petunjuk teknis model pengembangan pertanian …ntb.litbang.pertanian.go.id/pu/m-p3mi/m-p3mi.pdf ·...
TRANSCRIPT
i
PETUNJUK TEKNIS
MODEL PENGEMBANGAN PERTANIAN PERDESAAN MELALUI
INOVASI (m-P3MI) BERBASIS AGRIBISNIS PERTANIAN DI
NUSA TENGGARA BARAT
Penyusun:
Yohanes Geli Bulu
Prisdiminggo
Penyunting:
Ketut Puspadi
Dwi Praptomo S.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB Jl. Raya Peninjauan Narmada Kotak Pos 1017 Mataram 83010 Telp : (0370) 671312 Faks : (0370) 671620 E-Mail : [email protected]
www.ntb.litbang.deptan.go.id
KEMENTRIAN PERTANIAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN
BALAI BESAR PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN TEKNOLOGI PERTANIAN
BALAI PENGKAJIAN TEKNOLOGI PERTANIAN (BPTP) NTB
2013
ii
KATA PENGANTAR
Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (m-P3M)
merupakan program strategis Badan Litbang Pertanian yang dilakukan sejak tahun
2011 di Desa Setanggor Kecamatan Praya Kabupaten Lombok Tengah. Kegiatan
m-P3MI di Kabupaten Lombok Tengah merupakan agroekosistem lahan sawah irigasi
dengan basis komoditas padi sawah pada tahun 2013, model di kembangkan pada
agroekosistem lahan kering di Desa Gunung Malang Kabupaten Lombok Timur
dengan basis komoditas jagung. Pendekatan m-P3MI berbasis inovasi dan agribisnis
terbukti dapat mempercepat dan memperluas proses difusi dan adopsi inovasi
pertanian. Penyebarluasan informasi dan inovasi pertanian melalui jejaring
kerjasama dengan para pemangku kepentingan (stakeholder) akan mempercepat
penyebaran inovasi teknologi
Kegiatan diseminasi teknologi dan informasi hasil penelitian dan pengkajian
agar lebih meluas sesuai kebutuhan pengguna maka diperlukan suatu pendekatan
strategi atau model yang mampu menjangkau seluruh pelaku agribisnis dan
pemangku kepentingan yang luas dengan memanfaatkan berbagai media dan
saluran komunikasi yang sesuai dengan seluruh stakeholder yang memiliki
karakteristik yang berbeda. Strategi atau model tersebut dikenal dengan nama
Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC).
Untuk mengimplementasikan kegiatan m-P3MI berbasis inovasi dan agribisnis
sebagai upaya percepatan diseminasi inovasi sesuai kebutuhan pengguna,
diperlukan petunjuk teknis mulai dari perencanaan, pelaksanaan, monitoring, dan
evaluasi kegiatan diseminasi teknologi dan informasi hasil penelitian dan pengkajian.
Melalui petunjuk teknis ini, diharapkan pelaksanaan kegiatan diseminasi teknologi
dapat mempercepat proses difusi dan adopsi teknologi pertanian.
Mataram, Januari 2013 Kepala BPTP-NTB
Dr.Ir.H.Dwi Praptomo S,Ms NIP:19591226 198303 1 002
iii
DAFTAR ISI
Halaman judul………………………………………………………….. i
Kata pengantar ………………………………………………………….. ii
Daftar isi…………………………………………………………………… iii
Pendahuluan………………………………………………………….. 1
Definisi, konsep dan strategi pelaksanaan m-P3MI ……….. 4
Perancangan model…………………………………………………… 9
Organisasi pelaksana…………………………………………………… 18
Daftar pustaka………………………………………………………….. 20
Lampiran-lampiran…………………………………………………….. 21
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kegiatan m-P3MI sebagai terobosan diseminasi yang
diselenggarakan oleh Badan Litbang Pertanian sejak tahun 2011.
Pendekatan m-P3MI sebagai program pembangunan pertanian dalam
rangka mendukung program Kementrian Pertanian menuju
terbentuknya pertanian unggul berkelanjutan yang berbasis
sumberdaya local serta untuk meningkatkan kemandirian pangan,
nilai tambah, daya saing ekspor dan kesejahteraan petani.
Pelaksanaan pendekatan m-P3MI sebagai upaya meningkatkan
jangkauan kegiatan diseminasi melalui spectrum diseminasi multi
channel (SDMC).
Pelaksanaan kegiatan m-P3MI diharapkan bersinergi dengan
program pembangunan ekonomi lainnya yang sudah eksis di
perdesaan. Antara m-P3MI dengan program pembangunan lainnya
bisa saling memperkuat sehingga menjadi sumber pertumbuhan
ekonomi yang kelak bergerak meluas dan memberikan kontribusi
nyata bagi pembangunan pertanian secara regional dan bahkan
nasional.
Integrasi kegiatan m-P3MI dengan program pembangunan
daerah akan mampu menyebarluaskan inovasi teknologi ke tingkat
penggunadan pengambil kebijakan di daerah. Sejumlah inovasi
teknologi hasil penelitian dan pengkajian telah menjadi penggerak
utama pertumbuhan dan dan pengembangan usaha agribisnis di
perdesaaan.
Luas dan kedalaman konektivitas antar pelaku dalam m-P3MI
membentuk jejaring rantai nilai (value chain) yang makin lama
makin membesar. Implementasi model ini menghasilkan nilai tambah
ekonomi yang besar, melalui pengembangan usaha yang
terdiversifikasi luas, efisien, dan padu-padan dalam satu jaringan
rantai pasok. Jenis usaha dikembangkan seluas mungkin melalui
2
diversifikasi berspektrum luas secara horisontal, vertikal, temporal
dan fungsional.
Menurut Simatupang (2004), diversifikasi horisontal merujuk
pada konfigurasi ragam usaha berdasarkan lokasi spasial. Pada
tingkat usahatani, diversifikasi horisontal dapat berupa antar pola
tanam secara spasial. Jika berupa usaha-usaha yang berkelompok
homogen menjadi suatu klaster (cluster), maka diversifikasi
horisontal dapat dipandang sebagai konfigurasi dari klaster-klaster
elemen pembentukan sistem agribisnis tersebut.
Implementasi kegiatan m-P3MI di lapangan berbentuk unit
percontohan berskala pengembangan berwawasan agribisnis. Unit
percontohan bersifat holistik dan komprehensif meliputi aspek
perbaikan teknologi produksi, pasca panen, pengolahan hasil, aspek
pemberdayaan kelembagaan tani, aspek pengembangan dan
penguatan kelembagaan sarana pendukung agribisnis. Diharapkan
dalam proses pembelajaran dan diseminasi teknologi berjalan
simultan, sehingga spectrum diseminasi menjadi semakin meluas.
Unit percontohan m-P3MI sekaligus berfungsi sebagai
laboratorium lapang dan juga sebagai ajang kegiatan pengkajian,
untuk perbaikan teknologi dan pemberdayaan kelembagaan tani,
kelembagaan pendukung usaha agribisnis. Dukungan pengkajian
perbaikan teknologi produksi sangat dibutuhkan untuk mengantisipasi
perubahan lingkungan bio-fisik dan sosial ekonomi yang berkembang
sangat dinamis. Selama proses pengkajian diharapkan mendapat
umpan balik (feedback) dari stakeholder dan pengguna untuk
penyempurnaan model pengembangan.
Dengan kegiatan yang berspektrum luas, m-P3MI diyakini akan
mampu mempercepat pembangunan perdesaan, yang pada akhirnya
menjadi “center of excelent” bagi pembangunan pertanian di daerah
dan regional. Untuk mendukung harapan tersebut, m-P3MI dituntut
menjadi penggerak pembangunan dan menjadi pengungkit
pertumbuhan pembangunan di perdesaan sehingga dapat
mendukung percepatan pembangunan pertanian.
3
Petutunjuk teknis ini sebagai acuan dalam pelaksanaan kegiatan
m-P3MI sebagai penggerak percepatan pembangunan pertanian di
perdesaan berbasis inovasi. Pendekatan wilayah desa dalam
pembangunan pertanian dapat diposisikan sebagai titik ungkit
pembangunan ekonomi wilayah.
1.2. Tujuan m-P3MI
1) Mempercepat arus diseminasi inovasi teknologi
2) Memperluas spektrum atau jangkauan sasaran penggunaan
teknologi berbasis kebutuhan pengguna.
3) Meningkatkan kadar adopsi teknologi inovatif Badan Litbang
Pertanian.
4) Memperoleh umpan balik mengenai karakteristik teknologi
tepat-guna spesifik pengguna dan lokasi.
1.3. Keluaran
1) Model kelembagaan SUA berbasis IPTEK inovatif.
2) Model pengadaan sistem teknologi. dasar (antara lain benih
dasar, prototipe alat/mesin pertanian, dll)
3) Model penyediaan sistem informasi, konsultasi dan sekolah
lapang bagi para praktisi agribisnis.
4) Model pembinaan kemampuan masyarakat. dan pemda
setempat untuk melanjutkan pengembangan dan pembinaan
percontohan SUA berbasis IPTEK mutakhir secara mandiri.
1.4. Manfaat M-P3MI
1) Terjadinya percepatan penyebaran inovasi pertanian yang
dihasilkan Badan Litbang Pertanian dalam mendukung
pengembangan SUA
2) Terjadinya perluasan jangkauan penggunaan teknologi kepada
berbagai pengguna utama dan pengguna usaha di sektor
pertanian
4
1.5. Sasaran m-P3MI
1) Meningkatnya produksi pertanian unggulan di perdesaan
menuju pencapaian swasembada dan swasembada
berkelanjutan
2) Meningkatnya nilai tambah, daya saing dan ekspor berbagai
usaha agribisnis di perdesaan
3) Optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian di perdesaan
4) Semakin banyak jumlah petani atau peternak yang mengadopsi
teknologi dalam waktu yang relatif singkat, melalui SDMC
II. DEFINISI, KONSEP DAN STRATEGI
PELAKSANAAN MP3MI
2.1. Definisi
1) m-P3MI (Model Pengembangan Pertanian Perdesaan
Melalui Inovasi) adalah suatu model kegiatan diseminasi
melalui suatu unit percontohan kongkrit di lapangan.
Kegiatan ini merupakan suatu kegiatan inovasi
teknologi, melibatkan satu poktan atau Gapoktan.
Peragaan inovasi teknologi meliputi aspek teknis dan
kelembagaan.
2) Aspek teknis adalah meliputi teknik budidaya tanaman
atau ternak sesuai komoditas yang dikembangkan dari
Poktan atau Gapoktan contoh.
3) Aspek kelembagaan adalah menyangkut pemberdayaan
Poktan dan atau Gapoktan serta pemberdayaan
kelembagaan pendukung termasuk kelembagaan pasar
(input – output).
4) Diseminasi adalah cara dan proses penyampaian hasil-hasil
teknologi kepada masyarakat atau pengguna untuk diketahui
dan dimanfaatkan oleh masyarakat atau pengguna.
5) Spektrum diseminasi adalah jangkauan perluasan diseminasi
5
dengan memanfaatkan berbagai jalur komunikasi dan
pemangku kepentingan (stakeholders) yang terkait.
6) Multi Channel adalah seperangkat jalur dan pelaku komunikasi
yang dapat dimanfaatkan untuk mendistribusikan informasi
inovasi teknologi.
7) Inovasi adalah kegiatan penelitian, pengembangan, dan atau
perekayasaan yang bertujuan mengembangkan penerapan
praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang baru, atau
cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi
ke dalam produk atau proses introduksi.
8) Model Pengembangan Teknologi adalah hasil kegiatan
pengkajian yang dilakukan terhadap teknologi spesifik lokasi
melalui uji kesesuaian terhadap sosial, ekonomi, budaya, dan
kelembagaan setempat, yang selanjutnya dapat dijabarkan ke
dalam bentuk penyiapan perumusan kebijakan, bimbingan
teknis, maupun peluang untuk dijadikan pilot project.
9) Paket Teknologi Pertanian adalah rakitan dan/atau gabungan
komponen teknologi yang telah melalui berbagai uji keseuaian
lahan dan agroklimat dan kesesuaian terhadap kondisi sosial,
ekonomi, budaya, dan kelembagaan setempat.
10) Penelitian Pertanian adalah kegiatan yang dilakukan menurut
kaidah dan metode ilmiah dan dilakukan secara sistematis
untuk menghasilkan data, informasi, dan keterangan yang
berkaitan dengan pemahaman dan pembuktian suatu asumsi
dan atau hipotesis yang menghasilkan suatu rumusan ilmiah
berupa komponen teknologi pertanian.
11) Pengkajian teknologi Pertanian adalah kegiatan pengujian
kesesuaian komponen teknologi pertanian pada berbagai kondisi lahan dan agroklimat untuk menghasilkan teknologi pertanian unggulan spesifik lokasi.
12) Pengembangan Teknologi Pertanian adalah kegiatan pengujian kesesuaian teknologi pertanian spesifik lokasi pada berbagai kondisi sosial, ekonomi, budaya, dan kelembagaan setempat untuk menghasilkan model-model pengembangan dan paket teknologi pertanian.
6
13) Penerapan Teknologi Pertanian adalah kegiatan pemanfaatan model-model pengembangan dan paket teknologi pertanian oleh masyarakat pengguna secara luas untuk meningkatkan pembangunan pertanian.
14) Pengguna Teknologi adalah swasta/pelaku agribisnis, pengambil kebijakan/birokrat, akademis/ilmuwan, penyuluh, petani, dan masyarakat umum.
15) Teknologi Pertanian adalah cara atau metode serta proses atau produk pertanian yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatanberbagai disipiln ilmu pengetahuan yang
menghasilkan nilai bagipemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan meningkatkan mutukehidupan manusia.
2.2. Konsep Model
Istlilah “model” dalam program pengembagan pertanian perdesaan melalui inovasi yang disingkat m-P3MI merupakan kegiatan yang berada dalam koridor Tupoksi Badan Litbang Pertanian sesuai Kepres No. 177/2000 dan Kepmentan No. 01/Kpts/OT.210/2001.
Fokus kegiatan m-P3MI tetap pada model percontohan, yang pelaksanaan kegiatan lebih diarahkan pada perluasan jangkauan penggunaan inovasi. Model yang dibangun merupakan unit percontohan penggunaan inovasi yang menyediakan pilihan solusi terbaik terhadap pemecahan masalah peningkatan produksi pertanian. Pelaksanaan kegiatan berbasis agroekosistem atau berbasis komoditas unggulan di perdesaan.
Wujud model yang dibangun adalah visualisasi atau peragaan dari inovasi yang akan dikembangkan secara luas. Tampilan model berbentuk unit percontohanberskala pengembangan berwawasan agribisnis. Model bersifat dinamis dalam arti pemodelan mengikuti dinamika perkembangan kebijakan inovasi, mengakomodasi peluang penggunaan input atau proses yang berpengaruh pada output.
Muatan pertanian perdesaan dalam model ini memiliki konteks penyebarluasan inovasi yang berorientasi pada suatu kawasan seragam secara bio-fisik dan sosial ekonomi, serta
7
secara komparatif memiliki keunggulan sumberdaya alam. Unit Percontohan dilaksanakan berbasis inovasi pertanian yang memiliki perspektif pengembangan agribisnis.
Inovasi pertanian dalam unit percontohan merupakan
teknologi dan kelembagaan agribisnis unggul hasil temuan atau ciptaan Badan Litbang Pertanian. m-P3MI merupakan wahana untuk mengintroduksikan, memperluas penerapan teknologi pertanian dan kelembagaan unggul yang dihasilkan Badan Litbang Pertanian.
Inovasi teknologi yang dikaji dalam unit percontohan
m-P3MI merupakan teknologi matang dan siap digunakan pada skala pengembangan, serta mempunyai potensi pemberian dampak terhadap penggunaan sumberdaya yang lebih optimal untuk memaksimumkan pendapatan petani di perdesaan.
Kriteria teknologi matang yang diujicobakan adalah sebagai berikut:
a) Mampu menyelesaikan masalah teknis penting di wilayah
tersebut. Sebuah masalah dianggap penting apabila
terjadi secara meluas, memiliki dampak yang besar
terhadap potensi penurunan produksi, memiliki dampak
social ekonomi yang negatif.
b) Membantu petani untuk memenuhi permintaan pasar.
c) Terbkti bias diadaptasikan secara lokal dan dapat
diadaptasikan pada kondisi lingkungan, bio-fisik tertentu,
sosial ekonomi dan budaya setempat.
d) Teknologi tersebut memiliki dampak signifikan terhadap
peningkatan mata pencaharian keluarga petani dan
masyarakat di sekitarnya. Dampak-dampak signifikan yang
dimaksud meliputi peningkatan profitabilitas usaha petani,
mengurangi resiko ekonomi dan meningkatkan daya saing
rantai pasok (suplay chain).
e) Input (fisik dan jasa) yang dibutuhkan untuk menerapkan
teknologi tersebut tersedia secara lokal dan terjangkau
oleh para petani.
8
2.3. Strategi Pelaksanaan Model
1) m-P3MI merupakan suatu program pengembangan model
pengembangan pertanian perdesaan melalui inovasi dalam
kawasan spesifik lokasi berbasis sumberdaya lokal dengan
pendekatan agribisnis.
2) m-P3MI dilaksanakan secara partisipatif dengan
perencanaan dari bawah melalui pemberdayaan
masyarakat petani.
3) Pemilihan komoditas dan inovasi teknologi yang
dikembangkan ditentukan dan dibangun oleh masyarakat
secara musyawarah, berdasarkan potensi dan pasar, serta
berbasis pada masalah pengembangannya.
4) Dukungan infrastruktur pertanian menjadi prasyarat utama
dalam pengembangan m-P3MI dan menjadi
tanggungjawab pemerintah daerah/Dinas terkait/
kelompok tani dan petani.
5) Bantuan input produksi hanya diberikan pada tahap awal
pelaksanaan penerapan teknologi, dinilai sebagai pinjaman
yang harus dikembalikan untuk digunakan sebagai modal
bergulir kelompok.
9
III. RANCANGAN MODEL
3.1. Inisiasi Model
A. Penentuan Lokasi
Dari sisi agroekosistem, m-P3MI dilakukan pada dua
agroekosistem, yaitu lahan sawah dan lahan kering. Dari sisi basis
komoditas di fokuskan pada komoditas pangan, hortikultura,
perkebunan, dan peternakan. Pemilihan lokasi sangat menentukan
keberlangsungan kegiatan m-P3MI. Lokasi yang dipilih harus
memenuhi criteria yang tepat sebagai prasyarat untuk mendorong
keberhasilan dan pencapaian tujuan. Kriteria pemilihan lokasi dan
Poktan/Gapoktan Sbb:
1) Sentra produksi atau kawasan prioritas pengembangan
komoditas oleh pemda setempat. Atau lokasi dipilih pada lokasi
yang sebelumnya sudah ada kegiatan sinergi antara berbagai
program kementrian pertanian seperti Primatani, PUAP, SLPTT,
PSDSK, P2KH, FEATI, LM3, P4MI.
2) m-P3MI bisa ditempatkan di salah satu lokasi penyelenggaraan
program strategis yang memiliki perspektif pengembangan ke
depan.
3) Lokasi m-P3MI harus strategis, baik dari aspek jarak mapupun
aksesibilitas, mudah dijangkau sehingga mudah melakukan
advokasi kepada Pemda, asosiasi petani, LSM, Perguruan Tinggi,
perusahaan swasta, pemerintah kecamatan dan desa.
4) Poktan/Gapoktan yang akan melaksanakan percontohan, dipilih
dari poktan/Gapoktan yang sudah atau sedang melaksanakan
program Pemda, atau program lainnya.
B. Identifikasi Masalah 1) Keragaan data bio-fisik dan ekonomi: topografi, sumber air
permukaan, pola curah hujan, jenis lahan atau tanah. Data
sosial ekonomi seperti akses transportasi, struktur keluarga
10
petani, struktur penguasaan lahan pertanian, jenis usahatani
yang dikelola, penerapan teknologi, pemasaran hasil,
pendapatan usahatani, jenis agribisnis usahatani, bentuk usaha,
skala usaha, tkerjasama bisnis.
2) Keragaan existing teknologi: (teknologi Budidaya tanaman dan
ternak, pola tanam dan pola usahatani yang dilakukan petani).
3) Keragaan existing produktivitas usahatani yang dilakukan
petani, pendapatan petani, sumber pendapatan petani.
4) Keragaan existing kelembagaan kelompok tani, kelembagaan
pasar sarana produksi, kelembagaan pasar hasil pertanian dan
kelembagaan kredit pertanian, sumber permodalan,
kelembagaan permodalan usahatani.
5) Potensi, masalah dan peluangan pengembangan pertanian.
Potensi meliputi keunggulan dilakukan intensifikasi, diversifikasi
produk atau usaha, dan integrasi dengan usaha lain. Peluang
adalah kemungkinan untuk menambah skala usaha akibat dari
adanya peluang pasar atau permintaan, termasuk masalah
teknis dan ekonomis.
C. Perancangan Model Perancangan model didasarkan pada hasil identifikasi potensi,
masalah dan peluang pengembangan pertanian. Orientasi
perancangan model berbasis komoditas unggulan.
1) Pada m-P3MI yang berbasis budidaya tanaman, penyusunan
model diawali dengan pola tanam termasuk peningkatan IP.
2) Inovasi yang perlu diperkenalkan mencakup inovasi teknologi dan
kelembagaan.
3) Pada m-P3MI berbasis integrasi tanaman ternak, yaitu
bermuatan teknologi dan kelembagaan. Kegiatan integrasi bahwa
inovasi teknologi diarahkan pada upaya mengoptimalkan
sumberdaya petani.
4) Inovasi kelembagaan lebih diarahkan pada aspek pemberdayaan
poktan dan atau Gapoktan, kelembagaan pasar input/output dan
permodalan usaha dan kemitraan dengan pihak lain.
11
5) Pada saat mendisain model melibatkan berbagai pihak terkait,
meliputi petani/ kontak tani, pemda dan pihak lain yang
berkepentingan yang mampu menunjang usaha agribinis
perdesaan. Sumber teknologi dengan memanfaatkan hasil
penelitian, pengkajian atau lembaga lain di luar Badan Litbang
Pertanian.
D. Implementasi Model
Disain atau rancangan m-P3MI yang telah memperoleh
dukungan berbagai pihak (kelompok tani, pengusaha, pelaku
agribisnis, dan stakeholder pemerintah daerah) melalui
koordinasi, sosialisasi dan integrasi program yang telah menjadi
kesepakatan bersama, selanjutnya diimplementasikan di
lapangan dalam bentuk unit percontohan yang berskala
pengembangan dan berwawasan agribisnis.
Skala pengembangan disesuaikan dengan basis komoditas
yang diusahakan. Skala percontohan bertujuan agar pihak
pengguna/stakeholder yakin bahwa teknologi tersebut mampu
beradaptasi baik terhadap lingkungan bio-fisik dan sosial
ekonomi.
Terdapat dua kondisi yang harus dipenuhi agar spekctruk
diseminasi teknologi yang diujicobakan semakin luas, sebagai berikut:
Pertama, teknologi yang diseminasikan harus kompetibel
dengan permasalahan petani yang sedang dihadapi, atau teknologi
yang diimplementasikan merupakan teknologi yang mampu
memecahkan permasalahan petani. Disamping itu teknologi harus
bersifat tepat guna, menguntungkan, sesuai kebutuhan, tidak rumit,
hasil nyata, biaya murah dan teruji.
Kedua, untuk menjamin tingginya efektifitas adopsi, khususnya
bagi petani dengan pengetahuan yang relatif rendah, adalah melalui
peragaan langsung di lapang menggunakan percontohan dengan
skala pengembangan.
12
Perluasan spektrum diseminasi suatu teknologi dapat
menggunakan berbagai agen tau media. Agen yang dapat digunakan
adalah agen yang bersifat formal dan atau informal. Agen formal
meliputi para PPL yang ada disetiap desa, tenaga teknisi kontrakan
dari propinsi, tenaga penyuluh dari propinsi, tenaga penyuluh
perusahaan swasta, dan lainnya.
Agen informal adalah petani, kontak tani, petani inovatif, tokoh
agama, tokoh masyarakat, orang yang berpengaruh di desa,
kecamatan atau kabupaten, lembaga swadaya atau perkumpulan
yang ada di desa, seperti kelompok arisan, pengajian dan
perkumpulan lainnya. Media yang dapat digunakan adalah media
tercetak dan elektronik.
Perluasan spectrum percepatan adopsi inovasi teknologi dapat
dilakukan melalui petani dan atau kontak tani, dengan menggunakan
pendekatan Farmer Empowerment Through Agricultural and
Teknology Information (FEATI). Penekatan ini melalui pemberdayaan
petani khususnya petani kooperator pelaksana percontohan, sehingga
mereka mampu menjadi pnyuluh swadaya di lingkungannya. Melalui
pemberdayaan akan mampu mencetak petani menjadi penyuluh
swadaya, mampu menyebarkan inovasi teknologi kepada petani lain
di desanya, luar desa dan luar kecamatan yang berjalan secara
konsisten, bertahap dan alami.
Tujuan menggunakan berbagai channel diseminasi adalah agar
diseminasi teknologi kepada pengguna dapat dipercepat. Percepatan
adopsi suatu teknologi dicirikan oleh dua hal yaitu; percepatan atau
perpendekan waktu adopsi, perluasan jangkauan adopsi atau
perbanyakan adopter atau kombinasi antara keduanya.
Praktek penyebaran informasi melalui multi channel sudah
berlangsung di tingkat lapang. Salah satunya seperti ditampilkan
dalam Gambar 1, merupakan hasil pengkajian pada kegiatan m-P3MI
yang dilakukan pada tahun 2012 di kabupaten Lombok Tengah, Nusa
Tenggara barat.
Selama dilakukan kegiatan m-P3MI yang dirancang oleh BPTP,
dibutuhkan dukungandan peran aktif Pemda setempat, swasta,
13
petani, kelompok tani dan Gapoktan, dukungan dari Badan Litbang
Pertanian, Perguruan Tinggi dan Praktisi Pertanian, sampai
terwujudnya model pengembangan pertanian perdesaan
berwawasan agribisnis.
Gambar 1. Model percepatan difusi dan adopsi teknologi pertanian
melalui usaha agribisnis pada kegiatan m-P3MI di kabupaten Lombok Tengah
14
E. Pengawalan Teknologi Pengawalan teknologi dilakukan pada tahap pelaksanaan dan
pengembangan model di tingkat lapang. Pelaksanaan dan
pengembangan model disesuaikan dengan kondisi bio-fisik dan sosial
ekonomi petani dan lingkungan pasar. Model yang dikembangkan dan
dilaksanakan sudah merupakan hasil kesepakatan dengan petani dan
kelompok tani/Gapoktan.
Pengawalan teknologi usahatani tanaman pangan, perkebunan
dan peternakan di lokasi kegiatan merupakan suatu model yang
dibangun berbasis usaha agribisnis. Pengawalan teknologi dilakukan
di dua lokasi agroekosistem, yaitu pada agroekosistem lahan sawah
di kecamatan Praya Barat, kabupaten Lombok Tengah dengan
melakukan pengawalan teknologi sistem tanam legowo, teknologi
perbenihan padi, dan pengolahan hasil gabah menjadi beras.
Kegiatan agribisnis tersebut telah dilakukan kelompok tani/Gapoktan
di desa Setanggor dan Tanak Rarang kecamatan Praya Barat
kabupaten Lombok Tengah.
15
Pengawalan teknologi pada agroekosistem lahan kering yang
merupakan pengembangan model pada lahan kering berbasis
usahatani jagung. Beberapa teknologi unggulan Badan Litabng
Pertanian akan dikembangkan di pertanian lahan kering seperti
penggunaan varietas jagung komposit yang tahan terhadap
kekeringan. Selain itu, dilakukan pendampingan teknologi jagung
dalam pemanfaatan dan efesiensi penggunaan sumberdaya air sumur
bor pada MK I dan MK II guna meningkatkan indeks pertanaman.
Disamping pengawalan teknologi dan pengembangan model,
secara simultan juga dilakukan promosi, advokasi kepada berbagai
pihak termasuk pemerintah daerah, lembaga penyuluhan, pengusaha
swasta, pedagang, kios sarana produksi, pemerintahan desa dan
kecamatan.
Tahapan kegiatan pengembangan model percontohan meliputi:
1. Melakukan identifikasi komoditas unggulan yang dipilih dengan
cara mempersempit terjadinya yield gap melalui peningkatan
produktivitas, penurunan biaya dan peningkatan efesiensi
penggunaan sumberdaya per satuan luas serta komoditas
terpilih berpeluang untuk dipasarkan.
2. Melakukan identifikasi peningkatan indeks pertanaman (IP)
untuk tanaman semusim dan atau meningkatkan nilai tambah
produk yang dihasilkan melalui teknologi pasca panen.
16
3. Optimalisasi penggunaan sumberdaya pertanian yang dimiliki
petani, dengan integrasi dengan usaha lainnya yang
memungkinkan secara bio-fisik dan sosial ekonomi.
4. Melakukan pemberdayaan kelembagaan tani untuk mendukung
usaha agribisnis meliputi: pemberdayaan kelompok
tani/Gapoktan, kelembagaan input, kelembagaan permodalan
melalui penumbuhan permodalan kelompok, usaha perbenihan,
kelembagaan pasar output (kelompok menjual hasil secara
bersama-sama/ kolektif), isiasi kemitraan dengan pihak lain
(kemitraan penyediaan modal dan sarana produksi serta
kemitraan pemasaran hasil).
5. Promosi dan advokasi. Untuk meningkatkan dan memperluas
spectrum diseminasi teknologi dilakukan pada skala
percontohan di kelompok tani/Gapoktan perlu dilakukan melalui
promosi dan advokasi.
6. Time Frame untuk mendapatakan model pengembangan
teknologi berwawasan agribisnis dapat dilakukan dalam jangka
waktu menengah (3 tahun) hingga jangka panjang (5 tahun).
Time Frame sangat tergantung pada jenis komoditas unggulan
yang akan dikembangkan.
F. Pengembangan Kemitraan
Kegiatan promosi dan advokasi merupakan bagian dari kegiatan
pengembangan kemitraan dalam usaha agribisnis. Kegiatan advokasi
sangat penting dilakukan sebagai upaya promosi kegiatan kepada
pengguna maupun kepada pemangku kepentingan di daerah,
meliputi pemerintah daerah (Bapeda, Bakorluh, Dinas Pertanian,
Dinas Peternakan, Badan Ketahanan Pangan, BP4K, BP3K),
Perguruan Tinggi, LSM, Perusahaan swasta/BUMN, Pengusaha benih,
Penangkar benih, Pedagang hasil, kios sarana produksi, koperasi, dll.
Pengembangan kemitraan agribisnis dapat dilakukan dengan berbagai channel sehingga akan mendukung percepatan pengembangan model (Gambar 2). Pengembangan kemitraan dan
percepatan pengembangan model melalui berbagai channel dengan
17
konsep Spectrum Diseminasi Multi Channel (SDMC) merupakan kegiatan yang dilakukan secara integrasi dan bersamaan. Pendekatan ini akan mempercepat proses diseminasi dan usaha agribisnis.
Gambar 2. Model percepatan diseminasi inovasi melalui SDMC dalam
pendampingan kelembagaan petani dalam usaha agribisnis perbenian padi di kabupaten Lombok Tengah.
18
IV. ORGANISASI PELAKSANA
m-P3MI merupakan program berbasis agroekosistem bersifat
lintas institusi lingkup Kementrian Pertanian mulai dari Pusat
sampai daerah sehingga organisasi pelaksanaan juga bersifat
lintas institusi.
A. Tim Pengarah
Ketua : Menteri Pertanian
Anggota : Sekretaris Jenderal, Inspektur Jenderal/ Kepala
Badan Lingkup Kemtan, Kepala Biro Perencanaan
dan Keuangan Kemtan.
B. Tim Pembina
Ketua : Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian
Sekretaris : Sekretaris Badan Litbang Pertanian, Kepala Balai
BesarPengkajian dan Pengembangan
Teknologi Pertanian.
Anggota : Kepala Puslitbang Tanaman Pangan,
Kepala Puslitbang Hortikultura,
Kepala Puslitbang Perkebunan,
Kepala Puslitbang Peternakan, Kepala BBSDLP,
Kepala PSEKP, Kepala BB Mektan, Kepala Pustaka,
Kepala BB Biogen, Kepala BB Pasca Panen.
19
C. Tim Pelaksana
Ketua : Kepala Balai Besar Pengkajian dan
Pengembangan Teknologi Pertanian
Sekretaris : Ketau Program dan Evaluasi BBP2TP
Anggota : Kepala BPTP Instansi Terkait: Dinas Lingkup
Pertanian Terkait Kabupaten, BAPPELUH,
BP4K, BAPPEDA, BP3K, Pengusaha Swasta/
BUMN, Pengusaha Lokal, Kelompok Tani/
Gapoktan, Kepala Desa, Camat.
20
V. DAFTAR PUSTAKA
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2005. Pedoman
Umum Primatani. 2005. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. Republik Indonesia.
Hendaya R., A. Jauhari, Enrico S., A. Gozali, dan Sad Hutomo. 2009. Desain Model Percepatan Adopsi Inovasi Teknologi Program Unggulan Badan Litbang Pertanian. Laporan Penelitian SINTA 2009. Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian.
Simatupang P. 2004. Primatani Sebagai Langkah Awal Pengembangan Sistem dan Usaha Agribisnis Industrial. Analisis Kebijakan Pertanian. Volume 2 No. 3 September 2004: 209 – 225.
Bulu Y. G., Ketut Puspadi, Srihastuti, dan Kukuh Wahyu. 2012. Laporan Penelitian Model Pengembangan Pertanian Perdesaan Melalui Inovasi (M-P3MI) Berbasis Usaha Agribisnis di Nusa
Tenggara Barat, 2012. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Nusa Tenggara Barat.
21
LAMPIRAN-LAMPIRAN
TEKNIK BUDIDAYA PADI DAN PENGELOLAAN PRODUKSI BENIH PADI
Pengembangan usaha perbenihan padi terus dilakukan, baik
kegiatan di Kebun BPTP-NTB maupun kerjasama dengan
penangkaran benih yang dilaksanakan di lahan petani. Seiring
dengan tuntutan kebutuhan petani akan mendapatkan benih yang
berkualitas demi peningkatan hasil usahatani khususnya tanaman
padi. Untuk peningkatan produksi padi, banyak cara yang bisa
dilakukan antara lain; 1) peningkatan populasi tanaman, 2)
penggunaan pupuk berimbang, 3) pengendalian hama terpadu.
1. Persiapan Lahan
Hal- hal yang perlu diperhatikan untuk kegiatan persiapan lahan
antara lain; 1) bekas tanaman sebelumnya harus dibersihkan dari
petakan sawah terutama biji padi yang tersisa kemungkinan
tumbuh dan tercampur dengan yang baru. 2) pengendalian gulma
dengan cara pengolahan tanah dilakukan secara sempurna yakni
olah pertama dan kedua dilakukan dalam waktu minimal 7 hari. 3)
diharapkan tumpukan jerami yang ada di kembalikan kelahan
dengan cara disebar merata keseluruh petakan.
2. Persiapan benih
Untuk lahan seluas 1 Ha, benih padi yang diperlukan kisaran
antara 20– 30 kg.
Benih yang digunakan adalah yang berkualitas dan berlabel yakni
kelas FS, SS, dan ES. Persentase tumbuh benih minimal 95 atau
maksimal 98 persen. Sebelum benih disemai terlebih dahulu
dilakukan seed treatmen berupa Cruiser 350 FS dengan dosis 4 ml
berbanding 1 kg benih padi kemudian di kering anginkan selama
24 - 48 jam.
22
3. Persemaian padi
Pembuatan bedengan persemaian dengan lebar 1 meter dan
panjang tergantung kondisi dilapangan. Tinggi bedengan 10 - 20
cm, Sekeliling bedengan dibuatkan draenase agar memudahkan
keluar masuknya air Persemaian dipupuk pada umur 7 HSS cukup
dengan Phonska dengan dosis 100 grm/meter persegi.
Pemantauan hama penyakit dilakukan saat persemaian diatas 7
HSS dan sehari sebelum benih /bibit dicabut perlu pemantauan
hama dan bila terdapat gejala perlu dilakukan penyemprotan
artinya pengendalian dini. Umur benih/bibit paling telat 21 HSS,
melebihi anakan kurang
4. Pengolahan tanah
Olah tanah dengan menggunakan traktor yang sudah biasa
dilakukan petani: yakni pembalikan tanah yang pertama,
kemudian diikuti olah tanah kedua dengan interval 7 hari
dimaksudkan agar daun gulma mengalami pelayuan termasuk
akar menjadi mati. Untuk menekan gulma agar tidak bekembang
lebih cepat maka perlu dilakukan pengendalian gulma dengan
menggunakan herbisida seperti Logran dengan dosis 15 gr/Ha
atau Roundup + Gromoxone dengan takaran 1- 2 ltr /Ha.
5. Penanaman
Setelah benih padi menjadi bibit, dan sebelum ditanam di petakan
sawah sebaiknya dicaplak terlebih dahulu dengan ukuran mata
caplak 20 cm. Tanaman teratur tentunya memudahkan untuk
pengawasan terutama adanya serangan hama dan penyakit pada
tanaman padi. Tanam dengan cara Legowo 2 : 1 atau 4 : 1 sudah
biasa dilakukan dan tidak mengurangi populasi.
6. Pemupukan
Pemberian pupuk berimbang pada tanaman padi sangat penting
karena sebagai perkembangan akar, batang kokoh, pertumbuhan
vegetatifnya akan lebih cepat dan daya simpan gabah padi.
Pertumbuhan tanaman yang baik akan memberikan hasil panen
23
yang diharapkan. Untuk tanaman padi pemberian pupuk pertama
yakni pada umur (0 - 7 hari setelah tumbuh} kebutuhan 50 kg
KCl +100 kg SP-36 + 100 kg Urea ( rekomendasi ) atau 50 kg Za
+ 50kg SP-36 + 50 kg Urea, 120 kg/Ha Ponska.
Pemberian pupuk ke dua (28 HST) dengan kebutuhan 100 kg
Urea (rekomondasi), atau 100 kgUrea + 120 kg /Ha phonska.
Pemberian pupuk ke tiga (42 HST) dengan kebutuhan 100 kg Urea
(rekomendasi) dan 120 kg ponska. Selain pupu makro yang tertera
diatas pupuk mikro{ pengatur tumbuh seperti: Score, disemprotkan
lewat dan pada umur 45 hari dan diikuti pada saat umur 50 persen
keluar malai. Vicrow disemprotkan pada umur 2 dan 4 minggu
stelah tanam pindah.
7. Penyiangan dan pembumbunan
Penyiangan pertama dan pembumbunan dilakukan 15 - 20 HST
(sebelum pemupukan II), penyiangan dilakukan dengan
menggunakan kiskis. Penyiangan bisa saja mengalami perubahan
waktu tergantung kondisi dilapangan. Penyiangan ke dua
dilakukan pada umur 30-35 HST (sebelum pemupukan III) dengan
menggunakan kiskis. Penyiangan juga dapat dilakukan dengan
menggunakan herbisida sejenis Lindomin yang selektif dengan
takaran 1-2 liter /Ha
8. Pengendalian hama dan penyakit
Seperti tanaman lainnya, tanaman padi saat dipersemaian sudah
mulai diserang hama-hama. Hama – hama tersebut antara lain;
wereng coklat, wereng hijau, kupu hama palsu. Saat setelah bibit
dipetakan sawah antara lain: wereng coklat, wereng hijau, kupu
hama palsu, blas batang, blas leher, walang sangit, burung pipit.
Selain itu penyakit pada tanaman padi yakni Tungro akibatnya
tanaman bergelombang dan kerdil kemerahan. Untuk serangan
hama-hama tersebut diatas biasanya dikendalikan dengan
insektisda sejenis Comfidor WP, Compidor Ultra, Spontan,
Virtako,Filia, amistartop, Matador dll, sedangkan untuk penyakit
seperti Tungro bisa dikendalikan dengan Cruiser 350 FS melalui
24
seed treatmen sebelum benih disemai. Hawar daun, busuk daun
juga dilami pada tanaman padi setelah umur diatas 40 HST,
tertutama kena hujan dimalam hari atau angin kencang
mengalami kemerahan dapat dikendalikan dengan pungisida atau
bakterisida seperti Nativo, batocyn dan punisida lainnya.
9. Panen
Padi di panen saat malai gabah padi sudah kuning sekitar 85
persen atau masak fisiologi sesuai Deskripsi berdasarkan umur
varietas padi, sebelum dipanen terlebih dahulu dilakukan rouging
dan memperhatikan keseragaman tanaman. Tanaman yang
menyimpang harus disingkirkan atau ditaru pada tempat yang
berlainan. Alat panen sepeti terval dan lainnya harus steril dengan
campuran varietas lain.
10. Prosessing padi setelah dipanen
Setelah padi dipanen, tahapan proses kegiatan terus berlangsung
diantaranya pengeringan, pengemasan dan penyimpanan. Pada
setiap proses kegiatan kemungkinan terjadi penyusutan baik
kualitas maupun kuantitas yang diakibatkan oleh keterlambatan
atau penundaan, kesalahan penanganan.
11. Pengeringan
Setelah padi di panen, pengeringan perlu dilakukan agar
kandungan kadar air dalam gabah padi berkurang. Tingkat kadar
air semakin rendah otmatis daya simpan gabah semakin lama
daya tahannya. Kadar air untuk benih sampai 10 persen.
Penggunaan terval atau lantai semen sebagai media pengeringan
sangat sesuai karena prosesnya lebih cepat dibandingkan dengan
yang lainnya. Bila suhu udara dan penyinaran matahari berjalan
dengan normal kegiatan pengeringan paling cepat 2 hari atau
hanya paling lambat 3 hari.
25
12. Pemisahan gabah padi dari Kotoran lainnya
Setelah gabah padi telah kering dan tingkat kadar air suda sampai yang telah ditentukan prses selnjutnya adalah gabah dimasukan dalam karung. Kemudian gabah dikipas apa dengan mesin alat kipas lain bisa digunakan.
13. Pengemasan dan Penyimpanan
Untuk pengemasan benih padi sudah biasa dilakukan yakni kantong plastic ukuran 10 kg, kemudian benih tersebut disusun diatas alas dari kayu/papan.
26
BUDIDAYA JAGUNG DAN PROSES PRODUKSI BENIH JAGUNG Pendahuluan Penempatan lokasi untuk produksi benih suatu varietas harus
terisolasi, jarak dengan lokasi varietas lain yang umur berbunganya
bersamaan minimal 300 m dan perlu diperhatikan arah angin, atau
dapat dilakukan isolasi waktu minimal selang 21 hari hal ini untuk
mencegah terjadinya persilangan dengan varietas lain
(Subachtirudin).
1. Persiapan lahan
Untuk lahan berigasi biasanya penanaman jagung dilakukan pada
kegiatan MK I atau MK II setelah ditanami padi, sedangkan untuk
lahan kering dilakukan penanaman pada kegiatan musim tanam MH.
Bila gulma/rumput dihawatirkan menganggu pertumbuhan tanaman
jagung maka dilakukan penyemprotan pra-tumbuh yakni herbisida
agar rumput bisa ditekan dengan menggunakan herbisida Roundup
+ Gromoxone 276 SL, atau Calaris 550 SC, atau Paracol 250 /180
SL/ dengan takaran 1,5 – 2 liter /Ha. Untuk itu petani dapat memilih
jenis herbisida yang ampuh dan dapat mengatasi rumput dengan
baik.
Untuk lahan bekas tanaman padi diharapkan jerami yang dihasilkan
dikembalikan sebagai mulsa untuk menutup tanah dalam jangka
pendek, jangka menengah akan diserap taaman sebagai hara
(pupuk) setelah jerami mengalami pelapukan ,dan jangka panjang
memperbaiki struktur tanah. Struktur tanah yang baik mempermudah
penyerapan hara oleh tanaman disaat diberikan pupuk terhadap
tanaman baik pupuk organik maupun an-organik.
Petakan sawah berigasi / jenuh air perlu dibuatkan parit pada
sekeliling petakan dimaksudkan untuk memudahkan pengaturan
masuk keluar air dalam petakan, demikian juga pada setiap 4- 5
meter pembuatan draenase/selokan melintang timur-barat perlu
dilakukan agar petakan tidak menggenang air/becek. Genangan
air/becek secara terus menerus akan mengakibatkan benih jagung
27
menjadi busuk an tidak dapat tumbuh. Draenase/ selokan dibuat
sedalam 20-30 cm dan lebar 20 cm/selebar mata cangkul.
2. Penyiapan benih
Untuk lahan seluas 1 Ha, benih jagung yang diperlukan kisaran
antara 15 – 20 bila 1 biji /lubang, dan 20 -25 kg bila 1-2 biji/lubang
tergantung besar kecil biji yang akan ditanam. Sebelum benih
ditanam terlebih dahulu dilakukan seed treatmen berupa penggunaan
saromildengan cara dilarutkan dalam air kemudian dicampurkan
dengan benih jagung.
3. Penanaman
Sebelum penanaman terlebih dahulu dilakukan plotting dengan
menggunakan ajir bambu yang jarak tanaman telah ditentukan. Ajir
untuk barisan tanaman dipasang ditepi bagian timur dan barat
petakan sawah dengan cara ajir ditancapkan setiap 75 cm,
sedangkan pada setiap 20 cm diberi tanda dengan cara tali rafiah
dililitkan pada tali nilon sebagai tanda jarak tanam dalam barisan.
Penanaman dilakukan dengan cara ditugal sedalam 5 cm, tiap lubang
tanaman diberikan 1-2 biji /lubang. Setelah dilakukan penanaman
perlu ditutup tanah atau kompos/pupuk kandang sekitar 1.500 kg Ha.
4. Pemupukan
Pemberian pupuk pertama (7-10 hari setelah tumbuh) kebutuhan 50
kg ZA + 50 kg Urea + 200 kg + SP-36 + 100 kg KCl (Zubachtirudin)
atau 50 kg Za + 100 kg + SP-36 + 200 kg/Ha Pelangi atau 50 kg Za
+ 50 kg SP-36 + 200 kg/Ha Phonska dan dibuatkan lubang dengan
cara ditugal disamping tanaman sekitar 7-10 cm kemudian ditutup
dengan tanah.
Pemberian pupuk ke dua (25 - 30) HST dengan kebutuhan 150 kg
Urea/Ha atau 250 kg/Ha Pelangi atau 200 kg/Ha phonska yang
diberikan dalam lubang yang dibuat 10 -15 cm dari tanaman dan
diutup dengan tanah.
Pemberian pupuk ke tiga (40 - 45) HST dengan kebutuhan 100 kg
Urea yang diberi, sedangkan pemupukan ketiga tidak perlu dilakukan,
28
namun demikian tanaman pertumbuhan yang tidak sempuna perlu
dilakukankan dan dibuat lubang dengan ditugal 10 – 15 cm disamping
tanaman dan ditutup dengan tanah. Kebutuhan pupuk tersebut diatas
dibuat beberapa opsi yang akan digunakan petani dilapangan
nantinya setelah kegiatan berjalan dengan pertimbangan variasi jenis
pupuk yang ada dilokasi. Opsi penggunaan pupuk hasil penelitian
dan opsi lain berdasarkan pengalaman.
5. Penyiangan dan pembumbunan
Penyiangan pertama dan pembumbunan dilakukan 15 - 20 HST
(sebelum pemupukan II), penyiangan dilakukan dengan
menggunakan cangkul dan dilanjutkan dengan pembumbunan
tanaman tumbuh dengan kokoh. Penyiangan bisa saja mengalami
perubahan waktu tergantung kondisi dilapangan.
Penyiangan ke dua dilakukan pada umur 30 - 35 HST (sebelum
pemupukan III) dengan menggunakan cangkul dan sekaligus
membuat guludan agar tanaman dapat tumbuh lebih kokoh.
Penyiangan juga dapat dilakukan dengan mengunakan herbisida
Paraquat dengan takaran 1-2 liter /Ha
6. Pengendalian hama dan penyakit
Seperti tanaman lainnya, mulai keluar pucuk tanaman jagung sudah
mulai diserang hama-hama seperti; lalat bibit, penggerek pucuk, kutu
daun, wereng hijau, dan ulat jengkal/heliotis selain itu penyakit pada
tanaman jagung seperti hawar dn,karat daun, bercak daun, bulai,
abusuk batang. Untuk serangan hama-hama biasanya dikendalikan
dengan insektisda Carbofuran, Matador, Comfidor WP, amistartop dll,
sedangkan untuk penyakit seperti bulai bisa dikendalikan dengan
Saromil melalui seed treatmen sebelum tanam.
7. Panen
Sama hal dengan tanaman padi, tanaman jagung juga perlu
perhatian khusus keseragamannya tinggi tanaman yang dominan
dan tanaman rendah/kerdil perlu disingkirkan dengan cara dicabut.
Tanaman jagung Srikandi kuning dipanen saat masak fisiologi pada
29
umur tanaman 105 - 110 HST. Sebelum dipanen tanaman jagung
bagian atas tongkol di pangkas kemudian dikupas langsung/buka
klobotnya dipetakan lahan/sawah terutama dimusim hujan hal ini
dilakukan agar menghindari kadar air yang tinggi akibat hujan terus
menerus klobot menjadi jamuran sekaligus mempengruhi kualitas
jagung itu sendiri, kemudian dibiarkan sampai 7 hari asalkan jagung
dalam keadaan aman baru dipanen.
8. Prosessing setelah dipanen
Setelah jagung dipanen, tahapan proses kegiatan terus berlangsung
diantaranya pengeringan, pemipilan, sortasi, pengemasan dan
penyimpanan. Pada setiap proses kegiatan kemungkinan terjadi
penusutan baik kualitas maupun kuantitas yang diakibatkan oleh
keterlambatan atau penundaan, kesalahan penanganan.
9. Pengeringan
Jagung setelah dipanen terlebih dahulu dikeringkan dengan
menggunaka terval, bersamaan dengan itu kegiatan seleksi tongkol
mulai dilakukan. Tongkol jagung yang kena jamur mulai diambil untuk
pakan ternak demikian juga biji pada tongkol warna lain/varietas
yang berbeda, sehingga pengeringan selanjutnya harus dipisahkan
antara yang akan dijadikan benih dengan yang tidak digunakan.
Pengeringan kembali dilakukan setelah pemipilan dilakukan hingga
kadar air 10 persen.
10. Pemipilan
Setelah jagung mulai kering artinya kadar airnya mulai mengalami
penyusutan umtuk sementara jagung yang sudah dapat dipipil maka
tongkol bisa dimasukkan dalam karung plastic dan dimasukkan
dalam karung untuk diproses selanjutnya yakni sortasi biji, namun
demikian karung berisi jagung tersebut dalam keadaan karung berdiri
dan terbuka dan beralas kayu/papan dan tidak dengan semen. Untuk
saat ini pemipilan dilakukan dengan alat sederhana/manual sedang
alat mesin yang ada kurang baik untuk pemilan jagung karena
sebagian pecah pada bagian biji. Sebelum dilakukan pemipilan ujung
30
tongkol terutama biji kecll dipotong atau bila tidak dilakukan
pemotongan tongkol dilakukan pengaaan setelah dilakukan
pemipilan.
11. Pengemasan dan Penyimpanan
Untuk pengemasan benih sementara ini masih sedang dipelajari
kemasan pelastik yang digunakan balitsereal saat ini. Sedangkan
untuk kemasan penyimpanan bisa menggunakan kaleng/ jerigen
pelastik.