plagiat merupakan tindakan tidak terpuji … filepara apoteker di apotek-apotek kabupaten sleman...
TRANSCRIPT
PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2006
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Adhy Kurniawan Soedarsono
NIM : 038114036
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK
BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI KABUPATEN SLEMAN PERIODE OKTOBER-DESEMBER 2006
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Farmasi (S.Farm.)
Program Studi Farmasi
Oleh:
Adhy Kurniawan Soedarsono
NIM : 038114036
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2007
i
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
iii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Life is hard, so we must STRONG to STRUGGLE and WIN!!!
(Ps Jonatan Setiawan)
Kaulah kuatku kebanggaanku, gunung batu dan keselamatanku Kuat tanganMu perlindunganku
Kaulah Allah sumber kemenanganku (Franky Sihombing)
Tidak ada keberhasilan yang abadi tanpa kesungguhan (Anthony Robbins)
Dengan segala kerendahan hati dan penuh ucapan syukur, ku persembahkan hasil karyaku ini
kepada : Yesus Kristus Tuhan
Ayahanda dan Ibunda tercinta, Ibu Theresia Kurniawati dan Benny Kurniawan,
serta Almamaterku.
iv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PRAKATA
Puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala kasih karuniaNya,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pelaksanaan Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KepMenKes RI Nomor
1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman Periode Oktober-Desember
2006”.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat untuk meraih gelar
Sarjana Farmasi (S.Farm.) di Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta.
Banyak bantuan dan dukungan yang penulis terima selama penyusunan
skripsi ini, sehingga pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. Ibu Rita Suhadi, M.Si., Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
2. Ibu Yustina Sri Hartini, M.Si., Apt., selaku pembimbing I yang telah
membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
3. Bapak Drs. Sulasmono, Apt., selaku pembimbing II yang juga telah
membimbing, mengarahkan, dan memberikan masukan sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
v
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4. Bapak Ipang Djunarko, S.Si., Apt., selaku pemberi ide awal pada
penelitian ini dan juga sebagai dosen penguji. Terima kasih untuk
masukan, saran, dan kritik yang telah diberikan.
5. Bapak Yosef Wijoyo, M.Si., Apt., selaku dosen penguji dan pembimbing
akademik. Terima kasih untuk masukan, saran, dan kritik yang telah
diberikan.
6. Pemerintah Kabupaten Sleman yang telah memberikan izin sehingga
penelitian ini dapat terlaksana.
7. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman, yang telah memberikan Data Apotek
Kabupaten Sleman tahun 2005.
8. Para Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman yang telah bersedia
menjadi responden dalam penelitian ini.
9. Kedua orang tua serta adikku, Benny Kurniawan. Terima kasih atas doa,
dukungan, dan pengorbanan yang telah diberikan selama ini.
10. Ibu Theresia Kurniawati, yang telah memberikan motivasi pada penulis
untuk selalu pantang menyerah dalam menghadapi kehidupan.
11. Teman-teman seperjuangan : Monica, Bambang, Bangun, dan Totok atas
kerjasama, bantuan, dan dukungan yang telah diberikan selama ini.
12. Keluarga Besar Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta
angkatan 2003 kelas A, khususnya Eriet, Yohana, Raya, Yeyen, Jevi,
Sulis, Angger, Ratih, Ningrum, Nanda, Andika, dan Watik Terima kasih
untuk kebersamaan dan bantuannya selama kuliah dan praktikum.
vi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13. Komsel “Healing” pimpinan Bapak Robby Kumoro Sugiarto, terima kasih
untuk doa, sharing, dan dukungan yang telah diberikan.
14. Teman-teman sharing dan berbagi: Agung, Dwi, Alex, Yudi, Yanuar,
Budiaji, Andryan; Pradu, Stasia, dan Yuli. Terima kasih untuk doa,
sharing, dan dukungan yang telah diberikan.
15. Teman-teman Wisma Manunggal: Kris, Riko, Olzen, Hendrik, Bram,
Doddy, Happy, Erick, Felix, Yoki, Agung, Ali, Ray, Dewi, Ratna, Yola,
Ica, Pipin, Nonie, Lina, dan Rani. Terima kasih untuk persahabatan,
dukungan, dan kebersamaannya.
16. Teman-teman Kos Mulia, terutama Hartono, Wllliam, Winarto, dan Widi.
17. Keluarga Eks Kolese Loyola 2003 dan sahabat-sahabatku: Henry, Samuel,
Aldo, Adji, Yonathan, Faizal, Ellen, Angga, Maria, Helmy, Orlin, Hanny,
dan Lisa. Terima kasih untuk persahabatan, doa, dan dukungannya.
18. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu dan telah
memberikan bantuan bagi penulis dalam menyelesaikan skripsi.
Dalam kesempatan ini, penulis juga memohon maaf kepada semua pihak
atas kekurangan dan kesalahan yang mungkin penulis lakukan dalam penyusunan
skripsi ini. Maka dengan rendah hati, penulis mengharapkan masukan, saran, dan
kritik yang membangun.
Yogyakarta, 10 Oktober 2007
Penulis
vii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan dengan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis ini
tidak memuat karya atau bagian orang lain, kecuali yang telah disebutkan dalam
kutipan dan daftar pustaka, sebagaimana layaknya karya ilmiah.
Yogyakarta, 10 Oktober 2007
Penulis,
Adhy Kurniawan Soedarsono
viii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR ISI
Hal.
HALAMAN JUDUL………………………………………………………. i
HALAMAN PERSETUJUAN…………………………………………….. ii
HALAMAN PENGESAHAN……………………………………………... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN…………………………………………… iv
PRAKATA………………………………………………………………… v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA…………………………………... viii
DAFTAR ISI………………………………………………………………. ix
DAFTAR TABEL…………………………………………………………. xiii
DAFTAR GAMBAR……………………………………………………… xvi
DAFTAR LAMPIRAN……………………………………………………. xviii
INTISARI………………………………………………………………….. xix
ABSTRACT……………………………………………………………….. xx
BAB I PENGANTAR
A. Latar Belakang…………………………………………………………. 1
1. Rumusan masalah………………………………………………….. 3
2. Keaslian penelitian…………………………………………………. 3
3. Manfaat penelitian………………………………………………….. 4
B. Tujuan Penelitian………………………………………………………. 5
BAB II PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apotek………………………………………………………………….. 6
B. Apoteker………………………………………………………………… 7
ix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
C. Pharmaceutical Care………………………………………………. 11
D. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes
RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004…………………………………. 12
E. Sumpah apoteker……………………………………………………….. 16
F. Kode Etik Apoteker……………………………………………………. 17
G. Etika Bisnis…………………………………………………………….. 17
H. Keterangan Empiris……………………………………………………. 20
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian………………………………………… 21
B. Definisi Operasional Penelitian……………………………………… 21
C. Instrumen Penilitian…………………………………………………….. 22
D. Populasi dan Sampel……………………………………………………. 22
1. Populasi…………………………………………………………….. 22
2. Sampel……………………………………………………………… 23
E. Tata Cara Penelitian………...………………………………………….. 25
1. Pembuatan kuesioner………………………………………………. 25
2. Pengujian kuesioner………………..………………………………. 26
3. Penyebaran kuesioner……………………………………………… 27
4. Pengumpulan kuesioner……………………………………………. 27
5. Wawancara………………………………………………………… 28
F. Tata Cara Analisis Data………………………………………………… 28
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi responden…………………………………………………... 30
x
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
1. Usia responden……………………………………………………. 30
2. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek yang
sekarang……………………………………………………………. 30
3. Posisi responden di apotek…………………………………………. 31
4. Adanya pekerjaan lain yang dimiliki responden sebagai apoteker… ̀ 32
5. Lama kerja responden dalam sehari……………………………… 33
B. Pengelolaan Sumber Daya…………………………………………….. 34
1. Sumber daya manusia……………………………………………… 34
2. Sarana dan prasarana………………………………………………. 36
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya….. 42
4. Administrasi……………………………………………………….. 49
C. Pelayanan………………………………………………………………. 56
1. Skrining resep……………………………………………………… 56
2. Penyiapan obat…………………………………………………….. 61
3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi………………………….. 68
D. Evaluasi Mutu Pelayanan………………………………………………. 71
1. Tingkat kepuasan konsumen……………………………………….. 71
2. Dimensi waktu……………………………………………………... 72
3. Prosedur tetap……………………………………………………… 73
E. Rangkuman Pembahasan……………………………………………….. 75
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan…………………………………………………………….. 78
B. Saran…………………………………………………………………… 78
xi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 80
LAMPIRAN……………………………………………………………… 83
BIOGRAFI PENULIS…………………………………………………… 104
xii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR TABEL
Hal.
Tabel I Populasi Apotek di Kabupaten Sleman Tahun 2005… 23
Tabel II Apotek Sampel di Kabupaten Sleman….……………. 25
Tabel III Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu
Berdasarkan Persetujuan APA……………………….. 34
Tabel IV Adanya Papan yang Tertulis Kata Apotek ……..……. 36
Tabel V Pemisahan Produk Kefarmasian dari Produk Lainnya.. 37
Tabel VI Adanya Ruang Tunggu bagi Pasien………………….. 38
Tabel VII Ketersediaan brosur / informasi kesehatan di apotek... 38
Tabel VIII Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplay Informasi. 39
Tabel IX Adanya Ruang Racikan di Apotek …………………. 41
Tabel X Ketersediaaan Keranjang Sampah untuk Staf dan
Pasien………………………………………………… 41
Tabel XI Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan
Farmasi di Apotek……………………………………. 43
Tabel XII Sumber Perolehan Obat di Apotek…………………… 45
Tabel XIII Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke
Wadah Lain…………………………………………... 46
Tabel XIV Informasi yang Disertakan Pada Wadah Baru ………. 47
Tabel XV Apotek yang Mempunyai Tempat Penyimpanan
Khusus……………………………………………….. 48
xiii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XVI Semua Obat yang Dibeli selalu Disertai Faktur
Pembelian…………………………………………….. 50
Tabel XVII Apotek yang Selalu Memasukkan Semua Obat Yang
Dipesan / Dibeli Ke Dalam Buku Penerimaan………. 50
Tabel XVIII Apotek yang Selalu Menyertakan Faktur/Nota
Penjualan…………………………………………….. 51
Tabel XIX Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Penjualan Dalam
Buku Penjualan………………………………………. 51
Tabel XX Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Pengeluaran
Narkotika dan Psikotropika………………………….. 52
Tabel XXI Apotek yang Selalu Menyimpan Resep Secara
Berurutan……………………………………………... 53
Tabel XXII Apotek yang Selalu Melakukan Skrining Resep
berdasarkan Persyaratan Administratif………………. 57
Tabel XXIII Skrining Resep berdasarkan Kesesuaian Farmasetik… 58
Tabel XXIV Skrining Resep berdasarkan Pertimbangan Klinis…… 59
Tabel XXV Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan
Dokter Apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep…….. 60
Tabel XXVI Apotek yang Pernah Menerima Keluhan Tentang
Etiket oleh Pasien……………………………………. 62
Tabel XXVII Apotek yang Selalu Melakukan Pengecekan Obat dan
Etiket terhadap Resep Sebelum Obat Diserahkan pada
Pasien………………………………………………… 62
xiv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Tabel XXVIII Apotek yang Apotekernya Selalu Terlibat Langsung
Dalam Penyerahan Obat ke Pasien…………………... 63
Tabel XXIX Informasi Obat yang Diberikan Apoteker…………… 64
Tabel XXX Apoteker yang Selalu Menyediakan Jam Konseling
Setiap Hari di Apotek………………………………… 65
Tabel XXXI Apoteker yang Memberikan Konseling Secara
Berkelanjutan………………………………………… 66
Tabel XXXII Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi
Informasi Kesehatan …................................................ 68
Tabel XXXIII Apotek yang Pernah Melakukan Survei……………... 72
Tabel XXXIV Apotek yang Menetapkan Lama Pelayanan………….. 73
Tabel XXXV Apotek yang Mempunyai Prosedur Tertulis dan Tetap 73
xv
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR GAMBAR
Hal.
Gambar 1. Diagram Usia Responden………………………………… 30
Gambar 2. Diagram Pengalaman Kerja Responden di Apotek yang
Sekarang…………………………………... 31
Gambar 3. Diagram Posisi Responden di Apotek……………………... 31
Gambar 4. Diagram Adanya Pekerjaan Lain dari Responden…………. 32
Gambar 5. Diagram Lama Kerja Responden di Apotek dalam Sehari 33
Gambar 6. Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan
Persetujuan APA…………………………………………… 35
Gambar 7. Adanya Ruangan Tertutup untuk Konseling.................... 40
Gambar 8. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek…………….. 42
Gambar 9. Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan
Kesehatan Lainnya…………………………………………. 48
Gambar 10. Apotek yang Selalu Melaksanakan Medication
Record……………………………………………………… 54
Gambar 11. Pelaksanaan Kegiatan Administrasi ……………………….. 56
Gambar 12. Pelaksanaan Skrining Resep…………………………….…. 61
Gambar 13. Pelaksanaan Penyiapan Obat………………………………. 67
Gambar 14. Adanya Tindak Lanjut Terapi dari Apoteker…………….… 69
Gambar 15. Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi… 71
Gambar 16. Bentuk Survei…………………………………………….. 72
Gambar 17. Pelaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan……………………. 74
xvi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Gambar 18. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek-
apotek Kabupaten Sleman…………………………….……… 77
xvii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
DAFTAR LAMPIRAN
Hal.
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuisioner Penelitian………………………. 83
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian……………………………………….. 84
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian……………………………………….. 90
Lampiran 4. Sumpah/Janji Apoteker……………………………………. 91
Lampiran 5. Kode Etik Apoteker Indonesia…………………………….. 93
Lampiran 6. Jalur Distribusi Obat…………………….............................. 96
Lampiran 7. Tabulasi Data…………………………………….………… 97
xviii
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
INTISARI
Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi baik kalau masing-masing profesi kesehatan memberikan pelayanan kepada pasien berdasarkan standar profesi, kode etika, sumpah profesi masing-masing, dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Untuk menjamin mutu pelayanan kefarmasian yang diberikan kepada masyarakat, telah disusun Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/ SK/IX/2004.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman. Penelitian ini termasuk jenis penelitian non-eksperimental dengan rancangan penelitian deskriptif. Responden dalam penelitian ini adalah Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman yang bersedia mengisi kuisioner sebagai instrumen dalam penelitian ini. Analisis data dilakukan dengan statistik deskriptif.
Hasil penelitian menyatakan bahwa Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman. Maka perlu peran pemerintah melalui Dinas Kesehatan, ISFI, dan perguruan tinggi farmasi dalam membina, membimbing, dan menyiapkan Apoteker untuk lebih meningkatkan pelayanan kefarmasian di apotek.
Kata kunci : Standar Pelayanan Kefarmasian, KepMenKes RI Nomor 1027/ MenKes/SK/IX/2004, Apotek
xix
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
ABSTRACT
The quality of health service will be good if every health profession gives service to the patient based on profession standard, ethic code, profession oath, according to the law and legal regulation. To guarantee the quality of pharmaceutical care which is given to society, it has been arranged The Pharmaceutical Care Standard at dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/ SK/IX/2004.
The aim of this research is to know the description of The Pharmaceutical Care Standard at Dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 in Sleman regency. This research includes the kind of non experimental research with descriptive research plan. The respondence is pharmacist at the dispensaries in Sleman regency, which are ready to fill questionnaires as the instrument in this research. The data analysis is done with using descriptive statistics.
The result of research states that The Pharmaceutical Care Standard at Dispensary based on KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 has not been done all yet by pharmacists at the dispensaries in Sleman regency. Therefore, it needs the role of government through Public Health Service, ISFI, and the faculty of pharmacy in guiding, giving direction and preparing pharmacists to increase more their pharmaceutical care at dispensary. Key words: The Pharmaceutical Care Standard, KepMenKes RI Nomor. 1027/MenKes/SK/IX/2004, Dispensary
xx
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Apoteker sebagai tenaga kesehatan pada umumnya dan tenaga
kefarmasian pada khususnya telah diakui secara universal sebagai pekerjaan yang
tergolong profesi. Apoteker mempunyai kewenangan di bidang kefarmasian
melalui keahlian yang diperolehnya selama pendidikan tinggi kefarmasian. Sifat
kewenangan yang berlandaskan ilmu pengetahuan ini memberikan otoritas dalam
berbagai aspek kefarmasian yang tidak dimiliki oleh tenaga kesehatan lainnya.
Mengingat kewenangan keprofesian yang dimilikinya, Apoteker harus
menjalankan tugasnya berdasarkan prosedur-prosedur kefarmasian
(Anonim, 2003a).
Pada saat ini, pelayanan kefarmasian telah bergeser orientasinya dari obat
ke pasien yang mengacu pada pharmaceutical care. Kegiatan pelayanan
kefarmasian yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi
telah bergeser orientasinya menjadi pelayanan yang komprehensif yang bertujuan
untuk meningkatkan kualitas hidup dari pasien. Sebagai konsekuensi perubahan
orientasi tersebut, Apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan
ketrampilan untuk dapat melaksanakan interaksi langsung dengan pasien
(Anonim, 2004).
Mutu pelayanan kesehatan akan menjadi baik kalau masing-masing profesi
kesehatan dalam memberikan pelayanan kepada pasien didasarkan pada standar
1
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
2
profesi, sumpah, dan kode etik masing-masing profesi kesehatan (Anonim, 2003a).
Dalam rangka meningkatkan mutu dan efisiensi pelayanan kefarmasian yang
berasaskan Pharmaceutical Care, perlu ditetapkan Standar Pelayanan
Kefarmasian dengan Keputusan Menteri (Anonim, 2004).
Sebagai upaya agar para Apoteker dapat melaksanakan pelayanan
kefarmasian dengan baik, telah ditetapkan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/MenKes/SK/IX/2004. Standar Pelayanan Kefarmasian ini meliputi
pengelolaan sumber daya, pelayanan, dan evaluasi mutu pelayanan sebagai
pedoman praktek Apoteker dalam menjalankan profesinya di apotek.
Menurut PerMenKes Nomor 184 tahun 1995 Pasal 17, Apoteker selama
menjalankan tugas profesinya wajib menaati semua peraturan perundang-
undangan dan kebijakan yang ditetapkan oleh pemerintah. Kode Etik Apoteker
Indonesia Pasal 8 juga menyebutkan bahwa seorang Apoteker harus aktif
mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan
pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya, dalam hal ini terkait
dengan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek yang tertuang dalam Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004.
Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter,
apoteker, dan penyelenggara pelayanan kesehatan (Anonim, 2003a). Akan tetapi,
sampai sekarang masyarakat masih belum begitu mengenal profesi Apoteker dan
belum merasakan peran yang maksimal dari profesi tersebut. Mereka berpendapat
bahwa Apoteker adalah sosok yang masih susah ditemui di apotek. Mereka juga
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
3
merasa bahwa standar pelayanan yang diberikan oleh apotek masih kurang
memuaskan.
Karena inilah, peneliti tertarik untuk mengetahui apakah standar pelayanan
kefarmasian di apotek berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 tersebut telah sepenuhnya
dilaksanakan oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman.
1. Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan
yang akan diteliti adalah:
Apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes
RI Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004 telah dilaksanakan secara menyeluruh
oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman?
2. Keaslian penelitian
Sejauh penelusuran penulis di Perputakaan Universitas Sanata Dharma
Kampus III Paingan, belum pernah dilakukan penelitian tentang Pelaksanaan
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No
1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman. Penelitian sejenis yang
pernah dilakukan sebelumnya yaitu Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KepMenKes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta (Sukmajati, 2007). Hasil
penelitian Sukmajati adalah Apoteker di apotek-apotek Kota Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
4
belum melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan
KepMenKes RI No 1027/MenKes/SK/IX/2004 secara menyeluruh.
Perbedaan penelitian Sukmajati dengan penelitian ini adalah:
• Wilayah penelitian Sukmajati (2007) berada pada Kota Yogyakarta
dengan periode September-November 2006, sedangkan wilayah
penelitian ini berada pada Kabupaten Sleman dengan periode
Oktober-Desember 2006.
• Penelitian Sukmajati (2007) tidak mencantumkan alasan Apoteker
belum/baru sebagian kecil dalam melaksanakan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek, sedangkan pada penelitian ini dilengkapi
dengan alasan Apoteker belum/baru sebagian kecil dalam
melaksanakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek dengan
menitikberatkan pada tiga aspek, yaitu ruangan tertutup untuk
konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi.
3. Manfaat penelitian
a. Manfaat teoritis
Memberikan gambaran pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No
1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
5
b. Manfaat praktis
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai :
1) bahan evaluasi bagi tenaga kefarmasian dalam melaksanakan tugas
profesinya di Apotek, khususnya Apoteker Pengelola Apotek.
2) bahan acuan bagi mahasiswa farmasi atau para calon Apoteker yang
tertarik dalam pelayanan perapotekan.
3) bahan evaluasi bagi pihak-pihak yang terkait berkenaan dengan
pelaksanaan standar pelayanan kefarmasian di apotek.
B. Tujuan Penelitian
Mengetahui apakah Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan
KepMenKes RI Nomor 1027/MENKES/SK/ IX/2004 telah dilaksanakan secara
menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Apotek
Pasal 1 Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980 menyebutkan
bahwa apotik adalah suatu tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran obat kepada masyarakat. Pasal 2 mengatur tugas dan
fungsi apotek, yaitu:
a. Tempat pengabdian profesi seorang apoteker yang telah mengucapkan sumpah jabatan,
b. Sarana farmasi yang melaksanakan peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, dan penyerahan obat atau bahan obat
c. Sarana penyalur perbekalan farmasi yang harus menyebarkan obat yang diperlukan masyarakat secara meluas dan merata.
Menurut Permenkes RI No. 922 tahun 1993 pasal 10, pengelolaan apotek
meliputi :
a. pembuatan, pengolahan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran, penyimpanan dan penyerahan obat atau bahan obat.
b. pengadaan, penyimpanan, penyaluran, dan penyerahan perbekalan farmasi lainnya.
c. pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi
Menurut KepMenKes No.1332 tahun 2002 maupun KepMenKes No.1027
tahun 2004, apotek adalah tempat tertentu, tempat dilakukan pekerjaan
kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi, perbekalan kesehatan lainnya
kepada masyarakat.
6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
7
B. Apoteker
Menurut peraturan perundang-undangan dengan hirarki tertinggi, yaitu
Undang-Undang Obat Keras/St.No.419 tanggal 22 Desember 1949 Pasal 1,
Apoteker adalah mereka yang sesuai dengan peraturan-peraturan yang berlaku
mempunyai wewenang untuk menjalankan praktek peracikan obat di Indonesia
sebagai Apoteker sambil memimpin sebuah apotek.
Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 2, Apoteker
merupakan salah satu tenaga kefarmasian yang tergabung dalam tenaga kesehatan.
Menurut Kepmenkes RI Nomor 1027 tahun 2004 apoteker adalah sarjana farmasi
yang telah lulus pendidikan profesi dan telah mengucapkan sumpah berdasarkan
peraturan perundangan yang berlaku dan berhak melakukan pekerjaan
kefarmasian di Indonesia sebagai apoteker.
Mengacu pada definisi apoteker di KepMenKes RI No. 1027/MENKES/
SK/IX/2004 maka untuk menjadi seorang apoteker, seseorang harus menempuh
pendidikan di perguruan tinggi farmasi baik di jenjang S-1 maupun jenjang
pendidikan profesi (Hartini dan Sulasmono, 2006). Setiap profesi harus
disertifikasi secara formal oleh suatu lembaga keprofesian untuk tujuan diakuinya
keahlian pekerjaan keprofesiannya (Anonim, 2003a). Menurut Peraturan
Pemerintah No.19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan Pasal 1,
pencapaian kompetensi akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen ijazah
dan/atau sertifikat kompetensi. Pada Pasal 5, dinyatakan bahwa sertifikat
kompetensi diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau oleh
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
8
lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui
Pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus uji
kompetensi.
Kegiatan keprofesian merupakan implikasi dari kompetensi, otoritas,
teknikal dan moral profesi sehingga seorang profesional memiliki posisi hirarkial
dalam masyarakat. Profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut
1. memiliki tubuh pengetahuan yang berbatas jelas.
2. pendidikan khusus berbasis “keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi.
3. memberi pelayanan kepada masyarakat, praktek dalam bidang keprofesian.
4. memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian yang bersifat otonom.
5. memberlakukan kode etik keprofesian.
6. memiliki motivasi altruistik dalam memberikan pelayanan.
7. proses pembelajaran seumur hidup.
8. mendapat jasa profesi (Anonim, 2003a).
Pekerjaan profesi ditandai oleh adanya otoritas melakukan pekerjaan yang
melekat pada diri pribadi pelaku profesi masing-masing. Untuk apoteker,
pekerjaan tersebut didefinisikan sebagai pekerjaan kefarmasian yang diperoleh
nya dari negara sebagai otoritas keahlian, sehingga sebelum melaksanakan
pekerjaan kefamasian, Apoteker perlu disumpah terlebih dahulu (Anonim, 2003a).
Pada profesi, melekat keahlian khusus yang menghasilkan produk dan
produk profesinya tersebut dapat dilayankan kepada client, sehingga client
mendapatkan kepuasan dan kenikmatan atas produk profesi tersebut. Sebaliknya,
client akan membayar atas produk pelayanan tersebut, yang menjadi penghasilan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
9
bagi pelaku profesi. Pekerjaan profesi dilakukan berdasarkan atas standar profesi
yang diatur oleh organisasi profesinya, serta tata cara lain yang menjamin
keseragaman dalam pelaksanaan pekerjaannya (Anonim, 2003a).
Dengan berkembangnya ruang lingkup pelayanan kefarmasian, peran
Apoteker telah mengalami perubahan yang cukup signifikan dalam dua puluh
tahun terakhir ini. Peran Apoteker yang digariskan oleh WHO yang dikenal
dengan istilah “Seven Star of Pharmacist” meliputi :
1. Care Giver. Apoteker sebagai pemberi pelayanan dalam bentuk pelayanan
klinis, analisis, teknis, sesuai peraturan perundang-undangan. Dalam
memberikan pelayanan, apoteker harus berinteraksi dengan pasien secara
individu maupun kelompok, apoteker harus mengintegrasikan pelayanannya
pada sistem pelayanan kesehatan secara berkesinambungan dan pelayanan
apoteker yang dihasilkan harus bermutu tinggi.
2. Decision-maker. Apoteker mendasarkan pekerjaannya pada kecukupan,
keefikasian dan biaya yang efektif dan efisien terhadap seluruh penggunaan
sumber daya misalnya sumber daya manusia, obat, bahan kimia, peralatan,
prosedur, pelayanan dan lain-lain. Untuk mencapai tujuan tersebut
kemampuan dan keterampilan apoteker perlu diukur untuk kemudian
hasilnya dijadikan dasar dalam penentuan pendidikan dan pelatihan yang
diperlukan.
3. Comunicator. Apoteker mempunyai kedudukan penting dalam berhubungan
dengan pasien maupun profesi kesehatan yang lain, oleh karena itu harus
mempunyai kemampuan berkomunikasi yang cukup baik. Komunikasi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
10
tersebut meliputi komunikasi verbal, non verbal, mendengar dan
kemampuan menulis, dengan menggunakan bahasa sesuai dengan kebutuhan.
4. Leader. Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan
yang empati dan efektif, serta kemampuan mengkomunikasikan dan
mengelola hasil keputusan.
5. Manager. Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya (manusia,
fisik, anggaran) dan informasi, juga harus dapat dipimpin dan memimpin
orang lain dalam tim kesehatan. Lebih jauh lagi apoteker mendatang harus
tanggap terhadap kemajuan teknologi informasi dan bersedia berbagi
informasi mengenai obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan obat.
6. Life-long learner. Apoteker harus senang belajar sejak dari kuliah dan
semangat belajar harus selalu dijaga walaupun sudah bekerja untuk
menjamin bahwa keahlian dan keterampilannya selalu baru (up-date) dalam
melakukan praktek profesi. Apoteker juga harus mempelajari cara belajar
yang efektif.
7. Teacher. Apoteker mempunyai tanggung jawab untuk mendidik dan melatih
apoteker generasi mendatang. Partisipasinya tidak hanya dalam berbagai
ilmu pengetahuan baru satu sama lain, tetapi juga kesempatan memperoleh
pengalaman dan peningkatan keterampilan (Anonim, 2003a).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
11
C. Pharmaceutical Care
Peran Apoteker kini didasarkan pada filosofi “Pharmaceutical Care” atau
diterjemahkan sebagai “asuhan kefarmasian” (Anonim, 2003a). Pharmaceutical
care berkembang akibat dari sejarah perkembangan obat yang mengakibatkan
makin banyaknya drug adverse reaction. (Kisdarjono, 2004). Menurut
KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, Pharmaceutical care adalah bentuk
pelayanan dan tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan
kefarmasian untuk meningkatkan kualitas hidup pasien. Pharmaceutical care juga
merupakan kemampuan dari praktek farmasi yang memerlukan interaksi langsung
dari Apoteker dengan pasien dengan tujuan kepedulian kepada pasien mengenai
kebutuhan yang berkaitan dengan obat (Kisdarjono, 2004).
Terapi dengan obat merupakan proses kolaboratif antara pasien, dokter,
Apoteker, dan penyelenggara pelayanan kesehatan. Proses ini merupakan proses
yang harus ditingkatkan terus menerus agar penggunaan obat menjadi tanggung
jawab bersama antara Apoteker, tenaga kesehatan lain, dan pasien memperoleh
keluaran terapi yang optimal. Apoteker memberikan jaminan bahwa obat yang
diberikan adalah obat yang benar dan diperoleh maupun diberikan dengan benar,
dan pasien menggunakannya dengan benar. Segala keputusan profesional
Apoteker didasarkan pada pertimbangan atas kepentingan pasien dan aspek
ekonomi yang menguntungkan pasien (Anonim, 2003a).
Peran apoteker diharapkan tidak hanya menjual obat seperti yang selama
ini terjadi, tetapi lebih kepada menjamin tersedianya obat yang berkualitas,
mempunyai efikasi, jumlah yang cukup, aman, nyaman bagi pemakainya, dan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
12
harga yang wajar, serta pada saat pemberiannya disertai informasi yang cukup
memadai, diikuti pemantauan pada saat penggunaan obat dan akhirnya dilakukan
evaluasi (Anonim, 2003a).
D. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek Berdasarkan KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
PENGELOLAAN SUMBER DAYA
1. Sumber Daya Manusia Sesuai ketentuan perundangan yang berlaku Apotek harus dikelola
oleh seorang apoteker yang profesional. Dalam pengelolaan Apotek, Apoteker senantiasa harus memiliki kemampuan menyediakan dan memberikan pelayanan yang baik, mengambil keputusan yang tepat, kemampuan berkomunikasi antar profesi, menempatkan diri sebagai menempatkan pimpinan dalam situasi multidisipliner, kemampuan mengelola SDM secara efektif, selalu belajar sepanjang karier, dan membantu memberi pendidikan dan memberi peluang untuk meningkatkan pengetahuan.
2. Sarana dan Prasarana Apotek berlokasi pada daerah yang dengan mudah dikenali oleh
masyarakat. Pada halaman terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis kata apotek. Apotek harus dapat dengan mudah diakses oleh anggota masyarakat. Pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya, hal ini berguna untuk menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko kesalahan penyerahan. Masyarakat harus diberi akses secara langsung dan mudah oleh apoteker untuk memperoleh informasi dan konseling. Lingkungan apotek harus dijaga kebersihannya. Apotek harus bebas dari hewan pengerat, serangga/pest. Apotek memiliki suplai listrik yang konstan, terutama untuk lemari pendingin.
Apotek harus memiliki : 1. Ruang tunggu yang nyaman bagi pasien. 2. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk
penempatan brosur / materi informasi. 3. Ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien yang dilengkapi
dengan meja dan kursi serta lemari untuk menyimpan catatan medikasi pasien.
4. Ruang racikan. 5. Keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien. Perabotan apotek harus tertata rapi, lengkap dengan rak-rak penyimpanan obat dan barang-barang lain yang tersusun dengan rapi,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
13
terlindung dari debu, kelembaban dan cahaya yang berlebihan serta diletakkan pada kondisi ruangan dengan temperatur yang telah ditetapkan.
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya. Pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
dilakukan sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan, penyimpanan dan pelayanan. Pengeluaran obat memakai sistem FIFO (first in first out) dan FEFO (first expire first out) 3.1 Perencanaan.
Dalam membuat perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan : a. Pola penyakit. b. Kemampuan masyarakat. c. Budaya masyarakat.
3.2 Pengadaan. Untuk menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan farmasi harus melalui jalur resmi.
3.3 Penyimpanan. 1.Obat / bahan obat harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik.
Dalam hal pengecualian atau darurat dimana isi dipindahkan pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang – kurangnya memuat nomor batch dan tanggal kadaluarsa.
2.Semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan menjamin kestabilan bahan.
4. Administrasi. Dalam menjalankan pelayanan kefarmasian di apotek, perlu dilaksanakan kegiatan administrasi yang meliputi : 4.1.Administrasi Umum.
Pencatatan, pengarsipan, pelaporan narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
4.2.Administrasi Pelayanan. Pengarsipan resep, pengarsipan cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan obat.
PELAYANAN
1. Pelayanan Resep. 1.1.Skrining resep.
Apoteker melakukan skrining resep meliputi : 1.1.1.Persyaratan administratif :
- Nama,SIP, dan alamat dokter. - Tanggal penulisan resep. - Tanda tangan/ paraf dokter penulis resep. - Nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
14
- Nama obat, potensi, dosis, dan jumlah yang minta. - Cara pemakaian yang jelas. - Informasi lainnya.
1.1.2.Kesesuaian farmasetik: bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara dan lama pemberian.
1.1.3.Pertimbangan klinis: adanya alergi, efek samping, interaksi, kesesuaian (dosis, durasi, jumlah obat dan lain-lain). Jika ada keraguan terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep dengan memberikan pertimbangan dan alternatif seperlunya, bila perlu menggunakan persetujuan setelah pemberitahuan.
1.2.Penyiapan obat. 1.2.1.Peracikan.
Merupakan kegiatan menyiapkan, menimbang, mencampur, mengemas dan memberikan etiket pada wadah. Dalam melaksanakan peracikan obat harus dibuat suatu prosedur tetap dengan memperhatikan dosis, jenis dan jumlah obat serta penulisan etiket yang benar.
1.2.2.Etiket. Etiket harus jelas dan dapat dibaca.
1.2.3.Kemasan obat yang diserahkan. Obat hendaknya dikemas dengan rapi dalam kemasan yang cocok sehingga terjaga kualitasnya.
1.2.4.Penyerahan Obat. Sebelum obat diserahkan pada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir terhadap kesesuaian antara obat dengan resep. Penyerahan obat dilakukan oleh apoteker disertai pemberian informasi obat dan konseling kepada pasien dan tenaga kesehatan.
1.2.5.Informasi Obat. Apoteker harus memberikan informasi yang benar, jelas dan mudah dimengerti, akurat, tidak bias, etis, bijaksana, dan terkini. Informasi obat pada pasien sekurang-kurangnya meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari selama terapi.
1.2.6.Konseling. Apoteker harus memberikan konseling, mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya. Untuk penderita penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara berkelanjutan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
15
1.2.7 Monitoring Penggunaan Obat. Setelah penyerahan obat kepada pasien, apoteker harus melaksanakan pemantauan penggunaan obat, terutama untuk pasien tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan penyakit kronis lainnya.
2. Promosi dan Edukasi. Dalam rangka pemberdayaan masyarakat, apoteker harus
berpartisipasi secara aktif dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet / brosur, poster, penyuluhan, dan lain-lainnya.
3. Pelayanan residensial (Home Care). Apoteker sebagai care giver diharapkan juga dapat melakukan
pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan rumah, khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis lainnya. Untuk aktivitas ini, apoteker harus membuat catatan berupa catatan pengobatan (medication record).
EVALUASI MUTU PELAYANAN
Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah : 1. Tingkat kepuasan konsumen: dilakukan dengan survei berupa angket
atau wawancara langsung. 2. Dimensi waktu: lama pelayanan diukur dengan waktu (yang telah
ditetapkan). 3. Prosedur Tetap: Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang
telah ditetapkan. Disamping itu prosedur tetap bermanfaat untuk: • Memastikan bahwa praktik yang baik dapat tercapai setiap saat; • Adanya pembagian tugas dan wewenang; • Memberikan pertimbangan dan panduan untuk tenaga .kesehatan lain
yang bekerja di apotek; • Dapat digunakan sebagai alat untuk melatih staf baru; • Membantu proses audit. Prosedur tetap disusun dengan format sebagai berikut: • Tujuan : merupakan tujuan protap. • Ruang lingkup : berisi pernyataan tentang pelayanan yang dilakukan
dengan kompetensi yang diharapkan. • Hasil : hal yang dicapai oleh pelayanan yang diberikan dan dinyatakan
dalam bentuk yang dapat diukur. • Persyaratan : hal-hal yang diperlukan untuk menunjang pelayanan. • Proses : berisi langkah-langkah pokok yang perlu diikuti untuk
penerapan standar. Sifat protap adalah spesifik mengenai kefarmasian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
16
E. Sumpah Apoteker
Selain terikat secara horizontal dengan masyarakat termasuk tenaga
kesehatan yang lain, Profesi Apoteker terikat pula dalam hubungan vertikal
dengan Tuhan. Hal ini terlihat pada isi PP No. 41 tahun 1990 pada penjelasan
Pasal 12, menyebutkan Profesi Apoteker adalah keahlian yang menjadi tugas,
wewenang, dan tanggung jawab Apoteker sesuai dengan ketentuan yang berlaku
dan sumpah apoteker. Menurut PP No. 20 tahun 1962 Pasal 1, sebelum seorang
apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus mengucapkan sumpah menurut
cara agama yang dipeluknya, atau mengucapkan janji
Tujuan mengucapkan suatu sumpah atau janji adalah untuk menyadarkan
bagi yang disumpah bahwa dalam menjalankan tugas dan kewajiban atau
pekerjaannya mengharapkan tanggung jawab yang besar terutama tanggung jawab
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena apoteker di dalam mengamalkan
keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan-Nya,
sehingga bilamana menyalahgunakan jabatan dari pekerjaannya itu akan
membawa bahaya bagi keselamatan masyarakat yang dilayaninya dan harus
dipertanggung jawabkan kepada Tuhan Yang Maha Esa baik dunia maupun
akhirat (Budiharjo, 1981). Lafal sumpah atau janji apoteker dapat dilihat pada
lampiran 4.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
17
F. Kode Etik Apoteker
Sebagai pekerjaan profesi, terdapat hubungan khusus di antara sesama
pelaku profesi yang diatur melalui praktek organisasi profesi serta berlakunya
etika profesi Etika profesi yaitu suatu aturan yang mengatur suatu pekerjaan itu
boleh atau tidak dilakukan oleh pelaku profesi sewaktu menjalankan praktek
profesinya (Anonim, 2003a).
Kode Etik Apoteker Indonesia adalah suatu aturan moral sebagai rambu-
rambu yang membatasi seorang apoteker dalam menjalankan pekerjaan
keprofesiannya dari perbuatan tercela dan merugikan martabat profesi apoteker
dan organisasi profesi (Sulasmono, 1997). Berdasarkan Permenkes Nomor 184
tahun 1995 pasal 18 disebutkan bahwa apoteker dilarang melakukan perbuatan
yang melanggar Kode Etik Apoteker. Oleh sebab itu seorang apoteker perlu
memahami isi dari Kode Etik Apoteker (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Kode Etik Apoteker Indonesia disusun oleh Ikatan Sarjana Farmasi
Indonesia (ISFI). Kode Etik Apoteker Indonesia menurut ISFI hasil Keputusan
Kongres Nasional XVII ISFI tahun 2005 nomor 007/2005 tanggal 18 Juni 2005
dapat dilihat pada lampiran 5.
G. Etika Bisnis
Menurut Miller dan Coady, etika kerja adalah keyakinan, nilai dan prinsip
yang akan membimbing individu berinteraksi dalam kaitannya dengan pekerjaan
dan tanggung jawab akan suatu tugas. Etika kerja akan membimbing bagaimana
berperilaku, terutama ketika menghadapi dilema (Putra, 2005).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
18
Etika berpengaruh terhadap citra manusia, hasil pekerjaan, dan
kelangsungan perusahaan. Dalam menjalankan kebijakan perusahaan, etika yang
baik akan memberikan kejernihan berpikir, khususnya untuk perusahaan yang
bergerak di bidang pelayanan publik (Putra, 2005).
Menurut J.W. Weiss, etika bisnis adalah seni dan disiplin dalam menerapkan
prinsip etika dalam mengkaji dan memecahkan berbagai masalah moral yang
kompleks. Meski belum ada definisi terbaik dari etika bisnis, namun telah muncul
konsensus bahwa etika bisnis adalah studi yang mensyaratkan penalaran dan
penilaian, baik berdasarkan atas prinsip maupun kepercayaan dalam proses
pengambilan keputusan dalam menyeimbangkan kepentingan ekonomi terhadap
tuntutan sosial dan kesejahteraan (Isdaryadi, 2005).
Bisnis mempunyai etika, dan lima prinsip yang berlaku dalam kegiatan
bisnis adalah :
1. Prinsip otonomi. Yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk bertindak
berdasarkan kesadarannya sendiri, disertai kebebasan untuk mengambil
keputusan dan bertindak menurut keputusan itu dan juga harus disertai
dengan tanggung jawab, baik kepada diri sendiri/hati nuraninya, kepada
pemilik perusahaan, pihak yang dilayaninya dan kepada pemerintah dan
masyarakat yang langsung menerima dampak keputusan bisnisnya.
2. Prinsip kejujuran. Yaitu pemenuhan syarat dalam perjanjian dan kontrak,
mutu produk yang ditawarkan, hubungan kerja dalam perusahaan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
19
3. Prinsip tidak berbuat jahat (non-maleficence) dan berbuat baik (beneficence).
Hal ini mengarahkan tindakan bisnis yang baik secara aktif dan maksimal,
minimal tidak merugikan orang lain.
4. Prinsip keadilan. Prinsip ini mengharuskan pelaku bisnis untuk memberikan
sesuatu yang menjadi hak orang lain/mitra.
5. Prinsip hormat kepada diri sendiri. Artinya memperlakukan diri sendiri dan
orang lain sebagai pribadi yang memiliki nilai yang sama dengan pribadi
lain (Isdaryadi, 2005)
Apotek mempunyai dua fungsi, yaitu :
1. sebagai unit sarana kesehatan (non profit/social oriented)
Apoteker di apotek wajib memberikan pelayanan kefarmasian sesuai
dengan tanggung jawab dan keahlian profesinya yang dilandasi kepentingan
masyarakat dalam pelayanan sosial (social oriented). Apoteker dalam
menjalankan fungsi apotek ini harus patuh terhadap etika kefarmasian sebagai
penjabaran Kode Etik Apoteker dan sebagai apoteker yang telah mengucapkan
sumpah berdasarkan peraturan perundangan yang berlaku serta berhak
melakukan pekerjaan kefarmasian sebagai apoteker. Apoteker juga harus
mengutamakan kepuasan konsumen (customer satisfaction) antara lain dengan
memperhatikan harga, kelengkapan sediaan farmasi dan alat kesehatan lainnya
yang dijual di apotek agar tidak ada resep atau permintaan konsumen yang
ditolak karena ketidaklengkapan sediaan farmasi maupun alat kesehatan
lainnya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
20
2. sebagai sarana bisnis (profit/business oriented)
Apotek berfungsi sebagai sarana bisnis yang diharapkan dapat memberi
keuntungan. Dalam hal ini apoteker harus mampu bertindak sebagai manajer
untuk mampu mengembangkan modal dan keuntungan yang diperoleh dengan
bekal ilmu manajerial demi kelangsungan “hidup” apotek itu sendiri
(Anief, 1995).
H. Keterangan Empiris
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI
nomor 1027 tahun 2004 mempunyai tiga parameter utama, yaitu pengelolaan
sumber daya, pelayanan, dan evaluasi mutu pelayanan. Dari penelitian ini
diharapkan diperoleh gambaran mengenai pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI No 1027 tahun 2004 di
Kabupaten Sleman berdasarkan tiga parameter utama dari KepMenKes RI No
1027 tahun 2004 tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian ini termasuk jenis penelitian non eksperimental dengan
rancangan penelitian deskriptif. Penelitian non eksperimental adalah penelitian
yang observasinya dilakukan terhadap sejumlah ciri subyek menurut keadaan apa
adanya, tanpa ada manipulasi atau intervensi peneliti. (Praktiknya, 2001).
Rancangan penelitian deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan
masalah yang diselidiki dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan subyek
atau obyek penelitian (seseorang, lembaga, masyarakat dan lain-lain) pada saat
sekarang berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya
(Nawawi, 1998).
B. Definisi Operasional Penelitian
1. Apotek adalah tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian, penyaluran sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat, dalam hal ini
yang berada di wilayah Kabupaten Sleman.
2. Standar pelayanan kefarmasian di apotek adalah patokan apoteker dalam
menjalankan profesinya terkait bidang perapotekan, dalam hal ini berdasarkan
pada Kepmenkes No. 1027/MENKES/SK/IX/2004.
3. Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan Kepmenkes No.
1027/MENKES/SK/IX/2004 dikatakan telah dilaksanakan apabila
21
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
22
persentasenya lebih dari 50%. Bila persentasenya kurang dari 50% maka
dikatakan belum dilaksanakan.
4. Apotek sampel adalah 35 apotek yang disampling dari Data Apotek
Kabupaten Sleman 2005 menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman.
5. Responden adalah Apoteker yang menjalankan profesinya di apotek sampel
serta bersedia mengisi kuesioner.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen penelitian ini berupa kuesioner yang berisi tentang
1. Deskripsi responden
2. Deskripsi Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes
Nomor 1027/MENKES/SK/IX/2004
D. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Menurut Nawawi (1998), populasi adalah keseluruhan penelitian yang
terdiri dari manusia, benda-benda, hewan-tumbuhan, gejala-gejala, nilai tes
atau peristiwa-peristiwa sebagai sumber data yang memilikik karakteristik
tertentu dalam suatu penelitian.
Populasi dari penelitian ini adalah semua apotek yang berada di wilayah
Kabupaten Sleman. Menurut data terakhir yang diperoleh dari Dinas
Kesehatan Kabupaten Sleman tahun 2005, jumlah apotek yang terdaftar di
wilayah Kabupaten Sleman adalah sebanyak 125 apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
23
Seratus dua puluh lima apotek yang berada di Kabupaten Sleman terbagi
dalam masing-masing kecamatan yang ada di Kabupaten Sleman.
Perinciannya dapat dilihat pada Tabel 1 di bawah ini.
Tabel I. Populasi Apotek di Kabupaten Sleman Tahun 2005
No. Nama Kecamatan
Jumlah apotek
1. Depok 53 2 Ngemplak 1 3 Mlati 9 4 Godean 11 5 Ngaglik 16 6 Prambanan 2 7 Gamping 11 8 Kalasan 7 9 Sleman 6 10 Berbah 2 11 Turi 1 12 Seyegan 2 13 Moyudan 1 14 Pakem 1 15 Tempel 2
Total 125
2. Sampel
Menurut Sevilla dkk (1993), sampel adalah kelompok kecil yang kita
amati dan populasi adalah kelompok besar yang merupakan sasaran
generalisasi kita. Menurut Gay (1976), karena penelitian ini bersifat deskriptif,
maka ukuran minimum sampel yang dapat diterima adalah 10 persen dari
populasi. Untuk populasi yang sangat kecil diperlukan minimum 20 persen.
Ada dua pertimbangan pokok untuk penetapan besar sampel, yaitu
pertimbangan representativitas dan pertimbangan analisis. Pertimbangan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
24
representativitas ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum
sampel yang masih menjamin representativitasnya terhadap populasi.
Pertimbangan analisis ialah pertimbangan yang menyangkut jumlah minimum
sampel sehingga dapat dilakukan analisis kuantitatif terhadap data (hasil
penelitian) secara adekuat (Pratiknya, 2001).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka peneliti menetapkan sampel sebesar
20 % dari populasi yaitu sebanyak 35 apotek. Untuk menentukan apotek yang
dipilih, peneliti menggunakan metode proportional cluster non random
sampling, di mana apotek dikelompokkan berdasarkan kecamatan terlebih
dahulu baru kemudian dilakukan pengambilan sampel sebesar 20% dari
jumlah apotek di setiap kecamatan sehingga diperoleh jumlah sampel yang
berbeda di tiap kecamatan sesuai dengan jumlah apotek yang berada di
kecamatan tersebut. Perincian dari 35 apotek sampel ini dapat dilihat pada
tabel II.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
25
Tabel II. Apotek Sampel di Kabupaten Sleman
No. Nama Kecamatan
Jumlah apotek
1. Depok 11 2 Ngemplak 1 3 Mlati 2 4 Godean 3 5 Ngaglik 4 6 Prambanan 1 7 Gamping 3 8 Kalasan 2 9 Sleman 2 10 Berbah 1 11 Turi 1 12 Seyegan 1 13 Moyudan 1 14 Pakem 1 15 Tempel 1
Total 35
E. Tata Cara Penelitian
1. Pembuatan kuesioner
Kuesioner merupakan suatu set pertanyaan yang berurusan dengan topik
tunggal atau satu set topik yang saling berkaitan yang harus dijawab oleh
subyek (Kartono,1990).
Kuesioner yang digunakan memuat sejumlah pertanyaan yang harus
dijawab secara tertulis oleh responden. Kuesioner terbagi menjadi empat
bagian, meliputi deskripsi responden, pengelolaan sumber daya, pelayanan,
dan evaluasi mutu pelayanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
26
2. Pengujian kuesioner
a. Uji pemahaman bahasa
Fungsi uji pemahaman bahasa adalah untuk mengetahui sejauh mana
bahasa penyusun pertanyaan-pertanyaan yang terdapat dalam kuesioner
dapat dipahami oleh responden. Uji pemahaman bahasa dilakukan dengan
menyebar kuesioner tersebut kepada lima apotek yang terletak di luar
populasi penelitian.
b. Uji validitas isi
Yang dimaksud dengan validitas adalah sejauh mana ketepatan dan
kecermatan suatu alat ukur dalam melaksanakan fungsi ukurnya. Suatu
instrumen pengukur dapat dikatakan mempunyai validitas yang tinggi
apabila alat tersebut menjalankan fungsi ukurnya atau memberikan hasil
ukur sesuai dengan maksud dilakukannya pengukuran tersebut. Validitas
yang diukur dalam kuesioner ini adalah validitas isi. Validitas isi
merupakan tingkat representativitas isi atau substansi pengukuran terhadap
konsep (pengertian) variabel sebagaimana dirumuskan (Pratiknya, 2001).
Prosedur validitas isi kuesioner dalam penelitian ini dilakukan dengan
analisis rasional atau lewat Professional Judgement, yaitu bahwa estimasi
validitas isi tidak melibatkan perhitungan statistik apapun, melainkan
hanya dengan analisis teoritik. Jadi penilaian setiap orang mengenai sejauh
mana validitas isi kuesioner telah tercapai adalah belum tentu sama
(Azwar, 1999).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
27
c. Uji reliabilitas
Reliabilitas kuesioner penelitian ini tidak perlu diuji lagi karena
pertanyaan dalam angket/kuesioner berupa pertanyaan yang langsung
terarah pada informasi mengenai data yang hendak diungkap. Reliabilitas
data yang diperoleh terletak pada terpenuhinya asumsi bahwa responden
menjawab dengan jujur seperti apa adanya. Hal ini berkaitan dengan
asumsi dasar penggunaan kuesioner yaitu subyek merupakan orang yang
mengetahui tentang dirinya, sehingga data hasil tidak perlu diuji lagi
reliabilitas secara statistik (Azwar, 1999).
3. Penyebaran kuesioner
Peneliti menyebarkan kuesioner secara langsung kepada responden dan
peneliti akan mendampingi responden selama pengisian kuesioner. Hal ini
bertujuan untuk mengantisipasi adanya responden yang kurang paham
terhadap maksud pertanyaan yang diajukan oleh peneliti. Namun, jika
responden tidak bisa mengisi pada saat itu juga, maka kuesioner tersebut akan
ditinggal selama beberapa waktu untuk kemudian diambil kembali setelah
responden mengisinya. Adapun periode penyebaran kuesioner ini adalah pada
bulan Oktober – Desember 2006.
4. Pengumpulan kuesioner
Peneliti mengumpulkan kuesioner setelah responden selesai mengisi
semua pertanyaan yang ada pada kuesioner. Jumlah kuesioner yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
28
dikumpulkan jumlahnya sama dengan jumlah kuesioner yang disebarkan,
yaitu sebanyak 35 buah.
5. Wawancara
Menurut Nawawi (1998), wawancara adalah usaha mengumpulkan
informasi dengan mengajukan sejumlah pertanyaan lisan, untuk dijawab
secara lisan pula. Wawancara ini dilakukan setelah peneliti melihat hasil
penelitian Sukmajati dan hasil penelitian pribadi yang presentasenya di bawah
50%, sehingga peneliti tertarik untuk mengetahui alasan Apoteker belum/baru
sebagian kecil dalam melaksanakan Kepmenkes RI No.1027 tahun 2004.
Secara khusus, wawancara dititikberatkan pada tiga hal, yaitu adanya ruangan
konseling, medication record, dan tindak lanjut terapi melalui home care. hal
tersebut serta bersedia untuk diwawancarai.
F. Tata Cara Analisis Data
Teknik analisis yang umumnya digunakan untuk menganalisis data pada
penelitian-penelitian deskriptif ialah dengan menggunakan tabel dan grafik
(Kontour, 2003). Penelitian ini menggunakan analisis data statistik deskriptif.
Statistik deskriptif merupakan teknik statistik yang memberikan informasi hanya
mengenai data yang dimiliki dan tidak bermaksud menguji hipotesis. Data pada
umumnya disajikan dalam bentuk tertentu, misalnya tabel dan gambar, sehingga
dapat dipahami dengan mudah dan cepat (Nurgiyantoro, 2002).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
29
Analisis data dimulai dengan mengelompokkan data berdasarkan tiga
parameter dalam KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, kemudian menghitung
jumlah total untuk tiap alternatif jawaban. Standar Pelaksanaan Kefarmasian di
Apotek berdasarkan KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 dikatakan telah
dilaksanakan apabila persentasenya lebih dari 50% dan jika persentasenya kurang
dari 50%, maka dikatakan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek berdasarkan
KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 belum dilaksanakan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Responden
Karakteristik responden yang ditanyakan meliputi usia, pengalaman kerja di
apotek yang sekarang, posisi di apotek, adanya pekerjaan lain yang dimiliki, dan
lama kerja dalam sehari.
1. Usia responden
Gambaran mengenai usia responden dapat dilihat pada Gambar 1 berikut.
Usia Responden
69%
17%
14%
21-35 thn
36-50 thn
> 50 thn
Gambar 1. Diagram Usia Responden
Sebagian besar responden, yaitu enam puluh sembilan persen, ada dalam
rentang umur 21-35 tahun yang merupakan usia dewasa muda. Tujuh belas
persen responden ada dalam rentang umur 18-35 tahun yang merupakan usia
dewasa menengah dan 14% responden ada dalam umur di atas 50 tahun yang
merupakan usia dewasa tua.
2. Pengalaman kerja responden sebagai apoteker di apotek yang sekarang
Gambaran mengenai pengalaman kerja responden sebagai Apoteker di
apotek yang sekarang dapat dilihat pada Gambar 2 berikut.
30
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
31
Pengalaman Kerja Reponden di apotek
14%
52%
20%
14%<1
1 s/d 56 s/d 10
>10
Gambar 2. Diagram Pengalaman Kerja Responden di Apotek Yang Sekarang
Lebih dari jumlah separuh responden, yaitu 52%, rresponden memiliki
rentang pengalaman kerja 1-5 tahun. Dua puluh persennya memiliki rentang
pengalaman kerja 6-10 tahun dan masing –masing 14% responden mempunyai
pengalaman kerja di bawah 1 tahun dan di atas 10 tahun.
3. Posisi responden di apotek
Sebagian besar responden adalah Apoteker Pengelola Apotek dan yang
lainnya adalah Apoteker Pendamping.
Posisi Responden
77%
23%
Apoteker PengelolaApotekApoteker Pendamping
Gambar 3. Diagram Posisi Responden di Apotek
Menurut Permenkes Nomor 922 tahun 1993, apoteker di apotek ada yang
disebut Apoteker Pengelola Apotek (APA), Apoteker Pendamping dan
Apoteker Pengganti. Menurut PerMenKes RI No. 26 tahun 1981 Pasal 18 ayat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
32
(2) dan KepMenKes RI Nomor 1332 tahun 2002 Pasal 19 ayat (1), apabila
Apoteker Pengelola Apotek berhalangan melakukan tugasnya pada jam buka
apotek, Apoteker Pengelola Apotek harus menunjuk Apoteker Pendamping.
4. Adanya pekerjaan lain yang dimiliki responden sebagai apoteker
Sebagian besar responden tidak memiliki pekerjaan lain selain sebagai
apoteker.
Adanya Pekerjaan Lain
40%
60%
Ya
Tidak
Gambar 4. Diagram Adanya Pekerjaan Lain dari Responden
Menurut Surat KepMenKes RI Nomor 831/Ph/64/b, apotek-apotek yang
didirikan berdasarkan ijin Departemen Kesehatan yang dikeluarkan sesudah
tanggal 1 September 1964 harus dipimpin oleh seorang apoteker yang bekerja
penuh (full-time). Responden seharusnya tidak memiliki pekerjaan lain apabila
telah menjadi Apoteker di suatu apotek. Hal ini bertujuan untuk
memaksimalkan penuh pelayanan pada profesinya. Sebagai contoh adalah
apoteker yang bekerja di apotek yang merupakan Badan Usaha Milik Negara.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
33
5. Lama kerja responden dalam sehari
Gambaran mengenai lama kerja responden dalam sehari dapat dilihat pada
Gambar 5 berikut.
Lama kerja dalam sehari
11%
55%
34%< 4
4 s/d 6
> 6
Gambar 5. Diagram Lama Kerja Responden di Apotek dalam Sehari
Sebagian besar responden bekerja 4-6 jam dalam sehari, di mana hal ini
belum sesuai dengan Undang-Undang Ketenagakerjaan. Menurut pasal 77
ayat 2 Undang-Undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, waktu
kerja dalam sehari adalah 7 (tujuh) jam.
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek
harus dikelola oleh seorang apoteker yang profesional. Bila apotek pada
umumnya buka 13 jam dalam sehari (dari pukul 8.00 sampai 21.00 WIB),
maka untuk 6 hari kerja dalam seminggu apotek akan buka 78 jam. Undang-
Undang Nomor 13 tahun 2003 Pasal 77 ayat 2 menyebutkan bahwa waktu
kerja dalam seminggu adalah 40 (empat puluh) jam untuk 6 (enam) hari kerja,
sehingga setiap apotek minimal harus memiliki 2 orang apoteker.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
34
B. Pengelolaan Sumber Daya
1. Sumber daya manusia
Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, Apoteker harus dapat
mengambil keputusan yang tepat. Jadi, semua keputusan yang diambil dalam
apotek harus diketahui dan disetujui oleh APA sebagai penanggung jawab
apotek.
Tabel III. Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan Persetujuan APA
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 20 74,1 % 2. Tidak 7 25,9 %
Total 27 100 %
Salah satu peran Apoteker dalam pelayanan kesehatan adalah sebagai
leader, di mana diharapkan memiliki kemampuan untuk menjadi pemimpin.
Kepemimpinan yang diharapkan meliputi keberanian mengambil keputusan
yang empati dan efektif, serta kemampuan untuk mengkomunikasikan dan
mengelola hasil keputusan.
Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 6, disebutkan bahwa seorang
Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
Maka pengambilan keputusan tidak boleh berdasarkan kepentingan pribadi
Apoteker, tapi berdasarkan pada kepentingan apotek tempat Apoteker bekerja.
Dengan demikian, Apoteker dapat menjadi contoh yang baik di lingkungan
kerjanya.
Apoteker Pengelola Apotek bertanggung jawab penuh dalam menjalankan
tugasnya di apotek serta mengawasi kinerja apoteker pendamping, asisten
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
35
apoteker dan karyawan lain (Hartini dan Sulasmono, 2006). Apoteker
Pendamping dapat menggantikan Apoteker Pengelola Apotek dalam hal
pelayanannya, tetapi tidak pada pengambilan keputusan di apotek. Karena
itulah, pengambilan keputusan di apotek harus berdasarkan persetujuan
Apoteker Pengelola Apotek.
Keputusan dalam apotek yang diambil berdasarkan persetujuan APA
meliputi bidang administrasi obat (pemilihan, pesanan, dan pembayaran obat),
penatalaksanaan terapi (penggantian obat pasien dan jam konseling pasien),
pengaturan staf, dan pengelolaan keuangan di apotek.
Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
sumber daya manusia dapat dilihat pada gambat I di bawah ini.
74,10%
25,90%
0%
50%
100%
Ya
Tidak
Gambar 6. Pengambilan Keputusan di Apotek yang selalu Berdasarkan Persetujuan APA
Berdasarkan Gambar 6, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek bagian Pengelolaan Sumber Daya Manusia telah
dilaksanakan dengan baik karena memiliki persentase pelaksanaan di atas
50%, yaitu sebesar 74,1%.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
36
2. Sarana dan prasarana
a. Papan petunjuk apotek
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa pada
halaman apotek harus terdapat papan petunjuk yang dengan jelas tertulis
kata apotek.
Tabel IV. Adanya Papan yang Tertulis Kata Apotek
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %
Total 35 100 % Papan yang bertuliskan kata apotek bertujuan untuk menunjukkan
identitas dari apotek yang telah berdiri dengan sah. KepMenKes RI
No.278/MENKES/SK/V/1981 Pasal 6 ayat (1), menyatakan bahwa setiap
Apotek harus memasang papan nama pada bagian muka Apotek, yang
terbuat dari papan, seng atau bahan lain yang memadai. Dalam lampiran
Form Apt-3 KepMenKes No.1332 tahun 2002, lebih jelas lagi disebutkan
ukuran papan nama apotek, yaitu minimal panjang 60 cm, lebar 40 cm
dengan tulisan hitam di atas dasar putih, tinggi huruf minimal 5 cm, tebal
5 cm.
b. Tempat yang terpisah antara produk kefarmasian dengan produk lainnya
PerMenKes RI No. 922 tahun 1993 Pasal 6 ayat 2 menyebutkan bahwa
sarana apotek dapat didirikan pada lokasi yang sama dengan kegiatan
pelayanan komoditi lainnya di luar sediaan farmasi, sedangkan ayat 3
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
37
menyebutkan bahwa apotek dapat melakukan kegiatan pelayanan komoditi
lainnya di luar sediaan farmasi.
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa
pelayanan produk kefarmasian diberikan pada tempat yang terpisah dari
aktivitas pelayanan dan penjualan produk lainnya. Hal ini bertujuan untuk
menunjukkan integritas dan kualitas produk serta mengurangi resiko
kesalahan penyerahan.
Tabel V. Pemisahan Produk Kefarmasian dari Produk Lainnya
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 21 60 % 2. Tidak 14 40 %
Total 35 100 %
Dari Tabel V, dapat disimpulkan bahwa pemisahan produk
kefarmasian dari produk lainnya telah dilaksanakan dengan baik. Adapun
penjualan produk non kefarmasian di apotek merupakan diferensiasi usaha
apotek, di mana produk-produk tersebut masih berhubungan dengan
bidang kesehatan. Contoh produk non kefarmasian yang dijual di apotek-
apotek Kabupaten Sleman adalah makanan bayi, susu, dan food
supplement.
c. Ruang tunggu bagi pasien
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki ruang tunggu yang nyaman bagi pasien, yaitu yang bersih
dan bebas dari hewan pengerat, serangga/pest.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
38
Tabel VI. Adanya Ruang Tunggu bagi Pasien
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %
Total 35 100 %
KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 juga menyebutkan bahwa
apotek harus memiliki ruang tunggu. Keberadaan ruang tunggu bagi
pasien sangat penting karena pasien akan merasa nyaman berada di
ruangan tunggu yang memiliki tempat duduk yang nyaman dengan
ventilasi udara dan penerangan yang cukup. Sebagai sumber informasi dan
hiburan, biasanya tersedia koran, majalah, maupun tayangan televisi.
d. Tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien
Salah satu peran Apoteker dalam pelayanannya adalah sebagai
manager. Artinya Apoteker harus efektif dalam mengelola sumber daya
manusia, fisik, anggaran, dan informasi. Apoteker harus tanggap terhadap
informasi dan di apoteknya harus tersedia berbagai informasi mengenai
obat dan hal-hal lain yang berhubungan dengan pelayanan kesehatan.
Informasi yang ada di apotek dapat berupa leaflet/brosur dan poster.
Tabel VII. Ketersediaan Informasi Kesehatan di Apotek
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %
Total 35 100 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
39
Informasi tentang kesehatan sangat berguna bagi masyarakat karena
masyarakat dapat meningkatkan pengetahuannya tentang kesehatan lewat
membaca brosur-brosur tersebut.
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki tempat untuk mendisplai informasi bagi pasien, termasuk
penempatan materi informasi tersebut.
Tabel VIII. Adanya Tempat Khusus untuk Mendisplai Informasi
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 32 91,4 % 2. Tidak 3 8,6 %
Total 35 100 %
Tempat untuk mendisplai informasi bertujuan untuk menjaga kerapian
dalam apotek, sehingga staf maupun pengunjung apotek merasa nyaman
ketika berada di apotek.
e. Ruangan tertutup untuk konseling pasien
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki ruangan tertutup untuk konseling bagi pasien. Ruangan
tertutup untuk konseling pasien bertujuan untuk menjaga kerahasiaan
(privacy) pasien dan kenyamanan pasien maupun Apoteker dalam
melakukan konseling.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
40
Adanya ruang konseling
20%
80%
YaTidak
Gambar 7. Adanya Ruangan Tertutup untuk Konseling
Delapan puluh persen apotek di Kabupaten Sleman belum mempunyai
ruang konseling. Dari 20 apotek di Kabupaten Sleman yang bersedia
diwawancarai, semua apotek mengalami keterbatasan ruangan. Salah satu
penyebabnya adalah pada saat pendirian apotek, belum ada peraturan yang
mengharuskan setiap apotek mempunyai ruang konseling. Ada juga
Apoteker yang belum mengetahui adanya peraturan tersebut. Hal ini tidak
sesuai dengan Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 8, yang menyatakan
bahwa seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan
perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang
farmasi pada khususnya.
f. Ruang racikan
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki ruang racikan. Hal ini juga diatur dalam KepMenKes
Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 dan pada lampiran Form Apt-3
KepMenKes Nomor 1332 tahun 2002, yang menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki ruang peracikan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
41
Tabel IX. Adanya Ruang Racikan di Apotek
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ruang racikan kering dan basah 22 62,9 % 2. Ruang racikan kering 11 31,4 % 3. Tidak punya sama sekali 2 5,7 %
Total 35 100 %
Sebagian besar apotek di Kabupaten Sleman masih menjadikan ruang
racikan basah dan kering dalam satu ruangan. Hal ini disebabkan karena
hanya sedikit resep yang masuk ke apotek dengan meminta racikan basah.
Untuk efisiensi tempat, maka apotek menyatukan ruang racikan basah dan
kering. Ruang racikan kering dan basah seharusnya dipisahkan untuk
memudahkan pencarian bahan obat berdasarkan sifat fisiknya dan juga
mempermudah proses pembersihannya.
g. Keranjang sampah untuk staf maupun pasien
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa apotek
harus memiliki keranjang sampah yang tersedia untuk staf maupun pasien.
Lampiran Form Apt-3 KepMenKes Nomor 1332 tahun 2002 menyebutkan
bahwa apotek harus memiliki sanitasi yang baik serta memenuhi
persyaratan hygiene lainnya. Keranjang sampah merupakan salah satu
fasilitas untuk menjaga kebersihan di apotek.
Tabel X. Ketersediaan Keranjang Sampah untuk Staf dan Pasien
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Untuk staf dan pasien 33 94,3% 2. Untuk staf 2 5,7 %
Total 35 100 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
42
h. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
sarana dan prasarana
100%60%
100% 91,40%
20%
94,30%94,30%
0%
50%
100%
papan petunjuk apotektempat produk kefarmasian yang terpisah dengan produk lainnyaruang tunggutempat displai informasiruang tertutup untuk konselingruang racikankeranjang sampah untuk staf dan pasien
Gambar 8. Kelengkapan Sarana dan Prasarana di Apotek
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian
besar Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan
sarana dan prasarana telah dilaksanakan dengan baik karena persentasenya
sudah di atas 50 %. Pengelolaan sarana dan prasarana yang belum
dilaksanakan yaitu adanya ruang tertutup untuk konseling (20%), sehingga
perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
3. Pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa
pengelolaan persediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya dilakukan
sesuai ketentuan perundangan yang berlaku meliputi: perencanaan, pengadaan,
penyimpanan dan pelayanan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
43
a. Perencanaan
Perencanaan merupakan kegiatan dalam pemilihan jenis, jumlah dan
harga dalam rangka pengadaan dengan tujuan mendapatkan jenis dan
jumlah yang sesuai dengan kebutuhan dan anggaran, serta menghindari
kekosongan obat (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, dalam membuat
perencanaan pengadaan sediaan farmasi perlu diperhatikan pola penyakit,
kemampuan masyarakat, serta budaya masyarakat.
Tabel XI. Latar Belakang Perencanaan Pengadaan Sediaan Farmasi di Apotek
No.
Jawaban
Jumlah Persentase
1. Pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya
masyarakat
25 71,4 %
2. Pola penyakit 4 11,4 % 3. Pola penyakit dan kemampuan
masyarakat 2 5,7 %
4. Tidak berdasarkan pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budaya
masyarakat
2 5,7 %
5. Kemampuan masyarakat dan budaya masyarakat.
1 2,9 %
6. Kemampuan masyarakat 1 2,9 % Total 35 100 %
Yang dimaksud dengan memperhatikan pola penyakit adalah
mencermati pola penyakit yang timbul di sekitar masyarakat sehingga
apotek dapat memenuhi kebutuhan masyarakat tentang obat-obatan untuk
penyakit tersebut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
44
Yang dimaksud dengan memperhatikan kemampuan masyarakat
adalah mengacu pada tingkat perekonomian masyarakat. Tingkat
perekonomian masyarakat di sekitar apotek juga akan mempengaruhi daya
belinya terhadap obat-obatan. Jika masyarakat sekitar memiliki tingkat
perekonomian menengah ke bawah, maka apotek perlu menyediakan obat-
obatan yang harganya terjangkau, seperti obat generik berlogo. Demikian
pula sebaliknya, jika masyarakat sekitar memiliki tingkat perekonomian
menengah ke atas yang cenderung memilih membeli obat-obat paten,
maka apotek juga harus menyediakan obat-obat paten yang sering
diresepkan.
Yang dimaksud dengan memperhatikan budaya masyarakat adalah
pandangan masyarakat terhadap obat, pabrik obat, bahkan iklan obat.
Pandangan masyarakat tersebut dapat mempengaruhi pemilihan obat-
obatan, khususnya obat-obat tanpa resep. Demikian juga dengan budaya
masyarakat yang lebih senang berobat ke dokter, maka apotek perlu
memperhatikan obat-obat yang sering diresepkan oleh dokter tersebut
(Hartini dan Sulasmono, 2006).
b. Pengadaan
Pengadaan barang dilakukan berdasarkan perencanaan yang telah
dibuat dan disesuaikan dengan anggaran keuangan yang ada. Pengadaan
barang meliputi proses pemesanan, pembelian, dan penerimaan barang
(Hartini dan Sulasmono, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
45
Tabel XII. Sumber Perolehan Obat di Apotek
No.
Jawaban
Jumlah Persentase
1. PBF, apotek lain, dan toko obat 13 37,1 2. PBF dan apotek lain 8 22,9 3. PBF 6 17,1 4. PBF, apotek lain, toko obat, dan
swalayan 2 5,7
5. PBF, apotek lain, dan swalayan 2 5,7 6. PBF dan toko obat 2 5,7 7. PBF, pabrik farmasi, apotek lain,
toko obat, dan swalayan 1 2,9
8. PBF, pabrik farmasi, apotek lain, dan toko obat
1 2,9
Total 35 100 %
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyatakan bahwa untuk
menjamin kualitas pelayanan kefarmasian maka pengadaan sediaan
farmasi harus melalui jalur resmi. Sumber perolehan obat di apotek pada
Tabel XII yang melalui jalur resmi adalah menurut Hartini dan Sulasmono
(2006).
Menurut Hartini dan Sulasmono (2006), pengadaaan sediaan farmasi
melalui jalur resmi hanya berasal dari Pedagang Besar Farmasi (Pasal 3
PerMenKes RI No. 918 tahun 1993 tentang Pedagang Besar Farmasi),
pabrik farmasi, apotek lain, dan toko obat untuk golongan obat bebas. Jadi
perolehan obat melalui swalayan termasuk jalur tidak resmi.
Menurut Slamet (2001), jalur distribusi obat ke apotek dapat berasal
dari Pedagang Besar Farmasi/distributor, sub-distributor untuk golongan
obat keras, dan industri farmasi. Bagan jalur distribusi obat menurut
Slamet (2001) dapat dilihat pada lampiran 6.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
46
c. Penyimpanan
Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, obat/bahan obat
harus disimpan dalam wadah asli dari pabrik. Tetapi dalam pengecualian
atau darurat, isi dapat dipindahkan pada wadah lain sesuai ketentuan yang
berlaku.
Tabel XIII. Apotek yang Pernah Memindahkan Isi Obat ke Wadah Lain
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 11 31,4% 2. Tidak 24 68,6%
Total 35 100 %
Pada umumnya, apotek memindahkan obat ke wadah baru dalam
jumlah tertentu, di mana jumlah tertentu tersebut berdasarkan kebiasaan
dokter meresepkan suatu obat dalam jumlah tertentu. Hal ini akan
mempercepat pelayanan kepada pasien dengan hanya mengambil dari
wadah baru tersebut. Pasien juga lebih efisien karena dapat membeli obat
dalam jumlah yang dibutuhkan dan tidak harus membeli seluruh obat
dalam wadah asli.
Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, bila isi dipindahkan
pada wadah lain, maka harus dicegah terjadinya kontaminasi dan harus
ditulis informasi yang jelas pada wadah baru, wadah sekurang – kurangnya
memuat nomor batch dan tanggal kadaluwarsa. Gambaran mengenai
informasi yang disertakan apoteker pada wadah baru dapat dilihat pada
Tabel XIV berikut.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
47
Tabel XIV. Informasi yang Disertakan pada Wadah Baru
No.
Jawaban
Jumlah Persentase
1 Produsen (pabrik), nomor batch, tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, dan cara penyimpanan
6 54,5 %
2 Produsen (pabrik), tanggal kadaluwarsa, aturan pakai, dan cara
penyimpanan
1 9,1 %
3 Produsen (pabrik) dan tanggal kadaluwarsa
1 9,1 %
4 Tanggal kadaluwarsa dan aturan pakai
1 9,1 %
5 Produsen (pabrik) 1 9,1 % 6 Tidak ada informasi 1 9,1 %
Total 11 100 %
Menurut KepMenKes RI No. 1332 tahun 2002 Pasal 12, Apoteker
berkewajiban menyediakan, menyimpan dan menyerahkan perbekalan
farmasi yang bermutu baik dan yang keabsahannya terjamin. Pencantuman
informasi tersebut bertujuan untuk menjamin kepercayaan masyarakat
terhadap apoteker, bahwa obat yang dibelinya dari apotek tersebut
bermutu baik, dalam hal ini belum melewati tanggal kadaluwarsanya.
Sedangkan pencantuman nomor batch bertujuan untuk penelusuran obat,
apabila ada obat yang sudah beredar namun tidak memenuhi syarat,
sehingga mempermudah penarikan dari peredaran untuk segera
dimusnahkan.
KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004 juga menyebutkan bahwa
semua bahan obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai, layak, dan
menjamin kestabilan bahan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
48
Tabel XV. Apotek yang Mempunyai Tempat Penyimpanan Khusus
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 32 91,4 % 2. Tidak 3 8,6%
Total 35 100 %
KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 Pasal 4 menyatakan bahwa
apotek harus mempunyai ruang penyimpanan obat. Pada pasal 7
disebutkan contoh tempat penyimpanan khusus adalah untuk narkotika
dan pada pasal 9 adalah lemari pendingin yang dipakai untuk menyimpan
obat-obat yang mudah meleleh pada suhu kamar.
d. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
pengelolaan sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya
71,40%86%
68,60%54,50%
0%
50%
100%
Perencanaan meliputi pola penyakit, kemampuan masyarakat, dan budayamasyarakatpengadaan melalui jalur resmi
penyimpanan dalam wadah asli pabrik
Informasi yang disertakan pada wadah baru meliputi tanggal kadaluwarsa dannomor batch
Gambar 9. Pelaksanaan Pengelolaan Sediaan Farmasi dan Perbekalan Kesehatan Lainnya
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
49
Berdasarkan Gambar 9, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek bagian pengelolaan sediaan farmasi dan
perbekalan kesehatan lainnya sebagian besar telah dilaksanakan dengan
baik karena persentasenya sudah lebih dari 50%.
4. Administrasi
KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004 memisahkan administrasi ke dalam
dua bagian, yaitu administrasi umum dan administrasi pelayanan.
1. Administrasi Umum
Administrasi umum ini meliputi pencatatan, pengarsipan, pelaporan
narkotika, psikotropika dan dokumentasi sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
a. Pencatatan dan pengarsipan transaksi pembelian
Faktur pembelian harus disertakan pada saat transaksi obat. Hal
ini berfungsi untuk menghindari kemungkinan adanya pemalsuan obat
bila pembelian obat tidak melalui jalur distribusi yang resmi. Faktur
tersebut akan menjamin keaslian obat sehingga khasiat dan keamanan
obat terjamin. Selain itu, adanya faktur pembelian akan mempermudah
proses pengecekan jika terjadi keraguan terhadap obat yang telah
dibelinya. Apabila obat yang sudah diterima tidak sesuai dengan
permintaan apotek, maka dengan adanya faktur pembelian akan
mempermudah komplain dan meretur obat tersebut kembali.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
50
Tabel XVI. Semua Obat yang Dibeli selalu Disertai Faktur Pembelian
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 34 97,1 % 2. Tidak 1 2,9 %
Total 35 100 % KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 Pasal 13(e) menyebutkan
bahwa dalam apotek harus tersedia buku pembelian dan penerimaan.
Buku penerimaan berfungsi untuk kelengkapan administrasi apotek,
jadi apotek mengetahui obat apa saja yang sudah masuk ke dalam
apotek.
Tabel XVII. Apotek yang Selalu Memasukkan Semua Obat Yang Dipesan/Dibeli Ke Dalam Buku Penerimaan
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %
Total 35 100 %
b. Pencatatan dan pengarsipan transaksi penjualan.
KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 pasal 13(d) menyatakan
bahwa dalam apotek harus tersedia blangko faktur dan blangko nota
penjualan. KepMenKes RI Nomor 280 tahun 1981 Pasal 12 ayat (2)
menyatakan bahwa setiap penjualan harus disertai dengan nota
penjualan. ayat (3) menyatakan bahwa dalam nota penjualan, harus
dicantumkan jenis, jumlah, harga, tanggal penyerahan, dan paraf yang
menyerahkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
51
Tabel XVIII. Apotek yang Selalu Menyertakan Faktur/Nota Penjualan
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 22 62,9 % 2. Tidak 13 37,1 %
Total 35 100 % Dari Tabel XVIII, dapat disimpulkan bahwa penyerahan
faktur/nota penjualan tiap kali pasien membeli obat di apotek telah
dilaksanakan dengan baik. Nota penjualan berfungsi sebagai bukti
resmi bahwa obat sudah diterima oleh pasien dan pasien sudah
membayar dengan lunas. Dalam hal pemberian nota tiap penjualan,
masih terdapat apotek yang hanya memberikan nota apabila pasien
memintanya.
KepMenKes Nomor 278 yahun 1981 Pasal 13(e) juga
menyebutkan bahwa apotek harus tersedia buku penjualan dan
penerimaan.
Tabel XIX. Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Penjualan Dalam Buku Penjualan
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 32 91,4 % 2. Tidak 3 8,6 %
Total 35 100 %
Dari Tabel XIX, dapat disimpulkan bahwa pencatatan setiap
penjualan ke dalam buku penjualan telah dilaksanakan dengan baik.
Pencatatan setiap obat yang keluar dari apotek berguna untuk
kelengkapan administrasi, yaitu untuk mengetahui obat apa saja yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
52
telah terjual dan untuk melacak kembali apabila ada pihak-pihak yang
berkepentingan membutuhkannya di kemudian hari.
c. Pengeluaran narkotika dan psikotropika
KepMenKes Nomor 278 tahun 1981 pasal 13 (g) menyebutkan
bahwa dalam apotek harus tersedia buku pencatatan obat narkotika dan
psikotropika.
Tabel XX Apotek yang Selalu Mencatat Setiap Pengeluaran Narkotika dan Psikotropika
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %
Total 35 100 %
Pencatatan dan pelaporan terhadap pengelolaan psikotropika diatur
dalam Undang-Undang Nomor. 5 tahun 1997 Pasal 33, yang
menyatakan bahwa apotek wajib membuat dan menyimpan catatan
mengenai kegiatan masing-masing yang berhubungan dengan
psikotropika. Undang-Undang Nomor 22 tahun 1997 Pasal 11 juga
menyebutkan bahwa apotek wajib membuat laporan berkala mengenai
pengeluaran narkotika. Undang-Undang No. 9 tahun 1976
menyebutkan bahwa pencatatan narkotika dilakukan dengan
menggunakan buku register narkotika (Hartini dan Sulasmono, 2006).
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
53
2. Administrasi Pelayanan
Administrasi pelayanan ini meliputi pengarsipan resep, pengarsipan
cacatan pengobatan pasien, pengarsipan hasil monitoring penggunaan
obat.
a. Pengarsipan resep
Gambaran mengenai pengarsipan resep dapat dilihat pada Tabel
XIX berikut.
Tabel XXI. Apotek yang Selalu Menyimpan Resep Secara Berurutan
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %
Total 35 100 %
PerMenKes RI No. 26 tahun 1981 Pasal 13 ayat (2) dan
PerMenKes RI No.922 tahun 1993 Pasal 17 ayat (2) menyebutkan
bahwa resep harus dirahasiakan dan disimpan di apotek dengan baik
dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun. Sedangkan Pasal 7 KepMenKes
No. 280 tahun 1981 menyebutkan bahwa Apoteker Pengelola Apotek
mengatur resep yang telah dikerjakan menurut urutan tanggal dan
nomor urut penerimaan resep dan harus disimpan sekurang-kurangnya
selama tiga tahun.
b. Medication record
Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 medication
record adalah catatan pengobatan setiap pasien. Pencatatan pengobatan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
54
setiap pasien ini bertujuan apabila sewaktu-waktu dibutuhkan
informasi mengenai riwayat pengobatannya dan sumber bagi apoteker
untuk melaksanakan pelayanan residensial (home care).
Adanya Medication record
40%
60%
Ya
Tidak
Gambar 10. Apotek yang Selalu Melaksanakan Medication Record
Enam puluh persen Apoteker di Kabupaten Sleman belum
melaksanakan pencatatan pengobatan. setiap pasien. Dari 20 Apoteker
di Kabupaten Sleman yang bersedia diwawancarai, ditemukan alasan
bahwa mereka kekurangan waktu dan sumber daya manusia untuk
melakukan pencatatan pengobatan tiap pasien. Selain itu, masih
adanya ketidaktahuan Apoteker akan adanya peraturan ini.
Sampai sekarang, pencatatan pengobatan setiap pasien ini hanya
dilakukan pada pasien tertentu yang biasanya merupakan pasien
langganan apotek yang bersangkutan, penderita cardiovascular,
diabetes, TBC, asma, dan penyakit kronis lainnya. Pencatatan
pengobatan tidak dilakukan pada setiap pasien karena pasien belum
tentu membeli obat lagi di apotek yang bersangkutan.
Dalam penelitian ini, peneliti mencoba mengkaitkan deskripsi
responden dengan pelaksanaan medication record. Dari analisis data,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
55
ternyata ditemukan ada pengaruh antara pelaksanaan medication
record dengan usia Apoteker, posisi di apotek, dan adanya pekerjaan
lain yang dimiliki oleh Apoteker.
Bila dikaitkan dengan usia Apoteker, persentase pelaksanaan
medication record adalah sebesar 50 % pada Apoteker dengan rentang
usia 21-35 tahun dan 40% pada Apoteker dengan usia di atas 50 tahun,
sedangkan Apoteker dengan rentang usia 36-50 tahun belum ada yang
melaksanakannya. Dapat disimpulkan bahwa dalam semua rentang
usia responden sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan
medication record.
Bila dikaitkan dengan posisi di apotek, persentase pelaksanaan
medication record adalah sebesar 44,4 % pada Apoteker Pengelola
Apotek dan 35 % pada Apoteker Pendamping. Dapat disimpulkan
bahwa baik Apoteker Pengelola Apotek maupun Apoteker
Pendamping sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan
medication record.
Bila dikaitkan dengan adanya pekerjaan lain yang dimiliki oleh
Apoteker, persentase pelaksanaan medication record adalah sebesar
42,9 % pada Apoteker yang tidak memiliki pekerjaan lain dan 35,7 %
pada Apoteker yang memiliki pekerjaan lain. Dapat disimpulkan
bahwa apoteker yang memiliki ataupun tidak memiliki pekerjaan lain
sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan medication
record
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
56
c. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
administrasi
97,10% 100%62,90%
91,40% 100% 100%
40%
0%
50%
100%
Penyertaan faktur pembelianPencatatan pembelianpenyertaan faktur/nota penjualanPencatatan penjualanPencatatan narkotika dan psikotropikapengarsipan reseppelaksanaan medication record
Gambar 11. Pelaksanaan Kegiatan Administrasi
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa
sebagian besar Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
administrasi telah dilaksanakan dengan baik karena persentase
pelaksanaannya sudah di atas 50%. Kegiatan administrasi yang belum
dilaksanakan yaitu pelaksanaan medication record (40%) sehingga
perlu ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
C. Pelayanan
1. Skrining resep
Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, apoteker harus
melakukan skrining resep yang meliputi persyaratan administratif, kesesuaian
farmasetik, dan pertimbangan klinis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
57
a. Persyaratan administratif
Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, persyaratan
administratif dalam resep meliputi adanya nama, SIP dan alamat dokter;
tanggal penulisan resep (inscriptio); tanda tangan/paraf dokter penulis
resep (subscriptio); nama, alamat, umur, jenis kelamin, dan berat badan
pasien; nama obat (invocatio), potensi, dosis, jumlah yang diminta; cara
pemakaian yang jelas (signatura), dan informasi lainnya.
Tabel XXII. Apoteker yang Selalu Melakukan Skrining Resep Berdasarkan Persyaratan Administratif
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %
Total 35 100 %
b. Kesesuaian farmasetik
Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, kesesuaian farmasetik
dalam skrining resep meliputi bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas,
inkompatibilitas, cara pemberian, dan lama pemberian.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
58
Tabel XXIII. Skrining Resep berdasarkan Kesesuaian Farmasetik
No Kesesuaian farmasetik Jumlah Persentase
1.
Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara
pemberian, lama pemberian
15 42,9 %
2. Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, cara pemberian, lama
pemberian
3 8,6 %
3. Bentuk sediaan, dosis, inkompatibilitas, cara pemberian, lama pemberian
3 8,6 %
4. Bentuk sediaan, dosiscara pemberian, lama pemberian
3 8,6 %
5. Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, inkompatibilitas, cara
pemberian
1 2,9 %
6. Bentuk sediaan, dosis, potensi, inkompatibilitas, cara pemberian, lama
pemberian
1 2,9 %
7. Bentuk sediaan, dosis, potensi, cara pemberian, lama pemberian
1 2,9 %
8. Bentuk sediaan, dosis, stabilitas, cara pemberian, lama pemberian
1 2,9 %
9. Bentuk sediaan, dosis, potensi, stabilitas, cara pemberian
1 2,9 %
10. Bentuk sediaan, cara pemberian, lama pemberian
1 2,9 %
11. Bentuk sediaan, inkompatibilitas, cara pemberian
1 2,9 %
12. Bentuk sediaan, dosis, stabilitas, cara pemberian
1 2,9 %
13. Dosis, potensi, cara pemberian, lama pemberian
1 2,9 %
14. Bentuk sediaan, dosis, potensi, cara pemberian
1 2,9 %
15. Dosis, cara pemberian, lama pemberian 1 2,9 % Total 35 100 %
Tabel XXIII menunjukkan bahwa sebagian besar apotek di
Kabupaten Sleman belum melaksanakan skrining resep berdasarkan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
59
kesesuaian farmasetik secara menyeluruh, sehingga perlu ditingkatkan lagi
pelaksanaannya.
c. Pertimbangan klinis
Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, pertimbangan klinis
yang dilakukan dalam skrining resep harus meliputi alergi, efek samping,
interaksi, dosis, durasi, dan jumlah obat.
Tabel XXIV. Skrining Resep berdasarkan Pertimbangan Klinis No Pertimbangan klinis
Jumlah Persentase
1. Alergi, efek samping, dosis, interaksi, durasi, jumlah obat
23 65,7 %
2. Alergi, efek samping, dosis, durasi, jumlah obat
2 5,7 %
3. Dosis, durasi, jumlah obat 2 5,7 % 4. Alergi, efek samping, interaksi,
dosis, jumlah obat 1 2,9 %
5. Alergi, efek samping, interaksi, dosis, durasi
1 2,9 %
6. Alergi, efek samping, dosis, jumlah obat
1 2,9 %
7. Alergi, efek samping, dosis, jumlah obat
1 2,9 %
8. Efek samping, dosis, durasi, jumlah obat
1 2,9 %
9. Alergi, dosis, durasi, jumlah obat 1 2,9 % 10. Efek samping, dosis, jumlah obat 1 2,9 % 11. Dosis, jumlah obat 1 2,9 %
Total 35 100 % Tabel XXIV menunjukkan bahwa sebagian besar apotek di
Kabupaten Sleman yang sudah melaksanakan skrining resep mengenai
pertimbangan klinis secara menyeluruh.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
60
d. Konsultasi dengan dokter penulis resep
Menurut KepMenKes RI No. 1027 tahun 2004, jika ada keraguan
terhadap resep hendaknya dikonsultasikan kepada dokter penulis resep.
Pasal 12 ayat (4) PerMenKes RI No.26 tahun 1981 menyatakan bahwa
apabila resep tidak dapat dibaca dengan jelas atau tidak lengkap, apoteker
wajib menanyakan kepada penulis resep. Dalam Pasal 16 ayat (1)
PerMenKes RI No. 922 tahun 1993, disebutkan bahwa apabila Apoteker
menganggap bahwa dalam resep terdapat kekeliruan atau penulisan resep
yang tidak tepat, Apoteker harus memberitahukannya kepada dokter
penulis resep.
Tabel XXV Apotek yang Selalu Melakukan Konsultasi dengan Dokter apabila Ada Ketidakjelasan Pada Resep
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 33 94,3 % 2. Tidak 2 5,7 %
Total 35 100 % Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 14, disebutkan bahwa
setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan
yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan
masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya. Jadi Apoteker harus
selalu melakukan konsultasi dengan dokter penulis resep apabila ada
ketidakjelasan dalam penulisan resep demi keamanan pasien, yaitu untuk
menghindari kesalahan dalam penyediaan obat maupun peracikannya. Bila
terjadi kesalahan tersebut, kepercayaan masyarakat terhadap tenaga
kesehatan bisa berkurang.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
61
e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
skrining resep
100%
42,90%65,70%
94,30%
0%
50%
100%
persyaratan administratif
kesesuaian farmasetik meliputi: bentuk sediaan, dosisi, potensi, stabilitas,inkompatibilitas, cara pemberian, dan lama pemberianpertimbangan klinis meliputi: alergi, efek samping, interaksi, durasi, danjumlah obatkonsultasi dengan dokter penulis resep
Gambar 12. Pelaksanaan Skrining Resep
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa skrining resep
sebagian besar telah dilaksanakan dengan baik karena persentase pelaksanaan
di atas 50%. Skrining resep yang belum dilaksanakan yaitu skrining resep
berdasarkan pertimbangan klinis (42,9%) sehingga perlu ditingkatkan lagi
pelaksanaannya.
2. Penyiapan obat
a. Etiket
KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 menyatakan bahwa etiket harus
jelas dan dapat dibaca. Hal ini bertujuan untuk memudahkan pasien dalam
pemakaian obat serta mengurangi kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam pemakaian obat.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
62
Tabel XXVI. Apotek yang Pernah Menerima Keluhan tentang Etiket oleh Pasien
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 1 2,9 % 2. Tidak 34 97,1 %
Total 35 100 %
b. Penyerahan obat
KepMenKes RI No.1027 tahun 2004 menyatakan bahwa sebelum
obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan pemeriksaan akhir
terhadap kesesuaian antara obat dengan resep.
Tabel XXVII. Apotek yang Selalu Melakukan Pengecekan Obat dan Etiket terhadap Resep Sebelum Diserahkan pada Pasien
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 35 100 % 2. Tidak 0 0 %
Total 35 100 % Tabel XXVII menyatakan bahwa semua apotek melakukan
pengecekan kesesuaian obat dan etiket terhadap resep sebelum diserahkan
kepada pasien. Menurut UU RI No.8 Tahun 1999 Pasal 7, salah satu
kewajiban pelaku usaha adalah menjamin mutu barang dan/atau jasa yang
diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu
barang dan/atau jasa yang berlaku.
Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, penyerahan obat
harus dilakukan oleh Apoteker. Hal ini bertujuan untuk menghindari
kesalahan dalam pemberian informasi, mengingat ada obat yang
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
63
membutuhkan perlakuan khusus, misalnya aturan dan cara pakai
suppositoria. Sikap ini menunjukkan bahwa Apoteker bertanggung jawab
atas obat yang diserahkan kepada pasien. Hal ini akan meningkatkan rasa
kepercayaan masyarakat terhadap profesi Apoteker itu sendiri.
Tabel XXVIII. Apotek yang Apotekernya Selalu Terlibat Langsung Dalam Penyerahan Obat kepada Pasien
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 23 65,7 % 2. Tidak 12 34,3 %
Total 35 100 %
Tabel XXVIII menyatakan bahwa sebagian besar Apoteker sudah
terlibat langsung dalam penyerahan obat kepada pasien. Sedangkan alasan
Apoteker tidak terlibat langsung dalam penyerahan obat kepada pasien
adalah keterbatasan sumber daya manusia di apotek, di mana Apoteker
tidak selalu bisa hadir di apotek pada jam buka apotek dan apabila
Apoteker sibuk karena pekerjaan di apotek, maka petugas apotek lain yang
menyerahkan obat kepada pasien.
c. Informasi obat
KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 menyebutkan bahwa
informasi obat yang harus diberikan kepada pasien sekurang-kurangnya
meliputi cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, aktivitas serta makanan dan minuman yang harus dihindari
selama terapi.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
64
Dalam PerMenKes RI No.922 tahun 1993 Pasal 15 ayat (4),
disebutkan bahwa Apoteker wajib memberikan informasi yang berkaitan
dengan penggunaan obat yang diserahkan kepada pasien dan penggunaan
obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan masyarakat.
Tabel XXIX. Informasi Obat yang Diberikan Apoteker
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari, aktivitas yang harus dihindari
21 60
2. Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan
7 20
3. Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu
pengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari
2 5,7
4.. Cara pemakaian obat, jangka waktu pengobatan
2 5,7
5. Cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka waktu pengobatan, aktivitas yang harus
dihindari
1 2,9
6. Cara pemakaian obat, makanan dan minuman yang harus dihindari, aktivitas yang harus dihindari
1 2,9
7. Cara pemakaian obat, makanan dan minuman yang harus dihindari
1 2,9
Total 35 100 %
Pasal 7 Kode Etik Apoteker Indonesia menyatakan bahwa seorang
Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Peraturan Pemerintah RI Nomor 32 tahun 1996 juga menyebutkan bahwa
jika apoteker tidak melaksanakan kewajibannya dalam memberikan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
65
informasi kepada pasien maka akan dikenakan pidana denda paling banyak
Rp 10.000.000,00 (sepuluh juta rupiah).
d. Konseling
Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, Apoteker harus
memberikan konseling mengenai sediaan farmasi, pengobatan dan
perbekalan kesehatan lainnya, sehingga dapat memperbaiki kualitas hidup
pasien atau yang bersangkutan terhindar dari bahaya penyalahgunaan atau
penggunaan salah sediaan farmasi atau perbekalan kesehatan lainnya.
Tabel XXX. Apoteker yang Selalu Menyediakan Jam Konseling Setiap Hari di Apotek
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 22 62,9 % 2. Tidak 13 37,1 %
Total 35 100 %
Pelayanan konseling dilakukan dengan memberikan waktu bagi
pasien yang ingin bertanya mengenai segala sesuatu yang berhubungan
dengan obat, pengobatan/terapi, maupun kesehatan. Konseling biasanya
dilakukan saat pasien menanyakan obat dan saat pasien menerima obat.
Tujuan diadakannya jam konseling pasien adalah untuk meningkatan
kesehatan/kualitas hidup pasien.
Dalam Kode Etik Apoteker Indonesia Pasal 9 tentang Kewajiban
Apoteker Terhadap Penderita, disebutkan bahwa seorang Apoteker dalam
melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan
masyarakat dan menghormai hak asasi penderita dan melindungi makhluk
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
66
hidup insani. Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 Pasal 53 ayat (2) juga
menyatakan bahwa tenaga kesehatan dalam melakukan tugasnya
berkewajiban untuk memenuhi standar profesi dan menghormati hak
pasien. Menurut Peraturan Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 22 ayat
(1) disebutkan bahwa tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugasnya
berkewajiban untuk menghormati hak pasien; menjaga kerahasiaan
identitas dan data kesehatan pribadi pasien; memberikan informasi yang
berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan dilakukan; dan meminta
persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan.
Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, untuk penderita
penyakit tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC, asthma, dan
penyakit kronis lainnya, apoteker harus memberikan konseling secara
berkelanjutan. Untuk penyakit seperti itu dibutuhkan follow-up dalam
terapi, karena pengobatan berjalan secara bertahap. Hal ini berguna untuk
memonitoring terapi yang diberikan, apakah hasil terapi sudah sesuai
dengan apa yang diharapkan, atau perlu dilakukan perubahan terapi
apabila hasil terapi tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.
Tabel XXXI. Apoteker yang Memberikan Konseling Secara Berkelanjutan
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 11 31,4 % 2. Tidak 24 68,6 %
Total 35 100 %
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
67
Tabel XXXI menyatakan bahwa sebagian besar Apoteker belum
menyediakan jam konseling secara berkelanjutan untuk penderita penyakit
tertentu. Adapun alasan Apoteker tidak melakukan konseling secara
berkelanjutan adalah keterbatasan sumber daya manusia di apotek dan
keterbatasan waktu yang dimiliki Apoteker.
e. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
penyiapan obat
97,10% 100,00%65,70% 60%
31,40% 31,40%
0%
50%
100%
etiket jelas dan dapat dibaca
pengecekan resep sebelum diserahkan
keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat
jam konseling tiap hari
konseling berkelanjutan
Informasi yang diberikan meliputi: cara pemakaian obat, cara penyimpanan obat, jangka w aktupengobatan, makanan dan minuman yang harus dihindari, dan aktivitas yang harus dihindari
Gambar 13. Pelaksanaan Penyiapan Obat
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar
pelayanan penyiapan obat telah dilaksanakan dengan baik karena memiliki
persentase pelaksanaan di atas 50%. Pelayanan penyiapan obat yang belum
dilaksanakan dengan baik adalah pelaksanaan konseling berkelanjutan
(31,4%) dan kelengkapan informasi yang diberikan (31,4%), sehingga pelu
ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
68
3. Promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi
a. Penyebaran informasi kesehatan
Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, dalam rangka
pemberdayaan masyarakat, apoteker harus berpartisipasi secara aktif
dalam promosi dan edukasi. Apoteker ikut membantu diseminasi
informasi, antara lain dengan penyebaran leaflet/brosur, poster,
penyuluhan, dan lain-lainnya.
Diseminasi informasi kesehatan ini sangat berguna untuk
meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat, di mana masyarakat dapat
mengetahui informasi lebih banyak tentang kesehatan.
Tabel XXXII. Apoteker yang Pernah Melakukan Diseminasi Informasi Kesehatan
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 6 17,1 % 2. Tidak 29 82,9 %
Total 35 100 %
Sebagian besar Apoteker belum pernah melakukan penyebaran
informasi kesehatan karena keterbatasan waktu yang mereka miliki.
b. Tindak lanjut terapi
Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, Apoteker sebagai
care giver diharapkan juga dapat melakukan pelayanan kefarmasian yang
bersifat kunjungan rumah (home care), khususnya untuk kelompok lansia
dan pasien dengan pengobatan penyakit kronis.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
69
Menurut WHO, salah satu peran Apoteker dalam pelayanan
kesehatan adalah care-giver, yaitu Apoteker bertindak sebagai pemberi
pelayanan dalam bentuk pelayanan klinis, analisis, dan teknis. Dalam
memberikan pelayanan, Apoteker harus berinteraksi langsung dengan
pasien secara individu maupun kelompok (Hartini dan Sulasmono, 2006).
Adanya tindak lanjut terapi
17%
83%
Ya
Tidak
Gambar 14. Adanya Tindak Lanjut Terapi dari Apoteker
Sebagian besar Apoteker di Kabupaten Sleman belum melakukan
tindak lanjut terapi. Dari 20 Apoteker di Kabupaten Sleman yang bersedia
diwawancarai, didapatkan alasan keterbatasan sumber daya manusia di
apotek dan keterbatasan waktu yang dimiliki Apoteker. Selain itu, masih
adanya ketidaktahuan Apoteker akan adanya peraturan ini.
Apabila pasien bukan pasien langganan, maka Apoteker susah untuk
melakukan tindak lanjut terapi. Hal ini dikarenakan pasien tidak selalu
menggunakan jasa di apotek yang bersangkutan. Tetapi untuk pasien
langganan umumnya termonitoring secara tidak langsung. Dengan mereka
sering menggunakan jasa apotek yang bersangkutan maka sering terjadi
komunikasi yang sekaligus dapat menjadi sarana untuk memonitoring
hasil terapi pasien.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
70
Bila dikaitkan dengan usia Apoteker, persentase pelaksanaan home
care adalah sebesar 20,8 % pada Apoteker dengan rentang usia 21-35
tahun dan 16,7 % pada Apoteker dengan rentang usia 36-50 tahun,
sedangkan belum terlaksana sama sekali pada Apoteker dengan usia di
atas 50 tahun. Dapat disimpulkan bahwa pada semua rentang usia apoteker
sama-sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan home care.
Bila dikaitkan dengan posisi Apoteker di apotek, persentase
pelaksanaan home care adalah sebesar 18,5 % pada Apoteker Pengelola
Apotek dan 12,5 % pada Apoteker Pendamping. Dapat disimpulkan bahwa
baik Apoteker Pengelola Apotek maupun apoteker pendamping sama-
sama baru sebagian kecil dalam melaksanakan home care.
Bila dikaitkan dengan adanya pekerjaan lain yang dimiliki Apoteker,
persentase pelaksanaan home care adalah sebesar 19 % pada Apoteker
yang tidak mempunyai pekerjaan lain dan 14,3 % pada Apoteker yang
mempunyai pekerjaan lain. Dapat disimpulkan bahwa Apoteker yang
memiliki ataupun tidak memiliki pekerjaan lain sama-sama baru sebagian
kecil dalam melaksanakan home care.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
71
c. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian
promosi, edukasi dan tindak lanjut terapi
17,10% 17%
0%
50%
100%
diseminasi informasi kesehatan tindak lanjut terapi
Gambar 15. Pelaksanaan Promosi, Edukasi dan Tindak Lanjut Terapi
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian promosi, edukasi dan tindak lanjut
terapi belum dilaksanakan dengan baik secara menyeluruh karena persentase
pelaksanaannya belum mencapai 50%. Diseminasi informasi kesehatan
(17,1%) dan tindak lanjut terapi (17%) perlu ditingkatkan pelaksanaannya.
D. Evaluasi Mutu Pelayanan
Menurut KepMenKes RI No.1027 tahun 2004, indikator yang digunakan
untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah :
1. Tingkat kepuasan konsumen : dilakukan dengan survei berupa angket atau
wawancara langsung.
Survei mengenai tingkat kepuasan konsumen perlu dilakukan untuk
mengevaluasi sampai di mana tingkat kepuasan yang dirasakan konsumen
terhadap pelayanan di apotek. Melalui evaluasi tersebut, diharapkan mutu
pelayanan apotek dapat ditingkatkan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
72
Tabel XXXIII. Apotek yang Pernah Melakukan Survei
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 7 20 % 2. Tidak 28 80%
Total 35 100 %
Sebagian besar Apoteker di Kabupaten Sleman belum pernah
melakukan survei mengenai tingkat kepuasan konsumen dengan alasan
mereka kekurangan waktu untuk melaksanakan hal tersebut.
Persentase survei dalam bentuk angket dan wawanara dapat dilihat
pada Gambar 16 di bawah ini.
29%
71%
Angket
Waw ancara
Gambar 16. Bentuk Survei
Persentase survei dalam bentuk angket lebih sedikit daripada
wawancara karena dilihat dari sisi kepraktisannya. Wawancara dapat
dilakukan saat pasien datang ke apotek, sedangkan apabila survei dilakukan
dalam bentuk angket, maka Apoteker perlu membuat angket, menyebarkan,
dan mengumpulkannya kembali.
2. Dimensi waktu : lama pelayanan diukur dengan waktu
Penetapan lama pelayanan berguna untuk membatasi waktu yang
digunakan untuk melayani tiap pasien. Penetapan lama pelayanan bertujuan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
73
untuk kepuasan pelanggan, dalam hal kecepatan melayani pasien sehingga
pasien tidak menunggu terlalu lama untuk mendapatkan obat
Tabel XXXIV. Apotek yang Menetapkan Lama Pelayanan
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 6 17,1 % 2. Tidak 29 82,9 %
Total 35 100 %
Sebagian besar Apoteker belum menetapkan lama pelayanan di apotek
karena pelaksanaan penetapan lama pelayanan tidak bisa mutlak dilakukan.
3. Prosedur Tetap : Untuk menjamin mutu pelayanan sesuai standar yang telah
ditetapkan.
Menurut KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004, prosedur tetap antara
lain bermanfaat untuk memastikan bahwa praktek yang baik dapat tercapai
setiap saat dan adanya pembagian tugas dan wewenang di apotek.
Tabel XXXV. Apotek yang Mempunyai Prosedur Tertulis dan Tetap
No. Jawaban
Jumlah Persentase
1. Ya 11 31,4 % 2. Tidak 24 68,6 %
Total 35 100 % Sebagian besar apotek masih belum mempunyai prosedur yang tertulis
dan tetap dalam pelayanan pasien dengan alasan mereka merasa sudah terbiasa
melakukan pelayanan sehari-hari tanpa suatu prosedur yang tertulis dan tetap.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
74
Prosedur tetap yang dimaksudkan oleh KepMenKes RI Nomor 1027
tahun 2004 bisa berbeda menurut pemahaman Apoteker. Hal ini disebabkan
oleh pertanyaan yang tidak mengeksplorasi isi protap, sehingga jawaban bisa
tidak sesuai dengan maksud pertanyaan.
4. Hasil pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi
mutu pelayanan
20% 17,10%31,40%
0%
50%
100%
survey tingkat kepuasan konsumen
lama pelayanan tiap pasien
prosedur tertulis dan tetap
Gambar 17. Pelaksanaan Evaluasi Mutu Pelayanan
Berdasarkan keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa Standar
Pelayanan Kefarmasian di Apotek bagian evaluasi mutu pelayanan belum
dilaksanakan dengan baik karena persentase pelaksanaannya belum mencapai
50%. Survei tingkat kepuasan konsumen (20%), penetapan lama pelayanan
tiap pasien (17,1%), dan penetapan prosedur tertulis dan tetap (31,43%) perlu
ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
75
E. Rangkuman Pembahasan
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004
belum dilaksanakan secara menyeluruh oleh apoteker di apotek-apotek Kabupaten
Sleman karena masih terdapatnya persentase pelaksanaan di bawah 50%.
Pelaksanaan pengelolaan sumber daya yang masih di bawah 50% yaitu ruang
tertutup untuk konseling (20%) dan pelaksanaan medication record (40%).
Pelaksanaan pelayanan yang masih di bawah 50% yaitu pelaksanaan skrining
resep berdasarkan kesesuaian farmasetik (42,9%), pelaksanaan konseling
berkelanjutan (31,4%), kelengkapan informasi yang diberikan (31,4%),
diseminasi informasi kesehatan (17,1%), dan pelaksanaan tindak lanjut terapi
(17%). Semua aspek dalam pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan masih memiliki
presentase di bawah 50%, yaitu pelaksanaan survei tingkat kepuasan konsumen
(20%), penetapan lama pelayanan tiap pasien (17,1%), dan adanya prosedur
tertulis dan tetap (31,4%). Urutan presentase pelaksanaan standar pelayanan
kefarmasian di apotek berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027 tahun 2004 dari
presentase terbesar ke presentase terkecil yaitu pelaksanaan pengelolaan sumber
daya, pelaksanaan pelayanan, dan pelaksanaan evaluasi mutu pelayanan.
Presentase terbesar dimiliki oleh pengelolaan sumber daya sedangkan presentase
terkecil dimiliki oleh evaluasi mutu pelayanan, sehingga evaluasi mutu pelayanan
perlu diberi perhatian yang lebih agar dapat ditingkatkan lagi pelaksanaannya.
Dari pelaksanaan medication record dan home care di apotek-apotek
Kabupaten Sleman, ditemukan permasalahan dari pihak apoteker, perguruan
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
76
tinggi farmasi, pasien, dan pemerintah. Permasalahan dari apoteker adalah
keterbatasan sumber daya manusia dan waktu. Hal ini berkaitan dengan
pembahasan pada lama kerja Apoteker, di mana seharusnya 1 apotek memiliki
minimal 2 orang apoteker sehingga dapat lebih memaksimalkan pelayanannya.
Sedangkan permasalahan dari pihak perguruan tinggi farmasi adalah kurangnya
pengetahuan dan pemahaman yang diberikan kepada mahasiswa tentang Standar
Pelayanan Kefarmasian di apotek. Sementara itu, permasalahan dari pasien adalah
pasien belum merasa berhak untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang sudah
tercantum dalam Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Peran pemerintah
dalam melatih dan membimbing profesi tenaga kesehatan khususnya Apoteker
juga perlu ditingkatkan lagi. Dalam Undang-Undang RI No. 23 tahun 1992 Pasal
6, disebutkan bahwa Pemerintah bertugas mengatur, membina, dan mengawasi
penyelenggaraan upaya kesehatan. Hal ini ditegaskan lagi pada Peraturan
Pemerintah RI No. 32 tahun 1996 Pasal 10 ayat (1) yang menyebutkan bahwa
setiap tenaga kesehatan memiliki kesempatan yang sama untuk mengikuti
pelatihan di bidang kesehatan sesuai dengan bidang tugasnya dan Pasal 31 ayat
(1) yang menyebutkan bahwa Menteri melakukan pembinaan teknis profesi
tenaga kesehatan. Sedangkan pada Pasal 31 ayat (2), disebutkan bahwa
pembinaan teknis profesi tenaga kesehatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilaksanakan melalui (a)bimbingan, (b)pelatihan di bidang kesehatan, dan
(c)penetapan standar profesi tenaga kesehatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
77
0%
50%
100%
Pengelolaan sumber daya Pelayanan Evaluasi mutu pelayanan
pengambilan keputusan di apotek (74,1%) papan petunjuk apotek (100%)penempatan produk yang terpisah (60 %) ruang tunggu (100%)tempat displai informasi (91,4%) ruang tertutup untuk konseling (20%)ruang racikan (94,3%) keranjang sampah (94,3%)Perencanaan (71,4%) pengadaan (86%)penyimpanan (68,6%) Informasi pada w adah baru (54,5%)Penyertaan faktur pembelian (97,1%) Pencatatan pembelian (100%)penyertaan faktur/nota penjualan (62,9%) Pencatatan penjualan (91,4%)Pencatatan narkotika dan psikotropika (100%) pengarsipan resep (100%)pelaksanaan medication record (40%) persyaratan administratif (100%)kesesuaian farmasetik (42,9%) pertimbangan klinis (65,7%)konsultasi dengan dokter (94,3%) etiket jelas dan dapat dibaca (97,1%)pengecekan resep sebelum diserahkan (100%) keterlibatan apoteker dalam penyerahan obat (65,7%)jam konseling setiap hari (60%) konseling berkelanjutan (31,4%)Informasi yang diberikan pada pasien (31,4%) diseminasi informasi kesehatan (17,1%)tindak lanjut terapi (17%) survei tingkat kepuasan konsumen (20%)lama pelayanan tiap pasien (17,1%) prosedur tertulis dan tetap (31,4%)
Gambar 18. Hasil Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di apotek-apotek Kabupaten Sleman
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian ini, Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004 belum dilaksanakan
secara menyeluruh oleh Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman. Hal ini
dikarenakan masih terdapatnya persentase pelaksanaan yang kurang dari 50%
B. Saran
1. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan BalaiPOM DIY bekerja sama
dengan ISFI untuk mensosialisasikan Standar Pelayanan Kefarmasian di
Apotek berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004
dengan mengadakan pelatihan, bimbingan, penyuluhan, dan seminar
sehingga Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman mendapatkan
persepsi dan pemahaman yang sama dengan Juklak (Petunjuk Pelaksanaan)
dan Juknis (Petunjuk Teknis) dari instansi yang terkait.
2. Dinas Kesehatan Kabupaten Sleman dan BalaiPOM DIY melakukan
pembinaan dan pengawasan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian
di Apotek berdasarkan KepMenKes RI No. 1027/MenKes/SK/IX/2004
dengan melibatkan ISFI sebagai organisasi profesi.
78
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
79
3. Apoteker di apotek-apotek Kabupaten Sleman perlu meningkatkan
kesadaran akan pentingnya memahami dan melaksanakan peraturan
perundang-undangan yang berkaitan dengan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek guna meningkatan mutu pelayanan kefarmasian di
apotek.
4. Perlu dilakukan penelitian sejenis pada tingkat populasi yang lebih besar
sehingga dapat diketahui pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di
apotek secara global, seperti penelitian pada tingkat Propinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta.
5. Perlu dilakukan penelitian sejenis dengan responden adalah pengguna jasa
apotek, misalnya pasien atau pengunjung apotek.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
80
DAFTAR PUSTAKA
Anief, M., 1995, Manajemen Farmasi, Universitas Gadjah Mada Press, Yogyakarta
Anonim, 1962, Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 1962 Tentang Lafal
Sumpah/Janji Apoteker, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1964, Surat Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
831/Ph/64/b, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1980, Peraturan Pemerintah RI Nomor 25 tahun 1980 Tentang
Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 1965 Tentang Apotek, DepKes RI, Jakarta
Anonim, 1981a, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
278/MENKES/SK/V/1981 Tentang Persyaratan Apotik, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1981b, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
280/MENKES/SK/V/1981 Tentang Ketentuan dan Tata Cara Pengelolaan Apotik, DepKes RI, Jakarta
Anonim, 1981c, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
26/MENKES/ PER/I/1981 Tentang Pengelolaan dan Perizinan Apotik, DepKes RI, Jakarta
Anonim, 1993a, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
918/MENKES/PER/X/1993 Tentang Pedagang Besar Farmasi, DepKes RI, Jakarta
Anonim, 1993b, Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 922/MENKES/PER/X/1993
Tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, DepKes RI, Jakarta
Anonim, 1995, Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
184/MENKES/PER/II/1995 Tentang Penyempurnaan Pelaksanaan Masa Bakti dan Izin Kerja Apoteker, DepKes RI, Jakarta
Anonim, 1996, Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 1996
Tentang Tenaga Kesehatan, DepKes RI, Jakarta Anonim, 1997a, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
Tentang Psikotropika, DepKes RI, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
81
Anonim, 1997b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 1997 Tentang Narkotika, DepKes RI, Jakarta
Anonim, 1999, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen, DepKes RI, Jakarta Anonim, 2002, Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1332/MENKES/SK/X/2002
tentang Ketentuan dan Tatacara Pemberian Izin Apotek, DepKes RI, Jakarta
Anonim, 2003a, Kompetensi Farmasis Indonesia Tahun 2003, Ikatan Sarjana
Farmasi Indonesia, Jakarta. Anonim, 2003b, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003
Tentang Ketenagakerjaan, Depnaker RI, Jakarta Anonim, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1027/Menkes/SK/IX/2004 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, DepKes RI, Jakarta
Anonim, 2005, Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 Tentang Standar
Nasional Pendidikan, Depdiknas RI, Jakarta Azwar, S., 1999, Metode Penelitian, Pustaka Pelajar, Yogyakarta Budiharjo, 1981, Kode Etik Kefarmasian, Pembinaan Profesi Apoteker Pengelola
Apotek, Jilid B, 4-5, Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Pelaksanaan Departemen Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta
Hartini, Y.S. dan Sulasmono, 2006, APOTEK: Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-Undangan Terkait Apotek, Penerbit Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
Isdaryadi, F. W., 2005, Bisnis Berwawasan Etika, Ombudsman, No.II, 10-11 Kartono, K., 1990, Pengantar Metodologi Riset Sosial, edisi kedua, Mandar Maju,
Bandung Kisdarjono, H., 2004, Materi Pelatihan Sistem Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit
(Pharmaceutical Care), Magister Manajemen Farmasi Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Kontour, R., 2003, Metode Penelitian Untuk Penulisan Skripsi dan Tesis, 105,
PPM, Yogyakarta Nawawi, H., 1998, Metodologi Penelitian, Ghalia Indonesia, Jakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
82
Nurgiyantoro, B., Gunawan, dan Marzuki, 2002, Statistik Terapan Untuk Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta
Pratiknya, A.W., 2001, Dasar-Dasar Metodologi Penelitian Kedokteran dan
Kesehatan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Putra, I.S. dan Pratiwi, 2005, Sukses Dengan Soft Skills, Direktorat Pendidikan
ITB, Bandung Sevilla, C.G., Ochave, J.A., Punsalon, T.E., Regala, B.P., and Uriartc, G.G., 1993,
An Introduction to Research Method, diterjemahkan oleh Towu, A, edisi pertama, Universitas Indonesia Press, Jakarta
Slamet, L.S., 2001, Pengembangan Sumber Daya Manusia Bidang Farmasi untuk
Penguatan Sistem Pengawasan Obat dan Makanan, Seminar Sehari Kebijakan Obat Nasional dalam Otonomi Daerah, Magister Manajemen dan Kebijakan Obat, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Sukmajati, M.A., Pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek
berdasarkan KepMenKes RI Nomor 1027/MenKes/SK/IX/2004 di Kota Yogyakarta, Skripsi, Fakultas Farmasi USD, Yogyakarta
Sulasmono, 1997, Profesi di Apotek Sekarang dan Masa Depan dengan Analisis
SWOT, Diskusi Kuliah Pengantar Profesi Apoteker, Fakultas Farmasi Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
83
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Pengantar Kuesioner Penelitian
Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
Kepada Yth
Apoteker Pengelola Apotek
Kabupaten Sleman
Dengan hormat,
Dalam rangka menyelesaikan jenjang studi S-1, saya bermaksud
mengadakan penelitian dengan judul “Pelaksanaan Standar Pelayanan
Kefarmasian di Apotek Berdasarkan Kepmenkes RI Nomor
1027/MENKES/SK/IX/2004 di Kabupaten Sleman”.
Sehubungan dengan hal itu, saya mohon kerelaan Bapak/Ibu untuk
menjawab pertanyaan berikut dengan lengkap dan sesuai dengan kondisi
yang sebenarnya. Semua informasi yang Bapak/Ibu berikan akan dijaga
kerahasiannya demi kepentingan ilmiah.
Atas bantuan Bapak/Ibu saya ucapkan terima kasih.
Hormat saya,
Adhy Kurniawan Soedarsono
NIM: 038114036
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
84
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN
PELAKSANAAN STANDAR PELAYANAN KEFARMASIAN DI APOTEK BERDASARKAN KEPMENKES RI NOMOR 1027/MENKES/SK/IX/2004
DI KABUPATEN SLEMAN
I. Data Responden Petunjuk Pengisian : Lingkarilah jawaban yang benar
No Pertanyaan Jawaban
1. Berapakah umur Anda? a. 21-35 tahun
b. 36-50 tahun
c. >50 tahun
2. Apakah posisi Anda di apotek ? a. APA
b. Apoteker Pendamping
c. Apoteker Pengganti
3. Berapa lama pengalaman Anda bekerja sebagai
Apoteker di apotek yang sekarang?
a. <1 tahun
b. 1-5 tahun
c. 6-10 tahun
d. >10 tahun
4. Apakah Anda memiliki pekerjaan yang lain? a. Ya
b. Tidak
5. Berapa hari rata-rata Anda bekerja di apotek
dalam seminggu?
a. <3 hari
b. 3-5 hari
c. 6-7 hari
6. Berapa lama rata-rata Anda bekerja di apotek
dalam satu hari?
a. <4 jam
b. 4-6 jam
c. >6 jam
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
85
II. Kuesioner Tentang Pengelolaan Sumber Daya
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
1 Apakah pada halaman depan apotek Anda terdapat
papan yang tertulis kata apotek?
2 Apakah apotek Anda memiliki ruang tunggu bagi
pasien?
a. Apakah di apotek Anda tersedia informasi berupa
brosur, leaflet atau poster mengenai kesehatan
(misalnya obat-obat baru)?
3 b. Jika ya, apakah ada tempat khusus untuk
mendisplay informasi tersebut (misalnya
penempatan brosur dalam suatu wadah)?
4 Apakah apotek Anda memiliki ruangan tertutup untuk
konseling bagi pasien?
Apakah apotek Anda memiliki :
a. ruang racikan kering? 5
b. ruang racikan basah?
6 Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang
tersedia untuk staf?
7 Apakah apotek Anda memiliki keranjang sampah yang
tersedia untuk pasien?
Apakah dalam perencanaan pengadaan sediaan
farmasi Anda memperhatikan :
a. pola penyakit?
b. kemampuan masyarakat?
8
c. budaya masyarakat?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
86
1. Dari manakah Anda memperoleh obat-obatan?
a. PBF
b. Pabrik farmasi
c. Apotek lain
d. Toko obat
e. Swalayan
2. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu
disertai bukti/faktur pembelian?
9
3. Apakah setiap obat yang dipesan/dibeli, selalu
dicatat dalam buku penerimaan?
10
Adakah tempat penyimpanan khusus (misalnya lemari
pendingin atau tempat penyimpanan narkotika dan
psikotropika) untuk obat tertentu (misalnya serum,
vaksin)?
1. Apakah apotek Anda pernah memindahkan isi obat
dari wadah asli ke wadah lain?
2. Jika ya, apakah informasi di bawah ini Anda sertakan
pada wadah baru tersebut?
a.Produsen (pabrik)
b.Nomor batch
c.Tanggal kadaluarsa
d.Aturan pakai
11
e.Cara penyimpanan
12
Apakah pelayanan produk kefarmasian (misalnya
obat, kosmetik, makanan) diberikan pada tempat yang
terpisah dari aktivitas pelayanan dan penjualan
produk lainnya (misalnya pembalut wanita, alat
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
87
kontrasepsi, popok bayi)?
13 Apakah setiap penjualan selalu dilengkapi dengan
faktur atau nota penjualan?
14 Apakah setiap penjualan selalu dicatat dalam buku
penjualan?
15
Apakah setiap pengeluaran narkotika dan psikotropika
selalu dicatat dalam buku pencatatan narkotika dan
psikotropika?
16 Apakah setiap resep selalu disimpan menurut urutan
tanggal dan nomor urut resep?
17 Apakah Anda selalu melakukan medication record?
III. Kuesioner Tentang Pelayanan
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
Apakah Anda selalu melakukan skrining resep, meliputi :
1. PERSYARATAN ADMINISTRATIF
2. KESESUAIAN FARMASETIK :
a. Bentuk sediaan
b. Dosis
c. Potensi
d. Stabilitas
e. Inkompatibilitas
f. Cara pemberian
g. Lama pemberian
3. PERTIMBANGAN KLINIS :
18
a. Alergi
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
88
b. Efek samping
c. Interaksi
e. Durasi
f. Jumlah obat
19
Apakah Anda selalu melakukan konsultasi dengan
dokter penulis resep apabila ada ketidakjelasan dalam
penulisan resep?
20
Apakah anda selalu melakukan pengecekan
kesesuaian antara obat dan etiket terhadap resep
sebelum diserahkan kepada pasien?
21 Apakah apoteker selalu terlibat langsung dalam
penyerahan obat kepada pasien?
Apakah Anda selalu memberikan infomasi mengenai:
a. Cara pemakaian obat
b. Cara penyimpanan obat
c. Jangka waktu pengobatan
d. Makanan dan minuman yang harus dihindari
22
e. Aktivitas yang harus dihindari
23 Apakah pernah terjadi keluhan dari pasien mengenai
etiket (tidak jelas/sulit dibaca)?
24
Apakah keputusan yang diambil di apotek (mencakup
perencanaan, pengadaan dan penyimpanan sediaan
farmasi dan perbekalan kesehatan lainnya) selalu
berdasarkan persetujuan APA ?
25 Apakah Anda menyediakan jam konseling setiap hari
bagi pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
89
26
Apakah Anda juga menyediakan jam konseling secara
berkelanjutan, terutama untuk penderita penyakit
tertentu seperti cardiovascular, diabetes, TBC,
asthma, dan penyakit kronis lainnya?
27
Apakah Anda melakukan tindak lanjut terapi (misalnya
melalui komunikasi telepon dengan pasien atau
mengunjungi pasien)?
28
Apakah Anda pernah melakukan diseminasi
(penyebaran) informasi kesehatan (misalnya
penyebaran brosur dan poster, melakukan
penyuluhan)?
IV. Kuesioner Tentang Evaluasi Mutu Pelayanan
Petunjuk Pengisian: Berilah tanda ╳ pada jawaban yang sesuai
No Pertanyaan YA TIDAK
29 1. Apakah pernah dilakukan survey mengenai tingkat
kepuasan konsumen?
2. Jika ya, apakah survey tersebut berupa:
a.Angket
b.Wawancara
30 Apakah Anda menetapkan lama pelayanan (waktu
pelayanan maksimal per pasien)?
31 Apakah ada prosedur yang tertulis dan tetap dalam
pelayanan pasien?
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
90
Lampiran 3. Surat Izin Penelitian
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
91
Lampiran 4. Sumpah/Janji Apoteker
Lafal Sumpah/Janji Apoteker berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 20 tahun
1962 pasal 1 :
(1) Sebelum seorang apoteker melakukan jabatannya, maka ia harus
mengucapkan sumpah menurut cara agama yang dipeluknya, atau
mengucapkan janji. Ucapan sumpah dimulai dengan, kata-kata “Demi Allah”
bagi mereka yang beragama Islam, dan sumpah untuk agama lain, pemakaian
kata-kata “Demi Allah”…..disesuaikan dengan kebiasaan agama masing-
masing.
(2) Sumpah/Janji itu berbunyi sebagai berikut :
1. Saya akan membaktikan hidup saya guna kepentingan perikemanusiaan,
terutama dalam bidang kesehatan;
2. Saya akan merahasiakan segala sesuatu yang saya ketahui karena pekerjaan
saya dan keilmuan saya sebagai apoteker;
3. Sekalipun diancam, saya tidak akan mempergunakan pengetahuan
kefarmasian saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan hukum
perikemanusiaan;
4. Saya akan menjalankan tugas saya dengan sebaik-baiknya sesuai dengan
martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian;
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
92
5. Dalam menunaikan kewajiban saya, saya akan berikhtiar dengan sungguh-
sungguh supaya tidak terpengaruh oleh pertimbangan keagamaan, kebangsaan,
kesukuan, politik kepartaian atau kedudukan sosial;
6. Saya ikrarkan sumpah/janji ini dengan sungguh-sungguh dan dengan penuh
keinsyafan.
(Anonim, 1962)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
93
Lampiran 5. Kode Etik Apoteker Indonesia
KODE ETIK APOTEKER INDONESIA
Mukadimah
Bahwasanya seorang Apoteker di dalam menjalankan tugas kewajibannya serta dalam mengamalkan keahliannya harus senantiasa mengharapkan bimbingan dan keridhaan Tuhan Yang Maha Esa.
Apoteker di dalam pengabdiannya kepada nusa dan bangsa serta di dalam mengamalkan keahliannya selalu berpegang teguh kepada sumpah/janji Apoteker.
Menyadari akan hal tersebut Apoteker di dalam pengabdian profesinya berpedoman pada satu ikatan moral yaitu :
BAB I
Kewajiban Umum
Pasal 1 : sumpah/janji Setiap Apoteker harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Apoteker.
Pasal 2 Setiap Apoteker harus berusaha dengan sungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia.
Pasal 3 Setiap Apoteker harus senantiasa menjalankan profesinya sesuai kompetensi Apoteker Indonesia serta selalu mengutamakan dan berpegang teguh pada prinsip kemanusiaan dalam melaksanakan kewajibannya.
Pasal 4 Setiap Apoteker harus selalu aktif mengikuti perkembangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi pada khususnya.
Pasal 5 Didalam menjalankan tugasnya setiap Apoteker harus menjauhkan diri dari usaha mencari keuntungan diri semata yang bertentangan dengan martabat dan tradisi luhur jabatan kefarmasian.
Pasal 6 Seorang Apoteker harus berbudi luhur dan menjadi contoh yang baik bagi orang lain.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
94
Pasal 7 Seorang Apoteker harus menjadi sumber informasi sesuai dengan profesinya.
Pasal 8 Seorang Apoteker harus aktif mengikuti perkembangan peraturan perundang-undangan di bidang kesehatan pada umumnya dan di bidang farmasi khususnya.
BAB II Kewajiban Apoteker Terhadap Penderita
Pasal 9
Seorang Apoteker dalam melakukan pekerjaan kefarmasian harus mengutamakan kepentingan masyarkat dan menghormati hak azasi penderita dan melindungi mahluk hidup insani.
BAB III Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat
Pasal 10
Setiap Apoteker harus memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.
Pasal 11 Sesama Apoteker harus selalu saling mengingatkan dan saling menasehati untuk mematuhi ketentuan-ketentuan Kode Etik.
Pasal 12 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk meningkatkan kerjasama yang baik sesama Apoteker di dalam memelihara keluhuran martabat jabatan kefarmasian, serta mempertebal rasa saling mempercayai di dalam menunaikan tugasnya.
BAB IV Kewajiban Apoteker Terhadap Teman Sejawat Petugas Kesehatan
Lainnya
Pasal 13 Setiap Apoteker harus mempergunakan setiap kesempatan untuk membangun dan meningkatkan hubungan profesi, saling mempercayai, menghargai dan menghormati sejawat petugas kesehatan.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
95
Pasal 14 Setiap Apoteker hendaknya menjauhkan diri dari tindakan atau perbuatan yang dapat mengakibatkan berkurangnya/hilangnya kepercayaan masyarakat kepada sejawat petugas kesehatan lainnya.
BAB V Penutup
Pasal 15
Setiap Apoteker bersungguh-sungguh menghayati dan mengamalkan Kode Etik Apoteker Indonesia dalam menjalankan tugas kefarmasian sehari-hari. Jika seorang Apoteker baik dengan sengaja maupun tak sengaja melanggar atau tidak mematuhi Kode Etik Apoteker Indonesia, maka dia wajib mengakui dan menerima sanksi dari pemerintah, ikatan/organisasi profesi farmasi yang menanganinya (ISFI) dan mempertanggungjawabkannya kepada Tuhan Yang Maha Esa.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
96
Lampiran 6. Jalur Distribusi Obat
INDUSTRI FARMASI
PBF / DISTRIBUTOR
SUB-DISTRIBUTOR
APOTEK INSTALASI FARMASI RS
TOKO OBAT BERIJIN
RS TANPA INSTALASI FARMASI
OBAT KERAS OBAT BEBAS
(Slamet, 2001)
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
97
Lampiran 7. Tabulasi Data
Karakteristik Responden
RESPONDEN NO 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ %
I 1 A v v v v v v v v v v v v v v v v v v 6 v v v v v v 24 68, B v v v 1 v v v 6 17, C v v v v v 3 5 14,2 A v v v v v 3 5 14, B v v v v v v v v v v v v v v 4 v v v v 18 51, C v v v v v v 7 2 0 D v v v v 3v 5 14,3 A v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 1v v v v v v 27 77, B v v v v v v v v 9 8 22,4 A v v v v v v v v v v v v v v 14 4 0 B v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 21 60 5 A v v v 6 3 8, B v v v v v 1v 6 17, C v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 26 74,36 A v v v v 4 4 11, B v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 19 54,3 C v v v v v v v v v v 3 v 12 34,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
98
Pengelolaan Sumber Daya Manusia, Pelayanan, dan Evaluasi Mutu Pelayanan
RESPONDEN NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35
∑
%
II 1 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 2 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 3 a Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 b Ya v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 32 91,4 Tidak v v v 3 8,6 4 Ya v v v v v v v 7 2 0 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 28 80 5 a Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 Tidak v v 2 5,7 b Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 22 62,9 Tidak v v v v v v v v v v v v v 13 37,16 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 7 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 Tidak v v 2 5,7 8 a Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 31 88,6 Tidak v v v v 4 4 11, b Ya v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 29 82,9 Tidak v v v v v v 1 6 17,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
99
NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ % 8 c Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 26 74,3 Tidak v v v v v v v v v 7 9 25,9 1 a Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 b Ya v v v 3 8,6 Tidak v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 32 91,4 c Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 27 77,1 Tidak v v v v v v v v 9 8 22, d Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 19 54,3 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v 16 45,7 e Ya v v v v v 1 v 6 17, Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 29 82,9 2 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 34 97,1 Tidak v 1 2,9 3 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0
10 Ya v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 32 91,4 Tidak v v v 3 8,6
11 1 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 2 Ya v v v v v v v v v v v 11 31,4 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 24 68,6 3 a Ya v v v v v v v v v 9 81,8 Tidak v v 1 2 18, b Ya v v v v v v 5 6 54, Tidak v v v v 5 v 5 45,
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
100
NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ % 11 3 c Ya v v v v v v v v v 9 81,8
Tidak v 1 v 2 18, d Ya v v v v v v v v 8 72,7 Tidak v v 3 v 3 27, e Ya v v v v v v v 6 7 63, Tidak v v v 4 v 4 36,
12 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 21 60 Tidak v v v v v v v v v v v v v v 14 40
13 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v V v v v v v 22 62,9 Tidak v v v v v v v v v v v v 1 v 13 37,
14 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0
15 Ya v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 32 91,4 Tidak v v v 3 8,6
16 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0
17 Ya v v v v v v v v v v v v v v 14 40 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 21 60
III 0 18 1 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100
Tidak 0 0 2 a Ya v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 Tidak v v 2 5,7 b Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 Tidak v v 2 5,7 c Ya v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v 24 68,6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
101
NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ % 18 2 Tidak v v v v v v v v v v v 11 31,4
d Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 22 62,9 Tidak v v v v v v v v v v v v v 13 37,1 e Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 21 60 Tidak v v v v v v v v v v v v v v 14 40 f Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 g Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 30 85,7 Tidak v v v v 3 v 5 14, 3 a Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 30 85,7 Tidak v v v v v 3 5 14, b Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 31 88,6 Tidak v v v v 4 4 11, c Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 25 71,4 Tidak v v v v v v v v v v 10 28,6 d Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0 e Ya v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 30 85,7 Tidak v v v v 3 v 5 14, f Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 34 97,1 Tidak v 1 2,9
19 Ya v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 Tidak v v 2 5,7
20 Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100 Tidak 0 0
21 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 23 65,7
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
102
NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ % 21 Tidak v v v v v v v v v v v v 12 34,322 a Ya v v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 35 100
Tidak 0 0 b Ya v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 31 88,6 Tidak v v v 4 v 4 11, c Ya v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 34 97,1 Tidak v 1 2,9 d Ya v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v 25 71,4 Tidak v v v v v v v v v v 10 28,6 e Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 23 65,7 Tidak v v v v v v v v v v v v 12 34,3
23 Ya v 1 2,9 Tidak v v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 34 97,1
24 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 20 74,1 Tidak v v v v v v v 9 7 25,
25 Ya v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 22 62,9 Tidak v v v v v v v v v v v v v 13 37,1
26 Ya v v v v v v v v v v v 11 31,4 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 24 68,6
27 Ya v v v v v v 1 6 17, Tidak v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 29 82,9
28 Ya v v v v v v 1 6 17, Tidak v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 29 82,9
IV 0 29 1 Ya v v v v v v v 7 20
Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 28 80
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
103
NO PILIHAN 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 ∑ % 29 2 a Ya v v 2 5,7
Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 33 94,3 b Ya v v v v v 3 5 14, Tidak v v v v v v v v v vv v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 30 85,7
30 Ya v v v v v v 1 6 17, Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 29 82,9
31 Ya v v v v v v v v v v v 11 31,4 Tidak v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v v 24 68,6
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
104
BIOGRAFI PENULIS
Adhy Kurniawan Soedarsono, lahir di Semarang
pada tanggal 2 Oktober 1985. Penulis merupakan
anak pertama dari pasangan Setijo Santoso
Soedarsono dan Patricia. Penulis telah menempuh
pendidikan di TK – SD Cor Jesu Semarang, SLTP
PL Domenico Savio Semarang, SMU Kolese
Loyola Semarang, dan melanjutkan di Fakultas
Farmasi Universitas Sanata Dharma Yogyakarta. Semasa kuliah, penulis pernah
mengiringi Paduan Suara Fakultas “Veronica” dan menjadi panitia Pengucapan
Sumpah/Janji Apoteker Baru Angkatan XI.
PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI