pkh.komisiyudisial.go.id · penanggung jawab danang wijayanto pengarah anggota komisi yudisial...
TRANSCRIPT
Pelatihan TEMATIK“EKONOMI SYARIAH”
bAGI hAKIMpENGADILAN aGAMA
(BANDUNG, 13 - 16 FEBRUARI 2013)
Proceeding
Biro Rekrutmen, Advokasi dan Peningkatan Kapasitas HakimKomisi Yudisial Republik Indonesia
© 2013
Pelatihan TEMATIK “EKONOMI SYARIAH”bAGI hAKIM
pENGADILAN aGAMA
(BANDUNG, 13 - 16 FEBRUARI 2013)
Proceeding
Penanggung JawabDanang Wijayanto
PengarahAnggota Komisi Yudisial
Alamat Redaksi: Komisi Yudisial Jl. Kramat Raya No. 57 Jakarta PusatPO.BOX 2685 Telp: (021) 390 5876Fax: (021) 390 6215
website: www.pkh.komisiyudisial. go.id
Hak cipta dilindungi oleh undang-undang dilarang mengutip, atau memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini tanpa seizin tertulis dari Penerbit
KetuaHeru Purnomo
WakilHamka Kapopang
SekretarisLina Maryani
PenyuntingM. Muslih Aris Purnomo
Penyelaras AkhirDodi Widodo
SekretariatAdli ArdiantoEva DewiIndah Dwi PermatasariNur Aini Fatmawati
Layout & Desain SampulFajar Dewo Sukmono
Tim Penyusun
Georgia 11, xxxii + 268 hlm, 15x21 cmCetakan Pertama, Desember 2013ISBN:
v
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Daftar IsiTim Penyusun iv
Daftar Isi v
Kata Pengantar ix
Pendahuluan xi
Sambutan Ketua Komisi Yudisial xix
Sambutan Ketua Mahkamah Agung xxiii
SESI I KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM (KEPPH)
Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.
A. Visi-Misi Kemanusiaan Hakim 3
B. Etika (Kode Etik) 4
C. Tujuan Kode Etik 6
D. Etika Profesi Hakim 6
E. Berlakunya KEPPH 6
F. Jenis Pelanggaran 7
G. Penegakan KEPPH 8
H. Sanksi 8
Tanya Jawab 10
SESI II ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
Prof. Dr. H. M. Amin Suma, S.H., M.A
A. Pengantar 15
B. Tiga Dimensi Hukum Dalam Islam 15
C. Hukum Muamalah 16
D. Asuransi Syariah 17
E. Seputar Akad 17
F. Jenis Akad Dalam Asuransi Syariah 18
G. Macam-Macam Asuransi 19
H. Jenis-Jenis Usaha Perasuransian 19
I. Konvensional Vs Syariah 20
J. Reasuransi Syariah 20
vi DAFTAR ISI
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
K. Pedoman Umum Reasuransi Syariah 21
L. Penyelenggaraan Usaha Asuransi/Reasuransi Syariah 21
M. Struktur Regulasi dibidang Usaha Asuransi Syariah 22
N. Jumlah Pelaku Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip
Syariah 23
Tanya Jawab 24
SESI III HUKUM EKONOMI SYARIAH
Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, S.H., S.Ip., M.Ag.
A. Pengantar 33
B. Konsep dan Cakupan Ekonomi-Bisnis Syariah 35
C. Kaidah Fikih terkait Halal-Haram 38
D. Prinsip-Prinsip Syariah terkait Produksi 50
E. Prinsip-Prinsip Syariah terkait Distribusi 53
F. Prinsip-Prinsip Syariah terkait Konsumsi 58
G. Penutup 59
Tanya Jawab 61
SESI IV PERAN DAN TANGGUNGJAWAB HAKIM PENGADILAN AGAMA
DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILLAHIYAH BAGI MASYARAKAT
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A.
A. Pengantar 65
B. Memperkuat Hukum dan Hati Nurani 67
C. Intropeksi 72
Tanya Jawab 74
SESI V HUKUM PERBANKAN SYARIAH
Duddy Yustiadi, S.E.
A. Penjelasan 83
B. Penghimpunan Dana 84
C. Prinsip Mudharabah 86
D. Penyaluran Dana 88
E. Produk Jasa 93
Tanya Jawab 97
viiDAFTAR ISI
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SESI VI PEGADAIAN SYARIAH
Dr. Ir. Iwan P. Pontjowinoto, M.M.
Akad Rahn dan Akad-akad Jasa Keuangan 113
Tanya Jawab 124
SESI VII HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
Prof. Dr. H. Abdul Manan, M.Hum.
A. Pendahuluan 131
B. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Berdasarkan Hukum Islam 133
C. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah Berdasarkan Tradisi Hukum
Positif Indonesia 147
D. Sumber Hukum Dalam Menyelesaikan Sengketa Ekonomi Syari’ah 206
E. Penutup 229
Tanya Jawab 230
SESI VIII TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
Dr. H. Habiburrahman, S.H., M.Hum.
A. Pendahuluan 239
B. Putusan 242
C. Beberapa Catatan Penting 255
D. Penutup 257
Penutup 259
Lampiran
Foto Kegiatan 263
Susunan Acara 265
Daftar Peserta 267
ix
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Kata Pengantar
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT, karena
berkat rahmat dan hidayahNya kami berhasil menyelesaikan
Proceeding Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi
Hakim dilingkungan Peradilan Agama yang dilaksanakan pada
tanggal 13 s.d 16 Februari 2013 di Savoy Homan Bidakara Hotel,
Bandung.
Proceeding ini berisikan tentang bahan ajar pelatihan yang
meliputi: Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim, Asuransi
dan Reasuransi Syariah, Hukum Ekonomi Syariah, Peran dan
Tanggung Jawab Hakim Agama dalam Mewujudkan Keadilan
Ilahiyah Bagi Masyarakat, Hukum Perbankan Syariah,
Pegadaian Syariah, Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah,
dan Teknik Pembuatan Putusan. Proceeding ini diharapkan dapat
menjadi sumber referensi bagi hakim pada khususnya dan juga
para pembaca pada umumnya.
Disadari bahwa proceeding ini jauh dari sempurna, oleh
karenanya diharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang
bersifat membangun demi kesempurnaan proceeding ini. Semoga
pada akhirnya proceeding ini dapat memberikan sumbangsih
positif bagi kita semua.
Akhir kata, kami ucapkan terima kasih kepada semua pihak
yang telah membantu terselesaikannya proceeding ini.
Jakarta, April 2013
xi
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Peradilan Agama sebagai salah satu badan pelaksana
kekuasaan kehakiman, mempunyai tugas pokok untuk
menyelenggarakan penegakan hukum dan keadilan bagi rakyat
pencari keadilan yang beragama Islam mengenai perkara-
perkara tertentu. Berdasarkan Pasal 49 ayat (1) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama,
Pengadilan Agama berwenang memeriksa dan memutus, dan
menyelesaikan perkara-perkara ditingkat pertama antara
orang-orang yang beragama Islam dibidang perkawinan,
waris, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh. Dengan berlakunya
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan
atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan
Agama, kewenangan Pengadilan Agama diperluas yaitu
disamping berwenang menyelesaikan perkara perkawinan,
waris, wasiat, hibah, wakaf dan shadaqoh, juga berwenang
menyelesaikan perkara dibidang zakat, infaq dan perkara
ekonomi syariah. Hal ini sebagaimana diatur dalam Pasal 49
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.
Ekonomi Syariah merupakan perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah, antara
lain meliputi bank syariah, lembaga keuangan mikro syariah,
asuransi syariah, reasuransi syariah, reksadana syariah,
obligasi dan surat berharga berjangka menengah syariah,
sekuritas syariah, pembiayaan syariah, pegadaian syariah,
xii PENDAHULUAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dana pensiun lembaga keuangan syariah dan bisnis syariah1.
Praktik Ekonomi Syariah di Indonesia, dimulai sejak berdirinya
Bank Muamalat Indonesia pada tahun 1990 yang kemudian
disusul dengan hadirnya Lembaga Keuangan Syariah lainnya.
Pesatnya perkembangan perbankan dan lembaga keuangan
syariah lainnya seperti asuransi syariah, leasing, pegadaian
syariah, reksadana syariah, Dana Pensiun Lembaga Keuangan
(DPLK) Syariah, BMT Koperasi Syariah, dan Multifinance
Syariah, berimplikasi pada semakin besarnya kemungkinan
timbulnya permasalahan atau sengketa antara pihak penyedia
layanan dengan masyarakat yang dilayani.
Seorang hakim termasuk hakim pengadilan agama,
dituntut bekerja secara profesional sesuai lingkup pekerjaan-
nya. Dengan demikian, seorang hakim dituntut untuk
mengetahui dan memahami segala hal atau perkara yang
menjadi kompetensinya sesuai dengan adagium “ius curia
novit” yang artinya hakim dianggap tahu akan hukumnya,
sehingga hakim tidak boleh menolak untuk memeriksa perka-
ra dengan dalih hukumnya tidak atau kurang jelas2. Mengingat
kewenangan untuk memeriksa dan mengadili perkara ekonomi
syariah merupakan kewenangan yang baru bagi Pengadilan
Agama maka guna mengembangkan kemampuan hakim
pengadilan agama dibidang ekonomi syariah, Komisi Yudisial
memandang perlu untuk menyelenggarakan Pelatihan
Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama.
1 Penjelasan Pasal 49 huruf i Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Peradilan Agama, kewenangan Pengadilan Agam2 Yulkarnain Harahab, Kesiapan Pengadilan Agama Dalam Menyelesaikan Perkara Ekonomi Syariah. Mimbar Hukum Volume 20, Nomor 1, Februari 2008
xiiiPENDAHULUAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
B. Tujuan
Tujuan penyelenggaraan Pelatihan Tematik Ekonomi
Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama ini, adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatkan pengetahuan Hakim Pengadilan Agama
terhadap perkembangan ekonomi syariah;
2. Menyediakan wadah sharing pengalaman bagi Hakim
Pengadilan Agama mengenai penanganan perkara
ekonomi syariah;
3. Menyamakan persepsi terkait penanganan perkara
ekonomi syariah.
C. Target
Target penyelenggaraan Pelatihan Tematik Ekonomi
Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama ini, adalah sebagai
berikut:
1. Meningkatnya pengetahuan Hakim Pengadilan Agama
terhadap perkembangan hukum ekonomi syariah;
2. Tersedianya wadah sharing pengalaman bagi Hakim
Pengadilan Agama mengenai proses penanganan
perkara ekonomi syariah;
3. Adanya kesamaan persepsi bagi Hakim Pengadilan
Agama dalam menangani perkara ekonomi syariah.
D. Metode Pelatihan, Narasumber, dan Fasilitator
1. Metode
Pemilihan metode pelatihan sangat berperan
penting untuk mencapai tujuan pelatihan. Pemilihan
metode pelatihan perlu memperhatikan calon peserta
pelatihan yakni Hakim yang pada umumnya mempunyai
xiv PENDAHULUAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
karakteristik sebagai berikut:
a. Hakim mempunyai pengetahuan dan pengalaman
tertentu yang masing-masing berbeda satu sama
lain;
b. Hakim lebih suka diajak sharing daripada digurui;
c. Pada umumnya lebih menyukai hal-hal yang
bersifat praktis;
d. Membutuhkan suasana akrab dengan menjalin
hubungan yang erat;
e. Lebih menyukai cara belajar yang melibatkan
mereka.
Berdasarkan karakteristik diatas, metode pelatihan yang
sesuai adalah metode pendidikan andragogy system
atau sering disebut dengan pelatihan partisipatif.
Metode tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara
sebagai berikut:
a. Ceramah yang disertai alat peraga;
b. Diskusi kelompok;
c. Pengalaman terstruktur, dll.
2. Narasumber
Narasumber dalam pelatihan partisipatif berperan
dalam memberikan pengantar mengenai materi
tertentu dalam hal ini mengenai Ekonomi Syariah dan
memberikan sharing pengetahuan terhadap topik-topik
yang menjadi pertanyaan peserta pelatihan. Secara
teknis setiap Narasumber akan diberikan waktu kurang
lebih 60 menit untuk menyampaikan materi yang telah
disiapkan dan merangsang diskusi peserta. Selanjutnya
peserta mendiskusikan materi yang telah disampaikan
baik dalam bentuk diskusi kelompok ataupun dalam
xvPENDAHULUAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
bentuk tanya jawab dengan Narasumber. Dalam hal
terdapat pertanyaan-pertanyaan yang belum terjawab
dalam diskusi kelompok, diharapkan Narasumber dapat
memberikan sharing pengetahuannya.
3. Fasilitator
Fasilitator dalam pelatihan partisipatif
berfungsi menstimulus dinamika forum pelatihan
dan mengendalikan pelatihan agar dapat mencapai
tujuan yang telah ditetapkan. Fasilitator perlu
mengendalikan penggunaan waktu secara optimal
dengan mengombinasikan antara fleksibilitas dan
efektifitas penggunaan waktu dengan berpegangan pada
prinsip menghargai peserta, membangun proses yang
partisipatori dan hasil yang terukur. Beberapa prinsip
yang perlu dipertimbangkan adalah:
a. Pertimbangkan semua pilihan kata, istilah,
contoh, dan tindakan. Hindari kemungkinan salah
interpretasi atau multi interpretasi. Kesan pertama
sering menentukan hubungan lanjutan. Hindari hal-
hal yang membuat peserta merasa tidak nyaman;
b. Gaya fasilitator, merupakan unsur penting untuk
mengatur atmosfer pelatihan. Hal-hal yang harus
dilakukan oleh seorang fasilitator adalah:
1) Tetapkan peran Anda dalam pikiran Anda
sendiri;
2) Tetapkan harapan-harapan dan kebutuhan-
kebutuhan peserta dan juga harapan Anda
sebagai fasilitator;
3) Ciptakan atmosfer yang mendukung dimana
orang-orang merasa bebas untuk beropini
xvi PENDAHULUAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dan mengambil resiko;
4) Peka terhadap proses komunikasi, termasuk
bahasa tubuh peserta dan Anda sendiri;
5) Dengarkan dengan empati, jangan memotong;
6) Hargai ide yang mungkin tidak Anda setujui;
7) Gunakan pujian, pengakuan, dan lain-lain,
untuk memperkuat kepercayaan diri;
8) Hadapi peserta yang “sulit” dengan cara yang
terhormat;
9) Selalu semangat, energi anda tampaknya
akan menggosok peserta;
10) Gunakan icebreaker dan/atau pembuka yang
nyaman untuk Anda dan Anda rasa peserta
juga akan merasa nyaman;
11) Dapatkan umpan balik selama kegiatan dan
pada akhir tiap bagian;
12) Buatlah diri Anda terbuka untuk pertanyaan-
pertanyaan. Gunakanlah metode discovery
learning, buatlah agar peserta menemukan
sendiri jawaban-jawaban atas persoalan yang
muncul.
c. Peran fasilitator dalam diskusi kelompok bukan
hanya merangkum informasi yang disajikan, tetapi
untuk mensintesakannya. Fasilitator memainkan
peran kunci dalam mengidentifikasi unsur-unsur
umum yang digarisbawahi oleh peserta, dan
menyampaikan kepada peserta untuk berpikir
lebih jauh apa arti kerja kelompoknya dalam
hubungannya dengan kerja mereka sehari-hari.
xviiPENDAHULUAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
E. Pokok Bahasan
Materi yang akan menjadi pokok pembahasan dalam
Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan
Agama ini, adalah sebagai berikut:
1. Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim yang akan
disampaikan oleh Anggota Komisi Yudisial Republik
Indonesia;
2. Peran dan Tanggung Jawab Hakim Agama dalam
Mewujudkan Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat yang
akan disampaikan oleh Prof. Dr. K.H. Said Aqil Siradj,
M.A. (Ketua PBNU);
3. Hukum Ekonomi Syariah yang akan disampaikan oleh
Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, M.Ag. (Guru Besar UIN
Sunan Gunung Djati Bandung);
4. Asuransi dan Reasuransi Syariah yang akan
disampaikan oleh Prof. Dr. H. M. Amin Suma, S.H.,
M.A. (Guru Besar dan Dekan Fakultas Syariah UIN/
IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta);
5. Hukum Perbankan Syariah yang akan disampaikan
oleh Duddy Yustiadi, S.E. (Pakar Ekonomi Syariah);
6. Pegadaian Syariah yang akan disampaikan Dr. Ir. Iwan
P. Pontjowinoto, M.M., CFP (Pakar Ekonomi Syariah
dan Mantan Ketua Umum MES);
7. Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah yang akan
disampaikan oleh Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP.,
M.Hum. (Hakim Agung MA RI);
8. Teknik Pembuatan Putusan yang akan disampaikan
oleh Dr. Drs. Andi Syamsu Alam, S.H., M.H. (Ketua
Muda Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia).
xix
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SambutanKetua Komisi Yudisial
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat
Allah SWT yang telah memberikan
kita nikmat sehat, iman dan Islam,
sehingga pada pagi hari ini kita dapat
berkumpul dalam satu majelis ilmu yang
penuh berkah di Savoy Homan Bidakara
Hotel, Bandung ini, dalam rangka menghadiri
rangkaian acara “Pelatihan Tematik Ekonomi
Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama”. Shalawat dan salam
senantiasa kita limpahkan kepada Nabi Besar Rasulullah
Muhammad SAW beserta sahabat dan keluarganya.
Hadirin yang Saya hormati, pertama-tama perkenankanlah
Saya mengucapkan selamat datang di Kota Bandung. Selamat
datang para penegak keadilan harapan masyarakat yang turut
berpartisipasi dalam pelatihan ini. Semoga kita masih diberi
kesehatan dan kekuatan untuk saling mendukung bagi kemajuan
Agama dan Bangsa Indonesia yang kita cintai.
Hadirin yang Saya hormati, Saya menyadari bahwa pesatnya
perkembangan ekonomi syariah berimplikasi pada besarnya
kemungkinan timbulnya permasalahan atau sengketa antara pihak
xx SAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
penyedia layanan dengan masyarakat yang dilayani. Oleh karena
itu, seorang hakim dituntut untuk mengetahui dan memahami
segala perkembangan yang terjadi dibidang hukum, khususnya
Ekonomi Syariah. Memeriksa dan mengadili perkara ekonomi
syariah merupakan hal yang baru dilingkungan Pengadilan
Agama. Maka, guna meningkatkan kemampuan hakim pengadilan
agama dibidang ekonomi syariah, Komisi Yudisial merasa perlu
untuk menyelenggarakan Pelatihan Tematik Ekonomi Syariah
Bagi Hakim Pengadilan Agama”.
Hadirin yang Saya hormati, hendaknya seorang hakim dalam
putusannya harus mampu memenuhi rasa keadilan, memberikan
kepastian dan kemanfaatan dalam masyarakat. Sedikit melenceng
dari tema, menanggapi berbagai pengaduan, laporan dan keluh
kesah masyarakat, mengenai perkara perceraian yang sering
kali “menggantung” atau tidak memberikan kepastian hukum
dalam masyarakat perlu ditanggapi dengan secara serius.
Sebuah kesalahan besar jika kita mempersepiskan perceraian
sebagai perkara kecil. Perceraian sangat berpengaruh terhadap
kelangsungan hidup seseorang, meskipun hal tersebut dibenci
oleh Allah SWT.
Hadirin yang Saya hormati, perceraian akan sulit terealisasi
diantaranya jika salah satu pihak bersikukuh tidak bersedia
bercerai, saling memperebutkan hak asuh anak dan harta-gono
gini.
Tugas mulia bagi seorang hakim untuk menilai berbagai
fakta-fakta dalam sebuah hubungan pernikahan, jika alasan
untuk terjadinya suatu perceraian sudah terpenuhi maka hakim
harus memberikan putusan yang seadil-adilnya. Tentunya, setelah
mekanisme mediasi ditempuh, maka hakim harus melanjutkan
xxiSAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
pemeriksaan persidangan dengan baik.
Meskipun salah satu pihak tidak bersedia bercerai dan
hakim memiliki kewajiban mendamaikan, bukan berarti hakim
harus memihak kepada pihak yang ingi berdamai, hakim harus
tetap pada posisi yang netral, apalah arti sebuah pernikahan
jika salah satu pihak sudah tidak berkehendak melanjutkannya,
pernikahan yang hanya menyisakan hitam diatas putih, tanpa
diikuti nilai “kesakralan” dan kasih sayang, yang ada justru hanya
akan menimbulkan kemudharatan.
Hadirin yang Saya hormati, status perceraian yang “menggantung”
akibat upaya hukum terhadap putusan tingkat pertama karena
menyangkut atau memperebutkan hak asuh anak dan harta gono-
gini harus kita pikirkan secara serius. Di berbagai daerah banyak
Hakim Pengadilan Agama yang sudah menjalankan tugasnya
dengan baik yang menyarankan dan menyosialisasikan agar
gugatan cerai, hak asuh anak dan harta gono-gini diajukan secara
terpisah, sebuah terbosan penting guna menjamin kepastian hukum
bagi para pihak yang bercerai agar terhindar dari kemudharatan
dan tidak terkatung-katung statusnya. yang menjadi persoalan
adalah jika masih ada saja yang menggabungkan gugatan cerai,
hak asuh anak dan gono-gini secara bersamaan, tentunya seorang
hakim harus berperan aktif demi tercapainya rasa keadilan,
kepastian hukum dan kemanfaatan, yaitu dengan men-status
quo kan masalah gugatan hak asuh anak dan harta gono gini
agar diajukan secara terpisah, dengan kata lain “cerai dulu saja,
yang lain-lain urus belakangan”. Hakim harus bisa memberikan
pemahaman yang baik kepada para pihak mengenai perceraian,
agar sebuah proses perceraian memberikan kemanfaatan karena
adanya pemahaman yang baik dari para pihak.
xxii SAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Hadirin yang Saya hormati, seorang Hakim dalam perkara
perceraian bukan mencari benar atau salah, melainkan harus
memastikan apakah “kesakralan” suatu hubungan pernikahan
masih ada atau tidak dan masih bisa dilanjutkan atau tidak;
Mengutip sebuah Hadist yang diriwayatkan oleh Baihaqi:
“apabila seorang hamba menikah maka sungguh orang itu
telah menyempurnakan setengah agama maka hendaklah
dia bertakwa kepada Allah dalam setengah yang lainnya”.
Pernikahan bukan hanya urusan hitam diatas putih, namun
mengandung nilai ibadah yang sangat tinggi derajatnya, oleh
karena itu segala permasalahan harus kita tanggapi dengan serius,
karena segalanya harus dipertanggungjawabkan kepada Allah
SWT.
Hadirin yang Saya hormati, kami sangat berharap apa yang
kita semua harapkan dari pelatihan ini akan tercapai, dan semoga
bermanfaat bagi bangsa dan negara. Mudah-mudahan Allah SWT
meridhoi niat baik kita semua untuk tholabul ilmi, dan semoga
diberikan kelancaran untuk segala rangkaian acara ini.
Maka dalam kesempatan ini, dengan memohon ridho Allah
SWT, seraya mengucapkan bismillahirrahmanirrahim¸ Pelatihan
Tematik Ekonomi Syariah Bagi Hakim Pengadilan Agama ini saya
nyatakan dibuka, semoga Allah SWT senantiasa memberikan
bimibingan, petunjuk dan lindunganNya kepada kita semua.
Sekian, Assalamualaikum wr. wb
Ketua Komisi Yudisal RI
Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H.,M.H.
xxiii
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
SambutanKetua Mahkamah Agung
Yang kami hormati Bapak Ketua Komisi
Yudisial, Bapak Sekretaris Jenderal,
kawan-kawan Tenaga Ahli dan juga
Staf Komisi Yudisial yang hadir pada saat
ini, Bapak Ketua Pengadilan Tinggi Agama
Bandung dan semua peserta, para hakim
Pengadilan Agama Bandung dan jajaran
pengadilan agama.
Hadirin yang berbahagia, pertama-tama marilah kita
sampaikan puji syukur kehadirat Allah SWT atas karuniaNya pada
malam hari ini kita bisa bersilaturahim terutama secara pribadi
dengan Bapak, Ibu sekalian dan silaturahim antara Mahkamah
Agung dengan Komisi Yudisial. Oleh karena itu dengan rasa syukur
yang kita panjatkan kepada Allah, semoga Allah menambahkan
nikmat kepada kita semua.
Bapak Ketua Komisi Yudisial yang Saya hormati, selanjutnya
Ketua Mahkamah Agung menyampaikan permohanan maaf yang
sebesar-besarnya, karena pada saat yang bersamaan Beliau rapat
di kantor Wakil Presiden, sehingga kami secara pribadi mewakili
Diwakili oleh Hakim AgungDr. H. Ahmad Kamil, S.H., M.Hum.
xxiv SAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Beliau pada saat ini.
Bapak, Ibu sekalian yang kami hormati, atas nama Pimpinan
Mahkamah Agung kami juga mengucapkan terima kasih yang
sedalam-dalamnya kepada Pimpinan Komisi Yudisial dan seluruh
jajarannya, Sekretaris Jenderal atas usaha-usaha yang telah
dilakukan oleh Komisi Yudisial dalam rangka meningkatkan
kapasitas hakim dilingkungan Mahkamah Agung, mudah-mudahan
langkah-langkah yang dilakukan Komisi Yudisial bisa ditambah
volumenya untuk waktu yang akan datang, karena bagaimanapun
juga tantangan profesionalisme hakim sangat membutuhkan sekali
pelatihan-pelatihan, diskusi, seminar dalam rangka meningkatkan
profesionalisme hakim, oleh karena itu sekali lagi atas nama
Pimpinan Mahkamah Agung kami mengucapkan terima kasih.
Yang kedua, kami atas nama pribadi juga dalam forum ini
kami mendapatkan keuntungan secara pribadi, kami bisa berjumpa
dengan kawan-kawan lama yang sudah lama sekali tidak berjumpa,
saya ucapkan terima kasih juga kepada Komisi Yudisial yang telah
ikut mengantarkan pada Peraturan Pemerintah yang baru tentang
tunjangan hakim, karena bagaimanapun juga masalah Mahkamah
Agung tidak bisa ditangani sendiri oleh Mahkamah Agung,
mesti adanya mitra kerja Komisi Yudisial sangat mendatangkan
maanfaat yang dirasakan oleh para hakim seluruh Indonesia, ini
sudah terwujud.
Keinginan Komisi Yudisial dan Mahkamah Agung dengan
peningkatan kesejahteraan itu, berarti Saudara harus fokus pada
peningkatan pelaksanaan tugas pokok, tidak bisa ada alasan lain
lagi, berbicara masalah kinerja, bobot putusan, hukum acara,
ekonomi syariah dan sebagainya tidak alasan lagi untuk tidak
diindahkan karena perlu diketahui bahwa kesejahteraan itu
merupakan pelengkap dari pelaksanaan tugas pokok, hari ini dan
xxvSAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
malam ini Saudara akan ditambah tugas pokok Saudara dalam
rangka untuk lebih mendalami lagi tentang Ekonomi Syariah.
Saudara-Saudara sekalian, perlu diketahui bahwa menjelang
diundangkannya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006,
Mahmakah mendapatkan kewenangan baru tentang pelaksanaan
ekonomi syariah, pada bulan Mei tahun 2005 ada Silatnas Majelis
Ulama se-Indonesia yang dilaksanakan di Pondok Pesantren
Gontor pada waktu itu, usul salah satu ulama Ternate pada waktu
itu yang kebetulan Mahkamah Agung diundang dalam Silatnas
tersebut, Saya waktu itu mendampingi Bapak Bagir Manan selaku
Ketua Mahkamah Agung, ulama tersebut bertanya kepada Bapak
Bagir Manan, “Kalau nanti Undang-Undang Ekonomi Syariah
itu muncul, siapa yang akan berwenang melaksanakannya?”
terus secara diplomasi Bapak Bagir Manan menyatakan “Pak
Kyai jangan kuatir nanti yang melaksanakan ekonomi syariah
putra-putra Kyai sendiri yang berasal dari pondok pesantren”,
oleh karena itu dengan adanya jawaban yang seperti tersebut,
maka para peserta Silatnas ada keyakinan bahwa misalkan nanti
lahir Undang-Undang Ekonomi Syariah yang sudah menjadi
kewenangan Pengadilan Agama sejak Tahun 2006 pada waktu itu,
tidak usah ragu-ragu lagi akan ditangani oleh para Sarjana Syariah
yang itu berarti akan ditangani oleh Pengadilan Agama.
Bapak, Ibu dan Saudara sekalian yang Saya hormati, setelah
lahir kewenangan baru Pengadilan Agama Nomor 3 Tahun 2006,
dan disaat itu sudah satu atap dengan Mahkamah Agung, maka
Mahkamah Agung untuk mempersiapkan bagaimana langkah-
langkah pelaksanaan ekonomi syariah agar berjalan dengan baik,
terarah dan berstandar, maka Mahkamah Agung membentuk
Pokja Ekonomi Syariah. Pokja ini bukan hanya terdiri dari para
Hakim Agung dilingkungan Agama saja, tetapi juga dianggotai
xxvi SAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
oleh keempat lingkungan peradilan duduk dalam satu Pokja baik
dalam dari lingkungan Peradilan Tata Usaha Negara maupun
dari Militer, Bapak Abbas Said termasuk satu anggota Pokja pada
saat itu. Pokja membentuk bagaimana tentang Kompilasi Hukum
Ekonomi Syariah. Pokja itu berjalan dua tahun, dan disela-sela
pembahasan ada karoke syariah, bengkel syariah, serta rekreasi
syariah. Anggota Pokja terdiri juga dari akademisi, IAIN Bandung
dan Jakarta, Majelis Ulama, dan Dewan Syariah. Kompilasi
Hukum Ekonomi Syariah lahir dengan Peraturan Mahkamah
Agung Nomor 2 Tahun 2008 diberlakukan di seluruh Pengadilan
Agama, wujudnya masih Perma. Perma itu adalah aturan untuk
mengisi kekosongan yang berada di Mahkamah Agung, mudah-
mudahan kedepan suatu saat Perma ini menjadi undang-Undang.
Bapak, Ibu dan Saudara sekalian yang Saya hormati, dalam
wujud Perma bukan hanya kita belajar kitab suci yang ada di
Indonesia dan sebagainya, kita cuma mencoba mengadakan
studi banding ke negara-negara di Timur Tengah bagaimana
Pelaksanaan Ekonomi Syariah di negara tersebut, yang dituju pada
waktu itu adalah Malaysia, Qatar, Saudi Arabia, Sudan dan Inggris.
Dari konferensi hukum yang berlaku di Negara tersebut yang kita
adakan riset itu maka jadilah Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah
yang telah ada sekarang ini. Bagaimana dengan Hukum Acaranya,
karena masih ada dua yang belum selesai yaitu Administrasi
Ekonomi Syariah dan Hukum Acara Ekonomi Syariah, kita tidak
mungkin melaksanakan Hukum Ekonomi Syariah tanpa adanya
Hukum Acara Ekonomi Syariah, maka mulai tahun 2009 Pokja
ini bekerja lagi membikin Hukum Acara Ekonomi Syariah.
Alhamdulillah dipenghujung tahun 2012, draft akhir sudah selesai
dan mudah-mudahan mungkin diperkirakan Juni atau Juli 2013
ini mudah-mudahan keluar Perma dari Hukum Acara Ekonomi
xxviiSAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Syariah, karena ada satu tahapan lagi yang perlu diselesaikan
yaitu pembandingkan konon terakhir kita harus memadukan
konsep Hukum Ekonomi Syariah ini dengan konsep yang berlaku
di Inggris, karena bagaimanapun juga di Ingrris itu adalah salah
satu pusat yang terbaik dalam pelaksanaan ekonomi syariah. Kita
insya Allah dalam bulan Mei 2013 Pokja ini akan ke Inggris dalam
rangka menyempurnakan konsep Hukum Acara Ekonomi Syariah.
Saudara sekalian keberangkatan kita ke Inggris dirapatkan
kembali kemarin bukan hanya terbatas pada anggota Pokja, dan
Ketua Mahkamah Agung sudah setuju, mulai kawan-kawan dari
Jakarta Timur, Surabaya untuk secara pribadi memperdalam
Hukum Acara Ekonomi Syariah ini, sifatnya bukan studi banding
tapi belajar selama satu minggu, oleh karena itu dalam forum
yang sangat berbahagia ini barang kali ada peserta yang tertarik
untuk ikut dipersilahkan dengan catatan biaya sendiri, ini adalah
kesempatan yang sangat berharga bagi Saudara-Saudara untuk
mengetahui secara langsung bagaimana perkembangan ekonomi
syariah di Inggris yang merupakan terbaik diseluruh dunia.
Saudara-Saudara sekalian yang Saya hormati, oleh karena
itu Mahkamah Agung dengan langkah-langkah membuat Pokja
dan sebagainya, kita juga mengajak kerja sama perguruan tinggi,
kita telah mengadakan MoU dengan Perguruan Tinggi Kortum di
Sudan, di Saudi Arabia kita sudah mengirimkan dua angkatan,
masing-masing angkatan 40 orang, di Sudan baru pertama kali.
Dua Negara ini sangat menginginkan sekali adanya S2 atau S3 dari
Indonesia untuk kuliah disana. Oleh karena itu Saudara sekalian
barangkali Saudara berminat dengan kemampuan Bahasa Arab
dan Bahasa Inggris, mungkin Badilak di tahun 2013 ini sudah
mulai akan merealiasi MoU dengan Sudan dan Saudi Arabia untuk
S2 dan S3 yang sebentar lagi kursus kalau di Saudi Arabia selama
xxviii SAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
15 hari, sedangkan di Sudan selama 8 hari, dan itu berkenaan
dengan Ekonomi Syariah dan kalau diterima Saudi Arabia bebas
segalanya, tetapi di Sudan hanya bebas uang kuliah, tetapi setelah
dihitung-hitung 1 tahun sampai 3 tahun misalkan S3 di Sudan,
itu tidak sampai 500 Juta. Mudah-mudahan Badilak mulai tahun
2013 sudah bisa mengimplementasikan, mengirimkan para
hakim-hakim di Pengadilan Agama di Indonesia ini untuk kuliah
di Sudan. Kalau Riyad biasanya ada syarat harus hafal 7 jus al
Quran tapi untuk ini dibebaskan dari syarat, Cuma kemampuan
berbahasa Arab harus betul-betul dikuasai. Jadi untuk Saudara-
Saudara sekalian sekarang ini terbuka lebar untuk meningkatkan
keilmuan Saudara.
Mahkamah Agung mulai ada sertifikasi ekonomi syariah,
sudah ada dua angkatan 200 orang dan dalam tahun 2013 ada
juga satu angkatan 100 orang. Kemarin seminggu yang lalu
kami ada pertemuan dengan Bank Indonesia, Direktur Bank
Syariah juga siap membantu pelaksanaan Pelatihan Sertifikasi
Ekonomi Syariah. Kita sedang menjajaki dari manapun dana
itu yang penting standard dari mata ajaran itu sesuai dengan
apa yang kita laksanakan. Karena adanya keinginan Mahkamah
Agung, adanya penanganan khusus bagi hakim yang menangani
Ekonomi Syariah, diinginkan dalam satu majelis, satu majelis
saja, artinya 3 orang kalau dengan kondisi sekarang ini maka
dibutuhkan kurang lebih 1000 orang hakim yang bersertifikasi
Ekonomi Syariah, kita baru mempunyai 298 hakim yang
mempunyai sertifikasi Ekonomi Syariah, jadi berjalanan masih
jauh untuk dibutuhkannya hakim khusus menangani masalah
Ekonomi Syariah dari target yang diinginkan oleh Mahkamah
Agung, mudah-mudahan atas segala hormat kami mohon bantuan
dari Komisi Yudisial. Tahun 2013 Hukum Ekonomi Syariah dan
xxixSAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Administrasi Ekonomi Syariah selesai, Sumber Daya Manusia juga
sudah siap pakai, maka insya Allah pelaksanaan Ekonomi Syariah
di Nusantara ini tidak kalah dengan pelaksanaan di Malaysia dan
sebagainya, karena bagaimanapun juga faktor perkembangan
perekonomian Islam di negara itu bukan hanya mudah yang
dibutuhkan tetapi karena Sumber Daya Manusia dan Pengadilan
yang mengadili seadil-adilnya yang mengadili masalah Ekonomi
Syariah. Mahkamah Agung mempersiapkan masalah-masalah
tersebut, karena bagaimanapun juga ada kepercayaan masyarakat
kepada Mahkamah Agung, itulah kehendak masyarakat Indonesia
masalah Ekonomi Syariah diserahkan kepada Mahkamah
Agung, jangan kita hakim pada pengadilan agama yang diberi
amanat menganggap ini sesuatu yang kurang urgent, ini harus
diseriusi, sekali Saudara melangkah tidak sesuai dengan kehendak
masyarakat Ekonomi Syariah, jangan harap langkah selanjutnya
dapat kepercayaan dari masyarakat Ekonomi Syariah dan Bisnis
Perekonomian Syariah. Oleh karena itu dipundak Saudaralah
bagaimana pelaksanaan Ekonomi Syariah di Nusantara ini bisa
berjalan dengan baik dari segi pelaksanaannya dan menemukan
keadilannya. Memang tidak ada bedanya dalam pelaksanaan
pengadilan antara masalah substansi hukum antara perbankan
konvensional dengan perbankan syariah, sebenarnya hampir
sama saja, tetapi yang jelas di ekonomi syariah terdapat sesuatu
yang tidak terdapat diperbankan konvensional, selain masalah
personalitas dan profesionalisme Saudara dalam memberikan
putusan yang berbobot, ada satu di Ekonomi Syariah tidak
mengenal riba.
Oleh karena itu Saudara-Saudara sekalian, hasil evaluasi
sementara dari Bank Indonesia, kalau kita melihat alumnus-
alumnus fakultas syariah yang sudah ada sekarang jurusan
xxx SAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ekonomi syariah, kadang-kadang kalau sudah masuk bekerja dalam
tataran implementasi, penguasaan hukum Islam luar biasa, tetapi
kadang-kadang didalam implementasi berkaitan dengan masalah
operasional kadang-kadang kalah dengan alumninya, oleh karena
itu Mahkamah Agung kedepan akan mengevaluasi masalah-
masalah standard mutu pelajaran, barang kali di Mahkamah
Agung untuk presentase yang berkaitan dengan masalah
pekiknya katakanlah masalah kontemporernya yang berkaitan
dengan masalah perkembangan hukum sekarang ini diperkirakan
pembagian alokasi waktunya sama, tandanya diinginkan begitu
dilapangan sudah siap. Untuk perspektif perkembangan hukum
ke depan perlu adanya pemikiran kalau sudah S1 di syariah,
S2 di hukum bisnis, tolong S3-nya ambil Syariah, sehingga
bagaimanapun juga seseorang kalau secara fisik hukum tidak
memiliki tidak mungkin akan memiliki perpektif perkembangan
hukum Islam kedepan. Oleh karena itu Saudara-Saudara sekalian,
kami harapkan kesempatan yang sangat berbahagia ini jangan
sampai disia-siakan, bagaimanapun juga dapat dikembangkan
setelah sampai di kantor masing-masing, walaupun tidak ada
sebuah predikatnya setelah keluar dari sini, yang penting adalah
penguasaan ilmunya dan pengalamannya yang insya Allah nanti
itu akan diberikan materi dari para Hakim Agung yang itu semua
adalah tutor-tutor di Diklat MA dan paling bagus Administrasi
Syariahnya.
Perlu Kami sampaikan kepada Ketua Komisi Yudisial bahwa
memang baru ada 3 orang yang diberi tugas oleh MA untuk
bagaimana perkembangan Ekonomi Syariah ini di Indonesia, kalau
kita melihat perkembangan perbankan sekarang ini ada OJK, dan
sebagainya, kita baru mempunyai 3 orang S3 yang satu alumni IAIN
Bandung, satu alumni Sudan, dan yang satunya lagi Jawa Timur
xxxiSAMBUTAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dan yang sedang kuliah mungkin di S3 ada kurang lebih 40 orang
dan ada yang kuliah S2 ekonomi syariah di UNS, IAIN, Hasanudin,
ini adalah suatu kemajuan, artinya masa depan ekonomi sayariah,
masa depan Negara ada pada Saudara bukan pada saya, Ketua
Pengadilan Tinggi Agama, Saya hanya mengantarkan, sebagai
jembatan semoga Saya dan Ketua Pengadilan Tinggi Agama dapat
mengantarkan ke dunia emas di seberang sana.
Itulah mungkin yang bisa Saya sampaikan kepada Bapak,
Ibu dan Saudara sekalian, sekali lagi saya mengucapkan terima
kasih kepada Ketua dan Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial, ini
adalah silaturahim keilmuan, itu penting karena kepangkatan,
kehormatan dan martabat itu dari sebuah ilmu dan barang siapa
melapangkan sebuah jalan ilmu berarti melapangkan jalan menuju
surga.
Demikian sambutan Kami, mohon maaf. Wabilataufik
Hidayat Wassalam Mualaikum Wr. Wb.
kode etik dan pedoman perilaku hakim (kEPPH)
SESI I
Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si.
Ketua Bidang
Pengawasan Hakim dan Investigasi
Komisi Yudisial RI
3
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim (KEPPH)A. Visi-Misi Kemanusiaan Hakim
Visi misi kemanusian hakim seharusnya dibingkai
dengan pemahaman dan kesadaran komprehensif dalam
empat hal yaitu:
1. Menjaga integritas moral dan intelektual sebagai basis
imparsialitas dan independensi personal;
2. Penerapan prinsip-prinsip peradilan yang fair dalam
memeriksa, mengadili dan memutus perkara;
3. Menggeser paradigma penegakkan hukum yang tertuju
pada pelaku, ke paradigma kepentingan korban,
masyarakat bangsa dan negara;
4. Merubah karakter dari speaker of law ke speaker of
justice sehingga mampu mengawinkan dengan sadar
dan cerdas teks Undang-Undang dalam konteks perkara
dalam dimensi yang luas.
• Menjaga integritas moral dan intlektualitas adalah
modal sosial yang harus terus diperbesar untuk
menumbuhkan kepercayaan diri dan masyarakat
terhadap pengadilan dan hakim bersangkutan.
• Independensi hakim merupakan syarat mutlak
(conditio sine quanon) tegaknya hukum dan keadilan
yang harus mendapat jaminan konstitusional yang
kuat.
• Kuat lemahnya independensi seorang hakim
tergantung pada moralitas dan intelektualitasnya.
4 KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Hakim yang memiliki kedua aspek itu (moralitas
dan intelektualitasnya) tentu memiliki kendali
pikiran yang sehat dalam memberikan arahan dalam
bertindak menjalankan aktifitas kehakimannya.
Tetapi bila sebaliknya yang terjadi, yaitu cacat
moral dan lemah intelektualitas, maka hakim itu
sejak awal sudah tidak memiliki independensi.
• Menjadi hakim berarti menjadi moralis dan penjaga
moral, menjadi intelektual, menjadi cendikiawan/
raushan-dhamir/raushan-fikr/ulil albab yang
tidak pernah berhenti berpikir, menjaga kebersihan
diri dan memperjuangkan kebenaran dan keadilan.
• Independensi adalah kekuatan, kekuasaan dan
senjata untuk melawan ancaman atau intervensi
kekuasaan yang akan menghambat atau
menghalangi hakim menegakan peradilan yang
fair, bukan tameng untuk sembunyi dari segala
rupa penyimpangan perilaku.
• Independensi tidak bisa disatukan dengan
penyimpangan. Independensi adalah kata positif
yang memuat substansi positif. Sementara
penyimpangan perilaku kekuasaan telah jelas
dengan sendirinya.
B. Etika (Kode Etik)
• Kata etik (atau etika) berasal dari kata ethos (bahasa
Yunani) yang berarti karakter, watak kesusilaan atau adat.
• Sebagai suatu subyek, etika akan berkaitan dengan
konsep yang dimilki oleh individu ataupun kelompok
untuk menilai apakah tindakan-tindakan yang telah
5KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dikerjakannya itu salah atau benar, buruk atau baik.
• Etika ini kemudian dirumuskan dalam bentuk aturan
(code) tertulis yang secara sistematik sengaja dibuat
berdasarkan prinsip-prinsip moral yang ada dan pada
saat yang dibutuhkan akan bisa difungsikan sebagai
alat untuk menghakimi segala macam tindakan yang
secara logika-rasional umum (common sense) dinilai
menyimpang dari kode etik.
• Dengan demikian etika adalah refleksi dari apa yang
disebut dengan “self control”, karena segala sesuatunya
dibuat dan diterapkan dari dan untuk kepentingan
kelompok sosial (profesi) itu sendiri.
• Kode etik profesi diperlukan untuk menjaga martabat
serta kehormatan profesi, dan disisi lain melindungi
masyarakat dari segala bentuk penyimpangan maupun
penyalah-gunaan keahlian
• Oleh karena itu dapatlah disimpulkan bahwa sebuah
profesi hanya dapat memperoleh kepercayaan dari
masyarakat, bilamana dalam diri para elit profesional
tersebut ada kesadaran kuat untuk mengindahkan etika
profesi pada saat mereka ingin memberikan jasa keahlian
profesi kepada masyarakat yang memerlukannya.
• Tanpa etika profesi, apa yang semula dikenal sebagai
sebuah profesi yang terhormat akan segera jatuh
terdegradasi menjadi pekerjaan pencarian biasa
(okupasi) yang sedikitpun tidak diwarnai dengan nilai-
nilai idealisme dan ujung-ujungnya akan berakhir
dengan tidak-adanya lagi respek maupun kepercayaan
yang pantas diberikan kepada para elit profesional ini.
6 KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
C. Tujuan Kode Etik
Tujuan dari Kode Etik adalah:
1. Menjunjung tinggi martabat profesi.
2. Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota.
3. Meningkatkan pengabdian para anggota profesi.
4. Meningkatkan mutu profesi.
5. Meningkatkan mutu organisasi profesi.
6. Meningkatkan layanan di atas keuntungan pribadi.
7. Mempunyai organisasi profesional yang kuat dan
terjalin erat.
8. Menentukan baku standarnya sendiri.
D. Etika Profesi Hakim
1. Kode Etik Profesi Hakim ialah aturan tertulis yang harus
dipedomani oleh setiap Hakim Indonesia dalam
melaksanakan tugas profesi sebagai Hakim.
2. Pedoman Tingkah laku (Code of Conduct) Hakim ialah
penjabaran dari kode etik profesi Hakim yang menjadi
pedoman bagi Hakim Indonesia, baik dalam menjalankan
tugas profesinya untuk mewujudkan keadilan dan
kebenaran maupun dalam pergaulan sebagai anggota
masyarakat yang harus dapat memberikan contoh dan
tauladan dalam kepatuhan dan ketaatan kepada hukum.
3. Hakim adalah profesi terhormat yang sering dijuluki
wakil Tuhan karena diberi kewenangan menegakkan
hukum dan keadilan.
E. Berlakunya Kode Etik Pedoman Perilaku Hakim
• Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim berlaku terhadap
perilaku hakim didalam dinas dan diluar dinas.
7KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Perilaku dalam kedinasan adalah semua perilaku yang
dilarang oleh Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim
yang dilakukan dalam persidangan dan atau diluar
persidangan yang terkait dengan perkara.
• Perilaku diluar sidang adalah semua perilaku pribadi
hakim yang menyimpang/tidak patut menurut Kode Etik
dan Pedoman Perilaku Hakim.
F. Jenis Pelanggaran
Jenis Pelanggaran yang dilakukan oleh hakim ada 2 yaitu:
1. Pelanggaran dalam Sidang
Pelanggaran yang dilakukan didalam proses persidangan
antara lain:
a. Tidak Imparsial (memihak)
b. Tertidur di ruang sidang
c. SMS/BBM saat sidang berlangsung
d. Keluar masuk ruang sidang
e. Mengeluarkan kata-kata kasar terhadap terdakwa,
penasehat hukum, salah satu pihak atau saksi.
f. Bersidang di ruang kerja hakim
2. Pelanggaran diluar Dinas
Pelanggaran diluar dinas antara lain:
a. Selingkuh
b. Menikah siri
c. Narkoba
d. Judi
e. Menikah lagi tanpa izin
f. Bertemu pihak yang sedang berperkara
g. Dll.
8 KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
G. Penegakan Kode Etik Dan Pedoman Perilaku Hakim
• Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim ditegakkan oleh:
a. Hakim itu sendiri;
b. Mahkamah Agung; dan
c. Komisi Yudisial.
• Hakim yang melakukan pelanggaran Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim akan mendapatkan sanksi
administrasi, yang berat ringannya sanksi tergantung
pelanggaran yang dilakukan.
H. Sanksi
Sanksi terhadap hakim yang melanggar Kode Etik dan
Pedoman Perilaku Hakim terdiri dari
1. Sanksi ringan terdiri atas:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; atau
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
2. Sanksi sedang terdiri atas:
a. penundaan kenaikan gaji berkala paling lama 1
(satu) tahun;
b. penurunan gaji sebesar 1 (satu) kali kenaikan gaji
berkala paling lama 1 (satu) tahun;
c. penundaan kenaikan pangkat paling lama 1 (satu )
tahun; atau
d. hakim nonpalu paling lama 6 (enam) bulan.
3. Sanksi berat terdiri atas:
a. pembebasan dari jabatan struktural;
b. hakim nonpalu lebih dari 6 (enam) bulan sampai
dengan 2 (dua) tahun;
c. pemberhentian sementara;
9KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
d. pemberhentian tetap dengan hak pensiun; atau
e. pemberhentian tetap tidak dengan hormat.
10 KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Tanya Jawab
Euis Nurjannah
Pengadilan Agama Bogor
Pertanyaan:
Apakah pegawai KY boleh melakukan pemantauan saat
persidangan sedang berlangsung?
Jawaban:
Pemantauan persidangan memang merupakan salah satu
kewenangan KY yang diamanatkan dalam Undang-Undang KY
yang baru.
Bua Eva Hidayah
Pengadilan Agama Bandung
Pertanyaan:
Sejauh mana KY melakukan pemantauan terhadap perilaku
hakim?
Jawaban:
Setiap permohonan pelapor untuk melakukan pemantauan akan
dianalisa. Jika hasilnya terdapat indikasi pelanggaran, maka
akan dilakukan pemantauan. Kriteria melakukan pemantauan
dalam SOP KY antara lain adalah: 1) perkara yang mendapatkan
perhatian publik, baik karena bobot kasusnya maupun pihak yang
terlibat dalam perkara, 2) berdasarkan profiling yang dilakukan
KY. (Hakim tersebut sering dilaporkan ke KY), 3) Hakim yang
menangani perkara terindikasi memihak salah satu pihak.
Pemantauan yang dilakukan KY dapat dilakukan dengan dua cara,
yaitu: 1) Pemantauan terbuka: KY meminta ijin kepada Ketua
Pengadilan saat melakukan pemantauan. 2) Pemantauan tertutup.
11KODE ETIK DAN PEDOMAN PERILAKU HAKIM
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
KY tidak meminta ijin, namun KY hanya hadir saat persidangan.
Praptiningsih
Pengadilan Agama Cikarang
Pertanyaan:
Bagaimana jika yang menjadi korban adalah hakim itu sendiri.
Misalnya jika hakim diancam dan dihina dalam persidangan? Apa
tindakan yang akan dilakukan oleh KY dalam rangka menjaga
martabat seorang hakim? Kemarin saya melihat running text di
televisi, KY sedang mengusahakan peningkatan gaji pokok hakim?
Jawaban:
Dalam undang-undang KY yang baru disebutkan bahwa, KY
dapat mengambil upaya hukum atau upaya-upaya lain terhadap
seseorang atau kelompok orang yang merendahkan, mengancam
keluhuran martabat seorang hakim. Pada saat ini tata cara advokasi
sedang dirumuskan oleh KY.
Mengenai running text yang menginformasikan bahwa KY sedang
mengupayakan peningkatan gaji pokok hakim, itu bukan omong
kosong. KY telah mengupayakan peningkatan gaji pokok tersebut.
Namun permasalahannya Menteri Keuangan menginginkan
kenaikkan tunjangan hakim terlebih dahulu.
Chalid L
Pengadilan Agama Cikarang
Pertanyaan:
Apa syarat KY memanggil hakim sebagai terlapor untuk melakukan
klarifikasi?
Jawaban:
Pemanggilan untuk klarifikasi dilakukan jika KY memerlukan
informasi secara langsung dari hakim sebagai terlapor. Bapak/
Ibu lebih baik datang bila dipanggil ke KY untuk klarifikasi karena
kami butuh penjelasan dari Bapak/Ibu sekalian. 2) Pemanggilan
klarifikasi dilakukan apabila surat untuk diminta klarifikasi yang
telah dikirim oleh KY tidak dijawab hakim terlapor.
SESI II
ASURANSI DANREASURANSI SYARIAH
prof. dr. h. m. amin suma, s.h., m.a.
guru besar dan dekan fakultas syariah
uin/iain sayrif hidyatullah jakarta
15
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Asuransi danReasuransi Syariah
A. Pengantar
Ekonomi syariah merupakan perbuatan atau kegiatan
usaha yang dilaksanakan menurut prinsip syariah antara
lain meliputi: Bank Syariah, Lembaga Keuangan Syariah,
Asuransi Syariah, Reasuransi Syariah, Reksadana Syariah,
Obligasi Syariah dan Surat Berharga Berjangka Syariah, Pensiunan
Lembaga Keuangan Syariah dan Bisnis Syariah (penjelasan Pasal
49 huruf i UU No 3 Tahun 2006).
Kata-kata antara lain, memberi kesempatan yang seluas-
luasnya bagi hakim Pengadilan Agama untuk menyelesaikan
perkara-perkara ekonomi dan/atau keuangan lainnya yang
berdasarkan prinsip-prinsip syariah (Hukum Islam) seperti
leasing, pegadaian syariah, baitul mal wa tamwil (BMT), koperasi
syariah; multifinance syariah, dan lain-lain misalnya perhotelan
syariah, pijat syariah, dan lain-lain.
B. Tiga Dimensi Hukum Dalam Islam
16 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
C. Hukum Muamalah
Perilaku Muamalah bagi kaum muslimin merupakan
bagian tidak terpisahkan dari hukum-hukum syariah (al-
ahkam al-syar’iyyah) yang wajib hukumnya untuk dipelajari
oleh setiap muslim karena kebutuhan terhadapnya tidak
terlepas dari kebutuhan mengetahui hukum-hukum ibadah
(ahkam al-’ibadah). Bahkan terkadang pengetahuan tentang
hukum muamalah boleh jadi melebihi karena berbeda dari
hukum ibadah yang kegunaannya hanya bersifat perorangan,
sedangkan hukum-hukum muamalah kegunaannya tidak
terbatas pada individu yang bersangkutan melainkan juga
untuk kepentingan orang banyak dan bahkan masyarakat
luas.
Ringkasnya hukum muamalah itu merupakan bagian
penting dari agama Islam (min muhimmat al-din al-islami).
(Ahmad ‘Isa ‘Asyur, al-Fiqh al-Muyassar al-Mu’amalat)
17ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
D. Asuransi Syariah
Asuransi syariah (ta’min, takaful, tadhamun, isti`had)
adalah usaha saling melindungi dan tolong-menolong di
antara sejumlah orang/pihak melalui investasi dalam bentuk
asset dan/atau tabarru` yang memberikan pola pengembalian
untuk menghadapi risiko tertentu melalui akad (perikatan/
perjanjian) yang sesuai dengan [prinsip-prinsip syariah]
(Fatwa Dewan Syariah Nasional)
Asuransi (assurantie, Belanda); (assurance/insurance,
Inggris) dalam literatur fikih Islam dikenal dengan sebutan:
• at-takaful = pertanggungan yang berbalasan/hal saling
menanggung;
• at-tadhamun = solidaritas atau hal saling menanggung
hak/kewajiban yang berbalasan;
• at-ta’min = aman, tenang, dan tenteram; kebalikan dari
kata al-khauf = cemas/takut;
• al-isti`had = saling mengikat janji;
E. Seputar Akad
18 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Prinsip Umum Akad
a. Memenuhi syarat-syarat formal administratif
sebagaimana diatur dalam prinsip-prinsip syariah
maupun peraturan perundang-undangan yang berlaku;
b. Kerelaan para pihak (at-taradi);
c. Objek akad tidak mengandung unsur gharar (penipuan),
maisir (perjudian/spekulatif), riba (tambahan yang
tidak halal), zhulm (penganiayaan), risywah (suap),
barang/jasa haram, dan maksiat.
F. Jenis Akad Dalam Asuransi Syariah
Akad tijaroh yaitu akad yang dilakukan dengan tujuan
(motif) komersial, dalam hal ini terutama akad mudharabah.
Dalam akad mudharabah, perusahaan bertindak sebagai
pengelola (mudharib) sedangkan para peserta (pemegang
polis) bertindak sebagai pemilik modal (sohibul mal).
Akad tabarru` yaitu bentuk akad yang dilakukan
dengan tujuan semata-mata kebajikan dan tolong-menolong
(ta’awun), bukan untuk mengedepankan tujuan komersial/
bisnis. Dalam akad tabarru’, peserta secara sadar memberikan
hibah yang akan digunakan untuk menolong peserta lain yang
terkena musibah, sedangkan perusahaan bertindak sebagai
pengelola dana hibah tersebut sebagaimana mestinya.
Catatan:
1. Kedua jenis akad ini secara bersamaan berlaku dalam akad
asuransi terutama terkait dengan porsi dana yang diberikan
oleh pemegang polis (nasabah).
2. Akad tijarah dapat diubah menjadi akad tabarru` atas
kerelaan peserta yang melepaskan haknya; tetapi tidak
sebaliknya, dalam pengertian jenis akad tabarru` tidak
19ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dapat diubah menjadi jenis akad tijarah.
G. Macam-Macam Asuransi
Ditinjau dari aspek pertanggungan/obyek yang
dipertanggungkan, asuransi biasa dibedakan ke dalam dua jenis:
1. Asuransi Jiwa (life insurance);
2. Asuransi Umum (general insurance) yang juga lazim dikenal
dengan istilah asuransi kerugian.
H. Jenis-Jenis Usaha Perasuransian
1. Usaha Perasuransian
• Usaha asuransi kerugian
• Usaha asuransi jiwa
• Usaha reasuransi
2. Usaha Penunjang Usaha Asuransi
• Usaha pialang asuransi
• Usaha pialang reasuransi
3. Usaha Penilai Kerugian Asuransi
4. Usaha Konsultan Aktuaria
5. Usaha Agen Asuransi
20 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
I. Konvensional VS SyariahTransfer resiko dari tertanggung kepada penanggung
Konsep Sharing resiko antara satu Peserta dengan Peserta lainnya
Jual beli Akad Tolong-menolong
Dana premi seluruhnya menjadi milik perusahaan sehingga perusahaan bebas menggunakan dan menginventasikannya
Kepemilikan dana
Dana dari Peserta sebagian akan menjadi milik Peserta, sebagian lagi untuk perusahaan sebagai pemenang amanah dalam mengelola dana tersebut
Dari rekening perusahaan sebagai konsekuensi penanggung terhadap tertanggung
Sumber pembayaran
klaim
Dari rekening terbaru yang merupakan dana milik Peserta
Menjadi milik perusahaan sepenuhnya
Keuntungan Dapat dibagi antara perusahaan dengan Peserta dalam bentuk hibah (sesuai prinsip waad)
Instrumentasi investasi bebas Investasi Instrumentasi investasi syariah
Tidak ada Dewan Pengawas
Syariah
Ada untuk mengawasi manajemen, produk dan investasi dana agar dikelola sesuai dengan prinsip syariah
J. Reasuransi Syariah
• Perusahaan reasuransi adalah perusahaan yang
memberikan jasa dalam pertanggungan ulang terhadap
risiko yang dihadapi oleh perusahaan asuransi.
• Perusahaan reasuransi syariah adalah perusahaan yang
dalam melaksanakan kegiatan usahanya berdasarkan
prinsip-prinsip syariah;
Catatan:
dalam literatur hukum (perundang-undangan) Indonesia, kata
syariah diidentikkan benar dengan hukum Islam, fikih Islam atau
syariat Islam. (Lihat a.l. UU RI No. 21 th. 2008 angka 6 dan angka
9).
21ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
K. Pedoman Umum Reasuransi Syariah
• Pengelolaan asuransi syariah hanya boleh dilakukan
oleh suatu lembaga yang berfungsi sebagai pemegang
amanah;
• Perusahaan asuransi syariah memperoleh bagi hasil
dari pengelolaan dana yang terkumpul atas dasar akad
tijarah (mudharabah);
• Perusahaan asuransi syariah memperoleh ujrah (fee)
dari pengelolaan dana akad tabarru` (hibah).
L. Penyelenggaraan Usaha Asuransi/Reasuransi
Syariah
22 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
M. Struktur Regulasi dibidang Usaha Asuransi Syariah
Usaha Perasuransian
UU No.2/1992
Usaha Asuransi & Reasuransi dengan Prinsip Syariah
PP 39/2008
Izin Usaha Asuransi dengan Prinsip Syariah
KMK No. 426/KMK.06/2003
Penerapan Prinsip Dasar Usaha Asuransi & Reasuransi
dengan Prinsip Syariah
PMK No. 18/PMK.010/2010
Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi & Usaha Reasuransi
dengan Prinsip Syariah
PMK No. 11/PMK.010/2011
Tata Kelola Perusahaan Asuransi yang
Menyelenggarakan Usaha Prinsip Syariah
R PMK
Produk Asuransi Syariah dan Distribusinya
R PMK
Laporan Hasil Pengawasan DPS
PER-08/2011
Revisi
PMK No. 18/PMK.010/2010
Perhitungan Kesehatan Keuangan
PER-07/2011
Format Laporan
PER-06/2011
Revisi
PMK No. 11/PMK.010/2011
23ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
N.
Ju
mla
h P
ela
ku
Usa
ha
Asu
ran
si d
an
Usa
ha
Re
asu
ran
si d
en
ga
n P
rin
sip
Sya
ria
h
NO
KE
TE
RA
NG
AN
20
07
20
08
20
09
20
102
011
20
12*)
1.P
eru
sah
aan
Asu
ran
si J
iwa
Syar
iah
22
23
33
2.P
eru
sah
aan
Asu
ran
si K
eru
gian
Sya
riah
11
12
22
3.U
nit
Sya
riah
dar
i Per
usa
haa
n A
sura
nsi
Jiw
a K
onve
nsi
onal
1213
1717
1717
4.
Un
it
Syar
iah
d
ari
Per
usa
haa
n
Asu
ran
si
Ker
ugi
an
Kon
ven
sion
al19
1919
2018
19
5.U
nit
Sya
riah
dar
i Per
usa
haa
n R
easu
ran
si3
33
233
3
TO
TA
L3
73
84
24
54
34
4
24 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Tanya Jawab
Abdul Aziz
Pengadilan Agama Majalengka
Pertanyaan:
Pertama, dari uraian terlihat bahwa dalam satu polis
asuransi syariah terdapat dua transaksi akad yaitu, tijaroh dan
tabarru’. Dan pemegang pengelola adalah pihak perusahaan.
Tabarru’ dialokasikan untuk kepentingan bersama, tatkala terjadi
sesuatu tabarru’ digunakan untuk apa? Apakah kembali kepada
peserta asuransi? Atau apakah tabarru’ diperuntukkan untuk
dana sosial, semacam korban bencana? Jika diperuntukkan untuk
yang lain, apakah ada kriteria tertentu untuk mendapatkan dana
tabarru’ tersebut?
Kedua, pada asuransi konvensional ada istilah jarak waktu
sekian tahun. Misal kita mengasuransikan mobil sekian tahun,
tatkala sekian tahun tidak terjadi sesuatu maka akan menjadi
milik perusahaan. Ini kan tipenya tijaroh, berarti ada untung dan
rugi. Apakah memang seperti ini? Lalu untungnya dari mana? Bisa
tidak tatkala ditengah perjalanan asuransi mati, tapi tidak mati-
mati? Bagaimana kalau asuransi itu semuanya tidak ada tijaroh-
nya? Apakah diklaimkan ke tabarru’? Apakah tabarru’ itu kembali
ke kita atau tidak sebagai ganti ruginya?
Jawaban:
Pada prinsipnya masalah waktu memang harus dihormati,
baik oleh nasabah maupun perusahaan. Akan tetapi kalau
ditengah perjalanan yang bersangkutan akan berhenti maka
pada prinsipnya bisa diambil, hanya saja diperhitungkan dulu
pembiayaan yang bersifat administratif. Jadi belum tentu secara
otomatis mendapatkan dana kelebihan, karena kita seakan-akan
25ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
belum memenuhi perjanjian. Janjinya sekian lama, tapi belum
sampai jangka waktunya sudah diambil. Walau bagaimana pada
prinsipnya bisa diambil.
Lalu bagaimana kalau ada untung takkala tidak mati-mati?
Kalau ada untung, nanti dikembalikan, karena untung itu dibagi.
Bapak lihat nanti di-form-nya ada pembagian, berapa untung
nasabah, berapa untung perusahaan. Jadi tidak mutlak menjadi
milik perusahaan, tapi ada juga untuk pemegang polisnya.
Budi Purwantini
Pengadilan Agama Karawang
Pertanyaan:
Ingin bertanya tentang prinsip umum akad. Salah satunya
obyek akad tidak mengandung unsur riba atau tambahan yang
tidak halal. Secara tidak langsung berarti dalam asuransi syariah
ada dana tambahan. Maksudnya disini sesuatu yang halal. Apakah
ada prosentase dari akad asuransi tersebut yang bisa dikatakan
bahwa itu dananya jadi halal? Bagaimana kalau dihubungkan
dengan bank konvensional? Bagaimana penilaiannya dari dana
yang halal itu terhadap bank konvensional?
Jawaban:
Kalau untuk prosentasi yang dikenal dengan bagi isbat, tidak
pernah ada nas-nya, diserahkan kepada pihak yang melakukan
akad, dari perusahaan dan pemegang polis. Besarnya prosentase
memang agak berbeda-beda antara asuransi yang satu dengan
asuransi yang lain. Namanya manusia, bisa saja ada unsur
persaingan dan lain-lain, sehingga yang satu menawarkan program
ini sedangkan yang lainnya menawarkan program lain. Saya kira
tidak ada masalah karena tidak ada ketentuan besarnya berapa,
maka ada yang 70-30, 60-40, atau 50-50. Bahkan setelah sekian
26 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
lama nanti bisa diubah, tapi selalu ada catatan atas persetujuan
atau atas sepengetahuan si pemegang polis.
Oding Halim
Pengadilan Agama Sumedang
Pertanyaan:
Pertama, mohon penjelasan syarat rukun untuk ijtihad,
karena banyak orang sembarang ijtihad.
Kedua, mohon penjelasan atau penambahan, perbedaan
antara hukum Islam dengan Fiqih Islam. Apakah hukum Islam
sama dengan syariah Islam? Kalau dalam kaidah ushul fiqih
yang disebut hukum itu jelas, setelah menjadi Undang-Undang
baru menjadi hukum, sedangkan fiqih selama ini yang saya tahu,
baru fatwa sudah banyak dijadikan hukum maka timbul konflik
penafsiran yang berbeda-beda.
Jawaban:
Sulit memang, apalagi ketika kita mengukur kemampun
dengan kemampuan imam-imam mahzab, tetapi saya sering
membesarkan hati kita bersama, bahwa kita memegang norma
yang dicetuskan oleh Imam mahzab. Saya kurang setuju ketika kita
mengatas-namakan mahzab, apalagi Imam mahzabnya. Beliau-
Beliau arwahnya sudah dikubur, tapi kita seenaknya saja bilang
sah menurut mereka. Yang menjadi saksi nikah adalah anda, lalu
mengapa mengklaim Imam mahzab yang sudah wafat? Nilainya
boleh kita ambil, tapi yang bertanggung jawab tetap kita sendiri.
Tidak mungkin kita berlindung kepada Imam mahzab. Bapak-Ibu
sudah menjadi hakim, maka harus berani ber-ijtihad. Bagaimana
ijtihad-nya? Sekarang sudah jauh lebih mudah untuk ber-ijtihad,
karena sudah ditopang oleh wawasan IT yang luar biasa.
Implementasi syariah Islam dilakukan di negara-negara
27ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
berpenduduk muslim. Kalau ushul fiqih, semua sudah sepakat,
sudah final. Kemudian mengenai fiqih dalam bentuk fatwa tapi
sudah dijadikan hukum. Hal tersebut dikarenakan kebutuhannya
sudah mendesak, namun belum ada hukumnya.
Sabri Syukur
Pengadilan Agama Cibadak
Pertanyaan 1:
Pertama, kita saat ini berbicara masalah ekonomi syariah,
ada kata-kata syariah, dengan inti kita akan menegakkan syariah
islam, disamping itu banyak para pihak yang ingin menghilangkan
kata-kata syariah, bahkan telah berhasil hilang. Diantaranya
menghilangkan 7 kata dalam Pancasila, hilang kata syariah. Kedua
dulu namanya pengadilan agama, ini Mahkamah Syariah hilang
kata-kata syariah. Sekarang ada bank syariah dan asuransi syariah.
Apa usaha yang dilakukan untuk mempertahankan agar kata-kata
syariah tidak meredup lagi.
Jawaban 1:
Negara Kesatuan Indonesia dalam berbangsa dan bernegara
sudah final, filosofinya Pancasila dan ada sila Ketuhanan Yang
Maha Esa. Penghilangan 7 kata itu sudah jadi sejarah. Dulu Bung
Karno mengusulkan sila Ketuhanan Yang maha Esa menjadi sila
kelima, itu benar-benar pribadi Bung Karno. Tapi Bung Hatta dan
yang lainnya mengusulkan agar sila Ketuhanan Yang Maha Esa
memimpin sila yang lainnya, menjadi sila pertama. Pelajarilah Al-
Qur’an, pelajarilah konstitusi.
Pertanyaan 2:
Kedua, masalah asuransi, yang kita hadapi sekarang
prinsipnya ta’min, takaful, tadhamun dan ijtihad. Sorotannya
adalah masalah ta’min, yaitu bisa dipercayai, bisa yakin
28 ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
keamanannya. Kita, terutama yang pernah dari Departemen
Agama, pegawai atau hakimnya. Beberapa tahun silam, kami
sudah pernah kecolongan dengan asuransi, uang kami hilang,
entah kemana. Sekarang dengan asuransi yang kita bahas, apakah
ada jaminan agar hal seperti itu tidak terulang lagi?
Jawaban 2:
Kita harus bisa belajar mengikhlaskan yang sudah lalu.
Memaafkan yang telah lalu. Belajar dari negara-negara lain yang
tidak pernah mengungkit pemimpin yang sudah lalu. Biarkan,
justru bagaimana kita kawal bersama-sama. Masyarakat juga
sudah cerdas, kita belajar. Jadi ta’min hanya menjamin secara
bersama-sama. Sebagai bangsa kita bertanggung-jawab, termasuk
dalam bidang asuransi syariah.
Uman
Pengadilan Agama Purwakarta
Pertanyaan:
Saya ingin membandingkan dengan asuransi konvensional,
baik prinsip-prinsipnya maupun produk-produknya, hampir sama
semua. Hanya istilahnya saja yang berbeda. Kalau syariah istilah-
istilahnya dalam bahasa arab sedangkan asuransi konvensional
istilah-istilahnya juga bahasa yang konvensional. Hanya sedikit
perbedaannya, yaitu dalam hal sumber kepemilikan dana.
Perbedaannya asuransi konvensional menjadi milik perusahaan
sedangkan asuransi syariah sebagian akan menjadi milik peserta,
sebagian lagi menjadi milik perusahaan sebagai pemegang
tanggungan. Pertanyaannya adalah yang menjadi milik peserta,
berkaitan dengan sifat kepemilikannya? Apakah bisa setiap saat
diambil? Setahu saya kenyataaanya tidak bisa, karena berkaitan
29ASURANSI DAN REASURANSI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dengan masa pertanggunggan, sehingga saya agak ragu.
Apakah ada perbedaan antara asuransi syariah dengan
asuransi konvensional?
Berkaitan dengan dana tabarru’, ini seolah-olah juga
seperti sesuatu yang dipaksakan untuk membedakan dengan
asuransi konvensional, karena pada prinsipnya setiap orang yang
menggunakan asuransi tentu saja berkaitan dengan mencari
keuntungan, mencari keamanan masa depan dengan pertimbangan
keuntungan.
Kalau masalah tabarru’ mungkin banyak sekali kegiatan-
kegiatan di masyarakat yang lebih jelas tabarru’-nya. Juga
perbedaan-perbedaan yang lain, sepertinya adalah turunan
untuk penjabaran akibat dari pendefinisian, seperti pembayaran
klaimnya didefinitifkan oleh penulisnya.
Kalau menurut pendapat yang lain asuransi konvensional
mungkin agak tidak seperti ini. Apakah asuransi masih dipandang
meragukan kehalalannya karena untung-untungan? Unsur yang
tidak jelas itu supaya menghilangkan keragu-raguan tersebut
maka dimasukkanlah unsur-unsur tabarru’ ini.
Jawaban:
Jawab: Kritik Bapak sangat membangun. Walaupun sama,
coba Bapak praktekkan dzikir laa ilaaha illallah dengan Tiada
Tuhan selain Allah, rasakan bedanya. Substantif itu selalu berbeda
wadah. Kita cari yang lebih bernilai, bukan mengatakan yang
konvensional salah atau jelek, tidak, tapi kita mencari yang lebih
dan bernilai.
SESI III
hukum ekonomi syariah
prof. dr. h. jaih mubarok, m.ag.
guru besar
uin sunan gunung Djati bandung
33
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Hukum Ekonomi Syariah
A. Pengantar
Sebelum tahun 1990-an, fikih muamalah yang dipelajari
di fakultas syariah belum mendapat perhatian yang
besar seperti sekarang. Oleh karena itu, ketika Peradilan
Agama memiliki kompetensi (baru) untuk memeriksa,
memutus, dan menyelesaikan sengketa ekonomi syariah atas
dasar pasal 49 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 tentang
Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
tentang Peradilan Agama, timbul pro-kontra yang antara lain
ditandai dengan lahirnya pilihan forum penyelesaian sengketa
ekonomi syariah sebagai terdapat dalam pasal 55, Undang-
Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah.
Dalam ajaran ilmu hukum Indonesia dikenal dua
macam hukum: hukum tertulis dan hukum tidak tertulis.1
Dari segi hukum tidak tertulis, Majelis Ulama Indonesia
membentuk dua institusi yang berperan penting dalam
menumbuh-kembangkan ekonomi syariah di Tanah Air,
yaitu Dewan Syariah Nasional- Majelis Ulama Indonesia
(DSN-MUI) yang kompeten untuk menerbitkan fatwa dan
1 Hukum dari segi sumbernya dibedakan menjadi lima: 1) hukum undang-undang (wettenrecht); yaitu hukum yang tercantum dalam peraturan perundang-undangan; 2) hukum kebiasaan/hukum adat (gewoonte- en adatrecht); yaitu hukum yang terdapat dalam suatu peraturan kebiasaan atau suatu peraturan adat istiadat, dan yang mendapat perhatian dari para penguasa masyarakat; 3) hukum traktat (tractaten-recht); yaitu hukum yang ditetapkan oleh negara-negara yang bersama-sama mengadakan suatu perjanjian/traktat; 4) hukum jurisprudensi (jurisprudentie-recht); yaitu hukum yang terbentuk karena keputusan hakim; dan 5) hukum ilmu (wetenschapsrecht; yaitu hukum yang dibuat oleh ahli ilmu hukum yang terkenal dan sangat berpengaruh. Hukum undang-undang dan hukum traktat disebut hukum tertulis; sedangkan hukum kebiasaan, hukum adat, hukum yurisprudensi, dan hukum ilmu disebut hukum tidak tertulis. Lihat antara lain E. Utrecht, Pengantar dalam Hukum Indonesia (Djakarta: PT Penerbit dan Balai Buku Ichtiar. 1959), hlm. 89-90.
34 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
mengawasi penerapannya, dan Badan Arbitrase Syariah
Nasional (Basyarnas) yang memiliki kompetensi untuk
memeriksa dan memutus sengketa ekonomi syariah di luar
pengadilan; sebelumnya ormas Islam telah berkontribusi
dalam menentukan ketidak-halalan transaksi perbankan
konvensional dengan menggunakan sistem bunga.2 Sedangkan
dari segi hukum positif, diberlakukanlah: 1) Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan atas
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan;
2) Peraturan Pemerintah Nomor: 72 Tahun 1992 tentang
Bank Berdasarkan Prinsip Bagi Hasil (tertanggal 30 Oktober
1992); 3) Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor: 32
2 Empat ormas Islam di Indonesia telah mendiskusikan hukum bunga uang secara dinamis sejak tahun 1920-an. Nahdlatul Ulama berpendapat bahwa bunga uang hukumnya haram (1927); Muhammadiyah berpendapat bahwa hukum bunga uang adalah syubhat (1968); Mathla‘ul Anwar berpendapat bahwa bunga uang haram hukumnya (1991); dan Majlis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan bahwa hukum bunga uang adalah haram karena termasuk riba nasi’ah (2003). Lihat Muhammad Abu Zahrah, Buhûts fî al-Ribâ (Mesir: Dar al-Buhuts al-`Ilmiyah. 1970), cet. ke-1, hlm. 36-48; Ahmad Azhar Basyir, Hukum Islam tentang Riba, Utang-Piutang, dan Gadai (Bandung: PT al-Ma‘arif. 1983), cet. ke-2, hlm. 28; Mahmud Abu al-Saud, “Islamic View of Riba: Usury and Interest,” dalam Syekh Ghazali Syaekh Abod dkk. (ed.), An Introduction to Islamic Finance (Kuala Lumpur: Quill Publishers.1992), hlm. 70-73; Isa Abduh, Bunuk bila Fawa’id (Mesir: Dar al-I‘tisham. t.th), hlm. 117-120; Muhammad Baqer Sadr dan Ayatullah Sayyid Mahmud Taleghani, Islamic Economics: Contemporary Ulama Perspective (Kuala Lumpur: Iqra’. 1991), hlm. 9-10; M. Mohsen, “A Profile of Riba-Free Banking,” dalam Mohammad Arief (ed.), Monetary and Fiscal Economics of Islam (Jeddah: International Centre for Research in Islamic Economics, King Abdulaziz University. 1982), hlm. 187-210; A. Hassan, Soal-Jawab tentang Berbagai Masalah Agama (Bandung: CV Diponegoro. 1988), cet. ke-10, juz II, hlm. 678; Aswita Taizir, Muhammad Abduh and The Reformation of Islamic Law (Canada: Mc Gill University. 1994), tesis, hlm. 93-94 (td); PP Muhamadiyah, Himpunan Putusan Tarjih (Yogyakarta: Pengurus Pusat Muhammadiyah: Majlis Tarjih. t.th.), hlm. 304-305; Hussain Hamid Hassan, “The Jurisprudence of Financial Transactions (Fiqh Mu‘amalat),” dalam Ausaf Ahmad dan Kazim Raja Awan (ed.), Lectures on Islamic Economics (Jeddah: Islamic Research and Training Institute, Islamic Development Bank. 1992), hlm. 107; KH Abdul Aziz Masyhuri, Masalah Keagamaan Hasil Muktamar dan Munas Ulama Nahdhatul Ulama (Surabaya: PP Rabithah Ma‘ahidil Islamiyah dan Dinamika Press. 1977), hlm. 146-147; PB Mathla‘ul Anwar, Keputusan-Keputusan Majelis Fatwa Mathla`ul Anwar (Jakarta: Sekretariat PB Mathla`ul Anwar. 1985), hlm. 27; MUI Pusat, Keputusan Ijtima Ulama Komisi Fatwa se-Indonesia tentang Fatwa Bunga (Interest/Fa’idah), Terorisme, dan Penetapan Awal Ramadhan, Syawal, dan Dzulhijjah, Jakarta, 16 Dember 2003; M. M. Metwally, Principles of Islamic Economics (Australia: Departement of Economics University of Wollongong. t.th), hlm. 16; dan Irfan Ul Haq, Economic Doctrines of Islam: A Study of Doctrines of Islam and Their Implications for Poverty, Employment, and Economic Growth (USA: International Institute of Islamic Thought. 1996), hlm. 131-132.
35HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Tahun 1999 tentang Bank Umum Berdasarkan Prinsip Bagi
Hasil; 4) Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2008 tentang
Perbankan Syariah; dan pada tahun 2008, Mahkamah Agung
menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung (Perma) Nomor
02 Tahun 2008 tentang Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.
Hubungan dinamis antara hukum tertulis dan hukum
tidak tertulis dalam menumbuhkembangkan ekonomi syariah
di Indonesia terus berjalan. Institusi-institusi bisnis yang ada
terus tumbuh, mskipun pencapaiannya belum maksimum.
Diskusi dan sosialisasi mengenai hukum ekonomi syariah
penting dilakukan untuk menumbuhkembangkan ekonomi
syariah di Indonesia.
B. Konsep dan Cakupan Ekonomi-Bisnis Syariah
Ekonomi (economic) adalah segala aktivitas yang
berkaitan dengan produksi dan distribusi di antara orang-
orang. Rahardjo melengkapi definisi tersebut dengan
menginformasikan pengertian ekonomi yang lebih lengkap
yang dikutif dari buku The Pinguin Dictionary of Economics.
Dalam buku tersebut dijelaskan bahwa ekonomi adalah kajian
tentang produksi, distribusi, dan konsumsi kekayaan dalam
masyarakat manusia. Rahardjo menjelaskan bahwa definisi
yang terdapat dalam buku tersebut lebih lengkap karena
menjelaskan obyek ekonomi (yaitu kekayaan) dan aspek
konsumsi (sebagai kegiatan ekonomi).3 Sementara Boediono
menjelaskan bahwa manusia dari segi ekonomi melakukan
tiga kegiatan pokok: produksi, konsumsi, dan pertukaran.4
3 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat. 1999), cet. ke-1, hlm. 5-6.4 Boediono, Ekonom Mikro (Yogyakarta: BPFE. 1982), cet. ke-1, hlm. 1. Kiranya pantas dipahami bahwa: 1) kegiatan ekonomi dilakukan dalam rangka memenuhi kebutuhan hidup manusia, terutama kebutuhan yang bersifat material; 2) dalam ekonomi terdapat tiga aspek
36 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Rahardjo dalam kaitannya dengan arti ekonomi,
menawarkan tiga kemungkinan makna ekonomi Islam: 1)
ekonomi Islam yang dimaksud adalah ”ilmu ekonomi” yang
berdasarkan nilai-nilai atau ajaran Islam; 2) ekonomi Islam
yang dimaksud adalah ”sistem ekonomi;” dan 3), ekonomi
Islam yang dimaksud adalah ”perkenonomian dunia/negara-
negara Islam.”5
Menurut Hasanuzzaman, ekonomi Islam adalah
pengetahuan dan penerapan hukum syari‘ah untuk mencegah
terjadinya ketidakadilan atas pemanfaatan sumber-sumber
material guna memberikan kepuasan (pada manusia) dan
dilakukan dalam rangka menjalankan kewajiban kepada Allah
dan masyarakat; dan M. Akram Khan menjelaskan bahwa
ekonomi Islam bertujuan untuk mempelajari keunggulan
manusia yang dicapai melalui pengorganisasian sumber daya
alam yang didasarkan pada kerjasama dan partisipasi.6
Selain arti ekonomi, dalam ilmu hukum dikenal juga
terminologi lain yang sekarang sangat terkenal di Indonesia,
yaitu bisnis. Arti bisnis adalah ”the buying and selling of
goods and services.’ Skinner menjelaskan bahwa bisnis adalah
pertukaran barang, jasa, atau uang yang saling menguntungkan
atau memberikan manfaat. Perbedaan antara kegiatan bisnis
dan kegiatan ekonomi antara lain terletak pada tujuan. Tujuan
ekonomi adalah untuk mencapai kondisi kesejahteraan fisik;
sedangkan tujuan bisnis adalah untuk: 1) mendapatkan
keuntungan, 2) mempertahankan kelangsungan hidup
kegiatan: produksi, distribusi, dan konsumsi; dan 3) dalam ekonomi terkandung ajaran mengenai kesejahteraan, terutama kesejahteraan material. 5 M. Dawam Rahardjo, Islam dan Transformasi Sosial-Ekonomi (Jakarta: Lembaga Studi Agama dan Filsafat. 1999), cet. ke-1, hlm. 3-4.6 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE. 2004), cet. ke-1, hlm. 6-7.
37HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
perusahaan, 3) pertumbuhan perusahaan, dan 4) tanggung
jawab sosial.7 Husen Umar menegaskan bahwa tujuan utama
bisnis adalah laba atau keuntungan.8
Uraian pakar mengenai perbedaan antara ekonomi
dan bisnis dapat membantu ilmu hukum dalam menjelaskan
ruang lingkup hukum ekonomi syariah. Jika ekonomi syariah
diartikan sebagai penerapan prinsip-prinsip syariah dalam
kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi untuk memenuhi
kebutuhan manusia, maka hukum ekonomi syariah berarti
hukum yang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip syariah
dalam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi untuk
memenuhi kebutuhan manusia. Jika bisnis syariah diartikan
sebagai penerapan prinsip-prinsip syariah dalam kegiatan
produksi, distribusi, dan konsumsi untuk menghasilkan
keuntungan, maka hukum bisnis syariah berarti hukum
yang terkait dengan penerapan prinsip-prinsip syariah
dalam kegiatan produksi, distribusi, dan konsumsi untuk
menghasilkan keuntungan.
Kiranya perlu dijelaskan bahwa institusi hibah bi
al-tsawab fi al-khitbhah, mahar, nafkah, mut‘ah dalam
perkawinan, aqiqah, zakat, wakaf, sedekah, waris, hibah,
hadiah, wasiat, dan kurban termasuk institusi ekonomi,
tapi tidak termasuk institusi bisnis; karena hal-hal tersebut
dilakukan tidak dimaksudkan oleh pelakunya untuk
mendapatkan keuntungan materil. Dari segi ilmu kontrak
syariah, akad dibedakan menjadi dua: akad tabarru‘ dan akad
mu‘awdhat. Kedua akad tersebut termasuk dalam domain
7 Muhammad, Ekonomi Mikro dalam Perspektif Islam (Yogyakarta: BPFE. 2004), cet. ke-1, hlm. 14; dan Pandji Anoraga, Manajemen Bisnis (Jakarta: Rineka Cipta. 2004), cet. ke-3, hlm. 3-4, 6, dan 14.8 Husein Umar, Business an Introduction (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama dan Jakarta Business Research Center. 2003), cet. ke-2, hlm. 4.
38 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
bisnis; tetapi hanya akad-akad mu‘awdhat-lah yang termasuk
domain bisnis.9
C. Kaidah Fikih terkait Halal-Haram
Diantara kaidah fikih terkait halal-haram adalah:
1. Hukum pokok bermuamalah adalah boleh (al-ashl fi
al-asyya’ al-ibahah). Dalam penjelasannya diuraikan
bahwa segala sesuatu ciptaan Allah yang bermanfaat
bagi manusia adalah halal (al-hill) dan boleh (al-
ibahah), tidak haram; kecuali adanya nash yang shahih
lagi sharih yang mengharamkannya. Apabila tidak
ada hadits shahih dan sharih yang mengharamkannya
(diantaranya hadits dha’if), maka hal tersebut
dikembalikan kepada hukum asalnya, yaitu boleh (al-
ibahah). Kaidah tersebut didasarkan pada substansi QS
al-Baqarah (2): 29, QS al-Jatsiyah: 13, QS Luqman: 20,
dan QS Mariam: 64.
2. Menghalalkan dan mengharamkan sesuatu adalah
hak Allah semata (al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah
wahdah). Dalam penjelasan kaidah diuraikan bahwa
kekuasaan (al-sulthah) untuk menentukan halal atau
haramnya sesuatu telah dibatasi. Pemerintah, sultan,
kerajaan, dan/atau ulama, tidak memiliki kekuasaan
9 Akad pada prinsipnya dapat dibedakan menjadi dua domain: 1) akad yang termasuk domain tabarru‘ (gahir mu’awadhat); yaitu akad yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan tujuan menolong/membantu pihak lain serta mengharap pahala dari Allah; akad seperti ini bersifat sosial; dan 2) akad mu’awadhat; yaitu akad yang dilakukan oleh pihak tertentu dengan tujuan mendapatkan keuntungan (baca: tijari/bisnis). Masing-masing akad tersebut dilihat dari segi perpindahan kepemilikan ma’qud dapat dibedakan menjadi dua: 1) akad yang kepemilikan ma’qud alaihnya berpindah (intiqal al-milkiyyah), seperti hibah dalam akad ghair mu’awadhat, dan akad ijarah dalam akad mu’awadhat; dan 2) akad yang kepemilikan ma’qud-nya tidak berpindah (ghair intiqal al-milkiyyah) seperti al-qardh dalam akad bisnis; dan akad al-‘ariyah dalam akad ghair mu’awadhat. Rafiq Yunus al-Mishri, Fiqh al-Mu‘amalat al-Maliyah (Damaskus: Dar al-Qalam. 2007), hlm. 58-60.
39HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
(sulthah) untuk mengharamkan sesuatu yang telah
dihalalkan Allah dan Rasul; sebaliknya, mereka juga
tidak memiliki kekuasaan untuk menghalalkan sesuatu
yang telah diharamkan oleh Allah dan Rasul SAW. Dari
segi sejarah yang termasuk syar’u man qablana, yaitu
Imam al-Tirmidzi meriwayatkan dari Adi Ibn Hatim
tentang penjelasan Rasul Saw yang menyatakan bahwa
kaum Nasrani (sebelum Islam lahir) telah menghalalkan
apa yang telah diharamkan Allah bagi mereka, serta
telah mengharamkan apa yang telah dihalalkan Allah
bagi mereka. Ibn Taimiah sebagai dinukil oleh Ibn
Muflih dan ulama sebelumnya, Abu Yusuf dan Imam
al-Syafi‘i, menjelaskan bahwa maksud kaidah al-tahlil
wa al-tahrim haqq Allah wahdah, adalah bahwa ulama
Salaf tidak memandang mutlak atas haramnya sesuatu
kecuali keharamannya diketahui secara qath‘i. Imam
Ahmad Ibn Hanbal diantaranya menggunakan kata
makruh, tidak disukai, atau tidak bagus, terhadap
sesuatu yang diharamkan bukan berdasarkan dalil
qath‘i.
3. Mengharamkan sesuatu yang halal dan menghalalkan
sesuatu yang haram termasuk menyekutukan Allah
(syirik) (tahrim al-halal wa tahlil al-haram qarin al-
Syik bi Allah). Kaidah fikih ini merupakan lanjutan
dari kaidah fikih sebelumnya, yaitu “menghalalkan
dan mengharamkan sesuatu adalah hak Allah semata”
(al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah wahdah). Akan
tetapi, pendekatan yang digunakan berbeda. Kaidah
fikih “al-tahlil wa al-tahrim haqq Allah wahdah”
dijelaskan dari segi sulthah (kekuasaan/kewenangan)
40 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
pihak yang menentukan halal atau haramnya sesuatu,
sedangkan kaidah fikih “tahrim al-halal wa tahlil al-
haram qarin al-Syik bi Allah” dijelaskan dari segi
ajaran tauhid. Di antara dosa besar dalam Islam adalah
syirik, mempersekutukan Allah (meyakini ada Tuhan
selain Allah). Ulama yang mengharamkan sesuatu yang
halal dan menghalalkan sesuatu yang haram termasuk
ulama yang menyekutukan Allah (syirik). Oleh karena
itu, ulama dalam ijtihad-nya tidak boleh menghalalkan
yang haram dan mengharamkan yang halal. Diantara
perbuatan yang termasuk mengharamkan yang halal
diinformasikan dalam QS al-Ma’idah (5): 103 tentang
kepercayaan Arab jahiliyah terkait bahirah, sa’ibah,
washilah, dan ham. a) bahirah adalah unta betina
yang telah beranak lima kali, dan anak yang kelimanya
berjenis kelamin jantan; unta betina tersebut dibelah
telinganya kemudian dilepaskan, tidak boleh dijadikan
kendaraan dan tidak boleh pula diambil air susunya; b)
sa’ibah adalah unta betina yang dibiarkan pergi kemana
saja lantaran nadzar; c) washilah digambarkan dalam
hal seekor domba betina melahirkan anak kembar yang
terdiri atas jantan dan betina, maka anak domba yang
jantan disebut washilah, yang tidak boleh disembelih
dan diserahkan kepada berhala; dan d) ham adalah unta
jantan yang tidak boleh diapa-apakan lagi (dibiarkan)
karena telah berhasil membuat hamil unta betina
sebanyak sepuluh kali.
4. Dalam hal yang diharamkan terkandung unsur jijik/al-
khabats dan madharat/al-dharar (al- tahrim yatabi‘
al-khabats wa al-dharar). Dalam penjelasannya
41HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
diungkapkan bahwa apa yang dihalalkan Allah dan/
atau Rasul SAW pasti mengandung hal yang menjijikan
dan dharar. Allah dan/atau Rasul menghalalkan
sesuatu (al-tahlil) dan mengharamkan sesuatu (al-
tahrim) terkandung ‘illat (alasan hukum) yang rasional
(ma‘qulah) yang kembali kepada kemashalahatan
manusia itu sendiri. Allah menghalalkan hanya yang
baik (thayib) dan mengharamkan yang menjijikan
(khabits).
5. Dalam hal yang dihalalkan pasti terhindar dari yang
diharamkan (fi al-halal ma yughni ‘an al-haram). Kaidah
ini bisa diistilahkan dengan “kaidah perbandingan
terbalik.” Maksud kaidah ini adalah bahwa setiap hal
yang dihalalkan terdapat hal yang bersifat kebalikannya
(baca: lawan), yaitu hal yang diharamkan. Larangan
mengundi nasib dengan anak panah (QS al-Ma’idah [5]:
3) berbanding terbalik dengan anjuran untuk istikharah
dalam rangka memperoleh petunjuk dari Allah dalam
mencari solusi atau keputusan dalam mencari atau
memilih yang terbaik dari yang ada; pengharaman riba
berbanding terbalik dengan anjuran untuk melakukan
bisnis yang halal yang menguntungkan; larangan
menggunakan pakaian yang berbahan sutera berbanding
terbalik dengan kebolehan menggunakan pakaian yang
berbahan kapas; larangan zina dan homoseks (al-
liwath) berbanding terbalik dengan perintah menikah;
larangan mengkonsumsi minuman keras (al-khamr)
berbanding terbalik dengan kebolehan meminum
minuman yang halal yang menyehatkan jasad dan ruh;
dan larangan mengonsumsi makanan yang menjijikan
42 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
(al-khaba’its) berbanding terbalik dengan perintah
untuk mengonsumsi benda yang halal dan baik (halal
wa thayyib).
6. Sesuatu yang menjadi media yang haram adalah haram
(ma ada ila al-haram haram). Kaidah ini menjelaskan
tentang media (antara). Dalam perbuatan hukum
terdapat antara yang mendukung tercapainya perbuatan
tertentu. Kaidah ini memiliki kaidah pendamping
yang semakna, antara lain kaidah “bagi media/antara
berlaku hukum yang dituju (li al-wasa’il hukm al-
maqashid; li al-wasilah hukm al-ghayah). Kaidah
ini bertalian dengan kaidah usul yang berbunyi “Jika
sebuah kewajiban tidak terlaksana kecuali dengan
sesuatu, maka sesuatu itu wajib pula hukumnya”
(ma la yatimm al-wajib illa bihi fahuwa wajib);10
Kaidah fikih “ma ada ila al-haram haram” merupakan
dasar ditetapkannya hukum yang bersifat preventif
(pencegahan/sad al-dzari‘ah). Diantaranya dalam
QS telah diharamkan zina; maka setiap media untuk
berzina—misal: sikaf tabarruz, khalwat, tinggal satu
kamar, gambar telanjang (pornografi), dan membuka
aurat---adalah haram. Bahkan kaidah ini dikembangkan
pula oleh Yusuf Qardhawi dengan mengatakan “kullu
ma a‘ana ila al-haram fa huwa haram;” yaitu setiap hal
yang membantu terwujudnya perbuatan haram adalah
haram pula. Diantara contohnya adalah haramnya riba,
media untuk terwujudnya riba--antara lain pemakan
(konsumen), wakil dan yang mewakilkan, pemberi harta
yang riba, pencatat (akuntansi) dan saksi atas transaksi
10 Muhammad Ibn Ali Ibn Ahmad al-Syaukani, Irsyad al-Fuhul (Beirut: Dar al-Fikr. 1992), juz 1, hlm. 411.
43HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
yang riba---adalah haram. Lebih lanjut Yusuf Qardhawi
menjelaskan bahwa setiap pihak yang turut serta dalam
mewujudkan riba, menanggung dosa secara bersama
(kullu man a‘ana ‘ala muharram fa huwa syarik fi al-
itsm).11
7. Hilah atas yang haram adalah haram (al-tahayul
‘ala al-haram haram). Dalam kaidah ini dijelaskan
mengenai helah hukum. Helah (al-hilah; al-tahayul)
termasuk upaya rasional yang manipulatif. Diantara
hilah adalah penggantian nama dan perubahan bentuk
padahal substansinya sama. Berkenaan dengan hal
tersebut, Yusuf al-Qardhawi mengenalkan kaidah yang
menyatakan bahwa sebuah perubahan nama tidak
diakui secara hukum apabila substansinya tetap, dan
perubahan bentuk juga tidak diakui secara hukum
apabila hakikatnya sama (la ‘ibrata bi taghayyur al-
ism idza baqiya al-musamma, wa la bi taghayyur al-
shurah idza baqiyat al-haqiqah).12 Kaidah ini secara
implisit mengungkap kaidah fikih yang baru, yaitu
yang diakui secara hukum adalah substansinya, bukan
namanya (al-‘ibrah bi al-musammayat la bi al-asma).
Yusuf al-Qardhawi menegaskan bahwa diantara hilah
hukum adalah riba yang diubah menjadi bunga uang
(fa’idah; fawa’id al-bunuk).
8. Niat baik tidak dapat dijadikan alasan untuk melakukan
yang haram (al-niyah al-hasanah la tubarir al-haram).
Kaidah ini menjelaskan tentang halal-haram yang
berkaitan dengan niat (maksud/tujuan), substansi, 11 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 31.12 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 32.
44 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dan metode/cara mendapatkan atau melakukannya.
Dari segi obyek (dzat), benda dibedakan menjadi
tiga: halal, haram, dan tidak halal serta tidak haram.
Benda yang halal akan halal jika diproses secara halal;
sebaliknya, benda yang halal akan berubah menjadi
haram jika diproses atau diperoleh/didapatkan secara
haram. Sedangkan benda yang haram tidak akan
berubah menjadi halal karena diproses atau diperoleh/
didapatkan secara halal. Oleh karena itu, sesuatu
yang haram akan tetap haram meskipun pelakunya
berniat baik/tujuannya mulia seperti untuk menolong
mustadh‘afin (orang-orang lemah); Islam tidak
menghalalkan segala cara untuk mewujudkan yang halal
(al-ghayah la tubarir al-wasilah); perbuatan yang halal/
benar/haq harus ditempuh/diwujudkan dengan cara
yang halal pula (tujib al-wushul al-haqq ‘an thariq al-
haqq wahdah). Kaidah al-niyah al-hasanah la tubarir
al-haram, merupakan turunan dari sabda Rasul SAW
yang menyatakan bahwa Allah adalah baik, dan Allah
hanya menerima yang baik (ina Allah thayyib la yaqbal
illa thayyib). Dalam hadits riwayat Ibn Khuzaimah, Ibn
Hibban dan Hakim dari Abu Hurairah dikatakan bahwa
rasul SAW bersabda, “siapa saja yang mengumpulkan
harta dengan cara yang haram, kemudian harta
tersebut disedekahkan, maka yang bersangkutan tidak
akan mendapat pahala, dan pelanggaran tersebut
merupakan tanggungjawabnya.” 13
9. Harus berhati-hati terhadap yang syubhat karena
khawatir akan menghalalkan yang haram (ittiqa’ al-
13 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 33-34.
45HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
syubhat khasyyat al-wuqu‘ fi al-haram). Kaidah ini
meruapakan turunan dari hadits riwayat Ibn Majah dari
Nu‘man Ibn Basyir bahwa Nabi SAW, yang menyatakan
bahwa yang halal sudah jelas, dan yang haram juga
sudah jelas, antara yang halal dan yang haram termasuk
hal yang mutasyabihat; siapa saja yang meninggalkan
yang syubhat, maka akan selamat dari yang haram; dan
siapa saja yang melakukan hal yang syubhat sekali saja,
dikahawatirkan akan melakukan sesuatu yang haram.
Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahwa yang halal sudah
jelas dan tak ada kesulitan untuk mengerjakannya; dan
yang haram juga sudah jelas dan tidak ada keringanan
(rukhshah) untuk melakukannya dalam keadaan yang
leluasa (fi halat al-ikhtiyar). Umat Islam diharuskan
menjauhi yang syubhat agar terhindar dari yang haram;
hal ini merupakan tindakan preventif (sad al-dzari‘ah).14
10. Sesuatu yang diharamkan adalah haram untuk
semua orang/pihak (al-haram haram ‘ala al-jami‘).
Islam bersifat syumuli (menyeluruh) sehingga tidak
membedakan umatnya secara diskriminatif dan tidak
ada yang diistimewakan. Oleh karena itu, kaidah ini
merupakan penegasan bahwa sesuatu yang diharamkan
adalah haram untuk semua orang/pihak. Dalam Islam
tidak ada ajaran yang menyatakan bahwa sesuatu itu
haram untuk orang asing tapi halal untuk orang Arab;
atau sesuatu itu haram bagi kulit hitam tapi halal bagi
kulit putih; atau sesuatu itu diharamkan bagi kelompok/
14 Syubahat adalah sesuatu yang yang tidak jelas halal dan haramnya. Lihat antara lain Ali Ahmad al-Nadawi, al-Qawa’id al-Fiqhiyyah: Mafhumuha, Nasy’atuha, Tathawwuruha, Dirasat Mu’alifatiha, Adillatuha, Mumimmatuha, Tathbiquha (Damaskus: Dar al-Qalam. 1994), hlm. 309; dan Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 34-35.
46 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
suku tertentu tapi haram bagi kelompok atau suku yang
lainnya.15
11. Dalam Keadaan terpaksa, seseorang boleh melakukan
hal yang dilarang (al-dharurat tubih al-mahzhurat).
Kaidah ini kelihatannya ditempatkan oleh Yusuf al-
Qardhawi sebagai penyimpul terhadap kaidah-kaidah
seblumnya. Sesuatu yang haram terkait dengan media
(ma ada ila al-haram fa huwa haram), hilah atas yang
haram adalah haram (al-tahayul ‘ala al-haram haram),
dan niat baik tidak dapat dijadikan alasan untuk
melakukan yang haram (al-niyah al-hasanah la tubarir
al-haram), termasuk kaidah setiap hal yang membantu
terwujudnya perbuatan haram adalah haram pula (kullu
ma a‘ana ila al-haram fa huwa haram), baik pemakan
(konsumen) benda haram, wakil dan yang mewakilkan
transaksi yang haram, pemberi harta yang riba, pencatat
(akuntansi) dan saksi atas transaksi yang riba adalah
haram sebagai tindakan preventif (sad al-dzari‘ah). akan
tetapi, dalam keadaan darurat (terpaksa karena kalau
tidak melakukan yang haram akan kehilangan nyawa),
maka hal-hal yang haram boleh dilakukan; hal ini antara
lain didasarkan pada QS al-Baqarah (2): 173. Kebolehan
melakukan seuatu yang haram karena darurat hanya
sebatas keperluan; maka hal itu dilakukan tidak boleh
secara berlebihan dan melampaui batas (substansi QS
al-Baqarah [2]: 173).16
12. Percampuran antara yang halal dan yang haram;
kaidahnya berbunyi: “apabila bercampur antara yang 15 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 35-38.16 Yusuf al-Qardhawi, al-Halal wa al-Haram fi al-Islam (Kairo: Maktabah Wahbah. 1993), hlm. 38-39.
47HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
halal dan yang haram, maka percampuran tersebut
dihukumi hamar” (idza ijtama’ al-halal wa al-haram
ghuliba al-haram). Kaidah ini berasal dari hadits
dha‘if yang menyatakan bahwa “tidaklah sesuatu yang
tercampur antara yang halal dan yang haram, kecuali
yang haram mengalahkan yang halal” (ma ijtama’a
al-halal wa al-haram illa ghalaba al-haram al-halal).17
Kaidah ini dinilai tepat diaplikasikan terhadap benda
yang cair, dan larut; oleh karena itu, percampuran benda
halal dengan benda lain yang haram atau percampuran
benda yang suci dengan benda lain yang najis, di mana
benda-benda tersebut termasuk benda cair, sehingga
memungkinkan terjadi percampuran yang bersifat
larut. Sedangkan percampuran benda yang halal dengan
benda lain yang haram atau percampuran antara benda
najis dengan benda lain yang suci yang tidak termasuk
benda cair, dapat dilakukan pendekatan lain.
13. Tafriq al-halal ‘an al-haram; Ibn Taimiah sebagai
mufti ditanya tentang dua hal: 1) status hukum (halal
atau haramnya) harta pengusaha yang sebagian
besar hartanya berasal dari hasil usaha sektor/bidang
usaha yang haram---antara lain usaha hiburan yang
menampilkan tarian telanjang atau perjudian; dan
2) status hukum (halal atau haramnya) harta para
pemimpin yang memperoleh/mendapatkan harta
secara tidak halal (melalui korupsi atau gratifikasi).
Dalam menjawab pertanyaan-pertanyyan tersebut,
Ibn Taimiah menjelaskan bahwa: 1) apabila dalam 17 Jalal al-Din Abd al-Rahman Ibn Abi bakr al-Suyuthi, al-Asybah wa al-Nazha’ir fi Qawa‘id wa Furu‘ Fiqh al-Syafi‘iyah (Beirut: Dar al-Kitab al-‘Arabi. 1987), hlm. 209. Ibn Nujaim menjelaskan hal yang sama, lihat Zain al-Abidin Ibn Ibrahim Ibn Nujaim, al-Asyabah wa al-Nazha’ir ‘ala Madzhab Abi Hanifah al-Nu‘man (Kairo: Mu’assasah al-Halabi wa al-Syirkah. 1968), hlm. 109.
48 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
harta pengusaha atau pemimpin tersebut tercampur
antara harta yang halal dengan harta yang halal
karena sektor usaha yang dilakukannya termasuk
syubhat, maka jangan dihukumi haram kecuali setelah
diketahui secara pasti tentang keharamannya, dan tidak
boleh pula dihukumi halal kecuali setelah diketahui
secara pasti tentang kehalalannya. Apabila mayoritas
(kebanyakan) harta mereka termasuk harta yang halal,
maka tidak boleh dihukumi haram; sedangkan apabila
mayoritas harta mereka termasuk harta yang haram,
maka boleh dihukumi haram (menurut satu pendapat);
dan 2) apabila dalam harta mereka terdapat harta yang
haram dan yang halal dan semuanya telah tercampur
(ikhtilath), maka harta yang haram adalah haram
secara hukum, sedangkan harta yang halal adalah halal
secara hukum; yang boleh digunakan adalah harta
yang halal dengan cara memilah (baca: memisahkan)
dan/atau mengambil harta yang berdasarkan analisis
faktual termasuk harta yang diperoleh dengan cara
yang halal untuk didayagunakan. Penjelasan tersebut
kemudian dibingkai dalam kaidah “man ikhtalatha bi
malihi al-halal wa al-haram ukhrija qadr al-haram
wa al-baqi halal lah” (siapa saja yang mencampurkan
hartanya yang halal dengan harta yang haram, harta
yang diyakini diperoleh secara tidak halal dikeluarkan,
dan harta yang tersisa [setelah dipisahkan dan/atau
dikeluarkan harta yang haramnya] adalah harta yang
halal baginya.18 Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan
menjelaskan bahwa kaidah “man ikhtalatha bi malihi
18 Syekh al-Islam Taqiy al-Din Ahmad Ibn Taimiah al-Harani, Majmu‘at al-Fatawa (Kairo: Dar al-Hadits. 2006), juz XXIX, hlm. 145.
49HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
al-halal wa al-haram ukhrija qadr al-haram wa al-
baqi halal lah” bahwa apabila dalam harta seseorang
tercampur hasil usaha yang halal dengan hasil usaha
yang tidak halal, maka dapat dilakukan dua cara
berikut: 1) dalam harta yang diperolehnya merupakan
harta yang dapat dipilah-pilah (baca: dipisah), maka
harta yang halal didayagunakan sedangkan harta yang
haram tidak didaya-gunakan (i‘tizal), dan 2) apabila
harta yang bercampur merupakan harta yang tidak
dapat dipilah-pilah (misal: uang atau rumah), maka
dihitung dan didaya-gunakan yang diperkirakan halal,
maka sisanya diyakini sebagai harta yang haram yang
tidak boleh didaya-gunakan (harus dilakukan i‘tizal).19
Kaidah “idza ijtama’ al-halal wa al-haram ghuliba al-
haram” digunakan terhadap percampuran harta yang
tidak mungkin dibeda-bedakan lagi atau dipisah antara
yang satu dengan yang lain; sedangkan kaidah “man
ikhtalatha bi malihi al-halal wa al-haram ukhrija qadr
al-haram wa al-baqi halal lah” digunakan terhadap
percampuran harta yang memungkinkan dilakukan
pembedaan atau pemisahan antara yang satu dengan
yang lain. Cara ini dalam pandangan Athiyah Adlan
Athiyah Ramadhan dianggap adil dan moderat (al-‘adl
wa al-wasath).20
19 Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Mausu‘at al-Qawa‘id al-Fiqhiyyah al-Munazhzhamah li al-Mu‘amalat al-Maliyah al-Islamiyyah wa Dauruha fi Tawjih al-Nazhm al-Mu‘ashirah (Iskandariyah: Dar al-Aiman. 2007), hlm. 278-279. 20 Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Mausu‘at al-Qawa‘id al-Fiqhiyyah al-Munazhzhamah li al-Mu‘amalat al-Maliyah al-Islamiyyah wa Dauruha fi Tawjih al-Nazhm al-Mu‘ashirah (Iskandariyah: Dar al-Aiman. 2007), hlm. 279.
50 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
D. Prinsip-prinsip Syariah terkait Produksi
Produksi atau operasi adalah aktivitas yang
mentransformasikan input menjadi output yang bermanfaat
yang berupa barang atau jasa yang memiliki nilai tambah.21
Transformasi dimaksud mencakup: 1) alter (mengubah
sesuatu secara struktural yang dapat berupa perubahan secara
fisik); 2) transport (memindahkan sesuatu dari satu tempat ke
tempat lain); 3) store (menyimpan sesuatu dalam lingkungan
yang terjaga dalam periode tertentu); dan 4) inspect
(memeriksa sesuatu secara tertib, berkala dan garansi).22
Qutub Abd al-salam Duaib menjelaskan bahwa
produksi dalam Islam adalah eksploitasi sumber-sumber
daya agar menghasilkan manfaat ekonomi; sementara Manan
menjelaskan bahwa produksi adalah pekerjaan manusia yang
menghasilkan barang atau jasa yang berguna untuk mencapai
kemaslahatan individu dan masyarakat.23 21 Murti Sumarni dan John soeprihanto, Pengantar Bisnis: Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan (Yogyakarta: Liberty. 1998), cet. ke-1, hlm. 203-258.22 Ace Partadireja, Pengantar Ekonomika (Yogyakarta: BPFE. 1990), cet. ke-4, hlm. 21-25; dan Secara lebih rinci, Anoraga menjelaskan bahwa karakteristik manajemen produksi terrefleksi dalam melaksanakan proses transformasi: 1) perencanaan output (seleksi dan pembentukan desain produk atau jasa yang ditawarkan ke konsumen); 2) perencanaan kapasitas (penentuan waktu [kapan] dan berapa banyak fasilitas, peralatan, dan tenaga kerja yang ada); 3) penentuan lokasi (menentukan tempat produksi, penyimpanan/gudang, dan fasilitas lainnya); 4) desain proses transformasi (penentuan aspek transformasi fisik dalam kegiatan produksi); 5) lay out fasilitas (menentukan aliran proses yang tepat sehingga efisien dan efektif dalam mengakomodasi kegiatan transformsi); 6) desain kerja (menentukan cara terbaik dalam mengalokasikan tenaga kerja dalam proses termsuk mobilitas dan lingkungan kerja); 7) perencanaan agregat (menyangkut antisipasi kebutuhan tenaga kerja, bahan baku dan alternatifnya, dan fasilitas tahunan, bulanan, dan mingguan); 8) manajemen persediaan (menetapkan jumlah bahan baku dalam proses, dalam persediaan, dan jumlah barang akhir); 9) manajemen proyek (merencanakan dan mengendalikan kegiatan agar sesuai dengan kinerja yang diharapkan, jadual, dan spesifikasi biaya); 10) perencanaan kebutuhan bahan (menentukan kapan memesan dan menghasilkan bahan dan bagaimana memenuhi jadual pengiriman; 11) penjadualan (menentukan kapan masing-masing kegiatan atau tugas dalam proses transformasi dikerjakan, dan kapan seharusnya input masuk); 12) pengendalian kualitas (menentukan bagaimana standar kualitas dikembangkan dan dipelihara); dan 13) reliabilitas dan pemeliharaan (menentukan bagaimana kinerja yang sesuai dari output dan proses transformasi sendiri yang seharusnya dipelihara). Anoraga, Manajemen Bisnis (Jakarta: PT Rineka cipta. 2004), hlm. 199-200.23 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: UII Press dan Magistra Insania Press.
51HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Barang atau benda dalam syariah dapat dibedakan
menjadi dua: 1) barang halal, dan 2) barang haram. Barang
haram juga dapat dibedakan menjadi dua: 1) barang yang
haram karena substansinya (haram li dzatihi), dan 2) barang
yang haram karena prosesnya (haram li ghairih), termasuk
haram karena mendapatkannya (pencurian) maupun karena
proses produksi (antara lain penyembelihan) atau yang
lainnya.
Prinsip produksi dalam Islam adalah: 1) tidak
memproduksi barang/jasa haram dan/atau barang yang
dibuat dari barang haram; 2) tidak memproduksi barang/jasa
yang secara nyata akan digunakan untuk syirik atau maksiat;
3) tidak memproduksi barang/jasa yang secara nyata
memadharatkan manusia; 4) tidak memproduksi barang/
jasa secara zhalim; 5) tidak menimbun (ihtikar) barang yang
dibutuhkan masyarakat; dan 6) memelihara lingkungan.24
Tujuan produksi dalam Islam dalam pandangan
M. N. Sidqi antara lain adalah: 1) pemenuhan kebutuhan
individu secara wajar; 2) pemenuhan kebutuhan keluarga;
3) bekal untuk generasi mendatang; dan/atau 4) membantu
masyarakat dalam rangka beribadah kepada Allah.25
Kiranya dapat dibentuk fiksi hukum mengenai produksi
dalam hal dilakukan oleh badan usaha yang dibentuk banyak
pihak, maka ia dibentuk dengan akad syirkah sebagai
dijelaskan Wahbah al-Zuhaili yang menyatakan bahwa
badan usaha (disebut syirkah-syakhshi; (jamak: syirkat
2003), hlm. 12-13. 24 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: UII Press dan Magistra Insania Press. 2003), hlm. 14-26. 25 Rustam Effendi, Produksi dalam Islam (Yogyakarta: UII Press dan Magistra Insania Press. 2003), hlm. 27.
52 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
al-asykhas) mencakup: 1) syirkah-tadhamun (Fa),26 dan
2) syirkah-taushiyah basithah (Persekutuan Komanditer/
Commanditaire Vennootschaap/CV);27 sedangkan syirkah-
amwal mencakup: 1) syirkah-musahamah,28 2) syirkah-
taushiyah bi al-asham,29 dan 3) syirkah-dzat mas’uliyah al-
mahdudah (Perseroan Terbatas/PT).30 26 Syirkah ini mirip dengan Kitab Undang-undang Hukum Perdata, Bab Kedelapan, pasal 1618. Dijelaskan bahwa ”persekutuan adalah suatu perjanjian dengan mana dua orang atau lebih mengikatkan diri untuk memasukkan sesuatu dalam persekutuan, dengan maksud untuk membagi keuntungan yang terjadi karenanya.” Secara konseptual, syirkah-tadhamun mirip dengan firma (Fa). Lihat antara lain Murti Sumarni dan John Soeprihanto, Penagntar Bisnis: Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan (Yogyakarta: Liberty. 1998), hlm. 45. 27 Wahbah al-Zuhaili, al-Fiqh al-Islami wa Adillatuh (Damaskus: Dar al-Fikr. 2006), vol. V, hlm. 3972. 28 Syirkah-musahamah adalah penyertaan modal usaha yang dihitung dengan jumlah lembar saham (baca: bukan dengan nilai nominal) yang diperdagangkan di pasar modal sehingga pemiliknya dapat berganti-ganti dengan mudah dan cepat. Rafiq Yunus al-Mishri menjelaskan bahwa pertanggung-jawaban pemegang saham sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki; keuntungan dan kerugian yang diterima oleh pemegang saham sebanding dengan jumlah saham yang dimiliki. Rafiq Yunus al-Mishri, Fiqh al-Mu‘amalat al-Maliyah (Damaskus: Dar al-Qalam. 2007), hlm. 226.
29 Syirkah-taushiah bi al-asham mirip dengan syirkah-taushiah basithah yang terdiri atas unsur mutadhamin dan Mushi. Dalam syirkah-taushiah bi al-asham terdapat unsur musahim (=mushi dalam syirkah-taushian basithah) dan unsur Mutadhamin. Mutadhamin adalah pihak yang menyertakan modal usaha (yang dikonversi ke dalam bentuk saham) serta bertanggung-jawab atas pengelolaan badan usaha (baca: pihak manajemen); pihak mutadhamin-lah yang merencanakan, mengorganisasikan, menggerakan, dan mengontrol badan usaha, sehingga mereka bertindak atas nama dan untuk badan usaha serta bertanggungjawab untuk menunaikan kewajiban-kewajiban badan usaha; sedangkan musahim adalah pihak yang menyertakan harta untuk dijadikan modal (dalam bentuk saham) badan usaha yang tidak bertanggungjawab atas manajemen badan usaha dan juga tidak dibebani kewajiban-kewajiban badan usaha, kecuali laba-rugi badan usaha pada akhir tahun buku yang menghasilkan dividen (secara proporsional, pen.). Lihat Athiyah Adlan Athiyah Ramadhan, Mausu’ah al-Qawa’id al-Fiqhiyyah (Iskandariyah: Dar al-Aiman. 2007), hlm. 49730 Syirkah-mas’uliah mahdudah adalah perkongsian bisnis yang mirip dengan syirkah-amwal. Dalam syirkah-ms’uliah mahdudah tidak ada badan usaha perkongsian; setiap syarik bertanggung-jawab sesuai dengan jumlah saham yang dimiliki; oleh karena itu, syirkah-mas’uliah mahdudah merupakan gabungan antara syirkah-amwal dan syirkah-abdan. Syirkah-mas’uliah mahdudah dianggap pengembangan dari syirkah-amwal karena pertanggungjawaban syarik terbatas; yaitu sesuai dengan porsi modal (baca: jumlah saham) yang dimiliki. Apabila kepemilikan saham berpindah kepada ahli warisnya--sementara pengelolaan syirkah-nya mirip dengan syirkah-musahamah--, maka pihak pemegang saham dibolehkan menunjuk (baca: menetapkan) manajer perusahaan baik yang berasal dari kalangan pemegang saham ataupun bukan; dan manajer berhak mendapatkan upah (ujrah) atau pendapatan yang ditentukan secara dinamis yang berupa prosentase dari keuntungan perusahaan. Apabila manajer berasal dari pemegang saham, maka syirkah tersebut termasuk pengembangan dari syirkah-abdan (atau syirkah badan usaha) karena manajer berhak mendapatkan penghasilan sesuai kesepakatan (baca: prosentase dari keuntungan atau syirkah-irbah), bukan atas dasar saham. Modal yang dinilai dengan saham tidak dapat dipindah-tangankan
53HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Dalam hal operasional perusahaan tidak menyediakan
bahan baku sendiri, maka perusahaan akan membeli bahan
baku kepada pihak suplier, maka terjadilah akad: 1) jual beli
musawamah, 2) jual beli murabahah, atau 3) jual beli salam
dalam hal pembelian dilakukan melalui proses pemesanan.
Dalam hal perusahaan tidak memiliki bangunan/
mesin/alat produksi sendiri, maka perusahaan akan menyewa
alat-alat produksi kepada pihak lain. Dari segi akad syariah,
terjadilah akad ijarah (sewa) atau lease, di mana perusahaan
sebegai penyewa (musta’jir) dan pihak lain sebagai pihak
yang menyewakan (mu’jir). Begitu pula dalam hal di
perusahaan terdapat buruh [baca: pekerja], maka mereka
akan mendapatkan ujrah [upah] dari perusahaan melalui
akad ijrah.
E. Prinsip-prinsip Syariah terkait Distribusi
Distribusi dalam artian mata rantai pasar agar barang/
jasa sampai dan digunakan oleh konsumen. Ajaran tentang
larangan riba (tambahan harta secara tidak halal, antara
lain riba nasi‘ah, riba fadhl, dan riba qardh), larangan
gharar (baik ketidakjelasan [jahalah] maupun ketidakadaan
[ma‘dum]), larangan penipuan (ghisysy), larangan spekulasi
(maisir), dan larangan penimbunan (ihtikar), pada umumnya
termasuk larangan dalam domain distribusi.31 Di pasar
terdapat dua pihak pebisnis, pebisnis utama dan pebisnis
seperti layaknya saham di pasar modal. Dalam kitab Ma’ayir tidak terdapat ketentuan mengenai syirkah-mas’uliyah mahdudah, karena yang dinyatakan sebagai syirkah haditsah/ kontemporer adalah: 1) syirkah-mushamah, 2) syirkah-tadhamun, 3) syirkah-taushiyah bashithah, 4) syirkah-taushiyah bi al-asham, 5) syirkah-muhashah, dan 6) syirkah-mutanaqishah. Lihat al-Ma’ayir al-Syar’iyyah (Bahrain: AAOIFI. 2009), hlm. 162. 31 Lihat antara lain Nazih Hammad, Qadhaya Fiqhiyyah Mu’ashirah fi al-Mal wa al-Iqtishad (Beirut: Dar al-Qalam. 2001); dan Rafiq Yunus al-Mishri, Fiqh al-Mu‘amalat al-Maliyah (Damaskus: Dar al-Qalam. 2007).
54 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
pendukung sesuai karakter masing-masing produk bisnis.
Dalam distribusi produk-produk bisnis syariah, kiranya layak
dijelaskan beberapa institusi bisnis berikut:
1. Perbankan syariah; di Indonesia dikenal tiga macam
bank syariah: 1) Bank Umum Syariah (BUS), 2) Unit
Usaha Syariah (unit dari bank umum konvensional) dan
3) Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Secara
umum, bank berfungsi intermediary antara nasabah
pemilik dana (penyimpan) dengan nasabah pengguna
dana (peminjam). Oleh karena itu, bank berfungsi
menghimpun dana masyarakat dan menyalurkannya
juga kepada masyarakat. Dari sisi penghimpunan
dana (funding), bank syariah memiliki tiga produk: 1)
tabungan, 2) deposito, dan 3) giro. Dari segi akad, tiga
produk tersebut menggunakan dua akad: 1) wadi‘ah,
dan 2) mudharabah. Rincian: 1) tabungan dapat
menggunakan wadi‘ah (Tabungan Wadi‘ah) atau
mudharabah (Tabungan Mudharabah), 2) deposito
hanya menggunakan akad mudharabah (deposito
mudharabah), dan 3) giro dapat menggunakan wadi‘ah
(Giro Wadi‘ah) atau mudharabah (Giro Mudharabah).
Dari segi penyaluran dana (financing), bank syariah
menggunakan tiga jenis akad: 1) jual beli (murabahah,
salam, dan istishna‘), 2) bagi hasil (musyarakah/syirkah,
musyarakah mutanaqishah, dan mudharabah), dan 3)
jasa (ijarah dan ijarah muntahiyyah bit tamlik). Akad
jasa lainnya yang digunakan bank antara lain adalah
wakalah bil ujrah dan rahn emas (gadai emas).32
32 Wahyu Avianto, “Jenis Produk dan Jasa Bank Syariah,“ paper disajikan dalam acara Lokakarya Angkatan II tentang Peran Komisaris, Direksi, dan Dewan pengawas Syariah yang diselenggarakan oleh International Center for Development in Islamic Finance, Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), di Jakarta, tanggal 29 April – 4 mei 2011; lihat Peraturan
55HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
2. Baitul Mal wat Tamwil (BMT); adalah institusi keuangan
mikro syariah yang memilki dua fungsi: 1) fungsi sosial/
mal atau amwal (menggunakana akad tabarru‘ antara
lain menghimpun dan menyalurkan zakat, infaq,
sedekah, dan wakaf); dan 2) fungsi bisnis/komersil/
tamwil; yaitu menjalankan usaha agar mendapatkan
keuntungan. Badan hukum BMT dapat berupa koperasi:
1) Koperasi Jasa Keuangan Syariah (KJKS); 2) Unit
Jasa Keuangan Syariah (UJKS); 3) Koperasi Baitul
Mal wat Tamwil (KBMT); dan ada juga yang berbadan
hukum lainnya, antara lain Lembaga Keuangan Mikro
Syariah (LKMS). Hukum postif yang berlaku adalah
hukum badan hukum yang bersangkutan. Dari sudut
peran, BMT memiliki fungsi penghimpunan dana
anggota (koperasi) dalam bentuk tabungan (wadi‘ah
atau mudharabah) dan deposito mudharabah; dan
penyaluran dana dan jasa yang dari segi akad sama
dengan perbankan syariah.33
3. Perasuransian syariah; perasuransian syariah terdiri
atas dua bidang: asuransi syariah dan reasuransi
syariah. Perusahaan ini mengover risiko jiwa (asuransi
jiwa syariah) dan asuransi umum. Asuransi jiwa syariah
dalam operasinya menggunakan akad tabarru‘ (untuk
saling menolong [takafuli] sesama peserta) dalam hal
peserta menderita risiko; sedangkan asuransi umum
memiliki dua karakter: unit link (menggunakan akad
Bank Indonesia Nomor: 9/19/PBI/2007 tentang Pelaksanaan Prinsip Syariah dalam Kegiatan Penghimpunan Dana dan Penyaluran Dana serta Pelayanan Jasa Bank Syariah, pasal 1, angka 3; dan lihat Petunuk Pelaksanaan Pembukaan Kantor Bank Syariah (Jakarta: Bank Indonesia. 1999), hlm. 32-45.33 Peraturan Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah Republik Indonesia Nomor: 35.2/PER/M.KUKM/X/2007 tentang Pedoman Operasional Manajemen Koperasi Jasa Keuangan Syariah dan Unit Jasa Keuangan Syariah.
56 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
mudharabah) serta tabarru‘ (untuk saling menolong
[takafuli] sesama peserta dengan mementuk tabarru‘
fund). Perusahaan asuransi boleh menginvestasikan
tabarru’ fund pada produk deposto mudharabah atau
mudharabah-musytarakah dalam hal perusahaan
menginvestasikan tabarru’ fund disatukan dengan dana
milik perusahaan. Apabila tabarru’ fund mengalami
defisit (baca: minus) karena klaim yang berlebihan dari
peserta, maka kekurangannya harus diambil (ditutupi)
dari dana perusahaan dengan menggunakan akad
qardh. Oleh karena itu, akad-akad yang digunakan
dalam usaha perasuransian syariah adalah: 1) hibah bi
al-tsawawab (hibah-muqayyadah); 2) mudharabah;
3) mudharabah musytarakah; dan 4) qardh (baca:
qardh al-hasan).34
4. Pembiayaan syariah; perusahaan pembiayaan syariah
(perbandingan dengan Perusahaan Leasing) terkadang
disebut oleh publik sebagai Perusahaan Leasing Syariah.
Perusahaan ini menyalurkan dananya (pembiayaan)
melalui penyediaan kendaraan (motor, mobil, atau
pesawat terbang dan kapal laut), alat-alat rumah tangga,
barang-barang elektronik, dan perumahan. Diantara
akad yang digunakan di perusahaan pembiayaan syariah
adalah: 1) akad murabahah, 2) akad ijarah, dan 3) akad
34 Lihat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) RI No: 18/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi dan Usaha Reasuransi dengan Prinsip Syariah; fatwa DSN-MUI nomor: 21 Tahun 2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah; fatwa DSN-MUI nomor: 51/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Mudharabah Musytarakah pada Asuransi Syariah; fatwa DSN-MUI nomor: 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad wakalah bil Ujrah pada Asuransi dan Reasuransi Syariah; dan fatwa DSN nomor: 53/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad Tabarru’ pada Asuransi dan Reasuransi.
57HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ijarah muntahiyyah bit tamlik.35
5. Pegadaian Syariah; perusahaan ini merupakan
perusahaan yang menyalurkan dana yang bersifat jangka
pendek (pada umumnya 40 hari kalender). Masyarakat
yang membutuhkan dana tunai pada umumnya
mengajukan pinjaman dana kepada perusahaan
pegadaian dengan menjadikan benda-benda berharga
(emas dan benda-benda bergerak lainnya) sebagai
jaminan (sunda: borg). Pegadaian syariah menggunakan
dua akad: 1) akad qardh dalam menyalurkan dana
kepada masyarakat; dan 2) akad ijarah (pemeliharaan
barang jaminan) sehingga perusahaan pegadaian berhak
memperoleh ujrah sebagai pendapatan perusahaan.36
6. Pariwisata Syariah; yaitu penerapan prinsip-prinsip
syariah pada sektor pariwisata. Diantaranya mencakup
penggunaan kendaraan (akad ijarah), penginapan/hotel
(hotel syariah antara lain hotel Sofyan Jakarta; akadnya
ijarah), kolam renang syariah (sementara ini dipisahkan
antara kolam renang ikhwan dengan akhwat; akadnya
ijarah), rumah makan syariah (produk dan prosesnya
harus halal; bersertifikat halal dari pihak otoritas;
akadnya jual-beli/al-bai‘), dan pemandu wisata yang
concern pada jarak dan waktu tempuh perjalanan dengan
pelaksanaan shalat, dan ibadah yang lainnya; terutama
menghindari tempat-tempat wisata yang termasuk zona
merah. Pariwisata Syariah telah lama dikembangkan
35 Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 84/PMK.012/2006 tentang Perusahaan Pembiayaan, pasal 6 ayat (2); dan lihat fatwa DSN-MUI nomor: 04/DSN-MUI/IV/2000 tentang Murabahah; fatwa DSN-MUI nomor: 09/DSN-MUI/IV/2000 tentang Pembiayaan Ijarah; dan fatwa DSN-MUI nomor: 27/DSN-MUI/III/2002 tentang al-Ijarah al-Muntahiyah bi al-Tamlik.36 Fatwa DSN-MUI nomor: 25/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn; dan Fatwa DSN-MUI nomor: 26/DSN-MUI/III/2002 tentang Rahn Emas.
58 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
di Thailand, Malaysia, dan Singapura. Indonesia baru
memulainya akhir 2012 dengan kerjasama antara
DSN-MUI, Sofyan Hotel, dan Kementerian Ekonomi
Kreatif. Demikian beberapa institusi bisnis syariah yang
berperan dalam sektor distribusi dari sudut pandang
ilmu ekonomi.
7. Diantara institusi bisnis lainnya yang berkembang di
Indonesia adalah Pasar Modal Syariah (di Bursa Efek
Indonesia), dan Jakarta Futures Exchange Syariah
(JFX Syariah). Pasar Modal Syariah memfasilitasi
transaksi syariah yang obyeknya adalah sukuk dan efek
syariah yang terdapat dalam Daftar Efek Syariah (DES)
yang ditetapkan oleh Badan Pengawas Pasar modal
dan Lembaga keuangan (Bapepam LK) yang sekarang
telah diintegrasikan ke dalam Otoritas Jasa Keuangan
(OJK).37
F. Prinsip-prinsip Syariah terkait Konsumsi
Terminologi konsumsi berkaitan dengan pandangan
ahli ilmu manajemen/ekonomi yang menyusun manajemen
produksi, dimana diantara hasil produksi yang berupa
barang adalah dikonsumsi (baca: dimakan atau diminum).
Seiring dengan perkembangan ilmu manajemen, terminologi
manajemen produksi diubah menjadi manajemen operasi
(karena produk ekonomi dapat berupa barang dan jasa), maka
37 Fatwa DSN-MUI nomor: 40/DSN-MUI/X/2003 tentang Pasar Modal dan Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syariah di Bidang Pasar Modal; fatwa DSN-MUI nomor: 80/DSN-MUI/II/2011 tentang Penerapan Prinsip Syariah dalam Mekanisme Perdagangan Efek Bersifat Ekuitas di Pasar Reguler Bursa Efek; dan fatwa DSN Nomor: 82/DSN-MUI/VIII/2011 tentang Perdagangan Komoditi Berdasarkan Prinsip Syariah di Bursa Komoditi.
59HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
terminologi komsumsi (consumption) juga diubah menjadi
konsumsi dan penggunaan (usage). Produk ekonomi berupa
barang pada umumnya dimakan (makanan) atau diminum
(minuman), digunakan (misal: pakaian), dan jasa (seperti
hotel) juga istilah teknisnya digunakan.
Dalam penggunaan, pemanpaatan atau konsumsi
(makan/minum) harta setidaknya dalam syariah terdapat
empat dhawabith: 1) harta yang digunakan haruslah harta
yang halal dan thayyib (QS al-Baqarah: 168); 2) tidak
berlebihan dalam menggunakan harta/israf (QS al-al-A‘raf
[7]: 31); 3) tidak mubadzir/tabdzir (QS al-Isra’ [17]: 26-27)
dalam penggunaan harta; dan 4) harus moderat (baca: siger
tengah) dalam penggunaan harta, yaitu moderasi antara pelit/
al-ighlal dan dermawan/al-tabsith (QS al-Isra’ [17]: 9).
Dalam konteks tabarru‘, harta harus digunakan
secara proporsional. Jika sudah mencapai nishab, harta
wajib dikeluarkan zakatnya. Apabila belum sampai nishab,
maka yang bersangkutan dianjurkan untuk sedekah dan
wakaf (terutama dalam hal masyarakat dilingkungannya
memerlukan fasilitas umum antara lain madrasah, masjid,
dan pesantren).
G. Penutup
Ekonomi dan bisnis dibedakan dari segi maksud (motivasi/
niat), motivasi ekonomi adalah pemenuhan kebutuhan, sedangkan
motivasi bisnis adalah memperoleh keuntungan. Dengan
demikian, hukum syariah terkait ekonomi berarti hukum terkait
penerapan prinsip-prinsip syariah dalam produksi, distribusi,
dan konsumsi baik yang bertujuan untuk pemenuhan kebutuhan
maupun mendapatkan keuntungan. Institusi nonbisnis antara lain
60 HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
zakat, wakaf, sedekah, infak, hibah, dan aqiqah termasuk domain
hukum ekonomi, tapi tidak termasuk domain hukum bisnis. Pada
perkembangannya, domain hukum bisnis syariah lebih cepat
perkembangannya dibanding dengan hukum ekonomi syariah.
Meskipun demikian, cakupan hukum ekonomi syariah lebih luas
dari pada hukum bisnis syariah.
Penerapan prinsip-prinsip syariah di bidang distribusi
yang dilakukan oleh industri antara lain perbankan syariah,
perasuransian syariah, BMT, pembiayaan syariah, pegadaian
syariah, dan pasar modal syariah memicu terlahirnya hubungan
dinamis antara hukum tertulis dan hukum tidak terrtulis, terutama
fatwa DSN-MUI. Sedangkan pada aspek proses produksi dan
konsumsi di bidang makanan dan minuman, telah dibentuk
Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan dan Kosmetika Majelis
Ulama Indonesia (LP POM-MUI) yang melakukan sertifikasi halal
atas produk-produk tersebut.
Bagi penegak hukum, aspek hukum ekonomi syariah yang
betul-betul harus diperhatikan adalah akadnya. Teori hukum
proses yang substansinya mencakup: pembuatan hukum (law
making; hukum tertulis dan hukum tidak tertulis), penerapan
hukum (law administrating; perjanjian tertulis yang dibuat
oleh industri), dan penegakan hukum (law adjudicating atau
law enforcement; putusan Basyarnas [nonlitigasi] dan putusan
peradilan agama [litigasi]), dapat dijadikan bahan bagi penegak
hukum dalam memeriksa dan memutus sengketa ekonomi syariah
antara lain dan yang paling utama adalah dokumen perjanjian
tertulisnya untuk diharmoniskan dengan hukum tertulis dan
hukum tidak tertulis.
61HUKUM EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Tanya Jawab
Luluk Arifah
Pengadilan Agama Bogor
Pertanyaan:
Dewasa ini praktek bank syariah sangat berbeda jika dibandingkan
dengan teorinya, lebih condong kepada bank konvensional.
Bagaimana menurut pandangan Bapak?
Jawaban:
Menurut Saya praktek bank syariah yang lebih berpihak ke bank
konvensional hukumnya adalah haram. Pada Bank syariah dalam
bentuk PT, orang dihargai bukan dalam bentuk banyaknya uang,
dalam bentuk saham, namun lebih dihargai berdasarkan jumlah
orang. Sedangkan PT. Bank Konvensional yang dihargai adalah
bukan jumlah orangnya, namun lebih dihargai jumlah modal
yang disertakan, yang dinyatakan dalam bentuk saham dan lebih
bersifat mencari keuntungan. Para ulama sangat menentang
praktek seperti ini.
Sanusi
Pengadilan Agama Kuningan
Pertanyaan:
Praktek bank syariah dan bank konvensional menurut Saya sama-
sama riba. Bagaimana menurut pandangan Bapak?
Jawaban:
Akad peminjaman uang dalam bank syariah sudah ditentukan
sejak awal dan yang dipinjamkan. Dalam syariah pertambahan
uang harus berdasarkan prestasi kerja tertentu, bukan karena
bunga. Jika pada bank syariah ditemukan adanya pertambahan
uang tanpa prestasi tertentu, itu sama saja dengan riba.
SESI IV
peran dan tanggungjawab hakim pengadilan agama
dalam mewujudkan keadilan illahiyah
bagi masyarakat
prof. dr. Kh. said aqil siradj, m.a.
ketua pbnu
65
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Peran dan Tanggungjawab
Hakim Agama Dalam mewujudkan Keadilan
Ilahiyah Bagi Masyarakat
A. Pengantar
Sebagai bangsa yang beradab sejak awal, jauh sebelum
bangsa ini merdeka telah mencita-citakan berdirinya negara
yang adil dan sejahtera. Perjuangan membentuk negara
bukan untuk memupuk kekuasaan (matchstaat) berdasarkan
monarki absolut atau diktator proletariat. Para pendiri bangsa
berjuang dan mendirikan Republik ini sebagai upaya untuk
menegakkan terbentuknya rechtstaats (negara hukum), yang
mampu mengayomi, melindungi dan menyejahteraakan
seluruh warga negara.
Para pendiri bangsa telah berpikir serius mewujudkan
gagasan ini sejak dalam sidang BPUPKI tahun 1945 maupun
dalam Sidang Konstituante tahun 1956 sampai 1959 adalah
sebagai usaha merumuskan bentuk negara hukum ini. Bahkan
sudah berabad-abad sebelumnya bangsa ini telah mampu
menegakkan hukum, yang kemudian dikenal dengan hukum
adat yang sangat dihormati dan ditaati. Ini semua yang
menjadi pondasi berdirinya kerajaan-kerajaan di Nusantara.
66 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Dengan kenyataan ini menunjukkan bahwa berdirinya negara
hukum itu telah mengakar dan menyejarah dalam bangsa
kita, baik yang bersumber dari agama (Islam) maupun tradisi.
Walaupun eksistensi negara hukum telah menjadi
tradisi dalam bangsa ini, tetapi tidak dengan sendirinya
cita-cita tersebut tercapai begitu saja tanpa usaha yang
keras. Berbagai persoalan menghadang proses penegakan
hukum di negeri ini, terutama adalah tumbuhnya semangat
pragmatisme yang menggejala di masyarakat dan bangsa ini.
Hukum tidak hanya merupakan kristalisasi dari nilai-nilai
etik dari sebuah budaya, tetapi juga sekaligus produk politik
dari bangsa tersebut. Karena itu hukum ditopang oleh kultur
atau budaya yang ada dalam masyarakat serta ditopang oleh
struktur politik dan kekuasaan yang ada.
Restrukturisasi politik dan reorientasi budaya menjadi
bagaian sangat penting dalam penegakan hukum dalam
sebuah negara. Tanpa keterpaduan antar keduanya, akan
terjadi kontradiksi bahkan ironi, sebagaimana dikeluhkan
belakangan ini, justru dimana pagar makan tanaman. Para
penegak hukum justru terlibat pelanggaran hukum, sehingga
keadilan dan kesejahteraan sulit dicapai.
Restrukturisasi politik dan penataan hukum sudah lama
dilakukan, tetapi belum menunjukkan hasil yang memuaskan,
karena belum ada upaya sistematis dan konsisten dalam
pendidikan moral dan pembentukan karakter, baik dikalangan
masyarakat maupun kalangan para penegak dan pelaksana
hukum sendiri. Inti penegakan hukum adalah penegakan
keadilan, sementara keadilan bukanlah sekedar gugusan fakta
obyektif melainkan sangat ditentukan oleh rasa, yaitu rasa
kebenaran dan rasa kemanusiaan. Kalau menyangkut urusan
67PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
rasa, maka ini urusan hati atau qalbu, sementara qalbu itu
sering berbolak-baik ketika ada tarikan kepentingan dari
sana-sini. Oleh karena itu setiap hari seorang Muslim dalam
sembahyangnya selalu berdoa, Allahumma ya muqallibal
qulub tsabbit qalbi ala dinik (Wahai Tuhan yang membolak-
balik hati, teguhkan hatiku pada kebenaran agamamu).
B. Memperkuat Hukum dan Hati Nurani.
Hukum sangat penting bagi manusia, karena manusia
bukan hanya sebagai ‘abid (hamba allah) tetapi sekaligus
sebagai khalifatullah, sebagaimana firman Allah:
Artinya; “Dan Dialah yang menjadikan kamu penguasa-
penguasa di bumi dan Dia meninggikan sebahagian kamu
atas sebahagian (yang lain) beberapa derajat, untuk
mengujimu tentang apa yang diberikan-Nya kepadamu.”
(QS; Al An’am 165).
Agar bisa menjalankan peran kekhalifahannya dengan
baik maka manusia diberi nafsu agar hidup dinamis dan
kreatif. Manusia memiliki dua nafsu, yaitu nafsu ghadlobiyah,
yaitu nafsu berkuasa atau will to power dan nafsu syahwatiah,
nafsu untuk kaya. Kalau seseorang mampu mengendalikan
dua nafsu tersebut akan menjadi nafsu muthmainnah,
akan mendapat ketenteraman dan kesejahteraan hidup,
68 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
karena mampu mengendalikan kekuasan dan kekayaannya.
Sedangkan yang tidak mampu mengendalikan akan
dikendalikan oleh dua nafsu itu maka akan dikendalikan
oleh harta dan kekuasaannya dan ini tidak akan ada puasnya.
Disitulah mereka menjadi manusia serakah dan korup
terjerumus oleh harta dan kekuasaannya.
Tetapi rahman dan rahim Allah tidak ada batasnya,
agar manusia selamat bisa menjalankan peran kekhalifahan
itu manusia dibekali dengan qolbu atau hati yang memiliki
beberapa fungsi; potensi inilah yang membedakan antara
manusia dengan binatang, bahkan bedanya antara manusia
dengan malaikat. Hati memiliki fungsi:
Pertama, bashirah (insting) dengan adanya bashirah
itu manusia secara instinktif mampu mengetahui mana yang
baik dan hal-hal yang buruk, sebagaimana ditegaskan Allah
dalam firmannya:
Artinya: “Bahkan manusia menjadi pengawas atas dirinya
sendiri, walaupun (lisannya) menyampaikan berbagai
alasan yang (berbeda).” (QS Al Qiyamah: 14-15).
Dengan kapasitas itu manusia masih diberi ilham atau
petunjuk melalui hati secara langsung, sebagaimana firman
Allah:
Artinya: “dan kami telah menunjukkan dua jalan.” (QS. Al
Balad: 10).
Apa yang dimaksud dengan dua jalan itu Allah
69PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
menegaskan.
Artinya: “maka Allah memberikan ilham jalan kejahatan dan
jalan ketakwaan” (QS. As-Syams: 8).
Agar manusia itu tidak lalai dan lengah maka Allah
memberikan peringatan lebih tegas lagi dan juga ayat:
Artinya: “tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama
(Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada
jalan yang sesat. karena itu Barangsiapa yang ingkar kepada
Thaghut dan beriman kepada Allah, Maka Sesungguhnya
ia telah berpegang kepada buhul tali yang Amat kuat yang
tidak akan putus. dan Allah Maha mendengar lagi Maha
mengetahui.” (QS. Al Baqarah 256).
Upaya manusia untuk mencari kebenaran telah
diberikan peluang sedemikian terbuka, sehingga lebih mudah
memperolehnya. Kalau manusia telah mampu menggunakan
bashirah-nya dengan baik, maka akan berimplikasi pada
fungsi qalbu yang lain yaitu dlomir (moral)
Kedua, dlomir (moral), manusia mempertimbangkan
pelaksanaan tindakan baik-buruk berdasarkan hati moral yang
disebut dlomir ini. Sementara itu dalam pelaksanaan dlomir
ini ada tiga derajat, pertama bersifat ijtima’i (melakukan
70 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
baik buruk berdasarkan pertimbangan masyarakat sekitar)
melakukan sesuai hanya dorongan sosial untuk meperoleh
pujian. Kedua bersifat qanuni, semata menjalankan aturan
baik perintah atau larangan yang bersifat legal, formal. Ketiga
bersifat diny, orang menjalankan perbuatan berdasarkan
pertimbangan agama.
Dalam kehidupan para sufi, peran hati ini sangat
menentukan sebagaimana ditegaskan dalam sebuah hadits,
istafti qalbaka al birru ma ithma’anna ilaihi qalbuka wal
itsmi ma haka fi nafsika. Bertanyalah pada hatimu tentang
kebaikan yang membawa ketenteraman hatimu dan dosa yang
menghukum hatimu.
Ketiga, Fuad, kalau seseorang telah mampu
memfungsikan dlomir-nya dengan sempurna, maka akan
mampu mencapai tahap berikutnya yaitu fuad (nurani), nurani
ini punya daya deteksi sangat tajam dan peka, dia memberikan
pertimbangan yang sangat jujur, dan tidak pernah berbohong,
sekecil apapun kesalahan dan kebenaran akan dilihat dan
dirasakan dan akan memberikan pertimbangan apa adanya.
Sebagaimana firman Allah;
Artinya: “Hati tidak akan mendustakan apa yang telah
dilihatnya.” (QS. An –Najm 11).
Hanya saja kejujuran hati itu dibelokkan oleh nafsu
dan kepentingan sesaat hingga kebenaran yang disuarakan
hati itu tidak didengar lagi. Pengendalian nafsu akan mampu
memperbesar suara hati yang selalu benar dan jujur itu.
Seorang pemimpin, apalagi seorang hakim yang
setiap hari bergumul dalam pencarian keadilan seyogyanya
71PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
didalam hatinya memiliki tiga potensi dasar tersebut, agar
bisa mengambil keputusan secara benar, jujur, adil dan bisa
dipertanggungjawabkan. Kalau para pemimpin dan pengambil
keputusan telah mendayagunakan potensi-potensi tersebut
akan menjadi seorang pemimpin dan penegak hukum yang
bermartabat, memiliki moral dan integritas, sehingga setiap
keputusannya membawa maslahat bagi masyarakat dan
Negara.
Keempat, asraar, apabila seseorang telah mengasah
ketajaman potensi ketiganya maka akan muncul potensi
keempat yaitu asraar kekuatan misteri (mampu menembus
misteri), sehingga mampu membaca hal-hal yang bersifat
metafisik. Dengan adanya kemampuan metafisik ini segala
yang diputuskan sudah bisa dilihat implikasinya dan respon
publik terhadapnya.
Kelima, lathifah (kelembutan) yang merupakan soft
ware (perangkat lunak) yang bisa mengakses pemikiran
dan kesadaran orang, sehingga mampu menyadarkan dan
menggerakkan masyarakat agar mengarah pada jalan yang
benar.
Potensi keempat dan kelima ini maqam-nya sangat tinggi
dan susah dicapai, karena itu untuk menguasainya diperlukan
melaksanakan riyadloh yang berat dan dalam bimbingan
seorang mursyid (guru spiritual). Apabila seseorang telah
memfungsikan hatinya secara sempurna maka ia akan menjadi
seorang yang arif dan bijaksana dalam memimpin dan dalam
menetapkan dan mengambil keputusan.
Dilihat dari potensi yang seorang hakim, apalagi hakim
Agama Islam haruslah memiliki karakter sebagai berikut:
1. al-kafaah wat taahhul (proporsional) dan profesional
72 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dalam bertindak.
2. al-Infitah was sharahah (berpikir terbuka dan open
manajemen).
3. at-Ta’awun alal birri wal ihsan (bekerjasama dalam
menegakkan kebajikan dan kemaslahatan).
4. al-mas’uliyah (bertanggung jawab).
C. Introspeksi
Dalam pertemuan ini kita sengaja mencari upaya
berbagai persoalan penegakan hukum di Negeri ini berjalan
dengan baik. Dengan demikian kita selain harus membuka
diri juga harus legowo terhadap munculnya kritik serta peka
terhadap keprihatinan masyarakat terhadap pelaksanaan
hukum di Negeri ini. Seringkali pelaku kesalahan berat
dihukum ringan bahkan lepas dari jerat hukum. Sementara
pelaku kesalahan kecil dijerat dengan hukuman berat.
Walaupun semuanya diputuskan berdasarkan hukum dan
pasal tertentu, tetapi masyarakat selalu mengatakan bahwa
hukum yang diputuskan melanggar rasa keadilan. Maksudnya
rasa keadilan yang ada dalam hati nurani dan sanubari
masyarakat, hati yang jernih yang tidak berbohong.
Karena itu dalam upaya perbaikan ini perlu pertama
melakukan muhasabah, haasibu anfusakum qabla an
tuhasabu (koreksilah dirimu sendiri sebelum dikoreksi pihak
lain). Kedua, muatabah (menyalahkan diri sendiri), seorang
pemimpin yang berjiwa besar harus berani mengaku bersalah,
dan menyalahkan diri sendiri bila terdapat kebijakan atau
keputusan yang merugikan rakyat dan Negara, sebagaimana
firman Allah;
Fala talumuni wa lumu anfusakum Artinya: “janganlah
73PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
kamu menyalahkanKu, tetapi salahkanlah dirimu sendiri”.
Ketiga dalam memperbaiki sistem hukum nasional ini kita
perlu bersikap muraqabah (optimis), tetap memiliki harapan
walaupun keadaan gelap dan suram. Dengan optimis inilah
keadaaan bisa diperbaiki. Dalam menghadapi ujian dan
cobaan dan keadaan yang susah seorang mukmin tidak boleh
berputus asa, harus tetap optimis sebagaimana firman Allah
Artinya “Hai anak-anakKu, Pergilah kamu, Maka carilah
berita tentang Yusuf dan saudaranya dan jangan kamu
berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya tiada
berputus asa dari rahmat Allah, melainkan kaum yang kafir”
( QS. Yusuf :87).
Islam mengajarkan bahwa dalam situasi seburuk
apapun kita harus tetap optimis, karena kita masih punya
Tuhan, masih ada Allah. Dengan adanya keyakinan itu semua
kesulitan akan bisa diatasi. Bagi kita yang sedang menghadapi
persoalan besar, baik dibidang politik, ekonomi, hukum dan
kebudayaan, saat ini harus tetap optimis dan berani bekerja
keras untuk mengatasinya. Inilah tugas profetik atau nubuwah
kenabian untuk menciptakan tata kehidupan yang lebih baik.
74 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Tanya Jawab
Komar
Pengadilan Agama Cimahi
Pertanyaan:
Berkenaan dengan masalah penegakan hukum dengan hati nurani,
seringkali menjadi celoteh orang. Dalam penegakan hukum tidak
ada yang namanya pasal kasihan, tapi seringkali pasal kasihan
banyak mempengaruhi praktek-praktek peradilan kita. Terkait
dengan hal tersebut, bagaimana pendapat Bapak?
Jawaban:
Tidak ada kaitan antara kasihan dan kebenaran hukum. Misalnya
kalau Saya kasihan, Saya kasih uang ini. Tidak boleh rasa kasihan
mempengaruhi hukum.
Endang Tamami
Pengadilan Agama Subang
Pertanyaan:
Berkaitan dengan masalah pengontrolan diri, tadi disampaikan
bahwa dalam mengontrol nafsu qhadlobiyah dan nafsu
syahwatiah, yang dijelaskan adalah qalbu. Yang ingin saya
tanyakan adalah bahwa kita memiliki akal pikiran, lalu dimana
posisi akal pikiran dalam mengontrol nafsu qhadlobiyah tadi?
Jawaban:
Akal itulah yang mengikat, perangkat untuk mencapai tujuan.
Jadi akalnya harus dipakai. Kalau orang bodoh mencuri sepatu
di Masjid, sedangkan orang-orang yang pintar bisa mencuri 6,7T,
tanpa pisau tanpa golok. Kebenaran sangat sulit dicari. Kebenaran
sangat langka di dunia, terutama di Indonesia. Gedungnya memang
semakin mewah tapi isi gedungnya keropos. Jadi kembali kepada
75PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
nurani kita karena keadilan sudah semakin langka.
Oding Halim
Pengadilan Agama Sumedang
Pertanyaan:
Bagaimana kita mengendalikan diri di akhir jaman ini? Banyak
sekali hukum/aturan dan kehidupan sekarang yang mempengaruhi
orang-orang Islam. Saya mohon Bapak memberikan dalil-dalil
untuk dimasukkan ke hati nurani Saya untuk menjaga ajaran-
ajaran Islam.
Jawaban:
Tarik-menarik antara ajakan ke arah sesat dan benar itu akan
selalu ada. Ada jalan lurus, ada jalan bengkok. Tinggal kita kuat
atau tidak. Telah jelas mana yang benar, mana yang salah dan
mana yang menyimpang. Tinggal kita pilih yang mana.
Dari jaman Nabi, sampai kapanpun akan selalu ada. Hanya saja
volumenya berbeda, sekarang volumenya semakin besar. Jaman
Nabi pun ada godaan-godaan dan jebakan-jebakan. Sahabat
Nabi pun ada yang berzina, ada yang melanggar hukum tapi Nabi
menegakkan keadilan seadil-adilnya. Ketika ada sahabat yang
membunuh orang non muslim, Nabi berkata: “barang siapa
yang membunuh non muslim maka akan berhadapan dengan
Saya. Dan barang siapa yang berhadapan dengan Saya maka
tidak akan selamat.” Hal itu dilakukan dalam rangka melindungi
non muslim. Ketika ada sahabat Nabi yang melapor ada maling
perempuan yang ternyata adalah saudara sepersusuan Nabi, ada
sahabat yang mengusulkan agar maling tersebut dibebaskan. Tapi
Nabi berkata: “Jangankan keponakan sepersususan, seandainya
maling tersebut adalah anak kandungku Fatimah maka bawalah
ke sini, saya akan memotong tangannya”.
76 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Semoga Bapak Ibu dan juga para pemimpin di Negeri ini juga bisa
meneladaninya.
Uman
Pengadilan Agama Purwakarta
Pertanyaan:
Seringkali kita menemukan atau berhadapan dengan kasus yang
menurut pemahaman kita adalah hal yang baru. Sementara dalam
peraturan materiil ada ketidaksamaan, katakanlah penyimpangan
hukum. Kita sering memutus berdasarkan keyakinan kita.
Ini yang mungkin kita perlu dibimbing. Secara pengetahuan
adalah sebuah keyakinan kita, tapi disisi lain ada hal-hal yang
harus dipertimbangkan secara moral. Kadangkala hati nurani
mempunyai pertimbangan sendiri. Apakah hal yang seperti ini
bisa diarahkan pembenarannya?
Jawaban:
Dalam perjalanan hakim pasti akan terjadi hal-hal yang baru
yang belum pernah dialami, atau memang kasusnya benar-benar
baru yang barangkali hukumnya belum jelas. Dalam hal ini maka
harus dimusyawarahkan. Bertukar pikiran dengan hakim lain
atau para ahli. Jadi dengan musyawarah. Kalau masih belum
puas maka lakukanlah sholat hajat meminta petunjuk pada
Allah. Jadikanlah sholat dan sabar sebagai penolong kita dalam
memecahkan persoalan. Sholat dan sabar bisa mengantarkan kita
dalam memecahkan masalah. Banyak contoh misalnya Sayyidina
Ali ketika terkena panah dipahanya. Beliau berpesan kepada
pengawalnya agar panahnya dicabut ketika Beliau sujud dalam
sholatnya, kemudian sampai salam dan selesai sholat beliau marah
dan berkata, mengapa panahnya tidak dicabut? Tapi pengawalnya
mengatakan bahwa panahnya telah dicabut. Ternyata ketika
77PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Beliau sholat, panahnya telah dicabut. Beliau tidak merasakan
apa-apa. Jadi masalah apa saja, mari kita musyawarahkan. Jika
sudah musyawarah mari kita minta petunjuk kepada Allah dengan
sabar dan sholat.
Ahrum Hoerudin
Pengadilan Agama Indramayu
Pertanyaan 1:
Di akhir zaman ini sangat sulit kita menemukan uswatun
khasanah. Siapa yang bisa menjadi panutan di akhir zaman ini?
Jawaban 1:
Memang saat ini sulit mencari panutan. Kita telah kehilangan figur
uswatun khasanah, maka jagalah dirimu sendiri dan jaga ahlimu/
keluargamu dari kecelakaan, karena jaman sudah seperti ini. Sulit
untuk menghindar dari jebakan-jebakan. Janji Allah itu hak, benar
dan pasti. Oleh karena itu jangan terjebak oleh urusan dunia.
Memahaminya memang mudah. Jangan terjebak uang, jabatan,
perempuan, dan lain-lain. Pengertian memang mudah dipahami,
tapi yang paling sulit adalah menjalaninya. Jangan terpedaya dan
terperosok dengan jebakan yang kelihatannya mengatasnamakan
Allah. Berjuang atas nama bangsa, atas nama rakyat tapi ternyata
korupsi juga. Membangun pesantren dan berjuang, tapi ternyata
ingin mengikuti hawa nafsunya agar dihormati orang, agar
dipanggil kiai dan sebagainya. Kelihatannya berjuang dan ceramah
di televisi padahal hanya ingin supaya namanya terkenal.
Jilbab juga kadang-kadang untuk menutupi kepalsuan, kopyah
juga sama kadang untuk menutupi kepalsuan. Padahal di dunia
ini 99,9% adalah palsu. Dasi palsu, sorban palsu, jas palsu, jilbab
palsu, jenggot palsu dan sebagainya. Asal mulanya adalah simbol,
semua itu simbol, tapi simbol itu harus sesuai dengan artinya.
78 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Jilbab adalah simbol menunjukkan hatinya baik dan moralnya
bagus. Simbol itu harusnya sesuai dengan yang disimboli. Seorang
kiai semakin panjang sorbannya, semakin panjang jenggotnya
maka harus semakin panjang dzikirnya kepada Allah. Jadi hati-
hati, tasbih juga jebakan, sorban juga jebakan. Jadi semua
itu jebakan. Jebakan-jebakan seperti ini yang sulit dipahami.
Tafsuf itu mencari kebenaran dan menghindar dari kepalsuan,
sebagainya. Kita jangan tertipu dan terpedaya yang kelihatannya
mengatas-namakan Allah.
Manusia juga seringkali menjadi sombong. Segala hal jika ada
keberhasilan dikatakan bahwa “hal itu karena saya”. Para auliya’
mengatakan bahwa begitu terlintas dalam benaknya bahwa “saya
ada”, maka itu dosa, sebab yang ada hanya Allah. Kita adalah
diadakan. Jangan terlintas bahwa kita ada, tapi kita diadakan. Jika
bilang “saya ada” maka sombong. Kita menggunakan kata ganti
“aku, engkau, dia”. Aku Toto, engkau Toto, dia Toto, aku Zaenab,
engkau Zaenab, dia Zaenab, itu hanyalah pinjaman dari Tuhan.
Manusia pasti akan mati, lalu kemana perginya “aku, engkau,
dia” yang pernah kita gunakan? Kemana perginya “aku” kalau
kita sudah mati? Perginya adalah kepada “AKU” yang tidak akan
mati selamanya. Jadi yang sebenar-benarnya “aku, engkau, dia”
itu adalah Allah. Aku Toto, dia Toto, engkau Toto itu hanyalah
pinjaman. Hak guna pakai kita hanya 70 tahun atau lebih atau
kurang, sedangkan yang mempunyai sertifikat asli adalah
Allah. Syekh Siti Jenar begitu lahir karena dikhawatirkan dapat
mengganggu perjuangan maka dititipkan kepada seorang pangeran
di Cirebon. Ketika dia mengatakan “aku Allah” sebenarnya itu
adalah benar, karena yang sebenar-benarnya “aku” itu adalah
Allah, yang hakekatnya “aku” adalah Allah, sedangkan kita hanya
meminjam. Laa ilaaha ila ana (tiada Tuhan kecuali AKU), Laa
79PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ilaaha ila anta (tiada Tuhan kecuali ENGKAU), Laa ilaaha ila
huwa (tiada Tuhan kecuali DIA).
Saya tidak akan menyebut nama tapi seorang pemimpin itu
seharusnya ‘aayabun ‘aliman: mempunyai kapabilitas ilmu
pengetahuan, adilan: siap memperjuangkan keadilan, syuja’an:
berani, konsekuen, supportif, zahidan: tidak rakus, salimal
khalb: hatinya bersih, shohihal jizm: fisiknya sehat. Itu baru
pantas menjadi presiden, orangnya siapa? Ya kita cari sendiri.
Yang berilmu, bersikap adil, berani, tidak rakus, hatinya bersih,
moralitas dan integritasnya tinggi dan fisiknya sehat sempurna.
Pertanyaan 2:
Yang kedua, mengenai asraar dengan lathifah perlu ada mursyid.
Mursyid yang mana yang memenuhi persyaratan? asraar mana
atau lathifah mana yang dimaksud untuk memberikan suatu
gambaran predikat hakim yang adil dan bijaksana, terlebih dapat
memberi rasa keadilan dalam putusannya. Sekarang banyak sekte-
sekte, banyak partai-partai. Sekarang juga banyak torikat-torikat,
sehingga banyak terjadi perbedaan pendapat diantara para sekte-
sekte atau torikat-torikat tersebut. Misalnya saja perbedaan awal
bulan atau perbedaan penentuan waktu hari raya. Kelompok yang
mana yang bisa menjadi panutan di dalam masyarakat?
Jawaban 2:
Mengenai pertanyaan asraar yang mana, lathifah yang mana,
asraar kita tidak ada duanya, hanya satu. Artinya dalam hati kita
ada kekuatan yang namanya asraar, kekuatan yang tidak bisa
dilihat. Apalagi lathifah, yang bisa dikatakan adalah software.
Mengenai aliran dan perbedaan pendapat itu pasti ada. Namun
yang terpenting adalah jangan memonopoli kebenaran. Berbeda
pendapat boleh saja, tapi jangan sampai menghina yang lain. Misal
ada orang yang tidak suka berziarah kubur, ya silahkan saja. Tapi
80 PERAN DAN TANGGUNG JAWAB HAKIM AGAMA DALAM MEWUJUDKAN KEADILAN ILAHIYAH BAGI MASYARAKAT
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
jangan menyalahkan dan menghina orang yang berziarah kubur.
Saya kira itu saja, semoga bermanfaat. Bukan berarti saya merasa
yang paling benar, tapi mari kita bersama-sama perjuangkan
keadilan, karena kita sudah kehilangan figur uswatun khasanah.
83
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
HukumPerbankan Syariah
A. Penjelasan
1. Prinsip Operasional Lembaga Keuangan Syariah
a. Prinsip Bagi Hasil (Musyarakah/Mudharabah);
b. Prinsip Jual Beli (al Bai’);
c. Prinsip Sewa (al Ijarah);
d. Prinsip Jasa-jasa (Ju’alah).
2. Produk Bank Syariah
84 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
B. Penghimpunan Dana
1. Prinsip Wadiah
Wadiah adalah titipan murni dari penitip yang harus
dijaga dan dikembalikan kapan saja bila penitip
menghendakinya.
2. Rukun Wadiah
a. Penitip/pemilik barang (muwaddi’);
b. Penerima titipan/orang yang;
c. menyimpan (mustawda’);
d. Barang yang dititipkan (wadi’ah);
e. Aqad/Ijab Qabul.
3. Jenis Wadiah
a. Wadiah Yad Al Amanah.
Merupakan titipan murni dengan pengertian:
• Penerima titipan wajib menjaga barang yang
dititipkan;
• Barang yang dititipkan tidak boleh digunakan
(diambil manfaatnya) oleh penerima titipan;
• Sewaktu titipan dikembalikan harus dalam
keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya
(sesuai dalam akad);
• Jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan
maka pihak yang menerima titipan tidak
dibebani tanggung jawab;
• Sebagai kompensasi atas tanggung jawab
penjagaan/pemeliharaan, pihak penitip dapat
dikenakan biaya titipan.
b. Wadiah Yad Ad Dhamanah.
Merupakan titipan murni dengan pengertian:
• Penerima titipan wajib menjaga barang yang
85HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dititipkan;
• Barang yang dititipkan tidak boleh digunakan
(diambil manfaatnya) oleh penerima titipan;
• Sewaktu titipan dikembalikan harus dalam
keadaan utuh baik nilai maupun fisik barangnya
(sesuai dalam akad);
• Jika selama dalam penitipan terjadi kerusakan
maka pihak yang menerima titipan tidak
dibebani tanggung jawab;
• Sebagai kompensasi atas tanggung jawab
penjagaan/pemeliharaan, pihak penitip dapat
dikenakan biaya titipan.
Merupakan pengembangan dari Wadiah Yad
Al Amanah yang disesuaikan dengan aktifitas
perekonomian dengan pengertian:
• Penerima titipan wajib taat kepada akad yang
telah disepakati oleh kedua belah pihak;
• Penerima titipan/simpanan diberi izin untuk
menggunakan dan mengambil manfaat dari
titipan tersebut (tidak idle);
• Penyimpan mempunyai kewajiban untuk
bertanggungjawab terhadap kehilangan/
kerusakan barang tersebut;
• Semua keuntungan yang diperoleh dari titipan
tersebut menjadi hak penerima titipan;
• Sebagai imbalan kepada pemilik barang/dana
dapat diberikan semacam insentif berupa
bonus, yang tidak disyaratkan sebelumnya.
86 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
C. Prinsip Mudharabah
1. Mudharabah (Al Qiradh)
Suatu akad kerjasama atau perkongsian antara
dua pihak yaitu:
• Pihak pertama sebagai penyedia modal/dana untuk
suatu usaha (disebut sebagai shahib al maal);
• Pihak kedua yang bertanggungjawab atas
pengelolaan dana/manajemen usaha (disebut
sebagai mudharib).
2. Terjadinya Mudharabah
• Seseorang memiliki dana/modal akan tetapi tidak
mempunyai keahlian untuk mengelola dana, maka
diserahkanlah kepada ahlinya;
• Seseorang memiliki dana/modal, memiliki
keahlian akan tetapi tidak mempunyai waktu untuk
mengelola, maka diserahkanlah kepada ahlinya
yang mempunyai waktu untuk mengelola;
• Seseorang memiliki dana, memiliki keahlian,
mempunyai waktu akan tetapi tidak pernah dapat
kesempatan untuk berusaha.
3. Rukun Mudharabah
a. Orang yang berakal:
• Shahibul Maal (pemilik modal);
• Mudharib (pelaksana/usahawan).
b. Modal (Maal).
c. Kerja/Usaha (Dharabah).
d. Keuntungan (Ribh).
e. Akad (Ijab Qabul).
4. Jenis Mudharabah Dari Segi Kuasa Yang Diberikan
Kepada Pengusaha (Mudharib)
87HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Mudharabah Muthlaqah (Unrestricted Investment)
Pihak pengusaha/bank (sebagai mudharib) diberi
kuasa penuh oleh shahibul maal untuk menjalankan
proyek tanpa larangan/batasan yang berkaitan
dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu,
tempat, jenis perusahaan dan pelanggan.
• Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment)
Shahibul maal memberikan batasan mengenai
dimana, bagaimana atau untuk tujuan apa dana
tersebut diinvestasikan kepada pengusaha/bank
(sebagai mudharib) dalam pengelolaan dananya.
5. Jenis Mudharabah Dari Segi Kuasa Yang Diberikan
Kepada Pengusaha (Mudharib)
• Mudharabah Muthlaqah (Unrestricted Investment)
Pihak pengusaha/bank (sebagai mudharib) diberi
kuasa penuh oleh shahibul maal untuk menjalankan
proyek tanpa larangan/batasan yang berkaitan
dengan proyek itu dan tidak terikat dengan waktu,
tempat, jenis perusahaan dan pelanggan.
• Mudharabah Muqayyadah (Restricted Investment)
Shahibul maal memberikan batasan mengenai
dimana, bagaimana atau untuk tujuan apa dana
tersebut diinvestasikan kepada pengusaha/bank
(sebagai mudharib) dalam pengelolaan dananya.
6. Isi Perjanjian Bagi Hasil
“Pihak pertama (pemilik dana/shahibul maal/
deposan/pemegang rekening) dan pihak kedua (bank/
pengelola dana/mudharib) berjanji akan berbagi hasil
atas dana pihak pertama yang diinvestasikan pada pihak
kedua dalam bentuk ...(deposito/tabungan)... Dengan
88 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
perbandingan bagi hasil …(45)… untuk pihak pertama
dan … (55) … untuk pihak kedua...”.
7. Nisbah
Angka perbandingan (porsi) pembagian
pendapatan antara shahibul maal dengan mudharib.
D. Penyaluran Dana
1. Musyarakah
Musyarakah adalah suatu perkongsian antara dua
pihak atau lebih dalam suatu proyek dimana masing-
masing pihak berhak atas segala keuntungan dan
bertanggungjawab akan segala kerugian yang terjadi
sesuai dengan penyertaannya masing-masing.
a. Syirkah Mufawadha.
• Setoran dana harus sama;
• Keuntungan & Kerugian;
• Kerja dan Tanggung Jawab;
• Beban Hutang.
b. Syirkah Al-Inan.
• Setiap pihak memberikan porsi dari
keseluruhan dana;
• Berpartisipasi dalam kerja;
• Berbagi keuntungan dan kerugian yang besar
kecilnya telah disepakati bersama;
• Semua ulama membolehkan jenis Musyarakah
ini.
c. Syirkah A’maal.
Kerjasama dua pihak atau lebih yang masing-
masing mempunyai keahlian yang sama. Contoh:
• Arsitek dengan arsitek yang lain bekerjasama
89HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
untuk membangun proyek;
• Penjahit dengan penjahit menerima order
pembuatan seragam kantor.
Disebut juga sebagai: Syirkah Abdan atau Sanaa’i.
d. Syirkah Wujuh.
• Yang dipertaruhkan dalam praktek ini adalah
Reputasi dan Prestise;
• Membeli barang secara kredit dan dijual secara
tunai;
• Keuntungan & kerugian dibagi berdasarkan
jaminan yang diberikan kepada penyuplai;
• Karena tidak perlu modal, maka kontrak ini
lazim disebut sebagai Syirkah Piutang.
e. Rukun Musyarakah.
• Pemilik dana (Syarik/Shahibul Maal);
• Pengusaha (Musyarik);
• Proyek/kegiatan usaha (Masyru’);
• Modal (Ra’sul Maal);
• Nisbah bagi hasil (Nisbaturibhin);
• Ijab Qabul (Sighat).
f. Skema Musyawarah
90 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
2. Mudharabah
Mudharabah adalah suatu perkongsian antara
dua pihak dimana pihak pertama (Shahibul Maal)
menyediakan dana, dan pihak kedua (Mudharib)
bertanggung-jawab atas pengelolaan usaha. Keuntungan
dibagikan sesuai dengan rasio bagi hasil yang telah
disepakati bersama secara advance.
a. Rukun Mudharabah.
• Pemilik dana (Shahibul Maal);
• Pengusaha (Mudharib);
• Pekerjaan/proyek/kegiatan usaha (‘Amal);
• Modal (Ra’sul Maal);
• Nisbah bagi hasil (Nisbaturibhin);
• Ijab Qabul (Sighat).
b. Skema Mudharabah
91HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
3. Murabahah
Murabahah adalah menjual dengan harga asal
ditambah dengan margin keuntungan yang telah
disepakati.
a. Rukun Murabahah
• Penjual (Bai’);
• Pembeli (Musytari);
• Obyek/Barang (Mabii’);
• Harga (Tsaman);
• Ijab Qabul (Sighat).
b. Skema Murabahah
4. Salam
Salam adalah proses jual beli dimana pembayaran
dilakukan secara advance manakala penyerahan barang
dilakukan kemudian.
a. Rukun Salam
• Penjual (Muslam ilaih);
• Pembeli (Muslam);
• Obyek/Barang (Muslam Fiih);
• Harga (Ra’sul Maal as Salam);
• Ijab Qabul (Sighat).
b. Skema Salam
92 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
5. Istishna
Istishna adalah kontrak order yang ditandatangani
bersama antara pemesan dengan produsen untuk
pembuatan suatu jenis barang tertentu.
a. Rukun Istishna
• Produsen (Shani’);
• Pemesan (Mustashni’);
• Barang (Mashnu’);
• Harga (Tsaman);
• Ijab Qabul (Sighat).
b. Skema Istishna
6. Ijarah
Ijarah atau sewa yaitu memberi penyewa
kesepakatan untuk mengambil manfaat dari barang
sewaan untuk jangka waktu tertentu dengan imbalan
yang besarnya telah disepakati bersama.
a. Rukun Ijarah
• Penyewa (Musta’jir);
• Pemberi Sewa (Mu’ajjir);
• Obyek Sewa (Ma’jur);
93HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Harga Sewa (Ujrah);
• Manfaat Sewa (Manfa’ah);
• Ijab Qabul (Sighat).
b. Skema Ijarah
E. Produk Jasa
1. Wakalah
Wakalah adalah Akad perwakilan antara dua
pihak, dimana pihak pertama mewakilkan suatu urusan
kepada pihak kedua untuk bertindak atas nama pihak
pertama.
Aplikasinya dalam perbankan, wakalah digunakan
untuk penerbitan Letter of Credit (L/C impor) atau
penerusan permintaan barang dalam negeri dari bank
di luar negeri (L/C ekspor). Wakalah juga diterapkan
dalam jasa transfer dan inkaso.
• Jenis Wakalah:
a. Wakalah al mutlaqah adalah mewakilkan
secara mutlak, tanpa batasan waktu dan untuk
segala urusan.
b. Wakalah al muqayyadah adalah penunjukan
94 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
wakil untuk bertindak atas namanya dalam
urusan-urusan tertentu.
c. Wakalah al ammah adalah perwakilan yang
lebih luas dari pada al muqayyadah tetapi
lebih sederhana dari pada al mutlaqah.
2. Kafalah
Kafalah adalah akad jaminan dari suatu pihak
kepada pihak lain.
• Jenis-Jenis Kafalah:
a. Kafalah bin nafs adalah jaminan dari diri si
penjamin (personal guarantee).
b. Kafalah bil maal adalah jaminan pembayaran
barang atau pelunasan hutang.
c. Dalam aplikasinya di perbankan dapat ber-
bentuk jaminan uang muka (AdvancePayment
Bond), atau jaminan pembayaran ( payment
bond).
d. Kafalah Muallaqah adalah jaminan mutlak
yang dibatasi oleh kurun waktu tertentu dan
untuk tujuan tertentu.
Dalam perbankan hal ini diterapkan untuk
jaminan pelaksanaan suatu proyek (performance
bonds) atau jaminan penawaran (bid bonds).
3. Hawalah
Hawalah adalah akad pemindahan hutang piutang
suatu pihak kepada pihak lain. Kebanyakan ulama tidak
memperbolehkan pengambilan manfaat (imbalan) atas
pengalihan hutang-piutang tersebut antara lain dengan
mengurangi jumlah piutang atau menambah jumlah
hutang tersebut. Bank hanya boleh membebankan fee
95HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
atas jasa penagihan.
4. Ju’alah
Ju’alah adalah akad dimana pihak pertama
menjanjikan imbalan tertentu kepada pihak kedua atas
pelaksanaan suatu tugas atau pelayanan yang dilakukan
oleh pihak kedua untuk kepentingan pihak pertama.
Prinsip ini dapat diterapkan oleh bank dalam
menawarkan berbagai pelayanan dengan mengambil
fee dari nasabah. Misalnya: Referensi bank, informasi
usaha dsb.
5. Sharf
Sharf adalah transaksi pertukaran emas dan
perak, atau pertukaran valuta asing.
• Syarat-syarat:
a. Harus tunai;
b. Serah terima harus dalam majelis kontak;
c. Bila pertukaran antara mata uang yang sama
harus dalam jumlah / kuantitas yang sama.
6. Al Qardh
Al Qardh adalah pemberian harta kepada orang
lain yang dapat ditagih atau diminta kembali atau dengan
kata lain meminjamkan tanpa mengharap imbalan.
Dalam literatur fiqh al qard dikategorikan sebagai
aqd tathawwu’i atau akad saling bantu membantu dan
bukan transaksi komersial.
a. Rukun Al Qardh:
• Peminjam (muqtaridh);
• Pemilik dana/pemberi pinjaman (muqridh);
• Jumlah dana (qard);
• Ijab-qabul (sighat).
96 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
b. Syarat Al Qardh:
• Kerelaan kedua pihak yang berakad;
• Dana yang dipinjamkan halal dan bermanfaat.
c. Aplikasi Al Qardh dalam perbankan:
• Sebagai produk pelengkap kepada nasabah
yang membutuhkan dana talangan segera
untuk masa yang sangat pendek;
• Sebagai produk untuk menyumbang usaha
yang sangat kecil atau membantu sektor sosial.
Skema khusus untuk ini dikenal sebagai produk
al qardh al hasan.
7. Rahn
Rahn adalah akad menggadaikan barang dari satu
puhak kepada pihak lain, dengan uang sebagai gantinya.
• Dalam aplikasinya akad ini dapat digunakan
sebagai:
a. Tambahan pada pembiayaan beresiko dan
memerlukan jaminan tambahan;
b. Produk tersendiri untuk melayani kebutuhan
yang bersifat konsumtif seperti pendidikan,
kesehatan dsb.
97HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Tanya Jawab
Oding Halim
Pengadilan Agama Sumedang
Pertanyaan 1:
Apa perbedaan deposito di bank syariah dengan bank konvensional?
Jawaban 1:
Perbedaan deposito antara bank syariah dengan bank konvensional
adalah ketika kita deposito di bank konvensional, kita sudah
mengetahui berapa besar bunganya. Misal bunganya 6% perbulan.
Sedangkan deposito di bank syariah kita tidak tahu berapa
besarnya bunga, yang diketahui adalah nisbah. Nisbahnya adalah
70% untuk nasabah, 30% untuk bank. Tapi nilai dari 70% tersebut
belum diketahui karena untung dan rugi bank baru dihitung ketika
akhir bulan. Berapa pendapatannya dan berapa ruginya, itu ada
hasil yang akan dibagikan kepada para deposa. Jadi bedanya
adalah terkait masalah hasil. Pada bank konvensional, dari awal
kita sudah mengetahuinya, namun pada bank syariah kita belum
mengetahuinya.
Pertanyaan 2:
Kalau di bank konvensional deposito ada yang 6 bulan ada yang
3 bulan, bahkan setiap bulan bisa dirubah depositonya dan
bisa diperpanjang, kalau di bank syariah berapa bulan bisa ada
perubahannya?
Jawaban 2:
Kalau yang namanya deposito di bank syariah secara hukum positif,
produk tetap ikut pada bank konvensional. Bila di konvensional
1 bulan, maka di syariah ada 1 bulan. Bila di konvensional ada 3
bulan, maka di syariah ada 3 bulan. Pada prinsipnya sama, tapi
bagi hasil dihitung pada akhir bulan.
98 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Jajang Suherman
Pengadilan Agama Karawang
Pertanyaan:
Dalam wadiah dhamanah bank tidak menjanjikan apa-apa, tapi
apabila untung bank akan memberikan bonus. Masalahnya kapan
bank akan menentukan keuntungan itu? Dan prosentasenya
siapa yang menyepakatinya? Apakah nasabah dengan bank? Atau
sepihak? Kalau bank terjadi kerugian apakah nasabah juga bisa
dibebani tanggung jawab?
Jawaban:
Tidak ada perjanjian khusus antara nasabah dengan bank untuk
penentuan bonus, nasabah tahunya adalah titip. Bank tidak
memperjanjikan berapa bonus yang akan diberikan, tapi bank akan
memberikan bonus, kapan memberikan bonusnya? Bank akan
menghitung bonusnya ketika akhir bulan. Jadi di bank syariah ada
yang namanya komite ALMA (Asset, Liability, Managemen) yang
melakukan meeting setiap bulan. Anggota ALMA adalah direksi,
kepala divisi dan kepala cabang. Komite ALMA ini menentukan
bagaimana assetnya, bagaimana utangnya, berapa besar
keuntungan yang diperoleh bank dan berapa besar keuntungan
yang akan dibagikan kepada nasabah. Yang menentukan adalah
komite ALMA, Kalau untung, akan dibagikan kepada nasabah, tapi
kalau rugi, nasabah tidak menanggung kerugian. Bonus wadiah
tidak diperjanjikan kepada nasabah.
A. Jazuli
Pengadilan Agama Sukabumi
Pertanyaan:
Pada intinya pada bank syariah tidak ada perjanjian untuk memberi
dan diberi. Baik nasabah maupun yang dititipi (bank). Dalam
99HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
kenyataan yang Bapak alami itu seperti apa? Saya mempunyai
gambaran kalau pada intinya dalam praktek bank syariah hampir
sama dengan bank konvensional, ketika kita titip, maka kita juga
akan mendapatkan bonus. Ketika kita deposito juga sama, meskipun
tidak diperjanjikan, tapi pada intinya kita tetap mendapatkan
bonus. Sejauh mana perbedaan antara bank konvensional dengan
bank syariah ketika nasabah mendapatkan keuntungan? Apakah
jauh lebih besar atau sama? Apakah signifikan sehingga membuat
masyarakat akan berbondong-bondong ke bank syariah.
Jawaban:
Antara giro atau tabungan dengan deposito itu berbeda. Tabungan
menggunakan konsep wadiah, artinya tidak ada perjanjian antara
nasabah dengan bank untuk memberikan bagi hasil, akan tetapi
bank akan tetap memberikan bonus kepada nasabah meskipun
tidak diperjanjikan diawal. Hal ini dikarenakan uangnya digunakan
oleh bank, sehingga ketika ada untung, bank akan membagikannya
kepada nasabah. Besarnya bonus bisa lebih besar, bisa sama,
bisa juga lebih kecil dari bank konvensional, atau bisa juga sama
sekali tidak menerima bonus. Sedangkan deposito menggunakan
konsep mudharabah artinya diawal telah diperjanjikan mengenai
bagi hasil, hukumnya wajib diperjanjikan diawal dan tidak boleh
diakhir. Jadi nasabah mudharabah akan mendapatkan bagi hasil
yang telah diperjanjikan diawal, sehingga jelas berapa bagian
yang akan diperoleh bank dan berapa bagian yang akan diperoleh
nasabah.
Mengapa sama dengan bank konvensional? Memang sama, karena
hitungannya adalah sama.
100 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Anonym
Pertanyaan:
Sekarang kalau ada sengketa ekonomi syariah adalah ada
kewenangan badan arbitrase syariah, ada juga pengadilan agama
sesuai Undang-Undang No. 3 Tahun 2006.
Andaikata ada pengaduan tentang kerugian biaya pokok, karena
kalau keuntungan tadi dalam akad perjanjian tidak disebutkan,
tergantung perhitungan akhir bulan, tapi kalau bank mengalami
kerugian kemudian simpanan pokoknya tidak disebut maka
apakah akan dikembalikan atau bagaimana?
Jawaban:
Nanti kita jawab pada waktu menjelaskan distribusi bagi hasil.
Ahrum Hoerudin
Pengadilan Agama Indramayu
Pertanyaan:
Siapa yang menentukan besarnya prosentase 30%, 70%? Apakah
itu memang konsep syariah atau kesepakatan komite ALMA?
Kembali pada persoalan tanggungan. Pada awal jumlahnya bisa
dikalkulasikan keuntungan bisa diambil 30%, bisa 70%. Hanya saja
tidak bisa diprediksi sebelumnya prosentase keuntungan seperti di
bank konvensional. Apakah hal tersebut tidak melanggar konsep
syariah karena sudah ditentukan terlebih dulu keuntungannya?
Jawaban:
Yang menentukan besarnya prosentase apakah 30% dan 70%
adalah komite ALMA, kemudian ditayangkan dalam counter,
dalam counter ada nisbah. Misal satu bulan 70-30, tiga bulan
sekian, kemudian ditawarkan kepada nasabah. Jika nasabahnya
mau, maka akan ditandatangani perjanjian. Misal ada nasabah
melakukan negosiasi 80% dan 20%, lalu disepakati maka menjadi
101HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
80% dan 20%. Jadi bisa dinegosiasikan, tapi ditawarkan. Jika
nasabah sepakat, ya sepakat. Siapa yang membuat? Ya ALMA atau
menejemen tadi.
Bank syariah sudah membuat budget, sehingga bank syariah bisa
menolak dana, berbeda dengan bank konvensional. Pada bank
konvensional terlebih dahulu mencari dana sebanyak-banyaknya,
sedangkan bank syariah tidak, justru dibalik. Bank syariah
akan mencari dulu nasabah peminjam, kemudian diproses dan
dicairkan. Darimana dananya? Barulah bank syariah mencari
dananya. Sedangkan kalau di bank konvensional terlebih dahulu
dicari dananya. Masalah nanti akan disalurkan kemana, itu urusan
nanti. Dampaknya adalah bank syariah tidak boleh menyimpan
dana idol. Jadi setiap dana yang masuk harus selalu langsung
disalurkan. Itu bedanya.
Jadi saat banyak dana, bank syariah bisa menolak apabila ada
nasabah nasabah yang ingin masuk. Apabila nasabah tersebut
dibiarkan masuk maka nasabah yang lain akan tergerus
penghasilannya. Contoh: ada nasabah, nasabah A=1.000, nasabah
B=2.000, nasabah C=3.000, total 6.000. Kemudian disalurkan
6.000. Misal hasilnya adalah 300. Berapa yang dibagikan kepada
nasabah? Yang dibagikan kepada nasabah adalah 300, tapi 300
dihitung dulu berapa untuk bank dan berapa untuk nasabah.
Menghitungnya adalah dari nisbah, tadi 30% untuk bank dan 70%
untuk nasabah. Sekarang kita lihat, 70% dari 300=210, sehingga
210 dibagi kepada nasabah yang jumlahnya 6.000, sehingga A
akan mendapat 1.000/6.000 x 210 = 35. Sekarang kalau misalkan
ada nasabah yang ingin masuk lagi, misal D=4.000 dan E=5.000.
Sehingga totalnya adalah A+B+C+D+E = 1.000 + 2.000 + 3.000 +
4.000 + 5.000 = 15.000. Jadi sekarang pembaginya adalah 15.000,
sehingga bagian A sekarang menjadi = 1.000/15.000 x 210 = 14.
102 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Jadi bank syariah bisa menolak dana, karena kalau diterima akan
mengakibatkan berkurangnya bagian keuntungan dari nasabah
yang ada. Sehingga cari dulu peminjamnya baru mencari dananya,
itulah beda bank syariah dengan bank konvensional.
Abdul Aziz
Pengadilan Agama Majalengka
Pertanyaan:
Tadi dijelaskan bahwa pada bank syariah ketika ada untung maka
bagi hasil, tapi ketika rugi nasabah tidak menanggung kerugian.
Apabila yang menyimpan wadiah itu sekian orang, kemudian bank
mengalami kerugian maka menanggung kerugiannya darimana?
Jawaban:
Pada intinya wadiah adalah titipan murni yang wajib dikembalikan
kapan saja jika sama-sama menghendakinya. Wajib dikembalikan,
kalau tidak bisa dikembalikan di dunia maka akan ditagih di
akhirat. Sehingga kita sudah usul kepada Bank Indonesia (BI)
bahwa kita tidak usah ikut LPS (Lembaga Penjaminan Simpanan)
karena sudah jelas bahwa investasi ada resikonya. Ada untung
ada rugi, kalau untung nasabah mendapatkan keuntungan, kalau
rugi nasabah juga harus menanggungnya. Kalau wadiah apa?
Tapi kalau yang namanya investasi atau mudharabah, tidak ada
kewajiban bank untuk mengembalikan. Justru wadiah yang wajib
dikembalikan, sampai kapanpun. Kalau banknya bankrut maka
yang dilihat adalah wadiah-nya dulu. Darimana? Dari modal.
Ambil itu untuk wadiah semuanya. Sehingga dalam peraturan
perbankan disebutkan bahwa, bank berkewajiban menyimpan
dana nasabah wadiah di BI dalam bentuk blokir. Jadi simpanan
wajib sekian persen tidak boleh digunakan. Namanya simpanan
wajib di bank, tidak boleh digunakan. Ini adalah titipan, kalau
103HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
titipan setiap saat bisa diambil, kalau investasi kan jelas ada
jangka waktu, tapi kalau titip wajib dikembalikan, sehingga tidak
ada kewajiban bagi bank syariah untuk ikut LPS. Bank Indonesia
membolehkan bank syariah tidak ikut LPS. Tapi apabila nasabah
tahu bahwa bank tidak ikut LPS maka tidak akan ada nasabahnya
sehingga bank syariah pun ikut LPS.
Metode distribusi bagi hasil yang digunakakan oleh bank syariah,
pertama adalah revenue (pendapatan), yang kedua adalah
profit (keuntungan), yang ketiga adalah profit and loss (untung
dan rugi). Jadi inilah metode bagi hasil yang digunakan oleh
bank syariah, silahkan bank syariah memilih yang mana, mau
pendapatan yang dibagikan, mau keuntungan yang dibagikan atau
mau menggunakan perjanjian untung dan rugi.
Revenue sharing (pendapatan yang dibagikan) adalah bank
menyalurkan dana kepada nasabahnya, ada hasil, nasabahnya
bayar ke bank, itulah pendapatan. Pendapatan yang dibagikan
ini diperjanjikan dengan nasabah penghimpun dana. Kalau
pendapatan yang diperjanjikan antara bank dengan nasabah, maka
bunyinya adalah bank akan memberikan hasil kepada nasabah
apabila bank menerima pendapatan. Apabila tidak ada pendapatan
maka bank tidak akan memberikan hasil atau kompensasi. Apabila
bank rugi, maka nasabah tidak mendapat bagi hasil. Apakah
uang nasabah hilang? Tidak, karena yang diperjanjikan adalah
kalau menerima pendapatan akan dibagi, kalau rugi tidak ada
perjanjiannya. Perjanjian yang ada adalah kalau ada pendapatan
maka akan dibagi, sudah itu saja. Sehingga kalau bank rugi maka
uang nasabah tidak akan hilang.
Yang kedua profit (keuntungan). Dalam metode ini, yang
diperjanjikan adalah keuntungan, sehingga kalau bank untung
maka nasabah akan mendapatkan bagi hasil, sedangkan kalau
104 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
bank rugi maka nasabah tidak mendapat bagi hasil. Sehingga
kalau bank rugi maka uang nasabah tidak akan hilang karena
yang diperjanjikan adalah kalau ada keuntungan, sedangkan kalau
terjadi kerugian tidak diperjanjikan.
Yang ketiga profit and loss (untung dan rugi). Kalau profit and loss
sharing yang diperjanjikan maka bunyinya adalah apabila bank
mendapatkan keuntungan maka akan bagi hasil, apabila bank
mengalami kerugian maka nasabah juga ikut menanggungnya,
sehingga uang nasabah akan hilang.
Praptiningsih
Pengadilan Agama Cikarang
Pertanyaan 1:
Apakah bank syariah bisa memberikan pinjaman kepada nasabah?
Jawaban 1:
Pada konsep bank syariah ada produk yang namanya qardh.
Bank syariah boleh meminjamkan kepada nasabahnya, tapi tidak
diperbolehkan untuk mengambil keuntungan. Apabila nasabah
pinjam 10 juta, maka yang harus dikembalikan 10 juta. Tidak boleh
ada unsur penambahan didalamnya. Itulah yang disebut sebagai
qardh. Pertanyaannya adalah dari mana sumber dananya? Misal
ada nasabah deposito 1M selama 6 bulan, ternyata baru 3 bulan
nasabah mau mencairkan Rp.50 juta. Depositonya 1M sedangkan
yang nasabah butuhkan adalah Rp.50 juta, maka nasabah tersebut
tidak perlu mencairkan deposito, tapi bank akan memberikan
dana talangan Rp.50 juta dalam bentuk pinjaman qardh, tidak
ada penambahan, yang ada adalah biaya administrasi. Darimana
sumber dananya? Sumber dananya berasal dari wadiah. Bank
akan tetap aman meskipun memberikan pinjaman Rp.50 juta
karena nasabah mempunyai deposito Rp.1milyard.
105HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Pertanyaan 2:
Kalau tidak punya deposito di bank tersebut bagaimana?
Jawaban 2:
Tidak bisa Bu.
Pertanyaan 3:
Apakah bisa pakai jaminan?
Jawaban 3:
Tidak bisa. Bila bank melakukan transaksi dengan nasabahnya
harus ada underline transaction, yaitu untuk keperluan apa. Misal
mau beli rumah, buka usaha, mau ke rumah sakit. Kalau tidak
punya uang bagaimana? Bisa menggunakan yang namanya qardh
al hasan. Ketika bank syariah kami baru buka, datang seorang
tukang buah untuk meminjam uang Rp.50ribu untuk modal usaha,
lalu bank memberikan pinjaman Rp.100ribu, dalam 10 bulan
lunas, kemudian diberi pinjaman lagi Rp.500ribu dalam 10 bulan
lunas, kemudian diberi pinjaman lagi Rp.1juta dalam 10 bulan
lunas. Terakhir setelah 3 tahun sudah punya tabungan Rp.25 juta.
Jakarsih
Pengadilan Agama Cibinong
Pertanyaan:
Apakah bank syariah bisa meminjam dana ke bank konvensional?
Jawaban:
Pada bank konvensional namanya interbank borrowing. Pada
bank syariah namanya PUAS (Pasar Uang Antar Bank Syariah).
Ada yang namanya sertifikat investasi mudharabah antar bank
syariah. Jadi yang namanya bank syariah tidak bisa meminjam ke
bank konvensional karena konsepnya berbeda, pinjamnya harus
ke bank syariah.
106 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Amu Nadjmuddin
Pengadilan Agama Garut
Pertanyaan:
Andaikata bank mengalami kerugian selama berbulan-bulan dan
membuat nasabah hilang kepercayaan terhadap bank tersebut,
padahal dalam laporan keuangan bank tertulis pendapatan
Rp.500juta, biaya Rp.300juta dan untung Rp.200juta. Apakah
ada pihak ketiga atau pihak independen yang memeriksa dan
mengawasi laporan keuangan tersebut?
Jawaban:
Bank tidak bisa berbohong lagi, semua harus dilaporkan secara
detail. Jika seandainya pembiayaan disalurkan, maka harus jelas
penyalurannya, apakah perkebunan, pertanian atau pertambangan.
Harus jelas berapa nasabahnya, berapa jumlahnya, tempatnya
dimana, semua harus jelas. Jadi ada kode-kode sandinya. Termasuk
bagi hasil kepada nasabah pun wajib dilaporkan ke Bank Indonesia.
Semua bank termasuk bank syariah berada dibawah kendali dan
pengawasan Bank Indonesia yang setiap bulan menerima laporan
keuangan bank di seluruh Indonesia, baik itu bank syariah maupun
bank konvensional, semua wajib lapor. Jadi semua bank berada
dibawah pengawasan langsung Bank Indonesia, nantinya akan
berada dibawah pengawasan OJK (Otoritas Jasa Keuangan). Bank
Indonesia secara periodik akan mengaudit secara langsung, bank
tidak mengetahui kapan waktunya, Bank Indonesia bisa datang
kapan saja untuk mengaudit, langsung on the spot,
Bua Eva Hidayah
Pengadilan Agama Bandung
Pertanyaan:
Distribusi bagi hasil tadi sudah dijelaskan ada 3 yaitu, revenue,
107HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
profit, profit and loss. Kalau kembali kepada konsep pendapatan
dan keuntungan yang selama ini berjalan, berarti bank syariah
yang sekarang belum syariah, masih konvensional juga, karena di
bank konvensional juga ada pendapatan dan ada keuntungan.
Kemudian yang kedua mengenai peminjaman yang dilakukan oleh
Saya sendiri kepada Bank Muamalat. Saya punya rekening yang
disisihkan, uang yang disisihkan ditahan oleh pihak bank untuk
menjaga jangan sampai nasabah lalai membayar pada saatnya.
Karena ini kaitannya dengan pinjaman melalui koperasi, oleh
pihak bank melalui koperasi kemudian disalurkan kepada
anggota, koperasi mendapat keuntungan dari pinjaman yang
telah Saya peroleh. Namun diakhir peminjaman, uang simpanan
yang tadinya ditahan oleh bank itu tidak ada lagi, padahal pihak
bank mengatakan bisa diambil, kalau habis waktunya kita bisa
mengambil bonus.
Jawaban:
Metode bagi hasil itu ada 3 yaitu, revenue sharing, profit sharing,
dan profit and loss sharing. Kenapa bank syariah tidak mau
menggunakan profit and loss sharing? Atau belum menggunakan
profit and loss sharing? Kalau profit and loss sharing itu artinya
kalau ada untung dibagi, tapi kalau rugi nasabah ikut menanggung.
Sekarang kalau banknya baru buka, itu kan rugi Bu. Bisa rugi terus
sampai 1 tahun. Jika dalam business plan, dalam perencanaan
keuangan, itu bisa rugi terus. Jika rugi terus, maka nasabahnya
tidak akan mendapatkan bagi hasil, karena yang diperjanjikan
adalah ketika untung akan bagi hasil, tapi ketika rugi nasabah
juga akan ikut menanggung. Berbeda dengan revenue sharing,
pada saat bank ada pendapatan maka bank akan berbagi hasil
dengan nasabah. Sedangkan profit sharing ketika bank mendapat
keuntungan maka akan bagi hasil, tapi kalau profit and loss
108 HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
sharing ketika bank untung akan berbagi hasil, namun jika bank
mengalami kerugian maka nasabah juga ikut menanggung. Jadi
belum bisa diterapkan. Bukan dalam artian tidak syariah, tapi
yang paling baik sebetulnya menggunakan profit and loss sharing.
Jika terdapat transaksi bank dengan nasabah dan bank tersebut
merasa kurang, maka bank tersebut bisa meminta jaminan lain
kepada nasabahnya. Bisa berbentuk tabungan atau deposito,
kemudian tabungan dan deposito itu diblokir oleh bank, tidak
bisa dicairkan dan tidak bisa diambil. Baru dapat diambil setelah
selesai transaksinya, sesuai perjanjian. Tapi bagaimana itu bisa
hilang? Karena kan itu jaminan, saya tidak tahu kenapa jaminan
Ibu bisa hilang, itu kan jaminan, kenapa bisa hilang? Biasanya yang
hilang itu adalah pada nasabah yang mempunyai tunggakan yang
tidak bisa dibayar dan tidak bisa ditagih. Biasanya mengambil dari
jaminan tersebut. Untuk mengambilnya biasanya bank meminta
kepada nasabah untuk memberikan standing instruction. Jadi
nasabah memberikan surat kuasa kepada bank untuk mendebet
ketika nasabah tersebut tidak bisa membayar. Mungkin itu Bu.
Kenapa uang Ibu bisa hilang. Mungkin itu blokir Bu, bisa deposito
yang diblokir, bisa juga tabungan.
Uman
Pengadilan Agama Purwakarta
Pertanyaan 1:
Bentuk sengketa keperdataan apa saja yang mungkin terjadi di
bank syariah?
Jawaban 1:
Semua aspek bisa. Jadi kalau Bapak lihat ke lembaga arbitrase,
itu semua bisa masuk kesana, termasuk sengketa jaminan yang
diblokir. Jadi semua aspek, aspek penghimpunan dana maupun
109HUKUM PERBANKAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
penyaluran dana, yang paling banyak adalah penyaluran dana.
Pertanyaan 2:
Dalam hal ada kredit pinjaman yang macet, eksekusi oleh bank
umum lazim digunakan debt collector, kalau pada bank syariah
bagaimana? Atau kecenderungannya ke Badan Arbitrase atau ke
Pengadilan Negeri atau ke Pengadilan Agama?
Jawaban 2:
Bank Syariah tidak menggunakan badan yang hitam-hitam
tersebut, kalau dulu kita menggunakan tim amin-amin, itu
pernah kita praktekkan. Jadi kalau ada nasabah yang menunggak
tagihan, kita akan datangi rumah nasabah yang bersangkutan.
Kita lakukan tahlilan dirumahnya. Kita doakan nasabah tersebut
supaya rejekinya banyak dan mampu membayar. Ini benar-benar
kita alami. Kalau bank konvensional bisa saja menggunakan
debt collector, kalau bank syariah tidak. Jadi kita datangi secara
baik-baik dulu, kita doakan, setelah tidak bisa barulah ke Badan
Arbitrase kemudian lanjutnya ke pengadilan, tapi kita tidak
menggunakan debt collector.
SESI Vi
PEGADAIAN SYARIAH
DR. IR. IWAN P. PONTJOWINOTO, M.M.
PAKAR EKONOMI SYARIAH DAN
MANTAN KETUA UMUM MES
113
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
AKAD RAHN DAN AKAD-AKAD JASA KEUANGAN
1
Konsep Dasar Hubungan Usaha
PEMILIKDANA
PEMILIKUSAHA
SahamRp.
PENGGABUNGAN (PERCAMPURAN)
DANA - USAHA
PEMBELI(PEMILIK
DANA)
PENJUAL(PEMILIKBARANG)
PERTUKARANDANA - BARANG
Pembiayaan Perdagangan
PEMBELI(PEMILIK
DANA)
PENJUAL(PEMILIKBARANG)
PERTUKARANDANA - BARANG
Fasilitas pembiayaan pada kegiatan perdagangan antara Pemilik Usaha (sebagai Pembeli atau Penjual) dengan Mitra Dagang, berupa:
•Fasilitas Penundaan Pembayaran (Murabaha)•Fasilitas Penundaan Penyerahan (Salam)
•Pemesanan Barang dan Pembayaran Cicilan (Istishna’)
PEMBERIPEMBIAYAAN
1
Konsep Dasar Hubungan Usaha
PEMILIKDANA
PEMILIKUSAHA
SahamRp.
PENGGABUNGAN (PERCAMPURAN)
DANA - USAHA
PEMBELI(PEMILIK
DANA)
PENJUAL(PEMILIKBARANG)
PERTUKARANDANA - BARANG
Pembiayaan Perdagangan
PEMBELI(PEMILIK
DANA)
PENJUAL(PEMILIKBARANG)
PERTUKARANDANA - BARANG
Fasilitas pembiayaan pada kegiatan perdagangan antara Pemilik Usaha (sebagai Pembeli atau Penjual) dengan Mitra Dagang, berupa:
•Fasilitas Penundaan Pembayaran (Murabaha)•Fasilitas Penundaan Penyerahan (Salam)
•Pemesanan Barang dan Pembayaran Cicilan (Istishna’)
PEMBERIPEMBIAYAAN
114 PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
2
Pembiayaan Usaha
PEMILIKDANA
PEMILIKUSAHA
PENGELOLAAN USAHA
100% PEMBIAYAAN DANA
MUDHARABA
PEMILIKBADAN USAHA
BADANUSAHA
DANA & TENAGA
MUSYARAKA
SAHAM / KEPEMILIKAN
Pembiayaan Pengadaan Aset
PEMBELI(PEMILIK
DANA)
PENJUAL(PEMILIKBARANG)
PEMINJAMANASET
Pembiayaan berdasarkan pemakaian aset dengan imbalan upah tertentu
yang lazim disebut sebagai penyewaan aset
PEMBERIPEMBIAYAAN
115PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
3
PIHAKPERTAMA
PIHAKKEDUA
PEMILIKDANA
BUTUHDANA
QARDH (Pinjaman)RAHN (Agunan)
HUBUNGANUSAHA
PEMBERIJASA
Wadi’ah (Penitipan)Wakalah (Agen/Wakil)Hawalah (Pengalihan)Kafalah (Penjaminan)
Hubungan Jasa Keuangan
Hadits tentang Rahn
Dari ‘Aisyah r.a., ia berkata: “Sesungguhnya Rasulullah SAW pernah membeli makanan dengan berhutang dari seorangYahudi, dan Nabi menggadaikan sebuah baju besi kepadanya”(HR Bukhari dan Muslim)
Dari Abu Hurairah, Nabi SAW bersabda: “Tidak terlepaskepemilikan barang gadai dari pemilik yang menggadaikannya. Ia memperoleh manfaat dan menanggung resikonya.” (HRDaraquthni dan Ibnu Majah)
Dari Abu Hurairah , Nabi SAW bersabda: “Tunggangan(kendaraan) yang digadaikan boleh dinaiki dengan menanggungbiayanya dan binatang ternak yang digadaikan dapat dperahsusunya dengan menanggung biayanya. Orang yang menggunakan kendaraan dan memerah susu tersebut wajibmenanggung biaya perawatan dan pemeliharaan.” (HR Jama’ahkecuali Muslim dan al-Nasa’i)
116 PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
4
Qardh
Akad pinjam-meminjam
1
Barang/Objek diserahkan oleh pemberi pinjaman kepada peminjam 2
Barang/Objek diserahkan kembali dari peminjam kepada pemberi pinjaman
3
Pemberi Pinjaman(Muqtaridh)
Peminjam(Muqhridh)
Qardh: Muqtaridh memberikan barang/uang untuk dipinjam oleh Muqhridh dengan ketentuan harus dikembalikan dalam kondisi/mutu/jumlah yang sama pada waktu tertentu.
Fatwa DSN – Akad qardh
Kebutuhan: pinjaman (untuk jangka pendek) Qardh: pinjaman yang diberikan kepada nasabah (muqtaridh)
yang memerlukan dimana nasabah wajib mengembalikan jumlah pokok yang diterima pada waktu yang telah disepakati bersama.
Atas pemberian pinjaman dapat diminta jaminan/agunan. Muqtaridh dapat memberikan tambahan/sumbangan dengan
sukarela selama tidak diperjanjikan dalam akad. Biaya administrasi dapat dibebankan kepada Muqtaridh tetapi
besarnya tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Bila Muqtaridh tidak bisa mengembalikan sebagian atau seluruh
kewajibannya pada saat yang disepakati, dan ketidakmampuan tersebut telah dapat dipastikan maka dapat diberikan kelonggaran (memperpanjang jangka waktu) atau diberikan sedekah (menghapus sebagian atau seluruh kewajibannya).
Bila Muqtaridh terbukti tidak beritikad baik, dapat dijatuhkan sanksi.
Dana al-Qardh tidak boleh dari titipan/simpanan nasabah LKS
117PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
5
Fatwa DSN – Akad qardh terkait akad Mu’awadhah
Kebutuhan: pinjaman (untuk jangka pendek) sebagai pelengkap akad-akad mu’awadhah (pertukaran dan bersifat komersial) yang bertujuan untuk mendapatkan keuntungan.
Akad-akad Mu’awadhah antara lain Rahn Emas, Pengalihan Utang, Syariah Charge Card, Syariah Card, Anjak Piutang Syariah, Pembiayaan Pengurusan Haji LKS.
Pengembalian pinjaman (qardh) tidak boleh disyaratkan adanya tambahan atau bagi hasil.
Jaminan/agunan ditentukan menurut akad-akad Mu’awadhah. Besarnya biaya administrasi atas pinjaman (Qradh) tidak boleh
ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman. Dana al-Qardh boleh berasal dari dana nasabah LKS yang
dititipkan/disimpan dengan akad wadi’ah atau mudharabah. Keuntungan atau pendapatan dari akad atau produk yang
menggunakan akad-akad Mu’awadhah yang dilengkapi dengan akad Qardh tersebut harus dibagikan kepada nasabah LKS sesuai dengan akad antara nasabah tersebut dengan LKS.
Rahn
Akad
1
Uang diserahkan oleh Penerima jaminan kepada yg menjaminkan2a
Barang jaminan diserahkan oleh Yg menjaminkan kepada pemberi jaminan
2b
Penerima Jaminan (Murtahin)
Yg Menjaminkan(Raahin)
Uang diserahkan kembali dari yg menjaminkan kepada Penerima jaminan
3a
Barang jaminan diserahkan kembali dari pemberi jaminan kepada Yg menjaminkan3b
Rahn : Rahin menyerahkan barang (Marhun) kepada Murtahin yang dapat ditahan sebagai agunan atas pinjaman yang diambil Rahin, dimana pada saat jatuh tempo Murtahin dapat menjual Marhun bila Rahin wanprestasi
118 PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
7
Konsep Uang
Uang, yang dalam literature fiqh disebut dengan tsaman atau nuqud (jamak dari naqd), didefinisikan oleh para ulama, antara lain, sebagai berikut:
“Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apapun bentuknya dan dalam kondisi seperti apapun media tersebut. (Abdullah bin Sulaiman al-Mani’, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, Mekah: al-Maktab al-Islami, 1966, hal 178)
“Naqd (uang) adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri (terbuat) dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah di Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari’ah, Beitur: Dar al-Nafa’is, 1999, hal 23)
Jual Beli Emas
“Ibnu Taymiyyah menyatakan bahwa boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (tsaman).” Ala’ al-Din Abu al_hasan al-Ba’liy al-Dimasyqiy, al-Ikhtiyarat al Fiqhiyah min Fatawa Syaikh Ibn Taymuyah, al-Qahirah, Dar al-Istiqamah, 2005, hal 146)
6
Fatwa DSN – Akad Rahn
Kebutuhan: pinjaman dgn [gadai] barang sbg jaminan hutang Rahn: hak Murtahin (penerima barang) untuk menahan Marhun
(barang) sebagai jaminan atas hutang sampai semua hutangRahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizinRahin, dimana nilai Marhun tidak boleh berkurang danpemanfaatan Marhun hanya sekedar pengganti biayapemeliharaan dan perawatan Marhun.
Biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak bolehditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
Bila Rahin tidak bisa melunasi hutang, Murtahin dapat menjualpaksa / dilelang Marhun secara syariah untuk melunasi hutang, namun kelebihan atau kekurangan tetap menjadi milik ataukewajiban Rahin.
Fatwa DSN – Akad Rahn Tasjily
Rahn Tasjily : jaminan dalam bentuk barang atas utang tetapi barang jaminan (marhun) tetap berada dalam penguasaan (pemanfaatan) Rahin dan bukti kepemilikannya diserahkan kepada Murtahin.
Sebagai wakil barang jaminan, Rahin menyerahkan bukti kepemilikan barang kepada Murtahin;
Pemanfaatan barang Marhun oleh Rahin harus dalam batas kewajaran sesuai kesepakatan;
Murtahin dapat mengenakan biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun (berupa bukti sah kepemilihan atau sertifikat) yang ditanggung oleh Rahin;
Besaran biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun tidak boleh dikaitkan dengan jumlah pinjaman yang diberikan;
Besaran biaya pemeliharaan dan penyimpanan barang Marhun tersebut didasarkan pada pengeluaraan yang riil dan beban lainnya berdasarkan akad Ijarah;
Biaya asuransi pembiayaan Rahn Tasjily ditanggung oleh Rahin.
119PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
7
Konsep Uang
Uang, yang dalam literature fiqh disebut dengan tsaman atau nuqud (jamak dari naqd), didefinisikan oleh para ulama, antara lain, sebagai berikut:
“Naqd (uang) adalah segala sesuatu yang menjadi media pertukaran dan diterima secara umum, apapun bentuknya dan dalam kondisi seperti apapun media tersebut. (Abdullah bin Sulaiman al-Mani’, Buhuts fi al-Iqtishad al-Islami, Mekah: al-Maktab al-Islami, 1966, hal 178)
“Naqd (uang) adalah sesuatu yang dijadikan harga (tsaman) oleh masyarakat, baik terdiri (terbuat) dari logam atau kertas yang dicetak maupun dari bahan lainnya, diterbitkan oleh lembaga keuangan pemegang otoritas.” (Muhammad Rawas Qal’ah Ji, al-Mu’amalat al-Maliyah al-Mu’ashirah di Dhau’ al-Fiqh wa al-Syari’ah, Beitur: Dar al-Nafa’is, 1999, hal 23)
Jual Beli Emas
“Ibnu Taymiyyah menyatakan bahwa boleh melakukan jual beli perhiasan dari emas dan perak dengan jenisnya tanpa syarat harus sama kadarnya (tamatsul), dan kelebihannya dijadikan sebagai kompensasi atas jasa pembuatan perhiasan, baik jual beli itu dengan pembayaran tunai maupun dengan pembayaran tangguh, selama perhiasan tersebut tidak dimaksudkan sebagai harga (tsaman).” Ala’ al-Din Abu al_hasan al-Ba’liy al-Dimasyqiy, al-Ikhtiyarat al Fiqhiyah min Fatawa Syaikh Ibn Taymuyah, al-Qahirah, Dar al-Istiqamah, 2005, hal 146)
120 PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
8
Fatwa Jual Beli Emas
Hukum : Jual beli emas secara tidak tunai, baik melalui jual beli biasa atau jual beli murabahah, hukumnya boleh (mubah, ja’iz) selama emas tidak menjadi alat tukar yang resmi (uang)
Batasan dan Ketentuan : Harga jual (tsaman) tidak boleh bertambah selama jangka waktu
perjanjian meskipun ada perpanjangan waktu setelah jatuh tempo.
Emas yang dibeli dengan pembayaran tidak tunai boleh dijadikan jaminan (rahn).
Emas yang dijadikan jaminan sebagaimana dimaksud dalam angka 2 tidak boleh dijualbelikan atau dijadikan obyek akad lain yang menyebabkan perpindahan kepemilikan.
Wadiah
Penitip (Muwadi’)
Yg dititipi(Mustawda’)
Transaksi Penitipan
3. Pengembalian Barang tersebut saat diminta
1. Wadiah Yad Amanah 2. Wadiah Yad DhamanahPenitip
(Muwadi’)Yg dititipi
(Mustawda’)
Transaksi Penitipan
2.Penyerahan Barang
3. Pemanfaatan Barang/uang
4. Perolehan manfaat
5. Pengembalian Barang/uang tersebut saat diminta, dimana pihak yg dititipi dapat memberikan bonus/tanda terima kasih
2. Penyerahan Barang untuk disimpan
Wadiah Yad Amanah: Pemilik Harta (Muwadi’) menitipkan hartanya untuk disimpan oleh Penerima Titipan (Mustawda’) yang dapat diambil kembali sewaktu-waktu oleh Muwadi’.
Wadiah Yad Dhamanah: penitipan harta wadiah dimana Mustawda’dapat memanfaatkan harta titipan dan bila merasa memperoleh manfaat maka Mustawda’ dapat memberikan hadiah/bonus kepada Muwadi’.
121PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
9
Wakalah
Akad Wakalah: pernyataan ijab dan kabul antara pemilik atau pemegang hak secara hukum (Muwakkil) dengan pihak lain yang menerima kuasa atau mewakili (Wakil) untuk melakukan suatu tugas atau kegiatan usaha menurut ketentuan yang disepakati bersama.
Wakil bertindak atas nama Muwakkil dan berhak mendapat upah (ujrah) atas jasa yang diberikannya
Yg Mewakilkan (Muwakil)
Penerima Kuasa / Wakil
Objek WakalahPihak Lain
Fatwa DSN – Akad Wakalah
Kebutuhan: mewakilkan kepada suatu pihak yang kompeten untuk melakukan sesuatu yang menjadi hak atau kewajibannya.
Yang Mewakilkan (Muwakkil): adalah pemilik sah yang berhak bertindak terhadap sesuatu yang diwakilkan, baik yang mempunyai kemampuan untuk bertindak ataupun yang tidak mempunyai kemampuan.
Yang Menerima Kuasa (Wakil): adalah pihak yang cakap hukum dan mempunyai kemampuan untuk mengerjakan tugas yang diwakilkan kepadanya.
Obyek yang diwakilkan (Obyek Wakalah): adalah hal-hal yang diketahui dengan jelas, baik oleh pihak yang mewakilkan ataupun oleh pihak yang mewakili, yang tidak bertentangan dengan Syariah Islam dan dapat diwakilkan menurut Syariah Islam.
Aqad Wakalah dengan Imbalan bersifat mengikat dan tidak boleh dibatalkan secara sepihak.
122 PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
10
Hawalah
Muhil mempunyai hutang sebesar Rp. X kepada Muhal dan pada saat yang sama mempunyai piutang sebesar Rp. X dari Muhal Alaih.
Bila disetujui oleh Muhal dan Muhal Alaih, maka Muhil dapat ‘membayar’hutangnya kepada Muhal dengan mengalihkan piutang yang dimilikinya dari Muhal Alaih.
Muhal Alaih melunasi hutangnya Rp. X kepada Muhal
1
2 3
Pemilik Hutang dan Piutang
(Muhil)
Pemilik Piutang (Muhal)
Pemilik Hutang (Muhal Alaih
Fatwa DSN – Akad Hawalah
Kebutuhan: pinjaman dgn gadai barang sbg jaminan hutang Rahn: hak Murtahin (penerima barang) untuk menahan Marhun
(barang) sebagai jaminan atas hutang sampai semua hutang Rahin (yang menyerahkan barang) dilunasi.
Qardh: pinjaman barang/uang yang harus dikembalikan sebagaimana barang/uang tersebut diserahkan (tanpa tambahan atau pengurangan)
Marhun tidak boleh dimanfaatkan oleh Murtahin kecuali seizin Rahin, dimana nilai Marhun tidak boleh berkurang dan pemanfaatan Marhun hanya sekedar pengganti biaya pemeliharaan dan perawatan Marhun.
Biaya pemeliharaan dan penyimpanan Marhun tidak boleh ditentukan berdasarkan jumlah pinjaman.
Bila Rahin tidak bisa melunasi hutang, Marhun dapat dijual paksa / dilelang secara syariah untuk melunasi hutang, namun kelebihan atau kekurangan tetap menjadi milik atau kewajiban Rahin.
123PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
11
Kafalah
1. Ashiil (Makfuul ‘anhu) mempunyai kewajiban yang perlu dijamin kepada Makfuul Lahu.
2. Ashiil (Makfuul ‘anhu) meminta bantuan Kafiil untuk memberi jaminan kepada Makfuul Lahu dengan membayar premi
3. Kafiil akan menanggung kewajiban kepada Makfuul Lahu bila Ashiil wanprestasi.
2 3
Kewajiban yang Perlu Dijamin(Makful Bihi)
1
Pemberi Jaminan (Kafiil)
Pemilik Kewajiban
(Makfuul ‘anhu)
Pemilik Hak (Makfuul Lahu)
Fatwa DSN – Akad Kafalah
Kebutuhan: mengalihkan kewajiban kepada suatu pihakyang punya kemampuan untuk memenuhinya.
Pihak yang Memiliki Kewajiban (Makfuul’anhu): pihak yang sanggup menyerahkan kewajibannya kepada Penjamin danmenanggung konsekwensinya.
Pihak yang Memiliki Hak (Makfuul Lahu): mengetahuimaksud Pemilik Kewajiban untuk mengalihkan kewajibannyakepada Penjamin dan bersedia hadir pada saat aqad.
Penjamin (Kafiil): pihak yang cakap hukum dan mempunyaikemampuan untuk memenuhi kewajiban yang dijaminnya.
Obyek Penjaminan (Makful Bihi): merupakan kewajiban dariPemilik Kewajiban baik berupa uang, benda, maupunpekerjaan yang diyakini dapat dilaksanakan oleh Penjamin.
Obyek Penjaminan harus jelas nilai, jumlah, spesifikasi, sertacara dan waktu penyerahannya.
Aqad Kafalah dengan imbalan bersifat mengikat dan tidakboleh dibatalkan secara sepihak.
124 PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Tanya Jawab
Sarbiati
Pengadilan Agama Jakarta Utara
Pertanyaan:
Dikatakan bahwa rahn tidak boleh melebihi barangnya, namun
misalnya saya butuh uang sebesar Rp.200juta, kemudian saya
masukan dalam bentuk rahn mobil saya sebesar Rp.500juta.
Ketika terjadi wanprestasi apakah langsung dilelang atau seperti
apa?
Jawaban:
Kita jangan dulu melihat akadnya, tapi melihat masalahnya.
Masalahnya Ibu butuh uang sebesar Rp.200juta dan ibu masukan
dalam bentuk rahn sebesar Rp.500juta Akad yang pertama
adalah akad peminjaman/qardh. Akad peminjaman/qardh itu
menyaratkan agunan, maka di akad yang kedua adalah akad
rahn. Dalam rahn disyaratkan bahwa, Ibu sebagai pemilik
barang membuat surat kuasa pada bank agar dapat mengeksekusi
agunan apabila Ibu tidak memenuhi kewajiban. Dalam Rahn,
Ibu punya hak sebagaimana disebutkan dalam Surat Albaqoroh
bahwa, apabila Ibu mengalami kesulitan melunasi, maka Ibu bisa
meminta penangguhan. Jika telah diberikan penangguhan belum
bisa terpenuhi juga, baru dilakukan eksekusi. Sebelum melakukan
akad rahn harus terjadi kesepakatan terlebih dahulu antara ibu
dengan pihak yang memberikan uang perihal cara mengeksekusi
barang tersebut. Apakah dengan cara lelang atau dengan cara
lain, atau Ibu bisa mencari orang sebagai pembeli barang yang
Ibu gadaikan. Dalam rahn, pihak yang menyimpan barang wajib
mengembalikan barang yang disimpan secara utuh dan sesuai
dengan kondisi semula.
125PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Jazuli
Pengadilan Agama Sukabumi
Pertanyaan:
Apakah dalam rahn jangka waktu pengembaliannya ditentukan
ketika kita menerima uang pinjaman?
Jawaban:
Beda gadai syariah (rahn) dengan gadai konvensional. Pada gadai
konvensional, saat akad ditentukan berapa besar bunga yang harus
dibayar, sedangkan dalam gadai syariah (rahn) tidak ada bunga
yang boleh ditentukan. Yang boleh ditentukan dalam gadai syariah
(rahn) adalah biaya administrasi dan biaya penyimpanan. Biaya
penyimpanan itu tidak boleh lebih besar daripada uang pinjaman.
Jajang Suherman
Pengadilan Agama Karawang
Pertanyaan:
Bank pada posisinya adalah sebuah lembaga yang menyediakan
dana untuk memberikan pinjaman atau qardh. Ketika seorang
nasabah memerlukan tambahan dana untuk sebuah pembiayaan,
namun oleh Bank dirubah dengan akad lain, misalnya murabahah.
Padahal niat aslinya nasabah adalah qardh. Lalu dalam
perjalanannya terjadi sengketa antara nasabah dengan bank,
kemudian nasabah mengadu ke Pengadilan dengan alasan bank
telah melakukan perubahan akad. Menurut Bapak kira-kira sikap
bank itu bagaimana?
Jawaban:
Ada dua jenis hubungan antara bank dengan nasabah sebagai
lembaga keuangan. Pertama hubungan sebagai lembaga
penyimpan dana. Dalam hal ini bank sebagai pihak yang
membantu nasabah untuk membayar sesuatu yang dibutuhkan.
126 PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Misalnya melalui kartu kredit atau debet dan kemudian melakukan
pembayaran kepada nasabah. Selama sifatnya seperti itu, tidak
ada satupun prinsip syariah yang ditinggalkan. Kedua adalah
Bank yang mempunya fungsi sebagai lembaga yang menyalurkan
pembiayaan. Pembiayaan ini dalam syariah dibagi menjadi tiga,
yaitu kelompok untuk jual beli barang, termasuk beli rumah, untuk
usaha, untuk pengadaan barang dan modal. Seseorang yang ingin
mengadakan qardh harus salah satu dari tiga kelompok ini. Kalau
tidak ada, berarti dia bukan sebagi bank, tetapi merupakan lembaga
sosial. Hakim jika menghadapi perkara harus menanyakan terlebih
dahulu, uang ini untuk apa, kenapa? Serta tanyakan jenis akadnya.
Jakarsih
Pengadilan Agama Cibinong
Pertanyaan:
Apakah praktik rahn dari kacamata syariah Islam diperbolehkan
peminjaman dengan menggunakan uang namun pembayarannya
dengan menggunakan emas?
Jawaban:
Tidak boleh, syariat Islam harus konsisten. Jika akad peminjaman
menggunakan 10gram emas maka pembayarannya harus
menggunakan 10gram emas dengan menanggung konsekuensi
kenaikan harga mas pada waktu pembayaran.
Anonym
Pertanyaan:
Apakah ada Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) di Bank Syariah
seperti LPS pada bank konvensional?
Jawaban:
Sampai saat ini pada bank syariah belum ada peraturan yang
127PEGADAIAN SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
jelas mengenai lembaga penjamin simpanan seperti di Bank
Konvensional. Namun dalam rahn dikenal adanya asuransi
takaful yang menjamin barang yang diagunkan agar tetap aman.
Namun syaratnya dalam menaksir barang menggunakan harga
pasar wajar. Sehingga jika barang yang diagunkan hilang kita bisa
membeli kembali barang tersebut dengan menggunakan harga
pasar yang wajar.
131
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah
A. Pendahuluan
Lahirnya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
tentang Perubahan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
Tentang Peradilan Agama telah membawa perubahan besar
dalam eksistensi lembaga Peradilan Agama saat ini. Salah
satu perubahan mendasar adalah penambahan wewenang
Lembaga Peradilan Agama antara lain dalam bidang ekonomi
syari’ah. Disamping itu, lahirnya Undang-Undang Nomor 41
Tahun 2004 tentang Wakaf juga telah memberikan nuansa
baru pada Lembaga Peradilan Agama, sebab pengaturan wakaf
dengan undang-undang ini tidak hanya menyangkut tanah
milik, tetapi juga mengatur tentang wakaf produktif yang
juga menjadi kewenangan Lembaga Peradilan Agama untuk
menyelesaikan berbagai sengketa dalam pelaksanaannya.
Berdasarkan pasal 49 huruf (i) Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1989 Tentang Peradilan Agama ditegaskan
bahwa Peradilan Agama bertugas dan berwenang memeriksa,
mengadili dan menyelesaikan perkara termasuk “ekonomi
syari’ah”. Yang dimaksud dengan ekonomi syari’ah adalah
perbuatan atau kegiatan usaha yang dilaksanakan menurut
prinsip syari’ah yang meliputi bank syari’ah, lembaga
keuangan mikro syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi
syari’ah, reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat
132 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
berharga berjangka menengah syari’ah, sekuritas syari’ah,
pembiayaan syari’ah, pergadaian syari’ah, dana pensiun
lembaga keuangan syari’ah dan bisnis syari’ah.
Ruang lingkup wakaf berdasarkan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 2004 tidak hanya dalam ruang lingkup benda
tidak bergerak saja, tetapi meliputi benda wakaf bergerak, baik
berwujud atau tidak berwujud seperti uang, logam mulia, hak
sewa, transportasi dan benda bergerak lainnya. Wakaf benda
bergerak ini dapat dilakukan oleh wakif melalui lembaga
keuangan syari’ah yang dibentuk berdasarkan peraturan
perundang-undangan yang berlaku seperti Bank Syari’ah.
Kegiatan wakaf seperti ini termasuk dalam kegiatan ekonomi
dalam arti luas sepanjang penglolaannya berdasarkan prinsip
syari’ah.
Ekonomi syari’ah dibahas dalam dua disiplin ilmu, yaitu
ilmu ekonomi Islam dan ilmu hukum ekonomi Islam. Ekonomi
syari’ah yang menjadi kewenangan Lembaga Peradilan Agama
yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006
Tentang Peradilan Agama berhubungan dengan ilmu hukum
ekonomi yang harus diketahui oleh para hakim di lingkungan
lembaga Peradilan Agama. Dalam berbagai peraturan
perundang-undangan yang ada kaitannya dengan ekonomi
syari’ah belum ada aturan khusus yang mengatur tentang
hukum formil (hukum acara) dan hukum materiel tentang
ekonomi syari’ah. Pengaturan hukum ekonomi syari’ah yang
ada selama ini adalah ketentuan yang termuat dalam kitab-
kitab fiqih dan sebagian kecil terdapat dalam fatwa-fatwa
Dewan Syari’ah Nasional (DSN), dan dalam Peraturan Bank
Indonesia. Melihat kepada kasus-kasus yang diajukan oleh
para pihak yang bersengketa kepada Badan Arbitrase Syari’ah
133HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Nasional (BASYARNAS) sehubungan dengan sengketa antara
Bank Syari’ah dan nasabahnya, dalam penyelesaiannya
BASYARNAS menggunakan dua hukum yang berbeda yaitu
fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional dan KUH Perdata.
Hal ini dilakukan guna mengisi kekosongan hukum dalam
menyelesaikan suatu perkara.
Sebelum lahirnya peraturan perundang-undangan yang
mengatur hukum formil dan hukum materiel tentang ekonomi
syari’ah, dalam penyelesaian sengketa ekonomi syari’ah
sebaiknya hakim Pengadilan Agama menguasai hukum
perjanjian yang terdapat dalam hukum perdata umum (KUH
Perdata), juga semua fatwa-fatwa Dewan Syari’ah Nasional
Indonesia, dan Dewan Wakaf Nasional Indonesia. Saat ini
Kelompok Kerja Perdata Agama (Pokja-Perdata Agama)
Mahkamah Agung RI bekerjasama dengan Pusat Pengkajian
Hukum Islam dan Masyarakat (PPHIM) sedang menyusun
semacam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah untuk menjadi
pegangan aparat lembaga Peradilan Agama, tentu hal ini
sambil menunggu peraturan perundang-undangan yang
berhubungan dengan ekonomi syari’ah diterbitkan.
B. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syari’ah
Berdasarkan Hukum Islam
1. Al Sulh (Perdamaian)
Secara bahasa, “sulh” berarti meredam pertikaian,
sedangkan menurut istilah “sulh” berarti suatu jenis
akad atau perjanjian untuk mengakhiri perselisihan/
pertengkaran antara dua pihak yang bersengketa
secara damai1. Menyelesaikan sengketa berdasarkan
1 AW Munawir, Kamus Al Munawir, Pondok Pesantren Al Munawir, Yogyakarta,1984,hal.843
134 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
perdamaian untuk mengakhiri suatu perkara sangat
dianjurkan oleh Allah SWT sebagaimana tersebut dalam
surat An Nisa’ ayat 126 yang artinya “Perdamaian itu
adalah perbuatan yang baik”.
Ada tiga rukun yang harus dipenuhi dalam
perjanjian perdamaian yang harus dilakukan oleh
orang melakukan perdamaian, yakni ijab, qabul dan
lafazd dari perjanjian damai tersebut. Jika ketiga hal ini
sudah terpenuhi, maka perjanjian itu telah berlangsung
sebagaimana yang diharapkan. Dari perjanjian damai
itu lahir suatu ikatan hukum, yang masing-masing pihak
berkewajiban untuk melaksanakannya. Perlu diketahui
bahwa perjanjian damai yang sudah disepakati itu tidak
bisa dibatalkan secara sepihak. Jika ada pihak yang
tidak menyetujui isi perjanjian itu, maka pembatalan
perjanjian itu harus atas persetujuan kedua belah pihak.
Syarat-syarat sahnya suatu perjanjian damai
dapat diklasifikasi kepada bebarapa hal sebagai berikut:
a. Hal yang menyangkut subyek
Tentang subyek atau orang yang melakukan
perdamaian harus orang cakap bertindak menurut
hukum. Selain dari itu orang yang melaksanakan
perdamaian harus orang yang mempunyai
kekuasaan atau mempunyai wewenang untuk
melepaskan haknya atau hal-hal yang dimaksudkan
dalam perdamaian tersebut. Belum tentu setiap
orang yang cakap bertindak mempunyai kekuasaan
atau wewenang. Orang yang cakap bertindak
menurut hukum tetapi tidak mempunyai wewenang
untuk memiliki seperti pertama: wali atas harta
135HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
benda orang yang berada dibawah perwaliannya,
kedua: pengampu atas harta benda orang yang
berada di bawah pengampuannya, ketiga: nazir
(pengawas) wakaf atas hak milik wakaf yang ada di
bawah pengawasannya.
b. Hal yang menyangkut obyek
Tentang obyek dari perdamaian harus
memenuhi ketentuan yakni pertama: berbentuk
harta, baik berwujud maupun yang tidak berwujud
seperti hak milik intelektual, yang dapat dinilai atau
dihargai, dapat diserah terimakan dan bermanfaat,
kedua: dapat diketahui secara jelas sehingga tidak
melahirkan kesamaran dan ketidakjelasan, yang
pada akhirnya dapat pula melahirkan pertikaian
baru terhadap obyek yang sama.
c. Persoalan yang boleh didamaikan (di-sulh-kan)
Para ahli hukum Islam sepakat bahwa hal-
hal yang dapat dan boleh didamaikan hanya dalam
bentuk pertikaian harta benda yang dapat dinilai dan
sebatas hanya kepada hak-hak manusia yang dapat
diganti. Dengan kata lain, persoalan perdamaian itu
hanya diperbolehkan dalam bidang muamalah saja,
sedangkan hal-hal yang menyangkal hak-hak Allah
tidak dapat didamaikan.
d. Pelaksana perdamaian
Pelaksana perjanjian damai bisa dilaksanakan
dengan dua cara, yakni diluar sidang Pengadilan
atau melalui sidang Pengadilan. Diluar sidang
Pengadilan, penyelesaian sengketa dapat
dilaksanakan baik oleh mereka sendiri (yang
136 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
melakukan perdamaian) tanpa melibatkan pihak
lain, atau meminta bantuan orang lain untuk
menjadi penengah (wasit), itulah yang kemudian
disebut dengan arbitrase, atau dalam syari’at Islam
disebut dengan hakam.
Pelaksanaan perjanjian damai melalui sidang
Pengadilan dilangsungkan pada saat perkara
sedang diproses dalam sidang Pengadilan. Dalam
ketentuan perundang-undangan ditentukan bahwa
sebelum perkara diproses, atau dapat juga selama
diproses bahkan sudah diputus oleh Pengadilan
tetapi belum mempunyai kekuatan hukum tetap,
hakim harus menganjurkan agar para pihak
yang bersengketa supaya berdamai. Seandainya
hakim berhasil mendamaikan pihak-pihak yang
bersengketa, maka dibuatlah putusan perdamaian,
kedua belah pihak yang melakukan perdamaian itu
dihukum untuk mematuhi perdamaian yang telah
mereka sepakati.
Perjanjian perdamaian (sulh) yang
dilaksanakan sendiri oleh kedua belah pihak
yang berselisih atau bersengketa, dalam praktek
dibeberapa negara Islam, terutama dalam hal
perbankan Syari’ah disebut dengan “tafawud” dan
“taufiq” (perundingan dan penyesuaian). Kedua hal
yang terakhir ini biasanya dipakai dalam mengatasi
persengketaan antara intern Bank, khususnya Bank
dan lembaga-lembaga keuangan pemerintah2.
2 Asyur Abdul Jawad Abdul Hamid, An Nidham Lil Bunuk al Islami, Al Ma’had al Alamy lil Fikr al Islamy, Cairo,Mesir,1996,hal.230
137HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
2. Tahkim (Arbitrase)
Dalam perspektif Islam, “arbitrase” dapat
dipadankan dengan istilah “tahkim”. Tahkim sendiri
berasal dari kata “hakkama”. Secara etimologi, tahkim
berarti menjadikan seseorang sebagai pencegah suatu
sengketa3. Secara umum, tahkim memiliki pengertian
yang sama dengan arbitrase yang dikenal dewasa ini
yakni pengangkatan seseorang atau lebih sebagai
wasit oleh dua orang yang berselisih atau lebih, guna
menyelesaikan perselisihan mereka secara damai, orang
yang menyelesaikan disebut dengan “Hakam”.
Menurut Abu al Ainain Fatah Muhammad4
pengertian tahkim menurut istilah fiqih adalah
sebagai bersandarnya dua (2) orang yang bertikai
kepada seseorang yang mereka ridhai keputusannya
untuk menyelesaikan pertikaian para pihak yang
bersengketa. Sedangkan menurut Said Agil Husein al
Munawar5 pengertian “tahkim” menurut kelompok ahli
hukum Islam mazhab Hanafiyah adalah memisahkan
persengketaan atau menetapkan hukum diantara
manusia dengan ucapan yang mengikat kedua belah
pihak yang bersumber dari pihak yang mempunyai
kekuasaan secara umum. Sedangkan pengertian
“tahkim” menurut ahli hukum dari kelompok Syafi’iyah
yaitu memisahkan pertikaian antara pihak yang bertikai
atau lebih dengan hukum Allah atau menyatakan dan
3 Liwis Ma’luf, Al Munjid al Lughoh wa al-A’lam, Daar al Masyriq, Bairut,tt,hal.146.4 Abu al Ainain Fatah Muhammad, Al Qadha wa al Itsbat fi al Fiqh al Islami, Darr Al Fikr, Kairo, Mesir,1976,hal.845 Said Agil Husein al Munawar, Pelaksanaan Arbitrase di Dunia Islam,Dalam Arbitrase Islam di Indonesia,BAMUI & BMI, Jakarta,1994,hal.48-49
138 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
menetapkan hukum syara’ terhadap suatu peristiwa
yang wajib dilaksanakannya.
Lembaga arbitrase telah dikenal sejak zaman
pra Islam. Pada saat itu meskipun belum terdapat
sistem Peradilan Islam yang terorganisir, setiap ada
persengketaan mengenai hak milik, hak waris dan hak-
hak lainnya seringkali diselesaikan melalui juru damai
(wasit) yang ditunjuk oleh mereka yang bersengketa.
Lembaga perwasitan ini terus berlanjut dan
dikembangkan sebagai alternatif penyelesaian sengketa
dengan memodifikasi yang pernah berlaku pada masa
pra Islam. Tradisi arbitrase ini lebih berkembang pada
masyarakat Mekkah sebagai pusat perdagangan untuk
menyelesaikan sengketa bisnis diantara mereka. Ada
juga yang berkembang di Madinah, tetapi lebih banyak
dalam kasus-kasus yang berhubungan dengan pertanian,
sebab daerah Madinah dikenal dengan daerah agraris.
Nabi Muhammad SAW sendiri sering menjadi mediator
dalam berbagai sengketa yang terjadi baik di Mekkah
maupun di Madinah. Ketika daerah sudah berkembang
lebih luas, mediator ditunjuk dari kalangan shahabat
dan dalam menjalan tugasnya tetap berpedoman pada
al Qur’an, al Hadis dan ijtihad menurut kemampuannya.
Sebabnya hukum Islam melembagakan Tahkim
sebagai tatanan yang positif karena tahkim (arbitrase)
mengandung nilai-nilai positif dan konstruktif sebagai
berikut6:
a. Kedua pihak menyadari sepenuhnya perlunya
6 Rahmat Rosyadi, M.H. dan Ngatino. S.H., M.H., Arbitrase dalam Perspektif Islam dan Hukum Positif, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung,2002,hal 108-109
139HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
penyelesaian yang terhormat dan bertanggung
jawab.
b. Secara suakrela mereka menyerahkan penyelesaian
persengketaan itu kepada orang atau lembaga yang
disetujui dan dipercayainya.
c. Secara sukarela mereka akan melaksanakan
putusan dan arbiter, sebagai konsekuensi atas
kesepakatan mereka mengangkat Arbiter,
kesepakatan mengandung janji dan janji itu harus
ditepati (Q.17:24).
d. Mereka mengahargai hak orang lain, sekalipun
orang lain itu adalah lawannya.
e. Meraka tidak ingin merasa benar sendiri (bener sak
karepe dewe) dan mengabaikan kebenaran yang
mungkin ada pada orang lain.
f. Mereka memiliki kesadaran hukum dan sekaligus
kesadaran bernegara/bermasyarakat, sehingga
dapat dihindari tindakan main hakim sendiri
(eigenrechting).
g. Sesungguhnya pelaksanaan tahkim/Arbitrase itu
didalamnya terkandung makna musyawarah dan
perdamaian.
Selain dari hal tersebut di5atas, berkaitan dengan
arbitrase syariah, ada beberapa pendapat pakar hukum
sebagai berikut:
a. H. Pranowo Gandasubrata7, mengatakan bawa
undang-undang itu kadang-kadang terasa kejam
atau kaku, karena undang-undang itu untuk
7 Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), (Sambutan Ketua Mahkamah Agung Republik Indonesia pada Peresmian Badan Arbitrase Muamalat Indonesia). 1994, Badan Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI), Jakarta,hal.10
140 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
kepastian hukum harus diterapkan, tetapi saya
rasa melalui arbitrase, sisi kejam dari suatu
penerapan hukum dapat diatasi dengan penerapan
musyawarah dan mufakat bernafaskan Islam.
Untuk itulah saya harapkan dan saya rasa Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI) akan
subur berkembang apabila benar-benar para arbiter
dalam membuat putusan benar-benar mengaryakan
sesuatu yang sebaik-baiknya, sehingga kepercayaan
umat semakin bertambah dan Badan Arbitrase
Muamalat Indonsia (BAMUI) akan berkembang
dan memenuhi haapan masyarakat.
b. Sayyid Sabiq8, bahwa penghormatan terhadap
perjanjian menurut Islam hukumnya wajib, melihat
pengaruhnya yang positif dan perannya yang
sangat besar dalam memelihara perdamaian dan
melihat urgensinya dalam mengatasi kemusykilan,
menyelesaikan perselisihan dan menciptakan
kerukunan.
c. H. Hartono Mardjono9, bahwa adanya ”lembaga
permanen” yang berfungsi untuk menyelesaikan
kemungkinan terjadinya sengketa perdata diantara
bank-bank syariat dengan para nasabahnya,
atau khususnya menggunakan jasa mereka,
dan umumnya antara sesama umat Islam yang
melakukan hubungan-hubungan keperdatan yang
menjadikan syariat sebagai dasarnya adalah suatu
kebutuhan yang sungguh-sungguh nyata.
8 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 11,PT Al Ma’arif, Bandung,1987,hal.173.9 H.Hartono Madjono,Menegakkan Syari’at Islam dalam Konteks Ke Indonesiaan,Midan, 1997,Bandung,1981,Cet.2,hal.66..
141HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
d. Rachmadi Usman10, mengatakan bahwa kelahiran
badan arbitrase berdasarkan syariat Islam tersebut
disambut hangat oleh berbagai pihak, bukan saja
dilatar-depani oleh maraknya kesadaran dan
keinginan umat terhadap pelaksanaan hukum
Islam, melainkan juga didorong oleh suatu
kebutuhan riil adanya praktek peradilan perdata
secara perdamaian selaras dengan perkembangan
ekonom keuangan dikalangan ummat Islam .... ”
Ruang lingkup arbitrase hanya terkait dengan
persoalan yang menyangkut “huququl Ibad” (hak-hak
perorangan) secara penuh, yaitu aturan-aturan hukum
yang mengatur hak-hak perorangan yang berkaitan
dengan harta bendanya. Umpamanya kewajiban
mengganti rugi atas diri seseorang yang telah merusak
harta orang lain, hak seorang pemegang gadai dalam
pemeliharaannya, hak-hak yang menyangkut jual-beli,
sewa menyewa dan hutang-piutang. Oleh karena tujuan
dari Arbitrase itu hanya menyelesaikan sengketa dengan
jalan damai, maka sengketa yang bisa diselesaikan
dengan jalan damai itu hanya yang menurut sifatnya
menerima untuk didamaikan yaitu sengketa yang
menyangkut dengan harta benda dan yang sama sifatnya
dengan itu sebagaimana yang telah diuraikan di atas.
Menurut Wahbah Az Zuhaili11, para ahli hukum
Islam dikalangan mazhab Hanabilah berpendapat
bahwa tahkim berlaku dalam masalah harta benda,
qisas, hudud, nikah, li’an baik yang menyangkut hak
10 Rachmadi Usman, Hukum Ekonomi dalam Dinamika, Djambatan,2000,hal. 10011 Wahbah Az Zuhaili,Al Fiqh al Islam wa Adillatuhu, Juz IV (2005) Dar El Fikr, Damaskus Syria, hal.752
142 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Allah dan hak manusia, sebagaimana yang dikatakan
oleh Imam Ahmad al Qadhi Abu Ya’la (salah seorang
mazhab ini) bahwa tahkim dapat dilakukan dalam
segala hal, kecuali dalam bidang nikah, li’an, qazdaf
dan qisas. Sebaliknya ahli hukum dikalangan mazhab
Hanafiyah berpendapat bahwa tahkim itu dibenarkan
dalam segala hal kecuali dalam bidang hudud dan qisas,
Sedangkan dalam bidang ijtihad hanya dibenarkan
dalam bidang muamalah, nikah dan talak saja. Ahli
hukum Islam dikalangan mazhab Malikiyah mengatakan
bahwa tahkim dibenarkan dalam syari’at Islam hanya
dalam bidang harta benda saja tetapi tidak dibenarkan
dalam bidang hudud, qisas dan li’an, karena masalah ini
merupakan urusan Peradilan.
Pendapat yang terakhir ini adalah pendapat yang
sering dipakai oleh kalangan ahli hukum Islam. Untuk
menyelesaikan perkara yang timbul dalam kehidupan
masyarakat, termasuk juga dalam bidang ekonomi
syari’ah. Pendapat ini adalah sejalan dengan apa yang
dikemukakan oleh Ibnu Farhum12 bahwa wilayah
tahkim itu hanya yang berhubungan dengan harta
benda saja, tidak termasuk dalam bidang hudud dan
qisas. Di Indonesia sebagaimana tersebut dalam pasal
66 huruf b Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang ADR dijelaskan bahwa sengketa-sengketa yang
tidak dapat diselesaikan oleh lembaga arbitrase adalah
sengketa-sengketa yang menurut peraturan perundang-
undangan tidak dapat diadakan perdamaian. Ruang
lingkup ekonomi yang mencakup perniagaan,
12 Muhammad Ibnu Farhum,Tabsirah al Hukkam fi Ushul al Qhadhiyah wa Manahij al Ahkam, Darr al Maktabah al Ilmiah,Jilid I,Bairut,Libanon,1031,tt.Hal.19
143HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, hak
kekayaan intelektual dan sejenisnya termasuk yang bisa
dilaksanakan arbitrase dalam menyelesaikan sengketa
yang timbul dalam pelaksanannya.
Para ahli hukum Islam dikalangan mazhab
Hanafiyah, Malikiyah, dan Hambaliyah sepakat bahwa
segala apa yang menjadi keputusan hakam (arbitrase)
langsung mengikat kepada pihak-pihak yang
bersengketa, tanpa lebih dahulu meminta persetujuan
kedua belah pihak. Pendapat ini juga didukung oleh
sebagian ahli hukum dikalangan mazhab Syafi’i.
Alasan mereka ini didasarkan kepada hadis Rasulullah
SAW yang menyatakan bahwa, apabila mereka sudah
sepakat mengangkat hakam untuk menyelesaikan
persengketaan yang diperselisihkannya, kemudian
putusan hakam itu tidak mereka patuhi, maka bagi
orang yang tidak mematuhinya akan mendapat siksa
dari Allah SWT. Disamping itu, barang siapa yang
diperbolehkan oleh syari’at untuk memutus suatu
perkara, maka putusannya adalah sah, oleh karena itu
putusannya mengikat, sama halnya dengan hakim di
Pengadilan yang telah diberi wewenang oleh penguasa
untuk mengadili suatu perkara.
3. Wilayat al Qadha (Kekuasaan Kehakiman)
a. Al Hisbah
Al Hisbah adalah lembaga resmi negara yang
diberi wewenang untuk menyelesaikan masalah-
masalah atau pelanggaran ringan yang menurut
sifatnya tidak memerlukan proses peradilan
144 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
untuk menyelesaikannya. Menurut Al Mawardi13
Kewenangan lembaga Hisbah ini tertuju kepada
tiga hal yakni pertama: dakwaan yang terkait
dengan kecurangan dan pengurangan takaran
atau timbangan, kedua: dakwaan yang terkait
dengan penipuan dalam komoditi dan harga seperti
pengurangan takaran dan timbangan di pasar,
menjual bahan makanan yang sudah kadaluarsa dan
ketiga: dakwaan yang terkait dengan penundaan
pembayaran hutang padahal pihak yang berhutang
mampu membayarnya.
Dari uraian tersebut diatas dapat diketahui
bahwa kekuasaan al Hisbah ini hanya terbatas
pada pengawasan terhadap penunaian kebaikan
dan melarang orang dari kemunkaran. Menyuruh
kepada kebaikan terbagi kepada tiga bagian,
yakni pertama: menyuruh kepada kebaikan yang
terkait dengan hak-hak Allah misalnya menyuruh
orang untuk melaksanakan sholat jumat jika
ditempat tersebut sudah cukup orang untuk
melaksanakannya dan menghukum mereka jika
terjadi ketidak beresan pada penyelenggaraan
sholat jum’at tersebut, kedua: terkait dengan hak-
hak manusia, misalnya penanganan hak yang
tertunda dan penundaan pembayaran hutang.
Munasib berhak menyuruh orang yang mempunyai
hutang untuk segera melunasinya, ketiga: terkait
dengan hak bersama antara hak-hak Allah dan
hak-hak manusia, misalnya menyuruh para wali
13 Imam Al Mawardi,Al Ahkam al Sulthaniyyah,Darr al Fikr,Bairut,Libanon,1960,hal.134
145HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
menikahkan gadis-gadis yatim dengan orang laki-
laki yang sekufu, atau mewajibkan wanita-wanita
yang dicerai untuk menjalankan iddah-nya. Para
Muhtasib berhak menjatuhkan ta’zir kepada
wanita-wanita itu apabila ia tidak mau menjalankan
iddah-nya.
b. Al Madzalim
Badan ini dibentuk oleh pemerintah
untuk membela orang-orang teraniaya akibat
sikap semena-mena dari pembesar negara atau
keluarganya, yang biasanya sulit untuk diselesaikan
oleh Pengadilan biasa dan kekuasaan hisbah.
Kewenangan yang dimiliki oleh lembaga ini adalah
menyelesaikan kasus-kasus pelanggaran hukum
yang dilakukan oleh aparat atau pejabat pemerintah
seperti sogok-menyogok, tindakan korupsi dan
kebijakan pemerintah yang merugikan masyarakat.
Orang yang berwenang menyelesaikan perkara ini
disebut dengan nama wali al Mudzalim atau al
Nadlir.
Melihat kepada tugas yang dibebankan kepada
wilayah al Mudzalim ini, maka untuk diangkat
sebagai pejabat dalam lingkungan al Mudzalim
ini haruslah orang yang pemberani dan sanggup
melakukan hal-hal yang tidak sanggup dilakukan
oleh hakim biasa dalam menundukkan pejabat
dalam sengketa. Seseorang yang pengecut dan
tidak berwibawa tidak layak untuk diangkat sebagai
pejabat yang melakukan tugas-tugas di lingkungan
al Mudzalim. Tugas-tugas al Mudzalim pernah
146 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dilakukan oleh Rasulullah SAW sendiri, namun
badan ini baru berkembang pada pemerintahan
Bani Umayyah pada masa pemerintahan Abdul
Malik Ibn Marwan.
Menurut Al Mawardi14 bahwa Abdul
Malik Ibn Marwan adalah orang yang pertama
sekali mendirikan badan urusan al Mudzalim
dalam pemerintahan Islam, khususnya dalam
pemerintahan Bani Umayyah. Kemudian Khalifah
Umar Ibn Abdul Aziz memperbaiki kinerja lembaga
al Mudzalim ini dengan mengurus dan membela
harta rakyat yang pernah dizalimi oleh para
pejabat kekuasaan sebelumnya. Lembaga ini sangat
berwibawa dan tidak segan-segan menghukum para
pejabat yang bertindak zalim kepada masyarakat.
c. Al Qadha (Peradilan)
Menurut arti bahasa, al Qadha berarti
memutuskan atau menetapkan. Menurut istilah
berarti “menetapkan hukum syara’ pada suatu
peristiwa atau sengketa untuk menyelesaikannya
secara adil dan mengikat”. Adapun kewenangan
yang dimiliki oleh lembaga ini adalah menyelesaikan
perkara-perkara tertentu yang berhubungan
dengan masalah al ahwal asy syakhsiyah (masalah
keperdataan, termasuk didalamnya hukum
keluarga), dan masalah jinayat (yakni hal-hal yang
menyangkut pidana)15.
Orang yang diberi wewenang menyelesaikan
perkara di Pengadilan disebut dengan qadhi
14 Al Mawardi,Opcit,hal.24415 Ibid
147HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
(hakim). Dalam catatan sejarah Islam, seorang yang
pernah menjadi qadhi (hakim) yang cukup lama
adalah al Qadhi Syureih. Beliau memangku jabatan
hakim selama dua periode sejarah, yakni pada masa
penghujung pemerintah Khulafaurrasyidin (masa
Khalifah Ali Ibn Abi Thalib) dan masa awal dari
pemerintahan Bani Umayyah. Disamping tugas-
tugas menyelesaikan perkara, para hakim pada
pemerintahan Bani Umayyah juga diberi tugas
tambahan yang bukan berupa penyelesaian perkara,
misalnya menikahkan wanita yang tidak punya wali,
pengawasan baitul mall dan mengangkat pengawas
anak yatim.
Melihat ketiga wilayah al Qadha (kekuasaan
kehakiman) sebagaimana tersebut diatas, bila
dipadankan dengan kekuasaan kehakiman di
Indonesia, nampaknya dua dari tiga kekuasaan
kehakiman terdapat kesamaan dengan Peradilan
yang ada di Indonesia. Dari segi substansi dan
kewenangannya, wilayah al mudzalim bisa
dipadankan dengan Peradilan Tata Usaha Negara,
wilayah al Qadha bisa dipadankan dengan lembaga
Peradilan Umum dan Peradilan Agama. Sedangkan
wilayatul al Hisbah secara substansi tugasnya
mirip dengan polisi atau Kamtibmas, Satpol PP.
C. Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah Berdasarkan
Tradisi Hukum Positif Indonesia
1. Perdamaian dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
(ADR)
148 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Konsep sulh (perdamaian) sebagaimana yang
tersebut dalam berbagai kitab fikih merupakan satu
dokrin utama hukum Islam dalam bidang muamalah
untuk menyelesaikan suatu sengketa, dan ini sudah
merupakan conditio sine quo non dalam kehidupan
masyarakat manapun, karena pada hakekatnya
perdamaian bukalah suatu pranata positif belaka,
melainkan lebih berupa fitrah dari manusia. Segenap
manusia menginginkan seluruh aspek kehidupannya
nyaman, tidak ada yang mengganggu, tidak ingin
dimusuhi, ingin damai dan tenteram dalam segala aspek
kehidupan. Dengan demikian institusi perdamaian
adalah bagian dari kehidupan manusia.
Pemikiran kebutuhan akan lembaga sulh
(perdamaian) pada zaman modern ini tentunya
bukanlah suatu wacana dan cita-cita yang masih utopis,
melainkan sudah masuk ke wilayah praktis. Hal ini
dapat dilihat dengan marak dan populernya Alternative
Dispute Resolution (ADR). Untuk kontek Indonesia,
perdamaian telah didukung keberadaannya dalam
hukum positif yakni Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa. Dengan adanya pengaturan secara positif
mengenai perdamaian, maka segala hal yang berkaitan
dengan perdamaian baik yang masih dalam bentuk
upaya, proses tehnis pelaksanaan hingga pelaksanaan
putusan dengan sendirinya telah sepenuhnya didukung
oleh negara.
Dasar hukum penyelesaian sengketa diluar
Pengadilan dapat disampaikan sebagai berikut:
149HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
a. Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang No. 14 Tahun 1970
berbunyi:
“Semua peradilan di seluruh wilayah Republik
Indonesia adalah Peradilan Negara dan ditetapkan
dengan undang-undang”.
Penjelasan Pasal 3 ayat (1):
Pasal ini mengandung arti, bahwa disamping
Peradilan Negara, tidak diperkenankan lagi adanya
peradilan-peradilan yang dilakukan oleh bukan
Badan Peradilan Negara.
Penyelesaian perkara diluar Pengadilan atas dasar
perdamaian atau melalui wasit (arbitrase) tetap
diperbolehkan.
1) Pasal 1851 KUHPerdata menyatakan:
“Perdamaian adalah suatu perjanjian
dengan mana kedua belah pihak, dengan
menyerahkan, menjanjikan atau menahan
suatu barang, mengakhiri suatu perkara
yang sedang bergantung ataupun mencegah
timbulnya suatu perkara. Persetujuan ini
tidaklah sah, melainkan jika dibuat secara
tertulis”.
2) Pasal 1855 KUHPerdata:
“Setiap perdamaian hanya mengakhiri
perselisihan-perselisihan yang termaktub
didalamnya, baik para pihak merumuskan
maksud mereka dalam perkaraan khusus
atau umum, maupun maksud itu dapat
disimpulkan sebagai akibat mutlak satu-
satunya dari apa yang dituliskan”.
150 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
3) Pasal 1858 KUHPerdata:
“Segala perdamaian mempunyai diantara
para pihak suatu kekuatan seperti suatu
putusan hakim dalam tingkat yang
penghabisan.
Tidak dapatlah perdamaian itu dibantah
dengan alasan klekhilafan mengenai hukum
atau dengan alasan bahwa salah satu pihak
dirugikan”
4) Alternatif penyelesaian sengketa hanya diatur
dalam satu pasal yakni Pasal 6 Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase
dan Alternatif Penyelesaian Sengketa yang
berbunyi:
a) Sengketa atau beda pendapat perdata
dapat diselesaikan oleh para pihak
melalui alternatif penyelesaian sengketa
yang didasarkan pada itikad baik dengan
mengesampingkan penyelesaian secara
litigasi di Pengadilan Negeri.
b) Penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui alternatif penyelesaian
sengketa sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) diselesaikan dalam pertemuan
langsung oleh para pihak dalam waktu
paling lama 14 (empat belas) hari
dan hasilnya dituangkan dalam suatu
kesepakatan tertulis.
c) Dalam hal sengketa atau beda pendapat
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2)
151HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
tidak dapat diselesaikan, maka atas
kesepakatan tertulis para pihak, sengketa
atau beda pendapat diselesaikan melalui
bantuan seorang atau lebih penasehat
ahli maupun melalui seorang mediator.
d) Apabila para pihak tersebut dalam
waktu paling lambat 14 (empat belas)
hari dengan bantuan seorang atau lebih
penasehat ahli maupun melalui seorang
mediator tidak berhasil mencapai kata
sepakat, atau mediator tidak berhasil
mempertemukan kedua belah pihak,
maka para pihak dapat menghubungi
sebuah lembaga arbitrase atau lembaga
alternatif penyelesaian sengketa untuk
menunjuk seorang mediator.
e) Setelah penunjukan mediator oleh
lembaga arbitrase atau lembaga alternatif
penyelesaian sengketa, dalam waktu
paling lama 7 (tujuh) hari usaha mediasi
harus sudah dapat dimuat.
f) Usaha penyelesaian sengketa atau beda
pendapat melalui mediator sebagaimana
dimaksud dalam ayat (5) dengan
memegang teguh kerahasiaan, dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
harus tercapai kesepakatan dalam bentuk
tertulis yang ditandatangani oleh semua
pihak yang terkait.
g) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau
152 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
beda pendapat secara tertulis adalah
hal dan mengikat para pihak untuk
dilaksanakan dengan itikad baik serta
wajib didaftarkan di Pengadilan Negeri
dalam waktu paling lama 30 (tiga puluh)
hari sejak penandatangan.
h) Kesepakatan penyelesaian sengketa atau
beda pendapat sebagaimana dimaksud
ayat (7) wajib selesai dilaksanakan dalam
waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari
sejak pendaftaran.
i) Apabila usaha perdamaian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) sampai dengan
ayat (6) tidak dapat dicapai, maka para
pihak berdasarkan kesepakatan tertulis
dapat mengajukan usaha penyelesaian
melalui lembaga arbitrase atau arbitrase
ad-hoc.
5) Ayat (7) dari Pasal 6 tersebut diatas mewajib-
kan didaftarkannya perjanjian perdamaian di
Pengadilan Negeri dalam waktu paling lama
30 hari sejak penandatangan.
Perjanjian tersebut bersifat final dan mengikat
para pihak untuk dilaksanakan dengan itikad
baik.
Bagaimana halnya bilah salah satu pihak tidak
melaksanakan perjanjian tersebut?
6) Perjanjian perdamaian yang dituangkan
dalam sebuah Akta Notaris merupakan akta
otentik.
153HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Penyelesaian sengketa melalui gugatan di
Pengadilan diawali dengan upaya mendamaikan
para pihak yang dilakukan oleh para hakim (Pasal
130 HIR). Apakah ketentuan tersebut bersifat
imperatif ? Pasal 131 ayat (1) HIR berbunyi: ”Jika
kedua belah pihak datang, akan tetapi mereka tidak
dapat diperdamaikan (hal ini harus disebutkan
dalam proses verbal persidangan), maka surat
yang dimasukkan oleh mereka itu dibacakan dan
seterusnya”.
Jika upaya mendamaikan sebagaimana yang
dimaksud oleh Pasal 130 ayat (1) HIR berhasil, maka
dibuatkan perjanjian perdamaian yang diajukan
ke sidang Pengadilan (acte van vergelijk), dimana
para pihak wajib mentaati/memenuhi perjanjian
tersebut, berkekuatan sebagai putusan hakim yang
tidak dapat dimintakan Banding (Pasal 130 ayat
(3)).
Dan oleh karena terhadap putusan perdamaian
tersebut tidak dapat dimintakan Banding maka
sesuai dengan Pasal 43 (1) Undang-Undang No. 14
Tahun 1985, juga tidak dapat dimintakan Kasasi.
Manfaat putusan perdamaian:
• Putusan tersebut bersumber pada kesepakatan
para pihak yang bersengketa (win-win
solution).
• Putusan tersebut langsung berkekuatan hukum
tetap, karenanya jika ada pihak yang lalai
atau tidak bersedia melaksanakan perjanjian
tersebut, maka atas permohonan pihak
154 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
lainnya putusan tersebut dapat dieksekusi oleh
pengadilan.
• Secara tidak langsung membatasi perkara-
perkara Kasasi.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa dapat dikatakan sebagai wujud yang
paling riil dan lebih spesifik dalam upaya negara
mengaplisikan dan menyosialisasikan institusi
perdamaian dalam sengketa bisnis. Dalam undang-
undang ini pula dikemukakan bahwa negara
memberi kebebasan kepada masyarakat untuk
menyelesaikan masalah sengketa bisnisnya diluar
Pengadilan, baik melalui konsultasi, mediasi,
negosiasi, konsiliasi atau penilaian para ahli.
Menurut Suyud Margono16 kecenderungan
memilih Alternative Dispute Resolution (ADR)
oleh masyarakat dewasa ini didasarkan atas
pertimbangan pertama: kurang percaya pada
sistem pengadilan dan pada saat yang sama sudah
dipahaminya keuntungan mempergunakan sistem
arbitrase dibanding dengan Pengadilan, sehingga
masyarakat pelaku bisnis lebih suka mencari
alternatif lain dalam upaya menyelesaikan berbagai
sengketa bisnisnya yakni dengan jalan Arbitrase,
kedua: kepercayaan masyarakat terhadap lembaga
arbitrase khususnya BANI mulai menurun yang
disebabkan banyaknya klausul-klausul arbitrase
yang tidak berdiri sendiri sendiri, melainkan
16 Suyud Margono,ADR dan Arbitrase,Proses Pelembagaan dan Aspek Hukum,Ghalia Indonesia,Jakarta,2000,hal.82
155HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
mengikuti dengan klausul kemungkinan pengajuan
sengketa ke Pengadilan jika putusan arbitrasenya
tidak berhasil diselesaikan. Dengan kata lain, tidak
sedikit kasus-kasus sengketa yang diterima oleh
Pengadilan merupakan kasus-kasus yang sudah
diputus oleh arbitrase BANI. Dengan demikian
penyelesaian sengketa dengan cara ADR merupakan
alternatif yang menguntungkan.
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999
Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Perkara mengatur tentang penyelesaian sengketa
diluar Pengadilan, yakni melalui konsultasi,
mediasi, negosiasi, konsiliasi dan penilaian ahli.
Undang-Undang ini tidak seluruhnya memberikan
pengertian atau batasan-batasan secara rinci dan
jelas. Disini akan dijelaskan tentang pengertian
singkat tentang bentuk-bentuk ADR sebagai
berikut:
1) Konsultasi
Black’s Law Dictionary memberi
pengertian Konsultasi adalah “aktivitas
konsultasi atau perundingan seperti klien
dengan penasehat hukumnya”. Selain
itu konsultasi juga dipahami sebagai
pertimbangan orang-orang (pihak)
terhadap suatu masalah. Konsultasi
sebagai pranata ADR dalam prakteknya
dapat berbentuk menyewa konsultan
untuk dimintai pendapatnya dalam upaya
menyelesaikan suatu masalah. Dalam hal ini
156 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
konsultasi tidak dominan melainkan hanya
memberikan pendapat hukum yang nantinya
dapat dijadikan rujukan para pihak untuk
menyelesaikan sengketanya.
2) Negosiasi (Perundingan).
Dalam Business Law, Prinsiples,
Cases and Policy yang disusun oleh Mark E.
Roszkowski disebutkan: Negosiasi proses yang
dilakukan oleh dua pihak dengan permintaan
(kepentingan) yang saling berbeda dengan
membuat suatu persetujuan secara kompro-
mis dan memberikan kelonggaran. Bentuk
ADR seperti ini memungkinkan para pihak
tidak turun langsung dalam bernegosiasi yaitu
mewakilkan kepentingannya kepada masing-
masing negosiator yang telah ditunjuknya
untuk melakukan secara kompromistis dan
saling melepas atau memberikan kelonggaran-
kelonggaran demi tercapainya penyelesaian
secara damai.
Bentuk negosiasi hanya dilakukan
diluar pengadilan, tidak seperti perdamaian
dan konsiliasi yang dapat dilakukan pada
setiap saat, baik sebelum proses persidangan
(ligitasi) maupun dalam proses pengadilan
dan dapat dilakukan didalam maupun diluar
pengadilan. Agar mempunyai kekuatan
mengikat, kesepakatan damai melalui
negosiasi ini wajib didaftarkan di Pengadilan
Negeri dalam jangka waktu 30 hari terhitung
157HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
setelah penandatangannya dan dilaksanakan
dalam waktu 30 hari terhitung sejak
pendaftarannya sebagaimana yang diatur
dalam pasal 6 ayat 7 dan 8 Undang-Undang
Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa.
Secara garis besar ada dua jenis negoisasi:
a) Positional Negotiation yang meliputi:
• Nilai akhir kesepakatan yang menjadi
tujuan.
• Proses tawar menawar menjadi ciri
khas.
• Keberhasilan ditentukan berdasar-
kan kedekatan antara nilai yang
diinginkan dengan nilai akhir yang
disepakati.
• Adanya perasaan menang atau kalah.
Asumsi yang dipakai:
• Nilai awal selalu bukan nilai yang
sebenarnya.
• Informasi dari pihak lawan tidak
seluruhnya benar.
• Kalau saya mengalah maka pihak
lawan seharusnya mengalah juga.
• Solusi nilai tengah.
• Referensi lain sebagai perbandingan.
• Posisi bertahan atau turun sedikit-
sedikit.
Taktik yang sering digunakan.
• Tuntutan awal yang tinggi.
158 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Pernyataan tawaran akhir.
• Permainan emosi (argumen dan
ancaman).
• Menciptakan pra syarat.
• Mencari kelemahan.
• Memainkan waktu (harus segera
atau memperlambat).
• Pembatasan informasi, fakta dan
ketertarikan.
• Mengubah tawaran ketika
kesepakatan hampir tercapai.
• Perlu berkonsultasi dengan pihak
ketiga untuk memutuskan.
• Take it or leave it.
• Memperdaya pihak lawan.
• Good guy – Bad guy.
b) Interest Based Negotiation (IBN) yang
meliputi:
• Identifikasi permasalahan &
keinginan.
• Saling berbagi informasi tentang
keinginan, kekhawatiran dan posisi
masing-masing.
• Bersama-sama memecahkan perma-
salahan untuk mencapai tujuan dan
keinginan kedua belah pihak.
Langkah-langkah IBN (Fisher & Ury
Getting to Yes) terdiri dari:
Pisahkan Antara Masalah Dengan
Individu.
159HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Pilih kata-kata atau tindakan yang
tidak menyinggung perasaan, jaga
hubungan.
• Pahami persepsi mereka.
• Perhatikan keinginan mendasar
mereka.
• Jaga ego dan harga diri pihak lawan.
• Sikapi emosi mereka dengan cermat.
Fokus kepada kepentingan bukan posisi.
• Temukan hal, kekhawatiran,
ketakutan atau keinginan yang
mendorong posisi.
• Mengapa..., mengapa... mengapa...?
• Kepentingan:
• Keuangan.
• Nama baik/ketenaran.
• Penghargaan.
• Keamanan.
Cari Alternatif Menguntungkan Kedua
Belah Pihak.
• Adakah kepentingan bersama?
• Adakah persepsi, informasi atau
fakta yang berbeda?
• Apa yang mereka lebih sukai sebagai
jalan keluar?
Merujuk Kepada Standar.
• Bagaimana standarnya?
• Harga Pasar.
• Penilaian ahli atau pihak ketiga
yang independen.
160 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Transaksi sebelumnya.
• Tradisi.
• Standar-standar lain yang dapat
dipakai sebagai rujukan.
• Bagaimana proses atau prosedurnya?
• Satu yang membagi, satunya lagi
yang memilih.
Pahami BATNA anda.
• BATNA (Best Alternative to a
Negotiated Agreement).
• Alternatif apa yang anda milik kalau
kesepakatan negoisasi tidak tercapai.
• Kesepakatan harus lebih baik dari
pada alternatif yang telah ada tanpa
harus negosiasi.
• Merupakan standar rujukan
atas setiap kesepakatan yang
dinegosiasikan.
3) Konsiliasi (Permufakatan).
Bangsa yang pertama kali
mempraktekkan Konsiliasi adalah negara
Jepang dan dikenal dengan sebutan ”Chotel”.
Penyelesaian Sengketa model ini sudah
dikenal sejak zaman Tokugawa sampai
sekarang ini. Dalam Black’s Law Dictionary
dijelaskan bahwa yang dimaksud dengan
konsiliasi adalah penciptaan penyesuaian
pendapat dan penyelesaian suatu sengketa
dengan suasana persahabatan dan tanpa
ada rasa permusuhan yang dilakukan di
161HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
pengadilan sebelum dimulainya persidangan
dengan maksud untuk menghindari proses
legitasi.
Dalam Kamus Besar Bahasa
Indonesia17, konsiliasi diartikan sebagai
usaha mempertemukan keinginan pihak yang
berselisih untuk mencapai persetujuan dan
menyelesaikan perselisihan. Konsiliasi dapat
juga diartikan sebagai upaya membawa pihak-
pihak yang bersengketa untuk menyelesaikan
permasalahan antara kedua belah pihak
secara negosiasi. Menurut Oppenheim
sebagaimana yang dikutip oleh Huala
Adolf18, konsiliasi adalah proses penyelesaian
sengketa dengan menyerahkannya kepada
suatu komisi orang-orang yang bertugas
untuk menguraikan/menjelaskan fakta-fakta
dan (biasanya setelah mendengar para pihak
dan menguapayakan agar mereka mencapai
suatu kesepakatan), membuat usulan-usulan
untuk suatu penyelesaian, namun keputusan
tersebut tidak mengikat.
Seperti pranata alternatif penyelesaian
sengketa yang lain, konsiliasipun tidak
dirumuskan secara jelas dalam Undang-
Undang No. 30 Tahun 1999. Konsiliasi sebagai
suatu bentuk alternatif penyelesaian sengketa
diluar pengadilan adalah suatu tindakan atau 17 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Balai Pustaka, Jakarta,1997. hal….18 Huala Adolf dan A. Chandrawulan, Masalah-masalah Hukum dalam Perdagangan Internasional, PT. Raja Grafindo Persada,Jakarta,1994.hal.186
162 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
proses untuk mencapai permufakatan atau
perdamaian diluar pengadilan. Konsiliasi
berfungsi untuk mencegah dilaksanakan
proses litigasi, juga dapat digunakan dalam
setiap tingkat peradilan yang sedang berjalan,
baik didalam maupun diluar pengadilan,
dengan pengecualian untuk hal-hal atau
sengketa dimana telah diperoleh suatu
putusan hakim yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap.19
Dari definisi tersebut dapat dipahami
bahwa pada dasarnya konsiliasi adalah bentuk
ADR yang dapat dilakukan dalam proses non
ADR, yaitu litigasi dan arbitrase. Dengan kata
lain yang dimaksud dengan ADR berbentuk
Konsiliasi merupakan institusi perdamaian
yang bisa muncul dalam proses pengadilan
dan sekaligus menjadi tugas hakim untuk
menawarkannya sebagaimana disebutkan
dalam pasal 1851 KUH Perdata. Konsiliasi
mempunyai kekuatan hukum mengikat sama
dalam konsultasi dan negosiasi, yakni 30 hari
terhitung setelah penandatangannya dan
dilaksanakan dalam waktu 30 hari terhitung
sejak pendaftarannya. (Vide pasal 6 ayat (7)
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999).
Pada dasarnya konsiliasi memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan
mediasi, hanya saja konsiliator lebih aktif dari
19 Budhy Budiman, Mencari Model Ideal Penyelesaian Sengketa, Kajian Terhadap Praktik Peradilan Perdata dan Undang-Undang No. 30 Tahun 1999.
163HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
pada mediator yaitu :20
a) Konsiliasi adalah proses penyelesaian
sengketa diluar pengadilan secara
kooperatif.
b) Konsiliator adalah pihak ketiga yang
netral yang terlihat dan diterima oleh
para pihak yang bersengketa di dalam
perundingan.
c) Konsiliator bertugas membantu para
pihak yang bersengketa untuk mencari
penyelesaian.
d) Konsiliator bersifat aktif dan mempunyai
kewenangan mengusulkan pendapat dan
merancang syarat-syarat kesepakatan di
antara para pihak.
e) Konsiliator tidak mempunyai kewenang-
an membuat keputusan selama perun-
dingan berlangsung.
f) Tujuan konsiliasi adalah untuk mencapai
atau menghasilkan kesepakatan yang
dapat diterima pihak-pihak yang
bersengketa guna mengakhiri sengketa.
Proses konsiliasi akan berhasil dengan
baik dan optimal apabila beberapa syarat
terpenuhi sebagaimana yang berlaku dalam
medisasi, sebagaimana dikemukakan Gary
Goodpaster sebagai berikut :21
20 Bambang Sutiyoso, Penyelesaian Sengketa Bisnis, Solusi dan Antisipasi bagi Peminat Bisnis Dalam Menghadapi Sengketa Kini dan Mendatang,, Citra Media, Yogyakarta,2006,hlm.93.21 Ibid,hal 95 dan lihat juga Gary Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, Dalam Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi 2, Arbitrase di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1995,hlm.17
164 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
a) Para pihak mempunyai kekuatan tawar-
menawar yang sebanding.
b) Para pihak menaruh perhatian terhadap
hubungan di masa depan.
c) Terdapat persoalan yang memungkinkan
terjadinya pertukaran (trade offs).
d) Terdapat urgensi atau batas waktu untuk
penyelesaian.
e) Para pihak tidak memiliki permusuhan
yang berlangsung lama dan mendalam.
f) Apabila para pihak mempunyai
pendukung atau pengikut, mereka tidak
memiliki pengharapan yang banyak,
tetapi dapat dikendalikan.
g) Menetapkan preseden atau
mempertahankan suatu hak tidak lebih
penting dibandingkan menyelesaikan
persoalan yang mendesak.
h) Jika para pihak berada dalam proses
litigasi, kepentingan–kepentingan
pelaku lainnya, seperti para pengacara
dan penjamin tidak akan diperlakukan
lebih baik dibandingkan dengan mediasi.
Pada dasarnya tatacara dan prosedur
pelaksanaan konsiliasi hampir sama tahapan-
tahapannya sebagimana dilakukan dalam
mediasi. Jika mengacu pada The Rule of
Conciliation and Arbitration, prosedur
konsiliasi sebagai berikut:
165HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
a) Para pihak yang memohon konsiliasi
harus mengajukan permohonan kepada
Sekretariat Kamar Dagang Internasional
dengan mengungkapkan secara ringkas
maksud permohonan dan disertai dengan
biaya yang ditentukan oleh ketentuan
ICC.
b) Setelah permohonan diterima oleh
sekretariat ICC, sekretariat pengadilan
harus secepat mungkin memberitahukan
pihak lainnya tentang permohonan
konsiliasi tersebut, memberitahukan
sekretariat, apakah ia setuju atau
menolak untuk berpartisipasi dalam
konsiliasi tersebut.
c) Apabila pihak lain setuju untuk
berpartisipasi dalam konsiliasi, ia
harus memberitahukan sekretariat
dalam jangka waktu tersebut, jika tidak
ada jawaban atau jawabannya negatif
(menolak), maka permohonan konsiliasi
tersebut dianggap ditolak. Dalam hal ini
pihak sekretariat harus segera mungkin
memberitahukan kepada pihak yang
telah mengajukan permohonan tersebut.
d) Pada saat menerima persetujuan untuk
berperkara melalui konsiliasi, sekretariat
jendral pengadilan harus menunjuk
seorang konsiliator sesegera mungkin.
e) Konsiliator harus memberitahukan
166 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
kepada para pihak tentang penunjukan-
nya dan menetapkan batas waktu kepada
para pihak untuk mengemukakan
argumentasi mereka kepadanya (Pasal 4).
Konsiliator harus melaksanakan proses
konsiliasi yang menurutnya cocok atau
sesuai dengan memperhatikan prinsip
tidak memihak (impartial), kesamaan
(equity) dan keadilan (justice). Dalam
menentukan tempat diselenggarakannya
konsiliasi, maka persetujuan dari para
pihak untuk penentuan tersebut sifatnya
adalah mutlak. Konsiliator setiap saat
dapat meminta kepada salah satu
pihak untuk menyerahkan kepadanya
informasi tambahan yang menurutnya
penting. Para pihak menurut ketentuan
ini, jika mereka menginginkan dibantu
oleh penasihat hukumnya.
f) Sifat kerahasiaan proses konsiliasi harus
dihormati oleh setiap orang yang terlibat
didalamnya dalam kapasitas apapun.
g) Proses konsiliasi berakhir, apabila:
• Berdasarkan persetujuan untuk
berakhir yang ditandatangani oleh
para pihak, persetujuan tersebut
harus tetap bersifat rahasia
(confidential) kecuali dalam
perjanjian tersebut mensyaratkan
agar persetujuan tersebut dibuka.
167HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Berdasarkan hasil yang dikeluarkan
oleh konsiliator mengenai laporan
yang menyatakan bahwa upaya
untuk berkonsiliasi tidak berhasil.
Laporan-laporan demikian itu
tidak perlu mencantumkan alasan-
alasannya.
• Berdasarkan pemberitahuan kepada
konsiliator oleh satu pihak atau
lebih pada saat proses konsiliasi
dinyatakan tidak lagi menyelesaikan
perkaranya melalui proses konsiliasi.
h) Pada saat berakhirnya konsiliasi
tersebut, konsiliator harus menyodorkan
perjanjian yang ditandatangani oleh
para pihak atau memberikan laporan
yang berisi tentang kegagalan atau
memberikan pemberitahuan dari satu
atau lebih pihak yang berisi tentang
tidak dilanjutkannya proses konsiliasi.
Pemberitahuan-pemberitahuan seperti
ini diberikan kepada sekretariat
pengadilan (Pasal 8).
4) Mediasi (Penengahan).
Berbicara tentang mediasi, yang penting
adalah bahwa dalam mediasi itu terdapat
keterlibatan pihak ketiga yang independent
untuk memberikan fasilitas dari mediasi.
Dengan kata lain mediasi adalah negosiasi
antara kedua-belah pihak yang dibantu pihak
168 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ketiga yang bersifat netral, namun ia tidak
berfungsi sebagai hakim yang berwenang
mengambil keputusan. Inisiatif penyelesaian
tetap berada pada tanggan para pihak
yang bersengketa. Dengan demikian hasil
penyelesaiannya bersifat kompromi.
Ciri-ciri pokok mediasi adalah pertama:
Mediator mengontrol proses negosiasi,
kedua: Mediator tidak membuat keputusan,
mediator hanya memfasilitasi karena para
pihak tidak merasa memiliki keputusan
itu, tidak merasa masalahnya diselesaikan
dengan cara yang diinginkannya. Mediasi itu
semestinya win-win solution sehingga tidak
ada banding dalam mediasi. Kesepakatan
yang tercapai adalah kesepakatan yang
mereka inginkan. Belum tentu yang dirasa
baik oleh mediator juga dirasa baik oleh
kedua belah pihak. Contoh: ketika seseorang
memiliki sengketa misalnya mengenai kerbau,
dalam masalah tersebut sebenarnya bukan
hanya masalah bagaimana membagi kerbau,
tetapi harus dilihat dari mengapa sengketa
itu bisa muncul, apakah ada masalah harga
diri atau tidak, apa sejarahnya dan apa akar
permasalahannya? Dalam proses mediasi,
mediator mencoba untuk menyelesaikan
akar permasalahannya walaupun tidak secara
keseluruhan. Kalau sampai terjadi sesuatu
terhadap kesepakatan itu atau kalau nantinya
169HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
implementasi dari kesepakatan itu menjadi
sulit atau ternyata hasil kesepakatan itu
melanggar peraturan maka mediatorlah yang
akan disalahkan. Dalam mediasi para pihak
diajak untuk mendiskusikan masalah mereka
dan mediator akan memfasilitasi para pihak.
Dalam mediasi itu sendiri terdapat
beberapa bentuk yang dikenal, antara lain:
a) Model yang sangat tradisional
adalah Facilitatif Model, yang hanya
memberikan fasilitasi kepada pihak-pihak
yang bersengketa untuk menyelesaikan
sendiri sengketanya. Jadi pihak-pihak
yang bersengketa tersebut diberikan
semacam bimbingan.
b) Compromise Model lebih memberikan
titik awal sebagai positioning bagi para
pihak untuk ditingkatkan sehingga
akhirnya mencapai kompromi.
c) Therapeutic Model ditujukan kepada
sengketa-sengketa yang sifatnya lebih
kepada sengketa-sengketa keluarga,
seperti perceraian antara suami isteri.
d) Managerial Model lebih kepada bidang-
bidang komersial, usaha dan finansial,
yang mana model tersebut merupakan
suatu model yang lebih kompleks. Dalam
model ini biasanya terdapat investasi
dari pihak mediator. Secara tradisonal
memang mediator tidak memberikan
170 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
intervensi, tetapi dalam model ini
mediator akan banyak melakukan
intervensi dalam artian akan banyak
memberikan guidance karena memang
mediator merupakan seseorang yang
ahli dalam bidang yang bersangkutan.
Misalnya pada sengketa mengenai pasar
modal, sehingga karena mediatornya
merupakan ahli dibidang pasar modal
maka mediator memberikan pengertian
yang cukup kepada para pihak mengenai
kasusnya, mengenai peraturan hukumnya
dan mengenai bagaimana seharusnya
sengketa tersebut diselesaikan. Jadi
fungsi mediator di sini bukan hanya
sebagai mediator, melainkan juga
sebagai advisor dan sebagai manager
yang memberikan advise dan sekaligus
memanage jalannya proses mediasi.
Ada 4 model dalam praktek mediasi
saat ini yaitu:
a) Model penyelesaian.
• Biasanya mediator adalah orang
yang ahli dalam bidang yang
didiskusikan/dipersengketakan teta-
pi tidak memiliki keahlian teknik
mediasi atau teknik mediation skill.
• Yang diutamakan adalah keahlian
pada bidang yang sedang
disengketakan.
171HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Berfokus pada penyelesaian bukan
berfokus pada kepentingan.
• Penyelesaiannya menjadi lebih
cepat.
• Kelemahannya para pihak akan
merasa tidak memiliki hasil
kesepakatan tersebut.
b) Model fasilitasi.
• Yang diutamakan adalah teknik
mediasi tanpa harus ahli pada
bidang yang sedang disengketakan.
Contoh: Untuk menyelesaikan kasus
restrukturisasi itu seperti apa, dan
untuk kasus konstruksi, mediator
tidak harus seorang arsitek.
Dalam model ini yang diperlukan
adalah teknik mediasi yang dimiliki
oleh seorang mediator.
• Kelebihannya adalah pada pihak
ketika selesai sengketa akan merasa
puas, karena yang diangkat adalah
kepentingannya dan bukan sekedar
hal yang dipersengketakan.
• Kekurangannya adalah waktu yang
dibutuhkan menjadi lebih lama.
Fokusnya pada kepentingan.
c) Therapeutic.
• Yang diharapkan adalah selesainya
sengketa dan juga para pihak
benar-benar mejadi baik/tetap
172 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
berhubungan baik.
• Biasanya digunakan dalam family
dispute (kasus keluarga).
d) Evaluative.
• Court annexed lebih berfokus ke
evaluative model.
• Para pihak datang dan mengharap-
kan mediator akan memberikan
semacam pemahaman bahwa
apabila kasus ini terus berlangsung
maka siapa yang akan menang dan
siapa yang akan kalah.
• Lebih berfokus pada hak dan
kewajiban.
• Mediator biasanya ahli pada
bidangnya atau ahli dalam bidang
hukum karena pendekatan yang
difokuskan adalah pada hak.
• Ada pemberian advice kepada
para pihak berupa nasihat-nasihat
hukum dalam proses mediasi, bisa
juga menjadi semacam tempat
dimana para pihak hadir dan ada
porsi keputusan dari mediator atau
semacam jalan keluar yang diberikan
oleh mediator.
• Kelemahannya adalah para pihak
akan merasa tidak memiliki hasil
kesepakaan yang ditandatangani
bersama.
173HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Mediasi sebetulnya mencari-cari
untuk menggali apa sebenarnya interest dari
masing-masing pihak sehingga kemudian
dapat dipertemukan. Dalam mediasi tidak lagi
dipersoalkan siapa yang salah dan siapa yang
benar, tetapi yang dipersoalkan adalah apakah
interest yang paling pokok dari para pihak
dan hal itulah yang dicoba dipertemukan.
Terdapat beberapa prinsip yang
berkaitan dengan bagaimana cara melihat
interest based bargaining dari para pihak
dalam mediasi. Hal tersebut penting bagi para
lawyer atau para konsultan hukum. Dalam
hal ini, sengaja diberikan suatu check list
mengenai hal apa saja yang harus dilakukan
oleh konsultan hukum di dalam membela
kepentingan kliennya pada suatu proses
mediasi.
Hal-hal yang harus di perhatikan dalam
melaksanakan mediasi antara lain:
a) Pertama adalah bagaimana cara
memilih mediator. Misalnya hakim
memerintahkan para pihak untuk mulai
melakukan mediasi, sehingga kemudian
masuklah peran lawyer kedalamnya
untuk memulai memilih mediator.
Mediator yang dipilih hendaknya orang
yang memiliki pengalaman cukup dalam
mediasi dan dalam bidang yang menjadi
pokok sengketa. Jadi tidak hanya
174 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
sebagai mediator umum. Karena orang
dengan pengetahuan yang generalis itu
sama saja tahu sedikit untuk hal yang
banyak, sehingga pada akhirnya tidak
mengetahui apa-apa. Dengan demikian
dibutuhkanlah seorang spesialis atau
kalau perlu seorang super spesialis untuk
menjadi mediator.
b) Kemudian dilihat dari latar-belakang
dari mediator tersebut, apakah dirinya
sudah terlatih untuk melakukan mediasi
ataukah mediator tersebut hanya
melakukan mediasi sebagai pekerjaan
sampingan saja dengan tidak mendesain
dirinya sendiri sebagai mediator yang
melatih diri.
c) Mengenai metode ada yang akan dipakai
oleh mediator dalam melakukan mediasi.
d) Selain itu juga harus diketahui mengenai
struktur fee atau mengenai sistem
imbalan yang harus diberikan kepada
mediator, yang untuk hal itu haruslah
diperjanjikan secara transparan sejak
awal.
e) Tempat mediasi juga sangat penting
untuk menentukan seberapa jauh
para pihak akan merasa nyaman
untuk bermediasi di tempat yang
bersangkutan. Kalau misalnya sengketa
yang dimediasikan tersebut bersifat
175HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
internasional dan perkaranya juga cukup
pelik, maka haruslah dibawa ketempat
tertentu yang nyaman untuk semua
pihak dalam mediasi. Sebagai contoh,
tentunya tidak akan nyaman bagi orang
Indonesia untuk melakukan mediasi
pada bulan puasa di tengah benua
Amerika yang sedang mengalami musim
dingin. Dengan demikian tempat mediasi
juga merupakan hal yang penting untuk
dipertimbangkan.
f) Harus diadakan pengecekan diantara
para pihak untuk memastikan apakah
mediator yang bersangkutan memiliki
benturan kepentingan dengan kasus yang
sedang dimediasikan atau tidak, karena
yang menjadi salah satu syarat utama
adalah bahwa tidak boleh ada benturan
kepentingan antara mediator dengan
pihak-pihak yang terlibat didalam
mediasi.
g) Harus ada kesepakatan mengenai
pemilihan mediator. Karena yang
dilaksanakan disini bukan seperti
arbitrase dimana para pihak memilih
sendiri arbiternya.
h) Hal yang harus dimasukkan oleh lawyer
atau konsultan hukum dalam proses
mediasi adalah mengenai dokumentasi
sebelum dilakukannya proses mediasi
176 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
yang sifatnya confindential. Hal itu
terkait dengan statement singkat dari
masing-masing pihak tentang masalah
yang dipersengketakan dan posisi
yang diambil oleh para pihak. Hal ini
harus dipersiapkan pada awal sebelum
dilakukannya proses mediasi.
i) Identifikasi yang dilakukan oleh
lawyer dengan melakukan identifikasi
kelemahan dan kekuatan dari para pihak
dalam proses mediasi.
j) Jadwal negosiasi dan mediasi.
k) Detail mengenai siapa saja yang akan hadir
dalam proses mediasi dan hubungannya
dengan kasus yang bersangkutan.
l) Selain itu yang penting adalah adanya
preseden untuk menjaga konsistensi
dalam penyelesaian suatu perkara.
Syarat-Syarat Keberhasilan Mediasi:
Gary Goodpaster menyatakan bahwa,
mediasi tidak selalu tepat untuk diterapkan
terhadap semua sengketa atau tidak selalu
diperlukan untuk menyelesaikan semua
persoalan dalam sengketa tertentu. Mediasi
akan berhasil atau berfungsi dengan baik
bilamana sesuai dengan beberapa syarat
sebagai berikut22:
a) Para pihak mempunyai kekuatan tawar
menawar yang sebanding.
22 Gary Goodpaster, Tinjauan Terhadap Penyelesaian Sengketa, dalam Seri Dasar-Dasar Hukum Ekonomi 2, Arbitrase di Indonesia, Ghalia Indonesia, Jakarta,1995,hlm.17
177HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
b) Para pihak menaruh perhatian terhadap
hubungan di masa depan.
c) Terdapat persoalan yang memungkinkan
terjadinya pertukaran (trade offs).
d) Terdapat urgensi atau batas waktu untuk
menyelesaikan.
e) Para pihak tidak memiliki permusuhan
yang berlangsung lama dan mendalam.
f) Apabila para pihak mempunyai
pendukung atau pengikut, mereka tidak
memiliki penghargan yang banyak, tetapi
dapat dikendalikan.
g) Menetapkan preseden atau memperta-
hankan suatu hak tidak lebih penting
dibandingkan menyelesaikan persoalan
yang mendesak.
h) Jika para pihak berada dalam proses
litigasi, kepentingan-kepentingan pelaku
lainnya, seperti para pengacara dan
penjamin tidak akan diperlakukan lebih
baik dibandingkan dengan mediasi.
Erman Rajagukguk mengemukakan bahwa,
mediasi akan berhasil bila memiliki hal-hal
sebagai berikut23:
a) Para pihak ingin melanjutkan hubungan
bisnis mereka.
b) Para pihak mempunyai kepentingan yang
sama untuk menyelesaikan sengketa
mereka dengan cepat.
23 Erman Rajagukguk, Penyelesaian Sengketa Alternatif, Fakultas Hukum Universitas Indonesia, Jakarta,hlm.24
178 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
c) Litigasi dianggap oleh para pihak akan
memakan waktu yang panjang, mahal
dan akan menimbulkan pandangan
buruk bagi kedua belah pihak karena
adanya publikasi. Ditambah lagi belum
tentu menang.
d) Walaupun para pihak dalam keadan
emosi, proses mediasi dianggap mereka
sebagai tempat untuk bertemu dan
menyampaikan kepentingan masing-
masing.
e) Waktu adalah inti dari penyelesaian.
f) Mediator yang baik akan mampu mem-
buat kedua belah pihak berkomunikasi.
Mediasi tidak akan berhasil bila salah satu
pihak mengajukan gugatan atau klaim
sembrono, dan pihak lainnya merasa
ia akan menang melalui litigasi. Begitu
juga, mediasi akan gagal bila salah satu
menunda-nunda penyelesaian sengketa
selama mungkin, salah satu pihak atau
kedua belah pihak memang beritikad
buruk.
Tahapan dalam Proses Mediasi:
a) Tahap Pendahuluan/tahap persiapan
(Preliminary)
Sukses tidaknya mediasi seringkali
ditentukan pada tahap persiapan, siapa
yang akan hadir pada proses mediasi,
masalah tempat dan waktu pelaksanaan
179HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
mediasi juga perlu dipersiapkan. Contoh
masalah pada tahap persiapan, pihak
yang akan hadir dalam proses mediasi
berjumlah 10 orang, namun tempat yang
tersedia hanya cukup untuk 6 orang, ini
akan menimbulkan masalah, dimana
situasi pertama untuk masuk kedalam
proses mediasi sudah tidak smooth,
sudah ada konflik yang sebenarnya
bisa dicegah sebelumnya. Hal ini akan
berpengaruh pada situasi emosional
para pihak, dimana situasi emosional
para pihak juga akan berpengaruh pada
penyelesaian sengketa.
b) Sambutan mediator.
• Menerangkan urutan kejadian.
• Meyakinkan para pihak yang masih
ragu.
• Menerangkan peran mediator dan
para pihak.
• Menegaskan bahwa para pihak yang
bersengketalah yang ”berwenang”
untuk mengambil keputusan.
• Menyusun aturan dasar dalam
menjalankan tahapan.
• Memberi kesempatan mediator
untuk membangun kepercayaan dan
menunjukkan kendali atas proses.
• Mengkonfirmasi komitmen para
pihak terhadap proses.
180 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
c) Presentasi Para Pihak.
• Setiap pihak diberi kesempatan untuk
menjelaskan permasalahannya kepa-
da mediator secara bergantian.
• Tujuan dari presentasi ini adalah
untuk memberikan kesempatan
kepada para pihak untuk
didengar sejak dini, dan juga
memberi kesempatan setiap pihak
mendengarkan permasalahan dari
pihak lainnya secara langsung.
• Who’s first? Who decides?
d) Identifikasi Hal-Hal yang sudah
disepakati.
Salah satu peran yang penting bagi
mediator adalah mengidentifikasi hal-hal
yan telah disepakati antara para pihak
sebagai landasan untuk melanjutkan
proses negosiasi.
e) Mendefinisikan dan Mengurutkan
Permasalahan.
• Mediator perlu membuat suatu
”struktur” dalam pertemuan media-
si yang meliputi masalah-masalah
yang sedang diperselisihkan dan
sedang berkembang. Dikonsultasi-
kan dengan para pihak,
sehingga tersusun suatu ”daftar
permasalahan” menjadi suatu
agenda.
181HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
f) Negosiasi dan Pembuatan Keputusan.
• Tahap negoisasi yang biasanya
merupakan waktu alokasi terbesar.
• Dalam model klasik (”Directing
the traffic”), mediator berperan
untuk menjaga urutan, struktur,
mencatat kesepahaman, reframe
dan meringkas, dan sekali-sekali
mengintervensi membantu proses
komunikasi.
• Pada model yang lain (”Driving
the bus”), mediator mengatur
arah pembicaraan, terlibat dengan
mengajukan pertanyaan kepada para
pihak dan wakilnya.
g) Pertemuan Terpisah.
• Untuk menggali permasalahan
yang belum terungkap dan
dianggap penting guna tercapainya
kesepakatan.
• Untuk memberikan suasana dinamis
pada proses negosiasi bilamana
ditemui jalan buntu.
• Menjalankan ’tes realitas’ terhadap
para pihak.
• Untuk menghindarkan kecenderung-
an mempertahankan pendapat para
pihak pada joint sessions.
• Untuk mengingatkan kembali atas
hal-hal yang telah dicapai dalam
182 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
proses ini dan mempertimbangkan
akibat bila tidak tercapai kesepa-
katan.
h) Pembuatan Keputusan Akhir.
• Para pihak dikumpulkan kembali
guna mengadakan negosiasi akhir,
dan menyelesaikan beberapa hal
dengan lebih rinci.
• Mediator berperan untuk
memastikan bahwa seluruh
permasalahan telah dibahas, dimana
para pihak merasa puas dengan hasil
akhir.
i) Mencatat Keputusan.
• Pada kebanyakan mediasi, perjanjian
akan dituangkan kedalam tulisan,
dan ini bahkan menjadi suatu
persyaratan dalam konrak mediasi.
• Pada kebanyakan kasus, cukup
pokok-pokok kesepakatan yang
ditulis dan ditandatangani, untuk
kemudian disempurnakan oleh
pihak pengacara hinga menjadi
suatu kesepakatan akhir.
• Pada kasus lainnya yang tidak terlau
kompleks, perjanjian final dapat
langsung ditandatangani.
j) Kata Penutup.
• Mediator biasanya memberikan
ucapan penutup sebelum mengakhiri
183HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
mediasi.
• Ini dilakukan untuk memberikan
penjelasan kepada para pihak
atas apa yang telah mereka capai,
meyakinkan mereka bahwa hasil
tersebut merupakan keputusan
mereka sendiri, serta mengingatkan
tentang hal apa yang perlu dilakukan
di masa mendatang.
• Mengakhiri mediasi secara ”formal”.
5) Pendapat atau Penilaian Ahli
Bentuk ADR lainnya yang diintrodusir
dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1990 adalah pendapat (penilaian) ahli.
Dalam rumusan pasal 52 Undang-Undang
ini dinyatakan bahwa para pihak dalam suatu
perjanjian berhak untuk memohon pendapat
yang mengikat dari lembaga arbitrase
atas hubungan hukum tertentu dari suatu
perjanjian. Ketentuan ini pada dasarnya
merupakan pelaksanaan dari tugas lembaga
arbitrase sebagaimana tersebut dalam pasal
1 ayat 8 Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 yang berbunyi lembaga arbitrase adalah
badan yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa untuk memberikan putusan
mengenai sengketa tertentu, lembaga tersebut
juga dapat memberikan pendapat yang
mengikat mengenai suatu hubungan hukum
tertentu dalam hal belum timbul sengketa.
184 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
6) Arbitrase (Tahkim)
Biasanya dalam kontrak bisnis sudah
disepakati dalam kontrak yang dibuatnya
untuk menyelesaikan sengketa yang terjadi
dikemudian hari diantara mereka. Usaha
penyelesaian sengketa dapat diserahkan
kepada forum-forum tertentu sesuai dengan
kesepakatan. Ada yang langsung ke lembaga
Pengadilan atau ada juga melalui lembaga
diluar Pengadilan yaitu arbitrase (choice of
forum/choice of jurisdiction). Disamping itu,
dalam klausul yang dibuat oleh para pihak
ditentukan pula hukum mana yang disepakati
untuk dipergunakan apabila dikemudian hari
terjadi sengketa diantara mereka (choice of
law).
Dasar hukum pemberlakuan arbitrase
dalam penyelesaian sengketa dalam bidang
bisnis adalah Undang-Undang Nomor
30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan
Alternatif Penyelesaian Sengketa yang mulai
diberlakukan pada tanggal 12 Agustus 1999.
adapun ketentuan-ketentuan mengenai
syarat-syarat perjanjian atau klausul arbitrase
mengikuti ketentuan syarat sebagaimana
umumnya perjanjian yaitu syarat subyektif
dan syarat-syarat obyektif yang dipahami
dalam pasal 1320 KUH Perdata, maupun
syarat subyektif dan syarat obyektif yang
tersebut dalam Undang-Undang Nomor
185HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
30 Tahun 1999. Hal ini didasarkan bahwa
arbitrase itu merupakan kesepakatan yang
diperjanjikan dalam suatu kontrak bisnis dan
sekaligus menjadi bagian dari seluruh topik
yang diperjanjikan oleh para pihak tersebut.
Di Indonesia terdapat beberapa
lembaga arbitrase untuk menyelesaikan
berbagai sengketa bisnis yang terjadi dalam
lalu lintas perdagangan, antara lain BAMUI
(Badan Arbitrase Muamalat Indonesia) yang
khusus menangani masalah persengketaan
dalam bisnis Islam, BASYARNAS (Badan
Arbitrase Syari’ah Nasional) yang menangani
masalah-masalah yang terjadi dalam
pelaksanaan Bank Syari’ah, dan BANI (Badan
Arbitrase Nasional Indonesia) yang khusus
menyelesaikan sengketa bisnis non Islam.
a) Badan Arbitrase Nasional Indonesia
(BANI)
Sebagian besar negara-negara
barat telah memiliki lembaga arbitrase
dalam menyelesaikan berbagai
sengketa ekonomi yang timbul akibat
wanprestasi terhadap kontrak-kontrak
yang dilaksanakannya. Dalam kaitan ini,
Indonesia yang merupakan bagian dari
masyarakat dunia juga telah memiliki
lembaga arbitrase dengan nama Badan
Arbitrase Nasional Indonesia yang
disingkat dengan BANI. Keberadaan
186 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
BANI ini diprakarsai oleh kalangan bisnis
nasional yang tergabung dalam Kamar
Dagang dan Industri (KADIN) yang
didirikan pada tanggal 3 Desember 1977.
Adapun tujuan didirikannya Badan
Arbitrase Nasional Indonesia (BANI)
adalah memberikan penyelesaian yang
adil dan cepat dalam sengketa-sengketa
perdata yang timbul dan berkaitan
dengan perdagangan dan keuangan,
baik yang bersifat nasional maupun yang
bersifat internasional. Disamping itu,
keberadaan BANI di samping berfungsi
menyelesaikan sengketa, BANI juga dapat
menerima permintaan yang diajukan
oleh para pihak dalam suatu perjanjian
untuk memberikan suatu pendapat (legal
opinion) yang mengikat mengenai suatu
persoalan.
Terdapat sejumlah alasan, para
pebisnis memilih penyelesaian sengketa
ke badan arbitrase dari pada ke lembaga
peradilan, antara lain dikemukakan
oleh Roedjono24 bahwa daya tarik
relatif dari arbitrase adalah refleksi dari
kelemahan-kelemahan litigasi. Prosesnya
bilamana secara tepat dilaksanakan,
menjanjikan party autonomy yang
24 Roedijono, Alternative Dispute Resolution (ADR) (Pilihan Penyelesaian Sengketa), Makalah pada penataran dosen Hukum Perdata seluruh Indonesia, Fakultas Hukum UGM Yogyakrata,1996,hal. 5-6.
187HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
maksimal, campur tangan yang minimal
dan pengadilan dan berkaitan dengan
arbitrase internasional, pengakuan dan
pelaksanaan putusan peradilan wasit.
Jadi arbitrase memberikan beberapa
keunggulan, pemilihan arbitor oleh para
pihak (pemilihan ahli yang diinginkan),
keterbatasan upaya hukum atas putusan
arbitor, kerahasiaan, kenyamanan para
pihak, prosedur yang tidak formal dan
eksekusi putusan arbiter sebagai vonis.
Demikian juga alasan memilih
badan arbitrase dikemukakan oleh
M. Husseyn Umar dan A. Supriyani
Kardono25 menyebutkan pula alasan-
alasan mengapa orang-orang dalam
dunia bisnis cenderung memilih arbitrase
sebagai sarana penyelesaian sengketa
dibadingkan dengan suatu pengadilan
formal:
• Pemilihan arbitrase memberikan
prediktabilitas serta kepastian dalam
proses penyelesaian sengketa.
• Selama arbiternya adalah seorang
yang memang ahli dalam bidang
bisnis yang sedang disengketakan,
maka para pihak yang bersengketa
memiliki kepercayaan terhadap
arbiter dalam memahami permasa-
25 M. Husseyn Umar dan A. Supriyani Kardono, Opcit, hal. 2.
188 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
lahan yang disengketakan.
• Privasi adalah faktor penting dalam
proses arbitrase dan masing-masing
pihak memperoleh privasi tersebut
sepanjang proses masih merupakan
proses yang tertutup bagi umum dan
putusan hanya ditunjukkan kepada
para pihak yang bersengketa.
• Peranan pengadilan dalam proses
arbitrase pada umumnya terbatas
sehingga terjamin penyelesaiannya
secara final.
• Secara ekonomis proses arbitrase
dianggap lebih cepat dan lebih murah
dibandingkan proses berperkara di
pengadilan.
Oleh karena BANI dibentuk untuk
kepentingan masyarakat Indonesia,
maka BANI harus tunduk kepada hukum
Indonesia. Selama ini praktek arbitrase
banyak diatur dalam HIR, khususnya
pasal 377 HIR yang menyebutkan bahwa
arbitrase dibenarkan dalam penyelesaian
sengketa yang terjadi antara para pihak
dengan tetap berpedoman sebagaimana
tersebut dalam buku ketiga Rv, dengan
hal ini dapat diketahui bahwa secara
yuridis formal hanya Rv yang diakui
sebagai hukum positif arbitrase, dan
tertutup kemungkinan untuk memilih
189HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dan mempergunakan instirusi atau
peraturan yang terdapat dalam Rv.
Namun keberadaan BANI telah
menerobos sifat tertutup Rv tersebut
dengan memberlakukan beberapa
peraturan lain, diantaranya Undang-
Undang Nomor 5 Tahun 1968 yang
meratifikasi International Centre for the
Settelment of Ivesment Disputes (ICSID)
dan KEPRES Nomor 34 Tahun 1981 yang
meratifikasi New York Convention 1959,
sehingga ketentuan yang menentukan Rv
sebagai satu-satunya aturan hukum yang
mengatur arbitrase sudah dipakai lagi.
Dengan demikian sejak berdirinya BANI
dibolehkan mendirikan institusi arbitrase
permanent yang dilengkapi oleh aturan-
aturan yang dibuat oleh pemerintah dan
DPR atau hak opsi mempergunakan
aturan Rv atau aturan lainnya.
Meskipun ada perbedaan yang
cukup signifikan dengan tugas-tugas
pengadilan, tetapi proses ajudikasi BANI
tetap berpedoman kepada peraturan
prosedur secara khusus. Secara garis
besar prosedur pelaksanaan arbitrase
melalui BANI sebagai berikut, yakni:
• Prosedur arbitrase dimulai dengan
didaftarkannya surat permohonan
untuk mengadakan arbitrase dan
190 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
didaftar dalam register perkara
masuk.
• Apabila perjanjian arbitrase ada
klausula yang mengatakan bahwa
sengketa akan diselesaikan melalui
arbitrase, maka klausula tersebut
dianggap telah mencukupi. Dengan
hal tersebut Ketua BANI segera
mengeluarkan perintah untuk
menyampaikan salinan dari surat
permohonan kepada si termohon,
disertai perintah untuk menanggapi
permohonan tersebut dan memberi
jawaban secara tertulis dalam waktu
30 hari.
• Majelis arbitrase yang dibentuk
atau arbiter tunggal yang ditunjuk
menurut ketentuan-ketentuan yang
berlaku, akan memeriksa sengketa
antara para pihak atas nama BANI
dan menyelesaikan serta memutus
sengketa.
• Bersamaan dengan itu, Ketua BANI
memerintahkan kepada kedua belah
pihak untuk menghadap di muka
sidang arbitrase pada waktu yang
ditetapkan selambat-lambatnya
14 hari terhitung mulai hari
dikeluarkannya perintah itu, dengan
pemberitahuan bahwa mereka boleh
191HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
mewakilkan kepada seorang kuasa
dengan surat kuasa khusus.
• Terlebih dahulu majelis akan
mengusahakan tercapainya perda-
maian antara kedua-belah pihak
yang bersengketa.
• Kedua-belah pihak dipersilahkan
untuk menjelaskan masing-masing
pendirian serta mengajukan bukti-
bukti yang oleh mereka dianggap
perlu untuk menguatkannya.
• Selama belum dijatuhkan putusan,
pemohon dapat mencabut permo-
honannya.
• Apabila majelis arbitrase meng-
anggap pemeriksaan sudah cukup,
maka ketua majelis akan menutup
dan menghentikan pemeriksaan dan
menetapkan hari sidang selanjutnya
untuk mengucapkan putusan yang
akan diambil.
• Biaya pelaksanaan (eksekusi) suatu
putusan arbitrase ditetapkan dengan
peraturan bersama antara BANI dan
Pengadilan Negeri yang bersengketa.
Meskipun sudah ada putusan
arbitrase yang telah diputus oleh BANI,
kebanyakan para pihak tidak puas
terhadap putusan tersebut. Hal ini dapat
diketahui bahwa sebagian besar perkara
192 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
yang telah diputus oleh arbiter BANI
masih tetap diajukan kepada Pengadilan
secara litigasi.
b) Badan Arbitrase Muamalat Indonesia
(BAMUI)
Perkembangan bisnis ummat Islam
berdasar syari’ah semakin menunjukkan
kemajuannya, maka kebutuhan akan
lembaga yang dapat menyelesaikan
persengketaan yang terjadi atau
mungkin terjadi dengan perdamaian
dan prosesnya secara cepat merupakan
suatu kebutuhan yang sangat mendesak.
Majelis Ulama Indonesia (MUI)
memprakarsai berdirinya BAMUI dan
mulai dioperasionalkan pada Tanggal
1 Oktober 1993. Adapun tujuan dibentuk
BAMUI adalah: pertama, memberikan
penyelesaian yang adil dan cepat dalam
sengketa-sengketa muamalah perdata
yang timbul dalam bidang perdagangan,
industri, keuangan, jasa dan lain-lain.
Kedua, menerima permintaan yang
diajukan oleh para pihak dalam suatu
perjanjian tanpa adanya suatu sengketa
untuk memberikan suatu pendapat yang
mengikat mengenai suatu persoalan
berkenaan dengan perjanjian tersebut.
Syarat utama untuk menjadi
arbiter tunggal atau arbiter majelis
193HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
diantaranya adalah beragama Islam
yang taat menjalankan agamanya dan
tidak terkena larangan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang
berlaku. Dalam menjalankan tugasnya
arbiter harus mengupayakan perdamaian
semaksimal mungkin dan apabila usaha
ini berhasil, maka arbiter membuat
akta perdamaian dan menghukum
kedua belah pihak untuk mentaati dan
memenuhi perdamaian tersebut. Jika
perdamaian tidak berhasil, maka arbiter
akan meneruskan pemeriksaannya,
dengan cara para pihak membuktikan
dalil-dalil gugatannya, mengajukan saksi-
saksi atau mendengar pendapat para ahli
dan sebelum mengajukan keterangannya
ia harus disumpah terlebih dahulu.
Asas pemeriksaan sidang arbitrase
bersifat tertutup dan asas ini tidak
bersifat mutlak atau permanen, akan
tetapi dapat dikesampingkan jika atas
persetujuan kedua belah pihak setuju
sidang dilaksanakan terbuka untuk
umum. Kepentingan pemeriksaan
secara tertutup ini adalah menghindari
publisitas demi menjaga nama baik
perusahaan atau bisnis masing-masing
para pihak. Putusan BAMUI bersifat
final dan mengikat bagi para pihak yang
194 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
bersengketa dan wajib menaati putusan
tersebut, para pihak harus segera menaati
dan memenuhi pelaksanaannya. Apabila
ada para pihak yang tidak melaksanakan
itu secara suka rela, maka putusan itu
dijalankan menurut ketentuan yang
diatur dalam pasal 637 dan 639 Rv, yakni
Pengadilan Negeri memiliki peranan yang
penting dalam memberikan exequatur
bagi putusan arbitrase.
Oleh karena itu, BAMUI harus
menyesuaikan diri dengan tata hukum
yang ada, khususnya jangkauan
kewenangannya, karena sengketa yang
diputus oleh BAMUI itu bukanlah perkara
yang didalamnya termuat campur tangan
pemerintah atau bukan masalah-masalah
yang berhubungan dengan NTCR,
Wakaf dan Hibah sebagaimana tersebut
dalam pasal 616 Rv yang pada perkara
ini ada Pengadilan yang mengurusnya.
Mengingat bahwa tidak semua masalah
dapat dieksekusi oleh Pengadilan, maka
BAMUI membatasi kewenangannya
hanya pada penyelesaian sengketa yang
timbul dalam hubungannya dengan
perdagangan, industri, keuangan dan
jasa yang dikelola secara Islami. Supaya
putusan arbitrase BAMUI ini dapat
diterima dengan baik oleh pihak-pihak
195HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
yang bersengketa, maka arbiter harus
dapat menjatuhkan putusan yang adil
dan tepat bagi pihak yang bersengketa.
Dari uraian diatas, dapat
disimpulkan bahwa keberadaan Badan
Arbitrase Muamalat Indonesia (BAMUI)
sebagai salah satu contoh lembaga
arbitrase Islam yang ada di Indonesia,
apabila dilihat dari aspek yuridis
mempunyai dasar hukum yang sangat
kuat, yaitu bersumber dari Al-Qur’an, As
Sunnah dan Ijma’ Ulama. Secara historis,
dapat dikatakan bahwa keberadaan
lembaga Arbitrase Islam sudah sejak
masa Rasulullah SAW dan berkembang
sampai sekarang dari lembaga adhoc
menjadi lembaga permanen. Demikian
juga secara sosiologis, keberadaan
Arbitrase Islam merupakan kebutuhan
umat dalam menyelesaikan setiap
terjadi sengketa diantara mereka yang
meliputi masalah politik, peperangan,
perdagangan, keluarga, ekonomi dan
bisnis. Selain juga dapat dilakukan secara
murah, mudah dan cepat dibandingkan
dengan proses pengadilan.
c) Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS)
Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) berkedudukan di Jakarta
196 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dengan cabang atau perwakilan di
tempat-tempat lain yang dipandang
perlu.
Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) pada saat didirikan
barnama Badan Arbitrase Muamalat
Indonesia (BAMUI). BAMUI didirikan
pada tanggal 21 Oktober 1993, berbadan
hukum Yayasan. Akte pendiriannya
ditanda-tangani oleh Ketua Umum MUI
Bp KH. Hasan Basri dan Sekretaris
Umum Bp. HS Prodjokusumo. BAMUI
dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) berdasarkan keputusan Rapat
Kerja Nasional (Rakernas) MUI Tahun
1992. Perobahan nama dari BAMUI
menjadi BASYARNAS diputuskan dalam
Rakernas MUI tahun 2002. Perubahan
nama, perubahan bentuk dan pengurus
BAMUI dituangkan dalam SK MUI No.
Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 24
Desember 2003.
Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) sesuai dengan Pedoman
Dasar yang di tetapkan oleh MUI: ialah
lembaga hakam yang bebas, otonom dan
independent, tidak boleh dicampuri oleh
kekuasaan dan pihak-pihak manapun.
Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) adalah perangkat
197HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
organisasi MUI sebagaimana DSN (Dewan
Syariah Nasional), LP-POM (Lembaga
Pengkajian, Pengawasan Obat-obatan
dan Makanan), YDDP (Yayasaan Dana
Dakwah Pembangunan).
Adapun dasar hukum pembentukan
lembaga BASYARNAS sebagai berikut:
• Undang-Undang No. 30 Tahun 1999
tentang Arbitrase dan Alternatif
Penyelesaian Sengketa.
Arbitrase menurut Undang-Undang
No, 30 Tahun 1999 adalah cara
penyelesaian sengketa perdata
diluar peradilan umum, sedangkan
lembaga arbitrase adalah badan
yang dipilih oleh para pihak yang
bersengketa untuk memberikan
putusan mengenai sengketa tertentu.
Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) adalah lembaga
arbitrase sebagimana dimaksud
Undang-Undang No. 30 Tahun
1999.
Sebelum Undang-Undang No. 30
Tahun 1999 diundangkan, maka
dasar hukum berlakunya arbitrase
adalah:
• Reglemen Acara Perdata
(Rv.S,1847:52) Pasal 615
sampai dengan 651, Reglemen
198 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Indonesia yang Diperbaharui
(HIR S.1941:44) Pasal 377 dan
Reglemen Acara untuk Daerah
Luar Jawa dan Madura (RBg
3.1927:227) Pasal 705.
• Undang-Undang No. 14 Tahun
1970 tentang Ketentuan-
Ketentuan Pokok Kekuasaan
Kehakiman: Penjelasan Pasal 3
ayat 1.
• Yurisprudensi tetap Mahkamah
Agung RI.
• SK MUI (Majelis Ulama Indonesia)
SK. Dewan Pimpinan MUI No.
Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal
24 Desember 2003 tentang Badan
Arbitrase Syariah Nasional.
Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) adalah lembaga
hakam (arbitrase syariah) satu-
satunya di Indonesia yang berwenang
memeriksa dan memutus sengketa
muamalah yang timbul dalam bidang
perdagangan, keuangan, industri,
jasa dan lain-lain.
• Fatwa DSN-MUI
Semua fatwa Dewan Syariah Nasional
Majelis Ulama Indonesia (DSN-
MUI) perihal hubungan muamalah
(perdata) senantiasa diakhiri dengan
199HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ketentuan: “Jika salah satu pihak
tidak menunaikan kewajibannya
atau jika terjadi perselisihan
diantara kedua belah pihak, maka
penyelesaiannya dilakukan melalui
Badan Arbitrase Syariah setelah
tidak tercapai kesepakatan melalui
musyawarah”.
(Lihat Fatwa No. 05 tentang Jual
Beli Saham, Fatwa No. 06 tentang
Jual Beli Istishna’, Fatwa No. 07
tentang Pembiayaan Mudharabah,
Fatwa No.O8 tentang Pembiayaan
Musyarakah, dan seterusnya).
Badan Arbitrase Syariah Nasional
(BASYARNAS) berwenang:
• Menyelesaikan secara adil dan
cepat sengketa muamalah
(perdata) yang timbul dalam
bidang perdagangan, keuangan,
industri, jasa dan lain-lain yang
menurut hukum dan peraturan
perundang-undangan dikuasai
sepenuhnya oleh pihak yang
bersengketa, dan para pihak
sepakat secara tertulis untuk
menyerahkan penyelesaiannya
kepada BASYARNAS sesuai
dengan Prosedur BASYARNAS.
• Memberikan pendapat yang
200 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
mengikat atas permintaan
para pihak tanpa adanya suatu
sengketa mengenai persoalan
berkenaan dengan suatu
perjanjian.
Badan Arbitrase Syariah
Nasional (BASYARNAS) mempunyai
peraturan prosedur yang memuat
ketentuan-ketentuan antara lain:
permohonan untuk mengadakan
arbitrase, penetapan arbiter, acara
pemeriksaan, perdamaian, pembuk-
tian dan saksi-saksi, berakhirnya
pemeriksaan, pengambilan putusan,
perbaikan putusan, pembatalan
putusan, pendaftaran putusan,
pelaksanaan putusan (eksekusi),
biaya arbitrase.
Putusan Badan Arbitrase
Syari’ah baru dapat dilaksanakan
apabila ketentuan dalam Pasal 59
Undang-Undang Nomor 30 Tahun
1999 telah dipenuhi, yaitu pertama,
Dalam waktu paling lama 30 (tiga
puluh) hari terhitung sejak tanggal
putusan Badan Arbitrase Syari’ah
diucapkan, lembar asli atau salinan
otentik putusan tersebut diserahkan
dan didaftarkan oleh arbiter
atau kuasanya kepada Panitera
201HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Pengadilan Negeri yang daerah
hukumnya meliputi tempat tinggal
Termohon dalam penyelesaian
sengketa melalui Badan Arbitrase
Syari’ah. Kedua, penyerahan dan
pendaftaran sebagaimana dimaksud
diatas, dilakukan dengan pencatatan
dan penandatanganan pada bagian
akhir atau dipinggir putusan
oleh Panitera Pengadilan Negeri
dan arbiter atau kuasanya yang
menyerahkan, dan catatan tersebut
merupakan akta pendaftaran.
Ketiga, Arbiter atau kuasanya wajib
menyerahkan putusan dan lembar as-
li pengangkatan sebagai arbiter atau
salinan otentiknya kepada Panitera
Pengadilan Negeri. Keempat, tidak
dipenuhinya ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam huruf a diatas,
berakibat putusan arbitrase tidak
dapat dilaksanakan. Kelima, semua
biaya yang berhubungan dengan
pembuatan akta pendaftaran
dibebankan kepada para pihak.
Perintah pelaksanaan putusan
Badan Arbirase Syari’ah tersebut
diberikan dalam waktu paling
lama 30 (tiga puluh) hari setelah
permohonan eksekusi didaftarkan
202 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
kepada Panitera Pengadilan Negeri
yang daerah hukumnya meliputi
tempat tinggal Termohon dalam
penyelesaian sengketa melalui Badan
Arbitrase Syari’ah. Ketua Pengadilan
Negeri sebelum memberikan
perintah pelaksanaan, memeriksa
terlebih dahulu apakah pertama,
persetujuan untuk menyelesaikan
sengketa melalui Badan Arbitrase
Syari’ah dimuat dalam suatu
dokumen yang ditandatangani
oleh para pihak. Kedua, sengketa
yang diselesaikan tersebut adalah
sengketa dibidang ekonomi syari’ah
dan mengenai hak yang menurut
hukum dan peraturan perundang-
unangan dikuasai sepenuhnya oleh
pihak yang bersengketa. Ketiga,
putusan Badan Arbitrase Syari’ah
tidak bertentangan dengan prinsip
syari’ah.
Ketua Pengadilan Negeri
tidak memeriksa alasan atau
pertimbangan dari putusan Badan
Arbitrase Syari’ah tersebut. Perintah
Ketua Pengadilan Negeri ditulis
pada lembar asli dan salinan otentik
putusan Badan Arbitrase Syari’ah
yang dikeluarkan. Putusan Badan
203HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Arbitrase Syari’ah yang telah
dibubuhi perintah Ketua Pengadilan
Negeri untuk dilaksanakan
adalah sesuai dengan ketentuan
pelaksanaan putusan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap
yang berlaku di Pengadilan Negeri.
7) Proses Litigasi Pengadilan
Sengketa yang tidak dapat diselesaikan
baik melalui sulh (perdamaian) maupun
secara tahkim (arbitrase) akan diselesaikan
melalui lembaga Pengadilan. Menurut
ketentuan pasal 10 ayat (1) Undang-Undang
Nomor 14 Tahun 1970 jo Undang-Undang
Nomor 35 Tahun 1999 tentang Pokok-pokok
Kekuasaan Kehakiman, secara eksplisit
menyebutkan bahwa di Indonesia ada 4
lingkungan lembaga peradilan yaitu Peradilan
Umum, Peradilan Agama, Peradilan Militer
dan Peradilan Agama.
Dalam konteks ekonomi Syari’ah,
Lembaga Peradilan Agama melalui pasal
49 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989
yang telah dirubah dengan Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006 tentang Peradilan
Agama telah menetapkan hal-hal yang
menjadi kewenangan lembaga Peradilan
Agama. Adapun tugas dan wewenang
memeriksa, memutus dan menyelesaikan
perkara tertentu bagi yang beragama Islam
204 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dalam bidang perkawinan, waris, wasiat,
hibah, wakaf, zakat, infaq, shadaqah dan
ekonomi syari’ah. Dalam penjelasan Undang-
undang ini disebutkan bahwa yang dimaksud
dengan ekonomi syari’ah adalah perbuatan
atau kegiatan usaha yang dilaksanakan
menurut prinsip syari’ah yang meliputi bank
syari’ah, asuransi syari’ah, reasuransi syari’ah,
reksadana syari’ah, obligasi syari’ah dan surat-
surat berharga berjangka menengah syari’ah,
sekuritas syari’ah, pembiayaan syari’ah,
pergadaian syari’ah, dan dana pensiun,
lembaga keuangan syari’ah, dan lembaga
keuangan mikro syari’ah yang tumbuh dan
berkembang di Indonesia.
Dalam hal penyelesaian sengketa
bisnis yang dilaksanakan atas prinsip-
prinsip syari’ah melalui mekanisme litigasi
Pengadilan terdapat beberapa kendala, antara
lain belum tersedianya hukum Acara baik yang
berupa Undang-undang maupun Kompilasi
sebagai pegangan para hakim dalam memutus
perkara. Disamping itu, masih banyak para
aparat hukum yang belum mengerti tentang
ekonomi syari’ah atau hukum bisnis Islam.
Dalam hal yang menyangkut bidang sengketa,
belum tersedianya lembaga penyidik khusus
yang berkompeten dan menguasai hukum
syari’ah.
Pemilihan lembaga Peradilan Agama
205HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dalam menyelesaikan sengketa bisnis
(ekonomi) syari’ah merupakan pilihan
yang tepat dan bijaksana. Hal ini akan
dicapai keselarasan antara hukum materiel
yang berlandaskan prinsip-prinsip Islam
dengan lembaga peradilan Agama yang
merupakan representasi lembaga Peradilan
Islam, dan juga selaras dengan para aparat
hukumnya yang beragama Islam serta telah
menguasai hukum Islam. Sementara itu hal-
hal yang berkaitan dengan kendala-kendala
yang dihadapi oleh Pengadilan Agama
dapat dikemukakan argumentasi bahwa
pelimpahan wewenang mengadili perkara
ekonomi syari’ah ke Pengadilan Agama pada
dasarnya tidak akan berbenturan dengan asas
personalitas keislaman yang melekat pada
Pengadilan Agama. Hal ini sudah dijustifikasi
melalui kerelaan para pihak untuk tunduk
pada aturan syari’at Islam dengan menuang-
kannya dalam klausula kontrak yang
disepakatinya. Selain kekuatiran munculnya
kesan eksklusif dengan melimpahkan
wewenang mengadili perkara ekonomi
syari’ah ke Pengadilan Agama sebenarnya
berlebihan, karena dengan diakuinya lembaga
ekonomi syari’ah dalan undang-undang
tersebut berarti Negara sudah mengakui
eksistensinya untuk menyelesaikan sengketa
ekonomi syari’ah kepada siapa saja, termasuk
206 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
juga kepada yang bukan beragama Islam.
D. Sumber Hukum Dalam Menyelesaikan Sengketa
Ekonomi Syari’ah.
1. Sumber Hukum Acara (Hukum Formil)
Hukum Acara yang berlaku di Pengadilan Agama
untuk mengadili sengketa ekonomi syari’ah adalah
Hukum Acara yang berlaku dan dipergunakan pada
lingkungan Peradilan Umum. Ketentuan ini sesuai
dengan ketentuan Pasal 54 Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1989 Jo. Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006.
Sementara ini Hukum Acara yang berlaku
dilingkungan Peradilan Umum adalah Herziene
Inlandsch Reglement (HIR) untuk Jawa dan Madura,
Rechtreglement Voor De Buittengewesten (R.Bg) untuk
luar Jawa Madura. Kedua aturan Hukum Acara ini
diberlakukan dilingkungan Peradilan Agama, kecuali
hal-hal yang telah diatur secara khusus dalam Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1989 Jo Undang-Undang
Nomor 3 Tahun 2006. Tentang Peradilan Agama.
Disamping dua peraturan sebagaimana tersebut
diatas, diberlakukan juga Bugerlijke Wetbook Voor
Indonesia (BW) atau yang disebut dengan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, khususnya buku ke
IV tentang Pembuktian yang termuat dalam Pasal 1865
sampai dengan Pasal 1993.
Juga diberlakukan Wetbook Van Koophandel
(Wv.K) yang diberlakukan berdasarkan Stb 1847
Nomor 23, khususnya dalam pasal 7, 8, 9, 22, 23, 32,
207HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
225, 258, 272, 273, 274 dan 275. Dalam kaitan dengan
peraturan ini terdapat juga Hukum Acara yang diatur
dalam Failissements Verordering (Aturan Kepailitan)
sebagaimana yang diatur dalam Stb 1906 Nomor 348,
dan juga terdapat dalam berbagai peraturan perundang-
undangan yang berlaku di Indonesia dan dijadikan
pedoman dalam praktek Peradilan Indonesia.
2. Sumber Hukum Materil
a. Nash Al Qur’an
Dalam Al Qur’an terdapat berbagai ayat
yang membahas tentang ekonomi berdasarkan
prinsip syariah yang dapat dipergunakan dalam
menyelesaikan berbagai masalah ekonomi dan
keuangan. Syauqi al Fanjani26 menyebutkan secara
eksplisit ada 21 ayat yaitu Al Baqarah ayat 188,
275 dan 279, An Nisa’ ayat 5 dan 32, Hud ayat 61
dan 116, al Isra’ ayat 27, An Nur ayat 33, al Jatsiah
ayat 13, Ad Dzariyah ayat 19, An Najm ayat 31, al
Hadid ayat 7, al Hasyr ayat 7, Al Jumu’ah ayat 10,
Al Ma’arif ayat 24 dan 25, al Ma’un ayat 1, 2 dan 3.
Disamping ayat-ayat tersebut diatas,
sebenarnya masih banyak lagi ayat-ayat al Qur’an
yang membahas tentang masalah ekonomi dan
keuangan baik secara mikro maupun makro,
terutama tentang prinsip-prinsip dasar keadilan
dan pemerataan, serta berupaya selalu siap untuk
memenuhi transaksi ekonomi yang dilakukannya
selama tidak bertentangan dengan prinsip-prinsip
26 Mahmud Syauqi al Fanjani, Al Wajiz fi al Iqtishad al Islami, terjemahan Mudzakkir AS dengan judul Ekonomi Islam Masa Kini,1989, Husaini, Bandung.
208 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
syari’ah.
b. Nash al Hadits
Melihat kepada kitab-kitab hadits yang
disusun oleh para ulama ahli hadits dapat diketahui
bahwa banyak sekali hadits Rasulullah SAW yang
berkaitan langsung dengan kegiatan ekonomi dan
keuangan Islam. Oleh karena itu mempergunakan al
Hadits sebagai sumber hukum dalam penyelesaian
sengketa ekonomi Syari’ah sangat dianjurkan
kepada pihak-pihak yang berwenang.
Hadits Rasulullah SAW yang dapat dijadikan
rujukan dapat diambil dalam beberapa kitab Hadits
sebagai berikut:
1) Sahih Buchari, Al Buyu’ ada 82 Hadits, Ijarah
ada 24 Hadits, As Salam ada 10 Hadits, Al
Hawalah ada 9 Hadits, Al Wakalah 17 Hadits,
Al Muzara’ah 28 Hadits dan Al Musaqat 29
Hadits.
2) Sahih Muslim ada 115 Hadits dalam al Buyu’.
3) Sahih Ibn Hiban, tentang al Buyu’ ada 141 Al
Hadits, tentang al Ijarah ada 38 al Hadits.
4) Sahih Ibn Khuzaimah ada 300 al Hadits
tentang berbagai hal yang menyangkut
ekonomi dan transaksi keuangan.
5) Sunan Abu Daud ada 290 al Hadits dalam
kitab al Buyu’.
6) Sunan Al Tarmizi ada 117 al Hadits di dalam
kitab al Buyu’.
7) Sunan al Nasa’i ada 254 al Hadits di dalam
kitab al Buyu’.
209HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
8) Sunan Ibn Majah ada 170 al Hadits di dalam
kitab al Tijarah.
9) Sunan al Darimi terdapat 94 al Hadits dalam
al Buyu’.
10) Sunan al Kubra li al Baihaqi terdapat 1085
al Hadits tentang al Buyu’ dan 60 al Hadits
tentang al Ijarah.
11) Musannaf Ibn Abi Syaibah terdapat 1000 al
Hadits.
12) Musanaf Abdul al Razzaq terdapat 13054 al
Hadits tentang al Buyu’
13) Mustadrah al Hakim terdapat 245 al Hadits
tentang al Buyu’.
Angka-angka yang tersebut dalam kitab-kitab
tersebut bukanlah hal yang berdiri sendiri, sebab
banyak sekali nash al Hadits yang terdapat dalam
kitab-kitab tersebut bunyi dan sanad-nya sama.
Hal ini akan sangat membantu dalam menjadikan
al Hadits sebagai sumber hukum Ekonomi Syari’ah.
Disamping sumber hukum ekonomi syari’ah
yang terdapat di dalam kitab-kitab al Hadits diatas,
masih banyak lagi al Hadits yang terdapat dalam
kitab-kitab lain seperti Sunan al Daruquthni, Sahih
Ibnu Khuzaimah, Musnad Ahmad, Musnad Abu
Ya’la al Musili, Musnad Abu ‘Awanah, Musnad
Abu Daud al Tayalisi, Musnad al Bazzar, dan
masih banyak yang lain yang semuanya merupakan
sumber hukum ekonomi syari’ah yang dapat
dijadikan pedoman dalam menyelesaikan perkara
di Peradilan Agama.
210 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
c. Peraturan Perundang-Undangan
Banyak sekali aturan hukum yang terdapat
dalam berbagai peraturan perundang-undangan
yang mempunyai titik singgung dengan Undang-
Undang Nomor 3 Tahun 2006 ini. Oleh karena itu
Hakim Peradilan Agama harus mempelajari dan
memahaminya untuk dijadikan pedoman dalam
memutuskan perkara ekonomi syari’ah.
Diantara peraturan perundang-undangan
yang harus dipahami oleh Hakim Peradilan Agama
yang berhubungan dengan Bank Indonesia antara
lain:
• Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 Tentang
Perbankan.
• Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998
Tentang Perubahan atas Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
• Peraturan BI No. 6/24/PBI/2004 tentang Bank
Umum yang melaksanakan Kegiatan Usaha
Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
• Peraturan BI No. 6/9/PBI/DPM Tahun 2004
tentang Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif bagi Bank Perkreditan Rakyat
Syari’ah.
• Peraturan BI No. 3/9/PBI/2003 tentang
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif bagi
Bank Syari’ah.
• Surat Edaran BI No. 6/9/DPM Tahun 2004
tentang Tata Cara Pemberian Fasilitas
Pembiayaan Jangka Pendek bagi Bank Syari’ah.
211HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 32/34/Kep/Dir tentang Bank Umum
Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
32/36/Kep/Dir tentang Bank Perkreditan
Rakyat Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 21/53/Kep/Dir./1988 Tanggal 27
Oktober 1988 tentang Surat Berharga Pasar
Uang (SBPU).
• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 21/48/Kep/Dir./1988 dan Surat Edaran
Bank Indonesia Nomor 21/27/UPG Tanggal 27
Oktober 1988 tentang Sertifkat Deposito.
• Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/32/
UPG Tanggal 4 Juli 1995 Jo. Surat Keputusan
Direksi Bank Indonesia Nomor 28/32/Kep/
Dir. tertanggal 4 Juli 1995 tentang Bilyet Giro.
• Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia
Nomor 31/67/Kep/Dir. tertanggal 23 Juli 1998
tentang sertifikat Bank Indonesia.
• Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 28/49/
UPG tertanggal 11 Agustus 1995 tentang
Persyaratan Penerbitan dan Perdagangan Surat
Berharga Komersial (Commercial Paper).
• Surat Edaran Bank Indonesia Nomor 23/5/
UKU Tanggal 28 Februari 1991 tentang
Pemberian Garansi Bank.
Sedangkan peraturan perundang-undangan
yang lain yang mempunyai persentuhan dengan
212 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2003 tentang
Peradilan Agama, antara lain:
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang
Agraria.
• Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1969 Tentang
BUMN.
• Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1982, tentang
Wajib Daftar Perusahaan.
• Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1992, tentang
Usaha Perasuransian.
• Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1992,
tentang Perkoperasian.
• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1987, tentang
Dokumen Perusahaan.
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1995, tentang
Perusahaan Terbatas.
• Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1998, tentang
Kepailitan.
• Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang
Hak Tanggungan atas Tanah beserta Benda-
benda yang berkaitan dengan tanah.
• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995, tentang
Pasar Modal.
• Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996, tentang
Hak Tanggungan Atas Tanah beserta Benda-
benda yang Berkaitan dengan Tanah.
• Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999, tentang
Antimonopoli dan Persaingan Tidak Sehat.
• Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999, tentang
Perlindungan Konsumen.
213HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999,
tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian
Sengketa.
• Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2004,
tentang Wakaf.
• Undang-Undang Nomor 38 Tahun 1999,
tentang Zakat.
• Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999,
tentang Fidusia.
• Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2000,
tentang Desain Industri.
• Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2001,
tentang Paten.
• Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2001,
tentang Merek.
• Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001,
tentang Yayasan.
• Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002,
tentang Hak Cipta.
• Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 1977,
tentang Wakaf Tanah Milik.
• Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997,
tentang Pendaftaran Tanah.
• Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 1998,
tentang Perusahaan Terbatas (Perseroan).
• Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1998,
tentang Perusahaan Umum (Perum).
• Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1995,
tentang Penyelenggaraan Kegiatan dibidang
Pasar Modal.
214 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1996,
tentang Hak Guna Usaha. Hak Guna Bangunan
dan Hak Pakai Atas Tanah.
• Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor
19 Tahun 2005, tentang Pembiayaan Sekunder
Perumahan.
• Peraturan Presiden Republik Indonesia
Nomor 36 Tahun 2005, tentang Pengadaan
Tanah Bagi Pelaksanaan Pembangunan Untuk
Kepentingan Umum.
• Keputusan Presiden Nomor 37 Tahun 1999
tentang Badan Koordinasi Penanaman Modal.
• Keputusan Presiden Nomor 34 Tahun 2003
Tentang Kebijakan Nasional di Bidang
Pertanahan.
• Keputusan Menteri Negara Investasi/Kepala
Badan Koordinasi Penanaman Modal Nomor
38/SK/1999 tentang Pedoman dan Tata Cara
Permohonan Penanaman Modal Dalam Negeri
dan Penanaman Modal Asing.
• Keputusan Bersama Menteri Pertanian dan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
515/Kpts/HK.060/9/2004 Nomor 2/SKB/
BPN/2004.
• Keputusan Bersama Menteri Agama dan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor
422 Tahun 2004, Nomor 3/SKB/BPN/2004
tentang Sertifikasi Tanah Wakaf.
• PERMA No. 2 Tahun 2008 tentang Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah.
215HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
d. Fatwa-Fatwa Dewan Syari’ah Nasional (DSN)
Dewan syari’ah Nasional (DSN) berada
dibawah MUI, dibentuk pada tahun 1999. Lembaga
ini mempunyai kewenangan untuk menetapkan
fatwa tentang produk dan jasa dalam kegiatan
usaha Bank yang melaksanakan kegiatan usaha
berdasarkan prinsip syari’ah. Sampai saat telah
mengeluarkan 61 fatwa tentang kegiatan ekonomi
syari’ah. Sebagai berikut:
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 01/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Giro.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 02/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Tabungan.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 03/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Deposito.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 04/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Murabahah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 05/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Saham.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 06/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Istishna’.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 07/
DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan
Mudharabah (Qiradh).
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 08/
DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan
Musyarakah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 09/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Ijarah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 10/DSN-
216 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
MUI/IV/2006 Tentang Wakalah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 11/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Kafalah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 12/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Hawalah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 13/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Uang Muka dalam
Murabahah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 14/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Sistem Distribusi Hasil
Usaha dalam Lembaga Keuangan Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 15/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Prinsip Distribusi Hasil
Usaha dalam Lembaga Keuangan Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 16/
DSN-MUI/IV/2006 Tentang Diskon dalam
Murabahah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 17/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Sanksi atas Nasabah
Mampu yang Menunda-nunda Pembayaran.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 18/
DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pencadangan
Pengahapusan Aktiva Produktif dalam
Lembaga Keuangan Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 19/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang al Qardh.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 20/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Pedoman Pelaksanaan
Investasi untuk Reksa Dana Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 21/DSN-
217HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
MUI/IV/2006 Tentang Pedoman Umum
Asuransi Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 22/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Istishna’
Pararel.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 23/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Potongan Pelunasan
dalam Murabahah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 24/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Safe Defosit Box.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 25/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Rahn.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 26/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang RAHN Emas.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 27/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang al Ijarah al Muntahiyah
Bi al Tamlik.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 28/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Jual Beli Mata Uang (al
Sharf).
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 29/
DSN-MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan
Pengurusan Haji Lembaga Keuangan Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 30/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Rekening
Koran Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 31/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Pengalihan Hutang.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 32/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Obligasi Syari’ah.
218 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 33/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Obiligasi Syari’ah
Mudharabah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 34/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Letter of Credit (L/C)
Impor Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 35/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Letter of Credit (L/C)
Ekspor Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 36/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Sertifikat Wadi’ah
Bank Indonesia (SWBI).
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 37/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Pasar Uang Antar Bank
Berdasarkan Prinsip Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 38/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Sertifikat Investasi
Mudharabah Antar Bank (Sertifkat IMA).
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 39/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Asuransi Haji.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 40/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Pasar Modal dan
Pedoman Umum Penerapan Prinsip Syari’ah di
Bidang Pasar Modal.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 41/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Obligasi Syari’ah
Ijarah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 42/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Syari’ah Charge Card.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 43/DSN-
219HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
MUI/IV/2006 Tentang Ganti Rugi (Ta’widh).
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 44/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Pembiayaan Multijasa.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 45/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Line Facility (at-
Tashilat).
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 46/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Potongan Tagihan
Murabahah (al Khas, Fi al Murabahah).
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 47/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Penyelesaian Piutang
Murabahah Bagi Nasabah Tidak Mampu
Membayar.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 48/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Penjadwalan Kembali
Tagihan Murabahah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 49/
DSN-MUI/IV/2006 Tentang Konversi Akad
Murabahah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 50/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Akad Mudharabah
Musyarakah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 51/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Akad Mudharabah
Musyarakah Pada Asuransi Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 52/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Akad Wakalah Bil
Ujrah Pada Asuransi dan Reasuransi Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 53/DSN-
MUI/IV/2006 Tentang Adab Tabarru’ Pada
220 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Asuransi dan Reasuransi Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 54/DSN-
MUI/X/2006 Tentang Card.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 55/DSN-
MUI/V/2007 Tentang Pembiayaan Rekening
Koran Syari’ah Musyarakah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 56/DSN-
MUI/V/2007 Tentang Ketentuan Review Ujrah
Pada Lembaga Keuangan Syari’ah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 57/DSN-
MUI/V/2007 Tentang Letter of Credit (L/C)
Dengan Akad Kafalah Bil Ujrah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 58/DSN-
MUI/V/2007 Tentang Hawalah Bil Ujrah.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 59/
DSN-MUI/V/2007 Tentang Obligasi Syari’ah
Mudharabah Konvensi.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 60/DSN-
MUI/V/2007 Tentang Penyelesaian Piutang
dalam Ekspor.
• Fatwa Dewan Syari’ah Nasional No. 61/DSN-
MUI/V/2007 Tentang Penyelesaian Piutang
dalam Impor.
e. Aqad Perjanjian (Kontrak)
Mayoritas Ulama berpendapat bahwa asal
dari semua transaksi adalah halal. Namun asal
dari persyaratan memang masih diperselisihkan.
Mayoritas Ulama berpendapat bahwa persyaratan
itu harus diikat dengan nash-nash atau
kesimpulan-kesimpulan dari nash berdasarkan
221HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ijtihad. Kalangan Hambaliyah dan Ibnu Syurmah
serta sebagian para pakar hukum Islam dikalangan
Malikiyyah berpendapat lain. Mereka menyatakan
bahwa transaksi dan persyaratan itu bebas27.
Namun demikian telah disepakati bahwa asal dari
perjanjian itu adalah keridhaan kedua belah piahk,
konsekwensinya apa yang telah disepakati bersama
harus dilaksanakan.
Menurut Taufiq28 dalam mengadili perkara
sengketa Ekonomi Syari’ah, sumber hukum
utama adalah perjanjian, sedangkan yang lain
merupakan pelengkap saja. Oleh karena itu, hakim
harus memahami apakah suatu akad perjanjian
itu sudah memenuhi syarat dan rukun sahnya
suatu perjanjian. Apakah suatu aqad perjanjian
itu sudah memenuhi azas kebebasan berkontrak,
azas persamaan dan kesetaraan, azas keadilan,
azas kejujuran dan kebenaran serta azas tertulis.
Hakim juga harus meneliti apakah akad perjanjian
itu mengandung hal-hal yang dilarang oleh Syari’at
Islam, seperti mengandung unsur riba dengan
segala bentuknya, ada unsur gharar atau tipu daya,
unsur maisir atau spekulatif dan unsur dhulm atau
ketidak-adilan. Jika unsur-unsur ini terdapat dalam
aqad perjanjian itu maka hakim dapat menyimpang
dari isi aqad perjanjian itu.
Berdasarkan pasal 1244, 1245 dan 1246
KUH Perdata, apabila salah satu pihak melakukan 27 Abdullah al Mushlih dan Shalah Ash Shawi, Ma La Yasa’ut Tajiru Jahluhu, terjemahan Abu Umar Basyir, Fiqih Ekonomi Keuangan Islam Darul Haq, Jakarta, 2004,hal.5828 Taufiq, Sumber Hukum Ekonomi Syari’ah, Makalah yang disampaikan pada acara Semiloka Syari’ah, Hotel Gren Alia Jakarta, tanggal 20 November 2006,hal 6-7.
222 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
ingkar janji (wanprestasi) atau perbuatan melawan
hukum, maka pihak yang dirugikan dapat menuntut
ganti rugi yang berupa pemulihan prestasi, ganti
rugi, biaya dan bunga. Apakah ketentuan ini dapat
dilaksanakan dalam konsep perjanjian dalam
syari’at Islam? Ketentuan ini tentu saja tidak bisa
diterapkan seluruhnya dalam hukum keperdataan
Islam, karena dalam akad perjanjian Islam tidak
dikenal adanya bunga yang menjadi bagian dari
tuntutan ganti rugi. Oleh karena itu, ketentuan ganti
rugi harus sesuai dengan prinsip Syari’at Islam.
Jika salah satu pihak tidak melakukan prestasi, dan
itu dilakukan bukan karena terpaksa (overmach),
maka ia dipandang ingkar janji (wanprestasi) yang
dapat merugikan pihak lain. Penetapan wanprestasi
ini bisa berbentuk putusan hakim atau atas dasar
kesepakatan bersama atau berdasarkan ketentuan
aturan hukum Islam yang berlaku.
Sehubungan dengan hal diatas, bagi pihak
yang wanprestasi dapat dikenakan ganti rugi atau
denda dalam ukuran yang wajar dan seimbang
dengan kerugian yang ditimbulkannya serta
tidak mengandung unsur ribawi. Jika debitur
yang wanprestasi karena pertama, ketidak-
mampuan yang bersifat relatif, maka kreditur
harus memberikan alternatif berupa perpanjangan
waktu pembayaran (rescheduling), memberi
pengurangan (discaunt) keuntungan, diberikan
kemudahan berupa secondinitioning kontrak
atau dilakukan likuidasi (penjualan barang-
223HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
barang jaminan). Jika debitur masih juga tidak
mampu membayar prestasinya, maka kreditur
(Bank) dapat memberikan kebijakan hapus buku
(write of). Kedua, karena ketidakmampuannya
yang bersifat mutlak, kreditur (Bank) harus
membebaskan debitur dari kewajiban membayar
prestasi atau memberikan kebijakan hapus tagih
(hair cut). Ketiga, jika debitur wanprestasinya
karena itikad tidak baik, maka dapat diumumkan
kepada masyarakat luas sebagai debitur nakal
dan dikenakan sangsi paksa badan atau hukuman
lainnya.
Perbuatan melawan hukum oleh CST Kansil29
diartikan bahwa berbuat atau tidak berbuat sesuatu
yang melanggar hak orang lain, atau berlawanan
dengan kewajiban hak orang yang berbuat atau tidak
berbuat itu sendiri atau bertentangan dengan tata
susila, maupun berlawanan dengan sikap hati-hati
sebagaimana patutnya dalam pergaulan masyarakat,
terhadap diri sendiri dan terhadap orang lain.
Sangsi untuk perbuatan melawan hukum diatur
dalam pasal 1365 KUHPerdata yang menetapkan
bahwa setiap perbuatan melawan hukum yang
membawa kerugian pada orang lain mewajibkan
orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian
itu mengganti kerugian tersebut.
Dalam hukum Islam, perbuatan melawan
hukum dikenal dengan istilah “Perbuatan yang
membahayakan” atau “Al Fi’il al Dharr”. Dalam
29 CST. Kansil, Pengantar Ilmu Hukum dan Tata Hukum Idonesia, (Jakarta, Balai Pustaka, 1986), hal.254.
224 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
kaitan ini Musthafa Ahmad al Zarqa30 menjelaskan
bahwa ada 9 ayat al Qur’an, 31 Hadits Rasulullah
SAW dan 23 pendapat sahabat yang menjelaskan
perbuatan yang membayakan itu. Ayat-ayat Al
Qur’an yang dimaksud adalah Al Nisa ayat 30, Al
Baqarah ayat 188, Al ‘Araf ayat 56, Al Baqarah ayat
205, Yusuf ayat 73, Al Nur ayat 4 & 23 dan surat Al
Anbiya ayat 78-79.
Melihat kepada ayat-ayat diatas, maka bagi
seorang yang melakukan perbuatan melawan
Hukum diminta untuk bertanggung-jawab atas
perbuatannya. Hanya saja bentuk tanggung-
jawabnya berbeda-beda, ada yang bersifat moral
(saksi ukhrawi) ada pula yang bersifat sanksi
duniawi, yakni berbentuk keharusan memberi
ganti rugi yang seimbang dan adil dengan kerugian
yang diderita, ada juga yang berbentuk tanggung
jawab dengan menghilangkan dharar (bahaya dan
kerugian) dengan cara yang makruf atau bentuk
lain yang dibenarkan oleh Syari’at Islam. Namun
ganti rugi disini tidak boleh mengandung unsur-
unsur ribawi sebagaimana konsep ganti rugi yang
diatur dalam KUHPerdata. Jadi, dalam hukum
Islam bagi pihak debitur/kreditur yang melakukan
perbuatan melawan hukum dapat dikenakan ganti
rugi dan atau denda dalam ukuran yang wajar dan
seimbang dengan kerugian yang ditimbulkan dan
tidak mengandung unsur ribawi.
30 Musthafa Ahmad al Zarqa, Al Fi’il al Dharr al Dhaman fih, (Damaskus; Dar’al Qalam, 1988),hal.208.
225HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
f. Fiqih dan Ushul Fiqih
Fiqih merupakan sumber hukum yang dapat
dipergunakan dalam menyelesaikan sengketa
ekonomi syari’ah. Sebagian besar kitab-kitab fiqih
yang muktabar berisi berbagai masalah muamalah
yang dapat dijadikan acuan dalam menyelesaikan
masalah ekonomi syari’ah. Disamping kitab-
kitab fiqih yang dianjurkan oleh Menteri Agama
RI melalui Biro Peradilan Agama berdasarkan
Surat Edaran Nomor B/1/735 Tanggal 18 Februari
1958 agar mempedomani 13 kitab fiqih dalam
memutus perkara dilingkungan Peradilan Agama,
perlu juga dipelajari berbagai kitab fiqih lain
sebagai bahan perbandingan dan pedoman seperti
Bidayatul Mujtahid yang ditulis oleh Ibn Rusy,
Al Mulakhkhash Al Fiqhi yang ditulis oleh Syaikh
DR. Shalih bin Fauzan bin Abdullah al Fauzan, Al
Fiqh al Islami wa Adillatuhu yang ditulis oleh DR.
Wahbah al Zuhaili, Fiqhus Sunnah yang ditulis oleh
Sayyid Sabiq dan sebagainya.
Selain dari itu perlu juga dipahami berbagai
kaidah fiqih, sebab kaidah-kaidah ini sangat
berguna dalam menyelesaikan perkara. Kaedah
fiqih terkandung prinsip-prinsip fiqh yang
bersifat umum dalam bentuk teks pendek yang
mengandung hukum umum yang sesuai dengan
bagian-bagiannya. Kaedah Fiqh ini berisi kaedah-
kaedah hukum yang bersifat kulliyah yang diambil
daripada dalil-dalil kulli, yaitu dari dalil-dalil Al
Qur’an dan al Sunnah, seperti al Dararu Yuzalu
226 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
(Hal-hal yang darurat mesti harus dilenyapkan
dan lain-lain).
Dengan hal tersebut diatas dapat diketahui
bahwa qawaid fiqiyah adalah kaidah atau dasar
fiqh yang bersifat umum yang mencakup hukum-
hukum syara’ menyeluruh dari berbagai bab
dalam masalah-masalah yang masuk dibawah
cakupannya. Dewan Syari’ah Nasional MUI dalam
menetapkan berbagai fatwa tentang ekonomi
syari’ah sebagaimana yang terdapat dalam buku
Himpunan Fatwa DSN, hampir semua fatwanya
selain ber-hujjah pada al Qur’an dan al Sunnah
serta aqwal ulama juga ber-hujjah kepada qowaidul
fiqhiyyah.
g. Adab Kebiasaan
Islam sengaja tidak menjelaskan semua
persoalan hukum, terutama dalam bidang
muamalah didalam al Qur’an dan al Sunnah. Islam
meletakkan prinsip-prinsip umum yang dapat
dijadikan pedoman oleh para Mujtahid untuk
berijtihad menentukan hukum terhadap masalah-
masalah baru yang sesuai dengan tuntutan zaman.
Inilah diantaranya yang mejamin eksistensi dan
fleksibelitas hukum Islam, sehingga hukum Islam
akan tetap shalihun likulli zaman wal Makan.
Jika masalah-masalah baru yang timbul
saat ini tidak ada dalilnya dalam al Qur’an dan al
Sunnah, serta tidak ada prinsip-prinsip umum
yang dapat disimpulkan dari peristiwa itu, maka
dibenarkan untuk mengambil dari nilai-nilai yang
227HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
hidup dalam masyarakat, sepanjang nilai-nilai itu
tidak bertentangan dengan syari’at Islam.
Hal-hal yang baik menjadi kebiasaan, berlaku
dan diterima secara umum serta tidak berlawanan
dengan prinsip-prinsip syari’ah itulah Urf. Para
ahli Hukum Islam sepakat bahwa urf semacam ini
dapat dijadikan pertimbangan dalam menetapkan
hukum. Disinilah muncul kaedah “Al ‘Adah
Muhakkamah”. Berdasarkan uruf, para ahli hukum
Islam menyatakan sahnya bai’ salam, bai’ istishna’,
bai’ mu’athah, ijarah dan sebagainya.
Dalam literatur yang membahas tentang
ke-hujjah-an urf sebagai sumber hukum, dapat
diketahui bahwa urf itu telah diamalkan oleh
semua para ahli hukum Islam, terutama dikalangan
mazhab Hanafiah dan Malikiyyah. Ahli hukum
dikalangan Hanafiah menggunakan Istihsan dalam
menetapkan hukum dan salah bentuk istihsan ini
adalah istihsan al urf. Para ahli hukum dikalangan
mazhab Malikiyyah juga mempergunakan urf
sebagai sumber hukum terutama urf yang hidup
dikalangan ahli Madinah sebagai dasar dalam
menetapkan hukum. Para ahli hukum dikalangan
Syafiiyyah banyak mempergunakan urf dalam hal
yang tidak ditemukan hukumnya dalam hukum
syara’. Mereka mempergunakan kaedah “setiap
yang datangnya dengan syara’, secara mutlak,
dan tidak ada ukurannya dalam syara’ maupun
dalam bahasa, maka hal tersebut dikembalikan
kepada urf. Imam Syafi’i mempergunakan urf
228 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
sebagai sumber hukum atas dasar pertimbangan
kemaslahatan (kebutuhan orang banyak), dalam
arti orang banyak akan mengalami kesulitan bila
tidak mempergunakan urf sebagai sumber hukum
dalam menyelesaikan berbagai masalah sosial yang
timbul dalam kehidupan masyarakat.
h. Yurisprudensi
Sampai saat ini belum ada yurisprudensi
(putusan Pengadilan Agama) yang berhubungan
dengan ekonomi syari’ah. Sementara ini baru
ada empat buah putusan dari Pengadilan Agama
Purbalingga Jawa Tengah dan satu putusan
Pengadilan Agama Bukit Tinggi dan satu putusan
Pengadilan Tingi Agama Padang yang sekarang
sedang kasasi di Mahkamah Agung. Selain dari
itu, terdapat beberapa putusan Pengadilan Niaga
tentang ekonomi konvensional yang sudah menjadi
yurisprudensi tetap. Yurisprudensi ini dapat
dipergunakan sebagai bahan perbandingan dalam
pemeriksaan dan memutus perkara ekonomi
syari’ah.
Dalam kaitan ini ada beberapa yurisprudensi
dari Pengadilan Sudan, Bangladesh, Bahrain dan
Qatar yang dapat dijadikan acuan dan perbandingan
dalam memeriksa, mengadili dan memutus perkara
ekonomi syari’ah. Saat ini sedang diterjemahkan
kedalam Bahasa Indonesia.
229HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
E. Penutup
Demikianlah beberapa hal yang menyangkut
permasalahan dalam Penyelesaian Sengketa Ekonomi
Syari’ah, Sebuah Kewenangan Baru Peradilan Agama. Sudah
tentu kendala-kendala yang dihadapi cukup banyak, namun
sebahagian kecil permasalahan tersebut telah diuraikan diatas
dengan maksud semua pihak, terutama aparat di lingkungan
Peradilan Agama supaya mempersiap diri menghadapi
kendala-kendala tersebut, guna mengantisipasi dalam
menangani kasus-kasus penyelesaian sengketa ekonomi
Syari’ah yang ditugaskan kepadanya.
Oleh karena kurangnya literatur, dan waktu yang
sangat terbatas, maka makalah yang sederhana ini banyak
kekurangannya. Oleh karena itu, saran-saran yang bersifat
membangun dalam penyempurnaan makalah ini sangat
diharapkan dari peserta forum ini.
Billahi taufiqy wal-hidayah
230 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Tanya Jawab
Ahrum Hoerudin
Pengadilan Agama Indramayu
Pertanyaan:
Pertama
Perihal sistem kamar dengan amandemen RUU yang baru
sekarang. Dikatakan bahwa perkara dari pengadilan agama dan
perkara-perkara yang mendapat prioritas, tidak boleh kasasi,
hanya sampai tingkat banding. Begitu juga dikatakan dalam buku
pedoman jangka panjang rencana kerja Mahkamah Agung 25
tahun ke depan. Barangkali Bapak lebih mengetahui mengenai hal
tersebut.
Kedua
Misalnya, saya melihat dalam kenyataan praktek dilapangan,
sistem akad yang terjadi diperbankan termasuk juga di BSM dan
bank-bank lain. Pada akad murabahah mengenai pembelian
sebuah rumah dan tanah masih tercantum kalimat, perselisihan
berkaitan dengan masalah akad ini akan disepakati bersama yaitu
akan diselesaikan melalui Pengadilan Negeri. Kedua, mengenai
pola pelaku ekonomi yang belum memasyarakat, belum percaya
atau belum tahu mengenai UU No. 3 tahun 2006. Menurut hemat
saya, semestinya perselisihan mengenai hal-hal akad menjadi
ruang lingkup pengadilan agama, sesuai dengan UU.
Ketiga mengenai sosialisasi hukumnya merupakan kemestian
seperti yang Bapak sampaikan. Persepsi Aparat departemen
agama dan masyarakat juga demikian. Oleh karena itu salah satu
solusimya barangkali anggaran untuk penyuluhan dan sosialisasi
hukum harus ditingkatkan karena merupakan bagian integral
dari upaya untuk meningkatkan citra take and give di dalam
231HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
memahami Undang-Undang tentang eksistensi peradilan agama.
Jawaban:
Pertama, masalah sistem kamar di Mahkamah Agung tidak ada
permasalahan. Jadi memang ada kamar perdata, perdata agama,
pidana dan kamar TUN. Saya memang orang peradilan agama,
tapi juga menyelesaikan perkara umum. Saya termasuk di tim 4
yang dipimpin oleh Pak Muhammad Saleh, yang kemarin terpilih
menjadi wakil ketua yudisial. Jadi tidak ada masalah. Kemudian
memang ada wacana dalam draft RUU Mahkamah Agung untuk
pembatasan perkara cerai di peradilan agama, tetapi insya Allah
tidak. Ketua Mahkamah Agung setuju jika masalah perceraian
akan tetap diselesaikan sampai Mahkamah Agung. Departemen
kehakiman juga begitu dan mudah-mudahan DPR nanti juga
setuju.
Pada Surat Edaran Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa,
seluruh Pengadilan Agama harus menangani masalah-masalah
orang yang mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Kemudian
kemarin juga banyak surat-surat yang masuk ke DPR terutama
dari ibu-ibu, yang meminta agar masalah perceraian itu harus
tetap sampai ke Mahkamah Agung. Menurut mereka, itu adalah
hak asasi manusia, apabila tidak diberikan haknya akan melanggar
hak asasi manusia.
Kedua, Bank Indonesia menganggap bahwa orang-orang
Pengadilan Agama tidak tahu masalah ekonomi syariah, akan
tetapi setelah kita jelaskan dan berikan data yang lulus S2
ekonomi syariah. Bank Indonesia baru mengerti. Bahkan Bank
Indonesia menyambut positif. Insya Allah pada Bulan April akan
ada 2 angkatan yang akan diberi pelatihan seperti ini oleh Bank
Indonesia. Pada Bulan Maret nanti, hakim agung akan diundang
untuk pemahaman bersama tentang istilah-istilahnya.
232 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Ini tadi bank apa Pak? Kalau Bank Mandiri sudah mengirim surat
kepada Tuada Agama, memberitahu bahwa, kalau ada sengketa
kontrak ekonomi syariah akan diselesaikan di PA.
Masalah sosialsiasi insya Allah nanti kita akan berusaha untuk
bisa sosialisasi lebih banyak lagi.
Bua Eva Hidayah
Pengadilan Agama Bandung
Pertanyaan:
Jujur saya belum pernah menangani perkara ekonomi syariah.
Namun setelah saya pindah di Pengadilan Agama Bandung, saya
mendengar bahwasanya Pengadilan Agama Bandung pernah
memeriksa perkara ekonomi syariah, namun perkara tersebut
dinyatakan tidak dapat diterima, karena pada saat itu hakim
melihat pada transaksi yang dibuat. Bilamana terjadi sengketa,
penyelesaiannya dilakukan di Pengadilan dan/atau Badan
Arbitrase Nasional, sehingga oleh hakim sebelumnya dinyatakan
tidak dapat diterima. Salah satu pertimbangannya karena ada Surat
Edaran Mahkamah Agung yang berkaitan dengan penyelesaian
sengketa ekonomi syariah, kalau tidak salah diselesaikan oleh
Badan Arbitrase. Pertanyaan saya, seandainya masuk dan ada
perkara yang demikian, apakah kita masih bisa memeriksa perkara
tersebut?
Jawaban:
Sebelum Ibu Wakil, Bu Mariana pensiun, Beliau mengeluarkan
Surat Edaran No. 2 Tahun 2008, tapi bunyi Surat Edaran itu
adalah, terhadap putusan Basyarnas eksekusinya dilakukan oleh
Pengadilan Agama bukan Pengadilan Negeri. Tidak ada masalah
kewenangan. Jadi apabila sudah diputus oleh Basyarnas dan
perlu eksekusi, maka eksekusinya ke Pengadilan Agama. Dalam
233HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
waktu 1 bulan setelah diputus oleh Basyarnas harus didaftarkan
ke Pengadilan Agama. Itu bunyi Surat Edaran No. 2 Tahun
2008. Kemudian ketika keluar Undang-Undang Kehakiman
menyebutkan dalam penjelasannya ada kata-kata, termasuk
ekonomi syariah. Jadi Mahkamah Agung membatalkan Surat
Edaran No. 2 Tahun 2008, mengatakan bahwa Putusan Basyarnas
bukan lagi menjadi wewenang Pengadilan Agama lagi. Yang
mengeksekusi adalah Pengadilan Negeri. Itu saja bukan masalah
kewenangan. Jadi dalam surat edaran itu, harus dibaca dulu
duduk masalahnya. Jadi masalah eksekusi putusan Basyarnas
dulu menjadi wewenang Pengadilan Agama menurut surat edaran
Mahkamah Agung kemudian waktu Pak Abdul Kadir Mappong jadi
wakil ketua itu dicabut, sebab ada Undang-Undang yang dalam
penjelasannya menyatakan bahwa eksekusi Arbitrase itu adalah
wewenang Pengadilan Negeri, oleh karena itu Mahkamah Agung
mencabut surat edaran itu. Sekarang ada perkara di Mahkamah
Konstitusi Pasal 55 UU No. 21 Tahun 2006 supaya ada ketegasan,
apakah masuk Pengadilan Negeri atau masuk Pengadilan Agama.
Jangan digantungkan seperti itu. Semuanya ada dalam penjelasan,
jika kita baca Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2006 itu Pasal 55
mengatakan bahwa, ekonomi syariah itu wewenang Pengadilan
Agama sesuai dengan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006,
akan tetapi karena dalam penjelasan dikatakan penyelesaian
sengketa itu bisa Pengadilan Negeri, bisa juga lembaga lain, boleh-
boleh saja. Itu kan artinya membuat orang lain bingung. Pasal itu
sekarang sedang di uji materiil, sudah 2 (dua) kali sidang, kita
tinggal tunggu saja hasilnya.
Kemudian masalah kontrak, apa yang disebut dalam kontrak
memang tidak dapat diubah. Jadi Pengadilan Agama Bandung
menurut saya sudah benar. Jadi kalau yang disebut dalam kontrak
234 HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
itu Basyarnas, ya Basyarnas, kita tidak boleh mengadili, sudah
betul NO. Hanya saja masalah pengadilannya pengadilan agama
atau pengadilan negeri tidak tegas. Kalau sudah masuk Pengadilan
Agama, ya adili saja, nanti kan sampai juga, di Mahkamah Agung
nanti terserah Mahkamah Agung. Artinya di Mahkamah Agung
timnya tidak hanya dari agama saja, dari lingkungan peradilan
umum juga ada.
Sarnoto
Pengadilan Agama Jakarta Pusat
Pertanyaan:
Tadi disampaikan bahwa kewenangan ekonomi syariah untuk
Pengadilan Agama sesuai dengan Undang-Undang No. 3 tahun
2006 itu ada 11 kalau ditambah wakaf dan zakat sehingga 13.
Sengketa ekonomi syariah disini apakah hanya terbatas pada
antara nasabah dengan lembaga keuangan syariah ataukah bisa
menjangkau antara orang per orang yang melakukan perjanjian
dibawah tangan atau bahkan secara adat kemudian dibawa
sengketa ke pengadilan agama, misalnya gadai di bawah tangan.
Bisa tidak menjangkau kesana? Yang kedua, disini kan kita ada
Undang-Undang haji, kemudian juga ada biro-biro travel dan
umroh, misalnya kalau ada sengketa antara calon jamaah dengan
biro travel itu apakah itu juga bisa dibawa ke ranah pengadilan
agama?
Jawaban:
Yang pertama ini sudah pernah masuk, jadi boleh saja seluruhnya
tapi kasus ini belum diputus oleh Mahkamah Agung jadi saya tidak
berani berkomentar. Tapi perkara ini sudah sampai kasasi, Insya
Allah nanti kalau sudah diputus kami masukkan ke varia peradilan
apakah bisa atau tidak dibawah tangan dibawa ke pengadilan
235HUKUM ACARA SENGKETA EKONOMI SYARIAH
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
agama, tapi perkara itu 1-1 ya, di Pengadilan Agama dikabulkan,
kemudian di PTA ditolak, sekarang kasasi.
Kemudian untuk yang kedua juga sudah pernah masuk, travel biro
yang syariah yang urusan haji sudah pernah masuk, tapi hanya
sampai banding tidak sampai kasasi, artinya boleh saja travel biro
digugat oleh nasabahnya karena kontraknya kontrak syariah.
239
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
TeknikPembuatan Putusan
A. Pendahuluan
Putusan adalah “Mahkota Hakim”, karena dari putusan
itu orang lain dapat menilai kedalaman pengetahuan hukum
hakim yang memeriksa dan memutus sesuatu perkara.
Pengetahuan hukum yang harus dikuasai hakim sesungguhnya
harus multi disiplin yang meliputi hukum acara/hukum
formil, hukum materiil, ilmu hukum, filsafat hukum, sosiologi
hukum, politik hukum, kriminologi, psikologi hukum, ilmu
komunikasi, hukum adat, metodologi hukum, dan lain-lan.
Kritik Asikin Kusumah Atmadja, bahwa sering
dijumpai putusan-putusan hakim yang kurang dalam
mempertimbangkan hukum (onvoldoende gemotiveerd)
sehingga putusan tersebut dibatalkan oleh Mahkamah Agung.
Tentu yang menjadi korban dari kedangkala pengetahuan
hukum hakim Judex Factie tersebut adalah para pihak pencari
keadilan, dan hal ini salah satu bentuk ketidak-adilan yang
dapat melukai hati dan perasaan masyarakat pencari keadilan.
Lebih lanjut Beliau memberikan kritikan terhadap beberapa
putusan hakim yang disinyalir “hakim tidak tahu apa yang
seharusnya dibuktikan dan siapa yang harus membuktikan
(burden of proof). Agar pembuktian lebih fokus dan tajam,
maka Pasal 163 HIR tidak mewajibkan Penggugat untuk
membuktikan semua dalil gugatannya, melainkan hal-hal
yang disengketakan saja yang harus dibuktikan – pengakuan
240 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
dihadapan hakim perdata adalah sah dan mengikat -,
oleh karenanya dalil-dalil Penggugat yang tidak dibantah
oleh Tergugat, tidak perlu Penggugat dibebani alat bukti
lainnya. Yang harus membuktikan adalah yang mendalilkan,
Yurisprudensi tetap menyatakan bahwa tidak mungkin
Penggugat harus membuktikan bahwa Tergugat belum
membayar harga barang yang dibelinya, tetapi Tergugatlah
yang dibebankan untuk membuktikan bahwa ia telah
membayar, Penggugat yang menuntut pembayaran sejumlah
uang nafkah yang dilalaikan oleh Tergugat, bila Tergugat
menyangkal bahwa ia tidak pernah melalaikan memberikan
nafkah kepada Penggugat dan/atau anak-anak keduanya,
maka Tergugatlah yang harus membuktikan bahwa ia benar-
benar telah memberikan nafkah yang menjadi kewajibannya
itu.
Suatu putusan yang baik, bukan hanya ditentukan
kecukupan pertimbangan hukumnya, tetapi dapat dinilai dari
kepadatan isi dan runtutnya redaksi, sehingga dapat dihindari
putusan yang berpanjang-panjang atau justru dipanjang-
panjangkan dengan mengejar ketebalan jumlah halaman
putusan. Kiranya para hakim dapat menyadari bahwa putusan
yang dijatuhkan merupakan mahkotanya, yang melambangkan
harga diri seorang hakim, yang membedakan profesi luhur
seorang hakim dengan pegawai lainnya, sehingga dapat dikaji
secara akademik, dan juga secara structural kelembagaan.1
Aharon Barak: “Hakim yang baik adalah hakim
dengan legitimasi yang dimilikinya mampu membuat dan
menciptakan hukum lebih dari sekadar hukum, yaitu dapat
menjadi jembatan terbaik yang dapat menghubungkan
1 Sutadi, Mariana, Op. Cit., h. 38-39.
241TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
hukum an sich dengan masyarakatnya dan dapat menjadi
pelindung bagi nilai-nilai konstitusi dan kemasyarakatan”2
Cita-cita tersebut tersebut berbanding lurus dengan
induk teori kontrak sosial ala Thomas Hobbes, Locke dan JJ.
Rousseau dan/atau Roscoe Pound yang secara garis besar
menyebutkan bahwa hukum adalah instrumen pengubah
masyarakat, yang harus berjalan sebagai pengayom dan
pelindung warga negara, karena sejatinya hukum diciptakan
untuk memenuhi rasa keadilan manusia.
Dengan kondisi seperti itu, dimana sebenarnya letak
strategis putusan hakim untuk menjadi penegak hukum
yang mandiri sebagaimana amanat undang-undang tanpa
diintimidasi kekuasaan apapun? Sementara disisi lain
harus mampu memenuhi dahaga masyarakat terhadap
keadilan sosial. Bagaimana cetak biru badan peradilan
dalam menyelesaikan gejolak psikososiologis sehingga
dapat mensterilkan opini publik yang berada pada grey
area? Dalam konteks ilmu sosial, dapatkah bias opini publik
terhubungkan dengan sistem instalasi yuridis saat hakim
wajib membuat putusan dengan asas: Mengadili menurut
hukum? (Rechtratigheid).3
Kata peradilan sebagai penegak hukum dan keadilan,
terkandung makna bahwa tugas penegakan hukum dan
keadilan tersebut berada dipundak hakim (Penjelasan Pasal 1
UU. No. 48 Tahun 2009). Hakim sebagai manusia yang akan
menentukan keputusan yang akan ditetapkannya.
Keputusan hakim: berupa putusan (vonnis) dan
penetapan (beschikking).2 Aharon Barak, The Judge in a Democracy, Princenton University Press, 2006.
Halaman 122-123.3 Maruli, Jimmy, Putusan Yang Progresif, (Jakarta: Varia Peradilan PP IKAHI,
2010), Ed. April 2010, h. 78.
242 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Putusan dan penetapan ialah hasil yang diambil dari
suatu pemeriksaan didasarkan pada pertimbangan hukum
dan ketentuan-ketentuan yang berlaku serta atas keyakinan
Hakim, diucapkan dalam sidang pengadilan terbuka untuk
umum. Beda putusan dan penetapan; putusan untuk perkara
contentieus, sedangkan penetapan untuk perkara voluntaire.
B. Putusan
1. Kepala Putusan
Pertama, Judul.
Perkara perdata yang masuk ke pengadilan
dikategorikan kepada perkara voluntair dan perkara
contentius. Untuk perkara voluntair produknya diberi
judul “PENETAPAN” (Beschikking), sedangkan untuk
perkara contentius diberi judul “PUTUSAN” (Vonnis).
(letakkan ditengah, dikasih spasi, ditulis dengan huruf
besar, diblok dan digaris-bawah).
Kedua, Nomor perkara.
Perkara perdata yang bersifat voluntair diberi
nomor urut sesuai nomor yang dicatatkan oleh
bendahara perkara pada SKUM (Surat Kuasa Untuk
Membayar), dengan kode P, dan yang bersifat contentius
dengan kode G.
Nomor Perkara (letaknya di bawah judul, dengan 1(satu)
spasi, tidak diblok dan tdk digaris bawah)
Ketiga, BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Keempat, DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA;
Misi luhur dan mulia serta sesuai dengan ajaran
agama Islam, bahwa lembaga peradilan adalah lembaga
243TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Negara untuk menegakkan hukum dan keadilan, bagi
masyarakat pencari keadilan. UU. No. 7 Tahun 1989
yang telah diubah dengan UU. No. 3 Tahun 2006 dan
perubahan kedua dengan UU. No. 50 Tahun 2009 Pasal
57 ayat (1) menyatakan: Pengadilan dilakukan DEMI
KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA. Ayat (2) Tiap penetapan dan putusan dimulai
dengan kalimat BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
diikuti dengan DEMI KEADILAN BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA.
“Misi suci (mission secree) lembaga peradilan
di Indonesia bukan untuk menegakkan hukum demi
hukum itu sendiri, seperti yang dikemukakan oleh
Oliver Wendell Holmes, “The supreme court is not
court of justice, it is a court of law”, melainkan untuk
menegakkan hukum demi keadilan, baik bagi individu
maupun bagi masyarakat, bangsa, dan Negara; bahkan
keadilan yang dimaksud adalah keadilan Demi Tuhan
Yang Maha Esa sehingga terciptanya suasana kehidupan
bermasyarakat yang aman, tenang, tenteram, tertib, dan
damai. Hal ini tercermin dari setiap keputusan hakim di
Indonesia, yang diawali dengan ungkapan yang sangat
religius, yakni “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan
Yang Maha Esa”.4
Memulai putusan dengan basmalah amat dalam
maknanya, sebagaimana yang dikemukakan Abul A’la
al-Maududi (1903-1983) dalam teorinya “Kedaulatan
Tuhan”.5 Menurut Maududi, Tuhan merupakan Sang 4 Sudirman, Antonius, Hati Nurani Hakim dan Putusannya, (Bandung, PT.
Aditya Bakti, 2007), Cet. I, h. 1.5 Maududi, Sayyid Abul A’la, The Islamic Law And Constitution, (Lahore,
Pakistan: Islamic Publications Ltd., 1960), Ed. II, Terjemah oleh Drs. Asep Hikmat, Hukum Dan
244 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Maha Tunggal yang paling otoritatif dalam prinsip
hukum. Dengan demikian, seluruh konsepsi-konsepsi
tentang hukum atau apapun bentuknya atas nama
hukum apapun, bila bertentangan dengan ajaran-ajaran
Tuhan sebagai sumber hukum hendaklah ditolak. Oleh
karena itu, menurut al-Maududi, segala macam teori
dan ajaran hukum yang tidak mengambil dan/atau
bersumber kepada ajaran-ajaran Tuhan berarti menolak
kedaulatan Tuhan.
Masyarakat menjadi resah dan bingung, bila ada
putusan hakim pada peradilan agama yang nyata-nyata
menyimpang dari ajaran Tuhan, mereka menganggap
bahwa hakim tersebut tidak taat kepada ajaran-ajaran
Allah dan menolak kedaulatan Tuhan.
Penulisan Basmalah telah terjadi silang pendapat,
ada yang bertahan harus sesuai dengan bunyi pasal
perundang-undangan dan ada yang diketik dengan
huruf ‘arab. Dalam tugas hakim mengkualifisir, bahwa
rujukan pertama hakim pada peradilan agama adalah al-
Qurân dan Hadits, berikutnya baru hukum perundang-
undangan.
Dengan demikian dalam satu pendapat, lebih
tinggi nilai putusan/penetapan yang menggunakan: (Bismillah dengan menggunakan tulisan
Arab) dibandingkan dengan menggunakan:
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM, karena dapat
terjamin ketepatan dari segi makhraj dan tajwidnya.
Kelima, Pembukaan putusan yaitu penyebutan
pengadilan yang memeriksa dan memutus, pengadilan
Konstitusi Sistem Politik Islam, (Bandung: Mizan, 1990), Cet. I, h. 23.
245TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
tingkat pertama dengan menyebut nama Kota atau
Kabupaten, sedangkan untuk tingkat banding, nama
Ibu Kota Provinsi atau nama Provinsi, sesuai dengan
sebutan pada Undang-Undang pembentukannya.
Keenam, Identitas kedua belah pihak (ditulis memanjang
kesamping, berbeda dengan perkara jinayat yang ditulis
berurutan kebawah).
Ketujuh, Entry Point yang berisikan kalimat: Pengadilan
Negeri tersebut; Setelah membaca ………………dst ;
Contoh:
P U T U S A N
No. 050/Pdt.G/2013/PA.Wtp.
:
DEMI KEADILAN BERDASARKAN KETUHANAN YANG
MAHA ESA;
Pengadilan Agama Watampone yang memeriksa
dan mengadili perkara-perkara perdata agama pada tingkat
pertama, telah mengambil putusan sebagai berikut dalam
perkara gugatan harta warisan antara:
SYAMSINAR binti HARUN, umur 78 tahun, Pendidikan
Meyses, agama Islam, alamat Jl. Pinus No.71 RT.03/
RW.VII. Perum Bumi Tanjung Elok, Kel. Antah Berantah,
Kec. Watan Selatan, Kabupaten Watampone, selanjutnya
disebut sebagai Penggugat;
M e l a w a n :
1.WARDOYO bin MUJONO, umur 39 tahun, pekerjaan
Pelaut, agama Islam, alamat Jln. Karangbolong No.
27 RT.06/RW.I Desa Udayana, Kec. Watan Selatan,
Kabupaten Watampone, selanjutnya disebut sebagai
246 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Tergugat I;
2.NATEM binti SAMADIKUN, umur 67 tahun,
pekerjaan pensiunan RSU Watampone, agama Islam,
alamat Jln. Karangbolong No. 27 RT.06/RW.I Desa
Udayana, Kec. Watan Selatan, Kabupaten Watampone,
selanjutnya disebut sebagai Tergugat II;
Pengadilan Agama tersebut;
Telah membaca dan mempelajari berkas perkara
dan semua bukti surat yang berhubungan dengan
perkara ini;
Telah mendengar keterangan saksi-saksi
yang diajukkan dalam persidangan;
2. Tentang Duduk Perkaranya.
Pertama, uraian tentang pendaftaran perkara,
dengan menyebutkan tanggal pembuatan surat gugatan/
permohonan, tanggal didaftar dalam Buku Register
Perkara, dan Nomor perkara;
Kedua, uraian tentang posita surat gugatan
Penggugat, jawaban Tergugat, replik, duplik, alat-alat
bukti diberi nomor urut, seperti: P – I, II, III dst atau
T – I, II, III dst – hakim harus menjelaskan apakah alat
bukti berupa fotokopi yang telah dinaarzegelen tersebut
telah dicocokkan dengan aslinya -, keterangan saksi-
saksi juga dikonfrontir dengan pihak lawan – keterangan
saksi Penggugat apakah dibenarkan atau ditolak oleh
Tergugat, demikian sebaliknya, dan kesimpulan masing-
masing pihak.
3. Tentang Hukumnya.
Pertama, tentang “EKSEPSI”
247TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
• apakah tentang absolut competensi atau relatif
competensi;
• atau error in persona;
• atau obscuur libel; dll.
Eksepsi Tergugat harus dipertimbangkan dengan baik
dan lengkap
Kedua, tentang POKOK PERKARA
Menimbang, bahwa maksud dan tujuan gugatan
Penggugat adalah sebagaimana tersebut di atas;
Apa saja yang menjadi pokok masalah yang
dituntut oleh Penggugat, sebagaimana jelas tuntutan-
tuntutan Penggugat tersebut terurai satu-persatu di
dalam petiutm surat gugatan;
Ketiga, masalah dianalisa satu-persatu, apakah
dalil Penggugat diakui oleh Tergugat ataukah ditolak,
bila diakui berlaku aksioma “pengakuan dihadapan
hakim perdata adalah sah dan mengikat”, bila ditolak
maka alat bukti yang dikemukakan oleh Penggugat
diuraikan dan dinilai alat bukti tersebut, apakah cukup
meyakinkan majelis hakim atau hanya berupa bukti
permulaan yang masih memerlukan alat bukti lainnya.
Contoh penilaian hakim terhadap bukti tertulis:
Menimbang, bahwa semua fotocopy bukti tertulis
yang diajukan Kuasa Penggugat tersebut telah diperiksa
dan diteliti oleh Majelis Hakim, ternyata bukti P-1, P-2,
P-3, P-7, P-9, P-10, P-11, P-12, P-13, P-14, P-15, P-16,
P-17, P-18, P-19, P-20, P-24, P-25 dan P-26 sesuai
dengan asli dan telah dibubuhi meterai secukupnya,
sedangkan bukti P-4, P-5, P-6, P-8, P-21, P-22 dan P-23
tidak ada aslinya;
248 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Selanjutnya pemeriksaan saksi-saksi, baik saksi-
saksi Penggugat untu memperkuat dalil-dalilnya atau
memperkuat bukti tertulis, maupun saksi-saksi Tergugat
dalam rangka mematahkan alat bukti yang diajukan
Penggugat.
Bila Penggugat dapat membuktikan dalilnya, maka
dalil Penggugat tersebut adalah “fakta”. Sebaliknya
Tergugat pun diberi kesempatan untuk membuktikan
sanggahannya, sama seperti diatas hakim lah yang
akan menilai alat bukti – alat bukti tersebut., apakah
Tergugat dapat mengajukan bukti yang lebih kuat untuk
mematahkan bukti Penggugat. Tugas hakim dalam
rangka menemukan fakta disebut “mengkonstatir”.
Mengkonstatir adalah upaya majelis hakim
untuk mengungkap dalil-dalil yang dikemukakan oleh
Penggugat di dalam posita surat gugatan, jawaban
Tergugat dalam eksepsi, dalam pokok perkara, dan
gugatan rekonvensi. Selanjutnya replik, duplik, dan
selanjutnya kemampuan para pihak memanfaatkan
hukum pembuktian untuk mendukung kebenaran
dalil-dalil gugatan Penggugat dan bantahan Tergugat,
sehingga dalil-dalil dari Penggugat dan bantahan dari
Tergugat jelas bagi majelis hakim, mana yang fakta dan
mana yang hanya sekedar asumsi para pihak.
Hal-hal yang tidak boleh terlewatkan dalam
pertimbangan hukum, seperti:
• apakah pemanggil pihak-pihak untuk bersidang,
sah dan patut;
• apakah para pihak telah menempuh mediasi (Pasal
56 ayat (2) UU. No. 7 Tahun 1989 -> UU. No. 3
249TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Tahun 2006 -> UU. No. 50 Tahun 2009);
• apakah ada bagian dari berita acara yang belum
dimuat dalam putusan, atau adakah putusan
tersebut memuat sesuatu yang tidak ada di dalam
berita acara; Berita acara sidang yang telah diketik
dan ditanda-tangani oleh Ketua Majelis dan
Panitera Sidang (Pasal 186 ayat (2) HIR/Pasal 197
ayat (3) RBg);
melakukan pemeriksaan setempat (Surat Edaran
Mahkamah Agung No. 7 Tahun 2001, Tanggal 15
November 2001 tentang Pemeriksaan setempat). Dasar
penerbitan SE-MA tersebut karena banyaknya eksekusi
yang gagal diktum putusan tidak sesuai dengan obyek
perkara, mengenai letak, luas, batas-batas maupun
situasi pada saat dieksekusi;
Ketiga, setelah menemukan fakta, tugas hakim
berikutnya adalah menerapkan hukum atas fakta
tersebut disebut “mengkualifisir”. Mengkualifisir
adalah menerapkan dasar hukum yang sesuai dengan
fakta tersebut. Dasar hukum yang bersumber dari
Nash (al-Qur’an dan Hadits), Peraturan perundang-
undangan, Perma, Yurisprudensi, dan lain-lain.
1) MENGADILI
Musyawarah Majelis Hakim. Pasal 178
ayat (1) HIR/189 ayat (1) RBg. “Hakim
karena jabatannya waktu bermusyawarah
wajib mencukupkan segala alasan
hukum, yang tidak dikemukakan oleh
kedua belah fihak”. Yang dimaksud
dengan “alasan hukum” ialah kaidah
250 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
hukum perundang-undangan (qanun/
regel van het objectieve recht). Bila
penggugat didalam surat gugatannya
tidak menyebut atau keliru didalam
menyebut kaidah hukum yang ia gunakan
sebagai dasar dari tuntutannya (contoh:
menggunakan kata ‘perwalian’, padahal
yang dimaksudkannya hadhanah, hal
ini umumnya karena penggugat atau
wakil/kuasanya kurang pengetahuannya
dalam hukum Islam), hal itu tidak
dapat dijadikan alasan menganggap
gugatan penggugat kabur (obscuur
libel), karena hakim mengetahui alasan-
alasan hukum itu dan oleh karena itu
ia diwajibkan menggunakan hukum
perundang-undangan itu, didalam
mempertimbangkan perkara yang
dihadapkan kepadanya, maka ia akan
menggunakan kaidah-kaidah hukum
yang berlaku untuk perkara itu (the first).
Inilah yang dimaksudkan oleh Pasal
178 dengan perkataan hakim “wajib
mencukupkan segala alasan hukum” itu.
Apabila didalam surat gugatannya hanya
menerangkan bahwa orang yang digugat
telah meminjam uang darinya dan ia
menuntut supaya uang dikembalikan,
dengan tidak mengemukakan alasan
hukumnya, maka tuntutannya yang
251TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
demikian sudah cukup. Alasan hukumnya
boleh diserahkan kepada hakim dan
hakim akan mencukupkan alasan hukum
itu, karena ia tahu, bahwa menurut
kaidah hukum perundang-undangan
uang yang dipinjamkan itu harus dibayar
kembali.
Akan tetapi jika Penggugat menuntut
supaya yang punya utang itu, karena tidak
membayar kembali uang pinjamannya,
dikeluarkan dari rumahnya (tuntutan
pengosongan rumah), maka tuntuan
itu tidak akan dipenuhi oleh hakim,
karena tidak ada kaidah hukumnya
untuk mendasarkan tuntutan itu6 – Ini
artinya tidak ada dasar bukti tertulis/
akta yang menyatakan bahwa bila hutang
tidak dibayar, maka rumahnya menjadi
jaminan.
Musyawarah Majelis Hakim, dimulai
dengan penyerahan konsep pertimbangan
dan kesimpulan masing-masing anggota
majelis kepada ketua majelis, bila
majelis telah sepakat maka langkah
berikutnya adalah merumuskan diktum
amar putusan yang akan diucapkan
dalam persidangan pembacaan putusan.
Adakalanya terjadi dissenting opinion,
hal ini harus dimuat didalam berita
6 Tresna, R., Komentar HIR, (Jakarta: Pradnya Paramita, 1978), Cet. VII, h. 180-181.
252 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
acara permusyawaratan majelis, untuk
selanjutnya dituangkan didalam putusan.
Tugas hakim mengadili disebut
“mengkonstituir”.
Dalam tugas mengkonstituir ini, Majelis
Hakim wajib memperhatikan ketentuan
Pasal 178 ayat (2) dan (3) HIR/Pasal 189
ayat (2) dan (3) RBg. yang menyatakan:
(2) Hakim wajib mengadili atas segala
bagian gugatan.
(3) Ia tidak diizin menjatuhkan keputusan
atas perkara yang tidak digugat, atau
memberikan daripada yang digugat.
Penjelasan kedua ayat tersebut
sebagaimana diuraikan R. Tresna berikut
ini: Ayat (2)”maksudnya bahwa jika ada
beberapa hal yang dituntut penggugat,
misalnya pokok utang dengan bunga yang
harus dibayar atau dengan pembayaran
kerugian maka Pengadilan Negeri harus
memberikan keputusan dengan nyata
dari tiap-tiap bagian dari tuntutan itu.
Penulis tambahkan, demikian pula
halnya bila ada yang dituntut penggugat
rekonpensi. Pada Pengadilan Agama
untuk perkara talak seyogyanya secara ex
officio hakim wajib mematuhi ketentuan
hukum Islam seperti kewajiban memberi
mut’ah, nafkah iddah, dan nafkah anak
(bila ada anak yang hadhanahnya pada
253TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Ibu) – ex officio harus difahami bahwa
kewajiban tersebut tak terpisahkan
dengan adanya izin menjatuhkan talak,
dan tidak termasuk dalam gugatan
rekonpensi. Gugatan rekonpensi dalam
hal tersebut dikesampingkan, karena
telah dipertimbangkan dan diputus
didalam bagian konpensi, termasuk
pengecualian bila si isteri nusyuz dalam
hal ini tidak ada nafkah iddah dan tidak
ada nafkah anak, bila si anak tidak dalam
hadhanah Ibu.
Pembebanan mut’ah, nafkah iddah,
dan nafkah anak, haruslah disesuaikan
dengan kemampuan suami. Dalam tugas
hakim mengkonstatir diatas, berapa
besar penghasilan suami harus jelas
dalam berita acara sidang dan dimuat di
dalam putusan. Secara kasuistis majelis
hakim dapat menghukum suami dengan
mut’ah yang cukup besar, alasannya:
pertama, untuk benar-benar menjadi
penghibur isteri yang di satu sisi selalu
patuh dan setia kepada suami dan anak-
anak mereka (tamkin), disisi lain secara
memaksa suami mencari-cari alasan
mau mentalak, kedua, guna memberi
pelajaran/efek jera kepada suami yang
suka menyia-nyiakan isteri yang tamkin.
Ayat (3) “melarang hakim menjatuhkan
254 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
keputusan atas perkara yang tidak
dituntut atau akan meluluskan lebih
daripada yang dituntut. Jika seorang
penggugat dimenangkan didalam
perkaranya, akan tetapi ia tidak menuntut
tergugat membayar biaya perkara, maka
hakim tidak boleh menghukum tergugat
membayar biaya perkara. Dalam hal
demikian hakim harus menghukum
kedua belah pihak masing-masing
menanggung biayanya.7
Dalam persidangan terakhir hakim
membacakan putusan dalam
persidangan yang terbuka untuk umum,
yang amarnya sebagaimana yang telah
dirumuskan didalam permusyawaratan
majelis hakim diatas. Seringkali dalam
sidang pembacaan putusan tersebut,
ketua majelis hanya membacakan
amarnya saja, putusan baru diketik
belakangan. Ada majelis hakim yang
merubah amar putusan yang dibacakan
dalam persidangan terakhir tersebut,
sehingga amar dalam salinan putusan
yang disampaikan kepada masing-
masing pihak tidak sama dengan yang
diucapkan. Dalam hal seperti demikian
‘tidak diperbolehkan sama sekali’, karena
hari dan tanggal putusan adalah hari dan
7 Ibid. h. 181.
255TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
tanggal pada saat amar putusan dibacakan
dalam persidangan terbuka untuk umum
dan telah dipalukan oleh ketua majelis.
Ketokan palu hakim dalam persidangan
terakhir tersebut, pertanda perkara sudah
diputus, apa pun bunyi amar yang telah
dibacakan di muka umum tersebut diikuti
dengan penuh tanggung-jawab majelis
hakim bersangkutan. Guna menghindari
penyesalan di belakang hari, ketentuan
Pasal 178 ayat (1) HIR/189 ayat (1) RBg
yang telah diuraikan di atas, benar-benar
dipatuhi dan dilaksanakan sebagaimana
mestinya.
C. Beberapa Catatan Penting
Ketiga tahapan tugas hakim (mengkonstatir,
mengkualifisir, dan mengkonstituir) diatas, ada beberapa hal
penting yang akhir-akhir ini menjadi hangat dalam diskusi,
antara lain:
Pertama, tentang perubahan anggota majelis hakim,
tanpa dibarengi terbitnya PMH baru atau tidak dimuat
didalam berita acara persidangan. Hal ini sering terjadi,
misalnya perkara in casu ditunda pada hari dan tanggal yang
sudah ditentukan, setelah tiba hari dan tanggal tersebut, ada
hakim dalam majelis bersangkutan yang mutasi, sakit, cuti,
dan lain sebagainya, sedangkan proses sesuai jadwal harus
berjalan (asas peradilan cepat, Pasal 58 ayat (1) UU PA).
Kesalahan Pimpinan PA tidak menerbitkan PMH baru adalah
pelanggaran terhadap tertib administrasi peradilan, tetapi
256 TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
tidak dapat dijadikan alasan bagi hakim tingkat banding atau
tingkat kasasi untuk membatalkan putusan hakim pertama.
Seharusnya hakim banding memutus sela, atau Ketua
majelis hakim banding melalui KPTA memerintahkan KPA
menyusulkan PMH baru tersebut, dengan demikian pihak
pencari keadilan tidak teraniaya/dirugikan;
Kedua, meterai surat kuasa khusus tidak dibubuhi
tanggal. Undang-undang meterai bukan untuk mengatur acara
di peradilan, oleh karenanya hal-hal kecil sedemikian jangan
dijadikan alasan membatalkan putusan tingkat pertama;
Ketiga, sidang tertutup atau terbuka. Bila hakim
tingkat banding menemukan kekeliruan atau kekurangan di
dalam pengetikkan berita acara sidang bundel A, seharusnya
pemeriksaan dilakukan dalam persidangan tertutup, dalam
berita acara tertulis sidang terbuka untuk umum, seyogyanya
majelis tingkat banding menempuh seperti halnya penggantian
anggota majelis diatas, guna perbaikan berita acara dimaksud,
bukan dengan membatalkan putusan hakim pertama. Berita
acara persidangan adalah dokumen rahasia negara yang hanya
diketahui oleh lembaga peradilan, bukan untuk diketahui
oleh pencari keadilan. Bila pihak Pembanding didalam
memori bandingnya memuat keberatan adanya pelanggaran
hukum acara yang dilakukan oleh majelis tingkat pertama,
maka majelis hakim banding dapat menyatakan “putusan
batal demi hukum”. Dalam hal demikian hakim tingkat
banding sebagai pemeran pengawasan tehnis justisial, patut
melakukan pembinaan kepada hakim-hakim tingkat pertama.
Surat Edaran Mahkamah Agung Nomor 5 Tahun 1959,
tanggal 20 April 1959 dan Nomor 1 Tahun 1962, tanggal 7
Maret 1962, menyatakan bahwa seyogyanya pada waktu
257TEKNIK PEMBUATAN PUTUSAN
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
putusan diucapkan konsep putusan harus sudah selesai,
hal ini dimaksudkan untuk mencegah adanya perbedaan isi
putusan yang diucapkan dan yang ditulis.
D. Penutup
Setiap perbuatan umat manusia ada yang bernilai baik,
cukup, sedang, kurang, dan buruk, demikian juga dengan
putusan yang kita produk. Dilingkungan peradilan agama
sekitar tahun 1990 – an pernah digalakkan “Eksaminasi
Putusan”, demikian juga Mahkamah Agung pada Tahun
2003/2004, dalam rangka promosi jabatan. Sudah 9 (sembilan)
tahun terakhir ini eksaminasi putusan tidak muncul lagi,
kecuali selentingan penulis mendengar, bahwa ada sekitar 20
(dua puluh) orang Hakim Tinggi yang dilatih dan melakukan
BINTEK (Pembinaan Teknis) ke seluruh Indonesia dibiayai
oleh Ditjen Badilag dan juga biaya Pengadilan Tinggi Agama
Setempat, apakah termasuk juga dalam rangka meningkatkan
mutu putusan, penulis belum mendapat informasi.
Tradisi eksaminasi atau BINTEK patut dilestarikan dan
disarankan penekanan pada tema “Teknik Pembuatan
Putusan”, seperti kegiatan yang dilaksanakan oleh KY pada
saat ini.
259
Penutup
Proceeding pelatihan Tematik “Ekonomi Syariah” bagi
hakim dilingkungan pengadilan agama ini berisikan bahan ajar
pelatihan yang meliputi: Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim,
Asuransi dan Reasuransi Syariah, Hukum Ekonomi Syariah,
Peran dan Tanggung Jawab Hakim Agama dalam Mewujudkan
Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat, Hukum Perbankan Syariah,
Pegadaian Syariah, Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah,
dan Teknik Pembuatan Putusan.
Sebagai bagian dari upaya untuk meningkatkan kapasitas
hakim, proceeding ini disusun untuk memberikan kesempatan
memperluas wawasan bagi para hakim yang tidak mengikuti
pelatihan secara langsung pada khususnya dan masyarakat pada
umumnya.
“Tiada gading yang tak retak” demikian pula proceeding ini
yang masih jauh dari kesempurnaan, oleh karenanya diharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun sehingga dapat tersusun
proceeding yang lebih baik di masa yang akan datang
Akhir kata, semoga proceeding ini dapat memberikan
sumbangsih positif bagi kita semua.
265
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Susunan Acara
Waktu Materi Narasumber Keterangan
Rabu, 13 Februari 2013
14.00 Chek In Peserta
19.30 – 22.00 a. Laporan Pelaksanaan Program Peningkatan Kapasitas Hakim Tahun 2012
Sekretaris Jenderal Komisi Yudisial RI
b. Pembukaan:
- Sambutan Ketua MA Diwakili oleh Dr. H. Ahmad Kamil, S.H.,M.Hum (Wakil Ketua MA RI Bidang Non Yudisial)
- Sambutan Ketua KY Prof. Dr. H. Eman Suparman, S.H., M.H.
c. Orientasi Pelatihan
Kamis, 14 Februari 2013
07.30 – 08.00 Pre Test Fasilitator Aris Purnomo
08.00 – 09.00 KEPPH Dr. Suparman Marzuki, S.H., M.Si. (Anggota Komisi Yudisial)
Fasilitator: Asep RF 09.00 – 10.00 Diskusi
10.00 – 10.15 Coffee break
10.15 – 11.15 Asuransi dan Reasuransi Syariah Prof. Dr. H. M. Amin Suma, S.H., M.A.
(Guru Besar & Dekan Fakultas Syariah UIN/IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta)
Fasilitator: Asep RF 11.15 – 12.15 Diskusi
12.15 – 13.15 ISHOMA
13.15 – 14.15 Hukum Ekonomi Syariah Prof. Dr. H. Jaih Mubarok, M.Ag. (Guru Besar UIN Sunan Gunung Djati Bandung)
Fasilitator: Asep RF 14.15 – 15.15 Diskusi
15.15 – 15.30 Coffee break
15.30 – 16.30 Peran dan Tanggung Jawab Hakim Agama dalam Mewujudkan Keadilan Ilahiyah Bagi Masyarakat
Prof. Dr. KH. Said Aqil Siradj, M.A.
(Ketua PBNU)
Fasilitator:
M. Muslih
16.30 – 17.30 Diskusi
Jumat, 15 Februari 2013
07.30 – 08.30 Hukum Perbankan Syariah Duddy Yustiadi, S.E. (Pakar Perbankan Syariah)
Fasilitator: M. Muslih 08.30 – 09.30 Diskusi
09.30– 09.45 Coffee break
09.45 – 10.45 Pegadaian Syariah Dr. Ir. Iwan P. Pontjowinoto, M.M., CFP (Pakar Ekonomi Syariah dan Mantan Ketua Umum MES)
Fasilitator: M. Muslih 10.45 – 11.45 Diskusi
11.45 – 13.30 ISHOMA
13.30 – 14.30 Hukum Acara Sengketa Ekonomi Syariah
Prof. Dr. H. Abdul Manan, S.H., S.IP., M.Hum.
(Hakim Agung MA RI)
Fasilitator:
Hirman P.
14.30 – 15.30 Diskusi
15.30 – 15.45 Coffee break
15.45 – 17.30 Teknik Pembuatan Putusan Dr. H. Habiburrahman, S.H., M.Hum. (Hakim Agung)
Fasilitator: Hirman P.
ISHOMA
19.00 – 20.30 Lanjutan
266 SUSUNAN ACARA
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Sabtu, 16 Februari 2013
07.30 – 08.30 Diskusi Kelompok Fasilitator Fasilitator: Aris Purnomo
08.30 – 10.30 Post Test Fasilitator Aris Purnomo
10.30 – 10.45 Coffee break
10.45 – 12.00 Penutupan
a. Evaluasi, pesan dan kesan b. Penutupan resmi
Ketua Pengadilan Tinggi Agama Bandung Ketua Bidang SDM, Penelitian dan Pengembangan Komisi Yudisial RI
267
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
Daftar PesertaNO NAMA PESERTA INSTANSI
1. Drs. Sarnoto, M.H. Pengadilan Agama Jakarta Pusat
2. Dra. Taslimah, M.H. Pengadilan Agama Jakarta Pusat
3. H. Abdillah, S.H,M.H Pengadilan Agama Jakarta Timur
4. Dra. Sarbiati, S.H. Pengadilan Agama Jakarta Utara
5. Hj. Munifah Djam'an, S.H. Pengadilan Agama Jakarta Utara
6. Drs. Saifuddin, M.H. Pengadilan Agama Jakarta Selatan
7. Tamah, S.H., M.H. Pengadilan Agama Jakarta Selatan
8. Drs. Ahmad, M.Hum. Pengadilan Agama Jakarta Barat
9. Drs. Sanusi, M.H. Pengadilan Agama Jakarta Barat
10. Bua Eva Hidayah, S.H., M.H. Pengadilan Agama Bandung
11. Drs. Mustopa, S.H. Pengadilan Agama Bandung
12. Drs. Ahrum Hoerudin, S.H. Pengadilan Agama Indramayu
13. Usman, S.H. Pengadilan Agama Indramayu
14. Dra. Siti Munawaroh, S.H. Pengadilan Agama Majalengka
15. Drs. Abdul Aziz Pengadilan Agama Majalengka
16. Dra. Hj .Sunaenah, M.H. Pengadilan Agama Sumber
17. Drs. Endang Wawan Pengadilan Agama Sumber
18. Drs. H. Taufiqurrohman, M.H. Pengadilan Agama Ciamis
19. Drs. Masnun, S.H. Pengadilan Agama Ciamis
20. Drs. H. Engkos Hasyim Koswara, S.H. Pengadilan Agama Tasikmalaya
21. Dra. Hj.Ai Suhayati, S.H.,M.H. Pengadilan Agama Tasikmalaya
22. Drs. Jajang Suherman, S.H. Pengadilan Agama Karawang
23. Dra. Budi Purwantini, M.H. Pengadilan Agama Karawang
24. Drs. Komar, S.H. Pengadilan Agama Cimahi
25. Drs. Yeyep Jaja Jakaria, S.H. Pengadilan Agama Cimahi
26. Drs. H. Endang Tamami, M.H. Pengadilan Agama Subang
27. Dra. Hj. Euis Kartika Pengadilan Agama Subang
28. Drs. Syarif Hidayatullah, M.H. Pengadilan Agama Sumedang
29. H. Oding Halim, S.H. Pengadilan Agama Sumedang
268 DAFTAR PESERTA
PELATIHAN TEMATIK “EKONOMI SYARIAH” BAGI HAKIM PENGADILAN AGAMA - BANDUNG
NO NAMA PESERTA INSTANSI
30. Drs. H. Afrizal Pengadilan Agama Purwakarta
31. Drs. Uman Pengadilan Agama Purwakarta
32. Drs. H. A. Jazuli , M.Ag. Pengadilan Agama Sukabumi
33. Drs. M. G. Zulzamar, S.H. M.H.I Pengadilan Agama Sukabumi
34. Drs. Fuad Syakir, S.H. Pengadilan Agama Cianjur
35. Drs. Nahrawi, M.H.I. Pengadilan Agama Cianjur
36. Drs. Nasruddin, S.H. Pengadilan Agama Kuningan
37. Drs. A. Sanusi Pengadilan Agama Kuningan
38. Drs. H. Darul Palah Pengadilan Agama Cibadak
39. Drs. H. Sabri Syukur, M.H.I. Pengadilan Agama Cibadak
40. Drs. Tauhid, S.H., M.H. Pengadilan Agama Cirebon
41. Drs. H. Saluki, S.H., M.H. Pengadilan Agama Cirebon
42. Drs. H.R.A. Satibi, S.H. M.H. Pengadilan Agama Garut
43. Drs. Amu Nadjmuddin Pengadilan Agama Garut
44. Dra. Euis Nurjannah Pengadilan Agama Bogor
45. Dra. Luluk Arifah, M.H. Pengadilan Agama Bogor
46. Drs. H.Muhlis Budiman, M.H. Pengadilan Agama Cibinong
47. Drs. H. Jakarsih, M.H. Pengadilan Agama Cibinong
48. Praptiningsih, S.H. Pengadilan Agama Cikarang
49. Drs. H. Chalid L., M.H. Pengadilan Agama Cikarang
50. Dra. Hj .Rogayah Pengadilan Agama Depok
51. Hj. Suciati, S.H. Pengadilan Agama Depok