persepsi dan perilaku mahasiswa dalam pendidikan …/persepsi... · dalam pendidikan karakter...
TRANSCRIPT
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
i
PERSEPSI DAN PERILAKU MAHASISWA
DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
(Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret)
SKRIPSI
Oleh:
DIPTASARI WIBAWANTI
K8408002
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Februari 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
PERNYATAAN KEASLIAN TULISAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini
Nama : Diptasari Wibawanti
NIM : K8408002
Jurusan/Program Studi : P.IPS/Pendidikan Sosiologi Antropologi
menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul
MAHASISWA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (Studi Kasus di
Jurusan Ilmu Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
ini benar-benar merupakan hasil karya saya sendiri.
Selain itu, sumber informasi yang dikutip dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka.
Apabila pada kemudian hari terbukti atau dapat dibuktikan skripsi ini hasil
jiplakan, saya bersedia menerima sanksi atas perbuatan saya.
Surakarta, 29 Januari 2013
Yang membuat pernyataan
Diptasari Wibawanti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
PERSEPSI DAN PERILAKU MAHASISWA
DALAM PENDIDIKAN KARAKTER
(Studi Kasus di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret)
Oleh:
DIPTASARI WIBAWANTI
K8408002
SKRIPSI
diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan mendapatkan gelar
Sarjana Pendidikan Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
Februari 2013
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
iv
PERSETUJUAN
Skripsi ini telah disetujui untuk dipertahankan di hadapan Tim Penguji
Skripsi Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
Surakarta, 29 Januari 2013
Pembimbing I,
Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd
NIP. 19530826 198003 1 005
Pembimbing II,
Yosafat Hermawan T., S.Sos., M.A.
NIP. 19760627 200604 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
v
PENGESAHAN
Skripsi ini telah dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta dan diterima
untuk memenuhi persyaratan mendapatkan gelar Sarjana Pendidikan.
Pada Hari : Senin
Tanggal : 4 Februari 2013
Tim Penguji Skripsi
Nama Terang Tanda Tangan
Ketua : Drs. MH Sukarno, M.Pd ..........................
Sekertaris : Drs. Slamet Subagya, M.Pd ..........................
Anggota I : Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd ..........................
Anggota II : Yosafat Hermawan T., S.Sos., M.A ..........................
Disahkan Oleh
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret
Dekan,
Prof. Dr. H.M. Furqon Hidayatullah, M.Pd.
NIP. 19600727 198702 1 001
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vi
MOTTO
Sesempurna-sempurna iman seorang mukmin adalah mereka yang paling bagus
akhlaknya. (Hadist Riwayat Muslim)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
vii
PERSEMBAHAN
Karya ini dipersembahkan kepada:
1. Ibu Subambini dan Bapak Suharto, mbak Ning, mas
Bayu, mas Cahyo, dan Yoga, kalian keluarga yang
terbaik
2. Keluarga besar UKM Taekwondo UNS yang membuat
hidupku penuh warna
3. Almamater
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
viii
ABSTRAK Diptasari Wibawanti. K8408002, PERSEPSI DAN PERILAKU MAHASISWA DALAM PENDIDIKAN KARAKTER (STUDI KASUS DI JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN SOSIAL FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET). Skripsi, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta. Februari 2013.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengetahui persepsi mahasiswa jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial terhadap pendidikan karakter sebagai pelaksanaan visi FKIP UNS, (2) strategi penerapan visi FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas di jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial dan (3) mengetahui perilaku mahasiswa di jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial sebagai proses dan hasil penerapan visi FKIP UNS tersebut.
Penelitian ini dilaksanakan di Jurusan P IPS FKIP UNS. Penelitian menggunakan metode pendekatan deskriptif kualitatif, dengan strategi studi kasus tunggal terpancang. Sumber data berasal dari mahasiswa, dosen dan pimpinan Jurusan P IPS, serta pimpinan FKIP. Teknik pengambilan informan yang digunakan yaitu teknik purposive sampling. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara, observasi langsung, dan analisis dokumen. Untuk meningkatkan kesahihan data, peneliti menggunakan teknik triangulasi data atau triangulasi sumber. Tahapan analisis interaktif penelitian meliputi pengumpulan data, reduksi data, penyajian data, dan penarikan kesimpulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) Pemahaman informan mengenai penjabaran visi berkarakter kuat dan cerdas sangat beragam. Namun hal ini disepakati sebagai kriteria ideal yang harus ada dalam kepribadian pendidik, yang diharapkan dimiliki oleh mahasiswa FKIP sebagai calon guru. Berkarakter kuat dan cerdas dijabarkan sebagai keseimbangan antara IQ, SQ, dan EQ yang mampu diaplikasikan dalam pemikiran, sikap, maupun perilaku praksis dalam kehidupan sehari-hari, yang mengarah pada perubahan positif bagi dirinya dan orang lain. (2) Untuk membentuk calon pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas, pendidikan karakter dilaksanakan secara bertahap melalui kurikulum, program dan kebijakan, penciptaan lingkungan yang sehat dan kondusif, keteladanan serta pengawasan. Pendidikan karakter bukan merupakan mata kuliah khusus, melainkan terintegrasi dalam kurikulum. Dosen berperan penting sebagai figur teladan bagi mahasiswa. (3) Pendidikan karakter belum dilaksanakan secara optimal di jurusan P IPS, karena terlalu menekankan segi fisik yang diatur melalui kebijakan seragam, di mana hal ini masih menimbulkan pro kontra. FKIP belum menetapkan kriteria resmi evaluasi pendidikan karakter, sehingga penilaian keberhasilan hanya sampai pada pengamatan individual. Mahasiswa belum mengaplikasikan nilai-nilai berkarakter kuat dan cerdas secara optimal, karena kurang paham atas makna berkarakter kuat dan cerdas, belum terbentuknya kesadaran pribadi, belum ada contoh yang bisa diteladani, serta kurang ada sosialisasi lebih lanjut terkait dengan program dan kebijakan.
Kata kunci: persepsi, perilaku, pendidikan karakter, mahasiswa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
ix
ABSTRACT Diptasari Wibawanti. K8408002, BEHAVIOR IN CHARACTER EDUCATION (A CASE STUDY ON SOCIAL SCIENCE EDUCATION DEPARTMENT OF TEACHER TRAINING AND EDUCATION FACULTY OF SEBELAS MARET UNIVERSITY). Thesis, Teacher Training and Education Faculty of Surakarta Sebelas Maret University. February 2013.
This research aims (1) to find out the perception of Social Science
applicatstrong and intelligence character in Social Science Education Department of Teacher Training and Education Faculty and (3) to find out the behavior of Social
s students as the process and product of FKIP s vision application.
This research was taken place in Social Science Education Department of FKIP UNS. This study employed a descriptive qualitative approach, with a single embedded strategy. The data source derived from the students, lecturers and
techniques used were interview, direct observation, and document analysis. To improve the data validity, the author employed data triangulation technique encompassing source triangulation. The interactive analysis stage of this research included data collection, data reduction, data display, and conclusion drawing.
e explanation of strong and intelligence character-vision was very varied. But it was agreed as the ideal criterion that should exist in educator personality, that was expected to be possessed by the student FKIP as the prospect teacher. Having strong and intelligence character was defined as the balance between IQ, SQ, and EQ that could be applied to thinking, attitude, and practical behavior in daily life, leading to the positive change for the self and others. (2) To create a prospect educator with strong character and intelligence, the character education was carried out gradually through curriculum, program and policy, creating a healthy and conducive environment, precedence and supervision. Character education is not special course, but integrated into curriculum. The lecturer plays an important role as the model figure to the students. (3) Character education had not been undertaken optimally in Social Science Education department, because it emphasized mostly on physical aspect governed through uniform policies, in which it still resulted in pros and cons. The Teacher Training and Education Faculty had not applied yet the official criteria of character education evaluation, so that the success assessment was limited to individual observation only. The students had not applied yet the strong and intelligence character values optimally, because they understood poorly the meaning of having strong and intelligence character, personal awareness had not been created, and the lack of further socialization concerning the program and policy.
Keywords: perception, behavior, character education, students
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
x
KATA PENGANTAR
Segenap puji syukur peneliti panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga proses penelitian dan
penyusunan skripsi ini berjalan dengan cukup baik. Shalawat serta salam semoga
senantiasa tercurahkan pada junjungan kita Rasullulah SAW.
Peneliti menyadari bahwa dalam penyusunan skripsi ini tidak berjalan
dengan mudah, cukup banyak hambatan yang menimbulkan kesulitan, dan berkat
karunia Allah SWT serta peran berbagai pihak, kesulitan tersebut dapat diatasi.
Oleh karena itu, peneliti mengucapkan terima kasih kepada yang terhormat:
1. Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
2. Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta.
3. Ketua Program Pendidikan Sosiologi Antropologi Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret Surakarta.
4. Drs. A.Y. Djoko Darmono, M.Pd. selaku Pembimbing I yang telah
memberikan arahan, masukan dan motivasi dalam penyusunan skripsi.
5. Yosafat Hermawan Trinugraha, S.Sos., M.A. selaku Pembimbing II yang
telah memberikan bimbingan, masukan dan saran dalam penyusunan skripsi.
6. Dr. Zaini Rohmad, M.Pd. selaku Pembimbing Akademik yang telah
mengawal selama peneliti menempuh studi.
7. Dewan Dosen Program Studi Pendidikan Sosiologi Antropologi FKIP UNS.
8. Teman-teman Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi angkatan 2008.
9. Berbagai pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu.
Semoga amal baik dan keikhlasan membantu peneliti mendapatkan
imbalan dari Allah SWT. Peneliti menyadari bahwa skripsi ini tidak terlepas dari
kekurangan. Semoga hasil penelitian yang sederhana ini dapat bermanfaat.
Surakarta, 29 Januari 2013
Peneliti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xi
DAFTAR ISI
Halaman
JUDUL ............................................................................................................. i
PERNYATAAN............................................................................................... ii
PENGAJUAN .................................................................................................. iii
PERSETUJUAN .............................................................................................. iv
PENGESAHAN ............................................................................................... v
MOTTO ........................................................................................................... vi
PERSEMBAHAN ............................................................................................ vii
ABSTRAK ....................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... x
DAFTAR ISI .................................................................................................... xi
DAFTAR TABEL ............................................................................................ xiv
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... xv
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................ 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................. 6
C. Tujuan Penelitian .............................................................................. 7
D. Manfaat Penelitian ............................................................................ 7
BAB II KAJIAN PUSTAKA ........................................................................... 9
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan ............................. 9
Kajian Teori ...................................................................................... 9
1. Tinjauan Pendidikan Karakter .................................................... 9
a. Pengertian Karakter ............................................................... 9
b. Pengertian Pendidikan Karakter............................................ 12
c. Urgensi Pendidikan Karakter ................................................ 18
d. Pilar Pendidikan Karakter ..................................................... 20
e. Teori Pendidikan Karakter .................................................... 23
f. Prinsip dan Metode Pendidikan Karakter ............................. 29
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xii
g. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter ........................... 33
2. Tinjauan Persepsi dan Perilaku ................................................... 40
a. Persepsi ................................................................................. 40
b. Perilaku ................................................................................. 41
3. Tinjauan Visi FKIP UNS ............................................................ 45
a. Visi Berkarakter Kuat dan Cerdas ........................................ 45
b. Guru Berkarakter Kuat dan Cerdas ....................................... 52
Hasil Penelitian yang Relevan .......................................................... 61
B. Kerangka Berpikir ............................................................................. 62
BAB III METODE PENELITIAN .................................................................. 66
A. Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... 66
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian ....................................................... 68
C. Data dan Sumber Data ...................................................................... 72
D. Teknik Pengambilan Informan .......................................................... 75
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................................ 76
F. Uji Validitas Data.............................................................................. 78
G. Analisis Data ..................................................................................... 79
H. Prosedur Penelitian ........................................................................... 82
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................. 84
A. Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian.................................................... 84
B. Deskripsi Temuan Penelitian ............................................................ 89
1. Persepsi Konsep Berkarakter Kuat dan Cerdas ........................... 90
2. Strategi Penanaman Nilai Berkarakter Kuat dan Cerdas ............ 97
a. Keteladanan ........................................................................... 100
b. Program dan Kebijakan ......................................................... 104
c. Kontrol dan Pengawasan ....................................................... 110
d. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif ............................. 113
3. Perilaku Mahasiswa Terkait dengan Penerapan Berkarakter
Kuat dan Cerdas .......................................................................... 116
a. Indikator Nilai Karakter dan Perilaku ................................... 117
b. Penilaian dan Evaluasi .......................................................... 150
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiii
C. Pembahasan ....................................................................................... 155
1. Rumusan Berkarakter Kuat dan Cerdas sebagai Konsep
Pendidikan Karakter .................................................................... 155
2. Strategi Penanaman Nilai Berkarakter Kuat dan Cerdas ............ 158
3. Perilaku Mahasiswa terkait dengan Indikator Nilai Berkarakter
Kuat dan Cerdas .......................................................................... 167
a. Nilai-nilai Karakter ............................................................... 167
b. Evaluasi Pendidikan Karakter ............................................... 177
BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN .......................................... 179
A. Simpulan ........................................................................................... 179
B. Implikasi............................................................................................ 181
C. Saran.................................................................................................. 182
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 184
LAMPIRAN ..................................................................................................... 187
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xiv
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1. Nilai-nilai Karakter dan Deskripsi ............................................................ 22
2.2. Karakteristik, Definisi, dan Indikator Budaya Kerja ................................ 60
3.1. Rincian Waktu Penelitian.......................................................................... 67
4.1. Indikator dan nilai karakter prioritas yang diterapkan di FKIP ................ 119
4.2. Indikator, nilai karakter dan perilaku praksis mahasiswa FKIP ............... 175
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xv
DAFTAR GAMBAR
Gambar Halaman
2.1. Metode Pendidikan Karakter .................................................................... 32
2.2. Indikator Guru dan Dosen Profesional...................................................... 58
2.3. Skema Kerangka Berpikir ......................................................................... 65
3.1. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif ............................. 80
4.1. Visi Berkarakter Kuat dan Cerdas di gedung F ........................................ 95
4.2. Poster/anjuran yang terdapat di gedung F ................................................. 113
4.3. Mahasiswa menggunakan seragam putih gelap hari Senin ....................... 134
4.4. Metode Pendidikan Karakter di jurusan P IPS .......................................... 165
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Halaman
1 Field Note ..................................................................................................... 187
2 Interview Guide............................................................................................ 255
3 Surat Permohonan Ijin Penyusunan Skripsi ................................................. 259
4 Surat Permohonan Ijin Research dan Observasi .......................................... 260
5 Surat Permohonan Ijin Research/Try Out .................................................... 261
6 Surat Keterangan Penelitian ......................................................................... 262
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kemendiknas telah mendeklarasikan tentang "Pendidikan Budaya dan
Karakter Bangsa" sebagai gerakan nasional pada 14 Januari 2010. Deklarasi
nasional tersebut harus diakui secara jujur, disebabkan oleh kondisi bangsa yang
semakin tidak stabil karena berbagai dampak negatif yang ditimbulkan oleh
globalisasi. Dampak globalisasi yang terjadi telah menyebabkan masyarakat
Indonesia mengalami degradasi karakter dan moral. Berbagai peristiwa seperti
Kasus Gayus Tambunan, Angelina Sondakh dengan kasus Blackberry-nya hingga
John Kei dengan jaringan pembunuh bayarannya merupakan contoh lunturnya
karakter dan moral bangsa. Peristiwa tersebut menunjukkan bahwa masyarakat
ternyata mampu melakukan tindak kekerasan yang sebelumnya belum pernah
terbayangkan. Hal ini terjadi karena globalisasi telah membawa masyarakat pada
pemujaan materi sehingga terjadi ketimpangan antara pembangunan ekonomi
dengan kebudayaan masyarakat. Padahal, karakter merupakan suatu pondasi
bangsa yang sangat penting dan perlu ditanamkan sejak dini kepada anak-anak.
Salah satu alternatif yang banyak dikemukakan untuk mengatasi, atau
paling tidak mengurangi, masalah degradasi moral dan karakter bangsa adalah
pendidikan. Pendidikan dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif karena
pendidikan membelajarkan dan membimbing generasi muda sebagai generasi
penerus bangsa yang lebih baik. Sebagai alternatif yang bersifat preventif,
pendidikan diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa
dalam berbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab
berbagai masalah degradasi moral dan karakter bangsa. Pendidikan merupakan
mekanisme institusional yang akan mengakselerasi pembinaan dan pembangunan
karakter bangsa. Selain itu, pendidikan juga berfungsi sebagai sarana mencapai
tiga hal prinsipal dalam pembinaan karakter bangsa. Menurut Rajasa (2007) tiga
hal prinsipal tersebut (Muslich, 2011:3) antara lain:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
2
1. Pendidikan sebagai arena untuk re-aktivasi karakter luhur bangsa Indonesia. Secara historis bangsa Indonesia adalah bangsa yang memiliki karakter kepahlawanan, nasionalisme, sifat heroik, semangat kerja keras serta berani menghadapi tantangan. Kerajaan-kerajaan Nusantara di masa lampau adalah bukti keberhasilan pembangunan karakter yang mencetak tatanan masyarakat maju, berbudaya, dan berpengaruh.
2. Pendidikan sebagai sarana untuk membangkitkan suatu karakter bangsa yang dapat mengakselerasi pembangunan sekaligus memobilisasi potensi domestik untuk meningkatkan daya saing bangsa.
3. Pendidikan sebagai sarana untuk menginternalisasi kedua aspek di atas yakni re-aktivasi sukses budaya masa lampau dan karakter inovatif serta kompetitif, ke dalam segenap sendi-sendi kehidupan bangsa dan program pemerintah. Internalisasi ini harus berupa suatu concerted efforts dari seluruh masyarakat dan pemerintah. Secara akademis, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan
nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, atau
pendidikan akhlak yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik
untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan
mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati.
Pendidikan karakter sebagai satu konsep pendidikan yang menanamkan budi
pekerti yang melibatkan aspek pengetahuan (cognitive), perasaan (feeling), serta
tindakan (action) merupakan suatu solusi untuk memperbaiki karakter dan moral
bangsa. Seperti yang dikemukakan Kementerian Pendidikan Nasional (2011:1)
pengetahuan yang baik (moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik
atau loving good (moral feeling), dan perilaku yang baik (moral action).
Pendidikan karakter menekankan pada habit atau kebiasaan yang terus-menerus
Platform pendidikan karakter bangsa Indonesia telah dipelopori oleh
tokoh pendidikan Ki Hajar Dewantara yang tertuang dalam tiga kalimat, yaitu Ing
ngarsa sung tuladha (di depan memberikan teladan), Ing madya mangun karsa (di
tengah membangun kehendak), dan Tut wuri handayani (di belakang memberikan
dorongan). Ketiga prinsip ini ditujukan bagi seorang guru atau pendidik. Bahwa
menjadi guru atau pendidik harus mampu memberikan contoh, panutan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
3
keteladanan bagi peserta didiknya. Selain itu, guru atau pendidik juga harus
memberikan bimbingan untuk membangun tujuan dan cita-cita peserta didiknya.
Dan yang terakhir, seorang guru atau pendidik harus mampu memberikan
dorongan dan motivasi, sehingga peserta didik memiliki semangat dan daya juang
dalam mengembangkan potensi dirinya.
Secara praktis, pendidikan karakter adalah suatu sistem penanaman
nilai-nilai kebaikan kepada warga sekolah atau kampus yang meliputi komponen
pengetahuan, kesadaran atau kemauan, dan tindakan untuk melaksanakan nilai-
nilai tersebut, baik dalam berhubungan dengan Tuhan Yang Maha Esa, sesama
manusia, lingkungan, maupun nusa dan bangsa sehingga menjadi manusia yang
seutuhnya. Pendidikan karakter di perguruan tinggi perlu melibatkan berbagai
komponen terkait yang didukung oleh proses pendidikan itu sendiri, yaitu isi
kurikulum, proses pembelajaran dan penilaian, kualitas hubungan warga kampus,
pengelolaan perkuliahan, pengelolaan berbagai kegiatan mahasiswa,
pemberdayaan sarana dan prasarana, serta etos kerja seluruh warga kampus.
Pendidikan karakter meskipun sudah sering digembor-gemborkan
sebagai suatu hal yang mendesak untuk segera ditindaklanjuti dalam kinerja
pendidikan, tampaknya belum sehebat grand design yang telah dibentuk
pemerintah dalam implementasinya di lapangan. Pendidikan karakter perlahan
mengalami kemunduran serta kurang mendapat perhatian serius. Hal ini
disebabkan oleh berbagai faktor. Koesoema (2007:119) menyebutkan bahwa
Kemunduran pendidikan karakter disebabkan adanya perbedaan pandangan dan
visi tentang pendidikan karakter. Perbedaan pemahaman tentang pendidikan
karakter ini bisa mempengaruhi penerapan pendidikan karakter di tingkat satuan
pendidikan bahkan di tingkat negara.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret
Surakarta merupakan sebuah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK),
yang didirikan untuk mencetak tenaga-tenaga pendidik yang handal dan
profesional. Untuk menghasilkan tenaga pendidik yang baik maka diperlukan
lembaga pendidikan yang baik pula. Kualitas pendidikan ditandai oleh kualitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
4
lulusan LPTK, sehingga kualitas LPTK harus senantiasa dibangun dan
dikembangkan agar menghasilkan lulusan yang berkualitas pula. Dalam konteks
membangun karakter calon generasi bangsa, penyiapan calon tenaga pendidik
profesional yang berkarakter tentunya memiliki korelasi yang tinggi. Sebab setiap
calon pendidik dewasa ini dituntut memiliki kemampuan dalam membina karakter
peserta didiknya, sehingga pembinaan karakter mahasiswa calon tenaga pendidik
harus merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan profesional
tenaga pendidik selama di lingkungan kampus. Oleh karena itu FKIP UNS
mengusung visi menjadi LPTK penghasil dan pengembang tenaga kependidikan
berkarakter kuat dan cerdas.
Berkarakter kuat dan cerdas berarti bahwa pendidikan seharusnya
dapat menghasilkan orang baik dan juga pintar. Pendidikan tidak cukup hanya
berhenti pada memberikan pengetahuan paling mutakhir, namun juga harus
mampu membentuk dan membangun sistem keyakinan dan karakter kuat setiap
peserta didik sehingga mampu mengembangkan potensi diri dan menemukan
tujuan hidupnya. Pendidik harus memiliki komitmen yang kuat dalam
melaksanakan pendidikan secara holistik yang berpusat pada potensi dan
kebutuhan peserta didik. Pendidik juga harus mampu menyiapkan peserta didik
untuk bisa menangkap peluang dan kemajuan dunia dengan perkembangan ilmu
dan teknologi. Di sisi lain, pendidik juga harus mampu membuka mata hati
peserta didik untuk dapat melihat masalah-masalah bangsa dan dunia, seperti
kemiskinan, ketidakadilan, serta persoalan lingkungan hidup. Peserta didik harus
diarahkan untuk mampu mengembangkan dirinya, tetapi ia juga harus diajarkan
untuk memiliki panggilan hidup untuk menjadi bagian dari pemecahan persoalan-
persoalan yang dihadapi bangsa dan dunia. Agar mampu menyelenggarakan
pendidikan tersebut, maka diperlukan sosok guru yang berkarakter kuat dan
cerdas.
digugu lan ditiru
secara tidak langsung memberikan pendidikan karakter kepada peserta didiknya.
Profil dan penampilan guru seharusnya memiliki dan menunjukkan kepribadian
dan karakter kuat yang dapat membawa peserta didiknya ke arah pembentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
5
karakter yang kuat pula. Dalam konteks ini guru berperan sebagai teladan atau
contoh bagi peserta didiknya. Guru yang berkarakter kuat dan cerdas adalah guru
yang berkualifikasi dan berkompetensi profesional, pedagogik, kepribadian, dan
sosial. Mahasiswa sebagai bagian dari FKIP UNS sekaligus calon guru atau
pendidik harus mampu menampilkan sosok cerminan seorang guru yang
berkarakter kuat dan cerdas, sesuai dengan visi FKIP UNS.
Grand design berkarakter kuat dan cerdas yang ideal ternyata belum
sepenuhnya dapat diaplikasikan secara optimal. Realita di lapangan masih banyak
ditemukan penyimpangan-penyimpangan sebagai bukti adanya kesenjangan
antara idealitas karakter kuat dan cerdas dengan realitas pelaksanaannya. Sebagai
contohnya adalah budaya instan, plagiarisme, dan konsumerisme mahasiswa.
Budaya instan adalah bahwa mahasiswa menginginkan proses yang serba
cepat/instan namun dapat menghasilkan produk yang maksimal. Mahasiswa
menginginkan nilai yang tinggi dengan instan, sehingga banyak dari mereka
malas untuk belajar, namun menggunakan jalan pintas seperti bertanya pada
teman, membuka buku atau catatan, hingga browsing di internet saat sedang ujian.
yang strategis (biasanya deretan meja belakang) dapat mempengaruhi hasil nilai
yang dicapai. Hal ini terkait dengan keleluasaan mahasiswa dalam melaksanakan
cara pintasnya. Pada posisi-posisi yang dianggap strategis, mahasiswa akan lebih
leluasa membuka catatan, browsing di google, maupun menyenggol teman di
sebelahnya untuk bertanya.
Selanjutnya, budaya plagiarisme adalah bahwa mahasiswa melakukan
peniruan terhadap berbagai hasil karya orang lain, namun mengganti label dengan
namanya sendiri. Hal ini merupakan dampak negatif dari adanya kemajuan
teknologi informasi dan komunikasi yang pesat. Peniruan yang sering dilakukan
mahasiswa biasanya terkait dengan pengerjaan tugas dari dosen. Tugas-tugas
seperti membuat artikel, paper, maupun makalah seringkali hanya sekedar
copy/paste dari internet. Mahasiswa juga merupakan subjek konsumsi yang besar.
Hal ini dapat dilihat dari penampilan mahasiswa yang lebih senang dengan
berbagai barang mahal dan bermerk terkenal, yang jauh dari kesederhanaan dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
6
kesahajaan seorang calon pendidik. Penampilan mahasiswa yang suka
mengenakan pakaian bermerk, sepatu bermerk, tas dan berbagai aksesoris yang
bermerk pula, menunjukkan wujud konsumsi mahasiswa yang berlebihan, yang
jauh dari kesederhanaan seorang pendidik. Mahasiswa calon pendidik bukanlah
seorang artis yang harus selalu tampil fashionable dengan barang bermerk.
Budaya konsumsi menghambat kreativitas dan produktivitas mahasiswa di mana
mereka malas untuk berpikir kritis, dan hanya suka mengonsumsi barang yang
sudah jadi. Berbagai kebijakan pemerintah yang sering tidak berpihak pada rakyat
seperti kenaikan BBM yang akan dilaksanakan pada bulan April misalnya, tidak
disikapi secara kritis oleh mahasiswa.
Kemudian, muncul berbagai pertanyaan terkait dengan budaya instan,
plagiarisme dan konsumerisme mahasiswa sebagai realitas yang berjalan dalam
kehidupan kampus, yang ternyata tidak sejalan dengan nilai-nilai berkarakter kuat
dan cerdas yang diharapkan dimiliki oleh pendidik. Visi FKIP UNS berkarakter
kuat dan cerdas yang ideal sepertinya belum mampu diaplikasikan dalam bentuk
pendidikan karakter bagi mahasiswa sebagai calon pendidik secara optimal.
Pendidikan karakter masih mengalami hambatan karena berbagai perilaku non-
edukatif yang dilakukan mahasiswa. Berdasarkan latar belakang tersebut maka
penulis merasa tertarik untuk meneliti pelaksanaan visi FKIP UNS terkait dengan
bagaimana persepsi dan perilaku mahasiswa dalam mengaplikasikan nilai-nilai
karakter ideal yang diharapkan, serta strategi pelaksanaan pendidikan karakter
dalam kehidupan kampus. Oleh karena itu, peneliti mengambil judul Persepsi
dan Perilaku Mahasiswa dalam Pendidikan Karakter (Studi Kasus di
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Sebelas Maret).
B. Perumusan Masalah
1. Bagaimana persepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
terhadap pendidikan karakter sebagai pelaksanaan visi FKIP UNS?
2. Bagaimana strategi penerapan pendidikan karakter dalam upaya mencapai visi
FKIP UNS di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial?
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
7
3. Bagaimana perilaku mahasiswa di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial sebagai proses dan hasil penerapan pendidikan karakter dalam upaya
mencapai visi FKIP UNS tersebut?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui persepsi mahasiswa Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial terhadap pendidikan karakter sebagai pelaksanaan visi FKIP UNS
2. Untuk mengetahui strategi penerapan pendidikan karakter dalam upaya
mencapai visi FKIP UNS di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
3. Untuk mengetahui perilaku mahasiswa di Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial sebagai proses dan hasil penerapan pendidikan karakter
dalam upaya mencapai visi FKIP UNS tersebut
D. Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang dilakukan pada mahasiwa jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial FKIP UNS ini diharapkan mempunyai manfaat:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini secara teoritis dapat menambah wawasan pengetahuan dalam
bidang ilmu sosial yaitu Sosiologi, karena merupakan deskripsi analisis tentang
persepsi dan perilaku mahasiswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter dalam
upaya pencapaian visi FKIP UNS yang terjadi di jurusan P IPS FKIP UNS.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi mahasiswa
Dapat menambah wawasan, pengetahuan, mahasiswa sebagai calon guru
atau pendidik untuk mengaplikasikan pemikiran, sikap, dan perilaku yang
sesuai dengan nilai-nilai berkarakter kuat dan cerdas serta kemampuan
untuk mengembangkan karakter calon peserta didik.
b. Bagi institusi
Dapat menjadi bahan evaluasi terkait dengan pelaksanaan pendidikan
karakter untuk mencapai visi FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
8
c. Bagi masyarakat umum (akademisi)
Dapat memberikan kontribusi terhadap guru-guru yang berkarakter kuat
dan cerdas sebagai output yang berhasil dari FKIP UNS serta dapat
membelajarkan dan mendidik peserta didik untuk mengembangkan
karakternya sehingga menghasilkan output yang baik pula.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian Yang Relevan
Kajian Teori
1. Tinjauan Pendidikan Karakter
a. Pengertian Karakter
Istilah karakter memiliki pengertian yang beragam. Secara etimologis
karakter berasal dari karasso
dasar, sidik (seperti dalam sidik jari). Koesoema (2007: 90) mengungkapkan
seperti ganasnya laut dengan gelombang pasang da
Dalam hal ini, masyarakat Yahudi melihat karakter seperti alam, atau lebih khusus
lautan, yakni sebagai sesuatu yang bebas, yang tidak dapat dikuasai manusia, yang
mrucut seperti menangkap asap. Karakter dideskripsikan sebagai sesuatu yang
berdiri sendiri, namun tidak dapat dipisahkan dengan hal yang memiliki karakter
tersebut.
Setiap manusia memiliki ciri khas yang terwujud dalam ucapan
maupun sikap yang ditunjukkannya kepada manusia yang lain. Ciri khas inilah
yang disebut sebagai karakter, seperti yang dikemukakan oleh Kertajaya bahwa
tersebut adalah asli dan mengakar pada kepribadian benda atau individu tersebut,
dan merupakan mesin yang mendorong bagaimana seseorang bertindak, bersikap,
diasosiasikan sebagai kepribadian merupakan suatu ciri yang khas yang dimiliki
setiap individu yang memberikan kekhasan pada pribadinya, sehingga dapat
yang ditunjukkan oleh individu; sejumlah atribut yang dapat diamati pada
indivi
berkenaan pula dengan lingkungan di mana ia tinggal. Nilai dan norma yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
10
dianut suatu masyarakat mempengaruhi pola pikir dan pola perilaku dari individu
yang menjadi anggotanya. Menurut
nilai yang menuju pada suatu sistem yang melandasi pemikiran, sikap, dan
moral yang kemudian ditinjau dengan ukuran baik-buruk serta benar-salah.
Terminologi karakter sedikitnya memuat dua hal yaitu values (nilai-
nilai) dan kepribadian. Karakter yang baik pada gilirannya merupakan suatu
penampakan dari nilai yang baik pula yang dimiliki oleh orang atau sesuatu, di
luar persoalan apakah baik itu sebagai sesuatu yang asli atau sekadar kamuflase.
Menurut
yang melekat dalam sebuah entitas... Sedangkan sebagai aspek kepribadian,
karakter merupakan cerminan dari kepribadian secara utuh dari seseorang:
utuh, karakter mendasarkan diri pada tata nilai yang dianut masyarakat. Tata nilai
yang mendasari pemikiran serta perilaku individu tidak didapat secara serta merta,
namun membutuhkan suatu proses internalisasi nilai yang sesuai dengan budaya
yang dianut oleh masyarakat. Proses internalisasi inilah yang kemudian
membentuk karakter seorang individu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Kementerian Pendidika
akhlak, atau kepribadian seseorang yang terbentuk dari hasil internalisasi berbagai
kebajikan (virtues) yang diyakini dan digunakan sebagai landasan untuk cara
pandang, berpikir, bersikap, dan
Selain memuat 2 aspek yaitu nilai-nilai (values) dan kepribadian,
istilah karakter memiliki pengertian sebagai temperamen, seperti yang
diungkapkan oleh Koesoema (2007: 79) bahwa
Karakter sering diasosiasikan dengan apa yang disebut dengan temperamen yang memberinya sebuah definisi yang menekankan unsur psikososial yang dikaitkan dengan pendidikan dan konteks lingkungan. Karakter juga bisa dipahami dari sudut pandang behavioral yang menekankan unsur somatopsikis yang dimiliki individu sejak lahir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
11
Di sini, istilah karakter dianggap sama dengan kepribadian.
Kepribadian dianggap sebagai ciri atau karakteristik atau gaya atau sifat khas dari
diri seseorang yang bersumber dari bentukan/konstruksi yang diterima dari
lingkungan masyarakatnya, misalnya keluarga pada masa kecil, dan juga bawaan
seseorang sejak lahir. Maka, karakter merupakan perpaduan dua hal, yakni
sebagai bawaan yang dimiliki seorang individu sejak lahir dan bentukan dari
lingkungan masyarakat di mana seorang individu tinggal.
Adanya perbedaan pandangan terhadap istilah karakter tersebut
menyebabkan munculnya ambiguitas. Mounier dalam Koesoema (2007: 90)
mengajukan dua cara interpretasi atas ambiguitas terminologi karakter.
Ia melihat karakter sebagai dua hal, yaitu yang pertama, sebagai sekumpulan kondisi yang telah diberikan begitu saja atau telah ada begitu saja, yang lebih kurang dipaksakan dalam diri kita. Karakter yang demikian ini dianggap sebagai sesuatu yang telah ada dari sononya (given). Kedua, karakter juga bisa dipahami sebagai tingkat kekuatan melalui mana seorang individu mampu menguasai kondisi tersebut. Karakter yang demikian ini disebutnya sebagai sebuah proses yang dikehendaki (willed). Dalam pemahaman yang pertama, karakter dipahami sebagai suatu
keadaan yang telah dimiliki oleh seorang individu, yang telah diberikan begitu
saja, sebagai sesuatu yang telah ada dari awal adanya individu, atau dengan kata
lain, telah dimiliki individu sejak lahir. Hal ini menyiratkan bahwa karakter ada
dengan dipaksakan begitu saja pada diri seseorang, mau ataupun tidak mau.
Sedangkan dalam pemahaman yang kedua, karakter dipahami sebagai suatu
kemampuan seorang individu untuk menguasai kondisi yang telah dimilikinya
sejak lahir itu. Maka, karakter merupakan usaha yang dikehendaki untuk
mengatasi keterbatasan keadaan yang dimiliki seorang individu. Melalui hal ini,
individu diajak untuk mengenali keterbatasan diri, potensi, serta kemungkinan-
kemungkinan bagi perkembangan dirinya.
Koesoema (2007: 104) memberikan pengertian karakter yang lebih
menekankan pada aspek willed sebagai usaha penyempurnaan diri yakni karakter
mau sekadar berhenti atas determinasi kodratinya, melainkan juga sebuah usaha
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
12
hidup untuk menjadi semakin integral mengatasi determinasi alam dalam dirinya
dimaknai sebagai hasil keterpaduan empat bagian, yakni olah hati, olah pikir, olah
hasil olah pikir, olah hati, olah rasa dan karsa, serta olah raga yang mengandung
nilai, kemampuan, kapasitas moral, dan ketegaran dalam menghadapi kesulitan
dan tantangan. Maka, dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan sebuah
kondisi dinamis struktur antropologis manusia yang khas dan berbeda sebagai
hasil keterpaduan olah hati, pikir, raga, rasa dan karsa sebagai kondisi bawaan
sejak lahir yang disertai dengan usaha menuju penyempurnaan diri, yang
dipengaruhi oleh lingkungan.
b. Pengertian Pendidikan Karakter
Dalam Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, merumuskan fungsi dan tujuan pendidikan
nasional yang harus digunakan dalam mengembangkan upaya pendidikan di
Indonesia yang mengandung komitmen tentang pendidikan karakter yakni dalam
pasal 3 yang menyebutkan,
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas
manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan, di
mana pengembangan dan pembentukan watak (karakter) merupakan tujuan
mendasar. Sedangkan Kemendiknas (2011: 1) secara implisit menegaskan dalam
Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) tahun 2005-
mana pendidikan karakter ditempatkan sebagai landasan untuk mewujudkan visi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
13
pembangunan nasional, yaitu mewujudkan masyarakat berakhlak mulia, bermoral,
Dengan demikian, Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
(RPJPN) dan Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang
Sistem Pendidikan Nasional (UUSPN) merupakan landasan yang kokoh untuk
melaksanakan pendidikan karakter bukan sebagai bentuk grand design saja
namun implementasi operasional secara nyata. Seperti yang dikemukakan
Kemendiknas (2011: 1) bahwa:
Pendidikan budaya dan karakter bangsa sebagai prioritas program Kementerian Pendidikan Nasional 2010-2014, yang dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Pendidikan Karakter 2010: pendidikan karakter disebutkan sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik & mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Atas dasar itulah maka pendidikan karakter bukan sekedar
mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, namun lebih dari itu,
pendidikan karakter menanamkan kebiasaan (habituation) tentang hal mana yang
baik sehingga individu menjadi paham (kognitif) tentang mana yang benar dan
salah, mampu merasakan (afektif) nilai yang baik serta biasa melakukannya
(psikomotor). Hal ini sesuai dengan pendapat Kemendiknas (2011: 1) bahwa
(moral knowing), akan tetapi juga merasakan dengan baik atau loving good (moral
feeling), dan perilaku yang baik (moral action). Pendidikan karakter menekankan
pada habit atau kebiasaan yang terus-
Pendidikan merupakan proses pembangunan karakter, seperti yang
dipahami sebelumnya bahwa karakter dapat dibangun dengan usaha untuk
karakter, dari yang kurang baik menjadi yang lebih baik. Tergantung pada bekal
masing-masing. Mau dibawa kemana karakter mereka dan mau dibentuk seperti
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
14
seperti mengisi sebuah gelas kosong. Individu digambarkan sebagai sebuah gelas,
yang memiliki bekal potensi, jadi bersih atau kotornya sebuah gelas menjadi satu
unsur yang sangat penting. Kemudian, pendidikan merupakan air yang dituangkan
ke dalam gelas, yang mempengaruhi keadaan gelas yang awalnya kosong.
Pendidikan diharapkan seperti air yang jernih yang mampu mengisi individu
dengan kebajikan.
Mengingat bahwa karakter tidak diperoleh secara serta merta
namun melalui proses internalisasi nilai, maka kajian pendidikan karakter
sebagai pendidikan nilai menjadikan upaya eksplisit mengajarkan nilai-nilai,
untuk membantu individu mengembangkan pemikiran dan perilaku guna
bertindak dengan cara-cara yang pasti. Persoalan baik dan buruk, kebajikan-
kebajikan, dan keutamaan-keutamaan menjadi aspek penting dalam
pendidikan karakter semacam ini. Sedangkan pendidikan karakter sebagai
aspek kepribadian lebih tepat sebagai pendidikan budi pekerti. Seperti
-krama, sopan
santun, dan adat-istiadat, menjadikan pendidikan karakter semacam ini lebih
menekankan kepada perilaku-perilaku aktual tentang bagaimana seseorang
dapat disebut berkepribadian baik atau tidak baik berdasarkan norma-norma
Pendapat yang hampir serupa disampaikan oleh Lickona (1991) bahwa
pendidikan karakter by definition
kepribadian seseorang melalui pendidikan budi pekerti, yang hasilnya terlihat
dalam tindakan nyata seseorang, yaitu tingkah laku yang baik, jujur bertanggung
jawab, menghormati hak
3). Sehingga pendidikan karakter diharapkan dapat memberikan hasil
pembentukan karakter yang diwujudkan dalam kehidupan individu sehari-hari.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
15
Sedangkan menurut Winataputra (2010: 8) pendidikan karakter dapat dimaknai
watak, yang bertujuan mengembangkan kemampuan peserta didik untuk
memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik, dan mewujudkan
kebaikan itu dalam kehidupan sehari-
Pendidikan karakter akan memperluas wawasan para pelajar tentang
nilai-nilai moral dan etis yang membuat mereka semakin mampu mengambil
keputusan yang secara moral dapat dipertanggungjawabkan. Dalam konteks ini,
pendidikan karakter yang diterapkan dalam lembaga pendidikan kita bisa menjadi
salah satu sarana pembudayaan dan pemanusiaan. Kita ingin menciptakan sebuah
lingkungan hidup yang menghargai hidup manusia, menghargai keutuhan dan
keunikan ciptaan, serta menghasilkan sosok pribadi yang memiliki kemampuan
intelektual dan moral yang seimbang sehingga masyarakat akan menjadi semakin
manusiawi.
Pendidikan karakter bukan sekadar memiliki dimensi integratif, dalam
arti mengukuhkan moral intelektual anak didik sehingga menjadi pribadi yang
kokoh dan tahan uji, melainkan juga bersifat kuratif secara personal maupun
sosial. Pendidikan karakter bisa menjadi salah satu sarana penyembuh penyakit
sosial. Pendidikan karakter menjadi sebuah jalan keluar bagi proses perbaikan
dalam masyarakat kita.
Pendidikan karakter merupakan bagian dari kinerja sebuah lembaga
pendidikan yang di dalamnya terdapat berbagai macam keterlibatan individu dan
tata aturan kelembagaan. Pendidikan karakter dapat dipahami melalui dua cara,
seperti pendapat yang dikemukakan oleh Koesoema (2007: 124-125) yakni yang
pertama memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang
sifatnya lebih sempit (narrow scope to moral education). Dalam pemahaman ini,
pendidikan karakter lebih berkaitan dengan bagaimana menanamkan nilai-nilai
tertentu dalam diri anak didik di sekolah. Paradigma ini menekankan pentingnya
penanaman nilai-nilai tertentu yang menjadi prioritas kelembagaan yang ingin
ditanamkan dalam diri anak didik sesuai dengan profil lulusan yang ingin dicapai
oleh lembaga pendidikan tertentu.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
16
Paradigma kedua melihat pendidikan karakter dari sudut pandang
pemahaman isu-isu moral yang lebih luas, terutama melihat keseluruhan dalam
peristiwa pendidikan itu sendiri (educational happenings). Paradigma kedua ini,
membahas secara khusus bagaimana nilai kebebasan itu tampil dalam kerangka
keputusan yang sifatnya tidak saja personal, melainkan juga kelembagaan, dalam
relasinya dengan unsur-unsur pendidikan dalam lingkungan sekolah, dan dalam
kaitannya dengan lembaga lain yaitu keluarga, instansi pemerintah, dan
masyarakat. Maka, pendidikan karakter bukan saja sebagai pembentukan moral
yang melibatkan keputusan individu secara personal, namun juga hubungan
kelembagaan.
Pembentukan dan pengembangan karakter sebagai upaya pendidikan
diharapkan dapat memberikan dampak positif baik bagi individu secara personal
maupun bagi lingkungannya. Pendidikan karakter berusaha mendidik para peserta
didiknya agar mampu mengambil keputusan dengan bijak serta berkomitmen atas
segala dampak keputusannya tersebut. Hal ini sesuai pendapat Megawangi (2004)
-anak agar
dapat mengambil keputusan dengan bijak dan mempraktikkannya dalam
kehidupan sehari-hari, sehingga mereka dapat memberikan kontribusi yang positif
Terkait dengan upaya mendidik karakter para peserta didik, tidak lepas
dari aspek moral dan etika. Pembentukan dan pengembangan karakter
memerlukan keterlibatan semua aspek dimensi manusia baik kognitif, emosi,
maupun fisik, sehingga sistem pendidikan yang terlalu menekankan pada aspek
hafalan dan orientasi untuk lulus ujian tidak relevan dengan konsep pendidikan
karakter secara holistik. Dalam hal ini, Megawangi (2007) juga mengemukakan
proses knowing the good, loving the good, and acting the good. Yakni, suatu
proses pendidikan yang melibatkan aspek kognitif, emosi, dan fisik, sehingga
akhlak mulia bisa terukir menjadi habit of the mind, heart, and hand Husaini,
2010: 3).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
17
Karakter memberikan kualifikasi tertentu terhadap individu atas
pilihan mana yang diambilnya. Karakter menjadi suatu identitas atas pengalaman
yang telah dialami oleh seorang individu, sehingga kematangan karakter menjadi
kualitas pribadi yang dapat diukur. Seperti yang dikatakan oleh Foerster yaitu
kesatuan esensial antara si subjek dengan perilaku dan sikap hidup yang
dimilikinya. Karakter merupakan sesuatu yang mengualifikasi seorang pribadi,
(Koesoema, 2007: 42). Karakter memberikan kekuatan dan penguatan atas
keputusan seorang individu, yang kemudian ditambahkan oleh Foerster memiliki
empat ciri, yaitu
1) Keteraturan interior melalui mana setiap tindakan diukur berdasarkan
hierarki nilai. Ini tidak berarti bahwa karakter yang terbentuk dengan baik
tidak mengenal konflik, melainkan selalu merupakan sebuah kesediaan
dan keterbukaan untuk mengubah dari ketidakteraturan menuju
keteraturan nilai.
2) Koherensi yang memberikan keberanian melalui mana seseorang dapat
mengakarkan diri teguh pada prinsip, tidak mudah terombang-ambing
pada situasi baru atau takut resiko. Koherensi merupakan dasar yang
membangun rasa percaya satu sama lain. Tidak adanya koherensi
meruntuhkan kredibilitas seseorang.
3) Otonomi. Yang dimaksud dengan otonomi di sini adalah kemampuan
seseorang untuk menginternalisasikan aturan dari luar sehingga menjadi
nilai-nilai bagi pribadi. Ini dapat dilihat melalui penilaian atas keputusan
pribadi tanpa terpengaruh atau desakan dari pihak lain.
4) Keteguhan dan kesetiaan. Keteguhan merupakan daya tahan seseorang
untuk mengingini apa yang dipandang baik, sedangkan kesetiaan
merupakan dasar bagi penghormatan atas komitmen yang dipilih.
Maka, dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan upaya
pembentukan dan pengembangan karakter yang melibatkan semua aspek dimensi
manusia baik kognitif, afektif (emosi), dan psikomotor (fisik) dengan mengetahui,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
18
merasakan, dan melaksanakan perilaku yang baik (knowing the good, loving the
good, and acting the good) sehingga menjadi habit atau kebiasaan yang terus
menerus dipraktikkan yang bersifat personal maupun sosial sebagai tanggung
jawab bersama pemerintah, masyarakat, sekolah, dan orangtua.
c. Urgensi Pendidikan Karakter
Winataputra (2010: 10) menyampaikan urgensi dari pengejawantahan
komitmen nasional pendidikan karakter, secara kolektif telah dinyatakan pada
Sarasehan Nasional Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa sebagai
Kesepakatan Nasional Pengembangan Pendidikan Budaya dan Karakter Bangsa,
yang dibacakan pada akhir Sarasehan Tanggal 14 Januari 2010, sebagai berikut:
1) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan bagian integral yang tak terpisahkan dari pendidikan nasional secara utuh.
2) Pendidikan budaya dan karakter bangsa harus dikembangkan secara komprehensif sebagai proses pembudayaan. Oleh karena itu, pendidikan dan kebudayaan secara kelembagaan perlu diwadahi secara utuh.
3) Pendidikan budaya dan karakter bangsa merupakan tanggung jawab bersama antara pemerintah, masyarakat, sekolah dan orangtua. Oleh karena itu, pelaksanaan budaya dan karakter bangsa harus melibatkan keempat unsur tersebut.
4) Dalam upaya merevitalisasi pendidikan dan budaya karakter bangsa diperlukan gerakan nasional guna menggugah semangat kebersamaan dalam pelaksanaan di lapangan. Sistem pendidikan saat ini terlalu berorientasi pada pengembangan
otak kiri yaitu pada ranah kognitif, dan kurang memperhatikan pengembangan
otak kanan pada ranah afektif. Tanpa mengesampingkan peran ranah
pengetahuan, namun pengembangan karakter lebih berkaitan dengan optimalisasi
fungsi otak kanan, yakni pada ranah afektif. Pada sisi lain, pembentukan karakter
harus dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan yang melibatkan aspek
knowledge, feeling, dan action. Pembentukan karakter memerlukan latihan yang
terus menerus atau kontinyu. Pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan dan
pengembangan karakter yang melibatkan semua aspek dimensi manusia baik
kognitif, afektif, maupun psikomotor dengan mengetahui, merasakan, dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
19
melaksanakan perilaku yang baik sehingga menjadi kebiasaan yang terus menerus
dipraktikkan.
Pendidikan karakter meskipun sudah sering digembor-gemborkan
sebagai suatu hal yang mendesak untuk segera ditindaklanjuti dalam kinerja
pendidikan, tampaknya belum sehebat grand design yang telah dibentuk
pemerintah dalam implementasinya di lapangan. Pendidikan karakter dinilai telah
mengalami kemunduran. Lickona dalam Koesoema (2007: 119-122) menyebutkan
bahwa kemunduran pendidikan karakter dipengaruhi oleh berbagai macam asumsi
teoritis-filosofis yang berkembang seiring dengan berjalannya historis pemikiran
mengenai pendidikan karakter itu sendiri, yaitu antara lain:
Asumsi pertama berasal dari pandangan Darwinian tentang moralitas.
Moralitas dalam kerangka pandangan evolusi Darwin mengalami perubahan
signifikan dari waktu ke waktu. Semuanya mengalir, tidak tetap, termasuk nilai-
nilai moral yang diyakini dalam masyarakat. Merosotnya nilai-nilai moral, entah
dalam keluarga, dalam masyarakat, dll, dianggap sebagai bagian dari proses
evolusi ini. Mereka yang memiliki pandangan moral ala Darwin berpendapat
bahwa tentang nilai-nilai moral tidak ada yang tetap. Atau terhadapnya tidak dapat
diambil sebuah kesepakatan bersama. Dengan demikian, usaha pendidikan
karakter menjadi tidak relevan diterapkan di sekolah karena tentang moral ini
tidak ada sesuatu yang stabil yang bisa diajarkan kepada mereka.
Asumsi kedua, filsafat positivisme yang membedakan antara fakta-
fakta ilmiah yang teruji dengan bukti-bukti, dengan nilai (value) yang oleh kaum
positivis dipahami sekadar sebagai ekspresi perasaan, bukan sebagai kebenaran
-satunya data yang dapat
diobservasi. Yang dimaksud dengan fakta adalah apa yang kasat mata dan dapat
diamati. Penghayatan nilai-nilai moral bagi kaum positivis bukan merupakan
sebuah fakta yang bisa diverifikasi secara nyata. Oleh karena itu, pendidikan
karakter yang banyak berurusan dengan nilai-nilai moral tak dapat dijadikan
materi untuk diperdebatkan secara publik dan karena itu juga tidak dapat
diajarkan di sekolah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
20
Asumsi ketiga, personalisme yang menjunjung nilai-nilai subjektivitas,
otonomi, dan rasa tanggung jawab. Personalisme menekankan kebebasan individu
atas tanggung jawab moral pribadi. Personalisme mencoba mengembalikan
makna dan hakikat keberadaan individu sebagai pribadi di tengah cengkeraman
arus komunitaris. Personalisme berusaha mengembalikan individu sebagai subjek
yang bebas, bertanggungjawab atas perilaku dan keputusannya, terbuka kepada
yang lain, berorientasi pada kebaikan, sehingga menjadi proses promosi pribadi
yang dinilai berdasarkan totalitas fungsi yang dimilikinya, melalui proses evolutif
yang menyertainya, di mana secara faktual ia mengakarkan dirinya dalam
kehidupan sosial. Kebebasan individu dan tanggung jawab moral pribadi individu
atas keputusannya membuat pendidikan karakter yang mencoba menumbuhkan
pemahaman akan nilai-nilai moral cenderung bersifat internal, personal, dan
individual. Oleh karena itu, proyek bersama bagi pendidikan karakter yang
diterapkan di sekolah bisa dianggap sebagai intervensi atas otonomi dan tanggung
jawab indiviu bagi perilakunya.
Asumsi keempat, pluralisme sosio-politik-kultural. Pluralisme
senantiasa berkaitan dengan gagasan tentang keragaman, kejamakan, kekayaan,
yang dilekatkan pada berbagai macam konteks. Pluralisme sosial kultural
mengacu pada situasi sosial sebuah masyarakat yang sangat kompleks, yang
memiliki beraneka ragam pandangan dunia, konsep-konsep nilai dan skema
perilaku yang ada dalam suatu situasi tertentu. Dalam kerangka pendidikan,
pluralisme berarti metode dan objek pedagogis yang menunjuk pada proses
pembelajaran dan penginternalisasian perilaku toleran dan menghasilkan rasa
hormat pada nilai-nilai lain yang berbeda. Tantangan pendidikan karakter
berhadapan dengan pluralisme moral adalah relativisme dan permisivisme ini.
Relativisme moral membuat pendidikan karakter yang memiliki dimensi personal
dan sosial macet. Sementara, permisivisme membuat skema perilaku bersama
yang tidak selaras dengan nilai-nilai dan norma moral bisa meruyak masuk dalam
pendidikan karakter. Jika ini terjadi, pendidikan karakter tidak dapat dilaksanakan
secara efektif sebagai sebuah program bersama sebab senantiasa menemui
hambatan-hambatan praktis aplikasi di lapangan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
21
d. Pilar Pendidikan Karakter
Dalam pendidikan karakter, Lickona (1992) menekankan pentingnya
moral knowing atau pengetahuan
tentang moral, moral feeling atau perasaan tentang moral, dan moral action atau
aspek kognitif, afektif, dan psikomotor, yakni untuk mengetahui, merasakan, dan
mempraktikkan karakter yang baik.
Moral knowing terdiri dari enam hal, yaitu moral awareness
(kesadaran moral), knowing moral values (mengetahui nilai-nilai moral),
perspective taking, moral reasoning, decision making, dan self knowledge. Moral
feeling juga sebagai aspek yang harus ditanamkan, yang terdri dari enam hal, yaitu
conscience (nurani), self esteem (percaya diri), empathy (merasakan penderitaan
orang lain), loving the good (mencintai kebenaran), self control (mampu
mengontrol diri), dan humility (kerendahan hati). Moral action ialah bagaimana
membuat pengetahuan moral dapat diwujudkan dalam bentuk tindakan nyata.
Tindakan moral ini merupakan hasil dari dua komponen karakter lainnya yakni
moral knowing dan moral feeling. Untuk memahami apa yang mendorong
seseorang dalam perbuatan yang baik, maka harus dilihat tiga aspek yang lain dari
karakter, yakni kompetensi (competence), keinginan (will), dan kebiasaan (habit).
Pendidikan karakter sebagai upaya pembentukan dan pengembangan
karakter bukan saja mengajarkan mana yang benar dan mana yang salah, namun
lebih dari itu, pendidikan karakter menanamkan kebiasaan. Perbuatan baik
sebagai hasil dari pengetahuan dan perasaan tentang moral diharapkan tidak hanya
dijalankan sesekali atau kadang-kadang saja, namun terus menerus hingga
menjadi kebiasaan untuk berbuat baik. Untuk itu, para penggiat pendidikan
karakter berupaya merumuskan pilar-pilar penting dalam pendidikan karakter.
Menurut Indonesia Heritage Foundation (IHF) dalam Kesuma, Triatna & Permana
(2011: 14), nilai-nilai karakter yang perlu ditanamkan antara lain:
1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya: berarti melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya dan saling menghormati pemeluk agama lain
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
22
2) Kemandirian dan tanggung jawab: berarti tidak tergantung kepada orang
lain dan berusaha melaksanakan tugas dan kewajibannya
3) Kejujuran/amanah, bijaksana: perilaku yang didasarkan pada upaya
menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam
perkataan dan tindakan
4) Hormat dan santun: menghargai dan sopan terhadap orang lain
5) Dermawan, suka menolong dan gotong royong: suka memberi pada orang
lain yang membutuhkan
6) Percaya diri, kreatif, dan pekerja keras: percaya pada kemampuan diri,
selalu berusaha berinovasi untuk menghasilkan sesuatu yang baru,
bersungguh-sungguh dalam mengerjakan tugas dan tidak mudah menyerah
7) Kepemimpinan dan keadilan: kemampuan mengoordinasi orang lain dan
tidak membeda-bedakan
8) Baik dan rendah hati: bersikap tidak menyombongkan kemampuan diri
9) Toleransi, kedamaian, dan kesatuan: menghargai perbedaan agama, suku
bangsa, pendapat, dan tindakan yang berbeda dari dirinya
Kesembilan pilar pendidikan karakter tersebut saling terkait, dan
mengesampingkan salah satu pilar dari pilar yang lainnya akan berpengaruh
terhadap proses pendidikan karakter secara holistik.
Sedangkan Kemendiknas (2010: 8-10) berpendapat bahwa
pengembangan nilai-nilai karakter diidentifikasi dari beberapa sumber, yaitu
agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional, yang menghasilkan 18
nilai-nilai karakter dengan deskripsinya, yakni sebagai berikut:
Tabel 2.1. Nilai-nilai Karakter dan Deskripsi
No. Nilai Deskripsi
1 Religius
Sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain
2 Jujur Perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan
3 Toleransi Sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
23
suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya
4 Disiplin Tindakan yang menunjukkan perilaku tertib dan patuh pada berbagai ketentuan dan peraturan
5 Kerja keras Perilaku yang menunjukkan upaya sungguh-sungguh dalam mengatasi berbagai hambatan belajar dan tugas, serta menyelesaikan tugas dengan sebaik-baiknya
6 Kreatif Berpikir dan melakukan sesuatu untuk menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki
7 Mandiri Sikap dan perilaku yang tidak mudah tergantung pada orang lain dalam menyelesaikan tugas-tugas
8 Demokratis Cara berfikir, bersikap, dan bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dan orang lain
9 Rasa ingin tahu Sikap dan tindakan yang selalu berupaya untuk mengetahui lebih mendalam dan meluas dari sesuatu yang dipelajarinya, dilihat, dan didengar
10 Semangat kebangsaan
Cara berpikir, bertindak, dan berwawasan yang menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan diri dan kelompoknya
11 Cinta tanah air
Cara berfikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingkungan fisik, sosial, budaya, ekonomi, dan politik bangsa
12 Menghargai prestasi
Sikap dan tindakan yang mendorong dirinya untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi masyarakat, dan mengakui, serta menghormati keberhasilan orang lain
13 Bersahabat/ komunikatif
Tindakan yang memperlihatkan rasa senang berbicara, bergaul, dan bekerja sama dengan orang lain
14 Cinta damai Sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya
15 Gemar membaca
Kebiasaan menyediakan waktu untuk membaca berbagai bacaan yang memberikan kebajikan bagi dirinya
16 Peduli lingkungan
Sikap dan tindakan yang selalu berupaya mencegah kerusakan pada lingkungan alam di sekitarnya, dan mengembangkan upaya-upaya untuk memperbaiki kerusakan alam yang sudah terjadi
17 Peduli sosial Sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan
18 Tanggung jawab
Sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya), negara dan Tuhan Yang Maha Esa
(Sumber: Kemendiknas, 2010: 8-10)
e. Teori Pendidikan Karakter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
24
Pendidikan karakter secara umum dapat dipahami melalui dua
paradigma, seperti yang disampaikan oleh Koesoema (2007:136-137), yaitu
pertama, memandang pendidikan karakter dalam cakupan pemahaman moral yang
lebih sempit (narrow scope to moral education). Pendidikan karakter dalam
pandangan ini berkaitan dengan bagaimana menanamkan nilai-nilai moral tertentu
dalam diri anak didik, seperti nilai-nilai yang berguna bagi pengembangan
pribadinya sebagai makhluk individual sekaligus sosial. Kedua, melihat
pendidikan karakter dari sudut pandang pemahaman isu-isu moral yang lebih luas,
terutama melihat keseluruhan peristiwa dalam dunia pendidikan itu sendiri
(educational happenings). Paradigma kedua membahas secara khusus bagaimana
nilai kebebasan itu tampil dalam kerangka hubungan yang sifatnya lebih
struktural, misalnya dalam hal pengambilan keputusan yang bersifat kelembagaan,
dalam relasinya pelaku pendidikan lain, seperti keluarga, masyarakat (sekolah,
lembaga agama, asosiasi, yayasan, dll), dan negara.
Jika kedua paradigma tersebut digabungkan, maka akan muncul
sebuah pemahaman baru tentang pendidikan karakter sebagai pedagogi.
Pendidikan karakter sebagai sebuah pedagogi memberikan perhatian pada tiga hal
penting bagi pertumbuhan manusia, yaitu perkembangan kemampuan kodrati
manusia sebagaimana yang dimiliki secara berbeda oleh setiap individu. Dalam
mengembangkan kemampuan kodrat ini manusia tidak dapat mengabaikan
relasinya dengan lingkungan sosial, di mana dalam relasi antara individu dan
masyarakat ini, manusia mengarahkan diri pada nilai-nilai. Pendidikan karakter
sebagai sebuah pedagogi memberikan tiga matra penting setiap tindakan edukatif
maupun campur tangan intensional bagi sebuah kemajuan pendidikan. Seperti
Maka, pembaruan dalam dunia pendidikan, serta penerapan program pendidikan
karakter dalam setiap lembaga pendidikan tidak dapat melepaskan diri dari tiga
Pendidikan karakter yang memberikan perhatian pada perkembangan
individu membuat pendidikan karakter memiliki fungsi pedagogis. Melepaskan
salah satu matra dari tiga matra penting yang sangat fundamental bagi pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
25
karakter membuat setiap usaha pengembangan pendidikan karakter menjadi
timpang, superfisial, dan tidak efektif. Maka, matra individu, sosial, dan moral
mengacu pada unsur-unsur yang menjadi faktor pembentuk pendidikan karakter,
yang dijelaskan oleh Koesoema (2007:146-147) sebagai berikut
Matra individu dalam pendidikan karakter menyiratkan dihargainya
nilai-nilai kebebasan dan tanggungjawab. Nilai-nilai kebebasan inilah yang
menjadi prasyarat utama sebuah perilaku bermoral. Yang menjadi subjek yang
bertindak dan subjek moral adalah pribadi itu sendiri. Matra sosial mengacu pada
corak relasional antara individu dengan individu lain, atau dengan lembaga lain
yang menjadi cerminan kebebasan individu dalam mengorganisir dirinya sendiri.
Kehidupan sosial dalam masyarakat bisa berjalan dengan baik dan stabil karena
ada relasi kekuasaan yang menjamin kebebasan individu yang menjadi
anggotanya. Matra moral menjadi jiwa yang menghidupi gerak dan dinamika
masyarakat sehingga masyarakat tersebut menjadi semakin berbudaya dan
bermartabat. Tanpa ada matra moral ini, masyarakat akan hidup dalam suatu tirani
kekuasaan yang melecehkan individu dan menghalangi kebebasan.
Selanjutnya, terdapat berbagai pendekatan untuk memahami
pendidikan karakter. Seperti yang dikemukakan oleh Muslich (2011:106), yaitu
Menurut Hersh setidaknya ada lima pendekatan, yaitu pendekatan pengembangan rasional, pendekatan pertimbangan, pendekatan klarifikasi nilai, pendekatan pengembangan moral kognitif, dan pengembangan perilaku sosial. Elias mengklasifikasikan berbagai teori yang berkembang menjadi tiga, yakni pendekatan kognitif, pendekatan afektif, dan pendekatan perilaku. Klasifikasi ini menurut Rest didasarkan pada tiga unsur moralitas, yang biasa menjadi tumpuan kajian psikologi, yaitu perilaku, kognisi, dan afeksi.
Berbagai pendekatan yang dikemukakan oleh berbagai pakar untuk
memahami pendidikan karakter sangat bermacam-macam, sehingga untuk alasan-
alasan praktis dalam penggunaannya di lapangan, berbagai pendekatan tersebut
diringkas menjadi lima tipologi pendekatan, yaitu pendekatan penanaman nilai,
pendekatan perkembangan moral kognitif, pendekatan analisis nilai, pendekatan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
26
Kelima pendekatan tersebut kemudian dijabarkan oleh Muslich
(2011:108-120). Pendekatan penanaman nilai (inculcation approach), adalah
suatu pendekatan yang memberi penekanan pada penanaman nilai-nilai sosial
dalam diri siswa. Menurut pendekatan ini, tujuan pendekatan nilai adalah
diterimanya nilai-nilai sosial tertentu oleh siswa dan berubahnya nilai siswa yang
tidak sesuai dengan nilai-nilai sosial yang diinginkan. Terkait dengan itu, metode
yang digunakan dalam proses pembelajaran antara lain keteladanan, penguatan
positif dan negatif, simulasi, permainan peranan, dan lain-lain.
Sedangkan pendekatan perkembangan kognitif menekankan pada
aspek kognitif dan perkembangannya. Pendekatan perkembangan kognitif
mendorong siswa untuk berpikir aktif tentang masalah-masalah moral dan dalam
membuat keputusan-keputusan moral. Menurut pendekatan ini, perkembangan
moral dilihat sebagai perkembangan tingkat berpikir dalam membuat
pertimbangan moral, dari suatu tingkat yang lebih rendah menuju suatu tingkat
yang lebih tinggi. Ada dua tujuan utama yang ingin dicapai oleh pendekatan ini.
Pertama, membantu siswa dalam membuat pertimbangan moral yang lebih
kompleks berdasarkan kepada nilai yang lebih tinggi. Kedua, mendorong siswa
untuk mendiskusikan alasan-alasannya ketika memilih nilai dan posisinya dalam
suatu masalah moral.
Pendekatan analisis nilai (values analysis approach) memberikan
penekanan pada perkembangan kemampuan siswa untuk berpikir logis, dengan
cara menganalisis masalah yang berhubungan dengan nilai-nilai sosial. Tujuan
utama pendidikan moral menurut pendekatan ini yaitu pertama, membantu siswa
untuk menggunakan kemampuan berpikir logis dan penemuan ilmiah dalam
menganalisis masalah-masalah sosial, yang berhubungan dengan nilai moral
tertentu. Kedua, membantu siswa untuk menggunakan proses berpikir rasional
dan analitik, dalam menghubung-hubungkan dan merumuskan konsep tentang
nilai-nilai mereka.
Pendekatan klarifikasi nilai (values clarification approach) memberi
penekanan pada usaha membantu siswa dalam mengkaji perasaan dan
perbuatannya sendiri, untuk meningkatkan kesadaran mereka tentang nilai-nilai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
27
mereka sendiri. Sedangkan tujuan pendidikan karakter adalah pertama, membantu
siswa agar menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri serta nilai-
nilai orang lain. Kedua, membantu siswa agar mampu berkomunikasi secara
terbuka dan jujur dengan orang lain, berhubungan dengan nilai-nilainya sendiri.
Ketiga, membantu siswa agar mampu menggunakan secara bersama-sama
kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, mampu memahami
perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri.
Pendekatan pembelajaran berbuat (action learning approach)
menekankan pada usaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk melakukan
perbuatan-perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-
sama dalam suatu kelompok. Tujuan utama pendidikan karakter berdasarkan
pendekatan ini adalah pertama, memberi kesempatan kepada siswa untuk
melakukan perbuatan moral, baik secara perseorangan maupun secara bersama-
sama, berdasarkan nilai-nilai mereka sendiri. Kedua, mendorong siswa untuk
melihat diri mereka sebagai makhluk individu dan makhluk sosial dalam
pergaulan dengan sesama, yang tidak memiliki kebebasan sepenuhnya, melainkan
sebagai warga dari suatu masyarakat, yang harus mengambil bagian dalam suatu
proses demokrasi.
Dari berbagai macam pendekatan terhadap pendidikan karakter
tersebut, kesemuanya memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing.
Dan bukan berarti pendekatan yang satu lebih baik dari pendekatan yang lain.
Akan tetapi, suatu pendekatan tertentu dianggap lebih tepat diaplikasikan dalam
penanaman nilai (inculcation approach) adalah pendekatan yang paling tepat
alasan yang dikemukakan oleh Muslich (2011:120-122) antara lain
1) Tujuan pendidikan karakter adalah penanaman nilai-nilai tertentu dalam
diri siswa. Pengajarannya bertitik tolak dari nilai-nilai sosial tertentu,
yakni nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia yang tumbuh dan
berkembang dalam masyarakat Indonesia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
28
2) Menurut nilai-nilai luhur budaya bangsa Indonesia dan pandangan hidup
bangsa Indonesia, manusia memiliki berbagai hak dan kewajiban dalam
hidupnya. Dalam rangka pendidikan karakter, siswa perlu diperkenalkan
dengan hak dan kewajibannya, supaya menyadari dan dapat melaksanakan
hak dan kewajiban tersebut dengan sebaik-baiknya.
3) Menurut konsep luhur bangsa Indonesia, hakikat manusia adalah makhluk
Tuhan Yang Maha Esa, makhluk sosial, dan makhluk individu.
Sehubungan dengan hakikatnya itu, manusia memiliki hak dan kewajiban
asasi. Siswa juga perlu diperkenalkan dengan hak dan kewajiban asasinya
sebagai manusia.
4) Dalam pembelajaran pendidikan karakter di Indonesia, faktor isi atau nilai
merupakan hal yang amat penting. Nilai-nilai ini harus diajarkan kepada
anak, sebagai pedoman tingkah laku dalam kehidupan sehari-hari. Dengan
demikian, dalam pembelajaran pendidikan karakter, faktor isi dan proses
sama-sama dipentingkan.
Kemudian, Komensky memberikan 11 kanon bagi sebuah
pembelajaran moral di sekolah, yang bisa dipertimbangkan sebagai metode bagi
pengembangan karakter moral individu (Koesoema, 2007:148-152) yaitu pertama,
dalam diri kaum muda haruslah ditanamkan semua keutamaan tanpa
mengecualikan satu pun. Keutuhan dan kelurusan hati dalam pendidikan moral ini
mewajibkan bahwa tidak ada satu keutamaan pun yang dikecualikan, kalau tidak
mau menggangu harmoni dan keseluruhan proses pendidikan. Kedua, kemampuan
dalam mengarahkan pertimbangan intelektual dalam membedakan secara jernih
apa yang baik dan buruk (prudenza). Prudenza juga bisa berarti kemampuan
untuk meramalkan dampak-dampak dan hasil dari suatu perbuatan, terutama
perbuatan moral. Ketiga, keadilan. Keutamaan sejati terdapat dalam kemampuan
diri untuk menimbang dan menilai segala sesuatu secara seimbang dan adil, atau
dalam memberikan penghargaan terhadap sesuatu itu apa adanya, sesuai dengan
halnya itu sendiri.
Keempat, sikap ugahari (la temperanza). Sikap ugahari merupakan
kemampuan untuk mengaktualisasikan dan memuaskan dorongan-dorongan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
29
keinginan dalam diri serta tuntutan insting secara seimbang melalui cara-cara
yang tepat. Kelima, keteguhan (la fortezza). Orang yang belajar tentang nilai-nilai
keteguhan ini terutama melalui cara-cara mengalahkan diri sendiri, tahan
menanggung kesulitan dan penderitaan, mampu bergembira dan optimis di setiap
waktu, mampu menahan rasa tidak sabar, mengeluh atau amarah. Keenam
bersikap adil. Melaksanakan keadilan dengan cara tidak melakukan hal yang jahat
atau merusak bagi orang lain, memberikan kepada orang lain hak-haknya. Ketujuh
keutamaan akan keteguhan itu memiliki dua macam wajah. Yaitu mengerjakan
dengan kesungguhan apa yang sedang dihadapi dan kesediaan menanggung derita
atas jerih lelah dan pekerjaan/tugas-tugas.
Kedelapan mengerjakan dengan kesungguhan apa yang sedang
dihadapi dapat dilihat dari kenyataan bahwa anak didik itu memiliki kemampuan
untuk setia pada tugas-tugas yang dipercayakan kepadanya. Kesembilan jika
anak-anak muda mampu memberikan makna atas jerih payah dan kerja keras
mereka, mereka akan melakukan segala sesuatu secara sungguh-sungguh dan
menyenangkan. Kesepuluh kesiapsediaan dan kemurahan hati melayani yang lain.
Kesebelas penanaman keutamaan ini dimulai sejak kecil.
f. Prinsip dan Metode Pendidikan Karakter
Selain adanya beberapa pendekatan dalam memahami pendidikan
karakter maupun 11 kanon yang diberikan oleh Komensky, pendidikan karakter
perlu dikembangkan dengan prinsip-prinsip yang kuat. Lickona et al dalam
Muslich (2007: 129) menemukan 11 prinsip agar pendidikan karakter dapat
berjalan dengan efektif, yaitu
1) Kembangkan nilai-nilai etika inti dan nilai-nilai kinerja pendukungnya
sebagai fondasi karakter yang baik.
2) ecara komprehensif yang mencakup pikiran,
perasaan, dan perilaku.
3) Gunakan pendekatan yang komprehensif, disengaja, dan proaktif dalam
pengembangan karakter.
4) Ciptakan komunitas sekolah yang penuh perhatian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
30
5) Beri siswa kesempatan untuk melakukan tindakan moral.
6) Buat kurikulum akademik yang bermakna dan menantang yang
menghormati semua peserta didik, mengembangkan karakter, dan
membantu siswa untuk berhasil.
7) Usahakan mendorong motivasi diri siswa.
8) Libatkan staf sekolah sebagai komunitas pembelajaran dan moral yang
berbagi tanggung jawab dalam pendidikan karakter dan upaya untuk
mematuhi nilai-nilai inti yang sama yang membimbing pendidikan siswa.
9) Tumbuhkan kebersamaan dalam kepemimpinan moral dan dukungan
jangka panjang bagi inisiatif pendidikan karakter.
10) Libatkan keluarga dan anggota masyarakat sebagai mitra dalam upaya
pembangunan karakter.
11) Evaluasi karakter sekolah, fungsi staf sekolah sebagai pendidik karakter,
dan sejauh mana siswa memanifestasikan karakter yang baik.
Maka, pendidikan karakter memerlukan keterlibatan berbagai pihak,
baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat, di mana setiap pihak memiliki fungsi
dan perannya masing-masing dalam optimalisasi pendidikan karakter. Nilai-nilai
yang dikembangkan dalam penanaman karakter dipelajari secara komprehensif
mencakup pikiran, perasaan, dan perilaku yang didukung dengan kurikulum
akademik serta stabilitas lingkungan.
Sedangkan Koesoema (2007: 218) menyatakan 6 prinsip pendidikan
karakter di sekolah yang dapat dijadikan sebagai pedoman agar mudah dimengerti
dan dipahami oleh peserta didik dan setiap individu yang bekerja dalam
lingkungan pendidikan sekolah. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
Pertama, karakter ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu yakini. Kedua, setiap keputusan yang diambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu. Ketiga, karakter yang baik dilakukan dengan cara-cara yang baik. Keempat, jangan mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan, pilihlah patokan yang lebih baik dari mereka. Kelima, apa yang kamu lakukan memiliki makna dan transformatif. Keenam, bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah kamu menjadi pribadi yang lebih baik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
31
Dari prinsip-prinsip tersebut dapat dilihat bahwa pendidikan karakter
merupakan suatu tindakan yang akan menentukan seseorang secara sadar menjadi
manusia yang baik dalam berperilaku.
Selanjutnya, Budimansyah (2010: 10-11) mengemukakan bahwa
dalam konteks mikro pada satuan pendidikan, maka program pendidikan karakter
perlu dikembangkan dengan mendasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut.
1. Berkelanjutan, mengandung makna bahwa proses pengembangan nilai-
nilai karakter bangsa merupakan sebuah proses panjang dimulai dari awal
peserta didik masuk sampai selesai dari suatu satuan pendidikan.
2. Melalui semua subjek pembelajaran, pengembangan diri, dan budaya
satuan pendidikan mensyaratkan bahwa proses pengembangan nilai-nilai
karakter dilakukan melalui kegiatan kurikuler setiap mata pelajaran/mata
kuliah, kokurikuler dan ekstra kurikuler.
3. Nilai tidak diajarkan tapi dikembangkan (value is neither cought nor
taught, it is learned), mengandung makna bahwa materi nilai-nilai dan
karakter bangsa bukanlah bahan ajar biasa. Tidak semata-mata dapat
ditangkap sendiri atau diajarkan, tetapi lebih jauh diinternalisasi melalui
proses belajar. Artinya, nilai-nilai tersebut tidak dijadikan pokok bahasan
yang dikemukakan seperti halnya ketika mengajarkan suatu konsep, teori,
prosedur, atau pun fakta seperti dalam mata pelajaran tertentu.
4. Proses pendidikan dilakukan peserta didik secara aktif dan menyenangkan.
Prinsip ini menyatakan bahwa proses pendidikan karakter dilakukan oleh
peserta didik bukan oleh guru/dosen. Guru/dosen menerapkan prinsip
keteladanan dalam setiap perilaku yang ditunjukkan peserta didik. Prinsip
ini juga menyatakan bahwa proses pendidikan dilakukan dalam suasana
belajar yang menimbulkan rasa senang dan tidak indoktrinatif.
Tujuan pendidikan karakter adalah untuk membentuk perilaku individu
yang bermoralitas baik, yang mampu menerapkan strategi atau metode yang tepat
agar pencapaiannya efektif dan menuju sasaran. Koesoema (2007:212-217)
mengajukan lima metode pendidikan karakter yang diselenggarakan di sekolah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
32
dan
Gambar 2.1. Metode Pendidikan Karakter
(Sumber: Koesoema, 2007: 217)
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1) Mengajarkan. Mengajarkan karakter berarti memberikan pemahaman
konseptual struktur nilai tertentu sehingga mahasiswa memiliki gagasan
nilai-nilai pedoman perilaku bagi pengembangan karakternya. Hal ini
berarti bahwa pembuat kebijakan di FKIP harus memberikan pengetahuan
mengenai nilai-nilai berkarakter kuat dan cerdas yang harus dimiliki calon
pendidik, program-program riilnya, serta kerugian bila tidak
melaksanakannya.
2) Memberikan keteladanan. Keteladanan merupakan posisi yang terpenting
dalam pendidikan karakter. Setiap anak memiliki kecenderungan lebih
banyak belajar melalui visual. Untuk itu, baik pembuat kebijakan, dosen,
maupun staf kependidikan harus dapat menjadi teladan bagi mahasiswa di
dalam proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran.
3) Menentukan prioritas. Lembaga pendidikan dalam hal ini lebih khusus
yaitu fakultas, harus menetapkan prioritas yang jelas agar proses evaluasi
atas berhasil tidaknya pendidikan karakter menjadi lebih jelas. Prioritas di
Mengajarkan
Memberikan teladan
Refleksi
Praksis prioritas
Menentukan prioritas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
33
sini adalah apa yang menjadi fokus utama dari pendidikan karakter
tersebut, yaitu nilai berkarakter kuat dan cerdas.
4) Praksis prioritas, merupakan proses verifikasi bukti sejauh mana prioritas
lembaga direalisasikan. Realisasi visi merupakan pertanggungjawaban
bahwa pendidikan karakter benar-benar dilaksanakan.
5) Refleksi, merupakan proses evaluasi sejauh mana keberhasilan pendidikan
karakter bagi pengembangan karakter mahasiswa calon pendidik. Jadi
mahasiswa dan lembaga pendidikan melakukan pendalaman untuk melihat
sejauh mana perubahan perilaku yang terjadi sebagai hasil pendidikan
karakter, sehingga dapat menjadi sarana untuk meningkatkan kemajuan
untuk proses selanjutnya.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa pelaksanaan pendidikan
karakter tidak dapat terwujud jika hanya mengandalkan komitmen satu atau
beberapa pihak saja, melainkan semua individu yang terlibat dalam lingkungan
pendidikan FKIP harus ikut berpartisipasi dalam mewujudkan lingkungan yang
sehat dan kondusif agar visi FKIP UNS yang hendak menjadi lembaga penghasil
dan pengembang calon pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas dapat tercapai.
g. Strategi Pelaksanaan Pendidikan Karakter
Menurut Kemendiknas (2011:5-
karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program manajemen
peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam pengembangan,
tersebut diwujudkan melalui pembelajaran aktif dengan penilaian berbasis kelas
disertai dengan program remidiasi dan pengayaan. Berikut adalah strategi
pelaksanaan pendidikan karakter di sekolah:
a. Kegiatan Pembelajaran
Kegiatan pembelajaran dalam kerangka pengembangan karakter peserta didik
dapat menggunakan pendekatan kontekstual sebagai konsep belajar dan
mengajar yang membantu guru dan peserta didik mengaitkan antara materi
yang diajarkan dengan situasi dunia nyata, sehingga peserta didik mampu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
34
untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan
penerapannya dalam kehidupan mereka. Dengan begitu, melalui pembelajaran
kontekstual peserta didik lebih memiliki hasil yang komprehensif tidak hanya
pada tataran kognitif (olah pikir), tetapi pada tataran afektif (olah hati, rasa,
dan karsa), serta psikomotor (olah raga). Pembelajaran kontekstual mencakup
beberapa strategi, yaitu: pembelajaran berbasis masalah, pembelajaran
kooperatif, pembelajaran berbasis proyek, pembelajaran pelayanan, dan
pembelajaran berbasis kerja. Kelima strategi tersebut dapat memberikan
nurturant effect pengembangan karakter peserta didik, seperti: karakter cerdas,
berpikir terbuka, tanggung jawab, rasa ingin tahu.
b. Pengembangan Budaya Sekolah dan Pusat Kegiatan Belajar
Pengembangan budaya sekolah dan pusat kegiatan belajar dilakukan melalui
kegiatan pengembangan diri, yaitu:
1) Kegiatan rutin
Kegiatan rutin yaitu kegiatan yang dilakukan peserta didik secara terus
menerus dan konsisten setiap saat. Misalnya kegiatan upacara hari Senin,
upacara besar kenegaraan, pemeriksanaan kebersihan badan, piket kelas,
dimulai dan diakhiri, dan mengucapkan salam apabila bertemu guru,
tenaga pendidik, dan teman.
2) Kegiatan spontan
Kegiatan yang dilakukan peserta didik secara spontan pada saat itu juga,
misalnya mengumpulkan sumbangan ketika ada teman yang terkena
musibah atau sumbangan untuk masyarakat ketika terjadi bencana.
3) Keteladanan
Merupakan perilaku dan sikap guru dan tenaga kependidikan dan peserta
didik dalam memberikan contoh melalui tindakan-tindakan yang baik
sehingga diharapkan menjadi panutan bagi peserta didik lain. Misalnya
nilai disiplin, kebersihan dan kerapihan, kasih sayang, kesopanan,
perhatian, jujur, dan kerja keras.
4) Pengkondisian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
35
Pengkondisian yaitu penciptaan kondisi yang mendukung keterlaksanaan
pendidikan karakter, misalnya kondisi toilet yang bersih, tempat sampah,
halaman yang hijau dengan pepohonan, poster kata-kata bijak yang
dipajang di lorong sekolah dan di dalam kelas.
c. Kegiatan ko-kurikuler dan/atau kegiatan ekstrakurikuler
Demi terlaksananya kegiatan ko-kurikuler dan ekstrakurikuler yang
mendukung pendidikan karakter, perlu didukung dengan perangkat pedoman
pelaksanaan, pengembangan kapasitas sumber daya manusia dalam rangka
mendukung pelaksanaan pendidikan karakter, dan revitalisasi kegiatan ko-
kurikuler dan ekstrakurikuler yang sudah ada ke arah pengembangan karakter.
d. Kegiatan keseharian di rumah dan di masyarakat
Dalam kegiatan ini, sekolah dapat mengupayakan terciptanya keselarasan
antara karakter yang dikembangkan di sekolah dengan pembiasaan di rumah
dan masyarakat.
Kemudian, menurut Abidinsyah (2011:5-6) strategi pendidikan
karakter antara lain:
a. Kegiatan belajar mengajar.
Pendidikan karakter bukanlah pembelajaran sebuah bidang studi akan tetapi
menjadi bagian yang terintegrasi dalam keutuhan semua proses pembelajaran
tiap bidang studi. Agar penginternalisasian nilai-nilai moral pada setiap bidang
studi dapat terwujud secara efektif, maka diperlukan strategi pembelajaran
yang memiliki keunggulan ganda yakni dampak instruksional dan penuturan
dalam penguatan karakter. Pendekatan ini menurut para ahli pendidikan nilai
disebut pendekatan integral yang memadukan kemampuan kognitif dan afektif.
Strategi pembelajaran nilai dapat dilakukan melalui beberapa pendekatan
yakni pendekatan klarifikasi nilai, penanaman nilai, perkembangan moral
kognitif dan analisis nilai, serta pembelajaran berbuat. Melalui pendekatan ini
diharapkan dapat dibuat suatu skenario pembelajaran yang aktif, kreatif,
efektif dan menyenangkan (PAKEM). Selanjutnya sistem evaluasi perlu
dikembangkan melalui indikator-indikator yang mampu untuk mengukur
keberhasilan terhadap nilai-nilai yang diinginkan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
36
b. Budaya sekolah.
Pendidikan karakter adalah upaya yang mesti berujung pada perubahan
perilaku, dari perilaku yang tidak baik menjadi perilaku yang lebih baik.
Pendidikan karakter dengan demikian tidak cukup sekedar diajarkan agar
siswa tahu dan hafal, melainkan harus dilakukan dan menjadi sebuah perilaku.
Mengajarkan karakter dengan demikian tidak cukup hanya dengan
mengatakannya, mencatat, membacanya secara bersama, melainkan
membutuhkan keteladanan dan kesiapan para guru untuk menjadi role of
models di depan para siswanya. Oleh karena itu, guru sebagai warga sekolah
mempunyai kesempatan besar melakukan pendidikan dan mestinya harus
memiliki visi yang baik tentang pentingnya karakter, memberikan keteladanan
di sekolah dengan menciptakan budaya kehidupan sekolah yang akan
membentuk karakter anak didik, penciptaan kultur dan nilai yang ditetapkan
melalui tata tertib dan peraturan di sekolah secara konsisten.
c. Kegiatan pengembangan diri.
Setiap individu mendapatkan pendidikan melalui cara saat ia meluangkan
waktu dan situasi ketika ia dilibatkan, serta dalam peristiwa yang dialaminya.
Melalui perspektif pendidikan karakter maka dalam proses pembelajaran nilai,
peserta didik harus melibatkan semua cara, kondisi dan peristiwa pendidikan.
Oleh karena itu, keterlibatan langsung dari peserta didik dalam berbagai
kegiatan ekstrakurikuler atau pengembangan diri merupakan wahana yang
efektif dalam pengembangan kepribadian peserta didik yang matang atau
kaffah. Matang berarti mampu mengaktualisasikan diri. Dalam konteks
pendidikan nasional semua cara, kondisi dan peristiwa dalam kegiatan
ekstrakurikuler sebaiknya selalu diarahkan pada kesadaran nilai-nilai universal
agama sekaligus pemeliharaan fitrah beragama.
d. Keluarga dan masyarakat.
Seperti halnya sekolah, keluarga memiliki arti penting bagi perkembangan
karakter, kehidupan anak, akan tetapi keluarga memiliki corak pendidikan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
37
yang berbeda dari sekolah yakni, pendidikan bukan berjalan atas dasar tatanan
yang diformalkan melainkan tumbuh dari kesadaran moral sejati antara
orangtua dan anak. Karena itu, pendidikan karakter dalam keluarga dibangun
melalui ikatan emosional kodrati. Oleh karena itu, unsur keteladanan dari
orang tua merupakan hal yang sangat penting dalam pembentukan karakter
anak. Keberhasilan pendidikan karakter yang telah dibangun melalui proses
pembelajaran dan budaya sekolah harus mampu untuk diterapkan menjadi
pembiasaan keseharian di lingkungan keluarga. Suatu kebiasaan yang
dilakukan di lingkungan keluarga akan menjadi cerminan karakter dari suatu
masyarakat secara luas.
Pendekatan yang digunakan Kemendiknas (2011:5-7) dalam
stream top down;
kedua melalui stream bottom up; dan ketiga melalui
Ketiga alur tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Stream Top Down
Jalur/aliran pertama inisiatif lebih banyak diambil oleh Pemerintah/
Kementerian Pendidikan Nasional dan didukung secara sinergis oleh
Pemerintah Daerah dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi dan
Kabupaten/Kota. Dalam stream ini pemerintah menggunakan lima strategi
yang dilakukan secara koheren, yaitu:
1) Sosialisasi
Kegiatan ini bertujuan untuk membangun kesadaran kolektif tentang
pentingnya pendidikan karakter pada lingkup/tingkat nasional, melakukan
gerakan kolektif dan pencanangan pendidikan karakter untuk semua.
2) Pengembangan regulasi
Untuk terus mengakselerasikan dan membumikan Gerakan Nasional
Pendidikan Karakter, Kementerian Pendidikan Nasional bergerak
mengonsolidasi diri di tingkat internal dengan melakukan upaya-upaya
pengembangan regulasi untuk memberikan payung hukum yang kuat bagi
pelaksanaan kebijakan, program dan kegiatan pendidikan karakter.
3) Pengembangan kapasitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
38
Kementerian Pendidikan Nasional secara komprehensif dan massif akan
melakukan upaya-upaya pengembangan kapasitas sumber daya pendidikan
karakter. Perlu disiapkan satu sistem pelatihan bagi para pemangku
kepentingan pendidikan karakter yang akan menjadi aktor terdepan dalam
mengembangkan dan mensosialisikan nilai-nilai karakter.
4) Implementasi dan kerjasama
Kementerian Pendidikan Nasional mensinergikan berbagai hal yang terkait
dengan pelaksanaan pendidikan karakter di lingkup tugas pokok, fungsi,
dan sasaran unit utama.
5) Monitoring dan evaluasi
Secara komprehensif Kementerian Pendidikan Nasional akan melakukan
monitoring dan evaluasi terfokus pada tugas, pokok, dan fungsi serta
sasaran masing-masing unit kerja baik di Unit Utama maupun Dinas
Pendidikan Kabupaten/Kota, serta stakeholder pendidikan lainnya.
Monitoring dan evaluasi sangat berperan dalam mengontrol dan
mengendalikan pelaksanaan pendidikan karakter di setiap unit kerja.
b. Stream Bottom up
Pembangunan pada jalur/tingkat (stream) ini diharapkan dari inisiatif yang
datang dari satuan pendidikan. Pemerintah memberikan bantuan teknis kepada
sekolah-sekolah yang telah mengembangkan dan melaksanakan pendidikan
karakter sesuai dengan ciri khas di lingkungan sekolah tersebut.
c. Stream Revitalisasi Program
Pada jalur/tingkat ketiga, merevitalisasi kembali program-program kegiatan
pendidikan karakter di mana pada umumnya banyak terdapat pada kegiatan
ekstrakurikuler yang sudah ada dan sarat dengan nilai-nilai karakter.
Selanjutnya, tiga pendekatan tersebut diintegrasikan menjadi suatu
kesatuan baru yakni integrasi tiga pendekatan top down-bottom up-revitalisasi.
Ketiga jalur/tingkat top down yang lebih bersifat intervensi, bottom up yang lebih
bersifat penggalian best practice dan habituasi, serta revitalisasi program kegiatan
yang sudah ada yang lebih bersifat pemberdayaan. Ketiga pendekatan tersebut,
hendaknya dilaksanakan secara terintegrasi dalam keempat pilar penting
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
39
pendidikan karakter di sekolah sebagaimana yang dituangkan dalam Desain Induk
kelas, pengembangan budaya satuan pendidikan, kegiatan ko-kurikuler, dan
dan atau virtual) pengembangan nilai/karakter dilaksanakan dengan menerapkan
pendekatan terintegrasi dalam semua mata kuliah (embeded approach
hal ini, khusus untuk mata kuliah Pendidikan Agama, Pendidikan
Kewarganegaraan, Ilmu Sosial dan Budaya Dasar, sesuai dengan misi
kurikulernya untuk mengembangkan nilai dan sikap, maka pengembangan
nilai/karakter harus menjadi fokus utama yang dapat menggunakan berbagai
strategi/metode pendidikan nilai (value/character education). Untuk semua mata
kuliah tersebut nilai/karakter harus dikembangkan sebagai dampak pembelajaran
(instructional effects) dan juga dampak pengiring (nurturant effects). Sementara
itu untuk mata kuliah lainnya, yang secara formal memiliki misi akademik utama
selain pengembangan nilai/karakter, wajib dikembangkan berbagai kegiatan yang
diyakini memiliki dampak pengiring (nurturant effects) bagi berkembangnya
nilai/karakter dalam diri peserta didik. Kemudian ditambahkan lagi oleh
Winataputra (2010) bahwa,
Dalam lingkungan satuan pendidikan tinggi, suasana kehidupan kampus (riil untuk PT tatap muka dan/atau virtual/sistemik untuk PTJJ) seyogyanya dikondisikan agar lingkungan fisik dan alam, akademik, sosial-kultural, dan/atau lingkungan komunikasi elektronik pada satuan pendidikan memungkinkan para peserta didik bersama dengan sivitas akademika dan tenaga kependidikannya terbiasa membangun kegiatan keseharian di satuan pendidikannya yang memang mencerminkan perwujudan nilai/karakter. Dalam kegiatan kokurikuler, yakni kegiatan belajar di luar kelas atau
di luar website yang terkait langsung pada suatu materi dari suatu mata pelajaran
seperti di studio, laboratorium dan sejenisnya, serta kegiatan ekstra kurikuler,
yakni kegiatan satuan pendidikan yang bersifat umum dan tidak terkait langsung
pada suatu mata pelajaran, seperti kegiatan pengembangan bakat minat dan
inovatif-kreatif, dll, perlu dikembangkan proses pembiasaan (habituation) dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
40
penguatan (reinforcement) yang diyakini mampu menguatkan pengembangan
nilai/karakter secara kontekstual, misalnya gerakan Go Green, Kampus Ilmiah dan
Religius, Kampus Unggul Mutu dan Berakhlaq Mulia, dan sejenisnya.
Sedangkan di lingkungan keluarga masing-masing, termasuk keluarga
besar Asrama, dan di masyarakat serta lingkungan virtual seperti facebook, blog,
twitter harus selalu diupayakan agar terjadi proses penguatan dari pendidik dan
pimpinan perguruan tinggi, serta tokoh-tokoh masyarakat terhadap perilaku
berkarakter mulia yang dikembangkan menjadi kegiatan keseharian. Dalam
bidang penelitian, perguruan tinggi dapat mengembangkan pusat kajian, kegiatan
penelitian dan pengembangan, pertemuan ilmiah, pelatihan, dan sejenisnya dalam
upaya pendidikan karakter yang hasilnya dapat disumbangkan untuk
meningkatkan kualitas dan dampak pendidikan karakter dalam konteks
pembangunan karakter bangsa.
2. Tinjauan Persepsi dan Perilaku
a. Persepsi
Persepsi merupakan cara pandang terhadap sesuatu hal. Individu
mengenali dunia luarnya dengan alat inderanya. Bagaimana individu dapat
mengenali dirinya sendiri maupun keadaan sekitarnya, hal ini berkaitan dengan
persepsi (perception). Melalui stimulus yang diterimanya, individu akan
mengalami persepsi. Persepsi merupakan suatu proses yang didahului oleh
penginderaan, yaitu merupakan proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh
individu melalui alat inderanya. Persepsi berkaitan dengan tanggapan
(penerimaan) langsung dari sesuatu.
Menurut Gerungan (200
cepat melihat dan memahami perasaan-perasaan, sikap-sikap dan kebutuhan-
mulus
yang diterima oleh organisme atau individu sehingga merupakan sesuatu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
41
adalah proses kategorisasi di mana organisme dirangsang oleh masukan tertentu
(obyek-obyek di luar, peristiwa, dll) dan organisme berespon dengan
menghubungkan masukan dengan salah satu kategori obyek-obyek atau peristiwa-
peristiwa. Dengan demikian persepsi juga bersifat inferensial (menarik
kesimpulan). Jadi dapat disimpulkan, dalam persepsi stimulus dapat datang dari
luar individu, tetapi juga dapat datang dari dalam individu yang bersangkutan.
Persepsi merupakan aktivitas integrated, maka seluruh apa yang terdapat dalam
diri individu seperti perasaan, pengalaman, kemampuan berpikir, dan aspek-aspek
lain dalam diri individu akan berperan dalam persepsi tersebut.
Dengan demikian, proses interpretasi dan pengorganisasian merupakan
proses pemberian makna terhadap stimulus oleh individu yang menerimanya. Hal
ini berarti bahwa stimulus menjadi sesuatu yang tidak bermakna ketika tidak
ditafsirkan, dimengerti, dan diberi oleh individu penerima stimulus. Manusia
mempunyai kecenderungan untuk membentuk kesan akan informasi meskipun
mereka hanya mempunyai sedikit informasi dan terkadang proses pengolahan
informasi yang mereka lakukan sebenarnya dilakukan berada di bawah dominasi
perasaan bukan oleh pikiran.
Dalam kaitannya dengan pendidikan karakter di FKIP, proses
interpretasi makna atas visi berkarakter kuat dan cerdas merupakan proses awal
pembentukan persepsi terhadap bagaimana seharusnya kepribadian seorang
pendidik. Hal ini menjadi sangat penting terutama dalam mengarahkan pandangan
mahasiswa dalam mengembangkan diri sesuai dengan nilai-nilai karakter yang
diharapkan FKIP.
b. Perilaku
Perilaku manusia merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan
seperti pengetahuan, persepsi, minat, keinginan dan sikap. Perilaku yang
dilakukan individu itu tidak timbul dengan sendirinya, melainkan sebagai akibat
dari stimulus atau rangsangan yang diterima individu baik dari luar (eksternal)
maupun dari dalam (internal) individu yang bersangkutan. Pendapat Josef Banka
(1977) yang dikutip Mangunwijaya (1993: 71) menjelaskan bahwa perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
42
p dengan
kecenderungan atau keterarahan pada suatu tujuan tertentu, kemampuan yang
berhubungan dengan struktur kegiatan yang kurang lebih berkaitan dengan
lingkungan, dan dinamika yang menemukan pengungkapannya dalam energi dan
irama kegiatan itu sendiri. Sehingga, perilaku adalah salah satu bagian dari
budaya dan berpengaruh terhadap perilaku yang terjadi dalam kehidupan manusia.
Perilaku pada manusia dapat dibedakan menjadi 2, yakni perilaku yang
refleksif dan perilaku non-refleksif. Perilaku refleksif merupakan perilaku yang
terjadi atas reaksi secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme
tersebut. Stimulus yang diterima tidak sampai ke otak sebagai pusat susunan
syaraf, yakni pusat pengendali perilaku. Dalam perilaku refleksif, respon langsung
timbul begitu menerima stimulus. Sedangkan perilaku non-refleksif adalah
perilaku yang dikendalikan atau diatur oleh pusat kesadaran atau otak.
Dari penjelasan tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa perilaku
merupakan suatu tindakan yang mengatur hubungan antara individu dengan
individu dan individu dengan lingkungannya, baik yang terjadi secara spontan
maupun dikendalikan oleh kesadaran. Perilaku dan aktivitas atas dasar psikologis
inilah yang disebut aktivitas psikologis atau perilaku psikologis. Walgito (2003:
15) menjelaskan pendapat Skinner bahwa perilaku dibedakan menjadi 2, yaitu:
1) Perilaku yang alami (innate behavior) yang kemudian disebut juga sebagai
responent behavior, yaitu perilaku yang ditimbulkan oleh stimulus yang
jelas, misalnya perilaku yang bersifat refleksif
2) Perilaku operan (operant behavior) yaitu perilaku yang ditimbulkan
stimulus yang tidak diketahui, tetapi semata-mata ditimbulkan oleh
organisme itu sendiri. Perilaku operan belum tentu didahului oleh stimulus
dari luar.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada beberapa hal yang menjadi latar
belakang dalam pembentukan perilaku, di antaranya adalah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
43
1) Cara pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan
Salah satu pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan kondisioning
atau kebiasaan. Dengan cara membiasakan diri untuk berperilaku seperti
yang diharapkan, akhirnya akan terbentuklah perilaku tersebut.
2) Pembentukan perilaku dengan pengertian (insight)
Di samping pembentukan perilaku dengan kondisioning atau kebiasaan,
pembentukan perilaku dapat ditempuh dengan pengertian atau insight.
3) Pembentukan perilaku dengan menggunakan model
Pembentukan perilaku juga dapat dibentuk dengan menggunakan model
atau contoh. Hal ini didasarkan atas teori belajar sosial (social learning
theory)
Sehingga dapat dijelaskan bahwa perilaku manusia tidak dapat lepas
dari keadaan individu itu sendiri maupun lingkungan di mana individu tersebut
berada. Perilaku manusia itu didorong oleh beberapa motif tertentu seperti
kebiasaan, melalui pengertian (insight) serta menggunakan model. Dengan
demikian kondisi tersebut membawa manusia memiliki perilaku yang
berpengaruh terhadap kehidupan dan lingkungannya. Dalam kaitannya dengan
pendidikan karakter, yang dinilai sebagai hasil bukanlah sekedar pengetahuan dan
perasaan yang diucapkan atau dikatakan, melainkan perubahan perilaku yang
mengarah semakin positif, sesuai dengan nilai-nilai berkarakter kuat dan cerdas.
Dalam pandangan yang lain, Weber
tindakan ialah perilaku manusia yang mempunyai makna subyektif bagi
tindakan bukanlah hal yang introspektif, melainkan lebih bersifat empati, yakni
bagaimana menempatkan diri dalam kerangka berpikir orang lain yang melakukan
tindakan, dan situasi serta tujuan-tujuan mau dilihat menurut persektif tersebut.
Kemudian Weber juga menambahkan mengenai tipe-tipe tindakan sosial, yang
mendasarkan pada pentingnya rasionalitas. Hal ini berhubungan dengan
pertimbangan yang sadar dan pilihan bahwa tindakan itu dinyatakan (Johnson,
1986: 219-221).
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
44
1) Rasional instrumental
Tindakan rasional instrumental meliputi pertimbangan dan pilihan yang
sadar yang berhubungan dengan tujuan dan alat yang digunakan untuk
mencapainya. Individu yang memiliki berbagai tujuan, dipandang mampu
memilih suatu tujuan dengan kriteria tertentu. Kemudian, memilih alat-alat
yang dapat digunakan untuk mencapai tujuan yang dipilihnya. Akhirnya,
pilihan menunjukkan pertimbangan efisisensi dan efektivitas individu.
2) Rasional berorientasi nilai
Tindakan rasional berorientasi nilai menunjukkan bahwa telah ada nilai-
nilai yang bersifat absolut yang menentukan tujuan-tujuan, di mana
kemudian alat-alat yang digunakan untuk mencapainya, merupakan obyek
pertimbangan yang sadar.
3) Tindakan tradisional
Tindakan tradisional merupakan tindakan yang bersifat nonrasional.
Individu yang berperilaku karena kebiasaan, atau yang mungkin dilakukan
secara umum oleh banyak orang dalam kelompok atau masyarakatnya,
tanpa melakukan refleksi yang sadar maupun perencanaan, perilaku inilah
yang digolongkan sebagai tindakan tradisional.
4) Tindakan afektif
Tindakan ini ditandai dengan dominasi perasaan atau emosi, tanpa adanya
refleksi intelektual ataupun perencanaan yang sadar. Tindakan ini bersifat
tidak rasional karena kurangnya pertimbangan logis, maupun kriteria
rasionalitas lain.
Meski begitu, keempat tipe tindakan tersebut merupakan bentuk tipe
ideal. Tidak banyak tindakan yang seluruhnya sesuai dengan salah satu tipe ideal
tersebut. Misalnya, suatu tindakan tradisional mungkin mencerminkan
kepercayaan pada nilai-nilai tradisi dalam masyarakat, di mana berarti tindakan
ini mengandung rasionalitas yang berorientasi nilai. Pola perilaku khusus yang
sama mungkin bisa sesuai dengan kategori-kategori tindakan sosial yang berbeda
dalam situasi-situasi yang berbeda, tergantung pada orientasi subyektif dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
45
individu yang terlibat. Mahasiswa, dosen, staf kependidikan, maupun pembuat
kebijakan di jurusan P IPS FKIP UNS mungkin memiliki arti subyektifnya
masing-masing dalam berperilaku yang sesuai dengan nilai-nilai karakter kuat dan
cerdas.
3. Tinjauan Visi FKIP UNS
a. Visi Berkarakter Kuat dan Cerdas
Di dalam Peraturan Pemerintah No. 17 tahun 2010, Pasal 84 ayat (2) a
insan yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, dan berkepribadian luhur; sehat, berilmu, dan cakap; kritis, kreatif,
inovatif, mandiri, percaya diri dan berjiwa wirausaha; serta toleran, peka sosial
tinggi sebagai satuan pendidikan pada jenjang pendidikan tinggi sepenuhnya
terikat dan harus merujuk pada fungsi dan tujuan pendidikan nasional yang secara
substantif mengandung visi dan misi pendidikan karakter. Oleh karena itu secara
imperatif perguruan tinggi merupakan salah satu situs pendidikan karakter yang
mengejawantahkan pembangunan karakter bangsa. Menurut Winataputra (2010)
Pengembangan nilai/karakter di perguruan tinggi juga mencakup pilar Tridharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan (yang mencakup kegiatan pembelajaran secara kurikuler, ko-kurikuler dan ekstra kurikuler), penelitian, dan pengabdian kepada masyarakat, serta pengembangan budaya satuan pendidikan tinggi (university culture) yang tercermin dalam kegiatan keseharian dalam berbagai bentuk perilaku keseharian di kelas, laboratorium, lapangan olah raga, studio, situs virtual, dan dalam masyarakat kampus atau kantor, dan lingkungan kampus/kantor.
yang menggambarkan serangkaian kegiatan perencanaan dan penetapan sasaran
si FKIP UNS merupakan
agenda tujuan-tujuan yang akan diwujudkan oleh FKIP UNS melalui program dan
kegiatan yang disusun dalam rencana pengembangan dengan program-program
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
46
yang dapat diukur dengan prestasi dan kualitas yang dicapai. Untuk menghasilkan
tenaga kependidikan yang handal dan profesional, maka dibutuhkan lembaga yang
handal dan profesional pula. Oleh karena itu, FKIP UNS mempunyai visi menjadi
dan cerdas mengandung cita-cita, nilai,
semangat, dan motivasi yang merupakan proses sekaligus usaha, yang
digambarkan dengan serangkaian kegiatan dan sasaran dari lembaga, sehingga
akan mampu menghasilkan lulusan yang bukan hanya cerdas secara intelektual,
tetapi juga cerdas secara emosional, spiritual, moral, dan sosial.
Untuk merealisasikan visi berkarakter kuat dan cerdas tersebut, maka
FKIP UNS merumuskan misinya sebagai berikut:
1) Menyelenggarakan pendidikan, pengajaran, dan bimbingan secara efektif
untuk menghasilkan tenaga kependidikan yang unggul, berdaya saing
tinggi, mandiri, dan berkepribadian.
2) Melaksanakan penelitian yang mendukung pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran serta mampu menjadi penghasil bagi berbagai kegiatan inovatif
dalam bidang kependidikan
3) Menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang
kependidikan yang bermanfaat bagi masyarakat
4) Mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni yang menunjang
pengembangan bidang kependidikan
Rumusan pendidikan karakter semestinya diungkapkan secara jelas
secara lisan maupun tertulis serta mampu dipahami oleh setiap orang yang terlibat
dalam kehidupan kampus, seperti yang telah dirumuskan dalam visi FKIP UNS
berkarakter kuat dan cerdas. Visi pendidikan karakter yang ditetapkan merupakan
cita-cita yang akan dicapai melalui kinerja lembaga pendidikan. Tanpa visi yang
diungkapkan melalui pernyataan yang jelas dan dapat dipahami oleh semua pihak
yang terlibat di dalam lembaga pendidikan tersebut, setiap usaha pengembangan
pendidikan karakter akan sia-sia. Maka, visi berkarakter kuat dan cerdas nantinya
akan menjadi dasar acuan bagi setiap kerja, penyusunan program, dan pendekatan
pendidikan karakter yang dilaksanakan di kampus.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
47
Visi dan misi FKIP UNS tersebut juga didukung dengan visi dan misi
5 program studi yang berada dalam lingkup Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, yaitu Pendidikan Sosiologi Antropologi, Pendidikan Ekonomi, Pendidikan
Geografi, Pendidikan Sejarah, dan Pendidikan Kewarganegaraan.
1) Pendidikan Sosiologi Antropologi
Visi Pendidikan Sosiologi Antropologi: Menjadi program studi
penghasil dan pengembang tenaga-tenaga kependidikan Sosiologi Antropologi
berkarakter kuat, cerdas, dan berakhlak mulia.
Misi Pendidikan Sosiologi Antropologi:
a) Mendidik calon tenaga kependidikan Sosiologi Antropologi yang
profesional, berakhlak mulia, dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa
b) Mengembangkan landasan keilmuwan pendidikan dan pembelajaran
Sosiologi Antropologi yang berkarakter dan berkompetensi
c) Mendidik calon tenaga guru atau pendidik pendidikan Sosiologi
Antropologi yang mampu merencanakan, melaksanakan,
mengevaluasi, membimbing, melatih, dan melakukan proses
pembelajaran
d) Melaksanakan penelitian dan pengabdian pada masyarakat yang
berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK) sesuai dengan kebutuhan masyarakat serta mampu
berkompetisidan berkolaborasi di lapangan tingkat regional, nasional,
dan internasional.
2) Pendidikan Ekonomi
Visi Pendidikan Ekonomi: Menjadi Program Studi penghasil tenaga
pendidik yang memiliki kompetensi unggul di bidang Pendidikan Ekonomi di
Asia Tenggara yang berkarakter kuat dan cerdas tahun 2015.
Misi Pendidikan Ekonomi:
a) Menyelenggarakan pendidikan, pembelajaran, dan bimbingan secara
efektif untuk menghasilkan lulusan di bidang pendidikan ekonomi
(Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi, Bidang Keahlian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
48
Khusus Pendidikan Tata Niaga, Bidang Keahlian Khusus Pendidikan
Administrasi Perkantoran) yang unggul, berdaya saing tinggi, mandiri,
dan berkepribadian.
b) Melaksanakan penelitian dan pengembangan yang mendukung
pelaksanaan pendidikan dan pembelajaran agar mampu menghasilkan
berbagai inovasi dalam bidang pendidikan ekonomi.
c) Melaksanakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang
pendidikan ekonomi yang bermanfaat bagi masyarakat.
d) Memperluas jaringan kerjasama baik dalam negeri maupun luar negeri
dalam bidang tri dharma perguruan tinggi.
e) Mengembangkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menunjang
pengembangan bidang pendidikan ekonomi.
3) Pendidikan Geografi
Visi Pendidikan Geografi: Menjadi program studi unggulan dalam
menghasilkan guru Geografi yang profesional, serta sebagai pusatpengembangan
dan pelayanan data spasial dan media pembelajaran di tingkat nasional.
Misi Pendidikan Geografi:
a) Menyelenggarakan pendidikan dan pengajaran Geografi yang berbasis
teknologi informasi yang menghasilkan guru profesional yang
memiliki kompetensi di tingkat nasional.
b) Meningkatkan kualitas penelitian dan pengabdian kepada masyarakat.
c) Mengembangkan dan memberi pelayanan media pembelajaran
Geografi.
d) Mengembangkan, menganalisis, dan memberi pelayanan data spasial.
4) Pendidikan Sejarah
Visi Pendidikan Sejarah: Menghasilkan sarjana Pendidikan Sejarah
profesional yang memiliki wawasan bidang ilmu sosial yang luas dalam
meningkatkan kualitas pendidikan menengah dan LPTK yang relevan dengan
perkembangan zaman serta ilmu dan teknologi melalui pembelajaran yang
inovatif.
Misi Pendidikan Sejarah:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
49
a) Menghasilkan tenaga kependidikan sejarah yang profesional.
b) Menyelenggarakan pendidikan sejarah dengan konsep pembelajaran
berorientasi pada kurikulum nasional yang ditunjang oleh kurikulum
lokal sebagai wahana adaptasi/pengembangan secara fleksibel yang
disempurnakan secara berkelanjutan.
c) Meningkatkan mutu pembelajaran pendidikan sejarah dan
meningkatkan proses pematangan kepribadian (budi pekerti, norma,
dan etika) sehingga menghasilkan lulusan yang memiliki ketrampilan
dan penguasaan pendidikan sejarah dalam konteks sosial sesuai
teaching university.
d) Mengembangkan pembelajaran sejarah yang inovatif sebagai
sumbangsih bagi dunia keilmuan dan pendidikan.
e) Berperan serta dalam upaya pelestarian dan pengembangan budaya
lokal dan budaya nasional dalam menghadapi globalisasi.
f) Mengembangkan penelitian pendidikan sejarah dan pengabdian pada
masyarakat sebagai kontribusi dalam pemecahan masalah yang terkait
dengan pendidikan sejarah.
g) Melakukan kemitraan dengan pihak luar dalam penelitian dan
pengabdian kepada masyarakat.
5) Pendidikan Kewarganegaraan
Visi Pendidikan Kewarganegaraan: Menjadi lembaga pengembangan
dan pembudayaan ilmu kewarganegaraan dan pendidikan kewarganegaraan yang
unggul dengan berorientasikan pada nilai-nilai ideologi dan konstitusi negara.
Misi Pendidikan Kewarganegaraan:
a) Menyelenggarakan pembelajaran dalam bidang pendidikan
kewarganegaraan dalam mengembangkan peserta didik menjadi warga
negara yang demokratis, bertanggung jawab, memiliki semangat
kebangsaan dan cinta tanah air dalam mendukung kemajuan bangsa.
b) Menyelenggarakan penelitian dan kajian yang berorientasikan pada
pengembangan ilmu kewarganegaraan dan pendidikan
kewarganegaraan dalam rangka menjawab persoalan bangsa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
50
c) Menyelenggarakan program pengabdian pada masyarakat yang
berorientasikan pada pemberdayaan masyarakat agar mampu menjadi
warga negara yang demokratis, kritis, peka, dan kontributif terhadap
bangsa.
d) Mengembangkan ilmu kewarganegaraan dan pendidikan
kewarganegaraan yang didasarkan pada ideologi dan konstitusi negara
untuk menunjang pembelajaran dalam bidang kewarganegaraan.
Visi yang baik akan membentuk budaya yang pada gilirannya akan
memperbaiki prestasi dan kualitas lembaga pendidikan serta calon lulusannya.
Berkaitan dengan hal tersebut, ada lima lapisan yang biasanya dapat diamati
secara langsung di dalam sebuah lembaga pendidikan, dalam hal ini lembaga
sekolah yang disampaikan oleh Koesoema (2007: 157-159), yaitu lapisan pertama
yang bisa dilihat dalam satu momen pendidikan adalah lapisan operasional
sekolah. Dalam lapisan operasional sekolah ini, orang akan melihat secara
langsung berbagai macam kegiatan rutin yang terjadi di sekolah. Lapisan kedua
adalah organisasi sekolah. Yang dimaksud dengan organisasi adalah hal-hal yang
berkaitan dengan pengaturan kegiatan belajar mengajar di sekolah. Lapisan kedua
merupakan kesepakatan bersama, berupa peraturan tertulis dan kesepakatan
bersama, yang diketahui oleh masing-masing individu di dalam sekolah sehingga
mereka dapat berpartisipasi secara tepat dan efektif sesuai dengan
pengorganisasian kegiatan sekolah tersebut.
Lapisan ketiga adalah pembuatan program sekolah. Program ini bukan
sekadar penentuan waktu dan jadwal kegiatan, melainkan berkaitan langsung
dengan isi pendalaman yang akan menjadi sasaran program tersebut. Lapisan
keempat berkaitan dengan kebijakan sekolah (policy). Kebijakan sekolah
berkaitan dengan urusan tentang bagaimana sekolah mau dijalankan. Lapisan
kelima berupa tujuan (purpose) sekolah. Tujuan ini bisa mengacu pada tujuan
umum yang ingin dicapai oleh sekolah. Tujuan umum ini bisa disebut dengan visi,
yaitu berupa latar belakang filosofis kinerja pendidikan yang dipercaya oleh
lembaga pendidikan. Visi ini merupakan cita-cita yang akan diraih. Rumusan visi
ini, agar operasional dan terukur dijelmakan melalui rumusan misi sekolah. Misi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
51
sekolah merupakan sebuah rumusan akan tujuan (goal) yang ingin direalisasikan
secara nyata. Tujuan yang ingin direalisasikan ini dapat ditera dan diukur melalui
indikator tertentu. Oleh karena itu, berhasil atau tidaknya misi sekolah dapat
dievaluasi secara transparan objektif melalui parameter tertentu.
Lapisan keenam adalah keyakinan dan asumsi. Keyakinan dan asumsi
yang dimiliki oleh lembaga pendidikan ini biasanya tidak tertulis, namun diyakini
ada dan menjadi dasar berlangsungnya proses pendidikan keyakinan dan asumsi
ini biasanya tidak perlu ditulis sebagai kesepakatan, namun diandaikan ada.
Lapisan paling dalam, merupakan dasar stabilitas relasional yang menjembatani
antara orang tua dan sekolah. Tanpa kepercayaan satu sama lain yang diandaikan
ada, lembaga pendidikan tidak berfungsi. Tanpa kepercayaan dan niat baik dari
masing-masing pihak, sekolah tidak akan memiliki makna. Betapa pun penting
dan fundamentalnya lapisan keenam tersebut, lapisan ini tidak memiliki daya
paksa atau daya operasional dalam kegiatan sekolah seandainya sekolah itu tidak
menetapkan tujuan-tujuan bagi kinerja lembaga pendidikan mereka. Namun, bila
sekolah tidak memiliki tujuan, proses pendidikan yang terjadi pasti akan
memberikan hasil-hasil tertentu. Antara tujuan pendidikan dan hasil langsung dari
sebuah kegiatan mendidik memang tidak memiliki korelasi secara langsung.
Sag
umum mengenai misi organisasi dan merupakan sumber legitimasi yang
Sehingga tujuan merupakan suatu patokan yang dapat digunakan anggota
organisasi maupun kalangan luar untuk menilai keberhasilan organisasi yaitu
mengenai efektivitas dan efisiensi.
FKIP UNS memiliki tujuan sebagai berikut:
1) Menghasilkan lulusan dengan indeks prestasi kumulatif tinggi dan
berkepribadian pendidik serta masa studi dan masa tunggu makin pendek
2) Menghasilkan penelitian dan pengembangan yang semakin meningkat
dalam kualitas maupun kuantitas
3) Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat yang semakin meningkat
dalam kualitas dan kuantitas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
52
4) Menghasilkan produk-produk inovatif dalam bidang kependidikan
Maka, tujuan tersebut dijadikan sebagai dasar ukuran untuk
mengevaluasi setiap peningkatan kualitas baik akademik, personal, maupun
penyempurnaan sistem pendidikan.
Komitmen bersama pimpinan FKIP UNS:
1) Memiliki kesamaan kepentingan dan kesadaran spiritual untuk
mewujudkan visi FKIP UNS dalam membentuk tenaga kependidikan yang
berkarakter kuat dan cerdas
2) Memiliki kesamaan kpeentingan dan kesadaran spiritual dalam
mewujudkan misi FKIP UNS melalui peningkatan daya saing institusi
melalui komunikasi yang produktif, efektif, santun
3) Prestasi sebagai keberhasilan bersama berdasarkan Standart Performance
yang disepakati. Apresiasi atas kekuatan (strength) dan keunggulan
(advantage) dari masing-masing institusi
4) Menjadikan kebodohan dan ketidaklayakan dalam melayani konsumen
FKIP UNS menjadi musuh bersama untuk dikikis dan diperbaiki secara
terus menerus
Visi lembaga pendidikan akan menentukan sejauh mana program
pendidikan karakter berhasil diterapkan di dalam lingkungan kampus. Visi FKIP
UNS sebagai idealisme dan cita-cita yang secara konkret menjadi pedoman
perilaku, sumber motivasi, sehingga setiap civitas akademika di FKIP UNS
semakin tumbuh dan berkembang secara utuh.
b. Guru Berkarakter Kuat dan Cerdas
Seorang guru sebagai pendidik harus memiliki karakter yang kuat serta
memenuhi kompetensi pendidik. Menurut UU No. 14 tahun 2005 pasal 1 ayat (10)
pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang dihayati dan dikuasai oleh guru
adalah mereka yang mengabdikan diri berdasarkan panggilan hati nurani, bukan
tuntutan material oriented, yang membatasi tugas dan tanggung jawab mereka
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
53
sebagai guru dan sebatas dinding sekolah. Mulyasa (2008: 75-184)
mengkategorikan kompetensi yang harus dimiliki guru, antara lain:
1) Kompetensi paedagogik
2) Kompetensi kepribadian
3) Kompetensi profesional
4) Kompetensi sosial
Kompetensi paedagogik adalah kemampuan mengelola pembelajaran
peserta didik yang meliputi pemahaman peserta didik, perancangan dan
pelaksanaan pembelajaran, evaluasi hasil belajar, dan pengembangan peserta didik
untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimilikinya. Kompetensi
kepribadian adalah kemampuan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan
berwibawa, menjadi teladan bagi peserta didik, dan berakhlak mulia.
Kompetensi profesional adalah kemampuan penguasaan materi
pembelajaran secara luas dan mendalam yang memungkinkannya membimbing
peserta didik memenuhi standar kompetensi yang ditetapkan. Kompetensi sosial
adalah kemampuan pendidik sebagai bagian dari masyarakat untuk berkomunikasi
dan bergaul secara efektif dengan peserta didik, sesama pendidik, tenaga
kependidikan, orang tua/wali peserta didik, dan masyarakat sekitar.
Seorang guru dituntut untuk dapat meningkatkan kemampuannya yang
berkaitan dengan tugasnya sebagai guru dan tentunya juga untuk meningkatkan
status guru menjadi tenaga profesional yang semuanya tercakup dalam keempat
kompetensi tersebut. Seorang guru yang berkarakter, berarti guru tersebut telah
memenuhi kompetensi paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi
profesional, dan kompetensi sosial, serta dapat menjunjung tinggi nilai-nilai
amanah dan keteladanan.
Guru yang menjunjung tinggi nilai amanah dan keteladanan patut
dijadikan sebagai contoh. Guru sebagai sosok yang patut dicontoh, harus
menunjukkannya dalam sikap, tindakan, dan penalaran yang baik, serta
menunjukkan guru yang berkarakter, seperti pendapat Muslich (2011: 142), yaitu:
1) Memiliki pengetahuan keagamaan yang luas dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari secara aktif
2) Meningkatkan kualitas keilmuan secara berkelanjutan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
54
3) Bersih jasmani dan rohani 4) Pemaaf, penyabar, dan jujur 5) Berlaku adil terhadap peserta didik dan semua stakeholders pendidikan 6) Mempunyai watak dan sifat ketuhanan (robbaniyah) yang tercermin
dalam pola pikir, ucapan, dan tingkah laku 7) Tegas bertindak, profesional, dan proporsional 8) Tanggap terhadap berbagai kondisi yang mungkin dapat
mempengaruhi jiwa, keyakinan, dan pola pikir peserta didik 9) Menumbuhkan kesadaran diri sebagai penasehat
Guru harus memiliki karakter yang kuat yang diwujudkan dalam
pemikiran, sikap, serta perbuatan. Hal ini berarti bahwa guru harus memiliki tiga
komponen penting karakter, yaitu moral knowing, moral feeling, dan moral
action. Artinya bahwa guru harus memiliki pengetahuan tentang moral, perasaan
tentang moral, serta perbuatan yang bermoral. Menurut Shaleh dan Suriadinata
berkarakter kuat ditunjukkan oleh ciri
sebagai berikut:
1) Guru harus bertakwa pada Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat,
sikap, dan amaliahnya yang mencerminkan ketakwaannya tersebut.
2) Guru harus suka bergaul, khususnya bergaul dengan anak-anak, sebab
anak-anak adalah kalangan yang akan menjadi teman dialog mereka.
3) Guru adalah orang yang penuh minat, penuh perhatian, mencintai
profesinya dan pekerjaannya, dan berusaha untuk mengembangkan dan
meningkatkan profesinya tersebut agar kemampuan mengajarnya lebih
baik.
4) Guru adalah orang yang suka belajar secara terus menerus. Selain sebagai
pendidik yang mentransformasikan pengetahuan dan wawasan kepada
peserta didik, guru juga harus menjadi orang terdidik yang selalu
mempelajari hal-hal baru.
Guru atau pendidik memiliki tanggung jawab yang besar dalam
menghasilkan generasi yang berkarakter, bermoral, dan berbudaya. Guru memiliki
peran yang sangat besar dalam pembentukan dan pengembangan karakter peserta
didik. Asmani (2011: 74-84) menyampaikan beberapa peran utama guru dalam
pendidikan karakter, yaitu:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
55
1) Keteladanan
Dalam pendidikan karakter, keteladanan yang dibutuhkan oleh guru
berupa konsistensi dalam menjalankan perintah agama dan menjauhi larangan-
larangannya, kepedulian terhadap nasib orang tidak mampu, kegigihan dalam
meraih prestasi secara individu dan sosial, ketahanan dalam menghadapi
tantangan, rintangan, dan godaan, serta kecepatan dalam bergerak dan
beraktualisasi.
2) Inspirator
Seseorang akan menjadi sosok inspirator jika ia mampu
membangkitkan semangat untuk maju dengan menggerakkan segala potensi yang
dimiliki untuk meraih prestasi bagi diri dan masyarakat. Jika semua guru mampu
menjadi sosok seorang inspirator maka kader-kader bangsa akan muncul sebagai
sosok inspirator.
3) Motivator
Hal ini dapat dilihat dengan adanya kemampuan guru dalam
membangkitkan spirit, etos kerja, dan potensi dalam diri peserta didik. Setiap anak
adalah unik, yang mempunyai bakat spesifik dan berbeda dengan orang lain.
Maka, tugas guru adalah melahirkan potensi tersebut ke permukaan dengan
banyak berlatih, mengasah kemampuan, dan mengembangkan potensi semaksimal
mungkin.
4) Dinamisator
Artinya seorang guru tidak hanya membangkitkan semangat, tetapi
juga menjadi lokomotif yang benar-benar mendorong gerbong ke arah tujuan
dengan kecepatan, kecerdasan, dan kearifan yang tinggi. Guru harus kaya dengan
gaagasan, pemikiran, kreativitas, serta visi yang jauh ke depan. Seorang guru juga
harus mempunyai kemampuan manajemen, kemampuan sosial, dan humaniora,
serta jaringan yang luas.
5) Evaluator
Artinya, guru harus selalu mengevaluasi metode pembelajaran yang
selama ini dipakai dalam pendidikan karakter. Guru juga harus mampu
mengevaluasi sikap perilaku yang ditampilkan, dan agenda yang direncanakan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
56
Evaluasi adalah wahana meninjau kembali efektivitas, efisiensi, dan produktivitas
sebuah program.
Profesi guru menuntut profesionalitas yang tinggi, sehingga harus terus
dikembangkan. Pengembangan profesionalitas guru bukan hanya terletak pada
kualitas lembaga pendidikan yang pernah ditempuhnya, namun pada kemauan dan
kemampuan guru untuk mengembangkan diri ketika sudah menduduki profesinya
sebagai guru. Sajidan (2011: 9-12) mengemukakan minimal ada tujuh indikator
yang harus terus dibangun oleh guru/pendidik dalam rangka mengembangkan
profesionalitas, yaitu antara lain:
Indikator pertama, adalah keterampilan mengajar (teachingskill). Guru
yang mempunyai kompetensi pedagogik tinggi adalah guru yang senantiasa
memilih model, strategi, dan metode pembelajaran yang tepat sesuai dengan
karakteristik kompetensi dasar (KD) dan karakteristik peserta didik. Indikator
kedua adalah wawasan content pengetahuan yang ia sampaikan. Kompetensi ini
secara umum dikenal dengan sebutan kompetensi profesional. Guru hendaknya
secara terus menerus mengembangkan dirinya dengan meningkatkan penguasaan
pengetahuan secara terus menerus.
Indikator ketiga adalah dinamis terhadap perubahan kurikulum
(dynamic curriculum). Kurikulum dapat berubah sesuai dengan kebutuhan
pengguna lulusan dam masukan dari para pakar. Saat ini di semua satuan tingkat
pendidikan menerapkan KBK/KTSP, sehingga dalam implementasi KBK, guru
memposisikan diri sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran (student centered
learning).
Indikator keempat adalah penggunaan alat pembelajaran /media
pembelajaran yang baik (good using learning equipment/media). Pengembangan
alat/media pembelajaran dapat berbasis kompetensi lokal maupun modern dan
berbasis ICT (ICT based learning). Indikator kelima adalah penguasaan teknologi.
Penguasaan teknologi mutlak diperlukan oleh guru.
Indikator keenam adalah sikap personal. Guru adalah agen
pembelajaran dan sekaligus sebagai agen pembentuk karakter. Pendidikan
karakter mampu menanamkan kebiasaan tentang hal yang baik, sehingga peserta
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
57
didik menjadi paham tentang mana yang baik dan yang salah, mampu merasakan
nilai yang baik dan mau melakukannya (knowing the good, feeling the good, and
acting the good). Pendidikan karakter merupakan sebuah proses panjang yang
memerlukan kontinuitas dalam perbuatan, artinya untuk membentuk peserta didik
yang berkarakter baik diperlukan upaya secara berkelanjutan/ konsisten.
Indikator ketujuh adalah guru hendaknya menjadi teladan (best
practises) bagi peserta didiknya. Untuk mengetahui ciri-ciri ideal seorang guru
yang dapat dijadikan teladan oleh peserta didik, paling tidak melalui dua
pendekatan, yaitu pendekatan pembiasaan dan pendekatan yang terprogram
melalui intervensi dalam pembelajaran.
Pendekatan pembiasaan (habituasi) dilakukan oleh seorang pendidik
karena terjadi dalam interaksi keseharian, misalnya dalam proses belajar
mengajar, maupun dalam proses pergaulan di luar kelas. Keberhasilan tipe
keteladanan seperti keilmuan, kepemimpinan, keikhlasan, penampilan
(performance), tingkah laku, tutur kata dan sebagainya. Pendekatan yang
terprogram melalui intervensi dalam pembelajaran dilakukan dengan cara
penjelasan atau perintah agar diteladani. Seperti lazimnya seorang guru
memerintah muridnya untuk membaca, mengerjakan tugas, tugas terstruktur yang
dikerjakan di luar kelas atau seorang guru memberi penjelasan di depan siswa
kemudian ditirukan oleh murid-muridnya. Pendekatan ini dilakukan agar peserta
didik terlatih dalam kedisiplinan dan keuletan dalam mempelajari ilmu
pengetahuan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
58
Gambar 2.2. Indikator Guru dan Dosen Profesional
(Sumber: Sajidan, 2011:9)
Cerdas bukanlah berupa kecerdasan tunggal, namun kecerdasan yang
bersifat ganda, yang mencakup kecerdasan intelektual (Intelectual Quotient-IQ),
kecerdasan emosi (Emotional Quotient-EQ), dan kecerdasan spiritual (Spiritual
Quotient-SQ). Kecerdasan intelektual merupakan kemampuan untuk mempelajari
sesuatu serta menangani situasi baru. Kecerdasan intelektual memiliki peran
dalam mengidentifikasi masalah, menganalisis dan mensintesis objek,
memberikan informasi mengenai baik buruk, untung rugi, dan sebagainya.
Seorang guru harus cerdas secara intelektual, karena guru sebagai pendidik dan
pengajar yang mentransformasikan pengetahuan kepada peserta didik.
Kecerdasan emosi adalah kemampuan mengelola dan mengontrol diri
pada setiap situasi. Menurut Goleman
kemampuan lebih yang dimiliki seseorang dalam memotivasi diri, daya tahan
dalam menghadapi kegagalan, mengendalikan emosi dan menunda kepuasan,
mampu mengenali emosi diri, mengelola emosi, memotivasi diri, mengenali
emosi orang lain, serta membina hubungan dengan orang lain. Kecerdasan dalam
pengelolaan diri ini bukan hanya ketika berhadapan dengan peserta didik saja,
GURU DAN DOSEN PROFESIONAL
GOOD TEACHING
SKILL
GOOD KNOWLEDGEABLE
DYNAMIC CURRICULUM
GOOD USING LEARNING
EQUIPMENT/MEDIA
GOOD USING TECHNOLOGY
GOOD PROFESIONAL
ATTITUDE
GOOD EXAMPLE/BEST
PRACTISES
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
59
namun juga saat berhadapan dengan teman seprofesi, orang tua siswa, maupun
masyarakat.
Kecerdasan spiritual adalah kemampuan untuk menghadapi dan
memecahkan persoalan makna dan nilai, untuk menempatkan perilaku dan hidup
kita dalam konteks makna yang lebih luas. Kecerdasan spiritual mencakup
kemampuan berpandangan holistik, bersikap fleksibel, menghadapi penderitaan
dan rasa sakit, kesadaran diri yang tinggi, serta kualitas hidup yang diilhami oleh
visi dan nilai-nilai. Seorang guru dengan kecerdasan spiritual yang tinggi akan
mampu melihat kebermaknaan dirinya dalam konteks hidup yang luas, sehingga
mampu menempatkan diri pada posisi yang tepat. Guru yang cerdas secara
spiritual akan menjadi sosok teladan bagi peserta didiknya.
Guru yang cerdas, berarti ia bisa berpikir dan bertindak cerdas,
maksudnya seorang guru cepat tanggap dalam menghadapi masalah, cepat
mengerti dan memahami masalah yang dihadapi, tajam dalam menganalisis dan
mencari alternatif solusi, serta mampu memecahkan masalah dengan tindakan
yang tepat. Guru yang cerdas berarti ia cerdas secara intelektual, emosi, dan
spiritual. Nilai-nilai utama yang menjadi pilar cerdas adalah responsif, analitis,
inovatif, dan solutif. Guru juga harus cerdas dalam membaca, memanfaatkan, dan
mengembangkan peluang secara produktif dan kompetitif. Profil guru yang
berkarakter kuat dan cerdas berarti ia mampu menumbuhkan inspirasi agar peserta
didik dapat mengembangkan potensidirinya secara optimal.
Hidayatullah (2009: 236-238) menggambarkan budaya kerja yang
berlandaskan karakter kuat (meliputi amanah dan keteladanan) dan cerdas,
sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
60
Tabel 2.2. Karakteristik, Definisi, dan Indikator Budaya Kerja
No. Karakteristik Definisi Indikator 1 Komitmen Tekad yang mengikat dan melekat
pada seorang pendidik untuk melakukan tugas dan tanggung jawabnya sebagai pendidik
Memiliki ketajaman visi
Rasa memiliki (sense of belonging)
Bertanggung jawab (sense of responsibility)
2 Kompeten Kemampuan seorang pendidik dalam menyelenggarakan pembelajaran (mengajar dan mendidik) dan kemampuan memecahkan berbagai masalah dalam rangka mencapai tujuan pendidikan
Senantiasa mengembangkan diri
Ahli di bidangnya Menjiwai
profesinya Memiliki
kompetensi pedagogik, kepribadian, sosial, dan profesional
3 Kerja keras Kemampuan mencurahkan atau mengerahkan seluruh usaha dan kesungguhan, potensi yang dimiliki sampai akhir masa suatu urusan hingga tujuan tercapai
Bekerja ikhlas dan sungguh-sungguh
Bekerja melebihi target (extra ordinary process)
Produktif (out-standing result)
4 Konsisten Kemampuan melakukan sesuatu dengan istiqomah, ajeg, fokus, sabar, dan ulet serta melakukan perbaikan yang terus menerus
Memiliki prinsip (istiqomah)
Tekun dan rajin Sabar dan ulet Fokus
5 Kesederhanaan Kemampuan mengaktualisasikan sesuatu secara efektif dan efisien
Bersahaja Tidak mewah Tidak berlebihan Tepat guna
6 Kedekatan Kemampuan berinteraksi secara dinamis dalam jalinan emosional antara dosen dan peserta didik dalam rangka mencapai tujuan pembelajaran/pendidikan
Perhatian pada mahasiswa (student centered)
Learning centered Terjalinnya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
61
hubungan emosional yang harmonis
7 Pelayanan maksimal
Kemampuan untuk membantu atau melayani atau memenuhi kebutuhan peserta didik secara optimal
Dipenuhinya Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Kepuasan Cepat dan tanggap Pelayanan cepat Proaktif
8 Cerdas Kemampuan cepat mengerti dan memahami, tanggap, tajam dalam menganalisis dan mampu mencari laternatif-alternatif solusi, dan mampu memecahkan masalah (cerdas intelektual)
Kemampuan memberikan makna/nilai terhadap berbagai aktivitas yang dilakukan sehingga hasilnya optimal (cerdas emosi dan spiritual)
Responsif, analitis, inovatif, dan solutif
Mewarnai
berbagai aktivitas yang dilakukan
(Sumber: Hidayatullah, 2009: 237-238)
Hasil Penelitian Yang Relevan
Penelitian ini relevan dengan penelitian yang dilakukan oleh Fitriyani
Ekowati (2010) dengan judul Relevansi Visi Misi Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan (FKIP) Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta dengan
Kepribadian Mahasiswa. Hasil penelitian ini mengungkapkan bahwa sesuai
dengan penjabaran visi misi FKIP UNS Berkarakter Kuat dan Cerdas, maka
mahasiswa FKIP UNS belum secara keseluruhan dalam menjalankan visi misi
tersebut, dan sebagian kecil dari keseluruhan indikator visi misi belum diterapkan
pada mahasiswa. Hal tersebut dibuktikan antara lain dengan yang pertama, masih
ditemukannya mahasiswa yang belum menaati aturan seragam yang telah
ditetapkan pada hari Senin dan Selasa, padahal seragam yang telah ditetapkan
adalah salah satu simbol yang dapat menunjukkan aspek kesederhanaan yang
ingin diterapkan dalam jabaran karakter kuat yang berusaha ditanamkan pada diri
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
62
mahasiswa, berarti mahasiswa belum mempunyai jiwa keguruan yang seharusnya
menjadi dasar bagi calon pendidik. Kedua, masih ditemukannya mahasiswa yang
tidak jujur dalam melaksanakan ujian untuk mengukur aspek kognitif, maka poin
amanah pada penjabaran karakter belum bisa dijalankan oleh sebagian mahasiswa
selain itu mahasiswa belum bisa menerapkan aspek kerja keras sebagai kunci
keberhasilan. Ketiga, mahasiswa kurang tertarik pada kegiatan sosial dan
organisasi kampus, dari hal itu dapat ditarik benang merah bahwa mahasiswa
belum dapat menggali potensi yang ada pada diri mahasiswa yang bersangkutan
untuk dapat menjadi calon guru yang memiliki karakter kuat dan cerdas.
Selanjutnya adalah penelitian yang dilakukan oleh Furqon
menceritakan penelitiannya tentang pendidikan karakter terutama pendidikan
karakter yang dilakukan dalam kehidupan sekolah. Isinya meliputi tujuan
pendidikan, akhlak dan karakter, kedudukan dan pentingnya karakter, pentingnya
guru berkarakter, tahap-tahap pendidikan karakter, strategi pembentukan karakter,
nilai-nilai karakter, dan semua hal yang menyangkut pendidikan karakter di
sekolah.
B. KERANGKA BERPIKIR
Visi FKIP UNS Berkarakter Kuat dan Cerdas merupakan agenda
tujuan-tujuan yang akan diwujudkan oleh FKIP UNS melalui program dan
kegiatan yang disusun dalam rencana pengembangan dengan program-program
yang dapat diukur dengan prestasi dan kualitas yang dicapai. FKIP UNS
mengusung visi menjadi LPTK penghasil dan pengembang tenaga kependidikan
t dan cerdas merupakan
prioritas nilai yang mengandung cita-cita, semangat, dan motivasi yang
merupakan proses sekaligus usaha, yang digambarkan dengan serangkaian
kegiatan dan sasaran dari lembaga, sehingga akan mampu menghasilkan lulusan
yang bukan hanya berkarakter dan cerdas secara intelektual, tetapi juga cerdas
secara emosional, spiritual, moral, dan sosial.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
63
Rumusan visi ini kemudian dijelmakan menjadi misi. Misi merupakan
sebuah rumusan operasional akan tujuan (goal) yang ingin direalisasikan secara
nyata. Maka FKIP UNS merumuskan misinya sebagai berikut:
1. Menyelenggarakan pendidikan, pengajaran, dan bimbingan secara efektif
untuk menghasilkan tenaga kependidikan yang unggul, berdaya saing
tinggi, mandiri, dan berkepribadian.
2. Melaksanakan penelitian yang mendukung pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran serta mampu menjadi penghasil bagi berbagai kegiatan inovatif
dalam bidang kependidikan
3. Menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang
kependidikan yang bermanfaat bagi masyarakat
4. Mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni yang menunjang
pengembangan bidang kependidikan
Visi dan misi tersebut kemudian menjadi dasar penetapan tujuan-
tujuan yang ingin dicapai oleh FKIP UNS, yakni sebagai berikut:
1. Menghasilkan lulusan dengan indeks prestasi kumulatif tinggi dan
berkepribadian pendidik serta masa studi dan masa tunggu makin pendek
2. Menghasilkan penelitian dan pengembangan yang semakin meningkat
dalam kualitas maupun kuantitas
3. Melaksanakan pengabdian kepada masyarakat yang semakin meningkat
dalam kualitas maupun kuantitas
4. Menghasilkan produk-produk inovatif dalam bidang kependidikan
Selanjutnya, dalam upaya mewujudkan tujuan-tujuan tersebut, maka
sesuai dengan Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Republik Indonesia nomor
232/U/2000 tentang Pedoman Penyusunan Kurikulum Pendidikan Tinggi dan
Penilaian Hasil Belajar Mahasiswa, Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
Republik Indonesia nomor 045/U/2002 tentang Kurikulum Inti Pendidikan Tinggi
serta Peraturan Rektor Universitas Sebelas Maret Nomor 553/H27/PP/2009
tentang Pembelajaran Berbasis Kompetensi dalam Sistem Kredit Semester,
pembelajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi diterapkan di setiap
institusi/fakultas, yakni Jurusan/Program studi di lingkungan UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
64
Visi dan misi tersebut juga menjadi dasar acuan bagi penyusunan
program dan kebijakan dengan pendekatan pendidikan karakter yang menjunjung
tinggi nilai-nilai karakter dan kecerdasan. Lebih lanjut, strategi/pendekatan untuk
melaksanakan pendidikan karakter untuk mencapai visi berkarakter kuat dan
cerdas disusun sesuai dengan program dan kebijakan yang telah ditetapkan.
Kemudian program serta pembelajaran KBK diaplikasikan secara nyata dalam
kehidupan kampus, baik dalam bidang pendidikan dan pengajaran, penelitian,
maupun pengabdian masyarakat, serta pengembangan IPTEKS (Ilmu
Pengetahuan, Teknologi, dan Seni).
Dalam pelaksanaan inilah akan terlihat bagaimana perilaku mahasiswa
dalam kehidupan kampus, apakah sudah berjalan sesuai dengan indikator-
indikator nilai karakter yang dilaksanakan melalui pendidikan karakter untuk
menuju visi berkarakter kuat dan cerdas. Sehingga dari keseluruhan pelaksanaan
pendidikan karakter yang meliputi program maupun kurikulum dalam kehidupan
kampus, sebagai proses pembentukan dan pengembangan karakter serta
kecerdasan warga kampus, akan menghasilkan output mahasiswa yang
berkarakter kuat dan cerdas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
65
Gambar 2.3. Skema Kerangka Berpikir
Pelaksanaan dalam Kehidupan Kampus
Perilaku Mahasiswa
Visi dan Misi FKIP UNS
Program dan kebijakan FKIP UNS
Tujuan FKIP UNS
Output Mahasiswa Berkarakter Kuat dan Cerdas
Lingkungan Kampus FKIP UNS
Dosen, staf, sarana prasarana, fasilitas, dll
Kurikulum Berbasis Kompetensi
Strategi/pendekatan Berkarakter Kuat dan Cerdas
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
66
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian
1. Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sebelas Maret Surakarta. FKIP UNS mengusung visi menjadi LPTK
penghasil
Rumusan visi tersebut mengandung cita-cita dan tujuan FKIP UNS untuk
mencetak calon tenaga pendidik yang memiliki karakter, kompeten, dan cerdas.
Lebih lanjut, visi tersebut dijabarkan dalam rumusan misi FKIP UNS sebagai
berikut:
5. Menyelenggarakan pendidikan, pengajaran, dan bimbingan secara efektif
untuk menghasilkan tenaga kependidikan yang unggul, berdaya saing
tinggi, mandiri, dan berkepribadian.
6. Melaksanakan penelitian yang mendukung pelaksanaan pendidikan dan
pengajaran serta mampu menjadi penghasil bagi berbagai kegiatan inovatif
dalam bidang kependidikan
7. Menyelenggarakan kegiatan pengabdian kepada masyarakat dalam bidang
kependidikan yang bermanfaat bagi masyarakat
8. Mengembangkan ilmu, teknologi, dan seni yang menunjang
pengembangan bidang kependidikan
FKIP UNS terdiri dari 6 jurusan, yaitu Jurusan Ilmu Pendidikan,
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial, Jurusan Pendidikan Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam, Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni, Jurusan
Pendidikan Teknik dan Kejuruan, dan Jurusan Pendidikan Olahraga dan
Kesehatan. Penelitian tentang pelaksanaan pendidikan karakter untuk mencapai
visi FKIP UNS ini dilakukan di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret Surakarta,
yang terdiri dari 5 program studi, yaitu Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi,
Prodi Pendidikan Geografi, Prodi Pendidikan Sejarah, Prodi Pendidikan PPKn,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
67
dan Prodi Pendidikan Ekonomi. Di mana Prodi Pendidikan Ekonomi terdiri dari 3
Bidang Keahlian Khusus, yaitu BKK Pendidikan Tata Niaga, BKK Pendidikan
Akuntansi, dan BKK Pendidikan Administrasi Perkantoran.
Lokasi ini dipilih karena Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial
merupakan jurusan dengan jumlah program studi paling banyak yang ditambah
dengan 3 BKK, sebagai bagian dari FKIP UNS yang merupakan sasaran visi
berkarakter kuat dan cerdas, sehingga memungkinkan peneliti mendapatkan data
dan informasi yang dibutuhkan.
2. Waktu Penelitian
Waktu penelitian merupakan lamanya penelitian ini berlangsung,
mulai dari persiapan sampai dengan penyusunan laporan penelitian, yakni dari
bulan Agustus 2012 hingga bulan Januari 2013. Namun tidak menutup
kemungkinan adanya perubahan waktu yang disesuaikan dengan situasi dan
kondisi yang diperlukan dalam penelitian. Adapun jadwal penelitian adalah
sebagai berikut:
Tabel 3.1. Rincian Waktu Penelitian
No Jadwal Kegiatan
2012 2013
Agust Sept Okt Nov Des Jan
1. Pengajuan Judul
2. Penyusunan Proposal
3. Perizinan
4. Penelitian dan Pengumpulan Data
5. Analisis Data
6. Penulisan Laporan Akhir
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
68
B. Pendekatan dan Jenis Penelitian
1. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan bentuk penelitian kualitatif yang
dilakukan pada suatu obyek dan mengkondisikan seperti apa adanya. Adapun
yang dimaksud dengan penelitian kualitatif adalah menitikberatkan pada proses
yang diambil dari fenomena-fenomena yang ada kemudian ditarik suatu
kesimpulan elitian kualitatif adalah tradisi
tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada
pengamatan pada manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan
orang- g,
2007:4). Maka, dalam penelitian tentang pelaksanaan pendidikan karakter untuk
mencapai visi FKIP UNS di jurusan P IPS ini, mengamati bagaimana berjalannya
kehidupan mahasiswa di kampus terkait dengan aplikasi Berkarakter Kuat dan
Cerdas.
Dalam hal ini, Sugiyono (2006:9) mengungkapkan tentang teknik
pengumpulan data dan analisis data dari metode penelitian kualitatif, yakni bahwa
etode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang digunakan untuk meneliti pada kondisi objek yang alamiah, (sebagai lawannya adalah eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai instrumen kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna daripada generalisasi . Penelitian kualitatif adalah suatu prosedur penelitian yang digunakan
untuk meneliti kondisi obyek alamiah berupa data deskriptif yang berbentuk kata-
kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Dalam
penelitian mengenai penerapan nilai-nilai berkarakter kuat dan cerdas ini peneliti
mengumpulkan data tentang pemahaman dan pengaplikasiannya dalam perilaku
sehari-hari mahasiswa, mengolah data yang didapat baik dari mahasiswa maupun
dosen dan pejabat kampus, lalu menganalisis dan mengiterpretasikannya.
Sedangkan Bogdan dan Taylor menyatakan bahwa yang dimaksud metode
deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
69
sumber adalah berupa data verbal dan peneliti menulisnya berupa deskriptif dari
apa yang didapat di lapangan.
Menurut Sutopo tugas peneliti dalam penelitian kualitatif yaitu
Menggambarkan atau menjelaskan tentang situasi yang sebenarnya untuk
meliputi pada latar ilmiah dan individu secara holistik (utuh) yaitu tidak
mengisolasi individu atau organisasi kedalam variabel atau hipotesis, tetapi
sebagai bagian dari keutuhan atau keseluruhan.
Selain itu, Basrowi dan Suwandi (2008:1-
kualitatif adalah salah satu metode penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan
pemahaman tentang kenyata
Moleong (2007:6) mensintesiskan bahwa
memahami tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian misalnya perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan sebagainya secara holistik yang dideskripsikan dalam bentuk kata-kata dalam bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dengan memanfaatkan berbagai metode
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penelitian kualitatif
adalah penelitian untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh
subyek penelitian meliputi persepsi, tindakan, serta perilaku secara holistik dan
naturalistik. Penafsiran kualitatif secara interpretif atas pengalaman manusia
dengan menggunakan deskripsi dalam bentuk kata-kata dan bahasa dengan
metode yang sistematis. Penelitian ini mendeskripsikan tentang pelaksanaan
pendidikan karakter dalam upaya pencapaian visi FKIP di Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sebelas Maret.
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian kualitatif deskriptif yaitu penelitian yang mengambil
masalah-masalah yang ada pada masa sekarang dengan menggambarkan obyek
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
70
yang menjadi pokok permasalahannya dengan mengumpulkan, menyusun,
mengklasifikasikan lalu menganalisis dan menginterpretasikannya. Di mana
obyek realitas adalah bagaimana para informan mendeskripsikan pemahaman dan
pelaksanaan visi berkarakter kuat dan cerdas dalam proses kehidupan kampus
FKIP UNS dan peneliti mengintepretasikannya sesuai dengan fenomena atau
permasalahan yang ada dalam proses pelaksanaan pendidikan karakter untuk
mencapai visi FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas tersebut.
Metode deskriptif lebih memusatkan pada penemuan fakta
sebagaimana keadaan sebenarnya di lapangan, sehingga penelitian deskriptif
membuat deskripsi, gambaran secara sistematis, faktual dan akurat mengenai
fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antara fenomena yang diteliti. Sesuai
dengan permasalahan yang diteliti yakni mengenai proses dan hasil pelaksanaan
pendidikan karakter dalam upaya pencapaian visi FKIP UNS di jurusan P IPS,
metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
deskriptif, karena penelitian ini berupaya memaparkan obyek-obyek yang diteliti
berdasarkan fakta pada masa sekarang. Hal ini sesuai dengan pendapat Hadari
Nawawi, et al (2005:73) bahwa
Metode deskriptif dapat diartikan sebagai prosedur pemecahan masalah yang diselidiki, dengan menggambarkan/melukiskan keadaan obyek penelitian pada saat sekarang, berdasarkan fakta-fakta yang tampak atau sebagaimana adanya. Metode deskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta (fact finding) sebagaimana keadaan sebenarnya. Penelitian ini mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan
mendalam mengenai kondisi faktual tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut
apa adanya di lapangan studinya. Berdasarkan pendapat tersebut di atas, maka
dalam penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif kualitatif, karena
penelitian ini akan menggambarkan secara jelas dan sistematis keadaan yang ada
secara menyeluruh dan mendalam mengenai kondisi dan fakta tentang
pelaksanaan pendidikan karakter yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di
jurusan P IPS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
71
k
berupa studi etnografis, penelitian grounded, ataupun pendekatan lainnya,
selalu terikat dengan kekhususan karakteristik dari konteksnya yang dipilih
berdasarkan pertimbangan tertentu, dan dijadikan sasaran penelitian. Lebih lanjut,
dalam penelitian kualitatif, tingkatan penelitian hanya dibedakan dalam penelitian
studi kasus terpancang dan studi kasus tidak terpancang. Penelitian ini
menggunakan penelitian studi kasus terpanca
2006:139). Maka, penelitian ini memfokuskan pada suatu masalah yang sudah
ditetapkan sebelumnya, yakni tentang pemahaman dan perilaku mahasiswa terkait
dengan pelaksanaan pendidikan karakter dalam upaya mencapai visi FKIP UNS.
Selanjutnya, jenis penelitian kualitatif dibedakan menjadi dua, yaitu
studi kasus tunggal dan studi kasus ganda. Penelitian ini menggunakan studi kasus
tunggal yang terarah pada sasaran dengan satu karakteristik, seperti yang
pada satu sasaran, di mana dalam hal ini penelitian dilakukan di satu lokasi, yakni
di jurusan P IPS FKIP UNS.
Maka, penelitian kualitatif deskriptif ini dilakukan di lingkup jurusan P
IPS FKIP UNS yakni, di Prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi, Prodi
Pendidikan Ekonomi, Prodi Pendidikan Geografi, Prodi Pendidikan Sejarah, dan
Prodi Pendidikan PPKn, dengan subyek penelitian dari mahasiswa dan dosen
jurusan P IPS FKIP UNS untuk menginterpretasikan pemahaman dan pelaksanaan
pendidikan karakter untuk mencapai visi berkarakter kuat dan cerdas dalam
kegiatan keseharian di lingkungan kampus, baik dalam pendidikan dan
pengajaran, penelitian, maupun pengabdian masyarakat, serta pengembangan
IPTEKS (Ilmu Pengetahuan, Teknologi dan Seni) sebagai upaya mencapai visi
FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
72
C. Data dan Sumber Data
Penelitian ilmiah memerlukan data atau informasi yang relevan dengan
persoalan yang dihadapi sehingga mengena dan tepat. Dalam hal ini, peneliti
menggunakan 2 jenis data yaitu data primer dan data sekunder.
1. Data primer
Menurut Lofland d
kualitatif ialah kata-kata dan tindakan selebihnya adalah data tambahan seperti
dokumen dan lain- Dengan demikian sumber data
utama dalam penelitian ini ialah berupa kata-kata dan tindakan. Kata-kata dan
tindakan merupakan sumber data yang peneliti dapatkan dari lapangan dengan
mengamati atau mewawancarai informan yang telah ditentukan. Peneliti
menggunakan data ini untuk mendapatkan informasi langsung tentang proses dan
hasil pelaksanaan pendidikan karakter dalam upaya mencapai visi FKIP UNS oleh
mahasiswa dan dosen di Jurusan P IPS yang terlibat langsung dalam proses
pelaksanaannya berupa hasil wawancara dan hasil observasi.
2. Data sekunder
umber data bisa
dikelompokkan jenis dan posisinya, mulai dari yang paling nyata sampai dengan
yang paling samar-samar, dan mulai dari yang paling terlibat sampai yang bersifat
-data penguat yang didapat dari sumber
bacaan dan berbagai macam sumber lainnya baik pribadi maupun publik, yang
terdiri dari surat-surat, buku harian, serta laporan rapat, buletin resmi, usul-usul
kebijakan, dan berbagai dokumen resmi pemerintahan. Data sekunder juga dapat
berupa buku, majalah, buletin, jurnal, hasil survei, studi historis, dan sebagainya.
Peneliti menggunakan data sekunder ini untuk memperkuat penemuan dan
melengkapi informasi yang telah peneliti dapatkan melalui wawancara maupun
observasi di lapangan. Data sekunder yang digunakan oleh peneliti antara lain
dokumen, arsip-arsip, dan laporan yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan
karakter sesuai visi FKIP UNS, serta peraturan perundang-undangan yang berlaku
tentang Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
73
Sumber Data
Dalam menentukan sumber data, peneliti harus benar-benar berpikir
mengenai kemungkinan kelengkapan informasi yang akan dikumpulkan. Sumber
data merupakan segala sesuatu yang digunakan sebagai data dalam suatu
litian kualitatif
terdiri dari narasumber atau informan, peristiwa atau aktivitas, tempat atau lokasi,
menggunakan sumber data berupa narasumber (informan), peristiwa atau
aktivitas, lokasi penelitian serta penggunaan dokumen dan foto-foto.
1. Narasumber (informan)
Narasumber atau informan adalah orang-orang yang dipandang
memahami permasalahan yang akan dikaji oleh peneliti dan bersedia memberikan
informasi kepada peneliti. Sutopo (2002:57-
kualitatif posisi sumber data yang berupa manusia (narasumber) sangat penting
Peneliti dan narasumber di dalam penelitian memiliki posisi yang
sama. Narasumber bukan sekedar memberikan tanggapan pada apa yang diminta
peneliti, tetapi ia lebih memilih arah dan selera dalam menyajikan informasi yang
ia miliki. Selain itu, setiap tingkah laku informan juga merupakan sumber
informasi data. Informan yang peneliti ambil untuk mengumpulkan data terdiri
dari pimpinan fakultas (Dekan), pimpinan jurusan (Ketua Jurusan), serta dosen
dan mahasiswa dari 5 Program Studi yang ada dalam lingkup jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial, yaitu prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi, prodi
Pendidikan Ekonomi, prodi Pendidikan Geografi, prodi Pendidikan Sejarah, dan
prodi Pendidikan PPKn.
2. Peristiwa, aktivitas, perilaku
Data atau informasi juga dapat diperoleh dari peristiwa atau aktivitas
dan perilaku sebagai sumber data yang berkaitan dengan sasaran penelitian.
Dengan mengamati peristiwa dan perilaku yang terjadi, peneliti bisa mengetahui
proses tentang bagaimana sesuatu terjadi secara lebih pasti karena
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
74
menyaksikannya sendiri secara langsung. Hal ini sesuai dengan pendapat Sutopo
(2002:58-59) bahwa
peristiwa, baik yang terjadi secara sengaja ataupun tidak. Sedangkan aktivitas merupakan kegiatan rutin yang berulang atau yang bisa juga hanya satu kali terjadi, aktivitas yang formal dan juga yang tidak formal, yang tertutup ataupun yang terbuka untuk bisa diamati siapa
Di sini peneliti akan mengamati narasumber (informan) seputar
perilaku dan aktivitas mahasiswa yang terkait dengan pelaksanaan pendidikan
karakter untuk mencapai visi FKIP UNS, yang dapat dilihat dari kedisiplinan
menaati peraturan (seragam putih-gelap setiap hari Senin-Selasa), kegiatan dan
keaktifan dalam perkuliahan, capaian IPK, cara berinteraksi dan bersosialisasi
dengan teman dan dosen, dan lain-lain. Tidak hanya sebatas mengamati aktivitas
dan perilaku saja tetapi peneliti juga berusaha memahami aktivitas dan perilaku
yang mereka lakukan lewat cerita narasumber secara mendalam.
3. Tempat atau lokasi
Mengenai tempat atau lokasi Sutopo (2002:60) berpendapat bahwa,
dilakukan, bisa digali lewat sumber lokasinya, baik yang merupakan tempat
sa
memperoleh informasi yang berkaitan dengan peristiwa atau perilaku yang terjadi,
atau bahkan yang berkaitan dengan sikap dan persepsi para pelakunya.
Lokasi dan lingkungan FKIP UNS merupakan salah satu komponen
yang mendukung dalam penelitian ini karena dengan mengamati lokasi dan
lingkungan kampus, peneliti mampu mengkaji secara subjektif mengenai keadaan
kampus untuk memungkinkan menarik kesimpulan yang berkaitan dengan
permasalahan proses dan hasil penerapan pendidikan karakter dalam upaya
mencapai visi FKIP UNS dalam kehidupan kampus.
4. Dokumen, arsip, dan gambar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
75
Dalam penelitian ini, dokumen yang dapat digunakan adalah penelitian-penelitian
serupa yang telah dilakukan, baik di tempat yang sama maupun di tempat yang
berbeda. Dokumen, arsip-arsip, dan laporan yang terkait dengan visi FKIP UNS
serta peraturan perundang-undangan yang berlaku tentang Pendidik dan Tenaga
Kependidikan. Sedangkan gambar yang digunakan dalam penelitian berupa foto-
foto yang berkaitan dengan aktivitas subyek di lapangan. Menurut Sutopo
masalah yang dikaji, misalnya gambar peta, potret, dan juga gambar buatan
D. Teknik Pengambilan Informan
Di dalam penelitian kualitatif, yang digunakan untuk pengambilan
informan sangat selektif. Informan mempunyai fungsi yang sangat bermakna
sebagai sumber informasi permasalahan. Dalam penelitian ini peneliti
menggunakan teknik purposive sampling yaitu informan diambil tidak ditekankan
pada jumlah melainkan ditekankan pada kekayaan informasi yang dimilikinya
sebagai sumber data. Menurut Patton yang dikutip Sutopo (2002: purposive
adalah peneliti akan memilih informan yang dipandang paling tahu, sehingga
kemungkinan pilihan informan dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan
purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data
informan dengan pertimbangan-pertimbangan tertentu, yakni yang dianggap
memiliki kekayaan informasi atau dianggap paling tahu tentang permasalahan
yang diteliti.
purposive
sampling yaitu teknik mendapatkan informasi dengan memilih individu-individu
yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat
diperca
purposive sampling, peneliti tidak menjadikan semua orang sebagai informan,
tetapi peneliti memilih informan yang dipandang tahu dan cukup memahami
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
76
tentang pelaksanaan pendidikan karakter yang terkait dengan upaya pencapaian
visi FKIP UNS dalam kehidupan kampus khususnya di lingkungan jurusan P IPS.
Hal ini didasarkan pada kriteria khusus terutama untuk informan mahasiswa,
yakni mahasiswa tingkat 3 atau lebih yang dipandang telah mengalami proses
pendidikan karakter di jurusan P IPS.
E. Teknik Pengumpulan Data
Sesuai dengan sumber data yang digunakan dalam penelitian ini, maka
teknik pengumpulan data yang digunakan adalah:
1. Wawancara mendalam (in-depth interviewing)
Wawancara adalah pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan
ide melalui tanya jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik
maksud tertentu. Percakapan itu dilakukan oleh dua pihak, yaitu pewawancara
(interviewer) yang mengajukan pertanyaan dan yang diwawancarai (interviewee)
yaitu wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur yang disebut
wawacara mendalam (in-depth interviewing).
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik wawancara
mendalam (in-depth interviewing) untuk memperoleh berbagai data yang
berkaitan dengan permasalahan kesenjangan antara indikator nilai berkarakter
kuat dan cerdas dengan realitas persepsi dan perilaku yang terjadi di jurusan P
dilakukan pada waktu dan kondisi konteks yang dianggap paling tepat guna
ini bersifat
terbuka, tidak terstruktur, sehingga wawancara dapat dilakukan berulang-ulang
pada informasi yang sama agar informasi yang diperoleh mantap dan jelas.
semistruktur/mendalam (in-depth interview) adalah untuk menemukan
permasalahan secara lebih terbuka, di mana pihak yang diajak wawancara diminta
pendapat, dan ide-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
77
untuk memperoleh informasi mengenai bagaimana persepsi, strategi, dan perilaku
sebagai proses dan hasil pelaksanaan pendidikan karakter untuk mencapai visi
FKIP UNS. Peneliti juga menerapkan teknik face to face sehingga peneliti dapat
mengungkap secara langsung keterangan dari informan tanpa melalui perantara.
2. Observasi
Observasi adalah kegiatan mengamati perilaku atau aktivitas dan
memungkinkan peneliti merasakan apa yang dirasakan dan dihayati oleh subyek,
sehingga memungkinkan pembentukan pengetahuan yang diketahui bersama, baik
memperoleh pemahaman mengenai proses dan tindakan suatu obyek yang diteliti
yaitu manusia, tempat, dan situasi sosial. Sutopo (2002:64) mengungkapkan
a. Observasi tak berperan, yaitu kehadiran peneliti dalam observasi sama sekali tidak diketahui oleh subyek yang diamati.
b. Observasi berperan pasif, kehadiran peneliti di dalam lokasi menunjukkan peran yang paling pasif, sebab kehadirannya sebagai orang asing diketahui oleh subyek yang diamati dan hal itu membawa pengaruh pada yang diamati.
c. Observasi berperan aktif. Observasi berperan aktif merupakan cara khusus dan peneliti tidak hanya sebagai pengamat, tetapi memainkan berbagai peran yang dimungkinkan dalam suatu situasi yang berkaitan dengan penelitiannya. Peran tersebut hanya bersifat sementara.
d. Observasi berperan penuh, peneliti memang memiliki peran dalam lokasi studinya sehingga benar-benar terlibat dalam suatu kegiatan
Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik observasi berperan
pasif, di mana peneliti mengamati secara langsung kegiatan yang dilakukan oleh
obyek penelitian. Teknik pengumpulan data dengan observasi berperan pasif
bermanfaat bagi peneliti untuk mendapatkan data deskriptif faktual dan terinci
mengenai perilaku informan dalam pelaksanaan pendidikan karakter dalam
pencapaian visi FKIP UNS di jurusan P IPS. Data yang didapat dari observasi
meliputi penampilan fisik informan dan tingkah laku informan, dalam hal ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
78
berkaitan dengan kedisiplinan menaati peraturan (seragam putih-gelap setiap hari
Senin-Selasa), kegiatan dan keaktifan dalam perkuliahan, capaian IPK, cara
berinteraksi dan bersosialisasi dengan teman dan dosen, dan lain-lain. Dalam
kegiatan observasi ini, peneliti mengamati apa yang dikerjakan orang dan
mendengarkan apa yang mereka ucapkan.
3. Analisis Dokumen
atau sesuatu yang berkaitan dengan peristiwa tertentu dan dapat dimanfaatkan
(2006:82)
Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, dan karya-karya monumental dari
seseorang. Dokumen yang berbentuk tulisan misalnya catatan sejarah kehidupan
(life histories), ceritera, biografi, peraturan kebijakan. Dokumen berbentuk karya
misalnya karya seni dapat berupa gambar patung, dan lain-lain. Studi dokumen
merupakan pelengkap dari penggunaan metode observasi dan wawancara dalam
penelitian kualitatif.
Menurut Hadari Nawawi (1995:
cara mengumpulkan data yang dilakukan dengan kategorisasi dan klasifikasi
bahan tertulis yang berhubungan dengan masalah penelitian, baik sumber maupun
buku-buku, koran, majalah, dan lain- knik yang
dilakukan adalah menganalisis dokumen dan arsip dengan cara mengamati,
mencatat, dan menyimpulkan apa yang tersirat dalam setiap arsip yang
berhubungan dengan masalah yang diteliti, kemudian berusaha untuk memahami
maknanya. Dokumen dan arsip serta gambar yang dimaksudkan adalah arsip-arsip
dan laporan yang terkait dengan visi FKIP UNS serta gambar potret yang
berkaitan dengan perilaku mahasiswa dalam pelaksanaan pendidikan karakter.
F. Uji Validitas Data
Dalam penelitian, data yang berhasil dikumpulkan perlu diuji
kebenarannya. Agar data yang diperoleh dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya, maka perlu dilakukan uji validitas data. Validitas data merupakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
79
pengujian data dalam penelitian agar dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
atau tidak. Dalam penelitian ini, uji validitas data menggunakan metode
pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu
untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembandin
Maksudnya adalah data yang diperoleh akan diuji keabsahannya dengan cara
mengecek kepada sumber lain sehingga dihasilkan suatu kebenaran.
Menurut Patton yang dikutip Sutopo (2002:77-85) dinyatakan bahwa
untuk mendapatkan data yang valid dalam suatu penelitian digunakan empat
macam trianggulasi, yaitu:
1. Trianggulasi data atau trianggulasi sumber, yaitu mengarahkan peneliti agar di
dalam mengumpulkan data, peneliti wajib menggunakan beragam sumber data
yang tersedia. Artinya data yang sama atau sejenis akan lebih mantap
kebenarannya bila digali dari beberapa sumber yang berbeda.
2. Trianggulasi metode, yaitu dilakukan oleh peneliti dengan mengumpulkan
data sejenis tetapi dengan menggunakan teknik atau metode pengumpulan
data yang berbeda.
3. Trianggulasi peneliti, yaitu hasil penelitian baik data ataupun simpulan
mengenai bagian tertentu atau keseluruhannya bisa diuji validitasnya dari
beberapa peneliti.
4. Trianggulasi teori, yaitu dilakukan oleh peneliti dengan menggunakan
perspektif lebih dari satu teori dalam membahas permasalahan yang dikaji.
Dalam penelitian ini menggunakan teknik trianggulasi data atau
sumber. Trianggulasi data atau trianggulasi sumber dilakukan dengan cara
membandingkan data yang diperoleh dari informan satu dengan informan yang
lain, data aktivitas atau peristiwa, serta data dokumen, arsip dan gambar yang
diperoleh selama penelitian.
G. Analisis Data
pengorganisasian data ke dalam suatu pola, kategori dan satuan uraian dasar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
80
sehingga dapat ditemukan tema dan dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang
proses pengumpulan data. Analisis data diperoleh dengan cara mengorganisasikan
dan mengurutkan data ke dalam kelompok tertentu.
Penelitian ini menggunakan model teknik analisis data interaktif.
komponen utama yang harus benar-benar dipahami oleh peneliti kualitatif. Tiga
komponen tersebut adalah (1) reduksi data, (2) sajian data, dan (3) penarikan
menggunakan teknik analisis deskriptif, maka ketiga komponen utama tersebut
diawali dengan pengumpulan data. Untuk lebih jelasnya keempat komponen
tersebut adalah sebagai berikut:
1. Pengumpulan data
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teknik pengumpulan data
antara lain wawancara mendalam, observasi langsung dan analisis dokumen.
Pengumpulan data dilakukan selama data yang diperlukan belum memadai dan
akan dihentikan bila data yang diperlukan telah memadai untuk penarikan
kesimpulan.
2. Reduksi data
Reduksi data merupakan proses pemilihan, pemusatan perhatian,
penyederhanaan, pengabstraksian, dan pentransformasian data kasar dari
lapangan. Dengan reduksi data, data kualitatif dapat disederhanakan dan
ditransformasikan dalam berbagai cara seperti melalui seleksi yang ketat, melalui
uraian singkat, maupun menggolongkan dalam klasifikasi yang telah ditentukan.
Proses ini berlangsung terus selama penelitian dilakukan. Fungsinya untuk
menajamkan, menggolongkan, mengarahkan, membuang yang tidak perlu, dan
mengorganisasi sehingga interpretasi bisa ditarik.
3. Penyajian data
Penyajian data merupakan kegiatan mengorganisasikan data dan
informasi yang telah direduksi secara sistematis untuk memungkinkan penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Bentuk penyajiannya antara lain berupa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
81
teks naratif, gambar/skema, grafik, maupun tabel. Penyajian data harus tertata
secara logis dan sistematis sehingga bila dibaca akan mudah dipahami mengenai
berbagai hal yang terjadi dalam penelitian, yang memungkinkan peneliti
melakukan sesuatu pada analisis atau tindakan lain berdasarkan pemahaman
tersebut.
4. Penarikan kesimpulan
Penarikan kesimpulan merupakan rangkaian pengolahan data yang
berupa gejala kasus yang terdapat di lapangan. Kesimpulan akhir tidak akan
terjadi sampai pada waktu proses pengumpulan data berakhir. Kesimpulan harus
diverifikasi agar cukup mantap dan benar-benar bisa dipertanggungjawabkan.
Untuk itu peneliti melakukan aktivitas pengulangan untuk tujuan pemantapan,
penelusuran data kembali, melihat lagi field note sehingga kesimpulan penelitian
lebih bisa dipercaya. Dalam penelitian ini, pengumpulan data, reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan bekerja secara siklus, artinya kegiatan
tersebut merupakan sesuatu yang saling menjalin pada sebelum, selama, dan
sesudah pengumpulan data di lapangan berdasarkan sumber data yang ada.
Model interaktif dalam analisis data sebagaimana dikatakan di atas,
oleh Sutopo (2002:96) dapat dapat dibuat bagan seperti pada gambar berikut:
Gambar 3.1. Komponen-komponen Analisis Data Model Interaktif
(Sumber: Sutopo, 2002: 96)
Pengumpulan data Penyajian data
Reduksi data
Penarikan kesimpulan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
82
H. Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian adalah tata urutan atau langkah-langkah rinci yang
harus ditempuh untuk melaksanakan penelitian. Menurut Sutopo (2002:187-190)
teratur sehingga hasil penelitian dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Bogdan
dan Suwandi, 2008:84-92).
Untuk kegiatan analisis intensif ini terdiri dari kegiatan analisis data
dan tahapan akhir yaitu tahap penulisan laporan. Keempat tahapan tersebut ialah
sebagai berikut:
1. Tahap Pra Lapangan
a. Mengajukan judul penelitian kepada pembimbing.
b. Mengumpulkan bahan/sumber materi penelitian.
c. Menyusun proposal penelitian.
d. Mengurus perijinan penelitian.
e. Menyiapkan perlengkapan penelitian.
2. Tahap Kegiatan Lapangan
a. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara mendalam, observasi
berperan pasif, dan analisis dokumen.
b. Membuat field note
c. Memilah dan mengatur data sesuai kebutuhan.
3. Tahap Analisis Data
a. Menentukan teknik analisis data yang tepat sesuai dengan proposal
penelitian.
b. Melakukan analisis awal.
c. Mengembangkan penyajian data dengan analisis lanjut kemudian dicek
ulang dengan temuan di lapangan.
d. Melakukan verifikasi, pengayaan, dan pendalaman data.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
83
e. Membuat kesimpulan akhir sebagai temuan penelitian.
4. Tahap Penulisan Laporan
a. Penyusunan laporan awal.
b. Review laporan, yaitu mendiskusikan laporan yang telah disusun dengan
orang yang cukup memahami penelitian.
c. Melakukan perbaikan laporan sesuai hasil diskusi.
d. Penyusunan laporan akhir.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
84
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Deskripsi Lokasi/Objek Penelitian
Universitas Sebelas Maret, diresmikan pada tanggal 11 Maret 1976
dengan Surat Keputusan Presiden Republik Indonesia No. 10 tahun 1976, tanggal
8 Maret 1976, yang semula bernama Universitas Negeri Surakarta Sebelas Maret,
disingkat UNS, yang merupakan penyatuan dari lima unsur perguruan tinggi yang
ada di Surakarta pada waktu itu, yaitu terdiri dari:
1. Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan (IKIP) Negeri Surakarta
2. Sekolah Tinggi Olahraga (STO) Negeri Surakarta
3. Akademi Administrasi Niaga (AAN) Surakarta yang sudah diintegrasikan
ke dalam AAN Negeri di Yogyakarta
4. Universitas Gabungan Surakarta (UGS), merupakan gabungan beberapa
Universitas Swasta di Surakarta, yaitu Universitas Islam Indonesia cabang
Surakarta, Universitas 17 Agustus 1945 cabang Surakarta, Universitas
Cokroaminoto Surakarta, dan Universitas Nasional Saraswati Surakarta
5. Fakultas Kedokteran Perguruan Tinggi Pembangunan Nasional (PTPN)
Veteran cabang Surakarta
Saat ini Universitas Sebelas Maret termasuk sepuluh universitas
terbaik di Indonesia menurut webometrik. UNS terdiri atas sembilan fakultas,
yaitu; (1) Fakultas Teknik; (2) Fakultas Pertanian; (3) Fakultas Sastra dan Seni
Rupa; (4) Fakultas MIPA; (5) Fakultas Hukum; (6) Fakultas Ilmu Sosial dan
Politik; (7) Fakultas Ekonomi; (8) Fakultas Kedokteran; dan (9) Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Menyangkut dengan penelitian tentang
pendidikan karakter, fokus utama dalam penelitian ini ialah pelaksanaan
pendidikan karakter yang secara jelas tercantum dalam visi Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret, yaitu menjadi LPTK penghasil
dan pengembang tenaga kependidikan berkarakter kuat dan cerdas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
85
FKIP UNS terletak di kampus induk Universitas Sebelas Maret yang
beralamatkan di Jl. Ir. Sutami 36 A Ketingan, Jebres, Surakarta, di mana fakultas
ini letaknya paling belakang atau di sebelah utara berdekatan dengan pintu masuk
gerbang belakang kampus. Fakultas ini berbatasan sebelah timur dengan gedung
Pasca Sarjana UNS, sebelah barat dengan gedung Fakultas Hukum UNS, vihara,
pura, dan gereja kampus, sebelah selatan dengan gedung UPT Mata Kuliah
Umum, dan sebelah utara dengan Masjid Kampus Nurul Huda UNS sehingga
membuat letak FKIP UNS menjadi strategis. Namun, terdapat beberapa jurusan
yang tersebar di beberapa lokasi selain di kampus Kentingan, antara lain Jurusan
Ilmu Pendidikan kampus Kleco dan Kebumen, Jurusan Pendidikan Teknik
Kejuruan kampus Pabelan, serta Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan
kampus Ngoresan dan Manahan.
Dalam perjalanannya, program studi yang terdapat di FKIP UNS
mengalami beberapa perubahan. Pada tahun akademik 1997/1998 program studi
yang ada di FKIP UNS mengacu pada SK Dirjen Dikti No. 222/Dikti/Kep/1996
tanggal 11 Juli 1996. Berdasarkan SK tersebut program studi di lingkungan FKIP
UNS sebanyak 16 program studi. Pada bulan Desember 2000, berdasarkan SK
DIKTI Depdiknas No. 442/DIKTI/KEP/2000 tanggal 20 Desember tentang
pembentukan Program Studi S1 Pendidikan Sosiologi Antropologi di UNS, maka
mulai Tahun Akademik 2001/2002 secara resmi Program Studi Pendidkan
Sosiologi-Antropologi dibuka di bawah Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial FKIP UNS. Sesuai dengan surat keputusan Dirjen Dikti nomor
400a/Dikti/Kep/1992 dan nomor 400b/Dikti/Kep/1992 FKIP UNS merupakan
salah satu Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) di Indonesia yang
mendapat tugas menyelenggarakan Program D-2 PGSD baik guru kelas maupun
guru pendidikan jasmani. Berdasarkan surat Dirjen Dikti nomor 4856/D/T/2004
FKIP UNS diizinkan menyelenggarakan Program Pendidikan Taman Kanak-
kanak baik jenjang D-2 maupun S-1. Dengan demikian di FKIP sekarang ada 6
jurusan dengan 19 program studi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
86
Program studi yang ada pada masing-masing jurusan di Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan yaitu:
1. Jurusan Ilmu Pendidikan (IP), dengan program studi:
a. Pendidikan Luar Biasa (Pendidikan Khusus)
b. Bimbingan dan Konseling (BK)
c. Pendidikan Guru Sekoah Dasar (PGSD)
d. Pendidikan Guru Pendidikan Anak Usia Dini (PG-PAUD)
2. Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial (P.IPS), dengan program
studi:
a. Pendidikan Ekonomi, yang terdiri atas:
1) Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Tata Niaga
2) Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Akuntansi
3) Bidang Keahlian Khusus Pendidikan Administrasi Perkantoran
b. Pendidikan Kewarganegaraan (PKn)
c. Pendidikan Geografi
d. Pendidikan Sejarah
e. Pendidikan Sosiologi-Antropologi
3. Jurusan Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (P.MIPA),
dengan program studi:
a. Pendidikan Matematika
b. Pendidikan Fisika
c. Pendidikan Kimia
d. Pendidikan Biologi
4. Jurusan Pendidikan Bahasa dan Seni (PBS), dengan program studi:
a. Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia dan Daerah
b. Pendidikan Bahasa Inggris
c. Pendidikan Seni Rupa
d. Pendidikan Bahasa Jawa
5. Jurusan Pendidikan Teknik dan Kejuruan (PTK), dengan program studi:
a. Pendidikan Teknik Mesin
b. Pendidikan Teknik Bangunan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
87
6. Jurusan Pendidikan Olahraga dan Kesehatan (POK), dengan program
studi:
a. Pendidikan Jasmani Kesehatan dan Rekreasi
b. Pendidikan Kepelatihan Olahraga
Jurusan yang menjadi lokasi penelitian adalah Jurusan Pendidikan
Ilmu Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang terletak di
gedung C FKIP UNS. Jurusan P.IPS ini merupakan jurusan dengan jumlah
program studi terbanyak, yaitu sebanyak 5 program studi, seperti yang telah
disebutkan di atas. Jurusan P.IPS dipimpin oleh seorang ketua jurusan yakni
Bapak Drs. Syaiful Bachri, M.Pd dengan dibantu oleh seorang sekretaris jurusan
yakni Bapak Drs. Sunarto, M.M. Berikut daftar nama ketua dan sekretaris prodi di
Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial adalah sebagai berikut :
1. Pendidikan Ekonomi
Kaprodi : Dr. Wiedy Murtini, M.Pd
Sekprodi : Sri Sumaryati, S.Pd, M.Pd
2. Pendidikan Kewarganegaraan
Kaprodi : Dr. Sri Haryati, M.Pd
Sekprodi : Dr. Triyanto, M.Hum
3. Pendidikan Geografi
Kaprodi : Dr. Moh. Gamal Rindarjono, M.Si
Sekprodi : Dra. Inna Prihatini, MS
4. Pendidikan Sejarah
Kaprodi : Dra. Sri Wahyuni, M.Pd
Sekprodi : Drs. Herimanto, M.Pd
5. Pendidikan Sosiologi-Antropologi
Kaprodi : Drs. MH. Sukarno, M.Pd
Sekprodi : Drs. Slamet Subagya, M.Pd
Jurusan P.IPS memiliki berbagai fasilitas yang dapat menunjang dalam
proses perkuliahan, antara lain ruang perkuliahan yang terdapat di gedung A, B,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
88
maupun C, aula yang terletak di gedung C lantai 2, mushola yang terletak di
gedung C lantai 2, serta hotspot area di area selter dan lobi gedung. Selter
maupun lobi yang dilengkapi dengan hotspot area dimanfaatkan mahasiswa untuk
melakukan berbagai kegiatan, seperti diskusi, belajar kelompok, internetan dan
lain sebagainya. Hal ini mendukung pengembangan karakter mahasiswa yang
komunikatif dan kreatif.
Jurusan P.IPS juga berdekatan dengan Perpustakaan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan yang terletak di gedung B. Perpustakaan
merupakan sarana pendukung yang menyediakan buku referensi kuliah sebagai
sumber pembelajaran. Sarana yang ada di perpustakaan antara lain buku, jurnal,
karya ilmiah dan sumber belajar lainya, komputer, printer, televisi, meja dan kursi
yang menjadi pendukung mahasiwa dalam mencari sumber belajar. Perpustakaan
juga menunjang dalam pengembangan karakter mahasiswa yang gemar mambaca
dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi. Selain itu, jurusan P.IPS yang
berdekatan dengan tempat peribadatan seperti masjid Nurul Huda, gereja kampus,
vihara serta pura mendukung dalam penciptaan suasana kampus yang religius.
Lebih lanjut, Jurusan P.IPS sebagai bagian dari Fakultas Keguruan dan
Ilmu Pendidikan Universitas Sebelas Maret memberikan prioritas tersendiri
terhadap penampilan. Hal ini terlihat dari adanya aturan dalam berbusana.
Peraturan tersebut tercantum di dalam buku pedoman akademik FKIP UNS (2010:
31) bahwa khusus hari Senin dan Selasa mahasiswa mengenakan pakainan rapi
tidak ketat, atasan putih dan bawahan gelap. Ini merupakan salah satu upaya untuk
mewujudkan visi FKIP UNS membentuk guru berkarakter kuat dan cerdas yang
dimulai dengan pendisiplinan melalui cara berbusana. Penampilan menjadi bagian
penting dalam membangun citra guru yang berkarakter.
Dengan demikian, lingkungan Jurusan P.IPS sebagai tempat
berinteraksi warga kampus, baik dosen, staf maupun mahasiswa diupayakan
menjadi lingkungan yang kondusif dalam mendukung pembentukan dan
pengembangan karakter calon pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas, sesuai
dengan visi FKIP UNS. Hal ini dibuktikan dengan proses belajar mengajar yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
89
dibentuk sedemikian rupa sehingga menunjang pengembangan karakter jujur,
kerja keras, dan cerdas. Selanjutnya, adanya pendisiplinan tata cara berbusana
pada hari Senin dan Selasa, di mana mahasiswa mengenakan pakainan rapi tidak
ketat, atasan putih dan bawahan gelap sebagai upaya pembentukan citra guru yang
sederhana. Selain itu, hotspot area dan perpustakaan yang dimanfaatkan
mahasiswa untuk melakukan berbagai kegiatan, seperti diskusi, belajar kelompok,
internetan dan lain sebagainya diciptakan sedemikian rupa sehingga mendukung
proses pengembangan karakter mahasiswa yang komunikatif, kreatif, gemar
membaca, dan ingin tahu.
B. Deskripsi Temuan Penelitian
Berdasarkan informasi dan data yang diperoleh selama penelitian,
maka langkah selanjutnya ialah melakukan analisis terhadap data tersebut guna
menjawab permasalahan-permasalahan yang telah dirumuskan pada awal
penelitian. Data yang telah terkumpul kemudian disusun secara sistematis
sehingga mempermudah peneliti dalam menarik kesimpulan. Deskripsi hasil dan
analisis penelitian dimaksudkan untuk menyajikan data yang dimiliki sesuai
dengan pokok permasalahan yang dikaji pada penelitian ini yaitu pelaksanaan
pendidikan karakter untuk mencapai visi FKIP UNS, yakni menjadi LPTK
penghasil dan pengembang tenaga kependidikan berkarakter kuat dan cerdas.
Rumusan masalah yang pertama yakni mengenai persepsi mahasiswa
terhadap pendidikan karakter sesuai konsep visi FKIP UNS berkarakter kuat dan
cerdas. Rumusan masalah kedua yakni strategi pelaksanaan visi FKIP UNS
khususnya di Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial. Hal ini mencakup
indikator pencapaian visi FKIP UNS, serta strategi penanaman dan pengawasan
terhadap indikator yang telah dirumuskan oleh FKIP UNS.
Sedangkan rumusan masalah yang ketiga yaitu mengenai perilaku
mahasiswa dalam proses implementasi visi FKIP UNS. Hal ini mencakup apakah
perilaku mahasiswa sudah sesuai dengan indikator yang dirumuskan oleh FKIP
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
90
UNS, penyimpangan yang dilakukan, serta bagaimana menanggapi penyimpangan
tersebut. Untuk lebih jelas, berikut uraian analisisnya:
1. Persepsi Konsep Berkarakter Kuat dan Cerdas
Berkarakter kuat dan cerdas menjadi rumusan utama dalam visi yang
diusung oleh FKIP UNS. Sebagai sebuah Lembaga Pendidikan Tenaga
Kependidikan (LPTK), FKIP berusaha menghasilkan dan mengembangkan tenaga
kependidikan yang berkarakter kuat dan cerdas. Rumusan ini mencakup
kepribadian unggul, profesionalitas, kecerdasan, dan keluasan wawasan. Rumusan
berkarakter kuat dan cerdas pun berusaha ditanamkan dalam diri setiap
mahasiswa. Tidak hanya mahasiswa secara personal maupun kelompok, dosen
dan para staf tenaga kependidikan pun diharapkan mampu memberikan contoh
yang dapat diteladani para mahasiswa.
Visi FKIP untuk menjadi LPTK penghasil dan pengembang tenaga
kependidikan berkarakter kuat dan cerdas diakui Pak Syarif memang diarahkan
sebagai satu konsep pendidikan karakter. Hal ini untuk membentuk karakter
mahasiswa FKIP yang merupakan calon guru agar memiliki ciri-ciri yang khas
dan berbeda dengan mahasiswa fakultas lain.
terutama karena kita FKIP sebagai LPTK kan mestinya harus beda dengan fakultas yang lain, bagaimana karakter mahasiswa dari FKIP itu kan mestinya kan berbeda dengan yang lain. Nah dengan visi semacam itu kan nanti akan memberikan ciri-ciri tertentu dari apa yang
Hal yang senada disampaikan oleh informan lain. Menurut Titik,
sasaran dari visi berkarakter kuat dan cerdas adalah sumber daya manusia di FKIP
yaitu mahasiswa sebagai calon pendidik. Mengenai penjabarannya, informan
berpendapat bahwa berkarakter itu berarti mahasiswa calon pendidik harus
mempunyai suatu karakter atau kelebihan yang mencirikan dirinya sebagai
seorang calon pendidik. Sedangkan yang dimaksud dengan cerdas mencakup
kecerdasan sikap, kepribadian, dan pemikiran.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
91
dia hanya bisa mengajar tetapi dia juga bisa mendidik anak didiknya sehingga bangsanya akan menjadi maju. Nah..cerdasnya kan kita sebagai Sumber Daya Manusia yang istilahnya kita sebagai seorang calon pendidik, kalau seandainya kita nggak cerdas bagaimana kita bisa mendidik anak didik kita. Ya..cerdas itu kan perpaduan antara
Sebagai seorang calon pendidik, mahasiswa FKIP dibekali dengan
kemampuan, kompetensi, serta karakter yang memberikan ciri-ciri yang khas pada
dirinya sehingga berbeda dengan mahasiswa dari fakultas yang lain. Ciri-ciri
inilah yang berusaha dibentuk pada diri setiap mahasiswa FKIP dengan rumusan
berkarakter kuat dan cerdas.
Visi berkarakter kuat dan cerdas merupakan cita-cita FKIP dalam
membentuk dan mengembangkan calon tenaga pendidik dan kependidikan yang
handal dan profesional. Hal ini diakui oleh Pak Faizal, selaku Dekan FKIP
sebagai kepribadian yang sepantasnya dan semestinya dimiliki oleh seorang guru.
oses perenungan yang cukup dalam, untuk berpikir bagimana
agar calon pendidik itu berkepribadian sebagai guru yang handal, sebagai guru
Sebagai rumusan utama yang diusung oleh FKIP UNS, visi
berkarakter kuat dan cerdas memiliki penjabaran yang kompleks. Visi berkarakter
kuat dan cerdas harus terintegrasi dalam kurikulum setiap program studi. Hal ini
berarti bahwa kurikulum harus mencakup mata kuliah-mata kuliah yang berisi
tentang pendidikan karakter, antara lain mengenai pengembangan kepribadian,
etika profesi, kewirausahaan, maupun pendidikan agama. Hal ini sesuai dengan
pendapat dari bu Dini.
di dalam kurikulum. Ya..kalau di dalam kurikulum di Pendidikan Ekonomi misalnya di situ ada tentang pengembangan kepribadian misalnya, ada lagi tentang etika, etika profesi misalnya, kemudian juga
(Dini/28/06/2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
92
Hal tersebut senada dengan pernyataan yang dikemukakan oleh Pak
Aryo, bahwa mata kuliah-mata kuliah diarahkan untuk pencapaian visi
berkarakter kuat dan cerdas, di mana hal ini dilakukan melalui penataan
kurikulum nasional yang sesuai dengan visi dan misi FKIP UNS sebagai berikut,
ngka penataan secara kurikulum itu, kita menyatukan antara kurikulum nasional, dan juga kurikulum yang sesuai dengan visi dan misi, sesuai dengan visi dan misi, nanti baik kurikulum yang mata kuliah-mata kuliah itu kita arahkan sesuai dengan visi dan misi.(Aryo/29/06/2012) Secara riil, informan memberikan pendapatnya bahwa visi berkarakter
kuat dan cerdas ini, dalam konteks prodi Pendidikan Geografi, dijabarkan dalam
program kerja, yang kemudian diturunkan ke dalam rencana strategis atau renstra,
yang semuanya tidak menyimpang dari visi misi berkarakter kuat dan cerdas.
menjabarkannya yang pertama di dalam program kerja, program kerja terus kemudian program kerja itu diturunkan dari rencana strategi, renstra, renstra prodi, kami punya renstra prodi, jadi prodi itu kami ambil dari visi dan misi, dan renstra itu tidak..tidak boleh menyimpang
(Aryo/29/06/2012) Lebih lanjut mengenai penjabaran berkarakter kuat dan cerdas,
disampaikan oleh bu Dini, bahwa yang dimaksud dengan orang yang berkarakter
kuat adalah seseorang yang seimbang antara IQ (Intelektual Quotient), EQ
(Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient). IQ diharapkan mampu
dibentuk dengan optimalisasi perkuliahan. Mata kuliah-mata kuliah yang ada di
jurusan P IPS diharapkan mendidik ke arah pencerdasan intelektual dan
akademik. EQ merupakan kecerdasan emosi yang berbentuk softskill, di mana
pengembangannya dengan etika profesi keguruan, bahasa, maupun
pengembangan karakter melalui ekstrakurikuler. Sedangkan SQ dikembangkan
dengan optimalisasi pendidikan moral melalui mata kuliah agama.
EQ, dan SQnya, iya kan? Dari SQnya kita dapat mata kuliah Pendidikan Agama, ya kan semua agama, kemudian dari IQnya, dari semua mata kuliah kan itu mendidik ke arah pencerdasan akademiknya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
93
ya, dan juga kalau EQ, lha itu kan sebetulnya soft skill, jadi bentuk soft skillnya itu, jadi kalau dari karakter, bentukan karakter apa ya? Ya agama ya ada, kemudian ada pembentukan karakter dalam bentuk etika kepribadian ya profesi gurunya, kemudian bahasanya, kemudian
Hal tersebut disepakati oleh informan yang lain. Sari yang merupakan
mahasiswi prodi Pendidikan Ekonomi menyebutkan bahwa yang dimaksud
dengan berkarakter kuat dan cerdas ialah FKIP ingin membentuk calon pengajar
yang berkarakter, serta cerdas yang meliputi cerdas secara intelektual, spiritual,
dan emosional, seperti yang dijabarkannya berikut ini,
mempunyai karakter, kemudian karakter tadi aku pernah baca di bukunya Pak Dekan tapi lupa poin-poinnya apa saja, tapi di situ disebutkan kriteria-kriteria berkarakter itu seperti apa. Terus kemudian kalau cerdas itu, cerdas itu meliputi cerdas dari EQ, IQ, dan SQnya
(Sari/01/05/2012) Yusuf yang merupakan mahasiswa Pendidikan PKn, mengungkapkan
bahwa visi FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas merupakan tujuan yang
diharapkan dapat dimiliki oleh setiap lulusan FKIP. Oleh karena itu, setiap lulusan
FKIP diharapkan mampu menjaga nama baik almamater dengan berperilaku yang
depannya akan menjadi orang yang berkarakter kuat dan cerdas, di luar nanti dan
Sedangkan informan yang lain mengemukakan bahwa visi berkarakter
kuat dan cerdas ini searah dengan target pendidikan, yakni membentuk manusia
berakhlak dan manusia pembelajar. FKIP berupaya untuk mengembangkan calon
pendidik yang memiliki karakter yang berakhlak dan mampu membelajarkan diri
sendiri serta orang lain.
yang berakhlak atau berkarakter, berkarakter, sehingga itu sebagai bentuk dari ini e..karakter ini, kalau itu sebagai guru, maka sebagai guru itu gimana to? Yang kedua menghasilkan manusia pembelajar, manusia pembelajar, jadi kalau saya itu jadi guru harus tetep, mesti tetep belajar, kalau mau jadi guru yang baik, gitu lho. Nah itu yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
94
kedua, sehingga sebenarnya karakter kuat dan cerdas itu yang
FKIP UNS merupakan LPTK yang bertujuan membentuk calon tenaga
kependidikan yang berkarakter kuat dan cerdas. Hal ini dimaksudkan sebagai
kepribadian ideal yang diharapkan dapat dimiliki oleh mahasiswa sebagai calon
guru. Berkarakter kuat dan cerdas sebagai dua komponen yang saling terkait dan
saling membangun bagi pribadi pendidik yang unggul. Berkarakter kuat dan
cerdas kemudian mengilhami setiap sisi kehidupan kampus FKIP, di mana
melibatkan seluruh warga kampus baik pejabat kampus, dosen, staf, maupun
mahasiswa. Oleh karena itu, wajar apabila terdapat berbagai macam pendapat
mengenai penjabaran visi FKIP UNS berkarakter kuat dan cerdas.
Namun, hal yang berbeda diungkapkan oleh Esty. Esty mengaku tidak
begitu mengetahui tentang visi FKIP. Informan pun agak kebingungan menjawab
pertanyaan saya seputar visi FKIP. Bahkan informan mencampuradukkan visi
FKIP dengan visi prodi Pendidikan Sosiologi Antropologi. Hal ini
diungkapkannya sebagai berikut,
yang ber..generasi FKIP, yang generasi guru berkarakter kuat, cerdas, dan berakhlak mulia. Soalnya, saya lihatnya di depan gedung F. Dulu saya kan, saya kan jarang lewat situ, tapi dulu itu memang ada tulisannya gitu saya kira, cuma berkarakter kuat dan cerdas, tapi kok pernah saya beberapa kali lihat di situ ditambah berakhlak mulia tadi mbak, oh ganti toh, maksude Tulisan di depan gedung F FKIP UNS yang dimaksudkan Esty hanya
sekarang, namun Esty rancu mencampuradukkannya dengan visi prodi Sosiologi
Antropologi, yakni menjadi program studi penghasil dan pengembang tenaga-
tenaga kependidikan Sosiologi Antropologi berkarakter kuat, cerdas, dan
berakhlak mulia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
95
Gambar 4.1. Visi Berkarakter Kuat dan Cerdas di Gedung F FKIP UNS
Mengenai jabaran visi FKIP UNS yang dikatakannya pun, informan
cukup bingung menjelaskan. Esty mengkritisi pe
menurut sepengetahuannya bahwa karakter atau watak itu merupakan bawaan dari
lahir, merupakan kondisi faktor biologis yang tidak bisa diubah-ubah.
saya tahu dari dosen itu kalau watak itu sebenernya nggak bisa, watak itu emang udah watak gitu lho, nggak bisa diubah-ubah, kayak bawaan dari faktor biologis, apa itu saya sebenernya nggak ngerti kok itu pemilihan, pemilihan katanya itu karakter gitu lho kenapa nggak apa
teteg maksude yang bener-bener karakter itu kan nggak bisa diubah, nggak bisa diowah-owah Menurut Esty, FKIP ingin menciptakan pendidik yang mempunyai
kepribadian dan mentalitas yang kuat, lebih dari sekedar pintar, serta dapat
dijadikan contoh atau teladan untuk anak didiknya.
tahan terhadap godaan kayak tahan, apa ya, itu mbak berkarakter kuat.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
96
menurut aku tuh lebih dari sekedar pintar ya, kayak bisa menyelesaikan masalahnya sendiri, kalau pinter kan kayak cuma berkutat di, di ilmu-ilmu itu aja, kalau diterapkannya mungkin belum, belum bisa, ya itu teorinya gitu aja, terus, iya juga bisa diterapkan di kehidupannya sehari-(Esty/25/05/2012) Lebih lanjut, menurut Anwar, informan belum cukup mengetahui
mengenai visi misi FKIP UNS, meskipun saat ini informan sudah semester 6.
Ditambahkannya bahwa yang dimaksud dengan berkarakter kuat dan cerdas ialah
mahasiswa FKIP UNS sebagai calon guru diharapkan menjadi guru yang mampu
memberikan perubahan positif bagi peserta didiknya, serta mampu menciptakan
inovasi-inovasi.
dan cerdas itu begini mbak, kita itu diharapkan, kelak itu menjadi guru yang mampu memberikan perubahan pada murid yang akan kelak kita ajar. Perubahan itu tentunya perubahan yang positif. Cerdas di sini itu yang dimaksud, kita itu apa ya, ya tadi mampu membuat semacam inovasi- Informan yang merupakan mahasiswa Geografi ini, mengungkapkan
bahwa menurut sepengetahuannya mengenai visi FKIP, yang lebih dikenalnya
pada
keseluruhan tubuh FKIP, atau dalam kata lain yakni mahasiswa, dosen, pejabat
keseluruhan tubuh FKIP itu sendiri, nggak..nggak cuma mahasiswa tapi juga
tenaga pengajar dan staf-sta
Oleh karena itu, visi FKIP berusaha dicapai dengan melaksanakan pendidikan
karakter baik dalam kegiatan akademik maupun non-akademik. Pendidikan
karakter bukan hanya tanggungjawab pembuat kebijakan ataupun dosen saja,
melainkan merupakan tanggungjawab bersama setiap elemen lembaga
pendidikan.
Namun sayangnya, menurut informan, warga kampus sebagai sasaran
dari visi FKIP ini belum mencerminkan sikap yang berkarakter kuat dan cerdas.
Mahasiswa baru sekedar mengetahui visi ini sebagai slogan saja, tapi belum
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
97
apa ya, sebatas ucapan saja, untuk perbuatan atau tindakan dari mahasiswa sendiri
pun belum, apa itu namanya itu, mencerminkan hal i
Menurut pengakuan Anwar tersebut membuktikan bahwa beberapa mahasiswa
belum memahami makna dari visi berkarakter kuat dan cerdas.
Maka, visi berkarakter kuat dan cerdas sebagai cita-cita untuk
membentuk dan mengembangkan calon tenaga pendidik yang berakhlak dan
pembelajar, harus terintegrasi dalam kurikulum setiap program studi. Penataan
kurikulum harus mencakup mata kuliah-mata kuliah yang berisi tentang
pendidikan karakter, antara lain mengenai pengembangan kepribadian, etika
profesi, kewirausahaan, maupun pendidikan agama. Optimalisasi mata kuliah-
mata kuliah tersebut diarahkan untuk pencapaian visi berkarakter kuat dan cerdas.
Penjabaran rumusan berkarakter kuat dan cerdas, dalam hal ini sebagai
kriteria yang harus melekat dalam kepribadian seorang pendidik, adalah
keseimbangan antara IQ, SQ, dan EQ di mana mampu mengaplikasikannya dalam
pemikiran, sikap, maupun perilaku praksis dalam kehidupan sehari-hari.
Keseimbangan di antara ketiganya akan membentuk pribadi dengan mentalitas
yang kuat dan perilaku yang mengarah pada perubahan positif baik bagi dirinya
maupun bagi orang lain di sekitarnya.
2. Strategi Penanaman Nilai Berkarakter Kuat dan Cerdas
FKIP UNS mengusung visi berkarakter kuat dan cerdas. Rumusan ini
dimaksudkan sebagai kriteria kepribadian ideal yang diharapkan dapat dimiliki
oleh mahasiswa FKIP yang merupakan calon guru. Hal ini mencakup kepribadian
unggul, profesionalitas, kecerdasan, dan keluasan wawasan. Rumusan berkarakter
kuat dan cerdas pun berusaha ditanamkan dalam diri setiap mahasiswa dengan
berbagai cara dan strategi.
Rumusan berkarakter kuat dan cerdas tidak begitu saja diperoleh
secara spontan dalam waktu semalam, namun melewati proses yang panjang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
98
untuk merenungkan dan memikirkan tentang gambaran sosok seorang pendidik
yang handal yang nantinya akan dihasilkan oleh FKIP. Ide mengenai konsep
berkarakter kuat dan cerdas tersebut, selanjutnya dibawa ke hadapan senat
fakultas untuk dipertimbangkan. Kemudian, senat memberikan keputusan untuk
mengesahkan konsep ini sebagai rumusan visi yang diharapkan dapat menjiwai
kehidupan kampus FKIP ke depan.
tanggal 22 November kalau tidak salah, tahun 2007 disahkan oleh senat, jadi melalui proses yang cukup panjang, dan alhamdulillah mendapat respon yang cukup positif. Itu, sejarahnya semacam itu, dan
(Faizal/20/12/12) Untuk mencapai visi berkarakter kuat dan cerdas, maka FKIP
menetapkan indikator-indikator sebagai acuan dalam pelaksanaan penanaman
nilai-nilai yang diharapkan, melalui pendidikan karakter. Pertama, seorang guru
yang berakhlak atau berkarakter, harus memiliki sifat amanah. Sifat amanah ini
menunjukkan bahwa guru adalah sebagai panggilan jiwa sekaligus profesi.
amanah sebagai guru, jadi guru itu amanah, bukan, bukan sekedar profesi, bukan sekedar profesi tapi amanah. Makanya kalau bisa jadi guru itu, satu, harus panggilan jiwa, kemudian yang kedua sebagai profesi, kalau hanya salah satu pincang, jadi amanah itu intinya adalah
Agar sifat amanah tersebut tetap berjalan dengan baik, maka harus
didukung dengan 4 (empat) indikator, antara lain komitmen, kompetensi, kerja
keras, dan konsisten. Keempat indikator inilah yang diharapkan mampu
membawa seorang guru untuk memelihara sifat amanah.
komitmen yang kuat, yang kedua harus mengembangkan kompetensi secara terus menerus, sebagai manusia pembelajar, kemudian yang ketiga bekerja keras dan bersungguh-sungguh, yang keempat harus
Selanjutnya Pak Faizal menambahkan ciri yang kedua terkait dengan
karakter yang harus dimiliki oleh seorang guru, yaitu keteladanan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
99
nah kaitannya dengan keteladanan, memberi contoh itu gampang, memberi teladan itu gampang, tetapi menjadi contoh dan menjadi teladan susahnya bukan main. Bagaimana seorang calon guru atau
(Faizal/20/12/12) Untuk menjadi contoh atau teladan memang tidak mudah. Seorang
guru paling tidak harus mampu melakukan dan mengelola 3 (tiga) hal, yaitu
kesederhanaan, kedekatan dengan peserta didik, serta pelayanan yang maksimal.
punya jiwa kedekatan dengan murid, ada hubungan emosional antara guru dengan
(Faizal/20/12/12).
Pendidikan karakter diterapkan dengan keterlibatan berbagai pihak, hal
ini bukan semata-mata tanggungjawab dosen, namun merupakan tanggungjawab
semua unsur di FKIP. Lebih lanjut, dalam melaksanakan pendidikan karakter,
seorang dosen perlu menguasai 3 kompetensi, yakni melakukan aktivitas yang
dapat menjadi teladan, aktif dan peduli melakukan upaya pembentukan karakter,
serta menginternalisasikan dan mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam
pembelajaran.
atau teladan bagi orang lain, mahasiswa, baik akademik maupun non akademik. Kedua turut aktif dan peduli melakukan upaya-upaya pembentukan karakter dalam pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Ketiga, dalam melakukan pembelajaran dapat menginternalisasikan dan mengintegrasikan nilai-(Faizal/20/12/12) Selanjutnya, visi berkarakter kuat dan cerdas memuat rumusan yang
kedua, yakni cerdas. Seorang guru tidak hanya harus berkarakter atau berakhlak
dan mampu mengajar, namun juga mendidik, maka guru harus memiliki
kecerdasan intelektual, emosional, dan spiritual.
emosi dan spiritual, syukur spiritualnya juga kuat, sehingga guru itu tidak punya kemampuan hanya mengajar saja, tapi juga kemampuan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
100
untuk mendidik. Kemampuan mendidik itu bukan intelektual ya, tapi
Selanjutnya, bagaimana pendidikan karakter dilaksanakan di FKIP
yaitu melalui keteladanan, program dan kebijakan, pengawasan, serta
menciptakan lingkungan yang kondusif akan diuraikan lebih lanjut sebagai
berikut:
a. Keteladanan
Sesuai dengan penjabaran karakter yang disampaikan Pak Faizal,
dosen mengambil peran penting sebagai teladan. Keteladanan diajarkan bukan
hanya melalui teori, namun melalui contoh praktek langsung dalam kehidupan
sehari-hari. Dalam kehidupan kampus FKIP UNS, terutama di Jurusan P IPS,
mahasiswa tentu sangat berkiblat pada contoh dari dosen, sebagai pendidiknya di
kampus.
Dalam pendidikan karakter, dosen mengambil peran yang sangat
penting. Posisi dosen sebagai orang yang di depan ialah sebagai gambaran contoh
yang secara riil dilihat oleh mahasiswa. Bu Dini mengiyakan bahwa dosen saat ini
dosennya udah, dosennya tentu lebih, namanya dosen itu kan kalau pendidikan
)
Hal tersebut dibenarkan oleh informan lain. Pak Ahmad, sebagai
seorang pendidik juga berusaha memberikan contoh yang baik kepada mahasiswa.
Namun, bagaimana yang terjadi kemudian berpulang kepada mahasiswa sendiri,
apakah mampu menangkap contoh yang diberikan dosen atau malah sebaliknya.
berpenampilan misalnya, tapi kemudian mahasiswa bisa menangkap nggak apa
yang diajarkan? (Ahmad/18/06/12)
Hal ini menjadi sangat riskan mengingat bahwa perilaku dosen tak
selamanya mulia. Dari beberapa pernyataan informan, beberapa dosen dinilai lalai
dalam memberikan contoh yang baik dan layak bagi mahasiswanya. Salah satunya
menurut informan Esty, bahwa dosen terlalu mendikte mahasiswa untuk memiliki
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
101
karakter kuat dan cerdas, namun belum mampu memberikan maupun menjadi
contoh.
maksude dosen juga harus menjadikan dirinya juga seperti itu sebagai contoh atau teladan, kalau aku sih kayak gitu, tapi kenyataannya kan juga banyak juga, nggak semua sih, banyak juga
(Esty/25/05/2012) Pernyataan lain disampaikan oleh Sari, yaitu mengenai metode
pembelajaran dosen. Dosen, karakter, serta metode pengajarannya sangat
berpengaruh terhadap mahasiswa dan motivasinya masuk kuliah. Informan
mengaku malas masuk kuliah dengan dosen pengampu yang tidak jelas, artinya
dosen tersebut mengajar seenaknya, disambi bercerita kesana kemari di luar
konteks materi perkuliahan, dan sebagainya.
a ya gimana ya..jadi dosen itu, kita masuk, nggak masuk itu sama aja gitu lho, kita masuk pun useless gitu lho. Jadi kuliah fulltime, kalau boleh milih ya kuliah fulltime sama yang nggak fulltime, tapi yang nggak fulltime itu lebih ngena, kuliahnya itu lebih efektif daripada fulltime, tapi kita, kitanya nggak tahu dosennya malah cerita kemana-mana gitu-gitu yang kadang bikin, kadang itu
Hal yang serupa disampaikan pula oleh Esty. Informan merasa kurang
paham pada cara mengajar yang digunakan dosennya. Esty mengaku tidak
mengetahui tujuan pembelajaran yang dimaksud oleh dosen yang bersangkutan
yang menggunakan metode mengajar dengan diselingi menyanyi.
yaudah. Aku juga bingung gitu lho, kan ya ihh..kita juga mahasiswa terus kita bukan anak TK juga, terus gunanya apa sih, emang apa buat cuma, emang buat lelucon, apa memang model pembelajarannya
(Esty/25/05/2012) Selanjutnya ditambahkan oleh Sari bahwa dosen sangat berpengaruh
terhadap motivasi belajarnya, terutama di kampus. Informan mengakui bahwa dia
sangat membutuhkan bantuan dosen yang dapat mengarahkan materi kuliah
sehingga mudah dan menyenangkan untuk dipelajari. Dosen yang diharapkannya
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
102
ialah dosen yang mampu mengelola kelas dengan runtut dan rapi, sehingga
mahasiswa yang diajar mengetahui tujuan pembelajaran.
nek aku itu piye ya (kalau aku itu gimana ya), teacher centered gitu, jadi dulu ada pernah ada dosen di semester 2-3, jadi dia menyampaikan materi hitungan, dia bisa menyampaikan pakai power point, ya bisa pakai power point, dan runtut, yang penting itu runtut. Jadi gini, nggak masalah kok kalau dosen itu atau guru itu pakai, pakai metode ekspositori, ceramah, tapi tujuannya disampaikan, jadi kita mau belajar itu tahu tujuannya. (Sari/01/05/2012) Dari pernyataan tersebut, dapat diketahui bahwa bagaimana dosen
mampu mengelola kelas dengan menggunakan metode yang tepat, sangat
mempengaruhi motivasi mahasiswa dalam pembelajaran.
Dosen menempati posisi yang penting dalam proses pendidikan
karakter, yaitu sebagai sosok yang dijadikan contoh. Contoh keteladanan dari
dosen sangat perlu, karena berpengaruh terhadap pola perilaku mahasiswa kepada
dosen yang bersangkutan. Dosen dapat memberikan pengaruh positif maupun
negatif. Yusuf berpendapat bahwa kedisiplinan dosen dalam mematuhi jam masuk
kuliah mempengaruhi motivasi mahasiswa untuk berlaku yang sama.
urung teko (belum datang), malah jam setengah 8 atau setengah 8 lebih itu baru masuk, kadang-kadang mending yang mepet aja itu malah lebih baik, daripada kita disana malah membuang- 5/06/2012) Sedangkan menurut hasil pengamatan, beberapa dosen belum bisa
menerapkan kedisiplinan waktu secara konsisten. Beberapa dosen tidak
mengawali pembuatan kontrak kuliah di awal perkuliahan sebagai hasil
kesepakatan bersama antara dosen dan mahasiswa. Selanjutnya, ketika terjadi
pelanggaran atas jam masuk kuliah, katakanlah mahasiswa terlambat 10 menit,
tidak diperbolehkan mengikuti kuliah. Sedangkan di waktu lain, dosen terlambat
30 menit, dan tetap masuk ruang kuliah seperti tidak terjadi apa-apa. Hal ini
menunjukkan adanya inkonsistensi terhadap kedisiplinan waktu kuliah.
Sebagai sosok teladan, dosen juga mengambil peran penting sebagai
pencegah kecurangan dalam ujian. Esty menyatakan bahwa dosen yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
103
mempunyai kewibawaan akan disegani oleh mahasiswanya, sehingga mahasiswa
pun akan berpikir ulang bila ingin curang saat ujian
itu udah, udahlah iya udah wibawa ya misalnya apa ya, dia itu nggak ditakuti tapi disegani gitu lho, nah yang segan itu buat kita itu jadi pekewuh dewe Dalam hal ini, menurut Yusuf, sejauh mana dosen memberikan
perhatian terhadap proses pembelajaran mahasiswa akan mempengaruhi motivasi
mahasiswa untuk berlaku jujur. Dosen diharapkan mampu mengelola kelas secara
disiplin dan kondusif, sehingga tidak memberikan kesempatan bagi mahasiswa
untuk berbuat curang.
lebih disiplin, jadi kalau semisal dosennya itu membuat disiplin, itu pasti mahasiswa jadi disiplin, istilahnya nggak ada yang nyontek gitu
Dari pernyataan Esty dan Yusuf dapat dilihat bahwa dosen sangat
berperan dalam penanaman kejujuran bagi mahasiswa. Sejauh mana dosen peduli
bukan semata-mata pada hasil nilai akademis saja, namun terhadap proses
pembelajaran secara holistik, serta ketegasan dan kewibawaan mereka dalam
menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran akan berpengaruh terhadap perilaku
mahasiswa untuk lebih jujur dan orisinal.
Melihat permasalahan tersebut, sebenarnya dari pihak pembuat
kebijakan sudah memberikan perhatian lebih. Hal yang selalu ditekankan ialah
kepedulian, bagaimana dosen juga peduli terhadap perubahan perilaku yang lebih
dianjurkan oleh Pak Dekan juga, kepedulian kita itu ternyata ada yang belum
Hampir semua mahasiswa yang menjadi informan menyepakati
tentang pentingnya contoh keteladanan dari dosen dalam memahami dan
mengaplikasikan nilai-nilai karakter, bukan hanya sebagai teori namun secara
prakteknya dalam kehidupan nyata. Hal ini membuktikan bahwa peran dosen
sebagai contoh atau teladan sangat besar.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
104
Sayangnya, tidak semua dosen sudah menjalankan porsinya untuk
dijadikan sebagai contoh. Meski begitu, jurusan tidak mempunyai otoritas lebih
dalam melakukan pembinaan maupun pengarahan kepada dosen-dosen yang
mungkin belum memenuhi kriteria keteladanan ini.
rus terang karena yang namanya dosen itu memang otoritasnya itu tinggi dibandingkan dengan yang lain termasuk..sebab jurusan nggak mungkin hanya akan memanggil kemudian mengingatkan paling itu kalau ada kasus-kasus seperti itu, ini ada kejadian seperti ini, maka ada laporan seperti ini kita bisa mengadakan pendekatan mungkin kita bisa
Sedangkan dalam proses interaksi yang biasa terjadi di lingkungan
kampus P IPS FKIP UNS, baik Pak Syarif sebagai seorang pribadi maupun
sebagai seo
gedhek-gedhek
(geleng-
perguruan tinggi memang memiliki otoritas yang tinggi pula sebagai konsekuensi
profesinya tersebut. Tapi bukan berarti hal ini digunakan seenaknya sendiri tanpa
mengingat pentingnya memberikan teladan bagi anak didiknya.
b. Program dan kebijakan
Pelaksanaan pendidikan karakter di FKIP untuk mencapai visi
berkarakter kuat dan cerdas, menurut Pak Ahmad harus berlandaskan pada Tri
Dharma Perguruan Tinggi, yakni pendidikan pengajaran, penelitian, pengabdian,
serta penunjang yang lain. Hal ini dilaksananakan secara riil melalui aktivitas-
aktivitas dosen dan mahasiswa baik internal dalam proses pembelajaran maupun
Dharma perguruan tinggi, pendidikan pengajaran, penelitian, pengabdian, dan
Sebagai salah satu bagian dari Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Program Studi Pendidikan Ekonomi pun mencanangkan pendidikan
karakter yang khusus berbasis kewirausahaan. Pendidikan Ekonomi secara
spesifik memandang bahwa karakter seorang enterpreneur adalah karakter yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
105
pas bagi seorang calon pendidik. Hal ini dinyatakan secara langsung oleh Bu Dini
selaku ketua Program Studi Pendidikan Ekonomi.
character building based enterpreneurship, jadi, jadi sejak kepemimpinan saya, sudah mencanangkan character building based enterpreneurship, artinya khusus spesifik untuk Pendidikan Ekonomi bagaimana mengembangkan karakter dan basiknya adalah enterpreneurship(Dini/28/06/2012) Pendidikan karakter dengan basis enterpreneurship diakui oleh Bu
Dini sesuai dengan kebijakan pemerintah. Pemerintah dalam hal ini
mencanangkan pendidikan karakter yang berbasis nilai-nilai budaya bangsa dan
kewirausahaan.
mi, character buildingnya basisnya adalah enterpreneur. Itu sesuai dengan kebijakan pemerintah ya, kebetulan pemerintah kemarin kan waktu itu saya, saya ikut TOT di Jakarta, dan juga ada membangun pembangunan karakter berbasis nilai-nilai budaya bangsa, penanaman nilai-nilai budaya bangsa dan
(Dini/28/06/2012) Di samping itu, FKIP sebagai bagian dari Universitas Sebelas Maret
yang berorientasi pada pencapaian Enterpreneur University, tentunya berusaha
menyusun program dan kegiatan yang menunjang ke arah pencapaian
enterpreneur university tersebut. Begitu pula dengan prodi Geografi, yang
menurut pernyataan dari Pak Aryo, bahwa prodi Geografi mengharapkan
terbentuknya guru plus, yakni guru profesional yang dibekali dengan ketrampilan
tambahan dalam pengembangan media. Hal ini dibuktikan dengan outlet
Bakosurtanal milik prodi Geografi yang menjadi salah satu outlet terbesar di
Indonesia.
enterpreneur university. Enterpreneur university itu sudah sudah mendidik enterpreneurship, seorang guru yang profesional juga sebagai informan juga tidak hanya sekedar guru tapi guru plus, oke..dengan pengembangan media. Prodi Geografi alhamdulillah menjadi salah satu outlet yang 6 besar di Indonesia
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
106
Sebagai bagian dari FKIP, prodi Pendidikan Ekonomi memiliki
program-program khusus yang dirancang sesuai dengan arah kebijakan FKIP.
Informan menyampaikan beberapa program yang mendukung pencapaian visi
berkarakter kuat dan cerdas, antara lain dengan mengadakan seminar nasional
pembangunan karakter berbasis kewirausahaan.
character building based enterpreneurship dengan mengundang Prof. Furqon sebagai pakar karakternya kemudian juga dari enterpreneurshipnya Pak Supriyanto, M.Sc, Ph.D dari
Selanjutnya yang kedua ialah mengadakan sosialisasi kepada
juga diprogram ke depan tidak hanya itu aja, bagaimana nanti memberikan
Kemudian, informan juga menyampaikan bahwa prodi Pendidikan
Ekonomi menetapkan program untuk memasang banner-banner yang berisi kata-
kata motivasi seputar pendidikan karakter. Banner-banner ini dimaksudkan
sebagai motivasi bagi para mahasiswa untuk berperilaku sesuai dengan amanat
-banner
yang di sepanjang sini, ya tentang apa itu, pendidikan karakter, kata-kata motivasi
Lebih lanjut, prodi Pendidikan Ekonomi juga telah memulai workshop
terpadu. Menurut informan, berbagai program yang ditetapkan nantinya akan
diarahkan untuk membangun prodi Pendidikan Ekonomi sebagai enterpreneurship
center yang bertujuan untuk membangun karakter mahasiswa.
kemudian mulai akan membuat kayak enterpreneurship centernya di Pendidikan Ekonomi dalam rangka itu tadi, guna membangun karakter di Pendidikan Ekonomi, basisnya adalah enterpreneurship(Dini/28/06/2012) Begitu pula dengan program studi Pendidikan Ekonomi yang
melandaskan kewirausahaan sebagai pendidikan karakternya. Bu Dini sebagai
ketua program studi Pendidikan Ekonomi mengungkapkan bahwa program-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
107
program yang disusun telah mendapat persetujuan dari pihak kampus, untuk
kemudian melakukan tindak lanjut secara bertahap.
getting started to be, gitu karena barang anunya realitas yang lainnya dalam tahap untuk jalan ya, TORnya udah jalan semua, diacc semua tinggal nanti kita ada
Sedangkan dalam upaya mengembangkan pendidik Geografi yang
mampu bersaing di tingkat nasional maupun internasional, prodi Pendidikan
Geografi menyusun program-program yang menunjang pada tercapainya visi
berkarakter kuat dan cerdas. Program-program tersebut antara lain berbagai
kerjasama seperti expert meeting dan visiting profesor dengan akademisi Geografi
dari luar negeri, seperti Jerman, Meksiko, serta Malaysia.
expert meeting untuk kemarin Oktober kemarin 2010 itu kita datang, didatangi oleh 60 expert dari Jerman dan Asia itu untuk kegiatan akademis, expert meetingnya ada di Indonesia, tempatnya di Solo dan Geografi kita jadi hostnya. Kemudian kita kedatangan tamu dan mendatangkan tamu dari Meksiko, dari Jerman, dari Austria, kemudian dari Malaysia, kita sudah ada itu dosen tamu yang disebut dengan visiting profesor(Aryo/29/06/2012) Selain itu, diadakan juga sharing pengalaman antara mahasiswa dari
luar negeri dengan mahasiswa, dosen serta guru-guru Geografi, yang kemudian
dilanjutkan dengan diskusi kelompok.
sharing experiencesmahasiswa, dosen, dan guru-guru. Gitu jadi seperti yang tadi pembelajaran guru-guru dan sebagainya yang ada di Austria, nah..itu terutama Geografi, nah..ini nanti kita pada tadi ada stadium, terus ada small group discussion, baik dengan dosen, mahasiswa dan guru-
Sayangnya, sebagai salah satu sasaran yang menjadi subyek sekaligus
obyek dari pendidikan karakter di FKIP, program-program yang dicanangkan
untuk mencapai visi berkarakter kuat dan cerdas belum mampu dipahami oleh
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
108
program-program
(Yusuf/15/06/2012)
Hal yang senada juga diungkapkan oleh informan yang lain. Menurut
informan, warga kampus sebagai sasaran dari visi FKIP ini belum mencerminkan
sikap yang berkarakter kuat dan cerdas. Mahasiswa baru sekedar mengetahui visi
ini sebagai slogan saja, tapi belum mampu mencerminkannya dalam tindakan,
atau tindakan dari mahasiswa sendiri pun belum, apa itu namanya tu,
m
Berdasarkan pengakuan Yusuf dan Anwar tesebut dapat diketahui
bahwa mahasiswa belum memahami makna dari visi berkarakter kuat dan cerdas.
Mahasiswa sekedar mengetahui visi berkarakter kuat dan cerdas sebagai slogan
teoritis yang sering digaungkan di FKIP, namun belum mengetahui praktek
seperti apa yang harus dilakukan sebagai konsekuensi aplikatifnya.
Meski begitu, Yusuf cukup memiliki wawasan mengenai strategi yang
digunakan FKIP dalam melaksanakan pendidikan karakter. Menurut Yusuf salah
satu strategi FKIP ialah dengan menerapkan mata kuliah moral yang wajib ada di
ya..dasar lah penanaman nilai-
Selanjutnya ditambahkan oleh Yusuf, FKIP menetapkan nilai-nilai
karakter yang diharapkan mampu dimiliki dan diaplikasikan oleh para lulusannya.
Nilai-
dalamnya harus dimasukkan nilai karakter itu. Itu karakter bertanggungjawab,
Selain dilaksanakan melalui berbagai program dan kebijakan yang
telah disebutkan di atas, pendidikan karakter yang berupaya menanamkan nilai-
nilai berkarakter kuat dan cerdas juga tergantung pada dosen, sebagai pendidik
mahasiswa di kampus. Dosen, yang memiliki peran penting dalam pelaksanaan
pendidikan karakter, menurut Pak Ahmad, mempunyai gayanya masing-masing
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
109
dalam menanamkan nilai-nilai karakter kepada mahasiswanya. Ada dosen yang
cukup keras dengan menegur secara langsung, namun ada pula yang kurang
peduli bila mahasiswa bersikap kurang baik.
-masing dosen kan punya gaya sendiri, nggak bisa disamakan antara dosen satu dengan yang lain. Ada yang ddidiamkan saja. Semacam ini kan gaya masing-masing. Tapi sebenarnya dosen punya kewajiban mengingatkan hal-hal yang kurang baik. (Ahmad/18/06/12) Sebagai seorang dosen, bu Dini mempunyai cara membelajarkan
karakter yang khas. Informan membelajarkan mahasiswanya melalui kegiatan
yang sering mereka kerjakan, seperti pembelajaran tanggungjawab melalui
pemberian tugas, bekerjasama dan kepemimpinan melalui pembagian kelompok,
keberanian mengemukakan pendapat melalui presentasi, dan lain sebagainya.
situ kan ada kegiatan presentasi. Di dalam presentasi itu dinilai bagaimana, bagaimana dia kemampuan bekerjasama, bagaimana dia kemampuan untuk bertanggungjawab, bagaimana kemampuan untuk dia menjadi pemimpin, bagaimana kemampuan dia untuk
(Dini/28/06/2012) Hal yang serupa disampaikan oleh Pak Aryo. Secara pribadi, informan
sebagai salah satu dosen menerapkan sistem pembelajaran karakter yang detail,
tidak mengesampingkan hal-hal kecil, bahkan malah memulainya dari hal-hal
yang kecil
-betul menyampaikan pendidikan karakter itu kepada mahasiswa saya dari hal yang kecil, dik. Mahasiswa kita ini diajarkan oleh Rasulullah, yang pertama itu kalau salah itu minta maaf, susahnya..susah banget minta maaf. Kemudian yang kedua mengucapkan terima kasih kepada siapa saja, orang yang berjasa apapun kecilnya. Yang ketiga memberikan respect, memberikan apreciated, memberikan penghargaan, kepada teman, orang yang dituakan, atau anak kecil pun di bawah kita. (Aryo/29/06/2012) Seperti yang dikemukakan di atas, bahwa nilai-nilai karakter dipelajari
dari hal-hal yang kecil, seperti meminta maaf saat melakukan kesalahan,
mengucapkan terimakasih pada orang yang berjasa, serta memberikan respect
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
110
atau penghargaan. Pak Aryo menyatakan bahwa hal-hal kecil yang dalam
lingkungan interaksi dengan orang lain ini merupakan ajaran langsung dari
mencoba menerapkan yang kecil-
c. Kontrol dan pengawasan
Dalam pendidikan karakter tentunya harus ada kontrol dan
pengawasan pada berjalannya proses penanaman karakter. Sebagai seorang ketua
program studi, bu Dini memberikan pengawasan secara langsung terhadap
mahasiswa. Beliau sering menyampaikan mengenai visi FKIP berkarakter kuat
dan cerdas di berbagai kesempatan. Bu Dini pun sering menjelaskan bahwa orang
sukses tidak hanya didukung oleh hardskill yang unggul, tapi juga oleh softskill
yang berkarakter.
au saya pas sebagai pimpinan misalnya diundang untuk dialog interaktif atau untuk ketemu dengan pertemuan mahasiswa, selalu saya sampaikan bahwa kita itu, visi kita adalah membangun apa, lulusan yang berkarakter kuat dan cerdas. Berkarakter kuat itu yang gimana, karakter kuat itu ya kuat, antara ya seimbang antara EQ, SQ, dan IQnya tentu saja. Dan yang saya selalu jelaskan juga bahwa orang sukses itu tidak hanya hardskillnya tok, tapi softskillnya. (Dini/28/06/2012) Pengawasan lain yang dilakukan oleh ketua prodi Pendidikan Ekonomi
ini ialah berbentuk teguran secara langsung. Hal ini biasanya terkait dengan cara
berpakaian mahasiswa yang belum sesuai dengan peraturan yang ditetapkan
FKIP. Bahkan bu Dini juga menyampaikan mengenai teguran langsung dari
Pembantu Dekan I mengenai cara berpakaian mahasiswa Pendidikan Ekonomi.
Ekonomi katanya penampilannya paling seksi-seksi, pakai celananya pakai celana
jeans. Nah..itu saya sering se
Hal yang serupa juga dilaksanakan oleh dosen yang lain. Pak Ahmad
sering mengingatkan mahasiswa untuk berpenampilan yang lebih rapi dan sopan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
111
gimana? Sebagai pendidik, kita memang punya kewajiban untuk mengingatkan
Selain itu, Pak Aryo menerapkan strategi kontrol yang berbeda.
Informan menanamkan pada mahasiswanya untuk segera meminta maaf bila
melakukan kesalahan. Permintaan maaf tersebut disampaikan melalui surat yang
harus dibuat sendiri oleh mahasiswa yang bersangkutan dengan membubuhkan
nama dan tanda tangan yang jelas. Hal ini terkait dengan mahasiswa yang tidak
disiplin, misalnya membolos dengan sengaja maupun kecurangan mahasiswa
dalam mengerjakan ujian dan tugas.
-anak itu saya suruh bikin surat mbak, surat permintaan maaf seperti ini. Ditulis tangan nggak apa-Pernah satu kelas itu saya suruh nulis surat semua. Mereka itu sebelumnya bikin suratnya itu isinya sama, persis kata-katanya, cuma nama sama tanda tangannya saja yang diganti dengan Yunita misalnya. Surat permintaan maaf itu kan personal, mestinya sangat personal, kok ya copy/paste Lebih lanjut, informan yang lain melakukan pengawasan dengan
memberikan pengarahan secara personal kepada mahasiswa, dengan cara
memanggil mahasiswa yang bersangkutan. Bentuk kontrol seperti ini lebih
bersifat personal dan dapat disampaikan dari hati ke hati, karena menurut bu Dini,
mahasiswanya sudah dianggap sebagai anak sendiri.
-kadang saya panggil, tapi kan kalau diberitahu ya, kalau diberi pengarahan...itu kalau anak ya namanya, kita kan menganggap seperti anak saya sendiri, bagaimana mengarahkan mereka dia itu tidak tidak merasa sakit hati apalagi dia down nyuwun pangapunten(Dini/28/06/2012) Berbagai bentuk kontrol dan pengawasan terhadap mahasiswa dapat
dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Informan mengemukakan
bentuk pengawasan secara tidak langsung, yakni dapat disampaikan melalui dosen
tidak langsung melalui dosennya masing- 12).
Pendidikan karakter memang berjalan bertahap dan melalui proses yang panjang
dengan menerapkan berbagai strategi maupun pengawasan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
112
Menanggapi hal tersebut, Pak Syarif menyepakati bahwa pendidikan
karakter membutuhkan proses yang panjang, kontinyu, dan berkesinambungan.
Menurut beliau, proses pendidikan karakter memang harus diawali dengan
pemaksaan pada aturan-aturan, selanjutnya pembiasaan yang nantinya akan
menjadi kebiasaan, kemudian lebih dalam lagi menjadi kebutuhan, akhirnya
menjadi karakter.
ada dasarnya kan pembentukan karakter itu dimulai dari pemaksaan yang pertama ya, memang..memang agak dipaksa, kemudian dibiasakan, ketika ini sudah menjadi kebiasaan ini akhirnya kemudian menjadi kebutuhan, kemudian tanpa disadari mereka ini sudah mempuny Untuk mencapai visi berkarakter kuat dan cerdas memang memerlukan
proses yang panjang dan bertahap. Selanjutnya, ditambahkan oleh Pak Faizal
bahwa akan ada peraturan mengenai larangan menjual rokok di kantin kampus,
sehingga hal ini akan meminimalkan kegiatan merokok yang saat ini cukup
banyak dilakukan oleh mahasiswa maupun staf kependidikan dan dosen.
Ini sudah saya
(Faizal/20/12/12).
Merokok, memang sangat personal bagi kebutuhan sebagian orang.
Namun hal ini, bila dilakukan di tempat umum, bisa mengganggu kepentingan
orang lain yang mungkin tidak suka dengan asap rokok. Yusuf memberikan
pendapatnya bahwa hal ini selain memang tidak baik menurut agama, juga
merugikan orang lain yang secara tidak langsung ikut menghisap asap rokok yang
dihasilkan.
itu makruh ya, ya itu sih nggak baik, karena apa, karena kita, kita malah ikut-ikutan ya secara tidak langsung kita ikut-ikutan merokok,
Sebelumnya, merokok merupakan hal yang biasa terlihat di lingkungan
kampus, terlebih lagi di kantin. Mayoritas hal ini dilakukan oleh mahasiswa pria,
serta ada pula sedikit staf administrasi kependidikan dan dosen. Padahal, dilihat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
113
dari segi kesehatan dan pendidikan, merokok bukanlah hal yang baik, apalagi bila
hal ini dilakukan oleh akademisi di lingkungan pendidikan. Puntung-puntung
rokok pun sering terlihat mengotori beberapa pojok gedung karena tidak dibuang
di tempat sampah.
d. Menciptakan Lingkungan yang Kondusif
Pihak FKIP telah berusaha untuk mewujudkan iklim pendidikan yang
stabil dan kondusif bagi pembentukan dan pengembangan sikap dan tindakan
yang berkarakter kuat dan cerdas. Salah satunya ialah penempatan poster-poster
yang berisi anjuran mengenai pemakaian pakaian yang sopan, dan sebagainya.
Gambar 4.2. Poster/anjuran yang terdapat di gedung F
Namun sayangnya poster anjuran tersebut baru ada di beberapa sisi
gedung F saja, dan belum ditemukan di gedung yang lain. Meski begitu, Anwar
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
114
menilai bahwa poster tersebut sudah cukup efektif, karena tindakannya sudah
sesuai dengan esensi poster, dan terdapat sanksi atas pelanggaran poster tersebut.
menurut saya sudah efektif juga. Itu tindakannya juga memang seperti itu, soalnya saya dulu pernah melihat itu memang mahasiswa yang pakai kaos nggak, nggak dilayani. Meskipun hal tersebut belum didasari oleh kesadaran pribadi karena
takut ancaman tidak mendapat pelayanan yang diharapkan. Seperti yang
disampaikan oleh Anwar, bahwa mahasiswa yang mempunyai kepentingan yang
sangat vital akan berusaha mematuhi peraturan dengan tujuan supaya mendapat
pelayanan atas kepentingannya.
Sedangkan di lingkungan jurusan P IPS, himbauan bagi mahasiswa
untuk berpenampilan yang rapi dan sopan telah ada di beberapa tempat, seperti di
pintu ruang jurusan P IPS dan papan pengumuman. Hal ini dilakukan untuk
menghimbau mahasiswa agar menaati peraturan seragam dan berpenampilan
layaknya seorang calon pendidik. Sanksi atas pelanggaran terhadap himbauan
tersebut ialah tidak mendapatkan pelayanan baik secara akademik maupun
administrasi di jurusan, program studi, maupun BKK.
Dalam menerapkan pendidikan karakter memang melibatkan berbagai
faktor dan komponen, baik sistem maupun lingkungan. Lingkungan fisik dan
sosial sangat berpengaruh terhadap keberhasilan pendidikan karakter.
berhasil, ketika sama-sama jalan dari depan sana bareng dengan anak Ekonomi, woo..malah diguyu (ditertawakan) misalnya, kita akhirnya
ngopo ndadak seragam-seragam (kenapa harus pakai
(Syarif/13/12/12) Menanggapi pentingnya lingkungan bagi berjalannya pendidikan
karakter, Pak Syarif menuturkan bahwa lingkungan kampus FKIP sudah cukup
stabil dan kond
lingkungan di sini saya kira sudah..sudah cukup kondusif untuk pembentukan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
115
sedemikian rupa dengan berbagai perangkat yang mendukung terciptanya suasana
yang kondusif, seperti poster-poster himbauan, surat peringatan, dan sebagainya.
tidak seragam Senin-Selasa di hari Senin Selasa, masih pakai apa namanya, celana pensil misalnya, itu tidak akan dilayani secara administrasi. Mahasiswa mau ngurus apapun, tolong dibaca itu dulu,
(Syarif/13/12/12) Lingkungan memang sangat berpengaruh dalam pelaksanaan
pendidikan karakter. Hal ini diungkapkan Pak Syarif dengan mengemukakan
contoh di PGSD. Lingkungan PGSD yang terpisah dengan kampus induk, tidak
memungkinkan mahasiswanya untuk membandingkan dan iri dengan mahasiswa
fakultas yang lain. Penciptaan iklim yang sehat dan kondusif memungkinkan
setiap program dan kegiatan yang diterapkan dapat berjalan dengan baik.
faktor ya. Untungnya lagi karena di sana terpisah dengan kampus induk di sini, sehingga merek
apapun yang diterapkan di sana bisa dilakukan dengan baik, misalnya saja upacara misalnya, penghormatan kepada dosen, setiap kali jabat tangan seperti itu, mencium tangan gurunya, di sana terbiasa, di sini kan tidak, memang pembentukan karakter di sana sudah agak
Visi berkarakter kuat dan cerdas merupakan suatu konsep pendidikan
karakter yang berusaha diterapkan dan dicapai dalam proses pembelajaran di
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS. Untuk membangun pendidik yang
berkarakter kuat dan cerdas, FKIP memilih nilai-nilai budaya bangsa dan
kewirausahaan sebagai basis strategi penanaman pendidikan karakter.
Secara riil, seperti disampaikan baik oleh bu Dini maupun Pak Aryo,
penanaman nilai-nilai karakter dilakukan dari hal-hal yang kecil dan detail, seperti
pembelajaran tanggungjawab melalui pemberian tugas, bekerjasama dan
kepemimpinan melalui pembagian kelompok, keberanian mengemukakan
pendapat melalui presentasi. Sedangkan pembelajaran karakter pribadi dengan
belajar meminta maaf saat melakukan kesalahan, mengucapkan terimakasih pada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
116
orang yang berjasa, serta memberikan respect atau penghargaan. Program-
program yang lain sebagai upaya penanaman nilai-nilai karakter antara lain,
seminar nasional pembangunan karakter, workshop, kerjasama dengan akademisi
dari luar negeri, dan lain-lain.
Pendidikan karakter bukan hanya diaplikasikan melalui berbagai
program dan kebijakan, namun juga melalui penciptaan iklim kampus yang stabil
dan kondusif. Iklim lingkungan kampus yang nyaman dan kondusif berusaha
diciptakan FKIP dengan disiplin waktu, seragam pada hari Senin-Selasa, poster-
poster teguran, dan lain sebagainya.
Pengawasan atau kontrol dilakukan dalam proses pembelajaran
karakter baik di dalam kelas maupun luar kelas, dilaksanakan seiring dengan
berjalannya pendidikan karakter. Hal ini dilakukan dengan teguran secara
individual personal baik secara langsung, ataupun tidak langsung yang
disampaikan melalui mahasiswa lain atau dosen, maupun secara komunal saat
proses belajar mengajar di kelas, dialog interaktif, dan sebagainya.
3. Perilaku Mahasiswa Terkait dengan Penerapan Berkarakter Kuat
dan Cerdas
Dalam upaya mengembangkan sosok calon pendidik yang berkarakter
kuat dan cerdas, tidak jarang ditemui beberapa kekurangan dan kelemahan.
Grand design berkarakter kuat dan cerdas yang ideal bukanlah mudah untuk
dicapai. Hal ini bukan semata-mata merupakan proses yang berhenti begitu saja
ketika seorang mahasiswa telah lulus dari FKIP UNS, namun terus berlanjut dan
berkembang sesuai dengan sikap dan perilakunya. Sehingga upaya
membelajarkan mahasiswa yang didukung dengan contoh dari dosen harus terus
diupayakan selama masa perkuliahan. Dengan harapan bahwa setelah lulus,
mahasiswa mampu mengembangkan karakter kuat dan cerdas secara mandiri.
Berikut ini akan diuraikan perilaku mahasiswa terkait dengan indikator nilai
karakter, penyimpangannya, serta sejauh mana pendidikan karakter dapat berjalan
dan dievaluasi:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
117
a. Indikator Nilai Karakter dan Perilaku
Mengenai nilai-nilai karakter yang ingin ditanamkan FKIP sebagai
pembeda dan ciri yang khas sebagai seorang calon guru kepada mahasiswanya,
Pak Syarif mendeskripsikannya ke dalam poin-poin karakter, antara lain
kejujuran, disiplin, spiritualitas tinggi, manajemen emosi, tanggungjawab, serta
menghormati dan menghargai orang lain.
mengutamakan kebenaran misalnya, itu misalnya, spiritualitasnya kuat misalnya, disiplinnya tinggi misalnya, kemudian emosionalnya misalnya bisa terkontrol, apalagi ya, memiliki tanggungjawab yang tinggi, bisa menghormati atau menghargai orang lain, nah..itu kan nilai-nilai yang nanti akan dikembangkan sebagai calon guru yang
Sayangnya, upaya membelajarkan mahasiswa untuk memiliki karakter
kuat dan cerdas tidak lepas dari kendala dan hambatan. Nilai-nilai karakter yang
diharapkan mampu dimiliki oleh mahasiswa, belum sepenuhnya dapat dimengerti
dan dilaksanakan dalam kehidupan mahasiswa baik di dalam kampus maupun di
luar kampus. Hal ini mengingat perjalanan pendidikan karakter di FKIP yang
memang baru berjalan beberapa tahun terakhir, sehingga masih berproses secara
bertahap.
Dalam hal ini, informan menyampaikan, warga kampus sebagai
sasaran dari visi FKIP ini belum mencerminkan sikap yang berkarakter kuat dan
cerdas. Ini disebabkan oleh berbagai hal, antara lain dari segi mahasiswa.
Mahasiswa baru sekedar mengetahui visi ini sebagai slogan saja, tapi belum
apa ya, sebatas ucapan saja, untuk perbuatan atau tindakan dari mahasiswa sendiri
pun belum, apa itu namanya
Selanjutnya yang kedua adalah dosen. Dosen sebagai pengajar dan
pembimbing bagi mahasiswa, yang menjadi contoh bagi tindakan dan perbuatan
yang diharapkan mengarah pada pembentukan karakter kuat dan cerdas ini
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
118
menurut Anwar belum memberikan contoh yang selayaknya, bahkan terkesan
tutup mata.
terbawa oleh sistem pengajaran yang lama, jadi dia itu apa ya, tertutup dengan hal-hal baru yang saat ini mungkin itu bisa membuat membangun karakter mahasiswanya. Tapi dia apa ya, terkesan tutup
(Anwar/25/05/2012) Sedangkan yang ketiga ialah staf kependidikan. Anwar menambahkan
bahwa staf kependidikan di FKIP belum menunjukkan kinerja yang maksimal.
Sebagai salah satu bagian dari tubuh FKIP yang berperan membantu mahasiswa
dalam hal keadministrasian, kependidikan, kemahasiswaan, dan lain-lain, staf
sering menunjukkan sikap yang kurang ramah, dan terkesan memandang sebelah
mata pada mahasiswa.
sendiri itu belum maksimal, nggak tahu, kita ngelihat konteks karakter, kan kalau orang yang berkarakter itu harus mampu menghargai orang lain kan, itu pasti banyak sekali, maksudnya yang..yang istilahnya itu tidak menganggap mahasiswa, jadi mahasiswa itu terkesan apa ya istilahnya itu, nggak dianggap gitu lho mbak. Yaa..kalau kita menuntut satu fasilitas seperti itu, terkesan nggak dilayani dengan..dengan ramah
Hal tersebut menunjukkan bahwa belum ada kebulatan dan
keseimbangan antara pemahaman atas makna berkarakter kuat dan cerdas dengan
sikap apklikatif. Kurang pahamnya civitas akademika dalam menghayati visi
berkarakter kuat dan cerdas menimbulkan konsekuensi buramnya tindakan yang
harus dilakukan sebagai bentuk perubahan perilaku yang dianggap belum sesuai
dengan nilai-nilai yang diharapkan.
Meski begitu, civitas akademika di FKIP UNS yang belum
sepenuhnya dapat memiliki karakter kuat dan cerdas, masih merupakan proses
mungkin ya masih baru taraf menuju lah, menuju kesitu, dalam artian ya masih
ada yang belum, ada yang udah, ada yan
(Yusuf/15/06/2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
119
Hal tersebut juga disampaikan oleh informan yang lain. Bu Dini
memandang bahwa saat ini FKIP sedang dalam tahap transisi menuju ke arah
berkarakter kuat dan cerdas, sehingga masih ada beberapa kekurangan yang
(Dini/28/06/2012)
Belum mampunya mahasiswa dalam mengaplikasikan nilai-nilai
karakter dalam kehidupan kampus FKIP tersebut terbukti dari munculnya
beberapa penyimpangan yang dilakukan. Berikut ini adalah nilai-nilai karakter
yang menjadi patokan di FKIP UNS, serta perilaku yang dilakukan oleh
mahasiswa:
Tabel 4.1. Indikator dan nilai karakter prioritas yang diterapkan di FKIP
Definisi operasional Komponen Indikator
Indikator operasional Nilai karakter
Visi FKIP UNS
Berkarakter kuat dan cerdas
1. Nilai keamanahan
Komitmen Kejujuran Tanggung jawab
Kompeten
Kompetensi pedagogi, kepribadian, sosial, profesional
Kerja keras Kerja keras
Konsisten Disiplin
2. Keteladanan
Kesederhanaan Bersahabat/ komunikatif Kedekatan
Pelayanan maksimal
Responsif
3. Berpikir dan bertindak cerdas
Kecerdasan intelektual
Inovatif
Kecerdasan emosional
Manajemen emosi
Kecerdasan spiritual
Religius
(Sumber: hasil wawancara, observasi dan analisis dokumen yang telah diolah)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
120
1) Kejujuran
Nilai karakter jujur mempunyai posisi penting dalam keseluruhan
karakter seorang pendidik. Seseorang yang mampu berkata dan berperilaku jujur
akan mendapat kepercayaan dari orang lain. Sebaliknya orang yang tidak bisa
berperilaku jujur, tidak akan dipercaya oleh orang lain. FKIP UNS sebagai LPTK
yang mendidik mahasiswa calon tenaga kependidikan tentunya berusaha
menanamkan karakter jujur pada diri setiap warganya. Sayangnya hal ini
dicederai oleh perilaku yang tidak jujur, antara lain curang dalam ujian,
copy/paste tugas kuliah, dan lain sebagainya.
tapi apa, nyontek punyanya teman, walaupun mungkin nulis sendiri tapi ternyata isinya sama dengan yang lain. Apalagi model komputer itu sekarang, satu kelas itu mungkin hampir 50 % itu hampir sama.
Adanya anggapan bahwa parameter kecerdasan intelektual ditunjukkan
dengan perolehan nilai yang tinggi, atau lebih khusus bagi mahasiswa adalah
pencapaian IPK (Indeks Prestasi Kumulatif) yang tinggi. Hal ini membuat
mahasiswa mau tidak mau harus berusaha dengan keras dalam setiap ujian
ataupun tugas. Sayangnya, hal ini juga menimbulkan munculnya penyimpangan
berupa tindakan curang atau mencontek.
Dalam hal ini, mencontek diklasifikasikan menjadi tiga hal, yaitu
membuka buku/catatan kecil, bertanya pada teman, dan mencari jawaban di
internet.
a) Membuka buku/catatan kecil
Perbuatan curang dalam ujian atau mencontek biasanya dilakukan
mahasiswa sebagai jalan pintas untuk memperoleh nilai yang tinggi. Adanya
perbedaan kemampuan intelektual antara satu mahasiswa dengan mahasiswa yang
lain, menyebabkan mahasiswa yang merasa kurang pandai mencari cara cepat
untuk dapat bersaing nilai dengan mahasiswa yang lain. Membuka buku atau
catatan merupakan cara yang dianggap cukup ampuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
121
Anwar, seorang informan, mengatakan bahwa dia tidak pernah
membuka buku catatan sendiri, biasanya informan memanfaatkan temannya yang
membuka buku catatan untuknya, sehingga informan tinggal menerima jawaban
pernah buka buku sendiri, nek buka buku temen, hehehe.. Saya cuma menerima
Informan lain juga mengakui bahwa dia pernah melakukan kecurangan
saat ujian, untuk meraih nilai yang bagus. Menurutnya, mahasiswa lain yang
pintar pun bisa melakukan kecurangan, apalagi informan yang mengakui hanya
punya kemampuan biasa saja.
membohongi diri saya sendiri, itu. Yaa..bullshit lah istilahnya kalau orang pinter aja, itu bisa buka, apalagi kita, yaa..kita yang kemampuannya mungkin udah mentok, mau gimana lagi, ya itu karena
Selanjutnya, muncul istilah posisi menentukan prestasi. Ada anggapan
bahwa agar tidak ketahuan pengawas ujian saat akan berbuat curang, mahasiswa
harus memposisikan diri pada tempat-tempat yang dianggap aman. Menurut Titik,
posisi aman ini adalah tempat duduk di depan, karena biasanya dosen pengawas
ujian lebih sering memperhatikan tempat duduk bag
apa, posisi menentukan prestasi, kita cari posisi yang sekiranya aman buat kita,
(Titik/24/05/12)
b) Bertanya pada teman
Bertanya pada teman saat ujian merupakan salah satu cara menyontek
yang sering dilakukan oleh mahasiswa. Titik mengaku pernah menyontek, dia
mengaku sering bertanya pada temannya saat ujian. Namun informan mengaku
tidak pernah membuka catatan, buku ataupun browsing di internet. Menurutnya,
teman itu perantara, jadi teman dimanfaatkannya untuk tempat bertanya saat ujian.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
122
Sedangkan menurut hasil observasi, Titik kurang bisa berperilaku jujur
Pada awalnya Titik tidak mau mengaku kalau dirinya pernah berbuat curang saat ujian. Informan bersikeras bahwa selalu jujur dan mengerjakan ujian sebisanya, karena menurutnya ujian tersebut bertujuan untuk mengukur kemampuan pribadi, maka harus dikerjakan sendiri. Namun, setelah dikejar dengan pertanyaan-pertanyaan yang mendesak, akhirnya informan mengaku sambil sedikit tertawa. (Catatan lapangan/24/05/2012) Hal ini menunjukkan bahwa informan dalam hal ini kurang bisa
mengakui secara jujur ketika dia berbuat kesalahan. Informan baru mengaku
setelah didesak dengan pertanyaan-pertanyaan yang cukup menyudutkan.
Berbuat curang dengan bertanya pada teman juga diakui oleh informan
yang lain. Esty mengaku pernah melakukan kecurangan saat ujian. Menurutnya,
curang saat ujian sudah merupakan hal yang biasa dan wajar dilakukan oleh
mahasiswa, bahkan sudah menjamur. Dalam hal ini, kecurangan saat ujian bisa
bermacam-macam, seperti membuka catatan, bertanya pada teman, dan
sebagainya. Sedangkan Esty secara pribadi mengaku kecurangannya dalam ujian
lebih sering pada kegiatan bertanya pada teman, sedangkan untuk membuka
catatan atau browsing
lah, kayaknya nggak usah ditutupi semuanya udah pada, maksude udah menjamur
Selain Titik dan Esty, mahasiswi lain pun mengaku pernah melakukan
kecurangan saat ujian dengan bertanya pada teman. Hal ini diakui Sari tanpa
berusaha ditutup- . Eh..kalau nyontek pernah
saat ujian, namun informan hanya melakukannya sekali-kali saja. Informan
mengungkapkan bahwa lebih memilih pasrah ketika dihadapkan pada soal ujian
yang sulit, mengerjakan sebisanya dan tidak ngoyo untuk bertanya pada teman.
-nanya aja. Kalau nggak, nggak terlalu sering sih aku i, kalau maksudnya, kalau ujian ya misalkan nggak bisa ya lebih ke pasrah aja, oh..udah nggak bisa ya udah, lebih ke pasrah aja, kalau
(Sari/01/05/2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
123
c) Mencari jawaban di internet
Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi selain
menimbulkan dampak positif berupa distribusi informasi yang cepat, juga
menimbulkan dampak negatif. Salah satunya adalah penggunaan internet untuk
melakukan kecurangan pada saat ujian. Koneksi internet yang dapat dengan
mudah diakses melalui handphone kadang disalahgunakan untuk mencari jawaban
soal ujian. Namun, cara ini dianggap kurang efektif karena membutuhkan banyak
waktu. Bila menggunakan cara ini, Sari biasanya mempersiapkan terlebih dulu
materi- Disiapkan sebelumnya, hehe.. Iya
tetep, disiapkan sebelumnya. Soalnya kalau gitu nggak efektif juga sih, kalau
dapat soal baru nyari gitu tetep buang-
Hal yang serupa disampaikan oleh Anwar. Mahasiswa dengan IPK di
atas 3,5 itu ternyata mengaku pernah melakukan cara browsing ini saat ujian. Cara
browsing, itu apa ya intensitasnya nggak, nggak begitu, nggak begitu sering, cuma
kalau pas memang kepepet butuh referensi ya
(Anwar/25/05/2012).
Namun sayangnya, perilaku curang saat ujian sudah membudaya
dalam kehidupan kampus. Tindakan curang saat ujian dianggap sudah merupakan
hal yang biasa dan wajar dilakukan oleh mahasiswa, bahkan sudah membudaya.
hampir, ya nggak, nggak semua sih. Aku yakin 1-2 sih mesti ada, yo walaupun
cuma 1-
Menurut hasil observasi, Esty bersikap sangat terbuka.
Informan tanpa berusaha menutup-nutupi dan menjawab dengan mantap bahwa dia pernah mencontek saat ujian. Ekspresi wajah dari informan pun tidak mengalami perubahan yang menunjukkan bahwa dia tidak menyembunyikan sesuatu. Informan juga menambahkan bahwa menurutnya berbuat curang saat ujian sudah wajar dan biasa terjadi dalam perkuliahan. (Catatan lapangan/25/05/2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
124
Meskipun tindakan curang yang dilakukan Esty merupakan perbuatan
tidak jujur, namun pengakuan informan yang terbuka dan blak-blakan
menunjukkan tindakan yang jujur.
Hal yang serupa diungkapkan oleh Anwar. Informan mengaku
bukanlah seorang mahasiswa yang terbiasa menyontek, namun menurutnya
menyontek merupakan hal yang sangat manusiawi, dan hampir semua mahasiswa
tentu pernah melakukannya.
kalau nyontek terus mungkin minta bantuan temen, itu kan tidak bisa dipungkiri, mahasiswa yang jujur pun mungkin sekali-sekali waktu juga pernah ngelirik pekerj Menurut Anwar, menyontek sudah menjadi layaknya tradisi yang
turun temurun dilakukan oleh hampir setiap mahasiswa. Maka, menyontek
kemudian dianggap sebagai hal yang wajar dan biasa. Meskipun informan pun
menyadari bahwa menyontek merupakan hal yang curang dan menyalahi konsep
pendidikan berkarakter kuat dan cerdas.
merupakan perbuatan yang curang tapi kalau mungkin kalau dilihat dari keseharian dari istilahnya itu tradisi itu kan kalau menurut saya pribadi emang sudah manusiawi jadi mau tidak nyontek itu gimana gitu kalau pas mengalami bener-(Anwar/25/05/2012) Berdasarkan hasil observasi, informan berusaha bersikap terbuka.
Walaupun baru pertama kali kenal, informan selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan peneliti secara terbuka. Hal ini ditunjukkannya saat secara terang-terangan mengakui kebiasaanya merokok. Meskipun sambil sedikit tersenyum, informan mengakui bahwa sekali waktu dia merokok, namun dia berusaha tidak merokok di lingkungan kampus. (Catatan lapangan/25/05/2012) Hal tersebut menunjukkan bahwa informan berusaha jujur mengakui
kebiasaan yang menurutnya merupakan kebiasaan tidak baik, bahkan terhadap
peneliti yang saat itu baru 24 jam dikenalnya.
Senada dengan hal tersebut, tindakan curang mahasiswa ini pun
dibenarkan oleh Pak Aryo yang merupakan seorang dosen, sebagai suatu hal yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
125
manusiawi. Bahkan beliau mengatakan bahwa saat menjadi mahasiswa pun
melakukan hal yang serup
jadi mahasiswa kayak gitu. Saya yang jadi mahasiswa yo pernah kayak gitu,
Tindakan curang yang dilakukan mahasiswa saat ujian maupun
plagiarisme dalam mengerjakan tugas yang diakui beberapa pihak sebagai suatu
hal yang biasa dan wajar dilakukan menunjukkan adanya rantai hubungan yang
turun temurun telah dilakukan oleh mahasiswa-mahasiswa sebelumnya. Hal ini
membuktikan adanya sikap konservatif terhadap tradisi lama yang dianggap
memberikan kemudahan dalam proses belajar, namun nyatanya hal ini mencederai
karakter dan kepribadian mahasiswa.
Anggapan bahwa menyontek adalah hal yang wajar ternyata juga
dipengaruhi oleh dosen. Informan menyatakan bahwa selama ini dosen hanya
sekedar memberikan teguran pada mahasiswa yang menyontek, sehingga berbuat
ketahuan nyontek kan istilahnya itu pol-pole cuma di tegur seperti itu mbak, jadi
dari kami sendiri pun udah nga
Selanjutnya pun, tidak ada tindak lanjut atas kecurangan yang
dilakukan mahasiswa, meskipun dosen sudah menangkap basah mahasiswa yang
sedang menyontek tersebut. Sehingga hal ini menyebabkan kecanduan bagi
mahasiswa, karena tidak adanya sanksi yang tegas sebagai hukuman atas
kesalahan yang dilakukan.
saya kan bersih, hahaha..maksud saya itu mbak ya ada ketahuan mungkin lembaran catatan fotokopinya seperti itu sudah banyak ketahuan, sudah pernah ketahuan tapi cuma diambil. Iya terus ngerjain
Informan lain menuturkan bahwa tindakan curang mahasiswa juga
tergantung dari bagaimana cara mengajar dosen mata kuliah yang bersangkutan.
Bila cara mengajar dosen runtut dan menyenangkan tentunya mahasiswa juga
nyaman untuk belajar. Sebaliknya, bila dosen menyampaikan materi tidak runtut,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
126
atau materi yang diujikan tidak sesuai dengan yang diajarkan, tentunya hal ini
menyusahkan mahasiswa juga.
dosennya neranginnya kita ngeh, jelas, runtut, itu ya enak, kita belajarnya juga enak, nggak perlu kayak gitu. Tapi kalau masih, materinya itu masih di awang-awang gitu lho, masih ngambang gitu, mo belajar apa kadang apa yang ajar, apa yang ada di buku, nggak ada di ujian, itu kan kadang juga haduh nyesek (Sari/01/05/2012) Senada dengan hal tersebut, Yusuf mengatakan bahwa dosen sangat
berpengaruh terhadap kedisiplinan mahasiswa saat ujian. Dosen diharapkan
mampu mengelola kelas secara disiplin dan kondusif, sehingga tidak memberikan
kesempatan bagi mahasiswa untuk berbuat curang.
lebih disiplin, jadi kalau semisal dosennya itu membuat disiplin, itu pasti mahasiswa jadi disiplin, istilahnya nggak ada yang nyontek gitu lho, ya it Dalam hal ini, menurut Yusuf, dosen memberikan pengaruh yang
cukup besar. Sejauh mana dosen memberikan perhatian terhadap proses
pembelajaran mahasiswa akan mempengaruhi motivasi mahasiswa untuk berlaku
jujur. Jadi, dosen yang hanya peduli pada hasil ujian yang bagus, akan berdampak
berpikir sendiri. Ya gitulah, ada dosen yang killer, ada yang dosen enak, ada yang
dosen sedengan, itu ya i
Dalam menanggapi kecurangan mahasiswa, tindakan dosen biasanya
berkaitan dengan nilai mata kuliah yang bersangkutan. Informan menyatakan
bahwa dalam suatu kasus, seorang mahasiswa pernah ketahuan mencontek oleh
dosen. Kemudian dosen tersebut mengambil contekan mahasiswa dan tetap
memperbolehkannya mengerjakan ujian. Pembelajaran dari dosen lebih pada
sistem punishment atau hukuman. Dalam hal ini, mahasiswa yang ketahuan
mencontek akan mendapat nilai yang jelek atau bahkan tidak mendapatkan nilai
pada mata kuliah tersebut.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
127
kepekannya itu, tapi nggak ada tindak lanjut lagi juga kok. Enggak, nggak, dulu diambil, he-em, dia tetep ngerjain, katanya dapet nilai juga, nggak tahu kayaknya C atau piye apa aku lupa tapi pokoknya dapat nilai lah waktu
Sebagai seorang pendidik, Pak Aryo menerapkan treatment khusus
untuk mengantisipasi tindakan curang mahasiswa, dengan memberikan soal
tentang analisis dan evaluasi.
soalnya. Kalau soalnya bukan kognitif, bukan kognitif 1, 2, 3 tapi sudah menganalisis, mengevaluasi, mereka tidak bakalan bisa nyontek, bagaimana dia bisa menganalisis, mengevaluasi, jadi kita berikan data, share, silakan dianalisis sekalian dievaluasi. Itu..ada kalimat, beberapa
Sedangkan bu Dini menerapkan strategi yang berbeda untuk
mengantisipasi tindakan curang mahasiswa, yaitu dengan format peer attachment,
atau disebut juga dengan penilaian teman sejawat. Strategi ini dilakukan dengan
cara saling mengontrol pekerjaan teman, sehingga mahasiswa saling memberikan
penilaian atas pekerjaan mahasiswa yang lain.
iasanya ngatasinnya dengan ada format peer attachment, penilaian teman sejawat ya kan? Jadi dia akan, saya bilang ini akan ada penilaian teman sejawat, jadi anda akan saling mengontrol e..pekerjaan temen-temennya, saya bilang. A menilai A, B, C, D; B menilai B, A, C, D, jadi anda jangan anu e..apa itu? Enak-enak, semua temen akan
Dengan menggunakan format peer attachment sebagai strategi dalam
mengantisipasi kecurangan mahasiswa, terjadi transparansi bahwa semua tugas
benar-benar melalui proses pengoreksian, sehingga mahasiswa tahu bahwa tugas
yang mereka kerjakan tidak asal diberi nilai secara acak saja, namun benar-benar
dikoreksi. Informan pun menyampaikan bahwa bila terjadi kecurangan yang
dilakukan oleh mahasiswa, maka mahasiswa yang bersangkutan akan langsung
dikoreksi. Pernah terjadi saya bilang kalau sampai terjadi nyontek misalnya, akan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
128
Informan juga tegas dalam mengatasi tindak kecurangan yang
dilakukan mahasiswa dalam membuat tugas. Informan menyampaikan pernah
mendapati tugas beberapa mahasiswa yang sama, kemudian informan menulis
kata CURANG di tugas-tugas tersebut, dan mengambil tindak lanjut memanggil
mahasiswa yang bersangkutan untuk mengonfirmasi tindakan curang mereka.
-4 orang sama, itu akan saya tulisi CURANG, coret-coret-coret. Mereka akan saya panggil. Nanti akan bu, nanti akan sampai ngaku yang punya saya
2) Tanggungjawab
Mahasiswa FKIP sebagai seorang calon pendidik, diharapkan mampu
memiliki tanggungjawab yang tinggi. Tanggungjawab yang dimaksud ialah
mengetahui dan menaati
bertanggungjawab itu mahasiswa yang apa namanya, tahu aturan dan melakukan,
(Syarif/13/12/12) Mahasiswa yang telah dewasa dan memiliki pemikiran yang
luas, seringkali tertantang untuk melanggar aturan-aturan yang mapan. Sehingga
mahasiswa harus dibentuk untuk memiliki sikap tanggungjawab.
Berkaitan dengan tanggungjawab sebagai seorang mahasiswa FKIP
UNS, maka setiap hari Senin dan Selasa wajib mengenakan seragam atasan putih
dan bawahan gelap, hal ini dinyatakan dalam Pedoman Akademik Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan 2010/2011 mengenai tata cara berpakaian untuk
mahasiswa. Untuk kuliah teori, mahasiswa berpakaian rapi tidak ketat, hari Senin
dan Selasa pakaian atas putih, bawah gelap dan sopan, bercelana dan memakai
(kemeja), bersepatu dan berkaos kaki. Sedangkan untuk mahasiswi berpakaian
rapi tidak ketat, hari Senin dan Selasa pakaian atas putih bawah gelap, sopan dan
bersepatu.
Program penggunaan seragam putih gelap pada hari Senin-Selasa
mulai diberlakukan FKIP pada tahun 2008. Seragam ini menurut Pak Faizal,
bertujuan untuk membentuk disiplin dan kebersamaan yang berusaha dibiasakan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
129
PPL itu pakai seragam, di
dunia kerja juga seragam. Seragam itu membentuk disiplin, kebersamaan,
karakter, macem-
Mengenai kebijakan penggunaan seragam putih gelap pada hari Senin-
Selasa tersebut, Pak Syarif menyatakan hal yang tidak terduga. Informan
informan menambahkan bahwa seragam putih gelap saat ini baru sekedar menjadi
himbauan yang disosialisasikan melalui surat edaran. Hal ini menyebabkan
pelanggaran pada himbauan seragam ini belum diberikan sanksi yang mengikat.
itu mbok dibuat aturan bukan hanya sekedar edaran. Karena sekarang kan itu istilahnya masih surat edaran, jadi yang namanya surat edaran itu kan belum ada, apa namanya, sanksi yang mengikat, begitu, jadi
Belum adanya aturan yang jelas dan tegas mengenai kebijakan
seragam ini dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya ialah karena belum
adanya aturan etika berpakaian bagi dosen. Hal inilah yang sebenarnya masih
menjadi pro dan kontra.
untuk dosen kan belum ada, itu lho, yang dulu sering diprotes juga dari, kita melarang mahasiswi untuk tidak pakai celana panjang, tapi
Hal ini diakui Pak Faizal memang masih mengalami sedikit hambatan.
Sejauh ini masih ada beberapa mahasiswa dan sebagian kecil dosen yang belum
antaranya itu. Ada sebagian kecil dosen, sangat kecil yang juga tidak sepakat. Iya
ada 1-
Sebagai konsekuensinya, realita yang terjadi di lingkungan kampus
FKIP pun menunjukkan beberapa mahasiswa yang masih belum mengenakan
pakaian sesuai kebijakan yang ditetapkan oleh FKIP tersebut. Seperti yang
dikemukakan informan berikut ini.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
130
blusnya pendek, aduhai kan gitu. Jadi ibaratnya kan itu yang ndak berkarakter, iya kan? Tidak mencerminkan penampilan seorang guru itu gimana. Ya memang kita kadang masih
Bu Dini mengemukakan pendapatnya bahwa kebijakan pemakaian
seragam merupakan satu cara pendisiplinan yang bertujuan untuk membangun
pendisiplinan dengan membangun karakter dengan pendisiplinan seragam
Hal tersebut dibenarkan oleh Pak Aryo. Informan menuturkan bahwa
kebijakan ini merupakan salah satu media pendisiplinan bagi mahasiswa, agar
kan salah satu
saja, hanya salah satu alat untuk mendisiplinkan, hanya salah satu alat ya, jadi
agar kita berpenampilan layaknya calon guru.
Lebih lanjut, informan menambahkan bahwa ada ketentuan seragam
khusus juga yang berlaku bagi dosen. Sedangkan kebijakan seragam putih gelap
yang berlaku bagi mahasiswa, ternyata juga memberikan dampak positif bagi
-dosen kan juga
sekarang jarang sudah tidak ada lagi dosen pakai jeans. Itu kita sekarang sudah
malu.
Informan yang lain berpendapat, bahwa ketentuan penggunaan
seragam diadakan dalam rangka untuk memberikan kesadaran bagi mahasiswa
untuk berpenampilan yang baik dan rapi sesuai karakter pendidik. Hal ini memang
lebih
memberikan kesadaran berpenampilan yang rapi, yang baik. Pendidik itu harus
(Ahmad/18/06/12)
Sari menyampaikan bahwa dia tidak merasa keberatan dengan
ketentuan seragam putih gelap ini. Menurut informan, seragam putih gelap dapat
menunjukkan identitas diri. Sebagai seorang mahasiswa FKIP UNS, pakaian
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
131
seragam putih gelap pada hari Senin-Selasa merupakan salah satu pembeda
den
masalah sih nek buat aku. Aku nggak ada masalah, soalnya itu juga apa ya, untuk
Menurut hasil observasi, Sari hampir selalu menggunakan rok saat ke
kampus.
Informan, meskipun dalam kesehariannya di UKM Taekwondo selalu sporty dengan mengenakan celana panjang dan kaos, namun saat ke kampus dia mengganti kostumnya dengan rok dan kemeja. Walaupun peneliti melihat sekali dua kali, informan menggunakan kemeja putih bergaris-garis saat hari Senin-Selasa, tapi dia konsisten menggunakan rok saat ke kampus. (Catatan lapangan/01/05/2012) Hal tersebut menunjukkan tanggungjawab informan dalam menghayati
perannya sebagai mahasiswa calon guru, untuk berusaha membiasakan diri
berpenampilan menggunakan rok.
Sedangkan Anwar juga mengaku bahwa dirinya tidak pernah merasa
mbak, kalau memang hari Senin dan Selasa disuruh memakai seperti itu, oke-oke
ataupun keberatan karena berhubungan dengan kebiasaannya mengenakan
seragam dari sejak SMA.
kan dulu SMA juga kan masih apa ya, istilahnya kan dibatasi dengan seragam seperti itu juga oke-oke saja, apalagi ini kan kuliah, untuk, untuk hari Senin dan Selasa saja. Jadi menurut saya itu nggak jadi
Mengenai kebijakan pemakaian seragam hitam putih, Yusuf
memandang hal tersebut sebagai bentuk pembiasaan. Menurutnya mahasiswa
FKIP sebagai calon guru memang harus dibiasakan untuk mematuhi aturan
sebagai wujud pendisiplinan, salah satunya yakni aturan penggunaan seragam
putih gelap pada hari Senin dan Selasa tersebut.
pendidikan, pendidikan dalam arti keguruan, kita sebagai calon guru, kita harus dibiasakan, dibiasakan dalam artian kita harus mematuhi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
132
aturan. Kalau kita sudah dibiasakan mematuhi aturan pasti di luarnya kan gampang kita mematuhi aturan, nggak mungkin kita akan melanggar aturan itu, contohnya ya, hari Senin sama Selasa pakaian
Namun tanggapan yang berbeda disampaikan oleh Esty. Menanggapi
seragam putih gelap yang dilaksanakan setiap hari Senin dan Selasa ini, informan
dengan tegas menyatakan ketidaktahuannya dan balik mempertanyakan tujuannya
nggak
Menurut informan, dia tidak tahu kenapa harus ada kebijakan seragam
putih gelap setiap hari Senin Selasa. Informan juga mempertanyakan tujuan serta
hubungannya dengan pencapaian visi dan misi FKIP.
kan udah nggak dibatasi oleh seragam, kalau aku menurutku dulu gitu kan, terus yaudah itu, terus masuk di sini, terus tahu oh..kayak gitu, sebenernya itu buat apa, aku nggak ngerti juga, untuk menyeragamkan atau gimana, visi, hubungannya sama visi misi itu apa, aku kan juga nggak ngerti juga, tapi kenapa sih
Informan mengaku tahu mengenai kebijakan seragam putih gelap
tersebut pada saat OSMARU, namun sayangnya tidak ada sosialisasi lebih lanjut
terkait dengan tujuan kebijakan tersebut. Selain itu, informan juga merasa agak
terganggu dengan kebijakan seragam ini. Menurutnya penggunaan kemeja atau
blus putih terkesan seperti anak SMA. Secara pribadi, informan pun mengaku
malas menggunakan rok.
a kan dulu nggak punya hem putih ya, ya maksudnya hem putih itu kayak masih SMA banget gitu lho, kalau aku sih mikirnya gitu, kayak gitu. Harus beli hem putih. Anu apa rok, harus pakai rok, dulu kan aku paling males banget pakai rok-an, paling males banget pakai
Hal ini didukung dengan hasil observasi yang menunjukkan bahwa
informan lebih sering mengenakan celana panjang saat ke kampus.
Informan yang secara terbuka mengakui keengganannya menggunakan rok, dalam kesehariannya di kampus memang lebih sering mengenakan celana panjang, lebih spesifik yakni celana pensil
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
133
berbahan jeans. Informan mengenakan rok bila ada keperluan ke kantor prodi. (Catatan lapangan/25/05/2012) Hal tersebut menunjukkan bahwa informan belum menghayati secara
sadar untuk berpenampilan seperti yang diharapkan FKIP.
Terkait dengan hal tersebut, mahasiswa FKIP yang sangat banyak pun
tidak lepas dari kekurangan. Hal ini terlihat dari masih adanya beberapa
mahasiswa yang belum rapi dalam memakai seragam putih gelap ini.
mereka tetep mau pake item putih ya meskipun dalam pelaksanaannya
tapi udah item putih itu, tapi kalau di Pendidikan IPS kan masih kalau item putihnya ya masih pake jeans, baju ya sekenanya gitu, kadang cowok-cowok pake polo shirt Hal ini pun dibenarkan oleh Anwar. Informan menuturkan bahwa
teman-teman mahasiswa yang lain masih mengenakan seragam yang
dimodifikasi, dalam arti bahwa masih ada mahasiswa yang mengenakan bahan
jeans, dan lain sebagainya.
-Selasa itu kayaknya ngeliatnya juga item putih, tapi item putih yang dimodif, dalam artian itu mungkin atasnya putih tapi kaos berkerah, bawahnya mungkin kan apa ya, bawahnya itu pokoknya gelap, mungkin itu dari celana, celana dengan bahan jeans seperti itu. Tapi untuk aturan yang sebenarnya kan atas, atas itu bener-bener kemeja putih bawah celana kain item, seperti itu. Kalau saya sih itu masih ya masih wajar saja kan paling nggak masih menunjukkan atas
Sesuai dengan pengakuannya, informan beberapa kali terlihat
mengenakan celana panjang jeans saat di kampus.
Peneliti melihat bahwa beberapa kali Anwar mengenakan celana panjang jeans saat di kampus. Meski begitu, dengan atasan kemeja putih polos, Anwar berusaha menaati kebijakan penggunaan seragam pada hari Senin-Selasa. (Catatan lapangan/25/05/2012) Menurut hasil observasi, beberapa mahasiswa masih terlihat belum
kompak dalam penggunaan seragam pada hari Senin-Selasa. Himbauan
penggunaan seragam yang menyatakan untuk menggunakan pakaian atasan putih
dan bawahan gelap diinterpretasikan bermacam-macam oleh para mahasiswa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
134
Yang terjadi kemudian adalah pakaian putih-gelap yang beraneka ragam.
Mahasiswa laki-laki kebanyakan mengenakan kemeja putih dan celana panjang
hitam, baik dari bahan kain katun maupun jeans. Sedangkan mahasiswi, ada yang
mengenakan kemeja putih dengan bawahan rok, ada juga yang menggunakan
bawahan celana pensil yang saat ini sedang tren. Mahasiswi muslim yang
berjilbab menggunakan jilbab dengan berbagai warna, seperti hitam, abu-abu,
coklat, merah, maupun hijau.
Sedangkan menurut pendapat Yusuf, mahasiswa FKIP yang belum
bisa mematuhi kebijakan penggunaan seragam putih hitam tersebut dikarenakan
tidak adanya sanksi atas pelanggaran yang terjadi. Seperti dikatakannya berikut
ang juga. Ada yang siswa mahasiswa mungkin menaati aturan, ada juga yang mungkin seenaknya sendiri, itu ada. Karena apa, ya mungkin nggak ada sanksinya, gitu. Kalau kita melanggar juga nggak ada
Gambar 4.3. Mahasiswa menggunakan seragam putih gelap pada hari Senin
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
135
Namun menurut pengakuan Anwar, mereka yang kurang
bertanggungjawab dalam mengenakan seragam putih gelap ini ialah karena
kurangpahamnya mahasiswa atas tujuan penggunaan seragam putih gelap ini. Hal
ini disampaikan oleh Anwar,
menunjukkan apa ya, bahwa itu pendidikan yang berkarakter, tapi saya cuma tahu sebatas itu tapi untuk lebih detailnya itu ditujukan untuk apa, itu saya sendiri belum paham. Jadi yang saya ketahui itu aja, pakai
Sedangkan menurut informan yang lain, kepatuhannya mengenakan
seragam putih gelap tergantung pada dosen yang mengampu mata kuliah yang
bersangkutan. Menurutnya, ada dosen yang menomorsatukan penampilan. Bahkan
beliau tidak memperbolehkan mahasiswanya yang mengenakan pakaian bukan
yang penampilan itu nomor satu, nggak ada rok, nggak boleh masuk, nggak boleh
Lebih lanjut, seragam putih gelap sangat ditekankan saat kuliah Micro
Teaching. Namun, masih ada beberapa mahasiswa yang mengakali seragam
dengan membawa baju ganti. Esty mengatakan bahwa masih ada teman-temannya
yang membawa celana ganti saat kuliah Micro Teaching. Biasanya, ketika dosen
masuk kelas, mahasiswa yang bersangkutan buru-buru ke kamar mandi untuk
k
temen-
Terkait dengan kebijakan penggunaan seragam pada hari Senin-Selasa
tersebut, beberapa mahasiswa mengakui tidak merasa keberatan maupun
terbebani, dan bersedia mematuhinya. Hal ini dialami oleh Sari, Anwar, dan
Yusuf. Namun, ada pula mahasiswa yang merasa keberatan, bahkan terkesan
terbebani untuk mematuhi kebijakan ini, seperti Esty. Hal ini dapat disebabkan
oleh kurangnya sosialisasi lebih lanjut mengenai kebijakan maupun program yang
ditetapkan oleh pihak FKIP, sehingga mahasiswa kurang mengetahui tujuan dan
maksud kebijakan maupun program yang bersangkutan.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
136
3) Kompeten
Profesi guru tentunya menuntut kualifikasi tertentu yang menunjukkan
kemampuan mendidik yang mampu mengarahkan peserta didiknya untuk
memiliki karakter yang kuat dan cerdas. Hal ini diwujudkan dengan kompetensi-
kompetensi khusus yang wajib dimiliki oleh seorang pendidik, yakni kompetensi
paedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional. FKIP sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang
menyiapkan calon tenaga pendidik dan kependidikan telah menyusun sedemikian
rupa kurikulum yang sesuai untuk membekali para mahasiswa agar memiliki
keempat kompetensi tersebut.
Menurut Pak Ahmad, mahasiswa harus dibekali dengan kompetensi-
kompetensi pendidik, agar mampu melaksanakan tugas dan kewajibannya dengan
-betul digodok, agar betul-betul memiliki kemampuan yang
baik dan tinggi sehingga nanti bisa melaksanakan tugas dengan
(Ahmad/18/06/12). Pendidik yang memiliki kemampuan yang baik harus mampu
menerapkannya dengan baik pula.
Bekal bagi mahasiswa FKIP agar mempunyai kompetensi dan ciri khas
yang mencirikan mereka sebagai calon pendidik yang membedakan dengan
mahasiswa dari fakultas lain, menurut Titik, diberikanlah mata kuliah-mata kuliah
khusus mengenai kependidikan, seperti pendidikan peserta didik, profesi
kependidikan, maupun micro teaching.
tentang pendidikan peserta didik apa, profesi kependidikan dan juga ada apa, micro teaching dan juga ada pembekalan yang nanti PPL
Berdasarkan hasil observasi, informan menunjukkan kompetensinya
dengan kemampuan manajerial yang baik.
Informan menjabat sebagai ketua umum organisasi mahasiswa pecinta alam Garba Wira Bhuana UNS selama 2 tahun, yakni 2 periode kepengurusan. Kemampuan pengelolaan yang baik menunjukkan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
137
kompetensi profesionalnya dalam mengemban jabatan. (Catatan lapangan/24/05/2012) Kompetensi mahasiswa berusaha ditingkatkan dengan berbagai mata
kuliah yang diajarkan. Hal inilah yang merupakan media pembentukan karakter
bagi mahasiswa. Pendidikan karakter yang berupaya menanamkan nilai-nilai
karakter tertentu, bukan berarti menambah satu mata kuliah khusus, melainkan
pendidikan karakter terintegrasi dalam setiap mata kuliah, di dalam proses
pembelajaran.
karakter itu tidak hanya satu mata kuliah tapi terintegrasi di dalam semua mata kuliah, ya dalam bentuk tadi ya, misalnya dalam proses
Sedangkan Pak Aryo, sebagai ketua prodi Pendidikan Geografi
menyatakan bahwa seorang guru harus memiliki keterampilan lebih untuk
mendukung profesionalitasnya. Hal ini didukung dengan berbagai program seperti
pengembangan media untuk membekali mahasiswa, sehingga menjadi guru plus.
tida
(Aryo/29/06/2012)
Mata kuliah aplikatif yang lain sebagai sarana untuk meningkatkan
kompetensi mahasiswa adalah magang. Magang diarahkan sebagai pembelajaran
dan pelatihan di dunia kerja. BKK Akuntansi adalah salah satu program studi
tempat magangnya, ada tempat magang, ada yang magang 1 bulan, ada yang lebih
Menurut hasil observasi, Sari menunjukkan kompetensinya dengan
menjadi asisten dosen di BKK Akuntansi dan sekretaris umum UKM Taekwondo
UNS.
Selama semester 4-5 informan menjadi asisten dosen dengan tugas membantu keadministrasian BKK Akuntansi. Selain itu, saat ini informan juga menjabat sebagai sekretaris umum di UKM Taekwondo UNS, yang mengelola keadministrasian organisasi. Informan juga
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
138
memberikan les tambahan pada beberapa siswa SMP. (Catatan lapangan/01/05/2012)
4) Kerja Keras
Mahasiswa sebagai seorang calon pendidik, yang nantinya akan
berhadapan dengan banyak peserta didik, diharapkan mampu meningkatkan
kemampuannya sesuai perkembangan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi. Hal ini
harus diiringi dengan kerja keras, mengingat bahwa tugas pendidik tidaklah
sedikit dan mudah. Mahasiswa dilatih untuk bekerja keras agar dalam dirinya
tercipta karakter yang kuat dan tangguh.
Kerja keras ditunjukkan mahasiswa dengan berbagai kegiatan yang
mereka ikuti, namun tetap mampu mempertahankan sisi akademisnya. Salah satu
contohnya adalah Sari, yang sangat bekerja keras bagi kebaikan dirinya maupun
BKK Akuntansi. Informan yang nyambi menjadi asisten dosen dan menjadi
sekretaris umum di UKM Taekwondo UNS ini, tetap mampu meraih nilai
akademis yang bagus.
boleh ngajar, jadi kalau ngajar kan ada namanya dosen luar biasa, jadi mereka yang ngajar gitu. Kita nggak boleh ngajar, jadi kita paling bantu ngawas terus bantu administrasi di BKK gitu, misalkan ada, ada kegiatan magang, kita yang bikin surat magangnya, kita bikin perjanjian magangnya, kita bantu dari sisi administrasi, terus misalkan ada rapat-rapat gitu, jadi
(Sari/01/05/2012) Berdasarkan pengamatan yang peneliti lakukan, Sari selalu berusaha
menjalankan kewajibannya dengan sungguh-sungguh.
Di organisasi kemahasiswaan, informan lah yang berperan penting dalam setiap kegiatan. Namun, hal ini tidak membuat dia lupa pada kewajibannya sebagai mahasiswa. Bahkan saat menjadi panitia kejuaraan Taekwondo di Semarang, informan tetap mengerjakan tugas kuliahnya saat waktu istirahat. (Catatan lapangan/01/05/2012) Sedangkan informan yang lain, yaitu Anwar, rela lembur untuk
mengerjakan laporan-laporan praktikum.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
139
Informan yang mengaku sering bangun kesiangan karena harus lembur mengerjakan berbagai macam laporan praktikum ini, saat wawancara dengan peneliti terlihat matanya merah dan berkantung. Hal ini menunjukkan kesungguhannya dalam mengerjakan kewajibannya sebagai mahasiswa prodi Geografi. (Catatan lapangan/25/05/2012) Hal yang serupa juga dijalani oleh Titik. Titik yang merupakan
mahasiswi tingkat akhir di prodi Pendidikan Sejarah dan menjabat sebagai ketua
umum organisasi pecinta alam Garba Wira Bhuana UNS selalu bekerja keras
terutama dalam pengerjaan tugas-tugas kuliah. Meskipun organisasi mahasiswa
yang diikutinya menuntut partisipasi penuh, namun Titik tidak pernah lalai dalam
waktu ya langsung dikerjain, langsung diku
Kerja keras mahasiswa juga diakui oleh bu Dini. Sebagai seorang
dosen, beliau menerapkan kedisiplinan dan ketegasan dalam pengumpulan tugas.
Meski begitu, beliau sangat menghargai mahasiswanya yang mau gigih dan
bekerja keras mengumpulkan tugas ke rumahnya di Klaten pada dini hari,
meskipun batas pengumpulan tugas sudah lewat.
misalnya 2, seminggu lagi. Kalau saya mesti gitu, 2 minggu. Kemudian, dikumpulkan paling lambat pada saat ujian semester. Ujian semester paling lambat 24 jam misalnya. Nah..pernah ada anak-anak itu jam 2 malam datang ke rumah kan. Kan lewat, dilempar brraakk gitu kan. Anak saya nanya, Ma..itu kok jam 2 kok baru nganter, berarti udah lewat. Ndak pa-(Dini/28/06/2012)
5) Disiplin
Disiplin merupakan salah satu nilai karakter yang diharapkan dapat
dipenuhi oleh FKIP UNS. Disiplin berarti tepat waktu, serta kepatuhan pada
aturan dan tata tertib yang dimiliki oleh FKIP UNS. Dalam hal ini, peneliti
melihat kedisiplinan dalam ketepatan waktu masuk kuliah, kerajinan masuk
kuliah, serta kedisiplinan dalam mengenakan seragam putih gelap pada hari
Senin-Selasa.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
140
Mengenai kedisiplinan dalam waktu masuk kuliah, ke-5 informan
mahasiswa mengaku pernah terlambat. Salah satunya Esty. Esty mengaku sering
terlambat masuk kuliah pada semester awal. Hal ini disebabkan karena jam masuk
kuliah yang terlalu pagi yakni jam 7, sedangkan jarak dari rumahnya ke kampus
cukup jauh yakni sekitar 30 menit perjalanan.
sama Klaten, jadinya 30 menit dari kampus. Sebenernya sering telatnya itu kadang-kadang, waktu semester awal, soalnya jam 7 tet,
Meski begitu, pada semester-semester berikutnya, informan mengaku
tidak mengalami kesulitan dalam mematuhi jam masuk kuliahnya, karena masuk
-semester ini kan udah agak siang,
Menurut hasil observasi, Esty berusaha disiplin dalam mematuhi jam
masuk kuliah.
Informan terlihat berlari-lari kecil karena jam sudah menunjukkan waktu masuk kuliah. Walaupun sebelumnya dia menempuh perjalanan setengah jam dari rumahnya, dan sudah terlihat ngos-ngosan. Namun dia tetap menyempatkan melambaikan tangan dan menyapa peneliti terlebih dulu. (Catatan lapangan/25/05/2012) Hal serupa disampaikan oleh Sari. Informan juga mengalami masalah
an sering, hehe.
(Sari/01/05/2012). Hal tersebut biasanya karena kelelahan setelah seharian
sebelumnya beraktivitas, sehingga tidurnya terlalu malam. Informan juga
menambahkan kalaupun telat masuk kuliah siang karena berhubungan dengan
adanya kegiatan organisasi.
tidurnya kemaleman, capek kemarin seharian beraktivitas, capek gitu. Mau bangun tu berat, dan sebagainya, paling itu. Kayak gitu doang kalau telat, kalau telat masuk kuliah siang, kalau kuliah siang itu paling telatnya gara-gara sebelumnya ada kegiatan apa, atau di
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
141
organisasi lagi ngurusin (Sari/01/05/2012) Sedangkan menurut hasil observasi, Sari agaknya kurang berdisiplin
saat merasa sudah kelelahan.
Setelah selesai melakukan persiapan untuk kejuaraan Taekwondo, Sari tidak segera menuju kampus untuk kuliah meskipun waktu sudah menunjukkan saatnya masuk kuliah. Informan mengungkapkan bahwa dia menunggu sms dari temannya saat dosen sudah masuk ruang kuliah. (Catatan lapangan/01/05/2012) Informan lain yang juga merupakan mahasiswa yang aktif di
organisasi menyatakan bahwa dia sering telat masuk kuliah. Keterlambatannya ini
disebabkan oleh banyaknya tugas dan praktikum di prodi Geografi yang
menyebabkan informan lembur hingga malam hari, sehingga sering bangun
menggunakan tugas praktikum kan lebih banyak, jadi sering lembur, nah..gara-
Hal yang senada disampaikan oleh penggiat organisasi yang lain.
Yusuf dengan jujur mengakui kadang-kadang terlambat masuk kuliah. Hal ini
diakuinya disebabkan oleh berbagai faktor, seperti bangun kesiangan, serta
nggak pernah lagi, yaa..kadang-kadang sih, ya itu karena mungkin ya apa itu
namanya faktor-
Ditambahkan lagi oleh informan bahwa dosen menempati posisi yang
penting sebagai sosok yang dijadikan contoh. Keteladanan dari dosen sangat
perlu, karena berpengaruh terhadap pola perilaku mahasiswa kepada dosen yang
bersangkutan. Dosen dapat memberikan pengaruh positif maupun negatif, seperti
ada, itu sama aja kan. Itu sebenarnya hal sepele, itu malah membuat mahasiswa
itu malah malas, kadang-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
142
Berdasarkan hasil observasi, informan lebih suka menunggu dosennya
masuk ruang kuliah terlebih dulu, daripada dia harus menunggu dosen berlama-
lama.
Saat bertemu dengan informan, dan peneliti menanyakan tentang kuliah, dia sering menyampaikan sedang menunggu dosen, padahal pada saat tersebut dia sedang berada di GRHA UKM UNS, bukan di kampus FKIP. Dia lebih memilih main-main dulu, sambil menunggu sms pemberitahuan dari temannya saat dosennya datang. (Catatan lapangan/15/06/2012) Selain terlambat, ada juga mahasiswa yang tidak disiplin karena
membolos pada jam kuliah. Hal ini pun diakui oleh Sari, mahasiswi Pendidikan
Informan menambahkan bahwa dia menggunakan strategi untuk membolos.
Selanjutnya, informan memanfaatkan ketentuan 75 % presensi masuk kuliah
sebagai syarat mengikuti ujian KD, sehingga informan melihat 25 % kesempatan
di setiap Kompetensi Dasar yang dapat informan gunakan untuk 1 kali bolos.
-lihat, kalau emang penting ya bolos, misalkan, misalkan kan kita punya jatah kan, 1 KD 4 kali pertemuan 1 kali boleh bolos, nah..itu dihitung, jadi aku
Begitu pula dengan informan yang lain. Esty mengaku pernah
membolos, namun intensitasnya tidak sesering seperti dirinya terlambat. Hal ini
karena tuntutan organisasi. Informan adalah penggiat organisasi dengan kegiatan
yang cukup banyak, dia harus rela membolos kuliah saat ada kegiatan yang
bertabrakan dengan jam kuliahnya. Meski begitu, ia mengaku tidak suka
membolos karena akan tertinggal materi kuliahnya.
emang bener-bener ada acara itu jelas, kayak ada apa kegiatan, kebetulan kan dulu juga kegiatannya sempet padat banget, jadinya terpaksa bolos, sebenernya nggak begitu seneng bolos aku, semester 1 semester 2 tuh semester 1 semester 2 tuh sama sekali belum eh..nggak pernah bolos, semester 3-4 itu paling banyak bolos, hampir 10 hari
/2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
143
Namun hal ini tidak dilakukan oleh Anwar. Untuk urusan membolos,
informan termasuk mahasiswa yang rajin, karena dia mengaku tidak pernah
membolos, apalagi tanpa alasan yang jelas. Anwar mengaku alasannya
meninggalkan perkuliahan adalah karena
(Anwar/25/05/2012)
Beberapa mahasiswa yang mengungkapkan belum mampu dalam
mematuhi jam masuk kuliah, seperti yang diakui oleh Esty, Sari, Anwar, dan
Yusuf, dengan berbagai alasan yang menghambat kedisiplinan mereka,
menunjukkan belum adanya kesadaran pribadi dari mahasiswa yang bersangkutan
untuk berusaha lebih disiplin. Meski begitu, seperti yang diungkapkan oleh Yusuf,
hal ini juga dipengaruhi oleh contoh keteladanan dari pendidik yang ternyata
belum bisa memberikan contoh yang semestinya.
6) Bersahabat/komunikatif
Saat ini, seorang guru bukan hanya harus pintar dengan banyaknya
wawasan dan pengetahuan, namun juga harus mampu menjalin kedekatan dengan
peserta didiknya. Sebagaimana seorang mahasiswa mampu menjalin komunikasi
baik dengan sesama mahasiswa, dengan dosen, maupun dengan staf kependidikan.
Sikap yang bersahabat dan komunikatif menjadi poin penting untuk
mengembangkan karakter mahasiswa FKIP.
Sikap yang bersahabat mulai dipupuk dalam diri setiap mahasiswa
sejak awal memasuki bangku perkuliahan. Penerimaan mahasiswa baru atau yang
lebih dikenal dengan OSMARU merupakan salah satu sarana awal untuk
mengembangkan sikap yang bersahabat. Hal ini yang mungkin dulu banyak
disalahartikan sebagai ajang perpeloncoan dan balas dendam dari senior kepada
juniornya, kini telah mengalami perubahan yang positif. OSMARU tidak lagi
menjadi ajang perpeloncoan mahasiswa, namun berjalan lebih akademis dan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
144
mendidik, dengan berusaha mengenalkan mahasiswa baru dengan lingkungan
kampus yang baru, serta para penghuninya.
Jurusan P IPS yang terdiri dari 5 program studi menyediakan sarana
berinteraksi yang luas. Hal ini merupakan media bagi para mahasiswa untuk
melatih diri menjalin komunikasi dengan orang lain. Titik salah satunya mengaku
mempunyai banyak teman baik dari prodinya sendiri, maupun dari prodi-prodi
-akrab banget, biasanya temen
dari SMA, atau temen kost gitu. Nek
(Titik/24/05/12)
Dalam berbagai kesempatan, peneliti dan informan sering bertemu, dan kami pasti saling bersalaman dan mengobrol terlebih dulu sebelum melanjutkan keperluan masing-masing. Dari jarak yang jauh pun, informan akan melambaikan tangan dan tersenyum, kemudian menghampiri peneliti. (Catatan lapangan/24/05/2012) Hal tersebut menunjukkan bahwa informan cukup bersahabat bahkan
dengan peneliti yang bukan teman seprodi maupun seorganisasi.
Hal yang serupa juga diungkapkan oleh informan yang lain. Sikap
ramah yang ditunjukkan minimal dengan tindakan menyapa dilakukan oleh Esty
baik pada kakak-kakak tingkat maupun teman-teman dari prodi yang lain.
tahu kenal kakak tingkat, tapi nggak tahu itu angkatan berapa, paling juga, penting kalau ketemu juga nyapa apalah. Adek tingkat kenal, yo nggak semua sih, maksude dari angkatan bawahku pas, terus angkatan bawahnya lagi itu. Prodi lain kenal, P IPS eh..ekonomi ada, Geografi
(Esty/25/05/2012) Menurut hasil observasi, Esty adalah mahasiswi yang ramah.
Meskipun informan satu tingkat lebih muda dari peneliti, tapi dia tidak merasa canggung untuk bercerita banyak tentang dirinya, kuliah, organisasi, maupun kesulitannya dalam membagi waktu antara kuliah dan organisasi. Dalam interaksi yang terjadi, informan hampir selalu menyapa terlebih dulu, kemudian menjabat tangan peneliti. (Catatan lapangan/25/05/2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
145
Ini menunjukkan bahwa terhadap orang yang lebih dewasa pun,
informan menjalin hubungan yang baik dan bersahabat.
Sedangkan informan yang lain, yaitu Sari, yang memang merupakan
teman satu organisasi dengan peneliti, sudah menjadi seperti adik bagi peneliti.
Informan yang lebih banyak bertemu dengan peneliti di sekretariat UKM Taekwondo dan berbagai kegiatan taekwondo, sudah seperti adik, yang banyak curhat tentang kehidupannya. Bahkan informan sering mengantar-jemput saat ada kegiatan bersama dengan peneliti. (Catatan lapangan/01/05/2012)
7) Responsif
Guru sebagai pendidik merupakan subyek pembawa perubahan. Guru
dituntut untuk memiliki sikap yang responsif terhadap perubahan sosial yang
terjadi di masyarakat. Hal ini pula yang ingin diwujudkan FKIP dalam diri
mahasiswanya. Bagaimana mahasiswa mampu secara cepat dan tepat tanggap
terhadap situasi dan lingkungan masyarakat. Hal ini diarahkan untuk menanamkan
karakter pendidik yang mampu memberikan pelayanan maksimal.
Menurut informan, seorang pendidik harus selalu mengikuti
perkembangan informasi, baik melalui buku, koran maupun media yang lain. Hal
ini dilakukan untuk meningkatkan wawasan agar memiliki pemikiran yang kritis
dalam menanggapi perubahan-perubahan yang terjadi di masyarakat.
-guru pasti tiap harinya baca buku ataupun koran ataupun yang lain, harus update, update tentang berita gitu kan, ya harus tahu juga, sebagaimana ya guru itu harus kritis, ada banyak guru yang mungkin
Sejauh ini, tindakan responsif mahasiswa sebagai bentuk tindakan
kritis yang disalurkan melalui beberapa wadah, seperti organisasi kemahasiswaan.
BEM atau Badan Eksekutif Mahasiswa merupakan salah satu organisasi yang
sering terlihat responsif menanggapi perkembangan dan perubahan sosial yang
-aksi,
tindakan responsif tersebut belum menunjukkan hasil yang solutif.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
146
8) Inovatif
Seorang guru yang cerdas, bukan hanya pintar dengan penguasaan
materi dan pengetahuan yang luas, namun juga bagaimana mereka mampu
menciptakan karya dan produk yang baru baik bagi peserta didiknya maupun bagi
dunia pendidikan. Kecerdasan inteletual bukan lagi melulu tentang penguasaan
pengetahuan secara teoritis. Hal ini tidak hanya ditunjukkan melalui prestasi
akademis dengan nilai tertentu yang tertera di atas kertas, tapi juga bagaimana
mahasiswa mampu berinovasi dan membawa perubahan positif bagi dirinya
maupun lingkungan sekitarnya.
harus menjadi guru yang mampu berinovasi jadi kita itu tidak tidak boleh menelan mentah apa yang kiat dapatkan terus kita berikan kepada murid. Kita itu harus mempunyai inovasi-inovasi untuk
(Anwar/25/05/2012) Informan berinovasi lebih banyak dengan pengembangan media.
Di prodi Pendidikan Geografi, mahasiswa lebih banyak dituntut untuk penguasaan pengembangan media, baik peta konvensional, peta digital, macromedia flash, maupun power point. Hal inilah yang diaplikasikan informan saat PPL. (Catatan lapangan/25/05/2012) FKIP menyediakan media bagi mahasiswa untuk mengembangkan
potensi dan kreativitasnya melalui Program Kreativitas Mahasiswa atau PKM.
PKM memfasilitasi mahasiswa dalam mengembangkan kreativitasnya untuk
menciptakan inovasi-inovasi baik dalam pendidikan, kewirausahaan, dan lain
sebagainya. Hal ini dimanfaatkan salah satunya oleh Titik, untuk menyalurkan
ide-
suatu karya lah, setidaknya dari universitas kan udah sosialisasinya tinggi, kalau
Informan mengikuti PKM sebanyak 3 kali, yakni tahun 2010 sebagai syarat perolehan beasiswa, kemudian tahun 2011 lolos, namun karena informan mengurusi banyak kegiatan di organisasi, sehingga lupa mengurus keperluan PKM, dan yang terakhir tahun 2012 tidak lolos. (Catatan lapangan/24/05/2012)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
147
Meskipun belum ada PKM yang terealisasikan, namun inovasi dan
kreativitas informan telah ditunjukkan dengan keikutsertaannya tersebut.
Hal tersebut dibenarkan oleh informan lain. Yusuf yang merupakan
mahasiswa prodi PKn juga memanfaatkan PKM untuk menyalurkan ide-idenya,
serta sebagai wujud pengabdian kepada masyarakat.
ketertarikan gitu lah, kemarin yang saya bikin sama temen saya itu PKMM, pengabdian masyarakat, itu sosialisasi undang-undang nomor 2009 tentang lalu lintas dan angkutan jalan, penelitian kemarin itu saya ngambilnya di Sukoharjo, ya karena mungkin ketidaktahuannya lebih banyak di Sukoharjo, di sana juga banyak kecelakaan gitu, jadi saya memilihnya di sana, gitu. Ya ada (Yusuf/15/06/2012)
9) Manajemen Emosi
Seorang pendidik harus memiliki kecerdasan emosional. Hal ini
mengingat bahwa sebagai pendidik, dia dituntut untuk mampu mengelola dan
mengorganisasi banyak orang, yaitu peserta didiknya. Peserta didik dengan
berbagai kepribadian dan karakternya yang unik dan berbeda satu dengan yang
lain, harus dikelola oleh pendidik yang sabar dengan manajemen emosi yang
tinggi. Pengelolaan emosi diri yang baik akan memberikan pengaruh yang baik
pula bagi pengelolaan peserta didiknya.
Menurut hasil observasi, Sari merupakan orang yang kurang bisa
mengontrol emosi.
Informan beberapa kali terlalu menggebu-gebu saat bercerita mengenai permasalahan di organisasi, hal ini terkait dengan amanah yang dipegangnya sebagai seorang sekretaris umum. Namun, beberapa kali pula, informan marah-marah pada staf yang lain saat dia terlalu lelah dan banyak pikiran. Informan juga beberapa kali terlihat ngambek. (Catatan lapangan/01/05/2012) Mengenai manajemen emosi, hal ini memang sangat personal bagi
para mahasiswa maupun dosen. Tidak jarang dosen pun belum mampu
memanajemen emosinya, apalagi untuk mengajarkan cara pengendalian emosi
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
148
pada mahasiswa. Pendidikan karakter memang sangat memerlukan contoh, salah
satunya dari pendidik.
mengajarkan apa namanya, mereka tidak bisa mengendalikan emosi, hehehe.. ya memang kita terpulang ke karakter dari pendidiknya dulu. Dan nggak mungkin lah misalnya karakter kita itu suka marah misalnya, sedikit-sedikit emosinya naik, kalau kita nanti ngandani
(Syarif/13/12/12) Berdasarkan observasi terhadap Yusuf, dia menunjukkan pembawaan
yang tenang.
Yusuf tidak pernah meluapkan emosinya baik senang maupun marah secara meluap-luap. Dia tertawa sekali-kali saat bercanda dengan teman-temannya. Namun, dia tidak pernah terlalu marah meskipun menghadapi anggota organisasinya yang agak ngeyel. (Catatan lapangan/15/06/2012)
10) Religius
Salah satu nilai karakter yang sangat penting yakni religius. Hal ini
terkait dengan bagaimana mahasiswa sebagai seorang makhluk membina
hubungan vertikal dengan Tuhan. Selain harus membina hubungan baik dengan
sesama manusia, yang ditunjukkan dengan nilai karakter bersahabat/komunikatif,
mahasiswa tidak boleh melalaikan hakikat keberadaannya sebagai makhluk yang
wajib melaksanakan perintah dan menjauhi larangan Tuhan.
FKIP sebagai kampus yang memiliki ribuan mahasiswa yang sangat
multikultural, menganut beberapa keyakinan baik Islam, Katolik, Kristen, Hindu
maupun Budha. Lingkungan jurusan P IPS yang merupakan bagian dari FKIP
merupakan lingkungan yang sangat mendukung dalam pemenuhan kebutuhan
rohani mahasiswa. Jurusan P IPS terletak dekat dengan tempat-tempat ibadah
keagamaan, antara lain masjid Nurul Huda, gereja kampus, vihara, dan pura.
Untuk mendukung pembentukan mahasiswa yang memiliki
religiusitas, maka FKIP memfasilitasi salah satunya dengan diadakannya mata
kuliah Pendidikan Agama di setiap program studi. Hal ini diarahkan sebagai
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
149
pembekalan pengetahuan dan wawasan keagamaan bagi mahasiswa. Penguasaan
materi keagamaan bukan satu-satunya hal yang ingin dicapai, tapi bagaimana
membentuk mahasiswa yang mampu mengamalkan ajaran-ajaran agama tersebut
dalam setiap dimensi kehidupannya.
Spiritualitas mahasiswa yang tinggi ditunjukkan salah satunya dengan
penampilan yang santun sesuai dengan ajaran agama, yakni mahasiswi muslim
yang mengenakan jilbab. Kaum muslim baik perempuan maupun laki-laki wajib
menutup aurat mereka. Jilbab merupakan kain penutup aurat yang dipakai oleh
perempuan. Titik dan Esty merupakan mahasiswi muslim yang telah
mengamalkan ajaran ini. Bukan berarti mahasiswi muslim yang tidak berjilbab
tidak mempunyai nilai religius, akan tetapi hal ini sebagai penanda yang mungkin
belum bisa diamalkan oleh mereka yang merasa belum mampu.
Esty mengalami perubahan penampilan sejak masuk kuliah tahun 2009 hingga saat ini. Pada semester 1-2, Esty belum menggunakan jilbab. Namun, mulai semester berikutnya hingga saat ini, dia sudah konsisten menggunakan jilbab baik di kampus, maupun luar kampus. (Catatan lapangan/25/05/2012) Menurut pengamatan pada informan yang lain, Sari sering membawa
mukena kemana pun dia pergi.
Saat di sekretariat UKM Taekwondo, dan waktu sudah menunjukkan waktu sholat, informan mengeluarkan mukena dan segera mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat. Dalam berbagai kegiatan pun, Sari sering membawa mukena untuk beribadah. (Catatan lapangan/01/05/2012) Sedangkan dari informan yang lain, saya bisa melihat bahwa mereka
juga berusaha mengamalkan ajaran agamanya masing-masing. Wawancara yang
saya lakukan dengan Pak Aryo dan Anwar yang kebetulan berlangsung sama-
sama pada hari Jumat, keduanya berakhir sebelum waktu ibadah sholat Jumat.
Informan di akhir wawancara menyampaikan bahwa mereka akan bersiap-siap
untuk ibadah sholat Jumat.
Selain itu, spiritualitas yang tinggi dapat menjadi penyembuh bagi
penyakit-penyakit yang sekiranya sudah menjangkiti hampir semua mahasiswa,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
150
yakni tindakan tidak jujur mahasiswa dalam ujian maupun mengerjakan tugas.
Ibadah merupakan upaya untuk mendekatkan diri kepada Tuhan. Hal ini dilihat
Pak Aryo sebagai salah satu cara yang bisa mengurangi gejala-gejala perilaku
mahasiswa yang kur -lama juga anak-anak yang semakin ke sini
ya, saya melihat ya anak-
(Aryo/29/06/2012)
b. Penilaian dan Evaluasi
Sejauh ini, pendidikan karakter sudah berjalan kurang lebih 5 tahun di
FKIP. Berkaitan dengan hal tersebut, menurut Pak Syarif, saat ini nilai-nilai
karakter yang diajarkan kepada mahasiswa FKIP sudah sampai pada tahap
menjadi kebiasaan. Mahasiswa sudah merasa adanya kekurangan saat tidak
menaati aturan dan tidak perlu diingatkan atas pelanggaran tersebut.
itu sebenarnya sudah sadar bahwa kalau mereka nggak pakai seragam mereka itu mesti akan nyingkir-nyingkir. Nah..artinya mereka kan woo..ini saya itu merasa ada sesuatu yang kurang, saya tidak mesti berpakaian seperti ini pada hari ini kan. Saya tidak perlu
Senada dengan hal tersebut, dalam melihat perilaku mahasiswa terkait
dengan pelaksanaan visi berkarakter kuat dan cerdas di lingkungan FKIP, Pak
Aryo mengatakan bahwa pendidikan karakter saat ini sedang berjalan dalam
proses di mana sudah ada perbaikan-perbaikan, baik individual maupun komunal.
-perbaikan, ada perbaikan baik secara apa, individual maupun secara komunal alhamdulillah saya lihat sudah ada perubahan yang signifikan, cuman karena perubahannya adalah perilaku, apa yang bisa, yang..yang kita amati hanya dari secara subyektif gitu, tidak langsung absolut kita lihat angkanya gitu, tapi saya melihat it Informan sebagai ketua program studi Pendidikan Geografi juga
menambahkan bahwa hasil dari pendidikan karakter tidak dapat langsung dilihat
secara instan, melainkan dapat dilihat dari prestasi-prestasi lulusan di masa yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
151
akan datang, seperti peraihan beasiswa unggulan serta peran lulusan FKIP seperti
di MGMP.
kita bisa melihat setelah mereka lulus, iya kan, ternyata e..melihatnya itu juga bisa kita lihat pada saat mereka di MGMP, bagaimana peran
(Aryo/29/06/2012) Pendidikan karakter tentunya bertujuan untuk memperbaiki serta
membentuk para mahasiswa untuk memiliki karakter tertentu yang diharapkan
oleh FKIP. Sayangnya perubahan perilaku sebagai hasil proses pendidikan
karakter belum dapat diukur dengan suatu parameter khusus secara pasti. Meski
begitu, selama proses pembentukan karakter yang terjadi di FKIP, saat ini sudah
mulai menunjukkan hasil.
kedisiplinannya bagaimana, kejujurannya bagaimana, kalau kami hanya menilainya bahwa sekarang ini di 2012 tampaknya memang kita sudah akan ini, bahwa pendidikan atau pembentukan karakter
Untuk menilai atau pun mengukur perubahan perilaku terkait dengan
pembelajaran karakter mahasiswa, begitu pula Pak Aryo mengungkapkan bahwa
belum ada ukuran secara pasti untuk memberikan standar maupun kriteria sejauh
memang sangat sulit ya memberikan satu standar patokan, kriteria, mereka sudah
berkarakter atau belum, tapi yang jelas perilakunya, dilihat
(Aryo/29/06/2012)
Sedangkan Pak Ahmad menyampaikan bahwa ukuran penilaian
kepribadian belum ada secara pasti. Perubahan perilaku hanya bisa dilihat melalui
pengamatan mengenai sejauh mana nilai-nilai karakter yang diharapkan FKIP
memberi
belum ya, belum dilakukan. Yo paling sebagai hasil pengamatan saja bagaimana
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
152
Selanjutnya, menurut bu Dini, bahwa parameter keberhasilan dari
penerapan pendidikan karakter ialah bilamana mahasiswa telah mampu bersikap
dan berperilaku sesuai dengan yang FKIP harapkan, antara lain mahasiswa sudah
berpenampilan secara santun, berbicara dengan baik, serta berperilaku jujur.
ya sudah sesuai dengan apa yang di kita inginkan, misalnya gini..mahasiswa nggak nyontekan, mahasiswa udah berpenampilan santun, mahasiswa udah berbicara dengan baik di
(Dini/28/06/2012) Namun sayangnya, parameter ini terbatas pada hal-hal yang hanya
nampak dari luar saja, seperti cara bicara, perilaku, sopan santun serta berbagai
produk yang mereka hasilkan dalam perkuliahan. Parameter keberhasilan ini
belum mampu melihat hal- yang nampak di luar kan dari
fisikly kan dari lihat sopan santun, perilaku, kemudian ada produk mereka di
Sedangkan secara sistem, pendidikan karakter di FKIP ternyata belum
ditopang dengan sistem evaluasi yang jelas. Pak Faizal selaku pimpinan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan menyampaikan bahwa belum ada sistem evaluasi
periodik bagi penilaian pendidikan karakter, namun sejauh mana pendidikan
karakter sudah berjalan dapat dilihat melalui beberapa penelitian yang dilakukan
(Faizal/20/12/12).
Sesuai dengan pendapat tersebut, menunjukkan bahwa belum ada
parameter atau ukuran secara pasti untuk menilai apakah nilai-nilai karakter yang
disusun sebagai penjabaran visi FKIP sudah tercapai atau belum. Hal ini
menyebabkan mahasiswa belum mempunyai patokan atau pedoman atas perilaku
yang harus dilakukan dalam mengaplikasikan nilai-nilai karakter tersebut. Meski
begitu, perilaku mahasiswa diharapkan dapat mengarah pada perubahan menuju
sikap dan kepribadian layaknya calon pendidik.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
153
Meskipun menemui beberapa hambatan baik dari pihak mahasiswa
maupun dosen, namun secara prinsip, tidak ada hambatan berarti dalam
pelaksanaan pendidikan karakter di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS
Hambatannya antaranya itu. ada sebagian kecil dosen, sangat kecil yang juga
tidak sepakat. Iya ada 1-
(Faizal/20/12/12). Proses pendidikan karakter yang memang baru berjalan sekitar
5 tahun ini, masih berusaha menempatkan diri dalam situasi fisik dan sosial FKIP.
Namun, hal ini diakui Pak Faizal, baik sistem maupun lingkungan telah
mengalami kemajuan ke tahap-
Secara keseluruhan, baik sistem maupun lingkungan fisik dan sosial
sudah cukup mendukung dalam proses pendidikan karakter. Meskipun hal ini
diakui Pak Syarif belum sepenuhnya, namun 90 % komponen sudah siap untuk
pembentukan mahasiswa yang berkarakter kuat dan cerdas.
sudah mendukung, karena seperti saya contohkan, itu kan termasuk di sini bagaimana tanggapan..ya itu kan termasuk lingkungan, bagaimana pergaulan anak-anak FKIP dengan fakultas yang lain, itu kan termasuk salah satu faktor juga di lingkungan FKIP, saya kira sudah cukup
Mahasiswa yang ternyata belum mampu sepenuhnya mengaplikasikan
nilai-nilai karakter yang diharapkan untuk mencapai berkarakter kuat dan cerdas
karena beberapa sebab, antara lain kurang paham atas makna berkarakter kuat dan
cerdas, belum adanya kesadaran pribadi, kurang adanya sosialisasi lanjut terkait
dengan program maupun kebijakan, sikap konservatif warga kampus yang
mempertahankan tradisi lama, belum adanya contoh yang bisa dijadikan teladan,
serta pengaruh lingkungan fisik dan sosial.
Konsep pendidikan karakter bukan berarti harus menambahkan satu
mata kuliah khusus mengenai pendidikan karakter, melainkan harus
mengintegrasikan nilai-nilai karakter dalam setiap mata kuliah yang diajarkan
dalam kurikulum FKIP UNS. Bukan hanya itu, nilai-nilai karakter juga harus
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
154
diilhami, dihayati, dan diaplikasikan oleh setiap civitas akademika dalam
kehidupan kampus, baik dalam perkuliahan, dalam interaksi dengan warga
kampus yang lain, maupun dalam kegiatan-kegiatan kemahasiswaan, dan
kegiatan-kegiatan yang lain. Di mana setiap kegiatan maupun program harus
diarahkan dan ditujukan untuk pencapaian visi berkarakter kuat dan cerdas.
Mahasiswa sebagai salah satu sasaran pencapaian visi berkarakter kuat
dan cerdas, mengalami perubahan perilaku dari sejak pertama memasuki proses
pembelajaran di FKIP hingga saat ini. Namun perubahan ini tidak dapat diukur
dengan parameter angka secara pasti, melainkan menggunakan indikator-indikator
kompetensi yang kemudian dicerminkan dengan perilaku nyata mahasiswa.
Sejauh mana perubahan yang terjadi sebagai dampak penerapan pendidikan
karakter di Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan tidak dapat dilihat hasilnya
secara instan, melainkan sebagai proses yang terus menerus, kontinyu, dan
berkesinambungan. Kehidupan kampus yang berjalan saat ini merupakan bagian
dari proses untuk menuju/mencapai visi berkarakter kuat dan cerdas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
155
C. Pembahasan
1. Rumusan Berkarakter Kuat dan Cerdas sebagai Konsep Pendidikan
Karakter
Setelah melakukan penelitian di jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Sosial, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan UNS mengenai pelaksanaan
pendidikan karakter yang sesuai dengan amanat visi berkarakter kuat dan cerdas,
dapat diketahui bahwa pemahaman atas makna berkarakter kuat dan cerdas yang
telah dirumuskan oleh pihak kampus sebagai tujuan utama tersebut, ternyata
belum dapat dimengerti dan dipahami secara sama oleh warga kampus. Meskipun
telah ada upaya mengarahkan berbagai pandangan dan pendapat agar mencapai
satu arah yang sejalan.
Sebagai sebuah tujuan utama yang ingin dicapai oleh FKIP,
berkarakter kuat dan cerdas merupakan rumusan cita-cita mengenai kepribadian
ideal seorang pendidik. Wajib kita ingat, bahwa FKIP merupakan Lembaga
Pendidikan Tenaga Kependidikan yang berupaya menghasilkan dan
mengembangkan tenaga-tenaga pendidik dan kependidikan yang handal dan
profesional. Oleh karena itulah, rumusan berkarakter kuat dan cerdas diharapkan
mampu dipahami oleh seluruh warga kampus FKIP, terutama dalam hal ini
mahasiswa, sebagai obyek yang dididik untuk menjadi calon guru.
Setiap individu yang terlibat dalam pendidikan karakter di FKIP
diharapkan memiliki ciri khas yang terwujud dalam ucapan dan perilaku yang
ditunjukkan kepada individu lain dan lingkungan sekitar. Ciri khas inilah yang
disebut sebagai karakter. Karakter atau yang seringkali diasosiasikan sebagai
kepribadian disepakati sebagai suatu ciri yang khas yang dimiliki setiap individu
yang memberikan kekhasan pada pribadinya, sehingga dapat dibedakan dengan
individu yang lain. Inilah yang disampaikan oleh Pak Syarif yang mengharapkan
mahasiswa FKIP terutama jurusan P IPS agar memiliki ciri khas keguruan yang
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
156
berkarakter kuat dan cerdas, sehingga bisa dibedakan dengan mahasiswa fakultas
lain.
duan segala tabiat atau perilaku manusia, paduan dari segala perilaku manusia yang bersifat tetap sehingga nanti akan menjadi tanda yang khusus dari pribadi. Antaranya kita membentuk itu tadi, jadi orang akan melihat, di depan sana misalnya ya, depan sana itu ada mahasiswa Senin, ada yang berjalan pakai putih gelap, ini mesti mahasiswa FKIP. Ini
(Syarif/13/12/12) Namun sayangnya, warga kampus sebagai sasaran dari visi FKIP ini
belum sepenuhnya mencerminkan sikap yang berkarakter kuat dan cerdas.
Mahasiswa baru sekedar mengetahui visi ini sebagai slogan saja, tapi belum
apa ya, sebatas ucapan saja, untuk perbuatan atau tindakan dari mahasiswa sendiri
Menurut pengakuan Anwar tersebut, membuktikan bahwa beberapa mahasiswa
belum memahami makna dari visi berkarakter kuat dan cerdas. Informan sekedar
mengetahui visi berkarakter kuat dan cerdas sebagai slogan teoritis yang sering
digaungkan di FKIP, namun belum mengetahui praksis seperti apa yang harus
dilakukan sebagai konsekuensi aplikatifnya.
Hal ini sebenarnya belum bisa dianggap sebagai hasil dari proses
pendidikan karakter. Pendidikan karakter yang sesuai dengan amanat visi dan misi
FKIP berupaya untuk menghasilkan perubahan perilaku dan tindakan, bukan
hanya sekedar pemahaman dan pengetahuan. Pengetahuan dan pemahaman
berupa ucapan belum menunjukkan adanya perubahan perilaku sebagai hasil
aktualisasi nilai-nilai karakter. Mahasiswa sebagai pelaku semestinya mampu
mengaktualisasikan nilai-nilai karakter serta merefleksikan perbuatan dan
tindakannya dalam kaitannya dengan perkembangan diri sendiri dan orang lain.
Pemahaman atas visi berkarakter kuat dan cerdas yang ternyata belum
mampu dimengerti oleh seluruh individu yang terlibat di dalam FKIP menjadi
satu kekurangan dalam pelaksanaan pendidikan karakter. Hal ini bisa saja
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
157
membuat ketimpangan ketika satu individu dengan yang lain memperdebatkan
pemahamannya atas esensi visi berkarakter kuat dan cerdas ini terkait dengan
tindak lanjut dan strategi pelaksanaan pendidikan karakter dalam mencapai tujuan
yang diharapkan.
Meskipun mahasiswa dan dosen memberikan pemaknaan yang sedikit
berbeda-beda mengenai visi berkarakter kuat dan cerdas, seperti Pak Faizal yang
lebih fokus pada amanah dan keteladanan serta kecerdasan baik intelektual,
emosional, dan spiritual yang disepakati oleh bu Dini dan Sari, Pak Syarif yang
memahami sebagai ciri khas kepribadian guru yang membedakan dengan fakultas
lain, Pak Aryo yang berpendapat mengenai optimalisasi mata kuliah untuk
membentuk pribadi pendidik, Yusuf yang mengemukakan bahwa sebagai guru
nantinya harus menjaga nama baik almamater, Anwar yang mengatakan bahwa
guru yang mampu berinovasi dan membawa perubahan positif bagi anak
didiknya, maupun Esty yang secara terbuka mengakui kekurangtahuannya namun
berpersepsi mengenai mentalitas yang kuat bagi calon guru. Namun mereka sudah
mengarah pada satu titik pemahaman yang sama, yakni bahwa visi berkarakter
kuat dan cerdas adalah harapan kepribadian ideal yang semestinya dimiliki oleh
sosok seorang guru atau pendidik.
Inti dari rumusan berkarakter kuat dan cerdas menurut para informan
yang kemudian dipahami sebagai kriteria yang harus dimiliki oleh seorang
pendidik, ialah keseimbangan antara IQ, SQ, dan EQ di mana mampu
mengaplikasikannya dalam pemikiran, sikap, maupun perilaku praksis terkait
dengan kebebasan yang bertanggungjawab dalam memberikan keputusan dalam
kehidupan sehari-hari. Keseimbangan di antara ketiganya akan membentuk
pribadi dengan mentalitas yang kuat dan perilaku yang mengarah pada perubahan
positif baik bagi dirinya maupun bagi orang lain di sekitarnya. Hal tersebut bukan
berarti menambahkan satu mata kuliah khusus mengenai pendidikan karakter,
namun dibangun dengan mengintegrasikan pendidikan karakter di dalam
kurikulum setiap program studi, di mana penanaman nilai-nilai karakter disisipkan
di setiap mata kuliah.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
158
Pemahaman atas makna berkarakter kuat dan cerdas yang ternyata
belum serupa, menunjukkan bahwa pada tataran moral knowing, yakni sebagai
titik awal pembentukan karakter masih terdapat kekurangan. Baik pihak kampus
maupun mahasiswa semestinya mengembangkan pengetahuan terkait dengan
moral knowing untuk berperilaku yang berkarakter kuat dan cerdas. Hal ini pun
sedikit demi sedikit dapat membangun perasaan untuk berperilaku sesuai karakter
pendidik yang kuat dan cerdas. Perilaku praksis yang menunjukkan karakter kuat
dan cerdas pun diterapkan secara berkesinambungan dan terus menerus agar
menjadi kebiasaan.
Visi berkarakter kuat dan cerdas pada gilirannya diharapkan mampu
menjadi budaya baik sehingga akan memperbaiki perilaku-perilaku individu yang
terlibat dalam pendidikan kampus FKIP. Perilaku yang berkarakter kuat dan
cerdas yang masih dalam proses, diharapkan dapat mengilhami setiap langkah
mahasiswa FKIP dalam kehidupannya di kampus maupun di luar kampus. Hal ini
tentunya bukan hanya merupakan pengetahuan dan praksis yang dikerjakan sekali
saja dan kemudian hilang. Melainkan sebagai praksis yang telah menjadi
kebiasaan, di mana mahasiswa dapat mengembangkan diri secara utuh sehingga
menjadi sosok pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas baik kognitif, afektif,
maupun psikomotornya sehingga dapat menjadi output yang berkualitas dari
lembaga pendidikan FKIP.
2. Strategi Penanaman Nilai Berkarakter Kuat dan Cerdas
Visi berkarakter kuat dan cerdas diintegrasikan dan diinternalisasikan
melalui berbagai strategi, baik melalui kebijakan yang programatik, maupun
dengan keteladanan interpersonal serta penciptaan lingkungan yang sehat dan
kondusif. Selanjutnya, tanggungjawab pendidikan karakter bukan hanya di
pundak dosen yang dalam hal ini merupakan pendidik bagi mahasiswa, namun
merupakan tanggungjawab semua pihak yang terlibat dalam pendidikan di FKIP,
baik pembuat kebijakan, dosen, maupun staf kependidikan. Bagaimana strategi
pendidikan karakter dan pelaksanaannya di FKIP akan dijelaskan sebagai berikut:
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
159
Dalam pendidikan karakter di FKIP, keteladanan merupakan hal yang
sangat penting. Hal ini menurut informan, bukan hanya memberikan contoh dan
teladan, tapi bagaimana bisa menjadikan dirinya sebagai contoh dan teladan.
Keteladanan menjadi bentuk visual yang jelas sebagai praksis pendidikan
karakter. Dalam hal ini, dosen mengambil peran penting, di mana pengelolaan
kelas yang tepat dapat mempengaruhi motivasi mahasiswa dalam pembelajaran.
Selain itu, dosen juga menjadi penegak kedisiplinan, di mana konsistensi dalam
penerapan waktu kuliah menjadi pelatihan kedisiplinan yang baik bagi
mahasiswa. Selanjutnya, dosen juga menjadi sosok yang mempengaruhi kejujuran
mahasiswa. Sejauh mana kepedulian dosen bukan hanya semata-mata pada hasil
nilai akademis saja, namun terhadap proses pembelajaran secara holistik, serta
ketegasan dan kewibawaan dalam menerapkan nilai-nilai kejujuran, akan
meminimalkan tindakan-tindakan yang mengarah pada kecurangan, seperti
mencontek dan copy/paste tugas.
Namun, dosen hanyalah manusia biasa. Banyaknya tuntutan yang
harus dipenuhi seorang dosen dalam pembelajaran di kelas maupun di luar kelas,
terkadang membuatnya lalai dalam tugasnya menjadi teladan bagi mahasiswanya.
Hal ini dikemukakan oleh informan, bahwa tidak semua dosen dapat dijadikan
sebagai teladan. Artinya ada dosen, satu atau beberapa yang informan anggap
belum bisa memenuhi kriteria sebagai sosok yang pantas untuk diteladani. Hal ini
pun dibenarkan oleh Pak Syarif sebagai salah satu pembuat kebijakan di jurusan P
IPS, bahwa masih ada beberapa dosen yang kurang peduli dengan pendidikan
karakter yang saat ini dilaksanakan di FKIP. Menurut beliau, pimpinan fakultas
pun sering menekankan bahwa dosen harus meningkatkan kepeduliannya terhadap
perkembangan mahasiswa terkait dengan pencapaian visi berkarakter kuat dan
(Syarif/13/12/12).
Menanggapi hal tersebut, informan menyampaikan bahwa dosen
memiliki otoritas yang tinggi, sehingga jurusan P IPS, dalam hal ini tidak bisa
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
160
sekedar memanggil kemudian mengingatkan, ataupun melakukan pembinaan dan
pengarahan lebih lanjut. Jurusan hanya akan menindaklanjuti bila ada kasus-kasus
yang dilaporkan secara resmi, kemudian melakukan pendekatan-pendekatan yang
sesuai.
Sedangkan secara personal, dosen menanamkan nilai-nilai karakter
kepada mahasiswa dengan cara dan gayanya masing-masing, yang berbeda satu
dengan yang lain. Bu Dini salah satunya, membelajarkan mahasiswa melalui
kegiatan yang sering mereka kerjakan, seperti pembelajaran tanggungjawab
melalui pemberian tugas, kepemimpinan dan kerjasama melalui pembagian
kelompok, serta keberanian berpendapat melalui kegiatan presentasi. Informan
yang lain, yaitu Pak Aryo membelajarkan mahasiswanya dengan menerapkan
pendidikan karakter dari hal-hal yang kecil dan detail, seperti meminta maaf bila
melakukan kesalahan, mengucapkan terima kasih kepada orang yang berjasa,
serta memberikan penghargaan dan respect pada orang lain. Selanjutnya,
pendidikan karakter di FKIP dilaksanakan dengan menyusun berbagai kebijakan
yang bersifat programatik. Hal ini dilaksanakan melaui seminar, workshop,
maupun kerjasama dengan akademisi dari luar negeri.
Dalam pendidikan karakter di FKIP, setiap individu di dalam lembaga
pendidikan baik edukatif maupun non-edukatif memiliki keterlibatan dengan
tugas, kewajiban dan tanggungjawab yang khas, sesuai dengan statusnya di dalam
lembaga tersebut. Hal ini penting supaya setiap individu yang telibat dalam
lembaga pendidikan mengenali betul tugas dan tanggungjawabnya sehingga
pendidikan karakter dapat diterapkan semakin efektif. Hal ini juga untuk menjaga
agar kebebasan individu tidak menjadi hambatan bagi individu lain untuk
berkembang.
Katakanlah sebagai contoh bahwa setiap individu memiliki kebebasan
untuk mengonsumsi rokok. Namun, hal ini harus dikelola sedemikian rupa
mengingat lingkungan kampus sebagai lingkungan pendidikan yang melibatkan
banyak individu baik mahasiswa, dosen, maupun staf kependidikan dan non-
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
161
kependidikan, yang mungkin saja merasa kebebasannya menghirup udara yang
sehat dan segar terganggu dengan asap rokok yang dihasilkan oleh individu lain.
lagi ini mau ngontrol kantin, kantin itu jangan jual rokok. Ini saya sudah membuat
menjual rokok di kantin, di mana satu sisi mungkin hal ini dapat menyebabkan
pemasukan bagi pengelola kantin menurun, namun di sisi lain dapat mengurangi
ketidaknyamanan individu-individu yang merasa terganggu karena asap rokok,
sehingga kebebasan individu tidak bertabrakan dengan kebebasan individu yang
lain. Hal tersebut merupakan bentuk kontrol dan pengawasan yang dilakukan
pihak FKIP dalam penerapan pendidikan karakter. Pengawasan dilaksanakan
dalam proses pembelajaran di dalam kelas, maupun di luar kelas.
Pendidikan karakter sebagai upaya mengembangkan kepribadian yang
utuh, harus diikuti dengan perubahan sistem dan kultur yang mendukung bagi
tumbuh dan berkembangnya pribadi individu. Memperbaiki sistem saja belum
cukup jika kultur lembaga pendidikan tidak diubah. Sistem yang sangat baik, bisa
saja dimasuki oleh kultur non-edukatif yang dapat mematahkan esensi dari
pendidikan karakter itu sendiri. Sistem yang teratur dan mapan dengan berbagai
aturan dan kebijakan harus disertai dengan konsistensi dan komitmen yang kuat
dalam penerapannya. Bila tidak, maka peraturan ini hanya akan menjadi sekedar
tulisan, dan tidak ada aplikasi praktis di lapangan.
Kultur di FKIP secara perlahan dan bertahap telah mulai diperbaiki
sejak disahkannya visi berkarakter kuat dan cerdas, pada November 2007. Hal
yang paling terlihat tentunya ialah penampilan fisik baik mahasiswa, dosen,
maupun staf kependidikan. Peraturan penggunaan seragam putih-gelap pada hari
Senin-Selasa bagi mahasiswa, yang dalam kenyataannya baru sekedar himbauan
melalui surat edaran, ternyata secara berangsur-angsur membawa perubahan yang
cukup berarti bagi budaya penampilan sederhana seorang pendidik. Meskipun hal
ini memiliki kelemahan dengan tidak adanya sanksi yang mengikat di satu sisi,
namun di sisi lain, hal ini merupakan proses yang diharapkan dapat
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
162
membelajarkan mahasiswa untuk secara sadar mau merubah penampilan sesuai
dengan himbauan yang disampaikan oleh FKIP.
Adanya pro dan kontra yang tidak terlepas dari peraturan seragam
putih-gelap tersebut menunjukkan proses transisi penerapan pendidikan karakter
di FKIP. Adanya sikap kritis beberapa dosen dan mahasiswa yang menyatakan
kekurangsetujuannya terhadap seragam ini tidak serta merta mematahkan
komitmen para individu yang secara sadar mengakui perubahan positif
penampilan fisik yang saat ini bisa dikatakan lebih santun. Kesantunan cara
berpenampilan ini mengingat bahwa mahasiswa merupakan calon pendidik yang
nantinya akan menjadi teladan bagi para peserta didiknya, serta konteks sosial di
mana lingkungan pendidikan FKIP menjunjung nilai-nilai kesopanan dan
kesantunan.
Secara langsung, FKIP menciptakan sebuah pendekatan pendidikan
karakter melalui kurikulum serta melalui program-program yang disusun. Hal ini
sesuai dengan berbagai pendapat dari para dosen bahwa penjabaran visi
berkarakter kuat dan cerdas harus terintegrasi dalam kurikulum setiap program
studi. Sekali lagi disampaikan, bahwa ini bukan berarti bahwa pendidikan karakter
harus disisipkan menjadi satu mata kuliah khusus. Melainkan kurikulum harus
mencakup mata kuliah-mata kuliah yang di dalamnya berisi tentang pendidikan
karakter dengan nilai-nilai karakter prioritas yang ingin ditanamkan kepada
mahasiswa.
Sedangkan secara tidak langsung, FKIP melaksanakan pendidikan
karakter dengan cara menciptakan lingkungan moral yang membantu setiap
individu dalam lingkungan pendidikan agar semakin dapat menemukan
individualitasnya dan menghayati kebebasannya secara lebih penuh dan
bertanggungjawab. Lingkungan moral yang sehat adalah kondisi di mana setiap
individu di lembaga pendidikan merasa bahwa kebebasan dan keunikannya
dihargai. Setiap individu dengan keunikannya ingin diterima dan kebebasannya
dihargai terkait dengan bagaimana kebebasan ini tampil berhadapan dengan
kebebasan individu lain. Hal ini, telah dilakukan dengan penerapan disiplin waktu
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
163
kuliah, seragam putih-gelap pada hari Senin-Selasa, serta poster-poster anjuran
dan peringatan, dan lain sebagainya.
Koesoema (2007:218) menyatakan, bahwa ada 6 prinsip dasar
pendidikan karakter yang dapat dijadikan sebagai pedoman agar mudah
dimengerti dan dipahami oleh setiap individu yang bekerja dalam lingkungan
pendidikan sekolah. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
Pertama, karakter ditentukan oleh apa yang kamu lakukan, bukan apa yang kamu katakan atau kamu yakini. Kedua, setiap keputusan yang diambil menentukan akan menjadi orang macam apa dirimu. Ketiga, karakter yang baik dilakukan dengan cara-cara yang baik. Keempat, jangan mengambil perilaku buruk yang dilakukan oleh orang lain sebagai patokan, pilihlah patokan yang lebih baik dari mereka. Kelima, apa yang kamu lakukan memiliki makna dan transformatif. Keenam, bayaran bagi mereka yang memiliki karakter baik adalah kamu menjadi pribadi yang lebih baik. Suatu hal yang dilakukan secara umum oleh banyak orang belum tentu
baik, akan tetapi hal baik pada dasarnya memang baik, meskipun hanya sedikit
orang yang melakukannya. Dari prinsip-prinsip tersebut dapat dilihat bahwa
pendidikan karakter merupakan suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang
yang akan menentukan orang tersebut secara sadar menjadi manusia yang baik
dalam berperilaku. Oleh karena itu, FKIP bukan saja membuat peraturan sebagai
tata tertib resmi dan tertulis yang wajib ditaati, melainkan lebih dalam, yakni
untuk menanamkan kesadaran bagi setiap individu untuk berperilaku lebih baik.
Selain itu, pendidikan karakter di lembaga pendidikan, banyak
melibatkan penanaman nilai. Untuk itu, pendidikan karakter dilaksanakan dengan
metode yang integral sehingga tujuan pendidikan karakter semakin terarah.
Koesoema (2007:212-217) mengajukan lima metode pendidikan karakter dalam
konteks sekolah yaitu mengajarkan, keteladanan, menentukan prioritas, praksis
prioritas, dan refleksi.
6) Mengajarkan. Mengajarkan karakter berarti bahwa pembuat kebijakan di
FKIP harus memberikan pengetahuan mengenai nilai-nilai berkarakter
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
164
kuat dan cerdas yang harus dimiliki calon pendidik, program-program
riilnya, serta kerugian bila tidak melaksanakannya.
7) Memberikan keteladanan. Baik pembuat kebijakan, dosen, maupun staf
kependidikan harus dapat menjadi teladan bagi mahasiswa di dalam proses
pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran.
8) Menentukan prioritas. Fakultas harus menetapkan prioritas nilai
berkarakter kuat dan cerdas yang jelas agar proses evaluasi atas berhasil
tidaknya pendidikan karakter menjadi lebih jelas.
9) Praksis prioritas, merupakan proses verifikasi sejauh mana prioritas nilai
berkarakter kuat dan cerdas direalisasikan.
10) Refleksi, merupakan proses evaluasi sejauh mana keberhasilan pendidikan
karakter bagi pengembangan karakter mahasiswa calon pendidik.
Dari penjelasan di atas dapat dilihat bahwa pelaksanaan pendidikan
karakter tidak dapat terwujud jika hanya mengandalkan komitmen satu atau
beberapa pihak saja, melainkan semua individu yang terlibat dalam lingkungan
pendidikan FKIP harus ikut berpartisipasi dalam mewujudkan lingkungan yang
sehat dan kondusif agar visi FKIP UNS yang hendak menjadi lembaga penghasil
dan pengembang calon pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas dapat tercapai.
Hal ini memang membutuhkan proses yang panjang, kontinyu dan
berkesinambungan. Sedangkan menurut Pak Syarif, proses pendidikan karakter di
jurusan P IPS memang harus diawali dengan pemaksaan pada aturan-aturan,
selanjutnya pembiasaan yang nantinya akan menjadi kebiasaan, kemudian lebih
dalam lagi menjadi kebutuhan, akhirnya menjadi karakter.
itu dimulai dari pemaksaan yang pertama ya, memang..memang agak dipaksa, kemudian dibiasakan, ketika ini sudah menjadi kebiasaan ini akhirnya kemudian menjadi kebutuhan, kemudian tanpa disadari mereka ini sudah mempunyai perilaku mempunyai karakter tertent
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
165
Gambar 4.4. Metode Pendidikan Karakter di jurusan P IPS
(Sumber: hasil wawancara, observasi, dan analisis dokumen yang telah diolah)
Pemaksaan di sini bukan berarti tindakan koersif secara represif,
namun mendidik mahasiswa untuk mengenal aturan-aturan dan kebijakan-
kebijakan terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter. Mahasiswa yang sudah
mengenal adanya aturan dan kebijakan baru dibiasakan untuk menjalankan aturan
dan kebijakan tersebut dalam bingkai lingkungan moral yang sehat dan kondusif.
Habituasi ini akhirnya dapat menjadi kebiasaan setelah dilaksanakan berulang-
ulang dan terus menerus. Aturan dan kebijakan yang telah menjadi kebiasaan,
akhirnya semakin dihayati mahasiswa menjadi kebutuhan yang tidak dapat lepas
baik dalam proses pembelajaran maupun di luar pembelajaran. Akhirnya hal ini
menjadi karakter yang secara sadar dikembangkan mahasiswa dalam dirinya.
Pendidikan karakter di FKIP berjalan dengan melibatkan kontrol dan
pengawasan dari berbagai pihak, baik dari pembuat kebijakan sendiri, maupun
dari dosen sebagai pendidik. Pengawasan ini berupaya mengantisipasi tindakan-
tindakan di luar nilai karakter yang diharapkan, serta memberikan teguran awal
bagi bentuk tindakan tersebut. Hal tersebut telah banyak dilaksanakan oleh dosen
di jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan Sosial seperti Bu Dini, Pak Ahmad, Pak
Aryo, dan Pak Syarif. Namun dari mereka, memiliki gaya pengawasan masing-
masing yang berbeda satu sama lain.
Bu Dini melakukan pengawasan dengan teguran langsung maupun
tidak langsung dengan menyampaikannya pada teman atau dosen mata kuliah
yang bersangkutan. Pak Ahmad memberikan contoh agar bisa dipahami
Pembiasaan
Paksaan
Karakter
Kebutuhan Kebiasaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
166
mahasiswanya dengan sabar. Pak Aryo mengantisipasi kecurangan dengan
pemberian soal evaluasi dengan analisis individual. Sedangkan Pak Syarif
memberikan ketegasan sejak awal dengan pembuatan kontrak kuliah yang
disepakati dan dilaksanakan bersama.
Sedangkan pemerintah telah menetapkan strategi pendidikan karakter
bagi satuan pendidikan. Menurut Kemendiknas (2011:5-
pendidikan karakter di satuan pendidikan merupakan suatu kesatuan dari program
manajemen peningkatan mutu berbasis sekolah yang terimplementasi dalam
pengembangan, pelaksanaan dan evaluasi kurikulum oleh setiap satuan
penilaian berbasis kelas disertai dengan program remidiasi dan pengayaan.
e. Kegiatan Pembelajaran
Pembelajaran kontekstual paling pas dalam kerangka pendidikan karakter. Hal
ini menjembatani pengetahuan teoritis yang didapat mahasiswa dengan
penerapan praktis di lapangan.
f. Pengembangan Budaya Sekolah
Pendidikan karakter dilaksanakan dengan merubah sistem dan kultur secara
bertahap, agar mampu mewujudkan lingkungan moral yang sehat dan
kondusif. Kultur non-edukatif yang mencederai karakter mahasiswa seperti
tindakan curang dalam ujian, copy/paste tugas, membolos kuliah, dan lain
sebagainya telah mulai dihilangkan dengan pengkondisian dan keteladanan.
g. Kegiatan pengembangan diri
Pelaksanaan pendidikan karakter perlu didukung dengan kegiatan
pengembangan diri yang searah dengan nilai-nilai karakter yang diharapkan
FKIP. Organisasi kemahasiswaan merupakan satu wadah pengembangan diri
yang dapat mendukung terwujudnya pengembangan karakter yang integral
dan utuh.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
167
h. Keluarga dan masyarakat
Dalam hal ini, FKIP mengupayakan terciptanya keselarasan antara karakter
yang dikembangkan di lingkungan pendidikan dengan pembiasaan di rumah
dan masyarakat.
3. Perilaku Mahasiswa terkait dengan Indikator Nilai Berkarakter Kuat
dan Cerdas
Terkait dengan nilai-nilai karakter apa saja yang ingin ditanamkan
FKIP kepada para mahasiswanya, tidak dapat dilepaskan dari situasi dan konteks
sosial di mana pendidikan karakter tersebut diterapkan. Mengingat bahwa FKIP
sebagai LPTK, yaitu lembaga pendidikan yang mendidik dan membelajarkan
mahasiswanya untuk menjadi guru atau pendidik, maka nilai-nilai yang dipilih
berkaitan erat dengan kepribadian ideal yang diharapkan dapat dimiliki oleh
seorang guru. Berikut ini dijelaskan mengenai nilai-nilai karakter dan bagaimana
pengukuran terhadap sejauh mana pendidikan karakter telah dilaksanakan di
jurusan P IPS:
a. Nilai-nilai karakter
Nilai-nilai yang diharapkan FKIP antara lain karakter kuat dan cerdas,
di mana karakter kuat dijabarkan dalam 2 hal yakni amanah dan keteladanan, di
mana amanah dijabarkan lagi menjadi menjadi 4 hal, yaitu komitmen, kompeten,
kerja keras, dan konsisten, sedangkan keteladanan dijabarkan lagi menjadi 3 hal,
yakni kesederhanaan, kedekatan, dan pelayanan maksimal. Rumusan kedua, yakni
cerdas dijabarkan menjadi kecerdasan intelektual, kecerdasan emosional, dan
kecerdasan spiritual. Untuk lebih jelasnya mengenai nilai-nilai karakter yang
ditanamkan FKIP terhadap mahasiswanya, berikut uraiannya:
1) Kejujuran
Kultur yang tidak menunjukkan perilaku yang berkarakter dan sangat
tidak mendidik, bisa berjalan terus menerus menjadi praksis harian dalam
lingkungan pendidikan, yang pada gilirannya individu dalam lembaga pendidikan
merasa bahwa perilaku tersebut merupakan hal yang wajar dan tidak bertentangan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
168
dengan prinsip-prinsip moralitas dan prinsip-prinsip pendidikan. Sebagai salah
satu contohnya seperti adanya kultur persaingan yang tidak sehat, secara riil
misalnya mencontek. Prestasi akademis yang dianggap dengan perolehan nilai
yang tinggi menimbulkan persaingan dan kompetisi. Hal ini, kadang melalaikan
pentingnya proses untuk meraih prestasi tersebut. Demi keunggulan dalam meraih
prestasi, individu tidak memperdulikan apakah cara-cara yang mereka gunakan
searah dengan nilai moral atau tidak.
Hal ini terbukti dari semua informan yang mengakui ketidakjujurannya
saat ujian, yakni dengan membuka catatan, bertanya pada teman, maupun
browsing jawaban melalui internet. Bahkan, dosen yang dalam posisinya sebagai
seorang pendidik pun menganggap perbuatan curang mahasiswa sebagai hal yang
biasa, wajar, dan manusiawi. Karena kultur non-edukatif ini sudah berlangsung
lama dan terus menerus, sehingga seringkali aturan yang berusaha memperbaiki
hal tersebut hanya menjadi sekedar wacana tertulis.
Kultur non-edukatif ini diperkuat dengan tidak adanya sanksi yang
tegas bagi setiap tindakan curang yang mungkin diketahui oleh dosen. Sanksi atas
tindakan curang tersebut tergantung dari masing-masing dosen mata kuliah yang
bersangkutan. Meminjam istilah dari salah satu informan, yakni Yusuf, yang
mengemukakan adanya 3 tipe dosen, yakni lunak, sedengan, dan killer. Dosen
yang dianggap lunak berarti dosen tersebut biasanya hanya memberikan teguran
lisan tanpa memberikan tindakan lebih lanjut. Kemudian, dosen yang dianggap
sedengan, berarti dosen tersebut menegur secara lisan dan tindakan, yakni
menghampiri mahasiswa yang bersangkutan, kemudian mengambil contekan,
namun belum ada tindakan lebih lanjut lagi sebagai sanksi. Sedangkan tipe yang
terakhir, yakni dosen killer, biasanya langsung bertindak saat mengetahui
tindakan curang mahasiswa. Hal ini biasanya diikuti dengan pemberian sanksi
berupa pengurangan nilai maupun langsung dinyatakan gagal dalam mata kuliah
yang bersangkutan.
2) Tanggungjawab
Tanggungjawab merupakan nilai komitmen yang menunjukkan
keamanahan seorang calon pendidik. Hal ini ditunjukkan dengan perilaku
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
169
mahasiswa dalam melaksanakan tugas dan kewajiban, yang seharusnya dia
lakukan, terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial dan budaya),
negara dan Tuhan Yang Maha Esa. Tanggungjawab mahasiswa dalam praksisnya
terlihat dari kepatuhan mereka terhadap tata aturan yang ditetapkan FKIP. Salah
satu aturan yang menjadi perhatian banyak pihak ialah seragam putih-gelap pada
hari Senin-Selasa.
Kebijakan penggunaan seragam putih-gelap pada hari Senin-Selasa
bertujuan untuk membangun kesadaran mahasiswa sebagai seorang calon guru,
untuk berpenampilan lebih rapi dan santun sesuai dengan penampilan pendidik.
Oleh karena itu, hal ini dilaksanakan sebagai wujud pembiasaan agar mahasiswa
terbiasa berpenampilan layaknya pendidik. Seragam ini, dapat dikatakan belum
merupakan peraturan resmi dekan maupun fakultas, karena baru merupakan
himbauan tertulis yang disampaikan melalui surat edaran, sehingga pelanggaran
atas kebijakan ini tidak dikenakan sanksi.
Adanya pro dan kontra mengenai kebijakan seragam ini merupakan
wujud respon kritis mahasiswa dan dosen. Seragam putih-gelap di satu sisi
berupaya membelajarkan mahasiswa agar terbiasa berpenampilan layaknya
seorang calon pendidik, mengingat bahwa output FKIP diharapkan menjadi
pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas. Namun di sisi lain, hal ini
dikhawatirkan menjadi belenggu yang mengikat kebebasan individu untuk hal
yang cukup mendasar, yakni berpakaian. Seragam dikhawatirkan mencederai
kebebasan individu yang sepatutnya dihargai dalam kerangka pendidikan
karakter. Namun, terlepas dari pro dan kontra mengenai penetapan seragam putih-
gelap tersebut, informan yang menyatakan tetap patuh dan bersedia menjalankan
kebijakan seragam dengan penuh kesadaran menunjukkan perilaku yang sangat
bertanggungjawab.
3) Kompeten
Sebagai seorang calon guru, mahasiswa FKIP belajar agar memiliki
kompetensi-kompetensi khusus untuk menjadi pendidik. Yang membedakan
profesi dengan pekerjaan lain adalah bahwa untuk mencapai profesi tersebut
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
170
seseorang harus berproses melalui belajar, sehingga mereka memiliki kompetensi-
kompetensi khusus sebagai hasil proses belajar yang cukup tentang teori dan
profesi yang diampunya. Guru bukan hanya sebagai profesi atas konsekuensi dari
kompetensi-kompetensi yang dimiliki. Guru semestinya juga merupakan
panggilan hidup, bukan hanya kinerja profesional. Mereka tergerak bukan hanya
alasan ekonomi sebagai tindakan yang berguna (useful), melainkan karena
memaknai tindakan profesinya sebagai tindakan yang luhur (honorable).
Hal inilah yang disampaikan oleh Pak Faizal sebagai komponen dari
satu, harus panggilan jiwa, kemudian yang kedua
sebagai profesi, kalau hanya salah satu pincang, jadi amanah itu intinya adalah
dan panggilan hidup inilah etika profesi menjadi penting. FKIP telah
memfasilitasi pembekalan kompetensi mahasiswa melalui mata kuliah-mata
kuliah yang sesuai dengan program studi masing-masing, dan mata kuliah-mata
kuliah kependidikan seperti Perkembangan Peserta Didik, Profesi Kependidikan,
dan lain sebagainya, serta mata kuliah praksis seperti Magang, Micro Teaching,
dan PPL. Informan sebagai calon pendidik telah cukup memenuhi kompetensi-
kompetensi tersebut dengan berproses selama perkuliahan, dengan meningkatkan
kemampuan dan memperbaiki perilakunya.
4) Kerja Keras
Calon pendidik yang berkarakter dapat dilihat dari sejauh mana ia
mampu bekerja sungguh-sungguh untuk menyelesaikan tugas dan kewajibannya.
Perilaku ini menunjukkan kerja keras mereka mengatasi berbagai hambatan baik
dalam hal akademis maupun non-akademis. Mahasiswa FKIP, dalam hal ini
informan, merupakan mahasiswa-mahasiswa yang berperan aktif dalam organisasi
kemahasiswaan, di mana masalah-masalah keorganisasisan harus diselesaikan
dengan kerja keras, namun mereka tetap bekerja keras pula untuk mengikuti
perkuliahan dengan sebaik-baiknya. Hal ini ditunjukkan dengan kerja keras
mereka untuk menepati berbagai tugas yang mampu diselesaikan tepat waktu,
serta keikutsertaan mereka dalam organisasi kemahasiswaan yang tidak
mengganggu capaian prestasi akademis.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
171
5) Disiplin
Dalam lingkup pendidikan, kedisiplinan dapat menjaga ketertiban dan
keteraturan, sehingga tata hidup antarmanusia menjadi lebih dalam. Teratur
berarti bahwa segala hal terletak pada tempat dan posisinya masing-masing.
Disiplin berarti proses penyesuaian diri dengan tata aturan yang diterapkan dan
kesediaan individu menerima peraturan dengan bebas. Disiplin dapat dilihat
dalam dua pendekatan, pertama dikaitkan dengan konteks relasi antara mahasiswa
dan dosen dengan lingkungan, seperti tata tertib, kontrak kuliah, dan lain
sebagainya. Kedua, disiplin juga bisa dilihat sebagai hasil dari sebuah proses
pembelajaran.
Menurut hasil penelitian, kedisiplinan mahasiswa dalam mematuhi
aturan jam masuk kuliah masih perlu diperbaiki. Pengakuan informan bahwa
mereka sering terlambat masuk kuliah maupun membolos, menunjukkan belum
adanya kesadaran pribadi dari mereka untuk berusaha lebih disiplin. Hal ini masih
menjadi hambatan bagi nilai kedisiplinan untuk berkembang. Begitu pula dengan
dosen, inkonsistensi atas waktu kuliah yang dilakukan dosen bukanlah bentuk
pembelajaran kedisiplinan yang tepat. Ketika dosen melarang mahasiswa
mengikuti kuliah karena terlambat, tentunya dosen juga harus memberikan contoh
untuk menerapkan aturan yang serupa bagi dirinya. Akan lebih baik dibuat
kontrak kuliah yang mengatasi kesepakatan antara mahasiswa dan dosen terkait
dengan waktu kuliah tersebut.
6) Bersahabat/komunikatif
Manusia merupakan makhluk individu sekaligus makhluk sosial.
Mahasiswa dalam hal ini sebagai makhluk individu sekaligus sosial, meemrlukan
media interaksi dalam pemenuhan kebutuhan sosialnya. FKIP menyediakan media
yang luas bagi berbagai perjumpaan antara individu dengan individu yang lain,
baik mahasiswa, dosen, staf kependidikan, dan lain sebagainya. Interaksi
merupakan wahana bagi praksis pendidikan karakter di mana individu akan
merasa pribadinya diterima dan kebebasannya dihargai. Hal ini berjalan cukup
baik di lingkungan jurusan P IPS, di mana perjumpaan dengan mahasiswa dari
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
172
prodi yang sama, mahasiswa dari prodi lain, maupun dengan dosen menjadi salah
satu interaksi sosial yang melibatkan penghargaan atas keunikan dan kebebasan
individu lain.
Interaksi yang bersahabat ditunjukkan setiap informan dengan
penyambutan yang ramah terhadap keinginan peneliti untuk wawancara dengan
mereka. Baik informan yang telah dikenal maupun yang baru kenal sesaat
sebelum wawancara, tidak menunjukkan kecanggungan yang kaku. Dalam setiap
kesempatan perjumpaan kami pun, sikap yang bersahabat dan komunikatif selalu
ditunjukkan oleh setiap informan.
7) Responsif
Dalam hal ini, mahasiswa diharapkan mampu cepat tanggap dalam
melihat dan menghadapi permasalahan yang terjadi di dalam masyarakat.
Mahasiswa merupakan kaum akademisi yang semestinya jeli dan kritis melihat
permasalahan sosial budaya, politik maupun ekonomi. Namun sejauh ini, media
pelayanan bagi mahasiswa masih terbatas melalui organisasi kemahasiswaan saja.
Ormawa menjadi satu-satunya wadah bagi mahasiswa untuk beraspirasi dan
memberikan pelayanan bagi masyarakat. Sayangnya, tanggapan mahasiswa masih
terbatas pada kritik sosial politik yang belum menawarkan tindakan yang solutif.
Sehingga, tindakan responsif mahasiswa belum menunjukkan kemajuan yang
berarti. Hal ini pun seringkali hanya sebatas aksi yang tidak ditindaklanjuti
dengan tindakan praktis.
8) Inovatif
Mahasiswa yang kreatif dan inovatif menunjukkan dimanfaatkannya
kecerdasan intelektual yang dapat diterapkan dalam lingkup praktis. Hal ini
terlihat dari pola berpikir dan usaha menghasilkan cara atau produk baru dari
berbagai hal yang sudah ada. Universitas dan fakultas telah menyediakan media
pengembangan inovasi dan kreativitas mahasiswa melalui Program Kreativitas
Mahasiswa (PKM). Namun, sayangnya media ini belum banyak dimanfaatkan
oleh mahasiswa untuk menyalurkan ide dan gagasan baru mereka.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
173
Beberapa informan seperti Titik, Yusuf, dan Anwar mengaku bahwa
PKM dapat menjadi media pengembangan inovasi yang tepat bagi mahasiswa
untuk terus menciptakan karya. Mereka tidak pernah lelah untuk mencoba dan
berinovasi dengan mengikuti PKM berulang kali. Namun, ada pula yang mengaku
kurang tertarik dengan konsep PKM di mana pada satu sisi berupaya
mengembangkan kreativitas dan inovasi mahasiswa, namun di sisi lain melibatkan
manipulasi dana penelitian. Sedangkan informan yang lain merasa kurang mampu
dalam mengembangkan ide barunya ke dalam bentuk penelitian ilmiah.
9) Manajemen Emosi
Pengelolaan emosi menjadi hal yang mendesak namun sangat personal
dalam pendidikan karakter. Meski begitu hal ini memberikan pengaruh secara
sosial. Kecerdasan emosi saat ini sudah banyak diakui sebagai salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi kesuksesan seorang individu. Namun, berdasarkan
keterangan informan, bahwa manajemen emosi masih sulit dilaksanakan.
Mengingat pengelolaan emosi merupakan hal yang privat bagi setiap mahasiswa,
sehingga treatment yang diberikan pun tidak bisa disamaratakan. Keterbatasan
dosen dalam membelajarkan mahasiswa untuk mengelola emosi menjadi salah
satu hal yang menghambat dalam proses pengembangan nilai manajemen emosi.
Hal ini terkait pula dengan keteladanan yang dapat dicontoh oleh mahasiswa.
10) Religius
Religius berarti sikap dan perilaku yang patuh dalam melaksanakan
ajaran agama yang dianutnya, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain,
dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain. Perilaku ini mendasarkan diri pada
hubungan vertikal dengan Tuhan, dan hubungan horizontal dengan sesama
manusia. Hubungan vertikal dengan Tuhan dipenuhi dengan cara bersyukur
melaksananakan ritual upacara keagamaan, ibadah, dan perintah Tuhan yang lain,
serta menjauhi hal-hal yang dilarang sesuai ajaran agama. Sedangkan hubungan
horizontal dipenuhi dengan toleransi terhadap pemeluk agama lain.
Kebutuhan atas pemenuhan diri dengan keyakinan akan suatu Zat yang
mengatasi segala sesuatu merupakan kebutuhan mendasar bagi setiap manusia.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
174
Manusia perlu pedoman hidup yang mengarahkan diri pada pencapaian rasa
syukur pada Yang Esa. Hal ini dipenuhi FKIP dengan adanya tempat-tempat
ibadah bagi berbagai agama, seperti masjid, gereja kampus, vihara, dan pura.
Diadakan pula mata kuliah khusus mengenai Pendidikan Agama. Mahasiswa
jurusan P IPS dapat dikatakan cukup memiliki nilai religius, yang dapat dilihat
dari rajin tidaknya mereka dalam beribadah. Tempat-tempat ibadah yang telah
disebutkan sebelumnya tidak pernah sepi saat waktu ibadah tiba. Informan pun
menunjukkan religiusitasnya dengan mengenakan jilbab yang dilakukan oleh Titik
dan Esty sebagai kewajiban bagi muslimah. Informan yang lain seperti Anwar,
Yusuf, dan Pak Aryo juga menunjukkan religiusitasnya dengan melaksanakan
sholat Jumat.
Berikut ini disajikan tabel perilaku mahasiswa yang direfleksikan
dengan indikator dan nilai karakter yang diharapkan FKIP UNS.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
175
Tab
el 4
.2. I
ndik
ator
, nila
i kar
akte
r, d
an p
erila
ku p
raks
is m
ahas
isw
a FK
IP
Def
inis
i op
eras
iona
l K
ompo
nen
Indi
kato
r In
dika
tor
oper
asio
nal
Nila
i kar
akte
r P
erila
ku M
ahas
isw
a
Vis
i FK
IP
UN
S
Ber
kara
kter
ku
at d
an
cerd
as
1. N
ilai
keam
anah
an
Kom
itmen
Kej
ujur
an
Mah
asis
wa
kura
ng b
erpe
rila
ku ju
jur,
sal
ah
satu
indi
kato
rnya
ada
lah
men
cont
ek/
kecu
rang
an d
alam
ujia
n da
n tu
gas
Tan
ggun
g ja
wab
M
ahas
isw
a cu
kup
bert
angg
ungj
awab
, sal
ah
satu
indi
kato
rnya
ada
lah
mem
atuh
i dan
ke
sedi
aan
men
jala
nkan
keb
ijaka
n se
raga
m
Kom
pete
n
Kom
pete
nsi
peda
gogi
, ke
prib
adia
n, s
osia
l, pr
ofes
iona
l
Mah
asis
wa
seba
gai c
alon
pen
didi
k te
lah
cuku
p m
emen
uhi k
ompe
tens
i pen
didi
k, s
alah
sa
tu in
dika
torn
ya a
dala
h ke
mam
puan
ak
adem
is d
enga
n ca
paia
n IP
K y
ang
baik
dan
pe
rbai
kan
peri
laku
men
jadi
lebi
h po
sitif
Ker
ja k
eras
K
erja
ker
as
Mah
asis
wa
cuku
p be
kerj
a ke
ras,
sal
ah
satu
nya
ditu
njuk
kan
deng
an tu
gas
yang
di
sele
saik
an te
pat w
aktu
, tan
pa m
enir
u ha
sil
peke
rjaa
n or
ang
lain
, ser
ta k
eiku
tser
taan
da
lam
org
anis
asi k
emah
asis
waa
n ya
ng ti
dak
men
ggan
ggu
capa
ian
pres
tasi
aka
dem
is
Kon
sist
en
Dis
iplin
Ked
isip
linan
mah
asis
wa
dala
m m
emat
uhi
atur
an ja
m m
asuk
kul
iah
mas
ih p
erlu
di
perb
aiki
, sal
ah s
atun
ya te
rkai
t den
gan
kete
rlam
bata
n m
asuk
kul
iah
dan
peri
laku
m
embo
los
2. K
etel
adan
an
Kes
eder
hana
an
Ber
saha
bat/
M
ahas
isw
a sa
ngat
ber
saha
bat d
an
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
176
Ked
ekat
an
kom
unik
atif
ko
mun
ikat
if, s
alah
sat
unya
terl
ihat
dar
i in
tera
ksi a
ntar
mah
asis
wa
dan
mah
asis
wa
deng
an d
osen
yan
g in
tens
dan
dek
at
Pela
yana
n m
aksi
mal
R
espo
nsif
Tin
daka
n re
spon
sif
mah
asis
wa
belu
m
mer
upak
an b
entu
k ta
ngga
pan
bera
rti.
Hal
ini
seri
ngka
li ha
nya
seba
tas
aksi
yan
g tid
ak
ditin
dakl
anju
ti de
ngan
tind
akan
pra
ktis
.
3. B
erpi
kir
dan
bert
inda
k ce
rdas
Kec
erda
san
inte
lekt
ual
Inov
atif
Beb
erap
a m
ahas
isw
a be
lum
mam
pu
men
cipt
akan
inov
asi,
sala
h sa
tu in
dika
torn
ya
yakn
i kur
ang
dim
anfa
atka
nnya
PK
M s
ebag
ai
sara
na p
enge
mba
ngan
kre
ativ
itas
dan
inov
asi
Kec
erda
san
emos
iona
l M
anaj
emen
em
osi
Pem
bela
jara
n m
anaj
emen
em
osi c
ukup
sul
it di
laks
anak
an, m
engi
ngat
pen
gelo
laan
em
osi
mer
upak
an h
al y
ang
priv
at b
agi s
etia
p m
ahas
isw
a
Kec
erda
san
spir
itual
R
elig
ius
Mah
asis
wa
dapa
t dik
atak
an c
ukup
mem
ilik
i ni
lai r
elig
ius,
sal
ah s
atu
indi
kato
rnya
dap
at
dilih
at d
ari i
bada
h ya
ng r
ajin
, dan
tem
pat
ibad
ah y
ang
jara
ng s
epi
(Sum
ber:
has
il w
awan
cara
, obs
erva
si d
an a
nalis
is d
okum
en y
ang
tela
h di
olah
)
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
177
b. Evaluasi pendidikan karakter
Pendidikan karakter agar tetap berjalan memerlukan adanya proses
evaluasi untuk memperbaiki kinerjanya selama ini. Proses penilaian ini terdapat
dalam dua macam, pertama merupakan penilaian praktis bagi program pendidikan
karakter di lembaga pendidikan. Penilaian ini mengacu pada proses penanaman
nilai yang terjadi di dalam lingkungan pendidikan. Kedua, penilaian pendidikan
karakter dalam konteks yang lebih luas, artinya bagaimana menilai pendidikan
karakter dalam kerangkan pertumbuhan dan perkembangan individu secara
kelembagaan dalam relasinya dalam lembaga pendidikan maupun dengan
lembaga lain yang relatif terhadap dunia pendidikan.
Penilaian pendidikan karakter di FKIP yang diakui belum mempunyai
parameter secara pasti menunjukkan sulitnya menilai keseluruhan proses belajar
mahasiswa yang indikasinya adalah perkembangan kepribadian. Pendidikan
karakter pun tidak bisa dinilai dengan model kuantifikasi nilai dalam jumlah nilai
dan angka-angka. Penilaian terhadap pendidikan karakter di FKIP ialah melihat
sejauh mana pengetahuan itu mengubah sikap, perilaku yang koheren dengan
konsep sebuah lembaga yang mendidik.
Pada hakihatnya, pendidikan karakter membutuhkan penilaian dari
individu sebagai bentuk refleksi perilaku sesuai dengan nilai-nilai moral yang
diyakininya, serta dari komunitas yang menilai sejauh mana struktur lingkungan
pendidikan mampu menumbuhkan karakter moral setiap individu dalam sistem
tersebut. Penilaian pendidikan karakter berkaitan dengan unsur pemahaman,
motivasi, keinginan, dan praksis dari individu. Hal ini semestinya mengevaluasi
dan menelaah corak relasional antar individu di dalam lembaga pendidikan. Selain
itu, juga menelaah adanya kultur non-edukatif yang berpotensi melemahkan
kinerja individu dan lembaga.
Penilaian pendidikan karakter diarahkan pada perilaku dan tindakan,
bukan sekedar pengetahuan dan pemahaman yang dimengerti dan dikatakan saja.
FKIP UNS sebagai lembaga pelaksana pendidikan karakter belum menetapkan
kriteria resmi penilaian pendidikan karakter, sehingga sampai saat ini, setelah
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
178
perjalanan kurang lebih 5 tahun pendidikan karakter dilaksanakan, evaluasi
keberhasilan pendidikan karakter hanya sampai pada pengamatan individual
dosen dan pembuat kebijakan serta beberapa riset. Dan sebagai hasil pengamatan
tersebut diperoleh hasil bahwa telah ada perbaikan-perbaikan yang ditunjukkan
melalui perubahan perilaku yang lebih positif, seperti kesantunan dalam
berpenampilan, tindakan curang informan yang berkurang, serta peningkatan
kedisiplinan.
Indikator yang ditetapkan kemudian sebagai nilai-nilai karakter
prioritas yang ingin ditanamkan FKIP dalam diri mahasiswanya menjadi satu-
satunya pegangan bagi penilaian sejauh mana pendidikan karakter berhasil
dilaksakan. Namun, hal ini tidak berhenti begitu saja. Pendidikan karakter akan
berjalan terus menerus dan berkesinambungan, di mana hasil akhir proses
pendidikan karakter akan dapat dilihat dari bagaimana peranan output lulusan
FKIP nantinya di dalam dunia pendidikan maupun masyarakat sosial secara luas.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
179
BAB V
SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN
A. SIMPULAN
Berdasarkan rumusan masalah yang pertama yakni mengenai persepsi
mahasiswa terhadap pendidikan karakter dalam pelaksanaan visi FKIP UNS,
maka deskripsi dan analisis yang didapat menunjukkan bahwa:
Pemahaman informan baik mahasiswa, dosen maupun pembuat
kebijakan mengenai penjabaran visi berkarakter kuat dan cerdas sangat beragam.
Namun mereka sepakat bahwa berkarakter kuat dan cerdas merupakan kriteria
ideal yang harus melekat dalam kepribadian seorang pendidik, yang diharapkan
dapat dimiliki oleh mahasiswa FKIP sebagai calon guru. Berkarakter kuat dan
cerdas dijabarkan sebagai keseimbangan antara IQ, SQ, dan EQ di mana mampu
mengaplikasikannya dalam pemikiran, sikap, maupun perilaku praksis dalam
kehidupan sehari-hari. Keseimbangan di antara ketiganya akan membentuk
pribadi dengan mentalitas yang kuat dan perilaku yang mengarah pada perubahan
positif baik bagi dirinya maupun bagi orang lain di sekitarnya.
Kemudian, rumusan masalah yang kedua yakni mengenai strategi
penanaman nilai-nilai karakter prioritas yang diharapkan FKIP, menunjukkan
bahwa :
Untuk membentuk calon pendidik yang berkarakter kuat dan cerdas,
dilaksanakan secara bertahap, terus menerus, dan berkesinambungan dengan
sistem pendidikan karakter melalui kurikulum, program dan kebijakan, penciptaan
lingkungan yang sehat dan kondusif, serta keteladanan hingga sampai hal personal
yang mendetail. Pendidikan karakter bukanlah merupakan satu mata kuliah
khusus, melainkan terintegrasi dalam kurikulum dan setiap mata kuliah harus
memuat nilai-nilai karakter prioritas yang ingin ditanamkan FKIP pada
mahasiswa. Program atau kebijakan yang disusun FKIP dan diterapkan secara
menyeluruh ialah kebijakan seragam putih gelap pada hari Senin-Selasa. Program
dan aturan lain lebih tergantung pada kebijakan masing-masing program studi.
Dosen mengambil peran yang sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
180
pendidikan karakter, terutama sebagai teladan bagi mahasiswa, serta melakukan
kontrol dan pengawasan. Pengawasan dilakukan di dalam kelas maupun luar kelas
dengan teguran secara individual personal secara langsung, ataupun tidak
langsung yang disampaikan melalui mahasiswa lain atau dosen, maupun secara
komunal.
Selanjutnya adalah rumusan masalah ketiga yakni perilaku mahasiswa
sebagai proses dan hasil dari pelaksanaan pendidikan karakter dalam upaya
mencapai visi berkarakter kuat dan cerdas, menunjukkan bahwa :
Pendidikan karakter belum dilaksanakan secara optimal di jurusan P
IPS FKIP UNS, karena masih terhambat oleh beberapa hal. Pelaksanaan
pendidikan karakter masih terlalu menekankan pada segi fisik yang terlihat dari
cara berpenampilan mahasiswa, yang kemudian diatur melalui kebijakan
penggunaan seragam. Namun, penerapan kebijakan seragam ini masih
menimbulkan pro kontra, di mana terpengaruh oleh berbagai faktor, seperti
kurang adanya legalitas karena hanya berupa himbauan melalui surat edaran
(belum menjadi peraturan resmi) dan lingkungan kampus yang melibatkan
mahasiswa dari fakultas lain, yang tidak menerapkan kebijakan seragam.
Pendidikan karakter di FKIP juga masih terhambat karena adanya budaya non-
edukatif seperti anggapan bahwa kecurangan yang merupakan tindakan tidak jujur
mahasiswa baik dalam ujian maupun tugas adalah hal yang wajar. FKIP juga
belum menetapkan kriteria resmi evaluasi pendidikan karakter, sehingga penilaian
sejauh mana keberhasilan pendidikan karakter hanya sampai pada pengamatan
individual.
Secara personal, mahasiswa belum mampu sepenuhnya
mengaplikasikan nilai-nilai karakter prioritas yang diharapkan FKIP untuk
mencapai berkarakter kuat dan cerdas secara optimal, sehingga masih perlu
beberapa perbaikan. Kurang optimalnya mahasiswa dalam mengaktualisasikan
nilai-nilai karakter tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
kurangpahamnya mahasiswa atas makna berkarakter kuat dan cerdas, belum
terbentuknya kesadaran pribadi, belum adanya contoh yang bisa dijadikan teladan,
serta kurang adanya sosialisasi lebih lanjut terkait dengan program maupun
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
181
kebijakan. Dampak pelaksanaan pendidikan karakter terhadap perubahan perilaku
mahasiswa saat ini bukan merupakan hasil akhir karena pendidikan karakter
adalah proses yang terus menerus, kontinyu dan berkesinambungan.
B. IMPLIKASI
Berdasarkan kesimpulan hasil penelitian yang telah dikemukakan di
atas, maka dapat dikaji implikasi sebagai berikut:
1. Implikasi Teoritis
Implikasi teoritis dari penelitian penggunaan pendekatan pendidikan
karakter dari Doni Koesoema. Doni Koesoema mengemukakan pendekatan
pendidikan karakter dalam konteks lembaga pendidikan. Pendekatan ini
berperan penting dalam menganalisis data yang telah ditemukan dalam
penelitian.
Pendidikan karakter di FKIP merupakan upaya pencapaian visi
berkarakter kuat dan cerdas, di mana hal ini membutuhkan keterlibatan
berbagai komponen di kampus, baik mahasiswa, dosen, staf kependidikan,
maupun pembuat kebijakan. Pendidikan karakter berupaya membelajarkan
dan membiasakan mahasiswa untuk dapat berperilaku sesuai dengan nilai-nilai
berkarakter kuat dan cerdas. Pendekatan konteks kelembagaan dari Doni
Koesoema menjadi pendekatan penting dalam menganalisis pelaksanaan
pendidikan karakter di jurusan P IPS FKIP yang sesuai dengan konteks FKIP
sebagai lembaga pendidikan tenaga kependidikan yang berupaya membentuk
dan mengembangkan mahasiswa calon guru yang berkarakter kuat dan cerdas.
2. Implikasi Praktis
Implikasi praktis dari penelitian ini ialah pelaksanaan pendidikan
karakter di jurusan P IPS FKIP UNS harus lebih memperhatikan banyak hal.
Setiap komponen di FKIP harus memahami posisi dan tugasnya dalam
pelaksanaan pendidikan karakter. Pendidikan karakter juga harus dilaksanakan
secara menyeluruh, bukan hanya pada aspek fisik yang selama ini
diperhatikan banyak pihak. Kekompakan dosen dan pembuat kebijakan perlu
ditingkatkan demi penerapan program dan peraturan yang lebih efektif. Dosen
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
182
yang menjadi komponen penting sebagai teladan juga perlu meningkatkan
kepeduliannya terutama terhadap mahasiswa yang merupakan sasaran utama
dalam proses pendidikan karakter. Perbaikan sistem serta penciptaan
lingkungan yang sehat dan kondusif menjadi perubahan yang positif dan
bertahap. Penelitian ini juga menjadi evaluasi bagi pelaksanaan pendidikan
karakter di jurusan P IPS FKIP, agar setiap mahasiswa lebih meningkatkan
kualitas diri untuk mampu berperilaku sesuai dengan nilai-nilai karakter
prioritas yang diharapkan, di mana hal ini mencakup keamanahan,
keteladanan, dan berpikir serta bertindak cerdas.
3. Implikasi Metodologis
Implikasi metodologis dalam penelitian ini menggunakan metode
kualitatif untuk melihat fenomena tentang pendidikan karakter di FKIP.
Penelitian ini berusaha mendeskripsikan secara detail dan memahami persepsi,
tindakan dan perilaku informan dalam pelaksanaan pendidikan karakter, baik
dalam proses pembelajaran di kelas maupun di luar kelas. Dengan pendekatan
deskriptif kualitatif, peneliti berupaya melihat secara faktual realitas yang
terjadi dalam proses pelaksanaan pendidikan karakter di jurusan P IPS,
kemudian melakukan analisis dan menginterpretasikannya. Oleh karena itu,
dengan pendekatan ini dapat melihat dan menggambarkan secara riil tindakan
dan perilaku setiap komponen yang terlibat dalam proses pendidikan karakter.
C. SARAN
Setelah mengadakan penelitian dan pengkajian tentang pelaksanaan
pendidikan karakter di jurusan P IPS FKIP UNS, maka peneliti memberikan
saran-saran untuk menambah wawasan, sebagai berikut:
1. Bagi mahasiswa
Mahasiswa sebaiknya lebih memahami posisinya sebagai seorang calon
pendidik, untuk memperbaiki diri dengan pembelajaran dan pembiasaan
bersikap, bertindak dan berperilaku yang berkarakter kuat dan cerdas,
selama proses perkuliahan di FKIP.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id
commit to user
183
2. Bagi dosen
Dosen perlu lebih merefleksi, mengevaluasi, dan memperbaiki diri
sehingga dapat menempatkan diri untuk menjadi figur teladan bagi
mahasiswa. Dosen juga perlu mengadakan pendekatan dan pengawasan
yang lebih personal.
3. Bagi jurusan
Baik staf kependidikan maupun pimpinan jurusan perlu melakukan
evaluasi diri terkait dengan pelaksanaan pendidikan karakter yang masih
berjalan. Program dan kebijakan harus dilaksanakan dengan bentuk aturan
yang jelas, agar dapat diterapkan secara efektif.
4. Bagi FKIP
Pelaksanaan pendidikan karakter perlu perbaikan sistem maupun
lingkungan, sehingga pihak FKIP sebaiknya menyusun sistem evaluasi
yang dapat menilai keberhasilan pendidikan karakter, agar selalu
mengalami peningkatan dan kemajuan. Perlu diadakan sosialisasi lebih
lanjut mengenai berbagai program dan kebijakan yang dilaksanakan FKIP
dalam proses pendidikan karakter.