pidato

27
Juni 1983 untuk pertama kalinya H Amrullah Naga Lubis mengunjungi Pondok Modern Gontor. Saat itu ia mengantarkan salah seorang anaknya untuk menjadi santri di pondok yang didirikan oleh tiga bersaudara yaitu KH Imam Zarkasyi, KH Ahmad Sahal, dan KH Zainuddin Fananie. Sejak itulah Naga, sapaan H Amrullah Naga Lubis, sering berkunjung ke Gontor untuk menengok sang putra. Dalam satu kesempatan bersilaturrahim ke rumah Dr KH Abdullah Sukri Zarkasyi, salah seorang pimpinan Pondok Modern Gontor, Naga memperoleh informasi bahwa jumlah calon santri dari Sumatera Utara hanya 200 orang. Tentu saja jumlah ini amat kecil dibanding dengan jumlah siswa beragama Islam di Sumatera Utara. Dari jumlah itu hanya 20 orang saja yang berhasil masuk atau lulus menjadi santri Gontor. Sedangkan yang lainnya terpaksa menjadi santri di pondok pesantren lainnya di Jawa. Kiai Syukri juga menuturkan bahwa di masa silam para pelajar dari Jawa berangkat ke Sumatera untuk mengaji atau menjadi santri. Termasuk KH Imam Zarkasyi yang belajar di Padangpanjang, Sumatera Barat. Tapi kini sebaliknya, putra Sumatera datang ke Jawa untuk menjadi santri. Di sisi lain, ada keharuan di hati Naga melihat anak-anak yang baru tamat SD/MI sudah harus berpisah sedemikian jauhnya dari orangtua dan keluarganya. “Mereka yang tidak lulus masuk Gontor menangis dan lebih memilih mencari pesantren di Jawa ketimbang pulang ke Sumatera,” ujar pria kelahiran Kotanopan, 9 Desember 1940. Fenomena atau peristiwa-peristiwa di atas menyemangati Naga untuk mendirikan pesantren di Sumatera. Maka tepat 17 Agustus 1985 ia mendirikan Pondok Pesantren Darularafah Raya di atas lahan 2 hektar di Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, sekitar 26 km dari Medan. Di tahun pertamanya, Pesantren Darularafah Raya telah menerima sekitar 120 santri putra. Pada saat itu Pesantren Darularafah memang pesantren khusus putra. Dalam perkembangannya kemudian, tepatnya mulai tahun ajaran 1995–1996, pesantren ini juga menerima santri putri yang disebut “Dyah” (yang berarti Puteri Bangsawan). Dengan memakai jenjang pendidikan formal SMP dan SMA, Pesantren Darularafah khusus puteri lebih dikenal dengan nama “Galih Agung” (dalam bahasa Jawa kuno berarti Jiwa yang Agung). Santri dan Dyah Pesantren Darularafah diharuskan memiliki tiga karakter yang menjadi ciri mereka. Yaitu, memiliki akhlak yang baik, mempunyai kemampuan berbahasa Arab dan Inggris, serta kualitas ibadah yang dapat diandalkan. Santri dan Dyah Pesantren Darularafah ditempa dengan disiplin dan kasih sayang para pengasuhnya sehingga diharapkan mereka mampu menjadi contoh di tengah-tengah masyarakat nantinya. Jumlah santri saat ini 1965 orang. Sebanyak 800 di antaranya santri perempuan. Mereka berasal dari Medan dan sekitarnya, Aceh, Riau, Lampung, Jambi, Batam, dan Jakarta. Bahkan dua tahun lalu ada dari Malaysia. Mereka menempuh pendidikan formal di jenjang TK, SD, SMP, MTs, SMA, MA, dan STAI Darularafah. Jenjang SMP dan SMA khusus untuk putri, sedangkan MTs dan MA untuk putra. Santri jenjang TK dan SD tinggal di luar pondok, di rumah masing-masing. Santri yang mukim di pondok dikenai biaya Rp 550 ribu per bulan. Biaya ini sudah termasuk uang asrama, makan tiga kali sehari, dan biaya pendidikan. Setiap tahun Pesantren Darularafah menerima 500 santri baru. Sebanyak 60 persennya santri laki-laki. Bekerjasama dengan Pondok Modern Gontor Ponorogo dalam pengadaan tenaga pengajar dan

Upload: riododo-sraraputra

Post on 27-Oct-2015

237 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

tentang keadaan sosial

TRANSCRIPT

Page 1: Pidato

Juni 1983 untuk pertama kalinya H Amrullah Naga Lubis mengunjungi Pondok Modern Gontor. Saat itu ia mengantarkan salah seorang anaknya untuk menjadi santri di pondok yang didirikan oleh tiga bersaudara yaitu KH Imam Zarkasyi, KH Ahmad Sahal, dan KH Zainuddin Fananie. Sejak itulah Naga, sapaan H Amrullah Naga Lubis, sering berkunjung ke Gontor untuk menengok sang putra.Dalam satu kesempatan bersilaturrahim ke rumah Dr KH Abdullah Sukri Zarkasyi, salah seorang pimpinan Pondok Modern Gontor, Naga memperoleh informasi bahwa jumlah calon santri dari Sumatera Utara hanya 200 orang. Tentu saja jumlah ini amat kecil dibanding dengan jumlah siswa beragama Islam di Sumatera Utara. Dari jumlah itu hanya 20 orang saja yang berhasil masuk atau lulus menjadi santri Gontor. Sedangkan yang lainnya terpaksa menjadi santri di pondok pesantren lainnya di Jawa.Kiai Syukri juga menuturkan bahwa di masa silam para pelajar dari Jawa berangkat ke Sumatera untuk mengaji atau menjadi santri. Termasuk KH Imam Zarkasyi yang belajar di Padangpanjang, Sumatera Barat. Tapi kini sebaliknya, putra Sumatera datang ke Jawa untuk menjadi santri. 

Di sisi lain, ada keharuan di hati Naga melihat anak-anak yang baru tamat SD/MI sudah harus berpisah sedemikian jauhnya dari orangtua dan keluarganya. “Mereka yang tidak lulus masuk Gontor menangis dan lebih memilih mencari pesantren di Jawa ketimbang pulang ke Sumatera,” ujar pria kelahiran Kotanopan, 9 Desember 1940.Fenomena atau peristiwa-peristiwa di atas menyemangati Naga untuk mendirikan pesantren di Sumatera. Maka tepat 17 Agustus 1985 ia mendirikan Pondok Pesantren Darularafah Raya di atas lahan 2 hektar di Desa Lau Bakeri Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, sekitar 26 km dari Medan.Di tahun pertamanya, Pesantren Darularafah Raya telah menerima sekitar 120 santri putra. Pada saat itu Pesantren Darularafah memang pesantren khusus putra. Dalam perkembangannya kemudian, tepatnya mulai tahun ajaran 1995–1996, pesantren ini juga menerima santri putri yang disebut “Dyah” (yang berarti Puteri Bangsawan). Dengan memakai jenjang pendidikan formal SMP dan SMA, Pesantren Darularafah khusus puteri lebih dikenal dengan nama “Galih Agung” (dalam bahasa Jawa kuno berarti Jiwa yang Agung). Santri dan Dyah Pesantren Darularafah diharuskan memiliki tiga karakter yang menjadi ciri mereka. Yaitu, memiliki akhlak yang baik, mempunyai kemampuan berbahasa Arab dan Inggris, serta kualitas ibadah yang dapat diandalkan. Santri dan Dyah Pesantren Darularafah ditempa dengan disiplin dan kasih sayang para pengasuhnya sehingga diharapkan mereka mampu menjadi contoh di tengah-tengah masyarakat nantinya.Jumlah santri saat ini 1965 orang. Sebanyak 800 di antaranya santri perempuan. Mereka berasal dari Medan dan sekitarnya, Aceh, Riau, Lampung, Jambi, Batam, dan Jakarta. Bahkan dua tahun lalu ada dari Malaysia. Mereka menempuh pendidikan formal di jenjang TK, SD, SMP, MTs, SMA, MA, dan STAI Darularafah. Jenjang SMP dan SMA khusus untuk putri, sedangkan MTs dan MA untuk putra. Santri jenjang TK dan SD tinggal di luar pondok, di rumah masing-masing. Santri yang mukim di pondok dikenai biaya Rp 550 ribu per bulan. Biaya ini sudah termasuk uang asrama, makan tiga kali sehari, dan biaya pendidikan. Setiap tahun Pesantren Darularafah menerima 500 santri baru. Sebanyak 60 persennya santri laki-laki.Bekerjasama dengan Pondok Modern Gontor Ponorogo dalam pengadaan tenaga pengajar dan kurikulum, Pesantren Darularafah kini telah menjelma menjadi salah satu pesantren yang diakui oleh masyarakat Sumatera Utara. Lahan milik pesantren yang semula hanya 2 hektar kini berkembang menjadi 80 hektar. Seluas 20 hektar digunakan untuk pendidikan, sekolah dan pesantren, sedangkan 60 hektar lainnya dimanfaatkan untuk berbagai unit usaha seperti perkebunan cokelat, sawit, karet, budidaya ikan air tawar, dan ternak ayam.Naga ingin mencetak sumberdaya manusia (SDM) berkualitas melalui pesantren. “Saya ingin nanti lahir para pemimpin negeri, para jenderal, dari lulusan pesantren ini,” harapnya.Karena itulah kurikulum Pesantren Darularafah diramu dari beberapa kurikulum, yaitu kurikulum Pondok Modern Gontor, kurikulum nasional, dan kurikulum Universitas al-Azhar Mesir.Aktivitas santri dirancang 24 jam sehari. Mulai dari bangun tidur pukul 04.30 WIB sampai waktu tidur malam pukul 22.00 WIB. Sementara itu kegiatan ekstrakurikuler santri meliputi olahraga (sepak bola, basket, sepak takraw, tenis meja, dan badminton), bela diri (pencak silat dan bela diri tradisional Jepang), kesenian (tari tor-tor, kaligrafi, teater, drumband, nasyid, angklung, seni baca Qur’an), Pramuka (wajib bagi seluruh santri), dan muhadharah. Para santri Darularafah cukup berprestasi di bidang ekstrakurikuler ini. Mereka antara lain menjadi juara pertama lomba pidato bahasa Inggris tingkat nasional di Surabaya (2011), dan juara 2 pencak silat nasional. “Sejak tahun

Page 2: Pidato

1998 kami langganan ikut pencak silat di SEA Games,” terang Idat Darussalam MA, Kepala Biro Pendidikan dan Pengajaran Pesantren Darularafah Raya. Menurut alumnus Pondok Modern Gontor 1989 itu, kegiatan ekstrakurikuler merupakan salah satu kegiatan penunjang utama di Pesantren Darularafah. Aktivitas ini diyakini dapat membuat betah para santri dan dyah. Sedangkan prestasi yang diraih santri dapat mengharumkan nama Pesantren Darularafah di mata masyarakat. Namun, prestasi yang diraih takkan berarti tanpa diperkuat dengan amal ibadah. Para santri dan dyah Pesantren Darularafah dituntut dapat menjalankan ibadah amaliah dengan baik dan benar tanpa menganut satu madzhab tertentu, agar mereka dapat menjalankan ibadah tanpa ada pertengkaran madzhab yang dianut. Selain itu ada kelompok kursus bahasa Arab, Inggris, dan Mandarin. “Santri perlu dibekali dengan bahasa Mandarin agar mereka bisa berdakwah dan berniaga dengan orang-orang Cina yang menguasai perekonomian di Medan,” ujar Naga. 

Cukupi kebutuhan sendiriDemi meningkatkan kualitas santri dan dyah, Pesantren Darularafah menyediakan kampus yang asri dengan sejumlah fasilitas pendukung.  Sarana pondok antara lain: gedung asrama, masjid, perumahan guru, perumahan karyawan, penginapan tamu, ruangan kelas, lapangan olahraga, gedung kantor, gedung aula, ruang tamu, dapur umum, laboratorium (fisika, kimia, bahasa, dan komputer), ruangan kursus, kantin dan toserba, serta klinik kesehatan.Sementara itu sarana pendukung meliputi: ruang audio visual, fotokopi, warnet, jasa jahitan, sablon digital dan studio foto, unit pengemasan produk, unit pembuatan tempe dan tahu, binatu, serta kopontren.Di samping itu, Pesantren Darularafah juga memiliki beberapa unit usaha seperti perkebunan cokelat, perkebunan nangka, budidaya ikan air tawar (patin, nila, emas, bawal, lele, dan koi), penanaman kayu mindy, pembibitan sawit, peternakan unggas (ayam, bebek, angsa), penggemukan sapi, perkebunan kelapa, budidaya jagung unggul dan tanaman hortikultura. “Saat ini ada 11.500 ekor ayam,” papar Naga.Tak heran jika hampir seluruh kebutuhan santri dan pondok tercukupi dari usaha pondok, kecuali beras dan minyak goreng. Setiap bulan Pondok ini membeli 25 ton beras. “Pesantren harus mandiri,” tandas Naga.  (RUSDIONO

MUKposkan oleh Pesantren Darularafah Raya di 10.30

Visi dan MisiVISI:Pesantren Darularafah Raya Merupakan Lembaga Pengkaderan Ulama dan Umaro' Yang Berkualitas dan Dinamis

MISI:.Membentuk Kelas Unggulan Ke-Ulamaan,Eksakta dan Sosial.Mendidik Santri dan Dyah Menjadi Warotsatul Anbiya'.Melaksanakan Micro Teaching.Memiliki Sarana dan Prasarana Yang Lengkap dan Berkualitas.Menjadikan Bahasa Arab dan Inggris Sebagai Bahasa Pengantar.Memberdayaka Umat dan Alumni Yang Berkualitas Untuk Menjadi Kader Islam.Memiliki Dana Abadi Untuk Mencapai Visi

Diposkan oleh Pesantren Darularafah Raya di 10.30

Peletakan Batu PertamaPeletakan batu pertama pendirian Pesantren Darularafah Raya dilakukan pada 17 Agustus 1985 oleh Bapak Haji Amrullah Naga Lubis dan Keluarga beserta beberapa orang Guru Alumni Pondok Pesantren Darussalaam Gontor, di desa Lau Bakeri, Kecamatan Kutalimbaru, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara.

Kemudian pada 8 Mei 1986 bertepat 26 Sya'ban 1406 dibukalah pendaftaran pertama di Pesantren Darularafah Raya,khusus untuk putera angkatan pertama ( puteri baru dibangun pada tahun 1996).

Page 3: Pidato

Diposkan oleh Pesantren Darularafah Raya di 10.24Beranda

Langganan: Entri (Atom)Pengikut

Arsip Blog ▼  2009 (5)

o ▼  September (5)

Ekstra Kurikuler

Fasilitas

Lembaga Pendidikan

Visi dan Misi

Peletakan Batu Pertama

Mengenai SayaPesantren Darularafah Raya

Medan, Sumatera Utara, IndonesiaLihat profil lengkapku

RI) 

1. Menunaikan tuntutan ajaran Agama Islam.2. Menumbuh kembangkan penghayatan dan pengamalan terhadap nilai-nilai ajaran Islam.3. Melahirkan ulama / cendikiawan Islam.4. Melahirkan kader-kader pemimpin ummat.5. Melaksanakan dakwah secara lisan maupun tulisan sampai kedesa-desa dan tempat-tempat terpencil.6. Meningkatkan mutu pembelajaran secara efektif.7. Meningkatkan kurikulum berbasis kompetensi.8. Meningkatkan kegiatan ekstrakurukuler.9. Menerapkan manajemen berbasis sekolah.10.Menjadikan pesantren idaman masyarakat.11.Bekerjasama dengan organisasi-organisasi Islam.

Page 4: Pidato

PERANAN MUHADHARAH DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KHITABAH SISWAPosted on March 20, 2010by RA Miftahul falah

BAB I

PENDAHULUAN

 

 

1. Latar Belakang Masalah

Islam adalah agama dakwah yaitu agama yang menugaskan umatnya untuk menyebarkan dan

menyiarkan Islam kepada seluruh umat manusia. Sebagai rahmat bagi seluruh alam Islam dapat

menjamin terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan umat manusia bila mana ajaran Islam

yang mencakup segenap aspek kehidupan itu dijadikan sebagai pedoman hidup (way of life) dan

dilaksanakan dengan sungguh-sungguh (Abdul Rosyad Shaleh:1993:1).

Dakwah Islam adalah suatu kemestian yang dibebankan kepada setiap laki-laki dan wanita

mukmin yangmukallafi. Allah Azza Wa Jalla telah memilihkan dakwah sebagai jalan yang harus

ditempuh oleh setiap mukmin, agar bias meraih kemenangan. Maka sungguh beruntunglah

mereka yang telah mengikhlaskan dirinya meniti jalan dakwah sebagai upaya mencapai ridho-

Nya. (Abu Ahmad, 1994:1)

Kewajiban mendakwahkan agama adalah bukan hal yang baru bagi umat Islam. Kewajiban

tersebut merupakan kewajiban dasar manusia untuk selalu mengabdi kepada kebenaran. Kondisi

sekarang yang begitu kompleknya dan manusia merupakan makhluk sosial yang hidup ditengah-

tengah komplesitas sistem kemasyarakatan yang terus berubah dan terus berkembang dari masa

kemasa yang akan mempengaruhi pola pikir manusia. Oleh Karena itu tugas dan kewajiban

dakwah dalam sejarah Islam bukan suatu yang dipikirkan sambil lalu, melainkan yang sejak

semula diwajibkan bagi pengikutnya, seperti yang tersirat dalam Al- Qur’an surat an-Nahl ayat

125.

Sains dan teknologi serta kemajuan zaman yang tidak mengindahkan norma-norma agama dan

menimbulkan dampak yang kurang baik bagi masyarakat, menyebabkan manusia sekarang

Page 5: Pidato

mengalami dekadensi moral yang menyebabkan krisis insani. Maka untuk mengembalikan nilai-

nilai tersebut diperlukan adanya da’i dan mubaligh yang handal dan berkualitas serta menguasai

bagaimana cara berkhitabah yang baik dan benar, yaitu memiliki pengetahuan yang banyak.

Mempunyai keahlian (skill) dalam berdakwah sehingga mampu menyampaikan dan menjelaskan

ajaran Islam dalam situasi apapun.

Untuk mencapai keberhasilan dakwah tersebut maka diperlukan adanya pembinaan yang terus

menerus (kontinyu) khususnya kapada para pendukung dan pelaksana (da’i) dan umumnya

kepada generasi-generasi muda. Dan salah satunya dengan mengadakan pembinaan kepada

generasi-generasi muda Islam sejak dini. Sehubungan dengan hal tersebut Madrasah Tsanawiyah

Quwatul Iman yang berada dibawah naungan Yayasan Mika Asih dan dikepalai oleh Bapak

Agus Sukmana,S.Ag menerapkan Muhadharah dalam kurikulum sekolah tersebut. Melalui

kegiatan muhadharah ini para siswa dilatih untuk berbicara menyampaikan ceramah di depan

teman-temannya yang lain secara bergantian.

Melalui muhadharah ini siswa dilatih berbicara di depan kelas lanyaknya seorang da’i yang

sedang berdakwah yang sebelumnya telah dibekali teknik-teknik berdahwah dan menyampaikan

pesan-pesan dakwah tersebut dengan maksud agar mereka memiliki keberaniaan untuk berbicara

didepan publik (public speaking). Adapun pelaksanaanya diadakan secara rutin setiap minggu

sebanyak satu kali yaitu pada hari Rabu dengan menggunakan empat bahasa yaitu Bahasa Arab,

Bahasa Inggris, Bahasa Indonesia dan Bahasa Sunda.

Melalui kegiatan muhadharah ini para siswa dilatih berbicara di depan orang-orang banyak

(teman-temannya) layaknya seorang da’i yang sedang berdakwah menyampaikan pesan-pesan

dakwahnya yang sebelumnya mereka diberi pengarahan dan pengetahuan tehnik-tehnik

dakwah/khitabah dimulai dari retorika, dan mimik muka dalam menyampaikan pesan atau

materi-materi dakwahnya. Pelajaran muhadharah ini dilaksanakan dengan maksud agar mereka

memiliki bekal dan keberanian untuk berbicara di depan orang banyak serta memiliki

pengetahuan yang luas ketika tiba saatnya bagi mereka mengabdikan diri kepada masyarakat.

Jika kegiatan muhadharah merupakan salah satu sarana latihan berpidato bagi para siswa yang

rutin diadakan setiap minggunya maka mereka akan terbiasa berbicara di depan orang-orang

banyak serta mahir berceramah menyampaikan pesan-pesan dakwah dihadapan umum dengan

gaya bahasa serta tutur kata yang menarik serta menambah perhatian yang mendengarkanya dan

pada akhirnya mereka menjadi kader-kader da’i yang handal dan berkualitas serta menguasi

teknik dalam menyampaikan dakwah tersebut tetapi pada kenyataanya ditemukan fenomena

Page 6: Pidato

menarik. Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan penulis di Madrasah Tsanawiyah

Quwatul Iman yaitu masih banyak siswa yang walaupun sudah pernah mengikuti pelajaran ini

bahkan sudah lulus dari pelajaran muhadharahnya tersebut ketika mendapatkan kesempatan

untuk mempraktekkannya di luar sekolah seperti di pesantren atau terjun langsung di

masyarakat, mereka tidak siap bahkan tidak mampu untuk melakukannya. 

Berdasarkan latar belakang di atas, penulis merasa tertarik untuk menjadikan penelitian dan

membahaskannya dalam bentuk skipsi dengan mengetengahkan judul “PERANAN

MUHADHARAH DALAM MENINGKATKAN PENGUASAAN KHITABAH SISWA MTS

QUWATUL IMAN (Penelitian di MTs Quwatul Iman Kp. Nunuk Wetan Desa Mekar Sari

Kecamatan Pacet Kabupaten Bandung)”. 

 

1. Perumusan Masalah

Dari latar belakang masalah tersebut, dapat dirumusakan masalah penelitian sebagai berikut :

1. Bagaimana kegiatan muhadharah di Madrasah Tsanawiyah Quwatul Iman ?

2. Bagaimana penguasaan khitabah siswa di Madrasah Tsanawiyah Quatul Iman?

3. Bagaimana peranan muhadharah dalam meningkatkan penguasan khitabah siswa di

Madrasah Tsanawiyah Quwatul Iman?

 

1. Tujuan Penelitian

Berdasarkan beberapa rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui

kegiatan muhadhrah di Madrasah Tsanawiyah Quwatul Iman

2. Untuk mengetahui peranan muhadharah dalam meningkatkan penguasaan khitabah siswa di

Madrasah Tsanawiyah Quwatul Iman

3. Untuk mengetahui penguasaan khitabah siswa di Madrasah Tsanawiyah Quwatul Iman

 

1. Kegunaan Penelitian

A. Secara teoritis diharapkan menjadi pendorong bagi peneliti lebih lanjut dan sempurna

dalam upaya mengkaji dan mengembangkan metodologi dakwah.

Page 7: Pidato

B. Secara akademis diharapkan dapat melahirkan metodologi dakwah dan aktivitas yang

lebih gencar dengan cara mengembangkan ajaran Islam dengan mendisiplinkan ya

ng lain sebgai upaya pengembangan dakwah Islamiyah.

C. Secara praktis dapat dijadikan rujukan penting bagi para pengkaji dakwah dalam usaha

mengembangkan meminpin umat menuju kebenaran.

 

1. Kerangka Pemikiran 

Dakwah merupakan kewajiban yang Allah berikan kepada manusia sebagaimana firmannya

dalam Al Qur’an surat Ali Imron ayat 104

 

وِف� ��َم ْع�ُر �اْل ِب وَن �ُم�ُر� و َي ْأ �ُر� ْي �َخ اْل �ْل ى ِإ َي ْد�ُع�وَن ��ُم2ُُة

� ُأ ��ْم ُم7نُك �ن �َت ُك و ْل�ُح�وَن �َم�ْف�ِل اْل �ُه�ْم �َك و�ْل ِئ

� و ُأ �َم�نُك ُر� اْل ُع ن� �َه و�َن و َي ن

 

 

“Dan hendaklah ada diantara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebijakan,

menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah kepada yang mungkar mereka itulah orang-orang

yang beruntung “

Bagi seorang muslim dakwah merupakan kewajiban yang tidak bisa ditawar-tawar lagi,

kewajiban dakwah merupakan sesuatu yang bersifat conditiosine quanon, tidak mungkin

dihindarakan dari kehidupanya. Dakwah karenanya melekat bersamaan dengan pengakuan

dirinya sebagai seorang yang mengidentifisir diri sebagai seorang yang menganut Islam,

sehingga orang yang mengaku diri sebagai seorang muslim mereka secara otomatis pula dia itu

seorang juru dakwah.

Sebagaimana yang diajarkan dan diperintahkan oleh Nabi Muhammad saw yang menyatakan:

Aا َي ُُة �و ْل و 7ى ُع ن 2ُغ�و�ا ِب ِل

Page 8: Pidato

“Sampaikan apa yang kamu terima dari padaku walaupun hanya satu ayat (Tasmara:1997:32)

Hadis tersebut menerangkan bahwa dakwah merupakan bagian yang sangat penting dalam

kehidupan seorang muslim, bahkan tidak berlebihan kiranya apabila kita katakana bahwa tidak

sempurna bahkan sulit kita katakana bahwa seorang itu muslim apabila ia menghindar atau

membutakan matanya dari tanggung jawab sebagai juru dakwah.

Dakwah sebagai satu proses penyadaran untuk mendorong manusia untuk agar tumbuh dan

berkembang sesuai dengan fitrahnya, dilakukan dalam bentuk seruan atau ajakan kepada

keinsyafan atau usaha merubah suatu situasi kepada situasi yang lebih baik dan sempurna baik

terhadap pribadi atau masyarakat (M.Quraish Shihab 1992:1994).

Abu Zahrah (1994:142) menyatakan bahwa da’i Islam dituntut untuk memiliki fisik dan rasio,

kemampuan berkomunikasi, untuk bergaul dan bekerja sama dengan masyarakat dan di dalam

jiwanya tertanam optimisme terhadap orang yang menentangnya secara rasional dengan prinsip

dasar firman Allah dalam surat an-Nahl ayat 125.

Berkaitan dengan fenomena di atas, MTs Quwatul Iman sebagai lembaga pendidikan Islam yang

memiliki fungsi sebagai tempat pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran Islam

mengantisifasi realita yang ada dengan diadakannya suatu aktivitas mingguan yang didalamnya

berisikan serta pelajaran mengenai bagaimana teknik-teknik berbicara di depan orang banyak

dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah yang dikenal dengan istilah muhadharah sebagai

mata pelajaran mulok yang harus diikuti oleh seluruh siswa MTs Quwatul Iman. 

Sebagaimana dipahami bahwa definisi muhadharah bisa diidentikan dengan kegiatan atau latihan

pidato atau ceramah yang ditekankan pada skill siswa (Da’i ) dalam mengolah tata aturan atau

segala hal yang terkait dalam proses tersebut. Kegiatan muhadharah dimaksudkan untuk

mendidik para siswa agar terampil dan mampu berbicara di depan khalayak untuk

menyampaikan ajaran-ajaran Islam dihadapan umum.

Menurut Asmuni Syukir (1993:105-106): ceramah berarti banyak cakap, pidato membahas suatu

masalah, seni bertutur kata dan secara sematik berarti suatu teknik atau metode dawah yang

banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara oleh seseorang atau mubaligh pada suatu aktivitas

dakwah. 

1. Khotib, yaitu seseorang yang memberikan materi khitabah;

Page 9: Pidato

2. Materi khitabah, merupakan isi pesan yang disampaikan seorang da’i;

3. Mad’u, yang menjadi sasaran khitabah;

4. Media, merupakan saluran khitabah;

5. Efek, yaitu hasil apa yang dapat dicapai dari kegiatan dengan cara khitabah.

Khitabah merupakan ilmu yang membicarakan dan mengkaji cara berkomunikasi dengan

menggunakan seni atau kepandaian berbicara (berceramah). Khitabah ini sering dikatakan suatu

teknik atau metode dawah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara seorang da’i pada

suatu aktifitas da’wah (Asmuni, 1982:104). 

Dalam muhadharah para siswa dituntut untuk berceramah dengan penguasaan, teknik, materi,

dan gaya bahasa dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu salah satu ilmu yang harus diketahui

para siswa adalah ilmu tentang cara-cara menyajikan dan menyampaikan materi da’wah

dihadapan mad’u yang disebut rethorika. Pengertian rethorika menurut Onong Uchyana Effendi

(1997:53) adalah ilmu yang membicarakan masalah bicara dan pengertian secara luas dalam

penggunaan bahasa bisa lisan maupun tulisan.

 

Rethorika adalah sebuah ilmu yang mempelajari tentang seluk-beluk bicara, sehingga tentang

rethorika akan terlahir pembicaraan yang baik, menarik dan pada akhirnya mampu menarik

perhatian jamaah untuk menyiniak dan memperhatikan pesan (materi) khitabah itu sendiri.

Aristoteles mengungkapkan beberapa fungsi rethorika, yang salah satunya adalah rethorika

merupakan langkah atau upaya untuk mempengaruhi khalayak (jamaah) dan selanjutnya

Aristoteles Mengungkapkan tiga cara untuk mempengaruhi khalayak, yaitu:

1. Ethos: yaitu kita harus sanggup menunjukan pada khalayak bahwa kita memiliki

pengetahuan yang luas, kepribadian yang terpercaya dan status yang terhormat.

2. Patos: yaitu kita harus dapat mcnyentuh hal khalayak: perasaan, emosi, kasih sayang dan

kebenciannya.

3. Logos. yaitu kita harus meyakinkan khalayak dengan mengajukan bukti atau kelihatan

sebagai bukti, sehingga dalam hal ini kita mendekati khalayak lewat otaknya. (Jalaludin

Rahmat, 2000 : 7).

Pertimbangan lain yang harus diperhatikan dalam rethorika adalah kemamapuan seorang orator

atau da’i dalam hal logika dengan alasan, setiap pembicara tidak hanya sekedar menyampaikan

tetapi juga dibutuhkan suatu bentuk kesimpulan agar dengan cara tersebut dapat dihindari suatu

Page 10: Pidato

kesimpulan yang salah dari pihak khalayak atau pendengar.

Dengan demikian, hal yang paling dominan dalam rethorika adalah:

1. Pengetahuan bahasa

2. Pengetahuan materi

3. Kelincahan berlogika

4. Pengetahuan atas jiwa masa

5. Pengetahuan atas sistem sosial budaya masyarakat (Tasmara, 1997:131-137).

Adapun sifat ciri atau nilai-nilai pribadi yang hendaknya dimiliki oleh peminpin dakwah (da’i)

itu antara lain adalah berpandangan jauh kemasa depan, bersikap dan bertindak bijaksana,

berpengetahuan luas, bersikap dan bertindak adil, berpendirian teguh, mempunyai kenyakinan

bahwa misinya akan berhasil, berhati ikhlas, memiliki kondisi fisik yang baik, dan mampu

berkomunikasi (A.Rosyid Shaleh :1993, 34-42).

Mengenai hal itu Abu Zahra (1994:155) mengungkapkan bahwa seorang da’i itu harus memiliki

karakteristik hati yang ikhlas mengetahui rethorika dan media, memahami isi Al-Qur’an dan

sunnah, menjauhkan diri dari hal yang haram dan subhat. Salah satu cara untuk mewujudkan hal

tersebut di atas dalam upaya mempersiapkan dan menyediakan kader-kader da’i dan mubaligh

yang memiliki persiapan mental dan intelektualitas profesional adalah dengan diadakannya

pelatihan-pelatihan yang secara terus menerus, yang bertujuan untuk mencetak orang-orang yang

mempunyai pengetahuan agama yang luas yang pada gilirannya akan menjadi penyiar agama,

guru ,dai, dan mubaligh atau bahkan menjadi kiyai-kiyai dan ulama di daerahnya asalnya.

Dengan demikian, selain pondok pesantren lembaga pendidik seperti Madrasah Tsanawiyah

merupakan tempat yang cukup ideal untuk membina dan membentuk pribadi-pribadi muslim

yang beriman dan bertakwa serta berahklak mulia yang pada akhirnya akan menjadi dai dan

mubaligh dalam upaya menyiarkan ajaran Islam secara kaffah.

Untuk memperjelas kerangka pemikiran di atas dapat dilihat pada bagan berikut ini:

SKEMA KERANGKA PEMIKIRAN PERANAN MUHADHARAH DALAM

MENINGKATKAN PENGUASAAN KHITABAH SISWA MTS QUWATUL IMAN

NUNUK WETAN

 

Page 11: Pidato

 

1. Hipotesis

Hipotesis adalah jawaban sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui

data yang terkumpul (Suharsimi Arikunto, 1993 : 62).

Sementara dalam penelitian ini terdapat sub variabel yaitu independen (variabel x ) dan

dependen (variabel y). Peranan muhadharah sebagai variabel dependen (variabel x) dan

penguasaan khitabah siswa sebagai variabel dependan (variabel secara asumsi teoritik dapat

dikatakan bahwa variabel tersebut mempunyai hubungan yang erat. 

Dalam penelitian ini, peningkatan penguasaan khitabah siswa memiliki ketergantungan terhadap

peranan khitabah, maka semakin tinggi pula tingkat penguasaan khitabah siswa.

 

1. Langkah-Langkah Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan langkah-langkah penelitian sebagai berikut:

1. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Madrasah Tsanawiyah Quwatul Iman Kp. Nunuk Wetan Desa Mekar

Sari Kec. Pacet Kab. Bandung. Lokasi ini dipilih sebagai tempat penelitian mengingat dilokasi

inilah adanya permasalahan yang perlu dicari pemecahannya. Selain itu, lokasi ini dipilih

mengingat data-data yang diperlukan cukup tersedia, yang berkenaan dengan peranan latihan

muhadharah dalam meningkatkan penguasaan khitabah siswa MTs Quwatul Iman Nunuk

Wetan. 

1. Metode Penelitian

Metode penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah metode penelitian korelasi, menurut

Suharsimi Arikunto (1997 : 251), penelitian korelasi bertujuan untuk menentukan ada tidaknya

hubungan. Dan bila ada berapa eratnya hubungan serta berarti atau tidak hubungan itu. 

1. Jenis Data

Jenis data yang dipergunakan dalan penelitian ini adalah data kualitatif dan kuantitatif. Adapun

jenis data yang diperlukan dalam penelitian ini bertitik pada permasalahan yang diajukan, yaitu:

Page 12: Pidato

1. Data tentang kegiatan muhadharah di MTs Quwatul Iman

2. Data tentang penguasaan khitabah siswa MTs Quwatul Iman

3. Data tentang peranan muhadharah dalam meningkatkan penguasaan khitabah siswa MTs

Quwatul Iman

1. Sumber Data

Sumber data yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data skunder.

1. Data primer

Sumber data primer adalah sumber-sumber yang membeikan data langsung dari tangan

penama. Adapun data primer dalam penelitian ini adalah bersumber dari para siswa MTs

Quwatul Iman yang mempunyai hubungan langsung dengan masalah yang penulis bahas,

yaitu para siswa MTs Quwatul Iman Nunuk Wetan yang melaksanakan kegiatan

muhadharah.

2. Data Sekunder

Sumber data skunder adalah sumber yang mengutif dari sumber lain (Surakhmad,1990:134).

Data dalam penelitian ini adalah sejumlah data memiliki hubungan dengan masalah yang

penulis bahas, dalam hal ini data sekunder yang digunakan adalah kepala sekolah, para guru

dan dokumen-dokumen pada bagian sekolah.

3. Populasi dan Sampel

Populasi merupakan keseluruhan subejk penelitian (Suharsimi Arikunto, 1996:115), sedang

sampel adalah sebagian atau wakil yang diteliti. Populasi adalah keseluruhan jumlah siswa MTs

Quwatul Iman yang mengikuti kegiatan muhadharah, mereka seluruhnya berjumlah 140 orang.

Karena jumlah tersebut lebih dari 100 orang, maka yang akan dijadikan sampel dari penelitian

ini 25%. Menurut Suharsimi Arikunto (1997:120), jika jumlah obejeknya besar dapat diambil

antara 10-15% atau 20-25% atau lebih. Jika jumlah dari 175 orang dikalikan 39% maka yang

akan menjadi sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 70 orang. 

1. Teknik Pengumpulan Data

Untuk mengumpulkan data yang diperlukan, digunakan teknik-teknik sebagai berikut :

1. Obsevasi

Obsevasi merupakan teknik pengumpulan data dimana penyelidik mengadakan pengamatan

secara langsung (tanpa alat) terhadap gejala-gejala subjek yang diselidiki, baik pengamatan

itu dilakukan dalam situasi sebenarnya maupun dilakukan dalam situasi buatan yakni khusus

diadakan (Winarno Surakhman, 1998:162) sesuai dengan teori tersebut penulis mengadakan

pengamatan langsung ke lokasi penelitian. Hal yang diteliti dalam teknik observasi

Page 13: Pidato

ini yaitu untuk mendapatkan gambaran umum tentang siswa di MTs Quwatul Iman dan

gambaran umum tentang lokasi penelitian MTs Quwatul Iman Pacet-Bandung.

2. Wawancara

Wawancara adalah sebuah dialog yang dilakukan oleh wawancara (interviu) (Suharsimi

Arikunto, 1994:145) pada penelitian ini wawancara ditujukan pada siswa, guru, kepala

sekolah, dan pengurus lainnya tentang peranan muhadharah dalam meningkatkan penguasaan

khitabah siswa di MTs Quwatul Iman Nunuk Wetan Ke. Pacet Kab. Bandung.

3. Angket

Angket adalah sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk memperoleh informasi

dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal yang ia ketahui (Suharsimi

Arikunto, 1996:140). Angket ini dimaksudkan untuk menghimpun data yang berkenaan

dengan peranan muhadharah dalam meningkatkan penguasaan khithabah siswa MTs

Quwatul Iman. Angket diberikan kepada seluruh siswa MTs Quwatul Iman kelas II yang

berjumlah 175 orang. Mengenai peranan muhadharah dalam meningkatkan pengasaan

khitobah siswa MTs Quwatul Iman.

Dalam penyebaran angkat ini peneliti akan memberikan beberapa pertanyaan kepada

responden dengan disertai lima alternatif jawaban (option), yaitu a, b, c, dan e

penyekorannya untuk positif, option a berbobot 5, option b berbobot 4, option c berbobot 3,

option d berbobot 2, dan option e berbobot 1. Sedangkan untuk yang negatif adalah

sebaliknya option a berbobot 1 option b berbobot 2, option c berbobot 3, option d berbobot 4,

dan option e berbobot 5.

Untuk melengkapi data penulis juga mewancarai guru pada mata pelajaran muhadharah ini.

4. Teknik Pengelohan Data

Untuk menganalisis data yang diperoleh, maka proses yang dilakukan oleh peneliti adalah

analisis melalui pendekatan kuantitatif. Analisis data kuantitatif ini diperoleh dengan analisis

statistic sebagai berikut :

Skripsi (Pengaruh Bimbingan Muhadharah Terhadap Kemampuan mmsssBerpidato)

BAB IPENDAHULUAN

sA. Latar BelakangMadrasah Tsanawiyah Bahrul Ulum Pantai Raja  Kec.Perhentian Raja adalah salah satu

Lembaga Pendidikan yang berbasis agama Islam yang berada di Kabupaten Kampar. Madrasah Tsanawiyah Bahrul Ulum bernaung di bawah Yayasan

Darul Jamil dan  dikepalai oleh Bapak Muhammad Isnaini Lubis, S.Pd.I. Oleh karena

Page 14: Pidato

sekolah ini berlatar belakang pendidikan agama Islam, maka pelajaran yang diajarkan kepada LATAR BELAKANG

Menurut kamus istilah umum,yang dimaksud dengan retorika adalah keterampilan berbahasa secara efektif,baik lisan maupun tulisan,karang mengarang atau pidato

Sekarang ini banyak orang salah duga,bahwa kepandaian orang berpidato adalah masalah bakat dan keturunan.hal itu tidak sepenuhnya benar ,yang benar adalah semata-mata masalah kemauan.kita mengenal banyak orang yang dijuluki singa – singa podium ,tapi ternyata orangnya biasa saja ,hanya saja dia punya kemauan.Karena masalahnya adalah kemauan ,maka harus ada motivasi sebagai penunjang .motif itu bagi kita adalah kewajiban berdakwah ,sebagaimana firman Allah Ta’ala yang artinya : "serulah (manusia kepada jalan tuhan dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.sesungguhnya Tuhanmu dialah yang mengetahui siapa yang tersesat dari jalannya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.( QS.An Nahl:125)"

TUJUAN- Agar siswa memiliki mental yang baik- Agar siswa menjadi lebih kreatif dalam berbahasa (bahasa,Arab,Inggris,Indonesia)- Diharapkan siswa nantinya setrlah keluar dari MTsN Lembeyan mampu atau siap terjun di

masyarakat bisa berpidato.INDIKATOR

- Praktek berpidato- Kreatif dalam berbahasa- Punya jiwa kepemimpinan

LANGKAH-LANGKAHLangkah-langkah berpidato adalah mutlak dan penting.persiapan tersebut meliputi 2

syarat pokok :1. Kesehatan2. Kesiapan ilmu

Kesehatan badan tentu saja meliputi jasmani dan rohani.orang yang ingin jadi orator dan bahkan yang sedang ingin berpidato harus memperhatikan kesehatannya.bila kesehatanya terganngu,betapa pun lengkapnya persiapan yang lain ,untuk bisa sukses masih diragukan.Sedangkan kesiapan ilmu meliputi :

1. Soal bahasa2. Pengetahuan yang lain

Pengetahuan mengenai bahasa adalah syarat mutlak bagi mereka yang mau berpidato.bisa saja orang berbicara tanpa menguasai bahasa ,tapi tentu bukan pidato namanya .penguasaan bahasa misalnya :mengenai pemakaian awalan ,akiran member definisi ,semantic,etimologi,morfologi,tradisi,bicara sehari-hari penduduk sekitar dan sebagainya .tapi ingat ini bukan berarti ahli pidato haruslah ahli bahasa.

Setelah bahasa yang harus dipersiapkan adalah pengetahuan yang menjadi isi pidato ,misalnya soal agama .kirannya perlu disisipkan pesan disini yaitu :janganlah ingin dianggap serba tau dan serba bisa dalam segala hal.tiga pengetahuan saja kirannya cukup .kalau diminta membicarakan sesuatu yang memang tidak dikuasai ,katakana saja terus terag :tidak sanggup .tidak perlu khawatir tidak mendapat gelar ahli pidato.sebab pidato yang baik harus memenuhi beberapa syarat ,antara lain :

Page 15: Pidato

1. Adanya pokok masalah (isi)yang diuraikan .dan tentu saja yang harus dikuasai oleh si pembaca.

2. Punya kecakapan untuk menyampaikan isi tersebut3. Uraianya mengandung pengetahuan4. Ada tujuan yang ingin dibicarakan5. Antara si pembaca ,topik,dan pendengar terjalin hubungan yang harmonis.

Disamping itu diperlukan juga pengetahuan pembantu, yakni pengetahuan yang turut dipergunakan dalam meyusun pidato.karena sasaran pidato adalah manusia,maka pidatonya akan sukses ditopang dengan pengetahuan-pengetahuan, seperti:pisikologi (ilmu jiwa),filsavat,agama,antropologi,sejarah dan kebudayaan,pengetahuan hukum,undang-undang,dan lain-lain.

 

para santrinya sabagai Madrasah Tsanawiyah swasta seperti Madrasah Tsanawiyah swasta lainya, lebih ditekankan pada pelajaran-pelajaran Agama, serta adanya latihan Khusus dibidang Ceramah, membaca Al-qur’an, membaca puisi-puisi Islam, dan lain sebMuhadlarah adalah kegiatan latihan pidato yang diikuti seluruh santri Pondok Pesantren Modern Al-Ihsan. Kegiatan ini dilakukan dalam tiga bahasa; yaitu Bahasa Arab, Bahasa Inggris, dan Bahasa Indonesia. Dalam satu minggu, seluruh santri mengikuti muhadlarah tiga kali sesuai jadwal yang telah ditentukan. Adapun jadwal muhadharah di pesantren Al-Ihsan Baleendah sebagai berikut:

Hari  Sabtu   malam     : Bahasa Arab

Hari  Selasa  malam    : Bahasa Inggris

Hari  Kamis  malam     : Bahasa Indonesia

 

Kegiatan muhadlarah dimaksudkan sebagai latihan para santri agar memiliki ketrampilan berpidato dalam tiga bahasa tersebut. Hal ini dimaksudkan sebagai sarana bekal da'wah Islamiyah di masyarakat nanti setelah pulang dari pesantren.

Muhadharah merupakan salah satu kegiatan yang cukup efektif untuk melatih keberanian dan ketrampilan santri. Berani berbicara di depan khalayak ramai, bahkan diawasi oleh beberapa mulahidz, yakni santri senior yang ditugaskan untuk mengawasi dan mengontrol jalannya muhadharah. Di samping itu, juga diawasi oleh oleh beberapa ustadz  yang ditugaskan sebagai pembimbing kegiatan muhadharah ini.

Santri yang memiliki ketrampilan muhadharah dengan baik, maka menjadi modal awal baginya untuk terjun ke masyarakat, baik masyarakat perguruan tinggi bagi yang melanjutkan studinya ke perguruan tinggi, maupun masyarakat yang sesungguhnya. Apabila keberanian dan kemampuan ini dikembangkan dengan baik, maka

tidak menutup kemungkinan dia akan menjadi seorang orator yang hebat, yang bisa menempatkan dirinya di hadapan masyarakat pendengar yang beraneka ragam.

Muhadharah adalah kegiatan rutin dilaksanakan setiap satu minggu sekali yang diikuti oleh siswa siswi SMPI dan SMAI Terpadu Al-Madaniyah Samuda. Kegiatan ini berupa Pidato

Page 16: Pidato

dalam tiga bahasa (Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, Bahasa Arab), Khutbah (Bilal, Khotib), Tilawah dan sari tilawah, serta berbagai kreasi kesenian.  

Kegiatan muhadharah dimaksudkan sebagai latihan para siswa agar memiliki ketrampilan berpidato dalam tiga bahasa tersebut. Hal ini dimaksudkan sebagai sarana bekal da'wah Islamiyah di masyarakat nanti.

Muhadharah merupakan salah satu kegiatan yang cukup efektif untuk melatih keberanian dan ketrampilan siswa. Berani berbicara di depan orang banyak (temen-temennya), dan juga diawasi oleh oleh beberapa ustadz  yang ditugaskan sebagai pembimbing kegiatan muhadharah ini.

Siswa yang memiliki ketrampilan muhadharah dengan baik, maka menjadi modal awal baginya untuk terjun ke masyarakat, baik masyarakat perguruan tinggi bagi yang melanjutkan studinya ke perguruan tinggi, maupun masyarakat yang sesungguhnya. Apabila keberanian dan kemampuan ini dikembangkan dengan baik, maka tidak menutup kemungkinan dia akan menjadi seorang orator yang hebat, yang bisa menempatkan dirinya di hadapan masyarakat pendengar yang beraneka ragam.

Adalahkegiatan melatih berbcara ddpn umuagainya. Pelajaran ini biasanya

dipraktekkan dalam suatu acara yang disebut Muhadharah.

Melaaaaalui aktivitas atau kegiatan bimbingan Muhadharah ini siswa dilatih berbicara

di depan kelas yang sebelumnya telah dibekali teknik-teknik berpidato dan

menyampaikan isi pidato tersebut dengan maksud agar mereka memiliki keberaniaan

untuk berbicara didepan publik (public speaking).

AktivitasSikap percaya diri menjadi sangat penting dalam kehidupan karena akan menghasilkan

berbagai peluang yang lebih banyak dibandingkan yang tidak mempunyai kepercayaan diri. Potensi

merupakan suatu kekuatan, kesanggupan, kemampuan dan daya serta kefungsian. Dalam mengaplikasikan

potensi setiap individu harus mempunyai rasa mampu dan bersikap positif, serta sikap percaya diri. Karena

kepercayaan diri merupakan sumber dari segala potensi. Muhadharah merupakan wahana latihan bagi

santriwati PP.Al-Mawaddah dalam meningkatkan mental serta kemampuan dalam berkomunikasi dengan

Bahasa Arab dan Bahasa Inggris. 

Dari sini penulis merumuskan, (1) bagaimanakah latar belakang muhadharah di PP.Al-Mawaddah, (2)

bagaimana bentuk-bentuk muhadharah di PP.Al-Mawaddah, (3) apa saja faktor pendukung dan penghambat

muhadharah di PP.Al-Mawaddah, (4) bagaimanakah makna muhadharah dalam meningkatkan self

confidence santriwati PP.Al-Mawaddah. 

Penelitian ini termasuk penelitian kualitatif dengan tehnik pengumpulan data wawancara, observasi,

dokumentasi, sedangkan teknik analisa data yang di gunakan adalah reduksi data (data reduction),

Page 17: Pidato

penyajian data (data display), dan penarikan kesimpulan (conclusion atau verification) 

Dari hasil penelitian itu ditemukan bahwa (1) latar belakang muhadharah ialah untuk mengefektifkan

penggunaan Bahasa Arab dan Bahasa Inggris, meningkatkan mental, Dengan adanya kesehatan mental

pada masing-masing individu sehingga individu dapat menyesuaikan diri baik dengan diri sendiri maupun

dengan orang lain, meningkatkan daya kritis santriwati. dan diharapkan dapat menghidupkan suasana

berkompetitif di antara mereka. serta menumbuhkan self confidence atau kepercayaan diri santriwati PP.Al-

Mawaddah. (2) Bentuk muhadharah beragam dari per tingkatan kelas, per konsulat (asal daerah),

muhadharah akbar atau gabungan, yang semua ini menjadikan santriwati aktif dan dinamis. (3) dari faktor

pendukung adanya kerjasama yang baik antara Pembimbing dan Pengurus muhadharah serta anggota

muhadharah, rasa antusias santriwati menjadi seorang muballighoh, melancarkan penggunaan Bahasa Arab

dan Bahasa Inggris. Dari segi penghambat minimnya penguasaan kosa kata kedua Bahasa tersebut,

kurangnya keberanian, malu dan tidak percaya diri. (4) Peranan muhadharah cukup baik dan signifikatif

dalam meningkatkan self confidence santriwati, adanya rasa termotivasi dalam diri santriwati, menjadikan

mental santriwati stabil serta percaya diri santriwati meningkat secara evolusioner.  itu sendiri berasal

dari bahasa inggris active yang berarti gesit, giat atau bersemangat (Jhon M. Echols dan

Hassan Shadily, 2000 :9), adapun aktivitas dalam muhadharah ini ialah siswa selalu

hadirnya (giat dan bersemangat) siwa dalam mengikuti setiap kegiatan bimbingan

muhadharah yang dilakukan pihak sekolah.

Sedangkan berpidato (public speaking)  itu sendiri merupakan suatu komunikasi lisan

(SDIT Anak Shalih, Muhadzarah dan Muhadatsah – sebagai salah satu sarana untuk

melatih kecerdasan anak dalam berbahasa, khususnya dalam bidang Bahasa Arab ini, salah

satu ekstrakurikuler yang cukup diminati oleh para siswa SDIT Anak Shalih. Adalah mereka,

Ananda yang berasal dari kelas 2 hingga kelas 4 ini, sangat menikmati setiap materi yang

diberikan oleh  Ibu Nia dan Ibu Siti Sarah sebagai pengampu dari ekskul tersebut.

Selain untuk melatih kecerdasan anak dalam berbahasa, ekskul ini bertujuan membiasakan

anak menggunakan Bahasa Arab, mengenalkan Bahasa Arab sederhana kepada anak

dengan harapan siswa mampu mempratekkannya, serta untuk melatih kepercayaan diri

siswa untuk bercakap dan berpidato dengan bahasa Arab dasar.

Kegiatan yang bertempat diruang Tahfizh ini, dilaksanakan pada hari jum’at pukul 10.15

WIB -11.00 WIB. Selama rentang waktu tersebut, anak-anak dijelaskan tentang cara

menyampaikan pesan yang baik, diberi contoh dan diminta untuk mempraktekkannya, serta

beragam materi yang menjadikan anak mengeksplor kosakata yang dimilikinya.

Page 18: Pidato

Menurut salah satu pengampu dari ekskul tersebut, proker (program kerja) yang akan

diberikan selanjutnya ; “melatih dan meningkatkan rasa percaya diri dalam kegiatan yang

positif ini serta melatih siswa untuk belajar membuat pesan sederhana yang akan

disampaikan kepada para pendengar Insya Allah, semoga Allah mudahkan urusan kami.

Aamiin”.

oral communication) di mana seorang komunikator menyampaikan buah pikiran dan atau

Lomba muhadharah bulanan adalah lomba yang baru pertama kali di laksanakan dalam

kegiatan muhadharah. Sebelumnya JIBBS pernah melaksanakan kegiatan serupa, namun

bukan termasuk ke dalam acara muhadharah, dan jarang sekali di laksanakan. Kali ini

muhadharah tidak hanya pelatihan untuk berbicara di depan umum aja, muhadharah pun di

bagi menjadi dua bentuk muhadharah,yaitu muhadharah mingguan dan muhadharah

bulanan, muhadharah bulanan adalah kegiatan melatih kemampuan berbicara siswa di

depan umum, baik menjadi presenter maupun pembicara secara intensif dan gradual dalam

setiap minggunya, adapun muhadharah bulanan hanya di laksanakan satu bulan satu kali,

yang akan mejadi sebuah tempat unjuk gigi bagi siswa JIBBS dalam berbicara di depan

umum.

Siswa di wajibkan untuk bertanding dengan kelompok lain pada setiap muhadharah bulanan

secara bergiliran, hal itu bertujuan agar selain siswa belajar untuk lebih percaya diri

berbicara di depan umum, namun selain itu siswa pun di berikan motivasi untuk terus

meningkatkan dirinya agar dapat bersaing dengan teman-temanya, sehingga dengan

persaingan tersebut akan meningkatkan kualitas siswa secara alami dalam berbicara di

depan umum.

Tapi muhadharah ini tidak hanya menjadi ajang show off siswa dalam berbicara namun,

acara ini pun akan di pergunakan sebagai sarana penyaluran bakat seni siswa, baik berupa

drama, musik (nasyid), dan penampilan-penampilan seni lainya. Sebelumnya kegiatan

serupa pun telah di laksanakan, namun masih sangat jarang sekali dilaksanakan, tapi

walaupun jarang, hal tersebut dapat menjadi sebuah sebagai sarana pelepas kepenatan

siswa setelah sehari penuh belajar, sehingga tak jarang canda-tawa pun menghiasi

pergelaran kesenian siswa setiap kalinya. Oleh karena itu koordinator kesiswaan Ust. Yadi

Fahmi Arifudin, S.S.I pada kali ini di bantu penanggung jawab Muhadharah Ust. Ahmad

Safari Al-Hafidz berusaha untuk memprogram ulang pergelaran tersebut menjadi program

bulanan yang akan di laksanakan sebanyak satu bulan sekali.

Page 19: Pidato

Dan alhamdulillah kami patut bersyukur karena

acara muhadharah bulanan kali pertama ini, berjalan dengan baik, hal itu dapat di lihat dari

antusiasme peserta muhadharah yang sangat besar terhadap kegiatan ini, bahkan sebagian

dari mereka ada yang meminta kepada pengurus muhadharah untuk tampil dalam acara

tersebut, walaupun pada saat itu bukanlah jadwal bagi mereka untuk berceramah, tapi

dengan semangatnya yang tinggi, pada akhirnya mereka pun di izinkan untuk menunjukan

kebolehanya di depan teman-temanya. Tidak hanya siswa JIBBS saja yang antusias

mengikuti acara ini, bahkan salah satu pegawai kerumah tanggaan pun meminta pengurus

untuk memberikan dapat memberikan kesempatan berceramah dalam acara tersebut,

hingga pada akhirnya ia pun di izinkan untuk dapat berceramah pada akhir acara setelah

siswa berceramah, dan terbukti semangat menyampaikan ceramahpun tidak kalah besarnya

dengan siswa JIBBS.

perasaannya kepada sejumlah pendengar untuk tujuan tertentu sesuai dengan

kehendaknya. ( Kustadi Suhandang, 2009 :207).Kegiatan bimbingan Muhadharah, di Madrasah Tsanawiyah Bahrul Ulum Pantai Raja ini di laksanakan satu minggu dua  kali, yaitu pada hari kamis malam dan senin malam. Kegiatan bimSejatinya Islam adalah agama dakwah yang harus dilakukan oleh setiap muslim dan muslimah, sesuai dengan potensi dan kemampuan masing-masing. Seseorang yang memiliki kemampuan berdakwah melalui tulisan, maka hendaknya ia mengoptimalkan kemampuannya. Demikian pula dengan orang yang memiliki kemampuan berbicara yang baik, dituntut untuk berdakwah melalui retorika yang mampu memikat jamaah. 

Sebagai sebuah taklifi, sebagaimana yang ditegaskan dalam Al-Qur’an surat An-Nahl ayat 125, kewajiban berdakwah tentu bukan hanya sebatas bentuk ketaatan kepada perintah Allah, tapi lebih dari itu merupakan pengabdian kepada kebenaran. Bahwa Islam merupakan satu-satunya agama yang benar dan menyelamatkan, maka ajarannya yang luhur harus disampaikan kepada setiap manusia. Menurut Abu Zahra (1994:155), seorang da’i harus memiliki karakteristik hati yang ikhlas, mengetahui retorika dan media, memahami isi Al-Qur’an dan sunnah, serta menjauhkan diri dari hal yang haram dan subhat. 

Salah satu cara untuk mewujudkan hal tersebut tentunya dengan upaya mempersiapkan dan

Page 20: Pidato

menyediakan kader-kader da’i (mubalig) yang memiliki persiapan mental dan intelektualitas mumpuni, sehingga akan tercetak guru, da’i, atau bahkan kiai dan ulama yang mempunyai pengetahuan agama luas. Berkaitan dengan hal tersebut, Pondok Pesantren Modern Man Ana sebagai lembaga pendidikan Islam yang memiliki fungsi sebagai tempat pengajaran, pemahaman, dan pendalaman ajaran Islam, berupaya menyikapi realita tersebut dengan mengadakan sebuah aktivitas mingguan yang di dalamnya berisi pembelajaran mengenai teknik-teknik berbicara di depan orang banyak dalam menyampaikan pesan-pesan dakwah yang dikenal dengan istilah muhadharah.

Sebagaimana difahami bahwa definisi muhadharah bisa diidentikan dengan kegiatan latihan pidato atau ceramah yang ditekankan pada skill santri dalam mengolah tata aturan atau segala hal yang terkait dalam proses tersebut. Kegiatan muhadharah ini bertujuan mendidik santri agar terampil dan mampu berbicara di depan khalayak untuk menyampaikan ajaran-ajaran Islam.  

Menurut Asmuni Syakir (1982: 104), kegiatan muhadharah identik dengan khitabah yaitu merupakan pengetahuan yang membicarakan dan mengkaji tentang cara berkomunikasi dengan menggunakan seni atau kepandaian berbicara (berceramah). Khitabah ini sering dikatakan suatu teknik atau metode dawah yang banyak diwarnai oleh ciri karakteristik bicara seorang da’i pada suatu aktivitas da’wah.

Dalam muhadharah, santri diajarkan untuk berceramah dengan penguasaan, teknik, materi, dan gaya bahasa yang baik sehingga mampu menarik pendengar. Melalui kegiatan muhadharah, santri dilatih berbicara di depan orang banyak (teman-temannya) layaknya seorang da’i yang sedang berdakwah menyampaikan pesan-pesan dakwahnya. 

Menurut ustadz Afwan Rosyadi, Ketua Bagian Bahasa di Ponpes Man Ana, muhadharah merupakan salah satu program unggulan dari Pondok Pesantren Man Ana yang kegiatannya diselenggarakan seminggu tiga kali, dengan menggunakan tiga bahasa yaitu bahasa Indonesia setiap jumat malam, bahasa Arab setiap sabtu malam dan dengan bahasa Inggris pada minggu malam.   

“Kegiatan muhadharah ini diadakan dengan tujuan agar para santri memiliki bekal dan keberanian untuk berbicara di depan orang banyak serta memiliki pengetahuan yang luas ketika tiba saatnya bagi mereka mengabdikan diri di tengah-tengah masyarakat,” ucap alumni Pondok Pesantren La Tansa ini. “Pada prakteknya, setiap santri diajarkan untuk mampu berceramah dalam tiga bahasa tadi.”

Lebih lanjut, ustadz Afwan menjelaskan bahwa kegiatan muhadharah ini dibagi sesuai dengan jenjang pendidikan santri di Ponpes Man Ana, yaitu tingkat SMP dan SMA. “Masing-masing tingkatan akan dibagi menjadi kelompok-kelompok yang berisi 5-10 orang di bawah bimbingan seorang ustadz atau ustadzah. Pembimbing tersebutlah yang kemudian membantu santri menyiapkan materi ceramah dan mengajarkan retorika serta teknik-teknik yang baik dalam berdakwah.”

From Gunung Picung to HongkongBerbeda dengan pondok pesantren lain yang umumnya juga memiliki kegiatan muhadharah, pondok pesantren yang terletak di Gunung Picung sekitar ± 36 km arah selatan kota Bogor ini, tak sebatas hanya melatih santri untuk ceramah tapi juga langsung diaplikasikan ke tengah masyarakat. Tak tanggung-tanggung, santri yang dianggap memiliki kualifikasi yang baik dan lolos seleksi, diberangkatkan ke Hongkong untuk ceramah bersama dengan pengasuh pondok, KH. Mahfudin Arsyad.

Menurut KH. Mahfudin Arsyad, setiap 3-6 bulan sekali, dirinya mempunyai jadwal khusus untuk berdakwah ke Hongkong atau Macau. Kesempatan itulah yang kemudian dimanfaatkan sebagai ajang unjuk kemampuan para santri dengan mengajak mereka turut serta.

Page 21: Pidato

“Program ceramah ke luar negeri ini memang sengaja dirancang agar santri bisa benar-benar merasakan aura dan suasana dakwah yang sebenarnya. Apalagi mereka juga akan berceramah dalam tiga bahasa seperti yang biasa mereka lakukan di pondok. Kalau hanya ceramah di depan teman-temannya yang notabene memiliki pengetahuan yang sama, tentu tidak akan ada tantangan. Berbeda ketika mereka terjun langsung ke masyarakat, khususnya ke Hongkong atau Macau yang audiensnya berlatar belakang BMI (Buruh Migran Indonesia),” ungkap KH. Mahfudin Arsyad. “Sebelum berangkat ke Hongkong, mereka akan diseleksi secara ketat melalui proses audisi. Dengan begitu, mereka akan terpacu dan termotivasi untuk terus belajar dan meningkatkan kemampuan sehingga akan siap jika kelak terjun ke masyarakat,”  tambahnya. 

Senada dengan KH. Mahfudin Arsyad, Haflah Alfinas, salah seorang santri yang ceramah ke Hongkong pada 26 Februari 2012 lalu mengatakan bahwa dirinya merasakan suasana yang sangat berbeda ketika ceramah di hadapan jamaah umum dibandingkan di depan teman-temannya. “Waktu pertama kali naik ke panggung emang agak sedikit grogi, karena itu pengalaman pertama ceramah di depan banyak orang. Tapi lama-lama akhirnya biasa aja,” ucap santri yang duduk di bangku kelas I SMA ini. “Insya Allah pengalaman ini akan terus saya ingat seumur hidup dan menjadi pendorong bagi saya untuk terus belajar,” tambahnya. Tak berbeda dengan Haflah Alfinas, Silvianingsih, santriwati yang berkesempatan ceramah ke Hongkong pada 20 Mei 2012 lalu, mengaku kalau latihan muhadharah yang dilakukan setiap minggu, sangat membantu ketika berhadapan dengan jamaah. “Mental kita benar-benar diuji. Kalau di depan teman, kadang ada yang memperhatikan isi ceramah, kadang ngga. Tapi kalau jamaah umum, semuanya pasti mendengarkan. Makanya butuh persiapan yang matang,” tuturnya. 

Santri lain yang juga pernah berceramah keluar negeri adalah Hafsah Al-Irsyad, yang saat ini baru duduk di kelas 5 Madrasah Ibtidaiyah.

Sebagai sebuah program jangka panjang, apa yang dilakukan Ponpes Man Ana merupakan sebuah potongan puzzle yang melengkapi grand desain aktivitas dakwah keislaman yang telah dilakukan berbagai lembaga dakwah atau ormas keislaman selama ini. Dari kawah candradimuka inilah diharapkan kelak akan muncul para da’i atau mubalig yang fasih dalam ilmu agama dan responsif terhadap perkembangan ilmu dan teknologi. Sebab tantangan dakwah ke depan tentunya akan kian kompleks

seiring dengan makin beragamnya persoalan sosial yang terjadi di masyarakat. (red)  bingan