pertemuan 7
DESCRIPTION
FH UGM 2012TRANSCRIPT
Rabu, 21 Mei 2014
Tindak Pidana Korupsi
Istilah korupsi itu berasal dari bahasa Latin Corruptio atau menurut Webster Studen
Dictionary adalah corruptus. Sedangkan corruptio atau corruputus itu berasal dari kata Latin
yang disebut Corrumpere. Arti dari Corrumpere itu adalah sautu perbuatan yang busuk, buruk,
pokoknya yang tidak bagus. Jadi korupsi itu adalah keburukan, kebusukan, kebejatan,
ketidakjujuran. Lalu dari bahasa Latin diaposi ke banyak bahasa di Eropa. Kalau di Inggris:
Corruption, corrupt. Kalau Perancis: Corruption, dan Belanda: Corruptie. Kalau di Arab:
Ruswah.
Kalau kita bicara korupsi dalam studi kejahatan, itu berarti kita berbicara korupsi dalam
konteks kriminologi. Tidak semua korupsi dalam studi kejahatan itu masuk dalam tindak pidana
korupsi dalam konteks UU. Ada 9 tipe korupsi dalam konteks kriminologi:
1. Political Bribery (penyuapan politik)
Political bribery itu hanya terjadi di parlemen yang terkenal dengan istilah penyuapan
politik. di Indonesia, korupsi itu dimulai pada saat pembuatan UU. Jadi jangan dipikir DPR itu
buat undang-undang dengan hati nurani yang tulus dan ikhlas. Banyak terjadi, DPR itu disuap
dalam membuat UU. Contohnya bisa kita lihat pada Pasal 45 UU Bank Indonesia: “Gubernur,
Deputi Gubernur Senior, Deputi Gubernur, dan atau pejabat Bank Indonesia tidak dapat dihukum
karena telah mengambil keputusan atau kebijakan yang sejalan dengan tugas dan wewenangnya
sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang ini sepanjang dilakukan dengan itikad baik”. Lalu
dalam UU Notaris: “Notaris tidak dapat di proses dalam hukum kecuali atas izin Majelis
Pengawas Daerah”. Jadi dalam UU itu selalu ada suatu instrumen pengaman. Makanya kalau kita
lihat UU sering banyak di uji di MK karena pada saat pembuatan terjadi penyuapan politik.
Atau dalam penentuan pejabat-pejabat publik itu anggota DPR disogok. Contoh
kasusnya: Cek Pelawat / Travel Check yang terjadi dalam kasus pemilihan Deputi Gubernur BI.
Jadi Miranda supaya terpilih sebagai Deputi Gubernur itu menyogok anggota DPR dengan travel
check masing2 500 juta (25 anggota komisi X DPR yang menerima travel check).
Jadi intinya political bribery adalah penyuapan politik yang dilakukan di parlemen dalam
pembuatan suatu undang-undang. Sudah menjadi rahasia umumbahwa setiap kata, kalimat,
bahkan koma dan titik dalam pembahasan rancangan undang-undang di DPR mempunyai nilai
rupiah. Tidak sedikit uang yang digelontorkan oleh pemilik modal kepada Parpol dalam rangka
menggolkan suatu rancangan undang-undang. Motivasinya , agar undang-undang yang
dihasilkan berpihak kepada pemilik modal.
2. Political Kickbacks
Political Kickbacks bisa terjadi di ranah parlemen dan bisa terjadi di ranah eksekutif.
Kalau terjadi di ranah parlemen, itu biasanya dilakukan pada saat pemilihan umum. Jadi pada
musim-musim pemilihan umum, itu dilakukan oleh pengusaha. Pengusaha biasanya membiayai
partai politik atau membiayai beberapa parpol dan diharapkan kalau parpol itu mendominasi
parlemen maka parpol yang mendominiasi parlemen yang telah dibiayai para pengusaha ini,
mereka akan membuat UU yang sedikit banyaknya akan menguntungkan dunia usaha. Jadi buruh
itu selalu ditekan, tapi dunia usaha kemudian mendapatkan keuntungan. Kalau kita lihat, MK
pernah membatalakn UU Sumber Daya Air, UU Ketenagalistrikan. Kalau kita lihat pasal-
pasalnya memang menguntungkan pasal-pasal tertentu sebab itu merupakan political kickbacks.
Kalau political kickbacks di sektor pemerintahan itu biasanya terjadi dalam pengadaan
barang dan jasa. Celakanya, uang itu diterima sebelum proyek berjalan. Jadi begitu deal oleh
DPR, itu anggaran belum turun tapi fee-nya sudah harus bayar dimuka. Jadi tanda-tanda pertama
ada political kickbacks adalahnya adanya multier budget. Yaitu anggaran beberapa tahun seperti
kasus Hambalang. Jadi suatu proyek di kerjakan tidak dalam 1 tahun anggaran tetapi dikerjakan
dalam beberapa tahun anggaran.
Lalu kita bisa juga lihat dalam peristiwa pemenang tender. Kalau pemenenang tender
dalam suatu proyek, mestinya itu perusahaan yang bonafit. Karena perusahaan itu bonafit,
asumsinya dia mampu mengerjakan semua pekerjaan itu sendiri. Artinya tidak boleh di sub-
kontrakan. Apa itu sub-kontrak? Misalnya: PT A menang tender untuk membangun Fakultas
Hukum secara seluruhnya baik bangunan fisik maupun fasilitas. Tetapi ternyata PT A sub-
kontrakan dengan perusahaan lain. Jadi bangunan fisik oleh PT A tapi untuk pengadaan
Komputer dikasih ke PT B, pengadaan AC dikasih ke PT C. Maka inilah yang namanya sub-
kontrakan. Begitu juga dalam Kasus Hambalang, yang mana proyek itu subkontrakan kepada
perusahaan istrinya Anas, Perusahaan Nazzarudin dlsb.
Political kickbacks kalau sudah sampai pada parlemen terjadi lah political bribery. Jadi
political kickback dalam hal2 tertentu bisa jadi political bribery.
3. Election Fraud
Adalah kecurangan dalam pemilihan umum. Kecurangan dalam pemilihan umum
memang terjadi perubahan yang signifikan kalau kita bicara dalam konteks Indonesia. Kalau
Pemilu tahun 2009, kecurangannya sangat sistematis artinya dilakukan oleh Parpol. Pemilu baru
diselenggarakan 2009, tapi tahun 2007 dan 2008 itu semua orang sudah bilang kok bahwa tahun
2009 itu yang menang adalah Demokrat dan minimal 20%. Kenapa 20%? Karena itu treeshold
untuk mengajukan presiden. Tidak ada sejarah di dunia ini, yang pada pemilu sebelumnya dia
hanya 7% (tahun 2004) tapi kemudian dia bisa naik hampir 3x lipat. Itu adalah omong kosong
kalau bukan karena kecurangan.
Pada tahun 2014 ini polanya berubah, bukan sistematis dilakukan oleh Parpol tapi Caleg
yang bersangkutan. Jadi mereka berebut kursi. Misalnya; A suaranya 1100, lalu KPU yang ingin
berbuat curang tinggal nyuruh aja tinggal pilih angka 1100 itu mau tambah angka 1 di depannya,
atau tambah angka 0 di belakangnya.
Kalau pada zaman OrdeBaru, kecurangan dilakukan dengan kasat mata. DI Kalimantan
pada tahun 1970 terjadi para masyarakat di kumpulkan di tengah lapangan, dan tidak satu2
masuk TPS. Tapi ketua panitia pake megaphone teriak “siapa yang pilih PPP tunjuk tangan” lalu
hening dan tidak ada yang tunjuk tangan. Kemudian ada yang tanya “siapa yang pilih PDI tunjuk
tangan” lalu diam semua. Karena PDI dan PPP tidak ada yg jawab maka ia menggap semua
memilih golkar.
Jadi ini merupakan korupsi yang berkaitan langsung dengan kecurangan Pemilu. Parpol
secara teorganisir dan sistematis telah merencanakan kemenagan dengan cara-cara ilegal yang
biasanya dimulai dari pendaftaran pemilih yang tidak akurat, penggelembungan suara,
pemalsuan dokumen sampai pada tahap penetapan hasil Pemilu. Lazimnya, Parpol menyogok
sejumlah uang kepada petugas atau pejabat yang bertanggung jawab pada setiap tahapan Pemilu
4. Corrupt Campaign Practice
Corrupt Campaign Practice tidak mungkin dilakukan oleh Parpol yang tidak punya kuasa.
Contohnya: Surya Darmali ingin kampanye PPP kemudian dijadwalkan siang. Pagi hari itu dia
dateng bukan untuk acara PPP tapi mau ke Kementerian Agama supaya tiket pesawat dan
akomodoasi bukan dibayari parpol tapi dibayarin negara. SBY pun kampanye dimana-mana
tidak pakai dana parpol tapi negara sebab presiden kemana2 mau dia jadi ketua partai atau
apapun 100% pake biaya negara. Contoh lain: Rapat Partai dilakukan di Departemen-
departemen.
Celakanya yang namanya election fraud dan corrupt campaign practice itu tidak masuk
mdalam ranah tindak pidana korupsi tapi merupakan ranah dalam UU Pemilu. Oleh karena itu
diawal telah dikatakan bahwa tidak semua tindak korupsi dalam studi kejahatan masuk dalam
tindak pidana korupsi.
Praktek kampanye dengan menggunakan fasilitas negara maupun uang negara oleh calon yang
sedang memegang kekuasaan negara. Dalam konteks Indonesia korupsi tipe ini sulit dihindari
selama pejabat negara masih merangkap sebagai fungsionaris Parpol, apakah sebagai Ketua
Umum, Sekjen bahkan sebagai Ketua Dewan Pembina atau Ketua Dewan Kehormatan. Agar
tidak kelihatan, modus operandi korupsi tipe ini dilakukan di daerah-daerah dengan
menyamarkan antara tugas sebagai pejabat negara dan agenda kegiatan Parpol yang harinya
dibuat sama namun dengan jam yang berbeda. Modus operandi ini paling tidak menghemat
anggaran Parpol untuk biaya tranportasi dan akomodasi karena biasanya dibiayai negara.
5. Political Corruption
Memang murni dilakukan oleh Partai Politik. Yang menyebabkan anggaran negara begitu
besar misalnya: Partai Demokrat menguasai 2/3 APBN.
6. Illegal Corruption
Merupakan korupsi diatas korupsi dan ini paling berbahaya. Biasanya dilakukan oleh
aparat penegak hukum. Jadi kalimat equality before the law itu omong kosong. Mau polisi,
hakim, jaksa, lawyer, petugas lapas sama saja semuanya. Polisi itu kalau disuruh nangkep teroris
atau perampok bank jago, coba kalau disuruh periksa rekening di Mabes Polri mana mau dia.
Perbedaan prinsip antara Kejaksaa Agung dan KPK adalah kalau ada kasus korupsi yang
pertama dilakukan bukan tangkap tersangka tapi sita uangnya dulu. Kalau KPK tidak pernah
menyita, dia melakukan blokir. Karena kalau diblokir uang tidak bisa keluar dan tidak bisa
masuk. Karena kejaksaan memang otak maling, begitu ada dugaan korupsi langsung sita.
Uangnya pasti akan disimpan di Bank dan rekeningnya atas Nama Kejaksaan Agung. Uang itu
pasti ada bunganya. Begitu putusan punya kekuatan hukum tetap dan uang harus dikembalikan
pada negara tentu kejaksaan tidak mengembalikan dengan bunganya. Karena prinsip barang
bukti itu tidak boleh berkurang dan tidak boleh bertambah.
Kalau hakim tipikor disuap tidak untuk membebaskan tapi untuk mengurangi sanksi
pidana. Lalu putusan suka tidak sinkron supaya bisa mengajukan upaya hukum. Jadi berlapis.
7. Discretionary Corruption
Adalah korupsi kebijakan. Contohnya: pembebasan pajak (tax holiday). Jadi import
mobil dari luar negeri dibebaskan.
8. Ideological Corruption
Indonesia sudah pada tahap ini. Jadi merupakan gabungan antara illegal corruption dengan
political corruption. Korupsi sudah menyatu.
9. Mercenary Corruption
Merupakan korupsi kecil-kecilan. Seperti beli alat tulis kantor 100ribu jadi 120ribu.
Dari 9 jenis korupsi ini yang kita masukan dalam tindak pidana korupsi, ada 30 jenis perbuatan
yang dikualifikasian sebagai perbuatan tindak pidana korupsi (ada 13 pasal). 30 perbuatan ini
diperas menjadi 7 kategori
1. Berkaitan dengan kerugian keuangan negara 2 pasal
2. Berkaitan dengan suap menyuap 12 pasal
3. Berkaitan dengan penggekapan dalam jabatan 5 pasal
4. Berkaitan dengan pemerasan 3 pasal
5. Berkaitan dengan perbuatan curang 6 pasal
6. Berkaitan dengan kepentingan dalam pengadaan 1 pasal
7. Gratifikasi 1 pasal
Ada perbedaan prinsip antara gratifikasi dengan suap. Kalau suap ada meeting of mind / ijab
qabulnya. Jadi misalnya: A jadi rektor kemudian ada orang tua calon mahasiswa bilang supaya
anaknya diterima dan kalau diterima akan bayar 200 juta. Itu merupakan suap sebab sudah ada
meeting of mind/kesepakatan.
Kalau gratifikasi tidak ada kesepakatan. Misalnya begitu selesai ujian masuk, lalu ada orang tua
yang dateng dan terima kasih anaknya sudah diterima dengan memberi amplop. Ini merupakan
gratifikasi sebab tidak ada meeting of mind / kesepakatan di awal.