selalu memperoleh nilai jelek. Tindak verbal yang terjadi ialah

ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu memberi

jawaban sekenanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 129: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

110

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan C2 termasuk dalam subkategori menanyakan, namun disampaikan

dengan maksud menyimpulkan. Penutur menyimpulkan bahwa nilai jelek yang

diperoleh mitra tuturnya akibat dari kemalasan mitra tutur untuk belajar.

4.2.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

Berikut adalah tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan

menghilangkan muka dan dipaparkan berdasarkan subkategori

ketidaksantunan.

4.2.4.1 Subkategori Menyindir

Cuplikan tuturan 52

P : “Arep mencari sendiri atau dicarikan??” (D10)

MT2 : (mitra tutur tersenyum malu)

(Konteks tuturan: penutur sedang berbincang-bincang dengan MT 1 di

ruang tamu rumah penutur (Selasa, 4 Juni 2013, sekitar pukul 15.30 –

16.12 WIB). MT2 berjalan dari dalam membawakan minuman.

Kemudian MT2 duduk di sebelah penutur. Tiba-tiba penutur

melontarkan pertanyaan kepada MT2 dengan maksud menyindir karena

MT2 belum juga memiliki teman dekat)

Cuplikan tuturan 58

MT 1 : “Pak’e... Paaaakkkk... Paaaakkkk!!”

MT 2 : “Kulo.” (masih tetap sibuk dengan pekerjaannya)

MT 1 : “Paaakkk... “

(MT 2 hanya diam)

P : “Loro untu bapakmu.” (D16)

(Konteks tuturan: percakapan yang terjadi antara penutur, MT 1, dan

MT 2 di sawah pada siang hari. (Senin, 10 Juni 2013, sekitar pukul

11.30 – 12.30 WIB). MT 1 memanggil MT 2, MT 2 hanya menjawab

dengan singkat sambil terus melanjutkan pekerjaannya. MT 1 kembali

memanggil MT 2, bahkan berulang-ulang. Namun, MT 2 hanya diam

tanpa mempedulikan panggilan MT 1, tiba-tiba penutur melontarkan

kata-kata kepada MT 1 dengan maksud menyindir MT2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 130: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

111

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D10: “Arep mencari sendiri atau dicarikan?” (Ingin mencari

sendiri atau dicarikan?)

Tuturan D16: “Loro untu bapakmu.” (Sakit gigi bapakmu itu).

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D10: penutur berbicara dengan lugas di hadapan tamu yang datang,

penutur berbicara sembari melirik dan tersenyum ke arah mitra tutur, penutur

sengaja menyindir mitra tutur yang sudah dewasa namun belum juga memiliki

teman dekat.

Tuturan D16: penutur berbicara sembari tersenyum dan menatap ke arah

MT2, penutur berbicara di hadapan orang banyak, penutur berusaha menyindir

MT2 yang diam saja dengan menggunakan frasa ‘sakit gigi’.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D10: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan

lunak pada dicarikan, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu arep.

Tuturan D16: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan

lunak pada frasa loro untu, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D10: Penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di ruang tamu

rumah penutur (Selasa, 4 Juni 2013, sekitar pukul 15.30 – 16.12 WIB). MT2

berjalan dari dalam menuju ruang tamu membawakan minuman. Kemudian

MT2 duduk di sebelah penutur. Tiba-tiba penutur melontarkan pertanyaan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 131: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

112

kepada MT2 dengan maksud menyindir, karena MT2 belum juga memiliki

teman dekat. Penutur laki-laki berusia 48 tahun, MT1 adalah tamu, dan MT2

perempuan semester 8, berusia 22 tahun. Penutur adalah bapak dari MT2.

Tujuan tuturan penutur adalah mengajak bercanda. Tindak verbal yang terjadi:

ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut: MT2 diam.

Tuturan D16: Percakapan yang terjadi antara penutur, MT1, dan MT2 di

sawah pada siang hari. (Senin, 10 Juni 2013, sekitar pukul 11.30 – 12.30 WIB).

MT1 memanggil MT2, MT 2 hanya menjawab dengan singkat sambil terus

melanjutkan pekerjaannya. MT1 kembali memanggil MT2, bahkan berulang-

ulang. Namun, MT2 hanya diam tanpa mempedulikan panggilan MT1, tiba-

tiba penutur melontarkan kata-kata kepada MT1 dengan maksud menyindir

MT2. Penutur, MT1, dan MT2 laki-laki. Penutur berusia 40 tahun, MT1

berusia 4 tahun, dan MT2 berusia 42 tahun. Penutur adalah kerabat dari MT2.

Tujuan dari tuturan penutur adalah menyindir MT2 yang tidak mengindahkan

panggilan MT1. Tindak verbal yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi: MT2

tersenyum.

5) Maksud Ketidaksantunan

Kedua tuturan di atas disampaikan dengan maksud mengajak bercanda mitra

tuturnya.

4.2.4.2 Subkategori Mengejek

Cuplikan tuturan 46

P : “Mak, satus ki nol’e piro??” (D4)

MT : “Piro yo? 10?”

(semua anggota keluarga tertawa)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 132: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

113

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur sedang berdiskusi untuk

menyelesaikan PR bersama beberapa anggota keluarga yang lain di

ruang keluarga. Penutur sengaja bertanya kepada mitra tutur, padahal

penutur sudah mengetahui keterbatasan mitra tutur, yakni tidak dapat

membaca. Mendengar pertanyaan tersebut, mitra tutur memberikan

jawaban sekenanya)

Cuplikan tuturan 51

MT 1 : “Kalau Mas ini putranya Bapak?

P : “Iya, itu yang masih belum laku mbak, soalnya

pengangguran.” (D9)

(Konteks tuturan: penutur sedang berbincang bersama MT 1 di ruang

tamu rumah penutur (Senin, 13 Mei 2013, sekitar pukul 12.10 – 12.35

WIB). MT2 berjalan dari dalam membawakan minuman untuk MT1. MT

1 bertanya kepada penutur perihal MT2. Tiba-tiba penutur melontarkan

jawaban bahwa MT2 seorang pengangguran sembari menunjuk MT2)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D4: “Mak, satus ki nol’e piro?” (Mak, seratus itu nol’nya

berapa?)

Tuturan D9: “Iya, itu yang masih belum laku mbak, soalnya pengangguran.”

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D4: penutur berbicara dengan lugas di depan anggota keluarga yang

lain, penutur sengaja melontarkan pertanyaan kepada orang yang memiliki

kelemahan baca tulis agar kebingungan, penutur berbicara kepada orang yang

lebih tua.

Tuturan D9: penutur berbicara dengan ketus sembari menunjuk ke arah mitra

tutur 2, penutur berbicara langsung di hadapan tamu yang datang, penutur juga

berbicara sembari tertawa.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 133: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

114

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D4: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan

lunak pada nol’e piro, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

Tuturan D9: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan

lunak pada pengangguran, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan kata tidak baku, yaitu soalnya.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D4: Penutur dan mitra tutur sedang berdiskusi untuk menyelesaikan

PR bersama beberapa anggota keluarga yang lain di ruang keluarga. Penutur

sengaja bertanya kepada mitra tutur, padahal penutur sudah mengetahui

keterbatasan mitra tutur, yakni tidak dapat membaca. Mendengar pertanyaan

tersebut, mitra tutur memberikan jawaban sekenanya, sehingga seluruh anggota

keluarga tertawa. Penutur laki-laki kelas 4 SD, berusia 12 tahun dan mitra tutur

perempuan berusia 42 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan dari

tuturan penutur adalah mengajak MT bergurau. Tindak verbal yang terjadi

yakni ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu

diam saja karena malu tidak dapat membantu mengerjakan PR, kemudian pergi

tidur.

Tuturan D9: Penutur sedang berbincang bersama MT1 di ruang tamu rumah

penutur (Senin, 13 Mei 2013, sekitar pukul 12.10–12.35 WIB). MT2 berjalan

dari dalam membawakan minuman untuk MT1. MT1 bertanya kepada penutur

perihal MT2. Tiba-tiba penutur melontarkan jawaban bahwa MT2 seorang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 134: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

115

pengangguran sembari menunjuk MT2. Penutur laki-laki berusia 50 tahun,

MT1 seorang tamu, dan MT2 laki-laki berusia 23 tahun. Penutur adalah bapak

dari MT2. Tujuan tuturan penutur adalah menyuruh MT2 untuk segera mencari

pekerjaan. Tindak verbal yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan

tersebut:MT2 hanya tersneyum malu kemudian kembali ke belakang.

5) Maksud Ketidaksantunan

Pada tuturan D4 penutur bermaksud mengajak bercanda mitra tuturnya,

sedangkan tuturan D9 disampaikan dengan maksud memberi informasi.

Pemberian informasi tersebut terkait kelemahan mitra tuturnya. Oleh karena

itu, tuturan penutur dipersepsi sebagai tuturan yang menghilangkan muka.

4.2.4.3 Subkategori Kesal

Cuplikan tuturan 47

MT : “Huuu.. kui film’e ngomong opo to? Mbok ngomong wae malah

jelas!”

P : “Salah’e raiso moco!!” (D5)

MT : “Ah yowis, turu wae.”

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika sedang menonton televisi

bersama. Acara yang dilihat saat itu adalah film berbahasa asing yang

tentu dilengkapi dengan terjemahan. Kondisi mitra tutur yang tidak

dapat membaca mengakibatkan ia kesulitan untuk memahami acara

televisi, mitra tutur bertanya kepada penutur namun penutur menjawab

pertanyaan mitra tutur dengan nada kesal)

Cuplikan tuturan 50

P : “Mbok nek ndue anak ki ora akeh-akeh. Mosok manak ping

6. Koyo pitik wae!” (D8)

MT : “Yo biar to, Pak. Banyak anak, banyak rejeki.”

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga

pada sore hari. Penutur berusaha menegur mitra tutur dengan kesal,

karena mitra tutur sudah mempunyai 6 anak. Jumlah yang terlalu banyak

menurut penutur)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 135: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

116

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D5: “Salah’e raiso moco!!” (Salah sendiri tidak dapat membaca)

Tuturan D8: “Mbok nek ndue anak ki ora akeh-akeh. Mosok manak ping 6.

Koyo pitik wae!” (Kalau punya anak itu jangan banyak-banyak. Punya anak

kok 6 kali. Seperti ayam saja!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D5: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan ketus,

penutur sengaja tidak menjawab pertanyaan mitra tutur padahal penutur sudah

mengetahui bahwa mitra tutur kesulitan membaca, penutur juga berbicara di

hadapan anggota keluarga lain.

Tuturan D8: penutur berbicara kepada mitra tutur dengan ketus, penutur

melontarkan kata-kata yang seolah-olah menyetarakan sifat manusia dengan

binatang, penutur berbicara tanpa memahami suasana hati mitra tutur, penutur

juga berbicara di hadapan anggota keluarga yang lain.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D5: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada kata salahe, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

Tuturan D8: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada frasa koyo pitik wae, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis

yang terdapat dalam tuturan: mbok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 136: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

117

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D5: Tuturan terjadi ketika sedang menonton televisi malam hari.

Acara yang dilihat saat itu adalah film berbahasa asing yang tentu dilengkapi

dengan terjemahan. Kondisi mitra tutur yang tidak dapat membaca

mengakibatkan ia kesulitan memahami acara televisi, mitra tutur bertanya

kepada penutur. Namun, penutur menjawab pertanyaan mitra tutur dengan

nada kesal. Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur kelas XII SMK,

berusia 19 tahun dan mitra tutur berusia 42 tahun. Penutur adalah anak dari

mitra tutur. Tujuan tuturan penutur adalah mengungkapkan kekesalannya.

Tindak verbal yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut:

MT kesal dan pergi tidur.

Tuturan D8: Penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga pada sore hari.

Penutur berusaha menegur mitra tutur dengan kesal, karena mitra tutur sudah

mempunyai 6 anak. Jumlah yang terlalu banyak menurut penutur. Penutur laki-

laki berusia 75 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 45 tahun. Penutur

adalah bapak dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan penutur adalah menyadarkan

MT untuk tidak menambah jumlah anak lagi. Tindak verbal yang terjadi:

ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut: MT tersenyum malu

kemudian memberikan jawaban untuk membela diri.

5) Maksud Ketidaksantunan

Kedua tuturan tersebut memiliki maksud yang berbeda. Tuturan D5

disampaikan dengan maksud mengungkapkan kekesalan penutur akibat

ketidakmampuan mitra tuturnya dalam hal membaca, sedangkan tuturan D8

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 137: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

118

disampaikan dengan maksud memrotes mitra tuturnya karena memiliki anak

dengan jumlah banyak.

4.2.4.4 Subkategori Menegaskan

Cuplikan tuturan 54

P : “Nek sing niki gembeng.” (D12)

MT1 : “Wajar, Bu. Namanya juga anak-anak.”

(Konteks tuturan: penutur sedang berbincang dengan MT1 di ruang tamu

rumah penutur (Rabu, 1 Mei 2013, sekitar pukul 14.27–15.06 WIB).

Terdapat pula MT 2 di tempat tersebut. Penutur menceritakan kebiasaan

MT 2 kepada MT 1. Penutur menggunakan kata ‘gembeng’ yang artinya

orang yang mudah menangis)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D12: “Nek sing niki gembeng.”(Kalau yang ini mudah menangis).

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D12: penutur berbicara dengan lugas tanpa memperhatikan perasaan

mitra tutur, penutur berbicara di hadapan tamu yang datang, penutur berbicara

sembari melirik ke arah mitra tutur, penutur juga dengan sengaja menceritakan

kelemahan mitra tutur di hadapan orang lain.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan D12: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan

lunak pada kata gembeng, nada rendah, dan pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan D12: Penutur sedang berbincang dengan MT1 di ruang tamu rumah

penutur (Rabu, 1 Mei 2013, sekitar pukul 14.27–15.06 WIB). Terdapat pula

MT2 di tempat tersebut. Penutur menceritakan kebiasaan MT2 kepada M1.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 138: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

119

Penutur menggunakan kata ‘gembeng’ yang artinya orang yang mudah

menangis. Penutur, MT1, dan MT2 perempuan. Penutur berusia 53 tahun, MT1

adalah tamu, dan MT2 berusia 4 tahun. Penutur adalah nenek dari MT2.

Tujuan tuturan penutur ialah menceritakan sikap MT2. Tindak verbal yang

terjadi: representatif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut: MT2 menunduk

sambil terus ‘menggelendot’ manja di samping penutur.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan D12 disampaikan dengan maksud menakut-nakuti mitra tuturnya yang

mudah menangis, dengan harapan mitra tuturnya jera.

4.2.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

Berikut ini delapan tuturan yang termasuk dalam kategori ketidaksantunan

menimbulkan konflik dan dipaparkan berdasarkan subkategori

ketidaksantunan.

4.2.5.1 Subkategori Marah

Cuplikan tuturan 65

P : “Woo monyet!!” (E7)

MT : “Lambemu!”

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berada di teras rumah pada

sore hari. Secara tidak sengaja, mitra tutur memakai sandal penutur

tanpa ijin terlebih dahulu. Penutur sangat tidak berkenan mengetahui

hal tersebut, sehingga melontarkan umpatan kepada mitra tutur)

Cuplikan tuturan 67

MT : “Udah Shalat belum?”

P : “Iso meneng ora? Aku wis dong!” (E9)

(Konteks tuturan: penutur berusaha memperingatkan mitra tutur untuk

Shalat, namun penutur tidak mengindahkan peringatan dari mitra tutur,

bahkan melontarkan jawaban dengan kata-kata tidak santun)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 139: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

120

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E7: “Woo monyet!!”

Tuturan E9: “Iso meneng ora? Aku wis dong!” (Dapat diam tidak? Aku

sudah mengerti!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E7: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan keras dan

berteriak sembari berdiri, penutur melontarkan umpatan sembari menatap mitra

tutur dengan mata terbelalak.

Tuturan E9: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan ketus

sembari berdiri, perkataan penutur mengakibatkan mitra tutur marah dan

membanting pintu.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E7: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada kata monyet, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa populer, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: woo.

Tuturan E9: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi tanya, tekanan

keras pada frasa wis dong, nada tinggi, dan pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E7: Penutur dan mitra tutur berada di teras rumah pada sore hari.

Secara tidak sengaja, mitra tutur memakai sandal penutur tanpa ijin terlebih

dahulu. Penutur sangat tidak berkenan mengetahui hal tersebut. Penutur

kemudian melontarkan umpatan kepada mitra tutur. Penutur laki-laki kelas 4

SD, berusia 12 tahun dan mitra tutur perempuan kelas XII SMK, berusia 19

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 140: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

121

tahun. Penutur adalah adik dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan tersebut adalah

penutur mengungkapkan amarahnya. Tindak verbal yang terjadi ialah

ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut: MT melontarkan kata-kata

umpatan kepada penutur.

Tuturan E9: Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur untuk Shalat,

namun penutur tidak mengindahkan peringatan dari mitra tutur, bahkan

melontarkan jawaban dengan kata-kata tidak santun. Penutur laki-laki kelas VII

SMP, berusia 13 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 40 tahun. Penutur

adalah anak dari mitra tutur. Tujuan dari tuturan tersebut ialah mengungkapkan

amarahnya karena penutur tidak suka diatur-atur. Tindak verbal yang terjadi

yakni ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah MT marah dan

membanting pintu kamar penutur.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan E7 disampaikan dengan maksud marah karena tingkah laku mitra tutur

yang mengakibatkan penutur tidak berkenan. Selanjutnya, tuturan E9 yang

disampaikan dengan maksud kesal karena penutur merasa sering diatur oleh

mitra tuturnya.

4.2.5.2 Subkategori Kesal

Cuplikan tuturan 61

MT : “Pakai celana kok ngetat semua to?”

P : “Sak karepku to mak, wong sing nganggo aku kok!!” (E3) MT : (meninggalkan penutur dengan raut wajah sinis)

(Konteks tuturan: mitra tutur menghampiri penutur yang hendak

bepergian dan bertanya kepadanya. Menurut mitra tutur, celana yang

dikenakan terlalu ketat. Penutur kurang senang dengan pertanyaan mitra

tutur yang dinilai terlalu mengatur cara berpakaian penutur, sehingga

penutur memberikan jawaban dengan kesal)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 141: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

122

Cuplikan tuturan 68

MT 2 : “Dik, bebek’e dipakani yoo!!”

MT1 : (tidak menjawab, justru berbalik menyuruh penutur)

P : “Wooo opo-opo aku. Opo-opo aku!!” (E10)

MT 1 : “Salahe dituku!”

(Konteks tuturan: percakapan sore hari di teras rumah. MT 2 menyuruh

MT 1 untuk memberi makan bebek peliharaan. Namun, MT 1 justru

menyuruh penutur yang empunya bebek tersebut. Penutur kesal karena

selalu disuruh untuk mengerjakan sesuatu. MT 1 yang juga merasa kesal

kemudian menanggapi perkataan penutur)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E3: “Sak karepku to mak, wong sing nganggo aku kok!!” (Terserah

saya dong Mak, yang pakai kan saya!!)

Tuturan E10: “Woo opo-opo aku. Opo-opo aku!!”(Apa-apa saya, apa-apa

saya!!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E3: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan ketus dan

keras, penutur juga berbicara sembari berjalan meninggalkan mitra tutur.

Tuturan E10: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan keras

tanpa melihat ke arah mitra tutur, penutur berbicara sembari berjalan hendak

meninggalkan mitra tutur, penutur juga sengaja melontarkan kata-kata

sekenanya.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E3: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada sak karepku to Mak, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis

yang terdapat dalam tuturan: kok dan to.

Tuturan E10: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada kata fatis woo, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 142: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

123

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis yang

terdapat dalam tuturan: woo.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E3: Mitra tutur menghampiri penutur yang hendak bepergian dan

bertanya kepadanya. Menurut mitra tutur, celana yang dikenakan terlalu ketat.

Penutur kurang senang dengan pertanyaan mitra tutur yang dinilai terlalu

mengatur cara berpakaian penutur, sehingga penutur memberikan jawaban

dengan kesal. Tuturan terjadi dalam suasana serius. Penutur laki-laki berusia 24

tahun dan mitra tutur perempuan berusia 46 tahun. Penutur adalah anak dari

mitra tutur. Tujuan dari tuturan penutur ialah mengungkapkan amarahnya.

Tindak verbal yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut:

MT meninggalkan penutur sinis.

Tuturan E10: Percakapan sore hari di teras rumah. MT2 menyuruh MT1

untuk memberi makan bebek peliharaan. Namun, MT1 justru menyuruh

penutur yang empunya bebek tersebut. Penutur kesal karena selalu disuruh

untuk mengerjakan sesuatu. MT1 yang juga merasa kesal kemudian

menanggapi perkataan penutur. Penutur laki-laki kelas 4 SD, berusia 12 tahun,

MT1 perempuan kelas XII SMK ,berusia 19 tahun, dan MT2 perempuan

berusia 42 tahun. Penutur adalah adik dari MT1, dan MT2 adalah ibu dari

penutur juga MT1. Tujuan penutur adalah menolak perintah MT1. Tindak

verbal yang terjadi yaitu ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut

adalah MT1 menanggapi perkataan penutur dengan kesal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 143: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

124

5) Maksud Ketidaksantunan

Pada tuturan E3 penutur bermaksud mengungkapkan kekesalanya karena mitra

tutur terlalu banyak mengatur cara berpakaian penutur. Lain halnya dengan

maksud protes yang terdapat pada tuturan E10. Penutur bermaksud memrotes

mitra tuturnya yang terlalu sering memerintah dirinya

4.2.5.3 Subkategori Menyepelekan

Cuplikan tuturan 62

MT : “Seko ngendi koe mau?”

P : “Biasa anak muda.” (E4)

MT : (pergi meninggalkan penutur dan membanting pintu).

(Konteks tuturan: penutur tiba di rumah dari bepergian sore hari. Mitra

tutur menyapa penutur di ruang tamu sembari melontarkan pertanyaan

dari mana penutur pergi. Penutur merasa tidak nyaman ketika mitra

tutur bertanya perihal kepergiannya, sehingga penutur hanya menjawab

sekenanya dan terkesan menyepelekan)

Cuplikan tuturan 64

MT : “Ayo ngewangi aku neng sawah!”

P : “Halah mangke bu, neng sawah terus koyo dibayar wae.”

(E6)

MT : “Bocah ora ngerti kahanan. Koe iso urip tekan dino iki yo mergo

seko hasil sawah kui.”

(Konteks tuturan: mitra tutur sedang bersiap-siap di teras rumah hendak

pergi ke sawah pada siang hari. Mitra tutur menyuruh penutur untuk

membantu pekerjaan di sawah. Penutur enggan melaksanakan perintah

dari mitra tutur dan hanya memberi jawaban sembrono)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E4: “Biasa anak muda.”

Tuturan E6: “Halah mangke Bu, neng sawah terus koyo dibayar wae.” (Halah

nanti Bu, di sawah terus seperti dibayar saja).

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 144: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

125

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E4: penutur berbicara kepada orang yang lebih tua dengan sembrono,

penutur tidak memberi tahu mitra tutur dari mana ia pergi, penutur menanggapi

pertanyaan mitra tutur sembari berjalan.

Tuturan E6: penutur menanggapi ajakan mitra tutur dengan datar tanpa ada

rasa tanggung jawab, penutur berbicara kepada orang yang lebih tua, penutur

tidak mengindahkan ajakan mitra tutur.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E4: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan

lunak pada frasa anak muda, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa populer.

Tuturan E6: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi berita, tekanan

keras pada frasa halah, nada sedang, dan pilihan kata yang digunakan adalah

bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E4: Penutur tiba di rumah dari bepergian sore hari. Mitra tutur

menyapa penutur di ruang tamu sembari melontarkan pertanyaan dari mana

penutur pergi. Penutur merasa tidak nyaman ketika mitra tutur bertanya perihal

kepergiannya, sehingga penutur hanya menjawab sekenanya dan terkesan

menyepelekan. Penutur perempuan, kelas XII SMK berusia 19 tahun dan mitra

tutur perempuan berusia 42 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tujuan

dari tuturan penutur ialah berusaha merahasiakan sesuatu. Tindak verbal yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 145: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

126

terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah MT marah dan

membanting pintu.

Tuturan E6: Mitra tutur sedang bersiap-siap di teras rumah hendak pergi ke

sawah pada siang hari. Mitra tutur menyuruh penutur untuk membantu

pekerjaan di sawah. Penutur enggan melaksanakan perintah dari mitra tutur dan

hanya memberi jawaban sembrono. Penutur laki-laki, berusia 28 tahun dan

mitra tutur perempuan, berusia 53 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan dari tuturan tersebut ialah penutur enggan melaksanakan tugas dari MT.

Tindak verbal yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut

adalah MT menjawab perkataan penutur dengan kesal kemudian pergi

meninggalkan penutur.

5) Maksud Ketidaksantunan

Dalam subkategori menyepelekan terdapat dua maksud ketidaksantunan.

Maksud yang pertama adalah maksud merahasiakan sesuatu dan terdapat pada

tuturan E4. Penutur merasa tidak nyaman dengan pertanyaan mitra tutur,

sehingga berusaha merahasiakan kepergian penutur. Berbeda dengan tuturan

E6 yang disampaikan dengan maksud menolak. Penutur bermaksud menolak

ajakan mitra tuturnya untuk pergi ke sawah.

4.2.5.4 Subkategori Menyindir

Cuplikan tuturan 59

MT : (mitra tutur mengambil makanan, namun kurang berhati-hati

sehingga mneimbulkan kegaduhan)

P : “Mbok dibanting sisan! Mbok dibaleni!” (E1)

MT : (mitra tutur kesal dan justru dengan sengaja membuat gaduh

ruang makan)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 146: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

127

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur sedang makan siang di ruang

makan. Mitra tutur secara tidak sengaja mengambil piring dengan tidak

hati-hati, sehingga menimbulkan suara gaduh. Penutur menanggapi

tingkah laku mitra tutur dengan melontarkan kata-kata sindiran)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E1: “Mbok dibanting sisan! Mbok dibaleni!” (Dibanting sekalian,

diulang lagi!)

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E1: penutur berbicara dengan ketus dan sengaja melontarkan kata-

kata sindiran kepada mitra tutur, penutur berbicara sembari melirik sinis ke

arah mitra tutur, penutur sengaja menyindir mitra tutur dengan tujuan agar

lebih berhati-hati ketika mengambil sesuatu.

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E1: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi perintah,

tekanan keras pada kata sisan, nada sedang, pilihan kata yang digunakan

adalah bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa, dan kata fatis

yang terdapat dalam tuturan: mbok.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E1: Penutur dan mitra tutur sedang makan siang di ruang makan.

Mitra tutur secara tidak sengaja mengambil piring dengan tidak hati-hati,

sehingga menimbulkan suara gaduh. Penutur menanggapi tingkah laku mitra

tutur dengan melontarkan kata-kata sindiran. Penutur dan mitra tutur laki-laki.

Penutur mahasiswa semester 4, berusia 19 tahun dan mitra tutur kelas VIII

SMP, berusia 14 tahun. Penutur adalah kakak dari mitra tutur. Tujuan dari

tuturan penutur adalah menyuruh MT agar lebih berhati-hati. Tindak verbal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 147: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

128

yang terjadi yaitu ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah MT

kesal dan semakin membuat gaduh suasana.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan E1 disampaikan dengan maksud menyindir mitra tuturnya yang tidak

pernah berhati-hati dalam melakukan aktivitas, sehingga selalu menimbulkan

suara gaduh.

4.2.5.5 Subkategori Menolak

Cuplikan tuturan 63

MT : “Wisnu ambilkan kursi di depan itu!”

P : “Punya kaki sendiri kok!!” (E5)

MT : (mitra tutur menghampiri penutur kemudian menjewer telinga

penutur)

(Konteks tuturan: percakapan terjadi di ruang keluarga pada siang hari

(Rabu, 24 April 2013. Pukul 13.15 – 13. 45 WIB). Mitra tutur sedang

menerima tamu di ruang tamu, sedangkan penutur sedang menonton

televisi di ruang keluarga. Mitra tutur meminta bantuan kepada penutur

untuk mengambilkan kursi di depan rumah. Penutur enggan

melaksanakan perintah dari mitra tutur, bahkan menanggapi permintaan

mitra tutur dengan kata-kata yang tidak santun)

1) Wujud Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E5: “Punya kaki sendiri kok!!”

2) Wujud Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E5: penutur berbicara kepada orang tua dengan ketus, penutur

dengan sengaja memberikan jawaban yang tidak sopan, penutur berbicara

tanpa melihat ke arah mitra tutur, penutur tidak mengindahkan perintah mitra

tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 148: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

129

3) Penanda Ketidaksantunan Linguistik

Tuturan E5: intonasi yang digunakan penutur adalah intonasi seru, tekanan

keras pada kata sendiri kok, nada tinggi, pilihan kata yang digunakan adalah

kata populer, dan kata fatis yang terdapat dalam tuturan: kok.

4) Penanda Ketidaksantunan Pragmatik

Tuturan E5: Percakapan terjadi di ruang keluarga pada siang hari (Rabu, 24

April 2013. Pukul 13.15–13.45 WIB). Mitra tutur sedang menerima tamu di

ruang tamu, sedangkan penutur sedang menonton televisi di ruang keluarga.

Mitra tutur meminta bantuan kepada penutur untuk mengambilkan kursi di

depan rumah. Penutur enggan melaksanakan perintah dari mitra tutur, bahkan

menanggapi permintaan mitra tutur dengan kata-kata yang tidak santun.

Penutur laki-laki, siswa kelas 3 SD dan mitra tutur laki-laki berusia 43 tahun.

Penutur adalah anak dari MT. Tujuan dari tuturan penutur ialah menolak

perintah dari MT. Tindak verbal yang terjadi: komisif. Tindak perlokusi dari

tuturan tersebut: MT menjewer telinga penutur.

5) Maksud Ketidaksantunan

Tuturan E5 disampaikan dengan maksud menolak perintah dari mitra tuturnya.

4.3 Pembahasan

Data yang telah dianalisis kemudian dibahas lebih mendalam pada bagian

pembahasan ini. Pembahasan lebih lanjut dari setiap kategori ketidaksantunan

didasarkan pada tiga pokok rumusan masalah, yang meliputi wujud

ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 149: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

130

pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur. Berikut ini adalah pembahasan

mengenai ketidaksantunan linguistik dan pragmatik dalam keluarga petani.

4.3.1 Kategori Ketidaksantunan Melanggar Norma

Kategori ketidaksantunan yang pertama dikemukakan oleh Locher dan

Watts (2008). Kedua ahli tersebut berpandangan bahwa perilaku tidak santun

adalah perilaku yang secara normatif dianggap negatif (negative marked

behavior), karena melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat.

Locher dan Watts juga menjelaskan bahwa ketidaksantunan merupakan alat untuk

menegosiasikan hubungan antarsesama (a means to negotiate meaning). Pada

dasarnya, teori ketidaksantunan berbahasa menurut pandangan Locher dan Watts

menitikberatkan pada bentuk penggunaan tuturan yang secara normatif dianggap

menyimpang, karena dianggap melanggar norma yang berlaku pada masyarakat

(tertentu) atau melanggar aturan-aturan yang telah disepakati dalam keluarga.

Dalam kategori ketidaksantunan melanggar norma, terdapat empat subkategori

ketidaksantunan. Berdasarkan keempat subkategori tersebut, berikut adalah

pembahasan mengenai wujud dan penanda ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik serta maksud ketidaksantunan penutur.

4.3.1.1 Subkategori Menentang

Menentang dapat dipahami sebagai ungkapan ketidaksetujuan penutur

terhadap suatu hal. Wujud ketidaksantunan linguistik dalam subkategori

menentang terdapat pada tuturan A1 dan A5. Kedua tuturan tersebut termasuk

dalam subkategori menentang karena menyiratkan bentuk penentangan penutur

terhadap aturan yang disepakati dalam keluarga.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 150: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

131

Opo-opo kok koyo cah cilik to, mengko lak yo bali dewe!! (A1)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika mitra tutur berusaha menegur

penutur yang terlambat pulang. Sudah ada kesepakatan jika terlambat

harus memberi kabar terlebih dahulu melalui telepon. Namun, penutur

justru kesal dan berusaha menentang kesepakatan tersebut dengan

memberikan jawaban sekenanya kepada mitra tutur)

Iyo Pak, sekalian subuh. (A5)

(Konteks tuturan: penutur hendak bepergian bersama teman-temannya pada

sore hari, mitra tutur berpesan kepada penutur agar tidak pulang larut

malam, sesuai dengan kesepakatan yang sudah ditetapkan dalam keluarga.

Namun, penutur justru menjawab sekenanya dan terkesan sembrono,

sehingga memunculkan kekesalan mitra tutur)

Lebih lanjut lagi dalam wujud ketidaksantunan pragmatik yang berkaitan

dengan cara penutur ketika menyampaikan tuturannya. Pada kedua tuturan di atas,

penutur dengan sadar berusaha melanggar kesepakatan yang telah ditetapkan

dalam keluarga. Salah satu pelanggaran tersebut diungkapkan dengan cara

menentang. Kedua tuturan di atas menunjukkan bahwa penutur tidak

mengindahkan teguran dan pesan dari mitra tutur, hal ini dapat dilihat dari cara

penutur menanggapi mitra tutur, misalnya dengan berbicara ketus dan sembrono

tanpa rasa bersalah. Hal-hal tersebut menunjukkan rendahnya kadar kesantunan

dari tuturan penutur. Selain tuturannya yang tidak santun, penutur juga

memperlihatkan tindakan yang kurang sopan, seperti berbicara sembari tersenyum

atau justru sama sekali tidak melihat ke arah mitra tutur. Tuturan yang

disampaikan oleh penutur ditujukan kepada orang yang lebih tua, sehingga

mengakibatkan tuturan tersebut semakin tidak santun.

Penanda ketidaksantunan linguistik dalam tuturan dapat dilihat

berdasarkan intonasi, tekanan, nada, pilihan kata (diksi), dan kata fatis. Hal

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 151: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

132

tersebut sejalan dengan penjelasan Pranowo (2009:76) bahwa aspek penentu

kesantunan dalam bahasa verbal lisan, antara lain aspek intonasi, aspek nada

bicara, faktor pilihan kata, dan faktor struktur kalimat. Salah satu unsur

suprasegmental yang dikaji adalah intonasi. Muslich (2008:115-116)

mengemukakan bahwa intonasi dalam bahasa Indonesia sangat berperan dalam

pembedaan maksud kalimat. Intonasi pada tuturan A1 berbeda dengan intonasi

pada tuturan A5. Tuturan A1 disampaikan dengan intonasi seru ketika penutur

berusaha menentang teguran dari mitra tutur. Meskipun sama-sama menentang,

pada kenyataannya tuturan A5 disampaikan dengan intonasi berita yang memiliki

pola intonasi datar-turun. Tuturan A5 menunjukkan adanya pemberitahuan

kepada mitra tuturnya. Adanya perbedaan intonasi dalam kedua tuturan tersebut

menunjukkan bahwa intonasi sangat berperan dalam pembedaan maksud kalimat.

Aspek selanjutnya yang akan dibahas adalah tekanan. Tekanan dalam

tuturan bahasa Indonesia berfungsi membedakan maksud dalam tataran kalimat

(sintaksis), tetapi tidak berfungsi membedakan makna dalam tataran kata (leksis)

(Muslich, 2009:113). Pada tuturan A1 penutur berbicara dengan tekanan keras.

Berbeda dengan tuturan A5 yang disampaikan dengan tekanan lunak. Penutur

hanya memberikan tekanan pada bagian yang dianggap penting saja. Hal tersebut

sejalan dengan penjelasan Muslich (2009:113) bahwa dalam tataran kalimat tidak

semua kata mendapat tekanan yang sama. Hanya kata-kata yang dipentingkan atau

dianggap penting saja yang mendapat tekanan (aksen). Tuturan A1 mendapat

tekanan pada pengucapan frasa bali dewe, sedangkan tuturan A5 ditekankan pada

bagian sekalian subuh. Tekanan dalam sebuah tuturan juga memudahkan maksud

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 152: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

133

dapat sampai kepada mitra tuturnya. Namun, kenyataannya kedua bagian yang

ditekankan dari tuturan-tuturan tersebut justru berpotensi menyinggung mitra

tuturnya.

Lebih lanjut lagi mengenai nada tutur. Nada menyangkut tinggi

rendahnya bunyi. Tuturan A1 dituturkan oleh penutur dengan nada tinggi sebagai

ungkapan kekesalannya terhadap teguran mitra tutur, sedangkan tuturan A5

disampaikan oleh penutur dengan nada sedang. Meskipun disampaikan dengan

nada sedang, tuturan tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang tidak santun karena

terdengar menyepelekan mitra tuturnya. Terlebih ketika tuturan tersebut ditujukan

kepada orang yang lebih tua. Dalam kebudayaan Jawa, orang yang lebih muda

diharuskan menjaga sopan santun ketika berbicara dengan orang yang lebih tua.

Sopan santun tersebut dapat ditunjukkan melalui tuturan yang halus dan sikap

yang dianggap santun.

Selain unsur suprasegmental, penanda ketidaksantunan linguistik dapat

dilihat berdasarkan unsur segmentalnya, yaitu pilihan kata (diksi) dan kata fatis.

Gorys Keraf (1987) memaparkan bahwa diksi atau pilihan kata adalah

kemampuan membedakan secara tepat kata-kata yang dipakai untuk

menyampaikan suatu gagasan, bagaimana mengelompokkan kata-kata yang tepat,

dan gaya mana yang paling baik digunakan dalam suatu situasi. Penggunaan

bahasa yang ditemukan pada kedua tuturan tidak santun tersebut adalah bahasa

nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa dan istilah bahasa Jawa.

Bahasa nonstandar adalah bahasa dari mereka yang tidak memperoleh

kedudukan atau pendidikan yang tinggi. Kadang-kadang unsur nonstandar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 153: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

134

dipergunakan juga oleh kaum terpelajar dalam bersenda-gurau, berhumor, atau

untuk menyatakan ciri-ciri kedaerahan (Keraf, 1984:104-105). Tuturan A1

termasuk dalam bahasa nonstandar yang menggunakan bahasa Jawa karena semua

kata-kata dalam tuturan tersebut menggunakan bahasa Jawa, sedangkan tuturan

A5 merupakan bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa

karena terjadi pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi kata dalam bahasa Jawa,

yaitu iyo yang berarti iya. Penggunaan diksi pada kedua tuturan tersebut

dipersepsi sebagai bentuk ketidaksantunan, karena penggunaan bahasa Jawa oleh

penutur terdengar kurang halus, terlebih ketika disampaikan kepada orang yang

lebih tua. Selain itu, penutur nampaknya kurang memperhatikan pilihan kata.

Misalnya, penggunaan kata-kata mengko lak yo bali dewe dan sekalian subuh

dapat menimbulkan ketidaknyamanan bagi mitra tutur. Kedua tuturan itu dapat

saja disampaikan dengan lebih halus menggunakan pilihan kata yang sesuai.

Berbicara mengenai kata fatis, Kridalaksana (1986:113)

mengelompokkan partikel di dalam kategori fatis. Kategori fatis adalah kategori

yang bertugas melulai, mempertahankan, atau mengkukuhkan pembicaraan antara

pembicara dan kawan bicara. Sebagian besar kategori fatis merupakan ciri ragam

lisan. Ragam lisan pada umumnya merupakan ragam nonstandar, maka

kebanyakan kategori fatis terdapat dalam kalimat-kalimat nonstandar yang banyak

mengandung unsur-unsur daerah. Sejalan dengan pengertian tersebut, ditemukan

penggunaan kata fatis kok dalam tuturan A1. Penggunaan kata fatis kok dalam

tuturan tersebut menekankan alasan dan pengingkaran dari penutur terhadap mitra

tutur. Dalam kategori melanggar norma, pengingkaran itu berkaitan dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 154: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

135

pelanggaran terhadap aturan yang telah disepakati dalam keluarga. Selanjutnya

adalah kata fatis yang mengandung unsur daerah yaitu to, yang juga terdapat pada

tuturan A1.

Selanjutnya, mengenai penanda ketidaksantunan pragmatik yang dilihat

berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Leech (1983) dalam

Wijana (1996:10-13) mengemukakan lima aspek yang senantiasa harus

dipertimbangkan dalam rangka studi pragmatik. Kelima aspek tersebut terdiri dari

penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk

tindakan atau aktivitas, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Ditinjau dari

aspek penutur dan lawan tutur, pada tuturan A1 penutur laki-laki berusia 24 tahun

dan mitra tutur perempuan berusia 46 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Lain halnya pada tuturan A5, penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur berusia 19

tahun, mahasiswa semester 4 dan mitra tutur berusia 47 tahun. Penutur adalah

anak dari mitra tutur.

Aspek berikutnya adalah konteks. Konteks dapat diartikan sebagai semua

latar belakang pengetahuan (background knowledge) yang diasumsikan sama-

sama dimiliki dan dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur, serta yang

mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu

di dalam keseluruhan proses bertutur (Rahardi, 2003:20). Konteks dalam tuturan

A1 terjadi ketika mitra tutur berusaha menegur penutur yang terlambat pulang.

Padahal sudah ada kesepakatan jika terlambat harus memberi kabar terlebih

dahulu melalui telepon. Namun, ketika mitra tutur memberi teguran, penutur

justru kesal dan berusaha menentang kesepakatan tersebut dengan memberikan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 155: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

136

jawaban kepada mitra tutur. Begitu juga dengan tuturan A5 yang terjadi ketika

penutur hendak bepergian bersama teman-temannya, mitra tutur berpesan kepada

penutur agar tidak pulang larut malam, sesuai dengan kesepakatan yang sudah

ditetapkan dalam keluarga. Namun, penutur justru menjawab sekenanya dan

terkesan sembrono, sehingga memunculkan kekesalan mitra tutur.

Tujuan penutur dalam tuturan A1 yaitu mengungkapkan kekesalannya

terhadap teguran mitra tutur. Tuturan tersebut terjadi di ruang keluarga pada sore

hari. Berbeda dengan tuturan A5, penutur bertujuan menentang pesan dari mitra

tuturnya. Tuturan terjadi di ruang tamu pada sore hari. Tindak verbal pada kedua

tuturan tersebut adalah tindak verbal komisif, yang dipahami sebagai jenis tindak

tutur untuk mengikatkan diri penutur terhadap tindakan-tindakan di masa yang

akan datang, berupa janji, ancaman, penolakan, dan ikrar. Lebih lanjut lagi dalam

tindak perlokusi. Tindak perlokusi adalah tindak menumbuhkan pengaruh (effect)

kepada diri sang mitra tutur (Rahardi, 2003:72). Pada tuturan A1 tindak perlokusi

yang terjadi adalah mitra tutur diam saja kemudian meninggalkan penutur,

sedangkan tuturan A5 mengakibatkan mitra tuturnya merasa disepelekan.

Aspek penutur dan lawan tutur pada kedua tuturan di atas menunjukkan

bahwa penutur cenderung berusia lebih muda daripada mitra tutur. Dalam

kebudayaan Jawa, orang yang lebih muda seharusnya menjaga sopan santun,

terlebih ketika berbicara dengan orang yang lebih tua. Namun, kenyataannya

kedua penutur tadi cenderung tidak santun dalam bertutur kata. Penutur dan mitra

tutur terikat dalam hubungan kekeluargaan yang cenderung mendorong adanya

kedekatan tertentu antara penutur dan mitra tuturnya. Kedekatan inilah yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 156: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

137

terkadang justru menimbulkan terciptanya komunikasi yang kurang santun di

antara keduanya.

Santun atau tidaknya sebuah tuturan juga dapat dilihat berdasarkan

konteks. Kedua penutur dalam konteks tadi berusaha menentang peraturan yang

telah disepakati dalam keluarga. Hal itu dibuktikan dengan tindak verbal yang

terjadi yaitu tindak verbal komisif. Tuturan penutur dianggap tidak santun karena

mengakibatkan mitra tuturnya merasa disepelekan sehingga pergi meninggalkan

penutur begitu saja.

Setiap tuturan tidak santun mengandung maksud tertentu yang ingin

disampaikan kepada mitra tuturnya. Maksud dalam tuturan adalah milik penutur.

Maksud ini berkenaan dengan tujuan dari penutur ketika mengutarakan tuturan

tidak santunnya kepada mitra tutur. Hal inilah yang dapat dipahami sebagai

maksud ketidaksantunan. Meskipun termasuk dalam subkategori menentang, pada

kenyataannya tuturan A1 menyiratkan maksud kekesalan penutur terhadap mitra

tutur yang telah menegurnya ketika terlambat pulang ke rumah. Begitu juga

dengan tuturan A5, ketika mitra tutur memberi pesan agar tidak pulang karut

malam, tanggapan dari penutur memang terkesan sembrono dan menyepelekan,

namun maksud di balik tuturan penutur sebenarnya hanyalah mengajak bercanda

mitra tuturnya.

4.3.1.2 Subkategori Menolak

Menolak dapat dipahami sebagai ungkapan ketidaksetujuan penutur

terhadap saran, nasihat, perintah, maupun pesan dari mitra tutur. Berikut adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 157: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

138

wujud ketidaksantunan linguistik dalam subkategori menolak, yang terdapat pada

tuturan A2 dan A6.

Emoohh, Pak! (A2)

(Konteks tuturan: penutur pulang dari bermain dan masih menggunakan

seragam sekolah. Mitra tutur menegur penutur agar saat pulang sekolah

terlebih dahulu berganti pakaian kemudian berpamitan sesuai dengan

aturan yang disepakati dalam keluarga. Namun, penutur berusaha menolak

teguran mitra tutur dengan jawaban sekenanya)

Ah, wong neng sekolah wis sinau kok! (A6)

(Konteks tuturan: mitra tutur berusaha memperingatkan penutur untuk

belajar, karena sudah disepakati adanya jam belajar pada keluarga

tersebut. Namun, penutur justru menjawab sekenanya dan terkesan acuh,

bahkan kembali sibuk dengan laptopnya)

Setelah mencermati wujud ketidaksantunan linguistik pada kedua tuturan

tersebut, lebih lanjut lagi pembahasan mengenai wujud ketidaksantunan

pragmatik yang berkaitan dengan cara penutur ketika menyampaikan tuturan lisan

tidak santun tersebut. Penutur pada kedua tuturan di atas dengan sadar berusaha

melanggar kesepakatan yang telah disepakati dalam keluarga. Pelanggaran itu

diperlihatkan dengan cara menolak teguran dan peringatan dari mitra tutur.

Penolakan yang terjadi pada tuturan A2 berkaitan dengan aturan-aturan ketika

pulang dari sekolah, sedangkan penolakan pada tuturan A6 berkaitan dengan

adanya jam belajar pada malam hari. Penutur pada kedua tuturan tersebut

berbicara kepada orang yang lebih tua tanpa melihat ke arah mitra tutur. Bahkan

terkesan acuh tak acuh. Hal tersebut sudah tentu semakin menunjukkan rendahnya

kadar kesantunan dari tuturan tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 158: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

139

Berbicara mengenai penanda ketidaksantunan, dapat dibedakan dari segi

linguistik dan pragmatik. Penanda ketidaksantunan linguistik dilihat dari unsur

suprasegmental dan unsur segmental dalam setiap tuturan. Salah satu unsur

suprasegmental adalah intonasi. Tuturan A2 dan A6 memiliki intonasi yang sama,

yaitu intonasi seru. Meskipun kedua tuturan tersebut sama-sama berintonasi seru,

tuturan A2 terdengar lebih lunak daripada tuturan A6 yang cenderung terdengar

keras. Tuturan yang disampaikan dengan intonasi seru dan cenderung terdengar

keras dipersepsi sebagai bentuk ketidaksantunan, terlebih ketika mitra tutur yang

diajak berbicara hanya berada pada jarak dekat.

Unsur suprasegmental yang akan dibahas selanjutnya adalah tekanan.

Penutur hanya memberikan tekanan pada bagian yang dianggap penting saja.

Kata emoohh lebih ditekankan dengan lunak oleh penutur pada tuturan A2,

sedangkan kata fatis ah mendapat tekanan keras pada tuturan A6. Beberapa

bagian yang ditekankan pada kedua tuturan tersebut merupakan bagian tuturan

yang dipentingkan penutur ketika mengungkapkan sebuah penolakan.

Lebih lanjut lagi mengenai nada tutur. Nada adalah naik turunnya ujaran

yang menggambarkan suasana hati penutur ketika sedang bertutur (Pranowo,

2009:77). Tuturan A2 dan A6 sebagai bentuk penolakan dituturkan dengan nada

sedang. Meskipun disampaikan dengan nada sedang, kedua tuturan tersebut

dipersepsi sebagai tuturan yang tidak santun karena terdengar menyepelekan mitra

tuturnya.

Selanjutnya, mengenai unsur segmental yaitu diksi (pilihan kata) dan

kata fatis. Pilihan kata yang digunakan pada tuturan A2 dan A6 adalah bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 159: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

140

nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa. Namun, penggunaan bahasa Jawa

pada kedua tuturan tersebut kurang sesuai dengan situasi yang dihadapi, karena

bahasa Jawa yang digunakan terdengar kurang halus jika disampaikan kepada

orang yang lebih tua.

Unsur segmental berikutnya yaitu kata fatis. Kategori fatis adalah

kategori yang bertugas melulai, mempertahankan, atau mengkukuhkan

pembicaraan antara pembicara dan kawan bicara (Kridalaksana, 1986:113). Tidak

ditemukan penggunaan kata fatis pada tuturan A2, sebaliknya pada tuturan A6

terdapat penggunaan kata fatis yaitu ah, wong, dan kok. Kata fatis ah pada tuturan

tersebut digunakan untuk menekankan sebuah penolakan atau sikap acuh tak acuh

terhadap mitra tuturnya. Kemudian, kata fatis kok untuk menekankan alasan dan

pengingkaran dari penutur terhadap mitra tutur. Pengingkaran dalam tuturan A6

berkaitan dengan adanya jam belajar pada malam hari. Lain halnya dengan kata

fatis wong yang mengandung unsur daerah.

Penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks

yang melingkupi tuturan tersebut. Pada tuturan A2, penutur adalah perempuan

kelas VIII SMP, berusia 16 tahun dan mitra tutur laki-laki berusia 49 tahun.

Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tuturan terjadi ketika penutur pulang dari

bermain dan masih menggunakan seragam sekolah pada sore hari. Mitra tutur

menegur penutur agar saat pulang sekolah terlebih dahulu ganti pakaian kemudian

berpamitan sesuai dengan aturan yang disepakati dalam keluarga tersebut.

Namun, penutur berusaha menolak teguran mitra tutur dengan jawaban

sekenanya. Tuturan penutur dilandasi dengan tujuan menolak anjuran mitra tutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 160: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

141

untuk berpamitan terlebih dahulu sebelum bepergian. Tindak verbal yang terjadi

adalah tindak verbal komisif. Tuturan penutur mengakibatkan mitra tutur diam

saja.

Lain halnya dengan tuturan A6. Penutur laki-laki kelas VII SMP berusia

13 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 50 tahun. Penutur adalah cucu dari

mitra tutur. Tuturan terjadi ketika suasana santai. Mitra tutur berusaha

memperingatkan penutur untuk belajar, karena sudah disepakati adanya jam

belajar pada keluarga tersebut. Namun, penutur justru menjawab sekenanya dan

terkesan acuh, bahkan kembali sibuk dengan laptopnya. Tuturan penutur

menyiratkan tujuan berupa penolakan terhadap anjuran mitra tutur untuk belajar.

Tuturan terjadi di ruang keluarga pada malam hari. Tindak verbal yang terdapat

dalam tuturan adalah tindak verbal komisif, sedangkan tindak perlokusinya yaitu

kesalnya mitra tutur karena sikap penutur yang acuh, kemudian meninggalkan

penutur.

Dalam kebudayaan Jawa, orang yang lebih muda seharusnya menjaga

sopan santun, terlebih ketika berbicara dengan orang yang lebih tua. Namun,

kenyataannya kedua penutur yang berusia lebih muda daripada mitra tuturnya

cenderung tidak santun dalam bertutur kata. Santun atau tidaknya sebuah tuturan

juga dapat dilihat berdasarkan konteks. Kedua penutur dalam konteks tadi

berusaha menolak peraturan yang telah disepakati dalam keluarga. Hal itu

dibuktikan dengan tindak verbal dalam tuturan yaitu tindak verbal komisif.

Tuturan penutur dipersepsi sebagai tuturan yang tidak santun karena melanggar

norma dalam keluarga dan mengakibatkan mitra tuturnya merasa kesal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 161: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

142

Lebih lanjut lagi pembahasan mengenai maksud ketidaksantunan

penutur. Tuturan A2 dan A6 menyiratkan maksud yang sama, yaitu penolakan

terhadap anjuran dari mitra tuturnya. Penolakan itu terkait aturan yang telah

disepakati dalam keluarga.

4.3.1.3 Subkategori Kesal

Kesal diartikan sebagai ungkapan ketidaksenangan, kekecewaan, atau

kekesalan penutur terhadap suatu hal yang berkaitan dengan mitra tutur. Tuturan

A3 merupakan wujud ketidaksantunan linguistik dalam subakategori ini.

Mau kan aku wis ngomong, kok diarani dolan, kan wis ijin!! (A3)

(Konteks tuturan: penutur pulang dari bepergian pada sore hari, mitra tutur

menghampiri dan bertanya kepada penutur dengan nada sedikit mencurigai

tentang kepergian penutur tanpa seijin mitra tutur. Penutur kesal karena

dicurigai, kemudian menjawab pertanyaan mitra tutur dengan ketus)

Wujud ketidaksantunan pragmatik pada tuturan tersebut dilihat dari cara

penutur menyampaikan tuturannya. Pada tuturan A3, penutur berbicara dengan

keras kepada orang yang lebih tua sebagai upaya pelanggaran terhadap aturan

yang telah disepakai keluarga. Hal itu menunjukkan kadar kesantunan dari tuturan

penutur masih sangat rendah. Terlebih, ketika penutur juga menunjukkan sikap

yang kurang santun, seperti menatap mitra tutur dengan mata terbelalak.

Pembahasan berikutnya mengenai penanda ketidaksantunan linguistik

berdasarkan unsur suprasegmental yang meliputi intonasi, tekanan, nada. Tuturan

A3 memiliki intonasi seru yang terdengar cenderung tinggi, padahal penutur

berada pada jarak yang dekat dengan mitra tutur. Oleh karena itu, penggunaan

intonasi seru yang terdengar cenderung tinggi pada tuturan A3 dipersepsi sebagai

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 162: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

143

bentuk ketidaksantunan. Jika ditinjau dari unsur tekanan, tuturan A3 disampaikan

dengan tekanan keras. Bagian yang ditekankan yaitu pada frasa wis ijin. Tekanan

dalam tuturan penutur berfungsi agar maksud yang diinginkan oleh penutur dapat

dengan mudah sampai kepada mitra tuturnya, meskipun kenyataannya tekanan

pada tuturan A3 memicu terjadinya komunikasi yang kurang baik antara penutur

dengan mitra tutur. Selanjutnya, mengenai nada tutur. Aspek nada dalam bertutur

lisan memengaruhi kesantunan berbahasa seseorang (Pranowo, 2009:77). Pada

tuturan A3, penutur berbicara dengan nada tinggi karena suasana hati penutur

sedang kesal akibat pertanyaan mitra tutur yang terdengar seperti tuduhan. Hal

tersebut sejalan dengan penjelasan Pranowo, (2009:77) jika suasana hati sedang

marah, emosi, nada bicara penutur menaik dengan keras dan kasar sehingga terasa

menakutkan.

Lebih lanjut lagi mengenai unsur segmental, yaitu diksi (pilihan kata) dan

kata fatis. Tuturan A3 termasuk dalam bahasa nonstandar karena semua kata-kata

di dalam tuturan tersebut menggunakan bahasa Jawa, sedangkan kata fatis yang

ditemukan adalah kok dan kan. Penggunaan kata fatis kok dalam tuturan A3

menekankan alasan dari penutur terhadap tuduhan mitra tutur. Selanjutnya,

penggunaan kata fatis kan yang ada di akhir atau awal kalimat merupakan

kependekan dari kata bukan atau bukanlah. Dalam tuturan A3, kata fatis kan

digunakan untuk menekankan pembuktian perihal sesuatu yang tidak dilakukan

oleh penutur namun dituduhkan kepadanya.

Pembahasan mengenai penanda ketidaksantunan pragmatik, salah

satunya ditinjau dari aspek penutur dan lawan tutur. Tuturan A3 dilakukan oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 163: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

144

penutur perempuan kelas XII SMK, berusia 18 tahun dan mitra tutur laki-laki

berusia 50 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Dari segi usia, terlihat

bahwa penutur berusia jauh lebih muda daripada mitra tuturnya. Penutur dan mitra

tutur memiliki hubungan darah dalam kekeluargaan. Kedekatan inilah yang

terkadang justru memunculkan bentuk-bentuk ketidaksantunan yang terungkap

dalam bentuk tuturan yang tidak santun. Aspek berikutnya yaitu konteks tuturan.

Tuturan A3 terjadi ketika penutur pulang dari bepergian, mitra tutur menghampiri

dan bertanya kepada penutur dengan nada sedikit mencurigai kepergian penutur

yang tanpa izin mitra tutur. Mitra tutur curiga karena penutur sering pergi tanpa

izin. Padahal, sudah ada kesepakatan jika bepergian harus izin terlebih dahulu.

Penutur kesal karena dicurigai, kemudian menjawab pertanyaan mitra tutur

dengan ketus. Berdasarkan konteks, dapat diketahui bahwa penutur seringkali

melanggar kesepakatan dalam keluarga. Hal itulah yang mengakibatkan mitra

tutur menegurnya. Tujuan dari tuturan penutur menjadi aspek yang dikaji

berikutnya. Penutur menyampaikan tuturannya dengan tujuan berusaha membela

diri dari tuduhan mitra tutur. Tuturan terjadi di teras rumah pada sore hari. Tindak

verbal dalam tuturan adalah tindak verbal ekspresif, yang dipahami sebagai jenis

tindak tutur untuk menyatakan sesuatu yang dirasakan oleh penutur. Dalam

tuturan ini, penutur berusaha mengungkapkan kekesalannya. Tuturan penutur

mengakibatkan mitra tuturnya memilih untuk diam saja.

Lebih lanjut lagi pembahasan mengenai maksud ketidaksantunan.

Maksud dari tuturan adalah milik penutur. Ketika dikonfirmasi kembali, penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 164: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

145

pada tuturan A3 menyampaikan tuturannya dengan maksud membela diri agar

terhindar dari kesalahan.

4.3.1.4 Subkategori Marah

Marah dapat diartikan sebagai ungkapan ketidaksenangan penutur

terhadap suatu hal yang dapat mengakibatkan emosi penutur tidak terkendali.

Wujud ketidaksantunan linguistik terdapat pada tuturan A4 berikut.

Ahh, mamak ki terlalu! Aku ra meh mulih, meh kost wae!! (A4)

(Konteks tuturan: terjadi ketika penutur sedang menerima tamu. Tiba-tiba

mitra tutur mematikan lampu ruang tamu, karena waktu sudah

menunjukkan pukul 21.00 WIB. Penutur kesal dan marah dengan sikap

mitra tutur kemudian melontarkan kata-kata kepada mitra tutur)

Ketika menyampaikan sebuah tuturan, sudah tentu setiap penutur

memiliki cara tersendiri dalam mengungkapkannya. Berdasarkan cara penutur

menyampaikan tuturan tersebut, dapat dilihat bagaimana wujud ketidaksantunan

pragmatiknya. Seperti pada tuturan A4, penutur dengan sadar berusaha melanggar

kesepakatan dalam keluarga. Pelanggaran tersebut disampaikan dengan berbicara

keras sembari berteriak dan ditujukan kepada orang yang lebih tua. Hal itu

menunjukkan kadar kesantunan dari tuturan penutur masih sangat rendah.

Terlebih, ketika penutur juga menunjukkan sikap yang kurang santun, seperti

menunjuk ke arah mitra tutur dan menatap mitra tutur dengan mata terbelalak.

Selanjutnya, mengenai penanda ketidaksantunan linguistik. Tuturan A4

memiliki intonasi seru yang terdengar cenderung tinggi, padahal penutur berada

pada jarak yang dekat dengan mitra tutur. Oleh karena itu, penggunaan intonasi

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 165: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

146

seru yang terdengar cenderung tinggi pada tuturan A4 dipersepsi sebagai bentuk

ketidaksantunan. Jika ditinjau dari unsur tekanan, tuturan A4 disampaikan dengan

tekanan keras. Bagian yang ditekankan yaitu pada kata terlalu. Tekanan dalam

tuturan penutur berfungsi agar maksud yang diinginkan oleh penutur dapat dengan

mudah sampai kepada mitra tuturnya, meskipun kenyataannya tekanan pada

tuturan A4 justru memicu terjadinya komunikasi yang kurang baik antara penutur

dengan mitra tutur. Selanjutnya, mengenai nada tutur. Pada tuturan A4, penutur

berbicara dengan nada tinggi karena suasana hati penutur sedang marah akibat

tingkah mitra tutur yang dianggap keterlaluan. Hal tersebut sejalan dengan

penjelasan Pranowo, (2009:77) jika suasana hati sedang marah, emosi, nada

bicara penutur menaik dengan keras dan kasar sehingga terasa menakutkan.

Lebih lanjut lagi mengenai diksi dan kata fatis. Tuturan A4 termasuk

dalam bahasa nonstandar karena semua kata-kata di dalam tuturan tersebut

menggunakan bahasa Jawa, sedangkan kata fatis yang ditemukan adalah ah. Kata

fatis ah dalam tuturan A4 tersebut digunakan untuk menekankan sebuah

penolakan atau sikap acuh terhadap mitra tuturnya. Penutur pada tuturan A4

berusaha menolak aturan yang telah disepakati dalam keluarga, yakni aturan untuk

tidak menerima tamu melebihi pukul 21.00 malam.

Pembahasan berikutnya perihal penanda ketidaksantunan pragmatik.

Aspek yang dikaji pertama adalah penutur dan lawan tutur. Tuturan A4 terjadi

antara penutur laki-laki berusia 24 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 46

tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Ketidaksantunan kembali terlihat

ketika penutur yang berusia lebih muda menyampaikan tuturannya dengan ketus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 166: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

147

kepada mitra tutur yang berusia lebih tua. Tuturan terjadi ketika penutur sedang

menerima tamu. Tiba-tiba mitra tutur mematikan lampu ruang tamu, karena jam

sudah menunjukkan pukul 21.00WIB. Mengingat kesepakatan dalam keluarga,

bahwa tamu harus pulang sebelum pukul 21.00WIB. Penutur berusaha

mengungkapkan amarahnya terhadap tindakan mitra tutur yang dinilai

keterlaluan. Mitra tutur sendiri bukan tanpa sebab ketika tiba-tiba mematikan

lampu ruang tamu. Mitra tutur melakukan hal tersebut karena penutur tidak

mematuhi peraturan yang telah disepakati dalam keluarga. Penutur

menyampaikan tuturannya sembari berdiri dan menatap mitra tutur dengan mata

terbelalak. Hal tersebut tentu menunjukkan rendahnya tingkat kesantunan

seseorang. Seperti penjelasan Pranowo (2009:79) bahwa salah satu faktor penentu

kesantunan dari aspek nonkebahasaan berupa pranata adat, seperti jarak bicara

antara penutur dan mitra tutur, gaya bicara (perhatian kepada mitra tutur, tidak

memerhatikan wajah mitra tutur atau “melengos” dan sebagainya). Penutur

menyampaikan tuturannya dengan tujuan menanggapi sikap mitra tutur yang

kurang menyenangkan. Tuturan terjadi di ruang tamu pada malam hari. Tindak

verbal dalam tuturan yaitu tindak verbal ekspresif. Akibat dari tuturan penutur

yaitu mitra tutur diam saja.

Tuturan A4 tentunya juga menyiratkan sebuah maksud tertentu.

Meskipun termasuk dalam subkategori marah, kenyataannya penutur

menyampaikan tuturannya dengan maksud mengungkapkan kekesalannya akibat

tindakan dari mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 167: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

148

4.3.2 Kategori Ketidaksantunan Mengancam Muka Sepihak

Ahli selanjutnya adalah Terkourafi (2008:3-4) yang memandang

ketidaksantunan sebagai, ‘impoliteness occurs when the expression used is not

conventionalized relative to the context of occurrence; it threatens the addressee’s

face but no face-threatening intention is attributed to the speaker by the hearer’.

Perilaku berbahasa dalam pandangan Terkourafi dapat dipahami sebagai

penggunaan tuturan tidak santun oleh penutur yang mengakibatkan timbulnya

ancaman bagi mitra tutur (addressee), tetapi di sisi lain penutur (speaker) tidak

menyadari bahwa perkataannya menyinggung dan mengancam mitra tutur. Dalam

kategori ketidaksantunan mengancam muka sepihak, terdapat tujuh subkategori

ketidaksantunan. Berikut pembahasan mengenai wujud dan penanda

ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur

yang dipaparkan berdasarkan masing-masing subkategori.

4.3.2.1 Subkategori Menyindir

Menyindir berhubungan dengan cara penutur ketika mengkritik atau

mencela mitra tuturnya baik secara langsung maupun secara tidak langsung.

Wujud ketidaksantunan linguistik dalam subkategori menyindir terdapat pada

tuturan B1 dan B4 berikut.

Sudah hampir setahun, sudah mau punya anak belum? (B1)

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur sedang berbincang-bincang di

ruang keluarga pada suasana santai. Penutur merasa bahwa sudah

waktunya bagi mitra tutur untuk memiliki keturunan. Oleh karena itu,

penutur menanyakan hal tersebut kepada mitra tutur tanpa memahami

perasaan MT)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 168: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

149

Wis meh maghrib kok ono tamu!! (B4)

(Konteks tuturan: penutur sedang berada di teras rumah saat matahari

mulai tenggelam. Tiba-tiba MT1 datang memberitahu penutur bahwa MT 2

ingin bertemu dengan penutur. Suasana yang terjadi dalam tuturan adalah

serius. Penutur merasa kesal dengan kedatangan MT2 yang dianggap

mengganggu aktivitas penutur, karena hari sudah petang. Penutur

melontarkan kata-kata yang menyinggung MT2)

Wujud ketidaksantunan pragmatik dalam tuturan-tuturan tersebut dapat

dilihat dari cara penutur menyampaikan tuturannya. Dalam kategori mengancam

muka sepihak ini, penutur tidak menyadari bahwa tuturan dan tindakannya

mengakibatkan mitra tutur tidak berkenan. Hal ini dapat dilihat dari cara penutur

berkomunikasi dengan mitra tutur. Misalnya, penutur berbicara dengan lugas

tanpa memahami perasaan mitra tutur atau penutur yang berbicara dengan ketus

tanpa rasa bersalah. Selain tuturannya yang tidak santun, seringkali penutur

memperlihatkan tindakan-tindakan yang tidak sepantasnya ditujukan kepada mitra

tutur, misalnya menatap mitra tutur sinis, berbicara tanpa melihat mitra tutur, dan

berbicara sembari berdiri bahkan berjalan.

Setelah mencermati wujud ketidaksantunan, pembahasan berikutnya

mengenai penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik. Intonasi, tekanan,

dan nada adalah tiga unsur suprasegmental dalam penanda ketidaksantunan

linguistik, sedangkan diksi dan kata fatis merupakan bagian dari unsur

segmentalnya.

Intonasi yang digunakan pada kedua tuturan di atas berbeda. Tuturan B1

menggunakan intonasi tanya. Muslich (2008:115-116) menjelaskan bahwa

kalimat tanya (interogatif) ditandai dengan pola intonasi datar-naik. Seperti pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 169: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

150

tuturan B1, penutur berbicara dengan datar namun terdapat penekanan yang

berpola datar-naik pada pertanyaan tersebut. Penekanan yang disampaikan oleh

penutur merupakan bentuk sindirannya terhadap mitra tutur yang belum juga

memiliki keturunan. Berbeda dengan tuturan B4 yang berintonasi seru dan

terdengar cenderung ketus. Intonasi seru yang terdengar ketus itu semakin

menunjukkan ketidaksantunan tuturan tersebut, terlebih ketika mitra tutur yang

diajak bicara berada pada jarak yang dekat dengan penutur.

Unsur suprasegmental berikutnya adalah tekanan. Pada tuturan B1,

penutur berbicara dengan tekanan lunak. Bagian yang ditekankan yaitu pada frasa

hampir setahun, sedangkan tuturan B4 disampaikan dengan tekanan keras pada

frasa meh maghrib. Tekanan yang berbeda tentu menunjukkan adanya maksud

yang berbeda pula. Hal itu sejalan dengan penjelasan Muslich, (2009:113) bahwa

tekanan dalam tuturan bahasa Indonesia berfungsi membedakan maksud dalam

tataran kalimat (sintaksis), tetapi tidak berfungsi membedakan makna dalam

tataran kata (leksis). Meskipun ditekankan dengan lunak, tuturan B1 dipersepsi

sebagai tuturan yang tidak santun karena menimbulkan sebuah ancaman bagi

mitra tuturnya. Terlebih, tekanan keras pada tuturan B4 yang mengakibatkan

terjadinya komunikasi yang kurang baik antara penutur dan mitra tutur.

Lebih lanjut lagi dalam nada tutur. Pada tuturan B1 penutur berbicara

dengan nada rendah, sedangkan tuturan B4 disampaikan dengan nada sedang.

Meskipun nada dalam kedua tuturan tersebut tidak menunjukkan adanya emosi

penutur yang berlebih, kedua tuturan tersebut tidak santun karena menyiratkan

sindiran yang disampaikan secara langsung kepada mitra tuturnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 170: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

151

Pembahasan berikutnya mengenai unsur segmental, yaitu diksi dan kata

fatis. Tuturan B1 dan B4 menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan

pemakaian kata tidak baku dan bahasa Jawa. Pada tuturan B1 tidak ditemukan

penggunaan kata fatis. Lain halnya dengan tuturan B4 yang menggunakan kata

fatis kok untuk menekankan alasan mitra tutur yang enggan menerima tamu.

Lebih lanjut lagi dalam penanda ketidaksantunan pragmatik yang

berkaitan dengan konteks tuturan tersebut. Tuturan B1 dituturkan oleh laki-laki

berusia 65 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 33 tahun. Penutur adalah

bapak mertua dari mitra tutur. Penutur dan mitra tutur sedang berbincang-bincang

di ruang keluarga dalam suasana santai. Penutur merasa bahwa sudah waktunya

bagi mitra tutur untuk memiliki keturunan. Oleh karena itu, penutur menanyakan

hal tersebut kepada mitra tutur dengan lugas tanpa memahami perasaan mitra

tutur. Tujuan dari tuturan penutur sebagai ungkapan keinginannya untuk

menimang cucu. Tindak verbal dalam tuturan tersebut adalah tindak verbal

ekspresif. Tuturan penutur mengakibatkan mitra tuturnya tersinggung dan hanya

memberikan jawaban singkat.

Selanjutnya, tuturan B4 terjadi antara penutur dan MT2 laki-laki,

sedangkan MT1 perempuan. Penutur berusia 65 tahun, MT1 ibu berusia 50 tahun,

dan MT2 berusia 40 tahun. Penutur adalah kerabat dekat MT2. Penutur sedang

berada di teras rumah saat matahari mulai tenggelam. Tiba-tiba MT1 datang

memberitahu penutur bahwa MT2 ingin bertemu dengan penutur. Suasana yang

terjadi dalam tuturan adalah serius. Penutur merasa kesal dengan kedatangan MT2

yang dianggap mengganggu aktivitas penutur, karena hari sudah petang. Penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 171: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

152

melontarkan kata-kata yang menyinggung MT2. Tujuan di balik tuturan penutur

adalah mengungkapkan ketidaksenangannnya terhadap kedatangan MT2. Tindak

verbal dalam tuturan adalah tindak verbal ekspresif, sebagai ungkapan sindirannya

terhadap MT2. Tuturan penutur mengakibatkan MT2 tersinggung.

Berdasarnya kedua konteks di atas, diketahui bahwa bukan hanya

anggota keluarga dalam hubungan darah saja yang terlibat dalam penuturan

sebuah tuturan, melainkan juga kerabat dekat bahkan kerabat jauh dari penutur.

Pranowo (2009:117) menjelaskan bahwa dalam berkomunikasi, masyarakat Jawa

tidak hanya mengandalkan pikiran. Meskipun yang ingin dikomunikasikan adalah

buah pikiran, tetapi ketika akan menyampaikan maksud kepada mitra tutur,

biasanya terlebih dahulu berusaha menjaga perasaan dengan menjajaki kondisi

psikologis mitra tutur (njaga rasa). Namun, kenyataannya hal tersebut tidak

nampak pada tuturan-tuturan penutur. Penutur yang cenderung berusia lebih tua

dari mitra tuturnya ini kurang mampu menjaga perasaan mitra tutur, bahkan tidak

menyadari bahwa tuturannya berpotensi menyakiti hati. Terbukti dengan

tersinggungnya mitra tutur akibat tuturan penutur. Hal-hal tersebut semakin

menunjukkan rendahnya kadar kesantunan pada tuturan di atas. Jadi, ditegaskan

lagi bahwa santun tidaknya sebuah tuturan itu tidak dilihat berdasarkan

subkategorinya, tetapi dari tuturan itu sendiri beserta konteks yang

melingkupinya.

Lebih lanjut lagi pembahasan mengenai maksud ketidaksantunan.

Maksud dari tuturan adalah milik penutur. Ketika dikonfirmasi kembali, penutur

pada tuturan B1 menyampaikan tuturannya dengan maksud menyindir mitra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 172: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

153

tuturnya karena belum juga memiliki keturunan. Lain halnya dengan tuturan B4

yang secara tidak langsung menyiratkan maksud pengusiran terhadap kedatangan

MT2.

4.3.2.2 Subkategori Marah

Berikut adalah tuturan yang termasuk dalam subkategori marah dan

menjadi wujud ketidaksantunan linguistik dalam penelitian ini.

Neng ngomah ki ngopo wae?? (B3)

(Konteks tuturan: penutur pulang dari sawah dan menjumpai mitra tutur di

dapur pada sore hari. Saat itu, penutur marah ketika pulang dari sawah

belum ada air panas untuk mandi dan minum. Maka, penutur melontarkan

kata-kata kepada mitra tutur tanpa menyadari tuturannya telah

menyinggung mitra tutur)

Mpun, kulo ajeng jagong! Mang tunggu sak jam!! (B10)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi di teras rumah ketika mitra tutur

mengunjungi rumah penutur pada siang hari (Kamis, 13 Juni 2013). Setiap

kali bertamu, mitra tutur selalu mengungkapkan maksud yang tidak jelas,

sehingga mengakibatkan penutur enggan. Penutur menanggapi kedatangan

mitra tutur dengan melontarkan kata-kata ketus dan bernada tinggi)

Pada kedua tuturan di atas, penutur berbicara dengan ketus dan keras.

Cara berbicara yang demikian tentu menyiratkan bahwa tuturan yang disampaikan

juga tidak santun, terlebih ketika penutur berbicara sembari berdiri, berjalan, dan

menatap mitra tutur dengan mata terbelalak. Lebih menyakitkan lagi ketika

penutur tidak menyadari bahwa tuturannya tersebut mengakibatkan mitra tutur

tidak berkenan.

Selanjutnya, mengenai penanda ketidaksantunan linguistik yang ditinjau

dari unsur suprasegmental dan unsur segmental sebuah kalimat. Tuturan B3

disampaikan dengan intonasi tanya yang bernada tinggi. Tuturan tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 173: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

154

dipersepsi sebagai tuturan yang tidak santun karena penutur didorong rasa emosi

ketika menyampaikan tuturannya. Hal itu sejalan dengan penjelasan Pranowo

(2009:75) bahwa salah satu gejala penutur yang bertutur secara tidak santun

adalah didorong rasa emosi ketika bertutur. Jika ditinjau dari aspek tekanan,

tuturan B3 disampaikan dengan tekanan keras pada frasa ngopo wae. Tekanan

dalam tuturan penutur berfungsi agar maksud yang diinginkan oleh penutur dapat

dengan mudah sampai kepada mitra tuturnya. Namun, kenyataannya tekanan

keras pada tuturan B3 justru mengakibatkan mitra tutur kesal dan tidak berkenan.

Pada tuturan B10, penutur berbicara dengan intonasi seru yang

disampaikan dengan nada tinggi. Lebih lanjut lagi pada aspek tekanan. Penutur

memberikan tekanan keras pada frasa sak jam. Intonasi seru yang disampaikan

dengan nada tinggi dan adanya penekanan keras pada bagian yang dipentingkan

dalam tuturan tersebut sudah tentu semakin memperjelas bahwa tuturan penutur

tidak santun. Bagian-bagian yang ditekankan tuturan B10 menyiratkan maksud

penutur untuk mengusir mitra tuturnya. Hal tersebut tentu sangat mengancam

muka bahkan mengakibatkan mitra tuturnya tersinggung, meskipun penutur

sendiri tidak menyadari bahwa penekanan yang dilakukan pada tuturannya dalam

kategori mengancam muka ini mengakibatkan mitra tuturnya tidak berkenan.

Lebih lanjut lagi mengenai unsur segmental, yaitu diksi dan kata fatis.

Penggunaan bahasa yang ditemukan pada kedua tuturan tidak santun di atas

adalah bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa.

Penggunaan bahasa nonstandar ini dipengaruhi oleh identitas penutur yang

semuanya merupakan masyarakat Jawa. Penggunaan bahasa Jawa pada kedua

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 174: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

155

tuturan tersebut terdengar kurang halus, sehingga tidak santun jika diutarakan

kepada mitra tutur. Terlebih, pada tuturan B10 yang ditujukan langsung kepada

tamu yang berkunjung. Tidak ditemukan penggunaan kata fatis pada kedua

tuturan tersebut.

Penanda pragmatik pada kedua tuturan di atas, ditandai berdasarkan

konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Partisipan dalam tuturan B3 adalah

penutur laki-laki berusia 59 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 57 tahun.

Penutur merupakan suami dari mitra tutur. Tuturan terjadi ketika penutur pulang

dari sawah dan menjumpai mitra tutur di dapur pada sore hari. Aktivitas mitra

tutur setiap harinya adalah mengurus rumah. Saat itu, penutur marah ketika

pulang dari sawah belum ada air panas untuk mandi dan minum, kemudian

penutur melontarkan kata-kata kepada mitra tutur dengan nada tinggi tanpa

menyadari tuturannya telah menyinggung mitra tutur. Tujuan penutur adalah

mengungkapkan amarahnya kepada mitra tutur yang dinilai kurang peduli

terhadap keadaan rumah. Dengan melihat tujuan penutur, tuturan B3 termasuk

dalam subkategori marah. Tindak verbal yang terjadi ekspresif. Tindak perlokusi

dari tuturan tersebut adalah mitra tutur menjawab pertanyaan penutur dengan

kesal kemudian pergi meninggalkan penutur.

Lain lagi dengan konteks pada tuturan B10, yang terjadi antara penutur

berusia 55 tahun dan mitra tutur berusia 49 tahun. Penutur dan mitra tutur laki-

laki. Penutur adalah kerabat jauh MT. Tuturan terjadi ketika mitra tutur

mengunjungi rumah penutur. Setiap kali bertamu, mitra tutur selalu

mengungkapkan maksud yang tidak jelas, sehingga mengakibatkan penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 175: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

156

enggan menjumpai mitra tutur. Penutur menanggapi kedatangan mitra tutur

dengan melontarkan kata-kata ketus dan bernada tinggi. Tujuan penutur adalah

mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap kedatangan mitra tutur. Tindak

verbal dalam tuturan adalah tindak verbal ekspresif. Tuturan penutur

mengakibatkan mitra tuturnya pergi meninggalkan rumah penutur.

Pranowo (2009:117) menjelaskan bahwa dalam berkomunikasi,

masyarakat Jawa tidak hanya mengandalkan pikiran. Meskipun yang ingin

dikomunikasikan adalah buah pikiran, tetapi ketika akan menyampaikan maksud

kepada mitra tutur, biasanya terlebih dahulu berusaha menjaga perasaan dengan

menjajaki kondisi psikologis mitra tutur (njaga rasa). Namun, kenyataannya hal

tersebut tidak nampak pada tuturan-tuturan penutur dalam kategori ini. Penutur

lebih didorong oleh rasa emosi ketika bertutur. Hal itu dipersepsi sebagai bentuk

ketidaksantunan. Seperti yang dijelaskan Pranowo, (2009:75) bahwa salah satu

gejala penutur yang bertutur secara tidak santun adalah didorong rasa emosi

ketika bertutur.

Kedua tuturan tersebut disampaikan untuk menyiratkan maksud tertentu

kepada mitra tuturnya. Meskipun kedua tuturan di atas termasuk dalam

subkategori marah, maksud yang tersirat di dalamnya ternyata berbeda dengan

subkategori atau makna tuturan itu. Seperti pada tuturan B3 yang memiliki

maksud sebagai ungkapan kekesalan penutur terhadap mitra tutur. Lain halnya

dengan tuturan B10 yang menyiratkan maksud pengusiran secara tidak langsung

terhadap kedatangan mitra tutur. Hal-hal tersebut tentu semakin menunjukkan

ketidaksantunan yang terjadi dalam tuturan penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 176: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

157

4.3.2.3 Subkategori Memerintah

Memerintah dapat dipahami sebagai tuturan dan tindakan yang dilakukan

oleh penutur untuk memberi perintah atau menyuruh mitra tutur agar melakukan

suatu perbuatan.

Kene, aku meh ngomong! (B5)

(Konteks tuturan: mitra tutur sedang menerima telepon dari anggota

keluarga lain yang berada di luar kota. Tiba-tiba penutur mengambil

telepon genggam dari mitra tutur dengan cara yang kurang sopan, sehingga

mengakibatkan mitra tutur kesal dan terganggu)

Mbak, garapke iki!! (B7)

(Konteks tuturan: mitra tutur sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah.

Penutur datang menghampiri dengan menyodorkan buku kepada mitra

tutur. Penutur meminta bantuan kepada mitra tutur tanpa menyadari

kesibukan mitra tutur)

Wujud ketidaksantunan pragmatik berkaitan dengan cara penutur ketika

menyampaikan tuturan lisan tidak santun tersebut. Penutur pada tuturan B5

berbicara dengan sinis bahkan sembari berdiri, sedangkan pada tuturan B7

penutur berbicara kepada orang yang lebih tua tanpa sungkan sedikit pun, bahkan

kurang peduli dengan aktivitas yang sedang dikerjakan oleh mitra tutur. Cara-cara

yang disertakan penutur dalam menyampaikan tuturannya menyiratkan wujud

ketidaksantunan pragmatik pada tuturan tersebut.

Intonasi, tekanan, dan nada merupakan unsur suprasegmental dalam

penanda ketidaksantunan linguistik sebuah tuturan. Intonasi pada tuturan B5

adalah intonasi seru yang disampaikan dengan nada sedang. Penutur memberikan

penekanan keras pada kata kene. Meskipun disampaikan dengan nada sedang,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 177: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

158

pilihan kata kene yang ditekankan dengan keras menyebabkan tuturan tersebut

menjadi tidak santun. Ketika penutur menyuruh mitra tutur untuk melakukan

suatu perbuatan, hendaknya penutur menggunakan pilihan kata yang tepat agar

terdengar santun. Hal itu sejalan dengan penjelasan Pranowo, (2009:104) bahwa

pemakaian kata-kata tertentu dapat mencerminkan rasa santun, misalnya kata

tolong yang digunakan untuk meminta bantuan kepada orang lain.

Berbeda dengan tuturan B7 yang disampaikan dengan intonasi perintah.

Muslich (2008:115-116) menjelaskan bahwa kalimat perintah (imperatif) ditandai

dengan pola intonasi datar-tinggi. Begitu juga dengan tuturan tersebut yang

terdengar meninggi meskipun disampaikan dengan nada sedang. Lebih lanjut lagi

pada unsur tekanan. Tuturan B7 disampaikan dengan tekanan lunak pada frasa

garapke iki. Meskipun ditekankan dengan lunak, tuturan tersebut dipersepsi

sebagai ketidaksantunan, karena penutur sendiri menggunakan pilihan kata yang

kurang tepat untuk menyatakan suatu permintaan bantuan.

Pilihan kata (diksi) dan kata fatis merupakan unsur segmental dalam

sebuah kalimat. Kedua tuturan tersebut menggunakan bahasa nonstandar yang

ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa. Penggunaan bahasa Jawa hendaknya

juga memperhatikan kehalusan bahasa yang digunakan. Namun, hal itu tidak

nampak pada kedua tuturan di atas. Tuturan-tuturan di atas terdengar kurang

halus. Dalam kedua tuturan di atas juga tidak ditemukan penggunaan kata fatis.

Lebih lanjut lagi pembahasan mengenai penanda ketidaksantunan

pragmatik yang dilihat berdasarkan konteks tuturan itu. Partisipan dalam tuturan

B5 adalah penutur seorang ibu berusia 52 tahun dan mitra tutur seorang bapak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 178: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

159

berusia 52 tahun. Penutur adalah istri dari mitra tutur. Konteks yang terjadi yaitu

saat mitra tutur sedang menerima telepon dari anggota keluarga lain yang berada

di luar kota. Tiba-tiba penutur mengambil telepon genggam dari mitra tutur

dengan cara yang kurang sopan, sehingga mengakibatkan mitra tutur kesal dan

terganggu. Tujuan penutur sebenarnya hanya ingin ikut berbicara dengan anggota

keluarga lain. Tuturan terjadi di ruang keluarga pada siang hari. Tindak verbal

dalam tuturan adalah tindak verbal direktif, yang dipahami sebagai jenis tindak

tutur yang dipakai oleh penutur untuk menyuruh orang lain melakukan sesuatu.

Akibat tuturan penutur adalah mitra tutur kesal kemudian menasihati penutur.

Lain halnya dengan tuturan B7 yang terjadi antara penutur dan mitra

tutur perempuan. Penutur berusia 16 tahun dan mitra tutur mahasiswa semester 8

berusia 22 tahun. Penutur adalah adik mitra tutur. Tuturan terjadi ketika penutur

datang menghampiri mitra tutur dengan menyodorkan buku kepada mitra tutur.

Penutur meminta tolong agar mitra tutur mau membantu mengerjakan PR.

Padahal, mitra tutur sendiri sedang sibuk mengerjakan tugas kuliah. Tujuan

penutur adalah meminta bantuan kepada mitra tutur. Tindak verbal dalam tuturan

adalah direktif. Tuturan penutur mengakibatkan mitra tutur merasa terganggu.

Konteks pada kedua tuturan tersebut menunjukkan bahwa

ketidaksantunan terjadi ketika penutur menyampaikan tuturannya dengan cara

yang kurang tepat dan di waktu yang kurang tepat pula. Seandainya penutur

menyampaikan keinginannnya melalui tuturan-tuturan itu dengan cara yang benar,

sudah tentu mitra tutur akan berkenan. Berdasarkan tindak verbal dalam tuturan

yang berupa tindak verbal direktif, kedua tuturan di atas termasuk dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 179: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

160

subkategori memerintah. Namun, ditegaskan kembali bahwa subkategori tidak

menentukan tingkat kesantunan sebuah tuturan. Santun atau tidaknya tuturan

dapat dilihat dari tuturan itu sendiri beserta konteks yang melingkupinya.

Setelah dikonfirmasi kembali, tuturan B5 menyiratkan maksud adanya

perintah untuk memberikan telepon genggam kepada penutur. Namun, perintah

tersebut disampaikan dengan cara yang kurang tepat sehingga mengakibatkan

mitra tutur merasa terganggu. Begitu juga dengan tuturan B7 yang menyiratkan

maksud adanya permintaan bantuan kepada mitra tuturnya.

4.3.2.4 Subkategori Kecewa

Kecewa merupakan sebuah ungkapan atas perasaan kecil hati, tidak puas,

atau tidak senang yang dirasakan penutur terhadap sesuatu. Berikut adalah tuturan

yang menjadi wujud ketidaksantunan linguistik dalam subkategori kecewa.

Sesok meneh ojo nyayur ngene iki, Mak!! (B6)

(Konteks tuturan: penutur hendak mengambil makan sembari mencicipi

masakan mitra tutur di ruang makan. Penutur kurang menyukai masakan

mitra tutur, kemudian mengomentarinya dengan ketus)

Seorang penutur tentu memiliki cara tersendiri ketika menyampaikan

tuturannya. Pada tuturan B6, penutur menyampaikan tuturannya kepada orang

yang lebih tua dengan ketus, bahkan disampaikan sembari berdiri. Hal itu

dilakukan karena penutur kecewa dengan masakan mitra tutur yang kurang sesuai

dengan seleranya. Cara penutur yang demikian mengakibatkan tuturan menjadi

tidak santun, karena penutur mengungkapkan kekecewaan dan kritiknya secara

langsung sehingga mengakibatkan mitra tuturnya tersinggung.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 180: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

161

Pembahasan berikutnya mengenai penanda ketidaksantunan linguistik.

Tuturan B6 disampaikan menggunakan intonasi perintah dengan nada tinggi yang

disertai penekanan keras pada frasa ojo nyayur. Ketidaksantunan pada tuturan itu

terlihat ketika penutur mengungkapkan kecewanya akibat masakan mitra tutur

yang kurang sesuai dengan selera. Kekecewaan yang disampaikan terdengar

sebagai bentuk perintah dengan nada tinggi. Penutur juga kurang memperhatikan

pilihan kata yang digunakan dalam menyampaikan tuturan. Pranowo, (2009:104)

menjelaskan bahwa pemakaian kata-kata tertentu sebagai pilihan kata dapat

mencerminkan rasa santun, misalnya kata maaf untuk tuturan yang diperkirakan

dapat menyinggung perasaan orang lain. Begitu juga dengan tuturan B6,

seharusnya penutur menggunakan kata maaf ketika menyampaikan tuturannya,

sehingga mitra tutur tidak merasa tersinggung. Lebih lanjut lagi mengenai unsur

segmental dalam sebuah kalimat yang meliputi diksi dan kata fatis. Tuturan B6

menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa.

Namun, tidak ditemukan pemakaian kata fatis dalam tuturan tersebut.

Lebih lanjut lagi dalam penanda ketidaksantunan pragmatik yang dilihat

berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Pada tuturan B6, penutur

laki-laki berusia 21 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 50 tahun. Penutur

adalah anak dari mitra tutur. Konteks dalam tuturan tersebut terjadi ketika penutur

hendak mengambil makan sembari mencicipi masakan mitra tutur di ruang

makan. Penutur kurang menyukai masakan mitra tutur, kemudian

mengomentarinya dengan ketus. Tujuan penutur adalah mengungkapkan

kekecewaannya terhadap rasa masakan mitra tutur. Dengan melihat tujuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 181: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

162

penutur, tuturan B6 termasuk dalam subkategori kecewa. Tindak verbal dalam

tuturan adalah tindak verbal ekspresif, sedangkan tindak perlokusi yang terjadi

yaitu mitra tutur tersinggung kemudian menjawab perkataan penutur sembari

meninggalkan penutur di ruang makan.

Setiap tuturan tidak santun, mengandung maksud tertentu yang ingin

disampaikan kepada mitra tuturnya. Maksud adalah milik penutur, sehingga

terlebih dahulu dilakukan konfirmasi kembali kepada penutur. Tuturan B6

menyiratkan maksud penutur untuk memberi saran kepada mitra tuturnya.

Namun, pemberian saran tersebut disampaikan dengan tuturan dan cara yang

kurang santun, sehingga mengakibatkan mitra tutur tidak berkenan.

4.3.2.5 Subkategori Menanyakan

Menanyakan dapat dipahami sebagai sebuah ungkapan dari penutur

dengan tujuan untuk meminta keterangan tentang sesuatu kepada lawan tuturnya.

Wujud ketidaksantunan linguistik terdapat pada tuturan B8 berikut.

Ngopo mbah kok ra maem?? (B8)

(Konteks tuturan: mitra tutur kesal ketika pulang dari sawah pada sore hari

belum ada air panas untuk mandi. Kekesalan mitra tutur diperlihatkan

dengan cara berdiam diri. Melihat tingkah laku mitra tutur yang tidak

seperti biasanya, penutur kemudian bertanya kepada mitra tutur tanpa rasa

bersalah sedikit pun)

Wujud ketidaksantunan pragmatik berkaitan dengan cara penutur ketika

menyampaikan tuturan tidak santunnya. Pada tuturan B8, penutur berbicara

dengan datar tanpa rasa bersalah, padahal saat itu mitra tutur baru saja pulang dari

sawah dengan keadaan lelah sehingga enggan berkomunikasi. Mitra tutur semakin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 182: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

163

tidak berkenan ketika penutur berbicara tanpa melihat ke arahnya. Hal tersebut

menunjukkan rendahnya kadar kesantunan tuturan penutur.

Intonasi, tekanan, dan nada adalah unsur suprasegmental yang menjadi

penanda ketidaksantunan linguistik dalam tuturan. Pada tuturan B8, penutur

berbicara dengan intonasi tanya yang bernada rendah dan memberikan tekanan

lunak pada frasa ra maem. Bagian yang ditekankan inilah yang dipentingkan oleh

penutur. Meskipun berbicara dengan nada rendah dan memberikan tekanan

dengan lunak, tuturan penutur justru dianggap sangat mengganggu mitra tuturnya.

Mitra tutur semakin tidak berkenan ketika penutur memberi penekanan pada kata

ra maem. Tekanan tersebut menimbulkan kesan bahwa penutur tidak menyadari

apa yang sebenarnya terjadi, sedangkan pilihan kata (diksi) dan kata fatis adalah

unsur segmental yang terdapat dalam tuturan. Penggunaan bahasa nonstandar

yang ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa kembali terlihat pada tuturan ini.

Hal ini dipengaruhi oleh identitas penutur yang semuanya merupakan masyarakat

Jawa. Dalam tuturan B8 terdapat penggunaan kata fatis kok. Kata fatis kok

menekankan alasan yang ingin diketahui oleh penutur terkait tingkah laku mitra

tutur yang tidak seperti biasanya.

Selanjutnya, pembahasan dalam penanda ketidaksantunan pragmatik

yang dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Tuturan B8

terjadi antara penutur perempuan berusia 59 tahun dan mitra tutur laki-laki berusia

61 tahun. Penutur adalah istri dari mitra tutur. Konteks dalam tuturan tersebut

yaitu ketika mitra tutur pulang dari sawah, belum ada air panas untuk mandi.

Kekesalan mitra tutur diperlihatkan dengan cara berdiam diri. Melihat tingkah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 183: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

164

laku mitra tutur yang tidak seperti biasanya, penutur bertanya kepada mitra tutur

tanpa rasa bersalah sedikit pun. Tujuan dari penutur yaitu menanggapi tingkah

laku MT yang berbeda. Tindak verbal yang terjadi adalah ekspresif. Tindak

perlokusi dari tuturan tersebut adalah mitra tutur menjawab sekenanya dan pergi

meninggalkan penutur. Berdasarkan konteks tersebut, terlihat bahwa penutur

belum mampu memperhatikan perasaan mitra tutur, sehingga ketika bertutur

justru mengakibatkan mitra tuturnya tidak berkenan.

Berbicara mengenai maksud ketidaksantunan, tuturan B8 menyiratkan

maksud bahwa penutur ingin menanyakan sesuatu dan meminta keterangan

kepada lawan tuturnya. Namun, pertanyaan penutur disampaikan di waktu yang

kurang tepat, sehingga mengakibatkan mitra tuturnya tidak berkenan.

4.3.2.6 Subkategori Mengancam

Mengancam dipahami sebagai pernyataan untuk melakukan sesuatu yang

merugikan, menyulitkan, menyusahkan, atau mencelakakan pihak lain atau mitra

tutur. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik berupa tuturan lisan tidak

santun yang terdapat dalam subkategori mengancam.

Tak jewer koe mengko nek ngeyel!! (B9)

(Konteks tuturan: Senin, 10 Juni 2013, sekitar pukul 11.30 – 12.30 WIB di

persawahan. Penutur sedang kerepotan mengangkat dedaunan untuk

makanan sapi ke atas motor, sedangkan mitra tutur yang berada di

dekatnya terlihat asik bermain karena mitra tutur merasa bahwa tugasnya

telah usai. Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur dengan

melontarkan kata-kata yang sedikit mengancam)

Pada tuturan B9, penutur berbicara dengan ketus dan keras, padahal

penutur berada pada jarak yang dekat dengan mitra tutur. Hal ini menunjukkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 184: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

165

wujud ketidaksantunan pragmatik yang terdapat pada tuturan. Tuturan semakin

tidak santun ketika penutur menyampaikannya sembari menunjuk ke arah mitra

tutur, bahkan berbicara sembari menatap mitra tutur dengan tatapan mata

terbelalak.

Penanda ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan intonasi,

tekanan, dan nada. Tuturan B9 disampaikan dengan intonasi seru yang bernada

tinggi dan ditekankan dengan keras pada frasa tak jewer. Intonasi, nada, dan

tekanan yang demikian menunjukkan bahwa penutur didorong oleh rasa emosi

ketika bertutur. Hal itulah yang menjadi penanda bahwa penutur berbicara secara

tidak santun. Terlebih, ketika penutur memberi penekanan pada frasa tak jewer.

Bagian yang ditekankan tersebut menyiratkan sebuah ancaman bagi mitra

tuturnya, sehingga mengakibatkan mitra tutur merasa terancam. Diksi dalam

tuturan ini menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian

bahasa Jawa. Pada tuturan B9 tidak ditemukan adanya penggunaan kata fatis.

Pembahasan lebih lanjut dalam penanda ketidaksantunan pragmatik yang

dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Pada tuturan B9,

penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur berusia 45 tahun dan mitra tutur berusia

4 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Tuturan terjadi ketika penutur

sedang kerepotan mengangkat dedaunan untuk makanan sapi ke atas motor,

sedangkan mitra tutur yang berada di dekatnya terlihat asik bermain karena

merasa bahwa tugasnya telah usai. Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur

dengan melontarkan kata-kata yang terdengar sebagai suatu ancaman. Tujuan dari

penutur yaitu mengungkapkan kekesalannya. Tindak verbal yang terjadi adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 185: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

166

ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yakni MT menghentikan aktivitas

bermainnya dengan mata yang memerah menahan tangis.

Berdasarkan tuturan penutur pada konteks di atas, terlihat bahwa penutur

seolah mengancam mitra tuturnya. Namun, setelah dilakukan konfirmasi kembali

dengan penutur, ternyata penutur menyampaikan tuturannya dengan maksud

hanya untuk menakut-nakuti mitra tuturnya.

4.3.2.7 Subkategori Menegaskan

Menegaskan adalah cara penutur ketika menerangkan, menjelaskan, atau

mengatakan dengan tegas tentang suatu hal kepada mitra tuturnya. Wujud

ketidaksantunan linguistik terdapat pada tuturan B11 berikut.

Bu, sesok mbayar uang kuliah. Telate dua hari lagi. (B11)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur pulang dari kuliah siang

hari dalam suasana santai. Penutur secara tiba-tiba memberi tahu mitra

tutur bahwa 2 hari lagi batas akhir pembayaran uang kuliah. Penutur tidak

menyadari bahwa perkataannya membuat mitra tutur terkejut dan kurang

berkenan)

Pada tuturan di atas, penutur berusaha memberi penegasan kepada mitra

tuturnya perihal pembayaran uang kuliah. Penutur berbicara dengan santai tanpa

rasa sungkan. Penutur menyampaikan tuturannya itu kepada orang yang lebih tua.

Pemberitahuan itu dianggap terlalu mendadak, sehingga mitra tutur tidak

berkenan. Namun, penutur sendiri tidak menyadari hal tersebut, bahkan berbicara

dengan santainya. Hal inilah yang menunjukkan adanya ketidaksantunan dalam

tuturan penutur. Cara penutur ketika menyampaikan tuturannya ini dipahami

sebagai wujud ketidaksantunan pragmatik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 186: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

167

Ditinjau dari unsur suprasegmental yang meliputi intonasi, tekanan, dan

nada, tuturan B11 ini berintonasi berita. Kalimat berita (deklaratif) ditandai

dengan pola intonasi datar-turun (Muslich, 2008:115-116). Begitu juga dengan

tuturan B11 yang terdengar berpola datar-turun. Tuturan itu disampaikan dengan

tekanan lunak, yaitu pada frasa sesok mbayar. Bagian itulah yang dipentingkan

oleh penutur ketika menegaskan sesuatu. Penutur juga berbicara dengan nada

sedang. Meskipun penutur berbicara dengan intonasi berita yang cenderung

berpola intonasi datar-turun, disertai nada sedang, tuturan penutur dianggap tidak

santun ketika tekanan sesok mbayar pada kenyataannya mengakibatkan mitra

tutur merasa terancam, sehingga tidak berkenan.

Unsur selanjutnya yaitu segmental yang meliputi diksi dan kata fatis.

Dalam tuturan B11 ditemukan penggunaan bahasa nonstandar yang ditandai

dengan adanya pemakaian istilah bahasa Jawa, yaitu kata sesok dan telate yang

artinya besok dan terlambatnya. Dalam tuturan tersebut penutur menggunakan

bahasa Indonesia yang disisipi pemakaian bahasa Jawa. Namun, tidak ditemukan

penggunaan kata fatis dalam tuturan ini.

Setelah penanda ketidaksantunan linguistik, berikut adalah pembahasan

tentang penanda ketidaksantunan pragmatik yang dilihat berdasarkan konteks

tuturan itu sendiri. Pada tuturan B11 yang menjadi penutur adalah laki-laki,

semester 4 berusia 20 tahun dan mitra perempuan berusia 45 tahun. Penutur

adalah anak mitra tutur. Penutur yang berusia lebih muda seharusnya mampu

memahami kehendak orang tuanya, sebagai wujud penghormatan. Terlebih, ketika

orang tua selama ini telah membiayai penutur sampai jenjang perguruan tinggi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 187: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

168

Namun, dalam tuturan tersebut penutur nampak kurang peka terhadap mitra

tuturnya, sehingga mitra tutur tidak berkenan.

Aspek berikutnya adalah konteks dalam tuturan itu sendiri. Tuturan

terjadi dalam suasana santai ketika penutur pulang dari kuliah. Penutur secara

tiba-tiba memberi tahu mitra tutur bahwa 2 hari lagi batas akhir pembayaran uang

kuliah. Mitra tutur terkejut dengan pernyataan penutur karena perihal pembayaran

seharusnya diberitahukan jauh-jauh hari dan tidak mendadak seperti itu. Dalam

konteks ini, penutur dianggap tidak santun karena tidak menyadari bahwa

perkataannya membuat mitra tutur terkejut dan kurang berkenan. Penutur

nampaknya juga kurang mengindahkan pesan-pesan dari mitra tutur perihal

pembayaran, bahkan dengan santainya mengutarakan hal tersebut kepada mitra

tutur.

Aspek ketiga adalah tujuan penutur. Penutur menyampaikan tuturannya

dengan tujuan memberi tahu mitra tutur perihal pembayaran uang kuliah. Lebih

lanjut lagi dalam aspek tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas. Tuturan

B11 terjadi di ruang tamu pada siang hari. Tuturan seringkali terjadi di rumah

karena penelitian ini memang meneliti ketidaksantunan dalam komunikasi sehari-

hari dalam keluarga. Aspek terakhir adalah tuturan sebagai produk tindak verbal.

Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal representatif. Pada tuturan ini

tindak verbal representatif menyatakan penegasan yang disampaikan penutur

perihal pembayaran uang kuliah. Dengan melihat tindak verbalnya, tuturan B11

termasuk dalam subkategori menegaskan. Tuturan penutur menimbulkan tindak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 188: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

169

perlokusi mitra tutur yaitu, terkejut dan menanggapi pernyataan penutur dengan

ketus.

Pembahasan berikutnya mengenai maksud ketidaksantunan penutur.

Untuk mengetahui maksud, dilakukan konfirmasi kepada penutur. Maksud dan

makna tuturan yang menjadi subkategori sebenarnya dapat sama, tetapi pada

kenyataannya ada pula yang berbeda. Seperti pada tuturan B11, meskipun

termasuk dalam subkategori menegaskan, maksud dari tuturan penutur sebenarnya

adalah ingin memberi informasi kepada mitra tuturnya.

4.3.3 Kategori Ketidaksantunan Melecehkan Muka

Kategori ketidaksantunan berikutnya adalah melecehkan muka yang

dikemukakan oleh Miriam A Locher (2008:3), ahli ini berpendapat bahwa

ketidaksantunan dalam berbahasa dapat dipahami sebagai berikut ‘impoliteness

behaviour that is face-aggravating in a particular context.’ Pandangan Locher

dapat diartikan bahwa ketidaksantunan berbahasa adalah perilaku yang

memperburuk ‘muka’ pada konteks tertentu. Ketidaksantunan itu menunjuk pada

perilaku ‘melecehkan’ muka (face-aggravate). Jadi, teori ketidaksantunan

berbahasa dalam pandangan Locher menitikberatkan pada bentuk-bentuk

penggunaan tuturan tidak santun dengan maksud untuk melecehkan muka atau

menghina mitra tutur. Dalam kategori ketidaksantunan melecehkan muka,

terdapat tujuh subkategori ketidaksantunan. Berikut pembahasan mengenai wujud

dan penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud

ketidaksantunan penutur yang dipaparkan berdasarkan masing-masing

subkategori.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 189: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

170

4.3.3.1 Subkategori Kesal

Hayoo, punya mulut kok ga bisa ngomong to?besok lagi bilang! (C3)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika penutur sedang berbincang-bincang

dengan MT1 di teras rumah penutur, tiba-tiba MT2 yang juga berada di

tempat tersebut buang air kecil di celana (Senin, 8 April 2013 pukul 13.50

WIB). Penutur berusaha menegur MT2)

Huu bodoh, raiso ngitung!! (C13)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi sepulangnya penutur dan mitra tutur dari

membeli sesuatu di toko, mereka terdengar bercakap-cakap (Kamis, 13 Juni

2013, pukul 13.10 WIB). Mitra tutur terlihat kebingungan menghitung uang

kembalian dari warung, kemudian penutur berusaha menjelaskan kepada

mitra tutur sambil melontarkan kata-kata ejekan)

Wujud ketidaksantunan linguistik terdapat pada tuturan C3 dan C13,

sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatik pada tuturan tersebut dilihat dari

cara penutur ketika menyampaikan tuturannya. Pada tuturan C3, penutur berbicara

kepada mitra tutur 2 dengan keras, bahkan disampaikan langsung di hadapan tamu

yang berkunjung. Hal itu menunjukkan kadar kesantunan dari tuturan penutur

masih sangat rendah. Terlebih, ketika penutur juga menunjukkan sikap yang

kurang santun, seperti menunjuk ke arah mitra tutur 2 dan menatap mitra tuturnya

dengan mata terbelalak. Begitu juga dengan tuturan C13 yang disampaikan

dengan keras di hadapan beberapa orang, bahkan penutur tidak segan untuk

memegang kepala mitra tuturnya. Tuturan penutur juga terdengar sangat

menyepelekan kemampuan mitra tutur. Cara inilah yang mengakibatkan tuturan

menjadi tidak santun.

Tuturan C3 dan C13 memiliki intonasi seru yang terdengar cenderung

tinggi, padahal penutur berada pada jarak yang dekat dengan mitra tutur. Oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 190: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

171

karena itu, penggunaan intonasi seru yang terdengar cenderung tinggi pada

tuturan C3 dan C13 dipersepsi sebagai bentuk ketidaksantunan. Jika ditinjau dari

unsur tekanan, tuturan C3 dan C13 disampaikan dengan tekanan keras. Bagian

yang ditekankan yaitu pada frasa besok lagi bilang C3 dan bodoh C13. Tekanan

dalam tuturan penutur berfungsi agar maksud yang diinginkan oleh penutur dapat

dengan mudah sampai kepada mitra tuturnya, meskipun kenyataannya tekanan

pada tuturan C3 dan C13 memicu terjadinya komunikasi yang kurang baik antara

penutur dengan mitra tutur. Selanjutnya, mengenai nada tutur. Aspek nada dalam

bertutur lisan memengaruhi kesantunan berbahasa seseorang (Pranowo, 2009:77).

Pada tuturan C3, penutur berbicara dengan nada sedang. Meskipun berbicara

dengan nada sedang, tuturan penutur dipersepsi tidak santun karena terdengar

melecehkan mitra tuturnya. Begitu juga dengan tuturan C13 yang bernada tinggi

karena suasana hati penutur sedang kesal akibat ketidakmampuan mitra tutur. Hal

tersebut sejalan dengan penjelasan Pranowo, (2009:77) jika suasana hati sedang

marah, emosi, nada bicara penutur menaik dengan keras dan kasar sehingga terasa

menakutkan.

Tuturan C3 termasuk dalam bahasa nonstandar dengan menggunakan

kata tidak baku, yaitu punya, ga, bisa, ngomong, dan bilang, sedangkan tuturan

C13 termasuk dalam bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa,

yaitu frasa raiso ngitung yang artinya tidak dapat menghitung. Jadi, pada tuturan

C13 penutur menggunakan bahasa Indonesia yang disisipi dengan bahasa Jawa.

Selanjutnya adalah kata fatis. Pada tuturan C3, kata fatis yang ditemukan adalah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 191: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

172

hayoo, kok, dan to, sedangkan pada tuturan C13 ditemukan pemakaian kata fatis

huu yang menyiratkan kekesalan penutur terhadap mitra tuturnya.

Pembahasan mengenai penanda ketidaksantunan pragmatik, salah

satunya ditinjau dari aspek penutur dan lawan tutur. Tuturan C3 terjadi antara

penutur perempuan, berusia 40 tahun, MT1 adalah seorang tamu, dan MT 2 laki-

laki berusia 2 tahun. Penutur adalah ibu dari MT2. Begitu juga dengan tuturan

C13 yang terjadi antara penutur dan mitra tutur perempuan yang duduk di bangku

SD. Penutur berusia 7 tahun dan mitra tutur berusia 5 tahun. Penutur adalah kakak

dari mitra tutur. Meskipun penutur berusia lebih tua dari mitra tuturnya, bukan

berarti penutur dapat berbicara sekenanya. Terlebih di hadapan tamu yang

berkunjung atau di hadapan beberapa orang lainnya, hendaknya tuturan dapat

disampaikan dengan lebih halus.

Aspek berikutnya yaitu tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas.

Tuturan C3 terjadi ketika penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di

teras rumah penutur, tiba-tiba MT2 yang juga berada di tempat tersebut buang air

kecil di celana (Senin, 8 April 2013 pukul 13.50 WIB). Lain halnya dengan

tuturan C13 yang terjadi di teras rumah sepulangnya penutur dan mitra tutur dari

warung (Kamis, 13 Juni 2013, pukul 13.10 WIB). Tempat dan waktu terjadinya

tuturan juga mempengaruhi santun tidaknya tuturan tersebut. Ketika penutur

berbicara di tempat tertutup yang tidak diketahui orang lain, mungkin tidak akan

menjadi masalah. Berbeda dengan kedua tuturan di atas yang disampaikan di

hadapan beberapa orang. Hal itu tentu mengakibatkan mitra tuturnya merasa

dilecehkan, sehingga tuturan penutur dipersepsi sebagai ketidaksantunan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 192: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

173

Aspek berikutnya yaitu konteks tuturan. Tuturan C3 terjadi ketika

penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di teras rumah penutur, tiba-tiba

MT2 yang juga berada di tempat tersebut buang air kecil di celana (Senin, 8 April

2013 pukul 13.50 WIB). Penutur berusaha menegur MT 2 sebagai bentuk

kekesalannya. Selanjutnya, tuturan C13 terjadi sepulangnya penutur dan mitra

tutur dari warung. Penutur dan mitra tutur terdengar bercakap-cakap. Mitra tutur

terlihat kebingungan menghitung uang kembalian dari warung tadi, kemudian

penutur berusaha menjelaskan kepada mitra tutur sembari melontarkan kata-kata

yang terdengar sangat menyepelekan kemampuan mitra tutur. Berdasarkan kedua

konteks di atas, dapat diketahui bahwa penutur mengungkapkan kekesalannya

dengan menyampaikan tuturan secara sengaja untuk melecehkan muka mitra

tuturnya di hadapan orang lain. Hal itu tentu dipersepsi sebagai ketidaksantunan.

Lebih lanjut lagi pada aspek tujuan penutur. Penutur menyampaikan

tuturannya pada tuturan C3 dengan tujuan mengungkapkan kekesalannya kepada

MT2 yang buang air kecil di celana, sedangkan tuturan C13 dengan tujuan yang

sama yaitu mengungkapkan kekesalan akibat ketidakmampuan dalam

menghitung. Dengan melihat tujuan penutur, kedua tuturan tersebut termasuk

dalam subkategori kesal. Aspek selanjutnya adalah tuturan sebagai produk tindak

verbal. Tindak verbal dalam tuturan C3 dan C13 adalah tindak verbal ekspresif.

Tindak perlokusi yang terjadi pada tuturan C3 yaitu mitra tutur diam saja dan

terlihat sangat menyesal, sedangkan pada tuturan C13 penutur merasa dilecehkan

sehingga memberikan jawaban sebagai upaya pembelaan diri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 193: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

174

Pembahasan berikutnya mengenai maksud ketidaksantunan penutur.

Meskipun tuturan C3 termasuk dalam subkategori kesal, maksud dari tuturan

penutur sebenarnya hanya ingin menakut-nakuti mitra tuturnya agar tidak

mengulangi kesalahan yang sama. Lain halnya dengan tuturan C13 yang

menyiratkan maksud sama dengan subkategori ini yakni mengungkapkan

kekesalan penutur terhadap mitra tuturnya.

4.3.3.2 Subkategori Mengejek

Wujud ketidaksantunan linguistik terdapat pada tuturan C7 dan C16

berikut.

Sing mesak’ake yo iki mbak, kasian sekali ini. Wis disambi, ireng,

kasian sekali yo le sayang ya. (C7)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi saat penutur sedang berbincang-bincang

dengan MT1 di ruang tamu rumah penutur (Kamis, 25 April 2013, pukul

16.06 WIB). MT2 datang dari luar rumah menghampiri penutur. Penutur

ingin memperkenalkan MT2 kepada MT1 dengan melontarkan kata-kata

ejekan sambil mencium MT2 penuh rasa sayang)

Itu adik saya yang kepala desa itu tapi itu yang paling bodoh itu. (C16)

(Konteks tuturan: penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di

pendhopo rumah dalam suasana santai (Senin, 10 Juni 2013 sekitar pukul

12.47–13.36 WIB). Tiba-tiba MT2 selaku adik keponakan dari penutur

lewat depan pendhopo dan tersenyum. Penutur secara spontan

menceritakan kelemahan MT2 dengan nada mengejek)

Pada tuturan C7, penutur dengan lugas tanpa mempedulikan mitra

tuturnya, berbicara sembari tertawa, sembari mencium pipi mitra tutur, bahkan

disampaikan langsung di hadapan tamu yang berkunjung. Begitu juga dengan

tuturan C16 yang disampaikan dengan sinis sembari tertawa dan menunjuk ke

arah MT2, bahkan diutarakan di hadapan tamu yang datang. Cara penutur ketika

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 194: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

175

menyampaikan tuturannya pada kedua tuturan di atas menunjukkan bahwa

penutur sengaja ingin menghina mitra tuturnya. Hal itu dipersepsi sebagai wujud

ketidaksantunan pragmatik.

Penanda ketidaksantunan linguistik dalam tuturan-tuturan tidak santun

tersebut dapat dilihat berdasarkan intonasi, tekanan, nada, pilihan kata (diksi), dan

kata fatis. Intonasi pada tuturan C7 memiliki kesamaan dengan intonasi pada

tuturan C16, yaitu intonasi berita dengan pola intonasi datar-turun. Meskipun

memiliki intonasi berita, kenyataannya kedua tuturan di atas justru memberitakan

hal yang memalukan bagi mitra tuturnya, sehingga ini dipersepsi sebagai sebuah

ketidaksantuanan.

Aspek selanjutnya yang akan dibahas adalah tekanan. Tekanan dalam

tuturan penutur berfungsi agar maksud yang diinginkan oleh penutur dapat dengan

mudah sampai kepada mitra tuturnya. Pada tuturan C7 penutur berbicara dengan

tekanan lunak pada frasa wis disambi, ireng, sedangkan tuturan C16 disampaikan

oleh penutur dengan tekanan keras pada frasa paling bodoh. Bagian yang

ditekankan dari kedua tuturan tersebut dipersepsi sebagai ketidaksantunan karena

menyiratkan suatu hinaan atau ejekan terhadap mitra tuturnya.

Lebih lanjut lagi mengenai nada tutur. Nada menyangkut tinggi

rendahnya bunyi. Tuturan C7 dituturkan oleh penutur dengan nada rendah,

sedangkan tuturan C16 disampaikan oleh penutur dengan nada sedang. Meskipun

disampaikan dengan nada rendah dan sedang, tuturan tersebut dipersepsi sebagai

tuturan yang tidak santun karena terdengar sebagai ejekan dan hinaan terhadap

mitra tuturnya. Bahkan berpotensi melukai hati mitra tuturnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 195: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

176

Tuturan C7 menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan

pemakaian bahasa Indonesia yang disisipi bahasa Jawa, sedangkan tuturan C16

menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan adanya pemakaian kata

tidak baku, yaitu tapi. Pada tuturan C7 ditemukan pemakaian kata fatis, yaitu ya

dan yo yang digunakan untuk menegaskan ejekan penutur terhadap mitra tuturnya.

Berbeda dengan tuturan C16 yang tidak menggunakan kata fatis.

Selanjutnya, mengenai penanda ketidaksantunan pragmatik yang dilihat

berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Tuturan C7 terjadi antara

penutur ibu berusia 39 tahun dan MT1 adalah tamu. MT2 laki-laki berusia 5

tahun. Penutur adalah ibu dari MT2. Kemudian, tuturan C16 yang terjadi antara

penutur dan MT1 perempuan. Penutur berusia 63 tahun, MT1 adalah tamu, dan

MT2 laki-laki berusia 40 tahun. Penutur adalah kakak keponakan dari MT2.

Berdasarkan aspek penutur dan mitra tutur dalam kedua tuturan tersebut,

diketahui bahwa penutur dan mitra tutur memiliki hubungan kekeluargaan yang

dekat. Kedekatan inilah yang terkadang justru memunculkan bentuk-bentuk

ketidaksantunan ketika bertutur.

Aspek berikutnya adalah konteks. Konteks dalam tuturan C7 terjadi

ketika penutur sedang berbincang-bincang santai dengan MT1 di ruang tamu

rumah penutur. Tiba-tiba, MT2 datang dari luar rumah menghampiri penutur.

Penutur ingin memperkenalkan MT2 kepada MT1 dengan melontarkan kata-kata

ejekan sambil mencium MT2 penuh rasa sayang. Begitu juga dengan tuturan C16

yang terjadi ketika penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di pendhopo

rumah dalam suasana santai. Tiba-tiba MT2 selaku adik keponakan dari penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 196: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

177

lewat depan pendhopo dan tersenyum menyapa. Penutur secara spontan

menceritakan kelemahan MT2 dengan nada mengejek. Berdasarkan konteks

tersebut, diketahui bahwa penutur sengaja ingin mengejek mitra tuturnya dengan

menceritakan kelemahan mitra tutur di hadapan tamu yang berkunjung.

Lebih lanjut lagi dalam aspek tujuan penutur. Tujuan penutur dalam

tuturan C7 yaitu mengejek penampilan fisik MT2, sedangkan tuturan C16

disampaikan juga dengan tujuan serupa yaitu mengejek kelemahan MT2 di

hadapan tamu yang berkunjung. Berdasarkan tujuan tuturan tersebut, kedua

tuturan di atas termasuk dalam subkategori mengejek.

Selanjutnya, dalam aspek tuturan sebagai bentuk tindakan atau aktivitas.

Tuturan C7 terjadi di ruang tamu rumah penutur (Kamis, 25 April 2013, pukul

16.06 WIB), sedangkan tuturan C16 terjadi di pendhopo rumah penutur dalam

suasana santai (Senin, 10 Juni 2013 sekitar pukul 12.47–13.36 WIB). Berdasarkan

tempat dan waktu kejadian, tuturan tersebut dianggap tidak santun karena

disampaikan di saat penutur sendiri sedang menerima tamu.

Lebih lanjut lagi dalam aspek tuturan sebagai bentuk tindak verbal.

Tindak verbal yang terjadi pada tuturan C7 dan C16 adalah tindak verbal

ekspresif, yang mengekspresikan bentuk-bentuk ejekan penutur terhadap mitra

tuturnya. Akibat tuturan penutur, tindak perlokusi yang terjadi adalah MT2 diam

saja karena malu kemudian pergi meninggalkan penutur dan MT1.

Setiap tuturan tidak santun mengandung maksud tertentu yang ingin

disampaikan kepada mitra tuturnya. Meskipun termasuk dalam subkategori

mengejek, pada kenyataannya tuturan C7 memiliki maksud untuk sekadar

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 197: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

178

mengajak bercanda mitra tuturnya. Lain halnya dengan tuturan C16 yang

disampaikan dengan maksud memberi informasi kepada mitra tuturnya.

Sayangnya, kedua maksud tersebut disampaikan dengan cara yang kurang santun

sehingga terdengar seperti sebuah ejekan dan hinaan terhadap mitra tuturnya.

4.3.3.3 Subkategori Menolak

Tuturan C21 dan C23 temasuk dalam subkategori menolak karena

menyiratkan ketidaksetujuan penutur terhadap saran, nasihat, perintah, maupun

pesan dari mitra tutur. Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dalam

subkategori menolak yang terdapat pada tuturan C21 dan C23.

Ngapain dandan? Iihh Ibu juga ga dandan. (C21)

(Konteks tuturan: penutur berpamitan kepada mitra tutur hendak bepergian.

Melihat penampilan penutur yang polos, mitra tutur meminta penutur untuk

memperhatikan kecantikan, mengingat usianya yang sudah beranjak

dewasa. Namun, penutur menolak permintaan mitra tutur dengan jawaban

sekenanya sebagai upaya membela diri)

Dadi pegawai negeri bapak ra dadi opo-opo kok! Aku emoh pegawai

negeri! (C23)

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berbincang-bincang di ruang

keluarga dalam suasana serius. Mitra tutur memberi saran kepada penutur

agar menjadi PNS yang memiliki kejelasan masa depan. Penutur kurang

sependapat dengan mitra tutur, kemudian mengungkapkan alasannya)

Setelah mencermati wujud ketidaksantunan linguistik pada kedua tuturan

tersebut, lebih lanjut lagi pembahasan mengenai wujud ketidaksantunan

pragmatiknya. Penutur pada kedua tuturan di atas dengan sadar berusaha menolak

saran dan nasihat dari mitra tuturnya. Penolakan itu disampaikan dengan berbicara

sinis, bahkan sembari berlalu meninggalkan penutur. Terlebih pada tuturan C23,

penutur berbicara dengan kata-kata yang terdengar meremehkan profesi mitra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 198: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

179

tuturnya. Kedua penutur berbicara kepada orang yang lebih tua. Cara bicara

penutur yang demikian, sudah tentu menunjukkan rendahnya kadar kesantunan

dari tuturan tersebut.

Berbicara mengenai penanda ketidaksantunan, dapat dibedakan dari segi

linguistik dan pragmatik. Penanda ketidaksantunan linguistik dilihat dari unsur

suprasegmental dan unsur segmental dalam setiap tuturan. Tuturan C21

disampaikan dengan intonasi tanya yang bernada sedang dan tekanan lunak.

Meskipun disampaikan dengan nada sedang dan tekanan lunak, tuturan penutur

dipersepsi sebagai tuturan yang tidak santun karena tekanan pada frasa ga dandan

berpotensi melukai hati mitra tuturnya. Mitra tutur dapat saja merasa dilecehkan

akibat tuturan penutur. Lain halnya pada tuturan C23 yang disampaikan dengan

intonasi seru, bernada sedang, dan tekanan keras. Tuturan yang disampaikan

dengan intonasi seru dan cenderung terdengar keras dipersepsi sebagai bentuk

ketidaksantunan, terlebih ketika mitra tutur yang diajak berbicara hanya berada

pada jarak dekat. Pada tuturan C23 ini, penutur juga memberi penekanan dengan

keras pada kata emoh yang artinya tidak mau. Ketika mengungkapkan sebuah

penolakan, hendaknya penutur memperhatikan pilihan kata yang digunakan.

Misalnya, dengan menggunakan kata maaf, yang terdengar lebih halus sehingga

tidak terkesan melecehkan mitra tuturnya.

Unsur segmental meliputi pilihan kata (diksi) dan kata fatis. Tuturan C21

menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian kata tidak

baku, yaitu ngapain, dandan, ga. Pada tuturan ini ditemukan pengunaan kata fatis

ih, sebagai bentuk penolakan yang terdengar melecehkan mitra tuturnya. Tuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 199: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

180

C23 juga termasuk bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian bahasa

Jawa. Ditemukan partikel kok pada tuturan C23 yang berupa penekanan terhadap

suatu hal yang diyakini oleh penutur.

Penanda ketidaksantunan pragmatik dapat dilihat berdasarkan konteks

yang melingkupi tuturan tersebut. Pada tuturan C21, penutur dan mitra tutur

perempuan. Penutur berusia 28 tahun dan mitra tutur berusia 64 tahun. Penutur

adalah anak dari mitra tutur. Dalam kebudayaan Jawa, penutur yang berusia lebih

muda hendaknya dapat bertutur lebih santun kepada orang yang lebih tua. Namun,

hal itu tidak tampak pada tuturan di atas. Konteks yang terjadi yaitu saat penutur

dan mitra tutur berada di ruang keluarga pada sore hari. Penutur berpamitan

kepada mitra tutur hendak bepergian. Melihat penampilan penutur yang polos,

mitra tutur meminta penutur untuk memperhatikan kecantikan, mengingat usianya

yang sudah beranjak dewasa. Namun, penutur menganggap mitra tutur sendiri

tidak pernah memperhatikan penampilannya, kemudian penutur menolak

permintaan mitra tutur dengan jawaban sekenanya sebagai upaya membela diri.

Berdasarkan konteks tersebut, diketahui bahwa penutur menolak saran dari mitra

tutur dengan cara yang kurang santun, sehingga berpotensi melukai hati mitra

tuturnya. Tujuan dari tuturan penutur ialah membela diri. Tindak verbal yang

terjadi adalah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT

yaitu diam sembari menggelengkan kepala.

Selanjutnya, tuturan C23 terjadi antara penutur perempuan berusia 28

tahun dan mitra tutur laki-laki berusia 62 tahun. Penutur adalah anak perempuan

dari mitra tutur. Kedekatan antara anak dengan orang tuanya terkadang justru

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 200: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

181

menimbulkan kebiasaan yang kurang santun dalam berkomunikasi. Begitu juga

dengan tuturan C23 ini. Konteks yang terjadi yaitu ketika penutur dan mitra tutur

berbincang-bincang di ruang keluarga dalam suasana serius. Mitra tutur memberi

saran kepada penutur agar menjadi PNS yang memiliki kejelasan masa depan.

Penutur kurang sependapat dengan mitra tutur, kemudian mengungkapkan

alasannya yang terdengar meremehkan profesi mitra tuturnya. Berdasarkan

konteks tersebut dapat dipahami bahwa tuturan penutur memang tidak santun,

karena penutur menyampaikan penolakan sembari meremehkan profesi mitra

tuturnya. Seharusnya hal tersebut tidak terjadi jika penutur mampu menjaga hati

mitra tuturnya. Tujuan dari tuturan penutur ialah menolak saran dari mitra

tuturnya. Tindak verbal yang terjadi yaitu komisif. Tuturan tersebut

mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur yaitu kecewa dan diam saja.

Lebih lanjut lagi pembahasan mengenai maksud ketidaksantunan.

Meskipun termasuk dalam subkategori menolak, tuturan C21 menyiratkan

maksud protes dari penutur kepada mitra tuturnya. Sayangnya, protes tersebut

disampaikan secara langsung dan terdengar kurang santun, sehingga berpotensi

melukai hati mitra tuturnya. Berbeda dengan tuturan C23 yang menyiratkan

maksud sama dengan subkategori ini, yaitu sebuah penolakan terhadap nasihat

dari mitra tuturnya. Penolakan itu disampaikan oleh penutur dengan kata-kata

yang terdengar memojokkan mitra tuturnya, sehingga tuturan menjadi tidak

santun. Hal ini sejalan dengan penjelasan Pranowo, (2009:68-73) bahwa salah

satu fakta pemakaian bahasa yang tidak santun adalah dengan memojokkan mitra

tutur dalam bertutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 201: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

182

4.3.3.4 Subkategori Menyindir

Tuturan berikut termasuk dalam subaktegori menyindir karena

menyiratkan bentuk-bentuk kritikan atau celaan terhadap mitra tuturnya baik

secara langsung maupun secara tidak langsung. Wujud ketidaksantunan linguistik

dalam subkategori menyindir terdapat pada tuturan C5 dan C18.

Maklum lah wong hukum. (C5)

(Konteks tuturan: ketika membicarakan keadaan masyarakat sering terjadi

pro kontra, terlebih dengan anak pertama yang notabene sudah terbiasa

dengan ilmu hukum. Mitra tutur selalu keras kepala menyatakan opininya

berkaitan tentang hukum. Tiba-tiba penutur melontarkan kata-kata kepada

mitra tutur dengan maksud menyindir)

Ki lho Mas, ngerti to Undang-undange? (C18)

(Konteks tuturan: penutur meminta bantuan kepada mitra tutur untuk

menyelesaikan PR. Penutur meminta bantuan dengan cara sedikit

menyindir mitra tutur yang notabene mahasiswa fakultas hukum. Mitra

tutur sedikit kesal dengan sikap penutur, sehingga hanya memberikan

jawaban singkat)

Pada tuturan C5, penutur berbicara dengan sinis sembari tersenyum dan

menatap mitra tutur sinis. Hal itu seharusnya tidak dilakukan untuk menjaga

komunikasi yang baik antara penutur dan lawan tutur. Seperti penjelasan Pranowo

(2009:79) bahwa salah satu faktor penentu kesantunan dari aspek nonkebahasaan

berupa pranata adat, seperti jarak bicara antara penutur dan mitra tutur, gaya

bicara (perhatian kepada mitra tutur, tidak memerhatikan wajah mitra tutur atau

“melengos” dan sebagainya). Begitu juga dengan tuturan C18, penutur berbicara

kepada orang yang lebih tua sembari tersenyum mengejek. Bahkan,

memperlihatkan tindakan yang kurang sopan, yakni melempar buku ke arah mitra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 202: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

183

tutur. Cara bertutur yang demikian tentu menunjukkan rendahnya kadar

kesantunan tuturan penutur.

Setelah mencermati wujud ketidaksantunan, pembahasan berikutnya

mengenai penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik. Intonasi yang

digunakan pada kedua tuturan di atas berbeda. Tuturan C5 menggunakan intonasi

berita yang berpola intonasi datar-turun. Meskipun terdengar cenderung datar dan

menurun, tuturan penutur dipersepsi sebagai tuturan yang tidak santun karena

menyiratkan sindirannya terhadap mitra tutur. Berbeda dengan tuturan C18 yang

menggunakan intonasi tanya. Muslich (2008:115-116) menjelaskan bahwa

kalimat tanya (interogatif) ditandai dengan pola intonasi datar-naik. Seperti pada

tuturan C18, penutur berbicara dengan datar namun terdapat penekanan yang

berpola datar-naik pada pertanyaan tersebut. Penekanan yang disampaikan oleh

penutur merupakan bentuk sindirannya terhadap kemampuan mitra tutur dalam

ilmu hukum.

Pada tuturan C5, penutur berbicara dengan tekanan lunak. Bagian yang

ditekankan yaitu pada kata hukum. Begitu juga dengan tuturan C18 yang

disampaikan dengan tekanan lunak pada frasa undang-undange. Lebih lanjut lagi

dalam nada tutur. Kedua tuturan tersebut disampaikan dengan nada sedang.

Meskipun ditekankan dengan lunak dan bernada sedang, tuturan C5 dan C18

dipersepsi sebagai tuturan yang tidak santun karena terdengar sebagai bentuk

sindiran terhadap mitra tuturnya.

Pembahasan berikutnya mengenai diksi dan kata fatis. Tuturan C5 dan

C18 menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian bahasa

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 203: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

184

Jawa. Pada tuturan C5 ditemukan penggunaan kata fatis lah, sedangkan pada

tuturan C18 ditemukan penggunaan kata fatis lho dan to. Kata fatis lho pada

tuturan C18 digunakan di tengah kalimat dan bertugas menekankan kepastian dari

penutur kepada mitra tuturnya. Penutur pada tuturan C18 berusaha memastikan

mampu atau tidaknya mitra tutur dalam mengerjakan tugas dari penutur.

Lebih lanjut lagi dalam penanda ketidaksantunan pragmatik. santun

tidaknya sebuah tuturan dapat dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi

tuturan tersebut. Tuturan C5 disampaikan oleh bapak kepada anaknya. Lebih

lanjut lagi dalam aspek konteks tuturan. Tuturan C5 terjadi ketika seluruh anggota

keluarga terlibat dalam perbincangan santai. Ketika membicarakan keadaan

masyarakat sering terjadi pro kontra, terlebih dengan anak pertama yang notabene

sudah terbiasa dengan ilmu hukum. Mitra tutur selalu keras kepala menyatakan

opininya berkaitan tentang hukum. Tiba-tiba penutur melontarkan kata-kata

kepada mitra tutur dengan maksud menyindir. Aspek selanjutnya yaitu tujuan

penutur. Pada tuturan ini, tujuan dari penutur yakni mengajak seluruh anggota

keluarga untuk memaklumi watak mitra tutur yang keras kepala. Jika dilihat dari

tujuannya, tuturan itu disampaikan demi kebaikan bersama. Namun, penutur

kurang memperhatikan suasana hati mitra tuturnya, sehingga berpotensi melukai

hati mitra tutur. Tindak verbal yang terjadi ialah ekspresif. Tuturan tersebut

mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur yaitu tersenyum berusaha mencarikan

suasana, meski sedikit tersinggung.

Selanjutnya, tuturan C18 yang terjadi antara penutur dan mitra tutur laki-

laki dan memiliki hubungan kakak beradik. Kesamaan jenis kelamin dan usia

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 204: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

185

yang tidak terlalu jauh memungkinkan munculnya ketidaksantunan dalam

berkomunikasi. Terlebih ketika penutur dan mitra tutur memiliki hubungan darah

yang erat. Tuturan terjadi ketika penutur meminta bantuan kepada mitra tutur

untuk menyelesaikan PR. Penutur meminta bantuan dengan cara sedikit menyindir

mitra tutur yang notabene mahasiswa fakultas hukum. Mitra tutur sedikit kesal

dengan sikap penutur sehingga hanya memberikan jawaban singkat. Dari konteks

yang terjadi, diketahui bahwa penutur memang sengaja menyindir kemampuan

mitra tuturnya dalam hal ilmu hukum. Ketika meminta sebuah bantuan,

hendaknya penutur memperhatikan pilihan kata yang digunakan. Misalnya,

menggunakan kata tolong, sehingga terdengar lebih halus. Namun, hal itu tidak

terlihat pada tuturan ini. Tujuan dari tuturan penutur ialah menyindir mitra

tuturnya. Dari tujuannya, sudah jelas terlihat bahwa penutur tidak santun karena

sengaja ingin menyindir mitra tuturnya. Tindak verbal yang terjadi adalah

ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur yakni kesal

dan memberi jawaban singkat.

Lebih lanjut lagi pembahasan mengenai maksud ketidaksantunan.

Maksud dari tuturan adalah milik penutur. Ketika dikonfirmasi kembali, penutur

pada tuturan C5 dan C18 menyampaikan tuturannya dengan maksud menyindir

mitra tuturnya.

4.3.3.5 Subkategori Marah

Berikut adalah tuturan yang termasuk dalam subkategori marah. Wujud

ketidaksantunan linguistik terdapat pada tuturan C6 dan C24.

Koe ki anak perawan kok keset!! (C6)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 205: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

186

(Konteks tuturan: tuturan terjadi sepulang penutur dari bepergian sore

hari. Penutur terkejut melihat keadaan rumah yang sangat berantakan

paska ditinggal bepergian. Padahal, penutur sudah memberikan tugas

kepada mitra tutur untuk menjaga kebersihan rumah. Namun, mitra tutur

tidak mengindahkan perintah penutur, sehingga penutur menegur mitra

tutur dengan ketus)

Wooo nenek lampir!! (C24)

(Konteks tuturan: mitra tutur berusaha menasihati penutur yang sering

membangkang terhadap mitra tutur. Mendengar nasihat tersebut, penutur

melontarkan kata-kata yang tidak santun, sehingga mitra tutur tersinggung)

Penutur pada kedua tuturan di atas dengan sadar berusaha

mengungkapkan ketidaksenangannya terhadap suatu hal yang berhubungan

dengan mitra tutur. Ketidaksenangan itu ditunjukkan dengan berbicara ketus,

keras, bahkan melontarkan sebuah umpatan ketika. Penutur tidak mengindahkan

nasihat dari mitra tutur. Cara berbicara yang demikian tentu menyiratkan bahwa

tuturan yang disampaikan juga tidak santun.

Selanjutnya, mengenai penanda ketidaksantunan linguistik yang ditinjau

dari unsur suprasegmental dan unsur segmental sebuah kalimat. Tuturan C6 dan

C24 disampaikan dengan intonasi seru yang bernada tinggi. Tuturan tersebut

dipersepsi sebagai tuturan yang tidak santun karena penutur didorong rasa emosi

ketika menyampaikan tuturannya. Hal itu sejalan dengan penjelasan Pranowo

(2009:75) bahwa salah satu gejala penutur yang bertutur secara tidak santun

adalah didorong rasa emosi ketika bertutur. Jika ditinjau dari aspek tekanan,

tuturan C6 dan C24 disampaikan dengan tekanan keras pada frasa keset (untuk

tuturan C6 yang artinya malas) dan nenek lampir (untuk tuturan C24). Tekanan

dalam tuturan penutur berfungsi agar maksud yang diinginkan oleh penutur dapat

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 206: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

187

dengan mudah sampai kepada mitra tuturnya. Namun, kenyataannya tekanan

keras pada kedua tuturan tersebut justru menciptakan komunikasi yang kurang

baik antara penutur dengan mitra tutur.

Lebih lanjut lagi mengenai unsur segmental, yaitu diksi dan kata fatis.

Tuturan C6 menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian

bahasa Jawa. Kata fatis yang ditemukan adalah kata fatis kok yang digunakan

untuk menegaskan kemarahan penutur. Berbeda dengan tuturan C24 yang

menggunakan bahasa populer. Penggunaan bahasa populer ditandai dengan

pemakaian frasa nenek lampir yang secara umum sudah diketahui oleh seluruh

masyarakat.

Penanda pragmatik pada kedua tuturan di atas ditandai berdasarkan

konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Partisipan dalam tuturan C6 adalah

penutur laki-laki berusia 47 tahun dan mitra tutur perempuan kelas XII SMK,

berusia 19 tahun. Penutur adalah bapak dari mitra tutur. Lain halnya dengan

tuturan C24 yang terjadi antara penutur laki-laki kelas VII SMP, berusia 13 tahun

dan mitra tutur perempuan berusia 40 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Berdasarkan pemaparan aspek penutur dan mitra tutur tersebut, diketahui bahwa

penutur berusia lebih tua dari mitra tuturnya, namun ada pula yang berusia lebih

muda. Seorang penutur, baik yang berusia lebih tua maupun yang lebih muda dari

mitra tuturnya hendaknya mampu menjaga tuturannya. Namun, hal itu tidak

nampak pada kedua tuturan di atas. Kedekatan dalam keluargalah yang

memungkinkan terjadinya komunikasi yang kurang santun.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 207: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

188

Melihat konteks tuturan itu sendiri, tuturan C6 terjadi sepulangnya

penutur dari bepergian. Penutur terkejut melihat keadaan rumah yang sangat

berantakan paska ditinggal bepergian. Padahal, penutur sudah memberikan tugas

kepada mitra tutur untuk menjaga kebersihan rumah. Namun, mitra tutur tidak

mengindahkan perintah penutur. Akibatnya, penutur menegur mitra tutur dengan

ketus. Lain halnya dengan konteks pada tuturan C24 yang terjadi ketika mitra

tutur menasihati penutur karena sulit diatur. Mitra tutur juga memperingatkan

penutur untuk Shalat. Mendengar nasihat tersebut, penutur justru melontarkan

kata-kata yang tidak santun, sehingga mitra tutur tersinggung. Berdasarkan kedua

konteks tersebut, terlihat bahwa penutur didorong oleh emosi ketika berbicara,

sehingga tuturan yang disampaikan menjadi tidak santun. Andai saja penutur

mampu mengendalikan emosinya, komunikasi tentu akan berlangsung lebih baik.

Lebih lanjut lagi dalam tujuan penutur. Tujuan dari tuturan C6 ialah

menanggapi tingkah laku mitra tutur. Namun, kenyataannya tuturan penutur justru

terdengar melecehkan mitra tuturnya. Tindak verbal yang terjadi yaitu ekspresif.

Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT ialah diam saja dan masuk

kamar. Tuturan C24 disampaikan dengan tujuan mengungkapkan amarah penutur.

Tindak verbal yang terjadi ialah ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak

perlokusi MT yaitu pergi meninggalkan penutur.

Kedua tuturan tersebut disampaikan kepada mitra tutur dengan maksud

tertentu. Maksud adalah milik penutur. Setelah dilakukan konfirmasi kembali,

tuturan C6 memiliki maksud yang sama dengan subkategori ini yaitu

mengungkapkan kemarahan penutur terhadap mitra tuturnya, sedangkan tuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 208: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

189

C24 yang termasuk dalam subkategori marah ternyata memiliki maksud sebagai

ungkapan kekesalan penutur terhadap mitra tutur.

4.3.3.6 Subkategori Menyarankan

Menyarankan berarti memberi saran atau menganjurkan sesuatu demi

kebaikan lawan tuturnya.

Hei kamu tu dikucir rambutnya, nanti nek kuliah budeg lho! (C15)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi siang hari dalam suasana santai ketika

mitra tutur sedang bermain di teras rumah bersama teman-temannya.

Penutur sedikit terganggu ketika melihat mitra tutur selalu mengurai

rambut dan terkesan kurang rapi. Penutur berusaha memberikan saran

kepada mitra tutur)

Ya ampun kalian itu gadis, dandan dong! (C20)

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga pada

sore hari dalam keadaan santai. Mitra tutur terlihat sedang bersiap-siap

hendak pergi. Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur dengan

sindiran agar mitra tutur mau memperhatikan penampilan, mengingat

usianya yang sudah beranjak dewasa)

Wujud ketidaksantunan pragmatik tuturan C15 adalah penutur berbicara

dengan keras sembari memegang kepala mitra tuturnya. Selain itu, penutur juga

menyampaikan tuturannya di hadapan teman-teman mitra tutur. Begitu juga

dengan tuturan C20 yang disampaikan sembari tertawa mengejek dan menatap

mitra tutur dengan sinis. Penutur juga berbicara di hadapan anggota keluarga yang

lain. Kedua tuturan itu termasuk dalam subkategori menyarankan, namun cara

penutur menyampaikan tuturannya mengakibatkan tuturan menjadi tidak santun

karena terdengar seperti ancaman bahkan sindiran terhadap mitra tuturnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 209: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

190

Kedua tuturan tersebut disampaikan dengan intonasi perintah yang

bernada sedang dan tekanan keras. Intonasi perintah yang disampaikan kepada

mitra tuturnya, harusnya diimbangi dengan penggunaan kata-kata yang santun.

Namun, hal itu tidak nampak pada kedua tuturan tersebut. Penutur pada tuturan

C15 memberi tekanan dengan keras pada frasa budeg lho. Pilihan kata pada

tuturan tersebut dipersepsi sebagai bentuk ketidaksantunan karena terdengar

sebagai sebuah ancaman bagi mitra tuturnya. Begitu juga dengan tuturan C20

yang ditekankan dengan keras pada kata gadis. Penekanan kata gadis di situ

menyiratkan bentuk pelecehan muka terhadap mitra tutur.

Selanjutnya, mengenai diksi dan kata fatis. Tuturan C15 menggunakan

bahasa nonstandar dengan menggunakan istilah bahasa Jawa, yaitu nek yang

artinya kalau, serta menggunakan kata tidak baku, yaitu dikucir, tu, budeg. Begitu

juga dengan tuturan C20 yang menggunakan bahasa nonstandar dengan

pemakaian kata tidak baku, yaitu dandan.

Pembahasan selanjutnya mengenai penanda ketidaksantunan pragmatik.

Partisipan dalam tuturan C15 adalah penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur

berusia 57 tahun dan mitra tutur kelas 3 SD. Penutur adalah nenek dari mitra tutur.

Selanjutnya, tuturan C20 yang terjadi antara penutur dan mitra tutur perempuan.

Penutur berusia 64 tahun dan mitra tutur berusia 28 tahun. Penutur adalah ibu dari

mitra tutur. Kesamaan jenis kelamin dan kedekatan penutur dengan mitra tutur

dalam keluarga tentu mempengaruhi terjadinya komunikasi yang tidak santun di

antara keduanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 210: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

191

Aspek berikutnya tentang konteks dalam tuturan itu sendiri. Tuturan C15

terjadi siang hari di teras rumah penutur dalam suasana santai ketika mitra tutur

sedang bermain di teras rumah bersama teman-temannya. Penutur sedikit

terganggu ketika melihat mitra tutur selalu mengurai rambut dan terkesan kurang

rapi. Penutur berusaha memberikan saran kepada mitra tutur. Namun, saran yang

disampaikan justru terdengar melecehkan muka mitra tuturnya. Selanjutnya,

tuturan C20 terjadi pada sore hari di ruang keluarga ketika mitra tutur sedang

bersiap-siap hendak pergi. Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur agar

memperhatikan penampilan, mengingat usianya yang sudah beranjak dewasa.

Sayangnya, saran dari penutur disampaikan dengan kata-kata yang terdengar

melecehkan mitra tuturnya. Terlebih, ketika mitra tutur sendiri memang tidak

terlalu peduli dengan penampilan. Oleh sebab itu, tuturan penutur justru terkesan

menohok mitra tuturnya.

Lebih lanjut lagi dalam aspek tujuan penutur. Tuturan C15 disampaikan

dengan tujuan menanggapi sekaligus memberikan saran atas penampilan MT,

sedangkan tuturan C20 disampaikan dengan tujuan memberi saran kepada mitra

tuturnya. Tindak verbal yang terjadi pada tuturan C15 adalah tindak verbal

ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur yakni tidak

mengindahkan saran dari penutur. Selanjutnya, tuturan C20 yang merupakan

tindak verbal direktif, karena berupa pemberian saran terhadap mitra tuturnya.

Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu memberikan jawaban

sekenanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 211: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

192

Kedua tuturan tersebut sudah tentu disampaikan dengan maksud tertentu.

Tuturan C15 termasuk dalam subkategori menyarankan, namun kenyataannya

tuturan tersebut disampaikan dengan maksud menakut-nakuti mitra tuturnya.

Kemudian, tuturan C20 menyiratkan maksud yang sama dengan subkategori ini,

yakni berupa pemberian saran kepada mitra tuturnya.

4.3.3.7 Subkategori Menanyakan

Kok nilai kamu tu jelek, ga pernah belajar ya? (C2)

(Konteks tuturan: percakapan antara penutur dan mitra tutur bersama

teman-temannya di rumah saat jam pulang sekolah. Penutur berusaha

mencari tahu alasan perihal nilai jelek yang diperoleh di sekolah dengan

bertanya kepada mitra tutur. Namun, mitra tutur merasa enggan menjawab

pertanyaan penutur)

Wujud ketidaksantunan linguistik pada cuplikan tersebut terdapat pada

tuturan C2, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatiknya berkaitan dengan

cara penutur ketika menyampaikan tuturan tidak santunnya. Pada tuturan C2,

penutur berbicara dengan sinis sembari menatap mitra tutur juga dengan tatapan

sinis. Tuturan disampaikan langsung di hadapan teman-teman mitra tutur.

Berdasarkan cara penutur menyampaikan tuturan, disimpulkan bahwa penutur

secara sengaja menyampaikan tuturan untuk melecehkan mitra tuturnya. Hal itu

terlihat ketika dengan lugasnya penutur bercerita di hadapan teman-teman mitra

tutur perihal nilai buruk yang selalu diperoleh mitra tutur.

Intonasi, tekanan, dan nada adalah unsur suprasegmental yang menjadi

penanda ketidaksantunan linguistik dalam tuturan. Pada tuturan C2, penutur

berbicara dengan intonasi tanya yang bernada sedang dan memberikan tekanan

lunak pada kata jelek. Bagian yang ditekankan inilah yang dipentingkan oleh

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 212: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

193

penutur. Meskipun berbicara dengan nada sedang dan memberikan tekanan

dengan lunak, kenyataannya penekanan pada kata jelek menyiratkan bentuk

pelecehan terhadap mitra tuturnya. Terlebih, ketika tuturan disampaikan di

hadapan teman-teman mitra tutur. Pilihan kata yang kurang tepat dapat saja

menimbulkan ketidaknyamanan bagi mitra tuturnya.

Pilihan kata (diksi) dan kata fatis adalah unsur segmental yang terdapat

dalam tuturan. Penggunaan bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian

kata tidak baku pada tuturan ini. Kata tidak baku dalam tuturan ini adalah tu dan

ga. Dalam tuturan C2 terdapat penggunaan kata fatis kok. Kata fatis kok dapat

tuturan ini menekankan alasan yang ingin diketahui oleh penutur terkait nilai

mitra tutur yang tidak terlalu bagus.

Selanjutnya, pembahasan dalam penanda ketidaksantunan pragmatik

yang dilihat berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Tuturan C2

terjadi antara penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur ibu berusia 36 tahun

dan mitra tutur masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Penutur adalah ibu dari

mitra tutur. Kesamaan jenis kelamin cenderung mendorong adanya kedekatan

tertentu antara penutur dan mitra tuturnya. Kedekatan inilah yang terkadang justru

menimbulkan terciptanya komunikasi yang kurang santun di antara keduanya.

Lebih lanjut lagi pada aspek konteks tuturan itu sendiri. Tuturan terjadi

ketika penutur dan mitra tutur berbincang-bincang bersama teman-temannya

dalam suasana santai. Perbincangan itu terjadi di rumah penutur saat jam pulang

sekolah. Penutur berusaha mencari tahu alasan mitra tutur yang selalu

memperoleh nilai jelek di sekolah dengan mengajukan pertanyaan. Namun, mitra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 213: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

194

tutur merasa enggan menjawab pertanyaan penutur karena pada saat yang

bersamaan teman-teman mitra tutur juga berada di tempat tersebut.

Setelah melihat konteks di atas, tuturan yang disampaikan penutur lebih

mengarah ke perilaku yang melecehkan muka. Mitra tutur pada tuturan tersebut

seperti dilecehkan oleh penutur yang tuturannya disampaikan secara langsung di

depan orang lain. Ketidaksantunan yang melecehkan muka itu berpotensi melukai

hati mitra tuturnya.

Pembahasan berikutnya mengenai tujuan, tindak verbal, dan tindak

perlokusi yang terdapat dalam tuturan. Tujuan penutur ketika menyampaikan

tuturannya adalah ingin mencari tahu alasan mitra tutur yang selalu memperoleh

nilai jelek. Tindak verbal dalam tuturan ialah ekspresif. Tuturan tersebut

mengakibatkan tindak perlokusi mitra tutur yaitu memberi jawaban sekenanya.

Berbicara mengenai maksud ketidaksantunan, tuturan C2 menyiratkan

maksud bahwa penutur ingin menyimpulkan sesuatu berdasarkan fakta yang

terjadi. Dalam konteks tadi, penutur ingin menyimpulkan bahwa nilai jelek yang

selalu diperoleh mitra tutur itu adalah akibat dari mitra tutur sendiri yang tidak

pernah belajar.

4.3.4 Kategori Ketidaksantunan Menghilangkan Muka

Ahli berikutnya yang mengemukakan teori ketidaksantunan

menghilangkan muka ialah Culpeper. Pemahaman Culpeper (2008:3) tentang

ketidaksantunan berbahasa adalah, ‘Impoliteness, as I would define it, involves

communicate behavior intending to cause the “face loss” of a target or perceived

by the target to be so.’ Culpeper memberikan penekanan pada fakta ‘face loss’

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 214: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

195

atau ‘kehilangan muka’. Sebuah tuturan dianggap sebagai tuturan yang tidak

santun jika tuturan itu mengakibatkan seseorang kehilangan muka. Pada intinya,

teori ketidaksantunan berbahasa ini menekankan bentuk penggunaan tuturan yang

disampaikan oleh penutur dengan maksud untuk mempermalukan mitra tutur

sehingga mitra tutur kehilangan muka. Dalam kategori ketidaksantunan

menghilangkan muka, terdapat empat subkategori ketidaksantunan. Berikut

pembahasan mengenai wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda

ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur

yang dipaparkan berdasarkan masing-masing subkategori.

4.3.4.1 Subkategori Menyindir

Tuturan D10 dan D16 termasuk dalam subkategori menyindir. Pada

dasarnya, santun atau tidaknya sebuah tuturan dapat dilihat dari tuturan itu sendiri

beserta konteks yang melingkupinya. Berikut pembahasan lebih mendalam

mengenai tuturan yang termasuk dalam subkategori menyindir.

Arep mencari sendiri atau dicarikan?? (D10)

(Konteks tuturan: penutur sedang berbincang-bincang dengan MT1 di

ruang tamu rumah penutur (Selasa, 4 Juni 2013, sekitar pukul 15.30 –

16.12 WIB). MT2 berjalan dari dalam membawakan minuman. Kemudian

MT2 duduk di sebelah penutur. Tiba-tiba penutur melontarkan pertanyaan

kepada MT2 dengan maksud menyindir karena MT2 belum juga memiliki

teman dekat)

Loro untu bapakmu. (D16)

(Konteks tuturan: percakapan yang terjadi antara penutur, MT1, dan MT2

di sawah pada siang hari. (Senin, 10 Juni 2013, sekitar pukul 11.30 – 12.30

WIB). MT1 memanggil MT2, MT2 hanya menjawab dengan singkat sambil

terus melanjutkan pekerjaannya. MT1 kembali memanggil MT2, bahkan

berulang-ulang. Namun, MT2 hanya diam tanpa mempedulikan panggilan

MT1, tiba-tiba penutur melontarkan kata-kata kepada MT1 dengan maksud

menyindir MT2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 215: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

196

Dalam kategori menghilangkan muka ini, sebagian besar penutur

menyampaikan tuturannya dengan tujuan mempermalukan mitra tuturnya.

Misalnya, pada tuturan D10 penutur berbicara dengan lugas sembari tersenyum

menyindir. Tuturan itu juga disampaikan di hadapan tamu yang berkunjung.

Penutur sengaja bertanya kepada orang yang sudah cukup dewasa namun belum

juga memiliki teman dekat pacar. Begitu juga dengan tuturan D16, penutur

berbicara dengan keras sembari tersenyum sinis dan melirik ke arah mitra tutur 2.

Tuturan juga disampaikan di hadapan orang banyak. Berdasarkan cara penutur

menyampaikan tuturannya, diketahui bahwa penutur ingin mempermalukan mitra

tuturnya di hadapan orang lain. Hal ini membuktikan adanya wujud

ketidaksantunan pragmatik dalam tuturan tersebut.

Setelah mencermati wujud ketidaksantunan, pembahasan berikutnya

mengenai penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik. Intonasi yang

digunakan pada kedua tuturan di atas berbeda. Tuturan D10 menggunakan

intonasi tanya. Muslich (2008:115-116) menjelaskan bahwa kalimat tanya

(interogatif) ditandai dengan pola intonasi datar-naik. Seperti pada tuturan D10,

penutur berbicara dengan datar namun terdapat penekanan yang berpola datar-

naik pada pertanyaan tersebut. Penekanan yang disampaikan oleh penutur

merupakan bentuk sindirannya terhadap mitra tutur yang belum juga memiliki

teman dekat di usianya yang sudah beranjak dewasa. Berbeda dengan tuturan D16

yang berintonasi berita dan cenderung terdengar datar-turun. Meskipun terdengar

menurun, tuturan yang disampaikan oleh penutur justru menimbulkan kerugian

bagi mitra tuturnya, yaitu merasa dipermalukan di hadapan umum.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 216: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

197

Selanjutnya, adalah tekanan. Pada tuturan D10, penutur berbicara dengan

tekanan lunak. Bagian yang ditekankan yaitu pada kata dicarikan. Begitu juga

dengan tuturan D16 yang ditekankan dengan lunak pada frasa loro untu.

Meskipun kedua tuturan tersebut memiliki tekanan lunak, bagian yang ditekankan

itu justru mengakibatkan mitra tuturnya merasa kehilangan muka.

Lebih lanjut lagi dalam nada tutur. Nada menyangkut tinggi rendahnya

suatu bunyi. Kedua tuturan tersebut disampaikan dengan nada sedang. Meskipun

nada dalam kedua tuturan tersebut tidak menunjukkan adanya emosi penutur yang

berlebih, kedua tuturan tersebut tidak santun karena menyiratkan sindiran yang

disampaikan secara tidak langsung kepada mitra tuturnya.

Pembahasan berikutnya mengenai unsur segmental, yaitu diksi dan kata

fatis. Pada tuturan D10, penutur menggunakan bahasa Indonesia yang disisipi

dengan bahasa Jawa, yaitu kata arep yang artinya ingin, sedangkan tuturan D16

merupakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa,

yaitu loro untu bapakmu, yang artinya sakit gigi bapakmu. Pada kedua tuturan itu

tidak ditemukan penggunaan kata fatis.

Lebih lanjut lagi dalam penanda ketidaksantunan pragmatik. Tuturan

D10 terjadi antara penutur laki-laki berusia 48 tahun, MT1 adalah tamu, dan MT2

perempuan semester 8, berusia 22 tahun. Penutur adalah bapak dari MT2.

Selanjutnya, tuturan D16 yang dilakukan antara penutur, MT1, dan MT2 laki-laki.

Penutur berusia 40 tahun, MT1 berusia 4 tahun, dan MT2 berusia 42 tahun.

Penutur adalah kerabat dari MT2. Setelah mencermati partisipan yang terlibat

dalam tuturan menghilangkan muka di atas, dapat diketahui bahwa kedekatan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 217: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

198

dalam hubungan keluarga mempengaruhi bentuk kebahasaan yang muncul. Tidak

hanya anggota keluarga yang memiliki hubungan darah saja yang terlibat dalam

penuturan sebuah tuturan, tetapi juga kerabat dekat bahkan kerabat jauh dari

penutur. Seperti pada tuturan D16, yang memperlihatkan bahwa penutur dan mitra

tutur memiliki kedekatan, bahkan ketika melakukan sebuah aktivitas pertanian.

Jika ditinjau dari konteks tuturan, tujuan penutur, dan tuturan sebagai

bentuk aktivitas, tuturan D10 terjadi ketika penutur sedang berbincang-bincang

dengan MT1 di ruang tamu rumah penutur (Selasa, 4 Juni 2013, sekitar pukul

15.30–16.12 WIB). MT2 berjalan dari dalam menuju ruang tamu membawakan

minuman. Kemudian MT2 duduk di sebelah penutur. Tiba-tiba penutur

melontarkan pertanyaan kepada MT2 dengan maksud menyindir karena MT2

belum juga memiliki teman dekat. Tujuan tuturan penutur adalah mengajak

bercanda mitra tuturnya. Begitu juga dengan tuturan D16 yang terjadi ketika

penutur, MT1, dan MT2 berada di sawah pada siang hari (Senin, 10 Juni 2013,

sekitar pukul 11.30–12.30 WIB). MT1 memanggil MT2, MT2 hanya menjawab

dengan singkat sambil terus melanjutkan pekerjaannya. MT1 kembali memanggil

MT2, bahkan berulang-ulang. Namun, MT2 hanya diam tanpa mempedulikan

panggilan MT1, tiba-tiba penutur melontarkan kata-kata kepada MT1 dengan

maksud menyindir MT2 agar segera menanggapi panggilan MT1. Tujuan dari

tuturan penutur adalah menyindir MT2 yang tidak mengindahkan panggilan MT1.

Aspek terakhir, ditinjau dari tuturan sebagai produk tindak verbal. Tindak

verbal yang terjadi pada tuturan D10 adalah tindak verbal ekspresif, sedangkan

tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah MT2 tersenyum malu sembari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 218: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

199

menunduk. Kemudian, tindak verbal yang terjadi pada tuturan D16 adalah

ekspresif dengan tindak perlokusi MT2 hanya tersenyum merasa tersindir,

kemudian menanggapi panggilan MT1.

Berdasarkan uraian di atas, kedua tuturan yang disampaikan penutur

tersebut lebih mengarah ke perilaku berbahasa yang menghilangkan muka mitra

tuturnya. Ketidaksantunan yang menghilangkan muka itu mengarah pada sebuah

tuturan yang dapat mengakibatkan mitra tuturnya malu bahkan merasa kehilangan

muka.

Pembahasan terakhir, mengenai maksud ketidaksantunan penutur.

Maksud adalah milik penutur, sehingga dilakukan konfirmasi kembali untuk

mengetahui maksud penutur. Meskipun kedua tuturan di atas, termasuk dalam

subkategori menyindir, maksud dari tuturan penutur sebenarnya hanya ingin

mengajak bercanda mitra tuturnya.

4.3.4.2 Subkategori Mengejek

Mak, satus ki nol’e piro?? (D4)

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur sedang berdiskusi untuk

menyelesaikan PR bersama beberapa anggota keluarga yang lain di ruang

keluarga. Penutur sengaja bertanya kepada mitra tutur, padahal penutur

sudah mengetahui keterbatasan mitra tutur, yakni tidak dapat membaca.

Mendengar pertanyaan tersebut, mitra tutur memberikan jawaban

sekenanya)

Iya, itu yang masih belum laku mbak, soalnya pengangguran. (D9)

(Konteks tuturan: penutur sedang berbincang bersama MT1 di ruang tamu

rumah penutur (Senin, 13 Mei 2013, sekitar pukul 12.10–12.35 WIB). MT2

berjalan dari dalam membawakan minuman untuk MT1. MT1 bertanya

kepada penutur perihal MT2. Tiba-tiba penutur melontarkan jawaban

bahwa MT2 seorang pengangguran sembari menunjuk MT2)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 219: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

200

Kedua tuturan di atas menunjukkan bahwa penutur dengan sengaja

berusaha menghina atau mengejek mitra tuturnya dengan menceritakan

kelemahan mitra tutur di hadapan orang lain. Hal ini dapat dilihat dari cara

penutur berbicara, misalnya pada tuturan D4, penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua dengan lugas, penutur sengaja bertanya kepada orang yang

memiliki kelemahan membaca dan menulis. Begitu juga dengan tuturan D9,

penutur berbicara dengan ketus sembari tertawa dan menunjuk ke arah mitra

tuturnya. Bahkan, disampaikan di hadapan tamu yang berkunjung.

Penanda ketidaksantunan linguistik dalam tuturan-tuturan tidak santun

dapat dilihat berdasarkan intonasi, tekanan, nada, pilihan kata (diksi), dan kata

fatis. Intonasi pada kedua tuturan di atas berbeda. Tuturan D4 berintonasi tanya,

sedangkan tuturan D9 berintonasi berita dengan pola intonasi datar-turun.

Meskipun memiliki intonasi tanya dan intonasi berita yang cenderung terdengar

menurun, kenyataannya kedua tuturan di atas justru mempermalukan mitra

tuturnya. Pada tuturan D4 penutur berbicara dengan tekanan lunak pada frasa

nol’e piro, sedangkan tuturan D9 disampaikan oleh penutur juga dengan tekanan

lunak pada kata pengangguran. Bagian yang ditekankan dari kedua tuturan

tersebut dipersepsi sebagai ketidaksantunan karena menyiratkan suatu hinaan atau

ejekan terhadap mitra tuturnya dan berpotensi mempermalukan mitra tutur. Lebih

lanjut lagi mengenai nada tutur. Nada menyangkut tinggi rendahnya bunyi. Kedua

tuturan di atas disampaikan dengan nada sedang. Meskipun dituturkan dengan

nada sedang, tuturan tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang tidak santun karena

terdengar sebagai ejekan dan hinaan terhadap mitra tuturnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 220: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

201

Tuturan D4 menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan

pemakaian bahasa Jawa, sedangkan tuturan D9 menggunakan bahasa nonstandar

yang ditandai dengan pemakaian kata tidak baku, yaitu soalnya. Pada tuturan D4

terdapat kata-kata nol’e piro yang artinya nol’nya berapa, sedangkan pada tuturan

D9 terdapat kata pengangguran. Pilihan kata pengangguran tersebut dianggap

tidak santun karena mempermalukan mitra tuturnya. Akan lebih santun jika

diganti dengan kata belum bekerja. Pada kedua tuturan tersebut tidak ditemukan

penggunaan kata fatis.

Selanjutnya, mengenai penanda ketidaksantunan pragmatik yang dilihat

berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Aspek pertama ditinjau

dari penutur dan lawan tutur, pada tuturan D4, penutur laki-laki kelas 4 SD,

berusia 12 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 42 tahun. Penutur adalah anak

dari mitra tutur. Pada tuturan D9, penutur laki-laki berusia 50 tahun, MT1 seorang

tamu, dan MT2 laki-laki berusia 23 tahun. Penutur adalah bapak dari MT2.

Kedekatan hubungan dalam keluarga terkadang justru memunculkan bentuk-

bentuk ketidaksantunan.

Aspek berikutnya adalah konteks. Konteks dalam tuturan D4 terjadi

ketika penutur dan mitra tutur sedang berdiskusi untuk menyelesaikan PR

bersama beberapa anggota keluarga yang lain di ruang keluarga. Penutur sengaja

bertanya kepada mitra tutur, padahal penutur sudah mengetahui keterbatasan mitra

tutur, yakni tidak dapat membaca. Mendengar pertanyaan tersebut, mitra tutur

memberikan jawaban sekenanya. Dari konteks itu, terlihat bahwa penutur sengaja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 221: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

202

ingin mempermalukan mitra tuturnya dengan melontarkan pertanyaan yang jelas

tidak dapat dijawab oleh mitra tutur karena keterbatasannya.

Begitu juga dengan tuturan D9 yang terjadi ketika penutur sedang

berbincang bersama MT1 di ruang tamu rumah penutur (Senin, 13 Mei 2013,

sekitar pukul 12.10–12.35 WIB). MT2 berjalan dari dalam membawakan

minuman untuk MT1. MT1 bertanya kepada penutur perihal MT2. Tiba-tiba

penutur melontarkan jawaban bahwa MT2 seorang pengangguran sembari

menunjuk MT2. Berdasarkan konteks tersebut juga terlihat bahwa penutur

sengaja ingin mempermalukan mitra tuturnya dengan berkata bahwa mitra tutur

seorang pengangguran. Seharusnya hal itu tidak perlu disampaikan oleh penutur

di hadapan tamu yang datang.

Lebih lanjut lagi dalam aspek tujuan penutur, tuturan sebagai tindakan,

dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Tujuan penutur dalam tuturan D4 yaitu

mengajak mitra tuturnya bercanda. Tindak verbal yang terjadi yakni ekspresif.

Tuturan tersebut mengakibatkan tindak perlokusi MT yaitu diam saja karena malu

tidak dapat membantu mengerjakan PR kemudian pergi tidur. Begitu juga dengan

tuturan D9 yang disampaikan dengan tujuan menyuruh MT2 untuk segera mencari

pekerjaan. Tindak verbal yang terjadi yaitu ekspresif. Tindak perlokusi dari

tuturan tersebut yakni MT2 hanya tersenyum malu kemudian kembali ke

belakang. Berdasarkan tindak perlokusi yang terjadi pada mitra tutur diketahui

bahwa tuturan penutur tidak santun karena mengarah pada tuturan yang

menghilangkan muka mitra tuturnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 222: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

203

Setiap tuturan tidak santun mengandung maksud tertentu yang ingin

disampaikan kepada mitra tuturnya. Meskipun termasuk dalam subkategori

mengejek, pada kenyataannya tuturan D4 memiliki maksud untuk sekadar

mengajak bercanda mitra tuturnya. Lain halnya dengan tuturan D9 yang

disampaikan dengan maksud memberi informasi kepada mitra tuturnya.

Sayangnya, kedua maksud tersebut disampaikan dengan cara yang kurang santun

sehingga terdengar seperti sebuah ejekan terhadap mitra tuturnya.

4.3.4.3 Subkategori Kesal

Salah’e raiso moco!! (D5)

(Konteks tuturan: tuturan terjadi ketika sedang menonton televisi bersama.

Acara yang dilihat saat itu adalah film berbahasa asing yang tentu

dilengkapi dengan terjemahan. Kondisi mitra tutur yang tidak dapat

membaca mengakibatkan ia kesulitan untuk memahami acara televisi, mitra

tutur bertanya kepada penutur namun penutur menjawab pertanyaan mitra

tutur dengan nada kesal)

Mbok nek ndue anak ki ora akeh-akeh. Mosok manak ping 6. Koyo

pitik wae! (D8)

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berada di ruang keluarga pada

sore hari. Penutur berusaha menegur mitra tutur dengan kesal, karena

mitra tutur sudah mempunyai 6 anak. Jumlah yang terlalu banyak menurut

penutur)

Wujud ketidaksantunan linguistik pada cuplikan tersebut terdapat pada

tuturan D5 dan D8. Pada tuturan D5 penutur berbicara dengan ketus kepada orang

yang lebih tua dan di hadapan anggota keluarga lainnya, sedangkan tuturan D8

juga disampaikan dengan ketus di hadapan anggota keluarga lain, bahkan penutur

juga menyetarakan sifat manusia dengan binatang. Cara bicara yang demikian

ditunjukkan sebagai ungkapan kekesalan penutur terhadap mitra tuturnya. Hal itu

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 223: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

204

sekaligus memperlihatkan rendahnya kesantunan tuturan penutur, terlebih ketika

tuturan itu berpotensi membuat mitra tutur malu.

Tuturan D5 dan D8 memiliki intonasi seru yang terdengar cenderung

tinggi, padahal penutur berada pada jarak yang dekat dengan mitra tutur. Oleh

karena itu, penggunaan intonasi seru yang terdengar cenderung tinggi pada kedua

tuturan tersebut dipersepsi sebagai bentuk ketidaksantunan. Jika ditinjau dari

unsur tekanan, tuturan D5 disampaikan dengan tekanan keras. Bagian yang

ditekankan yaitu pada kata salah’e. Begitu juga dengan tuturan D8 yang

ditekankan dengan keras pada frasa koyo pitik wae. Pilihan kata-kata yang

mendapat tekanan tersebut terdengar tidak santun, karena menimbulkan

ketidaknyamanan bagi mitra tuturnya yang cenderung mengakibatkan mitra

tuturnya malu. Kedua tuturan itu dapat saja dikatakan dengan lebih halus

menggunakan pilihan kata yang sesuai.

Selanjutnya, mengenai nada tutur. Aspek nada dalam bertutur lisan

memengaruhi kesantunan berbahasa seseorang (Pranowo, 2009:77). Pada kedua

tuturan tersebut, penutur berbicara dengan nada tinggi karena suasana hati penutur

sedang kesal akibat sikap dan ketidakmampuan mitra tuturnya. Hal tersebut

sejalan dengan penjelasan Pranowo, (2009:77) jika suasana hati sedang marah,

emosi, nada bicara penutur menaik dengan keras dan kasar sehingga terasa

menakutkan.

Lebih lanjut lagi mengenai unsur segmental, yaitu diksi (pilihan kata) dan

kata fatis. Kedua tuturan tersebut dituturkan dengan menggunakan bahasa

nonstandar yang ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa. Kata fatis yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 224: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

205

ditemukan adalah mbok yang terdapat pada tuturan D8. Penggunaan bahasa Jawa

dalam kedua tuturan tersebut terdengar kurang halus, terlebih ketika disampaikan

kepada orang yang lebih tua.

Pembahasan mengenai penanda ketidaksantunan pragmatik, salah

satunya ditinjau dari aspek penutur dan lawan tutur. Tuturan D5 dilakukan oleh

penutur kelas XII SMK, berusia 19 tahun dan mitra tutur berusia 42 tahun.

Penutur adalah anak dari mitra tutur. Selanjutnya, tuturan D8 yang terjadi antara

penutur laki-laki berusia 75 tahun dan mitra tutur perempuan berusia 45 tahun.

Penutur adalah bapak dari mitra tutur. Berdasarkan pemaparan di atas, diketahui

bahwa penutur dan mitra tutur memiliki hubungan darah dalam kekeluargaan.

Kedekatan inilah yang terkadang justru memunculkan bentuk-bentuk

ketidaksantunan yang terungkap dalam bentuk tuturan yang tidak santun.

Aspek berikutnya yaitu konteks tuturan. Tuturan D5 terjadi ketika sedang

menonton televisi malam hari. Acara yang ditonton saat itu adalah film berbahasa

asing yang tentu dilengkapi dengan terjemahan. Kondisi mitra tutur yang tidak

dapat membaca mengakibatkan ia kesulitan untuk memahami acara televisi, mitra

tutur bertanya kepada penutur namun penutur menjawab pertanyaan mitra tutur

dengan nada kesal. Berbeda dengan tuturan D8 yang terjadi ketika penutur dan

mitra tutur berada di ruang keluarga pada sore hari. Penutur berusaha menegur

mitra tutur dengan kesal, karena mitra tutur sudah mempunyai 6 anak. Jumlah

yang terlalu banyak menurut penutur. Setelah mencermati kedua konteks tuturan

di atas, dipahami bahwa kekesalan penutur ditunjukkan dengan melontarkan kata-

kata yang mengarah pada perilaku berbahasa yang menghilangkan muka.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 225: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

206

Tuturan D5 disampaikan dengan tujuan mengungkapkan kekesalannya

karena mitra tutur tidak dapat membaca. Tindak verbal yang terjadi: ekspresif.

Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yaitu mitra tutur kesal dan malu kemudian

pergi tidur. Berbeda dengan tuturan D8 yang dituturkan dengan tujuan

menyadarkan mitra tutur agar tidak menambah jumlah anak lagi. Tindak verbal

yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah mitra tutur

tersenyum malu kemudian memberikan jawaban untuk membela diri.

Lebih lanjut lagi pembahasan mengenai maksud ketidaksantunan.

Maksud dari tuturan adalah milik penutur. Ketika dikonfirmasi kembali, penutur

pada tuturan D5 menyampaikan tuturannya dengan maksud mengungkapkan

kekesalannya terhadap ketidakmampuan mitra tutur, sedangkan tuturan D8

disampaikan dengan maksud memrotes mitra tutur yang telah memiliki anak

dengan jumlah banyak. Namun, protes itu disampaikan secara langsung dan

menohok sehingga menjadi tidak santun. Hal itu sejalan dengan penjelasan

Pranowo (2009:68) bahwa komunikasi menjadi tidak santun ketika penutur

menyampaikan kritiknya secara langsung kepada mitra tuturnya.

4.3.4.4 Subkategori Menegaskan

Menegaskan adalah cara penutur dalam menerangkan, menjelaskan, atau

mengatakan dengan tegas tentang suatu hal kepada mitra tuturnya. Tuturan D12

termasuk dalam subkategori menegaskan. Hal itu dapat dilihat pada pembahasan

berikut.

Nek sing niki gembeng. (D12)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 226: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

207

(Konteks tuturan: penutur sedang berbincang dengan MT1 di ruang tamu

rumah penutur (Rabu, 1 Mei 2013, sekitar pukul 14.27–15.06 WIB).

Terdapat pula MT 2 di tempat tersebut. Penutur menceritakan kebiasaan

MT 2 kepada MT 1. Penutur menggunakan kata ‘gembeng’ yang artinya

orang yang mudah menangis)

Pada tuturan tersebut, penutur berusaha memberi penegasan kepada MT1

(sebagai seorang tamu) perihal sifat pemalu yang dimiliki oleh MT2. Penutur

berbicara dengan lugas langsung di hadapan tamu yang datang. Penutur juga

berbicara sembari melirik ke arah mitra tuturnya. Cara penutur yang demikian

mengarah pada perilaku berbahasa yang menghilangkan muka.

Pembahasan lebih lanjut tentang penanda ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik. Tuturan D12 ini berintonasi berita. Kalimat berita (deklaratif) ditandai

dengan pola intonasi datar-turun (Muslich, 2008:115-116). Selain itu, tuturan

D12 terdengar berpola datar-turun. Tuturan itu disampaikan dengan tekanan

lunak, yaitu pada kata gembeng yang artinya mudah menangis. Bagian itulah yang

dipentingkan oleh penutur ketika menegaskan sesuatu. Penutur juga berbicara

dengan nada sedang. Meskipun penutur berbicara dengan intonasi berita yang

cenderung berpola intonasi datar-turun, disertai nada sedang, tuturan penutur

dianggap tidak santun ketika tekanan gembeng pada kenyataannya mengakibatkan

mitra tutur merasa kehilangan muka di hadapan tamu yang datang.

Lebih lanjut lagi mengenai diksi dan kata fatis. Pada tuturan D12

ditemukan penggunaan bahasa nonstandar yang ditandai dengan adanya

pemakaian bahasa Jawa. Namun, tidak ditemukan penggunaan kata fatis dalam

tuturan ini.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 227: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

208

Setelah penanda ketidaksantunan linguistik, berikut adalah pembahasan

tentang penanda ketidaksantunan pragmatik yang dilihat berdasarkan konteks

tuturan itu sendiri. Partisipan pada tuturan D12 adalah penutur, MT1, dan MT2

perempuan. Penutur berusia 53 tahun, MT1 adalah tamu, dan MT2 berusia 4

tahun. Penutur adalah nenek dari MT2. Hubungan antara nenek dengan cucunya

sangatlah dekat, karena sehari-hari si cucu memang tinggal bersama neneknya.

Kedekatan inilah yang memunculkan bentuk-bentuk kebahasaan yang kurang

santun.

Aspek berikutnya adalah konteks dalam tuturan itu sendiri. Tuturan

terjadi ketika penutur sedang berbincang dengan MT1 di ruang tamu rumah

penutur (Rabu, 1 Mei 2013, sekitar pukul 14.27–15.06 WIB). Terdapat pula MT2

di tempat tersebut. Penutur menceritakan kebiasaan MT2 kepada MT1. Penutur

menggunakan kata ‘gembeng’ yang artinya orang yang mudah menangis. Dalam

konteks ini, penutur dianggap tidak santun karena secara langsung menceritakan

sifat pemalu mitra tutur di hadapan tamu yang datang. Hal itu dapat saja membuat

mitra tutur tidak berkenan. Tujuan dari penutur adalah sekadar menceritakan sikap

pemalu MT2. Tindak verbal dalam tuturan tersebut adalah representatif, yang

berarti pernyataan yang diyakini penutur, kasus atau bukan berupa suatu fakta,

penegasan, kesimpulan, dan pendeskripsian. Berdasarkan tindak verbal ini,

tuturan D12 termasuk dalam subkategori menegaskan. Tuturan yang

menghilangkan muka itu dapat dibuktikan dengan tindak perlokusi dalam tuturan

yakni MT2 menunduk malu sambil terus ‘menggelendot’ manja di samping

penutur. Pembahasan berikutnya mengenai maksud ketidaksantunan penutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 228: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

209

Untuk mengetahui maksud, dilakukan konfirmasi kepada penutur. Meskipun

termasuk dalam subkategori menegaskan, maksud dari tuturan penutur sebenarnya

adalah ingin menakut-nakuti mitra tuturnya agar dapat menrubah sifatnya yang

pemalu.

4.3.5 Kategori Ketidaksantunan Menimbulkan Konflik

Teori ketidaksantunan yang terakhir dikemukakan oleh Bousfield

(2008:3). Ketidaksantunan berbahasa dipahami sebagai, ‘...the issuing of

intentionally gratuitous and conflictive face-threatening acts (FTAs) that are

purposefully perfomed.’ Bousfield memberikan penekanan pada dimensi

‘kesembronoan’ dan konfliktif (conflictive) dalam praktik berbahasa yang tidak

santun. Jadi, teori ketidaksantunan berbahasa menurut Bousfield (2008)

menekankan bentuk penggunaan tuturan tidak santun dengan maksud selain

melecehkan dan menghina mitra tutur dengan tanggapan sekenanya secara sengaja

dapat menimbulkan konflik bahkan pertengkaran di antara penutur dan mitra

tutur. Dalam kategori ketidaksantunan menimbulkan konflik, terdapat lima

subkategori ketidaksantunan. Berikut pembahasan mengenai wujud

ketidaksantunan linguistik dan pragmatik, penanda ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik, serta maksud ketidaksantunan penutur yang dipaparkan berdasarkan

masing-masing subkategori.

4.3.5.1 Subkategori Marah

Woo monyet!! (E7)

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur berada di teras rumah pada sore

hari. Secara tidak sengaja, mitra tutur memakai sandal penutur tanpa ijin

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 229: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

210

terlebih dahulu. Penutur sangat tidak berkenan mengetahui hal tersebut,

sehingga melontarkan umpatan kepada mitra tutur)

Iso meneng ora? Aku wis dong! (E9)

(Konteks tuturan: penutur berusaha memperingatkan mitra tutur untuk

Shalat, namun penutur tidak mengindahkan peringatan dari mitra tutur,

bahkan melontarkan jawaban dengan kata-kata tidak santun)

Pada kedua tuturan di atas, penutur mengungkapkan amarahnya dengan

berbicara ketus dan berteriak. Cara penuturan yang demikian sudah tentu

menyiratkan bahwa tuturan yang disampaikan juga tidak santun, terlebih ketika

penutur berbicara sembari berdiri dan menatap mitra tutur dengan mata terbelalak.

Lebih tidak santun lagi ketika tuturan tersebut disampaikan kepada orang yang

lebih tua.

Selanjutnya, mengenai penanda ketidaksantunan linguistik dalam tuturan.

Tuturan E7 dan E9 disampaikan dengan intonasi seru yang bernada tinggi.

Tuturan tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang tidak santun karena penutur

didorong rasa emosi ketika menyampaikan tuturannya. Hal itu sejalan dengan

penjelasan Pranowo (2009:75) bahwa salah satu gejala penutur yang bertutur

secara tidak santun adalah didorong rasa emosi ketika bertutur. Jika ditinjau dari

aspek tekanan, tuturan E7 dan E9 disampaikan dengan tekanan keras pada frasa

berikut secara berturut-turut, yaitu monyet dan wis dong. Tekanan dalam tuturan

penutur berfungsi agar maksud yang diinginkan oleh penutur dapat dengan mudah

sampai kepada mitra tuturnya. Namun, kenyataannya tekanan keras pada kedua

tuturan itu justru memicu terjadinya konflik antara penutur dan mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 230: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

211

Lebih lanjut lagi mengenai diksi dan kata fatis. Penggunaan bahasa yang

ditemukan pada kedua tuturan tidak santun di atas adalah bahasa populer dan

bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa. Pilihan kata

monyet pada tuturan di atas, termasuk dalam bahasa populer karena secara umum

sudah dikenal dan diketahui oleh masyarakat. Namun, umpatan pada tuturan E7

itu sangatlah tidak santun, terlebih ketika dituturkan dengan nada tinggi dan

tekanan keras, yang tentunya memancing emosi lawan tutur, sehingga memicu

terjadinya konflik. Penggunaan bahasa Jawa pada tuturan E9 juga tidak santun

karena terdengar kasar dan menimbulkan konflik antara penutur dan mitra

tuturnya. Pada tuturan E7 terdapat penggunaan kata fatis, yaitu woo yang

menegaskan amarah penutur.

Penanda ketidaksantunan pragmatik pada kedua tuturan di atas, ditandai

berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Partisipan dalam tuturan

E7 adalah penutur laki-laki kelas 4 SD, berusia 12 tahun dan mitra tutur

perempuan kelas XII SMK, berusia 19 tahun. Penutur adalah adik dari mitra tutur.

Perbedaan usia yang tidak terlampau jauh nampaknya cenderung memunculkan

bentuk-bentuk tuturan yang tidak santun. Terlebih, ketika penutur dan mitra tutur

menyandang status kakak beradik dalam sebuah keluarga. Lain lagi dengan

tuturan E9 yang terjadi antara penutur laki-laki kelas VII SMP, berusia 13 tahun

dan mitra tutur perempuan berusia 40 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Pada tuturan ini nampak bahwa penutur yang berusia lebih muda sangatlah tidak

santun ketika bertutur dengan mitra tuturnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 231: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

212

Lebih lanjut lagi dalam konteks tuturan itu sendiri. Tuturan E7 terjadi

ketika penutur dan mitra tutur berada di teras rumah pada sore hari. Secara tidak

sengaja, mitra tutur memakai sandal penutur tanpa ijin terlebih dahulu. Penutur

sangat tidak berkenan mengetahui hal tersebut. Penutur kemudian melontarkan

umpatan kepada mitra tutur. Berdasarkan konteks yang terjadi, diketahui bahwa

penutur tidak mampu mengendalikan emosinya. Hanya karena masalah sepele,

penutur bahkan melontarkan umpatan yang sangat tidak santun. Konteks tersebut

menunjukkan adanya komunikasi yang tidak baik antara penutur dan mitra tutur.

Seperti penjelasan Pranowo, (2009:75) bahwa salah satu gejala penutur yang

bertutur secara tidak santun adalah didorong rasa emosi ketika bertutur.

Begitu juga dengan tuturan E9 yang terjadi ketika penutur berusaha

memperingatkan mitra tutur untuk Shalat, namun penutur tidak mengindahkan

peringatan dari mitra tutur, bahkan melontarkan jawaban dengan kata-kata tidak

santun. Berdasarkan konteks tuturan tersebut, nampak bahwa penutur berusaha

membangkang ketika diingatkan oleh mitra tuturnya. Penutur juga dinilai tidak

santun karena berani berbicara ketus dan kasar kepada orang yang lebih tua.

Kedua konteks dalam tuturan-tuturan di atas menunjukkan bahwa tuturan yang

disampaikan oleh penutur mengarah pada tuturan yang menimbulkan konflik

antara penutur dan mitra tuturnya.

Pembahasan berikutnya mengenai tujuan penutur, tuturan sebagai bentuk

tindakan, dan tuturan sebagai produk tindak verbal. Tuturan E7 disampaikan

dengan tujuan mengungkapkan amarah penutur akibat tingkah laku mitra

tuturnya. Begitu juga dengan tuturan E9 yang bertujuan mengungkapkan amarah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 232: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

213

kepada mitra tutur yang dinilai terlalu banyak mengatur. Tindak verbal yang

terjadi pada kedua tuturan tersebut ialah ekspresif. Tindak perlokusi dari kedua

tuturan tersebut adalah terpancingnya emosi mitra tutur, sehingga melontarkan

umpatan bahkan membanting pintu.

Kedua tuturan tersebut disampaikan untuk menyiratkan maksud tertentu

kepada mitra tuturnya. Meskipun tuturan E9 termasuk dalam subkategori marah,

maksud yang tersirat di dalamnya ternyata berbeda dengan subkategori atau

makna tuturan itu. Pada tuturan E9 penutur menyampaikan tuturannya dengan

maksud mengungkapkan kekesalan kepada mitra tuturnya. Berbeda dengan

tuturan E7 yang dituturkan dengan maksud mengungkapkan amarah penutur

terhadap mitra tutur.

4.3.5.2 Subkategori Kesal

Tuturan E3 dan E10 termasuk dalam subaktegori kesal karena

mengungkapkan ketidaksenangan, kekecewaan, atau kekesalan penutur terhadap

suatu hal yang berkaitan dengan mitra tutur.

Sak karepku to mak, wong sing nganggo aku kok!! (E3)

(Konteks tuturan: mitra tutur menghampiri penutur yang hendak bepergian

dan bertanya kepadanya. Menurut mitra tutur, celana yang dikenakan

terlalu ketat. Penutur kurang senang dengan pertanyaan mitra tutur yang

dinilai terlalu mengatur cara berpakaian penutur, sehingga penutur

memberikan jawaban dengan kesal)

Wooo opo-opo aku. Opo-opo aku!! (E10)

(Konteks tuturan: percakapan sore hari di teras rumah. MT2 menyuruh

MT1 untuk memberi makan bebek peliharaan. Namun, MT1 justru

menyuruh penutur yang empunya bebek tersebut. Penutur kesal karena

selalu disuruh untuk mengerjakan sesuatu. MT1 yang juga merasa kesal

kemudian menanggapi perkataan penutur)

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 233: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

214

Wujud ketidaksantunan pragmatik pada tuturan tersebut dilihat dari cara

penutur menyampaikan tuturannya. Kedua tuturan tersebut disampaikan dengan

ketus dan keras kepada orang yang lebih tua. Tuturan menjadi semakin tidak

santun ketika disampaikan sembari berjalan meninggalkan penutur. Hal itu

sekaligus memperlihatkan rendahnya tingkat kesantunan tuturan penutur.

Pembahasan berikutnya mengenai penanda ketidaksantunan linguistik.

Tuturan E3 dan E10 memiliki intonasi seru yang terdengar cenderung tinggi,

padahal penutur berada pada jarak yang dekat dengan mitra tutur. Oleh karena itu,

penggunaan intonasi seru yang terdengar cenderung tinggi pada kedua tuturan

tersebut dipersepsi sebagai bentuk ketidaksantunan. Jika ditinjau dari unsur

tekanan, kedua tuturan itu disampaikan dengan tekanan keras. Berikut adalah

bagian dalam tuturan yang ditekankan secara berturut-turut, sak karepku to Mak

dan penekanan kata fatis woo. Pilihan kata-kata yang mendapat tekanan tersebut

terdengar tidak santun, karena menimbulkan ketidaknyamanan bagi mitra tuturnya

yang cenderung memicu terjadinya konflik. Kedua tuturan itu dapat saja

dikatakan dengan lebih halus menggunakan pilihan kata yang sesuai. Tekanan

dalam tuturan penutur berfungsi agar maksud yang diinginkan oleh penutur dapat

dengan mudah sampai kepada mitra tuturnya, meskipun kenyataannya tekanan

pada kedua tuturan tersebut memicu terjadinya komunikasi yang kurang baik

antara penutur dengan mitra tutur.

Selanjutnya, mengenai nada tutur. Aspek nada dalam bertutur lisan

memengaruhi kesantunan berbahasa seseorang (Pranowo, 2009:77). Pada kedua

tuturan tersebut, penutur berbicara dengan nada tinggi karena suasana hati penutur

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 234: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

215

sedang kesal akibat sikap mitra tuturnya. Hal tersebut sejalan dengan penjelasan

Pranowo, (2009:77) jika suasana hati sedang marah, emosi, nada bicara penutur

menaik dengan keras dan kasar sehingga terasa menakutkan.

Lebih lanjut lagi mengenai diksi dan kata fatis. Kedua tuturan tersebut

dituturkan dengan menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan

pemakaian bahasa Jawa. Namun, penggunaan bahasa Jawa dalam kedua tuturan

tersebut terdengar kurang halus, terlebih ketika disampaikan kepada orang yang

lebih tua. Kata fatis yang ditemukan pada kedua tuturan tersebut adalah to, kok,

dan woo.

Pembahasan mengenai penanda ketidaksantunan pragmatik. Tuturan E3

dilakukan oleh penutur laki-laki berusia 24 tahun dan mitra tutur perempuan

berusia 46 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Partisipan dalam tuturan

E10 adalah penutur laki-laki kelas 4 SD, berusia 12 tahun, MT1 perempuan kelas

XII SMK ,berusia 19 tahun, dan MT2 perempuan berusia 42 tahun. Penutur

adalah adik dari MT1, dan MT2 adalah ibu dari penutur juga MT1. Penutur yang

berusia lebih muda hendaknya dapat menjaga tuturannya ketika berkomunikasi

dengan orang yang lebih tua, sesuai dengan kebudayaan masyarakat Jawa yang

menjunjung tinggi tata krama dan sopan santun. Namun, hal itu tidak nampak

pada kedua tuturan di atas.

Tuturan E3 terjadi ketika mitra tutur menghampiri penutur yang hendak

bepergian dan bertanya kepadanya. Menurut mitra tutur, celana yang dikenakan

terlalu ketat. Penutur kurang senang dengan pertanyaan mitra tutur yang dinilai

terlalu mengatur cara berpakaian penutur, sehingga penutur memberikan jawaban

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 235: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

216

dengan kesal. Tuturan terjadi dalam suasana serius. Melihat konteks yang terjadi,

penutur adalah sosok yang sulit diatur. Bahkan, terhadap orang yang lebih tua

sekali pun, penutur berani membangkan dan berbicara dengan ketus. Hal ini

menunjukkan rendahnya kesantunan tuturan penutur.

Begitu juga dengan tuturan E10 yang terjadi sore hari di teras rumah.

MT2 menyuruh MT1 untuk memberi makan bebek peliharaan. Namun, MT1

justru berbalik menyuruh penutur yang empunya bebek tersebut. Penutur kesal

karena selalu disuruh untuk mengerjakan sesuatu. MT1 yang juga merasa kesal

kemudian menanggapi perkataan penutur. Berdasarkan konteks tersebut, diketahui

bahwa penutur dan MT1 tidak dapat mengelola emosi dengan baik, sehingga

komunikasi yang terjalin justru memicu terjadinya konflik.

Tuturan E3 disampaikan dengan tujuan mengungkapkan amarah penutur

kepada mitra tutur yang dianggap terlalu banyak mengaturnya. Tindak verbal

yang terjadi: ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut yaitu mitra tutur

pergi meninggalkan penutur dengan raut wajah sinis. Selanjutnya, tuturan E10

dilontarkan dengan tujuan menolak perintah dari MT1. Tindak verbal yang terjadi

yaitu ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah MT1 menanggapi

perkataan penutur dengan kesal.

Lebih lanjut lagi pembahasan mengenai maksud ketidaksantunan.

Maksud dari tuturan adalah milik penutur. Ketika dikonfirmasi kembali, penutur

pada tuturan E3 menyampaikan tuturannya dengan maksud mengungkapkan

kekesalannya terhadap mitra tutur yang dianggap terlalu banyak mengatur,

sedangkan tuturan E10 disampaikan dengan maksud memrotes MT1 yang terus

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 236: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

217

menerus memerintah penutur untuk mengurus bebek. Namun, protes itu

disampaikan secara langsung dan ketus sehingga menjadi tidak santun. Hal itu

sejalan dengan penjelasan Pranowo (2009:68) bahwa komunikasi menjadi tidak

santun ketika penutur menyampaikan kritiknya secara langsung kepada mitra

tuturnya.

4.3.5.3 Subkategori Menyepelekan

Menyepelekan dapat dipahami sebagai ungkapan penutur ketika

menganggap sepele suatu hal. Biasanya ditunjukkan dengan sikap yang acuh tak

acuh. Tuturan E4 dan E6 termasuk dalam subkategori menyepelekan.

Biasa anak muda. (E4)

(Konteks tuturan: penutur tiba di rumah dari bepergian sore hari. Mitra

tutur menyapa penutur di ruang tamu sembari melontarkan pertanyaan dari

mana penutur pergi. Penutur merasa tidak nyaman ketika mitra tutur

bertanya perihal kepergiannya, sehingga penutur hanya menjawab

sekenanya dan terkesan menyepelekan)

Halah mangke bu, neng sawah terus koyo dibayar wae. (E6)

(Konteks tuturan: mitra tutur sedang bersiap-siap di teras rumah hendak

pergi ke sawah pada siang hari. Mitra tutur menyuruh penutur untuk

membantu pekerjaan di sawah. Penutur enggan melaksanakan perintah dari

mitra tutur dan hanya memberi jawaban sembrono)

Wujud ketidaksantunan linguistik pada cuplikan tersebut terdapat pada

tuturan E4 dan E6. Penutur menyepelekan pertanyaan dan perintah dari mitra

tuturnya. Hal itu dapat dilihat dari cara berbicara penutur yaitu berbicara kepada

orang yang lebih tua dengan datar dan sembrono tanpa rasa bersalah, penutur juga

tidak mengindahkan ajakan dari mitra tutur. Selain tuturannya yang tidak santun,

penutur juga menunjukkan sikap yang kurang sopan, seperti berbicara sembari

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 237: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

218

berjalan. Cara penuturan yang demikian sudah tentu menyiratkan wujud

ketidaksantunan pragmatik dalam tuturan-tuturan tersebut.

Mengenai penanda ketidaksantunan linguistik, tuturan E4 dan E6

disampaikan dengan intonasi berita yang bernada sedang. Meskipun disampaikan

dengan nada sedang, kedua tuturan tersebut dipersepsi sebagai tuturan yang tidak

santun karena terdengar menyepelekan mitra tuturnya. Jika ditinjau dari aspek

tekanan, kedua tuturan tersebut memiliki tekanan yang berbeda. Tekanan yang

berbeda tentu menunjukkan adanya maksud yang berbeda pula. Tuturan E4

ditekankan dengan lunak pada frasa anak muda, sedangkan tuturan E6 ditekankan

dengan keras pada kata halah. Tekanan dalam tuturan penutur berfungsi agar

maksud yang diinginkan oleh penutur dapat dengan mudah sampai kepada mitra

tuturnya. Namun, kenyataannya tekanan pada kedua tuturan itu justru memicu

terjadinya konflik antara penutur dan mitra tutur.

Penggunaan bahasa yang ditemukan pada kedua tuturan tidak santun di

atas adalah bahasa populer dan bahasa nonstandar yang ditandai dengan

pemakaian bahasa Jawa. Pilihan kata anak muda pada tuturan di atas, termasuk

dalam bahasa populer karena secara umum sudah dikenal dan diketahui oleh

masyarakat. Namun, kata halah pada tuturan E6 itu sangatlah tidak santun, karena

terdengar sangat menyepelekan mitra tuturnya. Penggunaan bahasa Jawa pada

tuturan E6 juga tidak santun karena terdengar kasar dan menimbulkan konflik

antara penutur dan mitra tuturnya.

Penanda ketidaksantunan pragmatik pada kedua tuturan di atas, ditandai

berdasarkan konteks yang melingkupi tuturan tersebut. Partisipan dalam tuturan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 238: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

219

E4 adalah penutur perempuan, kelas XII SMK berusia 19 tahun dan mitra tutur

perempuan berusia 42 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Partisipan pada

tuturan E6 adalah penutur laki-laki, berusia 28 tahun dan mitra tutur perempuan,

berusia 53 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur. Pada kedua tuturan ini

nampak bahwa penutur yang berusia lebih muda sangatlah tidak santun ketika

bertutur dengan mitra tuturnya.

Lebih lanjut lagi dalam konteks tuturan itu sendiri. Tuturan E4 terjadi

ketika penutur tiba di rumah dari bepergian sore hari. Mitra tutur menyapa

penutur di ruang tamu sembari melontarkan pertanyaan dari mana penutur pergi.

Penutur merasa tidak nyaman ketika mitra tutur bertanya perihal kepergiannya,

sehingga penutur hanya menjawab sekenanya dan terkesan menyepelekan.

Berdasarkan konteks tersebut, diketahui bahwa penutur secara tidak langsung

ingin menyembunyikan sesuatu dari mitra tuturnya, sehingga melontarkan kata-

kata yang terdengar menyepelekan. Bahkan memicu terjadinya konflik antara

penutur dan mitra tutur.

Begitu juga dengan tuturan E6 yang terjadi ketika mitra tutur sedang

bersiap-siap di teras rumah hendak pergi ke sawah pada siang hari. Mitra tutur

menyuruh penutur untuk membantu pekerjaan di sawah. Penutur enggan

melaksanakan perintah dari mitra tutur dan hanya memberi jawaban sembrono.

Berdasarkan konteks tersebut, diketahui bahwa penutur berusaha menolak ajakan

mitra tutur. Namun, penolakan itu dilakukan dengan melontarkan kata-kata yang

terdengar tidak santun karena menyepelekan mitra tuturnya bahkan memicu

terjadinya konflik.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 239: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

220

Tuturan E4 disampaikan dengan tujuan merahasiakan sesuatu dari mitra

tuturnya. Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal ekspresif. Tindak

perlokusi dari tuturan tersebut adalah mitra tutur marah dan membanting pintu.

Selanjutnya, tuturan E6 yang disampaikan dengan tujuan penutur enggan

melaksanakan tugas dari mitra tutur. Tindak verbal yang terjadi yaitu tindak

verbal ekspresif. Tindak perlokusi dari tuturan tersebut adalah mitra tutur

menjawab perkataan penutur dengan kesal kemudian pergi meninggalkan penutur.

Berdasarkan uraian tersebut, dapat dilihat bahwa tindak perlokusi dalam

kategori ini menandakan terjadinya tuturan yang menimbulkan konflik. Terbukti

pada tindak perlokusi kedua mitra tutur di atas yakni terpancing emosinya

sehingga mitra tutur kesal, marah, bahkan membantin pintu dan meninggalkan

penutur.

Pembahasan berikutnya mengenai maksud ketidaksantunan penutur.

Untuk mengetahui maksud, dilakukan konfirmasi kepada penutur. Meskipun

termasuk dalam subkategori menyepelekan, maksud dari tuturan E4 sebenarnya

adalah ingin merahasiakan sesuatu dari mitra tuturnya. Begitu juga dengan tuturan

E6 yang sebenarnya menyiratkan maksud penolakan penutur terhadap ajakan dari

mitra tuturnya.

4.3.5.4 Subkategori Menyindir

Santun atau tidaknya sebuah tuturan dapat dilihat berdasarkan tuturan itu

sendiri beserta konteks yang melingkupinya. Berikut pembahasan lebih lanjut

mengenai wujud, penanda, dan maksud ketidaksantunan dalam subkategori

menyindir.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 240: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

221

Mbok dibanting sisan! Mbok dibaleni! (E1)

(Konteks tuturan: penutur dan mitra tutur sedang makan siang di ruang

makan. Mitra tutur secara tidak sengaja mengambil piring dengan tidak

hati-hati, sehingga menimbulkan suara gaduh. Penutur menanggapi tingkah

laku mitra tutur dengan melontarkan kata-kata sindiran)

Tuturan E1 merupakan wujud ketidaksantunan linguistik dalam cuplikan

tuturan tersebut, sedangkan wujud ketidaksantunan pragmatiknya dapat dilihat

dari cara penutur menyampaikan tuturannya. Dalam kategori menimbulkan

konflik ini, disimpulkan bahwa sebagian besar penutur melecehkan mitra tuturnya

dengan tanggapan sekenanya secara sengaja dapat menimbulkan konflik bahkan

pertengkaran di antara keduanya. Seperti yang terjadi pada tuturan E1, penutur

berbicara dengan ketus, penutur sengaja melontarkan kata-kata sindiran, bahkan

dilakukan sembari melirik ke arah mitra tutur. Hal ini tentu mengakibatkan mitra

tuturnya kurang berkenan. Terbukti dengan sikap mitra tutur yang secara sengaja

justru membuat suasana semakin gaduh.

Intonasi yang digunakan pada tuturan di atas adalah intonasi perintah.

Muslich (2008:115-116) menjelaskan bahwa kalimat perintah (imperatif) ditandai

dengan pola intonasi datar-tinggi. Seperti pada tuturan E1, penutur berbicara

dengan datar namun terdapat penekanan yang berpola datar-tinggi pada tuturan

tersebut. Penekanan yang disampaikan oleh penutur merupakan bentuk

sindirannya terhadap mitra tutur yang tidak berhati-hati dalam melakukan sesuatu.

Pada tuturan E1, penutur berbicara dengan tekanan keras. Bagian yang

ditekankan yaitu pada kata sisan. Sindiran yang ditekankan dengan keras sudah

tentu mengakibatkan terjadinya komunikasi yang kurang baik antara penutur dan

mitra tutur. Lebih lanjut lagi dalam nada tutur. Pada tuturan E1 penutur berbicara

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 241: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

222

dengan nada sedang. Meskipun nada dalam tuturan tersebut tidak menunjukkan

adanya emosi penutur yang berlebih, tuturan itu tidak santun karena menyiratkan

sindiran yang disampaikan secara tidak langsung kepada mitra tuturnya.

Pembahasan berikutnya mengenai diksi dan kata fatis. Tuturan E1

menggunakan bahasa nonstandar yang ditandai dengan pemakaian bahasa Jawa.

Pada tuturan tersebut terdapat kata banting sisan yang artinya dibanting sekalian

dan ternyata menimbulkan ketidaknyamanan bagi mitra tuturnya dan cenderung

memicu konflik antara keduanya. Selanjutnya, ditemukan penggunaan kata fatis

yang mengandung unsur daerah, yaitu kata mbok.

Lebih lanjut lagi dalam penanda ketidaksantunan pragmatik. Tuturan E1

dilakukan oleh penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur adalah kakak dari mitra

tutur. Kesamaan jenis kelamin dan usia yang tidak terlampau jauh cenderung

mendorong adanya kedekatan tertentu antara keduanya. Kedekatan inilah yang

terkadang justru memunculkan bentuk-bentuk komunikasi yang kurang santun

antara keduanya.

Aspek berikutnya adalah konteks dalam tuturan itu sendiri. Tuturan E1

terjadi ketika penutur dan mitra tutur sedang makan siang di ruang makan. Mitra

tutur secara tidak sengaja mengambil piring dengan tidak hati-hati, sehingga

menimbulkan suara gaduh. Penutur menanggapi tingkah laku mitra tutur dengan

melontarkan kata-kata sindiran. Berdasarkan konteks tersebut, terlihat bahwa

penutur ingin memperingatkan mitra tuturnya agar lebih berhati-hati. Namun, cara

penutur itu justru mengakibatkan mitra tuturnya kurang berkenan. Seharusnya,

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 242: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

223

penutur tidak perlu berkata seperti itu. Peringatan dapat saja disampaikan dengan

kata-kata biasa yang tidak mengandung unsur sindiran.

Penutur menyampaikan tuturannya dengan tujuan meminta mitra tutur

agar lebih berhati-hati ketika melakukan sebuah aktivitas. Tindak verbal dalam

tuturan adalah tindak verbal ekspresif. Tuturan tersebut mengakibatkan tindak

perlokusi mitra tuturnya yaitu kesal dan sengaja membuat gaduh ruang makan.

Pembahasan yang terakhir mengenai maksud ketidaksantunan. Maksud

dari tuturan adalah milik penutur. Penutur pada tuturan E1 menyampaikan

tuturannya dengan maksud menyindir mitra tutrunya karena tidak dapat berhati-

hati dalam melakukan suatu aktivitas.

4.3.5.5 Subkategori Menolak

Berikut adalah wujud ketidaksantunan linguistik dalam subkategori

menolak yang terdapat pada tuturan E5.

Punya kaki sendiri kok!! (E5)

(Konteks tuturan: percakapan terjadi di ruang keluarga pada siang hari

(Rabu, 24 April 2013. Pukul 13.15–13.45WIB). Mitra tutur sedang

menerima tamu di ruang tamu, sedangkan penutur sedang menonton televisi

di ruang keluarga. Mitra tutur meminta bantuan kepada penutur untuk

mengambilkan kursi di depan rumah. Penutur enggan melaksanakan

perintah dari mitra tutur, bahkan menanggapi permintaan mitra tutur

dengan kata-kata yang tidak santun)

Penutur pada tuturan E5, tidak mengindahkan perintah dari mitra

tuturnya. Hal itu dapat dilihat dari tindakan penutur yang acuh tak acuh ketika

mitra tutur memerintahkan sesuatu kepadanya. Bahkan, penutur berbicara dengan

ketus dan tidak sopan tanpa melihat ke arah mitra tuturnya. Tuturan itu yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 243: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

224

ditujukan kepada orang yang lebih tua. Cara bicara penutur yang demikian cukup

menunjukkan wujud ketidaksantunan pragmatik dalam tuturan ini.

Tuturan E5 berintonasi seru yang cenderung terdengar keras, sehingga

dipersepsi sebagai bentuk ketidaksantunan, terlebih ketika mitra tutur yang diajak

berbicara hanya berada pada jarak dekat. Frasa sendiri kok lebih ditekankan

dengan keras oleh penutur pada tuturan itu. Beberapa bagian yang ditekankan

pada tuturan tersebut merupakan bagian tuturan yang dipentingkan penutur ketika

mengungkapkan sebuah penolakan. Lebih lanjut lagi mengenai nada tutur.

Tuturan E5 sebagai bentuk penolakan dituturkan dengan nada tinggi karena

suasana hati penutur sedang kesal. Hal itu sejalan dengan penjelasan Pranowo

(2009:77) bahwa jika suasana hati sedang marah atau emosi, nada bicara penutur

menaik dengan keras dan kasar, sehingga terasa menakutkan.

Selanjutnya, mengenai diksi dan kata fatis. Pilihan kata yang digunakan

pada tuturan E5 adalah kata populer, karena secara umum sudah diketahui dan

dipahami oleh masyarakat luas. Pada tuturan tersebut, terdapat pemakaian kata-

kata punya kaki sendiri kok. Pemilihan kata-kata itu menunjukkan kadar

kesantunan tuturan penutur yang masih sangat rendah karena terbukti

mengakibatkan ketidaknyamanan bagi mitra tuturnya. Unsur segmental

berikutnya yaitu kata fatis. Pada tuturan E5 ditemukan penggunaan kata fatis kok

yang menekankan alasan dan pengingkaran dari penutur terhadap mitra tutur.

Pengingkaran dalam tuturan E5 berkaitan dengan penolakan yang dilakukan

penutur terhadap perintah dari mitra tuturnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 244: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

225

Tuturan E5 terjadi antara penutur laki-laki, kelas 3 SD dan mitra tutur

laki-laki, berusia 43 tahun. Penutur adalah anak dari MT. Tuturan terjadi di ruang

keluarga pada siang hari (Rabu, 24 April 2013. Pukul 13.15–13.45 WIB). Mitra

tutur sedang menerima tamu di ruang tamu, sedangkan penutur sedang menonton

televisi di ruang keluarga. Mitra tutur meminta bantuan kepada penutur untuk

mengambilkan kursi di depan rumah. Penutur enggan melaksanakan perintah dari

mitra tutur, bahkan menanggapi permintaan mitra tutur dengan kata-kata yang

tidak santun. Tujuan dari tuturan penutur ialah menolak perintah dari mitra tutur.

Dengan melihat tujuan penutur, tuturan E5 termasuk dalam subkategori menolak.

Tindak verbal yang terjadi adalah tindak verbal komisif. Tindak perlokusi dari

tuturan tersebut yaitu mitra tutur menghampiri penutur dan menjewer telinganya.

Dalam kebudayaan Jawa, orang yang lebih muda seharusnya menjaga

sopan santun, terlebih ketika berbicara dengan orang yang lebih tua. Namun,

kenyataannya pada tuturan tersebut penutur yang berusia lebih muda cenderung

tidak santun dalam bertutur kata. Santun atau tidaknya sebuah tuturan juga dapat

dilihat berdasarkan konteks. Penutur dalam konteks tadi berusaha menolak

perintah dari mitra tuturnya. Hal itu dibuktikan dengan tindak verbal dalam

tuturan yaitu tindak verbal komisif. Tuturan penutur dipersepsi sebagai tuturan

yang tidak santun karena memancing emosi mitra tutur yang kemudian

menghampiri penutur dan menjewer telinganya. Lebih lanjut lagi pembahasan

mengenai maksud ketidaksantunan. Maksud adalah milik penutur. Tuturan E5

menyiratkan maksud yang sama dengan subkategori ini, yaitu penolakan terhadap

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 245: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

226

perintah dari mitra tuturnya. Namun, penolakan itu disampaikan dengan cara yang

kurang tepat sehingga justru memicu konflik antara penutur dan mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 246: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

227

BAB V

PENUTUP

Bab ini berisi uraian tentang dua hal, yaitu (1) simpulan dan (2) saran.

Simpulan berisi rangkuman atas keseluruhan penelitian ini. Saran meliputi hal-hal

relevan yang kiranya perlu diperhatikan, baik untuk keluarga maupun penelitian

lanjutan.

5.1 Simpulan

Berdasarkan hasil analisis data ditemukan tuturan yang tidak santun

dalam interaksi sehari-hari antaranggota keluarga petani di Kabupaten Bantul,

Yogyakarta. Simpulan hasil analisis dan pembahasan dapat dikemukakan sebagai

berikut.

5.1.1 Wujud Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Wujud ketidaksantunan linguistik yang ditemukan dalam interaksi

antaranggota keluarga petani di Kabupaten Bantul, Yogyakarta berupa tuturan

lisan tidak santun yang telah ditranskrip, yakni tuturan yang melanggar

norma, mengancam muka sepihak, melecehkan muka, menghilangkan muka,

dan menimbulkan konflik. Sementara itu, wujud ketidaksantunan pragmatik

berkaitan dengan cara penutur ketika menyampaikan tuturan lisan tidak

santun tersebut.

5.1.2 Penanda Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Penanda ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan intonasi,

tekanan, nada tutur, pilihan kata (diksi), dan penggunaan kata fatis pada

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 247: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

228

tuturan dalam masing-masing kategori ketidaksantunan. Sementara itu,

penanda ketidaksantunan pragmatik dilihat berdasarkan konteks yang

melingkupi tuturan, meliputi penutur dan lawan tutur, konteks tuturan, tujuan

penutur, tuturan sebagai bentuk tindakan, dan tuturan sebagai produk tindak

verbal.

5.1.2.1 Melanggar Norma

Pada kategori melanggar norma, secara umum penutur

berbicara dengan intonasi seru; tekanan keras dan lunak; nada tutur

tinggi dan sedang. Tuturan yang melanggar norma ditandai dengan

diksi yaitu bahasa nonstandar dengan menggunakan bahasa Jawa dan

istilah bahasa Jawa; kata fatis kok, to, kan, ah, dan wong.

Tuturan lisan tidak santun yang melanggar norma cenderung

dikatakan oleh seorang anak dalam keluarga petani; dalam suasana

serius dan santai; tindak verbal komisif dan ekspresif; tindak perlokusi

mitra tutur kesal, namun ada pula yang lebih memilih diam kemudian

pergi meninggalkan penutur.

5.1.2.2 Mengancam Muka Sepihak

Tuturan yang mengancam muka sepihak ditandai dengan

intonasi tanya, seru, dan perintah; tekanan keras dan lunak; nada tutur

tinggi dan sedang. Tuturan yang mengancam muka sepihak ditandai

dengan diksi, yaitu bahasa nonstandar dengan pemakaian bahasa Jawa,

menggunakan kata tidak baku, penggabungan bahasa Indonesia dengan

bahasa Jawa, dan menggunakan istilah bahasa Jawa; kata fatis kok.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 248: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

229

Tuturan yang mengancam muka sepihak dituturkan

antaranggota keluarga bahkan kerabat jauh dari keluarga; dalam

suasana serius dan santai; tindak verbal ekspresif; tindak perlokusi

mitra tutur tersinggung dan kesal tetapi penutur tidak menyadari hal

tersebut.

5.1.2.3 Melecehkan Muka

Tuturan tidak santun yang melecehkan muka ditandai dengan

intonasi seru dan berita; tekanan keras dan lunak; nada tutur tinggi dan

sedang. Pilihan kata (diksi) yaitu bahasa populer dan bahasa nonstandar

dengan menggunakan bahasa Jawa, menggunakan kata tidak baku,

penggabungan bahasa Indonesia dengan bahasa Jawa, dan penggunaan

istilah bahasa Jawa; kata fatis wah, kok, hayoo, to, lah, ya, yo, huu, hei,

lho, dong, ah, dan woo.

Pada kategori ini yang terlibat dalam tuturan yaitu semua

anggota keluarga; dalam suasana santai dan serius; tindak verbal

ekspresif; tindak perlokusi mitra tutur tersenyum untuk mencairkan

suasana, ada yang berlari meninggalkan penutur, tidak mengindahkan

perintah penutur, ada pula yang berusaha mengklarifikasi kembali,

bahkan ada yang memilih untuk diam.

5.1.2.4 Menghilangkan Muka

Pada kategori menghilangkan muka, secara umum penutur

berbicara dengan intonasi tanya dan berita; tekanan keras dan lunak;

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 249: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

230

nada tutur sedang. Tuturan yang menghilangkan muka ditandai dengan

diksi yaitu bahasa populer dan bahasa nonstandar dengan menggunakan

bahasa Jawa, menggunakan kata tidak baku, dan penggunaan istilah

bahasa Jawa; kata fatis ah, kok, to, mbok dan lho.

Tuturan yang menghilangkan muka dituturkan oleh semua

anggota keluarga dan kerabat dekat maupun kerabat jauh dari keluarga;

dalam suasana santai dan serius; tindak verbal ekspresif; tindak

perlokusi mitra tutur malu, tetapi hanya tersenyum atau tertawa dalam

menyikapi penutur, ada pula yang memberikan jawaban sebagai upaya

pembelaan diri.

5.1.2.5 Menimbulkan Konflik

Tuturan yang menimbulkan konflik ditandai dengan intonasi

seru; tekanan keras dan lunak; nada tutur tinggi; pilihan kata (diksi)

yaitu bahasa populer dan bahasa nonstandar dengan menggunakan

bahasa Jawa dan istilah bahasa Jawa; kata fatis mbok, ah, to, kok, dan

woo.

Penanda ketidaksantunan pragmatik dalam kategori ini dilihat

dari partisipan dalam tuturan yakni semua anggota keluarga; dalam

suasana serius; tindak verbal ekspresif dan komisif; tindak perlokusi

mitra tutur kesal, marah, dan tersinggung. Amarah mitra tutur

ditunjukkan dengan cara membanting pintu, membalas perkataan

penutur dengan umpatan, melempar sandal, bahkan melontarkan sebuah

ancaman.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 250: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

231

5.1.3 Maksud Ketidaksantunan

Setiap tuturan yang disampaikan sudah tentu mengandung suatu

maksud. Maksud adalah milik penutur. Dalam menganalisis maksud

ketidaksantunan, dilakukan konfirmasi kepada penutur. Pada penelitian ini,

ditemukan delapan belas maksud ketidaksantunan dan dipaparkan

berdasarkan kategori ketidaksantunan sebagai berikut.

Kategori ketidaksantunan yang pertama adalah melanggar norma. Pada

kategori ini ditemukan empat maksud ketidaksantunan. Keempat maksud

ketidaksantunan itu adalah maksud kesal, maksud mengajak bercanda,

maksud menolak, dan maksud untuk membela diri. Selanjutnya, kategori

ketidaksantunan mengancam muka sepihak dengan sembilan maksud

ketidaksantunan dalam tuturan penutur. Maksud ketidaksantunan tersebut

meliputi maksud menyindir, maksud menanyakan, maksud mengusir, maksud

kesal, maksud memerintah, meminta bantuan, memberi saran, maksud

menakut-nakuti, dan maksud memberi informasi.

Kategori ketidaksantunan berikutnya adalah melecehkan muka. Dalam

kategori ini ditemukan tiga belas maksud ketidaksantunan penutur. Maksud

ketidaksantunan tersebut meliputi maksud kesal, maksud menakut-nakuti,

maksud mengusir, protes, menagih janji, maksud menyimpulkan, maksud

bercanda, maksud memberi informasi, mengejek, maksud menolak, maksud

menyindir, maksud marah, dan maksud memberi saran.

Lebih lanjut lagi dalam kategori ketidaksantunan menghilangkan

muka. Pada kategori ketidaksantunan ini terdapat enam maksud

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 251: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

232

ketidaksantunan, yaitu maksud menyindir, maksud bercanda, maksud kesal,

memberi informasi, maksud protes, dan maksud menakut-nakuti. Terakhir,

kategori ketidaksantunan menimbulkan konflik, meliputi maksud marah,

merahasiakan sesuatu, maksud kesal, protes, menolak, dan maksud

menyindir.

5.2 Saran

Berdasarkan hasil temuan dalam penelitian ini, peneliti memberikan

beberapa saran, yaitu (1) untuk keluarga dan (2) untuk penelitian lanjutan. Saran

tersebut dipaparkan sebagai berikut.

1) Bagi Keluarga

Penelitian ini mengkaji ketidaksantunan berbahasa dalam ranah

keluarga. Berdasarkan hasil penelitian yang telah diuraikan, sebagai

anggota keluarga yang merupakan bagian dari masyarakat, khususnya

yang hidup dalam budaya Jawa dan masih menjunjung tinggi nilai

kesantunan, seharusnya dapat menghindari penggunaan bahasa yang

tidak santun, baik di dalam maupun di luar keluarga. Salah satu hal yang

dapat dilakukan, misalnya dengan menjaga perasaan orang lain ketika

ingin mengutarakan suatu maksud tertentu. Hasil penelitian ini dapat

dijadikan acuan untuk melihat fenomena ketidaksantunan yang terjadi

dalam ranah keluarga. Dengan adanya acuan ketidaksantunan dalam

berbahasa ini, anggota keluarga dapat mengurangi dan menghindari

penggunaan bahasa yang tidak santun dalam berkomunikasi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 252: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

233

2) Bagi Penelitian Lanjutan

Penelitian ini hanya mengkaji ketidaksantunan linguistik dan

pragmatik dalam lingkup keluarga saja. Bagi peneliti lain, penelitian ini

dapat dikembangkan lebih lanjut dengan ranah yang berbeda seperti

ranah agama atau bahkan lebih luas lagi dalam ketidaksantunan

berbahasa elit politik, dan masih banyak lagi yang menarik untuk ditelaah

lebih lanjut.

Penelitian ini belum menelaah lebih lanjut mengenai maksud

ketidaksantunan penutur. Oleh sebab itu, peneliti lain diharapkan untuk

menggali maksud seseorang (penutur) lebih mendalam, sehingga dapat

semakin memberi gambaran bagi pembaca mengenai maksud

ketidaksantunan yang hanya dimiliki oleh penutur itu sendiri.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 253: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

234

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Bousfield, Derek & Miriam A. Locher. 2008. Impoliteness in Language: Studies

on its Interplay with Power in Theory and Practice. New York:

Mouton de Gruyer.

Bungin, Burhan. 2006. Sosiologi Komunikasi: Teori, Paradigma, dan Diskursus

Teknologi Komunikasi di Masyarakat. Jakarta: Kencana.

Chaer, Abdul. 2011. Tata Bahasa Praktis Bahasa Indonesia. Jakarta: Rineka

Cipta.

Depdiknas. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Edisi Keempat. Jakarta:

Gramedia.

Herdiansyah, Haris. 2010. Metodologi Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-ilmu

Sosial. Jakarta: Salemba Humanika.

Huang, Yan. 2007. Pragmatics. New York: Oxford University Press.

Keraf, Gorys. 1987. Diksi dan Gaya Bahasa. Jakarta: Gramedia.

___________. 1991. Tata Bahasa Rujukan Bahasa Indonesia. Jakarta: Grasindo.

Kridalaksana, Harimurti. 1986. Kelas Kata dalam Bahasa Indonesia. Jakarta:

Gramedia.

Leech, Geoffrey. 1983. Principles of Pragmatics. London: Longman.

Mahsun. 2007. Metode Penelitian Bahasa: Tahapan Strategi, Metode, dan

Tekniknya. Jakarta: Grafindo Persaja.

Marsono. 2008. Fonetik. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Melissa Puspitarini, Olivia. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Berbahasa antara Dosen dan Mahasiswa Program Studi PBSID,

FKIP, USD, Angkatan 2009—2011. Skripsi. Yogyakarta: PBSID,

JPBS, FKIP, USD.

Moleong, Lexy. J. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Mushlich, Masnur. 2009. Fonologi Bahasa Indonesia : Tinjauan Deskriptif Sistem

Bunyi Bahasa Indonesia. Jakarta: Bumi Aksara.

Nadar, F.X. 2009. Pragmatik dan Penelitian Pragmatik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 254: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

235

Narbuko, Cholid dan Achmadi, Abu. 2009. Metodologi Penelitian. Jakarta: Bumi

Aksara.

Nikelas, Syahwin. 1988. Pengantar Linguistik untuk Guru Bahasa. Jakarta:

Depdikbud.

Noviyanti, Agustina Galuh Eka. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Berbahasa Antarsiswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun

Ajaran 2012/2013. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

Nugroho, Miftah. 2009. “Konteks dalam Kajian Pragmatik” dalam Peneroka

Hakikat Bahasa. Yogyakarta: Universitas Sanata Dharma.

Pranowo. 2009. Berbahasa secara Santun. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Rahardi, Kunjana. 2003. Berkenalan dengan Ilmu Bahasa Pragmatik. Malang:

Dioma.

_______________. 2009. Sosiopragmatik. Jakarta: Erlangga.

_______________. 2012. “Penelitian Kompetensi: Ketidaksantunan Pragmatik

dan Linguistik Berbahasa dalam Ranah Keluarga (Family Domain)”.

Presentasi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

_______________. 2012 . “Re-interpretasi Konteks Pragmatik”. Jurnal.

Sudaryanto. 1993. Metode dan Aneka Teknik Analisis Data: Pengantar Penelitian

Wahana Kebudayaan secara Linguistis. Yogyakarta: Duta Wacana

University Pers.

Widi, Restu Kartiko. 2010. Asas Metodologi Penelitian: Sebuah Pengenalan dan

Penuntun Langkah demi Langkah Pelaksanaan Penelitian.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Widyawari, Caecilia Petra Gading May. Ketidaksantunan Linguistik dan

Pragmatik Berbahasa Antarmahasiswa Program Studi PBSID

Angkatan 2009—2011 Universitas Sanata Dharma. Skripsi.

Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP, USD.

Wijana, I Dewa Putu. 1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi.

Wijana, I Dewa Putu & Muhammad Rohmadi. 2008. Semantik: Teori dan

Analisis. Surakarta: Yuma Pustaka.

Yule, George. 2006. Pragmatik (terj). Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Yuliastuti, Elizabeth Rita. 2013. Ketidaksantunan Linguistik dan Pragmatik

Berbahasa antara Guru dan Siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta

Tahun Ajaran 2012/2013. Skripsi. Yogyakarta: PBSID, JPBS, FKIP,

USD.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 255: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

236

LAMPIRAN

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 256: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

KORPUS DATA DAN TABULASI DATA

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA KATEGORI MELANGGAR NORMA

NO KODE TUTURAN

PENANDA KETIDAKSANTUNAN PERSEPSI KETIDAK-

SANTUNAN LINGUAL NONLINGUAL

(Topik dan Situasi)

1. (A1) Cuplikan Tuturan 1

MT : “Telat pulang tu

mbok ngebel rumah, ben

wong tuwa ra bingung!”

P : “Opo-opo kok

koyo cah cilik to,

mengko lak yo bali

dewe!!”

Intonasi seru

Tekanan :

keras pada

frasa bali

dewe.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis:

kok, to.

Tuturan terjadi dalam keluarga ketika mitra

tutur berusaha menegur penutur yang

terlambat pulang. Padahal sudah ada

kesepakatan jika terlambat harus memberi

kabar. Tuturan terjadi di ruang keluarga pada

sore hari (Rabu, 10 April 2013).

Penutur kesal karena merasa terlalu dikekang

pada usianya yang sudah cukup dewasa.

Penutur berusaha menentang teguran mitra

tutur dengan nada tinggi.

Penutur laki-laki berusia 24 tahun dan mitra

tutur perempuan, ibu berusia 46 tahun.

Penutur merupakan anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan

kekesalannya ketika mitra tutur memberi

teguran karena terlambat pulang.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam saja

kemudian meninggalkan penutur.

Kategori Ketidaksantunan:

Melanggar norma

Subkategori Ketidaksantunan:

Menentang

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menanggapi teguran

mitra tutur dengan ketus.

Penutur melanggar kesepakatan

yang telah ditetapkan.

Penutur tidak mengindahkan

teguran mitra tutur.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

2. (A2) Cuplikan Tuturan 2

MT : “Mbok yo nek Intonasi seru

Tekanan:

Tuturan terjadi di ruang keluarga pada sore

hari ketika penutur pulang dari bermain.

Kategori Ketidaksantunan:

Melanggar norma

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 257: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

mulih sekolah ki opo

jam’e, dolan keno, tapi

bali sik, ganti sik,

pamitan sik!”

P : “Emoohh,

Pak!”

lunak pada

kata emoohh.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

(Kamis, 11 April 2013).

Saat itu penutur masih menggunakan seragam

sekolah.

Mitra tutur berusaha menegur penutur agar

saat pulang sekolah terlebih dahulu ganti

pakaian dan berpamitan sesuai dengan aturan

yang disepakati dalam keluarga.

Penutur berusaha menolak teguran mitra

tutur.

Penutur duduk di hadapan mitra tutur.

Penutur menanggapi teguran mitra tutur.

Penutur perempuan, siswa kelas VIII SMP

berusia 16 tahun dan mitra tutur seorang

bapak berusia 49 tahun. Penutur merupakan

anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur menolak anjuran mitra tutur.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam saja.

Subkategori Ketidaksantunan:

Menolak

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menjawab perkataan

mitra tutur dengan cara

menyepelekan.

Penutur melanggar aturan yang

telah disepakati.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur menjawab tanpa melihat

ke arah mitra tutur.

Penutur menjawab dengan datar

tanpa merasa bersalah.

3. (A3) Cuplikan Tuturan 3

MT : “Hayoo, koe mau

dolan ora pamit to??”

P : “Mau kan aku

wis ngomong, kok

diarani dolan, kan wis

ijin!!”

Intonasi seru

Tekanan:

keras pada

wis ijin.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

tinggi.

Diksi: bahasa

Tuturan terjadi di teras rumah, pada sore hari,

saat penutur pulang dari bepergian (Rabu, 10

April 2013).

Mitra tutur bertanya kepada penutur dengan

nada sedikit mencurigai tentang kepergian

penutur tanpa seijin mitra tutur.

Mitra tutur curiga karena penutur sering pergi

tanpa ijin. Padahal sudah disepakati agar

berpamitan terlebih dahulu sebelum

bepergian. Mendengar pertanyaan mitra tutur,

Kategori Ketidaksantunan:

Melanggar norma

Subkategori Ketidaksantunan :

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menjawab pertanyaan

mitra tutur dengan keras.

Penutur melanggar aturan yang

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 258: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis:

kok, kan.

penutur menjadi kesal.

Penutur perempuan, siswi SMK Kelas XII

berusia 18 tahun dan mitra tutur seorang

bapak berusia 50 tahun. Penutur merupakan

anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur berusaha membela diri dari

pertanyaan mitra tutur yang terkesan sangat

mencurigai penutur. Padahal, sebelum

bepergian penutur sudah merasa berpamitan.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam dan tidak

mencurigai penutur lagi.

telah disepakati.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur berbicara sembari

menatap mitra tutur dengan mata

terbelalak.

4. (A4) Cuplikan Tuturan 4

MT : (mengingat

peraturan yang telah

disepakati bahwa tamu

harus pulang sebelum

pukul 21.00, maka mitra

tutur mematikan lampu

ruang tamu ketika

penutur masih menerima

tamunya pada jam

tersebut)

P : “Ah, mamak ki

terlalu! Aku ra meh

mulih, meh kost wae!!”

Intonasi seru

Tekanan:

keras pada

kata terlalu.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: ah.

Tuturan terjadi di ruang tamu, pada malam

hari ketika penutur usai menerima tamu.

Suasana saat terjadi tuturan adalah serius

(Rabu, 10 April 2013).

Penutur sedang menerima tamu. Tiba-tiba

mitra tutur mematikan lampu ruang tamu,

karena jam sudah menunjukkan pukul 21.00

WIB. Mengingat kesepakatan dalam keluarga,

bahwa tamu harus pulang sebelum pukul

21.00 WIB.

Kejadian tersebut mengakibatkan tamu pulang

dengan tergesa-gesa. Penutur kesal dan marah

dengan sikap mitra tutur.

Penutur berdiri di hadapan mitra tutur.

Penutur laki-laki berusia 24 tahun dan mitra

tutur perempuan, ibu berusia 46 tahun.

Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Kategor Ketidaksantunan:

Melanggar norma

Subkategori Ketidaksantunan:

Marah

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menanggapi sikap mitra

tutur dengan berteriak.

Penutur melanggar kesepakatan

dalam keluarga.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur berbicara sembari

menunjuk ke arah mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 259: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Tujuan: penutur menanggapi sikap mitra tutur

yang kurang menyenangkan dan sedikit

menyinggung penutur.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur diam saja.

5. (A5) Cuplikan Tuturan 5

MT : “Rasah wengi-

wengi le bali!”

P : “Iyo pak,

sekalian subuh.”

Intonasi

berita

Tekanan:

lunak pada

sekalian

subuh.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

istilah bahasa

Jawa, yaitu

pada kata iyo.

Tuturan terjadi di ruang tamu saat suasana

santai, sore hari ketika penutur hendak

bepergian (Kamis, 4 April 2013).

Mitra tutur berpesan kepada penutur agar

tidak pulang larut malam, sesuai dengan

kesepakatan yang sudah ditetapkan dalam

keluarga. Namun, penutur justru menjawab

sekenanya dan terkesan sembrono.

Penutur berdiri di hadapan mitra tutur.

Penutur menjawab perkataan mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur

seorang mahasiswa semester 4 berusia 19

tahun dan mitra tutur seorang bapak berusia

47 tahun. Penutur merupakan anak dari mitra

tutur.

Tujuan: penutur berusaha menentang pesan

dari mitra tutur karena penutur merasa sudah

cukup dewasa sehingga semua kegiatannya

tidak perlu dipantau lagi oleh mitra tutur.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur kesal karena

merasa disepelekan.

Kategori Ketidaksantunan :

Melanggar norma

Subkategori Ketidaksantunan:

Menentang

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan

sembrono tanpa memiliki rasa

tanggung jawab.

Penutur berbicara sembari

tersenyum.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur berbicara tanpa melihat

ke arah mitra tutur.

Penutur tidak mengindahkan

pesan dari mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 260: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

6. (A6) Cuplikan Tuturan 6

MT : “Le, mbok

belajar! Sudah waktunya

belajar ini.”

P : “Ah..wong neng

sekolah wis sinau kok!”

Intonasi seru

Tekanan:

keras pada

kata fatis ah

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis :

ah, wong,

kok.

Tuturan terjadi di ruang keluarga, pada malam

hari (Kamis, 15 April 2013).

Mitra tutur berusaha memperingatkan penutur

untuk belajar, karena sudah disepakati adanya

jam belajar pada keluarga tersebut. Namun,

penutur justru menjawab sekenanya dan

terkesan acuh, bahkan kembali terlihat sibuk

dengan laptopnya.

Penutur laki-laki, siswa kelas VII SMP

berusia 13 tahun dan mitra tutur perempuan,

ibu berusia 50 tahun. Penutur adalah cucu dari

mitra tutur.

Tujuan: penutur menolak anjuran mitra tutur

untuk belajar.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur kesal karena

sikap penutur yang acuh, kemudian mitra

tutur meninggalkan penutur.

Kategori Ketidaksantunan :

Melanggar norma

Subkategori Ketidaksantunan :

Menolak

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menjawab peringatan

mitra tutur dengan ketus.

Penutur tidak mengindahkan

peringatan mitra tutur.

Penutur melanggar kesepakatan

dalam keluarga.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur berbicara tanpa melihat

ke arah mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 261: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

KORPUS DATA DAN TABULASI DATA

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA KATEGORI MENGANCAM MUKA SEPIHAK

NO KODE TUTURAN

PENANDA KETIDAKSANTUNAN PERSEPSI KETIDAK-

SANTUNAN LINGUAL NONLINGUAL

(Topik dan Situasi)

1. (B1) Cuplikan Tuturan 7

P : “Sudah hampir

setahun, sudah mau

punya anak belum?”

MT : “Belum, Pak.”

Intonasi tanya

Tekanan :

lunak pada

frasa hampir

setahun.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

rendah.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

kata tidak

baku, yaitu

kata mau dan

punya.

Tuturan terjadi di ruang keluarga ketika

penutur dan mitra tutur sedang berbincang-

bincang (Sabtu, 20 April 2013).

Penutur merasa bahwa sudah waktunya bagi

mitra tutur untuk memiliki keturunan. Oleh

karena itu, penutur menanyakan hal tersebut

kepada mitra tutur tanpa menyadari bahwa

pertanyaannya sedikit menyinggung mitra

tutur.

Mitra tutur yang tersinggung hanya

menjawab pertanyaan penutur dengan

singkat.

Penutur berada di dekat mitra tutur.

Penutur bertanya kepada mitra tutur.

Penutur laki-laki, bapak berusia 65 tahun

dan mitra tutur perempuan berusia 33 tahun.

Penutur adalah bapak mertua dari mitra

tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan

keinginannya untuk segera menimang cucu.

Tindak verbal: ekspresif.

Kategori Ketidaksantunan :

Mengancam muka sepihak

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyindir

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur bertanya kepada

mitra tutur dengan lugas

tanpa memahami perasaan

mitra tutur.

Penutur bertanya sembari

menatap mitra tutur sinis.

Penutur bertanya kepada

orang yang memang belum

memiliki keturunan.

Penutur tidak menyadari

bahwa tuturannya

menyinggung mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 262: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Tindak perlokusi: mitra tutur sedikit

tersinggung dan hanya memberi jawaban

dengan singkat.

2. (B2) Cuplikan Tuturan 8

P : “Ngopo Pak,

panjenengan kok

koyo sakit gigi

ngaten?”

MT : “Ngopo, ora

popo.”

Intonasi tanya

Tekanan :

lunak pada

frasa ngopo

Pak.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

rendah.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

penggabungan

bahasa Jawa

dan bahasa

Indonesia.

Kata fatis: kok.

Tuturan terjadi di ruang keluarga, pada sore

hari ketika mitra tutur pulang dari sawah

(Senin, 8 April 2013).

Tuturan terjadi dalam suasana santai

Penutur bertanya kepada mitra tutur yang

terlihat lesu dan tidak seperti biasanya.

Rasa lelah yang dirasakan setelah

beraktivitas di sawah mengakibatkan mitra

tutur enggan menjawab pertanyaan penutur.

Bahkan, mitra tutur merasa bahwa

pertanyaan penutur sedikit mengganggu.

Penutur perempuan, ibu berusia 60 tahun

dan mitra tutur laki-laki, bapak berusia 63

tahun. Penutur adalah istri dari mitra tutur.

Tujuan: penutur menanggapi tingkah laku

mitra tutur yang terlihat tidak seperti

biasanya.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur memberikan

jawaban singkat dan terdengar sinis.

Kategori Ketidaksantunan :

Mengancam muka sepihak

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyindir

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur bertanya kepada

mitra tutur dengan kata-kata

sindiran.

Penutur bertanya pada waktu

yang tidak tepat.

Penutur bertanya kepada

orang yang sedang enggan

berkomunikasi karena

kelelahan mengurus sawah.

Penutur tidak menyadari

bahwa pertanyaannya

mengganggu mitra tutur.

Penutur bertanya dengan

datar tanpa rasa bersalah.

3. (B3) Cuplikan Tuturan 9

P : “Neng ngomah

ki ngopo wae??”

Intonasi tanya

Tekanan: keras

pada frasa

ngopo wae.

Nada tutur:

Tuturan terjadi di rumah, ketika penutur

pulang dari sawah dan menjumpai mitra

tutur di dapur (Kamis, 11 April 2013).

Aktivitas mitra tutur setiap harinya adalah

mengurus rumah.

Kategori Ketidaksantunan :

Mengancam muka sepihak

Subkategori Ketidaksantunan:

Marah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 263: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

MT : “Gaweanku ki

akeh. Ojo ming

nyalahke aku terus!!”

penutur

berbicara

dengan nada

tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Saat itu, penutur marah ketika pulang dari

sawah belum ada air panas untuk mandi dan

minum. Maka, penutur melontarkan kata-

kata kepada mitra tutur dengan nada tinggi

tanpa menyadari bahwa tuturannya telah

menyinggung mitra tutur.

Mitra tutur tersinggung karena ia sendiri

merasa telah menyelesaikan semua

pekerjaan rumah.

Penutur laki-laki seorang bapak berusia 59

tahun dan mitra tutur perempuan seorang ibu

berusia 57 tahun. Penutur adalah suami dari

mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan

kemarahannya dan menanggapi sikap mitra

tutur yang dinilai kurang peduli terhadap

keadaan rumah.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur menjawab

pertanyaan penutur dengan nada kesal dan

kecewa kemudian pergi meninggalkan

penutur.

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada

mitra tutur dengan ketus.

Penutur tidak menyadari

bahwa tuturannya

menyinggung mitra tutur.

Penutur berbicara sembari

berdiri.

4. (B4) Cuplikan Tuturan 10

MT : “Pak, ada yang

mencari.” (berjalan

menghampiri penutur

dan diikuti oleh MT2

yang berjalan pelan di

Intonasi seru

Tekanan :

keras pada

frasa meh

maghrib.

Nada tutur:

penutur

Percakapan antara penutur, MT 1, dan MT2

di teras rumah pada petang hari (Sabtu, 20

April 2013).

Suasana yang terjadi dalam tuturan adalah

serius.

Penutur sedang berada di teras rumah saat

matahari mulai tenggelam. Tiba-tiba MT 1

Kategori Ketidaksantunan :

Mengancam muka sepihak

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyindir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 264: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

belakang MT1).

P : “Wis meh

maghrib kok ono

tamu!!”

berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: kok.

datang memberitahu penutur bahwa MT 2

ingin bertemu dengan penutur.

MT 2 berjalan pelan mengikuti MT 1 dari

arah samping rumah.

Penutur merasa kesal dengan kedatangan

MT 2 yang dianggap mengganggu aktivitas

penutur, karena hari sudah petang. MT 2

sendiri kurang menyadari bahwa

kedatangannya membuat penutur tidak

berkenan.

Penutur menanggapi kedatangan MT 2.

Penutur dan MT 2 laki-laki, sedangkan MT

1 perempuan.

Penutur seorang bapak berusia 65 tahun,

MT 1 seorang ibu berusia 50 tahun, dan MT

2 bapak berusia 40 tahun.

Penutur adalah kerabat dekat MT 2.

Tujuan: penutur mengungkapkan rasa

kurang senangnya terhadap kedatangan MT

2 ke rumahnya saat petang hari, karena

dianggap mengganggu aktivitas penutur.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: MT 2 sedikit tersinggung

namun tetap menunggu penutur yang

meninggalkannya untuk shalat maghrib.

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan

ketus.

Penutur berbicara tanpa

melihat ke arah mitra tutur.

Penutur berbicara sambil

berjalan meninggalkan mitra

tutur.

Penutur tidak menyadari

bahwa tuturannya

menyinggung mitra tutur.

5. (B5) Cuplikan Tuturan 11

P : “Kene, aku

meh ngomong!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada kata

kene.

Percakapan antara penutur dan mitra tutur di

ruang keluarga pada siang hari.

Mitra tutur sedang menerima telepon dari

anggota keluarga lain yang berada di luar

Kategori Ketidaksantunan:

Mengancam muka sepihak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 265: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

MT : “Yoo, hati-hati.

Ngomong yo

ngomong tapi kan

ngga perlu mutus-

mutus sembarangan

ngono kui.”

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

kota. Tiba-tiba penutur mengambil telepon

genggam dari mitra tutur dengan cara yang

kurang sopan, sehingga mengakibatkan

mitra tutur kesal dan terganggu.

Penutur tidak menyadari bahwa perkataan

dan tindakannya mengakibatkan mitra tutur

terganggu.

Penutur berdiri di samping mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur seorang ibu berusia 52 tahun dan

mitra tutur seorang bapak berusia 52 tahun.

Penutur adalah istri dari mitra tutur.

Tujuan: penutur ingin ikut berbicara dengan

anggota keluarga lain melalui telepon.

Tindak verbal : direktif.

Tindak perlokusi: mitra tutur merasa kesal

kemudian menasihati penutur.

Subkategori Ketidaksantunan:

Memerintah

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada

mitra tutur dengan ketus.

Penutur langsung merebut

telepon genggam dari mitra

tutur dengan tidak sopan.

Penutur tidak menyadari

bahwa tuturan dan

tindakannya mengganggu

mitra tutur.

Penutur berbicara dan

melakukan tindakan sembari

berdiri.

6. (B6) Cuplikan Tuturan 12

P : “Sesok meneh

ojo nyayur ngene iki,

Mak!!”

MT : “Koe ki mbok

ngerti simbok ki ijen,

maem sak anane

wae!”

Intonasi

perintah.

Tekanan :

keras pada

frasa ojo

nyayur.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

tinggi.

Tuturan terjadi di ruang makan ketika

penutur hendak mengambil makan sembari

mencicipi masakan mitra tutur.

Penutur kurang menyukai masakan mitra

tutur, kemudian mengomentari masakan

mitra tutur dengan nada tinggi. Penutur

tidak menyadari bahwa kata-katanya telah

menyinggung mitra tutur.

Mitra tutur kesal dengan sikap penutur yang

tidak pernah menghargai masakan mitra

tutur.

Kategori Ketidaksantunan :

Mengancam muka sepihak

Subkategori Ketidaksantunan:

Kecewa

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada

mitra tutur dengan ketus.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 266: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Penutur berdiri di dekat mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur laki-laki berusia 21 tahun dan mitra

tutur perempuan, ibu berusia 50 tahun.

Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan kecewanya

terhadap masakan mitra tutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur yang merasa

tersinggung kemudian menjawab perkataan

penutur sembari meninggalkan penutur di

ruang makan.

Penutur tidak menyadari

bahwa perkataannya

menyinggung mitra tutur.

Penutur berbicara sembari

berdiri.

Penutur berbicara tanpa rasa

bersalah.

Penutur mengurungkan

niatnya untuk mengambil

makanan.

7. (B7) Cuplikan Tuturan 13

P : “Mbak, garapke

iki!”

MT : “Koe ngerti ora

nek mbak ki repot?”

P : “Halah mbak wong aku raiso tenan, padahal kudu ndang dadi!”

Intonasi

perintah.

Tekanan:

lunak pada

garapke iki.

Nada tutur :

penutur

berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Percakapan yang terjadi antara penutur dan

mitra tutur ketika berada di ruang belajar

pada malam hari.

Mitra tutur sedang sibuk mengerjakan tugas

kuliah. Penutur datang menghampiri mitra

tutur dengan menyodorkan buku kepada

mitra tutur.

Penutur bermaksud meminta tolong agar

mitra tutur mau membantu mengerjakan

PR. Penutur tidak menyadari bahwa

kedatangannya mengganggu mitra tutur

yang sedang sibuk dengan tugas kuliahnya.

Mitra tutur kesal dengan sikap penutur.

Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur

berusia 16 tahun dan mitra tutur mahasiswa

semester 8 berusia 22 tahun. Penutur adalah

Kategori Ketidaksantunan:

Mengancam muka sepihak

Subkategori Ketidaksantunan:

Memerintah

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada

mitra tutur tanpa sungkan

sedikit pun.

Penutur kurang peduli

dengan aktivitas yang sedang

dikerjakan oleh mitra tutur.

Penutur berbicara dengan

orang yang lebih tua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 267: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

adik dari mitra tutur.

Tujuan: penutur meminta bantuan kepada

mitra tutur untuk menyelesaikan PR.

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi: mitra tutur merasa

terganggu kemudian menanggapi permintaan

penutur dengan singkat.

8. (B8) Cuplikan Tuturan 14

P : “Ngopo mbah

kok ra maem?”

MT : “Lha yo wong

seko sawah kesel-

kesel kok ra ono

wedang panas.”

Intonasi tanya

Tekanan:

lunak pada

frasa ra maem.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

rendah.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: kok.

Tuturan terjadi di ruang keluarga saat mitra

tutur pulang dari sawah dan penutur baru

saja selesai mengurus rumah.

Mitra tutur merasa kesal ketika pulang dari

sawah belum ada air panas untuk mandi.

Kekesalan mitra tutur ia perlihatkan dengan

cara berdiam diri.

Melihat tingkah laku mitra tutur yang tidak

seperti biasanya, penutur kemudian bertanya

kepada mitra tutur tanpa rasa bersalah

sedikit pun.

Penutur perempuan, ibu berusia 59 tahun

dan mitra tutur laki-laki, bapak berusia 61

tahun. Penutur adalah istri dari mitra tutur.

Tujuan: penutur menanggapi tingkah laku

mitra tutur yang tidak seperti biasanya.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi : mitra tutur menjawab

sekenanya kemudian pergi meninggalkan

penutur.

Kategori Ketidaksantunan :

Mengancam muka sepihak

Subkategori Ketidaksantunan:

Menanyakan

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur bertanya kepada

mitra tutur dengan datar

tanpa merasa bersalah.

Penutur tidak menyadari

bahwa pertanyaannya

membuat mitra tutur tidak

berkenan.

Penutur bertanya tanpa

melihat ke arah mitra tutur.

Penutur bertanya di waktu

yang kurang tepat.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 268: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

9. (B9) Cuplikan Tuturan 15

P : “Tak jewer koe

mengko nek

ngeyel!!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada frasa tak

jewer.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Tuturan terjadi saat penutur dan mitra tutur

berada di sawah, pada hari Senin, 10 Juni

2013, sekitar pukul 11.30 – 12.30 WIB.

Penutur sedang kerepotan mengangkat

dedaunan untuk makanan sapi ke atas motor,

sedangkan mitra tutur yang berada di

dekatnya terlihat asik bermain karena mitra

tutur merasa bahwa tugasnya telah usai.

Penutur berusaha memperingatkan mitra

tutur dengan melontarkan kata-kata yang

sedikit mengancam, tanpa menyadari bahwa

perkataannya menyinggung dan

mengakibatkan mitra tutur enggan berada di

situ.

Penutur berdiri di dekat mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur

seorang bapak berusia 45 tahun dan mitra

tutur seorang anak laki-laki berusia 4 tahun

(PAUD). Penutur adalah bapak dari mitra

tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan rasa

kesalnya dengan cara mengancam mitra

tutur yang dianggap telah mengganggu

penutur.

Tindak verbal : komisif.

Tindak perlokusi : mitra tutur menghentikan

aktivitas bermainnya dengan mata yang

sedikit memerah menahan tangis.

Kategori Ketidaksantunan:

Mengancam muka sepihak

Subkategori Ketidaksantunan:

Mengancam

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada

mitra tutur dengan ketus.

Penutur berbicara dengan

keras.

Penutur berbicara sembari

menunjuk ke arah mitra tutur.

Penutur berbicara kepada

mitra tutur dengan tatapan

mata terbelalak.

Penutur berbicara dengan

melontarkan ancaman bahwa

akan menjewer telinga mitra

tutur.

Penutur berbicara di hadapan

banyak orang.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 269: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

10. (B10) Cuplikan Tuturan 16

P : “Mpun, kulo

ajeng jagong! Mang

tunggu sak jam!!”

Intonasi

perintah

Tekanan: keras

pada frasa sak

jam.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Tuturan terjadi di teras rumah penutur pada

siang hari. Kamis, 13 Juni 2013 sekitar

pukul 13.30 – 14.00 WIB.

Mitra tutur mengunjungi rumah penutur

untuk bertamu.

Setiap kali bertamu, mitra tutur selalu

mengungkapkan maksud yang tidak jelas,

sehingga mengakibatkan penutur enggan

menjumpai mitra tutur.

Penutur melontarkan kata-kata dengan nada

tinggi tanpa menyadari bahwa tuturannya

dapat menyinggung mitra tutur.

Penutur berdiri di dekat mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur

berusia 55 tahun dan mitra tutur berusia 49

tahun.

Tujuan: penutur mengungkapkan rasa tidak

senangnya terhadap kedatangan mitra tutur

yang tidak jelas.

Tindak verbal : ekspresif.

Tindak perlokusi : mitra tutur tidak dapat

menunggu kemudian meninggalkan rumah

penutur.

Kategori Ketidaksantunan:

Mengancam muka sepihak

Subkategori Ketidaksantunan:

Marah

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada

mitra tutur dengan keras.

Penutur berbicara dengan

ketus.

Penutur berbicara di hadapan

tamu yang datang.

Penutur mengungkapkan rasa

tidak senangnya dengan

ketus tanpa memahami

perasaan mitra tutur.

Penutur tidak menyadari

bahwa perkataannya

menyinggung mitra tutur.

Penutur berbicara sembari

berjalan masuk ke dalam

rumah dan meninggalkan

mitra tutur.

11. (B11) Cuplikan Tuturan 17

P : “Bu, sesok

bayar uang kuliah.

Intonasi berita

Tekanan:

lunak pada

frasa sesok

Percakapan terjadi ketika penutur dan mitra

tutur berada di rumah, siang hari, dalam

suasana santai.

Kategori Ketidaksantunan :

Mengancam muka sepihak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 270: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Telate dua hari lagi.”

MT : “Lha le

ngomong kok ra sesok

pas hari-H wae. Tuku

iki tuku kui kok

mendadak. Nek

mendadak ki duit yo

nganggo golek, ora

dadakan koyo ngono!”

mbayar.

Nada tutur:

penutur

berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

istilah bahasa

Jawa, yaitu

kata sesok dan

telate.

Menggunakan

kata tidak

baku, yaitu

bayar.

Penutur secara tiba-tiba memberi tahu mitra

tutur bahwa 2 hari lagi batas akhir

pembayaran uang kuliah. Penutur tidak

menyadari bahwa perkataannya membuat

mitra tutur terkejut dan kurang berkenan.

Mitra tutur berharap agar penutur memberi

tahu jauh-jauh hari, sehingga mitra tutur

dapat menyiapkan uang yangdiperlukan.

Mitra tutur menjawab perkataan penutur

dengan nada sinis.

Penutur duduk di dekat mitra tutur.

Penutur laki-laki, semester 4 berusia 20

tahun dan mitra tutur permepuan, ibu

berusia 45 tahun. Penutur adalah anak dari

mitra tutur.

Tujuan: penutur memberi tahu mitra tutur

perihal pembayaran uang kuliah.

Tindak verbal : representatif.

Tindak perlokusi : mitra tutur terkejut dan

menanggapi perkataan penutur dengan ketus.

Subkategori Ketidaksantunan:

Menegaskan

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan

santai tanpa merasa sungkan.

Penutur berusaha

menegaskan sesuatu, yakni

pembayaran uang kuliah.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

Penutur tidak menyadari

bahwa perkataannya

mengakibatkan mitra tutur

kurang berkenan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 271: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

KORPUS DATA DAN TABULASI DATA

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA KATEGORI MELECEHKAN MUKA

NO KODE TUTURAN

PENANDA KETIDAKSANTUNAN PERSEPSI KETIDAK-

SANTUNAN LINGUAL NONLINGUAL

(Topik dan Situasi)

1. (C1) Cuplikan Tuturan 18

MT : “Ini gimana

ngidupin ini?”

P : “Wah ibuk ki

ora modern.”

Intonasi berita

Tekanan : keras

pada frasa ora

modern.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: wah.

Percakapan di dalam keluarga pada siang hari saat

mitra tutur berusaha meminta bantuan kepada

penutur untuk menghidupkan laptop.

Penutur merasa kesal kepada mitra tutur, karena

mitra tutur tidak dapat menghidupkan laptop,

padahal menghidupkan laptop adalah hal yang

dianggap sangat mudah oleh penutur.

Penutur duduk di dekat mitra tutur.

Penutur menanggapi pertanyaan mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur siswi

kelas VII SMP berusia 13 tahun dan mitra tutur

seorang ibu berusia 39 tahun. Penutur adalah anak

dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan kekesalannya

kepada mitra tutur karena tidak bisa menghidupkan

laptop.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur tetap meminta

bantuan kepada penutur untuk menghidupkan

laptop.

Kategori Ketidaksantunan :

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menanggapi

pertanyaan mitra tutur dengan

sinis.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

Penutur berbicara tanpa

melihat ke arah mitra tutur.

Penutur tidak segera

membantu mitra tutur

menghidupkan leptop, namun

justru menonton televisi.

2. (C2) Cuplikan Tuturan 19

P : “Kok nilai kamu

tu jelek, ga pernah

belajar ya?”

MT : “Ah, nggak

ngerti aku, Buk.”

Intonasi tanya

Tekanan: lunak

pada kata jelek.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Percakapan antara penutur dan mitra tutur di rumah

pada suasana santai. Saat jam pulang sekolah,

penutur menghampiri mitra tutur dan menanyakan

aktivitas di sekolah.

Selain penutur dan mitra tutur, terdapat juga

beberapa teman mitra tutur yang singgah ke

rumahnya.

Penutur bertanya perihal nilai jelek yang selalu

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Menanyakan

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur bertanya kepada mitra

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 272: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu tu

dan ga.

Kata fatis: kok.

diperoleh mitra tutur di sekolah.

Mitra tutur merasa enggan menjawab pertanyaan

penutur.

Penutur duduk di hadapan mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur ibu

berusia 36 tahun dan mitra tutur seorang anak yang

masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Penutur

adalah ibu dari mitra tutur.

Tujuan: penutur berusaha mencari tahu alasan dari

mitra tutur perihal nilai jelek yang diperoleh di

sekolah.

Tindak verbal: representatif.

Tindak perlokusi: mitra tutur memberikan jawaban

sekenanya.

tutur dengan sinis.

Penutur bertanya sembari

menatap mitra tutur dengan

sinis.

Penutur bertanya langsung di

hadapan teman-teman mitra

tutur.

Penutur berbusaha

menyimpulkan sesuatu

berdasarkan fakta yang dialami

oleh mitra tutur.

3. (C3) Cuplikan Tuturan 20

P : “Hayoo, punya

mulut kok ga bisa

ngomong to?besok

lagi bilang!”

Intonasi seru

Tekanan : keras

pada besok lagi

bilang.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu

punya, ga, bisa,

ngomong, dan

bilang.

Kata fatis: hayoo,

kok, to.

Percakapan antara penutur, MT 1, dan MT 2 di teras

rumah penutur pada hari Senin, 8 April 2013, pukul

13.50 WIB.

Ketika penutur sedang berbincang-bincang dengan

MT 1 di teras rumah penutur, tiba-tiba MT 2 buang

air kecil di celana.

Penutur berusaha menegur MT 2 dengan nada kesal.

Penutur duduk di samping MT 1 dan di depan MT

2.

Penutur menegur MT 2.

Penutur perempuan, ibu berusia 40 tahun, MT 1

seorang tamu yang mengunjungi penutur, dan MT

2 seorang anak laki-laki yang masih berusia 2 tahun.

Penutur adalah ibu dari MT 2.

Tujuan: penutur mengungkapkan kekesalannya

melihat MT 2 buang air kecil di celana.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: MT 2 diam saja dan terlihat

sangat menyesal.

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Kesal

Wujud Ketidaksantunan :

Penutur berkata kepada MT 2

dengan keras.

Penutur berkata langsung

kepada MT 2 di hadapan tamu

yang berkunjung.

Penutur berkata sembari

menunjuk ke arah mitra tutur.

Penutur berkata sembari

menatap MT 2 dengan mata

yang terbelalak.

Penutur melontarkan kata-kata

yang terdengar seperti

ancaman bagi MT 2.

4. (C4) Cuplikan Tuturan 21

Intonasi berita

Percakapan antara penutur, MT 1, dan MT 2 di

teras rumah penutur pada siang hari. Kamis, 11

Kategori Ketidaksantunan :

Melecehkan muka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 273: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

P : “Buk, ajari. Iki

kepie carane??”

MT : “Nek PR ngene

iki aku raiso e, Le.”

P : “Wah simbok

ki kalah sekolah

mbiyen karo saiki.

Mbiyen ki kuno.”

Tekanan: keras

pada kata kuno.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: wah.

April 2013, sekitar pukul 14.27-14.55 WIB

Ketika MT 1 dan MT 2 sedang berbincang-

bincang, tiba-tiba penutur datang menghampiri MT

1 dan meminta bantuan kepada MT1 untuk

menyelesaikan PR, namun MT 1 tidak dapat

membantu penutur karena keterbatasan

pengetahuan yang dimiliki.

Penutur kesal kemudian melontarkan kata-kata

kepada MT 1 di hadapan MT 2.

Penutur berdiri di dekat MT 1.

Penutur menanggapi jawaban MT 1.

Penutur laki-laki, siswa kelas VIII SMP berusia 14

tahun, MT 1 seorang ibu berusia 57 tahun, dan MT

2 adalah seorang tamu yang mengunjungi rumah

penutur. Penutur adalah anak dari MT 1.

Tujuan: penutur mengungkapkan kekecewaannya

dengan sebuah ejekan karena mitra tutur 1 tidak

dapat membantu menyelesaikan PR.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: MT 1 diam saja dan melanjutkan

perbincangannya dengan MT2.

Subkategori Ketidaksantunan :

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada MT

1 dengan sinis.

Penutur berusaha

membandingkan zaman dahulu

dengan sekarang yang tentu

sangat berbeda.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

Penutur berbicara sembari

berjalan meninggalkan MT 1.

Penutur berbicara langsung di

hadapan tamu yang datang.

5. (C5) Cuplikan Tuturan 22

MT : “Yo raiso,

kabeh ki ono Undang-

undang’e.”

P : “Maklum lah

wong hukum.”

Intonasi berita

Tekanan: lunak

pada kata hukum.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: lah.

Percakapan di dalam rumah ketika suasana santai,

yang dihadiri oleh bapak, ibu, tiga anak, dan

menantu. Ketika membicarakan keadaan

masyarakat sering terjadi pro kontra, terlebih

dengan anak pertama yang notabene sudah terbiasa

dengan ilmu hukum.

Ketika berbincang-bincang, mitra tutur selalu keras

kepala menyatakan opininya berkaitan tentang

hukum. Tiba-tiba penutur melontarkan kata-kata

kepada mitra tutur dengan maksud menyindir.

Penutur duduk berdekatan dengan mitra tutur.

Penutur menanggapi pernyataan mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur seorang

bapak berusia 65 tahun dan mitra tutur seeorang

anak laki-laki yang sudah berkeluarga, berusia 35

tahun. Penutur adalah bapak dari mitra tutur.

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyindir

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan sinis.

Penutur berbicara sambil

menatap mitra tutur dan

tersenyum sinis.

Penutur berbicara di hadapan

anggota keluarga lain.

Penutur sengaja melontarkan

kata ‘hukum’ untuk menyindir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 274: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Tujuan: penutur mengajak seluruh anggota keluarga

untuk memaklumi watak mitra tutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur tersenyum dan

berusaha mencairkan suasana, meskipun sedikit

tersinggung.

mitra tutur yang memang

seorang sarjana hukum,

sehingga wataknya keras.

6. (C6) Cuplikan Tuturan 23

P : “Koe ki anak

perawan kok keset!!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada kata keset.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: kok.

Tuturan terjadi sepulang penutur dari bepergian.

Penutur terkejut melihat keadaan rumah yang

sangat berantakan paska ditinggal bepergian.

Padahal, penutur sudah memberikan tugas kepada

mitra tutur untuk menjaga kebersihan rumah.

Namun, mitra tutur tidak melaksanakan tugas yang

diberikan kepadanya. Kemudian, penutur berusaha

menegur mitra tutur.

Penutur berdiri di dekat mitra tutur.

Penutur menanggapi tingkah laku dan kebiasaan

mitra tutur.

Penutur laki-laki, bapak berusia 47 tahun dan mitra

tutur perempuan, siswi SMK kelas XII berusia 19

tahun. Penutur adalah bapak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur menanggapi tingkah laku dan

kebiasaan mitra tutur yang bermalas-malasan

meskipun mengetahui keadaan rumah yang

berantakan.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur diam saja dan masuk

ke kamar.

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Marah

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada

mitra tutur dengan ketus.

Penutur berbicara sembari

menatap mitra tutur dengan

sinis.

Penutur melontarkan kata-kata

dengan tujuan menyadarkan

mitra tutur agar selayaknya

‘gadis’ yang rajin mengurus

rumah.

7. (C7) Cuplikan Tuturan 24

(Ketika penutur dan

MT1 berbincang-

bincang, datanglah

MT2 menghampiri

penutur. Kemudian

penutur berkata: )

P : “Sing mesak’ake

yo iki mbak, kasihan

sekali ini. Wis

Intonasi berita

Tekanan: lunak

pada wis disambi,

ireng.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada rendah.

Percakapan yang terjadi di ruang tamu pada hari

Kamis, 25 April 2013, pukul 16.06 WIB.

Saat itu, penutur sedang berbincang-bincang santai

dengan MT 1 di ruang tamu.

MT 2 datang dari luar rumah menghampiri penutur.

Penutur berkata kepada MT1 dengan melontarkan

kata-kata untuk mengejek MT2 sambil mencium

MT2.

Penutur duduk di hadapan MT 1 dan MT 2.

Kategori Ketidaksantunan :

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan

lugas tanpa mempedulikan

suasana hati MT 2.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 275: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

disambi, ireng,

kasihan sekali yo le

sayang ya.”

Diksi : bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

istilah bahasa

Jawa, yaitu pada

frasa sing

mesak’ake yo iki,

wis disambi, dan

pada kata ireng ,

yo.

Kata fatis: ya, yo.

Penutur mengejek penampilan MT 2 dengan

maksud bercanda.

Penutur dan MT 1 perempuan. Penutur seorang ibu

berusia 39 tahun dan MT 1 adalah tamu. MT 2 anak

laki-laki yang duduk di Taman Kanak-Kanak

berusia 5 tahun. Penutur adalah ibu dari MT 2.

Tujuan: penutur mengejek penampilan fisik MT 2.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: MT 2 diam saja.

Penutur berbicara langsung di

hadapan tamu yang datang.

Penutur berbicara sembari

tertawa mengejek.

Penutur berbicara sembari

mencium pipi mitra tutur.

Penutur menggunakan kata

‘hitam’ untuk semakin

menggambarkan warna tubuh

MT 2 yang dianggap gelap

oleh penutur.

Perkataan penutur

mengakibatkan mitra tutur

menunduk malu.

8. (C8) Cuplikan Tuturan 25

P : “Kok nama saya

Lembayung, bapak

kasih nama jelek

banget!”

MT : “Wah itu nama

bagus. Lembayung.

Belum banyak yang

pakai nama begitu.”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada frasa jelek

banget.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu

kasih dan banget.

Kata fatis: kok.

Percaapan yang terjadi saat penutur dan mitra tutur

bercengkerama santai di teras rumah pada sore hari.

Penutur berusaha mengutarakan protesnya dengan

bertanya kepada mitra tutur tentang pemberian

nama yang dianggap jelek oleh penutur.

Selain penutur dan mitra tutur, terdapat juga

anggota keluarga lain di rumah tersebut.

Penutur duduk di samping mitra tutur.

Penutur bertanya kepada mitra tutur.

Penutur perempuan berusia 25 tahun dan mitra tutur

laki-laki, bapak berusia 65 tahun. Penutur adalah

anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur memrotes mitra tutur yang

dianggap telah memberikan nama yang jelek kepada

penutur.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur memberikan alasan

tentang pemberian nama tersebut sebagai upaya

pembelaan diri.

Kategori Ketidaksantunan :

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan ketus.

Penutur berbicara dengan

sinis.

Penutur bertanya sembari

menatap mitra tutur sinis.

Penutur berusaha

mengungkapkan

ketidaksenangannya terhadap

nama yang diberikan oleh

mitra tutur.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

Penutur berbicara di hadapan

anggota keluarga yang lain.

9. (C9) Cuplikan Tuturan 26 Intonasi berita Percakapan yang terjadi saat berkumpul bersama Kategori Ketidaksantunan :

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 276: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

MT : “Mas, kira-kira

saya ini bisa masuk

ABRI nggak to?

Syaratnya apa aja?”

P : “Dek, kamu

ngga bisa sekolah

jadi ABRI seperti

saya, soalnya kakimu

tu bentuknya O, kaki

kok kaya bola.”

Tekanan: keras

pada kaki kok kaya

bola.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi : bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu

ngga, bisa, jadi,

soalnya, kaya.

Kata fatis: kok.

keluarga di ruang tamu pada sore hari dalam

suasana santai.

Penutur dan mitra tutur sedang berbincang-bincang

membicarakan tes seleksi masuk angkatan (ABRI).

Mitra tutur bertanya kepada penutur perihal

prasyarat masuk ABRI.

Penutur berusaha memberikan penjelasan kepada

mitra tutur sembari mengejek.

Penutur duduk di dekat mitra tutur.

Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur berusia

35 tahun dan mitra tutur berusia 30 tahun. Penutur

adalah kakak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur menjelaskan kelemahan mitra tutur

yang mengakibatkan mitra tutur tidak dapat

menjadi angkatan.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur diam saja dan sedikit

kecewa.

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menjawab dengan

lugas tanpa mempedulikan

suasana hati mitra tutur.

Penutur menjawab sembari

tersenyum mengejek.

Penutur berusaha

membandingkan kaki mitra

tutur dengan sebuah benda,

yaitu bola.

Penutur berbicara di hadapan

anggota keluarga yang lain.

10. (C10) Cuplikan Tuturan 27

P : “Le, apa kamu tu

belum pengen punya

pacar?”

MT : “Ah, yang

penting kerja dulu,

Bu. Cewek ra bakalan

kecewa. Pasti cewek

pada mau. Nek saiki,

mengko ndak

mengganggu

pelajaran.”

P : “Pikirane ki

koyo wong tuwek.”

Intonasi berita.

Tekanan: lunak

pada kata tuwek.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Percakapan yang terjaadi saat penutur dan mitra

tutur bercengkerama santai di rumah pada siang

hari.

Penutur bertanya kepada mitra tutur perihal

alasannya belum memiliki pacar. Mitra tutur

menjawab pertanyaan penutur dengan nada yang

terkesan sedikit menggurui penutur.

Penutur kemudian menanggapi jawaban mitra tutur

dengan nada menyindir.

Penutur duduk di sebelah mitra tutur.

Penutur menanggapi jawaban mitra tutur.

Penutur perempuan, ibu berusia 45 tahun dan mitra

tutur seorang anak laki-laki yang duduk di bangku

perguruan tinggi semester 4, berusia 20 tahun.

Penutur adalah ibu dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan sindirannya

kepada mitra tutur yang dianggap terlalu

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan lugas.

Penutur berbicara dengan

sinis.

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan nada yang

terdengar menyepelekan.

Penutur berusaha

menyetarakan pemikiran mitra

tutur dengan orang yang sudah

tua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 277: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

menggurui penutur yang jelas usianya lebih dewasa

dari mitra tutur.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur diam saja.

Penutur berbicara tanpa

melihat ke arah mitra tutur.

Penutur berbicara sermbari

tertawa mengejek.

11. (C11) Cuplikan Tuturan 28

P : “Mah, kalau

aku punya cewek

tipenya kayak gimana,

Mah?”

MT 1 : “Lha yo nggak

tau aku.”

P : “Yaa sifatnya

tu kayak gimana?”

MT 1 : “Yang penting

nek cewek ki

orangnya harus sama

orang tua, sama laki-

laki jangan terlalu

ketinggian, orangnya

kudu ramah, dadi

orang ya harus

sesrawungan sama

warga, sama

tetangga.”

MT 2 : “Wooohh, opo

kui koyo ngono ki.”

P : “Wah opo,

kono koe ki cah

cilik!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada frasa cah

cilik.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: wah.

Percakapan yang terjadi saat jam pulang sekolah

dalam suasana santai.

Penutur, MT 1, dan MT2 sedang berkumpul di

ruang keluarga. Mereka saling berbagi cerita.

Terutama penutur yang lebih senang bercerita

kepada MT 1.

Saat penutur dan MT1 bercerita tentang teman

dekat yang dikagumi oleh penutur, tiba-tiba MT2

memotong pembicaraan dengan maksud bercanda.

Penutur yang merasa terganggu kemudian

melontarkan kata-kata kepada MT 2.

Penutur duduk berhadapan dengan MT 1 dan MT 2.

Penutur menanggapi perkataan MT2.

Penutur seorang anak laki-laki, semester 4 berusia

20 tahun, MT 1 seorang ibu berusia 45 tahun, dan

MT 2 seorang anak perempuan berusia 11 tahun.

Penutur adalah kakak dari MT 2.

Tujuan: menyuruh MT agar tidak mencampuri

urusannya.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: MT 2 berlari meninggalkan

penutur dan MT 1.

Kategori Ketidaksantunan :

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada MT

2 dengan keras.

Penutur berbicara sembari

menunjuk ke arah MT 2.

Penutur berbicara kepada MT

2 dengan tatapan mata

terbelalak.

Penutur kurang berkenan

dengan keberadaan MT 2 di

dekatnya sehingga

menyuruhnya pergi.

12. (C12) Cuplikan Tuturan 29

MT : “Pak, minta

Intonasi seru

Tekanan: keras

Saat penutur dan mitra tutur berada di pendhopo

rumah. Menikmati suasana santai sore hari.

Ketika sedang berbincang-bincang, mitra tutur

Kategori Ketidaksantunan :

Melecehkan muka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 278: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

uang untuk beli

jaket!”

P : “Jaket aja

sampai 15 lebih.

Kayak artis aja!”

pada frasa kayak

artis aja.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu

aja, kayak.

meminta uang kepada penutur untuk keperluan

membeli pakaian.

Penutur yang terkejut kemudian menanggapi

permintaan mitra tutur dengan sedikit kesal, karena

mitra tutur selalu meminta uang untuk hal-hal yang

kurang penting.

Penutur duduk di samping mitra tutur.

Penutur menjawab permintaan mitra tutur.

Penutur laki-laki, bapak berusia 50 tahun dan mitra

tutur anak perempuan yang duduk di bangku

perguruan tinggi semester 4 berusia 20 tahun.

Penutur adalah bapak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur menolak permintaan mitra tutur

dengan nada kesal.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur kesal kemudian

meninggalkan penutur begitu saja.

Subkategori Ketidaksantunan :

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berkata kepada mitra

tutur dengan ketus.

Penutur berusaha

membandingkan mitra tutur

dengan public figur di layar

televisi.

13. (C13) Cuplikan Tuturan 30

MT: “Iki pie to

ngitunge?”

P : “Huu bodoh,

raiso ngitung!!”

MT : “Yo ben.”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada kata bodoh.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

istilah bahasa

Jawa, yaitu frasa

raiso ngitung.

Kata fatis:huu

Percakapan yang terjadi di teras rumah penutur,

pada hari Kamis, 13 Juni 2013, pukul 13.10 WIB.

Ketika pulang dari membeli sesuatu di warung,

penutur dan mitra tutur terdengar bercakap-cakap.

Mitra tutur terlihat kebingungan menghitung uang

kembalian dari warung tadi, kemudian penutur

berusaha menjelaskan kepada mitra tutur sambil

melontarkan kata-kata untuk mengungkapkan

kekesalannya.

Penutur berdiri di samping mitra tutur.

Penutur menanggapi tingkah laku mitra tutur yang

terlihat kebingungan.

Penutur dan mitra tutur perempuan berusia 7 tahun

dan 5 tahun. Penutur adalah kakak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan kekesalannya

kepada mitra tutur karena mitra tutur masih

kesulitan menghitung.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur menjawab sekenanya

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berkata kepada mitra

tutur dengan keras.

Penutur berkata sembari

memegang kepala mitra tutur.

Penutur berkata di hadapan

beberapa orang.

Perkataan penutur terdengar

sangat menyepelekan

kemampuan mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 279: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

sebagai upaya untuk membela diri.

14. (C14) Cuplikan Tuturan 31

P : “Cucunya kok

cilik.”

Intonasi berita

Tekanan: lunak

pada kok cilik.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada rendah.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

istilah bahasa

Jawa, yaitu cilik.

Kata fatis: kok.

Percakapan yang terjadi saat penutur melewati

depan rumah mitra tutur sepulang dari sawah,

Kamis, 13 Juni 2013, pukul 15.15 WIB.

Mitra tutur merupakan cucu dari penutur. Selain

penutur dan mitra tutur, terdapat juga anak serta

menantu dari penutur.

Mereka sedang bercengkerama di teras rumah.

Penutur secara spontan berkata kepada mitra tutur

dengan nada mengejek sambil tersenyum.

Penutur berdiri di dekat mitra tutur.

Penutur mengomentari postur tubuh mitra tutur.

Penutur perempuan, ibu berusia 55 tahun dan mitra

tutur seorang anak laki-laki berusia 4 tahun. Penutur

adalah nenek dari penutur.

Tujuan: penutur mengomentari postur tubuh mitra

tutur yang terlihat sangat kecil.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur menangis.

Kategori Ketidaksantunan :

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan

keras.

Penutur berbicara kepada mitra

tutur sembari tertawa

mengejek.

Penutur berbicara di hadapan

anggota keluarga yang lain.

Penutur berbicara sembari

berjalan.

Perkataan penutur

mengakibatkan mitra tutur

menangis.

15. (C15) Cuplikan Tuturan 32

P : “Hei kamu tu

dikucir rambutnya,

nanti nek kuliah

budeg lho!”

MT : (diam saja)

Intonasi perintah

Tekanan: keras

pada budeg lho.

Nada tutur :

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

istilah bahasa

Jawa, yaitu nek.

Dan menggunakan

kata tidak baku,

yaitu dikucir, tu,

Percakapan yang terjadi saat penutur dan mitra

tutur berada di rumah pada siang hari dalam

suasana santai.

Mitra tutur sedang bermain di teras rumah bersama

teman-temannya.

Penutur sedikit terganggu ketika melihat mitra

tutur selalu mengurai rambut dan terkesan kurang

rapi. Sedangkan mitra tutur sendiri merasa nyaman

dengan rambutnya.

Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur.

Penutur duduk di belakang mitra tutur.

Penutur menanggapi penampilan mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur

seorang ibu berusia 57 tahun dan mitra tutur

seorang anak perempuan kelas 3 SD. Penutur

adalah nenek dari mitra tutur.

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyarankan

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan keras.

Penutur berbicara kepada mitra

tutur di hadapan teman-

temannya.

Penutur berusaha memberi

saran dengan menggunakan

kata ‘budeg’ untuk

meyakinkan mitra tutur agar

mau mengikat rambutnya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 280: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

budeg.

Kata fatis: hei, lho.

Tujuan: penutur menanggapi sekaligus memberi

saran atas penampilan mitra tutur yang terkesan

kurang rapi, karena rambutnya yang selalu terurai

berantakan.

Tindak verbal: direktif.

Tindak perlokusi: mitra tutur tidak mengindahkan

perintah penutur.

Penutur berbicara sembari

memegang kepala mitra tutur.

16. (C16) Cuplikan Tuturan 33

(Ketika penutur dan

MT sedang

berbincang-bincang,

tiba-tiba MT2

berjalan melewati

keduanya. Penutur

kemudian berkata)

P : “Itu adik saya

yang kepala desa itu

tapi itu yang paling

bodoh itu.”

MT2: “Adik kandung,

Bu?”

P : “Ndak, anaknya

tante. Itu kakaknya

dokter, ahli kimia di

Jakarta.

Intonasi berita

Tekanan: keras

pada frasa paling

bodoh.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi : bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu

tapi.

Percakapan yang terjadi ketika penutur sedang

berbincang-bincang dengan MT 1 di pendhopo

rumah, Senin, 10 Juni 2013 sekitar pukul 12.47 –

13.36 WIB.

Tiba-tiba MT 2 selaku adik keponakan dari penutur

lewat depan pendhopo dan tersenyum.

Penutur secara spontan melontarkan kata-kata

kepada MT 1 dengan maksud mengejek sambil

menunjuk ke arah MT 2 yang sedang berjalan.

Penutur duduk di depan MT1.

Penutur menceritakan kelemahan MT 2.

Penutur dan MT 1 perempuan. Penutur seorang ibu

berusia 63 tahun, MT 1 adalah tamu, dan MT 2

seorang laki-laki berusia 40 tahun. Penutur adalah

kakak keponakan dari MT 2.

Tujuan: penutur mengejek MT 2 dengan

menceritakan kelemahan MT 2 di depan MT 1.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi : MT 2 pergi begitu saja.

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan

sinis.

Penutur berbicara sembari

menunjuk ke arah MT 2.

Penutur berbicara sembari

tersenyum sinis.

Penutur berbicara langsung di

hadapan tamu yang

berkunjung.

Penutur dengan sengaja

menceritakan kelemahan dari

MT 2.

17. (C17) Cuplikan Tuturan 34

MT 1: “Kalau Mbak

yang ini??”

P : “Ini adik

keponakan saya, tapi

dia gembrotnya

Intonasi berita

Tekanan: keras

pada kata

gembrotnya.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

Percakapan yang terjadi ketika penutur sedang

berbincang-bincang dengan MT 1 di pendhopo

rumah, Senin, 10 Juni 2013 sekitar pukul 12.47 –

13.36 WIB.

Beberapa saat kemudian, MT 2 selaku adik

keponakan ipar dari penutur datang membawakan

minum untuk penutur dan MT 1.

Penutur melontarkan kata-kata untuk

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 281: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

kayak gitu. nada sedang.

Diksi : bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu

tapi, gembrotnya,

kayak, dan gitu.

Menggunakan gaya

bahasa yang

terlihat pada

penggunaan kata

gembrot.

mengomentari postur tubuh MT 2 dengan maksud

bercanda.

Penutur duduk di dekat MT 1 dan MT 2.

Penutur mengomentari postur tubuh MT 2.

Penutur, MT 1, dan MT 2 perempuan. Penutur

seorang ibu berusia 63 tahun, MT 1 adalah tamu,

dan MT 2 berusia 35 tahun. Penutur adalah kakak

keponakan ipar dari MT 2.

Tujuan: penutur mengejek postur tubuh MT 2 yang

terlihat kurang begitu baik.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi : mitra tutur tersenyum dan pergi

meninggalkan penutur juga MT 1.

sinis.

Penutur berbicara sembari

menunjuk ke arah MT 2.

Penutur berbicara sembari

tersenyum sinis.

Penutur berbicara langsung di

hadapan tamu yang

berkunjung.

Penutur dengan sengaja

mengejek postur tubuh MT 2

dengan menggunakan kata

‘gembrot’.

18. (C18) Cuplikan Tuturan 35

P : “Ki lho Mas,

ngerti to Undang-

undange?”

MT : “Ngerti, saben

dino weruh kok.”

P : “Wooo, yowis

garapke yo!!”

Intonasi tanya

Tekanan: lunak

pada frasa Undang-

undange.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis : lho, to.

Percakapan yang terjadi saat penutur berada di

rumah bersama mitra tutur pada sore hari.

Penutur meminta bantuan kepada mitra tutur untuk

menyelesaikan PR.

Penutur meminta bantuan dengan cara sedikit

menyindir mitra tutur yang notabene mahasiswa

fakultas hukum.

Mitra tutur sedikit kesal dengan sikap penutur.

Penutur duduk di dekat mitra tutur.

Penutur bertanya kepada mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur kelas 2

SMP, berusia 14 tahun dan mitra tutur mahasiswa

semester 4, berusia 19 tahun. Penutur adalah adik

dari mitra tutur.

Tujuan: penutur berusaha menyindir mitra tutur

yang sebenarnya sudah fasih mempelajari ilmu

hukum.

Tindak verbal : ekspresif.

Tindak perlokusi : mitra tutur sedikit kesal dan

memberi jawaban untuk membela diri

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyindir

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara sembari

tersenyum mengejek.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

Penutur meminta bantuan

tanpa rasa sungkan sedikit pun.

Penutur meminta bantuan

dengan cara yang kurang

sopan, yakni melempar buku

ke arah mitra tutur.

Penutur sengaja melontarkan

kata ‘Undang-undang’ kepada

mitra tutur yang notabene

adalah mahasiswa fakultas

hukum.

19. (C19) Cuplikan Tuturan 36 Intonasi berita Percakapan yang terjadi saat penutur dan mitra Kategori Ketidaksantunan:

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 282: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

P : “Ibu itu pelit,

aku ngga dikasih

uang.”

MT : “Nggo ngopo

to, Dik? Apa

gunanya?”

P : “Yaa pokoknya

buat macam-macam,

Bu.”

Tekanan: lunak

pada kata pelit.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi : bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu

ngga, dikasih.

tutur berada di ruang tamu pada siang hari.

Penutur berusaha meminta uang tambahan kepada

mitra tutur, namun mitra tutur tidak memberinya.

Hal tersebut mengakibatkan penutur menjadi

sedikit kesal.

Penutur melontarkan kata-kata untuk

mengungkapkan kekesalannya kepada mitra tutur.

Penutur duduk di dekat mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur seorang

siswi SMP kelas VII berusia 13 tahun dan mitra

tutur seorang ibu berusia 39 tahun. Penutur adalah

anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan kekesalannya

ketika mitra tutur tidak memberinya uang.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur menanyakan kembali

kepada penutur perihal kegunaan uang tersebut.

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan

ketus.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

Penutur berbicara tanpa

melihat ke arah mitra tutur.

Penutur tidak henti-hentinya

menggerutu karena mitra tutur

tidak memberi uang.

Penutur berbicara di hadapan

anggota keluarga lain.

20. (C20) Cuplikan Tuturan 37

P : “Ya ampun

kalian itu gadis,

dandan dong!”

MT : “Ngapain

dandan? Ih, Ibu juga

ga dandan.”

Intonasi perintah

Tekanan: keras

pada kata gadis.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi : bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu

dandan.

Kata fatis: dong.

Percakapan yang terjadi ketika penutur dan mitra

tutur berada di ruang keluarga pada sore hari dalam

keadaan santai.

Mitra tutur terlihat sedang bersiap-siap hendak

pergi keluar rumah.

Penutur berusaha memperingatkan mitra tutur

dengan sindiran agar mitra tutur mau

memperhatikan penampilan, mengingat usianya

yang sudah beranjak dewasa.

Penutur duduk di dekat mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur seorang

ibu berusia 64 tahun dan mitra tutur berusia 28

tahun. Penutur adalah ibu dari mitra tutur.

Tujuan: penutur berusaha memberi saran kepada

mitra tutur agar mitra tutur mau memperhatikan

penampilan, khususnya wajah.

Tindak verbal:direktif.

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyarankan

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur sembari tertawa

mengejek.

Penutur berbicara sembari

menatap mitra tutur sinis.

Penutur berbicara di hadapan

anggota keluarga lain.

Penutur menggunakan kata

‘gadis’ untuk menyadarkan

mitra tutur agar

memperhatikan penampilan.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 283: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Tindak perlokusi: mitra tutur menanggapi saran dari

penutur dengan jawaban sekenanya

21. (C21) Cuplikan Tuturan 38

MT : “Ya ampun

kalian itu gadis,

dandan dong!”

P : “Ngapain

dandan? Ih, Ibu juga

ga dandan.”

Intonasi tanya

Tekanan: lunak

pada frasa ga

dandan.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi : bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu

ngapain, dandan,

ga.

Kata fatis :ih.

Percakapan yang terjadi ketika penutur dan mitra

tutur berada di ruang keluarga pada sore hari.

Penutur berpamitan kepada mitra tutur karena ingin

menghadiri acara pernikahan teman.

Melihat penampilan penutur yang polos, mitra tutur

meminta penutur untuk memperhatikan kecantikan,

mengingat usianya yang sudah beranjak dewasa.

Namun,penutur justru menolak permintaan mitra

tutur.

Penutur duduk dekat mitra tutur

Penutur menanggapi permintaan mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur berusia

28 tahun dan mitra tutur ibu berusia 64 tahun.

Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur berusaha membela diri ketika

disuruh berdandan, karena menurut penutur, mitra

tutur sendiri tidak pernah memperhatikan wajah.

Tindak verbal: komisif

Tindak perlokusi: mitra tutur memilih diam sembari

menggelengkan kepala.

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Menolak

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan

sinis.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

Penutur tidak mengindahkan

saran dari mitra tutur.

Penutur berbicara sembari

berlalu meninggalkan mitra

tutur.

22. (C22) Cuplikan Tuturan 39

P : “Pak, aku

kemarin minta sepatu

baru lho.”

MT : “Ya, besok ya,

Dik.”

P : “Ah, bapak ki

tukang ngapusi!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada kata ngapusi.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis:ah.

Percakapan yang terjadi ketika penutur dan mitra

tutur berada di ruang keluarga.

Mitra tutur pernah berjanji kepada penutur bahwa

akan membelikan sesuatu.

Melihat kenyataan bahwa mitra tutur tidak juga

membelikan, penutur berusaha menagih janji

kepada mitra tutur.

Penutur duduk di samping mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur laki-laki, duduk di bangku SMK kelas X

berusia 16 tahun dan mitra tutur bapak berusia 45

tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur menagih janji yang pernah

diucapkan oleh mitra tutur.

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan lugas dan berani.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

Penutur menggerutu secara

terus menerus.

Penutur berbicara di hadapan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 284: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Tindak verbal : ekspresif

Tindak perlokusi : mitra tutur diam saja.

anggota keluarga yang lain.

Penutur berusaha

menyimpulkan sesuatu

berdasarkan fakta yang terjadi.

Penutur menyamakan sifat

mitra tutur dengan orang yang

sering berbohong.

23. (C23) Cuplikan Tuturan 40

MT : “Koe sesok

dadi pegawai negeri

wae, Nduk!”

P : “Dadi

pegawai negeri

bapak ra dadi opo-

opo kok! Aku emoh

pegawai negeri!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada kata emoh.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis:kok.

Percakapan yang terjadi ketika penutur dan mitra

tutur berbincang-bincang di ruang keluarga dalam

suasana serius.

Mitra tutur memberi saran kepada penutur agar

menjadi PNS yang memiliki kejelasan masa depan.

Penutur kurang sependapat dengan mitra tutur,

kemudian penutur mengemukakan alasan

ketidaksetujuannya kepada mitra tutur.

Penutur duduk di samping mitra tutur.

Penutur menjawab saran dari mitra tutur.

Penutur perempuan berusia 28 tahun dan mitra tutur

laki-laki berusia 62 tahun. Penutur adalah anak

perempuan dari mitra tutur.

Tujuan: penutur berusaha menolak saran dari mitra

tutur.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur kecewa dan diam saja.

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Menolak

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan sinis.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

Penutur tidak mengindahkan

saran yang diberikan oleh

mitra tutur.

Perkataan penutur terdengar

merendahkan profesi mitra

tutur.

24. (C24) Cuplikan Tuturan 41

MT : “Kalau pulang

sekolah tu bantu-bantu

orang tua dulu! Jangan

lupa shalat! Ngga

langsung main sampai

kayak gitu!! Sing

ngerti kahanan!”

P : “Woo nenek

lampir!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada frasa nenek

lampir.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi:

Percakapan yang terjadi saat penutur dan mitra

tutur berada di rumah.

Mitra tutur berusaha menasihati penutur yang

sering membangkang terhadap mitra tutur.

Mendengar nasihat mitra tutur, penutur menjadi

sangat kesal dan melontarkan kata-kata yang tidak

santun, sehingga mitra tutur tersinggung.

Penutur seorang anak laki-laki kelas VII SMP

berusia 13 tahun dan mitra tutur seorang ibu

berusia 40 tahun. Penutur merupakan anak dari

mitra tutur.

Kategori Ketidaksantunan :

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Marah

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan keras dan ketus.

Penutur tidak mengindahkan

nasihat dari mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 285: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

menggunakan

bahasa populer.

Kata fatis: woo

Tujuan: penutur mengungkapkan kemarahannya

terhadap mitra tutur, karena merasa bahwa mitra

tutur terlalu mengatur dirinya.

Tindak verbal : ekspresif.

Tindak perlokusi : mitra tutur pergi meninggalkan

penutur.

Penutur berbicara kepada

orang yang lebih tua.

Penutur melontarkan kata-kata

umpatan.

Penutur berusaha menyamakan

mitra tutur dengan sosok

‘nenek lampir’ yang dianggap

galak dan banyak bicara.

25. (C25) Cuplikan Tuturan 42

P : “Mbayar

larang-larang kon

sinau ngeyel!!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada kata ngeyel.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Percakapan yang terjadi ketika penutur sedang

menyuci pakaian di halaman, sedangkan mitra tutur

asik bermain di teras rumah.

Tuturan terjadi di teras rumah pada sore hari. Rabu,

10 April 2013. Sekitar pukul 16.45 – 17.35 WIB.

Selain penutur dan mitra tutur, terdapat juga

anggota keluarga lain dan tamu yang sedang

berkunjung.

Penutur menghampiri mitra tutur dan berusaha

memperingatkannya untuk belajar. Namun, mitra

tutur tidak mengindahkan peringatan dari penutur.

Penutur perempuan, seorang ibu berusia 45 tahun

dan mitra tutur laki-laki seorang siswi SMP VIII

berusia 14 tahun. Penutur merupakan ibu dari mitra

tutur.

Tujuan: penutur menyuruh MT agar rajin belajar.

Tindak verbal : ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam saja dan masuk

ke dalam rumah.

Kategori Ketidaksantunan:

Melecehkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan

ketus.

Penutur berbicara dengan

keras.

Penutur berbicara langsung di

hadapan anggota keluarga lain

dan tamu yang datang.

Penutur berbicara sembari

memegang kepala mitra tutur.

Penutur berbicara sembari

menatap mitra tutur dengan

tatapan mata terbelalak.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 286: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

KORPUS DATA DAN TABULASI DATA

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA KATEGORI MENGHILANGKAN MUKA

NO KODE TUTURAN

PENANDA KETIDAKSANTUNAN PERSEPSI KETIDAK-

SANTUNAN LINGUAL NONLINGUAL

(Topik dan Situasi)

1. (D1) Cuplikan Tuturan 43

MT : (terlihat

menambah porsi

makan berulang kali)

P : “Ngelih po

doyan?”

MT : (tersenyum

malu, namun tetap

menghabiskan

makanannya).

Intonasi tanya

Tekanan: lunak

pada kata doyan.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

rendah.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Percakapan antaranggota keluarga, ketika penutur

bersama mitra tutur berada di ruang makan pada

siang hari dalam suasana santai.

Penutur berusaha menyindir mitra tutur yang

terlihat menambah porsi makan berkali-kali.

Mitra tutur hanya tersenyum malu menanggapi

perkataan penutur.

Penutur duduk di hadapan mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur seorang

mahasiswa semester 4 berusia 19 tahun dan mitra

tutur siswa SMP kelas VIII berusia 14 tahun.

Penutur adalah kakak kandung dari mitra tutur.

Tujuan: penutur menyindir mitra tutur yang

terlihat menambah porsi makan berkali-kali.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur tersenyum karena

malu dan tetap menghabiskan makanannya.

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyindir

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan datar.

Penutur sudah mengetahui bahwa

mitra tutur memiliki hobi makan.

Penutur dengan sengaja ingin

membuat mitra tutur malu.

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan tersenyum sinis.

2. (D2) Cuplikan Tuturan 44

P : “Lehmu kuliah

Intonasi tanya

Tekanan: keras

Percakapan yang terjadi ketika penutur sedang

bersama mitra tutur di ruang keluarga sore hari

dalam suasana santai.

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 287: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

ki arep mbok

rampungke ora? Nek

ora po rep ndue bojo

wae?”

pada ndue bojo

wae.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Penutur bertanya kepada mitra tutur tentang

studinya yang tak kunjung usai.

Penutur bertanya kepada mitra tutur dengan nada

menyindir, sehingga mengakibatkan mitra tutur

malu.

Penutur duduk di hadapan mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur

berusia 60 tahun dan mitra tutur seorang gadis

berusia 25 tahun. Penutur adalah ibu dari mitra

tutur.

Tujuan penutur: mengingatkan MT agar segera

menyelesaikan studinya.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam saja dan

tersenyum malu.

Subkategori Ketidaksantunan :

Menyindir

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur bertanya kepada mitra

tutur dengan lugas tanpa

mempedulikan perasaan mitra

tutur.

Penutur berbicara dengan sinis.

Penutur dengan sengaja

melontarkan pertanyaan sindiran

kepada mitra tutur yang studinya

tak kunjung usai.

Mitra tutur merasa malu dengan

pertanyaan penutur.

3. (D3) Cuplikan Tuturan 45

MT 1: “Mumpung

bapak durung tuwo,

mbok ndang nikah,

Le!”

P : “Ah bapak

kae wis tuwo yo roso

kok!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada frasa roso

kok.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Percakapan yang terjadi dalam keluarga, saat

penutur sedang bersama MT 1 dan MT 2 di ruang

keluarga.

MT1 berkata kepada penutur agar penutur segera

menikah. Namun, penutur justru menanggapi

saran dari MT 1 dengan kata-kata yang membuat

MT 2 merasa malu.

Penutur duduk di dekat MT 1 dan MT 2.

Penutur menanggapi perkataan MT 1.

Penutur laki-laki berusia 24 tahun, MT 1

perempuan, ibu berusia 46 tahun, dan MT 2 laki-

laki, bapak berusia 62 tahun. Penutur adalah anak

dari MT 1 dan MT2.

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan lugas

tanpa memahami suasana hati

MT 2.

Penutur berbicara dengan keras.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 288: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Kata fatis: ah,

kok.

Tujuan: penutur menolak anjuran MT 1 dengan

nada mengejek, sehingga membuat MT 2 merasa

malu.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: MT 2 diam saja karena malu.

Penutur dengan sengaja

melontarkan kata-kata yang

mengakibatkan MT 2 malu.

Penutur berbicara di hadapan

MT1 dan MT2.

4. (D4) Cuplikan Tuturan 46

P : “Mak, satus ki

nol’e piro?”

MT : “Piro yo?

10?”

(semua anggota

keluarga tertawa).

Intonasi tanya

Tekanan: lunak

pada nol’e piro.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Percakapan antara anggota keluarga saat

mengerjakan pekerjaan rumah di ruang keluarga.

Penutur dan mitra tutur sedang berdiskusi untuk

menyelesaikan PR. Selain penutur dan mitra

tutur, terdapat beberapa anggota keluarga yang

lain di tempat tersebut.

Penutur sengaja bertanya kepada mitra tutur,

padahal penutur sudah mengetahui keterbatasan

mitra tutur, yakni tidak dapat membaca.

Mendengar pertanyaan tersebut, mitra tutur

memberikan jawaban sekenanya

Penutur duduk di samping mitra tutur.

Penutur bertanya kepada mitra tutur.

Penutur laki-laki, siswa SD kelas 4 berusia 12

tahun dan mitra tutur perempuan, ibu berusia 42

tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan: mengajak mitra tutur bercanda.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam saja karena

malu tidak dapat membantu menyelesaikan PR,

kemudian pergi tidur.

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur bertanya kepada mitra

tutur dengan lugas.

Penutur bertanya kepada mitra

tutur di hadapan anggota

keluarga yang lain.

Penutur dengan sengaja

melontarkan pertanyaan agar

mitra tutur kebingungan.

Penutur sengaja bertanya kepada

orang yang memiliki kelemahan

dalam baca tulis.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

5. (D5) Cuplikan Tuturan 47

Intonasi seru

Percakapan dalam keluarga ketika sedang

menonton televisi bersama pada malam hari.

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 289: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

MT : “Huuu.. kui

film’e ngomong opo

to? Mbok ngomong

wae malah jelas!”

P : “Salah’e raiso

moco!!”

MT : “Ah yowis,

turu wae.”

Tekanan: keras

pada kata salah’e

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Acara yang ditonton saat itu adalah film

berbahasa asing yang tentu dilengkapi dengan

terjemahan.

Kondisi mitra tutur yang tidak dapat membaca

mengakibatkan ia kesulitan untuk memahami

acara televisi, kemudian mitra tutur bertanya

kepada penutur tentang isi film tersebut.

Penutur justru menjawab pertanyaan mitra tutur

dengan nada kesal.

Penutur duduk berdekatan dengan mitra tutur.

Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur

seorang siswi kelas XII SMK, berusia 19 tahun

dan mitra tutur seorang ibu rumah tangga berusia

42 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan kekesalannya

kepada mitra tutur dengan cara mengejek karena

mitra tutur tidak dapat membaca.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur menjadi kesal

karena merasa malu dan pergi tidur.

Subkategori Ketidaksantunan:

Kesal

Wujud Ketidaksantunan :

Penutur menanggapi pertanyaan

mitra tutur dengan ketus.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur sengaja tidak menjawab

pertanyaan mitra tutur padahal

penutur sudah mengetahui kalau

mitra tutur kesulitan membaca.

Penutur berbicara di hadapan

anggota keluarga yang lain.

Penutur dengan sengaja membuat

mitra tutur malu.

6. (D6) Cuplikan Tuturan 48

P : “Alasanmu milih

dia tu karena apa to,

Nduk?”

MT : “Yoo aku

seneng kae kok, Buk.”

Intonasi tanya

Tekanan: keras

pada kata

beristri.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

Percakapan yang terjadi saat penutur sedang

bersama mitra tutur di ruang keluarga.

Penutur bertanya kepada mitra tutur tentang

alasan mitra tutur menikahi laki-laki yang sudah

beristri. Mendengar pertanyaan penutur, mitra

tutur menjadi malu dan enggan menjawab

pertanyaan tersebut. Mitra tutur hanya

Kategori Ketidaksantunan :

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Menyindir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 290: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

P : “Wong yang

masih bujang aja

banyak kok kamu tu

milih yang udah

beristri to nduk?”

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

istilah bahasa

Jawa, yaitu pada

partikel wong, to,

dan nduk.

Penggunaan kata

tidak baku, yaitu

aja, tu, milih,

udah.

Kata fatis: kok,

to.

memberikan jawaban sekenanya.

Penutur sedikit kesal dengan jawaban mitra tutur.

Kemudian penutur melontarkan kata-kata dengan

maksud menyindir mitra tutur.

Penutur duduk di sebelah mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur perempuan. Penutur

berusia 60 tahun dan mitra tutur berusia 30 tahun.

Penutur adalah ibu dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan rasa kecewanya

kepada mitra tutur, karena mitra tutur menikah

dengan laki-laki yang sudah beristri. Pertanyaan

penutur mengakibatkan mitra tutur merasa malu.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur hanya tersenyum

malu

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan ketus.

Penutur sengaja melontarkan

kata-kata dengan maksud

menyadarkan mitra tutur akan

pilihannya.

Perkataan penutur

mengakibatkan mitra tutur malu.

7. (D7) Cuplikan Tuturan 49

MT: “Aku sering kok

Ma, diejek temanku”

P : “Terus lehmu

jawab pie, Le?”

MT: “ Yo lehku jawab

tak banyoli wae. Ora,

aku ra seneng cewek,

aku seneng koe.”

Intonasi tanya

Tekanan: lunak

pada frasa seneng

cewek tenan ora.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

Percakapan antara penutur dan mitra tutur pada

siang hari saat berada di rumah.

Penutur dan mitra tutur sudah terbiasa berbagi

cerita ketika suasana santai.

Penutur mengejek dan menyindir mitra tutur

karena mitra tutur belum juga mempunyai pacar.

Penutur duduk di sebelah mitra tutur.

Penutur bertanya kepada mitra tutur.

Penutur seorang ibu berusia 42 tahun dan mitra

tutur seorang anak laki-laki, semester 4 berusia

20 tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan: menyadarkan MT agar segera memiliki

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur bertanya kepada mitra

tutur dengan sinis.

Penutur bertanya kepada mitra

tutur sembari tersenyum

mengejek.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 291: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

P : “Tapi aku tanya

Dik, koe ki seneng

cewek tenan ora?”

MT : “ Yo namanya

manusia normal, Ma.

Yo suka tapi belum

saatnya gitu.”

istilah bahasa

Jawa, yaitu koe,

ki, tenan, ora dan

menggunakan

kata tidak baku,

yaitu tapi,

seneng, cewek.

pacar.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur menjawab

pertanyaan penutur dengan santai.

Penutur sengaja bertanya kepada

orang yang sudah cukup dewasa

tetapi belum memiliki teman

dekat (pacar).

Penutur tidak hanya bertanya di

hadapan mitra tutur, tetapi juga di

hadapan anggota keluarga lain.

8. (D8) Cuplikan Tuturan 50

P : “Mbok nek

ndue anak ki ora

akeh-akeh. Mosok

manak ping 6. Koyo

pitik wae!”

MT : “Yo biar to,

Pak. Banyak anak,

banyak rejeki.”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada koyo pitik

wae.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

tinggi.

Diksi : diksi:

bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: mbok.

Saat penutur dan mitra tutur berada di ruang

keluarga pada sore hari. Penutur berusaha

menegur mitra tutur yang telah mempunyai 6

anak. Jumlah yang terlalu banyak menurut

pandangan penutur.

Mitra tutur tersenyum malu mendengar perkataan

penutur, kemudian mitra tutur berusaha

memberikan jawaban untuk membela diri.

Penutur duduk di dekat mitra tutur.

Penutur laki-laki, seorang bapak berusia 75 tahun

dan mitra tutur seorang perempuan berusia 45

tahun. Penutur adalah bapak dari mitra tutur.

Tujuan: menyadarkan MT agar tidak menambah

jumlah anak lagi.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur merasa malu

kemudian memberikan jawaban sebagai upaya

pembelaan diri.

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan ketus.

Penutur berbicara di hadapan

anggota keluarga lain.

Penutur melontarkan kata-kata

yang seolah-olah menyetarakan

sifat manusia dengan binatang.

Penutur berbicara tanpa

memahami suasana hati mitra

tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 292: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

9. (D9) Cuplikan Tuturan 51

MT 1 : “Kalau Mas

ini putranya Bapak?”

P : “Iya, itu yang

masih belum laku

mbak, soalnya

pengangguran.”

Intonasi berita

Tekanan: lunak

pada kata

pengangguran.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

kata tidak baku,

yaitu soalnya.

Percakapan yang terjadi saat penutur sedang

berbincang-bincang bersama MT 1 di ruang tamu

rumah penutur.

Tuturan terjadi pada hari Senin, 13 Mei 2013,

sekitar pukul 12.10 – 12.35 WIB.

Tiba-tiba MT 2 berjalan dari dalam membawakan

minuman untuk MT 1.

MT 1 bertanya kepada penutur perihal MT 2.

Tiba-tiba penutur melontarkan jawaban bahwa

MT2 pengangguran sembari menunjuk MT 2

dengan nada mengejek dan disertai tawa yang

terbahak.

Penutur duduk di hadapan MT 1 dan MT 2.

Penutur berkata kepada MT 1.

Penutur seorang bapak berusia 50 tahun, MT 1

seorang tamu, dan MT 2 seorang anak laki-laki

berusia 23 tahun. Penutur adalah bapak dari MT 2.

Tujuan: menyuruh MT untuk segera mencari

pekerjaan.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: MT 2 terlihat sedikit malu,

hanya tersenyum, kemudian pergi ke belakang.

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan :

Penutur berbicara dengan ketus.

Penutur berbicara sembari

menunjuk ke arah mitra tutur.

Penutur berbicara langsung di

hadapan tamu yang datang.

Penutur berbicara sembari

tertawa.

10. (D10) Cuplikan Tuturan 52

P : “Arep mencari

sendiri atau

dicarikan?”

Intonasi tanya

Tekanan: lunak

pada dicarikan.

Percakapan yang terjadi saat penutur sedang

berbincang-bincang dengan MT 1 di ruang tamu

rumah penutur.

Tuturan terjadi pada hari Selasa, 4 Juni 2013,

sekitar pukul 15.30 – 16.12 WIB.

Tiba-tiba MT 2 berjalan dari dalam menuju ruang

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Menyindir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 293: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

(mitra tutur tersenyum

malu) Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

istilah bahasa

Jawa, yaitu arep.

tamu membawakan minuman untuk MT 1.

Kemudian MT 2 duduk di sebelah penutur. Tiba-

tiba penutur melontarkan pertanyaan kepada MT 2

dengan maksud mengajak bercanda.

Penutur duduk di hadapan MT 1 dan di sebelah

MT 2.

Penutur bertanya kepada MT 2 .

Penutur laki-laki, bapak berusia 48 tahun, MT 1

adalah tamu, dan MT 2 perempuan, mahasiswi

semester 8, berusia 22 tahun. Penutur adalahbapak

dari MT 2.

Tujuan: penutur bertanya kepada MT 2 dengan

maksud mengajak bercanda. Pertanyaan penutur

mengakibatkan MT 2 merasa malu.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: MT 2 hanya diam dan

tersenyum malu sembari menunduk.

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur bertanya dengan lugas

tanpa mempedulikan suasana hati

MT 2.

Penutur bertanya kepada MT 2

langsung di hadapan tamu yang

datang.

Penutur bertanya sembari

tersenyum menyindir.

Penutur bertanya sembari melirik

ke arah mitra tutur dengan

maksud mengejek.

Penutur sengaja menyindir mitra

tutur yang sudah cukup dewasa

tetapi belum juga memiliki teman

dekat (pacar).

11. (D11) Cuplikan Tuturan 53

MT 2 : “Mbak’nya

ambil S1 yaa?”

MT 1 : “Iya, Pak.”

P : “Kalau bapak

itu hanya es dua

bakso satu.”

Intonasi berita

Tekanan: lunak

pada es dua

bakso satu.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Percakapan yang terjadi saat penutur sedang

berbincang-bincang dengan MT 1 dan MT 2 di

ruang tamu dalam suasana santai.

Tuturan terjadi di ruang tamu pada hari Senin, 10

Juni 2013, sekitar pukul 13.51- 14.03 WIB.

MT 2 bertanya kepada MT 1 perihal pendidikan

yang ditempuh selama duduk di bangku perguruan

tinggi.

MT 1 memberikan jawaban kepada MT 2. Tiba-

tiba penutur memotong pembicaraan dengan

spontan menceritakan pendidikan MT 2 dengan

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan lugas.

Penutur berbicara sembari

tertawa mengejek.

Penutur berbicara langsung di

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 294: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Diksi: bahasa

populer.

nada mengejek dan disertai tawa yang terbahak.

Penutur berkata kepada MT 1.

Penutur duduk di sebelah MT 1 dan MT 2.

Penutur perempuan, ibu rumah tangga berusia 60

tahun, MT 1 adalah tamu, dan MT 2 laki-laki,

bapak berusia 75 tahun. Penutur adalah istri dari

MT 2.

Tujuan: penutur menceritakan MT 2 yang

berpendidikan rendah dengan maksud mengajak

bercanda.

Tindak verbal: representatif.

Tindak perlokusi: MT 2 merasa malu namun ikut

tertawa.

hadapan tamu yang datang.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur melontarkan kata-kata

dengan maksud membandingkan

‘s’ dalam kata sarjana dengan ‘s’

(es) sebuah minuman.

Penutur dengan sengaja membuat

mitra tutur malu.

12. (D12) Cuplikan Tuturan 54

P : “Nek sing niki

gembeng.”

MT : “Wajar, Bu.

Namanya juga anak-

anak.”

Intonasi berita

Tekanan: lunak

pada kata

gembeng.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

rendah.

Diksi: diksi:

bahasa

nonstandar

dengan

Percakapan yang terjadi saat penutur sedang

berbincang-bincang dengan MT 1 di ruang tamu.

Selain MT 1, ada pula MT 2 di tempat tersebut.

Tuturan terjadi pada hari Rabu, 1 Mei 2013,

sekitar pukul 14.27 – 15.06 WIB.

Penutur menceritakan kebiasaan MT 2 yang

mudah menangis. MT 2 hanya menunduk malu

sambil terus ‘menggelendot’ manja di samping

penutur.

Penutur duduk di hadapan MT 1 dan di sebelah

MT 2.

Penutur menegaskan sikap MT 2 yang mudah

menangis.

Penutur, MT 1, dan MT 2 perempuan. Penutur

berusia 53 tahun, MT 1 adalah tamu, dan MT 2

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Menegaskan

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan lugas

tanpa memperhatikan suasana

hati mitra tutur.

Penutur berbicara langsung di

hadapan tamu yang datang.

Penutur berbicara sembari

melirik ke arah mitra tutur

dengan maksud mengejek.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 295: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

menggunakan

bahasa Jawa.

seorang anak kecil berusia 4 tahun. Penutur adalah

nenek dari MT 2.

Tujuan: penutur menceritakan sikap MT 2 yang

mudah menangis.

Tindak verbal: representatif.

Tindak perlokusi: MT 2 menunduk malu.

Penutur dengan sengaja

menceritakan keburukan mitra

tutur di hadapan orang lain.

13. (D13) Cuplikan Tuturan 55

P : “Kok koyo

gunung’e , Pak?”

Intonasi tanya

Tekanan: lunak

pada kata

gunung.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: kok.

Percakapan yang terjadi saat penutur dan mitra

tutur sedang makan bersama di ruang makan pada

malam hari.

Penutur berkata kepada mitra tutur dengan nada

menyindir ketika mengetahui bahwa mitra tutur

mengambil porsi makan terlalu banyak.

Penutur duduk di depan mitra tutur.

Penutur menanggapi perbuatan mitra tutur.

Penutur perempuan, siswi SMK Kelas XII berusia

18 tahun dan mitra tutur laki-laki, bapak berusia

50 tahun. Penutur adalah anak perempuan dari

mitra tutur.

Tujuan penutur: agar MT berhenti menambah

porsi makan.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur diam dan

meneruskan makan.

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyindir

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua dengan lugas.

Penutur berbicara di hadapan

beberapa anggota keluarga lain.

Penutur sudah mengetahui bahwa

porsi makan mitra tutur banyak,

namun sengaja melontarkan

pertanyaan demikian

Penutur berbicara sembari

tersenyum mengejek.

Penutur berusaha

menggambarkan porsi makan

mitra tutur yang terlampau

banyak dengan gunung yang

menjulang tinggi.

14. (D14) Cuplikan Tuturan 56

Intonasi perintah

Percakapan para petani saat bekerja di sawah. Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 296: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

MT 1: “Iki digowo

neng ngendi?”

P : “Kui kek’ke

juragane!”

MT 2 :

( tersenyum malu dan

melanjutkan

pekerjaannya).

Tekanan: keras

pada kata

juragane.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Tuturan terjadi di persawahan, daerah

Banguntapan, Bantul, pada hari Senin, 10 Juni

2013, sekitar pukul 11.11 – 12. 30 WIB.

Penutur, MT 1, dan MT 2 terlihat begitu sibuk

memanen hasil tanamnya.

MT 1 bertanya kepada penutur perihal tempat

meletakkan hasil panen. Penutur berkata kepada

MT 1 agar memberikan hasil panen kepada MT 2

yang empunya sawah.

Mendengar perkataan penutur, MT 2 hanya

tersenyum malu dan melanjutkan pekerjaannya.

MT 2 merasa malu karena disebut sebagai

‘juragan’.

Penutur berdiri di hadapan MT 1 dan MT 2.

Penutur berkata kepada MT 2 dengan maksud

mengajak bercanda.

Penutur, MT 1, dan MT 2 seorang laki-laki

berusia sekitar 45 – 50 tahun.

Tujuan: penutur menyindir MT 2 yang empunya

sawah, karena MT 2 terlihat begitu rajin

memindah hasil panen. Perkataan penutur

mengakibatkan beberapa orang yang ada di sawah

tertawa.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: MT 2 hanya tersenyum malu

dan melanjutkan pekerjaannya.

Subkategori Ketidaksantunan :

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan sinis.

Penutur berbicara sembari

tersenyum mengejek.

Penutur berbicara sembari

menunjuk ke arah mitra tutur.

Penutur berbicara langsung di

hadapan orang banyak.

Penutur dengan sengaja membuat

mitra tutur malu.

Penutur menyebut mitra tutur

sebagai ‘juragan’ karena mitra

tutur yang memiliki sawah

tersebut.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 297: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

15. (D15) Cuplikan Tuturan 57

MT 1 : “Adik

namanya siapa??”

(MT 2 diam saja)

P : “Kayak

kucing lho itu mbak,

malu-malu.”

Intonasi berita

Tekanan: lunak

pada frasa kayak

kucing.

Nada tutur:

penutur berbicara

dengan nada

rendah.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

kata tidak baku,

yaitu kayak.

Kata fatis: lho.

Percakapan yang terjadi pada hari Kamis, 13 Juni

2013, pukul 15.30 WIB.

Saat itu penutur berbincang-bincang dengan MT

1 di teras rumah penutur dalam suasana santai.

MT 2 tiba-tiba datang menghampiri penutur.

Kemudian, MT 1 bertanya kepada MT 2. Namun,

MT 2 hanya diam saja sambil ‘menggelendot’

manja kepada penutur.

Penutur kemudian menanggapi pertanyaan MT 1

dengan maksud membuat MT 2 jera.

Penutur duduk di damping MT 1 dan di depan

MT2.

Penutur menanggapi tingkah laku MT 2.

Penutur seorang ibu berusia 35 tahun, MT 1

adalah tamu, dan MT 2 seorang anak perempuan

berusia 6 tahun. Penutur adalah ibu dari MT 2.

Tujuan: penutur menjawab pertanyaan MT 1

sambil menanggapi tingkah laku MT 2 yang

pemalu.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: MT 2 menunduk malu

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan:

Mengejek

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara dengan lugas

tanpa mempedulikan perasaan

MT 2.

Penutur berusaha menyetarakan

sifat MT 2 yang pemalu dengan

sifat seekor binatang (kucing).

Penutur berbicara langsung di

hadapan tamu yang datang.

Penutur berbicara sembari

menatap MT 2 dengan maksud

mengejek.

Penutur berbicara sembari

mencubit lembut pipi MT 2.

16. (D16) Cuplikan Tuturan 58

MT 1 : “Pak’e...

Paaaakkkk...

Paaaakkkk!!!

MT 2 : “Kulo...”

Intonasi berita

Tekanan: lunak

pada frasa loro

untu.

Nada tutur:

Percakapan yang terjadi antara penutur, MT 1,

dan MT 2 di sawah pada siang hari. (Senin, 10

Juni 2013, sekitar pukul 11.30 – 12.30 WIB.

Selain penutur dan MT 1 terdapat pula MT 2 dan

beberapa petani lain yang terlihat sibuk memanen

padi.

MT 1 memanggil MT 2, kemudian MT 2 hanya

Kategori Ketidaksantunan:

Menghilangkan muka

Subkategori Ketidaksantunan :

Menyindir

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 298: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

MT 1 : “Paaakkk... “

(MT 2 hanya diam)

P : “Loro untu

bapakmu.”

penutur berbicara

dengan nada

sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar

dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

menjawab dengan singkat sambil terus

melanjutkan pekerjaannya.

MT 1 kembali memanggil MT 2, bahkan

berulang-ulang. Namun, MT 2 hanya diam tanpa

mempedulikan panggilan MT 1.

Melihat MT 1 yang terus memanggil-manggil

MT2 tanpa jawaban, tiba-tiba penutur

melontarkan kata-kata kepada MT 1 dengan

maksud menyindir MT 2 yang tidak

mempedulikannya. Mendengar perkataan penutur,

beberapa orang di tempat tersebut tertawa.

Penutur berdiri di dekat mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur, MT 1, dan MT 2 laki-laki. Penutur

seorang bapak berusia 40 tahun, MT 1 seorang

anak kecil berusia 4 tahun, dan MT 2 seorang

bapak berusia 42 tahun.

Tujuan: penutur menyindir MT 2 yang tidak

menyahut ketika dipanggil berulang kali oleh MT

1.

Tindak verbal : ekspresif.

Tindak perlokusi: MT 2 tersenyum kemudian

menanggapi panggilan MT 1.

Wujud Ketidaksantunan :

Penutur berbicara dengan ketus.

Penutur berbicara sembari

tersenyum sinis.

Penutur berbicara sembari

menatap ke arah MT 2.

Penutur berbicara di hadapan

orang banyak.

Penutur berusaha menyadarkan

MT 2 agar menanggapi panggilan

MT 1.

Penutur berusaha menyindir MT2

dengan yang diam saja dengan

menggunakan frasa ‘sakit gigi’.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 299: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

KORPUS DATA DAN TABULASI DATA

KETIDAKSANTUNAN BERBAHASA KATEGORI MENIMBULKAN KONFLIK

NO KODE TUTURAN

PENANDA KETIDAKSANTUNAN PERSEPSI KETIDAK-

SANTUNAN LINGUAL NONLINGUAL

(Topik dan Situasi)

1. (E1) Cuplikan Tuturan 59

MT : (mitra tutur

mengambil makanan di

ruang makan, namun

kurang berhati-hati

sehingga menimbulkan

kegaduhan)

P : “Mbok

dibanting sisan!

Mbok dibaleni!”

MT : (mitra tutur kesal

dan justru dengan

sengaja membuat

gaduh ruang makan)

Intonasi perintah

Tekanan: keras

pada kata sisan.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: mbok

Tuturan terjadi di ruang makan, pada siang hari

ketika penutur dan mitra tutur sedang makan

siang.

Mitra tutur secara tidak sengaja mengambil

piring dengan tidak hati-hati, sehingga

menimbulkan suara gaduh.

Penutur berusaha menanggapi tingkah laku mitra

tutur dengan melontarkan kata-kata sindiran agar

mitra tutur sadar akan kecerobohannya.

Penutur duduk di hadapan mitra tutur yang

sedang berdiri.

Penutur menanggapi tingkah laku mitra tutur.

Penutur dan mitra tutur laki-laki. Penutur seorang

mahasiswa semester 4 berusia 19 tahun dan mitra

tutur kelas VIII SMP berusia 14 tahun. Penutur

adalah kakak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur meminta MT agar lebih berhati-

hati ketika melakukan sebuah aktivitas.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: mitra tutur kesal dan dengan

sengaja semakin membuat gaduh suasana.

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyindir

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan ketus.

Penutur dengan sengaja

melontarkan kata-kata sindiran

kepada mitra tutur.

Penutur berbicara sembari

melirik dengan sinis ke arah

mitra tutur.

Perkaataan penutur

mengakibatkan mitra tutur

kesal.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 300: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

2. (E2) Cuplikan Tuturan 60

MT : “Ini sms dari

siapa?”

P : “Ah, ibuk ki

mau tau wae.”

MT : “Kamu tu

kalau ditanyain

senengane

menyepelekan! Mbok

sekali-kali kalau

ditanya tu jawab yang

bener!” (mitra tutur

pergi meninggalkan

penutur dan

membanting pintu)

Intonasi berita

Tekanan: lunak

pada ah.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

istilah bahasa

Jawa, yaitu ki,

wae, dan

menggunakan kata

tidak baku, yaitu

mau, tau.

Kata fatis: ah.

Percakapan antara penutur dan mitra tutur saat

jam pulang sekolah di ruang keluarga.

Mitra tutur bertanya kepada penutur perihal

identitas pengirim sms yang baru saja masuk.

Penutur enggan menjawab pertanyaan mitra

tutur, maka penutur hanya memberikan jawaban

sekenanya dan terkesan sembrono.

Penutur duduk di dekat mitra tutur.

Penutur menanggapi pertanyaan mitra tutur.

Penutur dan mitra tuur perempuan. Penutur

siswa kelas VIII SMP berusia 14 tahun dan

mitra tutur seorang ibu berusia 39 tahun. Penutur

adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur berusaha menutupi identitas

pengirim sms, karena menurut penutur itu adalah

rahasia yang tidak perlu diketahui oleh mitra

tutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur menasihati penutur

kemudian pergi sembari membanting pintu.

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menjawab pertanyaan

mitra tutur dengan ketus.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur berbicara tanpa melihat

ke arah mitra tutur.

Penutur dengan sengaja

memberikan jawaban yang

terkesan menyepelekan.

Penutur berbicara sembari terus

memainkan ponselnya.

3. (E3) Cuplikan Tuturan 61

MT : “Pakai celana

kok ngetat semua to?”

P : “Sak karepku

to mak, wong sing

nganggo aku kok!!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada sak karepku

to Mak.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

Percakapan antara penutur dan mitra tutur ketika

penutur sedang bersiap-siap, lengkap dengan

pakaian yang akan dikenakannya untuk

bepergian pada sore hari.

Tuturan terjadi dalam suasana serius.

Mitra tutur menghampiri penutur dan bertanya

perihal model celana yang dikenakan oleh

penutur. Menurut mitra tutur, celana yang

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Kesal

Wujud Ketidaksantunan :

Penutur menjawab pertanyaan

mitra tutur dengan keras.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 301: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

MT : (meninggalkan

penutur dengan raut

wajah sinis)

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis: to, kok.

dikenakan terlalu ketat.

Penutur kurang senang dengan pertanyaan mitra

tutur yang dinilai terlalu mengatur cara

berpakaian penutur.

Penutur berdiri di hadapan mitra tutur.

Penutur menanggapi pertanyaan mitra tutur.

Penutur laki-laki berusia 24 tahun dan mitra

tutur seorang ibu berusia 46 tahun. Penutur

adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan amarahnya

kepada mitra tutur, karena mitra tutur dianggap

terlalu mengatur cara berpakaian si penutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur pergi meninggalkan

penutur dengan raut wajah sinis.

Penutur berbicara dengan ketus.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur berbicara sembari

berjalan meninggalkan mitra

tutur.

4. (E4) Cuplikan Tuturan 62

MT : “Seko ngendi

koe mau?”

P : “Biasa anak

muda.”

MT : (pergi

meninggalkan penutur

dan membanting pintu).

Intonasi berita

Tekanan: lunak

pada frasa anak

muda.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

populer.

Percakapan yang terjadi di ruang tamu pada sore

hari. Saat itu penutur tiba di rumah dari

bepergian.

Mitra tutur menyapa penutur di ruang tamu

sembari melontarkan pertanyaan dari mana

penutur pergi. Namun, penutur hanya menjawab

sekenanya dan terkesan menyepelekan.

Penutur sedang berjalan hendak masuk ke kamar.

Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur.

Penutur perempuan, kelas XII SMK berusia 19

tahun dan mitra tutur seorang ibu berusia 42

tahun. Penutur adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur berusaha merahasiakan sesuatu.

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyepelekan

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menjawab pertanyaan

mitra tutur dengan sembrono

tanpa merasa bersalah.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur dengan sengaja

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 302: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur sedikit marah dan

membanting pintu.

memberikan jawaban yang

terkesan menyepelekan mitra

tutur.

Penutur tidak memberi tahu

mitra tutur dari mana ia pergi.

Penutur menjawab pertanyaan

mitra tutur sambil berjalan.

5. (E5) Cuplikan Tuturan 63

MT : “Wisnu

ambilkan kursi di

depan itu!”

P : “Punya kaki

sendiri kok!!”

MT : (mitra tutur

menghampiri penutur

kemudian menjewer

telinga penutur)

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada frasa sendiri

kok.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan kata

populer.

Kata fatis: kok.

Percakapan yang terjadi di ruang keluarga pada

siang hari. Rabu, 24 April 2013. Sekitar pukul

13.15 – 13. 45 WIB.

Mitra tutur sedang menerima tamu di ruang

tamu, sedangkan penutur sedang menonton

televisi di ruang keluarga.

Mitra tutur meminta bantuan kepada penutur

untuk mengambilkan kursi di depan rumah.

Penutur enggan melaksanakan perintah dari mitra

tutur, bahkan menanggapi permintaan dari mitra

tutur dengan kata-kata yang tidak santun.

Penutur laki-laki, siswa kelas 3 SD dan mitra

tutur bapak berusia 43 tahun. Penutur adalah

anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur menolak perintah dari mitra

tutur dengan nada ketus dan terkesan

menyepelekan.

Tindak verbal: komisif.

Tindak perlokusi: mitra tutur menghampiri

penutur dan menjewer telinganya.

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Menolak

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menjawab permintaan

mitra tutur dengan ketus.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur dengan sengaja

memberikan jawaban yang tidak

sopan.

Penutur berbicara tanpa melihat

ke arah mitra tutur.

Penutur tidak mengindahkan

perintah mitra tutur.

Penutur justru melanjutkan

aktivitasnya menonton televisi.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 303: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

6. (E6) Cuplikan Tuturan 64

MT : “Ayo ngewangi

aku neng sawah!”

P : “Halah mangke

bu, neng sawah terus

koyo dibayar wae.”

MT : “Bocah ora

ngerti kahanan. Koe iso

urip tekan dino iki yo

mergo seko hasil sawah

kui.”

Intonasi berita

Tekanan: keras

pada halah

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada sedang.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Percakapan antara penutur dan mitra tutur di

teras rumah saat mitra tutur sedang bersiap-siap

hendak pergi ke sawah pada siang hari.

Mitra tutur menyuruh penutur untuk membantu

pekerjaan di sawah, terlebih ketika sawah

sedang panen.

Penutur enggan melaksanakan perintah dari

mitra tutur. Penutur hanya menjawab dengan

melontarkan kata-kata yang terkesan sembrono.

Penutur duduk di samping mitra tutur.

Penutur menanggapi ajakan dari mitra tutur.

Penutur laki-laki, berusia 28 tahun dan mitra

tutur perempuan, ibu berusia 53 tahun. Penutur

adalah anak dari mitra tutur.

Tujuan: penutur enggan melaksanakan ajakan

mitra tutur untuk membantu di sawah, karena

menurut penutur percuma bekerja keras kalau

tidak mendapat bayaran.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur menjawab

perkataan penutur dengan kesal kemudian pergi

meninggalkan penutur.

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Menyepelekan

Wujud Ketidaksantunan :

Penutur menjawab ajakan mitra

tutur dengan datar tanpa rasa

tanggung jawab.

Penutur tidak mengindahkan

ajakan mitra tutur.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

7. (E7) Cuplikan Tuturan 65

P : “Woo monyet!!”

MT : “Lambemu!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada kata monyet.

Nada tutur: penutur

Pertengkaran antara penutur dan mitra tutur saat

berada di teras rumah pada sore hari.

Penutur berebut sandal dengan mitra tutur.

Secara tidak sengaja, mitra tutur memakai sandal

penutur tanpa ijin terlebih dahulu. Penutur

sangat tidak berkenan mengetahui hal tersebut.

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Marah

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 304: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

populer.

Kata fatis: woo.

Penutur kemudian mengumpat kepada mitra

tutur.

Penutur berdiri di seberang mitra tutur.

Penutur menanggapi tingkah laku mitra tutur.

Penutur seorang anak laki-laki kelas 4 SD

berusia 12 tahun dan mitra tutur seorang anak

perempuan kelas XII SMK berusia 19 tahun.

Penutur adalah adik kandung dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan amarahnya

kepada mitra tutur karena mitra tutur

menggunakan sandal milik penutur tanpa seijin

penutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur merasa tersinggung

dan marah. Mitra tutur melontarkan kata-kata

(umpatan) yang tidak sopan kepada penutur.

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan berteriak.

Penutur berbicara dengan ketus.

Penutur berbicara sembari

berdiri.

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan tatapan mata

terbelalak.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur melontarkan kata-kata

yang sangat tidak sopan.

Perkataan penutur

memunculkan amarah dalam

diri mitra tutur.

8. (E8) Cuplikan Tuturan 66

MT : “Woo

monyet!!”

P : “Lambemu!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada kata

lambemu.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

Pertengkaran antara penutur dan mitra tutur di

teras rumah pada sore hari.

Penutur berebut sandal dengan mitra tutur.

Secara tidak sengaja, penutur memakai sandal

mitra tutur tanpa ijin terlebih dahulu, sehingga

emosi mitra tutur tidak dapat dikendalikan,

bahkan melontarkan umpatan kepada penutur.

Penutur yang juga emosinya sedang memuncak

kemudian turut melontarkan kata-kata umpatan

kepada mitra tutur.

Penutur duduk di seberang mitra tutur yang

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Marah

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan berteriak.

Penutur berbicara dengan ketus.

Penutur berbicara sembari

menatap mitra tutur dengan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 305: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

sedang berdiri.

Penutur membalas perkataan mitra tutur dengan

kesal dan marah.

Penutur seorang anak perempuan kelas XII SMK

berusia 19 tahun dan mitra tutur seorang anak

laki-laki kelas 4 SD berusia 12 tahun. Penutur

merupakan kakak dari mitra tutur.

Tujuan: membalas umpatan dari MT yang

ditujukan kepada penutur.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur berlari

meninggalkan penutur sambil melempar sandal

ke arah penutur.

mata terbelalak.

Penutur sengaja melontarkan

kata-kata tidak sopan kepada

mitra tutur.

Perkataan penutur

mengakibatkan mitra tutur

marah dan melempar sandal ke

arah penutur.

9. (E9) Cuplikan Tuturan 67

MT : “Udah Shalat

belum?”

P : “Iso meneng

ora? Aku wis dong!”

Intonasi tanya

Tekanan: keras

pada frasa wis

dong.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Tuturan terjadi di kamar tidur ketika mitra tutur

berusaha mengingatkan penutur untuk shalat.

Penutur kesal dengan mitra tutur, sehingga

penutur menjawab pertanyaan mitra tutur dengan

nada tinggi dan terkesan sangat tidak santun.

Penutur berdiri di hadapan mitra tutur.

Penutur menjawab pertanyaan mitra tutur.

Penutur seorang anak laki-laki kelas VII SMP

berusia 13 tahun dan mitra tutur seorang ibu

berusia 40 tahun. Penutur adalah anak dari mitra

tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan amarahnya

kepada mitra tutur yang dianggap terlalu banyak

mengatur.

Tindak verbal: ekspresif.

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Marah

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur menjawab pertanyaan

mitra tutur dengan ketus.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur berbicara sembari

berdiri.

Penutur dengan sengaja

melontarkan kata-kata tidak

sopan kepada mitra tutur.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 306: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Tindak perlokusi: mitra tutur marah dan

membanting pintu kamar penutur.

Perkataan penutur

mengakibatkan mitra tutur

marah dan membanting pintu

kamar.

10. (E10) Cuplikan Tuturan 68

MT 2 : “Dik, bebek’e

dipakani yoo!!”

MT1 : (tidak

menjawab, justru

berbalik menyuruh

penutur)

P : “Woo opo-

opo aku. Opo-opo

aku!!”

MT 1 : “Salahe

dituku!”

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada partikel woo.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Kata fatis : woo

Percakapan sore hari ketika penutur, MT 1, dan

MT 2 berada di teras rumah.

MT 2 menyuruh MT 1 untuk memberi makan

bebek peliharaan di rumah. Namun, MT 1 justru

menyuruh penutur yang empunya bebek

tersebut.

Penutur merasa kesal karena selalu disuruh

untuk mengerjakan sesuatu. MT 1 yang juga

merasa kesal kemudian menanggapi perkataan

penutur dengan nada tinggi.

Penutur berdiri di dekat MT 1.

Penutur menjawab perintah MT 1.

Penutur laki-laki kelas 4 SD berusia 12 tahun,

MT 1 perempuan kelas XII SMK berusia 19

tahun, dan MT 2 seorang ibu berusia 42 tahun.

Penutur merupakan adik dari MT 1, sedangkan

MT 2 merupakan ibu dari penutur dan MT1.

Tujuan: penutur berusaha menolak apa yang

diperintahkan oleh MT 1.

Tindak verbal: ekspresif

Tindak perlokusi: MT 1 semakin kesal dan

menanggapi perkataan penutur dengan kata-kata

sekenanya.

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Kesal

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada MT 1

dengan keras.

Penutur berbicara kepada orang

yang lebih tua.

Penutur berbicara tanpa melihat

ke arah MT 1.

Penutur berbicara sembari

berjalan hendak meninggalkan

MT 1.

Perkataan penutur

mengakibatkan MT 1 kesal dan

melontarkan kata-kata

sekenanya.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 307: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

11. (E11) Cuplikan Tuturan 69

P : “Koe ki isane

mung njaluk’i duit

wae!!”

MT : “Lha ora

nyambut gawe yoo

mesti njaluk duit wae!

Intonasi seru

Tekanan: keras

pada frasa njaluki

duit.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Percakapan antara penutur dan mitra tutur saat

berada di belakang rumah pada sore hari dalam

suasana serius. Penutur baru saja pulang dari

sawah.

Mitra tutur bermaksud meminta uang kepada

penutur.

Penutur merasa kesal karena menganggap mitra

tutur hanya dapat meminta uang saja tanpa mau

berusaha. Penutur melontarkan kata-kata kepada

mitra tutur dengan nada penuh amarah.

Mitra tutur juga kurang berkenan mendengar

perkataan penutur. Mitra tutur kemudian

membalas perkataan penutur.

Penutur berdiri di dekat mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur laki-laki, bapak berusia 59 tahun dan

mitra tutur perempuan, ibu berusia 57 tahun.

Penutur adalah suami dari mitra tutur.

Tujuan: penutur menolak permintaan mitra tutur

yang dianggap terlalu sering meminta uang

kepada penutur, tanpa mau berusaha.

Tindak verbal : ekspresif

Tindak perlokusi : mitra tutur marah kemudian

membalas perkataan penutur sebagai upaya

pembelaan diri.

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

Subkategori Ketidaksantunan:

Marah

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan ketus.

Penutur dengan sengaja

melontarkan kata-kata yang

mengakibatkan mitra tutur

marah.

Penutur berbicara sembari

menunjuk ke arah mitra tutur.

12. (E12) Cuplikan Tuturan 70

P : “Koe ki raiso

Intonasi seru

Pertengkaran yang terjadi antara penutur dan

mitra tutur di ruang keluarga dalam suasana

tegang.

Kategori Ketidaksantunan:

Menimbulkan konflik

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 308: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

ndidik anak!”

MT : “Aku tak lungo

wae seko ngomah iki.”

(sambil terisak)

P : “Yowis, tak

lungo aku.”

Tekanan: keras

pada frasa ra iso.

Nada tutur: penutur

berbicara dengan

nada tinggi.

Diksi: bahasa

nonstandar dengan

menggunakan

bahasa Jawa.

Penutur marah kepada mitra tutur ketika sedang

membahas anak mereka yang sulit diatur.

Penutur menilai mitra tutur telah gagal mendidik

anak.

Mitra tutur tidak terima mendengar perkataan

penutur. Mitra tutur kemudian melontarkan kata-

kata berupa ancaman kepada penutur.

Penutur berdiri di dekat mitra tutur.

Penutur berkata kepada mitra tutur.

Penutur laki-laki, bapak berusia 47 tahun dan

mitra tutur perempuan, ibu berusia 42 tahun.

Penutur adalah suami dari mitra tutur.

Tujuan: penutur mengungkapkan kecewanya

kepada mitra tutur yang dinilai telah gagal

mendidik anak.

Tindak verbal: ekspresif.

Tindak perlokusi: mitra tutur mengancam

penutur dengan mengatakan bahwa ia akan pergi

dari rumah. Ancaman itu ditunjukkan mitra tutur

dengan nada penuh emosi.

Subkategori Ketidaksantunan:

Marah

Wujud Ketidaksantunan:

Penutur berbicara kepada mitra

tutur dengan keras.

Penutur berbicara dengan ketus.

Penutur berbicara sembari

memukul pipi mitra tutur.

Perkataan dan perbuatan penutur

mengakibatkan mitra tutur

melontarkan sebuah ancaman

keras.

Perkataan dan perbuatan penutur

disaksikan juga oleh anggota

keluarga lain yang berada di

tempat tersebut

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 309: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

PARAMETER PENENTU KETIDAKSANTUNAN

No.

Kategori

Ketidak-

santunan

Lingual Nonlingual Contoh

Cuplikan

Tuturan Nada Tekanan Intonasi Diksi

Penutur

dan Mitra

Tutur

Situasi

Tutur

Tujuan

Tuturan

Waktu dan

tempat ketika

bertutur

Tindak verbal

dan tindak

perlokusi

1. Melanggar

Norma

Tuturan

dikatakan

dengan

nada tinggi

dan nada

sedang.

Tuturan

dikatakan

dengan

tekanan

keras dan

lunak.

Penutur

bebricara

dengan

intonasi

seru.

Bahasa

nonstan-

dar

Para

anggota

keluarga

yang terdiri

dari bapak,

ibu, anak

laki-laki,

anak

perempuan,

dan nenek.

Tuturan

terjadi

dalam

suasana

serius,

namun ada

juga yang

cende-

rung

santai.

Menentang

dan

menolak

kesepakatan

yang telah

ditetapkan

dalam

keluarga.

Waktu

terjadinya

tuturan:

kapan saja.

Tuturan

terjadi di

dalam

rumah.

Tindak

verbal

komisif dan

ekspresif.

Tindak

perlokusi:

mitra tutur

kesal, namun

ada pula

yang lebih

memilih

diam

kemudian

pergi

meninggal-

kan penutur.

Cuplikan

tuturan 1

MT: “Telat

pulang tu

mbok ngebel

rumah, ben

wong tuwa ra

bingung!”

P: “Opo-

opo kok

koyo cah

cilik to,

mengko lak

yo bali

dewe!!”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 310: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

2. Mengan-

cam Muka

Sepihak

Tuturan

dikatakan

dengan

nada

tinggi dan

sedang.

Tuturan

dikatakan

dengan

tekanan

keras dan

lunak.

Penutur

berbicara

dengan

intonasi

tanya,

seru, dan

perintah.

Bahasa

nonstandar

Para

anggota

keluarga

yang terdiri

dari bapak,

ibu, anak

laki-laki,

anak

perempuan,

menantu,

bahkan

kerabat jauh

dari

keluarga.

Tuturan

terjadi

dalam

suasana

serius,

namun ada

pula yang

cenderung

santai.

Secara

umum

tuturan

disampai-

kan dengan

tujuan

mengung-

kapkan apa

yang

dirasakan

oleh

penutur.

Waktu

terjadinya

tuturan:

kapan saja.

Tuturan

terjadi di

rumah dan di

area

persawahan.

Tindak

verbal:

ekspresif.

Tindak

perlokusi:

mitra tutur

tersinggung

dan kesal,

sehingga

memberi

jawaban

singkat. Ada

pula yang

menasihati

penutur

kemudian

pergi

meninggal-

kan penutur.

Cuplikan

tuturan 11:

P: “Kene,

aku meh

ngomong!”

MT: “Yoo,

hati-hati.

Ngomong yo

ngomong tapi

kan ngga

perlu mutus-

mutus

sembarangan

ngono kui.”

3. Meleceh-

kan Muka

Tuturan

dikatakan

dengan

nada

tinggi dan

Tuturan

dikatakan

dengan

tekanan

keras dan

Penutur

berbicara

dengan

intonasi

seru dan

Bahasa

populer

dan bahasa

nonstandar

Para

anggota

keluarga

yang terdiri

dari bapak,

ibu, anak

Tuturan

terjadi

dalam

suasana

yang

cenderung

Secara

umum

penutur

menyampai

kan

tuturannya

Waktu

terjadinya

tuturan:

kapan saja.

Tindak

verbal:

ekspresif.

Tindak

perlokusi:

Cuplikan

tuturan 18:

MT : “Ini

gimana

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 311: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

sedang. lunak. berita. laki-laki,

anak

perempuan,

saudara

ipar,

keponakan,

nenek.

santai,

namun ada

pula yang

serius.

dengan

tujuan

sebagai

ungkapan

perasaan

penutur

terhadap

mitra

tuturnya.

Tuturan

terjadi di

rumah.

mitra tutur

hanya

tersenyum,

namun ada

pula yang

berlari

meninggal-

kan penutur,

tidak

mengindah-

kan perintah

penutur,

bahkan ada

yang hanya

memilih

untuk diam.

ngidupin

ini?”

P: “Wah

ibuk ki ora

modern.”

Cuplikan

tuturan 30:

P : “Huuuuu

bodoh, raiso

ngitung!!”

MT : “Yo

ben.”

4. Menghi-

langkan

Muka

Tuturan

dikatakan

dengan

nada

sedang.

Tuturan

dikatakan

dengan

tekanan

keras dan

lunak.

Penutur

berbicara

dengan

intonasi

tanya

dan

berita.

Bahasa

populer

dan

bahasa

nonstan-

dar

Para

anggota

keluarga

yang terdiri

dari bapak,

ibu, anak

laki-laki,

anak

perempuan,

Tuturan

terjadi

dalam

suasana

yang

cenderung

santai dan

ada pula

yang

Tuturan

disampai-

kan dengan

tujuan

mengung-

kapkan apa

yang

dirasakan

oleh

Waktu

terjadinya

tuturan:

kapan saja.

Tuturan

terjadi di

rumah dan di

area

persawahan.

Tindak

verbal:ekspre

sif.

Tindak

perlokusi:

mitra tutur

malu dan

hanya

tersenyum

Cuplikan

tuturan 51:

MT 1:

“Kalau Mas

ini putranya

Bapak?”

P : “Iya, itu

yang masih

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 312: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

nenek,

bahkan

kerabat

dekat

maupun

kerabat

jauh mitra

tutur.

serius. penutur,

berupa

sindiran,

ejekan,

kekesalan,

dan

penegasan.

atau tertawa.

Ada pula

yang

memberikan

jawaban

sebagai

upaya

pembelaan

diri, bahkan

ada yang

memilih

untuk diam.

belum laku

mbak,

soalnya

penganggur

an.”

5. Menimbul-

kan

Konflik

Tuturan

dikatakan

dengan

nada

tinggi.

Tuturan

dikatakan

dengan

tekanan

keras dan

lunak.

Penutur

berbicara

dengan

intonasi

seru.

Bahasa

populer

dan

bahasa

nonstan-

dar.

Para

anggota

keluarga

yang terdiri

dari bapak,

ibu, anak

laki-laki,

dan anak

perempuan.

Tuturan

terjadi

dalam

suasana

serius.

Tuturan

disampai-

kan dengan

tujuan

mengung-

kapkan apa

yang

dirasakan

oleh

penutur

terhadap

mitra

tuturnya,

Waktu

terjadinya

tuturan:

kapan saja.

Tuturan

terjadi di

rumah.

Tindak

verbal:

ekspresif dan

komisif.

Tindak

perlokusi:

kekesalan,

amarah, dan

tersinggungn

ya mitra

tutur.

Amarah

mitra tutur

Cuplikan

Tuturan 62:

MT: “Seko

ngendi koe

mau?”

P: “Biasa

anak muda.”

MT: (pergi

meninggal-

kan penutur

dan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 313: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

yang

sebagian

besar

berupa

ungkapan

kekesalan

dan amarah

penutur.

ditunjukkan

dengan cara

membanting

pintu, dengan

umpatan,

melempar

sandal,

bahkan

melontarkan

sebuah

ancaman.

membanting

pintu).

Cuplikan

tuturan 65:

P : “Woo

monyet!!”

MT :

“Lambemu!”

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 314: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

MAKSUD KETIDAKSANTUNAN PENUTUR

No. Kategori Subkategori Kode Tuturan Maksud Penutur

1 Melanggar

Norma

Menentang A1

“Opo-opo kok koyo cah cilik to, mengko lak yo bali

dewe!!” Kesal

A5 “Iyo pak, sekalian subuh.” Bercanda

Menolak A2 “Emoohh, Pak!” Menolak

A6 “Ahh..wong neng sekolah wis sinau kok!” Menolak

Kesal A3 “Mau kan aku wis ngomong, kok diarani dolan, kan wis

ijin!!” Membela diri

Marah A4 “Ahh, mamak ki terlalu! Aku ra meh mulih, meh kost

wae!!” Kesal

2

Mengancam

Muka

Sepihak

Menyindir

B1 “Sudah hampir setahun, sudah mau punya anak belum?” Menyindir

B2 “Ngopo Pak, panjenengan kok koyo sakit gigi ngaten?” Menanyakan

B4 “Wis meh maghrib kok ono tamu!!” Mengusir

Marah B3 “Neng ngomah ki ngopo wae??” Kesal

B10 “Mpun, kulo ajeng jagong! Mang tunggu sak jam!!” Mengusir

Memerintah B5 “Kene, aku meh ngomong!” Memerintah

B7 “Mbak, garapke iki!” Meminta bantuan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 315: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Kecewa B6 “Sesok meneh ojo nyayur ngene iki, Mak!!” Memberi saran

Menanyakan B8 “Ngopo mbah kok ra maem?” Menanyakan

Mengancam B9 “Tak jewer koe mengko nek ngeyel!!” Menakut-nakuti

Menegaskan B11 “Bu, sesok mbayar uang kuliah. Telate dua hari lagi.” Memberi informasi

3 Melecehkan

Muka

Kesal

C1 “Wah ibuk ki ora modern.” Kesal

C3 “Hayoo, punya mulut kok ga bisa ngomong to?besok lagi

bilang!” Menakut-nakuti

C11 “Wahh opo, kono koe ki cah cilik!” Mengusir

C12 “Jaket aja sampai 15 lebih. Kayak artis aja!” Kesal

C13 “Huuuuu bodoh, raiso ngitung!!” Kesal

C19 “Ibu itu pelit, aku ngga dikasih uang.” Protes

C22 “Ahh, bapak ki tukang ngapusi!” Menagih janji

C25 “Mbayar larang-larang kon sinau ngeyel!!” Kesal

Mengejek

C4 “Wah simbok ki kalah sekolah mbiyen karo saiki.

Mbiyen ki kuno.” Menyimpulkan

C7 “Sing mesak’ake yo iki mbak, kasian sekali ini. Wis

disambi, ireng, kasian sekali yo le sayang ya.” Bercanda

C8 “Kok nama saya Lembayung, bapak kasih nama jelek

banget!” Protes

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 316: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

C9 “Dek, kamu ngga bisa sekolah jadi ABRI seperti saya,

soalnya kakimu tu bentuknya O, kaki kok kaya bola.” Memberi informasi

C10 “Pikirane ki koyo wong tuwek.” Menyimpulkan

C14 “Cucunya kok cilik.” Mengejek

C16 “Itu adik saya yang kepala desa itu tapi itu yang paling

bodoh itu.” Memberi informasi

C17 “Ini adik keponakan saya, tapi dia gembrotnya kayak

gitu.” Memberi informasi

Menolak

C21 “Ngapain dandan? Iihh Ibu juga ga dandan.” Protes

C23 “Dadi pegawai negeri bapak ra dadi opo-opo kok! Aku

emoh pegawai negeri!” Menolak

Menyindir C5 “Maklum lah wong hukum.” Menyindir

C18 “Ki lho Mas, ngerti to Undang-undange??” Menyindir

Marah C6 “Koe ki anak perawan kok keset!!” Marah

C24 “Wooo nenek lampir!” Kesal

Menyarankan C15

“Heii kamu tu dikucir rambutnya, nanti nek kuliah

budeg lho!” Menakut-nakuti

C20 “Ya ampun kalian itu gadis, dandan dong!” Memberi saran

Menanyakan C2 “Kok nilai kamu tu jelek, ga pernah belajar ya?” Menyimpulkan

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 317: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

4 Menghilang-

kan Muka

Menyindir

D1 “Ngelih po doyan??” Menyindir

D2 “Lehmu kuliah ki arep mbok rampungke ora? Nek ora po

rep ndue bojo wae?” Bercanda

D6 “Wong yang masih bujang aja banyak kok kamu tu milih

yang udah beristri to nduk?” Kesal

D10 “Arep mencari sendiri atau dicarikan??” Bercanda

D13 “Kok koyo gunung’e , Pak?” Bercanda

D16 “Loro untu bapakmu.” Bercanda

Mengejek

D3 “Ah bapak kae wis tuwo yo roso kok!” Bercanda

D4 “Mak, satus ki nol’e piro??” Bercanda

D7 “Tapi aku tanya Dik, koe ki seneng cewek tenan ora?” Bercanda

D9 “Iya, itu yang masih belum laku mbak, soalnya

pengangguran.” Memberi informasi

D11 “Kalau bapak itu hanya es dua bakso satu.” Bercanda

D14 “Kui kek’ke juragane!” Bercanda

D15 “Kayak kucing lho itu mbak, malu-malu.” Memberi informasi

Kesal

D5 “Salah’e raiso moco!!” Kesal

D8 “Mbok nek ndue anak ki ora akeh-akeh. Mosok manak

ping 6. Koyo pitik wae!!” Protes

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 318: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Menegaskan D12 “Nek sing niki gembeng.” Menakut-nakuti

5 Menimbul-

kan Konflik

Marah

E7 “Woo monyet!!” Marah

E8 “Lambemu!” Marah

E9 “Iso meneng ora? Aku wis dong!” Kesal

E11 “Koe ki isane mung njaluk’i duit wae!!” Marah

E12 “Koe ki raiso ndidik anak!” Marah

Kesal

E2 “Ahh ibuk ki mau tau wae.” Merahasiakan sesuatu

E3 “Sak karepku to mak, wong sing nganggo aku kok!!” Kesal

E10 Wooo opo-opo aku. Opo-opo aku!! Protes

Menyepelekan E4 Biasa anak muda. Merahasiakan sesuatu

E6 Halah mangke bu, neng sawah terus koyo dibayar wae. Menolak

Menyindir E1 Mbok dibanting sisan! Mbok dibaleni! Menyindir

Menolak E5 Punya kaki sendiri kok!! Menolak

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 319: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Instrumen Penelitian

Kasus/Situasi

KUESIONER PENELITIAN KETIDAKSANTUNAN DALAM BERBAHASA

A. Pertanyaan Kasus/Situasi untuk Orang Tua dalam Relasi dengan Anggota

Keluarga

PETUNJUK:

Tulislah bentuk kebahasaan yang akan Anda gunakan sebagai respons Anda

terhadap situasi-situasi berikut dengan sejujurnya (pertanyaan disesuaikan

dengan situasi dalam keluarga)!

Situasi 1:

Keluarga Anda memiliki jam belajar pukul 20.00 WIB. Ketika waktu

menunjukkan pukul 20.00 WIB, anak Anda belum juga belajar, tetapi justru

masih menonton televisi. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan

anak Anda?

Respons Anda:

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Situasi 2:

Saat Anda menasihati anak Anda ketika terlibat perkelahian di sekolah, anak

Anda justru memainkan handphone dan tidak memperdulikan nasihat Anda.

Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda?

Respons Anda:

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Situasi 3:

Ketika Anda sedang menerima telepon dari teman, anak Anda menghidupkan

musik dengan volume yang keras dan tidak menyadari bahwa hal itu

mengganggu percakapan Anda. Apa yang akan Anda katakan untuk

memperingatkan anak Anda?

Respons Anda:

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 320: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Instrumen Penelitian

Kasus/Situasi

Situasi 4:

Ketika sedang menonton sebuah acara televisi favorit Anda, tiba-tiba anak Anda

mengganti saluran televisi tersebut tanpa meminta izin dari Anda. Apa yang

akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda?

Respons Anda:

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Situasi 5:

Keluarga Anda membuat kesepakatan jam malam untuk anak Anda sampai

pukul 22.00 WIB. Suatu malam, anak Anda pulang melampaui jam yang telah

disepakati. Apa yang akan Anda katakan untuk memperingatkan anak Anda?

Respons Anda:

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 321: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Instrumen Penelitian

Kasus/Situasi

B. Pertanyaan Kasus/Situasi untuk Anggota Keluarga dalam Relasi dengan

Orang Tua

PETUNJUK:

Tulislah bentuk kebahasaan yang akan Anda gunakan sebagai respons Anda

terhadap situasi-situasi berikut dengan sejujurnya (pertanyaan disesuaikan

dengan situasi dalam keluarga)!

Situasi 1:

Anda meminta supaya dibelikan handphone baru karena handphone lama Anda

sudah ketinggalan zaman. Anda sudah meminta berulang kali, tetapi belum juga

dibelikan. Apa yang akan Anda katakan kepada orang tua Anda?

Respons Anda:

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Situasi 2:

Anda dipaksa oleh ibu Anda untuk membeli sayur di pasar, padahal Anda tidak

suka berbelanja di pasar. Apa yang akan Anda katakan dalam situasi seperti ini?

Respons Anda:

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Situasi 3:

Anda diajak teman-teman keluar rumah pada malam hari. Namun, orang tua

tidak mengizikinkan Anda untuk pergi. Apa yang akan Anda katakan kepada

orang tua Anda di depan teman-teman Anda?

Respons Anda:

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

Situasi 4:

Ketika Anda pulang sekolah dan merasa lapar, tidak ada makanan di rumah. Apa

yang akan Anda katakan kepada orang tua Anda?

Respons Anda:

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 322: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Instrumen Penelitian

Kasus/Situasi

Situasi 5:

Ketika Anda sedang dimarahi oleh orang tua karena Anda dianggap pergi tanpa

seizin mereka, padahal Anda merasa sudah meminta izin kepada orang tua

Anda. Apa yang akan Anda katakan dalam situasi seperti ini?

Respons Anda:

-------------------------------------------------------------------------------------------------

-------------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 323: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Instrumen Penelitian

Panduan Wawancara

A. Daftar Pertanyaan untuk Orang Tua dalam Relasi dengan Anggota

Keluarga

PETUNJUK:

Gunakan daftar pertanyaan berikut untuk mewawancarai informan, kemudian

tulislah atau rekamlah bentuk kebahasaan yang disampaikan oleh informan

(pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)!

1. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak

perempuan Anda yang sudah cukup dewasa belum bisa memasak atau anak

lelaki Anda yang sudah cukup dewasa hanya bermalas-malasan di rumah?

(melecehkan muka)

Penjelasan Informan:

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

2. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda ketika anak

Anda menjawab sekenanya dan terkesan acuh saat Anda memberikan

nasihat? (menimbulkan konflik)

Penjelasan Informan:

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

3. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak

Anda yang sudah kuliah semester 12 belum lulus atau anak Anda yang masih

bersekolah tidak naik kelas jika situasinya sedang ada pertemuan keluarga?

(menghilangkan muka)

Penjelasan Informan:

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

4. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak

Anda yang sedang membersikan rumah tanpa sengaja mengganggu aktivitas

Anda (misalnya menulis, membaca, atau menonton televisi)? (mengancam

muka sepihak)

Penjelasan Informan:

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 324: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Instrumen Penelitian

Panduan Wawancara

5. Wujud teguran apa yang akan Anda katakan kepada anak Anda jika anak

Anda terlambat pulang ke rumah tanpa alasan yang jelas, padahal sudah

disepakati bersama dalam keluarga bahwa batasan jam pulang malam tidak

boleh dilanggar? (melanggar aturan)

Penjelasan Informan:

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 325: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Instrumen Penelitian

Panduan Wawancara

B. Daftar Pertanyaan untuk Anggota Keluarga dalam Relasi dengan Orang

Tua

PETUNJUK:

Gunakan daftar pertanyaan berikut untuk mewawancarai informan, kemudian

tulislah atau rekamlah bentuk kebahasaan yang disampaikan oleh informan

(pertanyaan disesuaikan dengan situasi dalam keluarga)!

1. Bagaimana respon Anda ketika mengetahui bahwa orang tua Anda tidak

dapat mengoperasikan komputer? (melecehkan muka)

Penjelasan Informan:

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

2. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda menegur Anda karena

mendengarkan musik dengan volume yang keras? (menimbulkan konflik)

Penjelasan Informan:

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

3. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda berusaha membanding-

bandingkan nilai Anda dengan kakak/adik yang memiliki nilai lebih baik dari

Anda? (menghilangkan muka)

Penjelasan Informan:

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

4. Bagimana respon Anda bila saat Anda belajar, orang tua Anda meminta

bantuan Anda, tetapi hanya dengan meneriakkan nama Anda tanpa

memberikan penjelasan mengenai bantuan apa yang diperlukan?

(mengancam muka sepihak)

Penjelasan Informan:

---------------------------------------------------------------------------------------------

---------------------------------------------------------------------------------------------

5. Bagaimana respon Anda ketika orang tua Anda mengotak-atik handphone

Anda dan membaca pesan singkat antara Anda dengan teman dekat Anda?

(melanggar aturan)

Penjelasan Informan:

---------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 326: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

Instrumen Penelitian Maksud Penutur

Kode Tuturan :

1. Lokasi :

2. Suasana :

3. Keadaan emosi :

4. Identitas penutur :

a. Gender :

b. Umur :

c. Pekerjaan :

d. Domisili :

e. Daerah Asal :

f. Bahasa yang dipakai sehari-hari :

5. Identitas lawan tutur :

a. Gender :

b. Umur :

c. Pekerjaan :

d. Domisili :

e. Daerah Asal :

f. Bahasa yang dipakai sehari-hari :

6. Tanggal percakapan :

7. Waktu percakapan :

Tuturan:--------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------

Maksud: -------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------

--------------------------------------------------------------------------------------------

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 327: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 328: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 329: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI

Page 330: PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI - core.ac.uk · (daftar pertanyaan, pancingan, dan daftar kasus) dan blangko pengamatan dengan bekal teori ketidaksantunan berbahasa. Dalam

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Clara Dhika Ninda Natalia lahir di Gunungkidul tanggal 18

Desember 1990. Pendidikan dasar ditempuh di SD Negeri

02 Pagi Susukan, Ciracas, Jakarta Timur tahun 1997 – 2002.

Ia menamatkan pendidikan tingkat sekolah dasar di SD

Negeri Tepus IV, Wonosari, Gunungkidul tahun 2002 –

2003. Pada tahun 2003 – 2006 melanjutkan sekolah di SMP

Negeri 1 Wonosari, Gunungkidul. Sekolah menengah atas ditempuh di SMA

Negeri 2 Wonosari, Gunungkidul tahun 2006 – 2009. Setelah menamatkan

pendidikan di sekolah menengah atas, ia menempuh studi S1 Pendidikan Bahasa

dan Sastra Indonesia di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Masa

berakhirnya studi adalah tahun 2013.

PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJIPLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI