phycoremediasi melalui hraps

Upload: kiky-rezky-rahmayanti

Post on 09-Oct-2015

28 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

Phycoremediation By High-Rate Algal Ponds (HRAPS)

TRANSCRIPT

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    1/28

    TRANSLATE

    PHYCOREMEDIATION BY HIGH-RATE ALGAL PONDS (HRAPs)

    Tugas

    Untuk Memenuhi Tugas Perkuliahan Bioremediasi

    Dosen Pengajar

    Aditya Rahman, S.Si., M.Eng

    NIP. 19810919 200501 1004

    Oleh

    Rezky Rahmayanti/J1C111043

    PROGRAM STUDI S-1 BIOLOGI

    FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

    UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

    BANJARBARU

    APRIL 2014

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    2/28

    179

    12 Phycoremediasi MelaluiHigh-Rate Algal Ponds(HRAPs)

    Ismail Rawat, Ramanathan Ranjith Kumar,

    dan Faizal BuxInstitute for Water and Wastewater Technology

    Durban University of Technology

    Durban, South Africa

    ISI

    Phycoremediasi melalui High-Rate Algal Ponds (HRAPs)......................... . 179

    12.1 Pendahuluan................................................................................... . 180

    12.2 Karakteristik................................................................................... . 182

    12.2.1 Karakteristik Fisika............................................................ . 184

    12.2.2 Karakteristik Kimia............................................................ . 185

    12.2.3 Karakteristik Biologi.......................................................... . 186

    12.3 Phycoremediasi.............................................................................. . 186

    12.4 Jenis Alga Digunakan Sebagai Phycoremediasi............................ . 188

    12.5 High-Rate Algal Ponds (HRAPs).................................................. . 190

    12.5.1 Penghilangan Nutrisi.......................................................... . 192

    12.5.2 Faktor yang Mempengaruhi HRAPs.................................. . 194

    12.5.3 Pengolahan Air Limbah dan Pertumbuhan Alga yang Efi

    Sien...................................................................................... 197

    12.6 Air Limbah Sebagai Bahan Mentah Untuk Produksi Biomassa.... . 198

    12.7 Ekonomi dan Keseimbangan Energi Phycoremediasi Mengguna -

    kan HRAPs.................................................................................... . 201

    12.8 Kesimpulan.................................................................................... . 203

    Pengakuan.................................................................................................... . 203

    Referensi...................................................................................................... . 203

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    3/28

    180

    12.1 PENDAHULUAN

    Pembuangan limbah cair dan padat di sungai, danau, dan lautan telah terjadi

    selama periode waktu yang lama. Industrialisasi meningkat luas dalam melayani

    kebutuhan penduduk perkotaan yang menghasilkan sejumlah besar limbah dan

    memerlukan perawatan untuk mencegah kerusakan lingkungan lebih lanjut.

    Sumber titik kontaminasi air limbah memiliki kapasitas untuk overloaddalam

    menerima air dan merupakan ancaman yang paling luas terhadap lingkungan dan

    kualitas air. Air limbah umumnya mengandung konsentrasi nutrisi organik dan

    anorganik yang sangat tinggi, salah satu penyebab utamanya adalah degradasi

    ekologi ireversibel. Degradasi ekologi ireversibel mengganggu bio-sistem dan

    proses daur ulang alami seperti fotosintesis, respirasi, fiksasi nitrogen, penguapan,

    dan curah hujan. Pengolahan air limbah yang efektif dan penggunaan air limbah

    reklamasi memiliki potensi besar dalam membantu memenuhi kebutuhan air

    bersih untuk berbagai keperluan dosmetic dan industri, sehingga sedikit

    mengurangi kebutuhan akan air pada pusat-pusat perkotaan. Dalam air limbah

    industri dan kota, pengurangan berbagai tumpukan kimia pada sumbernya

    bukanlah proses yang mudah dan merupakan proses yang sangat mahal untuk

    memperbaiki dengan metode perawatan konvensional karena permintaan untuk

    operator terampil, investasi modal yang tinggi, biaya operasional yang tinggi,

    kehandalan dan lain-lain. Operasi kompleks dalam metode perawatan

    konvensional untuk menghilangkan bahan kimia tidak menjamin pengurangan

    reduksi lumpur. Penghilangan lumpur adalah salah satu tantangan utama dalam

    pengolahan air limbah yang berkelanjutan, tetapi dapat dicapai oleh Best

    Available Technique (BAT) untuk perawatan aspek sosial-ekonomi dari

    pengolahan air limbah yang efisien. Hal ini, ditambah dengan potensi pemulihansumber energi yang wajib dan diperlukan dalam menyelidiki kelayakan

    pengolahan biologis. Telah terjadi pertumbuhan di seluruh dunia yang berkaitan

    dengan menurunnya sumber daya air dan meningkatnya permintaan untuk

    pelestarian dan pengelolaan sumber daya air berkelanjutan (Garca et al., 2000).

    Budidaya mikroalga merupakan bioteknologi menarik untuk metode

    pengolahan air limbah yang memiliki potensi sebagai metode alternatif perawatan

    konvensional. Mikroalga adalah sumber bio populer, seperti teknologi tepat

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    4/28

    181

    mikroalga yang dapat menambahkan sejumlah manfaat untuk proses perawatan

    karena mereka memiliki kapasitas yang lebih besar untuk perawatan sejumlah

    kontaminan air limbah. Chinnasamy et al. (2010) mengamati bahwa ditemukan

    konsorsium dari lima belas mikroalga asli sangat efisien untuk mengurangi lebih

    dari 96% di pabrik pengolahan nutrisi air limbah dalam waktu 72 jam. Wang et al.

    (2010) melaporkan penurunan cepat terjadi pada nitrat, fosfat, dan tingkat logam

    dalam pengolahan air limbah dengan waktu yang singkat menggunakan budidaya

    mikroalga. Pengolahan air limbah mikroalga merupakan metode ekonomis dari

    pengolahan air limbah dan memiliki sejarah penelitian sangat luas selama lebih

    dari 50 tahun (Oswald et al, 1954; Oswald, 1991; Ruiz et al., 2011). Penghilangan

    limbah Mikroalga berbasis nutrisi dan/atau bahan kimia dapat dicapai dengan

    akumulasi atau konversi dan biomassa, sehingga menjadi metode bioteknologi

    yang lebih baik untuk pelestarian ekosistem air tawar (Hoffmann, 1998; Ruiz et

    al., 2011). Mengingat bahwa limbah yang murah dapat digunakan sebagai pakan

    untuk spesies mikroalga yang diinginkan dalam menghasilkan produk ganggang

    yang diturunkan dan juga sekaligus menghilangkan nutrisi, serta membuat sistem

    biologi yang lebih menarik. Dengan demikian, teknologi phycoremediation adalah

    bidang yang menjanjikan untuk studi yang dapat diterapkan seperti dalam

    pengolahan air limbah, biomassa dan produksi biofuel untuk energi berkelanjutan.

    Budidaya mikroalga untuk pengolahan air limbah sangat berkualitas tinggi,

    proses yang sangat ramah lingkungan tanpa terjadinya polusi sekunder. Reklamasi

    produksi limbah menghasilkan metabolisme mikroalga yang bernilai tinggi seperti

    lipid, karbohidrat, dan protein. Mikroalga sering diterapkan dalam pengolahan

    tersier limbah domestik di kolam pematangan sistem pengolahan air limbah pada

    skala kecil dan skala menengah (Hanumantha Rao et al., 2011; Rawet et al.,2011). Teknologi seperti sistem pengolahan kolam air limbah canggih yang

    terintegrasi (AIWPS) tersedia secara komersial (Oswald, 1991). Desain yang

    termasuk paling umum adalah kolam fakultatif, yaitu pertumbuhan permukaan

    yang relatif mendalam dan dukungan dari mikroalga sendiri. Kolam tinggi tingkat

    alga (HRAPs) adalah teknologi ciri untuk memperbaiki sejumlah aliran air

    limbah, terutama dalam kondisi tropis dan subtropis karena ketersediaan sinar

    matahari yang dimanfaatkan oleh mikroalga untuk fotosintesis (Phang et al., 2000;

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    5/28

    182

    Mustafa et al., 2011). Kolam yang dangkal tergantung pada pencampuran

    mekanik untuk produksi alga maksimum dan penghilangan kebutuhan oksigen

    biologis. HRAPs merupakan reaktor yang paling hemat biaya untuk pengelolaan

    limbah cair dan menangkap energi surya, serta penangkapan karbon dioksida di

    atmosfer yang digunakan dalam pengolahan limbah hewan (Narkthon, 1996).

    HRAP pengolahan air limbah bisa sangat efisien dalam mengurangi bakteri,

    kebutuhan oksigen biologis (BOD), dan tingkat gizi dengan pendekatan terpadu

    untuk daur ulang limbah. Phycoremediation dapat digunakan dalam proses

    sebagai langkah kedua setelah pengolahan anaerobik awal dari air limbah organik

    yang tinggi untuk menghasilkan penurunan yang signifikan dalam bahan organik

    yang berpengaruh, seperti nitrogen dan fosfor. Mikroalga yang dipanen kaya akan

    nutrisi seperti nitrogen, kalium, dan fosfor, yang dapat digunakan untuk pakan

    ternak, dan lain-lain (Ogbonna et al., 2000; Olgum, 2003; Rawat et al., 2011) .

    Oleh karena itu, HRAPs sangat sesuai untuk sanitasi di masyarakat pedesaan kecil

    karena kesederhanaan operasi HRAPs dibandingkan dengan teknologi

    konvensional seperti proses pengaktifan lumpur. Bab ini secara kritis

    mengevaluasi HRAPs phycoremediation untuk menghilangkan nutrisi kekuatan

    organik yang tinggi melalui mikroalga yang diperkaya.

    12.2 KARAKTERISTIK AIR LIMBAH

    Air limbah merupakan salah satu sumber utama dalam meningkatkan kadar

    polutan air secara leseluruhan (Gomec, 2010). Pemahaman tentang karakteristik

    air limbah sangat penting dalam desain dan proses operasional pengolahan air

    limbah dan upaya penelitian yang cukup layak. Air limbah dibagi menjadi dua

    jenis : (1) air limbah kota dan (2) air limbah industri. Air limbah umumnya

    merupakan kombinasi dari limbah rumah tangga dan limbah industri, tergantung

    pada sistem pengumpulan pengolahan. Air limbah yang dihasilkan berbeda yaitu

    selama kegiatan manusia dan dicampur bersama-sama. Gambar 12.1 memberikan

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    6/28

    183

    Gambar 12.1 Tipe Air limbah isdustri dan domestik

    TABEL 12.1

    Komposisi Kimia dan Karakteristik Air Limbah yang Tidak Terpelihara

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    7/28

    184

    beberapa contoh dari tipe air limbah kota dan air limbah industri. Pengolahan air

    limbah kota dan air limbah industri secara sosial biologi yang ekonomis adalah

    menggunakan teknologi tinggi tepatguna (Metcalf dan Eddy, 1991) dan dapat

    memperoleh air limbah dengan berbagai tujuan. Tabel 12.1 memperlihatkan

    penilaian tingkat komposisi dengan tipe lemah, sedang, dan kuat dari air limbah

    domestik. Penilaian yang lengkap pada kualitas air limbah dapat diklasifikasikan

    secara luas kedalam tiga karakteristik dan sumbernya yaitu karakteristik fisika,

    kimia, dan unsur biologi (Gambar 12.2).

    12.2.1 Karakteristik Fisika

    Struktur persepsi dari karakteristik fisika dan kimia air limbah dapat merubahhakikatnya dengan merubah aliran habitat dan pola individunya. Karateristik

    fisika air limbah yang termasuk adalah sebagai berikut:

    Gambar 12.2 Karakteristik fisika, kimia, dan biologi dari air limbah (Sumber: Rawat et al., 2011.)

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    8/28

    185

    1. Warna: Penampilan fisik, warna yang signifikan kualitatif dari air limbah

    tergantung pada waktu yang bertahan dalam tangki, dan warnanya bervariasi

    dari cokelat muda sampai warna abu-abu terang. Warna ini dikenal untuk

    mengubah abu-abu gelap atau hitam pada air limbah akan basi. Perubahan

    warna air limbah terjadi karena fermentasi dari berbagai senyawa kimia yang

    dihasilkan, khususnya hidrogen sulfida dan sulfida besi. Warna dapat diukur

    dengan perbandingan menggunakan metode standar.

    2. Bau: Bau yang menyerang dalam air limbah terutama terjadi karena hubungan

    impuri terlarut dan sejumlah senyawa bau yang dihasilkan oleh mikroba hidup

    yang diperkaya dan organisme air yang membusuk ketika dalam kondisi

    anaerobik. Senyawa pokok penghasil bau adalah hidrogen sulfida, diproduksi

    sebagai gas oleh dekomposisi bakteri dalam kondisi anaerob.

    3. Padat Isi: Total padatan merupakan hasil dari yang terlarut dan tergantung

    materi yang tetap sebagai residu dalam air limbah (Metcalf dan Eddy, 1987)

    pada penguapan pada 103 C sampai 105 C.

    4. Suhu: Suhu air limbah dapat berubah-ubah pada suatu musim dengan lokasi

    yang geografis, dari 10 C menjadi 21 C (Muttamara, 1996). Memainkan suhu

    merupakan peran utama dalam pengolahan air limbah dan variasinya karena

    dapat menyebabkan perubahan sebagai akibat dari reaksi kimia dan biologi

    organisme planktonik. Air limbah mengandung bakteri dan jamur yang

    mungkin memiliki pengaruh besar pada karakteristik fisik dari air limbah,

    terutama ketika dalam kelimpahan karena suhu normal. Kekeruhan dan warna

    yang tidak langsung berhubungan dengan suhu diakibatkan karena sebagian

    besar termasuk dalam produk reaksi kimia yaitu keseimbangan air limbah

    koagulasi yang dapat berubah karena suhu. Suhu juga sangat penting dalammencegah penentuan berbagai parameter, seperti perubahan pH yang sering

    terjadi di daerah dengan kapasitas rendah penetral asam, konduktivitas, tingkat

    kejenuhan gad yang berbeda, berbagai bentuk alkalinitas, dan lain-lain.

    12.2.2 KARAKTERISTIK KIMIA

    Senyawa kimia karakterisasi dari air limbah yang paling penting adalah

    sehubungan dengan pengolahan yang efektif. Identifikasi komponen kimia dan

    konsentrasi mereka digunakan sebagai ukuran kualitas air limbah. Air limbah

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    9/28

    186

    domestik dan industri mengandung berbagai bahan kimia organik dan anorganik.

    Komponen kimia utama dalam limbah air limbah adalah karbohidrat, protein,

    lipid, dan urea. Urea dalam air limbah sebagian besar dari senyawa organik, urine,

    yang merupakan konstituen utama dan membentuk sejumlah besar zat nitrogen

    (Rawat et al., 2011) melalui dekomposisi yang cepat. Bahan kimia organik, yang

    terutama terdiri dari karbon, hidrogen, oksigen, dan komponen lainnya seperti

    belerang, fosfor, besi, amonia, protein, lemak, lignin, sabun, minyak, dan bahan

    kimia organik sintetis lainnya yang mudah terurai dan produksi dekomposisinya

    ditemukan dalam sistem. Parameter fisikokimia dalam air limbah, seperti Total

    Dissolved Solids (TDS), karakteristik kimia organik melibatkan interaksi pH,

    mineral alkali, dan nutrisi lainnya. Ini terkait dengan kemampuan pelarut air

    limbah (Drinan dan Whiting, 2001). Terdapat beberapa senyawa kimia anorganik

    yang umum hadir dalam air limbah diantaranya adalah nitrogen, sulfur, klorida,

    fosfor, besi, hidrogen, dan mencari jumlah logam berat (Muttamara, 1996).

    12.2.3 KARAKTERISTIK BIOLOGI

    Umumnya dalam air limbah, jutaan organisme mikroskopis dan makroskopis

    didistribusikan secara luas yang berasal dari air limbah rumah tangga dibuang.

    Organisme yang termasuk adalah bakteri, protozoa, virus, dan spesies alga

    terbatas. Banyak dari mikroorganisme dan makroorganisme yang dianggap tidak

    berbahaya, kemudian besar keragaman organisme sangat disesuaikan dengan

    kondisi mereka yang efektif dalam pengolahan air limbah dan pengaktifan

    pengolahan lumpur dalam fasilitas pengolahan. Beberapa publikasi baru-baru ini

    melaporkan bahwa air limbah menyediakan media yang ideal untuk pertumbuhan

    mikroba potensial (Kong et al., 2010; Cho et al., 2011; Christenson dan Sims,

    2011; Park et al., 2011a; Pittman et al., 2011; Rawat et al., 2011), terlepas dari

    pengolahan air limbah anaerobik atau aerobik (Abeliovich, 1986).

    12.3 PHYCOREMEDIASI

    Istilah phycoremediasi ini diciptakan oleh John (2000) untuk merujuk pada

    remediasi air yang dilakukan oleh alga. Mikroalga memiliki khasiat tinggi dalam

    pengolahan air limbah dan dapat menawarkan solusi yang mungkin untuk masalah

    lingkungan (Lau et al., 1994; Craggs et al., 1997; Korner dan Vermaat, 1998;

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    10/28

    187

    Harun et al., 2010). Mikroalga merupakan organisme yang eukariotik dan

    mikroorganisme autotrophic yang dapat beradaptasi dengan hampir semua

    lingkungan air (termasuk air limbah) dan menghasilkan biomassa yang kaya akan

    berbagai nutrisi dan mineral. Mikroalga sangat bervariasi dalam protein (10%

    sampai 53%), karbohidrat (10% sampai 16%), lemak (15% sampai 55%), dan

    mineral (5%) konstituen (Xu et al., 2006).

    Phycoremediasi air limbah (domestik atau industri) mengacu pada

    pemanfaatan skala besar apapun (yang diinginkan) mikroalga untuk

    menghilangkan polutan atau biotransformasi senyawa kimia organik berbahaya

    bagi produk akhir tidak berbahaya, xenobiotik, dan penghilangan patogen dari air

    limbah. Biomassa mengkonsumsi jumlah yang cukup nutrisi dari sumber-sumber

    yang tersedia secara bebas, seperti air limbah yang kaya akan nutrisi organik,

    kimia anorganik, dan CO2 dari limbah dan pembuangan aliran (Oiguin, 2003),

    yang dapat mempercepat penyebaran biomassa mikroalga (45% sampai 60%

    mikroalga oleh berat kering), asam nukleat, dan phospholipid. Penghilangan

    nutrisi dapat lebih meningkat dengan amonia stripping atau fosfor presipitasi

    akibat peningkatan pH yang berhubungan dengan fotosintesis (Lalibertd et al.,

    1994; Oswald, 2003; Hanumantha Rao et al., 2011; Rawat et al., 2011).

    Phycoremediasi digunakan sebagai pengolahan tersier biologis, biasanya

    dilakukan untuk pengolahan air limbah kota sekunder, yang telah menjadi fokus

    penelitian selama beberapa dekade terakhir (Oswald dan Gotaas, 1957). High-

    Rate Algal Ponds (HRAPs) untuk pengolahan air limbah merupakan pengolahan

    yang sangat efektif, dalam kultur mikroalga HRAP yang dibudidayakan dapat

    mengasimilasi sejumlah besar nutrisi, sehingga terjadi penurunan BOD dan

    Chemical Oxygen Demand (COD) atau kebutuhan oksigen kimia. Mikroalgadianggap sebagai solusi yang paling fleksibel di antara proses pengolahan air

    limbah biologis. Air limbah domestik berisi sebagian besar nutrisi seperti nitrogen

    dan fosfor yang secara langsung dan tidak langsung dapat mendukung

    produktivitas mikroalga dan mempertahankan biomassa pada tingkat yang cukup

    tinggi untuk mencapai penghilangan nutrisi yang efisien dalam sistem air limbah.

    Penerapan mikro alga dalam pengolahan air limbah untuk mengurangi bau,

    pewarna, nitrat, nitrit, fosfat, amonia, TDS, TSS, BOD, dan meningkatkan pH dan

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    11/28

    188

    penyerapan logam berat telah dilakukan selama beberapa tahun terakhir.

    Pengolahan biomassa limbah mikroalga dapat digunakan untuk berbagai

    keperluan (Munoz dan Gudeysse, 2006). Baru-baru ini, Kumar et al., (2011)

    mempelajari tinggi tingkat tanaman alga Chlorella vulgarisyang dibudidayakan

    pada pengolahan air limbah secara konfeksioner, dimana biomassa yang dipanen

    digunakan untuk studi potensi antioksidan enzimatik dan nonenzimatik. Namun,

    biomassa mikroalga yang diperkaya perlu dipanen dengan biaya rendah yang

    hemat biaya dengan menggunakan sistem penghilangan nutrisi. Hal ini masih

    dalam proses tahap awal.

    Aplikasi dan keuntungan dari phycoremediasi adalah sebagai berikut (Olguin,

    2003)

    1. Penghilangan unsur hara dari air limbah baik air limbah kota maupun air

    limbah industri atau limbah diperkaya dengan bahan organik tinggi

    2. Penghilangan nutrisi dan senyawa xenobiotik dengan bantuan biosorben

    berbasis alga

    3. Pengolahan secara efisien air limbah asam dan logam berat

    4. Meningkatkan oksigenasi dari atmosfer

    5.

    Penyerapan CO2

    6. Meningkatkan kualitas limbah

    7. Transformasi dan degradasi xenobiotik

    8. Biosensing senyawa beracun dengan ganggang

    12.4 JENIS ALGAE DIGUNAKAN SEBAGAI PHYCOREMEDIATION

    Sejarah panjang dari penelitian pengolahan limbah berbasis alga, dipelopori

    oleh algologists Oswald dan rekan kerjanya (1953), yang dirancang sebagaiteknologi dalam melaksanakan peran ganda mikroalga yang digunakan untuk

    pengolahan air limbah dan produksi protein. Ini dimulai bersama Golueke dan

    Oswald (1965), yang memperoleh wawasan tentang aspek-aspek ekonomi dari

    teknologi pengolahan kolam air limbah berbasis mikroalga dan sumber potensial

    alternatif limbah yang direnovasi dan produksi protein. Mikroalga telah digunakan

    secara luas sebagai teknologi pengolahan yang tepat di kolam pengolahan air

    limbah sejak awal 1950-an (Oswald et al., 1953; Oswald dan Gotaas 1957;

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    12/28

    189

    Fallowfield dan Garrett, 1985; Lincoln dan Earle, 1990; Ghosh, 1991; Oswald,

    1991; Borowitzka, 1999; Oswald, 2003; Hanumantha Rao et al., 2011).

    Phycoremediasi dapat memberikan solusi jangka panjang yang lebih

    berkelanjutan daripada pengolahan air limbah jenis lainnya, di mana metode

    secara biologi digunakan karena mikroalga memiliki kapasitas yang lebih besar

    untuk memperbaiki CO2, oleh fotosintesis dan secara efisien dapat menghilangkan

    nutrisi yang berlebihan dengan biaya minimal (Hirata et al., 1996; Murakami dan

    Ikenouchi, 1997). Penghilangan nutrisi yang paling efisien dari air limbah telah

    diteliti yaitu menggunakan strain alga dengan sifat yang khusus seperti toleransi

    pada suhu ekstrim, komposisi kimia dari produk yang bernilai tinggi, akumulasi

    logam berat, dan pertumbuhan mixotrophic inter alia. Strain mikroalga yaitu

    Phormidium diisolasi dari suatu lingkungan kutub di bawah suhu 10 C, dan

    kemampuan strain ini untuk menghilangkan nutrisi anorganik dalam air limbah

    selama musim semi dan musim gugur dari iklim dingin yang dipelajari oleh Tang

    et al., (1997). Mikroalga yang umum termasuk dalam pengolahan air limbah

    adalah Chlorella, Oscillatoria, Scenedesmus, Synechocystis, Lyngbya,

    Gloeocapsa, Spirulina, Chroococcus, Anabaena, dan lain-lain. Beberapa jenis

    spesies Chlorella(vulgaris) tumbuh secara universal yang telah digunakan untuk

    pengolahan air limbah di seluruh dunia. Mereka adalah mikroalga yang dapat

    tumbuh yang kaya nutrisi nitrogen (N) dan fosfor (P) air limbah kota dan

    mengkonversi air limbah yang mengandung N dan P menjadi biomassa alga

    (Green et al., 1995; Benemann dan Oswald, 1996; Olguin, 2003; Orpez et al.,

    2009). Spesies mikroalga yang efisien lainnya digunakan untuk menghilangkan N

    dan P pada variasi limbah industri termasuk seperti Fsutryocuccus bruunii, yang

    digunakan untuk pengolahan primer pembuangan kotoran limbah (Sawayama etal., 1995); Scenedesmus obliquus, yang digunakan dalam pengolahan air limbah

    perkotaan (Martinez et al., 2000); dan air limbah buatan, (Gomez Villa et al.,

    2005). Polutan merupakan pemulihan dari sistem pemanenan biomassa (Adey et

    al., 1996). Selain dari hasil penumpuan biomassa mikroalga, materi yang tidak

    ramah lingkungan disediakan dalam bentuk pigmen, protein, antioksidan, asam

    amino, dan senyawa bioaktif lainnya yang membuat mereka ideal untuk

    melepaskan nutrisi. Pengolahan air limbah tingkat dari polutan organik atau

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    13/28

    190

    berbahaya telah dilakukan oleh mickroalga dengan sifat yang khusus. Mikroalga

    yang paling banyak dipelajari adalah Chlorella, Scenedsmus, dan spesies

    Ankistrodesmus, di mana berbagai limbah industri yang digunakan adalah seperti

    air limbah industri kertas, produksi air limbah minyak zaitun, dan air limbah

    pabrik (Ghasemi et al., 2011; Rawat et al., 2011). Seleksi strain mikroalga sangat

    berperan penting dalam pengolahan air limbah melalui HRAP. Koleksi mikroalga

    yang ditemukan hanya beberapa ribu jenis mikroalga yang berbeda yang secara

    efisien dapat mendukung pengolahan air limbah dan produksi biomassa untuk

    nilai tambah produk sampingan dalam memenuhi permintaan dimasa yang akan

    datang untuk biofuel alternatif. Oleh karena itu, kita perlu memusatkan pada strain

    mikroalga yang efektif dengan kombinasi kemajuan terbaru dalam teknik secara

    genetik dan ilmu material yang dapat memperbaiki masalah-masalah tersebut.

    12.5 HIGH-RATE ALGAL PONDS (HRAPS)

    Tiga jenis umum dari kolam pematangan digunakan dalam pengolahan air

    limbah adalah kolam fakultatif, kolam anaerobik, dan yang paling umum adalah

    kolam stabilisasi limbah. Kolam aerobik, juga dikenal sebagai kolam tingkat

    tinggi, yang dangkal dan terdapat oksigen sepenuhnya atau komplit (Oswald,

    1978). High-Rate Algal Ponds (HRAPs) dikembangkan mulai pada tahun

    1950 sebagai alternatif untuk kolam yang tidak tercampur oksidasi BOD, padatan

    tersuspensi, dan penghilangan patogen (Rawat et al., 2011). Mereka termasuk

    rendah biaya dan teknologi pemeliharaan rendah untuk perbaikan berbagai jenis

    limbah (De Godos et al., 2010). HRAPs menunjukkan kinerja yang lebih baik bila

    dibandingkan dengan kolam anaerobik, aerobik, dan fakultative karena

    menggunakan limbah yang sama. Habitat bersama dari alga fotosintetik dan

    bakteri heterotrofik disebut sebagai simbiosis HRAP. HRAPs telah digunakan

    untuk pengolahan berbagai air limbah, termasuk limbah domestik, kandang babi,

    air limbah hewan, limpasan pertanian, dan drainase tambang serta air limbah

    kilang minyak seng (Rawat et al., 2011). Pemanfaatan mikroalga untuk asimilasi

    nitrogen dan fosfor pada konsentrasi rendah menyajikan alternatif yang

    berkelanjutan untuk penggunaan sistem pengolahan yang ada, seperti nitrogen dan

    fosfor yang dapat memperbaiki biomassa alga untuk digunakan kembali (Boelee

    et al., 2011). HRAPs dirancang untuk meningkatkan pertumbuhan alga, dan

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    14/28

    191

    teknologi pada umumnya terdiri dari campuran mekanis kolam yang dangkal

    (Olgutn, 2003; Garcia et al., 2006). Sebuah alat pompa baling-baling besar

    digunakan untuk membuat kecepatan saluran yang cukup untuk pencampuran

    secaralembut. Kolam umumnya dengan lebar 2 meter sampai 3 meter, tinggi 0,1 -

    0,4 meter, dan luasnya berkisar dari 1.000 sampai 5.000 m2, tergantung pada skala

    aplikasinya (Garcia et al., 2006; De Godos et al., 2009; Rawat et al., 2011). Waktu

    retensi hidrolik sistem tersebut umumnya adalah dalam kisaran 4 sampai 10 hari,

    tergantung pada kondisi iklim. Pencampuran kontinyu adalah syarat untuk

    menjaga sel-sel dalam suspensi dan mengurangi efek tempat yang teduh, sehingga

    dapat melakukan pembongkaran ganggang terhadap cahaya secara berkala,

    bahkan dalam kultur yang lebih padat. Desain yang paling umum yang telah

    terbukti sukses dalam skala besar adalah campuran paddlewheel loop tunggal.

    Karena biaya energi ini akan ketergantungan pada kecepatan, sebagian besar

    tambak telah dioperasikan pada kecepatan dari 10 sampai 30 cm s-1 (Oigutn,

    2003; Rawat et al,, 2011). Modus aksi dari HRAP terjadi langsung melalui

    pertumbuhan ganggang dan pemanenan biomassa dan secara tidak langsung

    dengan penguapan amonia nitrat dan curah hujan ortofosfat melalui perubahan

    pH. Fotosintesis alga sehingga mengontrol efisiensi nitrat dan penghapusan fosfat

    (Olgum, 2003). Fotosintesis alga menyediakan oksigen untuk dekomposisi dari

    bahan organik oleh bakteri heterotrofik aerobik yang memungkinkan untuk

    pengurangan bahan organik ditambah dengan penghilangan fosfor karena serapan

    oleh ganggang (Garcia et al., 2006) dan nitrogen. Biomassa yang dihasilkan bisa

    dipanen dan dapat digunakan untuk produksi biiofuel melalui berbagai jalur (Park

    et al., 2011b).

    Sistem ini mudah dioperasikan bila dibandingkan dengan teknologikonvensional, sehingga membuat mereka ideal untuk digunakan oleh masyarakat

    pedesaan kecil (Garcia et al., 2006). HRAPs telah berhasil digunakan dalam

    remediasi limbah babi dan juga limbah dari sistem akuakultur (Olgum, 2003).

    Kombinasi pengolahan air limbah dan produksi biofuel dapat diterima jauh lebih

    menarik dari sebelumnya, hal ini disebabkan karena implikasi menguntungkan

    dari kombinasi tersebut. Namun, dalam penelitian pokok skala besar harus

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    15/28

    192

    dilakukan dalam rangka mengoptimalkan produksi alga dan mempertahankan

    standar limbah yang berkualitas tinggi (Park et al., 2011a).

    12.5.1 Penghilangan Nutrisi

    Penghilangan nitrogen dan fosfor dari air limbah sangat penting dalam mencegah

    kerusakan ekologis ke lingkungan air. Fosfor adalah partikular yang sulit untuk

    dihilangkan (Pittman et al., 2011). Presipitasi kimia saat ini proses komersial

    utama untuk menghilangkan fosfor dari air limbah. Penghilangan biologis secara

    efisien bervariasi dari 20% menjadi 30% untuk sebagian besar organisme (de-

    Bashan et al., 2004). Fosfor tersebut kemudian diubah menjadi lumpur aktif yang

    tidak dapat sepenuhnya didaur ulang dan dibuang ke tempat pembuangan sampahatau diolah untuk membuat pupuk lumpur. Mikroalga adalah efektivitas dalam

    menghilangkan nitrogen, fosfor, dan logam beracun dari air limbah, sehingga

    mereka menjadi ideal untuk menghilangkan nutrisi dan proses pemulihan (Pittman

    et al., 2011). Serapan mikroalga dari fosfor telah terbukti menjadi efisien sebagai

    pengolahan kimia (Pittman et al., 2011).

    Karbon, nitrogen, fosfor, dan sulfur adalah persyaratan penting untuk

    semua pertumbuhan mikroalga (Chisti, 2007; Tsai et al., 2011; Zeng et al., 2011).

    Unsur-unsur ini biasanya ditemukan dalam air limbah domestik dalam konsentrasi

    yang mendukung budidaya microalga. Kebutuhan gizi minimal dapat diperkirakan

    dengan menggunakan rumus molekul dari biomassa mikroalga, yaitu

    CO0,48H1,83N0,11P0,01 (Chisti, 2007; Putt et al., 2011). Nitrogen merupakan faktor

    penting untuk pengaturan pertumbuhan dan regulasi kadar lemak mikroalga.

    Fosfor, meskipun dibutuhkan dalam jumlah yang lebih kecil, harus diberikan lebih

    karena bersifat kompleks dengan ion logam dan tidak sepenuhnya tersedia untuk

    penyerapan sel (Chisti, 2007). Mikroalga alami memanfaatkan nutrisi dan sumber

    energi yang sesuai dari lingkungan mereka, sehingga dapat mengoptimalkan

    pemanfaatan secara efisien untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup. Mereka

    adalah organisme yang baik, dalam satu spesies mungkin dapat menjalani

    berbagai jenis metabolisme, tergantung pada kemampuan nutrisi yang berhasil

    digunakan untuk pertumbuhan serta faktor-faktor lingkungan lainnya (Amaro et

    al., 2011). Nitrogen digunakan dalam bentuk nitrat dan amonia, nitrogen dalam

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    16/28

    193

    bentuk amonia lebih banyak disukai pada kehadiran spesies kimia (Feng et al.,

    2011).

    Budidaya fototropik menggunakan sinar matahari dan CO2, sebagai

    sumber karbon anorganik untuk produksi energi dan pertumbuhan (Mata et al.,

    2010). Budidaya fototropik kurang rentan terhadap kontaminasi daripada jenis

    budidaya lainnya. Pertumbuhan heterotrofik terjadi karena tidak adanya cahaya

    menggunakan sumber karbon organik seperti glukosa, asetat, gliserol, fruktosa,

    sukrosa, laktosa, galaktosa, dan mannose (Amaro et al., 2011). Organisme yang

    mampu menjalani pertumbuhan mixotropik memiliki kemampuan untuk

    melakukan fotosintesis atau menggunakan substrat organik sebagai sumber

    karbon. Produksi Mixotropik mengurangi hambatan fotosintesis dan mengurangi

    hilangnya biomassa karena respirasi pada fase gelap (Brennan dan Owende,

    2010; Pittman et al., 2011). Sumber karbon organik dalam air limbah

    memungkinkan mikroalga untuk menjalani pertumbuhan mixotropik diikuti oleh

    pertumbuhan fototropik. Dalam hal ini secara efektif dapat menghilangkan nutrisi

    dengan meningkatkan biomassa dan potensi produktivitas lipid (Feng et al.,

    2011).

    Penghilangan nuttrisi secara efisien tergantung pada jenis alga yang

    dibudidayakan dan telah terbukti dipengaruhi secara positif oleh budidaya strain

    alga yang toleran terhadap ekstrim tertentu, seperti suhu ekstrim, sedimentasi

    cepat, atau kemampuan untuk tumbuh dengan mixotropik (Olguin, 2003). Dalam

    memilih strain untuk budidaya pada HRAPs harus benar-benar istimewa

    diantaranya adalah (1) memiliki tingkat pertumbuhan yang tinggi, (2) memiliki

    konsentrasi protein tinggi ketika tumbuh di bawah kondisi dengan gizi terbatas,

    (3) digunakan untuk pakan ternak/ikan, (4) memiliki kemampuan untukmentolerir tingkat nutrisi yang tinggi, (5) menghasilkan produk yang bernilai

    tambah, (6) dapat tumbuh secara mixotropik, dan (7) mudah dipanen (Sheehan et

    al., 1998; Olguin, 2003; Rawat et al., 2011). Chiorella vulgaris, Haematococcus

    pluvialis, dan Arthrospira (Spirulina) platensis, antara lain adalah contoh species

    yang dapat tumbuh di bawah kondisi seperti fotoautotropik, heterotropik, dan

    mixotropik (Amaro et al., 2011).

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    17/28

    194

    Pengolahan air limbah mikroalga memiliki potensi secara signifikan untuk

    mengurangi biaya-biaya dari pengolahan apabila dibandingkan dengan metode

    kimia konvensional; metode ini secara parsial dapat dicapai dengan negasi dari

    kebutuhan untuk aerasi mekanis sebagai mikroalga untuk menghasilkan oksigen

    melalui proses fotosintesis (Pittman et al., 2011). Pengolahan secara spontan dari

    produksi air limbah dan produksi biomassa mengurangi biaya kedua proses

    tersebut (Brennan dan Owende, 2010; Christenson dan Sims, 2011). Selain itu,

    produksi biofuel dalam hubungannya dengan pengolahan air limbah telah

    dimasukkan kedalam lingkungan sebagai metode yang paling layak untuk

    produksi biofuel dari mikroalga dalam waktu dekat (Brennan dan Owende, 2010).

    Beberapa penelitian telah membuktikan potensinya untuk menghilangkan

    nutrisi dari sintetis air limbah melalui produksi biomassa mikroalga. Penghilangan

    fosfor dari 98% dan jumlah penghilangan amonia removal telah dicapai dengan

    (Martinez et al., 2000) menggunakan Scenedesmus obliquus. Boelee et al. ( 2011)

    menunjukkan penghilangan simultan nitrat dan fosfat menjadi 2,2 mg L-1dan 0,15

    mg L-1, masing-masing dengan menggunakan biofilm mikroalga. Su et al. ( 2012)

    melaporkan penyisihan fosfor secara efisiensi dari alga menjadi 89%. Bakteri

    fotosintetik tertentu dan mikroalga hijau seperti Rhodobacter sphaeroides dan

    Chlorella sorokinianadapat bertahan dalam kondisi heterotrofik, menghilangkan

    konsentrasi tinggi asam organik (>1.000 mg L-1) dan amonia (400 mg L-1)

    (Olguin, 2003). Penghilangan bakteri dari zat-zat seperti hidrokarbon polisiklik

    aromatik, pelarut organik, dan senyawa fenolik dapat dibantu dengan

    menggunakan hasil oksigen mikroalga yang dibutuhkan untuk aksi bakteri.

    Biosorpsi logam berat dapat dicapai dengan pertumbuhan mikroalga di bawah

    kondisi phototrophic (Brennan dan Owende, 2010).

    12.5.2 Faktor Yang Mempengaruhi High-Rate Algal Ponds (HRAPs)

    Efisiensi HRAPs tergantung pada berbagai faktor. Pertumbuhan mikroalga pada

    HRAPs mirip dengan produksi biomassa pada media buatan. CO2, pencampuran,

    ketersediaan cahaya yang baik, penetrasi, kandungan nutrisi esensial, pH, dan

    suhu adalah salah satu faktor yang paling penting dalam mencapai produksi

    biomassa tinggi dan penghilangan nutrisi secara efektif (Garcia et al., 2006;

    Pittman et al., 2011). Faktor biotik seperti bakteri sinergis, zooplankton predator,

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    18/28

    195

    dan bakteri patogen juga dapat mempengaruhi pertumbuhan mikroalga.

    Variabelnya akan berbeda, tergantung pada jenis air limbah dan pengolahan air

    limbah satu dengan pengolahan air limbah lainnya (Pittman et al., 2011).

    Kandungan gizi (nitrogen dan fosfor) dalam air limbah secara signifikan dapat

    lebih tinggi daripada media konvensional. Nitrogen pada air limbah umumnya

    adalah dalam bentuk amonia, yang dapat menghambat pertumbuhan alga pada

    konsentrasi tinggi (Pittman et al., 2011).

    Karbon berasimilasi dari atmosfer dan CO2, yang diproduksi oleh oksidasi

    bahan organik. Pertumbuhan fotosintetik alga memanfaatkan CO2sebagai sumber

    karbon untuk pertumbuhan dengan menghasilkan oksigen sebagai produk

    sampingan, yang digunakan oleh bakteri untuk termineralisasi bahan organik dan

    menghasilkan CO2, yang dikonsumsi oleh fotosintesis alga. Hal ini dapat

    membantu dalam pengurangan emisi gas rumah kaca (Munoz dan Guieysse, 2006;

    Ansa et al., 2011; Park et al., 2011a). HRAPs secara umum memiliki karbon yang

    terbatas dan harus dilengkapi, serta berpotensi dalam pemanfaatan gas yang

    dibuang untuk peningkatan efisiensi penghilangan nutrisi (De Godos et al., 2010).

    Siklus pada siang hari akan mempengaruhi aktivitas fotosintesis, dengan pH dan

    penghilangan nutrisi secara efisien (Garcia et al., 2006). Konsentrasi CO2 yang

    terlarut memiliki efek langsung pada sistem pH, seperti asam di lingkungan alam

    ketika dilarutkan dalam air. budidaya pH secara langsung mempengaruhi

    ketersediaan nutrisi alami seperti amonia dan fosfat Hal ini juga dapat membantu

    dalam hal proliferasi bakteri nitrifikasi (Craggs, 2005; De Godos et al., 2010).

    Kedua pH dan oksigen terlarut (DO) nilai tertingginya terjadi pada tengah hari

    karena memaksimalkan efisiensi dari fotosintesis dengan demikian penghilangan

    CO2dan peningkatan DO dari >200% saturasi (Garcia et al., 2006; Taman et al.,2011a). Konsumsi CO2dan asam karbonat oleh fotosintesis mampu meningkatkan

    pH ke tingkat dasar (>11), sehingga meningkatkan penghilangan nutrisi melalui

    penguapan amonia dan presipitasi fosfor (Craggs, 2005; Su et al., 2012). Pada

    malam hari, penghilangan secara efisiensi akan menurun dan dapat berhenti

    karena oksigen yang tidak memadai untuk respirasi aerobik. Selain itu, semakin

    rendah pH di malam hari maka penghilangan nitrogen dan fosfor akan menurun

    karena tergantung pada proses pH (Garcia et al., 2006; De Godos et al., 2010).

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    19/28

    196

    Tingginya pH juga dapat mengurangi pemanfaatan nutrisi melalui penghambatan

    yang signifikan dari pertumbuhan alga karena akan mengalami keracunan amonia.

    Selain itu, pH di atas 8,3 semakin menghambat aktivitas bakteri dan dengan

    demikian oksidasi bahan organik dilakukan oleh bakteri heterotrofik (Craggs,

    2005; Ansa et al., 2011). Tingkat pH yang optimal yang dimiliki kebanyakan

    spesies alga air tawar adalah 8, di atas atau di bawah pH tersebut akan

    menurunkan produktivitasnya (Kong et al., 2010). Walaubagaimanapun beberapa

    alga mampu tumbuh pada pH >10, seperti Amphora sp. dan Ankistrodesmus sp.

    (Park et al., 2011a). Stabilitas pH pada HRAPs membawa keseimbangan yang

    menangkap CO2 dari udara, respirasi bakteri, dan serapan CO2 dari alga (Su et al.,

    2012).

    Produktivitas kultur alga dilakukan dengan penghilangan nutrisi akan

    menjadi ringan dan tergantung pada suhu. Fotosintesis akan meningkat dengan

    peningkatan intensitas cahaya sampai ke tingkat maksimum yang dicapai pada

    saturasi cahaya tanpa adanya pembatasan nutrisi (Park et al., 2011a). Kerusakan

    pada reseptor cahaya (fotoinhibisi) terjadi di luar titik jenuh cahaya, sehingga

    mengurangi produktivitas (Richmond, 2004). Potensi fotoinhibisi terjadi lebih

    umum selama bulan-bulan musim panas, sehingga fotosintesis berhenti di tengah

    hari (Olguin, 2003). Dengan peningkatan pada kepadatan kultur, terdapat

    peningkatan dengan cara efek yang meneduh. Konsentrasi pada alga dari 300 g

    TSS m-3 akan menyerap semua cahaya yang tersedia di atas 15 cm dari kolam.

    Pencampuran demikian sangat penting dalam mengurangi efek tersebut (Ansa et

    al., 2011; Parket al., 2011a). Peningkatan produktivitas alga dilakukan dengan

    meningkatkan suhu. Untuk sebagian besar spesies mikroalga berada di bawah

    kondisi kultur yang optimal, suhu optimal sangat bervariasi antara 28 C dan 35C. Suhu optimal sangat bervariasi dengan nutrisi dan keterbatasan cahaya.

    Peningkatan suhu di atas hasil optimal dalam fotorespirasi, dapat mengurangi

    produktivitas secara keseluruhan (Sheehan et al., 1998). Perubahan suhu yang

    mendadak dapat mengakibatkan penurunan substansial dalam pertumbuhan alga.

    Suhu juga mempengaruhi pH, oksigen, dan kelarutan CO2, serta keseimbangan

    ion (Park et al., 2011a).

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    20/28

    197

    HRAPs sangat rentan terhadap kontaminasi oleh alga asli dan

    penggembalaan oleh zooplankton dan patogen alga lainnya. Upaya untuk

    pertumbuhan alga sebagai monokultur pada HRAPs telah gagal karena terjadinya

    kontaminasi (Sheenan et al., 1998; Park et al., 2011a). Protozoa dan rotifera

    memiliki kemampuan untuk mengurangi konsentrasi alga pada tingkat yang

    sangat rendah dalam jangka waktu hanya beberapa hari (Benemann, 2008).

    Daphnia memiliki kemampuan untuk mengurangi klorofil sebanyak 99% dalam

    beberapa hari. Parasit jamur dan infeksi virus memiliki kemampuan untuk

    menginduksi alga dalam perubahan struktur selnya dan perubahan dalam

    keragaman serta suksesi, sehingga dapat mengurangi populasi alga secara

    signifikan (Park et al., 2011a; Rawat et al., 2011). Pengendalian ternak dan parasit

    dapat dicapai dengan metode fisik seperti filtrasi, rendahnya konsentrasi DO,

    tingkat beban organik yang tinggi, dan proses pengolahan kimia seperti aplikasi

    bahan kimia yang meniru hormon invertebrata, meningkatkan pH, dan

    meningkatkan konsentrasi amonia yang bebas. Metode yang paling praktis dalam

    pengendalian zooplankton adalah penyesuaian pH yaitu pada pH 11, karena

    banyak zooplankton yang memiliki kemampuan untuk mentolerir DO pada

    tingkat rendah untuk waktu yang lama. Efek racun dari pH yang tinggi ditambah

    dengan peningkatan amonia bebas dibawa oleh penguapan amonia pada pH

    tinggi. Efek dari substansi penghambat pada jamur parasit memerlukan suatu

    uraian dan tidak ada pengolahan secara umum untuk mengontrol jamur ada pada

    saat ini (Oarket al., 2011a).

    12.5 PENGOLAHAN AIR LIMBAH DAN PERTUMBUHAN ALGA YANG

    EFISIEN

    Asimilasi nitrogen dan fosfor menjadi biomassa alga dan bakteri dipandang

    sebagai biomassa yang menguntungkan hal ini karena potensi pengolahan ulang

    nutrisi melalui pengolahan biomassa. Mikroalga uniseluler ditemukan menjadi

    mikroalga yang paling efisien dan paling utama di kolam pengolahan air limbah

    (Pittman et al., 2011). Penggunaan kombinasi kultur alga dan bakteri dapat

    meningkatkan akumulasi nitrogen secara efisien; contohnya dalam pengolahan

    asetonitril, 53% amonia berasimilasi ke dalam biomassa dibandingkan dengan

    hanya 26% dalam sistem bakteri yang berada di bawah kondisi yang sama. Dalam

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    21/28

    198

    kondisi yang optimal, penghilangan 100% dapat dicapai (Su et al., 2011).

    Efisiensi penyisihan peningkatan nutrisi mungkin disebabkan karena kebutuhan

    nitrogen dan fosfor alga dalam jumlah tinggi untuk produksi protein, asam

    nukleat, dan fosfolipid, yang mencakup 45% sampai 60% dari berat kering alga

    (Munoz dan Guieysse, 2006). Su et al.. ( 2011) menunjukkan COD, amonia, dan

    fosfat untuk menghilangkan secara efisien mencapai hingga 98%, 100%, dan

    72,6%, masing-masing untuk pengolahan air limbah kota. Penghilangan nutrisi

    secara efisien tergantung pada kondisi kultur yang baik seperti yang disebutkan

    sebelumnya dan tingkat pelepasan nutrisi. Boelee et al., (2011) menunjukkan

    peningkatan linear pada nitrat dan fosfat dapat meningkat hingga 1,0 g m-2d-1dan

    0,13 g m-2d-1, masing-masing dari air limbah kota. Wang et al., (2011)

    menunjukkan tingkat penghilangan amonia dari 90%, terlepas dari konsentrasi

    awal yang digunakan. Selanjutnya total nitrogen dan fosfor ditemukan sangat

    berkurang dari air limbah peternakan babi. Penghilangan nutrisi secara efisien

    berkisar antara 91% sampai 96% amonia dan 72% sampai 87% fosfat, tergantung

    pada musim dan kedalaman kultur yang diamati oleh Olguin (2003).

    12.6 AIR LIMBAH SEBAGAI BAHAN MENTAH UNTUK PRODUKSI

    BIOMASSA

    Pengolahan air limbah mikroalga menggunakan mikroalga dengan produksi

    biomassa sebagai produk sampingan bukanlah konsep baru. Namun, itu hanya

    terjadi pada skala kecil dalam kolam stabilisasi limbah dan HRAPs. Pengolahan

    air limbah menggunakan HRAPs memiliki potensi untuk menghasilkan sejumlah

    besar biomassa yang dapat digunakan untuk berbagai aplikasi, termasuk produksi

    bahan bakar yang dapat diperpanjang waktunya, pupuk, pakan ternak, dan lain-

    lain (Rawat et al., 2011). Penelitian terbaru menunjukkan bahwa penggunaan air

    limbah sebagai substrat untuk produksi biofuel dapat membuat proses ekonomis

    (Brennan dan Owende, 2010; Boelee et al., 2011; Cho et al., 2011). Fokus kepada

    pertumbuhan mikroalga terhadap produktivitas biomassa daripada produktivitas

    lipid mungkin sangat bermanfaat sebagai jumlah yang lebih besar dari biomassa

    yang meningkatkan kelangsungan hidup untuk konversi bahan bakar alternatif

    (Pittman et al., 2011). Biomassa mikroalga untuk konversi biofuel dapat

    dilakukan dengan beberapa metode, tergantung pada karakteristik biomassa

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    22/28

    199

    (misalnya, kandungan lipid atau karbohidrat) (Garcia et al., 2006; Rawat et al.,

    2011). Hasil panen biomassa dari HRAPs tergantung pada jenis pengolahan

    limbah dengan perhatian khusus pada kandungan gizinya. Tabel 12.2 merangkum

    pertumbuhan dan produktivitas lipid dari spesies mikroalga pada berbagai jenis air

    limbah. Pengolahan limbah babi oleh HRAPs memiliki potensi produktivitas

    mencapai hingga 50 t ha-1yr-1(Rawat et al., 2011).

    Produktivitas alga maksimum pada HRAPs dapat dicapai dengan tingkat

    pembatasan dan kondisi penghambatan. Karbon merupakan tingkat substrat yang

    dapat membatasi dan dapat diatasi dengan penambahan CO2. Selain ini melayani

    peran ganda dalam penyediaan karbon dan metode pengendalian pH. Penambahan

    CO2, telah terbukti dapat melipatgandakan produktivitas alga pada skala

    laboratorium dan meningkatkan produktivitas sebesar 30% dalam HRAP skala

    pengendalian (Park et al., 2011a). Pertumbuhan Biomassa pada instalasi

    pengolahan air limbah menunjukkan bahwa produktivitas alga berkisar antara 5

    sampai 16 g m-2d-1 dan kandungan lipid rata-rata 10% tanpa penambahan CO2.

    Dengan penambahan CO2, produktivitas yang dihasilkan diharapkan menjadi 25 g

    m-2d-1 (Sturm dan Lamer, 2011). Namun, harus diperhatikan bahwa penambahan

    CO2 yang berlebihan juga menyebabkan penurunan pH. Sebuah pH dapat

    dipertahankan pada pH maksimal yaitu 8 yang dapat menghambat proses fisiko-

    kimia penghilangan nutrisi seperti penguapan amonia dan curah hujan fosfat

    (Craggs, 2005). Tetapi hal ini tidak selalu berada pada titik negatif, seperti pada

    peningkatan asimilasi yang diproduksi biomassa biasanya mengimbangi kerugian

    dalam penghilangan fisika-kimia. Selain itu, juga memungkinkan terjadinya daur

    ulang dari nutrisi yang telah dinyatakan hilang. Akibat terjadinya penguapan

    amonia mengakibatkan kehilangan nitrogen sekitar 24% pada HRAPs tanpapengaturan pH (Park et al., 2011a).

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    23/28

    200

    TABEL 12.2

    Biomassa dan Produktivitas Lipid dari Pertumbuhan Mikroalga Dalam

    Berbagai Aliran Air Limbah

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    24/28

    201

    TABEL 12.2 (Kontinyu)

    Biomassa dan Produktivitas Lipid dari Pertumbuhan Mikroalga Dalam

    Berbagai Aliran Air Limbah

    12.7 EKONOMI DAN KESEIMBANGAN ENERGI DARI

    PHYCOREMEDIASI MENGGUNAKAN HRAPS

    Beberapa penelitian yang diusulkan menunjukan bahwa produksi biodiesel

    alga akan membuat emisi rumah kaca, peningkatan jejak kaki air, dan

    memerlukan energi yang berlebihan dalam produksi biofuel dari bahan mentah

    jagung dan canola (Park et al., 2011a). Meskipun begitu air limbah juga dapat

    digunakan sebagai sumber nutrisi. Penelitian lainnya menyimpulkan bahwa

    produksi biodiesel alga akan menjadi lebih mampu bertahan tetapi pemasukan

    bahan mentah hampir separuh dari produksi energinya, kemudian akan membuat

    proses ekonomis menjadi tidak mampu bertahan. Penggunaan air limbah akan

    menutupi kerugian tersebut dan memberikan sebuah peningkatan dalam Net Rasio

    Energi (NER) (Sturm and Lamer, 2011). Perubahan biomassa alga menjadi energi

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    25/28

    202

    melalui langkah proses biorefinery (pembersihan minyak secara biologi),

    termasuk ekstraksi lipid untuk biodiesel, penggunaan sisa biomassa untuk

    pembakaran, dan pencernaan anaerobik biosolid, memiliki potensial untuk

    menyediakan sejumlah besar energi pada wilayah 4.610 kW-h d-1hingga 48.000

    kW-h d-1(Sheehan et al., 1998; Sturm dan Lamei, 2011). Kebutuhan energi dari

    pengolahan air limbah konvensional secara signifikan lebih tinggi dari High-Rate

    Algal Ponds. Advanced Integrated Wastewater Ponds System (AIWPS), yang

    dirancang oleh Oswald dan Green, LLC, membutuhkan hingga 91% lebih sedikit

    energi (kW-h k-1BOD dihilangkan) daripada sistem konvensional (Olgum, 2003;

    Rawat et al., 2011).

    Pelepasan oksigen mikroalga menyediakan oksigen yang dibutuhkan untuk

    perkembangbiakan bakteri heterotrofik, sehingga meniadakan kebutuhan untuk

    aerasi mekanik seperti dalam pengolahan air limbah konvensional. Pengolahan air

    limbah konvensional mencapai biaya sekitar empat kali lebih besar daripada

    penggunaan HRAPs (Rawat et al., 2011). AIWPS terdiri dari kolam fakultatif

    canggih dengan lubang pencernaan anaerobik, HRAPs, kolam pengendapan alga,

    dan kolam pematangan dalam seri (Craggs, 2005). Sistem ini membutuhkan 50

    kali lebih banyak lahan daripada pengolahan air limbah konvensional, lumpur

    aktif, dan tidak memperhitungkan luas lahan yang dibutuhkan untuk pembuangan

    limbah lumpur aktif. Biaya modal dan biaya operasional AIWPS setengah dan

    kurang dari seperlima dari masing-masing lumpur aktif (Park et al., 2011a).

    Pasokan nutrisi, air, dan CO2, berkontribusi dari 10% sampai 30% dari total biaya

    produksi alga komersial (Benemann, 2008). Sebagian besar dari biaya air limbah

    pada HRAPs ditutupi oleh biaya pengolahan air limbah (Tabel 12.2). Biaya

    produksi alga dan pemanenan menggunakan HRAPs pengolahan air limbahmemiliki dampak lingkungan yang kurang dalam hal jejak air, energi, dan

    penggunaan pupuk. Daur ulang pada pertumbuhan media digunakan sebagai

    metode untuk meminimalkan biaya. Daur ulang bisa dilakukan meskipun,

    menyebabkan penurunan produktivitas alga karena peningkatan pencemaran

    dan/atau akumulasi metabolisme menjadi terhambat (Park et al., 2011a).

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    26/28

    203

    12.8 KESIMPULAN

    Para peneliti sepakat bahwa penggunaan pengolahan air limbah melalui

    HRAPs adalah satu-satunya metode yang sangat ekonomis saat ini tersedia untuk

    produksi alga biofuel. Terdapat manfaat yang signifikan dengan penggunaan

    HRAPs air limbah secara efektif, diantaranya adalah pengolahan air limbah

    dengan rendah biaya dan produksi biomassa alga untuk generasi biofuel.

    Meskipun begitu masih ada kebutuhan besar untuk mengoptimalkan kondisi untuk

    pertumbuhan alga dan penghilangan nutrisi di bawah kondisi iklim yang berlaku.

    Lipid optimal terdapat pada skala besar dan pemanenan biomassa alga masih tetap

    memiliki beberapa tantangan. Perbaikan di daerah ini selanjutnya akan

    mengurangi biaya keseluruhan produksi alga dan mampu meremediasi air limbah.

    UCAPAN TERIMA KASIH

    Para penulis dengan ini mengakui Yayasan Riset Nasional (Afrika Selatan)

    sebagai kontribusi keuangan.

    REFERENSI

    Abeliovich, A. (1986). Handbook of microbial mass culture. In Algae in

    Wastewater Oxidation Ponds (Ed. A. Richmond), CRC Press, Boca Raton,

    FL, pp. 331-338.

    Adey, W.H., Luckett, C., and Smith, M. (1996). Purification of industrially

    contaminated groundwaters using controlled ecosystems. Ecological

    Engineering, 7: 191-212.

    Amaro, H.M, Guedes, A.C., and Malcata, F.X. (2011). Advances and perspectives

    in using microalgae to produce biodiesel.Apllied Energy, 88, 3402-3410.

    Ansa, E.D.O., Lubberding, H.J., Ampofo, J.A., and Gijzen, H.J. (2011). The role

    of algae in the removal of Escherichia coli in a tropical lake. EcologicalEngineering, 37: 317-324.

    Beneman, J.R., and Oswald, W.K. (1996). Systems and Economic Analysis of

    Microalgae Ponds for Conversion of Carbon Dioxide to Biomass.

    Pittsburgh Energy Technology Center, Pittsburgh, PA, p. 201.

    Boelee, N.C., Temmink, H., Janssen, M., Buisman, C.J.N., and Wijffels, R.H.

    (2011). Nitrogen and phosphorus removal from municipal wastewater

    effluent using microalgae biofilms, Water Research, 45: 5925-5933.

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    27/28

    204

    Borowitzka, M.A. (1999). Commercial production of microalgae: Ponds, tanks,

    tubes and fermenters.Journal of Biotechnology, 70: 313-321.

    Brennan, L., and Owende, P. (2010).Biofuels from microalgae-A review of

    technologies for production, processing, and extractions of biofuels and co-products.Renewable and Sustainable Energy Reviews, 14: 557-577.

    Chisti, Y. (2007). Biodiesel from microalgae. Biotechnology Advances, 25: 249-

    306.

    Chinnasamy, S., Bhatnagar, A., Hunt, R. W., and Das, K.C. (2010). Microalgae

    cultivation in a wastewater dominated by carpet mill effluents for biofuel

    applications.Bioresource Technology, 101: 3097-3105.

    Cho, S., Luong, T.T., Lee, D., Oh, Y.K., and Lee, T. (2011). Reuse of effluent

    water from a municipal wastewater treatment plant in microalgae cultivationfor biofuel production.Bioresource Technology, 102: 8639-8645.

    Christenson, L., and Sims, R. (2011). Production and harvesting of microalgae for

    wastewater treatment, biofuels, and bioproducts. Biotechnology Advances.

    Doi: 10.1016/j.biotechady.2011.05.015.

    Craggs, R.J., McAuley, P.J., and smith, V.J. (1997). Wastewater nutrient removal

    by marine microalgae grown on a corrugated raceway. Water Research, 31:

    1701-1707.

    Craggs, R.J. (2005). Advanced integrated wastewater ponds. In Pond Treatment

    Technology, IWA Scientific and Technical Report Series (Ed. A. Shilton).

    IWA, London, pp. 282-310.

    De-Bashan, L.E., Hernandez, J.P., Morey, T., and Bashan, Y. (2004). Microalgae

    growth promoting bacteria as helpers for microalgae: A novel approach

    for removing ammonium and phosphorus from municipal wastewater.

    Water Research, 38: 466-474.

    De Godos, I., Blanco, S., Garcia-Encina, P.A., Becares, E., and Munoz, R. (2009).

    Long-term operation of high rate algal ponds for the bioremediation ofpiggery wastewaters at high loading rates. Bioresource Technology, 100:

    4332-4339.

    De Godos, I., Blanco, S., Garcia-Encina, P.A., Becares, E., and Munoz, R. (2010).

    Influence of flue gas sparging on the performance of high rate algae ponds

    treating agro-industrial wastewaters.Journal of Hzarfous Materials, 179:

    1049-1054.

    Drinan, J.E., and Whiting, N.E. (2001). Water & Wastewater Treatment: A Guide

    for the Nonengineering Professional. CRC Press, Technomic Publishing,

    Boca Raton, FL.

  • 5/19/2018 Phycoremediasi Melalui HRAPs

    28/28

    205

    Fallowfield, H.J., and Garrett, M.K. (1985). The treatment of wastes by algal

    culture. Journal of Applied Bacteriology-Symposium Supplement, 187S-

    205S.