perubahan garis pantai teluk banten

19
1 I. Pendahuluan 1.1 Latar Belakang Seluruh bentang alam dibumi ini mengalami sebuah proses perkembangan yang dinamis melalui prosesi alamiah. Proses tersebut berdasarkan jalannya waktu telah mengembangkan bentukan bentang alam yang dahulu menjadi bentukan yang baru baik secara dekstruktif maupun konstruktif. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik, karena merupakan tempat percampuran pengaruh antara darat, laut, dan udara (Saptarini, 1995). Daratan pantai adalah salahsatu bentang lahan yang tentu mengalami proses perkembangan secara alamiah ataupun atas bantuan manusia. Daratan pantai yang berada diantara lautan dan daratan sangat dipengaruhi oleh dinamika keduanya, sehingga pantai merupakan bentang lahan yang memiliki proses dinamika yang sangat tinggi (Cui dan Li, 2011). Menurut Chen et al (2005) dalam Mukhopadyay et al, (2012), perubahan garis pantai dianggap salahsatu proses yang paling dinamis karena faktor fisik dan proses antropogenik memiliki peran yaang sangat besar terhadap lingkungan. Perubahan garis pantai disebabkan oleh adanya erosi pantai dan sedimen sebagai efek dari arus dekat pantai. Dimana garis pantai dapat berubah dalam dua bentuk, yang pertama garis pantai yang maju ke arah laut(akresi) dan garis pantai yang mundur ke arah daratan(abrasi). Baik akresi maupun abrasi akan menimbulkann masalah khususnya apabila perubahan itu terdapat pada daerah yang mana manusia mempunyai kepentingan langsung terhadapnya (Turmudi, 1999). Wilayah pesisir menjadi pusat pengembangan kegiatan perikanan, industri, pelabuhan dan pelayaran, pariwisata, permukiman dan tempat penampungan limbah dari segenap aktivitas manusia baik yang berada di dalam sistem wilayah pesisir maupun yang berada diluarnya. Pesisir teluk Banten dahulu merupakan pusat perkembangan kota di provinsi Banten dari adanya kesultanan Banten. Penduduknya sangat bergantung pada sumber daya pesisir dan sebagian besar penduduk bermatapencaharian agraris yaitu pertanian dan perikanan baik budidaya ataupun tangkap. Ketergantungan penduduk yang sangat besar terhadap sumber daya pesisir mengakibatkan segala kondisi sosial dan ekonomi sangat rentan terhadap dinamika yang terjadi di daratan dan lautan seperti dinamika abrasi dan akresi. Namun ketergantungan tersebut tidak diiringi dengan pemanfaatan sumber daya yang berbasis kelestraian, sehingga pada akhirnya proses pembangunan pesisir terus terganggu. Berdasarkan kondisi wilayah, teluk Banten dipengaruhi oleh angin monsoon australia dengan 3 musim (barat, timur dan peralihan), dan dialiri beberapa muara sungai besar dan kecil diantaranya sungai Domas, Soge, Cikemayungan, Banten, Pelabuhan, Wadas, Baros,

Upload: vivi

Post on 17-Jan-2016

88 views

Category:

Documents


11 download

DESCRIPTION

perubahan garis pantai dengan SDAS dan EPR

TRANSCRIPT

Page 1: perubahan garis pantai teluk banten

1

I. Pendahuluan

1.1 Latar Belakang

Seluruh bentang alam dibumi ini mengalami sebuah proses perkembangan yang dinamis

melalui prosesi alamiah. Proses tersebut berdasarkan jalannya waktu telah mengembangkan

bentukan bentang alam yang dahulu menjadi bentukan yang baru baik secara dekstruktif

maupun konstruktif. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik, karena merupakan

tempat percampuran pengaruh antara darat, laut, dan udara (Saptarini, 1995). Daratan pantai

adalah salahsatu bentang lahan yang tentu mengalami proses perkembangan secara alamiah

ataupun atas bantuan manusia. Daratan pantai yang berada diantara lautan dan daratan sangat

dipengaruhi oleh dinamika keduanya, sehingga pantai merupakan bentang lahan yang

memiliki proses dinamika yang sangat tinggi (Cui dan Li, 2011). Menurut Chen et al (2005)

dalam Mukhopadyay et al, (2012), perubahan garis pantai dianggap salahsatu proses yang

paling dinamis karena faktor fisik dan proses antropogenik memiliki peran yaang sangat

besar terhadap lingkungan. Perubahan garis pantai disebabkan oleh adanya erosi pantai dan

sedimen sebagai efek dari arus dekat pantai. Dimana garis pantai dapat berubah dalam dua

bentuk, yang pertama garis pantai yang maju ke arah laut(akresi) dan garis pantai yang

mundur ke arah daratan(abrasi). Baik akresi maupun abrasi akan menimbulkann masalah

khususnya apabila perubahan itu terdapat pada daerah yang mana manusia mempunyai

kepentingan langsung terhadapnya (Turmudi, 1999).

Wilayah pesisir menjadi pusat pengembangan kegiatan perikanan, industri, pelabuhan dan

pelayaran, pariwisata, permukiman dan tempat penampungan limbah dari segenap aktivitas

manusia baik yang berada di dalam sistem wilayah pesisir maupun yang berada diluarnya.

Pesisir teluk Banten dahulu merupakan pusat perkembangan kota di provinsi Banten dari

adanya kesultanan Banten. Penduduknya sangat bergantung pada sumber daya pesisir dan

sebagian besar penduduk bermatapencaharian agraris yaitu pertanian dan perikanan baik

budidaya ataupun tangkap. Ketergantungan penduduk yang sangat besar terhadap sumber

daya pesisir mengakibatkan segala kondisi sosial dan ekonomi sangat rentan terhadap

dinamika yang terjadi di daratan dan lautan seperti dinamika abrasi dan akresi. Namun

ketergantungan tersebut tidak diiringi dengan pemanfaatan sumber daya yang berbasis

kelestraian, sehingga pada akhirnya proses pembangunan pesisir terus terganggu.

Berdasarkan kondisi wilayah, teluk Banten dipengaruhi oleh angin monsoon australia dengan

3 musim (barat, timur dan peralihan), dan dialiri beberapa muara sungai besar dan kecil

diantaranya sungai Domas, Soge, Cikemayungan, Banten, Pelabuhan, Wadas, Baros,

Page 2: perubahan garis pantai teluk banten

2

Ciujung, Anyar, Cilid, Kesuban, Baru, Serdang, Suban, Kedungingus dan Candi. Sehingga

dinamika abrasi dan sedimentasi akresi akan cukup besar terjadi.

Dalam dasawarsa ini, perubahan iklim menjadi isu yang tidak terelakana lagi. Kenaikan

suhu permukaan telah sangat dirasakan di wilayah – wilayah indonesia. Kenaikan suhu yang

kemudian mengakibatkan kenaikan muka air laut menjadi tantangan dan ancaman terhadap

keberadaan pesisir. menurut data hasil perekaman satelit altimeter Topex/Poseidon (T/P),

JASON 1 an JASON 2 telah terjadi kenaikan muka laut global rata-rata sekitar 3.18

mm/tahun (Syahrir ,2013). Di indonesia sendiri terjadi peningkatan tinggi muka laut rata-rata

sebesar 0.8 mm/tahun, dan kenaikan muka laut tersebut berdampak pada meluasnya wilayah

pesisir yang ter-abrasi dan tergenang serta peningkatan intrusi air laut ke daratan (Bappenas,

2013). Sehingga fenomena abrasi akan sangat mengancam keberlangsungan dan keberadaan

ekosistem pesisir di masa depan melalui perubahan iklim.

Perkembangan melalui perubahan sayangnya tidak selalu memberikan dampak yang baik

bagi keberlangsungan penghidupan tetapi sebaliknya. Menurut Wahyudi dkk (2009), telah

terjadi kemunduran garis antai akibat erosi dan abrasi pantai di berbagai wilayah pantai

indonesia yang mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir. Kerusakan

pantai telah terjadi di sebagian pantai utara pulau Jawa, seperti terjadi di pantai utara Jawa

Barat (BPLHD Prov. 2004. Hasil penelitian yang dilakukan Damaywanti (2013) mengenai

dampak erosi pantai terhadap lingkungan sosial juga menyebutkan bahwa terjadi

kecenderungan perpindahan penduduk karena proses abrasi telah yang menghancurkan atau

menghilangkan lahan permukiman, serta terjadinya perubahan mata pencaharian dari sektor

agraris ke sektor lain. Kerusakan pantai di kawasan pesisir berdampak terhadap terganggunya

aktifitas sehari-hari dari masyarakat, terganggunya sistem transportasi, industri dan

perdagangan, serta dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat (Wahyudi dkk, 2009).

Fenomena kasus abrasi pantai telah banyak terjadi di pantai-pantai Indonesia, seperti

abrasi di pantai Indramayu dengan kecenderungan kondisi yang sangat parah yang

diakibatkan oleh pengerukan pasir laut dan penambangan karang. Di pantai pesisir

Tanggerang juga demikian dimana abrasi disebabkan oleh hal yang sama. Abrasi lainnya

terjadi di pantai Kuta Bali yang disebabkan struktur geologi laut, pantai Semarang abrasi

pantainya disebabkan oleh pengalihan muara sungai dan di pantai Jepara dimana abrasinya

akibat tanah timbul (Soesilo dan Boediman, 2002).

Page 3: perubahan garis pantai teluk banten

3

Menurut Mukhopadyay et al, (2012). mengidentifikasi perubahan garis pantai, laju

perubahannya dan memprediksi kondisi di masa depan memainkan peran penting dalam

setiap pengelolaan pesisir seperti zonasi bahaya, studi pembangunan pulau, transportasi laut,

sedimentasi dan pemodelan morfodinamika pesisir. Model prediksi garis pantai di masa

depan sangat penting dan efektif digunakan untuk melihat perubahan garis pantai dan

memungkinkan masyarakat dan pemerintah dapat menjaga struktur fasilitas dan finansial dari

kerugian di wilayah pesisir.

Sejalan dengan hal tersebut, maka penelitian laju perubahan garis pantai dan prediksi

perubahannya di masa yang akan datang perlu dilakukan guna dijadikan sebagai salah satu

bahan make decision dalam perencanaan pembangunan pesisir sehingga mampu menopang

perkembangan dengan ketersediaan infrastuktur yang terus menerus, dan tentu untuk

menumbuhkan kesadaran masyarakat pesisir akan pentingnya mengelola alam. Hal ini sejalan

dengan K.V. Poornima and Chinthaparthi (2014), bahwa pesisir merupakan zona yang sangat

dinamis, dan pemantauan adalah tugas penting dalam pembangunan berkelanjutan dan

perlindungan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah:

1.2.1 Bagaimana Laju Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Teluk Banten dari tahun 2000

- 2014?

1.2.2 Bagaimana Faktor Alam dan Manusia Mempengaruhi Laju Perubahan Garis

Pantai Di Pesisir Teluk Banten?

1. 3. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju

perubahan garis pantai di pesisir teluk Banten berdasarkan faktor yang membentuk dan

mempengaruhinya, dan memprediksikan perubahan garis pantai di masa yang akan datang.

1.4 Batasan Masalah

1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data time series dari tahun 2000 –

2014.

Page 4: perubahan garis pantai teluk banten

4

2. Garis Pantai adalah batas muka antara air laut dengan daratan yang kedudukannya

berubah-ubah sesuai pada saat pasang surut, pengaruh gelombang, air laut dan

erosi pantai yang terjadi.

3. Perubahan garis pantai adalah berpindahnya atau bergesernya letak garis pantai

dari kedudukan semua (Bird, 1984).

4. Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga arus laut yang bersifat

merusak, disebut juga erosi pantai (Setyono, 1996).

5. Akresi merupakan perubahan garis pantai dimana garis pantai tersebut mengalami

perubahan maju dari kedudukan semula. (Pardjaman, 1977).

6. Prediksi perubahan garis pantai dilakukan dengan dua skenario, yaitu 2014 –

2019, dan 2014 – 2024.

7. Parameter sedimen yang diukur adalah konsentrasi total suspended sediment

(TSS) dan pola pergerakannya.

8. Faktor Alam adalah pengaruh alami seperti geologi, iklim, gelombang, pasang

surut dan arus laut (Bird, 1984) serta sedimentasi (Ongkosongo, 1980) yang

menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai.

9. Faktor manusia adalah aktivitas manusia yang secara langsung dan tidak langsung

dapat merubah garis atau bentuk pantai, antara lain penggalian pasir dan cangkang

perairan pantai, penimbunan pantai, penanggulan pantai, pengatur aliran sungai,

penggunaan tanah dan kegiatan manusia di kota (Ongkosongo, 1980).

10. Variabel penelitian dibagi kedalam variabel fisik dan variabel sosial. Variabel

fisik dalam penelitian ini diataranya tutupan lahan, jenis batuan, morfologi pantai,

arah dan kecepatan angin, arus, pasang surut, dan konsentrasi total suspended

sediment (TSS). Dan variabel Sosial dalam penelitian ini adalah penggunaan lahan

dan aktivitas manusia di pesisir.

II. Tinjauan Pustaka

2.1 Pesisir

Menurut Saptarini, dkk (1995), wilayah Pesisir adalah wilayah antara darat dan laut

dengan batas kearah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air

yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut,

perembesan air laut yang dicirikan oleh jenis vegetasinya yang khas. Lanjutnya, batas

wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batasan terluar dari daerah paparan

Page 5: perubahan garis pantai teluk banten

5

benua, dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi

di darat seperti sedimentasi oleh aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan

oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.

2.2 Pantai dan Garis Pantai

Menurut Easterbrook (1993), pantai merupakan akumulasi dari pasir, kerikil atau

bebatuan di sepanjang garis pantai pada zona pemecah, yang terdiri dari sedimen-

sedimen yang ada yang digerakan oleh gelombang dan diproduksi baik oleh aliran

yang masuk ke pantai maupun dari erosi laut.

Pantai adalah fitur yang dinamis, sering berubah untuk beradaptasi dengan kondisi

yang berbeda-beda. Lokasi pantai ditentukan oleh pasokan sedimen dan aktivitas

gelombang atau dari pengerjaan ulang sedimen dekat pantai yang lebih lama terjadi.

Definisi lain, menurut Komar (1976) dalam Easterbrook (1993), bahwa batas-batas

pantai meluas ke arah laut mencakup zona dimana sedimen digerakan oleh gelombang

dan terus ke darat ke batas pasang surut laut.

Garis pantai adalah batas muka antara air laut dengan daratan (Duxbury &

Duxbury, 1993) yang kedudukannya berubah-ubah sesuai pada saat pasang surut,

pengaruh gelombang, air laut dan erosi pantai yang terjadi (Sugandi, 1992). Garis

pantai mempunyai kedudukan sebagai garis terendah daripada daratan (Sandy, 1996),

yang dipengaruhi oleh komponen lautan dan daratan.

2.3 Perubahan Garis Pantai

Pantai merupakan suatu daerah yang meluas dari titik terendah air laut pada

saat surut hingga ke arah daratan sampai mencapai batas efektif dari gelombang.

Sedangkan garis pantai adalah garis pertemuan antara air laut dengan daratan yang

kedudukannya berubah ubah sesuai dengan kedudukan pada saat pasang surut,

pengaruh gelombang dan arus laut (Sutikno, 1993). Suatu bentang lahan selalu

mengalami proses yang dinamis berdasarkan waktu. begitu juga pantai dimana

merupakan daerah yang sangat dipengaruhi oleh dua dinamika yaitu dinamika daratan

dan dinamika lautan sehingga pada dasarnya daerah pantai selalu mengalami proses

yang dinamis. Perubahan garis pantai merupakan hasil dari proses dinamis yang

terjadi terus menerus, dimana perubahannya dapat berupa semakin mundur ke arah

daratan ataupun semakin maju ke arah lautan. Perubahan garis pantai merupakan hasil

dari proses destruksional dan konstruksional geomorfologi yang bekerja di daerah

pantai, dimana destruksional merupakan suatu proses geomorfologi yang cenderung

Page 6: perubahan garis pantai teluk banten

6

merusak atau menghancurkan dan meniadakan bentuk lahan yang ada sebelumnya,

sedangkan konstruksional adalah sebaliknya yaitu proses yang cenderung membangun

atau menghasilkan dan menciptakan bentuk lahan baru (sutikno, 1993). Hasil dari

proses destruksional dinamakan dengan abrasi dan proses konstruksional dinamakan

dengan akresi. Perubahan garis pantai berbeda-beda menurut waktu dan tempat

tergantung pada faktor pembentuknya. Pengukuran perubahan garis pantai dapat

diketahui melalui faktor-faktor pembentuknya yang dapat menunjukan kecenderungan

apakah mengalami akresi dengan penjorokan garis pantai ke arah laut atau abrasi

dengan pemunduran garis pantai ke arah daratan.

2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pantai

Menurut Ongkosongo (1980), pada hakekatnya terdapat dua faktor utama yang

berpengaruh terhadap perubahan garis pantai, yaitu faktor dari daratan dan faktor laut

dengan faktor-faktor tambahan lainnya. Secara faktor perubah, perubahan garis pantai

dipengaruhi oleh faktor alami dan manusia. Faktor alamai diantaranya :

1. Sedimentasi

Sedimentasi berkaitan langsung dengan ada atau tidaknya muara sungai yang

terdapat di pantai. Pada pantai yang memiliki hutan mangrove, jenis sedimen yang

menonjol adalah lumpur. Hal ini disebabkan oleh adanya akar-akar tumbuhan

yang berperan sebagai penangkap sedimen dan pemecah ombak. Sedimen kasar

yang diendapkan di pantai akan membentuk pematang pantai.

2. Arus dan Gelombang Laut

Arus dan gelombang laut berperan sebagai penyebab erosi pantai dan juga

pembentuk pematang pantai yang menyebabkan akresi pantai.

3. Kedalaman dan Morfologi Laut

Sedimentasi yang terjadi di laut dangkal akan menyebabkan pertumbuhan daratan

dalam waktu yang singkat, sebaiknya erosi pantai lebih terjadi pada pantai yang

memiliki dasar laut dalam.

4. Morfologi Pantai

Kekuatan gelombang tertinggi terletak pada daerah pasang surut. Bila morfologi

pantai terjal dan keseimbangan sedimentasi terhadap erosi sangat rendah, maka

pantai akan mudah tererosi. Pada pantai yang bermorfologi rendah, erosi lebih

sukar terjadi karena memiliki keseimbangan morfologi yang tingi.

5. Pasang Surut Laut

Page 7: perubahan garis pantai teluk banten

7

Kedudukan garis pantai tergantung pada kedudukan pasang surut terutama untuk

daerah dengan pantai yang umumnya rendah dan landai. Pasang surut dapat

menimbulkan arus yang dapat menyeret sedimen pantai ke laut pada waktu surut

dan sebaliknya mengendapkan sedimen di waktu pasang.

6. Angin

Angin kuat dapat berperan sebagai pengangkut sedimen dari suatu tempat ke

tempat lain. Angin dapat menimbulkan arus dan gelombang yang relatif tinggi,

sehingga dapat mempercepat laju erosi dan sedimentasi.

7. Adanya Massa Penghalang Lepas Pantai

Massa penghalang lepas pantai seperti trumbu karang atau pulau dapat

menimbulkan proses tombolo.

8. Adanya Tumbuhan Lepas Pantai

Tumbuhan pantai dapat mengakibatkan dua hal yaitu pemacu sedimentasi pantai

dan pengurang laju erosi pantai. Sama halnya menurut Barnes (1977), tanaman

rawa garam sangat berperan dalam reklamasi lahan alami. Tutupan tanaman

mengurangi kecepatan air pasang surut atau angin (dalam kasus bukit pasir),

sehingga memungkinkan partike sedimen tetap. Dengan adanya sistem akar pada

tanaman rawa garam membantu dalam mengikat sedimen permukaan dan

mengurangi pergerakannya.

9. Litologi Sepanjang Pantai

Pada pantai terbuka, pantai dengan litologi pasir dan krikil akan lebih stabil

daripada pantai dengan litologi lumpur. Litologi yang telah mengalami

sedimentasi dan pemadatan akan lebih tahan terhadap erosi.

Sedangkan, faktor manusia yang dapat mempengaruhi perubahan garis pantai

diantaranya ;

a. Penggalian pasir dan cangkang perairan pantai

Penggalian pasir dan cangkang laut dapat berakibat erosi pantai di sekitar

tempat penggalian, serta memperbesar terjadinya longsoran pantai.

b. Penimbunan pantai

Penimbunan atau reklamasi pantai secara langsung dapat menyebabkan

perubahan garis pantai, yaitu garis pantai akan bertambah maju ke arah laut.

c. Penanggulan pantai

Penanggulan pantai akan menyebabkan pantai lebih tahan terhadap erosi,

memperkokoh kedudukan atau posisi pantai yang ditanggul.

Page 8: perubahan garis pantai teluk banten

8

d. Pengaturan aliran sungai

Pengaturan aliran sungai oleh manusia akan menyebabkan perubahan arah dan

jumlah material yang diendapkan di muara sungai yang letaknya dekat pantai.

e. Penanaman dan penggundulan hutan mangrove

Mangrove berperan sebagai pelindung pantai dan pemacu sedimentasi, dan

sebaliknya penggundulan hutan mangrove memicu terjadinya erosi pantai.

f. Kegiatan manusia di kota

Kegiatan manusia di daratan menghasilkan sampah, kemudian sampah

tersebut terbawa oleh sungai dan diendapkan di muara dekat pantai. Sampah

tersebut kemudian memadat dan terjadilan penambahan daratan ke arah laut.

2.5 Tipe – Tipe Garis Pantai

Terdapat empat kategori tipe pantai dalam klasifikasi yang dikemukakan oleh Johnson

(1919) dalam Easterbrook (1993), diantaranya :

- Garis Pantai Tenggelam (Shoreline Of Submergence), yang dibentuk oleh

kenaikan permukaan laut atau penurunan tanah. Garis pantai tersebut

ditandai oleh lembah yang tenggelam, banyak pulau, dan garis pantai tidak

beraturan.

- Garis Pantai Timbul (Shoreline Of Emergence), yang dibentul oleh

pengangkatan tanah atau penurunan permukaan laut. Garis pantai ini

biasanya memiliki garis pantai lurus dengan relief rendah dan teras laut.

- Garis Pantai Netral (Neutral Shoreline), yang didominasi oleh berbagai

proses permukaan. Seperti delta, dataran aluvial, pantai vulkanik, terumbu

karang.

- Garis Pantai Gabungan ( Compound Shoreline), dengan beberapa fitur

dimana bentuk dasarnya merupakan kombinasi diantara karakteristik yang

ada, yaitu baik proses pengangkatan maupun penurunan daratan. Garis

pantai ini diindikasikan oleh adanya daratan pantai dan teluk-teluk.

Wilayah pesisir pantai timur Sumatera, Kalimantan dan utara Pulau Jawa

memiliki konfigurasi pantai yang landai dan luas sebagai akibat dari hubungan dengan

paparan benua yang meluas, dari garis pantai ke arah darat terbentang ekosistem payau

yang landai dan kearah laut terdapat paparan benua yang luas.

2.6 Abrasi dan Akresi

Page 9: perubahan garis pantai teluk banten

9

Abrasi atau erosi pantai adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga

gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak (Setiyono, 1996). Yuwono (2005)

membedakan antara erosi pantai dengan abrasi pantai. Erosi pantai diartikannya

sebagai proses mundurnya garis pantai dari kedudukan semula yang disebabkan oleh

tidak adanya keseimbangan antara pasokan dan kapasitas angkutan sedimen. Sedang

abrasi pantai diartikan dengan proses terkikisnya batuan atau material keras seperti

dinding atau tebing batu yang biasanya diikuti oleh longsoran dan runtuhan material.

Akresi merupakan perubahan garis pantai dimana garis pantai tersebut

mengalami perubahan maju dari kedudukan semula. (Pardjaman, 1977). Dan menurut

Barnes (1977) akresi merupakan bentuk dari daerah terlindung garis pantai dan

sebagian besar dipengaruhi oleh tanaman laut. Dalam proses akresi sedimentasi,

sedimen terperangkap dalam tanaman rawa garam. Dimana sedimen lebih banyak dari

daratan dan sebagain kecil dari lingkungan laut yang berdekatan dengan pantai.

Daerah yang mengalami tingkat akresi terbesar seperti muara, dimana debit sungai

membawa sedimen dari hulu. Barnes, (1977) berpendapat bahwa abrasi dan akresi

pada prosesnya terjadi pada proses yang berbeda, dimana bahan yang sering terkikis

dari tempat A seiring waktu dan dengan bantuan faktor lain kemudian disimpan di

tempat B beberapa kilometer lebih jauh di sepanjang pantai. Sedimen pada pantai

bergerak dan mengalami perpindahan yang mengindikasikan keseimbangan antara

gelombang dan suplai sedimen.

2.7 Interpretasi Citra Digital

Menurut Lillesand et al, (2008) dalam Danoedoro (2012), penginderaan jauh

merupakan ilmu dan seni dalam memperoleh informasi mengenai suatu objek, area,

atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh melalui alat tanpa suatu kontak

langsung. Interpretasi atau penapsiran citra penginderaan jauh merupakan perbuatan

mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek yang tergambar dalam

citra, dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Purwadhi, 2001). Berdasarkan

misinya, satelit penginderaan jauh dapat dikelmpokan menjadi dua macam, yaitu

satelit cuaca dan satelit sumber daya. Satelit cuaca contohnya GOES dan GMS,

NOAA yang umumnya adalah satelit geostasioner (tidak termasuk NOAA).

Sedangkan satelit sumber daya diantaranya Landsat, SPOT, ALOS, ERS dan JERS

yang umumnya adalah satelit sun-synchronous.

2.7.1 Sistem Landsat

Page 10: perubahan garis pantai teluk banten

10

Satelit Landsat (Land Satellite) merupakan satelit milik Amerika Serikat yang

pertama kali diluncurkan pada 1972 dengan nama ERTS-1(Earth Resource

Technology Satellite-1). Seri landsat hingga saat ini telah sampai pada

Landsat-8. Khusus untuk Landsat-7, pada tahun 1990 diluncurkan dengan

membawa sensor multispektral dengan resolusi 15 meter untuk citra

pankromatik dan 30 m untuk citra mutispektral pada spekta pantulan

(spektrum biaru – mid infrared), serta resolusi spasil 60 m untuk citra

inframerah termal. Sensor Landsat-7 yang disevut ETM+(Enhanced Thematic

Mapper Plus) memuat 8 saluran, dimana saluran 6 telah dinaikkan resolusi

spasialnya dari 120 m menjadi 60 m, dan saluran 8 merupakan saluran

pankromatik dengan julat panjang gelombang antara 0.58 – 0.90 µm

(Danoedoro, 2012).

2.7.2 Sistem SPOT

SPOT (System Probatoire de I’observation de la Terre) adalah proyek

kerjasam antara Prancis, Swedia, dan Belgia, dibawah koordinasi

CNES(Centre Nationa d’Etudes Spatiales), badan ruang angkasa Prancis.

SPOT-1 diluncurkan pada 23 februari 1986 di Guyana Prancis. Seri SPOT

telah mencapai generasi ketiga, dimana generasi pertama yaitu SPOT-1,

SPOT2, dan SPOT-3, sedangkan generasi kedua ada SPOT-4 dan SPOT-5.

2.7.3 Sistem ALOS

ALOS ( Advanced Land Observing Satellite) merupakan sistem satelit

sumberdaya milik Jepang yang diluncurkan Badan Eksplorasi Udara dan

Ruang Angkasa Jepang (JAXA). ALOS diluncurkan pada 26 januari 2006.

2.8 Digital Shoreline Analysis System (DSAS)

DSAS merupakan software perangkat lunak yang dikembangkan oleh USGS

untuk menghitung perubahan posisi garis pantai berdasarkan waktu secara statistik

dan berbasis geospasial. Tidak hanya batas garis pantai, DSAS juga dapat digunakan

untuk setiap masalah perubahan batas lain dengan rentang waktu yang jelas.

Perangkat DSAS ini dapat digunakan dalam software seperti ESRI dan ArcGIS.

Dalam menghitung perubahan garis pantai, DSAS menggunakan titik sebagai acuan

pengukuran, dimana titik dihasilkan dari perpotongan antara garis transek yang dibuat

oleh pengguna dengan garis-garis pantai berdasarkan waktu (Himmelstoss, 2008).

2.9 End Point Rante (ERP)

Page 11: perubahan garis pantai teluk banten

11

Metode ERP Didasarkan pada konsep persamaan empiris yang menunjukan

bahwa perubahan garis pantai di masa depan daat ditentukan dari hubungan linear

antara posisi garis pantai dan eriode waktu dari tahun pengamatan. (Danial Meddy

dkk, 2011 dan Fenster et al, dalam Mukhopadhyay, 2012). Posisi garis pantai di masa

depan diestimasi menggunakan kurs pergerakan garis pantai (slope), interval waktu

antara garis pantai yang diamati dengan yang diramalkan dan model intercept yang

dapat dinyatakan ;

Posisi garis pantai = slope x interval waktu + intercept

dan model matematisnya, Metode ERP dapat ditulis dalam persamaan ;

Y = mX + B

Dimana, Y = Posisi perubahan garis pantai pada tahun n

m = laju erosi / tahun � (Yn – Y1) – (Xn – X1)

X = tahun yang digunakan sebagai tanda pengukuran

B = titik koordinat yang digunakansebagai tanda pengukuran pada

tahun – tahun perhitungan.

model tersebut dimodifikasi dengan EPR intercept BEPR = Y1 X1 = Yn – Xn karena

titik garis akhir dapat ditambahkan pada titik berlawanan dari titik terakhir (Xn, Yn),

dan persamaan EPR dapat ditulis ulang ke dalam ;

YEPR = (X – Xn) + Yn

3. Metodologi Penelitian

3.1 Daerah Penelitian

Daerah penelitian ini adalah pesisir teluk Banten dengan panjang garis

pantai mencapai 55.62 km, yang terletak pada 5°56'9.56” LS 106°16'32.42 BT

sampai 5°55'48.15"LS 106° 7'6.07"BT.

Page 12: perubahan garis pantai teluk banten

3.2 Alur Pikir Penelitian

Salahsatu yang mengalami dinamika pesisir yaitu garis pantai. Garis pantai

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam dibagi dua

yaitu komponen dari laut dan komponen dari daratan. Komponen laut mencakup arus,

gelombang, arah dan kecepatan angin, serta pasang surut. Sedangkan komponen

daratan yaitu tutupan lahan, jenis batuan, dan morfologi pantai. Komponen alam

mempengaruhi dapat atau tidak dapatnya proses erosi dan akresi terjadi di garis

pantai. Kemudian faktor manusia mencaku

di dekat pantai dimana faktor ini menjadi akselerator dalam proses abrasi dan akresi

yang terjadi terhadap garis pantai. Sehingga dengan mengidentifikasi dan melihat

hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi garis pantai,

perubahan garis pantai yang terjadi di wilayah penelitian.

Gambar.1 wilayah penelitian

Alur Pikir Penelitian

Salahsatu yang mengalami dinamika pesisir yaitu garis pantai. Garis pantai

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam dibagi dua

yaitu komponen dari laut dan komponen dari daratan. Komponen laut mencakup arus,

n kecepatan angin, serta pasang surut. Sedangkan komponen

daratan yaitu tutupan lahan, jenis batuan, dan morfologi pantai. Komponen alam

mempengaruhi dapat atau tidak dapatnya proses erosi dan akresi terjadi di garis

faktor manusia mencakup penggunaan lahan dan aktivitas manusia

dimana faktor ini menjadi akselerator dalam proses abrasi dan akresi

yang terjadi terhadap garis pantai. Sehingga dengan mengidentifikasi dan melihat

faktor yang mempengaruhi garis pantai, peneliti dapat mengetahui

perubahan garis pantai yang terjadi di wilayah penelitian.

12

Salahsatu yang mengalami dinamika pesisir yaitu garis pantai. Garis pantai

dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam dibagi dua

yaitu komponen dari laut dan komponen dari daratan. Komponen laut mencakup arus,

n kecepatan angin, serta pasang surut. Sedangkan komponen

daratan yaitu tutupan lahan, jenis batuan, dan morfologi pantai. Komponen alam

mempengaruhi dapat atau tidak dapatnya proses erosi dan akresi terjadi di garis

p penggunaan lahan dan aktivitas manusia

dimana faktor ini menjadi akselerator dalam proses abrasi dan akresi

yang terjadi terhadap garis pantai. Sehingga dengan mengidentifikasi dan melihat

peneliti dapat mengetahui

Page 13: perubahan garis pantai teluk banten

13

Bagan 1. Alur Pikir Penelitian

ABRASI AKRESI

PESISIR TELUK BANTEN

FAKTOR ALAM :

FAKTOR MANUSIA

- Penggunaan Lahan

- Aktivitas Manusia di dekat pantai

Daratan

1. Geologi : Jenis Batuan

2. Morfologi Pantai 3. Tutupan Lahan

(sepanjang garis pantai)

4. Sedimentasi

Laut

1. Arah dan kecepatan angin

2. Arus

3. Gelombang 4. Pasang Surut

Laju Perubahan Garis Pantai Pesisir Teluk Banten

Dinamika Pesisir

GARIS PANTAI

Page 14: perubahan garis pantai teluk banten

14

Variabel dan Data

Variabel dan data yang digunakan dalam mendukung penelitian ini secara umum dibagi

kedalam dua variabel yaitu variabel fisik dan variabel sosial.

Tabel.1 Variabel Penelitian

Variabel Fisik Variabel Sosial

Tutupan Lahan (Land Cover) Penggunaan Lahan

Arah dan Kecepatan Angin Mata Pencaharian

Arus Laut

Pasang Surut Laut

Batimetri

Pola konsentrasi total suspended sediment

(TSS)

3.3 Pengumpulan Data

Data yang digunakan untuk menunjang penelitian ini terdapat dua jenis data yaitu data

sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data yang diperoleh tidak secara

langsung oleh peneliti tetapi melalui pihak lain baik sebagai data koleksi maupun hasil

dari penelitian, data ini umumnya didapatkan melalui survey instansi atau lembaga

penelitian ataupun individu. Sedangkan data primer merupakan data yang diperoleh

secara langsung oleh peneliti dan biasanya melalui metode observasi atau survey lapang.

3.4.1 Pengumpulan Data Sekunder

Berikut adalah rangkuman kebutuhan data utama dan data pelengkap yang terkait

dengan penelitian ini:

Tabel.2 Kebutuhan Data

Data Sumber Keterangan

Citra Landsat 7 LAPAN atau Download Diambil yang paling baik

SPOT-4 LAPAN

ALOS AVNIR-2 LAPAN

Peta Geologi Badan Geologi

Batimetri BIG, DISHIDROS

Pola Arus Perairan Banten

Utara www.noaa.aoml.gov

Menggunakan bantuan

software envi v.7.7 dan Arc

Page 15: perubahan garis pantai teluk banten

15

GIS v.10.0

Pasang Surut DISHIDROS, LIPI/ NaoTide

Arah Dan Kecepatan Angin BMKG

Data time series dari 2000 –

2014, dengan software

WRPLOT.

Pola Konsentrasi TSS Pengolahan Data

Menggunakan bantuan

software envi v.7.7 dan Arc

GIS v.10.0

Tutupan dan Penggunaan

Lahan Pengolahan Data

Menggunakan bantuan

software envi v.7.7 dan Arc

GIS v.10.0

3.4.2 Survei Lapang

Survey lapang dilakukan untuk mendapatkan informasi berdasarkan fakta lapangan

wilayah penelitian, dimana data hasil survey nantinya digunakan untuk memvalidasi hasil

pengolahan data sekunder, meliputi perubahan garis pantai (baik abrasi ataupun akresi) serta

perubahan dan pemanfaatan lahan di sekitar garis pantai. Survey lapang di lakukan di

beberapa titik sampel, dimana titik sampel sendiri ditentukan berdasarkan metode purposive

random sampel yaitu pemilihan sampel acak berdasarkan pertimbangan-pertimbangan

tertentu.

Suvey lapang dilakukan dalam dua kegiatan yaitu observasi lapang dan wawancara

terarah dengan atau tanpa bantuan kuesioner terhadap informan. Peralatan yang dibutuhkan

untuk pengambilan data pada titik sampel wawancara adalah GPS (Global Positioning

System), peta kerja, kuisioner survey lapang, kamera digital/hp, dan alat tulis.

3.5 Pengolahan Data

a. Perubahan Tutupan dan Pengunaan Lahan

Untuk mendapatkan perubahan tutupan dan penggunaan lahan dilakukan dengan

pengolahan time series data citra Landsat TM resolusi 30 m dari tahun 2000 – 2014

dengan bantuan software ENVI v.7.7 dan ArcGIS v.10.0. Pengolahan dilakukan

dengan metode umum yang sering pertama kali dilakukan yaitu pengkoreksian citra

baik radiometrik maupun geometrik. Citra yang terkoreksi kemudian di crop

berdasarkan wilayah penelitian, kemudian dilakukan pengklasifikasian menggunakan

Page 16: perubahan garis pantai teluk banten

16

suvervised classification dengan teknik training sample dan algoritma maximum

likelihood, hasil klasifikasi kemudian dilakukan uji akurasi. Setelah proses pemisahan

objek, perubahan tutupan dan penggunaan lahan didapatkan dengan mengoverlay atau

menumpangsusunkan data vektor tutupan lahan hasil pengolahan citra dari tahun ke

tahun sesuai data yang tersedia.

b. Pola Konsentrasi Total Suspended Sediment (TSS)

Pola konsentrasi TSS diperoleh dengan melakukan pengolahan time series

data citra, citra yang digunakan adalah ALOS AVNIR-2 dan SPOT-4 dengan bantuan

software ENVI v.7.7. Tahap awal dilakukan pengkoreksian pada citra, selanjutnyua

dilakukan croping untuk mendapatkan wilayah penelitian dan kemaudian me-masking

citra untuk memisahkan daratan dan lautan agar tidak masuk dalam perhitungan TSS.

Setelah itu dilakukan pengalgoritmaan dengan menggunakan persamaan algoritma

yang dikembangkan oleh Hendrawan dan Assai (2008) dalam Fegie dan Sukojo

(2013), dengan persamaan sebagai berikut :

TSS (mg/L) = -1.315*b1 + 2.371*b2 – 0.791*b3 + 9.649

Dimana, b1 = Digital number band 1

b2 = Digital number band 2

b3 = digital number band 3

Penerapan algoritma akan menghasilkan sebaran konsentrasi sedimen yang

selanjutnya di klasifikasikan dengan metode supervised clasification.

c. Perubahan Garis Pantai

Perubahan garis pantai di dapatkan dengan dua metode yaitu klasifikasi citra dan

indeks vegetasi dengan teknik NDVI (Mukhopadyay, 2012). Klasifikasi dilakukan

dengan menggunakan teknik supervised clasification dengan algoritma maxsimum

likelihood dengan dua kelas objek yaitu air dan tanah untuk membatasi interface air

dan tanah. Perbedaan NDVI digunakan untuk membedakan batas air dan tanah. Pixel

yang merepresentasikan garis pantai dikonversi menjadi vektor. Hasil data berupa

vektor yang kemudian dilakukan metode tumpang susun untuk melihat perubahannya.

Perhitungan perubahan garis pantai menggunakan metode dari theiler et al (2008)

dalam Taufiqurohman (2012), dengan menghitung jarak antar vektor garis pantai tiap

tahunnya dari titik acuan, sehingga laju perubahan garis pantai dapat diketahui.

Page 17: perubahan garis pantai teluk banten

17

Pengukuran ini menggunakan bantuan program Digital Shoreline Analysis System

(DSAS) dengan memanfaatkan transek – transek sebagai acuan dari perubahan garis

pantai. Transek tersebut kemudian menginformasikan profil jarak dari masing –

masing garis pantai terhadap titik acuan. Dalam penelitian ini titik acuannya adalah

garis pantai tahun 2000.

d. Prediksi Perubahan Garis Pantai

Prediksi perubahan garis pantai menggunakan model EPR (End Point Rate) yang

digunakan oleh mukhopadhyay et al, (2012) dan Danial et al, (2011). Metode ini

didasarkan pada posisi garis pantai yang telah di ekstraksi dari citra. Metode ini

merupakan tools dalam program Digital Shoreline Analysis System (DSAS) yang akan

dioperasikan menggunakan softeware ArcGIS v.10.0.

3.6 Analisis Data

Data-data yang telah dihasilkan dan diolah selajutnya diananlisis dengan beberapa

analisis sebagai berikut ;

a. Analisis Komparatif

Analisis Komparatif untuk menjelaskan perubahan garis pantai dengan

membandingkan bentuk perubahan yang terjadi dengan kondisi faktor-faktor

yang mempengaruhinya.

b. Analisis Deskriptif Spasial dan Temporal

Analisis spasial digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel – variabel

secara spasial, dan untuk menjelaskan distribusi hasil kajian objek penelitian

secara spasial. Analisis ini digunakan untuk menjelaskan perubahan garis pantai

dari tahun dengan faktor-faktor alam dan manusia berdasarkan ruang. Sedangkan,

analisis temporal untuk menjelaskan perubahan objek penelitian dan

hubungannya dengan faktor-faktor alam dan manusia berdasarkan waktu.

Page 18: perubahan garis pantai teluk banten

18

Daftar Pustaka

Bird, E.C.F. 1984. Coast. An Introduction to Coastal Geomorphology. 3rd Edition. England:Basil Back Well Publisher.England.

BAPPENAS. 2013. Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API)-Perubahan Iklim dan Dampaknya di Indonesia.

Barnes, R.S.K. 1977. The Coastline. Great Britain: The Pitman Press.

Cui B., Li X. 2011. Coastline change of Yellow River estuary and its response to the sediment and runoff (1976-2005). Geomorphology, 127:32-40.

Dahuri, Rokhmin. Rais,Jacub, dkk. 2001. Pengeolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.

Damaywanti, Kurnia. 2013. Dampak Abrasi Pantai terhadap Lingkungan Sosial (Studi Kasus di Desa Bedono, Sayung Demak). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013.

Danial, M. Meddy, et al. 2011. Shoreline change model using the EPR method and the simulation of coastal vulnerability in sambas district-west kalimantan. Vol.1, No. 1, Mei 2011. ISSN 1979-7303

Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: ANDI.

Duxbury, A.B. & A.C. Duxbury. 1993. Fundamental Of Oceanography. Wm. C. Brown Publisher. Lowa.

Easterbrook, Donald J. 1993. Surface Processes And Landforms. New York:Macmilan Publishing Company. Departement Of Geology Western Washington University. New York.

Fegie, I Nyoman., dan Bangun Muljo Sukojo. Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4. Surabaya. ITS. Jurnal Teknik POMITS Vol. x, No. x.

Haryoto, Sugeng.2003. Perubahan Garis Pantai Kecamatan Muara Gembong di Kabupaten Bekasi tahun 1943 sampai tahun 2002. Depok: Skripsi Sarjana Departemen Geografi FMIPA UI.

Himmelstoss, Emily A, et al. 2008. Digital Shoreline Analysis System (DSAS) 4.0 - An Efficient and Repeatable Method for Computing Shoreline Change Rates in ArcGIS. U.S. Geological Survey.

K. V. Poornima, and Sravan Chinthaparthi. 2014. Detection and Future Prediction of Coastal Changes in Chennai Using. India. RSM University. IJIRSET Journal. Vol. 3, Issue 2, February 2014.

Page 19: perubahan garis pantai teluk banten

19

Mukhophadyay, et al. 2012. Automatic shoreline detection and future prediction: A case study on Puri Coast, Bay of Bengal, India. India. The Italian Society Of Remote Sensing. European Journal of Remote Sensing - 2012, 45: 201-213.

Ongkosongo, O.S.R 1980. Lingkungan Fisik Pantai Utara Jakarta. Jakarta: P2O LIPI.

Pardjaman, D. 1977. Abrasi dan Akresi di Pantai Teluk Jakarta Disebabkan Oleh Kondisi Fisik dan Sosial. Jakarta:Dishidros TNI AL.

Sandy, I.M. 1996. Pantai dan Wilayah Pesisir. Makalah Seminar Penerapan Teknologi PJ dan SIG Dalam Prencanaan Sumber Daya Kelautan Pesisir. Depok. Jurusan Geografi FMIPA UI.

Saptarini, Dian., dkk. 1995. Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Dan Wilayah Pesisir. ITS-Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi DEPDIKBUD.

Setiyono, H. 1996. Kamus Oseanografi. Yogyakarta:UGM Press.

Soesilo, Indroyono dan Budiman. 2002. Iptek Untuk Laut Indonesia. Jakarta: LISPI.

Syahrir, dkk. 2013. Analisis Kerentanan Pantai Di Kabuaten Takalar. Makassar. Universitas Hasanudin. Jurnal.

Taofiqurohman, Ankiq., dan Ismail, M. Furqon Azis. 2012. Analisis Spasial Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Kabupaten Subang Jawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hlm. 280-289, Desember 2012.

Turmudi. 1999. Perubahan Garis Pantai Dan Pengaruhnya Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Daerah Labuhan Maringgai, Propinsi Lampung. Dalam Aplikasi Geografi Fisik Indonesia, Program Pasca Sarjana Ilmu Geografi, UI. Depok.

Wahyudi dkk. SENTA 2009. Analisa Kerentanan Pantai Di Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Timur. Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh November.