pica

8
a Magpie, nama Latin pica, orang akan memakan apa pun dan juga akan menderita sindrom pica. Kebanyakan wnita hamil dan anak-anak, penderita memiliki selera makan untuk substansi non-nutrisi, seperti cat, tanah liat, plaster atau kotoran, atau bentuk lain yang merupakan bentuk makanan mentah seperti beras, tepung atau garam. Ini dapat dikatakan sebagai pica apabila selera makan tersebut berlangsung selama lebih dari satu bulan dimana objek makanan yang berkembangan tidaklah tepat. Penelitian medis secara tipis dihubungkan dengan kekurangan mineral, tetapi menurut NORD, para ahli belum menemukan penyebab utama atau penyembuhan untuk gangguan ini. Pica adalah Nama Sindrom Dorongan Memakan Benda Selain Makanan? Pica, dalam istilah medis, merupakan kondisi kelainan pola makan, di mana penderita memakan makanan yang tidak lazim untuk dimakan, seperti kotoran, kertas, lem, dan tanah liat. Orang yang menderita pica diyakini berhubungan dengan gejala kekurangan mineral. Para ahli kesehatan sampai saat ini belum menemukan obat penyembuh dari kelainan tersebut. Anamnesis dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut: 1. Auto anamnesis Adalah anamnesis yang dilakukan kepada klien langsung. Jadi data yang diperoleh adalah primer, karena langsung dari sumbernya 2. Allo anamnesis Adalah anamnesis yang dilakukan kepada klien untuk memperoleh data tentang pasien. Ini dilakukan pada keadaaan darurat ketika pasien tidak memungkinakan lagi untuk memberikan data yang akurat. Koilonikia Juga disebut sebagai kuku sendok, koilonikia adalah penyakit kuku yang terjadi akibat anemia atau kekurangan zat besi. Kuku menjadi tipis dan datar atau cekung. Kuku sendok Kuku sendok (koilonikia) adalah kuku yang terlihat berlekuk. Biasanya, tekanan yang ada cukup kuat bahkan untuk menampung setetes cairan. Kuku sendok merupakan tanda anemia. Glossitis berasal dari Bahasa Yunani, glossa yang berarti lidah dan itis yang berarti inflamasi (radang). [1] Glossitis adalah inflamasi pada lidah. [2] [3] [1] [4] [5] [6] [7] Glossitis atrofi (lidah atrofi) adalah atrofi pada papilla lidah yang mengakibatkan lidah menjadi licin/halus. Lidah mungkin pucat atau eritematous dan mungkin pula tampak mengecil atau membesar. Ia mungkin terkait dengan anemia, pellagra, defisiensi vitamin B kompleks, seriawan, atau penyakit sistemik lain atau mungkin juga karena sebab lokal. Karena atrofi mungkin adalah satu fase, dan ekskoriasi lidah yang terbatas dan nyeri adalah fase lain dari satu atau lebih penyakit sistemik yang sama, banyak terminologi yang membingungkan muncul (seperti glossitis Moeller, glossitis Hunter, bald tongue, glossitis eritematosa superfisial kronis, eksfoliativa glossodinia, beefy tongue, dan glossitis pellagrous). [5] Cheilitis adalah istilah yang luas yang menggambarkan peradangan permukaan yang mempunyai ciri-ciri bibir kering dan pecah-pecah. Sedangkan angular cheilitis merupakan cheilitis yang terjadi pada sudut bibir. Hasil penelitian yang melaporkan bahwa dengan meningkatkan kesehatan mulut melalui penggunaan permen karet yang mengandung xylitol atau chlorhexidine dapat menurunkan risiko mengalami Angular Cheilitis. Penyebab Umumnya Angular Cheilitis disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Candida, yang menghasilkan pecah-pecah dan sakit pada sudut mulut.

Upload: hagemaru

Post on 18-Feb-2015

113 views

Category:

Documents


8 download

TRANSCRIPT

Page 1: Pica

a

Magpie, nama Latin pica, orang akan memakan apa pun dan juga akan menderita sindrom pica. Kebanyakan wnita hamil dan anak-anak, penderita memiliki selera makan untuk substansi non-nutrisi, seperti cat, tanah liat, plaster atau kotoran, atau bentuk lain yang merupakan bentuk makanan mentah seperti beras, tepung atau garam.

Ini dapat dikatakan sebagai pica apabila selera makan tersebut berlangsung selama lebih dari satu bulan dimana objek makanan yang berkembangan tidaklah tepat. Penelitian medis secara tipis dihubungkan dengan kekurangan mineral, tetapi menurut NORD, para ahli belum menemukan penyebab utama atau penyembuhan untuk gangguan ini.

Pica adalah Nama Sindrom Dorongan Memakan Benda Selain Makanan?

Pica, dalam istilah medis, merupakan kondisi kelainan pola makan, di mana penderita memakan makanan yang tidak lazim untuk dimakan, seperti kotoran, kertas, lem, dan tanah liat.

Orang yang menderita pica diyakini berhubungan dengan gejala kekurangan mineral. Para ahli kesehatan sampai saat ini belum menemukan obat penyembuh dari kelainan tersebut.

Anamnesis dapat dilakukan melalui dua cara, yaitu sebagai berikut:

1. Auto anamnesis

Adalah anamnesis yang dilakukan kepada klien langsung. Jadi data yang diperoleh adalah primer, karena langsung dari sumbernya

2. Allo anamnesis

Adalah anamnesis yang dilakukan kepada klien untuk memperoleh data tentang pasien. Ini dilakukan pada keadaaan darurat ketika pasien tidak memungkinakan lagi untuk memberikan data yang akurat.

KoilonikiaJuga disebut sebagai kuku sendok, koilonikia adalah penyakit kuku yang terjadi akibat anemia atau kekurangan zat besi. Kuku menjadi tipis dan datar atau cekung.

Kuku sendok

Kuku sendok (koilonikia) adalah kuku yang terlihat berlekuk. Biasanya, tekanan yang ada cukup kuat bahkan untuk menampung setetes cairan. Kuku sendok merupakan tanda anemia.

Glossitis berasal dari Bahasa Yunani, glossa yang berarti lidah dan itis yang berarti inflamasi (radang).[1] Glossitis adalah inflamasi pada lidah.[2][3][1][4][5][6][7]

Glossitis atrofi (lidah atrofi) adalah atrofi pada papilla lidah yang mengakibatkan lidah menjadi licin/halus. Lidah mungkin pucat atau eritematous dan mungkin pula tampak mengecil atau membesar. Ia mungkin terkait dengan anemia, pellagra, defisiensi vitamin B kompleks, seriawan, atau penyakit sistemik lain atau mungkin juga karena sebab lokal. Karena atrofi mungkin adalah satu fase, dan ekskoriasi lidah yang terbatas dan nyeri adalah fase lain dari satu atau lebih penyakit sistemik yang sama, banyak terminologi yang membingungkan muncul (seperti glossitis Moeller, glossitis Hunter, bald tongue, glossitis eritematosa superfisial kronis, eksfoliativa glossodinia, beefy tongue, dan glossitis pellagrous).[5]

Cheilitis adalah istilah yang luas yang menggambarkan peradangan permukaan yang mempunyai ciri-ciri bibir kering dan pecah-pecah. Sedangkan angular cheilitis merupakan cheilitis yang terjadi pada sudut bibir.

Hasil penelitian yang melaporkan bahwa dengan meningkatkan kesehatan mulut melalui penggunaan permen karet yang mengandung xylitol atau chlorhexidine dapat menurunkan risiko mengalami Angular Cheilitis.

PenyebabUmumnya Angular Cheilitis disebabkan oleh pertumbuhan berlebihan dari jamur Candida, yang menghasilkan pecah-pecah dan sakit pada sudut mulut.

Gejala1. Sudut bibir kering2. Sudut bibir pecah-pecah3. Luka pada sudut bibir4. Sakit pada saat membuka mulut5. Bahkan sudut bibir dapat sampai berdarah

Pengobatan

1. Salep anti jamurSalep antijamur, seperti Neosporin, dapat memberikan bantuan dan menyembuhkan infeksi yang menginfeksi bibir. Joel Gallant, MD, seorang profesor kedokteran di Johns Hopkins, merekomendasikan menggunakan obat antijamur untuk mengobati Angular Cheilitis, yang ditandai dengan peradangan dan luka pada permukaan bibir, di sudut mulut dan di sekitar mulut.

2. Obat antivirus

Page 2: Pica

Antivirus, seperti Valtrex, Famvir dan Zovirax, digunakan untuk mengobati herpes mulut yang merupakan kondisi menular yang menyebabkan munculnya luka dan pecah-pecah di sekitar mulut. Obat antivirus bekerja dengan memperlambat perkembangan virus, sehingga memungkinkan tubuh dapat melawannya.

Angular cheilitis mengacu pada kondisi dimana terjadi peradangan pada sudut mulut. Infeksi jamur dan bakteri diduga menjadi salah satu penyebab kondisi ini. Sudut mulut yang mengalami peradangan biasanya akan nampak pecah-pecah dan menyakitkan. Orang-orang dengan kondisi tertentu seperti sistem kekebalan tubuh rendah, menderita diabetes mellitus, dan air liur yang selalu terkumpul di sudut mulut lebih rentan mengalami angular cheilitis.

Pasien yang menjalani radiasi kepala dan leher juga memiliki risiko mengalami peradangan sudut bibir. Selain itu, kekurangan zat besi, vitamin B12, dan folat juga menjadi faktor pemicu lain dari angular cheilitis.

Nilai eritrosis Rata-rata (Mean corpuscular values) atau disebut juga Indeks eritrosit/ sel darah merah merupakan bagian dari pemeriksaan laboratorium hitung darah lengkap (Complete blood count) yang memberikan keterangan mengenai ukuran rata-rata eritrosit dan mengenai banyaknya hemoglobin (Hb) per eritrosit. Biasanya digunakan untuk membantu mendiagnosis penyebab anemia (Suatu kondisi di mana ada terlalu sedikit eritrosit/ sel darah merah). Indeks/ nilai yang biasanya dipakai antara lain :

1. Mean Corpuscular Volume (MCV) = Volume Eritrosit Rata-rata (VER), yaitu volume rata-rata sebuah eritrosit disebut dengan fermatoliter/ rata-rata ukuran eritrosit.

2. Mean Corpuscular Hemoglobin (MCH) = Hemoglobin Eritrosit Rata-Rata (HER), yaitu banyaknya hemoglobin per eritrosit disebut dengan pikogram

3. Mean Corpuscular Hemoglobin Concentration (MCHC) = Konsentrasi Hemoglobin Eritrosit Rata-rata (KHER), yaitu kadar hemoglobin yang didapt per eritrosit, dinyatakan dengan persen (%) (satuan yang lebih tepat adalah “gram hemoglobin per dL eritrosit”)

-

CARA PENETAPAN MASING-MASING NILAI :

Nilai untuk MCV, MCH dan MCHC diperhitungkan dari nilai-nila ; (a) hemoglobin (Hb), (b) hematokrit (Ht), dan (c) Hitung eritrosit/ sel darah merah(E). Kemudian nilai-nilai tersebut dimasukkan dalam rumus sebagai berikut :

1. MCV (VER)       = 10 x Ht : E, satuan femtoliter (fl)

2. MCH (HER)       = 10 x Hb : E, satuan pikogram (pg)

3. MCHC (KHER)   = 100 x Hb : Ht, satuan persen (%)

Nilai normal :

MCV: 82-92 femtoliter

MCH: 27-31 picograms / sel

MCHC: 32-37 gram / desiliter

-

TUJUAN PENETAPAN NILAI ERITROSIT RATA-RATA

Eritrosit/ sel darah merah berfungsi sebagai tranportasi hemoglobin dengan kata lain juga mentranportasikan oksigen (O2), maka jumlah oksigen (O2) yang diterima oleh jaringan bergantung kepada jumlah dan fungsi dari eritrosit/ sel darah merah dan Hemoglobin-nya.

Nilai MCV mencerminkan ukuran eritrosit, sedangkan MCH dan MCHC mencerminkan isi hemoglobin eritrosit. Penetapan Indeks/ nilai rata-rata eritrosit ini digunakan untuk mendiagnosis jenis anemia yang nantinya dapat dihungkan dengan penyebab anemia tersebut.  Anemia didefinisikan berdasarkan ukuran sel (MCV) dan jumlah Hb per eritrosit (MCH) :

Anemia mikrositik  : nilai MCV kecil dari batas bawah normal

Anemia normositik  : nilai MCV dalam batas normal

Anemia makrositik  : nilai MCV besar dari batas atas normal

Anemia hipokrom  : nilai MCH kecil dari batas bawah normal

Anemia normokrom  : nilai MCH dalam batas normal

Anemia hiperkrom  : nilai MCH besar dari batas atas normal

-

INTERPRETASI HASIL ABNORMAL

Tujuan akhir dari penetapan nilai-nilai ini adalah untuk mendiagnosis penyebab anemia. Berikut ini adalah jenis anemia dan penyebabnya:

Normositik   normokrom , anemia disebabkan oleh hilangnya darah tiba-tiba, katup jantung buatan, sepsis, tumor, penyakit jangka panjang atau anemia aplastik.

Page 3: Pica

Mikrositik hipokrom , anemia disebabkan oleh kekurangan zat besi, keracunan timbal, atau talasemia.

Mikrositik normokrom , anemia disebabkan oleh kekurangan hormon eritropoietin dari gagal ginjal.

Makrositik   normokrom ,  anemia disebabkan oleh kemoterapi, kekurangan folat, atau vitamin B-12 defisiensi.

Mean corpuscular volume (MCV). MCV adalah ukuran atau volume rata-rata eritroit. MCV meningkat jika eritrosit lebih besar dari biasanya (makrositik), misalnya pada anemia karena kekurangan vitamin B12. MCV menurun jika eritrosit lebih kecil dari biasanya (mikrositik) seperti pada anemia karena kekurangan zat besi.

Mean corpuscular hemoglobin (MCH). MCH adalah jumlah rata-rata hemoglobin dalam eritrosit. Eritrosit yang lebih besar (makrositik) cenderung memiliki MCH yang lebih tinggi. Sebaliknya, pada eritrosit yang lebih kecil (mikrositik) akan memiliki nilai MCH yang lebih rendah.

Mean corpuscular hemoglobin concentration (MCHC). MCHC adalah perhitungan rata-rata konsentrasi hemoglobin di dalam eritrosit. MCHC menurun (hipokromia) dijumpai pada kondisi di mana hemoglobin abnormal diencerkan di dalam eritrosit, seperti pada anemia dan kekurangan zat besi dalam talasemia. Peningkatan MCHC (hiperkromia) terdapat pada kondisi di mana hemoglobin abnormal terkonsentrasi di dalam eritrosit, seperti pada pasien luka bakar dan sferositosis bawan. 

Anemia Mikrositik Hipokrom

Anemia mikrositik hipokrom dapat disebabkan karenaa. Kehilangan besi (perdarahan menahun)b. Asupan yang tidak adekuat / absorbsi besi yang kurangc. Kebutuhan besi yang meningkat (pada masa kehamilan dan prematuritas)

Kemungkinan yang terjadi pada anemia mikrositik hipokrom adalaha. anemia defisiensi besi (gangguan besi)b. anemia pada penyakit kronik (gangguan besi)c. thalasemia (gangguan globin)d. anemia sideroblastik (gangguan protoporfirin)

Patofisiologi anemia mikrositik hipokromTergantung dari penyebabnya1. Anemia defisiensi besi terjadi dalam 3 tahapTahap 1 (tahap prelaten), dimana yang terjadi penurunan hanya kadar feritin (simpanan besi)Tahap 2 (tahap laten), dimana feritin dan saturasi transferin turun (tetapi Hb masih normal)Tahap 3 (tahap def. besi), dimana feritin, saturasi transferin dan Hb turun (eritrosit menjadi mikrositik hipokrom)

2. Anemia pada penyakit kronisAnemia ini biasanya bersifat sekunder, dalam arti ada penyakit primer yang mendasarinya. Perbedaan anemia ini dengan anemia defisiensi besi tampak pada feritin yang tinggi dan TIBC yang rendah

3. Anemia sideroblastikTerjadi karena adanya gangguan pada rantai protoporfirin. Menyebabkan besi yang ada di sumsum tulang meningkat sehingga besi masuk ke dalam eritrosit yang baru terbentuk dan menumpuk pada mitokondria perinukleus.

4. ThalasemiaTerjadi karena gangguan pada rantai globin. Thalasemia dapat terjadi karena sintesis hb yang abnormal dan juga karena berkurangnya kecepatan sintesis rantai alfa atau beta yang normal.

Sintesa, Fungsi, dan Cara Kerja HbHb (hemoglobin) terdiri dari Heme dan Globin.Heme terdiri dari Fe dan protoporfirin sedangkan Globin terdiri dari sepasangang rantai a dan non-a.

Fungsi dan cara kerja Hb adalah berikatan dengan O2 membentuk oksihemoglobin untuk dikirim ke jaringan.Reduce hemoglobin (hemoglobin yang melepaskan ikatannya dengan O2) merupakan bentuk ikatan hemoglobin yang normal. Ikatan hemoglobin yang abnormal misalnya sulfhemoglobin, methemoglobin, carboksihemoglobin.

Penatalaksanaan Anemia Mikrositik Hipokrom1. Anemia defisiensi besia. terapi besi oralFerro sulfat, mengandung 67mg besiFerro glukonat, mengandung 37 mg besi.b. terapi besi parenteralbiasa digunakan untuk pasien yang tidak bisa mentoleransi penggunaan besi oral.Besi-sorbitol-sitrat diberikan secara injeksi intramuskularFerri hidroksida-sukrosa diberikan secara injeksi intravena lambat atau infusc. Pengobatan LainDiet, diberikan makanan bergizi tinggi protein terutama yang berasal dari protein hewani

Page 4: Pica

Vitamin C diberikan 3 x 100mg per hari untuk meningkatkan absorpsi besiTransfusi darah, pada anemia def. Besi dan sideroblastik jarang dilakukan (untuk menghindaripenumpukan besi pada eritrosit)

2. Anemia pada penyakit kronik. Tidak ada pengobatan khusus yang mengobati penyakit ini, sehingga pengobatan ditujukan untuk penyakit yang mendasarinya. Jika anemia menjadi berat, dapat dilakukan transfusi darah dan pemberian eritropoietin.

3. Anemia sideroblastik. Penatalaksanaan anemia ini dapat dilakukan dengan veneseksi dan pemberian vit b6 (pyridoxal fosfat). Setiap unit darah yang hilang pada veneseksi mengandung 200-250 mg besi.

4. Thalasemia. Transfusi darah dapat dilakukan untuk mempertahankan kadar Hb >10 g/dL.Tetapi transfusi darah yang berulang kadang mengakibatkan penimbunan besi, sehingga perlu dilakukan terapi kelasi besi

ANEMIA DEFISIENSI ZAT BESI (ANEMIA MIKROSITIK HIPOKROMIK )

Definisiensi Besi

Adalah suatu keadaan dimana jumlah sel darah merah atau hemoglobin (protein pengangkut oksigen) dalam sel darah berada dibawah normal, yang disebabkan karena kekurangan zat besi.

Terdapatnya zat Fe dalam darah baru diketahui setelah penelitian oleh Lemery dan Goeffy (1713), kemudian Pierre Blaud (1831) mendapatkan bahwa FeSO4 dan K2CO3 dapat memperbaiki keadaan krorosis, anemia akibat defisiensi Fe.

Farmakokinetik

Absorbsi fe malalui saluran cerna terutama berlangungsung di duodenum, makin ke distal absorbsinya makin berkurang. Secara umum, bila cadangan dalam tubuh tinggi dan kebutuhan akan zat besi rendah, maka lebih banyak Fe diubah menjadi feritin. Bila cadangan rendah atau kebutuhan meningkat, maka Fe yang baru diserap akan segera diangkut dari sel mukosa ke sumsum tulang tulang untuk eritropoesis.

Makanan yang mengandung ± 6 mg fe/1000 kilokalori akan diabsorbsi 5-10% pada orang normal. Absorbsi dapat ditingkatkan oleh kobal, inosin, etionin, vitamin c, HCl, suksinat dan senyawa asam lain. Sebaliknya absorbsi Fe akan menurun bila terdapat fosfat atau antasida misalnya kalsium karbonat, alumnium hidroksida dan magnesium hidroksida.Setelah diabsorbsi fe dalam darah akan diikat oleh tranferin (suatu beta-1-globulin glikoprotein) kemudian diangkut ke berbagai jaringan, terutama ke sumsum tulang dan depot Fe.

Bila tidak digunakan dalam eritropoesis, fe akan disimpan sebagai cadangan, dalam bentuk terikat sebagai feritin.

Bila Fe diberikan IV, cepat sekali diikat oleh apoferitin (protein yang membentuk feritin) dan disimpan terutama dalam hati, sedangkan setelah pemberian oral terutama akan disimpan di limpa dan sumsum tulang.

Jumlah Fe yang diekskresi tiap hari sedikit sekali, biasanya sekitar 0.5-1 mg sehari. Ekskresi terutama berlangsung melalui saluran sel epitel kulit dan saluran cerna yang terkelupas, selain itu juga melalui keringat, urin, feses, serta kuku dan rambut yang dipotong.

Pada Wanita usia subur dengan siklus haid 28 hari, jumlah Fe yang diekskresi sehubungan denga haid diperkirakan sebanyak 0.5- 1 mg sehari.

Penyebab

Defisiensi besi merupakan penyebab utama anemia di dunia. Khususnya terjadi pada wanita usia subur, sekunder karena kehilangan darah sewaktu menstruasi dan peningkatan kebutuhan besi selama hamil.

Penyebab lain defisiensi besi adalah: 

1. Asupan besi yang tidak cukup misalnya pada bayi yang diberi makan susu belaka sampai usia antara 12-24 bulan dan pada individu tertentu yang hanya memakan sayur- sayuran saja

2. Gangguan absorpsi seperti setelah gastrektomi.

3. Kehilangan darah yang menetap seperti pada perdarahan saluran cerna yang lambat karena polip, neoplasma, gastritis varises esophagus, makan aspirin dan hemoroid.

Terjadinya anemia karena kekurangan zat besiAnemia karena kekurangan zat besi biasanya terjadi secara bertahap, melalui beberapa stadium, gejalanya baru timbul pada stadium lanjut.

1. Stadium 1.Kehilangan zat besi melebihi asupannya, sehingga menghabiskan cadangan dalam tubuh, terutama di sumsum tulang. Kadar ferritin (protein yang menampung zat besi) dalam darah berkurang secara progresif.

2. Stadium 2.Cadangan besi yang telah berkurang tidak dapat memenuhi kebutuhan untuk pembentukan se darah merah, sehingga sel darah merah yang dihasilkan jumlahnya lebih sedikit.

3. Stadium 3.Mulai terjadi anemia.Pada awal stadium ini, sel darah merah tampak normal, tetapi jumlahnya lebih sedikit.Kadar hemoglogin dan hematokrit menurun.

Page 5: Pica

4. Stadium 4. Sumsum tulang berusaha untuk menggantikan kekurangan zat besi dengan mempercepat pembelahan sel dan menghasilkan sel darah merah dengan ukuran yang sangat kecil (mikrositik), yang khas untuk anemia karena kekurangan zat besi.

5. Stadium 5. Dengan semakin memburuknya kekurangan zat besi dan anemia, maka akan timbul gejala-gejala karena kekurangan zat besi dan gejala-gejala karena anemia semakin memburuk.

Gejala

Anemia pada akhirnya menyebabkan kelelahan, sesak nafas, kurang tenaga dan gejala lainnya.Kekurangan zat besi memiliki gejala sendiri, yaitu:

Pika      : suatu keinginan memakan zat yang bukan makanan seperti es batu, kotoran atau kanji

Glositis  : iritasi lidah

Keilosis    : bibir pecah-pecah

Koilonikia : kuku jari tangan pecah-pecah dan bentuknya seperti sendok.

Variasi Kelainan Warna Eritrosit

Sebagai patokan untuk melihat warna erotrosit adalah sentral akromia. Eritrosit yang mengambil warna normal disebut normokromia.

Hipokromia dalah suatu keadaan dimana konsentrasi Hb kurang dari normal sehingga sentral akromia melebar (>1/2 sel). Pada hipokromia yang berat lingkaran tepi sel sangat tipis disebut dengan eritrosit berbentuk cincin (anulosit). hipokromia sering menyertai krositosis. Ditemukan pada:

- Anemia defesiensi fe

- Anemia sideroblasti

- Penyakit menahun(mis. Gagal gunjal kronik)

- Talasemia

- Hb-pati (C dan E)

Hiperkromik adalah eritrosit yang tampak lebih merah/gelap dari warna normal. Keadaan ini kurang mempunyai arti penting karena dapat disebabkan oleh penebalan membrane sel dan bukan karena naiknya Hb (oversaturation). Kejenuhan Hb yang berlebihan tidak dapat terjadi pada eritrosit normal sehingga true hypercromia tidak dapat terbentuk.

Polikromasia adalah keadaan dimana terdapat bebrapa warna di dalam sebuah lapangan sediaan apus. Misalnya ditemukan basofilik dan asidofilik dengan kwantum berbeda –beda karena ada penambahan retikulosit dan defek maturasi eritrosit. Dapat ditemukan pada keadaan eritropoesis yang aktif misalnya anemia pasca perdarahan dan anemia hemolitik. Juga dapat ditemukan pada gangguan eritropoesis seperti mielosklerosis dan hemopoesis ekstrameduler.

Kloramfenikol ( INN ) adalah bakteriostatik antimikroba yang mulai tersedia pada 1949. Hal ini dianggap sebagai prototipe antibiotik spektrum luas , di sampingtetrasiklin , dan itu adalah baik murah dan mudah untuk memproduksi itu sering merupakan antibiotik pilihan di Dunia Ketiga . Kloramfenikol, juga dikenal sebagai chlornitromycin, efektif terhadap berbagai macamgram positif dan gram negatif bakteri , termasuk sebagian besar organisme anaerobik . Karena masalah resistensi dan keselamatan, tidak lagi menjadi agen lini pertama untuk setiap infeksi di negara maju, meskipun kadang-kadang digunakan secara topikal untuk infeksi mata . Namun demikian, masalah global memajukan resistensi bakteri terhadap obat-obat baru telah menyebabkan minat baru dalam penggunaannya. Di negara berpendapatan rendah, kloramfenikol masih banyak digunakan karena murah dan tersedia.  Yang paling serius efek samping terkait dengan pengobatan kloramfenikol adalahsumsum tulang toksisitas, yang mungkin terjadi dalam dua bentuk berbeda:penekanan sumsum tulang , yang merupakan efek toksik langsung obat dan biasanya reversibel, dan anemia aplastik , yang istimewa (jarang, terduga, dan tidak berhubungan dengan dosis) dan pada umumnya fatal. 

Kloramfenikol pada awalnya berasal dari bakteri Streptomyces venezuelae , terisolasi oleh David Gottlieb , dan diperkenalkan dalam praktek klinis pada tahun 1949, di bawah Chloromycetin nama dagang. Itu adalah antibiotik pertama yang diproduksi secara sintetis dalam skala besar.

Karena fungsi dengan menghambat bakteri protein sintesis, kloramfenikol memiliki spektrum yang sangat luas dari aktivitas: itu adalah aktif terhadap bakteri Gram-positif bakteri (termasuk strain sebagian besar MRSA ), Gram-negatif dan bakterianaerob . Hal ini tidak aktif terhadap Pseudomonas aeruginosa , Klamidia , atauEnterobacter spesies. Ini memiliki beberapa aktivitas terhadap Burkholderia pseudomallei , tetapi tidak lagi secara rutin digunakan untuk mengobati infeksi yang disebabkan oleh organisme (itu telah digantikan oleh seftazidim dan meropenem ). Di Barat, kloramfenikol sebagian besar dibatasi untuk penggunaan topikal karena kekhawatiran tentang risiko anemia aplastik .

Indikasi asli adalah kloramfenikol dalam pengobatan tifus , namun keberadaan sekarang hampir universal beberapa resistan terhadap obat Salmonella typhi berarti itu jarang digunakan untuk indikasi ini kecuali ketika organisme diketahui sensitif.Kloramfenikol dapat digunakan sebagai agen lini kedua dalam pengobatan tetrasiklintahan kolera . Karena sangat baik BBB penetrasi (jauh lebih unggul salah satu sefalosporin ), kloramfenikol tetap menjadi pilihan pertama untuk pengobatan staphylococcal abses otak . Hal ini juga berguna dalam pengobatan abses otak akibat organisme campuran atau ketika organisme penyebab tidak diketahui. Kloramfenikol aktif terhadap tiga penyebab utama dari bakteri meningitis : Neisseria meningitidis , Streptococcus pneumoniae dan Haemophilus influenzae . Di Barat, kloramfenikol tetap menjadi obat pilihan dalam pengobatan meningitis pada pasien dengan berat penisilin atau sefalosporin alergi dan dokter dianjurkan untuk membawa kloramfenikol intravena dalam tas mereka.

Mekanisme kerja

Kloramfenikol adalah bakteriostatik obat yang menghentikan pertumbuhan bakteri dengan menghambat sintesis protein . Kloramfenikol mencegah perpanjangan rantai protein dengan menghambat transferase peptidil aktivitas bakteri ribosom . Ini khusus mengikat A2451 dan A2452 residu dalam rRNA 23S dari subunit 50S ribosomal,

Page 6: Pica

mencegah pembentukan ikatan peptida. Sementara kloramfenikol danmacrolide kelas antibiotik baik berinteraksi dengan ribosom, kloramfenikol tidak macrolide a. Langsung mengganggu mengikat substrat, sedangkan macrolides sterik memblokir perkembangan peptida berkembang.

1.Kloramfenikol merupakan obat pilihan untuk penyakit tifus, paratifus dan salmonelosis lainnya.2.Untuk infeksi berat yang disebabkan oleh H. influenzae (terutama infeksi meningual), rickettsia, lymphogranuloma-psittacosis dan beberapa bakteri gram-negatif yang menyebabkan bakteremia meningitis, dan infeksi berat yang lainnya.

Kontra Indikasi:Penderita yang hipersensitif atau mengalami reaksi toksik dengan kloramfenikol.Jangan digunakan untuk mengobati influenza, batuk-pilek, infeksi tenggorokan, atau untuk mencegah infeksi ringan.

Komposisi:Tiap kapsul mengandung 250 mg kloramfenikol

Cara Kerja:Kloramfenikol adalah antibiotik yang mempunyai aktifitas bakteriostatik, dan pada dosis tinggi bersifat bakterisid. Aktivitas antibakterinya dengan menghambat sintesa protein dengan jalan mengikat ribosom subunit 50S, yang merupakan langkah penting dalam pembentukan ikatan peptida. Kloramfenikol efektif terhadap bakteri aerob gram-positif, termasuk Streptococcus pneumoniae, dan beberapa bakteri aerob gram-negatif, termasuk Haemophilus influenzae, Neisseria meningitidis, Salmonella, Proteus mirabilis, Pseudomonas mallei, Ps. cepacia, Vibrio cholerae, Francisella tularensis, Yersinia pestis, Brucella dan Shigella.

Dosis:Dewasa, anak-anak, dan bayi berumur lebih dari 2 minggu :50 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 3 – 4.

Bayi prematur dan bayi berumur kurang dari 2 minggu :25 mg/kg BB sehari dalam dosis terbagi 4.

Peringatan dan Perhatian:Pada penggunaan jangka panjang sebaiknya dilakukan pemeriksaan hematologi secara berkala.

Hati-hati penggunaan pada penderita dengan gangguan ginjal, wanita hamil dan menyusui, bayi prematur dan bayi yang baru lahir.

Penggunaan kloramfenikol dalam jangka panjang dapat menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme yang tidak sensitif termasuk jamur.

Efek Samping:Diskrasia darah, gangguan saluran pencernaan, reaksi neurotoksik, reaksi hipersensitif dan sindroma kelabu.

Interaksi Obat:Kloramfenikol menghambat metabolisme dikumarol, fenitoin, fenobarbital, tolbutamid, klorpropamid dan siklofosfamid.