pkh.komisiyudisial.go.id · penanggung jawab danang wijayanto pengarah anggota komisi yudisial...

303

Upload: others

Post on 16-Nov-2019

16 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pelatihan TEMATIK“EKONOMI SYARIAH”

bAGI hAKIMpENGADILAN aGAMA

(BANDUNG, 13 - 16 FEBRUARI 2013)

Proceeding

Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas HakimKomisi Yudisial Republik Indonesia

© 2013

Pelatihan TEMATIK “EKONOMI SYARIAH”bAGI hAKIM

pENGADILAN aGAMA

(BANDUNG, 13 - 16 FEBRUARI 2013)

Proceeding

Penanggung JawabDanang Wijayanto

PengarahAnggota Komisi Yudisial

Alamat Redaksi: Komisi Yudisial Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta PusatPO.BOX 2685 Telp: (021) 390 5876Fax: (021) 390 6215

website: www.pkh.komisiyudisial. go.id

Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit

KetuaHeru Purnomo

WakilHamka Kapopang

SekretarisLina Maryani

PenyuntingM. Muslih Aris Purnomo

Penyelaras AkhirDodi Widodo

SekretariatAdli ArdiantoEva DewiIndah Dwi PermatasariNur Aini Fatmawati

Layout & Desain SampulFajar Dewo Sukmono

Tim Penyusun

Georgia 11, xxxii + 268 hlm, 15x21 cmCetakan Pertama, Desember 2013ISBN:

v

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Daftar IsiTim Penyusun iv

Daftar Isi v

Kata Pengantar ix

Pendahuluan xi

Sambutan Ketua Komisi Yudisial xix

Sambutan Ketua Mahkamah Agung xxiii

SESI I KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM (KEPPH)

Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.

A. Visi-Misi Kemanusiaan Hakim 3

B. Etika (Kode Etik) 4

C. Tujuan Kode Etik 6

D. Etika Profesi Hakim 6

E. Berlakunya KEPPH 6

F. Jenis Pelanggaran 7

G. Penegakan KEPPH 8

H. Sanksi 8

Tanya Jawab 10

SESI II ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

Prof. Dr. H. M. Amin Suma, S.H., M.A

A. Pengantar 15

B. Tiga Dimensi Hukum Dalam Islam 15

C. Hukum Muamalah 16

D. Asuransi Syariah 17

E. Seputar Akad 17

F. Jenis Akad Dalam Asuransi Syariah 18

G. Macam-Macam Asuransi 19

H. Jenis-Jenis Usaha Perasuransian 19

I. Konvensional Vs Syariah 20

J. Reasuransi Syariah 20

vi DAFTAR ISI

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

K. Pedoman Umum Reasuransi Syariah 21

L. Penyelenggaraan Usaha Asuransi/Reasuransi Syariah 21

M. Struktur Regulasi dibidang Usaha Asuransi Syariah 22

N. Jumlah Pelaku Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip

Syariah 23

Tanya Jawab 24

SESI III HUKUM EKONOMI SYARIAH

Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, S.H., S.Ip., M.Ag.

A. Pengantar 33

B. Konsep dan Cakupan Ekonomi-Bisnis Syariah 35

C. Kaidah Fikih terkait Halal-Haram 38

D. Prinsip-Prinsip Syariah terkait Produksi 50

E. Prinsip-Prinsip Syariah terkait Distribusi 53

F. Prinsip-Prinsip Syariah terkait Konsumsi 58

G. Penutup 59

Tanya Jawab 61

SESI IV PERAN DAN TANGGUNGJAWAB HAKIM PENGADILAN AGAMA

DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILLAHIYAH BAGI MASYARAKAT

Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A.

A. Pengantar 65

B. Memperkuat Hukum dan Hati Nurani 67

C. Intropeksi 72

Tanya Jawab 74

SESI V HUKUM PERBANKAN SYARIAH

Duddy Yustiadi, S.E.

A. Penjelasan 83

B. Penghimpunan Dana 84

C. Prinsip Mudharabah 86

D. Penyaluran Dana 88

E. Produk Jasa 93

Tanya Jawab 97

viiDAFTAR ISI

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

SESI VI PEGADAIAN SYARIAH

Dr. Ir. Iwan P. Pontjowinoto, M.M.

Akad Rahn dan Akad-akad Jasa Keuangan 113

Tanya Jawab 124

SESI VII HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

Prof. Dr. H. Abdul Manan, M.Hum.

A. Pendahuluan 131

B. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Berdasarkan Hukum Islam 133

C. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Berdasarkan Tradisi Hukum

Positif Indonesia 147

D. Sumber Hukum Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syari’ah 206

E. Penutup 229

Tanya Jawab 230

SESI VIII TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

Dr. H. Habiburrahman, S.H., M.Hum.

A. Pendahuluan 239

B. Putusan 242

C. Beberapa Catatan Penting 255

D. Penutup 257

Penutup 259

Lampiran

Foto Kegiatan 263

Susunan Acara 265

Daftar Peserta 267

ix

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena

berkat rahmat dan hidayahNya kami berhasil menyelesaikan

Proceeding Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi

Hakim dilingkungan Peradilan Agama yang dilaksanakan pada

tanggal 13 s.d 16 Februari 2013 di Savoy Homan Bidakara Hotel,

Bandung.

Proceeding ini berisikan tentang bahan ajar pelatihan yang

meliputi: Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Asuransi

dan Reasuransi Syariah, Hukum Ekonomi Syariah, Peran dan

Tanggung Jawab Hakim Agama dalam Mewujudkan Keadilan

Ilahiyah Bagi Masyarakat, Hukum Perbankan Syariah,

Pegadaian Syariah, Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah,

dan Teknik Pembuatan Putusan. Proceeding ini diharapkan dapat

menjadi sumber referensi bagi hakim pada khususnya dan juga

para pembaca pada umumnya.

Disadari bahwa proceeding ini jauh dari sempurna, oleh

karenanya diharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang

bersifat membangun demi kesempurnaan proceeding ini. Semoga

pada akhirnya proceeding ini dapat memberikan sumbangsih

positif bagi kita semua.

Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak

yang telah membantu terselesaikannya proceeding ini.

Jakarta, April 2013

xi

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Pendahuluan

A. Latar Belakang

Peradilan Agama sebagai salah satu badan pelaksana

kekuasaan kehakiman, mempunyai tugas pokok untuk

menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat

pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara-

perkara tertentu. Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,

Pengadilan Agama berwenang memeriksa dan memutus, dan

menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara

orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan,

waris, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh. Dengan berlakunya

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan

atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan

Agama, kewenangan Pengadilan Agama diperluas yaitu

disamping berwenang menyelesaikan perkara perkawinan,

waris, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh, juga berwenang

menyelesaikan perkara dibidang zakat, infaq dan perkara

ekonomi syariah. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 49

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

Ekonomi Syariah merupakan perbuatan atau kegiatan

usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara

lain meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah,

asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah,

obligasi dan surat berharga berjangka menengah syariah,

sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah,

xii PENDAHULUAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dana pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah1.

Praktik Ekonomi Syariah di Indonesia, dimulai sejak berdirinya

Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1990 yang kemudian

disusul dengan hadirnya Lembaga Keuangan Syariah lainnya.

Pesatnya perkembangan perbankan dan lembaga keuangan

syariah lainnya seperti asuransi syariah, leasing, pegadaian

syariah, reksadana syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan

(DPLK) Syariah, BMT Koperasi Syariah, dan Multifinance

Syariah, berimplikasi pada semakin besarnya kemungkinan

timbulnya permasalahan atau sengketa antara pihak penyedia

layanan dengan masyarakat yang dilayani.

Seorang hakim termasuk hakim pengadilan agama,

dituntut bekerja secara profesional sesuai lingkup pekerjaan-

nya. Dengan demikian, seorang hakim dituntut untuk

mengetahui dan memahami segala hal atau perkara yang

menjadi kompetensinya sesuai dengan adagium “ius curia

novit” yang artinya hakim dianggap tahu akan hukumnya,

sehingga hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perka-

ra dengan dalih hukumnya tidak atau kurang jelas2. Mengingat

kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara ekonomi

syariah merupakan kewenangan yang baru bagi Pengadilan

Agama maka guna mengembangkan kemampuan hakim

pengadilan agama dibidang ekonomi syariah, Komisi Yudisial

memandang perlu untuk menyelenggarakan Pelatihan

Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama.

1 Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agam2 Yulkarnain Harahab, Kesiapan Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Perkara Ekonomi Syariah. Mimbar Hukum Volume 20, Nomor 1, Februari 2008

xiiiPENDAHULUAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

B. Tujuan

Tujuan penyelenggaraan Pelatihan Tematik Ekonomi

Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama ini, adalah sebagai

berikut:

1. Meningkatkan pengetahuan Hakim Pengadilan Agama

terhadap perkembangan ekonomi syariah;

2. Menyediakan wadah sharing pengalaman bagi Hakim

Pengadilan Agama mengenai penanganan perkara

ekonomi syariah;

3. Menyamakan persepsi terkait penanganan perkara

ekonomi syariah.

C. Target

Target penyelenggaraan Pelatihan Tematik Ekonomi

Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama ini, adalah sebagai

berikut:

1. Meningkatnya pengetahuan Hakim Pengadilan Agama

terhadap perkembangan hukum ekonomi syariah;

2. Tersedianya wadah sharing pengalaman bagi Hakim

Pengadilan Agama mengenai proses penanganan

perkara ekonomi syariah;

3. Adanya kesamaan persepsi bagi Hakim Pengadilan

Agama dalam menangani perkara ekonomi syariah.

D. Metode Pelatihan, Narasumber, dan Fasilitator

1. Metode

Pemilihan metode pelatihan sangat berperan

penting untuk mencapai tujuan pelatihan. Pemilihan

metode pelatihan perlu memperhatikan calon peserta

pelatihan yakni Hakim yang pada umumnya mempunyai

xiv PENDAHULUAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

karakteristik sebagai berikut:

a. Hakim mempunyai pengetahuan dan pengalaman

tertentu yang masing-masing berbeda satu sama

lain;

b. Hakim lebih suka diajak sharing daripada digurui;

c. Pada umumnya lebih menyukai hal-hal yang

bersifat praktis;

d. Membutuhkan suasana akrab dengan menjalin

hubungan yang erat;

e. Lebih menyukai cara belajar yang melibatkan

mereka.

Berdasarkan karakteristik diatas, metode pelatihan yang

sesuai adalah metode pendidikan andragogy system

atau sering disebut dengan pelatihan partisipatif.

Metode tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara

sebagai berikut:

a. Ceramah yang disertai alat peraga;

b. Diskusi kelompok;

c. Pengalaman terstruktur, dll.

2. Narasumber

Narasumber dalam pelatihan partisipatif berperan

dalam memberikan pengantar mengenai materi

tertentu dalam hal ini mengenai Ekonomi Syariah dan

memberikan sharing pengetahuan terhadap topik-topik

yang menjadi pertanyaan peserta pelatihan. Secara

teknis setiap Narasumber akan diberikan waktu kurang

lebih 60 menit untuk menyampaikan materi yang telah

disiapkan dan merangsang diskusi peserta. Selanjutnya

peserta mendiskusikan materi yang telah disampaikan

baik dalam bentuk diskusi kelompok ataupun dalam

xvPENDAHULUAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

bentuk tanya jawab dengan Narasumber. Dalam hal

terdapat pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab

dalam diskusi kelompok, diharapkan Narasumber dapat

memberikan sharing pengetahuannya.

3. Fasilitator

Fasilitator dalam pelatihan partisipatif

berfungsi menstimulus dinamika forum pelatihan

dan mengendalikan pelatihan agar dapat mencapai

tujuan yang telah ditetapkan. Fasilitator perlu

mengendalikan penggunaan waktu secara optimal

dengan mengombinasikan antara fleksibilitas dan

efektifitas penggunaan waktu dengan berpegangan pada

prinsip menghargai peserta, membangun proses yang

partisipatori dan hasil yang terukur. Beberapa prinsip

yang perlu dipertimbangkan adalah:

a. Pertimbangkan semua pilihan kata, istilah,

contoh, dan tindakan. Hindari kemungkinan salah

interpretasi atau multi interpretasi. Kesan pertama

sering menentukan hubungan lanjutan. Hindari hal-

hal yang membuat peserta merasa tidak nyaman;

b. Gaya fasilitator, merupakan unsur penting untuk

mengatur atmosfer pelatihan. Hal-hal yang harus

dilakukan oleh seorang fasilitator adalah:

1) Tetapkan peran Anda dalam pikiran Anda

sendiri;

2) Tetapkan harapan-harapan dan kebutuhan-

kebutuhan peserta dan juga harapan Anda

sebagai fasilitator;

3) Ciptakan atmosfer yang mendukung dimana

orang-orang merasa bebas untuk beropini

xvi PENDAHULUAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dan mengambil resiko;

4) Peka terhadap proses komunikasi, termasuk

bahasa tubuh peserta dan Anda sendiri;

5) Dengarkan dengan empati, jangan memotong;

6) Hargai ide yang mungkin tidak Anda setujui;

7) Gunakan pujian, pengakuan, dan lain-lain,

untuk memperkuat kepercayaan diri;

8) Hadapi peserta yang “sulit” dengan cara yang

terhormat;

9) Selalu semangat, energi anda tampaknya

akan menggosok peserta;

10) Gunakan icebreaker dan/atau pembuka yang

nyaman untuk Anda dan Anda rasa peserta

juga akan merasa nyaman;

11) Dapatkan umpan balik selama kegiatan dan

pada akhir tiap bagian;

12) Buatlah diri Anda terbuka untuk pertanyaan-

pertanyaan. Gunakanlah metode discovery

learning, buatlah agar peserta menemukan

sendiri jawaban-jawaban atas persoalan yang

muncul.

c. Peran fasilitator dalam diskusi kelompok bukan

hanya merangkum informasi yang disajikan, tetapi

untuk mensintesakannya. Fasilitator memainkan

peran kunci dalam mengidentifikasi unsur-unsur

umum yang digarisbawahi oleh peserta, dan

menyampaikan kepada peserta untuk berpikir

lebih jauh apa arti kerja kelompoknya dalam

hubungannya dengan kerja mereka sehari-hari.

xviiPENDAHULUAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

E. Pokok Bahasan

Materi yang akan menjadi pokok pembahasan dalam

Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan

Agama ini, adalah sebagai berikut:

1. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang akan

disampaikan oleh Anggota Komisi Yudisial Republik

Indonesia;

2. Peran dan Tanggung Jawab Hakim Agama dalam

Mewujudkan Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat yang

akan disampaikan oleh Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj,

M.A. (Ketua PBNU);

3. Hukum Ekonomi Syariah yang akan disampaikan oleh

Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, M.Ag. (Guru Besar UIN

Sunan Gunung Djati Bandung);

4. Asuransi dan Reasuransi Syariah yang akan

disampaikan oleh Prof. Dr. H. M. Amin Suma, S.H.,

M.A. (Guru Besar dan Dekan Fakultas Syariah UIN/

IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta);

5. Hukum Perbankan Syariah yang akan disampaikan

oleh Duddy Yustiadi, S.E. (Pakar Ekonomi Syariah);

6. Pegadaian Syariah yang akan disampaikan Dr. Ir. Iwan

P. Pontjowinoto, M.M., CFP (Pakar Ekonomi Syariah

dan Mantan Ketua Umum MES);

7. Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah yang akan

disampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP.,

M.Hum. (Hakim Agung MA RI);

8. Teknik Pembuatan Putusan yang akan disampaikan

oleh Dr. Drs. Andi Syamsu Alam, S.H., M.H. (Ketua

Muda Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia).

xix

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

SambutanKetua Komisi Yudisial

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat

Allah SWT yang telah memberikan

kita nikmat sehat, iman dan Islam,

sehingga pada pagi hari ini kita dapat

berkumpul dalam satu majelis ilmu yang

penuh berkah di Savoy Homan Bidakara

Hotel, Bandung ini, dalam rangka menghadiri

rangkaian acara “Pelatihan Tematik Ekonomi

Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama”. Shalawat dan salam

senantiasa kita limpahkan kepada Nabi Besar Rasulullah

Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya.

Hadirin yang Saya hormati, pertama-tama perkenankanlah

Saya mengucapkan selamat datang di Kota Bandung. Selamat

datang para penegak keadilan harapan masyarakat yang turut

berpartisipasi dalam pelatihan ini. Semoga kita masih diberi

kesehatan dan kekuatan untuk saling mendukung bagi kemajuan

Agama dan Bangsa Indonesia yang kita cintai.

Hadirin yang Saya hormati, Saya menyadari bahwa pesatnya

perkembangan ekonomi syariah berimplikasi pada besarnya

kemungkinan timbulnya permasalahan atau sengketa antara pihak

xx SAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

penyedia layanan dengan masyarakat yang dilayani. Oleh karena

itu, seorang hakim dituntut untuk mengetahui dan memahami

segala perkembangan yang terjadi dibidang hukum, khususnya

Ekonomi Syariah. Memeriksa dan mengadili perkara ekonomi

syariah merupakan hal yang baru dilingkungan Pengadilan

Agama. Maka, guna meningkatkan kemampuan hakim pengadilan

agama dibidang ekonomi syariah, Komisi Yudisial merasa perlu

untuk menyelenggarakan Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah

Bagi Hakim Pengadilan Agama”.

Hadirin yang Saya hormati, hendaknya seorang hakim dalam

putusannya harus mampu memenuhi rasa keadilan, memberikan

kepastian dan kemanfaatan dalam masyarakat. Sedikit melenceng

dari tema, menanggapi berbagai pengaduan, laporan dan keluh

kesah masyarakat, mengenai perkara perceraian yang sering

kali “menggantung” atau tidak memberikan kepastian hukum

dalam masyarakat perlu ditanggapi dengan secara serius.

Sebuah kesalahan besar jika kita mempersepiskan perceraian

sebagai perkara kecil. Perceraian sangat berpengaruh terhadap

kelangsungan hidup seseorang, meskipun hal tersebut dibenci

oleh Allah SWT.

Hadirin yang Saya hormati, perceraian akan sulit terealisasi

diantaranya jika salah satu pihak bersikukuh tidak bersedia

bercerai, saling memperebutkan hak asuh anak dan harta-gono

gini.

Tugas mulia bagi seorang hakim untuk menilai berbagai

fakta-fakta dalam sebuah hubungan pernikahan, jika alasan

untuk terjadinya suatu perceraian sudah terpenuhi maka hakim

harus memberikan putusan yang seadil-adilnya. Tentunya, setelah

mekanisme mediasi ditempuh, maka hakim harus melanjutkan

xxiSAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

pemeriksaan persidangan dengan baik.

Meskipun salah satu pihak tidak bersedia bercerai dan

hakim memiliki kewajiban mendamaikan, bukan berarti hakim

harus memihak kepada pihak yang ingi berdamai, hakim harus

tetap pada posisi yang netral, apalah arti sebuah pernikahan

jika salah satu pihak sudah tidak berkehendak melanjutkannya,

pernikahan yang hanya menyisakan hitam diatas putih, tanpa

diikuti nilai “kesakralan” dan kasih sayang, yang ada justru hanya

akan menimbulkan kemudharatan.

Hadirin yang Saya hormati, status perceraian yang “menggantung”

akibat upaya hukum terhadap putusan tingkat pertama karena

menyangkut atau memperebutkan hak asuh anak dan harta gono-

gini harus kita pikirkan secara serius. Di berbagai daerah banyak

Hakim Pengadilan Agama yang sudah menjalankan tugasnya

dengan baik yang menyarankan dan menyosialisasikan agar

gugatan cerai, hak asuh anak dan harta gono-gini diajukan secara

terpisah, sebuah terbosan penting guna menjamin kepastian hukum

bagi para pihak yang bercerai agar terhindar dari kemudharatan

dan tidak terkatung-katung statusnya. yang menjadi persoalan

adalah jika masih ada saja yang menggabungkan gugatan cerai,

hak asuh anak dan gono-gini secara bersamaan, tentunya seorang

hakim harus berperan aktif demi tercapainya rasa keadilan,

kepastian hukum dan kemanfaatan, yaitu dengan men-status

quo kan masalah gugatan hak asuh anak dan harta gono gini

agar diajukan secara terpisah, dengan kata lain “cerai dulu saja,

yang lain-lain urus belakangan”. Hakim harus bisa memberikan

pemahaman yang baik kepada para pihak mengenai perceraian,

agar sebuah proses perceraian memberikan kemanfaatan karena

adanya pemahaman yang baik dari para pihak.

xxii SAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Hadirin yang Saya hormati, seorang Hakim dalam perkara

perceraian bukan mencari benar atau salah, melainkan harus

memastikan apakah “kesakralan” suatu hubungan pernikahan

masih ada atau tidak dan masih bisa dilanjutkan atau tidak;

Mengutip sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Baihaqi:

“apabila seorang hamba menikah maka sungguh orang itu

telah menyempurnakan setengah agama maka hendaklah

dia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang lainnya”.

Pernikahan bukan hanya urusan hitam diatas putih, namun

mengandung nilai ibadah yang sangat tinggi derajatnya, oleh

karena itu segala permasalahan harus kita tanggapi dengan serius,

karena segalanya harus dipertanggungjawabkan kepada Allah

SWT.

Hadirin yang Saya hormati, kami sangat berharap apa yang

kita semua harapkan dari pelatihan ini akan tercapai, dan semoga

bermanfaat bagi bangsa dan negara. Mudah-mudahan Allah SWT

meridhoi niat baik kita semua untuk tholabul ilmi, dan semoga

diberikan kelancaran untuk segala rangkaian acara ini.

Maka dalam kesempatan ini, dengan memohon ridho Allah

SWT, seraya mengucapkan bismillahirrahmanirrahim¸ Pelatihan

Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama ini saya

nyatakan dibuka, semoga Allah SWT senantiasa memberikan

bimibingan, petunjuk dan lindunganNya kepada kita semua.

Sekian, Assalamualaikum wr. wb

Ketua Komisi Yudisal RI

Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H.,M.H.

xxiii

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

SambutanKetua Mahkamah Agung

Yang kami hormati Bapak Ketua Komisi

Yudisial, Bapak Sekretaris Jenderal,

kawan-kawan Tenaga Ahli dan juga

Staf Komisi Yudisial yang hadir pada saat

ini, Bapak Ketua Pengadilan Tinggi Agama

Bandung dan semua peserta, para hakim

Pengadilan Agama Bandung dan jajaran

pengadilan agama.

Hadirin yang berbahagia, pertama-tama marilah kita

sampaikan puji syukur kehadirat Allah SWT atas karuniaNya pada

malam hari ini kita bisa bersilaturahim terutama secara pribadi

dengan Bapak, Ibu sekalian dan silaturahim antara Mahkamah

Agung dengan Komisi Yudisial. Oleh karena itu dengan rasa syukur

yang kita panjatkan kepada Allah, semoga Allah menambahkan

nikmat kepada kita semua.

Bapak Ketua Komisi Yudisial yang Saya hormati, selanjutnya

Ketua Mahkamah Agung menyampaikan permohanan maaf yang

sebesar-besarnya, karena pada saat yang bersamaan Beliau rapat

di kantor Wakil Presiden, sehingga kami secara pribadi mewakili

Diwakili oleh Hakim AgungDr. H. Ahmad Kamil, S.H., M.Hum.

xxiv SAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Beliau pada saat ini.

Bapak, Ibu sekalian yang kami hormati, atas nama Pimpinan

Mahkamah Agung kami juga mengucapkan terima kasih yang

sedalam-dalamnya kepada Pimpinan Komisi Yudisial dan seluruh

jajarannya, Sekretaris Jenderal atas usaha-usaha yang telah

dilakukan oleh Komisi Yudisial dalam rangka meningkatkan

kapasitas hakim dilingkungan Mahkamah Agung, mudah-mudahan

langkah-langkah yang dilakukan Komisi Yudisial bisa ditambah

volumenya untuk waktu yang akan datang, karena bagaimanapun

juga tantangan profesionalisme hakim sangat membutuhkan sekali

pelatihan-pelatihan, diskusi, seminar dalam rangka meningkatkan

profesionalisme hakim, oleh karena itu sekali lagi atas nama

Pimpinan Mahkamah Agung kami mengucapkan terima kasih.

Yang kedua, kami atas nama pribadi juga dalam forum ini

kami mendapatkan keuntungan secara pribadi, kami bisa berjumpa

dengan kawan-kawan lama yang sudah lama sekali tidak berjumpa,

saya ucapkan terima kasih juga kepada Komisi Yudisial yang telah

ikut mengantarkan pada Peraturan Pemerintah yang baru tentang

tunjangan hakim, karena bagaimanapun juga masalah Mahkamah

Agung tidak bisa ditangani sendiri oleh Mahkamah Agung,

mesti adanya mitra kerja Komisi Yudisial sangat mendatangkan

maanfaat yang dirasakan oleh para hakim seluruh Indonesia, ini

sudah terwujud.

Keinginan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dengan

peningkatan kesejahteraan itu, berarti Saudara harus fokus pada

peningkatan pelaksanaan tugas pokok, tidak bisa ada alasan lain

lagi, berbicara masalah kinerja, bobot putusan, hukum acara,

ekonomi syariah dan sebagainya tidak alasan lagi untuk tidak

diindahkan karena perlu diketahui bahwa kesejahteraan itu

merupakan pelengkap dari pelaksanaan tugas pokok, hari ini dan

xxvSAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

malam ini Saudara akan ditambah tugas pokok Saudara dalam

rangka untuk lebih mendalami lagi tentang Ekonomi Syariah.

Saudara-Saudara sekalian, perlu diketahui bahwa menjelang

diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006,

Mahmakah mendapatkan kewenangan baru tentang pelaksanaan

ekonomi syariah, pada bulan Mei tahun 2005 ada Silatnas Majelis

Ulama se-Indonesia yang dilaksanakan di Pondok Pesantren

Gontor pada waktu itu, usul salah satu ulama Ternate pada waktu

itu yang kebetulan Mahkamah Agung diundang dalam Silatnas

tersebut, Saya waktu itu mendampingi Bapak Bagir Manan selaku

Ketua Mahkamah Agung, ulama tersebut bertanya kepada Bapak

Bagir Manan, “Kalau nanti Undang-Undang Ekonomi Syariah

itu muncul, siapa yang akan berwenang melaksanakannya?”

terus secara diplomasi Bapak Bagir Manan menyatakan “Pak

Kyai jangan kuatir nanti yang melaksanakan ekonomi syariah

putra-putra Kyai sendiri yang berasal dari pondok pesantren”,

oleh karena itu dengan adanya jawaban yang seperti tersebut,

maka para peserta Silatnas ada keyakinan bahwa misalkan nanti

lahir Undang-Undang Ekonomi Syariah yang sudah menjadi

kewenangan Pengadilan Agama sejak Tahun 2006 pada waktu itu,

tidak usah ragu-ragu lagi akan ditangani oleh para Sarjana Syariah

yang itu berarti akan ditangani oleh Pengadilan Agama.

Bapak, Ibu dan Saudara sekalian yang Saya hormati, setelah

lahir kewenangan baru Pengadilan Agama Nomor 3 Tahun 2006,

dan disaat itu sudah satu atap dengan Mahkamah Agung, maka

Mahkamah Agung untuk mempersiapkan bagaimana langkah-

langkah pelaksanaan ekonomi syariah agar berjalan dengan baik,

terarah dan berstandar, maka Mahkamah Agung membentuk

Pokja Ekonomi Syariah. Pokja ini bukan hanya terdiri dari para

Hakim Agung dilingkungan Agama saja, tetapi juga dianggotai

xxvi SAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

oleh keempat lingkungan peradilan duduk dalam satu Pokja baik

dalam dari lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara maupun

dari Militer, Bapak Abbas Said termasuk satu anggota Pokja pada

saat itu. Pokja membentuk bagaimana tentang Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah. Pokja itu berjalan dua tahun, dan disela-sela

pembahasan ada karoke syariah, bengkel syariah, serta rekreasi

syariah. Anggota Pokja terdiri juga dari akademisi, IAIN Bandung

dan Jakarta, Majelis Ulama, dan Dewan Syariah. Kompilasi

Hukum Ekonomi Syariah lahir dengan Peraturan Mahkamah

Agung Nomor 2 Tahun 2008 diberlakukan di seluruh Pengadilan

Agama, wujudnya masih Perma. Perma itu adalah aturan untuk

mengisi kekosongan yang berada di Mahkamah Agung, mudah-

mudahan kedepan suatu saat Perma ini menjadi undang-Undang.

Bapak, Ibu dan Saudara sekalian yang Saya hormati, dalam

wujud Perma bukan hanya kita belajar kitab suci yang ada di

Indonesia dan sebagainya, kita cuma mencoba mengadakan

studi banding ke negara-negara di Timur Tengah bagaimana

Pelaksanaan Ekonomi Syariah di negara tersebut, yang dituju pada

waktu itu adalah Malaysia, Qatar, Saudi Arabia, Sudan dan Inggris.

Dari konferensi hukum yang berlaku di Negara tersebut yang kita

adakan riset itu maka jadilah Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah

yang telah ada sekarang ini. Bagaimana dengan Hukum Acaranya,

karena masih ada dua yang belum selesai yaitu Administrasi

Ekonomi Syariah dan Hukum Acara Ekonomi Syariah, kita tidak

mungkin melaksanakan Hukum Ekonomi Syariah tanpa adanya

Hukum Acara Ekonomi Syariah, maka mulai tahun 2009 Pokja

ini bekerja lagi membikin Hukum Acara Ekonomi Syariah.

Alhamdulillah dipenghujung tahun 2012, draft akhir sudah selesai

dan mudah-mudahan mungkin diperkirakan Juni atau Juli 2013

ini mudah-mudahan keluar Perma dari Hukum Acara Ekonomi

xxviiSAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Syariah, karena ada satu tahapan lagi yang perlu diselesaikan

yaitu pembandingkan konon terakhir kita harus memadukan

konsep Hukum Ekonomi Syariah ini dengan konsep yang berlaku

di Inggris, karena bagaimanapun juga di Ingrris itu adalah salah

satu pusat yang terbaik dalam pelaksanaan ekonomi syariah. Kita

insya Allah dalam bulan Mei 2013 Pokja ini akan ke Inggris dalam

rangka menyempurnakan konsep Hukum Acara Ekonomi Syariah.

Saudara sekalian keberangkatan kita ke Inggris dirapatkan

kembali kemarin bukan hanya terbatas pada anggota Pokja, dan

Ketua Mahkamah Agung sudah setuju, mulai kawan-kawan dari

Jakarta Timur, Surabaya untuk secara pribadi memperdalam

Hukum Acara Ekonomi Syariah ini, sifatnya bukan studi banding

tapi belajar selama satu minggu, oleh karena itu dalam forum

yang sangat berbahagia ini barang kali ada peserta yang tertarik

untuk ikut dipersilahkan dengan catatan biaya sendiri, ini adalah

kesempatan yang sangat berharga bagi Saudara-Saudara untuk

mengetahui secara langsung bagaimana perkembangan ekonomi

syariah di Inggris yang merupakan terbaik diseluruh dunia.

Saudara-Saudara sekalian yang Saya hormati, oleh karena

itu Mahkamah Agung dengan langkah-langkah membuat Pokja

dan sebagainya, kita juga mengajak kerja sama perguruan tinggi,

kita telah mengadakan MoU dengan Perguruan Tinggi Kortum di

Sudan, di Saudi Arabia kita sudah mengirimkan dua angkatan,

masing-masing angkatan 40 orang, di Sudan baru pertama kali.

Dua Negara ini sangat menginginkan sekali adanya S2 atau S3 dari

Indonesia untuk kuliah disana. Oleh karena itu Saudara sekalian

barangkali Saudara berminat dengan kemampuan Bahasa Arab

dan Bahasa Inggris, mungkin Badilak di tahun 2013 ini sudah

mulai akan merealiasi MoU dengan Sudan dan Saudi Arabia untuk

S2 dan S3 yang sebentar lagi kursus kalau di Saudi Arabia selama

xxviii SAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

15 hari, sedangkan di Sudan selama 8 hari, dan itu berkenaan

dengan Ekonomi Syariah dan kalau diterima Saudi Arabia bebas

segalanya, tetapi di Sudan hanya bebas uang kuliah, tetapi setelah

dihitung-hitung 1 tahun sampai 3 tahun misalkan S3 di Sudan,

itu tidak sampai 500 Juta. Mudah-mudahan Badilak mulai tahun

2013 sudah bisa mengimplementasikan, mengirimkan para

hakim-hakim di Pengadilan Agama di Indonesia ini untuk kuliah

di Sudan. Kalau Riyad biasanya ada syarat harus hafal 7 jus al

Quran tapi untuk ini dibebaskan dari syarat, Cuma kemampuan

berbahasa Arab harus betul-betul dikuasai. Jadi untuk Saudara-

Saudara sekalian sekarang ini terbuka lebar untuk meningkatkan

keilmuan Saudara.

Mahkamah Agung mulai ada sertifikasi ekonomi syariah,

sudah ada dua angkatan 200 orang dan dalam tahun 2013 ada

juga satu angkatan 100 orang. Kemarin seminggu yang lalu

kami ada pertemuan dengan Bank Indonesia, Direktur Bank

Syariah juga siap membantu pelaksanaan Pelatihan Sertifikasi

Ekonomi Syariah. Kita sedang menjajaki dari manapun dana

itu yang penting standard dari mata ajaran itu sesuai dengan

apa yang kita laksanakan. Karena adanya keinginan Mahkamah

Agung, adanya penanganan khusus bagi hakim yang menangani

Ekonomi Syariah, diinginkan dalam satu majelis, satu majelis

saja, artinya 3 orang kalau dengan kondisi sekarang ini maka

dibutuhkan kurang lebih 1000 orang hakim yang bersertifikasi

Ekonomi Syariah, kita baru mempunyai 298 hakim yang

mempunyai sertifikasi Ekonomi Syariah, jadi berjalanan masih

jauh untuk dibutuhkannya hakim khusus menangani masalah

Ekonomi Syariah dari target yang diinginkan oleh Mahkamah

Agung, mudah-mudahan atas segala hormat kami mohon bantuan

dari Komisi Yudisial. Tahun 2013 Hukum Ekonomi Syariah dan

xxixSAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Administrasi Ekonomi Syariah selesai, Sumber Daya Manusia juga

sudah siap pakai, maka insya Allah pelaksanaan Ekonomi Syariah

di Nusantara ini tidak kalah dengan pelaksanaan di Malaysia dan

sebagainya, karena bagaimanapun juga faktor perkembangan

perekonomian Islam di negara itu bukan hanya mudah yang

dibutuhkan tetapi karena Sumber Daya Manusia dan Pengadilan

yang mengadili seadil-adilnya yang mengadili masalah Ekonomi

Syariah. Mahkamah Agung mempersiapkan masalah-masalah

tersebut, karena bagaimanapun juga ada kepercayaan masyarakat

kepada Mahkamah Agung, itulah kehendak masyarakat Indonesia

masalah Ekonomi Syariah diserahkan kepada Mahkamah

Agung, jangan kita hakim pada pengadilan agama yang diberi

amanat menganggap ini sesuatu yang kurang urgent, ini harus

diseriusi, sekali Saudara melangkah tidak sesuai dengan kehendak

masyarakat Ekonomi Syariah, jangan harap langkah selanjutnya

dapat kepercayaan dari masyarakat Ekonomi Syariah dan Bisnis

Perekonomian Syariah. Oleh karena itu dipundak Saudaralah

bagaimana pelaksanaan Ekonomi Syariah di Nusantara ini bisa

berjalan dengan baik dari segi pelaksanaannya dan menemukan

keadilannya. Memang tidak ada bedanya dalam pelaksanaan

pengadilan antara masalah substansi hukum antara perbankan

konvensional dengan perbankan syariah, sebenarnya hampir

sama saja, tetapi yang jelas di ekonomi syariah terdapat sesuatu

yang tidak terdapat diperbankan konvensional, selain masalah

personalitas dan profesionalisme Saudara dalam memberikan

putusan yang berbobot, ada satu di Ekonomi Syariah tidak

mengenal riba.

Oleh karena itu Saudara-Saudara sekalian, hasil evaluasi

sementara dari Bank Indonesia, kalau kita melihat alumnus-

alumnus fakultas syariah yang sudah ada sekarang jurusan

xxx SAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

ekonomi syariah, kadang-kadang kalau sudah masuk bekerja dalam

tataran implementasi, penguasaan hukum Islam luar biasa, tetapi

kadang-kadang didalam implementasi berkaitan dengan masalah

operasional kadang-kadang kalah dengan alumninya, oleh karena

itu Mahkamah Agung kedepan akan mengevaluasi masalah-

masalah standard mutu pelajaran, barang kali di Mahkamah

Agung untuk presentase yang berkaitan dengan masalah

pekiknya katakanlah masalah kontemporernya yang berkaitan

dengan masalah perkembangan hukum sekarang ini diperkirakan

pembagian alokasi waktunya sama, tandanya diinginkan begitu

dilapangan sudah siap. Untuk perspektif perkembangan hukum

ke depan perlu adanya pemikiran kalau sudah S1 di syariah,

S2 di hukum bisnis, tolong S3-nya ambil Syariah, sehingga

bagaimanapun juga seseorang kalau secara fisik hukum tidak

memiliki tidak mungkin akan memiliki perpektif perkembangan

hukum Islam kedepan. Oleh karena itu Saudara-Saudara sekalian,

kami harapkan kesempatan yang sangat berbahagia ini jangan

sampai disia-siakan, bagaimanapun juga dapat dikembangkan

setelah sampai di kantor masing-masing, walaupun tidak ada

sebuah predikatnya setelah keluar dari sini, yang penting adalah

penguasaan ilmunya dan pengalamannya yang insya Allah nanti

itu akan diberikan materi dari para Hakim Agung yang itu semua

adalah tutor-tutor di Diklat MA dan paling bagus Administrasi

Syariahnya.

Perlu Kami sampaikan kepada Ketua Komisi Yudisial bahwa

memang baru ada 3 orang yang diberi tugas oleh MA untuk

bagaimana perkembangan Ekonomi Syariah ini di Indonesia, kalau

kita melihat perkembangan perbankan sekarang ini ada OJK, dan

sebagainya, kita baru mempunyai 3 orang S3 yang satu alumni IAIN

Bandung, satu alumni Sudan, dan yang satunya lagi Jawa Timur

xxxiSAMBUTAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dan yang sedang kuliah mungkin di S3 ada kurang lebih 40 orang

dan ada yang kuliah S2 ekonomi syariah di UNS, IAIN, Hasanudin,

ini adalah suatu kemajuan, artinya masa depan ekonomi sayariah,

masa depan Negara ada pada Saudara bukan pada saya, Ketua

Pengadilan Tinggi Agama, Saya hanya mengantarkan, sebagai

jembatan semoga Saya dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama dapat

mengantarkan ke dunia emas di seberang sana.

Itulah mungkin yang bisa Saya sampaikan kepada Bapak,

Ibu dan Saudara sekalian, sekali lagi saya mengucapkan terima

kasih kepada Ketua dan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial, ini

adalah silaturahim keilmuan, itu penting karena kepangkatan,

kehormatan dan martabat itu dari sebuah ilmu dan barang siapa

melapangkan sebuah jalan ilmu berarti melapangkan jalan menuju

surga.

Demikian sambutan Kami, mohon maaf. Wabilataufik

Hidayat Wassalam Mualaikum Wr. Wb.

kode etik dan pedoman perilaku hakim (kEPPH)

SESI I

Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.

Ketua Bidang

Pengawasan Hakim dan Investigasi

Komisi Yudisial RI

3

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)A. Visi-Misi Kemanusiaan Hakim

Visi misi kemanusian hakim seharusnya dibingkai

dengan pemahaman dan kesadaran komprehensif dalam

empat hal yaitu:

1. Menjaga integritas moral dan intelektual sebagai basis

imparsialitas dan independensi personal;

2. Penerapan prinsip-prinsip peradilan yang fair dalam

memeriksa, mengadili dan memutus perkara;

3. Menggeser paradigma penegakkan hukum yang tertuju

pada pelaku, ke paradigma kepentingan korban,

masyarakat bangsa dan negara;

4. Merubah karakter dari speaker of law ke speaker of

justice sehingga mampu mengawinkan dengan sadar

dan cerdas teks Undang-Undang dalam konteks perkara

dalam dimensi yang luas.

• Menjaga integritas moral dan intlektualitas adalah

modal sosial yang harus terus diperbesar untuk

menumbuhkan kepercayaan diri dan masyarakat

terhadap pengadilan dan hakim bersangkutan.

• Independensi hakim merupakan syarat mutlak

(conditio sine quanon) tegaknya hukum dan keadilan

yang harus mendapat jaminan konstitusional yang

kuat.

• Kuat lemahnya independensi seorang hakim

tergantung pada moralitas dan intelektualitasnya.

4 KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Hakim yang memiliki kedua aspek itu (moralitas

dan intelektualitasnya) tentu memiliki kendali

pikiran yang sehat dalam memberikan arahan dalam

bertindak menjalankan aktifitas kehakimannya.

Tetapi bila sebaliknya yang terjadi, yaitu cacat

moral dan lemah intelektualitas, maka hakim itu

sejak awal sudah tidak memiliki independensi.

• Menjadi hakim berarti menjadi moralis dan penjaga

moral, menjadi intelektual, menjadi cendikiawan/

raushan-dhamir/raushan-fikr/ulil albab yang

tidak pernah berhenti berpikir, menjaga kebersihan

diri dan memperjuangkan kebenaran dan keadilan.

• Independensi adalah kekuatan, kekuasaan dan

senjata untuk melawan ancaman atau intervensi

kekuasaan yang akan menghambat atau

menghalangi hakim menegakan peradilan yang

fair, bukan tameng untuk sembunyi dari segala

rupa penyimpangan perilaku.

• Independensi tidak bisa disatukan dengan

penyimpangan. Independensi adalah kata positif

yang memuat substansi positif. Sementara

penyimpangan perilaku kekuasaan telah jelas

dengan sendirinya.

B. Etika (Kode Etik)

• Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa

Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.

• Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan

konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok

untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah

5KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.

• Etika ini kemudian dirumuskan dalam bentuk aturan

(code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat

berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada

saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai

alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang

secara logika-rasional umum (common sense) dinilai

menyimpang dari kode etik.

• Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang

disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya

dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan

kelompok sosial (profesi) itu sendiri.

• Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat

serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi

masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun

penyalah-gunaan keahlian

• Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah

profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari

masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional

tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika

profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian

profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.

• Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai

sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh

terdegradasi menjadi pekerjaan pencarian biasa

(okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-

nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir

dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan

yang pantas diberikan kepada para elit profesional ini.

6 KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

C. Tujuan Kode Etik

Tujuan dari Kode Etik adalah:

1. Menjunjung tinggi martabat profesi.

2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.

3. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi.

4. Meningkatkan mutu profesi.

5. Meningkatkan mutu organisasi profesi.

6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.

7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan

terjalin erat.

8. Menentukan baku standarnya sendiri.

D. Etika Profesi Hakim

1. Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus

dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam

melaksanakan tugas profesi sebagai Hakim.

2. Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah

penjabaran dari kode etik profesi Hakim yang menjadi

pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan

tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan

kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota

masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan

tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.

3. Hakim adalah profesi terhormat yang sering dijuluki

wakil Tuhan karena diberi kewenangan menegakkan

hukum dan keadilan.

E. Berlakunya Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim

• Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim berlaku terhadap

perilaku hakim didalam dinas dan diluar dinas.

7KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Perilaku dalam kedinasan adalah semua perilaku yang

dilarang oleh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim

yang dilakukan dalam persidangan dan atau diluar

persidangan yang terkait dengan perkara.

• Perilaku diluar sidang adalah semua perilaku pribadi

hakim yang menyimpang/tidak patut menurut Kode Etik

dan Pedoman Perilaku Hakim.

F. Jenis Pelanggaran

Jenis Pelanggaran yang dilakukan oleh hakim ada 2 yaitu:

1. Pelanggaran dalam Sidang

Pelanggaran yang dilakukan didalam proses persidangan

antara lain:

a. Tidak Imparsial (memihak)

b. Tertidur di ruang sidang

c. SMS/BBM saat sidang berlangsung

d. Keluar masuk ruang sidang

e. Mengeluarkan kata-kata kasar terhadap terdakwa,

penasehat hukum, salah satu pihak atau saksi.

f. Bersidang di ruang kerja hakim

2. Pelanggaran diluar Dinas

Pelanggaran diluar dinas antara lain:

a. Selingkuh

b. Menikah siri

c. Narkoba

d. Judi

e. Menikah lagi tanpa izin

f. Bertemu pihak yang sedang berperkara

g. Dll.

8 KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

G. Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim

• Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ditegakkan oleh:

a. Hakim itu sendiri;

b. Mahkamah Agung; dan

c. Komisi Yudisial.

• Hakim yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan

Pedoman Perilaku Hakim akan mendapatkan sanksi

administrasi, yang berat ringannya sanksi tergantung

pelanggaran yang dilakukan.

H. Sanksi

Sanksi terhadap hakim yang melanggar Kode Etik dan

Pedoman Perilaku Hakim terdiri dari

1. Sanksi ringan terdiri atas:

a. teguran lisan;

b. teguran tertulis; atau

c. pernyataan tidak puas secara tertulis.

2. Sanksi sedang terdiri atas:

a. penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1

(satu) tahun;

b. penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji

berkala paling lama 1 (satu) tahun;

c. penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu )

tahun; atau

d. hakim nonpalu paling lama 6 (enam) bulan.

3. Sanksi berat terdiri atas:

a. pembebasan dari jabatan struktural;

b. hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan sampai

dengan 2 (dua) tahun;

c. pemberhentian sementara;

9KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

d. pemberhentian tetap dengan hak pensiun; atau

e. pemberhentian tetap tidak dengan hormat.

10 KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Tanya Jawab

Euis Nurjannah

Pengadilan Agama Bogor

Pertanyaan:

Apakah pegawai KY boleh melakukan pemantauan saat

persidangan sedang berlangsung?

Jawaban:

Pemantauan persidangan memang merupakan salah satu

kewenangan KY yang diamanatkan dalam Undang-Undang KY

yang baru.

Bua Eva Hidayah

Pengadilan Agama Bandung

Pertanyaan:

Sejauh mana KY melakukan pemantauan terhadap perilaku

hakim?

Jawaban:

Setiap permohonan pelapor untuk melakukan pemantauan akan

dianalisa. Jika hasilnya terdapat indikasi pelanggaran, maka

akan dilakukan pemantauan. Kriteria melakukan pemantauan

dalam SOP KY antara lain adalah: 1) perkara yang mendapatkan

perhatian publik, baik karena bobot kasusnya maupun pihak yang

terlibat dalam perkara, 2) berdasarkan profiling yang dilakukan

KY. (Hakim tersebut sering dilaporkan ke KY), 3) Hakim yang

menangani perkara terindikasi memihak salah satu pihak.

Pemantauan yang dilakukan KY dapat dilakukan dengan dua cara,

yaitu: 1) Pemantauan terbuka: KY meminta ijin kepada Ketua

Pengadilan saat melakukan pemantauan. 2) Pemantauan tertutup.

11KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

KY tidak meminta ijin, namun KY hanya hadir saat persidangan.

Praptiningsih

Pengadilan Agama Cikarang

Pertanyaan:

Bagaimana jika yang menjadi korban adalah hakim itu sendiri.

Misalnya jika hakim diancam dan dihina dalam persidangan? Apa

tindakan yang akan dilakukan oleh KY dalam rangka menjaga

martabat seorang hakim? Kemarin saya melihat running text di

televisi, KY sedang mengusahakan peningkatan gaji pokok hakim?

Jawaban:

Dalam undang-undang KY yang baru disebutkan bahwa, KY

dapat mengambil upaya hukum atau upaya-upaya lain terhadap

seseorang atau kelompok orang yang merendahkan, mengancam

keluhuran martabat seorang hakim. Pada saat ini tata cara advokasi

sedang dirumuskan oleh KY.

Mengenai running text yang menginformasikan bahwa KY sedang

mengupayakan peningkatan gaji pokok hakim, itu bukan omong

kosong. KY telah mengupayakan peningkatan gaji pokok tersebut.

Namun permasalahannya Menteri Keuangan menginginkan

kenaikkan tunjangan hakim terlebih dahulu.

Chalid L

Pengadilan Agama Cikarang

Pertanyaan:

Apa syarat KY memanggil hakim sebagai terlapor untuk melakukan

klarifikasi?

Jawaban:

Pemanggilan untuk klarifikasi dilakukan jika KY memerlukan

informasi secara langsung dari hakim sebagai terlapor. Bapak/

Ibu lebih baik datang bila dipanggil ke KY untuk klarifikasi karena

kami butuh penjelasan dari Bapak/Ibu sekalian. 2) Pemanggilan

klarifikasi dilakukan apabila surat untuk diminta klarifikasi yang

telah dikirim oleh KY tidak dijawab hakim terlapor.

SESI II

ASURANSI DANREASURANSI SYARIAH

prof. dr. h. m. amin suma, s.h., m.a.

guru besar dan dekan fakultas syariah

uin/iain sayrif hidyatullah jakarta

15

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Asuransi danReasuransi Syariah

A. Pengantar

Ekonomi syariah merupakan perbuatan atau kegiatan

usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah antara

lain meliputi: Bank Syariah, Lembaga Keuangan Syariah,

Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksadana Syariah,

Obligasi Syariah dan Surat Berharga Berjangka Syariah, Pensiunan

Lembaga Keuangan Syariah dan Bisnis Syariah (penjelasan Pasal

49 huruf i UU No 3 Tahun 2006).

Kata-kata antara lain, memberi kesempatan yang seluas-

luasnya bagi hakim Pengadilan Agama untuk menyelesaikan

perkara-perkara ekonomi dan/atau keuangan lainnya yang

berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Hukum Islam) seperti

leasing, pegadaian syariah, baitul mal wa tamwil (BMT), koperasi

syariah; multifinance syariah, dan lain-lain misalnya perhotelan

syariah, pijat syariah, dan lain-lain.

B. Tiga Dimensi Hukum Dalam Islam

16 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

C. Hukum Muamalah

Perilaku Muamalah bagi kaum muslimin merupakan

bagian tidak terpisahkan dari hukum-hukum syariah (al-

ahkam al-syar’iyyah) yang wajib hukumnya untuk dipelajari

oleh setiap muslim karena kebutuhan terhadapnya tidak

terlepas dari kebutuhan mengetahui hukum-hukum ibadah

(ahkam al-’ibadah). Bahkan terkadang pengetahuan tentang

hukum muamalah boleh jadi melebihi karena berbeda dari

hukum ibadah yang kegunaannya hanya bersifat perorangan,

sedangkan hukum-hukum muamalah kegunaannya tidak

terbatas pada individu yang bersangkutan melainkan juga

untuk kepentingan orang banyak dan bahkan masyarakat

luas.

Ringkasnya hukum muamalah itu merupakan bagian

penting dari agama Islam (min muhimmat al-din al-islami).

(Ahmad ‘Isa ‘Asyur, al-Fiqh al-Muyassar al-Mu’amalat)

17ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

D. Asuransi Syariah

Asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun, isti`had)

adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di

antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk

asset dan/atau tabarru` yang memberikan pola pengembalian

untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan/

perjanjian) yang sesuai dengan [prinsip-prinsip syariah]

(Fatwa Dewan Syariah Nasional)

Asuransi (assurantie, Belanda); (assurance/insurance,

Inggris) dalam literatur fikih Islam dikenal dengan sebutan:

• at-takaful = pertanggungan yang berbalasan/hal saling

menanggung;

• at-tadhamun = solidaritas atau hal saling menanggung

hak/kewajiban yang berbalasan;

• at-ta’min = aman, tenang, dan tenteram; kebalikan dari

kata al-khauf = cemas/takut;

• al-isti`had = saling mengikat janji;

E. Seputar Akad

18 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Prinsip Umum Akad

a. Memenuhi syarat-syarat formal administratif

sebagaimana diatur dalam prinsip-prinsip syariah

maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku;

b. Kerelaan para pihak (at-taradi);

c. Objek akad tidak mengandung unsur gharar (penipuan),

maisir (perjudian/spekulatif), riba (tambahan yang

tidak halal), zhulm (penganiayaan), risywah (suap),

barang/jasa haram, dan maksiat.

F. Jenis Akad Dalam Asuransi Syariah

Akad tijaroh yaitu akad yang dilakukan dengan tujuan

(motif) komersial, dalam hal ini terutama akad mudharabah.

Dalam akad mudharabah, perusahaan bertindak sebagai

pengelola (mudharib) sedangkan para peserta (pemegang

polis) bertindak sebagai pemilik modal (sohibul mal).

Akad tabarru` yaitu bentuk akad yang dilakukan

dengan tujuan semata-mata kebajikan dan tolong-menolong

(ta’awun), bukan untuk mengedepankan tujuan komersial/

bisnis. Dalam akad tabarru’, peserta secara sadar memberikan

hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang

terkena musibah, sedangkan perusahaan bertindak sebagai

pengelola dana hibah tersebut sebagaimana mestinya.

Catatan:

1. Kedua jenis akad ini secara bersamaan berlaku dalam akad

asuransi terutama terkait dengan porsi dana yang diberikan

oleh pemegang polis (nasabah).

2. Akad tijarah dapat diubah menjadi akad tabarru` atas

kerelaan peserta yang melepaskan haknya; tetapi tidak

sebaliknya, dalam pengertian jenis akad tabarru` tidak

19ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.

G. Macam-Macam Asuransi

Ditinjau dari aspek pertanggungan/obyek yang

dipertanggungkan, asuransi biasa dibedakan ke dalam dua jenis:

1. Asuransi Jiwa (life insurance);

2. Asuransi Umum (general insurance) yang juga lazim dikenal

dengan istilah asuransi kerugian.

H. Jenis-Jenis Usaha Perasuransian

1. Usaha Perasuransian

• Usaha asuransi kerugian

• Usaha asuransi jiwa

• Usaha reasuransi

2. Usaha Penunjang Usaha Asuransi

• Usaha pialang asuransi

• Usaha pialang reasuransi

3. Usaha Penilai Kerugian Asuransi

4. Usaha Konsultan Aktuaria

5. Usaha Agen Asuransi

20 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

I. Konvensional VS SyariahTransfer resiko dari tertanggung kepada penanggung

Konsep Sharing resiko antara satu Peserta dengan Peserta lainnya

Jual beli Akad Tolong-menolong

Dana premi seluruhnya menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menggunakan dan menginventasikannya

Kepemilikan dana

Dana dari Peserta sebagian akan menjadi milik Peserta, sebagian lagi untuk perusahaan sebagai pemenang amanah dalam mengelola dana tersebut

Dari rekening perusahaan sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung

Sumber pembayaran

klaim

Dari rekening terbaru yang merupakan dana milik Peserta

Menjadi milik perusahaan sepenuhnya

Keuntungan Dapat dibagi antara perusahaan dengan Peserta dalam bentuk hibah (sesuai prinsip waad)

Instrumentasi investasi bebas Investasi Instrumentasi investasi syariah

Tidak ada Dewan Pengawas

Syariah

Ada untuk mengawasi manajemen, produk dan investasi dana agar dikelola sesuai dengan prinsip syariah

J. Reasuransi Syariah

• Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang

memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap

risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi.

• Perusahaan reasuransi syariah adalah perusahaan yang

dalam melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan

prinsip-prinsip syariah;

Catatan:

dalam literatur hukum (perundang-undangan) Indonesia, kata

syariah diidentikkan benar dengan hukum Islam, fikih Islam atau

syariat Islam. (Lihat a.l. UU RI No. 21 th. 2008 angka 6 dan angka

9).

21ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

K. Pedoman Umum Reasuransi Syariah

• Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan

oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang

amanah;

• Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil

dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad

tijarah (mudharabah);

• Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee)

dari pengelolaan dana akad tabarru` (hibah).

L. Penyelenggaraan Usaha Asuransi/Reasuransi

Syariah

22 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

M. Struktur Regulasi dibidang Usaha Asuransi Syariah

Usaha Perasuransian

UU No.2/1992

Usaha Asuransi & Reasuransi dengan Prinsip Syariah

PP 39/2008

Izin Usaha Asuransi dengan Prinsip Syariah

KMK No. 426/KMK.06/2003

Penerapan Prinsip Dasar Usaha Asuransi & Reasuransi

dengan Prinsip Syariah

PMK No. 18/PMK.010/2010

Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi & Usaha Reasuransi

dengan Prinsip Syariah

PMK No. 11/PMK.010/2011

Tata Kelola Perusahaan Asuransi yang

Menyelenggarakan Usaha Prinsip Syariah

R PMK

Produk Asuransi Syariah dan Distribusinya

R PMK

Laporan Hasil Pengawasan DPS

PER-08/2011

Revisi

PMK No. 18/PMK.010/2010

Perhitungan Kesehatan Keuangan

PER-07/2011

Format Laporan

PER-06/2011

Revisi

PMK No. 11/PMK.010/2011

23ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

N.

Ju

mla

h P

ela

ku

Usa

ha

Asu

ran

si d

an

Usa

ha

Re

asu

ran

si d

en

ga

n P

rin

sip

Sya

ria

h

NO

KE

TE

RA

NG

AN

20

07

20

08

20

09

20

102

011

20

12*)

1.P

eru

sah

aan

Asu

ran

si J

iwa

Syar

iah

22

23

33

2.P

eru

sah

aan

Asu

ran

si K

eru

gian

Sya

riah

11

12

22

3.U

nit

Sya

riah

dar

i Per

usa

haa

n A

sura

nsi

Jiw

a K

onve

nsi

onal

1213

1717

1717

4.

Un

it

Syar

iah

d

ari

Per

usa

haa

n

Asu

ran

si

Ker

ugi

an

Kon

ven

sion

al19

1919

2018

19

5.U

nit

Sya

riah

dar

i Per

usa

haa

n R

easu

ran

si3

33

233

3

TO

TA

L3

73

84

24

54

34

4

24 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Tanya Jawab

Abdul Aziz

Pengadilan Agama Majalengka

Pertanyaan:

Pertama, dari uraian terlihat bahwa dalam satu polis

asuransi syariah terdapat dua transaksi akad yaitu, tijaroh dan

tabarru’. Dan pemegang pengelola adalah pihak perusahaan.

Tabarru’ dialokasikan untuk kepentingan bersama, tatkala terjadi

sesuatu tabarru’ digunakan untuk apa? Apakah kembali kepada

peserta asuransi? Atau apakah tabarru’ diperuntukkan untuk

dana sosial, semacam korban bencana? Jika diperuntukkan untuk

yang lain, apakah ada kriteria tertentu untuk mendapatkan dana

tabarru’ tersebut?

Kedua, pada asuransi konvensional ada istilah jarak waktu

sekian tahun. Misal kita mengasuransikan mobil sekian tahun,

tatkala sekian tahun tidak terjadi sesuatu maka akan menjadi

milik perusahaan. Ini kan tipenya tijaroh, berarti ada untung dan

rugi. Apakah memang seperti ini? Lalu untungnya dari mana? Bisa

tidak tatkala ditengah perjalanan asuransi mati, tapi tidak mati-

mati? Bagaimana kalau asuransi itu semuanya tidak ada tijaroh-

nya? Apakah diklaimkan ke tabarru’? Apakah tabarru’ itu kembali

ke kita atau tidak sebagai ganti ruginya?

Jawaban:

Pada prinsipnya masalah waktu memang harus dihormati,

baik oleh nasabah maupun perusahaan. Akan tetapi kalau

ditengah perjalanan yang bersangkutan akan berhenti maka

pada prinsipnya bisa diambil, hanya saja diperhitungkan dulu

pembiayaan yang bersifat administratif. Jadi belum tentu secara

otomatis mendapatkan dana kelebihan, karena kita seakan-akan

25ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

belum memenuhi perjanjian. Janjinya sekian lama, tapi belum

sampai jangka waktunya sudah diambil. Walau bagaimana pada

prinsipnya bisa diambil.

Lalu bagaimana kalau ada untung takkala tidak mati-mati?

Kalau ada untung, nanti dikembalikan, karena untung itu dibagi.

Bapak lihat nanti di-form-nya ada pembagian, berapa untung

nasabah, berapa untung perusahaan. Jadi tidak mutlak menjadi

milik perusahaan, tapi ada juga untuk pemegang polisnya.

Budi Purwantini

Pengadilan Agama Karawang

Pertanyaan:

Ingin bertanya tentang prinsip umum akad. Salah satunya

obyek akad tidak mengandung unsur riba atau tambahan yang

tidak halal. Secara tidak langsung berarti dalam asuransi syariah

ada dana tambahan. Maksudnya disini sesuatu yang halal. Apakah

ada prosentase dari akad asuransi tersebut yang bisa dikatakan

bahwa itu dananya jadi halal? Bagaimana kalau dihubungkan

dengan bank konvensional? Bagaimana penilaiannya dari dana

yang halal itu terhadap bank konvensional?

Jawaban:

Kalau untuk prosentasi yang dikenal dengan bagi isbat, tidak

pernah ada nas-nya, diserahkan kepada pihak yang melakukan

akad, dari perusahaan dan pemegang polis. Besarnya prosentase

memang agak berbeda-beda antara asuransi yang satu dengan

asuransi yang lain. Namanya manusia, bisa saja ada unsur

persaingan dan lain-lain, sehingga yang satu menawarkan program

ini sedangkan yang lainnya menawarkan program lain. Saya kira

tidak ada masalah karena tidak ada ketentuan besarnya berapa,

maka ada yang 70-30, 60-40, atau 50-50. Bahkan setelah sekian

26 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

lama nanti bisa diubah, tapi selalu ada catatan atas persetujuan

atau atas sepengetahuan si pemegang polis.

Oding Halim

Pengadilan Agama Sumedang

Pertanyaan:

Pertama, mohon penjelasan syarat rukun untuk ijtihad,

karena banyak orang sembarang ijtihad.

Kedua, mohon penjelasan atau penambahan, perbedaan

antara hukum Islam dengan Fiqih Islam. Apakah hukum Islam

sama dengan syariah Islam? Kalau dalam kaidah ushul fiqih

yang disebut hukum itu jelas, setelah menjadi Undang-Undang

baru menjadi hukum, sedangkan fiqih selama ini yang saya tahu,

baru fatwa sudah banyak dijadikan hukum maka timbul konflik

penafsiran yang berbeda-beda.

Jawaban:

Sulit memang, apalagi ketika kita mengukur kemampun

dengan kemampuan imam-imam mahzab, tetapi saya sering

membesarkan hati kita bersama, bahwa kita memegang norma

yang dicetuskan oleh Imam mahzab. Saya kurang setuju ketika kita

mengatas-namakan mahzab, apalagi Imam mahzabnya. Beliau-

Beliau arwahnya sudah dikubur, tapi kita seenaknya saja bilang

sah menurut mereka. Yang menjadi saksi nikah adalah anda, lalu

mengapa mengklaim Imam mahzab yang sudah wafat? Nilainya

boleh kita ambil, tapi yang bertanggung jawab tetap kita sendiri.

Tidak mungkin kita berlindung kepada Imam mahzab. Bapak-Ibu

sudah menjadi hakim, maka harus berani ber-ijtihad. Bagaimana

ijtihad-nya? Sekarang sudah jauh lebih mudah untuk ber-ijtihad,

karena sudah ditopang oleh wawasan IT yang luar biasa.

Implementasi syariah Islam dilakukan di negara-negara

27ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

berpenduduk muslim. Kalau ushul fiqih, semua sudah sepakat,

sudah final. Kemudian mengenai fiqih dalam bentuk fatwa tapi

sudah dijadikan hukum. Hal tersebut dikarenakan kebutuhannya

sudah mendesak, namun belum ada hukumnya.

Sabri Syukur

Pengadilan Agama Cibadak

Pertanyaan 1:

Pertama, kita saat ini berbicara masalah ekonomi syariah,

ada kata-kata syariah, dengan inti kita akan menegakkan syariah

islam, disamping itu banyak para pihak yang ingin menghilangkan

kata-kata syariah, bahkan telah berhasil hilang. Diantaranya

menghilangkan 7 kata dalam Pancasila, hilang kata syariah. Kedua

dulu namanya pengadilan agama, ini Mahkamah Syariah hilang

kata-kata syariah. Sekarang ada bank syariah dan asuransi syariah.

Apa usaha yang dilakukan untuk mempertahankan agar kata-kata

syariah tidak meredup lagi.

Jawaban 1:

Negara Kesatuan Indonesia dalam berbangsa dan bernegara

sudah final, filosofinya Pancasila dan ada sila Ketuhanan Yang

Maha Esa. Penghilangan 7 kata itu sudah jadi sejarah. Dulu Bung

Karno mengusulkan sila Ketuhanan Yang maha Esa menjadi sila

kelima, itu benar-benar pribadi Bung Karno. Tapi Bung Hatta dan

yang lainnya mengusulkan agar sila Ketuhanan Yang Maha Esa

memimpin sila yang lainnya, menjadi sila pertama. Pelajarilah Al-

Qur’an, pelajarilah konstitusi.

Pertanyaan 2:

Kedua, masalah asuransi, yang kita hadapi sekarang

prinsipnya ta’min, takaful, tadhamun dan ijtihad. Sorotannya

adalah masalah ta’min, yaitu bisa dipercayai, bisa yakin

28 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

keamanannya. Kita, terutama yang pernah dari Departemen

Agama, pegawai atau hakimnya. Beberapa tahun silam, kami

sudah pernah kecolongan dengan asuransi, uang kami hilang,

entah kemana. Sekarang dengan asuransi yang kita bahas, apakah

ada jaminan agar hal seperti itu tidak terulang lagi?

Jawaban 2:

Kita harus bisa belajar mengikhlaskan yang sudah lalu.

Memaafkan yang telah lalu. Belajar dari negara-negara lain yang

tidak pernah mengungkit pemimpin yang sudah lalu. Biarkan,

justru bagaimana kita kawal bersama-sama. Masyarakat juga

sudah cerdas, kita belajar. Jadi ta’min hanya menjamin secara

bersama-sama. Sebagai bangsa kita bertanggung-jawab, termasuk

dalam bidang asuransi syariah.

Uman

Pengadilan Agama Purwakarta

Pertanyaan:

Saya ingin membandingkan dengan asuransi konvensional,

baik prinsip-prinsipnya maupun produk-produknya, hampir sama

semua. Hanya istilahnya saja yang berbeda. Kalau syariah istilah-

istilahnya dalam bahasa arab sedangkan asuransi konvensional

istilah-istilahnya juga bahasa yang konvensional. Hanya sedikit

perbedaannya, yaitu dalam hal sumber kepemilikan dana.

Perbedaannya asuransi konvensional menjadi milik perusahaan

sedangkan asuransi syariah sebagian akan menjadi milik peserta,

sebagian lagi menjadi milik perusahaan sebagai pemegang

tanggungan. Pertanyaannya adalah yang menjadi milik peserta,

berkaitan dengan sifat kepemilikannya? Apakah bisa setiap saat

diambil? Setahu saya kenyataaanya tidak bisa, karena berkaitan

29ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dengan masa pertanggunggan, sehingga saya agak ragu.

Apakah ada perbedaan antara asuransi syariah dengan

asuransi konvensional?

Berkaitan dengan dana tabarru’, ini seolah-olah juga

seperti sesuatu yang dipaksakan untuk membedakan dengan

asuransi konvensional, karena pada prinsipnya setiap orang yang

menggunakan asuransi tentu saja berkaitan dengan mencari

keuntungan, mencari keamanan masa depan dengan pertimbangan

keuntungan.

Kalau masalah tabarru’ mungkin banyak sekali kegiatan-

kegiatan di masyarakat yang lebih jelas tabarru’-nya. Juga

perbedaan-perbedaan yang lain, sepertinya adalah turunan

untuk penjabaran akibat dari pendefinisian, seperti pembayaran

klaimnya didefinitifkan oleh penulisnya.

Kalau menurut pendapat yang lain asuransi konvensional

mungkin agak tidak seperti ini. Apakah asuransi masih dipandang

meragukan kehalalannya karena untung-untungan? Unsur yang

tidak jelas itu supaya menghilangkan keragu-raguan tersebut

maka dimasukkanlah unsur-unsur tabarru’ ini.

Jawaban:

Jawab: Kritik Bapak sangat membangun. Walaupun sama,

coba Bapak praktekkan dzikir laa ilaaha illallah dengan Tiada

Tuhan selain Allah, rasakan bedanya. Substantif itu selalu berbeda

wadah. Kita cari yang lebih bernilai, bukan mengatakan yang

konvensional salah atau jelek, tidak, tapi kita mencari yang lebih

dan bernilai.

SESI III

hukum ekonomi syariah

prof. dr. h. jaih mubarok, m.ag.

guru besar

uin sunan gunung Djati bandung

33

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Hukum Ekonomi Syariah

A. Pengantar

Sebelum tahun 1990-an, fikih muamalah yang dipelajari

di fakultas syariah belum mendapat perhatian yang

besar seperti sekarang. Oleh karena itu, ketika Peradilan

Agama memiliki kompetensi (baru) untuk memeriksa,

memutus, dan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah atas

dasar pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang

Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

tentang Peradilan Agama, timbul pro-kontra yang antara lain

ditandai dengan lahirnya pilihan forum penyelesaian sengketa

ekonomi syariah sebagai terdapat dalam pasal 55, Undang-

Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.

Dalam ajaran ilmu hukum Indonesia dikenal dua

macam hukum: hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.1

Dari segi hukum tidak tertulis, Majelis Ulama Indonesia

membentuk dua institusi yang berperan penting dalam

menumbuh-kembangkan ekonomi syariah di Tanah Air,

yaitu Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia

(DSN-MUI) yang kompeten untuk menerbitkan fatwa dan

1 Hukum dari segi sumbernya dibedakan menjadi lima: 1) hukum undang-undang (wettenrecht); yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan; 2) hukum kebiasaan/hukum adat (gewoonte- en adatrecht); yaitu hukum yang terdapat dalam suatu peraturan kebiasaan atau suatu peraturan adat istiadat, dan yang mendapat perhatian dari para penguasa masyarakat; 3) hukum traktat (tractaten-recht); yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara yang bersama-sama mengadakan suatu perjanjian/traktat; 4) hukum jurisprudensi (jurisprudentie-recht); yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim; dan 5) hukum ilmu (wetenschapsrecht; yaitu hukum yang dibuat oleh ahli ilmu hukum yang terkenal dan sangat berpengaruh. Hukum undang-undang dan hukum traktat disebut hukum tertulis; sedangkan hukum kebiasaan, hukum adat, hukum yurisprudensi, dan hukum ilmu disebut hukum tidak tertulis. Lihat antara lain E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia (Djakarta: PT Penerbit dan Balai Buku Ichtiar. 1959), hlm. 89-90.

34 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

mengawasi penerapannya, dan Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas) yang memiliki kompetensi untuk

memeriksa dan memutus sengketa ekonomi syariah di luar

pengadilan; sebelumnya ormas Islam telah berkontribusi

dalam menentukan ketidak-halalan transaksi perbankan

konvensional dengan menggunakan sistem bunga.2 Sedangkan

dari segi hukum positif, diberlakukanlah: 1) Undang-

Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas

Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;

2) Peraturan Pemerintah Nomor: 72 Tahun 1992 tentang

Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil (tertanggal 30 Oktober

1992); 3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 32

2 Empat ormas Islam di Indonesia telah mendiskusikan hukum bunga uang secara dinamis sejak tahun 1920-an. Nahdlatul Ulama berpendapat bahwa bunga uang hukumnya haram (1927); Muhammadiyah berpendapat bahwa hukum bunga uang adalah syubhat (1968); Mathla‘ul Anwar berpendapat bahwa bunga uang haram hukumnya (1991); dan Majlis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan bahwa hukum bunga uang adalah haram karena termasuk riba nasi’ah (2003). Lihat Muhammad Abu Zahrah, Buhûts fî al-Ribâ (Mesir: Dar al-Buhuts al-`Ilmiyah. 1970), cet. ke-1, hlm. 36-48; Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Riba, Utang-Piutang, dan Gadai (Bandung: PT al-Ma‘arif. 1983), cet. ke-2, hlm. 28; Mahmud Abu al-Saud, “Islamic View of Riba: Usury and Interest,” dalam Syekh Ghazali Syaekh Abod dkk. (ed.), An Introduction to Islamic Finance (Kuala Lumpur: Quill Publishers.1992), hlm. 70-73; Isa Abduh, Bunuk bila Fawa’id (Mesir: Dar al-I‘tisham. t.th), hlm. 117-120; Muhammad Baqer Sadr dan Ayatullah Sayyid Mahmud Taleghani, Islamic Economics: Contemporary Ulama Perspective (Kuala Lumpur: Iqra’. 1991), hlm. 9-10; M. Mohsen, “A Profile of Riba-Free Banking,” dalam Mohammad Arief (ed.), Monetary and Fiscal Economics of Islam (Jeddah: International Centre for Research in Islamic Economics, King Abdulaziz University. 1982), hlm. 187-210; A. Hassan, Soal-Jawab tentang Berbagai Masalah Agama (Bandung: CV Diponegoro. 1988), cet. ke-10, juz II, hlm. 678; Aswita Taizir, Muhammad Abduh and The Reformation of Islamic Law (Canada: Mc Gill University. 1994), tesis, hlm. 93-94 (td); PP Muhamadiyah, Himpunan Putusan Tarjih (Yogyakarta: Pengurus Pusat Muhammadiyah: Majlis Tarjih. t.th.), hlm. 304-305; Hussain Hamid Hassan, “The Jurisprudence of Financial Transactions (Fiqh Mu‘amalat),” dalam Ausaf Ahmad dan Kazim Raja Awan (ed.), Lectures on Islamic Economics (Jeddah: Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank. 1992), hlm. 107; KH Abdul Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdhatul Ulama (Surabaya: PP Rabithah Ma‘ahidil Islamiyah dan Dinamika Press. 1977), hlm. 146-147; PB Mathla‘ul Anwar, Keputusan-Keputusan Majelis Fatwa Mathla`ul Anwar (Jakarta: Sekretariat PB Mathla`ul Anwar. 1985), hlm. 27; MUI Pusat, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (Interest/Fa’idah), Terorisme, dan Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, Jakarta, 16 Dember 2003; M. M. Metwally, Principles of Islamic Economics (Australia: Departement of Economics University of Wollongong. t.th), hlm. 16; dan Irfan Ul Haq, Economic Doctrines of Islam: A Study of Doctrines of Islam and Their Implications for Poverty, Employment, and Economic Growth (USA: International Institute of Islamic Thought. 1996), hlm. 131-132.

35HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Tahun 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Bagi

Hasil; 4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang

Perbankan Syariah; dan pada tahun 2008, Mahkamah Agung

menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor

02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

Hubungan dinamis antara hukum tertulis dan hukum

tidak tertulis dalam menumbuhkembangkan ekonomi syariah

di Indonesia terus berjalan. Institusi-institusi bisnis yang ada

terus tumbuh, mskipun pencapaiannya belum maksimum.

Diskusi dan sosialisasi mengenai hukum ekonomi syariah

penting dilakukan untuk menumbuhkembangkan ekonomi

syariah di Indonesia.

B. Konsep dan Cakupan Ekonomi-Bisnis Syariah

Ekonomi (economic) adalah segala aktivitas yang

berkaitan dengan produksi dan distribusi di antara orang-

orang. Rahardjo melengkapi definisi tersebut dengan

menginformasikan pengertian ekonomi yang lebih lengkap

yang dikutif dari buku The Pinguin Dictionary of Economics.

Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa ekonomi adalah kajian

tentang produksi, distribusi, dan konsumsi kekayaan dalam

masyarakat manusia. Rahardjo menjelaskan bahwa definisi

yang terdapat dalam buku tersebut lebih lengkap karena

menjelaskan obyek ekonomi (yaitu kekayaan) dan aspek

konsumsi (sebagai kegiatan ekonomi).3 Sementara Boediono

menjelaskan bahwa manusia dari segi ekonomi melakukan

tiga kegiatan pokok: produksi, konsumsi, dan pertukaran.4

3 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat. 1999), cet. ke-1, hlm. 5-6.4 Boediono, Ekonom Mikro (Yogyakarta: BPFE. 1982), cet. ke-1, hlm. 1. Kiranya pantas dipahami bahwa: 1) kegiatan ekonomi dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan yang bersifat material; 2) dalam ekonomi terdapat tiga aspek

36 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Rahardjo dalam kaitannya dengan arti ekonomi,

menawarkan tiga kemungkinan makna ekonomi Islam: 1)

ekonomi Islam yang dimaksud adalah ”ilmu ekonomi” yang

berdasarkan nilai-nilai atau ajaran Islam; 2) ekonomi Islam

yang dimaksud adalah ”sistem ekonomi;” dan 3), ekonomi

Islam yang dimaksud adalah ”perkenonomian dunia/negara-

negara Islam.”5

Menurut Hasanuzzaman, ekonomi Islam adalah

pengetahuan dan penerapan hukum syari‘ah untuk mencegah

terjadinya ketidakadilan atas pemanfaatan sumber-sumber

material guna memberikan kepuasan (pada manusia) dan

dilakukan dalam rangka menjalankan kewajiban kepada Allah

dan masyarakat; dan M. Akram Khan menjelaskan bahwa

ekonomi Islam bertujuan untuk mempelajari keunggulan

manusia yang dicapai melalui pengorganisasian sumber daya

alam yang didasarkan pada kerjasama dan partisipasi.6

Selain arti ekonomi, dalam ilmu hukum dikenal juga

terminologi lain yang sekarang sangat terkenal di Indonesia,

yaitu bisnis. Arti bisnis adalah ”the buying and selling of

goods and services.’ Skinner menjelaskan bahwa bisnis adalah

pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan

atau memberikan manfaat. Perbedaan antara kegiatan bisnis

dan kegiatan ekonomi antara lain terletak pada tujuan. Tujuan

ekonomi adalah untuk mencapai kondisi kesejahteraan fisik;

sedangkan tujuan bisnis adalah untuk: 1) mendapatkan

keuntungan, 2) mempertahankan kelangsungan hidup

kegiatan: produksi, distribusi, dan konsumsi; dan 3) dalam ekonomi terkandung ajaran mengenai kesejahteraan, terutama kesejahteraan material. 5 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat. 1999), cet. ke-1, hlm. 3-4.6 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE. 2004), cet. ke-1, hlm. 6-7.

37HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

perusahaan, 3) pertumbuhan perusahaan, dan 4) tanggung

jawab sosial.7 Husen Umar menegaskan bahwa tujuan utama

bisnis adalah laba atau keuntungan.8

Uraian pakar mengenai perbedaan antara ekonomi

dan bisnis dapat membantu ilmu hukum dalam menjelaskan

ruang lingkup hukum ekonomi syariah. Jika ekonomi syariah

diartikan sebagai penerapan prinsip-prinsip syariah dalam

kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi untuk memenuhi

kebutuhan manusia, maka hukum ekonomi syariah berarti

hukum yang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip syariah

dalam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi untuk

memenuhi kebutuhan manusia. Jika bisnis syariah diartikan

sebagai penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan

produksi, distribusi, dan konsumsi untuk menghasilkan

keuntungan, maka hukum bisnis syariah berarti hukum

yang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip syariah

dalam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi untuk

menghasilkan keuntungan.

Kiranya perlu dijelaskan bahwa institusi hibah bi

al-tsawab fi al-khitbhah, mahar, nafkah, mut‘ah dalam

perkawinan, aqiqah, zakat, wakaf, sedekah, waris, hibah,

hadiah, wasiat, dan kurban termasuk institusi ekonomi,

tapi tidak termasuk institusi bisnis; karena hal-hal tersebut

dilakukan tidak dimaksudkan oleh pelakunya untuk

mendapatkan keuntungan materil. Dari segi ilmu kontrak

syariah, akad dibedakan menjadi dua: akad tabarru‘ dan akad

mu‘awdhat. Kedua akad tersebut termasuk dalam domain

7 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE. 2004), cet. ke-1, hlm. 14; dan Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis (Jakarta: Rineka Cipta. 2004), cet. ke-3, hlm. 3-4, 6, dan 14.8 Husein Umar, Business an Introduction (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama dan Jakarta Business Research Center. 2003), cet. ke-2, hlm. 4.

38 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

bisnis; tetapi hanya akad-akad mu‘awdhat-lah yang termasuk

domain bisnis.9

C. Kaidah Fikih terkait Halal-Haram

Diantara kaidah fikih terkait halal-haram adalah:

1. Hukum pokok bermuamalah adalah boleh (al-ashl fi

al-asyya’ al-ibahah). Dalam penjelasannya diuraikan

bahwa segala sesuatu ciptaan Allah yang bermanfaat

bagi manusia adalah halal (al-hill) dan boleh (al-

ibahah), tidak haram; kecuali adanya nash yang shahih

lagi sharih yang mengharamkannya. Apabila tidak

ada hadits shahih dan sharih yang mengharamkannya

(diantaranya hadits dha’if), maka hal tersebut

dikembalikan kepada hukum asalnya, yaitu boleh (al-

ibahah). Kaidah tersebut didasarkan pada substansi QS

al-Baqarah (2): 29, QS al-Jatsiyah: 13, QS Luqman: 20,

dan QS Mariam: 64.

2. Menghalalkan dan mengharamkan sesuatu adalah

hak Allah semata (al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah

wahdah). Dalam penjelasan kaidah diuraikan bahwa

kekuasaan (al-sulthah) untuk menentukan halal atau

haramnya sesuatu telah dibatasi. Pemerintah, sultan,

kerajaan, dan/atau ulama, tidak memiliki kekuasaan

9 Akad pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi dua domain: 1) akad yang termasuk domain tabarru‘ (gahir mu’awadhat); yaitu akad yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan tujuan menolong/membantu pihak lain serta mengharap pahala dari Allah; akad seperti ini bersifat sosial; dan 2) akad mu’awadhat; yaitu akad yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan tujuan mendapatkan keuntungan (baca: tijari/bisnis). Masing-masing akad tersebut dilihat dari segi perpindahan kepemilikan ma’qud dapat dibedakan menjadi dua: 1) akad yang kepemilikan ma’qud alaihnya berpindah (intiqal al-milkiyyah), seperti hibah dalam akad ghair mu’awadhat, dan akad ijarah dalam akad mu’awadhat; dan 2) akad yang kepemilikan ma’qud-nya tidak berpindah (ghair intiqal al-milkiyyah) seperti al-qardh dalam akad bisnis; dan akad al-‘ariyah dalam akad ghair mu’awadhat. Rafiq Yunus al-Mishri, Fiqh al-Mu‘amalat al-Maliyah (Damaskus: Dar al-Qalam. 2007), hlm. 58-60.

39HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

(sulthah) untuk mengharamkan sesuatu yang telah

dihalalkan Allah dan Rasul; sebaliknya, mereka juga

tidak memiliki kekuasaan untuk menghalalkan sesuatu

yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul SAW. Dari

segi sejarah yang termasuk syar’u man qablana, yaitu

Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dari Adi Ibn Hatim

tentang penjelasan Rasul Saw yang menyatakan bahwa

kaum Nasrani (sebelum Islam lahir) telah menghalalkan

apa yang telah diharamkan Allah bagi mereka, serta

telah mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah

bagi mereka. Ibn Taimiah sebagai dinukil oleh Ibn

Muflih dan ulama sebelumnya, Abu Yusuf dan Imam

al-Syafi‘i, menjelaskan bahwa maksud kaidah al-tahlil

wa al-tahrim haqq Allah wahdah, adalah bahwa ulama

Salaf tidak memandang mutlak atas haramnya sesuatu

kecuali keharamannya diketahui secara qath‘i. Imam

Ahmad Ibn Hanbal diantaranya menggunakan kata

makruh, tidak disukai, atau tidak bagus, terhadap

sesuatu yang diharamkan bukan berdasarkan dalil

qath‘i.

3. Mengharamkan sesuatu yang halal dan menghalalkan

sesuatu yang haram termasuk menyekutukan Allah

(syirik) (tahrim al-halal wa tahlil al-haram qarin al-

Syik bi Allah). Kaidah fikih ini merupakan lanjutan

dari kaidah fikih sebelumnya, yaitu “menghalalkan

dan mengharamkan sesuatu adalah hak Allah semata”

(al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah wahdah). Akan

tetapi, pendekatan yang digunakan berbeda. Kaidah

fikih “al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah wahdah”

dijelaskan dari segi sulthah (kekuasaan/kewenangan)

40 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

pihak yang menentukan halal atau haramnya sesuatu,

sedangkan kaidah fikih “tahrim al-halal wa tahlil al-

haram qarin al-Syik bi Allah” dijelaskan dari segi

ajaran tauhid. Di antara dosa besar dalam Islam adalah

syirik, mempersekutukan Allah (meyakini ada Tuhan

selain Allah). Ulama yang mengharamkan sesuatu yang

halal dan menghalalkan sesuatu yang haram termasuk

ulama yang menyekutukan Allah (syirik). Oleh karena

itu, ulama dalam ijtihad-nya tidak boleh menghalalkan

yang haram dan mengharamkan yang halal. Diantara

perbuatan yang termasuk mengharamkan yang halal

diinformasikan dalam QS al-Ma’idah (5): 103 tentang

kepercayaan Arab jahiliyah terkait bahirah, sa’ibah,

washilah, dan ham. a) bahirah adalah unta betina

yang telah beranak lima kali, dan anak yang kelimanya

berjenis kelamin jantan; unta betina tersebut dibelah

telinganya kemudian dilepaskan, tidak boleh dijadikan

kendaraan dan tidak boleh pula diambil air susunya; b)

sa’ibah adalah unta betina yang dibiarkan pergi kemana

saja lantaran nadzar; c) washilah digambarkan dalam

hal seekor domba betina melahirkan anak kembar yang

terdiri atas jantan dan betina, maka anak domba yang

jantan disebut washilah, yang tidak boleh disembelih

dan diserahkan kepada berhala; dan d) ham adalah unta

jantan yang tidak boleh diapa-apakan lagi (dibiarkan)

karena telah berhasil membuat hamil unta betina

sebanyak sepuluh kali.

4. Dalam hal yang diharamkan terkandung unsur jijik/al-

khabats dan madharat/al-dharar (al- tahrim yatabi‘

al-khabats wa al-dharar). Dalam penjelasannya

41HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

diungkapkan bahwa apa yang dihalalkan Allah dan/

atau Rasul SAW pasti mengandung hal yang menjijikan

dan dharar. Allah dan/atau Rasul menghalalkan

sesuatu (al-tahlil) dan mengharamkan sesuatu (al-

tahrim) terkandung ‘illat (alasan hukum) yang rasional

(ma‘qulah) yang kembali kepada kemashalahatan

manusia itu sendiri. Allah menghalalkan hanya yang

baik (thayib) dan mengharamkan yang menjijikan

(khabits).

5. Dalam hal yang dihalalkan pasti terhindar dari yang

diharamkan (fi al-halal ma yughni ‘an al-haram). Kaidah

ini bisa diistilahkan dengan “kaidah perbandingan

terbalik.” Maksud kaidah ini adalah bahwa setiap hal

yang dihalalkan terdapat hal yang bersifat kebalikannya

(baca: lawan), yaitu hal yang diharamkan. Larangan

mengundi nasib dengan anak panah (QS al-Ma’idah [5]:

3) berbanding terbalik dengan anjuran untuk istikharah

dalam rangka memperoleh petunjuk dari Allah dalam

mencari solusi atau keputusan dalam mencari atau

memilih yang terbaik dari yang ada; pengharaman riba

berbanding terbalik dengan anjuran untuk melakukan

bisnis yang halal yang menguntungkan; larangan

menggunakan pakaian yang berbahan sutera berbanding

terbalik dengan kebolehan menggunakan pakaian yang

berbahan kapas; larangan zina dan homoseks (al-

liwath) berbanding terbalik dengan perintah menikah;

larangan mengkonsumsi minuman keras (al-khamr)

berbanding terbalik dengan kebolehan meminum

minuman yang halal yang menyehatkan jasad dan ruh;

dan larangan mengonsumsi makanan yang menjijikan

42 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

(al-khaba’its) berbanding terbalik dengan perintah

untuk mengonsumsi benda yang halal dan baik (halal

wa thayyib).

6. Sesuatu yang menjadi media yang haram adalah haram

(ma ada ila al-haram haram). Kaidah ini menjelaskan

tentang media (antara). Dalam perbuatan hukum

terdapat antara yang mendukung tercapainya perbuatan

tertentu. Kaidah ini memiliki kaidah pendamping

yang semakna, antara lain kaidah “bagi media/antara

berlaku hukum yang dituju (li al-wasa’il hukm al-

maqashid; li al-wasilah hukm al-ghayah). Kaidah

ini bertalian dengan kaidah usul yang berbunyi “Jika

sebuah kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan

sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya”

(ma la yatimm al-wajib illa bihi fahuwa wajib);10

Kaidah fikih “ma ada ila al-haram haram” merupakan

dasar ditetapkannya hukum yang bersifat preventif

(pencegahan/sad al-dzari‘ah). Diantaranya dalam

QS telah diharamkan zina; maka setiap media untuk

berzina—misal: sikaf tabarruz, khalwat, tinggal satu

kamar, gambar telanjang (pornografi), dan membuka

aurat---adalah haram. Bahkan kaidah ini dikembangkan

pula oleh Yusuf Qardhawi dengan mengatakan “kullu

ma a‘ana ila al-haram fa huwa haram;” yaitu setiap hal

yang membantu terwujudnya perbuatan haram adalah

haram pula. Diantara contohnya adalah haramnya riba,

media untuk terwujudnya riba--antara lain pemakan

(konsumen), wakil dan yang mewakilkan, pemberi harta

yang riba, pencatat (akuntansi) dan saksi atas transaksi

10 Muhammad Ibn Ali Ibn Ahmad al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul (Beirut: Dar al-Fikr. 1992), juz 1, hlm. 411.

43HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

yang riba---adalah haram. Lebih lanjut Yusuf Qardhawi

menjelaskan bahwa setiap pihak yang turut serta dalam

mewujudkan riba, menanggung dosa secara bersama

(kullu man a‘ana ‘ala muharram fa huwa syarik fi al-

itsm).11

7. Hilah atas yang haram adalah haram (al-tahayul

‘ala al-haram haram). Dalam kaidah ini dijelaskan

mengenai helah hukum. Helah (al-hilah; al-tahayul)

termasuk upaya rasional yang manipulatif. Diantara

hilah adalah penggantian nama dan perubahan bentuk

padahal substansinya sama. Berkenaan dengan hal

tersebut, Yusuf al-Qardhawi mengenalkan kaidah yang

menyatakan bahwa sebuah perubahan nama tidak

diakui secara hukum apabila substansinya tetap, dan

perubahan bentuk juga tidak diakui secara hukum

apabila hakikatnya sama (la ‘ibrata bi taghayyur al-

ism idza baqiya al-musamma, wa la bi taghayyur al-

shurah idza baqiyat al-haqiqah).12 Kaidah ini secara

implisit mengungkap kaidah fikih yang baru, yaitu

yang diakui secara hukum adalah substansinya, bukan

namanya (al-‘ibrah bi al-musammayat la bi al-asma).

Yusuf al-Qardhawi menegaskan bahwa diantara hilah

hukum adalah riba yang diubah menjadi bunga uang

(fa’idah; fawa’id al-bunuk).

8. Niat baik tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan

yang haram (al-niyah al-hasanah la tubarir al-haram).

Kaidah ini menjelaskan tentang halal-haram yang

berkaitan dengan niat (maksud/tujuan), substansi, 11 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 31.12 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 32.

44 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dan metode/cara mendapatkan atau melakukannya.

Dari segi obyek (dzat), benda dibedakan menjadi

tiga: halal, haram, dan tidak halal serta tidak haram.

Benda yang halal akan halal jika diproses secara halal;

sebaliknya, benda yang halal akan berubah menjadi

haram jika diproses atau diperoleh/didapatkan secara

haram. Sedangkan benda yang haram tidak akan

berubah menjadi halal karena diproses atau diperoleh/

didapatkan secara halal. Oleh karena itu, sesuatu

yang haram akan tetap haram meskipun pelakunya

berniat baik/tujuannya mulia seperti untuk menolong

mustadh‘afin (orang-orang lemah); Islam tidak

menghalalkan segala cara untuk mewujudkan yang halal

(al-ghayah la tubarir al-wasilah); perbuatan yang halal/

benar/haq harus ditempuh/diwujudkan dengan cara

yang halal pula (tujib al-wushul al-haqq ‘an thariq al-

haqq wahdah). Kaidah al-niyah al-hasanah la tubarir

al-haram, merupakan turunan dari sabda Rasul SAW

yang menyatakan bahwa Allah adalah baik, dan Allah

hanya menerima yang baik (ina Allah thayyib la yaqbal

illa thayyib). Dalam hadits riwayat Ibn Khuzaimah, Ibn

Hibban dan Hakim dari Abu Hurairah dikatakan bahwa

rasul SAW bersabda, “siapa saja yang mengumpulkan

harta dengan cara yang haram, kemudian harta

tersebut disedekahkan, maka yang bersangkutan tidak

akan mendapat pahala, dan pelanggaran tersebut

merupakan tanggungjawabnya.” 13

9. Harus berhati-hati terhadap yang syubhat karena

khawatir akan menghalalkan yang haram (ittiqa’ al-

13 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 33-34.

45HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

syubhat khasyyat al-wuqu‘ fi al-haram). Kaidah ini

meruapakan turunan dari hadits riwayat Ibn Majah dari

Nu‘man Ibn Basyir bahwa Nabi SAW, yang menyatakan

bahwa yang halal sudah jelas, dan yang haram juga

sudah jelas, antara yang halal dan yang haram termasuk

hal yang mutasyabihat; siapa saja yang meninggalkan

yang syubhat, maka akan selamat dari yang haram; dan

siapa saja yang melakukan hal yang syubhat sekali saja,

dikahawatirkan akan melakukan sesuatu yang haram.

Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahwa yang halal sudah

jelas dan tak ada kesulitan untuk mengerjakannya; dan

yang haram juga sudah jelas dan tidak ada keringanan

(rukhshah) untuk melakukannya dalam keadaan yang

leluasa (fi halat al-ikhtiyar). Umat Islam diharuskan

menjauhi yang syubhat agar terhindar dari yang haram;

hal ini merupakan tindakan preventif (sad al-dzari‘ah).14

10. Sesuatu yang diharamkan adalah haram untuk

semua orang/pihak (al-haram haram ‘ala al-jami‘).

Islam bersifat syumuli (menyeluruh) sehingga tidak

membedakan umatnya secara diskriminatif dan tidak

ada yang diistimewakan. Oleh karena itu, kaidah ini

merupakan penegasan bahwa sesuatu yang diharamkan

adalah haram untuk semua orang/pihak. Dalam Islam

tidak ada ajaran yang menyatakan bahwa sesuatu itu

haram untuk orang asing tapi halal untuk orang Arab;

atau sesuatu itu haram bagi kulit hitam tapi halal bagi

kulit putih; atau sesuatu itu diharamkan bagi kelompok/

14 Syubahat adalah sesuatu yang yang tidak jelas halal dan haramnya. Lihat antara lain Ali Ahmad al-Nadawi, al-Qawa’id al-Fiqhiyyah: Mafhumuha, Nasy’atuha, Tathawwuruha, Dirasat Mu’alifatiha, Adillatuha, Mumimmatuha, Tathbiquha (Damaskus: Dar al-Qalam. 1994), hlm. 309; dan Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 34-35.

46 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

suku tertentu tapi haram bagi kelompok atau suku yang

lainnya.15

11. Dalam Keadaan terpaksa, seseorang boleh melakukan

hal yang dilarang (al-dharurat tubih al-mahzhurat).

Kaidah ini kelihatannya ditempatkan oleh Yusuf al-

Qardhawi sebagai penyimpul terhadap kaidah-kaidah

seblumnya. Sesuatu yang haram terkait dengan media

(ma ada ila al-haram fa huwa haram), hilah atas yang

haram adalah haram (al-tahayul ‘ala al-haram haram),

dan niat baik tidak dapat dijadikan alasan untuk

melakukan yang haram (al-niyah al-hasanah la tubarir

al-haram), termasuk kaidah setiap hal yang membantu

terwujudnya perbuatan haram adalah haram pula (kullu

ma a‘ana ila al-haram fa huwa haram), baik pemakan

(konsumen) benda haram, wakil dan yang mewakilkan

transaksi yang haram, pemberi harta yang riba, pencatat

(akuntansi) dan saksi atas transaksi yang riba adalah

haram sebagai tindakan preventif (sad al-dzari‘ah). akan

tetapi, dalam keadaan darurat (terpaksa karena kalau

tidak melakukan yang haram akan kehilangan nyawa),

maka hal-hal yang haram boleh dilakukan; hal ini antara

lain didasarkan pada QS al-Baqarah (2): 173. Kebolehan

melakukan seuatu yang haram karena darurat hanya

sebatas keperluan; maka hal itu dilakukan tidak boleh

secara berlebihan dan melampaui batas (substansi QS

al-Baqarah [2]: 173).16

12. Percampuran antara yang halal dan yang haram;

kaidahnya berbunyi: “apabila bercampur antara yang 15 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 35-38.16 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 38-39.

47HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

halal dan yang haram, maka percampuran tersebut

dihukumi hamar” (idza ijtama’ al-halal wa al-haram

ghuliba al-haram). Kaidah ini berasal dari hadits

dha‘if yang menyatakan bahwa “tidaklah sesuatu yang

tercampur antara yang halal dan yang haram, kecuali

yang haram mengalahkan yang halal” (ma ijtama’a

al-halal wa al-haram illa ghalaba al-haram al-halal).17

Kaidah ini dinilai tepat diaplikasikan terhadap benda

yang cair, dan larut; oleh karena itu, percampuran benda

halal dengan benda lain yang haram atau percampuran

benda yang suci dengan benda lain yang najis, di mana

benda-benda tersebut termasuk benda cair, sehingga

memungkinkan terjadi percampuran yang bersifat

larut. Sedangkan percampuran benda yang halal dengan

benda lain yang haram atau percampuran antara benda

najis dengan benda lain yang suci yang tidak termasuk

benda cair, dapat dilakukan pendekatan lain.

13. Tafriq al-halal ‘an al-haram; Ibn Taimiah sebagai

mufti ditanya tentang dua hal: 1) status hukum (halal

atau haramnya) harta pengusaha yang sebagian

besar hartanya berasal dari hasil usaha sektor/bidang

usaha yang haram---antara lain usaha hiburan yang

menampilkan tarian telanjang atau perjudian; dan

2) status hukum (halal atau haramnya) harta para

pemimpin yang memperoleh/mendapatkan harta

secara tidak halal (melalui korupsi atau gratifikasi).

Dalam menjawab pertanyaan-pertanyyan tersebut,

Ibn Taimiah menjelaskan bahwa: 1) apabila dalam 17 Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi bakr al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazha’ir fi Qawa‘id wa Furu‘ Fiqh al-Syafi‘iyah (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi. 1987), hlm. 209. Ibn Nujaim menjelaskan hal yang sama, lihat Zain al-Abidin Ibn Ibrahim Ibn Nujaim, al-Asyabah wa al-Nazha’ir ‘ala Madzhab Abi Hanifah al-Nu‘man (Kairo: Mu’assasah al-Halabi wa al-Syirkah. 1968), hlm. 109.

48 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

harta pengusaha atau pemimpin tersebut tercampur

antara harta yang halal dengan harta yang halal

karena sektor usaha yang dilakukannya termasuk

syubhat, maka jangan dihukumi haram kecuali setelah

diketahui secara pasti tentang keharamannya, dan tidak

boleh pula dihukumi halal kecuali setelah diketahui

secara pasti tentang kehalalannya. Apabila mayoritas

(kebanyakan) harta mereka termasuk harta yang halal,

maka tidak boleh dihukumi haram; sedangkan apabila

mayoritas harta mereka termasuk harta yang haram,

maka boleh dihukumi haram (menurut satu pendapat);

dan 2) apabila dalam harta mereka terdapat harta yang

haram dan yang halal dan semuanya telah tercampur

(ikhtilath), maka harta yang haram adalah haram

secara hukum, sedangkan harta yang halal adalah halal

secara hukum; yang boleh digunakan adalah harta

yang halal dengan cara memilah (baca: memisahkan)

dan/atau mengambil harta yang berdasarkan analisis

faktual termasuk harta yang diperoleh dengan cara

yang halal untuk didayagunakan. Penjelasan tersebut

kemudian dibingkai dalam kaidah “man ikhtalatha bi

malihi al-halal wa al-haram ukhrija qadr al-haram

wa al-baqi halal lah” (siapa saja yang mencampurkan

hartanya yang halal dengan harta yang haram, harta

yang diyakini diperoleh secara tidak halal dikeluarkan,

dan harta yang tersisa [setelah dipisahkan dan/atau

dikeluarkan harta yang haramnya] adalah harta yang

halal baginya.18 Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan

menjelaskan bahwa kaidah “man ikhtalatha bi malihi

18 Syekh al-Islam Taqiy al-Din Ahmad Ibn Taimiah al-Harani, Majmu‘at al-Fatawa (Kairo: Dar al-Hadits. 2006), juz XXIX, hlm. 145.

49HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

al-halal wa al-haram ukhrija qadr al-haram wa al-

baqi halal lah” bahwa apabila dalam harta seseorang

tercampur hasil usaha yang halal dengan hasil usaha

yang tidak halal, maka dapat dilakukan dua cara

berikut: 1) dalam harta yang diperolehnya merupakan

harta yang dapat dipilah-pilah (baca: dipisah), maka

harta yang halal didayagunakan sedangkan harta yang

haram tidak didaya-gunakan (i‘tizal), dan 2) apabila

harta yang bercampur merupakan harta yang tidak

dapat dipilah-pilah (misal: uang atau rumah), maka

dihitung dan didaya-gunakan yang diperkirakan halal,

maka sisanya diyakini sebagai harta yang haram yang

tidak boleh didaya-gunakan (harus dilakukan i‘tizal).19

Kaidah “idza ijtama’ al-halal wa al-haram ghuliba al-

haram” digunakan terhadap percampuran harta yang

tidak mungkin dibeda-bedakan lagi atau dipisah antara

yang satu dengan yang lain; sedangkan kaidah “man

ikhtalatha bi malihi al-halal wa al-haram ukhrija qadr

al-haram wa al-baqi halal lah” digunakan terhadap

percampuran harta yang memungkinkan dilakukan

pembedaan atau pemisahan antara yang satu dengan

yang lain. Cara ini dalam pandangan Athiyah Adlan

Athiyah Ramadhan dianggap adil dan moderat (al-‘adl

wa al-wasath).20

19 Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Mausu‘at al-Qawa‘id al-Fiqhiyyah al-Munazhzhamah li al-Mu‘amalat al-Maliyah al-Islamiyyah wa Dauruha fi Tawjih al-Nazhm al-Mu‘ashirah (Iskandariyah: Dar al-Aiman. 2007), hlm. 278-279. 20 Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Mausu‘at al-Qawa‘id al-Fiqhiyyah al-Munazhzhamah li al-Mu‘amalat al-Maliyah al-Islamiyyah wa Dauruha fi Tawjih al-Nazhm al-Mu‘ashirah (Iskandariyah: Dar al-Aiman. 2007), hlm. 279.

50 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

D. Prinsip-prinsip Syariah terkait Produksi

Produksi atau operasi adalah aktivitas yang

mentransformasikan input menjadi output yang bermanfaat

yang berupa barang atau jasa yang memiliki nilai tambah.21

Transformasi dimaksud mencakup: 1) alter (mengubah

sesuatu secara struktural yang dapat berupa perubahan secara

fisik); 2) transport (memindahkan sesuatu dari satu tempat ke

tempat lain); 3) store (menyimpan sesuatu dalam lingkungan

yang terjaga dalam periode tertentu); dan 4) inspect

(memeriksa sesuatu secara tertib, berkala dan garansi).22

Qutub Abd al-salam Duaib menjelaskan bahwa

produksi dalam Islam adalah eksploitasi sumber-sumber

daya agar menghasilkan manfaat ekonomi; sementara Manan

menjelaskan bahwa produksi adalah pekerjaan manusia yang

menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk mencapai

kemaslahatan individu dan masyarakat.23 21 Murti Sumarni dan John soeprihanto, Pengantar Bisnis: Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan (Yogyakarta: Liberty. 1998), cet. ke-1, hlm. 203-258.22 Ace Partadireja, Pengantar Ekonomika (Yogyakarta: BPFE. 1990), cet. ke-4, hlm. 21-25; dan Secara lebih rinci, Anoraga menjelaskan bahwa karakteristik manajemen produksi terrefleksi dalam melaksanakan proses transformasi: 1) perencanaan output (seleksi dan pembentukan desain produk atau jasa yang ditawarkan ke konsumen); 2) perencanaan kapasitas (penentuan waktu [kapan] dan berapa banyak fasilitas, peralatan, dan tenaga kerja yang ada); 3) penentuan lokasi (menentukan tempat produksi, penyimpanan/gudang, dan fasilitas lainnya); 4) desain proses transformasi (penentuan aspek transformasi fisik dalam kegiatan produksi); 5) lay out fasilitas (menentukan aliran proses yang tepat sehingga efisien dan efektif dalam mengakomodasi kegiatan transformsi); 6) desain kerja (menentukan cara terbaik dalam mengalokasikan tenaga kerja dalam proses termsuk mobilitas dan lingkungan kerja); 7) perencanaan agregat (menyangkut antisipasi kebutuhan tenaga kerja, bahan baku dan alternatifnya, dan fasilitas tahunan, bulanan, dan mingguan); 8) manajemen persediaan (menetapkan jumlah bahan baku dalam proses, dalam persediaan, dan jumlah barang akhir); 9) manajemen proyek (merencanakan dan mengendalikan kegiatan agar sesuai dengan kinerja yang diharapkan, jadual, dan spesifikasi biaya); 10) perencanaan kebutuhan bahan (menentukan kapan memesan dan menghasilkan bahan dan bagaimana memenuhi jadual pengiriman; 11) penjadualan (menentukan kapan masing-masing kegiatan atau tugas dalam proses transformasi dikerjakan, dan kapan seharusnya input masuk); 12) pengendalian kualitas (menentukan bagaimana standar kualitas dikembangkan dan dipelihara); dan 13) reliabilitas dan pemeliharaan (menentukan bagaimana kinerja yang sesuai dari output dan proses transformasi sendiri yang seharusnya dipelihara). Anoraga, Manajemen Bisnis (Jakarta: PT Rineka cipta. 2004), hlm. 199-200.23 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: UII Press dan Magistra Insania Press.

51HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Barang atau benda dalam syariah dapat dibedakan

menjadi dua: 1) barang halal, dan 2) barang haram. Barang

haram juga dapat dibedakan menjadi dua: 1) barang yang

haram karena substansinya (haram li dzatihi), dan 2) barang

yang haram karena prosesnya (haram li ghairih), termasuk

haram karena mendapatkannya (pencurian) maupun karena

proses produksi (antara lain penyembelihan) atau yang

lainnya.

Prinsip produksi dalam Islam adalah: 1) tidak

memproduksi barang/jasa haram dan/atau barang yang

dibuat dari barang haram; 2) tidak memproduksi barang/jasa

yang secara nyata akan digunakan untuk syirik atau maksiat;

3) tidak memproduksi barang/jasa yang secara nyata

memadharatkan manusia; 4) tidak memproduksi barang/

jasa secara zhalim; 5) tidak menimbun (ihtikar) barang yang

dibutuhkan masyarakat; dan 6) memelihara lingkungan.24

Tujuan produksi dalam Islam dalam pandangan

M. N. Sidqi antara lain adalah: 1) pemenuhan kebutuhan

individu secara wajar; 2) pemenuhan kebutuhan keluarga;

3) bekal untuk generasi mendatang; dan/atau 4) membantu

masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.25

Kiranya dapat dibentuk fiksi hukum mengenai produksi

dalam hal dilakukan oleh badan usaha yang dibentuk banyak

pihak, maka ia dibentuk dengan akad syirkah sebagai

dijelaskan Wahbah al-Zuhaili yang menyatakan bahwa

badan usaha (disebut syirkah-syakhshi; (jamak: syirkat

2003), hlm. 12-13. 24 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: UII Press dan Magistra Insania Press. 2003), hlm. 14-26. 25 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: UII Press dan Magistra Insania Press. 2003), hlm. 27.

52 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

al-asykhas) mencakup: 1) syirkah-tadhamun (Fa),26 dan

2) syirkah-taushiyah basithah (Persekutuan Komanditer/

Commanditaire Vennootschaap/CV);27 sedangkan syirkah-

amwal mencakup: 1) syirkah-musahamah,28 2) syirkah-

taushiyah bi al-asham,29 dan 3) syirkah-dzat mas’uliyah al-

mahdudah (Perseroan Terbatas/PT).30 26 Syirkah ini mirip dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Bab Kedelapan, pasal 1618. Dijelaskan bahwa ”persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.” Secara konseptual, syirkah-tadhamun mirip dengan firma (Fa). Lihat antara lain Murti Sumarni dan John Soeprihanto, Penagntar Bisnis: Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan (Yogyakarta: Liberty. 1998), hlm. 45. 27 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (Damaskus: Dar al-Fikr. 2006), vol. V, hlm. 3972. 28 Syirkah-musahamah adalah penyertaan modal usaha yang dihitung dengan jumlah lembar saham (baca: bukan dengan nilai nominal) yang diperdagangkan di pasar modal sehingga pemiliknya dapat berganti-ganti dengan mudah dan cepat. Rafiq Yunus al-Mishri menjelaskan bahwa pertanggung-jawaban pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki; keuntungan dan kerugian yang diterima oleh pemegang saham sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Rafiq Yunus al-Mishri, Fiqh al-Mu‘amalat al-Maliyah (Damaskus: Dar al-Qalam. 2007), hlm. 226.

29 Syirkah-taushiah bi al-asham mirip dengan syirkah-taushiah basithah yang terdiri atas unsur mutadhamin dan Mushi. Dalam syirkah-taushiah bi al-asham terdapat unsur musahim (=mushi dalam syirkah-taushian basithah) dan unsur Mutadhamin. Mutadhamin adalah pihak yang menyertakan modal usaha (yang dikonversi ke dalam bentuk saham) serta bertanggung-jawab atas pengelolaan badan usaha (baca: pihak manajemen); pihak mutadhamin-lah yang merencanakan, mengorganisasikan, menggerakan, dan mengontrol badan usaha, sehingga mereka bertindak atas nama dan untuk badan usaha serta bertanggungjawab untuk menunaikan kewajiban-kewajiban badan usaha; sedangkan musahim adalah pihak yang menyertakan harta untuk dijadikan modal (dalam bentuk saham) badan usaha yang tidak bertanggungjawab atas manajemen badan usaha dan juga tidak dibebani kewajiban-kewajiban badan usaha, kecuali laba-rugi badan usaha pada akhir tahun buku yang menghasilkan dividen (secara proporsional, pen.). Lihat Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyyah (Iskandariyah: Dar al-Aiman. 2007), hlm. 49730 Syirkah-mas’uliah mahdudah adalah perkongsian bisnis yang mirip dengan syirkah-amwal. Dalam syirkah-ms’uliah mahdudah tidak ada badan usaha perkongsian; setiap syarik bertanggung-jawab sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki; oleh karena itu, syirkah-mas’uliah mahdudah merupakan gabungan antara syirkah-amwal dan syirkah-abdan. Syirkah-mas’uliah mahdudah dianggap pengembangan dari syirkah-amwal karena pertanggungjawaban syarik terbatas; yaitu sesuai dengan porsi modal (baca: jumlah saham) yang dimiliki. Apabila kepemilikan saham berpindah kepada ahli warisnya--sementara pengelolaan syirkah-nya mirip dengan syirkah-musahamah--, maka pihak pemegang saham dibolehkan menunjuk (baca: menetapkan) manajer perusahaan baik yang berasal dari kalangan pemegang saham ataupun bukan; dan manajer berhak mendapatkan upah (ujrah) atau pendapatan yang ditentukan secara dinamis yang berupa prosentase dari keuntungan perusahaan. Apabila manajer berasal dari pemegang saham, maka syirkah tersebut termasuk pengembangan dari syirkah-abdan (atau syirkah badan usaha) karena manajer berhak mendapatkan penghasilan sesuai kesepakatan (baca: prosentase dari keuntungan atau syirkah-irbah), bukan atas dasar saham. Modal yang dinilai dengan saham tidak dapat dipindah-tangankan

53HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Dalam hal operasional perusahaan tidak menyediakan

bahan baku sendiri, maka perusahaan akan membeli bahan

baku kepada pihak suplier, maka terjadilah akad: 1) jual beli

musawamah, 2) jual beli murabahah, atau 3) jual beli salam

dalam hal pembelian dilakukan melalui proses pemesanan.

Dalam hal perusahaan tidak memiliki bangunan/

mesin/alat produksi sendiri, maka perusahaan akan menyewa

alat-alat produksi kepada pihak lain. Dari segi akad syariah,

terjadilah akad ijarah (sewa) atau lease, di mana perusahaan

sebegai penyewa (musta’jir) dan pihak lain sebagai pihak

yang menyewakan (mu’jir). Begitu pula dalam hal di

perusahaan terdapat buruh [baca: pekerja], maka mereka

akan mendapatkan ujrah [upah] dari perusahaan melalui

akad ijrah.

E. Prinsip-prinsip Syariah terkait Distribusi

Distribusi dalam artian mata rantai pasar agar barang/

jasa sampai dan digunakan oleh konsumen. Ajaran tentang

larangan riba (tambahan harta secara tidak halal, antara

lain riba nasi‘ah, riba fadhl, dan riba qardh), larangan

gharar (baik ketidakjelasan [jahalah] maupun ketidakadaan

[ma‘dum]), larangan penipuan (ghisysy), larangan spekulasi

(maisir), dan larangan penimbunan (ihtikar), pada umumnya

termasuk larangan dalam domain distribusi.31 Di pasar

terdapat dua pihak pebisnis, pebisnis utama dan pebisnis

seperti layaknya saham di pasar modal. Dalam kitab Ma’ayir tidak terdapat ketentuan mengenai syirkah-mas’uliyah mahdudah, karena yang dinyatakan sebagai syirkah haditsah/ kontemporer adalah: 1) syirkah-mushamah, 2) syirkah-tadhamun, 3) syirkah-taushiyah bashithah, 4) syirkah-taushiyah bi al-asham, 5) syirkah-muhashah, dan 6) syirkah-mutanaqishah. Lihat al-Ma’ayir al-Syar’iyyah (Bahrain: AAOIFI. 2009), hlm. 162. 31 Lihat antara lain Nazih Hammad, Qadhaya Fiqhiyyah Mu’ashirah fi al-Mal wa al-Iqtishad (Beirut: Dar al-Qalam. 2001); dan Rafiq Yunus al-Mishri, Fiqh al-Mu‘amalat al-Maliyah (Damaskus: Dar al-Qalam. 2007).

54 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

pendukung sesuai karakter masing-masing produk bisnis.

Dalam distribusi produk-produk bisnis syariah, kiranya layak

dijelaskan beberapa institusi bisnis berikut:

1. Perbankan syariah; di Indonesia dikenal tiga macam

bank syariah: 1) Bank Umum Syariah (BUS), 2) Unit

Usaha Syariah (unit dari bank umum konvensional) dan

3) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Secara

umum, bank berfungsi intermediary antara nasabah

pemilik dana (penyimpan) dengan nasabah pengguna

dana (peminjam). Oleh karena itu, bank berfungsi

menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya

juga kepada masyarakat. Dari sisi penghimpunan

dana (funding), bank syariah memiliki tiga produk: 1)

tabungan, 2) deposito, dan 3) giro. Dari segi akad, tiga

produk tersebut menggunakan dua akad: 1) wadi‘ah,

dan 2) mudharabah. Rincian: 1) tabungan dapat

menggunakan wadi‘ah (Tabungan Wadi‘ah) atau

mudharabah (Tabungan Mudharabah), 2) deposito

hanya menggunakan akad mudharabah (deposito

mudharabah), dan 3) giro dapat menggunakan wadi‘ah

(Giro Wadi‘ah) atau mudharabah (Giro Mudharabah).

Dari segi penyaluran dana (financing), bank syariah

menggunakan tiga jenis akad: 1) jual beli (murabahah,

salam, dan istishna‘), 2) bagi hasil (musyarakah/syirkah,

musyarakah mutanaqishah, dan mudharabah), dan 3)

jasa (ijarah dan ijarah muntahiyyah bit tamlik). Akad

jasa lainnya yang digunakan bank antara lain adalah

wakalah bil ujrah dan rahn emas (gadai emas).32

32 Wahyu Avianto, “Jenis Produk dan Jasa Bank Syariah,“ paper disajikan dalam acara Lokakarya Angkatan II tentang Peran Komisaris, Direksi, dan Dewan pengawas Syariah yang diselenggarakan oleh International Center for Development in Islamic Finance, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), di Jakarta, tanggal 29 April – 4 mei 2011; lihat Peraturan

55HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

2. Baitul Mal wat Tamwil (BMT); adalah institusi keuangan

mikro syariah yang memilki dua fungsi: 1) fungsi sosial/

mal atau amwal (menggunakana akad tabarru‘ antara

lain menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq,

sedekah, dan wakaf); dan 2) fungsi bisnis/komersil/

tamwil; yaitu menjalankan usaha agar mendapatkan

keuntungan. Badan hukum BMT dapat berupa koperasi:

1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS); 2) Unit

Jasa Keuangan Syariah (UJKS); 3) Koperasi Baitul

Mal wat Tamwil (KBMT); dan ada juga yang berbadan

hukum lainnya, antara lain Lembaga Keuangan Mikro

Syariah (LKMS). Hukum postif yang berlaku adalah

hukum badan hukum yang bersangkutan. Dari sudut

peran, BMT memiliki fungsi penghimpunan dana

anggota (koperasi) dalam bentuk tabungan (wadi‘ah

atau mudharabah) dan deposito mudharabah; dan

penyaluran dana dan jasa yang dari segi akad sama

dengan perbankan syariah.33

3. Perasuransian syariah; perasuransian syariah terdiri

atas dua bidang: asuransi syariah dan reasuransi

syariah. Perusahaan ini mengover risiko jiwa (asuransi

jiwa syariah) dan asuransi umum. Asuransi jiwa syariah

dalam operasinya menggunakan akad tabarru‘ (untuk

saling menolong [takafuli] sesama peserta) dalam hal

peserta menderita risiko; sedangkan asuransi umum

memiliki dua karakter: unit link (menggunakan akad

Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, pasal 1, angka 3; dan lihat Petunuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah (Jakarta: Bank Indonesia. 1999), hlm. 32-45.33 Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah.

56 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

mudharabah) serta tabarru‘ (untuk saling menolong

[takafuli] sesama peserta dengan mementuk tabarru‘

fund). Perusahaan asuransi boleh menginvestasikan

tabarru’ fund pada produk deposto mudharabah atau

mudharabah-musytarakah dalam hal perusahaan

menginvestasikan tabarru’ fund disatukan dengan dana

milik perusahaan. Apabila tabarru’ fund mengalami

defisit (baca: minus) karena klaim yang berlebihan dari

peserta, maka kekurangannya harus diambil (ditutupi)

dari dana perusahaan dengan menggunakan akad

qardh. Oleh karena itu, akad-akad yang digunakan

dalam usaha perasuransian syariah adalah: 1) hibah bi

al-tsawawab (hibah-muqayyadah); 2) mudharabah;

3) mudharabah musytarakah; dan 4) qardh (baca:

qardh al-hasan).34

4. Pembiayaan syariah; perusahaan pembiayaan syariah

(perbandingan dengan Perusahaan Leasing) terkadang

disebut oleh publik sebagai Perusahaan Leasing Syariah.

Perusahaan ini menyalurkan dananya (pembiayaan)

melalui penyediaan kendaraan (motor, mobil, atau

pesawat terbang dan kapal laut), alat-alat rumah tangga,

barang-barang elektronik, dan perumahan. Diantara

akad yang digunakan di perusahaan pembiayaan syariah

adalah: 1) akad murabahah, 2) akad ijarah, dan 3) akad

34 Lihat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No: 18/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah; fatwa DSN-MUI nomor: 21 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah; fatwa DSN-MUI nomor: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah; fatwa DSN-MUI nomor: 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah; dan fatwa DSN nomor: 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi.

57HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

ijarah muntahiyyah bit tamlik.35

5. Pegadaian Syariah; perusahaan ini merupakan

perusahaan yang menyalurkan dana yang bersifat jangka

pendek (pada umumnya 40 hari kalender). Masyarakat

yang membutuhkan dana tunai pada umumnya

mengajukan pinjaman dana kepada perusahaan

pegadaian dengan menjadikan benda-benda berharga

(emas dan benda-benda bergerak lainnya) sebagai

jaminan (sunda: borg). Pegadaian syariah menggunakan

dua akad: 1) akad qardh dalam menyalurkan dana

kepada masyarakat; dan 2) akad ijarah (pemeliharaan

barang jaminan) sehingga perusahaan pegadaian berhak

memperoleh ujrah sebagai pendapatan perusahaan.36

6. Pariwisata Syariah; yaitu penerapan prinsip-prinsip

syariah pada sektor pariwisata. Diantaranya mencakup

penggunaan kendaraan (akad ijarah), penginapan/hotel

(hotel syariah antara lain hotel Sofyan Jakarta; akadnya

ijarah), kolam renang syariah (sementara ini dipisahkan

antara kolam renang ikhwan dengan akhwat; akadnya

ijarah), rumah makan syariah (produk dan prosesnya

harus halal; bersertifikat halal dari pihak otoritas;

akadnya jual-beli/al-bai‘), dan pemandu wisata yang

concern pada jarak dan waktu tempuh perjalanan dengan

pelaksanaan shalat, dan ibadah yang lainnya; terutama

menghindari tempat-tempat wisata yang termasuk zona

merah. Pariwisata Syariah telah lama dikembangkan

35 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, pasal 6 ayat (2); dan lihat fatwa DSN-MUI nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah; fatwa DSN-MUI nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah; dan fatwa DSN-MUI nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.36 Fatwa DSN-MUI nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn; dan Fatwa DSN-MUI nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.

58 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

di Thailand, Malaysia, dan Singapura. Indonesia baru

memulainya akhir 2012 dengan kerjasama antara

DSN-MUI, Sofyan Hotel, dan Kementerian Ekonomi

Kreatif. Demikian beberapa institusi bisnis syariah yang

berperan dalam sektor distribusi dari sudut pandang

ilmu ekonomi.

7. Diantara institusi bisnis lainnya yang berkembang di

Indonesia adalah Pasar Modal Syariah (di Bursa Efek

Indonesia), dan Jakarta Futures Exchange Syariah

(JFX Syariah). Pasar Modal Syariah memfasilitasi

transaksi syariah yang obyeknya adalah sukuk dan efek

syariah yang terdapat dalam Daftar Efek Syariah (DES)

yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar modal

dan Lembaga keuangan (Bapepam LK) yang sekarang

telah diintegrasikan ke dalam Otoritas Jasa Keuangan

(OJK).37

F. Prinsip-prinsip Syariah terkait Konsumsi

Terminologi konsumsi berkaitan dengan pandangan

ahli ilmu manajemen/ekonomi yang menyusun manajemen

produksi, dimana diantara hasil produksi yang berupa

barang adalah dikonsumsi (baca: dimakan atau diminum).

Seiring dengan perkembangan ilmu manajemen, terminologi

manajemen produksi diubah menjadi manajemen operasi

(karena produk ekonomi dapat berupa barang dan jasa), maka

37 Fatwa DSN-MUI nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal; fatwa DSN-MUI nomor: 80/DSN-MUI/II/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek; dan fatwa DSN Nomor: 82/DSN-MUI/VIII/2011 tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi.

59HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

terminologi komsumsi (consumption) juga diubah menjadi

konsumsi dan penggunaan (usage). Produk ekonomi berupa

barang pada umumnya dimakan (makanan) atau diminum

(minuman), digunakan (misal: pakaian), dan jasa (seperti

hotel) juga istilah teknisnya digunakan.

Dalam penggunaan, pemanpaatan atau konsumsi

(makan/minum) harta setidaknya dalam syariah terdapat

empat dhawabith: 1) harta yang digunakan haruslah harta

yang halal dan thayyib (QS al-Baqarah: 168); 2) tidak

berlebihan dalam menggunakan harta/israf (QS al-al-A‘raf

[7]: 31); 3) tidak mubadzir/tabdzir (QS al-Isra’ [17]: 26-27)

dalam penggunaan harta; dan 4) harus moderat (baca: siger

tengah) dalam penggunaan harta, yaitu moderasi antara pelit/

al-ighlal dan dermawan/al-tabsith (QS al-Isra’ [17]: 9).

Dalam konteks tabarru‘, harta harus digunakan

secara proporsional. Jika sudah mencapai nishab, harta

wajib dikeluarkan zakatnya. Apabila belum sampai nishab,

maka yang bersangkutan dianjurkan untuk sedekah dan

wakaf (terutama dalam hal masyarakat dilingkungannya

memerlukan fasilitas umum antara lain madrasah, masjid,

dan pesantren).

G. Penutup

Ekonomi dan bisnis dibedakan dari segi maksud (motivasi/

niat), motivasi ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan, sedangkan

motivasi bisnis adalah memperoleh keuntungan. Dengan

demikian, hukum syariah terkait ekonomi berarti hukum terkait

penerapan prinsip-prinsip syariah dalam produksi, distribusi,

dan konsumsi baik yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan

maupun mendapatkan keuntungan. Institusi nonbisnis antara lain

60 HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

zakat, wakaf, sedekah, infak, hibah, dan aqiqah termasuk domain

hukum ekonomi, tapi tidak termasuk domain hukum bisnis. Pada

perkembangannya, domain hukum bisnis syariah lebih cepat

perkembangannya dibanding dengan hukum ekonomi syariah.

Meskipun demikian, cakupan hukum ekonomi syariah lebih luas

dari pada hukum bisnis syariah.

Penerapan prinsip-prinsip syariah di bidang distribusi

yang dilakukan oleh industri antara lain perbankan syariah,

perasuransian syariah, BMT, pembiayaan syariah, pegadaian

syariah, dan pasar modal syariah memicu terlahirnya hubungan

dinamis antara hukum tertulis dan hukum tidak terrtulis, terutama

fatwa DSN-MUI. Sedangkan pada aspek proses produksi dan

konsumsi di bidang makanan dan minuman, telah dibentuk

Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis

Ulama Indonesia (LP POM-MUI) yang melakukan sertifikasi halal

atas produk-produk tersebut.

Bagi penegak hukum, aspek hukum ekonomi syariah yang

betul-betul harus diperhatikan adalah akadnya. Teori hukum

proses yang substansinya mencakup: pembuatan hukum (law

making; hukum tertulis dan hukum tidak tertulis), penerapan

hukum (law administrating; perjanjian tertulis yang dibuat

oleh industri), dan penegakan hukum (law adjudicating atau

law enforcement; putusan Basyarnas [nonlitigasi] dan putusan

peradilan agama [litigasi]), dapat dijadikan bahan bagi penegak

hukum dalam memeriksa dan memutus sengketa ekonomi syariah

antara lain dan yang paling utama adalah dokumen perjanjian

tertulisnya untuk diharmoniskan dengan hukum tertulis dan

hukum tidak tertulis.

61HUKUM EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Tanya Jawab

Luluk Arifah

Pengadilan Agama Bogor

Pertanyaan:

Dewasa ini praktek bank syariah sangat berbeda jika dibandingkan

dengan teorinya, lebih condong kepada bank konvensional.

Bagaimana menurut pandangan Bapak?

Jawaban:

Menurut Saya praktek bank syariah yang lebih berpihak ke bank

konvensional hukumnya adalah haram. Pada Bank syariah dalam

bentuk PT, orang dihargai bukan dalam bentuk banyaknya uang,

dalam bentuk saham, namun lebih dihargai berdasarkan jumlah

orang. Sedangkan PT. Bank Konvensional yang dihargai adalah

bukan jumlah orangnya, namun lebih dihargai jumlah modal

yang disertakan, yang dinyatakan dalam bentuk saham dan lebih

bersifat mencari keuntungan. Para ulama sangat menentang

praktek seperti ini.

Sanusi

Pengadilan Agama Kuningan

Pertanyaan:

Praktek bank syariah dan bank konvensional menurut Saya sama-

sama riba. Bagaimana menurut pandangan Bapak?

Jawaban:

Akad peminjaman uang dalam bank syariah sudah ditentukan

sejak awal dan yang dipinjamkan. Dalam syariah pertambahan

uang harus berdasarkan prestasi kerja tertentu, bukan karena

bunga. Jika pada bank syariah ditemukan adanya pertambahan

uang tanpa prestasi tertentu, itu sama saja dengan riba.

SESI IV

peran dan tanggungjawab hakim pengadilan agama

dalam mewujudkan keadilan illahiyah

bagi masyarakat

prof. dr. Kh. said aqil siradj, m.a.

ketua pbnu

65

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Peran dan Tanggungjawab

Hakim Agama Dalam mewujudkan Keadilan

Ilahiyah Bagi Masyarakat

A. Pengantar

Sebagai bangsa yang beradab sejak awal, jauh sebelum

bangsa ini merdeka telah mencita-citakan berdirinya negara

yang adil dan sejahtera. Perjuangan membentuk negara

bukan untuk memupuk kekuasaan (matchstaat) berdasarkan

monarki absolut atau diktator proletariat. Para pendiri bangsa

berjuang dan mendirikan Republik ini sebagai upaya untuk

menegakkan terbentuknya rechtstaats (negara hukum), yang

mampu mengayomi, melindungi dan menyejahteraakan

seluruh warga negara.

Para pendiri bangsa telah berpikir serius mewujudkan

gagasan ini sejak dalam sidang BPUPKI tahun 1945 maupun

dalam Sidang Konstituante tahun 1956 sampai 1959 adalah

sebagai usaha merumuskan bentuk negara hukum ini. Bahkan

sudah berabad-abad sebelumnya bangsa ini telah mampu

menegakkan hukum, yang kemudian dikenal dengan hukum

adat yang sangat dihormati dan ditaati. Ini semua yang

menjadi pondasi berdirinya kerajaan-kerajaan di Nusantara.

66 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Dengan kenyataan ini menunjukkan bahwa berdirinya negara

hukum itu telah mengakar dan menyejarah dalam bangsa

kita, baik yang bersumber dari agama (Islam) maupun tradisi.

Walaupun eksistensi negara hukum telah menjadi

tradisi dalam bangsa ini, tetapi tidak dengan sendirinya

cita-cita tersebut tercapai begitu saja tanpa usaha yang

keras. Berbagai persoalan menghadang proses penegakan

hukum di negeri ini, terutama adalah tumbuhnya semangat

pragmatisme yang menggejala di masyarakat dan bangsa ini.

Hukum tidak hanya merupakan kristalisasi dari nilai-nilai

etik dari sebuah budaya, tetapi juga sekaligus produk politik

dari bangsa tersebut. Karena itu hukum ditopang oleh kultur

atau budaya yang ada dalam masyarakat serta ditopang oleh

struktur politik dan kekuasaan yang ada.

Restrukturisasi politik dan reorientasi budaya menjadi

bagaian sangat penting dalam penegakan hukum dalam

sebuah negara. Tanpa keterpaduan antar keduanya, akan

terjadi kontradiksi bahkan ironi, sebagaimana dikeluhkan

belakangan ini, justru dimana pagar makan tanaman. Para

penegak hukum justru terlibat pelanggaran hukum, sehingga

keadilan dan kesejahteraan sulit dicapai.

Restrukturisasi politik dan penataan hukum sudah lama

dilakukan, tetapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan,

karena belum ada upaya sistematis dan konsisten dalam

pendidikan moral dan pembentukan karakter, baik dikalangan

masyarakat maupun kalangan para penegak dan pelaksana

hukum sendiri. Inti penegakan hukum adalah penegakan

keadilan, sementara keadilan bukanlah sekedar gugusan fakta

obyektif melainkan sangat ditentukan oleh rasa, yaitu rasa

kebenaran dan rasa kemanusiaan. Kalau menyangkut urusan

67PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

rasa, maka ini urusan hati atau qalbu, sementara qalbu itu

sering berbolak-baik ketika ada tarikan kepentingan dari

sana-sini. Oleh karena itu setiap hari seorang Muslim dalam

sembahyangnya selalu berdoa, Allahumma ya muqallibal

qulub tsabbit qalbi ala dinik (Wahai Tuhan yang membolak-

balik hati, teguhkan hatiku pada kebenaran agamamu).

B. Memperkuat Hukum dan Hati Nurani.

Hukum sangat penting bagi manusia, karena manusia

bukan hanya sebagai ‘abid (hamba allah) tetapi sekaligus

sebagai khalifatullah, sebagaimana firman Allah:

Artinya; “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-

penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu

atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk

mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.”

(QS; Al An’am 165).

Agar bisa menjalankan peran kekhalifahannya dengan

baik maka manusia diberi nafsu agar hidup dinamis dan

kreatif. Manusia memiliki dua nafsu, yaitu nafsu ghadlobiyah,

yaitu nafsu berkuasa atau will to power dan nafsu syahwatiah,

nafsu untuk kaya. Kalau seseorang mampu mengendalikan

dua nafsu tersebut akan menjadi nafsu muthmainnah,

akan mendapat ketenteraman dan kesejahteraan hidup,

68 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

karena mampu mengendalikan kekuasan dan kekayaannya.

Sedangkan yang tidak mampu mengendalikan akan

dikendalikan oleh dua nafsu itu maka akan dikendalikan

oleh harta dan kekuasaannya dan ini tidak akan ada puasnya.

Disitulah mereka menjadi manusia serakah dan korup

terjerumus oleh harta dan kekuasaannya.

Tetapi rahman dan rahim Allah tidak ada batasnya,

agar manusia selamat bisa menjalankan peran kekhalifahan

itu manusia dibekali dengan qolbu atau hati yang memiliki

beberapa fungsi; potensi inilah yang membedakan antara

manusia dengan binatang, bahkan bedanya antara manusia

dengan malaikat. Hati memiliki fungsi:

Pertama, bashirah (insting) dengan adanya bashirah

itu manusia secara instinktif mampu mengetahui mana yang

baik dan hal-hal yang buruk, sebagaimana ditegaskan Allah

dalam firmannya:

Artinya: “Bahkan manusia menjadi pengawas atas dirinya

sendiri, walaupun (lisannya) menyampaikan berbagai

alasan yang (berbeda).” (QS Al Qiyamah: 14-15).

Dengan kapasitas itu manusia masih diberi ilham atau

petunjuk melalui hati secara langsung, sebagaimana firman

Allah:

Artinya: “dan kami telah menunjukkan dua jalan.” (QS. Al

Balad: 10).

Apa yang dimaksud dengan dua jalan itu Allah

69PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

menegaskan.

Artinya: “maka Allah memberikan ilham jalan kejahatan dan

jalan ketakwaan” (QS. As-Syams: 8).

Agar manusia itu tidak lalai dan lengah maka Allah

memberikan peringatan lebih tegas lagi dan juga ayat:

Artinya: “tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama

(Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada

jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada

Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya

ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang

tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha

mengetahui.” (QS. Al Baqarah 256).

Upaya manusia untuk mencari kebenaran telah

diberikan peluang sedemikian terbuka, sehingga lebih mudah

memperolehnya. Kalau manusia telah mampu menggunakan

bashirah-nya dengan baik, maka akan berimplikasi pada

fungsi qalbu yang lain yaitu dlomir (moral)

Kedua, dlomir (moral), manusia mempertimbangkan

pelaksanaan tindakan baik-buruk berdasarkan hati moral yang

disebut dlomir ini. Sementara itu dalam pelaksanaan dlomir

ini ada tiga derajat, pertama bersifat ijtima’i (melakukan

70 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

baik buruk berdasarkan pertimbangan masyarakat sekitar)

melakukan sesuai hanya dorongan sosial untuk meperoleh

pujian. Kedua bersifat qanuni, semata menjalankan aturan

baik perintah atau larangan yang bersifat legal, formal. Ketiga

bersifat diny, orang menjalankan perbuatan berdasarkan

pertimbangan agama.

Dalam kehidupan para sufi, peran hati ini sangat

menentukan sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits,

istafti qalbaka al birru ma ithma’anna ilaihi qalbuka wal

itsmi ma haka fi nafsika. Bertanyalah pada hatimu tentang

kebaikan yang membawa ketenteraman hatimu dan dosa yang

menghukum hatimu.

Ketiga, Fuad, kalau seseorang telah mampu

memfungsikan dlomir-nya dengan sempurna, maka akan

mampu mencapai tahap berikutnya yaitu fuad (nurani), nurani

ini punya daya deteksi sangat tajam dan peka, dia memberikan

pertimbangan yang sangat jujur, dan tidak pernah berbohong,

sekecil apapun kesalahan dan kebenaran akan dilihat dan

dirasakan dan akan memberikan pertimbangan apa adanya.

Sebagaimana firman Allah;

Artinya: “Hati tidak akan mendustakan apa yang telah

dilihatnya.” (QS. An –Najm 11).

Hanya saja kejujuran hati itu dibelokkan oleh nafsu

dan kepentingan sesaat hingga kebenaran yang disuarakan

hati itu tidak didengar lagi. Pengendalian nafsu akan mampu

memperbesar suara hati yang selalu benar dan jujur itu.

Seorang pemimpin, apalagi seorang hakim yang

setiap hari bergumul dalam pencarian keadilan seyogyanya

71PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

didalam hatinya memiliki tiga potensi dasar tersebut, agar

bisa mengambil keputusan secara benar, jujur, adil dan bisa

dipertanggungjawabkan. Kalau para pemimpin dan pengambil

keputusan telah mendayagunakan potensi-potensi tersebut

akan menjadi seorang pemimpin dan penegak hukum yang

bermartabat, memiliki moral dan integritas, sehingga setiap

keputusannya membawa maslahat bagi masyarakat dan

Negara.

Keempat, asraar, apabila seseorang telah mengasah

ketajaman potensi ketiganya maka akan muncul potensi

keempat yaitu asraar kekuatan misteri (mampu menembus

misteri), sehingga mampu membaca hal-hal yang bersifat

metafisik. Dengan adanya kemampuan metafisik ini segala

yang diputuskan sudah bisa dilihat implikasinya dan respon

publik terhadapnya.

Kelima, lathifah (kelembutan) yang merupakan soft

ware (perangkat lunak) yang bisa mengakses pemikiran

dan kesadaran orang, sehingga mampu menyadarkan dan

menggerakkan masyarakat agar mengarah pada jalan yang

benar.

Potensi keempat dan kelima ini maqam-nya sangat tinggi

dan susah dicapai, karena itu untuk menguasainya diperlukan

melaksanakan riyadloh yang berat dan dalam bimbingan

seorang mursyid (guru spiritual). Apabila seseorang telah

memfungsikan hatinya secara sempurna maka ia akan menjadi

seorang yang arif dan bijaksana dalam memimpin dan dalam

menetapkan dan mengambil keputusan.

Dilihat dari potensi yang seorang hakim, apalagi hakim

Agama Islam haruslah memiliki karakter sebagai berikut:

1. al-kafaah wat taahhul (proporsional) dan profesional

72 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dalam bertindak.

2. al-Infitah was sharahah (berpikir terbuka dan open

manajemen).

3. at-Ta’awun alal birri wal ihsan (bekerjasama dalam

menegakkan kebajikan dan kemaslahatan).

4. al-mas’uliyah (bertanggung jawab).

C. Introspeksi

Dalam pertemuan ini kita sengaja mencari upaya

berbagai persoalan penegakan hukum di Negeri ini berjalan

dengan baik. Dengan demikian kita selain harus membuka

diri juga harus legowo terhadap munculnya kritik serta peka

terhadap keprihatinan masyarakat terhadap pelaksanaan

hukum di Negeri ini. Seringkali pelaku kesalahan berat

dihukum ringan bahkan lepas dari jerat hukum. Sementara

pelaku kesalahan kecil dijerat dengan hukuman berat.

Walaupun semuanya diputuskan berdasarkan hukum dan

pasal tertentu, tetapi masyarakat selalu mengatakan bahwa

hukum yang diputuskan melanggar rasa keadilan. Maksudnya

rasa keadilan yang ada dalam hati nurani dan sanubari

masyarakat, hati yang jernih yang tidak berbohong.

Karena itu dalam upaya perbaikan ini perlu pertama

melakukan muhasabah, haasibu anfusakum qabla an

tuhasabu (koreksilah dirimu sendiri sebelum dikoreksi pihak

lain). Kedua, muatabah (menyalahkan diri sendiri), seorang

pemimpin yang berjiwa besar harus berani mengaku bersalah,

dan menyalahkan diri sendiri bila terdapat kebijakan atau

keputusan yang merugikan rakyat dan Negara, sebagaimana

firman Allah;

Fala talumuni wa lumu anfusakum Artinya: “janganlah

73PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

kamu menyalahkanKu, tetapi salahkanlah dirimu sendiri”.

Ketiga dalam memperbaiki sistem hukum nasional ini kita

perlu bersikap muraqabah (optimis), tetap memiliki harapan

walaupun keadaan gelap dan suram. Dengan optimis inilah

keadaaan bisa diperbaiki. Dalam menghadapi ujian dan

cobaan dan keadaan yang susah seorang mukmin tidak boleh

berputus asa, harus tetap optimis sebagaimana firman Allah

Artinya “Hai anak-anakKu, Pergilah kamu, Maka carilah

berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu

berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada

berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”

( QS. Yusuf :87).

Islam mengajarkan bahwa dalam situasi seburuk

apapun kita harus tetap optimis, karena kita masih punya

Tuhan, masih ada Allah. Dengan adanya keyakinan itu semua

kesulitan akan bisa diatasi. Bagi kita yang sedang menghadapi

persoalan besar, baik dibidang politik, ekonomi, hukum dan

kebudayaan, saat ini harus tetap optimis dan berani bekerja

keras untuk mengatasinya. Inilah tugas profetik atau nubuwah

kenabian untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik.

74 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Tanya Jawab

Komar

Pengadilan Agama Cimahi

Pertanyaan:

Berkenaan dengan masalah penegakan hukum dengan hati nurani,

seringkali menjadi celoteh orang. Dalam penegakan hukum tidak

ada yang namanya pasal kasihan, tapi seringkali pasal kasihan

banyak mempengaruhi praktek-praktek peradilan kita. Terkait

dengan hal tersebut, bagaimana pendapat Bapak?

Jawaban:

Tidak ada kaitan antara kasihan dan kebenaran hukum. Misalnya

kalau Saya kasihan, Saya kasih uang ini. Tidak boleh rasa kasihan

mempengaruhi hukum.

Endang Tamami

Pengadilan Agama Subang

Pertanyaan:

Berkaitan dengan masalah pengontrolan diri, tadi disampaikan

bahwa dalam mengontrol nafsu qhadlobiyah dan nafsu

syahwatiah, yang dijelaskan adalah qalbu. Yang ingin saya

tanyakan adalah bahwa kita memiliki akal pikiran, lalu dimana

posisi akal pikiran dalam mengontrol nafsu qhadlobiyah tadi?

Jawaban:

Akal itulah yang mengikat, perangkat untuk mencapai tujuan.

Jadi akalnya harus dipakai. Kalau orang bodoh mencuri sepatu

di Masjid, sedangkan orang-orang yang pintar bisa mencuri 6,7T,

tanpa pisau tanpa golok. Kebenaran sangat sulit dicari. Kebenaran

sangat langka di dunia, terutama di Indonesia. Gedungnya memang

semakin mewah tapi isi gedungnya keropos. Jadi kembali kepada

75PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

nurani kita karena keadilan sudah semakin langka.

Oding Halim

Pengadilan Agama Sumedang

Pertanyaan:

Bagaimana kita mengendalikan diri di akhir jaman ini? Banyak

sekali hukum/aturan dan kehidupan sekarang yang mempengaruhi

orang-orang Islam. Saya mohon Bapak memberikan dalil-dalil

untuk dimasukkan ke hati nurani Saya untuk menjaga ajaran-

ajaran Islam.

Jawaban:

Tarik-menarik antara ajakan ke arah sesat dan benar itu akan

selalu ada. Ada jalan lurus, ada jalan bengkok. Tinggal kita kuat

atau tidak. Telah jelas mana yang benar, mana yang salah dan

mana yang menyimpang. Tinggal kita pilih yang mana.

Dari jaman Nabi, sampai kapanpun akan selalu ada. Hanya saja

volumenya berbeda, sekarang volumenya semakin besar. Jaman

Nabi pun ada godaan-godaan dan jebakan-jebakan. Sahabat

Nabi pun ada yang berzina, ada yang melanggar hukum tapi Nabi

menegakkan keadilan seadil-adilnya. Ketika ada sahabat yang

membunuh orang non muslim, Nabi berkata: “barang siapa

yang membunuh non muslim maka akan berhadapan dengan

Saya. Dan barang siapa yang berhadapan dengan Saya maka

tidak akan selamat.” Hal itu dilakukan dalam rangka melindungi

non muslim. Ketika ada sahabat Nabi yang melapor ada maling

perempuan yang ternyata adalah saudara sepersusuan Nabi, ada

sahabat yang mengusulkan agar maling tersebut dibebaskan. Tapi

Nabi berkata: “Jangankan keponakan sepersususan, seandainya

maling tersebut adalah anak kandungku Fatimah maka bawalah

ke sini, saya akan memotong tangannya”.

76 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Semoga Bapak Ibu dan juga para pemimpin di Negeri ini juga bisa

meneladaninya.

Uman

Pengadilan Agama Purwakarta

Pertanyaan:

Seringkali kita menemukan atau berhadapan dengan kasus yang

menurut pemahaman kita adalah hal yang baru. Sementara dalam

peraturan materiil ada ketidaksamaan, katakanlah penyimpangan

hukum. Kita sering memutus berdasarkan keyakinan kita.

Ini yang mungkin kita perlu dibimbing. Secara pengetahuan

adalah sebuah keyakinan kita, tapi disisi lain ada hal-hal yang

harus dipertimbangkan secara moral. Kadangkala hati nurani

mempunyai pertimbangan sendiri. Apakah hal yang seperti ini

bisa diarahkan pembenarannya?

Jawaban:

Dalam perjalanan hakim pasti akan terjadi hal-hal yang baru

yang belum pernah dialami, atau memang kasusnya benar-benar

baru yang barangkali hukumnya belum jelas. Dalam hal ini maka

harus dimusyawarahkan. Bertukar pikiran dengan hakim lain

atau para ahli. Jadi dengan musyawarah. Kalau masih belum

puas maka lakukanlah sholat hajat meminta petunjuk pada

Allah. Jadikanlah sholat dan sabar sebagai penolong kita dalam

memecahkan persoalan. Sholat dan sabar bisa mengantarkan kita

dalam memecahkan masalah. Banyak contoh misalnya Sayyidina

Ali ketika terkena panah dipahanya. Beliau berpesan kepada

pengawalnya agar panahnya dicabut ketika Beliau sujud dalam

sholatnya, kemudian sampai salam dan selesai sholat beliau marah

dan berkata, mengapa panahnya tidak dicabut? Tapi pengawalnya

mengatakan bahwa panahnya telah dicabut. Ternyata ketika

77PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Beliau sholat, panahnya telah dicabut. Beliau tidak merasakan

apa-apa. Jadi masalah apa saja, mari kita musyawarahkan. Jika

sudah musyawarah mari kita minta petunjuk kepada Allah dengan

sabar dan sholat.

Ahrum Hoerudin

Pengadilan Agama Indramayu

Pertanyaan 1:

Di akhir zaman ini sangat sulit kita menemukan uswatun

khasanah. Siapa yang bisa menjadi panutan di akhir zaman ini?

Jawaban 1:

Memang saat ini sulit mencari panutan. Kita telah kehilangan figur

uswatun khasanah, maka jagalah dirimu sendiri dan jaga ahlimu/

keluargamu dari kecelakaan, karena jaman sudah seperti ini. Sulit

untuk menghindar dari jebakan-jebakan. Janji Allah itu hak, benar

dan pasti. Oleh karena itu jangan terjebak oleh urusan dunia.

Memahaminya memang mudah. Jangan terjebak uang, jabatan,

perempuan, dan lain-lain. Pengertian memang mudah dipahami,

tapi yang paling sulit adalah menjalaninya. Jangan terpedaya dan

terperosok dengan jebakan yang kelihatannya mengatasnamakan

Allah. Berjuang atas nama bangsa, atas nama rakyat tapi ternyata

korupsi juga. Membangun pesantren dan berjuang, tapi ternyata

ingin mengikuti hawa nafsunya agar dihormati orang, agar

dipanggil kiai dan sebagainya. Kelihatannya berjuang dan ceramah

di televisi padahal hanya ingin supaya namanya terkenal.

Jilbab juga kadang-kadang untuk menutupi kepalsuan, kopyah

juga sama kadang untuk menutupi kepalsuan. Padahal di dunia

ini 99,9% adalah palsu. Dasi palsu, sorban palsu, jas palsu, jilbab

palsu, jenggot palsu dan sebagainya. Asal mulanya adalah simbol,

semua itu simbol, tapi simbol itu harus sesuai dengan artinya.

78 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Jilbab adalah simbol menunjukkan hatinya baik dan moralnya

bagus. Simbol itu harusnya sesuai dengan yang disimboli. Seorang

kiai semakin panjang sorbannya, semakin panjang jenggotnya

maka harus semakin panjang dzikirnya kepada Allah. Jadi hati-

hati, tasbih juga jebakan, sorban juga jebakan. Jadi semua

itu jebakan. Jebakan-jebakan seperti ini yang sulit dipahami.

Tafsuf itu mencari kebenaran dan menghindar dari kepalsuan,

sebagainya. Kita jangan tertipu dan terpedaya yang kelihatannya

mengatas-namakan Allah.

Manusia juga seringkali menjadi sombong. Segala hal jika ada

keberhasilan dikatakan bahwa “hal itu karena saya”. Para auliya’

mengatakan bahwa begitu terlintas dalam benaknya bahwa “saya

ada”, maka itu dosa, sebab yang ada hanya Allah. Kita adalah

diadakan. Jangan terlintas bahwa kita ada, tapi kita diadakan. Jika

bilang “saya ada” maka sombong. Kita menggunakan kata ganti

“aku, engkau, dia”. Aku Toto, engkau Toto, dia Toto, aku Zaenab,

engkau Zaenab, dia Zaenab, itu hanyalah pinjaman dari Tuhan.

Manusia pasti akan mati, lalu kemana perginya “aku, engkau,

dia” yang pernah kita gunakan? Kemana perginya “aku” kalau

kita sudah mati? Perginya adalah kepada “AKU” yang tidak akan

mati selamanya. Jadi yang sebenar-benarnya “aku, engkau, dia”

itu adalah Allah. Aku Toto, dia Toto, engkau Toto itu hanyalah

pinjaman. Hak guna pakai kita hanya 70 tahun atau lebih atau

kurang, sedangkan yang mempunyai sertifikat asli adalah

Allah. Syekh Siti Jenar begitu lahir karena dikhawatirkan dapat

mengganggu perjuangan maka dititipkan kepada seorang pangeran

di Cirebon. Ketika dia mengatakan “aku Allah” sebenarnya itu

adalah benar, karena yang sebenar-benarnya “aku” itu adalah

Allah, yang hakekatnya “aku” adalah Allah, sedangkan kita hanya

meminjam. Laa ilaaha ila ana (tiada Tuhan kecuali AKU), Laa

79PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

ilaaha ila anta (tiada Tuhan kecuali ENGKAU), Laa ilaaha ila

huwa (tiada Tuhan kecuali DIA).

Saya tidak akan menyebut nama tapi seorang pemimpin itu

seharusnya ‘aayabun ‘aliman: mempunyai kapabilitas ilmu

pengetahuan, adilan: siap memperjuangkan keadilan, syuja’an:

berani, konsekuen, supportif, zahidan: tidak rakus, salimal

khalb: hatinya bersih, shohihal jizm: fisiknya sehat. Itu baru

pantas menjadi presiden, orangnya siapa? Ya kita cari sendiri.

Yang berilmu, bersikap adil, berani, tidak rakus, hatinya bersih,

moralitas dan integritasnya tinggi dan fisiknya sehat sempurna.

Pertanyaan 2:

Yang kedua, mengenai asraar dengan lathifah perlu ada mursyid.

Mursyid yang mana yang memenuhi persyaratan? asraar mana

atau lathifah mana yang dimaksud untuk memberikan suatu

gambaran predikat hakim yang adil dan bijaksana, terlebih dapat

memberi rasa keadilan dalam putusannya. Sekarang banyak sekte-

sekte, banyak partai-partai. Sekarang juga banyak torikat-torikat,

sehingga banyak terjadi perbedaan pendapat diantara para sekte-

sekte atau torikat-torikat tersebut. Misalnya saja perbedaan awal

bulan atau perbedaan penentuan waktu hari raya. Kelompok yang

mana yang bisa menjadi panutan di dalam masyarakat?

Jawaban 2:

Mengenai pertanyaan asraar yang mana, lathifah yang mana,

asraar kita tidak ada duanya, hanya satu. Artinya dalam hati kita

ada kekuatan yang namanya asraar, kekuatan yang tidak bisa

dilihat. Apalagi lathifah, yang bisa dikatakan adalah software.

Mengenai aliran dan perbedaan pendapat itu pasti ada. Namun

yang terpenting adalah jangan memonopoli kebenaran. Berbeda

pendapat boleh saja, tapi jangan sampai menghina yang lain. Misal

ada orang yang tidak suka berziarah kubur, ya silahkan saja. Tapi

80 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

jangan menyalahkan dan menghina orang yang berziarah kubur.

Saya kira itu saja, semoga bermanfaat. Bukan berarti saya merasa

yang paling benar, tapi mari kita bersama-sama perjuangkan

keadilan, karena kita sudah kehilangan figur uswatun khasanah.

SESI V

HUKUM PERBANKAN SYARIAH

DUDDY YUSTIADI, S.E.

PAKAR PERBANKAN SYARIAH

83

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

HukumPerbankan Syariah

A. Penjelasan

1. Prinsip Operasional Lembaga Keuangan Syariah

a. Prinsip Bagi Hasil (Musyarakah/Mudharabah);

b. Prinsip Jual Beli (al Bai’);

c. Prinsip Sewa (al Ijarah);

d. Prinsip Jasa-jasa (Ju’alah).

2. Produk Bank Syariah

84 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

B. Penghimpunan Dana

1. Prinsip Wadiah

Wadiah adalah titipan murni dari penitip yang harus

dijaga dan dikembalikan kapan saja bila penitip

menghendakinya.

2. Rukun Wadiah

a. Penitip/pemilik barang (muwaddi’);

b. Penerima titipan/orang yang;

c. menyimpan (mustawda’);

d. Barang yang dititipkan (wadi’ah);

e. Aqad/Ijab Qabul.

3. Jenis Wadiah

a. Wadiah Yad Al Amanah.

Merupakan titipan murni dengan pengertian:

• Penerima titipan wajib menjaga barang yang

dititipkan;

• Barang yang dititipkan tidak boleh digunakan

(diambil manfaatnya) oleh penerima titipan;

• Sewaktu titipan dikembalikan harus dalam

keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya

(sesuai dalam akad);

• Jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan

maka pihak yang menerima titipan tidak

dibebani tanggung jawab;

• Sebagai kompensasi atas tanggung jawab

penjagaan/pemeliharaan, pihak penitip dapat

dikenakan biaya titipan.

b. Wadiah Yad Ad Dhamanah.

Merupakan titipan murni dengan pengertian:

• Penerima titipan wajib menjaga barang yang

85HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dititipkan;

• Barang yang dititipkan tidak boleh digunakan

(diambil manfaatnya) oleh penerima titipan;

• Sewaktu titipan dikembalikan harus dalam

keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya

(sesuai dalam akad);

• Jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan

maka pihak yang menerima titipan tidak

dibebani tanggung jawab;

• Sebagai kompensasi atas tanggung jawab

penjagaan/pemeliharaan, pihak penitip dapat

dikenakan biaya titipan.

Merupakan pengembangan dari Wadiah Yad

Al Amanah yang disesuaikan dengan aktifitas

perekonomian dengan pengertian:

• Penerima titipan wajib taat kepada akad yang

telah disepakati oleh kedua belah pihak;

• Penerima titipan/simpanan diberi izin untuk

menggunakan dan mengambil manfaat dari

titipan tersebut (tidak idle);

• Penyimpan mempunyai kewajiban untuk

bertanggungjawab terhadap kehilangan/

kerusakan barang tersebut;

• Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan

tersebut menjadi hak penerima titipan;

• Sebagai imbalan kepada pemilik barang/dana

dapat diberikan semacam insentif berupa

bonus, yang tidak disyaratkan sebelumnya.

86 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

C. Prinsip Mudharabah

1. Mudharabah (Al Qiradh)

Suatu akad kerjasama atau perkongsian antara

dua pihak yaitu:

• Pihak pertama sebagai penyedia modal/dana untuk

suatu usaha (disebut sebagai shahib al maal);

• Pihak kedua yang bertanggungjawab atas

pengelolaan dana/manajemen usaha (disebut

sebagai mudharib).

2. Terjadinya Mudharabah

• Seseorang memiliki dana/modal akan tetapi tidak

mempunyai keahlian untuk mengelola dana, maka

diserahkanlah kepada ahlinya;

• Seseorang memiliki dana/modal, memiliki

keahlian akan tetapi tidak mempunyai waktu untuk

mengelola, maka diserahkanlah kepada ahlinya

yang mempunyai waktu untuk mengelola;

• Seseorang memiliki dana, memiliki keahlian,

mempunyai waktu akan tetapi tidak pernah dapat

kesempatan untuk berusaha.

3. Rukun Mudharabah

a. Orang yang berakal:

• Shahibul Maal (pemilik modal);

• Mudharib (pelaksana/usahawan).

b. Modal (Maal).

c. Kerja/Usaha (Dharabah).

d. Keuntungan (Ribh).

e. Akad (Ijab Qabul).

4. Jenis Mudharabah Dari Segi Kuasa Yang Diberikan

Kepada Pengusaha (Mudharib)

87HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Mudharabah Muthlaqah (Unrestricted Investment)

Pihak pengusaha/bank (sebagai mudharib) diberi

kuasa penuh oleh shahibul maal untuk menjalankan

proyek tanpa larangan/batasan yang berkaitan

dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu,

tempat, jenis perusahaan dan pelanggan.

• Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment)

Shahibul maal memberikan batasan mengenai

dimana, bagaimana atau untuk tujuan apa dana

tersebut diinvestasikan kepada pengusaha/bank

(sebagai mudharib) dalam pengelolaan dananya.

5. Jenis Mudharabah Dari Segi Kuasa Yang Diberikan

Kepada Pengusaha (Mudharib)

• Mudharabah Muthlaqah (Unrestricted Investment)

Pihak pengusaha/bank (sebagai mudharib) diberi

kuasa penuh oleh shahibul maal untuk menjalankan

proyek tanpa larangan/batasan yang berkaitan

dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu,

tempat, jenis perusahaan dan pelanggan.

• Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment)

Shahibul maal memberikan batasan mengenai

dimana, bagaimana atau untuk tujuan apa dana

tersebut diinvestasikan kepada pengusaha/bank

(sebagai mudharib) dalam pengelolaan dananya.

6. Isi Perjanjian Bagi Hasil

“Pihak pertama (pemilik dana/shahibul maal/

deposan/pemegang rekening) dan pihak kedua (bank/

pengelola dana/mudharib) berjanji akan berbagi hasil

atas dana pihak pertama yang diinvestasikan pada pihak

kedua dalam bentuk ...(deposito/tabungan)... Dengan

88 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

perbandingan bagi hasil …(45)… untuk pihak pertama

dan … (55) … untuk pihak kedua...”.

7. Nisbah

Angka perbandingan (porsi) pembagian

pendapatan antara shahibul maal dengan mudharib.

D. Penyaluran Dana

1. Musyarakah

Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua

pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana masing-

masing pihak berhak atas segala keuntungan dan

bertanggungjawab akan segala kerugian yang terjadi

sesuai dengan penyertaannya masing-masing.

a. Syirkah Mufawadha.

• Setoran dana harus sama;

• Keuntungan & Kerugian;

• Kerja dan Tanggung Jawab;

• Beban Hutang.

b. Syirkah Al-Inan.

• Setiap pihak memberikan porsi dari

keseluruhan dana;

• Berpartisipasi dalam kerja;

• Berbagi keuntungan dan kerugian yang besar

kecilnya telah disepakati bersama;

• Semua ulama membolehkan jenis Musyarakah

ini.

c. Syirkah A’maal.

Kerjasama dua pihak atau lebih yang masing-

masing mempunyai keahlian yang sama. Contoh:

• Arsitek dengan arsitek yang lain bekerjasama

89HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

untuk membangun proyek;

• Penjahit dengan penjahit menerima order

pembuatan seragam kantor.

Disebut juga sebagai: Syirkah Abdan atau Sanaa’i.

d. Syirkah Wujuh.

• Yang dipertaruhkan dalam praktek ini adalah

Reputasi dan Prestise;

• Membeli barang secara kredit dan dijual secara

tunai;

• Keuntungan & kerugian dibagi berdasarkan

jaminan yang diberikan kepada penyuplai;

• Karena tidak perlu modal, maka kontrak ini

lazim disebut sebagai Syirkah Piutang.

e. Rukun Musyarakah.

• Pemilik dana (Syarik/Shahibul Maal);

• Pengusaha (Musyarik);

• Proyek/kegiatan usaha (Masyru’);

• Modal (Ra’sul Maal);

• Nisbah bagi hasil (Nisbaturibhin);

• Ijab Qabul (Sighat).

f. Skema Musyawarah

90 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

2. Mudharabah

Mudharabah adalah suatu perkongsian antara

dua pihak dimana pihak pertama (Shahibul Maal)

menyediakan dana, dan pihak kedua (Mudharib)

bertanggung-jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan

dibagikan sesuai dengan rasio bagi hasil yang telah

disepakati bersama secara advance.

a. Rukun Mudharabah.

• Pemilik dana (Shahibul Maal);

• Pengusaha (Mudharib);

• Pekerjaan/proyek/kegiatan usaha (‘Amal);

• Modal (Ra’sul Maal);

• Nisbah bagi hasil (Nisbaturibhin);

• Ijab Qabul (Sighat).

b. Skema Mudharabah

91HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

3. Murabahah

Murabahah adalah menjual dengan harga asal

ditambah dengan margin keuntungan yang telah

disepakati.

a. Rukun Murabahah

• Penjual (Bai’);

• Pembeli (Musytari);

• Obyek/Barang (Mabii’);

• Harga (Tsaman);

• Ijab Qabul (Sighat).

b. Skema Murabahah

4. Salam

Salam adalah proses jual beli dimana pembayaran

dilakukan secara advance manakala penyerahan barang

dilakukan kemudian.

a. Rukun Salam

• Penjual (Muslam ilaih);

• Pembeli (Muslam);

• Obyek/Barang (Muslam Fiih);

• Harga (Ra’sul Maal as Salam);

• Ijab Qabul (Sighat).

b. Skema Salam

92 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

5. Istishna

Istishna adalah kontrak order yang ditandatangani

bersama antara pemesan dengan produsen untuk

pembuatan suatu jenis barang tertentu.

a. Rukun Istishna

• Produsen (Shani’);

• Pemesan (Mustashni’);

• Barang (Mashnu’);

• Harga (Tsaman);

• Ijab Qabul (Sighat).

b. Skema Istishna

6. Ijarah

Ijarah atau sewa yaitu memberi penyewa

kesepakatan untuk mengambil manfaat dari barang

sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan

yang besarnya telah disepakati bersama.

a. Rukun Ijarah

• Penyewa (Musta’jir);

• Pemberi Sewa (Mu’ajjir);

• Obyek Sewa (Ma’jur);

93HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Harga Sewa (Ujrah);

• Manfaat Sewa (Manfa’ah);

• Ijab Qabul (Sighat).

b. Skema Ijarah

E. Produk Jasa

1. Wakalah

Wakalah adalah Akad perwakilan antara dua

pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan

kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak

pertama.

Aplikasinya dalam perbankan, wakalah digunakan

untuk penerbitan Letter of Credit (L/C impor) atau

penerusan permintaan barang dalam negeri dari bank

di luar negeri (L/C ekspor). Wakalah juga diterapkan

dalam jasa transfer dan inkaso.

• Jenis Wakalah:

a. Wakalah al mutlaqah adalah mewakilkan

secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk

segala urusan.

b. Wakalah al muqayyadah adalah penunjukan

94 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

wakil untuk bertindak atas namanya dalam

urusan-urusan tertentu.

c. Wakalah al ammah adalah perwakilan yang

lebih luas dari pada al muqayyadah tetapi

lebih sederhana dari pada al mutlaqah.

2. Kafalah

Kafalah adalah akad jaminan dari suatu pihak

kepada pihak lain.

• Jenis-Jenis Kafalah:

a. Kafalah bin nafs adalah jaminan dari diri si

penjamin (personal guarantee).

b. Kafalah bil maal adalah jaminan pembayaran

barang atau pelunasan hutang.

c. Dalam aplikasinya di perbankan dapat ber-

bentuk jaminan uang muka (AdvancePayment

Bond), atau jaminan pembayaran ( payment

bond).

d. Kafalah Muallaqah adalah jaminan mutlak

yang dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan

untuk tujuan tertentu.

Dalam perbankan hal ini diterapkan untuk

jaminan pelaksanaan suatu proyek (performance

bonds) atau jaminan penawaran (bid bonds).

3. Hawalah

Hawalah adalah akad pemindahan hutang piutang

suatu pihak kepada pihak lain. Kebanyakan ulama tidak

memperbolehkan pengambilan manfaat (imbalan) atas

pengalihan hutang-piutang tersebut antara lain dengan

mengurangi jumlah piutang atau menambah jumlah

hutang tersebut. Bank hanya boleh membebankan fee

95HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

atas jasa penagihan.

4. Ju’alah

Ju’alah adalah akad dimana pihak pertama

menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas

pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan yang dilakukan

oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama.

Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam

menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil

fee dari nasabah. Misalnya: Referensi bank, informasi

usaha dsb.

5. Sharf

Sharf adalah transaksi pertukaran emas dan

perak, atau pertukaran valuta asing.

• Syarat-syarat:

a. Harus tunai;

b. Serah terima harus dalam majelis kontak;

c. Bila pertukaran antara mata uang yang sama

harus dalam jumlah / kuantitas yang sama.

6. Al Qardh

Al Qardh adalah pemberian harta kepada orang

lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan

kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.

Dalam literatur fiqh al qard dikategorikan sebagai

aqd tathawwu’i atau akad saling bantu membantu dan

bukan transaksi komersial.

a. Rukun Al Qardh:

• Peminjam (muqtaridh);

• Pemilik dana/pemberi pinjaman (muqridh);

• Jumlah dana (qard);

• Ijab-qabul (sighat).

96 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

b. Syarat Al Qardh:

• Kerelaan kedua pihak yang berakad;

• Dana yang dipinjamkan halal dan bermanfaat.

c. Aplikasi Al Qardh dalam perbankan:

• Sebagai produk pelengkap kepada nasabah

yang membutuhkan dana talangan segera

untuk masa yang sangat pendek;

• Sebagai produk untuk menyumbang usaha

yang sangat kecil atau membantu sektor sosial.

Skema khusus untuk ini dikenal sebagai produk

al qardh al hasan.

7. Rahn

Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu

puhak kepada pihak lain, dengan uang sebagai gantinya.

• Dalam aplikasinya akad ini dapat digunakan

sebagai:

a. Tambahan pada pembiayaan beresiko dan

memerlukan jaminan tambahan;

b. Produk tersendiri untuk melayani kebutuhan

yang bersifat konsumtif seperti pendidikan,

kesehatan dsb.

97HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Tanya Jawab

Oding Halim

Pengadilan Agama Sumedang

Pertanyaan 1:

Apa perbedaan deposito di bank syariah dengan bank konvensional?

Jawaban 1:

Perbedaan deposito antara bank syariah dengan bank konvensional

adalah ketika kita deposito di bank konvensional, kita sudah

mengetahui berapa besar bunganya. Misal bunganya 6% perbulan.

Sedangkan deposito di bank syariah kita tidak tahu berapa

besarnya bunga, yang diketahui adalah nisbah. Nisbahnya adalah

70% untuk nasabah, 30% untuk bank. Tapi nilai dari 70% tersebut

belum diketahui karena untung dan rugi bank baru dihitung ketika

akhir bulan. Berapa pendapatannya dan berapa ruginya, itu ada

hasil yang akan dibagikan kepada para deposa. Jadi bedanya

adalah terkait masalah hasil. Pada bank konvensional, dari awal

kita sudah mengetahuinya, namun pada bank syariah kita belum

mengetahuinya.

Pertanyaan 2:

Kalau di bank konvensional deposito ada yang 6 bulan ada yang

3 bulan, bahkan setiap bulan bisa dirubah depositonya dan

bisa diperpanjang, kalau di bank syariah berapa bulan bisa ada

perubahannya?

Jawaban 2:

Kalau yang namanya deposito di bank syariah secara hukum positif,

produk tetap ikut pada bank konvensional. Bila di konvensional

1 bulan, maka di syariah ada 1 bulan. Bila di konvensional ada 3

bulan, maka di syariah ada 3 bulan. Pada prinsipnya sama, tapi

bagi hasil dihitung pada akhir bulan.

98 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Jajang Suherman

Pengadilan Agama Karawang

Pertanyaan:

Dalam wadiah dhamanah bank tidak menjanjikan apa-apa, tapi

apabila untung bank akan memberikan bonus. Masalahnya kapan

bank akan menentukan keuntungan itu? Dan prosentasenya

siapa yang menyepakatinya? Apakah nasabah dengan bank? Atau

sepihak? Kalau bank terjadi kerugian apakah nasabah juga bisa

dibebani tanggung jawab?

Jawaban:

Tidak ada perjanjian khusus antara nasabah dengan bank untuk

penentuan bonus, nasabah tahunya adalah titip. Bank tidak

memperjanjikan berapa bonus yang akan diberikan, tapi bank akan

memberikan bonus, kapan memberikan bonusnya? Bank akan

menghitung bonusnya ketika akhir bulan. Jadi di bank syariah ada

yang namanya komite ALMA (Asset, Liability, Managemen) yang

melakukan meeting setiap bulan. Anggota ALMA adalah direksi,

kepala divisi dan kepala cabang. Komite ALMA ini menentukan

bagaimana assetnya, bagaimana utangnya, berapa besar

keuntungan yang diperoleh bank dan berapa besar keuntungan

yang akan dibagikan kepada nasabah. Yang menentukan adalah

komite ALMA, Kalau untung, akan dibagikan kepada nasabah, tapi

kalau rugi, nasabah tidak menanggung kerugian. Bonus wadiah

tidak diperjanjikan kepada nasabah.

A. Jazuli

Pengadilan Agama Sukabumi

Pertanyaan:

Pada intinya pada bank syariah tidak ada perjanjian untuk memberi

dan diberi. Baik nasabah maupun yang dititipi (bank). Dalam

99HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

kenyataan yang Bapak alami itu seperti apa? Saya mempunyai

gambaran kalau pada intinya dalam praktek bank syariah hampir

sama dengan bank konvensional, ketika kita titip, maka kita juga

akan mendapatkan bonus. Ketika kita deposito juga sama, meskipun

tidak diperjanjikan, tapi pada intinya kita tetap mendapatkan

bonus. Sejauh mana perbedaan antara bank konvensional dengan

bank syariah ketika nasabah mendapatkan keuntungan? Apakah

jauh lebih besar atau sama? Apakah signifikan sehingga membuat

masyarakat akan berbondong-bondong ke bank syariah.

Jawaban:

Antara giro atau tabungan dengan deposito itu berbeda. Tabungan

menggunakan konsep wadiah, artinya tidak ada perjanjian antara

nasabah dengan bank untuk memberikan bagi hasil, akan tetapi

bank akan tetap memberikan bonus kepada nasabah meskipun

tidak diperjanjikan diawal. Hal ini dikarenakan uangnya digunakan

oleh bank, sehingga ketika ada untung, bank akan membagikannya

kepada nasabah. Besarnya bonus bisa lebih besar, bisa sama,

bisa juga lebih kecil dari bank konvensional, atau bisa juga sama

sekali tidak menerima bonus. Sedangkan deposito menggunakan

konsep mudharabah artinya diawal telah diperjanjikan mengenai

bagi hasil, hukumnya wajib diperjanjikan diawal dan tidak boleh

diakhir. Jadi nasabah mudharabah akan mendapatkan bagi hasil

yang telah diperjanjikan diawal, sehingga jelas berapa bagian

yang akan diperoleh bank dan berapa bagian yang akan diperoleh

nasabah.

Mengapa sama dengan bank konvensional? Memang sama, karena

hitungannya adalah sama.

100 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Anonym

Pertanyaan:

Sekarang kalau ada sengketa ekonomi syariah adalah ada

kewenangan badan arbitrase syariah, ada juga pengadilan agama

sesuai Undang-Undang No. 3 Tahun 2006.

Andaikata ada pengaduan tentang kerugian biaya pokok, karena

kalau keuntungan tadi dalam akad perjanjian tidak disebutkan,

tergantung perhitungan akhir bulan, tapi kalau bank mengalami

kerugian kemudian simpanan pokoknya tidak disebut maka

apakah akan dikembalikan atau bagaimana?

Jawaban:

Nanti kita jawab pada waktu menjelaskan distribusi bagi hasil.

Ahrum Hoerudin

Pengadilan Agama Indramayu

Pertanyaan:

Siapa yang menentukan besarnya prosentase 30%, 70%? Apakah

itu memang konsep syariah atau kesepakatan komite ALMA?

Kembali pada persoalan tanggungan. Pada awal jumlahnya bisa

dikalkulasikan keuntungan bisa diambil 30%, bisa 70%. Hanya saja

tidak bisa diprediksi sebelumnya prosentase keuntungan seperti di

bank konvensional. Apakah hal tersebut tidak melanggar konsep

syariah karena sudah ditentukan terlebih dulu keuntungannya?

Jawaban:

Yang menentukan besarnya prosentase apakah 30% dan 70%

adalah komite ALMA, kemudian ditayangkan dalam counter,

dalam counter ada nisbah. Misal satu bulan 70-30, tiga bulan

sekian, kemudian ditawarkan kepada nasabah. Jika nasabahnya

mau, maka akan ditandatangani perjanjian. Misal ada nasabah

melakukan negosiasi 80% dan 20%, lalu disepakati maka menjadi

101HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

80% dan 20%. Jadi bisa dinegosiasikan, tapi ditawarkan. Jika

nasabah sepakat, ya sepakat. Siapa yang membuat? Ya ALMA atau

menejemen tadi.

Bank syariah sudah membuat budget, sehingga bank syariah bisa

menolak dana, berbeda dengan bank konvensional. Pada bank

konvensional terlebih dahulu mencari dana sebanyak-banyaknya,

sedangkan bank syariah tidak, justru dibalik. Bank syariah

akan mencari dulu nasabah peminjam, kemudian diproses dan

dicairkan. Darimana dananya? Barulah bank syariah mencari

dananya. Sedangkan kalau di bank konvensional terlebih dahulu

dicari dananya. Masalah nanti akan disalurkan kemana, itu urusan

nanti. Dampaknya adalah bank syariah tidak boleh menyimpan

dana idol. Jadi setiap dana yang masuk harus selalu langsung

disalurkan. Itu bedanya.

Jadi saat banyak dana, bank syariah bisa menolak apabila ada

nasabah nasabah yang ingin masuk. Apabila nasabah tersebut

dibiarkan masuk maka nasabah yang lain akan tergerus

penghasilannya. Contoh: ada nasabah, nasabah A=1.000, nasabah

B=2.000, nasabah C=3.000, total 6.000. Kemudian disalurkan

6.000. Misal hasilnya adalah 300. Berapa yang dibagikan kepada

nasabah? Yang dibagikan kepada nasabah adalah 300, tapi 300

dihitung dulu berapa untuk bank dan berapa untuk nasabah.

Menghitungnya adalah dari nisbah, tadi 30% untuk bank dan 70%

untuk nasabah. Sekarang kita lihat, 70% dari 300=210, sehingga

210 dibagi kepada nasabah yang jumlahnya 6.000, sehingga A

akan mendapat 1.000/6.000 x 210 = 35. Sekarang kalau misalkan

ada nasabah yang ingin masuk lagi, misal D=4.000 dan E=5.000.

Sehingga totalnya adalah A+B+C+D+E = 1.000 + 2.000 + 3.000 +

4.000 + 5.000 = 15.000. Jadi sekarang pembaginya adalah 15.000,

sehingga bagian A sekarang menjadi = 1.000/15.000 x 210 = 14.

102 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Jadi bank syariah bisa menolak dana, karena kalau diterima akan

mengakibatkan berkurangnya bagian keuntungan dari nasabah

yang ada. Sehingga cari dulu peminjamnya baru mencari dananya,

itulah beda bank syariah dengan bank konvensional.

Abdul Aziz

Pengadilan Agama Majalengka

Pertanyaan:

Tadi dijelaskan bahwa pada bank syariah ketika ada untung maka

bagi hasil, tapi ketika rugi nasabah tidak menanggung kerugian.

Apabila yang menyimpan wadiah itu sekian orang, kemudian bank

mengalami kerugian maka menanggung kerugiannya darimana?

Jawaban:

Pada intinya wadiah adalah titipan murni yang wajib dikembalikan

kapan saja jika sama-sama menghendakinya. Wajib dikembalikan,

kalau tidak bisa dikembalikan di dunia maka akan ditagih di

akhirat. Sehingga kita sudah usul kepada Bank Indonesia (BI)

bahwa kita tidak usah ikut LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan)

karena sudah jelas bahwa investasi ada resikonya. Ada untung

ada rugi, kalau untung nasabah mendapatkan keuntungan, kalau

rugi nasabah juga harus menanggungnya. Kalau wadiah apa?

Tapi kalau yang namanya investasi atau mudharabah, tidak ada

kewajiban bank untuk mengembalikan. Justru wadiah yang wajib

dikembalikan, sampai kapanpun. Kalau banknya bankrut maka

yang dilihat adalah wadiah-nya dulu. Darimana? Dari modal.

Ambil itu untuk wadiah semuanya. Sehingga dalam peraturan

perbankan disebutkan bahwa, bank berkewajiban menyimpan

dana nasabah wadiah di BI dalam bentuk blokir. Jadi simpanan

wajib sekian persen tidak boleh digunakan. Namanya simpanan

wajib di bank, tidak boleh digunakan. Ini adalah titipan, kalau

103HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

titipan setiap saat bisa diambil, kalau investasi kan jelas ada

jangka waktu, tapi kalau titip wajib dikembalikan, sehingga tidak

ada kewajiban bagi bank syariah untuk ikut LPS. Bank Indonesia

membolehkan bank syariah tidak ikut LPS. Tapi apabila nasabah

tahu bahwa bank tidak ikut LPS maka tidak akan ada nasabahnya

sehingga bank syariah pun ikut LPS.

Metode distribusi bagi hasil yang digunakakan oleh bank syariah,

pertama adalah revenue (pendapatan), yang kedua adalah

profit (keuntungan), yang ketiga adalah profit and loss (untung

dan rugi). Jadi inilah metode bagi hasil yang digunakan oleh

bank syariah, silahkan bank syariah memilih yang mana, mau

pendapatan yang dibagikan, mau keuntungan yang dibagikan atau

mau menggunakan perjanjian untung dan rugi.

Revenue sharing (pendapatan yang dibagikan) adalah bank

menyalurkan dana kepada nasabahnya, ada hasil, nasabahnya

bayar ke bank, itulah pendapatan. Pendapatan yang dibagikan

ini diperjanjikan dengan nasabah penghimpun dana. Kalau

pendapatan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah, maka

bunyinya adalah bank akan memberikan hasil kepada nasabah

apabila bank menerima pendapatan. Apabila tidak ada pendapatan

maka bank tidak akan memberikan hasil atau kompensasi. Apabila

bank rugi, maka nasabah tidak mendapat bagi hasil. Apakah

uang nasabah hilang? Tidak, karena yang diperjanjikan adalah

kalau menerima pendapatan akan dibagi, kalau rugi tidak ada

perjanjiannya. Perjanjian yang ada adalah kalau ada pendapatan

maka akan dibagi, sudah itu saja. Sehingga kalau bank rugi maka

uang nasabah tidak akan hilang.

Yang kedua profit (keuntungan). Dalam metode ini, yang

diperjanjikan adalah keuntungan, sehingga kalau bank untung

maka nasabah akan mendapatkan bagi hasil, sedangkan kalau

104 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

bank rugi maka nasabah tidak mendapat bagi hasil. Sehingga

kalau bank rugi maka uang nasabah tidak akan hilang karena

yang diperjanjikan adalah kalau ada keuntungan, sedangkan kalau

terjadi kerugian tidak diperjanjikan.

Yang ketiga profit and loss (untung dan rugi). Kalau profit and loss

sharing yang diperjanjikan maka bunyinya adalah apabila bank

mendapatkan keuntungan maka akan bagi hasil, apabila bank

mengalami kerugian maka nasabah juga ikut menanggungnya,

sehingga uang nasabah akan hilang.

Praptiningsih

Pengadilan Agama Cikarang

Pertanyaan 1:

Apakah bank syariah bisa memberikan pinjaman kepada nasabah?

Jawaban 1:

Pada konsep bank syariah ada produk yang namanya qardh.

Bank syariah boleh meminjamkan kepada nasabahnya, tapi tidak

diperbolehkan untuk mengambil keuntungan. Apabila nasabah

pinjam 10 juta, maka yang harus dikembalikan 10 juta. Tidak boleh

ada unsur penambahan didalamnya. Itulah yang disebut sebagai

qardh. Pertanyaannya adalah dari mana sumber dananya? Misal

ada nasabah deposito 1M selama 6 bulan, ternyata baru 3 bulan

nasabah mau mencairkan Rp.50 juta. Depositonya 1M sedangkan

yang nasabah butuhkan adalah Rp.50 juta, maka nasabah tersebut

tidak perlu mencairkan deposito, tapi bank akan memberikan

dana talangan Rp.50 juta dalam bentuk pinjaman qardh, tidak

ada penambahan, yang ada adalah biaya administrasi. Darimana

sumber dananya? Sumber dananya berasal dari wadiah. Bank

akan tetap aman meskipun memberikan pinjaman Rp.50 juta

karena nasabah mempunyai deposito Rp.1milyard.

105HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Pertanyaan 2:

Kalau tidak punya deposito di bank tersebut bagaimana?

Jawaban 2:

Tidak bisa Bu.

Pertanyaan 3:

Apakah bisa pakai jaminan?

Jawaban 3:

Tidak bisa. Bila bank melakukan transaksi dengan nasabahnya

harus ada underline transaction, yaitu untuk keperluan apa. Misal

mau beli rumah, buka usaha, mau ke rumah sakit. Kalau tidak

punya uang bagaimana? Bisa menggunakan yang namanya qardh

al hasan. Ketika bank syariah kami baru buka, datang seorang

tukang buah untuk meminjam uang Rp.50ribu untuk modal usaha,

lalu bank memberikan pinjaman Rp.100ribu, dalam 10 bulan

lunas, kemudian diberi pinjaman lagi Rp.500ribu dalam 10 bulan

lunas, kemudian diberi pinjaman lagi Rp.1juta dalam 10 bulan

lunas. Terakhir setelah 3 tahun sudah punya tabungan Rp.25 juta.

Jakarsih

Pengadilan Agama Cibinong

Pertanyaan:

Apakah bank syariah bisa meminjam dana ke bank konvensional?

Jawaban:

Pada bank konvensional namanya interbank borrowing. Pada

bank syariah namanya PUAS (Pasar Uang Antar Bank Syariah).

Ada yang namanya sertifikat investasi mudharabah antar bank

syariah. Jadi yang namanya bank syariah tidak bisa meminjam ke

bank konvensional karena konsepnya berbeda, pinjamnya harus

ke bank syariah.

106 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Amu Nadjmuddin

Pengadilan Agama Garut

Pertanyaan:

Andaikata bank mengalami kerugian selama berbulan-bulan dan

membuat nasabah hilang kepercayaan terhadap bank tersebut,

padahal dalam laporan keuangan bank tertulis pendapatan

Rp.500juta, biaya Rp.300juta dan untung Rp.200juta. Apakah

ada pihak ketiga atau pihak independen yang memeriksa dan

mengawasi laporan keuangan tersebut?

Jawaban:

Bank tidak bisa berbohong lagi, semua harus dilaporkan secara

detail. Jika seandainya pembiayaan disalurkan, maka harus jelas

penyalurannya, apakah perkebunan, pertanian atau pertambangan.

Harus jelas berapa nasabahnya, berapa jumlahnya, tempatnya

dimana, semua harus jelas. Jadi ada kode-kode sandinya. Termasuk

bagi hasil kepada nasabah pun wajib dilaporkan ke Bank Indonesia.

Semua bank termasuk bank syariah berada dibawah kendali dan

pengawasan Bank Indonesia yang setiap bulan menerima laporan

keuangan bank di seluruh Indonesia, baik itu bank syariah maupun

bank konvensional, semua wajib lapor. Jadi semua bank berada

dibawah pengawasan langsung Bank Indonesia, nantinya akan

berada dibawah pengawasan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Bank

Indonesia secara periodik akan mengaudit secara langsung, bank

tidak mengetahui kapan waktunya, Bank Indonesia bisa datang

kapan saja untuk mengaudit, langsung on the spot,

Bua Eva Hidayah

Pengadilan Agama Bandung

Pertanyaan:

Distribusi bagi hasil tadi sudah dijelaskan ada 3 yaitu, revenue,

107HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

profit, profit and loss. Kalau kembali kepada konsep pendapatan

dan keuntungan yang selama ini berjalan, berarti bank syariah

yang sekarang belum syariah, masih konvensional juga, karena di

bank konvensional juga ada pendapatan dan ada keuntungan.

Kemudian yang kedua mengenai peminjaman yang dilakukan oleh

Saya sendiri kepada Bank Muamalat. Saya punya rekening yang

disisihkan, uang yang disisihkan ditahan oleh pihak bank untuk

menjaga jangan sampai nasabah lalai membayar pada saatnya.

Karena ini kaitannya dengan pinjaman melalui koperasi, oleh

pihak bank melalui koperasi kemudian disalurkan kepada

anggota, koperasi mendapat keuntungan dari pinjaman yang

telah Saya peroleh. Namun diakhir peminjaman, uang simpanan

yang tadinya ditahan oleh bank itu tidak ada lagi, padahal pihak

bank mengatakan bisa diambil, kalau habis waktunya kita bisa

mengambil bonus.

Jawaban:

Metode bagi hasil itu ada 3 yaitu, revenue sharing, profit sharing,

dan profit and loss sharing. Kenapa bank syariah tidak mau

menggunakan profit and loss sharing? Atau belum menggunakan

profit and loss sharing? Kalau profit and loss sharing itu artinya

kalau ada untung dibagi, tapi kalau rugi nasabah ikut menanggung.

Sekarang kalau banknya baru buka, itu kan rugi Bu. Bisa rugi terus

sampai 1 tahun. Jika dalam business plan, dalam perencanaan

keuangan, itu bisa rugi terus. Jika rugi terus, maka nasabahnya

tidak akan mendapatkan bagi hasil, karena yang diperjanjikan

adalah ketika untung akan bagi hasil, tapi ketika rugi nasabah

juga akan ikut menanggung. Berbeda dengan revenue sharing,

pada saat bank ada pendapatan maka bank akan berbagi hasil

dengan nasabah. Sedangkan profit sharing ketika bank mendapat

keuntungan maka akan bagi hasil, tapi kalau profit and loss

108 HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

sharing ketika bank untung akan berbagi hasil, namun jika bank

mengalami kerugian maka nasabah juga ikut menanggung. Jadi

belum bisa diterapkan. Bukan dalam artian tidak syariah, tapi

yang paling baik sebetulnya menggunakan profit and loss sharing.

Jika terdapat transaksi bank dengan nasabah dan bank tersebut

merasa kurang, maka bank tersebut bisa meminta jaminan lain

kepada nasabahnya. Bisa berbentuk tabungan atau deposito,

kemudian tabungan dan deposito itu diblokir oleh bank, tidak

bisa dicairkan dan tidak bisa diambil. Baru dapat diambil setelah

selesai transaksinya, sesuai perjanjian. Tapi bagaimana itu bisa

hilang? Karena kan itu jaminan, saya tidak tahu kenapa jaminan

Ibu bisa hilang, itu kan jaminan, kenapa bisa hilang? Biasanya yang

hilang itu adalah pada nasabah yang mempunyai tunggakan yang

tidak bisa dibayar dan tidak bisa ditagih. Biasanya mengambil dari

jaminan tersebut. Untuk mengambilnya biasanya bank meminta

kepada nasabah untuk memberikan standing instruction. Jadi

nasabah memberikan surat kuasa kepada bank untuk mendebet

ketika nasabah tersebut tidak bisa membayar. Mungkin itu Bu.

Kenapa uang Ibu bisa hilang. Mungkin itu blokir Bu, bisa deposito

yang diblokir, bisa juga tabungan.

Uman

Pengadilan Agama Purwakarta

Pertanyaan 1:

Bentuk sengketa keperdataan apa saja yang mungkin terjadi di

bank syariah?

Jawaban 1:

Semua aspek bisa. Jadi kalau Bapak lihat ke lembaga arbitrase,

itu semua bisa masuk kesana, termasuk sengketa jaminan yang

diblokir. Jadi semua aspek, aspek penghimpunan dana maupun

109HUKUM PERBANKAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

penyaluran dana, yang paling banyak adalah penyaluran dana.

Pertanyaan 2:

Dalam hal ada kredit pinjaman yang macet, eksekusi oleh bank

umum lazim digunakan debt collector, kalau pada bank syariah

bagaimana? Atau kecenderungannya ke Badan Arbitrase atau ke

Pengadilan Negeri atau ke Pengadilan Agama?

Jawaban 2:

Bank Syariah tidak menggunakan badan yang hitam-hitam

tersebut, kalau dulu kita menggunakan tim amin-amin, itu

pernah kita praktekkan. Jadi kalau ada nasabah yang menunggak

tagihan, kita akan datangi rumah nasabah yang bersangkutan.

Kita lakukan tahlilan dirumahnya. Kita doakan nasabah tersebut

supaya rejekinya banyak dan mampu membayar. Ini benar-benar

kita alami. Kalau bank konvensional bisa saja menggunakan

debt collector, kalau bank syariah tidak. Jadi kita datangi secara

baik-baik dulu, kita doakan, setelah tidak bisa barulah ke Badan

Arbitrase kemudian lanjutnya ke pengadilan, tapi kita tidak

menggunakan debt collector.

SESI Vi

PEGADAIAN SYARIAH

DR. IR. IWAN P. PONTJOWINOTO, M.M.

PAKAR EKONOMI SYARIAH DAN

MANTAN KETUA UMUM MES

113

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

AKAD RAHN DAN AKAD-AKAD JASA KEUANGAN

1

Konsep Dasar Hubungan Usaha

PEMILIKDANA

PEMILIKUSAHA

SahamRp.

PENGGABUNGAN (PERCAMPURAN)

DANA - USAHA

PEMBELI(PEMILIK

DANA)

PENJUAL(PEMILIKBARANG)

PERTUKARANDANA - BARANG

Pembiayaan Perdagangan

PEMBELI(PEMILIK

DANA)

PENJUAL(PEMILIKBARANG)

PERTUKARANDANA - BARANG

Fasilitas pembiayaan pada kegiatan perdagangan antara Pemilik Usaha (sebagai Pembeli atau Penjual) dengan Mitra Dagang, berupa:

•Fasilitas Penundaan Pembayaran (Murabaha)•Fasilitas Penundaan Penyerahan (Salam)

•Pemesanan Barang dan Pembayaran Cicilan (Istishna’)

PEMBERIPEMBIAYAAN

1

Konsep Dasar Hubungan Usaha

PEMILIKDANA

PEMILIKUSAHA

SahamRp.

PENGGABUNGAN (PERCAMPURAN)

DANA - USAHA

PEMBELI(PEMILIK

DANA)

PENJUAL(PEMILIKBARANG)

PERTUKARANDANA - BARANG

Pembiayaan Perdagangan

PEMBELI(PEMILIK

DANA)

PENJUAL(PEMILIKBARANG)

PERTUKARANDANA - BARANG

Fasilitas pembiayaan pada kegiatan perdagangan antara Pemilik Usaha (sebagai Pembeli atau Penjual) dengan Mitra Dagang, berupa:

•Fasilitas Penundaan Pembayaran (Murabaha)•Fasilitas Penundaan Penyerahan (Salam)

•Pemesanan Barang dan Pembayaran Cicilan (Istishna’)

PEMBERIPEMBIAYAAN

114 PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

2

Pembiayaan Usaha

PEMILIKDANA

PEMILIKUSAHA

PENGELOLAAN USAHA

100% PEMBIAYAAN DANA

MUDHARABA

PEMILIKBADAN USAHA

BADANUSAHA

DANA & TENAGA

MUSYARAKA

SAHAM / KEPEMILIKAN

Pembiayaan Pengadaan Aset

PEMBELI(PEMILIK

DANA)

PENJUAL(PEMILIKBARANG)

PEMINJAMANASET

Pembiayaan berdasarkan pemakaian aset dengan imbalan upah tertentu

yang lazim disebut sebagai penyewaan aset

PEMBERIPEMBIAYAAN

115PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

3

PIHAKPERTAMA

PIHAKKEDUA

PEMILIKDANA

BUTUHDANA

QARDH (Pinjaman)RAHN (Agunan)

HUBUNGANUSAHA

PEMBERIJASA

Wadi’ah (Penitipan)Wakalah (Agen/Wakil)Hawalah (Pengalihan)Kafalah (Penjaminan)

Hubungan Jasa Keuangan

Hadits tentang Rahn

Dari ‘Aisyah r.a., ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorangYahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”(HR Bukhari dan Muslim)

Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: “Tidak terlepaskepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.” (HRDaraquthni dan Ibnu Majah)

Dari Abu Hurairah , Nabi SAW bersabda: “Tunggangan(kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggungbiayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat dperahsusunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajibmenanggung biaya perawatan dan pemeliharaan.” (HR Jama’ahkecuali Muslim dan al-Nasa’i)

116 PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

4

Qardh

Akad pinjam-meminjam

1

Barang/Objek diserahkan oleh pemberi pinjaman kepada peminjam 2

Barang/Objek diserahkan kembali dari peminjam kepada pemberi pinjaman

3

Pemberi Pinjaman(Muqtaridh)

Peminjam(Muqhridh)

Qardh: Muqtaridh memberikan barang/uang untuk dipinjam oleh Muqhridh dengan ketentuan harus dikembalikan dalam kondisi/mutu/jumlah yang sama pada waktu tertentu.

Fatwa DSN – Akad qardh

Kebutuhan: pinjaman (untuk jangka pendek) Qardh: pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh)

yang memerlukan dimana nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.

Atas pemberian pinjaman dapat diminta jaminan/agunan. Muqtaridh dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan

sukarela selama tidak diperjanjikan dalam akad. Biaya administrasi dapat dibebankan kepada Muqtaridh tetapi

besarnya tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Bila Muqtaridh tidak bisa mengembalikan sebagian atau seluruh

kewajibannya pada saat yang disepakati, dan ketidakmampuan tersebut telah dapat dipastikan maka dapat diberikan kelonggaran (memperpanjang jangka waktu) atau diberikan sedekah (menghapus sebagian atau seluruh kewajibannya).

Bila Muqtaridh terbukti tidak beritikad baik, dapat dijatuhkan sanksi.

Dana al-Qardh tidak boleh dari titipan/simpanan nasabah LKS

117PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

5

Fatwa DSN – Akad qardh terkait akad Mu’awadhah

Kebutuhan: pinjaman (untuk jangka pendek) sebagai pelengkap akad-akad mu’awadhah (pertukaran dan bersifat komersial) yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.

Akad-akad Mu’awadhah antara lain Rahn Emas, Pengalihan Utang, Syariah Charge Card, Syariah Card, Anjak Piutang Syariah, Pembiayaan Pengurusan Haji LKS.

Pengembalian pinjaman (qardh) tidak boleh disyaratkan adanya tambahan atau bagi hasil.

Jaminan/agunan ditentukan menurut akad-akad Mu’awadhah. Besarnya biaya administrasi atas pinjaman (Qradh) tidak boleh

ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Dana al-Qardh boleh berasal dari dana nasabah LKS yang

dititipkan/disimpan dengan akad wadi’ah atau mudharabah. Keuntungan atau pendapatan dari akad atau produk yang

menggunakan akad-akad Mu’awadhah yang dilengkapi dengan akad Qardh tersebut harus dibagikan kepada nasabah LKS sesuai dengan akad antara nasabah tersebut dengan LKS.

Rahn

Akad

1

Uang diserahkan oleh Penerima jaminan kepada yg menjaminkan2a

Barang jaminan diserahkan oleh Yg menjaminkan kepada pemberi jaminan

2b

Penerima Jaminan (Murtahin)

Yg Menjaminkan(Raahin)

Uang diserahkan kembali dari yg menjaminkan kepada Penerima jaminan

3a

Barang jaminan diserahkan kembali dari pemberi jaminan kepada Yg menjaminkan3b

Rahn : Rahin menyerahkan barang (Marhun) kepada Murtahin yang dapat ditahan sebagai agunan atas pinjaman yang diambil Rahin, dimana pada saat jatuh tempo Murtahin dapat menjual Marhun bila Rahin wanprestasi

118 PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

7

Konsep Uang

Uang, yang dalam literature fiqh disebut dengan tsaman atau nuqud (jamak dari naqd), didefinisikan oleh para ulama, antara lain, sebagai berikut:

“Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apapun bentuknya dan dalam kondisi seperti apapun media tersebut. (Abdullah bin Sulaiman al-Mani’, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, Mekah: al-Maktab al-Islami, 1966, hal 178)

“Naqd (uang) adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri (terbuat) dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah di Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari’ah, Beitur: Dar al-Nafa’is, 1999, hal 23)

Jual Beli Emas

“Ibnu Taymiyyah menyatakan bahwa boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (tsaman).” Ala’ al-Din Abu al_hasan al-Ba’liy al-Dimasyqiy, al-Ikhtiyarat al Fiqhiyah min Fatawa Syaikh Ibn Taymuyah, al-Qahirah, Dar al-Istiqamah, 2005, hal 146)

6

Fatwa DSN – Akad Rahn

Kebutuhan: pinjaman dgn [gadai] barang sbg jaminan hutang Rahn: hak Murtahin (penerima barang) untuk menahan Marhun

(barang) sebagai jaminan atas hutang sampai semua hutangRahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizinRahin, dimana nilai Marhun tidak boleh berkurang danpemanfaatan Marhun hanya sekedar pengganti biayapemeliharaan dan perawatan Marhun.

Biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak bolehditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

Bila Rahin tidak bisa melunasi hutang, Murtahin dapat menjualpaksa / dilelang Marhun secara syariah untuk melunasi hutang, namun kelebihan atau kekurangan tetap menjadi milik ataukewajiban Rahin.

Fatwa DSN – Akad Rahn Tasjily

Rahn Tasjily : jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan (marhun) tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada Murtahin.

Sebagai wakil barang jaminan, Rahin menyerahkan bukti kepemilikan barang kepada Murtahin;

Pemanfaatan barang Marhun oleh Rahin harus dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan;

Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun (berupa bukti sah kepemilihan atau sertifikat) yang ditanggung oleh Rahin;

Besaran biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun tidak boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman yang diberikan;

Besaran biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun tersebut didasarkan pada pengeluaraan yang riil dan beban lainnya berdasarkan akad Ijarah;

Biaya asuransi pembiayaan Rahn Tasjily ditanggung oleh Rahin.

119PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

7

Konsep Uang

Uang, yang dalam literature fiqh disebut dengan tsaman atau nuqud (jamak dari naqd), didefinisikan oleh para ulama, antara lain, sebagai berikut:

“Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apapun bentuknya dan dalam kondisi seperti apapun media tersebut. (Abdullah bin Sulaiman al-Mani’, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, Mekah: al-Maktab al-Islami, 1966, hal 178)

“Naqd (uang) adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri (terbuat) dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah di Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari’ah, Beitur: Dar al-Nafa’is, 1999, hal 23)

Jual Beli Emas

“Ibnu Taymiyyah menyatakan bahwa boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (tsaman).” Ala’ al-Din Abu al_hasan al-Ba’liy al-Dimasyqiy, al-Ikhtiyarat al Fiqhiyah min Fatawa Syaikh Ibn Taymuyah, al-Qahirah, Dar al-Istiqamah, 2005, hal 146)

120 PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

8

Fatwa Jual Beli Emas

Hukum : Jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah, hukumnya boleh (mubah, ja’iz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang)

Batasan dan Ketentuan : Harga jual (tsaman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu

perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo.

Emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan jaminan (rahn).

Emas yang dijadikan jaminan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak boleh dijualbelikan atau dijadikan obyek akad lain yang menyebabkan perpindahan kepemilikan.

Wadiah

Penitip (Muwadi’)

Yg dititipi(Mustawda’)

Transaksi Penitipan

3. Pengembalian Barang tersebut saat diminta

1. Wadiah Yad Amanah 2. Wadiah Yad DhamanahPenitip

(Muwadi’)Yg dititipi

(Mustawda’)

Transaksi Penitipan

2.Penyerahan Barang

3. Pemanfaatan Barang/uang

4. Perolehan manfaat

5. Pengembalian Barang/uang tersebut saat diminta, dimana pihak yg dititipi dapat memberikan bonus/tanda terima kasih

2. Penyerahan Barang untuk disimpan

Wadiah Yad Amanah: Pemilik Harta (Muwadi’) menitipkan hartanya untuk disimpan oleh Penerima Titipan (Mustawda’) yang dapat diambil kembali sewaktu-waktu oleh Muwadi’.

Wadiah Yad Dhamanah: penitipan harta wadiah dimana Mustawda’dapat memanfaatkan harta titipan dan bila merasa memperoleh manfaat maka Mustawda’ dapat memberikan hadiah/bonus kepada Muwadi’.

121PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

9

Wakalah

Akad Wakalah: pernyataan ijab dan kabul antara pemilik atau pemegang hak secara hukum (Muwakkil) dengan pihak lain yang menerima kuasa atau mewakili (Wakil) untuk melakukan suatu tugas atau kegiatan usaha menurut ketentuan yang disepakati bersama.

Wakil bertindak atas nama Muwakkil dan berhak mendapat upah (ujrah) atas jasa yang diberikannya

Yg Mewakilkan (Muwakil)

Penerima Kuasa / Wakil

Objek WakalahPihak Lain

Fatwa DSN – Akad Wakalah

Kebutuhan: mewakilkan kepada suatu pihak yang kompeten untuk melakukan sesuatu yang menjadi hak atau kewajibannya.

Yang Mewakilkan (Muwakkil): adalah pemilik sah yang berhak bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan, baik yang mempunyai kemampuan untuk bertindak ataupun yang tidak mempunyai kemampuan.

Yang Menerima Kuasa (Wakil): adalah pihak yang cakap hukum dan mempunyai kemampuan untuk mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.

Obyek yang diwakilkan (Obyek Wakalah): adalah hal-hal yang diketahui dengan jelas, baik oleh pihak yang mewakilkan ataupun oleh pihak yang mewakili, yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam dan dapat diwakilkan menurut Syariah Islam.

Aqad Wakalah dengan Imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.

122 PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

10

Hawalah

Muhil mempunyai hutang sebesar Rp. X kepada Muhal dan pada saat yang sama mempunyai piutang sebesar Rp. X dari Muhal Alaih.

Bila disetujui oleh Muhal dan Muhal Alaih, maka Muhil dapat ‘membayar’hutangnya kepada Muhal dengan mengalihkan piutang yang dimilikinya dari Muhal Alaih.

Muhal Alaih melunasi hutangnya Rp. X kepada Muhal

1

2 3

Pemilik Hutang dan Piutang

(Muhil)

Pemilik Piutang (Muhal)

Pemilik Hutang (Muhal Alaih

Fatwa DSN – Akad Hawalah

Kebutuhan: pinjaman dgn gadai barang sbg jaminan hutang Rahn: hak Murtahin (penerima barang) untuk menahan Marhun

(barang) sebagai jaminan atas hutang sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.

Qardh: pinjaman barang/uang yang harus dikembalikan sebagaimana barang/uang tersebut diserahkan (tanpa tambahan atau pengurangan)

Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dimana nilai Marhun tidak boleh berkurang dan pemanfaatan Marhun hanya sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatan Marhun.

Biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.

Bila Rahin tidak bisa melunasi hutang, Marhun dapat dijual paksa / dilelang secara syariah untuk melunasi hutang, namun kelebihan atau kekurangan tetap menjadi milik atau kewajiban Rahin.

123PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

11

Kafalah

1. Ashiil (Makfuul ‘anhu) mempunyai kewajiban yang perlu dijamin kepada Makfuul Lahu.

2. Ashiil (Makfuul ‘anhu) meminta bantuan Kafiil untuk memberi jaminan kepada Makfuul Lahu dengan membayar premi

3. Kafiil akan menanggung kewajiban kepada Makfuul Lahu bila Ashiil wanprestasi.

2 3

Kewajiban yang Perlu Dijamin(Makful Bihi)

1

Pemberi Jaminan (Kafiil)

Pemilik Kewajiban

(Makfuul ‘anhu)

Pemilik Hak (Makfuul Lahu)

Fatwa DSN – Akad Kafalah

Kebutuhan: mengalihkan kewajiban kepada suatu pihakyang punya kemampuan untuk memenuhinya.

Pihak yang Memiliki Kewajiban (Makfuul’anhu): pihak yang sanggup menyerahkan kewajibannya kepada Penjamin danmenanggung konsekwensinya.

Pihak yang Memiliki Hak (Makfuul Lahu): mengetahuimaksud Pemilik Kewajiban untuk mengalihkan kewajibannyakepada Penjamin dan bersedia hadir pada saat aqad.

Penjamin (Kafiil): pihak yang cakap hukum dan mempunyaikemampuan untuk memenuhi kewajiban yang dijaminnya.

Obyek Penjaminan (Makful Bihi): merupakan kewajiban dariPemilik Kewajiban baik berupa uang, benda, maupunpekerjaan yang diyakini dapat dilaksanakan oleh Penjamin.

Obyek Penjaminan harus jelas nilai, jumlah, spesifikasi, sertacara dan waktu penyerahannya.

Aqad Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidakboleh dibatalkan secara sepihak.

124 PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Tanya Jawab

Sarbiati

Pengadilan Agama Jakarta Utara

Pertanyaan:

Dikatakan bahwa rahn tidak boleh melebihi barangnya, namun

misalnya saya butuh uang sebesar Rp.200juta, kemudian saya

masukan dalam bentuk rahn mobil saya sebesar Rp.500juta.

Ketika terjadi wanprestasi apakah langsung dilelang atau seperti

apa?

Jawaban:

Kita jangan dulu melihat akadnya, tapi melihat masalahnya.

Masalahnya Ibu butuh uang sebesar Rp.200juta dan ibu masukan

dalam bentuk rahn sebesar Rp.500juta Akad yang pertama

adalah akad peminjaman/qardh. Akad peminjaman/qardh itu

menyaratkan agunan, maka di akad yang kedua adalah akad

rahn. Dalam rahn disyaratkan bahwa, Ibu sebagai pemilik

barang membuat surat kuasa pada bank agar dapat mengeksekusi

agunan apabila Ibu tidak memenuhi kewajiban. Dalam Rahn,

Ibu punya hak sebagaimana disebutkan dalam Surat Albaqoroh

bahwa, apabila Ibu mengalami kesulitan melunasi, maka Ibu bisa

meminta penangguhan. Jika telah diberikan penangguhan belum

bisa terpenuhi juga, baru dilakukan eksekusi. Sebelum melakukan

akad rahn harus terjadi kesepakatan terlebih dahulu antara ibu

dengan pihak yang memberikan uang perihal cara mengeksekusi

barang tersebut. Apakah dengan cara lelang atau dengan cara

lain, atau Ibu bisa mencari orang sebagai pembeli barang yang

Ibu gadaikan. Dalam rahn, pihak yang menyimpan barang wajib

mengembalikan barang yang disimpan secara utuh dan sesuai

dengan kondisi semula.

125PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Jazuli

Pengadilan Agama Sukabumi

Pertanyaan:

Apakah dalam rahn jangka waktu pengembaliannya ditentukan

ketika kita menerima uang pinjaman?

Jawaban:

Beda gadai syariah (rahn) dengan gadai konvensional. Pada gadai

konvensional, saat akad ditentukan berapa besar bunga yang harus

dibayar, sedangkan dalam gadai syariah (rahn) tidak ada bunga

yang boleh ditentukan. Yang boleh ditentukan dalam gadai syariah

(rahn) adalah biaya administrasi dan biaya penyimpanan. Biaya

penyimpanan itu tidak boleh lebih besar daripada uang pinjaman.

Jajang Suherman

Pengadilan Agama Karawang

Pertanyaan:

Bank pada posisinya adalah sebuah lembaga yang menyediakan

dana untuk memberikan pinjaman atau qardh. Ketika seorang

nasabah memerlukan tambahan dana untuk sebuah pembiayaan,

namun oleh Bank dirubah dengan akad lain, misalnya murabahah.

Padahal niat aslinya nasabah adalah qardh. Lalu dalam

perjalanannya terjadi sengketa antara nasabah dengan bank,

kemudian nasabah mengadu ke Pengadilan dengan alasan bank

telah melakukan perubahan akad. Menurut Bapak kira-kira sikap

bank itu bagaimana?

Jawaban:

Ada dua jenis hubungan antara bank dengan nasabah sebagai

lembaga keuangan. Pertama hubungan sebagai lembaga

penyimpan dana. Dalam hal ini bank sebagai pihak yang

membantu nasabah untuk membayar sesuatu yang dibutuhkan.

126 PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Misalnya melalui kartu kredit atau debet dan kemudian melakukan

pembayaran kepada nasabah. Selama sifatnya seperti itu, tidak

ada satupun prinsip syariah yang ditinggalkan. Kedua adalah

Bank yang mempunya fungsi sebagai lembaga yang menyalurkan

pembiayaan. Pembiayaan ini dalam syariah dibagi menjadi tiga,

yaitu kelompok untuk jual beli barang, termasuk beli rumah, untuk

usaha, untuk pengadaan barang dan modal. Seseorang yang ingin

mengadakan qardh harus salah satu dari tiga kelompok ini. Kalau

tidak ada, berarti dia bukan sebagi bank, tetapi merupakan lembaga

sosial. Hakim jika menghadapi perkara harus menanyakan terlebih

dahulu, uang ini untuk apa, kenapa? Serta tanyakan jenis akadnya.

Jakarsih

Pengadilan Agama Cibinong

Pertanyaan:

Apakah praktik rahn dari kacamata syariah Islam diperbolehkan

peminjaman dengan menggunakan uang namun pembayarannya

dengan menggunakan emas?

Jawaban:

Tidak boleh, syariat Islam harus konsisten. Jika akad peminjaman

menggunakan 10gram emas maka pembayarannya harus

menggunakan 10gram emas dengan menanggung konsekuensi

kenaikan harga mas pada waktu pembayaran.

Anonym

Pertanyaan:

Apakah ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Bank Syariah

seperti LPS pada bank konvensional?

Jawaban:

Sampai saat ini pada bank syariah belum ada peraturan yang

127PEGADAIAN SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

jelas mengenai lembaga penjamin simpanan seperti di Bank

Konvensional. Namun dalam rahn dikenal adanya asuransi

takaful yang menjamin barang yang diagunkan agar tetap aman.

Namun syaratnya dalam menaksir barang menggunakan harga

pasar wajar. Sehingga jika barang yang diagunkan hilang kita bisa

membeli kembali barang tersebut dengan menggunakan harga

pasar yang wajar.

SESI VIi

hukum acara sengketa ekonomi syariah

prof. dr. h. abdul manan, m.hum.

hakim agung ma ri

131

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah

A. Pendahuluan

Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

Tentang Peradilan Agama telah membawa perubahan besar

dalam eksistensi lembaga Peradilan Agama saat ini. Salah

satu perubahan mendasar adalah penambahan wewenang

Lembaga Peradilan Agama antara lain dalam bidang ekonomi

syari’ah. Disamping itu, lahirnya Undang-Undang Nomor 41

Tahun 2004 tentang Wakaf juga telah memberikan nuansa

baru pada Lembaga Peradilan Agama, sebab pengaturan wakaf

dengan undang-undang ini tidak hanya menyangkut tanah

milik, tetapi juga mengatur tentang wakaf produktif yang

juga menjadi kewenangan Lembaga Peradilan Agama untuk

menyelesaikan berbagai sengketa dalam pelaksanaannya.

Berdasarkan pasal 49 huruf (i) Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama ditegaskan

bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,

mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk “ekonomi

syari’ah”. Yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah

perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut

prinsip syari’ah yang meliputi bank syari’ah, lembaga

keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi

syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat

132 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah,

pembiayaan syari’ah, pergadaian syari’ah, dana pensiun

lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah.

Ruang lingkup wakaf berdasarkan Undang-Undang

Nomor 41 Tahun 2004 tidak hanya dalam ruang lingkup benda

tidak bergerak saja, tetapi meliputi benda wakaf bergerak, baik

berwujud atau tidak berwujud seperti uang, logam mulia, hak

sewa, transportasi dan benda bergerak lainnya. Wakaf benda

bergerak ini dapat dilakukan oleh wakif melalui lembaga

keuangan syari’ah yang dibentuk berdasarkan peraturan

perundang-undangan yang berlaku seperti Bank Syari’ah.

Kegiatan wakaf seperti ini termasuk dalam kegiatan ekonomi

dalam arti luas sepanjang penglolaannya berdasarkan prinsip

syari’ah.

Ekonomi syari’ah dibahas dalam dua disiplin ilmu, yaitu

ilmu ekonomi Islam dan ilmu hukum ekonomi Islam. Ekonomi

syari’ah yang menjadi kewenangan Lembaga Peradilan Agama

yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006

Tentang Peradilan Agama berhubungan dengan ilmu hukum

ekonomi yang harus diketahui oleh para hakim di lingkungan

lembaga Peradilan Agama. Dalam berbagai peraturan

perundang-undangan yang ada kaitannya dengan ekonomi

syari’ah belum ada aturan khusus yang mengatur tentang

hukum formil (hukum acara) dan hukum materiel tentang

ekonomi syari’ah. Pengaturan hukum ekonomi syari’ah yang

ada selama ini adalah ketentuan yang termuat dalam kitab-

kitab fiqih dan sebagian kecil terdapat dalam fatwa-fatwa

Dewan Syari’ah Nasional (DSN), dan dalam Peraturan Bank

Indonesia. Melihat kepada kasus-kasus yang diajukan oleh

para pihak yang bersengketa kepada Badan Arbitrase Syari’ah

133HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Nasional (BASYARNAS) sehubungan dengan sengketa antara

Bank Syari’ah dan nasabahnya, dalam penyelesaiannya

BASYARNAS menggunakan dua hukum yang berbeda yaitu

fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional dan KUH Perdata.

Hal ini dilakukan guna mengisi kekosongan hukum dalam

menyelesaikan suatu perkara.

Sebelum lahirnya peraturan perundang-undangan yang

mengatur hukum formil dan hukum materiel tentang ekonomi

syari’ah, dalam penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah

sebaiknya hakim Pengadilan Agama menguasai hukum

perjanjian yang terdapat dalam hukum perdata umum (KUH

Perdata), juga semua fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional

Indonesia, dan Dewan Wakaf Nasional Indonesia. Saat ini

Kelompok Kerja Perdata Agama (Pokja-Perdata Agama)

Mahkamah Agung RI bekerjasama dengan Pusat Pengkajian

Hukum Islam dan Masyarakat (PPHIM) sedang menyusun

semacam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah untuk menjadi

pegangan aparat lembaga Peradilan Agama, tentu hal ini

sambil menunggu peraturan perundang-undangan yang

berhubungan dengan ekonomi syari’ah diterbitkan.

B. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah

Berdasarkan Hukum Islam

1. Al Sulh (Perdamaian)

Secara bahasa, “sulh” berarti meredam pertikaian,

sedangkan menurut istilah “sulh” berarti suatu jenis

akad atau perjanjian untuk mengakhiri perselisihan/

pertengkaran antara dua pihak yang bersengketa

secara damai1. Menyelesaikan sengketa berdasarkan

1 AW Munawir, Kamus Al Munawir, Pondok Pesantren Al Munawir, Yogyakarta,1984,hal.843

134 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

perdamaian untuk mengakhiri suatu perkara sangat

dianjurkan oleh Allah SWT sebagaimana tersebut dalam

surat An Nisa’ ayat 126 yang artinya “Perdamaian itu

adalah perbuatan yang baik”.

Ada tiga rukun yang harus dipenuhi dalam

perjanjian perdamaian yang harus dilakukan oleh

orang melakukan perdamaian, yakni ijab, qabul dan

lafazd dari perjanjian damai tersebut. Jika ketiga hal ini

sudah terpenuhi, maka perjanjian itu telah berlangsung

sebagaimana yang diharapkan. Dari perjanjian damai

itu lahir suatu ikatan hukum, yang masing-masing pihak

berkewajiban untuk melaksanakannya. Perlu diketahui

bahwa perjanjian damai yang sudah disepakati itu tidak

bisa dibatalkan secara sepihak. Jika ada pihak yang

tidak menyetujui isi perjanjian itu, maka pembatalan

perjanjian itu harus atas persetujuan kedua belah pihak.

Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian damai

dapat diklasifikasi kepada bebarapa hal sebagai berikut:

a. Hal yang menyangkut subyek

Tentang subyek atau orang yang melakukan

perdamaian harus orang cakap bertindak menurut

hukum. Selain dari itu orang yang melaksanakan

perdamaian harus orang yang mempunyai

kekuasaan atau mempunyai wewenang untuk

melepaskan haknya atau hal-hal yang dimaksudkan

dalam perdamaian tersebut. Belum tentu setiap

orang yang cakap bertindak mempunyai kekuasaan

atau wewenang. Orang yang cakap bertindak

menurut hukum tetapi tidak mempunyai wewenang

untuk memiliki seperti pertama: wali atas harta

135HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

benda orang yang berada dibawah perwaliannya,

kedua: pengampu atas harta benda orang yang

berada di bawah pengampuannya, ketiga: nazir

(pengawas) wakaf atas hak milik wakaf yang ada di

bawah pengawasannya.

b. Hal yang menyangkut obyek

Tentang obyek dari perdamaian harus

memenuhi ketentuan yakni pertama: berbentuk

harta, baik berwujud maupun yang tidak berwujud

seperti hak milik intelektual, yang dapat dinilai atau

dihargai, dapat diserah terimakan dan bermanfaat,

kedua: dapat diketahui secara jelas sehingga tidak

melahirkan kesamaran dan ketidakjelasan, yang

pada akhirnya dapat pula melahirkan pertikaian

baru terhadap obyek yang sama.

c. Persoalan yang boleh didamaikan (di-sulh-kan)

Para ahli hukum Islam sepakat bahwa hal-

hal yang dapat dan boleh didamaikan hanya dalam

bentuk pertikaian harta benda yang dapat dinilai dan

sebatas hanya kepada hak-hak manusia yang dapat

diganti. Dengan kata lain, persoalan perdamaian itu

hanya diperbolehkan dalam bidang muamalah saja,

sedangkan hal-hal yang menyangkal hak-hak Allah

tidak dapat didamaikan.

d. Pelaksana perdamaian

Pelaksana perjanjian damai bisa dilaksanakan

dengan dua cara, yakni diluar sidang Pengadilan

atau melalui sidang Pengadilan. Diluar sidang

Pengadilan, penyelesaian sengketa dapat

dilaksanakan baik oleh mereka sendiri (yang

136 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

melakukan perdamaian) tanpa melibatkan pihak

lain, atau meminta bantuan orang lain untuk

menjadi penengah (wasit), itulah yang kemudian

disebut dengan arbitrase, atau dalam syari’at Islam

disebut dengan hakam.

Pelaksanaan perjanjian damai melalui sidang

Pengadilan dilangsungkan pada saat perkara

sedang diproses dalam sidang Pengadilan. Dalam

ketentuan perundang-undangan ditentukan bahwa

sebelum perkara diproses, atau dapat juga selama

diproses bahkan sudah diputus oleh Pengadilan

tetapi belum mempunyai kekuatan hukum tetap,

hakim harus menganjurkan agar para pihak

yang bersengketa supaya berdamai. Seandainya

hakim berhasil mendamaikan pihak-pihak yang

bersengketa, maka dibuatlah putusan perdamaian,

kedua belah pihak yang melakukan perdamaian itu

dihukum untuk mematuhi perdamaian yang telah

mereka sepakati.

Perjanjian perdamaian (sulh) yang

dilaksanakan sendiri oleh kedua belah pihak

yang berselisih atau bersengketa, dalam praktek

dibeberapa negara Islam, terutama dalam hal

perbankan Syari’ah disebut dengan “tafawud” dan

“taufiq” (perundingan dan penyesuaian). Kedua hal

yang terakhir ini biasanya dipakai dalam mengatasi

persengketaan antara intern Bank, khususnya Bank

dan lembaga-lembaga keuangan pemerintah2.

2 Asyur Abdul Jawad Abdul Hamid, An Nidham Lil Bunuk al Islami, Al Ma’had al Alamy lil Fikr al Islamy, Cairo,Mesir,1996,hal.230

137HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

2. Tahkim (Arbitrase)

Dalam perspektif Islam, “arbitrase” dapat

dipadankan dengan istilah “tahkim”. Tahkim sendiri

berasal dari kata “hakkama”. Secara etimologi, tahkim

berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu

sengketa3. Secara umum, tahkim memiliki pengertian

yang sama dengan arbitrase yang dikenal dewasa ini

yakni pengangkatan seseorang atau lebih sebagai

wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna

menyelesaikan perselisihan mereka secara damai, orang

yang menyelesaikan disebut dengan “Hakam”.

Menurut Abu al Ainain Fatah Muhammad4

pengertian tahkim menurut istilah fiqih adalah

sebagai bersandarnya dua (2) orang yang bertikai

kepada seseorang yang mereka ridhai keputusannya

untuk menyelesaikan pertikaian para pihak yang

bersengketa. Sedangkan menurut Said Agil Husein al

Munawar5 pengertian “tahkim” menurut kelompok ahli

hukum Islam mazhab Hanafiyah adalah memisahkan

persengketaan atau menetapkan hukum diantara

manusia dengan ucapan yang mengikat kedua belah

pihak yang bersumber dari pihak yang mempunyai

kekuasaan secara umum. Sedangkan pengertian

“tahkim” menurut ahli hukum dari kelompok Syafi’iyah

yaitu memisahkan pertikaian antara pihak yang bertikai

atau lebih dengan hukum Allah atau menyatakan dan

3 Liwis Ma’luf, Al Munjid al Lughoh wa al-A’lam, Daar al Masyriq, Bairut,tt,hal.146.4 Abu al Ainain Fatah Muhammad, Al Qadha wa al Itsbat fi al Fiqh al Islami, Darr Al Fikr, Kairo, Mesir,1976,hal.845 Said Agil Husein al Munawar, Pelaksanaan Arbitrase di Dunia Islam,Dalam Arbitrase Islam di Indonesia,BAMUI & BMI, Jakarta,1994,hal.48-49

138 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

menetapkan hukum syara’ terhadap suatu peristiwa

yang wajib dilaksanakannya.

Lembaga arbitrase telah dikenal sejak zaman

pra Islam. Pada saat itu meskipun belum terdapat

sistem Peradilan Islam yang terorganisir, setiap ada

persengketaan mengenai hak milik, hak waris dan hak-

hak lainnya seringkali diselesaikan melalui juru damai

(wasit) yang ditunjuk oleh mereka yang bersengketa.

Lembaga perwasitan ini terus berlanjut dan

dikembangkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa

dengan memodifikasi yang pernah berlaku pada masa

pra Islam. Tradisi arbitrase ini lebih berkembang pada

masyarakat Mekkah sebagai pusat perdagangan untuk

menyelesaikan sengketa bisnis diantara mereka. Ada

juga yang berkembang di Madinah, tetapi lebih banyak

dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan pertanian,

sebab daerah Madinah dikenal dengan daerah agraris.

Nabi Muhammad SAW sendiri sering menjadi mediator

dalam berbagai sengketa yang terjadi baik di Mekkah

maupun di Madinah. Ketika daerah sudah berkembang

lebih luas, mediator ditunjuk dari kalangan shahabat

dan dalam menjalan tugasnya tetap berpedoman pada

al Qur’an, al Hadis dan ijtihad menurut kemampuannya.

Sebabnya hukum Islam melembagakan Tahkim

sebagai tatanan yang positif karena tahkim (arbitrase)

mengandung nilai-nilai positif dan konstruktif sebagai

berikut6:

a. Kedua pihak menyadari sepenuhnya perlunya

6 Rahmat Rosyadi, M.H. dan Ngatino. S.H., M.H., Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,2002,hal 108-109

139HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

penyelesaian yang terhormat dan bertanggung

jawab.

b. Secara suakrela mereka menyerahkan penyelesaian

persengketaan itu kepada orang atau lembaga yang

disetujui dan dipercayainya.

c. Secara sukarela mereka akan melaksanakan

putusan dan arbiter, sebagai konsekuensi atas

kesepakatan mereka mengangkat Arbiter,

kesepakatan mengandung janji dan janji itu harus

ditepati (Q.17:24).

d. Mereka mengahargai hak orang lain, sekalipun

orang lain itu adalah lawannya.

e. Meraka tidak ingin merasa benar sendiri (bener sak

karepe dewe) dan mengabaikan kebenaran yang

mungkin ada pada orang lain.

f. Mereka memiliki kesadaran hukum dan sekaligus

kesadaran bernegara/bermasyarakat, sehingga

dapat dihindari tindakan main hakim sendiri

(eigenrechting).

g. Sesungguhnya pelaksanaan tahkim/Arbitrase itu

didalamnya terkandung makna musyawarah dan

perdamaian.

Selain dari hal tersebut di5atas, berkaitan dengan

arbitrase syariah, ada beberapa pendapat pakar hukum

sebagai berikut:

a. H. Pranowo Gandasubrata7, mengatakan bawa

undang-undang itu kadang-kadang terasa kejam

atau kaku, karena undang-undang itu untuk

7 Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), (Sambutan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia). 1994, Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), Jakarta,hal.10

140 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

kepastian hukum harus diterapkan, tetapi saya

rasa melalui arbitrase, sisi kejam dari suatu

penerapan hukum dapat diatasi dengan penerapan

musyawarah dan mufakat bernafaskan Islam.

Untuk itulah saya harapkan dan saya rasa Badan

Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) akan

subur berkembang apabila benar-benar para arbiter

dalam membuat putusan benar-benar mengaryakan

sesuatu yang sebaik-baiknya, sehingga kepercayaan

umat semakin bertambah dan Badan Arbitrase

Muamalat Indonsia (BAMUI) akan berkembang

dan memenuhi haapan masyarakat.

b. Sayyid Sabiq8, bahwa penghormatan terhadap

perjanjian menurut Islam hukumnya wajib, melihat

pengaruhnya yang positif dan perannya yang

sangat besar dalam memelihara perdamaian dan

melihat urgensinya dalam mengatasi kemusykilan,

menyelesaikan perselisihan dan menciptakan

kerukunan.

c. H. Hartono Mardjono9, bahwa adanya ”lembaga

permanen” yang berfungsi untuk menyelesaikan

kemungkinan terjadinya sengketa perdata diantara

bank-bank syariat dengan para nasabahnya,

atau khususnya menggunakan jasa mereka,

dan umumnya antara sesama umat Islam yang

melakukan hubungan-hubungan keperdatan yang

menjadikan syariat sebagai dasarnya adalah suatu

kebutuhan yang sungguh-sungguh nyata.

8 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 11,PT Al Ma’arif, Bandung,1987,hal.173.9 H.Hartono Madjono,Menegakkan Syari’at Islam dalam Konteks Ke Indonesiaan,Midan, 1997,Bandung,1981,Cet.2,hal.66..

141HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

d. Rachmadi Usman10, mengatakan bahwa kelahiran

badan arbitrase berdasarkan syariat Islam tersebut

disambut hangat oleh berbagai pihak, bukan saja

dilatar-depani oleh maraknya kesadaran dan

keinginan umat terhadap pelaksanaan hukum

Islam, melainkan juga didorong oleh suatu

kebutuhan riil adanya praktek peradilan perdata

secara perdamaian selaras dengan perkembangan

ekonom keuangan dikalangan ummat Islam .... ”

Ruang lingkup arbitrase hanya terkait dengan

persoalan yang menyangkut “huququl Ibad” (hak-hak

perorangan) secara penuh, yaitu aturan-aturan hukum

yang mengatur hak-hak perorangan yang berkaitan

dengan harta bendanya. Umpamanya kewajiban

mengganti rugi atas diri seseorang yang telah merusak

harta orang lain, hak seorang pemegang gadai dalam

pemeliharaannya, hak-hak yang menyangkut jual-beli,

sewa menyewa dan hutang-piutang. Oleh karena tujuan

dari Arbitrase itu hanya menyelesaikan sengketa dengan

jalan damai, maka sengketa yang bisa diselesaikan

dengan jalan damai itu hanya yang menurut sifatnya

menerima untuk didamaikan yaitu sengketa yang

menyangkut dengan harta benda dan yang sama sifatnya

dengan itu sebagaimana yang telah diuraikan di atas.

Menurut Wahbah Az Zuhaili11, para ahli hukum

Islam dikalangan mazhab Hanabilah berpendapat

bahwa tahkim berlaku dalam masalah harta benda,

qisas, hudud, nikah, li’an baik yang menyangkut hak

10 Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Djambatan,2000,hal. 10011 Wahbah Az Zuhaili,Al Fiqh al Islam wa Adillatuhu, Juz IV (2005) Dar El Fikr, Damaskus Syria, hal.752

142 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Allah dan hak manusia, sebagaimana yang dikatakan

oleh Imam Ahmad al Qadhi Abu Ya’la (salah seorang

mazhab ini) bahwa tahkim dapat dilakukan dalam

segala hal, kecuali dalam bidang nikah, li’an, qazdaf

dan qisas. Sebaliknya ahli hukum dikalangan mazhab

Hanafiyah berpendapat bahwa tahkim itu dibenarkan

dalam segala hal kecuali dalam bidang hudud dan qisas,

Sedangkan dalam bidang ijtihad hanya dibenarkan

dalam bidang muamalah, nikah dan talak saja. Ahli

hukum Islam dikalangan mazhab Malikiyah mengatakan

bahwa tahkim dibenarkan dalam syari’at Islam hanya

dalam bidang harta benda saja tetapi tidak dibenarkan

dalam bidang hudud, qisas dan li’an, karena masalah ini

merupakan urusan Peradilan.

Pendapat yang terakhir ini adalah pendapat yang

sering dipakai oleh kalangan ahli hukum Islam. Untuk

menyelesaikan perkara yang timbul dalam kehidupan

masyarakat, termasuk juga dalam bidang ekonomi

syari’ah. Pendapat ini adalah sejalan dengan apa yang

dikemukakan oleh Ibnu Farhum12 bahwa wilayah

tahkim itu hanya yang berhubungan dengan harta

benda saja, tidak termasuk dalam bidang hudud dan

qisas. Di Indonesia sebagaimana tersebut dalam pasal

66 huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

tentang ADR dijelaskan bahwa sengketa-sengketa yang

tidak dapat diselesaikan oleh lembaga arbitrase adalah

sengketa-sengketa yang menurut peraturan perundang-

undangan tidak dapat diadakan perdamaian. Ruang

lingkup ekonomi yang mencakup perniagaan,

12 Muhammad Ibnu Farhum,Tabsirah al Hukkam fi Ushul al Qhadhiyah wa Manahij al Ahkam, Darr al Maktabah al Ilmiah,Jilid I,Bairut,Libanon,1031,tt.Hal.19

143HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, hak

kekayaan intelektual dan sejenisnya termasuk yang bisa

dilaksanakan arbitrase dalam menyelesaikan sengketa

yang timbul dalam pelaksanannya.

Para ahli hukum Islam dikalangan mazhab

Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambaliyah sepakat bahwa

segala apa yang menjadi keputusan hakam (arbitrase)

langsung mengikat kepada pihak-pihak yang

bersengketa, tanpa lebih dahulu meminta persetujuan

kedua belah pihak. Pendapat ini juga didukung oleh

sebagian ahli hukum dikalangan mazhab Syafi’i.

Alasan mereka ini didasarkan kepada hadis Rasulullah

SAW yang menyatakan bahwa, apabila mereka sudah

sepakat mengangkat hakam untuk menyelesaikan

persengketaan yang diperselisihkannya, kemudian

putusan hakam itu tidak mereka patuhi, maka bagi

orang yang tidak mematuhinya akan mendapat siksa

dari Allah SWT. Disamping itu, barang siapa yang

diperbolehkan oleh syari’at untuk memutus suatu

perkara, maka putusannya adalah sah, oleh karena itu

putusannya mengikat, sama halnya dengan hakim di

Pengadilan yang telah diberi wewenang oleh penguasa

untuk mengadili suatu perkara.

3. Wilayat al Qadha (Kekuasaan Kehakiman)

a. Al Hisbah

Al Hisbah adalah lembaga resmi negara yang

diberi wewenang untuk menyelesaikan masalah-

masalah atau pelanggaran ringan yang menurut

sifatnya tidak memerlukan proses peradilan

144 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

untuk menyelesaikannya. Menurut Al Mawardi13

Kewenangan lembaga Hisbah ini tertuju kepada

tiga hal yakni pertama: dakwaan yang terkait

dengan kecurangan dan pengurangan takaran

atau timbangan, kedua: dakwaan yang terkait

dengan penipuan dalam komoditi dan harga seperti

pengurangan takaran dan timbangan di pasar,

menjual bahan makanan yang sudah kadaluarsa dan

ketiga: dakwaan yang terkait dengan penundaan

pembayaran hutang padahal pihak yang berhutang

mampu membayarnya.

Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui

bahwa kekuasaan al Hisbah ini hanya terbatas

pada pengawasan terhadap penunaian kebaikan

dan melarang orang dari kemunkaran. Menyuruh

kepada kebaikan terbagi kepada tiga bagian,

yakni pertama: menyuruh kepada kebaikan yang

terkait dengan hak-hak Allah misalnya menyuruh

orang untuk melaksanakan sholat jumat jika

ditempat tersebut sudah cukup orang untuk

melaksanakannya dan menghukum mereka jika

terjadi ketidak beresan pada penyelenggaraan

sholat jum’at tersebut, kedua: terkait dengan hak-

hak manusia, misalnya penanganan hak yang

tertunda dan penundaan pembayaran hutang.

Munasib berhak menyuruh orang yang mempunyai

hutang untuk segera melunasinya, ketiga: terkait

dengan hak bersama antara hak-hak Allah dan

hak-hak manusia, misalnya menyuruh para wali

13 Imam Al Mawardi,Al Ahkam al Sulthaniyyah,Darr al Fikr,Bairut,Libanon,1960,hal.134

145HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

menikahkan gadis-gadis yatim dengan orang laki-

laki yang sekufu, atau mewajibkan wanita-wanita

yang dicerai untuk menjalankan iddah-nya. Para

Muhtasib berhak menjatuhkan ta’zir kepada

wanita-wanita itu apabila ia tidak mau menjalankan

iddah-nya.

b. Al Madzalim

Badan ini dibentuk oleh pemerintah

untuk membela orang-orang teraniaya akibat

sikap semena-mena dari pembesar negara atau

keluarganya, yang biasanya sulit untuk diselesaikan

oleh Pengadilan biasa dan kekuasaan hisbah.

Kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini adalah

menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum

yang dilakukan oleh aparat atau pejabat pemerintah

seperti sogok-menyogok, tindakan korupsi dan

kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat.

Orang yang berwenang menyelesaikan perkara ini

disebut dengan nama wali al Mudzalim atau al

Nadlir.

Melihat kepada tugas yang dibebankan kepada

wilayah al Mudzalim ini, maka untuk diangkat

sebagai pejabat dalam lingkungan al Mudzalim

ini haruslah orang yang pemberani dan sanggup

melakukan hal-hal yang tidak sanggup dilakukan

oleh hakim biasa dalam menundukkan pejabat

dalam sengketa. Seseorang yang pengecut dan

tidak berwibawa tidak layak untuk diangkat sebagai

pejabat yang melakukan tugas-tugas di lingkungan

al Mudzalim. Tugas-tugas al Mudzalim pernah

146 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dilakukan oleh Rasulullah SAW sendiri, namun

badan ini baru berkembang pada pemerintahan

Bani Umayyah pada masa pemerintahan Abdul

Malik Ibn Marwan.

Menurut Al Mawardi14 bahwa Abdul

Malik Ibn Marwan adalah orang yang pertama

sekali mendirikan badan urusan al Mudzalim

dalam pemerintahan Islam, khususnya dalam

pemerintahan Bani Umayyah. Kemudian Khalifah

Umar Ibn Abdul Aziz memperbaiki kinerja lembaga

al Mudzalim ini dengan mengurus dan membela

harta rakyat yang pernah dizalimi oleh para

pejabat kekuasaan sebelumnya. Lembaga ini sangat

berwibawa dan tidak segan-segan menghukum para

pejabat yang bertindak zalim kepada masyarakat.

c. Al Qadha (Peradilan)

Menurut arti bahasa, al Qadha berarti

memutuskan atau menetapkan. Menurut istilah

berarti “menetapkan hukum syara’ pada suatu

peristiwa atau sengketa untuk menyelesaikannya

secara adil dan mengikat”. Adapun kewenangan

yang dimiliki oleh lembaga ini adalah menyelesaikan

perkara-perkara tertentu yang berhubungan

dengan masalah al ahwal asy syakhsiyah (masalah

keperdataan, termasuk didalamnya hukum

keluarga), dan masalah jinayat (yakni hal-hal yang

menyangkut pidana)15.

Orang yang diberi wewenang menyelesaikan

perkara di Pengadilan disebut dengan qadhi

14 Al Mawardi,Opcit,hal.24415 Ibid

147HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

(hakim). Dalam catatan sejarah Islam, seorang yang

pernah menjadi qadhi (hakim) yang cukup lama

adalah al Qadhi Syureih. Beliau memangku jabatan

hakim selama dua periode sejarah, yakni pada masa

penghujung pemerintah Khulafaurrasyidin (masa

Khalifah Ali Ibn Abi Thalib) dan masa awal dari

pemerintahan Bani Umayyah. Disamping tugas-

tugas menyelesaikan perkara, para hakim pada

pemerintahan Bani Umayyah juga diberi tugas

tambahan yang bukan berupa penyelesaian perkara,

misalnya menikahkan wanita yang tidak punya wali,

pengawasan baitul mall dan mengangkat pengawas

anak yatim.

Melihat ketiga wilayah al Qadha (kekuasaan

kehakiman) sebagaimana tersebut diatas, bila

dipadankan dengan kekuasaan kehakiman di

Indonesia, nampaknya dua dari tiga kekuasaan

kehakiman terdapat kesamaan dengan Peradilan

yang ada di Indonesia. Dari segi substansi dan

kewenangannya, wilayah al mudzalim bisa

dipadankan dengan Peradilan Tata Usaha Negara,

wilayah al Qadha bisa dipadankan dengan lembaga

Peradilan Umum dan Peradilan Agama. Sedangkan

wilayatul al Hisbah secara substansi tugasnya

mirip dengan polisi atau Kamtibmas, Satpol PP.

C. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Berdasarkan

Tradisi Hukum Positif Indonesia

1. Perdamaian dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

(ADR)

148 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Konsep sulh (perdamaian) sebagaimana yang

tersebut dalam berbagai kitab fikih merupakan satu

dokrin utama hukum Islam dalam bidang muamalah

untuk menyelesaikan suatu sengketa, dan ini sudah

merupakan conditio sine quo non dalam kehidupan

masyarakat manapun, karena pada hakekatnya

perdamaian bukalah suatu pranata positif belaka,

melainkan lebih berupa fitrah dari manusia. Segenap

manusia menginginkan seluruh aspek kehidupannya

nyaman, tidak ada yang mengganggu, tidak ingin

dimusuhi, ingin damai dan tenteram dalam segala aspek

kehidupan. Dengan demikian institusi perdamaian

adalah bagian dari kehidupan manusia.

Pemikiran kebutuhan akan lembaga sulh

(perdamaian) pada zaman modern ini tentunya

bukanlah suatu wacana dan cita-cita yang masih utopis,

melainkan sudah masuk ke wilayah praktis. Hal ini

dapat dilihat dengan marak dan populernya Alternative

Dispute Resolution (ADR). Untuk kontek Indonesia,

perdamaian telah didukung keberadaannya dalam

hukum positif yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa. Dengan adanya pengaturan secara positif

mengenai perdamaian, maka segala hal yang berkaitan

dengan perdamaian baik yang masih dalam bentuk

upaya, proses tehnis pelaksanaan hingga pelaksanaan

putusan dengan sendirinya telah sepenuhnya didukung

oleh negara.

Dasar hukum penyelesaian sengketa diluar

Pengadilan dapat disampaikan sebagai berikut:

149HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

a. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970

berbunyi:

“Semua peradilan di seluruh wilayah Republik

Indonesia adalah Peradilan Negara dan ditetapkan

dengan undang-undang”.

Penjelasan Pasal 3 ayat (1):

Pasal ini mengandung arti, bahwa disamping

Peradilan Negara, tidak diperkenankan lagi adanya

peradilan-peradilan yang dilakukan oleh bukan

Badan Peradilan Negara.

Penyelesaian perkara diluar Pengadilan atas dasar

perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap

diperbolehkan.

1) Pasal 1851 KUHPerdata menyatakan:

“Perdamaian adalah suatu perjanjian

dengan mana kedua belah pihak, dengan

menyerahkan, menjanjikan atau menahan

suatu barang, mengakhiri suatu perkara

yang sedang bergantung ataupun mencegah

timbulnya suatu perkara. Persetujuan ini

tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara

tertulis”.

2) Pasal 1855 KUHPerdata:

“Setiap perdamaian hanya mengakhiri

perselisihan-perselisihan yang termaktub

didalamnya, baik para pihak merumuskan

maksud mereka dalam perkaraan khusus

atau umum, maupun maksud itu dapat

disimpulkan sebagai akibat mutlak satu-

satunya dari apa yang dituliskan”.

150 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

3) Pasal 1858 KUHPerdata:

“Segala perdamaian mempunyai diantara

para pihak suatu kekuatan seperti suatu

putusan hakim dalam tingkat yang

penghabisan.

Tidak dapatlah perdamaian itu dibantah

dengan alasan klekhilafan mengenai hukum

atau dengan alasan bahwa salah satu pihak

dirugikan”

4) Alternatif penyelesaian sengketa hanya diatur

dalam satu pasal yakni Pasal 6 Undang-

Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase

dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang

berbunyi:

a) Sengketa atau beda pendapat perdata

dapat diselesaikan oleh para pihak

melalui alternatif penyelesaian sengketa

yang didasarkan pada itikad baik dengan

mengesampingkan penyelesaian secara

litigasi di Pengadilan Negeri.

b) Penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui alternatif penyelesaian

sengketa sebagaimana dimaksud dalam

ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan

langsung oleh para pihak dalam waktu

paling lama 14 (empat belas) hari

dan hasilnya dituangkan dalam suatu

kesepakatan tertulis.

c) Dalam hal sengketa atau beda pendapat

sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)

151HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

tidak dapat diselesaikan, maka atas

kesepakatan tertulis para pihak, sengketa

atau beda pendapat diselesaikan melalui

bantuan seorang atau lebih penasehat

ahli maupun melalui seorang mediator.

d) Apabila para pihak tersebut dalam

waktu paling lambat 14 (empat belas)

hari dengan bantuan seorang atau lebih

penasehat ahli maupun melalui seorang

mediator tidak berhasil mencapai kata

sepakat, atau mediator tidak berhasil

mempertemukan kedua belah pihak,

maka para pihak dapat menghubungi

sebuah lembaga arbitrase atau lembaga

alternatif penyelesaian sengketa untuk

menunjuk seorang mediator.

e) Setelah penunjukan mediator oleh

lembaga arbitrase atau lembaga alternatif

penyelesaian sengketa, dalam waktu

paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi

harus sudah dapat dimuat.

f) Usaha penyelesaian sengketa atau beda

pendapat melalui mediator sebagaimana

dimaksud dalam ayat (5) dengan

memegang teguh kerahasiaan, dalam

waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

harus tercapai kesepakatan dalam bentuk

tertulis yang ditandatangani oleh semua

pihak yang terkait.

g) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau

152 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

beda pendapat secara tertulis adalah

hal dan mengikat para pihak untuk

dilaksanakan dengan itikad baik serta

wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri

dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)

hari sejak penandatangan.

h) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau

beda pendapat sebagaimana dimaksud

ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam

waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari

sejak pendaftaran.

i) Apabila usaha perdamaian sebagaimana

dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan

ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para

pihak berdasarkan kesepakatan tertulis

dapat mengajukan usaha penyelesaian

melalui lembaga arbitrase atau arbitrase

ad-hoc.

5) Ayat (7) dari Pasal 6 tersebut diatas mewajib-

kan didaftarkannya perjanjian perdamaian di

Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama

30 hari sejak penandatangan.

Perjanjian tersebut bersifat final dan mengikat

para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad

baik.

Bagaimana halnya bilah salah satu pihak tidak

melaksanakan perjanjian tersebut?

6) Perjanjian perdamaian yang dituangkan

dalam sebuah Akta Notaris merupakan akta

otentik.

153HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Penyelesaian sengketa melalui gugatan di

Pengadilan diawali dengan upaya mendamaikan

para pihak yang dilakukan oleh para hakim (Pasal

130 HIR). Apakah ketentuan tersebut bersifat

imperatif ? Pasal 131 ayat (1) HIR berbunyi: ”Jika

kedua belah pihak datang, akan tetapi mereka tidak

dapat diperdamaikan (hal ini harus disebutkan

dalam proses verbal persidangan), maka surat

yang dimasukkan oleh mereka itu dibacakan dan

seterusnya”.

Jika upaya mendamaikan sebagaimana yang

dimaksud oleh Pasal 130 ayat (1) HIR berhasil, maka

dibuatkan perjanjian perdamaian yang diajukan

ke sidang Pengadilan (acte van vergelijk), dimana

para pihak wajib mentaati/memenuhi perjanjian

tersebut, berkekuatan sebagai putusan hakim yang

tidak dapat dimintakan Banding (Pasal 130 ayat

(3)).

Dan oleh karena terhadap putusan perdamaian

tersebut tidak dapat dimintakan Banding maka

sesuai dengan Pasal 43 (1) Undang-Undang No. 14

Tahun 1985, juga tidak dapat dimintakan Kasasi.

Manfaat putusan perdamaian:

• Putusan tersebut bersumber pada kesepakatan

para pihak yang bersengketa (win-win

solution).

• Putusan tersebut langsung berkekuatan hukum

tetap, karenanya jika ada pihak yang lalai

atau tidak bersedia melaksanakan perjanjian

tersebut, maka atas permohonan pihak

154 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

lainnya putusan tersebut dapat dieksekusi oleh

pengadilan.

• Secara tidak langsung membatasi perkara-

perkara Kasasi.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa dapat dikatakan sebagai wujud yang

paling riil dan lebih spesifik dalam upaya negara

mengaplisikan dan menyosialisasikan institusi

perdamaian dalam sengketa bisnis. Dalam undang-

undang ini pula dikemukakan bahwa negara

memberi kebebasan kepada masyarakat untuk

menyelesaikan masalah sengketa bisnisnya diluar

Pengadilan, baik melalui konsultasi, mediasi,

negosiasi, konsiliasi atau penilaian para ahli.

Menurut Suyud Margono16 kecenderungan

memilih Alternative Dispute Resolution (ADR)

oleh masyarakat dewasa ini didasarkan atas

pertimbangan pertama: kurang percaya pada

sistem pengadilan dan pada saat yang sama sudah

dipahaminya keuntungan mempergunakan sistem

arbitrase dibanding dengan Pengadilan, sehingga

masyarakat pelaku bisnis lebih suka mencari

alternatif lain dalam upaya menyelesaikan berbagai

sengketa bisnisnya yakni dengan jalan Arbitrase,

kedua: kepercayaan masyarakat terhadap lembaga

arbitrase khususnya BANI mulai menurun yang

disebabkan banyaknya klausul-klausul arbitrase

yang tidak berdiri sendiri sendiri, melainkan

16 Suyud Margono,ADR dan Arbitrase,Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum,Ghalia Indonesia,Jakarta,2000,hal.82

155HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

mengikuti dengan klausul kemungkinan pengajuan

sengketa ke Pengadilan jika putusan arbitrasenya

tidak berhasil diselesaikan. Dengan kata lain, tidak

sedikit kasus-kasus sengketa yang diterima oleh

Pengadilan merupakan kasus-kasus yang sudah

diputus oleh arbitrase BANI. Dengan demikian

penyelesaian sengketa dengan cara ADR merupakan

alternatif yang menguntungkan.

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999

Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Perkara mengatur tentang penyelesaian sengketa

diluar Pengadilan, yakni melalui konsultasi,

mediasi, negosiasi, konsiliasi dan penilaian ahli.

Undang-Undang ini tidak seluruhnya memberikan

pengertian atau batasan-batasan secara rinci dan

jelas. Disini akan dijelaskan tentang pengertian

singkat tentang bentuk-bentuk ADR sebagai

berikut:

1) Konsultasi

Black’s Law Dictionary memberi

pengertian Konsultasi adalah “aktivitas

konsultasi atau perundingan seperti klien

dengan penasehat hukumnya”. Selain

itu konsultasi juga dipahami sebagai

pertimbangan orang-orang (pihak)

terhadap suatu masalah. Konsultasi

sebagai pranata ADR dalam prakteknya

dapat berbentuk menyewa konsultan

untuk dimintai pendapatnya dalam upaya

menyelesaikan suatu masalah. Dalam hal ini

156 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

konsultasi tidak dominan melainkan hanya

memberikan pendapat hukum yang nantinya

dapat dijadikan rujukan para pihak untuk

menyelesaikan sengketanya.

2) Negosiasi (Perundingan).

Dalam Business Law, Prinsiples,

Cases and Policy yang disusun oleh Mark E.

Roszkowski disebutkan: Negosiasi proses yang

dilakukan oleh dua pihak dengan permintaan

(kepentingan) yang saling berbeda dengan

membuat suatu persetujuan secara kompro-

mis dan memberikan kelonggaran. Bentuk

ADR seperti ini memungkinkan para pihak

tidak turun langsung dalam bernegosiasi yaitu

mewakilkan kepentingannya kepada masing-

masing negosiator yang telah ditunjuknya

untuk melakukan secara kompromistis dan

saling melepas atau memberikan kelonggaran-

kelonggaran demi tercapainya penyelesaian

secara damai.

Bentuk negosiasi hanya dilakukan

diluar pengadilan, tidak seperti perdamaian

dan konsiliasi yang dapat dilakukan pada

setiap saat, baik sebelum proses persidangan

(ligitasi) maupun dalam proses pengadilan

dan dapat dilakukan didalam maupun diluar

pengadilan. Agar mempunyai kekuatan

mengikat, kesepakatan damai melalui

negosiasi ini wajib didaftarkan di Pengadilan

Negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung

157HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

setelah penandatangannya dan dilaksanakan

dalam waktu 30 hari terhitung sejak

pendaftarannya sebagaimana yang diatur

dalam pasal 6 ayat 7 dan 8 Undang-Undang

Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Secara garis besar ada dua jenis negoisasi:

a) Positional Negotiation yang meliputi:

• Nilai akhir kesepakatan yang menjadi

tujuan.

• Proses tawar menawar menjadi ciri

khas.

• Keberhasilan ditentukan berdasar-

kan kedekatan antara nilai yang

diinginkan dengan nilai akhir yang

disepakati.

• Adanya perasaan menang atau kalah.

Asumsi yang dipakai:

• Nilai awal selalu bukan nilai yang

sebenarnya.

• Informasi dari pihak lawan tidak

seluruhnya benar.

• Kalau saya mengalah maka pihak

lawan seharusnya mengalah juga.

• Solusi nilai tengah.

• Referensi lain sebagai perbandingan.

• Posisi bertahan atau turun sedikit-

sedikit.

Taktik yang sering digunakan.

• Tuntutan awal yang tinggi.

158 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Pernyataan tawaran akhir.

• Permainan emosi (argumen dan

ancaman).

• Menciptakan pra syarat.

• Mencari kelemahan.

• Memainkan waktu (harus segera

atau memperlambat).

• Pembatasan informasi, fakta dan

ketertarikan.

• Mengubah tawaran ketika

kesepakatan hampir tercapai.

• Perlu berkonsultasi dengan pihak

ketiga untuk memutuskan.

• Take it or leave it.

• Memperdaya pihak lawan.

• Good guy – Bad guy.

b) Interest Based Negotiation (IBN) yang

meliputi:

• Identifikasi permasalahan &

keinginan.

• Saling berbagi informasi tentang

keinginan, kekhawatiran dan posisi

masing-masing.

• Bersama-sama memecahkan perma-

salahan untuk mencapai tujuan dan

keinginan kedua belah pihak.

Langkah-langkah IBN (Fisher & Ury

Getting to Yes) terdiri dari:

Pisahkan Antara Masalah Dengan

Individu.

159HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Pilih kata-kata atau tindakan yang

tidak menyinggung perasaan, jaga

hubungan.

• Pahami persepsi mereka.

• Perhatikan keinginan mendasar

mereka.

• Jaga ego dan harga diri pihak lawan.

• Sikapi emosi mereka dengan cermat.

Fokus kepada kepentingan bukan posisi.

• Temukan hal, kekhawatiran,

ketakutan atau keinginan yang

mendorong posisi.

• Mengapa..., mengapa... mengapa...?

• Kepentingan:

• Keuangan.

• Nama baik/ketenaran.

• Penghargaan.

• Keamanan.

Cari Alternatif Menguntungkan Kedua

Belah Pihak.

• Adakah kepentingan bersama?

• Adakah persepsi, informasi atau

fakta yang berbeda?

• Apa yang mereka lebih sukai sebagai

jalan keluar?

Merujuk Kepada Standar.

• Bagaimana standarnya?

• Harga Pasar.

• Penilaian ahli atau pihak ketiga

yang independen.

160 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Transaksi sebelumnya.

• Tradisi.

• Standar-standar lain yang dapat

dipakai sebagai rujukan.

• Bagaimana proses atau prosedurnya?

• Satu yang membagi, satunya lagi

yang memilih.

Pahami BATNA anda.

• BATNA (Best Alternative to a

Negotiated Agreement).

• Alternatif apa yang anda milik kalau

kesepakatan negoisasi tidak tercapai.

• Kesepakatan harus lebih baik dari

pada alternatif yang telah ada tanpa

harus negosiasi.

• Merupakan standar rujukan

atas setiap kesepakatan yang

dinegosiasikan.

3) Konsiliasi (Permufakatan).

Bangsa yang pertama kali

mempraktekkan Konsiliasi adalah negara

Jepang dan dikenal dengan sebutan ”Chotel”.

Penyelesaian Sengketa model ini sudah

dikenal sejak zaman Tokugawa sampai

sekarang ini. Dalam Black’s Law Dictionary

dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan

konsiliasi adalah penciptaan penyesuaian

pendapat dan penyelesaian suatu sengketa

dengan suasana persahabatan dan tanpa

ada rasa permusuhan yang dilakukan di

161HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

pengadilan sebelum dimulainya persidangan

dengan maksud untuk menghindari proses

legitasi.

Dalam Kamus Besar Bahasa

Indonesia17, konsiliasi diartikan sebagai

usaha mempertemukan keinginan pihak yang

berselisih untuk mencapai persetujuan dan

menyelesaikan perselisihan. Konsiliasi dapat

juga diartikan sebagai upaya membawa pihak-

pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan

permasalahan antara kedua belah pihak

secara negosiasi. Menurut Oppenheim

sebagaimana yang dikutip oleh Huala

Adolf18, konsiliasi adalah proses penyelesaian

sengketa dengan menyerahkannya kepada

suatu komisi orang-orang yang bertugas

untuk menguraikan/menjelaskan fakta-fakta

dan (biasanya setelah mendengar para pihak

dan menguapayakan agar mereka mencapai

suatu kesepakatan), membuat usulan-usulan

untuk suatu penyelesaian, namun keputusan

tersebut tidak mengikat.

Seperti pranata alternatif penyelesaian

sengketa yang lain, konsiliasipun tidak

dirumuskan secara jelas dalam Undang-

Undang No. 30 Tahun 1999. Konsiliasi sebagai

suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa

diluar pengadilan adalah suatu tindakan atau 17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1997. hal….18 Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-masalah Hukum dalam Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta,1994.hal.186

162 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

proses untuk mencapai permufakatan atau

perdamaian diluar pengadilan. Konsiliasi

berfungsi untuk mencegah dilaksanakan

proses litigasi, juga dapat digunakan dalam

setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan,

baik didalam maupun diluar pengadilan,

dengan pengecualian untuk hal-hal atau

sengketa dimana telah diperoleh suatu

putusan hakim yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap.19

Dari definisi tersebut dapat dipahami

bahwa pada dasarnya konsiliasi adalah bentuk

ADR yang dapat dilakukan dalam proses non

ADR, yaitu litigasi dan arbitrase. Dengan kata

lain yang dimaksud dengan ADR berbentuk

Konsiliasi merupakan institusi perdamaian

yang bisa muncul dalam proses pengadilan

dan sekaligus menjadi tugas hakim untuk

menawarkannya sebagaimana disebutkan

dalam pasal 1851 KUH Perdata. Konsiliasi

mempunyai kekuatan hukum mengikat sama

dalam konsultasi dan negosiasi, yakni 30 hari

terhitung setelah penandatangannya dan

dilaksanakan dalam waktu 30 hari terhitung

sejak pendaftarannya. (Vide pasal 6 ayat (7)

Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999).

Pada dasarnya konsiliasi memiliki

karakteristik yang hampir sama dengan

mediasi, hanya saja konsiliator lebih aktif dari

19 Budhy Budiman, Mencari Model Ideal Penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap Praktik Peradilan Perdata dan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.

163HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

pada mediator yaitu :20

a) Konsiliasi adalah proses penyelesaian

sengketa diluar pengadilan secara

kooperatif.

b) Konsiliator adalah pihak ketiga yang

netral yang terlihat dan diterima oleh

para pihak yang bersengketa di dalam

perundingan.

c) Konsiliator bertugas membantu para

pihak yang bersengketa untuk mencari

penyelesaian.

d) Konsiliator bersifat aktif dan mempunyai

kewenangan mengusulkan pendapat dan

merancang syarat-syarat kesepakatan di

antara para pihak.

e) Konsiliator tidak mempunyai kewenang-

an membuat keputusan selama perun-

dingan berlangsung.

f) Tujuan konsiliasi adalah untuk mencapai

atau menghasilkan kesepakatan yang

dapat diterima pihak-pihak yang

bersengketa guna mengakhiri sengketa.

Proses konsiliasi akan berhasil dengan

baik dan optimal apabila beberapa syarat

terpenuhi sebagaimana yang berlaku dalam

medisasi, sebagaimana dikemukakan Gary

Goodpaster sebagai berikut :21

20 Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Solusi dan Antisipasi bagi Peminat Bisnis Dalam Menghadapi Sengketa Kini dan Mendatang,, Citra Media, Yogyakarta,2006,hlm.93.21 Ibid,hal 95 dan lihat juga Gary Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, Dalam Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi 2, Arbitrase di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995,hlm.17

164 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

a) Para pihak mempunyai kekuatan tawar-

menawar yang sebanding.

b) Para pihak menaruh perhatian terhadap

hubungan di masa depan.

c) Terdapat persoalan yang memungkinkan

terjadinya pertukaran (trade offs).

d) Terdapat urgensi atau batas waktu untuk

penyelesaian.

e) Para pihak tidak memiliki permusuhan

yang berlangsung lama dan mendalam.

f) Apabila para pihak mempunyai

pendukung atau pengikut, mereka tidak

memiliki pengharapan yang banyak,

tetapi dapat dikendalikan.

g) Menetapkan preseden atau

mempertahankan suatu hak tidak lebih

penting dibandingkan menyelesaikan

persoalan yang mendesak.

h) Jika para pihak berada dalam proses

litigasi, kepentingan–kepentingan

pelaku lainnya, seperti para pengacara

dan penjamin tidak akan diperlakukan

lebih baik dibandingkan dengan mediasi.

Pada dasarnya tatacara dan prosedur

pelaksanaan konsiliasi hampir sama tahapan-

tahapannya sebagimana dilakukan dalam

mediasi. Jika mengacu pada The Rule of

Conciliation and Arbitration, prosedur

konsiliasi sebagai berikut:

165HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

a) Para pihak yang memohon konsiliasi

harus mengajukan permohonan kepada

Sekretariat Kamar Dagang Internasional

dengan mengungkapkan secara ringkas

maksud permohonan dan disertai dengan

biaya yang ditentukan oleh ketentuan

ICC.

b) Setelah permohonan diterima oleh

sekretariat ICC, sekretariat pengadilan

harus secepat mungkin memberitahukan

pihak lainnya tentang permohonan

konsiliasi tersebut, memberitahukan

sekretariat, apakah ia setuju atau

menolak untuk berpartisipasi dalam

konsiliasi tersebut.

c) Apabila pihak lain setuju untuk

berpartisipasi dalam konsiliasi, ia

harus memberitahukan sekretariat

dalam jangka waktu tersebut, jika tidak

ada jawaban atau jawabannya negatif

(menolak), maka permohonan konsiliasi

tersebut dianggap ditolak. Dalam hal ini

pihak sekretariat harus segera mungkin

memberitahukan kepada pihak yang

telah mengajukan permohonan tersebut.

d) Pada saat menerima persetujuan untuk

berperkara melalui konsiliasi, sekretariat

jendral pengadilan harus menunjuk

seorang konsiliator sesegera mungkin.

e) Konsiliator harus memberitahukan

166 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

kepada para pihak tentang penunjukan-

nya dan menetapkan batas waktu kepada

para pihak untuk mengemukakan

argumentasi mereka kepadanya (Pasal 4).

Konsiliator harus melaksanakan proses

konsiliasi yang menurutnya cocok atau

sesuai dengan memperhatikan prinsip

tidak memihak (impartial), kesamaan

(equity) dan keadilan (justice). Dalam

menentukan tempat diselenggarakannya

konsiliasi, maka persetujuan dari para

pihak untuk penentuan tersebut sifatnya

adalah mutlak. Konsiliator setiap saat

dapat meminta kepada salah satu

pihak untuk menyerahkan kepadanya

informasi tambahan yang menurutnya

penting. Para pihak menurut ketentuan

ini, jika mereka menginginkan dibantu

oleh penasihat hukumnya.

f) Sifat kerahasiaan proses konsiliasi harus

dihormati oleh setiap orang yang terlibat

didalamnya dalam kapasitas apapun.

g) Proses konsiliasi berakhir, apabila:

• Berdasarkan persetujuan untuk

berakhir yang ditandatangani oleh

para pihak, persetujuan tersebut

harus tetap bersifat rahasia

(confidential) kecuali dalam

perjanjian tersebut mensyaratkan

agar persetujuan tersebut dibuka.

167HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Berdasarkan hasil yang dikeluarkan

oleh konsiliator mengenai laporan

yang menyatakan bahwa upaya

untuk berkonsiliasi tidak berhasil.

Laporan-laporan demikian itu

tidak perlu mencantumkan alasan-

alasannya.

• Berdasarkan pemberitahuan kepada

konsiliator oleh satu pihak atau

lebih pada saat proses konsiliasi

dinyatakan tidak lagi menyelesaikan

perkaranya melalui proses konsiliasi.

h) Pada saat berakhirnya konsiliasi

tersebut, konsiliator harus menyodorkan

perjanjian yang ditandatangani oleh

para pihak atau memberikan laporan

yang berisi tentang kegagalan atau

memberikan pemberitahuan dari satu

atau lebih pihak yang berisi tentang

tidak dilanjutkannya proses konsiliasi.

Pemberitahuan-pemberitahuan seperti

ini diberikan kepada sekretariat

pengadilan (Pasal 8).

4) Mediasi (Penengahan).

Berbicara tentang mediasi, yang penting

adalah bahwa dalam mediasi itu terdapat

keterlibatan pihak ketiga yang independent

untuk memberikan fasilitas dari mediasi.

Dengan kata lain mediasi adalah negosiasi

antara kedua-belah pihak yang dibantu pihak

168 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

ketiga yang bersifat netral, namun ia tidak

berfungsi sebagai hakim yang berwenang

mengambil keputusan. Inisiatif penyelesaian

tetap berada pada tanggan para pihak

yang bersengketa. Dengan demikian hasil

penyelesaiannya bersifat kompromi.

Ciri-ciri pokok mediasi adalah pertama:

Mediator mengontrol proses negosiasi,

kedua: Mediator tidak membuat keputusan,

mediator hanya memfasilitasi karena para

pihak tidak merasa memiliki keputusan

itu, tidak merasa masalahnya diselesaikan

dengan cara yang diinginkannya. Mediasi itu

semestinya win-win solution sehingga tidak

ada banding dalam mediasi. Kesepakatan

yang tercapai adalah kesepakatan yang

mereka inginkan. Belum tentu yang dirasa

baik oleh mediator juga dirasa baik oleh

kedua belah pihak. Contoh: ketika seseorang

memiliki sengketa misalnya mengenai kerbau,

dalam masalah tersebut sebenarnya bukan

hanya masalah bagaimana membagi kerbau,

tetapi harus dilihat dari mengapa sengketa

itu bisa muncul, apakah ada masalah harga

diri atau tidak, apa sejarahnya dan apa akar

permasalahannya? Dalam proses mediasi,

mediator mencoba untuk menyelesaikan

akar permasalahannya walaupun tidak secara

keseluruhan. Kalau sampai terjadi sesuatu

terhadap kesepakatan itu atau kalau nantinya

169HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

implementasi dari kesepakatan itu menjadi

sulit atau ternyata hasil kesepakatan itu

melanggar peraturan maka mediatorlah yang

akan disalahkan. Dalam mediasi para pihak

diajak untuk mendiskusikan masalah mereka

dan mediator akan memfasilitasi para pihak.

Dalam mediasi itu sendiri terdapat

beberapa bentuk yang dikenal, antara lain:

a) Model yang sangat tradisional

adalah Facilitatif Model, yang hanya

memberikan fasilitasi kepada pihak-pihak

yang bersengketa untuk menyelesaikan

sendiri sengketanya. Jadi pihak-pihak

yang bersengketa tersebut diberikan

semacam bimbingan.

b) Compromise Model lebih memberikan

titik awal sebagai positioning bagi para

pihak untuk ditingkatkan sehingga

akhirnya mencapai kompromi.

c) Therapeutic Model ditujukan kepada

sengketa-sengketa yang sifatnya lebih

kepada sengketa-sengketa keluarga,

seperti perceraian antara suami isteri.

d) Managerial Model lebih kepada bidang-

bidang komersial, usaha dan finansial,

yang mana model tersebut merupakan

suatu model yang lebih kompleks. Dalam

model ini biasanya terdapat investasi

dari pihak mediator. Secara tradisonal

memang mediator tidak memberikan

170 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

intervensi, tetapi dalam model ini

mediator akan banyak melakukan

intervensi dalam artian akan banyak

memberikan guidance karena memang

mediator merupakan seseorang yang

ahli dalam bidang yang bersangkutan.

Misalnya pada sengketa mengenai pasar

modal, sehingga karena mediatornya

merupakan ahli dibidang pasar modal

maka mediator memberikan pengertian

yang cukup kepada para pihak mengenai

kasusnya, mengenai peraturan hukumnya

dan mengenai bagaimana seharusnya

sengketa tersebut diselesaikan. Jadi

fungsi mediator di sini bukan hanya

sebagai mediator, melainkan juga

sebagai advisor dan sebagai manager

yang memberikan advise dan sekaligus

memanage jalannya proses mediasi.

Ada 4 model dalam praktek mediasi

saat ini yaitu:

a) Model penyelesaian.

• Biasanya mediator adalah orang

yang ahli dalam bidang yang

didiskusikan/dipersengketakan teta-

pi tidak memiliki keahlian teknik

mediasi atau teknik mediation skill.

• Yang diutamakan adalah keahlian

pada bidang yang sedang

disengketakan.

171HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Berfokus pada penyelesaian bukan

berfokus pada kepentingan.

• Penyelesaiannya menjadi lebih

cepat.

• Kelemahannya para pihak akan

merasa tidak memiliki hasil

kesepakatan tersebut.

b) Model fasilitasi.

• Yang diutamakan adalah teknik

mediasi tanpa harus ahli pada

bidang yang sedang disengketakan.

Contoh: Untuk menyelesaikan kasus

restrukturisasi itu seperti apa, dan

untuk kasus konstruksi, mediator

tidak harus seorang arsitek.

Dalam model ini yang diperlukan

adalah teknik mediasi yang dimiliki

oleh seorang mediator.

• Kelebihannya adalah pada pihak

ketika selesai sengketa akan merasa

puas, karena yang diangkat adalah

kepentingannya dan bukan sekedar

hal yang dipersengketakan.

• Kekurangannya adalah waktu yang

dibutuhkan menjadi lebih lama.

Fokusnya pada kepentingan.

c) Therapeutic.

• Yang diharapkan adalah selesainya

sengketa dan juga para pihak

benar-benar mejadi baik/tetap

172 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

berhubungan baik.

• Biasanya digunakan dalam family

dispute (kasus keluarga).

d) Evaluative.

• Court annexed lebih berfokus ke

evaluative model.

• Para pihak datang dan mengharap-

kan mediator akan memberikan

semacam pemahaman bahwa

apabila kasus ini terus berlangsung

maka siapa yang akan menang dan

siapa yang akan kalah.

• Lebih berfokus pada hak dan

kewajiban.

• Mediator biasanya ahli pada

bidangnya atau ahli dalam bidang

hukum karena pendekatan yang

difokuskan adalah pada hak.

• Ada pemberian advice kepada

para pihak berupa nasihat-nasihat

hukum dalam proses mediasi, bisa

juga menjadi semacam tempat

dimana para pihak hadir dan ada

porsi keputusan dari mediator atau

semacam jalan keluar yang diberikan

oleh mediator.

• Kelemahannya adalah para pihak

akan merasa tidak memiliki hasil

kesepakaan yang ditandatangani

bersama.

173HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Mediasi sebetulnya mencari-cari

untuk menggali apa sebenarnya interest dari

masing-masing pihak sehingga kemudian

dapat dipertemukan. Dalam mediasi tidak lagi

dipersoalkan siapa yang salah dan siapa yang

benar, tetapi yang dipersoalkan adalah apakah

interest yang paling pokok dari para pihak

dan hal itulah yang dicoba dipertemukan.

Terdapat beberapa prinsip yang

berkaitan dengan bagaimana cara melihat

interest based bargaining dari para pihak

dalam mediasi. Hal tersebut penting bagi para

lawyer atau para konsultan hukum. Dalam

hal ini, sengaja diberikan suatu check list

mengenai hal apa saja yang harus dilakukan

oleh konsultan hukum di dalam membela

kepentingan kliennya pada suatu proses

mediasi.

Hal-hal yang harus di perhatikan dalam

melaksanakan mediasi antara lain:

a) Pertama adalah bagaimana cara

memilih mediator. Misalnya hakim

memerintahkan para pihak untuk mulai

melakukan mediasi, sehingga kemudian

masuklah peran lawyer kedalamnya

untuk memulai memilih mediator.

Mediator yang dipilih hendaknya orang

yang memiliki pengalaman cukup dalam

mediasi dan dalam bidang yang menjadi

pokok sengketa. Jadi tidak hanya

174 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

sebagai mediator umum. Karena orang

dengan pengetahuan yang generalis itu

sama saja tahu sedikit untuk hal yang

banyak, sehingga pada akhirnya tidak

mengetahui apa-apa. Dengan demikian

dibutuhkanlah seorang spesialis atau

kalau perlu seorang super spesialis untuk

menjadi mediator.

b) Kemudian dilihat dari latar-belakang

dari mediator tersebut, apakah dirinya

sudah terlatih untuk melakukan mediasi

ataukah mediator tersebut hanya

melakukan mediasi sebagai pekerjaan

sampingan saja dengan tidak mendesain

dirinya sendiri sebagai mediator yang

melatih diri.

c) Mengenai metode ada yang akan dipakai

oleh mediator dalam melakukan mediasi.

d) Selain itu juga harus diketahui mengenai

struktur fee atau mengenai sistem

imbalan yang harus diberikan kepada

mediator, yang untuk hal itu haruslah

diperjanjikan secara transparan sejak

awal.

e) Tempat mediasi juga sangat penting

untuk menentukan seberapa jauh

para pihak akan merasa nyaman

untuk bermediasi di tempat yang

bersangkutan. Kalau misalnya sengketa

yang dimediasikan tersebut bersifat

175HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

internasional dan perkaranya juga cukup

pelik, maka haruslah dibawa ketempat

tertentu yang nyaman untuk semua

pihak dalam mediasi. Sebagai contoh,

tentunya tidak akan nyaman bagi orang

Indonesia untuk melakukan mediasi

pada bulan puasa di tengah benua

Amerika yang sedang mengalami musim

dingin. Dengan demikian tempat mediasi

juga merupakan hal yang penting untuk

dipertimbangkan.

f) Harus diadakan pengecekan diantara

para pihak untuk memastikan apakah

mediator yang bersangkutan memiliki

benturan kepentingan dengan kasus yang

sedang dimediasikan atau tidak, karena

yang menjadi salah satu syarat utama

adalah bahwa tidak boleh ada benturan

kepentingan antara mediator dengan

pihak-pihak yang terlibat didalam

mediasi.

g) Harus ada kesepakatan mengenai

pemilihan mediator. Karena yang

dilaksanakan disini bukan seperti

arbitrase dimana para pihak memilih

sendiri arbiternya.

h) Hal yang harus dimasukkan oleh lawyer

atau konsultan hukum dalam proses

mediasi adalah mengenai dokumentasi

sebelum dilakukannya proses mediasi

176 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

yang sifatnya confindential. Hal itu

terkait dengan statement singkat dari

masing-masing pihak tentang masalah

yang dipersengketakan dan posisi

yang diambil oleh para pihak. Hal ini

harus dipersiapkan pada awal sebelum

dilakukannya proses mediasi.

i) Identifikasi yang dilakukan oleh

lawyer dengan melakukan identifikasi

kelemahan dan kekuatan dari para pihak

dalam proses mediasi.

j) Jadwal negosiasi dan mediasi.

k) Detail mengenai siapa saja yang akan hadir

dalam proses mediasi dan hubungannya

dengan kasus yang bersangkutan.

l) Selain itu yang penting adalah adanya

preseden untuk menjaga konsistensi

dalam penyelesaian suatu perkara.

Syarat-Syarat Keberhasilan Mediasi:

Gary Goodpaster menyatakan bahwa,

mediasi tidak selalu tepat untuk diterapkan

terhadap semua sengketa atau tidak selalu

diperlukan untuk menyelesaikan semua

persoalan dalam sengketa tertentu. Mediasi

akan berhasil atau berfungsi dengan baik

bilamana sesuai dengan beberapa syarat

sebagai berikut22:

a) Para pihak mempunyai kekuatan tawar

menawar yang sebanding.

22 Gary Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, dalam Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi 2, Arbitrase di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,1995,hlm.17

177HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

b) Para pihak menaruh perhatian terhadap

hubungan di masa depan.

c) Terdapat persoalan yang memungkinkan

terjadinya pertukaran (trade offs).

d) Terdapat urgensi atau batas waktu untuk

menyelesaikan.

e) Para pihak tidak memiliki permusuhan

yang berlangsung lama dan mendalam.

f) Apabila para pihak mempunyai

pendukung atau pengikut, mereka tidak

memiliki penghargan yang banyak, tetapi

dapat dikendalikan.

g) Menetapkan preseden atau memperta-

hankan suatu hak tidak lebih penting

dibandingkan menyelesaikan persoalan

yang mendesak.

h) Jika para pihak berada dalam proses

litigasi, kepentingan-kepentingan pelaku

lainnya, seperti para pengacara dan

penjamin tidak akan diperlakukan lebih

baik dibandingkan dengan mediasi.

Erman Rajagukguk mengemukakan bahwa,

mediasi akan berhasil bila memiliki hal-hal

sebagai berikut23:

a) Para pihak ingin melanjutkan hubungan

bisnis mereka.

b) Para pihak mempunyai kepentingan yang

sama untuk menyelesaikan sengketa

mereka dengan cepat.

23 Erman Rajagukguk, Penyelesaian Sengketa Alternatif, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,hlm.24

178 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

c) Litigasi dianggap oleh para pihak akan

memakan waktu yang panjang, mahal

dan akan menimbulkan pandangan

buruk bagi kedua belah pihak karena

adanya publikasi. Ditambah lagi belum

tentu menang.

d) Walaupun para pihak dalam keadan

emosi, proses mediasi dianggap mereka

sebagai tempat untuk bertemu dan

menyampaikan kepentingan masing-

masing.

e) Waktu adalah inti dari penyelesaian.

f) Mediator yang baik akan mampu mem-

buat kedua belah pihak berkomunikasi.

Mediasi tidak akan berhasil bila salah satu

pihak mengajukan gugatan atau klaim

sembrono, dan pihak lainnya merasa

ia akan menang melalui litigasi. Begitu

juga, mediasi akan gagal bila salah satu

menunda-nunda penyelesaian sengketa

selama mungkin, salah satu pihak atau

kedua belah pihak memang beritikad

buruk.

Tahapan dalam Proses Mediasi:

a) Tahap Pendahuluan/tahap persiapan

(Preliminary)

Sukses tidaknya mediasi seringkali

ditentukan pada tahap persiapan, siapa

yang akan hadir pada proses mediasi,

masalah tempat dan waktu pelaksanaan

179HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

mediasi juga perlu dipersiapkan. Contoh

masalah pada tahap persiapan, pihak

yang akan hadir dalam proses mediasi

berjumlah 10 orang, namun tempat yang

tersedia hanya cukup untuk 6 orang, ini

akan menimbulkan masalah, dimana

situasi pertama untuk masuk kedalam

proses mediasi sudah tidak smooth,

sudah ada konflik yang sebenarnya

bisa dicegah sebelumnya. Hal ini akan

berpengaruh pada situasi emosional

para pihak, dimana situasi emosional

para pihak juga akan berpengaruh pada

penyelesaian sengketa.

b) Sambutan mediator.

• Menerangkan urutan kejadian.

• Meyakinkan para pihak yang masih

ragu.

• Menerangkan peran mediator dan

para pihak.

• Menegaskan bahwa para pihak yang

bersengketalah yang ”berwenang”

untuk mengambil keputusan.

• Menyusun aturan dasar dalam

menjalankan tahapan.

• Memberi kesempatan mediator

untuk membangun kepercayaan dan

menunjukkan kendali atas proses.

• Mengkonfirmasi komitmen para

pihak terhadap proses.

180 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

c) Presentasi Para Pihak.

• Setiap pihak diberi kesempatan untuk

menjelaskan permasalahannya kepa-

da mediator secara bergantian.

• Tujuan dari presentasi ini adalah

untuk memberikan kesempatan

kepada para pihak untuk

didengar sejak dini, dan juga

memberi kesempatan setiap pihak

mendengarkan permasalahan dari

pihak lainnya secara langsung.

• Who’s first? Who decides?

d) Identifikasi Hal-Hal yang sudah

disepakati.

Salah satu peran yang penting bagi

mediator adalah mengidentifikasi hal-hal

yan telah disepakati antara para pihak

sebagai landasan untuk melanjutkan

proses negosiasi.

e) Mendefinisikan dan Mengurutkan

Permasalahan.

• Mediator perlu membuat suatu

”struktur” dalam pertemuan media-

si yang meliputi masalah-masalah

yang sedang diperselisihkan dan

sedang berkembang. Dikonsultasi-

kan dengan para pihak,

sehingga tersusun suatu ”daftar

permasalahan” menjadi suatu

agenda.

181HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

f) Negosiasi dan Pembuatan Keputusan.

• Tahap negoisasi yang biasanya

merupakan waktu alokasi terbesar.

• Dalam model klasik (”Directing

the traffic”), mediator berperan

untuk menjaga urutan, struktur,

mencatat kesepahaman, reframe

dan meringkas, dan sekali-sekali

mengintervensi membantu proses

komunikasi.

• Pada model yang lain (”Driving

the bus”), mediator mengatur

arah pembicaraan, terlibat dengan

mengajukan pertanyaan kepada para

pihak dan wakilnya.

g) Pertemuan Terpisah.

• Untuk menggali permasalahan

yang belum terungkap dan

dianggap penting guna tercapainya

kesepakatan.

• Untuk memberikan suasana dinamis

pada proses negosiasi bilamana

ditemui jalan buntu.

• Menjalankan ’tes realitas’ terhadap

para pihak.

• Untuk menghindarkan kecenderung-

an mempertahankan pendapat para

pihak pada joint sessions.

• Untuk mengingatkan kembali atas

hal-hal yang telah dicapai dalam

182 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

proses ini dan mempertimbangkan

akibat bila tidak tercapai kesepa-

katan.

h) Pembuatan Keputusan Akhir.

• Para pihak dikumpulkan kembali

guna mengadakan negosiasi akhir,

dan menyelesaikan beberapa hal

dengan lebih rinci.

• Mediator berperan untuk

memastikan bahwa seluruh

permasalahan telah dibahas, dimana

para pihak merasa puas dengan hasil

akhir.

i) Mencatat Keputusan.

• Pada kebanyakan mediasi, perjanjian

akan dituangkan kedalam tulisan,

dan ini bahkan menjadi suatu

persyaratan dalam konrak mediasi.

• Pada kebanyakan kasus, cukup

pokok-pokok kesepakatan yang

ditulis dan ditandatangani, untuk

kemudian disempurnakan oleh

pihak pengacara hinga menjadi

suatu kesepakatan akhir.

• Pada kasus lainnya yang tidak terlau

kompleks, perjanjian final dapat

langsung ditandatangani.

j) Kata Penutup.

• Mediator biasanya memberikan

ucapan penutup sebelum mengakhiri

183HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

mediasi.

• Ini dilakukan untuk memberikan

penjelasan kepada para pihak

atas apa yang telah mereka capai,

meyakinkan mereka bahwa hasil

tersebut merupakan keputusan

mereka sendiri, serta mengingatkan

tentang hal apa yang perlu dilakukan

di masa mendatang.

• Mengakhiri mediasi secara ”formal”.

5) Pendapat atau Penilaian Ahli

Bentuk ADR lainnya yang diintrodusir

dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1990 adalah pendapat (penilaian) ahli.

Dalam rumusan pasal 52 Undang-Undang

ini dinyatakan bahwa para pihak dalam suatu

perjanjian berhak untuk memohon pendapat

yang mengikat dari lembaga arbitrase

atas hubungan hukum tertentu dari suatu

perjanjian. Ketentuan ini pada dasarnya

merupakan pelaksanaan dari tugas lembaga

arbitrase sebagaimana tersebut dalam pasal

1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 yang berbunyi lembaga arbitrase adalah

badan yang dipilih oleh para pihak yang

bersengketa untuk memberikan putusan

mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut

juga dapat memberikan pendapat yang

mengikat mengenai suatu hubungan hukum

tertentu dalam hal belum timbul sengketa.

184 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

6) Arbitrase (Tahkim)

Biasanya dalam kontrak bisnis sudah

disepakati dalam kontrak yang dibuatnya

untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi

dikemudian hari diantara mereka. Usaha

penyelesaian sengketa dapat diserahkan

kepada forum-forum tertentu sesuai dengan

kesepakatan. Ada yang langsung ke lembaga

Pengadilan atau ada juga melalui lembaga

diluar Pengadilan yaitu arbitrase (choice of

forum/choice of jurisdiction). Disamping itu,

dalam klausul yang dibuat oleh para pihak

ditentukan pula hukum mana yang disepakati

untuk dipergunakan apabila dikemudian hari

terjadi sengketa diantara mereka (choice of

law).

Dasar hukum pemberlakuan arbitrase

dalam penyelesaian sengketa dalam bidang

bisnis adalah Undang-Undang Nomor

30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan

Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mulai

diberlakukan pada tanggal 12 Agustus 1999.

adapun ketentuan-ketentuan mengenai

syarat-syarat perjanjian atau klausul arbitrase

mengikuti ketentuan syarat sebagaimana

umumnya perjanjian yaitu syarat subyektif

dan syarat-syarat obyektif yang dipahami

dalam pasal 1320 KUH Perdata, maupun

syarat subyektif dan syarat obyektif yang

tersebut dalam Undang-Undang Nomor

185HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

30 Tahun 1999. Hal ini didasarkan bahwa

arbitrase itu merupakan kesepakatan yang

diperjanjikan dalam suatu kontrak bisnis dan

sekaligus menjadi bagian dari seluruh topik

yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut.

Di Indonesia terdapat beberapa

lembaga arbitrase untuk menyelesaikan

berbagai sengketa bisnis yang terjadi dalam

lalu lintas perdagangan, antara lain BAMUI

(Badan Arbitrase Muamalat Indonesia) yang

khusus menangani masalah persengketaan

dalam bisnis Islam, BASYARNAS (Badan

Arbitrase Syari’ah Nasional) yang menangani

masalah-masalah yang terjadi dalam

pelaksanaan Bank Syari’ah, dan BANI (Badan

Arbitrase Nasional Indonesia) yang khusus

menyelesaikan sengketa bisnis non Islam.

a) Badan Arbitrase Nasional Indonesia

(BANI)

Sebagian besar negara-negara

barat telah memiliki lembaga arbitrase

dalam menyelesaikan berbagai

sengketa ekonomi yang timbul akibat

wanprestasi terhadap kontrak-kontrak

yang dilaksanakannya. Dalam kaitan ini,

Indonesia yang merupakan bagian dari

masyarakat dunia juga telah memiliki

lembaga arbitrase dengan nama Badan

Arbitrase Nasional Indonesia yang

disingkat dengan BANI. Keberadaan

186 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

BANI ini diprakarsai oleh kalangan bisnis

nasional yang tergabung dalam Kamar

Dagang dan Industri (KADIN) yang

didirikan pada tanggal 3 Desember 1977.

Adapun tujuan didirikannya Badan

Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)

adalah memberikan penyelesaian yang

adil dan cepat dalam sengketa-sengketa

perdata yang timbul dan berkaitan

dengan perdagangan dan keuangan,

baik yang bersifat nasional maupun yang

bersifat internasional. Disamping itu,

keberadaan BANI di samping berfungsi

menyelesaikan sengketa, BANI juga dapat

menerima permintaan yang diajukan

oleh para pihak dalam suatu perjanjian

untuk memberikan suatu pendapat (legal

opinion) yang mengikat mengenai suatu

persoalan.

Terdapat sejumlah alasan, para

pebisnis memilih penyelesaian sengketa

ke badan arbitrase dari pada ke lembaga

peradilan, antara lain dikemukakan

oleh Roedjono24 bahwa daya tarik

relatif dari arbitrase adalah refleksi dari

kelemahan-kelemahan litigasi. Prosesnya

bilamana secara tepat dilaksanakan,

menjanjikan party autonomy yang

24 Roedijono, Alternative Dispute Resolution (ADR) (Pilihan Penyelesaian Sengketa), Makalah pada penataran dosen Hukum Perdata seluruh Indonesia, Fakultas Hukum UGM Yogyakrata,1996,hal. 5-6.

187HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

maksimal, campur tangan yang minimal

dan pengadilan dan berkaitan dengan

arbitrase internasional, pengakuan dan

pelaksanaan putusan peradilan wasit.

Jadi arbitrase memberikan beberapa

keunggulan, pemilihan arbitor oleh para

pihak (pemilihan ahli yang diinginkan),

keterbatasan upaya hukum atas putusan

arbitor, kerahasiaan, kenyamanan para

pihak, prosedur yang tidak formal dan

eksekusi putusan arbiter sebagai vonis.

Demikian juga alasan memilih

badan arbitrase dikemukakan oleh

M. Husseyn Umar dan A. Supriyani

Kardono25 menyebutkan pula alasan-

alasan mengapa orang-orang dalam

dunia bisnis cenderung memilih arbitrase

sebagai sarana penyelesaian sengketa

dibadingkan dengan suatu pengadilan

formal:

• Pemilihan arbitrase memberikan

prediktabilitas serta kepastian dalam

proses penyelesaian sengketa.

• Selama arbiternya adalah seorang

yang memang ahli dalam bidang

bisnis yang sedang disengketakan,

maka para pihak yang bersengketa

memiliki kepercayaan terhadap

arbiter dalam memahami permasa-

25 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono, Opcit, hal. 2.

188 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

lahan yang disengketakan.

• Privasi adalah faktor penting dalam

proses arbitrase dan masing-masing

pihak memperoleh privasi tersebut

sepanjang proses masih merupakan

proses yang tertutup bagi umum dan

putusan hanya ditunjukkan kepada

para pihak yang bersengketa.

• Peranan pengadilan dalam proses

arbitrase pada umumnya terbatas

sehingga terjamin penyelesaiannya

secara final.

• Secara ekonomis proses arbitrase

dianggap lebih cepat dan lebih murah

dibandingkan proses berperkara di

pengadilan.

Oleh karena BANI dibentuk untuk

kepentingan masyarakat Indonesia,

maka BANI harus tunduk kepada hukum

Indonesia. Selama ini praktek arbitrase

banyak diatur dalam HIR, khususnya

pasal 377 HIR yang menyebutkan bahwa

arbitrase dibenarkan dalam penyelesaian

sengketa yang terjadi antara para pihak

dengan tetap berpedoman sebagaimana

tersebut dalam buku ketiga Rv, dengan

hal ini dapat diketahui bahwa secara

yuridis formal hanya Rv yang diakui

sebagai hukum positif arbitrase, dan

tertutup kemungkinan untuk memilih

189HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dan mempergunakan instirusi atau

peraturan yang terdapat dalam Rv.

Namun keberadaan BANI telah

menerobos sifat tertutup Rv tersebut

dengan memberlakukan beberapa

peraturan lain, diantaranya Undang-

Undang Nomor 5 Tahun 1968 yang

meratifikasi International Centre for the

Settelment of Ivesment Disputes (ICSID)

dan KEPRES Nomor 34 Tahun 1981 yang

meratifikasi New York Convention 1959,

sehingga ketentuan yang menentukan Rv

sebagai satu-satunya aturan hukum yang

mengatur arbitrase sudah dipakai lagi.

Dengan demikian sejak berdirinya BANI

dibolehkan mendirikan institusi arbitrase

permanent yang dilengkapi oleh aturan-

aturan yang dibuat oleh pemerintah dan

DPR atau hak opsi mempergunakan

aturan Rv atau aturan lainnya.

Meskipun ada perbedaan yang

cukup signifikan dengan tugas-tugas

pengadilan, tetapi proses ajudikasi BANI

tetap berpedoman kepada peraturan

prosedur secara khusus. Secara garis

besar prosedur pelaksanaan arbitrase

melalui BANI sebagai berikut, yakni:

• Prosedur arbitrase dimulai dengan

didaftarkannya surat permohonan

untuk mengadakan arbitrase dan

190 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

didaftar dalam register perkara

masuk.

• Apabila perjanjian arbitrase ada

klausula yang mengatakan bahwa

sengketa akan diselesaikan melalui

arbitrase, maka klausula tersebut

dianggap telah mencukupi. Dengan

hal tersebut Ketua BANI segera

mengeluarkan perintah untuk

menyampaikan salinan dari surat

permohonan kepada si termohon,

disertai perintah untuk menanggapi

permohonan tersebut dan memberi

jawaban secara tertulis dalam waktu

30 hari.

• Majelis arbitrase yang dibentuk

atau arbiter tunggal yang ditunjuk

menurut ketentuan-ketentuan yang

berlaku, akan memeriksa sengketa

antara para pihak atas nama BANI

dan menyelesaikan serta memutus

sengketa.

• Bersamaan dengan itu, Ketua BANI

memerintahkan kepada kedua belah

pihak untuk menghadap di muka

sidang arbitrase pada waktu yang

ditetapkan selambat-lambatnya

14 hari terhitung mulai hari

dikeluarkannya perintah itu, dengan

pemberitahuan bahwa mereka boleh

191HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

mewakilkan kepada seorang kuasa

dengan surat kuasa khusus.

• Terlebih dahulu majelis akan

mengusahakan tercapainya perda-

maian antara kedua-belah pihak

yang bersengketa.

• Kedua-belah pihak dipersilahkan

untuk menjelaskan masing-masing

pendirian serta mengajukan bukti-

bukti yang oleh mereka dianggap

perlu untuk menguatkannya.

• Selama belum dijatuhkan putusan,

pemohon dapat mencabut permo-

honannya.

• Apabila majelis arbitrase meng-

anggap pemeriksaan sudah cukup,

maka ketua majelis akan menutup

dan menghentikan pemeriksaan dan

menetapkan hari sidang selanjutnya

untuk mengucapkan putusan yang

akan diambil.

• Biaya pelaksanaan (eksekusi) suatu

putusan arbitrase ditetapkan dengan

peraturan bersama antara BANI dan

Pengadilan Negeri yang bersengketa.

Meskipun sudah ada putusan

arbitrase yang telah diputus oleh BANI,

kebanyakan para pihak tidak puas

terhadap putusan tersebut. Hal ini dapat

diketahui bahwa sebagian besar perkara

192 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

yang telah diputus oleh arbiter BANI

masih tetap diajukan kepada Pengadilan

secara litigasi.

b) Badan Arbitrase Muamalat Indonesia

(BAMUI)

Perkembangan bisnis ummat Islam

berdasar syari’ah semakin menunjukkan

kemajuannya, maka kebutuhan akan

lembaga yang dapat menyelesaikan

persengketaan yang terjadi atau

mungkin terjadi dengan perdamaian

dan prosesnya secara cepat merupakan

suatu kebutuhan yang sangat mendesak.

Majelis Ulama Indonesia (MUI)

memprakarsai berdirinya BAMUI dan

mulai dioperasionalkan pada Tanggal

1 Oktober 1993. Adapun tujuan dibentuk

BAMUI adalah: pertama, memberikan

penyelesaian yang adil dan cepat dalam

sengketa-sengketa muamalah perdata

yang timbul dalam bidang perdagangan,

industri, keuangan, jasa dan lain-lain.

Kedua, menerima permintaan yang

diajukan oleh para pihak dalam suatu

perjanjian tanpa adanya suatu sengketa

untuk memberikan suatu pendapat yang

mengikat mengenai suatu persoalan

berkenaan dengan perjanjian tersebut.

Syarat utama untuk menjadi

arbiter tunggal atau arbiter majelis

193HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

diantaranya adalah beragama Islam

yang taat menjalankan agamanya dan

tidak terkena larangan berdasarkan

peraturan perundang-undangan yang

berlaku. Dalam menjalankan tugasnya

arbiter harus mengupayakan perdamaian

semaksimal mungkin dan apabila usaha

ini berhasil, maka arbiter membuat

akta perdamaian dan menghukum

kedua belah pihak untuk mentaati dan

memenuhi perdamaian tersebut. Jika

perdamaian tidak berhasil, maka arbiter

akan meneruskan pemeriksaannya,

dengan cara para pihak membuktikan

dalil-dalil gugatannya, mengajukan saksi-

saksi atau mendengar pendapat para ahli

dan sebelum mengajukan keterangannya

ia harus disumpah terlebih dahulu.

Asas pemeriksaan sidang arbitrase

bersifat tertutup dan asas ini tidak

bersifat mutlak atau permanen, akan

tetapi dapat dikesampingkan jika atas

persetujuan kedua belah pihak setuju

sidang dilaksanakan terbuka untuk

umum. Kepentingan pemeriksaan

secara tertutup ini adalah menghindari

publisitas demi menjaga nama baik

perusahaan atau bisnis masing-masing

para pihak. Putusan BAMUI bersifat

final dan mengikat bagi para pihak yang

194 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

bersengketa dan wajib menaati putusan

tersebut, para pihak harus segera menaati

dan memenuhi pelaksanaannya. Apabila

ada para pihak yang tidak melaksanakan

itu secara suka rela, maka putusan itu

dijalankan menurut ketentuan yang

diatur dalam pasal 637 dan 639 Rv, yakni

Pengadilan Negeri memiliki peranan yang

penting dalam memberikan exequatur

bagi putusan arbitrase.

Oleh karena itu, BAMUI harus

menyesuaikan diri dengan tata hukum

yang ada, khususnya jangkauan

kewenangannya, karena sengketa yang

diputus oleh BAMUI itu bukanlah perkara

yang didalamnya termuat campur tangan

pemerintah atau bukan masalah-masalah

yang berhubungan dengan NTCR,

Wakaf dan Hibah sebagaimana tersebut

dalam pasal 616 Rv yang pada perkara

ini ada Pengadilan yang mengurusnya.

Mengingat bahwa tidak semua masalah

dapat dieksekusi oleh Pengadilan, maka

BAMUI membatasi kewenangannya

hanya pada penyelesaian sengketa yang

timbul dalam hubungannya dengan

perdagangan, industri, keuangan dan

jasa yang dikelola secara Islami. Supaya

putusan arbitrase BAMUI ini dapat

diterima dengan baik oleh pihak-pihak

195HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

yang bersengketa, maka arbiter harus

dapat menjatuhkan putusan yang adil

dan tepat bagi pihak yang bersengketa.

Dari uraian diatas, dapat

disimpulkan bahwa keberadaan Badan

Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)

sebagai salah satu contoh lembaga

arbitrase Islam yang ada di Indonesia,

apabila dilihat dari aspek yuridis

mempunyai dasar hukum yang sangat

kuat, yaitu bersumber dari Al-Qur’an, As

Sunnah dan Ijma’ Ulama. Secara historis,

dapat dikatakan bahwa keberadaan

lembaga Arbitrase Islam sudah sejak

masa Rasulullah SAW dan berkembang

sampai sekarang dari lembaga adhoc

menjadi lembaga permanen. Demikian

juga secara sosiologis, keberadaan

Arbitrase Islam merupakan kebutuhan

umat dalam menyelesaikan setiap

terjadi sengketa diantara mereka yang

meliputi masalah politik, peperangan,

perdagangan, keluarga, ekonomi dan

bisnis. Selain juga dapat dilakukan secara

murah, mudah dan cepat dibandingkan

dengan proses pengadilan.

c) Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS)

Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS) berkedudukan di Jakarta

196 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dengan cabang atau perwakilan di

tempat-tempat lain yang dipandang

perlu.

Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS) pada saat didirikan

barnama Badan Arbitrase Muamalat

Indonesia (BAMUI). BAMUI didirikan

pada tanggal 21 Oktober 1993, berbadan

hukum Yayasan. Akte pendiriannya

ditanda-tangani oleh Ketua Umum MUI

Bp KH. Hasan Basri dan Sekretaris

Umum Bp. HS Prodjokusumo. BAMUI

dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia

(MUI) berdasarkan keputusan Rapat

Kerja Nasional (Rakernas) MUI Tahun

1992. Perobahan nama dari BAMUI

menjadi BASYARNAS diputuskan dalam

Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan

nama, perubahan bentuk dan pengurus

BAMUI dituangkan dalam SK MUI No.

Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24

Desember 2003.

Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS) sesuai dengan Pedoman

Dasar yang di tetapkan oleh MUI: ialah

lembaga hakam yang bebas, otonom dan

independent, tidak boleh dicampuri oleh

kekuasaan dan pihak-pihak manapun.

Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS) adalah perangkat

197HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

organisasi MUI sebagaimana DSN (Dewan

Syariah Nasional), LP-POM (Lembaga

Pengkajian, Pengawasan Obat-obatan

dan Makanan), YDDP (Yayasaan Dana

Dakwah Pembangunan).

Adapun dasar hukum pembentukan

lembaga BASYARNAS sebagai berikut:

• Undang-Undang No. 30 Tahun 1999

tentang Arbitrase dan Alternatif

Penyelesaian Sengketa.

Arbitrase menurut Undang-Undang

No, 30 Tahun 1999 adalah cara

penyelesaian sengketa perdata

diluar peradilan umum, sedangkan

lembaga arbitrase adalah badan

yang dipilih oleh para pihak yang

bersengketa untuk memberikan

putusan mengenai sengketa tertentu.

Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS) adalah lembaga

arbitrase sebagimana dimaksud

Undang-Undang No. 30 Tahun

1999.

Sebelum Undang-Undang No. 30

Tahun 1999 diundangkan, maka

dasar hukum berlakunya arbitrase

adalah:

• Reglemen Acara Perdata

(Rv.S,1847:52) Pasal 615

sampai dengan 651, Reglemen

198 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Indonesia yang Diperbaharui

(HIR S.1941:44) Pasal 377 dan

Reglemen Acara untuk Daerah

Luar Jawa dan Madura (RBg

3.1927:227) Pasal 705.

• Undang-Undang No. 14 Tahun

1970 tentang Ketentuan-

Ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman: Penjelasan Pasal 3

ayat 1.

• Yurisprudensi tetap Mahkamah

Agung RI.

• SK MUI (Majelis Ulama Indonesia)

SK. Dewan Pimpinan MUI No.

Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal

24 Desember 2003 tentang Badan

Arbitrase Syariah Nasional.

Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS) adalah lembaga

hakam (arbitrase syariah) satu-

satunya di Indonesia yang berwenang

memeriksa dan memutus sengketa

muamalah yang timbul dalam bidang

perdagangan, keuangan, industri,

jasa dan lain-lain.

• Fatwa DSN-MUI

Semua fatwa Dewan Syariah Nasional

Majelis Ulama Indonesia (DSN-

MUI) perihal hubungan muamalah

(perdata) senantiasa diakhiri dengan

199HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

ketentuan: “Jika salah satu pihak

tidak menunaikan kewajibannya

atau jika terjadi perselisihan

diantara kedua belah pihak, maka

penyelesaiannya dilakukan melalui

Badan Arbitrase Syariah setelah

tidak tercapai kesepakatan melalui

musyawarah”.

(Lihat Fatwa No. 05 tentang Jual

Beli Saham, Fatwa No. 06 tentang

Jual Beli Istishna’, Fatwa No. 07

tentang Pembiayaan Mudharabah,

Fatwa No.O8 tentang Pembiayaan

Musyarakah, dan seterusnya).

Badan Arbitrase Syariah Nasional

(BASYARNAS) berwenang:

• Menyelesaikan secara adil dan

cepat sengketa muamalah

(perdata) yang timbul dalam

bidang perdagangan, keuangan,

industri, jasa dan lain-lain yang

menurut hukum dan peraturan

perundang-undangan dikuasai

sepenuhnya oleh pihak yang

bersengketa, dan para pihak

sepakat secara tertulis untuk

menyerahkan penyelesaiannya

kepada BASYARNAS sesuai

dengan Prosedur BASYARNAS.

• Memberikan pendapat yang

200 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

mengikat atas permintaan

para pihak tanpa adanya suatu

sengketa mengenai persoalan

berkenaan dengan suatu

perjanjian.

Badan Arbitrase Syariah

Nasional (BASYARNAS) mempunyai

peraturan prosedur yang memuat

ketentuan-ketentuan antara lain:

permohonan untuk mengadakan

arbitrase, penetapan arbiter, acara

pemeriksaan, perdamaian, pembuk-

tian dan saksi-saksi, berakhirnya

pemeriksaan, pengambilan putusan,

perbaikan putusan, pembatalan

putusan, pendaftaran putusan,

pelaksanaan putusan (eksekusi),

biaya arbitrase.

Putusan Badan Arbitrase

Syari’ah baru dapat dilaksanakan

apabila ketentuan dalam Pasal 59

Undang-Undang Nomor 30 Tahun

1999 telah dipenuhi, yaitu pertama,

Dalam waktu paling lama 30 (tiga

puluh) hari terhitung sejak tanggal

putusan Badan Arbitrase Syari’ah

diucapkan, lembar asli atau salinan

otentik putusan tersebut diserahkan

dan didaftarkan oleh arbiter

atau kuasanya kepada Panitera

201HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Pengadilan Negeri yang daerah

hukumnya meliputi tempat tinggal

Termohon dalam penyelesaian

sengketa melalui Badan Arbitrase

Syari’ah. Kedua, penyerahan dan

pendaftaran sebagaimana dimaksud

diatas, dilakukan dengan pencatatan

dan penandatanganan pada bagian

akhir atau dipinggir putusan

oleh Panitera Pengadilan Negeri

dan arbiter atau kuasanya yang

menyerahkan, dan catatan tersebut

merupakan akta pendaftaran.

Ketiga, Arbiter atau kuasanya wajib

menyerahkan putusan dan lembar as-

li pengangkatan sebagai arbiter atau

salinan otentiknya kepada Panitera

Pengadilan Negeri. Keempat, tidak

dipenuhinya ketentuan sebagaimana

dimaksud dalam huruf a diatas,

berakibat putusan arbitrase tidak

dapat dilaksanakan. Kelima, semua

biaya yang berhubungan dengan

pembuatan akta pendaftaran

dibebankan kepada para pihak.

Perintah pelaksanaan putusan

Badan Arbirase Syari’ah tersebut

diberikan dalam waktu paling

lama 30 (tiga puluh) hari setelah

permohonan eksekusi didaftarkan

202 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

kepada Panitera Pengadilan Negeri

yang daerah hukumnya meliputi

tempat tinggal Termohon dalam

penyelesaian sengketa melalui Badan

Arbitrase Syari’ah. Ketua Pengadilan

Negeri sebelum memberikan

perintah pelaksanaan, memeriksa

terlebih dahulu apakah pertama,

persetujuan untuk menyelesaikan

sengketa melalui Badan Arbitrase

Syari’ah dimuat dalam suatu

dokumen yang ditandatangani

oleh para pihak. Kedua, sengketa

yang diselesaikan tersebut adalah

sengketa dibidang ekonomi syari’ah

dan mengenai hak yang menurut

hukum dan peraturan perundang-

unangan dikuasai sepenuhnya oleh

pihak yang bersengketa. Ketiga,

putusan Badan Arbitrase Syari’ah

tidak bertentangan dengan prinsip

syari’ah.

Ketua Pengadilan Negeri

tidak memeriksa alasan atau

pertimbangan dari putusan Badan

Arbitrase Syari’ah tersebut. Perintah

Ketua Pengadilan Negeri ditulis

pada lembar asli dan salinan otentik

putusan Badan Arbitrase Syari’ah

yang dikeluarkan. Putusan Badan

203HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Arbitrase Syari’ah yang telah

dibubuhi perintah Ketua Pengadilan

Negeri untuk dilaksanakan

adalah sesuai dengan ketentuan

pelaksanaan putusan yang telah

mempunyai kekuatan hukum tetap

yang berlaku di Pengadilan Negeri.

7) Proses Litigasi Pengadilan

Sengketa yang tidak dapat diselesaikan

baik melalui sulh (perdamaian) maupun

secara tahkim (arbitrase) akan diselesaikan

melalui lembaga Pengadilan. Menurut

ketentuan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang

Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang

Nomor 35 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok

Kekuasaan Kehakiman, secara eksplisit

menyebutkan bahwa di Indonesia ada 4

lingkungan lembaga peradilan yaitu Peradilan

Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer

dan Peradilan Agama.

Dalam konteks ekonomi Syari’ah,

Lembaga Peradilan Agama melalui pasal

49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989

yang telah dirubah dengan Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan

Agama telah menetapkan hal-hal yang

menjadi kewenangan lembaga Peradilan

Agama. Adapun tugas dan wewenang

memeriksa, memutus dan menyelesaikan

perkara tertentu bagi yang beragama Islam

204 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dalam bidang perkawinan, waris, wasiat,

hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan

ekonomi syari’ah. Dalam penjelasan Undang-

undang ini disebutkan bahwa yang dimaksud

dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan

atau kegiatan usaha yang dilaksanakan

menurut prinsip syari’ah yang meliputi bank

syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah,

reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat-

surat berharga berjangka menengah syari’ah,

sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah,

pergadaian syari’ah, dan dana pensiun,

lembaga keuangan syari’ah, dan lembaga

keuangan mikro syari’ah yang tumbuh dan

berkembang di Indonesia.

Dalam hal penyelesaian sengketa

bisnis yang dilaksanakan atas prinsip-

prinsip syari’ah melalui mekanisme litigasi

Pengadilan terdapat beberapa kendala, antara

lain belum tersedianya hukum Acara baik yang

berupa Undang-undang maupun Kompilasi

sebagai pegangan para hakim dalam memutus

perkara. Disamping itu, masih banyak para

aparat hukum yang belum mengerti tentang

ekonomi syari’ah atau hukum bisnis Islam.

Dalam hal yang menyangkut bidang sengketa,

belum tersedianya lembaga penyidik khusus

yang berkompeten dan menguasai hukum

syari’ah.

Pemilihan lembaga Peradilan Agama

205HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dalam menyelesaikan sengketa bisnis

(ekonomi) syari’ah merupakan pilihan

yang tepat dan bijaksana. Hal ini akan

dicapai keselarasan antara hukum materiel

yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam

dengan lembaga peradilan Agama yang

merupakan representasi lembaga Peradilan

Islam, dan juga selaras dengan para aparat

hukumnya yang beragama Islam serta telah

menguasai hukum Islam. Sementara itu hal-

hal yang berkaitan dengan kendala-kendala

yang dihadapi oleh Pengadilan Agama

dapat dikemukakan argumentasi bahwa

pelimpahan wewenang mengadili perkara

ekonomi syari’ah ke Pengadilan Agama pada

dasarnya tidak akan berbenturan dengan asas

personalitas keislaman yang melekat pada

Pengadilan Agama. Hal ini sudah dijustifikasi

melalui kerelaan para pihak untuk tunduk

pada aturan syari’at Islam dengan menuang-

kannya dalam klausula kontrak yang

disepakatinya. Selain kekuatiran munculnya

kesan eksklusif dengan melimpahkan

wewenang mengadili perkara ekonomi

syari’ah ke Pengadilan Agama sebenarnya

berlebihan, karena dengan diakuinya lembaga

ekonomi syari’ah dalan undang-undang

tersebut berarti Negara sudah mengakui

eksistensinya untuk menyelesaikan sengketa

ekonomi syari’ah kepada siapa saja, termasuk

206 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

juga kepada yang bukan beragama Islam.

D. Sumber Hukum Dalam Menyelesaikan Sengketa

Ekonomi Syari’ah.

1. Sumber Hukum Acara (Hukum Formil)

Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama

untuk mengadili sengketa ekonomi syari’ah adalah

Hukum Acara yang berlaku dan dipergunakan pada

lingkungan Peradilan Umum. Ketentuan ini sesuai

dengan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7

Tahun 1989 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.

Sementara ini Hukum Acara yang berlaku

dilingkungan Peradilan Umum adalah Herziene

Inlandsch Reglement (HIR) untuk Jawa dan Madura,

Rechtreglement Voor De Buittengewesten (R.Bg) untuk

luar Jawa Madura. Kedua aturan Hukum Acara ini

diberlakukan dilingkungan Peradilan Agama, kecuali

hal-hal yang telah diatur secara khusus dalam Undang-

Undang Nomor 7 Tahun 1989 Jo Undang-Undang

Nomor 3 Tahun 2006. Tentang Peradilan Agama.

Disamping dua peraturan sebagaimana tersebut

diatas, diberlakukan juga Bugerlijke Wetbook Voor

Indonesia (BW) atau yang disebut dengan Kitab

Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya buku ke

IV tentang Pembuktian yang termuat dalam Pasal 1865

sampai dengan Pasal 1993.

Juga diberlakukan Wetbook Van Koophandel

(Wv.K) yang diberlakukan berdasarkan Stb 1847

Nomor 23, khususnya dalam pasal 7, 8, 9, 22, 23, 32,

207HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

225, 258, 272, 273, 274 dan 275. Dalam kaitan dengan

peraturan ini terdapat juga Hukum Acara yang diatur

dalam Failissements Verordering (Aturan Kepailitan)

sebagaimana yang diatur dalam Stb 1906 Nomor 348,

dan juga terdapat dalam berbagai peraturan perundang-

undangan yang berlaku di Indonesia dan dijadikan

pedoman dalam praktek Peradilan Indonesia.

2. Sumber Hukum Materil

a. Nash Al Qur’an

Dalam Al Qur’an terdapat berbagai ayat

yang membahas tentang ekonomi berdasarkan

prinsip syariah yang dapat dipergunakan dalam

menyelesaikan berbagai masalah ekonomi dan

keuangan. Syauqi al Fanjani26 menyebutkan secara

eksplisit ada 21 ayat yaitu Al Baqarah ayat 188,

275 dan 279, An Nisa’ ayat 5 dan 32, Hud ayat 61

dan 116, al Isra’ ayat 27, An Nur ayat 33, al Jatsiah

ayat 13, Ad Dzariyah ayat 19, An Najm ayat 31, al

Hadid ayat 7, al Hasyr ayat 7, Al Jumu’ah ayat 10,

Al Ma’arif ayat 24 dan 25, al Ma’un ayat 1, 2 dan 3.

Disamping ayat-ayat tersebut diatas,

sebenarnya masih banyak lagi ayat-ayat al Qur’an

yang membahas tentang masalah ekonomi dan

keuangan baik secara mikro maupun makro,

terutama tentang prinsip-prinsip dasar keadilan

dan pemerataan, serta berupaya selalu siap untuk

memenuhi transaksi ekonomi yang dilakukannya

selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip

26 Mahmud Syauqi al Fanjani, Al Wajiz fi al Iqtishad al Islami, terjemahan Mudzakkir AS dengan judul Ekonomi Islam Masa Kini,1989, Husaini, Bandung.

208 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

syari’ah.

b. Nash al Hadits

Melihat kepada kitab-kitab hadits yang

disusun oleh para ulama ahli hadits dapat diketahui

bahwa banyak sekali hadits Rasulullah SAW yang

berkaitan langsung dengan kegiatan ekonomi dan

keuangan Islam. Oleh karena itu mempergunakan al

Hadits sebagai sumber hukum dalam penyelesaian

sengketa ekonomi Syari’ah sangat dianjurkan

kepada pihak-pihak yang berwenang.

Hadits Rasulullah SAW yang dapat dijadikan

rujukan dapat diambil dalam beberapa kitab Hadits

sebagai berikut:

1) Sahih Buchari, Al Buyu’ ada 82 Hadits, Ijarah

ada 24 Hadits, As Salam ada 10 Hadits, Al

Hawalah ada 9 Hadits, Al Wakalah 17 Hadits,

Al Muzara’ah 28 Hadits dan Al Musaqat 29

Hadits.

2) Sahih Muslim ada 115 Hadits dalam al Buyu’.

3) Sahih Ibn Hiban, tentang al Buyu’ ada 141 Al

Hadits, tentang al Ijarah ada 38 al Hadits.

4) Sahih Ibn Khuzaimah ada 300 al Hadits

tentang berbagai hal yang menyangkut

ekonomi dan transaksi keuangan.

5) Sunan Abu Daud ada 290 al Hadits dalam

kitab al Buyu’.

6) Sunan Al Tarmizi ada 117 al Hadits di dalam

kitab al Buyu’.

7) Sunan al Nasa’i ada 254 al Hadits di dalam

kitab al Buyu’.

209HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

8) Sunan Ibn Majah ada 170 al Hadits di dalam

kitab al Tijarah.

9) Sunan al Darimi terdapat 94 al Hadits dalam

al Buyu’.

10) Sunan al Kubra li al Baihaqi terdapat 1085

al Hadits tentang al Buyu’ dan 60 al Hadits

tentang al Ijarah.

11) Musannaf Ibn Abi Syaibah terdapat 1000 al

Hadits.

12) Musanaf Abdul al Razzaq terdapat 13054 al

Hadits tentang al Buyu’

13) Mustadrah al Hakim terdapat 245 al Hadits

tentang al Buyu’.

Angka-angka yang tersebut dalam kitab-kitab

tersebut bukanlah hal yang berdiri sendiri, sebab

banyak sekali nash al Hadits yang terdapat dalam

kitab-kitab tersebut bunyi dan sanad-nya sama.

Hal ini akan sangat membantu dalam menjadikan

al Hadits sebagai sumber hukum Ekonomi Syari’ah.

Disamping sumber hukum ekonomi syari’ah

yang terdapat di dalam kitab-kitab al Hadits diatas,

masih banyak lagi al Hadits yang terdapat dalam

kitab-kitab lain seperti Sunan al Daruquthni, Sahih

Ibnu Khuzaimah, Musnad Ahmad, Musnad Abu

Ya’la al Musili, Musnad Abu ‘Awanah, Musnad

Abu Daud al Tayalisi, Musnad al Bazzar, dan

masih banyak yang lain yang semuanya merupakan

sumber hukum ekonomi syari’ah yang dapat

dijadikan pedoman dalam menyelesaikan perkara

di Peradilan Agama.

210 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

c. Peraturan Perundang-Undangan

Banyak sekali aturan hukum yang terdapat

dalam berbagai peraturan perundang-undangan

yang mempunyai titik singgung dengan Undang-

Undang Nomor 3 Tahun 2006 ini. Oleh karena itu

Hakim Peradilan Agama harus mempelajari dan

memahaminya untuk dijadikan pedoman dalam

memutuskan perkara ekonomi syari’ah.

Diantara peraturan perundang-undangan

yang harus dipahami oleh Hakim Peradilan Agama

yang berhubungan dengan Bank Indonesia antara

lain:

• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang

Perbankan.

• Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998

Tentang Perubahan atas Undang-Undang

Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.

• Peraturan BI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank

Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha

Berdasarkan Prinsip Syari’ah.

• Peraturan BI No. 6/9/PBI/DPM Tahun 2004

tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva

Produktif bagi Bank Perkreditan Rakyat

Syari’ah.

• Peraturan BI No. 3/9/PBI/2003 tentang

Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi

Bank Syari’ah.

• Surat Edaran BI No. 6/9/DPM Tahun 2004

tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas

Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syari’ah.

211HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 32/34/Kep/Dir tentang Bank Umum

Berdasarkan Prinsip Syari’ah.

• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor

32/36/Kep/Dir tentang Bank Perkreditan

Rakyat Berdasarkan Prinsip Syari’ah.

• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 21/53/Kep/Dir./1988 Tanggal 27

Oktober 1988 tentang Surat Berharga Pasar

Uang (SBPU).

• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 21/48/Kep/Dir./1988 dan Surat Edaran

Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG Tanggal 27

Oktober 1988 tentang Sertifkat Deposito.

• Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/32/

UPG Tanggal 4 Juli 1995 Jo. Surat Keputusan

Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/Kep/

Dir. tertanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.

• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia

Nomor 31/67/Kep/Dir. tertanggal 23 Juli 1998

tentang sertifikat Bank Indonesia.

• Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/49/

UPG tertanggal 11 Agustus 1995 tentang

Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Surat

Berharga Komersial (Commercial Paper).

• Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/5/

UKU Tanggal 28 Februari 1991 tentang

Pemberian Garansi Bank.

Sedangkan peraturan perundang-undangan

yang lain yang mempunyai persentuhan dengan

212 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang

Peradilan Agama, antara lain:

• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang

Agraria.

• Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 Tentang

BUMN.

• Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982, tentang

Wajib Daftar Perusahaan.

• Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, tentang

Usaha Perasuransian.

• Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992,

tentang Perkoperasian.

• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987, tentang

Dokumen Perusahaan.

• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, tentang

Perusahaan Terbatas.

• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998, tentang

Kepailitan.

• Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang

Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-

benda yang berkaitan dengan tanah.

• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, tentang

Pasar Modal.

• Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang

Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-

benda yang Berkaitan dengan Tanah.

• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, tentang

Antimonopoli dan Persaingan Tidak Sehat.

• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang

Perlindungan Konsumen.

213HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999,

tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian

Sengketa.

• Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004,

tentang Wakaf.

• Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999,

tentang Zakat.

• Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999,

tentang Fidusia.

• Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000,

tentang Desain Industri.

• Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001,

tentang Paten.

• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001,

tentang Merek.

• Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001,

tentang Yayasan.

• Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002,

tentang Hak Cipta.

• Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977,

tentang Wakaf Tanah Milik.

• Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,

tentang Pendaftaran Tanah.

• Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998,

tentang Perusahaan Terbatas (Perseroan).

• Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998,

tentang Perusahaan Umum (Perum).

• Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995,

tentang Penyelenggaraan Kegiatan dibidang

Pasar Modal.

214 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996,

tentang Hak Guna Usaha. Hak Guna Bangunan

dan Hak Pakai Atas Tanah.

• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor

19 Tahun 2005, tentang Pembiayaan Sekunder

Perumahan.

• Peraturan Presiden Republik Indonesia

Nomor 36 Tahun 2005, tentang Pengadaan

Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk

Kepentingan Umum.

• Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1999

tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal.

• Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003

Tentang Kebijakan Nasional di Bidang

Pertanahan.

• Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala

Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor

38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara

Permohonan Penanaman Modal Dalam Negeri

dan Penanaman Modal Asing.

• Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

515/Kpts/HK.060/9/2004 Nomor 2/SKB/

BPN/2004.

• Keputusan Bersama Menteri Agama dan

Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor

422 Tahun 2004, Nomor 3/SKB/BPN/2004

tentang Sertifikasi Tanah Wakaf.

• PERMA No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi

Hukum Ekonomi Syari’ah.

215HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

d. Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN)

Dewan syari’ah Nasional (DSN) berada

dibawah MUI, dibentuk pada tahun 1999. Lembaga

ini mempunyai kewenangan untuk menetapkan

fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan

usaha Bank yang melaksanakan kegiatan usaha

berdasarkan prinsip syari’ah. Sampai saat telah

mengeluarkan 61 fatwa tentang kegiatan ekonomi

syari’ah. Sebagai berikut:

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 01/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Giro.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 02/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Tabungan.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 03/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Deposito.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Murabahah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 05/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Saham.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 06/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Istishna’.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 07/

DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan

Mudharabah (Qiradh).

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 08/

DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan

Musyarakah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 09/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Ijarah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 10/DSN-

216 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

MUI/IV/2006 Tentang Wakalah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 11/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Kafalah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 12/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Hawalah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 13/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Uang Muka dalam

Murabahah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 14/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Sistem Distribusi Hasil

Usaha dalam Lembaga Keuangan Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 15/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Prinsip Distribusi Hasil

Usaha dalam Lembaga Keuangan Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 16/

DSN-MUI/IV/2006 Tentang Diskon dalam

Murabahah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Sanksi atas Nasabah

Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 18/

DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pencadangan

Pengahapusan Aktiva Produktif dalam

Lembaga Keuangan Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 19/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang al Qardh.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 20/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan

Investasi untuk Reksa Dana Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSN-

217HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

MUI/IV/2006 Tentang Pedoman Umum

Asuransi Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 22/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Istishna’

Pararel.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 23/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Potongan Pelunasan

dalam Murabahah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 24/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Safe Defosit Box.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 25/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Rahn.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 26/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang RAHN Emas.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 27/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang al Ijarah al Muntahiyah

Bi al Tamlik.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 28/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Mata Uang (al

Sharf).

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 29/

DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan

Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 30/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Rekening

Koran Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 31/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Pengalihan Hutang.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 32/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Obligasi Syari’ah.

218 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 33/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Obiligasi Syari’ah

Mudharabah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 34/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Letter of Credit (L/C)

Impor Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 35/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Letter of Credit (L/C)

Ekspor Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 36/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Sertifikat Wadi’ah

Bank Indonesia (SWBI).

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 37/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Pasar Uang Antar Bank

Berdasarkan Prinsip Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 38/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Sertifikat Investasi

Mudharabah Antar Bank (Sertifkat IMA).

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 39/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Asuransi Haji.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 40/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Pasar Modal dan

Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syari’ah di

Bidang Pasar Modal.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 41/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Obligasi Syari’ah

Ijarah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 42/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Syari’ah Charge Card.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 43/DSN-

219HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

MUI/IV/2006 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh).

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 44/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Multijasa.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 45/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Line Facility (at-

Tashilat).

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 46/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Potongan Tagihan

Murabahah (al Khas, Fi al Murabahah).

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 47/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Penyelesaian Piutang

Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu

Membayar.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 48/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Penjadwalan Kembali

Tagihan Murabahah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 49/

DSN-MUI/IV/2006 Tentang Konversi Akad

Murabahah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 50/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Akad Mudharabah

Musyarakah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 51/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Akad Mudharabah

Musyarakah Pada Asuransi Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 52/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Akad Wakalah Bil

Ujrah Pada Asuransi dan Reasuransi Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 53/DSN-

MUI/IV/2006 Tentang Adab Tabarru’ Pada

220 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Asuransi dan Reasuransi Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 54/DSN-

MUI/X/2006 Tentang Card.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 55/DSN-

MUI/V/2007 Tentang Pembiayaan Rekening

Koran Syari’ah Musyarakah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 56/DSN-

MUI/V/2007 Tentang Ketentuan Review Ujrah

Pada Lembaga Keuangan Syari’ah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 57/DSN-

MUI/V/2007 Tentang Letter of Credit (L/C)

Dengan Akad Kafalah Bil Ujrah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 58/DSN-

MUI/V/2007 Tentang Hawalah Bil Ujrah.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 59/

DSN-MUI/V/2007 Tentang Obligasi Syari’ah

Mudharabah Konvensi.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 60/DSN-

MUI/V/2007 Tentang Penyelesaian Piutang

dalam Ekspor.

• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 61/DSN-

MUI/V/2007 Tentang Penyelesaian Piutang

dalam Impor.

e. Aqad Perjanjian (Kontrak)

Mayoritas Ulama berpendapat bahwa asal

dari semua transaksi adalah halal. Namun asal

dari persyaratan memang masih diperselisihkan.

Mayoritas Ulama berpendapat bahwa persyaratan

itu harus diikat dengan nash-nash atau

kesimpulan-kesimpulan dari nash berdasarkan

221HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

ijtihad. Kalangan Hambaliyah dan Ibnu Syurmah

serta sebagian para pakar hukum Islam dikalangan

Malikiyyah berpendapat lain. Mereka menyatakan

bahwa transaksi dan persyaratan itu bebas27.

Namun demikian telah disepakati bahwa asal dari

perjanjian itu adalah keridhaan kedua belah piahk,

konsekwensinya apa yang telah disepakati bersama

harus dilaksanakan.

Menurut Taufiq28 dalam mengadili perkara

sengketa Ekonomi Syari’ah, sumber hukum

utama adalah perjanjian, sedangkan yang lain

merupakan pelengkap saja. Oleh karena itu, hakim

harus memahami apakah suatu akad perjanjian

itu sudah memenuhi syarat dan rukun sahnya

suatu perjanjian. Apakah suatu aqad perjanjian

itu sudah memenuhi azas kebebasan berkontrak,

azas persamaan dan kesetaraan, azas keadilan,

azas kejujuran dan kebenaran serta azas tertulis.

Hakim juga harus meneliti apakah akad perjanjian

itu mengandung hal-hal yang dilarang oleh Syari’at

Islam, seperti mengandung unsur riba dengan

segala bentuknya, ada unsur gharar atau tipu daya,

unsur maisir atau spekulatif dan unsur dhulm atau

ketidak-adilan. Jika unsur-unsur ini terdapat dalam

aqad perjanjian itu maka hakim dapat menyimpang

dari isi aqad perjanjian itu.

Berdasarkan pasal 1244, 1245 dan 1246

KUH Perdata, apabila salah satu pihak melakukan 27 Abdullah al Mushlih dan Shalah Ash Shawi, Ma La Yasa’ut Tajiru Jahluhu, terjemahan Abu Umar Basyir, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam Darul Haq, Jakarta, 2004,hal.5828 Taufiq, Sumber Hukum Ekonomi Syari’ah, Makalah yang disampaikan pada acara Semiloka Syari’ah, Hotel Gren Alia Jakarta, tanggal 20 November 2006,hal 6-7.

222 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

ingkar janji (wanprestasi) atau perbuatan melawan

hukum, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut

ganti rugi yang berupa pemulihan prestasi, ganti

rugi, biaya dan bunga. Apakah ketentuan ini dapat

dilaksanakan dalam konsep perjanjian dalam

syari’at Islam? Ketentuan ini tentu saja tidak bisa

diterapkan seluruhnya dalam hukum keperdataan

Islam, karena dalam akad perjanjian Islam tidak

dikenal adanya bunga yang menjadi bagian dari

tuntutan ganti rugi. Oleh karena itu, ketentuan ganti

rugi harus sesuai dengan prinsip Syari’at Islam.

Jika salah satu pihak tidak melakukan prestasi, dan

itu dilakukan bukan karena terpaksa (overmach),

maka ia dipandang ingkar janji (wanprestasi) yang

dapat merugikan pihak lain. Penetapan wanprestasi

ini bisa berbentuk putusan hakim atau atas dasar

kesepakatan bersama atau berdasarkan ketentuan

aturan hukum Islam yang berlaku.

Sehubungan dengan hal diatas, bagi pihak

yang wanprestasi dapat dikenakan ganti rugi atau

denda dalam ukuran yang wajar dan seimbang

dengan kerugian yang ditimbulkannya serta

tidak mengandung unsur ribawi. Jika debitur

yang wanprestasi karena pertama, ketidak-

mampuan yang bersifat relatif, maka kreditur

harus memberikan alternatif berupa perpanjangan

waktu pembayaran (rescheduling), memberi

pengurangan (discaunt) keuntungan, diberikan

kemudahan berupa secondinitioning kontrak

atau dilakukan likuidasi (penjualan barang-

223HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

barang jaminan). Jika debitur masih juga tidak

mampu membayar prestasinya, maka kreditur

(Bank) dapat memberikan kebijakan hapus buku

(write of). Kedua, karena ketidakmampuannya

yang bersifat mutlak, kreditur (Bank) harus

membebaskan debitur dari kewajiban membayar

prestasi atau memberikan kebijakan hapus tagih

(hair cut). Ketiga, jika debitur wanprestasinya

karena itikad tidak baik, maka dapat diumumkan

kepada masyarakat luas sebagai debitur nakal

dan dikenakan sangsi paksa badan atau hukuman

lainnya.

Perbuatan melawan hukum oleh CST Kansil29

diartikan bahwa berbuat atau tidak berbuat sesuatu

yang melanggar hak orang lain, atau berlawanan

dengan kewajiban hak orang yang berbuat atau tidak

berbuat itu sendiri atau bertentangan dengan tata

susila, maupun berlawanan dengan sikap hati-hati

sebagaimana patutnya dalam pergaulan masyarakat,

terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain.

Sangsi untuk perbuatan melawan hukum diatur

dalam pasal 1365 KUHPerdata yang menetapkan

bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang

membawa kerugian pada orang lain mewajibkan

orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian

itu mengganti kerugian tersebut.

Dalam hukum Islam, perbuatan melawan

hukum dikenal dengan istilah “Perbuatan yang

membahayakan” atau “Al Fi’il al Dharr”. Dalam

29 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Idonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1986), hal.254.

224 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

kaitan ini Musthafa Ahmad al Zarqa30 menjelaskan

bahwa ada 9 ayat al Qur’an, 31 Hadits Rasulullah

SAW dan 23 pendapat sahabat yang menjelaskan

perbuatan yang membayakan itu. Ayat-ayat Al

Qur’an yang dimaksud adalah Al Nisa ayat 30, Al

Baqarah ayat 188, Al ‘Araf ayat 56, Al Baqarah ayat

205, Yusuf ayat 73, Al Nur ayat 4 & 23 dan surat Al

Anbiya ayat 78-79.

Melihat kepada ayat-ayat diatas, maka bagi

seorang yang melakukan perbuatan melawan

Hukum diminta untuk bertanggung-jawab atas

perbuatannya. Hanya saja bentuk tanggung-

jawabnya berbeda-beda, ada yang bersifat moral

(saksi ukhrawi) ada pula yang bersifat sanksi

duniawi, yakni berbentuk keharusan memberi

ganti rugi yang seimbang dan adil dengan kerugian

yang diderita, ada juga yang berbentuk tanggung

jawab dengan menghilangkan dharar (bahaya dan

kerugian) dengan cara yang makruf atau bentuk

lain yang dibenarkan oleh Syari’at Islam. Namun

ganti rugi disini tidak boleh mengandung unsur-

unsur ribawi sebagaimana konsep ganti rugi yang

diatur dalam KUHPerdata. Jadi, dalam hukum

Islam bagi pihak debitur/kreditur yang melakukan

perbuatan melawan hukum dapat dikenakan ganti

rugi dan atau denda dalam ukuran yang wajar dan

seimbang dengan kerugian yang ditimbulkan dan

tidak mengandung unsur ribawi.

30 Musthafa Ahmad al Zarqa, Al Fi’il al Dharr al Dhaman fih, (Damaskus; Dar’al Qalam, 1988),hal.208.

225HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

f. Fiqih dan Ushul Fiqih

Fiqih merupakan sumber hukum yang dapat

dipergunakan dalam menyelesaikan sengketa

ekonomi syari’ah. Sebagian besar kitab-kitab fiqih

yang muktabar berisi berbagai masalah muamalah

yang dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan

masalah ekonomi syari’ah. Disamping kitab-

kitab fiqih yang dianjurkan oleh Menteri Agama

RI melalui Biro Peradilan Agama berdasarkan

Surat Edaran Nomor B/1/735 Tanggal 18 Februari

1958 agar mempedomani 13 kitab fiqih dalam

memutus perkara dilingkungan Peradilan Agama,

perlu juga dipelajari berbagai kitab fiqih lain

sebagai bahan perbandingan dan pedoman seperti

Bidayatul Mujtahid yang ditulis oleh Ibn Rusy,

Al Mulakhkhash Al Fiqhi yang ditulis oleh Syaikh

DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan, Al

Fiqh al Islami wa Adillatuhu yang ditulis oleh DR.

Wahbah al Zuhaili, Fiqhus Sunnah yang ditulis oleh

Sayyid Sabiq dan sebagainya.

Selain dari itu perlu juga dipahami berbagai

kaidah fiqih, sebab kaidah-kaidah ini sangat

berguna dalam menyelesaikan perkara. Kaedah

fiqih terkandung prinsip-prinsip fiqh yang

bersifat umum dalam bentuk teks pendek yang

mengandung hukum umum yang sesuai dengan

bagian-bagiannya. Kaedah Fiqh ini berisi kaedah-

kaedah hukum yang bersifat kulliyah yang diambil

daripada dalil-dalil kulli, yaitu dari dalil-dalil Al

Qur’an dan al Sunnah, seperti al Dararu Yuzalu

226 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

(Hal-hal yang darurat mesti harus dilenyapkan

dan lain-lain).

Dengan hal tersebut diatas dapat diketahui

bahwa qawaid fiqiyah adalah kaidah atau dasar

fiqh yang bersifat umum yang mencakup hukum-

hukum syara’ menyeluruh dari berbagai bab

dalam masalah-masalah yang masuk dibawah

cakupannya. Dewan Syari’ah Nasional MUI dalam

menetapkan berbagai fatwa tentang ekonomi

syari’ah sebagaimana yang terdapat dalam buku

Himpunan Fatwa DSN, hampir semua fatwanya

selain ber-hujjah pada al Qur’an dan al Sunnah

serta aqwal ulama juga ber-hujjah kepada qowaidul

fiqhiyyah.

g. Adab Kebiasaan

Islam sengaja tidak menjelaskan semua

persoalan hukum, terutama dalam bidang

muamalah didalam al Qur’an dan al Sunnah. Islam

meletakkan prinsip-prinsip umum yang dapat

dijadikan pedoman oleh para Mujtahid untuk

berijtihad menentukan hukum terhadap masalah-

masalah baru yang sesuai dengan tuntutan zaman.

Inilah diantaranya yang mejamin eksistensi dan

fleksibelitas hukum Islam, sehingga hukum Islam

akan tetap shalihun likulli zaman wal Makan.

Jika masalah-masalah baru yang timbul

saat ini tidak ada dalilnya dalam al Qur’an dan al

Sunnah, serta tidak ada prinsip-prinsip umum

yang dapat disimpulkan dari peristiwa itu, maka

dibenarkan untuk mengambil dari nilai-nilai yang

227HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

hidup dalam masyarakat, sepanjang nilai-nilai itu

tidak bertentangan dengan syari’at Islam.

Hal-hal yang baik menjadi kebiasaan, berlaku

dan diterima secara umum serta tidak berlawanan

dengan prinsip-prinsip syari’ah itulah Urf. Para

ahli Hukum Islam sepakat bahwa urf semacam ini

dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan

hukum. Disinilah muncul kaedah “Al ‘Adah

Muhakkamah”. Berdasarkan uruf, para ahli hukum

Islam menyatakan sahnya bai’ salam, bai’ istishna’,

bai’ mu’athah, ijarah dan sebagainya.

Dalam literatur yang membahas tentang

ke-hujjah-an urf sebagai sumber hukum, dapat

diketahui bahwa urf itu telah diamalkan oleh

semua para ahli hukum Islam, terutama dikalangan

mazhab Hanafiah dan Malikiyyah. Ahli hukum

dikalangan Hanafiah menggunakan Istihsan dalam

menetapkan hukum dan salah bentuk istihsan ini

adalah istihsan al urf. Para ahli hukum dikalangan

mazhab Malikiyyah juga mempergunakan urf

sebagai sumber hukum terutama urf yang hidup

dikalangan ahli Madinah sebagai dasar dalam

menetapkan hukum. Para ahli hukum dikalangan

Syafiiyyah banyak mempergunakan urf dalam hal

yang tidak ditemukan hukumnya dalam hukum

syara’. Mereka mempergunakan kaedah “setiap

yang datangnya dengan syara’, secara mutlak,

dan tidak ada ukurannya dalam syara’ maupun

dalam bahasa, maka hal tersebut dikembalikan

kepada urf. Imam Syafi’i mempergunakan urf

228 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

sebagai sumber hukum atas dasar pertimbangan

kemaslahatan (kebutuhan orang banyak), dalam

arti orang banyak akan mengalami kesulitan bila

tidak mempergunakan urf sebagai sumber hukum

dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial yang

timbul dalam kehidupan masyarakat.

h. Yurisprudensi

Sampai saat ini belum ada yurisprudensi

(putusan Pengadilan Agama) yang berhubungan

dengan ekonomi syari’ah. Sementara ini baru

ada empat buah putusan dari Pengadilan Agama

Purbalingga Jawa Tengah dan satu putusan

Pengadilan Agama Bukit Tinggi dan satu putusan

Pengadilan Tingi Agama Padang yang sekarang

sedang kasasi di Mahkamah Agung. Selain dari

itu, terdapat beberapa putusan Pengadilan Niaga

tentang ekonomi konvensional yang sudah menjadi

yurisprudensi tetap. Yurisprudensi ini dapat

dipergunakan sebagai bahan perbandingan dalam

pemeriksaan dan memutus perkara ekonomi

syari’ah.

Dalam kaitan ini ada beberapa yurisprudensi

dari Pengadilan Sudan, Bangladesh, Bahrain dan

Qatar yang dapat dijadikan acuan dan perbandingan

dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara

ekonomi syari’ah. Saat ini sedang diterjemahkan

kedalam Bahasa Indonesia.

229HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

E. Penutup

Demikianlah beberapa hal yang menyangkut

permasalahan dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi

Syari’ah, Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama. Sudah

tentu kendala-kendala yang dihadapi cukup banyak, namun

sebahagian kecil permasalahan tersebut telah diuraikan diatas

dengan maksud semua pihak, terutama aparat di lingkungan

Peradilan Agama supaya mempersiap diri menghadapi

kendala-kendala tersebut, guna mengantisipasi dalam

menangani kasus-kasus penyelesaian sengketa ekonomi

Syari’ah yang ditugaskan kepadanya.

Oleh karena kurangnya literatur, dan waktu yang

sangat terbatas, maka makalah yang sederhana ini banyak

kekurangannya. Oleh karena itu, saran-saran yang bersifat

membangun dalam penyempurnaan makalah ini sangat

diharapkan dari peserta forum ini.

Billahi taufiqy wal-hidayah

230 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Tanya Jawab

Ahrum Hoerudin

Pengadilan Agama Indramayu

Pertanyaan:

Pertama

Perihal sistem kamar dengan amandemen RUU yang baru

sekarang. Dikatakan bahwa perkara dari pengadilan agama dan

perkara-perkara yang mendapat prioritas, tidak boleh kasasi,

hanya sampai tingkat banding. Begitu juga dikatakan dalam buku

pedoman jangka panjang rencana kerja Mahkamah Agung 25

tahun ke depan. Barangkali Bapak lebih mengetahui mengenai hal

tersebut.

Kedua

Misalnya, saya melihat dalam kenyataan praktek dilapangan,

sistem akad yang terjadi diperbankan termasuk juga di BSM dan

bank-bank lain. Pada akad murabahah mengenai pembelian

sebuah rumah dan tanah masih tercantum kalimat, perselisihan

berkaitan dengan masalah akad ini akan disepakati bersama yaitu

akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri. Kedua, mengenai

pola pelaku ekonomi yang belum memasyarakat, belum percaya

atau belum tahu mengenai UU No. 3 tahun 2006. Menurut hemat

saya, semestinya perselisihan mengenai hal-hal akad menjadi

ruang lingkup pengadilan agama, sesuai dengan UU.

Ketiga mengenai sosialisasi hukumnya merupakan kemestian

seperti yang Bapak sampaikan. Persepsi Aparat departemen

agama dan masyarakat juga demikian. Oleh karena itu salah satu

solusimya barangkali anggaran untuk penyuluhan dan sosialisasi

hukum harus ditingkatkan karena merupakan bagian integral

dari upaya untuk meningkatkan citra take and give di dalam

231HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

memahami Undang-Undang tentang eksistensi peradilan agama.

Jawaban:

Pertama, masalah sistem kamar di Mahkamah Agung tidak ada

permasalahan. Jadi memang ada kamar perdata, perdata agama,

pidana dan kamar TUN. Saya memang orang peradilan agama,

tapi juga menyelesaikan perkara umum. Saya termasuk di tim 4

yang dipimpin oleh Pak Muhammad Saleh, yang kemarin terpilih

menjadi wakil ketua yudisial. Jadi tidak ada masalah. Kemudian

memang ada wacana dalam draft RUU Mahkamah Agung untuk

pembatasan perkara cerai di peradilan agama, tetapi insya Allah

tidak. Ketua Mahkamah Agung setuju jika masalah perceraian

akan tetap diselesaikan sampai Mahkamah Agung. Departemen

kehakiman juga begitu dan mudah-mudahan DPR nanti juga

setuju.

Pada Surat Edaran Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa,

seluruh Pengadilan Agama harus menangani masalah-masalah

orang yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kemudian

kemarin juga banyak surat-surat yang masuk ke DPR terutama

dari ibu-ibu, yang meminta agar masalah perceraian itu harus

tetap sampai ke Mahkamah Agung. Menurut mereka, itu adalah

hak asasi manusia, apabila tidak diberikan haknya akan melanggar

hak asasi manusia.

Kedua, Bank Indonesia menganggap bahwa orang-orang

Pengadilan Agama tidak tahu masalah ekonomi syariah, akan

tetapi setelah kita jelaskan dan berikan data yang lulus S2

ekonomi syariah. Bank Indonesia baru mengerti. Bahkan Bank

Indonesia menyambut positif. Insya Allah pada Bulan April akan

ada 2 angkatan yang akan diberi pelatihan seperti ini oleh Bank

Indonesia. Pada Bulan Maret nanti, hakim agung akan diundang

untuk pemahaman bersama tentang istilah-istilahnya.

232 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Ini tadi bank apa Pak? Kalau Bank Mandiri sudah mengirim surat

kepada Tuada Agama, memberitahu bahwa, kalau ada sengketa

kontrak ekonomi syariah akan diselesaikan di PA.

Masalah sosialsiasi insya Allah nanti kita akan berusaha untuk

bisa sosialisasi lebih banyak lagi.

Bua Eva Hidayah

Pengadilan Agama Bandung

Pertanyaan:

Jujur saya belum pernah menangani perkara ekonomi syariah.

Namun setelah saya pindah di Pengadilan Agama Bandung, saya

mendengar bahwasanya Pengadilan Agama Bandung pernah

memeriksa perkara ekonomi syariah, namun perkara tersebut

dinyatakan tidak dapat diterima, karena pada saat itu hakim

melihat pada transaksi yang dibuat. Bilamana terjadi sengketa,

penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan dan/atau Badan

Arbitrase Nasional, sehingga oleh hakim sebelumnya dinyatakan

tidak dapat diterima. Salah satu pertimbangannya karena ada Surat

Edaran Mahkamah Agung yang berkaitan dengan penyelesaian

sengketa ekonomi syariah, kalau tidak salah diselesaikan oleh

Badan Arbitrase. Pertanyaan saya, seandainya masuk dan ada

perkara yang demikian, apakah kita masih bisa memeriksa perkara

tersebut?

Jawaban:

Sebelum Ibu Wakil, Bu Mariana pensiun, Beliau mengeluarkan

Surat Edaran No. 2 Tahun 2008, tapi bunyi Surat Edaran itu

adalah, terhadap putusan Basyarnas eksekusinya dilakukan oleh

Pengadilan Agama bukan Pengadilan Negeri. Tidak ada masalah

kewenangan. Jadi apabila sudah diputus oleh Basyarnas dan

perlu eksekusi, maka eksekusinya ke Pengadilan Agama. Dalam

233HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

waktu 1 bulan setelah diputus oleh Basyarnas harus didaftarkan

ke Pengadilan Agama. Itu bunyi Surat Edaran No. 2 Tahun

2008. Kemudian ketika keluar Undang-Undang Kehakiman

menyebutkan dalam penjelasannya ada kata-kata, termasuk

ekonomi syariah. Jadi Mahkamah Agung membatalkan Surat

Edaran No. 2 Tahun 2008, mengatakan bahwa Putusan Basyarnas

bukan lagi menjadi wewenang Pengadilan Agama lagi. Yang

mengeksekusi adalah Pengadilan Negeri. Itu saja bukan masalah

kewenangan. Jadi dalam surat edaran itu, harus dibaca dulu

duduk masalahnya. Jadi masalah eksekusi putusan Basyarnas

dulu menjadi wewenang Pengadilan Agama menurut surat edaran

Mahkamah Agung kemudian waktu Pak Abdul Kadir Mappong jadi

wakil ketua itu dicabut, sebab ada Undang-Undang yang dalam

penjelasannya menyatakan bahwa eksekusi Arbitrase itu adalah

wewenang Pengadilan Negeri, oleh karena itu Mahkamah Agung

mencabut surat edaran itu. Sekarang ada perkara di Mahkamah

Konstitusi Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2006 supaya ada ketegasan,

apakah masuk Pengadilan Negeri atau masuk Pengadilan Agama.

Jangan digantungkan seperti itu. Semuanya ada dalam penjelasan,

jika kita baca Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2006 itu Pasal 55

mengatakan bahwa, ekonomi syariah itu wewenang Pengadilan

Agama sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006,

akan tetapi karena dalam penjelasan dikatakan penyelesaian

sengketa itu bisa Pengadilan Negeri, bisa juga lembaga lain, boleh-

boleh saja. Itu kan artinya membuat orang lain bingung. Pasal itu

sekarang sedang di uji materiil, sudah 2 (dua) kali sidang, kita

tinggal tunggu saja hasilnya.

Kemudian masalah kontrak, apa yang disebut dalam kontrak

memang tidak dapat diubah. Jadi Pengadilan Agama Bandung

menurut saya sudah benar. Jadi kalau yang disebut dalam kontrak

234 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

itu Basyarnas, ya Basyarnas, kita tidak boleh mengadili, sudah

betul NO. Hanya saja masalah pengadilannya pengadilan agama

atau pengadilan negeri tidak tegas. Kalau sudah masuk Pengadilan

Agama, ya adili saja, nanti kan sampai juga, di Mahkamah Agung

nanti terserah Mahkamah Agung. Artinya di Mahkamah Agung

timnya tidak hanya dari agama saja, dari lingkungan peradilan

umum juga ada.

Sarnoto

Pengadilan Agama Jakarta Pusat

Pertanyaan:

Tadi disampaikan bahwa kewenangan ekonomi syariah untuk

Pengadilan Agama sesuai dengan Undang-Undang No. 3 tahun

2006 itu ada 11 kalau ditambah wakaf dan zakat sehingga 13.

Sengketa ekonomi syariah disini apakah hanya terbatas pada

antara nasabah dengan lembaga keuangan syariah ataukah bisa

menjangkau antara orang per orang yang melakukan perjanjian

dibawah tangan atau bahkan secara adat kemudian dibawa

sengketa ke pengadilan agama, misalnya gadai di bawah tangan.

Bisa tidak menjangkau kesana? Yang kedua, disini kan kita ada

Undang-Undang haji, kemudian juga ada biro-biro travel dan

umroh, misalnya kalau ada sengketa antara calon jamaah dengan

biro travel itu apakah itu juga bisa dibawa ke ranah pengadilan

agama?

Jawaban:

Yang pertama ini sudah pernah masuk, jadi boleh saja seluruhnya

tapi kasus ini belum diputus oleh Mahkamah Agung jadi saya tidak

berani berkomentar. Tapi perkara ini sudah sampai kasasi, Insya

Allah nanti kalau sudah diputus kami masukkan ke varia peradilan

apakah bisa atau tidak dibawah tangan dibawa ke pengadilan

235HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

agama, tapi perkara itu 1-1 ya, di Pengadilan Agama dikabulkan,

kemudian di PTA ditolak, sekarang kasasi.

Kemudian untuk yang kedua juga sudah pernah masuk, travel biro

yang syariah yang urusan haji sudah pernah masuk, tapi hanya

sampai banding tidak sampai kasasi, artinya boleh saja travel biro

digugat oleh nasabahnya karena kontraknya kontrak syariah.

SESI VIIi

teknik pembuatan putusan

dr. h. habiburrahman, s.h., m.hum.

hakim agung ma ri

239

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

TeknikPembuatan Putusan

A. Pendahuluan

Putusan adalah “Mahkota Hakim”, karena dari putusan

itu orang lain dapat menilai kedalaman pengetahuan hukum

hakim yang memeriksa dan memutus sesuatu perkara.

Pengetahuan hukum yang harus dikuasai hakim sesungguhnya

harus multi disiplin yang meliputi hukum acara/hukum

formil, hukum materiil, ilmu hukum, filsafat hukum, sosiologi

hukum, politik hukum, kriminologi, psikologi hukum, ilmu

komunikasi, hukum adat, metodologi hukum, dan lain-lan.

Kritik Asikin Kusumah Atmadja, bahwa sering

dijumpai putusan-putusan hakim yang kurang dalam

mempertimbangkan hukum (onvoldoende gemotiveerd)

sehingga putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung.

Tentu yang menjadi korban dari kedangkala pengetahuan

hukum hakim Judex Factie tersebut adalah para pihak pencari

keadilan, dan hal ini salah satu bentuk ketidak-adilan yang

dapat melukai hati dan perasaan masyarakat pencari keadilan.

Lebih lanjut Beliau memberikan kritikan terhadap beberapa

putusan hakim yang disinyalir “hakim tidak tahu apa yang

seharusnya dibuktikan dan siapa yang harus membuktikan

(burden of proof). Agar pembuktian lebih fokus dan tajam,

maka Pasal 163 HIR tidak mewajibkan Penggugat untuk

membuktikan semua dalil gugatannya, melainkan hal-hal

yang disengketakan saja yang harus dibuktikan – pengakuan

240 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

dihadapan hakim perdata adalah sah dan mengikat -,

oleh karenanya dalil-dalil Penggugat yang tidak dibantah

oleh Tergugat, tidak perlu Penggugat dibebani alat bukti

lainnya. Yang harus membuktikan adalah yang mendalilkan,

Yurisprudensi tetap menyatakan bahwa tidak mungkin

Penggugat harus membuktikan bahwa Tergugat belum

membayar harga barang yang dibelinya, tetapi Tergugatlah

yang dibebankan untuk membuktikan bahwa ia telah

membayar, Penggugat yang menuntut pembayaran sejumlah

uang nafkah yang dilalaikan oleh Tergugat, bila Tergugat

menyangkal bahwa ia tidak pernah melalaikan memberikan

nafkah kepada Penggugat dan/atau anak-anak keduanya,

maka Tergugatlah yang harus membuktikan bahwa ia benar-

benar telah memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya

itu.

Suatu putusan yang baik, bukan hanya ditentukan

kecukupan pertimbangan hukumnya, tetapi dapat dinilai dari

kepadatan isi dan runtutnya redaksi, sehingga dapat dihindari

putusan yang berpanjang-panjang atau justru dipanjang-

panjangkan dengan mengejar ketebalan jumlah halaman

putusan. Kiranya para hakim dapat menyadari bahwa putusan

yang dijatuhkan merupakan mahkotanya, yang melambangkan

harga diri seorang hakim, yang membedakan profesi luhur

seorang hakim dengan pegawai lainnya, sehingga dapat dikaji

secara akademik, dan juga secara structural kelembagaan.1

Aharon Barak: “Hakim yang baik adalah hakim

dengan legitimasi yang dimilikinya mampu membuat dan

menciptakan hukum lebih dari sekadar hukum, yaitu dapat

menjadi jembatan terbaik yang dapat menghubungkan

1 Sutadi, Mariana, Op. Cit., h. 38-39.

241TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

hukum an sich dengan masyarakatnya dan dapat menjadi

pelindung bagi nilai-nilai konstitusi dan kemasyarakatan”2

Cita-cita tersebut tersebut berbanding lurus dengan

induk teori kontrak sosial ala Thomas Hobbes, Locke dan JJ.

Rousseau dan/atau Roscoe Pound yang secara garis besar

menyebutkan bahwa hukum adalah instrumen pengubah

masyarakat, yang harus berjalan sebagai pengayom dan

pelindung warga negara, karena sejatinya hukum diciptakan

untuk memenuhi rasa keadilan manusia.

Dengan kondisi seperti itu, dimana sebenarnya letak

strategis putusan hakim untuk menjadi penegak hukum

yang mandiri sebagaimana amanat undang-undang tanpa

diintimidasi kekuasaan apapun? Sementara disisi lain

harus mampu memenuhi dahaga masyarakat terhadap

keadilan sosial. Bagaimana cetak biru badan peradilan

dalam menyelesaikan gejolak psikososiologis sehingga

dapat mensterilkan opini publik yang berada pada grey

area? Dalam konteks ilmu sosial, dapatkah bias opini publik

terhubungkan dengan sistem instalasi yuridis saat hakim

wajib membuat putusan dengan asas: Mengadili menurut

hukum? (Rechtratigheid).3

Kata peradilan sebagai penegak hukum dan keadilan,

terkandung makna bahwa tugas penegakan hukum dan

keadilan tersebut berada dipundak hakim (Penjelasan Pasal 1

UU. No. 48 Tahun 2009). Hakim sebagai manusia yang akan

menentukan keputusan yang akan ditetapkannya.

Keputusan hakim: berupa putusan (vonnis) dan

penetapan (beschikking).2 Aharon Barak, The Judge in a Democracy, Princenton University Press, 2006.

Halaman 122-123.3 Maruli, Jimmy, Putusan Yang Progresif, (Jakarta: Varia Peradilan PP IKAHI,

2010), Ed. April 2010, h. 78.

242 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Putusan dan penetapan ialah hasil yang diambil dari

suatu pemeriksaan didasarkan pada pertimbangan hukum

dan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta atas keyakinan

Hakim, diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka untuk

umum. Beda putusan dan penetapan; putusan untuk perkara

contentieus, sedangkan penetapan untuk perkara voluntaire.

B. Putusan

1. Kepala Putusan

Pertama, Judul.

Perkara perdata yang masuk ke pengadilan

dikategorikan kepada perkara voluntair dan perkara

contentius. Untuk perkara voluntair produknya diberi

judul “PENETAPAN” (Beschikking), sedangkan untuk

perkara contentius diberi judul “PUTUSAN” (Vonnis).

(letakkan ditengah, dikasih spasi, ditulis dengan huruf

besar, diblok dan digaris-bawah).

Kedua, Nomor perkara.

Perkara perdata yang bersifat voluntair diberi

nomor urut sesuai nomor yang dicatatkan oleh

bendahara perkara pada SKUM (Surat Kuasa Untuk

Membayar), dengan kode P, dan yang bersifat contentius

dengan kode G.

Nomor Perkara (letaknya di bawah judul, dengan 1(satu)

spasi, tidak diblok dan tdk digaris bawah)

Ketiga, BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

Keempat, DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA;

Misi luhur dan mulia serta sesuai dengan ajaran

agama Islam, bahwa lembaga peradilan adalah lembaga

243TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Negara untuk menegakkan hukum dan keadilan, bagi

masyarakat pencari keadilan. UU. No. 7 Tahun 1989

yang telah diubah dengan UU. No. 3 Tahun 2006 dan

perubahan kedua dengan UU. No. 50 Tahun 2009 Pasal

57 ayat (1) menyatakan: Pengadilan dilakukan DEMI

KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA. Ayat (2) Tiap penetapan dan putusan dimulai

dengan kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM

diikuti dengan DEMI KEADILAN BERDASARKAN

KETUHANAN YANG MAHA ESA.

“Misi suci (mission secree) lembaga peradilan

di Indonesia bukan untuk menegakkan hukum demi

hukum itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh

Oliver Wendell Holmes, “The supreme court is not

court of justice, it is a court of law”, melainkan untuk

menegakkan hukum demi keadilan, baik bagi individu

maupun bagi masyarakat, bangsa, dan Negara; bahkan

keadilan yang dimaksud adalah keadilan Demi Tuhan

Yang Maha Esa sehingga terciptanya suasana kehidupan

bermasyarakat yang aman, tenang, tenteram, tertib, dan

damai. Hal ini tercermin dari setiap keputusan hakim di

Indonesia, yang diawali dengan ungkapan yang sangat

religius, yakni “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan

Yang Maha Esa”.4

Memulai putusan dengan basmalah amat dalam

maknanya, sebagaimana yang dikemukakan Abul A’la

al-Maududi (1903-1983) dalam teorinya “Kedaulatan

Tuhan”.5 Menurut Maududi, Tuhan merupakan Sang 4 Sudirman, Antonius, Hati Nurani Hakim dan Putusannya, (Bandung, PT.

Aditya Bakti, 2007), Cet. I, h. 1.5 Maududi, Sayyid Abul A’la, The Islamic Law And Constitution, (Lahore,

Pakistan: Islamic Publications Ltd., 1960), Ed. II, Terjemah oleh Drs. Asep Hikmat, Hukum Dan

244 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Maha Tunggal yang paling otoritatif dalam prinsip

hukum. Dengan demikian, seluruh konsepsi-konsepsi

tentang hukum atau apapun bentuknya atas nama

hukum apapun, bila bertentangan dengan ajaran-ajaran

Tuhan sebagai sumber hukum hendaklah ditolak. Oleh

karena itu, menurut al-Maududi, segala macam teori

dan ajaran hukum yang tidak mengambil dan/atau

bersumber kepada ajaran-ajaran Tuhan berarti menolak

kedaulatan Tuhan.

Masyarakat menjadi resah dan bingung, bila ada

putusan hakim pada peradilan agama yang nyata-nyata

menyimpang dari ajaran Tuhan, mereka menganggap

bahwa hakim tersebut tidak taat kepada ajaran-ajaran

Allah dan menolak kedaulatan Tuhan.

Penulisan Basmalah telah terjadi silang pendapat,

ada yang bertahan harus sesuai dengan bunyi pasal

perundang-undangan dan ada yang diketik dengan

huruf ‘arab. Dalam tugas hakim mengkualifisir, bahwa

rujukan pertama hakim pada peradilan agama adalah al-

Qurân dan Hadits, berikutnya baru hukum perundang-

undangan.

Dengan demikian dalam satu pendapat, lebih

tinggi nilai putusan/penetapan yang menggunakan: (Bismillah dengan menggunakan tulisan

Arab) dibandingkan dengan menggunakan:

BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, karena dapat

terjamin ketepatan dari segi makhraj dan tajwidnya.

Kelima, Pembukaan putusan yaitu penyebutan

pengadilan yang memeriksa dan memutus, pengadilan

Konstitusi Sistem Politik Islam, (Bandung: Mizan, 1990), Cet. I, h. 23.

245TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

tingkat pertama dengan menyebut nama Kota atau

Kabupaten, sedangkan untuk tingkat banding, nama

Ibu Kota Provinsi atau nama Provinsi, sesuai dengan

sebutan pada Undang-Undang pembentukannya.

Keenam, Identitas kedua belah pihak (ditulis memanjang

kesamping, berbeda dengan perkara jinayat yang ditulis

berurutan kebawah).

Ketujuh, Entry Point yang berisikan kalimat: Pengadilan

Negeri tersebut; Setelah membaca ………………dst ;

Contoh:

P U T U S A N

No. 050/Pdt.G/2013/PA.Wtp.

:

DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG

MAHA ESA;

Pengadilan Agama Watampone yang memeriksa

dan mengadili perkara-perkara perdata agama pada tingkat

pertama, telah mengambil putusan sebagai berikut dalam

perkara gugatan harta warisan antara:

SYAMSINAR binti HARUN, umur 78 tahun, Pendidikan

Meyses, agama Islam, alamat Jl. Pinus No.71 RT.03/

RW.VII. Perum Bumi Tanjung Elok, Kel. Antah Berantah,

Kec. Watan Selatan, Kabupaten Watampone, selanjutnya

disebut sebagai Penggugat;

M e l a w a n :

1.WARDOYO bin MUJONO, umur 39 tahun, pekerjaan

Pelaut, agama Islam, alamat Jln. Karangbolong No.

27 RT.06/RW.I Desa Udayana, Kec. Watan Selatan,

Kabupaten Watampone, selanjutnya disebut sebagai

246 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Tergugat I;

2.NATEM binti SAMADIKUN, umur 67 tahun,

pekerjaan pensiunan RSU Watampone, agama Islam,

alamat Jln. Karangbolong No. 27 RT.06/RW.I Desa

Udayana, Kec. Watan Selatan, Kabupaten Watampone,

selanjutnya disebut sebagai Tergugat II;

Pengadilan Agama tersebut;

Telah membaca dan mempelajari berkas perkara

dan semua bukti surat yang berhubungan dengan

perkara ini;

Telah mendengar keterangan saksi-saksi

yang diajukkan dalam persidangan;

2. Tentang Duduk Perkaranya.

Pertama, uraian tentang pendaftaran perkara,

dengan menyebutkan tanggal pembuatan surat gugatan/

permohonan, tanggal didaftar dalam Buku Register

Perkara, dan Nomor perkara;

Kedua, uraian tentang posita surat gugatan

Penggugat, jawaban Tergugat, replik, duplik, alat-alat

bukti diberi nomor urut, seperti: P – I, II, III dst atau

T – I, II, III dst – hakim harus menjelaskan apakah alat

bukti berupa fotokopi yang telah dinaarzegelen tersebut

telah dicocokkan dengan aslinya -, keterangan saksi-

saksi juga dikonfrontir dengan pihak lawan – keterangan

saksi Penggugat apakah dibenarkan atau ditolak oleh

Tergugat, demikian sebaliknya, dan kesimpulan masing-

masing pihak.

3. Tentang Hukumnya.

Pertama, tentang “EKSEPSI”

247TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

• apakah tentang absolut competensi atau relatif

competensi;

• atau error in persona;

• atau obscuur libel; dll.

Eksepsi Tergugat harus dipertimbangkan dengan baik

dan lengkap

Kedua, tentang POKOK PERKARA

Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan

Penggugat adalah sebagaimana tersebut di atas;

Apa saja yang menjadi pokok masalah yang

dituntut oleh Penggugat, sebagaimana jelas tuntutan-

tuntutan Penggugat tersebut terurai satu-persatu di

dalam petiutm surat gugatan;

Ketiga, masalah dianalisa satu-persatu, apakah

dalil Penggugat diakui oleh Tergugat ataukah ditolak,

bila diakui berlaku aksioma “pengakuan dihadapan

hakim perdata adalah sah dan mengikat”, bila ditolak

maka alat bukti yang dikemukakan oleh Penggugat

diuraikan dan dinilai alat bukti tersebut, apakah cukup

meyakinkan majelis hakim atau hanya berupa bukti

permulaan yang masih memerlukan alat bukti lainnya.

Contoh penilaian hakim terhadap bukti tertulis:

Menimbang, bahwa semua fotocopy bukti tertulis

yang diajukan Kuasa Penggugat tersebut telah diperiksa

dan diteliti oleh Majelis Hakim, ternyata bukti P-1, P-2,

P-3, P-7, P-9, P-10, P-11, P-12, P-13, P-14, P-15, P-16,

P-17, P-18, P-19, P-20, P-24, P-25 dan P-26 sesuai

dengan asli dan telah dibubuhi meterai secukupnya,

sedangkan bukti P-4, P-5, P-6, P-8, P-21, P-22 dan P-23

tidak ada aslinya;

248 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Selanjutnya pemeriksaan saksi-saksi, baik saksi-

saksi Penggugat untu memperkuat dalil-dalilnya atau

memperkuat bukti tertulis, maupun saksi-saksi Tergugat

dalam rangka mematahkan alat bukti yang diajukan

Penggugat.

Bila Penggugat dapat membuktikan dalilnya, maka

dalil Penggugat tersebut adalah “fakta”. Sebaliknya

Tergugat pun diberi kesempatan untuk membuktikan

sanggahannya, sama seperti diatas hakim lah yang

akan menilai alat bukti – alat bukti tersebut., apakah

Tergugat dapat mengajukan bukti yang lebih kuat untuk

mematahkan bukti Penggugat. Tugas hakim dalam

rangka menemukan fakta disebut “mengkonstatir”.

Mengkonstatir adalah upaya majelis hakim

untuk mengungkap dalil-dalil yang dikemukakan oleh

Penggugat di dalam posita surat gugatan, jawaban

Tergugat dalam eksepsi, dalam pokok perkara, dan

gugatan rekonvensi. Selanjutnya replik, duplik, dan

selanjutnya kemampuan para pihak memanfaatkan

hukum pembuktian untuk mendukung kebenaran

dalil-dalil gugatan Penggugat dan bantahan Tergugat,

sehingga dalil-dalil dari Penggugat dan bantahan dari

Tergugat jelas bagi majelis hakim, mana yang fakta dan

mana yang hanya sekedar asumsi para pihak.

Hal-hal yang tidak boleh terlewatkan dalam

pertimbangan hukum, seperti:

• apakah pemanggil pihak-pihak untuk bersidang,

sah dan patut;

• apakah para pihak telah menempuh mediasi (Pasal

56 ayat (2) UU. No. 7 Tahun 1989 -> UU. No. 3

249TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Tahun 2006 -> UU. No. 50 Tahun 2009);

• apakah ada bagian dari berita acara yang belum

dimuat dalam putusan, atau adakah putusan

tersebut memuat sesuatu yang tidak ada di dalam

berita acara; Berita acara sidang yang telah diketik

dan ditanda-tangani oleh Ketua Majelis dan

Panitera Sidang (Pasal 186 ayat (2) HIR/Pasal 197

ayat (3) RBg);

melakukan pemeriksaan setempat (Surat Edaran

Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2001, Tanggal 15

November 2001 tentang Pemeriksaan setempat). Dasar

penerbitan SE-MA tersebut karena banyaknya eksekusi

yang gagal diktum putusan tidak sesuai dengan obyek

perkara, mengenai letak, luas, batas-batas maupun

situasi pada saat dieksekusi;

Ketiga, setelah menemukan fakta, tugas hakim

berikutnya adalah menerapkan hukum atas fakta

tersebut disebut “mengkualifisir”. Mengkualifisir

adalah menerapkan dasar hukum yang sesuai dengan

fakta tersebut. Dasar hukum yang bersumber dari

Nash (al-Qur’an dan Hadits), Peraturan perundang-

undangan, Perma, Yurisprudensi, dan lain-lain.

1) MENGADILI

Musyawarah Majelis Hakim. Pasal 178

ayat (1) HIR/189 ayat (1) RBg. “Hakim

karena jabatannya waktu bermusyawarah

wajib mencukupkan segala alasan

hukum, yang tidak dikemukakan oleh

kedua belah fihak”. Yang dimaksud

dengan “alasan hukum” ialah kaidah

250 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

hukum perundang-undangan (qanun/

regel van het objectieve recht). Bila

penggugat didalam surat gugatannya

tidak menyebut atau keliru didalam

menyebut kaidah hukum yang ia gunakan

sebagai dasar dari tuntutannya (contoh:

menggunakan kata ‘perwalian’, padahal

yang dimaksudkannya hadhanah, hal

ini umumnya karena penggugat atau

wakil/kuasanya kurang pengetahuannya

dalam hukum Islam), hal itu tidak

dapat dijadikan alasan menganggap

gugatan penggugat kabur (obscuur

libel), karena hakim mengetahui alasan-

alasan hukum itu dan oleh karena itu

ia diwajibkan menggunakan hukum

perundang-undangan itu, didalam

mempertimbangkan perkara yang

dihadapkan kepadanya, maka ia akan

menggunakan kaidah-kaidah hukum

yang berlaku untuk perkara itu (the first).

Inilah yang dimaksudkan oleh Pasal

178 dengan perkataan hakim “wajib

mencukupkan segala alasan hukum” itu.

Apabila didalam surat gugatannya hanya

menerangkan bahwa orang yang digugat

telah meminjam uang darinya dan ia

menuntut supaya uang dikembalikan,

dengan tidak mengemukakan alasan

hukumnya, maka tuntutannya yang

251TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

demikian sudah cukup. Alasan hukumnya

boleh diserahkan kepada hakim dan

hakim akan mencukupkan alasan hukum

itu, karena ia tahu, bahwa menurut

kaidah hukum perundang-undangan

uang yang dipinjamkan itu harus dibayar

kembali.

Akan tetapi jika Penggugat menuntut

supaya yang punya utang itu, karena tidak

membayar kembali uang pinjamannya,

dikeluarkan dari rumahnya (tuntutan

pengosongan rumah), maka tuntuan

itu tidak akan dipenuhi oleh hakim,

karena tidak ada kaidah hukumnya

untuk mendasarkan tuntutan itu6 – Ini

artinya tidak ada dasar bukti tertulis/

akta yang menyatakan bahwa bila hutang

tidak dibayar, maka rumahnya menjadi

jaminan.

Musyawarah Majelis Hakim, dimulai

dengan penyerahan konsep pertimbangan

dan kesimpulan masing-masing anggota

majelis kepada ketua majelis, bila

majelis telah sepakat maka langkah

berikutnya adalah merumuskan diktum

amar putusan yang akan diucapkan

dalam persidangan pembacaan putusan.

Adakalanya terjadi dissenting opinion,

hal ini harus dimuat didalam berita

6 Tresna, R., Komentar HIR, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1978), Cet. VII, h. 180-181.

252 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

acara permusyawaratan majelis, untuk

selanjutnya dituangkan didalam putusan.

Tugas hakim mengadili disebut

“mengkonstituir”.

Dalam tugas mengkonstituir ini, Majelis

Hakim wajib memperhatikan ketentuan

Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR/Pasal 189

ayat (2) dan (3) RBg. yang menyatakan:

(2) Hakim wajib mengadili atas segala

bagian gugatan.

(3) Ia tidak diizin menjatuhkan keputusan

atas perkara yang tidak digugat, atau

memberikan daripada yang digugat.

Penjelasan kedua ayat tersebut

sebagaimana diuraikan R. Tresna berikut

ini: Ayat (2)”maksudnya bahwa jika ada

beberapa hal yang dituntut penggugat,

misalnya pokok utang dengan bunga yang

harus dibayar atau dengan pembayaran

kerugian maka Pengadilan Negeri harus

memberikan keputusan dengan nyata

dari tiap-tiap bagian dari tuntutan itu.

Penulis tambahkan, demikian pula

halnya bila ada yang dituntut penggugat

rekonpensi. Pada Pengadilan Agama

untuk perkara talak seyogyanya secara ex

officio hakim wajib mematuhi ketentuan

hukum Islam seperti kewajiban memberi

mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah anak

(bila ada anak yang hadhanahnya pada

253TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Ibu) – ex officio harus difahami bahwa

kewajiban tersebut tak terpisahkan

dengan adanya izin menjatuhkan talak,

dan tidak termasuk dalam gugatan

rekonpensi. Gugatan rekonpensi dalam

hal tersebut dikesampingkan, karena

telah dipertimbangkan dan diputus

didalam bagian konpensi, termasuk

pengecualian bila si isteri nusyuz dalam

hal ini tidak ada nafkah iddah dan tidak

ada nafkah anak, bila si anak tidak dalam

hadhanah Ibu.

Pembebanan mut’ah, nafkah iddah,

dan nafkah anak, haruslah disesuaikan

dengan kemampuan suami. Dalam tugas

hakim mengkonstatir diatas, berapa

besar penghasilan suami harus jelas

dalam berita acara sidang dan dimuat di

dalam putusan. Secara kasuistis majelis

hakim dapat menghukum suami dengan

mut’ah yang cukup besar, alasannya:

pertama, untuk benar-benar menjadi

penghibur isteri yang di satu sisi selalu

patuh dan setia kepada suami dan anak-

anak mereka (tamkin), disisi lain secara

memaksa suami mencari-cari alasan

mau mentalak, kedua, guna memberi

pelajaran/efek jera kepada suami yang

suka menyia-nyiakan isteri yang tamkin.

Ayat (3) “melarang hakim menjatuhkan

254 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

keputusan atas perkara yang tidak

dituntut atau akan meluluskan lebih

daripada yang dituntut. Jika seorang

penggugat dimenangkan didalam

perkaranya, akan tetapi ia tidak menuntut

tergugat membayar biaya perkara, maka

hakim tidak boleh menghukum tergugat

membayar biaya perkara. Dalam hal

demikian hakim harus menghukum

kedua belah pihak masing-masing

menanggung biayanya.7

Dalam persidangan terakhir hakim

membacakan putusan dalam

persidangan yang terbuka untuk umum,

yang amarnya sebagaimana yang telah

dirumuskan didalam permusyawaratan

majelis hakim diatas. Seringkali dalam

sidang pembacaan putusan tersebut,

ketua majelis hanya membacakan

amarnya saja, putusan baru diketik

belakangan. Ada majelis hakim yang

merubah amar putusan yang dibacakan

dalam persidangan terakhir tersebut,

sehingga amar dalam salinan putusan

yang disampaikan kepada masing-

masing pihak tidak sama dengan yang

diucapkan. Dalam hal seperti demikian

‘tidak diperbolehkan sama sekali’, karena

hari dan tanggal putusan adalah hari dan

7 Ibid. h. 181.

255TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

tanggal pada saat amar putusan dibacakan

dalam persidangan terbuka untuk umum

dan telah dipalukan oleh ketua majelis.

Ketokan palu hakim dalam persidangan

terakhir tersebut, pertanda perkara sudah

diputus, apa pun bunyi amar yang telah

dibacakan di muka umum tersebut diikuti

dengan penuh tanggung-jawab majelis

hakim bersangkutan. Guna menghindari

penyesalan di belakang hari, ketentuan

Pasal 178 ayat (1) HIR/189 ayat (1) RBg

yang telah diuraikan di atas, benar-benar

dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana

mestinya.

C. Beberapa Catatan Penting

Ketiga tahapan tugas hakim (mengkonstatir,

mengkualifisir, dan mengkonstituir) diatas, ada beberapa hal

penting yang akhir-akhir ini menjadi hangat dalam diskusi,

antara lain:

Pertama, tentang perubahan anggota majelis hakim,

tanpa dibarengi terbitnya PMH baru atau tidak dimuat

didalam berita acara persidangan. Hal ini sering terjadi,

misalnya perkara in casu ditunda pada hari dan tanggal yang

sudah ditentukan, setelah tiba hari dan tanggal tersebut, ada

hakim dalam majelis bersangkutan yang mutasi, sakit, cuti,

dan lain sebagainya, sedangkan proses sesuai jadwal harus

berjalan (asas peradilan cepat, Pasal 58 ayat (1) UU PA).

Kesalahan Pimpinan PA tidak menerbitkan PMH baru adalah

pelanggaran terhadap tertib administrasi peradilan, tetapi

256 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

tidak dapat dijadikan alasan bagi hakim tingkat banding atau

tingkat kasasi untuk membatalkan putusan hakim pertama.

Seharusnya hakim banding memutus sela, atau Ketua

majelis hakim banding melalui KPTA memerintahkan KPA

menyusulkan PMH baru tersebut, dengan demikian pihak

pencari keadilan tidak teraniaya/dirugikan;

Kedua, meterai surat kuasa khusus tidak dibubuhi

tanggal. Undang-undang meterai bukan untuk mengatur acara

di peradilan, oleh karenanya hal-hal kecil sedemikian jangan

dijadikan alasan membatalkan putusan tingkat pertama;

Ketiga, sidang tertutup atau terbuka. Bila hakim

tingkat banding menemukan kekeliruan atau kekurangan di

dalam pengetikkan berita acara sidang bundel A, seharusnya

pemeriksaan dilakukan dalam persidangan tertutup, dalam

berita acara tertulis sidang terbuka untuk umum, seyogyanya

majelis tingkat banding menempuh seperti halnya penggantian

anggota majelis diatas, guna perbaikan berita acara dimaksud,

bukan dengan membatalkan putusan hakim pertama. Berita

acara persidangan adalah dokumen rahasia negara yang hanya

diketahui oleh lembaga peradilan, bukan untuk diketahui

oleh pencari keadilan. Bila pihak Pembanding didalam

memori bandingnya memuat keberatan adanya pelanggaran

hukum acara yang dilakukan oleh majelis tingkat pertama,

maka majelis hakim banding dapat menyatakan “putusan

batal demi hukum”. Dalam hal demikian hakim tingkat

banding sebagai pemeran pengawasan tehnis justisial, patut

melakukan pembinaan kepada hakim-hakim tingkat pertama.

Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 1959,

tanggal 20 April 1959 dan Nomor 1 Tahun 1962, tanggal 7

Maret 1962, menyatakan bahwa seyogyanya pada waktu

257TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

putusan diucapkan konsep putusan harus sudah selesai,

hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya perbedaan isi

putusan yang diucapkan dan yang ditulis.

D. Penutup

Setiap perbuatan umat manusia ada yang bernilai baik,

cukup, sedang, kurang, dan buruk, demikian juga dengan

putusan yang kita produk. Dilingkungan peradilan agama

sekitar tahun 1990 – an pernah digalakkan “Eksaminasi

Putusan”, demikian juga Mahkamah Agung pada Tahun

2003/2004, dalam rangka promosi jabatan. Sudah 9 (sembilan)

tahun terakhir ini eksaminasi putusan tidak muncul lagi,

kecuali selentingan penulis mendengar, bahwa ada sekitar 20

(dua puluh) orang Hakim Tinggi yang dilatih dan melakukan

BINTEK (Pembinaan Teknis) ke seluruh Indonesia dibiayai

oleh Ditjen Badilag dan juga biaya Pengadilan Tinggi Agama

Setempat, apakah termasuk juga dalam rangka meningkatkan

mutu putusan, penulis belum mendapat informasi.

Tradisi eksaminasi atau BINTEK patut dilestarikan dan

disarankan penekanan pada tema “Teknik Pembuatan

Putusan”, seperti kegiatan yang dilaksanakan oleh KY pada

saat ini.

259

Penutup

Proceeding pelatihan Tematik “Ekonomi Syariah” bagi

hakim dilingkungan pengadilan agama ini berisikan bahan ajar

pelatihan yang meliputi: Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,

Asuransi dan Reasuransi Syariah, Hukum Ekonomi Syariah,

Peran dan Tanggung Jawab Hakim Agama dalam Mewujudkan

Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat, Hukum Perbankan Syariah,

Pegadaian Syariah, Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah,

dan Teknik Pembuatan Putusan.

Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kapasitas

hakim, proceeding ini disusun untuk memberikan kesempatan

memperluas wawasan bagi para hakim yang tidak mengikuti

pelatihan secara langsung pada khususnya dan masyarakat pada

umumnya.

“Tiada gading yang tak retak” demikian pula proceeding ini

yang masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya diharapkan

kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga dapat tersusun

proceeding yang lebih baik di masa yang akan datang

Akhir kata, semoga proceeding ini dapat memberikan

sumbangsih positif bagi kita semua.

lampiran

foto kegiatan

265

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Susunan Acara

Waktu Materi Narasumber Keterangan

Rabu, 13 Februari 2013

14.00 Chek In Peserta

19.30 – 22.00 a. Laporan Pelaksanaan Program Peningkatan Kapasitas Hakim Tahun 2012

Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial RI

b. Pembukaan:

- Sambutan Ketua MA Diwakili oleh Dr. H. Ahmad Kamil, S.H.,M.Hum (Wakil Ketua MA RI Bidang Non Yudisial)

- Sambutan Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H.

c. Orientasi Pelatihan

Kamis, 14 Februari 2013

07.30 – 08.00 Pre Test Fasilitator Aris Purnomo

08.00 – 09.00 KEPPH Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. (Anggota Komisi Yudisial)

Fasilitator: Asep RF 09.00 – 10.00 Diskusi

10.00 – 10.15 Coffee break

10.15 – 11.15 Asuransi dan Reasuransi Syariah Prof. Dr. H. M. Amin Suma, S.H., M.A.

(Guru Besar & Dekan Fakultas Syariah UIN/IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta)

Fasilitator: Asep RF 11.15 – 12.15 Diskusi

12.15 – 13.15 ISHOMA

13.15 – 14.15 Hukum Ekonomi Syariah Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, M.Ag. (Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung)

Fasilitator: Asep RF 14.15 – 15.15 Diskusi

15.15 – 15.30 Coffee break

15.30 – 16.30 Peran dan Tanggung Jawab Hakim Agama dalam Mewujudkan Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat

Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A.

(Ketua PBNU)

Fasilitator:

M. Muslih

16.30 – 17.30 Diskusi

Jumat, 15 Februari 2013

07.30 – 08.30 Hukum Perbankan Syariah Duddy Yustiadi, S.E. (Pakar Perbankan Syariah)

Fasilitator: M. Muslih 08.30 – 09.30 Diskusi

09.30– 09.45 Coffee break

09.45 – 10.45 Pegadaian Syariah Dr. Ir. Iwan P. Pontjowinoto, M.M., CFP (Pakar Ekonomi Syariah dan Mantan Ketua Umum MES)

Fasilitator: M. Muslih 10.45 – 11.45 Diskusi

11.45 – 13.30 ISHOMA

13.30 – 14.30 Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah

Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.Hum.

(Hakim Agung MA RI)

Fasilitator:

Hirman P.

14.30 – 15.30 Diskusi

15.30 – 15.45 Coffee break

15.45 – 17.30 Teknik Pembuatan Putusan Dr. H. Habiburrahman, S.H., M.Hum. (Hakim Agung)

Fasilitator: Hirman P.

ISHOMA

19.00 – 20.30 Lanjutan

266 SUSUNAN ACARA

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Sabtu, 16 Februari 2013

07.30 – 08.30 Diskusi Kelompok Fasilitator Fasilitator: Aris Purnomo

08.30 – 10.30 Post Test Fasilitator Aris Purnomo

10.30 – 10.45 Coffee break

10.45 – 12.00 Penutupan

a. Evaluasi, pesan dan kesan b. Penutupan resmi

Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandung Ketua Bidang SDM, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial RI

267

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

Daftar PesertaNO NAMA PESERTA INSTANSI

1. Drs. Sarnoto, M.H. Pengadilan Agama Jakarta Pusat

2. Dra. Taslimah, M.H. Pengadilan Agama Jakarta Pusat

3. H. Abdillah, S.H,M.H Pengadilan Agama Jakarta Timur

4. Dra. Sarbiati, S.H. Pengadilan Agama Jakarta Utara

5. Hj. Munifah Djam'an, S.H. Pengadilan Agama Jakarta Utara

6. Drs. Saifuddin, M.H. Pengadilan Agama Jakarta Selatan

7. Tamah, S.H., M.H. Pengadilan Agama Jakarta Selatan

8. Drs. Ahmad, M.Hum. Pengadilan Agama Jakarta Barat

9. Drs. Sanusi, M.H. Pengadilan Agama Jakarta Barat

10. Bua Eva Hidayah, S.H., M.H. Pengadilan Agama Bandung

11. Drs. Mustopa, S.H. Pengadilan Agama Bandung

12. Drs. Ahrum Hoerudin, S.H. Pengadilan Agama Indramayu

13. Usman, S.H. Pengadilan Agama Indramayu

14. Dra. Siti Munawaroh, S.H. Pengadilan Agama Majalengka

15. Drs. Abdul Aziz Pengadilan Agama Majalengka

16. Dra. Hj .Sunaenah, M.H. Pengadilan Agama Sumber

17. Drs. Endang Wawan Pengadilan Agama Sumber

18. Drs. H. Taufiqurrohman, M.H. Pengadilan Agama Ciamis

19. Drs. Masnun, S.H. Pengadilan Agama Ciamis

20. Drs. H. Engkos Hasyim Koswara, S.H. Pengadilan Agama Tasikmalaya

21. Dra. Hj.Ai Suhayati, S.H.,M.H. Pengadilan Agama Tasikmalaya

22. Drs. Jajang Suherman, S.H. Pengadilan Agama Karawang

23. Dra. Budi Purwantini, M.H. Pengadilan Agama Karawang

24. Drs. Komar, S.H. Pengadilan Agama Cimahi

25. Drs. Yeyep Jaja Jakaria, S.H. Pengadilan Agama Cimahi

26. Drs. H. Endang Tamami, M.H. Pengadilan Agama Subang

27. Dra. Hj. Euis Kartika Pengadilan Agama Subang

28. Drs. Syarif Hidayatullah, M.H. Pengadilan Agama Sumedang

29. H. Oding Halim, S.H. Pengadilan Agama Sumedang

268 DAFTAR PESERTA

PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG

NO NAMA PESERTA INSTANSI

30. Drs. H. Afrizal Pengadilan Agama Purwakarta

31. Drs. Uman Pengadilan Agama Purwakarta

32. Drs. H. A. Jazuli , M.Ag. Pengadilan Agama Sukabumi

33. Drs. M. G. Zulzamar, S.H. M.H.I Pengadilan Agama Sukabumi

34. Drs. Fuad Syakir, S.H. Pengadilan Agama Cianjur

35. Drs. Nahrawi, M.H.I. Pengadilan Agama Cianjur

36. Drs. Nasruddin, S.H. Pengadilan Agama Kuningan

37. Drs. A. Sanusi Pengadilan Agama Kuningan

38. Drs. H. Darul Palah Pengadilan Agama Cibadak

39. Drs. H. Sabri Syukur, M.H.I. Pengadilan Agama Cibadak

40. Drs. Tauhid, S.H., M.H. Pengadilan Agama Cirebon

41. Drs. H. Saluki, S.H., M.H. Pengadilan Agama Cirebon

42. Drs. H.R.A. Satibi, S.H. M.H. Pengadilan Agama Garut

43. Drs. Amu Nadjmuddin Pengadilan Agama Garut

44. Dra. Euis Nurjannah Pengadilan Agama Bogor

45. Dra. Luluk Arifah, M.H. Pengadilan Agama Bogor

46. Drs. H.Muhlis Budiman, M.H. Pengadilan Agama Cibinong

47. Drs. H. Jakarsih, M.H. Pengadilan Agama Cibinong

48. Praptiningsih, S.H. Pengadilan Agama Cikarang

49. Drs. H. Chalid L., M.H. Pengadilan Agama Cikarang

50. Dra. Hj .Rogayah Pengadilan Agama Depok

51. Hj. Suciati, S.H. Pengadilan Agama Depok