perspektif hutan ulayat dalam budaya …puspijak.org/uploads/info/hutan ulayatv7n4.pdf · karena...

26
1 PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA MINANGKABAU (Studi Kasus di Jorong Koto Malintang, Kabupaten Agam) Oleh/by : Yanto Rochmayanto, Tateng Sasmita & Syasri Jannetta 1 RINGKASAN Hambatan utama pengembangan hutan ulayat terletak pada dimensi hukum dan ekonomi. Meski secara hukum keberadaannya diakui, tapi mekanismenya kurang berjalan karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain itu, manfaat ekonomi hasil hutan bukan kayu belum dirasakan secara optimal oleh masyarakat, karena yang ditekankan selama ini adalah manfaat lindung dan koservasi. Namun demikian, hutan ulayat sangat potensial secara sosial budaya sebagai asset bangsa dalam menyediakan alternatif model pengelolaan sumber daya hutan. Oleh karena itu, penelitian mengenai hutan ulayat dalam pandangan sosial budaya diperlukan untuk menjawab kendala pengembangan di atas. Hasil penelitian di Nagari Duo Koto Kabupaten Agam, menunjukkan bahwa hutan ulayat dalam pandangan Minangkabau telah diatur secara lengkap, yang meliputi : stasus tanah, fungsi ulayat, sifat hak, mekanisme pengelolaan, manajemen produksi, sanksi dan kelembagaan. Komposisi dan struktur hutan ulayat tidak homogen, dan merupakan hasil kriteria sejarah dan ekonomi. Kayu manis adalah komoditi yang tercatat di BPS Propinsi Sumatera Barat yang memiliki kapasitas ekspor cukup tinggi dengan volume ekspor 12.755 ton, dan nilai ekspor 6.408.000 US $ pada tahun 2003, sehingga dapat menjadi unggulan bagi pengembangan HHBK di hutan ulayat. Kata kunci : Hutan ulayat, sosial budaya, hasil hutan bukan kayu. 1 Loka Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu

Upload: votuyen

Post on 01-Feb-2018

228 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

1

PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA MINANGKABAU (Studi Kasus di Jorong Koto Malintang, Kabupaten Agam)

Oleh/by : Yanto Rochmayanto, Tateng Sasmita & Syasri Jannetta1

RINGKASAN

Hambatan utama pengembangan hutan ulayat terletak pada dimensi hukum dan

ekonomi. Meski secara hukum keberadaannya diakui, tapi mekanismenya kurang berjalan

karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain itu, manfaat ekonomi

hasil hutan bukan kayu belum dirasakan secara optimal oleh masyarakat, karena yang

ditekankan selama ini adalah manfaat lindung dan koservasi. Namun demikian, hutan ulayat

sangat potensial secara sosial budaya sebagai asset bangsa dalam menyediakan alternatif model

pengelolaan sumber daya hutan. Oleh karena itu, penelitian mengenai hutan ulayat dalam

pandangan sosial budaya diperlukan untuk menjawab kendala pengembangan di atas.

Hasil penelitian di Nagari Duo Koto Kabupaten Agam, menunjukkan bahwa hutan

ulayat dalam pandangan Minangkabau telah diatur secara lengkap, yang meliputi : stasus tanah,

fungsi ulayat, sifat hak, mekanisme pengelolaan, manajemen produksi, sanksi dan

kelembagaan. Komposisi dan struktur hutan ulayat tidak homogen, dan merupakan hasil

kriteria sejarah dan ekonomi. Kayu manis adalah komoditi yang tercatat di BPS Propinsi

Sumatera Barat yang memiliki kapasitas ekspor cukup tinggi dengan volume ekspor 12.755

ton, dan nilai ekspor 6.408.000 US $ pada tahun 2003, sehingga dapat menjadi unggulan bagi

pengembangan HHBK di hutan ulayat.

Kata kunci : Hutan ulayat, sosial budaya, hasil hutan bukan kayu.

1 Loka Litbang Hasil Hutan Bukan Kayu

Page 2: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

2

I. PENDAHULUAN

Salah satu faktor dalam pencapaian SFM (Sustainable Forest Management) adalah

dicapainya social equity (kesejahteraan masyarakat). Tolok ukurnya adalah kehidupan

masyarakat adat tidak terganggu dan kesejahteraan masyarakat meningkat. Pola hidup

tradisional masih boleh dipertahankan dimana hutan yang menjadi andalan hidupnya tidak

terancam akibat pembalakan dan ada peluang untuk mengembangkan diri dalam manajemen

sumber daya hutan (Iskandar, 1999).

Hutan adat atau yang seringkali disebut hutan ulayat merupakan hutan yang dikuasai

oleh masyarakat hukum adat. Bentuk hutan ini umumnya berasal dari hutan alam yang sudah

secara turun-temurun dikelola dan dimanfaatkan untuk kepentingan sosial ekonomi dan budaya

yang sifatnya kolektif. Peraturan pengelolaan dan pemanfaatannya dibuat dan ditetapkan oleh

hukum-hukum adat (Awang, 2003).

Pengalaman menunjukkan bahwa elemen-elemen fundamental pengelolaan sumber daya

hutan di Indonesia adalah pengelolaan yang berbasis kepada komunitas masyarakat adat

setempat. Mereka menggunakan dan menjaga hutan sebagai tumpuan dalam penyediaan

kebutuhan yang berkesinambungan. Bahkan sebagian besar kelompok mereka memanipulasi

hutan secara intensif dalam rangka mengoptimalkan pemanfaatan lahan (Handoyo, 2003).

Sistem ini seharusnya dianggap sebagai aset nasional yang penting dalam sebuah

manajemen sumber daya hutan yang terus dilestarikan dan dikembangkan. Dalam sistem adat,

sumber daya hutan dan lahan dapat mempunyai fungsi privat yang tinggi sekaligus juga

memiliki dampak makin tingginya fungsi publik yang diemban. Banyak literatur yang mencatat

bukti bahwa sistem adat dapat bertahan hidup beserta nilai-nilai luhurnya hingga saat ini.

Page 3: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

3

Handoyo (2003) mengutarakan hal-hal positif yang diperoleh dengan hak-hak

pengelolaan mandiri masyarakat adat setempat adalah sebagai berikut:

1. Nilai-nilai sosial dan budaya yang luhur dalam pengelolaan sumber daya oleh masyarakat

adat setempat dapat menjadi etalase moral sumber pembelajaran bagi masyarakat umum

maupun pelaku kehutanan. Kearifan mereka dapat dijadikan sumber literatur dalam

pengembangan model pengelolaan ekosistem yang suitable dalam suatu unit regional yang

terkait dengan agroklimat yang berbeda-beda (local site spesific).

2. Lingkungan home base dari kelompok-kelompok masyarakat adat yang tersebar di seluruh

tanah air akan kembali daya dukungnya dan terbentuknya self defence dari sumber daya

hutan karena adanya rasa memiliki yang tinggi dari masyarakat adat setempat sehingga

sumber daya tersebut dapat terselamatkan dari interest eksploitasi dari luar.

3. Penghematan anggaran penyelenggara pemerintah dalam belanjanya yang dialokasikan

untuk usaha-usaha konservasi dan pengamanan hutan khususnya untuk daerah-daerah

penyangga kehidupan yang memang masuk dalam home base masyarakat adat setempat.

Meski keberhasilan pengelolaan hutan masyarakat adat yang didukung pengetahuan

kearifan budayanya tak terbantah, namun ternyata masih dirasakan sejumlah kendala untuk

mengangkat sistem ini menjadi sistem pengelolaan hutan yang me-nasional dan bisa

diaplikasikan kedalam manajemen hutan Indonesia.

Berdasarkan studi dari sejumlah literatur (Awang, 2003; Handoyo, 2003; Nugraha,

2000) dan penelitian pendahuluan di lapangan dijumpai beberapa masalah dalam pengelolaan

hutan ulayat, yaitu :

1. Pengakuan akan eksistensi masyarakat adat dan hutan ulayat dalam bentuknya yang riil

dari pemerintah masih lemah. Selama ini diakui banyak pihak, memang sulit menerapkan

Page 4: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

4

hak ulayat. Di satu sisi meski secara hukum keberadaannya diakui, namun dalam kenyataan

mekanismenya kurang berjalan karena dualisme pengertian dan pengakuan serta tumpang

tindihnya undang-undang yang mengaturnya. Aspek hukum dan kebijakan belum

memberikan kekuatan formal bagi masyarakat adat dan hutan ulayat untuk melakukan

pengembangan¸ bahkan untuk pertahanan diri. Status kepemilikan lahan seringkali

tumpang tindih dan banyak versi.

2. Dilihat dari aspek capital investment, dikhawatirkan pengelolaan hutan adat akan

mengalami bias neoliberalisme, semua aspek ekonomi sumberdaya diserahkan kepada

mekanisme pasar. Dengan demikian hutan ulayat menjadi demikian terbuka terhadap

kapitalisme yang memberi peluang baru bagi kehancuran ekonomi rakyat desa hutan.

3. Dalam skala industri dewasa ini, tampaknya hutan ulayat memerlukan upaya peningkatan

kualitas atas kondisi manajemen produk, sumber daya manusia serta struktur permodalan.

Manfaat ekonomi dari hasil hutan bukan kayu belum dirasakan secara optimal oleh

masyarakat, karena selama ini yang ditekankan adalah manfaat lindung dan koservasi.

Sebenarnya pengelolaan sumber daya hutan yang lestari dan mengarah pada

diversifikasi produk telah menjadi kerangka pengelolaan dalam nilai-nilai luhur masyarakat

adat. Oleh karena itu identifikasi masyarakat adat dan hutan ulayat yang mengandung nilai-

nilai luhur tradisional perlu dilakukan, yang kemudian dimasukkan sebagai aset bangsa yang

penting dan berhaga serta dapat digunakan sebagai model atau pendekatan model pengelolaan

sumber daya hutan dan hasil hutan bukan kayu.

Tulisan ini bertujuan untuk memberikan gambaran hutan ulayat menurut perspektif

budaya Melayu Minangkabau, yang dalam hal ini mengambil studi kasus di Hutan Ulayat

Page 5: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

5

Jorong Koto Malintang, Kabupaten Agam, dari beberapa dimensi yaitu : (1) dimensi hukum

dan sosial budaya, (2) dimensi biofisik dan silvikultur, dan (3) dimensi ekonomi.

Adapun sasaran penelitian ini adalah memberikan bukti empiris sebuah model

pengelolaan hutan yang berbasis kepada masyarakat tempatan.

Ruang lingkup penelitian ini meliputi dimensi hukum dan sosial budaya, dimensi

biofisik dan silvikultur, serta dimensi ekonomi. Dimensi hukum dan sosial budaya menyangkut

aspek hukum dan perundang-undangan, kelembagaan, serta kebijakan pemerintah daerah yang

berkenaan dengan hutan dan kehutanan masyarakat. Dalam penelitian pada dimensi sosial

budaya ini, diarahkan pada 2 faktor yaitu faktor kekuatan dari dalam masyarakat adat itu

sendiri (antara lain karakteristik wilayah, hukum dan budaya) dan kekuatan hukum positif yang

mendasarinya.

Dimensi biofisik dan silvikultur berkaitan dengan potensi tanah, iklim, topografi dan

vegetasi dari jenis-jenis tumbuhan penghasi bukan kayu andalan setempat. Sedangkan dimensi

ekonomi melihat secara kualitatif manfaat tangible dan intagible dari hasil hutan bukan kayu

yang terdistribusi kepada masyarakat dan stakeholder yang terlibat, potensi pasar, pasar

potensial dan struktur pasar yang tersedia.

II. METODE PENELITIAN

A. Lokasi dan Waktu Penelitian

Studi ini dilakukan pada hutan ulayat yang secara administratif terletak di Jorong Koto

Malintang, Nagari Duo Koto, Kecamatan Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat

(peta terlampir). Penelitian dilaksanakan pada bulan Oktober sampai dengan Desember 2004.

Page 6: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

6

Lokasi penelitian ditetapkan secara terarah (purposif sampling) berdasarkan survey

pendahuluan hutan ulayat yang lestari di Agam.

Kabupaten Agam termasuk pada wilayah kebudayaan dan tata hukum melayu

Minangkabau. Karakteristik hukum dan budaya Minangkabau ini sangat melekat kuat pada

tatanan kehidupan masyarakat termasuk pada sistem pemerintahan. Karakter tersebut dikuatan

dengan Perda Propinsi Sumatera Barat No. 9 tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok

Pemerintahan Nagari di Sumatera Barat yang mengembalikan pola pemerintahan desa menjadi

pemerintahan nagari yang berlatar adat Minangkabau. Tata pemerintahan nagari mengatur

segala aspek kehidupan bermasyarakat, tata pewilayahan, tenurial dan pengelolaan sumber

daya alamnya.

Nagari Duo Koto berada pada bibir Danau Maninjau dalam jalur lintas Lubuk Basung –

Bukit Tinggi. Bagian belakang nagari berhadapan langsung dengan bukit sehingga secara tata

ruang berurut sebagai berikut : danau (berfungsi sebagai pemasok air bagi nagari, pesawahan,

rekreasi, mata pencaharian keramba), jalan lintas, pesawahan, pemukiman, kebun, dan hutan.

Ketinggian tempat berada pada kisaran 425 m.dpl dengan rata-rata curah hujan 150

mm/tahun dan suhu rata-rata 25-27oC. Jorong Koto Malintang memiliki luas wilayah ± 1800 ha

dengan perincian : pemukiman 60,25 ha, sarana umum 9,6 ha, sawah 174 ha, ladang 529,5 ha,

hutan adat 327,05 ha, hutan warga 149 ha, hutan primer 178 ha.

Terdapat beberapa sarana penunjang ekonomi masyarakat yaitu : pasar untuk komoditas

pertanian, prasarana jalan antar desa/kecamatan/kabupaten, sarana angkutan, dan sarana

teknologi pengolahan hasil pertanian.

Sebagaimana kondisi di pedesaan lainnya, masyarakat Nagari Duo Koto didominasi

oleh penduduk dengan mata pencaharian sebagai petani dengan tingkat pendidikan mayoritas

Page 7: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

7

SLTP (Tabel 1). Memelihara ternak merupakan kegiatan sampingan guna menambah aset

keluarga bila suatu saat diperlukan mendesak untuk biaya pendidikan anak atau biaya tak

terduga lainnya.

Tabel 1. Komposisi penduduk menurut tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan (Table 1. Composition of people based education level and occupation)

Tingkat Pendidikan (Education Level)

Jenis Pekerjaan (Occupation)

Uraian (Naration) Jumlah (Total) Uraian (Naration) Jumlah (Total)

Buta aksara 0 Petani, buruh tani 250

Tidak tamat SD/sederajat 172 Pedagang 41

Tamat SD/sederajat 97 Guru 46

Tamat SLTP/sederajat 296 PNS lainnya 7

Tamat SLTA/sederajat 173 BUMD 26

Tamat Akademi/sederajat 0 Pens. PNS, ABRI 58

Tamat PT./sederajat 3 Jasa 104

Sumber : Monografi Nagari Duo Koto (2004) (Source : Villages Monografy of Duo Koto, 2004)

B. Pengumpulan Data

Data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer

diperoleh dari hasil wawancara dengan petani dan tokoh adat serta tokoh pemerintahan

setempat, sedangkan data sekunder dikumpulkan dari berbagai instansi terkait diantaranya :

Kantor Pemerintah Daerah Propinsi dan Kabupaten, Dinas Kehutanan Propinsi dan Kabupaten.

C. Analisa Data

Page 8: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

8

Analisis penelitian ini dilakukan dengan pendekatan analisis kualitatif sebagai studi

kasus mikroetnografi (Bungin, 2003), yakni studi kasus terhadap sebuah unit sosial terkecil

mengenai sisi tertentu dalam kehidupan komunitas sosial, yaitu aspek pengelolaan sumber daya

hutannya.

Analisis dimensi hukum dilakukan melalui studi pustaka terhadap peraturan perundang-

undangan yang berlaku. Dimensi sosial budaya yang meliputi kelembagaan, demografi,

karakteristik wilayah dan adat istiadat, menggunakan pendekatan RRA (Rapid Rural

Appraisal), dengan menggunakan daftar pertanyaan terstruktur dalam kegiatan wawancara.

Analisis biofisik dan silvikultur dilakukan dalam kegiatan observasi lapang dan analisis

data sekunder mengenai : komposisi tegakan, sistem penanaman, sistem pemanenan, dan

efektivitas pengelolaan. Sedangkan dimensi ekonomi dianalisa dengan pendekatan survey pasar

dan tata niaga produk yang dihasilkan dari hutan ulayat.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. DIMENSI HUKUM DAN SOSIAL BUDAYA

1. Hak Ulayat dalam Perundang-undangan Nasional

Untuk mengetahu bagaimana aspek legalitas dari suatu hak ulayat terhadap tanah atau

hutan dapat ditelusuri melalui peraturan perundangan yang ada di Indonesia, dan menurut

hirarkinya dimulai dari UUD 1945.

a. UUD 1945 pasal 33 ayat (3) : Bumi dan air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya

dikuasai oleh negara dan diperuntukkan sebesar-besar kemakmuran rakyat.

b. UU no. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Page 9: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

9

• Pasal 2 ayat (1) : bahwa bumi dan air dan ruang angkasa termasuk kekayaan alam yang

terkandung di dalamnya itu pada tingkatan tertinggi dikuasai oleh negara sebagai

organisasi kekuasaan seluruh rakyat.

• Pasal 2 ayat (4) : Hak menguasai negara dapat dikuasakan kepada daerah-daerah

swatantra dan masyarakat hukum adat sekadar diperlukan dan tidak bertentangan

dengan kepentingan nasional dan perundang-undangan lainnya.

• Pasal 3 : hak ulayat dan hak serupa dengan itu dari masyarakat hukum adat, sepanjang

menurut kenyataannya masih ada, diakui keberadaanya.

c. UU no 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

• Pasal 5 ayat (3) : pemerintah menetapkan status hutan sebagaimana dimaksud pada

ayat (1) dan (2) dan hutan adat ditetapkan sepanjang menurut kenyataannya

masyarakat hukum adat yang bersangkutan masih ada dan diakui keberadaannya.

• Pasal 67 ayat (1) : masyarakat hukum adat berhak : (a) melakukan pemungutan hasil

hutan untuk pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari masyarakat hukum adat yang

bersangkutan, (b) melakukan kegiatan pengelolaan hutan berdasarkan hukum adat

yang berlaku dan tidak bertentangan dengan undang-undang, dan (c) mendapatkan

pemberdayaan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan.

• Pasal 67 ayat (2) : pengukuhan keberadaan dan hapusnya masyarakat hukum adat

sebagaimana dimaksud ayat (1) ditetapkan dengan Peraturan Daerah.

• Pasal 67 ayat (3) : ketentuan lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan (2)

diatur dengan Peraturan Pemerintah.

• Penjelasan pasal 67 ayat (1) : bahwa masyarakaat hukum adat diakui keberadaanya

jika menurut keadaannya memenuhi unsur-unsur sebagai berikut : (a) masyarakatnya

masih dalam bentuk paguyuban (rechtgemeenschap), (b) ada kelembagaan dalam

bentuk perangkat penguasaan adatnya, (c) ada wilayah hukum adat yang jelas, (d) ada

pranata dan perangkat hukum (khususnya peeradilan aadat) yang ditaati, (e) masih

melakukan pemungutan hutan di wilayah hutan sekitarnya untuk pemenuhan kebutuhan

hidup sehari-hari.

Page 10: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

10

d. Peraturan Menteri Negara Agraria / Kepala BPN no. 5 tahun 1999 :

Hak ulayat dan masyarakat hukum adat dianggap masih ada apabila :

1) Terdapat sekelompok orang yang masih merasa terlibat oleh tatanan adatnya sebagai

warga bersama suatu persekutuaaan hokum tertentu, yang mengakui dan menerapkan

ketentuan-ketentuan persekutuan tersebut dalam kehidupannya sehari-hari.

2) Terdapat tanah ulayat tertentu yang menjadi lingkungan hidup para warga

persekutuan hukum tersebut dan tempatnya mengambil keperluan hidup sehari-hari.

3) Terdapat tatanan hukum adat menguasai pengurusan, penguasaan, dan penggunaan

tanah ulayat yang berlaku dan ditaati oleh para warga kesekutuan hukum tersebut..

e. UU no 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah

Pasal 11 ayat (2) : bidang pemerintahan yang wajib dilaksanakan oleh Daerah Kabupaten

dan Daerah Kota meliputi pekerjaan umum, kesehatan, pendidikan dan kebudayaan,

pertanian, perhubungan, industri dan perdagangan, penanaman modal, lingkungan hidup,

pertanahan, koperasi dan tenaga kerja.

2. Hak Ulayat dalam Pandangan Pemerintah Daerah

a. Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat no. 9 tahun 2000 tentang Ketentuan Pokok

Pemerintahan Nagari di Sumatera Barat.

• Pasal 3 : Wilayah nagari meliputi kesatuan wilayah hukum adat dengan batas-batas

tertentu yang sudah berlaku secara turun temurun.

• Pasal 7 : Harta kekayaan nagari meliputi :(a) pasar nagari, (b) tanah lapang atau

tempat rekreasi nagari, (c) balai, masjid dan atau surau nagari, (d) tanah, hutan,

batang air, tebat, danau dan atau laut yang menjadi ulayat nagari, (e) bangunan yang

dibuat oleh penduduk atau perantau untuk kepentingan umum, dan (f) harta benda dan

kekayaan lainnya.

• Pasal 10 : pedoman pengelolaan dan pemanfaatan ulayat nagari sebagaimana

tercantum pada pasal 7 huruf d diatur tersendiri dengan Peraturan Daerah Propinsi.

Page 11: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

11

• Pasal 11 : harta kekayaan nagari yang dikelola oleh pemerintah, Pemerintah Propinsi

dan atau Pemerintah Kabupaten diatur kembali pemanfaatannya dengan

memperhatikan kepentingan nagari.

b. Peraturan Daerah Kabupaten Agam no. 31 tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari.

• Pasal 1 : nagari adalah kesatuan masyarakat hukum adat dalam Kabupaten Agam, yang

terdiri dari himpunan beberapa suku di Minangkabau yang mempunyai wilayah dan

batas-batas tertentu, dan mempunyai harta kekayaan sendiri, berwenang mengurusi

rumah tangganya dan memilih pemimpin pemerintahannya.

• Pasal 61 : Harta kekayaan nagari meliputi sebagaimana dimaksud pada pasal 60 ayat

(1) huruf a terdiri dari :(a) pasar nagari, (b) tanah lapang atau tempat rekreasi nagari,

(c) labuan, tapian, balai, mesjid, dan atau surau nagari, (c) tanah, hutan, batang air,

tabek, danau dan atau laut yang menjadi ulayat nagari, (d) bangunan yang dibuat oleh

penduduk/perantau untuk kepentingan umum, (e) semua harta kekayaan yang berasal

dari desa, beralih menjadi harta kekayaan nagari, dan (f) harta benda dan kekayaan

lainnya.

Berdasarkan uraian di atas dapat diambil suatu kesimpulan bahwa hak ulayat dalam

hukum positif telah mendapat pengakuan dari pemerintah daerah di tingkat kabupaten dan

propinsi. Pemerintah pusat (Departemen Kehutanan) telah menyiapkan landasan hukum untuk

mengakomodir perihal hutan ulayat ini termasuk tata cara pengakuan hutan yang dikenai hak

ulayat.

Hanya saja, walaupun secara sosial budaya telah kuat dan dikukuhkan oleh pemerintah

daerah, serta terbukti dalam kenyataanya masyarakat adat dan hutan ulayat masih ada dan

diakui keberadaannya, sampai dengan saat ini pemerintah pusat belum satupun melakukan

penetapan status hutan ulayat sebagaimana yang disebutkan dalam UU no. 41 tahun 1999 di

atas.

Page 12: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

12

Guna menetapkan status kawasan hutan ulayat secara selektif kepada kelompok hutan

yang telah memenuhi persyaratan sosial, ekonomi dan budaya, diperlukan political will yang

kuat dari pemerintah. Tetapi, untuk menjamin proses penunjukkan dan penetapan kawasan

hutan ulayat yang selektif dan objektif, hendaknya terlebih dahulu disusun kriteria dan

indikator yang memadai meliputi : aspek property right (status kepemilikan lahan), aspek

ekonomi (status kontribusi hasil hutan bagi rumah tangga dan masyarakat tempatan), aspek

ekologi (status perlindungan hutan terhadap landskap daerah sekitarnya), dan aspek sosial

budaya (status kelembagaan dan kesinambungan adat setempat terhadap lahan dan hutan).

3. Hutan Ulayat dalam Pandangan Minangkabau

a. Status Tanah, Fungsi dan Sifat Hak

Status tanah ulayat ditentukan berdasarkan luas dan jarak hubungan kekerabatan,

terdiri dari 6 bentuk. Keenam bentuk tersebut disebut dalam bahasa Melayu Minang adalah :

1) Ulayat Rajo (penguasaan oleh penghulu beberapa nagari, jauh dari kampung berupa hutan,

bukit, gunung, padang belukar, rawang paya, sungai danau, laut telaga), 2) Ulayat Nagari

(dikuasai oleh seluruh suku/penghulu-penghulu yang terdapat dalam nagari), 3) Ulayat Suku

(dikuasai oleh semua anggota suku secara turun temurun di bawah penguasaan penghulu

pucuk / adat kelarasan Koto Piliang atau Penghulu Andiko / adat kelarasan Bodi Chaniago,

4) Ulayat Kaum (dikuasai oleh suatu kaum secara turun temurun di bawah penguasaan

penghulu atau datuk dari suatu kaum), 5) Ulayat Paruik (dikuasai oleh suatu paruik, berasal

dari ulayat kaum atau dari harta pencaharian yang telah melalui pewarisan tetapi belum

berstatus sebagai harta pusaka tinggi), dan 6) Ulayat Keluarga Inti (dikuasai oleh satu

keluarga yang berasal dari ulayat paruik atau dari harta pencaharian).

Page 13: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

13

Ulayat memiliki 2 fungsi utama, yaitu sebagai social asset dan capital asset. Sebagai

social asset, ulayat merupakan media pengikat untuk anggota kerabat yang berada pada

wilayah teritorial tertentu dan menjaga hubungan dengan pihak luar dari kerabat matrilineal

tersebut. Sebagai capital asset, ulayat adalah faktor ekonomi dalam pemenuhan kebutuhan

anggota kerabat matrilineal.

Secara yuridis hak-hak penguasaan tanah ulayat bersifat perdata dan publik. Bersifat

perdata berarti berupa hak kepunyaan bersama para warga masyarakat hukum adat yang

bersangkutan atas tanah. Bersifat publik berarti yang mengatur peruntukkan, penguasaan, dan

penggunaan tanah ulayat tidak selalu dapat dilaksanakan bersama-sama oleh para warga

masyarakat hukum adat yang bersangkutan, tetapi dilimpahkan kewenangannya kepada ketua

lembaga adat.

b. Fungsi dan Macam Hutan

Fungsi hutan berdasarkan versi kearifan tradisional dapat disebutkan sebagai : tempat

berladang dan berkebun, tempat mengambil kayu perumahan, tempat berdiam mahluk halus,

tempat tinggal binatang, tempat mengambil buah, tempat menyimpan air yang jernih, dan

tempat segala benda.

Adapun macam hutan di Minangkabau sesuai fungsi dan artinya terdiri dari : rimbo tuo

(untuk mengambil manau, gaharu dan damar), rimbo besar (tempat binatang buas), rimbo raya

(tempat mengambil buah-buahan), rimbo dalam ( pengatur tata air), rimbo luas (tempat

mengambil kayu perumahan), rimbo lepas (cadangan membangun taratak/pemukiman, dusun,

koto dan nagari), rimbo ana (pangkuan kekuasaan penghulu, rajo), dan rimbo piatu (untuk

berdiam mahluk halus).

Page 14: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

14

c. Mekanisme Pengelolaan

Tanah ulayat nagari bebas diolah oleh seluruh anak nagari melalui persetujuan para

penghulu dalam rapat penghulu nagari. Hasil hutan ulayat nagari boleh diambil siapa saja

setelah mendapat izin dan membayar pajaknya kepada penghulu yang berwenang.

Bea atau pajak yang disebut bungo, dipungut penghulu terdiri dari : (1) bungo kayu

adalah pajak hasil kayu yang diperdagangkan, sebesar 10%, (2) bungo aleh adalah pajak hasil

hutan bukan kayu (seperti damar, rotan dan lain-lain) yang diperdagangkan, sebesar 10%, dan

(3) bungo ampiang adalah pajak hasil penggarapan sawah dan ladang, besarnya 10%, serta (4)

bungo tanah adalah pajak hasil tambang, besarnya 10%.

Petugas pemungut bea disebut Jariang atau Pacet, yang diangkat oleh penghulu

berdasarkan musyawarah. Kepada petugas tersebut diberi komisi sebesar 10% dari

pungutannya. Penggunaan hasil pungutan bea ulayat ditentukan oleh keempat penghulu suku

(Kerapatan Adat Nagari).

Pengelolaan ulayat suatu nagari diserahkan kepada pihak lain setelah anak nagari tidak

mampu melakukannya. Syarat pengelolaan oleh pihak lain ditentukan sebagai berikut.

1) Membayar bea.

2) Setelah izin keluar, wajib menyelesaikan pekerjaan membuka ulayat itu menurut jangka

waktu yang telah disepakati. Bila tidak terpenuhi, kesepakatan batal dengan sendirinya.

3) Pemegang izin tidak boleh memindahkan haknya pada orang lain tanpa persetujuan pemberi

izin. Prioritas pemindahan hak disusun menurut ukuran kekerabatan : (a) warga suku

pemilik ulayat, (b) warga nagari tanah ulayat, dan c) pihak lain yang sanggup menerima

pelimpahan hak.

Page 15: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

15

4) Pemegang izin wajib mengembalikan izinnya kepada penghulu yang memberikan, bila : (a)

pemegang izin tidak memperpanjang usahanya, atau (b) tidak ada penerima pemindahan

hak.

5) Pemegang izin berhak menerima pampasan dari penghulu yang memberikan izin dalam

jumlah yang disepakati, lazimnya sebanyak bea yang sudah dikeluarkan.

6) Apabila pemegang izin meninggal tanpa ahli waris, lahan tersebut menjadi arato gantuang

(harta gantung) untuk jangka waktu tertentu. Bila kemudian pemegang izin itu ternyata

mempunyai ahli waris, maka izin dapat diteruskan oleh ahli warisnya.

Adapun sanksi diberikan kepada pelanggaran menurut tingkatan pelanggaran dan

musyawarah dengan salah satu dari : ancaman denda, ancaman genealogis (pencabutan

pengakuan warga adat), atau ancaman bencana alam yang diyakini sebagai kutukan.

d. Kelembagaan

Kelembagaan adalah seluruh peraturan, prosedur, organisasi dan instrumen untuk

pengelolaan sumber daya, memberikan penekanan pada aspek-aspek organisasi,

kepemimpinan, profesionalisme dan pengembangan organisasi, mamajemen konflik dan

macam kegiatan (Simon, 2000).

Kelembagaan yang memayungi segenap aspek kehidupan masyarakat adalah konsep

Tigo Tungku Sejarangan. Sistem ini merupakan anutan yang diakui secara kultural, terdiri dari

lembaga pemerintah (kepala desa dan perangkatnya), agama (tokoh agama dan perangkatnya)

dan adat (tokoh adat dan perangkatnya).

Secara keseluruhan kehidupan masyarakat menganut budaya Minangkabau yang

matrilinial. Pada budaya ini terdapat pola hubungan sinergis antara 3 pihak yaitu struktur adat,

Page 16: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

16

tokoh keagamaan dan struktur pemerintahan, serta menerapkan acuan garis keturunan dari ibu.

Kekerabatan adat masih dipegang kuat dan jadi anutan, serta ikatan emosinya lebih tinggi jika

dibandingkan dengan lembaga formal. Tokoh yang menjadi pimpinan dalam struktur adat

disebut dengan Ninik Mamak, Datuk dan Hulu Balang.

Tingkatan sosial antar anggota masyarakat jelas perbedaannya, seperti strata sosial anak

kemenakan, datuk dan ninik mamak. Kedudukan datuk dan ninik mamak dalam kaum

matrilineal sangat kuat dan menentukan dalam pengambilan kebijakan.

Gambar 1. Struktur Lembaga Kesukuan Jorong Koto Malintang

(Figure 1. Structure of ethnic institusion at Koto Malintang)

suku suku

suku suku

kaum kaum kaum

paruik paruik paruik

nagari

Keluarga inti

Keluarga inti Keluarga

inti

Page 17: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

17

Dalam struktur sosial, terdapat 3 dasar yang paling pokok mengenai bagaimana

bekerjanya pemusatan orang banyak ke dalam kelompok-kelompok, yaitu : jenis kelamin, usia

dan kekerabatan. Dalam matrinialisme (konsep kebudayaan politik masyarakat Melayu) orang

tua ditempatkan pada kedudukan yang paling istimewa, apalagi dari pihak keluarga ibu.

Pada prakteknya, masyarakat secara formal terikat hak dan kewajibannya dengan 3

struktur kelembagaan diatas (kesukuan, kenagarian/desa dan keagamaan). Lembaga kesukuan

mengatur perikehidupan yang berkenaan dengan pelaksanaan hak dan kewajiban adat,

termasuk tata cara pengelolaan hutan ulayat, sedangkan lembaga kenagarian merupakan

lembaga formal pemerintahan daerah setingkat desa. Adapun lembaga keagamaan strukturnya

lebih abstrak, yang hanya menampilkan para imam dan pengurus mesjid atau aktivis

keagamaan setempat. Ketiga lembaga tersebut secara sinergis berdampingan dan bersama-sama

mengatur kehidupan masyarakat, dalam ikatan wilayah geografis dan administrasi yang sama

yaitu wilayah nagari (desa).

Majelis Ulama Nagari

Kerapatan Adat Nagari

Badan Perwakilan Rakyat Nagari

Wali nagari

Majelis Musyawarah & Syarak Nagari

Kaur Pemebrdayaan Dan Pemerintahan

Sekretaris nagari

Kaur Ketentraman Dan Ketertiban

Kaur Administrasi Keuangan & Asset Nagari

Kaur Kesejahteraan Rakyat

Kepala Jorong

Page 18: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

18

Gambar 2. Struktur Lembaga Kenagarian di Jorong Koto Malintang

(Figure 2. Structure of formal institusion at Koto Malintang)

B. DIMENSI BIOFISIK DAN VEGETASI

Hutan ulayat pada dasarnya tidak homogen, baik dalam komposisi maupun strukturnya.

Perbedaan kombinasi antara komponen tanaman yang dibudidayaikan dengan yang tumbuh

sendiri adalah hasil kriteria sejarah dan ekonomi (Syafrizaldi, 2002). Tanaman semusim dan

berumur pendek merupakan jenis yang tidak pernah tumbuh dominan. Tanaman tersebut adalah

komponen sementara yang sewaktu-waktu muncul pada saat replanting pohon kulit manis dan

seringkali tumbuh berdampingan dengan anakan kulit manis, kopi atau pala. Tanaman seperti

cabai (Capsicum annuum), terong (Solanum melongena), jagung (Zea mays), kacang-kacangan

(Vogna spp., Phaseolus spp.), mentimun (Cucumus sativus), pisang (Musa paradissiaca),

pepaya (Carica papaya), dan lain sebagainya ditanam di sawah di antara dua masa tanam padi.

Jenis tanaman keras hanya mencakup pohon-pohon yang memerlukan pemeliharaan dan

pemanenan secara teratur. Jenis-jenis tersebur adalah sebagai berikut.

Tabel 4. Deskripsi vegetasi penyusun hutan ulayat di Jorong Koto Malintang

Table 4. Descripsion of vegetation from ulayat forest formation at Koto Malintang

Jenis Pohon Habitus Deskripsi Silvika Produksi

Durian (Durio zibetinus)

Pohon ini merupakan komponen utama penyusun kanopi

Dibiakkan dari biji, tidak memerlukan pemeliharaan khusus, namun sebelum musim berbuah vegetasi bagian bawah dibersihkan untuk memudahkan pengumpulan buah. Berbuah pada bulan Juli-Agustus setelah berumur 7-100 tahun

Buahnya dijual kepada pedagang setempat atau dikonsumsi sendiri. Durian juga menghasilkan kayu yang berwarna merah dan sangat disukai untuk dinding rumah.

Bayur Merupakan komponen Dibiakkan dari anakan alam dan Bayur menghasilkan kayu

Page 19: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

19

(Pterospermum javanicum)

hutan ulayat penghasil kayu, tumbuh berdampingan dengan durian.

dapat dipanen pada umur 15-25 tahun.

berwarna merah, untuk lantai dan dinding rumah. Pohon berdiameter 30-50 cm dapat mengahasilkan papan berukuran 300 cm atau 400 cm x 22 cm x 4 cm.

Surian (Toona sureni)

Pohon bertumbuhan sedang, tumbuh sampai tinggi 15 m.

Tanaman ini dibiakkan dari anakan yang dikumpulkan dari tempat kosong di bawah pohon tua (bijinya memerlukan cahaya matahari untuk tumbuh) dan dipanen setelah umur 30 tahun

Menghasilkan kayu untuk bahan perabot rumah tangga, lantai dan dinding rumah. Pohon berdiameter 30 cm dapat menghasilkan 35 papan ukuran 400 x 22 x 4 cm.

Kayu manis (Cinamomum burmanii)

Merupakan spesies tumbuhan bawah yang utama dalam hutan ulayat, ditanam di bawah durian, bayur dan surian. Kerapatan rata-rata berkisar antara 800-1500 pohon/ha.

Anakan berasal dari hutan kemudian dipelihara di persemaian selama setahun. Dapat dipanen pada umur 8-10 tahun (diameter > 10 cm dan tinggi 15 m). Cara pemanenan dilakukan dengan menebang pohon dan kulit batang serta dahannya diambil.

Satu pohon dapat menghasilkan rata-rata 8 kg kulit kering, sedangkan kayu yang kulitnya telah diambil dijadikan kayu bakar untuk dipakai sendiri atau dijual. Teknik pemanenan dilakukan secara tebang habis atau tebang bergantian sebanyak 10-20 pohon per tahun dengan regenasi tunas akar.

Pala (Myristica fragrans)

Kerapatan bervariasi antara 300-500 pohon/ha.

Pala ditumbuhkan dari biji di hutan dan dipelihara di persemaian selam 1 tahun. Anakannya ditanam di bawah pohon durian dan surian yang mempunyai kanopi agak jarang atau berdampingan dengan kayu manis. Pada umur 6 tahun pala mulai berbuah hingga umur 50-70 tahun. Tidak ada musim tertentu untuk berbuah, namun puncaknya bulan Juli dan Januari.

Hasil rata-rata bervariasi antara 10-30 kg biji pala kering/pohon/tahun, dan fuli kering di luar biji juga diambil dan dijual sebagai bunga pala.

Kopi (Cofea sp.)

Ditanam di bawah durian yang berkanopi jarang, atau berdampingan dengan surian muda dan bayur. Tanaman berasal dari anakan yang diambil dari hutan.

Tanaman kopi sering dipupuk dengan kulit durian yang telah membusuk. Pemangkasan kopi umumnya tidak dilakukan. Puncak produksi jatuh pada bulan Juli-Agustus, meskipun masa berbuah kadang-kadang berlangsung sepanjang tahun.

Tingkat produktivitasnya rendah, rata-rata 120 kg biji kering/ha/tahun.

Page 20: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

20

Sumber : data primer dan sekunder, diolah (2004) (Source : primary and skundary data, prepared, 2004)

C. DIMENSI EKONOMI

1. Struktur Pasar

Kondisi ekonomi setempat sangat dipengaruhi model perekonomian suku Minang, yaitu

terciptanya dua golongan besar dalam masyarakat : pedagang dan pekerja. Dari kedua

golongan tersebut, golongan pedaganglah yang memiliki posisi paling kuat, sehingga

mempunyai akses pemasaran untuk setiap komoditi yang ada di desa.

Secara umum perekonomian jorong satu dengan lainnya tidak dapat dipisah karena satu

nagari terdiri dari beberapa suku yang masih terikat dalam satu payung kekerabatan. Sehingga

pada tingkat kecamatan hari pasar diatur sedemikian rupa, yaitu pasar rabu di Koto Kaciak,

pasar jumat di Bayur, pasar minggu di Koto Baru, dan pasar selasa di Maninjau. Hasil hutan

yang dijual antara lain durian, kulit manis, bayur dan kopi dengan jalur tata niaga sebagaimana

tertera pada gambar di bawah ini.

Gambar 3. Jalur tata niaga hasil hutan ulayat di orong Koto Malintang

Figure 3. Market Flow of ulayat forest product at Koto Malintang

2. Potensi Pasar

Petani

Pengumpul Pedagang besar

Konsumen

Page 21: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

21

Hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi pasar cukup tinggi antara lain kulit

manis, pala dan durian. Pala dan durian telah menjadi andalan pasar lokal, sedangkan kulit

manis menjadi salah satu andalan ekspor Sumatera Barat.

Table 5. Kapasitas Produksi Komoditas Potensial Hutan Ulayat Kab. Agam Tahun 2004

Table 5. Production Capasity of Potenstial Comodity from Ulayat Forest in District of Agam

2004

Produksi (Production) No.

No.

Komoditas

(Comodities) Jumlah

(Volume)

Luas tanaman

(Planted Area)

Keterangan

(Remark)

1.

2.

3.

Kulit manis

Pala

Durian

28.923 ton

285 ton

2.622 ton

8.287 ha

1.103 ha

246,9 ha

buah & bunga (campuran)

Sumber : BPS (2004)

(Source : BPS, 2004)

Table 6. Ekspor Sumatera Barat Menurut Jenis Komoditi

Table 6. Export of West Sumatera By Kind of Comodities

Volume (Volume) Nilai (Value) No.

(No.)

Jenis Komoditi

(Kind of Commodities) Ton

(Tonage) %

US $

(x1000) %

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

Karet alam

Kopi

Kayu manis & bunganya

Biji pala, bunga & kapulaga

Ikan

Buah-buahan

Hasil pertanian lainnya

416

216

12.755

278

45

142

45

2,99

1,55

91,78

2,00

0,32

1,02

0,32

358

134

6.408

426

215

71

66

4,66

1,75

83,46

5,55

2,80

0,92

0,86

Page 22: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

22

Jumlah (Total) 13.896 100 7.679 100

Sumber : BPS (2004)

(Source : BPS, 2004)

Tabel di atas menunjukkan bahwa kulit manis memiliki kapasitas produksi yang jauh

lebih tinggi dari komoditi lainnya, sekaligus memiliki kapasitas ekspor yang menjanjikan.

Volume ekspornya dari Sumatera Barat mencapai 91,78 % dan mendominasi hasil pertanian

lainnya. Nilai ekspor kulit manis menduduki peringkat 1 dengan 83,46 %, sedangkan pala

berada pada urutan ketiga dengan volume 278 ton (2%) dan nilai 426.000 US $ (5,55%).

Padang merupakan daerah potensi pasar yang baik untuk penjualan kayu manis untuk

tujuan ekspor. Adapun pasar potensial yang dapat menjadi tujuan ekspor antara lain USA,

Belanda dan Singapura. Selengkapnya tabel berikut menunjukkan data ekspor kayu manis dari

Propinsi Sumatera Barat.

Tabel 7. Volume dan Nilai Ekspor Kayu Manis dan Bunganya dari Propinsi Sumatera

Barat Menurut Negara Tujuan Tahun 2003

Table 7. Volume and Value of Export of Cassiavera and Its Flower from West Sumatera

Province by Country of Destination 2003

No. (No.)

Negara tujuan (Country of Destination)

Volumer (ton) (Tonage)

Nilai US $ (x 1000) (Value in US $ x 1000)

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Thailand/ Singapura United Arab Emirates US Virgin Island USA Kanada Venezuela Brazil Belanda Perancis Jerman Belgia

13 736 20 25

9.903 458 30 115

1.146 32 100 78

8 363 10 18

4.927 215 14 54 638 14 45 30

Page 23: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

23

13 14 15

Portugal Yunani Bulgaria

53 32 12

49 20 4

Jumlah (Total) 12.755 6.408

Sumber : BPS (2004)

(Source : BPS, 2004)

V. PENUTUP

A. KESIMPULAN

1. Hak ulayat secara hukum positif telah mendapat pengakuan dari pemerintah daerah di

tingkat kabupaten dan propinsi. Pemerintah pusat (baca : departemen kehutanan) telah

menyiapkan landasan hukum untuk mengakomodir perihal hutan ulayat ini termasuk

tata cara pengakuan hutan yang dikenai hak ulayat.

2. Hutan ulayat dalam pandangan Minagkabau telah diatur secara lengkap, meliputi :

stasus tanah, fungsi ulayat, sifat hak, mekanisme pengelolaan, manajemen produksi,

sanksi dan kelembagaan.

3. Hutan ulayat pada dasarnya tidak homogen, baik dalam komposisi maupun strukturnya.

Perbedaan kombinasi antara komponen tanaman dibudidaayaikan dengan yang tumbuh

sendiri adalah hasil kriteria sejarah dan ekonomi.

4. Struktur pasar yang ada adalah pasar lokal, pasar kabupaten, dan eksportir.

5. Kayu manis adalah salah satu jenis vegetasi penyusun hutan ulayat dan merupakan

komoditi unggulan yang memiliki nilai dan tujuan ekspor yang cukup banyak.

B. REKOMENDASI

1. Walaupun secara sosial budaya telah kuat dan dikukuhkan oleh pemerintah daerah, dan

terbukti dalam kenyataanya masyarakat adat dan hutan ulayat masih ada dan diakui

Page 24: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

24

keberadaanya, sampai dengan saat ini pemerintah pusat belum satupun melakukan

penetapan status hutan ulayat sebagaimana yang disebutkan dalam UU no. 41 tahun

1999 di atas. Oeh karena itu perlu adanya upaya konkrit dari pemerintah pusat untuk

menetapkan status kawasan hutan ulayat secara selektif bagi yang benar-benar memiliki

jaminan sosial budaya dan ekonomi. Tahap awal dari upaya ini adalah menetapkan

kriteria dan indikator kawasan hutan ulayat pada aspek property right, ekonomi,

ekologi dan sosial budaya.

2. Manajemen HHBK pada kawasan hutan ulayat dapat dilakukan secara mandiri oleh

manajemen adat yang bersangkutan yang meliputi pengarturan terhadap : stasus tanah,

fungsi ulayat, sifat hak, mekanisme pengelolaan, manajemen produksi, sanksi dan

kelembagaan. Hal demikian merupakan kekayaan berharga bagi bangsa Indonesia

mengenai model manajemen sumber daya hutan.

3. Kayu manis dapat menjadi alternatif HHBK unggulan bagi pengembangan hutan ulayat

di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Aspek pedoagroklimat, sosial budaya, struktur

pasar dan potensi pasar cukup mendukung dan telah memberikan prakondisi yang baik

dalam budi daya dan perdagangan kayu manis.

DAFTAR PUSTAKA

Anonimus. 2002. Peraturan Perundangan Kehutanan di Era Reformasi. Research Institute for Forestry Decentralization Service. Rifdexts. Bogor.

Awang, S. A. 2003. Politik Kehutanan Masyarakat. Center for Critical Social Studies (CCSS)

bekerja sama dengan Kreasi Wacana. Yogyakarta. BPS. 2004. Sumatera Barat dalam Angka Tahun 2003. Badan Pusat Statistik Propinsi

Sumatera Barat. Padang.

Page 25: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

25

Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif, Pemahaman Filosopis dan Metodologis Ke Arah Penguasaan Model Aplikasi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.

Handoyo. 2003. Pemetaan Masyarakat Adat Beserta Sistem Pengelolaan Sumber Daya

Hutannya Sebagai Aset Nasional. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Volume 4 Nomor 2. Badan Litbang Kehutanan. Jakarta.

Iskandar, U. 1999. Dialog Kehutanan dalam Wacana Global. Biagraf Publishing. Yogyakarta.

Nugraha, A. 2000. Quo Vadis Kehutanan Indonesia : Bunga Rampai Perenungan Seorang

Rimbawan. Biagraf Publishing. Yogyakarta. Peraturan Daerah Kabupaten Agam Nomor 31 tahun 2001 tentang Pemerintahan Nagari Peraturan Daerah Propinsi Sumatera Barat Nomor 9 tahun 2000 tentang Ketentuan-Ketentuan

Pokok Pemerintahan Nagari Simon, Hasanu. 2000. Studi Kolaboratif FKKM : Kelembagaan Kehutanan Masyarakat,

Belajar dari Pengalaman, Aditya Media, Yogyakarta. Syafrizaldi. 2002. Parak, Potret Pengelolaan Hutan Berbasis Masyarakat. Makalah pada Seri

Diskusi Pengelolaan Sumber Daya Alam Berbasis Masyarakat. LBH Padang. Tanggal 20 Maret 2002.

Undang-Undang Nomor 5 tahun 1960 tentang Ketentuan Dasar Pokok-Pokok Agraria

Undang-Undang Nomor 22 tahun 1999 tentang Otonomi Daerah

Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan

Page 26: PERSPEKTIF HUTAN ULAYAT DALAM BUDAYA …puspijak.org/uploads/info/Hutan UlayatV7n4.pdf · karena dualisme pengertian dan tumpang tindihnya peraturan. Selain ... sangat potensial secara

26