perubahan garis pantai teluk banten
DESCRIPTION
perubahan garis pantai dengan SDAS dan EPRTRANSCRIPT
1
I. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
Seluruh bentang alam dibumi ini mengalami sebuah proses perkembangan yang dinamis
melalui prosesi alamiah. Proses tersebut berdasarkan jalannya waktu telah mengembangkan
bentukan bentang alam yang dahulu menjadi bentukan yang baru baik secara dekstruktif
maupun konstruktif. Wilayah pesisir merupakan suatu wilayah yang unik, karena merupakan
tempat percampuran pengaruh antara darat, laut, dan udara (Saptarini, 1995). Daratan pantai
adalah salahsatu bentang lahan yang tentu mengalami proses perkembangan secara alamiah
ataupun atas bantuan manusia. Daratan pantai yang berada diantara lautan dan daratan sangat
dipengaruhi oleh dinamika keduanya, sehingga pantai merupakan bentang lahan yang
memiliki proses dinamika yang sangat tinggi (Cui dan Li, 2011). Menurut Chen et al (2005)
dalam Mukhopadyay et al, (2012), perubahan garis pantai dianggap salahsatu proses yang
paling dinamis karena faktor fisik dan proses antropogenik memiliki peran yaang sangat
besar terhadap lingkungan. Perubahan garis pantai disebabkan oleh adanya erosi pantai dan
sedimen sebagai efek dari arus dekat pantai. Dimana garis pantai dapat berubah dalam dua
bentuk, yang pertama garis pantai yang maju ke arah laut(akresi) dan garis pantai yang
mundur ke arah daratan(abrasi). Baik akresi maupun abrasi akan menimbulkann masalah
khususnya apabila perubahan itu terdapat pada daerah yang mana manusia mempunyai
kepentingan langsung terhadapnya (Turmudi, 1999).
Wilayah pesisir menjadi pusat pengembangan kegiatan perikanan, industri, pelabuhan dan
pelayaran, pariwisata, permukiman dan tempat penampungan limbah dari segenap aktivitas
manusia baik yang berada di dalam sistem wilayah pesisir maupun yang berada diluarnya.
Pesisir teluk Banten dahulu merupakan pusat perkembangan kota di provinsi Banten dari
adanya kesultanan Banten. Penduduknya sangat bergantung pada sumber daya pesisir dan
sebagian besar penduduk bermatapencaharian agraris yaitu pertanian dan perikanan baik
budidaya ataupun tangkap. Ketergantungan penduduk yang sangat besar terhadap sumber
daya pesisir mengakibatkan segala kondisi sosial dan ekonomi sangat rentan terhadap
dinamika yang terjadi di daratan dan lautan seperti dinamika abrasi dan akresi. Namun
ketergantungan tersebut tidak diiringi dengan pemanfaatan sumber daya yang berbasis
kelestraian, sehingga pada akhirnya proses pembangunan pesisir terus terganggu.
Berdasarkan kondisi wilayah, teluk Banten dipengaruhi oleh angin monsoon australia dengan
3 musim (barat, timur dan peralihan), dan dialiri beberapa muara sungai besar dan kecil
diantaranya sungai Domas, Soge, Cikemayungan, Banten, Pelabuhan, Wadas, Baros,
2
Ciujung, Anyar, Cilid, Kesuban, Baru, Serdang, Suban, Kedungingus dan Candi. Sehingga
dinamika abrasi dan sedimentasi akresi akan cukup besar terjadi.
Dalam dasawarsa ini, perubahan iklim menjadi isu yang tidak terelakana lagi. Kenaikan
suhu permukaan telah sangat dirasakan di wilayah – wilayah indonesia. Kenaikan suhu yang
kemudian mengakibatkan kenaikan muka air laut menjadi tantangan dan ancaman terhadap
keberadaan pesisir. menurut data hasil perekaman satelit altimeter Topex/Poseidon (T/P),
JASON 1 an JASON 2 telah terjadi kenaikan muka laut global rata-rata sekitar 3.18
mm/tahun (Syahrir ,2013). Di indonesia sendiri terjadi peningkatan tinggi muka laut rata-rata
sebesar 0.8 mm/tahun, dan kenaikan muka laut tersebut berdampak pada meluasnya wilayah
pesisir yang ter-abrasi dan tergenang serta peningkatan intrusi air laut ke daratan (Bappenas,
2013). Sehingga fenomena abrasi akan sangat mengancam keberlangsungan dan keberadaan
ekosistem pesisir di masa depan melalui perubahan iklim.
Perkembangan melalui perubahan sayangnya tidak selalu memberikan dampak yang baik
bagi keberlangsungan penghidupan tetapi sebaliknya. Menurut Wahyudi dkk (2009), telah
terjadi kemunduran garis antai akibat erosi dan abrasi pantai di berbagai wilayah pantai
indonesia yang mengancam kehidupan dan penghidupan masyarakat pesisir. Kerusakan
pantai telah terjadi di sebagian pantai utara pulau Jawa, seperti terjadi di pantai utara Jawa
Barat (BPLHD Prov. 2004. Hasil penelitian yang dilakukan Damaywanti (2013) mengenai
dampak erosi pantai terhadap lingkungan sosial juga menyebutkan bahwa terjadi
kecenderungan perpindahan penduduk karena proses abrasi telah yang menghancurkan atau
menghilangkan lahan permukiman, serta terjadinya perubahan mata pencaharian dari sektor
agraris ke sektor lain. Kerusakan pantai di kawasan pesisir berdampak terhadap terganggunya
aktifitas sehari-hari dari masyarakat, terganggunya sistem transportasi, industri dan
perdagangan, serta dampak lingkungan dan kesehatan masyarakat (Wahyudi dkk, 2009).
Fenomena kasus abrasi pantai telah banyak terjadi di pantai-pantai Indonesia, seperti
abrasi di pantai Indramayu dengan kecenderungan kondisi yang sangat parah yang
diakibatkan oleh pengerukan pasir laut dan penambangan karang. Di pantai pesisir
Tanggerang juga demikian dimana abrasi disebabkan oleh hal yang sama. Abrasi lainnya
terjadi di pantai Kuta Bali yang disebabkan struktur geologi laut, pantai Semarang abrasi
pantainya disebabkan oleh pengalihan muara sungai dan di pantai Jepara dimana abrasinya
akibat tanah timbul (Soesilo dan Boediman, 2002).
3
Menurut Mukhopadyay et al, (2012). mengidentifikasi perubahan garis pantai, laju
perubahannya dan memprediksi kondisi di masa depan memainkan peran penting dalam
setiap pengelolaan pesisir seperti zonasi bahaya, studi pembangunan pulau, transportasi laut,
sedimentasi dan pemodelan morfodinamika pesisir. Model prediksi garis pantai di masa
depan sangat penting dan efektif digunakan untuk melihat perubahan garis pantai dan
memungkinkan masyarakat dan pemerintah dapat menjaga struktur fasilitas dan finansial dari
kerugian di wilayah pesisir.
Sejalan dengan hal tersebut, maka penelitian laju perubahan garis pantai dan prediksi
perubahannya di masa yang akan datang perlu dilakukan guna dijadikan sebagai salah satu
bahan make decision dalam perencanaan pembangunan pesisir sehingga mampu menopang
perkembangan dengan ketersediaan infrastuktur yang terus menerus, dan tentu untuk
menumbuhkan kesadaran masyarakat pesisir akan pentingnya mengelola alam. Hal ini sejalan
dengan K.V. Poornima and Chinthaparthi (2014), bahwa pesisir merupakan zona yang sangat
dinamis, dan pemantauan adalah tugas penting dalam pembangunan berkelanjutan dan
perlindungan lingkungan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1.2.1 Bagaimana Laju Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Teluk Banten dari tahun 2000
- 2014?
1.2.2 Bagaimana Faktor Alam dan Manusia Mempengaruhi Laju Perubahan Garis
Pantai Di Pesisir Teluk Banten?
1. 3. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah diatas, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui laju
perubahan garis pantai di pesisir teluk Banten berdasarkan faktor yang membentuk dan
mempengaruhinya, dan memprediksikan perubahan garis pantai di masa yang akan datang.
1.4 Batasan Masalah
1. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data time series dari tahun 2000 –
2014.
4
2. Garis Pantai adalah batas muka antara air laut dengan daratan yang kedudukannya
berubah-ubah sesuai pada saat pasang surut, pengaruh gelombang, air laut dan
erosi pantai yang terjadi.
3. Perubahan garis pantai adalah berpindahnya atau bergesernya letak garis pantai
dari kedudukan semua (Bird, 1984).
4. Abrasi adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga arus laut yang bersifat
merusak, disebut juga erosi pantai (Setyono, 1996).
5. Akresi merupakan perubahan garis pantai dimana garis pantai tersebut mengalami
perubahan maju dari kedudukan semula. (Pardjaman, 1977).
6. Prediksi perubahan garis pantai dilakukan dengan dua skenario, yaitu 2014 –
2019, dan 2014 – 2024.
7. Parameter sedimen yang diukur adalah konsentrasi total suspended sediment
(TSS) dan pola pergerakannya.
8. Faktor Alam adalah pengaruh alami seperti geologi, iklim, gelombang, pasang
surut dan arus laut (Bird, 1984) serta sedimentasi (Ongkosongo, 1980) yang
menyebabkan terjadinya perubahan garis pantai.
9. Faktor manusia adalah aktivitas manusia yang secara langsung dan tidak langsung
dapat merubah garis atau bentuk pantai, antara lain penggalian pasir dan cangkang
perairan pantai, penimbunan pantai, penanggulan pantai, pengatur aliran sungai,
penggunaan tanah dan kegiatan manusia di kota (Ongkosongo, 1980).
10. Variabel penelitian dibagi kedalam variabel fisik dan variabel sosial. Variabel
fisik dalam penelitian ini diataranya tutupan lahan, jenis batuan, morfologi pantai,
arah dan kecepatan angin, arus, pasang surut, dan konsentrasi total suspended
sediment (TSS). Dan variabel Sosial dalam penelitian ini adalah penggunaan lahan
dan aktivitas manusia di pesisir.
II. Tinjauan Pustaka
2.1 Pesisir
Menurut Saptarini, dkk (1995), wilayah Pesisir adalah wilayah antara darat dan laut
dengan batas kearah darat meliputi bagian daratan, baik kering maupun terendam air
yang masih mendapat pengaruh sifat-sifat laut seperti angin laut, pasang surut,
perembesan air laut yang dicirikan oleh jenis vegetasinya yang khas. Lanjutnya, batas
wilayah pesisir ke arah laut mencakup bagian atau batasan terluar dari daerah paparan
5
benua, dimana ciri-ciri perairan ini masih dipengaruhi oleh proses alami yang terjadi
di darat seperti sedimentasi oleh aliran air tawar, maupun proses yang disebabkan
oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan pencemaran.
2.2 Pantai dan Garis Pantai
Menurut Easterbrook (1993), pantai merupakan akumulasi dari pasir, kerikil atau
bebatuan di sepanjang garis pantai pada zona pemecah, yang terdiri dari sedimen-
sedimen yang ada yang digerakan oleh gelombang dan diproduksi baik oleh aliran
yang masuk ke pantai maupun dari erosi laut.
Pantai adalah fitur yang dinamis, sering berubah untuk beradaptasi dengan kondisi
yang berbeda-beda. Lokasi pantai ditentukan oleh pasokan sedimen dan aktivitas
gelombang atau dari pengerjaan ulang sedimen dekat pantai yang lebih lama terjadi.
Definisi lain, menurut Komar (1976) dalam Easterbrook (1993), bahwa batas-batas
pantai meluas ke arah laut mencakup zona dimana sedimen digerakan oleh gelombang
dan terus ke darat ke batas pasang surut laut.
Garis pantai adalah batas muka antara air laut dengan daratan (Duxbury &
Duxbury, 1993) yang kedudukannya berubah-ubah sesuai pada saat pasang surut,
pengaruh gelombang, air laut dan erosi pantai yang terjadi (Sugandi, 1992). Garis
pantai mempunyai kedudukan sebagai garis terendah daripada daratan (Sandy, 1996),
yang dipengaruhi oleh komponen lautan dan daratan.
2.3 Perubahan Garis Pantai
Pantai merupakan suatu daerah yang meluas dari titik terendah air laut pada
saat surut hingga ke arah daratan sampai mencapai batas efektif dari gelombang.
Sedangkan garis pantai adalah garis pertemuan antara air laut dengan daratan yang
kedudukannya berubah ubah sesuai dengan kedudukan pada saat pasang surut,
pengaruh gelombang dan arus laut (Sutikno, 1993). Suatu bentang lahan selalu
mengalami proses yang dinamis berdasarkan waktu. begitu juga pantai dimana
merupakan daerah yang sangat dipengaruhi oleh dua dinamika yaitu dinamika daratan
dan dinamika lautan sehingga pada dasarnya daerah pantai selalu mengalami proses
yang dinamis. Perubahan garis pantai merupakan hasil dari proses dinamis yang
terjadi terus menerus, dimana perubahannya dapat berupa semakin mundur ke arah
daratan ataupun semakin maju ke arah lautan. Perubahan garis pantai merupakan hasil
dari proses destruksional dan konstruksional geomorfologi yang bekerja di daerah
pantai, dimana destruksional merupakan suatu proses geomorfologi yang cenderung
6
merusak atau menghancurkan dan meniadakan bentuk lahan yang ada sebelumnya,
sedangkan konstruksional adalah sebaliknya yaitu proses yang cenderung membangun
atau menghasilkan dan menciptakan bentuk lahan baru (sutikno, 1993). Hasil dari
proses destruksional dinamakan dengan abrasi dan proses konstruksional dinamakan
dengan akresi. Perubahan garis pantai berbeda-beda menurut waktu dan tempat
tergantung pada faktor pembentuknya. Pengukuran perubahan garis pantai dapat
diketahui melalui faktor-faktor pembentuknya yang dapat menunjukan kecenderungan
apakah mengalami akresi dengan penjorokan garis pantai ke arah laut atau abrasi
dengan pemunduran garis pantai ke arah daratan.
2.4 Faktor yang Mempengaruhi Pantai
Menurut Ongkosongo (1980), pada hakekatnya terdapat dua faktor utama yang
berpengaruh terhadap perubahan garis pantai, yaitu faktor dari daratan dan faktor laut
dengan faktor-faktor tambahan lainnya. Secara faktor perubah, perubahan garis pantai
dipengaruhi oleh faktor alami dan manusia. Faktor alamai diantaranya :
1. Sedimentasi
Sedimentasi berkaitan langsung dengan ada atau tidaknya muara sungai yang
terdapat di pantai. Pada pantai yang memiliki hutan mangrove, jenis sedimen yang
menonjol adalah lumpur. Hal ini disebabkan oleh adanya akar-akar tumbuhan
yang berperan sebagai penangkap sedimen dan pemecah ombak. Sedimen kasar
yang diendapkan di pantai akan membentuk pematang pantai.
2. Arus dan Gelombang Laut
Arus dan gelombang laut berperan sebagai penyebab erosi pantai dan juga
pembentuk pematang pantai yang menyebabkan akresi pantai.
3. Kedalaman dan Morfologi Laut
Sedimentasi yang terjadi di laut dangkal akan menyebabkan pertumbuhan daratan
dalam waktu yang singkat, sebaiknya erosi pantai lebih terjadi pada pantai yang
memiliki dasar laut dalam.
4. Morfologi Pantai
Kekuatan gelombang tertinggi terletak pada daerah pasang surut. Bila morfologi
pantai terjal dan keseimbangan sedimentasi terhadap erosi sangat rendah, maka
pantai akan mudah tererosi. Pada pantai yang bermorfologi rendah, erosi lebih
sukar terjadi karena memiliki keseimbangan morfologi yang tingi.
5. Pasang Surut Laut
7
Kedudukan garis pantai tergantung pada kedudukan pasang surut terutama untuk
daerah dengan pantai yang umumnya rendah dan landai. Pasang surut dapat
menimbulkan arus yang dapat menyeret sedimen pantai ke laut pada waktu surut
dan sebaliknya mengendapkan sedimen di waktu pasang.
6. Angin
Angin kuat dapat berperan sebagai pengangkut sedimen dari suatu tempat ke
tempat lain. Angin dapat menimbulkan arus dan gelombang yang relatif tinggi,
sehingga dapat mempercepat laju erosi dan sedimentasi.
7. Adanya Massa Penghalang Lepas Pantai
Massa penghalang lepas pantai seperti trumbu karang atau pulau dapat
menimbulkan proses tombolo.
8. Adanya Tumbuhan Lepas Pantai
Tumbuhan pantai dapat mengakibatkan dua hal yaitu pemacu sedimentasi pantai
dan pengurang laju erosi pantai. Sama halnya menurut Barnes (1977), tanaman
rawa garam sangat berperan dalam reklamasi lahan alami. Tutupan tanaman
mengurangi kecepatan air pasang surut atau angin (dalam kasus bukit pasir),
sehingga memungkinkan partike sedimen tetap. Dengan adanya sistem akar pada
tanaman rawa garam membantu dalam mengikat sedimen permukaan dan
mengurangi pergerakannya.
9. Litologi Sepanjang Pantai
Pada pantai terbuka, pantai dengan litologi pasir dan krikil akan lebih stabil
daripada pantai dengan litologi lumpur. Litologi yang telah mengalami
sedimentasi dan pemadatan akan lebih tahan terhadap erosi.
Sedangkan, faktor manusia yang dapat mempengaruhi perubahan garis pantai
diantaranya ;
a. Penggalian pasir dan cangkang perairan pantai
Penggalian pasir dan cangkang laut dapat berakibat erosi pantai di sekitar
tempat penggalian, serta memperbesar terjadinya longsoran pantai.
b. Penimbunan pantai
Penimbunan atau reklamasi pantai secara langsung dapat menyebabkan
perubahan garis pantai, yaitu garis pantai akan bertambah maju ke arah laut.
c. Penanggulan pantai
Penanggulan pantai akan menyebabkan pantai lebih tahan terhadap erosi,
memperkokoh kedudukan atau posisi pantai yang ditanggul.
8
d. Pengaturan aliran sungai
Pengaturan aliran sungai oleh manusia akan menyebabkan perubahan arah dan
jumlah material yang diendapkan di muara sungai yang letaknya dekat pantai.
e. Penanaman dan penggundulan hutan mangrove
Mangrove berperan sebagai pelindung pantai dan pemacu sedimentasi, dan
sebaliknya penggundulan hutan mangrove memicu terjadinya erosi pantai.
f. Kegiatan manusia di kota
Kegiatan manusia di daratan menghasilkan sampah, kemudian sampah
tersebut terbawa oleh sungai dan diendapkan di muara dekat pantai. Sampah
tersebut kemudian memadat dan terjadilan penambahan daratan ke arah laut.
2.5 Tipe – Tipe Garis Pantai
Terdapat empat kategori tipe pantai dalam klasifikasi yang dikemukakan oleh Johnson
(1919) dalam Easterbrook (1993), diantaranya :
- Garis Pantai Tenggelam (Shoreline Of Submergence), yang dibentuk oleh
kenaikan permukaan laut atau penurunan tanah. Garis pantai tersebut
ditandai oleh lembah yang tenggelam, banyak pulau, dan garis pantai tidak
beraturan.
- Garis Pantai Timbul (Shoreline Of Emergence), yang dibentul oleh
pengangkatan tanah atau penurunan permukaan laut. Garis pantai ini
biasanya memiliki garis pantai lurus dengan relief rendah dan teras laut.
- Garis Pantai Netral (Neutral Shoreline), yang didominasi oleh berbagai
proses permukaan. Seperti delta, dataran aluvial, pantai vulkanik, terumbu
karang.
- Garis Pantai Gabungan ( Compound Shoreline), dengan beberapa fitur
dimana bentuk dasarnya merupakan kombinasi diantara karakteristik yang
ada, yaitu baik proses pengangkatan maupun penurunan daratan. Garis
pantai ini diindikasikan oleh adanya daratan pantai dan teluk-teluk.
Wilayah pesisir pantai timur Sumatera, Kalimantan dan utara Pulau Jawa
memiliki konfigurasi pantai yang landai dan luas sebagai akibat dari hubungan dengan
paparan benua yang meluas, dari garis pantai ke arah darat terbentang ekosistem payau
yang landai dan kearah laut terdapat paparan benua yang luas.
2.6 Abrasi dan Akresi
9
Abrasi atau erosi pantai adalah proses pengikisan pantai oleh tenaga
gelombang laut dan arus laut yang bersifat merusak (Setiyono, 1996). Yuwono (2005)
membedakan antara erosi pantai dengan abrasi pantai. Erosi pantai diartikannya
sebagai proses mundurnya garis pantai dari kedudukan semula yang disebabkan oleh
tidak adanya keseimbangan antara pasokan dan kapasitas angkutan sedimen. Sedang
abrasi pantai diartikan dengan proses terkikisnya batuan atau material keras seperti
dinding atau tebing batu yang biasanya diikuti oleh longsoran dan runtuhan material.
Akresi merupakan perubahan garis pantai dimana garis pantai tersebut
mengalami perubahan maju dari kedudukan semula. (Pardjaman, 1977). Dan menurut
Barnes (1977) akresi merupakan bentuk dari daerah terlindung garis pantai dan
sebagian besar dipengaruhi oleh tanaman laut. Dalam proses akresi sedimentasi,
sedimen terperangkap dalam tanaman rawa garam. Dimana sedimen lebih banyak dari
daratan dan sebagain kecil dari lingkungan laut yang berdekatan dengan pantai.
Daerah yang mengalami tingkat akresi terbesar seperti muara, dimana debit sungai
membawa sedimen dari hulu. Barnes, (1977) berpendapat bahwa abrasi dan akresi
pada prosesnya terjadi pada proses yang berbeda, dimana bahan yang sering terkikis
dari tempat A seiring waktu dan dengan bantuan faktor lain kemudian disimpan di
tempat B beberapa kilometer lebih jauh di sepanjang pantai. Sedimen pada pantai
bergerak dan mengalami perpindahan yang mengindikasikan keseimbangan antara
gelombang dan suplai sedimen.
2.7 Interpretasi Citra Digital
Menurut Lillesand et al, (2008) dalam Danoedoro (2012), penginderaan jauh
merupakan ilmu dan seni dalam memperoleh informasi mengenai suatu objek, area,
atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh melalui alat tanpa suatu kontak
langsung. Interpretasi atau penapsiran citra penginderaan jauh merupakan perbuatan
mengkaji citra dengan maksud untuk mengidentifikasi objek yang tergambar dalam
citra, dan menilai arti pentingnya objek tersebut (Purwadhi, 2001). Berdasarkan
misinya, satelit penginderaan jauh dapat dikelmpokan menjadi dua macam, yaitu
satelit cuaca dan satelit sumber daya. Satelit cuaca contohnya GOES dan GMS,
NOAA yang umumnya adalah satelit geostasioner (tidak termasuk NOAA).
Sedangkan satelit sumber daya diantaranya Landsat, SPOT, ALOS, ERS dan JERS
yang umumnya adalah satelit sun-synchronous.
2.7.1 Sistem Landsat
10
Satelit Landsat (Land Satellite) merupakan satelit milik Amerika Serikat yang
pertama kali diluncurkan pada 1972 dengan nama ERTS-1(Earth Resource
Technology Satellite-1). Seri landsat hingga saat ini telah sampai pada
Landsat-8. Khusus untuk Landsat-7, pada tahun 1990 diluncurkan dengan
membawa sensor multispektral dengan resolusi 15 meter untuk citra
pankromatik dan 30 m untuk citra mutispektral pada spekta pantulan
(spektrum biaru – mid infrared), serta resolusi spasil 60 m untuk citra
inframerah termal. Sensor Landsat-7 yang disevut ETM+(Enhanced Thematic
Mapper Plus) memuat 8 saluran, dimana saluran 6 telah dinaikkan resolusi
spasialnya dari 120 m menjadi 60 m, dan saluran 8 merupakan saluran
pankromatik dengan julat panjang gelombang antara 0.58 – 0.90 µm
(Danoedoro, 2012).
2.7.2 Sistem SPOT
SPOT (System Probatoire de I’observation de la Terre) adalah proyek
kerjasam antara Prancis, Swedia, dan Belgia, dibawah koordinasi
CNES(Centre Nationa d’Etudes Spatiales), badan ruang angkasa Prancis.
SPOT-1 diluncurkan pada 23 februari 1986 di Guyana Prancis. Seri SPOT
telah mencapai generasi ketiga, dimana generasi pertama yaitu SPOT-1,
SPOT2, dan SPOT-3, sedangkan generasi kedua ada SPOT-4 dan SPOT-5.
2.7.3 Sistem ALOS
ALOS ( Advanced Land Observing Satellite) merupakan sistem satelit
sumberdaya milik Jepang yang diluncurkan Badan Eksplorasi Udara dan
Ruang Angkasa Jepang (JAXA). ALOS diluncurkan pada 26 januari 2006.
2.8 Digital Shoreline Analysis System (DSAS)
DSAS merupakan software perangkat lunak yang dikembangkan oleh USGS
untuk menghitung perubahan posisi garis pantai berdasarkan waktu secara statistik
dan berbasis geospasial. Tidak hanya batas garis pantai, DSAS juga dapat digunakan
untuk setiap masalah perubahan batas lain dengan rentang waktu yang jelas.
Perangkat DSAS ini dapat digunakan dalam software seperti ESRI dan ArcGIS.
Dalam menghitung perubahan garis pantai, DSAS menggunakan titik sebagai acuan
pengukuran, dimana titik dihasilkan dari perpotongan antara garis transek yang dibuat
oleh pengguna dengan garis-garis pantai berdasarkan waktu (Himmelstoss, 2008).
2.9 End Point Rante (ERP)
11
Metode ERP Didasarkan pada konsep persamaan empiris yang menunjukan
bahwa perubahan garis pantai di masa depan daat ditentukan dari hubungan linear
antara posisi garis pantai dan eriode waktu dari tahun pengamatan. (Danial Meddy
dkk, 2011 dan Fenster et al, dalam Mukhopadhyay, 2012). Posisi garis pantai di masa
depan diestimasi menggunakan kurs pergerakan garis pantai (slope), interval waktu
antara garis pantai yang diamati dengan yang diramalkan dan model intercept yang
dapat dinyatakan ;
Posisi garis pantai = slope x interval waktu + intercept
dan model matematisnya, Metode ERP dapat ditulis dalam persamaan ;
Y = mX + B
Dimana, Y = Posisi perubahan garis pantai pada tahun n
m = laju erosi / tahun � (Yn – Y1) – (Xn – X1)
X = tahun yang digunakan sebagai tanda pengukuran
B = titik koordinat yang digunakansebagai tanda pengukuran pada
tahun – tahun perhitungan.
model tersebut dimodifikasi dengan EPR intercept BEPR = Y1 X1 = Yn – Xn karena
titik garis akhir dapat ditambahkan pada titik berlawanan dari titik terakhir (Xn, Yn),
dan persamaan EPR dapat ditulis ulang ke dalam ;
YEPR = (X – Xn) + Yn
3. Metodologi Penelitian
3.1 Daerah Penelitian
Daerah penelitian ini adalah pesisir teluk Banten dengan panjang garis
pantai mencapai 55.62 km, yang terletak pada 5°56'9.56” LS 106°16'32.42 BT
sampai 5°55'48.15"LS 106° 7'6.07"BT.
3.2 Alur Pikir Penelitian
Salahsatu yang mengalami dinamika pesisir yaitu garis pantai. Garis pantai
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam dibagi dua
yaitu komponen dari laut dan komponen dari daratan. Komponen laut mencakup arus,
gelombang, arah dan kecepatan angin, serta pasang surut. Sedangkan komponen
daratan yaitu tutupan lahan, jenis batuan, dan morfologi pantai. Komponen alam
mempengaruhi dapat atau tidak dapatnya proses erosi dan akresi terjadi di garis
pantai. Kemudian faktor manusia mencaku
di dekat pantai dimana faktor ini menjadi akselerator dalam proses abrasi dan akresi
yang terjadi terhadap garis pantai. Sehingga dengan mengidentifikasi dan melihat
hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi garis pantai,
perubahan garis pantai yang terjadi di wilayah penelitian.
Gambar.1 wilayah penelitian
Alur Pikir Penelitian
Salahsatu yang mengalami dinamika pesisir yaitu garis pantai. Garis pantai
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam dibagi dua
yaitu komponen dari laut dan komponen dari daratan. Komponen laut mencakup arus,
n kecepatan angin, serta pasang surut. Sedangkan komponen
daratan yaitu tutupan lahan, jenis batuan, dan morfologi pantai. Komponen alam
mempengaruhi dapat atau tidak dapatnya proses erosi dan akresi terjadi di garis
faktor manusia mencakup penggunaan lahan dan aktivitas manusia
dimana faktor ini menjadi akselerator dalam proses abrasi dan akresi
yang terjadi terhadap garis pantai. Sehingga dengan mengidentifikasi dan melihat
faktor yang mempengaruhi garis pantai, peneliti dapat mengetahui
perubahan garis pantai yang terjadi di wilayah penelitian.
12
Salahsatu yang mengalami dinamika pesisir yaitu garis pantai. Garis pantai
dipengaruhi oleh dua faktor yaitu faktor alam dan manusia. Faktor alam dibagi dua
yaitu komponen dari laut dan komponen dari daratan. Komponen laut mencakup arus,
n kecepatan angin, serta pasang surut. Sedangkan komponen
daratan yaitu tutupan lahan, jenis batuan, dan morfologi pantai. Komponen alam
mempengaruhi dapat atau tidak dapatnya proses erosi dan akresi terjadi di garis
p penggunaan lahan dan aktivitas manusia
dimana faktor ini menjadi akselerator dalam proses abrasi dan akresi
yang terjadi terhadap garis pantai. Sehingga dengan mengidentifikasi dan melihat
peneliti dapat mengetahui
13
Bagan 1. Alur Pikir Penelitian
ABRASI AKRESI
PESISIR TELUK BANTEN
FAKTOR ALAM :
FAKTOR MANUSIA
- Penggunaan Lahan
- Aktivitas Manusia di dekat pantai
Daratan
1. Geologi : Jenis Batuan
2. Morfologi Pantai 3. Tutupan Lahan
(sepanjang garis pantai)
4. Sedimentasi
Laut
1. Arah dan kecepatan angin
2. Arus
3. Gelombang 4. Pasang Surut
Laju Perubahan Garis Pantai Pesisir Teluk Banten
Dinamika Pesisir
GARIS PANTAI
14
Variabel dan Data
Variabel dan data yang digunakan dalam mendukung penelitian ini secara umum dibagi
kedalam dua variabel yaitu variabel fisik dan variabel sosial.
Tabel.1 Variabel Penelitian
Variabel Fisik Variabel Sosial
Tutupan Lahan (Land Cover) Penggunaan Lahan
Arah dan Kecepatan Angin Mata Pencaharian
Arus Laut
Pasang Surut Laut
Batimetri
Pola konsentrasi total suspended sediment
(TSS)
3.3 Pengumpulan Data
Data yang digunakan untuk menunjang penelitian ini terdapat dua jenis data yaitu data
sekunder dan data primer. Data sekunder merupakan data yang diperoleh tidak secara
langsung oleh peneliti tetapi melalui pihak lain baik sebagai data koleksi maupun hasil
dari penelitian, data ini umumnya didapatkan melalui survey instansi atau lembaga
penelitian ataupun individu. Sedangkan data primer merupakan data yang diperoleh
secara langsung oleh peneliti dan biasanya melalui metode observasi atau survey lapang.
3.4.1 Pengumpulan Data Sekunder
Berikut adalah rangkuman kebutuhan data utama dan data pelengkap yang terkait
dengan penelitian ini:
Tabel.2 Kebutuhan Data
Data Sumber Keterangan
Citra Landsat 7 LAPAN atau Download Diambil yang paling baik
SPOT-4 LAPAN
ALOS AVNIR-2 LAPAN
Peta Geologi Badan Geologi
Batimetri BIG, DISHIDROS
Pola Arus Perairan Banten
Utara www.noaa.aoml.gov
Menggunakan bantuan
software envi v.7.7 dan Arc
15
GIS v.10.0
Pasang Surut DISHIDROS, LIPI/ NaoTide
Arah Dan Kecepatan Angin BMKG
Data time series dari 2000 –
2014, dengan software
WRPLOT.
Pola Konsentrasi TSS Pengolahan Data
Menggunakan bantuan
software envi v.7.7 dan Arc
GIS v.10.0
Tutupan dan Penggunaan
Lahan Pengolahan Data
Menggunakan bantuan
software envi v.7.7 dan Arc
GIS v.10.0
3.4.2 Survei Lapang
Survey lapang dilakukan untuk mendapatkan informasi berdasarkan fakta lapangan
wilayah penelitian, dimana data hasil survey nantinya digunakan untuk memvalidasi hasil
pengolahan data sekunder, meliputi perubahan garis pantai (baik abrasi ataupun akresi) serta
perubahan dan pemanfaatan lahan di sekitar garis pantai. Survey lapang di lakukan di
beberapa titik sampel, dimana titik sampel sendiri ditentukan berdasarkan metode purposive
random sampel yaitu pemilihan sampel acak berdasarkan pertimbangan-pertimbangan
tertentu.
Suvey lapang dilakukan dalam dua kegiatan yaitu observasi lapang dan wawancara
terarah dengan atau tanpa bantuan kuesioner terhadap informan. Peralatan yang dibutuhkan
untuk pengambilan data pada titik sampel wawancara adalah GPS (Global Positioning
System), peta kerja, kuisioner survey lapang, kamera digital/hp, dan alat tulis.
3.5 Pengolahan Data
a. Perubahan Tutupan dan Pengunaan Lahan
Untuk mendapatkan perubahan tutupan dan penggunaan lahan dilakukan dengan
pengolahan time series data citra Landsat TM resolusi 30 m dari tahun 2000 – 2014
dengan bantuan software ENVI v.7.7 dan ArcGIS v.10.0. Pengolahan dilakukan
dengan metode umum yang sering pertama kali dilakukan yaitu pengkoreksian citra
baik radiometrik maupun geometrik. Citra yang terkoreksi kemudian di crop
berdasarkan wilayah penelitian, kemudian dilakukan pengklasifikasian menggunakan
16
suvervised classification dengan teknik training sample dan algoritma maximum
likelihood, hasil klasifikasi kemudian dilakukan uji akurasi. Setelah proses pemisahan
objek, perubahan tutupan dan penggunaan lahan didapatkan dengan mengoverlay atau
menumpangsusunkan data vektor tutupan lahan hasil pengolahan citra dari tahun ke
tahun sesuai data yang tersedia.
b. Pola Konsentrasi Total Suspended Sediment (TSS)
Pola konsentrasi TSS diperoleh dengan melakukan pengolahan time series
data citra, citra yang digunakan adalah ALOS AVNIR-2 dan SPOT-4 dengan bantuan
software ENVI v.7.7. Tahap awal dilakukan pengkoreksian pada citra, selanjutnyua
dilakukan croping untuk mendapatkan wilayah penelitian dan kemaudian me-masking
citra untuk memisahkan daratan dan lautan agar tidak masuk dalam perhitungan TSS.
Setelah itu dilakukan pengalgoritmaan dengan menggunakan persamaan algoritma
yang dikembangkan oleh Hendrawan dan Assai (2008) dalam Fegie dan Sukojo
(2013), dengan persamaan sebagai berikut :
TSS (mg/L) = -1.315*b1 + 2.371*b2 – 0.791*b3 + 9.649
Dimana, b1 = Digital number band 1
b2 = Digital number band 2
b3 = digital number band 3
Penerapan algoritma akan menghasilkan sebaran konsentrasi sedimen yang
selanjutnya di klasifikasikan dengan metode supervised clasification.
c. Perubahan Garis Pantai
Perubahan garis pantai di dapatkan dengan dua metode yaitu klasifikasi citra dan
indeks vegetasi dengan teknik NDVI (Mukhopadyay, 2012). Klasifikasi dilakukan
dengan menggunakan teknik supervised clasification dengan algoritma maxsimum
likelihood dengan dua kelas objek yaitu air dan tanah untuk membatasi interface air
dan tanah. Perbedaan NDVI digunakan untuk membedakan batas air dan tanah. Pixel
yang merepresentasikan garis pantai dikonversi menjadi vektor. Hasil data berupa
vektor yang kemudian dilakukan metode tumpang susun untuk melihat perubahannya.
Perhitungan perubahan garis pantai menggunakan metode dari theiler et al (2008)
dalam Taufiqurohman (2012), dengan menghitung jarak antar vektor garis pantai tiap
tahunnya dari titik acuan, sehingga laju perubahan garis pantai dapat diketahui.
17
Pengukuran ini menggunakan bantuan program Digital Shoreline Analysis System
(DSAS) dengan memanfaatkan transek – transek sebagai acuan dari perubahan garis
pantai. Transek tersebut kemudian menginformasikan profil jarak dari masing –
masing garis pantai terhadap titik acuan. Dalam penelitian ini titik acuannya adalah
garis pantai tahun 2000.
d. Prediksi Perubahan Garis Pantai
Prediksi perubahan garis pantai menggunakan model EPR (End Point Rate) yang
digunakan oleh mukhopadhyay et al, (2012) dan Danial et al, (2011). Metode ini
didasarkan pada posisi garis pantai yang telah di ekstraksi dari citra. Metode ini
merupakan tools dalam program Digital Shoreline Analysis System (DSAS) yang akan
dioperasikan menggunakan softeware ArcGIS v.10.0.
3.6 Analisis Data
Data-data yang telah dihasilkan dan diolah selajutnya diananlisis dengan beberapa
analisis sebagai berikut ;
a. Analisis Komparatif
Analisis Komparatif untuk menjelaskan perubahan garis pantai dengan
membandingkan bentuk perubahan yang terjadi dengan kondisi faktor-faktor
yang mempengaruhinya.
b. Analisis Deskriptif Spasial dan Temporal
Analisis spasial digunakan untuk mengetahui hubungan antara variabel – variabel
secara spasial, dan untuk menjelaskan distribusi hasil kajian objek penelitian
secara spasial. Analisis ini digunakan untuk menjelaskan perubahan garis pantai
dari tahun dengan faktor-faktor alam dan manusia berdasarkan ruang. Sedangkan,
analisis temporal untuk menjelaskan perubahan objek penelitian dan
hubungannya dengan faktor-faktor alam dan manusia berdasarkan waktu.
18
Daftar Pustaka
Bird, E.C.F. 1984. Coast. An Introduction to Coastal Geomorphology. 3rd Edition. England:Basil Back Well Publisher.England.
BAPPENAS. 2013. Rencana Aksi Nasional Adaptasi Perubahan Iklim (RAN-API)-Perubahan Iklim dan Dampaknya di Indonesia.
Barnes, R.S.K. 1977. The Coastline. Great Britain: The Pitman Press.
Cui B., Li X. 2011. Coastline change of Yellow River estuary and its response to the sediment and runoff (1976-2005). Geomorphology, 127:32-40.
Dahuri, Rokhmin. Rais,Jacub, dkk. 2001. Pengeolaan Sumber Daya Wilayah Pesisir Dan Lautan Secara Terpadu. Jakarta: PT. Pradnya Paramita.
Damaywanti, Kurnia. 2013. Dampak Abrasi Pantai terhadap Lingkungan Sosial (Studi Kasus di Desa Bedono, Sayung Demak). Prosiding Seminar Nasional Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan 2013.
Danial, M. Meddy, et al. 2011. Shoreline change model using the EPR method and the simulation of coastal vulnerability in sambas district-west kalimantan. Vol.1, No. 1, Mei 2011. ISSN 1979-7303
Danoedoro, Projo. 2012. Pengantar Penginderaan Jauh Digital. Yogyakarta: ANDI.
Duxbury, A.B. & A.C. Duxbury. 1993. Fundamental Of Oceanography. Wm. C. Brown Publisher. Lowa.
Easterbrook, Donald J. 1993. Surface Processes And Landforms. New York:Macmilan Publishing Company. Departement Of Geology Western Washington University. New York.
Fegie, I Nyoman., dan Bangun Muljo Sukojo. Identifikasi Sebaran Sedimentasi dan Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Muara Perancak-Bali Menggunakan Data Citra Satelit ALOS AVNIR-2 Dan SPOT-4. Surabaya. ITS. Jurnal Teknik POMITS Vol. x, No. x.
Haryoto, Sugeng.2003. Perubahan Garis Pantai Kecamatan Muara Gembong di Kabupaten Bekasi tahun 1943 sampai tahun 2002. Depok: Skripsi Sarjana Departemen Geografi FMIPA UI.
Himmelstoss, Emily A, et al. 2008. Digital Shoreline Analysis System (DSAS) 4.0 - An Efficient and Repeatable Method for Computing Shoreline Change Rates in ArcGIS. U.S. Geological Survey.
K. V. Poornima, and Sravan Chinthaparthi. 2014. Detection and Future Prediction of Coastal Changes in Chennai Using. India. RSM University. IJIRSET Journal. Vol. 3, Issue 2, February 2014.
19
Mukhophadyay, et al. 2012. Automatic shoreline detection and future prediction: A case study on Puri Coast, Bay of Bengal, India. India. The Italian Society Of Remote Sensing. European Journal of Remote Sensing - 2012, 45: 201-213.
Ongkosongo, O.S.R 1980. Lingkungan Fisik Pantai Utara Jakarta. Jakarta: P2O LIPI.
Pardjaman, D. 1977. Abrasi dan Akresi di Pantai Teluk Jakarta Disebabkan Oleh Kondisi Fisik dan Sosial. Jakarta:Dishidros TNI AL.
Sandy, I.M. 1996. Pantai dan Wilayah Pesisir. Makalah Seminar Penerapan Teknologi PJ dan SIG Dalam Prencanaan Sumber Daya Kelautan Pesisir. Depok. Jurusan Geografi FMIPA UI.
Saptarini, Dian., dkk. 1995. Pengelolaan Sumberdaya Kelautan Dan Wilayah Pesisir. ITS-Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi DEPDIKBUD.
Setiyono, H. 1996. Kamus Oseanografi. Yogyakarta:UGM Press.
Soesilo, Indroyono dan Budiman. 2002. Iptek Untuk Laut Indonesia. Jakarta: LISPI.
Syahrir, dkk. 2013. Analisis Kerentanan Pantai Di Kabuaten Takalar. Makassar. Universitas Hasanudin. Jurnal.
Taofiqurohman, Ankiq., dan Ismail, M. Furqon Azis. 2012. Analisis Spasial Perubahan Garis Pantai Di Pesisir Kabupaten Subang Jawa Barat. Jurnal Ilmu dan Teknologi Kelautan Tropis, Vol. 4, No. 2, Hlm. 280-289, Desember 2012.
Turmudi. 1999. Perubahan Garis Pantai Dan Pengaruhnya Dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir Di Daerah Labuhan Maringgai, Propinsi Lampung. Dalam Aplikasi Geografi Fisik Indonesia, Program Pasca Sarjana Ilmu Geografi, UI. Depok.
Wahyudi dkk. SENTA 2009. Analisa Kerentanan Pantai Di Wilayah Pesisir Pantai Utara Jawa Timur. Surabaya. Institut Teknologi Sepuluh November.