persepsi masyarakat dusun genengrejo terhadap …

19
PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN GENENGREJO TERHADAP PENDIDIKAN SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sejarah Oleh Kris Setyaningsih 152014012 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS KRISTEN SATYAWACANA SALATIGA 2018

Upload: others

Post on 12-Mar-2022

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

PERSEPSI MASYARAKAT DUSUN GENENGREJO

TERHADAP PENDIDIKAN

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan

Guna Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Program Studi Pendidikan Sejarah

Oleh

Kris Setyaningsih

152014012

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS KRISTEN SATYAWACANA

SALATIGA

2018

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan hal terpenting dalam kehidupan, ini berarti bahwa

setiap manusia berhak mendapat dan berharap untuk selalu berkembang dalam

pendidikan. Pendidikan secara umum mempunyai arti suatu proses kehidupan dalam

mengembangkan diri setiap individu untuk dapat hidup dan melangsungkan hidup.

Secara akademik pendidikan memiliki tujuh tujuan. Pertama mengoptimasi

potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang dimiliki oleh siswa. Kedua

mewariskan nilai-nilai budaya dari generasi ke generasi. Ketiga mengembangkan

daya adaptasi siswa untuk menghadapi situasi masa depan yang terus berubah sejalan

dengan ilmu pengetahuan dan teknologi. Keempat meningkatkan dan

mengembangkan tanggung jawab moral siswa, berupa kemampuan untuk

membedakan mana yang benar dan mana yang salah. Kelima mendorong dan

membantu siswa mengembangkan sikap bertanggungjawab terhadap kehidupan

pribadi dan sosialnya, serta memberikan kontribusi dalam aneka bentuk kepada

masyarakat. Keenam mendorong dan mengembangkan kemandirian hidup, kejujuran

dalam bekerja dan integritas. Ketujuh mendorong kemampuan siswa melanjutkan

studi, termasuk merangsang minat gemar belajar.

Masa Orde Baru membuka peluang anak untuk sekolah terbukti dengan

program pemerintah membuka sekolah Instruksi Presiden (Inpres) untuk memberikan

kesempatan yang luas bagi anak berumur 7-12 tahun untuk memperoleh pendidikan

Sekolah Dasar (SD) selama 6 tahun. Memang disadari peningkatan mutu pendidikan

kuncinya adalah mutu guru. Diketahui bahwa masih banyak guru atau tenaga

kependidikan yang belum memenuhi mutu standar. Untuk meningkatkian mutu guru

dengan cara pengadaan alat-alat bantu belajar dan mengajar, pembangunan gedung-

gedung sekolah, buku pelajaran, buku bacaan, laboratorium, dan fasilitas-fasilitas

belajar mengajar lainnya sehingga sehingga diperoleh lulusan yang bermutu (Tilaar,

1995:145-147).

Permasalahan yang terjadi tidak semua masyarakat merespon kebijakan pemerintah

dengan baik. Salah satu masyarakat yang kurang merespon kebijakan pemerintah di

bidang pendidikan adalah masyarakat Dusun Genengrejo RT15/RW05 Kelurahan

Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen. Hal ini terbukti bahwa di Dusun

Genengrejo sampai sekarang tidak ada sekolah yang dibangun. Lokasi sekolah TK

sampai SMA ada di Desa Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen yang jarak

tempuhnya dari Dusun Genengrejo sampai Desa Katelan untuk TK 1 km, SD berjarak

0,5 km, SMP berjarak 1,5 km, dan berjarak SMA 0,5 km dari Dusun Genengrejo.

Keadaan ini didukung oleh kondisi sosial budaya masyarakat yang berpandangan

bahwa pendidikan kurang penting. Jumlah KK 44, jumlah penduduk laki-laki 76 dan

perempuan 90 dari tahun 1970-1990. Jumlah warga atau jiwa yang masuk di Sekolah

Taman Kanak-Kanak (TK) 0 orang, belum sekolah 20, tidak sekolah 78 orang,

sekolah Sekolah Dasar (SD) tidak sampai tamat 18 orang, tamat Sekolah Dasar (SD)

47 orang, tamat Sekolah Menengah Pertama (SMP) 3 orang, tamat Sekolah

Menengah Atas (SMA) 0 orang, dan Perguruan Tinggi 0 orang, bahkan sampai

pendidikan non formalpun tidak ada yang masuk sekolah tersebut (Wawancara

Giman 25 November 2017).

METODE PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Dusun Genengrejo Desa Katelan Kecamatan

Tangen Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Jenis penelitian yang digunakan

adalah deskripsi analitik. Metode pengumpulan data yang digunakan adalah studi

pustaka, observasi, dan wawancara. Sumber data dari hasil wawancara dengan

masyarakat Dusun Genengrejo dan ketua RT. Model analisis yang digunakan yakni

analisis interaktif yaitu analisis data dilaksanakan bersamaan dengan proses

pengumpulan data.

KAJIAN PUSTAKA

Pendidikan

Menurut Langeveld, pendidikan ialah setiap usaha, pengaruh, perlindungan,

dan bantuan yang diberikan kepada anak tertuju kepada pendewasaan anak itu, atau

lebih tepat membantu anak agar cukup cakap melaksanakan tugas hidupnya sendiri.

Pengaruh itu datangnya dari orang dewasa (diciptakan oleh orang dewasa seperti

sekolah, buku, putaran hidup sehari-hari, dan sebagainya) dan ditujukan kepada orang

yang belum dewasa. Tujuannya supaya menolong anak untuk melaksanakan tugas-

tugas hidupnya agar bisa mandiri dan bertanggung jawab. Pendewaasaan diri tersebut

memiliki ciri-ciri yaitu kematangan berpikir, kematangan emosional, sikap dan

tingkah laku dapat diteladani serta kemampuan pengevaluasiaan diri. Kecakapan atau

sikap mandiri dapat ditandai pada sedikitnya ketergantungan pada orang lain dan

selalu berusaha mencari sesuatu tanpa melihat orang lain (Hasbullah, 2005:2).

Ki Hajar Dewantara juga menyatakan bahwa pendidikan yaitu tuntunan di

dalam hidup tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu menuntun

segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai manusia

dan sebagai anggota masyarakat dapatlah mencapai keselamatan dan kebahagiaan

stinggi-tingginya. Tujuannya supaya dapat menguasai diri, sebab disininilah

pendidikan memanusiakan manusia. Penguasaan diri merupakan langkah yang dituju

untuk tercapainya pendidikan yang memanusiakan manusia. Ketika peserta didik

mampu menguasai dirinya, maka mereka akan mampu menentukan sikapnya dengan

demikian akan tumbuh sikap mandiri dan dewasa. Diselenggarakan pendidikan untuk

membantu peserta didik menjadi manusia yang merdeka tidak hidup terperintah,

berdiri tegak dengan kekuatan sendiri, dan cakap mengatur hidup dirinya dengan

tertib. Dengan demikian pendidikan menjadikan seseorang mudah diatur. (Hasbullah,

2005:4).

Pandangan Hidup

Pandangan hidup adalah nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat yang

dipilih secara selektif oleh individu dan golongan didalam masyarakat. Oleh karena

itu pandangan hidup menentukan masa depan seseorang. Pandangan hidup berupa

pertimbangan atau pendapat yang dijadikan pegangan, arahan, dan sebagai petunjuk

hidup bermasyarakat. Pertimbangan atau pendapat itu merupakan hasil pemikiran

manusia berdasarkan pengalaman sejarah menurut waktu dan tempat hidupnya.

Pandangan hidup ini sangat bermanfaat bagi kehidupan individu, masyarakat, dan

bangsa. Semua manusia pasti mempunyai suatu pandangan hidup sendiri-sendiri dan

kemungkinan berbeda antara yang satu dengan yang lainya. (Koentjaraningrat,

2009:156).

Motivasi

Motivasi adalah suatu dorongan yang menyebabkan sesorang melakukan

suatu perbuatan yang ditandai dengan perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan

tertentu. Perbuatan itu terbentuk suatu aktivitas nyata berupa kegiatan fisik. Karena

seseorang mempunyai tujuan tertentu dari aktivitasnya, maka seseoramg mempunyai

motivasi yang kuat dengan segala upaya yang dapat dia lakukan untuk mencapainya.

Proses belajar sangat diperlukan motivasi sebab seseorang yang tidak mempunyai

motivasi dalam belajar tidak akan melakukan aktivitas belajar (Syaiful Bahri

Djamarah, 2011:148-151).

Motivasi dan belajar merupakan dua hal yang saling mempengaruhi. Motivasi

belajar dapat timbul karena faktor intrinsik, berupa hasrat dan keinginan berhasil dan

dorongan kebutuhan belajar, harapan akan cita-cita. Sedangkan faktor ekstrinsiknya

adalah adanya penghargaan, lingkungan belajar yang kondusif, dan kegiatan belajar

yang menarik (Uno, 2006:131).

Hakikat motivasi belajar adalah dorongan internal dan eksternal pada pelajar

yang sedang belajar untuk mengadakan perubahan tingkah laku, pada umumnya

dengan beberapa indikator atau unsur yang mendukung berasal dari linkungan

keluarga dan lingkungan masyarakat. Hal itu mempunyai peranan besar dalam

keberhasilan seseorang dalam belajar. Indikator motivasi belajar dapat

diklasifikasikan sebagai berikut: adanya hasrat dan keinginan berhasil, adanya

dorongan dan kebutuhan dalam belajar, adanya harapan dan cita-cita masa depan,

adanya penghargaan dalam belajar, adanya kegiatan yang menarik dalam belajar,

adanya lingkungan belajar yang kondusif (Uno, 2006:148).

Ekonomi

Ekonomi dalam dunia pendidikan memegang peranan yang cukup

menentukan. Karena tanpa ekonomi yang memadai dunia pendidikan tidak akan bisa

berjalan dengan baik. Ini menunjukkan bahwa meskipun ekonomi bukan merupakan

pemegang peranan utama dalam pendidikan, namun keadaan ekonomi dapat

membatasi kegiatan pendidikan. Ekonomi sebagai sumber pembiayaan pendidikan

sangat penting karena hal ini akan mendorong, memicu, dan memacu etos bangsa

menuju kualitas lebih baik. Ekonomi sangat menentukan keberhasilan pendidikan

melalui sarana prasarana, media, dan alat belajar dapat dipenuhi sehingga proses

belajar mengajar lebih intensif dan kualitas pendidikan akan meningkat (Made

Pidarta, 2009:254-256).

HASIL PENELITIAN

Deskripsi Dusun Genengrejo

Dusun Genengrejo RT15/RW05 merupakan salah satu dusun di Kelurahan

Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen Provinsi Jawa Tengah. Dusun ini

memiliki keunikan yaitu, gotong royongn masih sangat terjaga dengan baik seperti

sambatan (membangun rumah), gera’an (kerja bakti) contohnya adalah memperbaiki

jalan yang rusak di Dusun Genengrejo. Jiwa sosial terhadap sesama atau tetangga

sekitar sangat tinggi. Selain hal itu juga menjaga tradisi peninggalan nenek moyang

masih terjaga dengan baik dari masa Orde Baru hingga saat ini. Di bidang pendidikan

masyarakat masih tergolong sangat rendah namun mereka memiliki jiwa pekerja

keras. Pekerjaan yang mereka miliki ratarata adalah sebagai petani dan buruh

(Wawancara Paiman pada 14 Januari 2018).

Pandangan Hidup Masyarakat

Pandangan masyarakat tentang pentingnya sekolah yaitu masyarakat

menganggap sekolah tidak begitu penting karena masyarakat memiliki pandangan

sekolah tinggi-tinggi mau jadi apa, pada akhirnya juga sama tetap seperti orang

tuanya yaitu tetap ke sawah atau menjadi buruh tani bagi kaum laki-laki, bagi

perempuan setelah lulus sekolah pada akhirnya nikah, masak, punya anak maka dari

itu tidak perlu sekolah tinggi (Wawancara Sukarni Widyastuti pada 25 November

2017).

Persepsi masyarakat yang sudah mendarah daging di pikiran setiap orang tua

atau anak sehingga menjadikan patokan bahwa sekolah tinggi tidak menjamin masa

depan oleh karena itu tingkat pendidikan di Dusun Genengrejo pada masa Orde Baru

rendah. Pandangan masyarakat tentang pendidikan terlihat dari kepeduliannya untuk

menyekolahkan anaknya belum menjadi suatu prioritas utama. Cara pandang inilah

yang kemudian dapat mempengaruhi perilaku masyarakat setempat dalam mengambil

keputusan berkaitan penting atau tidak pentingya pendidikan (Wawancara Paiman

pada tanggal 25 November 2017).

Kesadaran tentang pentingnya pendidikan yang sangat rendah mengakibatkan

banyaknya anak tidak sempat mengenyam pendidikan, cara berfikir orang tua dan

anak yang lebih memprioritaskan untuk bekerja demi menghasilkan uang untuk

memenuhi kebutuhan sehari-hari, sehingga tidak selalu memperhatikan pendidikan.

Selain itu, didukung oleh anak-anak di dusun Genegrejo juga yang acuh terhadap

yang namanya pendidikan. Kurangnya motivasi dari orang tua yang memberikan

pemahaman tentang pentingnya pendidikan terhadap anak menjadikan pendidikan

tidak terlalu dipandang penting oleh anak (Wawancara Anasinta pada tanggal 25

November 2017).

Persepsi tentang pentingnya pendidikan setiap orang itu berbeda-beda, itu

terlihat bagaimana mereka menyikapi seberapa besarnya pengaruh pendidikan dalam

kehidupan mereka. Sebagian dari masyarakat Dusun Genegrejo belum menyadari

benar apa arti pendidikan dan apa pentingnya pendidikan, khususnya masyarakat

yang tinggal di daerah pedesaan, pandangan mereka terhadap pentingnya pendidikan

itu masih sangat kurang, itu sudah terlihat tingkat kepedulian mereka yang masih

rendah. Di Dusun Genengrejo, masih banyak masyarakat yang belum memperoleh

pendidikan dan ada yang sudah memperoleh pendidikan SD namun kesulitan untuk

melanjutkan ke SMP, ada yang lulus SMP namun kesulitan melanjutkan sekolah

SMA, ada lulusan SMA tetapi suli melanjutkan ke perguruan tinggi. setiap orang tua

hanya berfikiran bahwa anak-anak bisa pintar menulis dan membaca dan bisa

membantu di sawah itu sudah lebih dari cukup (Wawancara Sukarni Widyastuti pada

25 November 2017).

Kondisi Ekonomi

1. Pendapatan Keluarga

Faktor ekonomi masyarakat juga menjadi salah satu faktor penyebab

anak putus sekolah. Mata pencarian masyarakat di dusun Genengrejo sebagi

buruh tani dan petani, panen mereka berupa padi. Pendapatan masyarakat

petani pada umunya tergantung pada lahan yang diolah. Pendapatan yang

diperoleh Rp. 14.000,- dari hasil paanen padi. Panen padi rata-rata

mendapatkan lima karung dengan harga jual pada tahun 1980-an harga padi

/kg Rp. 350,- terkadang tidak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan

selama pengolahan maupun perawatan, pemupukan sampai panen sekitar Rp.

9.000,-. Dengan pendapatan yang demikian tentunya sangat mempengaruhi

kehidupan keluarga apalagi bagi yang memilki jumlah enam anak, maka

secara langsung kebutuhan ekonomi keluarga akan cukup besar. Penghasilan

yang diperoleh hanya cukup untuk memenuhi kebutuhan keluarga untuk

makan sehari-hari sehingga sangat sulit bagi mereka untuk membiayai sekolah

anak-anaknya. Pada kondisi ini orang tua harus memilih jalan untuk

memberhentikan anknya sekolah dan menyuruhnya membantu orang tua

untuk memenuhi kebutuhan keluarga sehari-hari (Wawancara Sukarni

Widyastuti pada 25 November 2017).

2. Mahalnya Biaya Pendidikan

Di negara yang sedang berkembang biaya untuk meningkat kualitas

pendidikan tidak tertanggulangi,keterbatasan biaya yaitu sebagai penghambat.

Beberapa negara maju merasakan beratnya beban biaya pendidikan. (Umar

Tirtarahardja, 2010:45-46).

Biaya pendidikan merupakan salah satu komponen yang sangat

penting dalam menjalankan pendidikan di sekolah. Biaya pendidikan

meliputi: uang pangkal, SPP, buku, seragam, alat tulis dan biaya pribadi

berupa pengeluaran uang saku sehari-hari. Pada tingkat sekolah biaya

pendidikan diperoleh dari subsidi pemerintah pusat, pemerintah daerah, iuran

siswa, dan sumbangan masyarakat. Rencana anggaran pendapatan dan belanja

sekolah sebagian besar berasal dari pemerintah pusat sedangkan sekolah

swasta berasal dari siswa atau yayasan (Zainuddin, 2008: 92-96).

Mahalnya biaya sekolah menyebabkan banyak anak yang tidak

sekolah dikarenakan orang tua tidak mampu membiayai sekolah, mengingat

mayoritas pekerjaan masyarakat Dusun Genengrejo sebagi buruh tani dan

petani ladang yang hasilnya tidak menentu hanya cukup untuk memenuhi

kebutuhan sehari-hari saja. Pendidikan pada masa Orde Baru hanya dirasakan

bagi keluarga yang ekonomi cukup untuk memenuhi kebutuhan (Wawancara

Rasiyo pada tanggal 25 November 2017).

Melihat fakta yang ada di Dusun Genengrejo permasalahan ekonomi

menjadi kendala anak untuk masuk sekolah sehingga prioritas pendidikan

tergeser oleh pemenuhan kebutuhan sehari-hari. Mahalnya biaya pendidikan

pada masa Orde Baru membuat anak putus sekolah bahkan tidak mendapatkan

kesempatan untuk sekolah. Hilangnya kesempatan untuk sekolah

menyebabkan anak tidak mendapatkan pekerjaan yang layak (Wawancara

Rasiyo pada tanggal 25 November 2017).

Motivasi Belajar

Motivasi belajar dalam diri siswa yang rendah merupakan faktor utama yang

dialami oleh kebanyakan siswa usia sekolah di Dusun Genengrejo RT15/RW005

Desa Katelan Kecamatan Tangen Kabupaten Sragen. Lemahnya motivasi diri untuk

belajar hal ini disebabkan karena anak tidak memiliki harapan dan cita-cita yang

tinggi seperti ingin melanjutkan sekolah lanjutan sampai ke perguruan tinggi dan

menjadi pegawai pemerintah maupun swasta sehingga siswa sekolah kurang berminat

untuk belajar di sekolah. Akibat dari motivasi belajar yang rendah menyebabkan anak

usia sekolah putus sekolah, mereka lebih memilih untuk mengembalakan ternak sapai

dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil (ngongon) dan bekerja

(Wawancara Parmin pada tanggal 16 November 2017).

Anak yang memiliki motivasi belajar yang rendah mengakibatkan anak malas

belajar dan mencari kesibukan yang dirasakan lebih nyaman dibandingkan belajar.

Anak-anak di Dusun Genengrejo pada masa Orde Baru lebih memilih

mengembalakan ternak sapai dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil

(ngongon) dan bekerja karena anggapan mereka lebih penting mencari uang dari pada

sekolah (Wawancara Parmin pada tanggal 16 November 2017).

Motivasi Lingkungan Keluarga

Lingkungan keluarga sangat menentukan keberhasilan seorang anak dalam

mengenyam pendidikan. Dari lingkungan keluarga, orang tua mempunyai peran yang

sangat penting sebagai motivator bagi pendidikan anak sebagai tanggung jawab untuk

memotivasi anak dalam belajar. Dorongan orang tua terhadap anak untuk bersekolah

di Dusun Genengrejo rendah terbukti anak yang tidak sekolah TK 0, tidak sekolah 78,

sekolah tidak sampai lulus 18, lulus Sekolah Dasar 47, lulus SMP 3, dan tidak ada

yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi (Wawancara Giman pada tanggal

16 November 2017).

Orang tua yang tidak memiliki bekal pendidikan dalam mendidik anak sesuai

apa yang dirasakan dari pengalaman orang tuanya diterapkan kepada anak.

Contohnya orang tua yang tidak sekolah anaknya kurang mendapatkan motivasi dari

orang tua tentang pentingnya sekolah. Orang tua tidak sekolah maka anak sekolah SD

atau bisa baca tulis sudah lebih dari cukup dan dirasakan oleh orang tua itu sudah

jauh lebih baik karena mereka sudah merasakan bahwa anaknya lebih pintar dari

orang tua (Wawancara Rasiyo pada tanggal 25 November 2017).

Motivasi Lingkungan Masyarakat

Lingkungan masyarakat merupakan lingkungan dimana seseorang melakukan

interaksi dengan orang lain dan saling mempengaruhi. Lingkungan masyarakatnya

rata-rata tidak sekolah akan memberikan pengaruh bagi anak-anak yang sedang

sekolah. Selain budaya di dalam lingkungan masyarakat anak juga akan dipengaruhi

oleh teman sebaya di lingkungan sekitar. Teman sebaya adalah suatu kelompok dari

orang-orang yang sesuai dan memiliki status yang sama, dengan siapa seseorang pada

umumnya berhubungan atau bergaul. Di mulai dari masa anak-anak hingga dewasa

orang akan membangun pertemanan dengan teman sebaya yang memiliki minat yang

sama. Anak usia sekolah di Dusun Genengrejo memiliki minat sekolah yang rendah

karena mereka lebih tertarik mengembalakan ternak sapai dan kerbau orang lain

dengan sistem upah bagi hasil (ngongon) dan bekerja untuk membantu mencukupi

kebutuhan keluarga (Wawancara Diro (Sumiyem pada tanggal 16 November 2017).

Anak-anak usia sekolah di Dusun Genengrejo pada masa Orde Baru, putus

sekolah karena berawal dari ajakan teman sebaya untuk mengembalakan ternak sapai

dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil (ngongon) dan bekerja. Berawal

dari ajakan teman sebaya ini menjadikan lebih nyaman ngongon dan bekerja. Karena

sudah bisa menghasilkan uang untuk membantu mencukupi kebutuhan keluarga

dibandingkan dengan sekolah yang hanya menjadi beban orang tua. Selain itu anak-

anak di Dusun Genengrejo lebh tertarik ngongon dan bekerja, karena sekolah mikir

terus. Berbeda dengan ngongon dan kerja hanya mengeluarkan otot saja sudah bisa

menghasilkan uang (Wawancara Diro (Sumiyem) pada tanggal 16 November 2017).

SIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, maka dapat ditarik kesimpulan

sebagai berikut:

1. Faktor yang menyebabkan orang tua tidak berminat menyekolahkan

anaknya di bangku sekolah karena 1) pandangan hidup masyarakat

Dusun Genengrejo tentang pendidikan masih rendah terlihat dari

kepedulian orang tua menyekolahkan anak-anaknya belum menjadi

suatu prioritas utama. 2) kondisi ekonomi menjadi faktor penyebab

anak putus sekolah sehingga anak disuruh membantu orang tua untuk

bekerja.

2. Anak usia sekolah di Dusun Genengrejo memiliki motivasi sekolah

rendah hal ini disebabkan oleh 1) motivasi belajar yang rendah dari

dalam diri siswa disebabkan karena anak tidak memiliki harapan dan

cita-cita yang tinggi seperti ingin melanjutkan sekolah lanjutan sampai

ke perguruan tinggi dan menjadi pegawai pemerintah maupun swasta

sehingga siswa sekolah kurang berminat untuk belajar di sekolah.

Akibat dari motivasi belajar yang rendah menyebabkan anak usia

sekolah putus sekolah 2) motivasi lingkungan keluarga dalam

mendukung pendidikan anak untuk sekolah masih rendah, dapat

dilihat dalam hasil penelitian tidak sekolah TK 0, tidak sekolah 78,

sekolah tidak sampai lulu 18, lulus Sekolah Dasar 47, lulus SMP 3,

dan tidak ada yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi 3)

motivasi lingkungan masyarakat pada anak usia sekolah kurang

mendukung karena terpengaruh ajakan teman sebaya mengembalakan

ternak sapi dan kerbau orang lain dengan sistem upah bagi hasil

(ngongon).

SARAN

Beberapa saran yang akan penulis kemukakan sehubungan dengan hasil

penelitian dan pembahasan sebagai berikut:

1. Diharapkan kepada orang tua khusunya di Dusun Genengrejo yang

mempunyai anak usia sekolah agar selalu diberikan pemahaman akan

pentingnya pendidikan. Motivasi dari orang tua sangat diperlukan

untuk merubah cara berfikir anak, bagi orang tua yang mempunyai

anak diusia sekolah agar selalu diberikan motivasi baik berupa

dorongan moril dan materil agar bisa menempuh pendidikan bahkan

sampai perguruan tinggi.

2. Masyarakat Dusun Genengrejo sebagai orang tua yang bertanggung

jawab terhadap anaknya supaya lebih giat meningkatkan ekonominya

agar dapat membiayai pendidikan anak-anaknya.

3. Diharapkan kepada pemerintah baik di kabupaten, kecamatan, dan

desa perlu memperhatikan secara seksama kehidupan masyarakat

Dusun Genengrejo dalam menetapkan kebijakan berkaitan pendidikan

anak.

DAFTAR PUSTAKA

Bahri Djamarah, Syaiful. 2011. Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka Cipta.

Damin, Sudarwan. 2010. Pengantar Kependidikan. Bandung: Alfabeta.

Hasbullah. 2005. Dasar-Dasar Ilmu Pendidikan. Jakarta: PT Raja Grafindo

Persada.

Koentjaraningrat. 2009. Pengantar Ilmu Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Pidarta, Made. 2009. Landasan Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pranoto, Suhartono W. 2010. Teori & Metodologi Sejarah. Yogyakarta: Graha

Ilmu.

Tilaar. 1995. 50 Tahun Pembangunan Pendidikan Nasional 1945-1995. Jakarta:

Grasindo.

Tirtarahardja, Umar 2010. Pengantar pendidikan. Jakarta: Pt Rineka Cipta.

Uno, H. B. 2006. Teori Motivasi dan Pengukurannya. Jakarta : Bumi Aksara.

Zainuddin. 2008. Reformasi Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.