perubahan kariotipe word)
TRANSCRIPT
PERUBAHAN KARIOTIPE PADA TUMORIna Farida Rangkuti, DelyuzarDepartemen Patologi Anatomi
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Medan
PENDAHULUAN
Telah lama diketahui bahwa hereditas berperanan penting pada kesehatan.
Contohnya ialah albinisme atau diabetes mellitus yang sering menghinggapi lebih
daripada satu anggota keluarga. Maka tidaklah mengherankan adanya usaha keras
untuk mencari hubungan antara kromosom dan penyakit herediter. Ternyata memang
benar ada penyakit yang berpangkal pada kelainan kromosom. Di antara penyakit-
penyakit herediter ini ada yang kelainan kromosomnya dapat dilihat jelas dengan
mikroskop ada juga yang sulit ditemukan adanya kelainan pada kromosomnya. Dalam
hal ini mungkin kelainan kromosom sangat kecil atau hanya berupa kelainan susunan
kimiawi yang sanggup mengubah metabolisme sel hingga menimbulkan penyakit.1
Walaupun saat ini kanker dikenal sebagai penyakit yang berkaitan dengan
lingkungan dan muncul secara sporadis, namun kanker dipertimbangkan sebagai suatu
penyakit genetik karena adanya mutasi gen sebagai faktor yang konsisten. Kromosom
Philadelphia yang ditemukan pada pasien-pasien leukemia granulositik kronik (LGK)
merupakan penemuan kelainan kromosom bermakna pertama yang berkaitan dengan
jenis keganasan tertentu. Berawal dari penemuan ini, sitogenetika yang mempelajari
kromosom telah menjadi perangkat yang berharga dalam penatalaksanaan kanker –
membantu penegakan diagnosis, panduan terapi, dan petanda prognosis. Pada
kegananasan hematologi, kelainan kromosom sebagian besar ditemukan pada sumsum
tulang, dan penemuan tersebut lebih patognomonik. Keadaan yang berbeda ditemukan
pada tumor padat, dimana saat tumor terlihat dengan mata telanjang telah terjadi
perubahan kromosom yang kompleks sehingga menimbulkan kesulitan teknis bagi para
ahli sitogenetika. Namun para ilmuwan percaya bahwa adanya kemajuan dalam
1
teknologi kromosom, dari sitogenetika konvensional menjadi sitogenetika molekuler,
akan menyediakan informasi lebih lanjut, berkaitan dengan tumor padat. 2
KARIOTIPE NORMAL
Sebelum kelainan kromosom pada kanker dibahas, kita akan mengambil
gambaran singkat mengenai Sitogenetika manusia. Sitogenetika adalah studi tentang
kromosom dan penyakit terkait lainnya yang disebabkan oleh tidak normalnya struktur
dan atau jumlah kromosom . Biasanya kromosom tidak dapat dilihat dengan mikroskop
cahaya, tapi selama profase dan metafase kromosom menjadi cukup jelas untuk
dianalisis. Untuk memastikan bahwa setiap kelainan yang terdeteksi mewakili pada
kondisi in vivo. 2
Nomenklatur kromosom manusia adalah berdasarkan Sistem Internasional untuk
Nomenklatur Sitogenetik Manusia / ISCN (1985). Sel-sel somatik manusia memiliki 46
kromosom yang mencakup 22 pasang autosom dan dua kromosom seks, XX pada
wanita dan XY pada pria (gambar 1). Ini disebut jumlah diploid. Setelah penemuan
teknik banding, masing-masing kromosom manusia dapat secara tepat diidentifikasi
berdasarkan pola banding yang unik. 2,4,5
Gambar 1. Normal male karyotype with G banding. (Courtesy of Dr. Nancy Schneider, Department of Pathology, University of Texas Southwestern Medical Center, Dallas, TX.)4
2
TEKNIK PEWARNAAN DAN BANDING KROMOSOM
Penentuan kariotipe merupakan alat dasar bagi para ahli sitogenetik. Kariotipe
adalah representasi fotografik sebaran metafase yang telah diwarnai yang menyususn
kromosom dari yang terpanjang hingga terpendek. Telah dikembangkan berbagai teknik
untuk mewarnai kromososm. Pada teknik pewarnaan Giemsa ( G banding) yang telah
digunakan secara luas, setiap set kromosom tampak memiliki pola tersendiri pita terang
gelap dengan lebar bervariasi. Pemakaian teknik banding memungkinkan kita
mengidentifikasi secara pasti setiap kromosom, serta menentukan lokasi pasti
perubahan struktural di kromosom.4,5
Terlebih dahulu dibuat biakan (kultur) jaringan yang akan dipelajari. Sel limfosit
darah tepi atau sel fibroblas kulit dapat juga diinduksi untuk membelah dan kemudian
dihentikan pada metafase dengan pemberian colchicine yaitu suatu zat yang
menyebabkan mitosis dihentikan pada taraf metafase. Kemudian masing-masing
kromosom, yang terbelah saat metafase, dapat diidentifikasi dengan teknik pewarnaan
khusus (banding dengan pewarnaan Giemsa atau pewarna fluoresen). Inti sel kemudian
dipulas hingga kromosom-kromosom pada taraf metafase ini tampak jelas dan dapat
dibuat mikrofoto. Kemudian gambar-gambar kromosom ini disusun menurut besar dan
letak sentromernya. Dimulai dari kromosom yang paling besar sampai yang paling kecil.
Yang paling akhir adalah kromosom seks. Kariotipe normal mengandung 46 kromosom
yaitu 22 pasang autosom dan sepasang kromosom seks. Pada pria pasangan kromosm
seks berbentuk XY dan pada wanita XX. 1,2,5
Prosedur pewarnaan telah dikembangkan dalam dua dekade terakhir dan teknik
ini membantu untuk mempelajari kariotipe. Selain teknik G banding ada beberapa teknik
banding lainnya yang pernah ditemukan7 :
3
a. Q banding
Q banding adalah fluoresens banding yang diamati setelah dilakukan
pewarnaan quinacrine mustard dan diamati dengan sinar UV. Ujung-ujung distal setiap
kromatid tidak terwarnai oleh teknik ini. Pendaran fluoresens pada kromosom Y menjadi
terang baik dalam interfase juga pada metafase.
b. R banding
R banding (dari reverse) adalah kromatid yang berada di zona yang tidak
berpendar dengan pewarnaan quinacrine mustard, yaitu kromatid yang pada Q banding
terlihat berwarna hijau.
c. G banding
G banding (dari Giemsa) memiliki lokasi yang sama dengan Q banding dan tidak
memerlukan mikroskop fluoresens. Banyak teknik yang tersedia, masing-masing
melibatkan beberapa perlakuan sebelumnya pada kromosom. Dalam ASG (Asam-Saline-
Giemsa) sel diinkubasi dalam asam sitrat dan NaCl selama satu jam pada suhu 600C dan
kemudian diwarnai dengan pewarnaan Giemsa.
d. C banding
C banding sangat respon terhadap heterokromatin konstitutif. Daerah
heterokromatin dalam kromosom ini jelas berbeda hasil pewarnaannya dibandingkan
dengan daerah eukromatik.
Di bawah mikroskop kromosom terlihat sangat tipis, strukturnya seperti benang.
Kromosom terdiri dari lengan pendek yang ditandai dengan p, dan lengan panjang
dengan q yang dipisahkan oleh suatu penyempitan primer yang disebut sentromer.
Setiap lengan kromosom terdiri dari satu atau lebih regio. Setiap regio terdiri dari satu
atau lebih band. Dalam mengalokasikan setiap band tertentu, diperlukan empat item
4
yaitu : jumlah kromosom, simbol lengan, jumlah regio, dan jumlah band pada lokasi ini.
Sebagai contoh 1q23 berarti kromosom 1, lengan panjang, wilayah 2, dan band 3.2
Tabel 1. Contoh Sistem Internasional Nomenklatur Sitogenetika5
47,XY,+21 Male with trisomy 2145,X,-X[15]/46,XX[5] Loss of X chromosome seen in 15 cells (not a
constitutional event)45,Xc[15]/46,XX[5] A mosaic monosomy X (constitutional), as may be
seen in a patient with Turner’s syndrome (no somatic mutations)
46,XY,t(9;22)(q34;q11.2) Male with the Philadelphia translocation46,XX,-7,t(9;22)(q34;q11.2), Philadelphia+del(22)t(9;22)
Monosomy 7, the Philadelphia translocation, and an extra chromosome (the small deleted 22 occurs in two copies)
46,XX,del(11)(q23) Deletion of the distal end of the long arm of chromosome 11 with breakpoint at 11q23 [most are likely interstitial deletions]
46,XY,dup(1)(q22q25) Duplication of the segment of 1q extending from q22 to q25
46,X,ins(5;X)(p14;q21q25) Insertion of material from chromosome X (from Xq21 to Xq25) into chromosome 5 at 5p14
46,XY,+21c,-7 A male patient with a constitutional trisomy 21 (Down Syndrome) and a malignancy- related monosomy 7
ISH 9q34(ABLx2),22q11.2(BCRx2)(ABL con BCRx1)
In situ hybridization showing evidence for juxtaposition of the ABL gene on 9q34 and the BCR gene on 22q11.2
Pemeriksaan sitogenetika pada keganasan hematologik membantu memastikan
diagnosis, menentukan prognosis dan menentukan penatalaksanaan terapi. Misalnya
ditemukannya kromosom Ph’ pada leukemia mieloid kronik merupakan indikator
prognosis dan respon terhadap terapi yang lebih baik, sebaliknya ditemukannya
kromosom Ph’ pada leukemia limfositik akut merupakan indikator yang kurang baik. Di
negara-negara maju dimana faktor biaya tidak merupakan masalah besar, sekarang
untuk diagnosis leukemia para dokter dan ahli laboratorium lebih menyukai dengan
teknik-teknik molekuler atau FISH karena lebih cepat dan tepat. Namun di Indonesia
sitogenetika masih cukup akurat dan terjangkau biayanya asal dikerjakan oleh ahli
sitogenetika yang berpengalaman. 3
5
Hibridisasi in situ fluorescent (FISH) adalah menggunakan teknologi DNA probe
neon berlabel untuk mendeteksi atau mengkonfirmasi kelainan gen atau kromosom
yang umumnya di luar resolusi sitogenetik konvensional. Ketika indeks mitosis rendah,
atau persiapan Sitogenetika suboptimal, diagnosis akurat sering tidak tercapai dengan
menggunakan teknik banding. Dalam situasi tertentu FISH dapat berguna karena
metodologi FISH memungkinkan deteksi target tertentu yang menyebar tidak hanya di
metafase, tetapi juga pada interfase nondividing nuclei. Hal ini membuat FISH menjadi
alat deteksi yang kuat, cepat dan sensitif terhadap kelainan kromosom.3
KELAINAN KROMOSOM
Susunan kromosom seseorang dalam urutan tertentu dikenal sebagai kariotipe.
Metode sitogenetik hanya dapat mendeteksi perubahan jumlah kromosom atau
strukturnya (aberasi kromosom) untuk dapat dilihat melalui teknik banding (teknik pita).
Perubahan seperti itu biasanya meliputi paling tidak 1 juta pasangan basa nukleotida
dan mungkin mempengaruhi banyak gen. Dengan demikian, efek klinis dari perubahan
tersebut biasanya sangat parah.1,6
Meskipun kelainan kromosom sangat kompleks, ada dua tipe dasar, yaitu
numerik dan struktural. Kedua jenis dapat terjadi secara bersamaan. Kelainan numerik
melibatkan kerugian dan atau keuntungan dari suatu kromosom utuh dan dapat
mencakup baik autosom dan kromosom seks . Singkatan yang digunakan adalah (+)
untuk kelebihan atau (-) untuk kekurangan atau kehilangan kromosom. Sel yang telah
kehilangan kromosom yaitu monosomi, sedangkan yang kromosom tambahan yaitu
trisomi. Ada juga suatu kondisi yang disebut triploidy di mana ada tambahan salinan
pada setiap kromosom. Kadang-kadang, seseorang membawa kromosom ekstra yang
tidak dapat diidentifikasi dengan pola band-nya, ini disebut kromosom marker (mar). 2,4,5
Kelainan numerik pada kromosom yaitu terjadinya perubahan pada jumlah
kromosom, bisa pada jumlah set kromosom, kromosom autosom, juga pada kromosom
6
seks. Kelainan numerik pada set kromosom sering juga dikenal dengan ploiditas.
Kondisi dimana set kromosom didapati lebih dari satu set atau “2n” disebut dengan
poliploid. Contohnya triploid (3n), dimana tambahan kromosom bisa dari paternal yang
menyebabkan kelainan pada plasenta, yaitu Hydatiiform moles, atau tambahan
kromosom dari maternal yang menyebabkan abortus spontan pada awal kehamilan.
Tetraploid (4n) diduga dapat menyebabkan kegagalan pada cleavage zigot. Sedangkan
perubahan jumlah kromosom yang tidak melibatkan set kromosom tapi hanya sedikit
bagian dari kromosom disebut aneuploid. Contohnya Nullisomi (2n-2) - kehilangan
sepasang kromosom homolog, Monosomi (2n-1) – kehilangan satu kromosom, Trisomi
(2n+1) – mendapat tambahan satu kromosom, Tetrasomi (2n+2) – mendapat tambahan
sepasang kromosom. 7
Seperti diketahui, perubahan kariotipe hanya terbukti bila beberapa kejadian
mutasi mayor telah terjadi. Meskipun teknik banding yang berlaku sekarang
memungkinkan hasil analisis tinggi substruktural kromosom individual tidak didapatinya
perubahan kromosom yang tampak tidak menghapus kemungkinan kelainan yang
menyangkut satu atau beberapa gen yang di luar kemampuan cara-cara yang ada
sekarang. Meskipun demikian perubahan kariotipe telah ditemukan dalam begitu
banyak sel yang mengalami transformasi dan sel kanker, dan ada dugaan kuat bahwa
perubahan gen terjadi pada semua keadaan tersebut. Perubahan yang tampak
berbentuk kelainan jumlah kromosom dan kelainan struktur dalam kromosom tertentu,
terutama yang menyangkut translokasi dan delesi. 2
Jenis kelainan struktur kromosom diantaranya 2,4,5 ,6:
a. Translokasi
Translokasi adalah terjadinya pertukaran dua atau lebih segmen kromosom.
Pertukaran ini bisa timbal balik atau tidak. Contoh klasik dari translokasi yang paling
nyata adalah kromosom Philadelphia (Ph’) pada leukemia myeloid kronik (CML), yang
7
terdiri atas translokasi timbal balik dan seimbang antara kromosom 22 dan biasanya 9.
Akibatnya, kromosom 22 tampak memendek. Perubahan sitogenetik ini, yang ditemukan
pada lebih dari 90% kasus leukemia mielogenosa kronik, merupakan penanda penyakit
yang andal. Sangat sering ditemukan, terutama pada neoplasma darah. Beberapa
kasus leukemia mielogenosa kronik yang tidak memiliki kromosom Ph’ memperlihatkan
bukti molekular terjadinya tata ulang BCR-ABL, konsekuensi penting translokasi Ph’.
Pada lebih dari 90% kasus limfoma Burkitt, sel mengalami translokasi, biasanya antara
kromosom 8 dan 14. pada limfoma sel B folikular, sangat sering ditemukan translokasi
timbal balik antara kromosom 14 dan 18. Deteksi kromosom Philadelphia yang
merupakan indikator diagnosis dan prognosis pada leukemia dapat diperiksa secara
kromosomal maupun molekuler. Perubahan struktur kromosom dan proto onkogen
dapat menimbulkan keganasan contohnya seperti yang telah dijelaskan sebelumnya
yaitu pada translokasi (kromosom 9 dan 22) yang menyebabkan fusi gen ABL (pada
kromosom 9) dengan BCR (pada kromosom 22) yang memacu terjadinya leukemia
mielositik maupun limfositik.2,4,5,6
Gambar 2. Translokasi pada kromosom
Akibat translokasi tersebut secara mikroskopik (kromosomal) dapat diidentifikasi
adanya pemendekan lengan panjang kromosom 22 yang dikenal dengan kromosom
8
Philadelphia (Ph’). Setelah ditemukannya teknik-teknik molekuler maka dapat dibedakan
2 macam titik patahan yang berbeda pada kromosom 22 yaitu diantara ekson 1-2 pada
leukemia limfositik akut dan diantara ekson 10-11 pada leukemia mieloid kronik.
Perbedaan 2 titik patahan ini menyebabkan 2 jenis fusi gen (chimeric gen) yang
menghasilkan produk protein yang berbeda dan gejala klinis yang berbeda pada kedua
jenis leukemia tersebut. 2,4,5,6
b. Delesi / Defisiensi
Delesi atau penghapusan berarti kehilangan segmen kromosom. Penghapusan
segmen kromosom ini dapat menyebabkan pertumbuhan ke arah neoplastik ketika gen
tumor supresor hilang, seperti pada epitel adenoma. Delesi kromosom adalah kelainan
struktural kedua tersering pada sel tumor. Dibandingkan dengan translokasi, delesi lebih
sering ditemukan pada tumor padat nonhematopoietik. Delesi kromosom 13q pita 14
dilaporkan berkaitan dengan retinoblastoma. Delesi 17p, 5q, dan 18q, yang semuanya
ditemukan pada kanker kolorektum, mengandung tiga gen tumor supresor. Delesi 3p,
yang ditemukan pada beberapa tumor, sangat sering terjadi pada karsinoma paru small
cell, dan sekarang sedang dilakukan perburuan terhadap satu atau lebih gen tumor
supresor yang terdapat di lokasi ini.2,4,5,6
Gambar 4. Delesi pada kromosom
c. Duplikasi
Suatu duplikasi intrakromosomal memerlukan setidaknya dua segmen
kromosom, dimana diantara segmen keduanya saling berduplikasi, kepala bisa untuk
ekor atau kepala untuk kepala. Salah satu duplikasi yang paling sering terlihat pada
keganasan hematologi adalah duplikasi pada lengan panjang kromosom 1 (breakpoints
9
di q12-21 dan q31-q44). Duplikasi ini terutama terlihat pada keganasan limfoid (ALL dan
limfoma), biasanya sebagai kelainan sekunder dengan prognosis buruk.2,4,5,6
Gambar 5. Duplikasi pada kromosom
d. Inversi
Inversi adalah suatu perubahan pada segmen kromosom yang melibatkan dua
segmen, dengan reintegrasi dari segmen kromosom dalam orientasi terbalik. Ketika
terjadi perubahan dua segmen kromosom pada satu sisi sentromer, ini disebut inversi
parasentrik. Salah satu contoh yang baik dari inversi parasentrik ini adalah pada lengan
panjang kromosom 3 terlihat pada AML dengan disertai disregulasi gen EVII di 3q26.
Jika kedua segmen mengelilingi sentromer, ini disebut inversi perisentrik, perubahan
bisa terjadi pada bagian lengan kromosom. Salah satu contoh yang baik dari inversi
perisentrik kromosom 16 terlihat pada myelomonocytic leukemia akut dengan eosinofil
abnormal (M4eo).
Gambar 6. Inversi pada kromosom.
Hasil inversi adalah perpaduan antara gen-rantai berat myosin (MYH11) pada
16p13 dan faktor b inti mengikat, faktor transkripsi di 16q22. Pada pasien dengan inv
(16), perubahan segmen juga tampak menyebabkan hilangnya gen untuk protein
10
resistensi multidrug. Karena inversi ini agak sulit untuk dilihat pada persiapan kromosom
suboptimal, maka FISH adalah pemeriksaaan yang ideal untuk mendeteksi inversi ini.
Meskipun beberapa kelas FAB telah dicatat, sebagian besar kasus inv (16)
diklasifikasikan sebagai M4eo dan menunjukkan prognosis yang baik. Keadaan ini juga
bisa terjadi pada pasien trisomy 8, trisomy 22, dan delesi 7.2,4,5,6
e. Insersi
Insersi (in) atau Penyisipan berarti materi kromosom bergerak ke posisi yang
baru, posisi interstisial pada kromosom yang sama atau kromosom yang lain. Kelainan
ini dapat menyebabkan susunan abnormal dari segmen kromosom yang dapat
menyebabkan abnormalnya susunan materi genetik dan akhirnya dapat menyebabkan
pembentukan protein abnormal yang dapat memicu terjadinya neoplasia.2,4,5,6
Gambar 7. Insersi pada kromosom
f. Isokromosom dan Disentrik
Suatu isokromosom diturunkan dengan terjadinya perubahan segmen dari salah
satu lengan kromosom yang diikuti dengan penyusunan kembali kromatid untuk
menghasilkan duplikasi lengan kromosom yang lain. Ini biasanya disebut kromosom
disentrik, dengan efek merugikan segmen kromosom dari salah satu lengan dan
11
duplikasi pada lengan lainnya. Salah satu contoh klasik adalah pengamatan umum 17q
isokromosom yang terlihat pada keganasan myeloid dan limfoid serta adenokarsinoma
(organ yang berbeda) dan tumor neuroektodermal. Dalam semua kasus ini, kehadiran i
(17) (Q10) membawa prognosis yang buruk. Suatu i (1) (P10) tercatat pada
adenokarsinoma (payudara, ginjal, usus, rahim) dan hingga pada keganasan
hematologi. Variasi perubahan segmen kromosom yang melibatkan dua kromosom
nonhomolog membentuk kromosom disentrik.2,4,5,6
g. Amplifikasi Gen
Metode genetika molekular menghasilkan studi variasi jumlah salinan gen pada
sel mamalia. Hal ini menyebabkan munculnya pengamatan sitogenetika sebelumnya
terhadap “double minutes” (DMs) dan daerah pewarnaan homogen sel-sel kanker dan
garis sel resisten terhadap obat. Daerah pewarnaan homogen dan bentuk lain dari
amplifikasi kromosom DNA yang terkenal sebagai daerah yang tidak tampak gambaran
pita pada kromosomnya. DMs adalah ekstrakromosomal, asentrik (kekurangan
sentromer), molekul DNA sirkular (kekurangan telomer) dan dapat juga bervariasi pada
ukurannya. Umumnya, DMS kurang stabil dibandingkan daerah pewarnaan homogen
pada kulturnya, karena kurangnya sentromer DMs dan pada anak perempuan tidak
terjadi pemisahan inti dengan benar pada mitosisnya. Amplifikasi gen ini. dicatat dalam
fenomena biologis, termasuk amplifikasi gen detoksifikasi insektisida pada serangga,
yang menginduksi amplifikasi gen tertentu dalam kultur selnya (digunakan untuk
memproduksi protein tertentu), amplifikasi perkembangan gen pada Xenopus dan
organisme lain, dan amplifikasi gen resistensi obat dan onkogen tertentu pada kanker.
1. Terdapat dua manifestasi kariotipik amplifikasi gen, yaitu : regio yang terwarnai homogen di kromosom tunggal dan double minutes , yang tampak sebagai potongan kecil berpasangan dari kromatin. Neuroblastoma dan kanker payudara merupakan contoh amplifikasi gen yang melibatkan gen N-MYC dan HER-2.2,4,5,6
12
Gambar 8 . Amplifikasi gen N-MYC pada neuroblastoma manusia. Gen N-MYC, yang secara normal terdapat di kromosom 2p, mengalami amplifikasi dan tampak sebagai double minutes kromosom tambahan atau sebagai suatu homogenous staining region (HSR, regio berwarna homogen) yang terintegrasi ke kromosom. Integrasi melibatkan autosom lain, seperti 4, 9, atau 13 (copyright @ 1986 American Cancer Society)Tabel 2. Berikut ini beberapa contoh dari amplifikasi gen pada
kanker tertentu5
c-myc (8q24) Small cell lung carcinomaN-myc (2p23-24) Neuroblastoma (advanced stages), small cell lung
carcinomaCholinesterases (3q26) Ovarian carcinomaHER-2/neu (C-erbB-2, 17q11.2)
Breast cancer
CAS (cellular apoptosis susceptibility at 20q13)
Breast cancer
Epidermal growth factor receptor (7p12.1-12.3)
Glioma and non-small cell lung cancer
PRAD1/cyclin D1, bcl-1, HST-1, INT-2 (11q13)
Breast cancer, non-small cell lung cancer, head and neck cancer, and other cancers
MDM2 (12q13-14) Neuroblastoma, sarcoma, gliomaPrimase 1 (12q13) OsteosarcomaKelainan Kromosom pada kankerKanker, dalam berbagai bentuk merupakan penyakit
genetik, ini berasal dari temuan kelainan kromosom pada kanker. Kelainan ini mungkin
timbul sebagai akibat dari kesalahan replikasi, paparan karsinogen, atau proses
perbaikan DNA yang rusak. Ada tiga gen yang berkontribusi terhadap keganasan yaitu
onkogen, gen tumor supresor, dan gen perbaikan DNA. Gen yang memicu pertumbuhan
sel normal (protoonkogen) dapat dikonversi ke onkogen karena point mutasi, amplifikasi,
atau disregulasi. Gen yang mengendalikan pertumbuhan adalah gen tumor supresor,
13
sehingga pertumbuhan sel yang abnormal dapat terjadi jika fungsinya
terganggu.2,5Hampir semua kanker berasal dari sel progenitor tunggal, yang membentuk
klon. Dapat disimpulkan sebagai asal klonal ketika jumlah sel memiliki kromosom
abnormal yang sama atau saling terkait erat atau saling melengkapi. Dalam
perkembangan kanker, dapat terjadi mutasi melalui proses multistage yang mengubah
sel normal menjadi sel ganas. Dalam proses ini, subklonal mungkin telah berevolusi
sehingga klon tidak selalu homogen.2Perubahan kromosom pada kanker terjadi secara
signifikan jika perubahan tersebut tidak acak. Ketika didapati kelainan pada kromosom,
harus ditentukan apakah itu sengaja terjadi atau tidak. Hal lain yang penting dalam
memeriksa perubahan kromosom pada kanker adalah untuk mengetahui apakah ini
merupakan kelainan primer atau sekunder. Kelainan primer sering ditemukan sebagai
kelainan yang soliter dan unik untuk jenis tumor tertentu. Kelainan primer ini biasanya
sudah terdeteksi pada saat kanker terdiagnosis. Fakta ini menunjukkan bahwa
perubahan ini terkait dengan karsinogenesis. Sebaliknya, kelainan sekunder ditemukan
pada tahap selanjutnya dari kanker, terutama tumor padat.2,5Pada beberapa tipe
neoplasma tertentu pada manusia, kelainan kariotipe tidak bersifat acak dan umum,
yang menimbulkan dugaan kuat bahwa hal itu merupakan kejadian primer dalam
perkembangan keganasan penyakit. Pengamatan sedemikian dan pengamatan lainnya
menyokong pernyataan yang saat ini diterima secara luas bahwa asal kanker terletak
dalam gen tertentu, yaitu onkogen. Tetapi harus diingat bahwa kelainan sitogenetik
hanya dapat mencerminkan sisi yang rapuh pada kromosom yang mudah rapuh dan
tersusun kembali dalam populasi yang sedang melakukan replikasi secara cepat.
Selanjutnya, bila terjadi perubahan primer yang tidak acak, progresi tumor seringkali
disertai penyimpangan kariotipe yang lebih besar. Jadi kariotipe dapat agak bervariasi di
antara banyak klon yang sedang membentuk kanker yang berkembang
penuh.2,3Menurut teori perubahan genetik pada karsinogenesis, pada suatu saat terjadi
14
perubahan genetik yang menetap pada sel sehingga terjadi sintesis protein yang lebih
aktif dan ini digunakan lebih banyak untuk reproduksi daripada bekerja. Ketika sel mulai
berproliferasi aktif, kemudian terjadi perubahan mutasi lebih lanjut. Jadi, mula-mula
terjadi perubahan epigenetik yaitu perubahan metabolisme sel yang menyebabkan gen
pengendali pembelahan sel menjadi tidak aktif (perubahan kariotipe). Pada permulaan
kanker, kerusakan ini tak terlihat. Kemudian perubahan yang tak terlihat ini secara
langsung atau melalui bahan karsinogen lain akan menjadi perubahan yang terlihat yang
secara klinis tampak sebagai kanker.1, 3Kerusakan genetik yang mengaktifkan onkogen
atau menginaktifkan gen tumor supresor mungkin samar (misal, mutasi point) atau
cukup besar sehingga dapat dideteksi dalam kariotipe. Kelainan spesifik dapat
ditemukan pada sebagian besar leukemia dan limfoma dan semakin banyak ditemukan
pada tumor nonhematopoietik.3KESIMPULANKeganasan yang berkaitan dengan
kelainan genetik baik kromosomal maupun molekuler sudah banyak dilaporkan misalnya
pada keganasan kolon dan payudara. Dengan berkembangnya teknik-teknik baru ini,
aplikasi sitogenetika dan genetika molekuler dalam klinik menjadi semakin luas.
Sitogenetika adalah studi tentang kromosom dan penyakit terkait lainnya yang
disebabkan oleh tidak normalnya struktur dan atau jumlah kromosom . Biasanya
kromosom tidak dapat dilihat dengan mikroskop cahaya, tapi selama profase dan
metafase kromosom menjadi cukup jelas untuk dianalisis. Walaupun saat ini kanker
dikenal sebagai penyakit yang berkaitan dengan lingkungan dan muncul secara
sporadis, namun kanker dipertimbangkan sebagai suatu penyakit genetik karena adanya
mutasi gen sebagai faktor yang konsisten. Sitogenetika yang mempelajari kromosom
telah menjadi perangkat yang berharga dalam penatalaksanaan kanker – membantu
penegakan diagnosis, panduan terapi, dan petanda prognosis.Susunan kromosom
seseorang dalam urutan tertentu dikenal sebagai kariotipe. Metode sitogenetik hanya
dapat mendeteksi perubahan jumlah kromosom atau strukturnya (aberasi kromosom)
15
untuk dapat dilihat melalui teknik banding (teknik pita). Perubahan seperti itu biasanya
meliputi paling tidak 1 juta pasangan basa nukleotida dan mungkin mempengaruhi
banyak gen. Dengan demikian, efek klinis dari perubahan tersebut biasanya sangat
parah.Penentuan kariotipe merupakan alat dasar bagi para ahli sitogenetik. Kariotipe
adalah representasi fotografik sebaran metafase yang telah diwarnai yang menyususn
kromosom dari yang terpanjang hingga terpendek. Kariotipe normal mamalia
mengandung 46 kromosom yaitu 22 pasang autosom dan sepasang kromosom seks.
Pada pria pasangan kromosm seks berbentuk XY dan pada wanita XX. Pada teknik
pewarnaan Giemsa ( G banding), setiap set kromosom tampak memiliki pola tersendiri
pita terang gelap dengan lebar bervariasi. Teknik banding memungkinkan kita
mengidentifikasi secara pasti setiap kromosom, serta menentukan lokasi pasti
perubahan struktural di kromosom. Dalam mengalokasikan setiap band tertentu,
diperlukan empat item yaitu : jumlah kromosom, simbol lengan, jumlah regio, dan jumlah
band pada lokasi ini. Sebagai contoh 1q23 berarti kromosom 1, lengan panjang, wilayah
2, dan band 3.Jenis kelainan kromosom diantaranya : translokasi, delesi, duplikasi,
inversi, insersi, Isokromosom dan disentrik, dan amplifikasi gen.Pada kegananasan
hematologi, kelainan kromosom sebagian besar ditemukan pada sumsum tulang, dan
penemuan tersebut lebih patognomonik. Keadaan yang berbeda ditemukan pada tumor
padat, dimana saat tumor terlihat dengan mata telanjang telah terjadi perubahan
kromosom yang kompleks sehingga menimbulkan kesulitan teknis bagi para ahli
sitogenetika. Namun para ilmuwan percaya bahwa adanya kemajuan dalam teknologi
kromosom, dari sitogenetika konvensional menjadi sitogenetika molekuler, akan
menyediakan informasi lebih lanjut, berkaitan dengan tumor padat. Daftar
PustakaDevita, Jr.V.T., Hellman S, Rosenberg SA, Cancer Principles and Practice of
Oncology, Book I, Lippincott Williams and Wilkins; 2005 (7): 34-42.
16
1. Hardi F, Sudoyo W.A., Cytogenetics in oncology: From hematologic
malignancies to solid tumors; January - March 2009, Vol.18, No.1.
2. Faradz,MH.S,Prof,dr,Phd, Aplikasi Molekuler dan Sitogenetika Dalam
Mendiagnosis Penyakit Genetik, Bagian Genetik Medik, Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro Semarang; 2008.
3. Robbins, Cotran’s, Pathologic Basis of Disease : Chromosomal
Changes , Elsevier Inc.,New York, USA ; 2005 (7).
4. Chandrasoma, Parakarma, Concise Pathology, third edition, Mcgraw-
Hill ; 1995 : 209-214.
5. Cytogenetic, available at : www.wikipedia.org.com .
6. Chromosom Banding, available at : http://search.vadlo.com/b/g?
rel=2&keys=Chromosom+Banding
17
18