perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada orang tua

24
Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada orang tua ( geriatri ), menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada kelompok geriatri umumnya adalah tuli saraf, namun juga dapat berupa tuli konduktif atau tuli campur. 1 Istilah presbikusis atau presbiakusis, atau tuli pada orang tua diartikan sebagai gangguan pendengaran sensorineural pada individu yang lebih tua. Yang khas daripadanya, presbikusis menyebabkan gangguan pendengaran bilateral terhadap frekuensi tinggi yang diasosiasikan dengan kesulitan mendiskriminasikan kata-kata, dan juga gangguan terhadap pusat pengolah informasi pada saraf auditorik. Selain itu, bentuk lain dari presbikusis pernah dilaporkan. Hubungan antara usia yang lanjut dengan ketulian pada frekuensi yang tinggi pertama sekali dipaparkan oleh Zwaardemarker pada 1899. Sejak itu, penelitian lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui perubahan patologik yang terjadi pada presbikusis, tetapi mekanisme terjadinya masih belum diketahui. 2 Presbikusis merupakan masalah yang penting dalam masyarakat. Hal ini terjadi pada populasi lansia yang merupakan akibat dari penurunan fungsi yang berhubungan dengan usia. Sebagai tambahan, bertambahnya umur menyebabkan gangguan konsentrasi untuk mengingat memori sehingga terjadi kesulitan dalam memahami pembicaraan khususnya pada suasana

Upload: diskaastarini

Post on 19-Jan-2016

30 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

Perubahan patologik pada organ auditorik akibat proses degenerasi pada orang tua

( geriatri ), menyebabkan gangguan pendengaran. Jenis ketulian yang terjadi pada

kelompok geriatri umumnya adalah tuli saraf, namun juga dapat berupa tuli konduktif

atau tuli campur.1

Istilah presbikusis atau presbiakusis, atau tuli pada orang tua diartikan sebagai

gangguan pendengaran sensorineural pada individu yang lebih tua. Yang khas

daripadanya, presbikusis menyebabkan gangguan pendengaran bilateral terhadap

frekuensi tinggi yang diasosiasikan dengan kesulitan mendiskriminasikan kata-kata, dan

juga gangguan terhadap pusat pengolah informasi pada saraf auditorik. Selain itu, bentuk

lain dari presbikusis pernah dilaporkan. Hubungan antara usia yang lanjut dengan

ketulian pada frekuensi yang tinggi pertama sekali dipaparkan oleh Zwaardemarker pada

1899. Sejak itu, penelitian lebih lanjut dilakukan untuk mengetahui perubahan patologik

yang terjadi pada presbikusis, tetapi mekanisme terjadinya masih belum diketahui. 2

Presbikusis merupakan masalah yang penting dalam masyarakat. Hal ini terjadi

pada populasi lansia yang merupakan akibat dari penurunan fungsi yang berhubungan

dengan usia. Sebagai tambahan, bertambahnya umur menyebabkan gangguan konsentrasi

untuk mengingat memori sehingga terjadi kesulitan dalam memahami pembicaraan

khususnya pada suasana yang bising. Akhirnya, penurunan fungsi pendengaran ini akan

mengakibatkan isolasi dari sejumlah orang tua/lansia dengan cara membatasi penggunaan

telepon, menyebabkan mereka melepaskan kesempatan bersosialisasi seperti menghadiri

konser musik, kegiatan-kegiatan sosial, dan lain sebagainya.2

Yang paling mungkin terjadi pada usia lanjut, sehingga disebut tuli karena usia, adalah

hilangnya pendengaran akibat faktor ekstrinsik seperti bising atau ototoksisitas atau faktor

intrinsik seperti predisposisi genetik terhadap hilangnya pendengaran. Tuli pada pasien usia

lanjut dapat juga disebabkan oleh kombinasi faktor kausatif

Telinga berfungsi sebagai indra pendengaran. Adapun fisiologi pendengaran adalah sebagai berikut : Proses mendengar diawali dengan ditangkapnya energi bunyi oleh daun telinga dalam bentuk gelombang yang dialirkan melalui udara atau tulang ke koklea. Getaran tersebut menggetarkan membran timpani, diteruskan ke telinga tengah melalui rangkaian tulang pendengaran yang akan mengamplifikasikan getaran melalui

Page 2: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

daya ungkit tulang pendengaran dan perkalian perbandingan luas membran timpani dan tingkap lonjong. Energi getar yang telah diamplifikasikan ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan tingkap lonjong, sehingga perilimfa pada skala vestibuli bergerak. Getaran diteruskan melalui membran Reissner yang mendorong endolimfa, sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara membran basalis dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsang mekanik yang menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut, sehingga kanal ion terbuka dan terjadi pelepasan ion bermuatan listrik dari badan sel. Keadaan ini menimbulkan proses depolarisasi sel rambut , sehingga melepaskan neurotransmitter ke dalam sinaps yang akan menimbulkan potensial aksi pada saraf auditorius sampai ke korteks pendengaran ( area 39-40 ) di lobus temporalis.1

3. JENIS – JENIS KETULIAN PADA ORANG TUA

Tuli pada orang tua dibagi atas dua macam, yakni :

3.1 Tuli konduktif pada geriatri

Pada telinga luar dan telinga tengah proses degenerasi dapat menyebabkan perubahan atau kelainan berupa ,

a. berkurangnya elastisitas dan bertambah besarnya ukuran daun telinga ( pinna )

b. atrofi dan bertambah kakunya liang telinga

c. penumpukan serumen

d. membran timpani bertambah tebal dan kaku

e. kekauan sendi dan tulang-tulang pendengaran1

Pada geriatri, kelenjar-kelenjar serumen mengalami atrofi, sehingga produksi kelenjar serumen berkurang dan menyebabkan serumen menjadi lebih kering, sehingga sering terjadi gumpalan serumen ( serumen prop ) yang akan mengakibatkan tuli konduktif. Membran timpani yang bertambah kaku dan tebal juga akan menyebabkan gangguan konduksi, demikian pula halnya dengan kekauan yang terjadi pada persendian tulang-tulang pendengaran.1

3.2 Tuli Saraf pada Geriatri ( Presbikusis )

Presbikusis adalah tuli saraf sensori neural frekuensi tinggi, umumnya terjadi mulai usia 65 tahun, simetris kiri dan kanan. Presbikusis dapat mulai pada frekuensi 100 Hz atau lebih.1,4

4. ETIOLOGI

Page 3: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

Umumnya diketahui bahwa presbikusis merupakan akibat dari proses degenerasi. Diduga kejadian presbikusis mempunyai hubungan dengan faktor-faktor herediter, pola makanan, metabolisme, arteriosklerosis, infeksi, bising, gaya hidup atau bersifat multifaktor. Menurunnya fungsi pendengaran secara berangsur merupakan efek kumulatif dari pengaruh faktor-faktor tersebut diatas.1,5

Biasanya terjadi pada usia lebih dari 60 tahun. Progesifitas penurunan pendengaran dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin, pada laki-laki lebih cepat dibandingkan dengan perempuan.1

5. PATOFISIOLOGI

Proses degenerasi menyebabkan perubahan struktur koklea dan Nervus vestibulocochlearis ( VIII ). Pada koklea perubahan yang mencolok ialah atrofi dan degenerasi sel-sel rambut penunjang pada organ korti. Proses atrofi disertai dengan perubahan vaskuler juga terjadi pada stria vaskularis. Selain itu terdapat pula perubahan, berupa berkurangnya jumlah dan ukuran sel-sel ganglion dan saraf. Hal yang sama terjadi juga pada myelin akson saraf.2

Banyak peneliti menyelidiki penyebab dari ketulian ini. Crowe dan rekannya, Saxen, Gacek dan Schuknecht telah mempelajari perubahan histologik dari koklea pada telinga seseorang dengan presbikusis. Gacek dan Schucknecht mengidentifikasi 4 lokasi penuaan koklea dan membagi presbikusis menjadi 4 tipe berdasarkan lokasi tersebut. Perubahan histologik ini berhubungan dengan gejala yang timbul dan hasil pemeriksaan auditorik.2

Adapun keempat tipe dari prebikusis adalah sebagai berikut :

5.1 Presbikusis sensorik

Tipe ini menunjukkan atrofi dari epitel disertai hilangnya sel-sel rambut dan sel penyokong Organ Corti. Prosesnya berasal dari bagian basal koklea dan perlahan-lahan menjalar ke daerah apeks. Perubahan ini berhubungan dengan penurunan ambang frekuensi tinggi, yang dimulai setelah usia pertengahan. Secara histology, atrofi dapat terbatas hanya beberapa millimeter awal dari basal koklea. Proses berjalan dengan lambat. Beberapa teori mengatakan perubahan ini terjadi akibat akumulasi dari granul pigmen lipofusin.2

5.2 Presbikusis Neural

Tipe ini memperlihatkan atrofi dari sel-sel saraf di koklea dan jalur saraf pusat. Schuknecht memperkirakan adanya 2100 neuron yang hilang setiap dekadenya ( dari totalnya sebanyak 35000 ). Hilangnya neuron ini dimulai pada awal kehidupan dan mungkin diturunkan secara genetik. Efeknya tidak disadari sampai seseorang berumur lanjut sebab gejala tidak akan timbul sampai 90 % neuron akhirnya hilang. Atrofi terjadi mulai dari koklea, dengan bagian basilarnya sedikit lebih banyak terkena dibanding sisa dari bagian koklea lainnya. Tetapi,

Page 4: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

tidak didapati adanya penurunan ambang terhadap frekuensi tinggi bunyi. Keparahan tipe ini menyebabkan penurunan diskriminasi kata-kata yang secara klinik berhubungan dengan presbikusis neural dan dapat dijumpai sebelum terjadinya gangguan pendengaran.2

5.3 Presbikusis Metabolik

Kondisi ini dihasilkan dari atrofi stria vaskularis. Stria vaskularis

normalnya berfungsi menjaga keseimbangan bioelektrik dan kimiawi dan juga

keseimbangan metaboliK dari koklea. Atrofi dari stria ini menyebabkan hilangnya

pendengaran yang direpresentasikan melalui kurva pendengaran yang mendatar

( flat ) sebab seluruh koklea terpengaruh. Diskriminasi kata-kata dijumpai. Proses

ini berlangsung pada seseorang yang berusia 30-60 tahun. Berkembang dengan

lambat dan mungkin bersifat familial.2

5.4 Presbikusis Mekanik ( presbikusis konduktif koklear )

Kondisi ini disebabkan oleh penebalan dan kekakuan sekunder dari membran basilaris koklea. Terjadi perubahan gerakan mekanik dari duktus koklearis dan atrofi dari ligamentum spiralis. Berhubungan dengan tuli sensorineural yang berkembang sangat lambat.2

Perubahan histologik presbikusis jarang sekali ditemukan hanya pada satu area saja, karena perkembangan presbikusis melibatkan perbuahan simultan pada banyak tempat. Hal ini menjelaskan sulitnya menghubungan gejala klinik atau tanda dengan lokasi anatomik yang spesifik, seperti yang dikemukakan oleh Suga dan Lindsay juga oleh Nelson dan Hinojosa.2

Banyaknya penelitian terbaru ditujukan untuk mengetahui penyebab sebenarnya dari presbikusis. Sebahagian besar menitikberatkan pada abnormalitas genetik yang mendasarinya, atau memiliki peranan ataupun mencetuskan perkembangan dari penyakit ini.2

Salah satu penemuan yang paling terkenal sebagai penyebab potensial presbikusis adalah mutasi genetik pada DNA mitokondrial. Penurunan perfusi ke koklea dihubungkan dengan umum mungkin berperan dalam pembentukan metabolit oksigen reaktif, yang efek sampingnya mempengaruhi struktur telinga dalam. Kerusakan DNA mitokondrial dapat menyebabkan berkuranya posforilasi oksidatif, yang berujung pada masalah fungsi neuron di telinga dalam.2

Nutrisi dan anatomi diduga berperan juga dalam menyebabkan presbikusis. Berner, dkk, menjumpai adanya hubungan antara defisiensi asam

Page 5: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

folat dan vitamin B12 dengan hilangnya pendengaran tetapi hubungannya tidak signifikan secara statisti. Martin Villares menemukan hubungan antara level kolesterol yang tinggi dengan berkurangnya pendengaran. Walaupun pneumatisasi dari mastoid tidak berhubungan dengan terjadinya presbikusis pada penelitian yang dilakukan oleh Pata, dkk, tetapi perubahan ultrastruktur pada lempeng kutikular tampak berhubungan dengan riwayat ketulian pada frekuensi tinggi pada studi terhadap tulang temporal manusia yang dilakukan oleh Scholtz.2

6. EPIDEMIOLOGI

Insidens presbikusis secara global bervariasi. Negara-negara barat memiliki pola yang begitu berbeda pada tuli jenis ini. Penelitian yang dilakukan pada Tahun 1962 oleh Rosen, dkk, pada Suku Mabaans di Sudan menemukan hilangnya pendengaran lebih banyak terjadi pada usia lanjut pada masyarakat urban. Mungkin hal tersebut berhubungan dengan paparan terhadap kebisingan yang kronik juga keterlibatan penyakit sistemik yang sering pada masayarakat daerah industri seperti Arterosklerosis, diabetes, penyakit saluran nafas. Tidak didapati hubungan antara ras atau jenis kelamin tertentu yang paling banyak terkena presbikusis ini. Insidensinya meningkat seiring dengan bertambahnya usia.2,6

7. GEJALA KLINIK

Gejala klinik bervariasi antara masing-masing pasien dan berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada koklea dan saraf sekitarnya. Keluhan utama presbikusis berupa berkurangnya pendengaran secara perlahan dan progresif, simetris pada kedua telinga, yang saat dimulainya tidak disadari.1,2,7

Keluhan lain adalah adanya telinga berdenging ( tinnitus ). Pasien dapat mendengar suara percakapan, tetapi sulit untuk memahaminya, terutama bila diucapkan secara cepat dengan latar belakang yang riuh ( cocktail party deafness). Terkadang suara pria terdengar seperti suara wanita. Bila intensitas suara ditinggikan akan timbul rasa nyeri di telinga, hal ini disebabkan oleh faktor kelelahan ( recruitment ).1,2,7

8. DIAGNOSA

Diagnosa ditegakkan dengan Anamnesa, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.

8.1 Anamnesa

Pada anamnesa akan didapati keluhan-keluhan seperti yang diterangkan dalam gejala klinis yang tidak diketahui kapan dimulainya. Gejala tersebut berkembang perlahan dan sangat lambat. Kesulitan mengucapkan beberapa konsonan tertentu sepeti “f”, “ s”, atau “ th “ pada orang Inggris misalnya.

Page 6: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

Kemudian adanya riwayat paparan berulang terhadap kebisingan seperti latar belakang pekerjaan menjadi anggota militer, pekerja industri dan sebagainya. Adanya riwayat penggunaan obat-obatan yang bersifat ototoksik, dsb.2,8

8.2 Pemeriksaan Fisik

Tidak dijumpai keabnormalan pada pemeriksaan fisik. Tetapi dengan pemeriksaan otoskopi tampak membran timpani suram, dan jika dilakukan tes penala, maka akan menunjukkan suatu tuli sensorineural yang bilateral.1

8.3 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan misalnya pemeriksaan audiometric nada murni, menunjukkan tuli saraf nada tinggi, bilateral dan simetris.Pada tahap awal terdapat penurunan yang tajam ( sloping ) setelah frekuensi 2000 Hz. Gambaran ini khas pada presbikusis sensorik dan neural. Kedua jenis presbikusis ini sering ditemukan. Garis ambang dengar pada audiogram jenis metabolik dan mekanik lebih mendatar, kemudian pada tahap berikutnya berangsur-angsur terjadi penurunan. Pada semua jenis presbikusis tahap lanjut juga terjadi penurunan pada frekuensi yang lebih rendah.Pemeriksaan audiometri tutur menunjukkan adanya gangguan diskriminasi wicara ( speech discrimination ). Keadaan ini jelas terlihat pada presbikusis jenis neural dan koklear.1

9. PENATALAKSANAAN.

Rehabilitasi sebagai upaya untuk mengembalikan fungsi pendengaran dilakukan dengan pemasangan alat bantu dengar ( hearing aid ). Pemasangan alat bantu dengar hasilnya akan lebih memuaskan bila dikombinasikan dengan latihan membaca ujaran ( speech reading ), dan latihan mendengar ( auditory training ), prosedur pelatihan tersebut dilakukan bersama ahli terapi wicara ( speech therapist ).1

Tujuan rehabilitasi pendengaran adalah memperbaiki efektifitas pasien dalam komunikasi sehari-hari. Pembentukan suatu program rehabilitasi untuk mencapai tujuan ini tergantung pada penilaian menyeluruh terhadap gangguan komunikasi pasien secara individual serta kebutuhan komunikasi sosial dan pekerjaan. Partisipasi pasien ditentukan oleh motivasinya. Oleh karena komunikasi adalah suatu proses yang melibatkan dua orang atau lebih, maka keikutsertaan keluarga atau teman dekat dalam bagian-bagian tertentu dari terapi terbukti bermanfaat.9

Membaca gerak bibir dan latihan pendengaran merupakan komponen tradisional dari rehabilitasi pendengaran. Pasien harus dibantu untuk memanfaatkan secara maksimal isyarat-isyarat visual sambil mengenali beberapa keterbatasan dalam membaca gerak bibir. Selama latihan pendengaran, pasien

Page 7: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

dapat melatih diskriminasi bicara dengan cara mendengarkan kata-kata bersuku satu dalam lingkungan yang sunyi dan yang bising. Latihan tambahan dapat dipusatkan pada lokalisasi, pemakaian telepon, cara-cara untuk memperbaiki rasio sinyal-bising dan perawatan serta pemeliharaan alat bantu dengar.9

Program rehabilitasi dapat bersifat perorangan ataupun dalam kelompok. Penyuluhan dan tugas-tugas khusus paling efektif bila dilakukan secara perorangan, sedangkan program kelompok memberi kesempatan untuk menyusun berbagai tipe situasi komunikasi yang dapat dianggap sebagai situasi harian normal untuk tujuan peragaan ataupun pengajaran.9

Pasien harus dibantu dalam mengembangkan kesadaran terhadap isyarat-isyarat lingkungan dan bagaimana isyarat-isyarat tersebut dapat membantu kekurangan informasi dengarnya. Perlu diperagakan bagaimana struktur bahasa menimbulkan hambatan-hambatan tertentu pada pembicara. Petunjuk lingkungan, ekspresi wajah, gerakan tubuh dan sikap alami cenderung melengkapi pesan yang diucapkan. Bila informasi dengar yang diperlukan untuk memahami masih belum mencukupi, maka petunjuk-petunjuk lingkungan dapat mengisi kekurangan ini. Seluruh aspek rehabilitasi pendengaran harus membantu pasien untuk dapat berinteraksi lebih efektif dengan lingkungannya.

Tinnitus obyektif adalah jika suara yang didengar oleh penderita dapat

didengar pula oleh pemeriksa, sedangkan pada tinnitus subyektif suara

hanya terdengar oleh penderita saja (Lockwood et.al., 2002).

Subyektif tinnitus juga dapat disebabkan oleh beberapa keadaan

sebagaimana yang tertera pada tabel 1. Tinnitus subyektif bias disebabkan

oleh karena berasal dari gangguan telinga (otologic), karena efek dari

medikasi ataupun obat-obatan (Ototoxic), gangguan neurologist, gangguan

metabolisme, ataupun dikarenakan oleh depresi psikogenik. Sedangkan

tinnitus obyektif dapat disebabkan oleh karena adanya gangguan

vaskularisasi, gangguan neurologist ataupun gangguan pada tuba auditiva

atau Eustachian tube                   (Crummer & Hassan, 2004).   

Secara lebih rinci tinnitus subyektif dapat pula disebabkan oleh adanya

presbiacusis ataupun karena adanya pengaruh suara yang terlalu keras

Page 8: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

sebagaimana yang tertera pada tabel 2. Pada tabel dijabarkan mengenai

kemungkinan etiologi yang umum terdapat pada penderita dengan tinnitus

subyektif. Etiologi tinnitus subyektif antara lain adalah : presbiakusis,

paparan suara bising yang lama, trauma akustik yaitu terpapar suara dengan

intensitas tinggi sewaktu, otosklerosis yaitu terjadinya proses pengapuran

pada tulang pendengaran di telinga tengah ataupun pengapuran pada

cochlea, infeksi, autoimun, ataupun predisposisi genetic, dan juga trauma

pada kepala ataupun leher (Folmer et.al., 2004).

Sedangkan tinnitus obyektif merupakan tinnitus yang sangat jarang

ditemui  (Crummer & Hassan, 2004). Berdasar klasifikasi etiologi tinnitus

obyektif oleh Lockwood et. al., (2002), maka tinnitus obyektif dibagi menjadi

dua (2) sub bagian yaitu pulsatil dan non pulsatil.

Pulsatile TinnitusNeoplasma pada umumnya pada vaskular Glomus tumors atau paragangliomas (chemodectoma,paragangliomas)Glomus tympanicum, glomus jugulare, glomusjugulotympanicumHemangiomaHemangioma N VII, cavernous hemangiomaNeoplasma Vaskular lainyaMeningioma, adenomaLesi VaskularLesi arteri akibat perlukaanAtherosclerotic plaque (carotid atau intracranial)Vaskular malformations (intracranial, dural; dapat berupasekuel dari trauma)AneurysmaCarotid artery dissection (spontan atau traumatik)Kelainan Kongenital arteriAberrant internal carotid arteriPersistent stapedial arteryAbnormalitas VenaAbnormalitas bulbus Jugularis   (posisi tinggi,diverticulum, dehiscence, pembesaran)Kelainan  vaskular lainnya

Page 9: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

Fibromuscular dysplasia pada carotid arteryKompresi Vaskular  pada kokhlea atau Nervus auditorikPada  root entry zoneKasus LainyaPenyakit Katup Jantung (aortic stenosis, insufficiency)Hipertensi intracranial Benigna  ataupseudotumor cerebriHyperdynamic state (eg, anemia, thyrotoxicosis)Otosclerosis dengan anastomosiss antara tulang haversiDengan lapisan endochondral layer

Nonpulsatile TinnitusPalatal myoclonusSpasm, fasciculations, or fibrillations dari m. tensortympani atau m. stapedius emisi otoakustik spontanPatulous eustachian tube              

Tinnitus obyektif type pulsatil merupakan tinnitus obyektif yang sering

ditemukan. Tinnitus pulsatil pada umunya diakibatkan oleh adanya

turbulensi aliran darah arteri (percabangan arteri carotis interna) ataupun

adanya aliran darah yang sangat cepat pada pembuluh darah lain di sekitar

organ pendengaran. Kelainan aliran darah tersebut akan menyebabkan

hantaran gelombang melalui tulang ataupun didnding pembuluh darah yang

terhubung kepada cochlea, dan menghasilkan interpretasi suara. Sedangkan

tinnitus obyektif tipe non-pulsatil  merupakan tinnitus obyektif yang paling

jarang ditemukan. Major cause dari tinnitus non-pulsatil adalah adanya

palatal myoclonus yang diakibatkan adanya kontraksi ritmik pada palatum

mole atau soft palatal (Lockwood et. al., 2002).

B.   Patofisiologi

B.1. Tinnitus Subyektif

Page 10: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

Penyakit atau gangguan pada telinga merupakan sebab yang paling

banyak sebagai etiologi tinnitus subyektif, yang kemudian disebut sebagai

otologic disorder atau gangguan otologik. Sebagian besar tinnitus sebyektif

disebabkan oleh hilangnya kemampuan pendengaran (hearing loss), baik

sensorineural ataupun konduktif. Gangguan pendengaran yang paling sering

menyebabkan tinnitus subyektif adalah NIHL (noise induced hearing loss)

karena adanya sumber suara eksternal yang terlalu kuat

impedansinya              (Crummer & Hassan, 2004).

Sumber suara yang terlalu keras dapat menyebabkan tinnitus

subyektif dikarenakan oleh impedansi yang terlalu kuat. Suara dengan

impedansi diatas 85 dB akan membuat stereosilia pada organon corti

terdefleksi secara lebih kuat atau sudutnya menjadi lebih tajam, hal ini akan

direspon oleh pusat pendengaran dengan suara berdenging, jika sumber

suara tersebut berhenti maka stereosilia akan mengalami pemulihan ke

posisi semula dalam beberapa menit atau beberapa jam. Namun jika

impedansi terlalu tinggi atau suara yang didengar berulang-ulang (continous

exposure) maka akan mengakibatkan kerusakan sel rambut dan stereosilia,

yang kemudian akan mengakibatkan ketulian (hearing loss) ataupun tinnitus

kronis dikarenakan oleh adanya hiperpolaritas dan hiperaktivitas sel rambut

yang berakibat adanya impuls terus-menerus kepa ganglion saraf

pendengaran (Folmer et. al., 2004).

Meniere’s syndrome  dengan adanya keadaan hidrops pada labirintus

membranaseous dikaranakan cairan endolimphe yang berlebih, tinnitus yang

Page 11: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

terjadi pada penyakit ini ditandai dengan adanya episode tinnitus

berdenging dan tinnitus suara bergemuruh (Crummer & Hassan, 2004).

Neoplasma berupa acoustic neuroma juga dapat menyebabkan

terjadinya tinnitus subyektif. Neoplasma ini berasal dari sel schwann yang

tumbuh dan menyelimuti percabangan NC VIII (Nervus Oktavus) yaitu n.

vestibularis sehingga terjadi kerusakan sel-sel saraf bahkan demyelinasi

pada saraf tersebut Crummer & Hassan, 2004).

Tinnitus yang diakibatkan oleh obat-obatan digolongkan dalam tinnitus

ototoksik. Ototoksisitas yang terjadi akibat dari penggunaan obat-obatan

tertentu sebagaimana telah dibahas sebelumnya akan mempengaruhi sel-sel

rambut pada organon corti, NC VIII, ataupun saraf-saraf penghubung antara

cochlea dengan system nervosa central (Crummer & Hassan, 2004).

Gangguan neurologis ataupun trauma leher dan kepala juga dapat

menyebabkan adanya tinnitus subyektif, namun demikian patofisiologi

ataupun mekanisme terjadinya tinnitus karena hal ini belum

jelas                          (Crummer & Hassan, 2004).

Penelitian-penelitian yang dilakukan didapatkan karakteristik penderita

tinnitus obyektif yang memiliki gangguan metabolisme antara lain menderita

hypothyroidism, hyperthyroidism, anemia, avitaminosa B12, atau defisiensi

Zinc (Zn). Disamping itu penderita tinnitus rata-rata menunjukkan perubahan

sikap dan gangguan psikologis walaupun sebetulnya depresi merupakan

salah satu etiologi dari tinnitus subyektif (psikogenik). Gangguan tidur,

deperesi, dan gangguan konsentrasi lebih banyak ditemukan pada penderita

Page 12: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

tinnitus subyektif dibandingkan dengan yang tidak mengalami gangguan

psikologis          (Crummer & Hassan, 2004).

B.2. Tinnitus Obyektif

Tinnitus obyektif banyak disebabkan oleh adanya abonormalitas

vascular yang mengenai fistula arteriovenosa congenital, shunt

arteriovenosa, glomus jugularis, aliran darah yang terlalu cepat pada arteri

carotis (high-riding carotid) stapedial artery persisten, kompresi saraf-saraf

pendengaran oleh arteri, ataupun dikarenakan oleh adanya kelainan

mekanis seperti adanya palatal myoclonus, gangguan temporo mandibular

joint, kekauan muscullus stapedius pada telinga tengah (Folmer et. al.,

2004).

Kelainan pada tuba auditiva (patulous Eustachian tube) akan

menyebabkan terdengarnya suara bergemuruh terutama pada saat bernafas

karena kelainan muara tuba pada nasofaring. Biasanya penderita tinnitus

dengan keadaan ini akan menderita penurunan berat badan, dan mendengar

suaranya sendiri saat berbicara atau autophony. Tinnitus dapat hilang jika

dilakukan valsava maneuver atau saat penderita tidur terlentang dengan

kepala dalam keadaan bebas atau tergantung melebihi tempat

tidurnya            (Crummer & Hassan, 2004).

B.2.a. Pulsatile Tinnitus

Tinnitus pulsatil banyak diderita oleh pasien dengan turbulensi aliran

arteri ataupun aliran darah yang cepat pada pembuluh darah. Penyakit

jantung yang berhubungan dengan arteriosklerosis dan penuaan 

Page 13: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

meningkatkan prevalensii tinnitus pulsatil, adanya stenosis arteri juga

banyak ditemukan pada penderita dengan tinnitus jenis ini. Stenosis artery

intracranial dapat menyebabkan turbulensi aliran darah pada bagian

stenosis dan bagian distal dari stenosis (Gambar 12).  Sementara itu stenosis

arteri carotis merupakan tempat yang umum ditemukan, padahal arteri

carotis tempatnya berdekatan dengan bagian proximal cochlea. Sehingga

melalui tulang getarab turbulensi aliran darah mempengaruhi cochlea dan

menyebabkan tinnitus obyektif. Pasien dengan thyrotoksikosis dan atrial

fibrilasi juga dapat menderita tinnitus pulsatill  (Lockwood et.al., 2002)..    

B.2.b. Non-pulsatile Tinnitus

Tinnitus jenis ini jarang ditemukan, sementara itu tinnitus obyektif juga

merupakan kasus yang jarang, sehingga dapat dikatakan bahwa kasus non-

pulsatil tinnitus adalah sangat jarang ditemukan. Penyebab terjadinya

tinnitus jenis ini sebagaimana telah dijelaskan pada sub-bab etiologi

sebelumnya. Tinnitus jenis ini juga sering berhubungan dengan kontraksi

periodik abnormal pada otot-otot faring, mulut, dan wajah bagian bawah,

sehingga akan mempengaruhi kerja tuba auditiva (Lockwood et. al., 2002).

C.   Pendekatan Diagnosis Klinis untuk Tinnitus

Mengingat penanganan terhadap tinnitus adalah meletakkan dasar

pemikiran bahwa penyakit tersebut adalah gejala dari sebuah penyakit lain

yang menyebabkanya, maka dalam melakukan diagnostik digunakan

Page 14: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

pendekatan klinis, supaya dapat dibedakan tinnitus menurut etiologinya

(Waddel, 2004; Lockwood et. al., 2002).

Membedakan secara garis besar jenis tinnitus yang diderita dan

penilaian secara menyeluruh terhadap riwayat tinnitus serta penyakit lain

merupakan suatu hal yang harus diteliti. Evaluasi terhadap keluhan tinnitus

meliputii          (Crummer & Hassan, 2004) :

a.    Riwayat tinnitus

Evaluasi tinnitus pada pasien diawali dengan mempelajari keseluruhan

riwayat tinnitus semenjak pertama kali muncul (seperti tertera pada Tabel

5). Evaluasi tinnitus berdasar riwayat tinnitus meliputi penilaian:

i.  Onset

Jika tinnitus berkembang seiring dengan penurunan kemampuan mendengar

atau penderita adalah usia lanjut maka Presbiakusis bias menjadi

penyebabnya.

ii.    Lokasi

Tinnitus unilateral bias disebabkan oleh adanya impaksi serumen,  otitis

eksterna, dan otitis media. Sedangkan tinnitus unilateral denganunilateral

tuli sensorik merupakan pertanda adanya neuroma akustik.

iii.   Bentuk tinnitus (Pattern)

Tinnitus terus-menerus berhubungan dengan ketulian. Tinnitus yang episodic

kemungkinan Meniere’s syndrome. Tinnitus pulsatil kemungkinan berasal

dari kelainan vascular.

iv.           Karakteristik

Page 15: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

 Tinnitus dengan suara rendah dan bergemuruh suspek Meniere’s syndrome.

Sedangkan tinnitus dengan frekuensi tinggi berhubungan dengan tuli

sensorik.

v.    Keterhubungan dengan keluhan vertigo dan penurunan

kemampuan pendengaran

Ada hubungan kuat dengan Meniere’s syndrome.

vi.   Paparan obat-obatan ototoksik

Kemungkinan disebabkan oleh adanya Noise Induced atau medication-

induced Hearing Loss.

vii. Perubahan keluhan dan faktor eksaserbasi

Tinnitus dengan patulous Eustachian tube mengurang dengan berbaring

atau melakukan valsava maneuver.

viii.    Kelainan Metabolisme

Hiperlipidemi, gangguan tiroid, defisiensi Vitamin B12, anemia, bias menjadi

penyebab tinnitus.

ix.   Lainya

Signifikansi keluhan penderita terhadap kualitas hidup sehari-harinya

menjadi pedoman manajemen tinnitus.

b. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan secara komprehensif pada telinga meliputi kanalis

akustikus eksternus, serumen, membrane timpani, ataupun kemungkinan

adanya infeksi. Auskultasi pada leher, periaurikularis, orbita dan mastoid 

Page 16: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

juga harus dilakukan. Uji pendengaran menggunakan garpu tala (Weber dan

Rinne) juga seharusnya dilakukan (Crummer & Hassan, 2004).

b.    Pemeriksan Penunjang

Pemeriksaan menggunakan audiometri sebaiknya dilakukan, karena pada

umunya keluhan tinnitus adalah keluhan subyektif penderita dengan

hubungan kelainan organ pendengaran adalah sangat minimal (Crummer &

Hassan, 2004).

Pendekatan diagnostik dalam langkah manajemen tinnitus

berdasarkan kemungkinan penyebabnya dapat dilakukan melalui algoritma

yang dibuat oleh Crummer & Hassan (2004) sebagaimana tertera pada

gambar (13)

Sedangkan algoritma yang bertitik berat pada riwayat penyakit untuk

mengklasifikasikan jenis keluhan tinnitus, dan langkah-langkah pemeriksaan

yang diperlukan untuk melakukan evaluasi keluhan tinnitus yang diderita

pasien mengikuti algoritma yang disampaikan oleh Lockwood et.al. (2002)

tertera pada.

Langkah evaluasi tinnitus dan perencanaan penatalaksanaannya dapat

dilakukan dengan beberapa tahapan sesuai dengan Gambar 15. Algoritma ini

diajukan oleh Folmer et.al. (2004) sebagai acuan untuk melakukan intervensi

berdasarkan keluhan tinnitus pada pasien.

F.    Penatalaksanaan

Page 17: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

Di Amerika FDA (Food and Drug Association) hingga saat ini belum

memberikan persetujuan ataupun pengesahan terhadap obat-obatan yang

digunakan untuk menangani tinnitus (Lockwood et.al., 2002).

Tinnitus banyak berhubungan dengan berbagai penyakit ataupun

gangguan pada organ pendengaran hingga pusat pendengaran, pada

tataran inii maka tinnitus sebagai sebuah kelainan yang muncul sebagai

kelainan membutuhkan beberapa penanganan khusus. Tinnitus

menyebabkan adanya keluhan depresi, insomnia, ataupun kecemasan, maka

penatalaksanaannya ditujukan pada terapi psikoterapi untuk mengurangi

gangguan tinnitus terhadap kualitas hidupnya. Accoustic Therapy (terapi

akustik) di Amerika merupakan langkah Retraining Therapy yaitu terapi yang

diformulasikan khusus secara individual sesuai riwayat penyakit pasien

berupa menyarankan agar pasien mendengarkan musik yang disukainya

pada saat berada di tempat sepi. Jika pasien memiliki kelainan pendengaran

berupa ketulian maka penggunaan alat pendengaran akan menolong

penurunan tinnitus. Hal tersebut enjadi ajuan manajemen atau

penatalaksanaan Tinnitus yang dapat dilakukan selama 1 bulan, 6 bulan,

atau 12 bulan tergantung penyakit atau kelainan yang mendasarinya.

Sedangkan sebab-sebab lain berupa abnormalitas pembuluh darah hingga

adanya neoplasma pada otak yang mengakibatkan tinnitus, maka

penatalaksanaannya berada pada penyakit tersebut. Namun pada tuli

sensorineural yang menyebabkan tinnitus kronis merupakan penyakit yang

hingga saat ini masih sangat sulit ditangani, hal ini menuntut adanya

Page 18: Perubahan Patologik Pada Organ Auditorik Akibat Proses Degenerasi Pada Orang Tua

penjelasan yang mencukupi kepada penderita tinnitus kronis dengan

penyebab tuli sensorineural (Folmer et.al., 2004).

Penggunaan sediaan agonis reseptor GABA dapat menunjukkan

perbaikan pada penderita dengan tinnitus dalam mekanisme yang masih

diteliti (Eggermont & Roberts, 2004).

Teori masking (menutupi), dengan metode noise generator

(pembangkitan bunyi) yang dilakukan dengan menyalakan radio tanpa

siaran (hanya desis) ataupun suara fan (kipas angina) pada saat hendak

tidur sehingga tinnitus dikaburkan oleh suara dari luar dapat membuat

penderita lebih baik (Folmer et.al., 2004; Crummer & Hassan, 2004;

Lockwood et.al., 2002; The British Tinnitus Association, 2004).

Pada dasarnya manajemen tinnitus adalah melakukan masking pada penderita sehingga terjadi perubahan persepsi penderita terhadap keluhan tinnitusnya. Pengobatan terhadap penyakit yang menyebabkan tinnitus, ataupun factor-faktor yang menjadi etiologi tinnitus perlu dilakukan untuk mendukung penurunan keluhan tinnitus (Folmer et.al., 2004; Waddel, 2004; Lockwood et.